KURIKULUM PONDOK PESANTREN HUMANISTIKabcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember...

13
Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 167 KURIKULUM PONDOK PESANTREN HUMANISTIK Robingun Suyud El Syam Penulis adalah Dosen UNSIQ Jawa Tengah, Kepala Sekolah SMK Takhasus, Mahasiswa Program Doctor UIN Yogyakarta Abstrak Keberhasilan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kurikulum yang diberlakukan. Kurikulum merupakan penunjuk arah dalam setiap jenjang pendidikan, supaya apa yang menjadi cita-cita dapat tercapai. Sebagai sebuah Negara Indonesia tercataT telah memberlakukan kurikulum sedari zaman kemerdekaan sampai saat ini. Kurikulum hendaknya disusun dan dikembangkan dalam rangka mengangkat derajat manusia dengan menggali segenap potensi yang melekat pada dirinya (kurikulum humanistic). Kurikulum humanistic berpijak pada aliran empiric yang menjadi titik tolak lahirnya pendidikan humanis dan kurikulum humanistic, yang kemudian dikembangkan oleh ilmuan pendidikan humanis. Kurikulum humanistic mengacu konsep aliran pendidikan pribadi Jhon Dewey (Personalized Education), (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic Education), yang mana aliran ini lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya bahwa aliran ini beranggapan bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam pendidikan, manusia adalah subjek sekaligus objek dalam pendidikan. Kurikulum yang bersifat religius ialah kurikulum yang berisikan materi pengajaran yang mengajarkan bagaimana kita bisa mengerti tentang ilmu agama dan bagaimana kita menerapkan ikhtisar-ikhtisar agama yang masing-masing kita anut di masyarakat. Tentunya agama merupakan dasar dari jiwa kerohanian masyarakat. Dengan mengerti tentang kehidupan beragama diharapkan siswa di sekolah lebih bisa menjaga diri dan selalu berpedoman kepada ajaran agama dalam melakukan kegiatan apapun di masyarakat. Kata Kunci: Kurikulum, Pondok Pesantren, Humanistik A. Pendahuluan Para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan Pondok Pesantren, hal ini mungkin disebabkan cara pandang mereka terhadap pondok pesantren. Namun demikian, pada dasarnya perbedaan mereka tidaklah terlalu esensi, bahkan antara pendapat yang satu dengan lainnya bisa saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Dalam bukunya berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Mastuhu berpendapat bahwa pesantren merupakan Lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami dan mengajarkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. 1 Pengertian lain dikemukakan M. Dawam Raharjo, bahwa Pesantren adalah tempat dimana anak-anak muda dan dewasa belajar secara mendalam dan lebih lanjut Agama Islam yang diajarkan sistematis langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar. 2 Sedang Manfred Ziemek, mendefinisikan bahwa Pesantren secara etimologis asalnya dari pe-santri-an berarti tempat santri-santri 1 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal. 55. 2 M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), hal. 2.

Transcript of KURIKULUM PONDOK PESANTREN HUMANISTIKabcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Al Qalam/Desember...

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 167

KURIKULUM PONDOK PESANTREN HUMANISTIK

Robingun Suyud El Syam

Penulis adalah Dosen UNSIQ Jawa Tengah, Kepala Sekolah SMK

Takhasus, Mahasiswa Program Doctor UIN Yogyakarta

Abstrak

Keberhasilan pendidikan tidak bisa dilepaskan dari kurikulum yang diberlakukan.

Kurikulum merupakan penunjuk arah dalam setiap jenjang pendidikan, supaya apa

yang menjadi cita-cita dapat tercapai. Sebagai sebuah Negara Indonesia tercataT

telah memberlakukan kurikulum sedari zaman kemerdekaan sampai saat ini.

Kurikulum hendaknya disusun dan dikembangkan dalam rangka mengangkat derajat

manusia dengan menggali segenap potensi yang melekat pada dirinya (kurikulum

humanistic). Kurikulum humanistic berpijak pada aliran empiric yang menjadi titik

tolak lahirnya pendidikan humanis dan kurikulum humanistic, yang kemudian

dikembangkan oleh ilmuan pendidikan humanis.

Kurikulum humanistic mengacu konsep aliran pendidikan pribadi Jhon Dewey

(Personalized Education), (Progressive Education) dan J.J. Rousseau (Romantic

Education), yang mana aliran ini lebih memberikan tempat kepada siswa, artinya

bahwa aliran ini beranggapan bahwa manusia adalah yang pertama dan utama dalam

pendidikan, manusia adalah subjek sekaligus objek dalam pendidikan.

Kurikulum yang bersifat religius ialah kurikulum yang berisikan materi pengajaran

yang mengajarkan bagaimana kita bisa mengerti tentang ilmu agama dan bagaimana

kita menerapkan ikhtisar-ikhtisar agama yang masing-masing kita anut di

masyarakat. Tentunya agama merupakan dasar dari jiwa kerohanian masyarakat.

Dengan mengerti tentang kehidupan beragama diharapkan siswa di sekolah lebih

bisa menjaga diri dan selalu berpedoman kepada ajaran agama dalam melakukan

kegiatan apapun di masyarakat.

Kata Kunci: Kurikulum, Pondok Pesantren, Humanistik

A. Pendahuluan

Para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan Pondok Pesantren, hal ini mungkin

disebabkan cara pandang mereka terhadap pondok pesantren. Namun demikian, pada

dasarnya perbedaan mereka tidaklah terlalu esensi, bahkan antara pendapat yang satu

dengan lainnya bisa saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Dalam bukunya

berjudul Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Mastuhu berpendapat bahwa pesantren

merupakan Lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami,

mendalami dan mengajarkan ajaran islam dengan menekankan pentingnya moral

keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.1

Pengertian lain dikemukakan M. Dawam Raharjo, bahwa Pesantren adalah tempat

dimana anak-anak muda dan dewasa belajar secara mendalam dan lebih lanjut Agama

Islam yang diajarkan sistematis langsung dari bahasa Arab serta berdasarkan pembacaan

kitab-kitab klasik karangan ulama-ulama besar.2 Sedang Manfred Ziemek, mendefinisikan

bahwa Pesantren secara etimologis asalnya dari pe-santri-an berarti tempat santri-santri

1 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hal. 55.

2 M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, (Jakarta: LP3ES, 1974), hal. 2.

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

168 | ISSN: 2356-2447-XIII

atau murid mendapatkan pelajaran dari pimpinan pesantren (kyai) dan para ulama atau

ustadz. Pelajarannya mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam.3

Dalam terminology Zamakhsyari Dhofier, pondok berasal dari perkataan arab

“funduk” yang berarti hotel atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.4 Pondok

pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para

siswanya tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan seorang atau lebih guru yang

dikenal dengan sebutan kyai. Asrama atau pondok untuk para siswa berada pada

lingkungan pesantren dimana kyai bertempat tinggal, dan juga menyediakan masjid

sebagai sarana ibadah, ruang untuk belajar dan kegiatan- kegiatan keagamaan lainnya.

Dengan mencermati beberapa definisi di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan non formal dimana para santri

belajar di bawah bimbingan kyai dalam rangka untuk meningkatkan moral keagamaannya

sebagai pedoman perilaku sehari-hari.Terdapat 3 (tiga) alasan utama, mengapa pondok

pesantren menyediakan asrama bagi para santrinya, yaitu:

1. Kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman pengetahuannya tentang Islam

menarik santri-santri dari jauh, untuk mendapat ilmu dari kyai tersebut. Secara

teratur dalam waktu yang relative lama para santri tersebut harus meninggalkan

kampong halamannyadan menetap didekat kediaman kyai.

2. Hampir semua pesantren itu berada di desa-desa dimana tidak tersedia

perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri-santri,

dengan demikian perlulah asrama khusus bagi para santri.

3. Adanya sikap timbal balik antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap

kyainya seolah-olah sebagai orangtuanya sendiri, sedangkan kyaimenganggap

para santri sebagai titipan Tuhan yang senantiasa harus dilindungi.5

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Sebagai

lembaga pendidikan Islam, pesantren dari sudut historis kultural dapat dikatakan sebagai

“training centre” yang otomatis menjadi pusat budaya Islam, yang disahkan atau

dilembagakan oleh masyarakat, setidaknya oleh masyarakat Islam sendiri yang secara de

facto tidak dapat diabaikan oleh pemerintah. Itulah sebabnya Nurcholish Madjid

mengatakan bahwa dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna

keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous).

Kehadiran pesantren pertama kali di Indonesia, tidak terdapat keterangan yang pasti.

Menurut pendataan yang dilakukan oleh Kementerian Agama, pada tahun 1984-1985,

sebagaimana dikutip oleh Hasbullah, diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua

didirikan pada tahun 1062 di Pamekasan Madura, dengan nama pesantren Jan Tampes II.

Akan tetapi, hal ini juga diragukan karena tentunya ada pesantren Jan Tampes I yang lebih

tua. Walaupun demikian, pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di

Indonesia yang peran-sertanya tidak diragukan lagi terutama bagi perkembangan Islam di

Indonesia.

3 Manfrek Ziemek, Pesantren Dalam Perubahan sosial, (Jakarta: P3M, 1986), hal. 16.

4 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, hal. 18.

5 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 46.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 169

Dalam perkembangannya, pondok pesantren mengalami perubahan yang pesat,

bahkan ada kecenderungan menunjukkan trend positif. Di sebagian pesantren telah

mengembangkan kelembagaannya dengan membuka sistem madrasah, sekolah umum,

dan di antaranya ada yang membuka semacam lembaga pendidikan kejuruan, seperti

bidang pertanian, peternakan, teknik, dan sebagainya. Kontak antara pesantren dan

madrasah ini, menurut Abdurrahman Mas’ud, baru terjadi secara intensif dan massif pada

awal dekade 70-an. Sebelum itu, kedua lembaga ini cenderung berjalan sendiri-sendiri,

baik karena latar-belakang pertumbuhannya yang berbeda maupun karena tantangan

eksistensial yang dihadapi masing-masing lembaga yang tidak sama.

B. Dinamika Kurikulum Pesantren

Sebagaimana disinggung di depan bahwa kurikulum merupakan salah satu instrumen

dari suatu lembaga pendidikan, termasuk pendidikan pesantren. Untuk mendapatkan

gambaran tentang pengertian kurikulum, terlebih dahulu disinggung definisi kurikulum.

Menurut Iskandar Wiryokusumo, kurikulum adalah “Program pendidikan yang disediakan

sekolah untuk siswa”. Sementara S. Nasution mengatakan, kurikulum adalah Suatu

rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar-mengajar di bawah bimbingan

dan tanggung-jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya”.

Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa kurikulum pada dasarnya merupakan

seperangkat perencanaan dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan untuk

mewujudkan lembaga pendidikan yang diidamkan. Pesantren dalam kelembagaannya,

mulai mengembangkan diri dengan jenis dan corak pendidikannya yang bermacam-

macam. Pesantren besar, pesantren Tebuireng di Jombang, misalnya, di dalamnya telah

berkembang madrasah, sekolah umum, sampai perguruan tinggi yang dalam proses

pencapaian tujuan institusional selalu menggunakan kurikulum. Tetapi, pesantren yang

mengikuti pola salafi (tradisional), mungkin kurikulum belum dirumuskan secara baik.

Kurikulum pesantren “salaf” yang statusnya sebagai lembaga pendidikan non-formal

lebih fokus mempelajari kitab-kitab klasik yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadits, Fiqh,

Ushul Fiqh, Tasawwuf, Bahasa Arab (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantiq dan

Akhlaq. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke

dalam 8 kelompok, yaitu : 1) nahwu dan sharaf, 2) fiqh, 3) ushul fiqh, 4) hadits, 5) tafsir,

6) tauhid, 7) tasawwuf dan etika, dan 8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.6

Ciri khas lain dari pesantren adalah pembelajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang sering

kita dengar dengan sebutan Kitab Kuning.

Maksud kegiatan pengajian kitab ini terutama untuk mendalami ajaran agama Islam

dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab yang dikarang oleh ulama-ulama pada abad

pertengahan, sehingga terpelihara kelestarian pendidikan keagamaan untuk melahirkan

calon-calon ulama selanjutnya.7 Pelaksanaan kurikulum pendidikan pesantren ini

berdasarkan kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam kitab.

Jadi, ada tingkat awal, menengah, dan tingkat lanjutan.

6 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi. hal. 50. 7 Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok

Pesantren, 2003, hal. 29.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

170 | ISSN: 2356-2447-XIII

Karakteristik kurikulum yang ada di pondok pesantren modern, mulai diadaptasikan

dengan kurikulum pendidikan Islam yang disponsori oleh Kementerian Agama melalui

sekolah formal. Kurikulum khusus pesantren dialokasikan dalam muatan lokal atau

diterapkan melalui kebijaksanaan sendiri. Gambaran kurikulum lainnya adalah pada

pembagian waktu belajar, yaitu mereka belajar keilmuan sesuai dengan kurikulum yang

ada di perguruan tinggi (sekolah) pada waktu-waktu kuliah. Waktu selebihnya dengan jam

pelajaran yang padat dari pagi sampai malam untuk mengkaji ilmu Islam khas pesantren.

Fenomena pesantren sekarang yang mengadopsi pengetahuan umum untuk para

santrinya, tetapi masih tetap mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik merupakan

upaya untuk meneruskan tujuan utama lembaga pendidikan tersebut, yaitu pendidikan

calon ulama yang setia kepada paham Islam tradisional.

Kurikulum pendidikan pesantren modern merupakan perpaduan antara pesantren

salaf dan sekolah (perguruan tinggi), diharapkan akan mampu memunculkan output

pesantren berkualitas yang tercermin dalam sikap aspiratif, progresif dan tidak “ortodoks”

sehingga santri bisa secara cepat beradaptasi dalam setiap bentuk perubahan peradaban

dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat karena mereka bukan golongan eksklusif

dan memiliki kemampuan yang siap pakai.

Dengan adanya tuntutan perubahan modernisasi lembaga pendidikan, terutama sekali

pada pesantren yang selama ini sangat akrab dengan pendekatan tradisional, dituntut

untuk terus merubah wajah, dari lembaga yang hanya mengandalkan metode klasik

menuju didaktik modern. Kondisi ini harus dihadapi pesantren, dan hal ini jelas

menimbulkan kondisi yang dilematis bagi pesantren. Jika ia tetap mempertahankan

tradisinya, maka pesantren akan makin ditinggalkan sebagai lembaga pendidikan. Untuk

menjemput perubahan ini, pesantren mau tidak mau harus melakukan langkah inovatif-

kreatif, agar tetap eksis dan tidak terpuruk. Konsekuensi yang mesti dilakukan ialah

pesantren harus merubah paradigma pendidikannya agar tidak ditinggal oleh masyarakat

modern, yaitu dari klasik menjadi lebih ilmiah, logik dan modern. Dan mengubah wajah

pesantren lebih inklusif yaitu tuntutan membuka diri dan jaringan kepada siapapun, atau

lembaga manapun. Sebab visi ini cukup bermanfaat bagi pesantren, terutama untuk

investasi jangka panjang.8

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pesantren semakin adaptif terhadap

kemajuan zaman sehingga peluang pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam akan

menciptakan manusia seutuhnya akan semakin terbuka. Selain itu pesantren juga berperan

untuk membentuk masyarakat madani yang bercirikan masyarakat religius, demokratis,

egalitarian, toleran, berkeadilan serta berilmu. Untuk mewujudkan hal di atas, maka

pendidikan yang sudah berjalan sekian abad sudah pasti harus ditinjau kembali dengan

tujuan mengadakan penyesuaian dengan tuntutan baru atau perkembangan budaya bangsa.

Hal ini muncul menjelang lahirnya orde baru, yaitu pada saat partai politik Islam

Masyumi tidak aktif, merupakan suatu periode bermucnulnya perguruan tinggi Islam yang

baru seperti Universitas Muhammadiyah, Universitas Islam Bandung (UNISBA),

8 Rofiq. A., Pemberdayaan Pesantren, (Yogyakarta: LKiS,2005), hal. 2.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 171

Universitas Ibnu Khaldun, dan sebagainya. Disamping universitas Islam yang sudah ada

seperti Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta dan Jakarta.9

Seiring dengan tuntutan zaman, pondok pesantren saat ini telah mengalami

perkembangannya. Santri tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu akhirat semata, akan tetapi

mereka sudah diberi pelajaran umum dan berbagai ketrampilan praktis yang sekarang

sudah mulai dikenal di masyarakat sebagai pondok pesantren modern, seperti pondok

modern Ar-Risalah di Ponorogo, Pondok Pesantren Darussalam Gontor Putri di Ngawi,

Pondok Modern Daar al-Ma`rifat di kediri dan masih banyak lagi pondok pesantren

modern yang mulai menyebar ke seluruh Nusantara.

Lebih lanjut di era global dan cyberspace yang banyak berpijak pada aspek-aspek

rasional, menuntut lembaga pendidikan pesantren untuk menjalankan fungsi social-

educational-nya. secara relevan pola pergaulan dan interaksi sosial yang terjalin dalam

dunia pesantren sedikit banyak mulai mengalami transformasi cultural yang menuju pada

terciptanya kesadaran rasional yang lebih tinggi. Hal ini akan sesuai dengan keadaan saat

ini sekaligus menghapus image masyarakat luas bahwa dunia pesantren terlalu feodalistik

atau otoriter.

C. Implementasi Inovasi Kurikulum dalam Pendidikan Pesantren

Sebagai lembaga pendidikan yang memroses santri menjadi manusia yang

bermanfaat dalam kehidupan duniawi dan ukhrawinya, maka pesantren dalam konteks

pencapaian tujuan pendidikannya tidak bisa dipisahkan dengan kurikulum yang

didesainnya. Oleh karena itu, bukan sesuatu yang naif bila dipandang perlu adanya

evaluasi kurikulum pesantren sekaligus upaya mengembangkannya. Berbicara tentang

pengembangan kurikulum, dalam konteks tulisan ini lebih menekankan pada model

pengembangannya yang setidaknya dapat diklasifikasi menjadi empat aspek, yaitu tujuan

pendidikan, bahan pembelajaran, proses pembelajaran, dan penilaian.

1. Tujuan pendidikan pesantren

Dalam hal ini, Nurcholish Madjid mensinyalir bahwa tujuan pendidikan pesantren

pada umumnya diserahkan kepada proses improvisasi menurut perkembangan pesantren

yang dipilih sendiri oleh Kyai10 atau bersama-sama pembantunya secara intuitif. Tujuan

umum pesantren adalah untuk mendidik dan meningkatkan ketaqwaan dan keimanan

seseorang sehingga dapat mencapai Insan Kamil. Hal ini akan lebih laras apabila aspek

humanistik berusaha memberikan pengalaman yang memuaskan secara pribadi bagi setiap

santri,11 dan aspek teknologi yang memanfaatkan proses teknologi untuk menghasilkan

calon ulama yang kaffah dapat direalisasikan sebagai tambahan tujuan pendidikan

9 Jusuf Amir Faesal, Orientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Gema Insan Press, 1995), hal. 151. 10 Kyai dalam pondok pesantren ialah seseorang yang mempunyai keunggulan dalam ilmu pengetahuan

dan kepribadiannya yang dapat dipercaya dan patut diteladani. Kyai juga pendiri atau penyebab berdirinya

pondok pesantren. Kyai bahkan merupakan pemilik atau pewakaf pondok pesantren itu sendiri, dan tidak jarang ia mengorbankan segala yang ada padanya secara keseluruhan, yang tidak terbatas pada ilmu, tenaga dan waktu,

tetapi rumah tempat kediaman dan material. M. Dawam Raharjo, hal 92.

11 Baca Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 50. Dalam pengertian umum, santri adalah mereka yang mempelajari agama Islam, baik yang pergi ke tempat jauh maupun dekat untuk mengamalkan ilmunya dan

hendak menyebarluaskan.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

172 | ISSN: 2356-2447-XIII

pesantren. Hal ini selaras dengan firman Allah didalam Al-Qur’an yang memberikan

perhatian seimbang antara kepentingan duniawi dan ukhrawi :

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri

akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan

berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,

dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak

menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. 28:77).

Selain itu pondok pesantren mengajarkan kepada santrinya agar gemar bekerja keras

dalam menuntut ilmu hingga mencapai kemajuan dan kemahiran sesuai dengan konsepsi

Al-Qur’an:

Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di

muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.12 Sesungguhnya Allah

tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan13 yang ada

pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu

kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi

mereka selain Dia. (QS. 13:11).

Dalam konteks ini, Abdurrahman saleh, juga mengungkapakan bahwa pendidikan

pondok pesantren memilki tujuan khusus, diantaranya :

a. Mendidik siswa/santri untuk menjadi orang muslim yang bertaqwa kepada Allah

SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat ahir batin.

b. Mendidik siswa/santri untuk menjadi manusia muslim selaku kader-kader ulama

dan mubaligh swasta dan mengamalkan syari’ah secara utuh dan dinamis.

c. Mendidik siswa/santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal

semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia muslim pembangun

dan bertanggung-jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara.

d. Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keuarga) dan regional

(pedesaan atau masyarakat lingkungan).

e. Mendidik siswa/santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam berbagai

sector pembangunan, khususnya pembangunan mental spiritual.

12 Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula

beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang

menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah. 13 Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran

mereka.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 173

f. Mendidik siswa/santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial

masyarakat dalam usaha pembangunan masyarakat bangsanya.14

2. Bahan Pembelajaran

Untuk dapat mewujudkan dan mencapai tujuan tersebut, maka hendaknya pondok

pesantren dapat mengembangkan kegiatan- kegiatannya sebagai berikut :

a. Pendidikan dan Pengajaran Agama Islam

Pendidikan dan Pengajaran agama Islam adalah kegiatan pokok yang

penyelengaraannya diserahkan kepada kebijakan kyai sebagai pengasuh pondok

pesantren. Sistem pendekatan yang dipergunakan biasanya dalam bentuk sorogan,

bandongan, wetonan, dan bentuk-bentuk lainnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk

mendalami ajaran agama dari sumber aslinya melalui kitab- kitab agama untuk

melahirkan calon-calon ulama.

b. Pendidikan Kesenian

Pendidikan ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan apresiasi santri terhadap

macam- macam bentuk kesenian yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.

Selama ini dikalangan pondok pesantren sudah berkembang seni barzanji, rebana,

gambus, pencak silat, dan lain-lain. Santri diharapkan memiliki orientasi yang lebih luas

didaam kesenian, yakni tidak saja terbatas kepada kesenian padang pasir, akan tetapi juga

kepada kesenian yang bersifat nasional, dan universal, namun tetap dalam koridor ajaran

Islam. Dalam hubungan ini, diharapkan dari pondok pesantren akan lahir sajak-sajak,

karya-karya tulis, seni drama dan pentas teater Islami.

c. Pendidikan olah raga dan kesenian

Pendidikan ini besar sekali manfaatnya dalam usaha menjaga kesehatan para santri.

Dalam hubungan ini perlu dibangun sistem sanitasi pondok pesantren yang memenuhi

sarat kesehatan. Selain itu, dengan terjaganya kesehatan jasmani dan lingkungan,

diharapkan akan terwujud pula kesehatan rohaniah dan keluasan pandangan.

d. Pendidikan Ketrampilan

Pendidikan ketrampilan dan kejuruan perlu lebih dikembangkan di lingkungan

pondok pesantren, sebagai bekal para santri untuk menjadi manusia yang mendiri,

memiliki jiwa berwiraswasta dan menunjang pembangunan masyarakat dilingkungannya.

Pendidikan ini juga diperlukan sebagai upaya untuk mewujudkan terciptanya

keseimbangan perkembangan otak, hati, dan ketrampilan tangan, yang sering di sebut

integral pada diri anak mengenai perkembangan 3-H, yaitu; Head, Heart dan Hand.15

Meskipun sekarang kebanyakan pesantren telah memasukkan pengajaran

pengetahuan umum sebagai satu bagian penting dalam pendidikan pesantren, barangkali

yang mendesak saat ini, sesuai dengan gencarnya pengembangan sumber daya manusia

(SDM) adalah mengembangkan spesialisasi pesantren dengan disiplin ilmu pengetahuan

lain yang bersifat praktis yang melalui jalur aplikasi teknologi sehingga kurikulumnya

14 Abdurrahman Shaleh,et.al. Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Jakarta: Dirjen Bimbaga

Islam,1985), hal. 66-67. 15 Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bimbaga Islam,1985),

hal. 3

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

174 | ISSN: 2356-2447-XIII

tidak terlalu bersifat akademik. Tidak mengurangi sifat ilmiah bila dikutip sinyalemen Az-

Zarnuji yang mengatakan bahwa sebaik-baik ilmu adalah ‘ilmu hal (ilmu ketrampilan) yaitu ilmu yang seketika atau yang akan pasti digunakan dan diamalkan bagi setiap orang

yang sudah baligh.16 Dengan demikian, pesantren sebagai basis kekuatan Islam

diharapkan memiliki relevansi dengan tuntutan dunia modern, baik untuk masa kini

maupun masa mendatang.

3. Proses Pembelajaran

Secara umum pesantren memiliki dua pola pendidikan, yaitu formal dan tradisional.

Pola formal yaitu pola pendidikan yang mengembangkan metode belajar mengajar

modern secara klasikal atau terukur, dengan tetap memasukkan muatan-muatan pesantren,

tanpa mengesampingkan materi umum. Sedangkan pola non formal (tradisional) yaitu

pola yang dikembangkan menggunakan cara tradisional seperti pengajian dengan metode

sorogan dan bandongan.17

Metode wetonan adalah metode kuliah dimana para santri mengikuti pelajaran

dengan duduk disekeliling kyai yang menerangkan pelajaran sedara kuliah. Santri

menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Metode sorogan adalah

sebuah metode dimana santri menghadap pada guru seorang demi seorang dengan

membawa kitab yang akan dipelajarinya. Kyai membacakan pelajaran berbahasa arab itu

dari kalimat demi kalimat kemudian menterjemahkannya dan menerangkan maksudnya.

Santri menyimak dan mengesahkan (jawa: ngesahi), dengan memberi catatan pada

kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai.18

Kedua model ini Kyai aktif dan santri pasif. Secara teknis model sorogan bersifat

individual, yaitu santri menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab

yang akan dipelajari, sedangkan model bandongan (weton) lebih bersifat pengajaran

klasikal, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling Kyai menerangkan

pelajaran secara kuliah dengan terjadual. Meskipun sorogan dan bandongan ini dianggap

statis, tetapi bukan berarti tidak menerima inovasi. Malah menurut Suyoto, metode ini

sebenarnya konsekuensi dari layanan yang ingin diberikan kepada santri. Berbagai usaha

dewasa ini dalam berinovasi dilakukan justru mengarah kepada layanan secara indivual

kepada anak didik. Metode sorogan justru mengutamakan kematangan dan perhatian serta

kecakapan seseorang.

Dalam pada itu, Mastuhu memandang bahwa sorogan adalah metode mengajar

secara indivividual langsung dan intensif. Dari segi ilmu pendidikan metode ini adalah

metode yang modern karena antara Kyai dan santri saling mengenal secara erat, dan guru

menguasai benar materi yang seharusnya diajarkan. Murid juga belajar dan membuat

persiapan sebelumnya. Guru telah mengetahui materi apa yang cocok bagi murid dan

metode khusus apa yang harus digunakan menghadapinya. Di sisi lain, metode sorogan

juga dilakukan secara bebas (tidak ada paksaan), dan bebas dari hambatan formalitas.

16 Syaikh az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim (Surabaya: Maktabah al-Hidayah, 1997), hal. 4.

17 Syaikh az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim , hal. 21.

18 Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Dirjen Bimbaga Islam,1985),

hal. 13.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 175

Ciri khas lain dari pesantren adalah pembelajaran kitab-kitab Islam klasik atau yang

sering kita dengar dengan sebutan Kitab Kuning. Maksud kegiatan pengajian kitab ini

terutama untuk mendalami ajaran agama Islam dari sumber aslinya, yaitu kitab-kitab yang

dikarang oleh ulama-ulama pada abad pertengahan, sehingga terpelihara kelestarian

pendidikan keagamaan untuk melahirkan calon-calon ulama selanjutnya.19 Keseluruhan

kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok,

yaitu: 1) nahwu dan sharaf, 2) fiqh, 3) ushul fiqh, 4) hadits, 5) tafsir, 6) tauhid, 7)

tasawwuf dan etika, dan 8) cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah.20

4. Penilaian

Pada umumnya pesantren yang belum mencangkok sistem pendidikan modern belum

mengenal sistem penilaian (evaluasi). Kenaikan tingkat cukup ditandai dengan

bergantinya kitab yang dipelajari. Santri sendiri yang mengukur dan menilai, apakah ia

cukup menguasai bahan yang lalu dan mampu mengikuti pengajian kitab berikutnya.

Masa belajar tidak ditentukan sehingga memberikan kelonggaran pada santri untuk

meninggalkan pesantren setelah merasa puas terhadap ilmu yang telah diperolehnya dan

merasa siap terjun di masyarakat; dan kalau santri belum puas, tidak salah baginya untuk

pindah pesantren lain dalam rangka mendalami ilmunya. Tentu saja perlu menentukan

kriteria penilaian, penyusunan program penilaian, pengumpulan data nilai, menentukan

penilaian ke dalam kurikulum. Hal ini perlu waktu yang cukup lama, mengingat banyak

faktor, terutama tenaga ahli teknik evaluasi maupun hambatan dari lingkungan masyarakat

pesantren itu sendiri. Lepas dari pro dan kontra, pengembangan sistem penilaian tidak

harus mengikuti model penilaian pendidikan umum, melainkan dikembangkan sistem

penilaian yang komprehensif sesuai dengan tenaga pendidikan yang ada di pesantren.

Oleh karena itu, ijasah sebagai pengakuan bahwa santri telah menguasai mata

pelajaran/kitab perlu diberikan, meskipun itu bukan maksud utama bagi santri dan bagi

lembaga pesantren.

D. Dasar dan Nilai-nilai Humanisme Kurikulum Pesantren

Pondok pesantren merupakan tonggak pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai

humanisme religious sesuai dengan konsepsi yang dasarnya tersirat pada firman Allah

dalam surat at-Taubah:

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak

pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam

pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya

apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

(QS. at-Taubah:122)

19Ditpekapontren Ditjen Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Pola Pengembangan Pondok

Pesantren, 2003, hal. 29.

20 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi, hal. 50.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

176 | ISSN: 2356-2447-XIII

Adapun nilai-nilai humanisme yang ditanamkan dipondok pesantren adalah

meneladani sifat-sifat rasul yakni :

1. Shidiq (Jujur)

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Az Zumar: 33).

Seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami, (QS.

Al-Haaqqah: 44).

2. Amanah

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Anfaal : 27).

3. Tabligh

Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.21 Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maaidah : 67).

4. Fathonah

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan meng-guntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.22 (QS 48: 27).

21 Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad s.a.w.

22 Selang beberapa lama sebelum terjadi perdamaian Hudaibiyah Nabi Muhammad s.a.w. bermimpi bahwa beliau bersama Para sahabatnya memasuki kota Mekah dan Masjidil Haram dalam Keadaan sebahagian

mereka bercukur rambut dan sebahagian lagi bergunting. Nabi mengatakan bahwa mimpi beliau itu akan terjadi

nanti. kemudian berita ini tersiar di kalangan kaum muslim, orang-orang munafik, orang-orang Yahudi dan Nasrani. setelah terjadi perdamaian Hudaibiyah dan kaum muslimin waktu itu tidak sampai memasuki Mekah

Maka orang-orang munafik memperolok-olokkan Nabi dan menyatakan bahwa mimpi Nabi yang dikatakan

beliau pasti akan terjadi itu adalah bohong belaka. Maka turunlah ayat ini yang menyatakan bahwa mimpi Nabi

itu pasti akan menjadi kenyataan di tahun yang akan datang. dan sebelum itu dalam waktu yang dekat Nabi akan

menaklukkan kota Khaibar. andaikata pada tahun terjadinya perdamaian Hudaibiyah itu kaum Muslim memasuki

kota Mekah, Maka dikhawatirkan keselamatan orang-orang yang Menyembunyikan imannya yang berada dalam kota Mekah waktu itu.

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 177

5. Khuluqul qur’an (berakhlak qur’an)

Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Al-Qalam: 4).

E. Kesimpulan

Kurikulum yang humanis dan religius memang masih sulit ditemukan di sekolah

umum pada umumnya. Pesantren, sebagai tempat menuntut ilmu humanistik dan religius

telah berperan penting dalam memasyarakatkan santri-santrinya. Dengan demikian,

pesantren mempunyai potensi besar untuk menjadi lembaga pendidikan ideal yang dapat

dijadikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Agar potensi tersebut benar-benar

teraktualisasi menjadi kekuatan nyata, maka pesantren harus berbenah diri dalam

melaksanakan fungsi kependidikannya, terutama dalam hal yang berkaitan dengan

pengembangan/inovasi kurikulum pendidikan pesantren. Salah satu model pengembangan

kurikulum pesantren yang dapat dipertimbangkan implementasinya adalah bertumpu pada

tujuan, pengembangan bahan pelajaran, peningkatan proses pembelajaran, dan

pengembangan sistem penilaian yang komprehensif. Adapun model pembelajaran dengan

metode sorogan dan bandongan sebagai tradisi akademik di pesantren masih tetap

relevan, namun perlu dikembangkan menjadi model sorogan dan bandongan yang

dialogis. Di samping itu, perlu pengembangan bahan pembelajaran tertentu, terutama yang

menonjolkan penalaran dan pemikiran filosofis. Bagaimanapun juga, keberhasilan upaya-

upaya pengembangan pesantren, sangat tergantung kepada pesantren yang bersangkutan

karena pengasuh dan para ustadz di pesantren itu sendiri yang seharusnya memiliki posisi

sentral untuk menggerakkan roda dan dinamika pesantrennya.

Daftar Pustaka

A. Hamid, Sistem Pendidikan Madrasah dan Pesantren di Sulawesi Selatan: Monografi,

LEKNAS LIPI, Jakarta, 1976

A. Mangunhardjana, Isme-Isme dalam Etika dari A sampai Z (Yogyakarta: Kanisius,

1997)

Achmadi, Reformasi Pendidikan Agama Islam dalam Era Reformasi (Telaah filsafat

pendidikan dalam Pendidikan Islam) : Demokratisasi dan Masyarakat Madani,

Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000

Ahmed, Akbar S. Islam in The of Postmodernity, an Article in Islam, Globalization, and

Postmodernity, London : Routledge, 1994

Ainain., Ali Khalil Abu. Falsafah al-Tarbiyah fi Al-Qur’an al-Karim. Makkah: Dar al-

Fikr al-‘Arabiy, 1985

Ali, A. Mukti. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta : Rajawali Perss, 1981

Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tujuan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan

Interdispliner cet. ke-3 (Jakarta: Bumi Aksara, 2008)

Asrohah, Hanun. Sejarah Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta : Logos, 1999

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Tolong dituliskan Judul Tiap Artikel……

178 | ISSN: 2356-2447-XIII

Assegaf, Abd. Rahman. Studi Islam Kontekstual; Elaborasi Paradigma Baru Islam

Kaffah, cet. ke-1 Yogyakarta: Gema Media, 2005

Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, cet. I. Jakarta :

Logos Wacana Ilmu, 1998

Baso, Ahmad. Pesantren Studies, (Jakarta: Pustaka Afied, 2012)

Carrel, Alexis, Man the Unknown, terj. Kania Roesli, dkk, Bandung: Rosda Karya, 1987

Depag, Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Dirjen Pendidikan

Islam, 2009

Departemen Agama RI, Standarisasi Pengajaran Agama Islam, Jakarta:Dirjen Bimbaga

Islam,1985

Djohar, Pendidikan Strategi Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan, Yogyakarta:

LESFI, 2003

Haedari, Amin. Masa Depan Pesantren : dalam Tantangan Modernitas dan Tantangan

Kompleksitas Global, Jakarta : IRD Press, 2004

Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal, Mesir: Muassasah Qurthubah, t.t..

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Raja Grafindo

Persada, 1996

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia:Lintasan Sejarah Pertumbuhan dan

Perkembangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999

Khalil Jum’ah, Ahmad, Al-Qur’ā n wa Aṣ ḥ abu Rasulillah, terj. Subhan Nurdin,

Jakarta: Gema Insani, 1999

Koesoema, Doni A. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Modern,

Jakarta: Grafindo, 2007

Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna Baru, 2003

Maksum, Ali. Luluk Tunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era Modern dan

Post-Modern : Mencari Visi Baru atas Realitas Baru Pendidikan Kita. Yogyakarta

: IRCiSoD, 2004

Mas’ud, Abdurrahman., Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gema Media,

2002)

Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS, 1994

Mukti, Abdul. Pembaharuan Lembaga Pendidikan di Mesir; studi tentang Sekolah-

Sekolah Modern Muhammad Ali Pasha, Bandung : Cita Pustaka Media Perintis,

2008)

Nata, Abuddin., Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2003)

Raharjo, M. Dawam. Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES, 1974.

Rofiq. A., Pemberdayaan Pesantren, Yogyakarta: LKiS,2005

Saefuddin, A.M. Desekularisasi Pemikiran : Landasan Islamisasi, Bandung : Mizan, 1991

Shaleh, Abdurrahman et.al.Pedoman Pembinaan Pondok Pesantren, (Dirjen Bimbaga

Islam,1985)

Tilaar, H.A.R. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif Abad

21, Magelang : Tera Indonesia, 1998

Wahid, Abddurrahman. Pondok Pesantren Masa Depan, Bandung: Pustaka Hidayah,

1999

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik

Nama Penulis tiap Artikel

Jurnal Al-Qalam Vol.XIII | 179

Wahid, Abdurohman., Menggerakkan Tradisi Esai-Esai Pesantren, Yogyakarta : LKIS,

2001

Wahid, Abdurrahman., Mengurai Hubungan Agama dan Negara, Jakarta: PT. Grasindo,

1999

Zarnuji, Ta’limu al-Muta’lim , Surabaya: Maktabah al-Hidayah, 1997

Robingun Suyud El Syam, Kurikulum Pondok Pesantren Humanistik