Laporan 1

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau Prosesterjadinya ledakan. Suatu operasi peledakan batuan akan mencapai hasil optimal apabila perlengkapan dan peralatan yang dipakai sesuai dengan metode peledakan yang diterapkan. Dalam membicarakan perlengkapan dan peralatan peledakan perlu hendaknya terlebih dahulu dibedakan pengertian antara kedua hal tersebut. Pekerjaan peledakan adalah pekerjaan yang penuh bahaya. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan penuh perhitungan dan hati –hati, agar tidak terjadi kegagalan atau bahkan kecelakaan. Untuk itu operator yang melakukan pekerjaan peledakan harus mengerti benar tentang cara kerja, sifat dan fungsi dari peralatan yang digunakan. Karena persiapan peledakan yang kurang baik akan menghasilkan bisa menyebabkan hasil yang tidak sempurna serta mengandung resiko bahaya terhadap keselamatan pekerja maupun peralatan . Dalam hal ini pemilihan metode peledakan, pemilihan serta penggunaan peralatan dan perlengkapan juga berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. 1.2 Maksud dan Tujuan

description

sandhi noviandhi pratama

Transcript of Laporan 1

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPeledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material

(batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau Prosesterjadinya ledakan.

Suatu operasi peledakan batuan akan mencapai hasil optimal apabila

perlengkapan dan peralatan yang dipakai sesuai dengan metode peledakan yang

diterapkan. Dalam membicarakan perlengkapan dan peralatan peledakan perlu

hendaknya terlebih dahulu dibedakan pengertian antara kedua hal tersebut.

Pekerjaan peledakan adalah pekerjaan yang penuh bahaya. Oleh karena

itu, harus dilakukan dengan penuh perhitungan dan hati –hati, agar tidak terjadi

kegagalan atau bahkan kecelakaan. Untuk itu operator yang melakukan

pekerjaan peledakan harus mengerti benar tentang cara kerja, sifat dan fungsi

dari peralatan yang digunakan. Karena persiapan peledakan yang kurang baik

akan menghasilkan bisa menyebabkan hasil yang tidak sempurna serta

mengandung resiko bahaya terhadap keselamatan pekerja maupun peralatan .

Dalam hal ini pemilihan metode peledakan, pemilihan serta penggunaan

peralatan dan perlengkapan juga berpengaruh terhadap hasil yang dicapai.

1.2 Maksud dan Tujuan1.2.1 Maksud

Agar praktikan dapat mengetahui dasar dari peledakan pada industri

pertambangan dengan baik. Diharapkan praktikan dapat memahami cara

pengoprasiannya agar tidak terjadi kesalahan prosedur dalam melakukan

peledakan pada industri pertambangan. Serta mengoptimalkan/menentukan

sector yang perlu di ledakan dan yang tidak perlu di ledakan.

1.2.2 Tujuan•         Mengetahui penentuan pemberaian bahan galian

•         Mengetahui standarisasi penentuan kegiatan peledakan bahan

galian

•  Mengetahui cara menganalisis parameter penentuan kegiatan

peledakan dengan metode grafis baik secara Franklin (1971) dan

Pettifer dan Fookes

•        Mengetahui dasa-dasar peledakan tambang

•        Mengentahui pengoprasian peledakan pada industri

pertambangan

•        Mengentahui kriteria kemampugalian

BAB IILANDASAN TEORI

2.1 Persiapan PeledakanPeledakan di dunia pertambangan merupakan kegiatan pembongkaran

dalam aktivitas penambangan. Peledakan ditujukan untuk menghancurkan

batuan yang semula berdimensi besar menjadi berdimensi kecil sehingga mudah

untuk dilakukan pengangkutannya.

Persiapan peledakan adalah semua kegiatan, baik teknis maupun

tindakan pengamanan, yang bertujuan untuk melaksanakan suatu peledakan

dengan aman dan berhasil. Persiapan peledakan itu dapat dibagi atas beberapa

bagian atau tahapan kerja. Adapun tahap - tahap persiapan peledakan adalah:

1. Persiapan alat bantu peledakan, seperti detonator, sumbu bakar atau

sumbu ledak, kabel pembantu, kabel utama, blasting machine / exploder.

2. Persiapan primer.

3. Pengisian lubang ledak.

4. Penyambungan rangkaian kabel atau sumbu.

5. Pemilihan tempat / posisi pemegang blasting machine.

6. Pengamanan lapangan peledakan dan sekelilingnya sebelum peledakan

dilakukan.

2.1.1 Klasifikasi dan Sifat - Sifat Bahan PeledakBerdasarkan pada perbedaan dalam bentuk energi yang dipergunakan

untuk memberai batuan, maka pemberaian batuan dapat dilaksanakan deng

an berbagai metode (lihat Tabel 2.1).

Tabel 2.1Klasifikasi bahan peledak

Bentuk energi yang

dipergunakanMetode

Alat / mesin yang

digunakan

Kimia Peledakan High explosives,

blasting agent, liquid

oxygen (LOX), black

powder.

Mekanis Pneumatic

Udara bertekanan

tinggi, silinder

carbondioxide.

RippingRipper teeth, dozer

blade

Impact Hydraulic impact

hammer, drop ball.

Fluida

Menyemprot tanah

(soil) Menyembur

batuan

Hydraulicking (monitor)

Listrik Electric arcHidraulic jet

Electrofact machinesSumber : blogspot.com

2.2 Kriteria Analisis Penggalian2.2.1 Kriteria Penggalian Menurut RMR

Kemampuan untuk menaksir kemampugalian atau potongan suatu massa

batuan sangatlah penting, apalagi bila akan menggunakan alat gali mekanis

menerus. Fowell & Johnson (1982) menunjukkan hubungan yang erat antara

kinerja (produksi) Road header kelas berat (> 50 ton) dengan RMR (Gambar

2.1).

Selanjutnya pada tahun 1991 mereka melaporkan juga bahwa hubungan

tersebut di atas dapat dibagi menjadi 3 zona penggalian :

Zone 1 Kinerja penggalian sangat ditentukan oleh sifat-sifat batuan utuh.

Zone 2 Keberhasilan kinerja penggalian dibantu oleh kehadiran struktur massa

batuan. Pengaruh sifat-sifat batuan utuh menurun dengan

memburuknya kualitas massa batuan.

Zone 3 Kinerja penggalian semata-mata dipengaruhi oleh struktur massa

batuan.

Nilai-nilai UCS, Energi Spesifik, Koefisien Abrasivity secara keseluruhan

menyimpulkan bahwa batuan utuh tersebut tidak dapat digali dengan

memuaskan oleh roadheader. Namun seperti dilaporkan oleh Fowell & Johnson

(1991) bahwa pada kenyataannya massa batuan itu dapat digali dengan cara

hanya menggoyang bongka-bongkah batuan dari induknya yang akhir jatuh

bebas.

RMR juga pernah dipakai untuk mengevaluasi kinerja Roadheader Dosco

SL-120 (Sandbak 1985, lihat Gambar 2.2). Penelitian ini dilaksanakan pada bijih

tembaga Kalamazoo & San Manuel, Arizona. Dapat disimpulkan bahwa

kemajuan penggalian atau kinerja Dosco dapat diperkirakan dengan

menggunakan persamaan berikut ini :

Y = 2.39 e-0.02x R2 = 0.79

dimana : Y adalah laju penggalian (m/jam) dan x adalah RMR.

100 806040200 0

50

100

150

200

RMR

y = 530.84 * 10^(-0.019x) R^2 = 0.83

Zone-3 Zone-2 Zone-1

Gambar 2.1Hubungan antara RMR dan laju penggalian roadheader kelas > 50 ton

(Fowell & Johnson, 1982 & 1991).

100 806040200 0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

Rock Mass Rating

y = 2.39 * 10^(-0.00873x) R^2 = 0.79

Gambar 2.2Hubungan laju penggalian roadheader vs. RMR (Sandbak, 1985)

2.2.2 Kriteria Penggalian Menurut RMR & Q-SistemHubungan antara RMR dan Q-Sistem untuk berbagai kondisi penggalian

dapat dilihat pada Gambar 2.3. Jelas tampak bahwa hubungan antara RMR & Q -

Sistem adalah linier. Titik-titik yang menunjukkan angka RMR & Q-Sistem yang

tinggi mencerminkan kondisi material keras yang penggaliannya perlu peledakan.

Sedangkan kehadiran alat gali seperti Surface Miner yang menggunakan

mekanisme potong rupanya dapat menggantikan operasi peledakan.

Dalam upaya melengkapi informasi Gambar 2.3, data asli hasil penelitian

Abdullatif & Cruden (1983) dimasukkan dan data penggunaan surface miner

diperoleh dari Kramadibrata (1992 - Potong).

100 806040200 .01

.1

1

10

100

Retznei

Meekatharra Air Laya

Abd. BlastAbd. DigAbd. Rip

Rock Mass Rating

0.14

1.05

RMR = 4.43 ln(Q) + 47.72 R^2 = 0.85 Fobs. = 50.8; Ftab. = 4.9 Retznei, Air Laya and Meekatharra

Batu kuat dan kompakBatu berkekuatan sedang

Z-2 M-5

Gambar 2.3Klasifikasi metode penggalian menurut RMR & Q-Sistem

2.2.3 Indeks EkskavasiDalam upaya memudahkan pendugaan kemampugaruan suatu massa

batuan, Kirsten (1982) mengklasifikasikan massa batuan menurut sifat fisik (Ms),

relativitas orientasi struktur massa batuan terhadap arah penggalian dan

beberapa parameternya Q-Sistem yang disebut dengan Indeks Ekskavasi yang

dinyatakan dengan :

N = Ms x x Js x

N adalah Indeks penggalian dan paramater lainnya sama dengan

parameter yang digunakan oleh Q-Sistem. Kirsten membagi nilai indeks

ekskavasi sebagai berikut :

a. 1 < N < 10 Mudah digaru (ripping)

b. 10 < N < 100 Sulit digaru

c. 100 < N < 1000 Sangat sulit digaru

d. 1000 < N < 10000 Antara digaru dan peledakan

e. N > 10000 Peledakan

Sudah tentu bahwa klasifikasi Kirsten tidak menjamin keberhasilan

penggaruan oleh suatu jenis buldoser pada kondisi tertentu, karena daya mesin

dan tipe alat garu tidak dilibatkan di dalam perhitungan.

70656055504540.1

1

10

100

1000

10000

Retznei

Meekatharra Air Laya

Rock Mass Rating

dswRMREI

M-5

RMR = 2.22 ln(EI) + 45.19 R^2 = 0.80Fobs. = 35.5; Ftab. = 4.9

Mudah digaru

Sukar digaru

Sangat sukar digaru

Batu kuat dan kompak

Batu berkekuatan sedang

Gambar 2.4Hubungan antara Excavatability Index dengan RMR

2.2.4 Klasifikasi KemampugaruanKlasifikasi massa batuan untuk kepentingan penggaruan yang melibatkan

parameter mesin penggaru dan sifat-sifat fisik, mekanik dan dinamik massa batuan

diberikan oleh Klasifikasi Kemampugaruan (rippability chart). Tabel 2.2 adalah

klasifikasi penggaruan menurut Weaver (1975) yang sudah sering dipakai oleh para

kontraktor penggalian dan kriterianya didasarkan pada pembobotan total dari

parameter pembentuknya bersamaan dengan daya bulldozer yang diperlukan.

Parameter yang dipakai dalam klasifikasi ini adalah kecepatan seismik,

kekerasan batuan, tingkat pelapukan, jarak kekar, kemenerusan kekar, jarak

pemisahan kekar dan orientasi kekar terhadap penggalian.

Tabel 2.2Klasifikasi massa batuan untuk penggaruan menurut Weaver (1975)

Kelas batuan I II III IV V

Dekripsi Sangat baik Baik Sedang Buruk Sangat buruk

Kecepatan

seismik (m/s)

> 2150 2150-1850 1850-1500 1500-1200 1200-450

Bobot 26 24 20 12 5

Kekerasan Eks. keras Sangat keras Keras Lunak Sangat lunak

Bobot 10 5 2 1 0

Pelapukan Tdk. lapuk Agak lapuk Lapuk Sangat lapuk Lapuk total

Bobot 9 7 5 3 1

Jarak kekar (mm) > 3000 3000-1000 1000-300 300-50 < 50

Bobot 30 25 20 10 5

Kemenerusan

kekar

Tdk. menerus Agak menerus Menerus - tdk

ada gouge

Menerus-be-

berapa gouge

Menerus dgn.

gouge

Bobot 5 5 3 0 0

Gouge kekar Tdk ada

pemisahan

Agak

pemisahan

Pemisahan

< 1mm

Gouge < 5 mm Gouge > 5

mm

Bobot 5 5 4 3 1

Orientasi kekar Sgt. mengun-

tungkan

Tdk. me-

nguntungkan

Agak tdk me-

nguntungkan

Mengun-

tungkan

Sgt. mengun-

tungkan

Bobot 15 13 10 5 3

Bobot total 100-90 90-70 70-50 50-25 <25

Penaksiran

kemampugaruan

Peledakan Eks. susah

garu & ledak

Sangat susah

garu

Susah garu Mudah garu

Pemilihan traktor - D9G D9 / D8 D8 / D7 D7

Horse power 770-385 385-270 270-180 180

Kilowatt 575-290 290-200 200-135 135

Sumber : blogspot.com

Klasifikasi Kemampugaruan telah digunakan dengan hasil memuaskan di

daerah Afrika Selatan oleh Weaver (1975). Namun demikian perlu diketahui bahwa

klasifikasi ini selanjutnya dimodifikasi oleh Singh dkk (1987) yang hanya melibatkan

sifat-sifat batuan seperti UCS, ITS, Young's Modulus, dan Kecepatan rambat

gelombang seismik di lapangan.

Pettifer & Fookes di UK (1994) mencoba untuk melakukan modifikasi

terhadap kriteria penggaruan sebelumnya seperti ditunjukkan pada Tabel 2.3,

selanjutnya mereka menduga bahwa jarak kekar rata - rata dengan kuat tekan batu

merupakan parameter penting dalam menilai kemampugaruan, yang percontoh

batuannya dapat diperoleh dari singkapan atau bor inti. Grafik ini bukanlah petunjuk

mutlak yang mampu memberikan jawaban sebenarnya, karena biaya dan faktor

lainnya juga ikut menentukan kemampugaruan suatu massa batuan oleh sebuah

bulldozer.

Tabel 2.3Parameter geoteknik yang digunakan oleh berbagai kriteria kemampugalian

(Pettifer & Fookes,1994)Metoda Arti relatif dari setiap parameter1)

analisis SV2) sc2) PLI Hd Ab2) Wea dsw Jp Jsp Jor.

Caterpillar (1970) **** - - - - - - - -

Franklin dkk (1971) - - **** - - - **** - * ***

Weaver (1975) **** - - **3) - ** **** * * *6)

Kirsten (1982) - ****4) - - - - ****5) - * **7)

Minty & Kearns (1983) **** - ** - - ** *** * * -

Scoble & Muftuoglu (1984) - **8) - - - ** ****9) - - **

Smith (1986) - ** - - - ** **** * * -

Singh dkk (1987) *** - **10) - ** ** **** - - -

Karpuz (1990) **** ***8) - **11) - ** **** - - -

Hadjigeorgiou & Scoble (1990) - - *** - - ** **** 12) - - *6)

MacGregor dkk (1994) * *

Pettifer & Fookes (1994) - - **** - - * **** - - **

Sumber : blogspot.com

Dimana diketahui seperti pada Tabel 2.3 di atas adalah:

1) Jumlah bintang menyatakan arti relatif setiap parameter pada masing-masing

metoda analisis

2) Membutuhkan teknik khusus atau uji laboratorium.

3) Dapat dinyatakan dalam UCS.

4) Dibandingkan dengan bobot isi kering.

5) Fungsi RQD dan jumlah set kekar.

6) Dibandingkan dengan "spacing ratio" dua set kekar.

7) Minty & Kearns juga memasukkan kondisi air tanah dan kekasaran

permukaan kekar.

8) Dapat diturunkan dari nilai PLI.

9) Jarak kekar dan jarak bidang perlapisan berbeda.

10) Uji tarik Brazilian diperlukan.

11) Nilai Schmidt hammer.

12) Dinyatakan dalam volumetric joint count, Jv.

Sedangkan:

SV = Kecepatan seismik

Hd = Kekerasan batuan

Ab = Abrasivitas

Wea = Pelapukan

dsw = Jarak kekar

Jp = Persistensi kekar

Jsp = Pemisahan kekar

Jor = Orientasi kekar

BAB IIITUGAS DAN PEMBAHASAN

3.1 Tugas PT Huse merupakan perusahaan semen yang sekaligus memiliki tambang

sebagai bahan baku. Kegiatan pnambangan yang dilakukan oleh PT Huse

menggunakan sisem tambang terbuka dengan metode side hicut quary dan pit type

quarry. Proses penambangan yang di lakukan terdiri dari kegiatan pemberaian.

Pemuatan dan pengengkutan . dalam menentukan metode pemberaian . perlu di

analisis kemampugalian berdasarkan sifat dan karakteristrik batuan , serta

memperhatikan kehadiran bidang discontinue pada batuan. Berdasarjkan kajian

sampling batuan yang terdapat di PT Huse maka dapat diketahui nilai point load

index dan joint spacing index adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1Data PLI dan JS PT Huse

No Litologi PLI (Mpa) Js (m)

1 Batu lempung CU 0.24 (+0.07) 0.08 (+0.07)

2 Batu kapur LS 1.40 (+0.07) 0.76 (+0.07)

3 Batu kapur CR 0.32 (+0.07) 0.74 (+0.07)

4 Batu kapur LR 0.48 (+0.07) 0.71 (+0.07)

5 Batu lempung CM 0.20 (+0.07) 0.09 (+0.07)

6 Batu kapur LM 1.17 (+0.07) 0.54 (+0.07)

7 Batu lempung CL 2.20 (+0.07) 2.20 (+0.07)

8 Batu Lempung CS 0.42 (+0.07) 0.08 (+0.07)

9 Batu kapur LL 1.50 (+0.07) 0.80 (+0.07)

10 Batu lempung CC 1.70 (+0.07) 1.20 (+0.07)Sumber : Laboratorium Tambang (Park.Peledakan) 2015Keterangan : (+0.07) merupakan penambahan NPM trakhir

Tabel 3.2Data PLI dan JS PT Huse Ditambah NPM(+0.07)

No Litologi PLI (Mpa) Js (m)

1 Batu lempung CU 0.31 0.15

2 Batu kapur LS 1.47 0.83

3 Batu kapur CR 0.39 0.81

4 Batu kapur LR 0.55 0.78

5 Batu lempung CM 0.27 0.16

6 Batu kapur LM 1.24 0.61

7 Batu lempung CL 2.27 2.27

8 Batu Lempung CS 0.49 0.15

9 Batu kapur LL 1.57 0.87

10 Batu lempung CC 1.77 1.27Sumber : Laboratorium Tambang (Park.Peledakan) 2015

Berdasarkan data tersebut maka tentukan system penggalian yang

digunakan sebaiknya dengan menggunakan system mekanis atau kimiawi dengan

metode Franklin dan metode Pettifer dan Fookes. Setelah di ketahui pemberaian

yang efektif digunakan, maka selanjutnya praktikan diharapkan membuat

kesimpulan dan menganalisis mengapa system tersebut efektif digunakan.

3.2 Pembahasan Setelah mendapatkan data/nilai point loadd index dan joint spacing index ,

selanjutnya mempersiapkan franklins excavation cart dan excavabiliti assessment

chart .

3.2.1 Franklins Excavation CartCara pengerjaan franklins excavation cart , pertama masukan data Point

Load Index (Mpa) pada sumbu X dan masukan data Joint Spacing Index (m) pada

sumbu Y , lakukan hal yang sama pada masing-masing batuan, yang hasilny akan di

dapat titik . titik perpotongan tersebut akan menentukan jumlah dominan jenis

batuan yang dapat di kelasskan , golangan kelas tersebut adalah sebagai berikut :

EH = Exremely Very High

VH = Very High

H = High

M = Medium

L = Low

Vl = Very Low

Sumber : Lab. Tambang 2015Gambar 3.1

Franklins Excavation Cart

3.2.2 Excavabiliti Assessment ChartCara pengerjaan Excavabiliti Assessment Chart, pertama masukan data

Point Load Index (Mpa) pada sumbu X dan masukan data Discontinuity (fracture)

Spacing Index (m) pada sumbu Y , lakukan hal yang sama pada masing-masing

batuan, yang hasilny akan di dapat titik . titik perpotongan tersebut akan menentukan

jumlah dominan jenis batuan yang nantinya menentukan system penggaruan suatu

bahan galian.

Sumber : Lab. Tambang 2015Gambar 3.2

Excavabiliti Assessment Chart

BAB IVANALISSA

4.1 Analisa Franklins Excavation Cart4.1.1 Jenis Batu Kapur

Setelah memasukan data Point Load Index (Mpa) dan masukan data Joint

Spacing Index (m) didapat titik pertemuan, yang mendominasi pada golongan very

high, kekerasannya melebihi 1 Mpa sehingga diperlukan peledakan pembongkaran ,

apabila menggunakan alat garuk maka kurang efisien , mengingat kekerasannya

mlebihi 1 Mpa.

Sumber : Lab. Tambang 2015Gambar 4.1

Franklins Excavation Cart (batu kapur)

4.1.2 Jenis Batu LempungSetelah memasukan data Point Load Index (Mpa) dan masukan data Joint

Spacing Index (m) didapat titik pertemuan, yang mendominasi pada golongan

Medium (CV,CS,CC,CM) kekerasannya melebihi 0.3 Mpa sehingga diperlukan

peledakan , meamng bias saja dengan menggunakan alat garuk namun

untukmengefisien biyaya yang tak terduga dikala ada jenis batuan yang keras yang

tidak dapa di daruk oleh alat lain.

Sumber : Lab. Tambang 2015Gambar 4.2

Franklins Excavation Cart (batu lempung)

4.2 Analisa Excavabiliti Assessment Chart4.1.1 Jenis Batu Kapur

Setelah memasukan data Point Load Index (Mpa) dan masukan data

Discontinuity (fracture) Spacing Index (m)) didapat titik pertemuan, yang

mendominasi pada alat meknis Hard Ripping (D8), kekerasannya antara 1-2 Mpa

sehingga dengan menggunakan alat Hard Ripping pun sudah cukup efisien.

Sumber : Lab. Tambang 2015Gambar 4.3

Excavabiliti Assessment Chart (batu kapur)

4.1.2 Jenis Batu LempungSetelah memasukan data Point Load Index (Mpa) dan masukan data

Discontinuity (fracture) Spacing Index (m)) didapat titik pertemuan, yang

mendominasi pada alat meknis Hard Digging , namun ada juga yang memerlukan

alat yang bekerja cukup extra karna pada kondisi ini termasuk pada golongan

Extremely Hard Ripping namun untuk meminimalisir biyaya maka di ambil jumlah

yang mendominasi , kekerasannya melebihi 0.3 Mpa sehingga dengan

menggunakan alat Hard Digging pun sudah cukup efisien

Sumber : Lab. Tambang 2015Gambar 4.4

Excavabiliti Assessment Chart (batu lempung)

BAB VKESIMPULAN

Dari penjelasan di atas mengenai peledakan maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa proses peledakan didalam dunia pertambangan sangat penting sekali demi

berjalannya proses penggarukan bahan galian industri yang merupakan bagian dari

proses pertambangan. Kita tahu bahwa peledakan sendiri dilakukan apabila material

yang akan kita tambang kurang efisien apabila menggunakan alat garuk yang

memungkinkan untuk dilakukan proses peledakan.

Dengan suatu kondisi tertentu peledakan dapat dulakukan yaitu pada suatu

batuan yang tinggkat kekerassanya melebbihi 0.3 Mpa dengan golongan kekerassan

tertentu juga, yang dituntut untuk menghitung manajemen ekonomi, karana tidak

semua jenis batuan harus diledakan untuk dpat mengangkutya.

Namun ada banyak factor yang mewajibkan kita untuk lembih menggali

pemahamantentang peledakan, karna peledakan dapat mengakibatkan kecelakaan

apabila kita kurang memahami cara kerja dan penanggulangannya.

Ada beberapa jenis peledakan yaitu di sesuaikan dengan material yang akan

di ledakan, sesuai dengan tingkatan dari mulai terlemah sampai dengan terkeras

sekalipun. Itu dapat digolongkan yang nantinya menentukan jenis peledakan yang

kita lakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Diktat “Praktikum Teknik Peledakan” Laboratorium Tambang 2015

Andi , “Makalah Peledakan” , 2015 http://dokumen.tips/documents/makalah-

peledakan-andi-mercury.html (diakses pada 04 Oktober 2015)

Ira , “kriteria Analisis Penggalian”, 2014 , http://dokumen.tips/documents/kriteria-

analisis-penggalian-558464062139d.html (diakses pada 04 Oktober 2015)

AP Najib , “ Peledakan Tambang “ , 2011 ,

http://tambangunsri.blogspot.co.id/2011/05/peledakan-tambang.html (diakses

pada 04 Oktober 2015)