Laporan Diagnosis Penyakit Fix

52
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Direktur Perlindungan Tanaman Pangan selaku Pelaksana Tugas dalam melindungi hasil-hasil produksi tanaman pangan, sekurangnya terdapat 3 (tiga) komoditas utama yang menjadi sasaran serangan Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman utama yaitu padi, jagung dan kedelai. Dikarenakan pakar bidang tanaman padi sawah sangat terbatas jumlahnya dan lokasi pun tersebar berjauhan maka diperlukan seorang pakar dalam mendiagnosis Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman yang bisa diakses dari manapun. Kemampuan para pakar bidang pertanian diakuisisi yang digunakan untuk mendeteksi organisme pengganggu tanaman kemudian, Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman yang terdiri dari 3 jenis yaitu hama, penyakit, dan hara direpresentasikan dalam bentuk pohon keputusan. Yang

description

Tentang diagnosis

Transcript of Laporan Diagnosis Penyakit Fix

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Direktur Perlindungan Tanaman Pangan selaku Pelaksana Tugas dalam melindungi hasil-hasil produksi tanaman pangan, sekurangnya terdapat 3 (tiga) komoditas utama yang menjadi sasaran serangan Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman utama yaitu padi, jagung dan kedelai.

Dikarenakan pakar bidang tanaman padi sawah sangat terbatas jumlahnya dan lokasi pun tersebar berjauhan maka diperlukan seorang pakar dalam mendiagnosis Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman yang bisa diakses dari manapun.

Kemampuan para pakar bidang pertanian diakuisisi yang digunakan untuk mendeteksi organisme pengganggu tanaman kemudian, Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman yang terdiri dari 3 jenis yaitu hama, penyakit, dan hara direpresentasikan dalam bentuk pohon keputusan. Yang merepresentasikan antara gejala dan penyebabnya. Simpul internalnya berupaOrganisme Pengganggu dan Hara Tanaman, dan hasil tes yang berupa atribut adalah gejala serangannya (keadaan akar, batang dan daun) yang dimasukkan kedalam workplace. Hasil akuisisi pengetahuan untuk menyusun kesimpulan Organisme Pengganggu dan Hara Tanaman apa yang menyerangnya dan untuk menentukan pengendaliannya.Istilah diagnosis banyak digunakan baik pada dunia kedokteran manusia, hewan, maupun dalam dunia penyakit tumbuhan. Diagnosis merupakan proses identifikasi OPT, sehingga ditemukan nama OPT-nya. Identifikasi dapat dilakukan terhadap gejala yang timbul maupun terhadap penyebab penyakit. Diagnosis merupakan sebuah proses, yang berarti membutuhkan waktu. OPT yang pernah dilaporkan dalam pustaka, relative mudah dan cepat dalam diagnosis. Sedangkan yang belum pernah dilaporkan dalam pustaka relatif sulit dan proses diagnosisnya memerlukan waktu yang lama.

Kegiatan diagnosis OPT dilakukan oleh fitopatologis (ahli penyakit tanaman) diawali dengan pengumpulan fakta awal tentang akar batang dan daun tanaman padi. Dari keadaan ini dilakukan analisis tentang kondisi umum tanaman, untuk menghasilkan rekomendasi penanganan serangan OPT yang ada.B. Tujuan

1. Mendukung atau mengembangkan lebih lanjut dari diagnosis lapangan.2. Mendeteksi pathogen atau hama yang menyertai specimen.

3. Teknik-teknik khusus untuk meningkatkan keberadaan pathogen atau hama pada specimen tanaman.

4. Mempelajari cara pewarnaan nematode dalam jaringan tanaman.

5. Membuat rekomendasi pencegahan dan atau pengendalian.II. TINJAUAN PUSTAKAPenyakit Biotik

Penyakit biotik merupakan penyakit tanaman yang disebabkan oleh suatu organisme infeksius bukan binatang, sehingga dapat ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lainnya. Organisme yang dapat menyebabkan suatu penyakit tanaman disebut patogen tanaman. Patogen tanaman meliputi organisme-organisme sebagai

berikut :

1. Jamur

Jamur ada yang menyebut cendawan atau fungi. Jamur merupakan mikroorganisme yang organel selnya bermembran (eukariotik), tidak mempunyai klorofil, berkembangbiak secara seksual dan atau aseksual dengan membentuk spora, tubuh vegetatif (somatik) berupa sel tunggal atau berupa benang-benang halus (hifa, miselium) yang biasanya bercabang-cabang, dinding selnya terdiri dari sellulose dan atau khitin bersama-sama dengan molekul-molekul organik kompleks lainnya. Untuk keperluan praktis dalam diagnose penyebab penyakit, jamur dibedakan berdasarkan ada tidaknya sekat pada hifa dan cara perkembangbiakannya, sehingga jamur dibedakan menjadi empat kelompok kelas, yaitu : Phycomycetes, Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deuteromycetes.

Hifa pada kelas Phycomycetes, tidak bersekat, sedangkan hifa pada tiga kelas terakhir Ascomycetes, Basidio-mycetes, dan Deuteromycetes) hifanya bersekat. Kelas Ascomycetes mempu-nyai hifa yang bersekat berpori dan kelas Basidiomycetes mempunyai sekat dolipori, sedangkan kelas Deutero-mycetes dapat bersekat berpori maupun dolipori. Pada tiga kelas pertama (Phycomycetes, Ascomycetes, dan Basidiomycetes) perkembangbiakannya dilakukan secara seksual dan aseksual, sedangkan pada kelas Deuteromycetes merupakan jamur yang tidak dikenal stadium seksualnya, sehingga yang diketahui perkembangbiakannya hanya secara aseksual saja.

Contoh jamur Phycomycetes yang menyebabkan penyakit pada tanaman yaitu : Scleroperonospora maydis penyebab penyakit bulai pada jagung, Pythium myriotylum penyebab penyakit busuk polong kaacang tanah, Phytophthora palmivora penyebab penyakit busuk hitam pada kelapa, kelapa sawit, lada, durian, pepaya dan kanker garis batang karet, Phytophthora theobromae penyebab penyakit busuk buah kakao, Phytophthora cinnamomi penyebab penyakit kanker kayu manis, Phytophthora infestans penyebab penyakit hawar daun kentang, Phytophthora parasitica penyebab penyakit busuk batang tembakau.

Contoh jamur Ascomycetes yang menyebabkan penyakit pada tanaman yaitu : Ceratocystis fimbriata penyebab penyakit kanker pada kakao, kopi, mangga, kelapa, dan karet, Elsinoe fawcetti penyebab penyakit kudis pada jeruk, Glomerella cingulata (fase seksual Colletotrichum) penyebab penyakit antraknose pada berbagai tanaman, Mycosphaerella berkeleyii dan Mycosphaerella arachidis (fase seksual Cercospora) penyebab penyakit bercak daun kacang tanah.

Contoh jamur Basidiomycetes yang menyebabkan penyakit pada tanaman

yaitu : Corticium salmonicolor (Upasia salmonicolor) penyebab penyakit upas pada banyak tanaman tahunan, Exobasidium vexans penyebab penyakit cacar daun teh, Hemileia vastatrix penyebab penyakit karat daun kopi, Puccinia sorghi penyebab penyakit karat sorgum, Rigidoporus lignosus (=Fomes lignosus) penyebab penyakit akar putih pada tanaman tahunan, Ustilago scitaminea penyebab penyakit gosong pada tebu.

Contoh jamur Deuteromycetes yang menyebabkan penyakit pada tanaman

yaitu : Alternaria solani penyebab penyakit bercak daun kentang, Botryiodiplodia

theobromae penyebab penyakit busuk pada buah kakao, kelapa, pisang, pepaya,

dan ubi jalar, Cercospora coffeicola penyebab penyakit bercak mata coklat pada

kopi, Cercospora purpurea penyebab penyakit bercak blotch apokat, Cercospora

nicotianae penyebab penyakit bercak mata katak pada tembakau, Colletotrichum

gloeosporioides penyebab penyakit antraknose pada banyak tanaman, Fusarium

oxysporum penyebab penyakit layu pada berbagai tanaman, Pyricularia oryzae

penyebab penyakit hawar daun padi dan beberapa rerumputan.

2. Bakteri. Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik bersel tunggal. Ada kurang lebih 200 jenis bakteri yang dapat menyebabkan penyakit tanaman. Jenis-jenis bakteri ini terutama berbentuk batang dan hanya terdiri dari enam genus (marga), yaitu :

a. Agrobacterium dari famili Rhizobiaceae gram negatif b. Corynebacterium dari famili Corynebacteriaceae gram positif c. Erwinia dari famili Enterobacteriaceae gram negatif d. Pseudomonas dari famili Pseudomonadaceae gram negatif e. Streptomyces dari famili gram positif f. Xanthomonas dari famili Pseudomonadaceae gram negatif

Agrobacterium merupakan bakteri berbentuk batang pendek, motil (dapat bergerak), flagela peritrik, menyebabkan hipertropi yang berupa gall pada akar dan batang. Hanya ada 5 jenis dari genus Agrobacterium yang merupakan patogen tanaman, dan yang paling dikenal yaitu Agrobacterium tumefaciens yangmenyebabkan penyakit crown gall atau bengkak pada pangkal batang, akar, dan

Rantng tanaman gandum, anggur dan mawar, Agrobacterium rhizogenes penyebab penyakit akar berambut (hairy roots), dan Agrobacterium rubi penyebab penyakit bengkak pada batang, dahan, daun dan bunga tanaman oleander.Corynebacterium merupakan bakteri berbentuk batang ramping, non-motil (ada yang motil yaitu : Corynebacterium flaccumfaciens dan C. poinseltae), kebanyakan menyebabkan layu tanaman. Genus Corynebacterium mempunyai 11 jenis yang bersifat patogen tanaman. Genus ini termasuk penyebab penyakit tanaman yang sampai sekarang belum pernah berarti. Contoh : Corynebacterium fasciens penyebab penyakit fasiasi pada dahan kapri, crysanthenum, Corynebacterium spedonicum penyebab penyakit layu bakteri pada kacang buncis, dan Corynebacterium michiganense penyebab penyakit layu bakteri pada tomat.

Erwinia merupakan bakteri berbentuk batang, motil, flagela peritrik, penyebab kematian jaringan yang bersifat kering, juga penyebab benjolan-benjolan, layu dan busuk basah. Genus Erwinia mempunyai 22 jenis yang bersifat patogen tanaman dan biasanya sangat sulit dikendalikan. Contoh : Erwinia amylovora penyebab penyakit fireblight pada apel, Erwinia carotovora penyebab penyakit busuk basah pada wortel dan sayuran lain sampai tembakau, Erwinia chrysanthemi penyebab penyakit busuk lunak pada kentang, talas dan nenas, Erwinia dissolvens penyebab penyakit busuk lunak pada batang jagung.

Pseudomonas merupakan genus terbesar sebagai penyebab penyakit tanaman, bakteri berbentuk batang, motil dengan flagela polar, koloni membentuk pigmen berwarna kehijauan yang larut dalam air. Genus Pseudomonas meliputi hampir separuh jenis bakteri yang mampu menimbulkan penyakit tanaman.

Bakteri patogen ini menyebabkan gejala yang bervariasi mulai daribercak daun, hawar, busuk daun, sampai layu. Contoh : Pseudomonas solanacearum penyebab penyakit layu pada tanaman-tanaman Solanaceae dan jahe, Pseudomonas glycinea penyebab penyakit hawar daun kedelai, Pseudomonas phaseolicola penyebab penyakit bercak halo pada buncis, Pseudomonas pseudozoogloeae penyebab penyakit karat hitam pada tembakau, Pseudomonas malvacearum penyebab penyakit bercak bersudut pada kapas.

Genus bakteri patogen tanaman yang menonjol setelah Pseudomonas adalah

Xanthomonas, yang mencakup hampir 60 jenis mampu menimbulkan penyakit pada tanaman. Bakteri berbentuk batang kecil, bergerak dengan satu flagela di ujung, koloni berlendir berwarna kuning. Gejala-gejala yang disebabkan oleh Xanthomonas juga bervariasi yang meliputi busuk, hawar dan bercak . Janis-jenis Xanthomonas mempunyai kekhususan terutama terbentuknya pigmen kuning pada koloninya. Contoh : Xanthomonas campestris penyebab penyakit hawar daun padi, kedelai dan busuk lunak pada talas, ubi kayu, Xanthomonas citri penyebab penyakit kanker pada jeruk, Xanthomonas malvacearum penyebab penyakit bercak bersudut pada kapas, Xanthomonas oryzae penyebab penyakit hawar daun padi.Genus Streptomyces merupakan genus bakteri patogen tanaman yang hanya

mempunyai dua jenis yang mampu menyebabkan penyakit tanaman. Sifat yang menonjol dari genus ini adalah adanya hifa halus ( < 1 m) atau bentuk seperti benang yang bercabang-cabang dengan konidia pada ujung rantai hifa. Ukuran bakteri maupun konidianya tidak berbeda yaitu sekitar 1 2 m. Pada benang ini, setiap sel berfungsi sebagai satu individu tersendiri. Selain itu, Streptomyces juga biasa membentuk endospora yang tidak dijumpai pada bakteri patogen lainnya. Genus ini sama dengan Corynebacterium yang kurang berarti kecuali Streptomyces scabies penyebab penyakit kudis pada umbi kentang dan Streptomyces ipomea penyebab penyakit kutil pada umbi jalar.

3. Virus Virus merupakan kesatuan ultramikroskopik yang hanya mengandung satu atau dua bentuk asam nukleat yang dibungkus oleh senyawa protein kompleks.Asam nukleat dan protein disintesis oleh sel inang yang sesuai dengan memanfaatkan mekanisme sintesis dari sel-sel inang untuk menghasilkan substansi viral (asam nukleat dan protein).Virus dapat dipisahkan dari sel inang menjadi molekul-molekul mikroprotein dan dari keadaan murni ini virus dikatakan dalam fase pasif. Molekul mikroprotein ini benar-benar merupakan senyawa kimia, baru setelah kristal mikroprotein ini masuk ke dalam sel-sel inang yang sesuai, maka kristal mikroprotein akan kembali ke sifat-sifat menyerupai organisme, dan inilah yang disebut fase aktif. Virus tanaman yang telah dimurnikan dan telah diketahui komponen-komponen kimia penyusunnya mempunyai ciri-ciri kesamaan kimia yang sama. Virus tersusun atas sebuah mantel pelindung yang disebut kapsid dan tersusun atas protein. Bagian inti virus yang disebut nukleokapsid tersusun atas asam nukleat. Asam nukleat virus tanaman sebagian besar berbentuk RNA (ribonucleic acid), sedangkan virus hewan dan manusia sebagian besar berbentuk DNA (dioxyribonucleic acid). Akhir-ahkir ini virus telah banyak menimbulkan kerugian ekonomi terhadap hasil-hasil pertanian. Beberapa jenis virus mampu menyerang banyak macam tanaman inang tetapi ada pula yang hanya mempunyai satu tanaman inang spesifik. Gejala penyakit yang disebabkan oleh virus sangat bervariasi. Ada virus yang laten tanpa menimbulkan gejala, ada virus yang dapat menimbulkan gejala ke seluruh tubuh tanaman, mulai dari tidak berat sampai sangat berat. Gejala penyakit untuk satu virus penyebab dapat bervariasi dari tiga sampai enam macam gejala yang berbeda. Gejala penyakit yang disebabkan oleh virus lebih tampak pada bagian tanaman yang baru tumbuh. Virus tumbuhan biasanya disebarkan oleh serangga vektor golongan Aphid, leaf hoppers, Trips, tungau, lalat putih atau karena pembuatan okulasi, penyambungan atau oleh

adanya kontak antara tanaman sakit dengan tanaman sehat. Contoh virus penyebab

penyakit tanaman yaitu : virus mosaik tembakau (tobacco mosaic virus) ditularkan

oleh Aphids, virus mosaik ketikun (cucumber mosaic virus) ditularkan oleh Aphids, virus pucuk keriting (curly-top virus) ditularkan oleh leaf hopper, virus layu berbercak (spotted wilt virus) disebarkan oleh thrips.4. Nematoda. Aktivitas nematoda dalam tubuh tanaman berpengaruh secara kontinyu terhadap fisiologi inang Oleh karena itu, nematoda merupakan satu-satunya kelompok hewan yang dikategorikan ke dalam patogen. Nematoda berbentuk cacing tetapi dalam Klasifikasi bukan merupakan cacing (Vermes) Nematoda berukuran sangat kecil, panjangnya berkisar antara 300-1.000 m, meskipun beberapa jenis mempunyai panjang sampai 4 mm.

Secara umum nematoda berbentuk seperti belut, tubuh tidak bersegmen, simetris bilateral, transparan, tidak mempunyai rongga tubuh (pseudocelumate), tubuh dilapisi lapisan kutikula yang lembut sehingga memudahkan bergerak, dan tidak berkaki maupun anggota tubuh lain. Nematoda betina pada beberapa jenis dapat berbentuk seperti buah peer ketika memasuki stadia dewasa. Contoh nematoda patogen tumbuhan, yaitu Meloidogyne javanica (nematoda bintil akar cabe), M. exiguagua (nematoda bintil akar kopi), Heterodera geotingiana (nematoda sista pada kacang), H. schachtii (nematoda sista pada kentang), Radopholus similis (nematoda pelubang akar pisang), Tylenchulus semipenetrans (nematoda jeruk), Pratylenchus spp. (nematoda luka), Ditylenchus dipsaci (nematoda batang dan umbi), Trichodorus christei (nematoda pemotong akar)III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Temat

Praktikum dilaksanakan pada 5 Mei 2014 di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman.

B. Alat dan Bahan1. Specimen yang ditemukan di lapangan ( bahan tanaman sehat dan sakit; hama; musuh alami), tanda-tanda serangan hama di lapangan, sampel tanah (bila perlu).2. Medium SPA ( sukrosa 20 g, pepton 5 g, K2HPO4 0,5 g, MgSO4. 7H2O 0,25 g, agar 16 g, air steril 1000 ml, pH 6,8 7,3).3. Cawan petri steril, mikroskop, tape perekat transparan, silet, gelas objek, gelas penutup, jarum inokulasi, lampu spirtus, korek api, gebus kompor listrik, gelas piala, pengaduk dan pisau.4. Alat tulis, buku diagnosis.

C. Prosedur Kerja1. Specimen dari lapang disiapkan.

2. Uji standard an indikasi dilakukan berupa :

a. Identifikasi pathogen (jamur)

1) Gejala dan tanda penyakit tanaman karena jamur pada bagian kacang tanah diamati.

2) Gejala dan patogennya dicocokkan dengan buku rujukan.

b. Identifikasi pathogen (bakteri)

1) Jaringan tanaman dipotong secara aseptis. Potongan ditaruh pada cawan petri berisi alcohol 70% selama 30 detik kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi air steril selama 60 detik. Secara aseptis jaringan yang sudah steril dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi air steril dan didiamkan selama 3-5 menit.

2) Suspense yang terjadi digoreskan dengan jarum osche pada permukaan medium.

3) Inkubasi pada suhu kamar selama 48 jam

c. Identifikasi pathogen hawar daun bakteri

1) Gejala penyakit hawar daun bakteri diamati.

2) Kemudian dicocokkan dengan buku rujukan mengenai gejala dan patogennya.

3) Daun bergejala hawar daun bakteri dibersihkan dengan alcohol 70%, kemudian direndam dalam air steril.

4) Suspense yang terjadi kemudian digoreskan dengan jarum Osche pada permukaan medium SPA.

5) Inkubasi pada suhu kamar selama 48 jamIV. HASIL DAN PEMBAHASANA. Hawar Daun Bakteri (Bakteri Xanthomonas oryzae pv. Oryzae )

1. KlasifikasiKingdom: Prokaryoteae

- Filum

: Bacteria

- Kelas

: Proteobacteria

- Suku

: Pseudomonadaceae

- Marga: Xanthomonas

- Spesies: Xanthomonas oryzae 2. Morfologi dan Biologi

Bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo) bersifat gram negatif, berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,45 - 0,75 x 0,65-2,1 , dengan satu flagella polar di salah satu ujungnya dengan ukuran 0,03-8,75 . Koloni bakteri berwarna kekuningan (Ou 1985, Degrasi et al. 2010). Patogen ini mempunyai tingkat virulensi yang bervariasi berdasarkan kemampuannya menginfeksi varietas padi yang mempunyai gen dengan resistensi yang berbeda dan interaksi antara gen virulen patogen dan gen tahan tanaman (Jha et al. 2007). Sifat virulensi pathogen sangat mudah berubah, bergantung pada kondisi lingkungannya. Di rumah kaca, reaksinya lebih spesifik terhadap patotipe yang diinokulasikan, sedangkan pada suatu lokasi di lapangan dijumpai lebih dari satu patotipe Xoo dan populasinya beragam (Ochiai et al. 2005, Nayak et al. 2008). Penelitian di Jepang menunjukkan bahwa beberapa kumpulan gen Xoo telah diketahui dan diurutkan yang memberikan harapan dapat menjelaskan proses mekanisme sifat virulensi patogen (Ochiai et al. 2005). Di Indonesia telah teridentifikasi 11 patotipe bakteri Xoo dengan menggunakan sistem Kozaka (Hifni dan Kardin 1998, Suparyono et al. 2003).

3. Gejala Serangan

Gejala kresek sangat mirip dengan gejala sundepyang timbul akibat serangan hama penggerek batang pada tenaman fase vegetatif umur 1-4 minggu setelah tanam. Mula-mula pada tepi atau bagian daun yang luka tampak garis bercak kebasahan, kemudian berkembang meluas, berwarna hijau keabu-abuan, seluruh daun keriput, dan akhirnya layu seperti tersiram air panas.

Gejala yang khas adalah penggulungan helaian daun dan warna daun menjadi hijau pucat atau ke abu-abuan (Ou 1985, Mew 1989, Suparyono dan Sudir 1992).

Pada tanaman dewasa umur lebih dari 4 minggu setelah tanam, penyakit HDB menimbulkan gejala hawar (blight). Gejala diawali berupa bercak kebasahan berwarna keabu-abuan pada satu atau kedua sisi daun, biasanya dimulai dari pucuk daun atau beberapa sentimeter dari pucuk daun. Bercak ini kemudian berkembang meluas ke ujung dan pangkal daun dan melebar. Bagian daun yang terinfeksi berwarna hijau keabu-abuan dan agak menggulung, kemudian mongering dan berwarna abu-abu keputihan. Pada tanaman yang rentan, gejala ini terus berkembang hingga seluruh daun menjadi kering dan kadang-kadang sampai pelepah. Pada

pagi hari saat cuaca lembap dan berembun, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning dan pada siang hari setelah kering

menjadi bulatan kecil berwarna kuning. Eksudat ini merupakan kumpulan massa bakteri yang mudah jatuh dan tersebar oleh angin dan gesekan daun. Percikan air hujan menjadi pemicu penularan yang sangat efektif (Ou 1985, Mew 1989, Suparyono dan Sudir 1992).

Gejala kresek maupun hawar dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-abuan dan lama-lama daun menjadi kering. Pada varietas rentan, gejala menjadi sistemik dan mirip gejala terbakar. Apabila penularan terjadi pada saat tanaman berbunga maka gabah tidak terisi penuh bahkan hampa.

4. Tanaman inangTanaman inang utama Xanthomonas oryzae adalah tanaman padi, tanaman inang alternatifnya beberapa gulma.5. Rekomendasi pengendalianPenanaman benih dan bibit sehat. Mengingat pathogen penyakit HDB dapat tertular melalui benih maka dianjurkan pertanaman yang terinfeksi tidak digunakan sebagai benih (Suprihanto et al. 2002, Sudir dan Suprihanto 2008). Ini perlu dipersyaratkan untuk kelulusan uji sertifikasi benih guna mencegah meluasnya penyakit HDB. Untuk menghindari penularan patogen yang terbawa benih dapat dilakukan perlakuan perendaman benih (seed treatment) dengan bakterisida Agrimycin 0,02% selama 10 jam atau dengan perendaman benih pada air panas 570C selama 10 menit (Kadir et al. 2009). Bakteri penyebab penyakit hawar daun menginfeksi tanaman melalui luka dan lubang alami (Suparyono dan Sudir 1992). Oleh karena itu, memotong bibit sebelum ditanam tidak dianjurkan karena akan mempermudah terjadinya infeksi oleh bakteri patogen. Bibit yang sudah terinfeksi/bergejala penyakit HDB mestinya tidak ditanam.Cara tanam. Pertanaman yang terlalu rapat akan menciptakan kondisi lingkungan terutama suhu, kelembapan, dan aerasi yang lebih menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Pada pertanaman yang rapatakan mempermudah terjadinya infeksi dan penularan dari satu tanaman ke tanaman yang lain (Sudir et al. 2002, Sudir 2011). Untuk memberikan kondisi lingkungan yang kurang mendukung terhadap perkembangan penyakit HDB, tanam dianjurkan dengan sistem legowo dan pengairan secara berselang (intermitten irrigation). Sistem tersebut akan mengurangi kelembapan di sekitar kanopi pertanaman, mengurangi terjadinya embun dan air gutasi dan gesekan daun antartanaman sebagai media penularan patogen. Sudir (2012b) melaporkan bahwa keparahan penyakit HDB pada sistem tanam legowo nyata lebih rendah dibanding sistem tanam tegel.Pemupukan. Dosis pupuk N berkorelasi positif dengan keparahan penyakit HDB. Artinya, pertanaman yang dipupuk nitrogen dengan dosis tinggi menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan dan keparahan penyakit lebih tinggi. Sebaliknya, pemberian pupuk K menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit HDB (Sudir et al. 2002, Sudir dan Abdulrachman 2009, Suidr 2011). Agar perkembangan penyakit dapat ditekan dan produksi yang diperoleh tinggi disarankan menggunakan pupuk N dan K secara berimbang dengan menghindari pemupukan N terlalu tinggi.Sanitasi lingkungan. Mengingat patogen dapat bertahan pada inang alternatif dan sisa-sisa tanaman maka sanitasi lingkungan sawah dengan menjaga kebersihan sawah dari gulma yang mungkin menjadi inang alternatif dan membersihkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi merupakan usaha yang sangat dianjurkan (Ou 1985). Penggunaan bakterisida merupakan alternative terakhir bila sangat diperlukan. Hal ini mengingat bakterisida mahal dan sampai saat ini belum tersedia bakterisida yang benar-benar efektif untuk mengendalikan penyakit HDB. Aplikasi tembaga oksida 56% dengan konsentrasi 3 g/l pada saat pemupukan pertama dan pada saat tanaman berbunga serempak memberikan tingkat keparahan lebih rendah dibandingkan dengan control (Kadir et al. 2009).Pencegahan. Untuk daerah endemik penyakit HDB disarankan menanam varietas tahan. Pencegahan penyebaran penyakit perlu dilakukan dengan cara antara lain tidak menanam benih yang berasal dari pertanaman yang terjangkit penyakit, mencegah terjadinya infeksi bibit melalui luka dengan tidak melakukan pemotongan bibit dan menghindarkan pertanaman dari naungan (Suparyono dan Sudir 1992). Penyakit menyebar melalui kontak langsung antara daun sehat dengan daun sakit, oleh karena itu apabila bibit sudah terinfeksi sebaiknya tidak ditanam (Sudir 2012c).Penanaman Varietas Tahan Berdasarkan Kesesuain Patotipe Patogen Sampai saat ini, varietas tahan merupakan komponen utama dalam pengendalian penyakit HDB secara terpadu. Penggunaan varietas tahan dinilai efektif dan mudah diterapkan petani sehingga sangat membantu petani.Sejak varietas modern yang mengandung gen tahan terhadap penyakit HDB diperoleh, pemuliaan padi tahan penyakit ini menjadi salah satu program penting dalam perbaikan varietas padi. Berbagai varietas dan galur padi dengan berbagai tingkat ketahanan telah dikembangkan. Namun teknologi ini terkendala oleh kemampuan pathogen membentuk patotipe baru yang lebih virulen sehingga sifat ketahanan varietas mudah terpatahkan (Suparyono et al. 2004, Sudir et el. 2006, Sudir et el. 2009). Oleh karena itu, pengembangan dan penanaman varietas tahan harus disesuaikan dengan patotipe yang ada (Ponciano et al. 2003, Suparyono et al. 2004, Sudir et el. 2009).Pada daerah yang dominan patotipe III dapat dianjurkan menanam varietas yang tahan terhadap HDB patotipe III di antaranya Inpari 1, 4, 5, dan 6. Pada daerah yang dominan patotipe IV dapat dianjurkan menanam varietas yang tahan terhadap HDB patotipe IV, di antaranya Angke, Conde, dan Inpari 6. Varietas yang tahan terhadap patotipe VIII di antaranya Angke, Conde, Inpari 1, dan Inpari 6. Beberapa varietas padi yang memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB kelompok patotipe III, IV dan VIII di antaranya adalah Angke, Conde, Inpari 1 dan Inpari 6 . Varietas padi yang umum ditanam saat ini seperti Ciherang hanya memiliki ketahanan terhadap patotipe III dan rentan terhadap patotipe IV dan VIII, sedangkan IR64 rentan terhadap patotipe III, IV, dan VIII.B. Layu Fusarium ( Gambar. Isolate fusarium hasil praktikum

Gambar . isolate Fusarium 1. KlasifikasiKingdom : Mycetae, Divisi

: Mycota, Subdivisi : Deuteromycotina, Klas

: Hypomycetes, Ordo

: Hyphales (Moniliales), Family : Tuberculariaceae, Genus

: Fusarium, Spesies : F. oxysporum

(Agrios, 1996).

2. Morfologi dan Biologi

Miselium cendawan ini bersekat terutama terdapat di dalam sel, khususnya di dalam pembuluh kayu. Disamping itu cendawan membentuk miselium yang terdapat diantara sel-sel, yaitu dalam kulit dan di jaringan

parenkim di dekat tempat terjadinya infeksi (Semangun, 1994). Pada medium Potato Dextrose Agar (PDA) mula-mula miselium berwarna putih, semakin tua warna menjadi krem atau kuning pucat, dalam keadaan tertentu berwarna merah muda agak ungu. Miselium bersekat dan membentuk percabangan. Beberapa isolat Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah di dalam medium Di alam cendawan ini membentuk konidium pada suatu badan buah yang disebut sporodokium, yang dibentuk pada permukaan tangkai atau daun sakit pada tingkat yang telah lanjut. Konidiofor bercabang-cabang rata-rata mempunyai panjang 70m. Cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjangnya sampai 14 m. Konidium terbentuk pada ujung cabang utama atau cabang samping. Mikrokonidium sangat banyak dihasilkan oleh cendawan pada semua kondisi, bersel satu atau bersel dua, hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2.5-3 m, tidak bersekat atau kadang-kadang bersekat satu dan berbentuk bulat telur atau lurus. Makrokonidium berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel empat, hialin, berukuran 22-36 x 4-5 m. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran 7-13 x 7-8 m, terbentuk di tengah hifa atau pada makrokoniudium, seringkali berpasangan (Sastrahidayat, 1992).3. Gejala Serangan

Semua fusarium yang menyebabkan penyakit layu dan berada dalam pembuluh (vascular disease) dikelompokkan dalam satu jenis (spesies), yaitu F. oxysporum Sclecht. Jenis ini mempunyai banyak bentuk (forma) yang mengkhususkan diri pada jenis (spesies) tumbuhan tertentu. Beberapa spesies Fusarium, terutama F. sambucinum dapat menyebabkan busuk pada umbi kentang. Gejala dari pembusukan ini adalah permukaan kentang menjadi keriput atau cekung ke dalam dan jaringan internalnya berwarna coklat serta membusuk (Lacy ML, 1993). Penyakit lain yang dapat diakibatkan oleh Fusarium adalah

kelayuan atau disebut Fusarium wilt disease, contohnya Fusarium oxysporum f. sp. Cucumerinum J. H. Owen yang menyerang tanaman mentimun (Munkvold, 2003). Penyakit ini ditandai dengan nekrosis pada jaringan tanaman dan diikuti dengan kelayuan daun akibat invasi patogen pada jaringan vaskular tanaman hingga terjadi kematian dalam beberapa hari atau minggu (Zhang et al., 2008).

Gejala yang tampak pada tanaman cendawan ini, daun tua layu diikuti oleh daun yang lebih muda. Kadang-kadang kelayuan didahului dengan menguningnya daun, terutama daun-daun bawah. Tepi bawah daun menjadi kuning tua (layu), merambat ke bagian dalam secara cepat sehingga seluruh permukaan daun tersebut menguning.

Daun ini mengalami nekrosis dari bagian pinggir kearah tulang daun. Daun-daun bagian bawah meluruh (Anonim, 1993). Tanaman yang terserang cendawan ini menunjukkan gejala penguningan pada daun. Gejala lebih lanjut daun-daun tiba-tiba jatuh dan akhirnya menggantung pada batang pohon. Tangkai daun patah pada bagian pangkalnya yang berbatasan dengan batang palsu (Semangun, 1994). Patogen menyerang jaringan empulur batang melalui akar yang luka atau terinfeksi. Batang yang terserang akan kehilangan banyak cairan dan berubah warna menjadi kecokelatan, pada batang kadang-kadang terbentuk akar adventif. Kadang-kadang lapisan luar batang palsu terbelah dari permukaan tanah (Semangun, 1994). Cendawan ini menyerang jaringan pembuluh batang pisang sehingga menyebabkan daun-daunnya menguning. Dengan melubangi batang tanaman yang daunnya tampak menguning layu, akan terlihat jaringan seperti sarang laba-laba yang mongering dan berwarna cokelat. Akibatnya, tanaman sukar berbunga dan apabila mampu berbunga sukar membentuk buah yang normal (Sunarjono, 1990). Tanaman yang terserang tidak akan mampu berbuah atau buahnya tidak terisi. Lamanya waktu antara saat terjadinya infeksi penyakit sampai munculnya gejala penyakit berlangsung kurang lebih 2 bulan (Anonim, 1996). Buah mongering dan tidak merunduk. Namun anakan tampak normal meskipun telah tercemar. Dan bila batang dipotong melintang empulur tampak bersih, sedangkan pada batang palsu terlihat ada bercak berwarna kemerahan (Anonim, 1993).

Gejala yang paling khas adalah gejala dalam terjadi pada pangkal batang. Bila pangkal batang dibelah membujur tampak garis-garis berwarna cokelat atau merah. Gejala sangat bervariasi tergantung pada keadaan tanaman, dan lingkungan, dan biasanya serangan tampak pada tanaman berumur 5-10 bulan (Semangun, 1994). Jika pangkal batang dibelah membujur terlihat garis cokelat atau hitam menuju ke semua arah dari pangkal batang (bonggol) ke atas, melalui jaringan pembuluh pangkal dan tangkai daun. Apabila bonggol pisang yang sakit dibongkar akan tampak sebagian, besar leher akar membusuk dan berwarna kehitam-hitaman (Anonim, 1996). 4. Tanaman inangTanaman inang Fusarium merupakan enis Solanaceae dan Musaceae.

5. Rekomendasi Pengendalian PenyakitPengendalian penyakit layu F. oxysporum f.sp. passiflora menurut

Silalahi et al., (2005) dapat dilakukan dengan cara:

1. Menggunakan bibit sambung dengan batang bawah yang relatif toleran terhadap penyakit busuk akar (salah satu diantaranya yaitu merkisa konyal P.ligularis), 2. Pengendalian dengan jamur antagonis Trichoderma koningii dan Gliocladium spp. dalam media sekam. Aplikasikan saat sebelum tanam dan pemberian selanjutnya diberikan pada permukaan tanah disekitar batang lalu itutup kembali dengan tanah. Aplikasi dilakukan 2 bulan sekali dengan dosis 200-250 g per tanaman, 3. Sanitasi dan pemeliharaan kebun dengan baik dan teratur, khususnya drainase yang optimal.

Mikroorganisme dalam tanah dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam keadaan yang menarik. Pemberian pupuk melalui daun (foliar application) seperti pemberian urea pada daun menyebabkan berkur ang serangan yang disebabkan oleh Fusarium. Beberapa penelitian melaporkan, pemberian urea dapat menstimulir perkembangan Actinomycetes disekitar rizosfer tanaman. Pemberian bahan organic yang mengandung kitin akan menyebabkan bakteri dan cendawan tanah yang dapat menghasilkan enzim kitinase akan berkembang. Dinding sel cendawan Fusarium, banyak mengandung kitin (Djafaruddin, 2000). Oleh karena itu, adanya organisme yang mengandung enzim kitinase menyebabkan dan fusarium akan tertekan sehingga sukar didegradasi karena dinding selnya dilapisi oleh protein dan lipid, yang menghalangi aktivitas enzim hidrolitik (Sivan dan Chet, 1989).Cara pengendalian penyakit layu fusarium adalah dengan penanaman jenis tanaman yang tahan. Beberapa usaha untuk mengendalikan penyakit dengan fungisida tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi diberitakan bahwa pencelupan akar benomyl 1.000 ppm memberikan hasil yang baik. Usaha untuk mengendalikan penyakit dengan meningkatkan suhu tanah dengan mulsa plastik memberikan banyak harapan, namun masih memerlukan banyak penelitian untuk dapat dianjurkan dalam praktek (Semangun, 2000). C. Bercak Daun (Cercospora

Gambar 6. Bercak daun kacang tanah dan isolate Cercospora arachidicola1. Klasifikasi Kingdom: FungiPhylum: AscomycotaClass

: DeuteromycetesOrder

: MonilialesFamily

: MoniliaceaeGenus

: CercosporaSpesies: C. arachidicola2. MorfologiCendawan ini memiliki konidium berwarna putih bening berbentuk gada terbalik dan bersekat. Jamur ini merusak klorofil daun sehingga menyebabkan proses asimilasi berjalan tidak sempurna. Konidium cendawan ini berbentuk gada panjang bersekat 3-12. Kondiofor pendek, bersekat 1-3.3. GejalaGejala penyakit bercak daun dipengaruhi oleh genotipe tanaman inang dan faktor lingkungan. Gejala awal berupa bercak klo-rotik kecil pada daun yang muncul 10 hari setelah terinfeksi. Bercak tersebut kemu-dian berkembang menjadi lebih besar dan berwarna coklat atau hitam karena jaringan daun mengalami nekrosis.

Penyakit bercak daun awal dan akhir mempunyai gejala yang hampir sama, yaitu berupa bercak-bercak berwarna coklat tua sampai hitam pada daun. Gejala bercak daun awal pada umumnya ditandai oleh bercak bulat berwarna coklat tua yang

dikelilingi oleh lingkaran halo berwarna kekuningan pada permukaan atas daun. Bercak daun akhir bercaknya lebih bulat, ukurannya lebih kecil dan berwarna lebih gelap (hitam) pada permukaan bawah daun. Lingkaran halo yang terdapat pada bercak daun awal (C. arachidicola) di-pengaruhi oleh inang dan lingkungan. Lingkaran halo serupa dapat ditemukan pada bercak daun akhir (P. personata). Oleh karena itu, lingkaran halo tidak dapat digunakan sebagai karakter diagnosis yang tepat. Kedua jamur tersebut juga menyebabkan bercak yang berbentuk agak lonjong pada tangkai daun dan batang.

Apabila tingkat penularannya tinggi, daun tanaman menjadi kuning, kering, dan akhir-nya rontok. Serangan penyakit bercak daun awal terjadi lebih awal dibandingkan dengan penyakit bercak daun akhir. Namun, keduanya umumnya menyerang tanaman mulai umur 3-5 minggu setelah tanam. Penyakit bercak daun akhir dianggap lebih berbahaya dan merugikan disbanding bercak daun awal.

4. Tanaman inangSejauh ini belum diketahui adanya tanaman inang jamur bercak daun awal, bercak da-un akhir, dan jamur karat selain kacang tanah dan kerabat liarnya dari genus Arachis (Subrahmanyam dan McDonald 1983; McDonald et al. 1985).

5. Rekomendasi pengendalian

a. Menanam varietas tahan

Pengendalian penyakit dengan menanam varietas tahan merupakan cara yang paling murah, mudah diadopsi petani, dan kom-patibel dengan cara pengendalian yang lain. Pengendalian dengan menanam varietas tahan juga dirasa efektif dan efi-sien, terutama bagi petani yang tidak cukup modal (Saleh 1989). Upaya untuk men-dapatkan varietas kacang tanah yang tahan terhadap penyakit bercak daun dan karat

telah banyak dilakukan peneliti di berbagai negara. Beberapa genotipe kacang tanah

diketahui tahan terhadap penyakit bercak daun akhir, karat, atau keduanya.Beberapa varietas unggul kacang tanah seperti Rusa, Anoa, Kelinci, dan Badak mempunyai sifat tahan/toleran terhadap penyakit bercak daun dan karat. Varietas Panter, Singa, dan Jerapah bersifat toleran dan agak tahan terhadap bercak daun dan karat. Dua varietas unggul baru kacang ta-nah yang dilepas pada tahun 2001 yaitu Turangga dan Kancil masing-masing ber-sifat agak tahan terhadap penyakit bercakdaun dan karat.

b. Rotasi tanamanSejauh ini belum diketahui adanya tanaman inang jamur bercak daun awal, bercak da-un akhir, dan jamur karat selain kacang tanah dan kerabat liarnya dari genus Arachis (Subrahmanyam dan McDonald 1983; McDonald et al. 1985). Oleh karena itu, rotasi kacang tanah dengan tanaman lain dapat dilakukan untuk mengurangi

intensitas serangan penyakit bercak daun dan karat.c. Sanitasi dan Eradikasi

Di daerah tropika, sanitasi lahan perlu men-dapat perhatian karena tidak terjadi sa-nitasi alami berupa musim dingin dan mu-sim kering yang panjang. Sanitasi dimak-sudkan untuk menekan populasi awal. Namun, untuk dapat melakukan sanitasi

yang baik, diperlukan pengetahuan ten-tang gejala dan daur hidup patogen (Se-mangun 1989).d. Cara kimiawi

Penyemprotan bubur bordo, mankozeb, dan tembaga oksiklorida sejak tanaman berumur 20 hst dengan selang waktu penyemprotan enam hari dapat menekan penyakit dan mening-katkan hasil kacang tanah (Tjahjani 1975). Fungisida benomil, karbendazim, manko-zeb, bitertanol, dan klorotalonil juga efektif menekan penyakit bercak daun (Amir dan Sumantri 1975; Mujim et al. 1989; Neering dan Hardaningsih 1989; Rochyadi dan Ali 1989; Hardaningsih et al. 1992).e. Cara Biologi

Di Indonesia, penelitian pengendalian pe-nyakit bercak daun dan karat secara bio-logis pada kacang tanah belum banyak dilakukan. Di luar negeri, beberapa jenis parasit/jamur yaitu Verticillium lecani (Zimmerim), Penicillium islandicum Sopp., Eudarluca caricis Fr., Acremonium persi-nicum (Nicot), Darluca filum (Biu), dan Tuberculina costaricana Syd., dilaporkan dapat memarasit jamur Puccinia arachidis. Dilaporkan pula, jamur Dicyma pulvinata (Berk & Curt) dan V. lecani juga dapat memarasit Cercospora arachidicola dan Cercosporidium personatum. Percobaan di rumah kaca menunjukkan bahwa parasit-parasit tersebut efektif menekan jamur karat atau bercak daun, namun belum diman-faatkan secara luas di lapangan (Subrah manyam dan McDonald 1983; McDonald et al. 1985).

V. SIMPULAN1. Cara mendiagnosis pathogen yang menyerang tanaman dapat dilakukan dengan mengidentifikasi gejala kemudian mengisolasinya dalam media spesifik.2. Rekomendasi pengendalian berdasarkan besarnya intensitas penyakit dan ambang ekonomi, serta terdapat berbagai macam metode pengendalian yang disesuaikan dengan jenis pathogen dan lingkungan setempat.DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. dan O. Sumantri. 1975. Pembe-rantasan beberapa penyakit padi dan kacang-kacangan dengan fungisida.Kongres Nasional PFI V, Malang 18-20 Januari 1975. 8 hlm.Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Ka-cang-kacangan dan Umbi-umbian).2002. Deskripsi Varietas Unggul Kacang Tanah. Balitkabi, Malang.

BPS. 1995. Survei Pertanian. Luas danIntensitas Serangan Jasad Penggang-gu Padi dan Palawija di Indonesia. BPS, Jakarta. 241 hlm.

Ditjentan (Direktorat Jenderal Bina Pro-duksi Tanaman Pangan). 2002. Tan-tangan dan Peluang Pengembangan Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian dalam rangka Mendukung Ketahanan Pangan. Ditjentan, Jakarta. 20 hlm.

Freeman, H.A., S.N. Nigam, T.G. Kelly, B.R. Ntare, P. Subrahmanyam, and D. Boughton. 1999. The World GroundnutEconomy. Fact, Trends, and Outlook. ICRISAT, Patancheru, Andhra Pradesh,India. 48 pp.

Hardaningsih, S. dan K.E. Neering. 1989.Pengendalian kimiawi penyakit bercak daun Cercospora dan karat pada kacang tanah. hlm. 15-18. Risalah Hasil Pene litian Tanaman Pangan. Balittan Malang.Kaufmann, H., A. Reddy S. Hsieh, and S. Merca. 1973. An improved technique for evaluating resistance of rice varieties to X.oryzae. Plant Dis. Reptr. 57:537-441

Lazarovits, G., D. Zutra, and M. Bar-Joseph. 1989. Enzyme linked immunosorbent assay on nitrocellulose membranes (dot-ELISA) in serodiagnoses of plant pathogenic bacteria. Can. J.

Lee S, Y. Di, C.S. Rong and X.X. Xea. 1982. Indirect fluorescent antibody staining (IFAS) for detection of rice leaf blight bacteria (X. campestris pv oryzae) (Uyeda et Ishiyama) Dowson. Chinese Acad of Agric. Sciences. Beijing China. 12 p.

Mew, T.W. 1987. Current status and future prospects of research on bacterial blight of rice. Ann.Rev.Phytopathol.(25):359-382.

Microbiol. 33:98-103. Leach, LE; FF White, ML. Rhoads, and H. Leung. 1990. A repetitive DNA sequence differentiates X. campestris pv oryzae from other pathovars of X. campestris. Mol. Plant-Microbe Interact. 3:238-246.

Mortensen CN. 1986. Seed bacteriology laboratory guide. Danida, Copenhagen. 100 pp.

Priou, S. 1998. Manual for detection of R. solanacearum using the NCM-ELISA technique. CIP Lima Peru (mimeograph).

Pusat Kajian Buah-buahan. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat. IPB Bogor. 2009. Acuan Standar Operasional Produksi PisangQuimio, A.J 1989. Serology of X. campestris pv. oryzae p: 19-30. In : Proc. International workshop on bacterial blight of rice. IRRI, P.O. Box 933 Manila, Philippines.

Radji, M. 2005. Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembanga obat herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol.II, No.3:113-126. Diakses 17 Mei 2014

Rubatsky dan Yamaguchi, M. 1995. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi dan Gizi. Bandung. Penerbit ITB

Rukmana, R.1997. Kentang Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta

Rusiman. 2008. Potato Plant (Tanaman Kentang). Artikel. http//www.galeri pustaka.com. Diakses tanggal 17 Mei 2014

Samadi, B. 1997. Usaha Tani Kentang. Yogyakarta. Kanisius