lap p2

12
LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KONSELING PRAKTIKUM II KONSELING FARMASIS KEPADA PASIEN PEDIATRI Disusun Oleh : RAHMINAWATI RITONGA ( G1F010005 ) SANI ZAKKIA ALAWIYAH ( G1F010009 ) TIKA PRATIWI ( G1F010019 ) REZA RAHMAWATI ( G1F010025 ) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN FARMASI

description

konseling

Transcript of lap p2

Page 1: lap p2

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM KONSELING

PRAKTIKUM II

KONSELING FARMASIS KEPADA PASIEN PEDIATRI

Disusun Oleh :

RAHMINAWATI RITONGA ( G1F010005 )

SANI ZAKKIA ALAWIYAH ( G1F010009 )

TIKA PRATIWI ( G1F010019 )

REZA RAHMAWATI ( G1F010025 )

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2013

I. Judul

Page 2: lap p2

Konseling Farmasi Pada Pasien Pediatri

II. Tujuan

Mampu memberikan konseling farmasi kepada pasien pediatri

III. Identifikasi Masalah

Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah suatu tanggung

jawab profesi dari apoteker dalam mengoptimalkan terapi dengan cara mencegah

dan memecahkan masalah terkait obat (Drug Related problem). Ketidakpatuhan

(non compliance) dan ketidaksepahaman (non corcondance) pasien dalam

menjalankan terapi merupakan salah satu penyebab kegagalan terapi. Hal ini

sering disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman pasien tentang

obat dan segala sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan obat untuk

terapinya. Oleh karena itu, untuk mencegah penggunaan obat yang salah (drug

misuse) dan untuk menciptakan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam

penggunaan obat yang akan berdampak pada kepatuhan pengobatan dan

keberhasilan dalam proses penyembuhan maka sangat diperlukan pelayanan

informasi obat untuk pasien dan keluarga melalui konseling obat (Anonim, 2007).

Konseling adalah suatu hubungan professional antara seorang konselor terlatih

dan seorang klien. Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang. Hubungan

dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan

hidupnya, belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan –

pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah emosional atau antar pribadi

(Yulifah, 2009: 82).

Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan.

Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari

pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula

menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhir nya akan

berakibat fatal (Hussar, 1995). Terapi obat yang aman dan efektif akan terjadi

apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan penggunannya

(Cipolle, Strand & Morley, 2004). Pada pemberian informasi obat ini terjadi suatu

komunikasi antara apoteker dengan pasien dan merupakan salah satu bentuk

implementasi dari Pharmaceutical Care yang dinamakan dengan konseling

(Jepson, 1990; Rantucci, 2007).

Page 3: lap p2

Konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan

memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Jepson, 1990, Rantucci,

2007). Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan kepatuhan pasien

dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya

maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan (Schnipper, et al., 2006). Selain

itu pasien memperoleh informasi tambahan mengenai penyakitnya yang tidak

diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya, atau tidak

dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan (Zillich, Sutherland, Kumbera,

Carter, 2005; Rantucci, 2007).

Konseling obat sebagai salah satu metode edukasi pengobatan secara tatap

muka atau wawancara, merupakan salah satu bentuk pelayanan kefarmasian

dalam usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien dalam

penggunaan obat. Apoteker baik di rumah sakit maupun di sarana pelayanan

kesehatan lainnya berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan memahami

serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan

penggunaan obat secara rasional. Untuk itu Apoteker perlu mengembangkan

keterampilan dalam menyampaikan informasi dan memberi motivasi agar pasien

dapat mematuhi dan memahami penggunaan obatnya terutama untuk pasien-

pasien geriatri, pediatri dan pasien-pasien yang baru pulang dari rumah sakit serta

pasien-pasien yang menggunakan obat dalam jangka waktu lama terutama dalam

penggunaan obat-obat tertentu seperti obat-obat cardiovasculer, diabetes, TBC,

asthma, dan obat-obat untuk penyakit kronis lainnya. Konseling obat diharapkan

tidak hanya memberikan informasi tentang obat tetapi sekaligus memberikan

pendidikan dan pemahaman tentang pengobatannya dan memastikan bahwa

pasien dapat menggunakan obat dengan benar (Hussar, 1995).

Kasus konseling kali ini adalah berkaitan dengan pasien pediatri (pasien

anak). Konseling atau komunikasi terapeutik yang diterapkan pada pasien pediatri

berbeda dengan komunikasi terapeutik pada pasien dewasa. Dibutuhkan teknik

dan cara yang berbeda dalam menerapkan komunikasi terapeutik terhadap pasien

anak. Apoteker tidak hanya berinteraksi dengan pasien anak saja melainkan juga

dengan orang tua pasien untuk mendapatkan banyak informasi tentang pasien

anak.

Page 4: lap p2

Seperti yang sudah dijelaskan pasien anak merupakan individu yang unik,

dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien anak dibutuhkan teknik

yang cukup berbeda. Cara yang perlu diterapkan saat melakukan komunikasi

terapeutik dengan pasien anak, antara lain :

1. Nada suara, diharapkan apoteker dapat berbicara dengan nada suara yang

rendah dan lambat. Agar pasien anak jauh lebih mengerti apa yang ditanyakan

oleh apoteker.

2. Mengalihkan aktivitas, pasien anak yang terkadang hiperaktif lebih menyukai

aktivitas yang ia sukai, sehingga apoteker perlu mengalihkan perhatiannya dengan

mainan agar ia dapat menjawab pertanyaan apoteker.

3. Jarak interaksi, diharapkan apoteker dapat mempertahankan jarak yang aman

saat berinteraksi dengan pasien anak.

4. Kontak mata, diharapkan apoteker dapat mengurangi kontak mata saat

mendapat respon dari pasien anak yang kurang baik, dan kembali melakukan

kontak mata saat kira-kira pasien anak sudah dapat mengontrol perilakunya.

5. Sentuhan, jangan pernah menyentuh anak tanpa izin dari si anak (Mundakir,

2005).

Melalui orang tua ataupun keluarga apoteker dapat memperoleh informasi lebih

mengenai pasien anak. Selain itu juga apoteker dapat meminta bantuan peran

orang tua atau keluarga dalam menghadapi dan mengawasi anak untuk minum

obat. Dalam berkomunikasi dengan orang tua atau keluarga, apoteker dapat

melakukannya dengan menggunakan langkah-langkah seperti :

1.) Mendorong orang tua untuk berbicara tentang mengenai informasi tentang

faktor kehidupan dari pasien anak, diharapakan apoteker dapat bisa mendorong

orang tua pasien anak untuk berbicara mengenai kondisi kesehatan anaknya

sebenarnya.

2.) Mengarahkan pada pokok permasalahan, apoteker berusaha untuk dapat

mengarahkan pembicaraan saat berkomunikasi dengan orang tua pasien kearah

pokok permasalahan.

3.) Mendengarkan, seperti yang telah dijelaskan dalam teknik dasar komunikasi

terapeutik itu sendiri dimana mendengarkan merupakan unsur yang paling penting

dalam mencapai komunikasi yang efektif.

Page 5: lap p2

4.) Bersikap empati, perlu dilakukan dimana apoteker ikut merasakan perasaan

orang tua pasien, bukan menunjukkan rasa kasihan atas apa yang dialami dan

dirasakan oleh orang tua pasien.

5.) Meyakinkan, saat apoteker ingin berusaha untuk meyakinkan orang tua pasien,

hindarkan pembicaraan yang menyinggung harga diri sebagai orang tua.

6.) Memecahkan masalah, pemahaman dan pengenalan masalah harus disepakati

oleh orang tua kemudian mulai merencanakan pemecahannya (Mundakir, 2005).

Batuk adalah suatu proses alami yang penting untuk menjaga agar

tenggorokandan saluran pernapasan senantiasa bersih. Batuk berdahak (batuk

produktif) adalah salah satu jenis batuk yang ditandai dengan gejala dada terasa

penuh dengan dahak/lendir dan sesak napas sehingga seringkali membuat individu

merasa sangat tidak nyaman. Gejala batuk produktif biasanya semakin timbul

pada saat bangun tidur dan sewaktu berbicara. Batuk produktif adakalanya timbul

didahului gejala sakit tenggorokan, hidung tersumbat, atau kongesti sinus. Batuk

berdahak yang berat mungkin menandakan suatu penyakit serius yang perlu

mendapat penanganan medis (Anonim, 2006).

IV. Rumusan Masalah

Permasalahan dari kasus:

Pasienadalah pediatriyang berumur 2 tahun, sehinggaperlu dilakukan

skrining resep baik skrining administrasi seperti kelengkapan resep, farmasetis

meliputi ada atau tidak inkompatibilitas dalam sediaan pulveres, dan farmakologi

meliputi ada atau tidak interaksi obat yang terjadi serta ketepatan dosis obat untuk

pediatri dalam resep tersebut.

Status ekonomi pasien yang bekerja sebagai pemulung menjadi kendala

karena biaya obat yang cukup mahal. Hal ini dikarenakan dalam resep terdapat

obat Amoxsan syrup yang merupakan obat paten.

Ibu pasien mengalami buta huruf sehingga menjadi kendala dalam

membaca aturan pakai pada etiket obat.

dr. James Poter

S.I.P No.123/456/D/VII.89/1999

Page 6: lap p2

Jln. Privet Drive No.

17,Purwokerto

No Telp. (0281) 555555

Jam Praktek : 17.00-20.00 WIB

Purwokerto, 1 Mei 2013

R/ Nalgestan tab 1/5

Bisolvon tab 1/5

mf pulv dtd no XV

S 3dd pulv 1

R/ Amoxsan syr fl 1

S 3dd cth 1

Pro: Mince

Umur : 2 tahun

PEMECAHAN MASALAH

Pemecahan masalah yang diberikan apoteker:

Melakukan skrining resep dengan seksama, menanyakan apa saja

informasi yang diberikan dokter, memeriksa ketersediaan obat di apotek,

serta menanyakan persetujuan harga dengan pasien.

Memberikan solusi dan penjelasan terhadap permasalahan yang terjadi

terkait biaya pengobatan pasien yaitu dengan mengganti obat paten

amoxsan sirup dengan obat generik amoxicillin sirup sehingga pasien

Page 7: lap p2

dapat menebus semua obat. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa

obat amoxsan sirup dengan obat amoxicillin sirup memiliki kandungan

dan efek yang sama.

Memberikan penjelasan kepada pasien tentang keuntungan penggunaan

obat generik yaitu amoxicillin sirup yaitu harga obat terjangkau,

kandungan dan efek obat sama dengan obat amoxsan sirup, serta pasien

dapat menebus semua obat.

Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memilih pengobatan tetap

sesuai resep tetapi hanya bisa ditebus setengahnya dan pasien harus

kembali lagi untuk menebus sisa obat atau pasien memilih penggantian

obat sehingga obat dapat ditebus semua.

Memberikan informasi mengenai cara pemakaian obat pulveres dan sirup

kering yang harus dilarutkan dengan air terlebih dahulu.

Memberikan tanda untuk aturan pakai obat dengan angka yang ditulis

dengan tulisan yang lebih besar dan meminta pasien mengulangi aturan

pakai obat.

Daftar Pustaka

Anonim, 2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 6 2006/2007, Jakarta,

PT. Info Master dan CMP Medika.

Page 8: lap p2

Anonim, 2007, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Bina

Farmasi Komunitas Dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian

Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Cipolle, RJ., Strand, LM., Morley, PC. 2004. Pharmaceutical Care Practice : The

Clinician’s Guide (2th Ed). New York: The McGraw Hill Co.

Hussar, DA., 1995. Patient Compliance, in Remington: The Science and Practice

of Pharmacy (1796-1807), Volume II, USA: The Philadelphia Collage of

Pharmacy and Science.

Jepson, M.H. 1990. Patient Compliance and Counselling, Diana M., Aulton, ME.

(Editor), London: Pharmaceutical Practice, Churscill Livingstone.

Mundakir. 2005. Komunikasi Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Rantucci, MJ., 2007. Komunikasi Apoteker-Pasien (Edisi 2). Penerjemah : A. N.

Sani. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC.

Schnipper, JL, Jennifer, LK, Michael, CC, Stephanie, AW, Brandon, AB, Emily,

T, Allen, K, Mark, H, Christoper, LR, Sylvia, CM, David, WB. 2006. Role

of Pharmacist Counseling in Preventing Adverse Drug Events After

Hospitalization. USA : Archives of Internal Medicine. Vol 166.565-571.

Yulifah, Rita. 2009. Komunikasi Dan Konseling Dalam Kebidanan. Jakarta:

Salemba Medika.