LAPKAS MINGGU 6 (SIROSIS HATI).doc
-
Upload
martin-susanto -
Category
Documents
-
view
156 -
download
6
Transcript of LAPKAS MINGGU 6 (SIROSIS HATI).doc
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker).Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati
merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian
Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan
saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites,
Spontaneous bacterial peritonitis serta Hepatosellular carsinoma.1
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara
maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30%
dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat atopsi. 1,4
1.2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah
“Bagaimana gambaran klinis dan perjalanan penyakit pasien yang menderita
Sirosis Hati”.
1.3. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis mengenai penyakit sirosis hati.
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus penyakit sirosis hati.
3. Untuk mengetahui perjalanan penyakit sirosis hati.
2
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada penyakit sirosis hati.
1.4. Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian laporan kasus ini diantaranya:
1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedoteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya mengenai penyakit sirosis hati.
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin memahami lebih lanjut
topik-topik yang berkaitan dengan penyakit sirosis hati.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sirosis hati ialah penyakit hati kronis yang tidak diketahui sebab-sebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati. 2
Sirosis hati adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara
anatomi didapatkan proses fibrosis difus dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis.3,5
Istilah Sirosis diberikan pertamakali oleh Laennec tahun 1819, yang
berasal dari kata kirrhos yang berarti kuning oranye (orange yellow), karena
terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk. Tapi karena
kemudian arti kata sirosis atau scirrhus banyak yang salah menatsirkannya
akhirnya berarti pengerasan. 2
Menurut SHERLOCK : secara anatomis sirosis hati ialah terjadinya
fibrosis yang sudah meluas dengan terbentuknya nodul-nodul pada semua bagian
hati, dan terjadinya fibrosis tidak hanya pada satu lobulus saja. 2
Menurut GALL : sirosis ialah penyakit hati kronis, di mana terjadi
kerusakan sel hati yang terus menerus, dan terjadi regenerasi noduler serta
proliferasi jaringan ikat yang difus untuk menahan terjadinya nekrose parenkhim
atau timbulnya inflamasi. 2
Epidemiologi
Sirosis hati di jumpai di seluruh negara termasuk Indonesia. Kejadian
sirosis hepatis untuk tiap negara berbeda-beda. Menurut SPELLBERG, SCHIFF;
kejadian di Cma, Ceylon dan India berkisar antara 4 - 7 %, di Afrika Timur 6,7 %,
di Chili 8,5 % dan di Amerika Serikat ditemukan 2 - 4 % dari hasil otopsi.
Kejadian sirhosis hati di Yogyakarta menurut ARYONO ; selama observasi
6 tahun (1969 - 1974) ditemukan 5,35 % dari seluruh penderita yang dirawat di
Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Pugeran Yogyakarta. Berdasar pengamatan
4
penulis selama 9 tahun (1966 - 1974) ditemukan 5,2 % dari seluruh penderita
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Di
RSUP Padang menurut YULIUS dan HANIF selama tahun 1968 - 1972
ditemukan 39,3% penderita sirosis dari seluruh penderita penyakit hati. 2
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita. Berdasarkan pengamatan penulis di dapat
perbandingan 1,6 : 1. 1,4.
Menurut ARJONO terdapat perbandingan 3 : 1. Umur rata-rata yang
terbanyak menurut ARJONO 78 % dari penderita sirosis berkisar dalam golongan
umur 30 - 60 tahun dengan puncaknya terdapat antara 40 - 49 tahun. Sedang
pengamatan penulis antara golongan umur 30 - 59 tahun terdapat 75,2%, dengan
puncaknya di sekitar 40 - 49 tahun terdapat 30,4%. Menurut laporan JULIUS dan
HANIF tahun 1973 di RSUP Padang mendapatkan puncaknya antara 30 - 49
tahun, dan laki-laki terdapat 64,8%. Menurut SHERLOCK di London tahun 1968,
umur terbanyak antara 40 - 70 tahun. STONE dkk. pada tahun 1967 di
Birmingham umur rata-rata antara 40 - 80 tahun dan laki-laki terdapat 59,7%.
POPPER mendapafkan puncak antara 40 - 50 tahun (30,2%), SCHIFF
mendapatkan puncak antara 40 - 60 tahun. 2
Klasifikasi
Banyak macam klasifikasi yang diajukan oleh para sarjana di antaranya :
SHERLOCK secara morfologi membagi Sirosis hati berdasarkan besar kecilnya
nodul, yaitu :
1. Makronoduler (Ireguler, multilobuler).
2. Mikronoduler (Reguler, monolobuler).
3. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronuduler. 2,5
GALL membagi atas :
1. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis, yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
5
2. Nutritional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, sirosis
alkoholik, Laennec's cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirhosis terjadi sebagai
akibat kekurangan gizi terutama faktor lipotropik.
3. Sirhosis post hepatitik, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis. 2
Gb. I Suatu ciri khas dari sirosis dengan terbentuknya pseudolobuli.
Sedang SCHIFF dan TUMEN secara morfologi membagi atas :
1. Sirosis portal adalah sinonim dengan fatty, nutritional atau sirosis alkoholik.
2. Sirosis postnekrotik.
3. Sirosis Biliaris.
Sirosis timbul akibat dari obstruksi saluran empedu yang kronis.
Menurut laporan GALAMBOS (1975) pada pertemuan internasional bulan
Oktober 1974 di Akapulko, Meksiko (International Association for the Study of
the Liver), telah disepakati klasifikasi dari sirosis hati dalam 2 golongan besar
yang lebih dikenal klasifikasi tahun 1974, yaitu : pembagian menurut morfologi
dan menurut etiologi.2
I. Klasifikasi menurut morfologi
I.1. Sirosis mikronoduler
Pada golongan ini termasuk bentuk : ireguler, septal, uniform
monolobuler. nutrisional dan laennec Gambaran mikroskopis terlihat
septa yang tipis.
6
Gb. II Secara mikroskopis tampak sirosis makronoduler, dari biopsy hati.
I.2. Sirosis makronoduler
Termasuk dalam klasifikasi ini ialah : postnekrotik, ireguler,
postkolaps. Biasanya septa lebar dan tebal.
Nodul besarnya macam-macam, beberapa di antaranya kemungkinan
mempunyai diameter 2 inci dan mungkin mengandung beberapa asini.
I.3. Kombinasi antara mikro dan makronoduler
Seringkali sirosis hati yang ditemukan termasuk golongan ini.
I.4. Sirosis septal (multilobuler) yang tak lengkap (in komplit)
Fibrous septa sering prominent dan parenkhim mungkin mempunyai
gambaran asini yang normal. Beberapa fibrosis septa sekonyong-
konyong berhenti mendadak di parenkhim tanpa ada hubungan dengan
septa atau portal.
Pembagian menurut penyebabnya
Dapat dibagi atas :
I.5. Cirrhosis of genetic disorders
a. Galactosemia
b. Glycogen storage disease (amylopectinosis)
c. Tyrosinosis
d. Hereditary fructose intolerance
e. Alphas1 –antitrypsin deficiency (α1 – AT)
7
f. Thalassemia and some other genetically determined anemias
(atransferrinemia and pyridoxine dependent anemia)
g. Wilson's disease
h. Iron overload (hemochromatosis)
i. Incomplete biliary cirrhosis following cystic fibrosis
(mucoviscidosis)
j. Hereditary hemorrhagic telangiectasia (Osler-Rendu-Weber)
k. Abetaliproteinemia
l. Others.
I.6. Chemical cirrhosis
a. Following predictable or nonpredictable toxic injury.
I.7. Alcoholic cirrhosis
I.8. Infectious cirrhosis
1. Cirrhosis of viral hepatitis (types B or other)
2. Congenital syphilis (hepar lobatum)
3. Parasitic infectious (V), not established but claimed after
schistosomiasis mansoni.
4. Nutritional cirrhosis (malnutrition alone is not acceptable) :
a. After intestinal by-pass operation for obesity
5. Secondary bilary cirrhosis
6. Congestive cirrhosis
7. Cryptogenic cirrhosis
8. Primary biliary cirrhosis
(chronic nonsuppurative destructive cholangitis)
9. Indian childhood cirrhosis
10. Sarcoid cirrhosis (granulomatous)
11. Others.
8
Etiologi dari Sirosis Hati
1. Virus hepatitis (B,C,dan D)
2. Alkohol
3. Kelainan metabolic :
a. Hemakhomatosis (kelebihan beban besi)
b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)
c. Defisiensi Alpha-antitripsin
d. Glikonosis type-IV
e. Galaktosemiaf. Tirosinemia
4. Kolestasis s a lu r an empedu membawa empedu yang d iha s i l kan
o l eh ha t i ke u sus , dimana empedu membantu mencerna lemak.
5. Sumbatan saluran vena hepatica- Sindroma Budd-Chiari- Payah jantung
6. Gangguan Imunitas (Hepatitis Lupoid)
7. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan lain-
lain)
8. Operasi pintas usus pada obesitas
9. Kriptogenik
10. Malnutrisi
11. Indian Childhood Cirrhosis. 2,5
Gambaran Klinik
Menurut Sherlock secara klinis sirosis hati dibagi atas 2 tipe, yaitu :
- Sirosis kompensata atau latent cirrhosis hepatis
- Sirosis dekompensata atau active cirrhosis hepatis
Batas yang tegas dari pembagian tersebut di atas, menurut Penulis kurang
jelas, oleh karena itu sebaiknya dibagi atas :
- Sirosis hati tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal
- Sirosis hati dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal
a. Sirosis hati tanpa kegagalan hati dan hipertensi portal. Sirosis hati ini
mungkin tanpa gejala apapun, tapi ditemukan secara kebetulan pada hasil
biopsi atau pada pemeriksaan laparoskopi.
9
b. Sirosis hati dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal. Pada
penderita ini sudah ada tanda-tanda kegagalan faal hati, misalnya adanya
ikterus, perubahan sirkulasi darah, kelainan laboratorium pada hasil tes
faal hati. Juga ditemukan tanda-tanda hipertensi portal, misalnya asites,
spienomegali, venektasi di perut.
Gb. III Hipertensi portal
Gejala Klinis
Biasanya penderita datang berobat dengan keluhan utama perut membesar.
Kemungkinan disusul dengan kaki membengkak. Pada umumnya penderita
dengan sirosis hati timbulnya asites lebih dulu daripada terjadinya edema di kaki.
Banyak penderita yang juga mengeluh badan lemah, nafsu makan berkurang,
perut lekas kenyang. Beberapa di antaranya ada mengeluh mata menjadi
kuning. 2,5
Keluhan lain yang merupakan timbulnya komplikasi akibat sirosis hati,
yaitu terjadinya perdarahan saluran makan bagian atas berupa hematemesis dan
melena sebanyak 13,17%, dan timbulnya koma sebanyak 8,34%. Sebagaimana
diketahui bahwa hematemesis dan melena adalah merupakan komplikasi yang
terbanyak pada penderita dengan hipertensi portal. Dan sebagai akibat perdarahan
ini, banyak penderita yang meninggal karenanya, yaitu 48,6%. 2,7
10
Ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya asites pada penderita
sirosis hati, yaitu :
1. Tekanan koloid osmotik plasma, yang biasanya bergantung pada kadar
albumin di dalam serum. Pada keadaan normal albumin dibentuk oleh hati.
Bilamana hati terganggu fungsinya, maka pembentukan albumin juga
terganggu, dan kadarnya menurun, sehingga tekanan koloid osmotik juga
berkurang. Terdapatnya kadar albumin kurang dari 3 gr% sudah dapat
merupakan tanda kritis untuk timbulnya asites.
2. Tekanan Vena Porta
Tidak selalu penderita dengan hipertensi portal menimbulkan asites. Bila
terjadi perdarahan akibat pecahnya varises esofagus, maka kadar plasma protein
dapat menurun, sehingga tekanan koloid osmotik menurun pula barulah terjadi
asites. Sebaliknya bila kadar plasma protein kembali normal, maka asitesnya akan
menghilang walaupun hipertensi portal tetap ada.
Spider nevi juga tergolong banyak ditemukan sebanyak 42,89%. Tanda ini
banyak dijumpai di daerah yang mendapat vaskularisasi dari vena kava superior,
dan sangat jarang terdapat di bawah garis yang menghubungkan kedua areola
mammae. Lokalisasi yang terbanyak ialah pada muka, leher, lengan atas,
punggung tangan (dorsum manus), dada, dan punggung.
Kadang-kadang badan si penderita teraba subfebril, karena adanya gram
negatif bakteriemi, atau dapat juga sebagai akibat nekrose sel hati yang terus
menerus, atau mungkin juga karena timbul komplikasi karsinoma hepatis.
Mungkin kulit penderita terlihat hiperpigmentasi, yang disebabkan karena
bertambahnya melanin. Kadang-kadang kuku terlihat seperti tabuh genderang
(clubbing). Telapak tangan terlihat adanya purpura, juga keadaan serupa dapat
dijumpai di bahu dan beberapa tempat lagi. Hal ini disebabkan karena kadar
trombosit yang berkurang. Bila terjadi defisiensi protrombin maka akan timbul
epistaksis atau perdarahan digusi. Rambut ketiak dan pubis yang jarang atau
berkurang, spider nevi disekitar dada bahu, eritema palmaris, liver nails, atrofi
testis sering ditemukan pada penderita, ikterus pada penderita sirosis berarti
adanya kerusakan sel hati. Pada umumnya makin berat ikterusnya berarti makin
11
berat fungsi sel hati, atau makin memburuk fungsi sel hati. Foetor hepatikum
sering terjadi pada penderita, terutama pada keadaan yang sudah lanjut.
Pada abdomen selain sudah adanya asites, juga terlihat venektasi yang
berarti sudah terbentuknya sistema kolateral atau sudah adanya hipertensi portal.
Kadang-kadang hati teraba membesar dengan konsistensi kenyal, permukaan yang
kadang-kadang licin, tepinya tumpul. Terdapat pembesaran limpa. Pada stadium
akhir sirosis hati seringkali menjadi sebab timbulnya koma hepatikum. 2
Pemeriksaan Laboratorium
Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen, juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urine
berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 mEq (0,1 g).
Tinja
Mungin terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan
ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah.
Darah
Biasanya dijumpai normositik normokromik anemia yang ringan, kadang-
kadang dalam bentuk makrositer, yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12 atau karena spienomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai lekopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni. Waktu protrombin
memanjang dan tidak dapat kembali normal walaupun telah diberi pengobatan
dengan vitamin K. Gambaran sumsum tulang terdapat makronormoblastik dan
terjadi kenaikan plasma sel pada keadaan kenaikan kadar globulin dalam darah.
Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih-lebih lagi
bagi penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Hal ini tampak
jelas menurunnya kadar serum albumin kurang dari 3,0 gr% sebanyak 85,92%,
terdapat peninggian serum transaminase lebih dari 40 U/L sebanyak 60,10%.
12
Menurunnya kadar albumin tersebut di atas adalah sejalan dengan hasil
pengamatan jasmani, yaitu ditemukan asites sebanyak 85,79%.
Gb. IV Gejala Klinik Sirosis Hati
Penderita sirosis yang disertai gangguan metabolisme bilirubin atau
adanya ikterus umumnya mempunyai prognose yang tidak baik, dan sirosisnya
masih berkembang terus. Peninggian kadar bilirubin ditemukan pada 173
penderita adalah sejalan dengan hasil pengamatan jasmani adanya ikterus pada
mereka.
Kadar asam empedu termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini. Pada penderita dengan sirosis hati terdapat
kenaikan kadar asam empedu puasa, sebagaimana pada penelitian ditemukan
kenaikan lebih dari 10 Umol/L pada semua penderita yang diperiksa. Bahkan
telah dinyatakan bahwa kadar asam empedu merupakan tes faal hati yang
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dan dapat menggantikan BSP.
13
Untuk pengelolaan lebih lanjut, maka penderita sirosis hati dengan tanda-
tanda hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan kriteria/
klasifikasi dari Child, yaitu; Child A yang mempunyai prognose baik. Child B
yang mempunyai prognose sedang, dan Child C yang mempunyai prognose
buruk, yang dapat dilihat pada tabel di bahwa ini. 2,5
Tabel 4 Klasifikasi Menurut Kriteria Child 2,6
A B C
1. Asites Negatif Dapat terkontrol Tidak dapat dikontrol
2. Nutrisi Baik Sedang Jelek
(85%) (70 - 85 %) (70 %)
3. Kelainan Neurogis Negatif Minimal Lanjut
4. Bilirubin (mg %) ≤ 1,5 1,5 – 3 ≥ 3
5. Albumin (gr %) ≥ 3,5 3,0 – 3,5 ≤ 3,0
Pembagian tersebut di atas digunakan untuk penanganan lebih lanjut pada
penderita, terutama terhadap mereka yang akan dilakukan pembedahan. Untuk
penderita tergolong Child A dan B masih dapat dilakukan tindakan pembedahan,
karena masih tergolong mempunyai prognose baik atau sedang. Sedangkan untuk
kelompok penderita yang sudah dengan Child C pada umumnya hanya dapat
dilakukan pengelolaan konservatif saja. Dari data hasil pengamatan jasmani dan
laboratorium di atas, tampak jelas bahwa sebagian besar dari penderita sirosis hati
dengan hipertensi portal sudah tergolong Child C, yang pada umumnya
mempunyai prognose kurang baik.
Kriteria Child ini, tidak hanya digunakan untuk persiapan pembedahan,
tetapi dapat dimanfaatkan untuk pengobatan konservatif lain, misalnya untuk
mencegah perdarahan ulang dengan memberikan obat beta-blocker non cardio-
selective. Dan berdasar pengalaman Penulis dengan menggunakan propanolol
termasuk golongan, obat beta-blocker non cardio selectif ternyata banyak
manfaatnya. Pengobatan tersebut hanya ditujukan kepada penderita dalam
kelompok Child A dan B. Sedangkan untuk kelompok Child C tidak diberikan
14
pengobatan dengan propanolol, karena dikhawatirkan akan mempermudah
terjadinya koma hepatikum akibat peninggian kadar amoniak di dalam otak,
sebagaimana halnya dilaporkan oleh para peneliti terdahulu.
Sarana Penunjang Diagnostik
Beberapa sarana penunjang diagnostik yang dapat dimanfaatkan untuk
mendeteksi sirosis hati yaitu pemeriksaan radiologis, USG, sidik hati, CT,
laparoskopi.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang sering dimanfaatkan ialah; pemeriksaan foto
toraks, splenoportografi, percutaneus transhepatic portografi (PTP), Kedua
pemeriksaan terakhir biasa digunakan untuk penderita sirosis hati dengan
hipertensi portal.
(1) Foto Toraks
Tidak semua penderita sirosis hati dibuat foto toraks. Dari sejumlah 767
penderita sirosis hati yang diteliti, hanya 37 penderita yang dibuat foto toraks,
sebagian besar tidak ditemukan kelainan paru. Kelainan foto toraks akibat sirosis
hati dengan hipertensi portal, ialah peninggian diafragma kanan dan kiri 21
(56,76%), dan ditemukan efusi pleura kanan pada 2 (5,40%). Peninggian
diafragma tersebut di akibatkan karena asites yang banyak dan mendorong
diafragma ke atas. Selain peninggian diafragma, kadang-kadang dapat ditemukan
efusi pleura. Hal ini terjadi, karena cairan asites yang sangat banyak disertai
adanya defek pada diafragma kanan yang menyebabkan infiltrasi cairan asites ke
dalam rongga pleura kanan. Pada penderita tersebut, telah dilakukan pungsi pleura
dan asites dan diperoleh hasil cairan yang sama.
(2) Splenoportografi
Dengan menyuntikkan kontras media ke dalam limpa, maka akan terlihat
aliran vena lienalis, vena porta, dan sistema kolateral lain. Gambaran ini tampak
jelas pada penderita sirosis hati dengan hipertensi portal, selama melakukan
perasat ini harus diperhatikan komplikasi yang mungkin terjadi yaitu;
15
kemungkinan perdarahan, kontras media keluar dari limpa, kemungkinan waktu
memasukkan jarum ikut terkena organ lain, timbul hematom di limpa sendiri.
(3) Percutaneus Transhepatic Portography (PTP)
Dengan cara ini akan diperoleh gambar vena porta dan sistema kolateral
yang lebih sempurna dan lebih jelas. Untuk melakukan ini diperlukan
keterampilan dari seseorang, karena risikonya besar.
Dengan memasukkan jarum dan kateter melalui kulit menembus ke lobus
kanan dimasukkan ke dalam vena porta. Setelah jarum dan kateter masuk ke
dalam vena porta, kemudian sedikit kontras media dimasukkan ke dalam vena
porta. Setelah sudah pasti masuk di vena porta, jarum dicabut, dan diganti dengan
kawat penuntun (guide wire). Dengan tuntunan kawat penuntun, ujung kateter
diarahkan ke vena lienalis, kemudian dimasukkan kontras media, baru dibuat foto.
Selanjutnya dibuat pemotretan pada vena koronaria. Dengan demikian akan
diperoleh gambar dari vena porta dan sistema kolateral. Sering setelah dibuat foto,
dapat di lanjutkan melakukan embolisasi pada vena koronaria atau melakukan
skleroterapi secara PTP. Dengan cara ini dapat dicegah kemungkinan pecahnya
varises esofagus.
Ultrasonogram (USG)
Ultrasonografi (USG) sebagai salah satu sarana diagnostik tidak invasif
banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di hati, termasuk sirosis hati.
Untuk melakukan USG pada hati, perlu dibuat beberapa penampang, yaitu;
melintang, membujur, interkostal, dan subkostal.
Gambaran USG dari sirosis hati tergantung dari tingkat berat ringannya
penyakit.
Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permukaan
ireguler, tepi hati tumpul, dan terdapat peninggian densitas gema kasar heterogen.
Pada fase lebih lanjut terlihat perubahan gambaran USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang ireguler, parenkim hati terdapat peninggian
densitas gema kasar heterogen terutama di super-fisial, sedangkan di profunda
16
terdapat penurunan densitas gema. Sebagian dari hati tampak membesar, sebagian
lagi dalam batas normal. Tepi hati tumpul, gambaran vena hepatika berkelok
kelok, vena porta terlihat melebar dan berkelok-kelok. Pada sirosis hati karena
fibrosis yang berat, maka daya tembus gelombang suara ke dalam jaringan yang
lebih dalam dihambat atau dikurangi, sehingga timbul atenuasi.
Pada sirosis tingkat lebih lanjut terlihat pengecilan hati dengan permukaan
tebal ireguler, tepi hati tumpul dengan gambaran gema di parenkim berdensitas
meninggi kasar heterogen, vena hepatika terputus-putus yang menggambarkan
makin berkelok-kelok, vena porta melebar (diameter lebih dari 1,3 cm). Terlihat
daerah bebas gema antara hati dengan dinding perut, yang menunjukkan adanya
asites. Terlihat juga spienomegali. Di samping itu terlihat tanda-tanda hipertensi
portal, antara lain; selain pelebaran vena porta, juga terlihat pelebaran vena
lienalis, vena umbilikalis, vena koronaria. Beberapa sarjana berpendapat bahwa
dengan ditemukannya vena umbilikalis dan vena koronaria merupakan tanda khas
dari hipertensi portal. Sebagai kriteria dari vena umbilikalis antara lain ialah: (1)
ditemukan gambaran bebas gema menuju ke vena porta, (2) pada potongan
membujur, gambar vena tersebut mengalir dari vena porta kiri ke arah dinding
perut di umbilikus, (3) pada potongan melintang, gambar vena tersebut berlokasi
di ligamentum teres yang memperlihatkan suatu pita gema berdensitas tinggi,
dengan bagian sentralnya bebas gema menyerupai mata sapi (gambar 9 - 33 / 34).
Sebagai kriteria dari hipertensi portal yang dianut, ialah: (1) pelebaran
vena porta melebihi 1,3 cm, (2) spienomegali disertai pelebaran vena lienalis
melebihi 1,0 cm, (3) terjadinya sistem kolateral yang terlihat salah satu atau lebih
yaitu adanya vena umbilikalis, vena koronaria, dan vena mesenterika inferior. Jadi
gambaran USG dari sirosis hati dengan hipertensi portal, memenuhi kriteria
gambaran sirosis hati dan tanda-tanda hipertensi portal tersebut di atas, yaitu
tampak jelas gambaran sirosis hati secara USG, ditambah tanda-tanda
terbentuknya salah satu atau lebih sistem kolateral.
Sirosis hati secara USG dapat dibagi atas (1) sirosis hati tanpa hipertensi
portal, dan (2) sirosis hati dengan hipertensi portal. Dan sirosis hati dengan
17
hipertensi portal secara USG masih dibagi atas: tanpa asites, dan yang disertai
asites.
Gb. V Sirosis hati dengan hipertensi portal akan tampak pelebaran vena porta (VP) lebih dari 1,3 cm, pelebaran vena umbilikalis (VU) yang keluar dari vena porta kiri, pelebaran vena mesenterika superior (VMS) vena mesenterika inferior (VMI), vena lienalis (VU) dan vena gastrika (VG) atau vena koronaria. Juga terlihat spienomegali (L).
Sidik Hati (Liver Scanning, Liver Scintigraphy)
Pemeriksaan sintigrafi untuk di Indonesia dimulai dari kota Bandung sejak
tahun 1969, dan telah banyak dimanfaatkan untuk membantu mendeteksi kelainan
di hati. Untuk melakukan sidik hati biasa dipakai zat radio-farmaka Tc99m, In113.
Gambaran sidik hati dari sirosis hati, ialah tampak berkurangnya
penampungan zat radio-farmaka, di hati dengan distribusi yang tidak merata,
disertai peninggian aktivitas di limpa dan sumsum tulang yang memperlihatkan
hipertensi kompensatoir sel-sel retikuloen-dotelial di limpa dan sumsum tulang.
Kadang-kadang dijumpai gambaran hati yang mengecil dengan distribusi yang
tidak merata, dan sedikit menampung zat radio-farmaka yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena pada sirosis hati umumnya ditandai oleh proses fibrosis fokal,
pembentukan jaringan ikat disertai nodul-nodul yang beregenerasi, dan terjadi
penurunan aliran darah yang menuju sinusoid hati, sehingga terlihat penampungan
zat radio-farmaka yang tidak merata di hati.
18
Gb. VI Secara USG gambaran sirosis hati dengan hipertensi portal sesuai dengan kriteria seperti pada gambar 9 – 36 yaitu tampak. a/ sirosis dengan asites (A), b/ spienomegali c/ vena umbilikalis (tanda panah sesuai dengan gambar rontgen, dan d/ vena koronaria atau vena gastrika (panah) sesuai dengan gambar rontgen.
Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas terlihat permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang besar atau
kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa. Sirosis dengan hipertensi portal, akan tampak
dilatasi pembuluh darah diligamentum teres, hipervas-kularisasi lambung dinding
kurvatura mayor, dan ditemukan asites (Gb. 9 – 38/75). 2,3
Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita sirosis hati di antaranya
ialah :
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita sirosis hati dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esofagi. Varises esofagi yang terjadi pada suatu waktu mudah
pecah, sehingga timbul perdarahan yang masif. Menurut SCHIFF perdarahan
timbul kira-kira 8-30% dari penderita sirosis menjadi salah satu penyebab
kematian utama. Menurut ABDURACHMAN yang meninjau perdarahan
gastrointestinal dari berbagai macam golongan penyakit (1970 – 1974) selama 5
19
tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, ternyata bahwa angka kematian
pada sirosis hati sebagai akibat perdarahan ditemukan 57,6%. Angka kematian ini
cukup tinggi bila dibandingkan hasil penemuan SCHIFF, mungkin karena si
penderita kurang cepatnya mendapat pertolongan, atau fasilitas diagnostik dan
perawatan di tempat kita masih jauh dari kurang sempurna. Mungkin juga
perdarahan pada penderita sirosis hati tidak hanya disebabkan oleh pecahnya
varises esofagi saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dan
76 penderita sirosis hati dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh
pecahnya varises esofagi, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi
lambung. MARIGAN dkk, pada tahun 1960 melaporkan 158 penderita sirosis hati
dengan perdarahan, ditemukan 53% disebabkan pecahnya varises esofagi, 22%
karena gastritis dan 20% karena ulkus peptikum.
Gb. VII. Secara laparoskopik dapat dilihat dengan jelas semua organ dalam
perut, kelainan dari hati, biopsi terarah.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita sirosis hati ialah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat karena faal hati
sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya
sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat juga koma
hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit,
obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder. (Selanjutnya
lihat Bab Koma Hepatikum).
Menurut penelitian penulis timbulnya koma terdapat pada 25,2%
penderita. Sedangkan menurut SCHIFF (1963) ± 35 % penderita sirosis
20
meninggal karena koma hepatikum. POWEL dan KLATSKIN (1968)
mendapatkan 17,7 % dari 283 penderita sirosis terjadi koma hepatikum primer.
STONE dkk (1967) mendapatkan 34,2% koma hepatikum primer. Menurut
ABDURCAHMAN (1975) berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung ditemukan 18,2% penderita dengan koma hepatikum sebagai akibat
perdarahan gastrointestinal.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita sirosis hati
lebih besar bila dibandingkan penderita normal. Beberapa kemungkinan
disebutkan di antaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan
duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah
timbulnya defisiensi makanan. Mana yang pasti yang menjadi penyebab masih
belum jelas, SCHIFF (1963) melaporkan kejadian ulkus peptikum pada penderita
sirosis hati berkisar antara 1,8 - 20% FAINER dan HALSTED (1965) menemukan
18 % penderita sirosis dengan hematemesis disebabkan oleh ulkus peptikum
DAGRADI dkk, (1955) menemukan 13,6% dengan perdarahan karena ulkus
peptikum pada penderita sirosis hati.
4. Karsinoma hepatoseluler
Sudah kita ketahui bahwa beberapa penderita sirosis yang ditemukan
disertai dengan karsinoma hati. SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073
penderita karsinoma hati menemukan 61,3% penderita disertai dengan sirosis.
PATON (1968) berpendapat bahwa ± 70 % penderita karsinoma hati sudah
didahului dengan sirosis hati. TUMEN (1968) berpendapat bahwa 2/3 penderita
karsinoma hati ditemukan dengan sirosis hati.
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap penderita sirosis hati yang
dibuat diagnosa secara klinik dan dilakukan biopsi membuta ditemukan 10,3%
dengan karsinoma, dan terhadap penderita yang diduga menderita karsinoma hati
secara klinik dilakukan biopsi membuta ditemukan 7,7% disertai sirosis hepatis.
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada sirosis hati terutama pada bentuk
21
postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi
adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG
infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, di antaranya ialah : peritonitis,
bronchopneumoni, pneumoni, tbc paru-paru, glomerulonefritis kronik,
pielonefritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, erisipelas, septikemi.
6. Sebab-sebab kematian
Kematian penderita sirosis hati mungkin disebabkan karena proses
penyakitnya sendiri atau dapat juga karena timbulnya komplikasi. SPELLBERG
(1954) berpendapat bahwa sebab-sebab kematian yang terbanyak ialah kegagalan
faal hati dan akibat perdarahan karena pecahnya varises esofagi terdapat sekitar
60 - 80%. Timbulnya infeksi terutama pada saluran pernafasan bagian atas
merupakan penyebab yang sering pula. Sedang menurut SCHIFF (1963) sebab
kematian dari penderita sirosis, ialah 25 - 50% karena kholemi, 20 - 40 ,% karena
perdarahan gastrointestinal, 10 - 25 % karena infeksi intercurrent terufama
pneumoni dan peritonitis. STONE (1967) melaporkan 34,2% kematian karena
kegagalan faal hati, 22,8% tak diketahui sebab-sebabnya, 18,4% karena
karsinoma hati, 11,4% karena perdarahan gastrointestinal. Menurut hasil
penelitian penulis didapatkan : 52,8 % karena perdarahan gastrointestinal, 42,4%
karena koma hepatikum, 4,8% karena infeksi intercurrent. 2,5
Terapi
Untuk memberikan terapi terhadap penderita sirosis perlu ditinjau apakah
sudah ada hipertensi portal dan kegagalan faal hati atau belum.
a. Pada sirosis tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal perlu diberikan diit
tinggi kalori dan tinggi protein, umpamanya diit yang mengandung 2500
kalori dengan protein 80-100 gr perhari; lemak tidak perlu dibatasi jumlahya.
22
Disamping itu perlu diberikan vitamin, di antaranya vitamin C, thiamin,
riboflavin, asam nikotin, dan vitamin B12; essential phospholipid (EPL),
cursil, dan obat yang mengandung protein tinggi misalnya superton. Makanan
atau minuman yang dilarang ialah yang mengandung alkohol, zat
hepatotoksik, hindari makan yang disimpan pada suhu udara lebih dari 48 jam.
b. Sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal.
b.1 Istirahat
Sebaiknya aktivitas fisik dibatasi, dan dianjurkan untuk istirahat di tempat
tidur sekurang-kurangnya setengah hari setiap harinya, terutama bagai mereka
yang disertai asites.
Sering timbul pertanyaan dari penderita dan keluarganya, apakah boleh
bekerja atau jalan-jalan. Untuk ini sulit ditentukan, walaupun demikian dapat
diambil ketentuan dan diberikan penjelasan mengenai keadaan penyakitnya. Bagi
para penderita sirosis hati tanpa asites, dan tes faal hati sedikit terganggu, dapat
melakukan pekerjaannya selama 8 jam sehari untuk selanjutnya dianjurkan
banyak istirahat, sedangkan untuk penderita dengan asites tetapi dapat melakukan
pekerjaannya selama 4-6 jam.
b.2 Diet
Bila tidak ada tanda-tanda koma hapatikum diberikan diit 1500-2000
kalori dengan protein sekurang-kurangnya 1 gram per kg berat badan perharinya.
Di samping itu perlu diberikan roboransia. Makanan atau minuman yang
mengandung alkohol harus dihentikan secara mutlak. Karena pada penelitian
ternyata bahwa prognosa baik pada penderita yang menghentikan minum alkohol.
Dianjurkan makan/minum yang segar. Hindari makanan/minuman yang sudah
lewat 48 jam atau yang sudah basi. Menurut Gabuzzda (1970) pada penderita
yang dengan asites dan edema sedikit dapat hilang dengan diit kaya protein (1-2
gr per kg berat badan), miskin garam (mengandung 200-500 mg Na tiap hari),
istirahat saja dan pembatasan cairan 1-1,5 liter tiap harinya.
23
b.3 Diuretikum
Bila selama 4 hari dengan pengobatan diitetik ternyata tidak ada respons,
atau penurunan berat badan kurang dari 1 kg, maka perlu diberikan diuretikum.
Sebaiknya diuretikum tidak diberikan bila kadar bilirubin serum dan kreatinin
serum meninggi, sebab akan memperburuk fungsi hati dan ginjal, serta tidak akan
terjadi diuresis sebagaimana yang diharapkan.
Langkah pertama diuretikum yang diberikan ialah spirono-lacton
(aldacton), karena merupakan antagonis dan aldosteron, dan bekerja menghambat
reabsorpsi natrium dan kloride, serta juga menambah ekresi kalsium. Kerjanya
spironolacton ditubuli distal ginjal. Sebagai pengganti spironolacton dapat dipakai
triamterene atau amiloride yang mempunyai fungsi sama, yaitu bekerja ditubuli
distal serta tidak mengeluarkan K. Pemberian spironolacton sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah dulu misalnya 25 mg perhari, bila selama 3 hari tidak ada
respons baru dosis ditingkatkan sedikit demi sedikit sampai memperoleh respons
yang cukup. Spironolacton biasa dipakai bersama-sama dengan diuretika lain
misalnya dengan furosamid dengan maksud untuk menambah efek diuresis
dengan risiko pengeluaran kalium yang kurang. Cara ini baru dilaksanakan bila
pemberian spironolacton dosis tinggi kurang/tidak memberikan respons diuresis
yang memadai. Selama pemberian spironolacton harus disertai dengan
pengawasan yang baik mengenai kadar bikarbonat dan kalium.
Kontraindikasi dari pemberian diuretika ialah: perdarahan gastrointestinal,
penderita dengan muntah-muntah atau dengan diare, prekoma/koma hepatikum:
Sebagai akibat pemberian diuretikum akan timbul:
- Hipokalemi; bila terjadi demikian maka sebaiknya pemberian diuretika
dihentikan, dan diberikan penambahan KCI.
- Hiponatremi; dapat diatasi dengan pemberian cairan yang dibatasi 500 cc/hari
atau pemberian 2 liter manitol 20% intravena yang dapat bekerja sebagai
diuretika osmotik.
- Alkalosis hipokloremik; disebabkan kehilangan Na dan CI, dan dapat diatasi
dengan pemberian klorida.
24
- Koma hepatikum sekunder; disebabkan karena hipokalemi, kehilangan
cairan. Bila terlihat tanda-tanda prekoma/koma sebaiknya pemberian
diuretika segera dihentikan.
b.4 Obat-obatan
Prednison hanya diberikan pada penderita yang diduga dengan posthepatik
sirosis, hepatitis aktif kronik dimana masih terdapat ikterus, gama globulin dan
transaminase yang masih meninggi. Perlu diberikan anti-hepatotoksik misalnya;
EPL, Cursil, dan lain-lainnya atau juga obat yang mengandung protein tinggi
misalnya superton.
Gb. VIII Le-Veen peritoneo -venous shunt (disalin dari Wapnick S et al JAMA
237: 131-133,(1977)).
c. Pengobatan terhadap komplikasi
c.1 Perdarahan; harap dilihat Bab perdarahan Saluran Makan.
c.2 Prekoma/koma hepatikum; harap dilihat Bab Koma Hepatikum.
c.3 Infeksi; perlu diperhatikan penyebabnya. Bila diperlukan dapat diberikan
antibiotika, asalkan harus diingat jangan memberikan obat-obatan yang
hepatotoksik.
d. Peritoneo-venous shunt
Le Veen dkk (1974, 1976) melakukan operasi kecil peritoneo-venous
shunt untuk mengurangi cairan asites secara teratur dan memasukkan melalui
suatu pipa yang diberi katub, sehingga hanya memberikan tekanan satu arah ke
dalam vena jugularis pada penderita dengan asites yang tidak berhasil diobati
25
dengan diuretika. Pada tahun 1974 oleh Le Veen dkk, dilakukan peritoneo-venous
shunt pada 34 penderita asites karena sirosis, hasilnya 28 penderita (76,5%) dapat
dihilangkan asitesnya, bahkan kadar serum protein dan ratio albumin globulin
kembali normal, hal ini disebabkan karena kadar protein yang ada di dalam cairan
asites dialirkan kembali ke tubuh penderita. Demikian juga kadar ureum yang
tadinya menaik telah kembali dalam batas-batas normal. Pada tahun 1976
dilaporkan lagi pengalaman Le Veen dkk, pada 62 penderita yang berusia 32-76
tahun yang telah dilakukan “Le Veen continous peritoneal jugular shunt” di
Rumah Sakit Brooklyn VA. Penderita tersebut di atas terdiri atas; sirosis alkoholik
57 kasus, sirosis postnekrotik 2 kasus dan 3 kasus dengan maligna proses. Dari
pengalaman tersebut ternyata yang meninggal 5 kasus (8,1%), sebab kematian
disebutkan 3 kasus karena timbulnya nekrosis tubular akuta dan 2 kasus karena
sebelumnya kadar bilirubin yang sangat tinggi.
Komplikasi yang dijumpai pada 62 penderita ialah; perdarahan subkutan
10 kasus (16,1%) perdarahan gastrointestinal 6 kasus, (9,7%), infeksi 3 kasus
(4,8%), septikemi 2 kasus (3,2%), asites fluid leakage 10 kasus (16,1%).
Kebanyakan penderita setelah operasi timbul panas, maka sebaiknya selalu
diberikan antibiotika. Penderita sebelum dilakukan peritoneo-venous shunt
mempunyai kadar bilirubin kurang dari 5 mg% dan pernah mengalami perdarahan
varises esofagus, ternyata yang dapat hidup lebih dari 6 bulan terdapat 70% dan
hidup lebih dari 12 bulan terdapat 63%. Wapnick dkk (1977) melaporkan
pengalamannya pada 30 penderita sirosis hati dengan komplikasi asites, sindroma
hepatorenal yang telah dilakukan Le Veene peritoneo-venous shunt. Hasilnya
ialah; lingkaran perut berkurang (dari 108 menurun 93 cm), penurunan berat
badan (dari 80 menjadi 70 kg), diurese yang semula rata-rata 607 cc bertambah
menjadi 4254 cc perhari. Sepuluh hari setelah operasi diperiksa kadar urea N
ternyata menurun, semula 39 mg% menurun menjadi 23%, demikian juga kadar
kretinin semula 2,4 mg% menurun menjadi 1,8mg%. Delapan belas bulan setelah
operasi dilakukan follow up, ternyata bahwa 46% masih hidup. Sedangkan pada
penderita yang mempunyai kadar bilirubin kurang dari 10 mg% tanpa disertai
tanda-tanda koma hepatikum atau perdarahan gastrointenstinal ternyata masih
26
hidup 18 bulan sebanyak 71%. Umumnya lama perawatan di rumah sakit
memakan waktu 10-15 hari setelah operasi.
e. Parasintesis
Menurut Conn (1982) dan Sherlock (1989) dikenal dua macam tujuan
parasintesis, yaitu :
Untuk diagnostik, dan
Untuk terapi
Parasintesis diagnostik bertujuan untuk mengevaluasi cairan asites, yang
kemudian dilakukan pemeriksaan terhadap jumlah sel dan hitung jenis, protein,
macam mikroorganism dengan pengecatan gram dan biakan.
Sedangkan parasintesis terapeutik untuk mengeluarkan cairan asites yang
sangat banyak sehingga dapat mengganggu pernapasan penderita. Biasanya
parasintesis ini, pengeluaran cairan dibatasi maksimum 2 liter. Komplikasi dari
parasintesa terapeutik ini bila dilakukan terlalu sering atau pengeluaran cairan
berlebihan akan timbul komplikasi, di antaranya berupa; infeksi luka bekas
parasintesis, kebocoran cairan asites pada luka bekas tusukan, hiponatremi, koma
hepatikum karena gangguan keseimbangan elektrolit, kehilangan protein tubuh,
gangguan faal ginjal, perdarahan, perforasi usus.
Arroyo (1989), Tito dkk (1990) melaporkan hasil penelitian pada sirosis
hati dengan asites disertai gangguan fungsi ginjal baik dengan atau tanpa edema.
Kepada penderita tersebut dilakukan parasintesis total sekitar 4-6 liter sehari
sampai cairan asites habis, yang disertai pemberian infus albumin 40 gr atau
pemberian infus albumin 6 gr/liter cairan asites yang dikeluar-kan. Hasil dengan
cara ini memuaskan, tidak ditemukan komplikasi yang dikhawatirkan seperti yang
tercantum tersebut di atas. Sebaliknya dengan cara ini dapat memperpendek masa
perawatan penderita di rumah sakit. Pemberian infus albumin yang menyertai
parasintesis ini bertujuan untuk mencegah terjadinya peningkatan aktivitas plasma
renin, gangguan faal ginjal atau hiponatremi yang berat. Di samping itu tidak
menimbulkan gangguan volume plasma sebagai akibat hipovolemik. Tindakan ini
dilakukan pada penderita sirosis hati dengan asites yang banyak, ekskresi Na yang
27
rendah, konsentrasi kreatinin yang tinggi, asites yang refrakter. Untuk mencegah
terjadinya pembentukan asites kembali, setelah parasintesis total disertai
pemberian infus albumin tersebut di atas sebaiknya dilanjutkan dengan pemberian
diuretika. Diuretika yang diberikan ialah spironolakton 200 mg/hari, furosemide
40 mg/hari pada penderita tanpa gangguan faal ginjal. Sedangkan penderita
dengan gangguan faal ginjal, diberikan spironolakton 300 mg/hari, dan
furosemide 80 mg/hari atau disesuaikan dengan respons penderita.
Mengingat cairan infus albumin sangat mahal, maka Salerno dkk (1991)
menganjurkan untuk diberikan hemacel 3,5% sebagai pengganti albumin, dengan
dosis 150 ml/liter asites yang dikeluarkan. Cairan infus hemacel mempunyai sifat
isoonkotik, bebas virus, dan harganya lebih murah. Mengingat sifat tersebut, tidak
akan menyebabkan perubahan cairan interstiil, atau intravaskuler.
Menurut Arroyo (1989) dan Tito dkk. (1990), untuk melakukan
parasintesis total disertai pemberian infus albumin perlu diingat indikasi dan
kontraindikasi. Sebagai indikasi ialah pada asitess refrakter dengan keluhan;
anoreksi, kesakitan, sesak napas, asites yang tegang, sirosis hati Child B, pro-
trombin lebih dari 40%, kadar bilirubin kurang dari 10 mg%, trombosit lebih dari
40.000/mm3, kreatinin kurang dari 4 mg%, Na urine lebih dari 10 mEg/ 24 jam.
Sebagai kontraindikasi ialah pada sirosis hati yang sudah disertai
komplikasi, yaitu: perdarahan, koma hepatikum, gangguan elektrolit, gangguan
hemodinamik, sedang ada panas badan.
Prognosis
SHERLOCK berpendapat bahwa sirosis hati bukan tergolong suatu
penyakit progresif, dan dengan terapi yang adekuat akan terjadi perbaikan,
misalnya pada sirosis dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal dengan
pengobatan adekuat dapat menjadi tanpa kegagalan faal hati dan hipertensi portal.
Tapi menurut READ, STEIGMAN: berpandapat bahwa sekali terdapat sirosis
dengan kegagalan faal hati dan hipertensi portal prognosa biasanya jelek. Untuk
menentukan prognosis harus dilihat beberapa faktor, di antaranya :
28
1. Etiologi
Pada sirosis alkoholik, bila dalam makanan/minuman pantang alkohol,
maka biasanya menunjukkan perubahan dan mempunyai prognosis lebih baik
daripada sirosis makronoduler primer lainnya.
2. Tanda-tanda klinik
a. Adanya ikterus pada penderita sirosis, terutama bila ikterusnya menetap,
maka menunjukkan prognosis yang jelek.
b. Timbulnya asites pada penderita sirosis, mempunyai prognosis jelek,
terutama asites yang resisten terhadap segala pengobatan. Menurut READ,
kira-kira 32% dari sirosis dengan asites meninggal dalam tahun pertama
dari pengawasan dan 50% meninggal dalam 2 tahun. Menurut STONE
hanya 8,8% yang dapat hidup lebih dari 5 tahun.
c. Besarnya hati ikut menentukan prognosis. Penderita dengan hati yang
membesar mempunyai prognosa yang lebih baik daripada penderita
dengan hati yang mengecil, mungkin disebabkan mengandung lebih
banyak nodul sel regeneratif.
d. Hipertensi portal. Penderita sirosis, dengan hipertensi portal timbul varises
esofagi. Bila timbul perdarahan sebagai akibat pecahnya varises esophagi
pada penderita dengan faal hati yang masih baik, maka biasanya
perdarahan dapat diatasi. Walaupun demikian sebagai akibat perdarahan
akan dapat memperburuk faal hati karena terjadinya hepatic hipoksia.
Lebih-lebih lagi bila perdarahan dari varises esofagi timbul pada penderita
dengan faal hati yang jelek, maka akan terjadi koma hepatikum dan dapat
menyebabkan kematian si penderita bilamana tidak segera mendapatkan
pertolongan.
e. Penderita dengan hipotensi (tensi sistole kurang 100 mmHg), terutama
yang menetap, walaupun telah diobati, merupakan tanda yang berbahaya.
29
3. Kelainan laboratorium
Pada penderita dengan kadar albumin kurang dari 2,5 gr% mempunyai
prognosis yang jelek. Lebih-lebih lagi bila penderita tersebut setelah diberikan
diit kaya protein tidak menunjukkan kenaikan kadar albumin mempunyai
prognosis yang lebih jelek. Demikian pula bila terdapat hiponatremi yang
berat (kadar serum kurang dari 120 mEq/liter) adalah kurang baik. Penderita
dengan hipoprotrombinemi menetap yang disertai dengan perdarahan spontan
menunjukkan tanda yang membahayakan.
4. Hasil pengobatan
Menurut SHERLOCK, bila dalam waktu 1 bulan setelah si penderita
mendapat pengobatan (baik pengaturan diit, maupun pengobatan
medikamentosa) tidak menunjukkan perbaikan, mempunyai prognosis yang
jelek. Terutama pada penderita dengan kegagalan hepatoseluler yang
menunjukkan tanda-tanda progresif mempunyai prognosis yang lebih
buruk. 2,5
30
BAB 3
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
No.Reg.RS: 00.
Nama Lengkap: Mangasi Hutajulu
Tanggal Lahir: Umur:56 Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Hutabalibiding No. Telepon: -
Pekerjaan: Petani Status: Menikah
Pendidikan: - Suku: Batak Agama: Kristen
Rawatan Hari IKeluhan Utama : Muntah Darah
Telaah : - Hal ini di alami os sejak ± 12 hari yang lalu, dan memberat dalam seminggu
sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna hitam dengan frekuensi 1-
2 kali perhari. Volume muntah darah yang dikeluarkan ± setengah aqua gelas
perkali muntah. Os mengalami penurunan nafsu makan sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri perut kanan atas dijumpai dan dialami 12 hari ini, nyeri perut kanan
atas bersifat hilang timbul. Nyeri tekan pada perut kanan atas dijumpai. Os
merasakan perutnya semakin lama semakin membesar, Perasaan menyesak
dijumpai. Batuk (-) sesak nafas (-). Demam (+) yang bersifat naik turun, dan
hilang dengan obat penurun panas. Riwayat minum alkohol sejak lama
dijumpai. Riwayat menggunakan jarum suntik tidak dijumpai. Riwayat
transfusi sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat sakit kuning sebelumnya ± 3
tahun dijumpai. Riwayat BAB berwarna hitam dijumpai, frekuensi 1-2 kali
perhari dengan volume setengah aqua gelas. Riwayat BAK kuning pekat seperti
teh dijumpai.
RPT : Tidak jelas
Dokter muda : -
Dokter : dr. Ari Sudibrata
Tanggal masuk : 8 Maret 2012
31
RPO : Tidak jelas
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan Operasi
- - - -
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi
Tahun Bahan/Obat Gejala
- - -
Hobi : Tidak ada yang khusus
Olah Raga : Tidak ada yang khusus
Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus
Merokok : (+)
Minum Alkohol : (+)
Hubungan Seks : (+) menikah.
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum: Lemah Abdomen: Tidak ada keluhanKulit : Tidak ada keluhan Ginekologi: Tidak keluhanKepala dan leher: Tidak ada keluhan Alat kelamin: Tidak ada keluhan
Mata : Anemis, ikterus, pupil isokor Ginjal dan Saluran Kencing: -Telinga: Tidak ada keluhan Hematologi: Tidak ada keluhanHidung : Tidak ada keluhan Endokrin/Metabolik: Tidak ada keluhanMulut dan Tenggorokan : Tidak ada keluhan
Musculoskeletal: Tidak ada keluhan
Pernafasan: normal Sistem saraf: Tidak ada keluhanPayudara: Tidak ada keluhan Emosi: TerkontrolJantung: Tidak ada keluhan Vaskuler: Tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Riwayat Imunisasi
Tahun Jenis Immunisasi
- -
32
Kesan Sakit Ringan Sedang Berat
Gizi BB: 72 kg TB: 165 cm
IMT = 26,4 kg/m2, kesan: obese I
LP : 100 cm
TANDA VITAL
Kesadaran Compos mentis Deskripsi: komunikasi baik
Tekanan Darah
Berbaring:Lengan Kanan: 120/80 mmHgLengan Kiri: 120/80 mmHg
Duduk:Lengan Kanan: 120/80 mmHgLengan Kiri: 120/80 mmHg
Nadi 88 x/i reguler, t/v cukupPernafasan 20x/i Deskripsi:Temperatur Aksila 37,5 °C
KEPALA :
- Rambut : hitam
- Mata : Conjunctiva palp.inf.pucat (+), sclera
ikterik (+) , Pupil Isokor ki = ka 3mm.
- Telinga : Dalam batas normal
- Hidung : Dalam batas normal
- Rongga mulut danTenggorokan : Dalam batas normal
- Bicara : Komunikasi baik dan lancar
LEHER:
- Simetris
- TVJ R -2 cmH20, Trakea medial, Pembesaran KGB (-), struma (-)
THORAX:
33
Depan BelakangInspeksi Simetris Fusiformis Simetris FusiformisPalpasi SF : ki=ka SF : ki=ka Perkusi Sonor SonorAuskultasi SP: vesikuler
ST: -SP: vesikulerST: -
JANTUNG:
Batas jantung relative:
Atas : ICR III sinistraKanan : Linea Sternalis DextraKiri : 1 cm lateral LMCS, ICR VJantung: HR: 88x/i, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah (-)
ABDOMEN:
Inspeksi : Simetris membesar
Palpasi : distensi H/L/R sulit dinilai Nyeri tekan (+).
Perkusi : Timpani, undulasi (+),
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat.
PINGGANG:
Ballotemen(-), Tapping pain (-)
ALAT KELAMIN: laki-laki, dalam batas normal
REKTUM:
Perineum : biasa
Sphincter ani : ketat
Mukosa : licin
Angula recti : berisi
Sarung tangan : warna hitam
EKSTREMITAS:
Superior : oedema -/-
34
Inferior : oedema +/+
Kulit : Akral hangat
PEMERIKSAAN LAB
Darah rutin: Hb 3,9 g/dl; Eritrosit 2,24x106/mm3 Leukosit 5,0x103/mm3; Ht: 14,50%; Trombosit
51.000/mm3;
MCV: 64,70 fl; MCH: 17,40 pg; MCHC: 26,9 g/dl
LFT : SGOT 26 IU/L, SGPT 16 IU/L
RFT : ureum 13,40 , kreatinin 0,74
Elektrolit : natrium 135meq, kalium 3,6meq, clorida 106meq
KGD Adrandom : 112,80 mg/dl
URINALISA RUANGAN
Warna: Teh pekat , Protein - , Reduksi +1, Bilirubin - , Urobilinogen +
Sedimen : eritrosit : 0-1 (normal), leukosit: 0-1 (normal), epitel : 0-1(normal)/lph,
Faeces Rutin: Tidak dilakukan pemeriksaan.
DiagnosaBanding 1 :
-PSMBA ec varices bleeding ec sirosis hepatis stadium DC
-PSMBA ec gastritis erosiva
-PSMBA ec ulcus bleeding
-PSMBA ec meig syndrome
Diagnosa sementara :
PSMBA ec varices bleeding ec sirosis hepatis stadium DC
Terapi :
Tirah baring
NGT dan kateter terpasang
(jika NGT hitam, spooling sampai tidak berwarna hitam dan puasa 6-8 jam)
Diet sonde via NGT
35
IVSP dextrose 5% 20 ggt/i
Inj Cefotaxim 1 gr/ 12 jam (ST)
Inj Ozid 80 mg pertama 40 mg/ 12 jam
Furosemid Tab 1x40 mg
Sprinolakton Tab 1x100 mg
Sistenol 3x500 mg (K/P)
Laxadyn syr 3 x fl 1
Curcuma 3 x 1
Laxadyn Syr 3x1 CI
Balance cairan -500
Pemeriksaan Penunjang
- Darah/Urin/Feces rutin
Albumin, globulin
Viral marker (HbsAg, anti HCV)
-USG abdomen
-Gastroscopy
Rawatan Hari II-VKeluhan Utama : Muntah Darah
Telaah : - Hal ini di alami os sejak ± 13 hari yang lalu, dan memberat dalam seminggu
sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna hitam dengan frekuensi 1-
2 kali perhari. Volume muntah darah yang dikeluarkan ± setengah aqua gelas
perkali muntah. Nyeri perut kanan atas dijumpai dan dialami 12 hari ini, nyeri
perut kanan atas bersifat hilang timbul. Os merasakan perutnya semakin lama
semakin membesar. Perasaan menyesak dijumpai. Batuk (-) sesak nafas (-).
Riwayat minum alkohol sejak lama dijumpai. Riwayat menggunakan jarum
suntik tidak dijumpai. Riwayat transfusi sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat
sakit kuning sebelumnya ± 3 tahun dijumpai. Riwayat BAB berwarna hitam
dijumpai, frekuensi 1-2 kali perhari dengan volume setengah aqua gelas.
Riwayat BAK kuning jernih seperti teh dijumpai.
RPT : Tidak jelas
36
RPO : Tidak jelas
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan Operasi
- - - -
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi
Tahun Bahan/Obat Gejala
- - -
Hobi : Tidak ada yang khusus
Olah Raga : Tidak ada yang khusus
Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus
Merokok : (+)
Minum Alkohol : (+)
Hubungan Seks : (+) menikah.
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum: Lemah Abdomen: Tidak ada keluhanKulit : Tidak ada keluhan Ginekologi: Tidak keluhanKepala dan leher: Tidak ada keluhan Alat kelamin: Tidak ada keluhan
Mata : Anemis, ikterus, pupil isokor Ginjal dan Saluran Kencing: -Telinga: Tidak ada keluhan Hematologi: Tidak ada keluhanHidung : Tidak ada keluhan Endokrin/Metabolik: Tidak ada keluhanMulut dan Tenggorokan : Tidak ada keluhan
Musculoskeletal: Tidak ada keluhan
Pernafasan: normal Sistem saraf: Tidak ada keluhanPayudara: Tidak ada keluhan Emosi: TerkontrolJantung: Tidak ada keluhan Vaskuler: Tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Riwayat Imunisasi
Tahun Jenis Immunisasi
- -
37
Kesan Sakit Ringan Sedang Berat
Gizi BB: 70 kg TB: 165 cm
IMT = 25,7 kg/m2, kesan: obese I
LP : 102 cm
TANDA VITAL
Kesadaran Compos mentis Deskripsi: komunikasi baik
Tekanan Darah
Berbaring:Lengan Kanan: 90-100/60-70 mmHgLengan Kiri: 90-100/60-70 mmHg
Duduk:Lengan Kanan: 90-100/60-70 mmHgLengan Kiri: 90-100/60-70 mmHg
Nadi 72 – 84 x/i reguler, t/v cukupPernafasan 20 – 28 x/i Deskripsi:Temperatur Aksila 36,4 – 36,7 °C
KEPALA :
- Rambut : hitam
- Mata : Conjunctiva palp.inf.pucat (+/+), sclera
ikterik (+) , Pupil Isokor ki = ka 3mm.
- Telinga : Dalam batas normal
- Hidung : Dalam batas normal
- Rongga mulut danTenggorokan : Dalam batas normal
- Bicara : Komunikasi baik dan lancar
LEHER:
- Simetris
- TVJ R -2 cmH20, Trakea medial, Pembesaran KGB (-), struma (-)
THORAX:
38
Depan BelakangInspeksi Simetris Fusiformis Simetris FusiformisPalpasi SF : ki=ka SF : ki=ka Perkusi Sonor SonorAuskultasi SP: vesikuler
ST: -SP: vesikulerST: -
JANTUNG:
Batas jantung relative:
Atas : ICR III sinistraKanan : Linea Sternalis DextraKiri : 1 cm lateral LMCS, ICR VJantung : HR: 72-84 x/i, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah (-)
ABDOMEN:
Inspeksi : Simetris membesar
Palpasi : distensi H/L/R sulit dinilai Nyeri tekan (+).
Perkusi : Timpani, undulasi (+),
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat.
PINGGANG:
Ballotemen(-), Tapping pain (-)
ALAT KELAMIN: laki-laki, dalam batas normal
REKTUM:
Perineum : biasa
Sphincter ani : ketat
Mukosa : licin
Angula recti : berisi
Sarung tangan : warna hitam
EKSTREMITAS:
Superior: oedema -/-
39
Inferior: oedema +/+
Kulit : Akral hangat
PEMERIKSAAN LAB
Darah rutin: Hb 3,3 g/dl; Eritrosit 1,96x106/mm3 Leukosit 3,32x103/mm3; Ht: 12,70%;
Trombosit 47.000/mm3;
MCV: 64,80 fl; MCH: 16,80 pg; MCHC: 26,0 g/dl
LFT : SGOT 26 IU/L, SGPT 16 IU/L
URINALISA RUANGAN
Warna: Teh jernih , Protein - , Reduksi +1, Bilirubin - , Urobilinogen +
Sedimen : eritrosit : 0-1 (normal), leukosit: 0-1 (normal), epitel : 0-1(normal)/lph,
Faeces Rutin: Tidak dilakukan pemeriksaan.
DiagnosaBanding 1 :
-PSMBA ec varices bleeding ec sirosis hepatis stadium DC ec hepatitis c
-PSMBA ec gastritis erosiva
-PSMBA ec ulcus bleeding
-PSMBA ec meig syndrome
Diagnosa sementara :
PSMBA ec varices bleeding ec sirosis hepatis stadium DC ec hepatitis C
Terapi :
Tirah baring
NGT dan kateter terpasang
(jika NGT hitam, spooling sampai tidak berwarna hitam dan puasa 6-8 jam)
Diet sonde via NGT
IVSP dextrose 5% 20 ggt/i
Inj Cefotaxim 1 gr/ 12 jam (ST)
Inj Ozid 80 mg pertama 40 mg/ 12 jam
Furosemid Tab 1x40 mg
40
Sprinolakton Tab 1x100 mg
Sistenol 3x500 mg (K/P)
Laxadyn syr 3 x fl 1
Curcuma 3 x 1
IVFD Aminofusin 1 fls/ hari
Balance cairan -500
Pemeriksaan Penunjang
- Darah/Urin/Feces rutin
Albumin, globulin
Viral marker (HbsAg, anti HCV)
-USG abdomen
-GastroscopyRawatan Hari VI-IX
Keluhan Utama : Asites
Telaah : - Hal ini di alami os sejak ± 1 bulan yang lalu, dan semakin membesar ± 9
hari yang lalu. Riwayat penurunan lingkar perut pada os dijumpai, Perasaan
menyesak (-). Batuk (-) sesak nafas (-). Riwayat minum alkohol sejak lama
dijumpai. Riwayat menggunakan jarum suntik tidak dijumpai. Riwayat sakit
kuning sebelumnya ± 3 tahun dijumpai. Riwayat BAB normal, frekuensi 1-2
kali perhari dengan volume setengah botol aqua. Riwayat BAK kuning pekat
dijumpai.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan Operasi
- - - -
41
RIWAYAT PRIBADIRiwayat Alergi
Tahun Bahan/Obat Gejala
- - -
Hobi : Tidak ada yang khusus
Olah Raga : Tidak ada yang khusus
Kebiasaan Makanan : Tidak ada yang khusus
Merokok : (+)
Minum Alkohol : (+)
Hubungan Seks : (+) menikah.
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum: Lemah Abdomen: Tidak ada keluhanKulit : Tidak ada keluhan Ginekologi: Tidak keluhanKepala dan leher: Tidak ada keluhan Alat kelamin: Tidak ada keluhan
Mata : Anemis, ikterus, pupil isokor Ginjal dan Saluran Kencing: -Telinga: Tidak ada keluhan Hematologi: Tidak ada keluhanHidung : Tidak ada keluhan Endokrin/Metabolik: Tidak ada keluhanMulut dan Tenggorokan : Tidak ada keluhan
Musculoskeletal: Tidak ada keluhan
Pernafasan: normal Sistem saraf: Tidak ada keluhanPayudara: Tidak ada keluhan Emosi: TerkontrolJantung: Tidak ada keluhan Vaskuler: Tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit Ringan Sedang Berat
Gizi BB: 67 kg TB: 165 cm
IMT = 24,6 kg/m2, kesan: pre-obese
LP: 98 cm
TANDA VITAL
Riwayat Imunisasi
Tahun Jenis Immunisasi
- -
42
Kesadaran Compos mentis Deskripsi: komunikasi baik
Tekanan Darah
Berbaring:Lengan Kanan: 110-130/70-80 mmHgLengan Kiri: 110-130/70-80 mmHg
Duduk:Lengan Kanan: 110-130/70-80 mmHgLengan Kiri: 110-130/70-80 mmHg
Nadi 72-80 x/i reguler, t/v cukupPernafasan 24-28 x/i Deskripsi:Temperatur Aksila 35,6 - 37 °C
KEPALA :
- Rambut : hitam
- Mata : Conjunctiva palp.inf.pucat (+), sclera
ikterik (+) , Pupil Isokor ki = ka 3mm.
- Telinga : Dalam batas normal
- Hidung : Dalam batas normal
- Rongga mulut danTenggorokan : Dalam batas normal
- Bicara : Komunikasi baik dan lancar
LEHER:
- Simetris
- TVJ R -2 cmH20, Trakea medial, Pembesaran KGB (-), struma (-)
THORAX:
Depan BelakangInspeksi Simetris Fusiformis Simetris FusiformisPalpasi SF : ki=ka SF : ki=ka Perkusi Sonor SonorAuskultasi SP: vesikuler
ST: -SP: vesikulerST: -
JANTUNG:
43
Batas jantung relative:
Atas : ICR III sinistraKanan : Linea Sternalis DextraKiri : 1 cm lateral LMCS, ICR VJantung: HR: 72 – 80 x/i, reguler, M1>M2, A2>A1, P2>P1, A2>P2, desah (-)
ABDOMEN:
Inspeksi : Simetris membesar
Palpasi : distensi H/L/R sulit dinilai Nyeri tekan (+).
Perkusi : Timpani, undulasi (+),
Auskultasi : Peristaltik usus meningkat.
PINGGANG:
Ballotemen(-), Tapping pain (-)
ALAT KELAMIN: laki-laki, dalam batas normal
EKSTREMITAS:
Superior: oedema -/-
Inferior: oedema +/+
Kulit : Akral hangat
PEMERIKSAAN LAB
Darah rutin: Hb 3,3 g/dl; Leukosit 3,32x103/mm3; Ht: 12,70%; Trombosit 47.000/mm3;
MCV: 64,80 fl; MCH: 16,80 pg; MCHC: 26,0 g/dl
LFT : SGOT 26 IU/L, SGPT 16 IU/L
RFT : ureum 13,40 , creatinin 0,74
Elektrolit :
KGD Adrandom : 112,80 mg/dl
URINALISA RUANGAN
Warna: kuning pekat , Protein - , Reduksi +1, Bilirubin - , Urobilinogen +
44
Sedimen : eritrosit : 0-1 (normal), leukosit: 0-1 (normal), epitel : 0-1(normal)/lph,
Faeces Rutin: Tidak dilakukan pemeriksaan.
DiagnosaBanding 1 :
-PSMBA ec varices bleeding ec sirosis hepatis stadium DC ec hepatitis c
-PSMBA ec gastritis erosiva
-PSMBA ec ulcus bleeding
-PSMBA ec meig syndrome
Diagnosa sementara :
PSMBA ec varices bleeding ec sirosis hepatis stadium DC ec hepatitis C
Terapi :
Tirah baring
NGT dan kateter terpasang
(jika NGT hitam, spooling sampai tidak berwarna hitam dan puasa 6-8 jam)
Diet sonde via NGTIVSP dextrose 5% 20 ggt/i
Inj Cefotaxim 1 gr/ 12 jam (ST)
Inj Ozid 80 mg pertama 40 mg/ 12 jam
Furosemid Tab 1x40 mg
Sprinolakton Tab 1x100 mg
Sistenol 3x500 mg (K/P)
Laxadyn syr 3 x fl 1
Curcuma 3 x 1
Balance cairan -500
Pemeriksaan Penunjang
- Darah/Urin/Feces rutin
Albumin, globulin
Viral marker (HbsAg, anti HCV)
-USG abdomen
-Gastroscopy
45
Tabel Masukan-Keluaran Cairan
Tanggal Pukul BAK BAB Muntah IWL Total Balance Total Makanan Minuman IVFD Ket
15/3/12 07.00 3000 50 - 500 3550
-2000 2550 300 1250 -
46
RESUME DATA DASAR
(Diisi dengan Temuan Positif)
Dokter Muda :
Pasien : Mangasi Hutajulu
No. RM :
1. KELUHAN UTAMA : Muntah Darah
2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat
Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, DII)
: Hal ini di alami os sejak ± 12 hari yang lalu, dan memberat dalam seminggu
sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna hitam
dengan frekuensi 1-2 kali perhari. Volume muntah darah
yang dikeluarkan ± setengah aqua gelas perkali muntah. Os
mengalami penurunan nafsu makan sejak 1 minggu yang
lalu. Nyeri perut kanan atas dijumpai dan dialami 12 hari
ini, nyeri perut kanan atas bersifat hilang timbul. Nyeri
tekan pada perut kanan atas dijumpai. Os merasakan
perutnya semakin lama semakin membesar, Perasaan
menyesak dijumpai. Demam (+) yang bersifat naik turun,
dan hilang dengan obat penurun panas. Riwayat minum
alkohol sejak lama dijumpai. Riwayat sakit kuning
sebelumnya ± 3 tahun dijumpai. Riwayat BAB berwarna
hitam dijumpai, frekuensi 1-2 kali perhari dengan volume
setengah aqua gelas. Riwayat BAK kuning pekat seperti teh
dijumpai.
RPT : Tidak jelas
RPO : Tidak jelas
47
Pemeriksaan fisik : muka pucat, mata berwarna kuning, BAB berwarna hitam.
- Abdomen : distensi H/L/R sulit dinilai Nyeri tekan (+).
- Pemeriksaan lab :
48
BAB 4
KESIMPULAN
Sirosis hati ialah penyakit hati kronis yang tidak diketahui sebab-sebabnya
dengan pasti. Pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik, oleh sebab
itu prognosis bisa jelek. Tetapi penemuan sirosis hepatis yang masih dapat
dikompensasi prognosisnya baik. Oleh sebab itu ketepatan penegakkan diagnosa
dan penanganan yang tepat dapat dapat memperbaiki prognosisnya.
49
DAFTAR PUSTAKA
1. library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf
2. Hadi Sujono. Gastroenterologi. 2002. Edisi Ketujuh. Bandung : P.T. Alumni
Bandung. 613-650.
3. Simadibrata Marcellus, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. 2001. Jakarta : Pusat Informasi dan Penelitian Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 125-126
4. www.scribd.com/doc/28414739/sirosis-hepatis
5. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. 2006
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia. 443-446.
6. Leksana, dkk. Hand Book for Internoid. 2004. Tosca Enterprise. 2-3
7. Robbins, Kumar, dkk. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. 2007. Jakarta:
EGC. 671-673