LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan...

113
LAPORAN Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013

Transcript of LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan...

Page 1: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

LAPORAN Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan

di Era Otonomi Daerah

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2013

Page 2: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

i Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

RINGKASAN EKSEKUTIF

Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan (WDP) mewajibkan kepada seluruh perusahaan di wilayah Republik

Indonesia untuk mendaftarkan perusahaannya. Dengan adanya kebijakan tersebut

setiap perusahaan yang ada di Indonesia diwajibkan untuk mendaftarkan

perusahaannya ke instansi pemerintah, dalam hal ini melalui Kantor Pendaftaran

Perusahaan yang ada di Kabupaten/Kota/Kotamadya dan seluruh Kantor

Dinas/Suku Dinas yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang Perdagangan atau

Pejabat yang bertugas dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu di daerah.

Bagi pemerintah, WDP dapat dijadikan sumber informasi dalam membina

dunia usaha di dalam negeri. Kemudian bagi swasta, informasi tersebut dapat

digunakan dalam menemukan mitra bisnis di seluruh Indonesia sehingga

diharapkan dapat pendorong peningkatan investasi di dalam negeri.

Setelah berjalannya UU RI No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, perkembangan WDP dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada

tahun 2006, perusahaan yang melakukan wajib daftar perusahaan berjumlah

104.380 perusahaan, kemudian pada tahun 2012 menurun menjadi 898

perusahaan.

Kondisi ini menjadi permasalahan dalam program pemerintah yang ingin

mengembangkan dan meningkatkan investasi di dalam negeri dan transparansi

publik. Beberapa dugaan yang menyebabkan penurunan tingkat pelaksanaan WDP

adalah karena kurang tegasnya sanksi yang dikenakan kepada perusahaan yang

tidak melakukan WDP, mahalnya biaya pengurusan dan lamanya waktu

pengurusan WDP.

Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu:

a. Bagaimana hubungan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan perundang-

undangan terkait lainnya.

b. Bagaimana efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah.

c. Kebijakan yang dapat mendukung terciptanya tertib wajib daftar perusahaan.

Page 3: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

ii Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Tujuan Penelitian

a. Mengetahui hubungan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan perundang-undangan

terkait lainnya.

b. Mengetahui efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah.

c. Merekomendasikan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya tertib wajib

daftar perusahaan

Metodologi Penelitian

Analisis yang digunakan dalam melihat hubungan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan

perundang-undangan terkait lainnya bersifat descriptive evaluative dengan

menggunakan dasar analisis ketentuan hukum normatif. Dalam melakukan analisis

efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah digunakan metode analisis

Regulatory Impact Assessment (RIA). RIA ini merupakan suatu alat evaluasi

kebijakan dan sebuah metode yang bertujuan menilai secara sistematis pengaruh

negatif dan positif regulasi yang sedang diusulkan ataupun yang sedang berjalan.

RIA juga berfungsi sebagai alat pengambilan keputusan, karena didalam RIA itu

sendiri terdapat suatu metode: a) yang secara sistematis dan konsisten mengkaji

pengaruh yang ditimbulkan oleh tindakan pemerintah, dan b) mengkomunikasikan

informasi kepada para pengambil keputusan.

Hubungan WDP Dengan Perundangan Lainnya serta Permasalahannya

Antara undang-undang WDP dengan UU PT ternyata salah satu pasalnya

memiliki kontradiktif normatif sehingga menimbulkan masalah. Salah satu

contohnya kedua undang-undang tersebut memiliki pengaturan yang tidak sama

dimana dalam UU WDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman melakukan suatu

tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU

WDP, sedangkan dalam UU PT baru tidak diatur tentang adanya sanksi.

Selain itu, dalam UU PT baru disebutkan pengajuan permohonan pendirian

PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar telah dilakukan secara online

melalui sistem yang dikenal Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). SABH

berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Berkaitan dengan hal tersebut,

Page 4: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

iii Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

maka apakah perusahaan perlu mendaftarkan perusahaannya dalam rangka WDP

apabila telah didaftaran di Kementerian Hukum dan HAM, hal ini perlu persamaan

persepti semua pihak.

Disisi lain, implementasi WDP juga masih memiliki berbagai permasalahan,

dan dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) pokok permasalahan yaitu :

1) Implementasi sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi WDP yang

disediakan oleh Kementerian Perdagangan saat ini belum optimal karena :

a. Tidak mampu mengelola nomor penerbitan TDP secara otomatis,

b. Tidak terintegrasi antar level organisasi pengelola data WDP,

c. Tidak memiliki kemampuan untuk memvalidasi keakuratan data secara

otomatis dan

d. Tidak memiliki kemampuan untuk mengintegrasi dengan sistem yang

dibangun oleh PTSP.

2) UU WDP secara hukum telah mengalami distorsi dari peraturan perundang-

undangan lainnya sehingga mengubah pemahaman hukum terutama tentang

kewajiban untuk melakukan WDP khususnya PT. Dasar hukum mengenai

Lembaga/institusi tempat mendaftar dan tanggung jawab dari lembaga pengelola

data WDP (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah Kota/kabupaten

dan Kantor Pendaftaran Perusahaan) juga telah mengalami distorsi sehingga

tidak tegas menunjukkan tanggung jawabnya.

3) Kurangnya kemampuan dan jumlah Sumber Daya Manusia pengelola WDP

terutama di bidang pendaftaran, pengelola data base, pengolah data,

penganalisa data dan PPNS-WDP.

Pada tahap berikutnya tim memutuskan untuk menyelesaikan permasalahan

difokuskan pada implementasi sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi

WDP yang disediakan oleh Kementerian Perdagangan saat ini belum optimal

karena permasalahan tersebut dianggap paling dominan dibandingkan masalah

lainnya. Oleh karena itu kebijakan untuk pembenahan data perusahaan terkait WDP

dilakukan melalui membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP

yang mampu menghasilkan data valid, akurat dan mudah pengoperasiannya di

semua tingkat organisasi pengelola WDP (pemerintah pusat, pemerintah provinsi,

pemerintah kota/kabupaten, KPP/Dinas/PTSP).

Langkah selanjutnya dilakukan identifikasi beberapa opsi untuk

menyelesaikan masalah tersebut dan screening untuk mendapatkan opsi-opsi yang

paling super. Melalui analisis biaya manfaat terhadap opsi-opsi yang dianggap

Page 5: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

iv Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

paling super, diperoleh opsi yang dianggap paling tepat dalam menyelesaikan

permasalahan terkait implementasi jaringan adalah dengan menggunakan opsi

memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP

yang ada (perbaikan dari yang ada). Pemilihan menggunakan opsi tersebut karena

memiliki keunggulannya dibandingkan opsi lainnya antara lain biayanya relatif tidak

terlalu besar dibandingkan dengan opsi-opsi lainnya namun manfaatnya relatif sama

dengan opsi unggulan lainnya.

Manfaat dari memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan

program aplikasi WDP yang ada antara lain : a) data TDP dari daerah disampaikan

secara rinci, b) Pemerintah memiliki peta lembaga usaha sehingga pengambilan

kebijakan menjadi lebih tepat, c) Pelaku usaha mendapatkan gambaran pesaing

maupun peluang untuk berinvestasi, d) SDM di daerah menjdi lebih trampil karena

adanya pelatihan. Biaya-biayanya antara lain : a) Pembelian sofware, b) Pelatihan

SDM pengelolan Sofware di daerah dan Pusat, c) Biaya input di pusat dan daerah

per tahun serta tim evaluasi.

Rekomendasi

Guna menyatukan pemahaman terhadap kewajiban pendaftaran perusahaan

terkait dengan adanya materi yang kontradiktif antara UU WDP dengan UU PT,

maka perlu dilakukan antara lain :

1. Sosialisasi terhadap pelaku usaha tentang pentingnya pendaftaran perusahaan

perlu terus dilakukan. Hal ini perlu dilakukan untuk menyadarkan pelaku usaha

yang belum patuh terhadap UU WDP.

2. Koordinasi antar kementerian yang terkait dengan pendaftaran perusahaan

(Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM, Pemda) perlu

diintensifkan.

3. Implementasi sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP dapat

dilakukan pemerintah dengan cara antara lain :

a) Pemerintah pusat mendata kembali daerah-daerah yang mengirimkan

maupun yang tidak mengirimkan data TDP terbaru baik dalam bentuk

softcopy maupun hardcopy. Pendataan tersebut untuk mengatur strategi

solusi bagi daerah yang mengirim maupun tidak, setelah itu diidentifikasi

penyebabnya.

b) Mengadakan pelatihan serta pendampingan petugas pengelola WDP di

daerah. Dengan memodifikasi aplikasi WDP yang ada sehingga

Page 6: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

v Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

mempermudah petugas daerah dalam menginput data, maka diperlukan

pelatihan bagi petugas di daerah.

c) Melakukan pendekatan kepada para pimpinan daerah dalam mengefektifan

pengelolaan WDP di daerah. Pendekatan kepada pemimpin di daerah

sangat diperlukan karena komitmen pimpinan daerah terhadap pendataan

akan berdampak pada kelancaran program WDP.

d) Melakukan koordinasi dan sosialisasi secara kontinyu dengan pengguna dan

pengelola WDP di daerah. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sering terjadi

perpindahan petugas di daerah.

e) Mengadakan evaluasi secara berkala kepada lembaga yang

bertanggungjawab dalam mengelola WDP. Evaluasi sangat diperlukan untuk

melakukan perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul.

Page 7: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

vi Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, laporan

“ANALISIS PELAKSANAAN WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DI ERA OTONOMI

DAERAH” dapat diselesaikan. Kegiatan ini dilatarbelakangi perkembangan WDP

dari tahun ketahun mengalami penurunan. Perusahaan yang melakukan wajib

daftar perusahaan dari tahun 2006 sampai dengan 2010 masing-masing sebesar

104.380, 91.753, 16.342, 7.651 dan 6.679. Akumulasi perusahaan yang mendaftar

dari tahun 1985 sampai dengan bulan Desember 2012 yang tercatat di database

Kementerian Perdagangan sebanyak 1.693.292 perusahaan.

Diberlakukannya Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib

Daftar Perusahaan yang bertujuan mencatat informasi perusahaan secara benar

sebagai informasi resmi sehingga dapat digunakan semua pihak yang

berkepentingan baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Informasi tersebut bagi pemerintah dapat dijadikan bahan masukan dalam

rangka merumuskan kebijakan yang mengarah kepada iklim usaha yang kondusif.

Bagi swasta informasi tersebut dapat digunakan untuk melihat prospek bisnis,

investasi maupun potensi pesaing.

Dalam kenyataannya informasi tentang perusahaan khususnya diera

otonomi daerah semakin merosot, hal ini teridentifikasi antara lain dari jumlah

perusahaan yang melakukan pendaftaran semakin menurun. Kegiatan ini

diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam

Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Riffa Utama sebagai koordinator dan

anggotanya terdiri dari Achmad Sigit Santoso, Nasrun, Citra Indah Yuliana serta

dibantu oleh tenaga ahli Ari Wahyudi.

Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan, maka kami

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini

tim mengucapkan terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu

terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat

dijadikan masukan bagi pemimpin dalam merumuskan kebijakan di bidang

perdagangan khususnya dalam pendataan pelaku usaha di Indonesia.

Jakarta, April 2013

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri

Page 8: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

vii Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ....................................................................................................vi

DAFTAR ISI................................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ..........................................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

1.2. Tujuan Penelitian .................................................................................... 3

1.3. Output Penelitian .................................................................................... 4

1.4. Outcome Penelitian ................................................................................ 4

1.5. Pengelolaan Penelitian ........................................................................... 4

1.6. Organisasi Peneliti .................................................................................. 4

1.7. Sistematika Laporan ............................................................................... 5

1.8. Jadwal Penelitian .................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 7

2.1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan ................................................ 7

2.1.1. Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan .......................................... 7

2.1.2. Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan ................................ 8

2.1.3. Cara, Tempat dan Waktu Pendaftaran ....................................... 8

2.1.4. Penyelenggaraan Daftar Perusahaan. ....................................... 9

2.1.5. Bukti Daftar Perusahaan. ............................................................ 9

2.2. Regulatory Impact Assessment (RIA) .................................................... 9

2.2.1. Definisi Regulatory Impact Assessment (RIA) ........................... 9

2.2.2. Metode RIA sebagai Panduan Proses Evaluasi Kebijakan ..... 10

2.2.3. Metode RIA Sebagai Alat Untuk Menghasilkan Kebijakan Tata

Kelola Dan Pembangunan Yang Lebih Baik ........................................ 12

2.2.4. Metode RIA sebagai Logika Berfikir Pengambil Kebijakan ...... 12

2.3. Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................................ 13

2.3.1. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang

Pendaftaran Perusahaan. ..................................................................... 13

2.3.2. Regulatory Impact Analysis Terhadap Rancangan Undang-

Undang Konvergensi Teknologi Informasi dan Komunikasi ................ 14

Page 9: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

viii Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

BAB III Metodologi Penelitian .................................................................................... 16

3.1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 17

3.2. Metoda Analisis Data ............................................................................ 18

3.2.1. Analisis Ketentuan Hukum Normatif Dengan Realitas

Implementasi ......................................................................................... 18

3.2.2. Regulatory Impact Assessment ................................................ 20

3.3. Jenis data, sumber data dan metoda pengumpulan data.................... 22

3.3.1. Jenis data, sumber data............................................................ 22

3.3.2. Metode pengumpulan data ....................................................... 22

3.3.3. Metode pengolahan data .......................................................... 24

3.4. Teknik Penarikan Sampel ..................................................................... 26

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS ....................................................... 27

4.1. Hubungan UU WDP dengan Peraturan Perundang-undang terkait

lainnya ............................................................................................................ 27

4.1.1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan .................................. 27

4.1.2. Otonomi Daerah dalam Perspektif Sendi-Sendi Pemerintahan

di Indonesia ........................................................................................... 48

4.1.3. Indonesia Adalah Negara Berdasarkan Asaz Hukum .............. 56

4.1.4. Keberadaan UU WDP Pasca Berlakunya UU PT .................... 63

4.1.5. Keberlakukan UU WDP setelah otonomi daerah ..................... 72

4.2. Efektifitas Implementasi UU WDP di Era Otonomi Daerah ................ 79

4.2.1. Identifikasi Masalah .................................................................. 79

4.2.2. Identifikasi Tujuan kebijakan ..................................................... 84

4.2.3. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah ............................. 84

4.2.4. Analisis Manfaat dan Biaya (soft cost-benefit analysis) ........... 87

4.2.5. Penentuan Opsi Terbaik ........................................................... 91

4.2.6. Konsultasi. ................................................................................. 92

4.2.7. Perumusan Strategi Implementasi Kebijakan .......................... 92

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................... 94

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 94

5.2. REKOMENDASI ................................................................................... 96

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 98

Page 10: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

ix Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 3.1. Tujuan dan Alat Analisis ……………………………………….. 20

Tabel 3.2. Inventarisasi masalah UU WDP menggunakan ketentuan

hukum normatif dengan realitas implementasi (era otonomi

daerah) ………………………………………………………….

22

Tabel 3.3. Jenis data dan Sumber data…………………………………… 24

Tabel 3.4. Jumlah Responden…………………………………………….. 27

Tabel 4.1. Berbagai Alternatif Solusi Tindakan…………………………... 85

Tabel 4.2. Screening Terhadap Alternatif Tindakan…………………….. 87

Tabel 4.3. Biaya manfaat menggunakan jaringan komputerisasi dan

program aplikasi WDP yang ada (do nothing)………………..

89

Tabel 4.4. Biaya manfaat memaksimalkan jaringan komputerisasi dan

program aplikasi WDP yang ada -perbaikan yang ada

(Alternatif 2)……………………………………………………..

91

Tabel 4.5. Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi

WDP yang baru -membangun baru (alternatif 3)…………….

92

Page 11: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

x Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 3.1. Tahapan-tahapan dalam Proses Penelitian……………….. 18

Gambar 3.2. Kerangka Pemikiran…………………………………………. 19

Gambar 3.3. Metoda pengolahan DataTeknik Penarikan Sampel……… 25

Gambar 4.1. Hirarkhi Persamaan Undang-undang………………………. 65

Gambar 4.2 Pengetahuan Pelaku Usaha Terkait Wajib Daftar

Perusahaan……………………………………………………

89

Gambar 4.3 Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar

perusahaan (kelompok persekutuan perdata, firma, CV,

PT, Koperasi dan Yayasan)…………………………………..

90

Gambar 4.4 Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar

perusahaan (perusahaan perseorangan)……………………

91

Page 12: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

1 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan tolok ukur bagi pemerintah

dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Salah satu cara dalam

mendatangkan devisa negara guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia

adalah melalui pengembangan dan peningkatan investasi dalam negeri, yaitu

dengan mendatangkan investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan begitu

akan tercipta lowongan-lowongan pekerjaan baru bagi masyarakat. Oleh karena itu

penciptaan iklim investasi yang kondusif sangat diperlukan, yang bukan hanya

untuk menarik minat investor baru, tetapi juga dalam rangka membangun industri

yang berdaya saing tinggi untuk meningkatkan produksi barang dalam pemenuhan

konsumsi, bukan hanya terbatas untuk konsumsi domestik melainkan juga

diperuntukan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk dalam perdagangan

dunia.

Pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh lembaga usaha perdagangan

menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah, yaitu dalam rangka menciptakan tertib

dan optimalisasi iklim usaha di Indonesia. Salah satu langkah yang dilakukan

pemerintah adalah melalui pemberlakuan kebijakan Wajib Daftar Perusahaan

(WDP) kepada setiap perusahaan yang berdiri dan beroperasi di Indonesia.

Pemerintah berharap dengan diberlakukannya kebijakan WDP ini akan memberikan

dampak yang positif, karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan

yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjamin

perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha. Selain itu, pemberlakuan

WDP juga akan memudahkan pemerintah dapat mengikuti secara seksama

keadaan dan perkembangan sebenarnya dari dunia usaha di wilayah Negara

Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing.

Informasi yang menyeluruh tersebut berguna untuk menyusun dan menetapkan

kebijakan di bidang ekonomi.

Bagi dunia usaha Daftar Perusahaan penting untuk melindungi perusahaan

yang dijalankan secara jujur (te goeder trouw) dari praktek-praktek usaha yang tidak

jujur (persaingan curang, penyelundupan dan lain sebagainya). Tidak hanya itu,

melalui penerapan WDP maka akan diperoleh informasi tentang perusahaan-

perusahaan yang secara resmi telah mendaftarkan dan terdaftar dalam register

Page 13: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

2 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Tanda Daftar Perusahaan (TDP). Mengingat perusahaan adalah alat bagi para

pelaku usaha dalam bidang ekonomi untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-

besarnya, sehingga melalui proses evaluasi register dapat diketahui perusahaan-

perusahaan yang masih aktif dalam melakukan kegiatan usahanya dan juga yang

sudah tidak aktif.

Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP)

yang salah satu tujuannya adalah untuk lebih menertibkan administrasi pendaftaran

perusahaan. Adapun isi UU WDP mewajibkan kepada seluruh perusahaan yang

beroperasi di wilayah Republik Indonesia untuk mendaftarkan perusahaannya.

Proses pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang telah

ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan dan

diserahkan di tempat kedudukan kantor perusahaan, setiap kantor cabang, kantor

pembantu perusahaan/kantor anak perusahaan, kantor agen dan perwakilan

perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian. Tempat

yang dimaksud dalam UU WDP tersebut diatas adalah sebelum adanya Undang-

Undang RI No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU No. 32/2004)

dikenal dengan nama Kantor Wilayah Departemen Perdagangan Propinsi.

Dalam melakukan penyesuaian UU WDP terhadap UU No. 32/2004,

pemerintah melengkapinya dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran

Perusahaan, dan beberapa kebijakan kebijakan yang berkaitan dengan WDP

lainnya, diantaranya Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Dengan adanya kebijakan tersebut setiap

perusahaan yang ada di Indonesia diwajibkan untuk mendaftarkan perusahaannya

ke instansi pemerintah, yaitu dalam hal ini melalui Kantor Pendaftaran Perusahaan

yang ada di Kabupaten/Kota/Kotamadya dan seluruh Kantor Dinas/Suku Dinas yang

tugas dan tanggungjawabnya di bidang Perdagangan atau Pejabat yang bertugas

dan bertanggungjawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Daerah

(PTPSD). WDP dapat dijadikan sumber informasi bagi pemerintah dalam membina

dunia usaha di dalam negeri, bahkan informasi ini diharapkan juga dapat

mempermudah dunia usaha dalam menemukan mitra bisnis di seluruh Indonesia.

selain itu pelaksanaan pendaftaraan perusahaan juga berguna sebagai pendorong

peningkatan investasi di dalam negeri.

Page 14: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

3 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Setelah berjalannya UU RI No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Bina Usaha Perdagangan merasakan

perkembangan WDP dari tahun ketahun mengalami penurunan sebesar 97.701

perusahaan dari tahun 2006 ke tahun 2010. Perusahaan yang melakukan wajib

daftar perusahaan dari tahun 2006 sampai dengan 2010 masing-masing sebesar

104.380, 91.753, 16.342, 7.651 dan 6.679. Akumulasi perusahaan yang mendaftar

dari tahun 1985 sampai dengan bulan Desember 2012 yang tercatat di database

Kementerian Perdagangan sebanyak 1.693.292 perusahaan.

Kondisi ini menjadi permasalahan dalam program pemerintah yang ingin

mengembangkan dan meningkatkan investasi di dalam negeri dan transparansi

publik. Beberapa dugaan yang menyebabkan penurunan tingkat pelaksanaan WDP

adalah karena kurang tegasnya sanksi yang dikenakan kepada perusahaan yang

tidak melakukan WDP, mahalnya biaya pengurusan dan lamanya waktu

pengurusan WDP.

Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu:

a. Bagaimana hubungan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan perundang-

undangan terkait lainnya.

b. Bagaimana efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah.

c. Kebijakan yang dapat mendukung terciptanya tertib wajib daftar perusahaan.

1.2. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui hubungan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan

perundang-undangan terkait lainnya.

b. Mengetahui efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah.

c. Merekomendasikan kebijakan yang dapat mendukung terciptanya tertib

wajib daftar perusahaan

Page 15: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

4 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

1.3. Output Penelitian

a. Peta hubungan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan perundang-

undangan terkait lainnya.

b. Efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah

c. Rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung terciptanya tertib wajib

daftar perusahaan

1.4. Outcome Penelitian

Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya tertib wajib daftar

perusahaan mulai dari pemerintah kota/kabupaten ke pemerintah propinsi hingga ke

pemerintah pusat.

1.5. Pengelolaan Penelitian

Penelitian dilakukan secara swakelola oleh pegawai pada Pusat Kebijakan

Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan

Perdagangan dan akan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan.

1.6. Organisasi Peneliti

Adapun nama-nama anggota tim yang terlibat :

1. Koordinator : Riffa Utama

2. Peneliti Madya : Citra Indah Yuliana

3. Peneliti Pertama : Achmad Sigit Santoso

4. Pembantu Peneliti : Firman Mutakin

5 Pembantu Peneliti : Nasrun

6. Tenaga Ahli : Ari Wahyudi

Page 16: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

5 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

1.7. Sistematika Laporan

Laporan analisis ini terbagi menjadi 6 (enam) bab yaitu :

Bab I : Mendeskripsikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan analisis, ruang lingkup penelitian, output laporan serta metoda analisis yang digunakan

Bab II : Menelaah dasar hukum tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP) dan konsep alat analisisnya Regulatory Impact Assesment (RIA) serta hasil penelitian sebelumnya terkait Wajib Daftar Perusahaan dan RIA

Bab III : Mendeskripsikan kerangka pemikiran, metoda pengumpulan data, alat analisis dan jadwal analisis.

Bab IV : Menganalisis hubungan UU WDP dengan Peraturan perundang-undangan terkait lainya, menganalisis efektifitas implementasi UU WDP di era otonomi daerah

Bab V : Merumuskan Kesimpulan dan rekomendasi kebijakan

Page 17: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

6 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

1.8. Jadwal Penelitian

Tahapan pelaksanaan kegiatan disusun sebagai berikut:

Uraian

Bulan Pebruari Bulan Maret Bulan April

M

1

M

2

M

3

M

4

M

1

M

2

M

3

M

4

M

1

M

2

M

3

M

4

Penyusunan Rencana Operasional Penelitian (ROP)

Penyempurnaan Rencana Operasional Penelitian (ROP)

Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan Data Primer

Diskusi Terbatas I

Diskusi Terbatas II

Penulisan Laporan Akhir

Penulisan Memo Kebijakan

Page 18: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

7 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

2.1.1. Ketentuan Wajib Daftar Perusahaan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun

1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, setiap perusahaan wajib didaftarkan

dalam daftar perusahaan. Daftar perusahaan yang dimaksud adalah daftar

catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan UU WDP

dan atau peraturan-peraturan pelaksanaannya, dan memuat hal-hal yang

wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang

berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Perusahaan yang dimaksud

dalam wajb daftar perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang

menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan

yang didirikan, bekerja serta berkedudukan.dalam wilayah Negara Republik

Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.

Daftar Perusahaan penting untuk pemerintah guna melakukan

pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha

yang sehat, karena daftar perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan

yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih

menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha. Adapun

daftar perusahaan yang dimaksud adalah informasi resmi untuk semua pihak

yang berkepentingan yang memuat identitas dan hal-hal yang menyangkut

dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di

wilayah Negara Republik Indonesia.

Perusahaan yang wajib didaftar dalam daftar perusahaan adalah

setiap perusahaan yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di

wilayah Negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor cabang,

kantor pembantu, anak perusahaan serta agen dan perwakilan dari

perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.

Bentuk perusahaan yang dimaksud adalah badan hukum (PT, CV, koperasi),

Page 19: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

8 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

persekutuan, perorangan dan bentuk perusahaan lainya. Dikecualikan dari

wajib daftar ialah :

1) Setiap Perusahaan Negara yang berbentuk Perusahaan Jawatan

(PERJAN) seperti diatur dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969

(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40) jo. Indische Bedrijvenwet

(Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah diubah dan

ditambah;

2) Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi

pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota

keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha

dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

2.1.2. Tujuan dan Sifat Wajib Daftar Perusahaan

Daftar Perusahaan bertujuan mencatat data keterangan yang dibuat

secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi

untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta

keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar

Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.

Sifat Daftar Perusahaan adalah terbuka untuk semua pihak dimana

setiap pihak yang berkepentingan berhak memperoleh keterangan yang

diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari

keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh

pejabat yang berwenang untuk itu dari kantor pendaftaran perusahaan

setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh Menteri yang

bertanggung jawab terhadap Wajib Daftar Perusahaan dalam hal ini menteri

dalam bidang perdagangan

2.1.3. Cara, Tempat dan Waktu Pendaftaran

Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang

ditetapkan oleh menteri dalam bidang perdagangan pada kantor tempat

pendaftaran perusahaan. Pendaftaran dilakukan di tempat kedudukan kantor

perusahaan, kantor cabang, kantor pembantu perusahaan, kantor anak

perusahaan, kantor agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai

wewenang untuk mengadakan perjanjian. Pendaftaran wajib dilakukan

Page 20: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

9 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan mulai menjalankan

usahanya.

2.1.4. Penyelenggaraan Daftar Perusahaan.

Penanggungjawab penyelenggaraan daftar perusahaan adalah

menteri di bidang perdagangan. Tempat kedudukan dan susunan kantor

pendaftaran perusahaan serta tatacara penyelenggaraan daftar perusahaan

ditetapkan oleh menteri perdagangan.

2.1.5. Bukti Daftar Perusahaan.

Kepada Perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya dalam Daftar

Perusahaan diberikan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) yang berlaku untuk

jangka waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal dikeluarkannya dan yang wajib

diperbaharui sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelum tanggal berlakunya

berakhir

2.2. Regulatory Impact Assessment (RIA)

2.2.1. Definisi Regulatory Impact Assessment (RIA)

Regulatory Impact Analysis (RIA)1 sering juga di sebut sebagai

Regulatory Impact Assesment adalah sebuah alat analisa kebijakan untuk

membantu pemerintah dalam mengevaluasi suatu kebijakan dan menilai

dampak dari kebijakan. RIA merupakan proses analisis dan

pengkomunikasian secara sistematik terhadap kebijakan, baik kebijakan

baru maupun kebijakan yang sudah ada.

Berdasarkan Rekomendasi Council of the OEDC on Improving The

Quality of Government Regulasi tahun 1995, Peranan RIA memastikan

secara sistematis terpilihnya kebijakan yang paling efisien dan efektif. RIA

merupakan alat evaluasi kebijakan yang bertujuan menilai secara sistematis

pengaruh negatif dan positif regulasi yang sedangan diusulkan ataupun yang

sedang berjalan.

1 Berdasarkan kajian ringkas Biro Hukum Kementerian PPN/BAPPENAS dalam Pengembangan dan Implementasi Metode Regulatory Impact Analysis untuk menilai kebijakan (peraturan dan Non Peraturan) di Kementerian PPN/BAPPENAS, Juli 2011

Page 21: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

10 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Kebutuhan RIA muncul dari fakta regulasi yang sulit untuk diramalkan

dampaknya. RIA juga membutuhkan studi yang rinci dan konsultasi dengan

pihak-pihak yang terkait. RIA melalui pendekatan ekonomi dapat

menyelesaikan masalah peraturan dengan menekan risiko biaya tinggi

terhadap peraturan yang dihasilkan, sehingga manfaatnya dapat dirasakan

oleh masyarakat. Dari perspektif ini, tujuan utama dari RIA adalah untuk

memastikan bahwa peraturan dihasilkan dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat , dimana keuntungan akan melebihi biaya.

2.2.2. Metode RIA sebagai Panduan Proses Evaluasi Kebijakan

Sebagai sebuah proses, Metode RIA terdiri dari langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Identifikasi dan analisis masalah. Langkah ini dilakukan agar semua

pihak, khususnya pengambil kebijakan, dapat melihat dengan jelas

masalah apa sebenarnya yang dihadapi dan hendak dipecahkan

dengan kebijakan tersebut. Pada tahap ini, sangat penting untuk

membedakan antara masalah (problem) dengan gejala (symptom),

karena yang hendak dipecahkan adalah masalah, bukan gejalanya.

b. Penetapan tujuan. Setelah masalah teridentifikasi, selanjutnya perlu

ditetapkan apa sebenarnya tujuan kebijakan yang hendak diambil.

Tujuan ini menjadi satu komponen yang sangat penting, karena ketika

suatu saat dilakukan penilaian terhadap efektivitas sebuah kebijakan,

maka yang dimaksud dengan “efektivitas” adalah apakah tujuan

kebijakan tersebut tercapai ataukah tidak.

c. Pengembangan berbagai pilihan/alternatif kebijakan untuk

mencapai tujuan. Setelah masalah yang hendak dipecahkan dan

tujuan kebijakan sudah jelas, langkah berikutnya adalah melihat pilihan

apa saja yang ada atau bisa diambil untuk memecahkan masalah

tersebut. Dalam metode RIA, pilihan atau alternatif pertama adalah “do

nothing” atau tidak melakukan apa-apa, yang pada tahap berikutnya

akan dianggap sebagai kondisi awal (baseline) untuk dibandingkan

dengan berbagai opsi/pilihan yang ada. Pada tahap ini, penting untuk

melibatkan stakeholders dari berbagai latar belakang dan kepentingan

guna mendapatkan gambaran seluas-luasnya tentang opsi/pilihan apa

saja yang tersedia.

Page 22: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

11 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

d. Penilaian terhadap pilihan alternatif kebijakan, baik dari sisi

legalitas maupun biaya (cost) dan manfaat (benefit)-nya. Setelah

berbagai opsi/pilihan untuk memecahkan masalah teridentifikasi,

langkah berikutnya adalah melakukan seleksi terhadap berbagai pilihan

tersebut. Proses seleksi diawali dengan penilaian dari aspek legalitas,

karena setiap opsi/pilihan tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Untuk pilihan-pilihan yang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

dilakukan analisis terhadap biaya (cost) dan manfaat (benefit) pada

masing-masing pilihan. Secara sederhana, “biaya” adalah hal-hal negatif

atau merugikan suatu pihak jika pilihan tersebut diambil, sedangkan

“manfaat” adalah hal-hal positif atau menguntungkan suatu pihak. Biaya

atau manfaat dalam hal ini tidak selalu diartikan “uang”. Oleh karena itu,

dalam konteks identifikasi biaya dan manfaat sebuah kebijakan, perlu

dilakukan identifikasi tentang siapa saja yang terkena dampak dan siapa

saja yang mendapatkan manfaat akibat adanya suatu pilihan kebijakan

(termasuk kalau kebijakan yang diambil adalah tidak melakukan apa-

apa atau do nothing).

e. Pemilihan kebijakan terbaik. Analisis Biaya-Manfaat kemudian

dijadikan dasar untuk mengambil keputusan tentang opsi/pilihan

apa yang akan diambil. Opsi/pilihan yang diambil adalah yang

mempunyai manfaat bersih (net benefit), yaitu jumlah semua manfaat

dikurangi dengan jumlah semua biaya, terbesar.

f. Penyusunan strategi implementasi. Langkah ini diambil berdasarkan

kesadaran bahwa sebuah kebijakan tidak bisa berjalan secara otomatis

setelah kebijakan tersebut ditetapkan atau diambil. Dengan demikian,

pemerintah dan pihak lain yang terkait tidak hanya tahu mengenai apa

yang akan dilakukan, tetapi juga bagaimana akan melakukannya.

g. Partisipasi masyarakat di semua proses. Semua tahapan tersebut di

atas harus dilakukan dengan melibatkan berbagai komponen yang

terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan kebijakan

yang disusun. Komponen masyarakat yang mutlak harus didengar

suaranya adalah mereka yang akan menerima dampak adanya

kebijakan tersebut (key stakeholder).

Page 23: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

12 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

2.2.3. Metode RIA Sebagai Alat Untuk Menghasilkan Kebijakan Tata Kelola

Dan Pembangunan Yang Lebih Baik

Metode RIA dapat diposisikan sebagai alat untuk menghasilkan

kebijakan, tata kelola dan pembangunan yang lebih baik. Dalam penerapan

metoda RIA ada 2 faktor utama yang dianggap mampu memenuhi harapan

tersebut, yaitu: (1) adanya partisipasi masyarakat dapat meningkatkan

transparansi, kepercayaan masyarakat dan mengurangi risiko sebuah

kebijakan, serta (2) menemukan opsi/pilihan yang paling efektif dan efesien

sehingga dapat mengurangi biaya implementasi bagi pemerintah dan biaya

transaksi bagi masyarakat. Secara lebih spesifik, metode RIA merupakan

alat untuk mencapai standar internasional untuk kebijakan berkualitas

sebagaimana tercantum dalam OECD checklist2 sebagai berikut:

a. Apakah masalah didefinisikan dengan baik?

b. Apakah keterlibatan pemerintah memang diperlukan?

c. Apakah regulasi merupakan bentuk terbaik dari keterlibatan

pemerintah?

d. Apakah regulasi memiliki dasar hukum?

e. Seberapa jauh keterlibatan pemerintah diperlukan?

f. Apakah manfaat lebih besar daripada biayanya?

g. Apakah ada transparansi distribusi dampak?

h. Apakah regulasi jelas, konsisten, komprehensif dan mudah diakses?

i. Apakah semua pihak terkait punya kesempatan untuk mengemukakan

pandangannya?

j. Bagaimana pelaksanaan regulasi tersebut?

2.2.4. Metode RIA sebagai Logika Berfikir Pengambil Kebijakan

Metode RIA dapat digunakan oleh pengambil kebijakan untuk berfikir

logis, mulai dari identifikasi masalah, identifikasi pilihan untuk memecahkan

masalah, serta memilih satu kebijakan berdasarkan analisis terhadap semua

pilihan. Metode RIA mendorong pengambil kebijakan untuk berfikir terbuka

dengan menerima masukan dari berbagai komponen yang terkait dengan

kebijakan yang hendak diambil.

2 OECD Recommendation on Improving the Quality of Government Regulation (1995)

Page 24: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

13 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

2.3. Hasil Penelitian Sebelumnya

2.3.1. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Pendaftaran

Perusahaan.

Kesimpulan dari naskah akademik Rancangan Undang-Undang

Tentang Pendaftaran Perusahaan yang disusun oleh Direktorat Bina Usaha

Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia pada tahun 2012 adalah Daftar

Perusahaan sebagai sumber informasi resmi perusahaan dibutuhkan bagi

semua pihak yang berkepentingan, tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga

bagi pelaku usaha. Daftar Perusahaan menjadi instrumen penting bagi

pelaku usaha dalam merencanakan dan melakukan kegiatan usaha sebagai

bentuk perlindungan pelaku usaha yang jujur dan terbuka. Daftar

Perusahaan menjadi instrumen penting bagi pemerintah dalam rangka

pembimbingan, pembinaan, pengarahan, dan pengawasan dunia usaha,

serta penciptaan iklim usaha yang sehat dan tertib. Seiring perkembangan

zaman, pengaturan dan pelaksanaan pendaftaran perusahaan sebagaimana

diatur dalam UU WDP perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan

perkembangan terutama sejak diterbitkannya peraturan perundang-

undangan di bidang lainnya seperti Undang-Undang Perseroan Terbatas,

Undang-Undang Pasar Modal, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang di bidang Hak atas

Kekayaan Intelektual (seperti Merek, Paten, Hak Cipta, Desain Industri,

Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang) Undang-Undang

Penanaman Modal, Undang-Undang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

serta Undang-Undang Pemerintahan Daerah sehubungan dengan otonomi

daerah. Hal yang perlu dikaji ulang adalah :

a. Pengaturan UU WDP sehubungan dengan pihak yang wajib melakukan

pendaftaran perusahaan,

b. Substansi informasi perusahaan yang perlu disampaikan oleh suatu

perusahaan dalam Daftar Perusahaan,

c. Pengecualian pendaftaran perusahaan serta pelaksanaan pendaftaran

perusahaan,

Page 25: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

14 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Untuk mengatasi permasalahan hukum dengan mempertimbangkan

aturan yang telah ada, guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan

masyarakat, UU WDP perlu disesuaikan. Beberapa hal yang harus

disesuaikan, yaitu pengecualian daftar perusahaan, klasifikasi perusahaan,

jangka waktu pendaftaran perusahaan, hal-hal yang wajib didaftrakan,

pendaftaran perusahaan bentuk lain, penyelenggaraan daftar perusahaan,

perubahan dan penghapusan data dalam daftar perusahaan, perselisihan

dan penyelesaian, biaya pendaftaran perusahaan, dan sanksi dan ketentuan

pidana.

2.3.2. Regulatory Impact Analysis Terhadap Rancangan Undang-Undang

Konvergensi Teknologi Informasi dan Komunikasi

Berdasarkan hasil kajian dan analisa regulasi pengaturan terhadap

penyelenggaraan TIK dalam era konvergensi sesuai RUU konvergensi TIK

menggunakan Regulatory Impact Analysis (RIA) yang dilakukan oleh Wawan

Ridwan dan Iwan Krisnadi dari Magister Teknik Elektro, Universitas Mercu

Buana, dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil dari keseluruhan studi

penelitian, yaitu:

a. Proses analisa yang dilakukan terhadap Regulasi RUU Konvergensi TIK

ini, dengan fokus pada fungsi pengaturan terhadap penyelenggaran TIK

sesuai yang termaktub dalam RUU Konvergensi TIK Indonesia, yang

meliputi:

1) perizinan penyelenggaraan teknologi informasi dan komunikasi

2) pengaturan spektrum frekuensi radio

3) penomoran

4) standar kinerja operasi

5) standar kualitas layanan

6) biaya interkoneksi

7) kewajiban pelayanan umum

8) standar alat dan perangkat teknologi informasi dan komunikasi.

b. Hasil analisa tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya Regulasi

RUU Konvergensi TIK ini, akan menjadi harmonisasi dan menyatunya

beberapa Undang-undang sebelumnya yang masih terpisah seperti :

telekomunikasi, penyiaran, ITE dan keterbukaan informasi publik.

Page 26: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

15 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

c. Selain itu, dengan perkembangan Konvergensi TIK dan Regulasi nya,

tentu akan merubah tatanan kehidupan masyarakat indonesia terutama

model bisnis atau struktur industri TIK yang tadinya terpisah-

pisah(vertikal) akan menyatu/konvergen dan dibedakan secara

layer(horizontal), sesuai kategori layer konvergensi TIK, yaitu:

2) Penyelenggara Fasilitas Jaringan

3) Penyelenggara Layanan Jaringan

4) Penyedia Layanan Aplikasi

5) Penyedia Konten

d. Berdasarkan hasil analisa dengan RIA, dengan metode Risk

Assessment and Uncertainty Analysis, regulasi pengaturan terhadap

penyelenggaraan TIK ini dapat di implementasikan di indonesia karena

telah memiliki kepastian hukum(satu regulasi untuk TIK), penilaian cost

dan benefit dengan rasio 1:1, namun peraturan/regulasi ini belum

sepenuhnya diuji sensitivitas peraturannya karena masih berupa

Rancangan Undang-Undang. Kedepannya jika sudah menjadi Undang-

undang bisa diuji kembali.

e. Implementasi RIA sebaiknya dilakukan secara bertahap, berkelanjutan

dan merata yang sesuai dengan karakteristik masyarakat dan industri

TIK di indonesia.

Page 27: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

16 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

BAB III

Metodologi Penelitian

Metode Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi

Daerah bersifat deskriptif evaluatif dengan menggunakan analisis ketentuan hukum

normatif dalam mengidentifikasi hubungan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan dengan peraturan

perundang-undangan terkait lainnya dan menggunakan metode analisis Regulatory

Impact Assessment (RIA) dalam menganalisa efektifitas implementasi UU WDP di

era otonomi daerah.

Adapun tahapan dalam proses penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1.

Tahapan dalam Proses Penelitian

Data Sekunder

LAPORAN

Tujuan Penelitian

Interpretasi Hasil Analisis

Hubungan UU WDP dengan Peraturan perudangan lainnya

Evaluasi Implementasi UU WDP di era otonomi Daerah

Eksplorasi penelitian

Survey Terdahulu Studi Kasus Naskah Akademik

Kuisioner Wawancara mendalam

Analisis Data

Regulatory Impact Assesment

FGD ke 1 di DKI

FGD ke 2 di DKI

Page 28: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

17 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

3.1. Kerangka Pemikiran

Dalam kerangka pemikiran analisis yang ditunjukkan gambar 3.2. dimana UU

WDP di analisis secara hukum normatif keberadaannya dibandingkan dengan

peraturan perundangan-undangan lainnya seperti UU PT dan UU Otonomi daerah.

Dalam implementasinya UU WDP pelaku usaha melakukan pendaftaran di KPP

yang dapat berbentuk PTSP atau Dinas Perindag Kab/Kota, kemudian data

pendaftaran perusahaan tersebut disampaikan ke dinas perindag provinsi dan

kemudian ke kementerian perdagangan untuk menjadi data nasional. Maka dengan

analisis ini dapat diketahuli efektifitas pelaksanaan wajib daftar perusahaan di era

otonomi di daerah dengan menggunakan Regulatory Impact Assessment (RIA),

Gambar 3.2. Kerangka Pemikiran

KPP

UU WDP

PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN LAINNYA

HUBUNGAN

PTSP atau Dinas Perindag Kab/Kota

Dinas Perindag Provinsi

Kementerian Perdagangan

Aplikasi WDP dan

Jarinagan komputer

SDM Pengelola Data

WDP

DATA

PERUSAHAAN

NASIONAL

DATA

DATA

DATA

Page 29: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

18 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

3.2. Metoda Analisis Data

Analisis data merupakan bagian terpenting dalam analisis ini agar dapat

diperoleh informasi yang diinginkan. Analisa menggunakan dua alat analisis yang

sesuai dengan tujuan kajian seperti disampaikan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Tujuan dan Alat Analisis

3.2.1. Analisis Ketentuan Hukum Normatif Dengan Realitas Implementasi

Dalam mengkaji hubungan UU WDP dengan Peraturan Perundang-

undangan terkait lainnya menggunakan analisis ketentuan hukum normatif

dengan realitas implementasi dimana penelitian hukum dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka yang ada. (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,

2009). Tahapan pertama analisis hukum normatif adalah analisis yang

ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan

mengadakan analisis terhadap masalah hukum. Tahapan kedua analisis

hukum normatif adalah analisis yang ditujukan untuk mendapatkan hukum

subjektif (hak dan kewajiban). Analisis yang dilakukan bersifat deskriptif

yaitu menggambarkan gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap

pelaksanaan UU WDP dengan dilakukan pendekatan kualitatif yang

merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif.

Di dalam metode analisi hukum normatif, terdapat 3 (tiga) macam bahan

pustaka yang dipergunakan yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau

yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–

No. Tujuan Alat Analisis

1. Mengetahui hubungan Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan dengan peraturan

perundang-undangan terkait lainnya

analisis ketentuan hukum normatif

dengan realitas implementasi

2. Mengetahui efektifitas implementasi

UU WDP di era otonomi daerah

Regulatory Impact Assessment

Page 30: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

19 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan

di dalam analisis: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-Undang

Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Peraturan

Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 37/M-DAG/PER/9/2007

tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan, Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 Tentang Pemerintahan Daerah.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak

mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang

merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli

yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan

memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah. Yang

dimaksud dengan bahan sekunder disini oleh penulis adalah hasil

indepth interview yang dilakukan di daerah sampel.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier itu diartikan sebagai bahan hukum lainnya yang

dianggap penting dan terkait dengan analisis

Analisis hukum normatif yang dilakukan lebih ditujukan kepada pendekatan

undang-undang (statute approach) dan pendekatan implementasi.

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan wajib daftar perusahaan.

Pendekatan implementasi dilakukan dengan cara melakukan telaah

terhadap cara implementasi dari UU WDP di wilayah sampel.

Page 31: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

20 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Tabel 3.2. Inventarisasi masalah UU WDP menggunakan ketentuan hukum

normatif dengan realitas implementasi (era otonomi daerah)

Isi Pasal-Pasal

Dalam UU WDP

Selaras/Tidak Dengan

Peraturan Perundang-

Undangan Yang Lain

Relevan/Tidak Dengan

Berlakunya Otomoni

Daerah

Pasal 1

Selaras/tidak ? Peraturan

perundang-udangan apa?

Relevan/tidak

Pasal 2

Pasal 3

.

.

. dan seterusnya

.

.

.

.

dan seterusnya

.

.

.

.

dan seterusnya

Pasal 39

Selaras/tidak ? Peraturan

perundang-udangan apa?

Relevan/Tidak

Dari tabel inventarisasi masalah UU WDP menggunakan ketentuan hukum

normatif dengan realitas implementasi (setelah berlakunya otonomi daerah)

dihasilkan daftar masalah yang kemudian akan di verifikasi di daerah melalui

indepth interview. Hasil verifikasi akan dijadikan salah satu dasar dalam

melakukan perumusan masalah dalam analisis berikutnya menggunakan

Regulatory Impact Assessment (RIA)

3.2.2. Regulatory Impact Assessment

Untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengetahui Efektifitas implementasi UU

WDP di era otonomi daerah di gunakan Regulatory Impact Assessment

(RIA) dengan penyederhanaan langkah. Berdasarkan Kajian Ringkas

Pengembangan dan Implementasi Metode Regulatory Impact Assessment

(RIA) untuk Menilai Kebijakan (Peraturan Dan Non Peraturan) di

Kementerian Ppn/Bappenas Tahun 2011, Regulatory Impact Assessment

sebagai sebuah logika berfikir tidak dapat diringkas, dalam arti alur berfikir

Page 32: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

21 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

mulai identifikasi masalah, identifikasi opsi/pilihan, analisis terhadap semua

opsi/pilihan hingga penetapan pilihan kebijakan tidak dapat dipotong atau

dihilangkan beberapa komponennya. Namun Untuk mempersingkat waktu,

dapat dilakukan penyederhanakan event-event yang diselenggarakan dalam

proses implementasi metode RIA. Dalam pelaksanaan, beberapa tahapan

dalam penerapan metode RIA dapat dilalui dalam satu event, sehingga

jumlah komunikasi dengan stakeholder yang diselenggarakan tidak harus

sebanyak jumlah tahapan dalam proses implementasi.

Sesuai dengan literatur diatas dalam Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar

Perusahaan di Era Otonomi Daerah langkah 1) perumusan masalah, 2)

Identifikasi tujuan kebijakan dan 3) identifikasi alternative penyelesaian

masalah Langkah 4) analisis manfaat dan biaya langkah 6) penentuan opsi

terbaik dan langkah 7) perumusan strategi implementasi kebijakan dilakukan

dengan secara lengkap namun khusus untuk komunikasi dengan

stakeholder untuknya langkah 1,2 dan 3 dilakukan penggabungan dalam

satu event komunikasi dengan stakeholder dengan media FGD (FDG ke-1

yang dilakukan di DKI Jakarta). Langkah 4, 6 dan 7 dilakukan penggabungan

dalam satu event komunikasi dengan stakeholder dengan media FGD (FDG

ke-2 yang dilakukan di DKI Jakarta)

Langkah 1 perumusan masalah, langkah 2 identifikasi tujuan kebijakan dan

langkah 3 identifikasi alternative penyelesaian masalah dilakukan dengan

melakukan survey ke daerah menggunakan media kuesioner dan panduan

depth interview. Hasil dari survey ke daerah kemudian di verifikasi dalam

komunikasi dengan stakeholder pada FGD ke-1. Langkah 4 analisis

manfaat dan biaya yang menggunakan soft cost-benefit analysis dimana

unsur yang terpenting adalah semua biaya (dampak negatif) dan manfaat

(dampak positif) yang dirasakan oleh berbagai pihak dapat teridentifikasi

tanpa ada keharusan untuk menilainya dalam bentuk uang. Kemudian hasil

dari langkah 4 (analisis manfaat dan biaya), langkah 6 (penentuan opsi

terbaik) dan langkah 7 (perumusan strategi implementasi kebijakan)

digabungkan dalam satu event komunikasi dengan stakeholder dengan

media FGD ke 2. Hasil dari perumusan strategi implementasi kebijakan yang

telah dikomunikasikan dengan stakeholder dengan media FGD akan

dijadikan rekomendasi kebijakan

Page 33: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

22 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

3.3. Jenis data, sumber data dan metoda pengumpulan data

3.3.1. Jenis data, sumber data

Data dalam analisis ini meliputi:

a. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber antara lain kepustakaan

dan dari instansi terkait (Kementerian Perdagangan, Kementerian

Hukum dan HAM, Pelaku Usaha, BPS dan lain-lain).

b. Data primer diperoleh melalui pengumpulan data secara langsung

kepada beberapa sumber melalui Diskusi Terbatas (focus group

discussion) di DKI Jakarta dan depth interview sebagai satu tahapan

konsultasi dan komunikasi dengan stakeholders seperti tercantum pada

langkah metode RIA

Tabel 3.3. Jenis data dan Sumber data

No. Jenis Data Sumber Data

1. Peraturan perundang-undangan terkait terkait lainnya (data sekunder)

Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM

2. Data pendaftaran perusahaan (data sekunder)

Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM

3. Permasalahan hukum normatif UU WDP dengan peraturan perundang-undanga terkait lainnya dan Permasalahan implementasi UU WDP di era otonomi daerah (data primer)

Indept Interview dan diskusi terbatas (FGD) dengan Pelaku usaha, Dinas perdagangan, notaris, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kementerian Hukum dan HAM

4 Persepsi tentang pengetahuan pelaku usaha terhadap UU WDP (data primer)

Kuesioner dengan responden perusahaan yang berbentuk PT, Koperasi, CV, Firma, Perusahaan Perseorangan dan Bentuk Usaha Lainnya (60 responden)

3.3.2. Metode pengumpulan data

1) Data Sekunder

Data sekunder dalam kajian ini adalah peraturan perundang-undangan

terkait UU WDP dan data daftar perusahaan yang diperoleh dari

Kementerian Perdagangan dan Kementerian Hukum dan HAM.

2) Data Primer

Data Primer berupa permasalahan hukum normatif UU WDP dengan

peraturan perundang-undangan terkait lainnya dan Permasalahan

Page 34: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

23 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

implementasi UU WDP di era otonomi daerah juga data persepsi tentang

pengetahuan pelaku usaha terhadap UU WDP dikumpulkan dengan cara

Indepth interview dan kuesioner di daerah sample yang kemudian

diverifikasi melakui diskusi terbatas (focus group discussion) di DKI

Jakarta

Daerah sample dalam kajian ini di 2 (dua) daerah, yaitu: Jawa Timur dan

Jawa Tengah.Pemilihan daerah didasarkan penganugerahan penghargaan

penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal

provinsi, kabupaten/kota, terbaik tahun 2012 digelar di Jakarta, Senin

(12/11/2012). Berdasar hasil penilaian, ada tiga penyelenggara pelayanan

terpadu satu pintu bidang penanaman modal (PTSP-PM) tingkat provinsi,

kabupaten, dan kota terbaik 2012. Dimana Jawa Timur merupakan

penyelenggara PTSP-PM Provinsi Terbaik I dan Kota Semarang merupakan

penyelenggara PTSP Kota terbaik II tahun 2012 (Kompas, 2012)

Page 35: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

24 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

3.3.3. Metode pengolahan data

Gambar 3.3 Metoda pengolahan Data

Regulatory Impact Assesment

FGD Ke - 1

Data Sekunder : Berupa Peraturan perundang-

undangan terkait WDP

Identifikasi tujuan kebijakan

Hubungan UU WDP dengan Peraturan perudangan lainnya

Evaluasi Implementasi UU WDP di era otonomi Daerah

Survey daerah Kuisioner dan wawancara mendalam

Verifikasi melalui Wawancara mendalam

Identifikasi masalah implementasi UU WDP di era otonomi Daerh

Analisa Hukum

Normatif

perumusan masalah

Identifikasi alternatif penyelesaian

FGD Ke - 2

Penentuan Opsi Terbaik

Analisis Manfaat dan Biaya

Perumusan strategi implementasi kebijakan

Page 36: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

25 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

- Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber antara lain kepustakaan

dan dari instansi terkait berupa peraturan-peraturan terkait wajib daftar

perusahaan di inventarisasi. Peraturan yang telah terinvetarisasi

kemudian dianalisis menggunakan metoda analisis hukum normatif

dan hukum empiris untuk mendapatkan gambaran hubungan antara

UU WDP dengan peraturan perundang-undangan terkait. Dari

kerangka hubungan tersebut diatas dapat diidentifikasi hubungan

antara peraturan perundang-undangan terkait dengan UU WDP, yang

menjadikan fungsi dan kedudukan UU WDP menjadi signifikan.

- Data Primer diperoleh dalam bentuk kuesioner dan indepth interview

dengan menggunakan indentifikasi hubungan antara peraturan

perundang-undangan terkait dengan UU WDP yang telah disiapkan

sebelumnya. Hasil dari survey lapangan akan dijadikan dasar

perumusan masalah dalam metode analisis RIA. yang kemudian diuji

dengan prinsip review minimum effective regulation dan dilanjunkan

dengan competitive neutrality yang menghasilkan Identifikasi Tujuan

Kebijakan (Penilaian Resiko) dan Identifikasi Alternatif Penyelesaian

Masalah.

- Dari identifikasi Alternatif (opsi) penyelesaian masalah kemudian

disampaikan dalam diskusi terbatas untuk mendapatkan verifikasi

bahwa identifikasi alternative penyelesaian masalah yang telah

disusun adalah sesuai dengan pandangan stakeholder

- Setelah ada verifikasi dari stakeholder melalui diskusi terbatas opsi

penyelesaian masalah akan dianalisis dengan prinsip cost and benefit

(soft cost-benefit analysis) untuk kemudian ditentukan mana opsi yang

terbaik yang kemudian disusun sebagai dasar perumusan strategi

implementasi kebijakan. metode soft cost-benefit analysis dapat

digunakan, atau tetap menggunakan Analisis B-M tetapi dengan cara

yang tidak seketat monetary cost-benefit analysis. dalam soft cost-

benefit analysis yang terpenting adalah semua biaya (dampak negatif)

dan manfaat (dampak positif) yang dirasakan oleh berbagai pihak

dapat teridentifikasi tanpa ada keharusan untuk menilainya dalam

bentuk uang.

Page 37: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

26 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

- Dasar perumusan strategi implementasi kebijakan yang telah di susun

kemudian disampaikan dalam diskusi terbatas yang kedua untuk

mendapatkan verifikasi dari stakeholder.

- Hasil verifikasi stakeholder kemudian akan disampaikan sebagai

rumusan rekomendasi kebijakan.

3.4. Teknik Penarikan Sampel

Dalam menentukan responden untuk indepth interview dan kuesioner

digunakan teknik Purposive Sampling dimana peneliti menentukan sendiri sample

yang diambil karena ada pertimbangan responden yang mengerti tentang UU WDP

hanya terbatas yaitu Pelaku usaha, Dinas perdagangan, notaris, Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kementerian Hukum dan HAM

Dalam analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

seperti telah disampaikan dalam metode pengumpulan data, pengumpulan data

primer dilakukan di 2 (dua) daerah, yaitu: Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Tabel 3.4.

Jumlah Responden

No

Sumber Data

Jumlah

1.

Indept Interview

6 Responden

2.

Kuesioner

60 Responden

Page 38: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

27 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS

4.1. Hubungan UU WDP dengan Peraturan Perundang-undang terkait

lainnya

4.1.1. Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

UU WDP merupakan dasar hukum bagi setiap perusahaan untuk melakukan

pendaftaran perusahaan yang secara garis besar mengatur tentang wajib daftar

perusahaan yang fungsi pentingnya tidak semata-mata hanya sekedar proses

administratif belaka. Dengan melihat dasar pertimbangan dalam UU WDP, maka

daftar perusahaan merupakan daftar catatan resmi yang dapat dipergunakan oleh

pihak-pihak yang memerlukan. Pada dasarnya ada 3 (tiga) pihak yang memperoleh

manfaat dari daftar perusahaan tersebut, yaitu:

a. Pemerintah, dalam rangka memberikan bimbingan, pembinaan dan

pengawasan termasuk untuk kepentingan pengamanan pendapatan Negara

yang memerlukan informasi yang akurat. Adanya Daftar Perusahaan sangat

penting karena akan memudahkan untuk sewaktu-waktu dapat mengetahui

keadaan dan perkembangan dunia usaha yang berada di wilayah negara

Republik Indonesia secara menyeluruh, termasuk perusahaan asing. Dengan

demikian dapat dilakukan upaya pembinaan dan memberikan perlindungan

hukum kepada dunia usaha yang menjalankan usaha secara jujur;

b. Dunia usaha, mempergunakan daftar perusahaan sebagai sumber informasi

untuk kepentingan usahanya. Selain itu juga dalam upaya mencegah praktek

usaha yang tidak jujur (persaingan curang, penyelundupan dll). Daftar

Perusahaan juga dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk kepentingan

usahanya dan bagi pihak ketiga yang berkepentingan dengan usaha atau

perusahaan yang bersangkutan.

c. Pihak lain yang berkepentingan atau masyarakat yang memerlukan informasi

yang benar.3

Mengingat manfaat tersebut di atas maka tujuan daftar perusahaan seperti

terdapat pada pasal 2 UU WDP adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan

3 Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum, Wajib Daftar Perusahaan Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas http://www.3sfirm.com/index.php/journal/41-karya-tulis/136-wajib-daftar-perusahaan,

Page 39: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

28 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi

resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data serta

keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan

dalam rangka menjamin kepastian berusaha, seperti yang terdapat dalam pasal 3

UU WDP, yaitu daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua pihak dan pasal 4-

nya setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang

ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan

cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum

dalam daftar perusahaan.Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan

ketentuan ayat (1) pasal ini merupakan alat pembuktian yang sempurna.4

Dalam ketentuan Umum UU WDP disebutkan bahwa daftar perusahaan

adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan

undang–undang Wajib Daftar Perusahaan atau UU WDP dan atau peraturan-

peraturan pelaksanaannya, dan atau memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh

setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang di Kantor

Pendaftaran Perusahaan.5

4 Ibid 5 Lihat http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/06/wajib-daftar-perusahaan.html yang menjabarkan pengelompokan terhadap analisis UU WDP menjadi sebagai berikut: 1. Tujuan, Bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu

perusahaan dan merupakan sumber Informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas perusahaan yang tercantum di dalam daftar perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha.

2. Sifat, bersifat terbuka untuk semua pihak,setiap pihak yang berkepentingan setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dikantor pendaftaran Perusahaan.

3. Kewajiban, setiap Perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. Pendaftaran Wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah.

4. Pengecualian, ada yang dikecualikan dari Wajib Daftar itu adalah: a. Setiap perusahaan negara yang berbentuk perusahaan jawatan (PERJAN) seperti diatur

dalam UU No.9 tahun 1969 lembaran negara 1969 No.40 jo. Indonesische Bedrijvenwet (Staatsblad tahun 1927 No.419) sebagaimana setelah diubah dan ditambah.

b. Setiap Perusahaan kecil perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau hanya memperkerjakan anggota keluarga sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan ijin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

Page 40: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

29 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Masalah yang cukup penting berkaitan dengan kegiatan bisnis adalah

mengenai dokumen perusahaan. Suatu keputusan manajemen yang hendak diambil

tidak jarang memanfaatkan informasi yang diperoleh dari suatu dokumen. Dokumen

perusahaan bisa dijadikan sumber atau semacam “bank data.” Terhadap

terminologi bank data ini akan diulas lebih lanjut pada bagian analisis. Dasar hukum

yang dijadikan acuan dalam menyelenggarakan catatan atau dokumen perusahaan

adalah apa yang termuat dalam Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD) yang berdasarkan atas Staatsblad 1938 nomor 276 yang berlaku mulai 17

juli 1938. Ketentuan umum buku kesatuan Bab II Kitab Undang-Undang Hukum

dagang (KUHD) pasal 6 berbunyi sebagai berikut:6

1) Setiap orang yang menjalankan perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan catatan-catatan menurut syarat-syarat perusahaannya tentang keadaan hartanya dan apa saja yang berhubungan dengan perusahaannya, sehingga catatan itu sewaktu-waktu dapat diketahui semua hak dan kewajibannya.

2) Ia diwajibkan dalam enam bulan pertama dari tiap-tiap tahun untuk membuat neraca yang diatur menurut syarat-syarat perusahaannya dan menanda-tanganinya sendiri.

3) Ia diwajibkan menyimpan selama tiga puluh tahun buku-buku dan surat-surat dimana ia menyelenggarakan catatan-catatan dimaksud dalam alinea pertama berserta neracanya, dan selama sepuluh tahun.

Selanjutnya ketentuan yang mengatur tentang wajib daftar perusahaan

pertama kali diatur dalam KUHD dalam ketentuan pasal 237, yang menentukan agar

para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan

untuk itu pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum

tempat kedudukan perseroan itu.

Dasar Penyelenggaraan UU WDP itu sendiri adalah Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.12/MPP.Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan WDP ditetapkan pada tanggal 16 Januari 1998, yang merupakan pelaksanaan UU WDP. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan, serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP. 6 Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum. Op.cit. 7 Perseroan-perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik, tanpa adanya kemungkinan untuk disangkalkan terhadap pihak ketiga, bila akta itu tidak ada (KUHPerdata 1868, 1874, 1895, 1898, KUHD 1, 26, 29, 31).

Page 41: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

30 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Selanjutnya dalam ketentuan pasal 38 KUHD ayat (2): 8

Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta itu dalam keseluruhannya

beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu pada

panitera raad van justitie dari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan

mengumum-kannya dalam surat kabar resmi.

Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan

mendaftarkan akta pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan

perseroan itu berada, selanjutnya pada tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur

dalam ketentuan tersendiri yaitu, UU WDP yang tentunya sebagai ketentuan khusus

menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum. Dalam pasal 5 ayat

(1)9 UU WDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar

Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.

Ketentuan pasal 2 UU WDP10, menjelaskan bahwa tujuan daftar perusahaan

adalah "mencatat" bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari satu

perusahaan, dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang

berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang suatu

perusahaan yang tercantum dalam daftar perusahaan. Selanjutnya ketentuan pasal

4 ayat (1) dan (2) UU WDP11, menjelaskan bahwa sifat dari daftar perusahaan

adalah "terbuka untuk semua pihak." Setiap pihak yang berkepentingan terhadap

8 Wahyuni Safitri, S.H., M.Hum, Wajib Daftar Perusahaan Sebelum dan Sesudah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Op.cit. 9 Pasal 5 UU WDP mengatur: (1) Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. 10 Pasal 2 UU WDP mengatur: Daftar Perusahaan bertujuan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka menjamin kepastian berusaha. 11

Pasal 4 UU WDP mengatur: (1) Setiap pihak yang berkepentingan, setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh

Menteri, berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu dari kantor pendaftaran perusahaan.

(2) Setiap salinan atau petikan yang diberikan berdasarkan ketentuan ayat (1) pasal ini merupakan

alat pembuktian sempurna.

Page 42: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

31 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

perusahaan tertentu, dengan membayar biaya dapat memperoleh salinan atau

petikan resmi dari perusahaan yang bersangkutan, dan merupakan alat bukti yang

sempurna.12

Kewajiban pendaftaran perusahaan adalah sebagaimana diatur dalam

ketentuan pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) UU WDP13, menjelaskan bahwa setiap

perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan, dengan menyerahkan akte

pendirian. Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan

yang bersangkutan atau diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat

kuasa yang sah. Perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik

berkewajiban melakukan pendaftaran, apabila salah seorang telah melakukan

kewajibannya, maka yang lain dibebaskan dari kewajiban tersebut. Bagi mereka

yang menurut undang-undang diwajibkan untuk melakukan pendaftaran dan mereka

sengaja tidak melakukannya, dianggap melakukan kejahatan. Kejahatan yang

demikian tersebut termasuk kejahatan di bidang ekonomi, dan menurut pasal 32 UU

WDP14, mereka diancam pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan, dan atau

denda setinggi-tingginya Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah). Perusahaan yang wajib

didaftar dalam daftar perusahaan adalah setiap perusahaan yang berkedudukan

12 http://ehukum.com/index.php/hukum-bisnis/26-tujuan-sifat-dan-manfaat-wajib-daftar-perusahaan 13 Pasal 5 UU WDP mengatur: (1) Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar Perusahaan. (2) Pendaftaran wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau

dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa yang sah. (3) Apabila perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban untuk melakukan

pendaftaran. Apabila salah seorang daripada mereka telah memenuhi kewajibannya, yang lain dibebaskan daripada kewajiban tersebut.

(4) Apabila pemilik dan atau pengurus dari suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah Negara

Republik Indonesia tidak bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan.

14 Pasal 32 UU WDP mengatur: (1) Barang siapa yang menurut Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya diwajibkan

mendaftarkan perusahaannya dalam Daftar Perusahaan yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajibannya diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini merupakan kejahatan.

Page 43: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

32 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

dan menjalankan usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, yang berbentuk:

badan hukum, persekutuan, perseorangan. Bagi perusahaan besar yang perlu

didaftar termasuk kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan serta agen

perwakilan yang mempunyai wewenang untuk melakukan perjanjian. Sedangkan

yang dikecualikan dari wajib daftar perusahaan adalah Perusahaan Jawatan

(Perjan) dan perusahaan kecil perseorangan yang dijalankan oleh pengusahanya

sendiri dan dibantu oleh anggota keluarganya misalnya kaki lima.15

Perihal cara dan tempat serta waktu pendaftaran ditentukan dalam

ketentuan pasal 10 UU WDP, menjelaskan, bahwa Pendaftaran wajib dilakukan

dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah perusahaan didirikan dan menjalankan

usahanya. Adapun caranya dengan mengisi formulir yang ditetapkan oleh Menteri,

dan diserahkan pada kantor daftar perusahaan yang berada: Di tempat kedudukan

kantor perusahaan yang bersangkutan. Di tempat kedudukan setiap kantor cabang,

kantor pembantu, atau kantor anak perusahaan; Di tempat kedudukan setiap kantor

agen dan perwakilan perusahaan yang mempunyai wewenang untuk mengadakan

perjanjian; Apabila karena suatu hal perusahaan tidak dapat di daftar di tempat-

tempat tersebut diatas, maka dilakukan pada Kantor Pendaftaran Perusahaan di

Ibukota Propinsi.16

Selanjutnya hal-hal yang wajib didaftarkan berdasarkan ketentuan pasal UU

WDP adalah sebagai berikut:

15

Lihat ketentuan Pasal 6 UU WDP yang menentukan: (1) Dikecualikan dari wajib daftar ialah:

a. Setiap Perusahaan Negara yang berbentuk Perusahaan Jawatan (PERJAN) seperti diatur

dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40) jo. Indische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419) sebagaimana telah diubah dan ditambah;

b Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau

dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan.

(2) Perusahaan Kecil Perorangan yang dimaksud dalam huruf b ayat (1) pasal ini selanjutnya diatur

oleh Menteri dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 16 http://ehukum.com/index.php/hukum-bisnis/26-tujuan-sifat-dan-manfaat-wajib-daftar-perusahaan

Page 44: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

33 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

a. Ketentuan pasal 11, yaitu:

1) Apabila perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas, selain

memenuhi ketentuan perundang-undangan tentang Perseroan

Terbatas, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:

a) (1) nama perseroan; (2) merek perusahaan;

b) (1) tanggal pendirian perseroan,

(2) jangka waktu berdirinya perseroan; c) (1) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha

perseroan; (2) izin-izin usaha yang dimiliki;

d) (1) alamat perusahaan pada waktu perseroan didirikan

dan setiap perubahannya; (2) alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan

agen serta perwakilan perseroan;

e) berkenaan dengan setiap pengurus dan komisaris:

(1) nama lengkap dan setiap alias-aliasnya; (2) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan

huruf e angka 1; (3) nomor dan tanggal tanda bukti diri; (4) alamat tempat tinggal yang tetap; (5) alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila

tidak bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;

(6) tempat dan tanggal lahir; (7) negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah

Negara Republik Indonesia; (8) kewarganegaraan pada saat pendaftaran; (9) setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan

dengan huruf e angka 8; (10) tanda tangan; (11) tanggal mulai menduduki jabatan;

f) lain-lain kegiatan usaha dari setiap pengurus dan komisaris; g) (1) modal dasar;

(2) banyaknya dan nilai nominal masing-masing saham; (3) besarnya modal yang ditempatkan; (4) besarnya modal yang disetor;

h) (1) tanggal dimulainya kegiatan usaha;

(2) tanggal dan nomor pengesahan badan hukum; (3) tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.

Page 45: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

34 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

2) Apabila telah diterbitkan saham atas nama yang telah maupun belum

disetor secara penuh, di samping hal-hal sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) pasal ini, juga wajib didaftarkan hal-hal mengenai

setiap pemilik pemegang saham-saham itu yaitu:

a) nama lengkap dan setiap alias-aliasnya; b) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan ayat (2)

angka 1; c) nomor dan tanggal tanda bukti diri; d) alamat tempat tinggal yang tetap, e) alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila tidak

bertempat tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia; f) tempat dan tanggal lahir; g) negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara

Republik Indonesia; h) kewarganegaraan; i) setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan dengan

ayat (2) angka 8; j) jumlah saham yang dimiliki, k) jumlah uang yang disetorkan atas tiap saham.

3) Pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan resmi akta

pendirian.

4) Hal-hal yang wajib didaftarkan, khusus bagi Perseroan Terbatas

yang menjual sahamnya kepada masyarakat dengan perantaraan

pasar modal, diatur lebih lanjut oleh Menteri.

b. Ketentuan Pasal 12, yaitu:

1) Apabila perusahaan berbentuk Koperasi, hal-hal yang wajib

didaftarkan adalah:

a) (1) nama koperasi,

(2) nama perusahaan apabila berlainan dengan huruf a angka 1;

(3) merek perusahaan.

b) tanggal pendirian; c) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha; d) alamat perusahaan berdasarkan akta pendirian;

Page 46: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

35 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

e) berkenaan dengan setiap pengurus dan anggota badan

pemeriksa:

(1) nama lengkap dan setiap alias-aliasnya; (2) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan ayat

(2) angka 1; (3) nomor dan tanggal tanda bukti diri; (4) alamat tempat tinggal yang tetap; (5) tandatangan; (6) tanggal mulai menduduki jabatan;

f) lain-lain kegiatan usaha dari setiap pengurus dan anggota

badan pemeriksa;

g) (1) tanggal dimulainya kegiatan usaha; (2) tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.

2) Pada waktu pendaftaran juga wajib diserahkan salinan resmi akta

pendirian koperasi yang disahkan serta salinan surat pengesahan

dari pejabat yang berwenang untuk itu.

c. Ketentuan Pasal 13, yaitu:

1) Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Komanditer, hal-hal

yang wajib didaftarkan adalah:

a) tanggal pendirian dan jangka waktu berdirinya persekutuan; b) (1) nama persekutuan dan atau nama perusahaan

(2) merek perusahaan;

c) (1) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha persekutuan;

(2) izin-izin usaha yang dimiliki;

d) (1) alamat kedudukan persekutuan dan atau alamat perusahaan;

(2) alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, dan agen serta perwakilan persekutuan;

e) jumlah sekutu yang diperinci dalam jumlah sekutu aktif dan

jumlah sekutu pasif; f) berkenaan dengan setiap sekutu aktif dan pasif;

(1) nama lengkap dan setiap alias-aliasnya; (2) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan

huruf f angka 1;

Page 47: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

36 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

(3) nomor dan tanggal tanda bukti diri; (4) alamat tempat tinggal yang tetap; (5) alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila

tidak bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;

(6) tempat dan tanggal lahir; (7) negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah

Negara Republik Indonesia, (8) kewarganegaraan pada saat pendaftaran; (9) setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan

dengan huruf f angka 8;

g) Lain-lain kegiatan usaha dari setiap sekutu aktif dan pasif; h) besar modal dan atau nilai barang yang disetorkan oleh setiap

sekutu aktif dan pasif;

i) (1) tanggal dimulainya kegiatan persekutuan; (2) tanggal masuknya setiap sekutu aktif dan pasif yang

baru bila terjadi setelah didirikan persekutuan; (3) tanggal pengajuan permintaan pendaftaran;

j) tanda tangan dari setiap sekutu. aktif yang berwenang menanda tangani untuk keperluan persekutuan;

2) Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Komanditer atas saham,

selain hal-hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, juga

wajib didaftarkan hal-hal mengenai modal yaitu:

a) besarnya modal komanditer;

b) banyaknya saham dan besarnya masing-masing saham;

c) besarnya modal yang ditempatkan;

d) besarnya modal yang disetor.

3) Pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan resmi akta

pendirian yang disahkan oleh pejabat yang berwenang untuk itu.

d. Ketentuan Pasal 14, yaitu:

1) Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Firma, hal-hal yang

wajib didaftarkan adalah:

a) (1) tanggal pendirian persekutuan;

(2) jangka waktu berdirinya persekutuan apabila ada;

Page 48: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

37 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

b) (1) nama persekutuan atau nama perusahaan;

(2) merek perusahaan apabila ada;

c) (1) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha persekutuan;

(2) izin-izin usaha yang dimiliki;

d) (1) alamat kedudukan persekutuan; (2) alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu dan

agen serta perwakilan persekutuan;

e) berkenaan dengan setiap sekutu:

(1) nama lengkap dan setiap alias-aliasnya; (2) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan

huruf e angka 1; (3) nomor dan tanggal tanda bukti diri; (4) alamat tempat tinggal yang tetap; (5) alamat dan negara tempat tinggal yang tetap apabila

tidak tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;

(6) tempat dan tanggal lahir; (7) negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah

Negara Republik Indonesia; (8) kewarganegaraan pada saat pendaftaran; (9) setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan

dengan huruf e angka 8;

f) lain-lain kegiatan usaha dari setiap sekutu; g) jumlah modal (tetap) persekutuan;

h) (1) tanggal dimulainya kegiatan persekutuan;

(2) tanggal masuknya setiap sekutu yang baru yang terjadi setelah didirikan persekutuan;

(3) tanggal pengajuan permintaan pendaftaran;

i) tanda tangan dari setiap sekutu (yang berwenang menanda tangani untuk keperluan persekutuan).

2) Apabila perusahaan berbentuk Persekutuan Firma memiliki akta

pendirian, pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan-

salinan resmi akta pendirian yang disahkan oleh pejabat yang

berwenang untuk itu.

Page 49: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

38 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

e. Ketentuan Pasal 15, yaitu:

1) Apabila perusahaan berbentuk perorangan hal-hal yang wajib

didaftarkan adalah:

a) (1) nama lengkap pemilik atau pengusaha dan setiap alias-aliasnya;

(2) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan huruf a angka 1;

(3) nomor dan tanggal tanda bukti diri;

b) (1) alamat tempat tinggal yang tetap; (2) alamat dan negara tempat tinggal yang tetap, apabila

tidak bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;

c) (1) tempat dan tanggal lahir pemilik atau pengusaha

(2) negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia;

d) (1) kewarganegaraan pemilik atau pengusaha pada saat

pendaftaran; (2) setiap kewarganegaraan pemilik atau pengusaha

dahulu apabila berlainan dengan huruf d angka 1;

e) nama perusahaan dan merek perusahaan apabila ada;

f) (1) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha; (2) izin-izin usaha yang dimiliki;

g) (1) alamat kedudukan perusahaan;

(2) alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, dan agen serta perwakilan perusahaan apabila ada;

h) jumlah modal tetap perusahaan apabila ada;

i) (1) tanggal dimulai kegiatan perusahaan;

(2) tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.

2) Apabila perusahaan berbentuk usaha perorangan memiliki akta

pendirian, pada waktu mendaftarkan wajib menyerahkan salinan-

salinan resmi akta pendirian yang disahkan oleh pejabat yang

berwenang untuk itu.

Page 50: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

39 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

f. Ketentuan Pasal 16, yaitu:

1) Apabila perusahaan berbentuk usaha lainnya di luar dari pada

sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 11, 12, 13, 14 dan 15

Undang-undang ini, hal-hal yang wajib didaftarkan adalah:

a) nama dan merek perusahaan; b) tanggal pendirian perusahaan;

c) (1) kegiatan pokok dan lain-lain kegiatan usaha

perusahaan; (2) izin-izin usaha yang dimiliki;

d) (1) alamat perusahaan berdasarkan akta pendirian;

(2) alamat setiap kantor cabang, kantor pembantu, dan agen serta perwakilan perusahaan;

e) berkenaan dengan setiap pengurus dan komisaris atau

pengawas:

(1) nama lengkap dan setiap alias-aliasnya; (2) setiap namanya dahulu apabila berlainan dengan

huruf e angka 1; (3) nomor dan tanggal tanda bukti diri; (4) alamat tempat tinggal yang tetap; (5) alamat dan negara tempat tinggal yang tetap, apabila

tidak bertempat tinggal tetap di wilayah Negara Republik Indonesia;

(6) tempat dan tanggal lahir; (7) negara tempat lahir apabila dilahirkan di luar wilayah

Negara Republik Indonesia; (8) kewarganegaraan pada saat pendaftaran; (9) setiap kewarganegaraan dahulu apabila berlainan

dengan huruf e angka 8; (10) tanda tangan; (11) tanggal mulai menduduki jabatan;

f) lain-lain kegiatan usaha dari setiap pengurus dan komisaris atau pengawas;

g) (1) modal dasar;

(2) besarnya modal yang ditempatkan; (3) besarnya modal yang disetorkan;

h) (1) tanggal dimulainya kegiatan perusahaan;

(2) tanggal pengajuan permintaan pendaftaran.

Page 51: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

40 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

(2) Pada waktu mendaftarkan wajib diserahkan salinan resmi akta

pendirian dan lain-lain surat pernyataan serta pengesahan dari

pejabat yang berwenang untuk itu.

g. Ketentuan Pasal 16, yaitu:

Hal-hal lain yang wajib didaftarkan sepanjang belum diatur dalam Pasal-

pasal 11, 12, 13, 14, 15, dan 16 Undang-undang ini diatur lebih lanjut oleh

Menteri.

Selanjutnya pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti

dengan UU No.1 Tahun 1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-

hal yang berkenaan dengan perseroan terbatas seperti yang diatur dalam pasal

36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan Undang-

Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UU WDP pada tahun 1998

diterbitkan Keputusan Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah

dengan Keputusan Menperindag No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang

penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan Menteri Perdagangan

No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan.

Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan

penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan

pendaftaran perusahaan, pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran

perusahaan bagi dunia usaha dan masyarakat, meningkatkan peran daftar

perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana WDP.

Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UU

PT yang lama baik untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan

komanditer, Koperasi, perorangan ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur

dalam UU WDP dan keputusan menteri yang berkompeten.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI

No.12/MPP.Kep/1/1998 tentang penyelenggaraan WDP lebih lanjut diatur

mengenai perusahaan yang dikecualikan dari WDP, yaitu:

1) perusahaan kecil perorangan;

2) perusahaan yang diurus, dijalankan,atau dikelola oleh pribadi milik sendiri,

Page 52: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

41 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

atau hanya dengan memperkerjakan anggota keluarga sendiri;

3) perusahaan yang tidak diwajibkan memiliki ijin usaha atau surat

keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh instansi

yang berwenang;

4) perusahaan yang tidak merupakan suatu badan hukum atau persekutuan.

Selanjutnya diatur bahwa usaha atau kegiatan yang bergerak diluar

bidang ekonomi atau sifat dan tujuannya tidak semata-mata mencari keuntungan

dan atau laba, tidak dikenakan WDP, yaitu:17

1) Pendidikan formal (jalur sekolah) dalam segala jenis dan jenjang yang

diselenggarakan oleh siapapun.

2) Pendidikan non formal (jalur luar sekolah).

3) Jasa Notaris.

4) Jasa Pengacara.

5) Praktek Perorangan Dokter dan Praktek berkelompok dokter.

Perusahaan-perusahaan tersebut berbentuk:18

1) Badan hukum, termasuk didalamnya koperasi.

2) Persekutuan.

3) Perorangan.

4) Perusahaan lainnya.

atau menurut keputusan Menperindag disebutkan meliputi bentuk usaha:19

1) Perseroan terbatas (PT), Koperasi, Persekutuan Komanditer (CV),

Firma(Fa), Perorangan.

2) Perusahaan lainnya yang melaksanakan kegiatan usaha dengan tujuan

memperoleh laba.

17 http://hati-sitinurlola.blogspot.com/2010/06/wajib-daftar-perusahaan.html Op.Cit. 18 Ibid. 19 Ibid.

Page 53: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

42 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Adapun lingkup pengaturannya antara lain meliputi:

1) Wewenang dan Tanggung Jawab.20

2) Tata Cara Penggunaan Pendaftaran Perusahaan.21

3) Biaya.22

4) Perubahan dan Penggantian TDP.23

20 Menteri berwenang menetapkan tempat kedudukan, susunan kantor pendaftaran perusahaan (KPP), ketentuan dan tata cara penyelenggaran Wajib Daftar Perusahaan (WDP). Dengan tempat kedudukan dan susunan KPP adalah sebagai berikut: Direktorat Pendaftaran Perusahaan pada Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri bertindak selaku KPP yang berfungsi sebagai penyelenggara WDP tingkat Pusat. 21 Pendaftaran Perusahaan dilakukan oleh Pemilik atau Pengurus/Penanggung Jawab atau Kuasa Perusahaan yang sah pada KPP Tingkat II ditempat kedudukan perusahaan. Tetapi kuasa tersebut tidak termasuk kuasa untuk menandatangani Formulir Pendaftaran Perusahaan. Pendaftaran Perusahaan dilakukan dengan cara mengisi Formulir Pendaftaran Perusahaan yang diperoleh secara Cuma-Cuma dan diajukan langsung kepada Kepala KPP Tingkat II setempat dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut: a. Perusahaan Berbentuk PT:

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan serta Data Akta Pendirian Perseroan yang telah diketahui oleh Departemen Kehakiman.

2. Asli dan copy Keputusan Perubahan Pendirian Perseroan (apabila ada). 3. Asli dan copy Keputusan Pengesahan sebagai Badan Hukum. 4. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor Direktur Utama atau penanggung jawab. 5. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh

Instansi yang berwenang. b. Perusahaan Berbentuk Koperasi:

1. Asli dan copy Akta Pendirian Koperasi. 2. Copy Kartu Tanda Penduduk Pengurus. 3. Copy surat pengesahan sebagai badan hokum dari Pejabat yang berwenang. 4. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh

Instansi yang berwenang. c. Perusahaan Berbentuk CV :

1. Asli dan copy Akta Pendirian Perusahaan (apabila ada) 2. Copy Kartu Tanda Penduduk atau Paspor penanggung jawab/pengurus. 3. Copy Ijin Usaha atau Surat Keterangan yang dipersamakan dengan itu yang diterbitkan oleh

Instansi yang berwenang. 22 Perusahaan yang telah disahkan pendaftarannya wajib membayar biaya administrasi WDP sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan dilunasi sebelum TDP diterbitkan. TDP tersebut wajib dipasang oleh perusahaan, ditempat yang mudah dibaca dan dilihat oleh umum dan nomor TDP wajib dicantumkan pada papan nama dan dokumen-dokumen perusahaan yang dipergunakan dalam kegiatan usahanya. 23 Setiap perusahaan yang melakukan perubahan atas hal-hal yang telah didaftarkan sesuai dengan ketentuan, wajib melaporkan kepada Kepala KPP Tingkat II setempat. Perubahan tersebut dilakukan

Page 54: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

43 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

5) TDP Hilang dan Rusak.24

6) Pembatalan.25

7) Penghapusan/Pembubaran.26

Pembahasan mengenai UU WDP menjadi semakin menarik manakala tim

kajian mendapat karakteristik dari perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Pada

bagian ini tim kajian sepenuhnya mengutip dari tulisan yang dimuat dalam situs

http://niafandany.blogspot.com/2012/05/jurnal-wajib-daftar-perusahaan.html.

Penyusun dalam hal ini mengumpulkan beberapa sumber tulisan kemudian

dijadikan satu untuk dimuat dalam blog atas nama yang bersangkutan. Dimana

disampaikan didalamnya bahwa untuk mendirikan suatu perseroan terbatas, harus

dengan menggunakan akta resmi (akta yang dibuat oleh notaris) yang di dalamnya

dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat

perusahaan, dan lain-lain. Akta ini harus disahkan oleh menteri Hukum dan Hak

dengan cara mengisi Formulir Perubahan yang diperoleh secara cuma-cuma. Kewajiban laporan perubahan tersebut dilakukan selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan. Dari perubahan tersebut ada yang dapat mengakibatkan pergantian TDP seperti: a. Pengalihan pemilikan atau kepengurusan perudahaan. b. Perubahan nama perusahan. c. Perubahan bentuk dan atau status perusahaan. d. Perubahan alamat perusahaan di luar wilayah kerja KPP Tingkat II. e. Perubahan Kegiatan Usaha Pokok. 24 kewajiban untauk mengajukan permohonan dibedakan antara TDP yang hilang dan TDP yang hilang dan TDP yang rusak,yaitu untuk penggantiaan TDP yang hilang, perusahaan yang bersangkutan secara tertulis mengajukan kepada Kepala KPP Tingkat II dengan melampirkan Surat Keterangan Hilang dari kepolisian selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari terhitung mulai tanggal kehilangan. 25 Daftar perusahaan dan TDP dinyatakan batal apabila perusahaan yang bersangkutan terbukti mendaftarka data perusahaan secara tidak benar dan atau tidak sesuai dengan ijin usaha atau surat keterangan yang dipersamakan dengan itu, dengan menerbitkan Surat Keputusan Pembatalan. Perusahaan yang bersangkutan melakukan pendaftaran ulang sesuai dengan tta cara pelaksanaan pendaftaran Perusahaan sebagaimana telah di jelaskan di muka, dengan menyerahkan TDP asli yang telah di batalkan. 26 Perusahaan dihapus dari Daftar perusahaan apabila terjadi di bawah ini: a. Perubahan bentuk perusahaan; atau b. Pembubaran perusahaan; atau c. Perusahaan menghentikan segala kegiatan usahanya; atau d. Perusahaan berhenti akibat Akta Pendirian kadaluwarsa atau berakhir; atau e. Perusahaan menghentikan kegiatan/bubar berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri yang telah

mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Page 55: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

44 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Asasi Manusia Republik Indonesia (dahulu Menteri Kehakiman). Untuk mendapat

izin dari menteri kehakiman, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Perseroan terbatas tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan.

2) Akta pendirian memenuhi syarat yang ditetapkan Undang-Undang.

3) Paling sedikit modal yang ditempatkan dan disetor adalah 25% dari modal

dasar (sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1995 & UU No. 40 Tahun 2007,

keduanya tentang perseroan terbatas).

Setelah mendapat pengesahan, dahulu sebelum adanya UU mengenai

Perseroan Terbatas (UU No.1 tahun 1995) Perseroan Terbatas harus didaftarkan ke

Pengadilan Negeri setempat, tetapi setelah berlakunya tersebut, maka akta

pendirian harus didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Perusahaan (sesuai UU Wajib

Daftar Perusahaan tahun 1982) (dengan kata lain tidak perlu lagi didaftarkan ke

Pengadilan negeri), Selanjutnya sesuai UU No.40 tahun 2007, kewajiban

pendaftaran di Kantor Pendaftaran Perusahaan tersebut ditiadakan juga.

Sedangkan tahapan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI)

tetap berlaku, hanya yang pada saat UU No.1 tahun 1995 berlaku pengumuman

tersebut merupakan kewajiban Direksi PT yang bersangkutan tetapi sesuai dengan

UU No.40 tahun 2007 diubah menjadi merupakan kewenangan/ kewajiban Menteri

Hukum dan HAM.

Salah satu ketentuan baru dalam UU PT baru adalah pengajuan

permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara

online dengan mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui

sistem yang dikenal yaitu Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH). SABH berada

di bawah kewenangan Departemen27 Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui

Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran

perusahaan yang merupakan satu kesatuan dalam proses SABH juga merupakan

kewenangan Departemen Hukum dan HAM, sebagaimana dalam ketentuan pasal

29 UU PT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas berbeda dengan pasal 21

ayat (1) UU PT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran perusahaan

mengacu pada UU WDP. Perbedaan antara ketentuan Pasal 29 UU PT baru

27 Penulis masih menggunakan istilah departemen padahal seharusnya istilah yang dipergunakan adalah Kementerian.

Page 56: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

45 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

dengan pasal 21 ayat (1) UU PT lama terletak pada pihak yang berwenang untuk

melakukan pendaftaraan perusahaan. Menurut UU PT baru pihak yang berwenang

adalah Departemen Hukum dan HAM melalui direktorat Jendral Administrasi Hukum

Umum sedangkan dalam UU PT lama yang mengacu pada UU WDP pihak yang

berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui Direktorat pendaftaran

perusahaan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang bertindak

selaku Kantor Pendaftaran Perusahaan (KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah

departemen perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul

pertanyaan apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UU PT baru tersebut maka

pendaftaran perusahaan sebagaimana diatur dalam UU WDP tidak berlaku bagi

Perseroan Terbatas?

Berdasarkan hal di atas, bahwa antara kedua undang-undang tersebut

terdapat kontradiktif normatif sehingga menimbulkan masalah, dalam kedua

undang-undang tersebut terdapat pengaturan yang tidak sama dimana dalam UU

WDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman melakukan suatu tindak pidana

kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU WDP sedangkan

dalam UU PT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data

perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29

ayat (3) UU PT baru, apakah masih diperlukan pendaftaran sesuai dengan

ketentuan UU WDP mengingat adanya ketentuan sanksi tersebut?

Adapun pengertian penafsiran hukum menurut Sudikno Mertokusumo (2010)

adalah; Metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas

untuk dapat diterapkan pada peristiwanya. Terdapat banyak metode penafsiran

hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan dalam konteks ini

adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang-undang dalam

keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari

keseluruhannya, tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan

ketentuan sejenis, antara banyak peraturan terdapat hubungan yang satu timbul

dan yang lain seluruhnya merupakan satu sistem besar.28

28 Penulis artikel yang bersangkutan menyatakan dalam tulisannya, bahwa beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran hukum. Hal ini dikarenakan undang-undang adalah produk hukum yang dirumuskan secara abstrak dan pasif. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup keberlakuannya sangat luas. Keleluasaan ini sangat rentan untuk dipahami secara berbeda-beda oleh para subjek hukum yang berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus-kasus tertentu masing-masing akan cenderung memakai metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya. Oleh karenanya, peristiwa hukum

Page 57: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

46 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Dalam konteks ini, antara UU WDP dengan UU PT baru kalau

membandingkan ketentuan dalam pasal 29 ayat (1) UU PT baru bahwa dinyatakan:

(1) Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri

Adapun pengertian Menteri dalam pasal 1 angka 16 UU PT yang baru adalah

sebagai berikut:

Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum

dan hak asasi manusia.

Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat (1) UU PT

lama beserta penjelasannya:

(1) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam daftar perusahaan

a) Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.

b) Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan

Menteri Kehakiman.

c) Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri

Kehakiman.

Berdasarkan hal dimaksud, maka pengertian/pemahaman daftar perusahaan

adalah daftar perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU WDP. Kemudian,

kalau merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat (1) UU WDP dimana, setiap perusahaan

wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan. Maka

pengertian perusahaan dalam UU WDP sebagaimana di atas telah dijelaskan

dimana salah satunya perseroan terbatas. Kemudian berdasarkan pasal 9 UU

WDP; pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang

ditetapkan oleh Menteri pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.

Yang dimaksud Menteri dalam UU WDP berdasarkan pasal 1 huruf (e)

adalah: Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan. Kemudian,

dalam keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12/MPP/Kep/U1998

yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan dapat diterapkan. Hal-hal yang memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian dan undang-undang.

Page 58: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

47 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

tahun 1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar

Perusahaan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/9/2007

tentang penyelenggaraan pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan

dan susunan kantor pendaftaran perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di

tingkat propinsi yaitu kabupaten/kota/kotamadya.

Selanjutnya dengan berlakunya UU PT yang baru berdasarkan ketentuan

Penutup dalam Pasal 160 dinyatakan bahwa: Pada saat Undang-Undang ini mulai

berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 13, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tidak

berlaku. Adapun UU PT yang baru mulai berlaku pada 16 Agustus 2007, sehingga

sejak tanggal tersebut mulailah berlaku ketentuan UU PT baru dan UU PT lama

dinyatakan tidak berlaku. Setelah menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya

dari ketiga undang-undang yaitu UU PT lama, UU WDP dan UU PT yang baru,

maka dapat disimpulkan dengan tidak berlakunya ketentuan UU PT lama tersebut,

maka UU WDP yang dikaitkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) tidak berlaku lagi

bagi PT sedangkan untuk bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi,

Persekutuan Komanditer (CV), serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan

usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, UU WDP masih tetap

berlaku. Hal ini dikarenakan dalam UU PT yang baru dinyatakan mengenai

pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh Menteri yang bertanggung jawab di

bidang hukum dan hak asasi manusia. Berdasarkan pada ketentuan tersebut, jadi

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang berwenang untuk

menyelenggarakan pendaftaran perseroan.

Selain itu, mengenai keberlakuan suatu undang-undang agar undang undang

tersebut mencapai tujuannya dalam hal terdapat suatu ketentuan yang berlainan

untuk suatu hal tertentu dapat juga, digunakan dua asas hukum yang berbunyi:

a. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang

bersifat umum (lex specialist derograt lex generalis).

b. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang

berlaku terdahulu (lex posteriori derograt lege priori).

Pengertian kedua asas hukum tersebut adalah terhadap peristiwa khusus

Page 59: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

48 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

wajib diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi

peristiwa khusus tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang

menyebutkan peristiwa yang lebih luas ataupun lebih umum. Sedangkan terhadap

undang-undang yang lebih dahulu berlakunya tidak berlaku lagi apabila ada

undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal yang sama.

Untuk menerbitkan Tanda Daftar Perusahaan setelah perusahaan disahkan

pendaftarannya, karena Tanda Daftar Perusahaan merupakan satu rangkaian

dengan pendaftaran perusahaan maka penyelenggaraan pendaftaran khususnya

bagi badan hukum yang berbentuk PT termasuk di dalamnya penerbitan tanda

daftar perusahaan merupakan kewenangan Kemhumham bukan lagi kewenangan

Kementerian Perdagangan. Dengan penerapan Government online yang melalui

SABH maka penyelesaian badan hukum mulai dari permohonan pengesahan badan

hukum, persetujuan perubahan serta penerbitan tanda daftar perseroan berada

dalam wewenang Depkumham.

Sehingga menurutnya dapat disimpulkan bahwa UU WDP masih tetap

berlaku bagi badan, hukum lainnya selain badan hukum yang berbentuk PT seperti

Firma, Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi dan bentuk usaha perorangan,

tetapi yang berkaitan dengan pendaftaran perseroan bagi Perseroan Terbatas tidak

lagi merujuk UU WDP tetapi kepada UU PT No. 40 tahun 2007 serta ketentuan lebih

lanjut tentang daftar perseroan yang diatur oleh Menkumham yaitu Peraturan

Menteri Hukum dan Ham No.M.HH.03.AH.01.01 tahun 2009 tentang Daftar

Perseroan.

4.1.2. Otonomi Daerah dalam Perspektif Sendi-Sendi Pemerintahan di

Indonesia

Pengertian sendi-sendi pemerintahan adalah bagaimana menyelenggarakan

pemerintahan dalam suatu negara dengan cara lebih baik dan lebih efesien. Dalam

teori kenegaraan lazim disebut dengan istilah Ratio Gubernandi. Masalah ini timbul

karena dalam perkembangannya tugas dari organisasi negara menjadi bertambah

berat. Selain itu wilayah negara menjadi bertambah luas sehingga harus dibagi

dalam beberapa wilayah dan memerlukan pengaturan yang jelas mengenai tugas

dari pemerintahan pusat serta tugas dari pemerintahan di daerah-daerah. Negara

sebagai suatu organisasi hakekatnya memiliki kekuasaan dalam menentukan

Page 60: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

49 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

segala sesuatu bagi warganya, termasuk kekuasaan dalam menentukan tujuan

negara dan cara-cara mencapai tujuan tersebut. Selanjutnya dalam melaksanakan

tugas pemerintahan, kekuasaannya ada yang bersifat:

a. Terhimpun, dalam arti terkumpul dalam bentuk ditumpuk (concentrated)

yaitu kekuasaan berada di tangan seorang/beberapa orang yang terbatas

jumlahnya. Bentuk yang ke dua adalah dipusatkan, artinya kekuasaan

berada pada sejumlah orang yang secara bersama-sama merupakan pusat

kekuasaan;

b. Tersebar, artinya kekuasaan pemerintahan dibagi berdasar dua cara

pembagian yaitu secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal tugas

pemerintahan dibagi atas sifat tugas yang berbeda jenisnya dan

menimbulkan lembaga-lembaga negara. Sedangkan secara vertikal akan

membentuk garis hubung antara pemerintahan pusat dan daerah.29

Dalam melaksanakan tugas pemerintahan dengan sifat kekuasaan yang

tersebar, secara umum kita mengenal dua macam sendi pemerintahan yaitu sendi

keahlian dan sendi wilayah.

a. Sendi Keahlian

Menyelenggarakan tugas pemerintahan berdasar sendi keahlian berarti

menyerahkan tugas kepada orang-orang yang ahli. Pelaksanaannya dapat

ditentukan berdasarkan pembagian tugas secara horizontal dan secara vertikal.

Apabila tugas pemerintahan dibagi secara horizontal maka keseluruhan tugas

dibagi dalam beberapa bidang yang pelaksanaannya diserahkan kepada para ahli

seperti Menteri beserta stafnya. Kondisi ini menimbulkan lembaga pemerintahan

berdasar keahlian seperti Kementerian untuk melaksanakan tugas pemerintahan

berdasar keahlian menurut bidangnya masing-masing (menyerahkan obyective

staatszorg kepada ahlinya). Tiap Kementerian akan dipimpin oleh seorang Menteri

dibantu para stafnya yang merupakan pejabat-pejabat aparatur negara. Dalam teori

kenegaraan disebut dengan istilah Government by Official, yaitu pelaksanaan tugas

pemerintahan dengan sistem pegawai negeri. Dalam pratek kondisi ini

menyebabkan para ahli yang mambantu tugas pemerintahan menjadi terkumpul di

29 H. Abubakar Busro, S.H., Abu Daud Busroh, S.H., Hukum Tata Negara, cet.1, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), hal. 145.

Page 61: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

50 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

pemerintahan pusat yang berada di ibukota negara. Sedangkan pemerintahan

daerah menjadi kekurangan tenaga-tenaga ahli yang baik dalam melaksanakan

tugas pemerintahan daerah.

Selain itu dalam melaksanakan tugasnya kadang timbul masalah/problem

antar Kementerian karena antara beberapa Kementerian ternyata mempunyai

bidang tugas yang saling berkaitan. Secara umum masalah ini kemudian

diselesaikan dengan cara membentuk suatu kerja sama atau Panitia antar

Kementerian yang dalam teori kenegaraaan disebut dengan istilah Government by

Committee. Misalnya untuk menyelesaikan masalah penyelundupan di negara

Indonesia, maka dibentuk suatu kerja sama antara Kementerian Kehakiman,

Kementerian Keuangan (Bea Cukai) dan Lembaga Kepolisian.

Selanjutnya pelaksanaan tugas pemerintahan berdasar sendi keahlian juga

dapat dibagi secara vertikal. Dalam hal ini pemerintah pusat membagi tugasnya ke

daerah-daerah, sehingga menimbulkan perwakilan-perwakilan pusat di daerah yang

kedudukannya bertingkat-tingkat dengan berdasar pada prinsip keahlian. Akan

tetapi dalam perkembangannya karena wilayah negara dalam zaman modern sudah

amat luas, maka pemerintah pusat tidak lagi mempunyai kemampuan untuk

melaksanakan tugas pemerintahan secara baik dan efesien yang meliputi seluruh

wilayah negara. Oleh karena itu pemerintah pusat dalam melaksanakan tugas

pemerintahan tidak hanya berdasar pada sendi keahlian saja tetapi juga

menggunakan dasar sendi wilayah.

b. Sendi Wilayah.

Pengertian sendi wilayah adalah menyelenggarakan tugas pemerintahan

dengan memperhatikan unsur wilayah negara. Negara yang dalam melaksanakan

tugas pemerintahan hanya menggunakan sendi keahlian saja, maka kekuasaan

negara menjadi terpusat/terhimpun dan harus menggunakan sistem yang seragam.

Cara ini tentu saja tidak cocok bagi negara-negara yang mempunyai wilayah luas

serta penduduk yang beragam karena akan menghambat kelancaran jalannya tugas

pemerintahan. Agar dapat berjalan baik dan efesien maka tugas harus berjalan

berdasar pada sendi keahlian dan sendi wilayah. Secara teoritis ditinjau dari sudut

sendi wilayah kita mengenal dua macam sendi pemerintahan, yaitu dekonsentrasi

dan desentralisasi.

Dengan dekonsentrasi, wilayah negara dibagi dalam beberapa daerah besar

dan kecil dan masing-masing daerah mempunyai wakil-wakil dari pemerintah pusat.

Page 62: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

51 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Para wakil tersebut mempunyai kewenangan atas nama pemerintah pusat dalam

batas-batas tertentu.30

Amrah Muslim, S.H., menyatakan dekonsentrasi adalah penyerahan

sebagian dari kekuasaan pemerintah pusat pada alat-alat pemerintah pusat yang

ada di daerah.31 Para wakil atau alat pemerintah pusat di daerah mempunyai

kewenangan untuk bertindak dan mengambil keputusan atas inisiatif sendiri yang

berkaitan dengan wilayahnya masing-masing. Meskipun demikian mereka tetap

merupakan unsur pelaksana di daerah yang mempunyai hubungan hirarkhi antara

atasan dan bawahan dengan pemerintah pusat. Para unsur pelaksana ini

melaksanakan tugas pemerintahan pusat di daerah menurut kebijaksanaan yang

telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dengan demikian tanggung jawab tetap

berada pada pemerintah pusat baik menyangkut masalah pembiayaan,

perencanaan serta cara-cara pelaksanaannya. Sebagai unsur pelaksana di daerah

khususnya yang menyangkut instansi vertikal, mereka dikoordinasikan pada Kepala

Daerah setempat dalam kedudukannya sebagai perangkat pusat. Akan tetapi dalam

masalah kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan urusan dekonsentrasi tetap

terikat pada kebijaksanaan yang telah digariskan oleh pemerintah pusat. Mereka

yang bertugas di daerah atas dasar dekonsentrasi merupakan pegawai pemerintah

pusat yang ditetapkan di daerah, sedangkan wilayahnya disebut wilayah

administrasi.

Desentralisasi bearti wilayah negara dibagi dalam beberapa daerah besar

dan kecil, dan masing-masing daerah mempunyai beberapa kewenangan tertentu

semacam kewenangan pemerintah pusat dalam batas-batas tertentu yang

ditetapkan berdasar undang-undang. 32 Menurut Prof. Dr. Prajudi, S.H., masalah

desentralisasi menunjuk kepada proses pendelegasian tanggung jawab terhadap

sebagian dari administrasi negara kepada badan-badan otonom (bukan kepada

jabatan) dan tidak mengenai kewenangan dari sesuatu urusan tertentu. Sebagai

perbandingan dapat dikemukakan pendapat dari Amrah Muslim, S.H., yang

merumuskan bahwa desentralisasi adalah pembagian kekuasaan pada badan-

badan dan golongan dalam masyarakat untuk mengurusi rumah tangganya

30 Padmo Wahyono, S.H., Negara Republik Indonesia, cet. 2, (Jakarta : CV. Rajawali, 1986 ), hal. 76. 31 Drs. Musanef, Sistem Pemerintahan Di Indonesia, cet.4, (Jakarta : CV. Haji Masagung, 1993 ), hal.19. 32 Prof. Padmo Wahyono, S.H., op.cit. hal. 76.

Page 63: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

52 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

sendiri.33 Pendapat lain menyatakan bahwa hubungan pusat dan daerah berdasar

asas desentralisasi merupakan pelimpahan sebagian kewenangan dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah yang dipilih oleh rakyat dalam daerah yang

bersangkutan, untuk secara bertingkat dengan alat perlengkapan sendiri mengurus

kepentingan rumah tangga sendiri atas inisiatif dan beban biaya sendiri sejauh tidak

menyimpang dari kebijaksanaan pemerintah pusat.34 6)

Berbagai pendapat mengenai arti desentralisasi tersebut di atas merupakan

rumusan tentang pengertian desentralisasi dalam arti politis. Secara teoritis kita

mengenal pula beberapa arti desentralisasi, yaitu:

1) Desentralisasi fungsional, merupakan pemberian hak/wewenang kepada

golongan tertentu yang mempunyai fungsi dalam masyarakat untuk mengatur

kepentingannya sendiri, baik terikat atau tidak terikat pada suatu daerah

tertentu. Golongan ini biasanya mempunyai fungsi dalam bidang ekonomi

(produksi dan distribusi) atau dalam bidang pertanian, dan dalam melaksanakan

tugasnya dapat mencakup lebih dari satu daerah;

2) Desentralisasi kebudayaan, pemberian kesempatan atau hak kepada golongan

minoritas dalam masyarakat untuk mengatur sendiri kepentingannya dalam

bidang kebudayaan. Umumnya menyangkut bidang pendidikan dan agama;

3) Desentralisasi teknis, adalah pelimpahan hak kepada suatu badan yang terdiri

dari para ahli untuk mengurus suatu tugas tertentu yang bersifat teknis. Badan

tersebut umumnya berbetuk panitia yang diberi hak penuh untuk menyelesaikan

tugas yang bersifat teknis tersebut;

4) Desentralisasi kolaboratif, merupakan pemberian hak kepada pihak swasta

untuk turut serta melaksanakan tugas pemerintahan bagi kepentingan

umum/rakyat. Pada umumnya mereka mempunyai kedudukan ekonomis yang

kuat, dan duduk dalam badan-badan pemerintah sebagai suatu kehormatan

tanpa menerima gaji.

Pelimpahan tugas pemerintahan pusat pada daerah berdasar asas

desentralisasi selain menimbulkan hak otonomi juga tugas medebewind kepada

pemerintahan daerah. Otonomi berasal dari kata auto yaitu sendiri, dan kata nomos

yang bearti pemerintahan. Dengan demikian otonomi adalah pemerintahan sendiri

33 Drs. Musanef, op.cit., hal. 21. 34 H. Abubakar Busro, S.H. Abu Daud Busroh, S.H., op.cit., hal.147.

Page 64: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

53 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

atau menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Sedangkan Logemann

berpendapat bahwa kekuasaan bertindak merdeka (vrije beweging) yang diberikan

kepada satuan-satuan kenegaraan yang memerintah sendiri daerahnya, yakni

kekuasaan yang berdasarkan inisiatif sendiri, yang dapat dipergunakannya untuk

menyelenggarakan kepentingan umum, maka pemerintahan yang demikian disebut

otonomi.35 Dengan cara ini diharapkan kebutuhan masyarakat setempat dapat

terpenuhi secara baik melalui pembagian tugas dan kewajiban antara pemerintahan

pusat dan daerah.

Menurut Maddick pengertian desentralisasi mengandung dua elemen yang

saling bertalian. Pertama pembentukan daerah otonomi dan kedua menyerahkan

kekuasaan secara hukum untuk menangani bidang-bidang pemerintahan tertentu,

baik yang dirinci maupun yang dirumuskan secara umum.36 Dalam rangka

desentralisasi daerah otonomi berada di luar hirarkhi organisasi pemerintahan

pusat. Sedangkan dalam sendi dekonsentrasi unsur wilayah jabatan/wilayah

administrasi berada dalam hirarhi organisasi pemerintahan pusat. Melalui konsep

otonomi maka setiap pemerintahan daerah pada dasarnya mempunyai kebebasan

untuk mengambil keputusan, mempunyai insiatif sendiri terlepas dari kontrol

pemerintahan pusat. Karena itu sendi desentralisasi yang menimbulkan konsep

otonomi daerah mempunyai kaitan yang erat dengan demokrasi. Dengan mampu

mengambil prakasa/insiatif sendiri mengenai kepentingan masyarakat setempat

berarti pemerintah daerah juga telah mampu menentukan serta memperbaiki

nasibnya sendiri. Para pakar administrasi publik kerap kali beranggapan bahwa

secara konseptual sendi desentralisasi merupakan instrumen untuk mencapai

tujuan-tujuan tertentu, seperti dikemukakan oleh James W. Feslert dan A.F.

Leemans. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai adalah kesatuan bangsa, pemerintahan

yang demokratis, kemandirian sebagai kemandirian sebagai penjelmaan dari

otonomi, efisiensi administrasi dan pembangunan sosial ekonomi. 37

Dalam menyelenggarakan tugas pemeritahan daerah kita jumpai pula tugas

yang disebut tugas pembantuan (medebewind), artinya tugas dari pemerintah

daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat atau pemerintah daerah di

atasnya dengan kewajiban memberikan pertanggungan jawab kepada yang

35 Ibid., hal. 155. 36 Prof.DR.Bhenyamin Hoessein.”Implikasi UU Nomor 22 tahun 1999 Terhadap Pembangunan dan Penyelenggaraan Sektor Transportasi”, (Makalah disampaikan pada Diskusi Interen Fakultas Hukum UI, Agustus 1999), hal. 4. 37 Ibid. hal. 7.

Page 65: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

54 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

memberi tugas. Perbedannya dengan fungsi otonomi terletak dalam wewenang

membentuk peraturan daerah. Dalam hak otonomi pemerintah daerah berhak

membuat peraturan daerah berdasar garis kebijaksanaan sendiri. Sedangkan dalam

tugas pembantuan atau medebewind hak tersebut harus berdasar pada

kebijaksanaan pemerintah pusat. Dengan demikian secara keseluruhan

pelaksanaan tugas pemerintahan berdasar asas sendi wilayah, dapat dibedakan

dalam tiga bentuk/sistem pemerintahan daerah, yaitu:

1) pemerintahan daerah yang mempunyai hak-hak otonomi berdasar asas

desentralisasi;

2) pemerintahan daerah yang bertugas melaksanakan peraturan dari pemerintah

pusat atau pemerintahan daerah setingkat di atasnya atas dasar asas

pembantuan (medewind);

3) pemerintahan daerah berdasar atas asas dekonsentrasi yang menimbulkan

wilayah jabatan atau wilayah administrasi.

Ketentuan mengaenai masalah sendi-sendi pemerintahan di negara

Indonesia dapat kita lihat dalam pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 tentang

Pemerintahan Daerah. Pasal ini pada dasarnya mengatur mengenai kehidupan

negara dan secara tidak langsung juga mengatur mengenai masalah kesejahteraan

sosial. Wilayah Indonesia dalam hal ini akan dibagi dalam daerah besar dan kecil

yang bentuk serta susunan pemerintahannya harus memperhatikan dan berdasar

pada asas permusyawaratan dalam sistim pemerintahan negara. Untuk

melaksanakan Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah. Hal-hal pokok yang dapat

dicatat dari Undang-Undang Nomor 5/1974 adalah bahwa negara Indonesia adalah

negara kesatuan maka tidak akan ada daerah dalam wilayahnya ayang bersifat

negara. Adapun yang dimaksud dengan daerah besar dan kecil adalah Propinsi dan

daerah-daerah yang lebih kecil lagi, yang akan merupakan daerah otonomi dan

daerah administrasi. Dalam daerah yang bersifat otonomi akan ada perwakilan

daerah yang pemerintahannya bersendi atas dasar musyawarah. Selain itu ada

daerah-daerah yang secara historis mempunyai susunan asli, dapat dianggap

sebagai daerah istimewa dengan memperhatikan hak asal usul daerah tersebut.

Undang-Undang tentang pemerintah Daerah ini juga menetapkan menganut prinsip

bahwa bentuk serta sistim yang berlaku di pemerintahan pusat sebagaimana diatur

Page 66: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

55 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga berlaku bagi pemerintahan di daerah

sesuai dengan proporsi dan keadaan lingkungan masing-masing. Undang-Undang

Nomor 5/1974 kemudian disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 5 tahun

1979.

Sebenarnya para The founding fathers telah mencapai konsensus nasional

mengenai bangunan negara kita, yaitu negara kesatuan dan sendi desentralisasi.

Dalam melaksanakan tugas pemerintahan ada bidang-bidang pemerintahan yang

diselenggarakan atas dasar sentralisasi oleh pemerintah pusat dengan

penghalusannya secara dekonsentrasi, dan ada pula pelaksanaan secara

desentralisasi. Dengan menganut sendi desentralisasi yang perwujudannya adalah

otonomi daerah diharapkan aspek kemajemukan masyarakat daerah dan unsur

demokrasi akan terpenuhi secara baik. Akan tetapi dalam pelaksanaannya Undang-

Undang Pemerintah Daerah telah menyelenggarakan sendi dekonsentrasi yang

cenderung menganut model Integrated Field Administration. Model ini

menyeragamkan batas-batas wilayah kerja antara Instansi Vertikal dari berbagai

departemen dengan batas wilayah kerja dari Kepala Wilayah yang berada di

daerah. Kondisi ini menimbulkan kecenderungan berhimpitnya wilayah kerja dari

Instansi Vertikal dengan Wilayah Administrasi. Selain itu berhimpitnya pula wilayah

dari daerah otonomi dalam rangka desentralisasi dengan wilayah Administrasi.

Dalam hal ini terdapat tuntutan untuk mengemban peran ganda dari Kepala Daerah

dan Kepala Wilayah selaku wakil dari pemerintah pusat.38 Strategi yang ditempuh

oleh pemerintah pusat ini dengan menyelenggarakan model sentralisasi,

dekonsentrasi dan desentralisasi melalui Undang-Undang Pemerintahan Daerah

ternyata menimbulkan kondisi kurang menguntungkan bagi pengembangan otonomi

daerah di wilayah negara Indonesia. Gelombang reformasi yang terjadi di negara

Indonesia akhir-akhir ini telah berhasil mengadakan perubahan terhadap Undang-

Undang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 5/1974 dan Undang-

Undang Nomor 5/1979 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999

dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, yang

diharapkan akan membawa kondisi yang lebih baik terhadap pelaksanaan otonomi

daerah dan demokrasi berdasar sendi desentralisasi.

38 Ibid., hal. 2.

Page 67: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

56 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

c. Sendi Historis.

Secara historis kita mengetahui bahwa pada masa Yunani kuno negara

belum menghadapi masalah sendi-sendi pemerintahan. Pada masa ini wilayah

negara hanya merupakan negara kota/city state yang mengutamakan status aktif

dari warganya dan menimbulkan sistem demokrasi langsung. Tugas dan masalah

pemerintahan diselesaikan dan dibahas secara langsung oleh para ahli pikir dengan

cara berkumpul bersama pada suatu tempat tertentu. Paras ahli pikir ini mempunyai

cukup waktu utnuk membahas tugas-tugas negara karena ada lapisan budak di

negara Yunani yang mengatur serta memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka

beserta keluarganya. Memasuki masa kerajaan Romawi wilayah negara sudah

bertambah luas sehingga mulai timbul masalah ratio gubernandi, yaitu bagaimana

cara melaksanakan tugas pemerintahan secara baik dan efisien yang meliputi

seluruh wilayah negara. Dengan wilayah negara yang luas, maka negara Romawi

tidak dapat menerapkan sistem demokrasi langsung seperti di negara Yunani untuk

melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Dalam hal ini Romawi kemudian

membagi wilayah negaranya dalam beberapa propinsi yang masing-masing

dipimpin oleh seorang Gubernur. Melalui pelimpahan kekuasaan dari Kaisar, para

Gubernur kemudian melaksanakan tugas pemerintahan di daerah masing-masing.

Sejarah kenegaraan juga menunjukkan bahwa pada abad ke XVI negara

Perancis membagi tugas pemerintahan dalam lima departemen. Ke lima

departemen tersebut meliputi Departemen Diplomacie, Defencie, Financie, Yusticie

dan Policie. Akan tetapi kenyataan menunjukan, bahwa ke lima departemen

tersebut berada dibawah kekuasaan Kaisar dalam melaksanakan tugasnya. Kondisi

ini tentu saja tidak menggambarkan adanya pembagian tugas pemerintahan dalam

negara termasuk pengaturan hubungan pemerintahan pusat dan daerah yang

merupakan masalah sendi-sendi pemerintahan.

4.1.3. Indonesia Adalah Negara Berdasarkan Asaz Hukum

Penerimaan terhadap wawasan negara berdasar atas hukum secara tegas

dinyatakan juga dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya bagian yang menyatakan

bahwa, “Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), dan

tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).” Berdasarkan rumusan itu

penyelenggara negara diharapkan selalu berusaha untuk menciptakan kemakmuran

Page 68: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

57 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

serta kesejahteraan bagi rakyatnya, sesuai dengan prinsip-prinsip utama dari suatu

negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). Himpunan Risalah Sidang-sidang

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berhubungan dengan Penyusunan

Undang-Undang Dasar 1945 (dikutip dari Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar

1945, jilid I, Jajasan Prapantja, Jakarta, 1959 oleh Muhammad Yamin), hal.417.

Sebagai negara yang berdasar atas hukum, sebagaimana yang telah dirumuskan

dalam perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3), Negara

Republik Indonesia telah menempatkan diri dalam jajaran rechtsstaat yang

material/sosial atau negara yang berdasar atas hukum dalam arti sebagai negara

kesejahteraan atau verzorggingsstaat. Hal ini terlihat dalam alinea ke empat

Pembukaan UUD 1945 yang merumuskan sebagai berikut:

“...untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi, keadilan sosial...”

Dalam perkembangan kebijakan ekonomi di era globalisasi ini lahir berbagai

pemikiran-pemikiran baru yang mewarnai dan menjembatani bidang ekonomi dan

bidang hukum. Dapat dimengerti mengapa dalam kerangka kebijakan dan program-

program planned economy inilah dikenalnya doktrin baru dalam ilmu hukum dan

ajaran hukum, yaitu doktrin law as a tool of social engineering, sekalipun

sebenarnya doktrin ini berasal dari ide liberal Pound, yang mengajari para hakim

agar peka pada perubahan-perubahan yang perkembangan-perkembangan (bukan

pengembangan-pengembangan alias pembangunan) sosial yang terjadi, dan

mampu menyesuaikan keputusan-keputusannya pada perkembangan-

perkembangan sosial-ekonomi yang terjadi. Penulis mengutip tulisan Prof.

Soetandyo Wignjosoebroto dalam bukunya Hukum – Paradigma, Metode dan

Dinamika Masalahnya yang secara ekslusif membahas tentang hukum dan sistem

ekonomi. Fungsi hukum di dalam market economy jelas berbeda sekali dengan

fungsi hukum dalam planned economy. Kebebasan berkontrak tentu saja tak akan

dapat lagi dikukuhi penuh-penuh, sehingga aktivitas ekonomi dan aktivitas bisnis

pada dasarnya lalu tak lagi dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum yang

Page 69: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

58 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

privaatrechtelijk, melainkan publikrechtelijk.

Berdasarkan platform kenegaraan yang berlaku di Indonesia tersebut di

atas, maka jelas terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat yang berada

dalam struktur organsasi kenegaraan diatur oleh suatu perangkat kebijakan. Sektor

ekonomi pun tidak luput dari kerangka pengaturan dimaksud. Pada penelitian ini

salah satu hal yang akan digagas adalah tentang bagaimana harmonisasi yang

telah terjadi antara kebijakan dengan praktek perekonomian negara dibidang hukum

perusahaan yang terkait dengan berbagai macam dinamikanya. Dengan kata lain

tatanan penelitian ini disusun dalam kajian bidang hukum ekonomi yang terlebih

dahulu menganalisa pondasi utama dari perekonomian negara Republik Indonesia

secara umum lalu diserap secara khusus dibidang kepastian penegakan hukum di

Indonesia, khususnya terhadap kontroversi keberlakuan Pasal 29 UU PT dan

dampak keberlakuannya terhadap UU WDP.

Demokrasi ekonomi sebagai dasar pelaksanaan pembangunan memiliki ciri-

ciri positif yang perlu terus-menerus dipupuk dan dikembangkan. Kembali dengan

mengacu pada semangat dan jiwa UUD 45 dan dengan berpegang pada prinsip

ekonomi Pancasila tersebut diharapkan akan diperoleh pembangunan ekonomi

yang sustainable. Ciri-ciri positif tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan (Pasal 33 UUD 1945).

b. Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh Negara (Pasal 33 UUD 1945).

c. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal

33 UUD 1945).

d. Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan

permufakatan Lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat, serta pengawasan

terhadap kebijaksanaannnya ada pada lembaga-lembaga Perwakilan Rakyat

Pula (Pasal 23 UUD 1945).

e. Warga negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang

dikehendaki serta mempunyai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak (Pasal 27 UUD 1945).

f. Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan

dengan kepentingan masyarakat (Pasal 33 Penjelasaan UUD 1945).

Page 70: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

59 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

g. Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara diperkembangkan

sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum

(Pasal 33 Penjelasan UUD 1945).

h. Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara (Pasal 34

UUD 1945).

Sebaliknya harus dihindarkan timbulnya ciri-ciri negatif yang justru di era globalisasi

ini tetap berjalan dan berkembang. Ciri-ciri negatif tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap

manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah

menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktural posisi Indonesia

dalam ekonomi dunia.

b. Sistem etatisme dalam mana Negara beserta aparatur Ekonomi Negara

bersifat dominan serta mendesak dan mematikan potensi dan daya kreasi

unit-unit ekonomi di luar sektor Negara.

c. Pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam bentuk monopoli

yang merugikan masyarakat.

Berdasarkan prinsip Demokrasi Ekonomi terdapat tiga unsur penting dalam

tata perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan yaitu sektor negara, sektor swasta dan sektor koperasi. Ketiga sektor

ini harus dikembangkan secara serasi dan mantap. Fungsi UU WDP dan UU PT

pada intinya adalah salah satu upaya konkrit dalam rangka menciptakan aspek-

aspek positif dalam berdemokrasi ekonomi, khususnya dalam sebuah negara yang

berdasarkan atas hukum. Sebagai perangkat instrumen dalam berbisnis memang

tidak dapat sepenuhnya steril dari segala sesuai yang tersurat dalam kelompok ciri-

ciri negatif. Hanya saja hukum memberikan kerangka ataupun bingkai yang

memberikan aturan-aturan untuk menciptakan suatu ketertiban, ketahanan dan

Page 71: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

60 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

keamanan dalam implementasi demokrasi ekonomi. 39

Perlu untuk ditekankan bahwa sinergi antara pemerintah, aparatur,

masyarakat dan perangkat penegakkan hukumnya sebenarnya berpedoman pada

prinsip dasar dalam pendayagunaan sumberdaya alam, yaitu sustainability

(keberlanjutan) dan pemanfaatan seoptimal mungkin hasilnya bagi kepentingan

rakyat, yang tercantum dalam Pasal 3340 UUD 1945, dimaksud sebenarnya telah

termaktub dalam tujuan negara, yang titik beratnya adalah memuat pokok-pokok

pikiran tentang arah pembangunan dan upaya mensejahterakan rakyatnya.

Keberadaan sebuah negara sebagai suatu organisasi mestilah memiliki tujuan.

Manifestasi tujuan negara ini menjadi suatu kewajiban karena akan menjadi arah

dari suatu masyarakat yang organized itu, dan untuk menunjukkan adanya ciri

organized dari tujuan itu.41

Perlu kiranya untuk disampaikan bahwa setelah dilakukan perubahan terhadap

UUD 1945, maka dalam Pasal 1 ayat (3), Perubahan Ketiga UUD 1945 secara

tegas ditetapkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.42 Dikatakan

demikian karena UUD 1945 merupakan manifestasi tujuan negara Republik

Indonesia sebagaimana yang diamanatkan oleh pokok-pokok pikiran yang

terkandung dalam alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:

39

Sejalan dengan Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang diucapkan pada tanggal 17 Nopember 1979 oleh Prof. Padmo Wahjono, S.H., yang berjudul Indonesia ialah Negara yang Berdasar atas Hukum, beliau menyatakan sebagai berikut:

“Bahwa suatu Negara sebaiknya berdasar atas hukum didalam segala hal ihwalnya, yang sudah didambakan semenjak Plato dengan “Nomoi-nya” E. Kant dengan negara Hukum (formil-nya), J. Stahl dengan Negara Hukumnya (material) maupun Dicey dengan “Rule of Law”-nya.”

40

Lihat Pasal II paragraf 1 Aturan Tambahan UUD 1945, menyatakan “Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.” Lihat juga Jimly Asshidiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, hal.64. 41 Teaching Material Ilmu Negara – 2001, Loc.Cit., hal.56., dimana ditegaskan bahwa suatu negara tidak layak ada jika tidak memiliki tujuan, bahkan seharusnya keberadaan itu didahului oleh suatu tujuan. Artinya, tujuan harus lebih dahulu dikonstruksikan ada, baru kemudian mewujudkan organisasi negara merdeka sebagai sarana untuk mewujudkannya. Jadi adanya tujuan negara itu adalah keharusan bagi suatu negara. Tujuan negara secara umum diatur dalam sebuah konstitusi negara yang bersangkutan dan UUD 1945 merupakan rumusan dan manifestasi dari tujuan Negara Republik Indonesia. 42 Maria Farida Indrati Soeprapto, Kedudukan dan Materi-Muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Presiden Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara di Republik Indonesia, Ringkasan Disertasi, Program Pascasarjana, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia – 2002, hal.19.

Page 72: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

61 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”

Perumusan tujuan Negara tersebut muatannya sangat massive, dimana didalamnya

sarat dengan muatan dan cita-cita ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya dan

pertahanan dan keamanan yang penjabaran dari masing-masing substansi

dimaksud berupaya semaksimal mungkin untuk mensejahterakan kehidupan

rakyatnya. Salah satu pokok sasaran yang dituju adalah sektor perekonomian, yang

didalamnya terbagi-bagi lagi dalam berbagai bidang dan sub sektor, baik yang

berskala nasional bahkan internasional dan juga yang meliputi unit terkecil dari

kelompok-kelompok yang ada di dalam masyarakat.

Sebagai negara berdasar atas hukum, Negara Republik Indonesia telah

menempatkan diri dalam jajaran rechtsstaat43 yang material/sosial atau negara yang

berdasar atas hukum dalam arti sebagai negara kesejahteraan atau

verzorggingsstaat.44 Formulasi konkritnya adalah sebagaimana tertuang dalam

alinea ke IV Pembukaan UUD 1945 tersebut di atas. Oleh karenanya relevan

bilamana dinyatakan bahwa sektor perikanan nasional yang juga memiliki potensi

dan posisi yang sangat strategis, yang didalamnya sarat dengan isu-isu yang

43 Istilah Rechtsstaat di sini menurut Maria Farida Soeprapto seyogyanya diterjemahkan dengan istilah Negara berdasar atas Hukum (sesuai dengan penjelasan UUD 1945) dalam arti a state based on law atau a state governed by law. Dengan kata lain memiliki konsekwensi logis, bahwa Negara Republik Indonesia adalah berdasar atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machstaat). Dalam suatu Negara yang mengetengahkan wawasan Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), dan sekaligus menganut wawasan pemerintahan yang berdasarkan yang berdasarkan atas sistem konstitusi, pemenuhan ketentuan-ketentuan dalam Konstitusi merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. Lihat pendapat Jimly Asshidiqie dalam Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, yang menyatakan “konsep Negara Hukum ini disebut dalam pernjelasan UUD 1945 dengan istilah rechtsstaat yang diperlawankan dengan machtsstaat yang terang-terangan ditolak oleh para perumus UUD. Akan tetapi, karena belum tercantum dalam pasal, sedangkan sedangkan penjelasan UUD direncanakan akan dihapus dari naskah resmi UUD, maka ketentuan mengenai Negara Hukum ini perlu ditegaskan dalam pasal. Rumusan yang tegas menyatakakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum juga terdapat dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1945.” (hal.3). 44 Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.cit.

Page 73: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

62 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

bersifat multiaspek dan multidimensi, dimana hukum dalam hal ini memiliki fungsi

penting untuk mengharmonisasikan berbagai macam aspek dimaksud agar dapat

terwujud kepastian hukum sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi.45

Perekonomian Indonesia tampaknya masih belum beranjak jauh dari titik

nadirnya.46 Akar permasalahan krisis di Indonesia disebabkan oleh 6 faktor.

Pertama, menurut Paul Krugman, pertumbuhan ekonomi yang pesat sebelum krisis

lebih didorong oleh karena pertumbuhan investasi dan bukan karena efisiensi dan

inovasi. Kedua, sebagian besar nilai pasar perusahaan-perusahaan yang tercatat di

pasar modal di kawasan ini adalah overvalued. Ketiga, struktur finansial perusahaan

pada dasarnya tidak sehat. Keempat, dalam proses penyaluran kredit terjadi praktek

mark-up sehingga pada akhirnya hanya menghancurkan struktur kapital itu sendiri.

Kelima, terjadi konsentrasi ekonomi yang tidak sehat, yaitu berdasarkan data di

tahun 1996 menunjukkan bahwa puncak piramida struktur ekonomi Indonesia hanya

diisi oleh 200 konglomerat swasta (yang dimiliki oleh kurang lebih 50 keluarga) dan

100 BUMN besar, dan dilapis tengah hampir kosong. Keenam, runtuhnya

perekonomian di Indonesia juga disebabkan oleh karena tidak adanya good

corporate governance di dalam pengelolaan perusahaan.3

Ketidakharmonisan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia, bukan berarti bahwa hukum tidak ditegakkan, tetapi dinamika semacam

ini memang tidak dapat terlepas dalam situasi dan kondisi bernegara. Hanya saja

yang perlu diteropong adalah latar belakang, motif dan tujuan dari diberlakukannya

sebuah undang-undang menjadi hal yang perlu ditelaah secara seksama. Hal ini

dapat disampaikan melalui skema sebagai berikut:

45 Kondisi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini sangat kompleks serta bersifat multidimensional sehingga membutuhkan penanganan yang serius dan bersungguh-sungguh. Berdasarkan kondisi umum dan arah kebijakan dalam GBHN 1999-2004, dapat diidentifikasikan lima permasalahan pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini. Permasalahan-permasalahan pokok tersebut adalah sebagai berikut:

1. merebaknya konflik sosial dan munculnya gejala disintegrasi bangsa; 2. lemahnya penegakan hukum dan hak asasi manusia; 3. lambatnya pemulihan ekonomi; 4. rendahnya kesejahteraan rakyat, meningkatnya penyakit sosial dan lemahnya ketahanan budaya

nasional; dan 5. kurang berkembangnya kapasitas pembangunan daerah dan masyarakat. 46Sofyan Djalil, Good Corporate Governance, makalah yang disampaikan pada Seminar Corporate Governance di Universitas Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2000, hal 1. 3 Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.cit.

Page 74: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

63 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Gambar 4.1. Hirarkhi Persamaan Undang-undang

Hukum tetap harus ada dalam rangka menciptakan kepastian dan ketertiban

dalam masyarakat. Hanya saja terhadap peristiwa ketidakharmonisan tersebut

harus ditelaah dan dianalisis secara seksama dan hati-hati sehingga tidak

menimbulkan kerugian atau bahkan kerugian yang jauh lebih besar.

4.1.4. Keberadaan UU WDP Pasca Berlakunya UU PT

Pertanyaan mengapa pemilihan sub judul haruslah keberlakuan UU WDP

pasca berlakunya UU PT dapat dijawab bahwa terhadap perusahaan-perusahaan

lain, selain dari perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas ditentukan mutlak

untuk tetap tunduk pada ketentuan UU WDP. Sedangkan terhadap perusahan

berbentuk perseroan terbatas oleh mayoritas kalangan ditafsirkan untuk tidak

tunduk pada ketentuan UU WDP, melainkan hanya tunduk pada ketentuan yang

diatur dalam Pasal 29 UU PT dan atas penundukan terhadap pasal tersebut sudah

dianggap sebagai bentuk ketaatan terhadap perundang-undangan yang berlaku di

Indonesia.

Turunnya jumlah perusahaan yang melakukan pendaftaran perusahaan

kedalam database Kementerian Perdagangan secara umum dikarenakan dua

Indonesia adalah negara

berdasarkan atas hukum

UU No.40 tahun 2007 UU No.3 tahun 1982

Pasal 29 mengecualikan

UU No.3 tahun 1986

UU No.3 tahun 1982 tidak

pernah dinyatakan

dicabut

Secara hierarkhi setingkat

Identifikasi

Persamaan dan

Perbedaan Objektif

KESIMPULAN

Page 75: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

64 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

faktor, yaitu (a) berlakunya UU PT; dan (b) otonomi daerah. UU PT memberikan

kontribusi yang signifikan dikarenakan pola pendaftaran yang dilakukannya telah

sedemikian rupa tersistematisir dan bentuk perusahaan yang pertumbuhannya

sangat pesat adalah perusahaan berbentuk perseroan terbatas, khususnya jika

dibandingkan dengan jenis-jenis perusahaan lainnya yang ada dan diatur dalam UU

PT. Apabila diperhatikan secara seksama penurunan yang terjadi secara drastis

tersebut asumsi dasarnya adalah pada perusahaan-perusahaan berbentuk

perseroan terbatas yang berhenti melakukan pendaftaran perusahaan kepada

Kementerian perdagangan.

Menyikapi kondisi semacam ini, maka telaah lebih difokuskan pada fakta

yang terjadi pasca berlakunya UU PT guna memetakan alur pemikiran yuridist

terhadap undang-undang yang tersebut yang kemudian diperbandingkan dengan

UU WDP dalam konteks persamaan dan perbedaan tujuan dari masing-masing

undang-undang tersebut. Untuk sampai pada titik tersebut, maka kajian ini menilik

pada pendapat para sarjana yang ahli dibidang hukum perseroan terbatas, yang

diantaranya adalah:

a. Pendapat M. Yahya Harahap

Daftar perseroan dalam UU PT diatur dalam Bab II, bagian ketiga, paragraf

1, mengatur tentang daftar perseroan yang terdiri atas Pasal 29, jadi hanya terdiri

atas satu pasal saja.

1) Yang Menyelenggarakan Daftar Perseroan

Pasal 29 ayat (1) menegaskan, Daftar Perseroan “diselenggarakan” oleh

Menteri. Berbeda dengan ketentuan Pasal 21 UU No.1 tahun 1995. Tidak

mengatur secara spesifik daftar perseroan. Yang dikenal adalah daftar

perusahaan. Apa yang dimaksud dengan daftar perusahaan menurut

Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU No.1 tahun 1995 adalah daftar perusahaan

sebagaimana dimaksud dalam UU WDP di Departemen Perdagangan. Sedang

pada masa KUHD, daftar perseroan diselenggarakan oleh Panitera Pengadilan

Negeri (semula raad van justitie). Hal itu ditegaskan pada Pasal 38 ayat (2)

KUHD. Para persero wajib mendaftarkannya dalam Daftar Umum di

Kepaniteraan Negeri di wilayah hukum tempat perseroan berkedudukan. Baik

sistem pendaftaran yang diatur pada Pasal 21 UU Nomor 1 Tahun 1995

maupun pada Pasal 38 KUHD, tidak dianut lagi oleh Pasal 29 UU PT.

Page 76: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

65 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Ketentuan-ketentuan itu ditinggalkan. Muncul keinginan bagi pembuat undang-

undang untuk menempatkan semua administrasi dokumen perseroan

disentralisasi atau dipusatkan di bawah satu atap yakni di bawah Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dengan sistem sentralisasi ini, pengurusan

administrasi perseroan tidak terpisah pada beberapa instansi. Orang yang

berkepentingan untuk mengetahui identitas perubahan anggaran dasar suatu

perseroan, dapat melakukannya pada satu instansi saja.

Perlu diingat penegasan ketentuan Pasal 29 ayat (5) bahwa Daftar

Perseroan terbuka untuk umum. Siapa saja dapat melihatnya di Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tidak terbatas hanya orang tertentu saja.

Ketentuan ini bersifat hukum memaksa (dwingendrecht, mandatory rules). Oleh

karena itu, ketentuan ini jangan hanya teori saja, tetapi para pejabat yang

bertugas di bidang ini, harus memberi pelayanan yang baik tanpa pamrih

meminta imbalan.

2) Data Yang Dimuat Dalam Daftar Perusahaan

Mengenai data apa saja yang dimuat dalam daftar perseroan, disebut

pada Pasal 29 ayat (2) UU PT, meliputi:

a. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha,

jangka waktu pendirian dan permodalan;

b. Alamat lengkap Perseroan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 5;

c. Nomor dan tanggal akta pendirian dan keputusan Menteri mengenai

pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 7 ayat (4);

d. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan

Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);

e. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal

penerimaan pemberitahuan oleh menteri sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 23 ayat (2);

f. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan

akta perubahan anggaran dasar.

g. Nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka dibuat

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang Pasal

Page 77: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

66 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Modal. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (4).

h. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan

pengadilan tentang pembubaran perseroan yang telah diberitahukan

kepada Menteri.

i. Berakhirnya status badan hukum perseroan.

j. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi

perseroan yang wajib di audit.

Dari data-data yang harus dicantumkan dalam daftar perseroan boleh

dikatakan merupakan aspek yang berisi informasi untuk mengetahui secara

objektif keadaan perseroan secara keseluruhan.

3) Tanggal Pemasukan Data Perseroan Dalam Daftar Perseroan

Data perseroan yang dimasukkan dalam Daftar sebagaimana dijelaskan

di atas, dimasukkan pada tanggal “yang bersamaan”dengan tanggal:

a. Keputusan menteri mengenai pengesahan perseroan menjadi badan

hukum, atau tanggal persetujuan menteri atas perubahan anggaran

dasar yang memerlukan persetujuan.

b. Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak

memerlukan persetujuan; atau

c. Penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar perseroan yang

bukan merupakan perubahan anggaran dasar.

Yang dimaksud dengan “perubahan data perseroan” menurut

penjelasan Pasal 29 ayat (4) huruf (c) adalah antara lain data tentang

“pemindahan hak” atas saham, penggantian nama anggota direksi dan dewan

komisaris, pembubaran perseroan.

Demikian pokok-pokok uraian yang berkenaan dengan ruang lingkup

daftar perseroan sedang ketentuan lebih lanjut mengenai daftar perseroan

menurut pasal 29 ayat (6) diatur lebih lanjut dengan PERMEN.47

47 Berikut adalah referensi tambahan yang disampaikan oleh Yahya Harahap, yang secara tidak langsung berkaitan dengan telaah analisis kajian ini, yaitu tentang Pengumuman Perseroan. Mengenai pengumuman perseroan diatur pada Bab II, Bagian ketiga, Paragraf 2 yang terdiri atas

Page 78: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

67 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Pasal 30 UU PT. Yang penting untuk dicatat mengenai pengumuman perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 30 tersebut adalah sebagai berikut: Yang Wajib Melakukan Pengumuman Menteri Sama halnya dengan penyelenggaraan daftar perseroan, pengumuman pun dibebankan Pasal 30 ayat (1) kepada Menteri. Pengumuman Dalam tambahan Berita Negara Republik Indonesia (TBNRI) Agar pengumuman perseroan sah menurut hukum, harus dicantumkan secara khusus dalam TBNRI. Tidak sah dalam surat kabar, karena tidak sesuai dengan medium yang ditentukan oleh undang-undang. Materi yang diumumkan dalam TBN Materi yang diumumkan dalam TBN terdiri atas: a. Akta pendirian perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

(4) b. Akta perubahan anggaran dasar perseroan beserta keputusan menteri sebagaimana dimaksud

dalam pasal 21 ayat (1); c. Akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri. Jangka Waktu Melakukan Pengumuman Tentang kapan waktu pengumuman harus dilakukan Menteri dalam TBN digariskan pada Pasal 30 ayat (2) UU PT: - Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan keputusan

menteri mengenai “pengesahan” perseroan menjadi badan hukum. - Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkan keputusan

menteri mengenai “persetujuan” perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan menteri;

- Dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterima perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan.

Selanjutnya pasal 30 ayat (3) mengatakan, mengenai tata cara pengumuman, dilaksanakan menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan pengumuman ini, terkandung dua permasalahan hukum yang perlu mendapat perhatian. Pertama: pengumuman dari segi hukum, merupakan asas publisitas (publiciteit, publicity) kepada masyarakat atau pihak ketiga. Keabsahannya kepada pihak ketiga sebagai perseroan boleh dikatakan, digantungkan pada pengumumannya dalam TBN. Oleh karena itu, meskipun Perseroan telah mendapat pengesahan dari Menteri sebagai badan hukum atau perubahan anggaran dasar telah mendapat persetujuan menteri maupun telah disampaikan pemberitahuannya, maka selama hal itu belum diumumkan dalam TBN, belum sah mengikat pihak ketiga. Kedua; kelalaian (negligence) menteri mengumumkan pengesahan perseroan sebagai badan hukum, atau kelalaian mengumumkan persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar dari tenggang waktu yang ditentukan Pasal 30 ayat (2) UU PT, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata. Bentuk perbuatan melawan hukum yang terjadi dalam kasus yang demikian, bisa dikualifikasi melanggar kewajiban hukum yang dipikulkan kepadanya (breach of duty of care) atau penyalahgunaan wewenang (abuse of authority) yang merugikan perseroan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, apabila menteri lalai mengumumkan pengesahan, persetujuan atau pemberitahuan perubahan anggaran dasar dalam TBN. Menteri bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari kelalaian itu.

Page 79: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

68 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

b. Menurut Pendapat Rudhi Prasetya

1) Pendaftaran dan Pengumuman

Menurut Pasal 38 KUHD akta pendirian yang memuat anggaran dasar

yang sudah memperoleh pengesahan Menteri Kehakiman, harus didaftar di

Panitera Pengadilan Negeri di tempat di mana dalam anggaran dasar ditentukan

tempat kedudukan PT. lebih lanjut diumumkan melalui Berita Negara.yang telah

disahkan oleh Menteri, demikian pula dalam hal terjadi perubahan anggaran

dasar, harus didaftarkan dalam “Daftar Perusahaan”, kemudian diumumkan

dalam Tambahan Berita Negara.

Menjadi pertanyaan apa perlunya akta pendirian yang memuat

anggaran dasar atau perubahannya itu tersebut perlu didaftarkan di Pengadilan

Negeri (versi KUHD), Daftar Perusahaan (versi UU 1995), atau Daftar

Perseroan (versi UU 2007), dan kemudian diumumkan dalam Tambahan Berita

Negara? Adapun arti dari pendaftaran pada Panitera Pengadilan Negeri,

Pendaftaran Perusahaan, atau Daftar Perseroan serta dimuatnya dalam

Tambahan Berita Negara itu, merupakan bentuk pengumuman (publikasi)

kepada khalayak.

Di bawah suasana KUHD, biasanya pada waktu pendaftaran dilakukan

di Pengadilan Negeri harus disertai dengan seperangkat tindasan akta pendirian

yang memuat anggaran dasar yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman.

Perangkat tindasan akta ini harus selalu tersimpan dalam arsip Kepaniteraan

Pengadilan sebagai bagian kesatuan dengan pendaftaran itu,. Maksudnya agar

setiap orang dapat melihat anggaran dasar itu dan mengetahui bagaimana

ketentuan yang berlaku terhadap PT yang bersangkutan. Karena itu

sebenarnya, bahkan setiap orang berhak meminta kepada Panitera Pengadilan

untuk dibuatkan turunannya yang resmi dan akta tersimpan tersebut. Perlu saya

kemukakan tentang hal ini, karena berdasarkan pengalaman yang dialaminya

bahwa panitera tidak mengerti tentang hal tersebut dan beranggapan seakan-

akan dalam simpanan pengadilan itu semata-mata untuk kepentingan para

pihak intern perseroan. Demikian pula maksud dari UU 1995 yang

memerintahkan untuk didaftar

pada Kantor Pendaftaran Perusahaan yang diselenggarakan oleh

Page 80: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

69 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Kementerian Perdagangan dan Industri.

Hanya saja ada perbedaan “tempat pendaftaran” itu menurut KUHD, UU

Nomor 1 Tahun 1995, dan UU PT. Jika dalam KUHD tempat pendaftarannya di

Panitera Pengadilan Negeri, maka di bawah UU Nomor 1 Tahun 1995 tempat

pendaftarannya di Kantor Pendaftaran Perusahaan Kementerian Perdagangan

dan Industri. Kedua penyelenggaraan pendaftaran itu harus dilakukan oleh

Direksi. Sementara itu UU PT menentukan tempat pendaftaran itu Kementerian

Hukum dan HAM sendiri di bawah Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)

dan yang wajib melakukan pendaftaran itu tidak lagi oleh Direksi melainkan

otomatis oleh Menteri Hukum dan HAM.

Demikian pula maksud diumumkannya dalam Tambahan Berita Negara

tersebut adalah bentuk dari permakluman kepada publik agar dapat diketahui

oleh publik, hanya saja dengan satu perbedaan yang tajam di bawah UU PT.

Jika di bawah KUHD dan UU Nomor 1 Tahun 1995, yang wajib mengumumkan

dalam Tambahan Berita Negara itu adalah pihak Direksi dari perseroan,

sebaliknya dalam UU PT yang wajib mengumumkan itu bukan lagi Direksi

melainkan wajib dilakukan oleh Menteri (vide Pasal 30 UU PT).

Maksudnya adalah agar masyarakat, khususnya pihak ketiga dapat

mengetahui ketentuan-ketentuan anggaran dasar PT. hal ini erat hubungannya

dengan ajaran ultra vires yang berlaku di Indonesia, apabila pengurus dalam

menunaikan tugasnya itu bertentangan dengan ketentuan dalam anggaran

dasar, maka menjadi tanggung jawab pribadi pengurus. Dalam hal demikian,

maka pihak ketiga bisa menjadi dirugikan, yaitu pihak ketiga menjadi tidak dapat

menagih kepada harta kekayaan perseroan melainkan hanya kepada pribadi

pengurus. Belum tentu pengurus itu pemegang saham. Karena itu penting sekali

bagi pihak ketiga untuk mengetahui anggaran dasar perseroan, agar dapat

mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh

pengurus menurut anggaran dasar perseroan dalam hubungan dengan itulah

penting sekali diumumkannya anggaran dasar PT.

2) Wajib Daftar Perusahaan

Sebenarnya jauh sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1995 telah

ada UU WDP. Sebenarnya apa yang diatur oleh UU WDP itu sama sekali tidak

ada hubungannya dengan hukum perseroan. Adanya UU WDP jauh sebelum

Page 81: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

70 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

adanya UU Nomor 1 Tahun 1995.

Menurut Pasal 5 UU WDP, setiap perusahaan mendaftarkan diri dalam

Daftar Perusahaan (yang diselenggarakan oleh Kementrian Perdagangan dan

Perindustrian), termasuk pula untuk Firma, CV, atau bentuk badan usaha

lainnya. Menurut Pasal 6 UU WDP, diperkecualikan untuk Perjan dan

Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan secara pribadi pengusaha sendiri

atau dengan memperkerjakan hanya anggota sendiri yang terdekat serta tidak

memerlukan izin usaha dan tisdak merupakan suatu badan hukum atau suatu

persekutuan.

Menurut Bab III UU WDP, diancam dengan pidana penjara selama-

lamanya 3 (tiga) bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp.3.000.000,- (tiga

juta rupiah) bagi setiap perusahaan yang lalai memenuhi pendaftaran ini.

Menjadi pertanyaan apa tujuan dan sasaran UU WDP tersebut? Dalam

Pasal 2 undang-undang yang bersangkutan dinyatakan bahwa tujuan dari

Perndaftaran Perusahaan ini adalah untuk mencatat bahan-bahan

keterangan yang diperbuat secara benar dari suatu perusahaan dan

merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang

berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tetang

perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan dalam rangka

menjamin kepastian usaha. Jadi, objek dari undang-undang ini lebih

bersifat keperluan administratif Pemerintahan agar terdapat cukup data

tersedia sebagai bahan dalam Pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan.

Sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1995, yang berlaku adalah

KUHD. Menurut KUHD, pendaftaran perseroan sebagai pengumuman kepada

khalayak itu dilangsungkan melalui pendaftaran pada Kepaniteraan Pengadilan

Negeri (vide urain No. 84). Pada waktu menyusun rancangan UU 1995, terpetik

pemikiran dari perancang UU Nomor 1 Tahun 1995, demi efisiensi menganggap

tidak sekaligus dimanfaatkan wadah yang telah tersedia, yaitu lembaga

Pendaftaran Perusahaan yang berdasarkan UU WDP tersebut sekaligus

dimanfaatkan untuk Pendaftaran Perseroan sebagai wadah pula untuk

pemakluman pendirian PT. berdasarkan pemikirian inilah, maka ditentukan

dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1995 bahwa Pendaftaran

Perseroan untuk pengumuman kepada khalayak itu harus dilangsungkan pada

Daftar Perusahaan, dengan penjelasan dalam pasal ini bahwa yang dimaksud

dengan Pendaftaran Perusahaan tersebut adalah Daftar Perusahaan

Page 82: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

71 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

sebagaiman dimaksud dalam UU WDP.

Kemudian terdapat pemikiran lain di antara perancang UU PT.

Tampaknya dirasakan lebih efisien agar Pendaftaran Perseroan itu dilakukan

tersendiri di bawah Kementerian Hukum dan HAM sendiri, terlepas dan tidak

lagi digabungkan dengan Pendaftaran Perusahaan sebagaimana dimaksud oleh

UU WDP. Dalam hubungan dengan itulah, maka dalam UU PT dinyatakan

pengumuman tersebut harus dilakukan melalui Daftar Perseroan yang

diselenggarakan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Dalam hubungan dengan apa yang terurai di atas, perlu diingatkan

demikian kita harus bisa membeda-bedakan dan memilah-milah apa yang

dimaskud dengan “Pendaftaran Perseroan” dan “Pendaftaran Perusahaan”.

“Pendaftaran Perseroan” merupakan pengertian di bawah UU PT sedang

”Pendaftaran Perusahaan” merupakan pengertian di bawah UU WDP.

Bagaimana Manakala Pendaftaran Perseroan Tidak Dipatuhi Terlebih dahulu

patut kita pertanyakan siapa yang berkewajiban melakukan Pendaftaran

Perseroan tersebut?

Dalam sistem UU Nomor 1 Tahun 1995, sebagaimana tercermin dari

Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1995, yang berkewajiban melangsungkan

pendaftaran itu adalah Direksi dengan ancaman manakala Direksi lalai, maka

Direksi bertanggung jawab renteng atas segala perbuatan yang dilakukan oleh

perseroan. Tetapi sama sekali lain menurut sistem UU PT. Sebagaimana

menurut Pasal 29 UU PT, yang menyelanggrakan dan memelihara pendaftaran

pada Daftar Perseroan itu adalah Menteri. Demikian bukan lagi tanggung jawab

Direksi, karena ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab Direksi dalam

Pendaftaran Perseroan, sudah dihapus tidak lagi diatur dalam UU PT.

Page 83: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

72 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

4.1.5. Keberlakukan UU WDP setelah otonomi daerah

UU WDP sebagai suatu ketentuan perundang-undangan di Indonesia tetap

berlaku meskipun pada saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia telah

memasuki era otonomi daerah. Selama tidak ada ketentuan peraturan setingkat

perundang-undangan yang mengubah ataupun mencabut suatu undang-undang,

maka undang-undang tersebut sah dan mengikat secara hukum. Salah satu latar

belakang utama dari penurunan yang sangat drastis terhadap pendaftaran

perusahaan adalah dikarenakan dua hal utama, yakni:

a. Dinamika alur koordinasi kerja antara pusat dengan daerah yang kurang

maksimal, yang merupakan bagian dari konsekuensi otonomi daerah;

b. Penafsiran terhadap pendaftaran perusahaan berdasarkan UU PT yang

tendensinya adalah mengesampingkan penundukan perusahaan berbentuk

perseroan terbatas kepada UU WDP.

Terhadap kendala pertama lebih bersifat terhadap kendala teknis alur

koordinasi antara pusat dengan daerah. Kendala ini timbul salah satunya

dikarenakan adanya pola-pola administrasi pendaftaran perusahaan yang tidak

sepenuhnya menggunakan pedoman yang bersifat seragam. Meskipun sebelumnya

Kementerian Perdagangan telah memiliki suatu sistem yang dinilai cukup untuk

menyerap permasalahan yang bersifat teknis. Pada bagian telaah normatif ini tidak

akan disinggung lebih jauh tentang aspek teknis dimaksud.

UU PT sebagai isu pokok dalam kajian ini dikarenakan hingga saat ini

bentuk perusahaan yang memiliki pola administrasi yang sangat baik adalah

perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Selain daripada itu bentuk perseroan

terbatas merupakan salah satu wadah yang lebih banyak diminati oleh mayoritas

kalangan pengusaha. Berbeda dengan bentuk-bentuk perusahaan lain yang dikenal

dalam UU WDP. Kembali kepada teknis pendaftaran perusahaan, maka dapat

disampaikan bahwa perusahaan selain perseroan terbatas, lazimnya tidak memiliki

suatu kerangka acuan pendaftaran perusahaan selain daripada yang ditentukan

dalam UU WDP. Sedangkan, terhadap bentuk-bentuk perusahaan yang sederhana

yang juga ditentukan untuk tunduk kepada UU WDP terkendala pula dengan

ketidakpahaman dari masing-masing individu pengusaha akan adanya suatu aturan

perundang-undangan yang harus dipenuhi olehnya. Secara sederhana dapat

dijadikan sebagai pembanding, yang menurut hemat kami relevan, yaitu usaha

Page 84: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

73 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

perorangan belum tentu memiliki NPWP. Padahal itu merupakan kewajiban yang

harus dipenuhinya. Jika dibandingkan dengan sosialisasi kewajiban memiliki NPWP

bagi pengusaha dengan kewajiban daftar perusahaan berdasarkan UU WDP jelas

sangat berbeda. Namun demikian tetapi tingkat ketaatan hukum masyarakat dan

pemahamannya menjadikan aktualisasi dari peraturan tersebut tidak terlaksana

secara maksimal.

Menunjuk dan berdasarkan pada keterangan yang disampaikan oleh Rudhi

Prasetya, dimana beliau adalah salah seorang guru besar di Universitas Airlangga,

khususnya untuk bidang hukum perusahaan, tegas menyatakan bahwa tujuan dari

Pendaftaran Perusahaan ini adalah untuk mencatat bahan-bahan keterangan yang

diperbuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan sumber informasi

resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta

keterangan lainnya tetang perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan

dalam rangka menjamin kepastian usaha. Jadi, objek dari undang-undang ini lebih

bersifat keperluan administratif Pemerintahan agar terdapat cukup data tersedia

sebagai bahan dalam Pemerintah mengambil kebijakan-kebijakan.

Melalui pendapat beliau tampak jelas upaya untuk mereposisi pemahaman

terhadap perbedaan tujuan dari pendaftaran perusahaan dan pendaftaran

perseroan. Tujuan dari pendaftaran perusahaan adalah tidak semata-mata untuk

wacana publisitas tetapi juga untuk mengetahui hal-hal yang bersifat spesifik terkait

dengan macam dan jenis usaha yang ada di Indonesia. Hal ini sama sekali berbeda

dengan tujuan dari pendaftaran perseroan yang hanya terbatas untuk pemenuhan

asas publisitas.

UU WDP ada sebagai instrumen untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan

pada sektor rill dunia usaha, misalnya terhadap pertanyaan antara lain: (a) ada

berapa banyak perusahaan yang bergerak disektor budidaya tiram di wilayah

kepulauan Maluku dan Papua; (b) bagaimana kapasitas produksi perusahaan

otomotif di Indonesia per tahunnya; (c) berapa banyak perusahaan yang melakukan

kegiatan distribusi gula di seluruh Indonesia; (d) dan lain sebagainya. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut tidaklah mungkin untuk diklarifikasikan kepada Kementerian

Hukum dan HAM. Terlebih lagi tujuan dari inventarisir pertanyaan tersebut adalah

untuk memberikan wawasan terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi riil di

Indonesia, maupun dalam rangka untuk melakukan eksplorasi peluang usaha pada

tingkat domestik maupun peluang kerjasama dengan pihak investor asing yang

akan menanamkan modalnya di sektor-sektor usaha yang menarik minatnya.

Page 85: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

74 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Ketidakadaan data tersebut akan menimbulkan permasalahan dalam mengawal

pergerakan roda perekonomian nasional. Bahkan, idealnya dengan menggunakan

pola pendaftaran perusahaan ini dapat diidentifikasi awal terhadap bentuk-bentuk

usaha yang termasuk dalam lingkup kartel, monopoli dan jenis-jenis persaingan

usaha tidak sehat lainnya.

Undang-undang sebagai perangkat dari hukum administrasi negara adalah

perangkat hukum positif yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Apabila menelaah

dari keberadaan UU WDP, maka diwajibkan kepada seluruh perusahaan yang

termasuk didalamnya ketentuan UU WDP untuk tunduk dan taat pada isi peraturan

perundang-undangan tersebut. Tanpa terkecuali terhadap perusahaan berbentuk

perseroan terbatas. Artinya adalah UU WDP tidak hanya semata-mata untuk tujuan

publisitas belaka, melainkan ada tujuan dan maksud yang lebih luas lagi terhadap

pembangunan perekonomian negara. Oleh karenanya anggapan bahwa terhadap

perseroan terbatas hanya diharuskan untuk taat pada ketentuan Pasal 29 UU PT,

maka terhadap pemahaman tersebut perlu untuk ditata ulang. Penataan ulang

terhadap pemahaman tersebut juga sebenarnya kembali untuk kepentingan

perseroan terbatas. Selain daripada itu pemikiran terlalu banyak birokrasi yang

harus dipenuhi oleh perusahaan berbentuk perseroan terbatas juga perlu dikikis

dengan dasar pemikiran bahwa suatu kebijakan perundang-undangan haruslah

dipenuhi dan ditaati apabila para pengusaha ingin melakukan kegiatan usaha di

Indonesia. Karena undang-undang berupaya untuk menciptakan suatu iklim

ketertiban dan keteraturan usaha serta berupaya untuk lebih meningkatkan

perekonomian bangsa. Apabila suatu perseroan terbatas melanggar ketentuan

undang-undang, maka hal terhadapnya dapat dikategorikan telah melakukan

pelanggaran terhadap doktrin ultra vires.

Pelaksanaan pendaftaran perusahaan yang diberikan wewenangnya kepada

KPP Kabupaten/Kota/Kotamadya atau Kantor Dinas/Suku Dinas sekaligus juga

sebagai salah satu bagian dari pembagian urusan pemerintahan di bidang

perdagangan kepada pemerintah daerah provinsi yang selanjutnya mendelegasikan

kembali urusan tersebut kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, sebagaimana

diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dalam Lampiran DD PP No. 38 tahun

2007, disebutkan sebagai berikut:

Page 86: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

75 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

a. Pemerintah Pusat memiliki tugas untuk Penetapan pedoman, pembinaan

Sumber Daya Manusia (SDM), koordinasi, pengendalian, pengawasan

penyelenggaraan dan penyajian informasi wajib daftar perusahaan skala

nasional.

b. Pemerintah Daerah Provinsi memiliki tugas untuk melakukan Koordinasi,

pengendalian, pengawasan, pelaporan dan penyajian informasi hasil

penyelenggaraan wajib daftar perusahaan skala provinsi.

c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memiliki tugas untuk melakukan

Pengawasan, pelaporan pelaksanaan dan penyelenggaraan serta

penyajian informasi pelaksanaan wajib daftar perusahaan skala

kabupaten/kota.

Selanjutnya mengenai kewajiban pelaporan disebutkan dalam Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor 37/M-DAG/PER/9/2007 Tentang Penyelenggaraan

Pendaftaran Perusahaan Pasal 8, bahwa:

a. Laporan penyelenggaraan pendaftaran perusahaan Tingkat Pusat

disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal per tahun. Tingkat

Provinsi disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada KPP

Pusat per semester, dan Tingkat Kabupaten/Kota/Kotamadya

menyampaikan laporan penyelenggaraan dan pelaksanaan pendaftaran

perusahaan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada KPP Provinsi

dan KPP Pusat per bulan.

b. Penyelenggara pendaftaran perusahaan Tingkat

Kabupaten/Kota/Kotamadya harus menyampaikan laporan penyelenggaraan

dan pelaksanaan wajib daftar perusahaan kepada KPP Provinsi dan KPP

Pusat berupa:

1) Laporan penyelenggaraan pendaftaran perusahaan; dan

2) Tembusan pengesahan formulir.

c. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat

dilakukan secara manual atau elektronik.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa setiap perusahaan

Page 87: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

76 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

(kecuali yang berbentuk Perjan dan perusahaan perseorangan) wajib didaftarkan

dalam daftar perusahaan. Pendaftaran tersebut dilakukan di KPP

Kotamadya/Kabupaten/Kota atau Kantor Dinas/Suku Dinas yang berwenang di

bidang perdagangan. Selanjutnya setiap penyelenggara pendaftaran perusahaan

tingkat kabupaten/kota/kotamadya harus menyampaikan laporan penyelenggaraan

dan pelaksanaan wajib daftar perusahaan berbentuk laporan penyelenggaraan

pendaftaran perusahaan dan tembusan pengesahan formulir kepada KPP Provinsi

dan KPP Pusat. Pelaporan tersebut merupakan amanat yang disampaikan dalam

Peraturan Menteri Perdagangan.

Peraturan Menteri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (2) UU No.

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diakui

keberadaannnya dan mempunyai hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan. Artinya kewajiban pelaporan tersebut sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Perdagangan bersifat diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat, karena merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari UU

WDP, dan kewajiban pelaporan tersebut harus dilaksanakan oleh KPP

kabupaten/kota/kotamadya dengan tembusan kepada KPP Provinsi dan KPP Pusat,

meskipun tidak ada sanksi yang diberikan atas kelalaian pelaporan tersebut.

Kewajiban daerah untuk mentaati semua peraturan perundang-undangan

tentang wajib daftar perusahaan yang telah dibuat ditingkat pusat (tingkat yang lebih

tinggi) adalah sesuatu yang harus selalu dijadikan pedoman dalam tata laksana

peraturan perundang-undangan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam

Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan disebutkan, bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan

terdiri atas:

a. UUD 1945

b. Ketetapan MPR

c. UU / Perpu

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Page 88: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

77 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 menyebutkan, bahwa

yang dimaksud dengan hierarki dalam ketentuan ini adalah penjenjangan setiap

jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain yang telah disebutkan di atas, dalam

Pasal 8 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan disebutkan, bahwa peraturan Menteri merupakan salah satu

jenis peraturan selain yang telah ditetapkan dalam hierarki peraturan perundang-

undangan.48

Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat (2) disebutkan, bahwa peraturan perundang-

undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (1) diakui keberadaannya dan

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Dan yang dimaksud dengan berdasarkan kewenangan adalah penyelenggaraan

urusan tertentu pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Sekalipun peraturan Menteri tidak tercantum dalam hierarki peraturan

perundang-undangan sepanjang apa yang dimuat dalam peraturan Menteri tersebut

merupakan pelaksanaan apa yang diamanatkan oleh UU, maka peraturan menteri

tersebut diakui keberadaannya dan mempunyai sifat mengikat. Dalam UU WDP

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Menteri adalah Menteri yang

bertanggung jawab dalam bidang perdagangan. Dalam pelaksanaan wajib daftar

perusahaan, adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-

DAG/PER/9/2007 Tentang Penyelenggaran Pendaftaran Perusahaan merupakan

pelaksanaan apa yang dimuat dalam UU No. 3/1982 Tentang Wajib Daftar

Perusahaan. Hal tersebut misalnya dapat dilihat pada pasal-pasal yang dimuat

dalam UU WDP, sebagai berikut:

a. Pasal 9 ayat (1) : Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir

pendaftaran yang ditetapkan oleh menteri pada kantor

48 Jenis Peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, menteri, badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau atas perintang Undang-Undang, DPRD Provinsi, Gubernur, DPRD Kabupaten, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Page 89: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

78 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

tempat pendaftaran perusahaan.

b. Pasal 17 : Hal-hal lain yang wajib didaftarkan sepanjang belum

diatur dalam Pasal-pasal 11, 12, 13, 14, 15, dan 16

Undang-Undang ini diatur lebih lanjut oleh Menteri.49

c. Pasal 18 : Menteri bertanggungjawab dalam penyelenggaraan

Daftar Perusahaan.

d. Pasal 19 : Menteri menetapkan tempat-tempat kedudukan dan

susunan kantor-kantor pendaftaran perusahaan serta

tata cara penyelenggaraan Daftar Perusahaan.

e. Pasal 24 : Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 20, 21, dan

22 Undang-Undang ini ditetapkan oleh Menteri.50

f. Pasal 31 : Besarnya biaya administrasi untuk memperoleh

salinan atau petikan resmi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 Undang-Undang ini ditetapkan oleh

Menteri.

g. Pasal 38 : Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam

Undang-Undang ini diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Dengan demikian karena Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 37/M-

DAG/PER/9/2007 Tentang Penyelenggaran Pendaftaran Perusahaan merupakan

pelaksanaan dari UU WDP, maka peraturan Menteri perdagangan tersebut diakui

keberadaannya dan bersifat mengikat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa peraturan perundang-

undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Dan dalam pelaksanaan UU WDP, peraturan daerah harus melaksanakan dan

menjadi perpajangan tangan dari apa yang telah ditetapkan dalam UU WDP dan

peraturan pelaksanaan lainnya, termasuk Peraturan Menteri Perdagangan Nomor

37/M-DAG/PER/9/2007 Tentang Penyelenggaran Pendaftaran Perusahaan.

49 Pasal 11, 12, 13, 14, 15 dan 16 UU WDP mengatur mengenai hal-hal yang wajib didaftarkan. Pasal 11 bila berbentuk Perseroan Terbatas. Pasal 12 apabila berbentuk koperasi. Pasal 13 apabila berbentuk persekutuan komanditer. Pasal 14 apabila berbentuk persekutuan firma. Pasal 15 Apabila perusahaan berbentuk perorangan. Pasal 16 Apabila perusahaan berbentuk usaha lainnya di luar dari pada sebagaimana dimaksud dalam Pasal-pasal 11, 12,13, 14 dan 15. 50 Pasal 20 UU WDP menyebutkan, bahwa Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima formulir pendaftaran yang telah diisi, pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan menetapkan pengesahan atau penolakan.

Page 90: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

79 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Pemerintah Daerah harus membuat kebijakan yang tidak bertentangan dengan UU

WDP dan peraturan Menteri perdagangan dimaksud. Selain itu pemerintah daerah

propinsi dan kota juga wajib melakukan pelaporan terhadap pelaksaanaan kegiatan

pendaftaran dengan melampirkan tembusan pengesahan formulir pendaftaran

perusahaan, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan

Nomor 37/M-DAG/PER/9/2007 Tentang Penyelenggaran Pendaftaran Perusahaan.

4.2. Efektifitas Implementasi UU WDP di Era Otonomi Daerah

4.2.1. Identifikasi Masalah

a. Masalah umum

Salah satu tujuan dari wajib daftar perusahaan sebagaimana

diamanatkan dalam Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan Republik

Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP)

adalah mencatat semua informasi perusahaan secara benar sehingga dapat

dijadikan informasi resmi semua pihak yang berkepentingan. Dalam

implementasinya ternyata banyak mengalami hambatan, hal ini teridentifikasi

dari jumlah perusahaan yang mendaftarkan mengalami penurunan. Tahun

2006 tercatat jumlah perusahaan yang mendaftarkan perusahaannya terkait

WDP tercatat 104.380 perusahaan dan tahun 2012 hanya 898 perusahaan.

Banyak faktor yang menyebabkan kepatuhan perusahaan untuk

mendaftarkan perusahaannya. Berdasarkan diskusi dengan berbagai

stakeholder dan studi literatur, permasalahan terkait tanda daftar

perusahaan dapat dilihat pada Sub Bab identifikasi dan perumusan masalah.

b. Persepsi Pelaku Usaha Terkait Wajib Daftar Perusahaaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner yang

dilakukan di daerah survey terhadap pelaku usaha (38 pelaku usaha wajib

TDP dan 22 pelaku usaha yang tidak wajib) terkait UU WDP diperoleh profil

seperti terlihat pada gambar 4.2, 4.3 dan 4.4.

Page 91: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

80 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Gambar 4.2.

Pengetahuan Pelaku Usaha Terkait Wajib Daftar Perusahaan

92%

5% 3%

Mengetahui adanya WDP

ya

tidak

tidak menjawab

Sumber : Data Primer (2013) diolah

Dari hasil wawancara terkait pengetahuan pelaku usaha tentang

adanya ketentuan pendaftaran perusahaan sebanyak 55 responden atau

92% menjawab mengetahui adanya ketentuan pendaftaran perusahaan,

sebanyak 3 responden atau 5% menjawab tidak mengetahui dan sebanyak

2 responden atau 3% tidak menjawab. berdasarkan informasi dari gambar

3.1 maka dapat dikatakan bahwa pelaku usaha sebagian besar telah

mengetahui ketentuan pendaftaran perusahaan.

Gambar 4.3.

Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar perusahaan

(kelompok persekutuan perdata, firma, CV, PT, Koperasi dan Yayasan)

Sumber : Data Primer (2013) diolah

92%

8%

Kelompok persekutuan perdata , firma, CV, PT, Koperasi dan Yayasan yang melakukan Tanda Daftar Perusahaan

ya

tidak

Page 92: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

81 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Berdasarkan dari gambr 4.3, dari 38 Pelaku usaha yang wajib melakukan

TDP terdapat 92% atau 35 responden yang telah melakukan TDP namun

masih terdapat 8% atau 3 responden yang belum melakukan TDP

Gambar 4.4.

Pelaku usaha yang telah melakukan tanda daftar perusahaan

(perusahaan perseorangan)

Sumber : Data Primer (2013) diolah

Berdasarkan gambar 4.4 dari 22 Pelaku usaha yang tidak wajib melakukan

TDP terdapat 27% atau 6 responden yang telah melakukan TDP dan

terdapat 73% atau 16 responden yang tidak melakukan TDP

c. Identifikasi masalah di daerah penelitian

Penggalian identifikasi masalah terkait dengan semakin rendahnya

kesadaran pelaku usaha untuk mendaftarkan perusahaannya, selain dengan

cara survey juga dengan melakukan diskusi mendalam dengan stakeholder

(kantor perijinan, Dinas Perindag, BKPMD, Notaris) di daerah, diskusi

ditingkat pusat dengan berbagai lembaga (kantor perijinan, Dinas Perindag

Prop. DKI Jakarta, BKPM, Notaris, Direktorat Bina Usaha Perdagangan,

Pusat Data dan Informasi BPPKP).

Masalah-masalah yang tergali dari hasil diskusi tersebut adalah

sebagai berikut :

1) Lemahnya kekuatan hukum Kementerian Perdagangan untuk

meminta data dari daerah.

27%

73%

Kelompok perusahaan perseorangan yang melakukan Tanda Daftar Perusahaan

ya

tidak

Page 93: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

82 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

2) Surat Keputusan Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

(PTSP) tidak mencantumkan Dinas Perdagangan sebagai organisasi

penanggung jawab data WDP.

3) Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 mengatur bahwa Bupati/Walikota

mendelegasikan kewenangan penandatanganan perizinan dan non

perizinan kepada Kepala Penyelenggara PTSP. Pendelegasian

tersebut membuat Dinas Perdagangan Provinsi menjadi lebih panjang

jalur koordinasinya.

4) Perusahaan menganggap WDP tidak penting karena perusahaan tidak

mendapatkan manfaat langsung dari melakukan daftar perusahaan

5) Jumlah dan kemampuan SDM untuk menginput data WDP terbatas.

6) Kesadaran tertib administrasi dari pelaku usaha rendah.

7) Formulir pendaftaran perusahaan terlalu rumit.

8) Cabang perusahaan di daerah tidak mendaftarkan perusahaannya

karena menganggap cukup hanya mendaftarkan perusahaan

pusatnya.

9) Identitas Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) di TDP

berbeda dengan identitas Kelompok Lapangan Usaha (KLU) Wajib

Pajak.

10) Format laporan yang dilaporkan ke pusat dan software sistem dari

masing-masing daerah berbeda.

11) Pelaku usaha mendaftarkan perusahaan berkali-kali dengan jenis

usaha yang berbeda.

12) Pada UU PT tidak disampaikan dengan jelas mengenai PT wajib

melakukan pendaftaran.

13) Validasi data perusahaan belum dilakukan.

14) Sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi WDP yang

dibangun memiliki kekurangan sejak awal dimana tidak terkoneksi

antar level organisasi pengelola WDP

15) Sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi WDP yang ada

belum mampu mendeteksi pendaftaran perusahaan berulang.

16) Tidak ada insentif kepada lembaga pengelola yang melakukan tertib

administrasi.

17) Adanya penafsiran hukum yang berbeda terhadap peraturan

perundang-undangan terkait pendaftaraan perusahaan.

Page 94: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

83 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

18) Sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi WDP masih

bersifat manual dalam penomoran dan validasi data.

19) KLU yang ada di kementerian perdagangan berbeda dengan

kemenhumham dan BKPM.

d. Rumusan masalah hasil FGD

Dari berbagai permasalahan yang teridentifikasi tersebut di atas,

yang kemudian di verifikasi melalui diskusi dengan stakeholder (diskusi

tahap 1) dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) pokok permasalahan yaitu :

1) Implementasi sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi

WDP yang disediakan oleh Kementerian Perdagangan saat ini belum

optimal karena :

a) Tidak mampu mengelola nomor penerbitan TDP secara otomatis,

b) Tidak terintegrasi antar level organisasi pengelola data WDP,

c) Tidak memiliki kemampuan untuk memvalidasi keakuratan data

secara otomatis dan

d) Tidak memiliki kemampuan untuk mengintegrasi dengan sistem

yang dibangun oleh PTSP.

2) UU WDP secara hukum telah mengalami distorsi dari peraturan

perundang-undangan lainnya sehingga mengubah pemahaman hukum

terutama tentang kewajiban untuk melakukan WDP khususnya PT.

Dasar hukum mengenai Lembaga/institusi tempat mendaftar dan

tanggung jawab dari lembaga pengelola data WDP (pemerintah pusat,

pemerintah provinsi, pemerintah Kota/kabupaten dan Kantor

Pendaftaran Perusahaan) juga telah mengalami distorsi sehingga tidak

tegas menunjukkan tanggung jawabnya.

3) Kurangnya kemampuan dan jumlah Sumber Daya Manusia pengelola

WDP terutama di bidang pendaftaran, pengelola data base, pengolah

data, penganalisa data dan PPNS-WDP.

Page 95: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

84 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

4.2.2. Identifikasi Tujuan kebijakan

Dari hasil diskusi dapat difokuskan bahwa penyebab kurang

optimalnya data TDP selama ini disebabkan oleh jaringan aplikasi, masalah

hukum dan sumber daya manusianya, maka rumusan identifikasi tujuan

adalah :

1) Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang

mampu menghasilkan data valid, akurat dan mudah pengoperasiannya

di semua tingkat organisasi pengelola WDP (pemerintah pusat,

pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten, KPP/Dinas/PTSP)

2) Memberi kepastian hukum bahwa UU WDP dapat diimplementasikan

dengan baik dalam era otonomi daerah

3) Membangun sistem pendidikan SDM WDP (petugas pendaftaran,

pengelola data, penganalisa data)

Analisis RIA kali ini hanya memfokuskan pada tahap penyelesaian

permasalahan pertama yaitu implementasi jaringan dan program aplikasi

WDP. Oleh karena itu pada tahapan berikutnya (diskusi tahap 2) hanya

membahas masalah terkait dengan jaringan dan aplikasi saja.

4.2.3. Identifikasi alternatif penyelesaian masalah

Pada tahap ini dilakukan dengan identifikasi terhadap berbagai

alternatif tindakan baik berupa tindakan regulasi maupun non regulasi untuk

mengatasi masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Untuk

mendapatkan alternatif tindakan terpilih, selanjutnya dimasukkan dalam list

atau daftar untuk dilakukan proses screening.

Page 96: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

85 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Tabel 4.1.

Berbagai Alternatif Solusi Tindakan

No Alternatif Solusi Keterangan

1 Menggunakan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada ( do nothing )

Non regulasi 2 Memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada ( perbaikan dari yang ada)

3 Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang baru ( mem-bangun baru)

4 Tidak melakukan perubahan regulasi

Regulasi

5 Mengeluarkan Permendag tentang tanggung jawab pengadaan sistem di tingkat provinsi dan kota/kabupaten

6

Mengeluarkan Permendag tentang tanggung jawab pengadaan sistem di tingkat provinsi dan kota/kabupaten dengan bantuan dari pusat

Sumber : hasil analisa RIA

Dari proses screening akan dihasilkan alternatif yang superior atau

dianggap paling tepat. Pertimbangan yang sering digunakan dalam proses

screening adalah :

1) Legalitas : apakah pemerintah berhak secara legal melakukan

tindakan tersebut.

2) Biaya : berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan

tindakan tersebut termasuk kerugian yang ditanggung.

3) Dampak terhadap masyarakat : seberapa besar pengaruhnya terhadap

masyarakat.

4) Visibilitas dan kemungkinan mencapai sasaran : seberapa jauh

tindakan tersebut membantu pemerintah mencapai tujuan.

5) Hambatan terhadap persaingan usaha yang sehat : mengukur

seberapa besar menghambat persaingan usaha.

Page 97: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

86 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Dengan menggunakan scoring akan terlihat alternatif terpilih yaitu

yang memiliki nilai total score paling besar.

Tabel 4.2.

Screening Terhadap Alternatif Tindakan

No Alternatif Solusi Legalitas Biaya Dampak Hambatan pencapaian

tujuan Total

1 Menggunakan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada ( do nothing )

0 -1 -1 -4 1 -5

2

Memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada ( perbaikan dari yang ada)

0 -3 4 0 4 5

3 Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang baru ( membangun baru)

0 -2 3 -1 3 3

4 Tidak melakukan perubahan regulasi 0 -1 1 -3 1 -2

5 Mengeluarkan Permendag tentang tanggung jawab pengadaan sistem di tingkat provinsi dan kota/kabupaten

-2 -2 2 -2 2 -2

6

Mengeluarkan Permendag tentang tanggung jawab pengadaan sistem di tingkat provinsi dan kota/kabupaten dengan bantuan dari pusat

-1 -3 2 -2 2 -2

Sumber : hasil analisa RIA

Page 98: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

87 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Dari proses screening, terpilih 2 (dua) alternatif yang dianggap paling

ideal untuk menyelesaikan permasalahan WDP sebagaimana dirumuskan

sebelumnya, yaitu :

1) Memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program

aplikasi WDP yang ada (perbaikan dari yang ada).

2) Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang

baru (membangun baru).

3) Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar biaya maupun

manfaatnya kedua alternatif terpilih dan pilihan do nothing dilakukan

analisis biaya manfaatnya.

4.2.4. Analisis Manfaat dan Biaya (soft cost-benefit analysis)

Pada analisis biaya manfaat , akan dianalisis 3 (tiga) opsi yaitu do

nothing, memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program

aplikasi WDP yang ada (perbaikan dari yang ada) dan membangun jaringan

komputerisasi dan program aplikasi WDP yang baru

(membangun baru). Manfaat yang paling besar setelah dibandingkan

dengan biayanya akan menjadi pilihan sebagai alternatif penyelesaian

masalah WDP. Untuk menghitung biaya dan manfaat dilakukan secara

kualitatif dengan memberi scor positip dan negatip saja mengingat data

secara kuantitatif relatif sulit di dapatkan. Kemudian indikator biaya dan

manfaat dari masing-masing alternatif 1, 2 dan 3 menggunakan indikator

yang relatif sama.

a. Menggunakan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP

yang ada sekarang (alternatif 1)

Dengan menggunakan alternatif 1 (satu) yaitu menggunakan jaringan

komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada (do nothing)

diperoleh beberapa manfaat diantaranya : 1). Data daerah disampaikan

ke Kemendag walaupun belum dilakukan secara rinci (hanya jumlah

perusahaan berdasarkan PT, CV Koperasi dan lainnya). Untuk data

base yang isiannya lebih rinci pada umumnya tidak dikirimkan. 2).

Pelaku usaha maupun pihak yang berkepentingan dapat memanfaatkan

data tersebut walaupun belum maksimal.

Page 99: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

88 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Kemudian biayanya relatif besar yang meliputi : Pembelian sofware,

Pelatihan SDM pengelolan sofware di daerah dan pusat, biaya input di

daerah per tahun, biaya pengolahan di pusat dan biaya tim evaluasi.

Tabel 4.3.

Biaya manfaat menggunakan jaringan komputerisasi dan program aplikasi

WDP yang ada (do nothing)

No Indikator Kondisi Keterangan

A Manfaat

1 Data TDP per Kab/Kota tersedia di Pusat

+

Data TDP dari daerah disampaikan tidak rinci karena tidak semua daerah mengirim, yang dikirim bukan data base. Banyak daerah yang tidak memanfaatkan sistem aplikasi dari pusat karena sudah memiliki sistem aplikasi sendiri.

2 Pembinaan/pengambilan kebijakan Pemerintah lebih tepat sasaran

0 Pemerintah tidak memiliki peta lembaga usaha secara detail sehingga data TDP jarang dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan

3 Pelaku usaha dapat memanfaatkan data TDP sebagai peluang usaha

+ Pelaku usaha kurang maksimal memanfaatkan data TDP

4 Data tersedia secara tepat waktu

0

Data yang dikirim dari daerah tidak tepat waktu karena proses pengirimannya beragam (email maupun hardcopy). Di Pusat pengolahannya relatif terhambat karena menginput ulang.

Total Manfaat 2 +

B Biaya

1 Pembelian sofware -3 Harga software x jumlah kab/kota = cukup besar

2 Pelatihan SDM pengelolan Sofware di daerah dan Pusat

-3 Biaya dekon TDP (dimasukkan juga biaya input di daerah) plus lunsum ke daerah dalam rangka TDP

3 Biaya input di daerah per tahun

-3 Biaya petugas di daerah yang menginput

4 Biaya pengolahan di pusat

-1 Biaya petugas di pusat yang mengolah data

5 Biaya tim evaluasi -1 Biaya tim evaluasi di pusat

Total Biaya -11

Sumber : hasil analisa RIA

Page 100: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

89 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

b. Memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program

aplikasi WDP yang ada (perbaikan yang ada) (alternatif 2)

Dengan menggunakan alternatif 2 yaitu memaksimalkan penggunaan

jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada diperoleh

beberapa manfaat diantaranya : 1). Data daerah disampaikan ke

Kemendag dilakukan secara rinci karena aplikasi WDP di daerah sudah

diperbaiki sehingga mudah dioperasikan. Hal ini akan memotifasi

petugas daerah untuk menginput data base. 2). Pengambilan kebijakan

lebih tepat sasaran karena data yang terkirim lebih rinci dan semua

daerah termonitor. 3). Pelaku usaha dapat memanfaatkan TDP lebih

optimal. Peluang dan pesaing dapat tergambar dari data TDP. 4). Data

selalau tersedia tepat waktu karena perangkat yang ada lebih mudah

dioperasionalkan.

Kemudian biaya relatif lebih besar dibandingkan alternatif 1 (satu)

karena ada penambahan pelatihan SDM di daerah. Untuk biaya lainnya

menyangkut pembelian sofware, biaya input di daerah per tahun, biaya

pengolahan di pusat dan biaya tim evaluasi relatif sama.

Page 101: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

90 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Tabel 4.4.

Biaya manfaat memaksimalkan jaringan komputerisasi dan program

aplikasi WDP yang ada -perbaikan yang ada (Alternatif 2)

No Indikator Kondisi Ket.

A Manfaat

1 Data TDP per Kab/Kota tersedia di pusat

++ Data TDP dari daerah disampaikan secara rinci

2 Pembinaan/pengambilan kebijakan lebih tepat sasaran

+++ Pemerintah memiliki peta lembaga usaha sehingga pengambilan kebijakan menjadi lebih tepat

3

Pelaku usaha dapat memanfaatkan data TDP lebih optimal sebagai peluang usaha

+++ Pelaku usaha mendapatkan gambaran pesaing maupun peluang untuk berinvestasi

4 Data tersedia secara tepat waktu

+ Karena SDM di daerah lebih trampil

Total Manfaat 9+

B Biaya

1 Pembelian sofware -3 Harga software x jumlah kab/kota

2 Pelatihan SDM pengelolan Sofware di daerah dan Pusat

-4 (Jumlah Kab/Kota x 2 orang x 5 hari) + (Trnspot= jumlah kota/kab x tiket PP) + (lunsum)

3 Biaya input di daerah per tahun

-3 Jumlah TDP per daerah x biaya input

4 Biaya input di pusat -1 Biaya petugas di pusat

5 Biaya tim evaluasi -1 Tim evaluasi di pusat

Total Biaya -12

Sumber : hasil analisa RIA

c. Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP

yang baru-membangun yang baru (alternatif 3)

Dengan menggunakan alternatif 3 yaitu membangun jaringan

komputerisasi dan program aplikasi WDP yang baru diperoleh

beberapa manfaat manfaat yang hampir sama dengan alternatif 2.

Perbedaannya adalah data yang tersedia selalu yang terbaru karena

sistem jaringannya online. Kemudian biaya relatif lebih besar

dibandingkan alternatif 1 (satu) maupun 2 (dua) karena adanya

Page 102: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

91 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

pembelian sofware dan peralatannya, penyambungan online dan

pelatihan SDM.

Tabel 4.5.

Membangun jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang baru -

membangun baru (alternatif 3)

No Indikator Kondisi Ket.

A Manfaat

1 Data TDP per Kab/Kota tersedia ++ Data TDP dari daerah disampaikan secara rinci

2 Pembinaan/pengambilan kebijakan lebih tepat sasaran

+++ Pemerintah memiliki peta lembaga usaha sehingga pengambilan kebijakan menjadi lebih tepat

3 Pelaku usaha dapat memanfaatkan data TDP sebagai peluang usaha

+++ Pelaku usaha mendapatkan gambaran pesaing maupun peluang untuk berinvestasi

4 Data selalu terbaru +++ Karena online data selalu cepat tersaji

Total Manfaat 11 +

B Biaya

1 Pembelian sofware + Server -5 Harga software x jumlah kab/kota

2 Penyambungan online -3 Harga penyambungan per waktu/th

2 Pelatihan SDM pengelolan Sofware di daerah dan Pusat

-4 (Jumlah Kab/Kota x 2 orang x 5 hari) + (Transport= jumlah kota/kab x tiket PP) + (lunsum)

3 Biaya input di daerah per tahun -3 Jumlah TDP per daerah x biaya input

4 Biaya input di pusat -1 Biaya petugas di pusat

5 Biaya tim evaluasi -1 Biaya tim di pusat

Total Biaya -17

Sumber : hasil analisa RIA

4.2.5. Penentuan Opsi Terbaik

Berdasarkan analisis biaya manfaat, opsi yang dianggap paling tepat dalam

menyelesaikan permasalahan terkait data TDP adalah dengan menggunakan

alternative ke-2 yaitu memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan

program aplikasi WDP yang ada (perbaikan dari yang ada). Dengan menggunakan

alternatif ke-2 keunggulannya dibandingkan opsi lainnya antara lain biayanya relatif

Page 103: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

92 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

tidak terlalu besar dibandingkan dengan opsi pertama namun manfaatnya relatif

sama dengan opsi ketiga.

4.2.6. Konsultasi.

Konsultasi dilakukan dengan pihak terkait baik di daerah (Surabaya dan

Semarang) maupun di pusat (Jakarta). Konsultasi dilakukan pada berbagai pihak

terkait antara lain: di tingkat daerah terdiri dari Dinas Perindag, Kantor Perijinan

Satu Pintu, BKPMD dan Notaris khususnya dalam perumusan masalah. Di tingkat

pusat, konsultasi dilakukan pada antara lain Direktorat Bina Usaha Perdagangan,

Pusat Data dan Informasi BPPKP, BKPM, Dinas Perindag DKI Jakarta dikhususkan

dari perumusan masalah sampai tahap strategi implementasi. Diskusi dengan

stakeholder di tingkat pusat dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama dipaparkan

identifikasi masalah terkait dengan TDP di daerah dilanjutkan dengan perumusan

masalah, kemudian mengidentifikasi tujuan kebijakan dan merumuskan tujuan

kebijakan serta mengidentifikasi alternatif penyelesaian masalah dan merumuskan

alternatif penyelesaian masalah. Tahap kedua dipaparkan hasil analisis manfaat

dan biaya, kemudian menentukan opsi (alternatif) terbaik serta merumuskan strategi

implementasi kebijakan.

4.2.7. Perumusan Strategi Implementasi Kebijakan

Implementasi pada alternative ke-2 tersebut dilakukan dengan cara antara lain :

a. Pemerintah pusat mendata kembali daerah-daerah yang mengirimkan dan yang

tidak mengirimkan data TDP terbaru dalam bentuk softcopy maupun hardcopy.

Pendataan tersebut untuk mengatur strategi solusi bagi daerah yang mengirim

dan tidak setelah diidentifikasi penyebabnya.

b. Pelatihan serta pendampingan petugas pengelola WDP di daerah. Dengan

memodifikasi aplikasi WDP yang ada sehingga mempermudah petugas daerah

dalam menginput data, maka diperlukan peltihan bagi petugas di daerah.

c. Melakukan pendekatan kepada para pimpinan daerah dalam mengefektifan

pengelolaan WDP di daerah. Pendekatan kepada pemimpin di daerah sangat

diperlukan karena komitmen pimpinan daerah terhadap pendataan akan

berdampak pada kelancaran program WDP.

d. Melakukan koordinasi dan sosialisasi secara kontinyu dengan pengguna dan

pengelola WDP di daerah. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sering terjadi

perpindahan petugas di daerah.

Page 104: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

93 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

e. Mengadakan evaluasi secara berkala kepada lembaga yang bertanggungjawab

dalam mengelola WDP. Evaluasi sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan

terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul.

Page 105: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

94 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

a. Undang-undang sebagai perangkat dari hukum administrasi negara adalah

perangkat hukum positif yang harus dipatuhi dan dilaksanakan. Apabila

menelaah dari keberadaan UU WDP, maka diwajibkan kepada seluruh

perusahaan yang termasuk didalamnya ketentuan UU WDP untuk tunduk

dan taat pada isi peraturan perundang-undangan tersebut. Tanpa terkecuali

terhadap perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Artinya adalah UU

WDP tidak hanya semata-mata untuk tujuan publisitas belaka, melainkan

ada tujuan dan maksud yang lebih luas lagi terhadap pembangunan

perekonomian negara. Oleh karenanya anggapan bahwa terhadap

perseroan terbatas hanya diharuskan untuk taat pada ketentuan Pasal 29

UU PT (UU No.40 tahun 2007), maka terhadap pemahaman tersebut perlu

untuk ditata ulang.

b. Faktor otonomi daerah tidak dapat dijadikan dasar bagi daerah-daerah pada

tingkat propinsi untuk tidak melakukan fungsi pelaporan terhadap data-data

pendaftaran perusahaan kepada pemerintah pusat. Meskipun dalam

pelaksanaannya peraturan tersebut diatur lebih lanjut dalam kebijakan

pemerintah di bawah undang-undang. Perlu untuk diperhatikan bahwa

Peraturan menteri sebagaimana disebutkan dalam Pasal 8 ayat (2) UU No.

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

diakui keberadaannnya dan mempunyai hukum mengikat sepanjang

diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau

dibentuk berdasarkan kewenangan. Artinya kewajiban pelaporan tersebut

sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan bersifat diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena

merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari UU WDP, dan kewajiban pelaporan

tersebut harus dilaksanakan oleh KPP kabupaten/kota/kotamadya dengan

tembusan kepada KPP Provinsi dan KPP Pusat.

c. Selain perlu untuk diatur lebih lanjut tentang aspek teknis, perlu juga untuk

dipertimbangkan perihal kemungkinan untuk diterapkannya sanksi yang

lebih tegas kepada, baik perusahaan maupun pejabat publik yang

melakukan proses administrasi pendaftaran perusahaan, manakala hal

Page 106: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

95 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

tersebut tidak dilaksanakan. Selain daripada itu sebagai kebalikannya perlu

pula untuk diberikan pengaturan perihal insentif yang akan diberikan kepada

perusahaan dan pejabat publik yang telah melakukan proses administrasi

secara tertib dan benar.

d. Permasalahan yang terkait dengan belum optimalnya pendaftaran WDP di

daerah cukup banyak, namun secara umum dapat dikelompokkan menjadi

3 (tiga) pokok permasalahan yaitu :

1) Implementasi sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP

yang disediakan oleh Kementerian Perdagangan saat ini tidak mampu

mengelola nomor penerbitan TDP secara otomatis, tidak terintegrasi

antar level organisasi pengelola data WDP, tidak memiliki kemampuan

untuk memvalidasi keakuratan data secara otomatis dan tidak memiliki

kemampuan untuk mengintegrasi dengan sistem yang dibangun oleh

PTSP.

2) UU WDP secara hukum telah mengalami distorsi dari UU dan peraturan

perundang-undangan lainnya sehingga mengubah pemahaman hukum

terutama tentang kewajiban untuk melakukan WDP khususnya PT (UU

No.40 tahun 2007). Dasar hukum mengenai lembaga/institusi tempat

mendaftar dan tanggung jawab dari lembaga pengelola data WDP

(pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah Kota/kabupaten dan

Kantor Pendaftaran Perusahaan) juga telah mengalami distorsi sehingga

tidak tegas menunjukkan tanggung jawabnya.

3) Kurangnya kemampuan dan jumlah Sumber Daya Manusia pengelola

WDP terutama di bidang pendaftaran, pengelola data base, pengolah

data, penganalisa data dan PPNS-WDP.

e. Metoda RIA dalam penelitian ini hanya menganalisis permasalahan

lemahnya implementasi sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi

WDP, sehingga analisis selanjutnya menyangkut biaya manfaat dan strategi

implementasi hanya difokuskan pada masalah tersebut. Berdasarkan

analisis biaya manfaat, opsi yang dianggap paling tepat dalam

menyelesaikan permasalahan terkait implementasi jaringan adalah dengan

menggunakan opsi memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi

dan program aplikasi WDP yang ada (perbaikan dari yang ada). Pemilihan

menggunakan opsi tersebut karena memiliki keunggulannya dibandingkan

opsi lainnya antara lain biayanya relatif tidak terlalu besar dibandingkan

Page 107: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

96 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

dengan opsi pertama namun manfaatnya relatif sama dengan opsi ketiga.

Manfaat dari memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan

program aplikasi WDP yang ada antara lain : a) data TDP dari daerah

disampaikan secara rinci, b) Pemerintah memiliki peta lembaga usaha

sehingga pengambilan kebijakan menjadi lebih tepat, c) Pelaku usaha

mendapatkan gambaran pesaing maupun peluang untuk berinvestasi, d)

SDM di daerah menjdi lebih trampil karena adanya pelatihan. Biaya-

biayanya antara lain : a) Pembelian sofware, b) Pelatihan SDM pengelolan

Sofware di daerah dan Pusat, c) Biaya input di pusat dan daerah per tahun

serta tim evaluasi.

5.2. REKOMENDASI

a. Guna menyatukan pemahaman terhadap kewajiban pendaftaran

perusahaan terkait dengan adanya materi yang kontradiktif antara UU WDP

dengan UU PT, maka perlu dilakukan antara lain :

1) Sosialisasi terhadap pelaku usaha tentang pentingnya pendaftaran

perusahaan perlu terus dilakukan.

2) Koordinasi antar kementerian yang terkait dengan pendaftaran

perusahaan (Kementerian Perdagangan dan perlu dibangun.

b. Implementasi sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP

dapat dilakukan pemerintah dengan cara antara lain :

1) Pemerintah pusat mendata kembali daerah-daerah yang mengirimkan

dan yang tidak mengirimkan data TDP terbaru dalam bentuk softcopy

maupun hardcopy. Pendataan tersebut untuk mengatur strategi solusi

bagi daerah yang mengirim dan tidak setelah diidentifikasi penyebabnya.

2) Mengadakan pelatihan serta pendampingan petugas pengelola WDP di

daerah. Dengan memodifikasi aplikasi WDP yang ada sehingga

mempermudah petugas daerah dalam menginput data, maka diperlukan

peltihan bagi petugas di daerah.

3) Melakukan pendekatan kepada para pimpinan daerah dalam

mengefektifan pengelolaan WDP di daerah. Pendekatan kepada

pemimpin di daerah sangat diperlukan karena komitmen pimpinan

daerah terhadap pendataan akan berdampak pada kelancaran program

WDP.

Page 108: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

97 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

4) Melakukan koordinasi dan sosialisasi secara kontinyu dengan pengguna

dan pengelola WDP di daerah. Kegiatan ini perlu dilakukan karena

sering terjadi perpindahan petugas di daerah.

5) Mengadakan evaluasi secara berkala kepada lembaga yang

bertanggungjawab dalam mengelola WDP. Evaluasi sangat diperlukan

untuk melakukan perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan yang

muncul.

Page 109: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

98 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

DAFTAR PUSTAKA

Asian Development Bank dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan,

Indonesian Regulary Review Manual, The Promoting Deregulatian and

Competition Project ADB TA No 3416 INO, Jakarta, 2003.

Biro Hukum Kementerian Perdagangan. 2007. Peraturan Menteri Perdagangan No

37/M-DAG/PER/9/2007, Lembaran Negara RI Tahun 2007, No. …. Sekretariat

Negara. Jakarta.

Biro Hukum Kementerian Ppn/Bappenas, Pengembangan Dan Implementasi,

Metode Regulatory Impact Analysis (Ria) Untuk Menilai Kebijakan (Peraturan

Dan Non Peraturan) Di Kementerian Ppn/Bappenas, Jakarta, 2011

Direktorat Bina Usaha Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam

Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang Tentang Pendaftaran Perusahaan, Jakarta,

2012

Kompas, 2013, http://nasional.kompas.com/read/2012/11/12/14104960/Pelayanan.

Terpadu.Satu.Pintu.Palembang.Raih.Terbaik diakses 5 maret 2013

Republik Indonesia. 1982. Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan, Lembaran Negara RI Tahun 1982, No 3214 Sekretariat Negara.

Jakarta.

Republik Indonesia. 1995. Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas, Lembaran Negara RI Tahun 1995, No 3587 Sekretariat Negara.

Jakarta.

Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, Lembaran Negara RI Tahun 2004, No 125 Sekretariat

Negara. Jakarta.

Page 110: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

99 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, Lembaran Negara RI Tahun 2007, No 4756 Sekretariat Negara.

Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Cetakan ke – 11. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal.

13–14.

Wawan Ridwan dan Iwan Krisnadi, Regulatory Impact Analysis Terhadap

Rancangan Undang-Undang Konvergensi Teknologi Informasi dan

Komunikasi, Jakarta,

Page 111: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

1 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

MEMO KEBIJAKAN Upaya Peningkatan Implementasi UU WDP di daerah

Isu Kebijakan

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar

Perusahaan (UU WDP) mewajibkan kepada seluruh perusahaan di wilayah Republik

Indonesia untuk mendaftarkan perusahaannya.

Undang-undang WDP mewajibkan setiap perusahaan (PT, CV, koperasi, persekutuan, perorangan dan bentuk perusahaan lainya) didaftarkan dalam daftar perusahaan. Daftar perusahaan yang dimaksud adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan UU WDP dan memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan. Perusahaan yang dimaksud adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Manfaat WDP bagi Pemerintah antara lain tercatatnya data perusahaan secara lengkap dan benar dari suatu perusahaan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan dalam rangka menjamin perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha. Kemudian karena data dan informasi tersebut sifatnya terbuka bagi publik, maka dapat digunakan oleh dunia usaha dalam rangka mencari peluang bisnis, mengembangkan investasi maupun tingkat persaingan di suatu wilayah.

Implementasi UU WDP pada era otonomi daerah

2. Implementasi WDP di daerah Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, jumlah perusahaan yang mendaftarkan perusahaannya tahun 2006 sebanyak 104.380 perusahaan, tahun 2008 menurun menjadi 16.342 perusahaan, tahun 2010 sebanyak 6.679 dan tahun 2012 sebanyak 898 perusahaan. Informasi yang dilaporkan dari berbagai daerah pada umumnya berupa jumlah perusahaan dan status perusahaan saja (PT, CV, Koperasi dan sebagainya), sedangkan informasi rincinya yang dapat dimanfaatkan bagi pemerintah maupun dunia usaha, tidak dilaporkan sehingga data yang ada selama ini pemanfaatannya belum optimal.

Penyebab tidak efektifnya implementasi WDP di daerah dari dari faktor regulasi.

a. Pemahaman hukum dari pelaku usaha khususnya PT tentang wajib daftar perusahaan berdasarkan UU WDP telah mengalami penurunan kepastian hukum oleh UU PT. Dalam UU WDP tempat melakukan pendaftaran adalah pada kantor pendaftaran perusahaan di Ibukota Propinsi tempat kedudukannya sedangkan dalam UU PT menentukan tempat pendaftaran itu Kementerian Hukum dan HAM sendiri di bawah Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dan yang wajib melakukan pendaftaran itu tidak lagi oleh Direksi melainkan otomatis oleh Menteri Hukum dan HAM.

b. Terdapat undang-undang lain yang mengatur pendaftaran perusahaan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Kedua undang-undang tersebut sama-sama mengatur pendaftaran perusahaan dan dapat dipublikasikan untuk kepentingan umum. Dalam

Lampiran 1.

Page 112: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

2 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

UU WDP (Pasal 2), dijelaskan bahwa tujuan Daftar Perusahaan adalah "mencatat" bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari satu perusahaan, dan merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas, data, serta keterangan lainnya tentang suatu perusahaan yang tercantum dalam Daftar Perusahaan. Sementara itu dalam UU PT disebutkan pengajuan permohonan pendirian PT diatur melalui ketentuan Menteri dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu timbul anggapan bahwa terhadap perseroan terbatas hanya diharuskan untuk taat pada ketentuan UU PT (Pasal 29), hal tersebut terjadi antara lain karena koordinasi antar kementerian yang terkait dengan pendaftaran perusahaan (Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM, Pemda) belum diintensifkan. Maka dari itu, diperlukan

pemahaman semua pihak yang berkepentingan karena pendataan terkait dengan UU PT tidak dapat mendata secara rinci sektor riil dunia usaha sebagaimana dilakukan pada UU WDP.

3. Penyebab tidak efektifnya implementasi WDP di daerah dari faktor non-regulasi

a. Sistem jaringan komputerisasi dan Program aplikasi WDP yang disediakan oleh

Kementerian Perdagangan implementasinya di daerah belum optimal. Sistem

jaringan tersebut belum terintegrasi dengan sistem jaringan dan program aplikasi

WDP yang dibangun oleh daerah khususnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Sistem jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada belum memiliki

kemampuan untuk memvalidasi keakuratan data secara otomatis dan belum

terintegrasi setiap tingkatan organisasi pengelolan WDP (Pusat, Pemerintah Provinsi

dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

b. Kurangnya kemampuan dan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola WDP

terutama di bidang pendaftaran, pengelola data base, pengolah data, penganalisa

data dan PPNS-WDP. Pengelola WDP di daerah sering di rotasi dalam waktu yang

relatif singkat sehingga pengetahuan dari pengelola sering tidak lengkap. Dalam 10

tahun terakhir tidak ada tambahan PPNS-WDP

Rekomendasi

4. Menyatukan pemahaman terhadap kewajiban pendaftaran perusahaan terkait dengan adanya materi yang kontradiktif antara UU WDP dengan UU PT, maka perlu dilakukan antara lain :

a. Sosialisasi terhadap pelaku usaha tentang pentingnya pendaftaran perusahaan yang selama ini telah dilakukan masih perlu terus dilakukan.

b. Koordinasi antar kementerian yang terkait dengan pendaftaran perusahaan (Kementerian Perdagangan dan perlu dibangun.

5. Pembaruan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP implementasi pendaftaran perusahaan di daerah dengan memaksimalkan penggunaan jaringan komputerisasi dan program aplikasi WDP yang ada antara lain :

Page 113: LAPORANbppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Laporan_Analisis... · tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan UU ... apabila telah didaftaran

3 Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah

a. data TDP dari daerah disampaikan secara rinci, karena jaringannya sudah terintegrasi sehingga data yang diinput di daerah terekam di pusat. Selama ini data pendaftaran perusahaan yang diinput pada sistem jaringan yang dimiliki PTSP tidak terkoneksi dengan jaringan di pusat. Sebagai akibatnya daerah hanya menyampaikan data perusahaan dalam jumlah dan status perusahaan.

b. Pemerintah memiliki peta lembaga usaha secara rinci sehingga pengambilan kebijakan menjadi lebih tepat,

c. Peta pelaku usaha tersedia lebih rinci sehingga dapat dimanfaatkan para pelaku usaha dalam pertimbangan untuk pengembangan bisnisnya,

d. Sumber Daya Manusia di daerah menjadi lebih terampil karena pengintegrasian sistem jaringan dibarengi dengan pelatihan. Sedangkan biaya-biayanya relatif lebih kecil dibandingkan biaya pada opsi lainnya (membuat jaringan baru) antara lain pembelian sofware, pelatihan SDM pengelola sofware di daerah dan pusat, biaya pengiinput data baik di pusat dan daerah serta tim evaluasi.

6. Meningkatkan pendukung implementasi sistem jaringan komputerisasi dan program

aplikasi WDP (perbaikan dari yang ada), dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Mengingat banyak daerah yang belum mengirim data pendaftaran perusahaan secara rinci, maka Pemerintah pusat mendata kembali daerah-daerah yang mengirimkan maupun yang tidak mengirimkan data TDP terbaru baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy. Pendataan tersebut perlu dilakukan untuk mengatur strategi implementasi setelah sebelumnya diidentifikasi penyebabnya.

b. Diperlukan pendekatan kepada para pimpinan daerah dalam mengefektifkan pengelolaan WDP di daerah. Pendekatan kepada pemimpin di daerah sangat diperlukan karena komitmen pimpinan daerah terhadap pendataan akan berdampak pada kelancaran program WDP.

c. Melakukan koordinasi dan sosialisasi secara kontinyu dengan pengguna dan pengelola WDP di daerah. Kegiatan ini perlu dilakukan karena sering terjadi perpindahan petugas di daerah.

d. Mengadakan pelatihan serta pendampingan petugas pengelola WDP di daerah. Dengan memodifikasi aplikasi WDP, diperlukan pelatihan agar petugas daerah lebih paham dalam menginput data.

e. Mengadakan evaluasi secara berkala kepada lembaga yang bertanggungjawab dalam mengelola WDP. Evaluasi sangat diperlukan untuk melakukan perbaikan terhadap permasalahan-permasalahan yang muncul.