Kti Pada Balita Peneumonia

48
STUDI PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BALITA PENDERITA ISPA PNEUMONIA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANGKAL PINANG TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan secara optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 dan 2003 di Indonesia memperlihatkan penyakit ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi dan anak balita. Survei tahun 2003 menunjukkan bahwa 25,7% penduduk menderita ISPA dengan penyebaran 42,4% pada anak di bawah 1 tahun, 40,6% pada usia 1- 4 tahun dan 32,5% pada anak berumur 5 - 14 tahun. Penyebab kematian bayi tersebut setengahnya terkait dengan kesehatan ibu hamil, proses kelahiran bayi, dan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit yang merupakan salah satu modal utama untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, tetapi di beberapa daerah masih ada kasus kecacatan dan penyakit yang disebabkan oleh imunisasi yang belum

description

pneumonia

Transcript of Kti Pada Balita Peneumonia

Page 1: Kti Pada Balita Peneumonia

STUDI PENATALAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BALITA PENDERITA ISPA PNEUMONIA YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH PANGKAL PINANG TAHUN 2013

BAB I

PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan

kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan secara optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang

ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat,

memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan

merata di seluruh wilayah Indonesia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002 dan 2003 di Indonesia

memperlihatkan penyakit ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas bayi dan

anak balita. Survei tahun 2003 menunjukkan bahwa 25,7% penduduk menderita ISPA dengan

penyebaran 42,4% pada anak di bawah 1 tahun, 40,6% pada usia 1- 4 tahun dan 32,5% pada

anak berumur 5 - 14 tahun. Penyebab kematian bayi tersebut setengahnya terkait dengan

kesehatan ibu hamil, proses kelahiran bayi, dan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit

yang merupakan salah satu modal utama untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, tetapi

di beberapa daerah masih ada kasus kecacatan dan penyakit yang disebabkan oleh imunisasi

yang belum lengkap atau sama sekali tidak mendapat imunisasi sejak lahir, karena akses

kesehatan masih belum terjangkau karena kondisi wilayah atau daerah setempat (DepKes RI

2006).

Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama.

Hal ini disebabkan masih tingginya angka kematian karena ISPA terutama pada bayi dan anak

balita, setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode setiap tahunnya. Proporsi kematian yang

disebabkan oleh ISPA mencakup 20% - 30% (DepKes RI, 2007:3).

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan

alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal

dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya

Page 2: Kti Pada Balita Peneumonia

pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita

ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan

pertusis (DPT), serta BCG. Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian

pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia

dapat dicegah, sedangkan pemberian BCG untuk menghindarkan bayi/balita dari penyakit

infeksi.

Keberadaan perawat dalam suatu sarana kesehatan seperti Rumah Sakit untuk

memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan asuhan keperawatan dinilai

sangat memberikan kontribusi terhadap kesembuhan pasien. Oleh karena itu, pengetahuan

perawat tentang penatalaksanaan penyakit ISPA pneumonia merupakan hal yang vital dalam hal

memberikan asuhan keperawatan pada penderita ISPA pneumonia (Zaidin, 2008).

Data awal yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sultra jumlah penderita ISPA

pada anak tahun 2007 sebanyak 3.788 kasus, tahun 2008 sebanyak 3.530 kasus. Dimana menurut

laporan Subdin Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sultra bahwa

pada tahun 2009, terdapat 25 kematian penderita ISPA pneumonia pada balita.

Dari data awal yang diperoleh Dari Rumah Sakit Umum Daerah Bombana jumlah

penderita ISPA dengan pneumonia pada balita tahun 2007 sebanyak 454 orang, pada tahun 2008

sebanyak 567 orang dan pada tahun 2009 jumlah penderita ISPA dengan pneumonia pada balita

sebanyak 769 orang (Profil RSUD Bombana, 2010).

Pemberian Asuhan keperawatan pada pasien ISPA pneumonia merupakan suatu hal

penting karena mengingat bahwa penyakit ISPA pneumonia mempunyai prognosis buruk kalau

tidak segera ditangani. Dari hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Bombana

terhadap 6 orang perawat didapatkan bahwa ada 5 orang perawat yang melaksanakan tugas dan

fungsinya kurang baik, sering mengabaikan pemberian kompres pada pasien yang mengalami

hipertermia, jarang memonitor tanda-tanda vital, terkesan hanya memberikan intervensi atau

treatmen tindakan dan sering mengabaikan pemberian pendidikan kesehatan baik pada pasien

maupun keluarga pasien dan system pendokumentasian proses keperawatan yang belum tepat

dimana dokumentasi keperawatan umumnya hanya berupa data atau tindakan umum dan bersifat

rutin saja, antara lain dokumentasi tanda-tanda vital, pemberian obat, cairan infus atau hal-hal

Page 3: Kti Pada Balita Peneumonia

lain yang merupakan instruksi medik. Jarang ditemukan catatan keperawatan yang berdasarkan

proses keperawatan mulai dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, rencana

keperawatan, implementasi dan evaluasi dari tindakan keperawatan.

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul “studi tentang penatalaksanaan asuhan keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia

yang dirawat inap di RSUD Bombana”

B.      Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah merujuk pada permasalahan di atas

yakni: “bagaimana gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan pada balita dengan ISPA

pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana tahun 2011” ?

C.      Tujuan Penelitian

      1.  Tujuan Umum

Untuk mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pada balita dengan ISPA

pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana tahun 2011

     2.  Tujuan Khusus

a.       Mengetahui penatalaksanaan proses Pengkajian Keperawatan pada balita dengan ISPA

pneumonia yang dirawat inap di RSUD Bombana  

b.      Mengetahui penegakkan Diagnosa Keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang

dirawat inap di RSUD Bombana  

c.       Mengetahui Rencana Tindakan Keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat

inap di RSUD Bombana  

d.      Mengetahui Implementasi Keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat inap

di RSUD Bombana  

e.       Mengetahui Evaluasi Asuhan Keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang dirawat

inap di RSUD Bombana  

Page 4: Kti Pada Balita Peneumonia

D.  Manfaat Penelitian

1.      Bagi Perawat atau Profesi

Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan khususnya tenaga perawat  dalam rangka

meningkatkan mutu pemberian asuhan keperawatan

2.      Bagi instansi Pendidikan

Sebagai bahan acuan bagi pengembangan kurikulum pendidikan kesehatan agar pendidikan

senantiasa peka terhadap kenyataan yang ada di lapangan

3.      Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi pengalaman yang berharga bagi peneliti khususnya

dalam meningkatkan wawasan dalam bidang penelitian.

4.      Bagi masyarakat

Sebagai bahan masukan bagi masyarakat dalam memilih fasilitas kesehatan yang berkualiats

  

Page 5: Kti Pada Balita Peneumonia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Tentang ISPA Dengan Pneumonia

       1.  Definisi

Infeksi adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang,

dan bersifat membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana

yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri, yang pada akhirnya merugikan inang.

Kuman mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat pada luka kronik, gangren,

kehilangan organ tubuh, dan bahkan kematian. Respons inang terhadap infeksi disebut

peradangan. Secara umum, kuman umumnya dikategorikan sebagai organisme mikroskopik,

walaupun sebenarnya definisinya lebih luas, mencakup bakteri, parasit, fungi, virus, prion, dan

viroid. Simbiosis antara parasit dan inang, di mana satu pihak diuntungkan dan satu pihak

dirugikan, digolongkan sebagai parasitisme.

Secara lebih singkatnya yang dinamakan infeksi adalah suatu peradangan atau masuknya

kuman yang menyebabkan peradangan karena perlawanan tubuh kita. Jika daya tahan tubuh kita

mampu melawan kuman yang masuk maka infeksi akan teratasi (tidak jadi sakit) dan jika daya

tahan tubuh kita tidak dapat melawan kuman yang masuk maka terjadilah infeksi.

Kuman yang masuk dapat berupa virus ataupun bakteri dan bisa juga jamur tapi ini

jarang. Jika terinfeksi oleh virus umumya lebih sebentar daripada bakteri. Infeksi oleh virus lebih

singkat tingkat keparahannya tergantung daya virulensi atau tingginya daya masuk kuman yang

menimbulkan parahnya penyakit (Corwin, 2006).

ISPA pneumonia sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang

benar adalah bahwa ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan

Akut.                          

Page 6: Kti Pada Balita Peneumonia

ISPA pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.

Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung

paru, beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru

Infeksi saluran nafas atas dalam bahasa Indonesia juga di kenal sebagai ISPA (Infeksi Saluran

Napas Atas) atau URI dalam bahasa Inggris adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ

saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Dinamakan ISPA karena sesuai dengan

lokasinya yaitu mengenai saluran nafas atas, dimana penyakitnya sesuai dengan nama tempat

yang di kenainya, yang termasuk dalam keadaan ini adalah rhinitis, sinusitis, faringitis, tonsilitis

dan laryngitis. Sedangakan flu batuk berikutnya karena dekatnya daerah atau lokasi yang terkena

(Gloria Cyber Ministries, 2006).

2.  Etiologi

Etiologi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pneumonia terdiri dari 300 jenis virus, bakteri

dan Riketsia

a.       Virus penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut antara lain:

Golongan mikrovirus (termaksud didalamnya Influensa, virus Parainfluensa, dan virus campak),

adenovirus, koronavirus, mikoplasma, herper virus dan lain-lain

b.      Bakteri penyebab Infeksi Saluran Pernapasan Akut antara lain;

Streptococcus hemolitikus, staphilococcus, hemophilus influenza, bordetella pertusis,

korinebakterium difteri dan sebagainya.

       3.  Patofisiologi

Walaupun saluran pernapasan atas (akut) secara langsung terpajan lingkungan, namun

infeksi relatif jarang terjadi berkembang menjadi infeksi saluran pernapasan bawah yang

mengenai bronchus dan alveoli.

Terdapat beberapa mekanisme protektif di sepanjang saluran pernapasan untuk mencegah

infeksi, refleksi batuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, dan membuang mucus

yang tertimbun, terdapat lapisan mukosilialis yang terdiri dari sel-sel dan berlokasi dari bronchus

ke atas yang menghasilkan mucus dan sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mucus.

Silia bergerak dengan ritmis untuk mendorong mucus, dan semua mikroorganisme yang

terperangkap di dalam mucus, ke atas nasofaring tempat mucus tersebut dapat dikeluarkan

melalui hidung, atau ditelan. Proses kompleks ini kadang-kadang disebut sebagai system

Eksalator mukolisiaris.

Page 7: Kti Pada Balita Peneumonia

Apabila dapat lolos dari mekanisme pertahanan tersebut dan mengkoloni saluran napas

atas, maka mikroorganisme akan dihadang oleh lapisan pertahanan yang ketiga yang penting

(system imum) untuk mencegah mikroorganisme tersebut sampai di saluran napas bawah.

Respons ini diperantarai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel-sel darah putih lainnya

misalnya makrofag, neutrofil, dan sel mast yang tertarik ke daerah tempat proses peradangan

berlangsung. Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di bidang pernapasan, atau

mikroorganismenya sangat virulen, maka dapat timbul infeksi saluran pernapasan bawah.

(Corwin, 2006).

4.      Klasifikasi ISPA

Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) pneumonia mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:

a.       Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada kedalam (chest

indrawing), dan adanya tanda bahaya umum.

b.      Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

c.       Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan

dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan

pneumonia.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi ini

dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5

tahun.

Untuk golongan umur 2 -12 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :

a.       Pneumonia berat: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding pada bagian bawah atau

napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau

lebih.

b.      Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada

bagian bawah atau napas cepat.

Untuk golongan umur 12 bulan - 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu:

a.       Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah

kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang

tidak menangis atau meronta).

b.      Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2-12 bulan adalah 50

kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.

Page 8: Kti Pada Balita Peneumonia

c.       Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah

dan tidak ada napas cepat.

5.      Tanda-tanda bahaya

Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan

gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat

dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin

meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang

lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan

tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh

dalam kegagalan pernapasan.

Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-tanda

laboratoris.

Tanda-tanda klinis

a.       Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak,

napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.

b.      Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.

c.       Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung,

kejang dan coma.

Tanda-tanda laboratoris

a.       Hypoxemia

b.      Hypercapnia dan

c.       Acydosis (metabolik dan atau respiratorik).

Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak

golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya

menurun sampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran

menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

6.      Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium:

Pada pemeriksaan ditemukan gambaran sebagai berikut:

a.       Hb menurun, nilai normal L: 13-16gr%, P: 12-14gr%

Page 9: Kti Pada Balita Peneumonia

b.      Leukosit meningkat, nilain normal 500-1000/mm3

c.       Eritrosit menurun, nilai normal 4,5-5,5 juta/mm3

d.      Urine biasanya lebih tua, mungkin terdapat albuminuria karena suhu tubuh meningkat.

7.      Penatalaksanaan

a.       Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan

sebagainya.

b.      Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi

kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat

dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

c.       Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk

dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang

merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun

panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan

didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher,

dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik

(penisilin) selama 10 hari.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan khusus

untuk pemeriksaan selanjutnya (Soehardjo, 2006)

8.      Perawatan dirumah

Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA

pneumonia.

a.       Mengatasi panas (demam)

Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol

atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol

diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan

dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain

bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

b.      Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½

sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

c.       Pemberian makanan

Page 10: Kti Pada Balita Peneumonia

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering

dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

 d.      Pemberian minuman

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari

biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah

sakit yang diderita.

e.       Lain-lain

Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-

lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat

kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal

yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah

keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan.

Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang

diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang

mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan

untuk pemeriksaan ulang.

9.      Pencegahan dan Pemberantasan

Pencegahan dapat dilakukan dengan :

a.       Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.

b.      Immunisasi.

c.       Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.

d.      Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA pneumonia.

Pemberantasan yang dilakukan adalah :

a.       Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.

b.      Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

c.       Immunisasi.

Pelaksana pemberantasan

Tugas pemberatasan penyakit ISPA pneumonia merupakan tanggung jawab bersama. Kepala

Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah kerjanya.

Page 11: Kti Pada Balita Peneumonia

Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi sebelum penderita mendapat

pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader

akan sangat'membantu menemukan kasus-kasus pneumonia yang perlu mendapat pengobatan

antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-kasus pneumonia berat yang perlu segera dirujuk ke rumah

sakit.

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut :

a.       Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA pneumonia sesuai dengan dana atau sarana dan

tenaga yang tersedia.

b.      Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA

pneumonia kepada perawat atau paramedis.

c.       Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia berat/penyakit dengan tanda-tanda

bahaya yang dirujuk oleh perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap

perlu.

d.      Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke rumah sakit.

e.       Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu yang mempunyai

anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit pneumonia serta tindakan penunjang di

rumah,

f.       Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri wewenang mengobati

penderita penyakit ISPA pneumonia,

g.      Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat memberikan penyuluhan

terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA pneumonia

h.      Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan pemberantasan

penyakit ISPA pneumonia. menditeksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk

aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

B.     Tinjauan Tentang Balita

1.      Pengertian

Balita adalah anak yang berusia 0 bulan sampai 60 bulan yang merupakan kelompok

yang menunjukkan pertumbuhan badan yang sangat pesat sehingga memerlukan zat-zat gizi

yang tinggi setiap kilogram berat badan. Sedangkan anak balita adalah balita yang berusia 1

sampai 5 tahun.

Page 12: Kti Pada Balita Peneumonia

Balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan

gizi, dalam hal ini kekurangan energi protein (KEP) (Sediotama, 2006).

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini

pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya.

Untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologiknya.

Tingkat tercapainya potensi biologik seseorang, merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor

yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan bio-fisiko-psiko-sosial dan perilaku.

Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri pada setiap

anak/balita (Soetjiningsih, 2007).

Masa balita merupakan masa paling berisiko menderita penyakit terutama penyakit-

penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh balita masih kurang optimal

dibandingkan dengan usia dewasa.

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan di

seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini

disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA terutama pada

bayi dan anak balita (Supartini Y, 2007).

Meningkatnya angka kesakitan dan kematian akibat ISPA khususnya pada balita

disebabkan oleh karena belum meratanya pemberian imunisasi pada balita khususnya bayi yang

usianya di bawah 1 tahun.

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan

alami terhadap ISPA sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari

jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri,

pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya

pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan

imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita

ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat.

Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan

pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian ISPA balita dapat

dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian ISPA dapat dicegah.

2.      Pembagian Balita

Menurut Soetjiningsih (2007), balita dibagi menjadi 5 kelompok umur yakni:

Page 13: Kti Pada Balita Peneumonia

a.       0-12 bulan

b.      13-24 bulan

c.       25-36 bulan

d.      37-48 bulan

e.       49-60 bulan

C.    Tinjauan Umum Tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien ISPA

Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan

masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang (Zaidin,

2008).

Standar prakek keperawatan nasional merupakan pedoman bagi perawat Indonesia, baik

generalis maupun spesialis di seluruh tatanan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas,

dan lain-lain) dalam melakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan.

Standar praktek keperawatan di Indonesia, sebagaimana telah dijabarkan oleh PPNI,

mengacu pada tahapan dalam proses keperawatan yakni terdiri dari 5 standar antara lain:

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Nursalam, 2008):

1.      Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara akurat, menyeluruh, singkat,

dan berkesinambungan.

Kriteria Proses:

a.       Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan

mempelajari data penunjang (hasil laboratorium, catatan klien lainnya)

b.      Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer berasal dari

pengkajian langsung terhadap klien dengan metode IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi dan

auskultasi). Sedangkan sumber data sekunder berasal dari selain klien, misalnya: keluarga atau

orang terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lainnya.

c.       Data yang dikumpulkan, berfokus untuk mengidentifikasi:

1)      Status kesehatan klien saat ini

2)      Status kesehatan klien masa lalu

3)      Status fisiologis-psikologis-sosial-spiritual

4)      Harapan terhadap tingkat kesehatan yang optimal

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan ISPA :

Page 14: Kti Pada Balita Peneumonia

a.       Riwayat : demam, batuk, pilek, anoreksia, badan lemah/tidak bergairah, riwayat penyakit

pernapasan, pengobatan yang dilakukan dirumah dan penyakit yang menyertai.

Tanda fisik: Demam, dyspneu, tachipneu, menggunakan otot pernafasan tambahan, faring

hiperemis, pembesaran tonsil dan sakit menelan.

b. Faktor perkembangan : Umum ,tingkat perkembangan,kebiasaan sehari-hari, mekanisme

koping,kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.

 c. Pengetahuan pasien/keluarga: pengalaman terkena penyakit pernafasan, pengetahuan tentang

penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan (Nettina, 2007).

2.       Standar II : Diagnosa Keperawatan

Perawat melakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan selama pengkajian untuk

menegakkan Diagnosa Keperawatan.

Kriteria Proses:

a.       Proses diagnosa keperawatan terdiri dari: analisis, interpretasi data, identifikasi masalah klien,

dan perumusan diagnosa keperawatan.

b.      Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari:

P (Problem) atau masalah

E (Etiology) atau penyebab

S (Symptom) atau tanda dan gejala

Akan tetapi terkadang hanya terdiri dari P dan E saja.

c.       diagnosa keperawatan memiliki 2 bentuk, yakni:

1)      Actual, yaitu diagnose keperawatan yang menjelaskan masalah nyata yang sudah ada pada saat

pengkajian dilakukan

2)      Potensial, yaitu diagnosis keperawatan yang menjelaskan masalah nyata akan terjadi bila

tindakan keperawatan tidak dilakukan

d.      Validasi diagnosa dilakukan dengan cara bekerjasama dengan klien dan berusaha untuk dekat

dengan klien atau petugas kesehatan lain.

e.       Melakukan pengkajian ulang dan merevisi  diagnosa keperawatan berdasarkan data terbaru.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada penderita ISPA antara lain:

a.       Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inspeksi (Marilyn E. D, 2007).

b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

c.       Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.

Page 15: Kti Pada Balita Peneumonia

d.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.

3.  Standar III : Perencanaan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan

meningkatkan kesehatan klien.

Kriteria Proses:

a.       Perencanan terdiri dari penetapan:

1)      prioritas masalah

2)      tujuan dan kriteria hasil

3)      rencana tindakan

b.      Melibatkan klien dalam membuat perencanaan keperawatan

c.       Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi dan kebutuhan klien   saat itu

d.      Mendokumentasikan rencana keperawatan

4.  Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam asuhan keperawatan.

Kriteria Proses:

a.       Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan

b.      Berkolaborasi dengan profesi kesehatan lain untuk meningkatkan kesehatan lain

c.       Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan klien

d.      Melakukan supervisi terhadap tenaga pelaksana keperawatan dibawah tanggung jawabnya

e.       Menjadi coordinator pelayanan dan advocator bagi klien dalam mencapai tujuan perawatan

f.       Menginformasikan kepada klien tentang status kesehatan dan fasilitasi-fasilitasi pelayanan

kesehatan yang ada.

g.      Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep keterampilan asuhan diri

serta membantu klien memodifikasi lingkungan yang digunakan

h.      Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon klien.

  5.  Standar V : Evaluasi

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan dan merevisi

data dasar serta perencanaan.

Kriteria Proses:

a.        Menyusun perencanaan evaluasi hasil terhadap intervensi secara komprehensif, tepat waktu

dan terus menerus.

Page 16: Kti Pada Balita Peneumonia

b.      Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian

tujuan

c.       Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat dan klien

d.      Bekerjasama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan

e.       Mendokumentasi hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan

   (Suriadi,Yuliani R, 2007).

C.   Kerangka Penelitian

1.   Dasar Pemikiran

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pneumonia adalah radang akut saluran pernafasan

atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun reketsia

tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru.

Peran seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya tentang

penatalaksanaan penderita penyakit ISPA pneumonia sangat diperlukan demi untuk

mempercepat proses penyembuhan pasien hipertensi misalnya melalui pengkajian, penegakkan

diagnose, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan seperti melaksanakan

penyuluhan kesehatan dan motivasi kepada klien keluarga klien untuk mentaati program terapi.

Oleh karena itu diperlukan pengetahuan perawat tentang pemberian Asuhan Keperawatan pada

pasien ISPA pneumonia sangatlah diperlukan.

2.  Kerangka Pikir Penelitian

Page 17: Kti Pada Balita Peneumonia

  BAB III

METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskritif dengan pendekatan survey,

dimana desain ini digunakan untuk mendeskripsikan atau menguraikan suatu keadaan di dalam

suatu komunitas atau masyarakat (Notoatmodjo, S, 2007). Dengan tujuan untuk mendapatkan

gambaran penatalaksanaan asuhan keperawatan pada balita dengan ISPA pneumonia yang

dirawat inap di RSUD Bombana tahun 2011

B.  Waktu dan Tempat Penelitian

1.      Waktu

Waktu pelaksanaan penelitian telah dilakukan selama 4 minggu, dimulai tanggal 20 Mei

– 20 Juni 2011.

2.      Tempat

Tempat penelitian ini telah dilakukan di Ruang rawat inap RSUD Bombana tahun 2011.

C.  Populasi Dan Sampel

      1.   Populasi

Page 18: Kti Pada Balita Peneumonia

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas memberikan Asuhan

keperawatan pada penderita ISPA pneumonia yang dirawat di RSUD Bombana tahun 2011 yang

berjumlah 32 orang

2.  Sampel

Sampel adalah perawat yang memberikan Asuhan keperawatan pada penderita ISPA

pneumonia yang dirawat di RSUD Bombana tahun 2011 dengan menggunakan total sampling

yaitu teknik penetapan sampel dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sample sehingga

jumlah dalam penelitian ini adalah 32 orang (Kriyantono, 2007).

 D.  Variabel Penelitian, Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1.      Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti yakni pelaksanaan Asuhan keperawatan ISPA

pneumonia

2.      Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

2.1  Asuhan keperawatan ISPA pneumonia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses

penerapan Asuhan keperawatan pada penderita ISPA pneumonia yang dilakukan oleh tenaga

perawat, mulai dari pengkajian sampai pada evaluasi. 

2.1.1  Proses pengkajian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tahap pengumpulan data yang

dilakukan oleh perawat dengan cara melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik pada pasien

penderita ISPA pneumonia. Jumlah pernyataan sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang

dilakukan diberi nilai 1 dan item yang tidak dilakukan diberi nilai 0.

Kriteria hasil:

         Lengkap             : jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%

         Tidak lengkap    : jika jawaban dan hasil observasi < 60%

(Arikunto, 2008)

2.1.2     Diagnosa keperawatan adalah tahap perumusan masalah keperawatan, Jumlah pernyataan

sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item yang tidak

dilakukan diberi nilai 0.

Kriteria hasil:

         Lengkap             : jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%

         Tidak lengkap    : jika jawaban dan hasil observasi < 60%

(Arikunto, 2008)

Page 19: Kti Pada Balita Peneumonia

2.1.3     Rencana tindakan keperawatan adalah suatu tahapan dalam memberikan asuhan keperawatan

dimana perawat merencanakan tindakan yang akan diberikan sesuai dengan masalah kesehatan

seperti rencana tindakan disesuaikan dengan masalah pasien, mempunyai jangka waktu

pencapaian dan lain sebagainya. Jumlah pernyataan sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang

dilakukan diberi nilai 1 dan item yang tidak dilakukan diberi nilai 0.

Kriteria hasil:

         Lengkap             : jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%

         Tidak lengkap    : jika jawaban dan hasil observasi < 60%

(Arikunto, 2008)

2.1.4     Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan tindakan keperawatan yang meliputi

kesesuaian antara rencana dengan tindakan, meminta persetujuan pasien, item pelaksanaan

tindakan disesuaikan dengan kondisi pasien. Jumlah pernyataan sebanyak 10 item dan untuk

setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item yang tidak dilakukan diberi nilai 0.

Kriteria hasil:

         Lengkap            : jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%

         Tidak lengkap    : jika jawaban dan hasil observasi < 60%

(Arikunto, 2008)

2.1.5     Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan dimana perawat

melakukan penilaian terhadap keberhasilan asuhan keperawatan  yang telah dilakukan. Jumlah

pernyataan sebanyak 10 item dan untuk setiap item yang dilakukan diberi nilai 1 dan item yang

tidak dilakukan diberi nilai 0.

Kriteria hasil:

         Lengkap            : jika jawaban dan hasil observsi ≥ 60%

         Tidak lengkap    : jika jawaban dan hasil observasi <60% (Arikunto, 2008)

  D.    Instrumen Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh dengan cara observasi responden. Sedangkan data sekunder yang berhubungan dengan

penelitian ini diperoleh dari rekam medik RSUD Bombana tahun 2011.

F.   Pengolahan Dan Analisa Data

      1.   Pengolahan Data

1.1  Editing

Page 20: Kti Pada Balita Peneumonia

Editing atau penyuntingan data dilakukan pada saat peneliti yakni memeriksa semua

lembaran observasi yang telah diisi yaitu kelengkapan data, kesinambungan data, dan memeriksa

keseragaman data.

1.2  Koding

Koding atau pengkodean pada lembaran observasi, pada tahap ini kegiatan yang

dilakukan ialah mengisi daftar kode yang disediakan pada lembaran observasi, sesuai dengan

hasil pengamatan yang dilakukan.

1.3  Skoring

Setelah melakukan pengkodean maka dilanjutkan dengan tahap pemberian skor pada

lembar observasi dalam bentuk angka-angka.

1.4  Tabulating

Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dilakukan pengolahan data kedalam satu

tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki yang mana sesuai dengan tujuan penelitian ini. Tabel yang

digunakan yaitu berupa tabel sederhana atau tabel silang.

2.  Analisa Data

Analisa data dilakukan secara manual dengan menggunakan kalkulator, kemudian hasilnya

disajikan dalam bentuk tabel frekuensi disertai penjelasan-penjelasan.

Sedangkan dalam pengolahan data maka digunakan rumus:

                             f

       P      =  -------------------  x  100%        

                             N

          Keterangan:

f    =   frekuensi yang sedang dicari persentasenya

N   =  Number Of Cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)

P    =  angka persentase (Sudijono, 2008).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil

1.      Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Page 21: Kti Pada Balita Peneumonia

a.       Letak geografis

RSUD Kab. Bombana adalah rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana

yang berada di Kelurahan Poea Kecamatan Rumbia Tengah. Rumah sakit ini mulai dibangun

sejak tahun 2005 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 9 Februari 2007 sebagai rumah

sakit Umum Daerah Kabupaten Bombana kelas D.

Sesuai dengan konsep Otonomi Daerah maka sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999

dan Peraturan Daerah Nomor : 02 Tahun 2005, RSUD Kabupaten Bombana ditetapkan sebagai

Lembaga Tehnis Daerah dengan struktur organisasi yang telah disesuaikan dengan prinsip kaya

fungsi dan miskin struktur.

RSUD Kabupaten Bombana terletak di Kecamatan Rumbia, tepatnya di Kelurahan Poea 

dengan luas lahan 3.527 M2 dan luas bangunan 2.110 M2 . 

b.      Sarana dan Prasarana

RSUD Kabupaten Bombana memiliki sarana gedung meliputi :

Gedung Administrasi                    1 unit

Gedung Poliklinik                         1 unit

Poliklinik Umum                           1 Ruang

Poliklinik Gigi                               1 Ruang

Poliklinik Spesialis                        4 Ruang

Ruang Kartu / Medical Record     1 Ruang

Ruang Apotik                               1 Ruang

Gedung Unit Gawat Darurat         1 unit

Gedung Perawatan                       2 unit

Gedung Bersalin                           1 unit

Gedung Laboratorium                  1 unit

Gedung Operasi (OK)                 1 unit

Ruang Instalasi Gizi                      1 unit

Gudang Obat                               1 unit

Dalam menunjang pelaksanaan kegiatan, RSUD Kabupaten Bombana dilengkapi dengan

1 unit mobil ambulance, 1 buah mobil dinas direktur, 2 buah mobil operasional dokter spesialis

dan 12 buah sepeda motor.

c.       Ketenagaan

Page 22: Kti Pada Balita Peneumonia

Jumlah tenaga kerja yang ada di RSUD Kabupaten Bombana sebanyak 99 orang  yang 

terdiri dari dari :

Tenaga medis

Tenaga paramedis

Tenaga paramedis non perawatan

Tenaga administrasi dan lain-lain

d.      Visi dan Misi RSUD Bombana

RSUD Kabupaten Bombana mempunyai :

1)      Visi

“Memberdayakan dan mengembangkan RSUD Kabupaten Bombana menjadi Rumah Sakit

Unggulan dengan pelayanan prima dan semangat kebersamaan guna meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat Bombana”.

 2)      Misi

a)      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) sehingga mampu melaksanakan pelayanan

yang profesional dan optimal.

b)      Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara prima dan memenuhi akreditas rumah sakit

sehingga memberikan rasa aman dan nyaman bagi pelanggan dan stake holder.

c)      Melengkapi berbagai jenis pelayanan spesialis.

d)     Melengkapi sarana dan prasarana penunjang kegiatan rumah sakit baik itu berupa peralatan

kesehatan, obat – obatan untuk mendukung sektor unggulan daerah khususnya kabupaten

Bombana.

e)      Melengkapi manajemen, pendapatan dan kesejahteraan pegawai rumah sakit.

f)       Menjamin terpeliharanya hubungan koordinasi antar berbagai pihak.

2.      Analisis Univariate

Analisis data umum adalah suatu analisis yang mendeskripsikan karakteristik responden

berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama kerja perawat. Masing-

masing karakteristik dapat dijelaskan sebagai berikut :

a.       Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur.

Adapun karakteristik responden berdasarkan kelompok umur, sebagaimana diuraikan pada tabel

4.1 di bawah ini:

Tabel 4.1

Page 23: Kti Pada Balita Peneumonia

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011

No Umur Frekuensi %

1234

22-2728-3334-3940-45

151124

46,8834,37  6,2512,50

Total 32          100

   Sumber: data primer 2011          

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 32 responden dengan kelompok umur yang

paling banyak adalah yang berumur 22-27 tahun yaitu 15 orang (46,88%) dan yang paling sedikit

adalah responden dengan umur 34-39 tahun yaitu sebanyak 2 orang (6,25%).

b.      Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, sebagaimana diuraikan pada

tabel 4.2 di bawah ini.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011No

Jenis KelaminFrekuensi Persentase (%)

12

Laki-lakiPerempuan

329

  9,3790,63

Total 32            100                  Sumber: data primer 2011

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang  paling banyak adalah

berjenis kelamin perempuan yaitu 29 orang (90,63%) dan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3

orang (9,37%).

c.       Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja

Adapun karakteristik responden berdasarkan lama kerja, sebagaimana diuraikan pada tabel

4.3 di bawah ini.

                      Tabel 4.3           Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Kerja

Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011No Lama Kerja (Thn) Frekuensi Persentase (%)

1 ≥ 1 30 93,75

Page 24: Kti Pada Balita Peneumonia

2 < 1 2   6,25

Total 32 100

         Sumber: data primer 2011

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang paling banyak adalah

responden yang bekerja lebih dari 1 tahun sebanyak 30 orang (93,75%) sedangkan yang paling

sedikit adalah yang bekerja kurang dari 1 tahun sebanyak 2 orang (6,25%).

d.      Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Adapun karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, sebagaimana diuraikan

pada tabel 4.4 di bawah ini.

           Tabel 4.4         Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

        Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011No Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)

123

SPKAkperNers

8222

25,0068,75  6,25

Total 32 100

         Sumber: data primer 2011

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang paling tinggi adalah

berpendidikan Akper sebanyak 22 orang (68,75%) dan yang paling sedikit adalah Ners sebanyak

2 orang (6,25%).

e.       Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatihan Keperawatan

Adapun karakteristik responden berdasarkan pelatihan keperawatan, sebagaimana

diuraikan pada tabel 4.5 di bawah ini.

                     Tabel 4.5               Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pelatihan Keperawatan

Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011No Pelatihan Keperawatan Frekuensi Persentase (%)

1

2

> 1

≤ 1

16

16

50

50

Total 32 100

         Sumber: data primer 2011

Page 25: Kti Pada Balita Peneumonia

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 32 responden yang mengikuti pelatihan

keperawatan lebih dari 1 kali sebanyak 16 orang (50%) dan yang mengikuti pelatihan kurang

dari 1 kali sebanyak 16 orang (50%).

f.       Pengkajian Keperawatan

Hasil pengolahan data tentang distribusi pengkajian keperawatan di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana adalah sebagai berikut:

        Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengkajian Keperawatan Di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana Tahun 2011No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1

2

Lengkap

Tidak lengkap

15

17

46,88

53,12

Total 32 100

                  Sumber: data primer 2011

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

pengkajian dalam kategori lengkap sebanyak 15 perawat (46,88%) dan yang melakukan

pengkajian dalam kategori tidak lengkap sebanyak 17 perawat (53,12%).

g.      Diagnosa Keperawatan

Hasil pengolahan data tentang distribusi diagnosa keperawatan di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Diagnosa Keperawatan

Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011No Kategori Frekuensi Persentase (%)

12

LengkapTidak lengkap

1418

43,7556,25

Total 32 100

      Sumber: data primer 2011

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%) dan

yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18

perawat (56,25%).

Page 26: Kti Pada Balita Peneumonia

h.      Perencanaan Keperawatan

Hasil pengolahan data tentang distribusi perencanaan keperawatan di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Perencanaan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana Tahun 2010No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1

2

Lengkap

Tidak lengkap

14

18

43,75

56,25

Total 32 100

      Sumber: data primer 2011

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%)

dan yang melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori tidak lengkap

sebanyak 18 perawat (56,25%).

i.        Implementasi Keperawatan

Hasil pengolahan data tentang distribusi implementasi keperawatan di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Implementasi Keperawatan Di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana Tahun 2011No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1

2

Lengkap

Tidak lengkap

13

19

40,62

59,38

Total 32 100

             Sumber: data primer 2011

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

implementasi keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang

melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19

perawat (59,38%).

j.        Evaluasi Keperawatan

Hasil pengolahan data tentang distribusi evaluasi keperawatan di Ruang Rawat Inap

RSUD Bombana adalah sebagai berikut:

Page 27: Kti Pada Balita Peneumonia

   Tabel 4.10Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Evaluasi Keperawatan

Di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana Tahun 2011No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1

2

Lengkap

Tidak lengkap

13

19

40,62

59,38Total 32 100

            Sumber: data primer 2011

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

evaluasi keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang

melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori tidak lengkap baik sebanyak 19 perawat

(59,38%).

B.     Pembahasan

Adapun hasil pengolahan data tentang gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada

penderita ISPA Pneumonia di Ruang Rawat Inap RSUD Bombana tahun 2011 adalah sebagai

berikut:

1.      Pengkajian Keperawatan

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

pengkajian dalam kategori lengkap sebanyak 15 perawat (46,88%) dan yang melakukan

pengkajian dalam kategori tidak lengkap  sebanyak 17 perawat (53,12%).

Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai standar maka perawat harus

mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Diman pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan seseorang. Pendidikan mempengaruhi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan khususnya pengkajian yang yang berfokus atau berpedoman pada SAP dan

melakukan dokumentasi atas apa yang sudah dilakukan. Selain faktor di atas,  faktor motivasi

dan beban kerja perawat juga ikut memberikan andil dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

Motivasi merupakan suatu proses emosi dan proses psikologis dan bukan logis. Motivasi pada

dasarnya merupakan proses yang tidak disadari. Jadi dalam tiap individu kebutuhan untuk

memotivasi berbeda dari waktu ke waktu. Kuncinya kebutuhan mana yang saat itu paling

dominan. Untuk pendokumentasian asuhan keperawatan dibutuhkan motivasi perawat yang

timbul sepenuhnya dari hati. Sehingga untuk menimbulkan motivasi yang baik maka perawat

sendiri perlu menyadari kebutuhan dan kepentingan pendokumentasian asuhan keperawatan.

Page 28: Kti Pada Balita Peneumonia

Untuk memotivasi seorang perawat, selain kesadaran dari orang itu sendiri, perlu orang

lain yang memberi motivasi karena dengan kehadiran orang lain akan semakin meningkatkan

motivasi dalam diri perawat. Dalam hal ini sosok manajer perawat diharapkan dapat

mengaplikasikan teknik, keterampilan dan pengetahuan termasuk teori motivasi untuk membantu

perawat memperoleh apa yang mereka inginkan dari pekerjaan perawatan (Swansburg, 2005).

2.      Diagnosa Keperawatan 

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori lengkap  sebanyak 14 perawat (43,75%) dan

yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18

perawat (56,25%).

Beban kerja perawat adalah lama dan berat ringannya suatu pekerjaan serta banyaknya tugas

yang dilakukan oleh perawat baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Secara kuantitas

menunjukkan: adanya jumlah pekerjaan, beragamnya pekerjaan yang harus dikerjakan, lamanya

waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. Secara kualitas merupakan tuntutan penampilan kerja

yang diharapkan. Dalam kuesioner penelitian terdapat permasalahan seperti dokumentasi yang

tidak dilakukan, penetapan diagnosa yang kurang lengkap, perawat hampir tidak

memprioritaskan masalah keperawatan yang didapatkan dan lain sebagainya.

Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stress kerja. Untuk

jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat lain bebannya bisa berlebihan.

Situasi tersebut dapat kita jumpai pada tenaga kerja yang bekerja pada rumah sakit

khususnya perawat. Keadaan yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan kecemasan,

ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja (Munandar, 2007). Yang

mempengaruhi beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah rata-

rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan langsung pada pasien

serta dokumentasi asuhan keperawatan (Kusmiati, 2006).

3.      Perencanaan Keperawatan

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 14 perawat (43,75%)

dan yang melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori tidak lengkap

sebanyak 18 perawat (56,25%).

Page 29: Kti Pada Balita Peneumonia

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat kurang  atau tidak 

melakukan penetapan rencana keperawatan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan

tentang proses keperawatan khususnya dalam menetapkan rencana tindakan. Salah satu faktor

yang mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman yang didapatkan dari pelatihan yang

dilakukan oleh petugas kesehatan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden

yang belum pernah mengikuti pelatihan sebanyak 16 orang, dan hal ini akan mempengaruhi

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.

Selain kurangnya pengetahuan yang dimiliki banyak faktor lain yang mempengaruhi

pemberian asuhan keperawatan antara lain kurangnya motivasi dari perawat untuk memberikan

asuhan keperawatan dengan baik, waktu yang tersedia kurang banyak terkait beban kerja yang

harus dilakukan oleh perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien dan lain sebagainya

Langkah ketiga adalah perawat mengembangkan  rencana tindakan keperawatan untuk

mencapai tujuan yang diharapan, dengan rasional perecanaan dikembangkan berdasarkan

diagnosis keperawatan.

4.      Implementasi Keperawatan

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari  32 orang responden yang melakukan

penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%)

dan yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19 perawat

(59,38%).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat kurang  atau tidak 

melakukan implementasi terhadap rencana tindakan yang telah disusun. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan tentang proses keperawatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi

pengetahuan adalah pengalaman yang didapatkan dari pelatihan yang dilakukan oleh petugas

kesehatan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 responden yang belum pernah

mengikuti pelatihan sebanyak 16 orang, dan hal ini akan mempengaruhi perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan.

Setelah perawat menyusun rencana keperawatan maka langkah selanjutnya adalah

perawat menginplementasikan tindakan yang telah diidentifikasikan dalam rencana asuhan

keperawatan, dengan rasional perawat mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan partisipasi pasien dalam tindakan keperawatan

berpengaruh pada hasil yang diharapkan.

Page 30: Kti Pada Balita Peneumonia

5.      Evaluasi Keperawatan

Dari data hasil penelitian didapatkan bahwa dari 32 orang responden yang melakukan

evaluasi keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13 perawat (40,62%) dan yang

melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19 perawat (59,38%).

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kebanyakan perawat melakukan evaluasi

keperawatan dengan kategori tidak lengkap. Hal ini disebabkan perawat tetap melakukan tahapan

asuhan keperawatan meskipun tahapan sebelumnya kurang baik pelaksanaannya.

Langkah terakhir dalam memberikan asuhan keperawatan adalah perawat mengevaluasi

kemajuan klien terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta

perencanaan, dengan rasional: praktek keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang

mencakup berbagai perubahan data, diagnosis yaitu perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A.    Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada masing-masing variabel penelitian

maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1.      Perawat yang melakukan pengkajian dalam kategori lengkap sebanyak 15 perawat (46,88%) dan

yang melakukan pengkajian dalam kategori tidak lengkap sebanyak 17 perawat (53,12%).

2.      Perawat yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak

14 perawat (43,75%) dan yang melakukan penegakkan diagnosa keperawatan dalam kategori

tidak lengkap sebanyak 18 perawat (56,25%).

3.      Perawat yang melakukan penyusunan perencanaan keperawatan dalam kategori lengkap

sebanyak 14 perawat (43,75%) dan yang melakukan penyusunan perencanaan keperawatan

dalam kategori tidak lengkap sebanyak 18 perawat (56,25%).

4.      Perawat yang melakukan implementasi keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13

perawat (40,62%) dan yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori tidak lengkap

sebanyak 19 perawat (59,38%).

5.      Perawat yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori lengkap sebanyak 13 perawat

(40,62%) dan yang melakukan evaluasi keperawatan dalam kategori tidak lengkap sebanyak 19

perawat (59,38%).

Page 31: Kti Pada Balita Peneumonia

B.     Saran

Berdasarkan Hasil Pembahasan dan Kesimpulan dalam penelitian ini maka dapat disarankan

sebagai berikut :

1.       Kepada institusi Rumah Sakit Umum Daeran Bombana agar dapat melaksanakan penyuluhan

terhadap penderita ISPA dengan pneumonia terhadap pentingnya melakukan pola hidup sehat

2.       Kepada keluarga penderita ISPA dengan pneumonia supaya melakukan upaya-upaya

pencegahan dalam merawat anggota keluarga yang menderita hipertensi 

3.       Agar penelitian selanjutnya lebih difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan

asuhan keperawatan di ruang rawat inap

Page 32: Kti Pada Balita Peneumonia

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, (2005). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Arikunto, (2008). Skala Pengukuran Non Parametrik. Rineka Cipta. Jakarta

Asrul, (2008). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA di Desa Galesong. STIK-FAMIKA.

Makassar

Corwin, (2006). Kapita Selekta Kedokteran. EGC. Jakarta

Depkes RI, (2006), Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut untuk

Penanggulangan Pneumonia Balita, Jakarta.

………...2007. Kebijakan dan strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional. Depkes. RI.

Jakarta

………..2010. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 201 5 . Jakarta

Entjang, (2007). Pengantar Kesehatan Masyarakat. EGC. Jakarta

Gloria Cyber Ministries, (2006). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Kriyantono Rachmad, (2007). Riset Komunikasi. Kencana. Jakarta

Mansjoer, (2007). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

Manuaba, (2008). Ilmu Kebidanan. YBP SW. Jakarta

Marlyn D.E, Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2007, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Nursalam, Parianti Siti, (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem

Pernapasan. Salemba. Jakarta

Nelson, (2005). Program Pemberantasan ISPA Pada Balita. EGC. Jakarta

Nettina, Sandra M, (2007), Pedoman Praktek Keperawatan, EGC, Jakarta.

Rusli Utami, (2005). Asi Ekslusif. Kata Hati. Yogyakarta

Saifullah, (2005). Buku Panduan Praktis Pelayanan Imunisasi. Ed.1, Cetakan ke-4. Jakarta; Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,2004

Sudijono Anas, (2008). Pengantar Statistik Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sediotama, (2006). Pengantar Gizi Balita. Salemba. jakarta

Soehardjo, (2006). Ilmu Penyakit Dalam. EGC. Jakarta

Soetjiningsih, (2005). Ilmu Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta

STIK Avicenna, (2008). Peraturan dan Kode Etik Akademik. Kendari

Supartini Yupi, (2007).  Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC, Jakarta.

Supariasa, DN, (2006). Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Page 33: Kti Pada Balita Peneumonia

Suriadi,Yuliani R,2007, Asuhan Keperawatan pada Anak, CV sagung Seto, Jakarta

Syamsuddin, (2008). Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA pada Anak. EGC. Jakarta

Zaidin A, (2008). Dasar-Dasar Pengantar Keperawatan. EGC. Jakarta