LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN …sumbar.litbang.pertanian.go.id/images/pdf/ristek12.pdf ·...

33
LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA “KAJIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PAKAN SAPI POTONG MELALUI PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT MENDUKUNG PROGRAM GERAKAN PENSEJAHTERAAN PETANI (GPP) DI SUMATERA BARAT” KEMENTERIAN / LEMBAGA : KEMENTERIAN PERTANIAN Peneliti / Perekayasa : 1. Prof (R). Dr. Abdullah M. Bamualim, MSc 2. Dr. Wirdahayati R.B, MSc 3. Ir. Edy Mawardi, MP 4. Ir. Asmak INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2012 Kode Judul : X. 210

Transcript of LAPORAN AKHIR INSENTIF PENINGKATAN …sumbar.litbang.pertanian.go.id/images/pdf/ristek12.pdf ·...

LAPORAN AKHIR

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA

“KAJIAN PERCEPATAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PAKAN SAPI POTONG MELALUI PEMANFAATAN HASIL IKUTAN TANAMAN SAWIT

MENDUKUNG PROGRAM GERAKAN PENSEJAHTERAAN PETANI (GPP) DI SUMATERA BARAT”

KEMENTERIAN / LEMBAGA :

KEMENTERIAN PERTANIAN

Peneliti / Perekayasa :

1. Prof (R). Dr. Abdullah M. Bamualim, MSc

2. Dr. Wirdahayati R.B, MSc

3. Ir. Edy Mawardi, MP

4. Ir. Asmak

INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI

2012

Kode Judul : X. 210

2

DAFTAR ISI

Hal LEMBAR PENGESAHAN DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang 2. Pokok Permasalahan 3. Maksud dan Tujuan 4. Metodologi Pelaksanaan

a. Lokus Kegiatan b. Fokus Kegiatan c. Bentuk Kegiatan

BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

a. Perkembangan Kegiatan b. Kendala – Hambatan Pelaksanaan Kegiatan

2. Pengelolaan Administrasi Manajerial a. Perencanaan Anggaran b. MekanismePengelolaan Anggaran c. Rancangan dan Pengelolaan Aset d. Kendala – Hambatan Pelaksanaan Administrasi Manajerial

BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA 1. Metode – Proses Pencapaian Target Kinerja

a. Kerangka Metode Proses b. Indikator Keberhasilan c. Perkembangan dan Hasil Kegiatan Litbangyasa

2. Potensi Pengembangan ke Depan a. Kerangka Pengembangan ke Depan b. Strategi Pengembangan ke Depan

BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan dan Program

a. Kerangka Sinergi Koordinasi b. Indikator Perkembangan Sinergi c. Perkembangan Sinergi Koordinasi

2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil

BAB V. PENUTUP 1. Kesimpulan a. TahapanPelaksanaan Kegiatan dan Anggaran b. Metode Pencapaian Target Kinerja c. Potensi Pengembangan ke Depan d. Sinergi Kelembagaan – Program e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbangyasa

2. Saran a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan b. Keberlanjutan Dukungan Program RISTEK

DAFTAR PUSTAKA

1 2 3 4 5 5 6 7 7 7 8 8 9 9 9 10 12 12 13 13 13 14 14 14 15 16 24 24 24 25 25 25 25 25 26 26 26 26 27 27 27 28 28 29 29 30 30 31 32

3

DAFTAR TABEL

Halaman1. Ringkasan kajian dari jenis teknologi pakan, sasaran kelompok tani,

jenis usaha peternakan sapi dan lokasi kajian. 15

2. Ringkasan pelaksanaan kajian pada tiga kelompok tani di tiga kabupaten.

15

3. Karakteristik usia peternak 19

4. Tingkat pendidikan peternak 20

5. Kepemilikan lahan perkebunan sawit yang dimiliki peternak sapi 20

6. Pekerjaan utama peternak sapi responden 20

7. Pendapatan rata-rata peternak pertahun dari usaha kebun sawit, berternak sapi dan pendapatan peternak dari semua usahanya

21

8. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan berkebun sawit

21

9. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan Berternak Sapi

21

10. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan tanaman pangan

22

11. Sistem pemeliharaan sapi 22

12. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak 22

4

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Saiyo Sakato, Pasbar 23

2. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Sinar Maju Jaya 24

3. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Gelora 25

5

BAB 1. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Konsumsi daging per kapita masyarakat Indonesia pada tahun tahun 2010

sekitar 7 kg/kapita/tahun yang didominasi oleh daging ayam pedaging diikuti oleh

daging sapi sekitar 2 kg/kapita. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat

pendidikan dan pendapatan masyarakat berakibat pada terjadinya peningkatan

konsumsi daging sapi. Walaupun hasil sensus sapi potong di Indonesia pada tahun

2011 cukup menggembirakan, yakni mencapai 14,8 juta ekor, namun kemampuan

produksi sapi potong lokal masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk

yang besar sehingga apabila terjadi kenaikan konsumsi daging sapi sebesar 1

kg/kapita berarti diperlukan tambahan pemotongan sapi sekitar sejuta ekor sapi

lokal.

Pada hakekatnya, Indonesia yang memiliki sumberdaya alam yang besar dan

sangat berpotensi untuk meningkatkan pengembangan sapi potong nasional.

Sebagian besar (91%) ternak sapi potong dalam negeri dihasilkan oleh peternakan

sapi rakyat dengan skala usaha 1-3 ekor/peternak. Dengan demikian,

pengembangan usaha peternakan sapi potong sesuai dengan tujuan pembangunan

ekonomi pemerintah yaitu pro poor, pro job dan pro growth. Memperhatikan kondisi

usaha peternakan sapi potong tersebut, maka perlu diupayakan pengembangannya

agar sesuai kondisi sumberdaya alam yang tersedia.

Secara umum, masalah utama pengembangan peternakan sapi potong di

Sumatera Barat (Sumbar), sebagaimana yang terjadi di sebagian wilayah Indonesia

lainnya, adalah rendahnya kualitas dan kuantitas pakan. Sapi potong membutuhkan

hijauan dengan kualitas dan kuantitas yang terjamin. Pemanfaatan sumberdaya

pertanian sebagai pakan alternatif menjadi pilihan untuk mengantisipasi

berkurangnya produksi hijauan rumput alam akibat pengaruh musim dan alih fungsi

lahan. Selama ini, sumberdaya sisa hasil pertanian belum digunakan secara optimal

sehingga manfaatnya secara ekonomis belum dirasakan.

Tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit di wilayah Sumbar, kini telah

mencapai seluas 350.000 ha, di antaranya 170.000 ha sawit telah menghasilkan.

Beberapa hasil ikutan dan produk tanaman sawit adalah pelepah sawit, lumpur sawit

(Solid), dan bungkil inti sawit (BIS). Pelepah sawit adalah hasil ikutan tanaman sawit

yang terbesar dan dapat berperan sebagai pengganti hijauan rumput, sedangkan

Solid merupakan hasil ikutan pabrik kelapa sawit yang menghasilkan crude palm oil

6

(CPO). Kandungan gizi Solid cukup tinggi (protein sekitar 13%). BIS merupakan

sumber pakan berkualitas yang sebagian besar diekspor ke luar negeri, kandungan

proteinnya sekitar 15% dan harganya cukup bersaing,

Berdasarkan potensi sumberdaya alamnya, populasi dan produksi sapi potong

di wilayah Sumbar memiliki potensi yang besar untuk ditingkatkan lebih jauh lagi.

Sejalan dengan program tersebut, BPTP Sumbar sebagai institusi penelitian di

daerah, berperan dalam kegiatan pendampingan dan penyediaan teknologi.

Proposal ini dibuat dalam rangka memasyarakatkan teknologi pakan ternak berbasis

hasil ikutan tanaman sawit.

Tujuan pengkajian ini adalah: (a) Memperoleh informasi tentang peternakan

sapi potong di kawasan sentra produksi tanaman sawit, (b) Adaptasi teknologi maju

dalam pemberian pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit dan

menyosialisasikannya sebagai upaya meningkatkan produksi sapi potong, (c)

Mengevaluasi pemanfaatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit

bagi sapi potong,

2. POKOK PERMASALAHAN

Masalah utama pengembangan peternakan sapi potong di Sumbar adalah

rendahnya kualitas dan kuantitas pakan yang berakibat pada rendahnya tingkat

produktivitas sapi potong lokal. Kenyataannya, potensi pakan lokal yang tersedia

cukup besar, terutama yang berasal dari hasil ikutan tanaman sawit. Dewasa ini,

Sumbar memiliki areal kebun kelapa sawit sekitar 350.000 ha, termasuk seluas

170.000 ha yang telah berproduksi. Hal ini memperlihatkan adanya potensi yang

besar untuk menyediakan sumber pakan bagi sapi potong dengan kualitas

memadai, seperti: pelepah dan daun sawit dengan produksi sebanyak 1 juta ton,

Solid sebanyak 45.000 ton yang berpotensi dikonsumsi oleh 62.500 ekor sapi, serta

bungkil inti sawit (BIS) dengan produksi sebanyak 18.195 ton per tahun yang

mampu dikonsumsi oleh 25.000 ekor sapi (Buharman, 2011).

Hasil sensus sapi potong di Sumbar memperlihatkan bahwa populasinya hanya

sekitar 307.000 ekor, data ini jauh menurun dibanding data populasi tahun-tahun

sebelumnya yakni sekitar 600.000 ekor. Mengingat potensi sumberdaya alam yang

cukup besar, khususnya perkebunan sawit, maka relatif mudah untuk meningkatkan

populasi sapi potong di wilayah Sumbar. Salah satu cara mengembangkan sapi

potong adalah dengan cara memperluas rumah tangga usaha yang memelihara

7

ternak sapi, disamping meningkatkan produksi sapi potong. Hal ini sejalan dengan

program Pemerintah Daerah Sumbar yakni Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP).

Dalam GPP, berupaya meningkatkan populasi dan produksi sapi potong melalui

program Satu Petani Satu Sapi (SPSS). Sejalan dengan program tersebut, BPTP

Sumbar sebagai institusi penelitian di daerah berperan sebagai pendamping dan

penyedia teknologi. Proposal ini dibuat dalam rangka memasyarakatkan teknologi

pakan ternak berbasis hasil ikutan tanaman sawit.

3. MAKSUD DAN TUJUAN

Tujuan kegiatan pengkajian ini didasarkan pada hasil penelitian pada tahun-

tahun sebelumnya. Dalam tahun 2010 dan 2011 BPTP Sumbar telah melaksanakan

pengkajian tentang pemanfaatan hasil ikutan dan by-product tanaman sawit di

beberapa lokasi di Sumbar. Oleh karena itu, jenis teknologi yang diterapkan

bervariasi, tergantung pada kelompok sasaran, dukungan peralatan, dan jenis ternak

yang diusahakan.

Pada tahap pertama pendekatan yang ditempuh pada akhir kegiatan

penelitian dan pengkajian (litkaji) adalah melakukan diseminasi melalui Temu

lapang. Melalui temu lapang diinformasikan hasil litkaji yang merupakan motivasi

bagi penentu kebijakan dan para petani yang berada di sekitar lokasi kegiatan.

Pada tahap berikutnya dilakukan pendekatan melalui sosialisasi kepada

penentu kebijakan di daerah, khususnya instansi terkait. Pada umumnya Pemerintah

Daerah (Pemda) setempat menginginkan agar para petani menerapkan teknologi

pertanian yang unggul dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia.

Masalah utama dalam aplikasi teknologi pakan berbasis hasil ikutan sawit adalah

ketersediaan alat pendukung seperti alat pencacah (Chopper) serta jauh dekatnya

lokasi pabrik CPO sebagai penghasil Solid dan pabrik pengolah BIS. Oleh karena

itu, dukungan peralatan oleh Pemda setempat merupakan salah satu kunci

keberhasilan penerapan teknologi pakan.

4. METODOLOGI PELAKSANAAN

a. Lokus Kegiatan

Kajian ini merupakan kajian terapan yang dilaksanakan pada tiga kabupaten di

Sumatera Barat. Pemilihan lokasi berdasarkan infomasi Dinas terkait dan

diutamakan kelompok tani yang berada pada kawasan Gerakan Pensejahteraan

8

Petani (GPP) ataupun satu petani satu sapi (SPSS) oleh Pemda Provinsi

Sumbar. Disamping itu kegiatan ini dilaksanakan pada lokasi kegiatan integrasi

sapi-sawit yang dilaksanakan melalui bantuan pusat dan daerah. Oleh karena itu,

kegiatan ini difokuskan pada tiga kabupaten sentra tanaman sawit di Sumatera

Barat, yakni: Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten

Dharmasraya. Pelaksanaan pengkajian berlangsung selama 8 (delapan) bulan

dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan September 2012.

b. Fokus Kegiatan

Pemanfaatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit dapat

meningkatkan produktivitas ternak sapi potong di wilayah sentra produksi kelapa

sawit Sumatera Barat.

c. Bentuk Kegiatan

Kajian ini merupakan kajian terapan pemanfaatan teknologi pakan berbasis sawit

kepada ternak sapi di daerah GPP berbasis sawit. Sebelum perlakuan kajian

terapan terlebih dahulu dilaksanakan survai pendahuluan terhadap peternak

untuk melihat tingkat pendapatan, pengetahuan dalam berternak, serta sejauh

mana tingkat adopsi peternak dalam memanfaatkan teknologi pakan berbasis

sawit.

9

BAB II. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Pengkajian ini dilaksanakan melalui tiga tahap kegiatan, yakni (i) Koordinasi

dengan instansi terkait, (ii) Kegiatan survai, dan (iii) Kegiatan kajian pemanfaatan

hasil ikutan tanaman sawit pada sapi potong.

a. Perkembangan Kegiatan

(i) Koordinasi dengan Instansi terkait:

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat

Dari hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan Propinsi Sumbar diperoleh data

populasi ternak sapisebanyak 307.000 ekor (hasil sensus tahun 2011). Sementara

itu Sumbar memiliki areal kebun kelapa sawit cukup luas yakni sekitar 350.000 ha,

daerah yang menjadikan sawit sebagai komoditas unggulannya dan terdapat ternak

sapi potong dengan jumlah yang cukup terdapat di tiga kabupaten, yaitu: Pasaman

Barat, Dharmasraya dan Sijunjung. Populasi Sapi potong di Dharmasraya sebanyak

32.555 ekor dengan produksi daging 306.000 kg/tahun, Pasaman Barat hanya

sebanyak 13.000 ekor dengan produksi daging 371.000 kg/tahun, sementara itu

Sijunjung terdapat sebanyak 44.500 ekor dengan produksi daging 745.000 kg/tahun.

Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Pasaman Barat

Hasil Koordinasi dengan Dinas Peternakan serta Dinas Perkebunan Pasaman Barat

didapatkan informasi bahwa Pasaman Barat memiliki perkebunan sawit seluas

102.000 ha, sekitar 77.000 ha termasuk perkebunan inti dan plasma, sementara

sisanya adalah perkebunan rakyat. Di Pasaman Barat terdapat sebanyak 13 pabrik

kelapa sawit (PKS), namun hanya lima di antaranya yang aktif dengan kapasitas

produksi masing-masing pabrik sebesar 40 hingga 80 ton CPO per jam. Informasi

lain yuang diperoleh adalah Kecamatan dan Nagari yang termasuk wilayah GPP

yang memiliki komoditas tanaman sawit dan ternak sapi potong adalah Nagari Kinali

dan Luhak nan Duo. Selain itu juga didapatkan informasi Kecamatan / Nagari Kinali

merupakan kawasan GPP yang cukup banyak populasi sapi dan tanaman sawitnya.

Di kecamatan tersebut terdapat pabrik pengolahan sawit yang menghasilkan Solid

yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Berdasarkan survai yang

dilaksanakan dalam penentuan peternak kooperator maka terpilih kelompok tani

“Saiyo Sakato” di Jorong Wonosari, Kecamatan Kinali, dikarenakan lokasi kelompok

ini berada cukup dekat dengan pabrik pengolahan sawit penghasil Solid.

10

Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Dharmasraya

Dari hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Dharmasraya didapatkan informasi luas perkebunan sawit 76.200 ha dengan

produksi mencapai 350.000 ton CPO di beberapa pabrik pengolahan sawit.

Dharmasraya memiliki beberapa daerah GPP, namun daerah yang berbasis sawit

tidak lagi masuk wilayah GPP karena tingkat perekonomian masyarakatnya dinilai

tergolong kelas menengah ke atas, namun ada beberapa nagari seperti Sikabau

yang memiliki peternak sapi potong dan areal kebun sawit yang terbatas, serta di

daerah Sitiung B, Nagari Sungai Duo, yang masih merupakan wilayah GPP memiliki

peternak sapi potong dengan areal kebun sawit yang memadai.

Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Sijunjung

Sementara itu hasil koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Sijunjung didapatkan informasi luas perkebunan sawit 76.450 ha, daerah GPP yang

paling luas area kebun sawitnya adalah Kecamatan Kamang Baru yang mencapai

30.000 ha, di Kecamatan Kamang Baru ini terdapat beberapa Nagari yang memiliki

peternak sapi potong di antaranya adalah Nagari Kunangan Parit Rantang (Kunpar)

dan Nagari Muara Takuang. Kabupaten Sijunjung tidak memiliki pabrik pengolahan

sawit, namun jarak lokasi pabrik kelapa sawit (PKS) masih cukup dekat dengan

lokasi Nagari Kunpar yang berbatasan dengan Kabupaten Dharmasraya, dimana

sebagian anggota kelompok Sinar Maju Jaya tersebut bekerja pada PKS tersebut.

(ii). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit

Survai pendasaran dilakukan pada usaha sapi potong rakyat dengan fokus pada

lokasi sentra tanaman sawit. Dalam survai ini diamati pola budidaya sapi, skala

usaha, sumber pakan, pemanfaatan hasil ikutan sawit, produksi ternak, dan

pendapatan peternak. Juga dikumpulkan informasi lokasi GPP, ketersediaan alat

chopper, keberadaan bantuan integrasi sapi-sawit dan lokasi pabrik CPO. Jumlah

peternak yang disurvai telah terlaksana sebanyak 30 peternak pada tiap lokasi

kegiatan. Pemilihan kooperator ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Dinas

Peternakan setempat dan peninjauan ke lapangan. Kooperator yang telah

ditetapkan berdasarkan kriteria: kooperatif, lokasi mudah dijangkau, mempunyai

komitmen kuat meluangkan waktu serta tenaga demi kelancaran kegiatan, dan

11

bersedia menerapkan teknologi pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai

pakan sapi potong.

Survai ini dilaksanakan pada tiga kabupaten sentra tanaman sawit, yaitu:

Pasaman Barat, Sijunjung dan Dharmasraya. Responden yang menjadi objek survai

ini adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit masing-masing sebanyak 30

sampel/ kabupaten. Survai dilaksanakan sebelum penetapan petani kooperator.

(iii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan

tanaman sawit Kajian pengembangan teknologi pakan sapi berbasis hasil ikutan tanaman

sawit terdiri dari pakan yang berasal dari pelepah sawit, Solid dan bungkil inti sawit

(BIS).

Kajian pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit mencakup

uji coba teknologi dan sosialisi teknologi pakan sapi potong yang terdiri dari

pemberian pelepah sawit, Solid dan bungkil inti sawit (BIS).

Pada awal kegiatan pengkajian ini, telah terlihat adanya potensi pemanfaatan

teknologi pakan sapi potong berbasis tanaman sawit. Sebagai contoh, di Kabupaten

Pasaman Barat, lokasi pengkajian berada dekat dengan pabrik kelapa sawit (PKS)

yang menghasilkan hasil ikutan Solid dan dijual dengan harga Rp 30/kg.

Pada kabupaten Pasaman Barat ini terpilih peternak kooperator kelompok tani

“Saiyo Sakato” di Jorong Wonosari Kecamatan Kinali dikarenakan kelompok ini

berlokasi cukup dekat dengan pabrik pengolahan sawit penghasil Solid dengan

materi percobaan 15 ekor sapi Bali betina dengan perlakuan pakan Solid ditambah

rumput dan 15 ekor sapi Bali betina dengan perlakuan pakan Solid ditambah

Pelepah sawit sebagai hijauan, hasilnya menunjukkan peningkatan berat badan sapi

yang cukup stabil.

Di Kabupaten Sijunjung, sebagian petani kooperator di Kelompok Tani Sinar

Maju Jaya bekerja pada pabrik kelapa sawit yang terletak hanya sekitar 10 menit

dari tempat tinggal petani. Peternak sudah mulai memanfaatkan Solid sebagai

pakan sapi. Materi pengkajian yang digunakan adalah 6 ekor sapi potong dan 6 ekor

sapi pembibitan. Kemajuan yang didapatkan adalah pertumbuhan berat badan sapi

yang diberikan pakan dari hasilikutan tanaman sawit cukup baik.

Di Kabupaten Dharmasraya terpilih Kelompok Tani Gelora yang terletak di

Sitiung Blok B. Kelompok ini memelihara 10 ekor induk sapi PO dan 7 ekor anak

sapi dalam kandang komunal, serta yang dipelihara oleh anggota lainnya yang

12

tersebar pada masing-masing rumah sebanyak 43 ekor. Lokasi kelompok ini berada

di tengah-tengah areal tanaman sawit. Kelompok ini memiliki alat mesin chopper

sehingga dapat lebih maksimal dalam mengolah pelepah sawit sebagai pengganti

pakan hijauan. Melihat antusiasme kelompok ini dalam mengintegrasikan sapi

dengan tanaman sawit dan kegiatan ini cukup memberikan kontribusi positif dalam

perkembangan usaha ternak sapi, TVRI telah menjadikan kegiatan ini menjadi

tempat peliputan acara “Pelangi Nusantara” pada tanggal 16 agustus 2012 lalu.

b. Kendala – Hambatan Pelaksanaan Kegiatan

Sejauh ini pelaksanaan kegiatan berjalan cukup baik dan lancar, hanya yang

masih menjadi hambatan adalah ketersediaan hasil ikutan pabrik sawit berupa Solid

yang tidak tersedia di semua lokasi kajian. Selain di Kabupaten Pasaman Barat yang

tersedia Solid dengan harga yang relatif murah, kurang dari Rp 100/kg franko pabrik,

di Kabupaten Sijunjung dan Dharmasraya Solid tidak diperjual-belikan karena

digunakan sendiri oleh pabrik untuk pemupukan tanaman sawitnya.

2. Pengelolaan Administrasi Manajerial

a. Perencanaan Anggaran

Pada Termin I, anggaran lebih banyak difokuskan pada perjalanan dinas untuk

berkoordinasi dengan Dinas Terkait di level Provinsi dan Kabupaten. Terutama

dalam rangka sosialisasi kegiatan, survai petani dan persiapan kegiatan

pengembangan teknologi. Selanjutnya pengadaan beberapa bahan yang diperlukan

di lapangan seperti pengadaan bungkil sawit, Solid, bahan pembuatan silase

pelepah/daun sawit dan bahan untuk perbaikan kandang.

Pada Termin I dialokasikan anggaran sebesar Rp. 60 juta yang telah digunakan

untuk: Perjalanan dinas sebesar Rp. 27.935.000 (46,5%); Belanja gaji/Honorarium

pelaksana sebesar Rp. 25.620.000 (42,7%); Lain-lain Rp. 3.300.000 (5,5%); Bahan

Rp. 1.955.000 (3,3%).

Pada Termin II, anggaran lebih banyak difokuskan pada kegiatan lapangan di

tingkat Kabupaten dan memonitor pelaksanaan kegiatan pada kelompok tani di tiga

Kabupaten yaitu Pasaman Barat, Sijunjung dan Dharmasraya. Termasuk pengadaan

bahan yang diperlukan di lapangan dan pembayaran honorarium peneliti dan gaji

upah di lapangan.

13

Pada Termin II dialokasikan anggaran sebesar 50% dari total dana atau sebesar

Rp. 100 juta yang digunakan untuk: (i) Perjalanan dinas sebesar Rp. 32.655.000

(32,66%); (ii) Belanja gaji/Honorarium pelaksana sebesar Rp. 29.653.000 (29,65%); (iii)

Bahan Rp. 30.167.000 (30,16%), dan (iv) Lain-lain sebesar Rp. 7.550.000 (7,55%).

b. Mekanisme Pengelolaan Anggaran

Anggaran dikelola melalui sistem keuangan BPTP Sumatera Barat sesuai

dengan aturan anggaran pemerintah. Di BPTP Sumbar telah dibentuk Tim Pengelola

Keuangan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai No.214a/KU.330/I.10.3/2/

2012, tanggal 10 Pebruari 2012.

c. Rancangan dan Pengelolaan Aset

Dalam kegiatan kegiatan ini tidak ada pengadaan aset penelitian, sehingga tidak

dilakukan rancangan pengelolaan aset.

d. Kendala - Hambatan Pengelolaan Administrasi Manajerial

Secara umumnya, tidak terdapat kendala atau hambatan yang berarti dalam

pengelolaan anggaran

14

BAB III. METODE PENCAPAIAN TARGET KINERJA

1. Metode – Proses Pencapaian Target Kinerja

a. Kerangka Metode Proses

Pengkajian ini melaksanakan dua tahap kegiatan yang meliputi: (i) Kegiatan

survai, dan (ii) Kegiatan kajian pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit pada sapi

potong.

(i). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit

Survai pendasaran dilakukan pada usaha sapi potong rakyat dengan fokus

pada lokasi sentra tanaman sawit. Dalam survai ini diamati pola budidaya sapi, skala

usaha, sumber pakan, pemanfaatan hasil ikutan sawit, produiksi ternak, dan

pendapatan peternak. Jumlah peternak yang disurvai sebanyak 30 peternak pada

tiap lokasi kegiatan (Kabupaten). Pemilihan kooperator berdasarkan koordinasi

dengan Dinas terkait dan peninjauan ke lapangan. Persyaratan kooperator antara

lain: kooperatif, lokasi mudah dijangkau, berkomitmen waktu dan tenaga

melaksanakan kegiatan, bersedia membuat surat perjanjian.

(ii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan

tanaman sawit

Kajian pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit. Kegiatan ini

mencakup uji coba teknologi dan sosialisi teknologi pakan sapi potong yang terdiri

dari pemberian pelepah sawit, Solid dan bungkil inti sawit (BIS).

Perlakuan yang diaplikasikan pada kegiatan kedua merupakan pengembangan

hasil penelitian yang dirakit sesuai dengan kondisi setempat. Alokasi perlakuan pada

ternak menjadi tahap selanjutnya dimana ternak sapi ditimbang dan diberikan pakan

dengan hasil ikutan tanaman sawit yang merupakan hasil kajian BPTP Sumbar pada

tahun sebelumnya (Wirdahayati et al., 2011). Perlakuan yang diberikan berupa: (i)

Ternak diberi hijauan pelepah sawit, (ii) Ternak diberi hijauan pelepah sawit dan 2 kg

Solid/ekor, dan (iii) Ternak diberi hijauan pelepah sawit dan 1 kg BIS/ekor.

Pemberian hijauan dan pelepah sawit sebagai pakan ternak dilakukan pagi hari dua

jam setelah pemberian konsentrat (Solid dan BIS). Perlakuan pakan terhadap ternak

sapi diaplikasikan selama 3 bulan di tiap lokasi.

Jenis teknologi bervariasi tergantung pada kelompok sasaran, dukungan

peralatan, target ternak dan lokasi pelaksanaan kajian pengembangan teknologi.

15

Rencana semula, perlakuan yang diberikan pada masing-masing kelompok seperti

yang disajikan dalam Tabel 1. Namun setelah mengamati kondisi di lapangan pada

masing-masing kelompok, maka perlakuan yang diberikan dimodifikasi seperti yang

disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 1. Ringkasan kajian terdiri dari jenis teknologi pakan, sasaran kelompok tani, jenis usaha peternakan sapi dan lokasi kajian.

No Jenis pemberian teknologi

Sasaran kelompok tani

Dukungan peralatan

Jenis usaha ternak

Lokasi (Kabupaten)

1. hijauan pelepah + 2 kg Solid/ekor

Dekat lokasi pabrik CPO

Chopper Perbibitan (20 ekor sapi induk)

Pasaman Barat

2. hijauan pelepah + 2 kg Solid/ekor

Jauh dari lokasi pabrik CPO

Chopper Perbibitan (20 ekor sapi induk)

Sijunjung

3. 1-2 kg BIS/ekor*) Jauh-dekat lokasi pabrik CPO

Chopper Perbibitan/pengge-mukan (20 ekor sapi)

Dharmasraya

*) Keterangan: Untuk sapi induk diberi 1 kg BIS/ekor/hari; sedangkan untuk sapi penggemukan diberikan 2 kg BIS/ekor/hari.

Tabel 2. Ringkasan pelaksanaan kajian pada tiga kelompok tani di tiga kabupaten.

No Jenis pemberian teknologi

Jumlah ternak (ekor)

Dukungan peralatan

Sasaran kelompok tani

Lokasi (Kabupaten)

1. a. Hijauan rumput + 2 kg Solid/ekor

b. Hijauan rumput + 1 kg bungkil

10

10

Chopper kurang memadai

Dekat dengan pabrik CPO (tersedia Solid)

Pasaman Barat

2. Silase btg pelepah + 2 kg Solid/ekor

4 jantan + 15 induk

Tersedia Chopper

Dekat pabrik CPO (sesekali peroleh Solid)

Sijunjung

3. 1-2 kg BIS/ekor*) 10 induk PO + 1 jantan dewasa +

7 anak sapi

Tersedia Chopper

Agak jauh dari pabrik CPO (tidak tersedia Solid)

Dharmasraya

Perkembangan ternak sapi diamati dengan jalan mengamati pertumbuhan

ternak, konsumsi pakan, dan aspek reproduksi pada sapi induk selama tiga bulan.

Pakan hasil ikutan tanaman sawit diberikan setiap hari selama periode introduksi.

Pra perlakuan dilaksanakan selama 15 hari, hal ini bertujuan agar sapi mempunyai

waktu yang cukup untuk beradaptasi dengan perlakuan pakan.

Sedangkan alat bantu yang digunakan meliputi timbangan ternak, mesin

chopper, dan alat pendukung lainnya. Analisis usahatani dilakukan untuk menilai

potensi keuntungan yang dapat diperoleh petani dalam upaya meningkatkan

pendapatannya. Data yang didapatkan dari pelaksanaan kegiatan diolah secara

statistik untuk ditarik kesimpulan dari hasil pengamatan.

16

b. Indikator Keberhasilan

(i). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit

Didapatkannya informasi mengenai kharakteristik peternak sapi yang meliputi

usia peternak, tingkat pendidikan, pekerjaan utama

Didapatkannya informasi mengenai tingkat kesejahteraan peternak yang

meliputi kepemilikan lahan, kepemilikan ternak, pendapatan dari hasil

berternak sapi dan usaha lainnya

Didapatkannya informasi mengenai sistem usaha peternakan yang dilakukan

peternak yang meliputi manajemen pemeliharaan dan manajemen pakan

(ii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan

tanaman sawit

Aplikasi rekomendasi pengembangan teknologi pakan sapi potong berbasis

hasil ikutan tanaman sawit sebagai upaya meningkatkan produksi sapi potong

baru terlaksana pada tingkat lingkungan Kelompok Tani kooperator.

Terlaksana kegiatan Temu Lapang pada saat periode akhir kajian ini guna

memperluas sosialisasi pemanfaatan hasil ikutan tanaman sawit sebagai

sumber pakan sapi potong di Sumatera Barat.

Publikasi minimal dua tulisan ilmiah yang diterbitkan di jurnal/prosiding

nasional atau daerah mengenai pengembangan teknologi pakan sapi potong

berbasis hasil ikutan tanaman sawit sebagai upaya meningkatkan produksi

sapi potong.

c. Perkembangan dan Hasil Pelaksanaan Litbangyasa

(i). Survai Pemanfaatan Hasil Ikutan Tanaman Sawit

Survai ini dilaksanakan pada 3 Kabupaten sentra tanaman sawit yaitu;

Pasaman Barat, Sijunjung dan Dharmasraya. Responden yang menjadi objek survai

ini adalah peternak sapi di kawasan perkebunan sawit sebanyak 30 sampel per

kabupaten. Survai dilaksanakan sebelum penetapan petani kooperator.

Informasi yang didapatkan dari hasil survai disajikan dalam Tabel 3-12 berikut

ini.

17

Tabel 3. Karakteristik usia peternak

No Usia peternak Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. 15 - 30 tahun 13,4% 13,4% 25,0%

2. 30 - 50 tahun 43,3% 63,3% 55,0%

3. > 50 tahun 43,3% 23,3% 20,0%

Data pada Tabel 3 di atas memperlihatkan bahwa peternak sapi potong di

tiga kabupaten rata-rata berada di atas usia produktif, hal ini menandakan bahwa

produktivitas usaha ternak sapi dari segi tenaga kerja cukup terpenuhi.

Tabel 4. Tingkat pendidikan peternak

No Tingkat Pendidikan Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. Tamat SD 60 % 20,0 % 20,0 %

2. Tamat SMP 30 % 60,0 % 60,0 %

3. Tamat SMA 10 % 16,7 % 20,0 %

4 Perguruan tinggi - 3,3% -

Dilihat dari segi tingkat pendidikan, rata-rata peternak sapi potong di

Kabupaten Pasaman Barat hanya tamat SD, sedangkan di Kabupaten Sijunjung dan

Dharmasraya mayoritas tamat SLTP, hal ini akan mempengaruhi pengetahuan

peternak dalam manajemen usaha peternakan dan tata cara pemeliharaan ternak.

Tabel 5. Kepemilikan lahan perkebunan sawit yang dimiliki peternak sapi

No Luas Kebun sawit milik sendiri Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. < 1 ha 10 % 30,0 % 35,00 %

2. 1 - 3 ha 90 % 20,0 % 60,00 %

3. > 3 ha - - 15,00 %

4. Tidak memiliki kebun sawit - 50,0% -

Data pada Tabel 5 di atas menyajikan bahwa rata-rata peternak sapi daerah

GPP di kabupaten Pasaman Barat dan Dharmasraya memiliki kebun sawit yang

luasnya sekitar 1 sampai 3 ha, di Kabupaten Sijunjung mayorotas petani tidak

memiliki kebun sawit tapi hanya bekerja sebagai buruh kebun sawit, Hal ini

menandakan bahwa tiga kabupaten ini cocok untuk dijadikan daerah pengembangan

integrasi Sapi dengan tanaman sawit.

18

Tabel 6. Pekerjaan utama peternak sapi responden

No Pekerjaan Utama Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. Petani/pekebun 96,6% 90,0% 55,0%

2. Peternak sapi - - 10,0%

3. Pedagang 3,4% 6,7% 35,0%

4. Pegawai / karyawan - 3,3% -

Data pada Tabel 6 terlihat bahwa mayoritas peternak sapi adalah petani atau

pekebun dan tidak ada yang menjadikan berternak sapi menjadi pekerjaan

utamanya, berternak sapi dilakukan sebagai usaha sampingan sembari bertani dan

berfungsi sebagai tabungan atau investasi.

Tabel 7. Pendapatan rata-rata peternak pertahun dari usaha kebun sawit, berternak sapi dan pendapatan peternak dari semua usahanya

No Pendapatan Rata-rata per tahun (Rp)

Hasil Kebun sawit (%)

Hasil Berternak sapi (%)

Semua Pendapatan (%)

1. < Rp.5 Juta 23,3% 60,0% -

2. Rp. 5 - 10 juta 26,7% 25, 0% -

3. Rp.10 - 15 Juta 16,7% 15,0% 26,7%

4. > Rp.15 juta 33,3% - 73,3%

Terlihat data pada Tabel 7 di atas bahwa penghasilan peternak sapi di tiga

kabupaten ini dari kebun sawit yang mereka miliki, memberikan hasil lebih tinggi dari

usaha berternak sapi potong, kebanyakan peternak responden mendapatkan

penghasilan di atas Rp 15 juta/ tahun, sedangkan mayoritas peternak sapi potong

mendapatkan penghasilan di bawah Rp 5 juta/tahun dari usaha sapi potongnya. Hal

ini memperlihatkan bahwa usaha sapi potong masih dilaksanakan sebagai usaha

sampingan yang belum memberikan kontribusi maksimal dalam menambah

pendapatan petani peternak.

Tabel 8. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan berkebun sawit

No. Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. < 1 jam 26, 7% 30,0% 30,0%

2. 1 - 3 jam 53,3% 53,3% 53,3%

3. 3 - 6 jam 20,0% 16,7% 16,7%

19

Tabel 9. Rata-rata alokasi waktu responden melaksanakan kegiatan beternak sapi

No. Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. < 1 jam 3,3% 3,3% 10,0%

2. 1 - 3 jam 66,7% 66,7% 65,0%

3. 3 - 6 jam 30,0% 30,0% 25,0%

4. 6 - 10 jam - - -

Tabel 10. Rata-rata alokasi waktu responden dalam kegiatan tanaman pangan

No. Alokasi waktu Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1. < 1 jam 23,3% 23,3% 25,0%

2. 1 - 3 jam 63,3% 63,3% 60,%

3. 3 - 6 jam 13,4% 13,4% 15,0%

4. 6 - 10 jam - - -

Dari Tabel 8, 9 dan 10 di atas terlihat bahwa alokasi waktu peternak

responden untuk melaksanakan usaha beternak sapi setiap hari cukup banyak

memakan waktu terutama dalam hal pencarian pakan berupa hijauan rumput. Hal ini

menandakan bahwa peternak masih melaksanakan pemberian pakan sapi secara

tradisional.

Tabel 11. Sistem pemeliharaan sapi

No Sistem pemeliharaan Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1 Dikandangkan siang malam 50,0% 60,0% 70,0%

2 Dikandangkan malam saja, siang dilepas

46,7% 40,0% 30,0%

3 Tidak dikandangkan 3,3% - -

Data mengenai sistem pemeliharaan sapi yang disajikan pada Tabel 10

memperlihatkan bahwa masih banyak responden yang melepas sapinya pada siang

hari untuk merumput dan pada pagi atau sore harinya menyabitkan rumput untuk

makanan sapinya di kandang.

20

Tabel 12. Hasil ikutan tanaman sawit yang telah dimanfaatkan peternak

No Hasil ikutan tanaman sawit Pasaman Barat Sijunjung Dharmasraya

1 Pelepah/daun Sawit Segar 16,7% 20,0% 40,0%

2 Bungkil Inti Sawit (BIS) 3,3% - -

3 Solid (lumpur sawit) - 20,0% -

4 Belum pernah memakai 80,0% 60,0% 60,0%

Data pada Tabel 12 menunjukkan bahwa masih sangat minim peternak sapi

di daerah tanaman sawit yang memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai

pakan ternak sapi mereka. Mayoritas peternak sapi ini cenderung mencarikan

rumput segar sebagai pakan utama sapi mereka.

Dari data survai tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usaha peternakan

sapi potong yang dilaksanakan oleh peternak setempat masih banyak memakai cara

tradisional dan belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber

pakan yang melimpah di daerah mereka. Cara berternak yang tradisional tentu saja

mengharuskan peternak mencarikan pakan hijauan berupa rumput yang banyak

menghabiskan waktu, tenaga serta biaya. Oleh karena itu, beternak sapi masih

menjadi usaha sampingan karena keuntungannya jauh lebih rendah dibanding

dengan usaha perkebunan.

(ii). Kajian pemanfaatan dan pengembangan teknologi pakan hasil ikutan tanaman sawit

Kegiatan pengkajian pada kelompok Saiyo Sakato di Pasaman Barat

diberi perlakuan pakan menjadi dua perlakuan yaitu : (i). 15 ekor sapi induk

diberikan perlakuan pakan hijauan rumput ditambah pelepah dan daun sawit + 1

kg BIS/ekor/hari, (ii). 15 ekor sapi induk diberikan perlakuan pakan hijauan rumput

ditambah pelepah dan daun sawit + 2 kg Solid/ekor/hari. Dari kedua perlakuan

tersebut dilakukan pengamatan terhadap konsumsi pakan serta dilakukan

penimbangan berat badan sapi setiap 14 hari sekali.

Dari hasil penimbangan didapatkan data hasil penimbangan sesuai dengan

grafik yang disajikan dalam Gambar 1.

21

Gambar 1. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Kelompok Tani Saiyo Sakato, Pasaman Barat

Keterangan :

Perlakuan 1 : 15 ekor diberikan perlakuan pakan hijauan rumput ditambah pelepah dan daun sawit + Solid

Perlakuan 2 : 15 ekor diberikan perlakuan pakan hijauan rumput ditambah pelepah dan daun sawit + 2 kg Bungkil Inti Sawit (BIS)

BB1 - BB7 : Berat badan (BB) penimbangan setiap 14 hari

Dari Gambar 1 di atas terlihat bahwa sapi yang diberikan perlakuan pakan dari

hasil ikutan tanaman sawit berupa Solid dan BIS mengalami peningkatan berat

badan yang cukup signifikan, penurunan grafik yang terjadi pada perlakuan 1 pada

penimbangan ke-5 dan ke-6 terjadi karena adanya ternak sapi yang melahirkan,

sehingga berat badannya turun, namun pada umumnya ternak sapi Bali yang telah

mengkonsumsi Solid dan BIS mengalami peningkatan berat badan yang cukup baik

yankni mencapai rata-rata sebesar 0,36 kg/hari.

Sedangkan hasil pengamatan pada Kelompok Sinar Maju Jaya, Nagari

Kunangan Parik Rantang, Kabupaten Sijunjung, memperlihatkan bahwa ternak sapi

cukup menyenangi Solid dan memberikan efek yang cukup baik bagi pertumbuhan

ternak jika dilihat secara kasat mata, namun Solid yang diberikan masih dalam

jumlah terbatas dan tidak konsisten. Hal ini disebabkan karena solid dimanfaatkan

untuk memupuk tanaman sawit milik perusahaan dan belum diizinkan untuk

dikonsumsi masyakat sekitar.

Keterangan: BB = Berat Badan penimbangan

22

Dari hasil penimbangan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Simmental Jantan Keltan Sinar Maju Jaya, Kabupaten Sijunjung

Sapi pada kelompok tani Sinar Maju Jaya pemberian pakan dilakukan dua

kali sehari yang terdiri dari hijauan berupa campuran rumput dan silase pelepah

yang dikupas ditambah. Apabila tersedia maka Solid diberikan sebanyak 1-2

kg/ekor. Biasanya pakan yang diberikan selalu habis dimakan oleh sapi.

Dari Gambar 2 di atas terlihat kenaikan berat badan yang cukup signifikan

pada Sapi Simmental jantan setelah sapi diberikan perlakuan pakan yang

ditambah dengan Solid dengan kenaikan mencapai 0,67 kg/hari.

Sementara itu di Kelompok Tani Gelora, Sitiung Blok B, Kabupaten

Dharmasraya, Kelompok ini memelihara sapi jenis PO sebanyak 10 Ekor betina,

1 ekor jantan dan memiliki 7 ekor anak.

Perlakuan pakan yang diberikan berupa pelepah dan daun sawit di chopper

ditambah dedak padi, bungkil sawit sebanyak 1 kg/ekor. Apabila tersedia, maka

Solid diberikan sebanyak 1-2 kg/ekor/hari. Perkembangan berat badan sapi

kelompok ini dapat diamati pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat badan sapi Keltan Gelora, Kab.Dharmasraya

23

Dari grafik Gambar 3 di atas terlihat bahwa pertumbuhan berat badan sapi

setelah diberikan perlakuan pakan dari hasil ikutan tanaman sawit juga

mengalami peningkatan yang cukup baik. Penurunan yang terjadi pada

penimbangan BB-5 dan BB-8 terjadi karena ada induk sapi PO yang baru

melahirkan. Hal ini menandakan bahwa hasil ikutan tanaman sawit cukup baik

untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi. Dampak lain dari pemberian hasil

ikutan tanaman sawit, khususnya silase pelepah sawit pada sapi PO,

menghemat tenaga petani dalam mengumpulkan hijauan rumput dan

menghasilkan pertumbuhan ternak yang cepat sehingga fungsi reproduksi

berjalan normal.

(ii) Dampak Sosial Ekonomi

Dari ke tiga lokasi pengkajian tersebut, peternak yang menjadi kooperator

merasa sangat terbantu dengan adanya pengkajian ini karena mendapatkan

informasi penting mengenai pemanfaatan hasil ikutan dari tanaman sawit yang

selama ini terbuang. Pelepah sawit yang selama ini terbuang ternyata bisa

digunakan sebagai pengganti hijauan rumput yang dapat menghemat waktu dan

tenaga untuk mencari hijauan rumput. Dengan demikian, adanya teknologi

pengolahan pelepah sawit menjadi silase dan hijauan segar, dapat menghemat

waktu dan tenaga peternak dalam mencari hijauan rumput dan tidak harus

mengumpulkannya setiap hari.

Sementara itu dari pemanfaatan Solid sebagai pakan konsentrat berbiaya

murah yang terbukti cukup efektif dalam meningkatkan berat badan sapi,

peternak cukup mengeluarkan biaya pembelian Solid sebesar Rp 30/kg dari

pabrik yang memproduksinya ditambah dengan biaya transportasi, sehingga

harga solid hanya sekitar Rp.100/kg. Ini jauh lebih murah dibanding dengan

konsentrat lainnya seperti dedak yang harganya sekitar Rp. 1.500-2.000/kg.

Selain itu Solid yang menjadi limbah pembuangan pabrik bisa termanfaatkan

tanpa mengotori lingkungan sekitarnya.

(iii) Temu Lapang

Kegiatan temu lapang telah dilaksanakan di Kelompok Tani Gelora, Sitiung

Blok B, Kabupaten Dharmasraya pada tanggal 20 September 2012. Temu

lapang ini dihadiri oleh anggota kelompok tani dan beberapa kelompok tani di

24

sekitar lokasi pengkajian. Disamping itu, Ketua Kelompok Tani Saiyo Sakato dari

Kabupaten Pasaman Barat dan Kelompok tani Sinar Maju Jaya dari Kabupaten

Sijunjung turut menghadiri Temu Lapang tersebut. Pada temu lapang ini

didiseminasikan hasil kajian dan inovasi teknologi yang didapatkan kepada

petani peternak di lokasi kawasan sawit yang diharapkan dapat memudahkan

peternak dalam mengelola peternakan sapi sehingga nantinya dapat

meningkatkan kesejahteraan peternak sapi. Acara temu lapang ini dihadiri oleh

Bupati Dharmasraya beserta instansi terkait, yang memberi apresiasi pada

kegiatan pengkajian tersebut.

2. Potensi Pengembangan ke Depan

a. Kerangka Pengembangan ke Depan

Berdasarkan pengalaman selama pelaksanaan kajian ini, terdapat rencana

pengembangan ke depan yang meliputi:

Kegiatan sosialisai yang lebih luas tentang pemanfaatan hasil ikutan tanaman

sawit bagi sapi potong di daerah sentra perkebunan tanaman sawit

Diperlukan kajian yang lebih mendalam pengembangan teknologi pakan

berbasis hasil ikutan tanaman sawit bagi sapi potong yang lebih komersial.

b. Strategi Pengembangan ke Depan

Langkah awal adalah membuat ringkasan hasil kajian yang perlu disampaikan

kepada Dinas dan Instansi terkait di kebupaten dimana kegiatan ini

dilaksanakan dan dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera barat.

Mengupayakan agar hasil kajian yang potensial dapat disosialisasikan secara

lebih luas pada sentra perkebunan sawit di wilayah Sumatera Barat.

Perlu upaya dan solusi besama Pemda setempat dalam penyediaan hasil

ikutan pabrik kelapa sawit agar dapat dimanfaatkan oleh ternak sapi milik

masyarakat sekitar lokasi pabrik.

25

BAB IV. SINERGI PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Sinergi Koordinasi Kelembagaan dan Program

a. Kerangka Sinergi Koordinasi

Melalui pengkajian ini telah dilakukan koordinasi dengan Dinas terkait pada

tiga kabupaten tempat dilaksanakan kegiatan ini. Terutama dalam menentukan

lokasi kegitan di lapangan agar sesuai dengan program daerah Sumatera Barat

di lokasi pengembangan Gerakan Pensejahteraan Petani (GPP).

Koordinasi dengan Kelembagaan - Program terkait dilaksanakan dalam

bentuk Sosialisasi kegiatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman sawit

kepada instansi terkait.

Termasuk dalam bentuk koordinasi dalam rangka penyelesaian masalah yang

dihadapi dalam suplai bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan pabrik kelapa

sawit (PKS) seperti ketersediaan Solid sebagai sumber bahan pakan yang

murah bagi peternak yang berada di sekitar lokasi PKS.

b. Indikator Keberhasilan Sinergi

Tersosialisikannya kegiatan teknologi pakan berbasis hasil ikutan tanaman

sawit kepada instansi terkait dan instansi terkait berperan aktif dalam

mendukung kelancaran pengkajian

c. Perkembangan Sinergi Koordinasi

Perkembangan sinergi koordinasi kelembagaan terlihat dari antusiasme Dinas

setempat dan kelompok untuk mempelajari dan menerapkan teknologi

penggunaan hasil ikutan tanaman sawit sebagai sumber pakan sapi potong.

Terutama teknologi pemanfaatan Solid dan pembuatan silase pelepah sawit.

Dalam hal penyelesaian masalah, ketika Kelompok Tani Sinar Maju Jaya

yang berada di Kabupaten Sijunjung mengalami kesulitan untuk memperoleh

Solid maka melalui koordinasi dengan Dinas Peternakan dan Perikanan

Kabupaten Sijunjung dibuat surat permintaan Solid bagi kelompok tani tersebut.

Disamping itu dilakukan kunjungan oleh Dinas, Peneliti dan Ketua Kelompok

Tani ke pabrik yang bersangkutan.

26

2. Pemanfaatan Hasil Litbangyasa

a. Kerangka dan Strategi Pemanfaatan Hasil

Kegiatan pengkajian ini telah melakukan pendekatan dan sosialisasi dengan

instansi terkait khususnya dengan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat

dan Dinas terkait di kabupaten seperti Dinas Peternakan dan Badan Koordinasi

Penyuluh Pertanian setempat. Pendekatan dengan instansi terkait sangat

penting untuk menyebar-luaskan teknologi dan hasil Litbangyasa yang telah

dihasilkan oleh Institusi Penelitian, baik yang berasal dari Pusat maupun dari

Daerah. Melalui keterlibatan instansi terkait, maka penerapan teknologi di

lapangan dapat didukung secara bersama-sama. Termasuk informasi

keuntungan ekonomis yang dapat diraih melalui penerapan teknologi oleh para

petani peternak.

b. Indikator Keberhasilan Pemanfaatan

` Instansi terkait diharapkan dapat menyediakan Alsintan dalam mendukung

program ini. Di masa depan diharapkan dapat dihasilkan dukungan regulasi

dalam rangka penyediaan hasil ikutan tanaman sawit yang bisa dimanfaatkan

oleh peternak sebagai sumber pakan murah

c. Perkembangan Pemanfaatan Hasil

Terdapat dua kendala dan hambatan dalam pemanfaatan hasil Litbangyasa di

lokasi pengkajian, yaitu:

(i) Belum tersedianya peralatan Alsintan, berupa Chopper, dan

(ii) Belum tersedia secara maksimal hasil ikutan kelapa sawit berupa Solid bagi

petani di sekitar pabrik kelapa sawit.

Oleh karena itu di lokasi yang terbatas alsintan-nya maka pengembangan

teknologi masih dibatasi pada pemanfaatan hasil ikutan agro-industri sawit

berupa pemanfaatan Solid dan bungkil inti sawit. Pemanfaatan daun dan

pelepah sawit hanya terbatas pada lokasi dimana tersedia alat pencacah hijauan

(Chopper).

27

BAB V. PENUTUP 1. KESIMPULAN

Sumatera Barat memilki potensi sumber daya yang cukup besar untuk

memanfaatkan hasil ikutan tanaman sawit sebagai pakan sapi. Hasil kajian ini

memperlihatkan bahwa pengembangan teknologi pemanfaatan hasil ikutan tanaman

sawit sebagai pakan ternak sapi potong cukup menjanjikan untuk dikembangkan di

wilayah sentra produksi sawit.

Hasil kajian percepatan pengembangan teknologi pemanfaatan pakan sapi

potong berbahan baku hasil ikutan kelapa sawit, dapat direkomendasikan kepada

para stakeholder dan end-users. Hasil pengkajian ini dapat mendorong

berkembangnya teknologi penyediaan pakan bermutu dalam rangka meningkatkan

produksi sapi potong dan pendapatan masyarakat petani sesuai dengan harapan

program GPP di Sumbar. Di sisi lain, efisiensi produksi tanaman sawit pun dapat

ditingkatkan melalui pemanfaatan pupuk organik yang dihasilkan ternak.

a. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran

Pengkajian ini dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan yang meliputi (i)

Pelaksanaan survei (Kegiatan 1), dan (ii) Kajian pemanfaatan hasil ikutan

tanaman sawit pada sapi potong (Kegiatan 2). Hasil Kegiatan 1,

memperlihatkan bahwa usaha peternakan sapi potong oleh peternak setempat

masih memakai cara tradisional dan belum memanfaatkan hasil ikutan tanaman

sawit. cara berternak yang tradisional mengharuskan peternak mencarikan

pakan hijauan berupa rumput yang banyak menghabiskan waktu, tenaga serta

biaya. Hasil Kegiatan 2, memperlihatkan bahwa (i) sapi yang diberikan

perlakuan pakan dari hasil ikutan tanaman sawit berupa Solid dan BIS

mengalami peningkatan berat badan yang cukup signifikan, (ii) ternak sapi

menyenangi produk Solid dan memberikan efek yang cukup baik bagi

pertumbuhan, dan (iii) Pemberian hasil ikutan tanaman sawit, khususnya silase

pelepah sawit pada sapi PO, dapat menghemat waktu dan tenaga petani dalam

mengumpulkan hijauan rumput dan menghasilkan pertumbuhan ternak yang

cepat sehingga fungsi reproduksi berjalan normal.

Anggaran dikelola melalui sistem keuangan BPTP dan disesuaikan dengan

aturan anggaran pemerintah. Di BPTP Sumbar telah dibentuk Tim Pengelola

28

Keuangan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai

No.214a/KU.330/I.10.3/2/2012 tanggal 10 Pebruari 2012.

b. Metode Pencapaian Target Kinerja

Produk target yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan ini adalah:

“Adaptasi teknologi maju agar lebih berpeluang untuk diadopsi petani, peternak,

nelayan, dan pembudidaya ikan skala kecil”. Hal ini dilakukan dengan cara

menghasilkan teknologi maju untuk pemanfaatan pakan sapi potong berbasis

hasil ikutan tanaman sawit, melalui:

(i) Rekomendasi pengembangan teknologi pakan sapi potong berbasis hasil

ikutan tanaman sawit sebagai upaya meningkatkan produksi sapi potong di

Sumbar.

(ii) Sosialisasi formulasi ransum berbasis tanaman sawit untuk sapi potong

sesuai dengan kondisi setempat.

(iii) Publikasi sebanyak minimal dua tulisan ilmiah yang diterbitkan di

jurnal/prosiding nasional atau daerah.

c. Potensi Pengembangan ke Depan

Berdasarkan hasil survai dan kegiatan kajian di tiga kabupaten tersebut maka

terdapat potensi pengembangan sapi potong dengan memanfaatkan hasil

ikutan tanaman sawit. Hal ini bervariasi antar kabupaten tempat dilaksanakan

kajian tersebut.

(i) Kabupaten Pasaman Barat: Potensi untuk mengembangkan sapi induk

lokal dengan memanfaatkan produk Solid yang dapat diperoleh dari PKS

dengan harga yang relatif murah.

(ii) Kabupaten Sijunjung: Potensi untuk mengembangkan sapi penggemukan

(simental dan sejenis) dan sapi perbibitan (sapi bali) dengan memanfaatkan

silase isi pelepah daun sawit. Pemanfaatan Solid masih terbentur pada izin

pabrik (PKS). Oleh karena itu, diperlukan intervensi Pemerintah Daerah agar

PKS dapat memberi kelonggaran bagi petani yang berada di sekitar pabrik

untuk pemanfaatan secara terbatas dari produk Solid yang dihasilkannya.

(iii) Kabupaten Dharmasraya: Potensi untuk mengembangkan sapi

penggemukan sapi perbibitan (sapi PO) dan usaha penggemukan dengan

29

memanfaatkan silase daun sawit. Telah ada minat pihak perbankan untuk

memodali usaha penggemukan sapi di lokasi kajian tersebut. Pemanfaatan

Solid belum dapat diaplikasi karena masalah yang sama dengan di Kabupaten

Sijunjung.

d. Sinergi Koordinasi Kelembagaan - Program

Sinergi koordinasi kelembagaan - program ke depan perlu dilaksanakan

dengan melibatkan Instansi pemerintah, masyarakat petani, pihak pemberi

modal (perbankan), perusahaan perkebunan dan instansi penghasil teknologi

(Ristek-Litbang). Dalam hal ini masing-masing pihak terkait berperan sesuai

dengan tupoksinya agar sinergisme berjalan sesuai harapan, yaitu: Pemerintah

berperan dalam fungsi koordinatif, masyarakat sebagai pengguna hasil ikutan

tanaman perkebunan sekaligus sebagai penyuplai pupuk organik bagi

perusahaan perkebunan, perbankan memberi kemudahan dalam penyediaan

modal yang prospektif, perusahaan perkebunan memudahkan hasil ikutan

tanaman sawit dimanfaatkan petani, dan terakhir teknologi tepat guna dibantu

oleh penghasil teknologi.

Diharapkan ke depannya terjalin lebih erat lagi sinergi dengan instansi terkait

di daerah serta dengan kelompok tani agar informasi teknologi ini dapat

diterima secara luas di masyarakat Sumatera Barat, khususnya yang berada di

daerah berbasis sawit.

e. Kerangka Pemanfaatan Hasil Litbagyasa

Hasil dari pengkajian ini diharapkan nantinyadiadopsi oleh kelompok tani di

daerah berbasis sawit. Sosialisasinya diharapkan melalui kegiatan temu lapang

di masing-masing lokasi pengkajian dengan mengundang kelompok tani lain

agar pemanfaatan hasil pengkajian ini dapat berkembang di kelompok lain.

Apalagi setelah Temu Lapang dilaksanakan, maka kehadiran Bupati

Dharmasraya mengharapkan agar dapat diterapkan hasil kajian dalam skala

usaha yang lebih luas di daerah.

30

2. SARAN

a. Keberlanjutan Pemanfaatan Hasil Kegiatan

Diperlukan upaya diseminasi dan penyuluhan yang kontinyu untuk

menyebar-luaskan hasil kajian pengembangan teknologi pemanfaatan pakan

sapi potong berbasis sumberdaya lokal oleh instansi terkait.

Keberlanjutan koordinasi dengan instansi terkait, khususnya dalam

menfasilitasi petani agar dapat memperoleh akses terhadap hasil ikutan

tanaman sawit yang diproduksi oleh pabrik kelapa sawit, terutama untuk

komoditas Solid.

b. Keberlanjutan Dukungan Program RISTEK

Kajian seperti ini masih memerlukan upaya sosialisasi yang cukup panjang

sebelum dapat diterapkan secara luas pada wilayah perkebunan sawit. Oleh

karena itu, kajian sejenis masih terus diperlukan di berbagai lokus dengan

dampak utama adalah tersosialisasinya teknologi integrasi ternak sapi

dengan tanaman sawit.

Kegiatan kajian yang masih memerlukan dukungan Program Ristek adalah

upaya penerapan teknologi pada skala usaha komersial di lapangan.

31

DAFTAR PUSTAKA Ahmad, S. dan Mohd. Ariff Omar. 1998. Research and development on livestock and

tree crops integration dalam Proc. National Seminar on Livestock and Crop Integration in Oil Palm: “Towards Sustainability”.

Azmi dan Gunawan. 2005. Pemanfaatan pelepah kelapa sawit dan Solid untuk pakan sapi potong. Dalam Prosiding Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit sebagai Pakan Ternak. Bahan Memorandum kepada Menteri Pertanian, Maret 2008.

Bamualim, A., Wirdahayati, dan Marak Ali. 2006. Profil Peternakan Sapi dan Kerbau di Sumatera Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat.

Bamualim, A. dan B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia. Dalam “Sistem Integrasi Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao”, hal 1-14. Puslitbang Peternakan, Badan Litbang Pertanian.

Bamualim, A., Y. Hendri, Wirdahayati R.B., H. Surya, Aguswarman, Sadar, Ratna A.D., J.M. Muis, R. Wahyuni, Agusviwarman, Nasril dan Supriyadi. 2011. Kajian pemanfaatan nilai jual sapi lokal (40%) dengan perbaikan kualitas dan kuantitas pakan berbasis sawit di Sumatera Barat. Laporan hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.

Buharman, B. 2011. Pemanfaatan teknologi pakan berbahan baku lokal mendukung pengembanan sapi potong di Sumatera Barat. Wartazoa, 2011.

Cookson, J.t., 1995. Biomediation Engineering: Design And Apllication. Mc. Graw. Hill. Inc

Dahlan, I., M.D. Mahyuddin, M.A. Rajion dan M.S. Sharifudin. 1993. Oil palm frond leaf for preslaughter maintenance in goats. Proc. 16th MSAP Ann. Conf. pp. 78-79.

Dalzell, R. 1977. A case study on the utilization of effluent and by-products of oil palm by cattle and buffaloes on an oil palm estate dalam Feedingstuffs for livestock in South East Asia. pp. 132-141.Davendra., C. 1977. Utilization of feedstuffs from the oil palm. Feedingstuffs for livestock in South East Asia (1977). 116-131.

Dhawale, S.S and K. Katrina., 1993. Alternatif Methods for Production of Staining of Phanerochaete crysosporium Bacyodosporus. J. Applied and Environmental Microbiology. May 1993: 1675-1677.

Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2007. Laporan Tahunan Tahun 2007.

Djajanegara, A., I.G. Ismail dan S. Kartaatmaja. 2006. Teknologi dan manajemen usaha berbasis ekosistem. Dalam “Integrasi Tanaman-Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno dan A.M. Fagi). Halaman: 251-275. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Eaton, D., Chang, H.M. dan T.K. Kirk. 1980. Fungal decoloration of krafk bleach plants effluents. TAPPI Journal Vol 63, No. 10

32

Edwardi, 2009. Program dan Kegiatan Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat. Makalah disampaikan pada Forum SKPD Provinsi Sumatera Barat. Padang , Sumatera Barat.

Elisabeth, J., Dan Simon P. Ginting. 2003. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Kelapa Sawit Sebagai Bahan Pakan Ternak Sapi Potong. Lokakarya Sistem Integrasi Sawit-sapi. Hal 111-119.

Hosen, N. 2006. Prospek Pengembangan Ternak Sapi Lokal di Sumatera Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Peternakan, BPTP Sumatera Barat, Padang 11-12 September 2006.

Jalaludin, S., 1994. Feeding System Based On Oil Palm By Products. Improving Animal Production System Based on Local Feed Resources. Proceeding of a Symposium 7th AAAP animal Science Kongress.

Kearl, L.C. 1982. Nutrient Requirements of Rumkinants in Developing Countries. International Feedstuffs Institute, Utah state University, Logan, Utah, USA.

Pasandaran, E., A. Djajanegara, K. Kariyasa dan F. Kasryno. 2006. Kerangka konseptual integrasi tanaman–ternak di Indonesia. Dalam “Integrasi Tanaman–Ternak di Indonesia” (Eds. E. Pasandaran, F. Kasryno dan A.M. Fagi). Halaman: 11-31. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Puastuti, W., 2007. Optimasi Penggunaan Produk Samping Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ruminansia. Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri Olahannya Sebagai Pakan Ternak. Hal: 143-152

Purba, A. dan Simon P. Ginting. 1995. Nilai Nutrisi Dan Manfaat Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak. J. Penelitian Kelapa Sawit 5(3): 161-178.

Rusdi, U.D., 1992. Fermentasi Konsentrat Campuran Bungkil Biji Kapok Dan Onggok Serta Implikasi Efeknya Terhadap Pertumbuhan Ayam Broiler. Disertasi, UNPAD-Bandung.

Santosa, U., 1996. Efek Jerami Padai Yang Difermentasi Oleh Jamur Tiram Putih (Pleuretus ostreatus) Terhadap Penggemukan Sapi Jantan Peranakan Ongole. Disertasi, UNPAD-Bandung.

Simanhuruk, K., Junjungan dan S.P. Ginting. 2008. Pemanfaatan Silase Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Basal Kambing Kacang Fase Pertumbuhan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal: 446-455.

Tarmidi, A.R., 1999. Pemanfaatan Ampas Tebu Olahan Dengan Proses Biokonversi Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Dalam Campuran Ransum Dan Pengaruhnya Terhadap Penampilan Ternak Domba Priangan. Disertasi, UNPAD-Bandung.

Wirdahayati R.B., Y. Hendri, A. Bamualim, Ratna A.D., J.M. Muis, R. Wahyuni, Ermidias dan Asmak. 2011. Inovasi teknologi peternakan sapi dengan pakan suplemen by-produk agro industri sawit dan jagung mendukung program Pemda Sumatera Barat satu Petani Satu Sapi (SPSS). Laporan hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat TA 2011.

Wain Wright. M., 1992. An Introduction to Fungal Biotechnology. Jhon Wiley and Son. Ltd