Lap Mikro Antimkroba
-
Upload
kristina-damayanti -
Category
Documents
-
view
199 -
download
22
Transcript of Lap Mikro Antimkroba
0
DAYA ANTIMIKROBA TANAMAN BERKHASIAT OBAT
DAUN JAMBU BIJI, JAHE DAN DAUN KEMANGI TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Staphilococcus aureus
Laporan praktikum
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah mikrobiologi yang dibimbing oleh Ibu Prof. Dr.Utami Sri Hastuti, M.Pd.
Kelompok 2/Off B
Eka Corneliyawati (110341540909) Ika Lia Novenda (110341540908) Fuji Eka Ariyanti (110341509277) Kristin Sangur (110341509285) Astri Setiyawati (110341509267) Jemry (110341509287)
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGINOVEMBER 2011
1
A. Topik: Daya Antimikroba Tanaman Berkhasiat Obat Terhadap Bakteri Dengan
Metode Paper Disk
B. Tanggal/Waktu Praktikum: 27 Oktober 2011
C. Tujuan:
Untuk mengetahui daya antimikroba dari tanaman yang mempunyai khasiat
sebagai obat seperti daun jambu biji, jahe, dan daun kemangi terhadap bakteri
Escherichia coli dan Staphilococcus aureus dengan metode paper disk.
D. Teori Dasar:
Berbagai jenis tanaman berkhasiat obat telah banyak dimanfaatkan untuk
mengobati bermacam-macam penyakit. Masyarakat menggunakan daun jambu biji
untuk mengobati diare, daun patikan cina untuk mengobati disentri basiler, daun sirih
untuk penyakit batuk, dsb. Dalam tanaman berkhasiat obat terkandung senyawa-
senyawa yang bersifat antimikroba. Pengujian daya anti mikroba tanaman berkhasiat
obat terhadap mikroba uji secara invitro perlu dilakukan agar dapat diketahui
konsentrasi tanaman berkhasiat obat yang paling efektif menghambat pertumbuhan
mikroba uji (Hastuti, 2010)
Sebagai obat alternatif antidiare, daun jambu biji dan buahnya hanya salah
satu dari sekian banyak tetanaman yang berkhasiat serupa. Selain mudah didapat,
jambu biji, daun salam, lempuyang gajah, atau daun katu termasuk yang sudah
terbukti khasiatnya lewat berbagai penelitian. Konsentrasi zat yang mengandung
senyawa aktif yang bersifat antibakteri merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi daya anti bakteri, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kurva
zat antimikroba ialah konsentrasi zat antimikroba, jumlah organisme, suhu, adanya
bahan organik asing, dan keasaman atau kebasaan (Adnyana, 2004). Sehubungan
dengan hal tersebut maka konsentrasi zat dapat mempengaruhi efektivitas
penghambatan pertumbuhan bakteri.
Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang
bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik,
2
dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik (Anonymous, 2010).
1) Botani Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava Linn)
Tanaman jambu biji termasuk famili Myrtaceae yaitu tanaman asli yang
berasal dari benua Amerika tropis dan tersebar ke seluruh negara tropis termasuk
Indonesia (Anonim, 2005). Jambu biji banyak tumbuh di daerah panas seperti Aceh,
Madura, Malang, dan daerah lainnya di Indonesia. Warna kulit sangat bervariasi, dari
varietas satu ke varietas lainnya. Warna daging buah bervariasi, dari varietas satu ke
varietas lainnya. Warna daging buah bervariasi dari putih, orange, kekuningan sampai
merah (Salunkhe dan Desai, 1984). Di tengah daging buahnya terdapat banyak biji
yang keras. Buah jambu biji cukup beragam mulai dari bulat (round shape) hingga
lonjong (pear shape). Salah satu karakter botani tanaman jambu biji adalah bunganya
muncul pada tunas lateral yang baru tumbuh. Dengan demikian, begitu tumbuh tunas
lateral senantiasa diikuti oleh munculnya bunga pada tunas tersebut, terlepas dari
musim pertumbuhan tunas atau tunas dapat tumbuh sembarang waktu (Jubel, 2008).
2) Habitat Dan Ciri Morfologi Tanaman Jambu Biji
Jambu biji dapat tumbuh di daerah dengan berbagai iklim, tahan pada daerah
kering dan toleran di daerah yang tergenang air. Di daerah dengan suhu tinggi
tanaman ini masih dapat tumbuh, tetapi di daerah yang mempunyai suhu rendah
pertumbuhannya kurang baik, umumnya rusak karena embun. Tanaman ini dapat
tumbuh baik di dataran rendah maupun tinggi. Umumnya ditanam di pekarangan dan
di ladang. Pohon jambu biji merupakan tanaman perdu yang bercabang, tingginya
dapat mencapai 12 m. besarnya buah bervariasi dari yang berdiameter 2,5 cm sampai
dengan lebih dari 10 cm (Cam, 2009). Kartasapoetra (1992), mengemukakan tanaman
jambu biji akan menghasilkan produksi yang tinggi bila mendapatkan curah hujan
antara 1000 mm sampai 200 mm per tahun.
3
Ciri morfologi dari tanaman ini adalah batangnya berkayu, bulat, kulit licin,
mengelupas, dan bercabang. Kulit luar berwarna cokelat, merah muda, sangat licin,
mahkota pohon sangat luas, tinggi 3 m sampai 10 m. tidak rindang dan tidak teratur
daunnya. Daunnya bersilang, berhadapan, terserak pada satu bidang, tangkainya
pendek, bentuk bulat telur atau lonjong. Bunganya bertangkai, terpencil atau 3
kuntum menjadi satu. Kelopaknya berbentuk pipa, berbentuk lonceng dan berbulu.
Tajuknya 4-5 lembar, bentuk telur terbalik, putih panjang 1,5-2 cm. Benang sarinya
banyak sekali, panjang 1-1,5 cm, kotak sari bulat telur atau bulat panjang dan
berwarna kuning muda. Buahnya berbentuk bulat panjang, pada pangkalnya akan
meruncing. Bijinya banyak sekali, kecil-kecil, keras, gepeng, dan berwarna cokelat
kekuningan (AAK, 1992).
3) Kandungan Senyawa Kimia Daun Jambu Biji
Daun jambu biji mengandung zat penyamak (psiditanin/tanin), minyak atsiri
yang berwarna kehijauan dan saponin yang dinyatakan sangat baik untuk beberapa
macam penyakit misalnya disentri, diare, radang lambung (Rismunandar, 1989). Zat
aktif dalam daun jambu biji yang dapat mengobati diare adalah tanin (Winarno,
2008).
Menurut Heinnermen (2003), senyawa kimia yang terdapat dalam daun biji
antara lain:
Gambar: tanaman jambu biji (Anonymous, 2010)
4
a) Tanin
Tanin merupakan senyawa organik yang terdapat dalam beberapa buah-buahan,
sayuran, maupun tanaman lain bahkan mungkin dapat dihasilkan dari hasil sintesis.
Pada buah dan sayuran tersebut tanin memberikan rasa sepat misalnya, pada teh dan
anggur (Hawley, 1981). Tanin dari ekstrak daun jambu biji yang digunakan sebagai
obat anti diare dan anti mikroba (dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab
penyakit), misalnya bagi penderita sakit perut (Arnelia, 2003). Kandungan senyawa
aktif daun jambu biji yang telah diketahui di antaranya adalah tanin (9-12%). Kadar
tanin dalam daun jambu biji bervariasi tergantung tempat daun itu berada. Daun
pucuk pertama (D1) mengandung 11% tanin, pucuk kedua (D2) mengandung 14%
dan pucuk ketiga (D3) 15% (Kosasih, 1996). Rusdi (1998) melaporkan bahwa daun
jambu biji kering yang digiling halus mengandung tanin 17,40%. Selanjutnya Rusdi
(1998) menyatakan bahwa tanin merupakan senyawa kimia yang kompleks, terdiri
dari beberapa senyawa polifenol yang tersebar luas pada seluruh bagian tumbuhan
terutama pada daun, buah yang belum masak dan kulit kayu.
Menurut Robinson (1995), secara kimia tanin dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
tanin kondensasi/tanin katekin dan tanin terhidrolisis. Tanin yang terdapat pada daun
jambu biji termasuk tanin terhidrolisis karena berupa senyawa amorf, higroskopis,
berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas). Senyawa tanin
dalam air akan membentuk kolodial, bereaksi asam dan berasa sepat. Identifikasi
tanin dapat dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1% yang dapat dikenal
dengan terbentuknya endapan.
Tanin biasanya terdapat pada bagian tanaman antara lain daun, buah ranting,
dan batang. Secara kimiawi, tanin merupakan senyawa kompleks dan biasanya
merupakan campuran dari polifenol yang sulit untuk dipisahkan, karena tidak
mengkristal. Tanin telah berhasil diidentifikasi polifenol sederhana yang terdapat
dalam jumlah kecil dalam campuran ekstrak tanin. Tanin dapat berfungsi sebagai
astringent karena dapat menciutkan mukosa usus. Tanin mudah berikatan dengan
protein karena mengandung sejumlah gugus hidroksil (Winarno, 2008). Determinasi
lebih lanjut membuktikan bahwa tanin secara umum terbentuk dari polifenol
5
sederhana, melalui proses polimerasi. Tanin dapat mengendapkan protein dalam
larutan dan dapat berikatan dengan protein, sehingga menyebabkan resisten terhadap
enzim proteolitik.
b) Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida. Sifat khas dari senyawa ini adalah bila
dikocok dengan air maka saponin akan menimbulkan busa. Saponin pada umumnya
terasa pahit, susut dalam pelarut organik seperti etanol dan kloroform (Rusdi, 1998).
Menurut Robinson (1995), bahwa pada konsentrasi yang rendah saponin dapat
menyebabkan hemolisis sel darah merah dan melemahkan saraf. Pada larutan yang
sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan. Saponin hanya larut dalam air dan
etanol, tetapi tidak larut dalam eter, beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba
juga. Sumber saponin adalah biji-bijian khususnya kedelai. Saponin dapat
menghambat pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi
normal.
c) Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan campuran alamiah lipolitik yang komponennya terdiri
atas campuran isoprene. Sebagian besar dari komponen itu merupakan hidrokarbon
hemi, mano dan seskuiterpena serta turunannya. Semua senyawa tersebut, dapat
diisolasi dengan cara penyulingan uap air (Rusdi, 1998). Minyak atsiri dihasilkan dari
berbagai bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, bunga ataupun buah. Minyak
atsiri mengandung bahan yang mudah menguap dan berbau wangi sesuai dengan
tanaman penghasilnya. Guenther (1990), menjelaskan bahwa kandungan utama
minyak atsiri adalah golongan hidrokarbon asiklik dan hidrokarbon siklik serta
turunan hidrokarbon yang mengikat oksigen dan bersifat mudah menguap.
Kemangi, daun beraroma khas yang sering kita temui terutama saat kita
menyantap pecel lele, konon pernah memenuhi kebun dan taman kerjaan Prancis dan
Italia. Bunga kemangi juga dipilih sebagai salah salah satu tanda cinta. Aroma daun
kemangi memang mengundang selera makan. Wajar saja jika orang mengkonsumsi
daun ini sebagai lalapan mentah, campuran pepes, atau karedok. Selain melezatkan,
ternyata kemangi memiliki banyak manfaat. Kemangi kaya akan betakaroten dan
6
magnesium, betakaroten sendiri merupakan mineral penting yang berfungsi menjaga
dan memelihara kesehatan jantung. Selain menjaga dan memelihara kesehatan
jantung, ternyata kemangi juga memiliki manfaat lain yang cukup besar (Sofiandi,
2009).
Berikut ini adalah beberapa manfaat yang telah terbukti dihasilkan dari daun
yang biasa menjadi lalapan saat kita makan tersebut: (1) Daun kemangi mengandung
senyawa arginine yang telah terbukti mampu memperkuat dan memperpanjang masa
hidup sperma dan terbukti pula dapat mencegah kemandulan. (2) Daun kemangi juga
mengandung zat yang mampu merangsang terbentuknya hormon androgen dan
estrogen. (3) Zat flavonoid seperti orientin dan vicenin di dalam kemangi mampu
melindungi struktur sel tubuh. Sedangkan flavonoid seperti cineole, myrcene dan
eugenol mempunyai manfaat sebagai antibiotik alami dan anti peradangan. (4) Getah
kemangi dapat digunakan sebagai obat sariawan dan sakit telinga. (5) Daun kemangi
dapat dikonsumsi untuk memperbanyak ASI, penenang, mengobati encok, dan
penurun panas saat kita terserang demam. (6) Daun kemangi juga dapat
meningkatkan jumlah air seni, menghilangkan masuk angin dan obat batu berdahak
(sebagai peluruh dahak). (7) Mengkonsumsi daun tanaman ini juga dapat mengatasi
masalah bau mulut dan bau badan. (8) Asam aspartat, apigenin, arginin, dan boron
dalam tanaman ini juga sudah diketahui khasiatnya. Senyawa sineol berkhasiat
sebagai penenang, membantu mengatasi ejakulasi dini, merangsang aktifitas syaraf
pusat, dan melebarkan pembuluh darah kapiler (Sofiandi, 2009).
Gambar: tanaman kemangi (Anonymous, 2010)
Klasifikasi : Kingdom : PlantaeOrdo : LamialesFamily : LamiaceaeGenus : OcimumSpecies : Ocimum americamum
7
Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe
merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai,
antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti,
kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan dalam
industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Jahe muda dimakan sebagai
lalaban, diolah menjadi asinan dan acar. Disamping itu, karene dapat memberi efek
rasa panas dalam perut, maka jahe juga digunakan sebagai bahan minuman seperti
bandrek, sekoteng dan sirup (Koswara, 2010).
Jahe yang nama ilmiahnya Zingiber officinale sudah tak asing bagi kita, baik
sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan. Begitu akrabnya kita, sehingga tiap
daerah di Indonesia mempunyai sebutan sendiri-sendiri bagi jahe. Nama-nama daerah
bagi jahe tersebut antara lain halia (Aceh), bahing (Batak karo), sipadeh atau sipodeh
(Sumatera Barat), Jahi (Lampung), jae (Jawa), Jahe (sunda), jhai (Madura), pese
(Bugis) lali (Irian). Jahe tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian
40 – 100 cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang
tersusun dari helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya
terdiri dari tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih
kekuningan (Koswara, 2010). Akarnya sering disebut rimpang jahe berbau harum dan
berasa pedas. Rimpang bercabang tak teratur, berserat kasar, menjalar mendatar.
Bagian dalam berwarna kuning pucat.
Klasifikasi Tanaman
Kingdom : PlantaeDivisio : SpermatophytaSub divisio : AngiospermaeClass : MonocotyledonaeOrdo : ZingiberalesFamily : ZingiberaceaeGenus : ZingiberSpecies : Zingiber officinale Roxb.
Gambar: jahe dan klasifikasi (Anonymous, 2010)
8
1) Kandungan Rimpang Jahe
Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma
harum jahe disebabkan oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa
pedas. Mnnyak atsiri dapat diperoleh atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma
jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan kental berwarna kehijauan sampai
kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen pembentuk rasa pedas.
Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1 – 3 persen. Komponen utama
minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol
(Koswara, 2010).
Oleoresin jahe banyak mengandung komponen pembentuk rasa pedas yang
tidak menguap. Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen,
shagaol, minyak atsiri dan resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah
zingerol (Koswara, 2010).
2) Khasiat Jahe
Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan aneka
keperluan lainnya. Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk
membangkitkan nafsu makan dan pencernaan. Jahe yang digunakan sebagai bumbu
masak terutama berkhasiat untuk menambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan
memperbaiki pencernaan. Hal ini dimungkinkan karena terangsangnya selaput lendir
perut besar dan usus oleh minyak asiri yang dikeluarkan rimpang jahe (Koswara,
2010).
Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah
dan mengobati mual dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita
yang hamil muda. Juga rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat
otot usus, membantu mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung. Dalam
pengobatan tradisional Asia, jahe dipakai untuk mengobati selesma, batuk, diare dan
penyakit radang sendi tulang seperti artritis. Jahe juga dipakai untuk meningkatkan
pembersihan tubuh melalui keringat. Penelitian modern telah membuktikan secara
ilmiah berbagai manfaat jahe, antara lain :
9
• Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon
adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat
dan lancar dan memperingan kerja jantung memompa darah.
• Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu protease
dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak..
• Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi
mencegah tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan
jantung. Gingerol juga diduga membantu menurunkan kadar kolesterol.
Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu senyawa kimia
yang dapat menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa mual. Termasuk
mual akibat mabok perjalanan.
• Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan membantu
mengeluarkan angin.
• Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang
disebabkan oleh radikal bebas di dalam tubuh.
E. coli adalah mikroorganisme oportunis yang banyak ditemukan di dalam
usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabakan
infeksi primer usus misalnya diare pada anak seperti juga kemampuannya
menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain di luar usus. E. coli berbentuk batang
tumpul, panjang 1-4 mikron, lebar 0,4-0,7 mikron dan susunan mikroorganisme pada
umumnya menyebar. Pada pembenihan muda berbentuk cocoid seperti rantai pendek.
Bergerak aktif dengan flagella peritrichus (Sjoekoer, 1993). Ciri morfologi E. coli
adalah batang pendek, dapat membentuk rantai dan pada pembiakan yang tidak cocok
terjadi bentuk filamen panjang. Sifat pertumbuhannya adalah memecah banyak
karbohidrat dengan membentuk asam gas serta menghasilkan CO2 dan H2. Biakannya
yaitu membentuk koloni bulat konveks halus dengan pinggir nyata, pada pembiakan
agar eosi metilen blue (EMB), koloni E. coli mempunyai ikatan logam yang khas
berwarna hitam (Jawets, 1982). Volk (1993), menyatakan bakteri yang termasuk
gram negatif mempunyai dinding sel mengandung lebih sedikit peptidoglikan ada
struktur membran kedua yang tersusun dari protein, fosfolipid, dan lipopolisakarida.
10
Komponen lipopolisakarida dinding sel bakteri gram negatif ini sangat penting karena
toksisitasnya dan materialnya pada hewan yang biasanya menyebabkan demam yang
tinggi sewaktu kemasukan organism gram negatif. Bakteri ini sering digunakan
sebagai standar pencemaran feses pada produk makanan dan minuman yang dapat
menyebabkan gastroenteritis dengan memproduksi toksin. Bakteri ini merupakan
flora normal jika dalam jumlah yang relatif sedikit (Budianto, 2000).
(Sumber: Migula, 2009)
Selain itu, E. coli merupakan bakteri yang berbentuk basil dengan batang
pendek, tanpa kapsul spora, tetapi memiliki flagella sehingga dapat bergerak.
Beberapa fili berfungsi sebagai alat pelekat pada berbagai permukaan. Kemampuan
fili ini untuk melekatkan dirinya pada jaringan hewan atau tumbuhan yang
merupakan sumber nutriennya (Pelezar, 1986).
E. coli merupakan flora normal saluran cerna, namun terdapat beberapa
strain mikroorganisme yang patogen antara lain enteropatogenik E. coli yang
menyebabkan diare, terutama pada balita. Adanya E. coli di dalam saluran cerna
sebenarnya memberikan keuntungan, sebab dengan adanya E. coli tersebut maka
pertumbuhan mikroorganisme patogen dapat dihambat. Apabila mikroorganisme
tersebut berada di luar normal habitatnya, maka dapat menyebabkan berbagai peyakit
infeksi seperti pada saluran kemih (Sjoekoer, 1993). Selanjutnya Sjoekoer (1993),
menyatakan bahwa menurut sifat patogenitas, mikroorganisme yang patogen yaitu
suatu mikroorganisme pada suatu keadaan dapat bersifat patogen, tetapi pada keadaan
Kingdom : Prokariota
Divisi: Gracilicutes
Kelas : Scotobacteria
Ordo: Eubacteriales
Famili: Entobacteriaceae
Genus: Escherichia
Spesies: Escherichia coli
11
yang lain mungkin merupakan flora normal, contohnya E. coli, mikroorganisme ini
merupakan flora normal yang selama mikroorganisme E. coli berada pada usus tidak
bersifat patogen, tetapi bila mikroorganisme ini berada di tempat lain seperti di
kandung kemih, bisa bersifat patogen.
E. coli dapat hidup beberapa bulan dalam keadaan lembab. Pada suhu 60°C
mati dalam waktu 10-20 menit, tetapi beberapa strain E. coli tahan terhadap beberapa
pasteurisasi sehingga dapat mengubah rasa dan warna susu. Untuk mematikan E. coli
yang berada di persediaan air minum dilakukan khlorinasi. E. coli relatif lebih tahan
terhadap pengaruh antiseptik dibandingkan dengan mikroorganisme gram positif
(Migula, 2009). E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkambang,
dikenal 5 strain E. coli yang dapat menyebabkan diare yaitu:
1. ETEC (Enterotoxigenic Escherichia coli)
ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang
transmisinya malalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Dikenal 2 faktor
virulen, yaitu pertama faktor kolonisasi, yang meyebabakan ETEC dapat melekat
pada sel epitel usus halus (enterosit) dan kedua faktor enterotoksin. Gen untuk faktor
kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat ditransmisiskan ke
bakteri E. coli lain. ETEC menghasilkan 2 macam toksin, yaitu LT (heat labile
toksin) dan ST (heat stabile toksin). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan
merangsang aktivitas enzim adenyl cyclase seperti halnya toksin kolera, sedangkan
toksin ST melalui enzim guanil cyclase. Bakteri ETEC dapat menghasilkan LT saja,
atau ST saja, atau keduanya. ETEC tidak bersifat invatif dan tidak menyebabkan
kerusakan rambut getar (mikrovili). Diare biasanya berlangsung antara 3-5 hari, tetapi
dapat juga lebih lama.
Tanda dan gejala adalah diarenya cair, paling sering menyebabkan diare
wisatawan. Gambaran klinik diare biasanya muncul tiba-tiba, jarang muntah,
merupakan infeksi serius pada bayi yang baru lahir. Pada orang dewasa biasanya
sembuh sendiri dalam waktu 1-3 hari.
12
2. EPEC (Enterophathogenic Escherichia coli)
EPEC dapat menyebabkan diare pada bayi, yaitu diare encer (watery
diarrhea) disertai muntah dan panas pada bayi dan anak di bawah usia 2 tahun. Diare
biasanya ringan, tetapi dapat berat (fatal) atau menetap (persisten), terutama pada
penderita yang tidak minum ASI. Tanda dan gejalanya adalah diarenya cair, sering
menyebabkan diare pada bayi baru lahir di negara berkembang. Umumnya
menyebabkan diare epidemik pada bayi yang baru lahir dengan angka kematian yang
tinggi. Sekarang agak jarang ditemukan di negara maju. EPEC melekat pada sel epitel
mukosa dan menimbulkan perubahan sitoskeletal, dapat menginvasi sel, berbeda
dengan E. coli lain yang bersifat enteroadherent atau enteroagregat dan menyebabkan
diare. Gambaran kliniknya adalah mula-mula timbulnya tidak jelas selama 3-6 hari
dengan gejala kurang gairah, nafsu makan berkurang, dan biasanya belangsung
selama 5-15 hari. Dehidrasi gangguan elektrolit dan komplikasi lain dapat
menyebabkan kematian.
3. EAEC (Enterpadherent Escherichia coli)
EAEC merupakan golongan E. coli yang mampu melekat dengan kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini
mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare encer (watery) sampai lebih dari 7
hari (prolonged diarrhea). Tandanya adalah diarenya encer, demam, menggigil,
kadang disertai muntah.
4. EHEC (Enterohemorrhagie Escherichia coli)
Transmisi EHEC melalui makanan berupa daging atau hamburger yang
dimasak kurang matang. Tandanya adalah diarenya disertai sakit perut yang hebat
(kolik, kram) tanpa atau sedikit panas, diarenya cair disertai darah. EHEC
menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edema dan pendarahan usus besar.
Bakteri E. coli yang patogen dapat menyebabkan bahaya dan kerusakan. Hal
ini dapat dilihat dari kemampuannya menginfeksi manusia dan hewan yang
menyebabkan penyakit berkisar dari infeksi ringan sampai pada kematian. Oleh
karena itu perlu pengendalian mikroorganisme, sangat penting untuk mencegah
13
penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang dan
mencegah pembusukan makanan dan minuman.
Beberapa ciri penting suatu organisme indikator, menurut Pelezar (1988),
antara lain; (1) Terdapat dalam air tercemar dan tidak dalam air yang tidak tercemar,
(2) Terdapat dalam air bila ada patogen, (3) Mempunyai kemampuan bertahan hidup
yang lebih besar dari pathogen, (4) Mudah dideteksi dengan teknik laboratorium yang
sederhana. Sutrisno (1991), menyatakan bahwa bakteri E. coli dipakai sebagai
indikator organisme karena mudah ditemukan dengan cara yang sederhana, tidak
berbahaya, sulit hidup lebih lama dari bakteri pathogen yang lainnya. Pelezar (1988),
menyebutkan beberapa spesies atau kelompok bakteri telah dievaluasi untuk
menentukan sesuatu tidaknya digunakan sebagai indikator di antara organisme yang
telah dipelajari hampir semua memenuhi persyaratan suatu organisme indikator yang
ideal ialah E. coli dan kelompok bakteri yang lainnya.
5. EIEC (Enteroinvasive Escherichia coli)
EIEC jenis ini adalah bisa menyebabkan diare karena keracunan makanan dan
jenis bakteri EIEC ini dapat menembus sel mukosa usus besar (colon), yang akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan mukosa, sehingga ditemukan erotrosit dan
leukosit dalam tinja pasien, patogenitas diare oleh EIEC mirip diare yang disebabkan
oleh Shigella sp. tandanya adalah disentri dan menimbulkan gejala sakit kepala,
demam tinggi, dan nyeri abdomen. Sifat diarenya sekretorik eksudatif. Cairan diare
dapat tercampur dengan lender dan darah. Penyakit tersebut berlangsung berat pada
anak-anak dengan gizi buruk.
S. aureus dapat menimbulkan infeksi pada setiap jaringan atau alat tubuh
manusia dan menyebabkan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu
peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. S. aureus dapat menyebabkan penyakit
bisul, postula, pemfigus neonatorum, hordeolum, mastitis, pneumonia, karbunkel,
infeksi luka dan luka bakar, osteomielitis akut, abses perinefrik, keracunan makanan,
dan enteritis (Jawetz et al., 1991).
S. aureus berbentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak
teratur, mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Diameter S. aureus antara 0,8 - 1,0
14
mikro. Bakteri ini tidak bergerak, tidak berspora dan Gram positif (Jawetz et al.,
1991). Diantara semua bakteri yang tidak membentuk spora, S. aureus termasuk jenis
bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada MH agar miring dapat tetap hidup
sampai berbulan-bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Dalam
keadaan kering pada benang, kertas, kain dan dalam nanah dapat tetap selama 6-14
minggu (Jawetz et al., 1991).
Staphylococcus aureus adalah Bakteri Staphylococcus aureus yang tahan
terhadap methicillin.Staphylococcus “Staph” adalah kuman yang ditemukan pada
kulit dan hidung kita. Spesies Staphylococcus ini adalah gram positif yang fakultatif
anaerob. Sebagian besar sebagai flora normal kulit yang tidak berbahaya. Sebagian
besar Staphylococcus aureus (SA) dapat dirawat dengan antibiotic seperti methicillin
(salah satu tipe penicillin). Tetapi, SA menjadi meningkat pertahanannya dengan
antibiotic yang biasa digunakan (Collier, L.,1998). Klasifikasi S. aureus menurut
Bergey dalam Capuccino (1998) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Procaryota
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family: Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : Staphylococcus aureus
Banyak bakteri Staph yang dapat hidup di tubuh kita. Banyak orang sehat
yang membawa Staph tanpa terinfeksi olehnya. Dalam fakta, 25-30 % tubuh kita
terdapat bakteri Staph dalam hidung. Dalam 1/3 bagian tubuh kita membawa
Staphylococcus pada permukaan kulit kita, atau hidung kita, tanpa menyebabkan
infeksi. Ini dikenal sebagai koloni bakteri. Staph dapat menjadi masalah jika sengaja
dimasukan dalam tubuh kadang melalui luka. Ini yang menyebabkan infeksi.
Biasanya sedikit dan tidak membutuhkan perawatan khusus. Kadang-kadang, Staph
dapat menyebabkan masalah serius seperti luka atau pneumonia (Collier, L.,1998).
15
S. aureus menghasilkan 3 macam metabolit, yaitu metabolit yang bersifat
nontoksin, eksotoksin, dan enterotoksin. Metabolit nontoksin terdiri dari antigen
permukaan, koagulasi, hialuronidase, fibrinolusin, gelatinase, protease, lipase,
tributrinase, fosfatase dan katalase. Metabolit eksotoksin terdiri dari alfa hemolisin,
beta hemolisin, delta hemolisin, leukosidin, sitotoksin dan toksin eskfoliatif.
Metabolit enterotoksin dibuat jika bakteri ditanam dalam perbenihan semisolid
dengan konsentrasi CO2 3%. Toksin ini terdiri dari protein yang bersifat
nonhemolitik, nonparalitik, termostabil, dalam air mendidih tahan selama 30 menit
dan tahan terhadap pepsin dan tropsin menyebabkan keracunan makanan, antara 2-6
jam dengan gejala yang timbul secara mendadak, seperti mual, muntah-muntah dan
diare (Jawetz et al., 1991).
Alasan utama untuk mengendalikan mikroorganisme adalah untuk mencegah
penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan
mencegah pembusukan bahan oleh mikroorganisme. Antibakteri adalah obat atau
senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri, khususnya bakteri yang
bersifat merugikan manusia (Pelczar dan chan, 1988). Zat kemoterapi antimikroba
dikatakan ideal bila zat antimikroba memiliki toksisitas yang selektif, yang berarti
bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang (Jawetz et
al., 1996). Mekanisme kerja anti mikroba dapat dibagi menjadi empat cara yaitu:
a. Penghambatan sintesis dinding sel
b. Penghambatan fungsi selaput sel
c. Penghambatan sintesis protein yaitu hambatan translasi dan transkripsi bahan
genetik
d. Penghambatan sintesis asam nukleat (Jawetz et al., 1996).
Aktivitas antimikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Konsentrasi zat antimikroba
2) Jumlah mikroorganisme
3) Keasaman atau kebasaan (pH)
4) Potensi suatu zat anti mikroba dalam larutan yang diuji
16
E. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain cawan petri steril, pinset
steril, pelubang kertas/bor, inkubator, lampu spiritus, laminar air flow (LAF), jangka
sorong, jarum inokulasi berkolong, tabung reaksi, korek api, serbet, panci, kompor,
pisau, beaker glass, alumunium foil.
2. Bahan
Bahan yang diperlukan dalam praktikum ini adalah biakan murni Escherichia
coli dan Staphilococcus aureus, daun jambu biji, jahe, daun kemangi, medium
lempeng NA, kertas hisap, cotton bud steril, mortal dan pistil steril, kain saringan
tahu atau kain kasa steril.
F. Prosedur Kerja
Menyiapkan 100 gram daun jambu biji,
daun kemangi yang sudah dicuci bersih.
Untuk bahan rimpang seperti jahe dengan
cara mengupas , lalu menimbang sampai
100 gram.
Menyiapkan 100 gram daun jambu biji,
daun kemangi yang sudah dicuci bersih.
Untuk bahan rimpang seperti jahe dengan
cara mengupas , lalu menimbang sampai
100 gram.
Merebus 100 gr daun jambu biji, daun kemangi kedalam 200ml aquades steril selama ± 10-15 menit, sedangkan untuk bahan rimpang jahe dengan cara diparut
Merebus 100 gr daun jambu biji, daun kemangi kedalam 200ml aquades steril selama ± 10-15 menit, sedangkan untuk bahan rimpang jahe dengan cara diparut
Menyaring hasil daun jambu biji dan daun kemangi yang telah direbus dengan kain kasa yang telah dilapsi kapas yang telah disterilkan. Hasil tersebut dianggap sebagi konsentrasi 100%. Sedangkan untuk bahan rimpang seperti jahe menyaring hasil parutan kemudian menambah dengan aquades 100ml. . Hasil tersebut dianggap sebagi konsentrasi 100%.
Menyaring hasil daun jambu biji dan daun kemangi yang telah direbus dengan kain kasa yang telah dilapsi kapas yang telah disterilkan. Hasil tersebut dianggap sebagi konsentrasi 100%. Sedangkan untuk bahan rimpang seperti jahe menyaring hasil parutan kemudian menambah dengan aquades 100ml. . Hasil tersebut dianggap sebagi konsentrasi 100%.
Membuat larutan konsentrasi 75%, 50% dengan cara mengencerkan dari larutan konsentrasi 100% dan menambahkan dengan aquades steril sampai 100 ml. menampung larutan hasil saringan tersebut dalam beaker glass steril.
17
Rumus diameter zona hambatanDiameter zona hambatan = ɸ daerah jernih - ɸ lubang di tengah medium NA yang di
isi dengan ekstrak daun jambu biji, daun kemangi & jahe
Menginokulasikan secara merata biakan murni bakteri E.coli dan S.aureus pada permukaan medium lempeng NA yang berbeda. Caranya dengan mencelupkan ujung cotton bud steril ke dalam biakan murni bakteri dalam medium nutrient cair, kemudian oleskan secara merata pada permukaan medium lempeng NA sampai rata secara aseptik. Namun sebelum itu melubangi medium NA dengan menggunakan bor gabus.
Menuangkan ±1ml larutan hasil rebusan daun jambu biji, daun kemangi serta perasan jahe pada lubang dalam medium NA. Kemudian menginkubasi medium pada suhu 37oC selama 1 x 24 jam
Mengukur diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi yaitu 100%, 75%, dan 50% pada ekstrak daun jambu buji, daun kemangi dan jahe terhadap pertumbuhan bakteri E.coli dan S.aureus
Keterangan:A. Daerah pada medium NA yang
ditumbuhi oleh E. Coli dan S.aureusB. Daerah jernih pada medium yang
berada di sekitar lubang sumuran yang berisi ekstrak daun jambu biji
C. Lubang sumuran pada medium yang telah diisi dengan ekstrak.
18
G. Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan daya anti mikroba tanaman berkhasiat obat terhadap
bakteri dengan metode paper disk pada praktikum mikrobiologi yang dilaksanakan pada
tanggal 01 November 2011, maka hasil pengamatan sebagai berikut:
Bahan Konsentrasi Diameter zona hambatan (mm)E.coli S.aureus
Daun jambu biji 100%75%50%
543
54
3,5Jahe 100%
75%50%
311
211
Daun kemangi 100%75%50%
212
11-
Bahan Konsentrasi Diameter zona hambatan (mm)
E.coli S.aureus
Daun jambu biji
100% a-b = 10-5 = 5 a-b = 10-5 = 5
75% a-b = 9-5 = 4 a-b = 9-5 = 450% a-b = 8-5 = 3 a-b = 8,5-5 = 3,5
Jahe
100% a-b = 8-5 = 3 a-b = 7-5 = 2
75% a-b = 6-5 = 1 a-b = 6-5 = 150% a-b = 6-5 = 1 a-b = 6-5 = 1
Daun kemangi
100% a-b = 8-6 = 2 a-b = 8-7 = 1
75% a-b = 7-6 = 2 a-b = 8-7 = 150% a-b = 8-6 = 2 -
Keterangan:
a: diameter zona bening
b: diameter sumuran
Untuk kelompok 2 dan 4 diameter sumuran adalah 5 mm sedangjan untuk
kelompok 6 diameter sumuran pada cawan yang berisi E.coli 7 mm sedangkan pada
cawan biakan S.aureus adalah 6 mm.
19
Daun jambu biji
Jahe
Daun kemangi
20
H. Analisis Data
Berdasarkan data hasil pengamatan yang telah ada pada praktikum uji daya
antimikroba tanaman berkhasiat obat daun jambu biji, jahe dan daun kemangi terhadap
bakteri E.coli dan S.aureus dengan menggunakan metode paper disk yang dilakukan
pada tanggal 27 Oktober 2011 dapat dianalisis sebagai berikut:
Bahan Konsentrasi Diameter zona hambatan (mm)
E.coli S.aureus
Daun jambu biji
100% a-b = 10-5 = 5 a-b = 10-5 = 5
75% a-b = 9-5 = 4 a-b = 9-5 = 450% a-b = 8-5 = 3 a-b = 8,5-5 = 3,5
Jahe
100% a-b = 8-5 = 3 a-b = 7-5 = 2
75% a-b = 6-5 = 1 a-b = 6-5 = 150% a-b = 6-5 = 1 a-b = 6-5 = 1
Daun kemangi
100% a-b = 8-6 = 2 a-b = 8-7 = 1
75% a-b = 7-6 = 2 a-b = 8-7 = 150% a-b = 8-6 = 2 -
Keterangan: a: diameter zona beningb: diameter sumuran
Untuk kelompok 2 dan 4 diameter sumuran adalah 5 mm sedangjan untuk kelompok 6 diameter sumuran pada cawan yang berisi E.coli 7 mm sedangkan pada cawan biakan S.aureus adalah 6 mm.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
masing-masing bahan atimikroba yaitu daun jambu biji, jahe, dan daun kemangi
berpengaruh terhadap bakteri E. coli dan S.aureus. Pengaruh tersebut berupa
pengaruh antimikroba yang dapat ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat
yang berupa zona jernih. Adanya zona hambatan menunjukkan bahwa bahan tersebut
dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan terbentuknya zona jernih pada
medium.
Pada hasil rebusan daun jambu biji pada konsentrasi 100% baik pada cawan
yang berisi bakteri E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil diameter zona
21
hambatan 5 mm, sedangkan pada konsentrasi 75% pada cawan yang berisi bakteri
E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil diameter zona hambatan sebesar 4 mm.
Pada konsentrasi 50% pada cawan yang berisi bakteri E.coli diperoleh hasil diameter
zona hamabatan sebesar 3 mm sedangkan pada cawan yang berisi inokulasi bakteri S.
aureus diperoleh hasil diameter zona hamabatan sebesar 3,5 mm. Adanya zona
hambatan yang diindikasikan warna bening disekitar sumuran dikarenakan pada
sampel bahan mengandung zat antimikroba sebagai mana yamg disebutkan oleh
Arnelia, 2003 bahwa ekstrak daun jambu biji mengandung tanin yang digunakan
sebagai obat anti diare dan anti mikroba (dapat menghambat pertumbuhan bakteri
penyebab penyakit), misalnya bagi penderita sakit perut.
Pada bahan kedua yaitu hasil perasan rimpang jahe diperoleh hasil yaitu pada
konsentrsi 100% pada cawan yang berisi inokulasi E.coli diperoleh hasil zona
hambatan sebesar 3 mm, sedangkan pada cawan yang berisi inokulasi bakteri S.
aureus diamater zona hambatan sebesar 2 mm. Pada konsentrasi 75%, 50% baik pada
cawan yang berisi inokulasi bakteri E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil
diameter zona hambatan yang sama yaitu sebesar 1 mm. Adanya perbedaan ukuran
diameter zona hambatan disebabkan karena konsentrasi yang diberikan pada masing-
masing sumuran berbeda yaitu 100%, 75%, dan 50%. Adanya zona hambatan yang
diindikasikan warna bering disekitar sumuran disebabkan karena sampel bahan
mengandung senyawa anti mikroba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muslihah. 2000
yang menyatakan bahwa pada rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang terdiri
atas n-nonylaldehide, dcamphene, d-β-phellandrene, methyl heptenone, cineol, d-
borneol, geraniol, linalool, acetates, caprylate, citral, chavicol, zingiberene. Selain itu
juga, mengandung resin dan serat.
Untuk bahan ketiga yang diamati adalah rebusan daun kemangi diperoleh
hasil diameter zona hambatan sebesar 2 mm pada konsentrasi 100%, dan 50%. Untuk
konsentrasi 75% pada cawan yang berisi inokulasi bakteri E.coli dan konsentarsi
100% dan 75% pada cawan yang berisi inokulasi bakteri S. aureus diperoleh hasil
diameter zona hambatan sebesar 1 mm. Sedangkan pada cawan yang berisi inokulasi
bakteri S. aureus konsentrasi 50% tidak ditemukan adanya zona hambatan.
22
Adanya perbedaan diameter zona hambatan yang diperoleh baik dari bahan
rebusan daun jambu biji, daun kemangi maupun perasan jahe dikarenakan kandungan
senyawa antimikroba yang dikandung dalam bahan tersebut seperti halnya pada daun
jambu buji yang menganding tanin, sedangkan pada rimpang jahe yang mengandung
minyak atsiri, dan daun kemangi yang mengandung flavonoid yang mempunyai
manfaat sebagai antibiotik alami dan anti peradangan.
I. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dijelaskan dimuka pada uji daya
antimikroba tanaman berkhasiat obat daun jambu biji, jahe, dan daun kemangi
terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphilococcus aureus dapat dibahas bahwa
Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan
manusia. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada
yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid.
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik (Anonymous, 2010). Menurut Dwijoseputro (2005)
zat-zat kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
adalah:
1. Golongan alkohol
Beberapa bahan golongan alkohol adalah etanol, propanol, dan isopropanol.
Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam
rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu diatas 30 menit.
Umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70%. Golongan alkohol ini
tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif untuk virus non lipid.
Keunggulan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dan dapat
di biodegradasi.
23
2. Golongan halogen
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti
larutan iodium, iodiofor, providon iodium. Senyawa terhalogenasi adalah senyawa
anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor,
misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit, dan kloramin. Golongan
ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dengan rentang 10 – 30 detik dan umumnya
digunakan dalam laritan air dengan konsentrasi 1 – 5%. Aplikasi proses desinfektan
dilakukan dengan cara mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh
beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi.
3. Senyawa golongan fenol
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai
antara lain: fenol (asam karbolik), kresol para kloro kresol dan para klora xylenol.
Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekitar 10 –
30 detik. Umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1 – 5%.
Aplikasi proses desinfektan dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan
untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi.
Ada banyak hal yang mempengaruhi kerja dari antimikroba. Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Sarles, Frazier, Wilson, dan Knight (1956 dalam
Sunarya, 2001) adalah sebagai berikut.
1. Intensitas
Pada intensitas atau konsentrasi yang tinggi, antimikroba bekerja dalam waktu
yang singkat, tetapi pada konsentrasi yang rendah desinfektan memerlukan waktu
yang lama dalam membunuh mikroorganisme.
2. Jumlah mikroorganisme
Menghambat atau membunuh mikroorganisme dalam jumlah banyak lebih
sulit daripada yang jumlah sedikit. Hal ini disebabkan oleh salah satu atau kedua
faktor, yaitu kuantitas bahan yang menjadi penghambat atau pembunuh sel-sel dalam
jumlah banyak, dan pencampuran populasi yang memunculkan tipe resisten dalam
banyak sel dibandingkan dalam sedikit sel.
24
3. Macam organisme
Beberapa mikroorganisme sangat mudah dihambat atau dibunuh, sedangkan
yang lainnya menjadi resisten. Pada umumnya, spora pada bakteri yang berspora
lebih resisten daripada sel vegetatif dan jenis yang berkapsul lebih sulit dihambat dan
dibunuh daripada jenis yang tidak berkapsul.
4. Umur organisme
Pada umumnya, sel muda aktif dan berada pada fase pertumbuhan awal lebih
mudah dibunuh dibandingkan yang berada pada fase maksimum pertumbuhannya.
Sel tua juga lebih resisten dibandingkan yang matang serta aktif pada jenis yang
sama, sedangkan mikroorganisme bentuk spora lebih resisten saat fase spora.
5. Sejarah mikroorganisme
Mikroorganisme yang berada pada kondisi di bawah optimum menjadikan
mikroorganisme tersebut memiliki resisten maksimum terhadap bahan penghambat
atau pembunuh. Daya resisten bakteri terhadap antiseptik atau bahan desinfektan
diturunkan oleh kondisi dimana bakteri tersebut berada.
6. Keadaan medium di sekitar bakteri
Keadaan ini meliputi air, materi-materi koloid atau padatan, substansi dalam
larutan, dan konsentrasi ion hidrogen pada medium. Pada umumnya bahan
penghambat atau pembunuh mikroorganisme bekerja optimum pada medium yang
terdapat air. Mikroorganisme yang merupakan substansi dengan perlindungan
memiliki daya resisten pada resistensi pada penetrasi bahan fisik dan kimia. Beberapa
materi dalam larutan ada yang melindungi mikroorganisme dan ada yang
meningkatkan pengaruh pada bahan antiseptik atau desinfektan. Selain itu, pada
umumnya mikroorganisme akan lebih resisten saat berada dalam medium yang
memiliki pH yang sesuai untuk pertumbuhannya. Jika medium berada pada keadaan
asam yang berlebihan maka daya resistensi mikroorganisme akan menurun.
1) Daya Anti Mikroba Daun Jambu Biji Terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphilococcus aureus
Pada pengamatan pertama yaitu dengan bahan rebusan daun jambu biji pada
konsentrasi 100% baik pada cawan yang berisi bakteri E.coli maupun pada S. aureus
25
diperoleh hasil diameter zona hambatan 5 mm, sedangkan pada konsentrasi 75%
pada cawan yang berisi bakteri E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil
diameter zona hambatan sebesar 4 mm. Pada konsentrasi 50% pada cawan yang berisi
bakteri E.coli diperoleh hasil diameter zona hamabatan sebesar 3 mm sedangkan pada
cawan yang berisi inokulasi bakteri S. aureus diperoleh hasil diameter zona
hamabatan sebesar 3,5 mm. Hal ini dapat dipahami karena zat yang terkandung dalam
daun jambu biji salah satunya ádalah tanin. Tanin merupakan zat anti bakteri yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan (Ramsad,E.,1959; Fong, 1980; Wolf cs, 1969;
Sumarnie, dkk, 2010). Larutan tanin dapat digunakan untuk proses penyamakan.
Tanin tidak hanya berefek untuk pengelat tapi juga digunakan untuk perlindungan
karena mempunyai daya antiseptic. Tanin digunakan juga untuk pengobatan luka
bakar dengan cara mempresipitasikan protein dan karena ada daya antibakterinya
(Masduki, 1996).
Tannin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks dengan
protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik
sebagaimana pembentukan ikatan kovalen, menginaktifkan adhesion kuman (molekul
untuk menempel pada sel inang), menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan dalam
respon imun selular. Banyak aktivitas fisiologik manusia, seperti stimulasi sel-sel
fagositik, host mediated tumor activity, dan sejumlah aktivitas anti infektif telah
ditetapkan untuk tannin. Salah satunya aksi molekul mereka adalah membentuk
kompleks dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan
efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen. Cara kerja anti mikroba
mungkin juga berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menginaktivasi
adhesin mikroba (molekul untuk menempel pada sel inang) yang terdapat pada
permukaan sel, enzim yang terikat pada membran sel, protein transport cell envelope.
Mereka juga membentuk kompleks dengan polisakarida (Aonymous, 2010).
Daun jambu biji mengandung total minyak 6% dan minyak atsiri 0,365%
(Burkill, 1997). 3,15% resin, 8,5% tannin, dan lain-lain. Komposisi utama minyak
atsiri yaitu pinene (Gambar.3), ²-pinene limonene, men-thol, terpenyl acetate,
isopropyl alco- hol, longicyclene, caryophyllene, ²- bisabolene, caryophyllene oxide,
26
²-copanene, farnesene, humulene, selinene, cardinene and curcumene [Zakaria, 1994].
Minyak atsiri dari daun jambu biji juga mengandung nerolidiol, ²-sitosterol, ursolic,
crategolic, dan guayavolic acids. Selain itu juga mengandung minyak atsiri yang kaya
akan cineol dan empat triterpenic acids sebaik ketiga jenis fla-
vonoid yaitu; quercetin, 3-L-4-4- arabinofuranoside (avicularin) (Gambar.4) dan 3-L-4-
pyranoside dengan aktivitas anti bakteri yang tinggi Oliver-Bever, 1986].
Berdasarkan data pengamatan bakteri E. coli maupun S. aureus menunjukkan
bahwa keduanya paling rentan terhadap daun jambu. Hal ini dikarenakan ketiga jenis
bakteri tersebut memiliki struktur membran sel yang sangat sensitif terhadap tanin.
Dalam Volk dan Wheeler (1988), dijelaskan bahwa bagian sel yang paling rentan
terhadap cara kerja antimikroba adalah, membran sitoplasma, enzim tertentu dan
protein struktural seperti yang terdapat didalam dinding sel. Membran sitoplasma
tersusun terutama dari protein dan lemak, karena itu, membran khususnya rentan
terhadap agen-agen yang menurunkan tegangan permukaaan agen aktif permukaan.
Kerusakan pada membran sitoplasma mangakibatkan ion organik yang penting,
nukleotida, koezim dan asam amino merembes keluar sel. Selain itu, kerusakan ini
dapat mencegah masuknya bahan-bahan penting ke dalam karena membran
sitoplasma juga mengendalikan pengangkutan aktif kedalam sel. Jadi tindakan
substansi apa saja yang dapat menghalangi fungsi penting membrana kan berakibat
kematian sel atau ketidak mampuannya untuk tumbuh.
27
Cara kerja antimikroba adalah dengan mempengaruhi reaksi metabolisme sel
yang dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Reaksi metabolisme meliputi
reaksi biosíntesis penting dan reaksi penting yang menghasilkan energi. Jadi agen
kimia yang berkombinasi dengan protein akan menghalangi protein untuk melakukan
fungsi normalnya mengeluarkan pengaruh bakterio statik atau bakteriosida (Volk dan
Wheeler,1988).
2) Daya Anti Mikroba Rimpang Jahe Terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphilococcus aureus
Berdasarkan pengamatan pada bahan kedua yaitu hasil perasan rimpang jahe
diperoleh hasil yaitu pada konsentrsi 100% pada cawan yang berisi inokulasi E.coli
diperoleh hasil zona hambatan sebesar 3 mm, sedangkan pada cawan yang berisi
inokulasi bakteri S. aureus diamater zona hambatan sebesar 2 mm. Pada konsentrasi
75%, 50% baik pada cawan yang berisi inokulasi bakteri E.coli maupun pada S.
aureus diperoleh hasil diameter zona hambatan yang sama yaitu sebesar 1 mm.
Adanya perbedaan ukuran diameter zona hambatan disebabkan karena konsentrasi
yang diberikan pada masing-masing sumuran berbeda yaitu 100%, 75%, dan 50%.
Terbentuknya daerah zona hambatan disekitar sumuran dikerenakan pada
jahe mengandung komponen pembentuk rasa pedas yang tidak menguap. Komponen
dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan
resin. Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol (Koswara, 2010).
Hal inilah yang menyebabkan adanya daerah zona hambatan yang dididentifkasi
adanya daerah bening disekitar sumuran. Sedangkan cara kerja antimikroba adalah
dengan mempengaruhi reaksi metabolisme sel yang dikatalisis oleh enzim yang
terbuat dari protein. Reaksi metabolisme meliputi reaksi biosíntesis penting dan
reaksi penting yang menghasilkan energi. Jadi agen kimia yang berkombinasi dengan
protein akan menghalangi protein untuk melakukan fungsi normalnya mengeluarkan
pengaruh bakterio statik atau bakteriosida (Volk dan Wheeler,1988).
3) Daya Anti Mikroba Daun Kemangi Terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphilococcus aureus
28
Pada pengamatan ketiga yaitu dengan bahan rebusan daun kemangi diperoleh
hasil diameter zona hambatan sebesar 2 mm pada konsentrasi 100%, dan 50%. Untuk
konsentrasi 75% pada cawan yang berisi inokulasi bakteri E.coli dan konsentarsi
100% dan 75% pada cawan yang berisi inokulasi bakteri S. aureus diperoleh hasil
diameter zona hambatan sebesar 1 mm. Sedangkan pada cawan yang berisi inokulasi
bakteri S. aureus konsentrasi 50% tidak ditemukan adanya zona hambatan.
Menurut kardinan 2008 kandungan kimia pada tanaman kemangi mempunyai
komposisi utama yaitu minyak selasih yang mengandung sitral dan geranol dan kadar
minyak artsiri yang terkandung dalam kemangu telah diteliti berpotensi sebagai zat
antibekteri. Maryati, 2007 menyatakan dalam penelitiannya yaitu uji antibakteri
minyak atsriri daun kemangi terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphilococcus
aureus, dimana minyak atsiri pada daun kemangi memiliki aktivitas antibakteri.
Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membran luas yaitu peptidoglikan dan
membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam dinding sel bakteri meiliki
susunan yang kompleks dibanding pada bakteri gram positif peptidoglikan mencegah
lisis sel didalam hipotonis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada sel.
Membran luar mengandung protein pori yang berperan sebagai jalur pengangkutan
dan sekaligus perintang bagi molekul yang mampu melewati membran sebelah luar.
Membran luar akan menutupi lapisan peptidoglikan.
Gambar dinding sel bakteri gram negatif (Sumber Aninomous, 2010)
29
Terbentuknya daerah jernih atau zona hambat dipengaruhi oleh reaksi
metabolisme sel yang dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Reaksi
metabolisme meliputi reaksi biosíntesis penting dan reaksi penting yang
menghasilkan energi. Jadi agen kimia yang berkombinasi dengan protein akan
menghalangi protein untuk melakukan fungsi normalnya mengeluarkan pengaruh
bakterio statik atau bakteriosida (Volk dan Wheeler,1988). Selain itu, tidak
terbentuknya zona hambat pada konsentrasi 50% pada cawan yang berisi inokulasi
bakteri S. aureus disebabkan karena faktor pelarut yang digunakan kurang kuat.
dimana mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau
kerusakan fungsi material genetik (Anonymous, 2010). Menurut Dwijoseputro (2005)
zat-zat kimia yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme
adalah:
1. Golongan alkohol
Beberapa bahan golongan alkohol adalah etanol, propanol, dan isopropanol.
Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam
rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu diatas 30 menit.
Umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70%. Golongan alkohol ini
tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif untuk virus non lipid.
Keunggulan alkohol ini adalah sifatnya yang stabil, tidak merusak material, dan dapat
di biodegradasi.
2. Golongan halogen
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti
larutan iodium, iodiofor, providon iodium. Senyawa terhalogenasi adalah senyawa
anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor,
misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit, dan kloramin. Golongan
30
ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dengan rentang 10 – 30 detik dan umumnya
digunakan dalam laritan air dengan konsentrasi 1 – 5%. Aplikasi proses desinfektan
dilakukan dengan cara mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh
beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi.
3. Senyawa golongan fenol
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai
antara lain: fenol (asam karbolik), kresol para kloro kresol dan para klora xylenol.
Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekitar 10 –
30 detik. Umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1 – 5%.
Aplikasi proses desinfektan dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan
untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi.
Selain itu, pada saat pengamatan terdapat zona keruh disekitar zona bening
hal ini disebabkan adanya pengaruh senyawa lain yang terkandung dalam bahan
pengamatan yang dipakai namun senyawa tersebut tidak menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli dan Staphilococcus aureus. Sementara menurut Ajizah
(2004) tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga
mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel
tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau
bahkan mati.
Masduki (1996) menyatakan bahwa tanin juga mempunyai daya antibakteri
dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama
dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui: reaksi dengan
membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik.
Minyak atsiri berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses
terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak
sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung
gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel
bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah
terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami
penguraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta
31
denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel
membran mengalami lisis
J. Diskusi
1. Adakah zona hambat yang terbentuk di sekeliling sumuran? Jika ada mengapa,
jelaskan!
Jawab: Terdapat zona hambat yang terbentuk di sekeliling sumuran. Hal ini karena
pada lubang sumuran yang telah dibuat terdapat air hasil rebusan daun jambu biji,
daun kemangi dan perasan rimpang jahe. Dimana daun jambu biji tersebut
mengandung tannin yang berfungsi sebagai zat antimikroba yang berasal dari
tanaman. Sedangkan pada daun kemangi dan jahe mengandung minyak atsiri yang
merupakan suatu senyawa amtimikroba. Dengan keberadaan zat ini, maka akan
terbentuk zona bening di sekitar sumuran karena mikroba tiak dapat tumbuh di situ
akibat aktivitas zat anti mikroba. Bagian media yang tidak ditumbuhi mikroba
ditunjukkan dengan media yang bening.
2. Adakah perbedaan ukuran diameter zona hambat pada masing – masing
konsentrasi perasan daun jambu biji, jahe, dan daun kemangi? Jelaskan!
Jawab: Terdapat perbedaan diameter zona hambat pada masing-masing konsentrasi
karena pada dasarnya meskipun pada masing-masing konsentrasi terdapat zat tannin,
akan tetapi efektifitas zat antimikroba itu berbeda, tidak selalu larutan dengan
konsentrasi zat antinikroba terlarut tinggi akan menghasilkan zona hambat yang
tinggi pula dan berkalu sebaliknya. Tetapi ada konsentrasi optimal efektifitas zat anti
mikroba tersebut.
3. Berapakah konsentrasi rebusan daun jambu biji, dan daun kemangi serta air perasa
rimpang jahe yang paling efektif menghambat pertumbuhan E.coli dan S.aureus
secara in vitro?
Jawab: Konsentrasi rebusan daun jambu biji yang paling efektif adalah pada
konsentrasi 100% baik pada cawan yang berisi inokulasi E.coli dan S.aureus.
sedangkan pada rebusan daun kemangi yang paling efektif adalah pada konsentrasi
32
100% dan 50% pada cawan berisi inokulasi E.coli. dan pada perasan jahe yang paling
efektif adalah pada konsentrasi 100% pada cawan berisi inokulasi E.coli.
4. Mengapa bakteri yang diuji harus dibiakkan lebih dahulu dalam medium cair
selama 1 x 24 jam? Jelaskan!
Jawab: Bakteri yang diuji harus dibiakkan lebih dahulu dalam medium cair selama 1
x 24 jam. Hal ini bertujuan untuk memperbanyak jumlah bakteri spesifik yaitu E.coli
maupun S.aureus. Karena jumlah bakeri yang akan diuji diperlukan dalam jumlah
yang cukup banyak (untuk diratakan seluas permukaan media dalam cawan petri).
Dalam wak tu 1 x 24 jam merupakan waktu yang cukup untuk mengembangbiakkan
bakteri ini.
K. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dijelaskan dimuka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada bahan rebusan daun jambu biji konsentrasi 100% baik pada cawan yang
berisi bakteri E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil diameter zona
hambatan 5 mm, sedangkan pada konsentrasi 75% pada cawan yang berisi
bakteri E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil diameter zona hambatan
sebesar 4 mm. Pada konsentrasi 50% pada cawan yang berisi bakteri E.coli
diperoleh hasil diameter zona hamabatan sebesar 3 mm sedangkan pada
cawan yang berisi inokulasi bakteri S. aureus diperoleh hasil diameter zona
hamabatan sebesar 3,5 mm. hal ini karena adanya senyawa tanin.
2. Berdasarkan pengamatan pada bahan kedua yaitu hasil perasan rimpang jahe
diperoleh hasil yaitu pada konsentrsi 100% pada cawan yang berisi inokulasi
E.coli diperoleh hasil zona hambatan sebesar 3 mm, sedangkan pada cawan
yang berisi inokulasi bakteri S. aureus diamater zona hambatan sebesar 2 mm.
Pada konsentrasi 75%, 50% baik pada cawan yang berisi inokulasi bakteri
E.coli maupun pada S. aureus diperoleh hasil diameter zona hambatan yang
sama yaitu sebesar 1 mm. Karena mengandung minyak atsiri.
33
3. Pada bahan rebusan daun kemangi diperoleh hasil diameter zona hambatan
sebesar 2 mm pada konsentrasi 100%, dan 50%. Untuk konsentrasi 75% pada
cawan yang berisi inokulasi bakteri E.coli dan konsentarsi 100% dan 75%
pada cawan yang berisi inokulasi bakteri S. aureus diperoleh hasil diameter
zona hambatan sebesar 1 mm. Sedangkan pada cawan yang berisi inokulasi
bakteri S. aureus konsentrasi 50% tidak ditemukan adanya zona hambatan.
Hal ini disebabkan adanya senyawa minyak atsiri.
L. Daftar Rujukan
AAK. 1992. Bertanam Pohon Buah-Buahan 2. Yogyakarta: Kanisius.
Adnyana, I ketut, Yulianah, Elin, Sigit, Josep I., Fisheri K., Neng, Insanu, Mehammad. 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Buah Putih dan Jambu Biji Buah Merah Sebagai Antidiare, (Online), (http://www.iptek.net.com diakses tanggal November 2011).
Anonim. 2005. Guava, (Online), (http://www.tropicalplant.com diakses tanggal 1 November 2011).
Anonymous, 2010. Antimikroba dari Tumbuhan (Bagian Kedua). (Online). (http://www.kamusilmiah.com/pangan/antimikroba-dari-tumbuhan-bagian-kedua/, diakses pada 01 November 2011)
Arnelia. 2003. Terapi Alam, (Online), (http://www.sinarharapan.co.id diakses tanggal 1 November 2011).
Cam, Adsense. 2009. Jambu Biji Buah Dan Daunnya Berkhasiat, (Online). (http://www.psidium.htm diakses tanggal 1 November 2011).
Dowswn, Steven, MD. 2007. Escherechia coli, (Online). (http://www.wikipedia.com diakses tanggal 1 November 2011).
Darkuni, Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi, Virologi dan Mikologi). Malang: UM Press.
Dwidjoseputro. 1998. Dasar – Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Guenther, Ernes. 1990. Atsiry oil, jilid IV A. Jakarta: UI Press.
34
Hastuti, Utami Sri. 2010. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Malang. Universitas Negeri Malang.
Hawley, G.G. 1981. The condensed Chemical Dictionary 10th Edition. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
Heinnermen, John. 2003. Speciality Psidium guajava. London: Ellis Horwood Ltd.
Jubel, Michael. 2008. Guava Medicial Treatment, (Online). (http://medicialhealth.com diakses tanggal 1 November 2011).
Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Rineka Cipta.
Kosasih, Mawinata. 1996. Efek Antidiare dan Antimikroba Ekstrak Daun Jambu Batu Sebagai Dasar Obat Antidiare. Bandung: ITB.
Koswara, Sutrisno. Jahe, Rimpang Dengan Sejuta Khasiat. (Online) (http://www.Ebookpangan.com Diakses tanggal 01 November 2011).
Pelczar, M. J & Chan, E. C. S. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Rismunandar. 1989. Tanaman Jambu Biji. Bandung: Sinar Baru.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Badung: ITB.
Rusdi. 1988. Tetumbuhan Sebagai Bahan Obat. Padang: Pusat Penelitian Universitas Andalas.
Salunke, D.K., Desai. 1984. Handbook of Fruti Science and Technology Production, Composition, Storage and Processing. Mercel Inc. New York Basel.
Sofiandi, 2009. Daun Kemangi Daun Kaya Manfaat. (Online) (http://www. C:/Users/MY PC/Downloads/Daun Kemangi, Daun Kaya Manfaat. Topik Kesehatan.htm. Diakses pada tanggal 01 November 2011).
Wchemical. 2007. Ovadine. (Online). (http://www.wchemical.com/ovadine.html, diakses tanggal 1 November 2011).
Wheeler dan Volk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga