Laporan DK 2 Tumbang

53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pemicu Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya kedokter karena belum bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan, berat lahir 2300 gram. Kenaikan berat badan selama ini cukup. Lingkar kepala 39 cm (mikrosefali). Pada pemeriksaan didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap toxoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan-makanan yang dimasak tidak sempurna seperti lalapan dan sate. 1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah 1. Khorioretinitis: Peradangan retina yang menyerang tempat apa saja di retina 2. Toxoplasma: Penyakit yang disebabkan oleh toxoplasma gondii yang ditularkan melalui daging dan kotoran hewan yang terinfeksi 3. Mikrosefali: Tidak tumbuhnya jaringan otak untuk lingkar kepala lebih dari standar deviasi 4. Titer antibodi: Test laboratorium yang berfungsi untuk mengukur keberadaan dan jumlah antibodi di dalam darah Kata Kunci 1. Belum bisa tengkurap 2.Mikrosefali 1

Transcript of Laporan DK 2 Tumbang

Page 1: Laporan DK 2 Tumbang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pemicu

Seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan dibawa ibunya kedokter karena belum

bisa tengkurap. Ia bahkan belum dapat mengangkat kepala. Pasien lahir cukup bulan,

berat lahir 2300 gram. Kenaikan berat badan selama ini cukup. Lingkar kepala 39 cm

(mikrosefali). Pada pemeriksaan didapatkan khorioretinitis. Titer antibodi terhadap

toxoplasma positif. Selama hamil ibu senang makan-makanan yang dimasak tidak

sempurna seperti lalapan dan sate.

1.2 Klarifikasi dan Definisi Masalah

1. Khorioretinitis: Peradangan retina yang menyerang tempat apa saja di retina

2. Toxoplasma: Penyakit yang disebabkan oleh toxoplasma gondii yang ditularkan

melalui daging dan kotoran hewan yang terinfeksi

3. Mikrosefali: Tidak tumbuhnya jaringan otak untuk lingkar kepala lebih dari

standar deviasi

4. Titer antibodi: Test laboratorium yang berfungsi untuk mengukur keberadaan dan

jumlah antibodi di dalam darah

Kata Kunci

1. Belum bisa tengkurap

2.Mikrosefali

3. Bayi laki-laki

4. Toxoplasma positif

5. Khorioretinitis

1.3 Rumusan Masalah

Bayi laki-laki berusia 6 bulan belum bisa tengkurap, belum dapat mengangkat

kepala 39 cm dan berat lahir 2300 gram dengan hasil titer antibodi toxoplasma positif.

1

Page 2: Laporan DK 2 Tumbang

1.4 Analisis Masalah

1.5 Hipotesis

Bayi laki-laki mengalami toxoplasmosis kongenital yang disebabkan oleh

toxoplasma gondii yang terdapat pada sayur dan sate yang dimasak tidak sempurna

ditransmisikan ke bayi melalui plasenta ibu. Sehingga terjadi keterlambatan tumbuh

kembang pada bayi tersebut.

1.6 Pertanyaan Diskusi

1. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang?

2. Berapa ukuran normal lingkar kepala bayi dari umur 0-12 bulan?

3. Bagaimana cara mengukur lingkar kepala?

4. Apa saja yang termasuk dalam aspek perkembangan?

5. Milestone perkembangan anak dari 0 sampai dengan 12 bulan?

6. Apa yang Menyebabkan Keterlambatan Perkembangan Motorik?

7. Bagaimana penatalaksanaan anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang?

8. Apa saja faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir rendah?

2

Bayi laki-laki 6 bulan

Pemeriksaan

Anamnesis

Lingkar kepala 29 cm, Khorioretinitis

Pemeriksaan Fisik

Diagnosis

2. Terbiasa makan sate dan lalapan

Titer antibodi toxoplasma

1. Berat lahir 2300 gram, usia 6 bulan, belum bisa tengkurap, belum bisa mengangkat kepala

Toxoplasmosis

Pemeriksaan Antibodi

Etiologi Epidemiologi Pencegahan Tata laksana

Page 3: Laporan DK 2 Tumbang

9. Upaya pencegahan gangguan tumbuh kembang pada saat janin sampai lahir?

10. Upaya preventif infeksi intra uterin?

11. Siklus Hidup Toxoplasma gondii?

12. Toksoplasmosis

a. Definisi

b. Etiologi

c. Epidemiologi

d. Patologi

e. Patogenesis

f. Manifestasi klinis

g. Diagnosis

h. Tata laksana

i. Prognosis

13. Khorioretinitis

a. Definisi

b. Etiologi

c. Pengaruh terhadap penglihatan bayi

14. Apa saja infeksi intrauterine yang mempunyai gejala klinik mikrosefali dan

khorioretinitis?

15. Apakah ada hubungan antara toksoplasmosis dengan gangguan keterlambatan

tumbuh kembang?

16. Apakah ada hubungan antara mikrosefali dengan keterlambatan tumbuh kembang

bayi?

17. Bagaimana toksoplasmosis mengganggu perkembangan mata?

18. Bagaimana perkembangan penglihatan bayi yang terinfeksi toxoplasma gondii?

19. Apa hubungan toksoplasmosis dengan khorioretinitis?

3

Page 4: Laporan DK 2 Tumbang

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Faktor-faktor tumbuh kembang antara lain, Infeksi/Penyakit, Genetik,

Hormonal, Obat-obatan dan Makanan/Gizi.

1) Infeksi/Penyakit

Infeksi atau penyakit dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit dan

jamur.

a. Infeksi virus

- Sitomegalovirus (CMV)

Infeksi CMV pada ibu hamil merupakan penyebab resiko tinggi

bayi baru lahir untuk mengalami gangguan perkembangan di kemudian

hari. Resiko CMV pada kehamilan adalah sebagai berikut:1. Penularan

dari ibu ke janin bila terinfeksi selama kehamilan adalah 40%, 2. Janin

yang terinfeksi dan lahir disertai dengan gejala 10-15%, 3.sekitar 90%

bayi lahir disertai dengan gejala (ringan-berat) menimbulkan sekuele,

sedangkan tanpa gejala 5-15%.1

Gambaran CMV kongenital sangat mirip sekali dengan

toksoplasmosis kongenital. Hampir semua manifestasi pada CMV juga

di dapat pada toksoplasmosis. Perbedaan diantara keduanya masih belum

banyak diketahui. Kalsifikasi pada toksoplasmosis biasanya terdapat

pada korteks serebri, hal ini tidak terjadi pada CMV.1

- Poliomyelistis

Adalah penyakit kelumpuhan akut yang menular disebabkan oleh

virus polio.2

b. Infeksi Bakteri

- Tetanus

Tetanus adalah penyakit dengan tanda kekauan otot (spasme) tanpa

disertai gangguan kesadaran.1

c. Infeksi Parasit

- Toksoplasmosis

4

Page 5: Laporan DK 2 Tumbang

Toksopalmosis pada manusia khususnya pada bayi dan anak, dapat

menimbulkan beberapa masalah kesehatan. Cara penularannya dapat

terjadi beberapa jalur, yaitu kongenital, transmisi melalui makanan dan

lain-lain (transfusi darah, alat suntik terkontaminasi).1

d. Infeksi Jamur

- Kandidiasis

Merupakan penyakit akibat infeksi kandida baik primer maupun

skunder terhadap penyakit lain. Penyebab utamanya adalah Candida

albicans.1

2) Genetik2

a. Sindrom down

Ciri2: keterbelakangan pertumbuhan, mata miring katas, wajah

mendatar, telinga kecil cacat jantung.

b. Sindrom klinefelter

Ciri2: hanya pada pria diketahui saat pubertas, atropi testis,

kemandulan, kebanyakan ginekomastia.

c. Sindrom turner

Ciri2: tidak ada ovarium, tubuh pendek, dada lebar.

3) Hormonal3

a. Hipotiroidsme

Ciri: bicara lambat,gangguan mengingat, perlambatan reflesks dan

kemampuan mental

b. Hipertiroidisme

Ciri: Penurunan berat badan walaupun nafsu makan besar tapi proses

metabolismenya meningkat.

4) Obat-Obatan

Bebrapa jenis antimikroba dapat mempengaruhi status gizi anak. Secara

umum telah dikenal antibiotik berspektrum luas untuk waktu yang cukup lama

dapat menyebabkan diare, berkurangnya sintesis vitamin K (derivat ampisilin,

kloramfenikol). INH dapat menimbulkan gejala defisiensi piridoksin.4

5

Page 6: Laporan DK 2 Tumbang

5) Makanan/ Gizi3

Berikut beberapa gangguan tumbuh kembang yang disebabkan oleh

pengaruh gizi:

a. Obesitas

b. MEP (Malnutrisi Energi Protein)

c. Marasmus

d. Kwashiorkor

2.2 Ukuran Normal Lingkar Kepala Bayi dari Umur 0-12 Bulan

a. Lingkar kepala anak laki-laki5

b. Lingkar kepala anak perempuan5

6

Page 7: Laporan DK 2 Tumbang

2.3 Cara Mengukur Lingkar Kepala6

1. Bebaskan kepala bayi/anak dari topi, ikat rambut dan

sebagainya

2. Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati

dahi, menutupi alis mata, diatas kedua telinga, dan bagian

belakang kepala yang paling menonjol, tarik agak

kencang

3. Baca angka pada pertemuan dengan angka 0

4. Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak

5. Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala

menurut umur dan jenis kelamin anak/bayi

6. Buat garis yang menghubungkan antara ukuran lalu

dengan ukuran sekarang

7. Penilaian lingkaran kepala anak berada dilakukan dengan

menandai ukuran lingkar kepala bayi/anak sesuai umur

dan jenis kelamin pada kurve lingkar kepala Nellhaus

2.4 Aspek Perkembangan

Aspek-aspek perkembangan, yaitu5:

• Motorik Kasar

• Motorik Halus-Adaptif

• Bahasa

• Personal-Sosial

7

Page 8: Laporan DK 2 Tumbang

2.5 Milestone Perkembangan Anak dari 0-12 Bulan5

8

Page 9: Laporan DK 2 Tumbang

a. Motorik Kasar

Berikut garis besar skrining perkembangan motorik kasar menurut

Denver II:5

Gerakan Seimbang (sejak lahir hingga 0,5 bulan)

Mengangkat Kepala (20 hari - belum genap sebulan).

Duduk dengan Kepala Tegak (1,5 bulan - 3 bulan 3 minggu)

Menumpu Badan pada Kaki (1,2 bulan - 4 bulan 3 minggu)

Dada Terangkat Bertumpu pada Lengan (2,5 bulan - mendekati 5 bulan)

Tengkurap Sendiri (1 bulan 3 minggu - 5,5 bulan)

Ditarik untuk Duduk Kepala Tegak (2 bulan 3 minggu - 6 bulan)

Duduk Tanpa Pegangan (5 bulan 1 minggu - 7 bulan)

b. Aspek Komunikasi Bicara5

Bulan 1,5‐3: mengoceh 

Bulan 3,5‐8: menoleh ke arah suara 

Bulan 9‐13: bicara Mama atau Dada 

Bulan 14‐24: Kombinasi 2 kata berbeda 

Bulan 21‐36: Menggunakan kata majemuk 

c. Aspek Sosial Emosional

Pada usia 0-1 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:

1. Bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam per hari. Tetapi mereka

melakukannya tidak sekaligus melainkan secara berseri dengan

periode tidur yang pendek.5

2. Mereka lebih suka digendong dan diayun-ayun.

3. Mereka mulai menunjukkan karakter awal kepribadiannya.

4. Mereka mulai mengenali siapa yang sering mengasuhnya.

9

Page 10: Laporan DK 2 Tumbang

Pada usia 1-4 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi5:

1. Bayi mulai merespon senyum orang yang tersenyum kepadanya.

2. Mereka sudah mulai dapat diajak bermain, misalkan permainan cilukba.

Ajaklah mereka bermain, meskipun responnya minimal, tetapi

permainan itu sangat penting untuk mereka.

3. Mereka menyukai digelitik.

4. Suara yang mereka kenali (terutama dari pengasuh utamanya) dapat

menenangkannya ketika mereka menangis.

Pada usia 4-8 bulan bayi akan merasakan hal ini5:

1. Bayi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan mereka yang sering

mengasuhnya, bayi lebih menyukai pengasuh utamanya, baik itu

bundanya ataupun bibi yang mengasuh mereka.

2. Mereka mengenali pengasuh utamanya, keluarganya, dan bayangan

mereka di cermin.

3. Mereka sudah mengerti ketika mereka terpisah dari pengasuhnya,

mereka akan merasa cemas dan sedih sampai akhirnya menangis.

4. Mereka mulai menunjukkan kecemasan ketika mereka berada di

tengah-tengah orang dewasa yang tidak mereka kenali.

5. Mereka akan marah jika mainan yang dipegangnya direbut.

Pada usia 8-12 bulan bayi akan merasakan hal ini5:

1. Bayi sebisa mungkin akan selalu menempatkan pengasuh utamanya

dalam pandangan mereka, jika pengasuhnya tidak terlihat maka

mereka akan cemas dan sedih.

2. Bayi mulai memiliki mainan favorit dan terikat dengan itu.

3. Bayi sudah mulai memiliki ketegasan atas apa yang mereka inginkan,

mereka sudah dapat mendorong pengasuhnya dan berteriak kepada

10

Page 11: Laporan DK 2 Tumbang

pengasuhnya jika mereka marah.

4. Mereka mulai berbagi barang kepunyaan dengan bayi yang lain karena

sesama bayi juga ada interaksi.

5. Mereka mengerti arti kata “tidak”.

2.6 Penyebab Keterlambatan Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik pada anak biasanya dinilai melalui milestones. Berdasarkan

riwayat pasien dan pemeriksaan fisik maka keterlambatan motorik dikategorikan

dalam temporal profile, muscle tone dan distribusi. Pengkategorian ini dapat

membantu dalam menentukan kemungkinan diagnosis dan tahap-tahap evaluasi.

Beberapa penyebab dari keterlambatan perkembangan motoik dapat dilihat pada tabel

dibawah. 7

11

Page 12: Laporan DK 2 Tumbang

2.7 Tata laksana Anak yang Mengalami Gangguan Tumbuh Kembang

Penanganan Anak Berkelainan

Jika orang tua terlanjur memiliki anak yang terlahir cacat, cacat pada masa

kanak-kanak, tidak sengaja menjadi cacat karena jatuh atau infeksi maka tidak usah

berkecil hati. Anak tetap harus dirawat dan dijaga dnegan baik untuk mencegah

kecacatan yang lebih parah dan menjaga kesehatannya supaya dapat dididik untuk

menjadi orang yang berguna setidaknya tidak merepotkan keluarga dan masyarakat.8

a. Hidrosefalus8

- Tindakan pembedahan (operasi)

- Kontrol rutin

b. Autis8

1. Terapi psikofarmakologi tidak mengubah riwayat keadaan/perjalanan gangguan

autis, tetapi efektif mengurangi perilaku autistik, seperti hiperaktivitas,

penarikan diri, stereotipik, menyakiti diri sendiri, agresivitas, & gangguan tidur.

Terapi edukasi untuk meningkatkan interaksi sosial & komunikasi.

2. Terapi perilaku, terapi wicara, terapi okupasi, sensori integrasi

(pengorganisasian informasi melalui semua indera), latihan integrasi

pendengaran utk mengurangi hipersensitivitas thd suara, intervensi keluarga,

dan lain lain.

3. Terapi biomedis untuk gangguan saluran cerna pengaturan diet dengan

menghindari zat-zat yg menimbulkan alergi (kasein, gluten), pemberian

suplemen vitamin, pengobatan thd jamur & bakteri di dinding usus.

c. Retardasi Mental8

1. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.

2. Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:

- Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.

- Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.

- Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.

3. Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :

12

Page 13: Laporan DK 2 Tumbang

-Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri,

kebersihan badan.

- Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial.

- Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan

sosial.

- Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang

tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai

dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.

d. Down Sindrom8

Penanganan tergantung dari gejala penyakit yang menyertainya antara lain :

Gangguan Tiroid, gangguan pendengaran, penyakit jantung bawaan, gangguan

penglihatan, kejang, gangguan sistem tulang-otot-syaraf, leukemia, dsb. Gangguan

tiroid dan kejang dapat diatasi dengan obat-obatan, penyakit jantung jika

memungkinkan dapat dioperasi. Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit yang

riskan diderita seperti infeksi saluran napas kronik, Infeksi telinga tengah (otitis

media), Tonsilitis rekuren , dan pneumonia.

2.8 Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Rendah

Penyebab dan dampak BBLR sangat kompleks. Nutrisi yang jelek dimulai dari

pertumbuhan janin dalam rahim akan mempengaruhi seluruh siklus kehidupan. Hal

ini memperkuat risiko terhadap kesehatan individu dan meningkatkan kemungkinan

kerusakan untuk generasi masa depan. Gizi buruk, yang terlihat dengan rendahnya

tinggi badan ibu (stunting), dan berat badan di bawah normal sebelum hamil dan

kenaikan berat badan selama hamil merupakan salah satu dari prediktor terkuat

persalinan dengan BBLR. Secara ilmiah intervensi nutrisi seperti suplemen makanan

selama kehamilan pada remaja, wanita usia subur dan selama hamil terbukti efektif

dalam mencegah BBLR.9

Perkembangan janin yang tidak optimal dapat disebabkan oleh beberapa faktor

potensial yang terbagi dalam beberapa kategori yaitu faktor genetik meliputi ras/etnik,

haemoglobinopathies, gangguan kelainan genetik lainnya dan thrifty genes

hypothesis. Karakteristik ibu terdiri dari tinggi badan, umur, paritas, jarak, ukuran

uterus dan partner baru. Paritas ibu ~ 5 akan meningkatkan risiko untuk terjadinya

13

Page 14: Laporan DK 2 Tumbang

BBLR dan IUGR sebesar 5,88 kali dan 4,88 kali. Jarak kelahiran yang terlalu dekat

kurang dari 18 bulan dan lebih dari 59 bulan mempunyai hubungan yang signifikan

dalam meningkatkan risiko yang merugikan terhadap luaran. Sementara faktor nutrisi

yang berpengaruh, terdiri dari keseimbangan energi, komposisi tubuh, kenaikan berat

badan, anemia, antioksidan, pola dan pemberian asam amino, diet lipids, dan

hypertropi plasenta.9

Rendahnya asupan kalori pada trimester III dan berat badan ibu sangat erat

kaitannya dengan berat bayi lahir. Kenaikan berat badan ibu selama hamil pada status

gizi normal dan kurang akan meningkatkan risiko berat bayi lahir ~ 4000 gram

apabila kenaikan berat badan berada di atas yang direkomendasikan. Terbalik apabila

kenaikan berat badan berada di bawah yang direkomendasikan maka akan

meningkatkan risiko untuk berat bayi lahir di bawah 3000 gram.9

2.9 Upaya Pencegahan Gangguan Tumbuh Kembang pada Saat Janin-Lahir

1. Upaya Promotif

Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan: 10

a. Penyuluhan kesehatan masyarakat

b. Peningkatan gizi

c. Pemeliharaan kesehatan perseorangan

d. Pemeliharaan kesehatan lingkungan

e. Olahraga secara teratur

f. Rekreasi

g. Pendidikan seks

2. Upaya Preventif

Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan

terhadap kesehatan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat melalui

kegiatan: 10

a. Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil.

b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui Posyandu, Puskesmas

maupun kunjungan rumah.

14

Page 15: Laporan DK 2 Tumbang

c. Pemberian vitamin A dan yodium melalui Posyandu, Puskesmas ataupun di

rumah.

d. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan meyusui.

2.10 Upaya Preventif Infeksi Intra Uterin

Infeksi pada janin dan neonates mungkin diperoleh melalui serviks atau

transplasenta. Infeksi transerviks atau asendens adalah penyebaran infeksi dari kanalis

serkovagina dan mungkin terjadi in utero atau saat lahir, secara umum janin terinfeksi

karena menghirup cairan amnion yang terinfeksi kedalam paru atau karena jalan lahir

yang terinfeksi saat persalinan. 11

Infeksi transplasenta biasanya disebabkan oleh virus, parasit, maupun bakteri.

Mikroba penginfeksi memperoleh akses kealiran darah janin melalui vilus korion.

Efek infeksi transplasenta lebih besar daripada efek infeksi asendens. Infeksi

transplasenta terpenting dapat diingat dengan kependekan TORCH. (Toxoplasma (T),

rubella (R), sitomegalovirus (C), herpes virus(H) dan dari mikroba lain (O).11

Beberapa infeksi yang terjadi selama masa intra uterine dapat dicegah

misalnya Toksoplama dapat dicegah dengan cara mencuci bersih sayuran dan buah

yang akan dikonsumsi dan menghindari makan daging yang dimasak tidak matang,

infeksi Rubella dapat dicegah dengan memberikan vaksin pada ibu sebelum

memasuki kehamilan, sedangkan infeksi Herpes simplex dapat dicegah dengan

melakukan skrining infeksi TORCH sebelum dan selama kehamilan, menghindari

persalinan melalui jalan lahir untuk ibu yang menderita herpes genitalis dan juga

menghindari kontak dengan penderita penyakit tersebut. Sitomegalo virus dapat

dicegah dengan tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mencegah transfusi

darah dari donor dan melakukan skrining dengan pemerikasaan infeksi TORCH

sebelum dan selama kehamilan.11

2.11 Siklus Hidup Toxoplasma gondii

T. gondii adalah spesies dari Coccidia yang mirip dengan Isospora. Dalam sel

epitel usus halus kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual

(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista yang dikeluarkan bersama tinja.

Ookista bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5 mikron menghasilkan 2 sporokista

15

Page 16: Laporan DK 2 Tumbang

yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bila ookista tertelan oleh mamalia lain

atau burung (hospes perantara), maka pada berbagai jaringan hospes perantara ini

dibentuk kelompok trofozoit yang membelah secara aktif dan disebut takizoit

(tachizoit = bentuk yang membelah cepat). Kecepatan takizoit toxoplasma membelah

berkurang secara berangsur dan terbentuklah kista yang mengandung bradizoit

(bentuk yang membelah perlahan); masa ini adalah masa infeksi klinis menahun yang

biasanya merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium

seksual, tetapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan.12

Bila kucing sebagai hospes definitif makan hospes perantara yang terinfeksi,

maka terbentuk lagi sebagai stadium seksual di dalam sel epitel usus halusnya. Bila

hospes perantara mengandung kista jaringan toxoplasma, maka masa prapaten

biasanya 5-10 hari. Bila ookista langsung tertelan kucing, maka masa prapaten adalah

20-24 hari. Kucing lebih mudah terinfeksi kista jaringan daripada oleh ookista.12

Di berbagai jaringan tubuh kucing juga ditemukan trofozoit dan kista jaringan.

Pada manusia takizoit ditemukan pada infeksi akut dan dapat memasuki tiap sel yang

berinti. Takizoit pada manusia adalah parasit obligat intraselular. Takizoit

berkembangbiak dalam sel secara endodiogeni. Bila sel penuh dengan takizoit, maka

sel menjadi pecah dan takizoit memasuki sel-sel di sekitarnya atau difagositosis oleh

sel makrofag. Kista jaringan dibentuk didalam sel hospes bila takizoit yang membelah

telah membentuk dinding. Ukuran kista berbeda-beda; ada kista kecil yang

mengandung beberapa organisme dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kurang

lebih 3000 organisme. Kista jaringan dapat ditemukan di dalam hospes seumur hidup

terutama di otak, otot jantung dan otot bergaris.12

13

16

Page 17: Laporan DK 2 Tumbang

2.12 Toksoplasmosis

2.12.1 Definisi

Toksoplasmosis adalah penyakit hewan dan manusia yang akut atau

kronis, tersebar luas disebabkan oleh Toksoplasma gondii dan ditularkan oleh

ookista dalam kotoran kucing.14

2.12.2 Etiologi

1. Pada toksoplasmosis kongenital transmisi toxoplasma kepada janin terjadi in

utero melalui plasenta, bila ibunya mendapat infeksi primer waktu hamil.

2. Pada toksoplasmosis akuisita infeksi dapat terjadi, bila makan daging mentah

atau kurang matang (misalnya sate), kalau daging tersebut mengandung kista

jaringan atau takizoit toxoplasma. Pada orang yang tidak makan dagingpun

dapat terjadi infeksi bila ookista yang dikeluarkan dengan tinja kucing tertelan.

3. Infeksi juga dapat terjadi di laboratorium pada orang yang bekerja dengan

binatang percobaan yang diinfeksi T. gondii, melalui jarum suntik dan alat

laboratorium lain yang terkontaminasi dengan T. gondii. Ibu hamil tidak

dianjurkan bekerja dengan T. gondii yang hidup. Infeksi dengan T. gondii juga

pernah terjadi waktu mengerjakan otopsi.

4. Infeksi dapat terjadi dengan transplantasi organ dari donor yang menderita

toksoplasmosis laten.

5. Transfusi darah lengkap juga dapat menyebabkan infeksi.12

2.12.3 Epidemiologi

25-30% populasi manusia di dunia terinfeksi oleh toxoplasma. Negara-

negara tropis dengan iklim hangat dan lembab memiliki tingkat kejadian infeksi

toxoplasma yang lebih tinggi dibandingkan Negara-negara yang kering atau

suhu yang lebih dingin. Tingkat kejadian infeksi toxoplasma yang rendah ada di

Negara-negara amerika utara, asia tenggara, eropa utara dengan persentase

kejadian sekitar 10-30%. Negara-negara eropa tengah dan selatan dikategorikan

ke dalam tingkat kejadian sedang dengan persentase 30-50%. Sedangkan

17

Page 18: Laporan DK 2 Tumbang

amerika latin dan Negara-negara tropis di afrika masuk ke dalam kategori

tinggi.15

Prevalensi toksoplasmosis kongenital di beberapa negara diperkirakan

sebagai berikut: Belanda 6.5 dari 1000 kelahiran hidup, New York 1.3 dari 1000

kelahiran hidup, Paris 3 dari 1000 kelahiran hidup, dan Vienna 6-7 dari 1000

kelahiran hidup.16

2.12.4 Patologi

Setelah invasi yang biasanya terjadi di usus, maka parasit memasuki

sel berinti atau difagositosis. Sebagian besar parasit mati setelah difagositosis,

sebagian lain berkembang biak dalam sel, menyebabkan sel hospes pecah dan

menyerang sel-sel lain. Dengan adanya parasit di dalam makrofag dan limfosit,

maka penyebaran secara hematogen dan limfogen ke seluruh tubuh mudah

terjadi. Parasitemia berlangsung selama beberapa minggu. T. gondii dapat

menyerang semua organ dan jaringan tubuh hospes, kecuali sel darah merah

(tidak berinti).12

Kista jaringan dibentuk bila sudah ada kekebalan dan dapat ditemukan di

berbagai alat dan jaringan, mungkin untuk seumur hidup. Kerusakan yang

terjadi pada jaringan tubuh, tergantung pada:12

1. Umur, pada bayi kerusakan lebih besar daripada orang dewasa;

2. Virulensi strain Toxoplasma;

3. Jumlah parasit; dan

4. Organ yang diserang.

Lesi pada susunan saraf pusat dan mata biasanya lebih berat dan

permanen, oleh karena jaringan ini tidak mempunyai kemampuan untuk

regenerasi. Kelainan pada susunan saraf pusat berupa nekrosis yang disertai

dengan kalsifikasi. Pada toksoplasmosis kongenital, nekrosis pada otak lebih

sering di korteks, ganglia basal dan daerah periventrikular. Penyumbatan

akuaduktus sylvii atau foramen monro oleh karena ependimitis mengakibatkan

hidrosefalus pada bayi. Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan

18

Page 19: Laporan DK 2 Tumbang

lokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan

total dan pada proses penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi

retina dan koroid, disertai pigmentasi.12

Diotot jantung dan otot bergaris dapat ditemukan T. gondii tanpa

menimbulkan peradangan. Di alat tubuh lainnya, seperti limpa dan hati, parasit

lebih jarang ditemukan.12

2.12.5 Patogenesis

Toksoplasma gondii merupakan anggota dari filum Apicomplexa, kelas

Sporozoa, subkelas Coccidia, orde Eucoccidia dan suborde Eimeria. Hospes

definitif T. gondii adalah kucing dan binatang sejenisnya (Felidae). Hospes

perantaranya adalah manusia, mamalia lainnya dan burung. Dalam sel epitel

usus kecil kucing berlangsung daur aseksual (skizogoni) dan daur seksual

(gametogoni, sporogoni) yang menghasilkan ookista immatur yang dikeluarkan

bersama tinja. Ookista immatur yang bentuknya lonjong dengan ukuran 12,5μ

akan mengalami maturasi selama beberapa hari menjadi matang menghasilkan 2

sporokista yang masing-masing mengandung 4 sporozoit. Bentuk kista ini dapat

bertahan hidup selama beberapa bulan sampai dengan beberapa tahun. Bila

ookista ini tertelan oleh mamalia lain atau burung (hospes perantara), maka

pada berbagai jaringan hospes perantara ini dibentuk kelompok-kelompok

tropozoit yang membelah secara aktif/ cepat dan disebut takizoit, fase ini

disebut fase infeksi akut. Akibat adanya respon imun tubuh yang efektif

kecepatan takizoit toksoplasma berkurang secara berangsur dan terbentuklah

kista yang mengandung bradizoit (bentuk yang membelah perlahan); masa ini

adalah masa infeksius klinis menahun (fase infeksi kronik) yang biasanya

merupakan infeksi laten. Pada hospes perantara tidak dibentuk stadium seksual,

tapi dibentuk stadium istirahat, yaitu kista jaringan (bradizoit).17

Kucing sebagai hospes definitif apabila memakan hospes perantara yang

terinfeksi (mengandung kista), maka akan terbentuk lagi berbagai stadium

seksual di dalam sel epitel usus kecilnya. Bila kista ini termakan maka enzim

proteolitik gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya

bradizoit. Kista akan pecah dan melepaskan parasit yang masuk kedalam sel

19

Page 20: Laporan DK 2 Tumbang

epitel usus halus kucing. Di dalam sel tersebut parasit mengalami fase

reproduksi aseksual secara singkat, dan membentuk takizoit. Takizoit akan

berproliferasi dengan cepat dan menyebabkan kerusakan dan pecahnya sel

epitel. Beberapa takizoit akan mengalami fase reproduksi seksual, dimana

gamet betina dan jantan bersatu dan membentuk ookista immatur. Kista ini akan

dilepaskan bila sel epitel pecah dan dikeluarkan bersama feses kucing. Kucing

lebih mudah terinfeksi oleh bradizoit daripada oleh ookista.17

Toksoplasma gondii biasanya didapat oleh anak dan orang dewasa karena

memakan makanan yang mengandung kista atau yang terkontaminasi ookista.

Pada banyak daerah di dunia, sekitar 5-35% daging babi, 9-60% daging

kambing, dan 0-9% daging sapi mengandung T. gondii. Ookista ditelan melalui

bahan yang terkontaminasi oleh tinja kucing yang terinfeksi akut. Ookista juga

dapat dipindahkan ke makanan oleh lalat dan kecoa. Bila organisme tertelan,

bradizoit terlepas dari kista atau sporozoit dari ookista, dan organisme kemudian

masuk ke sel saluran pencernaan. Bila kista ini termakan maka enzim proteolitik

gaster akan meluruhkan dinding kista dan menyebabkan lepasnya hematogen ke

seluruh tubuh dan dapat menginfeksi hampir semua sel tubuh hospes, terutama

pada jaringan limfoid, otot skeletal, miokardium, retina, plasenta, dan susunan

saraf pusat. Akibat pengaruh respons imun(humoral dan seluler) yang efektif,

takizoit akan menghilang dari jaringan dan berubah menjadi bradizoit, kista ini

biasa ditemukan di otak, otot, dan hepar.18

Jika infeksi didapat oleh wanita pada trimester pertama dan tidak diobati,

sekitar 17% janin terinfeksi, dan penyakit pada bayi biasanya berat. Jika infeksi

didapat oleh wanita pada trimester ketiga dan tidak diobati, sekitar 65% janin

terinfeksi dan keterlibatannya ringan atau tidak tampak pada saat lahir. Total

transmisi maternal-fetal adalah 30%, namun bervariasi dari 6% pada minggu ke-

13 menjadi 72% pada minggu ke-36. Hal ini menunjukkan risiko infeksi pada

fetus meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Namun, gejala

klinis berat pada bayi lebih sering ditemukan pada wanita yang terinfeksi di

awal kehamilan. Perbedaan frekuensi penularan ini paling mungkin akibat aliran

darah plasenta, virulensi dan jumlah T gondii yang didapat, dan kemampuan

imunologis wanita membatasi parasitemia. Hampir semua individu dengan

20

Page 21: Laporan DK 2 Tumbang

infeksi kongenital mempunyai tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi, seperti

khorioretinitis pada remaja jika mereka tidak diobati pada masa neonatus.18

Infeksi toksoplasmosis pada individu dengan sistem imun yang baik

umumnya adalah asimtomatik. Infeksi ini tidak disadari pada 80-90% pasien

toksoplasmosis. Hal inilah yang menyebabkan infeksi akut sulit terdiagnosis,

terutama pada wanita hamil. Diagnosis toksoplasmosis sangat bergantung pada

pemeriksaan penunjang. Bila simptomatis, maka gejala dapat berupa satu atau

beberapa limfadenopati servikal yang tidak nyeri, keras, dan berbatas tegas.

Limfadenopati juga dapat ditemukan pada daerah suboksipital, supraklavikula,

inguinal, dan mediastinal. Kurang lebih 20-40% pasien dengan limfadenopati

juga mengeluhkan adanya sakit kepala, lemah, dan demam. Sebagian kecil

penderita juga mengeluhkan adanya mialgia, nyeri tenggorok, nyeri abdomen,

ruam makulopapular, menigoensefalitis, dan konfusi. Gejala akan hilang dalam

beberapa minggu. Fetus yang mengalami infeksi kongenital dapat

memperlihatkan gejala berupa komplikasi neurologis (hidrosefalus, mikrosefali,

retardasi mental, dan korioretinitis), kerusakan multi organ, dan kematian.

Sebagian bayi dengan infeksi kongenital dapat asimtomatik saat lahir, namun

seiring dengan pertumbuhannya, tiga per empat bayi tersebut akan

menunjukkan gejala mental retardasi berat dan/atau gangguan pendengaran dan

sebanyak 90% akan menderita masalah mata.19

Pada individu dengan imunodefisiensi dan beberapa penderita yang

tampak secara imunologis normal, infeksi akut dapat berkembang dan dapat

menyebabkan keterlibatan yang mungkin mematikan seperti pneumonitis,

miokarditis, atau ensefalitis nekrotikan. Bentuk kista terjadi secepatnya 7 hari

sesudah infeksi dan menetap sepanjang hidup hospes. Kista sedikit atau tidak

menimbulkan respons radang tetapi menyebabkan penyakit berulang pada

penderita dengan gangguan imun atau menyebabkan dapat korioretinitis pada

anak yang lebih tua yang telah mendapatkan infeksi secara kongenital.19

2.12.6 Manifestasi klinis

a. Toksoplasmosis kongenital

21

Page 22: Laporan DK 2 Tumbang

Kebanyakan infeksi ada ibu tidak bergejala. Pada wanita yang terinfeksi

selama kehamilan, 40-60% melahirkan bayi yang terinfeksi. Semakin lanjut usia

kehamilan pada saat terjadi infeksi, semakin mungkin janin akan terinfeksi,

tetapi penyakitnya tidak terlalu berat. Janin yang terkena dengan berat akan

lahir mati. Pada bayi, penyakit dapat terjadi pada saat lahir dan dimanifestasikan

dengan nafsu makan yang buruk, demam, ruam, petekie, limfadenopati,

hepatomegali, ikterus, hidrosefalus atau mikrosefali, mikroftalmia, kejang,

kalsifikasi serebral, dan korioretinitis. Penyakit ini harus dibedakan dari infeksi

kongenital lain yang termasuk dalam sindrom TORCH (rubela, CMV, HSV,

sifilis, hepatitis, dan VVZ). Pada 67-75% bayi yang tidak bergejala pada saat

lahir, defek selanjutnya, seperti korioretinitis, retardasi, dan ketidakmampuan

neurologis, akan berkembang beberapa tahun sesudah lahir.20

b. Toksoplasmosis didapat (akuisita)

Toksoplasmosis didapat biasanya merupakan infeksi yang tidak

bergejala. Infeksi bergejala ditandai sebagai sindrom mononukleosis heterofil-

negatif yang meliputi limfadenopati, demam, dan hepatosplenomegali. Infeksi

diseminata, termasuk miokarditis, pneumonia, dan ensefalitis lebih umum pada

pasien imunosupresi, terutama pengidap AIDS. Limfadenopati terlokalisasi

yang sukar dibedakan dengan penyakit Hodgkin merupakan salah satu dari

manifestasi toksoplasmosis yang lebih umum. Toksoplasmosis SSP ditemukan

pada pasien sesudah transplantasi sel induk atau yang lain.20

2. 12.7 Diagnosis

Pada toksoplasmosis yang mengenai SSP, parasit dapat ditemukan

pada CSS dengan preparat cytocentrifuge atau dengan pertumbuhan pada bayi

tikus yang diinokulasi. Histopatologi atau kista khas dapat diidentifikasi dalam

spesimen biopsi paru, otak, atau kelenjar getah bening yang terkena. Diagnosis

serologis dapat ditegakkan dengan beberapa uji antibodi yang berbeda.

Kenaikan empat kali lipat titer antibodi atau serokonversi dari negatif ke positif

menunjukkan adanya infeksi. Pada infeksi kongenital, diagnosis dikomplikasi

dengan adanya antibodi transplasental yang berasal dari ibu. Jika status antibodi

ibu negatif, diagnosis toksoplasmosis kongenital disingkirkan; jika kadar ibu

dan neonatus positif, penelitian serial selama beberapa bulan diperlukan untuk

22

Page 23: Laporan DK 2 Tumbang

membedakan antibodi transplasental (kadar akan menurun) dari infeksi

kongenital (kadar akan tetap stabil atau meningkat). Beberapa laboratorium

penelitian dapat melakukan pemeriksaan IgM/Antibodi anti-toxoplasma atau

PCR untuk uji T. gondii pada leukosit perifer, CSS, serum, atau cairan

amnion.20

Pemeriksaan IgG dan IgM anti-toksoplasma

Metode pemeriksaan IgM dan IgG anti-toksoplasma dapat menggunakan

Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Enzyme-linked immunosorbent

assay untuk mendeteksi antibodi memiliki prinsip pemeriksaan mereaksikan

antibodi dalam sampel dengan antigen. Kompleks ini akan dideteksi dengan

menggunakan antibodi yang dilabel enzim. Kompleks antigen-antibodi yang

terbentuk kemudian dipisahkan dari antigen dan antibodi bebas, lalu diinkubasi

dengan substrat kromogenik yang semula tidak berwarna, tetapi kemudian

menjadi berwarna bila dihidrolisis oleh enzim. Intensitas warna yang terbentuk

dapat diukur dan merupakan parameter untuk antibodi yang diuji.21

Pemeriksaan IgM anti-toksoplasma umumnya menggunakan prinsip

capture immunoassay. Imunoglobulin M yang terdapat dalam serum penderita

akan ditangkap oleh antibodi anti-IgM. Untuk mendeteksi IgM spesifik T.

gondii, ke dalam reaksi tersebut dimasukkan antigen toksoplasma yang telah

dilabel dengan enzim, sehingga terjadi ikatan antar antibodi anti-IgM, IgM anti-

toksoplasma, dan antigen toksoplasma yang berlabel. Penambahan substrat akan

menyebabkan enzim bekerja dan menghasilkan perubahan warna yang dapat

dideteksi dengan fotometer.21

Pemeriksaan IgG anti-toksoplasma umumnya menggunakan prinsip

sandwich immunoassay. Serum penderita yang mengandung IgG anti-

toksoplasma direaksikan dengan antigen toksoplasma yang terikat pada fase

padat membentuk kompleks antigen-antibodi. Kemudian ke dalam reaksi

tersebut dimasukkan antigen toksoplasma yang telah dilabel dengan enzim.

Penambahan substrat akan menyebabkan enzim bekerja dan menghasilkan

perubahan warna yang dapat dideteksi dengan fotometer.21

23

Page 24: Laporan DK 2 Tumbang

Pola hasil pemeriksaan serologi toksoplasma IgG dan IgM pada wanita

hamil dapat dilihat pada tabel 2.1.

Pola Hasil

Pemeriksaan

Interpretasi Komentar Saran

IgG – IgM - Rentan infeksi akut Rentan infeksi akut Pencegahan dan

pemeriksaan

berkala

IgG + IgM - Infeksi lama Tidak ada risiko

infeksi kongenital

Bila terjadi pada

trimester pertama

dan kedua

umumnya

mengindikasikan

infeksi akut

sebelum konsepsi

IgG – IgM +

a. Infeksi akut

b. Antibodi alami

c. Positif palsu

a. Berisiko infeksi

kongenital

b-c. Tidak ada

risiko infeksi

kongenital

Lakukan tes

konfirmasi

IgG + IgM +

a. Infeksi akut atau

lama

b. Positif palsu

a. Berisiko infeksi

kongenital

b. Tidak ada risiko

infeksi kongenital

Perhatikan usia

kandungan,

lakukan tes

konfirmasi

Dikutip dari: Montoya JG22 dan Sensini A.23

Bila hasil pemeriksaan IgG positif dan IgM negatif, hal ini menunjukkan

adanya infeksi lama, umumnya lebih dari 6 bulan. Bila terjadi pada usia

kehamilan <18 minggu menunjukkan infeksi terjadi sebelum kehamilan, tidak

ada risiko infeksi kongenital kecuali pada keadaan imunokompromais. Bila

24

Page 25: Laporan DK 2 Tumbang

terjadi pada usia kehamilan ≥18 minggu maka sulit untuk menetukan apakah

infeksi terjadi selama atau sebelum kehamilan. Pada keadaan ini hasil

laboratorim serologi sebelumnya termasuk sebelum kehamilan diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.22

Hasil pemeriksaan dengan IgM dan IgG positif harus dikirim ke

laboratorium rujukan untuk konfirmasi hasil pemeriksaan. Hasil IgM positif

dapat terjadi karena adanya infeksi akut, adanya infeksi lama, dan hasil positif

palsu. Hal ini disebabkan karena IgM dapat terdeteksi lama setelah infeksi akut.

Pemeriksaan aviditas IgG direkomendasikan sebagai pemeriksaan konfirmasi

pada wanita dengan IgM dan IgG positif. Bila didapatkan hasil aviditas IgG

tinggi, maka infeksi akut dapat disingkirkan. Bila didapatkan hasil aviditas IgG

rendah kemungkinan terjadi infeksi akut selama kehamilan belum dapat

disingkirkan. Pada keaadaan ini janin berisiko mengalami toksoplasmosis

kongenital, wanita hamil dianjurkan untuk memulai pengobatan dan

pemeriksaan dilanjutkan untuk mengetahui risiko pada janin dengan

pemeriksaan PCR cairan amnion dan ultrasound, alur pemeriksaan dapat dilihat

pada gambar 2.3.22-23

2. 12.8 Tata Laksana

Obat-obat yang dipakai sampai saat ini hanya membunuh bentuk takizoit

T.gondii dan tidak membasmi bentuk kistanya, sehingga obat-obat ini dapat

memberantas infeksi akut, tetapi tidak dapat menghilangkan infeksi menahun,

yang dapat menjadi aktif kembali. Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara

sinergistik, maka dipakai sevagai kombinasi selama 3 minggu atau sebulan.

Pirimetamin menekan hemopoiesis dan dapat menyebabkan trombositopenia

dan leukopenia. Untuk mencegah efek sampingan ini, dapat ditambahkan asam

folinik atau ragi. Pirimetamin bersifat teratogenik, maka obat ini tidak

dianjurkan untuk wanita hamil. Sulfonamid dapat menyebabkan

trombositopenia dan hematuria. Spiramisin adalah antibiotika macrolide, yang

tidak menembus plasenta, tetapi ditemukan dengan konsentrasi tinggi di

plasenta. Obat ini dapat diberikan pada wanita hamil yang mendapat infeksi

primer, sebagai obst profilaktik untuk mencegah transmisi T.gondii ke janin

dalam kandungannya.24

25

Page 26: Laporan DK 2 Tumbang

Klindamisin efektif untuk pengobatan toksoplasmosis, tetapi dapat

menyebabkan colitis pseudomembranosa atau colitis ulserativa, maka tidak

dianjurkan untuk pengobatan rutin pada bayi dan wanita hamil. Kortikosteroid

digunakan untuk mengurangi peradangan pada mata, tetapi tidak dapat

diberikan sebagai obat tunggal. Obat macrolide lain yang efektif terhadap

T.gondii adalah klaritomisin dan azitromisin yang diberikan bersama

pirimetamin pada penderita AIDS dengan ensefelitis toksoplasmik. Obat yang

baru adalah hidroksinaftokuinon (atovaquone) yang bila dikombinasi dengan

sulfadiazine atau obat lain yang aktif terhadap T.gondii, dapat membunuh kista

jaringan pada mencit. Tetapi hasil penelitian pada manusia masih ditunggu.

Toksoplasmosis akuisita yang asimtomatik tidak perlu diberi pengobatan.

Seorang ibu yang hamil dengan infeksi primer harus diberikan pengobatan

profilaktik. Toksoplasmosis kongenital harus diberikan pengobatan selama

sedikitnya 1 tahun. Penderita imunokompromais (AIDS, keganasan) yang

terjangkit toksoplasmosis akut harus diberi pengobatan.24

2. 12.9 Prognosis

Toksoplasmosis akuisita biasanya tidak fatal. Gejala klinis dapat

dihilangkan dengan pengobatan adekuat. Parasit dalam kista jaringan tidak

dapat dibasmi dan dapat menyebabkan eksaserbasi akut bila kekebalan

menurun. Bayi yang dilahirkan dengan toksoplasmosis kongenital yang berat

biasanya meninggal atau tetap hidup dengan infeksi menahun dan gejala sisa

yang sewaktu-waktu dapat mengalami eksaserbasi akut. Pengobatan spesifik

tidak dapat menghilangkan gejala sisa, hanya mencegah kerusakan lebih lanjut.

Seorang ibu yang melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital untuk

selanjutnya akan melahirkan anak normal, oleh karena ibu tersebut sudah

mempunyai zat anti.16

2.13 Khorioretinitis

2.13.1 Definisi

Khorioretinitis adalah peradangan koroid dan retina. Khorioretinitis bisa

berkaitan dengan semua bentuk, tetapi biasanya merupakan sekuele lambat

penyakit kongenital.25

26

Page 27: Laporan DK 2 Tumbang

2.13.2 Etiologi

Uveitis Posterior (Chorioretinitis) dapat disebabkan oleh26:

a. Penyakit Infeksi

- Virus

CMV, herpes simpleks, herpes zoster, rubella, rubeola, HIV, virus epstein

barr, virus coxsackie, nekrosis retina akut.

- Bakteri

Mycobacterium tuberculosis, brucellosis, sifilis sporadic dan endemic,

nocardia, neisseria meningitidis, mycobacterium aviumintracellulare, yersinia,

dan borrelia (penyebab penyakit Lyme).

- Fungi

Candidia, histoplasma, cryptococcus, dan aspergillus.

- Parasit

Toxoplasma, toxocara, cysticercus, dan onchoherca.

b. Penyakit Non Infeksi

- Autoimun

Penyakit Behcet, syndrome vogt-koyanagi-harada, poliarteritis nodosa,

oftalmia simpatis, vaskulitis retina.

- Keganasan

Sarcoma sel reticulum, melanoma maligna, leukemia, lesi metastatik.

- Etiologi tak diketahui

Sarkoidosis, koroiditis geografik, epitellopati pigment plakoid multifokal

akut, retinopati “birdshot”, epitellopati pigmen retina.

27

Page 28: Laporan DK 2 Tumbang

2.13.3 Pengaruh Terhadap Penglihatan Bayi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Roizen et al27 mengenai

hubungan chorioretinitis toxoplasmosis dengan gangguan fungsi kognitif pada

anak, didapatkan bahwa gangguan penglihatan akibat chorioretinitis

toxoplasmosis merupakan penyebab utama dari gangguan fungsi kognitif yang

terjadi. Pada anak dengan chorioretinitis toksoplasmosis, didapatkan hasil yang

rendah dibandingkan dengan anak berpenglihatan normal dalam tes

membedakan garis yang berpotongan. Didapatkan pula bahwa anak-anak

dengan chorioretinitis toxoplasmosis ini memiliki kemampuan verbal yang lebih

tinggi, namun skor verbalnya tetap lebih rendah dibandingkan dengan anak-

anak berpenglihatan normal. Hal ini menunjukkan bahwa gangguan penglihatan

dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam pengujian kognitif yang

merupakan penilaian dari perkembangan anak.27

2.14 Infeksi Intra Uterine yang Mempunyai Gejala Klinik Mikrosefali dan

Khorioretinitis

Singkatan TORCH merujuk pada toksoplasmosis, agen penyakit lain (seperti

HIV, parvovirus, enterovirus, dan Treponema pallidum), rubela, cytomegalovirus

(CMV), dan herpes simpleks (HSV).2 Infeksi TORCH dikelompokkan karena

kelompok infeksi ini memunculkan gejala klinis dan patologi yang serupa yang

meliputi demam, ensefalitis, khorioretinitis, hepatosplenomegali, pneumonitis,

miokarditis, anemia hemolitik, dan lesi pada kulit.17

2.15 Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Keterlambatan Tumbuh

Kembang

a. Trimester I

Kematian fetus dan abortus terjadi karena pada sel yang terinfeksi toxoplasma

akan dihasilkan interferon γ yang berfungsi untuk mengontrol multiplikasi parasit. Di

lain pihak, terlalu banyak interferon γ dapat menyebabkan kematian fetus yang

diakibatkan reaksi imunopatologis. Hal ini terjadi pada saat pembentukan fetus.

Biasanya terjadi pada masa awal gestasi.28

28

Page 29: Laporan DK 2 Tumbang

b. Trimester II

Dapat terjadi kelainan neurologis seperti : hidrosefalus, mikrosefali, kejang

dan retardasi mental, di mana pada minggu ke 5–10 kehamilan adalah proses

terbentuknya bagian-bagian otak dan wajah. Di mana pada bulan 2–5 masa kehamilan

terjadi proses migrasi neuron dari germinal ke korteks. Gangguan pada migrasi

termasuk heterotopia, agyria–pakegiria, polimikrogiria dan gangguan histogenesis. Di

mana berhubungan dengan pembentukan gray matter di otak. Retardasi mental dapat

disebabkan gangguan perkembangan akibat mutasi DNA. Trisomi 21, Trisomi 18,

Trisomi 9, 13, 15, namun perlu diingat bahwa kelainan kromosom ini meningkat

seiring dengan meningkatnya usia ibu.28

c. Trimester III

Dapat terjadi retinokoroiditis ( okuler toxoplasmosis ), namun biasanya

bermanifestasi setelah beberapa tahun kemudian tergantung dari terapi. Secara

patologis terjadi lesi inflamasi fundus yang terdiri dari sel-sel mononuclear, limfosit

makrofag, epiteloid dan sel-sel plasma. Hal ini mengakibatkan retinal vaskulitis yang

menyebabkan rupturnya barrier pembuluh darah retina sehingga fungsi retina

menurun dimana terjadi destruksi dan penipisan selaput retina. Mikroftalmia juga

dapat terjadi pada ibu dengan toxoplasmosis dimana ukuran mata terlalu kecil dan

volume bola mata berkurang sampai dengan ⅔ dari normal dan biasanya disertai cacat

mata lainnya.28

Spektrum klinis dan riwayat alamiah toxoplasmosis congenital yang tidak

diobati, yang secara klinis tampak pada tahun pertama. Lebih dari 80% anak-anak ini

memiliki IQ kurang dari 70, dan banyak yang menderita kejang-kejang serta

penglihatan yang terganggu berat. Pemberian awal pengobatan spesifik pada bayi

yang terinfeksi secara kongenital biasanya menyembuhkan gejala toksoplasmosis

seperti khorioretinitis akut, meningitis, ensefalitis , dan splenomegali. Tanpa terapi,

khorioretinitis sering kambuh. Anak dengan keterlibatan yang besar pada saat lahir

dapat berfungsi secara normal dikemudian harinya atau menderita gangguan ringan

sampai berat pada penglihatan, pendengaran, fungsi kognitif serta fungsi-fungsi

neurologis lainnya.29

29

Page 30: Laporan DK 2 Tumbang

Keterlambatan diagnosis dan terapi, akan menyebabkan hipoglikemia

perinatal, hipoksia, hipotensi, infeksi pirau (shunt) berulang, dan gangguan

penglihatan berat yang dihubungkan dengan prognosis yang lebih jelek. Mikrosefali

biasanya menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi beberapa anak dengan

mikrosefali karena toksoplasmosis kongenital yang telah diobati, tampak berfungsi

secara normal pada umur tahun-tahun pertama. Toksoplasmosis kongenital yang tidak

diobati dan bergejala pada umur 1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan yang

banyak pada fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan.29

2.16 Hubungan Mikrosefali dengan Keterlambatan Tumbuh Kembang Bayi

Mikrosefali merupakan manifestasi beberapa kelainan yang terjadi di dalam

otak seperti infeksi TORCH, disgenesis serebral atau anomali otak lainnya yang

mengganggu pertumbuhan dan maturasi otak. Berdasarkan penelitian Suwarba dkk di

RSCM Jakarta periode Januari 2006 – Juli 2008, didapatkan bahwa karakteristik

klinis terbanyak yang ditemukan pada pasien keterlambatan perkembangan global

adalah mikrosefali.30

2.17 Hubungan Toksoplasmosis dengan Gangguan Perkembangan Mata

Lesi pada susunan saraf pusat dan pada mata biasanya bermanifestasi lebih

berat dan bersifat permanent sebab jaringan – jaringan tersebut tidak mempunyai

kemampuan untuk melakukan regenerasi. Kelainan – kelainan pada Susunan Saraf

Pusat umumnya berupa nekrosis yang disertai dengan kalsifikasi. Infeksi yang bersifat

akut pada retina akan mengakibatkan reaksi peradangan fokal dengan oedema dan

infiltrasi leucocyte yang dapat menyebabkan kerusakan total pada mata serta pada

proses penyembuhannya akan terjadi cicatrix. Akibat dari pembentukan cicatrix ini

maka akan dapat terjadi atrophi retina dan coroid disertai pigmentasi.24

2.18 Perkembangan Penglihatan Bayi yang Terinfeksi

Hampir pada semua individu dengan infeksi kongenital yang tidak diobati

akan berkembang lesi korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan menderita

gangguan penglihatan berat. T. gondii menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat

pada individu dengan infeksi kongenital. Kontraktur dapat terjadi dengan pelepasan

30

Page 31: Laporan DK 2 Tumbang

retina. Setiap bagian retina dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk makula.

Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi toxoplasma yang melibatkan proyeksi jalur

visual dalam otak atau korteks visual juga dapat menyebabkan gangguan penglihatan.

Dalam kaitannya dengan lesi retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang.

Menyebabkan eritema pada mata luar.31

Penemuan okuler lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior (kamera okuli

anterior), endapan keratin luas, sinekia posterior, nodulus pada iris, dan pembentukan

neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang disertai dengan kenaikan tekanan

intra okuler dan perkembangan glaukoma. Otot-otot ekstraokuler juga dapat terlibat

secara langsung, bermanifestasi sebagai strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan

mikro-oftalmia. Diagnosis banding lesi yang menyerupai toksoplasmosis okuler

meliputi cacat kolobomatosa kongenital dan lesi radang lain karena sitomegalovirus,

treponema pallidum, mycobacterium tuberculosis, atau vaskulitis. Toksoplasmosis

okuler adalah penyakit yang berulang dan progresif yang memerlukan pemberian

terapi multipel. Couvrer et al mempunyai data terbatas, yang memberi kesan bahwa

kejadian lesi pada tahun-tahun awal kehidupan dapat dicegah dengan memberi

pengobatan anti mikroba (dengan pirimentamin dan sulfonamid selang sebulan

dengan spiramisin) selama tahun pertama kehidupan.31

2.19 Hubungan Toksoplasmosis dengan Khorioretinitis

Toksoplasmosis dapat menimbulkan lesi pada mata. Manifestasi klinis pada mata

yang sering terjadi adalah khorioretinitis. Penyakit ini disebabkan parasit protozoa

yang berkembang biak di dalam sitoplasma sel, akhirnya memecah dan menyebarkan

isi atau membentuk kista.32

Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan lokal dengan edema

dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan pada proses

penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid, disertai

pigmentasi.12

31

Page 32: Laporan DK 2 Tumbang

BAB III

KESIMPULAN

HIPOTESIS DITERIMA :

Bayi laki-laki mengalami toxoplasmosis kongenital yang disebabkan oleh

toxoplasma gondii yang terdapat pada sayur dan sate yang dimasak tidak sempurna

ditransmisikan ke bayi melalui plasenta ibu. Sehingga terjadi keterlambatan tumbuh

kembang pada bayi tersebut.

32

Page 33: Laporan DK 2 Tumbang

DAFTAR PUSTAKA

1. S. Sumarmo, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis: Infeksi Intra Uterin. Edisi

2. Jakarta: IDAI; 2010. h. 277-284.

2. Sadler TW. Embriologi Kedokteran Langman: Gametogenesis. Edisi 10. Jakarta:

EGC; 2010. h. 20-24.

3. Lauralee Sheerwood. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem: Endokrinologi. Edisi 6.

Jakarta: EGC; 2011. h. 474-476.

4. Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik: Berbagai Topik Khusus. Edisi 10.

Jakarta: EGC; 2010. h. 1018.

5. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Perkembangan dan Perilaku

Pediatri. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2010. h. 9-11.

6. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis Fisis Pada Anak: Beberapa

Cara Pengukuran. Edisi 2. Jakarta: PT Sagung Seto; 2003. h. 180.

7. Bale JF, Bonkowsky JL, Filloux FM, Hedlund GL, Larsen PD, Nielsen DM.

Pediatric Neurology: Disorders of development. London: Manson Publishing Ltd;

2012. h. 84-85.

8. Sunartyo N. Panduan Merawat Bayi dan Balita Agar Tumbuh Sehat dan Cerdas:

Gangguan Tumbuh Kembang. Yogyakarta: Diva Press; 2005. h. 25-26.

9. Rao BT, Aggarwal AK, Kumar R. Dietary intake in third trimester of pregnancy

and prevalence of LBW. Vol. 32. indian journal of comunity medicine. 2007; h. 272-

276.

10. Hardjono S, Moersintowati BN. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja buku ajar

II: Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit. Edisi 1. Jakarta: Sagung Seto;

2005. h. 3-4.

11. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi: Penyakit dan Genetik

Anak. Edisi 7. Vol. 1. Jakarta: EGC; 2007. h. 272-273.

12. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 162-165.

33

Page 34: Laporan DK 2 Tumbang

13. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi Kedokteran di Tinjau dari Organ Tubuh

yang Diserang: Penyakit Parasit pada Organ Reproduksi. Jakarta: EGC; 2009. h. 237.

14. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011.

h. 1107.

15. Gangneux FR, Darde ML. Epidemiology of and Diagnostic Strategies for

Toxoplasmosis. Clinical Microbiology Reviews; 2012. h. 264-96.

16. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku Ajar Parasitologi

Kedokteran: Protozologi. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2008. h. 170.

17. Gandahusada S, Ilahude HD. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2004. h.153-8.

18. Schwartzman JD. Toxoplasmosis. Dalam: Gillespie SH, Pearson RD, editor.

Principles and practice of clinical parasitology. Chichester: John Wiley and Sons Ltd.;

2001. h. 113-38.

19. Male D, Brostoff J, Roth D, Roitt I. Immunology. Edisi ke-7th ed. Canada: Mosby

Elsevier; 2006. h. 247-298.

20. Behrman RE, Kliegman RM. Nelson Esensi Pediatri: Penyakit Infeksi. Edisi 4.

Jakarta: EGC; 2010. h. 501-502.

21. Stanley J. Essentials of immunology and serology. Australia: Delmar Thomson

Learning; 2002. h. 406-16.

22. Montoya JG, Remington JS. Management of Toxoplasma gondii Infection during

Pregnancy. Clinical Infectious Diseases. 2008; 47:554–66.

23. Sensini A. Toxoplasma gondii infection in pregnancy: opportunities and pitfalls of

serological diagnosis. Clin Microbiol Infect. 2006;12:504-12.

24. Gandahusada S. Parasitologi Kedokteran: Protozologi. Edisi 3. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI; 2004. h. 202-204.

25. Dorland WAN. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta: EGC; 2011.

h. 221.

34

Page 35: Laporan DK 2 Tumbang

26. Mirza A, Guinazu DE. Pediatric Infectious Diseases: Chorioretinitis Etiology.

Florida: University of Florida College of Medicine Jacksonville; 2009. h. 147.

27. Roizen N, Kasza K, Karrison T, Mets M, Noble AG, Boyer K, Swisher C, Meier

P, Remington J, Jalbrzikowski J, McLeod R. Impact of Visual Impairment on

Measures of Cognitive Function for Children With Congenital Toxoplasmosis:

Implications for Compensatory Intervention Strategies. Pediatrics. 2006

Aug;118(2):e379-e390.

28. Ernawati. Toxoplasmosis, Terapi dan Pencegahannya: Makanan Tambahan Untuk

Bayi dan Anak. Jurnal Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Vol. Edisi

Khusus; Desember 2011. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma

Surabaya; 2011. h. 2-3.

29. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2 Edisi 15.

Jakarta: EGC; 1999. h.1206- 1214.

30. Suwarba IGN, Widodo DP, Handryastuti RAS. Profil Klinis dan Etiologi Pasien

Keterlambatan Perkembangan Global di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.

Sari Pediatri; 2008 Desember;10(4):255-61.

31. Arvin BK. Ilmu Kesehatan Anak Nelson: Penyakit Infeksi. Edisi 15. Jakarta:

EGC; 2000. h.1208.

32. Jegaratnam J, Koh D. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja: Gangguan Mata. Edisi

1. Jakarta: EGC; 2009. h. 275.

35