LAPORAN AKHIR KAJIAN Ekspor Di...
Transcript of LAPORAN AKHIR KAJIAN Ekspor Di...
LAPORAN AKHIR KAJIAN Peranan Indirect Ekspor Di Indonesia
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Badan Pengkajian Dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
2015
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan i
KATA PENGANTAR
Nuansa pencapaian target ekspor 300% yang dicanangkan Menteri
Perdagangan di awal pemerintahannya telah memicu beberapa upaya di
Kementerian Perdagangan untuk mencapai target tersebut. Terdapat
persepsi dari beberapa pemangku kebijakan bahwa proses ekspor secara
indirect yang selama ini berlaku apabila diubah menjadi direct maka akan
berkontribusi pada peningkatan ekspor Indonesia. Namun, sebelum hal
tersebut menjadi kebijakan perlu dikaji terlebih dahulu.
Berdasar paparan di atas, pada tahun anggaran 2015 Pusat
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri, BP2KP melaksanakan kajian
mengenai ”Peranan Indirect Ekspor di Indonesia”. Kajian ini diharapkan
dapat menjadi bahan referensi serta masukan bagi para pemangku
kebijakan serta pemangku kepentingan lainnya. Kami juga menyadari
akan terdapat kekurangan dalam penyusunan naskah kajian ini. Pada
akhirnya kami ucapkan terima kasih atas bantuan berupa masukan dan
saran dari semua pihak yang membangun untuk kesempurnaan
pelaksanaan kajian ini.
Jakarta, Oktober 2015
PUSAT KEBIJAKAN
PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan ii
Abstrak
Dalam upaya mendukung kinerja ekspor Indonesia yang semakin
meningkat dan berkelanjutan kajian peranan indirect ekspor di Indonesia
dilaksanakan. Hasil kajian menunjukkan bahwa disamping negara singgah
perdagangan internasional konvensional (Singapura, Hong Kong,
Belanda, Jerman) didapatkan negara Malaysia, Thailand, Vietnam, dll juga
sebagai negara singgah indirect ekspor Indonesia. Rata-rata tahunan
pangsa indirect ekspor Indonesia terhadap ekspor Indonesia adalah
sebesar 16%. Terdapat beberapa alasan pelaku ekspor melakukan ekspor
secara indirect, diantaranya: fasilitas transportasi dan pelabuhan di
negara singgah; produsen eksportir merupakan cabang dari MNC
sehingga pasar dan jalur pengiriman ditentukan pusat; terdapatnya gap
informasi; adanya produksi berlebih mendorong produsen menggunakan
indirect ekspor; letak geografis, preferensi perdagangan dan faktor non-
ekonomi (produk halal). Pada prinsipnya proses ekspor secara indirect
adalah optional bagi pelaku ekspor, apabila menguntungkan pelaku bisnis
pemerintah perlu mendorongnya misalnya dengan memberikan informasi
pasar ekspor, apabila merupakan hambatan dapat dikurangi misalnya
dengan peningkatan efektifitas peranan atase dan ITPC dalam
memberikan informasi pasar ekspor.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR .................................................................................................. i ABSTRAK ................................................................................................................. ii DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah. ..................................................................................... 3 1.3 Tujuan ......................................................................................................... 3 1.4 Output ......................................................................................................... 3 1.5 Dampak/Manfaat ........................................................................................ 4 1.6 Ruang Lingkup ........................................................................................... 4 1.7 Sistematika Laporan ................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR .................................. 6 2.1 Landasan Teori ........................................................................................... 6 2.2 Penelitian Terdahulu ................................................................................. 10
BAB III METODE PENGKAJIAN ............................................................................ 16 3.1 Kerangka Kerja Konseptual ...................................................................... 16 3.2 Pendekatan Penelitian………………………………………………………...17 3.3 Data dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 16 3.3 Metode Analisis ........................................................................................ 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 20 4.1 Negara Tujuan Ekspor Utama .................................................................. 21 4.2 Kinerja Ekspor Langsung Indonesia ......................................................... 22 4.3 Kinerja Indirect Ekspor Indonesia…………………………………………….24 4.4 Analisa Keuntungan dan Kerugian Indirect Ekspor Indonesia…………….33
BAB V STUDI KASUS BEBERAPA NEGARA SINGGAH PRODUK INDONESIA……………………………………………………………………….37
5.1 Malaysia………………………………………………………………………...38 5.2 Vietnam………………………………………………………………………....41
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN…………………………………..45 6.1 Kesimpulan Penelitian………………………………………………………...45 6.2 Kelemahan Studi dan Saran Penelitian Lanjutan…………………………..47 6.3 Saran-saran Kebijakan………………………………………………………..48 6.4 Penutup…………………………………………………………………………49
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...51
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Dahlan Iskan/mantan Menteri BUMN(Republika, 2012),
ada selisih nilai perdagangan Indonesia dan Cina yang mencapai 10
milyar dolar AS dan hal tersebut dinilai tidak wajar.Selisih pencatatan
perdagangan tidak hanya terjadi pada hubungan dagang Indonesia
dan Cina. Dengan Singapura, Amerika dan Jepang pun tidak sama.
Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai
Susiwijono mengungkapkan, dalam perdagangan internasional tidak
pernah ditemukan data yang sama antara ekspor dan impor. Menurut
dia, sangat wajar terjadi perbedaan angka perdagangan.
Setelah diteliti Bea dan Cukai, ternyata banyak barang ekspor
Indonesia ke Cina yang masuk melalui negara ketiga (indirect trade).
Dalam perdagangan internasional, menurut Susiwijono, umum sekali
dilakukan melalui negara ketiga. Perdagangan dengan Cina,
Indonesia banyak ‘mampir’ di Hongkong dan Singapura. Berdasarkan
keterangan Susiwijono, sekitar 4,4 milyar dolar ekspor Indonesia
ternyata tercatat di Hongkong(Republika, 2012).
Perdagangan melalui pihak ketiga juga mengemuka pada saat
pertemuan Menteri Perdagangan RI dengan The Secretary for
Commerce and Economic Development of Hongkong, di sela-sela
pertemuan APEC MRT tanggal 17-18 Mei 2014 di Qingdao RRT,
Mendag RI melihat bahwa investasi Hong Kong ke Indonesia
merupakan yang terkecil dibandingkan dengan negara ASEAN
lainnya (Singapura, Thailand, dan Vietnam). Menurut Mendag RI
penyebab hal tersebut diindikasikan karena perdagangan Indonesia-
Hongkong masih dilakukan melalui negara ketiga yaitu Singapura.
Indirect trade sebenarnya hanya salah satu faktor yang
mengakibatkan terjadinya perbedaan data perdagangan (diskrepansi
data). Secara umum, diskrepansi data perdagangan disebabkan oleh
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2
2 hal utama (Puskadaglu, 2012) yaitu: masalah yang berkaitan
dengan pendataan dan masalah data yang tidak terdata.
1. Masalah yang Berkaitan dengan Pendataan
Pada permasalahan ini perbedaan data terjadi disebabkan oleh
sistem pendataan (pencatatan) yang dilakukan oleh BPS.
Dalam proses pencatatan data perdagangan luar negeri,
sistem yang digunakan adalah data ekspor menggunakan
FOB, sedangkan untuk data impor menggunakan CIF.
Faktor lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya
perbedaan data adalah karena adanya koreksi data.
Perbedaan data juga dapat disebabkan oleh sistem yang tidak
mampu mencatat antara lain adanya penerapan sistem
konsinyasi dan adanya transit barang di negara singgah
sebelum kapal yang mengangkut sampai ke negara tujuan
ekspor (destination country).
2. Masalah Data yang Tidak Terdata
Dalam kaitan ini, terjadi perbedaan data perdagangan luar
negeri disebabkan karena adanya penyelundupan barang
secara fisik misalnya melalui jalur laut. Disamping itu juga
karena terjadinya penyelundupan dokumen antara lain dengan
cara-cara under invoice maupun pelarian HS untuk
menghindari pengeluaran cost terkait pembayaran tarif bea
masuk dan lain sebagainya.
Tidak semua barang ekspor maupun impor selundupan dapat
dihitung nilainya kecuali untuk barang-barang yang dilarang
baik ekspor maupun impornya.
Terdapat beberapa keuntungan serta kerugian yang akan
didapatkan apabila suatu perusahaan melakukan indirect export.
Dengan melakukan indirect export perusahaan yang mengekspor
mendapatkan beberapa keuntungan yaitu: kemudahan akses pasar,
cukup fokus pada produksi atau pemasaran domestik saja, tidak ada
biaya tambahan (R&D, pemasaran, dan strategi penjualan di pasar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3
ekspor), manajemen ekspor ditangani perantara, dan tidak perlu
penanganan produk setelah sampai di tujuan ekspor. Sedangkan
kerugian yang akan didapatkan adalah: risiko kehilangan pasar lebih
besar karena dipegang perantara, tidak punya kekuasaan
mengendalikan pasar, dan keuntungan perdagangan lebih rendah
bila dibandingkan ekspor langsung(Peng, 2013).
Berdasarkan hal tersebut, untuk mendukung kinerja ekspor
Indonesia yang semakin meningkat dan berkelanjutan diperlukan
kajian peranan indirect ekspor di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dikaji pada kajian ini adalah“Di
Indonesia terdapat kontradiksi antara persepsi pengambil kebijakan
mengenai indirect ekspor dengan praktek bisnis”.
Adapun hipotesis dari kajian ini adalah: “Pelaku ekspor
melakukan indirect ekspor merupakan keputusan bisnis yang
rasional”.
1.3 Tujuan
Tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi negara yang menjadi negarasinggah untuk
ekspor Indonesia;
b. Mengestimasi besaran indirect ekspor Indonesia yang
melalui negara singgah;
c. Mendeskripsikan karakteristik indirect ekspor Indonesia;
d. Mengetahui alasan pelaku bisnis melakukan indirect ekspor.
1.4 Output Adapun output dari kajian ini berupa laporan tentang bahan
rekomendasi dalam rangka pencapaian target ekspor Indonesia,
dalam bentuk:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4
a. Identifikasi negara yang menjadi negara singgah untuk
ekspor Indonesia;
b. Estimasi besaran indirect ekspor Indonesia yang melalui
negara singgah;
c. Karakteristik indirect ekspor Indonesia
d. Alasan pelaku bisnis melakukan indirect ekspor
1.5 Dampak / Manfaat
Kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk peningkatan kinerja ekspor Indonesia, khususnya melalui
kebijakan peranan indirect ekspor.
Penerima manfaat dari kajian ini adalah Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Direktorat
Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan,
Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Keuangan, dunia usaha dan masyarakat.
1.6 Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup kajian yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
a. Produk ekspor yang dikaji adalah semua produk dalam HS 6
digit;
b. Pasar akhirtujuan ekspor diproksi dengan10 Pasar Ekspor
Utama Indonesia;
c. Karakteristik Indirectekspor dijelaskan berdasarkan produk
yang dominandiekspor melalui Negara pihak singgah;
d. Peranan indirect ekspor diukur berdasarkan prosentase nilai
indirect ekspor terhadap nilai total ekspor.
1.7 Sistematika Laporan
Sistimatika penulisan dapat dilihat dibawah ini :
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Output
1.5. Dampak/Manfaat
1.6. Ruang Lingkup
1.7. Sistematika Laporan
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Penelitian Terdahulu
III. METODE PENGKAJIAN
3.1. Kerangka Kerja Konseptual
3.2. Pendekatan Penelitiam
3.3. Data dan Teknik Pengumpulan Data
3.4. Metode Analisis
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Negara Tujuan Ekspor Utama
4.2. Kinerja Ekspor Langsung Indonesia
4.3. Kinerja Indirect Ekspor Indonesia
4.4. Analisa Keuntungan dan Kerugian Indirect Ekspor
Indonesia
V. STUDI KASUS BEBERAPA NEGARA SINGGAH PRODUK
INDONESIA
1.1. Malaysia
1.2. Vietnam
VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan Penelitian
6.2. Kelemahan Studi dan Saran Penelitian
6.3. Saran-saran Kebijakan
6.4. Penutup
VII. DAFTAR PUSTAKA
VIII. LAMPIRAN
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Landasan Teori
Dalam literatur empiris, Model Neoklasik Heckscher-Ohlin telah
lama diadopsi untuk menjelaskan faktor-faktor penentu perdagangan
internasional antar negara ataupun industri. Baru-baru ini saja
penelitian perdagangan diperluas untuk topik-topik yang terkait
dengan perilaku ekspor perusahaan atau kinerjanya, sebagai akibat
dari ketersediaan data saat ini.
Salah satu temuan penting pada literatur empiris mengenai
perilaku ekspor adalah perusahaan eksportir lebih unggul daripada
non-eksportir dalam beberapa hal. Untuk negara-negara maju,
Bernard, Grazzi, & Tomasi (2011)danBernard & Jensen (1999),
misalnya, mencatat bahwa eksportir di sektor manufaktur Amerika
Serikat memiliki ukuran lebih besar, lebih produktif, lebih padat
modal, mampu membayar upah lebih tinggi, dan mempekerjakan
lebih banyak pekerja terampil. Temuan serupa diamati olehAw &
Hwang (1995) dan Berry (1992)untuk negara-negara berkembang.
Untuk sektor manufaktur Indonesia, Sjöholm & Takii (2003)
mengamati bahwa pabrik-pabrik yang melakukan ekspor memiliki
ukuran lebih besar dan lebih produktif. Mereka juga menemukan
bahwa produktivitas tenaga kerja dari pabrik-pabrik ini kurang lebih
dua kali lebih tinggi sebagai pabrik yang tidak mengekspor dan
perbedaan ini tampaknya telah meningkat dari waktu ke waktu
selama tahun 1990-an.
2.1.1 Biaya Perusahaan Perusahaan adalah entitas terkecil penyedia barang dan
jasa pada level mikroekonomi. Proses untuk menghasilkan
barang dan jasa dinamai produksi. Sehingga, kata lain dari
perusahaan adalah produsen.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7
Pada proses produksi, perusahaan mengalokasikan
sumber daya yang ada untuk diproses menghasilkan barang
atau jasa produksi. Sumber daya tersebut dapat berupa
barang input, modal, tenaga kerja dan teknologi. Sumber daya
yang diperlukan oleh perusahaan didapatkan dengan
pengorbanan, berupa biaya yang harus dikeluarkan.
Optimalisasi sumber daya dalam konteks ini adalah
pengeluaran biaya produksi serendah-rendahnya.
Keputusan optimalisasi perusahaan tidak didasarkan
pada biaya produksi yang rendah. Optimalisasi perusahaan
berkaitan dengan tujuan perusahaan itu sendiri. Para ekonom
berpendapat bahwa tujuan utama perusahaan adalah
mendapatkan keuntungan maksimal.
Keuntungan perusahaan berkaitan dengan kemampuan
perusahaan menjual barang produksinya. Apabila barang
produksi telah terjual, perusahaan akan memperoleh
pendapatan. Total pendapatan dari seluruh hasil penjualan
dikurangi dengan total biaya produksi adalah total keuntungan
perusahaan.
Kembali ke konteks biaya, ada beberapa istilah yang
perlu dikemukakan . Disamping pengertian tentang biaya total,
ada istilah-istilah lain yaitu: fixed cost, variable cost, sunk cost,
marginal cost, dan average cost.
Total biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk proses
produksi dibagi menjadi dua jenis biaya. Pertama, biaya yang
berubah sesuai dengan perubahan output produksi. Biaya ini
dikenal dengan nama variable cost. Kedua, biaya yang tidak
berubah mengikuti perubahan jumlah output produksi. Jenis
kedua ini dinamai dengan nama fixed cost. Total biaya (total
cost) adalah penjumlahan antara fixed cost dan variable cost.
Biaya rata-rata (average cost) total adalah biaya yang
dikeluarkan untuk satu unit output produksi. Biaya rata-rata
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8
dihitung dengan cara membagi biaya keseluruhan dengan
total output produksi.
Biaya marjinal (marginal cost) menggambarkan berapa
besar perubahan biaya yang harus dikeluarkan, untuk
mengubah/menambah output sejumlah satu satuan. Karena
fixed cost tidak berubah walaupun ada penambahan output,
maka perubahan total cost adalah sama dengan perubahan
variable cost.
Ada istilah lain yang kadangkala membingungkan yaitu
istilah sunk cost. Pindyck & Rubinfeld (2005)mendefinisikan
sunk cost sebagai biaya yang dikeluarkan perusahaan tetapi
tidak bisa di-recovery. Pindyck & Rubinfeld (2005)
mencontohkan sunk cost dengan investasi pada mesin
produksi yang khusus digunakan pada industri tertentu. Ketika
perusahaan bankrut, mesin tersebut tidak bisa dijual karena
tidak ada perusahaan lain yang mau membelinya.
Namun contoh yang diungkapkan oleh Pindyck &
Rubinfeld (2005)tersebut, nampaknya kurang pas. Bisa saja
mesin tersebut terjual namun tidak difungsikan sebagai mesin
produksi. Misalkan, mesin tersebut dibeli lalu didaur-ulang
dengan cara diambil/dimanfaatkan materialnya.
Definisi lain mengenai sunk cost, diungkapkan olehMartin
(1994), denganmemberikan gambaran perbedaan antara fixed
cost dan sunk cost. Perbedaan tersebut dilihat ketika
dilakukan penjualan aset modal. Misalkan, aset modal dibeli
dengan harga p*. Suatu saat, aset tersebut dijual lagi dengan
harga αp*, dimana 0<α<1. Jika α=0, maka biaya modal
tersebut dinamakan sunk cost.
Pengeluaran modal dalam bentuk iklan adalah salah satu
contoh dari sunk cost. Iklan yang dilakukan perusahaan
bertujuan agar produk yang akan dijual dikenal oleh
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9
konsumen. Namun, apabila perusahaan tidak lagi beroperasi
di pasar maka iklan tersebut tidak akan memiliki nilai.
Ketika baru masuk ke pasar, biasanya perusahaan akan
menghadapi sunk cost. Hal ini dikenal pula dengan istilah sunk
cost entry. Dengan melepaskan asumsi pasar persaingan
sempurna, setiap perusahaan yang baru masuk ke pasar akan
mengeluarkan sunk cost entry. Biaya ini misalnya berupa
penyesuaian terhadap standar yang ada, biaya periklanan,
dan biaya riset dan pengembangan.
Disamping sunk cost entry, ketika perusahaan keluar dari
pasar, perusahaan bisa saja menghadapi sunk cost. Sunk cost
saat perusahaan keluar pasar dikenal dengan istilah sunk cost
exit. Contoh sunk cost exit, misalnya untuk industri di
Indonesia ada kewajiban membayar pesangon karyawan
apabila keluar dari industri. Dalam konteks pasar ekspor
misalnya ada ganti rugi akibat tidak terpenuhi perjanjian
ekspor dengan agen domestik.
Sunk cost entry terjadi ketika masuk pasar industri.
Serupa dengan hal tersebut, sunk cost entry juga terjadi ketika
perusahaan akan memasuki pasar ekspor. Barrier to entry ke
pasar ekspor termasuk didalamnya adalah faktor sunk cost ini.
2.1.2 Biaya Ekspor
Seperti yang diungkapkan dalam Pindyck & Rubinfeld
(2005), sunk cost adalah pengeluaran yang telah dilakukan
perusahaan dan tidak bisa di-recovery. Pada pasar
persaingan tidak sempurna, dimana asumsi free entry kita
tinggalkan, maka untuk masuk ke pasar diperlukan biaya yang
dalam hal ini adalah sunk cost. Dalam konteks perdagangan,
sunk cost ini bisa berupa pemasaran, R&D, membuat jaringan
distribusi, membangun reputasi modal, riset pemasaran, dan
desain produk (Krugman, Baldwin, Bosworth, & Hooper,
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10
1987). Pasar ekspor yang dihadapi juga mungkin memiliki
karakteristik khusus.Sehingga, baik pihak manajemen maupun
staf yang terlibat pada distribusi dan pemasaran harus dilatih
terlebih dahulu agar sesuai dengan karakteristik tersebut.
Biaya pelatihan seperti ini juga merupakan sunk cost.
Argumen lainnya mengenai pentingnya sunk cost dalam
keputusan ekspor adalah dari sisi permintaan, dengan dasar
analisis informasi tidak sempurna bagi konsumen. Konsumen
diasumsikan tidak akan yakin akan kualitas suatu barang
sebelum mereka mengkonsumsi barang tersebut. Barang
yang dipercaya kualitasnya oleh konsumen, adalah barang
yang menurut pengalaman konsumsi konsumen memang
pernah dicoba.Diasumsikan pula secara agregat hal tersebut
dikaitkan dengan luasnya distribusi dan iklan barang tersebut.
Semakin terkenal barang tersebut, konsumen semakin
percaya bahwa barang tersebut lebih berkualitas, sehingga
mereka rela untuk membelinya (Baldwin, 1989).
Bagi perusahaan yang baru masuk pasar ekspor dengan
struktur permintaan seperti itu, akan mengakibatkan penjualan
pada tahap awal akan sangat kecil. Biaya yang dikeluarkan
untuk memperkenalkan barang mereka, akan memiliki lag
untuk bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar di
kemudian hari. Dengan demikian, keputusan untuk masuk
pasar ekspor, harus mempertimbangkan keuntungan
menyeluruh selama beroperasi, bukan hanya ketika periode
masuk ke pasar saja (Baldwin, 1989).
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian dengan data panel pada level perusahaan untuk
menunjukan pentingnya sunk cost dalam keputusan ekspor,
dilakukan (Roberts & Tybout, 1995). Mereka menggunakan data
manufaktur Colombia (1981-1989) sebagai bahan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11
penelitiannya.Roberts & Tybout (1995) menerapkan teori dari
histeresis (Baldwin, 1989) untuk memproksi pengukuran sunk cost
entry di pasar ekspor pada level perusahaan. Sumbangsih mereka
adalah memproksi sunk cost entry dengan partisipasi perusahaan
dipasar ekspor. Penelitian ini telah menjadi rujukan penelitian lain
untuk pengolahan data panel dalam mengukur sunk cost entry.
Máñez, Rochina-Barrachina, & Sanchis (2008)mengambil data
dari industri manufaktur Spanyol pada periode 1990-2000, dimana
hasil penelitian tersebut mendukung adanya histeresis yang dilandasi
oleh adanya sunk cost. Modelnya sendiri mengikuti apa yang telah
dibuat oleh Roberts & Tybout (1995), dimana perusahaan
diasumsikan bersikap rasional dan memaksimalkan keuntungan.
Penelitian ini menguji adanya sunk cost hysteresis pada keputusan
ekspor yang diambil oleh perusahaan di Spanyol. Pendekatan yang
digunakan adalah model dynamic random effects multivariate yang
memungkinkan mengendalikan sumber-sumber pengaruh yaitu
adanya sunk-cost, heterogeneity dan transitory shock.
Sjöholm & Takii (2003)memakai data panel industri manufaktur
Indonesia pada periode 1990-2000 untuk menjelaskan pengaruh
hubungan-dengan-perusahaan-asing terhadap partisipasi ekspor
perusahaan-perusahaan Indonesia. Walaupun fokus penelitian ini
adalah pengaruh hubungan-dengan-perusahaan-asing yang
ditunjukan dengan kepemilikan modal asing, dalam perusahaan-
perusahaan Indonesia terhadap partisipasi ekspor mereka. Namun
hasil penelitian juga mampu menunjukan seberapa besar pengaruh
sunk cost terhadap partisipasi ekspor. Seperti penelitian lainnya,
model penelitian ini mengikuti apa yang telah dibuat oleh Roberts &
Tybout (1995), dimana perusahaan diasumsikan rasional dan
memaksimalkan keuntungan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
sunk cost adalah faktor yang penting dalam partisipasi ekspor: lag
variabel ekspor selama satu tahun memperlihatkan hasil yang positif
dan signifikan secara statistik.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai
indirect trade atau intermediary trade. Hasil penelitian Schröder,
Trabold, & Trübswetter (2003) berdasarkan data ekspor Perancis
menemukan bahwa semakin besar biaya akses pasar maka semakin
besar share intermediary trade, semakin kecil pangsa pasarnya
maka semakin besar share intermediary trade, dan share
intermediary trade tidak bergantung pada biaya karena jarak
perdagangan tidak signifikan mempengaruhi share intermediary
trade. Dalam studi mereka, dilakukan regresi panel terhadap share
intermediary trade sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh
dummy liberalisasi perdagangan, nilai ekspor perdagangan tiap
perusahaan, jarak ke negara tujuan perdagangan, jumlah trade
intermediary di negara tujuan dan dummy variabel negara tujuan
dagang apabila pernah menjadi negara koloni Perancis.
Intermediary trade biasanya menjadi “market makers” di negara-
negara berkembang (Kumar & Bergstrom, 2007). Akan tetapi, untuk
mempererat hubungan antara perusahaan dengan perantara ekspor
dibutuhkan kepercayaan yang berawal dari komunikasi langsung,
jujur dan transparansi kegiatan.Dalam studi mereka dilakukan survey
terhadap perusahaan perantara, perusahaan pengekspor dan
perusahaan distribusi. Setiap responden ditanyakan pertanyaan-
pertanyaan mengenai bagaimana perusahaan melakukan perantara
perdagangan, apa saja yang menjadi kendalanya, apakah
perusahaan dapat dengan bebas memilih perusahaan perantara,
apakah dampak dari kegiatan perdagangan melalui perantara,
bagaimana kepercayaan dapat dibangun dengan perusahaan
perantara, apakah faktor budaya lokal mempengaruhi proses
membangun kepercayaan dan bagaimana meminimisasi risiko
perdagangan melalui perantara.
Lebih lanjut, studi dari Paul Ellis (2003) menyatakan bahwa
intermediary trade dapat mempercepat proses pembangunan. Dalam
studinya diidentifikasi keuntungan-keuntungan dari perdagangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13
melalui intermediary trade, yaitu meningkatkan efisiensi dalam
mendistribusi barang menuju suatu negara melalui minimisasi biaya
dalam menghadapi hambatan perdagangan, mendorong
pertumbuhan produktivitas melalui terbukanya peluang pasar baru
dan sumber input baru, dan dapat meningkatkan teknologi
permasaran, kredit, pemerataan infrastruktur, pelatihan pemasaran
serta impor kebutuhan-kebutuhan pembangunan.
Sebuah studi dariFeenstra & Hanson (2004)di tahun 2000
menganalisa peran Hong Kong yang menjadi perantara perdagangan
antara Cina dan negara lain. Data penelitian menunjukkan bahwa
53% ekspor Cina dikirim ke Hong Kong sejak tahun 1988 – 1998,
sedangkan barang Cina yang dire-export lewat Hong Kong
cenderung lebih mahal karena adanya markup. Data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah data ekspor dan re-ekspor dari Hong Kong
Census and Statistics Office.Peran intermediaries Hong Kong diukur
dengan dua (2) cara, yaitu:
1. Re-export share yakni nilai Chinese re-export lewat Hong Kong
ke pasar tujuan dibagi dengan total direct chinese export ke
pasar tujuan (yang tidak lewat Hong Kong).
2. Re-export markup yang dikalkulasi dengan re-export value
Chinese products dari Hong Kong dikurangi import value of
Chinese products. Markup ini menjadi patokan tentang cost of
information dan quality control.
Studi tersebut juga mengungkapkan lima (5) alasan Cina
melakukan re-export melalui Hongkong, yaitu:
1. Hong Kong traders memiliki keunggulan informasi perdagangan
antara Cina dengan seluruh dunia. Sebagai negara perantara,
Hong Kong bisa mengklaim biaya informasi untuk barang
Cina.Keunggulan informasi ini juga yang menyebabkan Hong
Kong menjadi quality control bagi barang Cina agar sesuai
dengan standar internasional (Quality Sorting).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14
2. Penghubung jaringan produksi. Re-export dari Hong Kong
digunakan untuk mentransfer barang setengah jadi untuk
diproduksi di negara lain.
3. Taxes, tariffs, and Quotas. Hong Kong menerapkan corporate
tax lebih rendah.
4. Multinational firms menyebabkan kemungkinan re-export lebih
besar oleh karena adanya tax benefit.
5. Jarak antara negara tujuan ekspor dengan Cina yang cukup jauh
dan bervariasi. Semakin jauh jaraknya, re-export semakin
mungkin terjadi.
Selain itu, sebuah studi dari Jolanda Hessels dan Siri Terjesen
di tahun 2007 mengungkapkan alasan mengapa UKM di Belanda
melakukan indirect export. Kedua ahli tersebut menjelaskan bahwa
ada dua aspek besar yang mempengaruhi perilaku ekspor UKM yaitu
resource dependency dan institutional theory.Resource dependency
ini berarti adanya kemampuan suatu perusahaan untuk mengakses
sumber daya dari pihak lain di dalam lingkungan dan bagaimana
kelangkaan sumber daya bisa mendorong organisasi untuk mencari
inovasi dan memakai sumber daya alternatif. Sedangkan, institutional
theory menjelaskan bagaimana organisasi bisa mengadopsi perilaku
yang dapat diterima dalam lingkungan organisasinya. Hasil dari studi
ini menyatakan bahwa financial access yang baik dalam lingkup
domestik akan lebih mendorong UKM untuk melakukan indirect
export. Sedangkan pengaruh dari pihak lain dan lingkungan bisnis
berpengaruh dalam mendorong UKM untuk berekspor(Hessels,
Terjesen, & others, 2007).
Dalam studi mereka dilakukan regresi binomial dan
multinomial.Dimana variabel dependen untuk model pertama adalah
melakukan direct export atau indirect export, sedangkan untuk
regresi multinomial, informasi bahwa perusahaan tidak melakukan
ekspor juga dimasukan dalam nilai katergori variabel dependen.
Kemudian, kedua model regresi dijelaskan oleh akses pengusaha
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15
terhadap berbagai fasilitas yang dapat mendukung usaha mereka
dan dikontrol oleh sektor usaha mereka(Hessels et al., 2007).
Lebih lanjut, peran wholesaler dalam mendorong terjadinya
indirect export juga cukup besar.(Bernard et al., 2011) menganalisa
data perusahaan-perusahaan di Italia dan menyimpulkan bahwa
keputusan perusahaan untuk mengekspor melalui perantara (indirect
export) dipengaruhi oleh nilai fixed cost yang berbeda-beda di
masing-masing negara tujuan. SedangkanCrozet, Lalanne, & Poncet
(2013) melakukan analisa data perusahaan-perusahaan Perancis
guna membuktikan bahwa keberadaan wholesaler membantu
perusahaan untuk dapat meningkatkan kegiatan ekspor mereka. Hal
ini disebabkan karena wholesaler menghilangkan kendala yang
dihadapi perusahaan untuk mencapai pasar-pasar yang sulit digapai
dan dapat membantu perusahaan yang kurang efisien untuk
mensuplai pasar-pasar di luar negeri.
Studi dari (Bernard et al., 2011 membuktikan hipotesanya
menggunakan uji model regresi terhadap nilai ekspor perusahaan.
Untuk menjelaskan nilai ekspor dilibatkan variabel-variabel
independen yaitu karakter negara tujuan ekspor, variabel dummy
apakah perusahaan mengekspor melalui wholesaler atau tidak, dan
interaksi variabel-variable tersebut serta biaya-biaya perdagangan
yang harus ditanggung oleh perusahaan baik yang bersifat fixed
maupun yang berubah-ubah.
Penelitian dari Crozet, Lalanne, & Poncet (2013) melakukan uji
ekonometrika terhadap share wholesaler dalam nilai ekspor. Model
ini diregresi terhadap nilai PDB negara tujuan ekspor, jarak negara
tujuan ekspor, karakteristik negara tujuan ekspor (berbatasan dan
berbahasa yang sama), biaya perdagangan, dan dummy proteksi
perdagangan. Model ini juga mengontrol fixed effect dari setiap
negara tujuan perdagangan guna menjelaskan faktor-faktor spesifik
negara yang belum dijelaskan oleh variabel-variabel independen.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16
BAB III METODE PENGKAJIAN
3.1.Kerangka Kerja Konseptual
Inisiatif penelitian ini diawali dari berbagai argumen mengenai
kinerja produk ekspor Indonesia yang sudah berjalan selama ini. Ada
kecenderungan dari produk-produk Indonesia untuk diekspor melalui
negara-negara singgah sebelum sampai ke negara tujuan
akhir.Dugaan ini diperkuat dengan realita bahwa nilai investasi ke
Indonesia tidak sejalan dengan nilai perdagangan Indonesia ke
negara tertentu. Umumnya, kedua faktor ini berjalan beriringan,
karena didasari logika ekonomi untuk menciptakan keskalaan
ekonomi guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan
menciptakan kestabilan dalam proses perdagangan.
Didasari permasalahan itu, penelitian ini berusaha
mengungkap besaran nilai indirect ekspor Indonesia yang dapat
menjelaskan fenomena tidak seiringnya kegiatan investasi dan
perdagangan. Kemudian, penelitian ini juga berusaha mengungkap
bahwa ada kecenderungan proses ekspor tidak langsung melalui
negara-negara tertentu yang dianggap favorit, contohnya, banyak
pelaku dan ahli perdagangan setuju dengan dugaan bahwa banyak
produk Indonesia yang transit dulu di Singapura dan Hongkong
sebelum sampai ke negara tujuan akhirnya.
Proses transit ini secara logika menghilangkan beberapa
bagian dari nilai tambah yang semestinya dapat dinikmati oleh
produsen dalam negeri. Akan tetapi dilain sisi, proses transit ini bisa
saja sebagai media untuk memperluas pemasaran produk Indonesia
di pasar global. Menimbang sisi biaya dan keuntungan (cost and
benefit) dari kegiatan indirect ekspor memberikan penilaian baik atau
buruk dari dampaknya.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17
Dengan asumsi bahwa produk-produk Indonesia dapat lebih
bersaing di pasar global masa kini, maka tentunya keberadaan
indirect ekspor harus dapat dikurangi dan dialihkan menjadi ekspor
langsung.Dengan demikian dampak kesejahteraan bagi produsen
dalam negeri dapat meningkat.Tujuan ini diperkuat dengan semakin
kompetitifnya produk Indonesia di pasar global karena nilai tukar
rupiah yang melemah dan teknologi produksi yang meningkat
sehingga harga produk Indonesia menjadi lebih murah dan kualitas
produksi yang semakin membaik.
3.2 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan
kualitatifdalam data dan analisisnya.Pendekatan analisis deskriptif
dilakukan terhadap data re-exporting share maupun data yang
didapat dari hasil interview. Selain itu, digunakan pula pendekatan
kualitatif (expert judgement) yangmelibatkan dan menggunakan
informasi dari berbagai stakeholders melalui FGD dan diskusi
terbatas. Hal ini dilakukan untuk melengkapi hasil dari analisis
data.Kombinasi kedua pendekatan ini dimaksudkan agar analisis
penelitian dapat lebih komprehensif dan diharapkan dapat
menghasilkan kesimpulan yang lebih terpercaya.
3.3 Data dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder.Data primer dikumpulkan denganmelakukan
Focus Group Discussion (FGD)atau diskusi terbatasdengan
stakeholder terkait.Hal ini dimaksudkan agar respon yang didapat
dari para stakeholder dan ahli dapat dipakai untuk mengklarifikasi
hasil pengolahan data sekunder.UN-Comtrade yang diakses melalui
World Integrated Trade Solution (WITS) adalah sumber data
sekunder yang digunakan di kajian ini.Sebenarnya, UN-Comtrade
menyediakan data re-export yang didefinisikan sebagai produk asing
yang masuk ke sebuah negara dan langsung diekspor kembali ke
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18
negara lain tanpa mengalami perubahan atau proses lebih lanjut.
Akan tetapi, data re-export WITS tidak menyebut negara produsen
awal dari produk dan juga tidak ada informasi sudah berapa persen
produk bertambah nilai sebelum mengalami re-ekspor.Menjawab
tantangan dalam hal ketersediaan data ini, kajian ini menerapkan
metode proksi yang diuji keabsahan datanya melalui beberapa tahap.
3.4 Metode Analisis Untuk menganalisa pola indirect export Indonesia menggunakan
data yang ada, pertama-tama kita akan identifikasi negara-negara
yang menjadi favorit untuk re-export produk-produk perdagangan.
Kemudian tahap berikutnya, kita tunjukan berapa besar ekspor
Indonesia ke negara-negara tersebut, khususnya untuk produk-
produk perdagangan yang diteliti. Dari korelasi kedua data tersebut
kita akan dapat menduga indirect export Indonesia yang melalui
negara singgah.
Berdasarkan data yang disimpulkan melalui analisa diatas
kemudian, dihitung beberapa indikator yang dapat mengukur
konsentrasi indirect export Indonesia, yaitu:
1. Persentase incidence (PI), yaitu prosentase ekspor produk yang
melalui negara ketiga dibandingkan total ekspor. Dengan indikator
ini dapat diketahui seberapa besar indirect exportdi masing-
masing negara singgah.
= (1)
Dimana indirect merupakan jumlah produk line yang indirect
melalui negara ke-tiga, TX adalah total produk lineke negara ke-
tiga tersebut. Indeks i adalah negara pelapor ekspor yang dalam
studi ini adalah Indonesia, j adalah negara partner.
2. Nilai perdagangan indirect, yaitu nominal perdagangan indirect
dalam nilai USD yang melalui negara ketiga.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19
3. Volume perdagangan indirect dalam satuan kilogram yang melalui
negara ketiga
Metode diatas memberikan analisa deskriptif tentang situasi
indirect exporting yang dilakukan oleh eksportir
Indonesia.Diantaranya mengenai konsentrasi, tren dan variasi produk
indirect ekspor. Temuan dari metode pengukuran ini tentu saja akan
sangat bervariasi di setiap negara ketiga, dan dengan itulah dapat
dihipotesakan alasan-alasan pelaku ekspor berdagang melalui
negara tersebut. Kemudian, alasan-alasan inilah yang akan
dikonfirmasi melalui diskusi langsung dengan para pelaku ekspor.
Dari tinjauan pustaka akan kerangka berpikir tentang indirect
exporting, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan
perusahaan melakukan indirect export faktor utama adalah besarnya
biaya untuk melakukan ekspor ke suatu negara (cost of exporting),
sedangkan faktor lainnya adalah skala usaha (firm size) serta
keterlibatan perusahaan dalam Global Value Chain (GVC). Beberapa
variabel dapat menggambarkan cost of exporting, seperti misalnya
jarak dengan negara pasar ekspor yang mewakili biaya transportasi,
Biaya untuk melakukan pemasaran, infrastruktur logistik baik di
dalam negeri maupun di luar negeri, konsentrasi eksportir per daerah
(per kabupaten atau per propinsi) dan per sektor, pangsa
kepemilikan asing dalam suatu industri, dan lain sebagainya.
Berdasarkan literatur terdapat kecenderungan hubunganbahwa
semakin besar cost of exporting dengan semakin besar peranan
indirect export, semakin besar keterlibatan dalam GVC akan semakin
besar peranan indirect exportnya, dan semakin besar ukuran
perusahaan maka akan semakin kecil peranan indirect exportnya.
Bagian penting dari kajian ini adalah FGDdengan beberapa
eksportir di beberapa wilayah di Indonesia.Metode ini dilakukan untuk
menganalisa secara mendalamfaktor-faktor yang disebutkan
sebelumnyaberpengaruh terhadap keputusan indirect ekspor
perusahaan. Beberapa faktor yang akan dicoba dianalisa (meskipun
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20
tidak terbatas pada faktor-faktor ini saja) adalah peranan perantara
dalam jaringan produksi dan faktor penyedia jasa logistik.
Pertanyaan-pertanyaan besar FGD dapat dijabarkan dalam lampiran
laporan ini.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Negara Tujuan Ekspor Utama
Pada kajian ini dipilih sepuluh (10) negara yang merupakan
tujuan ekspor utama Indonesia. Khusus untuk negara-negara ASEAN
tidak dipilih menjadi negara tujuan oleh karena lokasi yang sangat
dekat dengan Indonesia dan besarnya kemungkinan negara-negara
ASEAN menjadi negara singgah produk ekspor Indonesia.
Kemudian, khusus bagi negara-negara Uni Eropa disajikan sebagai
kelompok negara oleh karena custom union yang diselenggarakan di
wilayah mereka.
Negara-negara yang merupakan partner ekspor utama
Indonesia, secara berurutan, adalah Jepang, RRT, Uni Eropa,
Amerika Serikat, India, Republik Korea, Australia, Saudi Arabia, Turki
dan Brazil. Bagi kajian ini, kesepuluh negara ini dapat dikatakan
mewakili masing-masing benua atau wilayah besar yang menjadi
tujuan utama produk Indonesia ke seluruh dunia. Tampak pada
daftar hanya wilayah benua Afrika saja yang tidak terwakili oleh
karena bisa dikatakan ekspor Indonesia kesana relatif kecil.
Tabel 4.1 memberikan peringkat dari negara-negara tujuan
ekspor utama berdasarkan nilai ekspor Indonesia tahun 2013,
termasuk menampilkan nilai ekspornya untuk beberapa tahun ke
belakang. Sebagaimana ditunjukkan pada tabel, Jepang konsisten
menjadi peringkat teratas sebagai tujuan ekspor langsung Indonesia
dari tahun 2009 hingga 2013 (apabila dilihat lebih jauh kebelakang,
hasilnya relatif tidak berubah). Tahun 2009, Indonesia mengekspor
produk-produknya senilai 18 milyar dollar, kemudian meningkat
menjadi 27 milyar dollar di tahun 2013. Dari kesepuluh negara ini,
hanya India dan Republik Korea yang cenderung mengalami
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22
perubahan peringkat dalam rentang 2009 ke 2013, yaitu saling
bersaing untuk peringkat 5 terbesar.
Tabel 4.1. Negara-negara tujuan ekspor utama Indonesia
Negara/kelompok negara 2009 2010 2011 2012 2013 Peringkat
Jepang 18,574,730 25,781,814 33,714,696 30,135,107 27,086,259 1 RRT 11,499,327 15,692,611 22,941,005 21,659,503 22,601,487 2 Uni Eropa 13,640,528 17,202,683 20,536,278 18,054,075 16,783,876 3 Amerika Serikat 10,889,079 14,301,876 16,497,616 14,910,181 15,741,132 4 India 7,432,893 9,915,039 13,335,706 12,496,314 13,031,303 5 Republik Korea 8,145,208 12,574,641 16,388,801 15,049,860 11,422,476 6 Australia 3,264,224 4,244,397 5,582,530 4,905,413 4,370,482 7 Saudi Arabia 956,245 1,167,297 1,430,126 1,776,507 1,734,017 8 Turki 678,441 1,073,749 1,433,402 1,369,691 1,536,241 9 Brazil 888,403 1,528,241 1,734,908 1,486,191 1,514,413 10
Ket: Satuan dalam ribuan dollar Sumber: UN Comtrade
Dari sudut pandang negara tujuan ekspor, ternyata produk-
produk Indonesia relatif kecil pangsa pasarnya dibanding
keseluruhan nilai impor mereka. Sebagai contohnya, produk-produk
Indonesia ke Australia hanya mencapai 2.5% dari total impor negara
tersebut dari seluruh dunia di tahun 2013. Bahkan persentase
tersebut menurun bila dibandingkan dengan tahun 2012 yang
mencapai 2,63%.
4.2 Kinerja Ekspor Langsung Indonesia
Grafik 4.1 menampilkan persentase pangsa pasar produk
ekspor langsung Indonesia di negara-negara tujuan utama. Tampak
pada grafik, secara umum ada kecenderungan penurunan
persentase di setiap negara terutama dalam beberapa tahun terakhir.
Hanya Turki dan Amerika Serikat yang relatif stabil dalam 3 tahun
terakhir. Selain itu, persentase terbesar terjadi untuk Jepang yang
hampir mencapai 3.5% di tahun 2013.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23
Sumber: Dihitung dari data UN Comtrade
Grafik 4.1. Porsi ekspor langsung Indonesia di negara tujuan
.872251.823773
.903457
.906354.878285
.924922.91708.940345
.854099.78161
1.196341.25289
1.088191.067191.06003
2.558323.01713
3.283033.28918
2.86743
3.49543.67603
4.027074.12714
4.0206
3.294952.94187
3.08972.84085
2.91094
.86991.88092
.970093.931168
.983466
1.889832.018962.03347
1.660411.51366
.669543.778046
.851229.844427
.774847
2.5242.63632.62365
2.548532.28238
0 1 2 3 4
United States
Turkey
Saudi Arabia
Korea, Rep.
Japan
India
European Union
China
Brazil
Australia
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
20132012201120102009
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24
4.3 Kinerja Indirect Ekspor Indonesia
Grafik 4.2 menunjukkan tren indirect ekspor Indonesia dari
tahun 2009 ke 2013. Dalam lima tahun terakhir, puncak perdagangan
terjadi di tahun 2011 melebihi 14 milyar dollar. Kemudian, di tahun
2013 menurun menjadi sedikit diatas 10 milyar dollar. Akan tetapi bila
membandingkan tahun 2009 ke 2013, telah terjadi 40% peningkatan
indirect ekspor dari sebelumnya sekitar 7 milyar dollar.
Ket: Dihitung menggunakan definisi 1. Sumber: UN Comtrade
Grafik 4.2. Tren indirect ekspor Indonesia (ribu dollar)
Perlu digarisbawahi, bahwa proses identifikasi indirect ekspor
Indonesia adalah menggunakan metode estimasi yang dapat
dijabarkan sebagai berikut:
Nilai perdagangan produk k dari Indonesia ke negara i < nilai
impor produk k negara tujuan utama (definisi 1)
Volume ekspor produk k dari Indonesia ke negara i ≤ volume
impor produk k negara tujuan utama ke negara I (definisi 2)
Konsistensi dari kedua nilai identifikasi diatas selama beberapa
tahun terakhir memperkuat dugaan terjadinya indirect export melalui
18.3 25.3 31.8 32.6 28.2 117.0
158.0
203.0 190.0 183.0
15.6 16.0 15.717.2
15.4
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
10.0
12.0
14.0
16.0
18.0
20.0
-
50.0
100.0
150.0
200.0
250.0
2009 2010 2011 2012 2013
indirect ekspor (Miliar $) total ekspor (Miliar $) % (RHS)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25
negara i. Untuk saat ini, metode inilah yang paling rasional untuk
mengidentifikasi perdagangan ekspor tidak langsung. Selain ini, cara
lainnya adalah untuk mendatangi langsung negara-negara singgah
dan meneliti formulir kedatangan barang di pelabuhan mereka.
Proses seperti ini akan sangat memakan waktu dan biaya, mengingat
banyaknya jumlah negara yang perlu diidentifikasi sebagai negara
singgah.
Dengan definisi diatas, kajian ini menghitung incidence, nilai
dan volume perdagangan indirect ekspor Indonesia. Incidence
adalah banyaknya jenis produk yang diperdagangkan atau lebih
sering dikenal sebagai productline. Kajian ini menggunakan data HS
1998 dengan level agregasi 6 digit, yaitu definisi paling detil yang
dihadirkan oleh UN Comtrade.
4.3.1Incidence Indirect Ekspor
Tabel 4.2 meringkas hasil perhitungan incidence menjadi
urutan negara yang mengalami paling banyak kejadian tersebut
berdasarkan definisi pertama. Tampak pada tabel tersebut,
Jerman adalah negara yang paling favorit menjadi negara
singgah Indonesia. Di tahun 2013 terdapat 8005 jenis produk
yang diekspor melalui negara tersebut, yang meningkat dari
7331 jenis produk pada tahun 2009. Dalam hal ini, dapat kita
duga bahwa Jerman adalah salah satu pintu masuk produk
Indonesia ke wilayah Eropa. Dengan demikian, negara tersebut
menjadi negara indirect ekspor Indonesia.
Tabel 4.2. Daftar negara indirect ekspor Indonesia menurutincidence definisi 1, 2009-2013
Negara 2009 2010 2011 2012 2013
incidence % incidence % incidence % incidence % incidence %
Singapura 1622 56,5% 1696 61,3% 1798 62,2% 1790 60,9% 1691 58,8%
Malaysia 1537 62,9% 1591 67,8% 1607 69,0% 1596 66,9% 1553 65,5% Thailand 1382 75,9% 1443 79,5% 1587 82,5% 1573 81,4% 1527 79,5% Hong Kong 1115 73,3% 1058 75,7% 1235 79,0% 1255 79,0% 1287 78,9%
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26
Jerman 1223 75,9% 1104 77,0% 1140 77,4% 1183 77,7% 1199 77,8% Vietnam 834 56,8% 890 60,6% 1059 65,3% 1100 67,2% 1078 67,1% Italia 899 80,3% 875 84,0% 840 83,4% 883 86,5% 896 86,1% Inggris 855 69,0% 758 70,4% 770 72,8% 854 74,3% 875 74,6% Filipina 724 51,6% 752 53,8% 762 55,9% 733 54,5% 824 54,8% Perancis 818 75,7% 788 79,6% 792 78,5% 865 81,4% 821 79,6% Kanada 768 79,7% 718 82,0% 725 81,5% 823 80,5% 770 79,2% Belanda 756 57,6% 795 62,2% 835 62,8% 770 61,5% 756 61,7% Uni Emirat Arab 627 51,4% 649 58,8% 687 59,2% 666 58,2% 725 58,3% Belgia 448 53,5% 443 57,0% 453 57,9% 685 64,6% 654 64,1% Spanyol 569 62,6% 594 68,8% 553 67,2% 610 70,7% 607 70,5% New Zealand 593 65,4% 563 65,2% 562 65,7% 581 65,1% 599 65,1% Afrika Selatan 494 59,6% 508 61,8% 501 60,4% 535 60,3% 559 61,2% Meksiko 465 76,0% 515 83,2% 505 80,5% 514 81,5% 531 82,1% Swiss 521 87,7% 526 91,5% 519 93,3% 510 92,9% 513 91,0% Swedia 335 59,7% 336 63,3% 304 59,7% 299 59,9% 341 63,5% Russia 300 58,9% 333 62,7% 303 57,8% 321 56,5% 306 54,9% Norwegia 263 75,6% 256 76,0% 304 80,6% 290 80,1% 290 79,7% Sri Lanka 267 38,9% 266 38,6% 307 45,3% 312 46,1% 288 42,9% Denmark 277 54,0% 286 59,3% 283 58,4% 323 60,4% 284 57,1% Austria 315 70,8% 266 68,9% 264 68,8% 310 70,9% 259 66,4%
Ket: Dihitung menggunakan definisi 1. Sumber: UN Comtrade
Sementara itu, tabel 4.3 merupakan hasil perhitungan
incidence menggunakan definisi kedua. Hasil perhitungan
menggunakan definisi ini sedikit berbeda dengan hasil di tabel
4.2 akibat ketersediaan data. Ada banyak negara yang tidak
menampilkan data volume perdagangan. Selain itu, meskipun
data tersedia, tidak semua produk bisa dibandingkan secara
langsung karena satuan volume yang berbeda. Dalam
perhitungan ini, hanya volume yang dihitung menggunakan
satuan kilogram yang bisa dihitung. Oleh karena itu, bagi
negara-negara dan produk-produk yang melaporkan volume
tidak dalam kilogram akan otomatis dikeluarkan dari analisa.
Membandingkan tabel 4.2 dengan tabel 4.3, dapat kita
lihat beberapa negara yang berubah peringkatnya. Contohnya,
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27
di tabel 4.2, Malaysia berada di peringkat 3 namun di tabel 3
menurun menjadi keempat. Sebaliknya, Thailand mengambil
posisi Malaysia di tabel 4.3. Untuk kejadian seperti ini, dapat
dipastikan bahwa kedua negara merupakan negara singgah
produk Indonesia. Namun, masing-masing negara cenderung
memiliki keunggulan dalam hal tujuan akhir Indonesia, oleh
karenanya ada produk-produk Indonesia yang cenderung untuk
selalu bersinggah di negara-negara itu.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28
Tabel 4.3. Daftar negara indirect ekspor Indonesia menurutincidence definisi 2, 2009-2013
Negara 2009 2010 2011 2012 2013 incidence % incidence % incidence % incidence % incidence %
Singapura 1399 48,7% 1577 57,0% 1641 56,8% 1704 58,0% 1513 52,6%
Thailand 1286 70,6% 1388 76,5% 1490 77,5% 1508 78,1% 1474 76,7% Malaysia 1331 54,5% 1452 61,8% 1468 63,1% 1496 62,8% 1438 60,7% Hong Kong 1032 67,8% 1022 73,2% 1165 74,5% 1188 74,8% 1235 75,7% Jerman 1091 67,7% 1029 71,8% 1082 73,5% 1240 81,4% 1134 73,6% Vietnam 779 53,0% 879 59,9% 1039 64,1% 1095 66,9% 1061 66,0% Inggris 754 60,9% 696 64,6% 720 68,1% 899 78,2% 823 70,2% Italia 736 65,8% 802 77,0% 764 75,9% 838 82,1% 814 78,2% Perancis 656 60,7% 714 72,1% 695 68,9% 854 80,3% 767 74,4% Filipina 661 47,1% 691 49,5% 692 50,7% 711 52,8% 763 50,7% Kanada 641 66,5% 661 75,5% 670 75,3% 795 77,8% 711 73,1% Uni Emirat Arab 562 46,1% 642 58,2% 658 56,7% 624 54,5% 707 56,8% Belanda 650 49,5% 728 57,0% 774 58,2% 785 62,6% 697 56,9% Belgia 353 42,1% 378 48,6% 399 51,0% 680 64,1% 608 59,5% Spanyol 460 50,6% 529 61,2% 486 59,1% 588 68,1% 541 62,8% New Zealand 478 52,7% 497 57,6% 492 57,5% 539 60,4% 532 57,8% Afrika Selatan 403 48,6% 443 53,9% 444 53,5% 447 50,4% 505 55,3% Meksiko 405 66,2% 476 76,9% 475 75,8% 456 72,3% 504 77,9% Swiss 448 75,4% 487 84,7% 471 84,7% 455 82,9% 474 84,0% Swedia 279 49,7% 299 56,3% 270 53,0% 319 63,9% 310 57,7% Russia 250 49,1% 322 60,6% 274 52,3% 299 52,6% 268 48,1% Sri Lanka 238 34,6% 244 35,4% 275 40,6% 266 39,3% 261 38,9% Norwegia 209 60,1% 233 69,1% 277 73,5% 222 61,3% 260 71,4% Denmark 228 44,4% 253 52,5% 259 53,4% 306 57,2% 257 51,7% Austria 255 57,3% 233 60,4% 232 60,4% 313 71,6% 229 58,7%
Ket: Dihitung menggunakan definisi 2. Sumber: UN Comtrade
4.3.2 Nilai Perdagangan Indirect Ekspor
Tabel 4.4 merangkum produk-produk indirect ekspor
Indonesia berdasarkan nilainya. Dalam hal ini, negara singgah
yang nilai ekspor tidak langsung terbesar adalah Malaysia. Hal
ini secara kasar dapat menandakan bahwa produk-produk
mahal Indonesia cenderung untuk melalui Malaysia sebelum
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29
menuju negara tujuan akhir. Jerman yang sebelumnya negara
paling banyak menerima jenis produk Indonesia yang indirect
ekspor ternyata menurun peringkatnya. Hal ini menandakan
produk-produk Indonesia yang melalui Jerman cenderung
bernilai murah. Hal ini wajar terjadi mengingat proses transfer
barang menuju kesana sangat jauh sehingga resiko menjadi
tambah besar, sehingga produk mahal akan sangat mahal
apabila akan diasuransikan untuk ke negara singgah tersebut.
Tabel 4.4. Daftar negara indirect ekspor Indonesia berdasarkan nilai perdagangan (juta dollar), 2009-2013
Negara 2009 2010 2011 2012 2013 Malaysia 14.500 23.000 27.800 39.000 26.000 Singapura 20.000 28.600 38.400 29.600 23.200 Thailand 7.051 11.900 16.600 18.500 17.600 Vietnam 2.051 3.144 3.876 4.719 5.348 Jerman 3.074 5.012 5.576 4.650 5.333 Hong Kong 5.406 5.217 5.897 5.942 4.589 Filipina 2.306 3.171 3.218 4.706 3.989 Italia 2.257 3.452 4.063 3.123 3.448 Afrika Selatan 676 996 4.763 6.627 3.446 Inggris 2.189 3.166 3.532 3.703 3.036 Meksiko 1.552 1.891 2.361 2.768 2.736 Perancis 1.554 2.489 3.431 2.895 2.689 Kanada 1.876 2.475 2.685 2.411 2.436 Belanda 1.070 1.785 1.859 2.288 2.289 Uni Emirat Arab 1.039 1.527 2.095 1.511 1.728 Spanyol 643 1.193 1.379 1.352 1.294 Polandia 260 392 471 840 930 Belgia 585 1.058 801 670 746 Russia 158 306 568 644 539 New Zealand 623 596 368 386 472 Argentina 141 192 191 261 342 Swedia 291 194 144 294 334 Swiss 609 352 380 295 283 Norwegia 76 122 150 201 241 Bangladesh 16 82 186 251 228 Denmark 166 214 319 254 211 Mesir 178 402 143 179 206
Ket: Indirect definisi 1 Sumber: UN Comtrade
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30
4.3.3 Volume Perdagangan Indirect Ekspor
Selanjutnya. tabel 4.5 menampilkan volume perdagangan
indirect ekspor Indonesia per negara singgah. Tampak pada
tabel. volume terbesar adalah melalui Malaysia. kemudian
diikuti oleh New Zealand. Filipina. Thailand. dan seterusnya.
Dari hasil ini. tentu dapat kita tarik kesimpulan bahwa semakin
dekat negara singgah maka semakin besar pula volume
produknya. Terlepas dari kelemahan data volume yang telah
dijabarkan diatas. kita bisa lihat bahwa telah terjadi penurunan
drastis untuk volume perdagangan indirect ekspor melalui
Singapura apabila membandingkan antara 2009 dengan 2013.
Tetapi. terjadi fluktuasi yang luar biasa untuk volume
perdagangan melalui Singapura. Hal ini juga menandakan
bahwa produk-produk Indonesia yang melalui pelabuhan di
Singapura sangat bergantung pada kondisi ekonomi di negara
tujuan akhir.
Tabel 4.5. Daftar negara indirect ekspor menurut volume ekspor (ribu ton). 2009-2013
Negara 2009 2010 2011 2012 2013 Malaysia 21400 27200 28100 35400 22800 Singapura 7330 10900 14500 4370 4200 Thailand 2270 2740 6350 3880 3850 Vietnam 1040 1580 1950 1470 1760 New Zealand 2300 1550 611 440 1620 Belanda 415 914 906 958 1110 Filipina 570 1180 854 1070 1060 Jerman 565 725 772 685 717 Kanada 634 787 715 574 619 Hong Kong 323 342 331 294 521 Uni Emirat Arab 408 484 844 349 447 Italia 521 525 696 423 420 Inggris 672 561 569 426 385 Perancis 237 305 336 300 298 Bangladesh 10.7 117 222 326 282 Meksikoi 350 198 439 269 248 Spanyol 194 230 292 228 221
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31
Russia 56.9 97.1 128 166 184 Argentina 14.7 22.6 67.1 40.1 143 Belgia 220 145 228 212 135 Afrika Selatan 170 208 433 96.7 120 Pakistan 18 44.2 48 49.8 113 Oman 13 43.2 53.2 73.3 96.5 Mesir 41.7 409 48.6 51.1 69.6 Chile 17.2 26.7 31.2 43.2 63.6 Swedia 14.4 23.1 23.6 39 51.5 Polandia 50.5 48 45.5 31.8 47.2 Sri Lanka 44.7 39.4 50.5 37.7 41.7 Norwegia 12.7 13.7 42.2 46.8 30.6 Denmark 18.5 31.5 93.5 42.7 24.6
Ket: Indirect definisi 1. Sumber: UN Comtrade
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32
4.3.4 Produk Indirect Ekspor Indonesia
Produk-produk yang kerap menjadi produk indirect
ekspor dirangkum pada tabel 4.6. Untuk menyederhanakan
deskripsi produk. maka produk-produk dianalisa pada level 2
digit HS. Tampak pada tabel produk electric dan komponen
merupakan yang paling dominan.
Tabel 4.6. Produk-produk ekspor Indonesia yang melalui indirect eksporberdasarkan nilai perdagangan (ribu dollar) 2012-2013
Sumber: UN Comtrade
Selanjutnya. produk mineral. boilers. kendaraan. plastik. minyak
hewani dan nabati. karet. produk optic dan seterusnya adalah
produk yang paling sering melewati negara singgah. Pada tabel.
terdapat juga produk-produk pakaian dan perhiasan yang sejak
dulu sudah menjadi produk Indonesia yang favorit menjadi
produk indirect ekspor. Pada prosesnya. produk-produk ini bisa
saja mengalami perubahan kemasan atau penambahan unsur
sewaktu bersinggah ke negara lain sebelum ke tujuan akhir.
namun selama komponen volume dan nilai adalah yang
terbesar berasal dari Indonesia maka produk tersebut dapat
dikatakan sebagai produk Indonesia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33
Apabila karakteristik produk yang diindirect eksporkan
diturunkan ke masing-masing negara singgah ternyata setiap
negara memiliki karakteristik yang berbeda.Untuk kawasan
ASEAN, Malaysia merupakan negara dengan nilai indirect
ekspor terbesar.Produk yang melalui Malaysia banyak
didominasi oleh minyak bumi, minyak sawit dan timah.Untuk
Singapura nilai perdagangan indirect lebih didominasi oleh
produk minyak bumi dan produk rangkaian terintegrasi.Untuk
Vietnam didominasi oleh produk agriculture spesifiknya cabai
(dan kacang-kacangan), lalu diikuti oleh televisi, lalu produk
perikanan.
Untuk pasar Eropa relatif didominasi oleh negara singgah
tradisional, yaitu Jerman dan Belanda. Untuk Jerman, produk
yang mendominasi dalam indirect ekspor Indonesia relatif
didominasi produk berteknologi tinggi misalnya: Video
recording, rangkaian terintegrasi, sparepart kendaraan. Untuk
Belanda terdapat produk-produk sumber daya alam semisal
minyak bumi, coklat, dan tepung terigu.
4.4 Analisis Keuntungan dan Kerugian Indirect Ekspor Indonesia
Dari seluruh analisa yang telah dilampirkan sebelumnya terlihat
bahwa produk-produk Indonesia telah mengalami proses singgah melalui
negara-negara tertentu sebelum menuju negara tujuan akhir. Selama ini.
dugaan proses singgah terjadi melalui Singapura dan Hongkong. akan
tetapi pada prakteknya proses singgah sangat bervariasi tergantung pada
negara tujuan akhirnya. Hal ini dapat terjadi oleh karena para pelaku
ekspor memanfaatkan keuntungan-keuntungan yang bisa didapat melalui
negara singgah yang bersangkutan. Contohnya. perkapalan yang
kompetitif melalui negara itu. pelabuhan yang lebih baik. pergudangan
yang lebih murah. perjanjian preferensi perdagangan antara negara
singgah dengan negara tujuan akhir. mudahnya proses administrasi dan
komunikasi dan lain-lain. Apabila dimasa depan Indonesia mampu
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34
menghadirkan berbagai kelebihan dari negara singgah maka Indonesia
akan meningkatkan ekspor langsungnya. Lebih dari itu, kemungkinan
Indonesia akan menjadi negara singgah bagi negara-negara tetangga.
Dengan kata lain, keuntungan dari kegiatan perdagangan akan memberi
dampak lebih bagi ekonomi secara keseluruhan.
Dari landasan teori diungkapkan bahwa terdapat beberapa
keuntungan serta kerugian yang akan didapatkan apabila suatu
perusahaan melakukan indirect export. Dengan melakukan indirect
export perusahaan yang mengekspor mendapatkan beberapa
keuntungan yaitu: kemudahan akses pasar, cukup fokus pada produksi
atau pemasaran domestik saja, tidak ada biaya tambahan (R&D,
pemasaran, dan strategi penjualan di pasar ekspor), manajemen ekspor
ditangani perantara, dan tidak perlu penanganan produk setelah sampai
di tujuan ekspor. Sedangkan kerugian yang akan didapatkan adalah:
risiko kehilangan pasar lebih besar karena dipegang perantara, tidak
punya kekuasaan mengendalikan pasar, dan keuntungan perdagangan
lebih rendah bila dibandingkan ekspor langsung(Peng, 2013).
Gambar 4.3 Keruntungan dan Kerugian Indirect Export
Sumber: Peng (2013)
Keuntungan Kerugian
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35
Untuk mendapatkan gambaran peranan indirect ekspor di Indonesia
telah dilakukan pula beberapa survey untuk mengetahui persepsi para
pelaku ekspor serta pemangku kebijakan terkait.Secara umum para
pelaku ekspor berpendapat bahwa bagi mereka melakukan ekspor baik
secara direct maupun indirect tidak menjadi masalah utama, bagi mereka
selama proses ekspor tersebut menguntungkan maka model apapun
akan dilakukan.
Terdapat beberapa alasan mereka melakukan indirect ekspor.Hal
pertama adalah negara singgah dari ekspor indirect memiliki fasilitas
pelabuahan dan transportasi yang lebih bagus/baik dibandingkan dengan
fasilitas pelabuhan dan transportasi yang dimiliki oleh Indonesia. Sebagai
contoh produk kopi Indonesia dalam proses ekspornya ada yang
dilakukan secara indirect dengan negara singgahnya adalah Singapura.
Produk kopi yang diekspor biasanya dibawa oleh kapal-kapal Indonesia
dengan kapasitas kecil, apabila sampai ke Singapura kopi direekspor ke
negara tujuan dengan menggunakan kapal berkapasitas besar (mother
vessel) sehingga bisa mengangkut barang ekspor dengan volume
besar.Hal kedua yang menjadi alasan melakukan indirect ekspor adalah
eksportir produsen ada yang merupakan anak perusahaan dari Multi
National Company (MNC).Sebagai contoh salah satu perusahaan Eropa
yang memproduksi boiler di Indonesia, produknya perlu diasembling
dengan bagian lain untuk menghasilkan produk jadi.Walaupun pasar
akhir produknya adalah Amerika Serikat namun karena kebijakan
perusahaan induk MNC mengharuskan diekspor terlebih dahulu ke
Jerman.Indirect ekspor juga dirasakan oleh industri agriculture.Produk
agriculture sangat terikat oleh musim dalam produksinya, sehingga
apabila terjadi kelebihan produksi di musim tertentu maka kelebihan
tersebut harus dicari pasar alternatif sementara disamping pasar yang
telah ada. Apabila dilakukan pencarian pasar sendiri hal ini akan menjadi
biaya tersendiri, dengan adanya perantara di negara singgah maka hal ini
dapat dimanfaatkan untuk menembus pasar ekspor yang dikuasai oleh
perantara tersebut. Yang terakhir didapatkan informasi bahwa untuk
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36
memasuki pasar ekspor kadang-kadang pelaku ekspor mendapati
hambatan di pasar ekspor dari sisi aturan.Namun, aturan tersebut
mungkin diterapka secara berbeda antara Indonesia dan negara
singgah.Untuk Indonesia aturannya relatif lebih restriktif, sehingga para
pelaku ekspor menggunakan perantara di negara singgah untuk dapat
menembus negara tujuan akhir.
Disamping manfaat yang diperoleh oleh adanya model ekspor
indirect ada juga pelaku usaha yang menganggap proses indirect ekspor
merugikan mereka. Sebagai contoh ada pelaku ekspor majun (kain
bekas) Indonesia dengan pasar Afrika harus melalui negara
Thailand.Menurut mereka seandainya informasi mengenai negara tujuan
ekspor yaitu siapa pembeli dari produk mereka, dapat diketahui maka
menurut mereka ekspor majun dapat dilakukan secara direct. Mereka
mengusulkan agar Kementerian Perdagangan terutama dalam hal ini
perwakilan luar negerinya (Atase dan ITPC) dapat diberdayakan untuk
mendapatkan informasi akan hal ini.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37
BAB V STUDI KASUS BEBERAPA NEGARA SINGGAH PRODUK INDONESIA
Pada kenyataannya terdapat banyak negara-negara singgah yang
menjadi perlewatan produk Indonesia sebelum menuju pasar/negara
tujuan akhir.Untuk dapat mendalami pola dan alasan pemilihan negara
tertentu menjadi hub produk ekspor membutuhkan analisa yang sangat
luas dan mendalam.Untuk memperkecil cakupan analisa yang dapat
dibuat, kajian ini memilih dua negara yaitu Malaysia dan Vietnam sebagai
contoh negara singgah bagi produk-produk Indonesia.Tentunya, negara
tujuan akhir dari kedua negara singgah tersebut tetap dibatasi pada 10
negara tujuan ekspor utama Indonesia seperti yang ditentukan diawal
kajian ini.
Negara-negara singgah yang sudah umum, seperti Singapura,
tidak akan memberikan suatu pengetahuan baru bagi kajian ini apabila
dipilih untuk dianalisa. Sedangkan Malaysia dan Vietnam merupakan dua
negara yang sangat menarik karena perannya yang semakin luas dan
erat dengan perekonomian Indonesia semenjak kerjasama ASEAN
semakin dominan belakangan ini.Apalagi bila mempertimbangkan
berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada akhir tahun 2015
ini.
Beberapa alasan umum yang menjadi pertimbangan untuk
melakukan persinggahan ekspor di negara tertentu adalah peningkatan
daya saing oleh karena adanya preferensi perdagangan antar negara-
negara tertentu di dunia. Kemudian, tidak tertutup kemungkinan adanya
perjanjian bisnis atau keterikatan proses produksi yang melintasi batas-
batas negara. Di samping itu masih banyak alasan-alasan lainnya.
Khusus bagi kedua negara yang menjadi studi kasus kajian ini akan
ditelaah melalui nilai dan proporsi indirect ekspor Indonesia. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui konsentrasi perdagangan indirect ekspor
yang melalui negara tersebut dan kemana tujuannya.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38
5.1 Malaysia
Sebagai salah satu negara dengan level pembangunan
ekonomi yang cukup baik di wilayah Asia Tenggara, Malaysia
merupakan salah satu pelaku ekspor yang aktif di antara negara-
negara di kawasan. Malaysia telah memajukan daerah Johor Bahru
sebagai pelabuhan ekspor yang memiliki daya saing sebagai
alternatif hub perdagangan yang melewati Samudera Hindia menuju
Samudera Pasifik dan/atau sebaliknya.
Bagi Indonesia, negara ini adalah partner dagang yang
dominan karena didukung oleh persamaan bahasa, letak geografis
yang dekat, dan keuntungan preferensi perdagangan melalui
perjanjian antara negara-negara ASEAN.Tercatat, Malaysia adalah
negara tujuan ekspor Indonesia yang ke-7 terbesar di tahun
2013.Sedangkan di kawasan ASEAN adalah ke-2 terbesar, setelah
Singapura, sebagai tujuan ekspor produk-produk Indonesia.Pada
tahun 2013, nilai ekspor Indonesia ke Malaysia mencapai 10.7 milyar
dollar.
Sumber: Dihitung dari data Comtrade
Grafik 5.1. Tren ekspor Indonesia ke Malaysia, 2009 - 2013 ( dalam ribu dollar)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39
Dari sisi indirect ekspor, ternyata Malaysia merupakan negara
yang cukup favorit menjadi persinggahan produk-produk Indonesia
sebelum menuju tujuan negara tujuan akhir.Hasil estimasi nilai
indirect ekspor Indonesia yang melalui Malaysia adalah sebesar 3.04
milyar dollar di tahun 2013.Grafik 5.2 menampilkan tren
perkembangan indirect ekspor Indonesia yang melalui Malaysia dari
tahun 2009 sampai 2013.
Sumber: Dihitung dari data Comtrade Grafik 5.2. Trendindirect ekspor Indonesia ke Malaysia, 2009 - 2013 ( dalam ribu dollar)
Secara lebih dalam dapat ditelaah lebih dalam kemanakah
tujuan produk-produk Indonesia yang bersinggah di Malaysia
sebelum ke negara tujuan akhirnya.Tabel 5.1 menunjukkan proporsi
negara tujuan akhir produk indirect ekspor Indonesia yang melalui
Malaysia dari tahun 2009 ke 2013. Proporsi terbesar tampak
konsisten menuju ke China dalam rentang lima (5) tahun yang
dianalisa, yaitu kurang lebih satu per tiga dari total produk indirect
ekspor yang melewati Malaysia. Nilai proporsi ini juga menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya, terkecuali antara tahun 2011 ke 2012.
Pada urutan kedua, produk Indonesia yang singgah ke Malaysia
akan menuju ke Amerika Serikat. Akan tetapi, persentasenya hanya
kurang lebih setengah dari dari yang menuju ke China.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40
Tabel 5.1. Proporsi tujuan akhir produk Indonesia yang bersinggah di Malaysia, 2009-2013 (dalam persentase terhadap 10 negara utama)
Negara Tujuan Akhir 2009 2010 2011 2012 2013 Australia 5.97% 5.66% 5.24% 5.74% 5.36% Brazil 1.24% 1.15% 1.29% 1.31% 1.22% China 33.99% 37.74% 40.72% 38.08% 39.56% Uni Eropa 18.22% 18.75% 15.79% 15.96% 14.78% India 4.37% 3.24% 4.35% 5.47% 5.21% Jepang 8.71% 9.29% 10.69% 10.95% 9.64% Rep. Korea 4.11% 5.11% 4.14% 4.22% 4.79% Saudi Arabia 0.36% 0.53% 0.62% 0.72% 0.60% Turki 0.90% 0.67% 0.59% 0.52% 0.52% Amerika Serikat 22.13% 17.87% 16.57% 17.05% 18.33% Sumber: Dihitung dari data Comtrade
Fakta diatas menunjukkan bahwa terdapat keuntungan lebih
bagi produk-produk Indonesia untuk berangkat melalui Malaysia
sebelum menuju China.Hal ini dapat disebabkan oleh preferensi
perdagangan yang lebih baik untuk produk-produk yang didagangkan
melalui Malaysia ke China daripada dari Indonesia langsung ke
China.Selain itu, keberadaan Malaysia sebagai pelabuhan pesaing
Singapura di wilayah Asia Tenggara ternyata mendukung terjadinya
ekspor tidak langsung melalui Malaysia.
Selain China, persentase yang cukup besar juga terjadi bagi
negara tujuan akhir Amerika Serikat dan Uni Eropa yaitu sebesar
18.33% dan 14.78%.Hal ini tentunya sejalan dengan posisi Malaysia
sebagai pelabuhan alternatif untuk produk Indonesia menuju ke
berbagai negara selain melalui Singapura.Produk-produk Indonesia
menuju ke Malaysia guna bergabung dengan produk-produk lain dari
sekitar kawasan Asia Tenggara untuk di kapalkan menuju tujuan
akhir tersebut. Perkapalan yang berukuran lebih besar tentunya tidak
akan mencapai setiap pelabuhan ekspor di Indonesia oleh karena
pertimbangan biaya, sehingga produk-produk dari Indonesia perlu
dikirim ke Malaysia untuk bergabung dengan sistem pengiriman yang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41
berada disana. Posisi pelabuhan Malaysia yang lebih “tengah”
memberikan keuntungan geografis untuk menjadi bagian dari sistem
pelayaran kapal-kapal angkut berukuran besar ini.Serupa seperti
yang terjadi bagi Singapura.Akan tetapi, karena Malaysia masih
tergolong baru dalam bisnis ini sehingga cenderung menawarkan
harga yang lebih bersaing daripada yang ditawarkan oleh Singapura.
Satu aspek lain yang dapat dicatat dari kondisi indirect
ekspor Indonesia melalui Malaysia adalah penilaian halal bagi
produk-produk yang diperdagangkan. Malaysia terkenal sebagai
negara Muslim yang memproduksi produk-produk sesuai persyaratan
halal. Prespektif ini sudah mendunia sehingga meskipun produk
Indonesia sudah memenuhi syarat-syarat halal akan tetap lebih baik
apabila memiliki label halal yang dikeluarkan pemerintah Malaysia.
Dengan demikian produk-produk Indonesia dapat memperoleh
kepercayaan yang lebih dari pasar tujuan.Preposisi ini dibuktikan
dengan persentase perdagangan produk Indonesia melalui Malaysia
menuju ke Saudi Arabia dan Turki.Tentunya tidak bisa
mengharapkan nilai persentase yang besar seperti yang dialami oleh
negara tujuan China mengingat jumlah penduduk gabungan dari
kedua negara tersebut jauh lebih kecil daripada China.
5.2.Vietnam Secara nilai total perdagangan ekspor dari Indonesia,
Vietnam memang masih lebih rendah bila dibandingkan dengan
Malaysia. Akan tetapi keberadaan negara ini dianggap cukup penting
bagi perdagangan indirect ekspor Indonesia. Perkembangan nilai
ekspor Indonesia ke Vietnam dari tahun 2009 hingga 2013
dirangkum pada grafik 5.3. Pada tahun 2013, ekspor Indonesia ke
Vietnam mencapai 2,4 milyar dollar.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42
Sumber: Dihitung dari data Comtrade
Grafik 5.3. Tren ekspor Indonesia ke Vietnam, 2009 - 2013 ( dalam ribu dollar)
Sedangkan dari sisi produk Indirect ekspor Indonesia, terdapat
tren pertumbuhan yang cukup signifikan untuk negara Vietnam. Di
tahun 2009, nilai indirect ekspor yang melalui Vietnam tercatat 299
juta dollar, kemudian meningkat pesat menjadi 669 juta dollar di
tahun 2013. Grafik 5.4 menggambarkan tren ini dalam rentang waktu
tersebut.
Sumber: Dihitung dari data Comtrade
Grafik 5.4 Tren indirect ekspor Indonesia ke Vietnam, 2009 - 2013 ( dalam ribu dollar)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43
Produk-produk Indonesia yang singgah di Vietnam mayoritas
akan bertujuan akhir di Uni Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini
ditunjukkan pada tabel 5.2 dibawah.Tabel tersebut memberikan
gambaran proporsi tujuan akhir produk Indonesia yang melalui
Vietnam.Pada tahun 2013, proporsi produk indirect ekspor melewati
Vietnam menuju ke Uni Eropa adalah sebesar 32 persen dari total
indirect ekspor yang melalui negara tersebut. Kemudian, Amerika
Serikat menjadi negara tujuan kedua dengan proporsi sebesar 27,7
persen.
Tabel 5.2Proporsi tujuan akhir produk Indonesia yang bersinggah di Vietnam, 2009-2013 (persentase terhadap 10 negara utama)
Negara Tujuan Akhir 2009 2010 2011 2012 2013 Australia 2.1% 1.8% 4.7% 4.1% 2.2% Brazil 0.6% 1.2% 1.1% 0.9% 1.0% China 7.4% 11.2% 12.9% 14.3% 13.9% Uni Eropa 30.2% 29.0% 23.7% 29.3% 32.0% India 1.1% 0.9% 1.1% 1.5% 2.6% Japan 19.2% 16.3% 16.5% 16.6% 11.0% Rep. Korea 5.2% 5.4% 7.7% 5.7% 5.4% Saudi Arabia 0.2% 0.3% 0.4% 1.5% 2.3% Turki 1.3% 1.4% 1.3% 1.4% 1.8% Amerika Serikat 32.8% 32.3% 30.6% 24.8% 27.7%
Sumber: Dihitung dari data Comtrade
Alasan indirect ekspor melalui Vietnam menuju ke Uni Eropa
karena adanya perjanjian General Scheme of Preference
(GSP).Perjanjian ini memberikan kemudahan bagi produk dari
Vietnam menuju ke kawasan Uni Eropa.Dengan demikian, produk
indirect ekspor Indonesia memanfaatkan kemudahan ini guna
memberi daya saing harga yang lebih tinggi di pasar Uni Eropa.
Dengan nada yang sama, produk Indonesia yang indirect
ekspor melalui Vietnam menuju Amerika Serikat adalah
memanfaatkan keuntungan dari Trade and Investment Framework
Agreement (TIFA) antara kedua negara tersebut. Keberadaan TIFA
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44
memberikan akses yang lebih mudah bagi produk-produk yang
dari/melalui Vietnam menuju ke Amerika Serikat.Lebih lanjut,
belakangan ini Vietnam dan Amerika Serikat juga semakin
memperkuat hubungan perdagangannya melalui Trans-Pacific
Partnership (TPP).Oleh karena itu, tampak jelas sebuah tren yang
sangat positif dalam hal perkembangan ekspor indirect Indonesia
melalui Vietnam menuju Amerika Serikat.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini berusaha mencari gambaran pola
perdagangan indirect ekspor Indonesia ke berbagai destinasi ekspor
maupun kemungkinan ekonomi Indonesia masih perlu dukungan
untuk lebih memajukan perdagangan ekspor. Perlu digarisbawahi
bahwa penelitian ini tidak untuk menilai bahwa metode direct ekspor
lebih baik dari indirect ekspor atau sebaliknya. Dalam proses
perdagangan sering kali keputusan metode mana yang dipilih
bukanlah didasari untuk mencapai keuntungan perdagangan dalam
jangka pendek, karena proses yang indirect bisa saja merupakan
proses yang telah ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan induk
atau bagian dari sebuah perjanjian bisnis yang sudah diterapkan
semenjak lama.
Meskipun demikian, eksportir tentunya ingin mendapatkan nilai
tambah yang terbaik bagi kemajuan perusahaan/bisnis. Oleh karena
itu, apabila indirect ekspor dapat ditransformasi menjadi direct ekspor
tentu akan memberikan nilai tambah yang lebih baik. Proses ini tidak
bisa diubah dengan cara yang singkat karena produsen dan eksportir
sering kali masih dalam tahapan yang belum maju sehingga sulit
untuk mengirimkan langsung produknya ke pasar tujuan akhir.
Melalui FGD dari studi ini, ditemukan beberapa bukti bahwa eksportir
Indonesia banyak juga yang tidak sanggup untuk memasarkan
langsung ke pasar tujuan akhir karena keterbatasan bahasa,
pengetahuan, modal dan jumlah produksi yang bila dibandingkan
level permintaan pasar yang sesungguhnya.
Selain itu, terdapat bukti bahwa pemilihan negara singgah dapat
pula karena pemanfaatan dari preferensi perdagangan yang terjadi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46
antara negara tersebut dengan negara tujuan akhir.Hal ini tampak
jelas dalam pendalaman analisa data terhadap negara
Vietnam.Keuntungan dari preferensi perdagangan membuat harga
dari produk-produk Indonesia lebih kompetitif di negara tujuan akhir.
Akan tetapi, dilain sisi produsen/eksportir Indonesia tidak dapat
mengontrol secara langsung jumlah produk yang akan dipasarkan di
pasar tujuan akhir. Hal ini dikarenakan negara singgah umumnya
mampu memproduksi produk yang sama dan keberadaan produk
indirect Indonesia hanya melengkapi produk yang dihasilkan negara
tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa disamping negara singgah
perdagangan internasional konvensional (Singapura, Hong Kong,
Belanda, Jerman) didapatkan negara Malaysia, Thailand, Vietnam
juga sebagai negara singgahindirect ekspor Indonesia.
Analisa secara mendalam terhadap negara Malaysia sebagai
salah satu negara singgah Indonesia membuktikan bahwa
keberadaan pelabuhan dan sistem logistic yang baik dan kompetitif
memberikan keuntungan lebih bagi negara singgah.Malaysia yang
saat ini berusaha bersaing dengan Singapura dalam hal perkapalan
produk ekspor dapat dikatakan cukup berhasil.Buktinya adalah
produk-produk singgah Indonesia menuju China dalam beberapa
waktu belakangan sudah melalui negara itu.Perkembangan sistem
pelabuhan telah memberikan keuntungan biaya ekspor bagi produk
Indonesia yang pada akhirnya membuat harga produk Indonesia bisa
lebih bersaing di pasar tujuan akhir.
Disamping sisi kuantitatif dari proses indirect ekspor, terdapat
juga alasan-alasan kualitatif mengapa produk ekspor Indonesia bisa
lebih baik apabila melalui negara singgah. Salah satu alasan tersebut
adalah proses penciptaan persepsi konsumen terhadap produk
Indonesia. Kelebihan dari produk Indonesia yang disinggahkan ke
Malaysia memberikan keuntungan karena konsumen akan lebih
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47
percaya akan ke-“halal”-an dari produk tersebut. Hal semacam ini
tampaknya memberi dampak yang cukup baik bagi produk-produk
Indonesia yang akan menuju kawasan Timur Tengah. Oleh karena
itu, proses indirect ekspor melalui Malaysia dapat terus
dikembangkan untuk tujuan akhir yang memerlukan persyaratan
halal oleh konsumen akhir.
Trendindirect ekspor Indonesia dari tahun 2009 ke 2013
cenderung mengikuti trend ekspor Indonesia. Secara rata-rata
pangsa indirectekspor Indonesia terhadap ekspor Indonesia adalah
sebesar 16%.Barang utama yang diperdagangkan Indonesia ke
pasar dunia yang melalui indirect ekspor dari ranking nilai
perdagangan adalah HS 85,HS 27, HS 84,HS 87, dan HS
39.Terdapat beberapa alasan pelaku ekspor melakukan ekspor
secara indirect, diantaranya: fasilitas transportasi dan pelabuhan di
negara singgah; produsen eksportir merupakan cabang dari MNC
sehingga pasar dan jalur pengiriman ditentukan pusat; terdapat gap
informasi; adanya produksi berlebih mendorong produsen
menggunakan indirect ekspor; letak geografis, preferensi
perdagangan dan faktor non-ekonomi (produk halal).
6.2. Kelemahan Studi dan Saran Penelitian Lanjutan
Penelitian ini sudah memberikan sebuah dasar pemikiran
untuk mengamati lebih jauh mengenai proses ekspor Indonesia yang
ternyata cukup besar tidak langsung menuju pasar tujuan akhirnya.
Hasil dari studi ini membuka persepsi mengenai proses perdagangan
yang selama ini hanya dipandang sebagai proses yang end-to-end.
Akan tetapi, terlepas dari kemajuan yang dicapai dari penelitian ini,
terdapat beberapa kelemahan yang masih perlu dikembangkan untuk
penelitian lebih lanjut. Kelemahan-kelemahan itu diantaranya adalah:
1. Data yang seharusnya bisa lebih up-to-date.
2. Data yang diteliti sebaiknya lebih detil daripada 6 digit HS.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48
3. Proses penelitian sebaiknya diikuti juga dengan survey
terkait di negara singgah dan tujuan akhir.
4. Data penelitian akan lebih baik apabila bisa didapat data
indirect ekspor yang tercatat di masing-masing negara
singgah.
5. Penelitian akan lebih baik apabila hasil analisa dapat lebih
detil lagi didalami di setiap negara singgah sehingga dapat
ditemukan lebih dalam keuntungan dan kerugian melalui
negara tersebut.
Kedepannya diharapkan penelitian ini dapat lebih
dikembangkan oleh penelitian-penelitian lanjutan guna memberi lebih
banyak lagi informasi bagi pemerintah maupun pelaku bisnis dalam
kegiatan ekspor Indonesia. Fokus penelitian yang lebih dipersempit
diharapkan akan memberi dampak lebih baik bagi para stakeholder
kegiatan ekspor Indonesia.
6.3. Saran-saran Kebijakan
Beberapa saran kebijakan yang dapat ditarik dari penelitian ini
adalah:
1. Pemerintah perlu membantu memberikan informasi yang jelas
kepada pelaku ekspor agar dapat memilih secara bijak mengenai
mekanisme mana yang dipilih antara ekspor langsung atau
ekspor tidak langsung.
2. Pemerintah tidak perlu mendorong pelaku ekspor yang sudah
selama ini membina kegiatan ekspor secara indirect untuk
menjadi secara direct, oleh karena banyak pertimbangan yang
kemungkinan sulit untuk diubah dalam prosesnya.
3. Perubahan kegiatan ekspor menjadi langsung dari yang awalnya
tidak langsung memerlukan waktu dan biaya yang cukup banyak,
sehingga fokus pemerintah lebih kepada mengambil peran
dalammendorong peningkatan nilai tambah dari ekspor bagi
perekonomian.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49
4. Desiminasi informasi mengenai pilihan-pilihan negara singgah
dan untung-ruginya dapat membantu pelaku ekspor untuk
meningkatkan daya saing di negara tujuan akhir. Oleh karena itu
pemerintah perlu untuk mengambil peran dalam proses ini.
5. Peningkatan efektifitas peranan atase dan ITPC dalam
memberikan informasi pasar ekspor.
6.4. Penutup
Penelitian ini telah memberikan identifikasi dan informasi
dasar mengenai kegiatan indirect ekspor Indonesia.Tujuan dari
ekspor pada dasarnya adalah untuk mencari nilai ekonomi bagi
perekonomian domestik yang berasal perekonomian eksternal.Dalam
prosesnya, banyak pilihan jalur untuk menyalurkan nilai ekonomi
tersebut menuju dalam negeri.Namun jalur terbaik adalah yang
paling memberikan keuntungan terbesar baik dalam jangka pendek
maupun panjang.Indonesia di tengah-tengah perkembangan
ekonomi global yang saat ini sedang tidak menentu ingin mendorong
kegiatan ekspor untuk menjadi salah satu mesin pertumbuhan
ekonomi yang stabil.Pemerintah Indonesia ingin sekali
memberdayakan kesempatan-kesempatan yang lahir belakangan
guna mencapai target pembangunan ekonomi.
Indirect ekspor sebagai salah satu jalur untuk meningkatkan
kegiatan ekspor Indonesia diharapkan dapat memberdayakan
potensi perekonomian Indonesia.Sektor-sektor dan kegiatan usaha
yang masih belum mampu untuk mencapai negara tujuan akhir
secara mandiri dapat memanfaatkan jalur ini.Disamping itu, kegiatan
ekspor tidak langsung ini juga dapat berperan untuk meningkatkan
keterikatan perekonomian Indonesia dengan dunia.Satu hal yang
perlu menjadi catatan adalah dalam jangka panjang kegiatan ekspor
tidak langsung perlu mempertimbangkan cara-cara yang dapat
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50
memaksimalkan nilai tambah bagi perekonomian domestik tanpa
mengurangi atau menghilangkan potensi perdagangan yang sudah
dibina selama ini.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51
DAFTAR PUSTAKA
Abel-koch.J (2013).'Who Uses Intermediaries in International
Trade?Evidence from Firm-level Survey Data'.World Economy.vol.
36.no. 8. pp. 1041-64.
Ahn. J. Khandelwal. AK & Wei.S-J (2011).'The role of intermediaries in
facilitating trade'.Journal of International Economics.vol. 84.no. 1.
pp. 73-85.
Aw, B.-Y., & Hwang, A. R. (1995). Productivity and the export market: A
firm-level analysis. Journal of Development Economics, 47(2), 313–
332.
Baldwin, R. (1989). Sunk-cost hysteresis. National Bureau of Economic
Research Cambridge, Mass., USA. Retrieved from
http://www.nber.org/papers/w2911
Bernard. AB & Bradford Jensen. J (1999). 'Exceptional exporter
performance: cause. effect. or both?'.Journal of International
Economics. vol. 47. no. 1. pp. 1-25.
Bernard, A. B., Grazzi, M., & Tomasi, C. (2011). Intermediaries in
international trade: Direct versus indirect modes of export. National
Bureau of Economic Research. Retrieved from
http://www.nber.org/papers/w17711
Bernard, A. B., & Jensen, J. B. (1999). Exceptional exporter performance:
cause, effect, or both? Journal of International Economics, 47(1),
1–25.
Berry, A. (1992). Firm (or plant) size in the analysis of trade and
development. Trade Policy, Industrialization, and Development:
New Perspectives, 44–88.
Crozet, M., Lalanne, G., & Poncet, S. (2013). Wholesalers in international
trade. European Economic Review, 58, 1–17.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52
Ellis, P. (2003). Are international trade intermediaries catalysts in
economic development? A new research agenda. Journal of
International Marketing, 11(1), 73–96.
Feenstra, R. C., & Hanson, G. H. (2004). Intermediaries in Entrepot Trade:
Hong Kong Re-Exports of Chinese Goods. Journal of Economics &
Management Strategy, 13(1), 3–35.
Hessels, J., Terjesen, S., & others. (2007). SME Choice of Direct and
Indirect Export Modes: Resource Dependency and Institutional
Theory Perspectives. Scientific Analysis of Entrepreneurship and
SMES, 5–9.
Krugman, P. R., Baldwin, R. E., Bosworth, B., & Hooper, P. (1987). The
persistence of the US trade deficit. Brookings Papers on Economic
Activity, 1–55.
Kumar, S., & Bergstrom, T. (2007). An explorative study of the relationship
of export intermediaries and their trading partners. In Supply Chain
Forum: An International Journal (Vol. 8, pp. 12–31). KEDGE
Business School. Retrieved from
http://www.ingentaconnect.com/content/bem/scfij/2007/00000008/0
0000001/art00002
Máñez, J. A., Rochina-Barrachina, M. E., & Sanchis, J. A. (2008). Sunk
costs hysteresis in Spanish manufacturing exports. Review of
World Economics, 144(2), 272–294.
Martin, S. (1994). Industrial economics economic analysis. Retrieved from
http://www.philadelphia.edu.jo/newlibrary/pdf/file692079e418d444f0
b216856860d0e30f.pdf
Peng, M. (2013). Global business. Cengage learning. Retrieved from
http://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=3fgWAAAAQBAJ&oi=f
nd&pg=PP1&dq=Peng+(2009)+Global+Business&ots=TAoeKxwKJ
m&sig=MwtFm7azbc5sDA4nGyNcgR2rmMw
Pindyck, R. S., & Rubinfeld, D. L. (2005). Microeconomics, 6. Aufl., Upper
Saddle River. Retrieved from
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53
http://www.cba.edu.kw/yousuf/Courses/Econ210/Lecture%20Prese
ntations/Pindyck6%20Graphs/ch04.pdf
Puskadaglu (2012). Analisis Diskrepansi Perdagangan Luar Negeri. Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri kementerian Perdagangan RI.
Republika. (2012). Pemerintah Pantau Pintu Gelap Perdagangan RI-Cina.
Retrieved February 13, 2015, from
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/12/03/27/m1jt9l-
pemerintah-pantau-pintu-gelap-perdagangan-ricina
Roberts, M. J., & Tybout, J. R. (1995). An empirical model of sunk costs
and the decision to export (Vol. 1436). World Bank Publications.
Retrieved from
https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=nbhmadgPBwkC&oi
=fnd&pg=PA33&dq=Robert+and+Tybout+(1995)+sunk+cost&ots=-
H6pqgkpfj&sig=8K-1juARW1FpoEtujBcSU7jthyM
Schröder, P. J., Trabold, H., & Trübswetter, P. (2003). Intermediation in
foreign trade: when do exporters rely on intermediaries?. DIW-
Diskussionspapiere. Retrieved from
http://www.econstor.eu/handle/10419/18072
Sjöholm, F., & Takii, S. (2003). Foreign Networks and Exports: Results
from Indonesia Panel Data. Leverhulme Centre for Research on
Globalisation and Economic Policy, University of Nottingham.
Retrieved from
http://www.agi.or.jp/7publication/workingpp/wp2003/2003-33.pdf
Terjesen. SA (2007).SME Choice of Direct and Indirect Export Modes:
Resource Dependency and Institutional Theory Perspectives. EIM
Business and Policy Research.
Tomasi. C (2012).Intermediaries in International Trade: Direct Versus
Indirect Modes of Export. Centre for Economic Performance. LSE.
Trubswetter. P. Schroder. PJH & Trabold. H (2003).Intermediation in
Foreign Trade: When Do Exporters Rely on Intermediaries?. DIW
Berlin. German Institute for Economic Research.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54
Yaşar. M (2015). 'Direct and Indirect Exporting and Productivity: Evidence
from Firm-Level Data'.Managerial and Decision Economics. vol. 36.
no. 2. pp. 109-20.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55
LAMPIRAN
Beberapa Komiditi Indirect Ekspor Indonesia di Beberapa Negara Indirectnya tahun 2013 Singapura No HS 6 Dgt Deskripsi Nilai (ribu $) Persen thd
total ekspor 1 854219 Monolithic integrated circuits, nes 281956 1,69% 2 890520 Floating or submersible drilling or 281503 1,69% 3 271000 Petroleum oils, etc, (excl. crude); 185469 1,11% 4 847192 Input or output units, whether or n 155356 0,93% 5 847199 Automatic data processing machines 124047 0,74% 6 847330 Parts and accessories of automatic 88627 0,53% 7 844390 Parts of printing machinery & machi 78457 0,47% 8 901890 Instruments and appliances used in 70916 0,43% 9 902140 Hearing aids, excluding parts and a 68820 0,41%
10 890400 Tugs and pusher craft 68645 0,41% 11 850780 Electric accumulators, nes 65478 0,39% 12 890590 Floating docks and vessels which pe 57915 0,35% 13 852520 Transmission apparatus, for radiote 55912 0,34% 14 210690 Other food preparations, nes 53115 0,32% 15 852990 Parts suitable for use solely or pr 48957 0,29%
Malaysia
No HS 6 Dgt Deskripsi NilaiPersen thd total ekspor
1 271000 Petroleum oils, etc, (excl. crude); 480,605 4.51%2 270900 Petroleum oils and oils obtained fr 306,309 2.87%3 151190 Palm oil (excl. crude) and liquid f 244,292 2.29%4 800110 Tin not alloyed unwrought 176,508 1.65%5 151919 Industrial monocarboxylic fatty aci 169,391 1.59%6 151110 Crude palm oil 128,473 1.20%7 151329 Palm kernel or babassu oil (excl. c 70,111 0.66%8 852810 Television receivers including vide 45,583 0.43%9 740819 Wire of refined copper of which the 43,808 0.41%
10 210690 Other food preparations, nes 40,899 0.38%11 390110 Polyethylene having a specific grav 36,329 0.34%12 310210 Urea 34,702 0.33%13 853321 Electrical resistors fixed for a po 33,300 0.31%14 441211 Plywood with >=1 outer ply of tropi 28,026 0.26%15 151321 Crude palm kernel or babassu oil an 26,837 0.25%
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56
Jerman No HS 6 Dgt Deskripsi Nilai
(ribu $) Persen thd total ekspor
1 852110 Video recording or reproducing appa 37868 1,31% 2 854219 Monolithic integrated circuits, nes 23815 0,83% 3 940360 Furniture, wooden, nes 23648 0,82% 4 870870 Wheels including parts and accessor 23176 0,80% 5 950390 Toys nes 17416 0,60% 6 731815 Bolts or screws nes, with or withou 11438 0,40% 7 854441 Electric conductors,for a voltage n 11338 0,39% 8 852190 Video recording or reproducing appa 10833 0,38% 9 151919 Industrial monocarboxylic fatty aci 10749 0,37%
10 844390 Parts of printing machinery & machi 10602 0,37% 11 851822 Multiple loudspeakers, mounted in t 10064 0,35% 12 901890 Instruments and appliances used in 9848 0,34% 13 854160 Mounted piezo-electric crystals 9401 0,33% 14 901819 Electro-diagnostic apparatus, nes 8512 0,30% 15 640299 Footwear, nes, not covering the ank 7409 0,26%
Belanda No HS 6 Dgt Deskripsi Nilai
(ribu $) Persen thd total ekspor
1 271000 Petroleum oils, etc, (excl. crude); 91437 2,23% 2 180400 Cocoa butter, fat and oil 13123 0,32% 3 870870 Wheels including parts and accessor 12473 0,30% 4 291590 Saturated acyclic monocarboxylic ac 11729 0,29% 5 190190 Other food preparations of flour, e 10816 0,26% 6 847989 Machines & mechanical appliances ne 9351 0,23% 7 847199 Automatic data processing machines 6792 0,17% 8 300490 Other medicaments of mixed or unmix 6687 0,16% 9 291570 Palmitic acid, stearic acid, their 6144 0,15%
10 731815 Bolts or screws nes, with or withou 5817 0,14% 11 392690 Other articles of plastics, nes 4779 0,12% 12 030420 Frozen fish fillets 4555 0,11% 13 180500 Cocoa powder, not containing added 3939 0,10% 14 853650 Electrical switches for a voltage n 3406 0,08% 15 441830 Parquet panels, of wood 3221 0,08%
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57
Daftar Pertanyaan Focus Group Discussion (FGD)
1. Sebutkan produk apa yang dihasilkan oleh perusahaan Anda?
2. Apakah perusahaan Anda melakukan ekspor?
3. Apabila tidak mengekspor, mengapa?
4. Apakah ekspor yang perusahaan Anda lakukan melalui perantara
perdagangan?
5. Mengapa memilih mengekspor melalui perusahaan perantara atau
mengekspor langsung?
6. Di negara manakah lokasi dari perusahaan perantara
perdagangannya?
7. Apakah Anda tahu ke negara mana produk perusahaan Anda
diperdagangkan oleh perusahaan perantara? Ke negara mana?
8. Berapa persen keuntungan bila mengekspor melalui perusahaan
perantara?
9. Apakah Anda mengetahui berapa selisih antara nilai jual produk
Anda ke perusahaan perantara dengan nilai jualnya di negara
tujuan ekspor? Berapa?
10. Apakah yang dibutuhkan agar perusahaan Anda dapat mengekspor
langsung daripada melalui perusahaan perantara?
Lampiran 3 Surat Nomor : /BPPKP.3/SD/04/2015 Tanggal : April 2015
MODUL A
PANDUAN FGD KAJIAN PERANAN INDIRECT EKSPOR DI INDONESIA
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015
Panduan FGD Kajian Peranan Indirect Ekspor di Indonesia 1
I. PENDAHULUAN Menurut Dahlan Iskan (mantan Menteri BUMN), ada selisih nilai perdagangan
Indonesia dan Cina yang mencapai 10 milyar dolar AS dan hal tersebut dinilai tidak wajar. Selisih pencatatan perdagangan tidak hanya terjadi pada hubungan dagang Indonesia dan Cina. Dengan Singapura, Amerika dan Jepang pun tidak sama. Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai Ditjen Bea dan Cukai Susiwijono mengungkapkan, dalam perdagangan internasional tidak pernah ditemukan data yang sama antara ekspor dan impor. Menurut dia, sangat wajar terjadi perbedaan angka perdagangan (Republika, 2012).
Setelah diteliti Bea dan Cukai, ternyata banyak barang ekspor Indonesia ke Cina yang masuk melalui negara ketiga (indirect trade). Dalam perdagangan internasional, menurut Susiwijono, umum sekali dilakukan melalui negara ketiga. Perdagangan dengan Cina, Indonesia banyak ‘mampir’ di Hongkong dan Singapura. Berdasarkan keterangan Susiwijono, sekitar 4,4 milyar dolar ekspor Indonesia ternyata tercatat di Hongkong(Republika, 2012).
Terdapat beberapa keuntungan serta kerugian yang akan didapatkan apabila suatu perusahaan melakukan indirect export. Dengan melakukan indirect export perusahaan yang mengekspor mendapatkan beberapa keuntungan yaitu: kemudahan akses pasar, cukup fokus pada produksi atau pemasaran domestik saja, tidak ada biaya tambahan (R&D, pemasaran, dan strategi penjualan di pasar ekspor), manajemen ekspor ditangani perantara, dan tidak perlu penanganan produk setelah sampai di tujuan ekspor. Sedangkan kerugian yang akan didapatkan adalah: risiko kehilangan pasar lebih besar karena dipegang perantara, tidak punya kekuasaan mengendalikan pasar, dan keuntungan perdagangan lebih rendah bila dibandingkan ekspor langsung (Peng, 2013).
Melalui Focus Group Discussion (FGD) akan dilakukan pembahasan secara mendalam tentang seberapa besar ekspor Indonesia yang melalui negara ketiga, karakteristik indirect ekspor di Indonesia dan alasan pelaku bisnis melakukan indirect ekspor. Kegiatan FGD akan dilaksanakan melalui beberapa tahapan dengan melibatkan berbagai stakeholders, seperti para pelaku usaha (eksportir), pejabat/pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait serta para pengamat ekonomi terutama perdagangan internasional.
Dengan adanya panduan ini diharapkan dalam FGD yang dilaksanakan dapat tercipta diskusi secara dinamis dan terarah sehingga informasi terkait kajian dapat terekap secara mendalam.
II. TUJUAN DAN MANFAAT’ Metode FGD sangat berbeda dengan bentuk-bentuk rapat koordinasi antar instansi yang biasa dilaksanakan oleh pemerintah. FGD ini terutama sangat diperlukan untuk pengumpulan informasi atau data dari suatu kegiatan yang dilakukan. Adapun tujuan pelaksanaan FGD dalam kerangka kajian adalah sebagai berikut:
1. Mengestimasi besaran indirect ekspor Indonesia yang melalui negara ketiga.
2. Mendeskripsikan karakteristik indirect ekspor Indonesia
3. Mengetahui alasan pelaku bisnis melakukan indirect ekspor
Panduan FGD Kajian Peranan Indirect Ekspor di Indonesia 2
III. PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1. Pembukaan (Waktu 15 menit)
Pembukaan dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri atau yang mewakilinya.
3.2. Perkenalan dan Keakraban (Waktu 30 menit) Setiap peserta secara bergantian memperkenalkan dirinya. Perkenalan mencakup
nama dan pekerjaan. Para peserta hendaknya juga menceritakan pengalaman menarik dalam pekerjaannya. Hal-hal yang bersifat pribadi seperti daerah asal atau tentang keluarga dapat juga dikemukakan secara santai. Pada waktu seorang peserta memperkenalkan dirinya, peserta lainnya diperbolehkan bertanya dan memberikan komentar.
3.3. Presentasi Kajian (Waktu 30 menit)
Presentasi kajian dan isu-isu yang terkait dengan kajian dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman para peserta atas pokok-pokok persoalan yang berkaitan. Dari paparan tersebut, diharapkan perserta memiliki pemahaman tentang substansi kajian. Hal ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi peserta untuk proses diskusi selanjutnya.
3.4. Proses Diskusi ( Waktu 1 jam)
Kepada setiap peserta diminta untuk mendiskusikan dan memberikan masukan mengenai secara mendalam tentang seberapa besar ekspor Indonesia yang melalui negara ketiga, karakteristik indirect ekspor di Indonesia dan alasan pelaku bisnis melakukan indirect ekspor. Fasilitator akan memandu diskusi dengan melakukan konfirmasi kepada presenter atau forum apabila terdapat pertanyaan yang perlu diklarifikasi. Fasilitator juga dapat mengkonfirmasi beberapa pertanyaan atau jawaban yang dianggap kurang jelas serta melakukan pengembangan dari kriteria-kriteria tersebut jika dianggap perlu berdasarkan hasil diskusi. 3.5 Simpulan Diskusi (Waktu 20 menit) Fasilitator akan melakukan sintesis terhadap beberapa masukan dan pembicaraan di dalam diskusi. Lebih lanjut fasilitator akan membuat suatu kesimpulan dari hasil diskusi dan apabila diperlukan meminta forum memberikan tanggapan akan simpulan tersebut.
3.6 penutupan (Waktu 15 menit) Penutupan dilakukan oleh Kepala Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri atau
yang mewakilinya.
Panduan FGD Kajian Peranan Indirect Ekspor di Indonesia 3
IV. PENUTUP Panduan ini disusun dalam rangka mendapatkan masukan berupa persepsi-persepsi
dan pemikiran-pemikiran yang mendalam berkaitan dengan seberapa besar ekspor Indonesia yang melalui negara ketiga, karakteristik indirect ekspor di Indonesia dan alasan pelaku bisnis melakukan indirect ekspor. Dengan panduan ini diharapkan diskusi dapat berjalan dengan lancar dan produktif.
Kajian:
Peranan Indirect Ekspor di Indonesia
KUESIONER: EKSPORTIR Kegiatan survey lapangan ini merupakan bagian dari Kajian Peranan Indirect Ekspor di Indonesia yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI. Isi dari kuesioner ini bersifat RAHASIA dan hanya menjadi milik Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI.
A. IDENTITAS PERUSAHAAN 1. Nama Responden : ................................................................ 2. Jabatan Responden : ................................................................ 3. Nama Perusahaan : ................................................................ 4. Alamat Perusahaan : ......................................................................................... ......................................................................................... ......................................................................................... 5. Email : ................................................................ 6. Telepon/fax : ................................................................ 7. Kepemilikan Perusahaan :PMDN ..................%, PMA ....................% 8. Tanggal survey : 2015, Surveyor .................................. (cap perusahaan)
Kuesioner-Eksportir 2
I. Data Perusahaan 1.01. 1.02. Penjualan Per Tahun 1.03. Jumlah Karyawan Rp................................................... ...................................Orang 1.04. Mulai Beroperasi 1.05. Mulai Mengekspor Tahun ............................................ Tahun ............................................ 1.06. Barang yang diekspor (dapat lebih dari satu) Nama Barang:............................................................................................................................................. 1.07. Sebutkan negara tujuan ekspor utama 1 3
2 4 1.08. Cara melakukan ekspor ¨ Ditangani sendiri ..............% ¨ Melalui pihak ketiga (broker).............%
II. EKSPOR DITANGANI SENDIRI 2.01. Apakah perusahaan memiliki unit pemasaran dan customer service di Negara tujuan ekspor?
2.02. Bagaimana alur distribusi barang yang diekspor? (langsung ke negara tujuan atau melalui negara ketiga).
2.03. Mengapa negara di pertanyaan 2.02 tesebut dipilih dalam jalur distribusi ekspor?
2.04. Berapa biaya (riset pasar, logistic dan transportasi) dan keuntungan dalam melakukan ekspor? (Persentase dari nilai penjualan ekspor)
2.05. Apakah ada kesulitan/hambatan dalam melakukan ekspor langsung ke Negara tujuan akhir? (bandingkan dengan ekspor melalui Negara ketiga)
2.06. Apa tantangan yang dihadapi apabila ekspor yang biasanya melalui Negara ketiga dilakukan secara langsung ke Negara akhir tujuan ekspor?
Kuesioner-Eksportir 3
III. EKSPOR DITANGANI PIHAK KETIGA (BROKER)
3.01. Mengapa perusahaan menggunakan perantara (broker) dalam melakukan ekspor?
3.02. Apakah perusahaan Anda mengetahui ke Negara mana produk Anda diekspor?
3.03. Apakah perusahaan Anda mengetahui jalur distribusi/pengiriman produk ekspor Anda? (langsung ke Negara tujuan atau transit ke suatu Negara terlebih dahulu)
3.04. Dalam memproduksi barang ekspor, apakah Broker memberikan informasi mengenai spesifikasi produk (selera maupun regulasi di pasar ekspor) ?
3.05. Apakah perusahaan mengeluarkan biaya dalam melakukan ekspor melalui broker?
3.06. Apakah perusahaan memiliki kontrak dalam melakukan penjualan ke broker? Atau menggunakan system jual putus?
3.07. Apa saja kesulitan/hambatan dalam melakukan ekspor menggunakan perantara
3.08. Apa saja keuntungan/manfaat dalam melakukan ekspor menggunakan perantara
Kajian:
Peranan Indirect Ekspor di Indonesia
KUESIONER: INSTANSI/ASOSIASI Kegiatan survey lapangan ini merupakan bagian dari Kajian Peranan Indirect Ekspor di Indonesia yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI. Isi dari kuesioner ini bersifat RAHASIA dan hanya menjadi milik Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI.
A. IDENTITAS 1. Nama Responden : ................................................................ 2. Jabatan Responden : ................................................................ 3. Nama Instansi/Asosiasi : ................................................................ 4. Alamat Instansi/Asosiasi : ......................................................................................... ......................................................................................... ......................................................................................... 5. Email : ................................................................ 6. Telepon/fax : ................................................................ 7. Tanggal survey : ............................... 2015 Surveyor .................................. (cap instansi)
Kuesioner-Instansi/Asosiasi 2
B. PERTANYAAN UTAMA
1. Bagaimana perkembangan umum ekspor di daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) Anda saat ini?
2. Produk-produk apa saja yang menjadi andalan ekspor di daerah Anda? (perkembangan dan prospek)
3. Bagaimana karakteristik umum eksportir di daerah Anda? (Perusahaan Besar atau UMKM)
4. Metode apa yang paling banyak dipilih perusahaan-perusahaan di daerah Anda dalam melakukan ekspor? (langsung ditangani perusahaan bersangkutan atau melalui broker) Mengapa demikian?
5. Bagaimana alur distribusi barang yang diekspor? Mohon diejaskan! (sentra produksi-pelabuhan muat-negara transit-negara tujuan akhir)
6. Apa saja tantangan dalam mengembangkan ekspor di daerah Anda? (apakah indirect ekspor menjadi salah satu permasalahan utama; bagaimana mendorong UMKM untuk melakukan ekspor)