Laporan Analisa llumpur pemboran ( stt migas balikpapan)

142
1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah pada lumpur bor. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Seiring dengan berkembangnya teknologi, lumpur mulai digunakan untuk mengangkat cutting. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia (additive) ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap digunakan. Lumpur pemboran adalah fluida yang dipakai, yang didesain untuk membantu proses pemboran. Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga komponen atau fasa, yaitu : 1. Fraksi cairan : a. Air. b. Minyak. c. Emulsi minyak dan air. 2. Fraksi padat a. Reactive solid (clay, bentonite, attapulgite). b. Innert solid 3. Fraksi Additive

description

laporan analisa lumpur pemboran

Transcript of Laporan Analisa llumpur pemboran ( stt migas balikpapan)

1

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya suatu pemboran adalah

pada lumpur bor. Karena berbagai faktor pemboran yang ada maka lumpur

pemboran mutlak diperlukan pada proses tersebut. Pada mulanya orang hanya

menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Seiring

dengan berkembangnya teknologi, lumpur mulai digunakan untuk mengangkat

cutting. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia (additive)

ditambahkan ke dalam lumpur dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk

pemboran walaupun lumpur tetap digunakan.

Lumpur pemboran adalah fluida yang dipakai, yang didesain untuk

membantu proses pemboran. Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga

komponen atau fasa, yaitu :

1. Fraksi cairan :

a. Air.

b. Minyak.

c. Emulsi minyak dan air.

2. Fraksi padat

a. Reactive solid (clay, bentonite, attapulgite).

b. Innert solid

3. Fraksi Additive

a. Material pemberat.

b. Filtration loss reduce agent.

c. Viscousifier.

d. Thinner.

e. PH Adjuster (pengontrol).

f. Shale stabilisator agent.

Lumpur pemboran mempunyai pengaruh yang penting dalam suatu operasi

pemboran minyak, gas dan panas bumi. Kecepatan pemboran, efisiensi,

2

keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada lumpur pemboran yang

dipakai. Pada dasarnya fungsi utama lumpur pemboran adalah untuk :

1. Mengangkat cutting ke permukaan.

2. Mengontrol tekanan formasi.

3. Mendinginkan pahat dan melumasi bit dan drill string.

4. Membersihkan dasar lubang bor.

5. Membantu dalam penilaian formasi.

6. Melindungi formasi produktif.

7. Membantu stabilisasi formasi.

Fungsi utama lumpur pemboran tersebut diatas ditentukan oleh komposisi

kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat – sifat fisik

lumpur pemboran akan menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur dan pada

gilirannya dapat menimbulkan hambatan pemboran (hole problem) dan akhirnya

mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

Penggunaan Lumpur sebagai fluida pemboran didasarkan pada kondisi

sumur yang berbeda-beda, untuk itu diperlukan pengamatan tersendiri terhadap

jenis-jenis Lumpur yang sesuai dengan kondisi pemboran.Misalnya didaerah soft

rock, pengontrolan sifat-sifat Lumpur sangat diperlukan.

Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga komponen atau fasa,

yaitu:

4. Fraksi cairan :

a. Air.

Lebih dari 75% lumpur pemboran menggunakan air, disini

air dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin,

sedangkan air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh

dan air air asin tak jenuh. Untukpemilihan air hal ini perlu

disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat

dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

b. Minyak.

3

Lumpur dengan komponen minyak dikembangkan untuk

menanggulangi sifat-sifat lumpur dasar air ( water base mud) yang

tidak diinginkan. Untuk itu digunakan lumpur dasar minyak ( oil

base mud ) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai

sifatlubrikasi/meleburkan/menghancurkan yang baik, stabilitas

temperatur yang tahan sampai 500oF, corrosion resistance,

meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale

problem.

c. Emulsi minyak dan air.

Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan

mempunyai komposisi minyak 50 – 70 % (sebagai komponen yang

kontinyu) dan air sebanyak 30 – 50 % (sebagai komponen

diskontinyu).Emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Oil In Water

Emulsion dan Water In Oil Emulsion.

Oil In Water Emulsion

Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan

minyak sebagai komponen teremulsi.Air bisa mencapai

sekitar 70 % volume, sedangkan minyak sekitar 30 %.

Water In Oil Emulsion

Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah

minyak, sedangkan komponen yang teremulsi adalah

air.Minyak bisa mencapai sekitar 50 –70 %, sedangkan

air 30 – 50 %.

5. Fraksi padat

a. Reaktif solid (clay, bentonite, attapulgite).

Reaktif solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan

fasa cair akan membentuk sifat koloidal pada lumpur. Salah satu

dari material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite dicampur

dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada

permukaan plat-plat materialnya akan saling tolak-menolak dan

4

pada saat itu akan menyerap air sehingga membentuk koloid

(suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling).

b. Innert solid.

Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang

tidak bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan

sehari-hari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa

saat, akan turun kedasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini

pasir disebut inert solid.Didalam lumpur bor inert solid berguna

untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya

untuk menahan tekanan dari formasi.

6. Fraksi Additive

a. Material pemberat.

b. Filtration loss reduce agent.

c. Viscosifier.

d. Thinner.

e. PH Adjuster (pengontrol).

f. Shale stabilisator agent.

Adanya bermacam-macam fraksi tersebut, maka Zaba dan Doherty

(1970), mengelompokan lumpur bor berdasarkan fasa fluidanya, menjadi :

1. Lumpur air tawar (fresh water Mud).

Adalah lumpur yang fasa cairnya adalah air tawar dengan (kalau

ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat

garam). Jenis-jenis lumpur fresh water muds adalah : Spud Mud,

Natural Mud, Bentonite – treated mud, Phosphate treated mud,

Organic colloid treated mud, “Red” mud, Calcium mud, Lime

treated mud, Gypsum treated mud dan Calcium salt.

a. Spud Mud, adalah lumpur yang digunakan pada pemboran

awal atau bagian atas bagi conductor casing. Fungsi

5

utamanya adalah untuk mengangkat cutting dan membuka

lubang di permukaan.

b. Natural Mud, yaitu dibentuk dari pecahan-pecahan cutting

dalam fasa cair, sifat-sifatnya bervariasi tergantung formasi

yang di bor. Lumpur ini digunakan untuk pemboran yang

cepat seperti pemboran pada surface casing.

c. Bentonite – treated Mud, yaitu mencakup sebagian besar dari

tipe-tipe air tawar. Bentonite adalah material paling umum

yang digunakan untuk koloid inorganic yang berfungsi

mengurangi filtrate loss dan mengurangi tebal mud

cake.Bentonite juga menaikkan viscositas.

d. Phospate treated Mud, yaitu mengandung polyphospate untuk

mengontrol viscositas gel strength dan juga dapat

mengurangi filtrate loss serta mud cake dapat tipis.

e. Organic colloid treated Mud, terdiri dari penambahan

pregelatinized starch atau carboxymethyl cellulose pada

lumpur yang digunakan untuk mengurangi filtration loss pada

fresh water mud.

f. Red Mud, yaitu mendapatkan warnanya dari warna yang

dihasilkan oleh treatment dengan cautic soda dan gueobracho

(merah tua). Jenis lumpur ini adalah alkaline tannate

treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur

dengan pH dibawah 10.

g. Calcium Mud, yaitu lumpur yang mengandung larutan

calcium (di sengaja). Calcium bisa ditambah dengan bentuk

slake lime (kapur mati), semen, plaster (CaSO4) atau CaCl2.

2. Lumpur air asin ( Salt water Mud).

Lumpur ini digunakan terutama untuk membor garam massive

(salt dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-

kadang bila ada aliran air garam yang terbor. Filtrate loss-nya

besar dan mud-cake-nya tebal bila tidak ditambah organic colloid,

6

pH lumpur dibawah 8, karena itu perlu presentative untuk

menahan fermentasi starch. Jika salt mudnya mempunyai pH

yang lebih tinggi, fermentasi terhalang oleh basa. Suspensi ini

bisa diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti

bentonite. Adapun jenis-jenis lumpur salt water mud adalah :

Unsaturated salt water mud, Saturated salt-water mud dan

Sodium-Silicate muds.

3. Oil in water emulsion Mud.

Pada lumpur ini, minyak merupakan fasa tersebar (emulsi) dan air

sebagai sebagai fasa kontinu.Jika pembuatannya baik, filtratnya

hanya air.Sebagai dapat digunakan baik fresh maupun salt water

mud.Sifat-sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat

lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan.Segera

setelah emulsifikasi, filtrate loss berkurang. Keuntungannya

adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate naik,

pengurangan korosi pada drillstring, perbaikan pada sifat-sifat

lumpur (viskositas dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi,

water loss turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling

(terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drillstring.

4. Oil base dan Oil base emulsion Mud.

Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya.

Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 – 5% volume).

Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminan.Tetapi

airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi

kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viskositas, menaikkan

gel strength, mengurangi efek kontaminasi air dan mengurangi

filtrate loss perlu ditambahkan zat-zat kimia. Manfaat oil base

mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak

karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif

baik terhadap formasi maupun formasi produktif (jadi ia juga

7

untuk completion mud). Kegunaan terbesar adalah pada

completion dan work-over sumur.

5. Gaseuos drilling fluids.

Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering.

Maka, dalam laporan ini dibahas dan dilaporkan hasil dari percobaan yang

telah dilakukan dalam praktikum Analisa Lumpur Pemboran, yaitu :

1. Densitas, Sand content dan pengukuran kadar minyak pada lumpur bor.

2. Pengukuran Viscosity dan Gel Strength.

3. Filtrasi dan Mud cake.

4. Analisa Kimia Lumpuran Pemboran.

5. Kontaminasi Lumpur Pemboran.

6. Pengukuran harga MBT (Methylene Blue Test).

8

BAB II

PENGUKURAN DENSITAS, SAND CONTENT DAN

KADAR MINYAK PADA LUMPUR PEMBORAN

2.1 Tujuan Percobaan

1. Menghitung densitas lumpur pemboran yang akan disirkulasi.

2. Menghitung persentase sand content yang tercampur dalam sistem

lumpur pemboran.

3. Mengetahui cara menanggulangi sand content yang terlalu besar.

4. Mengetahui kadar minyak pada lumpur pemboran.

5. Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur

pemboran.

2.2 Teori Dasar

2.2.1 Densitas Lumpur

Lumpur memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan

keberhasilan suatu operasi pemboran sehingga perlu diperhatikan sifat-

sifat dari lumpur tersebut seperti densitas, viskositas, gel strength ataupun

filtration loss. Densitas lumpur berhubungan langsung dengan fungsi

lumpur bor sebagai penahan tekanan formasi. Dengan densitas lumpur

yang terlalau besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (loss

circulation), sedangkan apabila densitas lumpur bor terlalu kecil akan

menyebabkan kick (masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur).

Oleh karena itu, densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan

formasi yang akan dibor.

Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari

lumpur bor dalam psi/ft. Namun, di lapangan umumnya dipakai satuan

pound per gallon (ppg)

9

Dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:

1. Volume setiap material adalah additive :

2. Jumlah berat adalah additive, maka :

Keterangan :

Vs = Volume solid, gallon

Vml = Volume lumpur lama, gallon

Vmb = Volume lumpur baru, gallon

ρs = densitas solid, ppg

ρml = densitas lumpur lama, ppg

ρmb = densitas lumpur baru, ppg

Dari persamaan 1 dan 2 di dapat :

Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah :

Bila dimasukkan ke persamaan 3 :

Vs + Vml = Vmb

ρsVs + ρmlVml = ρmbVmb

Vs = ( ρmb−ρml ) Vml

ρs−ρmb

Ws = Vs x ρs

W =( ρmb− ρml )Vml

ρs−ρmbρs

10

% volume solid :

% berat solid :

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barite dengan SG 4.3

untuk menaikkan densitas lumpur lama seberat ρml ke lumpur baru

sebesar ρmb setiap bbl, lumpur lama memerlukan berat solid, Ws

sebanyak :

Keterangan :

Ws = berat solid zat pemberat , kg barite/bbl lumpur.

Sedangkan jika yang digunakan sebagai pemberat adalah bentonite

dengan SG 2.5 maka untuk tiap barrel lumpur diperlukan :

Ws = kg bentonite/bbl lumpur lama

VsVmb

x 100 %=(ρmb−ρml)

ρs− ρmlx 100 %

ρ sVsρ mbVmb

x100 %=(ρ mb−ρ ml) ρ s( ρ s−ρ ml) ρml

x100 %

Ws =684(ρmb−ρml)(35.8−ρmb)

Ws =398(ρmb−ρml)(2.5−ρmb )

11

2.2.2 Sand Content

Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) ke dalam lumpur

pemboran akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-

serpihan pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat mempengaruhi

karakteristik lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah

beban pompa sirkulasi lumpur. Oleh karena itu, setelah lumpur

disirkulasikan harus mengalami proses pembersihan terutama

menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam lumpur selama

sirkulasi. Alat-alat yang biasa digunakan disebut dengan ”Conditioning

Equipment”, antara lain :

Shale shaker

Fungsinya membersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau

cutting yang berukuran besar. Penggunaan screen (saringan) untuk

problematika padatan yang terbawa dalam lumpur menjadi salah

satu pilihan dalam solid control equipment. Solid/padatan yang

mempunyai jari-jari yang lebih besar dari jari-jari screen akan

tertinggal/tersaring dan dibuang, sehingga jumlah solid dalam

lumpur bisa terminimalisasi. Jari-jari screen di set agar polimer

dalam lumpur tidak ikut terbuang. Kerusakan screen bisa

diperbaiki dan diganti.

Gambar 2.1 Shale Shaker

12

Degassser

Funsinya membersihkan lumpur dari gas yang mungkin

masuk ke lumpur pemboran. Alat ini sangat berfungsi pada saat

pemboran menembus zona permeable, yang ditandai dengan

pemboran menjadi lebih cepat, densitas lumpur berkurang dan

volume lumpur pada mud pit bertambah.

Gambar 2.2 Degasser

Desander

Fungsinya membersihkan lumpur dari partikel-partikel

padatan yang berukuran kecil yang biasanya lolos dari shale

shaker.

Gambar 2.3 Desander

13

Desilter

Fungsinya sama dengan desander tetapi desilter dapat

membersihkan lumpur dari partikel-partikel yang berukuran lebih

kecil. Penggunaan desilter dan mud cleaner harus dioptimalisasi

oleh beberapa faktor seperti : berat lumpur, biaya fasa liquid,

komposisi solid dalam lumpur, biaya fasa liquid, biaya logistik

yang berhubungan dengan bahan kimia dan lain-lain. Biasanya

berat lumpur yang dikehendaki sekitar 10.8 biasanya lebih praktis

dengan menggunakan mud cleaner dibandingkan dengan

penyaringan dengan screen terkecil. Selain itu penggunaan mud

cleaner lebih praktis juga lebih murah.

Gambar 2.4 Desilter

Penggambaran sand content dari lumpur pemboran merupakan

prosentase volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih besar

dari 74 mikron. Hal ini dilakukan melalui pengukuran degan saringan

tertentu. Jadi persamaan untuk menentukan kandungan pasir (sand

content) pada lumpur pemboran adalah :

n= VsVm

x100 %

14

Dimana :

n = kandungan pasir

Vs = Volume pasir dala lumpur

Vm = Volume lumpu

2.3. Alat dan Bahan

2.3.1. Alat

a) Mud balance

b) Retort kit

c) Multi mixer

d) Wetting agent

e) Sand Content Set

f) Gelas ukur 500 cc

Gambar 2.5 Mud Balance

15

Gambar 2.6 Sand content set

Gambar 2.7 Retort Kit

Gambar 2.8 Timbangan

16

2.3.2. Bahan

a) Barite

b) Bentonite

c) Aquades

Gambar 2.9 Bentonite

Gambar 2.10 Aquades

2.3 Prosedur Percobaan

1. Densitas Lumpur

a) Mengkalibrasi peralatan mud balance sebagai berikut

Membersihkan peralatan mud balance

Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu tutup dan dibersihkan

bagian luarnya. Keringkan dengan kertas tissue.

Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula

Rider ditempatkan pada skala 8.33 ppg

17

Mencek pada level glass bila tidak seimbamg atur calibration

screw sampai seimbang

b) Menimbang beberapa zat yang digunakan.

c) Menakar air 350 cc dan dicampur dengan 22.5 gr bentonite. Caranya

air dimasukkan dalam bejana lalu dipasang multi mixer dan bentonite

dimasukkan sedikit demi sedikit setelah multi mixer dijalankan.

Selang beberapa menit setelah dicampur, bejana diambil dan isi cup

mud balance dengan lumpur yang telah dibuat.

d) Cup ditutup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar dan

tutup cup dibersihkan.

e) Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, lalu mengatur

rider hingga seimbang. Baca densitas yang ditunjukkan oleh skala.

f) Ulangi langkah lima untuk komposisi campuaran yang berbeda.

2. Sand Content

a) Isi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.

Tambahkan air pada batas berikutnya. Tutup mulut tabung dan

kocok dengan kuat.

b) Tuangkan campuran tersebut ke saringan. Biarkan cairan mengalir

keluar melalui saringan. Tambahkan air ke dalam tabung, kocok dan

tuangkan kembali ke saringan. Ulangi hingga tabung menjadi bersih.

Cuci pasir yang tersaring pada saringan untuk melepaskan sisa

lumpur yang melekat

c) Pasang funnel pada sisi atas sieve. Dengan perlahan-lahan balik

rangkaian tersebut dan masukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur

hanyutkan pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui

saringan hingga semua pasir tertampung dalam gelas ukur. Biarkan

pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung, baca persen

volume dari pasir yang mengendap.

d) Catat sand content dari umpur dalam persen volume.

18

3. Penentuan Kadar Cairan Lapisan

a) Mengambil himpunan retort keluar dari insulator block, keluarkan

mud chamber dari retort.

b) Mengisi upper chamber dengan steel wall.

c) Mengisi mud chamber dengan lumpur dan tempatkan kembali

tutupnya, bersihkan lelehan lumpurnya.

d) Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian

tempatkan kembali ke dalam insulator.

e) Ditambahkan setetes weting agent pada gelas ukur dan tempatkan

dibawah kondensator.

f) Memanaskan lumpur sampai tidak terjadi kondensasi lagi yang

ditandai dengan matinya lampu indicator.

g) Hal – hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung adalah:

% volume minyak = ml minyak x 10

% volume air = ml air x 10

% volume padatan = 100 – (ml minyak + ml air) x 10

Gram minyak = ml minyak x 0,8

Gram lumpur = lb/gall lumpur x 1,2

Gram padatan = Gram lumpur – (Gram minyak + gr air)

ml padatan = 10 – (ml minyak + ml air)

Specific gravity padatan rata – rata = gr padatan / ml padatan

% berat padatan = (gram padatan / gram lumpur) x 100

19

2.5. Data dan Hasil Percobaan

Data hasil percobaan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Data Densitas dan Sand Content Hasil Percobaan

No Komposisi lumpurDensitas

(ppg)

Sand Content

(% Volume)

1 Lumpur dasar (LD) 8.65 0.50

2 LD + 2 gr Barite 8.70 0.50

3 LD + 5 gr Barite 8.75 0.50

4 LD + 10 gr CaCO3 8.75 0.75

5 LD + 15 gr CaCO3 8.80 0.75

2.6. Pembahasan

2.6.1. Pembahasan Praktikum

Dari praktikum diatas dapat dilihat bahwa, salah satu sifat fisik

lumpur pemboran, yaitu densitas memiliki peranan yang sangat vital

dalam keberhasilan suatu proses pemboran. Apabila lumpur memiliki

densitas yang terlalu besar maka akan terjadi loss circulation. Sedangkan

jika terlalu kecil dibandingkan tekanan hidroststis maka akan terjadi kick.

Oleh karena itu, diperlukan sifat lumpur yang tepat. Kandungan pasir

dalam lumpur akan mengakibatkan perubahan sifat fisik dari lumpur

pemboran. Untuk mengatasi kandungan pasir digunakan desander untuk

mengurangi kandungan pasir dalam lumpur. Untuk mengukur besarnya

densitas lumpur di gunakan alat yang disebut mud balance.

Dalam praktikum ini terdapat lumpur dasar yang terdiri dari

campuran 350 cc air dan 25 gram bentonite. Pada keadaan normal, lumpur

dasar memiliki densitas 8.65 ppg dan sand content 0.50. Saat ditambahkan

barite sebanyak 2 gram, densitas meningkat menjadi 8.70 ppg dengan

harga sand content tetap. Kemudian ditambahkan lagi bentonite sebanyak

5 gram, harga densitas meningkat menjadi 8.75 dengan sand content yang

20

tetap. Pada penambahan carbonite sebanyak 15 gram sand content pun

juga ikut meningkat.

Berdasar hasil percobaan diatas dapat dilihat bahwa penambahan

barite dan calcium carbonat akan memperbesar harga densitas lumpur.

Penambahan barite kedalam lumpur tidak meningkatkan kandungan pasir.

Namun, dengan penambahan bentonite kedalam lumpur akan

meningkatkan kandungan pasir dalam lumpur. Oleh karena penambahan

zat additive diatas dapat mengontrol sand content dan densitasnya.

2.6.2. Pembahasan Soal

1. Dilihat dari hasil percobaan diatas, jelaskan apakah barite dan CaCO3

mempunyai fungsi yang sama?

Jawab : Ya, karena CaCO3 dan barite mempunyai fungsi yang sama

sebagai additive (material pemberat) untuk menaikkan densitas

lumpur. CaCO3 dan barite juga digunakan pada lumpur di

dasar minyak.

2. Jika saudara bekerja sebagai mud engineer pada suatu operasi

pemboran berdasarkan pengalaman, densitas lumpur yang akan

digunakan berkisar antara 9 – 14 ppg. Dari dua jenis material pemberat

diatas, material manakah yang akan saudara gunakan? Berikan

alasannya!

Jawab : Dari dua material pemberat diatas, saya akan memilih barite,

karena kandungan pasirnya kecil dan sangat ekonomis

digunakan untuk meningkatkan densitas lumpur.

3. Barite (BaSO4) mempunyai SG dari 4,2 – 4,5. Dari data diatas,

perkirakan SG dari barite tersebut, jika diketahui SG bentonite = 2,6!

(ρair = 8,33 ppg)

Jawab : ρlumpur = ρair x SG bentonite

= 8,33 ppg x 2,6

21

= 21,658 ppg

VsVml

=ρlumpur−ρm

( ρml x SG barite )− ρml

0,50= 21,658 ppg−8,33 ppg(8,33 ppg x SG barite )−8,33 ppg

4,165 ppg x SG barite – 4,165 ppg = 13,328 ppg

4,165 ppg x SG barite =13,328ppg+4,165 ppg

4,165 ppg x SG barite = 17,493 ppg

SG barite = 17,493 ppg4,165 ppg

SG barite = 4,2

4. Dari jawaban soal no.3, perhatikan apakah harga yang diperoleh

tersebut berada dalam range SG barite seperti tertulis dalam soal? Jika

ya, tentukan apakah barite tersebut termasuk pure barite (barite murni)

atau API barite? Jika tidak, jelaskan apa sebabnya!

Jawab : Berdasarkan jawaban nomor 3, maka harga SG barite yang

didapat sebesar 4,2 seperti yang termasuk di dalam range SG

dalam soal, berarti barite tersebut merupakan API barite.

5. Dari table diatas terlihat bahwa selain densitas, juga diukur kadar pasir.

Jelaskan secara singkat mengapa perlu dilakukan pengukuran kadar

pasir dan bagaimana cara mengatasi masalah tersebut dalam operasi

pemboran!

Jawab : Pengukuran kadar pasir perlu dilakukan, karena dapat

mempengaruhi karakteristik lumpur yang disirkulasikan.

Dalam hal ini akan menambah densitas lumpur yang telah

disirkulasi. Cara mengatasinya adalah dengan proses

pembersihan menggunakan conditioning equipment yang

22

fungsinya menghilangkan partikel – partikel yang masuk ke

dalam lumpur selama sirkulasi.

6. Pada saat ini selain barite dapat juga digunakan hematite (Fe2O3) dan

ilmenite (FeO.TiO2) sebagai density control additive. Hematite

mempunyai harga SG antara 4.9 – 5.3, sedangkan ilmenite dari 4.5 –

5.11 dengan kekerasan masing – masing 2 kali lebih dari barite. Dari

data – data tersebut, buatlah analisa kelebihan dan kekurangan kedua

additive tersebut jika dibandingkan dengan barite?

Jawab :

- Kelebihannya :

Pengontrolan tekanan static lumpur akan lebih

rendah dilakukan

Cocok untuk pemboran yang dangkal

Lost circulation akan lebih mudah dicegah

- Kekurangannya :

Sukar larut dan bercampur dengan lumpur yang

lama

Tidak ekonomis apabila ingin menaikkan densitas

Tidak sesuai dengan pemboran yang tekanan

formasinya cukup tinggi

7. Galena (PbS) mempunyai harga SG sekitar 7,5 dan dapat digunakan

untuk membuat lumpur dengan densitas lebih dari 19 ppg. Jelaskan

mengapa material ini jarang digunakan sebagai density control additive

dan hanya digunakan untuk masalah – masalah pemboran khusus!

Jawab : Galena memang hanya digunakan untuk masalah pemboran

khusus, karena SG galena (PbS) tinggi, sehingga

meningkatkan densitas mencapai > 19 ppg.

23

8. Suatu saat saudara berada di lokasi pemboran. Pada saat bit mencapai

kedalaman 1600 ft, saudara diharuskan menaikkan densitas dari 200 bbl

lumpur 11 ppg menjadi 11,5 ppg dengan menggunakan barite (SG =

4,2) dengan catatan bahwa volume akhir tidak dibatasi. Hitunglah

jumlah barite yang dibutuhkan (dalam lb)!

Jawab : Vml = 200 bbl = 200 x 42 gallon/bbl = 8.400 gallon

ρs = SG x 8,33 ppg = 4,2 x 8,33 ppg = 35 ppg

Ws=( ρmb−ρml ) V ml

(ρs−ρmb)x ρ s

¿(11,5 ppg−11 ppg ) 8.400 lb

(35 ppg−11,5 ppg)x35 ppg

= 6255, 319 lb

9. Sebutkan hal – hal yang terjadi jika sand content terlalu besar?

Jawab : maka akan menyebabkan hal – hal sebagai berikut :

Dapat mempengaruhi karakteristik lumpur yang akan

disirkulasikan.

Meningkatkan densitas lumpur sehingga dapat menambah

beban pompa sirkulsi lumpur.

Dapat merusak peralatan pemboran, karena sand content

bersifat abrasive.

Rusaknya peralatan pemboran akibat sand content yang

abrasive, akan memperbesar cost.

2.7. Kesimpulan

1. Densitas menggambarkan gradient tekanan hidrostastik dari lumpur

sehingga dibutuhkan densitas yang sesuai dengan tekanan hidrostatik

lumpur yang dibutuhkan untuk melawan tekanan formasi.

24

2. Pada pemboran, densitas lumpur yang terlalu besar dapat

menimbulkan loss circulation sedangkan densitas terlalu kecil dapat

menimbulkan kick.

3. Bentonite, Barite dan Calcium Carbonate merupakan bahan dasar

pembentuk lumpur pemboran. Ketiga-tiganya merupakan material

pemberat yang menjadi bahan dasar dari pada lumpur pemboran.

4. Penambahan Barite mengasilkan peningkatan densitas yang lebih besar

dibandingkan penambahan Calcium Carbonate

5. Kandungan pasir di indikasikan dari penggunaan Bentonite dan juga

Calcium Carbonate. Kandungan pasir sendiri dapat memberi dampak

naiknya densitas dan menambah beban pada pompa.

25

BAB III

PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGTH

3.1 Tujuan Percobaan

1. Menentukan viskositas nyata (apparent viscosity), plastic viscosity,

yield point dan gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan

Fann VG meter.

2. Mengetaui tingkat viskositas dari suatu lumpur pemboran.

3. Menentukan viskositas lumpur yang sesuai dengan keadaan formasi.

4. Mengetahui hubungan viskositas dengan pembentukan gel strength.

5. Mengetahui pengaruh gel strength pada lumpur pemboran.

3.2. Teori Dasar

Viskositas didefinisikan sebagai kemampuan lumpur untuk mengalir

dalam suatu media. Satuan viskositas adalah centipoice (cp). Alat yang

digunakan untuk menentukan viskositas adalah Marsh Funnel atau Fann

VG meter.

Kemampuan lumpur untuk membentuk gel (agar-agar) yang sangat

berguna pada saat round trip (pergantian pipa). Gel strength merupakan

salah satu indikator baik atau tidaknya lumpur pemboran. Gel strength

merupakan ukuran gaya tarik menarik partikel lumpur yang statik.

Viskositas dan gel strength merupakan bagian yang pokok dalam

sifat-sifat rheologi fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheology fluida

pemboran penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan

fungsi langsung dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada

saat round trip sehingga dapat mencegah cutting mengendap didasar

sumur yang dapat menyebabkan kesukaran pemboran selanjutnya.

26

Viscositas dan gel strength merupakan sebagian dari indikator baik

tidaknya suatu lumpur.

Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran.

Lumpur pemboran ini mengikuti model-model rheologi bingham plastic,

power law. Bingham plastic merupakan model sederhana untuk fluida non

newtonian.

Yang dimaksud dengan fluida non newtonian adalah fluida yang

mempunyai viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran

(shear rate) yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai

viscositas yang disebut apparent viscosity dari fluida pada shear rate

tersebut.

Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viscositas yang

konstan, fluida non newtonian memperlihatkan suatu yield stress pada

jumlah tertentu dari tahapan dalam yang harus diberikan agar fluida

mengalir seluruhnya.

Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana

dilakukan dengan menggunakan alat marsh funnel. Viskositas ini adalah

jumlah detik yang dibutuhkan lumpur sebanyak 0.9463 liter untuk

mengalir keluar dari corong marsh funnel. Bertambahnya viscositas ini

direfleksikan dalam bertambahnya apparent viscosity. Untuk fluida non

newtonian, informasi yang diberikan marsh funnel memberikan suatu

gambaran rheology fluida yang tidak lengkap sehingga biasanya

digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi

sekarang.

Viscosity plastic seringkali digambarkan sebagai bagian dari

resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.

Yield point adalah bagian dari reeistensi untuk mengalir oleh gaya

tarik menarik antar partikel yang dinamik. Gaya tarik menarik ini

disebakan oleh muatan-muatan pada permukaan partikel yang didespersi

dalam fasa fluida.

27

Gel strength dan yield point merupakan ukuran dari gaya tarik

menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya gel strength merupakan

ukuran gaya tarik menarik yang statik, sedangkan yield point merupakan

ukuran gaya tarik menarik yang dinamik.

3.2.1. Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate

Harga shear stress dan shear rate yang masing-masing dinyatakan

dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM

motor, harus diubah menjadi harga shear stress dan shear rate dalam

satuan dyne/cm2 dan detik1 agar diperoleh harga viscosity dalam satuan CP

( centipoises). Adapun persamaanya adalah sebagai berikut :

dimana :

τ : shear stress, dyne/cm2

γ : shear rate, detik-1

C : Dial Reading, derajat

RPM : revolution per minute dari rotor

3.2.2. Penentuan Harga Viscositas Nyata (Apparent Viscosity)

Viscositas nyata µa untuk setiap harga shear rate dihitung

berdasarkan hubungan :

Τ = 5.007 x C

γ = 1.704 x RPM

μa=τγ

x100

μa=(300 xC )

RPMx 100

28

3.2.3. Penentuan plastic viscosity dan yield point

Untuk menentukan plastic viscoosity (µp) dan yield point (γp) dalam

field unit digunakan persamaan Bingham Plastic sebagai berikut :

Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) kedalam persamaan (5)

didapat :

dimana :

µp : Plastic Viscosity, cp

γb : yield point Bingham, lb/100 ft

C600 : Dial reading pada 600 RPM, derajat

C600 : Dial reading pada 300 RPM, derajat

3.2.4. Penentuan Harga Gel Strength

Harga gel strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari

pengukuran dengan alat Fann VG. Simpangan skala penunjuk akibat

digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga

gel strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft

3.3. Alat dan Bahan

3.3.2. Alat :

a. Marsh Funnel

b. Timbangan

c. Gelas Ukur 500 cc

μp=τ600−τ300

γ 600−γ300

µp = C600 – C300

γb = C600 – µp

29

d. Fann VG meter

e. Mud Mixer

f. Cup Mud Funnel

Gambar 3.1 Marsh Funnel

Gambar 3.2 Fann VG Meter

30

Gambar 3.3. Mud Mixer

Gambar 3.4 Timbangan

3.4.2. Bahan :

a) Bentonite

b) Air tawar (aquades)

c) Bahan-bahan pengencer (Thinner)

Gambar 3.5 Bentonite

31

Gambar 3.6 Aquades

Gambar 3.7 Thinner

3.5. Prosedur Percobaan

1. Membuat lumpur

Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan lumpur

pada acara 1.

2. Cara Kerja Dengan Mars Funnel

a) Tutup bagian bawah dari mars funnel dengan jari tangan.

Tuangkan lumpur bor melalui saringan sampai lumpur

menyinggung bagian bawah saringan (1500 cc)

b) Setelah disediakan bejana yang telah tertentu isinya ( 1 quart = 946

ml). Pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga

lumpur mengalir dan ditampung dengan bejana tadi.

32

c) Catat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi bejana

tertentu isinya tadi.

3. Mengukur Shear Stress dengan fann VG

a) Isi bejana dengan lumpur sampai batas yang telah ditentukan.

b) Letakkan bejana pada tempatnya, serta atur kedudukannya

sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam lumpur

menurut batas yang telah ditentukan.

c) Gerakkan rotor pada posisi High dan tempatkan kecepatan putar

rotor pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan

sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat

harga yang ditunjukkan skala.

d) Pencatatan harga yang dilakukan oleh skala penunjuk setelah

mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200,

100, 6 dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti diatas.

4. Pengukuran gel strength dengan fann VG

a) Setelah selesai mengukur shear stress, aduk lumpur dengan fann

Vg pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.

b) Matikan Fann VG kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.

c) Setelah 10 detik gerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM. Baca

simpangan maksimum pada skala penunjuk.

d) Aduk kembali lumpur dengan Fan VG pada kecepatan rotor 600

RPM selama 10 detik. Ulangi kerja diatas untuk gel strength 10

menit (untutk gel strenght 10 menit, lama pendiaman lumpur 10

menit)

33

3.6.2. Data dan Hasil Percobaan

Dari percobaan diperoleh hasil sebagi berikut :

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Viscositas Dan Gel Strength

No Komposisi lumpurµ

relativeµ plastic Yp

GS 10 detik

Gs 10 menit

1 LD 52 3.5 21.5 3 10

2 LD + 2 gr dextrid 61 6 24 5 14

3 LD + 2.6 gr dexrtid - 11 27 18 72

4 LD + 3 gr bentonite 50 2 3.4 7 20

5 LD + 9 gr bentonite - 12 50 24 104

3.7. Pembahasan

3.7.1. Pembahasan Praktikum

Pada praktikum acara pengukuran viskositas dan gel strength, pada

lumpur dasar yang sudah dibuat ditambahkan zat additif, yaitu dextrid dan

bentonite. Penambahan bahan additif pada lumpur pemboran akan

mempengaruhi rheology dari lumpur tersebut. Penambahan Dextrid ke

dalam Lumpur akan menaikkan Viscosity Relatif (µr), plastic viscosity (µp),

yield point (γp), dan Gel Strength (Gs).

Sedangkan untuk penambahan bentonite fungsinya juga sama,

yaitu meningkatkan nilai Viscosity Relatif (µr), plastic viscosity (µp), yield

point (γp), dan Gel Strength (Gs). Namun untuk penggunaan bentonite,

maka efeknya tergantung dari dosis yang ditambahkan kedalam lumpur

dasar.

Dalam praktikum ini bertujuan untuk menentukan sifat-sifat fisik

lumpur pemboran seperti viscositas,yield point, dan gel strength. Dari

table praktikum diatas diketahui lumpur dasar tanpa penambahan zat

additive. Pada lumpur dasar ini mempunyai viscositas relative sebesar 52

34

cp, viskositas plastic sebesar 3.5 cp, yield point sebesar 21.5, dan gel

strength masing-masing pada 10 detik sebesar 3 dan pada 10 menit sebesar

10. Saat ditambah dengan 2 dan 2.6 gram dextrid terdapat perbandingan

pada viscositas relative, pada LD + 2 gr dextrid memliki viskositas relative

sebesar 61 cp, sedangkan pada LD + 2.6 gr dextrid tidak memiliki

viscositas relative. Pada penambahan bentonite sebanyak 3 dan 9 gram

juga memliki perbandingan pada viscositas relative. Pada LD + 3 gr

bentonite memiliki viscositas sebesar 50 cp, sedangkan pada LD + 9 gr

bentonite tidak memiliki viscositas relative.Dari kedua additive tersebut,

dextrid dan bentonite, perubahan nilai gel strength terlihat sangat

signifikan saat ditambahkan bentonite daripada dextrid karena bentonite

yang ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dextrid

Pada saat ditambahkan dextrid terjadi perubahan nilai viscositas plastic,

yield point serta gel strength yang dimana nilai dari ketiganya menjadi

lebih besar dibandingkan keadaan pada lumpur awal.

3.7.2. Pembahasan Soal

1. Berikan penjelasan analog antara dextrid dan bentonit jika berdasarkan

table hasil percobaan diatas!

Jawab : Dengan penambahan dextrid akan menaikkan viscositas

relative, viscositas plastic, yield, gel strength secara

significant, sedangkan dengan penambahan bentonite

menjadi menurunkan viscositas relative, visvositas plastic,

yield point, dan gel strength.

2. Dengan melihat data di atas, jelaskan maksud penambahan dextrid ke

dalam lumpur dan jelaskan bagaimana additive tersebut dapat

melakukan fungsinya!

Jawab : Penambahan dextrid ke dalam lumpur adalah untuk

meningkatkan viscositas plastic dan yield point serta gel

35

strength. Naiknya viscositas plastic secara tidak langsung

menaikkan viskositasnya.

3. Dari dua additive diatas, manakah additive yang lebih significant

menaikkan gel strength?

Jawab : Bentonite lebih significant dalam menaikkan gel strength,

berdasarkan data diatas dengan penambahan bentonite, gel

strength pada lumpur dasar 3 menjadi 7.

4. Dari data di atas terlihat bahwa harga GS 10 menit selalu lebih besar

dari GS 10 detik, Jelaskan!

Jawab : Karena untuk membentuk gel, lumpur memerlukan waktu

dengan penambahan kekerasan yang sebanding dengan

fungsi waktu. Lumpur dikatakan bagus jika GS low flat

(nilainya lebih rendah dan relative konstan terhadap waktu).

5. Dari suatu percobaan yang dilakukan dalam pembuatan lumpur dengan

barit seberat 4 gram, kemudian itu didapatkan deal reading pada 600

RPM sebesar 155 dan dial reading pada 300 RPM sebesar 130,

hitunglah nilai plastic viscosity dan yield point dari percobaan tersebut !

Jawab : Diketahui : C600 = 155

C300 = 130

Ditanya : µp…?

Yb…?

Jawab : µp = C600 – C300

= 155 – 130

= 25

Yb = C300 - µp

= 130 – 25

= 115

36

3.8. Kesimpulan

1. Viskositas dan Gel Strength berperan dalam mekanisme pengangkatan

cutting kepermukaan.

2. Dextrid dan bentonite digunakan sebagai additive yang berperan dalam

perbaikan rheology lumpur pemboran yaitu bekerja menaikan

viskositas dan gel strength. Dextrid dapat menaikkan nilai viscositas,

yield point dan gel strength lumpur pemboran sedangkan penambahan

bentonite lebih terlihat pada perubahan nilai gel strength lumpur yang

signifikan.

3. Melalui data GS 10 detik dan 10 menit menjelaskan bahwa Gel

Strength berbanding lurus dengan waktu.

4. Pembentukan mud cake yang mempunyai ketebalan relatif dibutuhkan

karena dapat mengurangi filtration loss dan juga dapat menjadi

bantalan bagi drill string.

5. Semakin besar volume filtrate maka semakin tebal mud cake yang

terbentuk.

37

BAB IV

FILTRASI DAN MUD CAKE

4.1. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui filtrasi dan mud cake pada proses pemboran.

2. Mengetahui proses pembentukan mud cake.

3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan mud cake.

4. Mengenal dan memahami peralatan-peralatan dan prinsip kerja filter

press

5. Mengetahui hubungan antara filtrasi dan mud cake

4.2 Teori Dasar

Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan

porous, batuan tersebut akan bertindak sebagai saringan yang

memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil melewatinya. Fluida yang

hilang kedalam batuan disebut Filtrate. Proses filtasi diatas hanya terjadi

apabila terdapat perbedaan tekanan positif kearah batuan. Pada dasarnya

ada dua jenis filtration yang terjadi selama operasi pemboran , yaitu static

filtration dan dynamic filtration. Static filtration terjadi jika lumpur berada

dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika lumpur

disirkulasikan.

Mud cake yang tipis merupakan bantalan yang baik antara pipa

pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake yang tebal akan menjepit

pipa pemboran sehingga sulit diputar dan diangkat. Filtrate yang terlalu

banyak menyusup ke pori-pori batuan dapat menimbulkan damaged pada

formasi. Alat untuk mendiagnosis filtration loss dan mud cake adalah

HPHT (High Pressure High Temperature).

38

Gambar 4.1 HPHT

Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake tidak dikontrol

maka akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi

pemboran maupun evaluasi pipa pemboran dan permukaan lubang bor.

Mud cake yang tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga sulit

diangakat dan diputar, sedangkan filtrat akan menyusup ke formasi dan

dapat menimbulkan damage pada formasi.

Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukaran volume filtration

loss dan tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang

digunakan adalah APIRP 13 B untuk LPLT ( low pressure low

temperature ). Lumpur ditempatkan dalam silinder standar yang bagian

dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi tekanan sebesar 100 psi

dengan lama waktu pengukuran 30 menit. Volume filtrat ditampung dalam

gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).

Persamaan untuk volume filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan

dari persamaan darcy. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Vf = A[ 2 k ( Cc

Cm−1)

μΔ Pt ]

12

39

Dimana :

A : Filtration Area

K : Permeabilitas cake

Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake

Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur

P : Tekanan Filtrasi

T : Waktu filtrasi = viskositas filtrate

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam

pemboran yang berhubungan erat baik waktu, kejadian maupun sebab dan

akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara

bersamaan.

Persamaan yang umum digunakan untuk statik filtration loss adalah

sebagai berikut :

Dimana :

Q1 : fluid filtration loss pada waktu t1

Q2 : fluid filtration loss pada waktu t2

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen

cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori,

komponen cair dari lumpur akan masuk ke dalam dinding lubang bor. Zat

cair yang masuk ini disebut filtrate. Padatan dari lumpur akan menempel

pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel

ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka cairan yang

masuk ke dalam formasi juga berhenti.

Q 2=Q 1 x ( t 2t 1 )

0 . 5

40

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan

menyebabkan akibat negatif. Akibat-akibat itu antara lain, sebagai

berikut:

a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.

Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah

air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehinga

dinding lubang cenderung untuk runtuh.

b. Menyalahi interpretasi dari logging.

Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari

formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut.

Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging

adalah resistivity dari filtrat.

c. Water blocking

Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari

formasi ke dalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.

d. Differential sticking

Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari

lumpur akan tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi

dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang

terbenam didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan

tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang.

41

e. Channeling pada semen.

Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis

akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang

tidak baik

4.3 Alat dan Bahan

4.3.1 Alat

a) Filter Press

b) Mud Mixer

c) Stop Watch

d) Gelas ukur 50 cc

e) Jangka sorong

f) Filter paper

Gambar 4.2 gelas ukur

Gambar 4.3 jangka sorong

42

Gambar 4.4 stopwatch

4.3.2 Bahan :

a) Bentonite

b) Aquades

c) PAC – L

d) Spresene

Gambar 4.5 Bentonite

Gambar 4.6 Aquades

43

4.4. Prosedur Percobaan

1) Pembuatan lumpur :

Buat lumpur standar : 22.5 gr bentonite + 350 cc aquadest. Tambahkan

additive sesuai dengan petunjuk asisten. Aduk selama 20 menit.

2) Persiapkan alat filter press dan segera pasang filter paper serapat

mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung

fluid filtrat.

3) Tuangkan campuran lumpur kedalam silinder dan segera tutup

rapat.kemudian alirkan udara dengan tekanan 100 psi.

4) Segera catat volume filtrat sebagai fungsi dari waktu dengan stop

watch. Interval pengamatan setiap 2 menit pada 20 menit pertama,

kemudian setiap 5 menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume

filtrat pada menit ke 7.

5) Hentikan penekanan udara, buang tekanan udara dalam silinder (bleed

off) dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan kembali ke dalam

breaker.

6) Tentukan tebal mud cake yang terjadi dan ukur pH nya.

4.5 Data dan Hasil Percobaan

Dari percobaan diperoleh hasil sebagai berkut :

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Filtrasi dan Mud Cake

No Komposisi LumpurV2 (ml)

V7.5 (ml)

V30 (ml)

pHMud Cake

(1/32”)

1 Lumpur Dasar (LD) 3.25 6.5 12.8 9.83 1.932 LD + 2 gr dextrid 2.3 4.25 8 9.84 1.473 LD + 2.6 gr dexrtid 1.8 3.8 8.2 10.2 2.984 LD + 9 gr bentonite 4 7.5 11.5 9.81 2.4

5LD + 1.5 gr quebracho

3.5 7 12.5 8.26 2.1

44

4.6. Pembahasan

4.6.1. Pembahasan Praktikum

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diketahui bahwa penambahan dextrid

akan meningkatkan nilai pH lumpur pemboran, sedangkan untuk

penambahan quebracho dan bentonite akan menurunkan nilai pH lumpur

pemboran. Dengan demikian untuk meningkatkan atau menurunkan pH

lumpur pemboran dapat dipilih dari bahan-bahan tersebut tergantung

kondisi lumpur. Dengan menambahkan dextride sebanyak 2 gram, maka

pH lumpur akan meningkat dari 9,83 menjadi 9,84. Untuk penambahan

dextride sebanyak 2,6 gram maka pH lumpur akan meningkat menjadi

10,2. Sedangkan untuk penambahan bentonite sebanyak 9 gram maka pH

lumpur akan menurun menjadi 9,81, serta untuk penambahan 1,5 gr

quebracho maka pH lumpur akan turun menjadi 8,26.

Dalam operasi pemboran umumnya nilai pH lumpur yang diinginkan

adalah antara 9 sampai 12. Jika pH terlalu rendah maka akan berpotensi

menimbuklan korosi pada peralatan pemboran, sedangkan boila terlalu

tinggi maka akan mengakibatkan timbilnya scale pada peralatan

pemboran. Lumpur pemboran diinginkan basa juga karena sifat fluida

yang memiliki keasaman tinggi umumnya adalah licin sehingga berperan

dalam melicinkan bir sehingga dapat mengurangi torsi pada proses otasi

pemboran.

Bahan-bahan diatas juga mempengaruhi tebal mud cake yang akan

terbentuk, yaitu meningkatkan tebal mud cake. Untuk penambahan 2 gram

dextride diperoleh tebal mud cake pada tabel sebesar 1,47” (lebih kecil

dibandingkan tebal mud cake lumpur dasar), untuk penambahan dextride

sebanyak 2,6 gram diperoleh tebal mud cake setebal 2,98”. Pada

penambahan 9 gram bentonite diperoleh mud cake setebal 2,4 ”, dan pada

penambahan 1,5 gram quebracho diperoleh tebal mud cake setebal 2,1”.

45

4.6.2. Pembahasan Soal

1. Berdasarkan data diatas, jelaskan fungsi penambahan dextrid, bentonite

& quebracho!

Jawab :

Penambahan Dextrid dalam Lumpur Dasar akan

mengakibatkan penurunan volume filtrate baik untuk

V2,V7,5 maupun V30 sedangkan dextrid ini akan

menaikkan nilai pH lumpur dan menaikkan tebal lapisan

mud cake yang terbentuk dalam lubang.

Panambahan Bentonite kedalam Lumpur dasar tersebut

akan mengkibatkan kenaikan volume filtrate dan

menambah tebal mud cake, tetapi akan menurunkan

harga pH lumpur pemboran.

Penambahan quebracho dlam lumpur pemboran maka

akan menaikkan volume filtrat, menaikkan mud cake dan

merunkan pH.

2. Dalam percobaan ini, selain mengukur volume filtrate juga dilakukan

pengukuran pH. Apakah pengaruh pH terhadap kondisi lumpur

pemboran?

Jawab : pH adalah indicator asam atau besarnya suatu zat termasuk

lumpur pemboran. Apabila lumpur bersifat asam maka dapat

menyebabkan korosi pada pipa pemboran dan lumpur bersifat

basa akan menyebabkan scale.

3. Apakah mud cake diharapkan di dalam operasi pemboran? jelaskan!

Jawab : Iya, mud cake yang memiliki ketebalan cukup merupakan

bantalan yang baik untuk drill string. Namun jika sudah

terlalu tebal dapat membuat rangkaian peralatan pemboran

terjepit dan akan susah untuk diangkat ke permukaan.

46

4. Bagaimana cara mencegah filtrate loss yang terlalu besar?

Jawab : Mencegah loss dengan menjaga tekanan lumpur atau tekanan

hidrostatik lumpur jangan terlalu besar dibandingkan dengan

tekanan formasi.

5. Apa yang anda ketahui tentang Sodium Carboxymethyl Cellulose

(CMC)? (jelaskan secara singkat)

Jawab : Sodium Carboxymethyl Cellulose (CMC) adalah selulosa

derivatif dengan kelompok karboksimetil (-CH2-COOH)

terikat ke beberapa hidroksil kelompok dari glukopiranosa

monomer yang membentuk selulosa tulang punggung . CMC

dalam industri pengeboran minyak digunakan sebagai bahan

lumpur pemboran, di mana ia bertindak sebagai agen

pengubah viskositas dan retensi air.

Sebagai filtration loss agent, yaitu bahan additive yang

digunakan untuk mengurangi filtration loss dan mud cake

yang disebabkan oleh kandungan NaCl karena cmc

mengandung NaOH yang dapat mendisolve NaCl.

4.7. Kesimpulan

1. Mud Cake dan Filtrate saling berkaitan erat, Filtrate sebagai fluida

yang hilang dan mud cake sebagai akibat dari pengerasan dari padatan

lumpur yang kehilangan fluida

2. Pada percobaan ini Dextrid, bentonite dan quebraco merupakan fluid

loss control agent yang berperan dalam mengontrol fluid loss.

3. Tebal mud cake akan sebanding dengan besarnya filtrate loss

4. Pembentukan mud cake dibutuhkan karena dapat mengurangi filtration

loss namun apabila tidak control (terlalu tebal) dapat menyebabkan

masalah pemboran.

5. Dampak yang terjadi bila Mud cake yang terbentuk terlalu tebal dapat

menjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar.

47

BAB V

ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN

5.1. Tujuan Percobaan

1. Memahami prinsip – prinsip dalam analisa kimia dan penerapan

dilapangan.

2. Mengetahui alat dan bahan yang di perlukan dalam analisa kimia

kimia lumpur pemboran.

3. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total dan kandungan ion – ion

yang terdapat dalam lumpur.

4. Memahami metode titrasi metode utama dalam analisa kimia lumpur

pemboran.

5. Mempelajari bagaimana cara menganalisa kimia lumpur.

5.2. Teori Dasar

Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran

harus terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi

dengan kondisi yang ada.

Perubahan kandungan ion – ion tertentu dalam lumpur pemboran

akan berpengaruh terhadap sifat – sifat fisik lumpur pemboran, oleh

karena itu kita perlu melakukan analisa kimia untuk mengontrol

kandungan ion – ion tersebut untuk kemudian dilakukan tindakan –

tindakan yang perlu dalam penanggulangannya.

Dalam percobaan ini akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan

filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total,

analisis kandungan ion chlor, ion kalsium, ion besi serta PH lumpur bor

(dalam hal ini filtratnya).

Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk

bereaksi dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui

konsentrasi hidroksil, bicarbonat dan carbonat. Pengetahuan tentang

konsentrasi ion – ion diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan

48

batu kapur yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran

menembus formasi limestone.

Anallisa kandungan ion chlor (CI) diperlukan untuk mengetahui

kontaminasi garam yang masuk ke sistem lumpur pada waktu pemboran

menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari

air formasi.

Air yang mengandung sejumlah besar ion Ca+2dam Mg+2 dikenal

sebagai hard water atau air sadah. Ion – ion ini bisa berasal dari lumpur

pada waktu membor formasi gypsum (CaSO42H2O).

Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pengontrolan

terjadinya korosi pada peralatan pemboran.

Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur

pemboran adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi dari sample yang diketahui

volumenya dengan sejumlah volume suatu larutan standar yang diketahui

konsentrasinya. Konsentrasi dari ion yang kita analisa dapat ditentukan

dengan pengetahuan tentang reaksi yang terjadi pada waktu titrasi.

Jenis - Jenis Lumpur Pemboran

Penamaan lumpur pemboran berdasarkan bahan dasar

pembuatannya, sehingga jenis lumpur pemboran dapat dikelompokan

sebagai berikut :

1. Water Base Mud

a. Fresh Water Mud

b. Salt Water Mud

2. Oil - in Water Emultion Mud

3. Oil Base Mud dan Oil Emultion Mud

4. Gaseous Drilling Fluids

5. Lumpur KCL Polymer

1. Water base mud

49

Pada lumpur pemboran jenis ini bahan dasar yang

digunakan adalah air, bila airnya berupa air tawar maka disebut

“fresh water mud” dan apabila airnya berupa air asin disebut

“salt water mud”.

a. Fresh Water Mud

Fresh water mud adalah jenis lumpur bor dengan air tawar

sebagai fasa cairnya. Dengan kadar garam yang sangata rendah

(kurang dari 10.000 ppm = 1 % berat garam ). Jenis lumpur ini

mempunyai beberapa macam jenis yang digunakan pada kondisi

tertentu, antara lain : Spud Mud, Bentonite Treated Mud,

Phospate Treated Mud, Organic Colloid Treated Mud, Gypsum

Treated Mud serta Calsium Treated Mud lainnya.

b. Salt Water Mud

Salt Water Mud merupaka lumpur pemboran yang

mengandung air garam dengan konsentrasi diatas 10.000 ppm.

Biasanya jenis lumpur ini ditambah organik koloid yang

berfungsi untuk memperkecil filtrate loss dan mempertipis mud

cake. Jenis lumpur ini biasanya digunakan untuk mengebor

lapisan garam. Pada umumnya salt water mud dibedakan

menjadi :

Unsaturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa

cairya diambil dari air laut yang dapat menimbulkan

busa (foaming) sehingga perlu ditambahkan bahan

kimia (defoamer)

Saturated Salt Water Mud yaitu lumpur yang fasa

cairnya dijenuhi oleh NaCL untuk mencegah pelarutan

garam pada formasi garam yang ditembus dan dapat

digunakan untuk mengebor lapisan shale.

Sodium - Sillicate Mud yaitu lumpur yang fasa cairnya

mengandung sekitar 65 % volume larutan Na - Silicate

50

dan 35 % larutan garam jenuh. Lumpur ini

dikembangkan untuk digunakan bagi pemboran

heaving shale, tetapi jarang digunakan karena lebih

banyak digunakan lumpur Lime Treated Gypsum

Lignosulfonate yang lebih baik, lebih murah dan mudah

dikontrol sifat - sifatnya.

2. Oil - In - Water Emultion Muds

Pada lumpur ini minyak merupakan fasa terbesar (emulsi

dan air ) sebagai fasa kontinyu. Jika pembuatannya baik

fltratnya hanya air. Air yang digunakan dapat fresh water atau

salt water. Sifat - sifat fisik yang dipengaruhi emulsifikasi

hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan

pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrat loss berkurang.

Keuntungan menggunakan oil - in - water - emultion mud

yaitu : bit lebih tahan lama, penetration rate naik, pengurangan

korosi drillstring, perbaikan terhadap sifat - sifat fisik lumpur

(viskositas dan tekanan pompa boleh dikurangi, water loss

turun, mud cake tipis) dan mengurangi balling (terlapisnya alat

oleh padatan lumpur) pada drillstring. Viskositas dan gel

strength lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak

sebagai thinner.

Semua minyak (crude) dapatdigunakan, tetapi lebih baik

digunakan minyak minyak refinery (refined oil) yang

mempunyai sifat :

Uncracked (tidak terpecah molekulnya) supaya stabil

Flash point tinggi untuk mencegah bahaya api.

Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak

merusak karet -karet pompa sirkulasi sistem.

Pour point rendah agar bisa digunakan untuk

bermacam - macam temperatur.

51

Keuntungan lainnya adalah karena bau dan

flouressensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal

dari formasi) sehingga berguna untuk pengamatan cutting dalam

menentukan adanya minyak. Untuk mencegah kerusakan karet -

karet dapat digunakan karet sintetis.

Pada umumnya Oil Water Emultion Mud dapat digolongkan

menjadi :

a. Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud

Fresh Water Oil - in - Water - Emultion Mud yaitu

lumpur yang mengandung NaCL sampai sekitar

60.000 ppm. Lumpur emulsi ini dibuat dengan

menambah emulsifier (pembuat emulsi) ke water

base mud diikuti dengan sejumlah minyak (5 - 25 %

volume). Jenis emulsifier bukan sabun lebih disukai

karena dapat digunakan dalam lumpur yang

mengandung Ca tanpa memperkecil emulsifiernya

dalam hal efisiensinya. Emulsifikasi minyak dapat

ditambah dengan agitasi (diaduk). Penambahan

minyak dan emulsifier secara periodik. Jika sebelum

emulsifikasi lumpurnya mengandung clay yang tinggi

pengenceran dengan air perlu dilakukan untuk

mencegah kenaikan viskositas. Karena keuntungan

dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini banyak

disukai.

b. Salt Water Oil - in - Water Emultion Mud

Lumpur ini mengandung paling sedikit (atau lebih

besar 60.000 ppm NaCL dalam fasa cairnya).

Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agent

organik. Lumpur ini umumnya mempunyai PH

52

dibawah 9 cocok digunakan untuk pemboran lapisan

garam. Keuntunganya adalah : densitynya kecil,

filtrate loss sedikit, mud cake tipis, lubrikasi lebih

baik. Foaming bisa dipecahkan dengan penambahan

surface active agent tertentu.

3. Oil base mud and oil base emultion mud

Oil Base Mud mempunyai fasa kontinyu minyak, kadar air

tidak boleh lebih besar dari 5 %, karena bila lebih besar sifat

lumpur menjadi tidak stabil. Untuk itu diperlukan tangki yang

tertutup agar terhindar dari hujan / embun dan bahaya api.

Untuk mengontrol viskositas, menaikan gel strength, dan

mengurangi efek kontaminasi air serta mengurangi filtrate loss

perlu ditambahkan zat - zat kimia. Lumpur jenis ini mahal

harganya, biasanya digunakan kalau keadaanya memaksa atau

pada completion dan Work Over sumur. Misalnya melepas drill

pipe terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner.

Keuntungannya mud cake tipis dan liat ,pelumas baik.

Oil Base Emultion Mud mempunyai minyak sebagai fasa

kontinyu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya mempunyai

faedah yang sama dengan oil base mud yaitu filtratenya minyak,

karena itu tidak menghidratkan shale / clay yang sensitive.

Perbedaan utamanya dengan oil base mud adalah bahwa air

ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan

kontaminer). Air yang teremulsi dapat antara 15 - 50 % volume,

tergantung density dan temperatur yang dihadapi. Karena air

merupakan bagian dari lumpur maka mengurangi bahaya api,

toleran terhadap air dan pengontrolan flow propertisnya (sifat -

sifat aliran) dapat seperti water base mud.

4. Gaseous Drilling Fluid

53

Lumpur pemboran jenis ini jarang sekali dipergunakan,

hanya dipakai untuk daerah - daerah yang sangat sensitif

terhadap tekanan hidrostatik, yaitu daerah yang membutuhkan

berat jenis lumpur yang sangat rendah.

Gaseous Drilling Fluid, fluidanya hanya terdiri dari gas

atau udara maupun aerated gas. Lumpur jenis ini biasanya

digunakan untuk pemboran yang formasinya keras dan kering

dan juga pada pemboran dimana kemungkinan terjadinya blow

out kecil sekali atau dimana loss circulation merupakan bahaya

utama.

5. Lumpur KCL polymer

Polymer berasal dari Poli yang berarti banyak dan berarti

unit molekul. Dapat dikatakan bahwa polymer adalah suatu

susunan rangkaian molekul yang panjang dalam bentuk unit

yang berulang. Sifat fisik polymer yang dapat dilihat dalam

suspensi adalah bentuk rantai, kumpulan rantai dan jenis dari

tiap unitnya.

Polymer yang dipasarkan terdiri atas polymer yamg tidak

larut dalam air dan yang larut. Untuk polymer yang larut adalah

yang sering dipergunakan dalam operasi pemboran sebagai

bahan penstabil sifat - sifat lumpur. Karena fluida pemboran

yang dipergunakan harus dalam bentuk suspensi, maka semua

bahan kimia penstabil harus mempunyai sifat dispersi.

Jenis polymer yang larut biasa dipakai adalah jenis

polielektrolit. Polielektrolit didefenisikan sebagai suatu jenis

molekul besar (polymer) yang mempunyai gugusan dapat

mengion disepanjang rantai. Muatan - muatan polielektrolit

dapat berupa muatan negatif (anionik), positif (kationik) dan

tidak bermuatan (non ionik). Untuk jenis kationik bersifat

menggumpalkan lempung (clay flokulation) dan jenis anionik

54

akan meningkatkan efektifitas dispersi dari lempung. Sifat

polyelektrolit didalam air adalah terjadinya proses penguraian

yang menghasilkan banyak ion (polyion), karena muatannya

saling berlawanan, maka hal ini akan menyebabkan

polielektrolit dapat larut kedalam air atau sedikitnya suka air

(hidrofilik).

Pada umumnya efektifitas dari polymer tergantung dari

jumlah muatan yang dihasilkan karena semakin banyak muatan

akan semakin tinggi kemampuan polymer tersebut.

5.3. Alat Dan Bahan

5.3.1. Peralatan :

1. Labu titrasi ukuran 250 ml dan 100 ml

2. Buret mikro

3. Pengaduk

4. Pipet dan pH paper

Gambar 5.1 Buret Mikro

55

Gambar 5.2 Pipet

Gambar 5.3 Labu Titrasi

Gambar 5.4 pH Paper

5.3.2. Bahan :

56

1. NaHCO3, NaOH, CaCO3, serbuk MgO, kalium khromat, bentonite,

gypsum, aquades, quebracho

2. Larutan H2SO4 0,02 N, larutan EDTA 0,01 M, larutan AgNO3, larutan

KMnO4 0,1 N

Gambar 5.5 Serbuk MgO

Gambar 5.6 CaCO3

Gambar 5.7 NaOH

57

Gambar 5.8 NaHCO3

Gambar 5.9 Aquadest

Gambar 5.10 Gypsum

5.4. Prosedur Percobaan

5.4.1. Analisa Kimia Alkalinitas

Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut:

350 ml aquadest + 22,5 gram bentonite + 0,5 gram NaHCO3 + 0,4 gram

aquadest NaOH + 0,2 gram CaCO3.

58

1. Ambil 3 ml filtrate tersebut dan memasukkan ke dalam labu titrasi 250

ml, kemudian menambahkan 20 ml aquadest.

2. Tambahkan 2 tetes indicator phenolphytalein dan titrasi dengan H2SO4

hingga warna merah tepat hilang. Reaksi yang terjadi:

OH-+ H+ H2O

3. Catat volume pmakaian H2SO4 (P ml)

4. Pada larutan titrasi, tambahkan 2 tetes indicator metyl jingga. Dan

titrasikan kembali dengan H2SO4 standar hingga berwarna jingga tua.

Reaksi yang terjadi:

HCO3 + H+ H2O + CO2

5. Catat volume pemakaian H2SO4 total (M ml)

Catatan, jika:

2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH- dan CO3-.

2P = M menunjukkan adanya gugus ion CO- saja.

2P < M menunjukkan adanya gugus ion CO3- dan HCO3

-.

P = 0 menunjukkan adanya gugus ion HCO3- saja.

P = M menunjukkan adanya gugus ion OH- saja.

Perhitungan:

1. Total alkalinity

2. CO3-2 Alkalinity

Jika ada OH-

Jika tidak ada OH-

MxNormalitas H 2 S O4 x 1000

mlfiltrat = epm total alkalinity

Ppm CO3-2 =

( M−P ) x N H2 SO4 x1000

ml filtratx BM C O3

−2

Ppm CO3-2 =

P x N H 2 S O4 x1000

ml filtratx BMHC O3

−2

59

3. OH- Alkalinity

4. HCO3- Alkalinity

5.4.2. Analisa Kesadahan Total

Buatlah lumpur dengan komposisi sebagai berikut:

350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan Ca+ + 6 ml larutan

Mg+2.

1. Ambil 3 ml filtrate lumpur tersebut, masukka ke dalam labu filtrasi 250

ml.

2. Tambahkan dengan 25 ml aquadest, 5 ml larutan buffer pH 10.

3. Titrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru tua.

4. Catat volume pemakaian EDTA reaksi yang terjadi:

Ca+2 + H2Y-2 CaY-2 + 2H+

Mg+2 + H2Y-2 MgY-2 + 2H+

Perhitungan Kesadahan Total:

5.4.3. Menentukan Kesadahan Mg2+ dan Ca2+

1. Ambil 3 ml filtrat lumpur diatas, masukkan ke dalam labu titrasi 250 ml.

2. Tambahkan 25 ml aquadest, 1 ml NaOH 10 N dan 50 mg murexid dalam

NaCl.

3. Titrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru.

4. Catat volume pemakaian EDTA

Reaksi yang terjadi:

Ppm OH- = (2P−M ) x N H 2 S O4 x1000

ml filtratx BMO H−¿ ¿

Ppm HCO3- =

( M−2 P ) x N H 2 S O4 x1000

ml filtratx BMHC O3

−2

mlEDTAxMEDTAx 1000mlfiltrat

=epm¿

60

Ca+2 + H2Y-2 CaY-2 + 2H+

Kesadahan Ca+ :

ppm Ca+2 = epm Ca+2 x BA Ca

Kesadahan Mg+2, ppm Mg+2 = (epm(Ca+2 + Mg+2) - epm Ca+2) x BA Mg

5.4.4. Menentukan Kandungan Clorida

Buat lumpur dengan komposisi sebagai berikut:

350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 0.4 ml NaCl

1. Ambil 2 ml filtrate lumpur tersebut, masukkan ke dalam labu titrasi 250

ml.

2. Tambahkan 25 ml aquadest, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes larutan

K2CrO4.

3. Titrasi dengan AgNO3 standar sampai terbentuk warna endapan jingga.

4. Cata volume pemakaian AgNO3.

Reaksi yang terjadi:

Cl- + Ag+ AgCl(s) (putih)

CrO4 + Ag+ Ag2CrO4(s) (merah)

5.4.5. Menentukan Kandungan Ion Besi (Metode I)

Buat filtrate lumpur bor dari campuran sebagai berikut:

350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 0.1 gram quebracho

1. Tuang 5 ml filtrate lumpur ke dalam gelas kimia kemudian tambahkan 1

tetes sampai 2 tetes HCl konsentrat.

2. Tambahkan 0.5 ml larutan Hidrogen Peroxyde, sampai didapat warna

kuning muda (end point).

3. Tambahkan 1 ml larutan indicator besi. Timbulnya warna ungu

menunjukkan adanya ion besi dalam filtrate lumpur.

epm Ca+ = ml EDTA x M EDTA x 1000

ml filtrat

61

4. Tambahkan 0.5 ml larutan buffer besi. Ukur harga pHnya. Jika terlalu

banyak larutan buffer yang ditambahkan maka akan timbul endapan

berwarna kecoklatan. Tambahkan satu tetes atau lebih HCl konsentrat

sampai endapan hilang.

5. Titrasi dengan KMnO4 0.1 N seperti langkah 2 (kuning muda).

5.4.6. Penentuan Kandungan Besi (Metode II)

Buat filtrate bor dari campuran sebagai berikut:

350 ml aquadest + 22.5 ml bentonite + 0.1 gram quebracho

1. Tuangkan 10 ml filtrate lumpur ke dalam gelas kimia dengan teliti lalu

asamkan dengan beberapa tetes HCl pekat.

2. Tambahkan larutan SnCl2 setetes demi setetes sampai warna kuning dari

ion Fe+2. Tambahkan satu tetes SnCl2 berlebih setelah terjadi perubahan

warna tadi.

3. Tambahkan 20 ml larutan jenuh HgCl2, semuanya sekaligus (harus

terbentuk endapan yang berwarna putih murni).

4. Goyang – goyang sedikit supaya zat – zatnya tercampur kemudian

diamkan selama 2 menit.

5. Tambahkan 200 ml air, 6 tetes indicator diphenylamine, dan 5 ml H3PO4

pekat. Lalu titrasikan dengan larutan K2Cr2O7 0.1 N sampai timbul

pertama kali warna coklat atau ungu.

62

5.5. Data dan Hasil Percobaan

Diketahui hasil percobaan sebagai berikut:

Tabel 5.1. Tabel Data Percobaan Analisa Kimia Lumpur Pemboran

Percobaan Hasil Percobaan

Alkalinitas

Vol Filtrat = 3 ml

N H2SO4 = 0.02 N

N H2SO4 P = 0.05 ml

M = 3.4 ml

Kesadahan TotalVol Filtrat = 3 mlM EDTA = 0.02 M

Vol EDTA = 0.05 ml

Kesadahan Ca2+ dan Mg2+

Vol Filtrat = 3 mlM EDTA = 0.01 M

Vol EDTA = 8 ml

Kandungan Klorida

Vol Filtrat = 3 ml

N AgNO3 = 0.02 N

Vol AgNO3 = 1 ml

Kandungan Ion Besi (I)

Vol Filtrat = 5 ml

N KMnO4 = 0.01 N

Vol KMnO4 = 7 ml

Kandungan Ion Besi (II)

Vol Filtrat = 10 ml

N K2Cr2O7 = 0.01 N

Vol K2Cr2O7 = 10 ml

63

5.6. Pembahasan

5.4.1. Pembahasan Praktikum

Manfaat Penentuan Alkalinitas Lumpur pemboran adalah untuk

mengetahui besar konsentrasi hidroksil, bikarbonat dan karbonat yang

diperlukan untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk kesistem

lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.

Manfaat Penentuan Kandungan Ion Kalsium adalah untuk

mengetahui kemungkinan terjadinya kontaminasi lumpur oleh Gypsum,

yang akan merubah sifat-sifat fisik lumpur, seperti besra water loss dan gel

strengthnya.

Manfaat Penentuan Kandungan Ion Magnesium untuk menyelidiki

kandungan Mg2+ didalam lumpur bor (filtrat lumpur) yanga akan berguna

dalam menentukan kesadahan total dari lumpur (filtrat lumpur).

Manfaat penentuan kandungan ion Klorida adalah untuk mengetahui

kontaminasi garam yang masuk kesistem lumpur pada waktu pemboran

menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari

air formasi.

Indikasi yang terjadi pada Lumpur pemboran jika terdapat

kandungan ion besi yang cukup tinggi yaitu menunjukkan terjadinya

korosi ataupun abrasi pada peralatan pemboran dan pada peralatan bawah

permukaan.

Pada tabel diatas terdapat hasil-hasil percobaan. Pada alkalinitas

H2SO4 didapatkan hasil sebesar 22.67 epm, kemudian dilanjutkan dengan

penghitungan kesadahan total dan didapat hasil sebesar 0.33 epm, lalu

pada penghitungan kesadahan Ca2+ dan Mg2+ didapatkan hasil sebesar

26.67epm.

Pada perhitungan kandungan ion klorida dan didapatkan hasil

sebesar 236.67 ppm, dan pada perhitungan terakhir kandungan ion besi (I)

dan ion besi (II) didaptkan hasil masing-masing sebesar 781.9 ppm dan

558.5 ppm.

64

5.4.2. Pembahasan Soal

1. Dari data di atas tentukan:

- Total alkalinintas

- Kesadahan total

- Kesadahan Ca+2 dan Mg+2

- Konsentrasi ion klorida

- Konsentrasi ion besi (I)

- Konsentrasi ion besi (II)

Jawab:- Total alkalinitas

M x N H 2 SO 4 x 1000

ml filtrat=3,4 ml x 0,02 N x1000

3ml= 22,67 epm

- Kesadahan total

ml EDTA x M EDTA x 1000ml filtrat

=0,05 ml x0,02 ml x10003 ml

= 0,33 epm

- Kesadahan Ca+2 dan Mg+2.

Kesadahan Ca+2

ml EDTA x M EDTA x 1000ml filtrat

=8 ml x0,01 ml x10003 ml

= 26,67 epm

ppm Ca+2 = epm Ca+2 x BA Ca

= 26,67 epm x 40

= 1066,8 ppm

Kesadahan Mg+2, ppm Mg+2

= (epm (Ca+2 + Mg+2) – epm Ca+2) x BA Mg

= (26,67 epm – 26,67 epm) x 24,31

= 648,35 ppm

65

66

- Konsentrasi ion klorida

ml AgN O3 x M AgN O3 x 1000ml filtrat

x BA C l−¿=1 ml x 0,02M x1000

3 mlx35,5¿

= 236,67 ppm

- Konsentrasi ion besi (I)

ml KMn O4 x M KMn O4 x 1000

ml filtratx BA Fe=7 ml x 0,01 M x1000

5 mlx55,85

= 781,9 ppm

- Konsentrasi ion besi (II)

ml K2Cr2 O4 x M K 2Cr2O 4 x 1000

ml filtratxBA Fe=10 ml x 0,01 M x1000

10 mlx55,85

= 558,5 ppm

.

3. Apa yang dimaksud dengan volume EDTA?

Jawab : EDTA adalah ethylene diamine tetra acetic dan volume EDTA

merupakan volume standar yang diketahui yang digunakan

sebagai pembanding untuk titrasi.

2. Apa gunanya penentuan alkalinitas lumpur pemboran, kandungan ion

kalsium, ion magnesium dan ion klorida?

Jawab : - Manfaat penentuan alkalinitas

Untuk mengetahui besar konsentrasi hidroksil, bicarbonate

dan carbonate. Pengetahuan tentang konsentrasi ion – ion

diperlukan, misalnya untuk mengetahui kelarutan batu

kapur yang masuk ke system lumpur pada waktu pemboran

menembus formasi limestone.

- Manfaat penentuan kandungan ion kalsium

67

Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kontaminasi

lumpur oleh gypsum, yang akan merubah sifat – sifat fisik

lumpur, seperti besar water loss dan gel strengthnya.

68

- Manfaat penentuan kandungan ion magnesium

Untuk menyelidiki kandungan Mg+2 didalam lumpur bor

(filtrate lumpur) yang akan berguna dalam menentukan

kesadahan total dari lumpur (filtrate lumpur).

- Manfaat penentuan kandungan ion klorida

Untuk mengetahui kontaminasi garam yang masuk ke

dalam system lumpur pada waktu pemboran menembus

formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari

air formasi

5.7. Kesimpulan

1. Analisa sifat kimia lumpur pemboran digunakan untuk menganalisa

dampak yang terjadi pada lumpur pemboran itu dilihat dari sisi

kimiawi, dan relasinya terhadap sifat fisik lumpur pemboran, peralatan

pemboran, maupun formasi yang mengalami kontak dengan lumpur

pemboran

2. Alkalinitas adalah Titrasi yaitu membandingkan larutan sampel dengan

larutan yang telah diketahui konsentrasinya (larutan standart). Dengan

diketahuinya sumber alkalinitas, maka dapat diketahui sifat – sifat

kimia lumpur bor tersebut.

3. Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi

yaitu membandingkan larutan sampel dengan larutan yang telah

diketahui konsentrasinya (larutan standart).

4. Analisa alkalinitas dapat menentukan konsentrasi hidroksil,

bikarbonat, dan karbonat.

5. Kandungan ion Ca+2 dan Mg+2 pada air dapat menyebabkan air tersebut

bersifat sadah.

69

BAB VI

KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN

6.1. Tujuan Percobaan

1. Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur akibat kontaminasi garam, gypsum

dan semen.

2. Mengontrol sifat fisik lumpur akibat kontaminasi.

3. Memahami cara menanggualngi kontaminasi lumpur.

4. Mengamati perubahan gel strengh pada lumpur

5. Mempelajari additiv apa saja yang dapat digunakan untuk

menanggulangi masalah kontaminasi.

6.2. Teori Dasar

Sejak digunakannya teknik rotary drilling dalam operasi pemboran

dilapangan minyak, lumpur pemboran menjadi faktor penting. Bahkan

lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam

mengoptimasikan operasi pemboran. Oleh sebab itu mutlak untuk

memelihara atau mengontrol sifat-sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai

dengan yang diinginkan.

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran

adalah adanya material-material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang

masuk kedalam lumpur pada saat operasi pemboran sedang berjalan.

Kontaminasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut :

1. Kontaminasi sodium clorida

Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah

garam (salt dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung

konsentrasi garam yang cukup tinggi atau akibat air formasi yang

berkadar garam tinggi dan masuk kedalam sistem lumpur. Akibat

adanya kontaminasi ini, akan meengakibatkan berubahnya sifat

lumpur seperti viscosity, yield point, gel strength dan filtration loss.

Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi dengan garam pada

sistem lumpur.

70

2. Kontaminasi Gypsum

Gypsum dapat masuk kedalam lumpur pada saat pemboran

menembus formasi gypsum, lapisan gypsum yang terdapat pada

formasi shale dan limestone. Akibat adanya gypsum dalam jumlah

yang cukup banyak dalam lumpur pemboran, maka akan merubah

sifat-sifat fisik lumpur tersebut seperti viscosity plastic, yield point,

gel strength dan fluid loss.

3. Kontaminasi semen

Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemanan

yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam

casing, float collar, dan casing shoe, kontaminasi semen akan

mengubah viscosity plastic, yield point, gel strength, fluid loss dan pH

lumpur.

Selain dari ketiga kontaminasi diatas, bentuk kontaminasi lain yang

dapat terjadi selama operasi pemboran adalah :

a. Kontaminasi ”Hard water”, atau kontaminasi oleh air yang

mengandung ion calsium dan magnesium yang cukup tinggi.

b. Kontaminasi carbon Dioxide

c. Kontaminasi Hydrogen Sulfida

d. Kontaminasi Oxygen

Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat fisik lumpur

akibat kontamnasi yang sering terjadi sekaligus cara penaggulangannya.

Penyebab problem shale dapat dikelompokkan berdasarkan tinjauan

dari segi lumpur maupun dari segi drilling praktis ataupun mekanis.

Dari segi lumpur telah dijelaskan bahwa hydratable, dispersible dan

brittle terjadi karena adanya sifat reaktif shale terhadap air. Instabilitas

tersebut dapat dicegah dengan menjaga agar air pada fluida pemboran

tersebut tidak bersentuhan dengan shale. Clay sewaktu bersentuhan

dengan air akan membentuk muatan negatif yang kuat pada permukaan

71

platenya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya swelling clay sehingga

terjadi perubahan sifat-sifat lumpur secara tiba-tiba yang dapat

mengganggu jalannya operasi pemboran.

Beberapa penyebab secara mekanis, antara lain :

Erosi, karena kecepatan lumpur annulus yang terlalu tinggi

dapat menyebabkan gesekan dengan dinding formasi (sumur)

yang terlalu kuat yang dapat menyebabkan runtuhnya dinding

lumpur lubang pemboran.

Gesekan pipa bor terhadap dinding lubang pemboran, hal ini

juga dapat menyebabkan dinding lubang pemboran yang getas

dan rentan akan runtuh karena seringnya rangkaian pipa bor

menggesek lubang pemboran.

Adanya penekanan (pressure surge) atau penyedotan

(swabbing) pada saat keluar masuknya rangkaian pipa bor dapat

menyebabkan terjadinya sloughing karena adanya perbedaan

tekanan secara tiba-tiba saat dilakukan penekanan dan penarikan

rangkaian pipa bor.

Tekanan batuan formasi, hal ini berhubungan dengan tekanan

abnormal dimana tekanan hidrostatis lumpur pemboran lebih

kecil dari tekanan formasi.

Air filtrat atau lumpur yang masuk ke dalam pori-pori formasi

batuan menyebabkan batuan mengembang dan terjadi swelling

yang akan melemahkan ikatan antar batuan dimana akhirnya

dapat menyebabkan terjadinya sloughing.

Secara umum dapat dikatakan bahwa pembesaran lubang

pemboran dan shale problem berkaitan erat dengan dua masalah pokok,

yaitu adanya tekanan formasi dan kepekaan terhadap lumpur atau air

filtrat.

72

Gejala-gejala umum yang terlihat jika sedang terjadi shale problem

antara lain :

Serbuk bor bertambah banyak

Lumpur menjadi lebih kental

Air filtrat bertambah besar

Ada banyak endapan serbuk bor di dalam lubang pemboran

Torsi bertambah besar

Bit balling

6.3. Alat dan Bahan

6.6.1. Peralatan :

1. Fann VG meter

2. Mud Mixer

3. Stopwatch

4. Baroid Wall Building Tester

5. Neraca

6. pH indicator

7. Kompressor

8. Jangka Sorong

9. Filter Paper

10. Gelas ukur

73

Gambar 6.1 Fann VG Meter

Gambar 6.2 Mud Mixer

Gambar 6.3 Stopwatch

74

Gambar 6.4 Baroid Wall Building Tester

Gambar 6.5 Neraca

Gambar 6.6 pH Indikator

75

6.6.2. Bahan :

1. Aquades

2. Bentonite

3. NaCl 7 gr

4. Semen

5. Gypsum

6. Soda Ash

7. Indicator EBT

8. Indicator Phenolphtalein

9. Indicator Methyil Jingga

10. EDTA Standar

11. Larutan buffer pH 10

12. Asam Sulfat

13. Monosodium phospat

Gambar 6.7 Aquadest

Gambar 6.8 Bentonite

76

Gambar 6.9 Gypsum

Gambar 6.10 Soda Ash

6.4. Prosedur Percobaan

6.6.1. Kontaminasi NaCl

1. Buat lumpur standar:

22.5 gram bentonite + 350 cc aquadest, ukur pH, viscositas, gel

strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

2. Tambahkan NaCl sebanyak 1 gram ke dalam lumpur standar. Ukur pH,

viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

3. Lakukan langkah b dengan penambahan NaCl masing – masing 3.5

gram, 7.5 gram, dan 17.5 gram. Ukur pH, viscosity, gel strength, fluid

loss dan ketebalan mud cake.

77

4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 7.5 gram

NaCl + 0.5 gram NaOH. Ukur pH, viskositas, gel strength, fluid loss

dan ketebalan mud cake.

6.6.2. Kontaminasi Gypsum

1. Buat lumpur standar: ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan

ketebalan mud cake.

2. Buatlah lumpur baru baru dengan komposisi: lumpur standar + 0.225

gram gypsum. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan

mud cake.

3. Lakukan langkah b dengan penambahan gypsum masing – masing 0.5

gram, 1 gram dan 1.5 gram. Ukur pH, viscosity, gel strength, fluid loss

dan ketebalan mud cake.

4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 1.5 gram

gypsum + 0.2 gram monosodium phosphate. Ukur pH, viscosity, gel

strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

5. Lakukan langkah d dengan penambahan 1 gram soda ash.

6.6.3. Kontaminasi Semen

1. Buat lumpur standar: ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan

ketebalan mud cake.

2. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 0.225 gram

semen. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss dan ketebalan mud

cake.

3. Lakukan langkah 2 dengan penambahan semen masing – masing 0.5

gram, 1 gram dan 1.5 gram. Ukur pH, viscositas, gel strength, fluid loss

dan ketebalan mud cake.

4. Buatlah lumpur baru dengan komposisi: lumpur standar + 1.5 gram

semen + 0.2 gram monosodium phosphate. Ukur pH, viscositas, gel

strength, fluid loss dan ketebalan mud cake.

5. Lakukan langkah 4 dengan penambahan 1 gram monosodium phosphate.

78

6.5. Data dan Hasil Percobaan

Diketahui hasil percobaan sebagai berikut:

Tabel 6.1. Tabel Data Gel Strength dan Filtration Loss pada Lumpur Pemboran

Komposisi lumpur

Dial

reading

Gel

StrengthFiltration Loss

600 300 10’ 10” 0 7.5 20 25 30

LD 16 9 4 32 1 5 9.5 11 13

LD + 7.5 gr NaCl 43 40 21 25 5 17 25 27 30

LD + 17.5 gr NaCl 19 15.5 8 9 4.5 20 24 28 30

LD + 7.5 gr NaCl + 0.5 NaOH 90 91 25 26 1.8 14 34 37 41

LD + 0.9 gr Gypsum 77 70 73 120 2 9 15 17 18

LD + 1.5 gr Gypsum 35 30 21 25 3.6 15 26 30 32

LD + 15 gr Gypsum + soda

ash

75 67 82 92 2 8 16 18 20

LD + 1 gr semen 156 150 162 210 2 9.6 18 20 22

LD + 1.5 gr semen 224 207 30 178 1 8 16 18 19

LD + 1.5 gr semen +

NH(H2PO4)

46 29 71 73 2 8 17 17 18

79

Tabel 6.2. Tabel Data Mud Cake, Volume H2SO4, Volume EDTA pada Lumpur Pemboran

Komposisi LumpurTebal mud (mm)

Volume H2

SO4

Volume

EDTA

(ml)

1 2 3

LD 1.1 1.7 1.7

LD + 7.5 gr NaCl 4 3.9 4.2

LD + 17.5 gr NaCl 4 3.9 4.2

LD + 7.5 gr NaCl + 0.5

NaOH

4.4 4.6 4.6

LD + 0.9 gr Gypsum 1.5 1.5 1.5 0.6

LD + 1.5 gr Gypsum 3.6 3.7 4 1

LD + 15 gr Gypsum + soda

ash

2.8 2.9 2.5 5.3 1.1

LD + 1 gr semen 3 3.1 3 1

LD + 1.5 gr semen 3.3 3.4 3.5 0.6

LD + 1.5 gr semen +

NH(H2PO4)

2.8 3 3 0.4

6.6. Pembahasan

6.6.1. Pembahasan Praktikum

Kontaminan yang masuk ke dalam lumpur pada saat operasi

pemboran sedang berjalan, apabila tidak ditangani maka dapat

menyebabkan terjadinya kerusakan pada alat pemboran.

Apabila terjadi filtration loss dan fluid loss dari lumpur pemboran ke

formasi di sekitar lubang sumur, formasi akan mengalami

kerusakan.Setiap proses pemboran, salah satu faktor penting yang

mempengaruhi suksesnya suatu pemboran adalah lumpur pemboran. Pada

lumpur bor selalu terjadi kontaminasi. Pada umumnya kontaminasi yang

selalu terjadi adalah kontaminasi NaCl, kontaminasi gypsum, dan

kontaminasi semen.

80

Dalam operasi pemboran kontaminasi seperti gypsum dan semen,

dapat menyebabkan rheology lumpur berubah yaitu viscositas plastik, gel

strength, filtration loss pembentukan mud cake sehingga perlu

ditambahkan zat additive seperti soda ash, NH(H2PO4), dan NaOH

Dari data terlihat perubahan nilai GS yang relative besar dari 32

manjadi 120, ini dikarenakan lumpur dasar ditambahkan kontaminan

gypsum 0.9 gram. Penambahan gypsum juga berpengaruh pada filtration

loss dan mud cake, yang terlihat semakin bertambah. Kemudian saat

ditambahkan soda ash terjadi penurunan nilai GS dari 102 menjadi 92

namun volume filtrate semakin besar sehingga mud cake semakin tebal.

Dari data kontaminasi semen ini, terjadi peningkatan nilai gel

strength yang besar dari 32 menjadi 178, begitu juga dengan filtration loss

dan tebal mud cake yang bertambah.

6.6.2. Pembahasan Soal

1. Apa yang saudara dapat simpulkan tentang perubahan sifat fisik lumpur

setelah terkontaminasi?

Jawab : Perubahan sifat lumpur dipengaruhi oleh adanya material –

material yang tidak diinginkan masuk ke dalam lumpur pada

saat operasi pemboran sedang berjalan, biasanya terjadi pada

saat pemboran menembus lapisan gypsum dan juga karena

operasi penyemenan yang kurang sempurna.

2. Jika tidak ditanggulangi, apa ynang akan terjadi dengan pemboran

sumur “x” selanjutnya?

Jawab : Apabila tidak ditanggulangi, maka yang akan terjadi dengan

pemboran sumur x selanjutnya adalah adanya gypsum dalam

jumlah besar di dalam lumpur pemboran. Hal inilah yang

menyebabkan terjadinya perubahan sifat – sifat fisik lumpur

seperti viskositas plastic, yield point, gel strength serta

filtration loss.

81

3. Jika ingin menanggulangi setiap jenis kontaminan, langkah apa yang

saudara lakukan (analisa untuk masing – masing kontaminan)!

Jawab : - Untuk kontaminasi gypsum, penanggulangannya dilakukan

dengan penambahan soda ash agar mud cake menjadi lebih

tipis sehingga akan menjadi bantalan bagi pipa pemboran.

- Untuk kontaminasi semen, penanggulangannya dilakukan

dengan penyemenan yang sempurna pada dinding bor.

- Untuk kontaminasi garam, penanggulangannya dilakukan

dengan penambahan kimiawi thinner dan juga konversi salt-

water mud

4. Jika perlu dapat ditambahkan bahan – bahan additive. Sebutkan dan

jelaskan macam – macam bahan additive tersebut dan berikan

contohnya!

Jawab : a. Extander

Adalah additive yang digunakan untuk membuat volume

slurry menjadi lebih banyak untuk tiap sak semen, karena

diperlukannya penambahan air dengan tujuan untuk

mengurangi density. Contoh : Bentonite, Pozzolan,

Expanded perlite dan Gilsonite.

b. Retarder

Adalah additive yang digunakan untuk memperpanjang

waktu pemompaan misalnya untuk zona-zona yang

temperaturnya besar, karena temperature mempercepat

reaksi kimmia antara semen dan air hingga thickeninh

time lebih singkat. Retarder juga digunakan untuk semen-

semen yang diberi tambahan additive yang bersifat

menghisap air agar thickening timenya tidak berkurang

oleh karena additive yang ditambahkan tadi.

c. Accelerator

82

Adalah additive yang ditambahkan dengan tujuan

mempercepat thickening time. Biasanya additive ini

digunakan pada pemboran sumur dengan temperature

rendah dan dangkal. Contoh : CaCl2, NaCl pada

konsentrasi rendah, campuran garam-garam chlorite dan

densified cement.

d. Low Filtration Additive

Adalah additive yang digunakan untuk mengontrol

pengendapan padatan bila ada perbedaan tekanan yang

besar antara slurry dan zone yang mempunyai

permeabilitas tinggi, karena air pada slurry akan meresap

masuk kedalam zone tersebut. Hal ini dapat menyebabkan

slurry mengalami Premature Dehydration. Contoh

Bentonite, CMHEC.

e. Lost Circulation Additive

Adalah additive yang ditambahkan untuk mengatasi

masalah loss circulation. Material ini bisa berupa wood

fiber, raw cattong yang nantinya digunakan untuk

menutup rekahan atau fracturing pada zona loss.

f. Pemberat

Adalah additive yang ditambahkan untuk penyemenan

pada sumur-sumur dengan formasi-formasi bertekanan

tinggi yang mempunyai SG 2.56-6.98. Material ini

berfungsi menaikkan densitas semen. Contoh : Barite,

Illimenite.

5. Apakah tujuan ditambahakan Soda Ash pada komposisi lumpur dasar

dan gypsum?

Jawab : Untuk menipiskan mud cake, menambah volume H2SO4,

meningkatkan volume EDTA, menaikkan gel strength dan

menurunkan filtration loss.

83

6. Apakah NH(H2PO4) itu? Dan jelaskan maksud dari penambahan

NH(H2PO4) tersebut pada komposisi lumpur dasar dan semen?

Jawab : NH(H2PO4) adalah monosodium phosphate yang merupakan

additive yang ditambahkan pada lumpur sebagai cara

penanggulangan lumpur yang terkontaminasi semen.

7. Jelaskan terjadinya kontaminasi oksigen dan CO2!

Jawab : - Kontaminasi oksigen terjadi karena pemboran menembus

formasi yang mengandung O2. Akibatnya akan

menyebabkan korosi pada peralatan pemboran.

Penanggulangannya adalah dengan menggunakan alat O2

breaker.

- Kontaminasi karbondioksida terjadi karena pemboran

menembus lapisan yang mengandung CO2. Akibatnya akan

terjadi korosi pada peralatan pemboran. Penanggulangannya

yaitu dengan menggunakan CO2 breaker.

8. Jelaskan pengaruh fisik lumpur terhadap perubahan pH, kesadahan, dan

alkalinitas!

Jawab :- pH

Penurunan pH dapat menyebabkan gangguan pada sifat fisik

lumpur, dimana jika pH < 7 (cenderung asam) dapat

menyebabkan korosi pada peralatan pemboran.

- Kesadahan

Jika pemboran menembus formasi yang banyak mengandung

Ca+2 dan Mg+2, sehingga dapat menyebabkan berubahnya sifat

– sifat fisik lumpur pemboran.

- Alkalinitas

Jika lumpur pemboran sumbernya berasal hanya dari OH-,

menunjukkan lumpur tersebut stabil dan kondisinya baik.

84

Jika sumbernya berasal dari CO3-2, maka lumpur tidak stabil,

tetapi masih bisa dikontrol.

Jika lumpur tersebut mengandung HCO3-, maka kondisi

lumpur tersebut sangat jelek.

6.7. Kesimpulan

1. Untuk menanggulangi terjadinya kontaminasi Lumpur pemboran,

adalah dengan melakukan penambahan zat additive kedalam Lumpur

pemboran, seperti Soda Ash, NaOH, dan Monosodium Phosphate

(NH(H2PO4)

2. Kontaminasi yang mengandung ion Ca+2 dapat ditanggulangi dengan

menggunakan emulsion mud (oil in water emulsion mud).

3. Kontaminasi terhadap lumpur pemboran sering terjadi pada saat

pemboran berlangsung. Zat kontaminan tersebut antara lain : NaCl,

gypsum, semen, hard water, karbon dioksida, hydrogen sulfida

4. Kontaminasi lumpur pemboran dapat menyebabkan perubahan terhadap

pH, viscositas plastic, gel strength, filtration loss, dan tebal mud cake

5. Kontaminasi semen terjadi karena penyemenan yang kurang sempurna

pada saat pemboran.

6.

85

BAB VII

PENGUKURAN HARGA MBT

(METHYLENE BLUE TEST)

1.1. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui tujuan dari dilakukannya pengukuran MBT (Methylene Blue Test).

2. Mengetahui definisi dari swelling.

3. Menetukan proses dan cara mengantisipasi terjadinya swelling.

4. Mengetahui hubungan swelling dengan kapasitas tukar kation

5. Memahami perbedaan antara bentonite indobent dan bentonite baroid

1.2. Teori Dasar

Seperti kebanyakan metode pengukuran kation, tes dengan

menggunakan methylene blue digunakan untuk mengukur total kapasitas

pertukaran kation dalm suatu sistem clay, dimana pertukaran kation

tersebut tergantung dari jenis dan kristal salinitas mineral, pH larutan, jenis

kation yang diperlukan dan konsentrasi kandungan mineral yang terdapat

didalam clay.

Kemampuan pertukaran kation didasarkan atas urutan dari kekuatan

ikatan-ikatan ion-ion berikut ini :

Li+<Na+<H+<K+<NH4+Mg2+<Ca2+<Al3+

Harga pertukaran kation yang paling besar dimilki oleh mineral

allogenic (pecahan batuan induk). Sedangkan yang paling kecil dimiliki

oleh mineral authogenic (proses kimiawi). Kapasitas tukar kation dari

beberapa jenis mineral clay dapa dilihat dari tabel 7.1.

Sedangkan laju reaksi pergantian kation tergantung pada jenis kation

yang dipertukarkan dan jenis serta kadar mineral clay (konsentrasi ion).

Adapun hal yang menyebabkan mineral clay memiliki kapasitas

tukar kation adalah :

86

a) Adanya ikatan yang putus disekeliling sisi unit silika alumina, akan

menimbulkan muatan yang tidak seimbang sehingga agar seimbang

kembali (harus bervalensi rendah) diperlukan penyerapan kation.

b) Adanya subtitusi alumina bervalensi tiga didalam kristal untuk silika

equivalen serta ion-ion bervalensi terutama magnesium didalam

struktur tetrahedral.

c) Penggantian hydrogen yang muncul dari gugusan hidroksil yang

muncul oleh kation-kation yang dapat ditukar-tukarkan (exchangeable).

Untuk fakta ini masih disangsikan kemungkinannya karena tidak

mungkin terjadi pertukaran hidrogen secara normal.

Tabel 7.1 Kapasitas Tukar Kation Dari Beberapa Jenis Mineral Clay

Jenis Mineral ClayKapasitas Tukar Kation

Meq/100 gram

Kaolinite 3-15

Halloysite.2H2O 5-10

Halloysite.4H2O 10-40

Montmorillonite 80-150

Lllite 10-40

Vermiculite 100-150

Chlorite 10-40

Spiolite-Attapulgite 20-30

Reaksi pertukaran kation kadang-kadang bersamaan dengan

terjadinya sweeling. Jika permukaan clay kontak dengan air dan

menganggap bahwa satu plat clay terpisah dari matriknya, maka ion-ion

yang bermuatan positif (kation) akan meninggalkan plat clay tersebut.

Karena molekul air adalah polar maka molekul air akan ditarik balik oleh

kation yang terlepas maupun plat clay dan molekul air yang bermuatan

positif akan ditarik oleh plat claynya sendiri, sehingga seluruh clay akan

mengembang.

87

Kemampuan terjadinya pertukaran mineral clay dapat disebabkan

oleh penarikan dan pertukaran kation. Permukaan koloid mineral yang

bermuatan negatif akan menarik kation-kation membentuk lapisan atau

medan yang disebut “diffuse ion layers”. Interaksi diffuse ion layers pada

partikel yang berdekatan memberikan petunjuk mengenai sifat-sifat

swelling clay, plasticity dan konsentrasi kandungan air dalam clay.

Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya disebabkan oleh

dua hal yaitu imbibisi dengaan konsekuensi swelling dan penutupan

lubang bor. Sedangkan penyebab kedua adalah faktor mekanisme yang

disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida pemboran di annulus

yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga akan mengganggu

kestabilan lubang bor.

Imbibisi air adalah hal yang paling umum dan hal ini terjadi karena

dua hal yaitu : Crystalin Hydrational Force dan Osmotic Hydrational

Force. Crystalin Hidrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari

substitusi elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi,

karena air di ekstrasikan kemuka plate yang sama besarnya dengan arah ke

sisi plate. Osmotic hydrational force terjadi bila terjadi perbedaan

konsentrasi ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan

tertarik dari lumpur ke dalam formasi.

Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan mempunyai

permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi penjagaan agar

shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa akibat yang dapat

ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam lubang bor

diantaranya adalah :

1. Terjadinya pembesaran lubang bor.

2. Terjadinya permasalahan dalam pembersihan lubang bor.

3. Rangkaian pipa bor terjepit.

4. Kebutuhan akan lumpur menjadi bertambah, sehingga tidak

ekonomis.

88

5. Kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fill

up.

Shale biasanya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung) yang

merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam bentuknya

yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila clay yang

terjadi terletak pada suatu ke dalaman tersebut terdapat tekanan dan

temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami

perubahan bentuk ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain, misalnya

karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist.

Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak

pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung

berbagai jenis clay mineral dimana sebagian diantaranya berdehidrasi

tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan

karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang

berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif

dangkal atau tidak dalam.Gejala-gejala problem shale dapat dilihat sebagai

berikut :

Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale

yang berasal dari dinding lubang bor.

Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh

banyak runtuhan-runtuhan shale.

Kenaikan torsi (torqoe) dan drag, biasanya diikuti dengan tig

conection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena

saat pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah dan

terkumpul di sekitar drill collars.

Seperti yang diketahui bahwa formasi shale mengandung mineral

clay. Clay bersifat expanding dan non expanding bila bertemu air. Untuk

mengetahui tingkat reaktif clay dapat dilakukan pengujian dengan

89

Methylene Blue Test (MBT), X-Ray Diffraction dan Scanning Electron

Microscope.

1.3. Alat dan Bahan

1.3.1. Peralatan :

1. Timbangan

2. Gelas ukur 50 cc

3. Gelas Erlenmeyer 250 cc

4. Magnet Batang

5. Hot Plate

6. Multi Magnetizer

7. Pipet

8. Buret tritation

9. Kertas Saring

10. Stop watch

Gambar 7.1 Hot Plate

90

Gambar 7.2 Stopwatch

Gambar 7.3 Timbangan

Gambar 7.4 Gelas Ukur

91

1.3.2. Bahan :

1. Bentonite

2. Aquades

3. H2SO4 5 N

4. Methylene Blue

Gambar 7.5 Bentonite

Gambar 7.6 Aquades

Gambar 7.7 H2SO4

92

1.4. Prosedur Percobaan

1. Timbang 1 gram clay sudah siap untuk dianalisis mesh 270 (baik

setelah teraktivasi maupun sebelum teraktivasi) ke dalam Erlenmeyer

flask 250 cc.

2. Kemudian tambahkan 50 cc aquades dan diaduk dengan menggunakan

magnetisie sambil ditetesi katalisator asam sulfat 5 N sebanyak 10 tetes.

3. Kemudian didihkan diatas hot plate selam 10 menit sambil diaduk.

4. Sampel tersebut kemudian titrasi dengan penambahan larutan

methylene blue setiap 5 cc dan diaduk selama 30 detik dan kemudian

ambil sampel dengan pipet dan teteskan diatas kertas whatman sampai

terdapat lingkaran dua warna biru yang berbeda (biru tua dan biru

muda).

5. Setelah terjadi dua warna lingkaran biru tua dan biru muda selanjutnya

dikocok manual selama kurang lebih 2 menit apakah warna tersebut

berubah atau hilang. Jika tidak ada perubahan berarti titrasi berakhir.

6. Jika setelah dikocok 2 menit dua lingkaran tersebut berubah, maka

lakukan kembali langkah 4 dan seterusnya.

7. Kemudian catat pertukaran kation dari larutan tersebut yang besarnya

sama dengan jumlah cc dari larutan titrasi methylene blue dalam satuan

meq/100 gram.

1.5. Data dan Hasil Percobaan

Hasil percobaan:

1. Harga kapasitas tukar kation bentonite indobent : 75 meq/100 gram

2. Harga kapasitas tukar kation bentonite baroid : 48 meq/100 gram

93

1.6. Pembahasan

1.6.1. Pembahasan Praktikum

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan telah didapatkan

data seperti diatas. Dari 2 jenis additive tersebut maka yang paling baik

adalah bentonite baroid. Hal ini dikarenakan bentonite baroid memiliki

harga kapasitas tukar kation yang lebih kecil dibandingkan bentonite

indobent, yang mana harga kapasitas tukar kation dari bentonite baroid

sebesar 48 meq/100 gr dan harga kapasitas tukar kation dari bentonite

indobent sebesar 75 meq/100 gr. Dari data ini maka dapat disimpulkan

bahwa zat additive yang memiliki harga kapasitas tukar kation yang kecil

merupakan zat additive yang diperlukan untuk mencegah terjadinya

swelling pada formasi.

Harga kapasitas tukar kation dengan swelling berbanding lurus, yang

mana semakin besar harga kapasitas tukar kation dari suatu zat additive

maka akan semakin besar juga kemungkinan terjadinya swelling pada

formasi yang sedang ditembus apabila ditambahkan zat additive yang

memiliki harga kapasitas tukar kation yang tinggi. Sedangkan semakin

kecil harga kapasitas tukar kation dari suatu zat additive maka akan

semakin kecil pula kemungkinan terjadinya swelling pada formasi yang

sedang ditembus apabila ditambahkan zat additive dengan harga kapasitas

tukar kation yang kecil.

Untuk mengetahui tingkat kereaktifan clay, dalam percobaan

dilakukan pengujian dengan menggunakan Methylene Blue Test (MBT).

Besarnya penyerapan clay terhadap larutan MBT disebut “Cation

Exchange Capacity (CEC)” dengan satuan milli equivalent Methylene

Blue per seratus gram clay. Karena di dapat data MBT dalam satuan pound

per barrel (ppb) maka harga MBT dapat dikonversikan ke dalam meq/100

gr clay.

94

1.6.2. Pembahasan Soal

1. Bandingkan dari 2 jenis bentonite tersebut mana yang lebih bagus?

Berikan alasan dan dan bahasannya!

Jawab : Dilihat dari data percobaan maka bentonite yang lebih bagus

adalah bentonite indobent, karena memiliki harga kapasitas

tukar kation lebih tinggi yaitu 75 meq/100 gr dibandingkan

dengan Bentonite Baroid.

1.7. Kesimpulan

1. Melalui Methylene Blue Test (MBT) dapat ditentukan ( Cation

Exchange Capacity atau kapasitas tukar kation yang merupakan

kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari suatu system

clay.

2. Swelling adalah peristiwa pengembangan volume clay karena adanya

kontak dengan air sehingga terjadi absordsi yang mengakibatkan

pengembangan clay yang didalamnya terjadi reaksi pertukaran kation.

3. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa kedua bentonite diatas,

bentonite indobent dan bentonite baroid, bentonite baroid bersifat

kurang reaktif karena memiliki nilai tukar kation yang lebih kecil

sehingga kemungkinan terjadinya swelling lebih kecil (clay berada

pada formasi) dibandingkan Bentonite Indobent.

4. Kapasitas tukar kation akan berbanding lurus dengan peristiwa clay

swelling

5. Cation Exchange Capacity atau kapasitas tukar kation merupakan

kemampuan atau total kapasitas pertukaran kation dari suatu system

clay.

95

BAB VIII

PEMBAHASAN UMUM

Lumpur pemboran adalah fluida pemboran yang digunakan dalam operasi

pemboran untuk membantu dalam proses pemboran tersebut. Untuk keadaan yang

berbeda maka digunakan spesifikasi lumpur bor yang berbeda pula yang tentunya

menyesuaikan dengan keadaan lumpur bor tersebut. Untuk itu perlu dilakukan

analisa terhadap sifat fisik dan sifat kimia dari lumpur pemboran.

Densitas merupakan sifat fisik lumpur pemboran yang menyatakan massa

lumpur persatuan volume. Densitas lumpur akan memberikan informasi tentang

tekanan hidrostatis lumpur yang harus selalu diamati perubahannya. Karena

apabila densitas terlalu besar maka akan berakibat tekanan hidrostastis lumpur

yang besar pula sehingga akan berakibat loss circulation dan sebaliknya densitas

yang terlalu kecil akan berakibat “kick”. Untuk itu dalam mengatur densitas dapat

digunakan material pemberat atau additive atau yang biasa disebut juga

weightening agent.

Selain densitas juga ada viskositas dan gel strength yang juga termasuk

dalam sifat fisik dan merupakan rheologi lumpur pemboran. Viskositas dan gel

strength berperan dalam mekanisme pengangkatan cutting ke permukaan.

Pengontrolan Viskositas dan Gel strength dilakukan untuk mempertahankan

kemampuan alami lumpur dalam perannya pada operasi pemboran. Apabila nilai

gel strength suatu lumpur terlalu besar dapat mempersulit sirkulasi, akan

menambah beban pompa sirkulasi dan mempersulit pemisahan cutting. Namun gel

strength ini dibutuhkan untuk menahan cutting saat tidak ada sirkulasi. Pada

percobaan ini, pada lumpur pemboran ditambahkan dua jenis additive yang

berbeda yaitu dextid dan bentonite. Pada saat ditambahkan dextrid dan bentonite

terjadi perubahan nilai viscositas plastic, yiled point serta gel strength yang

dimana nilai dari ketiganya menjadi lebih besar dibandingkan keadaan pada

lumpur awal. Dari kedua additive tersebut, dextrid dan bentonite, perubahan nilai

96

gel strength terlihat sangat signifikan saat ditambahkan bentonite daripada dextrid

karena bentonite yang ditambahkan dalam jumlah yang lebih banyak

dibandingkan dextrid. Dari kedua additive tersebut, dextrid dan bentonite,

perubahan nilai gel strength terlihat sangat signifikan saat ditambahkan bentonite

daripada dextrid karena bentonite yang ditambahkan dalam jumlah yang lebih

banyak dibandingkan dextrid.

Kejadian yang mungkin terjadi dalam lumpur pemboran antara lain adalah

saat terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan porous, batuan akan

bertindak sebagai saringan sehingga ada fluida yang hilang ke dalam batuan

disebut filtrate dan lapisan partikel yang tertahan di dinding batuan disebut mud

cake. Filtrasi dan mud cake yang terbentuk harus dikontrol karena apabila tidak

dapat menyebabkan masalah pada pemboran seperti terjepitnya pipa pemboran

sering sulit diangkat dan diputar. Pada percobaan filtrasi dan mud cake, lumpur

pemboran ditambahkan tiga jenis fluid loss control agent yang berbeda yaitu

dextrid, bentonite, dan quebracho. Dari penambahan ketiga additive tersebut

terlihat pengurangan volume filtrat pada lumpur pemboran.

Dalam operasi pemboran, pengontrol kualitas lumpur pemboran harus

terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan kondisi yang

ada. Data–data yang perlu diketahui meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total,

kandungan ion Cl, ion Ca, ion Fe, serta pH lumpur bor. Dalam hal ini yang

dianalisa hanyalah filtrat lumpurnya, dengan demikian kita dapat

menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan konsentrasi zat

additive tertentu.

Reaksi kimia dipengaruhi oleh lingkungannya, yang pada prinsipnya

reaksi kimia ini dipengaruhi oleh karakteristik pH lumpur. Penganalisaan kimia

alkalinitas meliputi penentuan total alkalinity, CO3-2 alkalinity, OH- alkalinity, dan

HCO3- alkalinity.

Pada setiap proses pemboran, hampir selalu terjadi kontaminasi-

kontaminasi pada lumpur pemboran. Hal itu dapat mempengaruhi sifat fisik

lumpur pemboran tersebut.

97

Pada percobaan ini parameter-parameter yang berubah antara lain

viscositas, gel strength, dan ketebalan mud cake. Yang dimaksud dengan

kontaminan yaitu material-material yang tidak diinginkan yang masuk ke dalam

lumpur pemboran saat pemboran berlangsung. Kontaminan tersebut dapat berupa

NaCl, Gypsum, Semen, dan lain-lain.

Kontaminasi pada lumpur pemboran dapat merubah sifat-sifat fisik lumpur

pemboran sehingga perlu ditambahkan bahan-bahan kimia lain seperti NaOH

untuk kontaminasi garam (NaCl), soda ash untuk kontaminasi gypsum dan

NH(H2PO4) untuk kontaminasi semen.

Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan kemampuan atau total

kapasitas tukar kation dari suatu system clay dan pada percobaan ini metode

pengukuran kation menggunakan methylene blue sebagai parameter. Clay akan

mengalami pengembangan volume saat terjadi kontak dengan volume, peristiwa

ini disebut dengan swelling.

Baik buruknya dari nilai tukar kation tergantung dari kepentingan. Jika

diinginkan suatu clay yang reaktif, maka clay yang memiliki KTK tinggi lebih

bagus. Namun jika diinginkan yang tidak terlalu reaktif clay yang memiliki KTK

rendah lebih bagus.

98

BAB IX

KESIMPULAN UMUM

1. Penambahan barite dan calcium carbonat pada lumpur pemboran digunakan

untuk menaikkan densitas dan dapat mempengaruhi kandungan pasir pada

lumpur pemboran.

2. Penambahan barite dan calcium carbonat dengan jumlah yang sama, barite

akan menaikkan densitas lebih besar sedangakan calcium carbonat

menaikkan sand content dibandingkan barite dengan kenaikan densitas yang

sama.

3. Penambahan dextrid dan bentonite pada lumpur pemboran digunakan untuk

menaikkan nilai viscositas dan gel strength dimana nilai gel strength pada

saat 10 menit selalu besar dibandingkan saat 10 detik menunjukkan bahwa

perubahan nilai gel strength berbanding lurus dengan waktu.

4. Efek dari penambahan Thiner pada lumpur pemboran untuk mengencerkan

lumpur pemboran dan thickener untuk mengentalkan lumpur pemboran.

5. Penambahan dextrid, bentonite, dan quebracho pada lumpur pemboran

untuk mengurangi volume filtrate sehingga dapat mengurangi tebal mud

cake yang terbentuk karena mud cake yang terlalu tebal dapat menyebabkan

masalah pada pemboran.

6. Mud Cake yang tipis akan berfungsi sebagai bantalan drill string tapi jika

mud cake terlalu tebal akan menyebabkan pipa terjepit.

7. Semakin besar filtration loss maka mud cake yang terbentuk juga semakin

tebal, jadi filtration loss dan mud cake berbanding lurus.

99

8. Pembentukan mud cake yang mempunyai ketebalan relatif dibutuhkan

karena dapat mengurangi filtration loss dan juga dapat menjadi bantalan

bagi drill string.

9. Pengukuran sifat kimia lumpur pemboran digunakan untuk menganalisa

dampak yang terjadi pada lumpur pemboran, peralatan pemboran dan

formasi yang mengalami kontak dengan lumpur pemboran.

10. Metode utama dalam analisa kimia lumpur pemboran adalah Titrasi yaitu

membandingkan larutan sampel dengan larutan yang telah diketahui

konsentrasinya (larutan standart).

11. Jenis kontaminasi yang sering terjadi dalam lumpur pemboran ialah

kontaminasi Sodium Chllorida,Gypsum,Semen,Hard Water, CO2, O2,dan

H2S.

12. Kontaminasi garam, gypsum dan semen dapat merubah sifat-sifat fisik dari

lumpur pemboran seperti viskositas, gel strength, volume filtrat dan tebal

mud cake yang terbentuk.

13. Untuk mengatasi kontaminasi garam, gypsum dan semen maka perlu

ditambahkan additive karena lumpur pemboran yang telah mengalami

perubahan siaft-sifat fisiknya tidak dapat digunakan pada operasi pemboran

14. Kapasitas tukar kation adalah kemampuan atau total kapasitas pertukaran

kation dari system suatu dimana apabila terjadi kontak dengan air akan

terjadi swelling (pengembangan volume clay).

15. Nilai tukar kation yang lebih kecil lebih bagus dibandingkan nilai tukar

kation yang besar karena kemungkinan terrjadinya swelling kecil (clay

berada pada formasi).

100

DAFTAR PUSTAKA

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS. Buku Petunjuk

Pratikum Analisa Lumpur Pemboran

................................. Laporan pratikum “ANALISA LUMPUR PEMBORAN”. S1

Teknik Perminyakan Sekolah Tinggi Teknologi Minyak dan Gas Balikpapan.