laporan 1
-
Upload
mirantika-audina -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
description
Transcript of laporan 1
Laporan Jawaban Untuk Pertanyaan Mengenai Nilai Dan Norma Konstitusional UUD NRI 1945 dan Konstitusionalitas Ketentuaan
Perundang-Undangan Di Bawah UUD
Oleh :
Mirantika Audina I 1011141045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2014
1. Apa pentingnya konstitusi bagi suatu negara?
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan suatu Negara
merupakan sesuatu hal yang sangat krusial, karena tanpa konstitusi bisa jadi tidak
akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abadke-21 ini,
hampir tidak ada negara yang tidak memiliki konstitusi. Hal ini menunjukkan betapa urgennya
konstitusi sebagai suatu perangkat negara. Konstitusi dan negara ibarat dua sisi mata
uang yang satu sama lain tidak terpisahkan. Konstitusi atau Undang-undang Dasar
merupakan suatu hal yang sangat penting sebagai pemberi pegangan dan pemberi
batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana kekuasaan
negara harus dijalankan.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Bagir Manan mengatakan bahwa hakikat
konstitusi merupakan perwujudan paham tentang konstitusi atau konstitusionalisme
yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satupihak dan jaminan terhadap
hak-hak warga negara maupun setiap penduduk dipihak lain.Sejalan dengan perlunya
konstitusi sebagai instrumen untuk membatasi kekuasaan dalam suatu Negara.
Miriam Budiardjo mengatakan:“Di dalam negara-negara yang mendasarkan
dirinya atas demokrasikonstitusional, Undang-Undang Dasar mempunyai fungsi yang
khas,yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa
sehinggapenyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang.
Dengandemikian diharapkan hak-hak warga negara akan lebih
terlindungi.”(Budiardjo, 1978: 96).
Dalam konteks pentingnya konstitusi sebagai pemberi batas kekuasaan
tersebut, Kusnardi menjelaskan bahwa konstitusi dilihat dari fungsinya terbagi ke
dalam 2 (dua) bagian, yakni membagi kekuasaan dalam negara, dan membatasi
kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara. Lebih lanjut, iamengatakan bahwa
bagi mereka yang memandang negara dari sudutkekuasaan dan menganggap sebagai
organisasi kekuasaan, maka konstitusi dapat dipandang sebagai lembaga atau
kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagai di antara beberapa
lembaga kenegaraan, seperti antara lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Selain sebagai pembatas kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagaialat
untuk menjamin hak-hak warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi,
seperti hak untuk hidup, kesejahteraan hidup, dan hak kebebasan.Mengingat
pentingnya konstitusi dalam suatu negara ini, Struycken dalam bukunya “Het Staatsrecht
van Het Koninkrijk der Nederlander ” menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai
konstitusi tertulis merupakan dokumen formal yang berisikan:
· Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
· Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
· Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu
sekarang maupun untuk waktu yang akan dating.
Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin. Keempat materi yang terdapat dalam konstitusi atau undang-undang
tersebut, menunjukkan arti pentingnya suatu konstitusi yang menjadi barometer
kehidupan bernegara dan berbangsa, serta memberikan arahan dan pedoman bagi
generasi penerus bangsa dalam menjalankan suatu negara. Dan pada prinsipnya,
semua agenda penting kenegaraan serta prinsip-prinsip dalam menjalankan kehidupan
berbangsa dan bernegara, telah tercover dalamkonstitusi (Thaib, 2001: 65).
Dari beberapa pakar yang menjelaskan mengenai urgensi konstitusi dalam
sebuah negara, maka secara umum dapat dikatakan bahwa eksistensi konstitusi dalam
suatu negara merupakan suatu keniscayaan, karena dengn adanya konstitusi akan
tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian wewenang dan kekuasaan dalam
menjalankan negara. Selain itu, adanya konstitusi juga menjadi suatu hal yang sangat
penting untuk menjamin hak-hak asasi warga negara, sehingga tidak terjadi
penindasan dan perlakuansewenang-wenang dari pemerintah.
1. Bagaimana cara menguji konstitusionalitas Undang-Undang?
Pengujian konstitusionalitas UU adalah pengujian mengenai nilai
konstitusionalitas UU itu baik dari segi formal ataupun material. Karena itu pada
tingkat pertama, pengujian konstitusionalitas itu harus dibedakan dari pengujian
legalitas. Mahkamah konstitusi melakukan pengujian konstitusionalitas, sedangkan
Mahkamah Agung melakukan pengujian legalitas. Dalam Pasal 24C ayat 1 UUD
1945 jelas ditentukan bahwa : Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat
kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dan..”
Dalam rangka pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU, alat pengukur
untuk menilai atau dalam menjalankan kegiatan pengujian itu adalah UU, bukan
UUD, seperti di MK. Karena itu, dapat dikatakan bahwa pengujian yang dilakukan
oleh Mahkamah Agung itu adalah pengujian legalitas berdasarkan UU, bukan
pengujian konstitusionalitas menurut UUD 1945. Objek yang diuji pun jelas berbeda.
MA menguji peraturan dibawah UU, sedangkan MK hanya menguji UU saja, bukan
peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah UU. Disamping itu, persoalan
kedua yang penting dicatat sehubungan dengan konsep pengujian konstitusionalitas
ini adalah persoalan cakupan pengertian konstitusionalitas itu sendiri. Konstitusi jelas
tidak identik dengan naskah UUD.Inggris adalah contoh yang paling mudah untuk
disebut mengenai negara yang tidak mempunyai naskah konstitusi dalam arti yang
tertulis secara terkodifikasi seperti umumnya negara lain di dunia. Akan tetapi, semua
ahli sepakat menyebut Kerajaan Inggris sebagai salah satu contoh negara
berkonstitusi. Artinya, konstitusionalitas itu tidak hanya terbatas pada apa yang
tertulis dalam naskah UUD. Karena itu,dalam penjelasan UUD 1945 yang asli,
terdapat uraian yang menyatakan bahwa UUD itu hanyalah sebagian dari konstitusi
yang tertulis. Di samping konstitusi yang tertulis itu masih ada konstitusi yang tidak
tertulis, yaitu yang terdapat dalam nilai-nilai hidup dalam praktek-praktek
ketatanegaraan. Oleh karena itu, untuk menilai atau menguji konstitusionalitas suatu
UU, kita dapat mempergunakan beberapa alat pengukur atau penilai, yaitu : i). naskah
UUD yang resmi tertulis ii). Dokumen-dokumen tertulis yang terkait erat dengan
naskah-naskahUUD itu, seperti risalah-risalah, keputusan dan ketetapan MPR, UU
tertentu, peraturan tata tertib dll iii).Nilai-nilai konstitusi yang hidup dalam praktek
ketatanegaran yang telah dianggap sebagaobagian yang tidak terpisahkan dari
keharusan dan kebiasaan dalam penyeleanggaraan kegiatan bernegara iv). Nilai-nilai
yang hidup dalam kesadaran kognitif rakyat serta kenyataan perilaku politik dan
hukum warga negara yang dianggap sebagai kebiasaan dan keharusan-keharusan yang
ideal dalam perikehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian,pengertian
konstitusionalitas itu bukanlah konsep yang sempit yang hanya terpaku kepadaapa
yang tertulis dalam naskah UUD 1945 saja. Keempat hal tersebut adalah termasuk ke
dalam pengertian sumber dalam keseluruhan tatanan hukum tata negara atau
constitusional law yang dapat dijadikan alat pengukur atau penilai dalam rangka
pengujian konstitusionalitas suatu UU.
2. Apa saja materi muatan konstitusi?
J. G. Steenbeek mengemukakan bahwa sebuah konstitusi sekurang- kurangnya
bermuatan hal-hal sebagai berikut (Soemantri, 1987):
(a) Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;
(b) Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yg bersifat fundamental; dan
(c) Adanya pembagian dan pembatasan tugas kenegaraan yg juga bersifat
fundamental.
K.C. Wheare menegaskan bahwa dalam sebuah negara kesatuan yang perlu diatur
dalam konstitusi pada asasnya hanya tiga masalah pokok berikut (Soemantri, 1987):
(a) Struktur umum negara, seperti pengaturan kekuasaan eksekutif,
kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudisial.
(b) Hubungan – dalam garis besar – antara kekuasaan-kekuasaan tersebut
satu sama lain.
(c) Hubungan antara kekuasaan-kekuasaan tersebut dengan rakyat atau
warga Negara.
A.A.H. Struycken menyatakan bahwa konstitusi dalam sebuah dokumen formal
berisikan hal-ahal sebagai berikut (Soemantri, 1987):
(a) Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yg lampau
(b) Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa
(c) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang
(d) Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.
Phillips Hood & Jackson menegaskan bahwa materi muatan konstitusi adalah
sebagai berikut (Asshiddiqie, 2002): “Suatu bentuk aturan, adat istiadat, kebiasaan-
kebiasaan yang menentukan susunan dan kekuasaan organ-organ negara yg mengatur
hubungan-hubungan di antara berbagai organ negara itu satu sama lain, serta
hubungan organ-organ negara itu dengan warga negara.”
Miriam Budiardjo (2003) mengemukakan bahwa setiap UUD memuat ketentuan-
ketentuan mengenai:
(a) Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
(b) Hak-hak asasi manusia.
(c) Prosedur mengubah UUD.
(d) Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
Muatan konstitusi di Indonesia yang disebut UUD
a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif: Pada negara federal, pembagian kekuasaan antara pemerintah
federal dan pemerintah negara-negara bagian, dan tentang prosedur menyelesaikan
masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintahan.
b. Hak-hak asasi manusia. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya diatur secara
khusus dalam BAB XA, Pasal 28A sampai Pasal 28J.
c. Prosedur mengubah UUD. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya diatur secara
khusus dalam BAB XVI, Pasal 37 tentang Perubahan Undang-Undang Dasar.
d. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD. Hal
ini biasanya terdapat jika para penyusun UUD ingin menghindari terulangnya kembali
hal-hal yang baru saja diatasi, seperti misalnya munculnya seorang diktator atau
kembalinya suatu monarki.
UUD Federal Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme dari UUD oleh
karena dikuatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya
kembali seorang diktator seperti Hitler. Dalam UUD NRI 1945, misalnya diatur
mengenai ketetapan bangsa Indonesia untuk tidak akan mengubah bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Pasal 37, Ayat 5).
e. Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara. Ungkapan ini
mencerminkan semangat (spirit) yang oleh penyusun UUD ingin diabadikan dalam
UUD sehingga mewarnai seluruh naskah UUD itu. Misalnya, UUD Amerika Serikat
menonjolkan keinginan untuk memperkokoh penggabungan 13 koloni dalam suatu
Uni, menegaskan dalam Permulaan UUD:
“Kami, rakyat Amerika Serikat, dalam keinginan untuk membentuk suatu Uni yang
lebih sempurna... menerima UUD ini untuk Amerika Serikat”.
Begitu pula UUD India menegaskan :
“Kami, rakyat India memutuskan secara khidmat untuk membentuk India sebagai
suatu republik yang berdaulat dan demokratis dan untuk menjamin kepada semua
warga negara: Keadilan sosial, ekonomi, dan politik; Kebebasan berpikir,
mengungkapkan diri, beragama dan beribadah; Kesamaan dalam status dan
kesempatan; dan untuk memperkembangkan mereka persaudaraan yang menjunjung
tinggi martabat seseorang dan persatuan negara”.
Dalam kaitan dengan ini Pembukaan UUD NRI 1945menyatakan:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu,
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
3. Apa yang akan terjadi apabila suatu negara tidak memiliki konstitusi?
Konstitusi berfungsi untuk membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar
dalam menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Sehingga apabila terdapat suatu negara tidak tidak memiliki konstitusi maka negara
tersebut akan bersifat diktator atau dengan kekerasan karena setiap orang tidak
memiliki batasan-batasan. Selain itu, konstitusi juga berperan dalam pedoman
penyelengaraan negara. Jadi, tanpa adanya pedoman konstitusi negara tidak akan
berdiri dengan kokoh.