KTI
-
Upload
lor-ngeban -
Category
Documents
-
view
47 -
download
5
Transcript of KTI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian bayi di Indonesia rata-rata 34 bayi per 1.000 kelahiran
hidup. Angka tersebut tidak terlalu menggembirakan mengingat hanya sedikit
perbaikan dibandingkan dengan sekitar tahun 2003 yang angkanya 35 per
1.000 kelahiran hidup, adapun target angka kematian bayi (AKB) pada
MDG’s 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Demikian pula dengan
angka kematian anak berusia dibawah lima tahun (balita) yang saat ini 44 anak
balita per 1.000 kelahiran hidup atau tidak beranjak jauh dari angka tahun
2003, yakni 46 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab langsung kematian bayi umumnya penyakit infeksi, seperti
infeksi saluran pernapasan akut, diare, dan campak, tetapi penyebab yang
mendasari pada 54 persen kematian bayi adalah gizi kurang. Data dari WHO
(World Health Organization) menunjukkan ada 170 juta anak mengalami gizi
kurang di seluruh dunia. Sebanyak 3 juta anak di antaranya meninggal tiap
tahun akibat kurang gizi. Di Indonesia, angka kematian bayi saat ini 35 per
1.000 kelahiran hidup. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat tak
kurang dari 10 bayi dan 20 anak balita meninggal dunia setiap jam di
Indonesia (Moedjiono. A, 2007)
WHO merekomendasikan, semua bayi perlu mendapat kolostrum (ASI
hari pertama dan kedua) untuk melawan infeksi dan mendapat ASI eksklusif
1
selama 6 bulan untuk menjamin kecukupan gizi bayi. Penyebab kurang gizi,
menurut Direktur Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan (Depkes)
adalah pola pemberian makan yang salah pada bayi, yaitu pemberian makanan
pendamping ASI terlalu cepat (kurang dari usia 6 bulan) atau terlalu lambat
(lebih dari usia 6 bulan) (Moedjiono. A, 2007).
Strategi pemberian makanan pada bayi dan balita dari UNICEF
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai
tumbuh kembang optimal yaitu memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan hanya Air Susu
Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara ekslusif sejak lahir hingga usia 6
bulan, memberikan makanan pendamping (MP–ASI) sejak bayi berusia 6
bulan sampai 24 bulan, dan memberikan ASI sampai anak berusia 24 bulan
atau lebih (Depkes RI, 2006).
Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat mendukung
pertumbuhan dan perkembangan balita. Pengetahuan ibu balita tentang
makanan pendamping ASI diperlukan sehingga ibu balita dapat memberikan
MP-ASI dengan tepat. MP-ASI dapat diberikan saat usia bayi mencapai 6
bulan. Ukuran kecukupan produksi ASI bagi bayi dapat dilihat dari kenaikan
berat badan dan kesehatan bayi. Bila diberikan saat usia di bawah 6 bulan,
sistem pencernaannya belum memiliki enzim untuk mencerna makanan
sehingga memberatkan kerja pencernaan dan ginjal bayi. Selain itu, usus bayi
belum dapat menyaring protein dalam jumlah besar, sehingga dapat
menimbulkan reaksi batuk, diare, kolik dan alergi (Prasetyono, 2009).
2
Data bulan Desember 2010 di Puskesmas II Sokaraja diketahui jumlah
keberhasilan ASI Eksklusif adalah 31,74 %. Puskesmas II Sokaraja
mempunyai 8 desa, Lemberang merupakan salah satu Desa yang termasuk
dalam wilayah Puskesmas II sokaraja. Lemberang adalah Desa yang jauh dari
keramaian kota, dan di Desa ini masih kental dengan adat budayanya. Dari
data yang diperoleh keberhasilan ASI Eksklusif di Desa Lemberang adalah
35,82 %. Berdasarkan studi pendahuluan penulis kepada 15 responden di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas di peroleh data ibu
dengan pendidikan terakhir SD adalah 53,33 %, ibu dengan pendidikan
terakhir SMP 33,33 %, dan ibu dengan pendidikan terakhir SMA adalah 13,33
%. Untuk data pendapatan perbulan yang didapatkan keluarga sebagian besar
masih dibawah standar UMR (Upah Minumum Regional) di Banyumas yaitu
60 %. Berdasarkan paritasnya ibu yang primipara sebanyak 46,67%, multipara
33,33%, dan grandemultipara sebanyak 20%. Berdasarkan hasil wawancara
dengan 15 ibu di Desa Lembereng tentang dukungan keluarga dalam
pemberian MP ASI diperoleh 60% keluarga mendukung dan 40% tidak
mendukung, adapun pertanyaan tentang MP ASI diperoleh 66,67% ibu
menjawab bahwa MP-ASI itu adalah makanan pengganti yang berupa
makanan, mereka menganggap bahwa susu formula atau air putih bukan
termasuk pada MP-ASI.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian dengan judul ”Analisis faktor yang mempengaruhi
pemberian MP–ASI pada bayi 0–6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan
Sokaraja Kabupaten Banyumas”.
3
B. Rumusan Masalah
MP-ASI adalah makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi
usia 6 bulan ke atas. Pada awal bulan ASI Ekslusif harus diberikan, tanpa
pendamping ASI lainnya termasuk air putih, ASI eksklusif dapat membantu
melindungi bayi dari diare, sindrom kematian tiba-tiba pada bayi, infeksi
telinga dan infeksi yang biasanya terjadi pada bayi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh penulis di
puskesmas Sokaraja II dan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja
Kabupaten Banyumas didapatkan hasil data bulan Desember 2010 di
Puskesmas II Sokaraja diketahui jumlah pemberian MP-ASI dibawah umur 6
bulan adalah 68, 26 % , dan di Desa Lemberang adalah 64, 18 %.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan rumusan masalah diatas
maka timbul pertanyaan penelitian : “Faktor-faktor apakah yang berhubungan
pemberian MP-ASI pada bayi 0–6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan
Sokaraja Kabupaten Banyumas? “.
D. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor–faktor yang
berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi umur 0–6 bulan di
Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
4
b. Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di
Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
2. Mendeskripsikan pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada
bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
3. Mendeskripsikan tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
4. Mendeskripsikan paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
5. Mendeskripsikan dukungan keluarga ibu bayi usia 0-6 bulan terhadap
pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja
Kabupaten Banyumas
6. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas.
7. Mengetahui hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas.
8. Mengetahui hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi di
Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
9. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas.
5
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitiannya dapat dipakai sebagai tambahan informasi yang
nantinya dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan
khususnya yang berkaitan dengan pemberian MP–ASI .
2. Bagi institusi/pelayanan kesehatan.
a. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi yang
nantinya dapat dipergunakan dalam memberikan pelayanan khususnya
dalam pemberian MP–ASI.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
pengetahuan bagi ibu yang mempunyai bayi 6–24 bulan, khususnya
mengenai pemberian MP–ASI pada bayinya, selain itu diharapkan
responden dapat memberikan MP–ASI sesuai prosedur.
c. Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan berfikir secara
ilmiah khususnya dalam bidang MP–ASI bagi tenaga kesehatan.
3. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal untuk penelitian
berikutnya.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan Sebagai bahan pertimbangan untuk
membuat informasi kepada para ibu didalam memberikan MP–ASI
pada bayinya.
6
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011.
2. Lingkup Tempat
Penelitian akan dilaksanakan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja
Kabupaten Banyumas.
3. Lingkup materi
Penelitian yang dilakukan membahas tentang Faktor–faktor yang
mempengaruhi pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan.
4. Lingkup Responden
Penelitian dilakukan pada ibu balita di Desa Lemberang Kecamatan
Sokaraja Kabupaten Banyumas.
G. Keaslian Penelitian
Tabel 1.Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian dengan karakteristik hamper sama dengan penelitian ini,
penelitian tersebut sebagai berikut :
No Peneliti Variabel Metode Populasi dan
sampel
Hasil
1 Murningsih (2007).Hubungan antaraPemberian Makanan Tambahan pada Usia Dini dengan tingkatkunjungan ke pelayanan kesehatan masyarakat di kelurahan SineSragen.
Variabel bebas: Pemberian makanan tambahanVariabel terikat:Tingkat kunjungan kepelayanan kesehatan.
Penelitianobservasi, dengan rancangan penelitiancorelational.Pengambilan sampel dari Penelitian inimenggunakan teknik total
Ibu bayi usia 6-12 bulan yang berjumlah 48 orang
Ada hubungan antara pemberian makanan tambahan pada usia dini dengan tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan.
7
samplingNo Peneliti Variabel Metode Populasi
dansampel
Hasil
2 Padang Asdan (2007) Faktor-Faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli tengah tahun 2007
Variabel bebas : faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASIVariabel terikat : pemperian MP-ASI
Eksplanatory research dengan rancangan cross sectional menggunakan metode kuantitatif.
Ibu bayi umur 6-24 bulan sebanyak 147 orang
Faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini pada Bayi umur 6-24 bulan adalah sikap, keterpaparan media, dukungan keluarga dan kebiasaan memberikan makanan
3 Rohmawati (2007)Hubungan TingkatPengetahuan Ibu Tentang Makanan Tambahan dengan PertumbuhanBALITA Umur 6-12 Bulan di Desa Nguntoroadi
Variabel bebas :Tingkat pengetahuan ibu tentang makanan tambahanVariabel terikat:Pertumbuhan balita umur 6-12
Metodepenelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional
Ibu bayi dengan jumlah 90 orang
Ada hubungan antara tingkat pengetahua ibu tentang makanan tambahan dengan pertumbuhan balita umur 6-12 bulan
4. Suwarso, Yuliani (2011)Analisis Faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Variabel bebas : faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan.Variabel terikat pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan
Metode penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional
Ibu balita umur lebih dari 6-12 bulan
Ada hubungan pengetahuan dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,026)Ada hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,038)Ada hubungan paritas ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,023)Ada hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,040)
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
1. ASI
a. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif
1) ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose
dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah
kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi
(Soetjiningsih, 1997).
2) ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi saat lahir
sampai berusia 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain, bahkan air
putih sekali pun. ASI ini sangat baik sekali bagi perkembangan dan
pertumbuhan bayi, karena ASI merupakan makanan utama bagi bayi
bukan susu sapi.
ASI mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan
dengan makanan bayi yang berasal dari susu hewan, seperti susu
sapi, susu kerbau atau susu apapun yang tidak sesuai dengan
kebutuhan dan perkembangan bayi. Komposisi zat gizi yang
terkandung dalam ASI adalah lemak, protein, karbohidrat, mineral
dan vitamin (Krisnatuti dan Rina, 2004).
9
9
b. Jenis ASI
Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi tiga yaitu
(Roesli, 2005 ):
1) Kolostrum
Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mamae yang mengandung tissue debris dan residua l material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mamae sebelum dan
segera sesudah melahirkan anak.
a) Disekresi oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai
hari ketiga atau keempat, dari masa laktasi.
b) Komposisi kolostrum dari hari ke hari berubah.
c) Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna
kekuningkuningan, lebih kuning dibandingkan ASI matur.
d) Merupakan suatu laxanif yang ideal untuk membersihkan
meconeum usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan
saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.
e) Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI
matur, tetapi berlainan dengan ASI matur dimana protein yang
utama adalah pada kolostrum protein yang utama adalah
globulin, sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh
terhadap infeksi.
10
f) Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI matur
yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan
pertama.
g) Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya
dibandingkan dengan ASI matur.
h) Total energi lebih rendah dibandingkan ASI matur yaitu
58 kalori/100 ml kolostrum.
i) Vitamin larut lemak lebih tinggi. Sedangkan vitamin larut dalam
air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.
j) Bila dipanaskan menggumpal, ASI matur tidak.
k) PH lebih alkalis dibandingkan ASI matur.
l) Lemaknya lebih banyak mengandung kolestrol dan lesitin
dibandingkan ASI matur.
m) Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.
2) Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)
a) ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.
b) Disekresi dari hari ke 4 – hari ke 10 dari masa laktasi, tetapi ada
pula yang berpendapat bahwa ASI mature baru akan terjadi pada
minggu ke 3 – ke 5.
c) Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan
karbohidrat semakin tinggi.
d) Volume semakin meningkat.
11
e) ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, yang
dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa minggu ke 3 sampai ke 5 ASI komposisinya
baru konstan.
3) Air Susu Matur
a) Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada
yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan
satusatunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.
b) ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia,
siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan
temperatur yang sesuai untuk bayi.
c) Merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena
mengandung kasienat, riboflaum dan karotin.
d) Tidak menggumpal bila dipanaskan.
e) Volume: 300 – 850 ml/24 jam.
c. Keuntungan Pemberian ASI
Menurut Pudjiadi (2005) keuntungan–keuntungan yang dapat
diperoleh dari pemberian ASI yaitu:
1) Keuntungan pemberian ASI bagi bayi :
a) Kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
b) Mudah dicerna dan diserap.
c) Selalu bersih dan segar.
d) Aman.
12
e) Menyempurnakan pertumbuhan bayi sehingga bayi lebih sehat
dan cerdas (meningkatkan IQ sebanyak 12,9 point).
f) Melindungi tubuh dari berbagai penyakit terutama penyakit
infeksi.
g) Memperindah kulit, gigi dan bentuk rahang.
h) Tersedia pada suhu yang tepat sehingga bayi tidak harus
menunggu.
i) Bayi yang diberi ASI akan jarang mengalami diare, tidak akan
sembelit dan jarang terkena alergi.
2) Keuntungan Pemberian ASI bagi ibu
a) Murah.
b) Biasanya periode tidak subur ibu menyusui lebih panjang
dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.
c) Menyusui segera setelah melahirkan akan mempengaruhi
kontraksi uterus sehingga proses pemulihan setelah melahirkan
akan berlangsung lebih cepat.
d) Ibu lebih sehat dan mencegah kegemukan.
e) Akan tercipta hubungan yang erat dan hangat antara bayi dan
ibunya.
f) Menghindari ibu dari kemungkinan timbulnya kanker payudara.
13
2. Makanan pendamping ASI (MP-ASI)
a. Pengertian MP–ASI
MP–ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi bukan sebagai
pengganti ASI, tapi ASI harus tetap diberikan kepada bayi sampai usia
24 bulan. Pada bayi usia 6 bulan telah siap menerima makanan bukan
cair, karena gigi mulai tumbuh dan lidah tidak lagi
menolak makanan setengah padat, lambung juga telah lebih baik
menerima zat tepung (Krisnatuti 2000 dan Arisman 2004).
b. Manfaat MP–ASI
Manfaat pemberian MP–ASI untuk bayi dan anak adalah :
1) Mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan
jumlah yang diberikan dari ASI (Juwono, 2001).
2) Menambah energi dan zat – zat gizi yang diperlukan bayi.
MP – ASI diberikan dengan tujuan menambah energi dan zat – zat
gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan
karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus, karena
ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 4 – 6
bulan setelah produksi ASI berkurang sedangkan kebutuhan gizi bayi
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat
badan (Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
3) Membantu bayi dalam proses belajar makan
Pemberian makanan tambahan sangat membantu bayi dalam
proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan
14
makan yang baik. Bayi harus mulai mengenal macam–macam
makanan yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis bayi secara
bertahap mulai makanan yang berbentuk cair, semi padat dan padat
(Krisnatuti dan Yenrina, 2000).
a) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
b) Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar
energi tinggi (Depkes RI, 1993).
c. Persyaratan MP–ASI
MP–ASI yang diberikan pada bayi hendaknya memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut :
1) Makanan harus memiliki nilai energi dan kandungan protein tinggi.
Kandungan energi dan protein yang harus ada di dalam MP–ASI
setiap hari yaitu sebesar 250 kalori, 6–8 gram protein untuk bayi usia
6–12 bulan dan 450 kalori, 12–15 gram protein untuk anak usia 12–
24 bulan (Depkes RI, 2006)
2) Bersifat padat gizi dan berserat lunak
3) Memiliki nilai suplementasi yang baik, memiliki komposisi vitamin
dan mineral dalam jumlah yang cukup
4) Makanan tambahan juga tidak oleh bersifat kamba, yang dapat
menimbulkan rasa kenyang pada bayi. Karena bayi bukan kenyang
yang diberikan, tetapi energi, protein dan zat gizi yang diperlukan.
5) Harganya relatif murah
6) Hendaknya berasal dari bahan–bahan lokal (Sunartyo, 2005)
15
7) dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik
8) kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam
jumlah yang sedikit. Kandungan serat kasar yang terlalu banyak
justru akan mengganggu pencernaan bayi (Krisnatuti dan Yenrina,
2000).
9) Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.
d. Usia Pemberian MP–ASI
(Juwono 2001 dan Yenrina 2000) mengatakan bahwa MP–ASI
harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan
Nutrien dan ASI saja. MP–ASI mulai diberikan usia 6 bulan karena pada
usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup berkembang untuk
mengunyah, menggigit dan memamah. Apabila MP–ASI sudah
diberikan pada bayi sejak dini (dibawah 6 bulan) maka asupan gizi yang
dibutuhkan oleh bayi tidak sesuai dengan kebutuhannya. selain itu sistem
pencernaan bayi akan mengalami gangguan seperti sakit perut, sembelit
(susah buang air besar) dan alergi. Beberapa kerugian jika pemberian
MP–ASI dilakukan terlalu dini seperti berikut :
1) Menurunkan produksi ASI karena bayi kurang menghisap payudara
sehingga lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.
2) Bayi bisa terkena diare karena makanan atau air tercemar
3) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit. Sehingga
resiko infeksi meningkat.
4) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer. Karena
mudah dimakan oleh bayi. Makanan tersebut membuat lambung
16
penuh tetapi nutrisi lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan
anak-anak tidak terpenuhi.
5) Ibu beresiko tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui.
6) Rusaknya sistem pencernaan
Perkembangan usus bayi dan pertumbuhan enzim yang
dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 4 bulan, sebelum ia
sampai usia ini ginjal belum cukup berkembang untuk menguraikan
sisa yang dihasilkan oleh makanan padat.
7) Tersedak
Usia 4 bulan koordinasi saraf otak (neuromuskular) bayi belum
cukup berkembang untuk bisa mengendalikan gerak kepala dan lahir
ketika dia duduk tegak sehingga masih sulit menelan makanan.
8) Alergi makanan.
Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang
dini dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan
pada masa kanak–kanak.
9) Obesitas
Terjadi karena kelebihan dalam memberikan makanan tambahan
yang terlalu dini pada bayi.
10)Arteriosklerosis
Faktor yang terlibat disini adalah asupan nutrisi antara lain diet
yang mengandung tinggi energi atau kalori dan kaya akan kolesterol
serta lemak–lemak jenuh, sebaiknya kandungan lemak tak jenuh yang
rendah.
17
11)Hipertensi
Masukan natrium yang tinggi merupakan salah satu faktor utama
penyebab terjadinya hipertensi esensial. Hubungan yang secara
langsung memang sukar untuk dibuktikan karena tampaknya disini
juga ada peranan faktor genetik yang membuat seseorang lebih rawan
untuk menjadi hipertensi.
12)Bahan–bahan makanan yang merugikan
Makanan tambahan mungkin mengandung komponen–
komponen alamiah misal, sukrosa, gula ini dapat menyebabkan
kebusukan pada gigi. Selain itu juga serealia yang mengandung
glutein yang dapat menambah resiko perkembangan penyakit perut
(Coeliae) pada umur yang muda.
Sebaliknya penundaan pemberian makanan berbahaya karena :
a) Dapat menghambat pertumbuhan bayi karena
jenis energi dan zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi
kebutuhannya.
b) Anak tidak mendapat makanan ekstra yang
dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energi dan nutrien
c) Resiko mal nutrisi dan definisi mikronutrien
meningkat (Juwono, 2001)
e. Tanda-tanda bayi siap menerima MP-ASI
Kesiapan bayi dalam menerima makanan pendamping ASI berbeda
satu sama lain. Namun, sacara umum, usia 6 bulan bayi mulaisiap
diperkenalkan MP-ASI, karna enzim amylase pada bayi mulai mencapai
18
persentase yang cukup untuk mencerna makanan kasar (indiarti, 2009).
Disebutkan pula oleh indiarti bahwa tanda-tanda bayi mulai siap
menerima MP-ASI antara lain :
1) Minimal berusia 6 bulan.
2) Dapat duduk sendiri dengan baik sekalipun tanpa bantuan
3) Tumbuh gigi
4) Berat badannya sudah mencapai 2 kali lipat berat badan saat lahir.
5) Mengalami kenaikan berat badan yang lebih lambat dibandingkan
sebelumnya.
6) Sering rewel karena lapar atau terlihat tidak puas dengan ASI yang
diberikan.
7) Mudah terbangun pada malam hari setelah tidur nyenyak.
8) Dapat mengendalikan lidahnya dengan baik.
9) Sering memasukan sesuatu kedalam mulut untuk dikunyah.
10) Mulai gerakan mengunyah ke atas dan ke bawah.
11) Menunjukan ketertarikan kepada makanan, misalnya ketika ada
orang sedang makan, ia bersemangat untuk ikut makan.
12) Dapat menahan makanan cair dalam mulutnya. Refleks ekstruksi
atau reflex mengeluarkan makanan bayi mulai menghilang sehingga
ia tidak secara otomatis mendorong makanan padat keluar dari
mulutnya dengan lidahnya.
Bila bayi menunjukan ciri-ciri tersebut sebagai satu-kesatuan
maka bayi sudah waktunya untuk dikenalkan dengan MP-ASI.
19
f. Keuntungan
Beberapa keuntungan pemberian MP-ASI diatas usia 6 bulan adalah
1) Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan
perlindungan ekstra & besar dari berbagai penyakit.
Hal ini disebabkan sistem imun bayi kurang dari 6 bulan belum
sempurna. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka
pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak
disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia
menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MP-ASI sebelum ia
berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek,
dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI
eksklusif. Belum lagi penelitian dari badan kesehatan dunia lainnya.
2) Saat bayi berumur 6 bulan keatas, sistem pencernaannya sudah
relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI.
Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung,
pepsin, lipase, enzim amilase, dan sebagainya baru akan diproduksi
sempurna pada saat bayi berumur 6 bulan.
3) Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan
Saat bayi berumur kurang 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum
siap untuk kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang masuk
dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.
20
4) Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari
obesitas dikemudian hari.
Proses pemecahan sari-sari makanan yang belum sempurna.
Pada beberapa kasus yang ekstrem ada juga yang perlu tindakan
bedah akibat pemberian MP-ASI terlalu dini. Dan banyak sekali
alasan lainnya mengapa MP-ASI baru boleh diperkenalkan pada
anak setelah bayi berumur 6 bulan.
g. Jadwal pemberian MP–ASI
Tujuan penjadwalan pemberian MP–ASI diterapkan guna
memperkenalkan pendidikan disiplin awal pada bayi agar tidak makan di
sembarang waktu dan kelak diharapkan agar terbiasa dengan
pemanfaatan waktu. Namun demikian, pelaksanaannya tidak perlu
terlampau ketat. Jadwal bisa disesuaikan dengan keadaan dan kepeluan
masing–masing bayi (Roesli, 2001). Jadwal pemberian MP–ASI
menurut umur bayi, jenis makanan dan frekuensi pemberian dalam satu
hari dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3.
Tabel. 2 Jadwal Pemberian MP – ASI
Umur bayi Jenis Makanan Frekuensi ( per hari )
0 – 4 / 6 bulan ASI 10 – 12 kali
Kira – kira 6 bulan
ASI Setiap minta1. Buah lunak / sari buah2. Bubur : havermout / bubur beras merah
1 – 2 kali
Kira – kira 7 bulan
ASI Setiap minta1. Buah – buahan2. Hati ayam / kacang – kacangan 3. Beras merah / ubi4. Sayuran ( wortel, bayam )5. Minyak / santan / advokat
4 – 6 kali
21
Umur bayi Jenis Makanan Frekuensi ( per hari )
Kira – kira 9 bulan
ASI1. Buah – buahan2. Bubur / roti3. Daging / kacang – kacangan4. Ayam / ikan5. Beras merah / kentang / labu / jagung6. Kacang tanah7. Minyak / santan / advokat8. Sari buah tanpa gula
Setiap minta4 – 6 kali
12 bulan ke atas
ASI Setiap minta1. Makanan pada umumnya termasuk telur
dengan kuning telurnya2. Buah
4 – 6 kali
Sumber : Krisnatuti dan Yenrina, 2000
Tabel. 3 Jadwal Pemberian ASI dan Makanan Tambahan pada Bayi
I 0 – 4 bulanHanya ASI tidak dianjurkan makanan lain
ASIDengan cara ” ngekjel ”Nangis Ngek, dijejeli, atau paling tidak ASI dijadwalkan setiap 3 jam.
II 6 – 7 bulan :1. ASI + makanan padat2. - Porsi sama seperti petunjuk
1. Jam 08, bubur tepung telur2. Jam 12, pisang lumat kacang
hijau3. Jam 17, air buah ; tomat,
papaya, apel4. Jam 20 tim lumat5. ASI diantarannya
III 7 bulan – 1 tahun :1. ASI + makanan padat2. - Porsi sama seperti petunjuk
1. Jam 08, tepung tim kasar2. Jam 12, pisang lumat kacang
hijau3. jam 17 Air buah ; tomat,
papaya, apel4. jam 20, tim kasar5. - ASI diantaranya.
Sumber : Wiryo, 2002
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makan Bayi Terlalu
Dini
Menurut Lawrence dan jelliffe & Jelliffe dalam Dahlia Simanjuntak
(2002) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku meyusui dan
pemberian MP-ASI pada waktu dini adalah faktor :
22
1. Faktor Biologi
Faktor biologi yang berpengaruh pada keberhasilan menyusui dan
pemberian MP-ASI adalah usia ibu, paritas, pemakaian kontrasepsi serta
kesehatan bayi dan ibu.
Usia ibu dan paritas berpengaruh pada kelangsungan hidup anak
usia satu tahun ke bawah. Pada umumnya kemampuan untuk menyusui
pada perempuan yang lebih muda lebih baik dari yang lebih tua. Salah
satu faktor penyebab mungkin semacam disuse atrophy.
Pada penelitian Winikoff et al di Semarang ditemukan bahwa ibu
yang berusia < 20 tahun dan 35 tahun ke atas, lebih banyak yang sudah
memberikan susu botol kepada bayinya di usia 4 bulan dibandingkan
dengan ibu berusia 20 tahun sampai 34 tahun. Ibu yang menyusui anak
ke dua dan selanjutnya cenderung lebih baik dibanding ibu yang
mempunyai anak pertama. Ini menunjukkan bahwa untuk menyusui juga
diperlukan trial runs (latihan) sebelum dicapai kemampuan yang
optimal. Ibu dengan paritas lebih tinggi lebih sedikit memperkenalkan
botol pada waktu dini dibandingkan ibu dengan paritas rendah.
Demikian juga penemuan Budi Utomo, ibu dengan anak pertama
cenderung menggunakan botol dan kempeng disbanding ibu yang
mempunyai anak dua orang atau lebih (Utomo, 1996). Pemakaian pil
kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dapat menekan produksi
ASI, jadi kurang tepat bila diberikan kepada ibu menyusui terutama
hingga usia 6 bulan pertama (Suharyono, 1994).
23
2. Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang mempengaruhi kegagalan menyusui
(pemberian makanan selain ASI) pada usia dini di negara berkembang
terutama di daerah perkotaan antara lain adalah :
a. Pengaruh Langsung Budaya Barat
Masuknya budaya barat di bidang industri, kesehatan, gizi dan
lain-lain dirasakan manfaatnya oleh negara berkembang khususnya
negara bekas jajahan. Keberhasilan dalam memecahkan berbagai
masalah kesehatan seperti penyakit beri-beri, gondok riketsia melalui
fortifikasi vitamin ke dalam makanan diraskan langsung oleh
masyarakat luas. Teknologi Barat dianggap lebih tinggi nilainya
dibanding cara-cara tradisional. Pandangan ini juga berpengaruh pada
pemberian makanan bayi termasuk susu botol.
b. Urbanisasi
Perpindahan penduduk dalam jumlah besar ke kota seperti Jakarta
misalnya, menyebabkan masalah seperti : fasilitas sosial yang
terbatas, kebersihan lingkungan terutama air dan sarana pembuangan
kotoran yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Ibu yang pindah ke
kota terpaksa harus bekerja untuk menambah penghasilan. Mereka
berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dalam
situasi yang serba terbatas. Keadaan ini akan berpengaruh pada pola
pengasuhan dan perawatan bayinya termasuk dalam perilaku
menyusui. Ibu ikut-ikutan memberikan susu botol dalam situasi
24
ekonomi yang kurang, pengetahuan yang kurang dan status gizi serta
kesehatan ibu yang kurang (Sri Mahyuni, 2003).
Selain itu, menurut Briawan (2004), pada kebanyakan wanita di
perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu formula dengan
pertimbangan lebih modern dan praktis, dan juga karena mereka tidak
pernah melihat model menyusui ASI dari lingkungannya.
c. Sikap terhadap payudara
Beberapa mitos tentang menyusui ASI yang terjadi di masyarakat
adalah: Menyusui akan merubah bentuk payudara ibu, menyusui sulit
untuk menurunkan berat badan ibu, ASI tidak cukup pada hari-hari
pertama, sehingga bayi perlu makanan tambahan, ibu bekerja tidak
dapat memberikan ASI eksklusif, payudara ibu yang kecil tidak dapat
menghasilkan ASI, dan ASI dari ibu kekurangan gizi, kualitasnya
tidak baik (Roesli, 2001). Selain itu pada budaya tradisional payudara
perempuan terutama dihubungkan dengan sikap keibuan, merupakan
pengorbanan, cinta, kesuburan dan pertolongan serta mempunyai
fungsi pemeliharaan, asuhan dan sebagai sumber makanan bergizi
untuk bayi. Pada budaya Eropa dan Amerika Utara, peran dan simbol
payudara perempuan lebih menekankan pada fungsi keindahan. Ibu-
ibu berorientasi pada bintang film, iklan dan model pakaian dirancang
sedemikian rupa sehingga sulit untuk menyusui. Pandangan ini
meluas ke negara berkembang terutama pada ibu dari kalangan atas.
25
Menyusui menjadi sesuatu yang tabu pada ibu di perkotaan dan pasti
tidak dilakukan di tengah orang banyak.
d. Pengaruh iklan
Promosi ASI tidak cukup kuat menandingi promosi pengganti
ASI (Sukmaningsih 2001). Promosi susu formula dilakukan sangat
gencar di berbagai media massa. Produsen susu formula juga mulai
mengalihkan promosi produknya dari iklan langsung ke konsumen, di
lingkungan kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan seperti
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, dan tempat praktik bidan. Selain
memasang poster dan kalender, juga dilakukan pemberian sampel
gratis kepada ibu yang baru melahirkan. Semua praktik ini jelas
melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu
Ibu (PASI) maupun peraturan pemerintah yang berlaku. Tahun 1981
World Health Assembly (WHA) dan UNICEF menerbitkan sebuah
kode (international code) untuk mengatur promosi makanan untuk
bayi. Kode yang disetujui 118 negara tersebut bertujuan untuk
melindungi bayi dan ibu dari tindakan pemasaran agresif produsen
susu bayi. Di Indonesia kode tersebut diatur dalam SK Menteri
Kesehatan Nomor 273/1997 (sebelumnya SK No 240/1985) tentang
Pemasaran Susu Pengganti ASI (PASI) (Briawan, 2004). Selain itu
diketahui pula, ada sebagian petugas kesehatan secara halus
mendorong ibu untuk tidak member ASI melainkan susu formula
kepada bayinya (Siswono, 2001).
26
e. Pengaruh Pelayanan Kesehatan
Kurikulum pendidikan kedokteran dan pendidikan kesehatan
lainnya masih berorientasi ke Barat disamping banyak petugas yang
memperoleh kesempatan menuntut ilmu di Eropa atau Amerika Utara
menyebabkan petugas kurang menyadari bahaya pemberian MP-ASI
dini di negara berkembang dengan tingkat pendidikan ibu yang relatif
masih rendah dan kesehatan lingkungan yang masih jauh dari
memadai. Penelitian Suyatno menunjukkan, 70,9% orang tua
mengaku bahwa yang menganjurkan pemberian susu formula pada
bayinya adalah dokter dan peran bidan untuk meningkatkan
pemberian ASI secara eksklusif masih kurang (Suyatno dalam Dahlia
Simanjuntak (2002)). Keadaan ini memperkuat pendapat : Bahwa
petugas kesehatan dapat dikatakan belum atau masih kurang
mendukung perlindungan dan peningkatan menyusui (Jelliffe &
Jelliffe dalam Dahlia Simanjuntak (2002)).
f. Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dan perilaku.
Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mengukur tingkat pendidikan ibu
dapat dibagi dalam dua kategori yaitu Pendidikan Dasar dan
Pendidikan Lanjutan (Ware dalam Dahlia Simanjuntak).
Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung
memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang mempunyai
pendidikan formal lebih banyak memberikan susu botol pada usia 2
27
minggu dibanding ibu tanpa pendidikan formal. Ibu dengan tingkat
pendidikan rendah lebih sering terlambat memulai menyusui dan
membuang kolostrum tetapi praktek memberikan makanan pralakteal
kecenderungannya serupa antara ibu yang berpendidikan dan tidak
berpendidikan (Utomo, 2001).
g. Pekerjaan Ibu
Pada penelitian Winikoff di empat negara menunjukkan bahwa
status ibu bekerja saja tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk
menduga penggunaan susu formula dan lamanya bayi disusui.
Karakteristik pekerjaan, apakah harus meninggalkan rumah atau
tanpa meninggalkan rumah perlu dipertimbangkan. Ibu yang bekerja
meninggalkan rumah berhubungan positif dengan penggunaan susu
botol dan penyapihan dini (Winikoff, 1988 dalam Asnan Padang,
2007). Praktek pemberian makan pada bayi dari ibu bekerja di rumah
sama dengan pada ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja dengan
meninggalkan rumah 2 kali lebih besar kemungkinannya
memperkenalkan susu botol pada bayinya dalam waktu dini
dibanding yang bekerja tanpa meninggalkan rumah dan 4 kali
dibanding ibu yang tidak bekerja. Pertukaran jam kerja yang kaku,
tidak tersedianya tempat penitipan anak, jarak lokasi bekerja yang
jauh dan kebijakan cuti melahirkan yang kurang mendukung
menyebabkan ibu harus meninggalkan bayinya selama beberapa jam
sehingga sulit untuk menyusui on demand (Edmond, 2006).
28
h. Pengetahuan
a. Pengertian pengetahuan.
Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai
hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan
kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru
(Mubarak, 2006). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari
manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” (Notoatmodjo,
2002). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia
harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi
dirinya atau keluarganya (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti pengalaman, keyakinan,
fasilitas dan sosio budaya. (Notoatmodjo, 1993). Penelitian tentang
pengetahuan, sikap dan praktek ibu dan anak balita terhadap
kesehatannya di 7 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
sebagian besar ibu belum mengetahui ASI. Alasan kebiasaan tersebut
adalah karena sudah merupakan tradisi. Sebagian besar ibu juga
belum memahami makanan pendamping ASI (MP-ASI), sehingga
makanan tersebut diberikan sejak usia 2-3 bulan (Depkes, 2005).
Dalam penelitian Ragil Marini (2001), ibu dengan pengetahuan
yang baik tentang ASI 70% memberikan kolostrum pada bayinya
29
sedangkan yang berpengetahuan kurang baik, hanya 21,7% yang
memberikan kolostrum. Angka yang lebih tinggi (72%) terdapat pada
ibu dengan pengetahuan baik tentang kolostrum (Marini, 2001).
Penelitian Depkes 1992 di sepuluh kota menunjukan kebanyakan
ibu pada kehamilan pertama tidak diberi informasi tentang manfaat
ASI dan kolostrum. Ibu-ibu tidak mengetahui manfaat pemberian ASI
eksklusif. Para ibu percaya bahwa campuran susu formula dengan
ASI baik untuk bayinya. MP-ASI sudah mulai diberikan pada bulan
kedua/ketiga dengan alas an bayi menangis dan menuruti nasehat
keluarga (Briawan, 2004).
Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ASI Eksklusif sebatas
pada tingkat “tahu bahwa” sehingga tidak begitu mendalam dan tidak
memiliki keterampilan untuk mempraktekkannya. Jika pengetahuan
ibu lebih luas dan mempunyai pengalaman tentang ASI Eksklusif
baik yang dialami sendiri maupun dilihat dari teman, tetangga atau
keluarga, maka subjek akan lebih terinspirasi untuk
mempraktekkannya (Afifah,2007).
i. Pemberian ASI Pertama
Roesli (2001) mengatakan bahwa pemberian ASI pertama pada
usia 20-30 menit, menyebabkan ibu lebih mudah menyusui bayinya
untuk jangka waktu yang lebih lama. Bila terjadi keterlambatan
walaupun hanya beberapa jam, proses menyusui lebih sering menjadi
30
gagal. Pemberian ASI pertama pada 20-30 menti merupakan saat
terbaik karena:
1) Pada 20-30 menit sesudah kelahiran reflex isap bayi sangat kuat
dan merupakan saat terbaik untuk belajar mengisap. Menyusui
pada saat ini bukan untuk pemberian makan awal, tetapi untuk
pengenalan.
2) Isapan bayi akan merangsang produksi hormone oksitosin melalui
let down reflex yang menyebabkan pengerutan otot rahim
sehingga akan membantu menghentikan pendarahan paska
persalinan.
3) Bayi akan mendapatkan kolostrum dan jam pertama merupakan
saat yang terpenting menjalin ikatan antara ibu dan bayi. Jadi
menyusui lebih tepat bila dimulai di ruang persalinan, tetapi
pemberian makanan pralakteal sudah menjadi kebiasaan pada
sebagian besar sarana persalinan, berupa susu formula, susu sapi
atau air gula (Roesli, 2001). Petugas kesehatan khawatir bayi
lapar atau kekurangan air sebab beberapa hari pertama ASI masih
dianggap sedikit. Sebenarnya makanan pralaktal tidak dibutuhkan
karena bayi yang lahir normal mempunyai cadangan air yang
cukup. Pemberian makanan pralaktal akan mengganggu proses
menyusui dan dapat menjadi jalan masuk kuman ke dalam tubuh
bayi (Cox, 2006).
3. Faktor Ekonomi Keluarga
31
Tingkat ekonomi keluarga dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, jika
penghasilan keluarga tidak mencukupi maka biasanya ibu ikut bekerja
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pekerjaan dapat menghambat ibu
untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena ibu akan
disibukkan dengan aktifitas kerja, sehingga ibu tidak mempunyai cukup
waktu untuk menyusui. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masruroh
(2011) yang menyatakan bahwa responden yang bekerja memberikan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi kurang dari 6 bulan
sebanyak 46, 88 %.
Tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-
ASI dini. Penurunan prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada
masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas . Penghasilan keluarga
yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan dengan
pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik
(Zulfanetti, 1998). Disamping itu, ibu dengan status ekonomi lebih
rendah cenderung terlambat memulai menyusui, membuang kolostrum
dan memberikan makanan pralaktal (Utomo, 1996).
4. Dukungan Keluarga
Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya
adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini
meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat
pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih
demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas
32
bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang
tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi
dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial
bawah.
Dukungan keluarga dapat mempengaruhi ibu untuk memberikan
MP-ASI pada bayi sebelum umur 6 bulan. Hal ini menyatakan bahwa
ibu yang sehat dan produksi ASI-nya bagus, memungkinkan ibu dapat
memberikan ASI dengan baik. Tetapi terdapat faktor lain yang
mempengaruhi pemberian ASI, antara lain faktor keluarga. Tidak semua
keluarga (suami atau orang tua) akan mendukung pemberian ASI oleh
ibu yang melahirkan. Pada waktu ibu melahirkan, keluarga besar datang
untuk membantu merawat ibu dan bayinya. Pada saat itu ibu termotivasi
untuk memberikan ASI pada usia dini.
33
B. Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Lawrence dan jelliffe & Jelliffe
dalam Dahlia Simanjuntak (2002) dan Roesli (2001) disusun kerangka teori
dengan modifikasi sebagai berikut :
34
Biologi :1. Umur ibu2. Paritas3. Kesehatan
ibu dan Bayi4. Kontrasepsi
Sosial Budaya :1. Pengetahuan2. Pengaruh langsung
budaya barat3. Urbanisasi4. Sikap terhadap payudara5. Pengaruh iklan6. Pengaruh pelayanan
kesehatan7. Pemberian ASI pertama
8. Tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu
1. Pengetahuan tentang pemberian makan bayi
2. perilaku makan (pengalaman sebelumnya)
Status Ekonomi
Dukungan Keluarga
Praktek pemberian makan pada bayi
Bagan 1. Kerangka teori
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Menurut Notoadmojo (2003), variabel adalah ukuran atau ciri yang
dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang
dimiliki oleh kelompok lain. Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel
yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Variabel independent (variabel bebas) :
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap
menentukan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah
pengetahuan, tingkat ekonomi, paritas dan dukungan keluarga.
2. Varibel dependent (variabel terikat):
35
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6
bulan.
B. Hipotesis Penelitian
H1:
1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI
pada umur bayi 0-6 bulan.
2. Ada hubungan antara tingkat ekonomi ibu dengan pemberian MP-
ASI pada bayi umur 0-6 bulan.
3. Ada hubungan antara paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi
umur 0-6 bulan.
4. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-
ASI pada bayi umur 0-6 bulan.
C. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka teori maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Bagan 2. Kerangka Konsep Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian
MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan
36
a. Pengetahuan
b. Tingkat ekonomi
c. Paritas
d. Dukungan keluarga
Pemberian MP-ASI
pada bayi umur 0-6
bulan
35
D. Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik yang bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan, tingkat ekonomi,
paritas, dan dukungan keluarga ibu dengan perilaku pemberian MP-ASI
pada bayi umur 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja
kabupaten Banyumas.
2. Pendekatan waktu pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan prosedur cross sectional survey yang
ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian
MP-ASI terlalu dini pada umur 0-6 bulan yang dilakukan dalam waktu
bersamaan (Notoatmodjo, 2002).
3. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah secara kuantitatif.
Data yang diambil dalam penelitian yaitu :
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama
(Santjaka, 2009). Data primer dalam penelitian ini pengetahuan tentang
MP-ASI, paritas, tingkat ekonomi, dukungan keluarga dan pemberian
MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan.
b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan atau
dokumentasi (Santjaka, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini
berupa data ibu bayi umur lebih dari 6 bulan sampai dengan umur 12
bulan di Desa Lemberang kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas..
4. Populasi penelitian
37
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti
(Arikunto, 2006). Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
semua ibu balita di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas. Jumlah bayi berusia 6-12 bulan pada tahun 2011 sebanyak 67
bayi.
5. Prosedur sampel dan sampel penelitian
Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2006). Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
besar kecilnya jumlah subyek dalam penelitian, apabila subyek penelitian
lebih dari 100 responden, maka dapat diambil antara 10-20% atau 25-30%
dan jika jumlah anggota populasi kurang dari 100 maka diambil seluruhnya
sehingga penelitiannya merupakan penelitian sensus.
Dalam penelitiaan ini teknik pengambilan sampel dengan teknik
sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila keseluruhan dari jumlah
populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2003). Sampel jenuh
biasanya digunakan untuk populasi yang relatif kecil. Semua anggota
populasi dalam penelitian ini sebanyak 67 orang diambil sebagai sampel
penelitian (Notoatmodjo, 2010).
E. Definisi operasional
Tabel 4 Definisi Operasional
No Variabel DefinisiCara
PengukuranHasil
Skala data
1. Pengetahuan Kemampuan/pemahaman seorang ibu balita menjawab dengan baik atau benar tentang pemberian MP-ASI yang meliputi pengertian MP-
Kuesioner Baik = 76% -100%Cukup = 56% - 75%Kurang = < 56%
Ordinal
38
No Variabel DefinisiCara
PengukuranHasil
Skala data
ASI, manfaat MP-ASI, akibat pemberian MP-ASI terlalu dini
2. Ekonomi Kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan jumlah penghasilan yang didapat oleh keluarga
Kuesioner Mampu :>Rp. 1.170.000,-Cukup mampu: Rp.670.000,00 – Rp.1.170.000,00Tidak mampu :< Rp. 670.000,00
Ordinal
3. Paritas Banyaknya kelahiran hidup yang dilahirkan oleh seorang wanita, serta yang bertahan hidup diluar rahim.
Kuesioner Primipara : 1 anakMultipara : 2-4 anakGrandmultipara : > 4 anak
Ordinal
4. Dukungan keluarga
Dorongan yang diberikan oleh keluarga(suami, orang tua atau mertua, dan saudara dekat) terhadap ibu dalam pemberian ASI Eksklusif yang mengakibatkan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.
Kuesioner Mendukung jika jawaban ya < 50%Tidak mendukung jika jawaban ya ≥ 50%
Ordinal
5. Pemberian MP-ASI
Makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi umur lebih dari 6 bulan
Kuesioner 1.Ya jika bayi yang tidak diberi MP-ASI pada umur 0-6 bulan
2. Tidak jika bayi yang diberi MP-ASI pada umur 0-6 bulan.
Nominal
F. Instrumen penelitian dan cara penelitian
1. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner
adalah daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik, sudah matang, dimana
responden tinggal memberikan jawaban tersebut. Kuesioner sebagai alat
pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan
tujuan penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2002). Kuesioner diberikan kepada
39
responden untuk mendapatkan data tentang pengetahuan, tingkat ekonomi,
paritas, dukungan keluarga dan perilaku pemberian MP-ASI pada bayi umur
0-6 bulan di desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
Jenis kuesioner yang dipakai untuk pengumpulan data adalah
kuesioner tertutup dimana sudah terdapat jawaban sehingga responden
tinggal memilih (Arikunto, 2002). Instrumen yang digunakan untuk
mengambil data dalam penelitian ini berupa kuesioner isi pertanyaan berupa
beberapa faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi
umur 0-6 bulan dengan menggunakan pertanyaan tertutup berbentuk
dichotomous coice yaitu kuesioner yang sudah di sediakan jawabannya
dimana ada 2 jawaban alternatif dan responden hanya memilih 1
diantaranya.
Kuesioner ini terdiri atas 20 soal pengetahuan tentang ASI dan MP-
ASI dan 18 soal tentang dukungan keluarga. Responden hanya memberi
tanda cek () pada kolom yang tersedia untuk jawaban benar atau salah
untuk pertanyaan pengetahuan dan jawaban ya atau tidak untuk soal
dukungan keluarga. Pertanyaan pengetahuan terbagi menjadi dua yaitu
pertanyaan positif dan pertanyaan negatif, untuk pertanyaan positif skor
untuk jawaban benar yaitu 1 dan skor untuk jawaban salah yaitu 0.
Sedangkan untuk pertanyaan negatif skor 1 untuk jawaban salah dan skor 0
untuk jawaban benar. Sedangkan pertanyaan dukungan keluarga skor untuk
jawaban ya yaitu 0 dan skor 1 untuk jawaban tidak.
a. Pengetahuan
Tabel 5. Kisi-kisi Kuesioner Pengetahuan MP ASI
40
Kategori Jumlah soal No.soalDefinisi 4 1,2,3,Singkatan 1 8Jenis ASI 2 4,5Manfaat ASI 2 6,18kerugian 4 7,12,15,16Syarat MP-ASI 4 10,11,17,20Tujuan 2 9,19Tanda-tanda siap 2 13,14
b. Dukungan Keluarga
Tabel 5. Kisi-kisi Kuesioner Dukungan Keluarga
Kategori Jumlah soal No.soalDukungan informasi 4 5,6,7,18Dukungan penilaian 3 8,9,10Dukungan instrumental 3 11,12,13Dukungan emosianal 4 14,15,16,17Dukungan keluarga 4 1,2,3,4
41
2. Cara penelitian
Cara penelitian ini terdiri dari beberapa tahap:
a. Tahap persiapan
1) Mengajukan pengajuan judul penelitian dan konsultasi
penelitian.
2) Melakukan survey pendahuluan di Puskesmas Sokaraja 2
dan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
3) Studi pustaka, menyusun proposal, seminar proposal.
4) Mengurus surat ijin ke kantor Dinkes Kabupaten
Banyumas.
b. Tahap pelaksanaan
1) Melakukan pengumpulan data yaitu mencari data ASI Eksklusif di
Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
2) Menentukan responden penelitian.
3) Melakukan wawancara kepada setiap responden sesuai kuesioner
penelitian.
4) Tahap akhir
5) Melakukan pengolahan dan analisa data.
6) Menyusun laporan hasil penelitian dan kesimpulan.
7) Mempresentasikan hasil penelitian.
G. Validitas Instrumen
Validitas berasal dari kata validiti yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukur. Suatu
42
tes/instrument pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila alat tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak
relevan dengan tujuan pengukiran dikatakan sebagai tes yang memiliki
validitas rendah (Azwar, 2001).
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
content. Validitas content yaitu subtansi pengukuran benar-benar mewakili
konsep yang sudah dirumuskan dalam definisi operasional berdasarkan
landasan teori (Mahfoed, 2009).
Validitas isi secara mendasar merupakan suatu pendapat sendiri atau
pendapat orang lain. Tiap-tiap item atau soal dalam ujian perlu dipelajari secara
seksama, dan kemudian dipertimbangkan tentang representative tidaknya isi
yang akan diuji (Azwar, 2001).
Pada setiap instrument baik test maupun nontest terdapat butir-butir
(item) pertanyaan atau pernyataan untuk menguji validitas dengan ahli
(Sugiyono, 2010).
Hasil ujian validitas isi yang dilakukan, diperoleh bahwa semua isi
kuesioner penelitian sudah mewakili tujuan umum maupun tujuan khusus.
Sehingga kuesioner dapat digunakan untuk mengukur faktor – faktor yang
mempengaruhi pemberian MP-ASI.
H. Teknik pengolahan dan analisis data
1. Pengolahan data
a. Editing
43
Memeriksa, melengkapkan data yang ada dan memperjelas serta
melakukan pengecekan terhadap data yang dikumpulkan.
b. Coding
Memberikan tanda untuk mempermudah dalam pengolahan data
tentang pengetahuan, tingkat ekonomi, paritas, dan dukungan keluarga
ibu bayi serta pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan .
Tanda dalam pengolahan data tentang pengetahuan nilai 1 untuk kurang
baik, nilai 2 untuk cukup baik dan nilai 3 untuk baik. Tanda dalam
tinggkat ekonomi adalah nilai 1 untuk tidak mampu, nilai 2 untuk
cukup mampu dan nilai 3 untuk mampu. Tanda dalam pengolahan data
paritas adalah nilai primipara yaitu 1, nilai Multipara yaitu 2, dan nilai
grandemultipara yaitu 3. Sedangkan tanda dalam dukungan keluarga
yaitu nilai 1 jika mendukung dan nilai 2 jika tidak mendukung.
c. Scoring
Memberi nilai berupa angka dari hasil pengumpulan data secara
manual. Pertanyaan pengetahuan terbagi menjadi dua yaitu pertanyaan
positif dan pertanyaan negatif, untuk pertanyaan positif skor untuk
jawaban benar yaitu 1 dan skor untuk jawaban salah yaitu 0. Sedangkan
untuk pertanyaan negatif skor 1 untuk jawaban salah dan skor 0 untuk
jawaban benar. Sedangkan pertanyaan dukungan keluarga skor untuk
jawaban ya yaitu 0 dan skor 1 untuk jawaban tidak.
d. Tabulating
Data disusun dalam bentuk tabel kemudian dianalisa menggunakan
system komputer.
44
2. Analisis data
a. Analisis univariat
Analisa univariat adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
populasi masing-masing variabel yang diteliti (Arikunto, 2006).
Analisis univariant dilakukan untuk mendiskripsikan pengetahuan
tentang MP-ASI.
Menurut Notoatmodjo (2002) presentase dibuat dengan rumus :
P = X 100 %
Keterangan :
P : Presentase
x : jumlah jawaban yang benar
n : jumlah seluruh item
b. Analisis bivariat
Analisis bivariate dilakukan dalam penelitian ini adalah uji chi
square, karena sampelnya lebih dari 40. Uji ini membandingkan antara
nilai hasil pengukuran dengan nilai harapan (expected), jika nilai hasil
pengukuran tersebut sesuai dengan nilai harapan, maka data hasil
pengukuran berarti identik dengan data teoritisnya (Santjaka, 2008).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa bivariat.
Untuk mengetahui hubungan antara variabel dengan tingkat
kepercayaan 5%. Rumus sebagai berikut :
45
Dimana : P = Chi Square
O = Frekuensi Observasi
E = Frekuensi Harapan / Ekspektasi
Tingkat signifikan dari uji Chi Squere adalah 5% berdasarkan
perhitungan akan dianalisa sebagai berikut:
a) H1 diterima jika nilai ρ < α (0,05) artinya signifikan atau ada
hubungan.
b) H1 ditolak jika nilai ρ > α (0,05) artinya tidak signifikan atau tidak
ada hubungan (Sugiono, 2006).
Jika hasil analisis statistik signifikan, maka dilanjutkan uji
Asosiasi, guna mengetahui kekuatan hubungan, dengan kategori
sebagai berikut :
a) Koefisien Kontingensi (KK)
Koefisien ini digunakan untuk tabel kontingensi lebih dari 2x2
pada uji Chi Square, dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
X2 = hasil perhitungan uji Chi - Square
N = banyaknya data
Besar koefisien asosiasi antara 0 – 1,dengan kategori sebagai berikut :
a) 0 = tidak ada hubungan sama sekali
b) < 0,46 = hubungan lemah
c) 0,46 – 0,55 = hubungan moderat
d) > 0,55 = hubungan kuat
46
e) 1 = hubungan sempurna
(Santjaka, 2009).
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di
Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Deskripsi pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disajikan pada
tabel berikut ini.
Tabel 6. Gambaran pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
No Pemberian MP-ASI f %
1 Tidak Memberikan 16 23,9
2 Memberikan 51 76,1
Total 67 100,0
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa pemberian MP-ASI
pada bayi 0-6 bulan sebagian besar pada katagori memberikan MP-ASI
(76,1%) dan sebagian kecil pada katagori tidak memberikan MP-ASI
(23,9%).
b. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada
bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Deskripsi pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada
bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
disajikan pada tabel berikut ini.
46
48
Tabel 7. Gambaran ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
No Pengetahuan f %1 Kurang Baik 13 19,42 Cukup Baik 39 58,23 Baik 15 22,4
Total 67 100,0
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu
tentang pemberian MP-ASI sebagian besar pada kategori cukup baik
(58,2%) dan sebagian kecil pada kategori kurang baik (19,4%).
c. Tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Deskripsi tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disajikan pada
tabel berikut ini.
Tabel 8. Gambaran tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
No Tingkat Ekonomi f %1 Tidak Mampu 26 38,82 Cukup 31 46,33 Mampu 10 14,9
Total 67 100,0
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa tingkat ekonomi ibu
bayi usia 0-6 bulan sebagian besar pada kategori cukup (46,3%) dan
sebagian kecil pada kategori mampu (14,9%).
49
d. Paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Deskripsi paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disajikan pada tabel berikut
ini.
Tabel 9. Gambaran paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
No Paritas f %1 Primipara 23 34,32 Multipara 33 49,33 Grandemultipara 11 16,4
Total 67 100,0
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa paritas ibu bayi usia 0-
6 bulan sebagian besar adalah multipara (49,9%) dan sebagian kecil
adalah grandemultipara (16,4%).
e. Dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas
Deskripsi dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada
bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 10. Gambaran dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
No Dukungan Keluarga f %1 Mendukung 16 23,92 Tidak Mendukung 51 76,1
Total 67 100,0
50
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dukungan keluarga
terhadap pemberian MP-ASI pada bayi sebagian besar tidak mendukung
(76,1%) dan lainnya mendukung (23,9%).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-
ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas
Analisis hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 11. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
Pengetahuan Ibu
Pemberian MP-ASI
Memberikan Tidak Memberikan
Total
f % f % f %
Kurang dan Cukup BaikBaik
438
82,753,3
97
17,346,7
5215
100,0100,0
Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0
p = 0,026; C = 0,276
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu pada
kategori kurang dan cukup baik cenderung memberikan MP-ASI
(82,7%). Pengetahuan ibu pada kategori baik cenderung memberikan
MP-ASI (53,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,026 yang lebih
kecil dari = 0,05 dan koefisien kontingensi = 0,276 yang artinya ada
hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di
51
Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun
2011 pada kategori lemah.
b. Hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-
ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas
Analisis hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 12. Hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
Tingkat Ekonomi
Pemberian MP-ASI
Memberikan Tidak Memberikan
Total
f % f % f %
Tidak MampuCukup MampuMampu
162510
61,580,6100,0
106
38,519,4
263110
100,0100,0100,0
Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0
p = 0,038; C = 0,298
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa tingkat ekonomi ibu
pada kategori tidak mampu sebagian besar memberikan MP-ASI
(61,5%). Tingkat ekonomi ibu pada kategori cukup mampu sebagian
besar memberikan MP-ASI (80,6%). Tingkat ekonomi ibu pada
katagori mampu sebagian besar memberikan MP-ASI (100,0%). Hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,038 yang lebih kecil dari = 0,05 dan
koefisien kontingensi sebesar 0,298 yang artinya ada hubungan tingkat
ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang
52
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori
lemah.
c. Hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada
bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Analisis hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi
di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun
2011 disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 13. Hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
Paritas
Pemberian MP-ASI
Memberikan Tidak Memberikan
Total
f % f % f %
PrimiparaMultiparaGrandemultipara
13299
56,587,981,8
1042
43,512,118,2
233311
100,0100,0100,0
Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0
p = 0,023; C = 0,319
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa ibu primipara
cenderung memberikan MP-ASI (56,5%). Ibu multipara cenderung
memberikan MP-ASI (87,9%). Ibu grandemultipara cenderung
memberikan MP-ASI (81,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,023 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingansi
sebesar 0,319 yang artinya ada hubungan paritas ibu dengan pemberian
MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.
53
d. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian
MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas
Analisis hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-
ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 14. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011
Dukungan Keluarga
Pemberian MP-ASI
Memberikan Tidak Memberikan
Total
f % f % f %
MendukungTdk Mendukung
942
56,382,4
79
43,817,6
1651
100,0100,0
0,000
Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0
p = 0,040; C = 0,253
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dukungan keluarga
pada kategori mendukung cenderung memberikan MP-ASI (56,3%).
Dukungan keluarga pada kategori tidak mendukung cenderung
memberikan MP-ASI (82,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,040 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingensi
sebesar 0,253 yang artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan
pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja
Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.
54
B. Pembahasan
1. Analisis Univariat
a. Pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di Desa Lemberang
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian MP-
ASI pada bayi 0-6 bulan sebagian besar pada katagori memberikan MP-
ASI (76,1%) dan sebagian kecil pada katagori tidak memberikan MP-
ASI (23,9%).
MP–ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi bukan
sebagai pengganti ASI, tapi ASI harus tetap diberikan kepada bayi
sampai usia 24 bulan. Pada bayi usia 6 bulan telah siap menerima
makanan bukan cair, karena gigi mulai tumbuh dan lidah tidak lagi
menolak makanan setengah padat, lambung juga telah lebih baik
menerima zat tepung (Krisnatuti 2000 dan Arisman 2004).
Pemberian MP ASI yang diberikan sebelum bayi usia 6 bulan
dapat berpengaruh tidak baik pada perkembangan dan pertumbuhan
bayi. Pemberian MP ASI yang diberikan sebelum usia 6 bulan dapat
disebabkan karena ibu tidak yakin bahwa kebutuhan makan dan minum
bayi sampai usia 6 bulan dapat tercukup dari ASI saja.
b. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan ibu
tentang pemberian MP-ASI sebagian besar pada kategori cukup baik
55
(58,2%) dan sebagian kecil pada kategori kurang baik (19,4%). Hal
tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor umur ibu yang sebagian besar
berumur 20 – 35 tahun yang telah matang dari segi pengetahuan, sikap,
dan emosinya. Hal ini sebagaimana pendapat Notoatmodjo (2002) yang
menyatakan bahwa bahwa umur dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang. Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Sehingga semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
Pengetahuan ibu bayi tentang MP ASI yang baik dapat
melandasi sikapnya, yaitu merasa yakin bahwa bayinya cukup diberikan
ASI saja sampai usia 6 bulan. Keyakinan tersebut akan mendorong
tindakannya untuk memberikan ASI saja pada bayinya sampai usia 6
bulan.
c. Tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat ekonomi
ibu bayi usia 0-6 bulan sebagian besar pada kategori cukup (46,3%) dan
sebagian kecil pada kategori mampu (14,9%).
Tingkat ekonomi ibu bayi yang sebagian besar pada kategori
cukup dapat mendukung keberhasilan pemberian ASI Eksklusif dan ibu
bayi dapat memberikan MP-ASI setelah bayi berusia 6 bulan. Hal ini
56
mengingat pemberian MP-ASI dapat mengurangi pengeluaran pokok
keluarga.
Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Istiqomah (2009)
pendapatan keluarga > UMR (94,0%). Ibu yang tidak memberikan MP-
ASI dapat memanfaatkan pendapatan keluarga untuk menambah
makanan dan minuman ibu yang dapat memenuhi kebutuhan gizi ibu
selama menyusui. Penyebab kurang gizi, menurut Direktur Bina Gizi
Masyarakat Departemen Kesehatan (Depkes) adalah pola pemberian
makan yang salah pada bayi, yaitu pemberian makanan pendamping
ASI terlalu cepat (kurang dari usia 6 bulan) atau terlalu lambat (lebih
dari usia 6 bulan) (Moedjiono, 2007).
Pemberian MP ASI sebelum usia bayi mencapai 6 bulan, tidak
saja dapat berpengaruh tidak baik pada bayi, namun juga menambah
beban pengeluaran keluarga. Status ekonomi ibu pada kategori mampu,
tidak menjadikan masalah terhadap keadaan ekonomi keluarga, namun
bagi yang tidak mampu akan mengurangi pengeluaran yang seharusnya
dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain yang lebih penting seperti
meningkatkan konsumsi ibu bayi maupun untuk pelayanan kesehatan
keluarga.
d. Paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan
Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa paritas ibu bayi
usia 0-6 bulan sebagian besar adalah multipara (49,3%) dan sebagian
57
kecil adalah grandemultipara (16,4%). Paritas ibu berkaitan dengan
kesibukan ibu dalam mengurus anak-anaknya, terutama jika jarak
kelahiran anak pertama dengan kedua atau yang berikutnya terlalu
dekat.
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh
seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas adalah jumlah kehamilan yang
menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28 minggu),
Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah
melahirkan bayi aterm.
Ibu grandemultipara dengan jarak kelahiran yang dekat dapat
menjadikan ibu tidak dapat memberikan ASI saja pada bayinya. Paritas
ibu yang sebagian besar pada kategori multipara sebaiknya mencegah
kehamilan berikutnya agar dapat berkonsentrasi dalam mengasuh anak-
anaknya. Ibu dapat mencegah kehamilan dengan menjadi akseptor KB
dengan berbagai pilihan yang sesuai dengan keinginan ibu.
e. Dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dukungan
keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi sebagian besar tidak
mendukung terhadap ASI eksklusif (76,1%) dan lainnya mendukung
terhadap ASI eksklusif (23,9%). Keluarga ibu bayi yang sebagian besar
tidak mendukung menjadi faktor yang dapat mendukung pemberian MP
ASI sesuai jadwal.
58
Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita. -ASI dapat
diberikan saat usia bayi mencapai 6 bulan. Ukuran kecukupan produksi
ASI bagi bayi dapat dilihat dari kenaikan berat badan dan kesehatan
bayi. Bila diberikan saat usia di bawah 6 bulan, sistem pencernaannya
belum memiliki enzim untuk mencerna makanan sehingga
memberatkan kerja pencernaan dan ginjal bayi. Selain itu, usus bayi
belum dapat menyaring protein dalam jumlah besar, sehingga dapat
menimbulkan reaksi batuk, diare, kolik dan alergi (Prasetyono, 2009).
2. Analisis Bivariat
a. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi
di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan ibu
pada kategori kurang dan cukup baik sebagian besar memberikan MP-
ASI (82,7%). Pengetahuan ibu pada kategori baik sebagian besar
memberikan MP-ASI (53,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,026 yang lebih kecil dari = 0,05 dan koefisien kontingensi = 0,276
yang artinya ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI
pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.
Pengetahuan ibu yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI
pada bayi disebabkan karena pengetahuan merupakan faktor presispisisi
terjadinya perilaku. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan sifatnya
59
lebih menetap (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Iin (2010) yang menyimpulkan pengetahuan ibu berhubungan
dengan pemberian MP-ASI (p= 0,031).
Pengetahuan ibu tentang MP ASI menjadikan ibu dapat
mengetahui tentang tujuan dan manfaat termasuk jadwal pemberian MP
ASI pada bayinya. Pengetahuan yang dimiliki ibu akan mendorong
tindakannya untuk memberikan MP ASI setelah bayi berusia 6 bulan.
Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI sangat
berpengaruh pada pemberian MP-ASI, karena semakin baik
pengetahuan ibu semakin sedikit memperkenalkan pada pemberian MP-
ASI. Pada penelitian ini masih banyak ibu pada kategori kurang baik
(19,4%) dan pada kategori cukup baik (58,2%), hal ini menunjukan
bahwa sebagian besar ibu masih belum memahami tentang makanan
pendamping ASI sehingga makanan tersebut diberikan sejak dini
sebagai pengganti ASI.
b. Hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI pada bayi
di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat ekonomi
ibu pada kategori tidak mampu sebagian besar memberikan MP-ASI
(61,5%). Tingkat ekonomi ibu pada kategori cukup mampu sebagian
besar memberikan MP-ASI (80,6%). Tingkat ekonomi ibu pada
katagori mampu sebagian besar memberikan MP-ASI (100,0%). Hasil
uji statistik diperoleh nilai p = 0,038 yang lebih kecil dari = 0,05 dan
60
koefisien kontingensi sebesar 0,298 yang artinya ada hubungan tingkat
ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori
lemah.
Tingkat ekonomi ibu yang berhubungan dengan pemberian MP-
ASI pada bayi disebabkan karena pemberian MP-ASI akan menambah
pengeluaran keluarga. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
Istiqomah (2009) yang menyimpulkan bahwa pendapatan keluarga tidak
berhubungan dengan pemberian MP-ASI. Perbedaan ini dapat
disebabkan karena perbedaan lokasi penelitian yang menyebabkan
adanya perbedaan budaya. Penelitian oleh Istiqomah dilakukan di Kota
Semarang yang termasuk kota besar, sedangkan penelitian ini dilakukan
di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.
Tingkat ekonomi yang berhubungan dengan pemberian MP ASI
disebabkan karena pemberian MP ASI berkaitan dengan pengeluaran
keluarga. Tingkat ekonomi yang semakin baik menunjukkan
pendapatan keluarga yang tinggi, sehingga memiliki kemampuan untuk
memberikan MP ASI pada bayinya, termasuk sebelum bayi berusia 6
bulan.
c. Hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa ibu primipara
cenderung memberikan MP-ASI (56,5%). Ibu multipara cenderung
61
memberikan MP-ASI (87,9%). Ibu grandemultipara cenderung
memberikan MP-ASI (81,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,023 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingansi
sebesar 0,319 yang artinya ada hubungan paritas ibu dengan pemberian
MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten
Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sutrisno (2007)
yang menyimpulkan paritas ibu berhubungan dengan pemberian MP-
ASI. Paritas ibu yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dapat
disebabkan karena kesibukan ibu dalam mengurus anak-anaknya. Jarak
kelahiran anak yang dekat antara anak yang satu dengan anak kedua
dapat menjadikan ibu tidak dapat memberikan ASI saja pada bayinya,
sehingga memberikan MP-ASI sebelum bayi usia 6 bulan.
Ibu yang menyusui anak ke dua dan selanjutnya cenderung
lebih baik dibanding ibu yang menyusui anak pertama. Semakin tinggi
paritas ibu semakin sedikit memperkenalkan botol pada usia dini. Tapi
pada penelitian ini menunjukan semakin tinggi paritas ibu semakin dini
memperkenalkan makanan pendamping ASI kepada bayi. Hal ini terjadi
karena ada faktor – faktor lain yang bisa mempengaruhi ibu, seperti
dukungan keluarga.
62
d. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada
bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dukungan keluarga
pada kategori mendukung cenderung memberikan MP-ASI (56,3%).
Dukungan keluarga pada kategori tidak mendukung cenderung
memberikan MP-ASI (82,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =
0,040 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingensi
sebesar 0,253 yang artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan
pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja
Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyu (2007)
yang menyimpulkan dukungan keluarga berhubungan dengan
pemberian MP-ASI. Dukungan keluarga yang berhubungan dengan
pemberian MP-ASI disebabkan karena dukungan keluarga merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku yang dalam hal ini adalah
perilaku pemberian MP-ASI (Notoatmodjo, 2003).
Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting
untuk menunjang keberhasilan menyusui (Arifin, 2010). Keberhasilan
ibu bayi untuk menyusui bayinya sampai usia 6 bulan akan mendukung
keberhasilan program ASI eksklusif yang sangat bermanfaat bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Pemberian MP-ASI
akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi jika diberikan
sesuai jadwal dengan porsi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.
63
Dukungan keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif sangat
penting agar ibu tidak memberikan MP-ASI pada usia dini, tapi pada
penelitian ini sebagian besar tidak memberikan dukungan keluarga
terhadap pemberian ASI eksklusif sehingga ibu cenderung memberikan
MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan. Dukungan keluarga sangat
diperlukan untuk mensukseskan program ASI eksklusif, dengan
memberikan MP ASI setelah bayi usia 6 bulan. Dukungan keluarga
yang diperlukan antara lain adalah pemberian informasi tentang
pentingnya bayi hanya diberikan ASI saja sampai bayi usia 6 bulan.
Setelah bayi berusia 6 bulan, keluarga memfasilitasi untuk memberikan
MP ASI dengan menyediakan susu formula atau makanan lain yang
sesuai dengan umur bayi.
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan
sebagai berikut.
1. Pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan sebagian besar pada kategori
memberikan MP-ASI (76,1%) dan sebagian kecil pada katagori tidak memberikan
MP-ASI (23,9%).
2. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI sebagian besar pada kategori cukup
baik (58,2%) dan sebagian kecil pada kategori kurang baik (19,4%).
3. Tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan sebagian besar pada kategori cukup
(46,3%) dan sebagian kecil pada kategori mampu (14,9%).
4. Paritas ibu bayi usia 0-6 bulan sebagian besar adalah multipara (49,3%) dan
sebagian kecil adalah grandemultipara (16,4%).
5. Dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi sebagian besar tidak
mendukung (76,1%) dan lainnya mendukung (23,9%).
6. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori
lemah (p= 0,026; C = 0,276).
7. Ada hubungan tingkat ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori
lemah (p= 0,038; C = 0,298).
63
65
8. Ada hubungan paritas ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori
lemah (p= 0,023; C = 0,319).
9. Ada hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa
Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori
lemah (p= 0,040; C = 0,253).
B. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan terkait dengan simpulan hasil penelitian
sebagai berikut.
1. Bagi Ibu
Ibu hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang makanan pendamping
ASI dengan cara bertanya kepada bidan atau dokter serta membaca buku-buku
kesehatan yang membahas masalah MP ASI. Sehingga ibu dapat melakukan
tindakan yang terbaik apabila terdapat efek samping pemberian MP ASI terhadap
bayinya.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Pemberian MP ASI yang tidak tepat dapat menghambat pertumbuhan dan
perkembangan bayi, oleh karena itu petugas kesehatan hendaknya memberikan
penyuluhan KIE (Konseling Interpersonal Edukasi) kepada ibu bayi tentang MP
ASI khususnya tentang akibat pemberian MP ASI.
66
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti selanjutnya
dengan meneliti faktor lain yang berhubungan dengan pemberian MP ASI seperti
faktor budaya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. (2003). Pola MP-ASI dan status gizi bayi 0 – 12 bulan di kecamatan Lhknga kabupaten Aceh Besar.Tesis. Fakultas Kedokteran UGM
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian dan pendekatan praktek. Jakarta :Rineka Cipta
, S.(2002). Prosedur penelitian satu pendekatan praktek. Edisi V.Jakarta: Rineka Cipta
Asdan, P. (2007). Faktor-Faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli tengah tahun 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6728/1/08E00834.pdf. Diakses 28 Desember 2010.
BKKBN. (2006). Deteksi dini komplikasi persalinan. Jakarta : BKKBN
Briawan, Dodi. (2004). Pengaruh Promosi Susu Formula Terhadap Pergeseran Penggunaan ASI . http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/dodik_briawan.pdf.
Depkes RI, (1993). Asuhan kesehatan anak dalam kontek keluarga. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
_________, (2003). Gizi dalam Angka sampai Tahun 2002. Jakarta : Direktorat Jenderal Gizi Masyarakat.
, (2006). Pedoman umum pemberian MP-ASI lokal tahun 2006. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Indiarti, M.T, (2009). Buku pintar ibu kreatif. ASI, susu formula, dan makanan bayi. Yogyakarta : Sumatera Publishing.
Juwono, L. (2001). Pemberian makanan tambahan: makanan untuk anak menyusui. Jakarta: EGC.
Krisnatuti, D., & Rina Y., (2004). Menyiapkan makanan pendamping ASI cetakan I. Jakarta : Puspaswara Anggota IKAPI.
Murningsih. (2007). Hubungan antara p emberian m akanan t ambahan pada u sia d ini dengan tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan masyarakat di kelurahan Sine Sragen. http://eprints.ums.ac.id/1100/1/3c.pdf. Diakses 27 Desember 2013.
68
Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
, S. (2003). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan., Jakarta : Rineka Cipta
Prabantini, (2010). A to Z Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta : Penerbit Andi
Prawiroharjo, S. (2009). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Jakarta : YBP-SP
Pudjiadi, S., (2005). Ilmu gizi klinis pada anak. Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Roesli, U. (2001). Bayi sehat berkat asi eksklisif, makanan pendamping tepat dan imunisasi lengkap. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
, U. (2005). Mengenal ASI eksklusif seri I. Jakarta : Taugus Agriwidya
Rohmawati. (2007). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan tambahan dengan pertumbuhan BALITA u mur 6-12 b ulan di Desa Nguntoroadi . etd.eprints.ums.ac.id/6395/1/J210050006.pdf. Di akses 28 Desember 2010.
Rustam. (2005). Sinopsis obstetri jilid I. Jakarta : EGCSantjaka, A.(2009). Bio statistic untuk praktisi tentang kesehatan dan mahasisea
kedokteran, kesehatan lingkungan, keperawatan, kebidanan, gizi, kesehatan masyarakat. Purwokerto : Global Internusa.
Simanjuntak, D. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi di Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur 2011. http:// www. digilib. ui. ac. id/ opac/ themes/libri2/ abstrakpdf.jsp? id=72569&lokasi=12. Diakses 1 februari 2013
sugiyono. (2010). Metode penelitian administrasi. Bandung : Alfabeta
Zulfanetti, et al,. (1998). Faktor-faktor Sosioekonomi yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemberian ASI di Kotamadya Jambi. http://iespfeunja. files. wordpress. com/ 2008/10/zulfaneti-asi.pdf. Di akses 18 Febuari 2013
69