KTI

104
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian bayi di Indonesia rata-rata 34 bayi per 1.000 kelahiran hidup. Angka tersebut tidak terlalu menggembirakan mengingat hanya sedikit perbaikan dibandingkan dengan sekitar tahun 2003 yang angkanya 35 per 1.000 kelahiran hidup, adapun target angka kematian bayi (AKB) pada MDG’s 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Demikian pula dengan angka kematian anak berusia dibawah lima tahun (balita) yang saat ini 44 anak balita per 1.000 kelahiran hidup atau tidak beranjak jauh dari angka tahun 2003, yakni 46 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab langsung kematian bayi umumnya penyakit infeksi, seperti infeksi saluran pernapasan akut, diare, dan campak, tetapi penyebab yang

Transcript of KTI

Page 1: KTI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka kematian bayi di Indonesia rata-rata 34 bayi per 1.000 kelahiran

hidup. Angka tersebut tidak terlalu menggembirakan mengingat hanya sedikit

perbaikan dibandingkan dengan sekitar tahun 2003 yang angkanya 35 per

1.000 kelahiran hidup, adapun target angka kematian bayi (AKB) pada

MDG’s 2015 sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup. Demikian pula dengan

angka kematian anak berusia dibawah lima tahun (balita) yang saat ini 44 anak

balita per 1.000 kelahiran hidup atau tidak beranjak jauh dari angka tahun

2003, yakni 46 per 1.000 kelahiran hidup.

Penyebab langsung kematian bayi umumnya penyakit infeksi, seperti

infeksi saluran pernapasan akut, diare, dan campak, tetapi penyebab yang

mendasari pada 54 persen kematian bayi adalah gizi kurang. Data dari WHO

(World Health Organization) menunjukkan ada 170 juta anak mengalami gizi

kurang di seluruh dunia. Sebanyak 3 juta anak di antaranya meninggal tiap

tahun akibat kurang gizi. Di Indonesia, angka kematian bayi saat ini 35 per

1.000 kelahiran hidup. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mencatat tak

kurang dari 10 bayi dan 20 anak balita meninggal dunia setiap jam di

Indonesia (Moedjiono. A, 2007)

WHO merekomendasikan, semua bayi perlu mendapat kolostrum (ASI

hari pertama dan kedua) untuk melawan infeksi dan mendapat ASI eksklusif

1

Page 2: KTI

selama 6 bulan untuk menjamin kecukupan gizi bayi. Penyebab kurang gizi,

menurut Direktur Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan (Depkes)

adalah pola pemberian makan yang salah pada bayi, yaitu pemberian makanan

pendamping ASI terlalu cepat (kurang dari usia 6 bulan) atau terlalu lambat

(lebih dari usia 6 bulan) (Moedjiono. A, 2007).

Strategi pemberian makanan pada bayi dan balita dari UNICEF

merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan untuk mencapai

tumbuh kembang optimal yaitu memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi

segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, memberikan hanya Air Susu

Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara ekslusif sejak lahir hingga usia 6

bulan, memberikan makanan pendamping (MP–ASI) sejak bayi berusia 6

bulan sampai 24 bulan, dan memberikan ASI sampai anak berusia 24 bulan

atau lebih (Depkes RI, 2006).

Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat mendukung

pertumbuhan dan perkembangan balita. Pengetahuan ibu balita tentang

makanan pendamping ASI diperlukan sehingga ibu balita dapat memberikan

MP-ASI dengan tepat. MP-ASI dapat diberikan saat usia bayi mencapai 6

bulan. Ukuran kecukupan produksi ASI bagi bayi dapat dilihat dari kenaikan

berat badan dan kesehatan bayi. Bila diberikan saat usia di bawah 6 bulan,

sistem pencernaannya belum memiliki enzim untuk mencerna makanan

sehingga memberatkan kerja pencernaan dan ginjal bayi. Selain itu, usus bayi

belum dapat menyaring protein dalam jumlah besar, sehingga dapat

menimbulkan reaksi batuk, diare, kolik dan alergi (Prasetyono, 2009).

2

Page 3: KTI

Data bulan Desember 2010 di Puskesmas II Sokaraja diketahui jumlah

keberhasilan ASI Eksklusif adalah 31,74 %. Puskesmas II Sokaraja

mempunyai 8 desa, Lemberang merupakan salah satu Desa yang termasuk

dalam wilayah Puskesmas II sokaraja. Lemberang adalah Desa yang jauh dari

keramaian kota, dan di Desa ini masih kental dengan adat budayanya. Dari

data yang diperoleh keberhasilan ASI Eksklusif di Desa Lemberang adalah

35,82 %. Berdasarkan studi pendahuluan penulis kepada 15 responden di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas di peroleh data ibu

dengan pendidikan terakhir SD adalah 53,33 %, ibu dengan pendidikan

terakhir SMP 33,33 %, dan ibu dengan pendidikan terakhir SMA adalah 13,33

%. Untuk data pendapatan perbulan yang didapatkan keluarga sebagian besar

masih dibawah standar UMR (Upah Minumum Regional) di Banyumas yaitu

60 %. Berdasarkan paritasnya ibu yang primipara sebanyak 46,67%, multipara

33,33%, dan grandemultipara sebanyak 20%. Berdasarkan hasil wawancara

dengan 15 ibu di Desa Lembereng tentang dukungan keluarga dalam

pemberian MP ASI diperoleh 60% keluarga mendukung dan 40% tidak

mendukung, adapun pertanyaan tentang MP ASI diperoleh 66,67% ibu

menjawab bahwa MP-ASI itu adalah makanan pengganti yang berupa

makanan, mereka menganggap bahwa susu formula atau air putih bukan

termasuk pada MP-ASI.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, mendorong peneliti untuk

melakukan penelitian dengan judul ”Analisis faktor yang mempengaruhi

pemberian MP–ASI pada bayi 0–6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan

Sokaraja Kabupaten Banyumas”.

3

Page 4: KTI

B. Rumusan Masalah

MP-ASI adalah makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi

usia 6 bulan ke atas. Pada awal bulan ASI Ekslusif harus diberikan, tanpa

pendamping ASI lainnya termasuk air putih, ASI eksklusif dapat membantu

melindungi bayi dari diare, sindrom kematian tiba-tiba pada bayi, infeksi

telinga dan infeksi yang biasanya terjadi pada bayi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh penulis di

puskesmas Sokaraja II dan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja

Kabupaten Banyumas didapatkan hasil data bulan Desember 2010 di

Puskesmas II Sokaraja diketahui jumlah pemberian MP-ASI dibawah umur 6

bulan adalah 68, 26 % , dan di Desa Lemberang adalah 64, 18 %.

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan rumusan masalah diatas

maka timbul pertanyaan penelitian : “Faktor-faktor apakah yang berhubungan

pemberian MP-ASI pada bayi 0–6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan

Sokaraja Kabupaten Banyumas? “.

D. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor–faktor yang

berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi umur 0–6 bulan di

Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

4

Page 5: KTI

b. Tujuan Khusus

1. Mendeskripsikan pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di

Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

2. Mendeskripsikan pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada

bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

3. Mendeskripsikan tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

4. Mendeskripsikan paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

5. Mendeskripsikan dukungan keluarga ibu bayi usia 0-6 bulan terhadap

pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja

Kabupaten Banyumas

6. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas.

7. Mengetahui hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas.

8. Mengetahui hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi di

Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

9. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas.

5

Page 6: KTI

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitiannya dapat dipakai sebagai tambahan informasi yang

nantinya dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan

khususnya yang berkaitan dengan pemberian MP–ASI .

2. Bagi institusi/pelayanan kesehatan.

a. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi yang

nantinya dapat dipergunakan dalam memberikan pelayanan khususnya

dalam pemberian MP–ASI.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi

pengetahuan bagi ibu yang mempunyai bayi 6–24 bulan, khususnya

mengenai pemberian MP–ASI pada bayinya, selain itu diharapkan

responden dapat memberikan MP–ASI sesuai prosedur.

c. Penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri dan berfikir secara

ilmiah khususnya dalam bidang MP–ASI bagi tenaga kesehatan.

3. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data awal untuk penelitian

berikutnya.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan Sebagai bahan pertimbangan untuk

membuat informasi kepada para ibu didalam memberikan MP–ASI

pada bayinya.

6

Page 7: KTI

F. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lingkup waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2011.

2. Lingkup Tempat

Penelitian akan dilaksanakan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja

Kabupaten Banyumas.

3. Lingkup materi

Penelitian yang dilakukan membahas tentang Faktor–faktor yang

mempengaruhi pemberian MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan.

4. Lingkup Responden

Penelitian dilakukan pada ibu balita di Desa Lemberang Kecamatan

Sokaraja Kabupaten Banyumas.

G. Keaslian Penelitian

Tabel 1.Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian dengan karakteristik hamper sama dengan penelitian ini,

penelitian tersebut sebagai berikut :

No Peneliti Variabel Metode Populasi dan

sampel

Hasil

1 Murningsih (2007).Hubungan antaraPemberian Makanan Tambahan pada Usia Dini dengan tingkatkunjungan ke pelayanan kesehatan masyarakat di kelurahan SineSragen.

Variabel bebas: Pemberian makanan tambahanVariabel terikat:Tingkat kunjungan kepelayanan kesehatan.

Penelitianobservasi, dengan rancangan penelitiancorelational.Pengambilan sampel dari Penelitian inimenggunakan teknik total

Ibu bayi usia 6-12 bulan yang berjumlah 48 orang

Ada hubungan antara pemberian makanan tambahan pada usia dini dengan tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan.

7

Page 8: KTI

samplingNo Peneliti Variabel Metode Populasi

dansampel

Hasil

2 Padang Asdan (2007) Faktor-Faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli tengah tahun 2007

Variabel bebas : faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASIVariabel terikat : pemperian MP-ASI

Eksplanatory research dengan rancangan cross sectional menggunakan metode kuantitatif.

Ibu bayi umur 6-24 bulan sebanyak 147 orang

Faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI dini pada Bayi umur 6-24 bulan adalah sikap, keterpaparan media, dukungan keluarga dan kebiasaan memberikan makanan

3 Rohmawati (2007)Hubungan TingkatPengetahuan Ibu Tentang Makanan Tambahan dengan PertumbuhanBALITA Umur 6-12 Bulan di Desa Nguntoroadi

Variabel bebas :Tingkat pengetahuan ibu tentang makanan tambahanVariabel terikat:Pertumbuhan balita umur 6-12

Metodepenelitian observasional dengan desain penelitian cross sectional

Ibu bayi dengan jumlah 90 orang

Ada hubungan antara tingkat pengetahua ibu tentang makanan tambahan dengan pertumbuhan balita umur 6-12 bulan

4. Suwarso, Yuliani (2011)Analisis Faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Variabel bebas : faktor yang mempengaruhi pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan.Variabel terikat pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan

Metode penelitian deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional

Ibu balita umur lebih dari 6-12 bulan

Ada hubungan pengetahuan dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,026)Ada hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,038)Ada hubungan paritas ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,023)Ada hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan (p = 0,040)

8

Page 9: KTI

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Landasan Teori

1. ASI

a. Pengertian ASI dan ASI Eksklusif

1) ASI

ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, lactose

dan garam-garam organik yang disekresikan oleh kedua belah

kelenjar payudara ibu sebagai makanan utama bagi bayi

(Soetjiningsih, 1997).

2) ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja kepada bayi saat lahir

sampai berusia 6 bulan tanpa makanan dan minuman lain, bahkan air

putih sekali pun. ASI ini sangat baik sekali bagi perkembangan dan

pertumbuhan bayi, karena ASI merupakan makanan utama bagi bayi

bukan susu sapi.

ASI mempunyai nilai gizi yang paling tinggi dibandingkan

dengan makanan bayi yang berasal dari susu hewan, seperti susu

sapi, susu kerbau atau susu apapun yang tidak sesuai dengan

kebutuhan dan perkembangan bayi. Komposisi zat gizi yang

terkandung dalam ASI adalah lemak, protein, karbohidrat, mineral

dan vitamin (Krisnatuti dan Rina, 2004).

9

9

Page 10: KTI

b. Jenis ASI

Berdasarkan waktu diproduksi, ASI dapat dibagi menjadi tiga yaitu

(Roesli, 2005 ):

1) Kolostrum

Merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar

mamae yang mengandung tissue debris dan residua l material yang

terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mamae sebelum dan

segera sesudah melahirkan anak.

a) Disekresi oleh kelenjar mamae dari hari pertama sampai

hari ketiga atau keempat, dari masa laktasi.

b) Komposisi kolostrum dari hari ke hari berubah.

c) Merupakan cairan kental yang ideal yang berwarna

kekuningkuningan, lebih kuning dibandingkan ASI matur.

d) Merupakan suatu laxanif yang ideal untuk membersihkan

meconeum usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan

saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya.

e) Lebih banyak mengandung protein dibandingkan ASI

matur, tetapi berlainan dengan ASI matur dimana protein yang

utama adalah pada kolostrum protein yang utama adalah

globulin, sehingga dapat memberikan daya perlindungan tubuh

terhadap infeksi.

10

Page 11: KTI

f) Lebih banyak mengandung antibodi dibandingkan ASI matur

yang dapat memberikan perlindungan bagi bayi sampai 6 bulan

pertama.

g) Lebih rendah kadar karbohidrat dan lemaknya

dibandingkan dengan ASI matur.

h) Total energi lebih rendah dibandingkan ASI matur yaitu

58 kalori/100 ml kolostrum.

i) Vitamin larut lemak lebih tinggi. Sedangkan vitamin larut dalam

air dapat lebih tinggi atau lebih rendah.

j) Bila dipanaskan menggumpal, ASI matur tidak.

k) PH lebih alkalis dibandingkan ASI matur.

l) Lemaknya lebih banyak mengandung kolestrol dan lesitin

dibandingkan ASI matur.

m) Volumenya berkisar 150-300 ml/24 jam.

2) Air Susu Masa Peralihan (Masa Transisi)

a) ASI peralihan dari kolostrum menjadi ASI matur.

b) Disekresi dari hari ke 4 – hari ke 10 dari masa laktasi, tetapi ada

pula yang berpendapat bahwa ASI mature baru akan terjadi pada

minggu ke 3 – ke 5.

c) Kadar protein semakin rendah, sedangkan kadar lemak dan

karbohidrat semakin tinggi.

d) Volume semakin meningkat.

11

Page 12: KTI

e) ASI yang disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya, yang

dikatakan komposisinya relatif konstan, tetapi ada juga yang

mengatakan bahwa minggu ke 3 sampai ke 5 ASI komposisinya

baru konstan.

3) Air Susu Matur

a) Merupakan makanan yang dianggap aman bagi bayi, bahkan ada

yang mengatakan pada ibu yang sehat ASI merupakan makanan

satusatunya yang diberikan selama 6 bulan pertama bagi bayi.

b) ASI merupakan makanan yang mudah di dapat, selalu tersedia,

siap diberikan pada bayi tanpa persiapan yang khusus dengan

temperatur yang sesuai untuk bayi.

c) Merupakan cairan putih kekuning-kuningan, karena

mengandung kasienat, riboflaum dan karotin.

d) Tidak menggumpal bila dipanaskan.

e) Volume: 300 – 850 ml/24 jam.

c. Keuntungan Pemberian ASI

Menurut Pudjiadi (2005) keuntungan–keuntungan yang dapat

diperoleh dari pemberian ASI yaitu:

1) Keuntungan pemberian ASI bagi bayi :

a) Kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.

b) Mudah dicerna dan diserap.

c) Selalu bersih dan segar.

d) Aman.

12

Page 13: KTI

e) Menyempurnakan pertumbuhan bayi sehingga bayi lebih sehat

dan cerdas (meningkatkan IQ sebanyak 12,9 point).

f) Melindungi tubuh dari berbagai penyakit terutama penyakit

infeksi.

g) Memperindah kulit, gigi dan bentuk rahang.

h) Tersedia pada suhu yang tepat sehingga bayi tidak harus

menunggu.

i) Bayi yang diberi ASI akan jarang mengalami diare, tidak akan

sembelit dan jarang terkena alergi.

2) Keuntungan Pemberian ASI bagi ibu

a) Murah.

b) Biasanya periode tidak subur ibu menyusui lebih panjang

dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui.

c) Menyusui segera setelah melahirkan akan mempengaruhi

kontraksi uterus sehingga proses pemulihan setelah melahirkan

akan berlangsung lebih cepat.

d) Ibu lebih sehat dan mencegah kegemukan.

e) Akan tercipta hubungan yang erat dan hangat antara bayi dan

ibunya.

f) Menghindari ibu dari kemungkinan timbulnya kanker payudara.

13

Page 14: KTI

2. Makanan pendamping ASI (MP-ASI)

a. Pengertian MP–ASI

MP–ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi bukan sebagai

pengganti ASI, tapi ASI harus tetap diberikan kepada bayi sampai usia

24 bulan. Pada bayi usia 6 bulan telah siap menerima makanan bukan

cair, karena gigi mulai tumbuh dan lidah tidak lagi

menolak makanan setengah padat, lambung juga telah lebih baik

menerima zat tepung (Krisnatuti 2000 dan Arisman 2004).

b. Manfaat MP–ASI

Manfaat pemberian MP–ASI untuk bayi dan anak adalah :

1) Mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dengan

jumlah yang diberikan dari ASI (Juwono, 2001).

2) Menambah energi dan zat – zat gizi yang diperlukan bayi.

MP – ASI diberikan dengan tujuan menambah energi dan zat – zat

gizi yang diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan

karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus, karena

ASI hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 4 – 6

bulan setelah produksi ASI berkurang sedangkan kebutuhan gizi bayi

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan berat

badan (Krisnatuti dan Yenrina, 2000).

3) Membantu bayi dalam proses belajar makan

Pemberian makanan tambahan sangat membantu bayi dalam

proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan

14

Page 15: KTI

makan yang baik. Bayi harus mulai mengenal macam–macam

makanan yang sesuai dengan kebutuhan fisiologis bayi secara

bertahap mulai makanan yang berbentuk cair, semi padat dan padat

(Krisnatuti dan Yenrina, 2000).

a) Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan

b) Mencoba adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar

energi tinggi (Depkes RI, 1993).

c. Persyaratan MP–ASI

MP–ASI yang diberikan pada bayi hendaknya memenuhi beberapa

persyaratan sebagai berikut :

1) Makanan harus memiliki nilai energi dan kandungan protein tinggi.

Kandungan energi dan protein yang harus ada di dalam MP–ASI

setiap hari yaitu sebesar 250 kalori, 6–8 gram protein untuk bayi usia

6–12 bulan dan 450 kalori, 12–15 gram protein untuk anak usia 12–

24 bulan (Depkes RI, 2006)

2) Bersifat padat gizi dan berserat lunak

3) Memiliki nilai suplementasi yang baik, memiliki komposisi vitamin

dan mineral dalam jumlah yang cukup

4) Makanan tambahan juga tidak oleh bersifat kamba, yang dapat

menimbulkan rasa kenyang pada bayi. Karena bayi bukan kenyang

yang diberikan, tetapi energi, protein dan zat gizi yang diperlukan.

5) Harganya relatif murah

6) Hendaknya berasal dari bahan–bahan lokal (Sunartyo, 2005)

15

Page 16: KTI

7) dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik

8) kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam

jumlah yang sedikit. Kandungan serat kasar yang terlalu banyak

justru akan mengganggu pencernaan bayi (Krisnatuti dan Yenrina,

2000).

9) Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.

d. Usia Pemberian MP–ASI

(Juwono 2001 dan Yenrina 2000) mengatakan bahwa MP–ASI

harus mulai diberikan ketika bayi tidak lagi mendapat cukup energi dan

Nutrien dan ASI saja. MP–ASI mulai diberikan usia 6 bulan karena pada

usia ini otot dan saraf di dalam mulut bayi cukup berkembang untuk

mengunyah, menggigit dan memamah. Apabila MP–ASI sudah

diberikan pada bayi sejak dini (dibawah 6 bulan) maka asupan gizi yang

dibutuhkan oleh bayi tidak sesuai dengan kebutuhannya. selain itu sistem

pencernaan bayi akan mengalami gangguan seperti sakit perut, sembelit

(susah buang air besar) dan alergi. Beberapa kerugian jika pemberian

MP–ASI dilakukan terlalu dini seperti berikut :

1) Menurunkan produksi ASI karena bayi kurang menghisap payudara

sehingga lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

2) Bayi bisa terkena diare karena makanan atau air tercemar

3) Anak mendapat faktor pelindung dari ASI lebih sedikit. Sehingga

resiko infeksi meningkat.

4) Makanan yang diberikan sebagai pengganti ASI sering encer. Karena

mudah dimakan oleh bayi. Makanan tersebut membuat lambung

16

Page 17: KTI

penuh tetapi nutrisi lebih sedikit daripada ASI, sehingga kebutuhan

anak-anak tidak terpenuhi.

5) Ibu beresiko tinggi untuk hamil kembali jika jarang menyusui.

6) Rusaknya sistem pencernaan

Perkembangan usus bayi dan pertumbuhan enzim yang

dibutuhkan untuk pencernaan memerlukan waktu 4 bulan, sebelum ia

sampai usia ini ginjal belum cukup berkembang untuk menguraikan

sisa yang dihasilkan oleh makanan padat.

7) Tersedak

Usia 4 bulan koordinasi saraf otak (neuromuskular) bayi belum

cukup berkembang untuk bisa mengendalikan gerak kepala dan lahir

ketika dia duduk tegak sehingga masih sulit menelan makanan.

8) Alergi makanan.

Belum matangnya sistem kekebalan dari usus pada umur yang

dini dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi terhadap makanan

pada masa kanak–kanak.

9) Obesitas

Terjadi karena kelebihan dalam memberikan makanan tambahan

yang terlalu dini pada bayi.

10)Arteriosklerosis

Faktor yang terlibat disini adalah asupan nutrisi antara lain diet

yang mengandung tinggi energi atau kalori dan kaya akan kolesterol

serta lemak–lemak jenuh, sebaiknya kandungan lemak tak jenuh yang

rendah.

17

Page 18: KTI

11)Hipertensi

Masukan natrium yang tinggi merupakan salah satu faktor utama

penyebab terjadinya hipertensi esensial. Hubungan yang secara

langsung memang sukar untuk dibuktikan karena tampaknya disini

juga ada peranan faktor genetik yang membuat seseorang lebih rawan

untuk menjadi hipertensi.

12)Bahan–bahan makanan yang merugikan

Makanan tambahan mungkin mengandung komponen–

komponen alamiah misal, sukrosa, gula ini dapat menyebabkan

kebusukan pada gigi. Selain itu juga serealia yang mengandung

glutein yang dapat menambah resiko perkembangan penyakit perut

(Coeliae) pada umur yang muda.

Sebaliknya penundaan pemberian makanan berbahaya karena :

a) Dapat menghambat pertumbuhan bayi karena

jenis energi dan zat gizi yang dihasilkan oleh ASI tidak mencukupi

kebutuhannya.

b) Anak tidak mendapat makanan ekstra yang

dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energi dan nutrien

c) Resiko mal nutrisi dan definisi mikronutrien

meningkat (Juwono, 2001)

e. Tanda-tanda bayi siap menerima MP-ASI

Kesiapan bayi dalam menerima makanan pendamping ASI berbeda

satu sama lain. Namun, sacara umum, usia 6 bulan bayi mulaisiap

diperkenalkan MP-ASI, karna enzim amylase pada bayi mulai mencapai

18

Page 19: KTI

persentase yang cukup untuk mencerna makanan kasar (indiarti, 2009).

Disebutkan pula oleh indiarti bahwa tanda-tanda bayi mulai siap

menerima MP-ASI antara lain :

1) Minimal berusia 6 bulan.

2) Dapat duduk sendiri dengan baik sekalipun tanpa bantuan

3) Tumbuh gigi

4) Berat badannya sudah mencapai 2 kali lipat berat badan saat lahir.

5) Mengalami kenaikan berat badan yang lebih lambat dibandingkan

sebelumnya.

6) Sering rewel karena lapar atau terlihat tidak puas dengan ASI yang

diberikan.

7) Mudah terbangun pada malam hari setelah tidur nyenyak.

8) Dapat mengendalikan lidahnya dengan baik.

9) Sering memasukan sesuatu kedalam mulut untuk dikunyah.

10) Mulai gerakan mengunyah ke atas dan ke bawah.

11) Menunjukan ketertarikan kepada makanan, misalnya ketika ada

orang sedang makan, ia bersemangat untuk ikut makan.

12) Dapat menahan makanan cair dalam mulutnya. Refleks ekstruksi

atau reflex mengeluarkan makanan bayi mulai menghilang sehingga

ia tidak secara otomatis mendorong makanan padat keluar dari

mulutnya dengan lidahnya.

Bila bayi menunjukan ciri-ciri tersebut sebagai satu-kesatuan

maka bayi sudah waktunya untuk dikenalkan dengan MP-ASI.

19

Page 20: KTI

f. Keuntungan

Beberapa keuntungan pemberian MP-ASI diatas usia 6 bulan adalah

1) Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan

perlindungan ekstra & besar dari berbagai penyakit.

Hal ini disebabkan sistem imun bayi kurang dari 6 bulan belum

sempurna. Pemberian MP-ASI dini sama saja dengan membuka

pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak

disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia

menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MP-ASI sebelum ia

berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek,

dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan ASI

eksklusif. Belum lagi penelitian dari badan kesehatan dunia lainnya.

2) Saat bayi berumur 6 bulan keatas, sistem pencernaannya sudah

relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI.

Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung,

pepsin, lipase, enzim amilase, dan sebagainya baru akan diproduksi

sempurna pada saat bayi berumur 6 bulan.

3) Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan

Saat bayi berumur kurang 6 bulan, sel-sel di sekitar usus belum

siap untuk kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang masuk

dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.

20

Page 21: KTI

4) Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari

obesitas dikemudian hari.

Proses pemecahan sari-sari makanan yang belum sempurna.

Pada beberapa kasus yang ekstrem ada juga yang perlu tindakan

bedah akibat pemberian MP-ASI terlalu dini. Dan banyak sekali

alasan lainnya mengapa MP-ASI baru boleh diperkenalkan pada

anak setelah bayi berumur 6 bulan.

g. Jadwal pemberian MP–ASI

Tujuan penjadwalan pemberian MP–ASI diterapkan guna

memperkenalkan pendidikan disiplin awal pada bayi agar tidak makan di

sembarang waktu dan kelak diharapkan agar terbiasa dengan

pemanfaatan waktu. Namun demikian, pelaksanaannya tidak perlu

terlampau ketat. Jadwal bisa disesuaikan dengan keadaan dan kepeluan

masing–masing bayi (Roesli, 2001). Jadwal pemberian MP–ASI

menurut umur bayi, jenis makanan dan frekuensi pemberian dalam satu

hari dapat dilihat pada tabel 2 dan tabel 3.

Tabel. 2 Jadwal Pemberian MP – ASI

Umur bayi Jenis Makanan Frekuensi ( per hari )

0 – 4 / 6 bulan ASI 10 – 12 kali

Kira – kira 6 bulan

ASI Setiap minta1. Buah lunak / sari buah2. Bubur : havermout / bubur beras merah

1 – 2 kali

Kira – kira 7 bulan

ASI Setiap minta1. Buah – buahan2. Hati ayam / kacang – kacangan 3. Beras merah / ubi4. Sayuran ( wortel, bayam )5. Minyak / santan / advokat

4 – 6 kali

21

Page 22: KTI

Umur bayi Jenis Makanan Frekuensi ( per hari )

Kira – kira 9 bulan

ASI1. Buah – buahan2. Bubur / roti3. Daging / kacang – kacangan4. Ayam / ikan5. Beras merah / kentang / labu / jagung6. Kacang tanah7. Minyak / santan / advokat8. Sari buah tanpa gula

Setiap minta4 – 6 kali

12 bulan ke atas

ASI Setiap minta1. Makanan pada umumnya termasuk telur

dengan kuning telurnya2. Buah

4 – 6 kali

Sumber : Krisnatuti dan Yenrina, 2000

Tabel. 3 Jadwal Pemberian ASI dan Makanan Tambahan pada Bayi

I 0 – 4 bulanHanya ASI tidak dianjurkan makanan lain

ASIDengan cara ” ngekjel ”Nangis Ngek, dijejeli, atau paling tidak ASI dijadwalkan setiap 3 jam.

II 6 – 7 bulan :1. ASI + makanan padat2. - Porsi sama seperti petunjuk

1. Jam 08, bubur tepung telur2. Jam 12, pisang lumat kacang

hijau3. Jam 17, air buah ; tomat,

papaya, apel4. Jam 20 tim lumat5. ASI diantarannya

III 7 bulan – 1 tahun :1. ASI + makanan padat2. - Porsi sama seperti petunjuk

1. Jam 08, tepung tim kasar2. Jam 12, pisang lumat kacang

hijau3. jam 17 Air buah ; tomat,

papaya, apel4. jam 20, tim kasar5. - ASI diantaranya.

Sumber : Wiryo, 2002

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Makan Bayi Terlalu

Dini

Menurut Lawrence dan jelliffe & Jelliffe dalam Dahlia Simanjuntak

(2002) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku meyusui dan

pemberian MP-ASI pada waktu dini adalah faktor :

22

Page 23: KTI

1. Faktor Biologi

Faktor biologi yang berpengaruh pada keberhasilan menyusui dan

pemberian MP-ASI adalah usia ibu, paritas, pemakaian kontrasepsi serta

kesehatan bayi dan ibu.

Usia ibu dan paritas berpengaruh pada kelangsungan hidup anak

usia satu tahun ke bawah. Pada umumnya kemampuan untuk menyusui

pada perempuan yang lebih muda lebih baik dari yang lebih tua. Salah

satu faktor penyebab mungkin semacam disuse atrophy.

Pada penelitian Winikoff et al di Semarang ditemukan bahwa ibu

yang berusia < 20 tahun dan 35 tahun ke atas, lebih banyak yang sudah

memberikan susu botol kepada bayinya di usia 4 bulan dibandingkan

dengan ibu berusia 20 tahun sampai 34 tahun. Ibu yang menyusui anak

ke dua dan selanjutnya cenderung lebih baik dibanding ibu yang

mempunyai anak pertama. Ini menunjukkan bahwa untuk menyusui juga

diperlukan trial runs (latihan) sebelum dicapai kemampuan yang

optimal. Ibu dengan paritas lebih tinggi lebih sedikit memperkenalkan

botol pada waktu dini dibandingkan ibu dengan paritas rendah.

Demikian juga penemuan Budi Utomo, ibu dengan anak pertama

cenderung menggunakan botol dan kempeng disbanding ibu yang

mempunyai anak dua orang atau lebih (Utomo, 1996). Pemakaian pil

kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dapat menekan produksi

ASI, jadi kurang tepat bila diberikan kepada ibu menyusui terutama

hingga usia 6 bulan pertama (Suharyono, 1994).

23

Page 24: KTI

2. Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang mempengaruhi kegagalan menyusui

(pemberian makanan selain ASI) pada usia dini di negara berkembang

terutama di daerah perkotaan antara lain adalah :

a. Pengaruh Langsung Budaya Barat

Masuknya budaya barat di bidang industri, kesehatan, gizi dan

lain-lain dirasakan manfaatnya oleh negara berkembang khususnya

negara bekas jajahan. Keberhasilan dalam memecahkan berbagai

masalah kesehatan seperti penyakit beri-beri, gondok riketsia melalui

fortifikasi vitamin ke dalam makanan diraskan langsung oleh

masyarakat luas. Teknologi Barat dianggap lebih tinggi nilainya

dibanding cara-cara tradisional. Pandangan ini juga berpengaruh pada

pemberian makanan bayi termasuk susu botol.

b. Urbanisasi

Perpindahan penduduk dalam jumlah besar ke kota seperti Jakarta

misalnya, menyebabkan masalah seperti : fasilitas sosial yang

terbatas, kebersihan lingkungan terutama air dan sarana pembuangan

kotoran yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Ibu yang pindah ke

kota terpaksa harus bekerja untuk menambah penghasilan. Mereka

berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dalam

situasi yang serba terbatas. Keadaan ini akan berpengaruh pada pola

pengasuhan dan perawatan bayinya termasuk dalam perilaku

menyusui. Ibu ikut-ikutan memberikan susu botol dalam situasi

24

Page 25: KTI

ekonomi yang kurang, pengetahuan yang kurang dan status gizi serta

kesehatan ibu yang kurang (Sri Mahyuni, 2003).

Selain itu, menurut Briawan (2004), pada kebanyakan wanita di

perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu formula dengan

pertimbangan lebih modern dan praktis, dan juga karena mereka tidak

pernah melihat model menyusui ASI dari lingkungannya.

c. Sikap terhadap payudara

Beberapa mitos tentang menyusui ASI yang terjadi di masyarakat

adalah: Menyusui akan merubah bentuk payudara ibu, menyusui sulit

untuk menurunkan berat badan ibu, ASI tidak cukup pada hari-hari

pertama, sehingga bayi perlu makanan tambahan, ibu bekerja tidak

dapat memberikan ASI eksklusif, payudara ibu yang kecil tidak dapat

menghasilkan ASI, dan ASI dari ibu kekurangan gizi, kualitasnya

tidak baik (Roesli, 2001). Selain itu pada budaya tradisional payudara

perempuan terutama dihubungkan dengan sikap keibuan, merupakan

pengorbanan, cinta, kesuburan dan pertolongan serta mempunyai

fungsi pemeliharaan, asuhan dan sebagai sumber makanan bergizi

untuk bayi. Pada budaya Eropa dan Amerika Utara, peran dan simbol

payudara perempuan lebih menekankan pada fungsi keindahan. Ibu-

ibu berorientasi pada bintang film, iklan dan model pakaian dirancang

sedemikian rupa sehingga sulit untuk menyusui. Pandangan ini

meluas ke negara berkembang terutama pada ibu dari kalangan atas.

25

Page 26: KTI

Menyusui menjadi sesuatu yang tabu pada ibu di perkotaan dan pasti

tidak dilakukan di tengah orang banyak.

d. Pengaruh iklan

Promosi ASI tidak cukup kuat menandingi promosi pengganti

ASI (Sukmaningsih 2001). Promosi susu formula dilakukan sangat

gencar di berbagai media massa. Produsen susu formula juga mulai

mengalihkan promosi produknya dari iklan langsung ke konsumen, di

lingkungan kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan seperti

Rumah Sakit, Rumah Bersalin, dan tempat praktik bidan. Selain

memasang poster dan kalender, juga dilakukan pemberian sampel

gratis kepada ibu yang baru melahirkan. Semua praktik ini jelas

melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti Air Susu

Ibu (PASI) maupun peraturan pemerintah yang berlaku. Tahun 1981

World Health Assembly (WHA) dan UNICEF menerbitkan sebuah

kode (international code) untuk mengatur promosi makanan untuk

bayi. Kode yang disetujui 118 negara tersebut bertujuan untuk

melindungi bayi dan ibu dari tindakan pemasaran agresif produsen

susu bayi. Di Indonesia kode tersebut diatur dalam SK Menteri

Kesehatan Nomor 273/1997 (sebelumnya SK No 240/1985) tentang

Pemasaran Susu Pengganti ASI (PASI) (Briawan, 2004). Selain itu

diketahui pula, ada sebagian petugas kesehatan secara halus

mendorong ibu untuk tidak member ASI melainkan susu formula

kepada bayinya (Siswono, 2001).

26

Page 27: KTI

e. Pengaruh Pelayanan Kesehatan

Kurikulum pendidikan kedokteran dan pendidikan kesehatan

lainnya masih berorientasi ke Barat disamping banyak petugas yang

memperoleh kesempatan menuntut ilmu di Eropa atau Amerika Utara

menyebabkan petugas kurang menyadari bahaya pemberian MP-ASI

dini di negara berkembang dengan tingkat pendidikan ibu yang relatif

masih rendah dan kesehatan lingkungan yang masih jauh dari

memadai. Penelitian Suyatno menunjukkan, 70,9% orang tua

mengaku bahwa yang menganjurkan pemberian susu formula pada

bayinya adalah dokter dan peran bidan untuk meningkatkan

pemberian ASI secara eksklusif masih kurang (Suyatno dalam Dahlia

Simanjuntak (2002)). Keadaan ini memperkuat pendapat : Bahwa

petugas kesehatan dapat dikatakan belum atau masih kurang

mendukung perlindungan dan peningkatan menyusui (Jelliffe &

Jelliffe dalam Dahlia Simanjuntak (2002)).

f. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dan perilaku.

Selanjutnya dikatakan bahwa untuk mengukur tingkat pendidikan ibu

dapat dibagi dalam dua kategori yaitu Pendidikan Dasar dan

Pendidikan Lanjutan (Ware dalam Dahlia Simanjuntak).

Ibu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung

memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang mempunyai

pendidikan formal lebih banyak memberikan susu botol pada usia 2

27

Page 28: KTI

minggu dibanding ibu tanpa pendidikan formal. Ibu dengan tingkat

pendidikan rendah lebih sering terlambat memulai menyusui dan

membuang kolostrum tetapi praktek memberikan makanan pralakteal

kecenderungannya serupa antara ibu yang berpendidikan dan tidak

berpendidikan (Utomo, 2001).

g. Pekerjaan Ibu

Pada penelitian Winikoff di empat negara menunjukkan bahwa

status ibu bekerja saja tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk

menduga penggunaan susu formula dan lamanya bayi disusui.

Karakteristik pekerjaan, apakah harus meninggalkan rumah atau

tanpa meninggalkan rumah perlu dipertimbangkan. Ibu yang bekerja

meninggalkan rumah berhubungan positif dengan penggunaan susu

botol dan penyapihan dini (Winikoff, 1988 dalam Asnan Padang,

2007). Praktek pemberian makan pada bayi dari ibu bekerja di rumah

sama dengan pada ibu yang tidak bekerja. Ibu yang bekerja dengan

meninggalkan rumah 2 kali lebih besar kemungkinannya

memperkenalkan susu botol pada bayinya dalam waktu dini

dibanding yang bekerja tanpa meninggalkan rumah dan 4 kali

dibanding ibu yang tidak bekerja. Pertukaran jam kerja yang kaku,

tidak tersedianya tempat penitipan anak, jarak lokasi bekerja yang

jauh dan kebijakan cuti melahirkan yang kurang mendukung

menyebabkan ibu harus meninggalkan bayinya selama beberapa jam

sehingga sulit untuk menyusui on demand (Edmond, 2006).

28

Page 29: KTI

h. Pengetahuan

a. Pengertian pengetahuan.

Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai

hasil penggunaan panca inderanya yang berbeda sekali dengan

kepercayaan, takhayul, dan penerangan-penerangan yang keliru

(Mubarak, 2006). Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari

manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan “what” (Notoatmodjo,

2002). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia

harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi

dirinya atau keluarganya (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan

dipengaruhi oleh berbagai factor seperti pengalaman, keyakinan,

fasilitas dan sosio budaya. (Notoatmodjo, 1993). Penelitian tentang

pengetahuan, sikap dan praktek ibu dan anak balita terhadap

kesehatannya di 7 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa

sebagian besar ibu belum mengetahui ASI. Alasan kebiasaan tersebut

adalah karena sudah merupakan tradisi. Sebagian besar ibu juga

belum memahami makanan pendamping ASI (MP-ASI), sehingga

makanan tersebut diberikan sejak usia 2-3 bulan (Depkes, 2005).

Dalam penelitian Ragil Marini (2001), ibu dengan pengetahuan

yang baik tentang ASI 70% memberikan kolostrum pada bayinya

29

Page 30: KTI

sedangkan yang berpengetahuan kurang baik, hanya 21,7% yang

memberikan kolostrum. Angka yang lebih tinggi (72%) terdapat pada

ibu dengan pengetahuan baik tentang kolostrum (Marini, 2001).

Penelitian Depkes 1992 di sepuluh kota menunjukan kebanyakan

ibu pada kehamilan pertama tidak diberi informasi tentang manfaat

ASI dan kolostrum. Ibu-ibu tidak mengetahui manfaat pemberian ASI

eksklusif. Para ibu percaya bahwa campuran susu formula dengan

ASI baik untuk bayinya. MP-ASI sudah mulai diberikan pada bulan

kedua/ketiga dengan alas an bayi menangis dan menuruti nasehat

keluarga (Briawan, 2004).

Pengetahuan yang dimiliki ibu tentang ASI Eksklusif sebatas

pada tingkat “tahu bahwa” sehingga tidak begitu mendalam dan tidak

memiliki keterampilan untuk mempraktekkannya. Jika pengetahuan

ibu lebih luas dan mempunyai pengalaman tentang ASI Eksklusif

baik yang dialami sendiri maupun dilihat dari teman, tetangga atau

keluarga, maka subjek akan lebih terinspirasi untuk

mempraktekkannya (Afifah,2007).

i. Pemberian ASI Pertama

Roesli (2001) mengatakan bahwa pemberian ASI pertama pada

usia 20-30 menit, menyebabkan ibu lebih mudah menyusui bayinya

untuk jangka waktu yang lebih lama. Bila terjadi keterlambatan

walaupun hanya beberapa jam, proses menyusui lebih sering menjadi

30

Page 31: KTI

gagal. Pemberian ASI pertama pada 20-30 menti merupakan saat

terbaik karena:

1) Pada 20-30 menit sesudah kelahiran reflex isap bayi sangat kuat

dan merupakan saat terbaik untuk belajar mengisap. Menyusui

pada saat ini bukan untuk pemberian makan awal, tetapi untuk

pengenalan.

2) Isapan bayi akan merangsang produksi hormone oksitosin melalui

let down reflex yang menyebabkan pengerutan otot rahim

sehingga akan membantu menghentikan pendarahan paska

persalinan.

3) Bayi akan mendapatkan kolostrum dan jam pertama merupakan

saat yang terpenting menjalin ikatan antara ibu dan bayi. Jadi

menyusui lebih tepat bila dimulai di ruang persalinan, tetapi

pemberian makanan pralakteal sudah menjadi kebiasaan pada

sebagian besar sarana persalinan, berupa susu formula, susu sapi

atau air gula (Roesli, 2001). Petugas kesehatan khawatir bayi

lapar atau kekurangan air sebab beberapa hari pertama ASI masih

dianggap sedikit. Sebenarnya makanan pralaktal tidak dibutuhkan

karena bayi yang lahir normal mempunyai cadangan air yang

cukup. Pemberian makanan pralaktal akan mengganggu proses

menyusui dan dapat menjadi jalan masuk kuman ke dalam tubuh

bayi (Cox, 2006).

3. Faktor Ekonomi Keluarga

31

Page 32: KTI

Tingkat ekonomi keluarga dipengaruhi oleh faktor pekerjaan, jika

penghasilan keluarga tidak mencukupi maka biasanya ibu ikut bekerja

untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pekerjaan dapat menghambat ibu

untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya karena ibu akan

disibukkan dengan aktifitas kerja, sehingga ibu tidak mempunyai cukup

waktu untuk menyusui. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Masruroh

(2011) yang menyatakan bahwa responden yang bekerja memberikan

makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi kurang dari 6 bulan

sebanyak 46, 88 %.

Tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-

ASI dini. Penurunan prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada

masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas . Penghasilan keluarga

yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan dengan

pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik

(Zulfanetti, 1998). Disamping itu, ibu dengan status ekonomi lebih

rendah cenderung terlambat memulai menyusui, membuang kolostrum

dan memberikan makanan pralaktal (Utomo, 1996).

4. Dukungan Keluarga

Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya

adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini

meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat

pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih

demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas

32

Page 33: KTI

bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang

tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi

dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial

bawah.

Dukungan keluarga dapat mempengaruhi ibu untuk memberikan

MP-ASI pada bayi sebelum umur 6 bulan. Hal ini menyatakan bahwa

ibu yang sehat dan produksi ASI-nya bagus, memungkinkan ibu dapat

memberikan ASI dengan baik. Tetapi terdapat faktor lain yang

mempengaruhi pemberian ASI, antara lain faktor keluarga. Tidak semua

keluarga (suami atau orang tua) akan mendukung pemberian ASI oleh

ibu yang melahirkan. Pada waktu ibu melahirkan, keluarga besar datang

untuk membantu merawat ibu dan bayinya. Pada saat itu ibu termotivasi

untuk memberikan ASI pada usia dini.

33

Page 34: KTI

B. Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang diungkapkan oleh Lawrence dan jelliffe & Jelliffe

dalam Dahlia Simanjuntak (2002) dan Roesli (2001) disusun kerangka teori

dengan modifikasi sebagai berikut :

34

Biologi :1. Umur ibu2. Paritas3. Kesehatan

ibu dan Bayi4. Kontrasepsi

Sosial Budaya :1. Pengetahuan2. Pengaruh langsung

budaya barat3. Urbanisasi4. Sikap terhadap payudara5. Pengaruh iklan6. Pengaruh pelayanan

kesehatan7. Pemberian ASI pertama

8. Tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu

1. Pengetahuan tentang pemberian makan bayi

2. perilaku makan (pengalaman sebelumnya)

Status Ekonomi

Dukungan Keluarga

Praktek pemberian makan pada bayi

Bagan 1. Kerangka teori

Page 35: KTI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variabel Penelitian

Menurut Notoadmojo (2003), variabel adalah ukuran atau ciri yang

dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang

dimiliki oleh kelompok lain. Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel

yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel dalam penelitian ini adalah

1. Variabel independent (variabel bebas) :

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau dianggap

menentukan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah

pengetahuan, tingkat ekonomi, paritas dan dukungan keluarga.

2. Varibel dependent (variabel terikat):

35

Page 36: KTI

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6

bulan.

B. Hipotesis Penelitian

H1:

1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI

pada umur bayi 0-6 bulan.

2. Ada hubungan antara tingkat ekonomi ibu dengan pemberian MP-

ASI pada bayi umur 0-6 bulan.

3. Ada hubungan antara paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi

umur 0-6 bulan.

4. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemberian MP-

ASI pada bayi umur 0-6 bulan.

C. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka teori maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

Bagan 2. Kerangka Konsep Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian

MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan

36

a. Pengetahuan

b. Tingkat ekonomi

c. Paritas

d. Dukungan keluarga

Pemberian MP-ASI

pada bayi umur 0-6

bulan

35

Page 37: KTI

D. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik yang bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan, tingkat ekonomi,

paritas, dan dukungan keluarga ibu dengan perilaku pemberian MP-ASI

pada bayi umur 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja

kabupaten Banyumas.

2. Pendekatan waktu pengumpulan data

Penelitian ini menggunakan prosedur cross sectional survey yang

ditujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian

MP-ASI terlalu dini pada umur 0-6 bulan yang dilakukan dalam waktu

bersamaan (Notoatmodjo, 2002).

3. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah secara kuantitatif.

Data yang diambil dalam penelitian yaitu :

a. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama

(Santjaka, 2009). Data primer dalam penelitian ini pengetahuan tentang

MP-ASI, paritas, tingkat ekonomi, dukungan keluarga dan pemberian

MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan.

b. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari catatan atau

dokumentasi (Santjaka, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini

berupa data ibu bayi umur lebih dari 6 bulan sampai dengan umur 12

bulan di Desa Lemberang kecamatan Sokaraja kabupaten Banyumas..

4. Populasi penelitian

37

Page 38: KTI

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Arikunto, 2006). Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

semua ibu balita di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas. Jumlah bayi berusia 6-12 bulan pada tahun 2011 sebanyak 67

bayi.

5. Prosedur sampel dan sampel penelitian

Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, 2006). Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan

besar kecilnya jumlah subyek dalam penelitian, apabila subyek penelitian

lebih dari 100 responden, maka dapat diambil antara 10-20% atau 25-30%

dan jika jumlah anggota populasi kurang dari 100 maka diambil seluruhnya

sehingga penelitiannya merupakan penelitian sensus.

Dalam penelitiaan ini teknik pengambilan sampel dengan teknik

sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila keseluruhan dari jumlah

populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2003). Sampel jenuh

biasanya digunakan untuk populasi yang relatif kecil. Semua anggota

populasi dalam penelitian ini sebanyak 67 orang diambil sebagai sampel

penelitian (Notoatmodjo, 2010).

E. Definisi operasional

Tabel 4 Definisi Operasional

No Variabel DefinisiCara

PengukuranHasil

Skala data

1. Pengetahuan Kemampuan/pemahaman seorang ibu balita menjawab dengan baik atau benar tentang pemberian MP-ASI yang meliputi pengertian MP-

Kuesioner Baik = 76% -100%Cukup = 56% - 75%Kurang = < 56%

Ordinal

38

Page 39: KTI

No Variabel DefinisiCara

PengukuranHasil

Skala data

ASI, manfaat MP-ASI, akibat pemberian MP-ASI terlalu dini

2. Ekonomi Kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan jumlah penghasilan yang didapat oleh keluarga

Kuesioner Mampu :>Rp. 1.170.000,-Cukup mampu: Rp.670.000,00 – Rp.1.170.000,00Tidak mampu :< Rp. 670.000,00

Ordinal

3. Paritas Banyaknya kelahiran hidup yang dilahirkan oleh seorang wanita, serta yang bertahan hidup diluar rahim.

Kuesioner Primipara : 1 anakMultipara : 2-4 anakGrandmultipara : > 4 anak

Ordinal

4. Dukungan keluarga

Dorongan yang diberikan oleh keluarga(suami, orang tua atau mertua, dan saudara dekat) terhadap ibu dalam pemberian ASI Eksklusif yang mengakibatkan pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan.

Kuesioner Mendukung jika jawaban ya < 50%Tidak mendukung jika jawaban ya ≥ 50%

Ordinal

5. Pemberian MP-ASI

Makanan pendamping ASI yang diberikan pada bayi umur lebih dari 6 bulan

Kuesioner 1.Ya jika bayi yang tidak diberi MP-ASI pada umur 0-6 bulan

2. Tidak jika bayi yang diberi MP-ASI pada umur 0-6 bulan.

Nominal

F. Instrumen penelitian dan cara penelitian

1. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner

adalah daftar pertanyaan yang tersusun dengan baik, sudah matang, dimana

responden tinggal memberikan jawaban tersebut. Kuesioner sebagai alat

pengumpul data adalah untuk memperoleh suatu data yang sesuai dengan

tujuan penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2002). Kuesioner diberikan kepada

39

Page 40: KTI

responden untuk mendapatkan data tentang pengetahuan, tingkat ekonomi,

paritas, dukungan keluarga dan perilaku pemberian MP-ASI pada bayi umur

0-6 bulan di desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

Jenis kuesioner yang dipakai untuk pengumpulan data adalah

kuesioner tertutup dimana sudah terdapat jawaban sehingga responden

tinggal memilih (Arikunto, 2002). Instrumen yang digunakan untuk

mengambil data dalam penelitian ini berupa kuesioner isi pertanyaan berupa

beberapa faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI pada bayi

umur 0-6 bulan dengan menggunakan pertanyaan tertutup berbentuk

dichotomous coice yaitu kuesioner yang sudah di sediakan jawabannya

dimana ada 2 jawaban alternatif dan responden hanya memilih 1

diantaranya.

Kuesioner ini terdiri atas 20 soal pengetahuan tentang ASI dan MP-

ASI dan 18 soal tentang dukungan keluarga. Responden hanya memberi

tanda cek () pada kolom yang tersedia untuk jawaban benar atau salah

untuk pertanyaan pengetahuan dan jawaban ya atau tidak untuk soal

dukungan keluarga. Pertanyaan pengetahuan terbagi menjadi dua yaitu

pertanyaan positif dan pertanyaan negatif, untuk pertanyaan positif skor

untuk jawaban benar yaitu 1 dan skor untuk jawaban salah yaitu 0.

Sedangkan untuk pertanyaan negatif skor 1 untuk jawaban salah dan skor 0

untuk jawaban benar. Sedangkan pertanyaan dukungan keluarga skor untuk

jawaban ya yaitu 0 dan skor 1 untuk jawaban tidak.

a. Pengetahuan

Tabel 5. Kisi-kisi Kuesioner Pengetahuan MP ASI

40

Page 41: KTI

Kategori Jumlah soal No.soalDefinisi 4 1,2,3,Singkatan 1 8Jenis ASI 2 4,5Manfaat ASI 2 6,18kerugian 4 7,12,15,16Syarat MP-ASI 4 10,11,17,20Tujuan 2 9,19Tanda-tanda siap 2 13,14

b. Dukungan Keluarga

Tabel 5. Kisi-kisi Kuesioner Dukungan Keluarga

Kategori Jumlah soal No.soalDukungan informasi 4 5,6,7,18Dukungan penilaian 3 8,9,10Dukungan instrumental 3 11,12,13Dukungan emosianal 4 14,15,16,17Dukungan keluarga 4 1,2,3,4

41

Page 42: KTI

2. Cara penelitian

Cara penelitian ini terdiri dari beberapa tahap:

a. Tahap persiapan

1) Mengajukan pengajuan judul penelitian dan konsultasi

penelitian.

2) Melakukan survey pendahuluan di Puskesmas Sokaraja 2

dan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

3) Studi pustaka, menyusun proposal, seminar proposal.

4) Mengurus surat ijin ke kantor Dinkes Kabupaten

Banyumas.

b. Tahap pelaksanaan

1) Melakukan pengumpulan data yaitu mencari data ASI Eksklusif di

Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

2) Menentukan responden penelitian.

3) Melakukan wawancara kepada setiap responden sesuai kuesioner

penelitian.

4) Tahap akhir

5) Melakukan pengolahan dan analisa data.

6) Menyusun laporan hasil penelitian dan kesimpulan.

7) Mempresentasikan hasil penelitian.

G. Validitas Instrumen

Validitas berasal dari kata validiti yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukur. Suatu

42

Page 43: KTI

tes/instrument pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi

apabila alat tersebut memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut. Tes yang menghasilkan data yang tidak

relevan dengan tujuan pengukiran dikatakan sebagai tes yang memiliki

validitas rendah (Azwar, 2001).

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas

content. Validitas content yaitu subtansi pengukuran benar-benar mewakili

konsep yang sudah dirumuskan dalam definisi operasional berdasarkan

landasan teori (Mahfoed, 2009).

Validitas isi secara mendasar merupakan suatu pendapat sendiri atau

pendapat orang lain. Tiap-tiap item atau soal dalam ujian perlu dipelajari secara

seksama, dan kemudian dipertimbangkan tentang representative tidaknya isi

yang akan diuji (Azwar, 2001).

Pada setiap instrument baik test maupun nontest terdapat butir-butir

(item) pertanyaan atau pernyataan untuk menguji validitas dengan ahli

(Sugiyono, 2010).

Hasil ujian validitas isi yang dilakukan, diperoleh bahwa semua isi

kuesioner penelitian sudah mewakili tujuan umum maupun tujuan khusus.

Sehingga kuesioner dapat digunakan untuk mengukur faktor – faktor yang

mempengaruhi pemberian MP-ASI.

H. Teknik pengolahan dan analisis data

1. Pengolahan data

a. Editing

43

Page 44: KTI

Memeriksa, melengkapkan data yang ada dan memperjelas serta

melakukan pengecekan terhadap data yang dikumpulkan.

b. Coding

Memberikan tanda untuk mempermudah dalam pengolahan data

tentang pengetahuan, tingkat ekonomi, paritas, dan dukungan keluarga

ibu bayi serta pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan .

Tanda dalam pengolahan data tentang pengetahuan nilai 1 untuk kurang

baik, nilai 2 untuk cukup baik dan nilai 3 untuk baik. Tanda dalam

tinggkat ekonomi adalah nilai 1 untuk tidak mampu, nilai 2 untuk

cukup mampu dan nilai 3 untuk mampu. Tanda dalam pengolahan data

paritas adalah nilai primipara yaitu 1, nilai Multipara yaitu 2, dan nilai

grandemultipara yaitu 3. Sedangkan tanda dalam dukungan keluarga

yaitu nilai 1 jika mendukung dan nilai 2 jika tidak mendukung.

c. Scoring

Memberi nilai berupa angka dari hasil pengumpulan data secara

manual. Pertanyaan pengetahuan terbagi menjadi dua yaitu pertanyaan

positif dan pertanyaan negatif, untuk pertanyaan positif skor untuk

jawaban benar yaitu 1 dan skor untuk jawaban salah yaitu 0. Sedangkan

untuk pertanyaan negatif skor 1 untuk jawaban salah dan skor 0 untuk

jawaban benar. Sedangkan pertanyaan dukungan keluarga skor untuk

jawaban ya yaitu 0 dan skor 1 untuk jawaban tidak.

d. Tabulating

Data disusun dalam bentuk tabel kemudian dianalisa menggunakan

system komputer.

44

Page 45: KTI

2. Analisis data

a. Analisis univariat

Analisa univariat adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

populasi masing-masing variabel yang diteliti (Arikunto, 2006).

Analisis univariant dilakukan untuk mendiskripsikan pengetahuan

tentang MP-ASI.

Menurut Notoatmodjo (2002) presentase dibuat dengan rumus :

P = X 100 %

Keterangan :

P : Presentase

x : jumlah jawaban yang benar

n : jumlah seluruh item

b. Analisis bivariat

Analisis bivariate dilakukan dalam penelitian ini adalah uji chi

square, karena sampelnya lebih dari 40. Uji ini membandingkan antara

nilai hasil pengukuran dengan nilai harapan (expected), jika nilai hasil

pengukuran tersebut sesuai dengan nilai harapan, maka data hasil

pengukuran berarti identik dengan data teoritisnya (Santjaka, 2008).

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa bivariat.

Untuk mengetahui hubungan antara variabel dengan tingkat

kepercayaan 5%. Rumus sebagai berikut :

45

Page 46: KTI

Dimana : P = Chi Square

O = Frekuensi Observasi

E = Frekuensi Harapan / Ekspektasi

Tingkat signifikan dari uji Chi Squere adalah 5% berdasarkan

perhitungan akan dianalisa sebagai berikut:

a) H1 diterima jika nilai ρ < α (0,05) artinya signifikan atau ada

hubungan.

b) H1 ditolak jika nilai ρ > α (0,05) artinya tidak signifikan atau tidak

ada hubungan (Sugiono, 2006).

Jika hasil analisis statistik signifikan, maka dilanjutkan uji

Asosiasi, guna mengetahui kekuatan hubungan, dengan kategori

sebagai berikut :

a) Koefisien Kontingensi (KK)

Koefisien ini digunakan untuk tabel kontingensi lebih dari 2x2

pada uji Chi Square, dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

X2 = hasil perhitungan uji Chi - Square

N = banyaknya data

Besar koefisien asosiasi antara 0 – 1,dengan kategori sebagai berikut :

a) 0 = tidak ada hubungan sama sekali

b) < 0,46 = hubungan lemah

c) 0,46 – 0,55 = hubungan moderat

d) > 0,55 = hubungan kuat

46

Page 47: KTI

e) 1 = hubungan sempurna

(Santjaka, 2009).

47

Page 48: KTI

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di

Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Deskripsi pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disajikan pada

tabel berikut ini.

Tabel 6. Gambaran pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

No Pemberian MP-ASI f %

1 Tidak Memberikan 16 23,9

2 Memberikan 51 76,1

Total 67 100,0

Berdasarkan data diatas diketahui bahwa pemberian MP-ASI

pada bayi 0-6 bulan sebagian besar pada katagori memberikan MP-ASI

(76,1%) dan sebagian kecil pada katagori tidak memberikan MP-ASI

(23,9%).

b. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada

bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Deskripsi pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada

bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

disajikan pada tabel berikut ini.

46

48

Page 49: KTI

Tabel 7. Gambaran ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

No Pengetahuan f %1 Kurang Baik 13 19,42 Cukup Baik 39 58,23 Baik 15 22,4

Total 67 100,0

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu

tentang pemberian MP-ASI sebagian besar pada kategori cukup baik

(58,2%) dan sebagian kecil pada kategori kurang baik (19,4%).

c. Tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Deskripsi tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disajikan pada

tabel berikut ini.

Tabel 8. Gambaran tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

No Tingkat Ekonomi f %1 Tidak Mampu 26 38,82 Cukup 31 46,33 Mampu 10 14,9

Total 67 100,0

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa tingkat ekonomi ibu

bayi usia 0-6 bulan sebagian besar pada kategori cukup (46,3%) dan

sebagian kecil pada kategori mampu (14,9%).

49

Page 50: KTI

d. Paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Deskripsi paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas disajikan pada tabel berikut

ini.

Tabel 9. Gambaran paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

No Paritas f %1 Primipara 23 34,32 Multipara 33 49,33 Grandemultipara 11 16,4

Total 67 100,0

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa paritas ibu bayi usia 0-

6 bulan sebagian besar adalah multipara (49,9%) dan sebagian kecil

adalah grandemultipara (16,4%).

e. Dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas

Deskripsi dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada

bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 10. Gambaran dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

No Dukungan Keluarga f %1 Mendukung 16 23,92 Tidak Mendukung 51 76,1

Total 67 100,0

50

Page 51: KTI

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dukungan keluarga

terhadap pemberian MP-ASI pada bayi sebagian besar tidak mendukung

(76,1%) dan lainnya mendukung (23,9%).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-

ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas

Analisis hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 11. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

Pengetahuan Ibu

Pemberian MP-ASI

Memberikan Tidak Memberikan

Total

f % f % f %

Kurang dan Cukup BaikBaik

438

82,753,3

97

17,346,7

5215

100,0100,0

Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0

p = 0,026; C = 0,276

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu pada

kategori kurang dan cukup baik cenderung memberikan MP-ASI

(82,7%). Pengetahuan ibu pada kategori baik cenderung memberikan

MP-ASI (53,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,026 yang lebih

kecil dari = 0,05 dan koefisien kontingensi = 0,276 yang artinya ada

hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di

51

Page 52: KTI

Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun

2011 pada kategori lemah.

b. Hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-

ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas

Analisis hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 12. Hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

Tingkat Ekonomi

Pemberian MP-ASI

Memberikan Tidak Memberikan

Total

f % f % f %

Tidak MampuCukup MampuMampu

162510

61,580,6100,0

106

38,519,4

263110

100,0100,0100,0

Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0

p = 0,038; C = 0,298

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa tingkat ekonomi ibu

pada kategori tidak mampu sebagian besar memberikan MP-ASI

(61,5%). Tingkat ekonomi ibu pada kategori cukup mampu sebagian

besar memberikan MP-ASI (80,6%). Tingkat ekonomi ibu pada

katagori mampu sebagian besar memberikan MP-ASI (100,0%). Hasil

uji statistik diperoleh nilai p = 0,038 yang lebih kecil dari = 0,05 dan

koefisien kontingensi sebesar 0,298 yang artinya ada hubungan tingkat

ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang

52

Page 53: KTI

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori

lemah.

c. Hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada

bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Analisis hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi

di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun

2011 disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 13. Hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

Paritas

Pemberian MP-ASI

Memberikan Tidak Memberikan

Total

f % f % f %

PrimiparaMultiparaGrandemultipara

13299

56,587,981,8

1042

43,512,118,2

233311

100,0100,0100,0

Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0

p = 0,023; C = 0,319

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa ibu primipara

cenderung memberikan MP-ASI (56,5%). Ibu multipara cenderung

memberikan MP-ASI (87,9%). Ibu grandemultipara cenderung

memberikan MP-ASI (81,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,023 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingansi

sebesar 0,319 yang artinya ada hubungan paritas ibu dengan pemberian

MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.

53

Page 54: KTI

d. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian

MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas

Analisis hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-

ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas tahun 2011 disajikan pada tabel berikut ini.

Tabel 14. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011

Dukungan Keluarga

Pemberian MP-ASI

Memberikan Tidak Memberikan

Total

f % f % f %

MendukungTdk Mendukung

942

56,382,4

79

43,817,6

1651

100,0100,0

0,000

Jumlah 51 76,1 16 23,9 67 100,0

p = 0,040; C = 0,253

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dukungan keluarga

pada kategori mendukung cenderung memberikan MP-ASI (56,3%).

Dukungan keluarga pada kategori tidak mendukung cenderung

memberikan MP-ASI (82,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,040 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingensi

sebesar 0,253 yang artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan

pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja

Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.

54

Page 55: KTI

B. Pembahasan

1. Analisis Univariat

a. Pemberian MP-ASI pada bayi umur 0-6 bulan di Desa Lemberang

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pemberian MP-

ASI pada bayi 0-6 bulan sebagian besar pada katagori memberikan MP-

ASI (76,1%) dan sebagian kecil pada katagori tidak memberikan MP-

ASI (23,9%).

MP–ASI merupakan makanan tambahan bagi bayi bukan

sebagai pengganti ASI, tapi ASI harus tetap diberikan kepada bayi

sampai usia 24 bulan. Pada bayi usia 6 bulan telah siap menerima

makanan bukan cair, karena gigi mulai tumbuh dan lidah tidak lagi

menolak makanan setengah padat, lambung juga telah lebih baik

menerima zat tepung (Krisnatuti 2000 dan Arisman 2004).

Pemberian MP ASI yang diberikan sebelum bayi usia 6 bulan

dapat berpengaruh tidak baik pada perkembangan dan pertumbuhan

bayi. Pemberian MP ASI yang diberikan sebelum usia 6 bulan dapat

disebabkan karena ibu tidak yakin bahwa kebutuhan makan dan minum

bayi sampai usia 6 bulan dapat tercukup dari ASI saja.

b. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan ibu

tentang pemberian MP-ASI sebagian besar pada kategori cukup baik

55

Page 56: KTI

(58,2%) dan sebagian kecil pada kategori kurang baik (19,4%). Hal

tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor umur ibu yang sebagian besar

berumur 20 – 35 tahun yang telah matang dari segi pengetahuan, sikap,

dan emosinya. Hal ini sebagaimana pendapat Notoatmodjo (2002) yang

menyatakan bahwa bahwa umur dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang. Umur mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Sehingga semakin bertambah usia maka akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik.

Pengetahuan ibu bayi tentang MP ASI yang baik dapat

melandasi sikapnya, yaitu merasa yakin bahwa bayinya cukup diberikan

ASI saja sampai usia 6 bulan. Keyakinan tersebut akan mendorong

tindakannya untuk memberikan ASI saja pada bayinya sampai usia 6

bulan.

c. Tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat ekonomi

ibu bayi usia 0-6 bulan sebagian besar pada kategori cukup (46,3%) dan

sebagian kecil pada kategori mampu (14,9%).

Tingkat ekonomi ibu bayi yang sebagian besar pada kategori

cukup dapat mendukung keberhasilan pemberian ASI Eksklusif dan ibu

bayi dapat memberikan MP-ASI setelah bayi berusia 6 bulan. Hal ini

56

Page 57: KTI

mengingat pemberian MP-ASI dapat mengurangi pengeluaran pokok

keluarga.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Istiqomah (2009)

pendapatan keluarga > UMR (94,0%). Ibu yang tidak memberikan MP-

ASI dapat memanfaatkan pendapatan keluarga untuk menambah

makanan dan minuman ibu yang dapat memenuhi kebutuhan gizi ibu

selama menyusui. Penyebab kurang gizi, menurut Direktur Bina Gizi

Masyarakat Departemen Kesehatan (Depkes) adalah pola pemberian

makan yang salah pada bayi, yaitu pemberian makanan pendamping

ASI terlalu cepat (kurang dari usia 6 bulan) atau terlalu lambat (lebih

dari usia 6 bulan) (Moedjiono, 2007).

Pemberian MP ASI sebelum usia bayi mencapai 6 bulan, tidak

saja dapat berpengaruh tidak baik pada bayi, namun juga menambah

beban pengeluaran keluarga. Status ekonomi ibu pada kategori mampu,

tidak menjadikan masalah terhadap keadaan ekonomi keluarga, namun

bagi yang tidak mampu akan mengurangi pengeluaran yang seharusnya

dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain yang lebih penting seperti

meningkatkan konsumsi ibu bayi maupun untuk pelayanan kesehatan

keluarga.

d. Paritas ibu bayi usia 0-6 bulan di Desa Lemberang Kecamatan

Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa paritas ibu bayi

usia 0-6 bulan sebagian besar adalah multipara (49,3%) dan sebagian

57

Page 58: KTI

kecil adalah grandemultipara (16,4%). Paritas ibu berkaitan dengan

kesibukan ibu dalam mengurus anak-anaknya, terutama jika jarak

kelahiran anak pertama dengan kedua atau yang berikutnya terlalu

dekat.

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai oleh

seorang wanita (BKKBN, 2006). Paritas adalah jumlah kehamilan yang

menghasilkan janin yang mampu hidup diluar rahim (28 minggu),

Sedangkan menurut Manuaba (2008), paritas adalah wanita yang pernah

melahirkan bayi aterm.

Ibu grandemultipara dengan jarak kelahiran yang dekat dapat

menjadikan ibu tidak dapat memberikan ASI saja pada bayinya. Paritas

ibu yang sebagian besar pada kategori multipara sebaiknya mencegah

kehamilan berikutnya agar dapat berkonsentrasi dalam mengasuh anak-

anaknya. Ibu dapat mencegah kehamilan dengan menjadi akseptor KB

dengan berbagai pilihan yang sesuai dengan keinginan ibu.

e. Dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dukungan

keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi sebagian besar tidak

mendukung terhadap ASI eksklusif (76,1%) dan lainnya mendukung

terhadap ASI eksklusif (23,9%). Keluarga ibu bayi yang sebagian besar

tidak mendukung menjadi faktor yang dapat mendukung pemberian MP

ASI sesuai jadwal.

58

Page 59: KTI

Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat dapat

mendukung pertumbuhan dan perkembangan balita. -ASI dapat

diberikan saat usia bayi mencapai 6 bulan. Ukuran kecukupan produksi

ASI bagi bayi dapat dilihat dari kenaikan berat badan dan kesehatan

bayi. Bila diberikan saat usia di bawah 6 bulan, sistem pencernaannya

belum memiliki enzim untuk mencerna makanan sehingga

memberatkan kerja pencernaan dan ginjal bayi. Selain itu, usus bayi

belum dapat menyaring protein dalam jumlah besar, sehingga dapat

menimbulkan reaksi batuk, diare, kolik dan alergi (Prasetyono, 2009).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi

di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan ibu

pada kategori kurang dan cukup baik sebagian besar memberikan MP-

ASI (82,7%). Pengetahuan ibu pada kategori baik sebagian besar

memberikan MP-ASI (53,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,026 yang lebih kecil dari = 0,05 dan koefisien kontingensi = 0,276

yang artinya ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI

pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.

Pengetahuan ibu yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI

pada bayi disebabkan karena pengetahuan merupakan faktor presispisisi

terjadinya perilaku. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan sifatnya

59

Page 60: KTI

lebih menetap (Notoatmodjo, 2003). Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Iin (2010) yang menyimpulkan pengetahuan ibu berhubungan

dengan pemberian MP-ASI (p= 0,031).

Pengetahuan ibu tentang MP ASI menjadikan ibu dapat

mengetahui tentang tujuan dan manfaat termasuk jadwal pemberian MP

ASI pada bayinya. Pengetahuan yang dimiliki ibu akan mendorong

tindakannya untuk memberikan MP ASI setelah bayi berusia 6 bulan.

Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI sangat

berpengaruh pada pemberian MP-ASI, karena semakin baik

pengetahuan ibu semakin sedikit memperkenalkan pada pemberian MP-

ASI. Pada penelitian ini masih banyak ibu pada kategori kurang baik

(19,4%) dan pada kategori cukup baik (58,2%), hal ini menunjukan

bahwa sebagian besar ibu masih belum memahami tentang makanan

pendamping ASI sehingga makanan tersebut diberikan sejak dini

sebagai pengganti ASI.

b. Hubungan tingkat ekonomi dengan pemberian MP-ASI pada bayi

di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tingkat ekonomi

ibu pada kategori tidak mampu sebagian besar memberikan MP-ASI

(61,5%). Tingkat ekonomi ibu pada kategori cukup mampu sebagian

besar memberikan MP-ASI (80,6%). Tingkat ekonomi ibu pada

katagori mampu sebagian besar memberikan MP-ASI (100,0%). Hasil

uji statistik diperoleh nilai p = 0,038 yang lebih kecil dari = 0,05 dan

60

Page 61: KTI

koefisien kontingensi sebesar 0,298 yang artinya ada hubungan tingkat

ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori

lemah.

Tingkat ekonomi ibu yang berhubungan dengan pemberian MP-

ASI pada bayi disebabkan karena pemberian MP-ASI akan menambah

pengeluaran keluarga. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian

Istiqomah (2009) yang menyimpulkan bahwa pendapatan keluarga tidak

berhubungan dengan pemberian MP-ASI. Perbedaan ini dapat

disebabkan karena perbedaan lokasi penelitian yang menyebabkan

adanya perbedaan budaya. Penelitian oleh Istiqomah dilakukan di Kota

Semarang yang termasuk kota besar, sedangkan penelitian ini dilakukan

di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas.

Tingkat ekonomi yang berhubungan dengan pemberian MP ASI

disebabkan karena pemberian MP ASI berkaitan dengan pengeluaran

keluarga. Tingkat ekonomi yang semakin baik menunjukkan

pendapatan keluarga yang tinggi, sehingga memiliki kemampuan untuk

memberikan MP ASI pada bayinya, termasuk sebelum bayi berusia 6

bulan.

c. Hubungan paritas dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa ibu primipara

cenderung memberikan MP-ASI (56,5%). Ibu multipara cenderung

61

Page 62: KTI

memberikan MP-ASI (87,9%). Ibu grandemultipara cenderung

memberikan MP-ASI (81,8%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,023 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingansi

sebesar 0,319 yang artinya ada hubungan paritas ibu dengan pemberian

MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten

Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sutrisno (2007)

yang menyimpulkan paritas ibu berhubungan dengan pemberian MP-

ASI. Paritas ibu yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dapat

disebabkan karena kesibukan ibu dalam mengurus anak-anaknya. Jarak

kelahiran anak yang dekat antara anak yang satu dengan anak kedua

dapat menjadikan ibu tidak dapat memberikan ASI saja pada bayinya,

sehingga memberikan MP-ASI sebelum bayi usia 6 bulan.

Ibu yang menyusui anak ke dua dan selanjutnya cenderung

lebih baik dibanding ibu yang menyusui anak pertama. Semakin tinggi

paritas ibu semakin sedikit memperkenalkan botol pada usia dini. Tapi

pada penelitian ini menunjukan semakin tinggi paritas ibu semakin dini

memperkenalkan makanan pendamping ASI kepada bayi. Hal ini terjadi

karena ada faktor – faktor lain yang bisa mempengaruhi ibu, seperti

dukungan keluarga.

62

Page 63: KTI

d. Hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada

bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa dukungan keluarga

pada kategori mendukung cenderung memberikan MP-ASI (56,3%).

Dukungan keluarga pada kategori tidak mendukung cenderung

memberikan MP-ASI (82,4%). Hasil uji statistik diperoleh nilai p =

0,040 yang lebih kecil dari = 0,05 dengan koefisien kontingensi

sebesar 0,253 yang artinya ada hubungan dukungan keluarga dengan

pemberian MP-ASI pada bayi di Desa Lemberang Kecamatan Sokaraja

Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori lemah

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyu (2007)

yang menyimpulkan dukungan keluarga berhubungan dengan

pemberian MP-ASI. Dukungan keluarga yang berhubungan dengan

pemberian MP-ASI disebabkan karena dukungan keluarga merupakan

faktor predisposisi terjadinya perilaku yang dalam hal ini adalah

perilaku pemberian MP-ASI (Notoatmodjo, 2003).

Pengertian dan dukungan keluarga terutama suami penting

untuk menunjang keberhasilan menyusui (Arifin, 2010). Keberhasilan

ibu bayi untuk menyusui bayinya sampai usia 6 bulan akan mendukung

keberhasilan program ASI eksklusif yang sangat bermanfaat bagi

pertumbuhan dan perkembangan bayi yang optimal. Pemberian MP-ASI

akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi jika diberikan

sesuai jadwal dengan porsi yang sesuai dengan kebutuhan bayi.

63

Page 64: KTI

Dukungan keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif sangat

penting agar ibu tidak memberikan MP-ASI pada usia dini, tapi pada

penelitian ini sebagian besar tidak memberikan dukungan keluarga

terhadap pemberian ASI eksklusif sehingga ibu cenderung memberikan

MP-ASI pada bayi usia 0-6 bulan. Dukungan keluarga sangat

diperlukan untuk mensukseskan program ASI eksklusif, dengan

memberikan MP ASI setelah bayi usia 6 bulan. Dukungan keluarga

yang diperlukan antara lain adalah pemberian informasi tentang

pentingnya bayi hanya diberikan ASI saja sampai bayi usia 6 bulan.

Setelah bayi berusia 6 bulan, keluarga memfasilitasi untuk memberikan

MP ASI dengan menyediakan susu formula atau makanan lain yang

sesuai dengan umur bayi.

64

Page 65: KTI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan

sebagai berikut.

1. Pemberian MP-ASI pada bayi 0-6 bulan sebagian besar pada kategori

memberikan MP-ASI (76,1%) dan sebagian kecil pada katagori tidak memberikan

MP-ASI (23,9%).

2. Pengetahuan ibu tentang pemberian MP-ASI sebagian besar pada kategori cukup

baik (58,2%) dan sebagian kecil pada kategori kurang baik (19,4%).

3. Tingkat ekonomi ibu bayi usia 0-6 bulan sebagian besar pada kategori cukup

(46,3%) dan sebagian kecil pada kategori mampu (14,9%).

4. Paritas ibu bayi usia 0-6 bulan sebagian besar adalah multipara (49,3%) dan

sebagian kecil adalah grandemultipara (16,4%).

5. Dukungan keluarga terhadap pemberian MP-ASI pada bayi sebagian besar tidak

mendukung (76,1%) dan lainnya mendukung (23,9%).

6. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori

lemah (p= 0,026; C = 0,276).

7. Ada hubungan tingkat ekonomi ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori

lemah (p= 0,038; C = 0,298).

63

65

Page 66: KTI

8. Ada hubungan paritas ibu dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori

lemah (p= 0,023; C = 0,319).

9. Ada hubungan dukungan keluarga dengan pemberian MP-ASI pada bayi di Desa

Lemberang Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas tahun 2011 pada kategori

lemah (p= 0,040; C = 0,253).

B. Saran

Saran-saran yang dapat diberikan terkait dengan simpulan hasil penelitian

sebagai berikut.

1. Bagi Ibu

Ibu hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang makanan pendamping

ASI dengan cara bertanya kepada bidan atau dokter serta membaca buku-buku

kesehatan yang membahas masalah MP ASI. Sehingga ibu dapat melakukan

tindakan yang terbaik apabila terdapat efek samping pemberian MP ASI terhadap

bayinya.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Pemberian MP ASI yang tidak tepat dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan bayi, oleh karena itu petugas kesehatan hendaknya memberikan

penyuluhan KIE (Konseling Interpersonal Edukasi) kepada ibu bayi tentang MP

ASI khususnya tentang akibat pemberian MP ASI.

66

Page 67: KTI

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti selanjutnya

dengan meneliti faktor lain yang berhubungan dengan pemberian MP ASI seperti

faktor budaya.

67

Page 68: KTI

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. (2003). Pola MP-ASI dan status gizi bayi 0 – 12 bulan di kecamatan Lhknga kabupaten Aceh Besar.Tesis. Fakultas Kedokteran UGM

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian dan pendekatan praktek. Jakarta :Rineka Cipta

, S.(2002). Prosedur penelitian satu pendekatan praktek. Edisi V.Jakarta: Rineka Cipta

Asdan, P. (2007). Faktor-Faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI dini di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli tengah tahun 2007 : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6728/1/08E00834.pdf. Diakses 28 Desember 2010.

BKKBN. (2006). Deteksi dini komplikasi persalinan. Jakarta : BKKBN

Briawan, Dodi. (2004). Pengaruh Promosi Susu Formula Terhadap Pergeseran Penggunaan ASI . http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/dodik_briawan.pdf.

Depkes RI, (1993). Asuhan kesehatan anak dalam kontek keluarga. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

_________, (2003). Gizi dalam Angka sampai Tahun 2002. Jakarta : Direktorat Jenderal Gizi Masyarakat.

, (2006). Pedoman umum pemberian MP-ASI lokal tahun 2006. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat

Indiarti, M.T, (2009). Buku pintar ibu kreatif. ASI, susu formula, dan makanan bayi. Yogyakarta : Sumatera Publishing.

Juwono, L. (2001). Pemberian makanan tambahan: makanan untuk anak menyusui. Jakarta: EGC.

Krisnatuti, D., & Rina Y., (2004). Menyiapkan makanan pendamping ASI cetakan I. Jakarta : Puspaswara Anggota IKAPI.

Murningsih. (2007). Hubungan antara p emberian m akanan t ambahan pada u sia d ini dengan tingkat kunjungan ke pelayanan kesehatan masyarakat di kelurahan Sine Sragen. http://eprints.ums.ac.id/1100/1/3c.pdf. Diakses 27 Desember 2013.

68

Page 69: KTI

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

, S. (2003). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan., Jakarta : Rineka Cipta

Prabantini, (2010). A to Z Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta : Penerbit Andi

Prawiroharjo, S. (2009). Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Jakarta : YBP-SP

Pudjiadi, S., (2005). Ilmu gizi klinis pada anak. Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Roesli, U. (2001). Bayi sehat berkat asi eksklisif, makanan pendamping tepat dan imunisasi lengkap. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

, U. (2005). Mengenal ASI eksklusif seri I. Jakarta : Taugus Agriwidya

Rohmawati. (2007). Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang makanan tambahan dengan pertumbuhan BALITA u mur 6-12 b ulan di Desa Nguntoroadi . etd.eprints.ums.ac.id/6395/1/J210050006.pdf. Di akses 28 Desember 2010.

Rustam. (2005). Sinopsis obstetri jilid I. Jakarta : EGCSantjaka, A.(2009). Bio statistic untuk praktisi tentang kesehatan dan mahasisea

kedokteran, kesehatan lingkungan, keperawatan, kebidanan, gizi, kesehatan masyarakat. Purwokerto : Global Internusa.

Simanjuntak, D. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI dini pada bayi di Kecamatan Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur 2011. http:// www. digilib. ui. ac. id/ opac/ themes/libri2/ abstrakpdf.jsp? id=72569&lokasi=12. Diakses 1 februari 2013

sugiyono. (2010). Metode penelitian administrasi. Bandung : Alfabeta

Zulfanetti, et al,. (1998). Faktor-faktor Sosioekonomi yang Mempengaruhi Ibu dalam Pemberian ASI di Kotamadya Jambi. http://iespfeunja. files. wordpress. com/ 2008/10/zulfaneti-asi.pdf. Di akses 18 Febuari 2013

69