KWU
-
Upload
suci-indah-setiawati -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
description
Transcript of KWU
Pemimpin Mamalia
Pendekatan kepemimpinan dalam pandangan Josep White dan Yaron Prywes, dapat
dilihat dari 2 sisi yang berbeda; Pertama, seorang pemimpin yang lebih memiliki karakter
mamalia. Mereka terutama adalah orang yang lebih sering mengedepankan hatinya (heart) dan
cenderung memberikan perhatian yang besar kepada setiap orang. Pemimpin seperti ini meyakini
bahwa manusia (people) adalah aset organisasi paling berguna dan mampu membuat organisasi
bekerja baik.
Karena itu, organisasi wajib memberlakukan pegawainya secara adil dan manusiawi
(treating them fairly and humanely). Tipe kepemimpinan mamalia ini disebut juga
kepemimpinan yang hangat dan berdarah panas (warm-blooded), jiwanya hangat, saling
menghargai dan menghormati satu sama lain. Kehidupan berorganisasi adalah termasuk juga
sebagai suatu bentuk sosialita, persaudaraan dan kekeluargaan yang hangat. Mirip dengan
hubungan kekeluargan ala Indonesia yang masih bisa kita nikmati di kampung-kampung.
Di perkantoran, caranya biasanya dilakukan dengan membangun kekuatan pegawai
(empowerment), melakukan program pembinaan mentorship yang teratur, dan melakukan
komunikasi yang baik.
Pemimpin Reptilia
Sedangkan yang lain adalah pemimpin Reptilian. Dia adalah seseorang yang lebih
mengedepankan pemikiran rasional. Sehari-hari, seorang yang bertipe Reptillian Leadership,
selalu mengedepankan apa yang ada dalam kepalanya (head) atau akal dibandingkan dengan
yang dirasakan hati (heart). Hanya pegawai yang kompeten dan memiliki karakter pekerja
unggul yang diyakini akan membawa perusahaan atau organisasi untuk mewujudkan sasarannya.
Kepemimpinan Reptilian banyak dipercaya sebagai salah satu tipe kepemimpinan yang
memainkan peran bagi proses perubahan di banyak perusahaan/organisasi.
Hampir sama dengan yang diyakini Jim Collins sebagaimana dalam bukunya the Good to Great;
Why Some Companies make theLeap ..... and others Don’t. Bagi Collins, sangatlah penting untuk
memilih orang tertentu, the right people terlebih dahulu, dan dengan tidak memilih orang yang
salah. Dia selalu tegas untuk mengatakan, “first got the right people on the bus, and the wrong
people off the bus”. Hanya orang seperti inilah yang akan memahami, kemana perusahaan atau
organisasi akan diarahkan. Hanya pegawai yang kontributif yang akan dipercaya dan lebih
dihargai, bahkan orang yang tidak kompeten, biasanya tidak disertakan dalam sebuah tim.
Silahkan mencari tempat lain yang lebih sesuai, atau apabila dalam suatu organisasi, mungkin
saja dapat dicarikan posisi lain di unit kerja lain, yang memiliki persyaratan kompetensi yang
lebih pas.
Paradoks Kepemimpinan Mamalia dan Reptilia
Apakah kedua tipe kepemimpinan ini bisa dijalankan secara ekstrim? Jawabannya, bisa ia
dan bisa juga tidak. Hanya saja, banyak contoh yang memperlihatkan bagaimana tipe
kepemimpinan Reptilia dianggap lebih kuat dalam memainkan peran perubahan yang dilakukan
pada suatu organisasi. Proses perubahan yang menuntut kecepatan karena harus memanfaatkan
momentum yang biasanya sangat sempit, tidak bisa dilakukan dengan banyak pengecualian.
Semua keputusan harus dijalankan secara cepat dan konsisten. Ini menghendaki pendekatan
kepemimpinan yang lebih Reptilian.
Tetapi, pada suatu organisasi yang sudah lebih settled, sudah memiliki tatanan sistem dan
SDM yang cukup mumpuni, kombinasi reptilian dan mamalian leadership, biasanya menjadi
pilihan menarik. Organisasi yang lebih settled selalu diwarnai oleh suasana keterbukaan
(transparansi) yang sudah mendarah daging. Tidak ada sistem yang harus dirahasiakan, juga
tidak ada seorangpun yang harus dilakukan berbeda. Dengan sistem Manajemen SDM yang lebih
adil (fairness) dan dengan memberikan pendelegasian wewenang secara lebih luas, serta
terciptanya akuntabilitas pada setiap level secara terstruktur, maka hubungan antar orang yang
lebih solid, selalu menjadi kebutuhan bersama yang harus terpenuhi.
Pada titik ini, tidak dapat disangkal, maka kedua ekstrim tipe kepemimpinan ini, sudah
menjadi kebutuhan bersama yang keduanya perlu diadopsi secara bersamaan. Jadi, pilihan untuk
menjadi pemimpin yang lebih bersifat mamalian, atau lebih berkarakter reptilian, lebih banyak
tergantung kepada situasi SDM dan sistem yang berkembang dalam suatu organisasi.
Menjadi Pemimpin Besar
Bagaimana menjadi seorang pemimpin besar? Great Leadership adalah melakukan
perubahan. Karena anda berada di puncak (top of the Pyramid), maka anda mempunyai
kemampuan, baik karena wewenang yang diberikan, karena instinct anda, ataupun berdasarkan
pengalaman selama bertahun-tahun yang membuat anda lebih mudah untuk mengetahui segala
situasi.
Pemimpin besar, karena hanya mereka yang melakukan perubahan besar, maka mereka
perlu menciptakan banyak pioneer perubahan. Karena itu, mereka harus inovatif, dan siap
menanggung risiko. Mereka mempunyai selera untuk mendapatkan very talented people, bukan
sekedar pegawai biasa saja (ordinary people).
Pemimpin besar dikatakan sebagai orang yang mempunyai helicopter view, memiliki
pandangan luas dari seluruh arah. Paling penting, menyukai tantangan. Tentu saja tidak mudah
dan tidak bisa cepat selesai. Tidak cukup dengan hanya menetapkan visi dan goal. Konsekuensi
dari penetapan visi menjadi lebih penting. Inilah komitmen yang harus dituju dan didaki oleh
pemimpin besar.
Jadi, sebagai pemimpin besar yang di-admired oleh banyak orang, terutama anak
buahnya, atau para stakeholder-nya, sebagaimana tribute yang diberikan keluarga ASTRA
kepada Almarhum Michael Ruslim, adalah ketika dia mampu mengambil peran dan tanggung
jawab atas kepemimpinannya yang menggabungkan semua kekuatan dan karakter, menjadi suatu
kemenangan dan keberhasilan.
Dua hal yang sering bersikap paradoks antara Mamalian dan Reptilian Leadership,
dengan kombinasi yang tepat, justru memberikan stigma yang kuat untuk melahirkan prestasi
yang luar bisa pada diri beberapa orang.
Kenapa? Mungkin karena mereka, terutama Michael tetap meletakkan hal-hal
fundamental sebagai ukuran yang tidak bisa dikompromikan, misalnya, selalu harus ada inovasi.
Ketika inovasi terhambat, maka perusahaan tidak mungkin mampu bersaing dengan
kompetitornya.
Lalu, selalu harus mengedepankan aspek keadilan, baik dalam hal karir, pemberian
reward, ataupun dalam hal pengembangan SDM. Keadilan memberikan kesempatan bagi yang
lebih baik untuk mendapatkan yang lebih, sekaligus memberikan peringatan bagi yang kurang
baik, untuk memperbaiki diri. Kultur perusahaan yang lebih inovatif sekaligus kontributif dan
kompetitif adalah mesin-mesin yang harus hidup terus menerus.