Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

21
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. Suci Nurfadhilas Umur : 12tahun Berat badan : 40 kg Tinggi badan : 150 cm Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Kampar Agama : Islam Tanggal masuk RS : 07 Agustus 2015 No. RM : 12.00.64 II.ANAMNESIS a. Keluhan Utama Nyeri perut kanan bawah. b. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak seminggu yang lalu, keluhan yang dirasakan makin lama semakin berat. Awalnya pasien mengeluhkan sakit disekitar pusarnya dan semakin lama rasa sakit yang dirasakan kearah perut kanan bawah, sakit yang dirasakan terus menerus dan sedikit berkurang setelah berobat 1

Transcript of Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

Page 1: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. Suci Nurfadhilas

Umur : 12tahun

Berat badan : 40 kg

Tinggi badan : 150 cm

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Kampar

Agama : Islam

Tanggal masuk RS : 07 Agustus 2015

No. RM : 12.00.64

II. ANAMNESIS

a. Keluhan Utama

Nyeri perut kanan bawah.

b. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak seminggu yang

lalu, keluhan yang dirasakan makin lama semakin berat. Awalnya

pasien mengeluhkan sakit disekitar pusarnya dan semakin lama rasa

sakit yang dirasakan kearah perut kanan bawah, sakit yang dirasakan

terus menerus dan sedikit berkurang setelah berobat kepuskesmas

dengan pasien diberi obat suntik penghilang rasa sakit. Pasien juga

mengeluhkan sering mual dan muntah selama sakit.

1

Page 2: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

c. Riwayat Penyakit Dahulu:

- Tidak ada riwayat penyakit dahulu

d. Riwayat Penyakit Keluarga:

- Tidak ada riwayat penyakit keluarga

III. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status Generalis

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Vital Sign

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Respirasi : 22 kali/menit

- Nadi : 120 kali /menit, isi dan tekanan penuh

- Suhu : 38 C

Kepala : Mesochepal, simestris, tumor (-)

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera tidak iktenk

Hidung : Discharge (-) epistaksis (-), deviasi septum (-)

Mulut : Bibir kering (-), pembesaran tonsil (-)

Gigi : Gigi palsu (-)

Telinga : Discharge (-), deformitas (-)

Leher : Simestris, trakea ditengah, pembesaran tiroid dan

limfe (-)

Thorax : thoraks simetris, pengembangan dada simetris,

retraksi(-), suara nafas vesikuler (+/+), bunyi jantung I dan II, gallop

(-), murmur(-)

Abdomen : Status lokalis

Vertebrae : Tidak ada kelainan

2

Page 3: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

b. Status Lokalis

Inpeksi : Abdomen tampak datar, spider navy (-), caput medusa (-),

tidak tampak adanya tumor.

Perkusi : Bunyi abdomen timpani disetiap kuadran kecuali

kuadaran kanan bawah.

Palpasi : defens muscular (+), nyeri tekan (+), nyeri lepas

(+)

Auskultasi Abdomen : Bising usus 10 x/menit

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Tanggal 7 Agustus 2015

Pemeriksaan darah lengkap :

Hb : 11,1 g/dl

Leukosit : 14.100 ul

Ht : 39,0 %

Eritrosit : -

Trombosit : 270000/ul

LED : 15

Widal tes : S. Typhi H = 1/360

S. Typhi O =1/360

Elektrolit : Natrium= 130

Kalium = 4.2

Chlorida = 102

V. DIAGNOSIS KLINIS

Diagnosis pra operasi : Peritonitis et causa Appendiksitis Perforatif

Diagnosis post operasi : Post Laparatomi

VI. STATUS ANASTESI

ASA I (Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia)

3

Page 4: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

VII. TINDAKAN

Dilakukan : Laparatomi

Tanggal : 07 Agustuts 2015

VIII. LAPORAN ANESTESI

a. Persiapan Anestesi

- Informed concent

- Puasa

Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi

lambung karena regurgitasi. Pasien puasa 6 jam sebelum

operasi.

- Pemasangan IV line

Sudah terpasang jalur intravena menggunakan IV catheter

ukuran 18

- Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi

O2

b. Penatalaksanaan Anestesi

Jenis anestesi : General Anestesi (GA)

Premedikasi :

- Dexamethason IV 5 mg

- Atropin IV 0,25 mg

Medikasi Intra Operatif:

- Ketamin IV 10 mg

- Propofol 100 mg

- Fentanyl 0,1 mg

- N2O inhalasi Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit

Medikasi Post Operatif:

- Ketorolac 30 mg

- Tramadol 200 mg

4

Page 5: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

Teknik anestesi :

Untuk premedikasi diberikan Atropin IV 0,25 mg dikarenakan nadi

pasien yang sudah rendah sebelum proses anastesi dilakukan. Anastesi

inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan O2

3L/menit, diberikan anastesi inhalasi dengan sungkup muka (face

mask) kemudian pasien diposisikan tidur terlentang dan dipasang oro-

pharyngeal airway (OPA) untuk mempertahankan jalan napas dengan

menggunakan manuver head tilt -chin lift-jaw thrust, dan setelah

proses operasi selesai pasien diberikan infus yang telah terisi Ketorolac

30mg dan Tramadol 200mg secara full drip.

Jumlah cairan yang masuk :

Kristaloid = 2000 cc

Cairan keluar selama operasi : ± 150 cc

Pemantauan selama anestesi :

Mulai anestesi : 14.20

Mulai operasi : 14.30

Selesai operasi : 15.30

Frekuensi nadi dan saturasi

Pukul (WIB) Nadi (kali/menit) Saturasi (%)

14.20 95 100

14.25 90 100

14.30 90 100

14.35 95 100

14.40 94 100

14.45 99 100

14.50 84 100

14.55 79 100

15.00 72 100

15.05 70 100

5

Page 6: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

15.10 77 100

15.15 80 100

15.20 90 100

15.25 90 100

15.30 80 100

IX. PROGNOSA

Dubia ad bonam

6

Page 7: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

BAB II

PEMBAHASAN

PENGERTIAN

1. Peritonitis merupakan infeksi yang terjadi pada peritoneum yang

paling sering disebabkan oleh appendiksitis perforasi. Selain

appendiksitis penyebab peritonitis bisa disebabkan oleh berbagai

infeksi yang terjadi pada saluran cerna sehingga menyebabkan

kerusakan saluran cerna dan meninfeksi hinggar peritoneum.

ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI

Perionitis secara etiolig dibagi atas 5 berdasarkan tipe dan lokasinya, yaitu

peritonitis primer, peritonitis sekunder, peritonitis tersier, peritonitis kimia,

abses peritonitis. Peritonitis primer merupakan peritonitis bakteri spontan

(PBS) yang disebabakan infeksi bakteri akut pada cairan asam, penyebab

terseringnya pada bakteri gram negative (E. coli, K. pneumonia,

Pseudomonas spesies, Proteus spesies, Proteus species), gram positif

(Streptococcus pneumonia, streptococcus lainnya, Staphylococcus species).

Peritonitis sekunder penyebab yang paling umum adalah appendiksitis

perforasi, perforasi gaster, ulkus duodenum, perforasi sigmoid yang

disebabkan diverticulitis, volvulus atau kanker dan lilitan pada saluran cerna

kecil.

Peritonitis tersier, merupakan peritonitis yang terjadi pada pasien dengan

immunocompromise atau pasien dengan kondisi komorbid yang sudah ada,

salah satunya pasien dengna HIV dan tuberkulosi peritoneum.

Peritonitis kimiawi bisa disebabkan oelh iritasi dari empedu, darah, barium

atau substansi lain atau bisa juga disebabkan oleh inflamasi transmural pada

saluran cerna (Crohn diseases) tanpa adanya inokulasi bakteri pada ruang

peritoneum.

Abses peritoneum merupakan pembentukan carian infeksi yang

disebabkan oleh berbagai faktor terutama peritonitis sekunder.

7

Page 8: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

TANDA & GEJALA

1. Demam dan mengigil

2. Nyeri perut

3. Kelainan encephalopati yang tidak jelas

4. Diarrhea

5. Asites yang tidak berkurang setalah diberkan diuretic

6. Ileus

PATOFISIOLOGI

Dalam peritonitis yang disebabkan oleh bakteri, respon fisiologis

ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk virulensi kontaminan, ukuran

inokulum, status kekebalan tubuh dan kesehatan secara keseluruhan dari host

(misalnya, seperti yang ditunjukkan oleh Fisiologi akut dan Evaluasi

Kesehatan Kronis II [APACHE II] skor), dan unsur-unsur lingkungan

setempat, seperti jaringan nekrotik, darah, atau empedu.

Sepsis intra-abdominal dari viskus berlubang (yaitu, peritonitis sekunder

atau peritonitis supuratif) dihasilkan dari tumpahan langsung isi luminal ke

dalam peritoneum (misalnya, ulkus peptikum perforasi, divertikulitis,

apendisitis, perforasi iatrogenik). Dengan tumpahan isi, bakteri gram negatif

dan anaerobik, termasuk flora usus yang umum, seperti Escherichia coli dan

Klebsiella pneumoniae, masukkan rongga peritoneum. Endotoksin yang

dihasilkan oleh bakteri gram negatif menyebabkan pelepasan sitokin yang

menginduksi kaskade seluler dan humoral, yang mengakibatkan kerusakan

sel, syok septik, dan sindrom disfungsi organ multiple

Mekanisme untuk inokulasi bakteri asites telah menjadi subyek dari

banyak perdebatan sejak Harold Conn pertama kali diakui di tahun 1960-an.

Organisme enterik secara tradisional telah diisolasi dari lebih dari 90% dari

cairan asites yang terinfeksi di bacterial peritonitis spontan (SBP),

menunjukkan bahwa saluran pencernaan adalah sumber kontaminasi bakteri.

Dominasi organisme enterik, dalam kombinasi dengan kehadiran endotoksin

8

Page 9: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

dalam cairan asites dan darah, argumen yang digunakan bahwa SBP

menyebabkan migrasi transmural bakteri dari lumen organ usus atau

berongga, fenomena yang disebut translokasi bakteri. Namun, bukti

eksperimental menunjukkan bahwa migrasi transmural langsung dari

mikroorganisme mungkin bukan penyebab SBP.

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Peritonitis dapat ditegakkan dengan cara pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik akan didapati peningkatan

suhu hingga lebih dari 38oC peningkatan suhu ini disebabkan adanya infeksi,

selain itu akan didapati nyeri pada perut baik itu nyeri tekan maupun nyeri

lepas yang menandakan infeksi sudah mencapai lapisan peritoneum, pada

pemeriksaan fisik lainnya didapati defens muscular yang menandakan usaha

tubuh untuk melindungi daerah yang terkena infeksi tersebut. Pada peritonitis

yang disebabkan oleh etiolgi yang lain bisa didapati berbagai kelainan terutama

pada multiple organ failure.

Pemeriksaan penunjuang itu sendiri bisa diliat dari etiologi

penyebabnya, yang paling sering adalah appendiksitis atau peritonitis sekunder

yang harus dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Laparascopy

2. USG

3. Appendikogram

4. Urinalisis

5. PET ( Positron Emision Tomografi )

6. MRI

7. CT – Scan

TREATMENT

Pengobatan peritonitis adalaha sebagai berikut

9

Page 10: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

1. Laparatomi, merupakan proses operasi pembedahan pada abdomen

bertujuan untuk menghilangkan sumber infeksi dan melakukan pembilasan

pada bagian dalam abdomen.

2. Pemberian antibiotic untuk menghindari sepsis

3. Penggantian cairan tubuh

10

Page 11: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

BAB III

LAPORAN ANASTESI

A. PRE OPERATIF

Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi berupa Mastektomi

adalah pasien yang dirawat di bangsal bedah kelas III. Pada saat visite

pasien, keadaan umum tampak baik dan tanda-tanda vital normal kecuali

nadi lemah. Persiapan yang dilakukan meliputi persiapan alat, penilaian

dan persiapan pasien, dan persiapan obat anestesi yang diperlukan.

Penilaian dan persiapan penderita diantaranya meliputi :

- informasi penyakit

- anamnesis/alloanamnesis kejadian penyakit

- riwayat alergi, riwayat sesak napas dan asthma, ada/tidaknya memakai

gigi palsu dan riwayat operasi sebelumnya.

- riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)

- makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena

regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)

- Persiapan operasi yang tidak kalah penting yaitu informed consent,

suatu persetujuan medis untuk mendapatkan ijin dari pasien sendiri

dan keluarga pasien untuk melakukan tindakan anestesi dan operasi,

sebelumnya pasien dan keluarga pasien diberikan penjelasan mengenai

risiko yang mungkin terjadi selama operasi dan post operasi. Setelah

dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam

klasifikasi ASA I

B. INTRA OPERATIF

Jenis anastesi yang diberikan pada pasein ini dengan menggunakan

anastesi inhalasi sungkup muka yaitu anastesi yang menggunakan

kombinasi obat berupa gas melalui sungkup muka dengan pola nafas

spontan. Komponen trias anastesi yang dicapai adalah hipnotik, analgesi,

dan relaksasi otot ringan.

11

Page 12: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka

karena durasi operasi tidak lama. Dikarenakan denyut nadi pasien yang

sudah lemah sebelum proses anastesi dimulai maka diberikan atropin dan

juga dexa untuk meminimalisir terjadinya alergi obat, kemudian pasien

diposisikan tidur terlentang dan dipasang oro-pharyngeal airway (OPA)

dan diberikan anastesi inhalasi dengan sunkup muka ( face mask) ukuran 3

dengan mempertahan kan jalan napas head tilt -chin lift-jaw thrust,

anastesi inhalasi menggunakan kombinasi Isoflurance 2L/menit dengan

O2 3L/menit.

• Pasien sudah tidak makan dan minum ± 6 jam, maka kebutuhan cairan

pada pasien dengan BB = 40 kg:

• Pemeliharaan cairan per jam:

(4X 10) + (2 X 10) + (1 X 20) = 80 mL/jam

• Pengganti defisit cairan puasa:

6 X 80 mL = 480 mL

• Kebutuhan kehilangan cairan saat pembedahan:

4 X 40 = 160 mL

• 1 jam pertama = (50 % X defisit puasa ) + pemeliharaan + pendarahan

operasi :

240 + 60 + 480 = 780 mL

• 1 jam kedua = (25 % X defisit puasa ) + pemeliharaan:

120 + 80 = 200 mL

• Jumlah terapi cairan:

80 + 780 + 200= 1.060 mL + 2,1 kolf Ringer Laktat (kristaloid)

C. POST OPERATIF

Setelah operasi selesai, pasien bawa ke ruang observasi. Pasien

berbaring dengan posisi terlentang karena efek obat anestesi masih ada dan

tungkai tetap lurus untuk menghindari edema. Observasi post operasi

dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan vital sign (tekanan

darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen tetap

12

Page 13: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

diberikan 2-3 liter/menit. Setelah keadaan umum stabil, maka pasien

dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

13

Page 14: Lapkas Anastesi Umum Peritonitis

BAB IV

KESIMPULAN

Pasien berusia 12tahun dengan berat 40kg dan tinggi 150cm dilakukan

tindakan pembedahan dengan diagnosi pra operasi peritonitis dan diagnosis post

operasinya adalah Post Operasi Laparatomi pada tanggal 7 Agustus 2015 memulai

anastesi pada pukul 14.20, mulai operasi 15.30 dan selesai operasi 15.30 dengan

lama durasi anastesi selama 1 jam.

Anastesi menggunakan anastesi inhalasi dengan sungkup muka karena

durasi operasi tidak lama. Dikarenakan denyut nadi pasien yang sudah lemah

sebelum proses anastesi dimulai maka diberikan atropin dan juga dexa untuk

meminimalisir terjadinya alergi obat, kemudian pasien diposisikan tidur terlentang

dan dipasang oro-pharyngeal airway (OPA) dan diberikan anastesi inhalasi

dengan sunkup muka ( face mask) ukuran 3 dengan mempertahan kan jalan napas

head tilt -chin lift-jaw thrust, anastesi inhalasi menggunakan kombinasi

Isoflurance 2L/menit dengan O2 3L/menit.

Observasi post operasi dilakukan selama 1 jam, dan dilakukan pemantauan

vital sign (tekanan darah, nadi, suhu dan respiratory rate) setiap 30 menit. Oksigen

tetap diberikan 2-3 liter/menit. Setelah pasien sadar dan kondisi stabil maka

pasien dibawa ke ruangan bedah untuk dilakukan tindakan perawatan lanjutan.

14