Lap. Vaksin tentang ikan

16
LaporanPraktikum ke-5 Hari/Tanggal : Senin/ 23 Maret 2015 M.K Manajemen Kesehatan Kelompok : 10 Shift Senin Organisme Akuatik Asisten : Adel Christian P. Sakeru VAKSIN Disusun oleh: Fitratunisa C14120046

description

manajemen kesehatan organisme akuatik

Transcript of Lap. Vaksin tentang ikan

Page 1: Lap. Vaksin tentang ikan

LaporanPraktikum ke-5 Hari/Tanggal : Senin/ 23 Maret 2015M.K Manajemen Kesehatan Kelompok : 10 Shift SeninOrganisme Akuatik Asisten : Adel Christian P. Sakeru

VAKSIN

Disusun oleh:FitratunisaC14120046

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2015

Page 2: Lap. Vaksin tentang ikan

I. PENDAHULUAN

I.1 LatarBelakang

Kegiatan budidaya banyak dilakukan baik secara intensif maupun ekstensif.

Keduanya dilakukan dengan sistem padat tebar yang tinggi. Padat tebar yang tinggi

ini secara tidak langsung akan meningkatkan kadar pemberian pakan pada ikan.

Semakin tinggi padat tebar, semakin tinggi pula takaran pakan yang diberikan

(Supriyadi et al 2003).

Pakan yang diberikan secara berlebihan, akan memacu sisa-sisa pakan dan sisa-

sisa metabolisme di perairan. Hal ini akan mengakibatkan suburnya perairan dengan

fitoplankton. Selain itu, sisa-sisa pakan yang berlebihan akan menimbulkan penyakit

pada ikan. Umumnya, munculnya penyakit pada ikan karena adanya interaksi yang

kompleks dan tidak seimbang antara ikan, patogen, dan lingkungan (Dellman dan

Brown 1999). Penyakit yang timbul merupakan hal yang sangat krusial bagi

pembudidaya. Penyakit akibat serangan patogen, misalnya, akan mampu membunuh

sebanyak 50%-100% benih bahkan induk ikan. Maka, tak heran bila segala cara

dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit pada ikan yang akan menekan

produktivitas ikan di perairan (Supriyadi 1988).

Vaksinansi merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit pada ikan.

Vaksinansi mulai banyak digunakan mengingat metode ini cenderung lebih efektif

dan tidak menimbulkan efek samping pada ikan yang dopelihara maupun pada

lingkungan perairan. Berbeda dengan penggunaan bahan-bahan kimia atau antibiotik

yang malah menimbulkan masalah baru berupa terbentuknya bakteri ganas yang

resisten terhadap obat-obatan, serta mencemari keadaan lingkungan perairan (Ellis

1988).

I.2 Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat membuat vaksin dari bakteri

dan mengaplikasikannya untuk meningkatkan sistem ketahanan humoral pada ikan.

Page 3: Lap. Vaksin tentang ikan

II. METODOLOGI

II.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Vaksin dilakukan pada hari Senin, 16 Maret 2015 pukul 15.00-

18.00 WIB . Praktikum bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan lantai 4,

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

II.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pembakar Bunsen,

jarum ose, tube, syringe, filter, sentrifuge, vortex, cawan petri, lap atau tissue, dan

plastic wrap. Sedangkan bahan yang digunakan adalah isolat murni dari Aeromonas

hydrophylla dan Streptococcus aureus, PBS, dan BNF 3%

II.3 Prosedur Kerja

II.3.1 Heat Killed Cell (HKC)

Heat Killed Cell (HKC) merupakan metode untuk mendapatkan Heat Killed

Vaccine untuk menginaktifasi suatu bakteri atau patogen tertentu seperti Aeromonas

hydrophylla.

2.3.1.1 Pembuatan Heat Killed Cell (HKC)

Pertama, isolat murni dari Aeromonas hydrophylla yang telah diinkubasi

selama 24 jam, diambil sebanyak 1 ml secara aseptik, lalu di-sentrifuge 3000 rpm

selama 10 menit. Hasilnya, akan terbentuk larutan supernatan dan natan. Larutan

supernatan ini kemudian dibuang, sedangkan larutan natan yang mengendap dibilas

dengan PBS sebanyak 2 kali. Suspensi ini di-vortex selama 2-3 menit dan dipanaskan

pada suhu 600C selama 30 menit. Setelah prosedur ini selesai, vaksin yang didapat

dilakukan uji viabilitas.

2.3.1.1 Uji Viabilitas Heat Killed Cell (HKC)

Page 4: Lap. Vaksin tentang ikan

Uji viabilitas dilakukan dengan menggoreskan vaksin yang didapat secara

aseptik pada media agar dalam cawan petri. Lalu, cawan ini diinkubasi selama 18

jam, kemudian pertumbuhan Aeromonas hydrophylla dalam agar diamati.

2.3.2 Formaline Killed Cell (FKC)

Formaline Killed Cell (FKC) merupakan metode untuk mendapatkan vaksin

dengan memanfaatkan kerja formalin, yaitu membunuh dan mengahncurkan bakteri

atau patogen sebagai isolat.

2.3.2.1 Pembuatan Formaline Killed Cell (FKC)

Isolat murni dari Aeromonas hydrophylla yang telah diinkubasi selama 24

jam, diambil sebanyak 1 ml secara aseptik, lalu di-sentrifuge 3000 rpm selama 10

menit. Hasilnya, akan terbentuk larutan supernatan dan natan. Larutan supernatan ini

kemudian dibuang, sedangkan larutan natan yang mengendap dibilas dengan PBS

sebanyak 2 kali. Suspensi ini di-vortex selama 2-3 menit dan ditambahkan dengan

larutan BNF 3%, lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu, vaksin yang didapat

dilakukan uji viabilitas.

2.3.2.2 Uji Viabilitas Formaline Killed Cell (FKC)

Uji viabilitas dilakukan dengan menggoreskan vaksin yang didapat secara

aseptik pada media agar dalam cawan petri. Lalu, cawan ini diinkubasi selama 18

jam, kemudian pertumbuhan Aeromonas hydrophylla dalam agar diamati.

2.3.3 Extract Celluler Product (ECP)

Extract Celluler Product (ECP) merupakan metode untuk mendapatkan

vaksin yang mengandung unsur toksik dari patogen atau bakteri yang telah

diinaktifasi sehingga patogen tersebut tidak mampu lagi menimbulkan penyakit pada

ikan.

2.3.3.1 Pembuatan Extract Celluler Product (ECP)

Isolat murni dari patogen Streptococcus aureus yang telah diinkubasi selama

24 jam, diambil sebanyak 1 ml secara aseptik dan ditambahkan BNF 3% . Lalu,

larutan ini diinkubasi selama 24 jam. Setelah itu, di-sentrifuge 3000 rpm selama 10

menit. Hasilnya, akan terbentuk larutan supernatan dan natan. Larutan supernatan ini

Page 5: Lap. Vaksin tentang ikan

diambil sebanyak 0.22 ml dengan syringe yang telah diberi filter. Larutan inilah yang

selanjutnya dilakukan uji kemanan vaksin.

Page 6: Lap. Vaksin tentang ikan

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Vaksin yang telah dihasilkan dari metode Heat Killed Cell (HKC) dan

Formaline Killed Cell (FKC) diuji viabilitasnya melalu metode cawan gores dan

diamati pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophilla pada agar setelah inkubasi

selama 18 jam. Sedangkan, vaksin yang diperoleh dari metode Extract Cellular

Product (ECP) dari bakteri Streptococcus aureus tidak dilakukan uji viabilitas.

Berikut hasilnya yang disajikan dalam bentuk tabel :

Tabel 1. Pertumbuhan patogen pada agar dalam uji viabilitas vaksin HKC, FKC, dan

ECP

Kelompok

Jenis Vaksin

Uji Viabilitas Foto

1 HKC -

2 HKC +

3 FKC +

4 FKC +

Page 7: Lap. Vaksin tentang ikan

5 FKC +

6 HKC +

7 ECP

Tidak Dilakuka

n Uji Viabilitas

Tidak Dilakukan Uji Viabilitas

8 FKC +

9 FKC +

10 ECP

Tidak Dilakuka

n Uji Viabilitas

Tidak Dilakukan Uji Viabilitas

11 ECP

Tidak Dilakuka

n Uji Viabilitas

Tidak Dilakukan Uji Viabilitas

12 ECP

Tidak Dilakuka

n Uji Viabilitas

Tidak Dilakukan Uji Viabilitas

Keterangan : + = Tumbuh bakteri

− = Tidak tumbuh bakteri

Page 8: Lap. Vaksin tentang ikan

Berdasarkan tabel diatas didapatkan bahwa, vaksin yang dihasilkan dari

metode Heat Killed Cell (HKC) belum mampu menekan pertumbuhan Aeromonas

hydrophilla, begitupula dengan vaksin yang dihasilkan dari metode Formalin Killed

Cell (FKC). Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya bakteri pada media agar dalam

cawan petri.

3.2 Pembahasan

Vaksin adalah sebuah produk biologis yang dibuat dengan cara merekayasa,

melemahkan atau mematikan patogen tertentu yang mampu merangsang terbentuknya

kekebalan tubuh pada ikan, baik kekebalan tubuh spesifik maupun non spesifik secara

aktif. Vaksinasi berfungsi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh atau sistem

imun pada ikan, agar apabila sewaktu-waktu ikan terserang suatu patogen tertentu,

ikan tersebut mampu melawan infeksi patogen yang menyerangnya. Adapun tujuan

dari vaksinasi adalah mecegah munculnya penyakit pada ikan. Bagaimanapun pula,

mencegah masih jauh lebih baik daripada mengobati (Anderson 1974).

Vaksinasi telah terbukti efektif dan aman untuk ikan dan lingkungan tempat

ikan hidup. Keberhasilan vaksinasi ditunjukkan dengan berkurangnya penggunaan

zat-zat antibiotik untuk ikan serta tingkat mortalitas ikan karena infeksi patogen yang

menurun. Secara umum, terdapat 5 jenis vaksin yaitu vaksin inaktif, vaksin hidup

yang dilemahkan, vaksin toxoid, vaksin sub-unit, dan vaksin DNA (Ellis 1988).

Vaksin inaktif adalah vaksin yang berasal dari patogen yang dimatikan. Cara

kerja vaksin ini adalah dengan menstimulasi sistem kekebalan tubuh spesifik untuk

merangsang respon kekebalan humoral. Vaksin hidup adalah vaksin yang berasal dari

patogen yang dilemahkan. Vaksin hidup bekerja dengan menstimulasi sebagian sel

perantara atau seluruh sistem kekebalan tubuh spesifik (Ellis 1988).

Vaksin toxoid merupakan vaksin yang mengandung unsur toksik dari suatu

patogen yang telah diinaktifkan agar patogen ini tidak mampu lagi menimbulkan

infeksi pada ikan. Vaksin sub-unit yaitu vaksin dengan kandungan sebagian kecil dari

sel epitop atau lokus-lokus sel utuh patogen yang dapat digandakan atau diproduksi

dalam skala massal dengan perantara patogen atau mikroorganisme lain yang telah

Page 9: Lap. Vaksin tentang ikan

dilemahkan agar tidak menimbulkan penyakit setelah vaksin ini diaplikasikan pada

ikan target. Sedangkan vaksin DNA adalah vaksin yang mengandung sedikit materi

genetic dari patogen yang mampu menstimulasi kekebalan tubuh spesifik secara terus

menerus (Ellis 1988).

Pemberian vaksin dapat melalui perendaman, penyuntikan, dan oral atau

pemberian melalui pakan. Vaksinasi secara oral melalui pakan memiliki respon yang

buruk dan tidak konsisten karena faktanya vaksin mampu dirusak oleh zat-zat

pencernaan dalam usus. Sehingga selalu diupayakan adanya vaksinasi ulang

(booster). Jadi, terdapat dua metode utama dalam pemberian vaksin yaitu

perendaman dalam suspensi vaksin dan penyuntikan vaksin ke dalam rongga tubuh

(melalui penyuntikkan intra peritonel) (Ellis 1988). Metode injeksi memiliki

keuntungan seperti volume vaksin yang dibutuhkan relatif lebih rendah, ikan mampu

divaksinasi dengan dosis yang benar/tepat, serta vaksin dapat masuk 100% ke dalam

tubuh ikan bila dilakukan dengan benar. Vaksin yang diinjeksikan cocok diterapkan

untuk ikan-ikan yang berukuran relatif besar, seperti induk ikan. Sebaliknya dengan

perendaman. Metode merendam ikan dalam suspensi vaksin, akan terasa lebih boros

sebab vaksin yang digunakan lebih banyak. Vaksinasi harus dilakukan dengan

periode waktu minimum tertentu sebelum munculnya resiko pemaparan terhadap

patogen tertentu (Anderson 1974).

Vaksin-vaksin yang dibuat dalam praktikum menggunakan metode Heat

Killed Cell yang menghasilkan Heat Killed Vaccine, metode Formaline Killed Cell

yang menghasilkan Formaline Killed Vaccine, dan Extract Cell Product. Heat Killed

Cell (HKC) merupakan metode untuk mendapatkan Heat Killed Vaccine untuk

menginaktifasi suatu bakteri atau patogen tertentu seperti Aeromonas hydrophylla.

Formaline Killed Cell (FKC) merupakan metode untuk mendapatkan vaksin dengan

memanfaatkan kerja formalin, yaitu membunuh dan mengahncurkan bakteri atau

patogen sebagai isolat. Extract Celluler Product (ECP) merupakan metode untuk

mendapatkan vaksin yang mengandung unsur toksik dari patogen atau bakteri yang

telah diinaktifasi sehingga patogen tersebut tidak mampu lagi menimbulkan penyakit

pada ikan. Vaksin yang dihasilkan dari metode ECP tergolong vaksin toxoid.

Page 10: Lap. Vaksin tentang ikan

Hasil praktikum menunjukkan bahwa vaksin yang dihasilkan dari metode

Heat Killed Cell (HKC) belum mampu menekan pertumbuhan Aeromonas

hydrophilla, begitupula dengan vaksin yang dihasilkan dari metode Formalin Killed

Cell (FKC). Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya bakteri pada media agar dalam

cawan petri.

Page 11: Lap. Vaksin tentang ikan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Sesuai hasil praktikum didapatkan bahwa vaksin yang dibuat dari metode

Heat Killed Cell (HKC) belum mampu menekan pertumbuhan Aeromonas

hydrophilla, begitupula dengan vaksin yang dihasilkan dari metode Formalin Killed

Cell (FKC). Hal ini dibuktikan dengan tumbuhnya bakteri pada media agar dalam

cawan petri. Vaksin dapat dibuat dengan metode Heat Killed Cell (HKC), Formalin

Killed Cell (FKC), dan Extract Celluler Product (ECP).

IV.2 Saran

Praktikum ini mengenalkan kepada praktikan tentang cara pembuatan vaksin

bakteri. Maka, sudah seharusnya praktikum ini dapat diterapkan sebagaimana

mestinya sebagai upaya pencegahan penyakit yang menyerang ikan melalui

vaksinasi.

Page 12: Lap. Vaksin tentang ikan

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, DP. 1974. Fish Immunology. Hongkong: TFH Publication Inc

Dellman, DH., Brown, ME. 1999. Histologi Veteriner 1. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Ellis, AE. 1988. General Principles of Fish Vaccination. San Diego: Academic Press Inc

Supriyadi, H. 1988. Vaksinasi benih ikan lele (Clarias batrachus L) dengan cara perendaman dalam larutan vaksin Aeromonas hydrophilla. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Vol.26(4): 550-553

Supriyadi, H., P.Taufik, dan Taukhid. 2003. Karakterisasi patogen, inang spesifik, dan sebaran Mycobacteriosis. Jurnal Penelitian Indonesia. Vol.9(2): 39-45