LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN...

38

Transcript of LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN...

Page 1: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"
Page 2: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

LAPORAN AKHIR

(FINAL REPORT)

PENDATAAN DAN PENGKAJIAN POTENSI PAJAK

PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG

2004

KEGIATAN KAJIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

KABUPATEN BANDUNG

Kerjasama dengan

PUSAT STUDI ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS JENDRAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2005

Page 3: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

SUSUNAN TIM PENELITI

PENDATAAN DAN PENGKAJIAN POTENSI PAJAK

PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C

DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG

TAHUN 2004

Penanggung Jawab : Dr. Sutejo Atmowasito

Ketua : A. Widanarto, Drs., M.Si.

Sekretaris : Agus Subagyo, S.IP., M.Si.

Anggota : RM. H. Yuddy Prabowo, SE., MP.

Dadan Kurniansyah, S.IP.

Sri Ari Wardana, Ir.

Keuangan : Chris Endang W.

Sekretariat : Tulus Haryono

Susmeidy Syamsi

Surveyor : Mahasiswa Fakultas Teknik dan FISIP UNJANI Cimahi

Staf Administrasi : Herwibowo C. Atmowasito

Asep Rodi Permana

Irwan Kusmanto

Page 4: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillah Hirrobul Alamin, akhirnya laporan penelitian

tentang Pendataan dan Pengkajian Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C di

Wilayah Kabupaten Bandung Tahun 2004 dapat kami selesaikan sesuai dengan waktu yang

telah ditetapkan dalam perjanjian kerjasama. Penelitian ini dilakukan atas kerjasama antara

Kegiatan Kajian Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten Bandung, berdasarkan Surat

Perjanjian Kerjasama Nomor: 074/PK/2004, dengan Pusat Studi Ilmu Pemerintahan

Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi berdasarkan Surat Perjanjian kerjasama Nomor:

SK/B/01/PSIP-UNJANI/K/VII/2004 Pada Bulan Juni 2004.

Gagasan Bupati Bandung dengan memberikan tugas kepada aparat Pemerintah

Daerah untuk meneliti potensi pajak daerah nampaknya didasarkan pada arti penting

peningkatan Pendapatan Asli Daerah bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

daerah yang dewasa ini bertumpu pada kemampuan daerah dalam rangka aplikasi Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan utama bagi Pemerintah

Kabupaten Bandung dalam menyusun kebijakan, khususnya pada kebijakan yang berkaitan

dengan peningkatan PAD. Proses pelaksanaan penelitian ini tidak sedikit menemuai kendala,

namun kami terus berupaya untuk dapat menemukan soluasinya yang dapat mengoptimalkan

hasil penelitian ini. Data yang diperoleh di samping dari instansi pemerintah daerah, juga

dengan melakukan pengumpulan data melalui penelitian lapangan.

Harapan kami semoga hasil penelitian ini berguna bagi Pemerintah Kabupaten

Bandung, khususnya bagi instansi yang berkompeten dan memiliki kaitan langsung maupun

tidak langsung dalam upaya optimalisasi potensi PAD. Tidak ada gading yang tak retak.

Kritikan dan saran yang konstruktif guna perbaikan laporan penelitian ini tentunya terbuka

lebar. Terima kasih.

Cimahi, 1 Februari 2005

Ketua Tim Peneliti

A. Widanarto, Drs., M.Si.

Page 5: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

DAFTAR ISI

Susunan Tim Peneliti

Kata Pengantar

Ucapan Terima Kasih

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

B. Identifikasi Masalah

C. Pokok-pokok Permasalahan

D. Ruang Lingkup Penelitian

E. Tujuan Penelitian

F. Output/Keluaran

G. Outcome/Hasil

H. Benefit/Manfaat

I. Impact/Dampak

J. Pendekatan Normatif

K. Metode Penelitian

L. Populasi dan Teknik Sampling

M. Sistematika Laporan hasil Penelitian

N. Penyusunan Laporan Akhir

O. Sistem Pelaporan

P. Lokasi Kegiatan

BAB II KAJIAN NORMATIF

A. Kontribusi PAD Terhadap APBD Masih Rendah

B. Kajian Normatif Perda Nomor 3 Tahun 1998 Tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan

Bahan Galian Golongan C.

C. Kajian Normatif Keputusan Bupati No. 22 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Perda Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung No. 3 Tahun 1998 tentang Pajak

Pengambilan dan Pengolahan bahan Galian Golongan C.

d. Kajian Normatif Keputusan Bupati Nomor 973/Kep.161a-Dipenda/2003 tentang Harga

Standar bahan Galian Golongan C.

BAB III OBYEK PENELITIAN

A. Letak Geografis

B. Kondisi Demografis dan Luas Wilayah

C. Gambaran Umum Bahan Galian Golongan C.

BAB IV KAJIAN EMPIRIS HASIL PENELITIAN

A. Potensi Minimal Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

B. Peningkatan Potensi Pajak secara Intensif dan Ekstensif.

C. Dampak Lingkungan Penambangan Bahan Galian Golongan C.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

Page 6: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah tehili membawa

nuansa baru bagi penyelenggaraan pemerintahan. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

telah merubah paradigma lama pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan

bertanggungjawab diletakkan pada daerah Kabupaten dan Kota. Sedangkan otonomi daerah

pada daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas. Penyelenggaraan otonomi daerah

dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi

dan keanekaragaman daerah. Perubahan secara fundamental tersebut adalah dalam upaya

mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka mencapai tujuan otonomi daerah, yakni:

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan rakyat serta peningkatan kehidupan yang

demokratis.

Kota kunci keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah kesejahteraan

masyarakat. Strategi untuk, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, selain melalui

pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah secara adil dan berkelanjutan, juga

melalui langkah-langkah strategic kebijakan pemerintah dalam upaya menggali sumber

keuangan daerahnya sendiri. Oleh karena itu daerah harus memiliki keleluasaan untuk

menentukan sendiri mengenai cara mengatur dan mengurus rumah tangganya. Upaya untuk

memperbesar lumbung keuangan daerah merupakan salah satu cara yang mesti dilakukan

agar keleluasaan dapat diwujudkan di samping prasyarat lain, mengingat pembiayaan

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang besar tidak cukup hanya mengandalkan dari dana

perimbangan dan subsidi Pemerintah Pusat saja, tetapi daerah harus dapat memberdayakan

seoptimal mungkin potensi yang ada di daerah itu sendiri agar memberikan kontribusi yang

optimal terhadap pendapatan daerah.

Upaya yang dilakukan daerah dalam memperbesar sumber keuangan daerah adalah

dengan memfokuskan bagaimana cara meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Salah

satu sumber untk pembiayaan dalam peningkatan potensi dan realisasi PAD (khususnya dari

pajak dan retribusi daerah) harus merupakan konsep yang dinamis dan berkesinambungan.

Pendapatan asli daerah sejauh ini kondisinya sangat tidak seimbang dengan potensi riil yang

ada di daerah. Hal ini merupakan bagian dari dampak kebijakan lalu yang serba terpusat.

Maksimalisasi PAD akan berimplikasi pada peningkatan pemungutan pajak dan retribusi

Page 7: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

daerah, sehubungan kedua komponen tersebut merupakan penyumbang terbesar dalam pos

pendapatan APBD. Akibatnya Pemerintah Daerah berusaha meningkatkan pajak daerah,

retribusi daerah, sekaligus bagian laba BUMD, bahkan beberapa Pemda meminta bagian atas

hasil BUMD yang ada di daerahnya.

Pajak merupakan alat untuk menstabilkan anggaran daerah. Pajak ibarat "minyak

angin" untuk mengobati krisis ekonomi yang masih berlangsung, namun persoalannya kini,

sejauhmana efektivitas pemungutan pajak itu sendiri. Pemerintah Daerah harus bijaksana

dalam memungut pajak ini sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi. Artinya daerah

dapat memungut pajak dalam jumlah yang sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonominya.

Termasuk dampak inflasi harus dipertimbangkan. Jangan sampai pemungutan pajak yang

besar ini mengakibatkan kelesuan ekonomi, sehingga investor menjadi ragu untuk

menanamkan modalnya. Selain itu perlu kehati-hatian Pemerintah Daerah terutama untuk

menentukan pajak apa yang harus dikenakan dan masyarakat/publik atau sektor mana yang

harus dibebani pajak, agar tidak mengganggu kestabilan kehidupan makro dan mikro

ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah junto Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah,

bahwa jenis pajak yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota adalah:

1. Pajak Hotel;

2. Pajak Restoran;

3. Pajak Hiburan;

4. Pajak Reklame;

5. Pajak Penerangan Jalan;

6. Pajak Pengambilan Pe gambilan Bohan Galiaa. Golongan C

7. Pajak Parkin

Pemerintah Kabupaten Bandung perlu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam

upaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Hal ini penting untuk menghindari

ketergantungan APBD Kabupaten Bandung terhadap dana perimbangan, khususnya dana

alokasi umum yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Sehingga penyelenggaraan otonomi

daerah yang mensyaratkan kemandirian daerah dalam mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri dapat terwujud.

Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah Kabupaten

Page 8: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

Bandung pada tahun anggaran 2002 dan 2003 telah melaksanakan Pendataan dan Pengkajian

Potensi Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan dalan, Pajak Parkir dan Pajak

Restoran di Kabupaten Bandung, yang dalam pelaksanaannya bekerjasama dengan Perguruan

Tinggi. Oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan mengenai potensi pajak daerah lainnya,

khususnya potensi pajak pengambilan bahan galian C di Wilayah Kabupaten Bandung yang

potensinya sangat besar dan bisa menunjang upaya peningkatan PAD.

Berdasarkan data yang ada, target dan realisasi sektor pajak pengambilan bahan galian

C selama ini dirasakan masih kurang optimal jika dibandingkan potensi riil/sesungguhnya

yang dimiliki Kabupaten Bandung. Hal ini bisa dilihat dari data secara kuantitatif tentang

target dan realisasi penerimaan pajak pengambilan bahan galian C selama 3 tahun anggaran

Berta target tahun 2004, sebagaimana tercantum dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1

Target dan Realisasi Penerimaan

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Tahun Anggaran 2001 s/d 2003 serta Target Tahun 2004

(dalam Jutaan Rupiah)

No. Tahun

Anggaran

Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C

Target Realisasi

1. 2001 310.000.000,00 299.351.259,00

2. 2002 437.500.000,00 314.327.119,00

3. 2003 462.500.000,00 493.377.285,00

4. 2004 650.000.000,00

Sumber: Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Bandung, 2003

Dari data tersebut di atas, maka tergambar dengan jelas bahwa target yang ditetapkan

oleh Pemerintah Kabupaten Bandung dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Target yang

ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2002

tidak terpenuhi. Artinya, realisasi penerimaan pajaknya tidak sesuai dengan target yang

ditetapkan. Khusus untuk tahun 2003, realisasi penerimaan pajaknya melebihi target yang

ditetapkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Bandung belum

memiliki patokan yang jelas mengenai berapa sebenarnya potensi yang dimiliki oleh

Pemerintah Kabupaten Bandung dari sektor Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

Dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kabupaten

Bandung, sudah sangat mendesak kiranya dilakukan pendataan dan pengkajian potensi pajak

pengambilan bahan galian golongan C melalui kerjasama dengan pihak Perguruan Tinggi.

Page 9: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

Kegiatan pendataan dan pengkajian potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C ini

perlu dilakukan agar supaya jangan sampai, tiba-tiba muncul suatu aturan yang menyangkut

penanganan sumber pajak pengambilan bahan galian golongan. C dengan pertimbangan yang

spekulatif, tanpa melalui suatu proses pengkajian secara ilmiah.

Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bandung bekerjasama dengan Pusat Studi

Ilmu Pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (PSIP - UNJANI) melakukan kegiatan

“Pendataan dan Pengkajian Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C di Wilayah

Kabupaten Bandung”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Masalah series dalam pelaksanaan kebijakan Otonomi Daerah adalah bagaimana

Pemerintah Kabupaten Bandung mendapatkan dana yang memadai, sementara

kemampuan sumber daya manusia dan kewenangan daerah dalam menggali sumber

keuangan sangat terbatas.

2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pernenntah

Pusat dan Daerah yang menganut sistem bagi hasil atas eksploitasi sumber daya alam,

secara teori hanya beberapa daerah yang akan memetik keuntungan optimal. Daerah-

daerah lain masih akan menggantungkan secara penuh pendanaannya dari Pusat

melalui Dana Alokasi Umum. Begitu pula, dengan kondisi yang terjadi di Kabupaten

Bandung dimana DAU yang diterima dari Pusat merupakan 70,42 % dari total

pendapatan dalam APBD tahun anggaran 2004.

3. Dalam membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah, Kabupaten Bandung

tidak dapat hanya mengandalkan bagian dari dana perimbangan saja, namun perlu

mengupayakan secara mandiri dalam menggali dan mengelola, potensi yang ada

dengan jalan meningkatkan penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah, sehingga pada

gilirannya nanti PAD sebagai penopang utama APBD, sedangkan dana perimbangan

sebagai suplemen saja. Namun demikian, deskripsi saat ini posisi PAD dalam APBD

Kabupaten Bandung tahun 2004 hanya memberikan kontribusi sebesar 29,58 %. Hal

ini dirasakan relatif kecil dibandingkan dengan potensi PAD di Kabupaten Bandung

yang begitu besar, terutama dari sektor pajak daerah.

4. Kekhawatiran lain, jika daerah tertantang untuk lebih serius menggali sumber

keuangannya tanpa arahan, bukan tidak mungkin yang muncul justru tambahan beban

untuk rakyat dan pukulan balik bagi daerah, karena dijauhi investor.

Page 10: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

5. Rencana penerimaan sumber PAD dari pajak daerah terutama pajak pengambilan

bahan galian golongan C dalam APBD tahun 2004 (Rp. 650.000.000,00) masih relatif

rendah dibandingkan dengan potensi yang ada di lapangan. Adapun kondisinya

sebagai berikut: Pajak pengambilan bahan galian golongan C memberikan kontribusi

hanya sebesar 0,6% dari total target pajak daerah, yaitu sebesar Rp.

45.687.500.000,00

6. Potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C yang sudah tergah menurut

pendapat beberapa kalangan baru sekitar 12% dari potensi riil atau yang sebenarnya

dimiliki Kabupaten Bandung. Untuk itu diperlukan kegiatan pengkajian dan

pendataan potensi yang sebenarnya dari bahan galian golongan C.

C. Pokok-pokok Permasalahan

Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pokok

permasalahan yang akan diteliti, yaitu:

1. Secara kuantitatif, seberapa besar potensi pajak daerah dari jenis Pajak Pengambilan

Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Bandung untuk tahun 2004?

2. Apakah pendapatan dari jenis pajak tersebut masih berpotensi untuk ditingkatkan,

baik secara intensif maupun secara ekstensif?

3. Apes dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya penambangan bahan galian

golongan C?

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada pengkajian potensi Pajak Pengambilan Bahan

Galian Golongan C di Kabupaten Bandung. Ruang lingkup penelitian meliputi:

1. Pengumpulan data sekunder dari Dinas Pendapatan Daerah.

2. Pengumpulan dan analisis data primer dari lapangan yang diperoleh melalui

wawancara dan angket dari subyek dan obyek pajak, kepada informan dan semua titik

Pengambilan. Bahan Galian Golongan C di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung

3. Analisis potensi besarnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

4. Analisis masalah dan rekomendasi pemecahannya

5. Proyeksi target besarnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C.

E. Tujuan

Secara lebih terperinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 11: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

1. Untuk mengetahui seberapa besar potensi pendapatan asli daerah yang dimiliki dan

dapat digali di wilayah Kabupaten Bandung dari sektor Pajak Pengambilan Bahan

Galian Golongan C.

2. Untuk menghimpun dan menganalisis objek pajak yang masih berpotensi untuk

ditingkatkan secara intensif dan ekstensif dari jenis pajak tersebut.

3. Untuk menguraikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh adanya penambangan

bahan galian golongan C.

F. Output/Keluaran

1. Hasil Penelitian yang menggambarkan potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C di Kabupaten Bandung yang bisa digali dan dikembangkan berdasarkan

aturan yang berlaku.

2. Adanya hasil kajian yang akurat dan komprehensif tentang potensi riil pajak

pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Bandung yang dapat dijadikan

sebagai bahan pengambilan kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Bandung untuk

menentukan target pajak pengambilan bahan galian golongan C yang bisa dicapai

dalam upaya meningkatkan PAD Kabupaten Bandung.

G. Outcome/Hasil

Outcome atau hasil yang diharapkan adalah berupa data/gambaran, rekomendasi dan

saran tindak terhadap potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten

Bandung.

H. Beneflit/Manfkat

Pemerintah Kabupaten Bandung dapat menetapkan target atas pajak pengambilan bahan

galian. golongan C yang lebih akurat dan sesuai dengan potensi sebenarnya berdasarkan

hasil penelitian di lapangan.

L. Impact/Dampak

PAD dari sektor Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C dapat meningkat secara

kuantitatif dan dampak negatif lingkungan hidup atas eksistensi penambangan galian C

dapat diantisipasi.

Page 12: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

J. Pendekatan Normatif

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

merupakan wujud kesungguhan untuk mengakomodasi tuntutan daerah dalam

mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan demikian,

pembiayaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang bersumber dari PAD,

khususnya dari pajak dan retribusi daerah sangat berpeluang untuk ditingkatkan. Ada

beberapa alasan yang mendasari hal tersebut, yaitu:

Pertama, hal ini terlihat dari penambahan jenis pajak yang diserahkan kepada

Kabupaten/Kota, seperti tercantum dalam pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) tentang jenis pajak

yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota. Kedua, dibedakannya pajak hotel dan pajak

restoran untuk kabupaten/kota yang semula dijadikan satu. Ketiga, pajak pengambilan

dan pengolahan bahan galian golongan C (untuk Kabupaten/Kota) yang diubah menjadi

pajak pengambilan bahan galian golongan C. Keempat, masih untuk Kabupaten/Kota,

ditambahkannya pajak parkir sebagai sumber penerimaan pajak baru. Kelima, di samping

tambahan maupun perluasan jenis pajak tersebut, Kabupaten/Kota juga diberikan

keleluasaan untuk menambah dengan jenis jenispajak baru, walaupun ada rambu-rambu

atau kriterianya.

Dalam rangka melaksanakan undang-undang tersebut, Pemerintah Pusat telah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah dan

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tentang Retribusi Daerah. Dengan berlakunya kedua

Peraturan Pemerintah tersebut, semua Peraturan Pemenntah yang berkaitan dengan Pajak

dan Retnbusi praktis tidak berlaku lagi. Demikian juga dengan beberapa peraturan daerah

yang berkaitan dengan pajak dan retribusi daerah harus mengalami perubahan. Alasan

pertama adalah untuk menyesuaikan dengan undang-undang dan peraturan pemerintah

baru yag telah diubah. Alasan kedua adalah untuk menyesuaikan dengan dinamika daerah

itu sendiri sesuai dengan potensi sumber-sumber PAD yang berkembang.

K. Metode Penelitian

Penelitian ini akan mempergunakan metode survey. Sementara jenis atau tipe

penelitian ini adalah deskriptif. Analisis data dilakukan secara deskriptif artinya tidak

hanya sebatas pengumpulan dan penyusunan data, tetapi juga meliputi menuturkan dan

menafsirkan (interpret) tentang arti data tersebut, sehingga nantinya Pemerintah Daerah

dapat menetapkan target pendapatan dari pajak pengambilan bahan galian golongan C

Page 13: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

lebih akurat. Pada bagian akhir akan ditarik kesimpulan-kesimpulan (generalisasi) yang

didasarkan kepada data-data yang representatif.

Dalam pelaksanaan pendataan dan kajian potensi pajak daerah di wilajah

Kabupaten Bandung, dibutuhkan langkahlangkah persiapan dan tahapan-tahapan sebagai

berikut:

1. Tahapan Persiapan

a. Penyamaan Persepsi

1) Menyamakan persepsi dilakukan melalui diskusi terbatas antara pihak pemberi

kerja dengan pelaksana pekerjaan, dengan sasaran dapat tercapai hasil secara

maksimal;

2) Pihak pelaksana pekerjaan mengajukan usulan penanganan pekerjaan

(proposal) yang dilaporkan pada Laporan Pendahuluan;

3) Pihak pelaksana pekerjaan melaksanakan paparan Laporan Pendahuluan atau

Paparan Rencana Penelitian di hadapan pengguna hasil penelitian tersebut.

b. Persiapan Teknis Survei

Persiapan Teknis Survei dilakukan setelah terjadi kesepakatan atau kesamaan

persepsi antara pihak pemberi dan pelaksana pekerjaan.

2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah data kualitatif dan data

kuantitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu:

1) Observasi. Ada dua jenis observasi yang akan dilakukan terhadap objek pajak:

(i) Teknik observasi langsung - Peneliti melakukan pengamatan dan

pencatatan secara langsung terhadap gejala-gejala obyek yang diteliti.

(ii) Teknik Observasi Tidak Langsung - Peneliti melakukan pengamatan

terhadap obyek yang diteliti melalui cara Check List, dokumen-dokumen

resmi, seperti Laporan Tahunan Pajak Daerah dari Pemerintah Kabupaten

Bandung serta Dinas Pendapatan Daerah dan dari sumber informasi

lainnya yang relevan seperti dari media massa.

2) Kuesioner (Angket). Penelitian ini mempergunakan angket berstruktur, karena

jawaban yang diharapkan dari responder adalah jawaban yang singkat, tegas,

konkrit dari pertanyaan-pertanyaan yang terbatas. Angket ini ditujukan kepada

para pengusaha yang melakukan pengambilan bahan galian golongan C di

semua titik potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C.

Page 14: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

3) Wawancam (Intennew). Wawancara dilakukan terhadap responder terpilih,

yaitu DISPENDA Pemerintah Kabupaten Bandung dan Pihak Pengusaha

Penambangan Galian C. Data yang diperoleh dari teknik wawancara ini

selanjutnya digunakan untuk cross check validitas datanya dan untuk

melengkapi data primer dan data sekunder.

Alasan yang mendasari mengapa teknik pengumpulan data menggunakan

beberapa tahap sebagaimana diuraikan di atas adalah karena ukuran populasinya yang

demikian besar, lokasi penelitian yang begitu luas.

Di camping itu, dalam penelitian ini dilakukan juga pengumpulan data

sekunder yang diperoleh dari dokumendokumen pemerintah, yang meliputi peraturan

perundangundangan yang terkait dengan objek penelitian, jenis pajak daerah, jumlah

wajib pajak, serta target dan realisasi penerimaan daerah dari jenis pajak.

3. Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian yang mengkaji potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Kedua metode ini digunakan

secara bersamaan agar hasil penelitian mencapai sasaran dan tujuan yang

dimaksudkan yaitu secara kuantitatif dapat menetapkan potensi besarnya pajak

pengambilan bahan galian golongan C dan secara kualitatif dapat memahami

persoalan-persoalan yang bersifat normatif dan persoalan-persoalan implementasi

peraturan perundang-undangannya termasuk berbagai kendalanya.

4. Tahap Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

1) Pengolahan data Kuantitatif dilakukan dengan koding, editing, klasifikasi,

kategorisasi, dan tabulasi dengan pengukuran secara kuantitatif sehingga,

dapat menunjukkan data berupa angka.

2) Pengolahan data kualitatif dilakukan secara deskriptif dengan

menggambarkan, menjelaskan, menggolongkan, menggeneralisasikan, dan

mengkonseptualisasikan data sekunder dan data primer melalui kata-kata,

kalimat, gambar, simbol, skema, bagan, tabel dan grafik.

b. Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data secara kuantitatif dan

Page 15: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

kualitatif.

1) Analisis data kuantitatif terhadap kajian empiris potensi besarnya pajak

pengambilan bahan galian golongan C dilakukan dengan pembandingan

melalui tabulasi besarnya target pajak berdasarkan data sekunder dari Dinas

Pendapatan Daerah dibandingkan dengan potensi besarnya pajak berdasarkan

hasil penelitian.

2) Analisis data kualitatif dilakukan melalui:

(a) Reduksi data, yakni memilih dan memilah data-data pokok yang sesuai

dengan fokus penelitian.

(b) Display/penyajian data, yakni langkah menyajikan data dalam bentuk kata-

kata, kalimat, gambar, simbol, skema, bagan, tabel dan grafik.

(c) Verifikasi data, yakni data-data yang telah ada diuji secara empiris

sehingga validitas, reliabilitas, dan objektivitas data terpenuhi.

Apabila dalam rangka melakukan reduksi data, display/penyajian data, dan

verifikasi data, masih terdapat keraguan terhadap validitas dan reliabilitas

data, maka dipergunakan teknik analisis data berikut ini:

(a) Triangulasi data, yakni cross check atau pemeriksaan silang antar data,

dengan tujuan untuk memperoleh kepercayaan dan akurasi data.

(b) Interpretasi data, yakni mencari pemahaman, pemaknaan dan penghayatan

terhadap data yang telah diolah. Teknik analisis data seperti ini sering

disebut dengan teknik analisis Verstehen.

5. Unit Analisis Data

Unit analisis data dalam penelitian ini adalah individu dan badan hukum yang secara

potensial dapat dijadikan sebagai wajib pajak berdasarkan peraturan daerah,

keputusan bupati dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan

pengambilan bahan galian golongan C.

L. Populasi dan Teknik Sampling

Populasi adalah kumpulan yang lengkap dari elemen-elemen (objek penelitian) yang

sejenis yang dibedakan karena karakteristiknya (Supranto, 1992:28). Data jumlah titik

pengambilan bahan galian golongan C dari 14 Kecamatan adalah berjumlah 104 titik.

Untuk memastikan jumlah titik pengambilan bahan galian golongan C yang

Page 16: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

sesungguhnya, pengumpulan data dilakukan dengan teknik sensus dan uji petik melalui

cara pencatatan di lapangan terhadap semua titik potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C dari berbagai jenis kelompok usaha di setiap Kecamatan. Data ini sangat

penting karena dapat dijadikan dasar potensi dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi

objek pajak.

M. Sistematika Laporan Akhir Penelitian

Adapun sistematika laporan Hasil Penelitian Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C di Wilayah Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut:

I. Pendahuluan

II. Kajian Normatif

III. Objek Penelitian

IV. Kajian Empiris Hasil Penelitian

V. Penutup

a. Kesimpulan

b. Rekomendasi

Buku Laporan Hasil Penelitian ini dilengkapi dengan tabel yang di dalamnya terdapat

angka-angka yang disusun secara sistematis dan analitik sehingga menghasilkan beberapa

rekomendasi penting yang siap digunakan sebagai bahan penunjang dalam pengambilan

kebijakan pemerintah Kabupaten Bandung meningkatkan dan menggali potensi PAD

secara optimal.

N. Penyusunan Laporan Akhir

Pada tahap ini hasilnya berupa Draft Laporan Akhir yang ditindaklanjuti dengan

Presentasi Draft Laporan Akhir yang akan digandakan oleh pihak pemberi pekerjaan di

hadapan pengguna (stakeholder] hasil kajian untuk penyempurnaan Laporan Akhir. Saran

dan masukan yang dianggap penting (baik angka/data maupun redaksionalnya) kemudian

dimasukkan demi penyempurnaan Laporan Akhir. Laporan Akhir yang telah

disempurnakan kemudian diserahkan kepada pihak pemberi pekerjaan untuk digandakan

lebih lanjut yang disertai/ditandai Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan.

O. Sistem Pelaporan

1. Laporan Pendahuluan, laporan ini dibuat atas dasar pemahaman terhadap materi

Page 17: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

pekerjaan yang memuat elaborasi dan metode pelaksanaan pekerjaan yang akan

dilakukan serta memuat kegiatan kerja dan pengerahan tenaga kerja (Sumber Daya

Manusia) yang terhbat;

2. Laporan Akhir, laporan ini berisi proses seleksi, klasifikasi dan tabulasi data dari hasil

survey institusional maupun lapangan yang disertai analisis yang kemudian

dipresentasikan di hadapan pemakai/pengguna hasil kajian.

P. Lokasi Kegiatan

Kegiatan Kajian Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C ini tersebar di 14

Kecamatan di wilayah Kabupaten Bandung.

Page 18: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

BAB II

KAJIAN NORMATIF

Terhitung mulai 1 Januari 2001 pemerintah secara resmi memberikan Undang-undang

Nomor 32 Tahn 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Secara umum, subsidi kedua undang-undang

itu merupakan wujud aspirasi daerah dalam konteks desentralisasi atau sering disebutnya dengan

otonomi daerah. Bahkan, sebagian besar masyarakat memandang kedua undang-undang ini jauh

lebih aspiratif terhadap tuntutan otonomi daerah ketimbang Undang-undang Nomor 5 tahun

1974. Dengan ditetapkannya paket otonomi daerah, menjadi hak dan kewajiban Pemerintah

Kabupaten Bandung untuk memanfaatkan secara optimal kewenangannya sehingga dapat

memberikan ruang yang lebih luas lagi bagi penciptaan nilai tambah pembiayaan serta

penerimaan daerah.

Salah satu perubahan penting dalam melihat potensi dan dinamika perekonomian daerah

adalah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Melalui PAD dapat terlihat langsung besarnya

penerimaan dan pengeluaran pembangunan darah. Semakin besar nilai PAD, semakin ringan

beban Pemerintah Daerah dalam membiayai pembangunan daerah. Demikian pula sebaliknya,

semakin kecil nilai PAD, semakin berat beban Pemerintah Daerah dalam membiayai

pembangunan daerah.

A. Kontribusi PAD Terhadap APBD Masih Rendah

Menurut data pada tahun anggaran 1998/1999, kontribusi PAD terhadap APBD

Kabupaten/Kota di Jawa Barat secara rata-rata masih relatif rendah, yakni berkisar antara 4,86

persen (Kabupaten Indramayu) sampai dengan 32,26 persen (Kota Bandung). Tabel 2.1 berikut

ini akan menunjukkan kontribusi PAD/APBD kabupaten/Kota se-Jawa Barat.

Tabel 2.1

Kontribusi PAD/APBD Kabupaten Kota

Se-Jawa Barat, 1997/1998 dan 1998/1999

No. Kabupaten/Kota Kontribusi PAD/APBD (%)

1997/1998 1998/1999

1. Kab. Pandeglang 7,50 6,69

2. Kab. Lebak 9,83 6,20

3. Kab. Bogor 32,11 25,66

4. Kab. Sukabumi 13,98 5,55

5. Kab. Cianjur 12,59 5,95

6. Kab. Bandung 14,40 12,21

7. Kab. Garut 8,50 7,51

8. Kab. Tasikmalaya 15,09 10,39

9. Kab. Ciamis 9,23 5,43

10. Kab. Kuningan 10,22 7,14

11. Kab. Cirebon 10,09 7,30

12. Kab. Majalengka 11,09 6,60

13. Kab. Sumedang 16,79 13,42

Page 19: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

14. Kab. Indramayu 8,13 4,86

15. Kab. Subang 18,81 9,32

16. Kab. Purwakarta 24,32 23,64

17. Kab. Karawang 28,16 21,70

18. Kab. Bekasi 33,03 22,55

19. Kab. Tanggerang 32,57 23,00

20. Kab. Serang 35,60 27,21

21. Kota Bogor 32,86 25,43

22. Kota Sukabumi 28,88 22,92

23. Kota Bandung 35,22 32,26

24. Kota Cirebon 32,62 29,11

25. Kota Tangerang 42,97 23,82

26. Kota Bekasi na 21,87

Sumber: Diolah dari BPS, Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Tingkat II, Kabupaten

Bandung, 1997/1998-1998/1999

Kontribusi PAD terhadap APBD Kabupaten/Kota di tahun 1998/1999 mengalami

penurunan untuk semua kabupaten/kota dibandingkan dengan tahun 1997/1998. Penurunan PAD

secara riil maupun sebagai persentase dari APBD dapat disebutkan oleh dampak krisis ekonomi

yang telah berlangsung sejak pertengahan 1997 dan implikasi implementasi UU 18 tahun 1997

tentang pajak daerah dan retribusi daerah.

Puncak krisis ekonomi di Jawa Barat dirasakan pada tahun 1998, yang ditandai dengan

laju pertumbuhan PDRB Jawa Barat terpuruk hingga -14 persen. PAD yang terdiri dari

komponen utamanya, pajak daerah dan retribusi daerah, umumnya bersifat elastis terhadap

perubahan PDRB.

Di samping krisis ekonomi, penurunan PAD bisa juga disebabkan atau dipertajam oleh

implikasi pemberlakuan UU Nomor 18 tahun 1997 yang merasionalisasikan dan

mengefisiensikan jumlah dan pemungutan pajak daerah serta retribusi daerah. Tentang penyebab

penurunan riil PAD hanya dapat ditentukan dengan menghitung dampak penurunan PDRB

terhadap penerimaan PAD, serta implikasi perubahan komponen pajak daerah dan retribusi

daerah terhadap penerimaan PAD.

Dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merupakan

wujud kesungguhan untuk mengakomodasikan tuntutan daerah dalam mewujudkan otonomi

daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pembiayaan pemerintahan dan

pembangunan daerah di Kabupaten/Kota yang bersumber dari PAD, khususnya dari pajak daerah

dan retribusi daerah sangat berpeluang untuk ditingkatkan.

Ada beberapa alasan yang mendasar pernyataan tersebut, yaitu: Pertama, hal ini terlihat

dari penambahan jenis pajak yang diserahkan kepada kabupaten/Kota, seperti tercantum dalam

Pasal 2 poin 2 dan poin 4 tentang Pajak Kabupaten/Kota. Kedua, dibedakannya pajak hotel dan

pajak restoran untuk Kabupaten/Kota yang semua dijadikan satu. Ketiga, Pajak pengambilan dan

pengolahan bahan galian golongan C (untuk kabupaten/kota) yang diubah menjadi pajak

pengambilan bahan galian golongan C. Keempat, ditambahkannya pajak parkir sebagai sumber

penerimaan pajak baru bagi kabupaten/kota. Kelima, di samping tambahan maupun perluasan

jenis pajak tersebut, kabupaten/kota juga diberikan keleluasaan untuk menambah dengan jenis-

jenis pajak beru. Tentunya apabila semua pelung ini dapat dimanfaatkan, akan memiliki dampak

Page 20: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

yang positif bagi kemandirian daerah dalam pembiayaan pembangunan daerah demi terwujudnya

pelaksanaan otonomi daerah yang berkesinambungan.

Dalam rangka melaksanakan undang-undang tersebut, Pemerintah Pusat telah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan

Pemerintah Nomor 66 tentang Retribusi Daerah. Karena itu, dengan berlakunya kedua Peraturan

Pemerintah tersebut, semua Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Pajak dan retribusi

praktis tidak berlaku lagi. Demikian juga dengan beberapa peraturan daerah yang berkaitan

dengan pajak dan retribusi daerah yang dibuat sebelum berlakunya peraturan pemerintah terbaru

ini harus mengalami perubahan. Alasannya bukan hanya untuk menyesuaikan dengan undang-

undang dan peraturan pemerintah baru yang telah diubah, tetapi juga untuk menyesuaikan

dengan dinamika daerah itu sendiri sesuai dengan potensi sumber-sumber PAD yang

berkembang di daerah.

Namun demikian, di Kabupaten Bandung, masih ada Peraturan Daerah dan Keputusan

Bupati yang masih berlaku, meskipun dibuat dan ditetapkan sebelum adanya PP No. 65 Tahun

2001 tentang Pajak Daerah. Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati tersebut adalah: Peraturan

Daerah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan bahan Galian

Golongan C; dan Keputusan Bupati Nomor 22 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bandung Nomor 3 Tahun 1998 tentang

Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golingan C. Oleh karena itu, fokus kajian normatif

dalam penelitian ini akan diarahkan untuk mengkaji kedua peraturan perundang-undangan di

tingkat daerah Kabupaten Bandung tersebut.

B. Kajian Normatif Perda No. 3 Tahun 1998 Tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan

Galian Golongan C.

Sebelum menguraikan permasalahan-permasalahan yang muncul berkaitan diterapkannya

Perda No. 3/1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C,

terlebih dahulu akan dipaparkan secara detail pasal-pasal krusial dan penting yang terdapat

dalam Perda tersebut.

1. Pasal-pasal Krusial dan Penting

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 diuraikan bahwa:

a. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C yang selanjutnya disebut

Pajak adalah pungutan daerah atas Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan

C.

b. Bahan Galian Golongan C adalah semua bahan galian yang tidak termasuk dalam

golongan bahan galian strategis (A) dan golongan bahan galian vital (B).

c. Eskploitasi Bahan Galian Golongan C adalah pengambilan Bahan Galian Golongan C

dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

Dalam Bab II Nama, Obyek Pajak dan Sumbyek Pajak Pasal 2 diuraikan bahwa:

a. Dengan nama Pajak Pengambilan dan Bahan Galian Golongan C dipungut pajak atas

kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C.

b. Obyek Pajak adalah kegiatan eksploitasi Bahan Galian Golongan C.

c. Bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud ayat (2) meliputi:

a) Asbes

b) Batu Tulis

Page 21: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

c) Batu Setengah Permata

d) Batu Kapur

e) Batu Apung

f) Batu Permata

g) Bentonit

h) Dolomit

i) Felspar

j) Garam Batu (Halite)

k) Grafit

l) Granit

m) Gips

n) Kalsit

o) Kaolin

p) Leusit

q) Magnesit

r) Mika

s) Marmer

t) Nitrat

u) Okeril

v) Pasir dan Kerikil

w) Pasir Kuarsa

x) Perlit

y) Phospat

z) Talk

aa) Tanah Serap

ab) Tanah Liat

ac) Tawas (alum)

ad) Tras

ae) Yarosif

af) Zeolit

ag) Opsidien

ah) Tanah Diatome

Sedangkan Pasal 3 ayat (1) dan (2) diuraikan bahwa:

a. Subyek pajak adalah orang pribadi atau badan yang mengeksploitasi atau mengambil

bahan galian golongan C.

b. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan eksploitasi bahan

galian golongan C.

Dalam Bab III Dasar Pengenaan dan Tarif Pajak Pasal 4 diuraikan bahwa:

a. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual hasil eksploitasi bahan galian golongan C.

b. Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan mengalikan

volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing

jenis bahan galian golongan C.

Page 22: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

c. Nilai pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada masing-masing jenis bahan galian

golongan C ditetapkan secara periodik oleh kepala daerah sesuai dengan harga rata-rata

yang berlaku di lokasi setempat.

d. Harga standar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh insansi yang

berwenang dalam bidang penambangan bahan galian golongan C.

Sedangkan Pasal 5 diuraikan bahwa: Tarif ditetapkan sebesar 20%.

C. Kajian Normatif Keputusan Bupati No. 22 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Aperda

Kebupaten Daerah Tingkat II Bandung No. 3 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan

Pengolahan Bahan Galian Golongan C.

Sebelum menguraikan permasalahan-permasalahan yang muncul berkaitan

diterapkannya Keputusan Bupati Nomor 22 Tahun 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda

Kabupaten Daerah Tingkat II No 3/1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan

Galian Golongan C, terlebih dahulu akan dipaparkan secara detail pasal-pasal krusial dan

penting yang terdapat dalam Keputusan Bupati tersebut.

1. Pasal-pasal Krusial dan Penting

Dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 diuraikan bahwa:

a. Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C yang selanjutnya

disebut Pajak adalah pungutan daerah atas Pengambilan dan Pengolahan Bahan

Galian Golongan C.

b. Bahan Galian Golongan C adalah semua bahan galian yang tidak termasuk dalam

golongan bahan galian strategis (A) dan golongan bahan galian vital (B).

c. Eskploitasi Bahan Galian Golongan C adalah pengambilan Bahan Galian Golongan C

dari sumber alam di dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

Dalam Bab II Nama, Obyek Pajak dan Sumbyek Pajak Pasal 2 diuraikan bahwa:

a. Obyek pajak adalah kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C.

b. Bahan galian golongan C sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini meliputi:

1. Asbes

2. Batu Tulis

3. Batu Setengan Permata

4. Batu Permata

5. Batu Kapur

6. Batu Apung

7. Bentonit

8. Dolomit

9. Felspar

10. Garam Batu

11. Grafit

12. Granit/Andesit/Diorit/Dasit

13. Gips

14. Kalsit

15. Kaolin

16. Leusit

Page 23: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

17. Magnesit

18. Mika

19. Marmer

20. Nitrat

21. Opsidan

22. Oker

23. Pasir dan Kerikil

a. Pasir Beton

b. Pasir Pasang

c. Pasir Urug

d. Sirtu

24. Pasir Kuarsa

25. Perlit

26. Phospat

27. Talk

28. Tanah Sedap

29. Tanah Diatome

30. Tanah Liat

a. Tanah Liat Tahan Api

b. Tanah Liat untuk Bangunan

31. Tawas (Alum)

32. Tras

33. Yarosit

34. Zeolit

Dalam Bab IV Dasar Pengenaan dan tarif Pajak pasal 6 diuraikan bahwa:

a. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar

untuk menonton atau menikmati hiburan.

b. Nilai jual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dihitung dengan mengalikan

volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing

jenis bahan galian golongan C.

c. Nilai pasar atau harga standar sebagaimana dimaksud pada masing-masing jenis

bahan galian golongan C akan ditetapkan kemudian secara periodik oleh kepala

daerah sesuai dengan harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat.

Dalam Bab V Tata Cara Perhitungan dan Penetapan pajak Pasal 9 diuraikan bahwa:

a. Masa pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C adalah 1 (satu)

bulan takwim.

b. Pajak-pajak terjadi saat terjadinya eksploitasi bahan galian golongan C.

D. Kajian Normatif keputusan Bupati Nomor 973/Kep.161a-Dipenda/2003 tentang Harga

Standar Bahan Galian Golongan C.

Sebagai tindak lanjut dari Perda Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan

Pengolahan Bahan Galian Golongan C, Pemerintah kabupaten Bandung mengluarkan

Page 24: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

Keputusan Bupati yang berkiatan dengan harga standar dan jenis bahan galian golongan C

berikut ini:

Tabel 2.2

Harga Standar dan Jenis Bahan Galian Golongan C

Di kabupaten Bandung

No. Jenis Bahan Galian Harga Standar Dasar (Rp/Ton

Harga Lama Harga Baru

1. Batu Kapur 2.000 3.500

2. Granit/Andesit/Dionit/Dasit 3.000 9.000

3. a. Marmer

b. Barangkal Marmer

30.000 30.000

4. Pasir dan Kerikil

a. Pasir Beton

b. Pasir Pasang

c. Pasir Urug

d. Sirtu

3.000

2.500

2.000

1.500

15.000

12.000

4.000

6.000

5. Pasir Kuarsa 6.000 18.000

6. Tanah Urug 1.500 2.000

7. Tanah Liat untuk Bangunan 1.000 3.000

8. Tras 2.500 8.000

Harga standar sebagaimana terdapat dalam tabel di atas dijadikan sebagai patokan unsur

perhitungan pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian golongan C. Nilai pajak

sebagaimana dimaksud adalah 20% dikali nilai jual hasil eksploitasi. Nilai jual hasil

eksploitasi adalah volume/tonase dikalikan harga standar masing-masing jenis bahan galian

golongan C.

Page 25: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

BAB III

OBJEK PENELITIAN

Dalam bob III ini akan diuraikan secara singkat Tatar belakang obyek penelitian, mulai dari letak

geografis, kondisi demografis clan Was wilayah Kabupaten Bandung Berta gambaran umum

penambangan bahan gahan golongan C yang terdapat di sebagian kecamatan di wilayah Kabupaten

Bandung, khususnya Bandung bagian Barat.

A. Letak Geografis

Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah di Propinsi Jawa Barat. Wilayah ini

merupakan lokasi yang paling dekat dengan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Dampak positif

keberhasilan pembangunan di jantung Jawa Barat juga paling dirasakan oleh penduduk di

Kabupaten Bandung.

Wilayah Kabupaten Bandung, mengelilingi seluruh wilayah Kota Bandung, terletak di

tengah-tengah daerah Jawa Barat yang dikelilingi oleh beberapa daerah kabupaten, yaitu: 1. Sebelah

Utara, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta

dan Kabupaten Subang.

2. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut.

4. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.

Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah terluas di Propinsi Jawa Barat bersama

beberapa daerah kabupaten/kota lainnya. Pada tahun 2001, daerah ini barn berjumlah 39 (tigapuluh

sembilan) kecamatan setelah Kecamatan Cimahi Selatan, Cimahi Tengah dan Cimahi Utara

memisahkan diri menjadi Kota Cimahi. Sesuai dengan laju pembangunan di Kabupaten Bandung,

jumlah kecamatan pada bulan Agustus 2001 dimekarkan menjadi 43 (empau puluh tiga) kecamatan,

yaitu Kecamatan Nagrek merupakan pemekaran dari kecamatan Cicalengka, Kecamatan Rongga

merupakan pemekaran dari Kecamatan Pangalengan, dan Kecamatan Solokan Jeruk merupakan

pemekaran dari Kecamatan Majalaya, dengan 436 (empat ratus tiga puluh enam) desa/kelurahan.

Pada pertengahan tahun. 2003 ini jumlah kecamatan bertambah duo lagi yaitu Kecamatan

Cihampelas merupakan pemekaran dari Kecamatan Cihhn, dan. Kecamatan Cangkuang

merupakan pemekaran dari Kecamatan Banjaran. Dengan demikian, pada akhir tahun 2003 ini

jumlah kecamatan di Kabupaten Bandung menjadi 45 (empat puluh lima) kecamatan.

Dori 45 kecamatan yang ado di Kabupaten Bandung, secara rinci dapat dikemukakan

nama-nama kecamatan sebagai berikut:

1. Kecamatan Pad-.ilarang.

2. Kecamatan Batujajar.

3. Kecamatan Cipatat.

4. Kecamatan Ngamprah.

5. Kecamatan Cileunyi.

6. Kecamatan Cimenyan.

7. Cilengkrang.

8. Kecamatan Bojongsoang.

9. Kecamatan Margahayu.

10. Kecamatan Margaasih.

11. Kecamatan Ketapang.

12. Kecamatan Dayeuhkolot.

13. Kecamatan Banjaran.

14. Kecamatan Cangkuang **)

Kecamatan Pemeungpeuk.

16. Kecamatan Pangalengan.

Page 26: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

17. Kecamatan Ranca Bali

18. Kecamatan Arjasari.

19. Kecamatan Cimaung.

20. Kecamatan Cililin.

21. Kecamatan Cihampelas **)

22. Kecamatan Sinciangkerta.

23. Kecamatan Cipongkor

24. Kecamatan Gununghalu

25. Kecamatan Rongga *)

26. Kecamatan Cikalong Wetan

27. Kecamatan Cipeundeuy 28-. Kecamatan Cicalengka

29. Kecamatan Nagrek *)

30. Kecamatan Cikancung

Kecamatan Rancaekek

31. Kecamatan Ciparay

32. Kecamatan Pacet

33. Kecamatan Kertasari

34. Kecamatan Baleendah

35. Kecamatan Majalaya

36. Kecamatan Solokan Jeruk *)

37. Kecamatan Paseh

38. Kecamatan Ibun

39. Kecamatan Soreang

40. Kecamatan Pasirjambu

41. Kecamatan Ciwidey

42. Kecamatan Lembang

43. Kecamatan Cisarua

44. Kecamatan Parongpong.

Keterangan Hasil Pemekaran Kecamatan Tahun 2001 Hasil Pemekaran

Kecamatan Tahun 2003

& Kondisi Demografis dan Luca Wilayah

Penduduk Kabupaten Bandung berdasarkan hasil registrasi tahun 1997 adalah sebanyak

3.557.665 jiwa, dengan perincian. 1.774.949 laki-laki dan 1.782.718 perempuan. Sex Ratio

penduduk di Kabupaten Bandung umumnya di bawah 100, kecuali untuk beberapa kecamatan ado

yang di atas 100. Hal ini menunjukkan kecenderungan bahwa penduduk wanita lebih banyak dari

pada penduduk laki-laki. Tetapi secara rata-

rata angka ini masih di bawah 100. Ini terlihat angka sex ratio untuk Kabupaten Bandung

hanya sebesar 99,56.

Secara rinci, mengenai lugs wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di

Kabupaten Bandung, dapat dilihat di dalam Tabel 3.1. sebagai berikut:

Tabel 3.1.

Was Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

di Wilayah Kabupaten Bandung

Dori tabel di atas memperlihatkan bahwa luas wilayah kecamatan yang ado di

Kabupaten Bandung sangat bervariasi dan tidak merata. Was Kabupaten Bandung 2.852,09

Km2. Wilayah yang paling luas yaitu. 312,21 Km2 adalah Kecamatan Pangalengan

Page 27: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

(sebelum dimekarkan menjadi 2 kecamatan pads tahun 2001), clan wilayah yang paling

sempit yaitu 9,63 Km2

adalah . Kecamatan Margahayu, dengan. Was- rata-rata tiap, kecamatan adalah 67,91 Km2.

Kecamatan yang memiliki Was mendekati rata-rata yaitu terdiri dari Kecamatan: Banjaran (sebelum

dimekarkan), Cimaung, Cipongkor, dan Soreang.

Dori jumlah penduduk Kabupaten Bandung pads akhir tahun 2000 sebanyak 3.205.659

jiwa (tidak termasuk Kota Cimahi), penduduk yang paling banyan .terdapat di -Kecamatan

Majalaya (sebelum dimekarkan mepjadi 2 kecamatan), yaitu sebanyak 181.619 jiwa, dan paling

sedikit terdapat di Kecamatan Cilengkrang, yaitu sebanyak 27.004 jiwa. Dengan demikian, maka

jumlah penduduk rata-rata tiap, kecamatan sebanyak 84.707 jiwa.

1 a .Memperhatikan Was wilayah dan j umlah penduduk tersebut, kepadatan penduduk ,

tertinggi di Kecamatan Margahayu yaitu sebesar 8.323,78 Km2, dan kepadatan penduduk paling

rendah terdapat di Kecamatan Cilengkrang yaitu sebanyak 243,41 jiwa/Km2, dan diikuti oleh

Kecamatan Gununghalu (sebelum dimekarkan menadi 2 kecamatan) yaitu sebesar 426 jiwa/KM2,

dan Kecamatan Kertasari yaitu sebesar 428 jiwa/Km2 dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar

1.247,39 jiwa/KM2•

Gambaran Umum Penambangan Bahan Galian Golongan C

Wilayah Kabupaten Bandung yang secara umum terdiri dari pegunungan dan perbukitan,

mengandung potensi sumber daya alam yang sangat potensial dan strategic. Salah satu potensi

tersebut adalah bahan galian golongan C yang banyak sekali terkandung di ,%ilayah Kabupaten

Bandung, khususnya di wilayah Bandung bagian Bast. Sebagai potensi. sumber daya alam yang

tidak dapat di,perbaharui, pengelolaan. bahan galian golongan C perlu.dilakukan secara berdaya

guna, berhasil guna, bertanggungjawab dan berkelanjutan serta pemanfaatannya ditujukan bagi

sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat.

Pemerintah Daerah, sebagai institusi formal yang berwenang untuk melakukan pengelolaan

pertambangan umum, khususnya bahan galian golongan C harus merumuskan kebijakan yang

berkaitan dengan perencanaan, pengaturan, pengurusan, pembinaan, pengawasan, pengendalian, dan

pengembangan potensi sumber daya alam tersebut.

Secara ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pajak untuk pendapatan daerah, Dinas

Pendapatan Daerah adalah institusi pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan untuk

memungut yak pengambilan bahan galian golongan C sesuai -dengan aturan

perundang-undangan yang berlaku. Pajak yang dipungut tersebut secara normatif dipergunakan untuk

program pembangunan daerah yang pada akhirnya bermanfaat bagi seluruh rakyat.

Dori aspek lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan dampak lingkungan di sekitar

lokasi penambangan galian. C, Dinas lingkungan adalah institusi resmi yang mempunyai kewenangan

untuk memperhatikan dampak-dampak.. - lingkungan yang kemungkinan bisa ditimbulkan dengan adanya

penambangan bahan galian golongan C. Realitas empiris sekarang ini menunjukkan bahwa banyak

perusahaan penambangan yang melakukan penambangan tanpa memperhatikan dampak lingkungan di

sekitar lokasi penambangan. Bahkan, meskipun perusahaan penambangan tersebut tidak memiliki izin

penambangan alias PETI (Penambangan. Unpa Izin), khususnya tidak adanya Surat izin UPL/UKL, pars

pengusaha penambangan nekat melakukan penambangan.

Menurut data dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung, di wilayah Kabupaten

Bandung, terdapat 14 Kecamatan yang terdapat potensi usaha penambangan bahan galian golongan C.

Dwi 14 Kecamatan tersebut, sebagian besar berasal dari wilayah Bandung bagian Barat, seperti

Padalarang, Cipatat, Cikalong Wetan, Rom Jajar dan Cihhn Bahan galian golongan C yang paling banyak

ditambang adalah batu andesit. Sampai saat ini, di wilayahj kabupaten bandung, terdapat 102 perusahaan

penambangan yang melakukan eksploitasi bahan galian golongan C. Tabel 3.2 berikut ini akan

menunjukkan sebaran lokasi penambangan bahan galian golongan C di wilayah Kabupaten Bandung.

Daftar perusahaan penambangan bahan galian golongan., C sebagaimana yang terdapat

dalam tabel 3.2 di atas merupakan perusahaan penambangan galian C yang resmi (memiliki Surat

Izin Penambangan Daerah/SIPD) dan tidak resmi (tidak memiliki SIPD) Masih relatif banyak

Page 28: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

perusahaan penambangan bahan galian golongan C di wilayah Kabupaten Bandung yang belum

memiliki SIPD alias PETI. Beberapa alasan yang menyebabkaamercka belum memiliki SIPD

adalah karena : (1) Lokasi penambangan merupakan daerah terlarang. Artinya, lokasi penambangan

dianggap, tidak layak karena bisa membahayakan warga di sekitar lokasi atau mengganggu

keseimbangan lingkungan; (2) Masih menunggu UPL/UKL yang belum dipresentasikan dan bahkan

ada yang belum disusun; (3) Status Tanah di lokasi penambangan yang masih menjadi sengketa dan

belum ada, kesepakatan penyelesaian; (4) Melanggar Instruksi Bupati No. 545/instr-14-Perek/86

tanggal 15 September 1986 tentang larangan kegiatan pengusaha bahan galian golongan C dalam

radius 5 Km dari Kota Soreang.

Meskipun belum memiliki SIPD dan dilarang untuk melakukan penambangan, namun di lapangan masih

terlihat ada beberapa perusahaan penambangan yang masih aktif melakukan penambangan sehingga harus

memerlukan penanganan yang serius

mengmgat kegiatan tersebut tentunya melanggar ketentuan yang berlaku dalam peraturan

perundang-undangan. Belum lagi, masih terdapatnya penambangan kecil-kecilan dan dilakukan

secara manual oleh beberapa warga di beberapa lokasi penambangan dengan alasan pekerjaan

tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, dari 102 lokasi penambangan sebagaimana dipaparkan di atas,

terdapat 68 lokasi penambangan bahan galian golongan. C yang masih aktif alias beroperasi, baik yang

resmi maupun tidak resmi. Tabel 3.3 berikut ini akan menunjukkan jumlah lokasi penambangan bahan

galian golongan C yang masih aktif beroperasi di wilayah Kabupaten Bandung berdasarkan hasil

observasi tiro peneliti di lapangan sehingga secara otomatis dapat ditetapkan sebagai objek pajak.

Dari 26 Perusahaan penambangan yang belum memiliki SIPD atau tidak resmi, 14 Perusahaan belum

mengajukan permohonan SIPD dan 12 Perusahaan telah mengajukan permohonan SIPD namun belum

keluar alias dalam proses pembuatan SIPD. Daftar Perusahaan Penambangan Galian C yang belum

memiliki SIPD dapat dilihat dalam Lampiran Ill.

Dari tabel 3.3, di atas menunjukkan bahwa jumlah Objek Pajak ftengarnbilan. Bahan Galian

Golongan. C di wilayah Kabupaten Bandung yang paling banyak adalah Kecamatan Cipatat, Batu Jajar

dan Padalarang. Objek Pajak Pengarnbilan. Bahan Galian Golongan C yang berjumlah 68 inilah yang

akan dijadikan sebagai unit analisis penelitian. Selain itu, dapat dikatakan bahwa Perusahaan.

PWambangan yang tidak memiliki SIPD kurang lebih 40,% dari total Perusahaan Penambangan.

Page 29: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

BAB IV

KAJIAN EMPIRIS HASIL PENELITIAN

Dalam Bab IV ini dijelaskan dan dianalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian

lapangan (data primer) membandingkan dengan data sekunder yang diperoleh dari instansi

yang berkaitan dengn pajak pengambilan bahan galian golongan C, sehingga akan tergambar

dengan jelas berapa potensi pajak secara nominal dari kedua jenis pajak yang diteliti tersebut.

Setelah itu, akan dipaparkan secara berurutan peningkatan potensi pajak secara intensif dan

ekstensif, kendala normatif dan kendala prosedural implementasi Perda No. 3 Tahun 1998

tetnang pajak pengambilan bahan galian golongan C, dan dampak lingkungan penambangan

bahan galian golongan C.

A. Potensi Minimal Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

Dalam rangka menghitung potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di

wilayah Kabupaten Bandung, perlu kiranya dianalisis terlebih dahulu data potensi pajak

pengambilan bahan galian golongan C yang diperoleh dari DISPENDA dan Dinas

Lingkungan Hidup seperti yang tergambar dalam Keputusan Bupati Bandung Tahun 2002

tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan Kegiatan dan Proyek Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten Bandung Tahun 2003.

Menurut data dari DISPENDS dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bandung

terdapat 102 buah Perusahaan Penambangan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten

Bandung. Pada perkembangannya, selain banyak lokasi penambangan baru yang muncul dan

beroperasi sehingga dapat masuk dalam kriteria wajib pajak, ada pula beberapa wajib pajak

pengambilan bahan galian golongan C yang tercantum dalam data sekunder tahun 2004 tidak

beroperasi lagi pada tahun 2004 ini.

Dalam rangka pengkajian ulang potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C,

maka dilakukan pengumpulan data terhadap seluruh objek pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang tercantum menurut data dari DISPENDA dan Dinas Lingkungan Hidup

serta ditambah dengan data lapangan lain berhasil dihimpun.

Untuk menghitung berapa potensi pajak pengambilan pengambilan bahan galian

golongan C ini, maka terlebih dahulu harus dikumpulkan data tentang:

1. Nama, alamat & pemilik penambangan

2. Jumlah pegawai

3. Jumlah upah/gaji pegawai

4. Jumlah modal kerja yang dikeluarkan per hari dan bulan

5. Jumlah rata-rata produksi galian C yang dikeluarkan

6. Jumlah obzet rata-rata per hari per bulan

Rumus dalam menghitung besarnya potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C adalah didasarkan pada dasar pengenaan tarif dan tarif pajak sebagaimana

tercantum dalam Perda No. 3 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan

Galian Golongan C sebagai berikut:

1. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual hasil eksploitasi bahan galian golongan C.

2. Nilai jual dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar

atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.

Berdasarkan dasar pengenaan dan tarif pajak tersebut, maka diperoleh hasil

perhitungan potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C dari hasil penelitian sebagai

berikut:

Page 30: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

Tabel 4.1

Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C yang Sudah Memiliki SIPD Setiap Bulan

Berdasarkan hasil Penelitian di Kabupaten Bandung Tahun 2004

No. Kecamatan Jumlah Lokasi Jumlah Pajak (Rp)

1. Padalarang 7 228.558.500,00

2. Cililin 2 153.000.000,00

3. Margaasih 2 252.450.000,00

4. Batujajar 11 851.130.000,00

5. Baleendah 6 443.700.000,00

6. Pameungpeuk 1 91.850.000,00

7. Cicalengka - -

8. Soreang - -

9. Cimenyan 1 16.830.000,00

10. Cipatat 9 433.500.000,00

11. Cikalong Wetan 1 15.000.000,00

12. Cikancung 2 114.750.000,00

Total 42 2.600.768.500,00

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang sudah memiliki SIPD per bulan di Kabupaten Bandung pada tahun 2004

adalah sebagai berikut:

1. Potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Bandung pada tahun

2004 berjumlah Rp 2.600.768.500,00

2. Jika dihitung per tahun (dikalikan 10 bulan) berjumlah sebesar Rp 26.007.685.000,00.

Perkaliannya hanya sepuluh bulan adalah dengan asusumsi bahwa ada perusahaan galian

golongan C menerapkan satu hari libur dalam seminggu.

3. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan target pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang ditetapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk tahun 2004

sebesar Rp 650.000.000,- maka terdapat selisih atau perbedaan yang sangat besar.

Dengan kata lain bahwa berdasarkan hasil penelitian terdapat potensi yang dimiliki

sebesar Rp 25.357.685.000,- Artinya terdapat selisih yang sangat luar biasa, yakni sekitar

3.901%.

Sedangkan jumlah potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C yang belum

memiliki SIPD di Kabupaten Bandung per bulan pada tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2

Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C yang Belum Memiliki SIPD Setiap Bulan

Berdasarkan hasil Penelitian di Kabupaten Bandung Tahun 2004

No. Kecamatan Jumlah Lokasi Jumlah Pajak (Rp)

1. Padalarang 3 117.750.000,00

2. Cililin 3 145.350.000,00

3. Margaasih 1 Baru mulai produksi

4. Batujajar - -

Page 31: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

5. Baleendah 1 Baru mulai produksi

6. Pameungpeuk - -

7. Cicalengka 2 36.126.000,00

8. Soreang 5 84.150.000,00

9. Cimenyan 4 52.020.000,00

10. Cipatat 7 12.250.000,00

11. Cikalong Wetan - -

12. Cikancung - -

Total 26 447.645.000,00

Setelah mengetahui secara terpisah jumlah potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C, baik yang sudah memiliki SIPD maupun yang belum memiliki SIPD, maka di

bawah ini akan ditunjukkan penggabungan jumlah potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C baik yang sudah maupun yang belum memiliki SIPD.

Tabel 4.3

Potensi Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C Setiap Bulan baik yang Memiliki SIPD maupun yang

Belum Memiliki SIPD Berdaarkan hasil Penelitian

Di Kabupaten Bandung tahun 2004

No. Kecamatan Jumlah Lokasi Jumlah Pajak (Rp)

1. Padalarang 10 325.308.500,00

2. Cililin 5 298.350.000,00

3. Margaasih 3 252.450.000,00

4. Batujajar 11 851.130.000,00

5. Baleendah 7 443.700.000,00

6. Pameungpeuk 1 68.850.000,00

7. Cicalengka 2 36.125.000,00

8. Soreang 5 84.150.000,00

9. Cimenyan 5 68.850.000,00

10. Cipatat 16 475.750.000,00

11. Cikalong Wetan 1 15.000.000,00

12. Cikancung 2 77.100.000,00

Total 68 3.048.363.500,00

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan tahun 2004

Asumsi: Eksploitasi per minggu 6 hari

Keterangan: Data secararinci bisa dilihat pada lampiran II.

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa potensi pajak pengambilan bahan galian

golongan C di Kabupaten Bandung pada tahun 2004 adalah sebagai berikuit:

1. Potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Bandung pada tahun

2004 ternyata sangat besat.

2. Terlihat jumlah omzet perbulan seluruh galinan C di Kabupaten Bandung adalah sebesar

Rp 15.241.817.500,-

3. Jika dihitung potensi pajaknya dengan didasarkan kepada peraturan daerah, dengan tarif

pajak yang telah ditetapkan yaitu sebesar 29% (dua puluh persen) dari besarnya omzet,

maka potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Bandung per-

bulan adalah sebesar Rp 3.048.363.500,-

Page 32: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

4. Jika dihitung pertahun (dikalikan 10 bulan) berjumlah sebesar Rp 30.483.635.000,-.

Perkaliannya hanya sepuluh bulan adalah dengan asumsi bahwa ada perusahaan galian

golongan C menerapkan satu hari libur dalam seminggu.

5. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan target pajak pengambilan bahan galian

golongan C yang ditetapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung untuk tahun 2004

sebesar Rp 650.000.000,- terdapat selisih atau perbedaan yang sangat besar. Dengan kata

lain yang dimiliki sebesar Rp 29.833.635,- Artinya terdapat selisih yang sangat luar

buasa, yakni sekitar 4.590%.

Mengapa demikian besar

Menurut informasi dari Dispenda, dasar penentuan besarnya jumlah pajak yang

ditetapkan oleh Dispenda kepada masing-masing objek pajak didasaran pada self assesment

yang dilaporkan oleh wajib pajak kepada Dispenda setiap bulan. Atas dasar self assesment

tersebut, Dispenda mengeluarkan SKPD (Surat keputusan Pajak Daerah). Dari alur yang

demikian, dapat dianalisis bahwa bisa saja selt assesment yang dibuat oleh wajib pajak tidak

sesuai dengan fakta di lapangan. Artinya sangat mungkin terjadi wajib pajak tidak

memberikan informasi yang sebenarnya tentang jumlah omzet dan overhead cost yang

dikeluarkan per hari dan per bulannya. Hal ini mungkin terjadi karena tidak ada mekanisme

cross check dari self assesment terhadap fakta di lapangan, yang bisa saja sebenarnya

dilakukan oleh Dispenda sehingga akan mendapatkan informasi yang benar-benar akurat.

B. Peningkatan Potensi pajak Secara Intensif dan Ekstensif

Dari hasil observasi di lapangan, potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C

di wilayah Kabupaten Bandung sebenarnya masih dapat dikembangkan dan digali lagi, baik

secara intensif maupun secara ekstensif.

1. Secara Intensif

a. Pemungutan pajak bisa dilakukan dengan cara menerapkan penagihan pajak

pengambilan bahan galian golongan C yang lebih ketat dan simultan, yakni

menurunkan petugas langsung ke pihak wajib pajak untuk memungut pajak.

b. Melakukan inspeksi dan wawancara yang bersifat kooperatif terhadap produktivitas

penambangan galian C. Hal ini dilakukan karena selama ini ada kesan bahwa pihak

pengusaha penambangan enggan dan bahkan terkesan menutup-nutupi besaran

produktivitas perusahaan dengan alasan “rahasia perusahaan”.

c. Sosialisasi guna menyadarkan kepada wajib pajak untuk membayar pajak

pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan pendapatan (omzet) yang wajar

dan tepat pada waktunya.

d. Menyusun langkah-langkah perencanaan, memperbaiki sistem administrasi,

melakukan pengawasan dan melakukan pelatihan manajemen pemungutan pajak

secara rutin kepada petugas pajak.

2. Secara Ekstensif

a. Pemungutan pajak bisa dilakukan dengan cara memperluas pendapatan objek pajak

pengambilan bahan galian golongan C yang baru. Hal ini bisa dilakukan dengan cara

koordinasi secara intensif kepada para Camat dan Lura/Kepala Desa yang mengetahui

secara detail wilayah-wilayah yang terdapat aktivitas penambangan galian C namun

belum memiliki izin, sehingga dihimbau untuk mengurus izin penambangan dengan

harapan dapat dipungut pajaknya setiap bulan.

b. Peranan Camat dan Lurah/Kepala Desa sangat penting untuk dilibatkan dalam

ekstentifikasi pemungutan pajak karena kedua pemimpin wilayah ini tahu betul

Page 33: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

kondisi daerah masing-masing sehingga ketika ada aktivitas penambangan baru,

mereka ditugaskan untuk menginfortmasikan ke petugas pemungut pajak.

Langkah-langkah kreatif intensifikasi dan ekstentifikasi pemungutan pajak galian

C sebagaimana diterangkan di atas didasarkan pada kondisi yang sesungguhnya di

lapangan bahwa ternyata ada wajib pajak yang enggan untuk membayar pajak apabila

tidak ada petugas pajak yang datang ke obyek pajak dan banyak wajib pajak baru yang

beru meuncul dan tumbuh, namun belum didata dan didaftar secara resmi oleh Dispenda

dan Dinas Lingkungan Hidup.

C. Dampak Lingkungan Penambangan Bahan Galian Golongan C

Di bawah ini akan diuraikan dampak lingkungan penambangan bahan galian golongan

C yang ada di Kabupaten Bandung. Dampak lingkungan yang dimaksud adalah dampak

positif dan dampak negatif, khususnya yang langsung berkaitan dan dirasakan oleh

masyarakat. Data tentang dampak lingkungan ini diperoleh dari hasil observasi dan

wawancara dengan responden yang dianggap representatif.

Dampak positif dari kegiatan penambangan galian golongan C di wilayah Kabupatea

Bandung adalah;

1. Penyerapan Tenaga Kerja. Masyarakat di sekitar lokasi penambangan merasa bahwa

dengan beroperasinya penambangan galian golongan C dapat menyerap tenaga kerja.

Banyak dari kegiatan penambangan mengangkat karyawan atau pekerja yang berasal dari

warga sekitar, khususnya para pemuda yang sebelumnya menjadi pengganggur alias tidak

memiliki pekerjaan.

2. Kontribusi Pada Kas RT/RW. Seperti diketahui bahwa setiap truk yang keluar dari lokasi

penambangan dengan membawa bahan galian golongan C dipungut biaya retribusi kurang

lebih Rp. 1.000,- per truk. Retribusi ini dimasukkan ke kas RT/RW setempat. Rata-rata

per hari mereka bisa memungut sampai jumlah Rp. 100.000,-

3. Pembangunan Jalan Desa. Para pengusaha atau pemilik penambangan galian golongan C

seringkali melakukan perbaikan terhadap jalan kampung atau jalan desa yang dilalui oleh

truk-truk penambangan. Atau ada juga yang setiap bulan memberikan sumbangan untuk

perbaikan jalan.

4. Sumbangan Kas Desa. Sebagian pemilik penambangan galian golongan C ada yang tiap

bulan atau tiap tahun memberikan setoran sebagai sumbangan ke Kas Desa sebagai wujud

kepedulian mereka terhadap program pemberdayaan masyarakat disekitar lokasi

penambangan.

Sedangkan dampak negatif terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan

penambangan galian golongan C di wilayah Kabupaten Bandung berdasarkan analisis

kualitatif adalah:

1. Debu. Debu yang beterbangan di sekitar lokasi penambangan karena truk-truk yang lalu

lalang mengangkut galian C, terutama jika musim kemarau. Debu yang beterbangan tiap

hari ini meresahkan warga, karena mengganggu kesehatan warga dengan bukti banyak

warga yang batuk-batuk dan terganggu saluran pernapasannya. Hal ini banyak

diungkapkan oleh penduduk yang rumahnya berada di sekitar lokasi penambangan.

2. Jalan Rusak. Kondisi jalan, khususnya jalan desa yang dilalui oleh truk-truk pengangkut

galian C yang lalu lalang alias keluar masuk lokasi penambangan. Padahal sebagian besar

jalan desa tersebut belum beraspal sehingga kalau musim penghujan tiba, jalan desa

tersebut licin karena berlumpur. Kondisi jalan desa yang rusak tersebut tentunya sangat

merugikan warga sekitar.

Page 34: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

3. Tembok Rumah Retak akibat dinamit. Secara umum rumah-rumah penduduk yang

berada. di sekitar lokasi penambangan mengalami retak-retak pada temboknya. Hal ini

disebabkan oleh pihak penambang yang menggunakan alat seperti dinamit dalam

memecahkan batu di lokasi penambangan sehingga getaran keras dari ledakan dinamit

tersebut membuat retak tembok dari rumah-rumah penduduk.

4. Tanah Longsor. Ada sejumlah lokasi penambangan galian golongan C yang rawan

menimbulkan longsor sehingga mengkhawatirkan warga sekitar. Hal ini disebabkan

karena lokasi penambangan yang berada dalam posisi di atas pemukiman penduduk.

Ditambah lagi dengan kondisi tanah yang mudah untuk bergerak ke bawah apabila hujan

deras terjadi.

5. Kekurangan Air. Karen lokasi penambangan galian C yang sebagian besar berada di atas

dan di lereng bukit, maka daya serap air menjadi berkurang sehingga menurut warga

sekitar lokasi penambangan pada musim kemarau sering terjadi kekurangan dan kesulitan

air.

6. Batu Longsor. Ada sejumlah lokasi penambangan yang mengakibatkan karyawannya

meninggal karena tertimbun oleh longsornya, batu-batu pada saat mereka bekerja. Hal ini

terjadi karena pihak penambangan kurang memperhatikan posisi batu yang ditambang.

Kejadian ini berlangsung di lokasi penambangan dan menimpa karyawannya sendiri.

Secara kuantitatif, dampak negatif terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh

kegiatan penambangan galian golongan C di wilayah Kabupaten Bandung ini bisa dilihat

dalam tabel 4.4 berikut ini:

Tabel 4.4

Jumlah Dampak Lingkungan yang Diakibatkan oleh

Penambangan Galian C di Wilayah Kabupaten Bandung

Tahun 2004

No. Jumlah

Penambang

Dampak Lingkungan Jumlah

Dampak

Persenase

Dampak

1. 68 Debu 25 17

2. 68 Jalan Rusak 26 17,68

3. 68 Tembok Rumah Retak 14 9,52

4. 68 Tanah Longsor 5 3,4

5. 68 Kekurangan Air 8 5,44

6. 68 Batu Longsor 6 4,08

Catatan : Messing-messing perusahaan penambangan galian C bisa menimbulkan tidak hanya

satu dampak lingkungan, melainkan bisa lebih dari satu.

Dari tabel 4.4 di atas, dapat disimpulkan bahwa dampak negatif lingkungan yang

paling banyak diakibatkan oleh penambangan galian C adalah masalah debu yang berasal dari

lokasi penambangan sehingga mengganggu kesehatan pernafasan masyarakat di sekitar lokasi

penambangan. Sedangkan dampak negatif lingkungan yang paling sedikit diakibatkan oleh

penambangan galian C adalah adalah tanah Longsor yang sering terjadi di wilayah Cililin.

Sedangkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan yang menonjol sehingga

perlu mendapatkan perhatian khusus dan segera, berkaitan dengan eksistensi penambangan

bahan galian golongan C adalah:

1. Warga RW 03 Kampung Ciampel Desa Laksanamekar Kecamatan Padalarang resah

dengan keberadaan kegiatan penambangan pasir di atas bukit yang lokasinya di tengah-

tengah perkampungan padat penduduk. Masyarakat sekitar sudah mencoba untuk

Page 35: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

menghentikan kegiatan penggalian tersebut dengan meminta aparat pemerintah desa

untuk turun tangan menghentikan dan menutup usaha penggalian pasir liar tersebut.

Namun sampai surat ini dilayangkan tidak ada tanggapan, baik itu dari pihak pemerintah

desa maupun pihak pengusaha galian pasir. Padahal, dampak dari adanya kegiatan

tersebut sudah cukup mengganggu masyarakat antara lain jalan raga menuju Batujajar

berlumpur, banjir Lumpur menimpa rumah penduduk yang ada di bawah lokasi

pengupasan bukit, tembok rumah sekitar lokasi retak/pecah akibat getaran alat berat yang

berlalu lalang, bising oleh suara alat berat yang bekerja tidak kenal waktu, lalu lintas

macet akibat dari truk pasir yag lalu lalang dan parkir seenaknya. Intinya masyarakat

sekitar lokasi penambangan merasa resah melihat dampak kerusakan lingkungan akibat

pengeksploitasian alam secara berlebihan, dan yang lebih penting lagi adalah tidak

adanya legalitas dan perijinan yang dimiliki oleh pengusaha galian pasir tersebut.

2. Reklamasi. Proses reklamasi pasca penambangan galian golongan C di wilayah

Kabupaten Bandung relatif tidak berjalan secara normal. Artinya banyak pengusaha

penambangan yang setelah habis masa kontraknya langsung saja meninggalkan lokasi

penambangan tanpa ada upaya-upaya lebih lanjut dalam memperbaiki ekosistem di

sekitar lokasi penambangan. Padahal, pihak pengusaha penambangan seharusnya

melakukan upaya reklamasi terhadap ekosistem yang ada, sehingga keseimbangan

lingkungan pasca penambangan bisa terjaga secara utuh. Fakta di lapangan menunjukkan

bahwa secara umum mereka tidak menanami pohon-pohon pada lokasi penambangan

sehingga lahan menjadi gundul sehingga sulit meresap air dan sangat rentan terhadap

bahaya longsor, sebagaimana banyak terjadi di Cililin dan Batujajar.

Page 36: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

BAB V

PENUTUP

Dalam bab V ini akan dipaparkan secara singkat berbagai kesimpulan yang telah

dibahas dalam bab IV. Setelah itu, berdasarkan kesimpulan tersebut, akan dirumuskan suatu

rekomendasi yang bersifat aplikabel dan workabel berkaitan dengan pendataan dan

pengakjian potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di wilayah Kabupaten

Bandung.

A. Kesimpulan

1. Besarnya potensi minimal pajak pengambilan bahan galian golongan C di wilayah

Kabupaten Baadung dengan status yang memiliki SIPD adalah Rp. 2.600.768.500,00

per bulan atau Rp. 26.007.685.000,00 per tahun, dan yang belum memiliki SIPD

adalah Rp. 447.645.000 per bulan atau Rp. 4.476.450.000,00 per tahun. Dengan

demikian apabila digabungkan antara penambangan bahan galian golongan C, baik

dengan status memiliki SIPD dan yang belum memiliki SIPD adalah Rp.

3.048.363.500 per bulan atau Rp. 30.483.365.000,00 per tahun.

Perhitungan satu tahun ini hanya dikalikan sepuluh bulan dengan asumsi bahwa

perusahaan penambangan galian golongan C beroperasinya tidak setiap hari

sepanjang tahun, melainkan ada hari-hari tertentu tidak melakukan kegiatan, antara

lain: pada bulan puasa, pada masa-masa lebaran atau hari-hari besar lainnya.

2. Potensi pajak pengambilan bahan galian golongan C di wilayah Kabupaten Bandung

sebenarnya masih dapat dikembangkan dan digali lagi, baik secara intensif dengan

cara melakukan penagihan pajak pengambilan bahan galian golongan C yang lebih

ketat dan simultan maupun secara ekstensif dengan cara memperluas pendataan objek

pajak pengambilan bahan galian golongan C yang baru melibatkan dan berkoordinasi

dengan Camat dan Lurah.

3. Dampak positif terhadap lingkungan dari kegiatan penambangan bahan galian

golongan C adalah penyerapan tenaga kerja, kontribusi pada kas RT/RW,

pembangunan jalan desa, dan sumbangan kas desa. Sedangkan dampak negatif

terhadap lingkungan adalah berkisar masalah-masalah Debu yang keluar dari lokasi

penambangan, kondisi jalan desa rusak akibat dilalui truk-truk penambangan, tembok

rumah retak akibat ledakan dinamit penambangan, dan kemungkinan longsor akibat

aktifitas penambangan yang tidak memperhatikan tekstur tanah.

B. Rekomendasi

1. Melihat data kuantitatif, besarnya potensi minimal pajak pengambilan bahan galian

golongan C, baik yang sudah memiliki SIPD maupun yang belum memiliki SIPD, di

wilayah Kabupaten Bandung, yang berjumlah Rp. 3.048.363.500 per bulan, maka

direkomendasikan kepada Bupati Bandung untuk memerintahkan kepada Kepala

Dinas Pendapatan Daerah untuk menghimpun pajak pengambilan bahan galian

golongan C tahun anggaran 2005 sesuai dengan hasil kalkulasi minimal di atas.

2. Dalam meningkatkan pajak pengambilan bahan galian golongan C baik secara intensif

maupun ekstensif, Dinas Pendapatan daerah disarankan untuk bekerjasama dan

berkoordinasi dengan para Camat dan Lurah / Kepala Desa dan ketua RT/RW untuk

mendapatkan gambaran dan informasi yang akurat dan obyektif berkaitan dengan jika

ada obyek pajak baru di daerahnya masing-masing.

3. Dalam hal dampak lingkungan yang bersifat negatif, Dinas Lingkungan Hidup

disarankan untuk secara rutin melakukan pengecekan dan observasi di lapangan

dengan bekerjasama dengan masyarakat sekitar, khususnya kepada Ketua RT dan RW

Page 37: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

yang mengetahui secara pasti akibat-akibat negatif yang ditimbulkan dengan

keberadaan penambangan galian C. Setelah itu, apabila benar bahwa pihak

penambang melanggar ketentuan lingkungan, maka Dinas Lingkungan Hidup harus

bertindak tegas untuk memperingatkan pihak penambang dan kalau dipandang perlu

mencabut izin penambangannnya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Allen, Jane. 1956. How to Solve Your People Problem. Alih Bahasa, Kibardo 1991. Jakarta:

Binarupa Aksara.

Effendi, Sofyan, dkk. 1993. Membangun Martabat Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Kaho, Yosef R. 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Identifikasi

beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penyelenggaraannya. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Kast, E. Fremont dan James E. Rosenzeweig. 1990. Organisasi dan Manajemen,

Diterjemahkan A. Hasymi Ali, Edisi Keempat. Jakarta: Bumi Aksara.

Nyakman, Marzuki. 1995. Hukum dan Politik Indonesia: Tinjauan Analitis DekritPresiden

dan Otonomi Daerah. Penyunting Martin Hutabarat dkk. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Simon, Herbert A. 1984. Administration Behavior. New York: The Free Press.

Sugiyono, 1993, Metode Penelitian Administrasi, Bandung Alfa Beta.

Supranto,J, 1992, Teknik Sampling, Untuk Survei dan Eksperimen, Jakarta: Rineka Cipta

Surakhmad, Winarno, 1990, Pengantar Penelitian Rmiah Dasar, Metoda, Teknik, Bandung:

Tarsito

Makalah:

Alisjahbana, Armida S., 1999, “Identifikasi Permasalahan Pelaksanaan UU nomor 25 tahun

1999”, Makalah pada Seminar Nasional: “Identifikasi Problematika Pelaksanaan

Undang-undang.

Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undangundang Nomor 25 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Bandung, 8 Agustus

1999.

_________ , 2000, “Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah”,

Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya: “Desentralisasi Fiskal di

Indonesia” yang diselenggarakan di Bandung, 29 Juni - 1 Juli, 2000

Page 38: LAPORAN AKHIR PENGAMBILAN BAHAN GALIAN …pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/7-pendataan.pdf · PENGAMBILAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DI WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ... angin"

Simanjuntak, Robert A., 2001 “Kebijakan Pungutan Daerah di Era Otonomi”, Makalah

dipresentasikan pada Konferensi Mengenai Perdagangan Dalam Negeri,

Desentralisasi dan Globalisasi di Jakarta, Indonesia, pada tangga 13 April, 2001

Dokumen Resmi Pemerintah:

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan

Galian Golongan C.

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

Kabupaten Bandung

Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah Peraturan Pemerintah

Nomor 66 tentang Retribusi Daerah.

Potensi Pajak Daerah Kabupaten Bandung Tahun Anggaran 2002, DIPENDA, Kabupaten

Bandung, 2002

Rencana Keputusan Bupati Bandung Nomor 1 Tahun 2002 Tanggal 2 Januari 2002 Tentang

Penjabaran Anggaran Pendapatan Kegiatan dan Proyek Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah Kabupaten Bandung tahun 2002

Undang-Undang Nomor 22 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18

Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.