KTI Bab 2

46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Gastritis 1.Defenisi Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada umumnya (Herlan, 2001) 2.Klasifikasi Gastritis A.Gastritis akut Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk Gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah Gastritis erosit atau Gastritis hemoragik. Disebut Gastritis hemoragik karena pada penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan 7

Transcript of KTI Bab 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Gastritis

1.Defenisi

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Secara

histopologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.

Gastritis adalah salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada

umumnya (Herlan, 2001)

2.Klasifikasi Gastritis

A.Gastritis akut

Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang

ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk Gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat

berbentuk penyakit yang berat adalah Gastritis erosit atau Gastritis hemoragik.

Disebut Gastritis hemoragik karena pada penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa

lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa

lambung pada mukosa lambung tersebut (Herlan, 2001).

Gastritis (inflamasi mukosa lambung) sering diakibatkan diet yang sembrono. Individu

ini makan terlalu banyak atau terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau

yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit. Penyakit lain dari Gastritis akut

mencakup alkohol, aspirin, refluk, empedu, atau terapi radiasi.

7

Bentuk terberat dari penyakit Gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali

kuat, yang menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan jaringan parut

dapat terjadi, yang mengakibatkan obstruksi piloris. Gastritis juga merupakan tanda pertama dari

infeksi sistemik akut (Brunner dan Suddarth, 2002).

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak

merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah

menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol dan aspirin merupakan agen pencetus yang

lazim. (Silvia A. Price dan Lorrenne M.Wilson, 1995).

B.Gastritis kronis

Disebut Gastritis kronis apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria

dan daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan neutrofil

pada daerah tersebut menandakan adanya aktivitas (Herlan, 2002).

Gastritis kronis ditandai oleh Atropi Progresif Epitel kelenjar disertai kehilangan sel

parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang

nyata. Gastritis kronis digolongkan menjadi dua kategori yaitu Gastritis Tipe A (Atropik atau

Fundal) dan Gastritis Tipe B (Antral) (Silvia A. Price dan Lorrenne M.Wilson, 1995).

Gastritis kronis adalah inflamasi yang lama yang disebabkan oleh ulkus benigna atau

maligna dari lambung atau oleh bakteri Helicobacter Pylory (H. Fylory) (Brunner dan Suddarth,

2006).

8

3.Penyebab Gastritis

Dapat dicatat bahwa faktor etiologi atau faktor penyebab Gastritis sampai saat ini adalah :

A.Penyebab Gastritis akut

Dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Pada sebagian besar karena Gastritis erosit

menyertai timbulnya keadaan klinis yang berat. Keadaan yang sering menyebutkan Gastritis

erosif misalnya trauma yang luas operasi besar, gagal ginjal, gagal nafas, penyakit hati yang

berat, sengatan luka bakar yang luas, trauma kepala, dan septikemia. Kira-kira 80-90% pasien

yang dirawat di ruang intensif menderita Gastritis akut erosif ini. Gastritis akut jenis ini sering

disebut Gastritis stress.

Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan

Gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Herlan, 2002).

Makan terlalu cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau mengandung

mikroorganisme penyebab penyakit ini. Penyabab lain dari Gastritis akut adalah mencakup

alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner dan Suddarth, 2002).

Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alkohol dan

aspirin merupakan agen pencetus yang lazim infeksi Helicobacter Pylory lebih sering dianggap

sebagai penyebab Gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada epitel lambung dan

menghancurkan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epital yang gundul. Obat lain juga

terlibat, misalnya anti inflamasi non steroid (NSAID) misalnya Indometarin, Ibuprofen,

Nafroksen, Sulfonamida, Steroid dan Etanol juga diketahui mengganggu sawar nukosa lambung

(Silvia A. Price dan Lorrenne M.Wilson, 2006).

9

B.Penyebab Gastritis kronik

Dua aspek penting sebagai etiologi Gastritis kronis yakni aspek imunologi dan aspek

mikrobiologis.

Aspek imunologis hubungan antara sistem imun dan Gastritis kronik menjadi jelas

dengan ditemukannya auto antibodi terhadap faktor intrinsik lambung (intrinsik faktor antibodi)

dan sel parietal (Parietal Cell Antibody) pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody

terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan Gastritis kronik korpus dalam berbagai

gradiasi. Pasien Gastritis kronik atropik predominasi korpus, dapat menyebar ke atrium dan

hipergastrinemia. Gastritis autoimun adalah diagnosa histologis karena secara endoskopik amat

sukar menentukannya kecuali sudah amat lanjut. Hipergastrinemia yang terjadi terus menerus

dan hebat dapat memicu timbulnya karsinoid Gastritis, tipe ini sulit dijumpai.

Aspek bakteriologi agar dapat mengetahui keberadaan bakteri pada Gastritis, biopsi harus

dilaksanakan waktu pasien tidak mendapat antimikroba selama 4 (empat) minggu terakhir.

Bakteri yang paling penting sebagai penyebab Gastritis adalah Helicobacter Pylory. Gastritis

yang ada hubungannya dengan Helicobacter Pylory lebih sering dijumpai dan biasanya

merupakan Gastritis tipe ini. Atropi mukosa lambung dapat terjadi pada banyak kasus setelah

bertahun-tahun mendapat infeksi Helicobacter Pylory. Atropi terbatas pada atrium, pada korpus

atau mengenai keduanya dalam stadium ini pemeriksaan serologi terhadap Helicobacter Pylory

lebih sering memberi hasil negatif.

Kejadian Gastritis kronik, terutama Gastritis kronik antrium meningkat sesuai dengan

peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%

menderita Gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain

10

mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis

adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin (Herlan, 2002).

Gastritis dapat digolongkan menjadi dua, yaitu : Gastritis Tipe A dan Gastritis Tipe B.

Tipe A sering disebut sebagai Gastritis auto imun diakibatkan dari perubahan dari sel parietal,

yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit auto imun

seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung. Tipe B kadang

disebut sebagai Helicobacter Pylory mempengaruhi antrium dan pilorus (ujung bawah dekat

dedenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacter Pylory (H. Pylory). faktor lain seperti

diet minum pedas atau panas, penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refleks isi usus

ke dalam lambung (Brunner dan Suddarth, 2002).

4.Diagnosa Gastritis

A.Gastritis Akut

Tiga cara menegakkan diagnosis, yaitu gambaran klinis, gambaran lesi, mukosa akut di

mukosa lambung berupa erosi atau ulkus dangkal dengan rata pada endoskopi dan gambaran

radiologi. Dengan kontras tunggal sukar untuk melihat lesi permukaan yang superfisial karena

itu sebaiknya digunakan kontras ganda. Secara umum peranan endoskopi saluran cerna bagian

atas lebih sensitif dan spesifik untuk diagnosis kelainan akut lambung (Arif Mansoer, 1999).

Gastritis akut harus selalu diwaspadai pada saat pasien pada keadaan kronis yang berat

atau penggunaan aspirin dan anti inflamasi nonsteroid. Diagnosis ditegakkan dengan

pemeriksaan gastroskopi. Pada pemeriksaan gastroskopi akan tampak mukosa yang sembab,

merah,mudah berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi dari

penyembuhan sampai tertutup oleh tekanan darah dan kladang-kadang ulserasi. Lesi-lesi tersebut

11

biasanya terdapat pada fundus dan korpus lambung secara endoskopik Gastritis akut dapat

berupa Gastritis eksudatif atau eritematus, Gastritiserasif flat, Gastritis reised, Gastritis

hemoragik dan memberikan manfaat yang berarti untuk menegakkan diagnosa Gastritis akut

(Herlan, 2001).

B.Gastritis kronis

Evaluasi diagnosis untuk Gastritis kronis dilakukan dengan : pada Tipe A dihubungkan

dengan tidak adanya atau rendahnya kadar asam hidra klorida Tipe B dihubungkan dengan

hipoklarhidria dan Gastritis pada gastrointestinal atas, seri sinar X dan pemeriksaan histologis

(Monica Ester, 2002).

Diagnosa Gastritis kronik ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan

dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa lambung, perlu pula dilakukan

kultur untuk membuktikan adanya infeksi Helicobacter Pylory apalagi jika ditemukan ulkus baik

pada lambung ataupun pada dedenum. Mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu

hampir mencapai 100%. Dilakukan pula Rapid Ureum Test (CLO). Kriteria minimal yang

ditegakkan diagnosis Helicobacter Pylory jika hasil Ureum Test (CLO) dan ataupun positif

dilakukan pula pemeriksaan serologi untuk Helicobacter Pylory sebagai diagnosis awal (Arif

Mansjoer, 1999).

Kebanyakan Gastritis kronik tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya

keluhannya tidak jelas. Keluhan yang sering dihubungkan dengan Gastritis kronik adanya nyeri

tumpul di epigastrium, disertai dengan mual/kadang muntah-muntah, cepat kenyang. Keluhan-

keluhan ini tidak dapat digunakan untuk evaluasi keberhasilan pengobatan, pemeriksaan fisik

tidak memberikan informasi apapun juga.

12

Diagnosa ditegakkan berdasarkan endoskopi dan histopatologi untuk pemeriksaan

histopatologi sebaiknya dilakukan biopsi dan semua segmen lambung.

5.Manifestasi Klinis Gastritis

A.Gastritis akut

Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri Epigastrium, mual, kembung dan muntah

merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula pedarahan saluran cerna

berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca

perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-

obatan atau bahan kimia tertentu (Arif Mansjoer, 1999).

Ulserasi superfisial yang dapat terjadi dan dapat menimbulkan Hemoragi,

ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah,

serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan

pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira

dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Monica Ester,

2002).

Keluhannya bervariasi, mulai dari yang sangat ringan sampai asimtomatik sampai sangat

berat yang dapat membawa kematian.

B.Gastritis kronis

Tipe A biasanya meliputi asimtomatik kecuali untuk gejala defisiensi B 12 dan pada

Gastritis Tipe B pasien mengeluh anoreksia, sakit ulu hati setelah makan, bersendawa, rasa pahit

atau mual dan muntah (Monica Ester, 2002).

13

Kebanyakan pasien tidak mempunyai keluhan. Hanya sebagian kesil mengeluh nyeri hati,

anoreksia, nusea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan (Arif Mansjoer, 1999).

6.Penatalaksanaan Gastritis

A.Gastritis akut

Faktor utama adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi

kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis

reseptor H2 Inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifo

protektor berupa sukralfat dan prostaglandin (Arif Mansjoer, 1999).

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko

tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat

menjadi kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida

dan antagonis H2 sehingga mencapai PH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan,

tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis

yang berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik

adalah dengan Misaprostol, atau Devivat Prostaglandin Mukosa.

Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk menghentikan perdarahan

saluran cerna bagian atas, karena tidak ada bukti klinis yang dapat menunjukkan manfaat

tindakan tersebut untuk menghenti-kan perdarahan saluran cerna bagian atas, pemberian

antasida, antagenis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya masih

diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi

14

mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-

tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri atau

gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut (Herlan, 2001).

Penatalaksanaan medical untuk Gastritis akut dilakukan dengan menghindari alkohol dan

makanan sampai gejala, dilanjutkan diet tidak mengiritasi. Bila gejala menetap, diperlukan cairan

intravena. Bila terdapat perdarahan, penatalaksanaan serupa dengan pada hemoragi saluran

gastrointestinal atas. Bila Gastritis dihubungkan dengan alkali kuat, gunakan jus karena adanya

bahaya perforasi.

B.Gastritis kronis

Faktor utama adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai sel parietal dan chief

cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai permukaan yang rata, Gastritis

kronis ini digolongkan menjadi dua kategori Tipe A (Altrofik atau Fundal) dan tipe B (Antral).

Gastritiskronis Tipe A disebut juga Gastritis altrofik atau fundal, karena mempunyai

fundus pada lambung Gastritis kronis Tipe A merupakan suatu penyakit auto imun yang

disebabkan oleh adanya auto antibodi terhadap sel. Parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik

dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan Chief Cell, yang menurunkan sekresi asam

dan menyebabkan tingginya kadar gastrin.

Gastritis kronis Tipe B disebut juga sebagai Gastritis antral karena umunya mengenai

daerah atrium lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan Gastritis kronis Tipe A.

Jadi penyebab utama Gastritis Tipe B adalah infeksi kronis oleh Helicobacter Pylory.

Faktor etiologi Gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol yang berlebihan, merokok, dan

refluks dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma.

15

Pengobatan Gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila

terdapat ulkus dedenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory.

Namun demikian lesi tidak selalu muncul dengan Gastritis kronis alkohol dan obat yang

diketahui mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang

disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa

harus diberi pengobatan vitamin B.12 dan terapi yang sesuai.

Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan istirahat

mengurangi dan memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik

(seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan Gastritis

Tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B.12.

B.Pengetahuan (Knowledge)

1.Defenisi

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “TAHU” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan umumnya datang dari

penginderaan yang terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, 2007 menyatakan pengetahuan yang dicakup dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

16

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya, termasuk dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterpretasikan.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya), aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan kaitannya satu

sama lain. Ukuran kemampuan dapat dilihat dalam penggunaan tenaga kerja seperti :

menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan, membuat bagan proses

adaptasi perilaku dan dapat membedakan pengertian psikologi dan fisiologi.

e. Sintesis (Syntesis)

17

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian

dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan

untuk menyusun komulasi dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3.Cara Memperoleh Pengetahuan

A.Cara tradisional

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain :

1. Cara coba-coba dan salah (Trial dan Error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak

berhasil dicoba kemungkinan yang lama.

2. Cara kekuasaan (otoritas)

Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas (kekuasaan) baik otoritas

pemerintahan, otoritas

3. Berdasarkan pengalaman

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

18

4. Melalui jalan pikiran

Yaitu manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya.

B.Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis,

logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer lagi metodologi

penelitian (Notoatmodjo, 2002).

4.Variabel penelitian yang mempengaruhi pengetahuan

1. Umur

Umur adalah lamanya tahun dihitung sejak dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan.

Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru. Pada masa

ini merupakan usia reproduktif, masa bermasalah, masa ketegangan emosi, masa

ketrampilan, sosial, masa komitmen, masa ketergantungan, masa perubahan nilai, masa

penyesuaian dengan hidup baru, masa kreatif. Pada dewasa ini ditandai oleh adanya

perubahan-perubahan jasmani dan mental, semakin bertambah umur seseorang maka

akan semakin bertambah keinginan dan pengetahuannya tentang kesehatan. Umur yang

lebih cepat menerima pengetahuan adalah 18-40 tahun (Notoadmojo, 2003).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku melalui

pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu mempertimbangkan umur (proses

19

perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih

mudah menerima ide-ide dan teknologi yang baru (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan memiliki peranan yang laing penting dalam menentukan kualitas manusia.

Dengan pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan

implikasinya. Semakin tinggi pendidikan hidup manusia akan semakin berkualitas,

perubahan yang cepat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknolgi sangat

dibutuhkan orang yang berpengetahuan baik. Untuk mendapatkan pengetahuan yang

baik kita dapatkan dalam pendidikan, jadi pendidikan yang tinggi akan didapatkan

pengetahuan yang baik (Hurlock, 1999).

3. Sumber Informasi

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh informasi, maka ia cenderung

mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Sumber informasi adalah segala sesuatu

yang menjadi perantara dalam menyampaikan informasi, merangsang pikiran dan

keamanan (Notoatmodjo, 2003).

Sumber informasi adalah suatu proses pemberitahuan yang dapat membuat seseorang

mengetahui informasi dengan mendegar atau melihat sesuatu secara langsung maupun tidak

langsung. Semakin banyak informasi yang didapat akan semakin luas pengetahuan seseorang

(Depdikbud, 2001)

C.Pola Makan

20

1.Pengertian

Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan

yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok

masyarakat tertentu(Hartono, 2000)

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan

dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau

membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009).

2.Faktor yang mempengaruhi pola makan 

Perawat perlu mengkaji beberapa faktor yang mempengaruhi pola makan pasien, beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi pola makan pasien antara lain faktor budaya, agama/kepercayaan,

status ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, dan kesehatan

(Depkes RI, 2009).

3.Syarat Pola Makan Pasien Gastritis 

Menurut Almatsier (2002) syarat diet untuk pasien gastritis akut adalah sebagai berikut:

1) Mudah dicerna, porsi makanan kecil dan diberikan sering,

2) Protein cukup untuk mengganti jaringan yang rusak,

3) Tidak merangsang,

4) Makan secara berangsur angsur harus dapat memenuhi gizi normal.

21

4.Makanan Biasa

 Diet adalah pengaturan jumlah dan jenis makanan yang dimakan agar tetap sehat (Depkes RI,

2009) makanan biasa diberikan pada penderita yang tidak memerlukan makanan khusus

berhubungan dengan penyakitnya, susunan makanan sama dengan orang sehat. Hanya tidak

diperbolehkan makan makanan yang merangsang yang dapat menimbulkan gangguan

pencernaan, makanan ini cukup protein dan zat gizi lainya.

5.Perawatan Gastritis pada Pola Makan

Dalam masalah ini tugas perawat yang paling penting adalah memberikan health

education terhadap pasien gastritis untuk menghindari makanan yang dapat merangsang atau

mengiritasi lambung seperti makanan pedas, makanan berbumbu seperti cuka dan makanan yang

mengandung tajam, makanan asam, serta pola makan yang tepat baik dari segi Jenis, Jumlah, dan

Jadwal makan disamping itu pula kebersihan makanan harus diperhatikan agar tidak

terkontaminasi oleh Helicobacter Pylory penyebab penyakit.

Pemberian health education kepada penderita untuk mengenali secara dini gejala gastritis

dan secepatnya berobat ke Puskesmas terdekat bila gejala gastritis itu kambuh adalah salah satu

cara yang paling baik untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih parah dari penyakit

tersebut.

Adapun jenis makanan yang dapat menyebabkan terjadinya kekambuhan gastritis adalah

jenis makanan yang berbumbu dan asam seperti cuka, makanan pedas yang dapat menyebabkan

terjadinya pengeluaran asam lambung secara berlebihan atau mengiritasi lambung dan makanan

22

yang kurang terjaga kebersihanya sehingga terkontaminasi oleh kuman penyebab penyakit.

Golongan bahan makanan Makanan yang boleh diberikan Makanan yang tidak boleh diberikan:

a.Sumber hidrat arang Beras dibubur, biskuit, tepung-tepungan. Beras ketan, jagung, singkong,

cake, dodol, kue yang terlalu manis.

b.Sumber protein hewani Daging sapi empuk, hati, ikan, ayam digiling, telur ayam direbus.

Ayam yang diawet, digoreng, daging babi.

c.Sumber protein nabati Tahu, tempe direbus, kacang hijau direbus dan dihaluskan, margarin dan

mentega. Tahu, tempe, digoreng; kacang tanah.

d.Sayuran Bayam, wortel, tomat direbus dan ditumis. Macam-macam minyak, santan, sayuran

mentah.

e.Buah-buahan Pepaya, pisang. Jambu biji, nenas, kedondong.

f.Minuman Sirop, teh Soda dan alkohol, kopi.

Sumber: Almatsier (2002) http://akperla.blogspot.com/2009/08/konsep-pola-makan.html

D.Tingkat Stress

1.Definisi

Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu equilibrium

(homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005).

23

Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental/beban

kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus

dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif

terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang

membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).

Menurut Morgan dan King, “…as an internal state which can be caused by physical demands on

the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by

environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable,

or exceeding our resources for coping” (Morgan & King, 1986). Jadi stres adalah suatu keadaan

yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan

situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol (AAT Sriati, 2007).

2.Jenis-jenis stres

Quick dan Quick (1984) dan Hans Selye dalam Girdano (2005) mengatakan bahwa

terdapat dua jenis stres, yaitu eustres dan distres.

Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif

(bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang

diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance

yang tinggi. Ini adalah semua bentuk stres yang mendorong tubuh untuk beradaptasi dan

meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Ketika tubuh mampu menggunakan stres yang

dialami untuk membantu melewati sebuah hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut

bersifat positif, sehat, dan menantang (Walker.J, 2002).

24

Di sisi lain, distres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan

destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu terhadap penyakit

sistemik dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan

keadaan sakit, penurunan, dan kematian. Distres adalah semua bentuk stres yang melebihi

kemampuan untuk mengatasinya, membebani tubuh, dan menyebabkan masalah fisik atau

psikologis. Ketika seseorang mengalami distres, orang tersebut akan cenderung bereaksi secara

berlebihan, bingung, dan tidak dapat berperforma secara maksimal (Walker.J, 2002).

3.Sumber stres

Sumber stres atau penyebab stres dikenali sebagai stresor. Antara penyebabnya adalah,

fisik, psikologis, dan sosial. Stresor fisik berasal dari luar diri individu, seperti suara, polusi,

radiasi, suhu udara, makanan, zat kimia, trauma, dan latihan fisik yang terpaksa. Pada stresor

psikologis tekanan dari dalam diri individu biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi,

kecemasan (anxiety), rasa bersalah, kuatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan

pada diri sendiri, serta rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar

disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat

traumatic yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan,

pension, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan lain-lain. (Nasution I. K., 2007).

4.Mekanisme stres

Empat variabel psikologik yang mempengaruhi mekanisme respons stres:

25

1) Kontrol: keyakinan bahwa seseorang memiliki kontrol terhadap stresor yang mengurangi

intensitas respons stres.

2) Prediktabilitas: stresor yang dapat diprediksi menimbulkan respons stres yang tidak begitu

berat dibandingkan stresor yang tidak dapat diprediksi.

3) Persepsi: pandangan individu tentang dunia dan persepsi stresor saat ini dapat meningkatkan

atau menurunkan intensitas respons stres.

4) Respons koping: ketersediaan dan efektivitas mekanisme mengikat ansietas dapat menambah

atau mengurangi respons stres.

Secara fisiologi, situasi stres mengaktivasi hipotalamus yang selanjutnya mengendalikan dua

sistem neuroendokrin, yaitu sistem simpatis dan sistem korteks adrenal. Sistem saraf simpatik

berespons terhadap impuls saraf dari hipotalamus yaitu dengan mengaktivasi berbagai organ dan

otot polos yang berada di bawah pengendaliannya, sebagai contohnya, ia meningkatkan

kecepatan denyut jantung dan mendilatasi pupil. Sistem saraf simpatis juga memberi sinyal ke

medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin ke aliran darah. Sistem korteks

adrenal diaktivasi jika hipotalamus mensekresikan CRF, suatu zat kimia yang bekerja pada

26

kelenjar hipofisis yang terletak tepat di bawah hipotalamus. Kelenjar hipofisis selanjutnya

mensekresikan hormon ACTH, yang dibawa melalui aliran darah ke korteks adrenal. Dimana, ia

menstimulasi pelepasan sekelompok hormon, termasuk kortisol, yang meregulasi kadar gula

darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan sekitar 30

hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui aliran darah ditambah

aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik berperan dalam respons fight or

flight (Nasution I. K., 2007).

5.Gejala stres

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis stres : kecemasan, ketegangan, kebingungan

dan mudah tersinggung, perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian), sensitif dan

hyperreactivity, memendam perasaan, penarikan diri depresi, komunikasi yang tidak efektif,

perasaan terkucil dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental, penurunan

fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas serta

menurunnya rasa percaya diri.

Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres adalah : meningkatnya denyut jantung, tekanan

darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular, meningkatnya sekresi dari

hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin),

gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung), meningkatnya frekuensi dari

luka fisik dan kecelakaan, kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan

yang kronis (chronic fatigue syndrome), gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi

yang ada, gangguan pada kulit, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan

27

otot, gangguan tidur, rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena

kanker.

Gejala-gejala perilaku dari stres adalah: menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari

pekerjaan, menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas, meningkatnya penggunaan

minuman keras dan obat-obatan, perilaku sabotaj dalam pekerjaan, perilaku makan yang tidak

normal (kebanyakan), mengarah ke obesitas, perilaku makan yang tidak normal (kekurangan)

sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan

berkombinasi dengan tanda-tanda depresi, meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko

tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi, meningkatnya agresivitas,

vandalisme, dan kriminalitas, menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan

teman serta kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.

Pengalaman stres sangat individual. Stres yang luar biasa untuk satu orang tidak

semestinya dianggap sebagai stres oleh yang lain. Demikian pula, gejala dan tanda-tanda stres

akan berbeda pada setiap individu (AAT Sriati, 2007).

6.Stres pada mahasiswa

Fenomena stres di kalangan pelajar universitas merupakan satu topik yang sering menjadi

bahan kajian kebanyakan pengkaji. Terdapat banyak faktor yang boleh menyebabkan seseorang

pelajar mengalami stres seperti lingkungan, akademik, persaingan kerjaya, hubungan

interpersonal dan cara pemikiran pelajar juga boleh menyumbang stres kepada pelajar. Justeru,

stres masih tidak boleh dipisahkan dengan kehidupan pelajar dalam kesibukan mereka menuntut

ilmu dan memperolehi pelbagai kemahiran di universitas. Perbedaan stres di kalangan pelajar

juga adalah berbeza. Terdapat pelajar yang berupaya berhadapan dengan stres tanpa mengalami

apa-apa kesan fizikal, mental atau emosi yang negatif serta boleh memotivasikan diri.

28

Terdapat juga pelajar yang tidak berupaya menguruskan stres apabila berada dalam

pengajian di universiti. Stres yang melebihi pada tahap tertentu sekiranya tidak dikawal akan

mewujudkan pelbagai masalah kepada setiap individu. Kebiasaannya stres akan dialami dalam

pelbagai keadaan seperti rasa kesunyian, kurang tidur, keresahan, kebimbangan yang tinggi serta

simptom-simptom fisiologi yang ditunjukkan kesan daripada sesuatu peristiwa yang dialami

(Wright, 1967). Oleh yang demikian, stres boleh menyebabkan kehidupan dan pergaulan

seharian seseorang pelajar terjejas sehingga memberi dampak negatif terhadap tahap kesihatan,

personaliti, interaksi sosial dan pencapaian akademik mereka. Menurut Campbell dan Svenson

(1992), apabila stres dilihat dari aspek negatif atau tekanan yang terlalu tinggi, ia boleh

mendatangkan kesan negatif terhadap kesihatan dan pencapaian akademik seseorang pelajar

(Mastura, 2007).

Stres yang bersifat konstan dan terus menerus mempengaruhi kerja kelenjar adrenal dan

tiroid dalam memproduksi hormon. Adrenalin, tiroksin, dan kortisol sebagai hormon utama stres

akan naik jumlahnya dan berpengaruh secara signifikan pada sistem homeostasis. Adrenalin

yang bekerja secara sinergis dengan sistem saraf simpatis berpengaruh terhadap kenaikan denyut

jantung, dan tekanan darah. Tiroksin selain meningkatkan Basal Metabolism Rate (BMR), juga

menaikkan denyut jantung dan frekuensi nafas. Namun, pemaparan stres yang ringan atau

sementara tidak menyebabkan penyakit sistemik. Ia hanya menyebabkan peningkatan tekanan

darah sebagai proses homeostasis.

Perubahan gaya hidup mahasiswa semasa periode ujian disebabkan oleh stres dan

perubahan gaya hidup ini juga boleh menyebabkan stres. Antaranya adalah kekurangan tidur,

kurangnya bersenam, pola makan yang berubah, rasa takut menghadapi ujian dan sebagainya.

Selain itu, rasa takut dan anxietas semasa ujian juga bisa menyebabkan stres pada mahasiswa.

29

Stres ini memicu respons fight or flight pada tubuh. Ini akan menyebabkan sistem simpatik

bekerja. Aktivasi sistem simpatik akan menyebabkan vasokonstriksi supaya darah dipam lebih

banyak dalam masa sesaat, di mana stroke volumenya meningkat langsung meningkatkan

tekanan darah (Qureshi.F, 2002).

Stress dapat menyebabkan kambuh nya gastritis ,hal ini dimungkinkan karena system

persarafan di otak berhubungan dengan lambung, sehingga jika seseorang mengalami stress, bisa

muncul kelainan dalam lambungnya. Stress bisa menyebabkan terjadi perubahan hormonal di

dalam tubuh. Perubahan itu akan merangsang  sel-sel dalam lambung yang kemudian

memproduksi asam secara berlebihan. Asam yang berlebihan ini membuat lambung terasa nyeri,

perih dan kembung. Lama-kelamaan hali ini dapatmenimbulkan luka di dinding lambung

(Sari,2008:104).(http://fesyu-ristha.blogspot.com/2012/06/hubungan-pola-makan-dan-tingkat-

stress.html)

E.Pola Tidur

1.Definisi tidur

Tidur adalah merupakan suatu kondisi istirahat alami yang dialami oleh manusia dan

hewan-hewan lainnya yang sangat penting untuk kesehatan. (organisasi. Org komunitas). Setiap

manusia membutuhkan waktu tidur kurang lebih sekitar sepertiga waktu hidupnya atau sekitar 6-

8 jam sehari. Secara alami dan otomatis jika tubuh lelah maka kita akan merasa mengantuk

sehingga memaksa tubuh kita untuk beristirahat secara fisik dan mental.

Dengan waktu tidur yang cukup maka kita akan merasa segar bugar ketika bangun pagi

dan siap melakukan berbagai aktifitas sepanjang hari dari pagi hingga malam. Normalnya

30

manusia tidur pada saat malam hari hingga pagi hari, namun tidak jarang ada orang yang bisa

tidur dari siang sampai malam hari karena tuntutan pekerjaan atau karena sudah terbiasa.

Menurut penelitian, orang yang tidur selama 6,5 sampai 7,5 jam dalam sehari akan

memiliki hidup yang lebih panjang dari pada yang tidurnya hanya memakan waktu kurang dari

6,5 jam atau lebih dari 8 jam perhari (Japan Epidemiology Association).

Lalu apa definisi tidur? Sebagai acuan, tidur bisa diartikan sebagai bagian dari periode

alamiah kesadaran yang terjadi ketika tubuh direstorasi (diperbaiki) yang dicirikan oleh

rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal. Secara otomatis, otak kita

memprogram untuk tidur begitu gelap datang dan terbangun ketika terang tiba. Pun kita bisa

tidur kapan saja, baik karena mengantuk ataupun dipengaruhi obat-obatan. (Achmanto

Mendatu.2006).

2. Tahapan tidur

Tahapan tidur terdapat tidur tenang atau nonREM (non rapid eye movement) dan tidur

aktif atau REM, dengan penjelasan sebagai berikut :

A.Tidur NonREM

Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapnya mempunyai ciri tersendiri.

Pada tidur tahap I terjadi bila merasakan ngantuk dan mulai tertidur. Jika telepon berbunyi atau

ada sesuatu sampai terbangun, sering kali tidak merasakan bahwa sebenarnya kita telah tertidur.

Gelombang listrik otak memperlihatkan ‘gelombang alfa’ dengan penurunan voltase. Tahap I ini

berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus tidur.

Tidur tahap II, seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang lebih dalam. Tidur

masih mudah dibangunkan, meskipun kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Periode

31

tahap 2 berlangsung dari 10 sampai 40 menit. Kadang-kadang selama tahap tidur 2 seseorang

dapat terbangun karena sentakan tiba-tiba dari ekstremitas tubuhnya. Ini normal, kejadian

sentakan ini, sebagai akibat masuknya tahapan REM.

Tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap tidur nyenyak. Pada tahap 3, Orang yang

tertidur cukup pulas, rileks sekali karena tonus otot lenyap sama. Tahap 4 mempunyai karakter :

tanpa mimpi dan sulit dibangunkan, dan orang akan binggung bila terbangun langsung dari tahap

ini, dan memerlukan waktu beberapa menit untuk meresponnya. Pada tahap ini, diproduksi

hormone pertumbuhan guna memulihkan tubuh, memperbaiki sel, membangun otot dan jaringan

pendukung. Perasaan enak dan segar setelah tidur nyenyak, setidaktidaknya disebabkan karena

hormon pertumbuhan bekerja baik.

Menurut Tarwoto & Wartonah, (2006) tahapan NonREM mempunyai karakter sebagai

berikut : NonREM Tahap I kedaan ini masih dapat merespons cahaya, berlangsung beberapa

menit, aktivitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila terbangun terasa

sedang mimpi. NonREM Tahap II tubuh mulai relaksasi otot, berlangsung 10 – 20 menit, fungsi

tubuh berlangsung lambat, dapat dibangunkan dengan mudah. NonREM Tahap III adalah awal

dari keadaan tidur nyenyak, sulit di bangunkan, relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah

menurun, berlangsung 15 – 30 menit. NonREM Tahap IV sudah terdapat tidur nyenyak, sulit

untuk di bangunkan, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun, sekresi lambung menurun,

gerak bola mata cepat.

B.Tidur REM

Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur nonREM. Tidur REM adalah tahapan tidur

yang sangat aktif. Pola nafas dan denyut jantung tak teratur dan tidak terjadi pembentukan

keringat. Kadang-kadang timbul twitching pada tangan, kaki, atau muka, dan pada laki-laki dapat

32

timbul ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada aktivitas demikian orang masih tidur lelap

dan sulit untuk dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan rileks. Tahap tidur

ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran, enjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan

mempertahankan fungsi sel-sel otak.

Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit. Pada 90 menit pertama

seluruh tahapan tidurnya adalah NonREM. Setelah 90 menit, akan muncul periode tidur REM,

yang kemudian kembali ke tahap tidur NonREM. Setelah itu hampir setiap 90 menit tahap tidur

REM terjadi. Pada tahap awal tidur, periode REM sangat singkat, berlangsung hanya beberapa

menit. Bila terjadi gangguan tidur, periode REM akan muncul lebih awal pada malam itu, setelah

kira-kira 30-40 menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap 3 & 4 lebih banyak. Selama tidur,

tahapan tidur akan berpindah-pindah dari satu tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus menuruti

aturan yang biasanya terjadi. Artinya suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap 3 atau 4. Tapi

malam lainnya seluruh tahapan tidur akan didapatkannya. (Widodo DP, 2000)

Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup dan terbuka, kejang otot kecil, otot

besar imobilisasi, pernapasan tidak teratur, kadang dengan apnea, nadi cepat dan ireguler,

tekanan darah meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster meningkat, metabolisme meningkat,

temperatur tubuh naik, siklus tidur : sulit di bangunkan (Alimul, 2006)

3.Faktor - faktor yang mempengaruhi Tidur

Menurut (Alimul, 2006). Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi beberapa faktor.

Kualitas tersebut dapat menunjukan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh

jumlah istirahat sesuai dengan kebutuhanya.di antaranya faktor faktor yang mempengaruhi tidur

antara lain adalah:

A Penyakit

33

Sakit dapat mempengaruhi kebutuhan tidur seseorang. Banyak penyakit yang

memperbesar kebutuhan tidur, misalnya : penyakit yang disebabkan oleh infeksi (infeksi limfa)

akan memerlukan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasi keletihan. Banyak juga keadaan

sakit yang menjadikan pasien kurang tidur, bahkan tidak bisa tidur. (widodo, 2009)

B.Latihan dan Kelelahan

Keletihan akibat akivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk

menjaga keseimbangan energi yang telah dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang telah

melakukan aktivitas dan mencapai kelelahan. Maka, orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat

tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.(widodo, 2009)

C.Stres Psikologis

Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut

terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga

sulit untuk tidur. (psikologis, dr harry, 2009)

D.Obat

Obat juga dapat mempengaruhi proses tidur, beberapa jenis obat yang dapat

mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretic menyebabkan seseorang menjadi

isomnia, anti depresan dapat menekan REM, kafein dapat meningkatkan syaraf simpatis yang

menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya

insomnia, dan golongan narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.(ria lina,

2005)

34

E.Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein

yang tinggi dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya trytophan yang merupakan

asam amino dari protein yang dicerna. Demikian juga sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang

juga dapat mempengaruhi proses tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur.

F.Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang juga dapat mempercepat

terjadinya proses tidur.

G.Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang untuk tidur, yang dapat

mempengaruhi proses tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat

menimbulkan gangguan proses tidur. (dr Brandon peters, 2006)

4.Kebutuhan tidur menurut usia

Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 0-2 bulan 10,5-18 jam perhari. Sifat tidur pada

usia ini yaitu pola tidur yang tidak teratur (hingga usia 6-8 minggu) yang berhubungan dengan

rasa lapar, periode tidur yang multipel pada siang dan malam hari, tidurnya bersifat aktif seperti

tersenyum, menghisap, pergerakan badan.

Kebutuhan tidur untuk anak usia 2-12 bulan . Jumlah tidur yang dibutuhkan sekitar 14-15 jam

sehari. Sifat tidur yaitu jumlah tidur malam bertambah, pola tidur mulai terlihat, tidur siang yang

awalnya berjumlah 3-4 kali berubah menjadi 1-2 kali di akhir tahun pertama

35

Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 1-3 tahun adalah 12-14 jam (tidur siang antara

1,5-3,5 jam). Sifat tidur yaitu tidur di pagi hari semakin berkurang pada usia sekitar 18 bulan.

Perlu dilanjutkan rutinitas waktu tidur, tetapkan waktu, dorong anak untuk berani tidur sendiri,

diperhatikan transisi dari tidur di tempat tidur bayi ke tempat tidur biasa.

Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 3-5 tahun sekitar 11-13 jam dalam sehari. Tidur siang

biasanya tidak ditemukan lagi pada akhir tahun kelima, pada saat ini mungkin dapat timbul

ketakutan di malam hari.

Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 5-12 sekitar 10-11 jam dalam sehari. Semakin

meningkatnya kegiatan anak dapat mengakibatkan berkurangnya tidur. Pengaruh televisi,

komputer dan keadaan medis dapat mengganggu tidur. Waspadai adanya masalah tidur yang

persisten dan keadaan mengantuk di siang hari.

Jumlah tidur yang dibutuhkan pada usia 12-18 tahun adalah sekitar 7-9 jam dalam sehari.

Dalam waktu remaja ini, mereka berhadapan dengan peningkatan aktivitas dan kurang tidur.

(Viginia Academy of Sleep Medicine)

36