pondok pesantren

9
STUDI KUALITATIF TENTANG PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWI SANTRI SMA DI PONDOK PESANTREN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : LUTFIANA KURNIAWATI F 100 040 034 / G 000 060 130 PROGRAM TWINNING FAKULTAS PSIKOLOGI-AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 i

Transcript of pondok pesantren

Page 1: pondok pesantren

STUDI KUALITATIF TENTANG PERILAKU MEMBOLOS

PADA SISWI SANTRI SMA

DI PONDOK PESANTREN

Skripsi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1

Diajukan Oleh :

LUTFIANA KURNIAWATI

F 100 040 034 / G 000 060 130

PROGRAM TWINNING

FAKULTAS PSIKOLOGI-AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2008

i

Page 2: pondok pesantren

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan manusia seutuhnya merupakan faktor yang sangat

penting dalam usaha pembangunan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Faktor terpenting dalam pembangunan suatu Negara adalah sumber daya manusia,

sebab manusia sekaligus menjadi sumber dan obyek pembangunan. Pendidikan

sebagai sarana menuju pengembangan dalam pembangunan, sehingga pemerintah

berusaha memajukan dunia pendidikan di Indonesia agar memberikan perhatian

khusus dalam dunia pendidikan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi

pengajaran keahlian khusus dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih

mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah

satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati

generasi (dari wikipedia, Ensiklopedia bebas dalam

www.id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan - 49k).

Siswa sebagai salah satu objek riset atau kajian psikologi pendidikan

yaitu, orang-orang yang sedang belajar, termasuk pendekatan, strategi, faktor yang

mempengaruhi, dan prestasi yang dicapai (Syah, 2004). Siswa SMA adalah

Page 3: pondok pesantren

2

bagian dari remaja yang menjadi perhatian, sebab pada tugas perkembangan,

mereka dihadapkan dengan sejumlah tugas-tugas besar yang harus dilaksanakan

dan diselesaikan. Tugas yang dijalankan harus dilalui dan tidak mudah untuk

menghadapinya.

Siswa dibekali dari sekolah tentang ilmu supaya dapat dimanfaatkan

dengan baik. Sekolah juga merupakan tempat merubah perilaku siswa. Tujuan

pendidikan selain mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih baik, adalah output

yang dihasilkan siswa dapat berprestasi sesuai dengan keahlian yang dimiliki,

seperti pelajar SMA N 1 Solo yang mengikuti lomba astronomi di Thailand (Solo

pos, rabu 27 februari 2008).

Masa depan bangsa dan negara terletak di pundak dan tanggung jawab

remaja. Remaja adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang

penuh ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab (Basri,

1994). Mempersiapkan segala sesuatu untuk masa depan remaja sangat penting,

berbagi pengalaman dengan remaja sebagai salah satu contoh adalah 234 Pelajar

dari berbagai sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas

(SMA) di Klaten yang menjadi anggota patroli keamanan sekolah (PKS) siap

membantu polisi dalam melancarkan arus lalu lintas (Solo pos, selasa 26 februari

2008).

Remaja sebagai penerus bangsa harus mempunyai kualitas dan

kemampuan yang tinggi. Seperti halnya 118 siswa kelas 2 SMK, Katolik St

Mikael mengikuti kegiatan pengembangan diri, berupa latihan kepemimpinan

tingkat madya (LKTM) (Solo pos, selasa 26 februari 2008).

Page 4: pondok pesantren

3

Lembaga pesantren-pesantren ada yang diselenggarakan pendidikan

formal, baik itu sekolah umum yang bernaung di bawah Departemen Pendidikan

Nasional (Depdiknas), maupun madrasah-madrasah yang menggunakan

kurikulum Departemen Agama (Depag) dengan 70% bermuatan bidang studi

umum dan 30% bermuatan bidang studi agama (Atmaturida, 2004).

Sistem pendidikan di lingkup pondok pesantren di masa kini, secara

umum sebagian besar pondok pesantren telah mengelola dan mengembangkan

sistem sekolah-sekolah formal, seperti Madrasah Tsanawiah (Tingkat sekolah

lanjutan tingkat pertama) dan Madrasah Aliyah (tingkat sekolah lanjutan tingkat

atas) atau bahkan mengelola sistem sekolah yang lebih menekankan pengetahuan

umum, seperti Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Umum, dan

Sekolah menengah Kejuruan (Hanurawan, 2005).

Sekolah sebagai lembaga resmi formal bertujuan untuk membantu

negara mencetak kader-kader penerus bangsa, sehingga banyak sekali aturan di

sekolah tersebut untuk dipatuhi dan ditaati bagi siswa didiknya. Peraturan yang

dibuat juga mempunyai sanksi apabila terdapat siswa yang melanggarnya.

Remaja Islam saat ini banyak yang menjadi santri, baik santri yang

menetap di pesantren maupun santri yang tinggal di luar pesantren. Santri adalah

bagian generasi muda yang sangat potensial mampu melakukan perubahan-

perubahan sosial dalam kehidupan (Yacub dalam Diponegoro, 2005). Secara

spesifik santri adalah siswa yang biasanya tinggal di asrama-asrama yang berada

di lingkungan pondok pesantren.

Page 5: pondok pesantren

4

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan Islam yang

telah lama berkembang di Indonesia merupakan salah satu aset penting bagi

pengembangan sumber daya manusia yang mengacu pada konsep manusia

Indonesia seutuhnya. Lembaga pendidikan pesantren secara umum memiliki

kedudukan yang cukup penting dalam sistem pendidikan nasional. Dalam

perkembangan sejarahnya, lembaga pendidikan pondok pesantren diselenggarakan

dan dikembangkan oleh orang-orang asli Indonesia yang mengacu pada nilai-nilai

kebudayaan nasional (Hanurawan, 2005).

Hidup di pondok pesantren mendidik para santri nya untuk menjadi

manusia disiplin. Peraturan yang dibuat juga mempunyai tujuan yang sama yaitu

untuk mendidik siswanya agar bisa disiplin. Akan tetapi tidak semua siswa

mentaati. Sesuai dengan perkembangannya menurut Hurlock (1997) bahwa

periode remaja ditandai dengan usia bermasalah. Permasalahan yang umum

dilakukan remaja adalah membolos sekolah (Obed, 2002 dalam).

Mogulescu&Segal (2002) mengungkapkan bahwa di Negara Amerika,

membolos adalah masalah yang meresahkan. Karena menurut beberapa penelitian,

perilaku membolos sangat dipercaya sebagai prediktor munculnya perilaku

delinkuen pada remaja (studi mencatat 75-85% pelaku kenakalan remaja adalah

remaja yang suka membolos atau sangat sering absen dari sekolah).

Pengaruh teman sebaya sangat besar, remaja yang tidak bisa mengontrol

diri akan mudah terpengaruh oleh kelompoknya. Seperti yang dialami seorang Ibu

yang mendapat laporan kalau anaknya sering jalan/main dengan anak-anak SMU

yang kebetulan sekolahnya memang satu kompleks dengan sekolah anak, bahkan

Page 6: pondok pesantren

5

Ibu itu sudah menegur dan mengingatkan agar tidak bermain dengan mereka

karena Ibu itu melihat mereka sudah senang merokok. Setelah itu selama beberapa

hari ia memang tidak kumpul dengan anak-anak. Tapi ternyata dia kembali

bersama mereka. Bahkan Ibu tersebut mendapat laporan dari guru bahwa anaknya

telah membolos selama 3 hari. Padahal ia selalu berangkat sekolah pagi-pagi

bersama adiknya dan pulang seperti biasa (Emny, 2007 dalam www. suara-

muhammadiyah.com?m:200710paged=2-123k).

Orang tua kebanyakan mengeluh, bahkan bersusah hati karena anak-

anaknya yang telah remaja itu menjadi keras kepala, sukar diatur, mudah

tersinggung, sering melawan dan sebagainya. Seperti yang terjadi pada 17 pelajar

sekolah menengah kejuruan (SMK) di Karanganyar terjaring razia oleh Satpol PP.

Operasi yang dimaksudkan untuk menertibkan para pelajar yang keluyuran di luar

jam sekolah (Radar Solo, kamis 8 maret 2008). Hal ini sungguh ironis apabila

melihatnya, sebab pada jam tersebut seharusnya pelajar duduk manis di kelas

yang dengan itu mereka bisa menambah ilmu dan pengalaman.

Selain menertibkan pelajar yang keluyuran. Pada saat pelajaran sekolah

berlangsung, segerombolan SMA terkena razia mereka sedang Hangiout di toko

swalayan, terminal, pasar burung, tempat persewaan play station (PS) dan

sebagainya. Alasan mereka karena tidak suka dengan guru yang mengajar berikut

mata pelajarannya. Kemudian mereka dikumpulkan di Kantor Dinas Pendidikan

(Suara Merdeka, 22 November 2005). Menurut catatan kepolisian (Kartono, 2003)

mengungkapkan bahwa remaja laki-laki melakukan kejahatan lebih dari 50x lipat

remaja perempuan.

Page 7: pondok pesantren

6

Hidup di pondok pesantren akan mendidik santriwan dan santriwati

untuk menjadi manusia yang disiplin, menjalankan perintah agama dan

menyebarkan syiar-syiar Islam di muka bumi ini. Diharapkan santriwan dan

santriwati yang telah lulus memperoleh bekal yang bisa bermanfaat bukan hanya

untuk diri sendiri, tapi juga lingkungan sekitar.

Dari fenomena di atas, banyak fenomena yang mengungkap bahwa

perilaku membolos sudah menjadi masalah klasik. Hal itu akan terus terjadi

apabila tidak dapat menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan. Peraturan di

pondok ada dengan tujuan mendidik siswa-siswi menjadi manusia yang disiplin.

Pondok pesantren juga mempunyai pendidikan agama yang lebih banyak. Berawal

dari fenomena itulah penulis ingin meneliti tentang perilaku membolos pada siswi

SMA di Pondok Pesantren.

B. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang remaja dan pondok pesantren telah banyak dilakukan.

Baik melalui pendekatan kualitatif maupun kuantitatif. Santri adalah sebutan khas

remaja yang menempati pondok pesantren. Perilaku yang menyimpang pada

remaja di pondok pesantren juga pernah dilakukan dintararanya mengungkap

tentang Dzikir dan Agresivitas Santri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

semakin tinggi intensitas dzikir seseorang maka akan semakin rendah

agresivitasnya. Begitupun sebaliknya semakin rendah intensitas dzikirnya maka

semakin tinggi agresivitasnya (Bukhori, 2005).

Page 8: pondok pesantren

7

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Apa sebab-sebab siswa membolos?

2. Bagaimana cara orang tua siswa dalam mendidik?

3. Bagaimana cara guru dalam menyampaikan materi pelajaran?

4. Seberapa besar pengaruh kelompok sebaya?

5. Bagaimana peraturan yang ada di asrama?

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan manfaat

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

- Bagi ilmuwan psikologi khususnya psikologi pendidikan, diharapkan

dapat memberikan sumbangan positif yang nantinya penelitian ini dapat

dijadikan masukan bagi peneliti yang lain yang ingin meneliti jenis bidang

yang sama.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Sekolah, diharapkan untuk meningkatkan kedisiplinan

peraturan sekolah dan memberikan sanksi yang tegas pada pelajar

yang melanggar peraturan sekolah.

b. Bagi guru, diharapkan dalam menyampaikan materi pelajaran, bisa

menggunakan metode yang menarik bagi siswa.

Page 9: pondok pesantren

8

c. Bagi Orang tua, bisa mengontrol kegiatan putra-putri mereka dan

dapat mengarahkan kebiasaan yang baik, serta kebiasaan disiplin.

d. Bagi siswi santri, diharapkan dapat melaksanakan aturan yang dibuat

dipondok pesantren, bertujuan untuk mencetak generasi muda yang

islami dan dapat memberi bekal hidup di dunia dan di akhirat kelak.