LANDASAN TEORI

87
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita

Transcript of LANDASAN TEORI

Page 1: LANDASAN TEORI

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Insidensi Tuberculosis (TBC) dilaporkan meningkat secara drastis

pada dekade terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia.

Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang

mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Tuberculosis

(TBC) merupakan penyakit infeksi penyebab kematian dengan urutan atas

atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit

(morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.

Di Indonesia TBC merupakan penyebab kematian utama dan

angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia

menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita

TBC di dunia. Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di

Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita

baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC

paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang

meninggal akibat TBC di Indonesia. Mengingat besarnya masalah TBC

serta luasnya masalah semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Page 2: LANDASAN TEORI

2

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru

sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang

kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui

droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus,

TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri

yang berperan adalah Mycobacterium bovis.

1.2. MANFAAT

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini agar kita sebagai

mahasiswa keperawatan mengetahui tuberculosis paru, penyebab

tuberculosis, dan cara penanganan pada klien dengan masalah sistem

pernapasan “Tuberculosis Paru”.

1.3. TUJUAN DAN SASARAN

Penulisan format ASKEP ini bermanfaat sebagai panduan atau

pedoman bagi mahasiswa keperawatan untuk melakukan penulisan

Asuhan Keperawatan secara baik dan benar tanpa mengalami kesulitan

terutama pada klien dengan masalah sistem pernapasan “Tuberculosis

Paru”.

Page 3: LANDASAN TEORI

3

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. PENGERTIAN

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculi dan biasanya menjangkiti paru (Patofisiologi

Aplikasi pada Praktek Perawat. 2006 : 193).

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh mycobacterium tuberculi dengan gejala yang sangat bervariasi (Kapita

selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2. 2001 : 472).

2.2. ETIOLOGI

Tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis.

Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat tahan asam pada perwarnaan.

Oleh karena itu, disebut sebagai basil tahan asam (Somantri, 2008 : 59).

2.3. PATOFISIOLOGI

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara

dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung

Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam.

Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran

pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran

Page 4: LANDASAN TEORI

4

pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai

memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran

darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paru-

paru lainnya (lobus atas).

Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit

(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis

(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan

penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi

awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.

Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan

gumpalan basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag

yang membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan

fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan

(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju. Massa

ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi

dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.

Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit

aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun.

Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri

dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti

keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,

mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah

Page 5: LANDASAN TEORI

5

menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih

membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut,

pembentukan tuberkel dan selanjutnya.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat

mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang

berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika

penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang

diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami

penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002)

2.4. TANDA DAN GEJALA

Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien

Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :

2.4.1. Batuk lebih dari 3 minggu

Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses

destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit

menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif

walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering

pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi

kemudian menjadi produktif.

Page 6: LANDASAN TEORI

6

2.4.2. Dahak (Sputum)

Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,

kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen

(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.

2.4.3. Batuk darah

Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah

sampai berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk.

Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah

paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh darah.

2.4.4. Sesak nafas

Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.

Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran

pernapasan.

2.4.5. Nyeri Dada

Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan

pada dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan

tegangan otot pada saat batuk.

2.4.6. Wheezing

Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan

oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.

Page 7: LANDASAN TEORI

7

2.4.7. Demam dan menggigil

Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi

umum dari proses infeksi.

2.4.8. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul

belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.

2.4.9. Rasa lelah dan lemah

Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.

2.4.10. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari

Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit

Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses

telah lanjut.

Page 8: LANDASAN TEORI

8

2.5. PEMERIKSAAN FISIK

2.5.1. Status keadaan umum

Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan

pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan

anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana

mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan

pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan

pasien.

2.5.2. Berdasarkan sistem-sistem tubuh

A. Sistem integumen

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun

B. Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai

1. inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,

pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.

(Purnawan Junadi DKK, th 1982, hal 213)

2. Palpasi : Fremitus suara meningkat. (Hood Alsogaff, 1995.

Hal 80)

3. Perkusi : Suara ketok redup. (Soeparman, DR. Dr. 1998.

Hal 718)

Page 9: LANDASAN TEORI

9

4. Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki

basah, kasar dan yang nyaring. (Purnawan. J. dkk, 1982, DR.

Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

C. Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan

D. Sistem kordiovaskuler

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.

(DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

E. Sistem gastrointestinal

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

(DR.Dr. Soeparman, 1998. Hal 718)

F. Sistem muskuloskeletal

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan

keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. (Hood Al Sagaff,

1995. Hal 87)

G. Sistem neurologis

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456

H. Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

Page 10: LANDASAN TEORI

10

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.6.1. Pemeriksaan Laboratorium

A. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada

tahap aktif penyakit

B. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan

cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.

C. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area

indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi

intradermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya

antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berani

bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan

oleh mikobakterium yang berbeda.

D. Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster;

urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit) : Positif untuk

Mycobacterium tuberculosis.

E. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;

adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.

Page 11: LANDASAN TEORI

11

F. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya

infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya

retensi air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.

G. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan

rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi

oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis,

kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru

kronis luas).

2.6.2. Pemeriksaan Radiologis

A. Foto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area

paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi

cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk

rongga, area fibrosa.

B. Bronchografi : merupakan pemriksaan khusus untuk melihat

kerusakan bronchus atau kerusakan paru pada TB

2.7. PENATALAKSANAAN MEDIK

2.7.1. Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

A. Isoniazid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 %

populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat

efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu

Page 12: LANDASAN TEORI

12

kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5 mg/kg berat

badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu

diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.

B. Rifampisin (R)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak

dapat dibunuh oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis

sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali

seminggu.

C. Pirazinamid (Z)

Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan

suasana asam. Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35

mg/kg berat badan.

D. Streptomisin (S)

Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang

sama.

E. Etambutol (E)

Page 13: LANDASAN TEORI

13

Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis

harian 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan 30 mg/kg berat badan.

2.7.2. Tahap Pengobatan

Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu

A. Tahap Intensif

Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk

mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti

Tuberculosis (OAT).

B. Tahap Lanjutan

Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu

yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persistem (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2.7.3. Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis

A.Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E). Obat-obatan tersebut diberikan

setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE), kemudian teruskan dengan tahap

Page 14: LANDASAN TEORI

14

lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R), diberikan

tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

1. Penderita baru TBC paru BTA positif

2. Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.

3. Penderita TBC ekstra paru berat.

B.Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)

Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2

bulan dengan isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E)

setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan

dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3

kali dalam seminggu.

Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah

penderita selesai menelan obat.

Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal,

penderita dengan pengobatan setelah lalai.

C.Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)

Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),

Pirazinamid (Z) diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ)

Page 15: LANDASAN TEORI

15

diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H),

Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu

(4H3R3).

Obat ini diberikan untuk :

1. Penderita baru BTA negatif dan roentgen

positif sakit ringan

2. Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar

limfe (limfadenitis), pleuritis aksudativa unilateral,

TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang) sendi

dan kelenjar adrenal.

D.OAT Sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA

positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif

pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan

dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan Isoniasid (H),

Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari selama

1 bulan.

Page 16: LANDASAN TEORI

16

2.7.4. Panduan Pemberian Oat Anti Tubekulosis (OAT) pada kategori 2

A. Panduan OAT Kategori 1

Tahap pengobatan

Lamanya pengobatan

Dosis per hari/kali Jumlah hari/kali menelan obat

Tablet Insoniasid

Kaplet Rifampisin

Tablet Pirasinamid

Tablet Etambutol

Tahap intensif (dosis harian)

2 bulan 1 1 3 3 60

Tahap lanjutan (dosis 3 x seminggu)

4 bulan 2 1 - - 54

B. Panduan OAT Kategori 2

Tahap Lama Tablet Kaplet Tablet Etambutol Strepto Jumlah

Page 17: LANDASAN TEORI

17

pengobatanpengobatan

Insoniasid

@ 300 mg

Rifampisin@ 450 mg

Pirasinamid

@ 500 mg

misin injeksi

hari/kali menelan obat

Tablet

@

250

mg

Tablet

@

500

mg

Tahap intensif (dosis harian)

2 bulan

1 bulan 1 3

3

3 3

3

-

0,75gr

-

60

30

Tahap lanjutan (dosis 3 x seminggu)

5 bulan 2 1 - 1 2 - 66

C. Panduan OAT kategori 3

Tahap pengobatanLama pengobatan

Tablet

Insoniasid

@ 300 mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mg

Tablet

Pirasinamid

@ 500 mg

Jumlah

hari/ kali

menelan

Tahap intensif (dosis harian)

2 bulan 1 1 3 60

Tahap lanjutan (dosis 3 x seminggu)

4 bulan 2 1 - 54

D. Panduan OAT sisipan

Page 18: LANDASAN TEORI

18

Tahap pengobatanLama pengobatan

Tablet

Insoniasid

@ 300 mg

Kaplet

Rifampisin

@ 450 mg

Tablet

Pirasinamid

@ 500 mg

Tablet

etambutol

@ 250 mg

Jumlah

hari/ kali

menelan

Tahap intensif

(dosis harian)2 bulan 1 1 3 3 30

2.7.5. DOTS ( Directly Observe Treatment Shortcourse chemotherapy).

DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment,

Short-course adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan

pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan startegi DOTS,

maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.

DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita

TBC agar menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai

dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan

yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS direkomendasikan oleh

WHO secara global untuk menanggulangi TBC.

Sejak tahun 1995 program pemberantasan penyakit TB

dilaksanakan dengan strategi DOTS yang direkomendasikan oleh

WHO. Di Indonesia dituangkan dalam bentuk GERDUNAS-TB

(Gerakan Terpadu Nasional TB). Yang dimaksud dalam strategi

DOTS adalah :

Page 19: LANDASAN TEORI

19

A. Adanya komitmen pemerintah untuk menanggulangi tb

B. Penemuan kasus secara langsung dengan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis

C. Pemberian obat yang diawasi secara langsung (dot= directly

observe therapy)

D. Penyediaan obat secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu.

E. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan.

2.7.6. ISTC (International standart tuberculosis care) yang terdiri dari

Standard Untuk Diagnosis, yaitu :

A. STANDARD 1

1. Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau

lebih yang tidak jelas penyebabnya harus dievaluasi untuk

tuberkulosis

2. Untuk pasien anak, selain gejala batuk, entry untuk diagnosis

adalah berat badan yang sulit naik dalam waktu kurang lebih 2

bulan terakhir atau gizi buruk

B. STANDARD 2

Page 20: LANDASAN TEORI

20

1. Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat

mengeluarkan dahak) yangdiduga mengalami TB Paru harus

menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 dan

sebaiknya 3 kali. Jika mungkin minimal satu spesimen harus

berasaldari dahak pagi hari

C. STANDARD 3

1. Pada semua pasien (dewasa, remaja, anak) yang diduga

mengalami TB Ekstra Paru, spesimen dari bagian tubuh yang

sakit seharusnya diambil untuk pemeriksaan mikroskopik dan

jika tersedia fasiliti dan sumber daya, dilakukan pemeriksaan

biakan dan histopatologi

2. Sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk

mengetahui ada tidaknya TB Paru dan TB Milier. Pemeriksaan

dahak perlu dilakukan, bila mungkin juga pada anak

D. STANDARD 4

1. Semua orang dengan temuan foto toraks diduga TB seharusnya

menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi

E. STANDARD 5

1. Diagnosis TB Paru sediaan apus dahak Negatif harus didasarkan

kriteria berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3 kali

negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari) ; temuan foto

toraks sesuai TB dan Tidak Ada Respons terhadap antibiotika

Page 21: LANDASAN TEORI

21

spektrum luas (Fluorokuinolon harus dihindari karena aktif

terhadap M. TB complex sehingga dapat menyebabkan

perbaikan sesaat pada pasien TB.

2. Untuk pasien ini, jika tersedia fasiliti, biakan dahak seharusnya

dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV evaluasi

diagnostik harus disegerakan.

F. STANDARD 6

1. Diagnosis TB Intratoraks (paru, pleura dan KBG hilus atau

mediastinum) pada Anak dengan gejala namun sediaan apus

dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan radiografi

toraks sesuai TB dan paparan pada kasus TB menular atau bukti

infeksi TB (uji kulit tuberkulis positif atau interferron gamma

release assay).

2. Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasiliti, bahan dahak

seharusnya diambil untuk biakan (dengan cara batuk, bilas

lambung atau induksi dahak).

3. (ADD) Untuk pelaksanaan di Indonesia, diagnosis TB

intratoraks pada anak didasarkan atas pajanan kepada kasus TB

yang menular atau bukti infeksi TB (uji kulit tuberkulin positif

atau interferon gamma release assay) dan kelainan radiografi

toraks sesuai TB.

Page 22: LANDASAN TEORI

22

Page 23: LANDASAN TEORI

23

2.8. WEB OF COUTION/PATHWAY

Page 24: LANDASAN TEORI

24

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM

PERNAPASAN “TUBERKULOSIS PARU”

3.1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien

(Nursalam, 2001)

Data subyektif

Data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu

situasi dan kejadian (Nursalam, 2001)

Data objektif

Data yang dapat diobservasi dan diukur (Nursalam, 2001)

3.1.1. Pengumpulan data

Merupakan upaya untuk mendapatkan data sebagai informasi

tentatang pasien. Data yang dibutuhkan tersebut mencakup data

tentang biopsikososial dan spiritual atau data yang berhubungan

dengan masalah pasien serta data tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah pasien (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006)

Page 25: LANDASAN TEORI

25

A. Identitas pasien meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir,

suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, tanggal dan

waktu datang ke Rumah sakit (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006 )

B. Identitas penanggung jawab: nama, umur jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, hubungan dengan klien.

3.1.2. Riwayat keperawatan

A. Riwayat keperawatan sekarang

Riwayat keperawatan sekarang adalah faktor-faktor yang

melatarbelakangi atau hal-hal mempengaruhi atau mendahului

keluhan.

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan

penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas,

batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu

badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

B. Keluhan utama

Keluhan utama, apa yang menyebabkan pasien berobat atau

gejala yang pertama timbul saat pasien datang ke Rumah sakit yaitu

keluhan mengenai adanya gangguan pada sistem pernafasan.

Page 26: LANDASAN TEORI

26

C. Lama keluhan

Lama keluhan, seberapa lama pasien merasakan keluhan.

D. Riwayat penyakit saat ini

Riwayat penyakit saat ini, merupakan penyakit yang dirasakan

pasien pada saat dikaji (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

E. Riwayat keperawatan sebelumnya

Riwayat keperawatan sebelumnya adalah riwayat atau

pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang

pernah di alami (Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

Seperti :

1. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.

2. Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.

3. Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).

F. Riwayat keperawatan keluarga

Riwayat keperawatan keluarga adalah riwayat kesehatan

atau keperawatan yang dimiliki oleh salah satu anggota keluarga,

apakah ada yang menderita penyakit yang seperti dialami pasien

(Hidayat, A. Aziz Alimul, 2006).

Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan

yang sama (penyakit yang sama). Mencari diantara anggota

keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut

sehingga sehingga diteruskan penularannya.

Page 27: LANDASAN TEORI

27

G. Riwayat lingkungan

Apakah keadaan lingkungan keluarga / klien sudah

memenuhi syarat kesehatan.

Dalam kasus TB paru kemungkinan lingkungan tempat

tinggal klien kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat,

ventilasi rumah yang kurang, jumlah anggauta keluarga yang

banyak.

3.1.3. Pola-pola fungsi kesehatan (Doegoes, 2000)

A. Aktivitas /Istirahat

1. Kelemahan umum dan kelelahan.

2. Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.

3. Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.

4. Mimpi buruk.

5. Takikardia, takipnea/dispnea.

6. Kelemahan otot, nyeri dan kaku.

B. Integritas Ego :

1. Perasaan tak berdaya/putus asa.

2. Faktor stress : baru/lama.

3. Perasaan butuh pertolongan

4. Denial.

5. Cemas, iritable.

Page 28: LANDASAN TEORI

28

C. Makanan/Cairan :

1. Kehilangan napsu makan.

2. Ketidaksanggupan mencerna.

3. Kehilangan BB.

4. Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan

tipis.

D. Nyaman/nyeri :

1. Nyeri dada saat batuk.

2. Memegang area yang sakit.

3. Perilaku distraksi.

E. Pernapasan :

1. Batuk (produktif/non produktif)

2. Napas pendek.

3. Riwayat tuberkulosis

4. Peningkatan jumlah pernapasan.

5. Gerakan pernapasan asimetri.

6. Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).

7. Suara napas : Ronkhi

8. Sputum : hijau/purulen, kekuningan, pink.

Page 29: LANDASAN TEORI

29

F. Kemanan/Keselamatan :

1. Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.

2. Demam pada kondisi akut.

G. Interaksi Sosial :

Perasaan terisolasi/ditolak.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia (status kesehatan

atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat

secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara

pasti untuk menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan

merubah (Nursalam, 2001)

3.5.1. Diagnosa masalah yang mungkin muncul (Nanda, 2005) :

A. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak

adekuat.

B. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi

jalan napas.

C. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan anoreksia.

D. Kurang pengetahuan (spesifik) berhubungan dengan keterbatasan

paparan dan tidak familiar dengan sumber informasi

Page 30: LANDASAN TEORI

30

E. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membrane kapiler-alveolar.

F. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic

G. Cemas berhubungan dengan status peran dan status kesehatan.

H. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak

napas dan nyeri dada.

I. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan

menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan

dalam rongga pleura.

J. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan

dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).

3.5.2. Prioritas masalah :

A. Resiko infeksi

B. Bersihan jalan napas tidak efektif

C. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan

D. Kurang pengetahuan (spesifik)

E. Gangguan pertukaran gas

F. Hipertermi

G. Cemas

H. Kebutuhan Tidur

I. Pola Pernafasan

J. Kebutuhan Aktivitas

Page 31: LANDASAN TEORI

31

3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,

mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada

diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa

keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2001).

Rencana keperawatan (NIC) :

3.3.1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder

tak adekuat.

Tujuan :

Infeksi dapat dicegah, ditandai dengan

Kriteria hasil :

1. Tidak ada tanda tanda dan gejala infeksi (rucatudolof).

2. Hygiene klien adekuat

3. Status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imun

dalam batas normal.

4. TTV dalam batas normal.

Rencana keperawatan :

1. Kaji TTV dan tanda-tanda serta gejala infeksi

R/ Mendeteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko.

Page 32: LANDASAN TEORI

32

2. Pertahankan tehnik aseptik pada klien dengan penggunaan

antiseptik dan cucitangan sebelum dan sesudah tindakan.

R/ Mencegah infeksi silang dan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme penyebab infeksi.

3. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah

kontak dengan klien.

R/ Mencegah infeksi silang, apalagi keluarga klien mempunyai

intensitas serta frekwensi yang lebih banyak beada dekat dan

berhubungan dengan klien.

4. Anjurkan dan motivasi klien untuk mengingkatkan asupan

makanan yang bergizi

R/ Terpenihunya kebutuhan gizi akan menigkatkan status

imunitas tubuh.

5. Pantau hasil laboratorium (DPL, Hitung granulosit absolut,

protein serum, albumin, dan hasil-hasil yang berbeda).

R/ Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.

6. Kolaborasi pemberian antibiotik

R/ Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang

diberikan dapat mengatasi organisme penyebab infeksi.

Page 33: LANDASAN TEORI

33

3.3.2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

napas.

Tujuan :

Jalan nafas efektif, ditandai dengan

Kriteria Hasil :

1. Stutus jalan napas baik ditandai dengan hasil GDA ( - ).

2. Ventilasi adekuat.

3. Klien tampak rileks.

4. CRT ≤ 2 detik.

5. Tidak ada sianosis.

6. Klien bernapas dengan rileks (tidak ada dispnea).

7. Temuan sinar-x dada pada rentang yang diharapkan.

8. Klien mengeluarkan sekresi secara efektif.

9. Klien mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di

Rumah.

Rencana Keperawatan :

1. Kaji kondisi umum klien.

R/ untuk mengetahui efek penyakit terhadap bodi sistem.

Page 34: LANDASAN TEORI

34

2. Kaji fungsi pernapasan, bunyi napas, kecepatan, irama dan

kedalaman dan penggunaan otot aksesori.

R/ Penurunan bunyi napas dapat menunjukkan atelektasis.

3. Ajarkan klien tehnik napas dalam dan batuk efektif.

R/ Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan

meningkatkan gerakan ke dalam jalan napas besar untuk

dikeluarkan.

4. Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang pentingnya perubahan

pada sputum, seperti warna, karakter, jumlah dan bau.

R/ Sangat penting untuk memantau prognosis penyakit klien,

sehingga informasi dari klien dapat mempercepat pemberi asuhan

keperawatan untuk bertindak.

5. Pantau kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk efektif

dan catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.

R/ Pengeluaran sulit bila sekret kental, sputum berdarah kental atau

cerah diakibatkan kerusakan (kavitasi) atau lukaan bronchial.

6. Atur posisi semi fowler dan anjurkan klien untuk menggunakan

posisi semi fowler jika merasa tidak nyaman.

R/ Memaksimalkan ekspansi paru.

Page 35: LANDASAN TEORI

35

7. Kolaborasi pemberian suction (oral, dan atau trakeal).

R/ Mencegah obstruksi atau aspirasi, pengisapan dapat

diperlukan apabila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

8. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali

kontra indikasi.

R/ Pengeluaran dahak, batuk dan ketidak adekuatan asupan

cairan akan beresioko pada dehidrasi.

9. Kolaborasi dengan ahli lab. Untuk pemantauan GDA.

R/ Untuk mengetahui efek terapi dan keadekuatan pemenuhan

gas.

3.3.3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan anoreksia.

Tujuan :

Kebutuhan nutrisi terpenuhi, ditandai dengan

Kriteria hasil :

1. Berat badan klien bertahan/bertambah dari keadaan sebelumya

2. Klien menyatakan keinginan mengikuti diet.

3. Klien menunjukkan toleransi terhadap diet yang dinajurkan

4. Nilai laboratoorium (misalnya: transferin, albumin, dan

elektrolit) dalam rentang normal.

Page 36: LANDASAN TEORI

36

5. Klien tampak segar dan tidak lemas.

Rencana keperawatan :

1. Kaji status nutrisi

R/ Mengetahui kondisi pasti status nutrisi

2. Kaji/catat pola dan pemasukan diet

R/ Kebiasaan makan klien sangat perlu untuk diketahui dalam

rangka penyesuaian dalam pemberian diet.

3. Motivasi klien untuk mengubah kebiasaan makan

R/ Dengan motivasi, diharapkan klien terpacu untuk

meningkatkan asupan makannya.

4. Berikan makanan sedikit tapi sering

R/ Sebagai antisipasi mual muntah yang dialami klien.

5. Berikan makanan dalam kondisi hangat

R/ Makanan yang hangat meningkatkan nadsu makan melalui

rangsangan indra penciuman dan pengecapan.

6. Berikan makanan sesuai kesukaan, kecuali jika kontra indikasi.

R/ Membantu meningkatkan asupan makanan.

7. Lakukan perawatan mulut, berikan penyegar mulut.

R/ Kebersihan mulut akan meningkatkan kenyamanan dan

mengguggah naffsu makan.

8. Timbang berat berat badan klien setiap hari.

Page 37: LANDASAN TEORI

37

R/ Sebagai monitor perkembangan status nutrisi dan efek

terapi yang telah diberikan.

9. Kolaborasi pemberian jenis diet dengan team gizi

R/ Masing-masing kondisi penyakit mempunnyai jenis

kebutuhan akan nutrisi yang berbeda-beda.

10. Kolaborasi pemberian terapi tambahan nutrici dan cairan

R/ Meningkatkan asupan kebutuhan cairan.

11. Kolaborasi pemantauan hasil biokimia status gizi dengan team

laboratorium

R/ Mengetahui perkembangan kebutuha gizi dari segi

biokimia.

12. Kolaborasi pemberikan obat sesuai indikasi : sediaan besi;

Kalsium; Vitamin D dan B kompleks; Antiemetik

R/ Penanganan penyebab gangguan nutrisi bermanfaat untuk

mengatasi/membatasi masalah yang muncul akibat kekurangan

asupan nutrisi.

Page 38: LANDASAN TEORI

38

3.3.4. Kurang pengetahuan (spesifik) berhubungan dengan keterbatasan

paparan dan tidak familiar dengan sumber informasi.

Tujuan :

Menunjukkan pengatahuan tuberculosis paru, ditandai dengan

Kriteria hasil :

Klien dan keluarga mengetahui mengenai

a. Tuberkulosis paru

b. Penyebab

c. Tanda dan gejala

d. Komplikasi

e. Penanganan (misal: peembedahan, kemoterapi, dll) dan

kondisi2 yang biasanya muncul pada setiap pemberian

penaganan

Rencana keperawatan :

1. Tentukan kebutuhan pengajaran klien dengan melakukan

penilaian tingkat pengetahuan klien dan pemahamannya.

R/ Untuk mengetahui kenbutuhan klien akan informasi/bahan

pembelajaran.

2. Tentukan kemampuan klien untuk mempelajari informasi

khusus (misalnya: tingkat perkembangan, status psikologis,

orientasi, nyeri, keletihan, keadaan emosional, dan adaptasi

terhadap sakit).

R/ Untuk menentukan tehnik pemberian bahan ajaran.

Page 39: LANDASAN TEORI

39

3. Bantu klien untuk memahami dan mengetahui secara mental

mengenai pembedahan serta periode pemulihan pascaoperasi.

R/ Mengurangi kecemasan.

4. Berikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman klien

R/ Ketidaksesuaian antara tingkat pemahaman dengan tehnik

pembelajaran akan menghambat transformasi ilmu.

5. Ulangi informasi jika dibutuhkan.

R/ Peningkatan intensitas pemaparan bahan ajaran akan

membantu kemampuan mengingat.

6. Gunakan alat bantu pembelajarran jika diperlukan (Misalnya:

leafflet, alat peraga, video, dll)

R/ Membantu pemahaman dan proses mengingat

7. Berinteraksi kepada klien dengan cara tidak menghakimi

untuk memfasilitasi pengajaran.

R/ Sikap menggurui dapat mengundang ketersinggungan

dan/atau rendah diri pada klien, sehingga akan menghambat

proses belajar.

8. Kaji feed back klien dan keluarga.

R/ Mengetahui sejauh mana penerimaan klien terhadap

informasi yang telah diberikan.

Page 40: LANDASAN TEORI

40

3.3.5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membran kapiler-

alveolar.

Tujuan :

Gangguan pertukaran gas terkurangi, ditandai dengan

Kriteria hasil :

a. Ventilasi tidak bermasalah

b. Klien dalam keadaan compos mentis

c. Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada

d. Tidak ada gelisah dan keletihan

e. Tidak ada sianosis

f. Hasil laboratorium PaCO2, PaO2, pH arteri dan saturasi O2

dalam batas normal

Rencana keperawatan :

1. Kaji keadaan umum

R/ untuk mengetahui efek penyakit terhadap body sistem.

2. Kaji bunyi paru

R/ untuk mengetahui kelainan atau kondisi paru serta efek

terapi.

3. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi

R/ memantau kondisi pemenuhan oksigen sesuai kebutuhan

oksigen

4. Pantau GDA (PaCO2, PaO2, dll)

Page 41: LANDASAN TEORI

41

R/ memantau kondisi jumlah oksigen dalam darah

5. Pantau status pernapasan dan O2 sesuai kebutuhan

R/ pemantauan status penapasan sangat bermanfaat untuk

menentukan penggunaan alat bantu napas (oksigen)

6. Ajarkan kepada klien teknik napas dalam dan relaksasi

R/ pemenuhan oksigen lebih efektif jika tidak digunakan

alat bantu napas.

7. Jelaskan kepada klien penggunaan alat bantu pernapasan

(O2, spirometer, suction).

R/ dengan pengetahuan yang baik diharapkan klien tidak

cemas

8. Kolaborasi pemberian obat-obatan (natrium, bikarbonat,

aerosol, dll), Oksigen.

R/ Pemberian obat sangat bermanfaat sebagai tindakan

invasive, untuk meminimalkan perluasan daerah kerusakan

paru oleh kuman Tuberkolosa.

Page 42: LANDASAN TEORI

42

3.3.6. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik

Tujuan :

Pasien akan menunjukan termoregulasi setelah diberikan intervensi

selama (sebutkan jumlah waktu), ditandai dengan

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan pernapasan dalam rentang nrmal

c. Tidak ada perubahan warna kulit

d. Klien tampak menggunakan sikap tubuh yang dapat

mengurangi panas

e. Klien menunjukan metode yang tepat untuk mengurangi

peningkatan suhu tubuh

Rencana keperawatan :

1. Observasi keadaan umum klien

R/ Mengetahui kondisi keseluruhan klien.

2. Pantau tanda-tanda vital tiap dua jam (dapat disesuaikan sesuai

kebutuhan)

R/ Mengetahui perkembangan kondisi fisik dan hasil intervensi

3. Untuk pasien bedah: Dapatkan riwayat pribadi dan keluarga

terhadap hipertermia.

Page 43: LANDASAN TEORI

43

R/ Sebagai tindakan antisipasi terhadap kemungkinan

komplikasi yang akan muncul oleh karena hipertermi, serta

riwayat masalalu mempunyai resiko untuk terulang kembali.

4. Berikan kompres hangat pada daerah axsila, lipatan paha,

kening, leher dan dahi.

R/ Kompres dapat membantu proses dilatasi vaskuler, sehingga

mempercepat proses penyesuaian suhu tubuh dengan suhu

lingkungan melalui transfer panas.

5. Anjurkan keluarga untuk menggunakan pakaian yang tipis dan

menyerap keringat.

R/ Meningkatkan rasa nyaman dan mempercepat proses

penyesuaian panas tubuh dnegan lingkungan.

6. Ajarkan kepada keluarga penanganan mandiri hipertermia

R/ Kemampuan mandiri keluarga sangat membantu perbaikan

kondisi klien oleh karena keadekuatan intervensi yang didapat

klien, selain dari perawat.

7. Anjurkan asupan oral

R/ Peningkatan asupan oral bertujuan mengganti cairan yang

keluar oleh kare peningkatan suhu serta dapat membantu

menurunkan suhu tubuh.

Page 44: LANDASAN TEORI

44

8. Untuk hipertermia maligna: lakukan perawatan kedaruratan

sesuai dengan protokol; pertahankan peralatan kedaruratan di

area operasi sesuai dengan protokol.

9. Ajarkan kepada keluarga dan klien mengenai cara mengenali

dan mencegah secara dini hipertermi (misalnya: sengatan

panas, dan keletihan karena panas).

R/ Sebagai tindakan mandiri klien dan keluarga dirumah.

10. Kolaborasi pemberian antipiretik

R/ Pemberian antipiretik dapat membantu menurunkan suhu.

3.3.7. Cemas berhubungan dengan situasi krisis dan status kesehatan

Tujuan :

Cemas berkurang, ditandai dengan

Kriteria hasil :

a. Kontrol agresi (tidak menunjukan perilaku agresif)

b. Kontrol cemas (klien mampu mengidentifikasi gejala yang

merupakan indikator kecemasan klien, melaporkan tidak ada

gangguan persepsi sensori, tidak ada manifestasi perilaku

akibat kecemasan, tidak adamanifestasi kecemasan secara

fisik).

c. Koping efektif (klien mengkomunikasikan kebutuhan dna

perasaan negatif secara tepat).

d. Keterampilan interaksi sosial efektif.

Page 45: LANDASAN TEORI

45

Rencana keperawatan :

1. Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit

yang dideritanya.

R/ Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan

memberikan dasar untuk penyuluhan dan menghindari adanya

duplikasi.

2. Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.

R/ Pemberian informasi dapat membantu klien dalam

memahami proses penyakitnya.

3. Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa

marah, takut, konfrontasi. Beri informasi dengan emosi wajar

dan ekspresi yang sesuai.

R/ Dapat menurunkan kecemasan klien.

4. Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien

mempersiapkan diri dalam pengobatan.

R/ Membantu klien dalam memahami kebutuhan untuk

pengobatan dan efek sampingnya.

5. Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial,

ketidak berdayaan dll.

R/ Mengetahui dan menggali pola koping klien serta

mengatasinya/memberikan solusi dalam upaya meningkatkan

kekuatan dalam mengatasi kecemasan.

Page 46: LANDASAN TEORI

46

6. Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.

R/ Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang

terdekat/keluarga.

7. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.

R/ Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir /

merenung / istirahat.

8. Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan

wajar.

R/ Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia

benar-benar ditolong.

3.3.8. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak

napas dan nyeri dada.

Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi.

Kriteria hasil :

a. memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur

b. Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat

c. Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada.

Rencana tindakan

1. kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit

R/ Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita.

Page 47: LANDASAN TEORI

47

2. Observasi efek abot – obatan yang dapat di derita klien

R/ Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan

kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia

3. Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita

R/ Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita

4. Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur.

R/ Memudahkan klien untuk bisa tidur

5. Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.

R/ Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah

penderita untuk tidur.

3.3.9. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga

pleura.

Tujuan :

Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal

Kriteria hasil :

Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal,

pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi

cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Page 48: LANDASAN TEORI

48

Rencana tindakan :

1. Identifikasi faktor penyebab.

R/ Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat

menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil

tindakan yang tepat.

2. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan

setiap perubahan yang terjadi.

R/ Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi pasien.

3. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi

duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.

R/ Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

4. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan

respon pasien).

R/ Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

5. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.

R/ Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada

bagian paru-paru.

Page 49: LANDASAN TEORI

49

6. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang

efektif.

R/ Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.

Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih

efektif.

7. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan

obat-obatan serta foto thorax.

R/ Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan

mencegah terjadinya sianosis akibat hipoxia. Dengan foto

thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan

kembalinya daya kembang paru.

3.3.10. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan

keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Tujuan :

Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

Kriteria hasil :

Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan

bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Page 50: LANDASAN TEORI

50

Rencana tindakan :

1. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan

tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.

R/ Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas.

2. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.

R/ Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.

3. Awasi Px saat melakukan aktivitas.

R/ Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam

perawatan selanjutnya.

4. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.

R/ Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas

secara penuh.

5. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara

aktivitas dan istirahat.

R/ Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.

6. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara

bertahap.

R/ Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu

mengembalikan pasien pada kondisi normal

Page 51: LANDASAN TEORI

51

3.4. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik (Nursalam, 2001).

Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan

yaitu

1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan

konsulidasi

2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan

cermat dan efisien pada situasi yang tepat

3. Keamanan fisik dan psikologia dilindungi

4. Dokumentasi intervensi dan respon klien.

3.5. EVALUASI (NOC)

Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus

pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman

pembuatan SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau

teratasi sebagian.

3.5.1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat.

Kriteria hasil :

a. Tidak ada tanda tanda dan gejala infeksi (rucatudolof).

b. Hygiene klien adekuat

c. Status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan imun

dalam batas normal.

Page 52: LANDASAN TEORI

52

d. TTV dalam batas normal.

3.5.2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

napas.

Kriteria Hasil :

a. Status jalan napas baik ditandai dengan hasil GDA ( - ).

b. Ventilasi adekuat.

c. Klien tampak rileks.

d. CRT ≤ 2 detik.

e. Tidak ada sianosis.

f. Klien bernapas dengan rileks (tidak ada dispnea).

g. Temuan sinar-x dada pada rentang yang diharapkan.

h. Klien mengeluarkan sekresi secara efektif.

i. Klien mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di

Rumah.

3.5.3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan

dengan anoreksia.

Kriteria hasil :

a. Berat badan klien bertahan/bertambah dari keadaan sebelumya

Page 53: LANDASAN TEORI

53

b. Klien menyatakan keinginan mengikuti diet.

c. Klien menunjukkan toleransi terhadap diet yang dinajurkan

d. Nilai laboratoorium (misalnya: transferin, albumin, dan elektrolit)

dalam rentang normal.

e. Klien tampak segar dan tidak lemas.

3.5.4. Kurang pengetahuan (spesifik) berhubungan dengan keterbatasan

paparan dan tidak familiar dengan sumber informasi.

Kriteria hasil :

Klien dan keluarga mengetahui mengenai

a. Tuberkulosis paru

b. Penyebab

c. Tanda dan gejala

d. Komplikasi

e. Penanganan (misal: peembedahan, kemoterapi, dll) dan

kondisi2 yang biasanya muncul pada setiap pemberian

penaganan

3.5.5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan membran kapiler-

alveolar.

Kriteria hasil :

a. Ventilasi tidak bermasalah

b. Klien dalam keadaan compos mentis

c. Dispnea pada saat istirahat dan aktivitas tidak ada

Page 54: LANDASAN TEORI

54

d. Tidak ada gelisah dan keletihan

e. Tidak ada sianosis

f. Hasil laboratorium PaCO2, PaO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam

batas normal

3.5.6. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic

Kriteria hasil :

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

b. Nadi dan pernapasan dalam rentang nrmal

c. Tidak ada perubahan warna kulit

d. Klien tampak menggunakan sikap tubuh yang dapat mengurangi

panas

e. Klien menunjukan metode yang tepat untuk mengurangi

peningkatan suhu tubuh

3.5.7. Cemas berhubungan dengan situasi krisis dan status kesehatan

Kriteria hasil :

a. Kontrol agresi (tidak menunjukan perilaku agresif)

b. Kontrol cemas (klien mampu mengidentifikasi gejala yang

merupakan indikator kecemasan klien, melaporkan tidak ada

gangguan persepsi sensori, tidak ada manifestasi perilaku akibat

kecemasan, tidak adamanifestasi kecemasan secara fisik).

Page 55: LANDASAN TEORI

55

c. Koping efektif (klien mengkomunikasikan kebutuhan dna perasaan

negatif secara tepat).

d. Keterampilan interaksi sosial efektif.

3.5.8. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak

napas dan nyeri dada.

Kriteria hasil :

a. memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur

b. Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat

c. Tanda – tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada.

3.5.9. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya

ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga

pleura.

Kriteria hasil :

Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada

pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan,

bunyi nafas terdengar jelas.

Page 56: LANDASAN TEORI

56

3.5.10. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan

keletihan (keadaan fisik yang lemah).

Kriteria hasil :

Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan

bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

Page 57: LANDASAN TEORI

57

BAB 4

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculi dan biasanya menjangkiti paru (Patofisiologi

Aplikasi pada Praktek Perawat. 2006 : 193).

Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

mycobacterium tuberculi dengan gejala yang sangat bervariasi (Kapita selekta

Kedokteran edisi 3 jilid 2. 2001 : 472).

Tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis.

Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat tahan asam pada perwarnaan.

Oleh karena itu, disebut sebagai basil tahan asam (Somantri, 2008 : 59).

2. SARAN

Dalam melakukan tulisan dan menjelaskannya kepada orang lain harus

mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan persepsi yang berbeda dari

seharusnya. Begitu juga dalam penulisan Asuhan keperawatan harus dapat

dimengerti dan menjelaskan secara lengkap apalagi menyangkut penyakit

yang berbahaya.

Page 58: LANDASAN TEORI

58

Tulisan yang baik harus didasari atas kemampuan intelektual dan jiwa

seni dalam menulis sehingga pembaca dapat mengerti dari maksud dan tujuan.

Semoga tulisan ini bermanffat bagi kita semua.

Page 59: LANDASAN TEORI

59

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &

Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &

Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

Wilkinson, judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intervensi

NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta

Santosa, Budi. 2005. Panduan Dignosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima

Medika : Jakarta.

Masjoer, arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid II. Media Aesculapius :

Jakarta.

Chang, Ester. 2009. Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Perawat. EGC : Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.