Laporan 2.docx

9
B. Pembahasan Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak dikonsumsi dan sangat popular di kalangan masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah dihaliskan, dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat – bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera (Wibowo, 1999). Bakso daging biasanya dibuat dari daging sapi dan sebagai bahan pengikat biasanya menggunakan tepung tapioka atau pati ketela pohon. Sedangkan bahan tambahan dan bumbu yaitu garam, bawang putih, dan lada. Daging yang akan dibuat bakso digiling terlebih dahulu kemudian dicampur dengan tepung dan bumbu- bumbu yang telah dihaluskan secara merata hingga menjadi adonan yang homogen, kemudian adonan bakso tersebut dicetak dan direbus pada air mendidih hingga mengapung (Wibowo, 1999). Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak dengan kadar daging tidak kurang dari 50% dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan (Astawan, 1989). Wibowo (1999) juga mengatakan bahwa kualitas bakso ditentukan oleh banyak sedikitnya campuran tepung tapioka yang ditambahkan, semakin banyak tepung tepioka yang digunakan akan membuat kualitas bakso semakin rendah. Komposisi kimia bakso ditentukan oleh komposisi kimia bahan penyusunnya. Bahan penyusun bakso sendiri antara lain daging sapi, tepung, garam, putih telur, dan bumbu-bumbu penyedap lainnya. Faktor lain sepertiMenurut Soeparno (1994), daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang digunakan dalam proses pembuatan bakso sebaiknya berupa daging segar (0 - 12 jam sesudah pemotongan) karena penyimpanan daging di atas 12 jam akan menyebabkan fase logaritmik atau pertumbuhan eksponensial dimana jumlah mikroorganisme meningkat dan tumbuh dengan laju

description

bakso

Transcript of Laporan 2.docx

Page 1: Laporan 2.docx

B. PembahasanBakso merupakan salah satu produk olahan daging yang banyak dikonsumsi dan

sangat popular di kalangan masyarakat. Pengolahan daging menjadi bakso bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, meningkatkan nilai estetika, dan meningkatkan nilai ekonomis. Bakso merupakan produk olahan daging/ ikan/ tahu/ bahan lain yang telah dihaliskan, dicampur dengan bumbu dan tepung kemudian dibentuk bulat – bulat dengan diameter 2-4 cm atau sesuai dengan selera (Wibowo, 1999).

Bakso daging biasanya dibuat dari daging sapi dan sebagai bahan pengikat biasanya menggunakan tepung tapioka atau pati ketela pohon. Sedangkan bahan tambahan dan bumbu yaitu garam, bawang putih, dan lada. Daging yang akan dibuat bakso digiling terlebih dahulu kemudian dicampur dengan tepung dan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan secara merata hingga menjadi adonan yang homogen, kemudian adonan bakso tersebut dicetak dan direbus pada air mendidih hingga mengapung (Wibowo, 1999).

Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak dengan kadar daging tidak kurang dari 50% dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan.

Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan (Astawan, 1989).  Wibowo (1999) juga mengatakan bahwa kualitas bakso ditentukan oleh banyak sedikitnya campuran tepung tapioka yang ditambahkan, semakin banyak tepung tepioka yang digunakan akan membuat kualitas bakso semakin rendah.

Komposisi kimia bakso ditentukan oleh komposisi kimia bahan penyusunnya. Bahan penyusun bakso sendiri antara lain daging sapi, tepung, garam, putih telur, dan bumbu-bumbu penyedap lainnya. Faktor lain sepertiMenurut Soeparno (1994), daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging yang digunakan dalam proses pembuatan bakso sebaiknya berupa daging segar (0 - 12 jam sesudah pemotongan) karena penyimpanan daging di atas 12 jam akan menyebabkan  fase logaritmik atau pertumbuhan eksponensial dimana jumlah mikroorganisme meningkat dan tumbuh dengan laju pertumbuhan yang konstan hingga faktor lingkungan menjadi terbatas. Bintoro (2008) juga mengatakan bahwa daging yang digunakan untuk pembuatan bakso haruslah daging yang baik, yang mempunyai konsistensi padat (gempal) , tidak mengandung lemak dan jaringan ikat seperti daging bagian paha, dada dan punggung.

Selain daging, dibutuhkan juga tepung tapioka. Tepung tapioka adalah karbohidrat granuler yang berwarna putih, hasil sintesa tanaman dari barbagai gugus glukosa yang berfungsi sebagai bahan makanan cadangan. Tepung ini terdiri dari amilosa dan amilopektin yang dapat memperkuat permukaan terhadap bahan yang ditambahkan tepung tersebut (Wargiono, 1979). Komponen amilosa berfungsi dalam daya serap air dan kesempurnaan proses gelatinisasi pada produk (Hidayat, 2007).  Pemakaian tepung dalam pembuatan bakso berfungsi sebagai bahan pengental dan pengikat adonan, sehingga akan terbentuk tekstur bakso yang baik. Untuk membuat bakso yang lezat dan bermutu tinggi jumlah tepung yang dicampurkan sebaiknya tidak lebih dari 15 % berat dagingnya.

Untuk mengetahui kualitas bakso yang ada, maka harus dilakukan pengujian analisis terhadap bakso tersebut. Terdapat banyak kriteria pengujian yang harus memenuhi persyaratan SNI, antara lain kadar air, kadar abu, kadar protein dan uji  organoleptik (bau, rasa, warna, tekstur), serta adanya perkembangan bakteri Escherichia coli dan Salmonella

Page 2: Laporan 2.docx

a. Kadar AirKandungan air bahan pangan akan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap

serangan mikroba. Bahan yang mengandung kadar air terlalu banyak akan lebih rentan terhadap serangan mikroba. Karena air dapat digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme. Untuk memperpanjang daya simpan suatu bahan maka sebagian kadar air dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu (Winarno 2002).

Pengujian kadar air dilakukan untuk mengukur kadar air bebas pada bahan yang mengandung bahan-bahan yang mudah menguap. Pengujian kadar air ini menggunakan prinsip distilasi. Berdasarkan standar mutunya, kadar air pada bakso sapi tidak boleh lebih dari 70 % b/b. Dari data hasil pengamatan dapat diketahui bahwa persentase kadar air bakso sapi yang diujikan adalah 11.44% artinya bakso yang diujikan telah memenuhi syarat mutu SNI.

b. Kadar AbuPengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang

terdapat dalam bakso daging sapi. Menurut Sudarmadji et. al. (1989), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka bakso daging sapi tersebut kurang bersih dalam pengolahannya, yaitu pada saat pemisahan daging dari kulit ada sebagian kulit yang ikut menjadi bakso daging sapi.

Pada prinsipnya, pengujian kadar abu dilakukan dengan suhu yang sangat tinggi sehingga bahan-bahan yang akan terbakar adalah bahan organikseperti mineral-mineral. Pengujian kadar abu digunakan untuk mengetahui seberapa banyak kandungan bahan anorganik yang ada dalam bakso yang diuji. Berdasarkan syarat mutu SNI, kadar abu pada bakso daging tidak boleh lebih dari 3%. Dari data pengamatan dapat diketahui bahwa kadar abu bakso daging yang diujikan adalah 90.60%. Artinya bakso daging yang diujikan tidak memenuhi syarat mutu SNI karena sangat banyak mengandung bahan anorganik yang terdapat dalam bumbu dan bahan penyedap serta pengenyal. Selain itu dimungkinkan kurang bersih dalam pengolahannya.Bahan penyedap yang digunakan mengandung bahan-bahan yang tidak menguap meskipun dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi.

c. Kadar ProteinUji kadar protein digunakan dengan menggunakan metode kjeldahl. Prinsip dari uji ini

adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbondioksida dan air serta pelepasan nitrogen dalam bentuk amoniak. Amoniak yang terdapat dalam asam sulfat berbentuk amonium sulfat, sedangkan air dan karbondioksida akan terpisahkan dalam proses destilasi. Jumlah protein dalam bahan pangan dihitung dalam perkalian jumlah gram nitrogen dengan konstanta 6,25. Asumsi ini diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16%, namun hal ini tidak sepenuhnya benar karena tidak semua protein mengandung kadar nitrogen sebesar 16% sehingga uji ini dinamakan uji kadar protein kasar (Nissen,1992).            Indikator yang digunakan adalah indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan metil blue. Ketika didestilasi, protein akan terpisah dalam bentuk amonia. Kemudian bereaksi dengan asam borat yang mengakibatkan warna larutan berubah menjadi hijau bening. Pekat tidaknya warna larutan mengindikasikan banyak tidaknya kandungan protein dalam bahan tersebut. Semakin pekat warna larutan tersebut menandakan kandungan

Page 3: Laporan 2.docx

protein dalam bahan tersebut semakin tinggi. Untuk mengetahui secara pasti jumlah protein dalam bahan tersebut, langkah selanjutnya adalah titrasi. Titrasi dihentikan ketika warna larutan tepat berubah seperti warna semula. Nilai protein dalam bahan (%) dihitung dengan mengalikan % total N dengan faktor konversinya. Untuk baso daging, digunakan faktor konversi sebesar 6,25.            Berdasarkan praktikum mandiri diperoleh bahwa hasil uji protein yang dilakukan terhadap sampel bakso daging sapi dengan metode uji protein kjehdahl menunjukkan bahwa bakso tersebut mengandung protein sebanyak 11,9 % b/b. Jika merujuk pada SNI Bakso Daging mempersyaratkan syarat mutu untuk kadar protein minimal sebesar 9,0 b/b. Dengan demikian bakso daging yang dianalisis telah memenuhi SNI bakso daging.

d. Cemaran MikrobaMikroba merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan ini. Sesteril

apapun suatu proses, pasti tetap ada kontaminan dari bakteri. Walaupun suatu produk mengandung bakteri ataupun mikroba, dalam batasan tertentu suatu produk masih diperbolehkan untuk dikonsumsi. Sampel yang akan diuji kali ini adalah bakso daging. Daging merupakan salah satu bahan yang rentan akan kontaminan mikroba. Dalam daging terkandung bahan-bahan yang sangat cocok bagi pertumbuhan mikroba. Kalau tidak ditangani dan diolah dengan benar, maka umur simpan dari daging maupun olahannya tidak akan bertahan lama.

Pada praktikum kali ini digunakan dua medium agar yang digunakan untuk membiakkan dua kikroorganisme yang berbeda. Medium pertama adalam medium EMB ( Eosyin Methylen Blue ) untuk mengidentifikasi adanyaE. coli. Medium ini merupakan medium selektif untuk isolasi dan differensiasi dari bakteri enterik, khususnya koliformnya. Medium ini dibuat dari campuranpancreas hidrolase dari gelatin 10 gram, laktosa 10 gram, fosfat dipotassium 2 gram, agar 15 gram, eosin y 0,4 gram, dan methylen blue65,0 gram. Setelah disimpan pada inkubator bersuhu 470C selama 5-6 hari, pada medium tidak menunjukkan perubahan apapun. Ini berarti dari sampel yang diuji dan telah mengalami pengenceran 10-1, tidak mengandung kontaminan Eschericia coli. Standar dari SNI sendiri, kadar E. coli yang masih diperbolehkan adalah < 3 APM/g.

Medium kedua yang digunakan adalah medium SSA (Selective Strep Agar ). Medium ini digunakan untuk mengidentifikasi adanya bakteri Salmonella.  Medium ini terbuat dari Pancreatic Digest of Casein 14.5 g,Papaic Digest of Soybean Meal 5.0 g, Sodium Chloride 5.0 g, Agar 14.0 g, Growth Factors 1.5 g Selective Agents 40.2 mg (Anonim, 2006). Dengan medium ini, bakteri Salmonella dapat dibedakan dan timbul tanda-tanda penampakan. Sebelum ditanam/ diinokulasi, terlebih dahulu daging bakso (sampel) ditimbang dan dihancurkan. Kemudian daging tersebut diencerkan 10 -1, supaya diperoleh biakan murni dari bakterti Salmonella.Setelah disimpan pada inkubatur bersuhu 38 0C selama 5-6 hari, tidak ada pertumbuhan Salmonella pada medium tersebut. Sama seperti uji terhadap E. coli, berarti bakso yang diuji masih dalam keadaan bagus dan dengan penyimpanan yang sesuai dengan standar. Hal ini terbukti dengan tidak adanya kontaminan pada sampel yang di uji. Jika ditinjau menurut SNI (Standar Nasional Indonesia), memang tidak dianjurkan produk bakso sapi mengandung sedikitpun bakteri Salmonella.

e. Uji Organoleptik (Mutu Hedonik)            Penilaian aroma, rasa, warna dan tekstur memiliki fungsi dan cara penilaian yang berbeda, antara lain : 1). Penilaian aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan

Page 4: Laporan 2.docx

makanan tersebut, dalam hal aroma atau bau lebih banyak sangkut pautnya dengan alat indera pembau; 2). Penilaian rasa makanan dapat dikendalikan dan dibedakan oleh kuncup-kincup cecepan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda merah jingga pada lidah; 3). Penilaian warna makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh indera penglihatan atau mata, sehingga tidak semua orang dapat melakukan penilaian warna; 4). Penilaian tekstur makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh indera lidah atau perasa dan indera kulit, penilaian tekstur biasa digunakan untuk menguji kerenyahan dan permukaan yang diteliti (Wibowo,1999).            Ada beberapa kriteria mutu sensoris bakso daging antara lain : 1). Tampilan : bakso memiliki bentuk bulat halus, berukuran seragam, bersih dan mengkilap, tidak kusam, sedikitpun tidak tampak berjamur dan tidak berlendir. 2). Warna : bakso memiliki warna cokelat muda cerah atau sedikit agak kemerahan atau abu-abu, dan warna tersebut merata tanpa warna lain yang mengganggu. 3). Aroma : bakso memilki aroma khas daging segar rebus dominan, tanpa bau tengik, masam, basi atau busuk dan bau bumbu cukup tajam. 4). Rasa : bakso memiliki rasa lezat, enak, rasa daging dominan dan rasa bumbu cukup menonjol tetapi tidak berlebihan dan tidak terdapat rasa asing yang mengganggu. 5). Tekstur : bakso memiliki tekstur kompak, elastis, kenyal tetapi tidak liat, lembek, tidak basah berair dan tidak rapuh (Wibowo, 1999)

Uji mutu hedonik tidak menyatakan suka atau tidak suka melainkan menyatakan kesan tentang baik atau buruk. Kesan baik atau buruk ini disebut kesan mutu hedonik. Oleh karena itu, beberapa ahli memasukkan uji mutu hedonik ke dalam uji hedonik. Kesan mutu hedonik lebih spesifik dari pada sekedar kesan suka atau tidak suka. Mutu hedonik dapat bersifat umum, yaitu baik atau buruk dan bersifat spesifik seperti empuk- keras untuk daging, pulen-keras untuk nasi, renyah untuk mentimun. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembandingan produk dengan produk pesaing (Setyaningsih, 2010).

Skala mutu hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang  dikehendakinya. Skala mutu hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir (Setyaningsih,2010).

Pada contoh uji mutu hedonik disajikan secara acak dan dalam memberikan penilaian panelis tidak boleh mengulang-ulang penilaian atau membanding-bandingkan contoh yang disajikan. Sehingga untuk satu panelis yang tidak terlatih, sebaiknya contoh disajikan satu per satu hingga panelis tidak akan membanding-bandingkan satu contoh dengan lainnya.            Pada uji organoleptik ini tidak dilakukan perhitungan analisis secara statistik, dikarenakan bahan yang diuji hanya satu cantoh/ sampel sehingga hanya dibandingkan dengan SNI. Kriteria yang diuji pada saat praktikum mandiri yaitu: aroma, rasa, warna, dan tekstur. Untuk aroma diperoleh nilai rata-rata sebesar 2,3 maka bakso daging sapi tersebut memiliki aroma yang harum daging, hal ini sesuai dengan literatur SNI yang menyatakan aroma netral dan khas daging. Untuk rasa diperoleh nilai rata-rata sebesar 1,33 maka bakso daging sapi tersebut mempunyai rasa sangat gurih. Untuk warna bakso diperoleh rata-rata sebesar 2,167 artinya bakso tersebut memiliki warna yang cerah. Hal ini sesuai dengan literatur SNI yang di dapat bahwa syarat mutu bakso daging sapi adalah berwarna cerah. Sedangkan pada tekstur bakso diperoleh nilai rata-rata 1,83 artinya bakso memiliki tekstur yang cenderung ke kenyal. Dari hasil uji organoleptik dengan cara uji mutu hedonik dapat disimpulkan bahwa kriteria seperti aroma, warna, dan tekstur memenuhi syarat SNI. Yakni

Page 5: Laporan 2.docx

bakso memiliki aroma yang khas daging, warna cerah dan tekstur yang kenyal. Namun untuk rasa bakso tidak memenuhi SNI yakni sangat gurih, hal ini disebabkan karena bakso tersebut mengandung banyak penyedap rasa dan pengawet.

IV. KESIMPULAN

   Bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak dengan kadar daging tidak kurang dari 50% dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Dalam pengujian proksimat bakso daging ini dapat disimpulkan bahwa kadar air bakso yang dilakukan pada saat praktikum ini telah memenuhi standar mutu.  Pada pengujian kadar abu data pada saat praktikum tidak memenuhi standar mutu hal ini disebabkan karena sangat banyak mengandung bahan anorganik yang terdapat dalam bumbu dan bahan penyedap serta pengenyal. Selain itu dimungkinkan kurang bersih dalam pengolahannya. Bahan penyedap yang digunakan mengandung bahan-bahan yang tidak menguap meskipun dipanaskan pada suhu yang sangat tinggi. Pada uji kadar protein menggunakan metode kjehdahl  menunjukan bahwa kandungan protein bakso daging yang dianalisis telah memenuhi SNI bakso daging. Pada pengujian cemaran mikroba untuk bakteri Eschericia coli digunakan media EMB ( Eosyin Methylen Blue ), lalu setelah disimpan pada inkubator bersuhu 470C selama 5-6 hari, pada medium tidak menunjukkan perubahan apapun. Ini berarti dari sampel yang diuji dan telah mengalami pengenceran 10 -1, tidak mengandung kontaminan Eschericia coli. Sedangkan untuk bakteri    Salmonellamenggunakan medium SSA (Selective Strep Agar ) Setelah disimpan pada inkubatur bersuhu 38 0C selama 5-6 hari, tidak ada pertumbuhan Salmonellapada medium tersebut. Hal ini terbukti dengan tidak adanya kontaminan pada sampel yang di uji. Kemudian pada uji organoleptik bakso daging ini tidak dilakukan perhitungan analisis secara statistik, dikarenakan bahan yang diuji hanya satu cantoh/ sampel sehingga hanya dibandingkan dengan SNI. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa bakso daging memiliki aroma, warna dan tekstur yang memenuhi standar mutu. Yaitu  aroma yang khas daging, warna cerah dan tekstur yang kenyal. Namun untuk rasa bakso tidak memenuhi SNI yakni sangat gurih, hal ini disebabkan karena bakso tersebut mengandung banyak penyedap rasa dan pengawet.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006.Group A Selective Strep Agar.Maryland, Becton, Dickinson and      CompanyAstawan, W. 1989. Teknologi Pengolahan Pangan Tepat Guna. Jakarta:CV          Akademika Pressindo,Bintoro, V. P. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Semarang:         Badan Penerbit Universitas Diponegoro.Hidayat, B., B. A. Adil., dan Sugiyono. 2007. Karakterisasi Tepung Ubi Jalar       (Ipomoea batatas L.) Varietas Shiyorutaka serta Kajian Potensi        Penggunaannya sebagai Sumber Pangan Karbohidrat Alternatif. J.             Teknologi dan Industri Pangan. 18: 32-39.

Nissen,Steven. 1992. Modern Methods in Protein Nutrition and Metabolism. London : Academic Press.Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor:            Penerbit IPB Press.

Page 6: Laporan 2.docx

SNI 01-3818-1995. Syarat Mutu Produk Bakso Daging. Jakata: Badan Standardisasi         Mutu Nasional.Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: UGM Press.

Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: UGM Press.Wargiono, J. 1979. Ubikayu dan Cara Bercocok Tanamnya. Bogor: Lembaga Pusat           Penelitian Pertanian.Wibowo, S. 1999. Pembuatan Bakso Ikan dan Bakso Daging. Jakarta:Penebar      Swadaya Marietta.2008.EMB.www.marietta.edu [ 19 Desember 2010 ].

Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : PT Sastra Hudaya.