LAPORAN COREMAP STUDI BASELINE EKOLOGIcoremap.or.id/downloads/BaseLine_TapTeng_2004.pdf · laporan...
Transcript of LAPORAN COREMAP STUDI BASELINE EKOLOGIcoremap.or.id/downloads/BaseLine_TapTeng_2004.pdf · laporan...
Coral Reef Information and Training Centre (CRITC) - LIPI
Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330 Indonesia
LAPORAN COREMAP
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
(2004)
LAPORAN COREMAP
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN TAPANULI TENGAH
(2004)
Disusun oleh
CRITC- Jakarta 2004
STUDI BASELINE EKOLOGI
KABUPATEN TAPANULI TENGAH, SUMATERA UTARA
TAHUN 2004
KOORDINATOR TIM PENELITIAN : GIYANTO, S.SI , M.SC.
PENANGGUNG JAWAB PENELITIAN :
SISTIM INFORMASI GEOGRAFI : DRS. WINARDI, M.SC.
KUALITAS PERAIRAN : - DRS. EDI KUSMANTO
- DRS. EDWARD KERE, M.SI.
MANGROVE : DRS. SOEROYO
KARANG & MEGA BENTHOS : DRA. ANNA MANUPUTTY, M.SI
IKAN KARANG : DRA. SASANTI R. SUHARTI, M.SC.
DOKUMENTASI : R. SUTIYADI, A.MD.
ANALISA DATA : GIYANTO, S.SI , M.SC.
CRITC-COREMAP Jakarta i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ……………………………………... iii DAFTAR TABEL ………………………………………… x DAFTAR LAMPIRAN …………………………………… xiii RINGKASAN EKSEKUTIF ……………………………… xv
A. PENDAHULUAN ……………………….……………… xv B. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………. xviii C. SARAN ……………………………………………… xxiv
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………... 1 A. LATAR BELAKANG ………………………………… 1 B. TUJUAN PENELITIAN ………………………………. 3 C. RUANG LINGKUP PENELITIAN ………………………... 4
BAB II. METODE PENELITIAN ………………………... 5 A. LOKASI PENELITIAN ...………………………………. 5 B. WAKTU PENELITIAN ………………………………… 19 C. PELAKSANA PENELITIAN ……………………………. 19 D. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA ... 19
1. Sistem Informasi Geografi ……………………... 20 2. Kualitas Perairan ………………………………… 23 3. Mangrove ……….…..…………………………... 23 4. Karang …………………………………………… 24 5. Mega Benthos …………………………………… 26 6. Ikan Karang ……………………………………… 27
CRITC-COREMAP Jakarta ii
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………… 30
A. SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ………………….…… 30 1. Geometri Citra …………………………………… 30 2. Interpretasi Citra ………………………………… 31
B. KUALITAS PERAIRAN ………………………………… 33 1. Temperatur ………………………………………. 33 2. Salinitas ………………………………………….. 36 3. Arus ……………………………………………… 37 4. Fosfat …………………………………………….. 39 5. Nitrit …………………………………………….. 40 6. Nitrat …………………………………………….. 42 7. Oksigen Terlarut ………………………………... 43 8. Derajat Keasaman (pH) …………………………. 45 9. Kecerahan ……………………………………….. 47 10. Warna …………………………………………... 49 11. Bau ……………………………………………. 49 12. Sampah/Benda Padat Terapung (BPT) ………… 50 13. Zat Padat Tersuspensi (TSS) …………………… 51
C. MANGROVE ...………………………………………. 53 D. KARANG …………………………………………… 58 E. MEGA BENTHOS ……………………………………. 73 F. IKAN KARANG ………………………………………. 80 G. PEMBAHASAN UMUM ……………………………… 94
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ………………… 96 A. KESIMPULAN ………………………………………… 96 B. SARAN ……………………………………………… 99
DAFTAR PUSTAKA …………………………………….. 101 LAMPIRAN ………………………………………………. 107
CRITC-COREMAP Jakarta iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara ...……..
6
Gambar 2.a. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan sekitar pelabuhan Sibolga ……………….
8
Gambar 2.b. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan …………………………….
9
Gambar 2.c. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di perairan P. Mansalar ……………………………...
10
Gambar 3. Posisi stasiun penelitian untuk parameter fosfat, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Teluk Tapian Nauli dan sekitarnya
11
Gambar 4. Posisi stasiun penelitian mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………..
12
Gambar 5.a. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga .
13
Gambar 5.b. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………...
14
CRITC-COREMAP Jakarta iv
Halaman
Gambar 5.c. Posisi stasiun penelitian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan P. Mansalar ……………...
15
Gambar 6.a. Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga ………………………...
16
Gambar 6.b. Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………………………………
17
Gambar 6.c. Posisi stasiun penelitian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk transek permanen di perairan P. Mansalar …………………………………
18
Gambar 7.a. Profil temperatur dan salinitas di perairan pelabuhan Sibolga dan sekitarnya ………..
35
Gambar 7.b. Profil temperatur dan salinitas di perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………………………………
35
Gambar 7.c. Profil temperatur dan salinitas di perairan P. Mansalar ………………………………
36
Gambar 8. Vektor arus antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II) …………………
38
CRITC-COREMAP Jakarta v
Halaman
Gambar 9. Kadar Fosfat (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah ………………………….
40
Gambar 10. Kadar Nitrit (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………
41
Gambar 11. Kadar Nitrat (μg.at/l) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah ……
43
Gambar 12. Kadar Oksigen terlarut (ppm) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah ….
44
Gambar 13. Nilai Derajat keasaman (pH) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah ….
46
Gambar 14. Nilai TSS (ppm) di masing-masing stasiun penelitian di lokasi penelitian di perairan Tapanuli Tengah …………………………
52
Gambar 15. Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI (n=51 stasiun) di Tapanuli Tengah untuk masing-masing kategori biota dan substrat ………………………...
60
Gambar 16.a. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga ………………………..
61
CRITC-COREMAP Jakarta vi
Halaman
Gambar 16.b. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………………………………
62
Gambar 16.c. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-masing stasiun RRI di perairan P. Mansalar
63
Gambar 17. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode LIT ………………………
64
Gambar 18.a. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga dengan metode LIT ……………………………………….
65
Gambar 18.b. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk tapian Nauli bagian selatan, dengan metode LIT ……………………………………….
66
Gambar 18.c. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar dengan metode LIT
67
Gambar 19. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu ………………………………..
71
CRITC-COREMAP Jakarta vii
Halaman
Gambar 20. MDS untuk stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu ………………
71
Gambar 21. Analisa regresi antara nilai H’ dan persentase tutupan karang hidup ………….
72
Gambar 22.a. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga ……
75
Gambar 22.b. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan ……………...
76
Gambar 22.c. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan sebagai indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar …………………..
77
Gambar 23. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos …………………...
79
Gambar 24. MDS untuk stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos …………...
79
CRITC-COREMAP Jakarta viii
Halaman
Gambar 25.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan Sibolga dengan metode RRI ……………..
82
Gambar 25.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan dengan metode RRI ………………
83
Gambar 25.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di perairan P. Mansalar dengan metode RRI ……………
84
Gambar 26.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga ……………………………
87
Gambar 26.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan …………………………….
88
Gambar 26.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing- masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar ………………………………….
89
Gambar 27. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua ……………………………………….
93
CRITC-COREMAP Jakarta ix
Halaman
Gambar 28. MDS untuk stasiun transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua ……………………………………….
93
CRITC-COREMAP Jakarta x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
33
Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur pada seluruh stasiun penelitian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………….
34
Tabel 3. Hasil pengukuran salinitas pada seluruh stasiun penelitian di perairan di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
37
Tabel 4. Jenis mangrove yang dijumpai (tanda +) di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
54
Tabel 5. Daftar Nilai Penting ( % ) jenis pohon mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah …..
54
Tabel 6. Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………………………………….
55
Tabel 7. Gambaran mengenai struktur mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………..
55
Tabel 8. Daftar Nilai Penting ( % ) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah ………………...
57
Tabel 9. Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………………………………….
57
CRITC-COREMAP Jakarta xi
Halaman
Tabel 10. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT ………………………….
68
Tabel 11. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah …………………………….
70
Tabel 12. Analisa variansi hubungan antara nilai H’ dan persentase tutupan karang hidup ……………
72
Tabel 13. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah ……...
78
Tabel 14. Dua belas jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi relatif kehadiran terbesar (berdasarkan jumlah stasiun yang diamati)…..
81
Tabel 15. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi ………...
81
Tabel 16. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai di lokasi transek permanen …………………………………….
86
Tabel 17. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e), dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode UVC ……..
90
CRITC-COREMAP Jakarta xii
Halaman
Tabel 18. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu ikan karang pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah ……...
92
CRITC-COREMAP Jakarta xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Posisi stasiun penelitian untuk parameter temperatur dan salinitas air laut di Kabupaten Tapanuli Tengah ……………
107
Lampiran 2. Posisi stasiun penelitian untuk parameter fosfat, nitrit, nitrat, oksigen terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …...
109
Lampiran 3. Posisi stasiun penelitian untuk mangrove . 110
Lampiran 4. Posisi stasiun penelitian karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………….
111
Lampiran 5. Posisi stasiun transek permanen untuk karang, mega benthos dan ikan karang di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …...
113
Lampiran 6. Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …...
114
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada
masing-masing stasiun RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah
118
Lampiran 8. Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT di 6 stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………
122
CRITC-COREMAP Jakarta xiv
Halaman
Lampiran 9. Kelimpahan beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah …………………………
123
Lampiran 10. Kelimpahan jenis ikan (jumlah individu/transek) yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen yang diperoleh dengan metode UVC di perairan Kabupaten tapanuli Tengah ……
124
CRITC-COREMAP Jakarta xv
RINGKASAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama
15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki
fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi
baru yang pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah
Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapanuli Tengah) yang
secara administratif masuk ke dalam Propinsi Sumatera
Utara.
Sebagian wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah
berada di daratan P. Sumatera, sedangkan sebagian lainnya
merupakan pulau-pulau yaitu P. Mansalar yang merupakan
pulau yang terbesar di kabupaten ini, dan pulau-pulau
kecil yang pada umumnya tak berpenghuni. Daerah kajian
pada penelitian ini adalah wilayah pesisir teluk di depan
kota Sibolga (Teluk Tapian Nauli) beserta pulau-pulau
kecil di sekitarnya. Walaupun P. Mansalar t idak termasuk
lokasi COREMAP, namun penelitian juga dilakukan
disana.
Kabupaten Tapanuli Tengah termasuk dalam satuan
geomorfologi besar P. Sumatera yaitu bagian Tengah-
Barat. Bagian ini merupakan perbukitan bergelombang dan
membentuk deretan gunung api Bukit Barisan. Topografi
perbukitan bergelombang ini disusun oleh batuan vulkanik
berupa batuan breksi, lava, batuan piroklastik bersifat
CRITC-COREMAP Jakarta xvi
agak padu sampai padu, berumur Tersier hingga Kuarter.
Kondisi l i tologi yang demikian menyebabkan tanah
berkembang baik. Air tanahpun cukup baik dan melimpah
di sini. Secara spesifik daerah kajian sebagian besar
termasuk pada lahan bentukan asal fluvial dan lahan
perbukitan. Perbukitan umumnya ditumbuhi tumbuhan
hutan dan jarang yang diusahakan karena lerengnya yang
terjal. Sedangkan pada bagian yang agak datar dan datar,
dijadikan tempat hunian penduduk selain juga diusahakan
sebagai lahan pertanian. Khususnya P. Mansalar, hampir
seluruh pulau ditutupi hutan primer. Ada sebagaian lahan
telah dibuka dan ditanami tanaman perkebunan seperti
kelapa.
Iklim di Tapanuli Tengah masih merupakan iklim
hujan tropis. Curah hujan rerata tahunan umumnya di atas
2500mm. Sedangkan kisaran suhu udara antara 18 – 32oC.
Tanah yang baik, curah hujan yang cukup serta suhu udara
yang cukup kondusif inilah yang menjadikan daerah ini
cukup subur dan cocok untuk tanaman perkebunan.
Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan
untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut,
termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan
juga kondisi l ingkungannya. Data-data yang diperoleh
diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi
para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
karang secara lestari . Selain itu, dalam studi ini juga
dibuat beberapa transek permanen di masing-masing
lokasi, agar kondisinya bisa dipantau di masa mendatang.
CRITC-COREMAP Jakarta xvii
Adanya data dasar dan data hasil pemantauan memiliki arti
penting sebagai bahan evaluasi keberhasilan COREMAP.
Kegiatan penelitian di lapangan dilakukan
menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII. Untuk
efisiensi waktu dan biaya, kegiatan penelitian ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline
ekologi di perairan Kepulauan Mentawai dan Kabupaten
Nias. Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut
berlangsung pada bulan Mei-Juni 2004.
Kegiatan lapangan ini melibatkan staf CRITC (Coral
Reef Information and Training Centre) Jakarta dibantu
oleh para peneliti dan teknisi Pusat Penelitian
Oseanografi-LIPI, dan beberapa staf dari daerah setempat
yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA, serta Dinas
Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswa dari Jakarta
(Universitas Indonesia) diikutkan dalam penelitian ini. Hal
ini penting artinya bagi mahasiswa tersebut untuk dapat
melengkapi Kegiatan Praktek Lapangannya.
Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel
dilakukan, terlebih dahulu ditentukan peta sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi
data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper
Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak tit ik-
tit ik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun
untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda
disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang
tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup
CRITC-COREMAP Jakarta xviii
mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan
di lokasi tersebut.
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data yang diperoleh di lapangan, kemudian
dilakukan analisa data. Hasil dan pembahasannya adalah
sebagai berikut:
Luasan hutan mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah
yang meliputi daerah sekitar pelabuhan Sibolga, sekitar
desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli bagian selatan) dan
P. Mansalar yaitu 7,9902 km2.
Luasan terumbu karang yang meliputi fringing reef ,
patch reef dan shoal di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah yang meliputi daerah sekitar pelabuhan
Sibolga, sekitar desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli
bagian selatan) dan P. Mansalar yaitu 25,3572 km2.
Temperatur di perairan sekitar Sibolga antara
29,4038°C dan 30,3487°C dengan rerata 30,0322°C, di
perairan sekitar desa Sitardas yang berada di Selatan
Teluk Tapian Nauli antara 28,1521°C dan 29,7296°C
dengan rerata 29,3733°C, sedangkan di perairan P.
Mansalar antara 29,2074°C dan 29,9513°C dengan
rerata 29,6634°C.
Salinitas di perairan sekitar Sibolga berkisar antara
32,1851 PSU hingga 33,6430 PSU, di perairan desa
Sitardas antara 31,7693 PSU hingga 33,3517 PSU dan
CRITC-COREMAP Jakarta xix
di perairan P. Mansalar antara 32,4277 PSU hingga
33,8446 PSU.
Pada lintasan antara P. Mansalar hingga Pelabuhan
Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli
bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II)
menunjukkan bahwa pengaruh pasang surut t idak
dominan di perairan ini. Arah arus menuju selatan baik
dalam kondisi pasang bergerak surut maupun pada saat
menuju pasang. Pada lintasan II, kecepatan arus yang
terekam mencapai 75 cm/detik, sedangkan pada
Lintasan I kecepatan arusnya relatif lebih lemah.
Kadar fosfat (selain di St.12 yang lokasinya berada di
pelabuhan laut Sibolga dengan kadar fosfat =
71,65μg.at/l) , secara rata-rata masih berada di bawah
Nilai Ambang Batas (NAB) yang diberikan Kantor
MNLH (NAB= 4,9 μg.at/l ) yaitu 1,42 μg.at/l .
Kadar nitrit (N-NO2) secara rata-rata nilainya sebesar
2,62 μg.at/l , tanpa mengikut sertakan St.12 yang
lokasinya berada di pelabuhan laut Sibolga dengan
kadar nitrit = 12,39μg.at/l . Kantor MNLH (2004) tidak
mencantumkan nitrit sebagai salah satu parameter
kualitas air.
Kadar nitrat (NO3-N) di perairan Tapanuli Tengah ini
relatif t inggi terutama di St.12 yang lokasinya berada
di pelabuhan laut Sibolga. Tanpa mengikut sertakan
St.12, reratanya sebesar 4,99 μg.at/l . NAB untuk nitrat
yang diberikan Kantor MNLH (1988) untuk biota dan
wisata bahari yaitu 0,008 ppm atau 26,27 μg.at/l .
CRITC-COREMAP Jakarta xx
Kadar oksigen terlarut di perairan Tapanuli Tengah
pada umumnya masih dalam kategori normal yaitu
antara 4,52-6,88 ppm dengan rerata 6,28 ppm. NAB
kadar oksigen terlarut untuk biota laut dan pariwisata
adalah > 5 ppm (Kantor MNLH, 2004). Pada St.12,
kadar oksigennya berada di bawah NAB.
Nilai hasil pengukuran pH di perairan Kabupaten
Tapanuli Tengah masih tergolong baik yaitu berkisar
antara 7,6.-8,1 dengan rerata 7,99. Kantor MNLH
(2004) menetapkan NAB pH antara 7-8,5 untuk biota
dan wisata bahari.
Pada lereng terumbu dengan kedalaman antara 5 m – 15
m, masih terlihat dasar perairan (Tampak Dasar).
Hasil pengukuran warna air laut di seluruh stasiun di
perairan Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa warna
air masih alami yakni berkisar antara hijau muda
sampai biru tua. Warna hijau muda umumnya dijumpai
pada lokasi yang relatif dekat dengan pantai (lebih
kurang 25 m), sedangkan biru tua relatif agak jauh dari
pantai (50-100 m).
Hasil pengukuran bau yang dilakukan secara
organoleptik menunjukkan bahwa air laut yang berbau
hanya dijumpai di sekitar pelabuhan laut Sibolga.
Sampah atau benda padat terapung ditemukan dalam
jumlah yang sedikit dan pada umumnya dalam bentuk
bahan organik yang terdiri dari serasah tumbuhan
seperti kelapa, mangrove, semak belukar, dan juga
kertas, plastik dan kayu.
CRITC-COREMAP Jakarta xxi
Kadar TSS (zat padat tersuspensi) berkisar antara 3,39-
28,25 ppm dengan rerata 7,05 ppm. Terutama pada
stasiun-stasiun yang berada di pelabuhan laut Sibolga
(St.12, St.13 dan St.14), kadar TSS cukup tinggi yaitu
> 14 ppm. NAB TSS untuk koral dan wisata bahari
sebesar 20 ppm (Kantor MNLH, 2004), sedangkan
untuk budidaya perikanan <80 ppm (Kantor MNLH,
1988).
Dijumpai 20 jenis mangrove yang termasuk dalam 10
suku dari hasil transek dan koleksi bebas.
Untuk kategori pohon (diameter >10 cm) maupun anak
pohon (diameter 2 - ≤ 10 cm), jenis Rhizophora
mucronata mendominasi .
Kepadatan pohon mencapai 288 batang per hektar
dengan rerata ketinggian 14,74 meter dan rerata
diameter batang 16,30 cm.
Kepadatan anak pohon mencapai 2995 batang per
hektar dengan rerata ketinggian 5,35 m dan rerata
diameter batang 4,54 cm.
Di daerah aliran sungai Jago-jago di P. Sumatera
didapatkan Nypa fruticans yang mendominasi hampir
sepanjang aliran sungai.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
dijumpai 140 jenis karang batu yang termasuk dalam 16
suku.
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang
dilakukan di 51 stasiun dijumpai persentase tutupan
CRITC-COREMAP Jakarta xxii
karang hidup antara 0,00%-79,70%, dengan rerata
persentase tutupan karang hidup 26,98%. Pada stasiun
TPTR03 dan TPTR08, pada saat pengamatan dilakukan,
t idak dijumpai karang hidup sama sekali .
Persentase tutupan karang hidup di perairan desa
Sitardas yang berada di Teluk Tapian Nauli bagian
selatan merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 52,02%
(n=16 stasiun). Persentase tutupan karang hidup di P.
Mansalar sebesar 18,79 % (n= 25 stasiun), sedangkan
di Sibolga dan sekitarnya sebesar 7,42 % (n= 10
stasiun).
Pada stasiun-stasiun yang berada di sekitar Sibolga
(TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) memiliki
keanekaragaman jenis karang batu yang rendah dan
jenis Porites lutea terlihat lebih mendominasi.
Kelimpahan Acanthaster planci , ditemukan dalam
jumlah yang sedikit , yaitu hanya 16 individu/ha.
Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai dalam
jumlah yang berlimpah yaitu 16747 individu/ha. Bulu
babi (Diadema setosum) dijumpai dalam jumlah banyak
yaitu 6692 individu/ha. Sedangkan Kima (Giant clam)
dijumpai dalam jumlah yang tidak banyak, dimana
untuk yang berukuran besar (panjang >20 cm)
kelimpahannya sebesar 170 individu/ha, dan yang
berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 66
individu/ha. Demikian pula halnya dengan tripang
(holothurian) dimana yang berukuran besar (diameter
>20) kelimpahannya hanya sebesar 11 individu/ha,
CRITC-COREMAP Jakarta xxiii
sedangkan yang berukuran kecil t idak dijumpai sama
sekali selama pengamatan dilakukan.
Jenis ikan karang Lutjanus decussatus merupakan jenis
yang paling sering dijumpai selama pengamatan RRI,
dimana jenis ini berhasil dijumpai di 29 stasiun dari 51
stasiun RRI (Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan
jumlah stasiun yang diamati= 56,86%).
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan
di 9 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 179
jenis ikan karang yang termasuk dalam 31 suku, dengan
nilai kelimpahan ikan karang sebesar 11025 individu
per hektarnya. Jenis Neopomacentrus cyanomos
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan
yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang
lainnya, yaitu sebesar 4571 individu/ha-nya
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang
diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti
ikan kakap (suku Lutjanidae) yaitu 813 individu/ha,
ikan kerapu (suku Serranidae) 165 individu/ha, ikan
ekor kuning (suku Caesionidae) yaitu 936 individu/ha.
Selama penelitian berlangsung, ikan Napoleon
(Cheilinus undulatus) t idak dijumpai.
Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae)
yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan
terumbu karang memiliki kelimpahan 330 individu/ha.
Perbandingan kelimpahan kelompok ikan major, ikan
target dan ikan indikator berturut-turut adalah 20264
individu/ha, 3637 individu/ha dan 330 individu/ha,
CRITC-COREMAP Jakarta xxiv
sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target
dan ikan indikator adalah 61:11:1. Ini berarti bahwa
untuk setiap 73 ikan yang dijumpai di perairan
Tapanuli Tengah, kemungkinan komposisinya terdiri
dari 61 individu ikan major, 11 individu ikan target dan
1 individu ikan indicator.
Pelabuhan laut Sibolga yang ramai oleh segala macam
aktivitasnya terlihat memiliki peranan penting terhadap
menurunnya kualitas perairan disekitarnya. Stasiun-
stasiun yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga
(TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) tampak berbeda
dengan stasiun-stasiun lainnya, baik itu dilihat dari
jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu,
jumlah individu mega benthos (yang memiliki nilai
ekonomi penting ataupun sebagai indikator kesehatan
terumbu karang), maupun dari jumlah individu ikan
karang yang dijumpai.
Secara umum kualitas perairannya dapat dikatakan
relatif masih baik untuk kehidupan karang serta biota
laut lainnya.
C. SARAN
Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama
melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut:
Kesimpulan yang diambil mungkin saja tidak
seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi
Kabupaten Tapanuli Tengah secara keseluruhan
CRITC-COREMAP Jakarta xxv
mengingat jumlah stasiun penelitian, terutama untuk
stasiun transek permanen sangatlah terbatas (13
stasiun). Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang
sangat terbatas. Untuk itu sebaiknya jumlah stasiun
bisa ditambahkan pada penelitian selanjutnya.
Secara umum, kualitas perairan di lokasi yang ditelit i ,
dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan
karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini
perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan
terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah
sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang
ada tetap terjaga dan lestari .
Dengan meningkatnya kegiatan di darat di sekitar
Kabupaten Tapanuli Tengah, pasti akan membawa
pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu,
penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting
dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan
bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem
terumbu karang secara lestari . Selain itu, data hasil
pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan
evaluasi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta 1
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
COREMAP yang direncanakan berlangsung selama
15 tahun, yang terbagi dalam 3 fase, kini telah memasuki
fase II. Pada fase ini terdapat penambahan beberapa lokasi
baru yang pendanaannya dibiayai oleh ADB (Asian
Development Bank). Salah satu lokasi baru itu adalah
Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapanuli Tengah) yang
secara administratif masuk ke dalam Propinsi Sumatera
Utara.
Sebagian wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah
berada di daratan P. Sumatera, sedangkan sebagian lainnya
merupakan pulau-pulau yaitu P. Mansalar yang merupakan
pulau yang terbesar di kabupaten ini, dan pulau-pulau
kecil yang pada umumnya tak berpenghuni. Daerah kajian
pada penelitian ini adalah wilayah pesisir di Teluk Sibolga
atau Teluk Tapanuli, yang biasa disebut juga dengan Teluk
Tapian Nauli oleh masyarakat sekitarnya, beserta P.
Mansalar dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Walaupun P.
Mansalar tidak termasuk lokasi COREMAP, namun
penelitian juga dilakukan di sana sebagai data
pembanding.
Kabupaten Tapanuli Tengah termasuk dalam satuan
geomorfologi besar P. Sumatera yaitu bagian Tengah-
Barat. Bagian ini merupakan perbukitan bergelombang dan
membentuk deretan gunung api Bukit Barisan. Topografi
CRITC-COREMAP Jakarta 2
perbukitan bergelombang ini disusun oleh batuan vulkanik
berupa batuan breksi, lava, batuan piroklastik bersifat
agak padu sampai padu, berumur Tersier hingga Kuarter.
Kondisi l i tologi yang demikian menyebabkan tanah
berkembang baik. Air tanahpun cukup baik dan melimpah
di sini. Secara spesifik daerah kajian sebagian besar
termasuk pada lahan bentukan asal fluvial dan lahan
perbukitan. Perbukitan umumnya ditumbuhi tumbuhan
hutan dan jarang yang diusahakan karena lerengnya yang
terjal. Sedangkan pada bagian yang agak datar dan datar,
dijadikan tempat hunian penduduk selain juga diusahakan
sebagai lahan pertanian. Khususnya P. Mansalar, hampir
seluruh pulau ditutupi hutan primer. Ada sebagaian lahan
telah dibuka dan ditanami tanaman perkebunan seperti
kelapa.
Iklim di Tapanuli Tengah masih merupakan iklim
hujan tropis. Curah hujan rerata tahunan umumnya di atas
2500mm. Sedangkan kisaran suhu udara antara 18 – 32oC.
Tanah yang baik, curah hujan yang cukup serta suhu udara
yang cukup kondusif inilah yang menjadikan daerah ini
cukup subur dan cocok untuk tanaman perkebunan.
Dilihat dari sumberdaya perairannya, Kabupaten
Tapanuli Tengah memiliki potensi sumberdaya yang cukup
andal bila dikelola dengan baik. Perairan ini memiliki
berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat
hidup dan memijah ikan-ikan laut seperti ekosistem
mangrove, lamun dan karang. Seiring dengan berjalannya
waktu dan pesatnya pembangunan di segala bidang serta
krisis ekonomi yang berkelanjutan telah memberikan
CRITC-COREMAP Jakarta 3
tekanan yang lebih besar terhadap lingkungan sekitarnya,
khususnya lingkungan perairannya.
Sebagai lokasi baru COREMAP, studi baseline
ekologi (ecological baseline study) sangatlah diperlukan
untuk mendapatkan data dasar ekologi di lokasi tersebut,
termasuk kondisi ekosistem terumbu karang, mangrove dan
juga kondisi l ingkungannya. Data-data yang diperoleh
diharapkan dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan bagi
para stakeholder dalam mengelola ekosistem terumbu
karang secara lestari . Selain itu, dalam studi ini juga
dibuat beberapa transek permanen di masing-masing lokasi
baru tersebut sehingga bisa dipantau di masa mendatang.
Adanya data dasar dan data hasil pemantauan pada masa
mendatang sebagai data pembanding, dapat dijadikan
bahan evaluasi yang penting bagi keberhasilan COREMAP.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari studi baseline ekologi ini adalah sebagai
berikut:
Mendapatkan data dasar ekologi di Kabupaten
Tapanuli Tengah, termasuk kondisi ekosistem terumbu
karang, mangrove dan juga kondisi l ingkungannya.
Membuat transek permanen di beberapa tempat di
Kabupaten Tapanuli Tengah agar dapat dipantau di
masa mendatang.
CRITC-COREMAP Jakarta 4
C. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Ruang lingkup studi baseline ekologi ini meliputi
empat tahapan yaitu:
1. Tahap persiapan , meliputi kegiatan administrasi,
koordinasi dengan tim penelitian baik yang berada di
Jakarta maupun di daerah setempat, pengadaan dan
mobilitas peralatan penelitian serta perancangan
penelitian untuk memperlancar pelaksanaan survey di
lapangan. Selain itu, dalam tahapan ini juga dilakukan
persiapan penyediaan peta dasar untuk lokasi penelitian
yang akan dilakukan.
2. Tahap pengumpulan data , yang dilakukan langsung di
lapangan yang meliputi data tentang kualitas perairan
baik fisika maupun kimia perairan, terumbu karang,
ikan karang dan mangrove.
3. Tahap analisa data , yang meliputi verifikasi data
lapangan dan pengolahan data sehingga data lapangan
bisa disajikan dengan lebih informatif.
4. Tahap pelaporan , yang meliputi pembuatan laporan
sementara dan laporan akhir.
CRITC-COREMAP Jakarta 5
BAB II. METODE PENELITIAN
A. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan di P. Mansalar dan di
daerah pesisir Teluk Sibolga (Teluk Tapanuli), atau
masyarakat sekitar menyebutnya dengan Teluk Tapian
Nauli, yang berada di depan kota Sibolga beserta pulau-
pulau kecil di sekitarnya (Gambar 1).
Dalam penelitian ini, sebelum penarikan sampel
dilakukan, terlebih dahulu ditentukan peta sebaran
terumbu karang di perairan tersebut berdasarkan peta
sementara (tentative) yang diperoleh dari hasil interpretasi
data citra digital Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper
Plus (Landsat ETM+). Kemudian dipilih secara acak tit ik-
tit ik penelitian (stasiun) sebagai sampel. Jumlah stasiun
untuk masing-masing kelompok penelitian berbeda-beda
disesuaikan dengan jumlah personil dan waktu yang
tersedia, tetapi diharapkan sampel yang terambil cukup
mewakili untuk menggambarkan tentang kondisi perairan
di lokasi tersebut.
CRITC-COREMAP Jakarta 6
Gambar 1 . Peta lokasi peneli t ian di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
CRITC-COREMAP Jakarta 7
Untuk parameter temperatur dan salinitas air laut
dilakukan di 53 stasiun dimana 6 stasiun terdapat di
perairan Pelabuhan Sibolga (Gambar 2.a. dan Lampiran 1),
26 stasiun di perairan Teluk Tapian Nauli (Gambar 2.b.
dan Lampiran 1) dan 21 stasiun di perairan P. Mansalar
(Gambar 2.c. dan Lampiran 1).
Untuk parameter kecepatan dan arah arus air laut
dilakukan di sepanjang lintasan antara P. Mansalar hingga
Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian
Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II).
Untuk parameter fosfat, nitrit , nitrat, oksigen
terlarut, pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung,
dan zat padat tersuspensi dilakukan di 22 stasiun
penelitian (Gambar 3 dan Lampiran 2).
Untuk mangrove, transek dilakukan di 4 stasiun,
dimana 1 stasiun berada di daratan Sumatera dan 3 stasiun
berada di P. Mansalar dan (Gambar 4 dan Lampiran 3).
Untuk kelompok karang dan ikan karang,
pengamatan dilakukan di 51 stasiun dengan menggunakan
metode RRI (Rapid Reef Resources Inventory) (Gambar
5.a., Gambar 5.b. dan Lampiran 4). Untuk proses
pemantauan kondisi kesehatan karang di masa sekarang
dan yang akan datang, dipilih 13 stasiun sebagai t i t ik-tit ik
transek permanen (permanent transect) untuk karang,
mega benthos yang memiliki nilai ekonomis penting dan
sebagai indikator kesehatan terumbu karang, serta ikan
karang (Gambar 6.a. , Gambar 6.b. dan Lampiran 5).
CRITC-COREMAP Jakarta 8
Gambar 2.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter temperatur dan sal ini tas
air laut di perairan sekitar pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta 9
Gambar 2.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter temperatur dan sal ini tas air laut di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 10
Gambar 2.c. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter temperatur dan sal ini tas air laut di perairan P. Mansalar .
CRITC-COREMAP Jakarta 11
Gambar 3. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter fosfat , ni tr i t , ni trat , oksigen
terlarut , pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Teluk Tapian Nauli dan sekitarnya.
CRITC-COREMAP Jakarta 12
Gambar 4. Posisi s tasiun peneli t ian mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah.
CRITC-COREMAP Jakarta 13
Gambar 5.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan
metode RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta 14
Gambar 5.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan metode
RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 15
Gambar 5.c. Posisi s tasiun peneli t ian untuk terumbu karang dan ikan karang dengan
metode RRI di perairan P. Mansalar .
CRITC-COREMAP Jakarta 16
Gambar 6.a. Posisi s tasiun peneli t ian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan
karang untuk transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta 17
Gambar 6.b. Posisi s tasiun peneli t ian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan karang untuk
transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 18
Gambar 6.c. Posisi s tasiun peneli t ian untuk untuk karang, mega benthos dan ikan
karang untuk transek permanen di perairan P. Mansalar .
CRITC-COREMAP Jakarta 19
B. WAKTU PENELITIAN
Kegiatan penelitian di lapangan dilakukan
menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya VIII. Untuk
efisiensi waktu dan biaya, kegiatan penelitian ini
dilakukan menjadi satu dengan kegiatan studi baseline
ekologi di perairan Kepulauan Mentawai dan Kabupaten
Nias. Kegiatan lapangan di ketiga lokasi tersebut
berlangsung pada bulan Mei-Juni 2004.
C. PELAKSANA PENELITIAN
Kegiatan penelitian di lapangan ini melibatkan staf
CRITC (Coral Reef Information and Training Centre)
Jakarta dibantu oleh para peneliti dan teknisi Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI, beberapa staf dari daerah
setempat yang berasal dari CRITC daerah, BAPPEDA,
serta Dinas Perikanan dan Kelautan. Seorang mahasiswa
dari Jakarta (Universitas Indonesia) juga turut serta dalam
survey ini untuk melengkapi Kegiatan Praktek
Lapangannya.
D. METODE PENARIKAN SAMPEL DAN ANALISA DATA
Penelitian Ecological Baseline Study ini melibatkan
beberapa kelompok penelitian dan dibantu oleh personil
untuk dokumentasi. Metode penarikan sampel dan analisa
data yang digunakan oleh masing-masing kelompok
penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
CRITC-COREMAP Jakarta 20
1. Sistem Informasi Geografi
Untuk keperluan pembuatan peta dasar ekosistem
perairan dangkal, hasil interpretasi citra penginderaan
jauh (indraja) digunakan sebagai data dasar. Data citra
indraja yang dipakai dalam studi ini adalah citra digital
Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper Plus
(selanjutnya disebut Landsat ETM+) pada kanal sinar
tampak dan kanal infra-merah dekat (band 1,2,3,4 dan
5). Saluran ETM+ 7 tidak digunakan dalam studi ini
karena studinya lebih ke mintakat perairan bukan
mintakat daratan. Sedangkan saluran infra-merah dekat
ETM+ 4 dan 5 tetap dipakai karena band 4 masih
berguna untuk perairan dangkal dan band 5 berguna
untuk pembedaan mintakat mangrove.
Citra yang digunakan adalah citra dengan
cakupan penuh ( full scene) yaitu 185 km x 185 km
persegi. Ukuran piksel, besarnya unit areal di
permukaan bumi yang diwakili oleh satu nilai digital
citra, pada saluran multi-spectral (band 1,2,3,4,5 dan 7)
adalah 30 m x 30 m persegi. Adapun citra yang
digunakan dalam studi ini seluruhnya ada 2 scenes
yaitu: path-row 129-58 dan 128-59 (merekam P.
Mansalar dan Teluk Tapian Nauli atau Teluk Sibolga).
Sebelum kerja lapang dilakukan, di laboratorium
terlebih dulu disusun peta tentatif . Pengolahan citra
untuk penyusunan peta dilakukan dengan perangkat
lunak Extension Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2
version .
CRITC-COREMAP Jakarta 21
Prosedur untuk pengolahan citra sampai
mendapatkan peta tentatif daerah studi meliputi
beberapa langkah berikut ini:
Langkah pertama , citra dibebaskan atau
setidaknya dikurangi terhadap pengaruh noise yang ada.
Koreksi untuk mengurangi noise ini dilakukan dengan
teknik smoothing menggunakan filter low-pass .
Langkah kedua , yaitu memblok atau membuang
daerah tutupan awan. Ini dilakukan dengan pertama-
tama memilih areal contoh ( training area) tutupan
awan dan kemudian secara otomatis komputer diminta
untuk memilih seluruh daerah tutupan awan pada
cakupan citra. Setelah terpilih kemudian dikonversikan
menjadi format shape file . Konversi ini diperlukan agar
didapatkan data berbasis vektor (data citra berbasis
raster) beserta topologinya yaitu tabel berisi atribut
yang sangat berguna untuk analisis selanjutnya. Dari
tabel i tu kemudian dilakukan pemilihan daerah yang
bukan awan dan selanjutnya disimpan dalam bentuk
shape file . Daerah bukan awan inilah yang akan
digunakan untuk analisis lanjutan.
Langkah ketiga , yaitu memisahkan mintakat
darat dan mintakat laut. Pada citra yang telah bebas
dari tutupan awan dilakukan digitasi batas pulau
dengan cara digitasi langsung pada layar komputer (on
the screen digitizing). Agar diperoleh hasil digitasi
dengan ketelit ian memadai, digitasi dilakukan pada
skala tampilan citra 1 : 25000. Digitasi batas pulau ini
dilakukan pada citra komposit warna semu kombinasi
CRITC-COREMAP Jakarta 22
band 4, 2,1. Kombinasi ini dipilih karena dapat
memberikan kontras wilayah darat dan laut yang paling
baik. Agar kontrasnya maksimum, penyusunan
komposit citra mengunakan data yang telah dipertajam
dengan perentangan kontras non-linier model gamma .
Setelah batas pulau diselesaikan, dengan cara
yang sama pada mintakat laut didigitasi batas terluar
dari mintakat terumbu. Komposit citra yang digunakan
adalah kombinasi band 3,2,1 dengan model perentangan
kontras yang sama. Sedangkan untuk digitasi batas
sebaran mangrove, digunakan kombinasi citra lain yaitu
kombinasi band 5,4,3. Dengan kombinasi ini disertai
teknik perentangan kontras model gamma, mintakat
pesisir yang ditumbuhi mangrove akan sangat mudah
dibedakan dengan mintakat yang bervegetasi lain. Hasil
interpretasi berupa peta sebaran mangrove dan terumbu
karang yang bersifat tentatif .
Berdasarkan peta tentatif tersebut kemudian
secara acak dipilih ti t ik-tit ik lokasi sampel serta
ditentukan posisinya. Titik-tit ik sampel itu di lapangan
dikunjungi dengan dipandu oleh alat penentu posisi
secara global atau GPS. Selain sampel model ti t ik-tit ik
ini digunakan pula sampel model garis transek dari
pantai kearah tubir yang juga dipilih secara acak. GPS
yang dipergunakan saat kerja lapang adalah merk
Garmin tipe 12CX dengan ketelit ian posisi absolut
sekitar 15 meter. Dari data yang terkumpul kemudian di
laboratorium dilakukan interpretasi dan digitasi ulang
agar diperoleh batas yang lebih akurat.
CRITC-COREMAP Jakarta 23
2. Kualitas Perairan
Untuk kualitas perairan yang terdiri dari beberapa
parameter fisika dan kimia osenaografi yaitu :
a. Temperatur dan salinitas air laut diukur dengan
menggunakan alat CTD (Conductive Temperature
Depth) SBE-16.
b. Kecepatan dan arah arus air laut diukur
menggunakan alat ADCP (Accoustic Dopler Current
Profiler) t ipe 75 KHz.
c. Fosfat, nitrit dan nitrat dengan spektrofotometer
secara colorimetri (Stricland and Parson, 1968),
d. Oksigen terlarut dengan titrasi (Winkler) secara
ti trimetri (Stricland and Parson, 1968),
e. pH dengan pH meter portable (elektometrik),
f . Kecerahan, warna, lapisan minyak, benda padat
terapung secara visual,
g. Bau secara organoleptik,
h. Zat padat tersuspensi secara gravimetri (Alaert and
Santika, 1995).
3. Mangrove
Pengambilan data dilakukan baik secara koleksi
bebas maupun dengan transek. Untuk transek digunakan
metode kuadrat (Cox, 1967), yaitu dengan
menggunakan transek yang tegak lurus dengan garis
pantai. Setiap transek dibuat petak-petak yang
berukuran 10 x 10 meter untuk pohon (diameter >10
CRITC-COREMAP Jakarta 24
cm) secara berurutan mulai dari garis pantai sampai
batas darat. Pada petak ini dihitung jenis, jumlah
individu masing-masing jenis, diukur diameter, t inggi
pohon. Untuk belta (diameter 2 cm sampai ≤10 cm)
dibuat petak yang berukuran 5m x 5m meter yang
terletak pada plot yang berukuran 10m x 10m dan juga
dilakukan perhitungan seperti pada petak untuk pohon.
Dari data tersebut diatas dapat diperoleh nilai
kerapatan nisbi (KN), dominasi nisbi (DN), frekuensi
nisbi (FN) dan nilai penting (NP) yang merupakan
penjumlahan dari 3 kriteria tersebut.
Jumlah individu suatu jenis KN = -------------------------------------------- x 100%
Jumlah individu untuk semua jenis Nilai frekuensi suatu jenis
FN = ------------------------------------------------------ x 100% Jumlah nilai-ni lai frekuensi untuk semua jenis
Jumlah t i t ik pengambilan contoh jenis terdapat
Frekuensi = - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - x 100% Jumlah semua t i t ik pengambilan contoh Jumlah luas bidang dasar untuk jenis
DN = ---------------------------------------------------- x 100% Jumlah luas bidang dasar untuk semua jenis
NP = KN + FN + DN
3. Karang
Untuk mengetahui secara umum kondisi terumbu
karang seperti persentase tutupan biota dan substrat di
terumbu karang pada setiap stasiun penelitian
digunakan metode Rapid Reef Resources Inventory
CRITC-COREMAP Jakarta 25
(RRI) (Long et al . , 2004). Dengan metode ini, di setiap
tit ik pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya,
seorang pengamat berenang selama sekitar 5 menit dan
mengamati biota dan substrat yang ada di sekitarnya.
Kemudian pengamat memperkirakan persentase tutupan
dari masing-masing biota dan substrat yang dilihatnya
selama kurun waktu tersebut dan mencatatnya ke kertas
tahan air yang dibawanya.
Pada beberapa stasiun penelitian dipasang
transek permanen di kedalaman antara 3-5 m yang
diharapkan bisa dipantau di masa mendatang. Pada
lokasi transek permanen, data diambil dengan
menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT)
mengikuti English et al. , (1997), dengan beberapa
modifikasi. Panjang garis transek 10 m dan diulang
sebanyak 3 kali . Teknis pelaksanaan di lapangannya
yaitu seorang penyelam meletakkan pita berukuran
sepanjang 70 m sejajar garis pantai dimana posisi
pantai ada di sebelah kiri penyelam. Kemudian LIT
ditentukan pada garis transek 0-10 m, 30-40 m dan 60-
70 m. Semua biota dan substrat yang berada tepat di
garis tersebut dicatat dengan ketelit ian hingga
centimeter.
Dari data hasil LIT tersebut bisa dihitung nilai
persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota
dan substrat yang berada di bawah garis transek. Selain
itu juga bisa diketahui jenis-jenis karang batu dan
ukuran panjangnya, sehingga bisa dihitung nilai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index =
CRITC-COREMAP Jakarta 26
H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan
Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ;
Zar, 1996) untuk jenis karang batu pada masing-masing
stasiun transek permanen yang diperoleh dengan
metode LIT. Rumus untuk nilai H’ dan J’ adalah :
k H' = -Σ p i ln pi i=1 dimana pi = ni/N
ni = frekuensi kehadiran jenis i
N = frekuensi kehadiran semua jenis
J ' = (H'/H'max)
dimana H'max = ln S
S = jumlah jenis
Selain itu, beberapa analisa lanjutan dilakukan
dengan bantuan program statistik seperti analisa regresi
(Supranto, 1991; Neter et al. 1996), analisa korelasi
(Supranto, 1991; Neter et al. 1996), analisa
pengelompokan (Cluster analysis) (Warwick and
Clarke, 2001) dan Multi Dimensional Scaling (MDS)
(Warwick and Clarke, 2001).
4. Mega Benthos
Untuk mengetahui kelimpahan beberapa mega
benthos, terutama yang memiliki nilai ekonomis
penting dan bisa dijadikan indikator dari kesehatan
terumbu karang, dilakukan metode Reef Check (yang
CRITC-COREMAP Jakarta 27
dimodifikasi) pada semua stasiun transek permanen.
Semua biota tersebut yang berada 1 m di sebelah kiri
dan kanan pita berukuran 70 m tadi dihitung jumlahnya,
sehingga luas bidang yang teramati per transeknya
yaitu (2 x 70) = 140 m2.
Analisa lanjutan seperti analisa pengelompokan
(Cluster analysis) dan Multi Dimensional Scaling
(MDS) (Warwick and Clarke, 2001) dilakukan terhadap
data kelimpahan individu dari beberapa mega benthos
yang dijumpai.
5. Ikan Karang
Seperti halnya terumbu karang, metode RRI juga
diterapkan pada penelitian ini untuk mengetahui secara
umum jenis-jenis ikan yang dijumpai pada setiap ti t ik
pengamatan.
Sedangkan pada setiap tit ik transek permanen,
metode yang digunakan yaitu metode Underwater Fish
Visual Census (UVC), dimana ikan-ikan yang dijumpai
pada jarak 2,5 m di sebelah kiri dan sebelah kanan
garis transek sepanjang 70 m dicatat jenis dan
jumlahnya. Sehingga luas bidang yang teramati per
transeknya yaitu (5 x 70 ) = 350 m2.
Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada
Masuda (1984), Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers
(1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan
acuan dari Randall and Heemstra (1991) dan FAO
Species Catalogue Heemstra dan Randall (1993).
CRITC-COREMAP Jakarta 28
Sama seperti halnya pada karang, nilai indek
keanekaragaman Shannon (Shannon diversity index =
H’) (Shannon, 1948 ; Zar, 1996) dan indeks kemerataan
Pielou (Pielou’s evenness index = J’) (Pielou, 1966 ;
Zar, 1996) untuk jenis ikan karang di masing-masing
stasiun transek permanen dari hasil UVC.
Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan
karang dalam satuan unit individu/ha. Dari data
kelimpahan tiap jenis ikan karang yang dijumpai
dimasing-masing stasiun transek permanen dilakukan
analisa pengelompokan (Cluster analysis) dan Multi
Dimensional Scaling (MDS) (Warwick and Clarke,
2001).
Spesies ikan yang didata dikelompokkan ke
dalam 3 kelompok utama (ENGLISH, et al. , 1997),
yaitu :
a. Ikan-ikan target, yaitu ikan ekonomis penting dan
biasa ditangkap untuk konsumsi. Biasanya mereka
menjadikan terumbu karang sebagai tempat
pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan
target ini diwakili oleh famili Serranidae (ikan
kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethrinidae (ikan
lencam), Nemipteridae (ikan kurisi), Caesionidae
(ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang),
Haemulidae (ikan bibir tebal), Scaridae (ikan kakak
tua) dan Acanthuridae (ikan pakol);
b. Ikan-ikan indikator , yaitu jenis ikan karang yang
khas mendiami daerah terumbu karang dan menjadi
indikator kesuburan ekosistem daerah tersebut.
CRITC-COREMAP Jakarta 29
Ikan-ikan indikator diwakili oleh famili
Chaetodontidae (ikan kepe-kepe);
c. Ikan-ikan major , merupakan jenis ikan berukuran
kecil , umumnya 5–25 cm, dengan karakteristik
pewarnaan yang beragam sehingga dikenal sebagai
ikan hias. Kelompok ini umumnya ditemukan
melimpah, baik dalam jumlah individu maupun
jenisnya, serta cenderung bersifat teritorial. Ikan-
ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu
karang, diwakili oleh famili Pomacentridae (ikan
betok laut), Apogonidae (ikan serinding), Labridae
(ikan sapu-sapu), dan Blenniidae (ikan peniru).
CRITC-COREMAP Jakarta 30
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SISTEM INFORMASI GEOGRAFI
Peta akhir hasil analisis dideskripsi dan dibahas
berdasarkan data hasil pengamatan lapangan yang telah
dikumpulkan. Selain itu dibahas pula geometri citra dan
keterbatasan yang ada dalam pemrosesan citra sehingga
tersusun peta akhir.
1. Geometri Citra
Data mentah citra (raw data) sudah dalam
kondisi terkoreksi geometri karena produk data Landsat
7 ETM+ yang dipasarkan merupakan data level 1G.
Pada level ini data sudah terkoreksi geometri dengan
datum WGS’84 menggunakan sistem koordinat
Universal Transverse Mercator (UTM). Berdasarkan
keterangan yang tertera pada dokumen produk data
Landsat 7, data yang direkam satelit memiliki t ingkat
kesalahan posisi kurang dari 50 meter. Ketelit ian ini
dapat dinaikkan lagi dengan aplikasi koreksi geometri
menggunakan ground control points (GCP) lokal
sampai mencapai kurang dari 15 meter kesalahannya.
Untuk studi kali ini, walaupun rencananya akan
diaplikasikan koreksi geometri citra ke koordinat lokal
dengan GCP lokal, hal ini t idak jadi dilaksanakan. Ini
didasari suatu kenyataan bahwa dari semua tit ik ground
check di lapangan yang tersebar pada terumbu dekat
pantai, terumbu tengah dan tubir, ternyata kesemuanya
CRITC-COREMAP Jakarta 31
dapat diplot dengan baik pada peta dasar. Ini
mengindikasikan bahwa tingkat kesalahan posisi karena
kesalahan geometri peta hasil interpretasi kurang dari 1
piksel citra (kurang dari 30 meter). Untuk itu koreksi
geometri dengan koordinat lokal sudah tidak diperlukan
lagi karena seluruh posisi hasil pengukuran di lapangan
akan dapat diplotkan ke peta dasar dengan presisi
t inggi.
2. Interpretasi Citra
Sebelum proses klasifikasi, batas-batas pulau dan
juga batas tubir terumbu didigitasi. Pada prakteknya
pendigitasian ini menemui kendala ketika harus
mendigit daerah yang tertutup awan. Satu-satunya jalan
adalah dengan mendigit secara menduga-duga.
Konsekuensinya, hasil digitasi merupakan batas yang
tidak akurat. Hal inilah yang menjadi kendala dan
sekaligus merupakan keterbatasan metode ini. Namun
demikian oleh karena kondisi citra yang tertutup awan
ini t idak begitu banyak dijumpai maka dapatlah
dimaklumi.
Keterbatasan lain dengan klasifikasi dengan citra
ini adalah keterbatasan kemampuan energi
elektromagnetik dalam hal penetrasinya pada perairan.
Oleh karena itu untuk keperluan interpretasi obyek
bawah air seperti kali ini hanya menggunakan band 1,
2, 3, dan 4 sebagai masukan dalam proses penyusunan
komposit citra. Ini didasari beberapa referensi yang
mengatakan bahwa band-band itulah yang mampu
menembus kedalam air. Pada perairan agak jernih
CRITC-COREMAP Jakarta 32
sampai jernih (seperti di daerah studi) band 4 dapat
menembus sampai kedalaman 0,5 meter. Band 3 dapat
menembus sampai kedalaman sekitar 5 meter. Band 2
lebih dalam lagi yaitu mencapai 15 meter, dan band 1
dapat mencapai 25 meter bahkan bisa diatas 30
meteran. Ini berarti bahwa obyek, apapun itu, yang
berada di kedalaman lebih dari 25 m sangat sulit
diidentifikasi.
Pada studi ini telah disebutkan bahwa untuk peta
tentatif obyek bawah air di perairan dangkal
diklasifikasi menjadi 3 klas yaitu fringing reef, patch
reef, dan shoal . Setelah dilakukan pengecekan lapangan
di seluruh tit ik sampel, ternyata hanya dijumpai kurang
dari 10 % yang kurang tepat delineasinya (salah
interpretasi). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ketelit ian interpretasi lebih dari 90%. Beberapa lokasi
sampel yang salah tersebut kemudian dilakukan
delineasi ulang berdasarkan data dari lapangan.
Hasilnya kemudian disajikan menjadi peta sebaran
terumbu karang dan mangrove. Berdasarkan peta hasil
akhir ini kemudian dihitung luas mangrove dan terumbu
karang. Hasilnya disajikan pada Tabel 1.
Dari citra satelit dapat diinterpretasi bahwa
mangrove (dan juga nipah) hidup subur di pantai yang
menjadi muara sungai. Di pantai yang tidak
bermangrove umumnya berkembang terumbu karang.
Sebarannya cukup tipis di dalam teluk dan cukup tebal
di pulau-pulau kecil yang ada dalam teluk. Untuk P.
Mansalar, terumbu karang tepi berkembang
CRITC-COREMAP Jakarta 33
mengelilingi pulau dengan aebaran agak tipis di utara
dan semakin menebal ke arah selatan.
Tabel 1. Luas mangrove dan terumbu karang di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Luas (km2)
Jenis Tutupan Pelabuhan Sibolga dan sekitarnya
Desa Sitardas, Teluk Tapian
Nauli dan sekitarnya
P. Mansalar
Luas
seluruhnya
(km2)
Mangrove 0,4514 2,9776 4,5612 7,9902
Terumbu karang Fringing reef 1,2127 3,0422 16,4108 20,6657 Patch reef 0,4568 - - 0,4568 Shoal 0,2173 0,3845 3,6329 4,2347
B. KUALITAS PERAIRAN
Penelitian mengenai kualitas perairan meliputi
parameter fisika dan kimia.
1. Temperatur
Kondisi temperatur di perairan sekitar pelabuhan
Sibolga relatif t inggi dibandingkan perairan yang lebih
terbuka di sebelah baratnya seperti di P. Mansalar
(Tabel 2). Kisaran temperatur di perairan sekitar
Sibolga ini antara 29.4038°C dan 30.3487°C dengan
rerata 30,0322°C, di perairan sekitar desa Sitardas yang
berada di Selatan Teluk Tapian Nauli antara 28,1521°C
dan 29,7296°C dengan rerata 29,3733°C, sedangkan di
CRITC-COREMAP Jakarta 34
perairan P. Mansalar antara 29,2074°C dan 29,9513°C
dengan rerata 29,6634°C.
Dari ketiga lokasi yang berada di Kabupaten
Tapanuli Tengah tersebut, temperatur air laut yang
terendah dijumpai di perairan Desa Sitardas, yaitu
28,1521°C. Profil temperatur di masing-masing stasiun
pengamatan di tampilkan pada Gambar 7.a. untuk
perairan pelabuhan Sibolga, Gambar 7.b. untuk perairan
di desa Sitardas yang berada di selatan Teluk Tapian
Nauli, dan Gambar 7.c. untuk perairan di P. Mansalar.
Untuk lokasi Pelabuhan Sibolga, stasiun-stasiun
yang berada di daratan Sumatera (St.1, St.2, St.3 dan
St.4) memiliki temperatur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan St.5 dan St.6 yang berada di
pulau kecil dekat daratan Sumatera.
Tabel 2. Hasil pengukuran temperatur pada seluruh
stasiun peneli t ian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Lokasi
Statistik Pelabuhan Sibolga dan sekitarnya
Desa Sitardas,
Teluk Tapian Nauli bagian
selatan
P. Mansalar
Jumlah data 72 284 369 Minimum 29,4038 28,1521 29,2074 Maksimum 30,3487 29,7296 29,9513 Kisaran 0,9449 1,5775 0,7439 Rerata 30,0322 29,3733 29,6634 Standar deviasi 0,2203 0,3256 0,1676
CRITC-COREMAP Jakarta 35
Gambar 7.a. Profi l temperatur dan sal ini tas di perairan pelabuhan Sibolga dan sekitarnya.
Gambar 7.b. Profi l temperatur dan sal ini tas di perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 36
Gambar 7.c. Profi l temperatur dan sal ini tas di perairan P. Mansalar .
2. Salinitas
Salinitas air laut yang terekam di stasiun-stasiun
penelitian di perairan sekitar Sibolga berkisar antara
32,1851 PSU hingga 33,6430 PSU, di perairan desa
Sitardas antara 31,7693 PSU hingga 33,3517 PSU dan
di perairan P. Mansalar antara 32,4277 PSU hingga
33,8446 PSU (Tabel 3). Profil salinitas di masing-
masing stasiun pengamatan di tampilkan pada Gambar
7.a. untuk perairan pelabuhan Sibolga, Gambar 7.b.
untuk perairan di desa Sitardas yang berada di Teluk
Tapian Nauli, dan Gambar 7.c. untuk perairan di P.
Mansalar.
Diperairan P. Mansalar terdapat air terjun yang
langsung bermuara ke laut dimana pengaruhnya sangat
terasa terhadap massa air laut dari permukaan hingga
CRITC-COREMAP Jakarta 37
kedalaman 2 m. Hal ini terlihat pada St.5 P. Mansalar
dimana salinitas di permukaannya sebesar 34,55 PSU
dan menurun hingga 33,2 PSU pada kedalaman 2 m
(Gambar 7.c.).
Tabel 3. Hasil pengukuran sal ini tas pada seluruh stasiun peneli t ian di perairan di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Lokasi
Statistik Pelabuhan Sibolga
Desa Sitardas,
Teluk Tapian Nauli bagian
selatan
P. Mansalar
Jumlah data 72 284 369 Minimum 32,1851 31,7693 32,4277 Maksimum 33,6430 33,3517 33,8446 Kisaran 1,4579 1,5824 1,4169 Rerata 33,3228 33,0312 33,3818 Standar deviasi 0,2887 0,3320 0,2392
3. Arus
Pada lintasan ADCP antara P. Mansalar hingga
Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian
Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II)
menunjukkan bahwa pengaruh pasang surut t idak
dominan di perairan ini (Gambar 8). Arah arus menuju
selatan (Gambar 8) baik dalam kondisi pasang bergerak
surut maupun pada saat menuju pasang. Pada lintasan
II, kecepatan arus yang terekam mencapai 75 cm/detik,
sedangkan pada Lintasan I kecepatan arusnya relatif
lebih lemah.
CRITC-COREMAP Jakarta 38
Gambar 8. Vektor arus antara P. Mansalar hingga Pelabuhan Sibolga (Lintasan I) dan dari Teluk Tapian Nauli bagian selatan hingga P. Mansalar (Lintasan II) .
CRITC-COREMAP Jakarta 39
4. Fosfat
Fosfat dalam air alam terdapat sebagai senyawa
ortofosfat, polifosfat, dan fosfat organis. Senyawa
fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut,
tersuspensi atau terikat dalam sel organisme dalam air.
Fosfat merupakan salah satu nutrisi bagi organisme
perairan. Hasil pengukuran kadar fosfat di perairan
Kabupaten Tapanuli Tengah antara 1,34-71,65 μg.at/l
(Gambar 9). Pada St.12 yang terletak di dekat
pelabuhan laut Sibolga, kadar fosfatnya sangat tinggi
sekali dibandingkan dengan stasiun-satasiun lainnya
yaitu sebesar 71,65μg.at/l . Dengan mengabaikan kadar
fosfat pada St. 12 ini, rerata kadar fosfat di perairan
Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 1,42 μg.at/l .
Kadar fosfat di perairan laut yang normal, yaitu
antara 0,01- 1,68 μg.at/l (Sutamihardja, 1987), dan
antara 0,01 - 4 μg.at/l (Brotowidjoyo et al . , 1995),
Menurut Ilahude & Liasaputra (1980) kadar fosfat di
lapisan permukaan di perairan yang tersubur di dunia
mendekati 0,60 μg.at/l , sedangkan menurut Liaw (1969)
kadar fosfat di perairan yang cukup subur berkisar
antara 0,07-1,61 μg.at/l . Kantor MNLH (2004)
memberikan Nilai Ambang Batas (NAB) untuk fosfat
sebesar 0.015 ppm atau 4,9 μg.at/l untuk biota dan
wisata bahari. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
secara umum kadar fosfat di perairan Tapanuli Tengah
ini masih tergolong normal (kecuali di St.12 yang
berada dekat Pelabuhan Sibolga), dan masih baik untuk
pertumbuhan karang. Sebagai pembanding dapat dilihat
CRITC-COREMAP Jakarta 40
kadar fosfat di perairan ekosistem terumbu karang Eri
(Teluk Ambon) dan Raha yang kondisi karangnya
termasuk kategori sangat baik berkisar antara 0,70-1,88
μg.at/l (Wenno et al . , 1983, Sutarna, 1987) dan antara
0,13-1,79 μg.at./ l (Edward, 2004).
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
Fosf
at (u
g.at
/l)
Gambar 9 . Kadar Fosfat (μg.at / l) di masing-masing
stasiun peneli t ian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
5. Nitrit
Nitrit merupakan senyawa nitrogen yang
dijumpai dalam jumlah yang kecil di perairan yang
masih alami. Senyawa ini kurang stabil tergantung
pada kadar oksigen terlarut yang terdapat dalam air.
Menurut Winarno (1986) nitrit merupakan salah satu
indikator adanya pencemaran oleh senyawa organis.
Nitrit juga bersifat racun karena dapat bereaksi dengan
haemoglobin dalam darah, sehingga darah tidak dapat
mengangkut oksigen, di samping itu nitrit juga dapat
membentuk nitrosamin pada air buangan tertentu dan
CRITC-COREMAP Jakarta 41
dapat menimbulkan kanker (Alaert & Santika, 1984).
Kantor MNLH (1988) menetapkan Nilai Ambang Batas
(NAB) untuk nitrit adalah nihil (t idak diperkenankan)
untuk budidaya perikanan, taman laut konservasi dan
pariwisata dan rekreasi. Kantor MNLH (2004) tidak
mencantumkan nitrit sebagai salah satu parameter
kualitas air.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar nitrit di
perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, diperoleh kadar
nitrit yang sangat bervariasi yaitu antara 1,21-12,39
ug.at/l (Gambar 10). Seperti halnya fosfat, di St. 12
yang berada di pelabuhan Sibolga, memiliki kadar nitrit
yang sangat tinggi dibandingkan dengan di stasiun-
stasiun lainnya yaitu sebesar 12,39 ug.at/l . Dengan
mengabaikan kadar nitrit pada St. 12 ini, rerata kadar
nitrit di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar
2,62 μg.at/l .
0
2
4
6
8
10
12
14
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
Kad
ar N
itrit
(ug.
at/l)
Gambar 10 . Kadar Nitr i t (μg.at / l) di masing-masing stasiun peneli t ian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
CRITC-COREMAP Jakarta 42
6. Nitrat
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang
stabil . Nitrat merupakan salah satu unsur penting untuk
sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan hewan, seperti
halnya fosfat, nitrat dalam kadar yang tinggi dapat
menstimulasi pertumbuhan ganggang secara tidak
terbatas, sehingga air kekurangan oksigen terlarut.
Hasil pengukuran kadar nitrat (NO3-N) di perairan
Tapanuli Tengah berkisar antara 1,15-40,04 μg.at/l ,
dimana pada St. 12 yang berada di pelabuhan Sibolga
memiliki kadar nitrat yang sangat t inggi dibandingkan
dengan stasiun lainnya yaitu sebesar 40,04 μg.at/l
(Gambar 11).
Dengan mengabaikan kadar nitrat pada St. 12 ini,
rerata kadar nitrat di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah sebesar 4,99 μg.at/l . Kadar nitrat di perairan
ini tergolong relatif t inggi. Kadar nitrat di perairan laut
yang normal berkisar antara 0,01 – 0,50 μg.at/l
(Brotowidjoyo et al . , 1995). Departemen Pertanian
menetapkan kadar nitrat yang diperkenankan untuk
tujuan budidaya perikanan antara lain untuk ikan
kakap dan kerapu berkisar antara 0,9-3,2 μg.at/l
(Anonim, 1985). Seperti halnya fosfat, variasi kadar
nitrat juga erat kaitannya dengan kepadatan
fitoplankton. Kantor MNLH (1988) memberikan Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk nitrat adalah 0,008 ppm
atau 26,27 μg.at/l untuk biota dan wisata bahari.
Walaupun kadar nitrat di perairan ini tergolong
tinggi, namun masih relatif baik untuk karang
CRITC-COREMAP Jakarta 43
disebabkan karena nitrat (seperti halnya fosfat)
merupakan nutrisi bagi organisme perairan. Sebagai
pembanding dapat dilihat kadar nitrat di perairan
ekosistem terumbu karang di Eri (Teluk Ambon) dan
Raha yang kondisi karangnya termasuk kategori sangat
baik berkisar antara 0,22-5,10 μg.at/l (Wenno et al . ,
1983., Sutarna, 1987) dan antara 0,20-2,66 μg.at/l
(Edward, 2004).
05
1015202530354045
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
Kada
r Nitr
at (u
g.at
/l)
Gambar 11 . Kadar Nitrat (μg.at / l) di masing-masing
stasiun peneli t ian di lokasi peneli t ian di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
7. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut merupakan parameter mutu air
yang penting bagi kehidupan biota perairan. Kadar
senyawa organis yang tinggi di suatu perairan akan
menghabiskan banyak oksigen untuk penguraiannya.
Perubahan kadar oksigen yang drastis dapat
menimbulkan kematian bagi biota perairan. Hasil
pengukuran kadar oksigen terlarut di Perairan Tapanuli
CRITC-COREMAP Jakarta 44
Tengah berkisar antara 4,52-6,88 ppm dengan rerata
6,28 ppm (Gambar 12).
0
2
4
6
8
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
Kad
ar O
ksig
en te
rlaru
t (pp
m)
Gambar 12 . Kadar Oksigen terlarut (ppm) di masing-
masing stasiun peneli t ian di lokasi peneli t ian di perairan Tapanuli Tengah.
Kadar oksigen di perairan ini masih sesuai
dengan kadar oksigen terlarut di lapisan permukaan
pada perairan laut yang normal umumnya. Menurut
Sutamihardja (1987) kadar oksigen di permukaan laut
yang normal berkisar antara 5,7 – 8,5 ppm. Nilai
Ambang Batas (NAB) kadar oksigen terlarut untuk
biota laut dan pariwisata adalah > 5 ppm (Kantor
MNLH, 2004). Untuk koral, Kantor MNKLH (2004)
tidak memberikan NAB. Hal ini mungkin disebabkan
karena umumnya koral berada di perairan dangkal, di
mana proses fotosintesis dan difusi oksigen dari
atmosfir masih dapat berlangsung dengan baik. Kadar
oksigen terlarut di dalam massa air biasanya nilainya
berkisar antara 6-14 ppm (4,28-10 ml/l) (Connel et al . ,
CRITC-COREMAP Jakarta 45
1995). Kandungan oksigen terlarut sebesar 5 ppm
dengan suhu air berkisar antara 20-30oC pada umumnya
relatif masih baik untuk kehidupan ikan. Bahkan bila
dalam perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang
bersifat toksik (tidak tercemar) kandungan oksigen
sebesar 2 ppm sudah cukup untuk mendukung
kehidupan organisme perairan (Riva’i et al . , 1982).
Menurut Sutamihardja (1987), kadar oksigen di
perairan laut yang tercemar ringan di lapisan
permukaan adalah 5 ppm, dengan demikian dilihat dari
kadar oksigen terlarutnya dapat dikatakan bahwa
perairan ini relatif belum tercemar oleh senyawa-
senyawa organis. Kadar oksigen hasil pengamatan ini
juga masih baik untuk terumbu karang. Kadar oksigen
terlarut pada ekosistem terumbu karang Eri (Teluk
Ambon) yang kondisi karangnya termasuk kategori
sangat baik berkisar antara 3,10-5,67 ml/l (Wenno et
al . , 1983., Sutarna, 1987), di perairan Ihamahu Saparua
berkisar antara 3,8-4,2 ml/l (Sutarna, 1988), dan
perairan Raha berkisar antara 3,68 – 4,53 ml/l (5,05 –
6,34 ppm)(Edward, 2004). Menurut Dai (1991) kadar
oksigen di Teluk Nanwan (Taiwan) dimana terumbu
karang tumbuh dan berkembang dengan baik berkisar
antara 4.27 – 7.14 ppm (3.05-5.1 ml/l). Dengan
demikian kadar oksigen di perairan ini termasuk
kategori baik.
8. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman air penting untuk menentukan
nilai daya guna dari air tersebut baik untuk berbagai
CRITC-COREMAP Jakarta 46
kepentingan. pH adalah ukuran tingkat keasaman dari
air atau besarnya konsentrasi ion H dalam air dan
merupakan gambaran keseimbangan antara asam (H+)
dan basa (OH-) dalam air. Nilai pH sangat
mempengaruhi daya produktivitas suatu perairan. Nilai
hasil pengukuran pH di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah berkisar antara 7,6.-8,1 dengan rerata 7,99
(Gambar 13).
7.4
7.6
7.8
8.0
8.2
8.4
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
pH
Gambar 13 . Nilai Derajat keasaman (pH) di masing-
masing stasiun peneli t ian di lokasi peneli t ian di perairan Tapanuli Tengah.
Variasi pH ini umumnya disebabkan oleh proses-
proses kimia dan biologis yang dapat menghasilkan
senyawa-senyawa kimia baik yang bersifat asam
maupun alkalis. Selain itu adanya masukan-masukan
limbah yang bersifat asam atau alkalis dari daratan
dapat pula menjadi penyebab variasi pH. Nilai pH yang
diperoleh di perairan ini relatif masih sesuai dengan pH
yang dijumpai di perairan laut yang normal. Nilai pH di
perairan laut yang normal berkisar antara 8,0-8,5
CRITC-COREMAP Jakarta 47
(Salim, 1986) dan antara 7,0-8,5 (Odum, 1971). Untuk
perairan Indonesia pH air laut permukaan berkisar
antara 6,0-8,5 (Romimohtarto, 1988). Nilai pH ini
masih baik untuk berbagai kepentingan. EPA (1973)
menetapkan kisaran pH untuk perikanan antara 6,5-8,5.
Kantor MNLH (2004) menetapkan Nilai Ambang Batas
pH 7-8,5 ± 0,2 satuan pH untuk biota dan wisata
bahari, sedangkan untuk koral Kantor MNLH tidak
memberikan NAB. Hal ini menunjukkan bahwa pH
tidak memberikan dampak negatif terhadap koral. pH
yang mendekati netral dan tidak menyebabkan iritasi
pada mata dan kulit , merupakan pH yang diinginkan
untuk pariwisata (mandi, selam dan renang) (EPA,
1973). Derajat keasaman (pH) di perairan Raha yang
kondisi karangnya relatif masih baik berkisar antara
7,4-8,2. Dengan demikian dilihat dari nilai pH nya,
kualitas perairan ini termasuk kategori baik.
9. Kecerahan
Kecerahan merupakan ukuran sejauh mana
penetrasi cahaya matahari dapat masuk ke perairan.
Dari seluruh stasiun di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah, dimana penarikan sampel dilakukan di daerah
lereng terumbu dengan kedalaman antara 5 m – 15 m,
masih terlihat dasar perairan (Tampak Dasar).
Kecerahan air laut umumnya dipengaruhi oleh
curah hujan. Curah hujan yang tinggi akan
menyebabkan terjadi turbulensi dan membawa lumpur-
lumpur yang berasal dari darat melalui aliran-aliran
sungai ke perairan laut, sehingga perairan laut menjadi
CRITC-COREMAP Jakarta 48
keruh. Menurut Sutarna (1987), keadaan seperti ini
merupakan salah satu penyebab rusaknya terumbu
karang di perairan laut akibat tertutup lumpur atau
sedimen. Kantor MNLH (1988) menetapkan NAB
kecerahan adalah > 3 m untuk perikanan, > 5 m untuk
koral dan > 6 m untuk pariwisata (KMNLH, 2004).
Sebagai pembanding dapat dilihat kecerahan air
laut di Pulau Banda dan sekitarnya di mana kondisi
karangnya relative masih baik berkisar anatara 18-45 m
dan di perairan Raha antara tampak dasar (TD)-8,5 m.
Dengan demikian berdasarkan kecerahannya, kualitas
perairan ini termasuk kategori baik. Kecerahan
berbanding terbalik dengan kekeruhan, makin cerah
suatu perairan makin rendah tingkat kekeruhannya.
Kekeruhan air adalah suatu ekspresi sifat optik air yang
berkaitan dengan pembiasan dan penyerapan cahaya
oleh bahan-bahan yang tersuspensi dalam air, sehingga
transmisi cahaya tidak berada dalam garis lurus. Oleh
karena itu kekeruhan, warna, dan kecerahan air
merupakan fenomena-fenomena kualitas air yang saling
berkaitan (NTAC, 1968). Welch (1952), Ruttner (1963),
Boyd (1979, Alabaster & Lioyd (1980) menyatakan
bahwa kekeruhan air terutama disebabkan oleh bahan-
bahan yang tersuspensi dan koloid dalam air. Bahan-
bahan tersebut dapat berupa plankton, jasad-jasad
renik, bahan organik halus dan partikel-partikel tanah.
Perairan dengan kekeruhan tinggi, akan menghalangi
penetrasi cahaya dari udara ke permukaan air, sehingga
proses fotosintesis berlangsung tidak sempurna, dan
akibatnya produktivitas primer perairan rendah.
CRITC-COREMAP Jakarta 49
10. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran
organisme, bahan-bahan organik tersuspensi yang
berwarna, ekstrak senyawa organik dan tumbuh-
tumbuhan. Selain itu dapat pula disebabkan oleh air
l imbah baik limbah perkotaan atau domestik maupun
industri . Umumnya warna air adalah warna yang
disebabkan oleh zat-zat terlarut dan zat tersuspensi.
Hasil pengukuran warna air laut di seluruh stasiun di
perairan Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan
bahwa warna air masih alami yakni berkisar antara
hijau muda sampai biru tua. Warna hijau muda
umumnya dijumpai pada lokasi yang relatif dekat
dengan pantai (lebih kurang 25 m), sedangkan biru tua
relatif agak jauh dari pantai (50m -100 m).
Nilai ini masih sesuai dengan NAB yang
ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut (1988) untuk
kepentingan perikanan yakni sebesar < 50 Pt.Co. Baku
Mutu Air laut (KMNLH, 2004) tidak memasukan warna
air sebagai salah satu parameter fisika. Dengan
demikian berdasarkan warna air, kualitas perairan ini
masih termasuk kategori baik.
11. Bau
Bau umumnya disebabkan oleh dekomposisi
l imbah organik secara anaerob. Penguraian senyawa
organis secara anearob oleh bakteri menghasilkan gas
beracun dan berbau seperti ammonia, hidrogen sulfida,
dan metana. Hasil pengukuran bau yang dilakukan
CRITC-COREMAP Jakarta 50
secara organoleptik di 22 stasiun di perairan Kabupaten
Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa air laut yang
berbau hanya dijumpai di 3 stasiun, yaitu St.12, St.13
dan St.14 yang semuanya berada di dekat pelabuhan
Sibolga. Bau ini berasal dari gas-gas yang dihasilkan
dari dekomposisi senyawa organik.
Hasil ini masih sesuai dengan NAB yang
ditetapkan oleh Baku Mutu Air Laut (KMNLH, 2004)
untuk biota yaitu bau alami (diperbolehkan) kecuali di
ketiga stasiun tadi (St.12, St.13 dan St.14) yang baunya
sangat kuat dan tidak alami. Untuk wisata bahari
KMNLH menetapkan NAB bau adalah tidak bau (TB),
sedangkan untuk koral KMNLH tidak menetapkan NAB.
Dengan demikian berdasarkan baunya, kualitas air laut
di perairan ini termasuk kategori baik untuk Biota.
12. Sampah/Benda Padat Terapung (BPT)
Sampah/Benda terapung umumnya berasal dari
aktivitas manusia baik di darat maupun di perairan laut
sendiri . Benda terapung dapat berupa botol plastik,
plastik pembungkus, kaleng, karet/sandal,
tanaman/kelapa. Hasil pengamatan benda padat
terapung yang dilakukan di perairan Kabupaten
Tapanuli Tengah diperoleh bahwa sekitar 73 % stasiun
(16 stasiun dari 22 stasiun pengamatan) diperoleh
sampah/benda terapung, yang berupa serasah tumbuhan
seperti kelapa, mangrove, semak belukar, dan juga
kertas, plastik dan kayu, walaupun jumlahnya tidak
terlalu banyak.
CRITC-COREMAP Jakarta 51
NAB untuk sampah yang ditetapkan Baku Mutu
Air Laut (KMNLH, 2004) untuk biota dan wisata bahari
adalah nihil , sedangkan untuk koral Kantor MNLH
tersebut tidak memberikan NAB. Dengan demikian
dilihat dari hasil pengamatan benda padat terapung,
kualitas perairan ini termasuk kategori sedang,
mengingat sampah/benda padat terapung merupakan
serasah tumbuhan yang berupa daun, ranting hanya
sedikit yang berupa plastik, kaleng, kayu, dan kertas.
13. Zat Padat Tersuspensi (TSS)
Padatan tersuspensi adalah zat padat atau partikel
yang mempunyai diameter 1 μm yang dapat
menyebabkan kekeruhan pada air, t idak larut dan tidak
dapat mengendap langsung. Biasanya berupa partikel-
partikel anorganik, organik, maupun campuran
keduanya. Partikel-partikel tersebut berasal dari run-
off, aliran sungai, buangan industri dan rumah tangga.
Zat padat tersuspensi ini merupakan pencemar umum
yang hampir dijumpai di semua perairan alam. Bahkan
di perairan yang relatif bersih dan belum tercemar juga
dijumpai zat padat tersusupensi dalam bentuk liat, debu
dan pasir. Kadar TSS di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah sangat bervariasi yaitu berkisar antara 3.39-
28.25 ppm dengan rerata 7.05 ppm. Kadar TSS pada
St.12, St.13 dan St.14 yang berada di sekitar pelabuhan
Sibolga memiliki kadar TSS yang lebih tinggi yaitu
sebesar 28,25; 18,14; dan 14,75 ppm. Hasil pengukuran
kadar TSS di masing-masing stasiun pengamatan di
sajikan pada Gambar 14.
CRITC-COREMAP Jakarta 52
0
5
10
15
20
25
30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Stasiun
TSS
(ppm
)
Gambar 14 . Nilai TSS (ppm) di masing-masing stasiun peneli t ian di lokasi peneli t ian di perairan Tapanuli Tengah.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa kadar TSS di
perairan ini relatif rendah dan belum menimbulkan
pengaruh terhadap terumbu karang. Sebagai
pembanding, kadar TSS di perairan Raha yang kondisi
karangnya relatif masih baik berkisar antara 70-80
ppm. Kantor MNLH (2004) menetapkan Nilai Ambang
Batas (NAB) untuk padatan tersuspensi sebesar 20 ppm
untuk kepentingan koral dan wisata bahari, sedangkan
Kantor MNLH (1988) memberikan NAB untuk budidaya
perikanan < 80 ppm. Menurut Sulastri & Bajoeri
(1995) kandungan TSS > 25 mg/l dapat menurunkan
produksi biota perairan. Dengan demikian berdasarkan
kadar zat padat tersuspensi, secara umum kualitas
perairan ini termasuk kategori baik.
CRITC-COREMAP Jakarta 53
C. MANGROVE
Wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah mencakup
pantai P. Sumatera dan beberapa pulau di depannya
termasuk Pulau Mansalar. Di pantai P. Sumatera yang
masuk dalam kabupaten Tapanuli Tengah, kondisi
mangrove hampir menyerupai kondisi mangrove di pulau-
pulau kecil lainnya itu. Tapi di daerah aliran sungai
Jago-jago kondisi mangrovenya berbeda dengan pulau-
pulau lainnya dimana di sepanjang sungainya ditumbuhi
jenis Nypa fruticans yang dibarengi dengan asosiasi jenis
lain seperti Xylocarpus granatum, Cerbera odollam,
Sonneratia alba dan lainnya (Tabel 4). Selain itu juga
ditemukan Sonneratia caseolaris yang tidak ditemukan di
pulau lainnya. Jenis ini umumnya ditemukan di aliran
sungai yang kondisi salinitas airnya rendah.
Hasil koleksi bebas dan pencuplikan data yang di
lakukan sebanyak 3 transek di P. Mansalar dan 1 transek
di Sibolga berhasil dijumpai 20 jenis mangrove yang
termasuk dalam 10 suku (Tabel 4).
Dari pencuplikan data pohon (diameter > 10 cm),
didapatkan 5 jenis mangrove (Tabel 5) yang didominasi
oleh Rhizophora mucronata dengan nilai penting 170,96
% dan Rhizophora apiculata yang merupakan codominan
dengan nilai penting 66,49 % (Tabel 5 dan Tabel 6).
Jenis tersebut ditemukan di P. Mansalar yang merupakan
teluk dengan ketebalan mangrove 400 – 500 meter.
Tumbuhan yang berbentuk pohon ini terletak sekitar 100
meter dari pantai ke arah dalam. Walaupun kerapatannya
CRITC-COREMAP Jakarta 54
jarang tetapi kepadatannya mencapai 288 batang per
hektar dengan ketinggian rata-rata mencapai 14,74 meter
dan diameter batang rata-rata 16,30 cm (Tabel 7).
Tabel 4. Jenis mangrove yang dijumpai ( tanda +) di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Lokasi
No. S u k u No. J e n i s P. Mansalar
Teluk Tapian Nauli
1. Acanthaceae 1. 1. Acanthus illicifolius + 2. Apocynaceae 2. 2. Cerbera odollam + 3. Combretaceae 3. Lumnitzera littorea + + 4. L. racemosa +
4. Goodeniaceae 5. Scaevola taccada 5. Lythraceae 6. Phempis acidula + 7. Thespesia populnea + +
6. Malvaceae 8. Xylocarpus granatum + + 9. X. moluccensis +
7. Palmae 10. Nypa fruticans + 11. Oncosperma filamentosa + +
8. Polypodiaceae 12. Acrostichum aureum + + 9. Rhizophoraceae 13. Bruguiera gymnorrhiza + + 14. Ceriops decandra + + 15. C. tagal + + 16. Rhizophora apiculata + + 17. R. mucronata + + 18. R. stylosa + +
10. Combretaceae 19. Sonneratia alba + + 20. S. caseolaris +
Tabel 5. Daftar Nilai Penting ( % ) jenis pohon mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No. Jenis Nilai Penting 1. Rhizophora apiculata 66,49 2. R. mucronata 170,96 3. Lumnitzera racemosa 29,17 4. Xylocarpus granatum 16,69 5. Sonneratia alba 16,69
CRITC-COREMAP Jakarta 55
Tabel 6. Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No. Jenis KN (%)
FN (%)
DN (%)
NP (%)
1. Rhizophora mucronata 60,86 42,87 67,23 170,96 2. R. apiculata 21,74 28,57 16,18 66,49 3. Lumnitzera racemosa 8,70 14,28 6,19 29,17 4. Xylocarpus granatum 4,35 7,14 5,20 16,69 5. Sonneratia alba 4,35 7,14 5,20 16,69
Tabel 7. Gambaran mengenai struktur mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Atribut vegetasi Struktur Keterangan Pohon :
• Dominan • Codominan
Rm (NP: 170,96 %) Ra (NP: 66,49 %)
Anak pohon : • Dominan • Codominan
Rm (NP: 103,40 %) Ra (NP: 95,23 %)
Kepadatan : • Pohon (batang/Ha) • Anak pohon (batang/Ha)
288 2995
Rata-rata tinggi (m): • Pohon • Anak pohon
14,74 5,35
Banyaknya jenis 19
Rata2 diameter (cm): • Pohon • Anak pohon
16,30 4,54
NP = Nilai Penting Rm = Rhizophora mucronata Ra = Rhizophora apiculata
CRITC-COREMAP Jakarta 56
Untuk anak pohon (diameter 2 - < 10 cm) di Pulau
Mansalar di dominasi jenis Rhizophora mucronata
dengan nilai penting 128,97 % sedang codominan
diduduki jenis Rhizophora apiculata dengan nilai penting
104,86 %. Ke empat jenis lainnya mempunyai nilai
penting kurang dari 50 % (Tabel 8). Di pantai P.
Sumatera sendiri mangrove yang berupa anak pohon di
dominasi jenis Rhizophora stylosa dengan nilai penting
148,67 % dan Rhizophora apiculata dengan nilai penting
73,04 % (Tabel 8).
Secara keseluruhan untuk Kabupaten Tapanuli
Tengah jenis yang mempunyai kriteria anak pohon di
dominasi Rhizophora mucronata (NP. 103,46 %) dan
Rhizophora apiculata sebagai codominan dengan nilai
penting 95,23 % (Tabel 9). Ke tiga jenis lain yaitu
Lumnitzera racemosa, Xylocarpus granatum dan Ceriops
tagal mempunyai nilai penting kurang dari 50 %.
Kepadatan anak pohon mencapai 2995 batang per hektar
yang mempunyai rata-rata ketinggian 5,35 m dengan
diameter rata-rata mencapai 4,54 cm.
Dibandingkan dengan hasil yang diperoleh di Nias
dan Mentawai yang posisinya sama-sama terletak di
bagian barat P. Sumatera, kepadatan kategori pohon
mangrove di Tapanuli Tengah (288 batang/ha) lebih
sedikit dibandingkan di Mentawai (473 batang/ha) tetapi
masih lebih banyak dibandingkan di Nias (160
batang/ha). Sedangkan untuk kategori anak pohon,
kepadatan di Tapanuli Tengah (2995 batang/ha)
CRITC-COREMAP Jakarta 57
merupakan yang tertinggi dibandingkan di Mentawai
(2905 batang/ha) dan Nias (2696 batang/ha).
Tabel 8. Daftar Nilai Penting ( % ) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No. Jenis P. Mansalar Pantai Sibolga 1. Rhizophora apiculata 104,86 73,04 2. R. mucronata 128,97 42,00 3. R. stylosa 34,14 148,67 4. Ceriops tagal 10,08 18,72 5. Lumnitzera racemosa 10,08 17,37 6. Xylocarpus granatum 11,37 -
Tabel 9. Daftar kerapatan nisbi (KN), frekuensi nisbi (FN), dominasi nisbi (DN) dan nilai penting (NP) jenis anak pohon di Kabupaten Tapanuli Tengah.
No. Jenis KN (%)
FN (%)
DN (%)
NP (%)
1. Rhizophora mucronata 33,33 29,63 40,50 103,462. R. apiculata 30,86 33,33 31,04 95,233. R. stylosa 29,64 18,52 21,52 69,684. Lumnitzera racemosa 2,47 7,41 2,36 12,245. Ceriops tagal 2,47 7,41 1,66 11,546. Xylocarpus granatum 1,23 3,70 2,92 7,85
CRITC-COREMAP Jakarta 58
D. KARANG
Hampir semua lokasi penelitian di Tapanuli Tengah
memiliki pantai yang sempit, terdiri dari pasir putih yang
diselingi bongkahan batu cadas (batu gunung). Ke arah
darat ditumbuhi oleh tumbuhan pantai yang terdiri dari
semak belukar, pandan laut, mangrove ataupun pohon
kelapa. Pada beberapa lokasi, tak jauh dari pantai, berupa
dataran tinggi yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang
berukuran besar.
Rataan terumbu landai dengan pertumbuhan karang
yang jarang dan mengelompok (patches). Dasar perairan
berupa pasir dan pecahan karang, yang dibeberapa tempat
juga ditumbuhi oleh lamun dari jenis Thalassia hemprichii
dan Enhalus acoroides. Karang dari marga Fungia ,
Acropora dan karang dengan bentuk pertumbuhan masif
dan submasif seperti Porites dan Pocillopora umum
dijumpai hingga kedalaman 7 m. Biota lain seperti
teripang (Holothuria sp.) dan moluska (Tridacna
squamosa) serta Gorgonian sedikit sekali dijumpai. Bulu
babi (Diadema stosum) terlihat hidup secara berkelompok
diantara karang. Pada kedalaman lebih dari 7 m karang
sudah sangat jarang dijumpai, dimana pasir yang
bercampur Lumpur terlihat lebih mendominasi.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
dijumpai 140 jenis karang batu yang termasuk dalam 16
suku (Lampiran 6). Dibandingkan dengan hasil penelitian
yang dilakukan CRITC-LIPI pada saat survey yang sama di
perairan Mentawai (yang meliputi P. Sipora bagian utara
CRITC-COREMAP Jakarta 59
dan P. Siberut bagian selatan) dan P. Nias bagian utara,
jumlah jenis karang batu yang dijumpai di perairan
Tapanuli Tengah ini lebih banyak sedikit dibandingkan
dengan di P. Nias bagian utara (136 jenis karang batu yang
termasuk dalam 18 suku), tetapi jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan di Mentawai (166 jenis dalam 19
suku).
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI
yang dilakukan di 51 stasiun dijumpai persentase tutupan
karang hidup antara 0,00%-79,70%, dengan rerata
persentase tutupan karang hidup 26,98%. Pada stasiun
TPTR03 dan TPTR08, pada saat pengamatan dilakukan,
t idak dijumpai karang hidup sama sekali .
Secara umum, berdasarkan hasil RRI yang dilakukan
di t iga lokasi berbeda di Tapanuli Tengah terlihat bahwa
persentase tutupan karang hidup di perairan desa Sitardas
yang berada di Teluk Tapian Nauli bagian selatan
merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 52,02% (n=16
stasiun). Persentase tutupan karang hidup di P. Mansalar
sebesar 18,79 % (n= 25 stasiun), sedangkan di Sibolga dan
sekitarnya sebesar 7,42 % (n= 10 stasiun).
Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI
untuk masing-masing kategori biota dan substrat yaitu
Karang hidup (terdiri dari Acropora , Non Acropora),
karang mati (dead scleractinia), karang mati yang
ditumbuhi alga (dead scleractinia with algae), karang
lunak (soft coral), sponge, fleshy seaweed, biota lain
(other biota), pecahan karang (rubble), pasir (sand) dan
lumpur (silt) ditampilkan seperti pada Gambar 15.
CRITC-COREMAP Jakarta 60
AcroporaNon AcroporaDead CoralDead Coral with AlgaeSoft CoralSpongeFleshy seaweedOther BiotaRubbleSandSiltRock
Gambar 15. Rerata persentase tutupan dari seluruh stasiun RRI (n=51 stasiun) di Tapanuli Tengah untuk masing-masing kategori biota dan substrat .
Dari 51 stasiun RRI yang dilakukan di Kabupaten
Tapanuli Tengah, hanya 2 stasiun dikategorikan sangat
baik (persentase tutupan karang hidup 75% -100%).
Sedangkan 8 stasiun dikategorikan baik (persentase
tutupan karang hidup 50% -74%), 10 stasiun dalam kondisi
cukup (persentase tutupan karang hidup 25% - 49%), dan
31 stasiun dalam kondisi kurang (persentase tutupan
karang hidup <25 %). Peta kondisi terumbu karang
berdasarkan dari persentase tutupan karang hidupnya di
masing-masing stasiun RRI ditampilkan pada Gambar
16.a., Gambar 16.b. dan Gambar 16.c. Sedangkan hasil
lengkap persentase tutupan untuk masing-masing kategori
biota dan substrat di masing-masing stasiun RRI dapat
dilihat pada Lampiran 7.
CRITC-COREMAP Jakarta 61
Gambar 16.a. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup
di masing-masing stasiun RRI di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta 62
Gambar 16.b. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di masing-
masing stasiun RRI di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 63
Gambar 16.c. Peta kondisi terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup di
masing-masing stasiun RRI di perairan P. Mansalar .
CRITC-COREMAP Jakarta 64
Pengamatan terumbu karang dengan metode LIT di
13 stasiun transek permanen menunjukkan bahwa terumbu
karang yang masuk dalam kategori baik sebanyak 6
stasiun, kategori cukup sebanyak 5 stasiun, dan kategori
kurang sebanyak 2 stasiun. Hasil lengkap persentase
tutupan untuk masing-masing kategori biota dan
substratnya disajikan dalam Gambar 17 dan Lampiran 8.
Sedangkan peta persentase tutupan untuk masing-masing
kategori biota dan substratnya di masing-masing stasiun
transek permanen yang dilakukan dengan metode LIT
ditampilkan pada Gambar 18.a., Gambar 18.b., dan
Gambar 18.c.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
TPTL
01
TPTL
02
TPTL
03
TPTL
04
TPTL
05
TPTL
06
TPTL
07
TPTL
08
TPTL
09
TPTL
10
TPTL
11
TPTL
12
TPTL
13RockSilt SandRubbleOther BiotaFleshy SeaweedSpongeSoft CoralDead Coral wih algaeDead CoralNon AcroporaAcropora
Gambar 17. Histogram persentase tutupan kategori biota dan substrat di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta 65
Gambar 18.a. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-
masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta 66
Gambar 18.b. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-masing
stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk tapian Nauli bagian selatan, dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta 67
Gambar 18.c. Peta persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substratnya di masing-
masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar dengan metode LIT.
CRITC-COREMAP Jakarta 68
Diantara 13 stasiun transek permanen, pada stasiun-
stasiun yang berada di sekitar Sibolga (TPTL01, TPTL02
dan TPTL03) memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis
Shannon yang lebih rendah (Tabel 10) dibandingkan
dengan di stasiun lainnya. Hal yang sama juga dijumpai
pada nilai indeks kemerataan Pielounya (Tabel 10),
dimana nilainya lebih rendah dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada ketiga stasiun
tersebut keanekaragaman jenis karang batunya sangat
rendah dan ada jenis yang terlihat lebih dominan
dibandingkan jenis lainnya. Dari data lapangan
menunjukkan bahwa jenis Porites lutea terlihat lebih
mendominasi perairan sekitar Sibolga ini.
Tabel 10. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) , dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk karang batu di masing-masing stasiun transek permanen dengan metode LIT.
Stasiun S N H’ J’ TPTL01 16 54 2,073 0,748 TPTL02 15 35 2,360 0,872
TPTL03 15 46 2,209 0,816 TPTL04 47 104 3,517 0,913 TPTL05 27 65 2,951 0,896 TPTL06 31 73 3,050 0,888 TPTL07 50 102 3,592 0,918 TPTL08 36 58 3,333 0,930 TPTL09 18 33 2,609 0,903 TPTL10 32 80 2,929 0,845 TPTL11 32 60 3,197 0,922 TPTL12 20 57 2,524 0,843 TPTL13 31 80 2,939 0,856
CRITC-COREMAP Jakarta 69
Nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis Similarity)
yang dihitung berdasarkan jumlah kehadiran (number of
occurrence) dari masing-masing jenis karang batu di setiap
stasiun transek permanen ditampilkan pada Tabel 11.
Kemudian dengan menggunakan metode rerata kelompok
(group average), dilakukan analisa pengelompokan (cluster
analysis) dengan bantuan program PRIMER diperoleh
dendrogram seperti pada Gambar 19. Dengan tingkat
kemiripan 50 %, terlihat bahwa hanya stasiun TPTL01 dan
TPTL03, serta TPTL10 dan TPTL13 yang mengelompok
dalam satu kelompok. Sedangkan Stasiun TPTL09 terlihat
paling berbeda dengan stasiun-stasiun lainnya. Hasil
analisa MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai
Stress=0,12 memperkuat pengelompokkan yang terjadi dari
hasil analisis pengelompokan seperti yang diuraikan diatas
(Gambar 20). Pada kedua stasiun TPTL01 dan TPTL03,
Porites lutea tampak umum dijumpai.
CRITC-COREMAP Jakarta 70
Tabel 11. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu pada stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah.
Stasiun TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13
TPTL01 -
TPTL02 42,697 -
TPTL03 58,000 39,506 -
TPTL04 18,987 25,899 24,000 -
TPTL05 20,168 26,000 25,225 36,686 -
TPTL06 12,598 14,815 13,445 21,469 24,638 -
TPTL07 14,103 14,599 16,216 30,097 25,150 27,429 -
TPTL08 12,500 21,505 13,462 29,630 27,642 38,168 27,500 -
TPTL09 6,897 14,706 7,595 16,058 10,204 15,094 7,407 21,978 -
TPTL10 20,896 27,826 25,397 22,826 19,310 19,608 25,275 18,841 12,389 -
TPTL11 19,298 21,053 24,528 20,732 12,800 15,038 28,395 18,644 4,301 48,571 -
TPTL12 21,622 17,391 7,767 16,149 3,279 20,000 27,673 15,652 4,444 32,117 34,188 -
TPTL13 22,388 36,522 28,571 29,348 23,448 19,608 25,275 26,087 10,619 60,000 44,286 24,818 -
CRITC-COREMAP Jakarta 71
TPTL
09
TPTL
06
TPTL
08
TPTL
07
TPTL
04
TPTL
05
TPTL
02
TPTL
01
TPTL
03
TPTL
12
TPTL
11
TPTL
10
TPTL
13
100
80
60
40
20
0
Sim
ilarit
y
Gambar 19. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu.
TPTL01
TPTL02TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
Stress: 0.12
Gambar 20. MDS untuk stasiun transek permanen di
Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah kehadiran jenis karang batu.
CRITC-COREMAP Jakarta 72
Analisa variansi untuk menyelidiki hubungan antara
nilai indeks keanekaragaman Shanon (H’) dan persentase
tutupan karang hidup di masing-masing stasiun transek
permanen menunjukkan adanya hubungan antara kedua
variabel tersebut (p>0,01) (Tabel 12). Analisa regresi
antara keduanya menunjukkan hubungan linear positif
dengan dengan koefisien korelasi (r)=0,5221 (Gambar 21).
Tabel 12 . Analisa variansi hubungan antara ni lai H’ danpersentase tutupan karang hidup.
Sumber variasi DF SS MS F p
Regressi 1 0.7710 0.7710 4.1211 0.0672 Sesatan 11 2.0578 0.1871 Total 12 2.8288
H' = 0,0157*(% tutupan karang hidup) + 2,1848r2 = 0,2725 ; r = 0,5221
0
1
2
3
4
5
0 20 40 60 80Tutupan karang hidup (%)
H'
Gambar 21 . Analisa regresi antara nilai H’ dan persentase
tutupan karang hidup.
CRITC-COREMAP Jakarta 73
E. MEGA BENTHOS
Seperti yang diuraikan dalam metode penarikan
sampel dan analisa data, metode Reef check (yang
dimodifikasi) yang dilakukan pada lokasi transek
permanen dalam penelitian ini mencatat hanya beberapa
dari jenis mega benthos yang bernilai ekonomis penting
ataupun yang bisa dijadikan indikator dalam menilai
kondisi kesehatan terumbu karang.
Hasil reef check selengkapnya di masing-masing
stasiun transek permanen bisa dilihat pada Gambar 22.a.,
Gambar 22.b., Gambar 22.c., dan Lampiran 9. Beberapa
biota mungkin tidak dijumpai pada saat pengamatan
berlangsung karena luas pengamatan yang dibatasi (luasan
bidang pengamatan = 140 m2/transek), sehingga tidak
menutup kemungkinan akan dijumpai pada lokasi di luar
transek.
Dari hasil Reef check tersebut diperoleh bahwa
kelimpahan Acanthaster planci , yang merupakan hewan
pemakan polip karang ditemukan dalam jumlah sedikit ,
yaitu hanya 16 individu/ha.
Karang jamur (CMR=Coral Mushrom) dijumpai
dalam jumlah yang berlimpah yaitu 16747 individu/ha.
Tingginya kelimpahan CMR terutama dijumpai pada
Stasiun TPTL07 yang lokasinya berada di wilayah desa
Sitardas dan dekat dengan hutan mangrove serta muara
sungai.
Bulu babi (Diadema setosum) dijumpai dalam
jumlah yang banyak yaitu 6692 individu/ha. Seperti halnya
CRITC-COREMAP Jakarta 74
pada CMR, pada Stasiun TPTL07 kelimpahan bulu babi
juga lebih banyak dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Sedangkan Kima (Giant clam) dijumpai dalam jumlah yang
tidak banyak, dimana untuk yang berukuran besar (panjang
>20 cm) kelimpahannya sebesar 170 individu/ha, dan yang
berukuran kecil (panjang < 20 cm) sebesar 66 individu/ha.
Demikian pula halnya dengan tripang (holothurian) dimana
yang berukuran besar (diameter >20) kelimpahannya hanya
sebesar 11 individu/ha, sedangkan yang berukuran kecil
t idak dijumpai sama sekali selama pengamatan dilakukan.
Hasil analisa cluster dan MDS berdasarkan
kelimpahan mega benthos yang diamati dengan
menggunakan program PRIMER dimana pengukurannya
memakai nilai kemiripan Bray-Curtis (Bray-Curtis
Similarity) (Tabel 13) dengan metode rerata kelompok
(group average) diperoleh hasil seperti pada Gambar 23
dan Gambar 24. Dari kedua gambar tersebut terlihat bahwa
stasiun TPTL04, TPTL08, TPTL11, TPTL12 dan TPTL13
mengelompok dalam satu kelompok. Pada kelompok ini,
jumlah individu biota CMR dan Diadema setosum-nya
berlimpah pada setiap transeknya. Pada Stasiun TPTL07,
biota CMR dan Diadema setosum juga dijumpai melimpah,
tetapi jumlahnya jauh melebihi stasiun-stasiun lainnya
sehingga tidak mengelompok dalam kelompok tadi.
Sedangkan pengelompokan Stasiun TPTL03 dan TPTL09
disebabkan karena jumlah individu CMR dan Diadema
setosum-nya yang tidak begitu banyak dibanding dengan
stasiun-stasiun yang disebutkan tadi. Selain itu, pada
kedua stasiun ini komposisi Diadema setosumnya terlihat
lebih banyak dibandingkan dengan CMR.
CRITC-COREMAP Jakarta 75
Gambar 22.a. Hasi l reef check untuk mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis penting dan sebagai
indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Pelabuhan Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta 76
Gambar 22.b. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis penting dan sebagai
indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 77
Gambar 22.c. Hasil reef check untuk mega benthos yang memiliki ni lai ekonomis penting dan sebagai
indikator kesehatan karang di masing-masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar .
CRITC-COREMAP Jakarta 78
Tabel 13. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu mega benthos pada stasiun transek permanen
di Tapanuli Tengah.
Stasiun TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13
TPTL01 -
TPTL02 50,000 -
TPTL03 20,513 24,242 -
TPTL04 9,828 4,051 26,067 -
TPTL05 17,647 36,364 30,556 5,985 -
TPTL06 7,692 2,756 2,867 54,791 1,556 -
TPTL07 2,363 0,952 6,701 37,379 1,304 45,927 -
TPTL08 6,885 2,812 18,740 81,224 4,174 51,838 49,150 -
TPTL09 26,471 28,571 83,019 20,690 41,935 3,650 5,230 15,435 -
TPTL10 16,260 6,838 40,845 73,409 9,167 26,722 23,802 57,433 32,847 -
TPTL11 16,327 6,867 15,548 70,588 10,042 56,000 22,866 56,489 17,582 49,667 -
TPTL12 10,050 4,145 26,606 86,013 5,612 66,287 36,860 76,677 21,127 60,596 71,310 -
TPTL13 16,736 7,048 41,877 68,647 11,159 44,228 22,093 54,872 35,206 66,517 81,532 69,347 -
CRITC-COREMAP Jakarta 79
TPTL
07
TPTL
06
TPTL
10
TPTL
11
TPTL
13
TPTL
08
TPTL
04
TPTL
12
TPTL
01
TPTL
02
TPTL
05
TPTL
03
TPTL
09
100
80
60
40
20
0
Sim
ilarit
y
Gambar 23. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos.
TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12 TPTL13
Stress: 0.04
Gambar 24. MDS untuk stasiun transek permanen di
Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu mega benthos.
CRITC-COREMAP Jakarta 80
F. IKAN KARANG
Dari hasil RRI yang dilakukan untuk ikan karang,
jenis Lutjanus decussatus merupakan jenis yang paling
sering dijumpai selama pengamatan, dimana jenis ini
berhasil dijumpai di 29 stasiun dari 51 stasiun RRI
(Frekuensi relatif kehadiran berdasarkan jumlah stasiun
yang diamati = 56,86%). Kemudian diikuti oleh
Pomacentrus moluccensis dengan frekuensi relat if kehadiran
54,90%. Sedangkan jenis-jenis ikan karang lainnya
dijumpai kurang dari separuh stasiun RRI yang diamati.
Dua belas jenis ikan karang yang memiliki nilai frekuensi
relatif kehadiran terbesar (berdasarkan jumlah stasiun
yang diamati) bisa dilihat pada Tabel 14.
Dari seluruh stasiun RRI yang diamati,
Perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator di masing-masing stasiun RRI ditampilkan pada
Gambar 25.a., Gambar 25.b. dan Gambar 25.c.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang
dilakukan di 9 Stasiun transek permanen menjumpai
sebanyak 179 jenis ikan karang yang termasuk dalam 31
suku, dengan nilai kelimpahan ikan karang sebesar 11025
individu per hektarnya. Jenis Neopomacentrus cyanomos
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan
yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang
lainnya, yaitu sebesar 4571 individu/ha-nya, kemudian
diikuti oleh Neopomacentrus azysron (2934 individu/ha)
dan Archamia fucata (1495 individu/ha). Sepuluh besar
jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi
ditampilkan dalam Tabel 15.
CRITC-COREMAP Jakarta 81
Tabel 14 . Dua belas jenis ikan karang yang memilikinilai frekuensi relat if kehadiran terbesar(berdasarkan jumlah stasiun yang diamati) .
No. Jenis Frekuensi relatif kehadiran (%)
1. Lutjanus decussatus 56,86 2. Pomacentrus moluccensis 54,90 3. Pomacentrus bankanensis 49,02 4. Zanclus cornutus 49,02 5. Cheilinus fasciatus 41,18 6. Scarus dimidiatus 41,18 7. Scolopsis ciliatus 41,18 8. Scolopsis margaritifer 39,22 9. Chaetodon baronessa 35,29
10. Chaetodontoplus mesoleucus 35,29 11. Scarus bleekeri 35,29 12. Thalassoma lunare 35,29
Tabel 15. Sepuluh besar jenis ikan karang yang memiliki kel impahan yang tert inggi .
No. Jenis Kelimpahan (jml individu/ha)
1. Neopomacentrus cyanomos 4571 2. Neopomacentrus azysron 2934 3. Archamia fucata 1495 4. Pomacentrus moluccensis 818 5. Apogon compressus 796 6. Amblyglyphidodon leucogaster 769 7. Chromis viridis 758 8. Pempheris vanicolensis 703 9. Apogon quenquelineata 490
10. Pomacentrus bankanensis 490
CRITC-COREMAP Jakarta 82
Gambar 25.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar perairan Sibolga dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta 83
Gambar 25.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di sekitar
perairan desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta 84
Gambar 25.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di perairan P. Mansalar dengan metode RRI.
CRITC-COREMAP Jakarta 85
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting
yang diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen
seperti ikan kakap (suku Lutjanidae) yaitu 813
individu/ha, ikan kerapu (suku Serranidae) 165
individu/ha, ikan ekor kuning (suku Caesionidae) yaitu
936 individu/ha.
Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku
Chaetodontidae) yang merupakan ikan indikator untuk
menilai kesehatan terumbu karang memiliki kelimpahan
330 individu/ha. Selama penelitian berlangsung, ikan
Napoleon (Cheilinus undulatus) t idak dijumpai.
Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku
ditampilkan dalam Tabel 16.
Jumlah individu untuk setiap jenis ikan karang yang
dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen
dengan menggunakan metode UVC bisa dilihat pada
Lampiran 10. Hasil UVC juga menunjukkan bahwa
kelimpahan kelompok ikan major, ikan target dan ikan
indikator berturut-turut adalah 20264 individu/ha, 3637
individu/ha dan 330 individu/ha, sehingga perbandingan
antara ikan major, ikan target dan ikan indikator adalah
61:11:1. Ini berarti bahwa untuk setiap 73 ikan yang
dijumpai di perairan Tapanuli Tengah, kemungkinan
komposisinya terdiri dari 61 individu ikan major, 11
individu ikan target dan 1 individu ikan indikator. Peta
perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan
indikator di masing-masing stasiun transek permanen
CRITC-COREMAP Jakarta 86
ditampilkan pada Gambar 26.a., Gambar 26.b., dan
Gambar 26.c.
Tabel 16. Kelimpahan ikan karang untuk masing-masing suku yang dijumpai di lokasi t ransek permanen.
NO. SUKU KELIMPAHAN (jml individu/ha)
1. Pomacentridae 13556 2. Apogooniddae 3782 3. Labridae 1284 4. Pempheridae 998 5. Casionidae 936 6. Scolopsidae 820 7. Lutjanidae 813 8. Pomacanthidae 393 9. Scaridae 356
10. Chaetodontidae 330 11. Siganidae 262 12. Serranidae 165 13. Zanclidae 110 14. Carangidae 62 15. Centriscidae 57 16. Holocentrdiae 53 17. Balistidae 51 18. Haemulidae 42 19. Lethrinidae 31 20. Acanthuriidae 22 21. Mullidae 22 22. Acanthuridae 18 23. Platacidae 18 24. Tetraodontidae 15 25. Nemipteridae 13 26. Blenniidae 7 27. Pinguipedidae 7 28. Microdesmidae 4 29. Dasyatidae 2 30. Ostraciidae 2 31. Synodontidae 2
CRITC-COREMAP Jakarta 87
Gambar 26.a. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun transek permanen di perairan sekitar Sibolga.
CRITC-COREMAP Jakarta 88
Gambar 26.b. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing-masing stasiun
transek permanen di perairan sekitar desa Sitardas, Teluk Tapian Nauli bagian selatan.
CRITC-COREMAP Jakarta 89
Gambar 26.c. Peta perbandingan antara ikan major, ikan target dan ikan indikator di masing- masing stasiun transek permanen di perairan P. Mansalar .
CRITC-COREMAP Jakarta 90
Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks
keanekaragaman jenis Shannon dan nilai kemerataan jenis
Pielou (Tabel 17), terlihat bahwa pada stasiun TPTL13
memiliki nilai yang tinggi untuk kedua nilai indeks
tersebut (H’=3.917 dan J’=0.843). Pada stasiun ini
dijumpai jumlah jenis ikan karang yang tertinggi, tetapi
kepadatan masing-masing jenisnya relatif seragam. Pada
stasiun TPTL01, nilai indeks kemerataannya rendah. Hal
ini disebabkan karena pada stasiun ini kelimpahan dari
ikan karang jenis Neopomacentrus cyanomos dan
Pempheris vanicolensis tampak lebih dominan
dibandingkan dengan jenis lainnya.
Tabel 17. Jumlah jenis (S), Jumlah individu (N), Indeks
keanekaragaman jenis Shannon (H’) yang dihitung menggunakan ln (=log e) , dan Indeks kemerataan Pielou (J’) untuk ikan karang di masing-masing stasiun transek permanen di Tapanuli Tengah dengan metode UVC.
Stasiun S N H’ J’
TPTL01 44 878 1,720 0,455 TPTL02 43 483 3,208 0,853 TPTL03 40 1001 2,258 0,612 TPTL04 43 895 2,659 0,707 TPTL05 41 1252 1,984 0,534 TPTL06 27 696 2,060 0,625 TPTL07 38 1301 2,441 0,671 TPTL08 48 1372 3,029 0,782 TPTL09 39 487 2,963 0,809 TPTL10 59 440 3,425 0,840 TPTL11 61 914 2,947 0,717 TPTL12 69 537 3,560 0,841
TPTL13 104 769 3,917 0,843
CRITC-COREMAP Jakarta 91
Sebelum dilakukan analisa pengelompokan (cluster
analysis), data jumlah individu yang dijumpai di masing-
masing stasiun transek permanen ditransformasikan ke
dalam bentuk akar pangkat dua, dan dihitung nilai
kemiripan antar stasiun berdasarkan nilai kemiripan Bray-
Curtis, yang hasilnya ditampilkan pada Tabel 18.
Dari hasil analisa pengelompokan dengan
menggunakan rerata kelompok (group average) (Gambar
27) dan juga MDS (Multi Dimensial Scaling) dengan nilai
Stress=0,11 (Gambar 28) menunjukkan bahwa dengan
tingkat kemiripan lebih dari 58,42%, tak satupun dari
ketiga belas stasiun itu mengelompok dalam satu
kelompok berdasarkan jumlah individu dari masing-masing
jenis ikan karang yang dijumpai. Tetapi dengan tingkat
kemiripan 50%, terdapat 7 kelompok yang berbeda dimana
Stasiun TPTL01, TPTL02 dan TPTL03 mengelompok
dalam satu kelompok dengan tingkat kemiripan 51,29%;
Stasiun TPTL04 dan TPTL05 dalam satu kelompok
(tingkat kemiripan 52,24%); Stasiun TPTL10, TPTL11,
TPTL12 dan TPTL13 dalam satu kelompok (tingkat
kemiripan 50,30%). Sedangkan 4 kelompok sisanya yaitu
stasiun TPTL06, TPTL07, TPTL08 dan TPTL09 masing-
masing dalam kelompok yang berbeda. Jadi, berdasarkan
pengelompokkan ini terlihat bahwa jumlah individu dari
masing-masing jenis ikan karang yang dijumpai di Teluk
Sibolga (TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) memiliki
kemiripan lebih dari 50%. Demikian juga dengan stasiun-
stasiun di utara P. Mansalar (TPTL10, TPTL11, TPTL12
dan TPTL13) dan pulau-pulau kecil di depan daratan desa
Sitardas (TPTL04 dan TPTL05).
CRITC-COREMAP Jakarta 92
Tabel 18. Nilai kemiripan Bray-Curtis berdasarkan jumlah individu ikan karang pada stasiun transek permanen
di Tapanuli Tengah.
Stasiun TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13
TPTL01 -
TPTL02 52,885 -
TPTL03 49,702 53,133 -
TPTL04 39,087 39,111 39,994 -
TPTL05 45,939 40,729 38,560 52,235 -
TPTL06 29,824 28,156 20,273 37,293 49,982 -
TPTL07 42,804 35,148 40,070 49,045 49,154 34,569 -
TPTL08 26,278 28,086 25,774 36,939 42,775 37,735 39,131 -
TPTL09 22,186 19,948 17,516 27,673 32,581 40,860 17,105 28,253 -
TPTL10 37,282 37,554 38,705 36,196 31,172 23,718 29,903 33,744 22,538 -
TPTL11 33,938 41,592 49,199 37,840 32,991 21,468 36,519 40,860 20,037 47,496 -
TPTL12 39,504 45,878 45,442 37,830 32,911 24,277 37,243 36,501 20,588 57,333 57,903 -
TPTL13 36,488 42,727 36,151 33,611 36,674 28,299 31,193 41,519 29,955 46,084 51,339 58,418 -
CRITC-COREMAP Jakarta 93
TPTL
06
TPTL
09
TPTL
01
TPTL
02
TPTL
03
TPTL
10
TPTL
11
TPTL
12
TPTL
13
TPTL
08
TPTL
07
TPTL
04
TPTL
05
100
80
60
40
20
Sim
ilarit
y
Gambar 27. Dendrogram analisa pengelompokan stasiun
transek permanen di Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11TPTL12
TPTL13
Stress: 0.11
Gambar 28. MDS untuk stasiun transek permanen di
Kabupaten Tapanuli Tengah berdasarkan jumlah individu ikan karang yang telah ditransformasikan ke bentuk akar pangkat dua.
CRITC-COREMAP Jakarta 94
G. PEMBAHASAN UMUM
Kabupaten Tapanuli Tengah secara geografis berada
di Samudera Hindia sehingga perairan di sekitarnya
mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air yang
sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di
Samudera Hindia.
Perubahan sekecil apapun yang terjadi di daratan
akan membawa pengaruh yang signifikan pada kualitas
perairannya. Pengaruhnya disamping terjadi di daerah
tersebut juga akan terdistribusi ke daerah lain yang
terbawa oleh gerakan massa air melalui sistem arus yang
berkembang di daerah ini. Pola arus menentukan pola
sebaran zat yang terlarut dan materi yang melayang di
dalam air, baik zat hara, bahan pencemar, plankton, telur
dan larva biota laut, maupun materi dasar laut yang
teraduk akibat gelombang laut atau sebab lainnya. Sistem
arus suatu perairan selalu berubah-ubah mengikuti pola
pasang-surut, kondisi angin dan musim. Untuk Kabupaten
Tapanuli Tengah, kondisi arusnya dipengaruhi terutama
oleh musim sedangkan pengaruh pasang surut t idak terlihat
dominan.
Walaupun kadar nutrient di daerah ini t inggi, tetapi
secara umum kualitas perairannya dapat dikatakan relatif
masih baik untuk kehidupan karang serta biota laut
lainnya. Karang batu, yang merupakan komponen utama
dalam ekosistem terumbu karang, masih bisa tumbuh dan
berkembang dengan baik di perairan Tapanuli Tengah ini
meskipun pada beberapa stasiun penelitian dijumpai dalam
CRITC-COREMAP Jakarta 95
persentase tutupan yang rendah, terutama pada lokasi
sekitar pelabuhan laut Sibolga. Berdasarkan hasil RRI
yang telah dilakukan pada studi baseline ekologi pada
2004 ini, secara umum dapat dikatakan bahwa persentase
tutupan karang batu di Tapanuli Tengah (26,98%) relatif
lebih baik dibandingkan dengan daerah lain yang posisinya
lebih ke selatan seperti di di Nias (25,90%) dan Kepulauan
Mentawai (14,89%).
Walaupun sumbangan nilai persentase tutupan
karang batu terhadap meningkatnya nilai indeks
keanekaragaman jenis (H’) hanya sebesar 27,25 %
(koefisien determinasi=r2=0,2725), namun terdapat
hubungan linear positif antara keduanya. Ini berarti bahwa
semakin tinggi persentase tutupan karang batu, semakin
tinggi pula nilai keanekaragaman jenis karang batunya.
Beranekaragamnya jenis karang batu dengan persentase
tutupan yang tinggi dimungkinkan bila ukuran koloni dari
setiap jenis karang batunya tidak begitu besar.
Pelabuhan laut Sibolga yang ramai oleh segala
macam aktivitasnya terlihat memiliki peranan penting
terhadap menurunnya kualitas perairan disekitarnya.
Stasiun-stasiun yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga
(TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) tampak berbeda dengan
stasiun-stasiun lainnya, baik itu dilihat dari jumlah
kehadiran masing-masing jenis karang batu, jumlah
individu mega benthos (yang memiliki nilai ekonomi
penting ataupun sebagai indikator kesehatan terumbu
karang), maupun dari jumlah individu ikan karang yang
dijumpai.
CRITC-COREMAP Jakarta 96
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan yang telah diuraikan
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Kabupaten Tapanuli Tengah secara geografis berada di
Samudera Hindia sehingga perairan di kepulauan ini
mempunyai sistem arus dan karakteristik massa air
yang sangat dipengaruhi oleh sistem yang berkembang
di Samudera Hindia. Walaupun begitu, karakteristik
massa air dari daratan P. Nias itu sendiri merupakan
salah satu faktor dominan yang berpengaruh dalam
stabilitas massa air di perairan pesisirnya.
Kondisi arus di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah,
terutama dipengaruhi oleh musim sedangkan pengaruh
pasang surut t idak terlihat dominan.
Kecuali pada stasiun penelitian yang lokasinya dekat
dengan pelabuhan laut, secara umum kadar zat hara di
perairan sekitar wilayah ini masih dibawah nilai
ambang batas maksimum yang dianjurkan KLH untuk
biota laut. Walaupun begitu tanda-tanda adanya
pencemaran di perairan ini bisa terlihat dari t ingginya
kelimpahan beberapa mega bentos (misal CMR, bulu
babi) yang umum dijumpai pada daerah yang tercemar
perairannya.
Dijumpai 20 jenis mangrove yang termasuk dalam 10
suku dari hasil transek dan koleksi bebas. Luasan hutan
CRITC-COREMAP Jakarta 97
mangrove di Kabupaten Tapanuli Tengah yang meliputi
daerah sekitar pelabuhan Sibolga, sekitar desa Sitardas
(Teluk Tapian Nauli bagian selatan) dan P. Mansalar
yaitu 7,9902 km2. Untuk kategori pohon, diperkirakan
ada sekitar 288 batang per hektar dengan rerata
ketinggian 14,74 meter dan rerata diameter batang
16,30 cm, yang didominasi oleh jenis Rhizophora
mucronata . Sedangkan untuk kategori anak pohon,
diperkirakan ada sekitar 2995 batang per hektar dengan
rerata ketinggian 5,35 m dan rerata diameter batang
4,54 cm, yang juga didominasi oleh jenis Rhizophora
mucronata .
Luasan terumbu karang yang meliputi fringing reef ,
patch reef dan shoal di perairan Kabupaten Tapanuli
Tengah yang meliputi daerah sekitar pelabuhan
Sibolga, sekitar desa Sitardas (Teluk Tapian Nauli
bagian selatan) dan P. Mansalar yaitu 25,3572 km2.
Berdasarkan hasil dari RRI dimana rerata persentase
tutupan karang hidup di wilayah ini sebesar 26,98 %,
maka perkiraan luas karang hidupnya sebesar 6,8414
km2.
Dari hasil RRI, LIT dan pengamatan bebas berhasil
dijumpai 140 jenis karang batu yang termasuk dalam 16
suku.
Pengamatan terumbu karang dengan metode RRI yang
dilakukan di 51 stasiun dijumpai persentase tutupan
karang hidup antara 0,00%-79,70%, dengan rerata
persentase tutupan karang hidup 26,98%. Ditinjau dari
persentase tutupan karang hidupnya, secara umum
CRITC-COREMAP Jakarta 98
terumbu karang di perairan ini dapat dikategorikan
“cukup”.
Underwater Fish Visual Census (UVC) yang dilakukan
di 9 Stasiun transek permanen menjumpai sebanyak 179
jenis ikan karang yang termasuk dalam 31 suku, dengan
nilai kelimpahan ikan karang sebesar 11025 individu
per hektarnya. Jenis Neopomacentrus cyanomos
merupakan jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan
yang tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan karang
lainnya, yaitu sebesar 4571 individu/ha-nya
Kelimpahan beberapa jenis ikan ekonomis penting yang
diperoleh dari UVC di lokasi transek permanen seperti
ikan kakap (suku Lutjanidae) yaitu 813 individu/ha,
ikan kerapu (suku Serranidae) 165 individu/ha, ikan
ekor kuning (suku Caesionidae) yaitu 936 individu/ha.
Ikan kepe-kepe (Butterfly fish; suku Chaetodontidae)
yang merupakan ikan indikator untuk menilai kesehatan
terumbu karang memiliki kelimpahan 330 individu/ha.
Selama penelitian berlangsung, ikan Napoleon
(Cheilinus undulatus) t idak dijumpai.
Perbandingan kelimpahan kelompok ikan major, ikan
target dan ikan indikator berturut-turut adalah 20264
individu/ha, 3637 individu/ha dan 330 individu/ha,
sehingga perbandingan antara ikan major, ikan target
dan ikan indikator adalah 61:11:1. Ini berarti bahwa
untuk setiap 73 ikan yang dijumpai di perairan
Tapanuli Tengah, kemungkinan komposisinya terdiri
CRITC-COREMAP Jakarta 99
dari 61 individu ikan major, 11 individu ikan target dan
1 individu ikan indikator.
Pelabuhan laut Sibolga yang ramai oleh segala macam
aktivitasnya terlihat memiliki peranan penting terhadap
menurunnya kualitas perairan disekitarnya. Stasiun-
stasiun yang berada di sekitar pelabuhan Sibolga
(TPTL01, TPTL02 dan TPTL03) tampak berbeda
dengan stasiun-stasiun lainnya, baik itu dilihat dari
jumlah kehadiran masing-masing jenis karang batu,
jumlah individu mega benthos (yang memiliki nilai
ekonomi penting ataupun sebagai indikator kesehatan
terumbu karang), maupun dari jumlah individu ikan
karang yang dijumpai.
B. SARAN
Dari pengalaman dan hasil yang diperoleh selama
melakukan penelitian di lapangan maka dapat diberikan
beberapa saran sebagai berikut:
Kesimpulan yang diambil mungkin saja tidak
seluruhnya benar untuk menggambarkan kondisi
Kabupaten Tapanuli Tengah secara keseluruhan
mengingat jumlah stasiun penelitian, terutama untuk
stasiun transek permanen sangatlah terbatas (13
stasiun). Hal ini dikarenakan waktu penelitian yang
sangat terbatas. Untuk itu sebaiknya jumlah stasiun
bisa ditambahkan pada penelitian selanjutnya.
Secara umum, kualitas perairan di lokasi yang ditelit i ,
dapat dikatakan relatif masih baik untuk kehidupan
CRITC-COREMAP Jakarta 100
karang serta biota laut lainnya. Keadaan seperti ini
perlu dipertahankan bahkan jika mungkin, lebih
ditingkatkan lagi daya dukungnya, untuk kehidupan
terumbu karang dan biota lainnya. Pencemaran
lingkungan dan kerusakan lingkungan harus dicegah
sedini mungkin, sehingga kelestarian sumberdaya yang
ada tetap terjaga dan lestari .
Dengan meningkatnya kegiatan di darat di sekitar
Kabupaten Tapanuli Tengah, pasti akan membawa
pengaruh terhadap ekosistem di perairan ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu,
penelitian kembali di daerah ini sangatlah penting
dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi
sehingga hasilnya bisa dijadikan bahan pertimbangan
bagi para stakeholder dalam mengelola ekosistem
terumbu karang secara lestari . Selain itu, data hasil
pemantauan tersebut juga bisa dipakai sebagai bahan
evaluasi keberhasilan COREMAP.
CRITC-COREMAP Jakarta 101
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1985. Baku Mutu Lingkungan Hidup dan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Laporan
Khusus : Asisten I Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Alaert, G dan S.S. Santika. 1987 . Metode Penelitian Air .
Penerbit: Usaha Nasional Surabaya: 389p.
Alabaster, J.S. dan Lloyd, R. 1980. Water Quality Criteria
for Freswater Fish . Butterworths, London.
Brotowidjoyo, M.D., D. Tribowo., E. Mubyarto. 1995 .
Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air .
Liberty, Yogyakarta.
Connel, W. D., dan Gregory, J. Miller. 1995. Kimia dan
Ekotoksikologi Pencemaran . Penerbit Universitas
Indonesia: 520p.
Cox, G.W. 1967. Laboratory manual of General Ecology .
M.W.C. Brown Company, Minneapolis, Minnesota.
Dai, C.F. 1991. Reef Environment and Coral Fauna of
Southern Taiwan. Atol. Res. Bull . No.S: 354.
Eliza. 1992. Dampak Pariwisata terhadap Pertumbuhan
Terumbu Karang . Lingkungan dan Pembangunan
Vol.12 No.3.: 158-170.
CRITC-COREMAP Jakarta 102
Edward dan Z. Tarigan. 2004. Pemantauan Kondisi Hidrologi
di Perairan Raha P. Muna dalam kaitannya dengan
Kondisi Terumbu Karang. Jurnal “Sains”
Universitas Indonesia (dalam proses penerbitan).
Edward. 1986. Kandungan Zat Hara Fosfat di Laut Banda.
Laporan : Penelitian BPSDL-LIPI Ambon.
Edward. 1996. Kandungan Zat Hara Fosfat, Nitrat dan
Oksiegen Terlarut di Perairan Waisarisa.
Lingkungan dan Pembangunan , Vol 16, No 2,
Jakarta: 149-159.
English, S.; C. Wilkinson and V. Baker, 1997. Survey Manual
for Tropical Marine Resources. Second edition .
Australian Institute of Marine Science.
Townsville: 390 p.
EPA, 1973. Water Quality Criteria. Ecological Research
Series . Washington: 595 p.
Hamzah, MS., M.t Soamole dan T. Wenno. 1993. Kondisi
Oseanografi Perairan Kepulauan Banda dan
Lusipara. Laporan Kemajuan Triwulan IV. BPSDL
–LIPI Ambon: 94-97.
Ilahude, A. dan Liasaputra. 1980. Sebaran Normal
Parameter Hidrologi di Teluk Jakarta. Buku Teluk
Jakarta , Pengkajian Fisika, Kimia, Biologi &
Geologi (Nontji , A dan A. Djamali ed). LON-LIPI
Jakarta. 1-48 p.
CRITC-COREMAP Jakarta 103
Kantor MNLH. 1988. Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.Kep-
02/MNKLH/I/1988 Tentang Pedoman Penetapan
Baku Mutu Lingkungan. Kantor Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Jakarta
Kantor MNLH. 2004. Keputusan Menteri Negara dan
Lingkungan Hidup No.Kep-51/2004 Tentang
Pedoman Penetapan Baku Mutu Air Laut. Kantor
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup, Jakarta.
Keenan W. C., C.K. Donald and Jesse. 1980. General College
Chemistry , 6 th edt. Harper & Row Publisher,
New York.
Liaw. W.K. 1969. Chemical and Biological Studies and
Fish Ponds and Resevoirs in Taiwan. Fisheries
Series No. 7.
Long, B.G. ; G. Andrew; Y.G. Wang and Suharsono, 2004.
Sampling accuracy of reef resource inventory
technique. Coral Reefs : 1-17.
Mulyanto, 1992 . Lingkungan Hidup Untuk Ikan .
Depdikbud, Jakarta: 138 p.
Mechlas, B.J. , K.K. Hekimian., L.A. Schinazi and R.H.
Dudley. 1972 . An Integration into recreational
water quality, water quality data book . US. EPA.
Wasington (4): 35-55.
CRITC-COREMAP Jakarta 104
Neter, J.; M.H. Kunter ; C.J. Nachtsheim & W.
Wasserman. 1996. Applied Linear Statistical
Models . Fourth edition . The Mc Graw Hill–Co. Inc
USA:1408p
NTAC (National Technical Advisor Commintee). 1968. Water
Quality Criteria. Report of the National Technical
Advisory Committee to the Secretary of the
Interior. Washington.
Nybakken W. J. 1988. Biologi Laut,Suatu Pendekatan
Ekologis . Penerbit PT. Gramedia Jakarta: 459 p.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology . W.B. sounders
Company, Philadelphia: 574 p.
Pielou, E.C. 1966. The measurement of diversity in different
types of biological collections. J. Theoret. Biol.
13 : 131-144.
Riva’i, R.S dan K. Pertagunawan. 1983. Biologi Perikanan I .
Penerbit CV. Kayago. Jakarta: 143 p.
Romimohtarto, K dan Thayib, S.S. 1982. Kondisi Lingkungan
dan Laut di Indonesia . LON-LIPI, Jakarta: 246 p.
Romimohtarto, K. 1988. Kualitas Air dalam Budidaya Laut .
Sea Farming Workshop Report . Bandar lampung.
Salim, E. 1986. Baku Mutu Lingkungan . KLH, Jakarta: 25 p.
Shannon, C.E. 1948. A mathematical theory of
communication. Bell System Tech. J. 27: 379-423,
623-656.
CRITC-COREMAP Jakarta 105
Strickland, J.D.H and T.R. Parsons. 1968. A Practical
Handbook of Seawater Analysis . Fish. Res. Board
Canada (167): 311 p
Sulastri dan Bajoeri. 1995. Tingkat Kualitas Perairan
Cimandur, Cilil i t dan Cisiih di Wilayah Banten
Selatan Jawa Barat. Prosiding : Hasil Penelitian
Puslitbang Limnologi-LIPI 1994/95. Bogor. 120-
135.
Supranto. 1991. Statistik, teori dan aplikasi edisi kelima jil id
2. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Susana T. 1988. Pengaruh Senyawa Klorin Terhadap Biota
Laut. Warta ISOI : 4 –6 p.
Sutamihardja, R.T.M. 1978. Kualitas Pencemaran
Lingkungan. Sekolah Pascasarjana Jurusan
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Bahan Kuliah : Institut Pertanian Bogor, Bogor
Sutarna, I .N. 1987. Keanekargaman dan Kekayaan Jenis
Karang batu di Teluk Ambon Bagian Luar, P.
Ambon. Buku Teluk Ambon (Biologi, Perikanan,
Oseanografi dan Geologi). BSDL LIPI Ambon :1- 9.
Warwick, R.M. and K.R. Clarke, 2001. Change in marine
communities: an approach to stasistical analysis
and interpretation, 2n d edition. PRIMER-
E:Plymouth.
Welch, E. B. 1980. Ecological Effect of Wasterwater .
Cambridge University Press. London: 357 p.
CRITC-COREMAP Jakarta 106
Wenno, L.F., Walman, H., dan D. Sahetapy. 1983. Penelitian
Pengaruh Sirkulasi Air Terhadap Pertumbuhan
Karang di Perairan Teluk Ambon. Laporan Pen.
Proyek BSDL LIPI Ambon: 68-69.
Winarno, F.G. 1986. Air Untuk Industri Pangan . Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta
Zar, J. H., 1996. Biostatistical Analysis. Second edition .
Prentice-Hall Int. Inc. New Jersey: 662 p.
CRITC-COREMAP Jakarta 107
LAMPIRAN
Lampiran 1. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter temperatur dan sal ini tas air laut di Kabupaten Tapanuli Tengah.
Posisi Lokasi Stasiun
Latitude Longitude P. Mansalar 1 1.65861 98.51361
2 1.65417 98.49806 3 1.68361 98.50333 4 1.70333 98.47139 5 1.69333 98.45111 6 1.68056 98.44111 7 1.64611 98.44583 8 1.62556 98.49722 9 1.61667 98.55000 10 1.61833 98.55500 11 1.61472 98.56694 12 1.59556 98.58722 13 1.61139 98.60806 14 1.63667 98.60111 15 1.65778 98.59056 16 1.66556 98.58389 17 1.67083 98.57111 18 1.67833 98.55667 19 1.68361 98.54722 20 1.65722 98.54111 21 1.69102 98.51343
Pelabuhan Sibolga 1 1.73139 98.78111 2 1.72111 98.79083 3 1.72278 98.78361 4 1.71806 98.78111 5 1.70917 98.77250 6 1.71639 98.77000
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 108
Sambungan Lampiran 1 Posisi
Lokasi Stasiun Latitude Longitude
Sitardas, Teluk Tapian Nauli 7 1.58889 98.69972 8 1.58083 98.71556 9 1.57750 98.72194 10 1.57528 98.72056 11 1.57194 98.72167 12 1.56861 98.72861 13 1.56278 98.73750 14 1.55667 98.74222 15 1.54361 98.74806 16 1.53361 98.75639 17 1.53028 98.76750 18 1.53222 98.77000 19 1.54500 98.77028 20 1.55306 98.77583 21 1.56194 98.76778 22 1.57667 98.78167 23 1.57556 98.77444 24 1.57306 98.76111 25 1.57917 98.75389 26 1.57806 98.74111
CRITC-COREMAP Jakarta 109
Lampiran 2. Posisi s tasiun peneli t ian untuk parameter fosfat , ni tr i t , ni trat , oksigen terlarut , pH, kecerahan, warna, bau, benda padat terapung, dan zat padat tersuspensi di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Posisi
Lokasi Stasiun Latitude Longitude
1 1.65417 98.49806 2 1.69333 98.45111 3 1.68056 98.44111 4 1.62556 98.49722 5 1.61833 98.55500
P. Mansalar 6 1.59556 98.58722 7 1.61139 98.60806 8 1.63667 98.60111 9 1.66556 98.58389 10 1.68361 98.54722 11 1.65722 98.54111
12 1.73139 98.78111 13 1.72111 98.79083
Sibolga 14 1.72278 98.78361 15 1.70917 98.77250 16 1.71639 98.77000
17 1.58889 98.69972 18 1.57528 98.72056
Sitardas 19 1.56861 98.72861 (Teluk Tapian Nauli) 20 1.56278 98.73750
21 1.55667 98.74222 22 1.54819 98.74634
CRITC-COREMAP Jakarta 110
Lampiran 3. Posisi s tasiun peneli t ian untuk mangrove.
Posisi Lokasi Stasiun
Latitude Longitude
P. Mansalar 1 1.66775 98.54830 2 1.66018 98.49435 3 1.67607 98.50280
Sibolga (P. Sumatera) 4 1.60132 98.81730
CRITC-COREMAP Jakarta 111
Lampiran 4. Posisi s tasiun peneli t ian karang dan ikan karang dengan metode RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Posisi Lokasi Stasiun
Latitude Longitude
TPTR01 1.73375 98.75161 TPTR02 1.72923 98.75173 TPTR03 1.71677 98.76602 TPTR04 1.71469 98.76187 Sibolga TPTR05 1.70980 98.75845 (Teluk Tapian Nauli Bagian utara) TPTR06 1.70455 98.76224 TPTR07 1.70442 98.76859 TPTR08 1.71114 98.76932 TPTR09 1.67437 98.77287 TPTR10 1.67571 98.77873
TPTR11 1.57736 98.77018 TPTR12 1.57687 98.75491 TPTR13 1.57064 98.75772 TPTR14 1.58982 98.70053 TPTR15 1.58591 98.69846 TPTR16 1.58872 98.69369 TPTR17 1.58004 98.71275
Desa Sitardas TPTR18 1.57613 98.72216 (Teluk Tapian Nauli bagian selatan) TPTR19 1.57442 98.71605 TPTR20 1.56049 98.71251 TPTR21 1.54950 98.71972 TPTR22 1.53850 98.72705 TPTR23 1.53498 98.75688 TPTR24 1.54351 98.74867 TPTR25 1.56074 98.74073 TPTR26 1.56868 98.72766
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 112
Sambungan Lampiran 4
Posisi Lokasi Stasiun
Latitude Longitude
TPTR27 1.57183 98.54135 TPTR28 1.58030 98.52052 TPTR29 1.56700 98.57250 TPTR30 1.57862 98.58355 TPTR31 1.57010 98.58902 TPTR32 1.58040 98.60113 TPTR33 1.57628 98.61362 TPTR34 1.59360 98.58903 TPTR35 1.61385 98.56620
TPTR36 1.60353 98.57760 TPTR37 1.61088 98.60652
P. Mansalar TPTR38 1.64047 98.59622 TPTR39 1.66168 98.58990 TPTR40 1.65917 98.57842 TPTR41 1.67143 98.56925 TPTR42 1.68137 98.54320 TPTR43 1.64452 98.53788 TPTR44 1.65317 98.51403 TPTR45 1.66832 98.49783 TPTR46 1.68430 98.49962 TPTR47 1.70312 98.48065 TPTR48 1.63743 98.46817 TPTR49 1.62953 98.49607 TPTR50 1.62792 98.52743 TPTR51 1.61882 98.55503
CRITC-COREMAP Jakarta 113
Lampiran 5. Posisi s tasiun transek permanen untuk karang, mega benthos dan ikan karang di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Posisi
Lokasi Stasiun Latitude Longitude
TPTL01 1.73375 98.75161 Sibolga TPTL02 1.70980 98.75845
TPTL03 1.71114 98.76932
TPTL04 1.57736 98.77018 Sitardas, Teluk Tapian Nauli TPTL05 1.58004 98.71275
TPTL06 1.54950 98.71972 TPTL07 1.56074 98.74073
TPTL08 1.57862 98.58355 TPTL09 1.57695 98.61243
P. Mansalar TPTL10 1.64050 98.59658 TPTL11 1.67143 98.56925 TPTL12 1.65323 98.51383 TPTL13 1.70312 98.48065
CRITC-COREMAP Jakarta 114
Lampiran 6. Jenis karang batu yang diperoleh di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
No. SUKU Jenis I POCILLOPORIDAE
1 Pocillopora damicornis 2 P. meandrina 3 P. verrucosa 4 Seriatopora caliendrum 5 S. hystrix 6 Stylophora pistillata
II ACROPORIDAE
7 Montipora aequituberculata8 M. capricornis 9 M. danae
10 M. floweri 11 M. foliosa 12 M. foveolata 13 M. grisea 14 M. hispida 15 M. incrassata 16 M. informis 17 M. monasteriata 18 M. nodosa 19 M. spumosa 20 M. turgescens 21 M. undata 22 M. venosa 23 Anacropora puertogalerae 24 Acropora aspera 25 A. brueggemanni 26 A. clathrata 27 A. digitifera 28 A. divaricata 29 A. formosa 30 A. grandis 31 A. horrida 32 A. humilis 33 A. hyacinthus
CRITC-COREMAP Jakarta 115
34 A. palifera 35 A. samoensis 36 A. solitaryensis 37 A. subglabra 38 A. tenuis 39 A. valenciennesi 40 A. valida 41 A. yongei 42 Astreopora gracilis
III PORITIDAE
43 Porites cylindrica 44 P. lichen 45 P. lobata 46 P. lutea 47 P. nigrescens 48 P. rus 49 Porites sp. 50 Goniopora columna 51 Goniopora sp.
IV SIDERASTREIDAE
52 Psammocora profundacella 53 Coscinaraea columna
V AGARICIIDAE
54 Pavona cactus 55 P. clavus 56 P. decussata 57 P. varians 58 P. venosa 59 L. papyracea 60 Gardineroseris planulata 61 Coeloseris mayeri 62 Pachyseris rugosa 63 P. speciosa
VI FUNGIIDAE
64 Fungia concinna 65 F. fungites 66 F. molluccensis 67 F. paumotensis 68 F. repanda 69 Fungia sp. 70 Herpolitha limax 71 Polyphyllia talpina
CRITC-COREMAP Jakarta 116
72 Halomitra pileus 73 Podabacia crustacea 74 Zooplius echinata
VII OCULINIDAE
75 Galaxea astreata 76 G. fascicularis 77 Galaxea sp.
VIII PECTINIIDAE
78 Echinophyllia sp. 79 Oxypora glabra 80 O. lacera 81 Pectinia alcicornis
IX MUSSIDAE
82 Acanthastrea echinata 83 Lobophyllia hemprichii
XXX MERULINIDAE
84 Clavarina sp. 85 Hydnophora exesa 86 H. microconos 87 H. rigida 88 Hydnophora sp. 89 Merulina ampliata 90 M. scabricula
XI FAVIIDAE
91 Favia danae 92 F. favus 93 F. laxa 94 F. lizardensis 95 F. matthaii 96 F. pallida 97 F. rotumana 98 F. rotundata 99 F. speciosa
100 F. veroni 101 Favites abdita 102 F. chinensis 103 F. flexuosa 104 F. halicora 105 F. pentagona 106 Favites sp. 107 Goniastrea aspera
CRITC-COREMAP Jakarta 117
108 G. favulus 109 G. pectinata 110 G. retiformis 111 Goniastrea sp. 112 Platygyra daedalea 113 P. lamellina 114 P. pini 115 P. sinensis 116 Platygyra sp. 117 Leptoria phrygia 118 Montastrea curta 119 M. magnistellata 120 M. valenciennesi 121 Plesiastrea sp. 122 Diploastrea heliopora 123 Leptastrea inaequalis 124 L. purpurea 125 L. transversa 126 Cyphastrea chalcidicum 127 C. microphthalma 128 C. serailia 129 Echinopora horrida 130 E. lamellosa 131 E. mammiformis
XII CARYOPHYLLIIDAE
132 Euphyllia ancora 133 E. divisa 134 E. glabrescens 135 Plerogyra sinuosa
XIII DENDROPHYLLIIDAE
136 Turbinaria. mesenterina 137 Tubastrea micrantha
XIV TUBIPORIDAE
138 Tubipora musica XV HELIOPORIDAE
139 Heliopora coerulea XVI MILLEPORIDAE
140 Millepora tenella
CRITC-COREMAP Jakarta 118
Lampiran 7. Persentase tutupan biota dan substrat pada masing-masing stasiun RRI di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Stasiun Live Coral Acropora Non
Acropora Dead Coral
Dead Coral with
Algae
Soft Coral Sponge Fleshy
SeaweedOther Biota Rubble Sand Silt
Rock
TPTR01 25.47 1.89 23.58 0.00 71.70 0.94 0.94 0.94 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 TPTR02 10.00 0.00 10.00 0.00 25.00 0.00 0.00 0.00 0.00 50.00 15.00 0.00 0.00 TPTR03 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.00 95.00 0.00 0.00 TPTR04 6.00 1.00 5.00 0.00 15.00 0.00 2.00 2.00 0.02 49.99 20.00 5.00 0.00 TPTR05 9.80 0.00 9.80 0.00 68.63 0.00 0.00 1.96 0.00 14.71 4.90 0.00 0.00 TPTR06 5.00 0.00 5.00 0.00 55.00 1.00 1.00 3.00 0.00 20.00 10.00 5.00 0.00 TPTR07 5.62 0.00 5.62 0.00 56.17 1.12 1.12 2.25 0.01 22.47 11.23 0.00 0.00 TPTR08 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 66.67 33.33 0.00 TPTR09 10.00 0.00 10.00 0.00 35.00 0.00 5.00 5.00 0.00 20.00 15.00 10.00 0.00 TPTR10 2.30 0.00 2.30 0.00 0.00 0.00 0.00 5.75 0.00 80.46 11.49 0.00 0.00 TPTR11 57.76 2.22 55.54 0.00 27.77 0.00 1.11 2.22 0.03 0.00 11.11 0.00 0.00 TPTR12 68.48 3.26 65.22 0.00 21.74 1.09 1.09 2.17 0.00 0.00 5.43 0.00 0.00 TPTR13 42.16 0.98 41.18 0.00 29.41 0.00 3.92 0.00 0.00 9.80 9.80 4.90 0.00 TPTR14 60.00 0.00 60.00 0.00 15.00 0.00 5.00 0.00 0.00 5.00 15.00 0.00 0.00 TPTR15 50.00 0.00 50.00 0.00 20.00 5.00 2.00 3.00 0.00 15.00 5.00 0.00 0.00
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 119
Sambungan Lampiran 7
Stasiun Live Coral Acropora Non
Acropora Dead Coral
Dead Coral with
Algae
Soft Coral Sponge Fleshy
SeaweedOther Biota Rubble Sand Silt
Rock
TPTR16 70.27 2.70 67.57 0.00 13.51 1.35 1.35 0.00 0.00 0.00 13.51 0.00 0.00 TPTR17 73.91 1.45 72.46 0.00 1.45 1.45 0.00 1.45 0.00 14.49 7.25 0.00 0.00 TPTR18 5.00 0.00 5.00 0.00 25.00 0.00 3.00 2.00 0.00 15.00 50.00 0.00 0.00 TPTR19 30.56 2.78 27.78 0.00 37.04 0.93 1.85 0.00 0.00 27.78 1.85 0.00 0.00 TPTR20 45.45 5.05 40.40 0.00 20.20 1.01 2.02 1.01 0.00 30.30 0.00 0.00 0.00 TPTR21 20.00 5.00 15.00 0.00 45.00 0.00 0.00 5.00 0.00 10.00 20.00 0.00 0.00 TPTR22 77.78 0.00 77.78 0.00 5.56 0.00 3.33 2.22 0.00 0.00 0.00 11.11 0.00 TPTR23 69.66 2.25 67.42 0.00 22.47 1.12 1.12 0.00 0.00 0.00 5.62 0.00 0.00 TPTR24 11.00 1.00 10.00 0.00 30.00 5.00 4.00 5.00 0.00 5.00 40.00 0.00 0.00 TPTR25 79.70 4.98 74.72 0.00 9.96 0.00 0.00 0.00 0.38 4.98 4.98 0.00 0.00 TPTR26 70.57 11.76 58.81 0.00 23.52 1.18 1.18 1.18 0.02 2.35 0.00 0.00 0.00 TPTR27 12.12 4.55 7.58 3.03 60.61 4.55 1.52 0.00 0.00 15.15 3.03 0.00 0.00 TPTR28 2.50 2.50 0.00 1.25 62.50 1.25 1.25 0.00 0.00 6.25 25.00 0.00 0.00 TPTR29 16.84 1.05 15.79 1.05 52.63 2.11 1.05 0.00 0.00 21.05 5.26 0.00 0.00 TPTR30 24.64 17.39 7.25 7.25 57.97 1.45 1.45 0.00 0.00 7.25 0.00 0.00 0.00 TPTR31 9.86 2.82 7.04 1.41 70.41 1.41 0.00 0.00 0.02 14.08 2.82 0.00 0.00 TPTR32 12.24 5.10 7.14 0.00 25.50 0.00 1.02 0.00 0.05 30.60 30.60 0.00 0.00
bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 120
Sambungan Lampiran 7
Stasiun Live Coral Acropora Non
Acropora Dead Coral
Dead Coral with
Algae
Soft Coral Sponge Fleshy
SeaweedOther Biota Rubble Sand Silt Rock
TPTR33 19.29 10.52 8.77 0.00 26.31 0.88 0.88 0.00 0.03 26.31 26.31 0.00 0.00 TPTR34 7.37 7.37 0.00 0.00 42.11 2.11 1.05 0.00 0.00 21.05 26.32 0.00 0.00 TPTR35 10.48 0.81 9.68 0.00 24.19 0.00 0.81 16.13 0.00 16.13 32.26 0.00 0.00 TPTR36 21.77 2.84 18.93 0.00 37.87 0.00 1.89 0.00 0.60 23.67 14.20 0.00 0.00 TPTR37 25.69 5.14 20.56 1.03 41.11 0.00 1.03 0.00 0.30 30.83 0.00 0.00 0.00 TPTR38 12.77 2.95 9.82 0.98 39.29 0.00 1.96 0.00 0.80 19.64 19.64 4.91 0.00 TPTR39 26.27 13.14 13.14 0.00 35.03 1.75 1.75 0.00 0.17 17.51 17.51 0.00 0.00 TPTR40 13.77 3.18 10.59 0.00 42.36 3.18 3.18 0.00 0.46 21.18 15.88 0.00 0.00 TPTR41 15.00 12.00 3.00 2.00 40.00 0.00 3.00 0.00 0.00 30.00 10.00 0.00 0.00 TPTR42 17.65 5.04 12.61 0.84 33.61 0.00 1.68 0.00 0.00 16.81 29.41 0.00 0.00 TPTR43 14.55 2.08 12.48 1.04 51.98 0.00 1.04 0.00 0.20 15.59 15.59 0.00 0.00 TPTR44 41.09 1.96 39.13 1.96 39.13 0.00 2.94 0.00 0.21 4.89 9.78 0.00 0.00 TPTR45 37.50 4.69 32.81 1.87 37.50 0.00 3.75 0.00 0.63 9.37 0.00 9.37 0.00 TPTR46 22.61 4.52 18.09 1.81 36.18 0.00 1.81 0.00 1.41 27.13 9.04 0.00 0.00 TPTR47 31.11 2.83 28.28 2.83 37.71 1.89 2.83 0.00 0.06 18.86 4.71 0.00 0.00 TPTR48 20.25 7.59 12.66 6.33 63.29 6.33 1.27 0.00 0.00 0.00 2.53 0.00 0.00 TPTR49 13.04 0.00 13.04 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 86.96 0.00 0.00 TPTR50 35.71 23.81 11.90 2.38 35.71 1.19 1.19 0.00 0.00 11.90 11.90 0.00 0.00 TPTR51 5.50 2.75 2.75 0.00 36.70 0.00 0.00 2.75 0.00 18.35 36.70 0.00 0.00 Rerata 26.98 3.78 23.20 0.73 33.41 0.97 1.56 1.28 0.11 16.20 17.14 1.64 0.00
CRITC-COREMAP Jakarta 122
Lampiran 8 . Persentase tutupan biota dan substrat dengan metode LIT di 6 stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Stasiun Live Coral Acropora Non
Acropora Dead Coral
Dead Coral with
Algae
Soft Coral Sponge Fleshy
SeaweedOther Biota Rubble Sand Silt
Rock
TPTL01 34.97 0.00 34.97 0.00 46.70 0.00 1.17 0.00 0.00 0.00 2.67 14.50 0.00
TPTL02 19.90 1.33 18.57 0.00 71.63 0.00 0.33 0.00 0.50 7.63 0.00 0.00 0.00
TPTL03 28.00 2.53 25.47 0.00 51.17 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.50 15.33 0.00
TPTL04 67.00 0.00 67.00 0.00 11.77 0.00 3.43 0.00 8.73 4.53 4.53 0.00 0.00
TPTL05 40.53 4.17 36.37 0.00 40.40 2.30 0.87 0.00 0.80 3.73 11.37 0.00 0.00
TPTL06 35.77 7.40 28.37 0.00 21.77 2.50 1.47 21.17 0.67 16.67 0.00 0.00 0.00
TPTL07 53.33 0.53 52.80 0.00 22.67 0.70 9.27 0.00 2.20 6.07 3.97 1.80 0.00
TPTL08 33.60 3.00 30.60 0.00 43.13 0.00 3.23 0.23 0.00 6.20 12.23 1.37 0.00
TPTL09 22.13 1.20 20.93 0.00 38.87 0.73 0.00 0.87 0.00 22.47 14.93 0.00 0.00
TPTL10 52.43 6.23 46.20 0.00 30.13 0.00 2.27 1.17 4.83 1.00 7.00 1.17 0.00
TPTL11 60.63 21.27 39.37 0.00 18.50 0.00 1.70 0.00 2.33 0.00 15.50 1.33 0.00
TPTL12 67.23 0.00 67.23 0.67 22.43 0.00 1.17 2.33 5.33 0.83 0.00 0.00 0.00
TPTL13 51.70 17.50 34.20 0.00 38.13 1.00 4.50 0.17 0.83 1.17 2.50 0.00 0.00
CRITC-COREMAP Jakarta 123
Lampiran 9. Kelimpahan beberapa mega benthos yang diamati dengan metode Reef Check (yang dimodifikasi) pada masing-masing stasiun transek permanent di perairan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Rata-rata Kelimpahan
Stasiun TPTL01 TPTL02 TPTL03 TPTL04 TPTL05 TPTL06 TPTL07 TPTL08 TPTL09 TPTL10 TPTL11 TPTL12 TPTL13 jml ind.per (jml ind./ha)
transek
Acanthaster planci 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0.23 16
CMR 20 7 8 242 3 498 1243 273 9 96 201 291 157 234.46 16747
Diadema setosum 0 1 50 142 8 0 428 274 36 128 14 87 50 93.69 6692
Drupella 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0
Large Giant clam 0 0 0 1 0 1 2 6 0 2 9 0 10 2.38 170
Small Giant clam 0 0 0 0 1 1 0 7 1 0 1 0 1 0.92 66
Large Holothurian 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0.15 11
Small Holothurian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0
Lobster 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0
Pencil sea urchin 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.00 0
Trochus niloticus 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0.23 16
CRITC-COREMAP Jakarta 124
Lampiran 10 . Kelimpahan jenis ikan ( jumlah individu/transek) yang dijumpai di masing-masing stasiun transek permanen yang diperoleh dengan metode UVC di perairan Kabupaten tapanuli Tengah.
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
1 Abudefduf vaigiensis Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 110 0 0 0 0 0
2 Acanthurus lineatus Acanthuriidae Target 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3
3 Acanthurus nigricans Acanthuriidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
4 Acanthurus pyroferus Acanthuriidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
5 Aeoliscus strigatus Centriscidae Major 0 4 9 6 7 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Aethaloperca rogaa Serranidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 1
7 Amblyglyphidodon aureus Pomacentridae Major 0 0 0 8 3 0 0 47 0 3 5 0 5
8 Amblyglyphidodon curacao Pomacentridae Major 0 15 10 0 12 3 0 12 0 10 10 15 10
9 Amblyglyphidodon leucogaster Pomacentridae Major 0 10 10 23 3 0 26 97 0 20 70 29 62
10 Amblyglyphidodon ternatensis Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0
11 Amphiprion clarkii Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 3
12 Amphiprion ephippium Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 3
13 Amphiprion ocellaris Pomacentridae Major 0 4 0 0 0 0 0 4 0 0 3 6 6
14 Amphiprion perideraion Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 4
15 Amphiprion sandaracinos Pomacentridae Major 0 7 0 16 14 1 4 0 0 0 14 4 4
16 Anyperodon leucogrammicus Serranidae Target 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0
17 Apogon aureus Apogooniddae Major 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 125
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
18 Apogon bandanensis Apogooniddae Major 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0 0 0
19 Apogon compressus Apogooniddae Major 6 0 25 0 0 0 0 11 0 40 200 40 40
20 Apogon cyanosoma Apogooniddae Major 0 0 0 0 0 0 125 0 0 0 0 0 0
21 Apogon endekataenia Apogooniddae Major 0 0 0 0 0 0 0 50 0 0 0 0 0
22 Apogon fragilis Apogooniddae Major 0 0 0 0 0 0 50 0 0 0 0 0 0
23 Apogon lineolatus Apogooniddae Major 0 0 60 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Apogon macrodon Apogooniddae Major 0 0 0 0 0 0 0 15 4 0 11 5 2
25 Apogon quenquelineata Apogooniddae Major 10 10 45 26 0 0 10 7 0 30 30 40 15
26 Apogon trimaculatus Apogooniddae Major 0 0 0 4 0 0 0 0 0 10 0 0 0
27 Archamia fucata Apogooniddae Major 10 30 330 0 0 0 85 0 0 0 200 25 0
28 Arothron immaculatus Tetraodontidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
29 Arothron nigropunctatus Tetraodontidae Major 0 0 0 0 1 0 0 0 2 0 0 0 2
30 Balistapus undulatus Balistidae Major 0 0 0 2 0 0 2 0 2 0 2 0 3
31 Balistoides viridiscens Balistidae Major 0 0 0 2 0 0 0 0 0 3 0 0 0
32 Bodianus mesothorax Labridae Major 0 3 0 6 5 3 0 8 8 2 0 3 4
33 Caesio caerulaurea Casionidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 10
34 Caesio cuning Casionidae Target 0 0 0 22 0 150 0 0 0 0 0 0 0
35 Caesio lunaris Casionidae Target 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30
36 Caesio teres Casionidae Target 0 30 15 0 0 0 0 0 0 0 20 0 10
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 126
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
37 Caranx melampygus Carangidae Target 0 0 0 0 0 1 1 3 1 0 0 0 0
38 Caranx sp. Carangidae Target 0 0 10 0 0 0 0 0 0 5 4 3 0
39 Centropyge eibli Pomacanthidae Major 0 0 0 0 3 0 0 0 0 1 0 0 0
40 Centropyge vroliki Pomacanthidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0
41 Cephalopholis argus Serranidae Target 1 0 0 3 3 0 3 3 2 2 3 3 1
42 Cephalopolis formosa Serranidae Target 4 2 1 1 0 0 0 0 0 2 1 2 2
43 Cephalopolis leopardus Serranidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
44 Cephalopolis miniatus Serranidae Target 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2
45 Cephalopolis sp. Serranidae Target 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
46 Chaetodon baronessa Chaetodontidae Indicator 2 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 6 4
47 Chaetodon collare Chaetodontidae Indicator 14 0 4 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
48 Chaetodon melanotus Chaetodontidae Indicator 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0
49 Chaetodon trifasciatus Chaetodontidae Indicator 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 2 2 3
50 Chaetodon ulietensis Chaetodontidae Indicator 0 0 0 18 0 0 4 8 0 0 0 0 0
51 Chaetodon vagabundus Chaetodontidae Indicator 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0
52 Chaetodontoplus mesoleucus Pomacanthidae Major 4 12 9 27 8 0 22 21 0 4 8 7 44
53 Cheilinus chlorurus Labridae Major 0 0 1 0 3 0 0 0 3 2 0 2 3
54 Cheilinus fasciatus Labridae Major 2 0 2 33 9 0 4 3 0 3 5 11 4
55 Cheilinus trilobatus Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 127
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
56 Chromis atripectoralis Pomacentridae Major 0 20 30 0 0 0 0 0 0 20 0 30 20
57 Chromis iomelas Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15
58 Chromis lineata Pomacentridae Major 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 80 20
59 Chromis margaritifer Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20
60 Chromis ternatensis Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0
61 Chromis viridis Pomacentridae Major 0 0 10 0 0 0 80 200 0 0 30 5 20
62 Chromis weberi Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 10
63 Chrysiptera cyanea Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 40 0 0 0
64 Chrysiptera rex Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
65 Chrysiptera rollandi Pomacentridae Major 0 0 0 12 0 0 1 27 0 3 13 1 7
66 Chrysiptera talboti Pomacentridae Major 0 0 0 0 8 0 0 21 0 0 3 2 10
67 Coris batuensis Labridae Major 0 0 0 0 5 0 0 0 18 0 0 0 0
68 Cromileptis alvifelis Serranidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
69 Ctenochaetus striatus Acanthuridae Target 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 3
70 Dascyllus reticulatus Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0
71 Dascyllus trimaculatus Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 11 0 0
72 Diploprion bifasciatum Serranidae Target 0 3 0 3 0 0 0 0 0 5 2 5 0
73 Dischistodus perspicillatus Pomacentridae Major 7 13 6 0 33 0 3 24 0 7 13 6 4
74 Dischistodus prosopotaenia Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 128
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
75 Ecsenius bicolor Blenniidae Target 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0
76 Epibulus insidiator Labridae Major 0 0 0 4 0 0 7 0 0 0 3 1 1
77 Epinephelus coioides Serranidae Target 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
78 Epinephelus fasciatus Serranidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
79 Epinephelus sexfasciatus Serranidae Target 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0
80 Gomphosus varius Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
81 Halichoeres argus Labridae Major 2 8 6 0 0 0 0 0 0 1 4 3 2
82 Halichoeres hortulanus Labridae Major 2 0 0 0 0 0 0 0 16 2 1 3 2
83 Halichoeres marginatus Labridae Major 3 0 0 6 5 25 2 8 0 1 2 2 1
84 Halichoeres melanurus Labridae Major 3 5 4 19 13 8 9 7 8 3 0 2 1
85 Halichoeres prosopion Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0
86 Halichoeres scapularis Labridae Major 0 1 0 0 0 0 0 0 3 0 3 0 2
87 Halichoeres trilineatus Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
88 Halichoeres vroliki Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0
89 Hemiglyphidodon plagiometopon Pomacentridae
Major 6 0 17 0 11 6 11 0 8 11 20 8 5
90 Hemigymnus fasciatus Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 2
91 Hemigymnus melapterus Labridae Major 0 1 0 4 0 0 0 0 0 3 2 0 1
92 Heniochus acuminatus Chaetodontidae Indicator 4 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4 4 0
93 Heniochus chrysostomus Chaetodontidae Indicator 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 129
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
94 Heniochus monoceros Chaetodontidae Indicator 0 0 2 0 0 0 0 0 0 2 2 0 0
95 Heniochus singularis Chaetodontidae Indicator 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 4 5
96 Heniochus varius Chaetodontidae Indicator 3 0 0 0 3 3 8 2 0 4 4 2 2
97 Labrichthys unifasciatus Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
98 Labroides bicolor Labridae Major 0 0 0 0 2 0 0 6 6 0 0 0 1
99 Labroides dimidiatus Labridae Major 0 0 3 9 0 4 0 4 11 0 2 2 3
100 Lethrinus erythropterus Lethrinidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 1
101 Lethrinus harak Lethrinidae Target 0 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 0
102 Lethrinus ornatus Lethrinidae Target 2 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0
103 Lutjanus biguttatus Lutjanidae Target 0 0 0 5 0 3 9 110 0 15 35 25 12
104 Lutjanus bohar Lutjanidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
105 Lutjanus carponotatus Lutjanidae Target 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
106 Lutjanus decussatus Lutjanidae Target 4 7 3 28 24 11 13 11 8 4 7 7 5
107 Lutjanus fulviflamma Lutjanidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0
108 Lutjanus fulvus Lutjanidae Target 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
109 Lutjanus gibbus Lutjanidae Target 1 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
110 Neoniphon sammara Holocentrdiae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0
111 Neopomacentrus azysron Pomacentridae Major 40 30 0 0 550 280 200 170 0 15 0 10 40
112 Neopomacentrus cyanomos Pomacentridae Major 550 80 290 380 360 0 420 0 0 0 0 0 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 130
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
113 Odonus niger Balistidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
114 Ostracion cubicus Ostraciidae Major 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0
115 Oxycheilinus celebicus Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 1 3 0 0 0 0
116 Oxycheilinus diagrammus Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 2 3
117 Paraglypidodon melas Pomacentridae Major 0 0 2 16 0 2 4 0 0 2 0 6 4
118 Paraglypidodon nigroris Pomacentridae Major 0 0 0 0 8 0 9 11 0 2 2 5 14
119 Parapercis cylindrica Pinguipedidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0
120 Parupeneus barberinus Mullidae Target 0 3 2 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0
121 Pempheris oualensis Pempheridae Major 0 0 0 21 3 16 15 74 0 0 0 0 0
122 Pempheris sp. Pempheridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0
123 Pempheris vanicolensis Pempheridae Major 110 55 35 0 0 0 0 0 0 0 30 15 75
124 Pentapodus caninus Nemipteridae Target 1 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 2
125 Platax orbicularis Platacidae Target 4 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0
126 Plectorhinchus chaetodontoides Haemulidae Target 2 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3
127 Plectorhinchus orientalis Haemulidae Target 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0
128 Plectorhinchus pictus Haemulidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 2
129 Plectroglyphidodon lacrymatus Pomacentridae Major 3 4 0 22 25 4 12 0 0 3 6 7 7
130 Pomacanthus annularis Pomacanthidae Major 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
131 Pomacanthus xanthometopon Pomacanthidae Major 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 131
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
132 Pomacentrus alexanderae Pomacentridae Major 0 0 0 14 0 0 0 0 0 30 9 10 15
133 Pomacentrus amboinensis Pomacentridae Major 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 3 0
134 Pomacentrus bankanensis Pomacentridae Major 13 5 12 16 18 68 0 17 46 3 12 3 10
135 Pomacentrus margaritifer Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3
136 Pomacentrus moluccensis Pomacentridae Major 12 10 7 23 27 37 18 146 35 15 13 11 18
137 Pomacentrus philippinus Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 3
138 Pomacentrus tripunctatus Pomacentridae Major 0 3 0 0 0 0 0 0 0 2 2 4 2
139 Premnas biaculeatus Pomacentridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4
140 Pseudobalistes flavimarginatus Balistidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
141 Ptereleotris heteroptera Microdesmidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
142 Pterocaesio chrysozona Casionidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 100 0 0 0 0
143 Pterocaesio trilineata Casionidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20
144 Pygoplites diacanthus Pomacanthidae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0
145 Sargocentron caudimaculatum Holocentrdiae Target 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
146 Sargocentron rubrum Holocentrdiae Target 3 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
147 Saurida gracilis Synodontidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
148 Scarus bicolor Scaridae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1
149 Scarus bleekeri Scaridae Target 0 0 0 0 0 0 0 6 3 3 2 0 2
150 Scarus dimidiatus Scaridae Target 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 3
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 132
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
151 Scarus ghoban Scaridae Target 7 2 0 0 11 7 0 0 8 0 6 0 8
152 Scarus niger Scaridae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
153 Scarus prasiognathus Scaridae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2
154 Scarus schlegeli Scaridae Target 0 0 0 0 0 3 0 3 6 0 0 0 0
155 Scarus sordidus Scaridae Target 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
156 Scarus spp. Scaridae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 21 40 0 0 0
157 Scolopsis bilineatus Scolopsidae Target 1 2 0 7 6 7 0 13 13 0 0 1 3
158 Scolopsis ciliatus Scolopsidae Target 8 20 12 36 14 22 13 2 69 0 0 0 3
159 Scolopsis margaritifer Scolopsidae Target 4 2 4 13 11 0 3 22 0 5 11 5 3
160 Scolopsis trilineatus Scolopsidae Target 0 0 0 0 4 0 0 9 0 0 0 0 3
161 Scolopsis vosmeri Scolopsidae Target 2 8 3 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0
162 Siganus canaliculatus Siganidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0
163 Siganus coralinus Siganidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0
164 Siganus guttatus Siganidae Target 0 0 0 4 0 0 12 0 6 0 0 10 3
165 Siganus punctatus Siganidae Target 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
166 Siganus spinus Siganidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 1
167 Siganus vermiculatus Siganidae Target 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
168 Siganus virgatus Siganidae Target 7 3 0 0 0 0 0 8 8 25 0 2 8
169 Siganus vulpinus Siganidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 2
Bersambung
CRITC-COREMAP Jakarta 133
Sambungan Lampiran 10
No. NAMA SPECIES NAMA SUKU KELOMPOK TPTL01
TPTL02
TPTL03
TPTL04
TPTL05
TPTL06
TPTL07
TPTL08
TPTL09
TPTL10
TPTL11
TPTL12
TPTL13
170 Stegastes nigricans Pomacentridae Major 3 12 6 13 0 0 3 6 0 4 10 6 0
171 Stethojulis strigiventer Labridae Major 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0
172 Sufflamen bursa Balistidae Major 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2
173 Taeniura lymma Dasyatidae Target 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0
174 Thalassoma hardwickei Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 2
175 Thalassoma janseni Labridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
176 Thalassoma lunare Labridae Major 0 0 2 17 17 15 0 9 16 2 4 5 10
177 Upeneus tragula Mullidae Target 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
178 Zanclus cornotus Zanclidae Major 2 4 4 0 4 7 0 14 7 0 4 0 4
179 Zebrasoma scopas Acanthuridae Major 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2
. Jumlah Individu 878 483 1001 895 1252 696 1301 1372 487 440 914 537 878
a. Ikan Major 793 356 935 739 1163 486 1232 1168 232 308 789 431 793
b. Ikan Target 62 127 58 136 83 207 57 194 255 122 103 86 62
c. Ikan. Indikator 23 0 8 20 6 3 12 10 0 10 22 20 23
Jumlah jenis 44 43 40 43 41 27 38 48 39 59 61 69 104