LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN...

download LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKlppm.undiksha.ac.id/p2m/document/Laporan_Akhir_1963110419880320… · Nomor:145/UN48.15/LPM/2015 tanggal 5 Maret 2015 JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

If you can't read please download the document

Transcript of LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN...

  • i

    LAPORAN AKHIR

    PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEK

    PENYEGARAN MATERI ASTRONOMI (ASTROFISIKA)

    BAGI GURU-GURU SMP/SMA DI

    KABUPATEN BULELENG

    Tim Pelaksana:

    Dr. Ni Made Pujani, M.Si. (Ketua) NIDN. 0004116302

    Dr. Ni Ketut Rapi, M.Pd. (Anggota) NIDN. 0030086303

    Drs. Iwan Suswandi, M.Si. (Anggota) NIDN. 0008046005

    Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

    Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK

    Nomor:145/UN48.15/LPM/2015 tanggal 5 Maret 2015

    JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA

    LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

    TAHUN 2015

  • ii

  • iii

    TIM PELAKSANA

    1. Ketua Pelaksana

    a. Nama Lengkap : Dr. Ni Made Pujani, M. Si.

    b. Jenis Kelamin : Perempuan

    c. NIP : 196311041988032001

    d. Disiplin Ilmu : Fisika

    e. Pangkat/Golongan : Pembina Tk. I/IV b

    f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala

    g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Fisika

    h. Waktu untuk Kegiatan ini : 10 jam/minggu

    2. Anggota Pelaksana 1

    a. Nama Lengkap : Dr. Ni Ketut Rapi, M.Pd.

    b. Jenis Kelamin : Perempuan

    c. NIP : 196308301988032002

    d. Disiplin Ilmu : Fisika

    e. Pangkat/Golongan/NIP : Pembina Tk. I/IV b

    f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala, -

    g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Fisika

    h. Waktu untuk Kegiatan ini : 8 jam/minggu

    2. Anggota Pelaksana 2

    a. Nama Lengkap : Drs. Iwan Suswandi, M.Si.

    b. Jenis Kelamin : Laki-laki

    c. NIP : 196004081987031002

    d. Disiplin Ilmu : Fisika

    e. Pangkat/Golongan/NIP : Peata Tk. I/III d

    f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala, -

    g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Fisika

    h. Waktu untuk Kegiatan ini : 8 jam/minggu

  • iv

    PENYEGARAN MATERI ASTRONOMI (ASTROFISIKA) BAGI GURU-GURU

    SMP/SMA DI KABUPATEN BULELENG

    Oleh

    Ni Made Pujani, Ni Ketut Rapi, dan Iwan Suswandi

    ABSTRAK

    Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan

    penguasaan Astronomi bidang Astrofisika meliputi Fisika Bintang, Evolusi Bintang,

    Galaksi dan Kosmologi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng dalam

    rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar siswa dalam bidang astronomi serta

    sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi. Realisasi kegiatan dilakukan dengan

    memberikan pemantapan materi dan pelatihan penyelesaian soal-soal olimpiade

    Astronomi, bertempat di Laboratorium Micro Teaching FMIPA Universitas Pendidikan

    Ganesha. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa secara umum pelaksanaan pelatihan

    berjalan baik. Tingkat penguasaan guru dalam bidang fisika bintang, evolusi bintang,

    serta galaksi dan kosmologi setelah pelatihan mengalami peningkatan dari kategori

    sangat kurang menjadi baik (skor rata-rata fisika bintang: pretest = 3,1 posttest = 7,9:

    rata-rata evolusi bintang: pretest = 3,2 posttest = 8; rata-rata Galaksi dan Kosmologi

    pretest = 3,9 posttest = 8). Respon peserta adalah positif dan guru-guru sangat antusias

    mengikuti pelatihan hingga selesai. Kendala yang ditemui, dalam pelaksanaan pelatihan

    adalah tinggkat kesukaran soal olimpiade relatif sulit sehingga diperlukan waktu lebih

    banyak dalam pembahasan soal.

    Kata Kunci: penyegaran, astronomi, astrofisika, guru SMP/SMA

  • v

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena

    berkat rakhmatNya-lah maka penulis dapat menyelesaikan laporan Pengabdian Kepada

    Masyarakat, dengan judul: Penyegaran Materi Astronomi (Astrofisika) Bagi Guru-

    Guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng.

    Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak

    yang telah memberikan kontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai

    dengan penulisan laporan ini, diantaranya kepada yth:

    1. Ketua LPM Undiksha, atas bantuan dana yang diberikan.

    2. Dekan FMIPA Undiksha, yang telah mengijinkan kami untuk memanfaatkan

    fasilitas ruang laboratorium micro teaching ada di Jurusan Pendidikan IPA.

    3. Semau pihak yang telah membantu menyukseskan kegiatan P2M ini yang tidak

    dapat penulis sebutkan satu persatu.

    Akhirnya, kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk

    meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan bagi para guru. Masukan dari

    pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan laporan ini.

    Singaraja, 1 Oktober 2015

    Tim Pelaksana,

  • vi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    JUDUL i

    HALAMAN PENGESAHAN . ii

    TIM PELAKSANA . iii

    ABSTRAK iv

    KATA PENGANTAR .. v

    DAFTAR ISI . vi

    DAFTAR GAMBAR . vii

    DAFTAR LAMPIRAN . viii

    I PENDAHULUAN . 1

    A. Analisis Situasi 1 B. Identifikasi dan Perumusan Masalah .. 4 C. Tujuan Kegiatan .. 4 D. Manfaat Kegiatan 5

    II TINJAUAN PUSTAKA 6

    A. Hakekat IPA dan Implikasinya dalam Pembelajaran 6 B. Kualitas Guru . 7 C. Pengaruh Kualitas Guru terhadap Prestasi belajar Siswa .. 8

    III METODE PELAKSANAAN .. 11

    A. Kerangka Pemecahan Masalah . 11 B. Realisasi Pemecahan Masalah ...... 12 C. Khalayak Sasaran . 12 D. Metode Pelaksanaan Kegiatan ...... 13

    IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

    A. Hasil Kegiatan ... 16 B. Pembahasan ... 17

    V SIMPULAN DAN SARAN 20

    A. Simpulan ... 20 B. Saran . 20

    DAFTAR PUSTAKA ... 21

    LAMPIRAN-LAMPIRAN 23

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 3.1 Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah 11

  • viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran:

    01 Lembar Monitoring . 24

    02 Daftar Hadir Peserta Pelatihan P2M 25

    03 Data Pretest dan Posttest . 28

    04 Foto Kegiatan . 29

    05 Surat Perjanjian Kerja P2M 31

    06 Materi Pelatihan 35

    07 Tes Olimpiade (Pretes dan Postest) . 63

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. ANALISIS SITUASI

    Astronomi adalah sains mengenai jagat raya yang mempelajari obyek-obyek

    langit individu seperti planet, bulan, bintang dan galaksi serta struktur skala besar dari

    jagat raya secara keseluruhan (Tim Pembina Olimpiade Astronomi, 2010). Secara

    alamiah Astronomi memiliki konsep pemikiran dan pemahaman yang terintegrasi secara

    simultan baik dalam perkembangan ilmunya, teknologinya, terapan teknisnya, maupun

    pendidikannya. Dalam hal ini, astronomi dan fisika merupakan materi pelajaran di SMA

    yang terpadu secara integral, di mana konsep-konsep Astronomi melibatkan konsep-

    konsep fisika. Konsekwensinya, keberhasilan siswa dalam pelajaran Astronomi

    dipengaruhi oleh kemampuannya dalam menerapkan konsep-konsep fisika yang relevan

    ke bidang Astronomi. Hal ini pula yang dijadikan acuan, di mana dalam kurikulum

    sebagian materi Astronomi menjadi bagian dari mata pelajaran fisika, sehingga pengajar

    Astronomi di SMP maupun SMA umumnya adalah guru fisika.

    Walaupun ada jalinan yang terintegrasi antara Fisika dan Astronomi, dampak

    dari hal ini adalah ada kecendrungan belum mapannya penguasaan materi Astronomi

    tersebut oleh guru Fisika, karena Astronomi memerlukan pemahaman tersendiri dan

    cakupan materinya sangat luas. Mengingat ketidak sesuaian kualifikasi guru astronomi

    dengan bidang keahliannya itu, maka kualitas penguasaan guru dalam bidang

    Astronomi harus ditingkatkan, sehingga mereka menjadi tenaga guru yang terampil

    dalam mengelola pembelajaran. Salah satu alternatif yang dipandang cukup visibel

    untuk dilakukan adalah melalui penyegaran akademis (refreshing program) yang inti

    kegiatannya meliputi penyegaran penguasaan bidang Astrofisika. Melalui program ini,

    guru diharapkan memperoleh sesuatu yang baru dan dapat dijadikan sebagai acuan

    dalam pengembangan tugas dan profesinya yang nantinya secara langsung dapat

    meningkatkan produktivitas kerjanya seperti, mampu memberikan pembinaan di bidang

    Astronomi bagi anak didiknya menuju olimpiade Astronomi. Bila kualitas pengetahuan

    guru Astronomi meningkat, akan berimplikasi pada kualitas pelaksanaan PBM, dan

    akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi bidang Astronomi. Hal yang sama

    terungkap dari hasil kegiatan P2M bagi guru SMP/SMA tentang penyegaran materi

  • 2

    Bola Langit dan Tata Surya (Pujani, 2014), setelah kegiatan pelatihan, penguasaan guru

    meningkat menjadi baik.

    Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Averch et.al,1984 dan

    Jamison,1974 (dalam Wirta, 1990) juga menemukan bahwa pengaruh variabel kualitas

    guru cukup efektif terhadap prestasi belajar yang dicapai siswanya. Dalam pembelajaran

    IPA di SD se Kabupaten Buleleng, hasil penelitian Wirta, dkk (1990) menemukan

    bahwa terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara kualitas guru dengan

    prestasi belajar siswanya. Khusus dalam bidang Kebumian dan Astronomi (IPBA), hasil

    penelitian Pujani (2010) menemukan bahwa pembekalan keterampilan laboratorium

    IPBA bagi calon guru fisika dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam

    merancang, melaksanakan dan melaporkan praktikum IPBA. Untuk bidang Astronomi

    capaian keterampilan laboratorium yang dicapai calon guru cenderung lebih rendah dari

    capaian keterampilan laboratorium Kebumian (Pujani, 2011). Pada kegiatan pengabdian

    masyarakat tahun 2012, Pujani, dkk (2012) telah memberikan pelatihan di bidang

    praktikum Astronomi bagi guru SMP/SMA di Kota Singaraja, dengan hasil cukup

    memuaskan. Agar penguasaan menjadi sempurna, maka perlu dilakukan kegiatan

    pengabdian lanjutan berupa pelatihan di bidang konten Astronomi secara teoritis kepada

    guru fisika di Kabupaten Buleleng.

    Kabupaten Buleleng sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Bali, memiliki

    visi dan misi pembangunan yang berorientasi pada sektor pariwisata, pertanian,

    pendidikan, dan kesehatan. Pada sektor pendidikan, salah satu misi pembangunan

    Kabupaten Buleleng adalah menjadikan Buleleng sebagai kota pendidikan. Realisasi

    dari hal itu telah dituangkan dalam berbagai kebijakan daerah, antara lain dengan

    memfasilitasi pembangunan lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak

    (TK) sampai perguruan tinggi (PT).

    Berdasarkan hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah

    satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng

    adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para

    guru. Di sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada

    di Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi IPA (Astronomi) di SMA banyak

    yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya

  • 3

    kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar

    Astronomi.

    Pembelajaran IPA (Astronomi) sebagai bidang studi yang secara formal wajib

    dibelajarkan pada jenjang pendidikan SMP dan SMA saat ini dihadapkan pada

    tantangan untuk mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajarannya. Hal

    ini mengingat bahwa mulai tahun 2005 Astronomi dilombakan dalam ajang bergengsi

    yaitu pada olimpiade tingkat nasional. Khusus untuk Kabupaten Buleleng, partisipasi di

    bidang olimpiade astronomi bagi siswa SMA baru mulai tahun 2006, itu pun baru

    diwakili dari satu sekolah saja yaitu SMA Negeri 1 Singaraja. Dari wakil yang

    dikirimkan tersebut, belum ada yang bisa menembus hingga lulus di tingkat nasional,

    sebagaimana diinformasikan melalui internet, untuk bidang olimpiade astronomi belum

    ada siswa SMP/SMA wakil dari Kabupaten Buleleng atau pun wakil Propinsi Bali yang

    berhasil meraih medali (www.olimpiade-sains.org). Oleh karena itu, Dinas Pendidikan

    bersama-sama dengan seluruh SMA yang ada di Kabupaten Buleleng harus sesegera

    mungkin melakukan persiapan pembinaan bidang Astronomi SMA yang terprogram dan

    kontinu, karena rendahnya prestasi belajar Astronomi bagi siswa SMA di wilayah

    Kabupaten Buleleng tidak terlepas dari kurangnya pembinaan oleh guru (faktor guru)

    dan karakteristik materi. Upaya penyegaran materi Astronomi ini sangat perlu dilakukan

    untuk mengantisipasi pelaksanaan Olimpiade Astronomi.

    Masalah-masalah di atas bukan saja dihadapi dan dialami oleh guru Astronomi

    di Kabupaten Buleleng yang baru bertugas dengan masa kerja kurang dari 5 tahun,

    tetapi guru yang sudah berpengalaman mengajar lebih dari 10 tahun pun mengalami hal

    yang sama. Menyadari demikian urgennya persoalan tersebut, maka dalam rangka

    pengabdian masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, persoalan

    menyangkut peningkatan wawasan dan kemampuan guru dalam bidang Astronomi,

    khususnya pada jenjang Sekolah Menengah Atas sangat layak untuk dijadikan sebagai

    salah satu tema atau fokus kegiatan, bagi perbaikan kualitas proses dan produk

    pendidikan pada level SMA melalui refreshing program bagi guru-guru SMA di

    Kabupaten Buleleng.

    Mencermati hal di atas perlu kiranya dilakukan kegiatan berupa Penyegaran

    Materi Astronomi Bagi Guru-Guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng pada bidang

    Astrifisika, agar guru-guru memiliki pengetahuan Astrofisika yang memadai. Lebih

    http://www.olimpiade-sains.org/

  • 4

    lanjut, dengan meningkatnya kemampuan guru diharapkan para guru mampu membina

    siswanya dalam menghadapi olimpiade, khususnya olimpiade Astronomi.

    B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH

    Dari paparan di atas dapat diidentifikasi hal-hal berikut:

    (1) bahwa guru Astronomi yang mengajar di SMP/SMA yang ada di wilayah Kabupaten

    Buleleng masih banyak yang belum sesuai kualifikasinya dengan bidang tugasnya.

    Di samping itu, kemampuan penguasaan materi dan keterampilan profesional guru

    dalam mengajar Astronomi di SMP/SMA masih kurang. Oleh karena itu perlu

    diadakan program re-freshing bagi guru-guru dalam upaya peningkatan kualitas

    penguasaan bidang Astronomi.

    (2) bahwa hasil belajar Asronomi siswa bergantung pada kualitas PBM yang

    dilaksanakan guru. Mengingat Astronomi merupakan ilmu-ilmu dasar yang harus

    ditanamkan secara kuat sejak dini, maka diperlukan kualitas pelaksanaan PBM

    yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas pengetahuan guru

    Astronomi tentang bidang studinya. Bila kualitas pengetahuan guru tentang

    Astronomi meningkat akan berimplikasi pada peningkatan kualitas pelaksanaan

    PBM, dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar Astronomi siswa,

    sehingga siswa memiliki peluang untuk tampil dalam event olimpiade.

    Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan pokok

    yang hendak diurai melalui program ini adalah: Bagaimanakah cara meningkatkan

    kualitas penguasaan bidang studi Astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten

    Buleleng dalam rangka mengantisipasi rendahnya prestasi belajar Astronomi siswa serta

    sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi.

    C. TUJUAN KEGIATAN

    Berdasarkan analisis potensi dan rumusan masalah di atas, maka secara spesifik

    tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan bidang

    astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng dalam rangka

    mengantisipasi rendahnya prestasi belajar IPA (Astronomi) siswa.

  • 5

    D. MANFAAT KEGIATAN

    Kegiatan ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi:

    1. Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng,

    bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah

    disusun dalam rencana pembangunan pendidikan di Buleleng, Provinsi Bali,

    khususnya pada jenjang SMP/SMA, yaitu peningkatan pengetahuan dan

    keterampilan guru dalam melakukan kegiatan-kegiatan akademis untuk mendukung

    tugas-tugas profesionalnya, sehingga secara langsung berdampak bagi peningkatan

    produktivitas pendidikan di Kabupaten Buleleng.

    2. Guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng, program ini sangat bermanfaat dalam

    meningkatkan kualitas penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka

    dapat memiliki pengetahuan materi Astronomi yang memadai megingat pengajar

    Astronomi umumnya adalah guru fisika, serta mampu membina siswa dalam

    persiapan menghadapi Olimpiade Astronomi.

    3. Universitas Pendidikan Ganesha, program ini sangat bermanfaat dalam menjalin

    kerjasama yang mutualis antara LPTK dengan kalangan masyarakat luas, sehingga

    tenaga dan potensi yang ada dapat disumbangkan kepada khalayak luas, khususnya

    yang berkenaan dengan sektor pendidikan.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. HAKEKAT IPA DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN

    Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya mencakup dua dimensi yaitu

    dimensi produk dan dimensi proses. Dimensi Produk mengandung sekumpulan

    pengetahuan baik berupa konsep-konsep, prinsip-prinsip, maupun hukum-hukum

    sebagai hasil penelitian dan pikiran para ilmuwan (saintis). Sedangkan dimensi proses

    IPA berisi sekumpulan keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan suatu

    proses. Jadi keterampilan- keterampilan IPA meliputi: mengamati /mengobservasi,

    mengklasifikasikan/ kategorisasi, mengukur/ melakukan pengukuran, mengajukan

    pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan penyelidikan/ percobaan,

    menginterpretasikan /menafsirkan hasil pengamatan, dan berkomunikasi.

    Untuk dapat mengajarkan IPA dengan baik dan tepat maka seorang guru

    haruslah memahami tentang pengertian dan hakekat dari IPA. Mengajar sains

    merupakan upaya guru dalam membelajarkan siswanya tentang sains. Mengajar dalam

    pengertian ini berarti memberi arah sekaligus mengembangkan pemerolehan konsep-

    konsep sains oleh siswa sendiri. Oleh sebab itu proses mengajar lebih didasari oleh

    kepentingan siswa dalam mendapatkan konsep-konsep, prinsip, keterampilan serta sikap

    yang dilandasi metode ilmiah. Trowbridge (dalam Suastra dan Pujani, 1999)

    menjelaskan tentang mengajar yang berorientasi pada belajar penemuan (discovery),

    bahwa dengan upaya mengajar diharapkan terjadi personal meaning tentang sains pada

    diri siswa.

    Belajar sains atau mempelajari sains bagi pebelajar tidak lagi sebagai

    penerimaan informasi tentang sains akan tetapi merupakan suatu proses pengembangan

    keterampilan berpikir mengenai konsep sains. Dengan demikian strategi belajar yang

    digunakanpun harus dikondisikan pada kegiatan-kegiatan yang berdimensi fisik dan

    psikis kognitif. Piaget sebagaimana disitir oleh Labinowict, 1980 (dalam Suastra dan

    Pujani, 1999) menyatakan bahwa pengetahuan sains akan baik jika dipelajari dengan

    cara active construction. Ini berarti bahwa siswa diarahkan untuk membangun

    pengetahuannya secara aktif. Untuk itu strategi belajar hendaknya ditujukan kepada

    student centered, sehingga siswa sepenuhnya terlibat pada proses pembelajarannya.

  • 7

    Kreativitas dalam sains juga terjadi bila siswa melakukan penemuan ilmiah

    untuk mereka sendiri walaupun informasi semacam itu telah diketahui orang lain

    (Adang, 1985 dalam Suastra dan Pujani, 1999). Prinsip-prinsip dasar itu pasti tercantum

    dalam buku teks, tetapi penerapan khusus atau inovasi-nya perlu ditentukan oleh siswa.

    Lebih lanjut Adang (1985), menyatakan bahwa untuk melatih berfikir kreatif siswa

    hendaknya diberi kesempatan:

    1. Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama PBM berlangsung.

    2. Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut.

    3. Merasakan kemudahan dalam mengambil isu atau menyatakan ide atau proses.

    4. Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari seseorang tanpa

    mencemoohnya.

    5. Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai potensi kreatif.

    6. Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif seperti juga untuk hasil

    belajar yang berupa mengingat.

    Dari uraian di atas maka pengajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk

    mengembangkan kreativitas berpikirnya adalah pengajaran IPA dengan melibatkan

    keterampilan-keterampilan proses IPA. Hal ini akan dapat dilakukan melalui pengajaran

    IPA dengan pendekatan keterampilan proses IPA (Ratna Wilis Dahar 1989:13)

    B. KUALITAS GURU

    Guru adalah merupakan sub sistem pengelola yang sangat menentukan

    keberhasilan suatu PBM. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan untuk

    mengelola kelas dengan suatu metode serta pendekatan mengajar yang mesti

    diterapkannya. Namun, mengajar adalah serangkaian aktivitas yang sangat kompleks,

    oleh karenanya sangat sulit untuk menentukan guru yang bagaimana guru yang

    berkualitas. Ada kalanya guru berhasil dalam mengajar IPA di Sekolah Dasar, tetapi

    tidak berhasil jika dia ditugaskan mengajar IPA di SMP, atau sebaliknya. Demikian pula

    guru yang memiliki gelar sarjana, belum tentu akan menjamin keberhasilannya dalam

    mengelola PBM di kelas. Dan ada kalanya guru yang telah mengajar dalam waktu yang

    relatif lama merasa belum berhasil mengelola PBM, dan baru setelah mereka mendapat

    pelatihan atau mengikuti penataran menemukan suatu strategi mengajar, sehingga KBM

    menjadi lebih baik. Walaupun demikian, kualitas guru bidang studi IPA (astronomi)

  • 8

    yang mencerminkan kemampuan profesional (kualitas) guru sesungguhnya dapat

    diperoleh melalui beberapa cara diantaranya melalui pendidikan (kuliah) di suatu

    LPTK, melalui pengalaman mengajar, melalui penataran-penataran/pelatihan, dan

    melalui peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA (Astronomi).

    Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat pendidikan terakhir,

    yang dapat dikategorikan sebagai berikut: SD, SLTP, SPG/KPG, SMA non keguruan,

    PGSLP, D1, D2, D3, Sarjana Muda, Sarjana, dan Pascasarjana. Kualitas tingkat

    pendidikan ditentukan berdasarkan lamanya pendidikan itu berlangsung yang

    dinyatakan dalam tahun.

    Pengalaman mengajar adalah lamanya guru bersangkutan melakukan pekerjaan

    mengajar dihitung dari tahun pengangkatan. Pengalaman mengajar dapat dinyatakan

    dalam interval: 0-4 tahun, 5-8 tahun, 9-12 tahun, 13-16 tahun dan 17-20 tahun atau

    lebih. Interval pengalaman mengajar selama 4 tahun ini ditetapkan berdasarkan konsep

    pemikiran kenaikan pangkat tetap bagi seorang guru berlangsung setiap empat tahun.

    Penataran yang dimaksud adalah penataran yang berkaitan dengan proses belajar

    mengajar IPA di SMP atau setidak-tidaknya penataran yang menunjang proses belajar

    mengajar secara umum. Kualitasnya ditentukan oleh lamanya penataran itu diikuti yang

    dinyatakan dalam hari.

    Di samping itu, kualitas guru IPA juga dapat dilihat dari kualitas penguasaannya

    terhadap bidang studi IPA tersebut. Hal ini dapat diketahui setelah guru menjawab

    seperangkat tes IPA yang tingkat kesukarannya setaraf guru.

    C. PENGARUH KUALITAS GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA

    Sesuai uraian di atas, indikator kualitas (kemampuan profesional) guru dapat

    dilihat melalui pendidikan, pengalaman mengajar, penataran, dan melalui pelatihan

    peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA. Baik secara terpisah maupun

    bersama-sama indikator kualitas guru ini akan terkait dengan prestasi yang dapat

    dicapai oleh siswa.

    Pendidikan

    Pendidikan terakhir seorang guru sangat menentukan kewenangannya dalam

    mengajar. Ijazah tertinggi seorang guru merupakan salah satu faktor terpenting dalam

    menentukan kualitas suatu sekolah. Di mana kualitas sekolah tidak dapat terlepas dari

  • 9

    predikat lulusan yang melibatkan prestasi belajar siswanya.. Sedangkan untuk

    menentukan kewenangannya, pendidikan terakhir seorang guru hanya berlaku pada

    tingkatan-tingkatan sekolah tertentu. Guru SD minimal tamatan SPG/KPG, guru SMP

    minimal tamatan PGSLP, dan guru SMU minimal lulusan sarjana muda keguruan

    (Parluhutan Tobing, 1983). Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan keguruan yang

    dimiliki guru dihitung dari persyaratan minimal, akan semakin siap mereka menjadi

    tenaga pendidik (guru). Pada gilirannya diharapkan mereka dapat meningkatkan prestasi

    belajar IPA siswa.

    Pengalaman Mengajar

    Lamanya masa kerja seorang guru IPA di SMP akan menunjukkan kuantitas

    pengalaman yang mereka miliki selama bekerja di lapangan. Melalui pengalaman

    mengajar, guru-guru dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya, misalnya dari

    kesalahannya membimbing dalam membuat rumusan masalah, membuat kesimpulan

    dan lain sebagainya guru bersangkutan kemudian membenahinya. Guru IPA yang baik

    adalah mereka yang mau mengevaluasi KBM yang pernah mereka lakukan, sehingga

    KBM berikutnya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang lebih berkualitas.

    Hal ini sesuai dengan pepatah pengalaman adalah guru yang terbaik.

    Penataran

    Penataran guru-guru IPA yang dilaksanakan oleh pemerintah baik di tingkat

    regional maupun nasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru.

    Dalam penataarn ini guru dipersiapkan untuk menguasai materi pelajaran, metode

    mengajar dan cara-cara dalam mengelola PBM. Jika tujuan penataran ini telah tercapai

    dan dapat dilaksanakan oleh guru yang pernah mengikuti penataran maka guru

    diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mengajarnya. Dengan demikian siswa

    akan menjadi lebih giat dan senang belajar dalam usaha untuk meningkatkan prestasi

    belajar.

    Tingkat Penguasaan Guru pada Bidang Studi IPA

    Kemampuan guru dalam mengajar IPA sebenarnya merupakan faktor yang

    paling sentral dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Prestasi siswa pada

    bidang studi IPA secara konsisten dipengaruhi oleh seberapa jauh siswa diekspose

    terhadap pelajaran IPA yang diajarkan oleh guru dengan menggunakan metode belajar

    mengajar yang menyenangkan melalui pemecahan masalah. Terdapat suatu

  • 10

    kecendrungan bahwa kualitas proses belajar mengajar di kelas sangat ditentukan oleh

    tingkat penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan metode belajar mengajar itu

    sendiri (Depdikbud, 1989).

    Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti bahwa semakin baik tingkat

    penguasaan guru SD terhadap materi bidang studi IPA yang diajarkan, maka

    diharapkan dia dapat menunjukkan kemampuan mengajar yang lebih baik. Pada

    gilirannya guru IPA diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam

    meningkatkan prestasi belajar IPA siswa.

    Berdasarkan semua deskripsi teoritis seperti disajikan di atas dapat mengindikasi

    bahwa kualitas guru berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Dalam kaitan

    dengan kegiatan pengabdian masyarakat ini, maka peningkatan kualitas penguasaan

    bidang studi IPA (astronomi) bagi guru SMP di Kabupaten Buleleng akan berpengaruh

    positif terhadap peningkatan prestasi belajar IPA (astronomi) siswa.

  • 11

    BAB III

    METODE KEGIATAN

    A. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

    Secara skematis kerangka pemecahan masalah yang dikembangkan terlihat pada

    Gambar 3.1 berikut.

    Keterangan:

    __________ alur kegiatan

    - - - - - - - - - alur pengkajian

    Gambar 3.1: Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah

    Berdasarkan skema di atas, kegiatan diawali dengan orientasi lapangan oleh tim

    pelaksana. Masalah yang ada di lapangan kemudian diidentifikasi sehingga ditemukan

    ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu ketidak sesuaian kualifikasi guru

    Astronomi dengan materi yang diajar merupakan salah satu penyebab ketidakberhasilan

    pembinaan bidang Astronomi pada siswa SMP/SMA di Kabupaten Buleleng. Setelah itu

    dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang visibel untuk dilaksanakan

    yaitu melalui program refreshing berupa pemberian pelatihan bidang Astronomi untuk

    meningkatkan kualitas penguasaan guru. Penyegaran materi dilakukan dengan

    ceramah/presentasi untuk pendalaman materi yang diharapkan dapat meningkatkan

    kemampuan/pemahaman guru tentang Astronomi. Selanjutnya diberikan pelatihan soal-

    Orientasi Lapangan

    Identifikasi Masalah

    Studi Literatur Ceramah, Diskus

    Penyegaran Materi

    Produk

    Menambah Wawasan

    Astronomi

    Mampu Membina /mempersiapkan Siswa

    untuk menghadapi olimpiade Astronomi

  • 12

    soal olimpiade agar guru memiliki keterampilan dalam membina siswa yang nantinya

    diturunkan sebagai tim olimpiade Astronomi SMP/SMA.

    B. REALISASI PEMECAHAN MASALAH

    Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai

    permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng,

    khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi

    pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai

    pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan

    dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas

    penguasaan bidang astronomi khususnya topik bola langit, tata koordinat, dan tata surya

    bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng. Model pelaksanaan kegiatan ini

    akan dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi

    pada 2 (dua) topik dasar materi yaitu, wawasan dan pengetahuan guru tentang topik bola

    langit, tata koordinat, dan tata surya dan pelatihan menyelesaikan soal-soal olimpiade

    Astronomi.

    Lama pelaksanaan kegiatan adalah 3 (tiga) hari/kali dengan melibatkan

    perwakilan guru SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng. Pada akhir program

    setiap peserta akan diberikan seperangkat tes untuk mengevaluasi keberhasilan program

    dalam membekalkan materi, setiap kelompok peserta ditugaskan menghasilkan

    seperangkat alat praktikum sederhana sesuai rancangan yang disusunnya dan setiap

    peserta diberi sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini.

    Dengan demikian, diharapkan para guru SMP/SMA memperoleh penyegaran wawasan

    dan peningkatan kualitas pengetahuan tentang materi astronomi dan soal-soal setingkat

    olimpiade astronomi untuk kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan

    pelaksana kurikulum.

    C. KHALAYAK SASARAN

    Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru

    SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng. Di sisi lain, permasalahan mendasar dan

    aktual yang terjadi pada sektor pendidikan di Kabupaten Buleleng adalah rendahnya

    prestasi belajar Astronomi siswa SMP/SMA serta sebagai persiapan pembinaan menuju

  • 13

    olimpiade Astronomi. Permasalahan ini salah satunya disinyalir dapat diantisipasi dan

    dieliminir melalui peningkatan kualitas penguasaan bidang studi Astronomi bagi guru

    SMP/SMA, sehingga sejak awal guru dapat mempersiapkan dan mengelola proses

    belajar mengajar dengan lebih baik. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang

    dipilih dipandang cukup visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil

    dari kegiatan ini secara berkelanjutan dan terstruktur

    Jumlah guru yang akan dilibatkan adalah sebanyak 30 orang guru yang mengajar

    IPA/Fisika dan IPS/Geografi dari SMP/SMA yang ada di Kabupaten Buleleng.

    Penentuan subjek didasarkan pada proporsi jumlah guru per kecamatan di wilayah

    kabupaten Buleleng. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru

    SMP/SMA perwakilan yang ditunjuk akan diberikan pelatihan. Mereka yang dijadikan

    kader dipersyaratkan agar mampu dan mau bekerja sama, serta dapat menyebarkan hasil

    kegiatan kepada guru lainnya

    D. METODE KEGIATAN

    Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai

    permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng,

    khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi

    pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai

    pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan

    dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas

    penguasaan bidang astronomi bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng pada

    bidang Astrofisika. Model pelaksanaan kegiatan ini akan dilakukan secara langsung

    (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) topik dasar materi

    yaitu, wawasan dan pengetahuan guru tentang Astronomi dan pelatihan menyelesaikan

    soal-soal Astronomi setingkat olimpiade.

    Sementara itu, cakupan materi Astronomi sangat luas, meliputi: Bola langit dan

    Tata Koordinat, Tata surya, Mekanika benda langit, Waktu dan penanggalan kalender,

    Gerhana, Matahari dan aktivitasnya, Fisika bintang, Bintang ganda, serta galaksi dan

    kosmologi. Karena cakupan materi yang sangat luas maka pada kegiatan P2M kali ini

    penyegaran materi dibatasi pada topic: fisika bintang, evolusi bintang, galaksi, dan

    kosmologi.

  • 14

    Lama pelaksanaan kegiatan adalah 3 (tiga) hari dengan melibatkan perwakilan

    guru SMP/SMA dari setiap Kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Buleleng. Pada

    akhir program setiap peserta akan diberikan seperangkat tes untuk mengevaluasi

    keberhasilan program dan sertifikat sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam

    kegiatan ini. Dengan demikian, diharapkan para guru SMP/SMA memperoleh

    penyegaran wawasan dan peningkatan kualitas pengetahuan bidang Astronomi untuk

    kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum.

    Pola dan tahapan evaluasi program disesuaikan dengan metode yang digunakan

    dalam upaya mencapai tujuan. Beberapa metode yang akan digunakan dalam kegiatan

    P2M ini adalah presentasi, diskusi dan pelatihan menyelesaikan soal-soal olimpiade

    Astronomi. Setiap metode dipilih sesuai dengan relevansinya terhadap pencapaian

    tujuan. Adapun rincian metode yang digunakan adalah sebagai berikut.

    Jenis Kegiatan Tujuan yang ingin dicapai

    Presentasi dilanjutkan Tanya jawab Untuk memberi pengertian tentang

    materi Astronomi, meliputi: fisika

    bintang, evolusi bintang, galaksi dan

    kosmologi.

    Diskusi Untuk memantapkan pemahaman

    peserta terhadap materi yang dibahas

    Pelatihan penyelesaian soal-soal

    olimpiade Astronomi

    Untuk memberi wawasan dan cara

    menyelesaikan soal-soal Olimpiade

    Astronomi

    Sesuai dengan metode kegiatan di atas, maka evaluasi akan dilaksanakan pada

    awal, akhir dan selama pelaksanaan kegiatan (directed evaluation/ proccess evaluation).

    Indikator yang digunakan sebagai parameter keberhasilan program ini adalah,

    terjadinya peningkatan penguasaan bidang Astronomi (Astrofisika) bagi guru-guru

    SMP/SMA. Untuk itu, di awal dan di akhir kegiatan diberikan tes Astronomi

    (Astrofisika) setara dengan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam membina siswa

    peserta olimpiade. Di samping itu, tim tutor akan mendampingi guru-guru saat pelatihan

    penyelesaian soal-soal olimpiade Astronomi. Kualifikasi kemampuan guru dinyatakan

    sesuai pedoman konversi pada Tabel 3.1berikut.

  • 15

    Tabel 3.1 Pedoman Konversi Kemampuan Astronomi

    Skor Kategori

    85,0 100,0

    70,0 84,9

    55,0 69,9

    40,0 54,9

    0 39,9

    Sangat Baik

    Baik

    Cukup

    Kurang

    Sangat Kurang

    Kriteria keberhasilannya adalah kemampuan Astrofisika guru-guru berada pada

    kualifikasi baik.

  • 16

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pada bagian ini dipaparkan tentang hasil atas perlakuan yang diberikan untuk

    memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan pembahasannya.

    A. Hasil Kegiatan

    Pelatihan penyegaran materi astronomi bagi guru SMP/SMA di Kabupaten

    Buleleng ini, dilaksanakan tanggal 29, 30 dan 31 Agustus 2015, bertempat di

    Laboratorium Micro Teaching Jurusan Pendidikan IPA FMIPA Universitas Pendidikan

    Ganesha. Panitia mengundang 30 orang guru-guru SMP/SMA dari 15 sekolah di

    Kabupaten Buleleng melalui kepala sekolah masing-masing. Guru-guru yang diundang

    adalah guru adalah guru IPA/Fisika dan Guru IPS/Geografi. Penunjukan peserta

    diserahkan kepada kepala sekolah, disarankan agar guru yang ditunjuk adalah 1 (satu)

    orang guru pengajar IPS/Geografi dan 1 (satu) orang guru IPA/Fisika atau guru

    Pembina olimpiade Astronomi. Dari 30 orang guru yang diundang, ternyata jumlah guru

    yang hadir mencapai 20 orang, atau sekitar 70%.

    Profil capaian guru dalam menyelesaikan soal-soal Astrofisika (fisika bintang,

    evolusi bintang, galaksi dan kosmologi), digali dengan pre test dan post test yang

    diberikan di awal dan akhir pelatihan. Data hasil pre test dan posttest ditampilkan pada

    Tabel 4.1 berikut (nama lengkap guru terlampir).

    Tabel 4.1 Skor pre test dan post test materi Astrofisika

    No. Kode

    Guru

    Asal Sekolah Fisika

    Bintang

    Evolusi

    Bintang

    Galaksi dan

    Kosmologi

    Pre

    test

    Post

    test

    Pre

    test

    Post

    test

    Pre

    test

    Post

    test

    1 G01 SMPN 6 Singaraja 4 8 2 8 6 8

    2 G02 SMPN 6 Singaraja 2 8 2 8 4 8

    3 G03 SMPN 1 Seririt 2 8 4 8 4 8

    4 G04 SMAN 1 Sawan 2 8 2 8 4 8

    5 G05 SMPN 1 Seririt 4 8 8 8 6 8

    6 G06 SMAN 1 Seririt 2 8 4 8 4 8

    7 G07 SMAN 1 Seririt 2 8 2 10 2 8

    8 G08 SMA Lab Undiksha 4 8 2 8 8 8

    9 G09 SMAN 1 Singaraja 6 8 4 10 4 8

  • 17

    10 G10 SMP N2 Singaraja 2 8 6 8 0 8

    11 G11 SMPN 5 Singaraja 4 8 2 8 2 8

    12 G12 SMPN 1 Singaraja 6 8 2 8 0 8

    13 G13 SMPN 2 Singaraja 2 8 4 8 8 8

    14 G14 SMPN 3 Banjar 4 8 4 8 6 8

    15 G15 SMPN 3 Banjar 2 8 4 8 2 8

    16 G16 SMP Lab Undiksha 2 8 4 8 2 8

    17 G17 SMAN 2 Singaraja 4 6 2 6 4 8

    18 G18 SMP Lab Undiksha 4 8 2 8 2 8

    19 G19 SMPN 1 Singaraja 2 8 4 6 6 8

    20 G20 SMA Lab Undiksha 2 8 0 8 4 8

    Rerata

    (M)

    3,1 7,9 3,2 8 3,9 8

    SD 1,4 0,4 1,8 0,9 2,3 0,0

    Berdasarkan Tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa, tingkat penguasaan guru tentang

    konsep-konsep astrofisika sebelum pelatihan tergolong sangat kurang ( rata-rata pretest

    fisika bintang = 3,1, evolusi bintang= 3,2 serta, galaksi dan kosmologi = 3,9). Setelah

    pelatihan, capaiannya mengalami peningkatan dengan rata-rata tergolong baik ( rata-rata

    posttest fisika bintang = 7,9, evolusi bintang= 8 serta, galaksi dan kosmologi = 8). Hal

    ini menunjukkan bahwa penguasaan materi astrofisika guru-guru mengalami

    peningkatan dari sangat kurang menjadi baik setelah diberikan pelatihan.

    B. Pembahasan

    Berdasarkan persentase kehadiran peserta, ada sekitar 70% guru-guru

    SMP/SMA yang mengikuti pelatihan. Dilihat dari persentase kehadiran,

    mengindikasikan bahwa respon guru/sekolah terhadap pelatihan yang dilaksanakan

    adalah positif. Dengan demikian target peserta terpenuhi sesuai rencana. Demikian pula

    selama pelaksanaan kegiatan, respon guru sangat positif, karena guru-guru tetap

    mengikuti kegiatan ini hingga selesai. Dari hasil wawancara dengan peserta dapat

    diketahui bahwa penyegaran materi Astronomi (Astrofisika) memang sangat diperlukan

    karena banyak dari guru IPS/Geografi dan guru IPA/Fisika merasa perlu meningkatkan

    pemahaman tentang Astronomi. Guru juga mengharapkan agar penyegaran materi

    astronomi ini dilaksanakan secara berkelanjutan pada topik-topik lainnya.

    Dari hasil tes baik pretest maupun posttes dapat diketahui profil kemampuan

    guru pada topik-topik fisika bintang, evolusi bintang, galaksi dan kosmologi. Hasil

  • 18

    pretest mengindikasikan pengetahuan awal peserta pelatihan tentang materi fisika

    bintang, evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi terkait dengan soal-soal olimpiade

    astronomi (sesuai tes olimpiade astronomi yang diberikan), kategorinya adalah sangat

    kurang.

    Ditinjau dari capain per sub materi, untuk fisika bintang, ada 2 orang mendapat

    pretest dengan skor 6 (cukup), sisanya sangat kurang; untuk evolusi bintang ada 1

    orang mendapat skor pretest dengan kategori baik, 1 orang cukup dan sisanya sangat

    kurang; untuk materi galaksi dan kosmologi, ada 4 orang mendapat.pretest dengan skor

    6 (cukup), 2 orang mendapat skor 8 (baik), sisanya sangat kurang. Hal ini menunjukkan

    bahwa kemampuan guru masih kurang, yang mungkin disebabkan karena pengajar

    Astronomi bidang keilmuannya masih miss match. Di SMP astronomi diajar oleh guru-

    guru IPA dan di SMA diajarkan oleh guru Geografi. Melihat kondisi ini, pada kegiatan

    pelatihan lebih ditekankan pada konsep-konsep penting dalam fisika bintang, evolusi

    bintang, galaksi, dan kosmologi yang perlu dimiliki guru agar nantinya guru dapat

    malakukan pembinaan secara benar. Setelah dijelaskan materinya kemudian guru

    diberikan soal-soal latihan yang diambil dari soal-soal olimpiade astronomi. Dengan

    pola seperti ini, penguasaan guru tentang materi fisika bintang, evolusi bintang, galaksi,

    dan kosmologi dapat ditingkatkan.

    Berdasarkan kondisi itu dapat dikatakan bahwa pelatihan ini dapat menyegarkan

    wawasan dan keterampilan para guru dalam bidang Astrofisika meliputi fisika bintang,

    evolusi bintang, galaksi, dan kosmologi. Hal ini didukung dari hasil pemantauan tim

    pelaksana yang mendampingi peserta selama pelatihan, dan respon positif yang

    diberikan oleh peserta melalui angket sederhana yang disebarkan tim pelaksana. Adanya

    kompetisi olimpiade astronomi yang dilaksanakan setiap tahun sekali menyebabkan

    para guru harus mampu mengikuti perkembangan keilmuan itu sendiri. Dengan

    penguasaan materi terkait yang memadai, serta dengan pemahaman mengenai model

    soal-soal olimpiade, para guru akan dimudahkan dalam menyiapkan siswanya

    menghadapi olimpiade astronomi. Akhirnya melalui kegiatan pelatihan ini, sekolah

    akan dapat keuntungan karena memiliki guru yang terlatih.

    Berdasarkan capaian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan

    pelatihan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang besar bagi para guru SMP/SMA,

    serta tepat sasaran. Hal ini terlihat dari respon peserta yang begitu antusias mengikuti

  • 19

    pelatihan. Pada hari ke-1, guru dengan penuh perhatian mengikuti presentasi dan latihan

    soal tentang fisika bintang,Pada hari ke-2 dilanjutkan dengan pelatihan materi dan soal-

    soal evolusi bintang dengan pola pelaksanaan sama seperti hari pertama., dan pada hari

    ke-3 dilanjutkan dengan pelatihan materi galaksi, dan kosmologi. Para guru dengan

    penuh perhatian mengikuti presentasi tentang pelatihan. Diskusi pada saat

    menyelesaikan soal-soal olimpiade sangat menarik. Guru menjawab soal-soal yang

    diberikan hingga para guru merasa cukup memiliki pemahaman tentang materi tersebut.

    Guru juga sangat antusias mendengarkan paparan dari pemakalah, Dr. Ni Made Pujani,

    M.Si. dosen di Jurusan Pendidikan Fisika yang juga ditugaskan sebagai ketua jurusan

    pendidikan IPA di FMIPAUNDIKSHA.

  • 20

    BAB V

    SIMPULAN DAN SARAN

    A. Simpulan

    Pelatihan penyegaran materi Astrofisika bagi guru SMP/SMA merupakan kebutuhan

    yang mendesak bagi sekolah, terlebih dengan adanya olimpiade Astronomi. Untuk

    mengantisipasi kebutuhan ini pelatihan berupa penyegaran materi Astrofisika bagi guru

    merupakan alternatif yang tepat agar para guru dapat menyiapkan siswanya lebih dini

    dalam menghadapi olimpiade. Secara lebih rinci dapat dsimpulkan seperti berikut.

    1. Pelatihan penyegaran materi Astronomi (Astrofisika) bagi guru-guru SMP/SMA

    di Kabupaten Buleleng dapat meningkatkan penguasaan guru tentang materi

    Astrofisika. Penyegaran materi Asrtonomi bagi guru-guru meningkatkan

    penguasaan fisika bintang, evolusi bintang, galaksi dan jagat raya dari kategori

    sangat kurang menjadi baik (skor rata-rata fisika bintang: pretest = 3,1 posttest =

    7,9: rata-rata evolusi bintang: pretest = 3,2 posttest = 8; rata-rata Galaksi dan

    Kosmologi pretest = 3,9 posttest = 8). Hal ini berdampak positif bagi guru-guru

    dalam membina siswa peserta olimpiade astronomi.

    2. Respon guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng terhadap pelaksanaan

    pelatihan Astronomi (Astrofisika) adalah positif.

    B. Saran

    Berdasarkan pembahasan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelatihan ini,

    maka dapat disarankan sebagai berikut. Kepada pihak terkait, seperti LPM Undiksha,

    Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, dan sekolah (SMP/SMA) disarankan agar

    menyelenggarakan pelatihan lanjutan agar keterampilan yang sudah dimiliki para guru

    dapat dikembangkan. Pelatihan yang sejenis agar diselenggarakan untuk para guru

    lainnya dan perlu dibuatkan suatu wadah dimana para guru dapat sharing pengetahuan

    tentang Astronomi, misalnya membentuk suatu club Astronomi.

  • 21

    DAFTAR PUSTAKA

    Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1989. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta:

    Universitas Terbuka

    Departemen P dan K. 1984. Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku

    IA. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas Terbuka.

    ---------. 1987. Studi Mutu Pendidikan Dasar. Dasar-dasar Konsepsi Studi Mutu

    Pendidikan Dasar. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan

    Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan

    ---------. 1989. Studi Mutu Pendidikan Dasar, Status, Variansi dan Determinasi

    Prestasi Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan

    Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.

    Iskandar, Srini M. dan Eddy M. Hidayat. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.

    Dirjen Pendidikan Tinggi: Proyek Penegmbangan Pendidikan Guru Sekolah

    Dasar.

    Jiyono. 1987. Studi Kemampuan Guru IPA Sekolah Dasar. Jakarta. Puslit Balitbang,

    Depdikbud.

    Memes, Wayan, Ketut Tika dan Ni Made Pujani. 2001. Pengembangan Model

    Pembelajaran IPA (Fisika) dengan Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses

    untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Siswa SLTP Negeri di

    Singaraja Tahiun Ajaran 2001/2002. Laporan Penelitian Research Grant.

    Proyek DUE-like IKIP Negeri Singaraja.

    Parluhutan Tobing. 1983. Pengembangan Profil Guru-guru SMP dan SMA 1981/1982.

    Analisis Pendidikan, Tahun III No.3. Jakarta: Departemen P dan K.

    Pujani. N.M. 2010. Pembekalan Keterampilan Laboratorium Kebumian Berbasis

    Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru Fisika. Laporan Hasil Penelitian,

    Hibah Disertasi Doktor, Tidak dipublikasi. LPPM UPI, Bandung.

    Pujani, N.M. 2011. Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis

    Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor. Tidak

    dipublikasi. UPI, Bandung.

    Pujani, N.M., dan Liliasari. (2011). Deskripsi Hasil Analisis Pembelajaran IPBA

    sebagai Dasar Pengembangan Kegiatan Laboratorium Bagi Calon Guru.

    Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan FKIP Unila, Bandar Lampung. 29-30

    Januari 2011.

  • 22

    Pujani, N. M. 2012. Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja

    Menuju Olimpiade Astronomi. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM

    Universitas Pendidikan Ganesha.

    Pujani, N.M. 2013. Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja

    Menuju Olimpiade Kebumian. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM

    Universitas Pendidikan Ganesha.

    Pujani, N.M. 2014. Penyegaran materi Astronomi Bagi Guru-guru SMA di Kabupaten

    Buleleng Menuju Olimpiade Astronomi tahun 2014. Laporan Pengabdian Pada

    Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha.

    Suastra dan Made Pujani. 1999. Pengembangan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan

    Guru sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas I

    SLTP N 6 Singaraja. Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas, DIKS STKIP

    Singaraja.

    Tim Pembina Olimpiade Astronomi. 2010. Bahan Ajar Menuju Olimpiade Sains

    Nasional/Internasional SMA, Astronomi. Bandung

    The Liang Gie. 1980. Filsafat Matematika. Yogyakarta: Super

    Wirta, Made, Ketut Suma, Wayan Santyasa, Made Pujani, Ketut Rapi. 1990. Prestasi

    Belajar IPA Siswa Kelas VI SD Negeri se Kabupaten Buleleng tahun Ajaran

    1990/1991 Sebagai Fungsi Kualitas Reinforcement dan Kualitas Guru. Laporan

    Penelitian. Denpasar: Universitas Udayana.

  • 23

    Lampiran-Lampiran

  • 24

    Lampiran 01 Lembar Monitoring

  • 25

    Lampiran 02 Daftar Hadir Peserta

  • 26

  • 27

  • 28

    Lampiran 03: Data Hasil Pretest dan Posttest Astrofisika

    No. Nama Guru Kode Asal Sekolah

    Fisika

    Bintang

    Evolusi

    Bintang

    Galaksi dan

    Kosmologi

    Pre

    test

    Post

    test

    Pre

    test

    Post

    test

    Pre

    test

    Post

    test

    1 Ni Nyoman

    Sukerti, S.Pd G01 SMPN 6

    Singaraja

    4 8 2 8 6 8

    2 Ni Ketut

    Sudiani, S.Pd G02 SMPN 6

    Singaraja

    2 8 2 8 4 8

    3 Ni Ketut

    Relatini, S.Pd G03 SMPN 1

    Seririt

    2 8 4 8 4 8

    4 Ketut Setyum,

    S.Pd G04 SMAN 1

    Sawan

    2 8 2 8 4 8

    5 I Pt Ngurah

    Wiyasa,S.Pd G05 SMPN 1

    Seririt

    4 8 8 8 6 8

    6 Dw Made

    Suarsana G06 SMAN 1

    Seririt

    2 8 4 8 4 8

    7 Ida Putu Subawa G07

    SMAN 1

    Seririt

    2 8 2 10 2 8

    8 Kd Ryan Surya

    Negara G08 SMA Lab

    Undiksha

    4 8 2 8 8 8

    9 Ida Ayu t Surya

    Dewi G09 SMAN 1

    Singaraja

    6 8 4 10 4 8

    10 Drs. I Wayan

    Ngenteg G10 SMP N2

    Singaraja

    2 8 6 8 0 8

    11 Ni L Wyn

    Sriasih G11 SMPN 5

    Singaraja

    4 8 2 8 2 8

    12 Ketut Widani,

    S.Pd. G12 SMPN 1

    Singaraja

    6 8 2 8 0 8

    13 Wyn

    Suhartayasa,

    S.Pd G13 SMPN 2

    Singaraja

    2 8 4 8 8 8

    14 Putu Erawati

    Ariani G14 SMPN 3

    Banjar

    4 8 4 8 6 8

    15 Ni Kadek

    Darmasih G15 SMPN 3

    Banjar

    2 8 4 8 2 8

    16 Ni Md Dwi

    Lidyastuti G16 SMP Lab

    Undiksha

    2 8 4 8 2 8

    17 Drs. Putu

    Kajeng G17 SMAN 2

    Singaraja

    4 6 2 6 4 8

    18 Ni Putu Kodiani G18

    SMP Lab

    Undiksha

    4 8 2 8 2 8

    19 Khairun Nisa G19

    SMPN 1

    Singaraja

    2 8 4 6 6 8

    20 Drs. I Wayan

    Darta G20 SMA Lab

    Undiksha

    2 8 0 8 4 8

    Rerata (M) 3,1 7,9 3,2 8 3,9 8

    SD 1,4 0,4 1,8 0,9 2,3 0,0

  • 29

    Lampiran 04: Foto-foto Kegiatan

    Gambar 1. Pembukaan P2M diwakili oleh Ketua Jurusan Pendidikan IPA

    Dr. Ni Made Pujani, M.Si.

    Gambar 2 Pemaparan materi Astronomi (Astrofisika)

    oleh narasumber Dr. Ni Made Pujani, M.Si.

  • 30

    Gambar 3. Peserta Pelatihan dengan tekun mengikuti penyajian materi

    Astronomi (Astrofisika)

    Gambar 4. Peserta Pelatihan dengan tekun mendisusikan

    soal-soal olimpiade Astronomi (Astrofisika)

  • 31

    Lampiran 05 Surat Perjanjian Kerja P2M

  • 32

  • 33

  • 34

  • 35

    Lampiran 06 Materi Pelatihan

    ASTRO FISIKA (FISIKA BINTANG) A. BINTANG SEBAGAI BENDA HITAM

    Benda hitam adalah suatu benda yang hanya memancarkan energi tanpa menyerap energi atau benda yang hanya menyerap energi tanpa memancarkan energi Benda hitam yang memancarkan energi (seperti bintang), maka jumlah energi total yang dipancarkan setiap detiknya ke segala arah (disebut Luminositas) dapat dirumuskan sebagai (Hukum Stefan Boltzman) :

    L= E/t = e 4. R2 T4 Dengan: tetapan Stefan Boltzman (5,67 x 10-8 W.m-2.K-4), e koefisien benda hitam (untuk bintang e = 1), R Jari-jari bintang, T Suhu mutlak benda hitam (dalam

    Kelvin). Suhu bintang yang dihitung melalui Hukum Stefan Boltzman tersebut disebut suhu efektif. Energi yang dipancarkan ini mencakup seluruh panjang gelombang elektromagnetik (dari gelombang radio sampai sinar gamma) Tetapi ada panjang gelombang tertentu yang dipancarkan dengan intensitas yang lebih besar (disebut max)yang memiliki kebergantungan terhadap suhunya. Lihat grafik di bawah ini :

    Hubungan antara max dan T disebut Hukum Wien, yaitu : max. T = k, Dengan k konstanta Wien = 2,898 x 10-3 m.K

    B. SPEKTRUM BINTANG SEBAGAI RADIASI BENDA HITAM

    Energi yang dipancarkan bintang berupa radiasi gelombang elektromagnetik yang mencakup seluruh rentang panjang gelombang :

    Spektrum gelombang elektromagnet, atau biasa disebut spektrum cahaya umumnya dapat dibagi sebagai berikut:

    1) Sinar gamma, dengan frekuensi : 1019 - 10 25 Hz

  • 36

    2) Sinar-X dengan frekuensi: 1016- 1020 Hz

    3) Sinar ultraviolet dengan frekuensi : 1015-1018 Hz

    4) Sinar tampak (visual) dengan frekuensi 4 x 10!4 - 7,5 x 1014

    Hz , atau sekitar 3.800 7500. Spektrum sinar tampak ini adalah sinar yang dapat dilihat oleh mata manusia, dan terbagi menjadi spektrum merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu.

    5) Sinar inframerah dengan frekuensi: 1011- 1014 Hz

    6) Gelombang mikro dengan frekuensi 108- 1011 Hz, seperti gelombang radar dan gelombang televisi.

    7) Gelombang radio dengan frekuensi 104- 108 Hz Hubungan frekuensi dengan panjang gelombang dari gelombang elektromagnetik

    adalah sbb : = c/f, dengan c adalah kecepatan cahaya (c = 3 x 108 m/s) Diantara seluruh panjang gelombang tersebut, yang bisa mencapai permukaan

    bumi hanyalah gelombang radio dan gelombang cahaya tampak, karena itu teleskop landas bumi hanyalah menangkap kedua jenis gelombang tersebut.

    Untuk dapat mendeteksi gelombang yang lain maka harus naik lebih tinggi lagi atau ke ruang angkasa

  • 37

    PENGUKURAN JARAK DENGAN CARA PARALAKS Paralaks adalah gerak semu bintang (terhadap bintang latar belakang) karena gerak orbit bumi terhadap matahari

    Perhatikan segitiga siku-siku Bintang X, Matahari dan Bumi, maka tan p = dBM/d

    Karena sudut p sangat kecil (dalam radian), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :

    p = dBM/d p bisa dinyatakan dalam detik busur, karena 1 radian = 206265 detik busur, maka persamaan di atas menjadi :

    p= 206265 dBM/d

    Jika jarak bumi-matahari dBM , dinyatakan dalam Satuan Astronomi (SA), maka dBM = 1, sehingga persamaan di atas menjadi (p dalam radian) :

    p= 206265/d Untuk menyederhanakan rumus tersebut, dipilih satuan parsec (Parallax Second), biasa disingkat dengan pc. 1 parsec didefinisikan sebagai jarak sebuah bintang yang parallaksnya 1 detik busur dan jaraknya 206265 AU. Maka, jika parallax p dalam detik busur, sedangkan jarak bintang d dalam parsec (pc), maka formulasinya menjadi sebagai berikut : p() = 1/d(pc) Satuan lain yang digunakan dalam astronomi adalah tahun cahaya (light year, ly). Tahun Cahaya adalah seberapa jauh jarak yang ditempuh cahaya, selama satu tahun.

    1 tahun cahaya = 9,46 x 10 17 cm 1 parsec = 3,26 tahun cahaya

  • 38

    6 Paralaks bintang terdekat : Bintang Paralaks () Jarak (Pc) Jarak (t.c.) Proxima Centauri 0,76 1,31 4,27 Alpha Centauri 0,74 1,35 4,40 Barnard 0,55 1,81 5,90 Wolf 359 0,43 2,35 7,66 Lalande 21185 0,40 2,52 8,22 Sirius 0,38 2,65 8,64 GERAK DIRI BINTANG Matahari bersama bintang-bintang lain melakukan gerakan rotasi mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan sekitar 200-300 km/s. Selain itu bintang juga memiliki gerak lokal dengan kecepatan sekitar 10 km/s. Gerakan bintang di dalam ruang tersebut terlihat dari bumi dinamakan proper motion (gerak sejati = ) bintang Proper motion bintang sangat kecil, lebih kecil dari 10/tahun (yang terbesar Bintang Barnard 10,25 per tahun)

    Kecepatan Tangensial Dari gambar di samping, dapat diperoleh hubungan :

    Vt= d Jika (/th), d (Pc) dan Vt (km/s), maka : Vt= 4,74 d Kecepatan Radial

  • 39

    Kecepatan radial bintang dapat diperoleh dari analisis Doppler dari spektrum bintang. Dari perumusan efek Doppler, diperoleh hubungan :

    /diam = Vr/c c = kecepatan cahaya

    = diamati diam

    negatif : blue shift (mendekat), positif : red shift (menjauh)

    Kecepatan Total (Kecepatan Gerak Bintang) Dengan mengetahui kecepatan tangensial Vt dan kecepatan radial Vr, maka kecepatan bintang dalam ruang (relatif terhadap kecepatan bumi) dapat diketahui :

    V2= Vt2 + Vr

    2 FLUKS BINTANG Fluks (F) dalam astronomi memiliki tiga pengertian, yaitu :

    1) Besarnya energi dari bintang yang dipancarkan oleh tiap satuan luas permukaan bintang : F= L/4R2

    dengan R adalah jari-jari bintang! Satuan F Watt/m2

    2) Besarnya energi bintang yang diterima oleh pengamat pada jarak tertentu (disebut juga iradiansi) :

    F= L/4d2 dengan d adalah jarak bintang - pengamat! Satuan F Watt/m2. Energi matahari

    yang diterima oleh Bumi disebut konstanta Matahari, yang besarnya 1,368 x 103 W/m2

    3) Besarnya energi matahari yang diterima oleh planet (luasnya permukaan planet yang menerima energi berbentuk lingkaran)

    F= L/4d2 x R2 Dengan d adalah jarak matahari planet dan R adalah jari-jari planet. Satuan F= Watt Albedo (Al) adalah perbandingan antara energi yang dipantulkan planet (Fpantul) dengan energi yang diterima planet (Eterima) dari matahari : Al = Fpantul /Eterima TERANG BINTANG Hipparchus (160 - 127 B.C.) mengelompokkan bintang menurut terangnya, yaitu : Bintang paling terang magnitudo = m = 1 Bintang paling lemah magnitudo = m = 6 John Herschel kepekaan mata menilai terang bintang bersifat logaritmik. Bintang dengan m = 1 adalah 100 kali lebih terang dari bintang dengan m = 6 Pogson (1856) memberi perumusan terang bintang secara matematis m1 = 1 Energi yang dipancarkan E1 m2 = 6 Energi yang dipancarkan E2 Setiap selisih magnitudo = 5, maka perbedaan terang 100 kali, jadi : E1/E2 = 100 = n

    m2-m1 = n5 n = 5V100 = 2,512

  • 40

    E1/E2 = 2,512 -(m1-m2) m1 - m2 = - 2,5 log (E1/E2)

    magnitudo Bintang Sirius, m = -1.41 Magnitudo Bulan Purnama, m = -12.5 Magnitudo Matahari, m = - 26.5 Contoh soal : Berapa kali lebih terangkah bintang dengan magnitudo 1 dibandingkan dengan bintang bermagnitudo 5 ?

    Jawab : E1/E2 = 2,512 -(m1-m2) E1/E2 = 2,512

    -(1-5) E1/E2 = 2,512

    4 E1= 39,8 E2 = 39,8 kali Jika ada sebuah bintang sebagai bintang acuan yang diketahui magnitudonya, maka magnitudo bintang lain bisa ditentukan :

    m1 - m2 = 2,5 log (E1/E2)

    Jika dua buah bintang dibandingkan Luminositasnya, maka diperoleh : L1/L2 = R1

    2/R22 x T1

    4/T24

    Jika dua buah bintang dibandingkan fluksnya maka diperoleh :

    E1/E2 = d22/d1

    2x R12/R2

    2 x T14/T2

    4 MAGNITUDO MUTLAK Didefinisikan Magnitudo Mutlak adalah magnitudo bintang yang diukur dari jarak 10 parsec, maka rumus Pogson menjadi :

    m-M = -5 + 5 log d Dengan d adalah jarak bintang dalam parsec

    BERBAGAI JENIS MAGNITUDO Magnitudo bintang yang ditentukan dengan cara visual disebut magnitudo visual

    Magnitudo bintang yang diukur dengan perlatan yang diberi filter (hanya melewatkan satu panjang gelombang tertentu saja) disebut berdasarkan filternya, misalanya magnitudo biru, magnitudo kuning, magnitudo ungu, dll.

    Magnitudo Biru (mB (B) dan MB) dan magnitudo visual (mV dan MV) adalah magnitudo suatu bintang dihitung berdasarkan panjang gelombang biru (3500 ). Rumus Pogson untuk magnitudo biru dan visual adalah

    mB = - 2,5 log EB+CB mV = - 2,5 log EV+CV

    CV dan CB adalah suatu konstanta yang sedemikian rupa sehingga mV = mB. Bintang Vega dengan kelas spektrum A0 dipilih sebagai standar, yaitu mV Vega = mB Vega. Kuantitas CB dan CV ini dirumuskan sebagai B-V (indeks warna), sehingga diperoleh V = B (B-V). Disebut indeks warna karena nilai B-V ini menunjukkan

  • 41

    warna bintang, makin biru bintang (makin panas), makin negatif indeks warnanya begitu pula sebaliknya makin merah bintang (makin dingin) makin positif indeks warnanya.

    Dalam sistem UBV dari Johnson dan Morgan dikenal 3 macam magnitudo menurut kepekaan panjang gelombangnya (panjang gelombang efektif), yaitu magnitudo ungu (U) pada u= 3,5 x 10

    -7m, magnitudo biru (B) pada B= 4,35 x 10-7m dan magnitudo

    visual (V) pada V= 5,55 x 10-7m . Jadi indeks warna pada U B dan B V dapat

    dihitung dengan membandingkan energi radiasi pada masing-masing panjang gelombang. Rumus aproksimasi indeks warna dan temperatur dari sebuah bintang yaitu:

    B-V = -0,71 + 7090/T MAGNITUDO BOLOMETRIK Magnitudo bolometrik adalah magnitudo rata-rata bintang diukur dari seluruh panjang gelombang. Rumus Pogson untuk magnitudo bolometrik adalah :

    mbol = -2,5 log Ebol + Cbol mbol -Mbol= -5 + 5 log d

    Koreksi antara magnitudo visual dan magnitudo bolometric dituliskan: mV mbol = BC. Nilai BC ini disebut Bolometric Correction , dengan demikian mbol = mV - BC. Untuk bintang yang sangat panas, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah ultraviolet, sedangkan untuk bintang yang sangat dingin, sebagian besar energinya dipancarkan pada daerah inframerah (hanya sebagian kecil saja pada daerah visual). Untuk bintang-bintang seperti ini, harga BC nya bernilai besar, sedangkan untuk bintang-bintang yang temperaturnya sedang, yang mana sebagian besar radiasinya pada daerah visual) harga BC nya kecil, seperti pada Matahari ( 5300)

    Hubungan antara BC dan B V untuk deret utama digambarkan dalam grafik berikut:

    Grafik antara koreksi bolometrik dan indeks warna. PENYERAPAN CAHAYA BINTANG Cahaya bintang yang sampai ke Bumi tentu akan mengalami penyerapan yang disebabkan oleh Materi antar Bintang dan oleh atmosfir Bumi

    PENYERAPAN OLEH ATMOSFER BUMI Partikel gas dalam atmosfer akan menyerap cahaya tadi sehingga cahaya yang sampai pada pengamat di Bumi akan berkurang dan bintang akan nampak lebih redup,

    Cara terbaik untuk mengoreksi penyerapan oleh atmosfer adalah dengan mengukur bintang standar yang ada di daerah bintang yang akan diukur (bintang program).

  • 42

    Rumus yagn digunakan adalah sbb. : o = (ms1 - ms2 )/ 1,086(sec s1- sec s2)

    Dimana ms1 adalah magnitudo bintang standar saat barada pada s1 , ms2 adalah magnitudo bintang standar saat berada pada s2, dan p adalah jarak zenith bintang program, mp adalah magnitudo bintang program setelah penyerapan dan mo adalah magnitudo bintang program sebelum penyerapan.

    PENYERAPAN OLEH MATERI ANTARBINTANG (MAB)

    Gas dan debu (disebut Materi Antar Bintang MAB) yang bertebaran di

    ruang angkasa juga menyerap energi bintang

    Koreksi magnitudo untuk penyerapan ini diberi simbol AV, yakni

    pengurangan magnitudo tiap parsec.

    Magnitudo yagn terukur di Bumi adalah magnitudo setelah penyerapan

    terjadi, untuk itu nilai B V adalah nilai sesudah penyerapan dan nilai

    sebelum penyerapan (B V)0 disebut warna intrinsic.

    Perbandingan (selisih) antara (B V) dan (B V)0 disebut ekses warna

    (E(B-V) atau EBV)

    Besarnya koefisien adsorbsi MAB (R) umumnya adalah 3,2. Besarnya

    intensitas cahaya yang terabsorbsi juga tergantung dari intensitas asli

    bintang itu, sehingga :

    Av=R EBV

    Selisih antara magnitudo semu visual (mV atau V) sesudah dan sebelum

    penyerapan adalah V-Vo=AV, dengan V0 adalah magnitudo sebelum

    penyerapan dan V adalah magnitudo sesudah penyerapan.

    Adapun magnitudo semu biru sebelum penyerapan (B0) adalah

    Bo=Vo+(B V)0

    Dan untuk penghitungan sistem magnitudo ungu dapat dihitung dengan:

    E(U-B) / E(B-V)= 0,72 PELEMAHAN ENERGI BINTANG OLEH MATERI ANTARBINTANG Energi bintang sebenarnya mengalami pelemahan ketika sampai ke permukaan bumi, yaitu :

    1) Oleh Materi Antar Bintang, yaitu partikel/ion/debu yang berada di ruang antar bintang. Hal ini akan menghalangi/menyerap/menghamburkan cahaya bintang yang ada di belakangnya.

  • 43

    2) Oleh atmosfir bumi.

    Partikel/gas pada atmosfer bumi menyerap dan menghamburkan energi bintang yang lewat padanya, semakin tebal atmosfir yang dilewati maka semakin besar penyerapannya, sehingga ketinggian bintang (altitude) akan mempengaruhi koreksi yang diperlukan

    Turbulensi atmosfer akan sangat mempengaruhi kualitas cahaya yang datang, karena efek inilah maka cahaya bintang tampak berkelap-kelip.

    3) Oleh peralatan yang digunakan, misalnya penyerapan oleh kaca dari lensa teleskop, cacat pada lensa/cermin, spider yang ada pada teleskop reflektor, dll.

    Materi antar bintang dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu debu antar bintang dan gas antar bintang.

    Debu antar bintang tersusun dari pertikel-pertikel es, karbon atau silikat, yang ukuran partikelnya besar (berorde 10-6 m) sehingga dapat menyerap dan menghamburkan cahaya yang lewat padanya, terbagi empat efek :

    1) Nebula gelap kumpulan besar debu yang menghalangi cahaya bintang di belakangnya, disebut nebula gelap seperti horsehead nebulae. 2) Efek redupan kumpulan kecil debu,menyebabkan meredupnya cahaya bintang sekitar 1 magnitudo tiap 1 kiloparsec. Tanpa memperhitungkan efek ini, maka pengukuran jarak bintang akan memiliki kesalahan yang besar.

    3) Efek pemerahan Terjadi karena cahaya yang terhambur. Karena ukuran partikel debu yang kecil, maka hanya panjang gelombang yang pendek yang lebih terkena efek penghamburan ini (cahaya biru-ungu). Akibatnya cahaya yang sampai ke bumi kekurangan biru dan ungu dan tampak lebih merah dari seharusnya.

    4) Nebula Pantulan Hamburan cahaya biru oleh debu akan menerangi daerah sekitarnya sehingga awan debu akan tampak berwarna biru. Contoh : gugus Pleiades di Taurus, Trifid Nebula di Sagitarius.

    Gas antar bintang tersusun atas kebanyakan gas Hidrogen dan sedikit Helium. Gas antar bintang dapat terlokalisasi dan menjadi cukup rapat hingga kerapatan 105 atom per cm3 (normalnya 1 atom per cm3 bandingkan dengan kerapatan udara di permukaan laut yang mencapai 1019 molekul per cm3). Lokalisasi gas antar bintang ini disebut nebula, dan merupakan tempat kelahiran bintang. Bintang-bintang muda dalam kawasan nebula ini mengalami efek penyerapan oleh gas dalam nebula. Terbagi dua : 1) Daerah H II (Nebula Emisi) Bintang muda dan panas (golongan B dan O) yang terletak di dekat (atau dikelilingi) nebula gas, maka pancaran UV kuat dari bintang akan mengionisasi gas Hidrogen dalam nebula itu dan gas akan memancarkan gelombang cahaya tampak (berpendar). Contoh: Nebula Orion, Nebula Lagoon. Berdarkan teori evolusi bintang, ada dua macam lagi nebula jenis ini yang terkait dengan akhir hidup suatu bintang, yaitu planetary nebulae, yaitu nebula gas yang terbentuk karena bintang melontarkan selubung luarnya dan bintang sumber tersebut yang mengionisasi selubung gas yang dilontarkan tersebut. Dalam pengamatan terlihat nebula yang berbentuk lingkaran dan di tengah-tengahnya ada bintang induknya. Yang kedua adalah nebula gas sisa ledakan bintang (supernova) yang juga terionisasi karena bintang induknya yang meradiasikan energi yang mengionisasi gas tersebut.

  • 44

    2) Daerah H I (Awan Hidrogen netral) Di dekat daerah ini tidak ada bintang yang dapat mengionisasi hidrogen sehingga awan ini bersifat gelap, dingin dan transparan. Tetapi karena daerah ini sangat besar dan kerapatan yang sangat rendah, maka dapat terjadi emisi spektrum yang tidak bisa terjadi di laboratorium di bumi, seperti transisi terlarang pada atom oksigen (mengemisikan cahaya tampak) atau elektron spin flop (terjadi pada atom yang diam dalam rentang waktu 1 juta tahun) yang menghasilkan pancaran gelombang radio 21 cm PEMBANGKITAN ENERGI DI DALAM BINTANG 1) Reaksi inti di dalam bintang Sumber energi yang dimiliki sebuah bintang tidak lain hanyalah dari reaksi termonuklir di inti bintang. Reaksi paling dasar adalah mengubah 4 atom Hidrogen menjadi satu atom Helium (disebut reaksi proton-proton). Reaksi ini sebenarnya membutuhkan suhu dan tekanan yang amat tinggi, yaitu suhu sebesar 16 juta derajat Celsius dan tekanan 71 juta atm. Inti bintang harus memenuhi syarat ini baru dapat terjadi reaksi termonuklir proton-proton. Siklus proton-proton akan mengubah 4 inti hidrogen (4 x 1,00813 sma) menjadi 1 inti helium (4,00386 sma) dan massa yang hilang (0,0286 sma) diubah menjadi energi dengan persamaan Einstein (E=m.c2) yang setara dengan 26,73 MeV. Siklus proton-proton yang terjadi di pusat matahari setiap detiknya akan mengubah sekitar 630 juta ton Hidrogen diubah menjadi 625,4 juta ton Helium. Sisa massa (4,6 juta ton) akan berubah menjadi energi dan menjadi Luminositas Matahari energi total yang dipancarkan oleh matahari ke segala arah setiap detiknya. Tiap detiknya matahari memancarkan 3,826 x 1026 joule yang setara dengan gabungan seluruh pembangkit energi di bumi yang bekerja selama 3 juta tahun! Reaksi inti ini membutuhkan suhu dan tekanan yang amat tinggi, yaitu suhu inti sebesar 16 juta derajat Celsius dan tekanan 71 juta atm. 2) Perkiraan usia bintang Perkiraan usia bintang Reaksi inti yang terjadi di dalam bintang perlahan-lahan akan membakar hidrogen dalam bintang, kemudian dilanjutkan dengan pembakaran Helium, dan kemudian berturut-turut adalah pembakaran karbon, oksigen, neon, magnesium, silikon dan inti terakhir yang tidak bisa lagi dibakar adalah inti besi. Pembakaran ini tidak akan sama untuk semua bintang karena tergantung massa bintang tersebut. Usia bintang secara umum bisa diperoleh melalui rumus hampiran berikut ini :

    Usia Bintang = (1/Mbintang)n x 10 Milyar tahun

    Denga Mbintang dalam M , nilai n bergantung pada massa bintang. Jika M < 10 M maka n = 3, jika M > 30 M maka n = 2, selain itu nilai n diantara 2 dan 3. HUKUM KIRCHOFF TENTANG SPEKTRUM Pada tahun 1859, Gustaf R. Kirchoff seorang ahli fisika dari Jerman mengemukakan tiga hukum mengenai pembentukan spektrum dalam berbagai keadaan fisis. Ketiga hukum itu adalah sebagai berikut :

    1. Apabila suatu benda, cair atau gas, bertekanan tinggi dipijarkan, benda tersebut akan memancarkan energi dengan spektrum pada semua panjang gelombang. Spektrum ini disebut Spektrum Kontinu. 2. Gas bertekanan rendah jika dipijarkan akan memancarkan energi hanya pada warna atau panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang diperoleh berupa garis-garis

  • 45

    terang yang disebut garis emisi. Letak setiap garis tersebut (panjang gelombangnya) merupakan ciri khas gas yang memancarkannya, Unsur yang berbeda memancarkan garis yang berlainan juga. Spektrum ini disebut Spektrum Emisi.

    3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu dilewatkan melalui gas yang dingin dan bertekanan rendah, gas tersebut akan menyerap cahaya tadi pada warna atau panjang gelombang tertentu. Akibatnya, akan diperoleh spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih yang dilewatkan itu diselingi garis-garis gelap yang disebut garis serapan atau garis adsorbsi. Spektrum ini disebut Spektrum Adsorbsi. Letak garis ini sama dengan letak garis emisi yang dipancarkan gas dingin itu andaikan gas tadi dipijarkan.

    KLASIFIKASI KELAS SPEKTRUM BINTANG Klasifikasi bintang berdasarkan kelas spektrumnya didasarkan pada temperatur bintang. Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan tingkat energi pada atom-atom dalam bintang yang menyebabkan perbedaan tingkat ionisasi, sehingga terjadi perbedaan spektrum yang dipancarkan.

    Warna bintang akan makin biru bila suhu makin panas akibat panjang gelombang maksimum yang dipancarkan berada pada panjang gelombang pendek (biru), begitu pula makin dingin suatu bintang akan makin merah warnanya (Hukum Wien).

    Kelas spektrum bintang (menunjukkan suhunya dan komposisi kimianya) diklasifikasikan oleh Miss Annie J. Cannon : O B A F G K M, dengan bintang kelas O adalah bintang yang paling panas (T > 30.000 K) dan bintang kelas M adalah bintang yang paling dingin (T < 3000 K). Setiap kelas juga dibagi lagi menjadi 10 sub kelas, mis : A0, A1, A2, A9, dengan angka semakin besar berarti temperatur semakin rendah. Ciri-ciri setiap kelas spektrum sbb. : 1. Kelas Spektrum O Bintang kelas O adalah bintang yg paling panas,temperatur permukaannya lebih dari 30.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O adh bintang yg nampak paling biru, walaupun kebanyakan energinya dipancarkan pda panjang gelombang ungu & ultraungu. Dalam pola spektrumnya, garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yg terionisasi 1 kali (He II) & karbon yang terionisasi dua kali (C III). Garis serapan dari ion lain juga terlihat,diantaranya yg berasal dari ion-ion oksigen, nitrogen (terionisasi 2x) , dan silikon (terionisasi 3x). Garis Balmer Hidrogen (hidrogen netral) tidak tampak karena hampir seluruh atom hidrogen berada dalam keadaan terionisasi. Bintang deret utama kelas O sebenarnya adalah bintang paling jarang di antara bintang deret utama lainnya (perbandingannya kira-kira 1 bintang kelas O di antara 32.000 bintang deret utama), tapi karena paling

  • 46

    terang, maka tidak terlalu sulit untuk menemukannya. Bintang kelas O bersinar dengan energi 1 juta kali energi yg dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga ini jenis bintang yg pertama kali meninggalkan deret utama. Contoh : Bintang 10 Lacerta dan Alnitak 2. Kelas Spektrum B Bintang kelas B adalah bintang yg cukup panas dengan temperatur permukaan antara 11.000-30.000 K & berwarna putih-biru. Dalam pola spektrumnya garis serapan terkuat berasal dari atom Helium yg netral. garis silikon terionisasi satu kali dan dua kali serta garis oksigen terionisasi terlihat. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral) nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O & B memiliki umur yg sangat pendek, sehingga tak sempat bergerak jauh dari daerah dimana mereka dibentuk & karena itu cenderung berkumpul bersama dalam sebuah asosiasi OB. Contoh : Rigel dan Spica 3. Kelas Spektrum A Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500-11.000 K & berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom hidrogen didalam atmosfernya berada dalam keadaan netral maka garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan logam terionisasi,seperti magnesium,silikon,besi & kalsium yg terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola spektrumnya. Garis logam netral tampak lemah. Contoh : Sirius dan Vega 4. Kelas Spektrum F Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000-7500 K,berwarna putih-kuning.Spektrumnya memiliki pola garis Balmer yg lebih lemah daripada bintang kelas A tetapi masih jelas. Garis-garis kalsium, besi dan kromium terionisasi satu kali dan juga garis besi dan kromium netral serta garis-garis logam lainnya mulai terlihat. Contoh : Canopus dan Procyon

    5. Kelas Spektrum G Bintang kelas G adh yg paling banyak dipelajari karena Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur permukaan antara 5000-6000 K & berwarna kuning. Garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F, tetapi garis ion logam & logam netral semakin menguat. Pita molekul CH (G-Band) tampak sangat kuat. Profil spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer. Contoh : Matahari, Capella, Alpha Centauri A 6. Kelas Spektrum K Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500-5000 Kelvin. Beberapa bintang kelas K adalah raksasa & maharaksasa, seperti Arcturus. Bintang kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis logam netral tampak lebih kuat dan mendominasi daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran 7. Kelas Spektrum M Bintang kelas M adh bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500 Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang yg berada dalam fase raksasa & maharaksasa, seperti Antares & Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis serapan di

  • 47

    dalam spektrum bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis Balmer hampir tidak tampak. Garismolekul Titanium Oksida (TiO) sangat jelas terlihat. Contoh : Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse. KELAS LUMINOSITAS Kelas luminositas adalah penggolongan bintang berdasarkan luminositas atau dayanya. Pada tahun 1913 Adams dan Kohlschutter di Observatorium Mount Wilson menunjukkan ketebalan beberapa garis spektrum dapat digunakan untuk menunjukkan luminositas bintang. Semakin tebal garis spektrum, maka luminositas semakin kuat, yang artinya radiusnya semakin besar. Pada tahun 1943 Morgan, Keenan dan beberapa rekannya di Observatorium Yerkes membagi bintang dalam kelas luminositas (disebut klasifikasi Morgan-Keenan MK), yaitu:

    kelas Ia : maharaksasa yang sangat terang kelas Ib : maharaksasa yang kurang terang kelas II : raksasa yang terang kelas III : raksasa kelas IV : subraksasa kelas V : deret utama

    Klasifikasi kelas bintang sekarang adalah gabungan dari Miss Cannon dan Morgan-Keenan, contoh : bintang M2 V atau O9 Ia. DIAGRAM HERTZSPRUNG RUSSEL (DIAGRAM HR) Diagram HR merupakan diagram yang menggambarkan kelas bintang dimana kelas spektrum (temperatur efektif) pada absis dan kelas luminositas (energi) pada ordinatnya.

    Makin panas suatu bintang, makin ke kiri letaknya, dan makin dingin suatu bintang makin ke kanan letaknya.

    Makin besar luminositas suatu bintang (magnitido absolutnya kecil) makin di atas letaknya dan makin kecil luminositas bintang (M-nya besar) makin di bawah letaknya dalam diagram.

    Katai putih adalah bintang yang luminositasnya kecil, tetapi suhunya sangat tinggi memiliki jejarinya yang kecil

  • 48

    EVOLUSI BINTANG Bintang seperti juga hidup manusia, mengalami proses dari kelahiran, kehidupan dan kematian

    Bermula dari awan molekul raksasa yang memampat dan menjadi bintang lalu meledakdan kembali lagi ke awan molekul raksasa

    Untuk lebih jelasnya, perhatikan skema evolusi bintang berikut ini : Awan molekul raksasa Bok Globule Proto star Bintang Deret Utama Bintang Evolusi Lanjut Bintang evolusi akhir Awan molekul raksasa Kerapatan 104 106 atom/cm3, ukuran 50-300 tc, massa 104 M , suhu 10-30 K, Hidrogen merupakan atom yang dominan kelimpahannya.

    Bok Globule Terjadi sesuatu yang menyebabkan terpecahnya/termampatkannya awan molekul raksasa menjadi awan yang lebih mampat yang disebut bok globule,

    Proto star Bok Globule semakin mampat (karena gravitasi), panas (karena pengerutan) dan berotasi. Jika massa Bok globule melebihi batas massa Jeans (yang bergantung suhu, kerapatan dan berat jenis molekul) maka pengerutan gravitasi dapat terus berlangsung dan bok globule menjadi semakin panas dan berpijar, disebut proto star. Sumber utama panas yang dihasilkan adalah dari pengerutan gravitasi. Bintang deret utama Jika suhu pusat proto star mencapai lebih dari 10 juta K, maka akan terjadi pembakaran hidrogen dan bintang memasuki deret utama dalam diagram Hertzprung Russel, disebut Zero Ages Main Sequences (ZAMS). Pembakaran Hidrogen adalah sumber utama energi bintang pada tahap ini. Helium yang dihasilkan perlahan-lahan akan menumpuk di inti bintang dan disebut pusat Helium. Tekanan pengerutan gravitasi ke dalam diimbangi oleh tekanan radiasi ledakan nuklir dipusat bintang. Bintang berada dalam keadaan setimbang hidrostatis. Jika massa protostar < 0,075 M , maka pembakaran hidrogen tidak akan pernah terjadi dan proto bintang mendingin secara perlahan-lahan (gagal menjadi bintang), disebut katai coklat. Contoh : Planet Jupiter. Jika massa bintang deret utama berada di bawah 0,7 M , maka bintang tidak akan berlanjut ke bintang evolusi lanjut, tetapi semakin mendingin dan menjadi katai gelap

  • 49

    Bintang evolusi lanjut terjadi jika massa pusat Helium telah mencapai 10% - 20% massa bintang (disebut batas Schonberg Chandrasekar). Hal yang terjadi adalah pusat Helium runtuh dengan cepat karena tekanan dari radiasi pembakaran hidrogen tidak dapat lagi menahan tekanan gravitasi ke dalam. Keruntuhan pusat helium menyebabkan terjadinya reaksi triple alpha yang membakar helium menjadi karbon (disebut helium flash, yang terjadi dengan sangat cepat dalam orde jam). Bagian luar bintang mengembang keluar dan menjadi bintang raksasa merah atau maharaksasa merah. Kemudian hal yang mirip terus terjadi dan di pusat bintang terbentuk bermacam-macam inti pusat hasil pembakaran sebelumnya, yaitu : Hidrogen Helium Karbon Oksigen Neon Magnesium Silikon Besi. Tidak semua bintang evolusi lanjut memiliki semua inti tersebut, karena inti pusat terakhir dari sebuah bintang sangat tergantung pada massanya

    Evolusi akhir bintang akan bergantung pada massanya, sbb :

    1) Bintang bermassa di bawah 0,5 M tidak akan melanjutkan ke pembakaran Helium, Setelah hidrogennya menipis, bintang tidak lagi memiliki sumber energi dan akan menjadi gelap, disebut katai gelap

    2) Bintang bermassa dibawah 6 M akan mengalami pembakaran Helium, tetapi tidak sanggup membakar karbon atau oksigen, akan berubah menjadi bintang yang tidak stabil, mengalami denyutan yang sangat kuat yang melontarkan massa bintang itu dan menyingkapkan intinya yang panas, yang disebut katai putih. Pelontaran massa teramati sebagai planetary nebula dengan bintang katai putih berada di tengahnya. Bintang katai putih akan memancarkan radiasinya selama milyaran tahun lalu menjadi katai gelap. Jika bintang mengalami habis bahan bakar di pusatnya, maka tekanan gravitasi akan memampatkan bintang sehingga materi menjadi sangat mampat ( > 105 gr/cm3) dan elektron yang berada pada keadaan tersebut disebut elektron terdegenerasi sempurna, disebut bintang katai putih dengan kondisi ekstrim dimana elektron-elektron yang dimampatkan secara maksimum berada pada ruang yang sangat sempit tetapi pergerakannya ditahan/tidak boleh melanggar prinsip larangan Pauli (tidak ada dua elektron yang memiliki sifat-sifat yang sama). Prinsip ini akan memberikan tekanan balik yang dapat melawan tekanan pengerutan gravitasi lebih lanjut. Gravitasi dapat mengalahkan tekanan elektron terdegenerasi sempurna jika massa bintang katai putih melebihi massa kritis yang dihitung oleh Chandrasekar, yaitu 1,44 M, bintang akan terus mengerut hingga menjadi bintang neutron atau lubang hitam. Elektron pada kondisi terdegenerasi sempurna dapat bergerak bebas (bersifat sebagai logam) dan dapat menahan tekanan yang sangat besar tanpa mengalami perubahan volume, juga tekanannya tidak dipengaruhi oleh temperatur. 3) Bintang bermassa diantara 6 M - 10 M akan mengalami pembakaran Karbon yang sangat eksplosif sehingga bintang akan meledak dan menjadi hacur berantakan.

    4) Bintang dengan massa awal lebih dari 10M akan mencapai inti besi dipusatnya yang pada suhu sangagt tinggi akan terurai menjadi helium. Reaksi penguraian ini tidak menghasilkan energi, tetapi menyerap energi, karena itu struktur bintang berubah total disebabkan energi yang diserap mengakibatkan tekanan menjadi hilang di pusat bintang (meskipun suhu masih sangat tinggi), akhirnya bintang runtuh dengan dahsyat oleh gaya gravitasi. Keruntuhan ini menyebabkan banyak unsur terjebak dipusat

  • 50

    bintang yang suhunya sangat tinggi, maka terjadilah reaksi inti yang sangat dipercepat oleh suhu tinggi (reaksi yang secara normal terjadi dalam orde jutaan tahun terjadi hanya dalam orde detik) . Akibatnya timbul ledakan nuklir yang sangat dahsyat di pusat bintang (supernova). Bagian luar bintang terlempar dengan kecepatan puluhan ribu km/s dan bagian pusatnya runtuh menjadi benda yang sangat mampat. Pusat bintang yang runtuh menjadi sangat mampat, elektron dipaksa untuk mendekat bahkan menembus inti atom sehingga menyatu dengan proton dan menghasilkan neutron. Tekanan neutron yang terdegenerasi sempurna akan menghentikan laju pemampatan bintang dan menghasilkan bintang yang kaya dengan gas neutron yang rapat massanya mencapai 1015 gr/cm3 ( 1 milyar ton tiap cm3!). Tidak ada atom, yang ada hanyalah neutron dengan sedikit campuran elektron, proton dan inti berat. Bintang ini disebut bintang neutron yang berjari-jari hanya sekitar 10 km saja meskipun massanya setara dengan massa Matahari. Jika pusat bintang masih bermassa 3M , maka tekanan neutron terdegenerasi tidak akan sanggup menghentikan pemampatan gravitasi dan bintang berubah menjadi lubang hitam (black hole) Pulsar (pulsating radio source sumber radio yang berdenyut) adalah bintang neutron yang berputar dengan cepat. Medan magnet yang dihasilkan oleh kutub-kutub bintang neutron sangat besar (1012 1013 gauss, bandingkan dengan medan magnet sunspot Matahari yang sekitar 102 103 gauss). Besarnya medan magnet ini dihasilkan dari terjeratnya medan magnet oleh materi yang termampatkan karena keruntuhan gravitasi hingga kekuatannya menjadi berlipat kali ganda. Pemancaran gelombang radio dari kedua kutubnya disebabkan oleh pancaran energi elektron berkecepatan tinggi yang bergerak dengan tempuhan spiral dalam medan magnet (disebut pancaran synchroton), hal ini menyebabkan kita bisa mendeteksi sinyal radio yang berulang dengan periode sangat cepat tetapi sangat teratur dengan orde dibawah satu detik. Contoh : Pulsar di tengah nebula kepiting memiliki periode 0,0033 detik. Hanya bintang neutron yang memenuhi syarat sebagai asal muasal pulsar di langit.

  • 51

    GALAKSI DAN KOSMOLOGI

    GALAKSI BIMA SAKTI

    Galaksi adalah kumpulan bintang-bintang yang berjumlah ratusan milyar

    Matahari adalah salah satu bintang yang terdapat diantara sekitar 200

    milyar bintang dalam galaksi Bima Sakti

    Galaksi Bimasakti berbentuk cakram dengan garis tengah kurang lebih

    100.000 tahun cahaya dan tebal 1000 ly, sedangkan Matahari berada pada

    jarak 30.000 ly dari pusatnya.

    Bagian tengahnya (disebut bulge) menggembung seperti bola rugby

    berdiameter sekitar15.000 ly pada lintangnya dan 20.000 ly pada bujurnya.

    Semua bintang yang dapat kita lihat pada langit malam berada dalam

    galaksi Bimasakti.

    Matahari mengelilingi pusat galaksi dengan kecepatan sekitar 220 km/s.

    Waktu yang diperlukan Matahari untuk sekali mengedari pusat galaksi

    adalah 240 juta tahun, dikenal sebagai cosmic year.

    Karena umur Matahari diperkirakan sekitar 4,6 5 milyar tahun, berarti

    Matahari telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20 putaran lebih.

    G