LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang...

102
1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN LAHAT Oleh: INDAH MARGARETHY, S.Sos., M.Si APRIOZA YENNI, S.Sos., M.A TRI WURISASTUTI, S.Stat DERIANSYAH PUTRA, SKM LOKA LITBANG P2B2 BATURAJA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2016

Transcript of LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang...

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

1

LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN

MALARIA DI KABUPATEN LAHAT

Oleh:

INDAH MARGARETHY, S.Sos., M.Si

APRIOZA YENNI, S.Sos., M.A

TRI WURISASTUTI, S.Stat

DERIANSYAH PUTRA, SKM

LOKA LITBANG P2B2 BATURAJA

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

2016

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

i

SUSUNAN TIM PENELITI

No. Nama Keahlian/

Kesarjanaan

Kedudukan

Dalam Tim Uraian Tugas

1.

Indah

Margarethy

S2-

Administrasi

Publik

Ketua

Pelaksana

Bertanggung jawab terhadap

seluruh aspek penelitian,

pembuatan proposal dan

pelaporan

2 Aprioza

Yenni

S2-

Antropologi

Peneliti Bertanggung jawab terhadap

kegiatan kuesioner,

wawancara mendalam, entry

data dan analisis data

3 Tri

Wurisastuti S1-Statistik

Peneliti Bertanggung jawab terhadap

kegiatan kuesioner,

wawancara mendalam, entry

data dan analisis data.

4 Deriansyah S1-Kesehatan

Masyarakat

Teknisi Bertanggung jawab terhadap

kegiatan kuesioner,

wawancara mendalam, entry

data

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

ii

SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

iii

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan

Rhido-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian Risbinkes dengan judul

“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanggulangan Malaria Di Kabupaten

Lahat”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat. Manfaat penelitian ini adalah dapat

memberikan informasi yang bermanfaat dan menjadi masukan bagi penentu

kebijakan/stakeholder untuk meningkatkan sarana prasarana pendukung, meningkatkan

kualitas SDM dan menyediakan SDM, meningkatkan kegiatan penanggulangan malaria

secara preventif, promotif, dan kuratif yang akhirnya dapat memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap penurunan kasus malaria di Kabupaten Lahat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian

Kesehatan RI, segenap kepanitian Risbinkes tahun 2016, Kepala Loka Litbang P2B2

Baturaja, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat beserta staf, seluruh Kepala

Puskesmas di Kabupaten Lahat beserta Pengelola Program Malarianya, Prof. Dr. Amrul

Munif, M.Sc, dan Dr. dr. Dwi Susilowati MSc, IBCLC, SpGK selaku pembimbing

penelitian yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini. Tidak lupa juga

penulis ucapkan kepada rekan-rekan anggota tim penelitian yang telah memberikan

bantuan dari awal sampai terselesaikan laporan risbinkes ini.

Baturaja, November 2016

Tim Peneliti

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

v

RINGKASAN EKSEKUTIF

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penanggulangan Malaria

Di Kabupaten Lahat

Indah Margarethy, S.Sos., M.Si

Salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai kasus malaria

tertinggi adalah Kabupaten Lahat, dengan angka Annual Parasite Incidence (API) sebesar

2,94‰ untuk tahun 2014 dan mengalami penurunan pada tahun 2015, yaitu sebesar

2,57‰. Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Lahat menyebabkan perlunya

upaya penanggulangan malaria secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif,

preventif, dan kuratif yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

akibat malaria. Kurangnya kemampuan petugas dalam pengendalian malaria menjadi salah

satu isu strategis keberhasilan program penanggulangan malaria, demikan juga keberadaan

sarana dan prasarana merupakan bagian dalam mendukung keberhasilan program

puskesmas untuk menanggulangi malaria. Maka itu perlunya dilakukan penelitian faktor-

faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-intervensi dengan desain deskritif

analitik menggunakan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian ini adalah seluruh staf

yang berfungsi sebagai petugas yang bertanggung jawab terhadap program malaria di

puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015. Data dikumpulkan dengan cara

wawancara langsung kepada petugas di puskesmas sebanyak 31 orang dengan berpedoman

pada kuesioner. Wawancara mendalam dilakukan dengan 5 orang kepala puskesmas, Kepala

Bidang Pengendalian, Kepala Seksi Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit, Pengelola

Program Malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, dan Penanggung Jawab Promosi

Kesehatan Dinas Kesehatan Lahat menggunakan pedoman wawancara. Analisis data

menggunakan uji regresi logistik untuk data kuantitatif, dan untuk data kualitatif dilakukan

analisis dengan menggunakan model interaktif dari Miles dan Huberman.

Hasil penelitian ini menggambarkan sebagian besar wilayah puskesmas di

Kabupaten Lahat memiliki jumlah kasus malaria klinis/Annual Malaria Incidence (AMI)

yang tinggi (≥ 100/00) sebesar 58,1% dan 41,9% memiliki jumlah kasus malaria klinis yang

rendah (<10/00).

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

vi

Ada hubungan yang bermakna secara statistik pada dimensi kegiatan indoor

residual spray (IRS) dengan jumlah kasus malaria ( p=0,025), untuk kegiatan kuratif ada

hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi pemberian obat ACT dengan jumlah

kasus malaria, dan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaaan sarana

transportasi untuk petugas dengan jumlah kasus malaria (p=0,033)

Puskesmas di kabupaten Lahat dalam mendiagnosis malaria belum seluruhnya

menggunakan mikroskop, pengobatan malaria masih menggunakan klorokuin dan

primaquin karena obat ACT baru diberikan dan di sosialisasikan di puskesmas-puskesmas

akhir tahun 2015, bentuk tatalaksana pemantauan pengobatan hanya menyarankan

penderita kontrol kembali ke puskesmas.

Penyemprotan dinding dalam rumah (IRS) dilakukan dengan menggunakan

insektisida vendona, kegiatan ini hanya difokuskan pada wilayah yang ada kasus positif

malaria, kegiatan larvasiding di Kabupaten Lahat menggunakan insektisida altosit hanya

dilakukan pada sebagian puskesmas. Kegiatan penemuan kasus malaria baru dilakukan

dengan Mass Boold Survey (MBS) di desa-desa endemis, dan skrining ibu hamil, sasaran

pembagian kelambu berinsektisida hanya untuk ibu hamil dan balita, pengelolahan

lingkungan seperti membersihkan parit-parit dan daerah pinggiran sungai yang terintegrasi

dalam kegiataan kerja bakti yang dilakukan oleh pihak kelurahan atau kecamatan, belum

ada kegiatan pembagian ikan pemakan jentik, pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan

namun kualitas laporan masih belum baik karena kurangnya kemampuan petugas. Kegiatan

penyuluhan terintegrasi pada kegiatan posyandu, kemitraan lintas sektor puskesmas baru

dilakukan dengan pihak kecamatan, kelurahan, kelompok PKK dan sekolah-sekolah, dan

belum ada partisipasi petugas puskesmas dalam kegiatan penanggulangan malaria berbasis

masyarakat, karena kegiatan tersebut belum ada diseluruh wilayah puskesmas.

Masih banyak puskesmas yang belum memiliki laboratorium, stok obat ACT di

puskesmas masih diberikan terbatas oleh Dinas Kesehatan, dan fasilitas komputer

pendukung petugas masih minim. Meskipun fasilitas mikroskop dan alat/reagen

laboratorim telah mencukupi/ada namun yang menjadi masalah adalah cara perawatan

fasilitas mikroskop dan alat/reagen. Beban kerja yang berlebihan menjadi masalah dan

kebutuhan tenaga laboratorium/analis masih sangat dibutuhkan oleh puskesmas di

Kabupaten Lahat.

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

vii

ABSTRAK

Kabupaten Lahat memiliki Annual Parasite Incidence (API) tertinggi di propinsi.

Sumatera Selatan, yaitu sebesar 2,94‰ pada tahun 2014 dan pada tahun 2015 sebesar

2,57‰. Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Lahat menyebabkan perlunya

penanggulangan malaria secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif, preventif,

dan kuratif, faktor kualitas dan kelengkapan sumber daya manusia/petugas pemegang

program malaria, serta sarana prasarana pelayanan kesehatan di puskesmas sebagai

pusat pelayanan kesehatan primer sangat penting untuk dilihat sebagai bagian dari

keberhasilan program malaria yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di

Kabupaten Lahat.

Penelitian ini dilakukan di 31 puskemas di Kabupaten Lahat dengan sampel

berjumlah 31 orang pengelola program malaria di puskesmas untuk memperoleh data

kuantitatif dengan menggunakan instrument kuesioner, dan data kualitatif sebagai data

pendukung diperoleh dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara

pada 10 orang informan. Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara

variabel dependen maupun variabel independent menggunakan uji chi-square, data

kualitatif yang didapatkan akan dianalisis dengan reduksi data, penyajian data dan

pengambilan kesimpulan atau verifikasi sesuai kebutuhan penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah puskesmas di

Kabupaten Lahat memiliki jumlah kasus malaria klinis/Annual Malaria Incidence (AMI)

yang tinggi (≥ 10 0/00) sebesar 58,1% dan 41,9% memiliki jumlah kasus malaria klinis

yang rendah (<10 0/00). Faktor-faktor yang berhubungan dengan jumlah kasus malaria di

Kabupaten Lahat adalah kegiatan Indoor Residual Spray ( p=0,025), pemberian obat ACT

(p=0,003), dan keberadaaan sarana transportasi untuk petugas (p=0,033). Belum semua

puskesmas mendiagnosis malaria menggunakan mikroskop, masih menggunakan klorokuin

dan primakuin untuk pengobatan malaria, serta tatalaksana pemantauan pengobatan yang

hanya menyarankan penderita kontrol kembali ke puskesmas. Kegiatan preventif telah

dilakukan untuk menurunkan kasus malaria di Kabupaten Lahat. Masih minimnya upaya

penanggulangan malaria dengan menggalangkan kemitraan/kerjasama lintas sektor dan

belum adanya kegiatan penanggulangan malaria berbasis masyarakat. Masih banyak

puskesmas yang belum memiliki laboratorium, stok obat ACT di puskesmas masih

diberikan terbatas oleh Dinas Kesehatan, dan fasilitas komputer pendukung petugas masih

minim. Beban kerja yang berlebihan menjadi masalah dan kebutuhan tenaga

laboratorium/analis masih sangat dibutuhkan oleh puskesmas di Kabupaten Lahat.

Kuantitas pelatihan-pelatihan untuk petugas juga belum maksimal.

Keyword: Jumlah Kasus, Preventif, Promotif, Kuratif, Sarana prasarana, SDM

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... Error! Bookmark not defined.

SUSUNAN TIM PENELITI ............................................................................................................... i

SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN .............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR....................................................................................................................... iii

RINGKASAN EKSEKUTIF ...............................................................................................................v

ABSTRAK ....................................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah Penelitian ..................................................................................................3

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT ..................................................................................................4

2.1 Tujuan Umum ...........................................................................................................................4

2.2 Tujuan Khusus...........................................................................................................................4

2.3 Manfaat Penelitian ....................................................................................................................4

BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................................................5

3.1 Kerangka Teori ..........................................................................................................................5

3.2 Kerangka Konsep ......................................................................................................................8

3.3 Fokus Penelitian Kualitatif ........................................................................................................9

3.4 Desain dan Jenis Penelitian .......................................................................................................9

3.5 Tempat dan Waktu ....................................................................................................................9

3.6 Populasi, Sampel dan Informan ................................................................................................9

3.7 Besar Sampel, Informan dan Cara Pemilihan/Penarikan Sampel, Informan ...........................10

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................................................................11

3.9 Variabel ...................................................................................................................................11

3.10 Definisi Operasional ..............................................................................................................12

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

ix

3.11 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ................................................................................20

3.12 Bahan dan Prosedur Kerja .....................................................................................................21

3.13 Manajemen dan Analisa Data................................................................................................21

BAB IV HASIL .................................................................................................................................23

4.1 DESKRIPSI WILAYAH .........................................................................................................23

4.2. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI) Tahun 2015 ....................25

4.3 Kegiatan Preventif, Kuratif, dan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria ............................27

4.3.1 Kegiatan Preventif .................................................................................................. 27

4.3.2 Kegiatan Kuratif ..................................................................................................... 31

4.3.3 Kegiatan Promotif .................................................................................................. 33

4.3.4 Sarana dan Prasarana .............................................................................................. 34

4.3.5 Kelengkapan Petugas Pemegang Program Malaria ................................................ 35

4.3.6 Kualitas Penanggungjawab Program Malaria ........................................................ 36

4.4 ANALISIS BIVARIAT ...........................................................................................................36

4.4.1 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Preventif dengan

Jumlah Kasus Malaria ........................................................................................... 36

4.4.2 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Kuratif dengan

Jumlah Kasus Malaria ........................................................................................... 37

4.4.3 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Promotif dengan

Jumlah Kasus Malaria ........................................................................................... 37

4.4.4 Mendapatkan Hubungan Sarana Prasarana dengan Jumlah Kasus Malaria .......... 38

4.4.5 Mendapatkan Hubungan antara Kelengkapan SDM dengan Jumlah Kasus .......... 39

Malaria ............................................................................................................................ 39

4.4.6 Mendapatkan Hubungan antara Kualitas SDM dengan Jumlah Kasus Malaria ..... 39

4.5 Gambaran Kinerja Petugas/Pengelola Program Malaria di Kabupaten Lahat ........................40

4.5.1 Kegiatan Penanggulangan Malaria yang Dilakukan .............................................. 40

4.5.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana ........................................................................ 49

4.5.3 Keberadaan Sumber Daya Manusia (Kualitas SDM dan Kelengkapan SDM) ...... 51

4.5.4 Alokasi/Ketersediaan Anggaran ............................................................................. 53

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

x

BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................................................55

5.1 Penanggulangan Malaria Secara Preventif ..............................................................................55

5.2 Penanggulangan Malaria Secara Kuratif .................................................................................58

5.3 Penanggulangan Malaria Secara Promotif ..............................................................................62

5.4 Sarana Prasarana .....................................................................................................................64

5.5 Kualitas SDM ..........................................................................................................................65

5.6 Keberadaaan SDM ..................................................................................................................67

5.7 Anggaran .................................................................................................................................67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................................................68

6.1 KESIMPULAN .......................................................................................................................68

6.2 SARAN ...................................................................................................................................69

BAB VII UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................71

LAMPIRAN ......................................................................................................................................74

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Responden dan Informan Penelitian ...................................................................................10

Tabel 2. Annual Parasite Incidence Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015 ..................24

Tabel 3. Kegiatan Preventif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten

Lahat Tahun 2014-2015......................................................................................................27

Tabel 4. Kegiatan Kuratif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten

Lahat Tahun 2014-2015......................................................................................................31

Tabel 5. Keberadan Kasus Malaria Positif dengan Pemberian Obat ACT .......................................32

Tabel 6. Jenis Obat Malaria yang Diberikan .....................................................................................32

Tabel 7. Kegiatan Pemantauan Pengobatan Berdasarkan Jenis Obat Yang Diberikan .....................33

Tabel 8. Kegiatan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten

Lahat Tahun 2014-2015......................................................................................................33

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015 ............................34

Tabel 10. Kelengkapan SDM di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015 .............................35

Tabel 11. Kualitas Penanggung Jawab Program Malaria di Puskemas Kabupaten Lahat ................36

Tabel 12. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Preventif dengan Jumlah Kasus Malaria ....36

Tabel 13. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Kuratif dengan Jumlah Kasus Malaria ........37

Tabel 14. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Promotif dengan Jumlah Kasus Malaria .....38

Tabel 15. Hubungan Keberadaan Sarana dan Prasarana di Puskesmas dengan Jumlah Kasus

Malaria ..............................................................................................................................38

Tabel 16. Hubungan Kelengkapan SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria ...................39

Tabel 17. Hubungan Kualitas SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria ..........................39

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Kerja Manajerial Program Pengendalian Malaria .............................................7

Gambar 2. Definisi Konsep .................................................................................................................8

Gambar 3. Peta Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan ...........................................................23

Gambar 4. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI) ..................................26

Gambar 5. Distribusi Jumlah Malaria Klinis Per Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2015 .......26

Gambar 6. Alasan Tidak Melakukan Kegiatan IRS ..........................................................................27

Gambar 7. Alasan Tidak Melakukan Pembagian Kelambu Berinsektisida.......................................28

Gambar 8. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penebaran Ikan Predator Jentik .................................28

Gambar 9. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Larvasiding ...............................................................29

Gambar 10. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan .........................................30

Gambar 11. Bentuk Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru..........................................................30

Gambar 12. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru ...............................30

Gambar 13. Pemeriksaan Malaria Yang Digunakan .........................................................................31

Gambar 14. Kasus Positif Malaria Tahun 2014-2015 .......................................................................32

Gambar 15. Waktu Kegiatan Penyuluhan Malaria ............................................................................33

Gambar 16. Kerjasama Lintas Sektor Pada Puskesmas di Kabupaten Lahat ....................................34

Gambar 17. Penyebab Stok Obat ACT Kurang ................................................................................35

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan nyamuk

anopheles betina. Penyebab penyakit malaria adalah genus plasmodia family plasmodiae,

yang dapat menyerang semua kelompok umur, ras, jenis kelamin, golongan ekonomi.

Malaria adalah salah satu masalah kesehatan di dunia yang dapat menimbulkan kematian,

selain itu penyakit ini bukan hanya permasalahan kesehatan semata, namun telah menjadi

masalah sosial, ekonomi, seperti kerugian ekonomi (economic lost), kemiskinan dan

keterbelakangan1.

Menurut World Malaria Report tahun 2011 menyebutkan bahwa malaria terjadi di

106 negara dan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko tertular malaria

dengan jumlah kasus malaria di dunia sebanyak 216 juta kasus, ini menunjukkan bahwa

penyebaran malaria terjadi di berbagai negara, terutama di kawasan ASEAN dengan

jumlah kasus malaria sebesar 28 juta kasus, dimana setiap tahunnya sebanyak 660 ribu

orang meninggal dunia dengan 80% pada anak balita meninggal akibat malaria. Masalah

kematian akibat malaria juga terjadi di kawasan Asia Tenggara yaitu sebesar 320 ribu

termasuk di kawasan Indonesia2.

Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas pada semua pulau dengan derajat dan

berat infeksi yang bervariasi. Menurut data yang berkembang hampir separuh dari populasi

Indonesia bertempat tinggal di daerah endemik malaria dan diperkirakan ada 30 juta kasus

malaria setiap tahunnya3. Daerah dengan kasus malaria tinggi dilaporkan terbanyak di

kawasan timur Indonesia, dikawasan lainnya angka malaria masih cukup tinggi terjadipada

Propinsi Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Riau4.

Propinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang sedang

berkembang dengan luas wilayah ± 87.017,42 km2 yang terdiri dari daerah pegunungan

dan dataran rendah/rawa-rawa. Secara geografis kondisi wilayah di daerah Sumatera

Selatan yang terdiri dari rawa-rawa, hutan, perkebunan, persawahan merupakan habitat

alami dari vektor nyamuk anopheles, dan pada saat musim tanam/panen penduduk banyak

yang bermukim di lokasi pertanian dan perkebunanan, oleh sebab itu malaria masih

menjadi masalah kesehatan yang utama di Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan

Laporan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2012 ditemukan sebanyak

45.750 kasus malaria klinis tanpa kematian, dan terdapat 4 kabupaten/kota yang endemis

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

2

malaria, yaitu Kabupaten Lahat, Lubuk Linggau, Musi Rawas, dan Muara Enim dari 15

kabupaten/kota yang ada5.

Salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai kasus malaria

tertinggi adalah Kabupaten Lahat6. Pada tahun 2014 dan tahun 2015 Kabupaten Lahat

memiliki angka Annual Parasite Incidence (API) sebesar 2,94‰ untuk tahun 20147 dan

sedikit menurun untuk tahun 2015, yaitu sebesar 2,57‰8. Selain itu banyak permasalahan

yang menyebabkan tingginya angka kejadian malaria, diantaranya: masih ada puskesmas

yang tidak menggunakan diagnosis laboratorium atau menggunakan Rapid Diagnostic Test

(RDT), kualitas pelaporan yang belum baik, masih tingginya error rate (>5%) dalam

pemeriksaan laboratorium, minimnya tenaga analis laboratorium, kasus positip belum di

follow-up, dan koordinasi lintas sektor dan program kurang9.

Tingginya angka kejadian malaria di Kabupaten Lahat menyebabkan perlunya

upaya penanggulangan malaria secara komprehensif, yang meliputi upaya promotif,

preventif, dan kuratif yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

serta mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB), yang kegiatannya meliputi; diagnosis dini,

pengobatan tepat, surveilans dan pengendalian vektor, pemberdayaan masyarakat dan

kemitraan yang ditunjukan untuk memutus mata rantai penularan malaria2. Eliminasi

malaria tidak dapat dilakukan sendiri oleh sektor kesehatan, melainkan harus dilakukan

secara kemitraan bersama semua sektor dan semua potensi masyarakat yang terkait

termasuk kalangan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi

kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi keagamaan, lembaga donor, dan lain-lain.

Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau biasa disebut Puskesmas adalah

fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakaan upaya pelayanan kesehatan

masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama yang dengan

lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya10

. Meskipun kegiatan puskesmas

lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, upaya kuratif juga dilakukan untuk

penyembuhan penyakit, pengurangan penderita akibat penyakit dan memulihkan kesehatan

perseorangan di tingkat pertama. Malaria merupakan penyakit menular dimana kegiatannya

terintegrasi ke dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit di Puskesmas. Hal

ini sejalan dengan kebijakan dan strategi pengendalian malaria di Indonesia bahwa layanan

tata laksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dan

dilakukan secara terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan dasar2. Pada umumnya

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

3

masyarakat perdesaan yang tinggal di daerah endemis malaria lebih sering berobat di

puskesmas jika mengalami gejala malaria11

.

Kurangnya kemampuan petugas dalam pengendalian malaria menjadi salah satu isu

strategis dalam keberhasilan program penanggulangan malaria12

. Keberhasilan dan

keberlangsungan suatu program juga sangat ditentukan oleh kemampuan pelaksananya

atau petugas pengelolah program, maka itu tenaga pelaksana/petugas penanggung jawab

dalam program malaria harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan sikap (kompeten)

yang diperlukan, dengan jumlah yang memadai sehingga mampu menunjang tercapainya

tujuan eliminasi malaria.

Keberadaan sarana dan prasarana merupakan bagian dalam mendukung

keberhasilan program puskesmas dalam menanggulangi malaria, semakin lengkap

ketersediaan sarana dan prasarana maka akan semakin mudah pula puskesmas dalam

menangani kasus malaria, seperti fasilitas laboratorium baik mikroskop, RDT, maupun

bahan/reagen, ketersediaan obat malaria khususnya Artemisinin Based Combination

Therapy (ACT), logistik insektisida maupun kelambu, alat komputer, maupun sarana

transportasi petugas. Berdasarkan fakta di lapangan, meskipun sebuah puskesmas

mempunyai sarana akan tetapi kalau keberadaannya sudah tidak layak pakai maka tidak

bisa menunjang kegiatan, salah satunya mikroskop13

.

Untuk itu perlunya dilakukan penelitian ini untuk melihat faktor-faktor yang

berhubungan dengan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat, sehingga hasil yang

diperoleh nantinya memberikan kontribusi pemikiran untuk menurunkan kasus malaria di

Kabupaten Lahat sebagai kabupaten terendemis malaria di Provinsi Sumatera Selatan.

1.2 Perumusan Masalah Penelitian

Penurunan jumlah kasus malaria di suatu daerah sangat ditentukan oleh kegiatan

penanggulangan malaria secara preventif, promotif, kuratif, kualitas dan kelengkapan

sumber daya manusia/petugas pemegang program malaria, serta sarana prasarana

pelayanan kesehatan di puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan primer yang sangat

penting untuk dilihat sebagai bagian dari keberhasilan program malaria. Kabupaten Lahat

masih menjadi salah satu kabupaten endemis malaria di Propinsi Sumatera Selatan dari

tahun 2014 dan 2015, untuk itu perlu dilakukan penelitian guna mengetahui faktor-faktor apa

saja yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat yang

dilakukan oleh pengelola/pemegang program malaria di jenjang puskesmas.

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

4

BAB II TUJUAN DAN MANFAAT

2.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.

2.2 Tujuan Khusus

1. Mendapatkan hubungan antara penanggulangan malaria secara preventif dengan jumlah

kasus malaria

2. Mendapatkan hubungan antara penanggulangan malaria secara kuratif dengan jumlah

kasus malaria

3. Mendapatkan hubungan antara penanggulangan malaria secara promotif dengan jumlah

kasus malaria

4. Mendapatkan hubungan antara sarana dan prasarana dengan jumlah kasus malaria

5. Mendapatkan hubungan antara kelengkapan sumber daya manusia dengan jumlah

kasus malaria

6. Mendapatkan hubungan antara kualitas sumber daya manusia dengan jumlah kasus

malaria

7. Mendapatkan gambaran kinerja petugas/pengelola program malaria dalam program

penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.

2.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pemegang program

malaria di puskesmas maupun Dinas Kesehatan Lahat, serta ilmu pengetahuan. Kepada

pemegang program malaria, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi penentu

kebijakan/stakeholder untuk meningkatkan sarana prasarana pendukung, meningkatkan

kualitas SDM dan menyediakan SDM yang terlatih, meningkatkan kegiatan

penanggulangan malaria secara preventif, promotif, dan kuratif yang akhirnya dapat

memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penurunan kasus malaria di Kabupaten

Lahat. Terhadap ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat menambah informasi

mengenai kegiatan penanggulangan malaria secara preventif, promotif, dan kuratif di

Kabupaten Lahat.

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

5

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling

berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri, demikan pula

pemecahan masalah kesehatan, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya saja tapi harus

dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah kesehatan tersebut.

Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi kesehatan yaitu perilaku,

lingkungan, keturunan dan pelayanan kesehatan. Keempat faktor tersebut disamping

berpengaruh langsung kepada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lain1.

Faktor pelayanan kesehatan lebih berkaitan dengan kinerja pemerintahan yang ada.

Kesungguhan dan keseriusan pemerintah dalam mengelola pelayanan kesehatan menjadi

penentu suksesnya faktor pelayanan kesehatan. Kader puskesmas, dan posyandu menjadi

ujung tombak dalam peningkatan status kesehatan masyarakat. Dari aspek sarana

kesehatan seperti di puskesmas, pelayanan tenaga medis menentukan faktor keberhasilan

penyembuhan penyakit malaria. Ketersediaan tenaga kesehatan yang berkualitas, memadai

dan merata mutlak diperlukan untuk pelayanan kesehatan terutama dalam menangani

malaria2.

Pelayanan kesehatan masyarakat merupakan sub sistem pelayanan kesehatan yang

tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif (peningkatan

kesehatan) dengan sasaran masyarkat, tanpa mengabaikan pelayanan kuratif (pengobatan)

dan rehabilitatif (pemulihan)2.

Pengendalian malaria di Indonesia merupakan bagian dari program pemberantasan

penyakit tular vektor yang hingga saat ini masih bermasalah karena belum bisa ditangani

dengan tuntas, hal tersebut ditandai masih dijumpainya kejadian malaria di Indonesia.

Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program

pengendalian malaria yang kegiatannya meliputi: diagnosis dini, pengobatan tepat,

surveilans dan pengendalian vektor, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan dengan

berbagai sektor, yang kesemuanya ditunjukkan untuk memutus mata rantai penularan2.

Untuk mengatasi masalah malaria, dalam pertemuan WHA ke-60 tahun 2007 telah

dihasilkan komitmen global tentang eliminasi malaria bagi setiap negara, yang telah

dirumuskan WHO melalui Global Malaria Programme, dengan kebijakannya:

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

6

1. Diagnosis malaria harus dilakukan dengan konfirmasi mikroskop atau tes diagnosi

cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT).

2. Pengobatan menggunakan terapi kombinasi berbasis Artemisin (ACT) sesudah

konfirmasi labortorium.

3. Pencegahan penularan malaria melalui penggunaan kelambu berinsektisida berjangka

panjang (Long Lasting Insecticidal Net’s/LLINs), penyemprotan rumah (IRS/Indoor

Residual Spraying), penggunaan relepen dan upaya yang lain yang terbukti efektif,

efisien, praktis dan aman.

4. Layanan tata laksana kasus malaria dilaksanakan oleh seluruh fasilitas kesehatan dan

dilakukan secara terintegrasi ke dalam sistem layanan kesehatan dasar.

5. Pengendalian malaria dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi, yaitu

kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi; perencanaan,

pelaksanaan, penilaian serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan

prasarana dan biaya operasional.

6. Penguatan kebijakan ditunjukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah pusat dan

daerah dan meningkatkan tata kelola program yang baik serta peningkatan efektifitas,

efisiensi dan mutu program.

7. Penggalangan kerjasama dan kemitraan diantara sektor pemerintah, dunia pendidikan,

organisasi profesi, swasta dan masyarakat dilakukan dengan memanfaatkan Forum

Nasional Gebrak Malaria.

8. Memperkuat inisiatif Upaya Kesehatan Berbassis Masyarakat (mengintegrasi

pembentukan Pos Malaria Desa (Posmaldes) ke dalam Desa Siaga).

9. Memeperhatikan strategi, kebijakan dan komitmen nasional, regional dan

internasional2.

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

7

Gambar 1. Kerangka Kerja Manajerial Program Pengendalian Malaria

Sumber: Kementerian Kesehatan. Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI, 2014.

ELIMINASI

MALARIA

KURATIF PROMOTIF PREVENTIF

UPAYA KOMPREHENSIF

PENGUATAN SISTEM LAYANAN

KESEHATAN

KEMITRAAN GEBRAK MALARIA

PENGGERAKAN MASYARAKAT-

UKBM (POSMALDES)

PEMBERDAYAAN KEMANDIRIAN

KEADILAN

JAMINANMUTU

TATALAKSNA

KASUS

MANAJEMEN FAKTOR

RESIKO DAN

PENGENDALIAN VEKTOR

PENEMUAN

DIAGNOSIS

PENGOBATAN

PROFILLAKSI

PEMANTAUAN

MANAJEMEN

VEKTOR TERPADU

SDM

LOGISTIK

BIAYA

METODOLOGI

INFORMASI

PROMOSI

REGULASISI

PERENCANAAN EVALUASI

PELAKSANAAN

PENGORGANI

SASIAN PEMANTAUAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI

EPIDEMIOLOGI-MALARIOLOGI

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

8

3.2 Kerangka Konsep

Gambar 2. Definisi Konsep

KURATIF

1. Pemeriksaan dengan

Mikroskop/RDT

2. Pemberian Obat ACT

3. Pengawasan Kepatuhan

obat

SDM PEMEGANG

PROGRAM MALARIA

PREVENTIF

1. Kegiatan IRS

2. Pembagian kelambu

berinsektisida

3. Larvasiding

4. Penebaran ikan pemakan

larva

5. Pengelola lingkungan

6. Pencatatan/surveilans

malaria

PROMOTIF

1. Penyuluhan

2. Pembagian leaflet/poster

3. Menggalakkan layanan

malaria berbasis

masyarakat

4. Kerjasama dengan pihak

lain

5.

JUMLAH

KASUS

MALARIA

KLINIS

KEBERADAAN SARANA

DAN PRASARANA

1. Laboratorium

2. Mikroskop

3. Ketersediaan Reagen

4. Ketersediaan obat ACT

5. Ketersediaan alat

komputer

6. Ketersedian sarana

transportasi

Kelengkapan

SDM

Kualitas SDM 1. Pelatihan petugas

P2 malaria

2. Pelatihan petugas

mikroskop

3. Beban kerja

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

9

3.3 Fokus Penelitian Kualitatif

Yang menjadi fokus penelitian kualitatif yaitu :

Kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan oleh petugas/pengelola program

malaria di puskesmas.

Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung program malaria di puskesmas

Keberadaan sumber daya manusia, baik kualitas maupun kelengkapan petugas di

puskesmas.

Alokasi/ketersediaan anggaran untuk kegiatan penanggulangan malaria.

3.4 Desain dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-intervensi, desain penelitian ini

deskritif analitik dengan pendekatan cross sectional.

3.5 Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di seluruh puskesmas (31 puskesmas) di Kabupaten

Lahat. Penelitian akan berlangsung selama delapan bulan (April sampai November 2016).

3.6 Populasi, Sampel dan Informan

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas/pengelola program malaria di

puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014 dan 2015.

Sampel

Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh petugas/pengelola program

malaria yang bertanggung jawab terhadap program malaria di 31 puskesmas Kabupaten

Lahat pada tahun 2014 dan 2015. Metode penarikan sampel dilakukan secara purposive

sampling.

Informan

Guna mendukung data penelitian dilakukan juga wawancara mendalam dengan :

1. Petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, diantaranya Kepala Seksi

Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Kepala Bidang pengendalian, Pengelola

program malaria Dinas Kesehatan Lahat dan Penanggung jawab Promosi Kesehatan

di Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat.

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

10

2. Kepala Puskesmas

Informan kepala puskesmas diambil secara purposive, yaitu dengan mengambil

tipuskesmas) dan informan dari puskesmas yang jumlah kasus malaria klinisnya

menurun (2 puskesmas), agar data yang didapatkan terwakili. Berikut sampel yang

akan dijadikan responden maupun informan dalam penelitian ini:

Tabel 1. Responden dan Informan Penelitian

NO SAMPEL/INFORMAN RESPONDEN/INFORMAN JUMLAH

1 Petugas pengelola

program di Puskesmas

Responden

(Kuesioner)

31 orang

2 Kasi Dinkes Kabupaten

Lahat

Informan

(Wawancara mendalam)

1 orang

3 Kabid Dinkes kabupaten

Lahat

Informan

(Wawancara mendalam)

1 orang

4 Pengelola program

Malaria Dinkes

Kabupaten Lahat

Informan

(Wawancara mendalam)

1 orang

5 Penanggung jawab

Promkes Dinkes

kabupaten Lahat

Informan

(Wawancara mendalam)

2 orang

6 Kepala Puskesmas Informan

(Wawancara mendalam)

5 orang

3.7 Besar Sampel, Informan dan Cara Pemilihan/Penarikan Sampel, Informan

1. Sampel

Karena staf di setiap puskesmas yang berfungsi sebagai petugas/pengelola

program malaria di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat hanya

berkisar minimal 1 orang untuk tiap puskesmas baik pada tahun 2014 dan tahun

2015, maka peneliti memperkirakan jumlah populasi relatif sedikit, untuk itu

sampel penelitian ditentukan dengan metode total sampling, yaitu seluruh

populasi dijadikan sampel14

. Berdasarkan hal ini ditetap sampel penelitian ini

minimal sebanyak 31 orang.

2. Informan

Informan untuk data kualitatif ditentukan berdasarkan kedalaman informasi yang

digali bukan berdasarkan banyaknya jumlah informan. Informan untuk

wawancara mendalam (indepth interview), yaitu:

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

11

1. Kepala Puskesmas sebanyak 5 orang dengan pembagian puskesmas yang

jumlah kasus malaria klinis meningkat dari tahun 2014 ke 2015 sebanyak 3

puskesmas (Saung Naga, Bandar Jaya, dan Selawi) dan puskesmas yang

jumlah kasus malaria klinis menurun dari tahun 2014 dan 2015 sebanyak 2

puskesmas (Pagar Agung dan Usila).

2. Petugas Dinkes Kabupaten Lahat (Kasi, Kabid, Pengelola program malaria,

dan Penanggung jawab promkes) sebanyak 5 orang.

3.8 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

- Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah petugas yang bertanggung jawab

terhadap program malaria di Dinas Kesehatan dan di puskesmas Kabupaten Lahat

pada tahun 2014 dan 2015.

- Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini yaitu petugas yang tidak memegang tanggung jawab

program malaria pada tahun 2014 dan 2015.

3.9 Variabel

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

a. Dependent variabel/variabel terikat adalah jumlah kasus malaria klinis/Annual

Malaria Incidence tahun 2015.

b. Independent variabel/variabel bebas meliputi kegiatan penanggulangan malaria

secara preventif (kegiatan IRS, pembagian kelambu berinsektisida, larvasiding,

penebaran ikan pemakan larva, pengelola lingkungan, pencatatan/surveilans

malaria secara rutin); promotif (penyuluhan, pembagian leaflet, menggalakkan

layanan malaria berbasis masyarakat, kerjasamaa dengan pihak lain); kuratif

(pemeriksaan sedian darah (Mikroskop/RDT), pemberian obat ACT,

pengawasan kepatuhan obat ACT, sarana dan prasarana (kondisi laboratorium,

kondisi mikroskop, ketersediaan reagen, ketersediaan obat ACT, ketersediaan

alat komputer, ketersedian alat transportasi); kondisi Sumber Daya Manusia

petugas (kelengkapan petugas, kualitas petugas (pelatihan, beban kerja)).

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

12

3.10 Definisi Operasional

No. Jenis

variabel

Variabel/Sub

Variabel

Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Dependent

(terikat)

Jumlah Kasus

Malaria Klinis

Total kasus malaria klinis

( Annual Malaria

Incidence) yang dilaporkan

oleh seluruh puskesmas di

Kab. Lahat tahun 2015,

yaitu:

Laporan Tahunan

Penemuan dan

PengobatanMalaria

Kabupaten Lahat

Tahun 2015

Dinkes Lahat

0= Jumlah Kasus

Malaria Klinis Tinggi

jika AMI ≥10 0/00

1= Jumlah Kasus

Malaria Klinis

rendah jika AMI <

10 0/00

Ordinal

2 Independent

(bebas

2.1 Promotif Upaya kegiatan pelayanan

kesehatan yang lebih

mengutamakan kegiatan

yang bersifat promosi

kesehatan pada tahun 2014-

2015.

Kuesioner 0= kurang baik, jika

skor upaya

promotif ˂ 2

1= baik, jika skor

upaya promotif ≥

2

Ordinal

2.1.1Penyuluhan Dilaksanakannya kegiatan

penyebaran informasi oleh

petugas tentang malaria

kepada masyarakat di

wilayah kerjanya selama

tahun 2014 sampai 2015.

Kuesioner 0 = Tidak ada

1 = Ada kegiatan

penyuluhan malaria

Nominal

2.1.2 Penyebaran

media

informasi

Kegiatan membagikan

media informasi kepada

masyarakat seperti leaflet,

poster, dll tentang malaria

selama tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak ada kegiatan

1 = Ada kegiatan

Nominal

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

13

2.1.3 Partisipasi

layanan

malaria

berbasis

masyarakat

Peran serta petugas

puskesmas dalam kegiatan

Pos Malaria Desa, Juru

Malaria Desa, Desa Siaga

yang ada di wilayah

kerjanya pada tahun 2014

sampai 2015.

Kuesioner 0 = Tidak ada

partisipasi

1 = Ikut berpartisipasi

Nominal

2.1.4 Kerjasama/

kemitraan

dengan pihak

lain

Lintas

sektoral/penggalangan

kegiatan dengan pihak lain,

seperti LSM, Dunia Usaha,

lembaga donor, sektor

pemerintah/ diluar

pemerintah selama tahun

2014-2015 di wilayah

kerjanya.

Kuesioner 0 = Tidak

1 = Ada

Nominal

2.2. Preventif kegiatan pencegahan

terhadap suatu masalah

kesehatan/penyakit malaria

selama tahun 2014-2015

Kuesioner 0= kurang baik, jika

skor upaya

preventif ˂ 3

1= baik, jika skor

upaya preventif ≥

3

Ordinal

2.2.1 Kegiatan IRS penyemprotan dinding

dalam rumah penduduk

(IRS) di wilayah kerjanya

selama tahun 2014-2015

Kuesioner 0 = Tidak pernah

dilakukan

1 = Pernah dilakukan

Nominal

2.2.2 Pembagian

kelambu

berinsektisida

Kegiatan pembagian

kelambu berinsektisida di

wilayah kerjanya dengan

sasaran ibu hamil, bayi,

Kuesioner 0 = Tidak pernah

dilakukan

1 = Pernah dibagikan

Nominal

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

14

balita dan penderita positif

malaria selama tahun 2014

sampai 2015

2.2.3 Larvasiding Dilakukan kegiatan

Membunuh jentik baik

secara kimiawi (larvasida )

pada tempat potensial

vektor di wilayah kerjanya

dari tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak dilakukan

1 = Dilakukan larvasida

Nominal

2.2.4 Penebaran

ikan pemakan

larva

Dilakukan penebaran ikan

pemakan jentik nyamuk

anopheles di habitat vektor

malaria yang potensial dan

air permanen (mata air,

anak sungai, rawa-rawa,

empang/kolam, air payau)

di wilayah kerjanya dari

tahun 2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Tidak dilakukan

1 = Dilakukan

penebaran

Nominal

2.2.5 Pengelolaan

Lingkungan

Melakukan perubahan fisik

bersifat permanen terhadap

lahan air dan tanaman yang

bertujuan untuk mencegah,

menghilangkan atau

mengurangi habitat vektor,

seperti menghilangkan

genangan air/penimbunan,

memperbaiki/meningkatkan

fungsi drainase, reboisasi,

membersihkan tanaman air

dan lumut di wilayah

Kuesioner 0 = Tidak dilakukan

1 = Dilakukan

pengelolaan

Nominal

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

15

kerjanya dari tahun 2014

sampai 2015.

2.2.6 Penemuan

kasus malaria

Petugas melakukan

kegiatan rutin maupun

khusus untuk menemukan

kasus malaria dengan

pengambilan sedian darah

dan pemeriksaaan lainnya

untuk menemukan dan

mengobati kasusmalaria

positif baru selama tahun

2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Tidak pernah

1 = Pernah Dilakukan

petugas

Nominal

2.2.7 Pencatatan

malaria

Kegiatan pencatatan,

pengolahan, dan analisis

semua kegiatan

penanggulangan malaria di

wilayah kerjanya pada

tahun 2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Tidak ada

1 = Ada

Nominal

2.3. Kuratif suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan

pengobatan yang

ditujukan untuk

penyembuhan,

pengurangan penderitaan

akibat malaria,

pengendalian penyakit,

atau pengendalian

kecacatan agar kualitas

penderita dapat terjaga

seoptimal mungkin pada

Kuesioner 0= kurang baik, jika

skor upaya kuratif

˂ 2

1= baik, jika skor

upaya kuratif

≥ 2

Ordinal

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

16

tahun 2014-2015. 2.3.1 Pemeriksaan

Mikroskop/RDT

Kegiatan pemeriksaan

sedian darah bagi

masyarakat yang

teridentifikasi malaria

kinis dengan

menggunakan mikroskop

atau RDToleh

petugas/mikroskopis

puskesmas pada tahun

2014 sampai tahun 2015

Kuesioner 0 = tidak dilakukan

pemeriksaan

1 = dilakukan

pemeriksaan dengan

mikroskop/RDT

Nominal

2.3.2 Pemberian obat

ACT

Memberikan obat ACT

kepada masyarakat yang

telah teridentifikasi positif

malaria secara mikroskopis

maupun RDT oleh petugas

puskesmas pada tahun

2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Tidak diberikan

obat ACT

1 = Diberikan obat ACT

Nominal

2.3.3 Pemantauan

Pengobatan

Kegiatan pemantauan

pengobatan oleh petugas

pada tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak dilakukan

pengawasan

1 = Dilakukan

pengawasan

Nominal

3.1 Keberadaan

Sarana dan

Prasarana

Ketersediaan fasilitas

penunjang untuk

mendukung kegiatan

penanggulangan malaria di

Kab lahat pada tahun 2014-

2015

Kuesioner 0= kurang lengkap,

jika skor

keberadaan sarana

dan prasarana ˂ 3

1= lengkap, jika skor

keberadaan sarana

dan prasarana ≥ 3

Ordinal

3.1.1 Keberadaan Ada atau tidaknya Kuesioner 0 = Tidak ada Nominal

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

17

laboratorium laboratorium untuk

mendukung pemeriksaan

malaria pada 2014 sampai

2015

1 = Ada

3.1.2 Keberadaan

Mikroskop

Ada atau tidaknya

mikroskop jenis binokuler

untuk mendukung

pemeriksaan malaria pada

tahun 2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Tidak ada

1 = Ada

Nominal

3.1.3 Ketersediaan

Reagen

Lengkap atau tidaknya

reagen yang digunakan

pada tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak lengkap

1 = Lengkap

Nominal

3.1.4 Ketersediaan

obat ACT

Cukup atau tidaknya stok

obat ACT di puskesmas

pada tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak cukup

1 = Cukup

Nominal

3.1.5 Ketersediaan

alat komputer

Ada atau tidaknya

komputer khusus untuk

mendukung pencatatan dan

pelaporan kegiatan malaria

pada tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak ada

1 = Ada

Nominal

3.1.6 Ketersediaan

sarana

transportasi

Ada atau tidaknya sarana

transportasi roda dua atau

empat yang disediakan

puskesmas untuk

mobilisasi petugas P2

malaria tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak tersedia

1 = Tersedia

Nominal

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

18

4.2.1 Kualitas

petugas/pengelola

program malaria

Kondisi kemampuan

petugas/pengelola program

malaria yang dilihat dari

beban kerja dan ada

tidaknya pelatihan yang

diikuti pada tahun 2014

sampai 2015

Kuesioner 0= kurang baik, jika

skor kualitas

petugas ˂ 3

1= baik, jika skor

kualitas petugas ≥ 3

Nominal

4.2.1.1 Beban kerja

petugas

Pekerjaan selain

penanggungjawab program

malaria yang dibebani

kepada petugas

laboratorium, mikroskopis,

pengelola program pada

tahun 2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Ada beban kerja

rangkap

1 = Tidak ada beban

kerja rangkap

Nominal

4.2.1.2 Pelatihan

petugas P2

malaria/pengelola

program

Ada atau tidaknya

pelatihan-pelatihan untuk

petugas P2/pengelola

program malaria puskesmas

dari tahun 2014 sampai

2015

Kuesioner 0 = Tidak ada

1 = Ada

Nominal

4.2.1.3 Pelatihan

petugas mikroskopis

Ada atau tidaknya

pelatihan-pelatihan untuk

petugas mikroskopis

malaria puskesmas dari

tahun 2014 sampai 2015

Kuesioner 0 = Tidak ada

1 = Ada

Nominal

5.2.2 Kelengkapan

SDM

Kelengkapan petugas

terlatih yang bertanggung

jawab untuk

menyelenggarakan program

malaria di puskesmas pada

tahun 2014 – 2015,

Kuesioner 0 = Kurang lengkap

jika jumlah tidak

memenuhi standar

kebutuhan

1 = Jumlah sudah

memenuhi standar

Nominal

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

19

Dikatakan lengkap apabila

sesuai standar kebutuhan

jika ada dokter, bidan,

perawat, mikroskopis, dan

pengelola program.

Dikatakan kurang lengkap

apabila tidak memenuhi

standar kebutuhan.

kebutuhan/lengkap

3 Gambaran kinerja

Pengelola Program

Malaria

Menggambarkan hasil kerja

(kegiatan yang dilakukan)

pengelola program malaria

di Kab Lahat tahun 2014-

2015, yang menyangkut :

kegiatan penanggulangan

malaria yang dilakukan,

sarana dan prasarana

pendukung, SDM yang ada,

serta alokasi anggaran.

Wawancara

Mendalam

- -

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

20

3.11 Instrumen dan Cara Pengumpulan Data

a. Instrumen

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Kuesioner terstruktur

2. Pedoman wawancara

3. Alat perekam

b. Cara Pengumpulan Data

Data Primer dikumpulkan peneliti melalui:

1. Wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Data ini

merupakan data utama dalam penelitian ini. Data primer yang

dikumpulkan menggunakan kuesioner adalah: kegiatan preventif, kegiatan

promotif, kegiatan kuratif penanggulangan malaria yang dilakukan

puskesmas, sarana dan prasarana yang mendukung program

penanggulangan malaria puskesmas, serta petugas/pengelola program

malaria (SDM).

2. Wawancara mendalam yang dikumpulkan menggunakan pedoman

wawancara untuk mendapatkan data tentang gambaran kinerja dalam hal

ini kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan petugas/pengelola

program malaria di Kabupaten Lahat, dan sebagai data pendukung untuk

keperluan analisis dalam penelitian ini. Data yang dicari dalam

wawancara mendalam ini adalah: kegiatan preventif, promotif, dan kuratif

untuk menanggulangi malaria yang dilakukan di Kabupaten Lahat,

keberadaan sarana dan prasarana yang mendukung program

penanggulangan malaria, petugas/pengelola program malaria (SDM), serta

ketersediaan anggaran untuk program malaria.

Data Sekunder dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang jumlah klinis

malaria pada tahun 2014 dan 2015 dari laporan tahunan penemuan dan

pengobatan malaria Kabupaten Lahat yang diperoleh di Dinas Kesehatan

Kabupaten Lahat.

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

21

3.12 Bahan dan Prosedur Kerja

• Bahan dalam Pengumpulan Data

1. Kuesioner terstruktur

2. Pedoman wawancara

3. Alat Perekam/recorder

• Prosedur Kerja/Langkah-Langkah Penelitian

1. Persiapan penelitian, sebelum dilakukannya penelitian terlebih dahulu

melakukan:

a. Survey Pendahuluan ke lokasi penelitian.

Persiapan yang dilakukan oleh tim peneliti dengan melakukan pertemuan

koordinasi dengan Dinkes Kabupaten setempat. Pertemuan akan membahas

rencana penelitian yang akan dilakukan menyangkut lokasi penelitian,

pengelompokan wilayah puskesmas, jadwal kegiatan dan petugas yang

terlibat dalam penelitian.

b. Pengumpulan Data sekunder

Dilakukan pengumpulan data jumlah kasus malaria klinis tahun 2014 dan

tahun 2015 yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat, yang

dilihat dari Laporan Tahunan Penemuan dan Pengobatan Malaria

Kabupaten Lahat tahun 2014 dan tahun 2015.

2. Pengumpulan data primer

Dilakukan pengumpulan data primer menggunakan kuesioner kepada

petugas/pengelola program P2 malaria puskemas di wilayah kerja Kabupaten

Lahat yang dijadikan sampel. Pengumpulan data primer juga dilakukan di 31

puskesmas yang telah di kelompok-kelompokan berdasarkan kesamaan posisi

wilayah geografis. Wawancara mendalam dengan informan terpilih dilakukan

bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data ini dengan menggunakan pedoman

wawancara. Wawancara direkam dengan alat perekam suara untuk kemudahan

penulisan transkrip.

3.13 Manajemen dan Analisa Data

1. Analisa data dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen

(bebas) dengan variabel dependen (terikat). Data dientry berdasarkan kuesioner

penelitian dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 16 dengan

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

22

menggunakan uji regresi logistik. Dalam penelitian ini dilakukan analisa data

untuk menjawab tujuan penelitian, yaitu:

a. Analisa Univariat

Analisa Univariat dilakukan untuk mendeskripsikan/menggambarkan masing-

masing variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel

independen dari kuesioner.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel dependen

(kategorik) maupun variabel independent (kategorik). Analisis yang digunakan

adalah uji Chi-square, rumus uji chi-square yang digunakan:

Aturan berlaku pada uji chi-square adalah:

1) Bila pada tabel 2x2 di jumpai nilai expected kurang dari 5, maka yang

digunakan adalah fisher exact.

2) Bila pada tabel 2x2 tidak ada nilai expected kurang dari 5 maka uji yang

dipakai adalah continuity correction.

3) Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 maka yang digunakan uji

pearson chi square.

Jika hasil P value ˂ 0,05 maka ada hubungan yang bermakna antara variabel

dependen dan variabel independen.

2. Analisa data dari hasil in depth interview

Data kualitatif yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan model

interaktif dari Miles dan Huberman, dimana aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisa data ini,

meliputi tiga sub proses yang terkait yaitu reduksi data, penyajian data dan

pengambilan kesimpulan atau verifikasi sesuai kebutuhan penelitian14

.

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

23

BAB IV HASIL

4.1 DESKRIPSI WILAYAH

Kabupaten Lahat terletak di propinsi Sumatera Selatan yang secara astronomi

terletak antara 3,250 sampai dengan 4,15

0 Lintang Selatan, 102,37

0 sampai dengan 103,45

0

Bujur Timur. Kabupaten Lahat memiliki luas wilayah 436.183 Ha atau 4.361,83 Km2,

dengan batas wilayah :

- Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Empat Lawang

- Sebelah Selatan berbatas dengan kota Pagar Alam dan Kabupaten Bengkulu Selatan

Propinsi Bengkulu

- Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Muara Enim

- Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Empat Lawang.

Secara administratif Kabupaten Lahat dibagi dalam 22 kecamatan yang mencakup 359

desa dan 17 Kelurahan, berikut gambar peta Kabupaten Lahat propinsi Sumatera Selatan.

Gambar 3. Peta Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan

Kabupaten Lahat merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian wilayah dari atas

permukaan laut yang bervariasi mulai dari 100 meter sampai dengan 1.000 meter, selain di

kelilingi bentangan bukit barisan, Kabupaten Lahat juga merupakan daerah pegunungan.

Kabupaten Lahat mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan sebanyak

267,375 milimeter atau 222.175 milimeter per-bulan. Keadaan suhu udara di Kabupaten

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

24

Lahat bervariasi antara 22,160 Celsius sampai dengan 30,470 Celcius, sedangkan rata-rata

kelembaban udara sebesar 78,50 dengan kecepatan angin 4,66 Km per-jam.

Pada tahun 2014 dan 2015 Kabupaten Lahat memiliki 31 puskesmas, kemudian

pada tahun 2016 puskesmas di Kabupaten Lahat bertambah menjadi 33 puskesmas yang

tersebar di setiap kecamatan. Berdasarkan laporan penemuan dan pengobatan malaria

Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat tahun 2014 dan tahun 2015 terlihat perbedaan yang

cukup jauh, dimana pada tahun 2014 masih banyak puskesmas yang menggunakan Annual

Malaria Incidence (AMI) dibandingkan Annual Parasite Incidence (API) untuk melihat

angka kejadian malaria di wilayah kerjanya, sedangkan pada tahun 2015 terjadi

peningkatan bahwa hanya ada dua puskesmas yang belum menggunakan stratifikasi

endemisitas malaria berdasarkan angka Annual Parasite Incidence (API).

Hal ini menunjukkan pada tahun 2015 diagnosis malaria di puskesmas-puskesmas

Kabupaten Lahat sudah menggunakan RDT maupun pemeriksaan mikroskop. Berikut ini

nama-nama puskesmas di Kabupaten lahat tahun 2014-2015 berserta Annual Parasite

Incidence, seperti pada Tabel 3 di bawah:

Tabel 2. Annual Parasite Incidence Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015

No Nama Puskesmas Annual Parasite incidence (0/00)

2014 2015 1 Muara Lawai - 0,0

2 Merapi I - 0,0

3 Merapi II 1,0 3,3

4 Senabing - 0,0

5 Perumnas 4,6 4.5

6 Bandar Jaya 4,9 1,5

7 Selawi 33,6 11,5

8 Pagar Agung 3,1 1,6

9 Sukarami 0,0 0,1

10 Bunga Mas 1,9 4,5

11 Palembaja 17,4 12,0

12 Bumi Lampung - 0,0

13 Saung Naga 1,3 1,6

14 Pagar Jati 0,0 0,0

15 Tanjung Aur 5,3 0,2

16 Pulau Pinang 0,4 0,1

17 Muara Tiga - 0,1

18 Kota Agung - 0,4

19 Tanjung Tebat - -

20 Jarai 1,2 0,4

21 Pajar Bulan - 0,1

22 Tanjung Sakti - 0,0

23 SP II Pomo - 0,0

24 Pagar Gunung 3,4 5,5

25 Nanjungan - 0,2

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

25

26 Wanaraya 0,2 0,2

27 Pseksu 5,7 4,5

28 Usila 0,4 0,2

29 Tinggi Hari - 1,3

30 Perangai - -

31 Muara Payang - 0,0

Sumber: Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Dinas Kesehatan Kab. Lahat

Berdasarkan Tabel di atas menunjukkan pada tahun 2014 puskesmas yang

menggunakan stratifikasi API sebanyak 17 puskesmas (54,8%) dan yang tidak

menggunakan stratifikasi API sebanyak 14 puskesmas (45,2%). Ada peningkatan

penggunaan stratifikasi API pada tahun 2015, dimana hanya 2 puskesmas yang tidak

menggunakan stratifikasi API (6,5%), artinya penderita malaria klinis di Kabupaten telah

terkonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskop atau RDT.

4.2. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI) Tahun 2015

Masih ada puskesmas di Kabupaten Lahat yang belum menggunakan stratifikasi

Annual Parasite Incidence/API dan penelitian ini harus mengambil satu orang pengelola

program di seluruh puskesmas (31 puskesmas) Kabupaten Lahat, maka stratifikasi Annual

Malaria Incidennce (AMI) dipakai sebagai variabel bebas dalam penelitian ini agar semua

puskesmas (31 puskesmas) di kabupaten Lahat terwakilkan.

Kasus Malaria Klinis atau Annual Malaria Incidence (AMI) adalah angka kesakitan

malaria (malaria berdasarkan gejala klinis) per 1000 penduduk dalam satu tahun dan di

satu lokasi yang sama dalam 0/00 (permil)

15. Kegunaan AMI adalah untuk mengetahui

insiden malaria klinis pada satu daerah tertentu selama satu tahun. Kabupaten Lahat

merupakan daerah endemis malaria paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di

Sumatera Selatan, berdasarkan Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Tahun 2015 di

Kabupaten Lahat, Sebagian besar wilayah puskesmas di Kabupaten Lahat memiliki jumlah

kasus malaria klinis/Annual Malaria Incidence (AMI) yang tinggi (≥ 100/00) yaitu sebesar

58,1% dan sisanya sebesar 41,9% memiliki jumlah kasus malaria klinis yang rendah

(<100/00).

Masih banyaknya puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat yang memiliki jumlah

kasus malaria klinis tinggi membuka peluang timbulnya kasus malaria positif yang dapat

menimbulkan dampak kesakitan maupun kematian, bahkan Kejadian Luar Biasa (KLB)

apabila tidak segera dilakukan intervensi penanggulangan malaria yang tepat. Berikut

gambaran persentase kasus malaria klinis Tahun 2015 di Kabupaten Lahat.

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

26

Gambar 4. Jumlah Kasus Malaria Klinis/Annual Malaria Incidennce (AMI)

di Kabupaten Lahat Tahun 2015.

Angka kasus malaria klinis tahun 2015 per puskesmas di Kabupaten Lahat dapat

dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 5. Distribusi Jumlah Malaria Klinis Per Puskesmas di Kabupaten Lahat Tahun 2015

Ket : : Endemisitas rendah

: Endemisitas tinggi Sumber: Laporan Penemuan dan Pengobatan Malaria Dinas Kesehatan Kab. Lahat Tahun

2015

Kasus malaria klinis (AMI) pada tahun 2015 tertinggi berada di wilayah puskesmas

Selawi dengan AMI sebesar 59,70/00 dan puskesmas Perangai dengan angka AMI 53,77

0/00.

58.1

41.9

Jumlah Kasus Malaria Klinis di

Kabupaten Lahat

Tinggi

Rendah

-5.0

5.0

15.0

25.0

35.0

45.0

55.0

65.0

Mu

ara

Law

ai

Mer

api

I

Mer

api

II

Sen

abin

g

Per

um

nas

Ban

dar

Jay

a

Sel

awi

Pag

ar A

gu

ng

Su

kar

ami

Bun

ga

Mas

Pal

emb

aja

Bum

i L

amp

un

g

Sau

ng N

aga

Pag

ar J

ati

Tan

jun

g A

ur

Pu

lau

Pin

ang

Mu

ara

Tig

a

Ko

ta A

gun

g

Tan

jun

g T

ebat

Jara

i

Paj

ar B

ula

n

Tan

jun

g S

akti

SP

III

Po

mo

Pag

ar G

un

ung

Nan

jung

an

Wan

aray

a

Pse

ksu

Usi

la

Tin

gg

i H

ari

Per

angai

Mu

ara

Pay

ang

4.5 7.4

16.3

28.3

16.3

40.1

59.7

11.7

5.5

19.5

40.8

10.7 9.3

47.8

11.7 12.7

4.7 2.2 0.3

2.0 0.9 1.8 5.3

19.5 15.3

10.3

17.3

3.9

37.0

53.7

1.8

DISTRIBUSI ANNUAL MALARIA INCIDENCE (0/00)

PER PUSKESMAS DI KABUPATEN LAHAT TAHUN 2015

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

27

Puskesmas yang memiliki kasus malaria klinis paling rendah adalah puskesmas Tanjung

Tebat (0,30/00).

4.3 Kegiatan Preventif, Kuratif, dan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria

4.3.1 Kegiatan Preventif

Tabel 3. Kegiatan Preventif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten

Lahat Tahun 2014-2015

Kegiatan Indoor Residual Spray (IRS) adalah pengendalian terhadap nyamuk

dewasa dengan melakukan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida.

Penyemprotan IRS adalah salah satu intervensi yang dilakukan untuk mengantisipasi

terjadinya penularan malaria di wilayah Kabupaten Lahat, khususnya wilayah yang

memiliki kasus positif malaria yang tinggi.

Berdasarkan hasil lapangan hanya sebesar 22,6 % puskesmas di Kabupaten Lahat

yang melakukan kegiatan IRS, dan 77,4% tidak melakukakan kegiatan IRS, dengan alasan

paling banyak bahwa mereka tidak melukan kegiatan IRS karena kegiatan tersebut belum

ada kegiatan IRS dari Dinas Kesehatan (66,7%). Gambaran alasan tidak melakukan IRS

dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 6. Alasan Tidak Melakukan Kegiatan IRS

66.7 16.7

4.2 12.5

Alasan Tidak dilakukan Kegiatan IRS

Belum ada kegiatan

dari Dinas KesehatanSudah dilakukan

fogging DBDTidak ada

fasilitas/insektisidaTidak ada kasus

Variabel Ada Tidak

Frek % Frek %

Penanggulangan Malaria Secara Preventif

- Penyemprotan IRS

- Pembagian kelambu berinsektisida

- Penyebaran ikan pemakan jentik

- Larvasiding

- Pengelolaan Lingkungan

- Survey penemuan kasus baru malaria

- Pencatatan/Surveilans

7

23

1

4

15

17

31

22,6

74,2

3,2

12,9

48,4

54,8

100

24

8

30

27

16

14

0

77,4

25,8

96,8

87,1

51,6

45,2

0

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

28

Sebagian besar puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat, sebesar 74,2% telah

melakukan kegiatan pembagian kelambu berinsektisida sebagai bentuk upaya pencegahan

untuk melindungi dari nyamuk dewasa, pembagian kelambu ini di fokuskan untuk ibu

hamil dan balita, hanya 25,8% yang tidak melakukan pembagian kelambu berinsektisida

pada tahun 2014-2015, dengan alasan yang sama yaitu belum ada jatah atau pembagian

kelambu dari Dinas Kesehatan untuk wilayah mereka.

Gambar 7. Alasan Tidak Melakukan Pembagian Kelambu Berinsektisida

Kegiatan Penebaran ikan pemakan jentik sebagai bentuk pencegahan secara

biologis yang dilakukan dengan menyebarkan ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan

nila,mujair, gambusia atau ikan kepala timah ke tempat-tempat potensial vektor malaria

yang akan mempengaruhi populasi nyamuk. Hasil lapangan menggambarkan mayoritas

puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat tidak melakukan kegiatan menyebarkan ikan

pemakan jentik sebagai bentuk pencegahan malaria, yaitu sebesar 96,8%. Alasan paling

banyak, yaitu 70% karena belum ada sosialisasi mengenai kegiatan penebaran ikan

pemakan jentik dari Dinas Kesehatan. Gambaran alasan tidak dilakukan penebaran ikan

pemakan jentik dapat dilihat di bawah ini

Gambar 8. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penebaran Ikan Predator Jentik

100

Alasan Tidak Melakukan Pembagian Kelambu

Berinsektisida

Belum ada pembagian

dari Dinas Kesehatan

70.0 10.0

13.3 6.7

Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penebaran

Ikan Predator Jentik

Belum ada sosialisasi kegiatan

dari Dinas KesehatanTidak ada anggaran

Lewat penyuluhan

Bukan daerah potensial

malaria

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

29

Larvasiding merupakan bentuk pengendalian vektor, yaitu aplikasi larvasida pada

tempat perindukan potensial vektor guna membunuh/memberantas larva dengan

menggunakan bahan kimia atau agen biologis dan bahan kimia. Di Kabupaten Lahat

puskesmas yang melakukan kegiatan larvasiding (12,9%) menggunakan insektisida Altosit

yang diberikan oleh Dinas Kesehatan. Untuk kegiatan ini, masih cukup banyak puskesmas-

puskesmas di Kabupaten Lahat yang tidak melakukan larvasiding, yaitu sebesar 87,1%.

Dengan alasan seperti seperti pada diagram di bawah:

Gambar 9. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Larvasiding

Pengelolaan lingkungan adalah pengendalian secara fisik dengan mengubah fisik

lingkungan secara permanen (modifikasi) bertujuan mencegah, menghilangkan, atau

mengurangi tempat perindukan nyamuk dengan cara penimbunan, pengeringan, pembuatan

tanggul, dll atau mengubah lingkungan bersifat sementara (manipulasi) sehingga tidak

menguntungkan bagi vektor untuk berkembang biak seperti, pembersihan tanaman air yang

mengapung di lagun, pengubahan kadar garam, pengaturan pengairan sawah secara

berkala, dan lain-lain.

Hasil lapangan menunjukkan sebesar 48,4% puskesmas-puskesmas di kabupaten

Lahat melakukan pengelolaan lingkungan, kegiatan ini biasanya dilakukan dalam bentuk

kerja bakti membersihkan lingkungan, salah satunya saluran atau genangan air. Sedangkan

51,6% tidak melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan dengan alasan cukup dilakukan

melalui kegiatan penyuluhan ke masyarakat (62,5%)

39.3

3.6

53.6

3.6

Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Larvasiding

Belum ada program

dari Dinas KesehatanBukan daerah

potensial malariaMasih fokus untuk

DBD (Abate)Tidak ada kasus

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

30

Gambar 10. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan

Gambar 11. Bentuk Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru

Gambar diatas adalah bentuk kegiatan menemukan dan mengobati kasus malaria

positif baru oleh petugas puskesmas baik kegiatan rutin maupun khusus dengan

pengambilan sedian darah dan pemeriksaaan lainnya untuk menemukan dan mengobati

kasus malaria positif baru selama tahun 2014 sampai 2015, sebagian besar (64,7%)

melakukan skrining untuk ibu hamil.

Berikut gambaran alasan mengapa tidak dilakukan kegiatan penemuan kasus

malaria baru oleh petugas puskesmas di Kabupaten Lahat:

Gambar 12. Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penemuan Kasus Malaria Baru

31.3

62.5

6.3

Alasan tidak dilakukan kegiatan

Pengelolaan Lingkungan

Belum ada program

kegiatannyaHanya lewat

penyuluhanBukan daerah

potensial malaria

64.7 11.8

23.5

Bentuk Kegiatan Penemuan Kasus Malaria

Baru

Skrining untuk ibu

hamilMendatangi rumah-

rumahMBS

92.9

7.1

Alasan Tidak dilakukan Kegiatan Penemuan

Kasus Malaria Baru

Belum ada program

kegiatannya

Berdasarkan

kunjungan ke PKM

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

31

Untuk kegiatan pencatatan atau surveilans, semua puskesmas di Kabupaten Lahat

sudah melakukannya (100%).

4.3.2 Kegiatan Kuratif

Tabel 4. Kegiatan Kuratif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten

Lahat Tahun 2014-2015

Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya, yaitu berdasarkan

anamnesis, pemeriksaaan fisik, dan pemeriksaaan laboratorium. Untuk mendapatkan

kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sedian darah, pemeriksaan

tersebut dilakukan baik dengan pemeriksaan mikroskop maupun RDT. Berdasarkan hasil

lapangan, puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015 sudah

melakukan pemeriksaan malaria dengan mikroskop maupun RDT (100%). Akan tetapi

sebagian besar puskesmas di Kabupaten Lahat menggunakan RDT untuk melakukan

pemeriksaan malaria dibandingkan mikroskop, yaitu sebesar 61,3%, secara jelas gambaran

diagnosis yang digunakan dapat terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 13. Pemeriksaan Malaria Yang Digunakan

Obat ACT diberikan ke pasien yang positif malaria setelah dilakukan pemeriksaan

sedian darah baik secara mikroskop maupun RDT, berdasarkan Laporan Penemuan dan

Pengobatan Malaria Dinas Kesehatan Kab. Lahat Tahun 2014 dan tahun 2015 sebanyak 21

wilayah puskesmas yang memiliki kasus positif malaria 67,7% dan sebanyak 10 puskesmas

6.5

61.3

38.7

Pemeriksaan Malaria

Mikroskop

RDT

Mikroskop

dan RDT

Variabel Ada Tidak

Frek % Frek %

Penanggulangan Malaria Secara Kuratif

- Pemeriksaan dengan mikroskop/RDT

- Pemberian obat ACT untuk positif malaria

- Pengawasan Kepatuhan Minum Obat

31

12

12

100

38,7

38,7

0

19

19

0

61,3

61,3

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

32

yang tidak memiliki kasus positif (32,3%) pada tahun 2014-2015, seperti pada gambar

dibawah.

Gambar 14. Kasus Positif Malaria Tahun 2014-2015

Tabel 5. Keberadan Kasus Malaria Positif dengan Pemberian Obat ACT

di Puskemas-Puskesmas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015

Keberadaaan Kasus

Malaria

Pemberiaan Obat ACT

Diberikan Tidak Diberikan

Frek % Frek %

Ada Kasus Positif 12 57,1 9 42,9

Tidak Ada Kasus Positif 0 0 10 100

Pengobatan malaria yang dianjurkan pemerintah saat ini adalah ACT (Artemisinin

Based Combination Therapy), tabel diatas menjelaskan puskesmas yang ada kasus positif

malaria sebesar 57,1% memberikan obat ACT, namun masih ada pula puskesmas yang

memiliki kasus positif malaria namun belum memberikan ACT (42,9%), mereka masih

banyak memberikan obat Klorokuin (23,8%) atau Primaquin (19,0%).

Tabel 6. Jenis Obat Malaria yang Diberikan

Jenis Obat

Malaria

Frekuensi %

ACT 12 57,1

Klorokuin 5 23,8

Primaquin 4 19,0

Total 21 100

Puskesmas yang memberikan obat ACT dilakukan pemantauan pengobatan oleh

petugas sebesar 66,7%, sedangkan puskesmas yang memberikan obat non ACT

(Klorokuin/Primaquin) paling banyak tidak dilakukan pengawasan kepatuhan minum obat

(55,6%).

67.7

32.3

Kasus Positif Malaria Tahun 2014-2015

Ada Kasus Positif

Tidak ada kasus

positif

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

33

Tabel 7. Kegiatan Pemantauan Pengobatan Berdasarkan Jenis Obat Yang Diberikan

Jenis Obat Yang

Diberikan

Pemantauan Pengobatan

Ada Tidak Ada

Frek % Frek %

ACT 8 66,7 4 33,3

Non ACT 4 44,4 5 55,6

Tidak Ada Kasus Positif 0 0 10 100

4.3.3 Kegiatan Promotif

Tabel 8. Kegiatan Promotif Untuk Menanggulangi Malaria di Puskemas-Puskesmas Kabupaten

Lahat Tahun 2014-2015

Intervensi penanggulangan malaria secara promotif yang paling banyak dilakukan

oleh puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat adalah memberikan penyuluhan tentang

malaria (93,5%) dan penyebaran media informasi tentang malaria di masyarakat wilayah

puskesmas, seperti laflet, poster, spanduk, yaitu sebesar 90,3%.

Mayoritas kegiatan penyuluhan tersebut dilakukan bersamaan dengan kegiatan

posyandu (72,4%), Gambaran waktu penyampaian penyuluhan terlihat seperti pada gambar

berikut:

Gambar 15. Waktu Kegiatan Penyuluhan Malaria

72.4 3.4 3.4

10.3

10.3

Waktu Kegiatan Penyuluhan Malaria

Bersamaan dengan kegiatan

posyandu

Bersamaan dengan kegiatan

posyandu dan pertemuan di

kecamatanBersamaan dengan kegiatan

posyandu dan PKK

Penyuluhun dengan puskesmas

keliling

Bersamaan dengan kegiatan

posyandu dan kegiatan di

puskesmas

Variabel Ada Tidak

Frek % Frek %

Penanggulangan Malaria Secara Promotif

- Penyuluhan Malaria

- Penyebaran Media Informasi

- Partisipasi Petugas Kegiatan Berbasis

Masyarakat

- Kemitraaan dengan Pihak Lain

29

28

0

8

93,5

90,3

0

25,8

2

3

31

23

6,5

9,7

100

74,2

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

34

Tidak ada sama sekali petugas puskesmas di Kabupaten Lahat yang berperan aktif

dalam kegiatan layanan malaria yang ada di masyarakat seperti Pos Malaria Desa, Juru

Malaria Desa, Desa Siaga, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena di Kabupaten Lahat

belum menggalakan kegiatan malaria berbasis masyarakat.

Sedangkan untuk kerjasama dengan lintas sektor yang dilakukan pihak puskesmas

masih sangat minim, yaitu 74,2%, hanya 25,8% yang menggalangkan kerjasama untuk

kegiatan malaria, pada umumnya kerjasama kegiatan malaria masih dilakukan dengan

sektor pemerintah kecamatan (33,3%), kepala desa (33,3%), sekolah-sekolah yang ada di

wilayah kerja puskesmas (16,7%), kecamatan dan sekolah (16,7%).

Gambar 16. Kerjasama Lintas Sektor Pada Puskesmas di Kabupaten Lahat

4.3.4 Sarana dan Prasarana

Tabel 9 di bawah menunjukkan ketersediaan sarana dan prasarana di puskesmas-

puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015:

Tabel 9. Sarana dan Prasarana di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015

Variabel Ada Tidak

Frek % Frek %

Sarana dan Prasarana

- Laboratorium

- Mikroskop Binokuler

- Alat/Reagen Pemeriksaan Darah

- Stok Obat ACT

- Komputer

- Sarana Transportasi untuk petugas

17

25

21

8

1

17

54,8

80,6

67,7

25,8

3,2

54,8

14

6

10

23

30

14

45,2

19,4

32,3

74,2

96,8

45,2

Untuk ketersediaan laboratorium sebagian besar puskesmas sudah memiliki

laboratorium (54,8%) meskipun demikian kondisi ini berbanding tipis dengan yang tidak

memiliki fasilitas laboratorium (45,2%), hal ini sama dengan ketersediaan sarana

33.3

33.3

16.7

16.7

Kerjasama Lintas Sektor Pada Puskesmas di Kabupaten

Lahat Kecamatan

Kepala Desa

Dinas

Pendidikan/Sekolah

Kecamatan dan

Sekolah

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

35

transportasi untuk petugas. Untuk fasilitas mikroskop binokuler sebesar 80,6% puskesmas

di Kabupaten Lahat sudah memilikinya, alat/reagen untuk pemeriksaan darah sebesar

67,7% ada.

Permasalahan ketersediaan sarana dan prasarana di puskesmas-puskesmas

Kabupaten Lahat adalah minimnya fasilitas komputer untuk pengelola program malaria

(96,8%) dan tidak adanya stok obat ACT di puskesmas (74,2%), hal ini disebabkan

sebagian besar puskesmas belum pernah mendapat jatah ACT dari Dinas Kesehatan

(73,9%), seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 17. Penyebab Stok Obat ACT Kurang

4.3.5 Kelengkapan Petugas Pemegang Program Malaria

Untuk kelengkapan sumber daya manusia yang bertanggung jawab pada program

malaria, sebagian besar puskemas di Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015 belum

memiliki tenaga mikroskopis (74,2%) dan semua puskesmas memiliki pengelola program

malaria (100%)

Tabel 10. Kelengkapan SDM di Puskemas Kabupaten Lahat Tahun 2014-2015

Variabel Ada Tidak

Frek % Frek %

Kelengkapan Petugas Pemegang

Program Malaria

- Dokter

- Bidan

- Perawat

- Mikroskopis

- Pengelola Program Malaria

25

22

25

8

31

80,6

71

80,6

25,8

100

6

8

6

23

0

19,4

25,8

19,4

74,2

0

21.7

4.3

73.9

Penyebab Stok Obat ACT Tidak Mencukupi

Stok ACT dari Dinas

Kesehatan terbatas

Kasus positif malaria

cukup banyak

Belum pernah dapat

jatah ACT dari Dinas

Kesehatan

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

36

4.3.6 Kualitas Penanggungjawab Program Malaria

Masalah yang berhubungan dengan kualitas Sumber Daya Manusia penanggung

jawab program malaria di Kabupaten Lahat adalah adanya beban kerja, dimana petugas

yang bertanggung jawab memegang program malaria memiliki tanggung jawab rangkap

pada program atau kegiatan lain (100%). Sebagian besar petugas telah mengikuti pelatihan

yang dapat menambah kemampuan/pengetahuan mereka sehubung dengan tanggung

jawabnya, yaitu pelatihan mikroskop (74,2%) dan pelatihan untuk pengelola program

(96,8%) .

Tabel 11. Kualitas Penanggung Jawab Program Malaria di Puskemas Kabupaten Lahat

Tahun 2014-2015

Variabel Ada Tidak

Frek % Frek %

Kualitas SDM

- Beban Kerja

- Pelatihan pengelola program

- Pelatihan Mikroskopis

31

30

23

100

96,8

74,2

0

1

8

0

3,2

25,8

4.4 ANALISIS BIVARIAT

4.4.1 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Preventif

dengan Jumlah Kasus Malaria

Tabel 12 di bawah memperlihatkan hubungan penanggulangan malaria secara

preventif dengan dengan jumlah kasus malaria.

Tabel 12. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Preventif dengan Jumlah Kasus Malaria

Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P

Tinggi

N (%)

Rendah

N (%)

1. Penyemprotan IRS Tidak 11 (45,8) 13 (54,2) 0,025

Ada 7 (100) 0 (0)

2. Pembagian Kelambu

Berinsektisida

Tidak 3 (37,5) 5 (62,5) 0,228

Ada 15 (65,2) 8 (34,8)

3. Kegiatan Larvasiding Tidak 14 (51,9) 13 (48,1) 0,120

Ada 4 (100) 0 (0)

4. Penebaran Ikan

Pemakan Jentik

Tidak 17 (56,7) 13 (43,3) 1,000

Ada 1 (100) 0 (0)

5. Pengelolaan

Lingkungan

Tidak 8 (50,0) 8 (50,0) 0,473

Ada 10 (66,7) 5 (33,3)

6. Penemuan Kasus

Malaria Baru

Tidak 6 (42,9) 8 (57,1) 0,157

Ada 12 (70,6) 5 (29,4)

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

37

7. Surveilans Tidak 0 (0) 0 (0) konstan

Ada 18 (58,1) 13 (41,9)

Secara statistik kegiatan preventif dimensi kegiatan penyemprotan Indoor Residual

Spray (IRS) ada hubungan yang bermakna secara statistik dengan jumlah kasus malaria

(p=0,025), sedangkan dimensi kegiatan pembagian kelambu berinsektisida, larvasiding,

penebaran ikan pemakan jentik, pengelolaan lingkungan, dan penemuan kasus malaria baru

tidak memiliki hubungan. Dimensi kegiatan surveilans tidak dapat diuji karena data

konstan.

4.4.2 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Kuratif

dengan Jumlah Kasus Malaria

Tabel 13 di bawah memperlihatkan hubungan penanggulangan malaria secara

kuratif dengan dengan jumlah kasus malaria.

Tabel 13. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Kuratif dengan Jumlah Kasus Malaria

Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P

Tinggi

N (%)

Rendah

N (%)

1. Pemeriksaan dengan

mikroskop/RDT

Tidak 0 (0) 0 (0) Konstan

Ya 18 (58,1) 13 (41,9)

2. Pemberian Obat ACT Tidak 7 (36,8) 12 (63,2) 0,003

Ya 11 (91,7) 1 (8,3)

3. Pemantauan

Pengobatan

Tidak 9 (47,4) 10 (52,6) 0,158

Ada 9 (75,0) 3 (25,0)

Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa penanggulangan malaria secara kuratif ada

hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi pemberian obat ACT dengan jumlah

kasus malaria. Sedangkan dimensi pemantauan pengobatan tidak ada hubungan secara

statistik, dan pemeriksaan dengan mikroskop/RDT tidak dapat dilihat hubungannya secara

statistik karena konstan.

4.4.3 Mendapatkan Hubungan antara Penanggulangan Malaria Secara Promotif

dengan Jumlah Kasus Malaria

Tabel 14 di bawah menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik untuk kegiatan penyuluhan malaria, penyebaran media informasi ke masyarakat,

kerjasama/kemitraan dengan pihak lain, dan partisipasi petugas dalam layanan berbasis

masyarakat tidak dapat di uji hubungan karena konstan.

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

38

Tabel 14. Hubungan Penanggulangan Malaria Secara Promotif dengan Jumlah Kasus Malaria

Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P

Tinggi

N (%)

Rendah

N (%)

1. Penyuluhan Malaria Tidak 0 (0) 2 (100) 0,168

Ada 18 (62,1) 11 (37,9)

2. Penyebaran Media Informasi

ke Masyarakat

Tidak 1 (33,3) 2 (66,7) 0,558

Ada 17 (60,7) 11 (39,3)

3. Kerjasama/kemitraan dengan

pihak lain

Tidak 13 (56,5) 10 (43,5) 1,000

Ada 5 (62,5) 3 (37,5)

4. Partisipasi petugas dalam

layanan berbasis masyarakat

Tidak 18 (58,1) 13 (41,9) konstan

Ada 0 (0) 0 (0)

4.4.4 Mendapatkan Hubungan Sarana Prasarana dengan Jumlah Kasus Malaria

Hasil secara statistik keberadaan sarana dan prasarana di puskesmas dengan jumlah

kasus malaria di lihat pada tabel 15 di bawah:

Tabel 15. Hubungan Keberadaan Sarana dan Prasarana di Puskesmas dengan Jumlah Kasus

Malaria

Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P

Tinggi

N (%)

Rendah

N (%)

1. Laboratorium

Pemeriksaan Darah

Tidak 6 (42,9) 8 (57,1) 0,157

Ada 12 (70,6) 5 (29,4)

2. Mikroskop Tidak 2 (33,3) 4 (66,7) 0,208

Ada 16 (64,0) 9 (36,0)

3. Alat/reagen

Pemeriksaan Darah

Tidak 6 (60,0) 4 (40,0) 1,000

Ada 12 (57,1) 9 (42,9)

4. Stok Obat ACT Tidak 12 (52,2) 11 (47,8) 0,412

Ya 6 (75,0) 2 (25,0)

5. Fasilitas Komputer Tidak 17 (56,7) 13 (43,3) 1,000

Ada 1 (100) 0 (0)

6. Transportasi untuk

Petugas

Tidak 5 (35,7) 9 (64,3) 0,033

Ada 13 (76,5) 4 (23,5)

Ada hubungan yang bermakna secara statistik sarana transportasi untuk petugas

dengan jumlah kasus malaria (p=0,033), sedangkan keberadaan laboratorium pemeriksaan

darah, mikroskop, alat/reagen pemeriksaan darah, stok obat ACT, dan fasilitas komputer

secara statistik tidak memiliki hubungan.

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

39

4.4.5 Mendapatkan Hubungan antara Kelengkapan SDM dengan Jumlah Kasus

Malaria

Tabel 16 di bawah menggambarkan bahwa semua dimensi dari kelengkapan SDM

di puskesmas tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan jumlah

kasus malaria, sedangkan dimensi keberadaan pengelola program malaria tidak dapat di

lihat hubungannya karena konstan.

Tabel 16. Hubungan Kelengkapan SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria

Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P

Tinggi

N (%)

Rendah

N (%)

1. Memiliki Dokter Tidak 2 (11,1) 4 (66,7) 0,208

Ada 16 (64) 9 (36)

2. Memiliki Bidan Tidak 4 (50) 4 (50) 0,689

Ada 14 (60,9) 9 (39,1)

3. Memiliki Perawat Tidak 4 (66,7) 2 (33,3) 1,000

Ada 14 (56) 11 (44)

4. Memiliki Mikroskopis Tidak 11 (47,8) 12 (52,2) 0,095

Ya 7 (87,5) 1 (12,5)

5. Memiliki Penanggung

Jawab Program Malaria

Tidak 0 (0) 0 (0) konstan

Ada 18 (58,1) 13 (41,9)

4.4.6 Mendapatkan Hubungan antara Kualitas SDM dengan Jumlah Kasus Malaria

Tabel 17. Hubungan Kualitas SDM di Puskesmas dengan Jumlah Kasus Malaria

Variabel Jumlah Kasus Malaria Nilai P

Tinggi

N (%)

Rendah

N (%)

1. Beban Kerja Tidak 0 (0) 0 (0) konstan

Ada 18 (58,1) 13 (41,9)

2. Pelatihan Pengelola

Program

Tidak (0) 1 (100) 0,419

Ada 18 (60,0) 12 (40,0)

3. Pelatihan Mikroskopis Tidak 3 (37,5) 5 (62,5) 0,228

Ada 15 (65,2) 8 (34,8)

Tabel 17 di atas menggambarkan bahwa semua dimensi dari kualitas SDM tidak

memiliki hubungan yang bermakna secara statistik dengan jumlah kasus malaria,

sedangkan dimensi beban kerja tidak dapat di lihat hubungannya karena konstan.

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

40

4.5 Gambaran Kinerja Petugas/Pengelola Program Malaria di Kabupaten Lahat

Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran kegiatan yang dilakukan pengelola

program malaria di puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015, yang

menyangkut: kegiatan penanggulangan malaria yang dilakukan, sarana dan prasarana

pendukung, sumber daya manusia yang dimiliki, serta alokasi anggaran.

4.5.1 Kegiatan Penanggulangan Malaria yang Dilakukan

Menggambarkan kegiatan penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat pada tahun

2014-2015.

1. Penanggulangan Malaria Secara Preventif

Penanggulangan malaria secara preventif adalah kegiatan-kegiatan yang

menekankan pada aspek pencegahan atau upaya-upaya sebelum terjadi penyakit malaria.

Pada umumnya kegiatan preventif penanggulangan malaria ini puskesmas-pusksmas di

Kabupaten Lahat mengandalkan kegiatan/program dari Dinas Kesehatan, karena biaya

untuk kegiatan preventif ini tidak sedikit, sedangkan anggaran yang dimiliki puskesmas

tidak ada.

Pada tahun 2014-2015 kegiatan penanggulangan malaria secara preventif di

Kabupaten lahat diantaranya adalah melakukan pemberantasan nyamuk vektor penularan

malaria dengan melakukan penyemprotan, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Seksi

Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, yaitu :

“…kalau masalah malaria ini untuk penanggulangan malaria tahun 2014-2015 ini

secara preventifnya kita sudah melakukan ke puskesmas-puskesmas sebagai ujung

tombak daripada program di seluruh dinas kesehatan, jadi preventif secara bentuk

nyatanya itu di program malaria adalah penyemprotan vektor-vektor nyamuk

penular malaria, sehingga dilakukan penyemprotan”.

Kegiatan penyemprotan yang dilakukan untuk memberantas vektor malaria di

Kabupaten Lahat yaitu dengan menyemprotkan residu insektisida ke permukaaan dinding

dalam rumah menggunakan insektisida vendona untuk membunuh vektor malaria atau

yang disebut indoor residual spray (IRS), khususnya di rumah penduduk yang positif

malaria. Seperti penjelasan dari Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit

Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:

“Ada kegiatan IRS menggunakan vendona tapi tidak semua PKM yang dapat

karena keterbatasan anggaran, IRS telah dilakukan pada rumah-rumah penderita

malaria, kegiatan ini juga akan direncanakan tahun 2016 tapi tidak jadi karena

keburu dipangkas anggarannya”.

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

41

Tidak semua puskesmas di Kabupaten Lahat yang mendapat kegiatan IRS dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat hal ini disebabkan karena keterbatasan anggaran,

anggaran kegiatan IRS di kabupaten Lahat berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja

Daerah (APBD).

Kegiatan pembagian kelambu berinsektisida (Long Lasting Insecticidal

Net’s/LLINs) juga merupakan upaya pencegahan malaria di Kabupaten Lahat, pembagian

kelambu berinsektisida ini sudah dilakukan oleh semua puskemas di Kabupaten Lahat pada

tahun 2014-2015, namun pembagian kelambu ini masih terbatas. Kelambu berinsektisida

ini hanya diberikan kepada ibu-ibu hamil, atau keluarga yang mempunyai anak balita,

seperti yang diungkapkan oleh kepala PKM Saung Naga : “…Sasarannya ibu hamil sama

bayi balita kemaren”.

Kelambu berinsektisa ini juga tidak diberikan berdasarkan jumlah ibu hamil atau

balita yang diajukan oleh puskesmas ke Dinas Kesehatan, tetapi didasarkan pada jumlah

kasus malaria yang ada di masing puskesmas. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Kepala

Puskesmas Pagar Agung saat beliau menanyakan kenapa wilayah puskesmasnya tidak

mendapatkan kelambu berinsektisida ke Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:

“Pak, kelambu tidak dapat lagi ? kata kami, kalau puskesmas kamu kunjungan

malarianya sudah sedikit jangan berharap dapat kelambu lagi. Jadi kunjungan

puskesmas mana yang banyak itu dapat paling banyak, kemaren yang paling

banyak dapat 25. jadi kalau puskesmas yang lainya itu kalau tidak di kasih jangan

marah di bilangnya”.

Pernyataan dari Kepala Puskesmas Agung di atas selaras dengan yang diungkapkan

oleh Kepala Puskesmas Saung Naga :

“Jujur kalau pembagian kelambu ini, kalau tahun-tahun kemarin belum, mungkin

puskesmas lain yang dapat, karena melihat dari laporan kasus malarianya tinggi”.

Hasil Crosschek dengan Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten

Lahat menyatakan hal yang sama, bahwa pembagian kelambu pada tahun 2014-2015

sasarannya ibu hamil, dan yang memiliki balita, seperti yang diungkapkan beliau:

“Kalau untuk 2015 itu hanya untuk yang screaning ibu-ibu hamil, kalau yang 2014

itu hanya untuk ibu-ibu hamil, dan mungkin yang punya bayi, tidak semua

penduduk, tahun 2016 baru kita kelambu massal ini. Jadi tidak semua puskesmas

mendapat kelambu, tetapi kalau untuk ibu hamil sesuai dengan berapa jumlah ibu

hamil yang positif, yang hasil screaming kita kasihkan”.

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

42

Baru pada tahun 2016 dilaksanakan pembagian kelambu massal pada program

pekan kelambu massal dengan melakukan pembagian 25 ribu kelambu kepada masyarakat

di kabupaten Lahat. Pembagian 25 ribu ini diperkirakan akan melindungi 43.438 penduduk

yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Lahat yang paling tinggi tingkat penderita

malarianya. Seperti yang dinyatakan oleh Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan

Lahat : “Tahun ini baru melakukan kelambu massal hanya untuk daerah merah…”.

Hasil temuan lapangan menunjukkan bahwa semua informan menyatakan kegiatan

larvasiding untuk membasmi nyamuk malaria menyebarkan abate ke masyarakat, seperti

yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Usila: “Ada, itu biasanya menggunakan abate”.

Ada kebingungan dari informan bahwa abate yang digunakan apakah untuk membunuh

nyamuk malaria atau demam berdarah, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas

Selawi: “Ada pembagian abate, tidak tau termasuk malaria atau DBD”.

Menurut Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan

Lahat, larvasiding untuk membunuh nyamuk malaria di Kabupaten Lahat menggunakan

insektisida altosit, yang diletakan pada tempat-tempat potensial perkembangan nyamuk

malaria, namun kegiatan larvasiding menggunakan altosit ini tidak semua wilayah di

puskesmas Kabupaten Lahat mendapatkannya, seperti pernyataannya, bahwa : “larvasida

menggunakan altosit ada programnya dari Dinkes tapi memang tidak semua PKM

diberikan, ada yang dapat ada yang tidak”.

Kegiatan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh puskesmas-puskesmas di

Kabupaten Lahat pada umumnya adalah kegiatan manipulasi lingkungan, yaitu mengubah

lingkungan bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan vektor untuk berkembang

biak. Kegiatan tersebut adalah gotong royong membersihkan lingkungan, khususnya untuk

daerah pinggiran sungai memfokuskan membersihkan sampah-sampah di sekitar aliran

sungai, seperti yang di lakukan oleh Puskesmas Usila: “..kita lakukan mengambil dan

membersihkan sampah-sampah yang ada di siring, apalagi yang tinggal di pinggir aliran

sungai kan banyak”. Untuk kegiatan pengelolaan lingkungan ini pihak puskesmas bukan

sebagai penggerak utama namun pihak kecamatan/kelurahan yang paling berwenang

menyelenggarakan kegiatan kerja bakti ini dengan mengajak petugas puskesmas, seperti

yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Saung Naga :

“kerja bakti kita tunggu dari camat itu, pernah sekali kami melakukan kerja bakti

dari perintah camat itu. karena kami tidak mungkin melangkahi wewenang mereka

untuk melaksanakan itu…kami memang belum ado, karena takutnya kalau kita

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

43

melakukan kerja bakti di desa desa, ada yang tersinggung, ini kan pekerjaan kami,

kenapa kalian melangkahi pekerjaan kami ? tapi untuk tahun ini kami baru sekali

mengadakan kerja bakti ini, koordinasi dengan pak camat”

Penemuan malaria adalah suatu upaya untuk menemukan penderita klinis malaria

agar dapat terdeteksi secara dini, tujuannya adalah menemukan penderita secara dini dan

memberikan pengobatan secepat mungkin. Seperti kegiatan mendatangi rumah-rumah

penduduk sasaran (door to door) yang dilakukan pengelola program malaria di Puskesmas

Pagar Agung terhadap masyarakat yang terindikasi mengalami gejala-gejala klinis malaria

dengan menggunakan RDT :

“Jadi petugas yang mencari, kami pernah mencari tahun 2015-an, itu makanya

ada door to door tadi siapa aja yang keluhan demam meriang-meriang di-RDT tapi

itu negatif semua”.

Pernyataan informan di atas selaras dengan hasil crosscheck pernyataan dari Kepala

Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, bahwa sejak tahun

2014-2015 telah dilakukan Mass Blood Survey di daerah-daerah yang memiliki tingkat

endeminitas malarianya tinggi:

“Kita melakukan MBS bukan survey darah jari, MBS kan Mass Blood Survey itu

kan, kita pernah menganggarkan dari APBD, dan pernah dilakukan dua kali, tahun

2014, dan tahun 2015 kita sudah melakukan MBS, jadi kita aktif mengambil sample

darah ke masyarakat yang berpotensi memiliki daerah malaria, yang memiliki

gejala seperti panas dan sebagainya, kita ambil darahnya”.

Ada juga kegiatan screening ibu hamil yang memfokuskan pencarian kasus malaria

positif pada kelompok yang rentan terkena malaria yaitu pada ibu hamil, kegiatan ini

biasanya bersamaan dengan jadwal kegiatan posyandu di wilayah mereka, seperti yang

ungkapkan Kepala Puskesmas Saung Naga : “screening ibu hamil di setiap posyandu, dan

dilakukan sebulan sekali”. Kegiatan screening untuk ibu hamil ini dilakukan di semua

puskesmas di Kabupaten Lahat.

Semua puskesmas di Kabupaten Lahat rutin melakukan pencatatan, pengelolahan,

dan analisis semua kegiatan penanggulangan malaria (surveilans) pada tahun 2014 dan

2015, namun menurut wawancara mendalam dengan Kepala Seksi Pengendalian &

Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat kualitas laporannya masih buruk karena

kurangnya kemampuan petugas, khususnya yang berhubungan dengan data hasil diagnosis

malaria : “…untuk penegakkan diagnosa masih kurang, sehingga dalam pelaporan masih

sangat buruk karena kurangnya SDM tadi”. Menurut beliau upaya yang dilakukan agar

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

44

sistem pelaporan malaria di Kabupaten Lahat ini baik adalah dengan memperbaiki kualitas

SDM,

“kita perbaiki SDM-nya dulu, jadi takutnya nanti rupanya bukan malaria dia

diagnosa malaria dan sebaliknya, itu kan bermasalah, jadi yang penting sekali

adalah SDM nya dulu harus handal, kemudian pelaporannya, pelaporan itu

mengikuti SDM, apabila sdm bagus maka pelaporan juga akan bagus”

Untuk kegiatan penyebaran ikan pemakan jentik belum pernah dilakukan oleh

setiap puskesmas di Kabupaten Lahat, karena belum ada programnya, belum ada perintah

dari Dinas Kesehatan Lahat, dan keterbatasan anggaran.

2. Penanggulangan Malaria Secara Kuratif

Penanggulangan malaria secara kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau

serangkaian kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan, pengurangan

penderitaan akibat malaria, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar

kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin yang dilakukan di puskesmas

Kabupaten Lahat pada tahun 2014-2015.

Sebelum dilakukan pengobatan, pasien yang menunjukkan gejala-gejala malaria

klinis berdasarkan hasil pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik, akan diperiksa

sedian darahnya baik dengan pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan parasit

plasmodium dalam darah penderita, maupun dengan pemeriksaan imunoserologis yang

dikenal dengan pemeriksaan malaria dengan tes pemeriksaan cepat/RDT (Rapid

Diagnostic Test).

Tidak semua puskesmas di Kabupaten Lahat menggunakan miksroskop dalam

menegakkan diagnosis malaria, seperti yang terjadi pada Puskesmas Usila yang

menggunakan RDT untuk melakukan diagnosis malaria, seperti yang dinyatakan oleh

Kepala Puskesmas Usila sebagai berikut:

“Pasiennya yang datang ke puskesmas, pertama-tama dengan keluhan seperti

malaria kan, demam, menggigil dan lain-lain. Setelah anamnesis mengarah ke

malaria kita lakukan uji RDT”

Demikian juga dengan puskesmas Suang Naga, meskipun puskesmas memiliki

mikroskop namun penggunaan RDT lebih sering dibandingkan mikroskop. seperti yang

disampaikan oleh Kepala Puskesmas Saung Naga :

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

45

“nah kalau itu pake alat yang diberi oleh dinas, RDT, jadi cek pake RDT,

laboratorium ada, tapi kami lebih ke RDT terutama untuk kami bagikan ke bidan-

bidan desa, petugas yang memang khusus untuk laboratorium memang tidak ada,

cuma kami budayakan sumber daya yang ada saja, karena kemaren yang dari

pengurus program dari dinas kemaren katanya lebih pake RDT saja katanya untuk

itu”.

Rapid Diagnosis Test atau disebut RDT merupakan alat test untuk penemuan

penderita malaria secara langsung yang dapat menunjukkan hasil terhadap darah

penderita. RDT dapat dilakukan oleh bidan atau kader karena tidak memerlukan keahlian

khusus dan tidak harus menunggu pemeriksaaan laboratorium. Keuntungan penggunaan

RDT adalah cepat dan langsung dapat digunakan di lapangan ketika menemukan penderita

yang menunjukkan gejala klinis malaria. Siapa saja dapat dengan mudah menggunakan

alat ini termasuk bidan desa ataupun kader malaria yang tidak memiliki keahlian khusus

seperti petugas laboratorium. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang

Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat:

“Untuk standarnya mikroskopis, jadi RDT untuk daerah-daerah yang

laboratoriumnya kurang bagus, kita pakai RDT, kalau labnya sudah bagus usahakan

mikroskop, tapi petugas kita lebih gampang memakai RDT karena lebih cepat dan

lebih gampang”

Puskesmas yang memiliki fasilitas mikroskop dan laboratorium yang baik serta

memiliki tenaga laboratorium/analis sudah melakukan diagnosis malaria dengan

memeriksa sedian darah menggunakan mikroskop, seperti yang disampaikan oleh Kepala

Puskesmas Bandar Jaya :

“Mereka datang, ke poli kita atur kalau dia anak-anak di poli anak, kalau ibu hamil

di Kesehatan Ibu Anak (KIA), kalau sampai umur 45 biasnya di poli umum, di atas

itu ke poli Lansia, jadi mereka di periksa sesuai prosedur kemudian di suntik,

kemudian kalau gejalanya mengarah ke itu biasnya pemeriksaan darah di

laboratorium kalau disini kita make mikroskopis”.

Idealnya setelah dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan RDT pasien yang

memiliki gejala-gejala klinis malaria langsung dilakukan pemeriksaan sediaan darah

dengan mikroskop, agar hasilnya lebih akurat dan tidak ditemukan hasil yang positif palsu

atau negatif palsu dari RDT, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Pagar

Agung, bahwa :

“Pasien yang datang ke sini, berobat ke poli, kalo biasanya keluhanya seperti orang

yang malaria, orang poli yang ngirim ke laboratorium untuk pemeriksaan, jadi kami

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

46

meriksa pake RDT dengan mikroskop, pake dua-duanya, kalo make RDT saja dokter

kami biasanya marah pasti pada umumnya negatif”.

Setelah dilakukan diagnosis malaria baik secara manifestasi klinis (anamnesis),

pemeriksaan fisik, maupun diagnosis laboratoris demam malaria menggunakan mikroskop

maupun RDT, dilakukan upaya pengobatan untuk penderita malaria klinis maupun yang

positif malaria. Pada tahun 2014-2015 pengobatan malaria di Kabupaten Lahat masih

menggunakan klorokuin, pemberian Artemisinin-base Combination Treatment (ACT)

untuk penderita malaria positif untuk seluruh puskesmas di Kabupaten Lahat baru mulai

digalakkan pada akhir tahun 2015. Seperti pada puskesmas Saung Naga pengobatan

malaria masih menggunakan klorokuin, Ada juga puskesmas yang sudah menggunakan

ACT pada tahun 2014-2015, seperti pada puskesmas Bandar Jaya.

Program pengobatan ACT telah diusulkan Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat ke

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera-Selatan sejak tahun 2012, namun karena stok ACT

dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan masih terbatas jumlahnya maka kebutuhan

ACT di Kabupaten Lahat masih belum mencukupi untuk seluruh puskesmas, sehingga

masih ada puskesmas yang menggunakan obat klorokuin. Seperti yang diungkapkan

Pengelola Program Malaria Dinas Kesehatan Lahat bahwa pada tahun 2014-2015 masih

menggunakan klorokuin, “masih pakai klorokuin kita”.

Kabupaten Lahat baru melakukan peralihan dari obat klorokuin ke ACT pada tahun

2016, padahal kabupaten ini sudah menjadi daerah endemis dari tahun 2014, penyebab

lambatnya penggunaan obat ACT di kabupaten ini karena peralihan dari obat klorokuin ke

ACT belum memiliki payung hukum yang jelas, terkendala masalah sosialisasi

pengetahuan tentang pengobatan ACT serta pengawasannya. Seperti yang diungkapkan

oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat

sebagai berikuta:

“Program ini masuk peralihan dari klorokuin ke ACT, dulu waktu kita beralih ke

ACT belum punya hukum yang kuat, kemudian sosialisasi, masalah pengetahuan

ACT, harus ada pengawas”.

Tahun 2016 semua penderita malaria di kabupaten Lahat harus menggunakan obat

ACT, seperti yang ungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit

Dinas Kesehatan Lahat, yaitu:

“Kalau tahun 2016 sudah ACT semua, karena klorokuin sudah tidak diadakan lagi,

kemarin saya berkoordinasi dengan farmasi yang penanggung jawab masalah obat

di logistik kabupaten lahat bahwa untuk tahun 2016 tidak dilakukan pengadaan

klorokuin tapi kami minta untuk memakai ACT saja”

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

47

Bentuk pemantauan pengobatan yang dilakukan puskesmas-puskesmas di

Kabupaten Lahat adalah menganjurkan pasien untuk datang/kontrol kembali ke puskesmas

apabila terdapat perburukan gejala klinis selama masa pengobatan atau penderita yang

diagnosis positif malaria untuk diperiksa kembali setelah obat habis, seperti yang

dijelaskan oleh Kepala Puskesmas Selawi dalam kutipan berikut:

“Kita kan kalau habis obat yang diberikan di suruh kontrol ulang…yang positif

malaria di suruh datang lagi sampai dicek lagi… kalau gejala klinis yang

laboratoriumnya negatif umpamanya, kalau di kasih obat udah sembuh sudah tidak

perlu kontrol lagi…”

Anjuran untuk melakukan kontrol ulang ke puskesmas bagi penderita yang di

diagnosis positif malaria biasanya pada hari ketiga setelah di beri obat, seperti pernyataan

dari Kepala Puskesmas Usila : “Kita kasih obat pasiennya, dalam waktu 3 hari, setelah 3

hari kita suruh balik lagi kesini”.

Kendala pemantauan pengobatan ini adalah masih ada penderita tidak memeriksa

diri kembali ke puskesmas karena merasa sudah sehat, seperti yang dinyatakan oleh Kepala

Puskesmas Usila: “…ya kadang ada yang bandel kadang ada yang nurut, ibaratnya

setelah ini balik lagi, kadang karena sudah merasa enakkan gak balik lagi dia”.

Dari wawancara mendalam ini menggambarkan bahwa pemantauan pengobatan

malaria oleh petugas/pengelola program malaria belum sesuai dengan tatalaksana

pemantauan pengobatan malaria hal ini disebabkan karena obat yang diberikan sebagian

besar puskesmas di Kabupaten Lahat masih berupa klorokuin yang tidak ada tatalaksana

pemantauannya, sedangkan puskesmas yang telah memberikan obat ACT ke penderita juga

belum sesuai dengan tatalaksana pemantauan pengobatan ACT karena belum ada

sosialisasi tatalaksana pemantauan pengobatan sosialisasi untuk pemantauan tersebut.

3. Penanggulangan Malaria Secara Promotif

Upaya penanggulangan malaria secara promotif di Kabupaten Lahat yang rutin

dilakukan adalah melakukan penyuluhan, pada umumnya kegiatan penyuluhan dilakukan

bersamaan dengan kegiatan posyandu, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas

Pagar Agung : “Waktu pengobatan ini kita ke posyandu, jadi sebelum kita mulai

pengobatan penyuluhan dulu kita”. Selain penyuluhan di posyandu, ada juga kegiatan

penyuluhan yng dilakukan pada saat pertemuan-pertemuan lintas sektor seperti kegiatan di

RT atau kelurahan, seperti pernyataan dari informan Kepala Puskesmas Usila :

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

48

“Kalau dari saya disini biasanya kita mengundang pas ibu-ibu yang ada di

posyandu sambil bawa anak itu, sudah itu paling kita selipkan juga penyuluhan ini

disaat pertemuan lintas sektorat, biasanya pertemuan lintas sektorat itu kita

mengundang RT sudah itu pak lurah nah di situ kita memberi tahu”.

Orang yang memberikan penyuluhan biasanya petugas kesehatan, baik bidan desa,

petugas dari puskesmas, dan kadang kala dari pihak promosi kesehatan (Promkes) Dinas

Kesehatan Kabupaten Lahat. Menurut informan, materi yang disampaikan bukan terfokus

pada malaria saja, tapi gabungan dari beberapa penyakit lainnnya, seperti Tuberkulosis

(Tb), Hipertensi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), Demam

Berdarah Dengue (DBD), dan sebagainya, berkenaan dengan malaria biasanya

menyampaikan pesan untuk selalu melaksanakan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)

sehingga terhindar dari penyakit malaria. Seperti yang dinyatakan oleh petugas Promosi

Kesehatan (Promkes) Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat:

“ di satu kesempatan juga kami kan suka di undang oleh kelurahan untuk masalah

PHBS, karena sasaran endemik kita malaria jadi yang kita tekankan masalah

penanggulangan malaria dan pencegahan malaria, karena disini bayi-bayi sudah

terkena malaria, jadi kita tekankan bagaimana penanggulangan yang efektif kalau

tidak menggunakan pestisida. Jadi dengan kelambu, ya walaupun begitu itu

pencegahan yang tidak berbahaya dan tidak ada efek sampingnya. Jadi kita fokus

ke lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk (PSM).

Selain dilakukan penyuluhan dilakukan penyebaran media-media informasi tentang

malaria ke wilayah-wilayah puskesmas maupun posyandu di Kabupaten Lahat. Media-

media informasi tersebut berupa spanduk, barner, maupun lefleat, seperti yang dinyatakan

informan Kepala Puskesmas Selawi “Ada yang kebetulan dapat lefleat terus poster yang di

tempel di Posyandu”. Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Lahat juga

menyatakan hal yang sama, bahwa : “Promosi ya, misalnya kita pasang-pasang spanduk di

puskesmas, pasang-pasang banner gitu aja, untuk penyuluhan-penyuluhan itu di

puskesmas”.

Belum ada partisipasi dari petugas/pengelola program malaria di puskesmas pada

kegiatan penanggulangan malaria yang berbasis masyarakat di wilayah Kabupaten Lahat,

seperti dengan Pos Malaria Desa, Juru Jentik Malaria, dan sebagainya. Hal ini disebabkan

di Kabupaten Lahat belum ada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menanggulangi

malaria berbasis masyakat, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian &

Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat:

Page 62: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

49

“Belum kami menggalakkan Pos Malaria Desa, dan lain-lain, posmaldes itu sudah

dilakukan provinsi, syarat untuk posmaldes itu tidak ada poskesdes, jadi kami kan

banyak poskesdes, jadi di tunda dahulu”.

Kerjasama lintas sektor yang dilakukan sebagai upaya untuk menanggulangi

malaria di Kabupaten Lahat biasanya dilakukan antara Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat

dengan pemerintah daerah melalui Bupati dan Kecamatan, sedangkan kerjasama lintas

sektor dengan pihak swasta selama dilakukan adalah dengan perusahan batubara, seperti

yang dinyatakan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas

Kesehatan Lahat :

“Kalau untuk lintas sektornya, lintas sektor yang sering kerjasama dengan kita

kan dari bupatinya sendiri mengajak ke kita, misalnya untuk pemberantasan

nyamuk, itu antara lain dengan kecamatan setempat, kemudian dari kesra, kadang-

kadang juga dari kelurahan-kelurahan Terus kemudian ada lagi untuk lintas

sektornya itu seperti perusahaan, biasanya dari perusahaan batu bara”.

Sedangkan pada tingkat puskesmas kerjasama lintas sektor hanya dilakukan

bersama pemerintah kecamatan, kelurahan, dan kepala desa, bahkan kelompok Pembinaan

Kesejahteraan Keluarga/PKK, selain itu dilakukan juga mengaktifkan kader-kader pada

tingkat posyandu sebagai perpanjangan tangan puskesmas. Seperti yang diungkapkan oleh

kepala Puskesmas Selawi sebagai berikut:

“Kita dengan semua program ya kerjasama dengan lintas sektor, seperti camat,

kepala desa kalo memang lagi sosialisasi mereka kita undang kader”.

Seperti hasil crosscheck dengan Pengelola Program Malaria Dinas KesehatanLahat,

sebagai berikut:

“kalau kita ke dinas lintas sektor ke Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK),

nanti dari PKK kan merintahkan yang di desa juga kan, jadi memang kalau di desa

itu yang berperan itu kader, perpanjangan tangan dari puskesmas itu kader, atau

masyarakat. Pemegang wilayah biasanya, kalau di puskesmas biasanya kecamatan,

tokoh masyarakat, kalau sudah di kecamatan kan dia”

4.5.2 Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana memiliki peran yang krusial/penting untuk

penanggulangan malaria secara preventif, kuratif, maupun promotif. Agar penanggulangan

malaria secara kuratif dapat ditegakkan dengan baik diperlukan fasilitas mikroskop sebagai

standar emas (gold standar) pemeriksaaan malaria maupun RDT. Dari hasil wawancara

Page 63: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

50

dengan lima kepala puskesmas di Kabupaten Lahat, hanya Puskesmas Selawi yang

kekurangan fasilitas mikroskop, seperti yang dinyatakan Kepala Puskesmas Selawi :

”Masalah hanya di mikroskop, masih yang sederhana, dan belum ada tenaga analis”.

Sedangkan puskesmas-puskesmas lainnya tidak ada masalah dengan ketersediaan fasilitas

mikroskop, menurut Kepala Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Lahat menjelaskan

bahwa sebagian besar puskesmas di Kabupaten Lahat sudah memiliki mikroskop, yang

menjadi permasalahan adalah sarana dan prasarana laboratorium yang kurang, serta

kendaraan untuk mobilisasi pemegang program malaria, seperti yang diungkapkan beliau:

“Kalau untuk ke lapangan mereka tidak punya kendaraan khusus, tapi untuk

laboratorium saya pikir laboratorium sudah ada mikroskop semua, tapi tidak

semua puskesmas punya ruangan khusus untuk laboratorium, jadi masih numpang-

numpang, jadi laboratoriumnya belum tertata, jadi dipuskesmas harus disediakan

lab khusus”.

Begitu juga yang diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan

Penyakit Dinas Kesehatan Lahat bahwa yang menjadi permasalahan bukan mikroskopnya

namun cara perawatan mikroskop tersebut sehingga bisa awet digunakan dalam jangka

yang panjang, seperti penyataannya di bawah ini:

“Untuk prasarananya begini untuk mikroskop sudah kita bekali untuk puskesmas

pada tahun 2009, dibelikan semua sekitar 31 mikroskop, tetapi kendalanya adalah

mereka ini tidak tahu cara merawat mikroskop, jadi kadang-kadang belum di pakai

kacanya itu jamuran, terus tidak dipakai karena lensanya rusak padahal itu masih

bisa diperbaiki dan digunakan”.

RDT yang digunakan puskesmas untuk pemeriksaan malaria di dapatkan dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Lahat, maka itu masih ada puskesmas-puskesmas yang kekurangan

stok RDT, seperti pada Puskesmas Usila bahwa stok RDT terbatas dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Lahat. Hal ini sejalan dengan hasil crosscheck wawancara dengan Kepala

Bidang Pengendalian Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat bahwa stok RDT yang dimiliki

Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat mengandalkan drooping dari Dinas Kesehatan Provinsi,

pemberiaan RDT dibatasi karena puskesmas tersebut telah memiliki fasilitas mikroskop.

Seperti pernyataan beliau, bahwa:

“Kalau untuk RDT itu kita dari pusat, kita belum ada pengadaan, tapi kita masih

cukup tadi dari pusat, jadi sebenarnya RDT itu sebenarnya belum standar kan,

kalau RDT itu kan belum standar jadi untuk standarnya mikroskopis, jadi RDT

untuk daerah-daerah yang labnya kurang bagus, kita pakai RDT, kalau labnya

sudah bagus usahakan mikroskop, tapi petugas kita lebih gampang memakai RDT,

lebih cepat, lebih gampang”.

Page 64: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

51

Untuk stok obat ACT, puskesmas di kabupaten Lahat masih mengandalkan stok

dari gudang farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Sedangkan stok obat ACT pada

tahun 2014-2015 masih sedikit karena program pemakaian obat ACT baru berjalan awal

tahun 2016. Pada umumnya fasilitas komputer/laptop yang dimiliki puskesemas digunakan

bersama-sama baik oleh pengelola program malaria ataupun pengelola program lainnya,

akan tetapi dapat diantisipasi pengelola program malaria dengan menggunakan laptop

pribadi, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Pagar Agung di bawah ini:

“Ya kalau masalah komputer itu kan kadang, memang ini pake sendiri. Kalau

untuk laptop puskesmas ini kan orang ini kan banyak megang program-program

ini, makanya kita pake sendiri”.

Sama halnya dengan fasilitas kendaraan roda dua atau roda empat sebagai

penunjang kegiatan lapangan, meskipun belum ada kendaraan khusus untuk pengelola

program malaria, namun dapat diatasi dengan kendaraan pribadi atau kendaraan dinas

puskesmas yang ada.

4.5.3 Keberadaan Sumber Daya Manusia (Kualitas SDM dan Kelengkapan SDM)

Dilihat dari aspek sarana kesehatan seperti puskesmas, pelayanan tenaga medis

menentukan faktor keberhasilan penanggulangan malaria. Ketersediaan tenaga kesehatan

yang berkualitas, memadai, dan merata mutlak diperlukan untuk pelayanan kesehatan

dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal terutama dalam

menangani masalah malaria.

“Kalau menurut saya hal pertama kali yang harus dilakukan sebetulnya adalah

untuk diagnosa penentuan penderita malaria, dia positif atau tidak itu, kita harus

didasari dengan SDM yang handal, kita perbaiki SDM-nya dulu, jadi takutnya

nanti rupanya bukan malaria dia diagnosa malaria dan sebaliknya, itu kan

bermasalah, jadi yang penting sekali adalah SDM-nya dulu harus handal,

kemudian pelaporannya, pelaporan itu mengikuti SDM, apabila SDM bagus maka

pelaporan juga akan bagus”

Menurut Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan

Lahat di atas menyatakan bahwa diperlukannya SDM yang handal dan kompeten

khususnya dalam menentukan diagnosa penderita malaria serta pencatatan/pelaporannya

demi keberhasilan upaya penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.

Page 65: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

52

Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat

menggambarkan bahwa kualitas sumber daya manusia pengelola program malaria

khususnya petugas laboratorium malaria yang dimiliki puskesmas-puskesmas di Kabupaten

Lahat masih rendah, hal ini terlihat sebagian besar puskesmas belum memiliki tenaga

analis yang berkompeten di bidangnya akibatnya hasil pemeriksaan laboratorium tidak

akurat/tingkat error rate masih tinggi dan ini terlihat hasil pelaporan mereka yang belum

baik. Pada umumnya yang memegang tanggung jawab pemeriksaan di laboratorium adalah

perawat atau bidan. Selain itu beban kerja yang dimiliki pengelola program malaria juga

menjadi permasalahan karena kurangnya sumber daya manusia, karena pada umumnya

pengelola program malaria merangkap pekerjaan di program lain. Seperti yang

diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan

Lahat berikut ini:

“Itulah masalahnya itu, kalau saya perhatikan, kita lihat dari analisa kita, kami di

kabupaten ini kalau untuk SDM-nya untuk petugas mikrokospis yang utamanya itu

masih sangat suram dilihat dari kualifikasinya, dari 31 puskesmas ini hanya

beberapa yang memiliki analis kesehatan, kemudian dari mereka-mereka ini yang

sisanya ini banyak yang belum mengetahui secara persis dan benar untuk

pemeriksaan laboratorium, jadi untuk penegakkan diagnosa masih kurang,

sehingga dalam pelaporan masih sangat buruk karena kurangnya SDM tadi.

Mungkin kekurangan yang ada di puskesmas ini adalah kurangnya tenaga atau

petugas, karena satu puskesmas pengelolaan malaria biasanya tidak hanya

menangani malaria, jadi mereka bisa menangani beberapa program, kadang ada

yang jadi bendahara jadi tidak terlalu fokus pada program malaria, dalam hal ini

merangkap pekerjaan”.

Permasalahan sumber daya manusia di puskesmas dimana kurangnya tenaga analis

yang dibutuhkan, petugas/pengelola program yang memiliki beban kerja rangkap selain di

program malaria, juga sama seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Selawi,

sebagai berikut:

“Tenaga analis kami tidak punya, hanya tenaga perawat bidan yang kami punya

dan kebanyakan kerjaanya di gabung termasuk surveilan yang bertugas untuk ini

juga. dan minta di ganti karena terlalu berat dengan tugas itu”.

Pelatihan-pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

kemampuan sumber daya manusia ada, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Seksi

Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, yaitu:

“Kalau untuk tenaga PNS untuk tenaga analis itu untuk mencukupi itu

kemungkinan besar agak sulit karena kita keterbatasan dari jumlah pegawai kita

ini secara global di lahat ini sudah banyak,maksudnya untuk anggaran

Page 66: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

53

kepegawaian itu sudah lebih dari 50% ,jadi ada pembatasan untuk penerimaan

pegawai, jadi penambahan pegawai secara jumlah untuk analis itu sangat kecil,

jadi jalan keluar yang kita laksanakan adalah untuk melatih dari petugasnya,

memanfaatkan yang ada”.

Akan tetapi pelatihan-pelatihan yang selenggarakan selama tahun 2014-2015 baik

pelatihan untuk petugas pengelola program malaria maupun petugas mikroskopis masih

dirasakan belum cukup menambah pengetahuan mereka, khususnya terkait dengan

pencatatan/pelaporan maupun penggunaan mikroskop. Seperti yang diungkapkan oleh

Kepala Puskesmas Pagar Agung : “Sebenarnya sih kurang, kami kan belum tau betul

pengoperasian laptop dan mikroskop”.

Perlunya dilakukan kegiatan pelatihan yang rutin dan terus menerus sehingga dapat

meningkatkan kualitas SDM petugas, seperti yang disampaikan oleh Kepala Puskesmas

Saung Naga:

“inginnya itu sbenarnya minimal 3 bulan sekali, 4 bulan sekali, jadi kita bisa

dalam artian mereview kembali kan ibaratnya itu, bisa mengevaluasi kinerja

masing masing puskesmas “.

Hasil crosscheck dengan Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit

Dinas Kesehatan Lahat memperkuat pernyataan di atas, yaitu :

“Pelatihan kita pernah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas SDM, tetapi belum

optimal, jadi kita rencanakan lagi untuk kedepannya kita akan melakukan

pelatihan untuk petugas mikroskopisnya di daerah yang memungkinkan untuk

melatih tenaga mikroskopis tadi”.

4.5.4 Alokasi/Ketersediaan Anggaran

Salah satu komponen sumber daya yang diperlukan dalam menjalankan

pembangunan kesehatan adalah ketersediaan anggaran pembiayaan kesehatan. Pembiayaan

kesehatan Kabupaten Lahat selama lima tahun terakhir masih di bawah 15% Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah (APBD) akibatnya beberapa kegiatan tidak terbiayai,

khususnya untuk kegiatan penanggulangan malaria secara preventif serta untuk

meningkatkan kapasitas/kemampuan SDM-nya, karena kegiatan ini membutuhkan biaya

yang tidak sedikit.

Selain mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Kabupaten Lahat, kabupaten ini juga mengandalkan dana dari luar (WHO) yaitu Global

Found (GF) untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan malaria yang bersifat preventif,

Page 67: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

54

seperti kelambu berinsektisida. Bantuan dari Global Found (GF) ini baru didapatkan

Kabupaten Lahat tahun 2015. Seperti yang di ungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian

& Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:

“Kalau anggaran ini sebenarnya masih kurang, karena kita sebetulnya untuk

pencegahan, untuk penyemprotan misalnya kita kan pakai sprayer ya, kalau dari

jumlah anggaran saat ini kayaknya masih kurang, dari APBD juga kurang, tapi

kalau dari GF ini kita baru mendapatkan kelambu massal dan untuk yang

meningkatkan kapasitas SDM itu juga belum maksimal, jadi kalau bisa nanti dari

APBD kita tambahi, tapi kalau APBN kami tidak bisa menambahi karena bukan

kapasitas kami.

Page 68: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

55

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Penanggulangan Malaria Secara Preventif

Menurut Notosoedirjo dan Latipun (2005) kegiatan preventif adalah usaha yang

dilakukan individu atau kelompok dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak

diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire yang artinya

datang sebelum atau antisipasi atau mencegah terjadinya sesuatu16

. Upaya preventif

bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan individu, keluarga,

kelompok dan masyarakat.

Berdasarkan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan adanya

kegiatan penyemprotan IRS ( p=0,025) dengan jumlah kasus. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Dheny Herdhiyati di Kabupaten Purworejo, bahwa terdapat hubungan

dilaksanakannya IRS (p=0,012 OR=5,881) dengan kejadian malaria17

.

Intervensi penyemprotan IRS di Kabupaten Lahat dilakukan/ada pada wilayah yang

memiliki jumlah kasus tinggi, sebaliknya intervensi pemyemprotan IRS tidak dilakukan

pada wilayah yang memiliki jumlah kasus yang rendah. Penduduk yang tinggal di daerah

endemis termasuk dalam kategori populasi rentan, populasi ini sangat sensitif terhadap

resiko yang berasal dari faktor biologi dan didukung dengan faktor ekonomi, sosial dan

gaya hidup. Interaksi hasil beberapa faktor resiko dalam meningkatkan keretanan terhadap

faktor-faktor lain, yang juga dapat berdampak negatif terhadap kesehatan individu18

.

Penduduk yang tinggal di daerah endemik lebih rentan terkena penyakit malaria, keadaan

semacam ini akan meningkatkan resiko memburuknya status kesehatan masyarakat19

.

Populasi yang retan merupakan kelompok yang paling membutuhkan dilakukannya

tindakan pencegahan atau proteksi terhadap penyakit.

Indoor Residual Spray (IRS) adalah penyemprotan dengan insektisida sebagai cara

pengendalian vektor dengan menempelkan racun serangga dengan dosis tertentu secara

merata pada permukaan dinding yang disemprot. Tujuannya adalah memutuskan rantai

penularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat menghasilkan

sporozoid didalam kelenjar ludahnya20

. IRS adalah salah satu jenis intervensi pengendalian

vektor malaria berdasarkan hasil analisis situasi, karena kegiatan ini dilakukan di wilayah

endemis tinggi, wilayah yang terjadi peningkatan kasus dan KLB. Hal ini sejalan kegiatan

IRS di Kabupaten Lahat bahwa kegiatan IRS yang dilakukan pada tahun 2014-2015

difokuskan pada daerah endemis tinggi yang terdapat kejadian kasus malaria positif, IRS

Page 69: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

56

dilakukan pada rumah-rumah penderita malaria dengan tujuan agar tidak terjadi penularan

malaria yang akan berdampak buruk. Menurut Depkes (2003) sasaran lokasi penyemprotan

IRS dalam kegiatan program pemberantasan penyakit malaria adalah daerah/desa endemis

malaria tinggi, desa dengan angka positif malaria > 50/00 penduduk adanya bayi positif

malaria, daerah potensi KLB atau pernah terjadi KLB dua tahun terakhir, daerah bencana,

terjadinya perubahan lingkungan sehingga memungkinkan adanya tempat perindukan,

bercampurnya penduduk di daerah non endemis daerah endemis, dan untuk

menanggulangan KLB21.

Tidak semua wilayah puskesmas di Kabupaten Lahat yang melakukan kegiatan

intervensi IRS disebabkan karena keterbatasan anggaran, ini dapat dilihat hanya sebesar

22,6% yang melakukan IRS, seperti penjelasan dari Kepala Seksi Pengendalian &

Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat bahwa “ada kegiatan IRS menggunakan

vendona tapi tidak semua PKM yang dapat karena keterbatasan anggaran, IRS telah

dilakukan pada rumah-rumah penderita malaria”.

Meskipun kegiatan preventif lainnya tidak memiliki hubungan secara statistik, akan

tetapi kegiatan preventif seperti kegiatan surveilans, pembagian kelambu berinsektisida,

kegiatan penemuan kasus malaria baru, dan kegiatan pengelolaan lingkungan paling

banyak dilakukan di setiap puskesmas di Kabupaten Lahat.

Sebanyak 74,2% puskesmas di Kabupaten Lahat telah mendistribusikan kelambu

berinsektisida (Long Lasting Insecticidal Net’s/LLINs) ke masyarakat melalui bidan-bidan

desa dan pembagian kelambu ini terfokuskan pada ibu-ibu hamil dan anak balita. Hal ini

sesuai dengan sasaran pembagian kelambu dan sesuai dengan perioritas pemerintah.

Sasaran utama pembagian kelambu berinsektisida untuk ibu hamil dan memiliki bayi ini

sejalan dengan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa perempuan mempunyai

respon imun yang lebih kuat dibandingkan laki-laki, namun kehamilan menambah resiko

malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan

ibu, dan anak antara lain berat badan lahir yang rendah, abortus, partus premature, dan

kematian janin intra uterin22

. Hasil kajian Marsh, dkk (1996) menyatakan bahwa

pembagian kelambu harus dibarengi dengan edukasi yang tepat sesuai dengan tingkat

pemahaman masyarakat setempat, karena penggunaaan kelambu seringkali diabaikan oleh

masyarakat karena minimnya kesadaran dini akan pentingnya upaya pencegahan malaria23

.

Page 70: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

57

Mengelola lingkungan (pengendalian fisik) dapat dilakukan dengan cara modifikasi

dan manipulasi lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk. Di Kabupaten lahat tindakan

mengelola lingkungan untuk pengendalian larva nyamuk merupakan kegiatan manipulasi

lingkungan, yaitu mengubah lingkungan bersifat sementara sehingga tidak menguntungkan

bagi vektor untuk berkembang biak, antara lain dengan membersihkan parit dan daerah

pinggiran sungai yang terintegrasi dalam kegiataan kerja bakti yang dilakukan oleh pihak

kelurahan ataau kecamatan.

Penemuan kasus baru malaria di Kabupaten lahat dilakukan dengan Mass Boold

Survey (MBS) di daerah endemis, juga dilakukan skrining ibu hamil yang dilaksanakan

berbarengan dengan kegiatan posyandu. Dengan adanya kegiatan MBS dan skrining ibu

hamil ini diharapkan dapat menjaring suspek/tersangka penyakit malaria yang ada di

masyarakat.

Upaya pencegahan seperti kegiatan surveilans, pembagian kelambu berinsektisida,

survey penemuan kasus baru sudah banyak dilaksanakan di puskesmas Kabupaten Lahat,

akan tetapi kegiatan larvasiding dan penebaran ikan predator jentik masih belum banyak

dilakukan di puskemas Kabupaten Lahat.

Alasan tidak adanya kegiatan larvasiding malaria karena masih difokuskan pada

pembagian abate untuk DBD (53,6%), hal ini diperkuat dari wawan cara mendalam bahwa

kegiatan larvasiding untuk membasmi nyamuk malaria menyebarkan abate ke masyarakat,

seperti yang diungkapkan oleh Kepala Puskesmas Usila : “Ada, itu biasanya menggunakan

abate”. Ada kebingungan dari informan bahwa abate yang digunakan apakah untuk

membunuh nyamuk malaria atau demam berdarah, seperti yang diungkapkan oleh Kepala

Puskesmas Selawi: “Ada pembagian abate, tidak tau termasuk malaria atau DBD”.

Menurut Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan

Lahat, larvasiding untuk membunuh nyamuk malaria di Kabupaten Lahat menggunakan

insektisida altosit, yang diletakan pada tempat potensial perkembangan biakan nyamuk

vector malaria, namun kegiatan larvasiding menggunakan altosit ini tidak semua wilayah

di puskesmas Kabupaten Lahat mendapatkannya, seperti pernyataannya, bahwa :

“larvasida menggunakan altosit ada programnya dari Dinkes tapi memang tidak semua

PKM diberikan, ada yang dapat ada yang tidak”.

Larvasiding merupakan bentuk pengendalian vektor, yaitu aplikasi larvasida pada

tempat perindukan potensial vektor guna membunuh/memberantas larva dengan

menggunakan bahan kimia atau agen biologis dan bahan kimia. Penggunaan larvasiding

Page 71: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

58

dinilai lebih efektif untuk mengurangi biaya yaitu pengendalian larva nyamuk sebelum

mereka muncul sebagai nyamuk dewasa. di Kabupaten Lahat larvasiding untuk

mengendalikan vektor malaria menggunakan altosid berbentuk briket yang gantung pada

tiang/kayu, kemudian dimasukkan ke genangan air seperti kolam/tambak, rawa-rawa yang

terbekalai di wilayah yang dianggap tinggi kejadian kasus malarianya. Altosid adalah jenis

larvasida dengan bahan kimiawi S-methoprene yang merupakan insect growth regulator

(IGR). IGR adalah zat pengatur tumbuh serangga yang merupakan kelompok senyawa-

senyawa antara lain metoprene dan piriproksifen yang dapat mengganggu proses

perkembangan dan pertumbuhan larva secara normal, yaitu terjadi perpanjangan stadia

larva, larva gagal menjadi pupa atau kalau menjadi dewasa akan mandul2. Menurut

Wellmark (2005) aplikasi larvasida ini efektif disebarkan pada tempat perkembangbiakan

nyamuk yang areal dan lokasinya relatif sulit dan terpencil seperti rawa-rawa, hutan bakau,

bekas galian pasir, dll. Briket tersebut di bungkus dengan kain berpori atau jaring yang di

ikat pada pasak (tiang) kemudian dimasukkan ke dalam air lebih kurang 15-20 cm yang

diketahui sebagai tempat potensial nyamuk24

.

Dilihat dari kondisi geografis Kabupaten Lahat kegiatan preventif menggunakan

altosit ini sudah sesuai dengan keadaan geografis Kabupaten Lahat dimana wilayahnya

yang dikelilingi hutan, perkebunan, persawahan dan aliran sungai, namun aplikasinya tidak

semua puskesmas mendapat larvasida altosid dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat untuk

dibagikan ke masyarakat di wilayah kerjanya karena keterbatasan anggaran. Menurut

Depkes RI (1999) penggunaan larvasida jenis S- methoprene efektif menurunkan populasi

nyamuk Anopheles spp sampai 82,1% pada dosis 3,0 ppm dan 4,0 ppm2.

Kegiatan penebaran ikan predator jentik banyak tidak dilakukan di wilayah

Kabupaten Lahat karena menurut responden kegiatan ini cukup diberikan lewat

penyuluhan ke masyarakat (70%).

5.2 Penanggulangan Malaria Secara Kuratif

Penanggulangan malaria secara kuratif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan, pengurangan penderitaan akibat

malaria, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat

terjaga seoptimal mungkin. Dimensi dari kegiatan kuratif ini adalah: pemeriksaan sedian

darah menggunakan mikroskop/RDT, pemberian obat ACT untuk kasus positif malaria,

dan pengawasan kepatuhan minum obat malaria yang diberikan.

Page 72: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

59

Pada kegiatan kuratif ada hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi

pemberian obat ACT dengan jumlah kasus malaria. Dimana pemberian obat ACT kepada

pasien yang positif malaria banyak terjadi pada wilayah puskesmas yang memiliki tingkat

jumlah kasusnya tinggi, demikan sebaliknya pemberiaan ACT tidak diberikan pada

puskesmas yang memiliki jumlah kasusnya rendah. Hal ini diasumsikan wilayah yang

memiliki jumlah kasus malaria klinis tinggi memiliki peluang adanya penderita malaria

positif, sehingga intervensi pengobatan lebih ditekankan pada wilayah tersebut, dan faktor

stok obat ACT yang ada di Dinas Kesehatan menjadi alasan obat ACT masih terbatas

untuk daerah-daerah yang kasus malarianya tinggi.

Pasien yang positif malaria tidak semua diberikan obat ACT, masih ada puskesmas

di Kabupaten Lahat yang memberikan klorokuin atau primaquin ke pasien yang positif hal

ini disebabkan karena sosialisasi pemberian obat ACT di Kabupaten Lahat baru mulai di

galakkan pada akhir 2015, puskesmas juga mengandalkan stok obat dari gudang farmasi

Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Dalam konsep Blum (1974), fasilitas kesehatan

merupakan bagian yang berperan dalam menentukan status kesehatan masyakat25

, artinya

penguatan sistem kesehatan khususnya manajemen suplai obat malaria standar di sarana

kesehatan di daerah-daerah endemis dengan tantangan kondisi geografis yang sulit juga

perlu mendapatkan perhatian. Ketersediaan stok obat ACT di level pelayanan primer

penting untuk selalu dimonitor dan dievaluasi, karena keberhasilan eliminasi malaria juga

tidak terlepas dari ketersediaan obat standar di lapangan. Hasil penelitian ini menemukan

masih ada obat malaria resisten yang digunakan dalam pengobatan malaria oleh sarana

pelayanan kesehatan yang disebabkan karena ketersediaan stok ACT terbatas.

Hasil lapangan menunjukkan bahwa intervensi pengobatan yang dilakukan belum

sesuai standar, dimana pemeriksaan malaria klinis lebih banyak menggunakan RDT

(61,3%) dibandingkan mikroskop, seperti yang terjadi pada puskesmas Suang Naga :

“nah kalau itu pake alat yang diberi oleh dinas, RDT, jadi cek pake RDT,

laboratorium ada, tapi kami lebih ke RDT terutama untuk kami bagikan ke bidan-

bidan desa, petugas yang memang khusus untuk laboratorium memang tidak ada,

cuma kami budayakan sumber daya yang ada saja, karena kemaren yang dari

pengurus program dari dinas kemaren katanya lebih pake RDT saja katanya untuk

itu.

Salah satu kelebihan RDT dibandingkan pemeriksaan mikroskop adalah lebih

sederhana dan mudah diinterpretasikan, tidak memerlukan pelatihan khusus, seperti pada

pemeriksaan mikroskopis26

. Karena faktor kemudahan penggunaan RDT petugas

Page 73: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

60

penanggung jawab program malaria di Kabupaten Lahat lebih menyukai penggunaan

RDT, hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pengendalian Dinas

Kesehatan Kabupaten Lahat:

“Untuk standarnya mikroskopis, jadi RDT untuk daerah-daerah yang

laboratoriumnya kurang bagus, kita pakai RDT, kalau labnya sudah bagus usahakan

mikroskop, tapi petugas kita lebih gampang memakai RDT karena lebih cepat dan

lebih gampang”

Selain faktor kemudahan, faktor tidak ada tenaga analis, dan kemampuan petugas

menggunakan mikroskop masih kurang menjadi penyebab penggunaan RDT. Seperti yang

diungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan

Lahat berikut ini:

“Itulah masalahnya itu, kalau saya perhatikan, kita lihat dari analisa kita, kami di

kabupaten ini kalau untuk SDM-nya untuk petugas mikrokospis yang utamanya itu

masih sangat suram dilihat dari kualifikasinya, dari 31 puskesmas ini hanya

beberapa yang memiliki analis kesehatan, kemudian dari mereka-mereka ini yang

sisanya ini banyak yang belum mengetahui secara persis dan benar untuk

pemeriksaan laboratorium, jadi untuk penegakkan diagnosa masih kurang,

sehingga dalam pelaporan masih sangat buruk karena kurangnya SDM tadi.

Menurut buku parasit malaria, RDT tidak dapat menggantikan pemeriksaan sedian

darah secara mikroskopis, bahwa RDT digunakan khususnya untuk penderita dengan

gejala klinis malaria, sebagai berikut:

1. Pada puskesmas terpencil di daerah endemis yang belum dilengkapi dengan

mikroskop atau sarana laboratorium.

2. Di Rumah sakit, dimana penderita datang di luar jam kerja rutin.

3. Pada puskesmas daerah endemis malaria yang mempunyai fasilitas rawat inap dan

digunakan di luar jam kerja rutin

4. Pada daerah dengan KLB malaria, untuk diagnosis cepat guna menentukan kebijakan

selanjutnya.

5. Pada daerah pengunsian karena bencana alam atau hal lainnya baik di daerah endemis

atau pengunsian yang berasal dari daerah endemis26

.

Masih ada puskesmas di Kabupaten Lahat yang hanya melakukan pemeriksaan

sedian darah melalui uji diagnosis cepat (RDT) tanpa melakukan konfirmasi ulang dengan

pemeriksaan sedian darah secara mikroskopis, hal ini sejalan dengan penelitian Veronica

M. V. Renwarin, dkk di Kota Tomohon bahwa dalam pelaksanaan penemuan penderita

menggunakan RDT tidak dikonfirmasi ulang dengan pemeriksaan mikroskop27

. Menurut

pedoman tatalaksana kasus malaria untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria pasti

harus dilakukan pemeriksaan darah dengan mikroskop untuk menentukan ada tidaknya

Page 74: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

61

parasit malaria, spesies dan stadium plasmodium, dan kepadatan parasit. Uji diagnosis

cepat (RDT) digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa

(KLB), dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis2.

Salah satu standar pengobataan malaria adalah setiap tenaga kesehatan harus

memantau/follow up kepada penderita yang mendapatkan pengobatan radikal berupa

pengambilan sedian darah ulang berdasarkan jenis parasit agar tidak terjadi resistensi

plasmodium terhadap obat. Pada kasus rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari

ke-4, ke-7, ke-14, ke-21, dan hari ke-28 dengan pemeriksaan klinis dan sediaan darah

secara mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis selama pengobatan dan

evaluasi segera dianjurkan datang kembali tanpa menunggu jadwal tersebut diatas. Pada

kasus rawat inap, evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari hingga tidak ditemukan parasit

dalam sediaan darah selama 3 hari berturut-turut, dan setelahnya dievaluasi seperti kasus

rawat jalan2.

Belum ada tatalaksana pemantauan pengobatan malaria pada pemakai obat malaria

(ACT/Non ACT) di puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat, petugas puskesmas hanya

menyarankan penderita untuk memeriksa kembali ke puskesmas setelah obat habis, obat

diberikan untuk tiga hari, namun kendalanya banyak penderita tidak memeriksa diri

kembali apabila dirinya merasa sembuh, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian

Veronica M. V. Renwarin, dkk di Kota Tomohon bahwa efikasi obat belum dilaksanakan

di semua puskesmas yang ada di kota Tomohon, karena biasanya penderita tidak

memeriksa diri kembali apabila merasa dirinya sembuh27

.

Tatalaksana pemantauan pengobatan yang hanya menyarankan penderita kontrol

kembali ke puskesmas adalah bentuk pemantauan yang sifatnya pasif karena kelemahan

dari bentuk pemantauan ini adalah tidak terpantaunya pasien positif yang diberi obat

malaria apakah benar-benar sembuh atau belum. Perlu dilakukan perbaikan manajemen

pemantauan pengobatan yang tepat dengan mengaktifkan petugas puskesmas untuk turun

ke lapangan sehingga follow up pengobatan terkontrol. Penelitian Wonoboso tahun 2006

menyebutkan pengobatan dengan pengawasan kader perlu dilakukan dan peningkatan

kesadaran penderita malaria untuk minum obat sampai tuntas28

. Secara statistik tidak ada

hubungan kegiatan pemantauan pengobatan dengan jumlah kasus malaria (p=0,158)

Page 75: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

62

5.3 Penanggulangan Malaria Secara Promotif

Upaya promotif adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditunjukkan kepada

perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan, dengan kata lain mengupayakan

agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Di Kabupaten Lahat upaya promotif yang paling banyak dilakukan adalah kegiatan

penyuluhan (93,5%) dan penyebaran media informasi tentang malaria seperti leaflet dan

spanduk (90,3%). Secara statistik tidak ada hubungan antara kegiatan penyuluhan dan

penyebaran media informasi malaria dengan jumlah kasus, meskipun tidak terdapat

kebermaknaan secara statistik, akan tetapi secara teori penyuluhan memiliki peran yang

krusial dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Telah dibuktikan bahwa

malaria merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, oleh karena itu banyak

cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya angka kejadian malaria diantaranya

melalui program penyuluhan. Menurut Notoatmodjo, pemberian informasi dan penyuluhan

kesehatan merupakan kegiatan promosi yang ditunjukkan pada faktor predisposisi atau

faktor yang mempermudah terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat, seperti

pengetahuan dan sikap, upaya ini dimaksudkan untuk meluruskan tradisi-tradisi,

kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya yang tidak kondusif bagi perilaku

sehat dan akhirnya berakibat buruk bagi kesehatan mereka29

.

WHO merumuskan upaya promotif adalah sebagai proses untuk meningkatkan

kesehatan, memelihara kesehatan baik secara fisik, mental, maupun sosial masyarakat3.

Upaya promotif bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan

peningkatan pengetahuan tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat usaha

untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. Penyuluhan

kesehatan merupakan suatu kegiatan upaya promotif yang dilakukan untuk memberikan

dan meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan agar memudahkan masyarakat

melakukan perilaku yang sehat. Penyuluhan adalah salah satu usaha menyebarluaskan

informasi dan hal-hal baru agar masyarakat tertarik dan mau melakukan dalam kehidupan

sehari-hari, artinya penyuluhan lebih menekankan pada pendekatan edukatif30

.

Kegiatan penyuluhan di kabupaten Lahat biasanya dilakukan bersamaan dengan

kegiatan posyandu, berdasarkan temuan lapangan bahwa materi yang di sampaikan pada

penyuluhan tersebut tidak terfokus pada malaria namun dicampur dengan materi

penyuluhan penyakit lainnya. Di daerah hiperendemis, di pedesaan berpendidikan rendah

Page 76: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

63

memang sangat diperlukan penyuluhan mengenai malaria secara khusus tidak digabung

dengan penyuluhan kesehatan lain, dan harus dilakukan berkali-kali31

.

Kegiatan penyebaran media informasi merupakan kegiatan promotif, karena alat-

alat media informasi seperti leaflet, flyer (selembaran), poster, dan spanduk digunakan

untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan yang disampaikan petugas

sehubungan dengan malaria. Media poster dan spanduk adalah media informasi yang

paling banyak disebarkan oleh petugas puskesmas ke masyarakat, biasanya media ini

disebarkan ke posyandu dan khususnya poster digunakan sebagai media untuk

menyampikan penyuluhan ke masyarakat.

Adapun upaya promotif lainnya, yaitu partisipasi petugas dalam kegiatan berbasis

masyarakat seperti pos malaria desa, juru malaria desa, dan sebagainya sebagai upaya

untuk penanggulangan malaria di kabupaten Lahat semua puskesmas tidak ada

partisipasinya (31%) dengan alasan belum ada kegiatan penanggulangan malaria berbasis

masyarakat di Kabupaten Lahat sehingga tidak ada partisipasi petugas puskesmas untuk

mendukung kegiatan tersebut. Meskipun puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat

memiliki/mengaktifkan kader atau bidan desa yang ada di poskesdes, akan tetapi kader ini

bukan bertanggungjawab khusus untu program penanggulangan malaria.

Karena kegiatan berbasis masyarakat di wilayah Kabupaten Lahat, seperti Pos

Malaria Desa, Juru Malaria Desa, dan sejenisnya belum ada di kabupaten ini, sehingga

tidak ada sama sekali peran petugas puskesmas untuk untuk mendukung kegiatan

penanggulangan malaria yang berbasis masyarakat. Jika dilihat dari hasil lapangan bahwa

belum adanya dukungan kebijakan/advokasi yang kuat baik di tingkat provinsi, kabupaten

sampai ke desa untuk mendukung kegiatan berbasis masyarakat dan kerjasama lintas sektor

khususnya di tingkat wilayah kerja puskesmas. Dengan adanya kegiatan berbasis

masyarakat untuk program malaria maka tumbuhnya pengetahuan dan pemahaman

individu, kelompok dan masyarakat tentang upaya pengendalian malaria, timbulnya

kemauan, kesadaran, dan tindakan masyarakat terhadap upaya pengendalian malaria, dan

timbulnya kemampuan masyarakat baik secara individu maupun kelompok dalam upaya

pengendalian malaria dengan memanfaatkan potensi dan fasilitas setempat2. Menurut

Sasongko dalam Notoatmodjo, peranan petugas kesehatan/atau lembaga pelayanan

kesehatan profesional setempat dalam kegiatan berbasis masyarakat adalah membantu

kader kesehatan memperoleh kredibilitas di mata masyarakat lingkungannya, dengan

memberikan pelatihan/keterampilan (competent credibility) kesehatan kepada kader,

Page 77: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

64

sehingga seorang kader kesehatan mampu memberikan nasihat-nasihat teknis kepada

masyarakat yang memerlukannya29

. Bekal kredibilitas ini akan membantunya untuk secara

efektif menjalankan peran sebagai pengelola dari upaya kesehatan primer.

Demikian halnya dengan kegiatan kemitraan dengan sektor lainnya, sebagian besar

puskesmas tidak menggalakkan kerjasama kemitraan dengan sektor pemerintah ataupun

non pemerintah di wilayah kerjanya (74,2%). Kemitraaan yang dilakukan dikabupaten

Lahat masih dilaksanakan sebatas lintas program seperti dengan bagian KIA-KB

puskesmas, sedangkan lintas sektor hanya dengan kecamatan, kelurahan, kelompok PKK,

sekolah-sekolah yang ada di wilayah kerja puskesmas. Kemitraan ini dilakukan untuk

kegiatan kerja bakti dan kegiatan Mass Boold Survey (MBS) di sekolah-sekolah. Perlu

dilakukan upaya-upaya terobosan dalam menggalang kerjasama/kemitraan dengan

berbagai sektor dan kelompok masyarakat secara intens di wilayah kerja puskesmas-

puskesmas Kabupaten Lahat dalam upaya pengendalian malaria menuju eliminas2, salah

satu contoh kerjasama/kemitraan dengan Dinas Pekerjaan Umum untuk pembenahan aliran

irigrasi yang ada di Kabupaten Lahat. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna

antara kegiatan kerjasama/kemitraan dengan pihak lain dengan jumlah kasus malaria

(p=1,000)

5.4 Sarana Prasarana

Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaaan sarana

transportasi untuk petugas dengan jumlah kasus malaria (p=0,033). Artinya sarana

transportasi untuk petugas sangat dibutuhkan pada daerah yang jumlah kasus tinggi. Sarana

transportasi memiliki peran yang krusial untuk mobilisasi petugas sehubungan dengan

program penanggulangan malaria di wilayah kerjanya, baik penemuan kasus malaria,

pengawasan kepatuhan minum obat, distribusi obat, alat laboratorium, sampai dengan

pelaporan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk

Teknis Dana Alokasi Kesehatan (DAK), kebutuhan akan adanya fasilitas pusling roda

empat di pertimbangkan karena sebagai sarana transportasi petugas dan pasien serta

peralatan kesehatan penunjangnya untuk melaksanakan program puskesmas dan

memberikan pelayanan kesehatan dasar serta melakukan penyelidikan KLB, sebagai sarana

transportasi rujukan pasien, dan mendukung pelaksanaan penyuluhan dan promosi

kesehatan32

. Kebutuhan akan adanya kendaraan operasional roda dua diharapkan

Page 78: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

65

mempertimbangkan bahwa kendaraaan berfungsi sebagai sarana transportasi petugas dalam

melaksanakan program puskesmas dan memberikan pelayanan kesehatan dasar serta

melakukan penyelidikan KLB.

Permasalahan sarana dan prasarana di Kabupaten Lahat adalah fasilitas komputer

untuk mendukung pencatatan/pelaporan kegiatan malaria masih kurang, tidak ada

laboratorium, masih kurangnya sarana transportasi untuk mobilisasi petugas. Dari segi

anggaran untuk penyediaan sarana dan prasarana masih minim karena sumber anggaran

hanya dari APBD. Stok obat ACT juga masih kurang karena obat ACT ini didapatkan dari

pusat, yaitu Dinas Kesehatan Provinsi. Meskipun fasilitas mikroskop dan alat/reagen

laboratorim telah mencukupi/ada, namun yang menjadi masalah adalah cara perawatan

fasilitas mikroskop dan alat/reagen tersebut masih belum baik karena faktor kemampuan

petugas.

Meskipun keberadaan laboratorium, stok obat, mikroskop, alat/reagen, sarana

komputer tidak bermakna secara statistik, namun keberadaan sarana prasarana ini sangat

penting dan harus ada untuk mendukung tercapainya upaya penanggulangan malaria.

Menurut Lawrence Green (1980) fasilitas, sarana, atau prasarana adalah faktor pemungkin

atau pendukung (enabling factor) terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat29

, agar

jumlah kasus malaria menurun maka diperlukan sarana atau fasilitas untuk mendukung

turunnya jumlah kasus malaria di suatu wilayah.

5.5 Kualitas SDM

Menurut Pedoman Manajemen Malaria, keberhasilan dan keberlangsungan suatu

program sangat ditentukan oleh kemampuan pelaksananya, yaitu kompetensi yang dimiliki

sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan eliminasi malaria2.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara

statistik antara pelatihan pengelola program dan pelatihan mikroskopis dengan jumlah

kasus malaria. Permasalahan sumber daya manusia di Kabupaten Lahat adalah kualitas

sumber daya manusia pengelola program malaria khususnya petugas laboratorium malaria

yang dimiliki puskesmas-puskesmas di Kabupaten Lahat masih rendah, hal ini terlihat

sebagian besar puskesmas di Kabupaten Lahat belum memiliki tenaga analis yang

berkompeten di bidangnya, akibatnya hasil pemeriksaan laboratorium tidak akurat/tingkat

error rate masih tinggi dan ini terlihat hasil pelaporan mereka yang belum baik. Pada

umumnya yang memegang tanggung jawab pemeriksaan di laboratorium adalah perawat

Page 79: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

66

atau bidan yang pada dasarnya tidak memiliki kompetensi untuk pemeriksaan

laboratorium. Selama tahun 2014-2015 tidak ada penambahan pegawai baru, sehingga

memberdayakan sumber daya yang ada untuk memegang tanggung jawab pada

pemeriksaaan laboratorium.

Salah satu cara pengembangan tenaga malaria agar sesuai dengan tuntutan

pekerjaan adalah melalui pelatihan. Dessler (1997) mendefinisikan pelatihan sebagai

proses mengajarkan karyawan mengenai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk

menjalankan pekerjannya34

. Pelatihan adalah untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan, dan kemampuan, memperbaiki, mengatasi kekurangan, dalam pelaksanaan

pekerjaan sesuai dengan standar kebijakan program2. Berdasarkan wawancara mendalam

pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan dan diikuti pada tahun 2014-2015 belum

mendukung peningkatan kemampuan petugas baik petugas laboratorium maupun pengelola

program, karena kuantitas pelatihan yang diselenggarakan tidak dilakukan intens dan terus

menerus. Adanya harapan atau keinginan dari petugas puskesmas agar kegiatan pelatihan

dilakukan rutin dan terus menerus sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM petugas,

seperti yang disampaikan oleh Kepala Puskesmas Saung Naga:

“inginnya itu sebenarnya minimal 3 bulan sekali, 4 bulan sekali, jadi kita bisa

dalam artian mereview kembali kan ibaratnya itu, bisa mengevaluasi kinerja

masing masing puskesmas “.

Kendala anggaran menyebabkan pelatihan-pelatihan untuk program malaria di

Kabupaten Lahat tidak rutin dilakukan, dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

adalah sumber dana untuk kegiatan peningkatan kapasitas SDM.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak ada hubungan antara beban kerja

petugas yang bertanggungjawab pada program malaria dengan jumlah kasus malaria.

Kelebihan beban kerja disini lebih berpengaruh pada kinerja petugasnya, dimana semakin

tidak ada petugas yang memiliki kelebihan beban kerja maka kinerja petugas maka

semakin baik dan akan berpengaruh dengan rendah atau tingginya jumlah kasus di suatu

wilayah. Penelitian yang dilakukan oleh Bona Boy di RSUD DR. Djasamen Saragih

Pematangsiantar terhadap perawat menunjukkan bahwa ada hubungan antara beban kerja

dengan kinerja menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja

dengan kinerja33.

Page 80: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

67

Besarnya masalah kelebihan beban kerja di Kabupaten Lahat (100%) menunjukkan

tenaga pemberantasa malaria di kabupaten Lahat masih terbatas, hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Sari Lestari Rahmawati, Nurjuzuli dan Mursid Raharjo di Kota Ternate, bahwa

tenaga pemberantasan malaria di Dinas Kesehatan Kota Ternate masih sangat terbatas, hal

ini disebabkan oleh lemahnya perencanaan sumber daya manusia yang tidak sesuai dengan

beban kerja35

.

5.6 Keberadaaan SDM

Permasalahan sumber daya manusia di puskesmas-puskesmas Kabupaten lahat dari

segi kuantitas atau keberadaan SDM adalah kurangnya tenaga analis/mikroskopis yang

dibutuhkan, SDM menumpuk pada kualifikasi perawat dan bidan. Berdasarkan Pedoman

Manajemen Malaria bahwa standar minimal dalam hal jumlah dan jenis tenaga terlatih

untuk terselenggaranya kegiatan program malaria di tingkat puskesmas, harus ada dokter,

bidan, perawat, mikroskopis, pengelola program baik untuk wilayah yang tinggi, sedang,

dan rendah kasus malarianya2.

5.7 Anggaran

Selain mengandalkan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Kabupaten Lahat, kabupaten ini juga mengandalkan dana dari luar (WHO) yaitu Global

Found (GF) untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan malaria yang bersifat preventif,

seperti kelambu berinsektisida. Bantuan dari Global Found (GF) ini baru didapatkan

Kabupaten Lahat tahun 2015. Seperti yang di ungkapkan oleh Kepala Seksi Pengendalian

& Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Lahat, sebagai berikut:

“Kalau anggaran ini sebenarnya masih kurang, karena kita sebetulnya untuk

pencegahan, untuk penyemprotan misalnya kita kan pakai sprayer ya, kalau dari

jumlah anggaran saat ini kayaknya masih kurang, dari APBD juga kurang, tapi

kalau dari GF ini kita baru mendapatkan kelambu massal dan untuk yang

meningkatkan kapasitas SDM itu juga belum maksimal, jadi kalau bisa nanti dari

APBD kita tambahi, tapi kalau APBN kami tidak bisa menambahi karena bukan

kapasitas kami.

Page 81: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

68

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Pada kegiatan preventif ada hubungan yang bermakna secara statistik pada dimensi

kegiatan indoor residual spray (IRS) dengan jumlah kasus malaria ( p=0,025).

2. Pada kegiatan kuratif ada hubungan yang signifikan sebesar 0,003 pada dimensi

pemberian obat ACT dengan jumlah kasus malaria.

3. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keberadaaan sarana transportasi

untuk petugas dengan jumlah kasus malaria (p=0,033)

4. Diagnosis malaria belum seluruhnya menggunakan mikroskop, pengobatan masih

menggunakan klorokuin dan primaquin untuk pengobatan malaria, Tatalaksana

pemantauan pengobatan yang hanya menyarankan penderita kontrol kembali ke

puskesmas.

5. Kegiatan IRS menggunakan insektisida vendona IRS difokuskan pada wilayah yang

ada kasus positif, kualitas laporan sehubung dengan diagnosis malaria masih belum

baik karena kemampuan petugas, larvasiding menggunakan altosit tidak dilakukan di

seluruh puskesmas, kegiatan penemuan kasus malaria baru dengan Mass Boold Survey

(MBS) di desa-desa endemis, dan skrining ibu hamil, pembagian kelambu

berinsektisida hanya untuk ibu hamil dan balita, pengelolahan lingkungan umumnya

seperti membersihkan selokan-selokan dan daerah pinggiran sungai yang terintegrasi

dalam kegiataan kerja bakti yang dilakukan oleh pihak kelurahan atau kecamatan,

belum ada kegiatan pembagian ikan pemakan jentik.

6. Penyuluhan terintegrasi pada kegiatan posyandu, kemitraan lintas sektor puskesmas

baru dilakukan dengan pihak kecamatan, kelurahan, kelompok PKK dan sekolah-

sekolah, belum ada partisipasi petugas dalam kegiatan penanggulangan malaria

berbasis masyarakat, karena kegiatan tersebut belum ada diseluruh wilayah

puskesmas.

7. Fasilitas laboratorium dan sarana transportasi untuk petugas masih kurang, stok obat

ACT masih diberikan terbatas oleh Dinas Kesehatan, dan fasilitas komputer

pendukung petugas masih minim. Meskipun fasilitas mikroskop dan alat/reagen

laboratorim telah mencukupi/ada, namun yang menjadi masalah adalah cara perawatan

Page 82: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

69

fasilitas mikroskop dan alat/reagen tersebut masih belum baik karena faktor

kemampuan petugas.

8. Beban kerja yang berlebihan menjadi masalah petugas penanggungjawab program

malaria di puskesmas-puskesmas Kabupaten Lahat dan kebutuhan tenaga

laboratorium/analis masih sangat dibutuhkan oleh puskesmas di Kabupaten Lahat,

kuantitas kegiatan pelatihan untuk petugas belum maksimal.

6.2 SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat bagaimana penerimaan pelaksanaan

program preventif, promotif, dan kuratif malaria oleh masyarakat di Kabupaten Lahat.

2. Perlunya dilakukan penelitian entomologi pada wilayah kasus malaria tinggi untuk

menentukan intervensi preventif apa yang cocok dan dibutuhkan masyarakat.

3. Diperlukan dukungan pemerintah daerah maupun pusat baik anggaran maupun

peraturan kebijakan untuk mempercepat penggunaan obat ACT menggantikan

klorokuin di seluruh puskesmas di Kabupaten Lahat, penyediaan stok obat ACT yang

cukup, dan sosialisasi pemantauan pengobatan ke petugas puskesmas.

4. Diperlukannya dukungan pemerintah dan masyarakat untuk menggalakkan kegiatan

penanggulangan malaria berbasis masyarakat dengan menjadikan masyarakat sebagai

kader, khususnya wilayah dengan jumlah kasus yang tinggi.

5. Diperlukan dukungan kebijakan untuk meningkatkan kerjasama/kemitraaan

puskesmas dengan sektor lainnya untuk mendukung upaya penanggulangan malaria.

6. Kegiatan penyuluhan ke masyarakat dilakukan secara rutin dan fokus pada masalah

malaria.

7. Perlu ditingkatkan dukungan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana

untuk mendukung kinerja pengelola program malaria.

8. Dukungan dari pemerintah untuk melaksanakan pelatihan atau refresing mikroskopis,

pelatihan pencatatan dan pelaporan malaria yang intens dan berkelanjutan sehingga

meningkatkan kemampuan petugas pengelola program malaria dan akan berdampak

positif kepada hasil diagnosis malaria dan pelaporannya yang akan menjadi dasar

pengambilan kebijakan penanggulangan malaria di masing-masing puskesmas.

9. Perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk menambah SDM yang

dibutuhkan dan kurang di tingkat puskesmas, seperti tenaga mikroskopis dan

entomologi.

Page 83: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

70

BAB VII UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian

Kesehatan RI yang telah memberikan dana sehingga penelitian ini dapat berlangsung.

Segenap kepanitian Risbinkes tahun 2016, Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja, Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat beserta staf, seluruh Kepala Puskesmas di Kabupaten

Lahat beserta Pengelola Program Malarianya, Prof. Dr. Amrul Munif, M.Sc, dan Dr. dr.

Dwi Susilowati MSc, IBCLC, SpGK selaku pembimbing penelitian yang telah banyak

membantu dalam penyelesaian laporan ini, juga penulis ucapkan terimakasih untuk

pembimbing dari Loka Litbang P2B2 Baturaja, Santoso, M.Sc dan Anif Budiyanto,

M.Epid. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada rekan-

rekan anggota tim penelitian yang telah memberikan bantuan dari awal sampai

terselesaikan laporan risbinkes ini.

Page 84: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

71

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, U.F. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas. 2005.

2. Kementerian Kesehatan. Pedoman Manajemen Malaria. Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI. 2014.

3. Arsin, Andi Arsunan. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makasar:

Penerbit Masagena Press. 2012.

4. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Penemuan Penderita. Jakarta: Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) Direktorat

Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang. 2007.

5 Malaria Sumatera Selatan [internet] 2013 [diakses 2 Januari 215] Tersedia di:

http://diditharyanto1981.blogspot.com/2013/04/v behaviorurldefaultvmlo.html.

6. Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Selatan. Laporan Pengelola Program Malaria

Propinsi Sumatera Selatan tahun 2011. Palembang: Dinas Kesehatan Propinsi

Sumatera Selatan. 2011.

7. Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Laporan Pengelola Program Malaria

Kabupaten Lahat Tahun 2014. Lahat: Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 2014.

8. Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Laporan Pengelola Program Malaria

Kabupaten Lahat tahun 2015. Lahat: Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 2015.

9. Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. Analisa Situasi Malaria Kabupaten Lahat 2016.

Lahat: Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat. 2016.

10. Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 Tahun 2014 Tentang

Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2014.

11. Arisanti M. Program Pengendalian Malaria Di Desa Tebat Gabus Kecamatan Kisam

Tinggi Kabupaten OKU Selatan: Penilaian Kebutuhan Dari Perspektif

Penyelenggara Kesehatan dan Masyarakat. Laporan Risbinkes. 2012.

12. Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan. Rencana Operasional Promosi

Kesehatan Untuk Eliminasi Malaria. Jakarta: Kementerian Kesehatan. 2010.

13. Prasastin, Olivia Virvizat. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Petugas

Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas Di Kabupaten

Kebumen Tahun 2012. [internet] [diakses 12 Januari 215] Tersedia di: Unnes

Journal of Public Health.Available From:

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph

Page 85: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

72

14. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CVAlfabeta.

2012.

15. Kemeterian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.293/MENKES/SK/IV/2009 Tentang Eliminasi Malaria.

16. Putra, Dwi Nuraminullah. Studi Tentang Pelayanan Kesehatan Preventif di

Puskesmas Sei Merdeka Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara.

eJournal Ilmu Pemerintahan, 2015: 3(4). 1581-1592. Ejournal.ip.fisip-

unmul.ac.id

17. Herdhiyati, Dheny. Hubungan Faktor Lingkungan dan Praktik Pencegahan Dengan

Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Bagelen Kabupaten Purworejo.

Tesis. 2015.

18. Wahyudi, Ahyar. Hubungan Karakteristik Keluarga, Penyuluhan Kesehatan

Langsung, dan Media Massa dengan Perilaku Pencegahan Malaria Pada

Kecamatan Cempaka kota Banjar Baru. Tesis. 2012

19. Stanhope, Marcia and Lancaster, Jeanette. Community & Public Health Nursing, 6th

Edition. Mosby: Missouri. 2004.

20. WHO. Indoor Residual Spray- An Operational Manual For Indoor Residual Spraying

(IRS) For Malaria Transmission Control And Elimination. Second Edition.

Switzerland. 2015.

21. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Tatalaksana Kasus Malaria. Jakarta :

Departemen Kesehatan. 2003.

22. Shargi, E. Physical durability of pernet 2.0 long lasting insecticidal nets over three to

32 month of use in Ethiopia (Online Journal) 2005; diakses 27 Oktober 2016)

Tersedia di http://malariajournal.com/content/12/1/242.

23. Marsh, V. M., Mutemi, W., Some, E.S., Haaland, A., dan Snow, R. W. Evaluating the

Commmunity Education Programme of An Insecticide-Treated Bed Net Trial on

the Kenyan Coast. Health Policy and Planning; 11(3):280-291. Oxford

University Press.

24. Wellmark International, 2005. Altosid Briquets; A Sustanied Realese

MosquitoGrowth Regulator to Prevent Adult Mosquito Emergence, Specimen

Label. Shaumburg Illionos USA. 2005.

25. Ipa, Mara dan Dhewantara, Panji Wibawa. Variasi Pengobatan Malaria Rumah

Tangga di Enam Provinsi Endemis Malaria di Indonesia. 2015. ASPIRATOR,

7(1), 2015, pp. 13-22.

26. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Tekmis Pemeriksan Parasit Malaria. Jakarta:

Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang-Direktorat Jenderal PP

& PL

Page 86: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

73

27. Renwarin, Veronica M. V, Umboh, J. M. L, dan Kandaou, G. D. Analisis

Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Kota Tomohon. [internet] [diakses

23 Oktober 2016] Tersedia di ejournal.unsrat.ac.id.

28. Subowo B. Pengawasan Keberhasilan minum obat malaria dengan kesembuhan

pada penderita malaria tropika di Kabupaten Wonoboso. Semarang:

Universitas Diponogoro. 2006.

29. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Rineka

Cipta. 2005.

30. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: PT. Rineka

Cipta. 2007

31. Mardiana dan Santoso, Siti Sapardiyah. Peran Serta Masyarakat Dalam Upaya

Penanggulangan Malaria di Desa Buaran dan Desa Geneng, Kabupaten

Jepara, Jawa Tengah. [internet] [diakses 23 Oktober 2016] Tersedia di

jurnal.litbang.depkes.go.id.

32. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi

Khusus Bidang Kesehatan, Serta Sarana dan Prasarana Penunjang Subbidang

Sapras Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2015.

33. Sihotang, Bona Boy Pandapotan. Pengaruh Beban Kerja Terhadap Kinerja Perawat

Dalam Pelayanan Kegawatdaruratan di RSUD Dr. Djasamen Saragih

Pematangsiantar. Tesis. 2012.

34. Dessler, Gary. Human Resource Management Tenth Edition. New Jersey: Prentice

Hall. 2003.

35. Rahmawati, Sari Lestari., Nurzauli., dan Raharjo, Mursid. Evaluasi Manajemen

Lingkungan Pengendalian Vektor Dalam Upaya Pemberantasan Penyakit

Malaria di Kota Ternate. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia. Vol. 11 No.

2/ Oktober 2012.

Page 87: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

74

LAMPIRAN

Page 88: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

75

Lampiran-Persetujuan Etik (Ethical Approval)

Page 89: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

76

Lampiran-Izin Penelitian Dari Kesbangpol Kabupaten Lahat

Page 90: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

77

Lampiran- Izin Penelitian Dari Kesbangpol Provinsi Sumatera Selatan-1

Page 91: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

78

Lampiran- Izin Penelitian Dari Kesbangpol Provinsi Sumatera Selatan-2

Page 92: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

79

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN

MALARIA DI KABUPATEN LAHAT

NASKAH PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Kami dari Loka Litbang P2B2 Baturaja Kementerian Kesehatan RI mengadakan

penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penanggulangan

Malaria di Kabupaten Lahat”. Penelitian ini bertujuan memperoleh data yang

mendukung upaya pengembangan program penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat.

Kami akan melakukan wawancara dengan kuesioner dan juga melakukan

wawancara mendalam kepada Bapak/Ibu/Saudara/i. Bapak/Ibu/Saudara/i diharapkan

menjawab setiap pertanyaan yang disampaikan selama wawancara berlangsung secara

jujur. Kerahasian identitas dan keterangan Bapak/Ibu/Saudara/i pada saat wawancara akan

tetap terjaga. Seluruh data akan dimasukkan ke dalam komputer yang dimiliki peneliti, dan

hanya bisa dibuka oleh peneliti.

Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i bersifat sukarela tanpa paksaan dan bila tidak

berkenan dapat menolak, atau sewaktu-waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi

apapun.Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i sangat kami harapkan agar supaya program

penanggulangan malaria di Kabupaten Lahat dapat terlaksana. Sebagai tanda terima kasih

akan diberikan imbalan berupa bahan kontak berupa uang pengganti waktu yang telah

Bapak/Ibu/Saudara/i sediakan. Waktu Bapak/Ibu/Saudara/i akan terpakai sekitar 30 menit

untuk menjawab pertanyaan pada kuesioner yang kami ajukan dan 1 jam untuk menjawab

pertanyaan secara mendalam.

Semua informasi dan hasil penjelasan Bapak/Ibu/Saudara/i akan dijaga

kerahasiannya dan akan disimpan di Loka Litbang P2B2 Baturaja Kementerian Kesehatan

RI dan hanya digunakan untuk pengembangan kebijakan program kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan.

Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i memerlukan penjelasan lebih lanjut mengenai

penelitian ini, dapat menghubungi:

Ketua Pelaksana Penelitian : Indah Margarethy, M.Si (081367079375) Loka Litbang P2B2

Baturaja (0735-322774)

Page 93: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

80

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)/INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :……………………………………………………………

Umur :……………………………………………………………

Alamat :……………………………………………………………

Saya telah mendapatkan penjelasan secara rinci dan telah mengetahui maksud dan

tujuan penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penanggulangan

Malaria di Kabupaten Lahat” yang dilaksanakan oleh tim peneliti Loka Litbang P2B2

Baturaja Kementerian Kesehatan RI. Saya memutuskan setuju/tidak setuju*) untuk ikut

berpartisipsi dalam penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan.Bila saya inginkan, maka

saya dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

*) Coret yang tidak perlu

Baturaja,……………………….2016

NAMA DAN TANDA TANGAN

SAKSI

(…………………………………….)

NAMA DAN TANDA TANGAN

RESPONDEN/INFORMAN

(………………………………….)

NAMA DAN TANDA

KETUA PELAKSANA

Indah Margarethy

Page 94: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

81

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENANGGULANGAN

MALARIA DI KABUPATEN LAHAT

PETUNJUK BAGI PEWAWANCARA

Sebelum wawancara dimulai mohon dibacakan pengantar di bawah ini :

Kami anggota tim dari Loka Litbang P2B2 Baturaja Kementerian Kesehatan RI, tujuan

kami datang menemui Bapak/Ibu/Saudara/i untuk memperoleh keterangan tentang hal-hal

yang berhubungan dengan program penanggulangan malaria yang berjalan pada tahun

2014 sampai 2015 di wilayah kerja puskesmas ini. Bapak/Ibu/Saudara/i terpilih sebagai

sampel untuk diminta memberikan keterangan tentang faktor-faktor yang berhubungan

dengan program penanggulangan malaria. Sehubungan dengan hal itu, diharapkan

Bapak/Ibu/Saudara/i dapat memberikan keterangan kepada kami dengan menjawab

pertanyaan yang kami ajukan. Kami menjamin kerahasian identitas Bapak/Ibu/Saudara/i.

Kami ucapkan terimakasih atas kerjasamanya.

A. DATA RESPONDEN

Tanggal Wawancara :

Nama Responden :

Puskesmas :

B. PENANGGULANGAN MALARIA SECARA KURATIF

1. Apakah dilakukan pemeriksaan sedian darah dengan menggunakan mikroskop/RDT (Rapid

Diagnostic Test) bagi masyarakat yang diduga malaria kliniks pada tahun 2014 sampai

2015 di puskesmas saudara?

a. Tidak, Alasannya……………………………………………………………………….

(langsung ke pertanyaan no.3)

b. Ya, dilakukan (mikroskop-RDT-Kedua-nya)*coret yang tidak perlu

2. Apakah petugas puskesmas ini memberikan obat ACT kepada masyarakat yang positif

malaria dari hasil pemeriksaan mikroskop pada tahun 2014-2015 ?

a. Tidak, Alasannya………………………………………………………………..

b. Ya

Page 95: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

82

3. Apakah ada kegiatan pengawasan kepatuhan mengkonsumsi obat malaria yang dilakukan

petugas puskesmas saudara pada tahun 2014 sampai 2015

a. Tidak, Alasannya………………………………………………………………..

b. Ya

B. PENANGGULANGAN MALARIA SECARA PREVENTIF

1. Selama tahun 2014 sampai 2015 apakah puskesmas saudara menyelenggarakan kegiatan

penyemprotan rumah (indoor residual spraying/IRS) ?

a. Tidak pernah, Alasannya……………………………………………………………

b. Pernah

2. Apakah petugas puskesmas pernah membagikan kelambu berinsektisida untuk ibu hamil,

bayi, balita dan penderita positif malaria di wilayah kerjanya selama tahun 2014 dan 2015?

a. Tidak, Alasannya……………………………………………………………………

b. Ya

3. Apakah selama tahun 2014 dan 2015 di wilayah kerja puskesmas ini pernah melakukan

kegiatan larvasiding di tempat-tempat potensial vektor yang digalakkan oleh petugas

puskemas?

a. Tidak, Alasannya……………………………………………………………………

b. Ya

4. Selama tahun 2014 dan 2015 apakah puskesmas saudara ada kegiatan penebaran ikan

pemakan jentik nyamuk anopheles seperti ikan nila, mujair, ikan kepala timah, dan ikan

guppy di habitat vektor malaria yang potensial seperti mata air, anak sungai, rawa-rawa,

empang/kolam, air payau ?

a. Tidak, Alasanya……………………………………………………………………..

b. Ya

5. Apakah puskesmas ini melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan untuk mengatasi

masalah malaria, seperti menghilangkan genangan air/penimbunan,

memperbaiki/meningkatkan fungsi drainase, reboisasi, membersihkan tanaman air dan

lumut ?

a. Tidak pernah, Alasannya……………………………………………………………

b. Pernah

6. Apakah petugas puskesmas ini pernah melakukan kegiatan mendatangi rumah penduduk

secara aktif dan berkala 2-4 minggu sekali untuk menemukan dan mengobati kasus malaria

positif baru selama tahun 2014 sampai 2015 di wilayah kerjanya?

a. Tidak, Alasannya…………………………………………………………………..

b. Ya

Page 96: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

83

7. Apakah puskesmas saudara rutin melakukan kegiatan pencatatan, pengelolahan, dan

analisis semua kegiatan penanggulangan malaria (surveilans) pada tahun 2014 dan 2015 ?

a. Tidak, Alasannya…………………………………………………………………..

b. Ya

8. Selama tahun 2014 sampai 2015 apakah pernah dilaksanakan penyuluhan tentang malaria

oleh petugas puskesmas di wilayah kerjanya?

a. Tidak pernah, Mengapa……………………………………………………………

b. Ya

C. PENANGGULANGAN MALARIA SECARA PROMOTIF

1. Apakah petugas puskemas ini pernah membagikan/menyebarkan media informasi kepada

masyarakat seperti leaflet, poster, dll tentang malaria selama tahun 2014 sampai 2015 ?

a. Tidak pernah, Kenapa……………………………………………………………...

b. Pernah

2. Apakah ada petugas puskesmas yang ikut berpartisipasi dalam layanan malaria berbasis

masyarakat seperti Pos Malaria Desa, Juru Malaria Desa, Desa Siaga, dll yang ada di

wilayah kerjanya pada tahun 2014 sampai 2015 ?

a. Tidak, Mengapa……………………………………………………………………..

b. Ya

3. Melakukan kerjasama/penggalangan kegiatan dengan pihak lain, seperti LSM, Dunia

Usaha, lembaga donor, sektor pemerintah/diluar pemerintah untuk menanggulangi malaria

di wilayah kerjanya selama tahun 2014-2015?

a. Tidak dilakukan, Kenapa……………………………………………………………

b. Ya

D. SARANA DAN PRASARANA

1. Apakah pada tahun 2014 dan 2015 tersedia laboratorium pemeriksaan darah ?

a. Tidak Ada, Mengapa………………………………………………………………..

b. Ada

2. Apakah puskesmas ini memiliki mikroskop jenis binokuler untuk mendukung pemeriksaan

malaria pada tahun 2014 sampai 2015 ?

a. Tidak ada, Mengapa………………………………………………………………

b. Ada

3. Selama tahun 2014 dan 2014 apakah alat/reagen pemeriksaan darah tersedia lengkap di

puskesmas ini ?

a. Tidak, Kenapa………………………………………………………………………

Page 97: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

84

b. Ya

4. Apakah stok obat ACT di puskesmas pada tahun 2014 sampai 2015 mencukupi sesuai

kebutuhan?

a. Tidak, Alasannya…………………………………………………………………………

b. Ya

5. Apakah di puskesmas ini tersedia komputer khusus untuk mendukung pencatatan dan

pelaporan kegiatan malaria pada tahun 2014 sampai 2015 ?

a. Tidak, Mengapa……………………………………………………………………

b. Ya

6. Pada tahun 2014 sampai 2015 apakah ada sarana transportasi baik roda dua atau empat

yang disediakan puskesmas untuk mobilisasi petugas P2 malaria ?

a. Tidak ada, Alasannya……………………………………………………………….

b. Ada

E. SDM PETUGAS PUSKESMAS

1. Ada berapa jumlah petugas untuk menyelenggarakan program malaria pada tahun 2014 dan

2015?

Petugas Jumlah

Dokter

Bidan

Perawat

Mikroskopis

Pengelola Program Malaria

2. Apakah petugas yang bertanggung jawab pada program malaria di puskesmas ini

merangkap tanggungjawab pada program lain selama tahun 2014 dan 2015 :

a. Ya, Alasannya………………………………………………………………………

b. Tidak

3. Pada tahun 2014 dan 2015 apakah ada pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh

petugas/pengelola program P2 malaria puskesmas ini ?

a. Tidak ada, Kenapa…………………………………………………………………

b. Ada

4. Pada tahun 2014 dan 2015 apakah ada pelatihan-pelatihan untuk petugas mikroskopis

malaria puskesmas ini ?

a. Tidak ada, Alasannya………………………………………………………………

Page 98: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

85

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ( INDEPTH INTERVIEW)

UNTUK KEPALA PUSKESMAS

A. Data Demografik

Tanggal Wawancara :

Nama :

Jabatan :

Instansi/Puskesmas :

B.Keterangan untuk pewawancara: pertanyaan ini untuk menanyakan situasi dan

kondisi penanggulangan malaria pada tahun 2014 – 2015 yang dilakukan petugas.

1. Bagaimana proses penemuan dan tata laksana penderita malaria di puskesmas ini baik

dengan mikroskopis maupun RDT, kendala/hambatannya ?

2. Bagaimana pemberian obat malaria bagi penderita(jenis obat, stok obar, kendala,

solusi)?

3. Bagaimana proses pengawasan terhadap kepatuhan mengkonsumsi obat malaria oleh

petugas (siapa yang melakukan pengawasan, apakah rutin (berapa kali)/tidak

(mengapa))?

4. Bagaimana pelaksanaan IRS di wilayah puskesmas ini (siapa yang melakukan, apakah

rutin (berapa kali)/tidak (mengapa))?

5. Bagaimana pelaksanaan pembagian kelambu berinsektisida di puskesmas ini (siapa

yang melakukan, kapan, mencapai target/tidak)?

6. Bagaimana pelaksanaan lavarsiding di daerah ini, siapa yang melakukan?

7. Apakah ada kegiatan penebaran ikan pemakan jentik di wilayah puskesmas ini, siapa

yang melakukan, bagaimana pelaksanaannya?

8. Apakah ada kegiatan pengelolaan lingkungan untuk mengatasi malaria di daerah ini,

apa saja bentuknya, siapa yang melakukan ?

9. Kegiatan apa saja yang dilakukan untuk menemukan kasus positif malaria di wilayah

kerja puskesmas ini ?

10. Bagaimana pelaksanaan penyuluhan malaria di wilayah kerja puskesmas ini, rutin

tidak kegiatan ini dilakukan, siapa yang memberikan penyuluhan, bagaimana reaksi

masyarakat ?

11. Kegiatan apa sajayang dilakukan untuk menanggulangan malaria secara promotif di

wilayah puskesmas ini, bagaimana pelaksanaanya, media yang paling efektif ?

12. Bagaimana partisipasi petugas dalam kegiatan layanan malaria berbasis masyarakat di

wilayah ini, apa saja bentuk kegiatannya ?

Page 99: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

86

13. Bagaimana kerjasama dengan LSM, dunia usaha, lembaga donor, sektor pemerintah

lainnya untuk menanggulangi malaria di daerah ini, dengan siapa saja kerjasama lintas

sektor ini?

14. Bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana puskesmas untuk mendukung

berjalannya program penanggulangan malaria dan cara mengatasi ketidaklengkapan

sarana ?

15. Bagaimana ketersediaan SDM petugas di puskesmas ini (tercukupi atau belum) ?

16. Bagaimana keikutsertaan petugas mikroskopis malaria dan petugas untuk pengelola

program P2 malaria pada kegiatan pelatihan-pelatihan yang ada selama tahun 2014

dan 2015 (berapa kali, dimana, pelatihan apa saja, sudah ideal untuk menambah

skill/pengetahuan petugas)?

17. Bagaimana Anda mendelegasikan tugas tambahan kepada petugas P2 malaria dan

petugas mikroskop puskesmas?

18. Faktor-Faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja petugas P2 Malaria

puskesmas dalam menanggulangi malaria?

Page 100: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

87

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ( INDEPTH INTERVIEW)

UNTUK KEPALA DINAS KESEHATAN, KABID, KASI, PENGELOLA

PROGRAM MALARIA, PETUGAS PROMKES

A. Data Demografik

Tanggal Wawancara :

Nama :

Jabatan :

Instansi :

B.Keterangan untuk pewawancara: pertanyaan ini untuk menanyakan situasi dan

kondisi program penanggulangan malaria pada tahun 2014 – 2015 yang dilakukan

Dinas Kesehatan.

1. Kegiatan apa saja yang dilakukan pada tahun 2014-2015 untuk mendukung upaya

penanggulangan malaria secara:

- Preventif

- Kuratif

- Promotif

2. Bagaimana peran petugas, Terealisasi atau tidak kegiatan tersebut, apakah ada

hambatan/kendala dalam pelaksanaan kegiatan tersebut ?

3. Bagaimana ketersediaan anggaran, mencukupi atau tidak untuk proses kegiatan

penanggulangan malaria (preventif, kuratif, dan promotif), untuk sarana prasarana, dan

untuk peningkatan mutu kualitas sumber daya manusia petugas ?

4. Kegiatan apa sajayang dilakukan untuk menanggulangan malaria secara promotif di

wilayah puskesmas ini, bagaimana pelaksanaanya, media yang paling efektif

5. Dengan siapa saja dilakukan kerjasama lintas sektor agar program penanggulangan

malaria terlaksana, bentuk kerjasamanya apa saja, apakah ada hambatan/kendala ?

6. Apakah saja yang dilakukan untuk meningkatkan kemitraaan dengan memberdayakan

masyarakat dalam penanggulangan malaria ?

7. Upaya perbaikan untuk menanggulangi malaria di wilayah ini

Page 101: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

88

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN

Wawancara dengan Salah Satu Salah Satu Kepala

Puskesmas Di Kabupaten Lahat

Wawancara Kuesioner dengan Pengelola Program

Malaria Puskesmas Di Kabupaten Lahat

Wawancara Mendalam dengan Salah Satu Kepala

Puskesmas Di Kabupaten Lahat

Wawancara Kuesioner dengan Salah Satu Pengelola

Program Malaria Puskesmas Di Kabupaten Lahat

Koordinasi Penelitian dengan Kepala Seksi

Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dan

Pengelola Program Malaria Dinas Kesehatan

Wawancara dengan Pengelola Program Malaria Dinkes

Kabupaten Lahat

Page 102: LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES 1 laporan akhir penelitian risbinkes faktor-faktor yang berhubungan dengan penanggulangan malaria di kabupaten lahat oleh: indah margarethy, s.sos.,

89

Wawancara Mendalam dengan Kepala Seksi

Pengendalian & Pemberantasan Penyakit Dinkes

Kabupaten Lahat

Wawancara Mendalam dengan Kepala Bidang

Pengendalian Penyakit Dinkes Kabupaten Lahat

Wawancara Mendalam dengan Kepala Bidang dan Staf

Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Lahat