PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang...

24
30 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 65/M-IND/PER/7/2011 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan Di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4054); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633); 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); www.djpp.depkumham.go.id

Transcript of PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang...

Page 1: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

30

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 65/M-IND/PER/7/2011

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

BEBAS SABANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 Peraturan

Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawasan Sabang, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan Di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang

Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);

2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4054);

3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);

www.djpp.depkumham.go.id

Page 2: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3596);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4987);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5175);

10. Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;

11. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal;

12. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup, Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup;

13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, dan Tanda Daftar Industri;

14. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 71/M-IND/PER/7/2009 tentang Jenis Industri yang Mengolah dan Menghasilkan Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) dan Jenis Industri Teknologi Tinggi yang Strategis;

15. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/M-IND/ PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perindustrian;

www.djpp.depkumham.go.id

Page 3: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

16. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/M-IND/PER/7/2011 tentang Jenis-jenis Industri Dalam Pembinaan Direktorat Jenderal dan Badan di Lingkungan Kementerian Perindustrian;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG TATA

CARA PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN DI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS SABANG.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan

mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

2. Perusahaan Industri adalah perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang dapat berbentuk perorangan, badan usaha, atau badan hukum yang berkedudukan di Indonesia.

3. Bidang Usaha Industri adalah lapangan kegiatan yang bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.

4. Jenis Industri adalah bagian suatu cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.

5. Komoditi Industri adalah suatu produk akhir dalam proses produksi dan merupakan bagian dari jenis industri.

6. Perluasan Perusahaan Industri adalah penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan.

7. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang selanjutnya disebut Kawasan Sabang adalah Kawasan yang meliputi Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo), dan sebagian Kabupaten Aceh Besar (Pulau Breuh, Pulau Nasi, dan Pulau Teunom) serta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang terletak dalam batas-batas koordinat sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan

www.djpp.depkumham.go.id

Page 4: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang.

8. Dewan Kawasan Sabang, yang selanjutnya disingkat DKS, adalah Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

9. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, yang selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Kawasan Sabang atau disingkat BPKS, adalah Badan Pengelola dan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

10. Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri berdasarkan Rencana Tata Ruang dan/atau Rencana Induk (masterplan) Kawasan Sabang yang ditetapkan dan dikelola oleh Kepala BPKS.

11. Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbit dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

12. Beroperasi adalah melakukan kegiatan produksi komersial secara nyata sesuai dengan Izin Usaha Industri/Izin Perluasan yang dimiliki Perusahaan Industri yang bersangkutan.

13. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan sebagian tugas urusan Pemerintahan di bidang perindustrian.

14. Direktur Jenderal Pembina Industri adalah Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Perindustrian yang melaksanakan tugas dan tanggungjawab dalam pembinaan industri sesuai dengan kewenangannya sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/M-IND/PER/7/2011 dan/atau perubahannya.

Pasal 2

(1) Pembangunan industri di Kawasan Sabang sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini meliputi: a. Industri Bubur Kertas (Pulp), yaitu industri pembuatan

bubur kertas (pulp) dengan bahan dari kayu atau serat lainnya dan/atau kertas bekas;

b. Industri Kimia Dasar Anorganik Lainnya, yang terdiri dari: 1. Industri Amonia (Anhidrat dan dalam larutan air); dan 2. Industri Borat (termasuk Borax);

c. Industri Kimia Dasar Organik yang bersumber dari

www.djpp.depkumham.go.id

Page 5: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Minyak Bumi dan Gas Bumi dan Batu Bara, yang terdiri dari: 1. Industri Etilena; 2. Industri Propena (Propilena); 3. Industri Benzena; 4. Industri Ortho dan para Xilena; 5. Industri Metanol (metil alkohol); dan 6. Industri Caprolactam;

d. Industri Pupuk Buatan Tunggal Hara Makro Primer, yaitu Industri Pupuk Urea;

e. Industri Damar Buatan (Resin Sintetis) dan Bahan Baku Plastik, yang terdiri dari: 1. Industri pembuatan polietilen; 2. Industri pembuatan polipropilene; 3. Industri pembuatan polistirene; dan 4. Industri pembuatan selulosa asetat;

f. Industri Karet Buatan, yang terdiri dari: 1. Industri pembuatan Styrene Butadiene Rubber

(SBR); 2. Industri pembuatan Polypropene; 3. Industri pembuatan Acrylonitrile Butadine Rubber; 4. Industri pembuatan Silicon Rubber; dan 5. Industri pembuatan Isoprene Rubber;

g. Industri Bahan Farmasi, yaitu industri pengelolaan dan pembuatan bahan obat;

h. Industri Semen, yaitu industri Semen Portland; dan i. Pengolahan CPO.

(2) Pembangunan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. Perencanaan dan pelaksanaan penataan ruang

Kawasan Peruntukan Industri; b. Pembangunan infrastruktur pada Kawasan Peruntukan

Industri; dan c. Pemberian Izin Usaha Industri (IUI) dan Izin Perluasan

bagi penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, yang dilaksanakan oleh Kepala BPKS.

(3) Tata cara pemberian IUI dan/atau Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam Peraturan Menteri ini.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 6: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

BAB II IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN

Pasal 3

(1) Setiap pendirian Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib memiliki IUI.

(2) IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang jenis industri: a. tidak dinyatakan tertutup untuk penanaman modal; b. memenuhi persyaratan bagi industri yang dinyatakan

terbuka dengan persyaratan untuk penanaman modal; dan

c. nilai investasi perusahaan seluruhnya lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Pasal 4

Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib berlokasi di Kawasan Peruntukan Industri, kecuali bagi Perusahaan Industri yang menggunakan bahan baku dan/atau proses produksinya memerlukan lokasi khusus.

Pasal 5

(1) IUI bagi Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan melalui Persetujuan Prinsip.

(2) Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama-lamanya 1 (satu) tahun.

(3) Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah berdasarkan permintaan Perusahaan Industri yang bersangkutan.

(4) Persetujuan Prinsip diberikan kepada Perusahaan Industri untuk melakukan persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan/instalasi peralatan dan kesiapan lain yang diperlukan.

(5) Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan izin untuk melakukan produksi komersial.

Pasal 6

IUI diberikan kepada Perusahaan Industri yang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memiliki IMB; b. memiliki Izin Lokasi;

www.djpp.depkumham.go.id

Page 7: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

c. memiliki Izin Undang-Undang Gangguan; d. memiliki Izin Lingkungan; dan e. telah selesai membangun pabrik dan sarana produksi.

Pasal 7

IUI/Izin Perluasan diberikan untuk masing-masing jenis industri sesuai dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit yang mencakup semua komoditi industri dalam lingkup industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

Pasal 8

IUI dan Izin Perluasan berlaku sebagai izin gudang/izin tempat penyimpanan bagi gudang/tempat penyimpanan yang berada dalam kompleks usaha industri yang bersangkutan, yang digunakan untuk menyimpan peralatan, perlengkapan, bahan baku, bahan penolong dan barang/bahan jadi untuk keperluan kegiatan usaha jenis industri yang bersangkutan.

Pasal 9

Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang melakukan perluasan melebihi 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang telah diizinkan, wajib memiliki Izin Perluasan.

Pasal 10

(1) Setiap Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah memiliki IUI dan akan melaksanakan perluasan dalam lingkup jenis industri yang tercantum dalam IUI-nya, diizinkan untuk menambah kapasitas produksi sebesar-besarnya 30% (tiga puluh persen) di atas kapasitas produksi yang diizinkan, tanpa Izin Perluasan sepanjang jenis industrinya terbuka atau terbuka dengan persyaratan bagi Penanaman Modal.

(2) Perusahaan Industri yang melaksanakan perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberitahukan secara tertulis tentang kenaikan produksinya sebagai akibat dari kegiatan perluasan kepada Kepala BPKS selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal dimulai kegiatan perluasan.

Pasal 11

(1) Setiap Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah memiliki IUI dapat menambah kapasitas produksi di atas 30% (tiga puluh persen) dari kapasitas produksi yang diizinkan tanpa terlebih dahulu

www.djpp.depkumham.go.id

Page 8: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

memiliki Izin Perluasan, sepanjang jenis produksinya sesuai dengan: a. yang tercantum dalam IUI yang dimiliki; b. industrinya terbuka atau terbuka dengan persyaratan

bagi penanaman modal; dan c. ditujukan seluruhnya untuk pasaran ekspor.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama-lamanya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak dilakukan perluasan dan dalam waktu dimaksud Perusahaan Industri yang bersangkutan wajib memiliki Izin Perluasan.

Pasal 12

(1) Pemberian IUI dan Izin Perluasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana pelayanan terpadu satu pintu yang dibentuk DKS.

(2) Penerbitan IUI dan Izin Perluasan dilakukan apabila Perusahaan Industri telah memenuhi dokumen yang dipersyaratkan dan siap berproduksi komersial, yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.

(3) Pemeriksaan terhadap dokumen yang dipersyaratkan dan kesiapan untuk berproduksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Tim Teknis yang dibentuk dan diketuai oleh Kepala BPKS.

Pasal 13

IUI dan Izin Perluasan berlaku selama Perusahaan Industri yang bersangkutan beroperasi sesuai dengan jenis industri dan ketentuan yang tercantum dalam IUI/Izin Perluasannya.

Pasal 14

Sesuai dengan IUI/Izin Perluasan yang dimiliki, Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib: a. melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian

sumber daya alam serta pencegahan kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya dengan melaksanakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)/Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau membuat Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (SPPL), yang berlaku bagi jenis-jenis industri yang telah ditetapkan; dan

b. melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, bahan baku dan bahan penolong, proses, hasil produksi dan pengangkutannya serta

www.djpp.depkumham.go.id

Page 9: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

keselamatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB III

TATA CARA PEMBERIAN IUI, PERUBAHAN ATAU PENGGANTIAN IUI DAN IZIN PERLUASAN

Bagian Kesatu Pemberian dan Penundaan IUI Pasal 15

(1) Perusahaan Industri mengajukan Permohonan Persetujuan Prinsip dengan menggunakan Formulir Model Pm-I dan melampirkan Copy Akte Pendirian Perusahaan dan/atau perubahannya.

(2) Khusus bagi Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas, Akte Pendirian Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

Pasal 16

(1) Terhadap permohonan Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang telah lengkap dan benar, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima, Kepala BPKS wajib mengeluarkan Persetujuan Prinsip dengan menggunakan Formulir Model Pi-I dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

(2) Terhadap permohonan Persetujuan Prinsip yang persyaratannya belum lengkap dan benar atau jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal, selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima permohonan Persetujuan Prinsip, Kepala BPKS wajib mengeluarkan Surat Penolakan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI.

Pasal 17

(1) Dalam melaksanakan Persetujuan Prinsip, Perusahaan Industri yang bersangkutan wajib menyampaikan data mengenai kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi kepada Kepala BPKS dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten/Kota sesuai dengan Persetujuan

www.djpp.depkumham.go.id

Page 10: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Prinsip yang bersangkutan, setiap 1 (satu) tahun sekali paling lambat pada tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-II.

(2) Pemegang Persetujuan Prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang tidak dapat menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksinya dalam waktu 3 (tiga) tahun dapat mengajukan permintaan perpanjangan Persetujuan Prinsip untuk 1 (satu) kali selama-selamanya 1 (satu) tahun.

Pasal 18

(1) Perusahaan Industri yang telah menyelesaikan pembangunan pabrik dan sarana produksinya serta telah memenuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan, wajib mengajukan permintaan IUI kepada Kepala BPKS dengan menggunakan Formulir Model Pm-III dengan dilengkapi dokumen sebagai berikut: a. Copy Akte Pendirian Perusahaan dan/atau

perubahannya, dan khusus bagi Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas akte tersebut telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM;

b. Copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB); c. Copy Surat Persetujuan Prinsip (Model Pi-I); d. Copy Formulir Model Pm-II tentang Informasi Kemajuan

Pembangunan Pabrik dan Sarana Produksi (Proyek); e. Copy Izin Lokasi; f. Copy Izin Undang-Undang Gangguan; dan g. Copy Izin Lingkungan.

(2) Kepala BPKS selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima Formulir Model Pm-III harus sudah: a. mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan

Formulir Model Pi-VI apabila permohonan dengan isian Formulir Pm-III belum benar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lengkap; atau

b. mengadakan pemeriksaan ke lokasi pabrik guna memastikan bahwa pembangunan pabrik dan sarana produksi telah selesai terhadap permohonan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan oleh petugas dari Tim Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).

(4) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan menggunakan Formulir Model Pi-II yang ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dari Tim Teknis yang ditunjuk oleh

www.djpp.depkumham.go.id

Page 11: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Kepala BPKS. (5) Petugas Pemeriksa yang bersangkutan dalam waktu

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak penandatanganan BAP, menyampaikan BAP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala BPKS.

(6) Apabila pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak dilaksanakan, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat membuat Surat Pernyataan siap berproduksi komersial yang disampaikan kepada Kepala BPKS.

(7) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak BAP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterima, Kepala BPKS harus mengeluarkan: a. IUI dengan menggunakan Formulir Model Pi-III dengan

tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar; atau

b. Surat Penundaan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI dengan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar berdasarkan pertimbangan bahwa Perusahaan Industri: 1. belum memenuhi kewajiban melaksanakan upaya

yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b; atau

2. belum selesai melakukan pembangunan pabrik dan sarana produksi.

(8) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b, Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak diterima Surat Penundaan.

Bagian Kedua

Pemberian Izin Perluasan

Pasal 19

Permohonan Izin Perluasan diajukan kepada Kepala BPKS dengan menggunakan Formulir Model Pm-IV dan melampirkan dokumen rencana perluasan industri serta copy Izin Lingkungan.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 12: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Pasal 20

(1) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima Permohonan Izin Perluasan secara lengkap dan benar sesuai dengan yang dipersyaratkan, petugas dari Tim Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) harus sudah mengadakan pemeriksaan ke lokasi pabrik guna memastikan bahwa kegiatan perluasan industri telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dengan menggunakan Formulir Model Pi-II yang ditandatangani oleh Petugas Pemeriksa dari Tim Teknis yang ditunjuk oleh Kepala BPKS.

(3) Petugas Pemeriksa yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak penandatanganan BAP, menyampaikan BAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala BPKS.

(4) Kepala BPKS selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterima BAP sebagaimana dimaksud ayat (2), wajib: a. menerbitkan Izin Perluasan dengan menggunakan

Formulir Model Pi-IV dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar, apabila Perusahaan Industri telah memenuhi persyaratan dan peraturan perundang-undangan; atau

b. menerbitkan Surat Penundaan penerbitan Izin Perluasan dengan menggunakan Formulir Pi-VI terhadap permohonan yang belum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.

(5) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Perusahaan Industri yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak diterima Surat Penundaan.

Bagian Ketiga Penolakan Terhadap Permintaan IUI/Izin Perluasan

Pasal 21

(1) Kepala BPKS wajib melakukan penolakan penerbitan IUI/Izin Perluasan apabila berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4)/Pasal 20 ayat (2) atau Surat Pernyataan siap berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (6), Perusahaan Industri yang bersangkutan memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut:

www.djpp.depkumham.go.id

Page 13: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

a. lokasi pabrik tidak sesuai dengan lokasi yang tercantum dalam Persetujuan Prinsip/permohonan Izin Perluasan;

b. jenis industri tidak sesuai dengan Persetujuan Prinsip/permohonan Izin Perluasan;

c. tidak menyampaikan data kemajuan pembangunan pabrik dan sarana produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) 3 (tiga) kali berturut-turut/tidak melampirkan dokumen rencana perluasan industri;

d. tidak mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. jenis industrinya termasuk dalam bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal; atau

f. tidak dilengkapi dengan Izin Lingkungan. (2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak BAP diterima dengan menggunakan Formulir Model Pi-VI.

Pasal 22

(1) Terhadap Surat Penolakan Penerbitan IUI yang dikeluarkan oleh Kepala BPKS, Perusahaan Industri yang bersangkutan dapat mengajukan keberatan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima Surat Penolakan kepada Ketua DKS.

(2) Ketua DKS wajib menerima atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis dengan mencantumkan alasan-alasan, selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari kerja sejak pengajuan keberatan diterima.

(3) Putusan Ketua DKS untuk menerima atau menolak keberatan sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan putusan yang bersifat final.

Pasal 23

Perusahaan Industri yang permohonan IUI-nya ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dapat mengajukan kembali permohonan IUI yang baru.

Bagian Keempat Perubahan IUI

Pasal 24

IUI diubah, apabila terjadi: a. pindah lokasi industri; b. nama Perusahaan Industri berubah; c. alamat Perusahaan Industri berubah; dan d. penanggungjawab Perusahaan Industri berubah.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 14: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Paragraf 1 Pindah Lokasi Industri

Pasal 25

(1) Pemindahan lokasi industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib mendapat persetujuan tertulis dari: a. Kepala BPKS bagi pemindahan yang berada dalam

Kawasan Sabang; atau b. Pejabat yang mengeluarkan IUI di lokasi baru, bagi

pemindahan ke luar dari Kawasan Sabang. (2) Permohonan persetujuan pindah lokasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala BPKS/pejabat penerbit IUI di lokasi baru dengan menggunakan Formulir Model Pm-VII dan melampirkan dokumen sebagai berikut: a. Copy IUI lama; b. Copy Akte Pendirian Perusahaan dan Perubahannya

(jika ada); dan c. Surat Peruntukan Lokasi Baru.

(3) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak permohonan pindah lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima dengan lengkap dan benar, Kepala BPKS/pejabat penerbit IUI di lokasi baru wajib mengeluarkan Persetujuan Tertulis dengan menggunakan Formulir Model Pi-X yang berlaku sebagai Persetujuan Prinsip di lokasi yang baru, dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

(4) Proses penerbitan IUI pada lokasi baru di luar Kawasan Sabang dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perindustrian tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian IUI, Izin Perluasan dan TDI yang berlaku di luar Kawasan Sabang.

Paragraf 2 Perubahan Nama, Alamat dan/atau

Penanggung Jawab Perusahaan Industri

Pasal 26

(1) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah mendapatkan IUI atau Izin Perluasan yang melakukan perubahan nama, alamat dan/atau penanggung jawab Perusahaan Industri, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala BPKS selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima penetapan perubahan.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 15: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

(2) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak

pemberitahuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, Kepala BPKS mengeluarkan Persetujuan Perubahan dengan menggunakan Formulir Model Pi-V dan perubahan dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUI/Izin Perluasan.

Bagian Kelima

Penggantian IUI dan Izin Perluasan

Pasal 27

Apabila IUI dan/atau Izin Perluasan Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hilang atau rusak tidak terbaca, dapat dilakukan penggantian.

Pasal 28

(1) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dapat mengajukan permohonan penggantian IUI dan/atau Izin Perluasan kepada Kepala BPKS dengan menggunakan: a. Formulir Model Pm-III untuk pengganti IUI; atau b. Formulir Model Pm-IV untuk pengganti Izin Perluasan.

(2) Permohonan penggantian IUI dan/atau Izin Perluasan yang telah rusak atau hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan: a. surat asli IUI dan/atau Izin Perluasan bagi yang rusak;

atau b. surat keterangan dari kepolisian setempat yang

menerangkan bahwa IUI atau Izin Perluasan Perusahaan Industri yang bersangkutan hilang.

(3) Selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak permohonan penggantian IUI dan/atau Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, dan telah dilampiri dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala BPKS mengeluarkan IUI atau Izin Perluasan sebagai pengganti IUI atau Izin Perluasan yang hilang atau rusak dengan menggunakan: a. Formulir Model Pi-IIIA untuk pengganti IUI; b. Formulir Model Pi-IV untuk pengganti Izin Perluasan.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 16: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

BAB IV KEWAJIBAN PEMEGANG IUI DAN IZIN PERLUASAN

Pasal 29

Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah memiliki IUI/Izin Perluasan wajib menyampaikan Data Industri secara berkala kepada Kepala BPKS mengenai kegiatan industrinya menurut jadwal sebagai berikut: a. 6 (enam) bulan pertama tahun yang bersangkutan

selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Juli dengan menggunakan Formulir Model Pm-V dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

b. 1 (satu) tahun selambat-lambatnya setiap tanggal 31 Januari pada tahun berikutnya dengan menggunakan Formulir Model Pm-VI dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

BAB V

PEMBINAAN, PELAPORAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu Pembinaan

Pasal 30

(1) Menteri melakukan pembinaan kepada: a. BPKS dalam rangka mendukung kemampuan dalam

pemberian IUI dan Izin Perluasan, promosi produk dan promosi Kawasan Sabang kepada investor; dan

b. Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar dalam rangka mendukung kemampuan Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk pemberian

bimbingan, supervisi, konsultasi, monitoring dan evaluasi.

b. ayat (1) huruf b dilakukan dalam bentuk koordinasi perencanaan kegiatan yang diarahkan guna

www.djpp.depkumham.go.id

Page 17: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

pemberdayaan Pemerintah Daerah Provinsi Aceh, Kota Sabang dan Kabupaten Aceh Besar.

Bagian Kedua

Pelaporan Pasal 31

(1) Kepala BPKS wajib menyusun dan menyampaikan laporan perkembangan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) setiap semester pada tahun yang bersangkutan kepada Menteri dengan tembusan kepada Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar, dengan jadwal sebagai berikut: a. setiap tanggal 15 Juli untuk semester pertama; dan b. setiap tanggal 15 Januari untuk semester kedua.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahan penyusunan kebijakan peningkatan dan pengembangan serta promosi industri di dalam atau ke luar negeri.

Bagian Ketiga

Pengawasan Pasal 32

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Perindustrian.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan: a. sistem pemberian IUI dan Izin Perluasan; b. transparansi mengenai prosedur dan persyaratan; c. waktu penerbitan IUI dan Izin Perluasan; d. pelaporan atas penyampaian data industri; dan e. pembinaan industri.

(3) Inspektorat Jenderal dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi dengan Dewan Kawasan Sabang.

(4) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Hasil pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan oleh Inspektur Jenderal kepada

www.djpp.depkumham.go.id

Page 18: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Menteri untuk digunakan sebagai bahan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 33

Dalam rangka pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri serta guna menghindari persaingan usaha tidak sehat atau pemusatan kekuatan ekonomi di satu perusahaan, kelompok, atau perorangan, yang merugikan masyarakat, Kepala BPKS dapat menolak permintaan Persetujuan Prinsip, IUI dan Izin Perluasan atas industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berdasarkan konsultasi dan pertimbangan Menteri.

Pasal 34

(1) IUI yang telah berakhir masa berlakunya dapat diperpanjang berdasarkan Peraturan Menteri ini dengan menggunakan formulir model Pi-XI.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap IUI yang berlokasi di Kawasan Sabang yang diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini diberlakukan.

(3) Ketentuan IUI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada industri yang pada saat penerbitan IUI yang bersangkutan, jenis industri tersebut dinyatakan terbuka bagi penanaman modal.

Pasal 35

Bentuk/Model formulir yang digunakan untuk pelaksanaan Peraturan Menteri ini, sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 36

Pelaksanaan pemberian IUI dan Izin Perluasan terhadap industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dikenakan biaya dalam bentuk apapun, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Pasal 37

Apabila Kepala BPKS berhalangan lebih dari 5 (lima) hari kerja, wajib menunjuk 1 (satu) Pejabat setingkat lebih rendah yang bertindak untuk atas nama Kepala BPKS untuk

www.djpp.depkumham.go.id

Page 19: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

menandatangani IUI dan Izin Perluasan atas industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

BAB VII

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 38

(1) Kepala BPKS memberi peringatan secara tertulis terhadap Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) di Kawasan Sabang yang memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut: a. melakukan perluasan tanpa memiliki Izin Perluasan,

kecuali terhadap Perusahaan Industri yang sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1);

b. melakukan perluasan yang hasil produksi untuk tujuan ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tetapi dipasarkan di dalam negeri;

c. melakukan kegiatan usaha industri tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam IUI yang telah dimilikinya;

d. tidak menyampaikan Data Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 atau dengan sengaja menyampaikan data yang tidak benar;

e. melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis dari Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);

f. tidak menginformasikan perubahan nama Perusahaan Industri, alamat Perusahaan Industri, dan penanggung jawab Perusahaan Industri kepada Kepala BPKS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1); dan/atau

g. setelah dilakukan penelitian terhadap laporan atau pengaduan dari Pejabat yang berwenang atau pemegang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bahwa Perusahaan Industri yang bersangkutan melakukan pelanggaran HKI, antara lain Hak Cipta, Paten, Merek atau Desain Industri.

(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf g diberikan kepada Perusahaan Industri yang bersangkutan maksimal sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.

(3) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan menggunakan Formulir Model Pi-VII dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi

www.djpp.depkumham.go.id

Page 20: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

Pasal 39

(1) Kepala BPKS membekukan IUI dan/atau Izin Perluasan Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) di Kawasan Sabang apabila Perusahaan Industri memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut: a. tidak melakukan perbaikan dalam kurun waktu

peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2);

b. dengan sengaja atau karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 14;

c. setelah dilakukan penelitian terhadap laporan atau pengaduan dari Pejabat yang berwenang bahwa Perusahaan Industri yang bersangkutan menggunakan kayu hasil tebangan liar dan/atau menggunakan bahan baku yang pengadaannya berasal dari penyelundupan dan/atau hasil dari tindak pidana kejahatan; atau

d. sedang diperiksa dalam sidang Badan Peradilan karena didakwa melakukan pelanggaran HKI antara lain Hak Cipta, Paten, Merek atau Desain Industri.

(2) Pembekuan IUI dan/atau Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Formulir Model Pi-VIII dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

(3) Pembekuan IUI dan/atau Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku selama 6 (enam)

bulan sejak tanggal diterbitkan Surat Penetapan Pembekuan; atau

b. ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku sampai dengan terdapat Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan tetap atau dihentikan penyidikan oleh Instansi Penyidik.

(4) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, wajib melaporkan kegiatan produksi, pengadaan kayu dan/atau bahan baku industrinya setiap bulan kepada Kepala BPKS dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri yang bersangkutan.

(5) Terhadap Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan pengawasan oleh instansi yang berwenang sampai terdapat Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

(6) Kewajiban melapor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku apabila Perusahaan Industri yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran

www.djpp.depkumham.go.id

Page 21: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

berdasarkan Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

(7) IUI dan/atau Izin Perluasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud pada: a. ayat (3) huruf a, diberlakukan kembali apabila

Perusahaan Industri yang bersangkutan telah melakukan perbaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau

b. ayat (3) huruf b, diberlakukan kembali apabila Perusahaan Industri yang bersangkutan tidak terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 40

(1) Kepala BPKS mencabut IUI dan/atau Izin Perluasan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) di Kawasan Sabang, dengan menggunakan Formulir Model Pi-IX, apabila: a. IUI dan/atau Izin Perluasan dikeluarkan berdasarkan

keterangan/data yang tidak benar atau dipalsukan oleh Perusahaan Industri yang bersangkutan;

b. tidak melakukan perbaikan sesuai ketentuan yang berlaku setelah melampaui masa pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf a;

c. selama 1 (satu) tahun sejak diterbitkan IUI/Izin Perluasan tidak beroperasi;

d. Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) huruf c atau huruf d telah dijatuhi hukuman karena telah terbukti melakukan pelanggaran berdasarkan Keputusan Badan Peradilan yang berkekuatan hukum tetap;

e. Perusahaan Industri memproduksi dan/atau mengedarkan produk yang tidak memenuhi atau tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diberlakuan secara wajib;

f. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang memuat sanksi pencabutan izin usaha;

g. tidak berproduksi dan telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga; atau

h. atas permintaan sendiri yang dibuktikan dengan akta Notaris.

(2) Pencabutan IUI dan/atau Izin Perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa peringatan tertulis dengan tembusan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pembina Industri, Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian, Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Aceh dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Sabang/Kabupaten Aceh Besar.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 22: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

Pasal 41

Pemberian peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, dan pencabutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 terhadap IUI dan/atau Izin Perluasan yang diberikan sebelum diberlakukan Peraturan Menteri ini dilakukan oleh Kepala BPKS.

Pasal 42

Perusahaan Industri pemegang IUI dan/atau Izin Perluasan yang telah dicabut wajib mengembalikan izin dimaksud kepada Kepala BPKS.

BAB VIII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 43

(1) Perusahaan Industri yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 29 dan merugikan Negara atau orang lain, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.

(2) Perusahaan Industri yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (1) atau Pasal 29 dan merugikan Negara atau orang lain, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,

Pasal 44

(1) Perusahaan Industri yang dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 14 huruf a sehingga menimbulkan pencemaran, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(2) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(3) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 23: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

(4) Perusahaan Industri yang karena kelalaiannya melanggar ketentuan Pasal 14 huruf a sehingga menimbulkan pencemaran, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(5) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 99 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

(6) Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana penjara sesuai dengan ketentuan Pasal 99 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45

(1) Persetujuan Prinsip atas industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah dimiliki Perusahaan Industri sebelum diberlakukan Peraturan Menteri ini, dinyatakan tetap berlaku sebagai tahap untuk memiliki IUI berdasarkan Peraturan Menteri ini.

(2) IUI atau Izin Perluasan atas industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang telah dimiliki Perusahaan Industri di Kawasan Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas sebelum diberlakukan Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap berlaku berdasarkan Peraturan Menteri ini, sepanjang Perusahaan Industri yang bersangkutan beroperasi sesuai dengan izin yang diberikan.

Pasal 46

Permohonan Persetujuan Prinsip, IUI, Izin Perluasan dan/atau perubahan dan/atau penggantian IUI dan Izin Perluasan atas industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang sedang dalam proses penyelesaian, wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

www.djpp.depkumham.go.id

Page 24: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA … · 1. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47

Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri dan Izin Perluasan terhadap industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) di Kawasan Sabang, wajib mendasarkan dan menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini

Pasal 48

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 7 Juli 2011 MENTERI PERINDUSTRIAN

REPUBLIK INDONESIA

MOHAMAD S. HIDAYAT Diundangkan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 392

www.djpp.depkumham.go.id