Kusta

31
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi dan secara sekunder menyerang kulit serta organ- organ lain (WHO, 2003). Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB) (WHO, 1998). Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular dan disebut juga sebagai kusta kering. Sedangkan kusta tipe MB atau kusta basah adalah kusta yang sangat mudah menular. Penyakit kusta masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar masyarakat dunia terutama di negara berkembang, dan Indonesia merupakan penyumbang penyakit kusta setelah India dan Brazil (WHO, 2008). Di Indonesia masih ada 14 provinsi dan 155 kabupaten yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan kusta baru, salah satunya adalah propinsi Jawa Timur. Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah penderita kusta tertinggi di Indonesia, sekitar 30%. Kabupaten Sumenep merupakan satu daerah dengan jumlah penderita kusta yang besar di provinsi Jawa 1

description

Kusta

Transcript of Kusta

Page 1: Kusta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah

penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium

leprae. Mycobacterium leprae yang secara primer menyerang saraf tepi dan

secara sekunder menyerang kulit serta organ-organ lain (WHO, 2003). Kusta

memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar

(MB) (WHO, 1998). Kusta tipe PB adalah tipe kusta yang tidak menular dan

disebut juga sebagai kusta kering. Sedangkan kusta tipe MB atau kusta basah

adalah kusta yang sangat mudah menular.

Penyakit kusta masih menjadi permasalahan yang dihadapi oleh

sebagian besar masyarakat dunia terutama di negara berkembang, dan

Indonesia merupakan penyumbang penyakit kusta setelah India dan Brazil

(WHO, 2008). Di Indonesia masih ada 14 provinsi dan 155 kabupaten yang

memperlihatkan kecenderungan peningkatan kusta baru, salah satunya adalah

propinsi Jawa Timur. Jawa Timur merupakan propinsi dengan jumlah penderita

kusta tertinggi di Indonesia, sekitar 30%.

Kabupaten Sumenep merupakan satu daerah dengan jumlah penderita kusta

yang besar di provinsi Jawa timur. Di antara kecamatan pada kebupaten

Sumenep, Kecamatan Lenteng menduduki peringkat ke-4 penderita kusta

terbanyak setelah kecamatan Pragaan, Talango, dan Bluto. Diperlukan data

prevalensi penderita kusta untuk mengetahui gambaran penyebaran penderita

kusta di Kecamatan Lenteng. Mini project ini berupaya melalukan

pengumpulan data terhadap prevalensi penderita kusta, serta beberapa variabel

lain yang berhubungan antara lain tipe kusta yang diderita, cara pendataan

penderita kusta, prevalensi kecacatan penderita kusta, rerata usia penderita

kusta, dan prevalensi ketuntasan pengobatan kusta. Pengumpulan data

dilakukan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep

yang merupakan salah satu desa yang diduga memiliki prevalensi penderita

kusta yang cukup banyak.

1

Page 2: Kusta

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran prevalensi penderita kusta di Desa Lenteng Barat

Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep Tahun 2009 - November 2014?

1.3 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran prevalensi penderita kusta di Desa Lenteng Barat

Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009- 2014.

1.4 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tren peningkatan atau penurunan jumlah penderita kusta di

Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 –

2014.

2. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan jenis kelamin di Desa

Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 – 2014.

3. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan tipe kusta di Desa Lenteng

Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 – 2014.

4. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan usia di Desa Lenteng Barat

Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 – 2014.

5. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan cara pendataan di Desa

Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 – 2014.

6. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan kecacatan di Desa Lenteng

Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 – 2014.

7. Mengetahui jumlah penderita kusta berdasarkan ketuntasan pengobatan di

Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009 –

2014.

1.5 Manfaat

1. Mengetahui prevalensi penderita kusta, jumlah penderita, jumlah penderita

berdasarkan jenis kelamin, tipe kusta, usia, cara pendataan, kecacatan, dan

ketuntasan pengobatan di Desa Lenteng Barat Kecamatan Lenteng

Kabupaten Sumenep tahun 2009- 2014.

2

Page 3: Kusta

2. Dapat menjadi acuan analisis penelitian lebih lanjut mengenai faktor

penyebab dari data yang ditemukan di Desa Lenteng Barat Kecamatan

Lenteng Kabupaten Sumenep tahun 2009- 2014.

3

Page 4: Kusta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kusta

Kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi,

selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa, saluran pernapasan bagian atas,

sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis. Penyakit Hansen atau

Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta atau

lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui

hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae hingga ditemukan

bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008,

yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang

dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy. Sedangkan

bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan Norwegia

bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen

yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini

penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk

menghargai jerih payah penemunya, melainkan juga karena kata leprosy dan

leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang

netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya

diderita oleh pasien kusta. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa

pada saraf tepi dan mukosa dari saluran pernapasan atas; dan lesi pada kulit

adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat

sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota

gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat, kusta tidak

menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah, seperti pada

penyakit tzaraath.

2.2 Etiologi

Penyebab kusta adalah Mycobacterium leprae, yang ditemukan oleh

warga negara Norwegia, G.A Armauer Hansen pada tahun 1873 dan sampai

sekarang belum dapat dibiakkan dalam media buatan. Kuman Mycobacterium

4

Page 5: Kusta

leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 Um x 0,5 Um, tahan asam dan

alkohol serta bersifat Gram positif. Mycobacterium leprae hidup intraseluler

dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan cell) dan sistem

retikulo endothelial (Kosasih et al, 2005).

2.3 Masa inkubasi

Masa inkubasi kusta bervariasi antara 40 hari sampai 40 tahun, dengan

rata-rata 3-5 tahun. Masa inkubasi berkaitan dengan pembelahan sel yang

lama, yaitu antara 2 – 3 minggu dan di luar tubuh manusia (kondisi tropis)

kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo

kuman kusta pada tikus pada suhu 27 – 300C.

2.4 Epidemiologi Kusta

Secara deskriptif epidemiologi penyakit kusta digambarkan menurut

tempat, waktu dan orang. Gambaran epidemiologis penyakit kusta adalah

sebagai berikut :

a. Distribusi menurut tempat

Penyakit kusta tersebar di dunia dengan endemisitas berbeda. Dari 122

negara endemis tahun 1985, 98 negara telah mencapai eliminasi kusta

dengan angka prevalensi < 1 / 10.000 penduduk. Lebih dari 10 juta

penderita telah disembuhkan dengan MDT pada akhir 1999. Beberapa

faktor yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta yaitu

iklim (panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi dan

genetik. Perkiraan jumlah penderita kusta di dunia tahun pada 2005 dan

2006 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Regional WHO Prevalensi

( awal 2006 )

Kasus Baru

( selama 2005 )

Afrika 40.830 (0,56) 42.814 (5,92)

Amerika 32.904 (0,39) 41.780 (4,98)

Asia Tenggara 133.422 (0,81) 201.635 (12,17)

Mediterania Timur 4.024 (0,09) 3.133 (0,67)

Pasifik Barat 8.646 (0,05) 7.137 (0,41)

5

Page 6: Kusta

Total 219.826 296.499

Tabel 2.1 Situasi penderita kusta menurut regional WHO tahun

2005 – 2006 (diluar regional Eropa) (Depkes RI, 2006)

b. Distribusi penyakit kusta menurut waktu

Pada tahun 2005 sebanyak 17 negara melaporkan 1000 atau lebih kasus

baru, yang semuanya menyumbang 94 % kasus kusta baru di dunia. Secara

global terjadi penurunan kasus baru, tetapi sejak tahun 2002 terjadi

peningkatan kasus baru dibeberapa negara seperti Republik Demokrasi

Kongo, Philipina dan Indonesia. Pada tahun 2005 Indonesia menempati

urutan ketiga dalam jumlah kasus baru setelah Brazil dan India (Depkes

RI, 2006).

c. Distribusi penyakit kusta menurut orang

1. Distribusi menurut umur

Penyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian

penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada

umur 10-20 tahun (Depkes RI, 2006). Penyakit kusta dapat mengenai

semua umur dan terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun. Serangan

pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi. Di Brasilia

terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada

penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut. Menurut Depkes

RI (2006) kebanyakan penelitian melaporkan bahwa distribusi penyakit

kusta menurut umur berdasarkan prevalensi, hanya sedikit yang

berdasarkan insiden karena pada saat timbulnya penyakit sangat sulit

diketahui.

2. Distribusi menurut jenis kelamin

Kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari

pada wanita, kecuali di Afrika, wanita lebih banyak terkena penyakit

kusta dari pada laki-laki (Depkes RI, 2006). Menurut Louhennpessy

dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa perbandingan penyakit

kusta pada penderita laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1,0, artinya

penderita kusta pada laki-laki 2,3 kali lebih banyak dibandingkan

penderita kusta pada perempuan. Menurut Noor dalam Buletin Penelitian

6

Page 7: Kusta

Kesehatan (2007) penderita pria lebih tinggi dari wanita dengan

perbandingannya sekitar 2.

2.5 Diagnosis Kusta

Diagnosis penyakit kusta didasarkan pada gambaran klinis,

bakteriologis dan histopatologis. Dari ketiga diagnosis klinis merupakan yang

terpenting dan paling sederhana. Sebelum diagnosis klinis ditegakkan, harus

dilakukan anamnesa, pemeriksaan klinik (pemeriksaan kulit, pemeriksaan

saraf tepi dan fungsinya). Untuk menetapkan diagnosis klinis penyakit kusta

harus ada minimal satu tanda utama atau cardinal sign.. Tanda utama tersebut

yaitu :

a. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa

Kelainan dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi) atau

kemerah-merahan (eritematosa) yang mati rasa (anestesi)

b. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf akibat

peradangan saraf (neuritis perifer) , bisa berupa :

1) Gangguan fungsi sensoris (mati rasa)

2) Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot, kelumpuhan

3) Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak

c. Adanya kuman tahan asam di dalam pemeriksaan kerokan jaringan kulit

(BTA positif).

2.6 Klasifikasi Kusta

Dikenal beberapa jenis klasifikasi kusta, yang sebagian besar di

dasarkan pada tingkat kekebalan tubuh (kekebalan seluler) dan jumlah

kuman. (Ditjen PPM, 2001). Beberapa klasifikasi kusta di antaranya adalah :

a. Klasifikasi Madrid (1953)

Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta di tempatkan pada dua kutub,

satu kutub terdapat kusta tipe tuberculoid (T) dan kutub lain tipe

lepromatous (L) . Diantara kedua tipe ini ada tipe tengah yaitu tipe

borderline (B). Di samping itu ada tipe yang menjembatani yaitu disebut

tipe intermediate borderline (B).

7

Page 8: Kusta

b. Klasifikasi Ridley Jopling (1962)

Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling membagi tipe

kusta menjadi 6 kelas yaitu : intermediate (I), tuberculoidtuberculoid (TT),

borderline tuberculoid (BT), borderlineborderline (BB), borderline

lepromatous (BT) dan lepromatous – lepromatous (LL).20

c. Klasifikasi WHO ( 1997 )

Pada pertengahan tahun 1997 WHO Expert Committee menganjurkan

klasifikasi kusta menjadi pausi basiler (PB) lesi tunggal, pausi basiler (PB

lesi 2-5) dan multi basiler (MB). Sekarang untuk pengobatan PB lesi

tunggal disamakan dengan PB lesi 2-5. Sesuai dengan jenis regimen MDT

(multi drug therapy) maka penyakit kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu tipe

PB dan MB.

Sekarang untuk pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi 2-

5. Sesuai dengan jenis regimen MDT (multi drug therapy) maka penyakit

kusta dibagi dalam 2 tipe, yaitu tipe PB dan MB.Klasifikasi WHO (1997)

inilah yang diterapkan dalam program pemberantasan penyakit kusta di

Indonesia (Sasakawa,2004). Penentuan klasifikasi atau tipe kusta

selengkapnya seperti tabel di bawah ini :

Tanda Utama PB MB

Jumlah lesi 1 - 5 Lebih dari 5

Penebalan saraf yang

disertai

Hanya 1 saraf Lebih dari 1

gangguan fungsi saraf

Sediaan apus BTA negatif BTA positif

Tabel 2.2 Klasifikasi tipe kusta

2.7 Imunologi Penyakit Kusta

Imunitas terdapat dalam bentuk alamiah (non spesifik) dan didapat

(spesifik). Imunitas alamiah tergantung pada berbagai keadaan struktural

jaringan dan cairan tubuh, tidak oleh stimulasi antigen asing. Imunitas di

dapat tergantung pada kontak antara sel-sel imun dengan antigen yang bukan

8

Page 9: Kusta

merupakan unsur dari jaringan host sendiri. Imunitas didapat ada dua jenis

yaitu humoral dan seluler. Imunitas humoral didasarkan oleh kinerja gamma

globulin serum yang disebut antibodi (imunoglobulin). Imunoglobulin

disintesis oleh leukosit yaitu limphosit B. Imunitas seluler berdasarkan kerja

kelompok limphosit yaitu limfosit T dan makrofag (Kresno, 2001).

Pada penyakit kusta, kekebalan dipengaruhi oleh respon imun seluler

(cell mediated immunity / CMI). Variasi atau tipe dalam penyakit kusta

disebabkan oleh variasi dalam kesempurnaan imunitas seluler. Bila seseorang

mempunyai imunitas seluler yang sempurna, tidak akan menderita penyakit

kusta walaupun terpapar Mycobacterium leprae. Orang yang tidak

mempunyai imunitas seluler sempurna, bila menderita kusta akan mendapat

salah satu tipe penyakit kusta . Penderita yang mempunyai imunitas seluler

cukup tinggi akan mendapat kusta tipe T (klasifikasi Madrid) atau tipe TT

(klasifikasi Ridley Jopling) atau tipe PB (klasifikasi WHO). Semakin rendah

imunitas seluler, tipe yang akan diderita semakin kearah L / LL / MB.

2.8 Pengobatan kusta

Obat yang dipakai dalam pengobatan penyakit kusta adalah :

a. DDS ( Diamino Diphenil Sulfon / Dapson )

Dapson bersifat bakteriostatik atau menghambat pertumbuhan kuman

kusta. Dapson mempunyai efek samping berupa alergi (manifestasi kulit),

anemia hemolitik, gangguan saluran pencernaan (mual, muntah, tidak

nafsu makan), gangguan persarafan (neuropati perifer, vertigo, sakit

kepala, mata kabur)

b. Clofazimin

Clofazimin bersifat bakteriostatik dengan efek samping yaitu perubahan

warna kulit menjadi ungu sampai kehitaman, gangguan pencernaan berupa

mual, muntah, diare dan nyeri lambung.

c. Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid atau membunuh kuman kusta, 99 % kuman

kusta mati dalam satu kali pemberian. Efek samping yang mungkin terjadi

9

Page 10: Kusta

setelah pemberian rifampisin yaitu kerusakan hati, gangguan fungsi hati,

air seni warna merah dan munculnya gejala influenza.

d. Vitamin

1. Sulfas ferros, untuk penderita yang anemia berat

2. Vitamin A, untuk penderita dengan kulit bersisik (iktiosis)

10

Page 11: Kusta

BAB 3

HASIL DAN ANALISIS

3.1 Profil Desa

Desa Lenteng Barat yang juga termasuk dalam wilayah Kecamatan

Lenteng, secara geografis di sisi utara berbatasan dengan Desa Rubaru, di sisi

timur berbatasan dengan Desa Lenteng Timur, di sisi selatan berbatasan

dengan Desa Bilapora Rebba, di sisi barat berbatasan dengan Desa Ganding.

Jumlah penduduk keseluruhan di desa Lenteng Barat pada bulan yang sama

sebesar 9898 orang, yang terdiri dari 4792 laki-laki dan 5106 perempuan.

3.2 Data Penderita Kusta

3.2.1 Data Penderita Kusta Desa Lenteng Barat

Tabel 3.1 Data penderita Kusta Desa Lenteng Barat Tahun 2009 – 2014

Pada tahun 2009 – 2014 didapatkan jumlah penderita kusta

245 orang. Dari keseluruahn jumlah penderita tersebut di Kecamatan

Lenteng, Desa Lenteng Barat memiliki prevalensi 44,08 %. Untuk Desa

Lenteng Barat, dari data diatas didapatkan peningkatan yang cukup

signifikan dari tahun 2010 ke tahun 2011 dan merupakan jumlah

tertinggi diantara 5 tahun terakhir. Hal ini dapat disebabkan karena

diadakannya rapid village survey yang aktif pada tahun 2011 sehingga

kasus baru banyak ditemukan di tahun 2011. Para kader dan perangkat

11

Tahun Jumlah Penderita

2009 17

2010 8

2011 30

2012 21

2013 15

2014 17

Page 12: Kusta

desa diberi pengetahuan mengenai kusta dan diminta untuk membantu

program pencarian penderita kusta. Secara gradual terjadi penurunan

jumlah penderita dari tahun 2011 hingga tahun 2013. Peningkatan

jumlah penderita kembali terjadi di tahun 2014, meski tidak setinggi

yang terjadi pada tahun 2011.

3.2.2 Grafik Penderita Kusta Desa Lenteng Barat

2009 2010 2011 2012 2013 201405

101520253035

Jumlah Penderita

Grafik 3.1 Penderita Kusta Desa Lenteng Barat Tahun 2009 - 2014

Dari grafik di atas dapat diamati sempat terjadi penurunan

jumlah penderita pada tahun 2010. Lonjakan signifikan terjadi di tahun

2011 dimana merupakan angka tertinggi pada 5 tahun terakhir di Desa

Lenteng Barat.. Lonjakan jumlah penderita di tahun 2011 diikuti

penurunan jumlah penderita selama dua tahun berturut-turut, hingga

tahun 2013. Peningkatan jumlah penderita kembali terjadi pada tahun

2014, meski tidak terjadi secara signifikan seperti lonjakan yang terjadi

pada tahun 2011.

3.2.3 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki – Laki 53

Perempuan 55

12

Page 13: Kusta

Tabel 3.2 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin Desa

Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

Pada data di atas tergambar bahwa jenis kelamin perempuan

memiliki jumlah lebih banyak dari laki-laki, meskipun tidak terdapat

perbedaan jumlah yang signifikan antara penderita perempuan dan laki.

Penderita laki – laki berjumlah 53 orang dan perempuan 55 orang. Hal

ini dapat dipengaruhi karena sebagian besar perempuan memiliki

kesadaran lebih tinggi untuk berobat. Mereka juga lebih berani untuk

memeriksakan diri ke pusat kesehatan yang ada sehingga kasus kusta

pada perempuan lebih banyak ditemukan.

3.2.4 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Laki-LakiPerempuan

Diagram 3.2 Penderita Kusta Berdasarkan Jenis Kelamin Desa

Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

3.2.5 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta

Tipe Jumlah

Paucibasiler 56

Multibasiler 52

Tabel 3.3 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta Desa

Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

13

Page 14: Kusta

Pada Desa Lenteng Barat, tipe kusta paucibasiler lebih banyak

daripada multibasiler tetapi tidak terdapat perbedaan yang cukup

berarti. Penyebab lebih tingginya kejadian tipe paucibasiler

dibandingkan multibasiler ini memerlukan pengamatan lebih jauh. Pada

tipe paucibasiler gejala kusta yang muncul relatif lebih ringan

dibandingkan dengan tipe multibasiler. Hal ini menunjukkan bahwa

kesadaran masyarakat untuk memeriksakan bercak mati rasa sudah

cukup tinggi, meskipun gejala yang ditimbulkan tipe paucibasiler tidak

seberat pada multibasiler.

3.2.6 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta

Tipe

PBMB

Diagram 3.3 Penderita Kusta Berdasarkan Tipe Kusta Desa

Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

3.2.7 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Usia

Usia Jumlah

Mean 41

Di bawah mean 50

Di atas mean 58

Tabel 3.4 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Usia Desa Lenteng

Barat tahun 2009 – 2014

Berdasarkan usia, dari 108 pasien yang menderita kusta di

lenteng timur didapatkan rata – rata pasien berusia 41 tahun. Dari rata –

rata usia tersebut didapatkan 50 orang yang memiliki usia dibawah 41

14

Page 15: Kusta

tahun, sedangkan 58 orang yang berusia di atas 41 tahun. Pada usia

yang lebih tua dimungkinkan turunnya respon imun sehingga

pertahanan tubuh akan kusta lebih rendah dibandingkan pada usia yang

lebih muda.

3.2.8 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Usia

Umur

Di bawah meanDi atas mean

Diagram 3.4 Penderita Kusta Berdasarkan Usia Desa Lenteng

Barat tahun 2009 – 2014

3.2.9 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan cara Pendataan

Cara Pendataan Jumlah

Sukarela 82

Kontak 11

Kontak Serumah 0

Kontak Tetangga 2

Kontak Sekolah 1

Rapid village survey 7

Tabel 3.5 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Cara Pendataan

Desa Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

Berdasarkan cara pendataan, didapatkan beberapa macam cara.

Cara yang paling banyak yaitu penderita datang ke puskesmas secara

sukarela karena memiliki keluhan yang berkaitan dengan penyakit

kusta. Kemudian dengan adanya keluhan tersebut, penderita diperiksa

dan terbukti positif memiliki penyakit kusta. Cara kedua yaitu

15

Page 16: Kusta

mengadakan survei ke desa-desa untuk mencari penderita yang

memiliki gejala seperti kusta. Para kader dan perangkat desa diberi

pengetahuan mengenai gejala dan ciri – ciri kusta. Kemudian kader dan

perangkat desa tersebut memberikan penyuluhan ke masyarakat. Dari

cara tersebut diketemukan beberapa penderita kusta baru. Survei ini

dinamakan rapid village survey yang diadakan setahun sekali.

Didapatkan 7 pasien yang berasal dari Rapid village survey yang

kemudian periksa ke puskesmas dan menjadi penderita kusta baru. Dari

rapid village survey tersebut pasien yang berasal dari penemuan kader

yang datang ke puskesmas disebut berasal dari kontak.

Cara ketiga adalah memeriksa kontak yang berada pada sekitar

penderita. Kontak kemudian dibagi menjadi kontak serumah, kontak

tetangga, atau kontak sekolah. Kontak serumah didapatkan dari

pemeriksaan keluarga yang tinggal serumah dengan pasien. Dari data di

atas, yang paling banyak adalah didapat dari kontak tetangga. Tetangga

sekitar pasien yang berikatan erat dengan pasien, yaitu memiliki kontak

10 rumah sekitar rumah pasien. Secara teori, kusta dapat menular

melalui kontak jika berhubungan lebih dari 20 jam dalam seminggu.

Sehingga banyak penderita yang terdapat dari kontak tetangga. Kontak

sekolah didapatkan dari pemeriksaan tim puskesmas yang datang ke SD

dan SMP setiap 4 bulan. Pada saat pemeriksaan di sekolah, ditemukan 1

penderita yang merupakan kontak sekolah.

3.2.10 Diagram Penderita Kusta Berdasarkan Cara Pendataan

16

Page 17: Kusta

Status

SukarelaKontakKontak TetanggalKontak SekolahKontak SerumahRapid Village Survey

Diagram 3.5 Penderita Kusta Berdasarkan Cara Pendataan Desa

Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

3.2.11 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan

Kecacatan Jumlah

Ya 6

Tidak 102

Tabel 3.6 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan Desa

Lenteng Barat tahun 2009 – 2014

Di desa Lenteng Barat, terdapat dua pasien yang mengalami

kecacatan setelah menjalani pengobatan. Kecacatan yang dialami

seperti kehilangan atau menurunnya fungsi anggota tubuh. Kecacatan

ini dinilai sebelum pengobatan maupun setelah pengobatan. Pasien

yang mengalami kecacatan diberi obat simptomatis dan diajarkan cara

tertentu sehingga kecacatan maupun menurunnya fungsi anggota tubuh

itu tidak terlalu berpengaruh pada kegiatan sehari – harinya. Sehingga

setelah selesainya pengobatan, akan dilakukan evaluasi kembali apakah

ada kecacatan yang terjadi pada penderita atau tidak.

17

Page 18: Kusta

3.2.12 Diagram Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan

Kecacatan

YaTidak

Diagram 3.6 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Kecacatan

Desa Lenteng Barat Tahun 2009 – 2014

3.2.13 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Ketuntasan Pengobatan

Ketuntasan Jumlah

Tuntas 90

Belum Tuntas 18

Tabel 3.7 Jumlah Penderita Kusta Berdasarkan Ketuntasan

Pengobatan Desa Lenteng Barat Tahun 2009 - 2014

Pada data di atas, ada 18 penderita yang belum tuntas

pengobatan dari 108 pasien di Desa Lenteng Barat. Hal ini dapat

disebabkan karena ada beberapa pasien yang drop out pada masa

pengobatan. Pengobatan kusta membutuhkan waktu yang lama dan

membutuhkan ketaatan penderita untuk datang ke puskesmas setiap

bulannya. Namun petugas kusta maupun kader di desa Lenteng aktif

memantau penderita saat mengambil obatnya setiap bulan di

puskesmas. Jika penderita kusta tidak mengambil obat, petugas akan

mengantarkan obat pasien tersebut ke rumah. Oleh karena itu angka

ketuntasan pengobatan cukup tinggi.

18

Page 19: Kusta

3.2.14 Diagram Jumlah Penderita Berdasarkan Ketuntasan Pengobatan

Ketuntasan Pengobatan

Tuntas

Tidak Tuntas

Diagram 3.7 Penderita Berdasarkan Ketuntasan Pengobatan Desa

Lenteng Barat Tahun 2009 – 2014

19

Page 20: Kusta

BAB 4DISKUSI

Dari gambaran pada bab sebelumnya, dapat diidentifikasi bahwa Desa

Lenteng Barat memiliki prevalensi kusta yang tertinggi dibandingkan seluruh desa

di kecamatan Lenteng. Hal ini bisa disebabkan karena Desa Lenteng Barat

memiliki area yang cukup luas dan berdekatan dengan Puskesmas Lenteng

sehingga dimungkinkan petugas kusta maupun kader kesehatan menjangkau

wilayah ini. Masyarakat yang memiliki keluhan yang menyerupai kusta juga lebih

mudah memeriksakan dirinya ke Puskesmas Lenteng sehingga kasus baru mudah

ditemukan.

Dari data sejak tahun 2009 hinga tahun 2014, didapatkan peningkatan

tajam di tahun 2011. Hal ini dapat disebabkan karena keaktifan petugas kusta

maupun kader kesehatan dalam rapid village survey. Berdasarkan jenis kelamin,

penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki yang dapat disebabkan

karena kesadaran mereka untuk memeriksakan diri kepusat kesehatan lebih tinggi.

Penderita kusta dengan tipe multibasiler lebih sedikit daripada penderita

dengan tipe paucibasiler. Pada tipe paucibasiler yang muncul hanya bercak putih

pada kulit, sedangkan pada tipe multibasiler gejala yang muncul lebih dominan.

Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Lenteng Barat untuk

memeriksaan keadaan kesahatannya tinggi meskipun gejala yang muncul tidak

berat. Berdasarkan usia, usia penderita yang berada di atas usia 41 tahun lebih

banyak daripada yang berusia di bawah 41 tahun. Hal ini dapat dipengaruhi oleh

nutrisi maupun daya tahan tubuh yang menurun seiring bertambahnya usia.

Cara pendataan secara sukarela penderita datang ke puskesmas lebih

banyak daripada cara pendataan yang lain. Hal ini bisa disebabkan karena desa

Lenteng Barat yang letaknya berdekatan dengan puskesmas Lenteng sehingga

penderita lebih mudah untuk memeriksakan dirinya dan mengikuti program

pengobatan. Berdasarkan tingkat kecacatan, hanya enam penderita yang

mengalami kecacatan dari seluruh penderita yang berada di Desa Lenteng Barat.

Jumlah penderita kusta yang belum tuntas pengobatan mencapai 18 orang

penderita karena pengobatan akan berlanjut di tahun 2015. Keaktifan petugas

20

Page 21: Kusta

kusta dan penderita dalam mengikuti program pengobatan sangat berpengaruh

dalam munculnya kecacatan.

21

Page 22: Kusta

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Prevalensi penderita kusta di Desa Lenteng Barat sebesar 44,08 %.

Jumlah penderita kusta dari tahun 2009 hingga November 2014 di Desa Lenteng

Timur sebesar 108 orang. Dari 108 orang tersebut, 53 orang laki – laki dan 55

orang perempuan. 56 orang penderita memiliki tipe paucibasiler dan 52 orang

multibasiler. 50 orang berusia di bawah 41 tahun dan 58 orang berusia di atas 41

tahun. Dari cara pendataan, 82 orang datang secara sukarela,7 orang dari rapid

village survey, 11 orang ditemukan oleh kader kesehatan, 2 orang dari kontak

tetangga dan 1 orang dari kontak sekolah. Hanya 6 orang yang mengalami

kecatatan dan 18 orang yang belum tuntas pengobatan karena pengobatan masih

berjalan hingga tahun 2015.

5.2 Saran

Demi perbaikan dan peningkatan keaktifan petugas dan kader kesahatan

maupun masyarakat akan penemuan kasus kusta diharapakan petugas maupun

kader kesehatan dapat meningkatkan penyuluhan maupun penemuan dini penyakit

kusta di Desa Lenteng Barat khususnya dan Kecamatan Lenteng pada umumnya.

Untuk masyarakat diharapkan mampu menerapkan perilaku hidup bersih dan

sehat dan meningkatkan pengetahuannya mengenai kusta sehingga deteksi dini

penyakit ini dapat ditingkatkan. Bagi penulis perlu juga dilakukan perbandingan

dengan Desa lain di Kecamatan Lenteng ini dan perlu juga penelitian lebih lanjut

agar kasus kusta di Kecamatan Lenteng ini dapat segera diberantas.

22

Page 23: Kusta

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen PPM & PL Dep.Kes.RI, Modul Aspek Klinis, Komplikasi Penyakit Kusta

Dan Penanggulangannya, Jakarta, 2001; 1-21

Kosasih A, Made Wisnu I, Emmy S.J, Linuwih S. M, Kusta, dalam : Juanda,

Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi IV, FKUI, Jakarta,2005;73-88.

Kresno S.B, Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, FKUI, Jakarta,

2001; 10-1

23