Lapfistum Fisiologi Biji
-
Upload
mayola-arda -
Category
Documents
-
view
222 -
download
5
Transcript of Lapfistum Fisiologi Biji
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TUMBUHAN
FISIOLOGI BIJI
OLEH :
NAMA : MAYOLA ARDA
NO BP : 1010422017
KELOMPOK : I A GANJIL
ANGGOTA : 1. M. ANUGRAH S (1010423011)
2. NOVA ADRI YANTI (1010423021)
3. ABDINI PUTRI KIYASA (1010423035)
ASISTEN : ANZHARNI FAJRINA
LABORATORIUM FISIOLOGI TUMBUHAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2012
I. PENDAHULUAN
1.1Tinjauan Pustaka
Salisbury (1995) menyatakan bahwa istilah atau keadaan dormansi sering
kita jumpai pada peristiwa perkecambahan biji atau perkecambahan tunas.
Dormansi adalah suatu keadaan pada biji yang gagal berkecambah karena
disebabkan kondisi dalam dan kondisi luarnya tidak cocok. Dan ini akan
ditangguhkan sampai pada tempat yang menguntungkan bagi biji untuk
tumbuh. Selain istilah dormansi dikenal juga dengan istilah kwisen, yaitu
kondisi biji yang tidak mampu berkecambah hanya karena kondisi luarnya
yang tidak cocok, seperti terlalu kering atau terlalu dingin.
Dormansi merupakan istilah yang digunakan terhadap biji-biji yang
gagal dalam berkecambahan karena disebabkan beberapa faktor dari luar.
Dormansi adalah suatu proses yang terhambatnya pertumbuhan biji
walaupun lebih yang diberikan faktor lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan biji. Dormasi merupakan waktu tidur biji, sebelum biji segera
tumbuh menjadi tanaman baru, di mana masa-masa dormansi dari masing-
masing tumbuhan berbeda (Loveless, 1987).
Ahli fisiologi membedakan 2 macam dormansi, yaitu diam
(Quisent/kwisen) dan dormansi. Pada Quisen bila biji tidak mampu
berkecambah hanya karena kondisi luar yang cocok belum terpenuhi
(misalnya biji terlalu kering atau dingin) dan pada dormansi, biji gagal
berkecambah karena disebabkan oleh faktor internal yang tidak sesuai
walaupun kondisi-kondisi eksternal terpenuhi (misalnya air dilingkungan
cukup, kondisi atmosfer normal, dan temperature dalam kisaran aktifitas
fisiologi) (Prawinata, 1981). Hartman (1975) mengklasifikasikan dormansi
atas dasar penyebab dan metode yang dibutuhkan untuk mematahkannya.
Tipe dormansi : Immature embryo Karakteristik : benih secara fisiologis
belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun biji
sudah masak, contoh spesies : Fraxinus excelcior, Ginkgo biloba, Gnetum
gnemon, Metode pematahan dormansi secara alami : Pematangan secara
alami setelah biji disebarkan, secara buatan : Melanjutkan proses fisiologis
pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak (after-ripening).
Meyer dan Anderson (1952), menyatakan bahwa dormansi biji
disebabkan oleh faktor seperti kulit biji yang keras, impemeabel terhadap air
dan oksigen, embrio yang tidak sempurna dan menghambat
perkecambahan. Dormansi pada biji dapat diatasi dengan cara sebagai
berikut: 1) perlakukan pada kulit biji, 2) pemberian temperatur yang rendah 0,
3) pencahayaan yang cukup dan 4) tekanan udara yang cocok. Tujuan
pengikisan atau perkawinan pada biji yang kulitnya keras dan tebal agar biji
tersebut dapat menyerap air dan oksigen dengan cara langsung dan
akibatnya penuntasan terjadi secara cepat, temperatur yang tidak stabil akan
menghalangi dari pertumbuhan biji atau perkecambahan. Biji yang
berkecambah memerlukan temperatur optimum dengan perkecambahan
yaitu berkisar 20-30 OC (Kimball,1989).
Selain dari cara itu, ada juga dengan cara kemiawi dalam
mempercepat masa dormansi biasanya yaitu dengan menggunakan zat-zat
perangsang perkecambahan yang merangsang diantaranya KMnO4, Trindes,
Etilen, Giberelin, Kinetin, dan asam-asam yang lain. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya dormansi biji adalah: 1) Pelapis biji yang tidak
dapat tembus, 2) belum dewasanya embrio, 3) perlunya penyimpanan kering
setelah masak dan 4) biji-biji yang mempunyai pesyaratan pendinginan
(Devlin, 1975).
Dalam perkecambahan ada zat yang membantu seperti zat makanan,
temperatur dan cahaya yang cukup maka ada pula zat yang menghambat
perkecambahan (inhibitor) seperti campuran-campuran yang terdapat dalam
biji amonis, asam persulfat dan asam dehidroaserat (Devlin, 1975).
Dwidjoseputro (1981) menyatakan bahwa ada beberapa bahan-bahan
yang dapat membuat terlambatnya perkecambahan biji yaitu, pertama bahan
yang menganggu lintasan metabolik, dan hydrozymalide, cahaya, cianida,
ozida, florida, dan hydrozylamide. Yang ke dua adalah larutan yang
mempengaruhi nilai osmotik tinggi seperti NaCl, dan terakhir adalah manusia
dapat memperpendek masa dormansi dengan cara meratakan kulit biji,
merendahkan suhu dengan silih berganti pemanasan dan pendinginan dan
penyinaran dengan tekanan
Walaupun biji dari tumbuh-tumbuhan ini telah masak atau telah cukup
tua, akan tetapi tidak dapat berkecambah walaupun dalam keadaan
optimum, hal ini disebabkan oleh karena biji tersebut sedang mengalami
dormasni. Selanjutnya yang sering menyebabkan dormasni biji adalah kulit
(pericarp) dari testa. Tebal dan keras kulit biji menyebabkan sulitnya air dan
O2 masuk yang diperlukan untuk perkecambahan, biji ini walaupun diletakan
ditempat yang lembab tidak akan berkecambah sebagai kulit biji dan
semipermiabel menjadi permiabel terhadap air. Secara perlahan-lahan kulit
biji akan berubah yang disebabkan oleh pendinginginan serta kegiatan
bakteri dan lain-lainnya (Bidwell, 1979).
Fase yang terjadi dalam dorminasi biji, menurut Villiers (1972), ada
empat fase yang harus dilalui :1. fase induksi, ditandai dengan terjadinya
penurunan jumlah hormon (hormon level) 2. fase tertundanya metabolisme
(a period of partial metabolic arrest) 3. fase bertahannya embrio untuk
berkecambah karena faktor lingkungan yang tidak menguntungkan. 4.
Perkecambahan (germination), ditandai dengan meningkatnya hormon dan
aktivitas enzim.
1.2Tujuan
Mengatasi dormansi pada biji yang disebabkan oleh kulit bijinya yang keras,
meneliti pengaruh bahan-bahan kimia dan faktor-faktor fisik terhadap
perkecambahan. Serta melihat pengaruh zat penghambat yang terdapat
pada daging buah tehadap perkecambahan biji.
II. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
2.1Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 28 Maret 2012 di Laboratorium
Fisiologi Tumbuhan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Padang.
2.2Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah botol selai, cawan petri, kertas merang, kikir
atau pemeras dan saringan, batu asahan. Bahan yang digunakan adalah
beberapa biji buah-buahan (jeruk nipis), biji gabah air destilata/ aquadest.
2.3Cara Kerja
2.3.1 Pematahan Dormansi Biji
A. Kulit Biji yang Keras
Disediakan 3 buah botol selai. Pada botol pertama dimasukkan 4 buah biji
yang telah dikikir, yang sebelumnya didalam botol selai tersebut sudah
diletakkan 3 lapis kertas merang yang telah dilembabkan dengan air
destilata. Pada botol ke dua, dimasukkan 4 buah biji ke dalam air yang
mendidih sampai air yang panas tersebut menjadi dingin kembali. Setelah air
tersebut dingin, buang air yang ada dalam botol selai, lalu diletakkan 3 buah
kertas merang yang sudah dilembabkan dengan air destilata, dan biji diisi
kembali. Pada botol ke tiga direndam 4 buah biji didalam botol selai selama 2
jam. Setelah itu, air dibuang dan juga diletakkan kertas merang ke dalam
botol tersebut, lalu biji diisi kembali. Setelah 3 perlakuan terhadap biji selesai,
lalu simpan masing-masing botol yang sudah diisi biji ke tempat yang gelap.
Amati tiap hari dan perhatikan berapakah presentase biji yang berkecambah
dan pada hari apa biji tersebut berkecambah.
B. Perlakuan Kimiawai
Disediakan dua botol selai masing-masing diberi 2 lembar kertas merang.
Diletakkan 50 biji terong tembakau pada masing-masing botol selai. Botol 1
ditambahkan 3 ml air destilata, botol 2 ditambahkan larutan thiourea 0,5%.
Diberi label pada setiap botol dan disimpan di tempat gelap pada suhu
kamar. Diamati perkecambahan dan ditentukan persen perkecambahannya
setelah 72 jam.
C. Perlakuan Fisik
Disediakan 3 botol selai, masing-masing diberi 2 lembar kertas merang, dan
3 ml air destilata, sehingga kertas merang cukup lembab. Dipersiapkan
ruangan gelap yang diberi lampu berwarna putih redup. Dimasukkan 50 biji
terong ke dalam masing-masing botol dan ditutupi dengan plastik transparan
berwarna merah, biri dan putih. Botol ditempatkan pada ruangan berlampu.
Ditentukan persen perkecambahan biji pada setiap botol setelah 72 jam.
2.3.2 Pengaruh Zat Penghambat Terhadap Perkecambahan Biji
Disediakan 2 cawan petri dan ditutup permukaan dasar cawan petri dengan
kertas merang. Masukkan jus terong virus yang telah disediakan ke dalam
cawan petri. Sebarkan biji padi, ditutup dan dimasukkan ke dalam lemari
asam. Cuci biji setiap hari selama seminggu. Kalau biji ada yang sudah
berkecambah, maka buang biji yang telah berkecambah tersebut sehingga di
dalam cawan hanya tinggal biji yang belum berkecambah. Dihitung
persentase biji yang telah berkecambah.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :
3.1.1 Pematahan Dormansi Biji
A. Kulit Biji Yang Keras
Hari/Tanggal
Rendam dalam
air mendidihDikikir
Rendam dalam air
dingin
Kamis
29 Maret 2012
Tidak ada
berkecambah
Kulit biji terkelupas dan
biji membesar
Tidak ada
berkecambah
Jumat
30 Maret 2012
Kulit biji
terkelupas 1
Bekecambah 3 Tidak ada
berkecambah
Sabtu
31 Maret 2012
Biji tetap berkecambah 3 Tidak ada
berkecambah
Minggu
01 April 2012
Kulit biji
terkelupas 5
Semua kotiledon terlihat,
Biji tetap berkecambah 3
Tidak ada
berkecambah
Senin
02 April 2012
Belum ada
perubahan
Belum ada perubahan Tidak ada
berkecambah
Selasa
03 April 2012
Semua
kotiledon terlihat
Semua biji berkecambah Tidak ada
berkecambah
Rabu
04 April 2012
Biji
berkecambah 1
Semua kecambah mulai
terlihat jelas
Tidak ada
berkecambah
B. Perlakuan Kimiawi
Hari/Tanggal Biji terong+air destilatBiji terong+larutan
Thiourea
Kamis
29 Maret 2012Belum ada perubahan Belum ada perubahan
Jumat
30 Maret 2012Belum ada perubahan Belum ada perubahan
Sabtu
31 Maret 2012Belum ada perubahan Belum ada perubahan
Minggu
01 April 2012Biji mulai membengkak Belum ada perubahan
Senin
02 April 20121 biji berkecambah Belum ada perubahan
Selasa
03 April 20128 biji berkecambah Belum ada perubahan
Rabu
04 April 201210 biji berkcambah Belum ada perubahan
C. Perlakuan Fisik
Hari/Tanggal Plastik beningPlastik transparan
merah
Plastik
transparan biru
Kamis
29 Maret 2012
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Jumat
30 Maret 2012
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Sabtu
31 Maret 2012
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Minggu
01 April 2012
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Senin
02 April 2012
6 biji mulai
berkecambah
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
Selasa 8 biji Belum ada Belum ada
03 April 2012 berkecambah perubahan perubahan
Rabu
04 April 2012
10 biji
berkecambah
Belum ada
perubahan
Belum ada
perubahan
3.1.2 Pengaruh Zat Penghambat Terhadap Perkecambahan Biji
Hari/Tanggal Biji padi+air destilat Biji padi+ jus terong virus
Kamis
29 Maret 2012Belum ada perubahan Belum ada perubahan
Jumat
30 Maret 2012Belum ada perubahan Belum ada perubahan
Sabtu
31 Maret 2012Belum ada perubahan Belum ada perubahan
Minggu
01 April 20127 biji mulai berkecambah Belum ada perubahan
Senin
02 April 20129 biji berkecambah Belum ada perubahan
Selasa
03 April 201212 biji berkecambah Belum ada perubahan
Rabu
04 April 201232 biji berkecambah 1 biji berkecambah
3.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, tidak semua perlakuan dapat
mematahkan dormansi biji. Umumnya biji dengan perlakuan yang dikikir lebih
cepat berkecambah, biji untuk perlakuan panas awalnya mulai terkelupas
dan 1 biji mulai berkecambah pada hari ke enam pengamatan. Sedangkan
perlakuan dingin pada biji tidak memberikan respon dan tidak
memperlihatkan ciri pertumbuhan seperti perlakuan lainnya. Dibandingkan
beberapa biji lain yang digunakan, terlihat biji sago yang memiliki kulit biji
lebih tipis diantara lainnya, yaitu seperti biji sirsak, dan biji sawo. Semakin
keras kulit dari suatu biji biasanya masa dormansinya lebih panjang
dibandingkan dengan biji yang kulitnya lebih tipis.
Dari tabel di atas terlihat bahwa biji yang dikikir lebih cepat
berkecambah dari pada biji yang direndam dalam air mendidih ataupun biji
yang direndam dalam air dingin. Namun pada hari ke enam pengamatan 1
biji yang direndam pada air panas mulai berkecambah. Sedangkan
perlakuan biji pada air dingin tidak satu pun biji yang dapat berkecambah.
Hal ini terjadi diperkirakan akibat minimnya air yang diberikan atau yang
tersedia serta kesulitan air untuk masuk kedalam biji yang berkulit keras.
Morfologi dari biji yang diamati pada umumnya kulit biji tersebut ada yang
berjamur dan retak-retak sedikit. Sesuai dengan pendapat Salisbury dan
Ross (1995) yang menyatakan untuk melembabkan biji diperlukan air yang
cukup. Suhu sesuai yang juga merupakan isyarat mutlak untuk aktifnya
embrio.
Biasanya perkecambahan di tempat gelap lebih banyak berkecambah
daripada perkecambahan di tempat yang terang. Hal ini terjadi karena
perkecambahan pada biji biasanya memerlukan suhu yang rendah yang
pastinya terdapat pada tempat yang gelap. Menurut Devlin (1975) dormansi
biji dari tiap spesies berbeda-beda dan untuk mempersingkatnya ada
beberapa cara yaitu dengan menyimpan dalam suhu rendah antara 5-10º C,
meratakan kulit biji, pemanasan dan pendinginan, dengan penyinaran pada
tekanan 200 atm.
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa dormansi dipengaruhi
oleh faktor internal seperti embrio yang belum dewasa, sintesa ABA suhu
rendah sehingga kulit biji tidak permeable terhadap oksigen. Untuk biji yang
telah dikikir tidak berkecambah karena masih ada kulit biji yang tertinggal
dan menghambat perkecambahan, sedangakan Dwidjoseputro (1981)
mengemukakan bahwa dormansi dapat disebabkan oleh kulit biji yang
kurang permeable dan menyebabkan kurangnya air dan oksigen. Untuk
melembabkan biji diperlukan air yang cukup dan suhu yang sesuai yang juga
merupakan isyarat mutlak untuk aktifnya embrio. Skarifikasi merupakan
salah satu upaya pretreatment atau perawatan awal pada benih, yang
ditujukan untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya
perkecambahan biji yang seragam.
Pada perlakuan pematahan dormansi dengan pengaruh zat
penghambat, pada biji padi yang dikecambahkan pada kontrol atau dengan
air, biji mengalami banyak perkecambahan (Sutopo, 2002). Dari tabel terlihat
bahwa biji yang disiram dengan jus tidak mengalami perkecambahan,
sedangkan pada biji yang disiram dengan aquades umumnya biji mengalami
banyak perkecambahan.
Menurut Salisbury dan Ross (1995), bahwa salah satu faktor
terjadinya dormansi biji atau terhambatnya pertumbuhan adalah dengan
adanya zat penghambat dalam biji, seperti yang dikemukakan Haryadi
(1979), pengaruh mekanisme seperti cahaya, suhu, makanan dan
kelembaban dapat menyebabkan tidak berkecambahnya biji pada jus adalah
poensial osmotik pada buah terlalu negatif bagi perkecambahan, adanya
inhibitor spesifik dalam biji (ABA) yang menghalangi perkecambahan embrio
mengandung garam NaCl dan adanya asam-asam organik, lactone tidak
jenuh (Salisbury dan Ross, 1995). Dapat dilihat bahwa hasil yang
didapatkan tidak ada satupun biji yang yang tumbuh pada jus buah,
sedangkan pada kontrol umumnya biji berkecambah.
Gardner,1991 menyatakan bahwa salah satu faktor internal tanaman
yang sangat mempegaruhi pertumbuhan tanaman adalah hormone atau zat
pengatur tumbuh. Hormon ini bekerja dalam konsentrasi yang sangat kecil
an hormone pada tanaman ini dikelompookan menjadi lima kelompok besar
yaitu : Auxin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari
proses pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu
tanaman. Indoleacetaldehyde diidentifikasikan sebagai bahan auxin yang
aktif dalam tanaman, bahwa zat kimia tersebut aktif dalam menstimulasi
pertumbuhan kemudian berubah menjadi IAA.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pengkisan kulit biji dapat mematahkan dormansi biji, sehingga biji dapat
berkecambah.
2. Pemberian larutan kimia tidak mampu mematahkan dormansi biji.
3. Perlakuan fisik dengan memberikan plastik transparan warna merah dan
biru menghambat perkecambahan sedangkan plastik transparan putih
berkecambah dengan normal.
4. Pada pemberian jus buah tidak menumbuhkan kecambah, karena didalam
buah kemungkinan didapatkan ABA yang dapat menghambat
pertumbuhan biji.
4.2 Saran
Dari praktikum yang telah dilaksanakan, diharapkan kepada praktikan agar
pengamatan dilakukan dengan teliti sehingga data yang diperoleh sesuai
dengan pengamatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bidwell. R. G. S. 1979. Plant Physiology. Vant Nostrant Company. New York.
Devlin, R. M. 1975. Plant Physiology. Edition III. D. Van Nostrad Company : New York.
Dwidjoseputro, D. 1981. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Gramedia : Jakarta.
Gardner, F. P. R. Brent pearce dan Goger L . Mitchell, 1991, Fisiologi
Tanaman Budidaya, Universitas Indonesia Press :Jakarta.
Hartman, H. T. dan D. E. Kester. 1975. Plant propagation. Prentice Hall International Inc. London.
Kimball, J. W. 1989. Biologi. Erlangga : Jakarta.
Loveless, A. R. 1987. Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropis. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Prawinata. W W, dkk. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB. Bandung.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB Bandung.
Sutopo, L., 2002. Teknologi Benih (Edisi Revisi). Fakultas Pertanian UNBRAW. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Villiers, T.A., 1972. Seed Dormancy. 220 – 282 p. Dalam Seed Biology. Ed. By T.T.
.
LAMPIRAN
Perlakuan Zat Penghambat
1. Biji padi dengan air biasa (kontrol)
% perkecambahan =
32100 x 100 % = 32 %
2. Biji padi dengan jus terong virus
% perkecambahan =
1100 x 100 % = 1 %