Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

26
PERCOBAAN II DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI I.TUJUAN 1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk memperoleh DE 50 dan DL 50 2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi- implikasinya II.PRINSIP 1. Indeks Terapi Indeks terapi adalah rasio antara dosis kematian (LD 50 ) dengan dosis efek (ED 50 ). Index Terapi= LD 50 ED 50 LD 50 adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% hewan percobaan. ED 50 adalah dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% hewan percobaan. Semakin besar indeks terapi semakin aman penggunaan obat tersebut. 2. Rute Pemberian Intraperitoneal

Transcript of Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Page 1: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

PERCOBAAN II

DOSIS RESPON OBAT DAN INDEKS TERAPI

I.TUJUAN

1. Memperoleh gambaran bagaimana merancang eksperimen untuk

memperoleh DE50 dan DL50

2. Memahami konsep indeks terapi dan implikasi-implikasinya

II.PRINSIP

1. Indeks Terapi

Indeks terapi adalah rasio antara dosis kematian (LD50) dengan dosis efek

(ED50).

Index Terapi=LD50

ED50

LD50 adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% hewan

percobaan.

ED50 adalah dosis yang menimbulkan efek terapi pada 50% hewan

percobaan.

Semakin besar indeks terapi semakin aman penggunaan obat tersebut.

2. Rute Pemberian Intraperitoneal

Rute intraperitoneal adalah rute pemberian pada bagian perut, jika

menyuntik terlalu dalam pada hewan percobaan dapat menyebabkan

pendarahan organ dalam.

III.TEORI DASAR

Page 2: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Rute pemberian obat merupakan salah satu factor yang mempengaruhi

efek obat, hal ini disebabkan karena karakterisasi lingkungan , fisiologi, anatomis,

dan biokimiawi yang berbeda karena hal-hal yang berbeda seperti suplai darah,

struktur anatomi dari lingkungan kontak dan obat-obat enzim dan getah fisiologis

yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Hal-hal ini meneyebabkan jumlah obat

mencapai tempat kerja dengan waktu yang berbeda-beda, tergantung dari rute

pemberian obat (Ganiswara,dkk., 1995).

Setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat menunjukkan efek toksik.

Pada umumnya, hebatnya reaksi toksis berhubungan dengan tingginya dosis,

dengan mengurangi dosis , efek dapat dikurangi pula. Begitu pula dengan dosis

maksimal (MD) yang bila dilampaui dapat mengakibatkan efek toksik (Tjay &

Rahardja, 2010).

Righting reflex terjadi jika hewan yang diletakkan pada posisi

menyamping badan berusaha untuk kembali ke posisi normalnya tidak lebih dari

satu menit (Ellysheva, dkk., 1995).

Dosis efektif menengah suatu obat adalah jumlah yang akan menghasilkan

intensitas efek yang diharapkan 50% dari jumlah orang percobaan. Dosis toksik

median adalah jumlah yang akan menghasilkan efek keracunan tertentu yang

diharapkan pada 50% dari orang percobaan. Hubungan antara efek obat yang

diharapkan dan yang tidak biasanya dinyatakan dalam indeks terapeutik dan

dinyatakan sebagai rasio antara dosis toksik median dengan dosis efektif median

suatu obat (Tjay & Rahardja, 2010).

Supaya obat memberikan efek yang sistematik, obat ini harus diserap pada

jumlah yang cocok melalui pemakaiannya, obat harus diedarkan kepada tempat

reseptornya dalam konsentrasi yang tepat dan tetap, tinggal disana selama jangka

waktu yang cukup. Salah satu cara mengukur cirri-ciri absorpsi obat ialah dengan

jalan menentukan kosentrasi serum darahnya pada berbagai waktu tertentu begitu

obat dipakai (Ansel, 1989).

Page 3: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Hubungan antara efek obat yang diharapkan dan yang tidak bisa

dinyatakan dalam indeks terapeutik dan dinyatakan sebagai rasio (perbandingan)

antara dosis toksik median suatu obat, TD50/ED50. Jadi suatu obat dengan indeks

terapeutik 15 dapat diharapkan akan memberikan batas keselamatan yang lebih

besar dalam penggunaannya daripada obat dengan indeks terapeutik 5. Indeks

terapeutik harus dipandang sebagai petunjuk umum batas keamanan dan untuk

setiap pasien dipertimbangkan secara terpisah (Setiawati, dkk., 2007).

Gambar : kurva yang mengambarkan kerja terapeutik dan dosis letal dari

suatu obat (Setiawati, dkk., 2007).

Indeks terapi merupakan perbandingan antara kedua dosis itu, yang

merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks terapi, semakin

aman penggunaan obat tersebut. Tetapi hendaknya diperhatikan bahwa indeks

terapi ini tidak begitu saja dapat ditoleransikan terhadap manusia, seperti semua

hasil percobaan dengan binatang, karena adanya perbedaan metabolisme

(Setiawati, dkk., 2007).

Luas terapi adalah jarak antara LD50 dan ED50, juga dinamakan jarak

keamanan (safety margin). Seperti indeks terapi, luas terapi berguna pula sebagai

indikasi untuk keamanan obat, terutama untuk obat yang digunakan secara kronis.

Obat dengan luas terapi yang kecil, yaitu dengan selisih kecil antara dosis terapi

Page 4: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

dan dosis toksiknya, mudah sekali menimbulkan keracunan bila dosis normalnya

dilampaui, misalnya antikoagulanisa kumarin, fenitoin,teofilim dan tolbutamid

(Tjay & Rahardja, 2010).

Intensitas efek obat pada mahluk hidup lazimnya meningkat jika dosis obat

yang diberikan padanya ditingkatkan pula. Hal ini memungkinkan untuk

menggambarkan kurva efek obat sebagai fungsi dari dosis yang diberikan, atau

menggambarkan kurva dosis respon. Dari kurva dapat diturunkan ED50 dan

TD50 lazimnya digunakan berbagai transformasi log-probit. Dalam hal ini dosis

yang digunakan ditransformasikan menjadi logaritmanya dan persentasi hewan

yang memberikan respon ditransformasikan menjadi nilai probit (Tjay &

Rahardja, 2010).

Walaupun uji farmakologi-toksikologik pada hewan ini memberikan data

yang berharga, ramalan tepat mengenai efeknya pada manusia belum dapat dibuat

karena spesies yang berbeda tentu berbeda pula pada jalur dan kecepatan

metabolismenya, kecepatan eksresi, sensitivitas reseptor, anatomi atau

fisiologinya. Satu-satunya jalan untuk memastikan efek obat pada manusia, baik

efek terapi maupun efek non terapi, ialah memberikannya pada manusia pada uji

klinik (Ganiswara,dkk., 1995).

Fenobarbital merupakan derivat barbiturat yang berdurasi kerja lama (long

acting). Struktur kimia obat ini adalah 5-phenyl-5-ethylbarbituric acid.24

Barbiturat merupakan kelompok obat yang mendepresi sistem saraf pusat dengan

senyawa kimia asam barbiturat. Obat ini digunakan secara luas sebagai obat

sedatif-hipnotik. Banyak masalah yang berhubungan dengan obat golongan ini,

antara lain tingginya penyalahgunaan obat yang menimbulkan efek toksik dan

kematian, indeks terapi yang sempit dan efek samping yang tidak menyenangkan

(Amalia, 2009).

Page 5: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Obat depresan sistem saraf pusat adalah obat yang dapat mendepres atau

menurunkan aktifitas SSP. Obat ini bekerja dengan menekan pusat kesadaran, rasa

nyeri, denyut jantung dan pernafasan. Depresansia terbagi atas golongan obat

sedativ, hipnotik, dan anestetik umum (Tjay & Rahardja, 2010).

Hipnotik sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf

pusatyang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan tenang

ataukantuk, menidurkan, hingga yang berat ( kecuali benzodiazepam ) yaitu

hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati, bergantung kepada dosis.

Padadosis terapi obat sedativ menekan aktifitas, menurunkan respon

terhadaprangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk

dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai

tidur fisiologis (Ganiswara,dkk., 1995).

Beberapa obat hipnotik dan sedatif terutama golongan

benzodiazepindigunakan juga untuk indikasi lain yaitu sebagai pelemas otot, anti

epilepsi,antiansietas (anticemas) dan sebagai penginduksi anesthesia

(Ganiswara,dkk., 1995).

Fenobarbital adalah obat anti-epilepsi yang mempunyai sejarah panjang.

Obat ini pertama kali digunakan sebagai obat anti-epilepsi pada tahun 1912.

Fenobarbital digunakan untuk pengobatan epilepsi tonik-klonik, epilepsi

kompleks atau parsial simpel pada orang dewasa dan anak-anak. Fenobarbital juga

digunakan untuk epilepsi miklonik (myclonic). Obat ini pernah menjadi obat first

line, namun sekarang menjadi obat second-line karena efek samping yang

ditimbulkannya — yaitu efek penenang, depresi dan agitasi (Gilman, 2007).

Fenobarbital merupakan obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif.

Toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Dosis

antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk hipnotis. Ia merupakan

antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada serangan tonik-klonik

generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortikal (Gilman, 2007).

Rumus molekul : C12H12N2O3

Page 6: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Nama Kimia : Asam 5 etil-fenilbarbiturat

Berat molekul : 232.24

Pemerian : Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol,

eter, dan dalam larutanalkali hidroksida dan dalam

alkali karbonat; agak sukar larut dalam kloroform

Stabilitas : Stabil dalam udara, tetapi larutan mengalami

hidrolisis khususnya pada pH tinggi. Karena adanya

pemutusan cincin asam barbirturat pada posisi1,2

atau posisi 1,6 untuk membentuk diamida atau

ureida. Dekomposisidiamida dan ureida lebih jauh

dapat terjadi.

Titik lebur : (174-178)°C

Wadah dan Penyimpanan : Simpan dalam wadah tertutup rapat ( Depkes

RI, 1995).

Khasiat dan Penggunaan : hipnotikum,sedativum.

Dosis maksimum sekali 300 mg, sehari 600 mg ( Depkes RI,1979).

Mekanisme kerja fenobarbital yang pasti belum diketahui, tetapi memacu

proses peghambatan dan mengurangi transmisi eksitasi. Data menunjukkanb ahwa fenobarbital

dapat menekan saraf abnormal secara selektif,menghambata penyebaran, dan menekan

pelepasan dari fokus. Seperti fenitoin,d alam dosis tinggi, fenobarbital dapat menekan melalui

konduksi Na+, lepasnyafrekuensi tinggi renjatan saraf yang berulang dalam kultur. Begitu pula

padakonsentrasi tinggi, barbiturat menghambat arus Ca2+ (tipe L dan M).Fenobarbital terikat

pada sisi pengatur alosterik dari reseptor GABA benzodiazepin, dan memacu arus yang

dirangsang reseptor GABA dengan caraperpanjangan pembukaan saluran Cl-,. Fenobarbital

juga menghambat responeksitatif yang disebabkan glutamat, terutama yang diakibatkan oleh

aktivasireseptor AMPA. Dengan kadar terapi yang relevan, fenobarbital

Page 7: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

meningkatkan penghambatan melalui GABA dan reduksi eksitasi melalui glutamat.

(Katzung,1997).

Efek sampingnya berkaitan dengan efek sedasinya yakni

pusing,mengantuk, ataksia dan pada anak-anak mudah terangsang. Efek samping

inidapat dikurangi dengan mengkombinasikannya dengan obat-obat lain (Tjay &

Rahardja, 2010).

Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas

sehingga obat dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini

banyak dilakukan di laboratorium tetapi jarang dipakai di klinik karena adanya

bahaya infeksi dan perlengketan peritoneum(Staf Pengajar, 2009).

IV.ALAT DAN BAHAN

IV.1. Alat

1. Kapas

2. Koran

3. SarungTangan

4. Syringe

5. Timbangan

IV.2. Bahan

1. Fenobarbital

2. NaCl Fisiologis

IV.3. GambarAlat

Page 8: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

1. Syringe 2. Timbangan

V.PROSEDUR

Pertama mencit dibagi ke dalam 4 kelompok yang terdiri dari 3 ekor per

kelompoknya. Setiap mencit diberi nomor romawi di ekornya agar dapat dikenali.

Kemudian mencit ditimbang berat badannya dan berdasarkan berat badannya

dihitung volume obat yang dapat disuntikkan secara intraperitonial. Kemudian

tiga mencit pertama diberi obat fenobarbital dengan dosis yang berbeda yaitu

75mg/KgBB, 150mg/KgBB dan 300mg/KgBB untuk mengetahui efek yang

diberikan dari setiap dosis. Sedangkan yang terakhir diberikan NaCl fisiologis

sebagai kontrol negatif. Kemudian mencit dari tiap kelompok diamati dan dicatat

jumlah kehilangan righting reflex dan angka yang diperoleh dinyatakan dalam

presentase serta dicatat pula jumlah mencit yang mati pada setiap kelompok.

Grafik dosis respon dibuat.

VI.DATA PENGAMATAN

VI.1. Data waktu mencit kehilangan righting reflex

Dosis

fenobarbitalMencit

Berat

Badan

(gram)

Mulai Kehilangan

Righting Reflex

0 mg/kg Kelompok I 14,9 -

Page 9: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

BB(kelompok

control)

Kelompok

II13,4 -

Kelompok

III19,4 -

Dosis 75

mg/kg BB

Kelompok I 15,7 -

Kelompok

II17 -

Kelompok

III14,6 Menit ke 60

Dosis 150

mg/kg BB

Kelompok I 18,3 Menit ke 30

Kelompok

II16,1 Menit ke 45

Kelompok

III27,9 -

Dosis 300

mg/kg BB

Kelompok I 14,9 Menit ke 15

Kelompok

II17,1 Menit ke 10

Kelompok

III16,4 Menit ke 45

VI.2. Tabel Reed Muench

Dosis

(mg/kg

)

Log

dosis

Observas

i Tidur

Jumla

h

Tidur

Jumla

h

Tidak

Tidur

Akumulasi Hewan Rasi

o

Tidu

r

%

TidurTidu

r

Hidu

p

Tota

l

NaCl 0

75 1.87506

1

0.33 1 2 1 3 4 0.25 25%

Page 10: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

150 2.17609

1

0.67 2 1 3 1 4 0.75 75%

300 2.47712

1

1 3 0 6 0 6 1.00 100

%

VII.PERHITUNGAN

Jumlah volume yang disuntikkan ke mencit

Mencit I

17,1 gram20 gram

x 0,2ml=0,171 ml

Mencit II

16,1 gram20 gram

x 0,2ml=0,161 ml

Mencit III

13,4 gram20 gram

x0,2 ml=0,134 ml

Mencit IV

17,0 gram20 gram

x 0,2 ml=0,170 ml

VIII.GRAFIK

Page 11: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

GRAFIK LOG DOSIS FENOBARBITAL TERHADAP PERSEN EFEKTIFITAS

0 0.5 1 1.5 2 2.5 30%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

log dosis

% ti

dur (

efek

tivita

s)

IX.PEMBAHASAN

Praktikum Farmakologi kali ini mempelajari tentang pengaruh pemberian

dosis obat terhadap respon yang diberikan oleh hewan uji. Setelah praktikum ini

dilaksanakan maka praktikan akan mengetahui bagaimana cara merancang

eksperimen untuk memperoleh DE50 dan DL50 serta dapat memahami konsep

indeks terapi beserta implikasinya. Uji pada praktikum ini menggunakan mencit

sebagai hewan uji, fenobarbital sebagai bahan obat, dan rute pemberian obat

diberikan secara intraperitonial.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan mencit jantan sebagai hewan

uji. Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses terjadinya metabolisme dalam

tubuh mencit tergolong cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan objek

pengamatan. Sedangkan jenis kelamin mencit yaitu jantan dipilih dengan alasan

mempunyai kondisi biologis yang lebih stabil dibandingkan dengan mencit betina

yang kondisi biologisnya dipengaruhi masa siklus estrus yaitu siklus hormonal

saat hewan siap melakukan reproduksi. Hewan uji dibagi dengan 4 mencit untuk

Page 12: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

masing-masing kelompok praktikum. Pembagian dilakukan agar praktikan dapat

memberikan obat dengan variasi dosis terhadap hewan uji dengan mudah.

Tahap setelah mencit dibagi kedalam 4 kelompok yang masing-masing

terdiri dari 4 ekor mencit adalah setiap mencit diberikan tanda agar mudah

dikenali. Tanda diberikan pada ekor mencit dengan menggunakan spidol. Tanda

dituliskan pada ekor agar memudahkan praktikan untuk melihat tanda dan sukar

hilang saat mencit diberikan obat secara peritonial.

Sebelum obat disuntikkan, mencit ditimbang terlebih dahulu menggunakan

neraca Ohauss. Hal ini bertujuan untuk mengetahui berat badan mencit yang

digunakan dalam pendataan dan penghitungan dosis beserta volume obat dalam

alat suntik melalui rute intraperitonial yang akan diberikan ke mencit. Volume

obat terhadap berat badan mencit dirumuskan sebagai berikut :

volumeobat= BB h ewanBB standar h ewan

× volume maksimalobat

Volume obat merupakan sejumlah volume obat yaitu fenobarbital yang

akan disuntikkan ke mencit, BB hewan adalah berat badan mencit yang

ditunjukkan oleh neraca Ohauss saat penimbangan dilakukan, BB standar hewan

adalah berat rata-rata mencit normal sesuai tabel konversi dosis yaitu 20 gram.

Rute pemberian obat melalui intraperitonial pada mencit memiliki batas maksimal

volume obat yaitu 1 mL. Namun pada praktikum kali ini volume maksimal obat

yang digunakan sebesar 0,5 mL. Hal ini dilakukan untuk menghindari volume

obat yang diberikan melebihi volume maksimal obat apabila mencit memiliki

berat badan lebih dari 20 gram. Volume obat sesuai dengan perhitungan volume

kemudian dapat dimasukkan kedalam alat suntik dan diberikan ke mencit.

Obat yang diberikan terhadap mencit adalah fenobarbital yaitu obat

golongan hipnotik-sedativum. Fenobarbital dapat membuat mencit dalam keadaan

tertidur serta memperlama waktu tidur. Indeks terapi fenobarbital tergolong

sempit yaitu dosis efektif obat dengan dosis toksiknya hanya terdapat rentang

yang dekat. Peningkatan dosis fenobarbital diatas yang diperlukan untuk hipnotik-

Page 13: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

sedativum dapat menimbulkan suatu keadaan anestesi umum pada mencit.

Dengan dosis yang lebih tinggi lagi, hipnotik-sedativum dapat menekan pusat

pernapasan dan pusat vasomotor di medula sehingga menimbulkan koma dan

kematian.

Fenobarbital disuntikkan ke mencit melalui rute intraperitonial. Mencit

dipegang pada bagian tengkuk menggunakan tangan kanan dan hadapkan

permukaan perut mencit ke arah praktikan dengan posisi abdomen lebih tinggi

dari kepala. Obat disuntikkan dengan posisi jarum suntik dengan abdomen agak

ke pinggir dan bersudut 10o. Posisi jarum suntik sedemikian rupa agar jarum

suntik tidak mengenai kandung kemih apabila terlalu rendah dan mengenai hati

apabila terlalu tinggi. Rute pemberian obat secara intraperitonial yang bertujuan

agar mempercepat obat memberikan efek dalam tubuh. Rongga peritonium

mempunyai pemakaian absorbsi yang luas, sehingga masuknya obat ke sirkulasi

sistemik dapat secara cepat. Volume obat juga dapat diberikan secara maksimal

dibandingkan dengan intravena atau intramuscular. Kekurangannya pada

intraperitonial adalah absorbsi bisa agak terganggu oleh asam lambung, jadi obat

yang digunakan harus tahan terhadap asam lambung.

Dosis fenobarbital yang diberikan secara intraperitonial meningkat tiap

suntikannya pada 3 mencit sedangkan 1 mencit diberikan NaCl fisiologis sebagai

kontrol negatif. Mencit 1 diberikan fenobarbital dengan dosis 75 mg/kg BB.

Mencit 2 diberikan fenobarbital dengan dosis 150 mg/kg BB. Mencit 3 diberikan

fenobarbital dengan dosis 300 mg/kg BB. Mencit 4 diberikan suntikan cairan

NaCl fisiologis.

Mencit kemudian diamati righting reflex terhadap fenobarbital. Mencit

yang kehilangan righting reflex dapat dilihat saat mencit dibaringkan dengan

permukaan perut menghadap keatas. Apabila mencit kembali ke posisi semula

dikatakan bahwa mencit masih sadar dan dosis efektif obat kurang tepat atau

waktu obat untuk mencapai keefektivitasannya belum cukup lama. Dari hasil

pengamatan terhadap righting reflex keempat mencit didapatkan data bahwa

Page 14: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

terdapat variasi respon. Mencit yang mati menandakan fenobarbital yang

diberikan merupakan dosis toksik.

Dari hasil percobaan, pada kadar obat 75 mg, 150 mg dan 300 mg, efek

obat sudah terlihat pada mencit. Namun, pada dosis 75 mg jumlah mencit yang

efek obatnya terlihat lebih sedikit jika dibandingkan dengan pemberian dosis 150

mg dan 300 mg. Dalam percobaan ini, tidak ada mencit yang mengalami

kematian. Hal ini dapat disebabkan dosis obat yang terlalu kecil. Mencit tetap

aktif bergerak seperti biasa. Pada waktu 1 jam setelah pemberian fenobarbital

secara intraperitonial, mencit terlihat diam dan seperti tertidur.

Efek dari pemberian obat dengan dosis 75 mg pada 3 mencit menunjukkan

perbedaan. Mencit dengan bobot 15,7 gram dan 17 gram efek obat belum terlihat

sampai menit ke 60, karena mencit tidak kehilangan righting reflex. Sedangkan

mencit dengan bobot 14,6 gram efek obat terlihat pada menit ke 60. Hal ini

menunjukkan bahwa bobot mencit berpengaruh terhadap waktu kerja obat.

Pada pemberian obat dengan dosis 150 mg, mencit menunjukkan efek

fenobarbital yang mulai bekerja. Mencit pertama dengan bobot 18,3 gram

kehilangan righting reflex-nya pada menit ke 30. Waktu dihitung sejak semua

obat yang diberikan secara intraperitonial masuk ke dalam tubuh. Pada mencit

kedua dengan bobot 16,1 gram, righting reflex hilang setelah menit ke 45.

Sedangkan pada mencit ketiga dengan bobot 27,9 tidak menunjukkan kehilangan

righting reflex.

Pada pemberian obat dengan dosis 300 mg, mencit pertama dengan bobot

14,9 gram kehilangan righting reflex terlihat pada menit ke 15. Pada mencit kedua

yang memiliki bobot 17,1 gram, righting reflex hilang setelah menit ke 10.

Hilangnya righting reflex pada mencit ke 3 dengan bobot 16,4 gram terlihat

setelah menit ke 45.

Setelah didapatkan data pengamatan maka dibuat grafik log pada ordinat

persentase mencit yang memberikan efek dapat berupa hilangnya righting reflex

atau kematian pada dosis yang digunakan.

Page 15: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Tahap terakhir yaitu pembuatan grafik pada ordinat persentase mencit

yang memberikan efek hilangnya righting reflex atau kematian pada dosis yang

digunakan. Untuk penggambaran grafik, pertama-tama dibuat tabel untuk

melengkapi data yang akan diplotkan pada grafik dimana kalkulasi LD 50

dilakukan menggunakan metode Reed-Muench. Berikut adalah tabel untuk ED 50

Dosis

(mg/kg

)

Log

dosis

Observas

i Tidur

Jumla

h

Tidur

Jumla

h

Tidak

Tidur

Akumulasi Hewan Rasi

o

Tidu

r

%

TidurTidu

r

Hidu

p

Tota

l

NaCl 0

75 1.87506

1

0.33 1 2 1 3 4 0.25 25%

150 2.17609

1

0.67 2 1 3 1 4 0.75 75%

300 2.47712

1

1 3 0 6 0 6 1.00 100

%

Tabel yang didapatkan hanyalah untuk dosis kematian karena kehilangan

righting reflex dianggap kematian untuk dapat dibuat dibuat plot grafik LD yang

ada pada data pengamatan.

Hubungan terapi suatu obat dengan kurva dosis respon terdiri dari dua :

1. Kurva dosis yang terjal

Dengan dosis kecil menyebabkan respon obat yang cepat ( efektifitas obat

besar) tetapi toksissitasnya besar.

Rentang efek teurapeutiknya besar atau luas.

2. Kurva dosis respon datar atau landai.

Dosis yang diperlukan relative lebih besar untuk mendapatkan respon

yang lebih cepat (efektifitas berkurang) tetapi toksissitasnya kecil.

Page 16: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Rentang efek teurapeutiknya kecil atau sempit.

Obat yang ideal menimbulkan efek terapi pada semua penderita tanpa

menimbulkan efek toksik pada seorang penderita pun. Oleh karena itu,

Indeks Terapi=TD1

ED1

dan obat ideal=TD1

ED1

≥1

Pada percobaan ini tidak ada mencit yang mengalami kematian, maka

dosis letal tidak ditemukan sehingga index terapi tidak dapat ditentukan.

Efek obat akan meningkat seiring diberikannya dosis yang meningkat.

Dari hasil percobaan terlihat bahwa semakin tinggi dosis obat yang diberikan,

efek yang ditimbulkan obat semakin meningkat. Pada dosis 75 mg terdapat 1

mencit yang memperlihatkan efek obat. Sedangkan pada dosis 150 mg terdapat 2

mencit yang memperlihatkan efek obat dan pada dosis 300 mg terdapat 3 mencit

yang memperlihatkan efek obat.

X.KESIMPULAN

1. Untuk memperoleh nilai ED50 dan LD50 dari fenobarbital dapat dilakukan

percobaan pada 4 kelompok mencit yang diberikan 3 dosis yang

meningkat dan NaCl fisiologis sebagai kontrol negative yang diamati

jumlah serta lama waktu mencit kehilangan righting reflex. Untuk dapat

menentukan nilai ED50 dan LD50 dilakukan transformasi log probit.

2. Indeks terapi adalah rasio antara dosis kematian (LD50) dengan dosis

efektivitas (ED50), semakin besar indeks terapi maka semakin tinggi

tingkat keamanan suatu obat.

Page 17: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, R. 2009. PENGARUH EKSTRAK PEGAGAN (Centella asiatica (L.)

Urban) TERHADAP EFEK SEDASI PADA MENCIT BALB/C. Tersedia di

http://eprints.undip.ac.id/8081/1/Rizki_Amalia.pdf (Diakses tanggal 15

Maret 2013).

Ansel ,H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press. Jakarta.

Page 18: Lapak Farmakologi Bab 1 (1)

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Ellysheva, Reny, Elin Yulinah S. dan Anna Setiadi. 1995. Uji Efek Koleretik

Ekstrak Akar Kelembak (Rheum officinale Baill) dan Ekstrak Rimpang

Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbet Smith) pada Tikus Putih Jantan dan

Pengaruhnya terhadap Waktu Tidur Mencit Putih Jantan. Tersedia di

http://bahan-alam.fa.itb.ac.id/detail.php?id=193 (Diakses tanggal 20 Maret

2013).

Ganiswarna. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi keempat. UI-Press. Jakarta.

Gilman, A. G. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Volume I. Penerbit Kedokteran

EGC. Jakarta.

Katzung, BG. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi Keenam. EGC. Jakarta.

Setiawati, Arini dan Armen Muchtar. 2007. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

Respons Pasien terhadap Obat Farmakologi dan Terapi. Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Tjay, T.H. & kirana R.2010. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-

Efek Sampingnya. Edisi 6. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.