KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU TORAYA SETELAH THAWING · Selama perkuliahan penulis aktif dalam...

36
KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU TORAYA SETELAH THAWING DENGAN PENAMBAHAN KAFEIN DI UPTD-IB DESA PUCAK KEC.TOMPOBULU KAB.MAROS SKRIPSI OLEH: EKA SYAFRIZAL O 111 10 256 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015

Transcript of KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU TORAYA SETELAH THAWING · Selama perkuliahan penulis aktif dalam...

KUALITAS SEMEN BEKU KERBAU TORAYA SETELAH THAWING

DENGAN PENAMBAHAN KAFEIN DI UPTD-IB DESA PUCAK

KEC.TOMPOBULU

KAB.MAROS

SKRIPSI

OLEH:

EKA SYAFRIZAL

O 111 10 256

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

i

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

1. Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Eka Syafrizal

NIM : O111 10 256

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

a. Karya skripsi saya adalah asli

b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil

dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan

dikenakan sanksi akademik yang berlaku.

2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.

Makassar, 2 Februari 2015

Eka Syafrizal

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Agustus 1993 di Palopo dari

ayahanda Drs. A.Muktadir Taiyeb dan ibunda Dede Suprahlaela.

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN Kartini 3 pada

tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP

Negeri 6 dan SMP Negeri 1 Palu dan lulus pada tahun 2007. Pada

tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 2

Tinggimoncong. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran

Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun

2010.

Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan

Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai anggota

Divisi Informasi dan Komunikasi HIMAKAHA pada periode 2011-2012. Selain

itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Ikatan

Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) dan komunitas pecinta

hewan peliharaan seperti Community of Pets And Science (COMPAS).

iv

ABSTRAK

EKA SYAFRIZAL. O 111 10 256. Kualitas Semen Beku Kerbau Toraya Setelah

Thawing Dengan Penambahan Kafein di UPTD-IB Desa Pucak, Kecamatan

Tompobulu, Kabupaten Maros. Dibimbing oleh FIKA YULIZA PURBA dan

M.NURYADI.

Penelitian dengan metode eksperimental ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh penambahan kafein terhadap kualitas semen kerbau Toraya pasca thawing.

Penelitian dilakukan mulai bulan Juli sampai Agustus 2014. Semen segar diencerkan

menggunakan pengencer andromed yang ditambahkan kafein pada 3 konsentrasi

berbeda yaitu S-I = andromed; S-II = andromed + 1 gram kafein; dan S-III = andromed

+ 2 gram kafein. Kemudian semen diperiksa secara mikroskopik untuk melihat

motilitas, gerakan individu, dan persentase hidup spermatozoa. Pemeriksaan dilakukan

sebelum dan sesudah thawing. Untuk menghitung motilitas dan gerakan individu

spermatoza dilakukan dengan mikroskop. Sedangkan perhitungan persentase hidup

menggunakan metode pewarnaan dengan eosin dimana spermatozoa yang mati akan

menyerap warna merah dari eosin. Hasil menunjukkan semen yang ditambahkan kafein

dapat mempertahankan motilitas dan meningkatkan gerakan individu spermatozoa pasca

thawing tetapi mengurangi daya hidup. Kesimpulan dari penilitian ini yaitu penambahan

kadar kafein yang baik antara 1 gram dan 2 gram adalah 1 gram (S-II).

Kata Kunci: kafein, spermatozoa, kerbau toraya ,UPTD-IB.

v

ABSTRACT

EKA SYAFRIZAL. O 111 10 256. Quality of Toraya Buffalo Frozen Semen Post

Thawing With Caffeine Addition at UPTD-IB Pucak Village, Tompobulu Sub-district,

Maros Regency. Supervised by FIKA YULIZA PURBA and M.NURYADI.

An experiment study was conducted to determine the effect of caffeine addition

to quality of toraya buffalo semen post thawing. Research done at July until August

2014. The fresh semen diluted on andromed with caffeine addition in 3 different

concentration (treat), which were S-I = andromed; S-II = andromed + 1 gram of

caffeine; and S-III = andromed + 2 gram of caffeine. Then semen were examined by

microscope to observe spermatozoa motility, individual moves, and percentage of life.

Pre and post thawing were examined. In order to calculated motility and individual

moves of spermatozoa was used a microscope. Meanwhile the percentage of life were

calculated by coloring method with eosin where a died spermatozoa will absorbed a red

colour from eosin. The result showed that semen with caffein addition is able to endured

the spermatozoa motility and increase the individual moves despite it’s deduct the

percentage of life. The conclusion from this research that the best amount for caffeine

addition between 1 gram and 2 gram is 1 gram of caffeine (S-II).

Keyword: caffeine, spermatozoa, toraya buffalo, UPTD-IB.

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah, Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,

rahmat, kesehatan, dan kekuatan serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

melaksanakan dan merampungkan penulisan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Universitas

Hasanuddin Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Suatu kebanggan bagi penulis, karena dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini

dalam kurun waktu 4 bulan yang tentunya tidak lepas dari dukungan, semangat, dan

segenap bantuan dari berbagai pihak.

Melalui kesempatan ini pula penulis mengucapkan banyak terima kasih dan

penghargaan kepada yang terhormat :

1. Ayah dan Ibunda tercinta, Drs. A.Muktadir Taiyeb dan Dede Suprahlaela yang

dengan sepenuh hati memberikan motivasi serta ketulusan do’a yang selalu

terucapkan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan, dan saudara-

saudara tercinta serta keluarga besar atas motivasi dan do’a sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

2. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. selaku Rektor Universitas

Hasanuddin beserta staf dan jajarannya.

3. Bapak Prof. Dr. dr. Asadul Islam, Sp.Bs. selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin beserta jajarannya.

4. Ibu drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. selaku Pembimbing Utama dan bapak Ir.

M.Nuryadi, M.M selaku Pembimbing Anggota. Terima kasih atas segala

petunjuk, saran, bimbingan dan waktu yang telah diluangkan untuk penulis.

5. Bapak Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt. dan drh. Dedy Rendrawan, M.P. selaku

penguji, terima kasih atas masukan dan saran-sarannya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Segenap dosen Program Studi Kedokteran Hewab Universitas Hasanuddin atas

ilmu pengetahuannya yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di

Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin.

7. Pihak UPTD-IB Desa Pucak Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros yang

telah membantu penulis dalam penelitian.Terima kasih atas kerja samanya dalam

memberikan waktu dan tempat selama Penulis melakukan penelitian.

8. Staf Akademik Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Hasanuddin atas

bantuannya dalam melayani segala kebutuhan Penulis selama perkuliahan

hingga penyusunan Skripsi ini.

9. Rekan selama penilitian, Zainal dan Ryan Payung yang telah bersama-sama

melakukan penelitian di UPTD-IB serta memberikan bantuan tenaga dan pikiran

dalam penelitian hingga penulisan skripsi ini.

vii

10. Sahabat seperjuangan di Kedokteran Hewan: M. Irwansyah, Aldy Derianto,

Noer Khalid CZ, Yuliani Suparmin, Nurul Muthmainnah, Sitti Mughniati, Riska

Wahyuni Alwi, Melasari, Andhika Yudha Prawira, Nurul Inayah, Anna

Anggriana, dan Zulfikar Basrul yang telah memberi bantuan, semangat serta

dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

11. Teman-teman kedokteran hewan angkatan 2010 V-Gen beserta semua pihak

yang telah memberi semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian

tugas akhir ini serta menemani waktu perkuliahan.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi amal

ibadah dan semoga Allah memberikan balasan yang sepantasnya.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT. penulis mohon petunjuk dan pertolongan

mudah-mudahan karya ini bermanfaat dan menambah khasanah ilmu pengetahuan.

Aamiin.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar, 17 Januari 2015

Penulis

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii

ABSTRAK .......................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 3

1.5. Hipotesis............................................................................................... 3

1.6. Keaslian Penelitian ............................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Kerbau .................................................................... 4

2.2 Karakteristik Kerbau ................................................................. 4

2.3 Keunggulan Kerbau Toraya ...................................................... 5

2.4 Semen ....................................................................................... 6

2.5 Penilaian Semen ....................................................................... 6

a. Volume ................................................................................. 6

b. Derajat Keasaman (pH) ........................................................ 6

c. Warna .................................................................................... 6

d. Konsistensi dan Konsentrasi ................................................. 6

e. Motilitas ................................................................................ 7

f. Gerakan Massa ...................................................................... 7

g. Presentase Hidup .................................................................. 7

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Semen ... 8

a. Makanan ................................................................................ 8

b. Suhu dan Musim ................................................................... 8

c. Penyakit dan Pengangkutan .................................................. 8

d. Umur ..................................................................................... 8

2.7 Pengolahan Semen .................................................................... 8

a. Pengenceran .......................................................................... 8

b. Kriopservasi .......................................................................... 9

2.8 Kafein ....................................................................................... 10

3. MATERI DAN METODE

3.1 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ................................... 12

3.2 Materi ....................................................................................... 12

3.3 Jenis Penelitian ......................................................................... 12

ix

3.4 Sampel ....................................................................................... 12

3.5 Prosedur Penelitian ................................................................... 12

3.6 Analisis Data ............................................................................ 14

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Semen Segar ........................................................ 15

4.2 Pemeriksaan Semen Setelah Penambahan Pengencer .............. 17

4.3 Pemeriksaan Setelah Thawing .................................................. 18

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 20

5.2 Saran ......................................................................................... 20

LAMPIRAN ...................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 23

x

DAFTAR TABEL

1. Hasil Pengamatan Semen Segar 15

2. Hasil Pemeriksaan Semen Setelah Penambahan Pengencer 17

3. Hasil Pemeriksaan Setelah Thawing 18

DAFTAR GAMBAR

1. Kerbau Toraya 4

2. Rumus Kimia Kafein 10

3. Alur Penelitian 14

4. Semen Segar Berwarna Krem 16

5. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarnaan Eosin (1) 17

6. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarnaan Eosin (2) 18

7. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarnaan Eosin (3) 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Selama Penelitian 21

2. Alat dan Bahan 21

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerbau adalah binatang memamah biak yang masih termasuk dalam

suku Bovinae. Kerbau (Bubalus bubalis) adalah ternak ruminansia besar yang

mempunyai potensi tinggi dalam penyediaan daging serta merupakan ternak asli

daerah panas dan lembab khususnya daerah belahan utara tropika. Tujuan

pemeliharaan ternak kerbau adalah sebagai tenaga kerja, penghasil daging, dan

susu. Selama 8 tahun terakhir ini perkembangan ternak kerbau di Indonesia

kurang memuaskan. Populasi ternak kerbau yang ada di Indonesia saat ini 40%

berada di Pulau Jawa dengan kepemilikan 2-3 ekor per peternak. Salah satu

faktor yang menyebabkan rendahnya populasi ternak kerbau adalah keterbatasan

bibit unggul, rendahnya mutu pakan ternak, perkawinan silang dan kurangnya

pengetahuan peternak dalam menangani produksi ternak tersebut. Kerbau

dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai, dan yang

berkembang di Indonesia kebanyakan adalah kerbau rawa/lumpur (Tappa dkk.,

2006).

Beberapa faktor penyebab kurangnya populasi kerbau di Indonesia

yaitu adanya program pemeliharaan sapi, rendahnya tingkat reproduksi kerbau,

dan teknik serta metode praktek peternakan di Indonesia yang tidak mendukung

pengembangan ternak kerbau (Said dan Tappa, 2008).

Kerbau dapat dijadikan sebagai salah satu ternak potong yang dapat

menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan daging masyarakat. Oleh

karena itu ternak kerbau yang ada di Indonesia perlu dilestarikan dan

dikembangkan sesuai dengan kondisi wilayah masing-masing (Tappa, 2007).

Kerbau telah berkembang sejak dulu dan telah tersebar di seluruh

Indonesia termasuk Sulawesi Selatan. Kerbau yang berada di Indonesia

didominasi oleh kerbau lumpur dengan jumlah populasi ±2 juta ekor dan kerbau

perah terdapat 5 ribu ekor. Kerbau-kerbau tersebut dipelihara oleh peternak

tradisional, dengan jumlah kepemilikan 2-3 ekor per peternak, sedangkan kerbau

perah dipelihara atau digembalakan secara berkelompok pada areal sekitar para

peternak tinggal. Walaupun demikian, pada beberapa tempat tertentu terdapat

kepemilikan dalam jumlah besar sepeti di pulau Moa (Maluku), Sumba (NTT),

dan Sumbawa (NTB) dimana jumlah kepemilikan kerbau per peternak dapat

mencapai 100 ekor. Dengan majunya otonomi daerah dan adanya PERMENTAN

tentang penetapan SDG (Sumber Daya Genetik) ternak lokal maka beberapa

daerah mengklaim kerbau-kerbau lumpur yang ada di daerahnya untuk ditetapkan

sebagai bangsa atau sub bangsa kebau di Indonesia karena kemampuan

adaptasinya pada lingkungan tertentu yang cukup berbeda dengan kawasan kerbau

lainnya di Indonesia seperti kerbau Sumbawa (NTB), dan kerbau Moa (Maluku)

yang diusulkan oleh daerah masing-masing untuk ditetapkan sebagai rumpun

kerbau yang adaptif pada kondisi daerah spesifik pada iklim mikro masing-

masing (Anonim, 2011a).

Kerbau memiliki efisiensi reproduksi yang rendah disebabkan karena

pubertas yang lambat, usia kebuntingan pertama yang lama, periode pospartum

anestrus panjang, periode inter-calving yang panjang, tanda-tanda birahi kurang

2

jelas, angka kebuntingan rendah, serta mempunyai sedikit folikel primordial

(Tappa dkk., 2006).

Salah satu di antara plasma nutfah hewani yang perlu dipertahankan

eksistensinya adalah kerbau Toraya (belang), kerbau lumpur dengan warna kulit

belang hitam dan putih. Habitat asli kerbau ini di Toraja Provinsi Sulawesi

Selatan. Jumlah pemotongan kerbau Toraya (belang) mencapai 50-60 ekor per

tahun, sedangkan kelahirannya hanya ±20 ekor per tahun akan berdampak

semakin terkurasnya populasi kerbau Toraya. Oleh karena itu untuk mendukung

nilai sosial dan budaya masyarakat etnis Toraja dapat dilakukan peningkatan

populasi dan mutu genetik kerbau Toraya (belang) melalui bioteknologi

reproduksi (Said dan Tappa, 2008). Saat ini semen kerbau Toraya sudah

diproduksi dalam straw untuk kepentingan inseminasi buatan. Berbagai cara

dilakukan untuk meningkatkan kualitas semen, salah satunya dengan

menambahkan kafein di pengencernya.

Kafein adalah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal yang bekerja

sebagai obat perangsang psikoaktif dan diuretik ringan. Kafein juga mempunyai

efek diuretik terhadap ginjal, merangsang otot lurik, dan digunakan untuk

merangsang motilitas semen serta sistem kardiovaskuler (Maughan, 2003).

Di Sulawesi Selatan terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas - Inseminasi

Buatan (UPTD-IB) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi

Selatan yang berada di Desa Pucak Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros

yang menjadi produsen semen beku kerbau Toraya (belang). Semen beku kerbau

Toraya ini digunakan oleh inseminator untuk melakukan Inseminasi Buatan

supaya meningkatkan populasi kerbau Toraya melalui kelahiran hasil Inseminasi

Buatan. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang

peningkatan kualitas semen kerbau Toraya dengan menambahkan kafein pada

pengencer.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

penambahan kafein pada pengencer terhadap kualitas spermatozoa kerbau Toraya

pasca thawing ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penambahan kafein terhadap kualitas

semen kerbau Toraya pasca thawing.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui pengaruh kafein terhadap gerakan individu

spermatozoa kerbau Toraya.

b) Untuk mengetahui pengaruh kafein terhadap persentase hidup

spermatozoa kerbau Toraya.

3

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Pengembangan Ilmu

a) Sebagai bahan acuan untuk peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut.

b) Sebagai bahan pembelajaran terhadap penulis tentang ilmu reproduksi

kerbau Toraya.

1.4.2 Manfaat Aplikasi

Dapat memberikan masukan kepada pihak UPTD-IB Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan tentang

kualitas semen kerbau Toraya yang ditambahkan kafein pada

pengencernya.

1.5 Hipotesis

Hipotesis yang ditemukan dalam penelitian ini adalah kafein dapat

meningkatkan daya tahan hidup dan motilitas spermatozoa pada semen kerbau

Toraya.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Zubaeda Azis bertempat di

UPTD-IB Pucak pada tahun 2007. Pada penelitian ini, Zubaeda Azis

menggunakan tambahan kafein dengan konsentrasi yang berbeda (10 dan 20 mL)

pada semen sapi Limousin pembawa kromosom Y. Berdasarkan penelitian

Zubaeda Azis, diperoleh hasil bahwa penambahan kafein 10 dan 20 mL pada

semen beku setelah thawing tidak efektif dalam mengurangi laju penurunan

motilitas, tetapi dapat mempertahankan presentase hidup spermatozoa pembawa

kromosom Y selama 2 jam pada suhu 37oC. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan objek penelitian yang berbeda dari Zubaeda Azis yaitu

menggunakan semen kerbau Toraya.

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi Kerbau

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian dengan nomor

2845/Kpts/LB.430/8/2012 ditetapkan rumpun kerbau Toraya sebagai rumpun asli

di Provinsi Sulawesi Selatan, dan telah dibudidayakan secara turun-menurun.

Kerbau Toraya memiliki klasifikasi taksonomi sebagai berikut (Anonim, 2012).

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Arthiodactyla

Genus : Bos

Sub Genus : Bubaline

Spesies : Bubalus bubalis

2.2 Karakteristik Kerbau

Kerbau adalah binatang memamah biak yang masih termasuk dalam sub

keluarga bovinae. Sampai sekarang ini klasifikasi kerbau masih belum pasti,

sehingga beberapa otoritas mengelompokkan kerbau sebagai suatu spesies

Bubalus bubalis dengan tiga subspesies yaitu kerbau sungai (B. bubalis bubalis)

yang berasal dari Asia selatan, kerbau (B. bubalis carabanesis) atau kerbau rawa

yang berasal dari Asia tenggara, dan Arni atau kerbau liar (B. bubalis arnee).

Kerbau rawa yang ditemukan di Asia tenggara memiliki 48 kromosom sedangkan

kerbau sungai memiliki 50 kromosom (Anonim, 2011a).

Gambar 1. Kerbau Toraya (Sumber: Anonim, 2011b).

Tappa (2007) menyatakan bahwa berdasarkan tingkatan nilainya kerbau

dibagi dalam tiga jenis yaitu :

1. Kerbau hitam biasa harganya berkisar 10-20 juta.

2. Kerbau balian/kerbau aduan harganya berkisar 20-50 juta.

5

3. Kerbau Toraya/kerbau belang warnanya setengah albino yang sangat mahal

harganya bisa mencapai 100 juta rupiah per ekor, memiliki badan yang besar

dan kekar seperti banteng namun memiliki belang seperti sapi Frisian Holstein.

Dari segi adat kebiasaan masyarakat Toraja, kerbau Toraya mempunyai

kedudukan penting yang erat hubungannya dengan upacara adat, terutama sebagai

kerbau potong persembahan kepada Sang Pencipta. Nilai ritual yang tinggi ada

pada kerbau Toraya jantan sehingga memiliki harga jauh lebih tinggi. Harga

kerbau Toraya Jantan yang dewasa dapat mencapai 1 miliar. Pada masyarakat

Toraja kerbau dipotong secara ritual karena keyakinan bahwa kehidupan di

akhirat merupakan cermin kehidupan di dunia. Selain itu pemotongan ini

merupakan pengabdian seorang anak kepada orang tuanya. Dengan demikian

mereka beranggapan bahwa semakin banyak kerbau Toraya yang dipotong pada

upacara adat istiadat, semakin baik dan amanlah kehidupan orang yang meninggal

dunia itu di alam akhirat. Semakin bagus kerbau yang dipotong semakin tinggi

nilai ritualnya (Said dan Tappa, 2008).

2.3 Keunggulan Kerbau Toraya

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh Kerbau Toraya sebagai

berikut:

1. Sumber gen yang khas. Sebagai ternak lokal yang terisolasi dan telah

berkembang ratusan generasi di Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara,

maka Kerbau Toraya mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi

terhadap kondisi lingkungan setempat yang meliputi adaptasi iklim yang

panas, adaptasi pakan, adaptasi penyakit, dan parasit lokal. Sebagai

sumber gen yang khas, maka Kerbau Toraya dapat digunakan untuk

perbaikan bangsa-bangsa kerbau lainnya melalui persilangan dan kawin

suntik (Inseminasi Buatan).

2. Sebagai penghasil daging. Kerbau Toraya telah dipelihara oleh masyarakat

sebagai ternak penghasil daging. Konsumsi daging oleh masyarakat di

Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara merupakan suatu kelaziman.

Konsumsi daging meningkat pada saat dilakukannya acara-acara adat

syukuran (rambu luka) dan acara adat kematian (rambu solo).

3. Sebagai ternak adat. Kerbau Toraya oleh masyarakat setempat telah

digunakan sebagai ternak adat sejak jaman nenek moyang mereka. Sebagai

ternak adat Kerbau Toraya berfungsi sebagai alat tukar. Selain itu, Kerbau

Toraya juga digunakan sebagai salah satu pelengkap persyaratan adat

syukuran atau kematian.

4. Sebagai penghasil susu. Selain penghasil daging, susu kerbau juga telah

dikonsumsi oleh masyarakat setempat dengan jumlah yang terbatas.

Konsumsi susu dilakukan dalam bentuk olahan berupa dangke setelah

diawetkan secara tradisional (Anonim, 2012).

6

2.4 Semen

Menurut Garner dan Hafez (2000), semen merupakan cairan suspensi

sel yang di dalamnya mengandung spermatozoa dan sekresi kelenjar

assesorius dari organ kelamin jantan. Semen terdiri atas dua bagian yaitu

spermatozoa dan plasma semen.

Spermatozoa sebagian besar terdiri dari deoxyribonucleoprotein, muco-

polysaccharidae, plasmalogen, protein yang menyerupai kreatine, serta enzim

dan koenzim. Plasma semen terdiri atas campuran sekresi dari epididimis, vas

deferens, prostat, vesika seminalis dan kelenjar cowper. Plasma semen

mengandung bermacam-macam zat organik, inorganik dan air (Partodihardjo

1987).

2.5 Penilaian Semen

Penilaian semen baik secara makroskopik (volume, pH, warna, dan

konsistensi) dan mikroskopik (motilitas, presentase hidup, dan konsentrasi)

dilakukan setelah penampungan (Sarwono, 2006).

a. Volume

Semen adalah sekresi kelamin pejantan yang secara normal diejakulasikan

ke dalam saluran betina sewaktu kopulasi, tetapi dapat pula ditampung

untuk keperluan inseminasi buatan. Volume semen yang tertampung

dapat langsung terbaca pada tabung penampungan semen yang berskala.

Volume dapat juga digunakan dalam menentukan jumlah sperma per

ejakulasi bila dikalikan dengan konsentrasi (Lestari, 2013).

b. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman dapat diukur dengan pH meter atau kertas lakmus.

Derajat keasaman (pH) semen sapi jantan segar tergantung kepada

proporsi beberapa cairan yang tergabung di dalam semen itu. Kebanyakan

semen normal yang dikumpulkan, cenderung ke arah asam dari pH

normal dengan variasi sekitar pH 6,5-6,9. Semen berkualitas baik,

biasanya lebih ke asam (pH rendah) daripada semen dengan konsentrasi

spermatozoa yang rendah (Lestari, 2013).

c. Warna

Warna semen yang dihasilkan yaitu warna krem keputih-putihan, jika

berwarna hijau kekuning-kuningan artinya mengandung kuman

Pseudomonas auriginosa, semen yang berwarna merah berarti

mengandung darah dan semen yang berwarna coklat berarti semen

tersebut mengandung darah yang telah membusuk (Gunawan dkk., 2006).

d. Konsistensi dan Konsentrasi

Semen dengan konsistensi krem mempunyai konsentrasi 1000 juta sampai

2000 juta atau lebih sel spermatozoa per mL. Konsistensi seperti susu

encer memiliki konsentrasi 500 juta sampai 600 juta sel spermatozoa per

mL, semen cair yang berwarna atau hanya sedikit kekeruhan

konsentrasinya sekitar 100 juta sel spermatozoa per mL dan yang jernih

seperti air kurang dari 50 juta sel spermatozoa per mL (Gunawan dkk.,

2006).

7

e. Motilitas

Motilitas merupakan gerakan individual progresif ke depan yang dinilai

segera setelah penampungan dan dapat dijadikan sebagai ukuran

kemampuan membuahi. Persentase motilitas merupakan perbandingan

jumlah spermatozoa yang bergerak aktif dengan total jumlah spermatozoa

yang teramati dalam beberapa pandangan. Pejantan yang fertil memiliki

persentase motilitas 50-80%. Persentase motilitas dibawah 40%

menunjukkan bahwa kualitas semen kurang baik dan sering berkaitan

dengan infertilitas (Afiati dkk, 2013).

f. Gerakan Massa

Dalam menentukan semen, khususnya terhadap gerakan massa ditetapkan

suatu kriteria sebagai berikut :

++++ (4) : Gerakan massa sperma berupa gelombang awan tebal,

gelap, dan berpindah-pindah sangat cepat.

+++ (3) : Gerakan bergelombang cepat dan padat, membentuk

pusaran-pusaran gelombang.

++ (2) : Gerakan bergelombang kecil, tipis, jarang, aktif ke

depan.

+ (1) : Tidak terlihat gelombang, melainkan hanya gerakan

individual aktif progresif.

0 : Tidak ada gerakan sperma maupun gerakan gelombang.

Gerakan massa yang bernilai ++(2) hingga ++++(4) dapat diproses untuk

perlakuan selanjutnya (Lestari, 2013).

Gerakan individu sperma ditetapkan suatu kriteria sebagai berikut :

0 : Tidak ada gerakan spermatozoa.

1 : Spermatoza progresif kurang dari 30%, gerakan lemah dan

lambat (nilai jelek).

2 : Spermatozoa progresif antara 30%-50%, gerakan sedang

(nilai sedang).

3 : Spermatozoa progresif antara 51%-70%, gerakan cepat

(nilai baik).

4 : Spermatozoa progresif antara 71%-80%, gerakan sangat

cepat (nilai sangat baik).

5 : Spermatozoa progresif diatas 80%, gerakan begitu cepat

sehingga sulit untuk melihat individu spermatozoa (nilai

sempurna) (Feradis, 2010).

g. Persentase Hidup

Penentuan presentase hidup sperma dapat dilakukan dengan persamaan

diferensiasi dengan menggunakan zat warna eosin atau eosin negrosin.

Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel sperma yang mati dan yang

hidup dipergunakan untuk menghitung jumlah sperma yang hidup secara

obyektif. Pada waktu semen segar dicampur dengan zat warna, sel-sel

yang mati akan mengambil warna karena permeabilitas dinding sel

meninggi sewaktu mati. Zat warna eosin akan mewarnai spermatozoa

yang menjadi merah muda sedangkan sperma yang hidup tetap tidak

berwarna (Sarwono, 2006).

8

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Semen

a. Makanan Pemberian nutrisi pakan yang rendah menyebabkan penghambatan

pertumbuhan pejantan muda atau penurunan berat badan hewan dewasa,

maka terlihat atropi testes, penurunan jumlah spermatozoa prejakulat dan

kehilangan libido. Pada hewan muda tingkatan makanan yang rendah

menyebabkan kelambatan masa pubertas (Sarwono, 2006).

Sarastina dkk.(2012) mengemukakan secara nyata terdapat

hubungan antara berat testis dan berat badan, tetapi juga antara berat testis

dan body condition score. Karena itu, nyatanya hubungan juga terdapat

antara hari pengeluaran sperma, berat badan, dan body condition score.

Bagaimanapun jika sangat kekurangan makanan dapat berpengaruh

terhadap kuantitas produksi sel sperma dan hal itu tidak dilihat untuk

memodifikasi kualitas semen yang diejakulasi.

b. Suhu dan Musim Suhu lingkungan yang terlampau rendah atau terlampau tinggi

dapat mempengaruhi reproduksi hewan jantan. Fungsi termoregulasi

skrotum dapat terganggu dengan akibat buruk terhadap spermatogenesis.

Peninggian suhu udara karena kelembaban yang tinggi dapat

menyebabkan kegagalan pembentukan dan penurunan produksi

spermatozoa. Secara umum volume ejakulat, gerak awal, konsentrasi

spermatozoa dan proporsi spermatozoa dipengaruhi oleh musim (Feradis,

2010).

c. Penyakit dan Pengangkutan Penyakit umum maupun lokal, kronik atau akut, menular atau tidak

menular dapat mempengaruhi produksi, kualitas dan kuantitas semen

secara langsung maupun tidak langsung. Abses akut dapat menyebabkan

degenerasi sperma, peninggian suhu badan dapat menyebabkan hilangnya

kepala sperma. Pengangkutan sperma yang jauh di bawah kondisi buruk

seperti kepanasan atau kedinginan yang berlebihan dan kelemahan fisik

dapat menurunkan kualitas semen dan fertilitas hewan jantan (Toelihere,

2006).

d. Umur Spermatogenesis dimulai sewaktu hewan mencapai masa pubertas

yaitu pada umur 11-15 bulan pada sapi dan kerbau. Walaupun perkawinan

yang fertil dapat terjadi pada waktu pubertas, testis terus berkembang dan

menghasilkan lebih banyak sperma. Spermatogenesis secara normal akan

terus berkembang selama hidup hewan dimana mulai terjadi atropi dari

tubuli dan hanya sedikit yang menghasilkan sperma (Gunawan dkk.,

2006).

2.7 Pengolahan Semen

a. Pengenceran

Pengencer diberikan pada semen segar dengan tujuan setiap satuan

volume semen yang akan diinseminasikan ke hewan betina mengandung

9

cukup banyak spermatozoa untuk memberikan fertilitas yang tinggi tanpa

membuang spermatozoa yang berlebihan (Toelihere, 1993).

Beberapa syarat penting yang harus dimiliki pengencer menurut

Feradis (2010) yaitu pengencer berfungsi memperbanyak volume semen,

menyediakan zat nutrisi dan melindungi spermatozoa. Disamping itu

syarat lain yang harus dimiliki setiap pengencer adalah murah, sederhana,

praktis dibuat tetapi daya preservasi tinggi, mengandung unsur-unsur yang

sifat fisik dan kimiawinya hampir sama dengan semen dan tidak bersifat

racun bagi spermatozoa serta dapat mempertahankan daya fertilisasi

spermatozoa.

b. Kriopservasi

Kriopreservasi adalah teknik penyimpanan materi genetik dalam

keadaan beku pada temperatur rendah atau suatu teknik penyimpanan sel

hewan, tumbuhan dan materi genetika lainnya (termasuk semen dan oosit)

dalam keadaan beku melalui reduksi aktivitas metabolisme tanpa

mempengaruhi organel-organel di dalam sel, fungsi fisiologi, biologi, dan

morfologi (Tappa dkk., 2006).

Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk menyimpan, memelihara,

dan menjamin kelangsungan hidup suatu materi genetik. Hal ini berarti

bahwa penyimpanan sel gamet (plasma germinal) dengan menggunakan

teknik kriopreservasi diharapkan dapat mempertahankan daya hidupnya

dan fungsi sel gamet baik secara imunologis, biologis dan fisiologis

(Lestari, 2013).

Beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam

menggunakan teknik kriopreservasi, yaitu:

Apabila terjadi dehidrasi (pengeluaran air dalam sel) akan terjadi

kekeringan yang menyebabkan kerusakan pada sel.

Apabila tidak terjadi dehidrasi akan terbentuk kristal-kristal es yang

dapat merusak sel, jaringan dan materi genetik ternak lainnya.

Dengan demikian perlu diperhatikan proses pemindahan air pada

dehidrasi sebelum deep freezing maupun rehidrasi setelah thawing (Azis,

2007).

Penyimpanan sel gamet dengan teknik kriopreservasi memiliki

keuntungan dan kerugian. Adapun keuntungannya adalah dapat disimpan

dalam waktu tidak terbatas, media tempat penyimpanan (container) tetap

terisi N2 cair, dapat dikoleksi setiap saat, dapat digunakan kapan saja bila

dibutuhkan, untuk melestarikan plasma nutfah dan tidak perlu mengimpor

dan dapat memelihara ternak yang memiliki genetik tunggal. Sedangkan

kerugiannya adalah biaya operasional sangat mahal, memiliki kemampuan

yang tinggi, sel gamet yang dihasilkan berkualitas baik dan layak disimpan

dalam keadaan beku (Feradis, 2010).

Berdasarkan kejadiannya secara fisik, teknik kriopreservasi dapat

dibedakan menjadi dua metode yaitu metode konvensional dan vitrifikasi.

Metode konvensional merupakan pembawa materi genetik ternak (sel

gamet) yang disimpan pada suhu dibawah 0oC dan disertai pembentukan

kristal-kristal es. Pembentukan kristal-kristal es dimulai pada bagian

ekstraseluler yang mengakibatnya terjadi dehidrasi sehingga menimbulkan

10

kekeringan yang sangat besar dan kerusakan organel-organel intraseluler

seperti mitokondria, lisosom dan sebaliknya. Teknik vitrifikasi adalah

proses fisik berupa pemadatan medium krioprotektan berkonsentrasi tinggi

selama pendinginan tanpa disertai pembentukan kristal-kristal es. Dalam

keadaan padat distribusi ion-ion dan molekul tetap seperti dalam fase cair

(Sarastina dkk., 2012).

Medium yang digunakan memiliki tiga sifat umum, yaitu larutan

yang mengandung krioprotektan intraseluler dengan konsentrasi tinggi,

larutan yang membutuhkan garam-garam fisiologis dan mengandung

makromolekul untuk meningkatkan kemampuan larutan dan proses

supercooling. Teknik ini memiliki kelebihan yaitu sederhana, dapat

diandalkan, relatif mudah untuk diaplikasikan dilapangan dan tidak

memerlukan alat khusus (Toelihere, 2006).

2.8 Kafein

Kafein dengan nama kimia 1, 3, 7-trimetil-3-7-dihidropurin (C8H10N4O2),

(Gambar 1) memiliki bentuk seperti bubuk, tidak berbau, dapat larut dalam air dan

alkohol, yang diperoleh dari kopi, teh, guarana, dan kacang mente. Pada mamalia

kafein dapat merangsang sistem saraf pusat khususnya serebrum. Kafein juga

mempunyai efek diuretik terhadap ginjal, merangsang otot lurik, dan digunakan

untuk merangsang motilitas semen serta sistem kardiovaskuler (Setiabudy, 2005).

Gambar 2. Rumus Kimia Kafein (Sumber: Anonim, 2013).

Pada beberapa penelitian yang lain melaporkan bahwa kafein juga mampu

mempengaruhi motilitas pada spermatozoa, seperti yang terdapat pada testes,

dikarenakan kafein dapat bertindak sebagai penghambat siklus nukleutida

phospodiestrase. Oleh karena itu kafein mempengaruhi level intraseluler dari

siklus cAMP yang terlibat dalam motilitas spermatozoa pejantan yang

diobservasi. Namun pemberian senyawa dalam konsentrasi yang tinggi akan

berpengaruh negatif terhadap motilitas sperma (Bealer dan Weinberg, 2010). Hal

ini didukung oleh Setiabudy (2005) yang menyatakan bahwa kafein menghambat

nukleotida phospodiestrase yang bertanggung jawab atas penurunan cAMP. Oleh

sebab itu pemberian kafein menyebabkan peningkatan konsentrasi cAMP

intraseluler. Peningkatan motilitas sperma sapi dengan pemberian kafein

berhubungan erat dengan peningkatan kadar cAMP.

Berbagai substansi seperti serum, cairan peritoneal, cairan folikel atau

substansi farmakologi seperti progesterone, adenosin, dan methilxanthin telah

digunakan untuk menstimulasi fungsi dari sperma. Salah satu derivat senyawa

11

metilxanthin yang dapat meningkatkan motilitas spermatozoa adalah kafein.

Kafein yang terikat pada spermatozoa, muncul untuk merangsang tingginya

kalsium antara sel, pH, dan cAMP. Peningkatan cAMP pada membran sel akan

diikuti dengan peningkatan metabolisme yang memicu peningkatan motilitas.

Sedangkan secara alamiah kadar cAMP relatif rendah oleh aktifitas nukleotida

phospodiestrase yang menghancurkan cAMP sehingga perlu ditambahkan kafein

atau senyawa metilxhantin lainnya yang menekan aktifitas nukleotida

phospodiestrase sehingga cAMP mengalami peningkatan (Bealer dan Weinberg,

2010).

Azis (2007) menyatakan bahwa penambahan kafein pada level 10 mM/mL

dapat meningkatkan motilitas spermatozoa sapi Limousin dibanding kafein pada

level 20 mM/mL dan kontrol pada semen pra pembekuan. Menurut Setiabudy

(2005) bahwa motilitas spermatozoa kambing Boer selama enam hari

penyimpanan yang diberikan level kafein 2 mM/mL terlihat lebih tinggi

dibandingkan level 3 dan 4 mM/mL. Kafein juga dapat ditambahkan kedalam

fertilisasi in vitro, sebab kafein secara sinergis mempercepat kapasitasi dan reaksi

akrosom.

12

3. MATERI DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2014 di Unit

Pelaksana Teknis Dinas-Inseminasi Buatan (UPTD-IB) Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan di Desa Pucak Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Maros.

3.2 Materi

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah semen kerbau Toraya, alkohol,

pewarna eosin, kafein bubuk, dan pengencer andromed.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah vagina buatan, tabung reaksi, gelas ukur,

pipet volume, pipet tetes, fotometer, objek glass, deck glass, mikroskop, spoit,

kontainer lengkap, water bath, filling shilling, tabung erlenmeyer, striver, straw

printing, dan kertas saring.

3.3 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan semen

kerbau Toraya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan semen yang

ditambahkan kafein pada pengencer dan tanpa kafein pada pengencer. Pengujian

setelah thawing juga dilakukan untuk melihat kualitas semen.

3.4 Sampel

Sampel yang digunakan adalah semen 1 ekor kerbau Toraya di UPTD-IB.

Kerbau dipilih berdasarkan kualitas semen yang baik dan layak digunakan dalam

penelitian.

3.5 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang akan dilakukan terdiri atas beberapa tahap yaitu:

13

1. Penampungan Semen

Tahap ini diawali dengan penampungan semen dengan menggunakan

vagina buatan, kemudian semen yang diperoleh dilakukan uji

makroskopik (warna, pH, volume, dan konsistensi) dan uji mikroskopik

(gerakan massa, gerakan individu, dan konsentrasi sperma).

2. Menentukan Jumlah Pengencer Andromed

Pengencer utama yang digunakan adalah andromed. Andromed

diencerkan dengan aquabidest dengan perbandingan 1:4. Banyaknya

andromed yang digunakan diketahui dengan menggunakan alat

fotometer. Dengan volume semen sebanyak 5 mL maka pengencer

andromed yang digunakan sebanyak 30 mL (6 mL andromed/1 mL

semen).

3. Penambahan Kafein Pada Pengencer

Semen yang telah diperiksa secara makroskopik dan mikroskopik

dipisahkan menjadi 3 bagian, yaitu: semen 1 (S-I) sebanyak 3 mL

sebagai kontrol ditambahkan andromed sebanyak 18 mL (tanpa kafein);

semen 2 (S-II) sebanyak 1 mL yang ditambahkan andromed 6 mL dan

kafein 1 gram; dan semen 3 (S-III) sebanyak 1 mL yang ditambahkan

andromed sebanyak 6 mL dan kafein 2 gram. Setelah itu dilakukan

pemeriksaan secara mikroskopik dan dimasukkan ke dalam straw untuk

diproses lebih lanjut.

4. Pengisian Semen dan Ekuilibrasi

Semen yang telah diencerkan diisi ke dalam straw dan diekuilibrasi

pada suhu 4-5oC kemudian dimasukkan ke dalam freezer selama 30

menit pada suhu 0oC. Setelah itu dimasukkan ke dalam goblet dan

diletakkan pada bagian leher kontainer selama 10 menit pada suhu -

70oC, lalu disimpan dalam kontainer yang berisi N2 cair pada suhu -

196oC.

5. Pemeriksaan Setelah Thawing

Straw yang sudah dibekukan kemudian dikeluarkan dari kontainer, lalu

dilakukan thawing selama ± 1 menit. Setelah itu, straw digunting pada

bagian ujung atas dan bawah untuk mengeluarkan semen dan

diletakkan pada object glass dan dilakukan pemeriksaan secara

mikroskopis.

6. Parameter yang Diukur

Parameter yang diukur pada semen segar yaitu: volume semen, warna,

konsistensi, konsentrasi, pH, daya tahan hidup, motilitas, dan gerakan

massa. Parameter yang diukur setelah pembekuan yatiu motilitas,

gerakan individu dan persentase hidup spermatozoa. Persentase hidup

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Prosedur penelitian yang dilakukan secara ringkas dapat dilihat pada

alur penelitian di bawah ini.

Persentase Hidup = Jumlah Spermatozoa Hidup x 100%

Total Spermatoza

14

Gambar 3. Alur Penelitian (Sumber: Ilustrasi Pribadi)

3.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan tabel dan penyajian data

disajikan dengan cara deskriptif (menjelaskan sejumlah variabel yang berkenaan

dengan objek yang diteliti).

Penampungan

Semen

Penilaian Kualitas Semen (Makroskopik dan Mikroskopik)

Penambahan pengencer adromed dan kafein

pada semen Pemeriksaan Mikroskopik

Pembekuan dalam kontainer berisi N2 cair

Pemeriksaan Setelah Thawing (Motilitas,

Gerakan Massa, dan Persentase Hidup).

15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Semen Segar

Kualitas semen segar pada penelitian ini merupakan parameter penunjang

yang diamati selain paramater utama. Pemeriksaan atau evaluasi meliputi keadaan

umum dari contoh semen yaitu warna, pH, konsentrasi, konsistensi, motilitas

individu, dan motilitas massa. Pemeriksaan semen segar bertujuan untuk

mengetahui apakah semen tersebut memenuhi syarat untuk diproses selanjutnya.

Semen segar diberikan label S-I. Hasil pengamatan sampel semen segar kerbau

Toraya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Semen Segar

Parameter Kualitas Hasil Pengamatan

Volume

Warna

pH

Konsistensi

Konsentrasi

Motilitas

Gerakan Massa

Gerakan Individu

Persentase Hidup

5 mL

Krem

6

Sedang

993 x 106/mL

50%

++ (2)

70% (3)

60%

4.1.1. Volume Semen

Volume semen dihitung dengan cara melihat skala yang ada pada tabung

vagina buatan. Volume semen yang diejakulasikan dan tertampung di tabung

vagina buatan adalah 5 mL. Menurut Situmorang dan Sitepu (1991) volume

semen kerbau per ejakulat umumnya lebih rendah dari sapi. Rata-rata volume

ejakulat kerbau adalah 0,5 sampai 2,5 mL dengan rataan 1,3 mL dan 2.38 mL.

Afiati et al (2013) menyatakan bahwa volume semen dapat dipengaruhi oleh

bangsa, umur, ukuran badan, tingkatan makanan, frekuensi penampungan dan

faktor lain. Seperti pada sapi, ejakulat kedua pada kerbau lebih baik daripada

ejakulat pertama. Walaupun volume dan konsentrasi sperma pada ejakulat kedua

lebih rendah, tetapi motilitas sperma pada ejakulat kedua lebih tinggi daripada

ejakulat pertama (Toelihere, 1981).

4.1.2. Warna Semen

Dari hasil pengamatan semen kerbau berwarna krem. Menurut Dhami dan

Sahni (1994) semen kerbau berwarna krem, krem keputihan atau putih susu

dengan konsentrasi agak kental. Partodihardjo (1987) menyatakan bahwa

adakalanya semen berwarna kream tua sampai kuning. Hal ini disebabkan oleh

banyaknya kandungan pigmen riboflavin. Hal ini menandakan bahwa warna

semen dalam keadaan normal.

16

Gambar 4. Semen Segar Berwarna Krem (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.1.3. pH Semen

Pemeriksaan pH semen segar kerbau Toraya menggunakan kertas pH

indikator dan hasil pemeriksaan pH semen segar adalah 6. Menurut Yusuf (1979)

semen kerbau bersifat agak basa dengan pH 6,8. Jadi pH semen kerbau

menampakkan pH normal pada kerbau.

4.1.4. Konsistensi dan Konsentrasi

Hasil pengamatan konsistensi dari semen segar kerbau adalah sedang dan

nilai konsentrasinya adalah 993 x 106/mL. Menurut Dhami dan Sahni (1994)

konsistensi sperma tergantung pada konsentrasi sperma yang terkandung di

dalamnya. Konsentrasi sperma kerbau relatif lebih rendah daripada sapi.

Konsentrasi semen kerbau di Mesir dilaporkan 1.098 juta per mL, di Filipina

1.000 juta per mL dan di India dilaporkan berkisar antara 788,6 juta per mL

sampai 974,43 juta per mL. Sedangkan menurut Toelihere (1981) konsentrasi

kerbau lumpur di Indonesia berkisar antara 200 sampai 1.000 juta per mL dengan

rata-rata 600 juta per mL.

4.1.5. Motilitas

Hasil pengamatan motilitas spermatozoa dari semen segar adalah 50%.

Pengujian motilitas spermatozoa merupakan satu parameter penting yang dapat

dijadikan dasar informasi tentang kemampuan fertilisasi spermatozoa. Semakin

tinggi persentase motilitas berarti semakin baik kemampuan fertilisasinya.

Menurut Toelihere (1993) motilitas merupakan gambaran persentase gerakan atau

sel spermatozoa yang hidup. Jadi nilai dari motilitas harus berbanding lurus atau

lebih sedikit dari nilai persentase hidup.

4.1.6. Gerakan Massa

Berdasarkan hasil pengamatan melalui mikroskop gerakan massa dari

semen segar adalah ++(2) yang menandakan gerakan bergelombang kecil, tipis,

jarang, aktif ke depan. Menurut Herdis (1998) gerakan massa sperma kerbau

berkisar antara 1 (+) sampai 3 (+++). Jadi gerakan massa dari semen kerbau ini

normal.

4.1.7. Gerakan Individu

Berdasarkan hasil pengamatan melalui mikroskop gerakan individu dari

semen segar adalah 70% (3) yang menandakan gerakan progresif dan sangat cepat

dari individu spermatozoa.

17

4.1.8. Persentase Hidup

Persentase hidup yang dimiliki oleh spermatozoa dalam semen segar adalah

60%. Persentase hidup dihitung berdasarkan hasil pewarnaan menggunakan eosin.

Spermatozoa yang mati akan menyerap warna merah sedangkan yang hidup tidak

menyerap warna (afiati dkk, 2013). Menurut Toelihere (1993) persentase sperma

hidup kerbau berkisar antara 48% sampai 80% dengan rata-rata 66%. Gambar

persentase hidup dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 5. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarnaan Eosin

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

4.2 Pemeriksaan Semen Setelah Penambahan Pengencer

Banyaknya pengencer andromed yang akan ditambahkan pada semen

didapat dengan menggunakan alat fotometer. Untuk semen sebanyak 3 mL

ditambahkan andromed sebanyak 18 mL. Sedangkan untuk semen sebanyak 1 mL

ditambahkan andromed sebanyak 6 mL.

Kafein yang digunakan merupakan kafein bubuk dengan kadar kafeinnya

100%. S-I yang merupakan semen dengan tambahan pengencer andromed

sebanyak 18 mL menjadi variabel kontrol. Sedangkan dua sampel yang lainnya

ditambahkan kafein pada pengencer. Semen dengan penambahan kafein 1 gram

pada andromed 6 mL diberikan label S-II dan semen dengan penambahan kafein 2

gram pada andromed 6 mL diberikan label S-III. Setelah ditambahkan pengencer

maka dilakukan pengamatan mikroskopis sebelum dimasukkan ke dalam straw

dan dibekukan. Hasil pemeriksaan atau evaluasi dipaparkan dalam tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Semen Setelah Penambahan Pengencer

Parameter Kualitas S-I S-II S-III

Motilitas

Gerakan Individu

Persentase Hidup

50%

70% (3)

55%

30%

50% (2)

35%

25%

40 (2)

25%

Dari hasil pemeriksaan diatas dapat dilihat bahwa hasil pengamatan

mikroskopis semen segar pada pengamatan motilitas di S-I tidak mengalami

perubahan dikarenakan penambahan pengencer andromed yang tepat. Sedangkan

pada S-II dan S-III mengalami penurunan motilitas diakibatkan kafein bubuk yang

tidak larut dalam pengencer andromed sehingga menghambat laju spermatozoa.

Semakin banyak ditambahkan kafein maka semakin rendah motilitasnya.

18

Pengamatan gerakan individu pada S-I tidak mengalami perubahan

dikarenakan penambahan pengencer andromed yang tepat. Sedangkan pada S-II

dan S-III mengalami perubahan menjadi 50%(2) pada S-II dan 40%(2) pada S-III.

Hasil Pada S-II menandakan gerakan progresif yang cepat dari individu

spermatoza sedangkan pada S-III menandakan gerakan individu spermatozoa

yang sedang. Penurunan gerakan individu terjadi akibat kafein bubuk yang tidak

larut dalam pengencer andromed sehingga gerakan massa menurun.

Hasil pengamatan persentase hidup pada S-I mengalami penurunan dari

60% menjadi 55%. Hal ini dikarenakan pada saat pencampuran pengencer terlalu

banyak guncangan sehingga spermatozoa ada yang mati. Pada S-II dan S-III yang

mendapatkan tambahan kafein mengalami penurunan juga, yaitu 35% pada S-II

dan 25% pada S-III dikarenakan kafein bubuk yang tidak larut dalam pengencer

andromed sehingga mengurangi ruang gerak spermatozoa sampai mengalami

kematian. Jadi tidak larutnya kafein bubuk dengan pengencer andromed tidak

hanya berpengaruh pada motilitas dan gerakan individu, tetapi berpengaruh juga

terhadap persentase hidup.

Gambar 6. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarna Eosin (Sumber:

Dokumentasi Pribadi).

4.3 Pemeriksaan Setelah Thawing

Semen-semen yang telah dibekukan pada suhu -196oC selama ±24 jam

dilakukan thawing sebelum diperiksa. Hal ini dilakukan supaya spermatozoa yang

tertidur karena suhu dingin akan terbangun. Menurut Ahmad (1984) metode

thawing pada suhu 0oC selama 2 menit didapat persentase motilitas sebesar

30,28% dengan daya hidup sperma pada suhu 37oC adalah 3,89 ± 0,12 jam.

Sedangkan menurut Herdis (1998) metode thawing selama 15 detik didapat

persentase motilitas sebesar 40% dengan daya tahan hidup 4,67 ± 0,12 jam. Hasil

pengamatan pada S-I, S-II, dan S-III terdapat pada tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Setelah Thawing

Parameter Kualitas S-I S-II S-III

Motilitas

Gerakan Individu

Persentase Hidup

30%

60% (3)

30%

20%

65% (3)

25%

10%

55% (3)

15%

19

Dari hasil pemeriksaan dapat dilihat bahwa hasil pengamatan mikroskopis

semen setelah thawing pada parameter motilitas, S-I jauh menurun dari sebelum

dibekukan yaitu 50% menjadi 30%. Hal ini disebabkan spermatozoa mengalami

shock pada saat thawing. Motilitas pada S-II juga mengalami penurunan menjadi

20%. Sedangkan pada S-III motilitasnya mengalami penurunan dari 25% menjadi

10%.

Pada pengamatan gerakan individu, untuk S-I mengalami penurunan dari

70%(4) menjadi 60%(3). Hal ini disebabkan karena spermatozoa yang dibekukan

masih mengalami shock pasca thawing. Sedangkan pada S-II mengalami

peningkatan dari 50%(2) menjadi 65%(3). Hal ini disebabkan adanya asupan

tambahan selain pengencer andromed yaitu kafein pada saat dibekukan.

Spermatozoa menyerap asupan tersebut sehingga meningkatkan gerakan individu

setelah dibekukan. Pada S-III mengalami peningkatan juga yaitu dari 40%(2)

menjadi 55%(3).

Dari hasil pengamatan didapatkan hasil pada S-I bahwa persentase hidupnya

menurun drastis dari 55% menjadi 30%. Hal ini disebabkan spermatozoa

mengalami shock pada saat thawing sehingga banyak spermatozoa yang mati.

Pada S-II daya tahan hidup juga menurun dari 35% menjadi 25%, dan untuk S-III

mengalami penurunan juga dari 25% menjadi 15%.

S-I S-II

S-III

Gambar 7. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarna Eosin (Sumber:

Dokumentasi Pribadi)

20

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa penambahan

kafein pada pengencer andromed dapat mempertahankan motilitas dan gerakan

individu spermatozoa pasca thawing. Penambahan kadar kafein antara 1 gram dan

2 gram yang baik adalah 1 gram. Tetapi penambahan kafein pada pengencer dapat

mengurangi persentase hidup dikarenakan kafein dalam bentuk bubuk tidak larut

dalam pengencer andromed sehingga menghalangi gerak spermatozoa sampai

persentase hidup spermatozoa berkurang.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan kafein murni

dalam bentuk cair untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal pada semen

beku kerbau Toraya dan aplikasinya dalam penggunaan semen beku yang

pengencernya ditambahkan kafein.

21

LAMPIRAN

Gambar Selama Penelitian

(a) (b)

Gambar a. Semen Yang Telah Dicampurkan Pengencer (I) dan Kafein (II dan III).

Gambar b. Proses Pembekuan Semen Dalam Straw.

(c)

Gambar c. Pemeriksaan Persentase Hidup Menggunakan Pewarnaan Eosin

Alat dan Bahan

Mikroskop Fotometer

22

Water Bath Filling Sealing

Cafein 100% Andromed

23

DAFTAR PUSTAKA

Afiati F, Herdis, dan Said S. 2013. Pembibitan Ternak Dengan Inseminasi

Buatan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Ahmad K. 1984. Effect of Thaw Rates on Survival of Buffalo Spermatozoa

Frozen in Straws. J.of Diary Sci. No.67:1535-1538.

Anonim. 2011a. Kerbau Bagi Masyarakat Toraja. http://www.kaskus.us/

showthread.php?t7632601. Diakses 02 Februari 2014.

Anonim. 2011b. Tedong Bonga. http://pewartafoto.wordpress.com /2011/09/01/tedong-bonga. Gambar Kerbau Toraya. Diakses 02

Februari 2014.

Anonim. 2012. Usulan Penetapan Rumpun Atau Galur Ternak Kerbau Toraya.

Dinas Peternakan Dan Kesehatan Hewan Provinsi Sulawesi Selatan.

Anonim. 2013. Bioaktivitas Alkaloid Pada Kafein.

http://www.febeunike93.blogspot.com. Gambar Struktur Kimia

Kafein. Diakses 02 Februari 2014.

Azis Z. 2007. Kualitas Semen Beku Sapi Limousin Pembawa Kromosom Y Setelah

Thawing Dengan Penambahan Kafein Pada Level Yang Berbeda.

Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.

Bealer BK dan Weinberg BA. 2010. The Miracle of Caffeine: Manfaat Tak

Terduga Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir. Mizan

Pustaka. Bandung.

Dhami AJ dan Sahni KL. 1994. Role of Different Extenders and Additives in

Improving Certain Biolocal Indicates of Frozen Bull and Buffalo

Semen. Indian Vet. J. No.71:670-677

Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Alfabeta. Bandung.

Garner DL dan Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In : E.S.E,

Hafez (Ed.). Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. Lea and Febiger.

Philadelphia.

Gunawan M, Kaiin EM, Said S, dan Tappa B. 2006. Evaluasi semen beku kerbau

Toraya (Bubalus bubalis) di Cibinong. Seminar Bioteknologi LIPI.

Bogor 12-14 April 2006.

Herdis. 1998. Metode Pemberian Gliserol dan Lama Ekuilibrasi Pada Proses

Pembekuan Semen Kerbau Lumpur. Thesis. Program PascaSarjana,

Institut Pertanian Bogor.

24

Lestari S. 2013. Profil Kualitas Semen Segar Sapi Pejantan Limousin Dengan

Umur Yang Berbeda Di Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa

Barat. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1165 -1172, September 2013.

Maughan RJ. 2003. Caffeine Ingestion and Fluid Balance. J.Human Nutrition

Dietetics No.16:411-20

Partodihardjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya. Jakarta

Said S dan Tappa B. 2008. Perkembangan Kerbau Toraya (Tedong Bonga) Di

Puslit Bioteknologi Lipi Cibinong Dengan Teknologi Reproduksi.

Seminar Dan Lokarya Nasional Usaha Ternak Kerbau, Jawa Barat.

Sarastina, Susilawati T, dan Ciptadi G. 2012. Analisa Beberapa Parameter

Motilitas Spermatozoa Pada Berbagai Bangsa Sapi Menggunakan

Computer Assisted Semen Analysis (CASA). J. Ternak Tropika Vol.

6. No.2: 1-12.

Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Penerbit Graha

Ilmu. Yogyakarta.

Setiabudy R. 2005. Efek Pemberian Minuman Stimulan Terhadap Kelelahan

Pada Tikus. Bagian Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Situmorang P dan Sitepu P. 1991. Comparative Performance, Semen Quality and

Draught Capacity of Indonesian Swamp Buffalo and It’s Crosses.

ACTAR Proceeding. 34:102.

Tappa B. 2006. Aplikasi Bioteknologi Reproduksi Ternak di Indonesia. Seminar

Nasional Peranan Bioteknologi Reproduksi dalam Pembangunan

Peternakan di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan – IPB, Bogor 8

April 2006.

Tappa B. 2007. Bioteknologi Reproduksi Untuk Pengembangan Kerbau Toraya

(Tedong Bonga). Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak

Kerbau. Bogor 2007.

Tappa B, Said S, dan Kainn EM. 2006. Kerbau Toraya (Bubalus bubalis)

berkembang di luar habitat aslinya Tana Toraja. International Seminar

on “The Artificial Reproductive Biotechnologies for Buffaloes”

August 28- September 1, 2006 at Bogor, Indonesia.

Toelihere MR. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa. Bandung

Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung.

25

Toelihere MR. 2006. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Perkembangan Bioteknologi

Reproduksi Di Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Yang Akan Datang

Dalam Menunjang Pembangunan Peternakan di Indonesia. Seminar

Nasional Peranan Bioteknologi Reproduksi dalam Pembangunan

Peternakan di Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan- IPB, Bogor 8

April 2006.

Yusuf TL. 1979. Perbandingan Daya Pengawetan Pengencer Citrat, Bikarbonat,

dan Glisin Kuning Telur Terhadap Sperma Kerbau Lumpur.

Departemen Reproduksi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut

Pertanian Bogor. Bogor.