Kualitas Udara Mikrobiologis Ruang di Ruang Senat Guru ...
Transcript of Kualitas Udara Mikrobiologis Ruang di Ruang Senat Guru ...
Kualitas Udara Mikrobiologis Ruang di Ruang Senat Guru Besar Gedung Rektorat Universitas Indonesia
1) Komang Tattya Lokhita A.K, 2) Firdaus Ali, 3) Irma Gusniani D
1,2,3) Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, 16424, Indonesia
E-mail : 1) [email protected] 2) [email protected] 3) [email protected]
Abstrak
Pencemaran udara dalam ruangan menempati peringkat kelima dalam masalah kesehatan di dunia. Salah satu polutan udara di dalam ruang yaitu bakteri dan jamur, yang dapat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, cahaya matahari dan kecepatan angin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi jumlah bakteri dan jamur yang terdapat di udara di ruang senat di lantai sembilan, serta membandingkan kualitas udara di lantai tersebut dengan lantai dibawahnya yaitu lantai delapan. Metode yang dilakukan adalah dengan menggunakan Single Stage Multi Orifice Bioaerosol Sampler berdasarkan beberapa pedoman dari American Industrial Hygiene Association (AIHA) dan menggunakan media agar Tryptic Soy Agar untuk bakteri dan Malt Extract Agar untuk jamur sebagai tempat tumbuhnya. Dari penelitian ini didapatkan konsentrasi bakteri dan jamur di lantai Sembilan berturut-turut, yaitu pada rentang 301-3481 CFU/m3 dan 336-1944 CFU/m3. Untuk konsentrasi bakteri dan jamur di lantai delapan yaitu pada rentang 212-778 CFU/m3 dan 248-460 CFU/m3. Oleh karena itu diperlukan adanya pembersihan ruangan setiap harinya secara keseluruhan untuk mengurangi konsentrasi bakteri dan jamur.
Kata kunci: bakteri; bioaerosol; fungi; kualitas udara di dalam ruang
Abstract
Indoor air pollution is ranked fifth in the world in health problems. One of the indoor air pollutants is bacteria and fungi, which can be affected by temperature, humidity, sunlight and wind speed. Approximately, 25-75% humidity levels can increase fungal growth. The Senate Room, in the University of Indonesia Rector Building is suspected of having high levels bacteria and fungi concentration because it is only used at certain times. This study was conducted to determine the concentration levels of bacteria and fungi in the air contained in the nine floor, and compare the quality of it with the floor below. The method is the Single Stage Multi Orifice bioaerosol sampler based on a few guidelines from the American Industrial Hygiene Association (AIHA) and using the media of Tryptic Soy Agar for bacteria and Malt Extract Agar for fungi to test growth. From this study, the concentration of bacteria and fungi on the ninth floor, is in the range of 301-3481 CFU/m3 and 336-1944 CFU/m3. And the concentration of bacteria and fungi on the eighth floor is in the range of 212-778 CFU/m3 and 248-460 CFU/m3. Therefore, it is necessary to clean the whole room each day as to reduce the concentration of bacteria and fungi.
Keywords: bacteria; bioaerosol; fungi; indoor air quality
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Pendahuluan
Kualitas udara di dalam ruangan merupakan masalah yang sangat penting sehingga mulai
mendapat perhatian dari masyarakat. Pencemaran udara dalam ruangan menempati peringkat
kelima dalam masalah kesehatan didunia. Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi
kesehatan manusia, karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan, (Dacarro et al,
2003.). Sementara itu, polusi udara di dalam ruangan dapat mengakibatkan masalah kesehatan
dan bahkan peningkatan kematian manusia (Jantunen et al,1997). Sebanyak 400 sampai 500 juta
orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi
udara dalam ruangan. Bahkan, rendahnya kualitas udara ruang dapat menurunkan produktivitas
kerja.
Gedung Rektorat Universitas Indonesia sebagai gedung tertinggi di wilayah kampus Universitas
Indonesia diduga memiliki kandungan kelembaban yang tinggi terutama pada ruang senat guru
besar lantai 9 yang hanya digunakan untuk rapat senat atau rapat dewan guru besar. Lantai 9
merupakan lantai dengan ruangan yang tertutup bagi umum dan apabila tidak digunakan, ruangan
tersebut akan dikunci sehingga diduga, lantai tersebut memiliki tingkat kelembaban yang tinggi.
Tingkat kelembaban relatif yang tinggi dapat mendukung pertumbuhan dan penyebaran polutan
biologis penyebab penyakit.
Setelah dilakukan sampling data awal, data awal bagi koloni jamur untuk lantai 9 yaitu sebesar
3251 koloni/m3 untuk didalam ruangan dan 283 koloni/m3 untuk di luar ruangan. Data awal bagi
koloni bakteri untuk lantai 9 yaitu sebesar 3039 koloni/m3 (penelitian penulis, 2012). Ternyata
dengan hasil yang telah didapatkan, dapat diketahui bahwa koloni jamur dan bakteri yang
terdapat di lantai 9 gedung Rektorat Universitas Indonesia, tidak memenuhi persyaratan yang
terdapat di dalam KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002. Sehingga berdasarkan uraian di
atas, maka secara umum tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah mengetahui
konsentrasi jamur dan bakteri di ruang senat serta perbandingannya dengan konsentrasi di lantai
delapan, serta mengetahui pengaruh dari suhu, kelembaban, faktor meteorologis seperti cahaya
matahari, arah angin dan kecepatan angin terhadap kualitas udara di ruang senat lantai sembilan.
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Tinjuan Teoritis
Menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu ambien turun hingga ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Menurut sumbernya, pencemaran
udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara dalam ruangan (indoor) dan
pencemaran udara di luar ruangan (outdoor). Menurut USA Environmental Protection Agency
(EPA) pada tahun 1995, udara di dalam ruangan lima kali lebih kotor daripada di luar ruangan.
Pencemar udara dibedakan menjadi dua, yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder.
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran
udara. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-
pencemar primer di atmosfer. Parameter pencemar fisik yaitu temperatur, kebisingan,
pencahayaan, radiasi elektromagnetik, radioaktivitas, dan keberadaan high energy particle.
Sedangkan yang termasuk pencemar kimia yaitu adanya NO, CO, CO2, SO, uap air, exhaust
gases, material konstruksi, volatile organic compounds (VOCs). Yang dimaksud pencemar
biologi adalah bakteri, jamur, lumut, virus, serangga dan serbuk sari.
Menurut Jjemba (2004), pencemar udara mikrobiologis (bioaerosol) adalah suspensi partikel
koloid padat atau tetesan cairan di udara yang mengandung serbuk sari atau mikroorganisme.
Pencemaran udara mikrobiologis dapat berasal dari berbagai sumber seperti jamur dan bakteri.
Bakteri dapat berasal dari manusia, hewan, atau tanaman. Sedangkan jamur dapat berasal dari
suhu dan kelembaban. Berdasarkan penelitian Jjemba (2004), jenis pencemar udara
mikrobiologis adalah: alga, bakteri, fungi, protozoa, dan virus. Sedangkan menurut AIHA (2005),
jenis pencemar udara mikrobiologis terdiri dari jamur dan bakteri. Menurut Pudjiastuti (1998),
udara di suatu ruangan yang bersih, mungkin saja masih terdapat ratusan partikel biologi yang
beraneka ragam yang bahkan teknologi pun tidak dapat mendeteksi keberadaan jumlah mereka
semua. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam peningkatan pencemar udara di dalam
ruangan yaitu adanya sumber pencemar, ventilasi, temperatur, pencahayaan, kecepatan angin dan
kelembaban.
Berikut ini merupakan baku mutu udara dalam ruang berdasarkan Peraturan Gubernur DKI No.
52 tahun 2006.
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Tabel 1. Baku Mutu Dalam Ruang
No Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu 1. Suhu dan Kelembaban
Suhu 18o-26o C Kelembaban 40%-60%
2. Debu Debu Total 8 Jam 0,15 mg/m3 Asbes Bebas 8 Jam 5 serat /ml udara
dan panjang serat > µm udara
3. Pertukaran Udara 0,283m3/menit/aur dengan laju ventilasi : 0,15-0,25 m/detik
4. Bahan Pencemar Asam Sulfida (H2SO) 8 Jam 1mg/m3 Amonia (NH4) 8 Jam 17 mg/m3 (25ppm) Karbon Monoksida (CO)
8 Jam 29 mg/m3 (25ppm)
Nitrogen Dioksida (NO2)
8 Jam 5,60 mg/m3 (3ppm)
Sulfur Dioksida (SO2) 8 Jam 5,2 mg/m3 (2ppm) 5. Mikrobiologi Angka Kuman < 700 koloni/m3 di
udara Kuman Patogen Tidak ada
Sumber: Peraturan Gubernur DKI no. 52 Tahun 2006
Maka apabila jumlah koloni jamur dan bakteri yang berada di ruangan lebih besar dari baku mutu
tersebut, maka ruangan tersebut dinyatakan tidak memenuhi baku mutu sehingga keadannya
kurang sehat.
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Single Stage Multi Orifice Bioaerosol
Sampler berdasarkan beberapa pedoman dari American Industrial Hygiene Association (AIHA)
dan menggunakan media agar Tryptic Soy Agar untuk bakteri dan Malt Extract Agar dengan
penambahan Chlorampenicol untuk jamur sebagai tempat tumbuhnya. Data yang digunakan
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
dalam penelitian ini berupa data primer serta data sekunder. Dalam pengumpulan kedua jenis
data tersebut diharapkan akan saling melengkapi data yang diperlukan karena dalam pengambilan
kedua jenis data ini akan menggunakan teknik-teknik yang berbeda. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi litearur, pengukuran serta obseravsi.
Tabel 2. Data Observasi
Data lainnya yang mendukung yaitu dengan mengukur kecepatan angin dengan
mengunakan anemometer, suhu dan kelembaban dengan alat thermometer-hygrometer digital
serta cahaya yang ada di titik-titik pengambilan sampel dengan luxmeter. Selain itu dilakukan
observasi terhadap keadaan ruangan tersebut. Lokasi titik pengambilan sampel yang terletak di
lantai sembilan dan lantai delapan dapat dilihat dari gambar yang ditunjukan di bawah ini.
Gambar 1. Lokasi Pengambilan Sampel di Ruang Senat Bagian Bawah
Data Jenis Data Metode Pengumpulan Data Kecepatan angin Primer Pengukuran Cahaya Matahari Primer Pengamatan
Suhu Primer Pengukuran Kelembaban Primer Pengukuran
Jumlah konsentrasi jamur Primer Pengukuran Jumlah konsentrasi bakteri Primer Pengukuran
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Gambar 2. Lokasi Pengambilan Sampel di Ruang Senat Bagian Atas
Gambar 3. Lokasi Pengambilan Sampel di Lantai Delapan
Untuk mengetahui jumlah mikroba dalam satuan CFU/m3 adalah dengan menggunakan rumus
jumlah koloni kolonim! =
jumlah koloni (koloni)
waktu pengambilan sampel menit x 0,0283 ( m!
menit)
Untuk membuktikan adanya perbedaan antara konsentrasi bakteri dan jamur di lantai delapan dan
lantai sembilan, dengan menggunakan uji T-test. Selain itu juga membandingkan suhu, udara,
cahaya dan kelembaban di lantai-lantai tersebut. Dasar penetapan keputusan adalah
H0 : Tidak ada perbedaan kualitas udara antara lantai sembilan dan lantai delapan
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
H1 : Ada perbedaan kualitas udara antara lantai sembilan dan lantai delapan
Jika p>0,05 maka H0 diterima, dan apabila p<0,05 maka H0 ditolak.
Selain itu. pada penelitian ini digunakan pula grafik serta uji korelasi regresi linier untuk
mengetahui apakah ada korelasi dari suhu, kelembaban, kecepatan angin serta cahaya matahari
terhadap konsentrasi mikroba udara di ruangan tersebut.
Hasil dan Pembahasan
a. Perbandingan Konsentrasi Bioaerosol dan Faktor Fisik di Ruang Senat (Lantai Sembilan)
Dengan Lantai Delapan
Perbandingan jumlah bakteri dan jamur di lantai sembilan dan delapan dilakukan untuk
membandingkan kualitas udara antara lantai tersebut. Perbandingan jumlah bakteri dan jamur
diambil nilai maksimal untuk mengetahui apakah nilai maksimal di lantai tersebut memenuhi
baku mutu yang ada atau tidak yaitu sesuai dengan KepMenKes No 1405/MenKes/SK/XI/2002.
a) Hari Pertama
b) Hari Kedua
1520
3481
778 460 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
Jamur Bakteri
Lantai 8 1873
919
424 318
0 200 400 600 800
1000 1200 1400 1600 1800 2000
Jamur Bakteri
Lantai 8
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
c) Hari Ketiga
d) Hari Keempat
e) Hari Kelima
f) Hari Keenam
Grafik 1. Perbandingan Jumlah Bakteri dan Jamur Maksimal Per Harinya di Lantai Sembilan dan Delapan Sumber: Hasil Pengolahan (2013)
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa ruang senat, yaitu grafik yang berwarna biru, memiliki
nilai maksimal yang selalu melampaui nilai baku mutu, sehingga dapat dikatakan, ruangan
tersebut tidak sehat. Untuk lantai delapan, hanya hari pertama dan hari keempat yang nilai
konsentrasi bakterinya melampaui baku mutu. Dikarenakan hari pertama dan ahri keempat
merupakan hari senin, sehingga ada waktu dimana saat akhir pecan ruangan tersebut tidak
dibersihkan sehingga jumlah konsentrasinya meningkat.
Berdasarkan data penelitian, didapatkan suhu maksimal dan minimal serta kelembaban maksimal
dan minimal sebagai berikut:
1502
901
301 460
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
Jamur Bakteri
Lantai 8
1944
2456
460 778
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
Jamur Bakteri
Lantai 8
1361 1590
432 320
0
500
1000
1500
2000
Jamur Bakteri
Lantai 8
1767
1378
310 463
0
500
1000
1500
2000
Jamur Bakteri
Lantai 8
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Tabel 5. Perbandingan Suhu dan Kelembaban Maksimal dan Minimal
Lantai Suhu (C) Kelembaban (%) Maksimal Minimal Maksimal Minimal
8 32,6o 28,6o 71 57 9 32,8o 26,5o 79 64
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, maka didapatkan nilai minimal dan maksimal dari
cahaya matahari serta kecepatan angin yang berada di lantai delapan serta lantai sembilan, yaitu
sebagai berikut.
Tabel 6. Nilai Cahaya Matahari Serta Kecepatan Angin Di Lantai 8 dan Lantai 9
Lantai Cahaya Matahari (Lux) Kecepatan Angin (m/s) Maksimal Minimal Maksimal Minimal
8 10 3 0,3 0 9 1965 3 3,1 0
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Nilai cahaya matahari maksimal pada lantai delapan yaitu sebesar 10 lux sedangkan nilai cahaya
matahari maksimal pada lantai sembilan sebesar 1965 lux. Hal ini disebabkan karena kondisi
pengambilan data untuk di lantai sembilan berbeda-beda, selain itu, titik yang berada di lantai
sembilan pun lokasinya berbeda-beda, namun untuk lantai sembilan bagian atas umumnya lebih
tinggi nilainya dikarenakan dekat dengan jendela utama yang berguna sebagai ventilasi utama
sehingga cahaya matahari yang masuk sangat terang. Untuk nilai cahaya matahari minimal pada
lantai delapan dan lantai sembilan sama yaitu sebesar 3 lux. Hal ini disebabkan ada beberapa titik
di lantai sembilan yang kurang terkena cahaya matahari..
Menurut perhitungan menggunakan SPSS, maka dapat diketahui bahwa nilai koloni jamur dan
bakteri yang terdapat di lantai sembilan dan lantai delapan memiliki perbedaan sebagai berikut:
Tabel 7. Distribusi rata-rata kualitas udara mikrobiologi (Lantai 8 dan Lantai 9) di Gedung Rektorat Universitas Indonesia, tahun 2013
Kualitas Udara
Lantai N Mean Standar Deviasi
T-test P-value
Bakteri Lantai 9 42 1058.64 630.54 5.80 <0.001
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Lantai 8 12 416.83 181.96 Jamur Lantai 9 42 1011.95 381.89 10.30 <0.001
Lantai 8 12 352.50 85.57 Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri pada lantai 9 dibandingkan dengan
lantai 8 (nilai p = <0.0001). Yang artinya terdapat perbedaan kualitas udara diantara lantai 9 dan
lantai 8. Kemudian dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur pada lantai 9 dibandingkan dengan
lantai 8 (nilai p = <0.0001). Yang artinya terdapat perbedaan kualitas udara diantara lantai 9 dan
lantai 8. Selain itu, dihitung pula perbandingan faktor meteorologis di lantai sembilan dan
delapan dengan menggunakan program SPSS, sehingga hasilnya sebagai berikut:
Tabel 8. Distribusi Rata-Rata Kualitas Fisik Berdasarkan Lantai 8 dan Lantai 9 di Gedung Rektorat Universitas Indonesia, tahun 2013
Kualitas Fisik Lantai N Mean SD T-test P-value Suhu Lantai 9 42 29.17 1.44 -2.513 0.015
Lantai 8 12 30.32 1.28 Kelembapan Lantai 9 42 70.79 3.73 6.925 <0.001
Lantai 8 12 62.25 3.93 Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri pada lantai 9 dibandingkan dengan
lantai 8 (nilai p = 0.015). Kemudian dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur pada lantai 9
dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = <0.001).
Tabel 9. Distribusi Rata-Rata Kualitas Fisik Lantai 8 dan Lantai 9 di
Gedung Rektorat Universitas Indonesia, tahun 2013 Faktor Meteorologis
Lantai N Mean SD T-test P-value
Cahaya Matahari
Lantai 9 42 354.50 514.23 4.384 <0.001 Lantai 8 12 6.67 1.06
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Kecepatan Angin
Lantai 9 42 0.26 0.48 2.704 0.010 Lantai 8 12 0.05 0.07
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Dari hasil uji statistik dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri pada lantai 9 dibandingkan dengan
lantai 8 (nilai p = <0.0001). Kemudian dapat kita simpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antara kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan jamur pada lantai 9
dibandingkan dengan lantai 8 (nilai p = 0.010).
b. Nilai Konsentrasi Bioaerosol dan Hubungannya dengan Faktor Fisik di Ruang Senat (Lantai
Sembilan)
Maka setelah pengambilan data, didapatkan hasil sebagai berikut:
Grafik 2. Konsentrasi Bakteri Perhari di Ruang Senat
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Dapat dilihat dari grafik diatas, konsentrasi bakteri selalu menunjukkan pola yang tinggi di hari
pertama dan hari keempat yang merupakan hari senin. Penyebabnya adalah dikarenakan ada dua
hari libur yaitu hari sabtu dan minggu, sehingga ruangan tersebut tidak dibersihkan. Pada hari
kedua, konsentrasi akan mengalami penurunan dikarenakan ruangan tersebut telah dibersihkan,
terutama pada hari ketiga, yaitu hari rabu, dikarenakan ruangan tersebut akan digunakan untuk
rapat oleh Senat dan Guru Besar. Pada hari kelima, yaitu hari selasa, konsentrasi bakteri
mengalami penurunan namun pada titik lima dan titik enam cenderung naik. Hal ini disebabkan,
pada saat itu sedang dilakukan pembersihan dan pemindahan barang-barang yang terletak di
0
1000
2000
3000
4000
0 2 4 6 8
Ti<k 1
Ti<k 2
Ti<k 3
Ti<k 4
Ti<k 5
Ti<k 6
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
tempat tersebut, sehingga bakteri yang berada di titik tersebut bisa saja berasal dari luar ruangan
tersebut. Begitu pula dengan hari keenam yaitu hari rabu. Pada hari ini ruangan tidak digunakan
untuk rapat, namun ruangan dirapihkan, barang-barang dipindahkan letaknya dan sedang
dilakukan uji coba untuk air conditioner (AC) yang berada di ruangan tersebut, cuaca juga sangat
mendung dan lembab sehingga tidak ada angin yang menyebabkan konsentrasi bakteri tidak
terdispersi ke area lainnya. Dapat dilihat apabila ruangan tersebut tidak digunakan dan tidak
dibersihkan, akan menunjukkan konsentrasi bakteri yang cukup tinggi dibandingkan dengan saat
ruangan tersebut digunakan. Dikarenakan ruangan tersebut sudah dibersihkan. Namun
peningkatan konsentrasi bakteri bisa terjadi apabila ruangan tersebut digunakan dikarenakan
adanya bakteri dari luar yang dibawa oleh orang yang beraktivitas di ruangan tersebut.
Grafik 3. Konsentrasi Jamur Perhari di Ruang Senat
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Dapat dilihat dari grafik diatas, konsentrasi jamur selalu menunjukkan nilai yang tinggi di hari
pertama yang merupakan hari senin. Penyebabnya adalah dikarenakan ada dua hari libur yaitu
hari sabtu dan minggu, sehingga ruangan tersebut tidak dibersihkan. Pada hari kedua, konsentrasi
akan mengalami penurunan dikarenakan ruangan tersebut telah dibersihkan, terutama pada hari
ketiga, yaitu hari rabu, dikarenakan ruangan tersebut akan digunakan untuk rapat oleh Senat dan
Guru Besar. Namun pada hari ketiga, dikarenakan ruangan tersebut akan digunakan, maka air
conditioner (AC) yang berada di ruangan tersebut dinyalakan sehingga berpengaruh terhadap
konsentrasi jamur di ruangan tersebut. Pada hari keempat, yaitu hari senin, terlihat kenaikan nilai
konsentrasi disebabkan adanya dua hari libur yaitu hari sabtu dan minggu sehingga ruangan
tersebut tidak dibersihkan. Pada hari kelima, yaitu hari selasa, konsentrasi bakteri mengalami
kenaikan namun pada titik satu dan titik tiga cenderung turun. Hal ini disebabkan, pada saat itu
0
500
1000
1500
2000
2500
0 2 4 6 8
Ti<k 1
Ti<k 2
Ti<k 3
Ti<k 4
Ti<k 5
Ti<k 6
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
sedang dilakukan pembersihan dan pemindahan barang-barang yang terletak di tempat tersebut,
sehingga titik tersebut lebih mendapatkan sinar matahari sehingga konsentrasi jamur di titik
tersebut menurun. Pada hari keenam ruangan tidak digunakan untuk rapat, namun ruangan
dirapihkan, barang-barang dipindahkan letaknya dan sedang dilakukan uji coba untuk air
conditioner (AC) yang berada di ruangan tersebut, cuaca juga sangat mendung dan lembab
sehingga tidak ada angin yang menyebabkan konsentrasi jamur tidak terdispersi ke area lainnya.
Dapat dilihat apabila ruangan tersebut tidak digunakan dan tidak dibersihkan, akan menunjukkan
konsentrasi jamur yang cukup tinggi dibandingkan dengan saat ruangan tersebut digunakan.
Dikarenakan ruangan tersebut sudah dibersihkan secara cermat.
Setelah didapatkan data per harinya untuk jumlah konsentrasi bakteri dan jamur serta nilai suhu
pada saat pengambilan sampel, maka dapat dianalisis secara regresi linear, dan didapatkan nilai R
untuk masing-masing konsentrasi per harinya dengan faktor cahaya matahari. Setelah itu
didapatkan kekuatan hubungan sebagai berikut
Tabel 11. Nilai Kekuatan Hubungan Suhu Dengan Konsentrasi Bioaerosol
(Nilai R)
Hari Suhu
Bakteri Kekuatan Hubungan Jamur Kekuatan Hubungan 1 0,356 Sedang 0,879 Sangat Kuat
2 0,369 Sedang 0,791 Sangat Kuat 3 0,297 Sedang 0,817 Sangat Kuat 4 0,718 Kuat 0,640 Kuat 5 0,327 Sedang 0,375 Sedang 6 0,609 Kuat 0,305 Sedang
Sumber : Olahan penulis (2013)
Dapat dilihat dari tabel diatas, nilai regresi yang dihasilkan apabila kualitas setiap harinya
dihubungkan dengan suhu, maka suhu memiliki hubungan yang cukup kuat dengan konsentrasi
bakteri dan jamur. Seperti konsentrasi jamur pada hari pertama hingga ketiga yang menunjukkan
kekuatan hubungan yang sangat kuat, dan tidak ada yang menunjukkan tidak ada hubungan.
Begitu pula hubungan dengan konsentrasi bakteri, menunjukkan banyaknya hubungan dengan
kekuatan yang sedang. Sedangkan apabila nilai tersebut dihitung secara keseluruhan
menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai berikut:
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Tabel 12. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Suhu Dengan Konsentrasi Bakteri
Variabel R R2 P-value Suhu 0.233 0.054 0.138
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Hubungan antara suhu dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri
menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.233). Artinya
semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin tinggi kandungan bakteri dalam udaranya.
Tabel 13. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Suhu Dengan Konsentrasi Jamur
Variabel R R2 P-value Suhu 0.037 0.001 0.816
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Hubungan antara suhu lingkungan dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan
jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.037).
Artinya semakin tinggi suhu maka semakin tinggi kandungan jamur dalam udaranya.
Perbedaan nilai R yang ada antara nilai R perharinya dengan nilai keseluruhan yaitu apabila nilai
tersebut dihitung secara keseluruhan, maka kondisi yang terjadi pada setiap harinya tidak
diperhitungkan. Kondisi perharinya bisa saja berbeda seperti ruangan yang sudah dibersihkan
atau belum.
Tabel 14. Nilai Kekuatan Hubungan Kecepatan Angin Dengan Konsentrasi
Bioaerosol (Nilai R)
Hari Kecepatan Angin
Bakteri Kekuatan Hubungan
Jamur Kekuatan Hubungan
1 0,412 Sedang 0,662 Kuat 2 0,071 Tidak Ada 0,032 Tidak Ada 3 0,409 Sedang 0,184 Tidak Ada 4 0,919 Sangat Kuat 0,089 Tidak Ada 5 0,263 Sedang 0,158 Tidak Ada 6 0,585 Kuat 0,170 Tidak Ada
Sumber : Olahan penulis (2013)
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Dapat dilihat dari tabel diatas, nilai regresi yang dihasilkan apabila kualitas setiap harinya
dihubungkan dengan kecepatan angin. Semakin cepat kecepatan angin, maka akan semakin
banyak bakteri dan jamur yang terdispersi ke tempat lain. Namun apabila semakin sedikit
kecepatan angin maka semakin banyak konsentrasi bakteri dan jamur yang ada. Untuk
konsentrasi jamur, maka nilai yang paling banyak yaitu hubungan tidak kuat, sedangkan untuk
konsentrasi bakteri hubungannya dapat dikategorikan sedang. Sedangkan apabila nilai tersebut
dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai
berikut:
Tabel 15. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Kecepatan Angin Dengan
Konsentrasi Bakteri
Variabel R R2 P-value Kecepatan angin 0.049 0.002 0.756
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Hubungan antara kecepatan angin dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan
kandungan bakteri menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang sangat
rendah (R= 0.049). Artinya semakin tinggi kecepatan angin maka semakin tinggi kandungan
bakteri dalam udaranya.
Tabel 16. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Kecepatan Angin Dengan
Konsentrasi Jamur Variabel R R2 P-value
Kecepatan angin 0.134 0.018 0.399 Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Hubungan antara kecepatan angin dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan
jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R= 0.134).
Artinya semakin tinggi kecepatan angin maka semakin tinggi kandungan jamur dalam udaranya.
Perbedaan nilai R yang ada antara nilai R perharinya dengan nilai keseluruhan yaitu apabila nilai
tersebut dihitung secara keseluruhan, maka kondisi yang terjadi pada setiap harinya tidak
diperhitungkan. Kondisi per harinya bisa saja berbeda.
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Tabel 17. Nilai Kekuatan Hubungan Kelembaban Dengan Konsentrasi Bioaerosol (Nilai R)
Hari Kelembaban
Bakteri Kekuatan Hubungan
Jamur Kekuatan Hubungan
1 0 Tidak Ada 0,526 Kuat 2 0,032 Tidak Ada 0,555 Kuat 3 0,232 Tidak Ada 0,771 Kuat 4 0,766 Kuat 0,632 Kuat 5 0,779 Kuat 0,444 Sedang 6 0 Tidak Ada 2,65x10-5 Tidak Ada
Sumber: Olahan Penulis (2013)
Dapat dilihat dari tabel diatas, nilai regresi yang dihasilkan apabila kualitas setiap harinya
dihubungkan dengan kelembaban, maka nilai hubungannya termasuk kuat untuk konsentrasi
jamur dan berbanding terbalik dengan konsentrasi bakteri. Hal ini disebabkan jamur lebih cepat
tumbuh pada tempat yang lembab dibandingkan dengan bakteri. Sedangkan apabila nilai tersebut
dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai
berikut:
Tabel 18. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Kualitas Kelembapan Udara
Konsentrasi Bakteri Variabel R R2 P-value
Kelembapan udara 0.002 0.000 0.991 Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Hubungan antara suhu dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan kandungan bakteri
menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang sangat rendah/hampir tidak
menunjukan hubungan (R= 0.002).
Tabel 19. Analisis Korelasi Dan Regresi Linier Kualitas Kelembapan Udara Dengan Kualitas Udara Mikrobiologi (Jamur)
Variabel R R2 P-value Kelembapan udara 0.212 0.045 0.177
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Hubungan antara kelembapan udara dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan
kandungan jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang rendah (R=
0.212). Artinya semakin tinggi kelembapan udara maka semakin tinggi kandungan jamur dalam
udaranya.
Setelah didapatkan data per harinya untuk jumlah konsentrasi bakteri dan jamur serta nilai cahaya
matahari pada saat pengambilan sampel, maka dapat dianalisis secara regresi linear, dan
didapatkan nilai R untuk masing-masing konsentrasi per harinya dengan faktor cahaya matahari.
Setelah itu didapatkan kekuatan hubungan sebagai berikut:
Tabel 20. Nilai Kekuatan Hubungan Cahaya Matahari Dengan Konsentrasi
Bioaerosol (Nilai R)
Hari Cahaya Matahari
Bakteri Kekuatan Hubungan
Jamur Kekuatan Hubungan
1 0,329 Sedang 0,617 Kuat 2 0,755 Kuat 0,410 Sedang 3 0,401 Sedang 0,219 Tidak Ada 4 0,464 Sedang 0,464 Sedang 5 0,580 Kuat 0,302 Sedang 6 0,640 Kuat 0,339 Sedang
Sumber: Olahan Penulis, 2013
Dapat dilihat dari tabel diatas, maka dapat disimpulkan faktor cahaya matahari memiliki
hubungan terhadap pertumbuhan konsentrasi bakteri dan jamur. Sedangkan apabila nilai tersebut
dihitung secara keseluruhan menggunakan program SPSS akan menghasilkan nilai sebagai
berikut:
Tabel 21. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Cahaya Matahari Dengan
Kualitas Udara Mikrobiologi (Bakteri)
Variabel R R2 P-value Kekuatan Hubungan Cahaya matahari -0.132 0.001 0.840 Tidak Ada
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Hubungan antara cahaya matahari dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan
kandungan bakteri menunjukan korelasi yang negatif dengan kekuatan hubungan yang rendah
(R= 0.032). Artinya semakin tinggi tingkat cahaya matahari maka semakin rendah kandungan
bakteri dalam udaranya.
Tabel 22. Analisis Korelasi dan Regresi Linier Cahaya Matahari Dengan
Kualitas Udara Mikrobiologi (Bakteri)
Variabel R R2 P-value Kekuatan Hubungan Cahaya matahari 0.321 0.103 0.038 Sedang
Sumber: Data Olahan Penulis, 2013
Hubungan antara cahaya matahari dengan kualitas udara mikrobiologi berdasarkan
kandungan jamur menunjukan korelasi yang positif dengan kekuatan hubungan yang sedang (R=
0.321). Artinya semakin tinggi cahaya matahari maka semakin tinggi kandungan jamur dalam
udaranya.
Kesimpulan Berdasarkan hasil yang didapat dari penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu; Terdapat perbedaan yang signifikan
antara konsentrasi mikroba yang berada di lantai delapan dengan konsentrasi mikroba yang
berada di ruang senat lantai sembilan Gedung Rektorat Universitas Indonesia dan Persebaran
konsentrasi bioaerosol di udara dipengaruhi oleh suhu, kelembaban, cahaya matahari dan
kecepatan angin. Bakteri akan cenderung tumbuh pada titik yang memiliki temperatur yang
tinggi, sedangkan jamur akan cenderung lebih cepat tumbuh pada titik yang memiliki nilai
kelembaban yang tinggi serta kurangnya sinar matahari. Semakin tinggi kecepatan angin yang
berada di sekitar titik, maka bioaerosol akan terdispersi lebih luas sehingga konsentrasi yang
terkonsentrasi di sekitarnya akan mnejadi lebih sedikit.
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013
Saran
Melihat konsentrasi yang melewati baku mutu di lantai sembilan, maka perlu dilakukan
pembersihan secara menyeluruh secara teratur di lantai sembilan. Selain itu, ventilasi utama yang
berada di ruang senat sebaiknya dibuka agar ruangan tersebut tidak lembab. Serta gorden yang
berada di beebrapa titik di ruang senat guru besar lantai sembilan dibuka agar titik tersebut
mendapatkan cahaya matahari yang cukup untuk menghambat proses pertumbuhan jamur.
Daftar Referensi
Anderson Instruments. Operation Manual for Anderson Sampler, Viable (Microbial) Particle Sizes Sampler. Anderson Instruments, Atlanta, USA, 1984
Jjemba, Patrick K. (2004). Environmental Microbiology Principles and Applications. New
Hampshire: Science Publisher Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1405/MenKes/SK/XI/2002 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja dan Industri Mandal J., & Brandl, H. (2011). Bioaerosol in Indoor Environment-A Review with Special
Reference to Residential and Occupational Locations. The Open Environmental and Biological Monitoring Journal, 4,83-96.
Merlin, 2012, Studi Kualitas Udara Mikrobiologis dengan Parameter Jamur pada Ruangan
Pasien Rumah Sakit (Studi Kasus: Ruang Rawat Inap Gedung A Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo), Universitas Indonesia, Depok
Peraturan Gubernur DKI no. 52 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara
di Dalam Ruangan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara Sutanto Priyo Hastono, 2006, Analisis Data, Departemen Biostatistik, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia Widyanareswari A., 2010, Kualitas Udara Ruang (Studi Kasus Gedung Perkuliahan K FTUI dan
Gedung Perkuliahan A FTUI), Universitas Indonesia, Depok
Kualitas udara…, Komang Tattya Lokhita Adnyaswari Kartika, FT UI, 2013