KTI Jadi Setengah

download KTI Jadi Setengah

of 38

description

DM

Transcript of KTI Jadi Setengah

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang MasalahDiabetes melitus (DM) dengan gangren merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti oleh orang-orang dewasa. Penyakit yang disebabkan oleh tidak terkontrolnya kadar gula dalam darah ini juga bisa membuat penderitanya mati rasa pada bagian tubuh yang diserang seperti kaki. Menurut penelitian DM dengan ulkus gangren di Indonesia semakin meningkat hingga 32% jika tidak dilakukan perawatan dengan baik. Penyakit diabetes melitus bila tidak dilakukan tindakan medis segera seperti pemberian obat akan menimbulkan berbagai komplikasi. Salah satunya dengan komplikasi terjadinya neuropati atau kerusakan saraf perifer yaitu yang mengacu pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, seperti pada pembuluh darah kaki, yang berakibat timbulnya luka yang sulit sembuh, dan jika tidak segera dirawat akan menimbulkan gangren. Gangren tersebut didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti (Gitaija, 1999 dalam Andra Saferi, 2013).Menurut WHO (World Health Organization), Indonesia menempati urutan keempat terbesar jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia mengidap diabetes melitus. Menurut Diabetes Indonesia (Persadia) memproyeksikan jumlah penderita diabetes di Indonesia. akan membengkak sekitar 24 juta orang pada tahun 2025. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat dan angka penderita diabetes melitus (yang biasa dengan daibetesi) saat ini, yaitu sekitar 12 juta orang (Susilo Yekti, 2011). Berdasarkan laporan Nasional Riskedes (2007), dari data Jawa Timur menunjukkan prevalensi DM berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,1 sedangkan prevalensi SM (D/G) sebesar 1,3%. Di Surabaya sendiri seperti yang kita ketahui penderita diabetes melitus ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga 2011, namun pada tahun 2012 teijadi penurunan menjadi 21.298 (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2013).Diabetes melitus mempunyai faktor penyebab seperti obesitas, keturunan, gaya hidup tidak sehat, serta aktivitas yang kurang mebutuhkan banyak gerak. Maka tidak aneh jika pasien dengan diabetes mellitus jumlahnya melonjak tajam. Pada kasus komplikasi DM salah satunya neuropati atau kerusakan saraf, dapat terjadi gangguan aliran darah ke perifer kaki, sehingga mengakibatkan luka sukar untuk sembuh dan akan menjadi ulkus. Ulkus tersebut apabila tidak ditangani dengan baik secara intensif akan mengakibatkan kematian jaringan sehingga terjadi gangren. Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat menyebabkan kesemutan, nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya sensitivitas atau mati rasa, sehingga pada umumnya penderita DM terlambat untuk menyadari bahwa telah teijadi luka pada kakinya (Soebardi, 2006 dalam Hidayah, 2011). Masalah yang sering teijadi pada klien diabetes melitus dengan gangren antara lain gangguan integritas kulit, gangguan perfiisi jaringan, bahkan adanya infeksi yang bisa mengakibatkan teijadinya amputasi.Penatalaksanaan luka gangren pada klien diabetes melitus meliputi tirah baring, pemberian antibiotik, debridement, pemberian nutrisi yang baik, dan perawatan luka gangren. Disamping itu, pengendalian glukosa darah cenderung ketat ketika teijadi infeksi, untuk mecegah lamanya kesembuhan luka. Oleh karena itu peran perawat diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dan holistik yang meliputi tindakan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Tindakan promotif perawat yaitu memberikan penjelasan tentang diabetes mellitus mulai dari penyebab sampai dengan komplikasi terutama pada luka gangren. Tindakan preventif perawat yaitu memberikan penjelasan mengenai diet sehat seimbang, mengelola stress, rajin aktivitas fisik, dan latihan. Secara kuratif, perawat berperan memberikan obat-obatan sebagai tindakan kolaborasi dengan tim dokter, bahkan melakukan perawatan luka gangren. Sedangkan aspek rehabilitatif yaitu bila pasien sembuh dari sakit diupayakan untuk memulihkan kondisi seoptimal mungkin dengan menjaga kadar gula darah agar tetap stabil (Barbara C. Long, 1996).Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik meneliti Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Masalah Kerusakan Integritas Kulit (Gangren) Di Ruang Azzahra RSI Jemursari Surabaya.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Masalah Kerusakan Integritas Kulit (Gangren) Di Ruang Azzahra RSI Jemursari Surabaya.

1.3 Tujuan Penelitian1.3.1 Tujuan UmumDiketahuinya Asuhan Keperawatan pada klien Diabetus Melitus Tipe 2 dengan masalah Kerusakan Integritas Kulit (Ganggren) Di Ruang Azzahra RSI Jemursari Surabaya.1.3.2 Tujuan Khusus1. Melakukan pengkajian pada klien diabetes melitus tipe 2 dengan masalah kerusakan integritas kulit (ganggren) di ruang Azzahra di RSI Jemursari Surabaya2. Menyusun diagnosa keperawatan pada klien diabetus melitus tipe 2 dengan masalah kerusakan integritas kulit (ganggren) di ruang Azzahra di RSI Jemursari Surabaya3. Menyusun rencana tindakan pada klien diabetes melitus tipe 2 dengan masalah kerusakan integritas kulit (ganggren) di ruang Azzahra di RSI Jemursari Surabaya4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien diabetes melitus tipe 2 dengan masalah kerusakan integritas kulit (ganggren) di ruang Azzahra di RSI Jemursari Surabaya5. Melakukan evaluasi hail tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien diabetes melitus tipe 2 dengan masalah kerusakan integritas kulit (gangren) di ruang Azzahra di RSI Jemursari Surabaya

1.4 Manfaat Penelitian1.4.1 Bagi PenelitiHasil penelitian ini sebagai sarana untuk menambah wawasan dan studi banding pada penelitian selanjutnya.1.4.2 Bagi Tempat PenelitianHasil penelitian ini sebagai bahan masukan khususnya perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.1.4.3 Bagi Perkembangan Ilmu KeperawatanHasil penelitian ini sebagai bentuk tanggung jawab dan keikutsertaan dalam memajukan keperawatan. Terutama sebagai masukan untuk memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Konsep Dasar Diabetes Militus2.1.1 PengertianAmerican Diabetes Association (ADA) mendefinisikan Diabetes Militus (DM) sebagai kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua - duanya. ( Ernawati, 2013 ).Diabetes Militus adalahsuatu penyakit yang didefinisikan berdasarkan adanya hiperglikemia. Kriteria diagnostic untuk diabetes mencakup (1) glukosa plasma puasa 126 mg / dL, (2) gejala diabetes plus glukosa plasma sewaktu 200 mg / dL, atau (3) kadar glukosa plasma 200 mg/dL, setelah pemberian 75 g glukosa peroral (uji toleransi glukosa oral) (Stephen & William, 2010).Diabetes militus oleh masyarakat umum disebut kencing manis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak kemampuan tubuh untuk memproduksi hormone insulin atau karna penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai dengan tinggi kadarguladalamdarah (Susilo Yekti,2011).2.1.2 PatofisiologiSemua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi relatif kerja insulin. Selain itu,pada diabetes tipe 1 dan 2,kadar glukagon tampaknya meningkat secara abnormal. Rasioglukagon-insulin yang tinggi ini menciptakan suatu keadaan yang serupa dengan keadaan yang dijumpai saat puasa dan menyebabkan terjadinya lingkungan yang tidak sesuai untuk mempertahankan homeostatis bahan bakar normal.Gangguan metabolik yang terjadi tergantung pada derajat penurunan kerja insulin. Jaringan adiposa terhadap kerja insulin. Karena itu,rendahnya aktifitas insulin dapat menyebabkan penekanan lipolisis dan peningkatan penyimpanan lemak. Kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk melawan efek glukagon di hati dan menghambat pengeluaran glukosa oleh hati. Pada orang normal,kadar basal aktifitas insulin mampu memerantarai berbagai respon tersebut. Namun,kemampuan otot dan jaringan peka insulin lainnya untuk berespon terhadap pemberian glukosa dan menyerap glukosa (melalui perataraan insulin) memerlukan sekresi insulin yang terstimuli dari pangkreas.Karena itu,penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi sebagai ketidakmampuan jaringan peka insulin untuk mengurangi beban glukosa. Secara klinis,hal ini menimbulkan hiperglikemia pasca makan (post prandial hipoglikemi). Penderita diabetes militus tipe 2 yang masih menghasilkan insulin tetapi mengalami peningkatan resistensi insulin,akan memperlihatkan gangguan uji toleransi glukosa. Namun,kadar flukosa puasa tetap normal karena aktifitas insulin masih cukup untuk mengimbangi pengeluaran glukosa (yang diperantarai oleh glukagon) oleh hati. Jika efek insulin semakin menurun efek glukagon terhadap hati tidak mendapatkan perlawanan yang berarti sehingga tidak terjadi hiper glikemia pasca makan dan hiperglikemia puasa.Meskipun penderita diabetes tipe 2 biasanya masih menyisakan kerja insulin endogen, hal tersebut tidak berlaku bagi penghidap diabetes tipe 1. Karena itu,penghidap diabetes tipe 1 yang tidak diobati atau diobati secara kurang obtimal memperlihatkan tanda-tanda difensiensi insulin yang terparah. Selain hiperglikemia puasa dan pasca makan,mereka juga mengalami ketosis karena pengurangan nyata insulin menyebabkan lipolisis simpanan lemak menjadi maksimal untuk menghasilkan subtract bagi ketogenesis di hati yang dipicu oleh glukagon.Karena insulin merangsang penyerapan asam amino dan pembentukan protein dan otot,penurunan kerja insulin pada diabetes militus mengurangi sintesis protein otot. Insulinnopenia berat,seperti yang terjadi pada diabetes tipe 1,dapat menyebabkan keseimbangan hitrogen menjadi negatif dan kehilangan protein yang mencolok. Asam-asam amino yang tidak diserap oleh otot dialihkan oleh hati tempat zat-zat ini digunakan sebagai bahan bakar untuk menjalanka glukoniogenesis.Pada penghidap diabetes tipe 1 dan 2, adanya hormon-hormon counterregulary pemicu stres pada keadaan yang sudah berupa insulinnopenia membuat manefestasi metabolik defisiensi kerja insulin menjadi semakin nyata. Stres,infeksi dapat memicu ketoasidosis diabetes pada penghidap diabetes tipe 1 dan sebagaian tipe 2.Selain gangguan metabolik,diabetes menyebabkan beragam penyulit kronik yang menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang berkaitan dengan penyakit ini. Penyulit diabetes sebagaian besar disebabkan oleh kelainan vaskuler yang mengenai sistem mikrovaskuler (retinopati,nefropati,dan beberapa tipe neuropati) dan makrovaskuler (penyakit arteri koroner,penyakit vaskuler perifer) (Stephen dan William,2010)

2.1.3 KlasifikasiPerubahan diagnosis dan klasifikasi DM telah beberapa kali dilakukan oleh WHO yaitu pada tahun 1965,1980,1985, dan 1994. Tahun 1997, ADA (American Diabetes Association) memperbaruhi. Hasil penelitian baik klinik maupun laboratorik menunjukkan baha DM merupakan suatu keadaan yang heterogen baik sebab maupun macamnya. Pada tahun 1995 WHO dengan Expert Commite on Diabetes Militusnya mengeluarkan laporan yang berisi klasifikasi pasien berdasarkan umur mulai diketahuinya penyakit. Kemudian WHO menganjurkan pemakaian istilah-istilah pada klasifikasi tersebut seperti Childhood diabetic,Young diabetic, dan Elderly diabetic. Namun saat ini pembagian yang tegas tidak dapat dilakukan sebab sebagian dari pasien yang berumur kurang dari 30 tahun mendapatkan diabetes tipe orang dewasa yang tidak begitu berat dan sebaliknya ditemukan pasien-pasien yang berumur lebih dari 40-45 tahun yang mengalami insulin dependet atau memerlukan insulin untyk mempertaakan asupan makanan yang cukup agar dapat memepertahankan kekuatan dan stabilitas berat badannya (Smeltrzer dan Bare,2008). ADA (2005) mengklasifikasikan DM dan intoleransi glukosa yang berhubungan sebagai berikut:1. Tipe 1: Diabetes Militus tergantung InsulinMerupakan 5%-10% dari seluruh penderita diabetes.Ciri-ciri klinik:a. Awitan terjadi pada segala usia,tetapi biasanya pada usia muda yaitu 30 tahunb. Biasanya bertubuh kurus pada saat diagnosis,dengan penurunan berat badan yang baru saja terjadic. Etiologi mencakup faktor ginetik,imunologi atau lingkungan misalkan virusd. Sering memiliki sel pulau langerhense. Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulinf. Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogeng. Memerlukan insulin untuk mempertahankn kelangsungan hiduph. Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulini. Komplikasi akut hiperglikemia: Ketoasidosis dibetik

2. Tipe 2: Diabetes Insulin tidak tergantung insulinMerupakan 90% - 95% dari selurung penyandang diabetes, 80% mengalami obesitas dari tipe 2, dan 20% mengalami non obesitas dari tipe 2.Ciri-ciri klinik:a. Awitan terjadi disegala usia,biasanya terjadi di atas 30 tahunb. Biasanya bertumbuh gemuk (obesitas) pada saat diagnosac. Etiologi mencakup faktor obesitas,herediter,atau lingkungand. Tidak ada antibodi sel pulau langerhanse. Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulinf. Mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar glukosa,darahnya melalui modifikasi diet dan latihan tidak berasilg. Mungkin memerlukan insulin dalam waktu yang pendek atau panjang untuk mencegah hiperglikemiah. Ketosis jaringan terjadi,kecuali bila dalam keadaan stres atau menderita infeksii. Komplikasi akut: Sindrom nefrotik

3. Diabetes gestasionalCiri-ciri klinik:a. Awitan selama kehamilan,biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketigab. Disebabkan oleh hormon yang disekkresikan plasenta dan menghambat kerja insulinc. Resiko terjadinya komplikai perinatal diata normal,khususnya,makrosomia yaitu bayi berukuran besard. Diatasi dengan diet dan insulin jika diperlukan untuk mempertahankan secara ketat kadar glukosa darah normale. Terjadi pada sekiar 2-5% dari seluruh kehamilanf. Intoleransi glukosa dapat terjadi sementara tetapi dapat kambuh kembali pada kehamilan berikutnya. 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (diabetes tipe 2) dalam waktu 10 tahun khususnya jika obesitas.g. Faktor resiko mencakup: obesitas, usia diatas 30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar atau lebih dari 4 kgh. Pemeriksaan skrinning atau test toleransi glikosa harus dilakukan pada semua wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24 minggu hingga 28 minggu

4. Diabetes militus yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lainCiri-ciri klinik:a. Tidak ada riwayat intoleransi glukosab. Resiko mengalami diabetes meningkat jiaka diabetes:1) Riwayat dalam keluarga positif2) Obesitas3) Ibu dengan berat bayi diatas 4 kg pada saat dilahirkanc. Nasihat untuk pemeriksaan skrinning dan berat badan seperti PreAGT (Ernawati,2013).2.1.4 Etiologi1. Faktor keturunanPenyakit DM kebanyakan adalah penyakit keturunan,bukan penyakit menular. Meskipun demikian bukan berarti penyakit tersebut pasti menurun pada anak walaupun kedua orang tuanya menderita penyait DM. Apabila dibandingkan dengan kedua orang tuanya yang normal (non DM), yang jelas penderita DM cenderung mempunyai anak yang menderita penyakit DM.2. Obesitas (Kegemukan)Obesitas termasuk hal yang menyebabkan DM. Kebutuhan kalori perhari untuk setiap orang berbeda satu dengan yang lainnya. Seorang lelaki dewasa membutuhkan antara 2000-2500 kalori perhari, sedangkan perempuan dewasa membutuhkan 1600-2000 kalori perhari.Jika asupan kalori persatu hari seseorang berlebihan,maka kalori yang tidak terpakai akan berubah menjadi lemak. Jadi, kelebihan kalori dapat menyebabkan seseorang menjadi kegemukan. Kalau berat badan naik 1 kg,itu artinya ada kelebihan asupan 8000 kalori yang diubah menjadi lemak (8000 kalori = 1 kg berat badan).Semua makanan berkabohidrat pasti mengandung kalori. Jadi dapat ditarik kesimpulan,jika seseorang mengkonsusmsi makanan beralori dipastikan asupan kabohidrat kedalam tubuh akan bertambah. Karbohidrat didalam tubuh akan diubah menjadi gula untuk dijadikan energi (tenaga). Jika jumlah insulin yang dihasilkan pangkreas tidak mencukupi untuk mengendalikan tingkat kadar gula didalam tubuh,maka kelebihan gula tersebut akan menyebabkan gula darah menjadi tinggi,yang disebut diabetes. Itulah sebabnya,sekarang ini banyak makanan yang diberi label rendah kalori. Yang arti sebenarnya rendah kabrohidrat. Sebagai contoh pemanis buatan rendah kalori,makanan rendah kalori, dan minuman rendah kalori.3. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)Penyakit hipertensi sangat berbahaya bagi kesehatan. Dengan tingkat kadar lemak dalam darah,sensitifitas rendah terhadp insulin menjadi sangat rendah. Olehkarena itu,mereka yang menderita tekanan darah tinggi diharapkan mengkonsumsi makanan tinggi serat dan rendah lemak,eperti buah dan sayuran,sehingga mampu meningkatkan sensitifitas insulin.Jika sensifitas insulin meningkat maka kontrol gula darah akan lebih baik dan kadar lemak darah semakin rendah. Rendahnya kadar lemak dalam darah akan menurunkan kemungkinan timbulnya komplikasi penyakit jantung sehingga ikut menurunkan angka kematian pada penderita DM.

4. Level Kolesterol TinggiDM adalah keadaan dimana kadar gula darah melebihi batas normal. Diabetes yang tidak terkontrol dengan kadar glukosa yang tinggi cenderung meningkatkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam tubuh.Kolestrol LDL pada penderita diabetes lebih ganas karena bentuknya lebih padat dan ukurannya lebih kecil sehingga sangat mudah masuk dan menempel pada lapisan pembuluh darah yang lebih dalam (anterogenik). Pada penderita DM,kematian utama disebabkan penyakit kardioselebrovaskuler (penyakit pembuluh darah jantung dan otak) oleh karena itu, pasien DM sangat penting untuk menekankan kolesterol,khususnya LDL sehingga 100 mg/dL.Hal ini disebabkan karena DM adalah kondisi yang dianggap sama dengan orang yang terkena penyakit jantung koroner. Padaa diabetes yang sudah terkena penyakit jantung koroner,targt LDL nya lebih rendah lagi, yakni 70 mg/dL.Kadar gula darah yang tinggi dan berlagsung lama akan memicu terjadinya aterosclerosis (kerusakan dinding pembuluh darah) pada arteri koroner dan menyebabkan penyakit jantung koroner. Bahkan,pasien dengan DM cenderung mengalami gangguan jantung pada usa yang masih muda.

5. Mengkonsumsi Makanan InstanZaman semakin maju dan terus berkembang. Hal ini membuat manusia semakin maju terdorog untuk meraih prestas setinggi-tingginya dan menjadi yang terbaik. Kondisi ini sering diwarnai dengan gaya hidup yang moderen yang tidak sehat. Manusia kurang bergerak karena segala sesuatunya menggunakan alat seperti lift,eskalator,dan lain-lain.Manusia juga demikian sibuk sehingga tidak ada waktu untuk berolaraga secara rutin. Akibatnya sirkulasi darah didalam tubuh tidak normal. Kinerja jantung terganggu sehingga secara keseluruhan kerja organ tubuhpu terganggu,termasuk sensitifitas insulin.Selain itu,manusia juga terbiasa mengkonsumsi makanan instan atau makanan cepat saji yang banyak mengandung garam dan penyedap rasa. Kandungan ini bila dikonsumsi secara terus menerus dan tidak diimbangi dengan pola hidup yang sehat,akan menyebabkan terganggunya kesehatan, seperti kegemukan,tingginya kolesterol, lain-lain. Ini lah yang memicu terganggunya metabolisme dalam tubuh,termasuk sensitiftas insulin yang menyebabkan DM.

6. Merokok dan StresRokok adalah musuh terbesar kesehatan. Nikotin yang menyebar didalam darah akan mempengaruhi seluruh kerja organ tubuh. Darah yang sudah tercuni oleh nikotin akan menyebabkan sensitiftas insulin terganggu. Apabila kondinya sudah demikian,maka Dm akan mengintai.Stres sebenarnya tidak menyebabkan penyakit fisik secara langsung. Namun, karna pada stres hormon-hormon langsung diproduksi,maka kondisi sters yang berlangsung terus menerus akan menyebabkan terjadi kandungan racun yang melimpah didalam tubuh. Sensitiftas insulinpun terganggu dan menyebabkan terjadinya DM.

7. Kerusakan Pada Sel PangkreasDM dapat terjadi jika pankreas-pankreas kelenjar bagian atas perut tidak berfungsi sebagaimana mestinya biasnya pangkreas menghasilkan insulin,yaitu hormon yang penting untuk penyimpanan glikosa didalam tubuh. Apabila pangkreas berhenti menghasilkan insulin atau hanya sedikit insulin yang diprosuksi,penyakit DM pasti akan terjadi.Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa hormon insulin dihasilkan oleh kelenjar pangkreas. Kelenjar pangkreas terletak di lekukan usus halus 12 jari. Kelenjar ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar gula (glukosa) darah. Apabila pangkreas ini rusak,tergamggu atau tidak bekerja obtimal,tentu produk yang dihasilkan akan berpengaruh.

8. Kelainan HormonalKemungkinan induksi DM tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal,seperti hormon keluarnya kelenjar adrenal,kelenjar hipofisis, dan kelenjar teroid merupakan study pengamatan yang sedang populer saat ini.Hipersekresi hormon GH (hormon pertumbuhan) pada akromegali dan sindrom cushing sering berakibat pada resistensi insulin,baik pada hati dan organ lain,dengan symptoma hiperinsulinemia (insulin yang meningkat) dan hiperglisemia (kadar gula yang meningkat), yang berdampak pada penyakit kardiovaskuler dan berakibat kematian.GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan liposis. Glukogenesis dan liposis berada di antara tahapan dalam metabolisme glukosa, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Dan sebaliknya,insulin likegrowth faktor 1(IGF-1) faktor yang menyerupai insulin meningkatkan kepekaan terhadap insulin pada otot lurik salah satu jenis otot). Walaupun demikian,pada akromegali,peningkatan rasio IGF-1 tidak dapat menurunkan resistensi insulin karena berlebihannya GH (Susilo,Yekti,2011).2.1.5 Maninfestasi KlinisMenurut Srihartini,2009 gejala DM ada 2 yaitu gejala klinis dan gejala lain. Untuk gejala klinis yaitu sering buang air kencing (poliuri), sering haus (polidipsi), napsu makan meningkat (polifagia), berat badan kurun menjadi kurus, dan lemah. Sedangkan untuk gejala lainnya yaitu gatal-gatal, mata kabur, empoten, dan kesemutan pada kaki. 2.1.6 Pemeriksaan PenunjangMenurut Mirz,2012 pemeriksaan DM yaitu:1. Pemeriksaan MikroalbuminUntuk mendeteksi komplikasi pada ginjal dan ardiovaskuler.2. Pemeriksaan HbA1C atau A1CUntuk menilai kualitas pengendalian DM, mencegah terjadinya komplikasi (kronik) diabetes karna:a. A1C dapat memperkirakan resiko berkembangnya komplikasi diabetesb. Komplikasi diabetes dapat muncul jika pada glukosa darah terus meningkat3. Pemeriksaan Kadar C-peptidea. Untuk mengetahui fungsi residu sel pada pasien yang diberi insulin dan untuk membedakan antara DM tipe 1 dan tipe 2.Sedangkan menurut Arisman,2011 meliputi:a) Penilaian antropometisMemperoleh dan mempertahankan beratbadan idealb) Pemeriksaan laboratoris:1) Pemeriksaan darah yang meliputi:(1) Glukosa sebelum makan: 80-120 mg/dL(2) Kolestrol total 200 mg/dL(3) Kolestrol LDL 130 mg/dL(4) Kolestrol HDL 35 mg/dL(5) Gula darah puasa 200 mg/dL(6) Tekanan darah 130/84 mmHg2) Pemeriksaan urine(1) Glukosa merembes ke dalam urine kadar glukosa darah telah mencapai ambangnya,berkisar 150-180 mg/dL(2) Keton diperiksa selama infeksi atau jika terjadi peningkatan kadar gula tinggi2.1.7 KomplikasiMenurut Ernawati,2013 komplikasi diabetes militus terbagi menjadi 2 yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik yang meliputi sebagai berikut:1. Komplikasi akuta. HipoglikemiaKomplikasi hipoglikemia merupakan keadaan garurat yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit DM. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana keadaan kadar gula darah yang rendah yaitu dibawah 50-60 mg/dL.b. Ketoasidosis diabetik KADKAD merupakan keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia,asidosis dan ketoasis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan penganan yang tepat karne merupakan ancaman kematian bagi diabetes

2. Komplikasi Kronisa. Komplikasi Makrovaskuler1) Penyakit arteri koronerPenyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung koroner meruakan salah satu komplikasi makrovaskuler yang sering terjadi pada penderita DM tipe 1 dan tipe 2. Proses terjadinya penyakit jantung koroner pada penderita DM disebabkan oleh kontrol gula darah yang buruk dalam waktu yang lama yang disertai dengan hipertensi,resistensi insulin,hierinsulinemia,hiperalinimea,dislipedia, gangguan sistem keagulasi, dan hiperhomosisteinemia.2) Penyakit selebrovaskulerPenyakit selebrovaskuler pada pasien DM memiliki kesamaan dengan pasien non DM,namun pasien DM memiliki kemungkinan dua kalilipat penyakit kardiovaskuler. Pasien yang mengalami perubahan arteroklerotik skerotik dalam pembuluh darah selebral atau pembentukan emboli di tempat lain dalam sistem pembuluh darah sering terbawa aliran darah dan terkadang terjepit ke dalam pembuluh darah selebra. Keadaan di atas dapat diakibatkan serangan iskemik sesaat. Gejala penyakit selebrovaskuler memiliki kemiripan dengan gejala hipoglikemia seperti pusing,fertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo, dan kelemahan.2.1.8 PenatalaksanaanDalam mengelola diabetes langkah pertama yang harus dilakukkan adalah pengelolaan non farmakologis,berupa perencanaan makan dan kegiatan jasmani baru kemudian kalu dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes yang ditentukan belum tercapai,dilanjutkan dengan langkah berikut, yaitu penggunaan obat atau pengelolaan farmalkologis. Pada kegawatan tertentu (ketoasidosis,diabetes dengan infeksi,stres), pengelolaan formakologis dapat langsung diberikan, umumnya berupa suntikan insulin. Tentusaja dengan tidak melupakan pengeolaan non farmakologis. Pilar utama pengelolaan diabetes:1. Perencanaan makanStandart yang dianjurkan adalah makan-makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 45-60%, protein10-20%, lemak 15-2-%.Jumlah kalori sisesuaikan dengan pertumbuhan,status gizi,umur,sters akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan (BB) ideal. Untuk penentuan status gizi,dipakai body mass indexs sama dengan indexs masa tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikutIMT = BB (Kg) / [TB(m)]Pada dasarnya perencanaan makan pada diabetes militus tidak berbeda dengan perencanaan makan pada orang normal. Untuk mendapatkan kepatuhan terhadap peraturan makan yang baik,adanya pengetahuan mengenai bahan penukar akan sangat membantu pasien (Srwono,dalam Soegondo,1995)2. Latihan JasmaniDianjurkan untyuk latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih dari 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPTE (Continous,Rhytmichal,Interval,Progesive,Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85%,disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selam 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat seperti joging (Sarwono,dalam Soegondo 1995).3. Pengelolaan Farmakologisa. Obat antidiabetik oral atau Oral Hypoglikemik Agent (OH) efektif pada DM tipe 2, jika manajemen nutrisi dan latihan gagal. Jenis obat- obatan antidiabetik oral diantaranya:1) Sulfonilurea : bekerja dengan merangsang beta sel pankreas untuk melepaskan cadangan insulinnya.Obat jenis sulfonilure adalah Glibenklamid, Tolbutamid, Klorpropamid.2) Biguanida : bekerja dengan menghambat penyerapan glukosa di usus, misalnya mitformin, glukophage. b. Pemberian insulinPasien dengan DM tipe 2 tidak bergantung pada insulin, tetapi memerlukannya sebagai pendukung untuk menurunkan glukosa darah dalam mempertahankan kehidupan. Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transport glukosa ke dalam sel dan menghambat glikogen dan assam amino menjadi glukosa. 4. PenyuluhanPenyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal- Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan untuk menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman klien kn penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan perawatan klien diabetes. Penyandang DM yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang diabetes, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidp lebih lama (Endang Basuki dalam Soegondo, 1995).2.2 Konsep Gangren2.2.1 PengertianUlkus diabetik dikenal dengan gangren didefinisikan sebagai jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat teijadi akibat prosoes inflamasi yang memanjang, perlukaan (digigit serangga, kecelakaan keija, atau terbakar), proses degenaratif atau gangguan metabolik diabetes melitus (Gitaija, 1999, dalam Andra Saferi, 2013). Kematian ini terjadi akibat kehilangan pasokan darah atau infeksi tertentu (Barbara C. Weller, 1997). Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang berwarna merah kehitaman, atau berbau busuk akibat sumbatan yang teijadi di pembuluh darah sedang atau besar khususnya di tungkai (Tjokroprawiro, 2006).2.2.2 PatofisiologiTerjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang diabetes melitus yang menyebabkan kelaianan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan kulit dan otot yang kemudian menyebabkan teijadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentangan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes (Askandar, 2001, dalam Andra Saferi, 2013).Penyakit neuopati dan vaskuler adalah faktor utama yang mengkonstribusi tejadinya luka. Masalah luka yang teijadi pada pasien dengan diabetik terkait adanya pengaruh pada saraf yang terdapat pada kaki dan biasanya dikenal dengan neuropati perifer. Pada pasien dengan diabetik sering kali mengalami gangguan pada sirkulasi. Gangguan sirkulasi ini adalah yang berhubungan dengan pheripheral vascular disease Efek sirkulasi ini yang menyebabkan kerusakan pada saraf. Hal ini terkait dengan diabetik neuropati yang berdampak pada sistem saraf autonom, yang mengontrol fungsi otot halus, kelenjar dan organ viserai.Adanya gangguan pada saraf autonom adalah terjadinya perubahan tonus otot yang menyebabkan abnormalnya aliran darah. Dengan demikian kebutuhan akan nutrisi dan oksigen maupun pemberian antibiotik tidak mencukupi atau tidak tercapai jaringan perifer, juga tidak memenuhi kebutuhan metabolisme pada lokasi tersebut. Efek pada autonomi neuropati ini akan menyebabkan kulit menjadi kering, yang memudahkan kulit menjadi rusak dan mengkontribusi untuk terjadinya gangren. Dampak lain adalah karena adanya neuropati perifer yang mempengaruhi kepada saraf sensori dan sistem motor yang menyebabkan hilangnya sensori nyeri, tekanan dan perubahan temperatur (Suryadi, 2004, Andra Saferi, 2013).2.2.3 PencegahanMelakukan pemeriksaan pada kaki (jika perlu dengan menggunakan cermin), termasuk memeriksa apakah terdapat gejala pecah-pecah pada celah di antara jari-jari kaki. Membasuh kaki dengan air hangat dan sabun, mengeringkan kaki dengan cermat . Mengoleskan losicm pada seluruh kaki kecuali celah di antara jari-jari kaki 4. Menjelaskan dengan kata-kata perilaku yang dapat mengurangi risiko timbulnya ulkus kaki, yang mencakup :1. Selalu menggunakan sepatu2. Menggunakan tangan atau siku untuk memeriksa air hangat yang dipakai mandi, dan tidak menggunakan kaki3. Menghindari penggunaan bantal pemanas pada kaki4. Mengenakan kaos kaki dari kain katun5. Menghindari sepatu yang menyebabkan lecet6. Mengenakan sepatu baru dalam waktu singkat7. Meminta pemeriksaan kaki ketika kontrol ke dokter8. Konsultasi dengan podiatrist (ahli perawatan kaki) untuk pemeriksaan kebersihan kuku secara teratur jika diperlukan (Brunner and Suddarth, 2002).2.2.4 KlasifikasiJenis gangren menurut Barbara C. Long (1996), yaitu:1. Gangren keringTerjadi jika jaringan yang mati tidak berhubungan dengan perubahan- perubahan pada reaksi peradangan. Auto amputasi (pelepasan spontan) jari-jari kaki yang mengalami gangren kering, merupakan terapi pilihan. Daerah-daerah kering yang mengalami gangren dibiarkan kering selama pada proses ganren berlangsung. Kontrol yang ketat terhadap adanya tanda-tanda infeksi pada jaringan yang lebih proksimal sesuai kebutuhan.2. Gangren basahGangren yang teijadi bersamaan dengan peradangan. Septikemia dan syok septik dapat terjadi pada keadaan ini. Tirah baring, terapi antibiotik, pembersihan dan debridemen yang baik serta pengontrolan yang terus menerus terhadap tanda-tanda perluasan merupakan tindakan awal. Bermacam-macam pemeriksaan diagnostik untuk menentukan perluasan lesi, keadaan sirkulasi, terkena tindaknya tulang ditentukan lebih dahulu sebelum tindakan amputasi dipertimbangkan.

2.2.5 EtiologiMenurut Monalisa, dalam Soegondo 1995 penyakit kaki diabetik disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan persyarafan, dan adanya infeksi.

1. Gangguan pembuluh darahKeadaan hiperglikemia yang terus menerus akan mempunyai dampak pada kemampuan pembuluh darah tidak berkonstraksi dan relaksasi berkurang. Hal ini mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun terutama pada kaki.2. Gangguan persarafanNeuropati akan menghambat signal, rangsanagan atau terputusnya komunikasi dalam tubuh. Saraf pada kaki sangat penting dalam menyampaikan pesan ke otak, sehingga menyadarkan kita akan adanya bahaya pada kaki.3 InfeksiPenurunan sirkulasi darah kaki menghambat proses penyembuhan luka, akibatnya kuman masuk ke dalam luka dn terjadi infeksi. Peningkatan kadar gula darah akan menghambat kerja leukosit dalam mengatasi infeksi, luka menjadi ulkus gangren dan terjadi perluasan infeksi sampai ke tulang bila tidak diketahui dan mendapatkan penanganan segera.Faktor lain adalah pada klien diabetes sangat sering menderita gangguan daripada nondiabetes. Perubahan yang penting yakni adanya anestesia yang timbul karena hilangnya fungsi saraf sensoris. Keadaan ini berperan dalam teijadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren. Infeksi dimulai pada celah-celah kulit yang mengalami hipertrofi, pada sela-sela kuku yang tertanam di j ari kaki, bagian kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada daerah yang terkena trauma serta kurangnya perawatan kaki (Barbara C. Long, 1996).

2.2.6 Tanda dan GejalaMenurut Misnadiarly, 2006 kaki diabetes adalah suatu suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut:1. Sering kesemutan atau gringgingan2. Jarak tampak menjadi lebih pendek3. Nyeri saat istirahat4. Kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus)Menurut Monalisa dalam Soegondo 1995, dalam gangguan pembuluh darah kaki akan menimbulkan gejala natara lain :1. Sakit pada tungkai bila berdiri, beijalan, dan melakukan kegiatan2. Jika diraba kaki terasa dingin3. Rasa nyeri kaki pada waktu istirahat4. Sakit pada telapak kaki setelah beijalan5. Jika luka sukar sembuh6. Perubahan warna kulit, kaki tampak pucat kebiru-biruan2.2.7 Penatalaksanaan1. Terapi DiitDiit yang digunakan adalah diet G yaitu diet ini diberikan untuk diabetesi DM gangren. Komposisinya yaitu terdiri dari 60%-75% karobohidrat, 20% lemak, dan 20% protein (Ade Tobing, 2008 dan Tjokroprawiro, 2006).2. LatihanLatihan jasmani merupakan salah satu cara pengelolaan dalam mengendalikan kadar gula darah pada penyakit diabetes melitus, selain itu dengan melakukan senam kaki atau peregangan kaki dapat mengurangi ketegangan otot kaki dan mebuat tubuh menjadi lebih rileks (Ade Tobing, 2008).3. Pemantauana. Melakukan pemeriksaan pada kaki (jika perlu dengan menggunakan cermin), termasuk memeriksa apakah terdapat gejala pecah-pecah pada celah di antara jari-jari kakib. Membasuh kaki dengan air hangat dan sabun, mengeringkan kaki dengan cermatc. Mengoleskan losion pada seluruh kaki kecuali celah di antara jari-jari kakid. Menjelaskan dengan kata-kata perilaku yang dapat mengurangi risiko timbulnya ulkus kaki yang mencakup :a) Selalu menggunakan sepatub) Menggunakan tangan atau siku untuk memeriksa air hangat yang dipakai mandi, dan tidak menggunakan kakic) Menghindari penggunaan bantal pemanas pada kakid) Mengenakan kaos kaki dari kain katune) Menghindari sepatu yang menyebabkan lecetf) Mengenakan sepatu baru dalam waktu singkatg) Menghindari pengobatan tradisional untuk mengatasi kalush) Meminta pemeriksaan kaki ketika kontrol ke doktere. Konsultasi dengan podiatrist (ahli perawatan kaki) untuk pemeriksaan kebersihan kuku secara teratur jika diperlukan.f. Pantau kadar gula darah secar rutin. Kadar gula yang tinggi akan memperlambat peredaran darah, menurunnya intake glukosa ke dalam sel>sel sehingga mengalami kelaparan dan tidak bisa regenerasi dengan baik. Selain itu fungsi leukosit menjadi menurun sehinga tubuh atau luka menjadi mudah mengalami infeksi.g. Pantau diet penderita diabetes melitus (Brunner and Suddarth, 2002).4. Terapi obatMenurut Misnadiarly, 2006 untuk pengobatan atau terapi yang sesuai dengan pengobatan untuk infeksi kaki diabetik, antara lain:1. Untuk M. Fortuitim, di samping quinolon obat yang kemungkinan bisa di pakai B-Lactams cefloxitin2. Untuk infeksi M. Chelonei dapat digunakan quinolom seperti

2.3 Asuhan KeperawatanAsuhan keperawatan dengan masalah keperawatan gangren pada klien diabetes mellitus.2.3.1 Pengkajian keperawatanPengkajian keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi adanya ketidakmampuan pemenuhan perawatan diri sehingga perlu mengumpulkan data tentang adanya tuntutan perawatan diri, kemampuan melakukan perawatan diri, kebutuhan perawatan diri secara umum dan penyimpangan kebutuhan perawatan diri (George, 1985 dalam Emawati, 2013).1. IdentitasIdentitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat-, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosis medis (Kozier, 2011).2. KeluhanAda rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, dan adanya nyeri pada luka (Aneka Saferi, 2013)3. Riwayat kesehatana. Riwayat penyakit sekarangBerisi tentang kapan teijadinya luka, penyebab teijadmya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.b. Riwayat kesehatan dahuluAdanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyerta seperti hipertensi, gangguan jantung atau yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan penderitac. Riwayat kesehatan keluarga.Dari genogram keluarganya biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.d. Riwayat psikososial.Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita (Andra Saferi, 2013).4. Pola fungsi kesehatana. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatanPersepsi dan pemeliharaan kesehatan yang perlu ditanyakan pada klien misalnya persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi terhadap arti kesehatan dan persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan (Hidayat, 2008).b. Pola aktivitas-latihanLetih, lemah, sulit bergerak atau beijalan, kram otot, tonus otot menurun (Padila, 2012).c. Pola nutrisi dan metabolismeAnoreksia, mual, muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan deuretik (Padila, 2012).d. Pola eliminasiTerdapat perubahan pola berkemih yaitu: poliuria, nokturia dan anuria serta bisa terjadi diare, sulit BAB (Padila, 2012).e. Pola istirahat- tidurSering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang bersifat sistemik yang berdampak pada gangguan tidur atau insomnia. Klien juga sering terbangun karena frekuensi kencing yang meningkat pada malam hari. Rata-rata tidur klien pada malam hari 4-5 jam. Pada pengkajian ini juga data dilihat penampilan klien dengan wajah sayu mata merah dengan verbalisasi keluhan rasa kantuk (Riyadi & Sukarmin, 2008).f. Pola kognitif-perseptualKeadaan mental, orientasi klien, cara bicara normal atau tidak, kemampuan berkomunikasi, gangguan-gangguan pada panca indera (Hidayat, 2008).

BAB 3METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan (Desain Penelitian)Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup satu unit penelitian secara intensif misalnya satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas dan institusi (Nursalam, 2011).Studi kasus yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan asuhan keperawatan, yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, dan evaluasi keperawatan.

3.2 Unit Analisis (Subjek penelitian)Subjek penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus dengan gangren yang dirawat inap di Ruang Azzahra II RSI Jemursari Surabaya yang memenuhi kriteria utama sebagai berikut:3.2.1 Klien laki-laki atau wanita di ruang Azzahra dengan usia >35 tahun3.2.2 Klien penderita diabetes mellitus3.2.3 Klien mengalami luka gangren diabetik3.2.4 Klien bersedia diteliti

3.3 Batasan Istilah (Definisi Operasional)Istilah Definisi Operasional

Asuhan Keperawatan kerusakan integritas jaringan kulitPemberian pelayanan keperawatan kerusakan integritas jaringan kulit yang komperhensif pada penderita diabetus melitus dengan ganggren yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual-kultural, melalui proses keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan

Diabetes MelitusPenyakit metabotik dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan insulin yang ditandai dengan gejala khas yaitu 3P, poliuria atau banyak kencing, polidipsia yaitu banyak minum, dan polifagia yaitu banyak makan, serta ditambah peningkatan kadar glukosa darah, sewaktu > 200mg / dl, puasa > 126mg / dl , 2 jampada tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, dan telah ditegakkan oleh dokter dalam rekam medis.

GanggrenLuka yang timbul akibat infeksi atau peradangan tahap lanjut dimana luka sudah menjadi grade IV terjadi ganggren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan atau tanpa selulitis atau infeksi jaringan, grade V ganggren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah dan sampai timbul bau busuk

3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian3.4.1 Lokasi PenelitianPenelitian dilaksanakan di Azzahra RSI Jemursari Surabaya3.4.2 Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan bulan Februari Juli 2014

3.5 Prosedur PenelitianPenelitian ini diawali dengan pemilihan kasus atau masalah yang akan dijadikan topik penelitian. Peneliti memilih kasus kerusakan intergritas jaringan kulit pada klien diabetes melitus dengan ganggren sehingga topik penelitian ini berjudul Asuhan Keperawatan Diabetus Melitus Tipe 2dengan Masalah Ganggren di RSI Jemursari Surabaya. Untuk studi pendahuluan, pengumpulan data awal penelitian pada bab I diawali dengan pengurusan ijin penelitian kepada bidang diklat RSI Jemursari Surabaya. Setelah mendapatkan semua data awal, peneliti mengadakan uji proposal dan semua perbaikannya. Setelah proposal diperbaiki dan telah disetujui oleh penguji, peneliti diperbolehkan mengadakan penelitian dengan penurunan ijin pada bidang diklat RSI Jemursari Surabaya terlebih dahulu dan segera melakukan pengumpulan data penelitian.3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data3.6.1 Teknik Pengumpulan Data1. WawancaraPedoman umum untuk pertanyaan awal wawancara akan dibuat sama sesuai dengan daftar anamnesa pengkajian keperawatan yaitu anamnesa identitas klien, riwayat kesehatan klien, keluhan klien dan data subjektif lain yang dibutuhkan sesuai dengan format pengkajian, sedangkan perkembangan berikutnya akan menyesuaikan dengan kekhasan di lapangan pada masing masing subjek2. Observasi dan PemeriksaanObservasi dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan keadaan umum pasien dan pengamatan dari hasil laboratorium diagnostik, dan melakukan pemeriksaan tanda tanda vital serta pemeriksaan fisik dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasiDalam melakukan observasi dan pemeriksaan tersebut peneliti berpedoman pada standard dan nilai normal yang ada. Peneliti meminimalkan biasanya dengan uraian deskriptifsekaligus informatif sehingga pengamat juga dapat mengembangkan analisis yang lebih akurat saat menginterpretasikan seluruh data yang ada

3.6.2 Instrumen Pengumpulan DataInstrumen pengumpulan data adalah alat alat yang digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :1. Lembar observasi2. Catatan rekam medis3. Alat tulis4. Alat pelindung diri meliputi : sarung tangan , masker , scout5. Alat pengukur kadar glukosa darah6. Timbangan berat badan

3.7 Analisa DataAnalisa data diawali dengan melalukan asuhan keperawatan pada dua pasien dengan melakukan pengkajian yaitu berupa data primer maupun sekunder. Setelah melakukan pengkajian, peneliti menganalisa data dengan mengelompokkan data objektif dan data subjektif sehingga menemukan masalah yang dimasukkan pada diagnosa keperawatan. Saat masalah ditemukan peneliti membuat perencanaan tindakan apa yang harus dibuat dan melakukan tindakan yang biasa disebut implementasi. Setelah melakukan tindakan ke klien, kemudian mengevaluasi perkembangan dua klien perhari.Saat dilakukan evaluasi, peneliti membandingkan perkembangan klien 1 dan klien 2 dengan membuat tabel perbandingan. Dari hasil asuhan keperawatan tersebut, dilakukan analisis kesenjangan antara teori dan praktik asuhan keperawatan pada klen diabetes melitus dengan ganggren.

BAB 4HASIL DAN PEMBAHASANPada bab empat ini penulis membahas tentang hasil penelitian yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi serta pembahasan yang membahas tentang fakta, opini, dan teori dalam asuhan keperawatan pada klien DM dengan ganggren di ruang Azzahra 2 RSI Jemursari Surabaya yang dilaksanakan tanggal 23 Maret 2015 sampai 14 April 20154.1 Hasil Penelitian4.1.1 Pengkajian1. Identitas Klien Pada klien 1 berumur 52 dan klien 2 berumur 62 tahun, bahwa dalam penyakit DM tipe 2 bisa terjadi pada umur > 50 tahun. Pada keluhan utama dari kedua klien terdapat perbedaan karena pada luka yang akan sembuh sedikit timbul rasa gatal sedangkan luka baru akan lebih nyeri daripada luka yang sudah kering atau disebut jaringan granulasi.Pada klien 1 sudah menderita DM 8 tahun sedangkan klien 2 sudah 10 tahun. DM memang penyakit kronis yang terjadi karena perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan menimbulkan komplikasi.Klien 1 pertama pada pola nutrisinya dia sangat baik, selalu menghabiskan makanannya saat tidak merasa lapar atau lapar sedangkan klien 2 nafsu makannya tidak baik karena ada keluhan mual dan muntah. Tetapi didapatkan hasil GDA bahwa klien 1 memiliki nilai lebih normal daripada klien 2 yang cenderung hiperglikemik, klien 1 dan klien 2 juga banyak terdapat kesamaan pada pola kesehatannya, yaitu sedikit kencing dan sampai saat ini belum dapat BAB, koping toleransi stress yang baikdan dapat menerima keadaan, dan mempunyai peran yang sama sama tidak bekerja. 2. Pemeriksaan FisikKlien 1dengan keluhan sesak , banyak sekali ditemukan pemeriksaan fisik yang kurang dari normal seperti pernapasan cuping hidung dan rate pernapasan yang lebih dari normal. Ditemukan juga edema diseluruh tubuh, asites dan adanya luka ganggren yang gatal kedalaman 1cm, luas 5 cm dengan pus kuning ditungkai sebelah kakan. Sedangkan klien 2 tidak ada keluhan yang berat selain luka ganggren di pedis kaki kiri dengan luas 6 cm terbatas pada kulit, adanya pus dan edema disertai nyeri terutama saat digerakkan dengan skala nyeri 6 serta luka ganggren bagian kaki kanan terbalut oleh elastic banded yang hanya dapat dirawat oleh tenaga medis tanpa ada gangguan pernapasan maupun gangguan lainnya saerta ditemukan GDA klien 1 103 mg/dl dan klien 2 dengan GDA 208 mg/dl.3. Hasil Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostik ditemukan klien 1 dengan GDA 110 mg/dl(25 maret) dan 103 mg/dl (26 maret) sedangkan klien 2 dengan GDA 100 mg/dl (11april) dan mengalami peningkatan menjadi 208 mg/dl (12 april).4.1.2 Analisa DataPada analisa data pada klien 1 dan klien 2 yang terdapat persamaan etiologi dan masalah kerusakaan intergritas kulit karena luka ganggren4.1.3 Diagnosis KeperawatanPada klien 1 didapatkan diagnosa keperawtan kerusakan intergritas kulit yang ditemukan GDA normal yaitu 103 mg/dl ,mempunyai luka pedis terdapat pus yang masih basah, kedalaman luka 1 c dan luas luka 5 cm.Pada klien 2 didapatkan diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit yang ditemukan GDA 208 mg/dl, luka pada tungkai yang diperban dan pedis yang bengkak dan terdapat pus yang masih basah dengan luas luka 6 cm4.1.4 PerencanaanPada perencanaan menggunakan intervensi yang sama karena didapatkan masalah yang sama juga pada klien 1 dan klien 24.1.5 PelaksanaanPada implementasi banyak kesamaan karena klien 1 dan klien 2 didapatkan masalah yaitu kerusakan integritas kulit dengan ganggren. Hanya pada terapi klien 1 dan klien 2 didapatkan perbedaan karena mempunyai keluhan yang berbeda.4.1.6 EvaluasiPada evaluasi klien 1 terdapat pus dan luka masih basah, saat dilakukan hari ke 2 pus masih ada dan hari ketiga serta ke empat luka sudah sebagian kering. Sedangan pada klien 2 pus dan masih basah serta saat hari ke 2 keadaan masih basah tetapi pus tidak ada dan hari ketiga luka sudah mulai kering.4.2 PembahasanPembahasan ini dimulai dari tahap pengkajian keperawatan,diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.4.2.1 PengkajianPada pengkajian identitas kasus I umur pasien yaitu 52 tahun dan kasus II berumur 62 tahun. Menurut Slamet Suyono (1995) bahwa DM tipe 2 timbul semakin sering setelah umur 40 tahun yang disebabkan dengan keadaan kadar glukosa darah yang tinggi dan biasanya pasien tidak segera berobat ke rumah sakit kemudian muncul komplikasi, tetapi dapat dirasakan gejala yang mucul seperti banyak kencing (poliuri), banyak minum (polidipsi), serta banyak makan (polifagia) Dari penjelasan berikut didapatkan bahwa umur dan perubahan pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi timbulnya penyakit DM dengan ditandai GDA yang meningkat.Klien 1 dengan keluhan utama gatal pada luka gangren di tungkai kanan sedangkan klien 2 merasakan nyeri pada pedis kanan saat terutama saat digerakkan, dijelaskan pada teori bahwa ciri-ciri tahap penyembuhan luka bahwa jika luka terasa gatal karena luka akan segera kering dan muncul jaringan granulasi sedangkan pada luka yang masih basah atau luka baru akan terasa nyeri karena adanya proses pembentukan jaringan baru. Dari penjelasan tersebut didapatkan bahwa luka klien 1 sudah tumbuhnya jaringan granulasi sedangkan klien 2 luka baru yang masih proses dalam penyembuhan luka.Pada riwayat dahulu klien 1 dan klien 2 mempunyai penyakit DM yang cukup lama yaitu masing - masing 8 tahun dan 10 tahun. Menurut Andra (2013), menyatakan bahwa diabetes melitus adalah penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidakadekuatan penggunaan insulin. Ade Tobing (2008) menyatakan bahwa penyakit diabetes melitus bersifat menahun dan penderitanya dari semua lapisan unur terutama pada usia > 40 tahun sehingga tidak dapat disembuhkan melainkan dapat dikontrol. Diabetes melitus adalah penyakit yang bisa dikategorikan kronis karena sifatnya menahun dan tidak dapat disembuhkan melainkan dengan dikontrol dengan konsumsi glukosa yang tidak berlebihan serta melakukan pola hidup yang sehat.Pada riwayat kesehatan keluarga, keluarga klien 1 dan klien 2 mempunyai riwayat penyakit hipertensi tetapi tidak mempunyai riwayat diabetes melitus. Menurut Ade Tobing (2008), hipertensi adalah penyakit tekanan darah tinggi dimana buruknya kondisi pembuluh darah. Penyakit diabetes yang berlangsung lama menyebabkangula dalam darah merusak dinding pembuluh darah. Pada teori, Andra (2013) sudah menjelaskan hal ini disebabkan diabetes yang lama dapat merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang sehingga tekanan darah meningkat.Diabetes melitus sangat berpengaruh pada tidak stabilnya tekanan darah yang dikarenakan terhambatnya aliran darah ke seluruh tubuh dan membuat berkurangnya suplai darah ke otak berkurang sehingga tekanan menjadi meningkat.Pada pola nutrisi, klien 1 tidak terdapat keluhan, nafsu makan yang baik dapat mempercepat penyembuhan luka. Pada klien 2 terdapat keluhan mual dan muntah. Menurut Misnadiarly (2006) saat seseorang mengidap DM, akhirnya urat saraf yang terdapat pada lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan menjadi lemak. Kemudian lambung menggelembung sehingga proses pengosongan lambung terganggu, hingga makanan lebih lama tertinggal di dalam lambung. Keadaan ini yang menimbulkan rasa mual, muntah pada pasien. Penderita DM mengalami mual muntah dikarenakan rusaknya urat saraf pada lambung. Dengan perawatan yang baik dan dibantu dengan obat- obatan, keluhan tersebut akan hilang dalam waktu 5-10 hari.Pada pola eliminasi didapatkan pengkajian bahwa klien 1 dan klien 2 sukar untuk BAB. Dijelaskan oleh Misnadiarly (2006) bahwa pasien dengan DM sukar untuk BAB, dan BAB hanya sekali dalam 2-3 hari. Semua ini disebabkan atau akibat dari komplikasi urat saraf pada usus besar. Pada penyakit diabetes melitus banyak fisiologi tubuh terganggu terutama pada pola eliminasi, dengan terganggunya saraf parasimpatis pada usus besar penderita akan mengalami kesulitan BAB, bahkan bisa mengalami diare.Pemeriksaan fisik pada kedua kasus tidak ditemukan adanya perbedaan dengan teori. Sehingga dapat disimpulkan pemeriksaan menggunakan body sistem maupun head to toe sudah tepat digunakan untuk melakukan pengkajian pada pasien dengan diabetes mellitus.

4.2.2 Diagnosa KeperawatanBerdasarkan diagnosa keperawatan teori dan diagnosa pada kedua kasus ditemukan bahwa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangren merupakan diagnosa utama pada klien dengan diabetes melitus. Penegakkan diagnosa tersebut ditandai dengan data subjektif pada kedua kasus adalah pasien mengatakan gatal dan nyeri pada luka gangren yang ditandai dengan data objektif yaitu adanya luka pada pedis dan tungkai klien, nyeri dan gatal pada luka, luka masih terdapat pus yang masih basah serta kemerahan pada kulit sekitar luka.Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang diabetes melitus yang menyebabkan kelaianan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai pembahan kulit dan otot yang kemudian menyebabkan teijadinya pembahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah teijadinya ulkus. Adanya kerentangan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes (Askandar, 2001, dalam Andra Saferi, 2013).Penyakit neuropati adalah faktor utama yang mengkontribusikan terjadinya luka. Pada penderita DM, terdapat penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah yang sering terjadi pada tungkai bawah. Akibatnya, perfusi jaringan menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi gangren yang sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.

4.2.3 PerencanaanTahap perencanaan pada klien 1 dan klien 2 sama disesuaikan dengan situasi, kondisi dan fasilitas yang ada. Semua perencanaan tinjauan kasus berdasarkan NANDA.Dalam mengatasi masalah kerusakan integritas kulit, maka penulis menyusun intervensi antara lain mengkaji keadaan luka, kedalaman, serta ukuran luka, merawat luka dengan baik dan benar dengan menggunakan prinsip aseptik menggunakan larutan NnC'I 0,9 % , mengangkat sisa balutan yang menempel pada luka dini melakukan nekrotoml jaringan yang mati jika perlu, berkolaborasi degan dokter untuk pemberian Insulin dan pemberian antibiotik, memeriksa glukosa darah klien, memberikan terapi infus sesuai indikasi.4.2.4 PelaksanaanDalam pelaksanaan keperawaton disesuaikan dengan kondisi pasien, kondisi ruangan dan kondisi keluarga atau sesuai dcngtui rencana keperawntan yang telah dibuat, tindakan keperawatan dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi.Klien 1 pada hari pertama dilakukan perawatan luka serta pemberian insulin novorapid, sedangkan klien hari pertama diberi tindakan yang sama tetapi terupi obat berbeda yaitu pemberian novorapid dan luvcniir 10 unit saat malam hari. Pada hari kedua dan seterusnya dilakukan tindakan yang santa.Menurut teori, pada pasien DM dengan gtutgren bukan hanya dilakukan tindakan perawatan luka gangren saja tetapi tetap memantau perkembangan glukosa darah serta perlu diberikan penyuluhan tentang DM gangren yang bertujuan untuk menekan tingginya angka keniatian pasien gangren.Pada kedua kasus tersebut didapatkan bahwa dilakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik karena tindakan aseptik dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan grun ulasi yang timbul. Pada pelaksanaan selanjutnya klien dilakukan pemeriksaan glukosa mempengaruhi perkembangan penyembuhan luka gangren serta pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi.4.2.5 EvaluasiPada evaluasi ditemukan klien 1 mengatakan bahwa luka gangren sembuh terasa gatal. Setelah dilakukan perawatan luka setiap hari dan tindakan pemantauan glukosa darah serta program diet yang ketat pasien selama 4x24 jam, pasien merasa gatal berkurang serta luka yang sudah kering. Saat luka sudah kering, klien 1 ingin balutannya segera dilepas.Pada klien 2 juga ditemukan keluhan awal nyeri pada pedis yang terluka, saat dilakukan perawatan luka dan pemantauan glukosa darah serta diet yang ketat dari rumah sakit selama 3x24 jam, pasien merasa nyeri berkurang dan luka sudah mulai kemerahan dan kering pada sekitar luka.Pada teori yang dijelaskan Sarwono (1995), bahwa untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha untuk memperbaiki kelainan metabolik yang teijadi pada pasien DM, seperti kelainan kadar glukosa darah, serta pembuluh darag perifer. Dalam mengelola klien DM dengan gangren yaitu langkah pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan non farmakologis berupa penyuluhan, perencanaan makanan (diet), perawatan luka yang rutin, dan kegiatan yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka seperti latihan jasmani, pemeriksaan berkala glukosa darah, serta menghilangkan faktor penyulit kesembuhan ulkus.Gangren adalah penyulit DM yang sangat menakutkan bagi penderita DM. Untuk menghindari hal-hal berikut pasien DM dapat menghindarinya dengan cara tetap menjaga personal higiene, melakukan pemeriksaan glukosa darah, status gizi yang baik dan pengendalian DM, pemeriksaan kaki berkala. Hal ini sangat penting untuk pencegahan kaki diabetik teijadi pada pada penderita DM.

BAB 5KESIMPULAN DAN SARANPada bab lima ini akan menyampaikan kesimpulan tentang Asuhan Keperawatan pada pasien dedngan Diabetes Mellitus pada tanggal 23 Maret 2015 sampai tanggal 14 April 2015 dan saran yang diberikan peneliti guna perbaikan Asuhan Keperawatan yang akan datang.5.1 Kesimpulan5.1.1 PengkajianPada tahap pengkajian ditemukan keluhan utama pada klien 1 yaitu gatal pada luka dank lien ke 2 adanya nyeri pada luka gangren. Pada kedua klien mempunyai keluhan yang berbeda karna mempunyai penyembuhan yang berbeda juga.Faktor proses cepat lambatnya penyembuhan yaitu dengan adanya nutrisi yang baik, mengontrol glukosa darah, melakukan perawatan luka yang benar dengan prinsip aseptic dan perawatan kaki yang benar bagi keluarga dan klien.5.1.2 Diagnosa KeperawatanTahap diagnosa keperawatan, klien 1 dan klien 2 mempunyai diagnose keperawatan yang sama yakni keruisakan intergritas kulit berhubungan dengan gangrene dengan karakteristik luka yang berbeda yaitu klien 1 terdapat luka pada tungkai kanan yang gatal dengan luas luka 5 cm dan kedalaman 1 cm diikuti adanya pus dan kemerahan disekitar luka sedangkan klien 2 terdapat luka pada tungkai kiri yang terbalut dengan elastic banded dan luka pedis yang luas luka 6 cm terbatas pada kulit yang diikuti pus.

5.1.3PerencanaanPada tahap perencanaan pada kasus 1 dan 2 disesuaikan dengan situasi,kondisi dan fasilitas yang ada. Dalam mengatasi masalah kerusakan integrutas kulit pada penulis menyusun perencanaan antar lain observasi keadaan koma,merawat luka dengan membersihkan luka dengan prinsip aseptic menggunakan larutan Nacl 0,9%, mengangkat sisa balutan yang menempel pada luka dan melakukkan nekorotomi jaringan yang mati jika perlu,kolaborasi dengan pemberian insulin sebanyak 8 unit,memeriksa GDA, GDP, 2 jam PP, Kolaborasi untuk pemberian cairan infus RL 500 cc/ 24 jam dan Nacl 500 cc, memberikan posisi semi fowler, memberikan HE diabetes militus dan gangren dan bagi klien dan keluarga.5.1.4PelaksanaanTahap pelaksanaan dalam pelaksanaan perawatan disesuaikan dengan kondisi pasien, kondisi ruangan dan kondisi keluarga atau sesuai dengan rencana keperawatan yang telah dibuat,tindakan keperawatan dilakukkan secara mandiri maupun kolaborasi. Pada pemberiam tindakan kedua klien mempunyai tindakan yang sama dengan perawat luka gangrene serta mengangkat jaringan nekrotomi serta pemantaun gula darah secara berkala dengan GDA dan 2 jam PP, dan pemberian terapi infus yang berbeda yakni klien 1 diberikan RL 500cc/ 24 jam sedangkan klien 2 Nacl 500 cc.Dari semua rencana keperawatan yang ada pada tinjauan kasus,secara keseluruhan dapat dilaksanakan dengan baik dengan faktor pendukung adanya kerja sama yang baik antara petugas kesehatan dengan pasien serta keluarga5.1.5Evaluasi Tahap evaluasi dalam proses keperawatan pada kedua kasus,penulis menggunakan metode SOAP. Melihat apa yang telah dijelaskan dari uraian diatas,dapat disimpulkan bahwa secara umum tujuan dari rencana perawatan pada bab 4 baik kasus 1 maupun kasus 2 dapat tercapai. Pada kasus 1 maslah teratasi dalam 4x24 jam karena klien sudah mendapat terapi 1 hari sebelum klien melakukkan pengkajian. Sedangkan kasus ke 2 masalah teratasi dalam 3x24 jam sesuai dengan tjuan rencana keperawatan. Evalusi yang dilakukkan kepada klien sudah sesuai dengan kriteria hasil yang ditetap kan yaitu berkurangnya edema sekitar luka, pus dan jaringan nrkrosis berkurang,adanya jaringan granulasi, bau busuk hilang.5.2 Saran5.2.1 Bagi pasien dan keluargaKlien perlu mengontrol kadar gula darah dan gaya hidup yang sehat serta mengatur diet yang baik. Pada perawatan kaki diabetic,serta diharapkan klien untuk menjaga kaki klien tetap bersih seperti pada penggunaan alas kaki,perawatan luka dengan prinsip aseptic yaitu dengan larutan Nacl 0,9% selalu membersihkan atau mencuci kaki terutama pada sela-sela kaki5.2.2Bagi Institusi Pelayanan KesehatanSebagai bahan pertimbangan agar dapat memberikan pelayanan bagi pasien dengan kasus diabetes militus gangrene yaitu lebih intensif seperti melakukan perawatan luka dengan prinsip aseptic dengan larutan Nacl 0,9%, pemberian antibiotic pada klien, pemberian HE kepada klien dan keluarga, Dan pemeriksaan laboratorium seperti kultur pus untuk mengetahui perkembangan kondisi luka gangrene klien.5.2.3Bagi Penelitian SelanjutnyaHasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan study banding pada penelitian selanjutnya terutama untuk menciptakan dan membantu pola hidup yang sehat pada penderita diabetes militus