labu Jawa

4
LABU JAWA (WALUH) DIAM DIAM MENGHANYUTKAN Bambang Suwignyo, S.Pt.,M.P Direktur eksekutif YAPERINDO Dosen Pengantar Agroforestry pada Fakultas Peternakan UGM Melihat potensi petani dan pertanian Kulon Progo. Kulon Progo adalah daerah yang komplit secara topografi, dimana memiliki daerah pegunungan daratan dan pesisir. Data BPS tahun 2003 menyebutkan bahwa Kabupaten Kulon Progo memiliki areal pertanian yang luas dengan petani lebih dari 80% dari total penduduk 375.153 jiwa dengan total luas wilayah 58.627,5 km 2 . Oleh karena mestinya pertanian menjadi pusat perhatian dalam pembangunan. Dalam forum SKPD dalam rangka pembukaan Musrenbang Kulon Progo tahun 2005 terpapar data bahwa salah satu permasalahan pertanian yang terkait dengan lahan adalah terdapat 816 ha lahan kronis kekeringan dan 10.010 ha lahan kritis/marginal. Pada kondisi yang seperti ini maka sudah seharusnya petani kita dapat diarahkan pada suatu komoditas yang dapat mendukung kehidupan keluarganya sekaligus menunjang perekonomian daerah, tanpa meninggalkan potensi daerah. Catatan tanpa meninggalkan potensi daerah harus dipertimbangkan karena hal ini akan terkait dengan proses produksi yang akan dilakukan oleh petani. Bila komoditas yang dikembangkan adalah potensi lokal maka petani sudah cukup familiar, sehingga tidak perlu ada pelatihan khusus yang berarti perlu investasi waktu dan biaya. Melihat Potensi Labu Jawa Salah satu komoditas lokal yang memiliki potensi bagus untuk dikembangkan adalah labu jawa (waluh, jawa red). Bagi petani waluh bukanlah tanaman baru, melainkan tanaman yang sudah lama dikenal. Tanaman memang tidak begitu populer sebagai tanaman pokok, biasanya hanya ditanam pada tepi-tepi lahan baik sawah maupun tegalan. Dengan pola tanam yang demikian maka hasilnyapun hanya cukup untuk kebutuhan sayuran keluarga, dan tetangga yang ingin juga menikmati. Waluh ternyata kalau dibudidayakan sdengan baik dan normal sebagaimana kalau memperlakukan tanaman lain, ternyata hasilnya luar biasa, tidak kalah dengan hasil semangka. Bagaimana tidak? Pak Dwijo Warsito adalah petani yang tinggal di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon yang telah membuktikan hal

description

klimatologi

Transcript of labu Jawa

Page 1: labu Jawa

LABU JAWA (WALUH) DIAM DIAM MENGHANYUTKAN

Bambang Suwignyo, S.Pt.,M.PDirektur eksekutif YAPERINDO

Dosen Pengantar Agroforestry pada Fakultas Peternakan UGM

Melihat potensi petani dan pertanian Kulon Progo.Kulon Progo adalah daerah yang komplit secara topografi, dimana memiliki daerah

pegunungan daratan dan pesisir. Data BPS tahun 2003 menyebutkan bahwa Kabupaten Kulon Progo memiliki areal pertanian yang luas dengan petani lebih dari 80% dari total penduduk 375.153 jiwa dengan total luas wilayah 58.627,5 km2. Oleh karena mestinya pertanian menjadi pusat perhatian dalam pembangunan. Dalam forum SKPD dalam rangka pembukaan Musrenbang Kulon Progo tahun 2005 terpapar data bahwa salah satu permasalahan pertanian yang terkait dengan lahan adalah terdapat 816 ha lahan kronis kekeringan dan 10.010 ha lahan kritis/marginal. Pada kondisi yang seperti ini maka sudah seharusnya petani kita dapat diarahkan pada suatu komoditas yang dapat mendukung kehidupan keluarganya sekaligus menunjang perekonomian daerah, tanpa meninggalkan potensi daerah. Catatan tanpa meninggalkan potensi daerah harus dipertimbangkan karena hal ini akan terkait dengan proses produksi yang akan dilakukan oleh petani. Bila komoditas yang dikembangkan adalah potensi lokal maka petani sudah cukup familiar, sehingga tidak perlu ada pelatihan khusus yang berarti perlu investasi waktu dan biaya.

Melihat Potensi Labu JawaSalah satu komoditas lokal yang memiliki potensi bagus untuk dikembangkan adalah

labu jawa (waluh, jawa red). Bagi petani waluh bukanlah tanaman baru, melainkan tanaman yang sudah lama dikenal. Tanaman memang tidak begitu populer sebagai tanaman pokok, biasanya hanya ditanam pada tepi-tepi lahan baik sawah maupun tegalan. Dengan pola tanam yang demikian maka hasilnyapun hanya cukup untuk kebutuhan sayuran keluarga, dan tetangga yang ingin juga menikmati. Waluh ternyata kalau dibudidayakan sdengan baik dan normal sebagaimana kalau memperlakukan tanaman lain, ternyata hasilnya luar biasa, tidak kalah dengan hasil semangka. Bagaimana tidak? Pak Dwijo Warsito adalah petani yang tinggal di Desa Jangkaran, Kecamatan Temon yang telah membuktikan hal ini. Pak Dwijo telah lima tahun ini mengkhususkan membudidayakan waluh di lahan tegalan di areal pertanian lahan pasir Congot. Hal ini diawali dari suatu pemikiran sederharan dimana pada usianya yang menginjak kepala enam (enampupuh tahun) Pak Dwijo menyadari bahwa tenaganya sudah tidak sekuat waktu masih muda, maka munculah ide untuk membudidayakan tanaman yang diperkirakan tidak perlu perawatan ektra dan penyiraman yang banyak. Oleh karena itu Pak Dwijo memutuskan untuk menanam waluh. Hasilnyat ternyata diluar dugaan, waluh bisa bersaing dengan semangka. Dengan melihat hasil ini maka sudah dua tahun ini jejak Pak Dwijo diikuti oleh patani lain. Pak Sukarjo Ketua Kelompok Tani Sumber Rejeki, Desa Jangkaran secara jujur mengakui bahwa tanaman waluh hasilnya bahkan menurutnya tidak hanya bersaing tetapi bahkan lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman semangka. Mengapa demikian?

Waluh Tanaman MarengTanaman ini dapat dibudidayakan pada musim peralihan antara penghujan dan

kemarau yang biasa disebut sebagai musim mareng oleh petani. Pada masa mareng biasanya masih terdapat hujan mekipun sedikit, biasanya berawal dari bulan Maret sampai Juni setiap tahunnya. Waluh biasanya ditanam di lahan pasir setelah panen raya kacang tanah musim penghujan (Fabruari-Maret). Persiapan yang dilakukan sederhana saja yaitu pupuk kandang,

Page 2: labu Jawa

dan pupuk dasar SP36. Pada awal musim mareng masih ada hujan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman waluh, meski tidak setiap hari. Itulah sebabnya Pak Dwijo memilh waluh. Tanaman ini dalam umur 70 hari sudah bisa panen, sama dengan semangka. Hanya saja bedanya semangka sekali panen langsung hasbis, kalau waluh bisa panen berkali kali. Setiap pohon bisa menghasilkan sampai 10 buah, sedangkan semangka setiap satu batang biasanya hanya dibiarkan satu buah. Tanaman semangka perlu pupuk yang banyak, obat kimia yang intensif melalui penyemprotan dan penyiraman setiap hari. Tanaman waluh sangat sederhana perawatannya hanya perlu pupuk awal, dan pupuk urea pada masa pertumbuhan dalam jumlah sedikit, tidak perlu disemprot obat pestisida sehingga aman dari kesehatan dan tidak perlu penyiraman setiap hari. Bahkan Pak Dwijo sejak penen pertama tidak pernah melakukan penyiraman, padahal pada masa pertumbuhan sudah terkena air hujan. Maka boleh dikatakan perawatannya sangat mudah dan murah bila dibanding dengan semangka. Harganya apa bersaing dengan semangka?

Produktivitas dan nilai ekonomiPada masa panen maka setiap buah waluh bisa mencapai berat antara sampai 4 kg,

dengan kisaran antara 1 s/d 4 kg dan rata rata 2 kg. Nilai jualnya mencapai Rp. 1000/kg sedikit dibawah semangka Rp 1.500/kg. Pak Dwijo menyatakan bahwa selama ini tidak pernah kesulitan dalam menjual panen waluhnya. Hal ini karena waluh tidak hanya untuk sayuran, tetapi bisa juga dimasak menjadi kolak dan bahkan konon waluh termasuk memiliki kasiat bagi kesehatan sebagai salah satu tanaman herba. Oleh karena itu banyak yang membutuhkan. Waluh juga bukan tanaman yang tidak trendy/populer, buktinya kalau kita pergi ke Semarang maka pinggir jalan sekitar Ambarawa banyak dijumpai waluh besar yang dijual di pinggir jalan. Meskipun harga waluh dibawah semangka, tetapi jika dibandingkan dengan investasi yang diberikan (pupuk, obat, tanaga untuk menyiram) dan hasil per pohon (satu batang 1 buah pada semangka banding 10 buah setiapa pohon waluh) maka dapat dimaklumi jika Pak Sukarjo membenarkan bahwa waluh hasilnya lebih baik dari semangka. Pengalaman yang telah dilakukan oleh Pak Dwijo ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa :

1. Segala sesuatu yang ditekuni dan dijalani dengan baik akan memberikan imbalan berupa hasil yang baik pula.

2. Untuk mendapatkan hasil pertanian yang baik, maka diperlukan kejelian dalam melihat peluang musim dan potensi lahan maupun kemampuan (tenaga dan dana).

3. Jangan mudah tergiur oleh tanaman introduksi (dari luar) yang belum tentu cocok untuk lahan lokal. Tanaman lokal bahkan lebih mudah dalam budidaya dan hasilnya memuaskan.

Dengan mengetahui potensi waluh ini maka dapat disimpulkan bahwa waluh dapat menjadi salah satu tanaman unggulan di lahan pasir (kering) untuk masa tanam di musim mareng. Mari BINANGUN Kulon Progo dengan apa yang kita miliki. Tidak ada salahnya belajar meskipun kepada seorang petani desa jikalau memang itu baik, kecuali bagi mereka yang ada ego di dalam dirinya.

Kulon Progo, Juni 2005salam

Bambang Suwignyo