Kterus Neonatorum Bs

36
KTERUS NEONATORUM IKTERUS A. PENGERTIAN Ikterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih menjadi kunin karena peninkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada ba!i !an baru lahir dapat merupakan suatu hal !an "si#l#is$ terdapat pada %&'(&)' pada ba!i !an lahir cukup bulan. Tapi jua merupakan hal !an patologis *tidak n#rmal+ misaln!a akibat berlawanann!a Rhesus darah ba!i dan ibun!a$ sepsis *in,eksi berat+$ pen!umbatan saluran empedu$ dan lain lain. Ikterus "si#l#is timbul pada hari ke(% dan ke(- dan tidak disebabkan #leh kelainan apapun$ kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar !an membaha!akan$ dan tidak mempun!ai p#tensi menimbulkan kecacatan pada ba!i. Sampai hari ketujuh biasan!a akan menhilan. Sedankan pada ikterus yang patologis, kadar bilirubin darahn!a melebihi batas$ dan disebut sebaai hiperbilirubinemia. IKTERUS ISI/0/GIS Secara umum$ setiap ne#natus menalami peninkatan k#nsentrasi bilirubin serum$ namun kuran 1% m2d0 pada hari ketia hidupn!a dipertimbankan sebaaiikterus fsiologis. P#la ikterus "si#l#is pada ba!i baru lahir sebaai berikut3 kadar bilirubin serum t#tal biasan!a mencapai puncak pada hari ke -(& kehidupan denan kadar &(4 m2d0$ kemudian menurun kembali dalam minu pertama setelah lahir. Kadan dapat muncul peninkatan kadar bilirubin sampai 1% m2d0 denan bilirubin terk#n!uasi 51 % m26l. P#la ikterus "si#l#is ini ber7ariasi sesuai prematuritas$ ras$ dan ,akt#r(,akt#r lain. Sebaai c#nt#h$ ba!i prematur akan memiliki puncak bilirubin maksimum !an lebih tini pada hari ke(4 kehidupan dan berlansun lebih lama$ kadan sampai beberapa minu. 8a!i ras 9ina cenderun untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke(: dan & setelah lahir. akt#r !an berperan pada munculn!a ikterus "si#l#is pada ba!i baru lahir meliputi peninkatan bilirubin karena p#lisitemia relati,$ pemendekan masa hidup eritr#sit *pada ba!i ;) hari dibandinkan dewasa 1%) hari+$ pr#ses ambilan dan k#n!uasi di hepar !an belum matur dan peninkatan sirkulasi enter#hepatik. Ikterus "si#l#is menurut Tarian *%))-+ dan 9allh#n *1<<4+ dalam Schwats *%))&+ adalah ikterus !an memiliki karakteristik sebaai berikut3

description

good

Transcript of Kterus Neonatorum Bs

KTERUS NEONATORUM

IKTERUSA.PENGERTIANIkterus adalah perubahan warna kulit atau sclera mata dari putih menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis, terdapat pada 25%-50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga merupakan hal yangpatologis(tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain lain.Ikterus fisiologis timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tidak disebabkan oleh kelainan apapun, kadar bilirubin darah tidak lebih dari kadar yang membahayakan, dan tidak mempunyai potensi menimbulkan kecacatan pada bayi. Sampai hari ketujuh biasanya akan menghilang. Sedangkan padaikterus yang patologis,kadar bilirubin darahnya melebihi batas, dan disebut sebagai hiperbilirubinemia.IKTERUS FISIOLOGISSecara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya dipertimbangkan sebagaiikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin terkonyugasi 250

(Mansjoer, Arief. 2000.hlm.504E.PATOFISIOLOGIPeningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.F.KLASIFIKASI1.Ikterus HemolitikIkterus hemolitik disebabkan oleh lisis (penguraian) sel darah merah yang berlebihan.Ikterus hemolitik merupakan penyebab prahepatik karena terjadi akibat faktor-faktor yang tidak harus berkaitan dengan hati. Ikterus hemolitik dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati tidak dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang dihasilkan. Ikterus ini dapat dijumpai pada reaksi transfuse, atau lisis sel darah merah akibat gangguan hemoglobin, misalnya anemia sel sabit dan talasemia. Destruksi sel darah merah karena proses otoimun yang dapat menyebabkan ikterus semolitik.Pada ikterus hemolitik apapun sebabnya, sebagian bilirubin akan terkonjugasi (disebut bilirubin bebas atau hiperbilirubinemia indirek) akan meningkat.2.Ikterus HepatoselulerPenurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosis dan disebut ikterus hepatoseluler. Disfungsi hati dapat terjadi apabila hepatosit terinfeksi dan oleh virus, misalnya pada hepatitis, apabila sel sel hati rusak akibat kanker atau sirosis. Sebagian kelainan kongenital juga mempengaruhi kemampuan hati untuk menangani bilirubin, Obat-obatan tertentu termasuk hormone steroid, sebagian anti biotic dan anestetik halotan juga dapat mengganggu sel hati.Apabila hati tidak dapat mengkonjugasikan bilirubin, kadar bilirubin terkonjugasi akan meningkat sehingga timbul ikterus.3.Ikterus ObstruktifSumbatan terhadap aliran empedu keluar hati atau duktus biliaris disebut ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif dianggap berasal intrahepatik apabila disebabkan oleh sumbatan aliran empedu melintasi duktus biliaris. Obstruksi intra hepatik dapat terjadi apabila duktus biliaris tersumbat oleh batu empedu atau tumor.Pada kedua jenis obstruksi tersebut, hati tetap mengkonjugasikan bilirubin, tetapi bilirubin tidak dapat mencapai usus halus. Akibatnya adalah penurunan atau tidak adanya ekskresi urobilinogen di tinja sehingga tinja berwarna pekat. Bilirubin terkonjugasi tersebut masuk ke aliran darah dan sebagian besar di ekskresikan melalui ginjal sehingga urin berwarna gelap dan berbusa. Apabila obstruksi tersebut tidak di atasi maka kanalikulus biliaris di hati akhirnya mengalami kongesti dan rupture sehingga empedu tumpah ke limfe dan aliran darah.G.PEMERIKSAAN LABORATORIUM / PENUNJANG1.VisualMetode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:a)Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.b)Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.c)Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.2.Bilirubin SerumPemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.3.Bilirubinometer TranskutanBilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, pUmumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.4.Pemeriksaan bilirubin bebas dan COBilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.Tabel. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan IkterusUsiaKuning terlihat padaTingkat keparahan ikterus

Hari 1Hari 2Hari 3Bagian tubuh manapunTengan dan tungkai *Tangan dan kaki *Berat

* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.(http://www.smallcrab.com/anak-anak/52-anak-anak/535-mengenal-ikterus-neonatorum/09/03/2009)H.PENCEGAHANIkterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :1. Pengawasan antenatal yang baik.2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan lain-lain.3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.6. Pemberian makanan yang dini.7. Pencegahan infeksiI.KOMPLIKASITerjadikernikterusyaitu kerusakan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kernikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.J.PENATALAKSANAAN1.MEDISIkterus fisiologis tidak memerlukan penanganan yang khusus, kecuali pemberian minum sedini mungkin dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup. Pemberian minum sedini mungkin akan meningkatkan molitas khusus dan juga menyebabkan bakteri di introduksi ke usus. Bakteri dapat merubah bilirubin direct menjadi urobilin yang dapat di absorpsi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin serum akan turun. Meletakkan bayi di bawah sinar matahari selama 15-20 menit, ini di lakukan setiap hari antara pukul 6.30 8.00. Selama ikterus masih terlihat, perawat harus memperhatikan pemberian minum dengan jumlah cairan dan kalori yang cukup dan pemantauan perkembangan ikterus. Apabila ikterus makin meningkat intensitasnya, harus segera di catat dan di laporkan karena mungkin di perlukan penanganan yang khusus.Tindakan umuma.Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) dan lain lain pada waktu hamilb.Mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan dehidrasic.Pemberianmakanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahird.Iluminasi yang cukup baik di tempat bayi di rawat.e.Pengobatan terhadap faktor penyebab bila di ketahui.Tindakan khususSetiap bayi yang kuning harus di tangani menurut keadannya masing masing. Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi, sehingga di duga akan terjadi kern ikterus, hiperbilirubenia tersebut harus di obati dengan tindakan berikut:a.Pemberianfenobarbital, agar proses konjugasi bisa di percepat serta mempermudah ekskresi. Pengobatan ini tidak begitu efektif karena kadar bilirubin bayi dengan hiperbilirubinemia baru menurun setelah 4-5 hari. Efek pemberianfenobarbitalini tampak jelas bila di berikan kepada ibu hamil beberapa minggu sebelum persalinan, segera sesudah bayi lahir atau kedua keadaan tersebut. Pemberianfenobarbital profilaksistidak di anjurkan karena efek samping obat tersebut, seperti gangguan metabolik dan pernafasan, baik pada ibu maupun pada bayi.b.Memberi substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi, misalnya pemberian albumin untuk memikat bilirubin bebas. Albumin biasanya di berikan sebelum transfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstra vaskuler ke vaskuler, sehingga bilirubin yang di ikatnya lebih mudah di keluarkan dengan tranfusi tukar.c.Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan anemia.Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi sinar ialah:lampu yang dipakai sebaiknya tidak digunakan lebih dari 500 jam, untuk menghindari turunnya energy yang dihasilkan oleh lampu yang digunakan.Pakaian bayi dibuka agar bagian tubuh dapat seluas mungkin terkena sinar.Kedua mata ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah kerusakan retina. Penutup mata dilepas saat pemberian minum dan kunjungan orang tua untuk memberikan rangsang visual pada neonates.Pemantauan iritasi mata dilakukan tiap 6 jam dengan membuka penutup mata.Daerah kemaluan ditutup, dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya untuk melindungi daerah kemaluan dari cahaya fototeraphy.Pada lampu diatur dengan jarak 20-30cm di atas tubuh bayi, untuk mendapatkan energi yang optimal.Posisi bayi diubah tiap 8 jam , agar tubuh mendapat penyinaran seluas mungkin.Suhu tubuh diukur 4-6 jam sekali atau sewaktu-waktu bila perlu.Pemasukan cairan dan minuman dan pengeluaran urine, feses, dan muntah diukur, dicatat dan dilakukan pemantauan tanda dehidrasiHidrasi bayi diperhatikan, bila perlu konsumsi cairan ditingkatkan.Lamanya terapi sinar dicatat.Apabila dalam evaluasi kadar bilirubin serum barada dalam batas normal, terapi sinar dihentikan. Jika kadar bilirubin masih tetap atau tidak banyak berubah, perlu dipikirkan adanya beberapa kemungkinan, antara lain lampu yang tidak efektif atau bayi menderita dehidrasi, hipoksia, infeksi, dan gangguan metabolisme.Pemberian terapi sinar dapat menimbulkan efek samping. Namun, efek samping tersebut bersifat sementara, yang dapat di cegah atau dapat ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar dan diikuti dengan pemantauan keadaan bayi secara berkelanjutan.Kelainan yang mungkin timbul pada neonates yang mendapati terapi sinar adalah :Peningkatan kehilangan cairan yang tidak terukur.Energi cahaya fototerapi dapat meningkatkan suhu lingkungan dan menyebabkan peningkatan penguapan melalui kulit. Terutama bayi premature atau berat lahir sangat rendah. Keadaan ini dapat di antisipasi dengan pemberian cairan tambahan.Frekuensi defekasi meningkat. Meningkatnya bilirubin indirect pada usus akan meningkatkan pembentukan enzim lactase yang dapat meningkatkan peristaltic usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan mengurangi timbulnya diare.Timbul kelainan kulit di daerah muka badan dan ekstremitas, dan akan segera hilang setelah terapi berhenti. Di laporkan pada beberapa bayi terjadi bronze baby syndrome, hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit ini bersifat sementara dan tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.Peningkatan suhu.Beberapa neonates yang mendapat terapi sinar, menunjukkan kenaikan suhu tubuh, ini disebabkan karena suhu lingkungan yang meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.Kadang di temukan kelainan, seperti gangguan minum, letargi, dan iritabilitas. Ini bersifat sementara dan hilang sendirinya.d. Transfusi PenggantiTransfuse pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl7. Bayi pada resiko terjadi kern IkterusTransfusi pengganti digunakan untuk:1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)3. Menghilangkan serum bilirubin4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubinPada Rh Inkomptabilitas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B. Setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.(Surasmi, Asrining.2003.hlm.61)1.ASUHAN KEBIDANANA. Pengkajian1. Riwayat PenyakitPerlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn penderita sakit kuning, adakah riwayat operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.2. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepi dan permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit berwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking.3. Pengkajian PsikososialPengkajian psikososial antara lain dampak sakit pada anak hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, merasa bounding, perpisahan dengan anak.4. Perpisahan KeluargaPenyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari hiperbilirubinemia.5. LaboratoriumPada bayi dengan hiperbilirubinemia pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya Rh darah ibu dan janin berlainan, kadar bilirubin bayi aterm lebih dari 12,5 mg/dl, premature lebih dari 15 mg/dl, dan dilakukan tes Comb.B. Diagnosa Keperawatan, Tujuan dan Intervensi1. Diagnosa Keperawatan: Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, fototerapi, dan diare.Tujuan: Cairan tubuh neonatus adekuat.Intervensi:a. Catat jumlah dan kualitas fesesb. Pantau turgor kulitc. Pantau intake out putd. Beri air diantara menyusui atau memberi botol2. Diagnosa Keperawatan: Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi.Tujuan: Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankanIntervensi:a. Beri suhu lingkungan yang netralb. Pertahankan suhu antara (35,5 37)oCc. Cek tanda-tanda vital tiap 2 jam3. Diagnosa Keperawatan: Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare.Tujuan: Keutuhan kulit bayi bisa dipertahankanIntervensi:a. Kaji warna kulit tiap 8 jamb. Pantau bilirubin direk dan indirekc. Rubah posisi setiap 2 jamd. Masase daerah yang menonjole. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahanTujuan:a. Orang tua dan bayi menunjukkan tingkah laku Attachmentb. Orang tua dapat mengekspresikan ketidakmengertian proses bondingIntervensi:a. Bawa bayi ke ibu untuk disusuib. Buka tutup mata saat disusui untuk stimulasi social dengan ibuc. Anjurkan orang tua untuk mengajak bicara anaknyad. Libatkan orang tua dalam perawatan bila men\mungkinkane. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya5. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan meningkat berhubungan dengan terapi yang diberikan pada bayiTujuan: Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim kesehatan.Intervensi:a. Kaji pengetahuan keluarga klienb. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya.c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi di rumah6. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efek fototerapi.Tujuan: Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototerapi.Intervensi:a. Tempatkan neonatus pada jaraj 45 cm dari sumber cahayab. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genital serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahayac. Usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibird. Matikan lampue. Buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jamf. Buka tutup mata setiap akan disusukang. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan7. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi trauma berhubungan dengan transfuse tukar.Tujuan: Transfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasiIntervensi:a. Catat kondisi umbilical jika vena umbilical yang digunakanb. Basahi umbilical dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakanc. Neonatus puasa 4 jam sebelum tindakand. Pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rh serta darahyang akan ditransfusikan adalah darah segare. Pantau tanda-tanda vital, salama dan sesudah transfusif. Siapkan suction bila diperlukang. Amati adanya gangguan cairan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor pemeriksaan laboratorium sesuai programC. Evaluasi1.Tidak terjadi kernikterus pada neonatus2.Tanda vital dan suhu tubuh bayi stabil dalam batas normal3.Keseimbangan cairan dan elektrolit bayi terpelihara4.Integritas kulit baik/utuh5.Bayi menunjukkan partisipasi terhadap rangsangan visual6.Terjalin interaksi bayi dan orang tua.(Surasmi,Asrining.2003.hlm.68)DAFTAR PUSTAKAIlasan, Rusepno.1985.Buku KuIiah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika JakartaNursalam Susilaningrum, Rekawati Utami,Sri. 2005.Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan).Jakarta: Salemba MedikaSaifudin, Abdul Bari.2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohrdjo.Surasmi, Asrining. 2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta : EGCMansjoer,Arief.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:EGCIkterus Neonatorum (Bayi Kuning)

dok, kok bayi saya yang baru lahir kuning ya? tanya seorang pasien. Fenomena ini sering dihadapi oleh orang tua yang baru saja melahirkan seorang anak. Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui terlebih dahulu apa yang dapat menjadi penyebab kuning pada bayi dan apakah kejadian ini patologis atau fisiologis. Kuning pada bayi dalam hal ini disebut dengan ikterus neonatorum.

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya adalah bagian yang pertama kali mengalami kuning. Pada neonatus atau bayi baru lahir, baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 mol/L).

Pada keadaan normal, kadar bilirubin indirek bayi baru lahir adalah 1-3 mg/dl dan naik dengan kecepatan < 5 mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus fisiologis dapat terlihat pada hari ke-2 sampai ke-3, berpuncak pada hari ke-2 dan ke-4 dengan kadar berkisar 5-6 mg/dL (86-103 mol/L), dan menurun sampai di bawah 2 mg/dl antara umur hari ke-5 dan ke-7.

Ikterus pada neonatus tidaklah selamanya patologis (red: penanda adanya sebuah penyakit). Pada neonatus dapat pula terjadi ikterus fisiologis yang dapat merupakan fenomena dari keadaan berikut, yaitu:

1.Peningkatan penghancuran eritrosit janin karena pendeknya usia eritrosit.

2.Rendahnya ekskresi hepar dan rendahnya kadar glukoronil transferase pada neonatus.

3.Gerakan usus yang lambat akibat belum ada intake.

Suatu ikterus pada neonatus dikatakan fisiologis jika ditemukan keadaan berikut, yaitu:

1.Pertama kali muncul pada usia 24-72 jam setelah lahir.

2.Terjadi selama 4-5 hari pada bayi normal dan 7 hari pada bayi prematur.

3.Kadar bilirubin tidak melebihi 15 mg/dl

4.Tidak terdeteksi secara klinis setelah 14 hari. Atau dengan kata lain tidak ditemukan dasar patologis.

Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi dapat digolongkan sebagai keadaan patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Beberapa keadaan berikut tergolong dalam ikterus patologis, antara lain:

1. Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

2. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan >10 mg/dL.

3. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.

4. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.

5. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi G6PD, atau sepsis)6. Ikterus yang disertai oleh: Berat lahir ,Masa gestasi 36 minggu,Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonatus,Infeksi,Trauma lahir pada kepala,Hipoglikemia7. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada aterm) atau >14 hari (pada prematur)Untuk menilai kadar bilirubin secara klinis, Kramer memperkenalkan penilaian klinis derajat ikterus neonatal. Penilaian tersebut adalah sebagai berikut:

1.Kramer I : Daerah kepala (Bilirubin total 5 7 mg)

2.Kramer II : Daerah dada pusat (Bilirubin total 7 10 mg%)

3.Kramer III : Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total 10 13 mg)

4.Kramer IV : Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampai pergelangan kaki (Bilirubin total 13 17 mg%)

5.Kramer V : hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17 mg%)

Untuk mendiagnosa ikterus pada neonatus dapat dipakai bagan berikut sebagai pedoman.

Bagan diagnosa disajikan sebagai berikut:

Penatalaksanaan: (diambil dari Standar Penatalaksanaan IKA FK UNSRI)

1. Fototerapi jika terdapat indikasi menurut grafik Cockington

2. Fototerapi dihentikan jika kadar bilirubin tidak meningkat lagi dan kadarnya separuh dari kadar indikasi transfusi tukar bila kada bilirubin sebelumnya< 13 mg/dl.

3. Transfusi tukar dilakukan bila Hb tali pusat < 10 ; kadar bilirubin tali pusat > 5 g/dl; bilirubin total meningkat > 5 g/dl; bayi menunjukkan tanda bilirubin ensefalopati ( hipotoni, kaki melengkung, retrocolis, panas, panas tinggi); anemia dengan early jaundice dengan Hb 10-13 dan kecepatan peningkatan 0,5 mg%/jam; anemia dengan bilirubin > umur bayi (jam) setelah usia 24 jam pertama; bilirubin total > 25 mg/dl; anemia progresif saat pengobatan hiperbilirubinemia.

4. Taransfusi tukar ulang jika: bilirubin meningkat lagi > 1 mg%/jam setelah transfusi tukar, bilirubin meningkat lagi > 25 mg%/dl, dan persisten hemolitik anemia.

Sedangkan menurut IDAI sendiri adalah sebagai berikut:

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah membuat parameter praktis untuk tata laksana hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan yang sehat dan pedoman terapi sinar pada bayi usia gestasi 35 minggu. Pedoman tersebut juga berlaku pada bayi cukup bulan yang sehat dengan BFJ dan BMJ. AAP tidak menganjurkan penghentian ASI dan telah merekomendasikan pemberian ASI terus menerus (minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Penggantian ASI dengan pemberian air putih, air gula atau susu formula tidak akan menurunkan kadar bilirubin pada BFJ maupun BMJ yang terjadi pada bayi cukup bulan sehat.Gartner dan Auerbach mempunyai pendapat lain mengenai pemberian ASI pada bayi dengan BMJ. Pada sebagian kasus BMJ, dilakukan penghentian ASI sementara. Penghentian ASI akan memberi kesempatan hati mengkonjungasi bilirubin indirek yang berlebihan. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian ASI dilanjutkan sampai 1824 jam dan dilakukan pengukuran kadarbilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian ASI selama 24 jam, maka jelas penyebabnya bukan karena ASI, ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab hiperbilirubinemia yang lain. Jadi penghentian ASI untuk sementara adalah untuk menegakkan diagnosis.Persamaannya dengan AAP yaitu bayi dengan BFJ tetap mendapatkan ASI selama dalam proses terapi. Tata laksana yang dilakukan pada BFJ meliputi (1) pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau belum, (2) pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari, (3) pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan, (4) pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK, (5) jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu melakukan penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara, (6) jika kadar bilirubin mencapai kadar 20 mg/dL, perlu melakukan terapi sinar jika terapi lain tidak berhasil, dan (7) pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia menetap lebih dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20 mg/dL, atauriwayat terjadi BFJ pada anak sebelumnya.Yang dimaksud dengan fototerapi intensif adalah radiasi dalam spektrum biru-hijau (panjang gelombang antara 430-490 nm), setidaknya 30 W/cm2 per nm (diukur pada kulit bayi secara langsung di bawah pertengahan unit fototerapi) dan diarahkan ke permukaan kulit bayi seluas-luasnya. Pengukuran harus dilakukan dengan radiometer spesifik dari manufaktur unit fototerapi tersebut.Selanjutnya pertanyaan yang sering timbul adalah kapan terapi sinar harus dihentikan. Sampai saat ini belum ada standar pasti untuk menghentikan terapi sinar, akan tetapi terapi sinar dapat dihentikan bila kadar BST sudah berada di bawah nilai cut off point dari setiap kategori. Untuk bayi yang dirawat di rumah sakit pertama kali setelah lahir (umumnya dengan kadar BST > 18 mg/dL (308 mol/L) maka terapi sinar dapat dihentikan bila BST turun sampai di bawah 13 14 mg/dL (239 mol/L). Untuk bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini dan dipulangkan sebelum bayi berusia 34 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang bilirubin 24 jam setelah dipulangkan. Bayi yang dirawat di rumah sakit untuk kedua kali dengan hiperbilirubinemia dan kemudian dipulangkan, jarang terjadi kekambuhan yang signifikan sehingga pemeriksaan ulang bilirubin dilakukan berdasarkan indikasi klinis.Sebagian besar unit neonatal di Indonesia masih memberikan terapi sinar pada setiap bayi baru lahir cukup bulan dengan BST 12 mg/dL atau bayi prematur dengan BST 10 mg/dL tanpa melihat usia. Diharapkan agar penggunaan terapi sinar atau transfusi tukar disesuaikan dengan anjuran AAP. Gartner dan Auerbach merekomendasikan jika kadar bilirubin > 20 mg/dL pada bayi cukup bulan, maka penting untuk menurunkan kadar bilirubin secepatnya. Terapi sinar harus segera dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan laboratorium darah untuk penegakan diagnosis BFJ dan BMJ. Pada beberapa kasus, pemberian cairan intra vena dapat dipertimbangkan misalnya ada dehidrasi atau sepsis.Terapi sinar dapat dilakukan bila ada riwayat pada saudara sebelumnya mengalami BMJ. Batas kadar bilirubin untuk melakukan terapi sinar biasanya lebih rendah pada kasus tersebut (< 12 mg/dL). Pemantauan lanjut saat bayi sudah di rumah juga penting dilakukan. Pemantauan dapat berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Pemantauan dilakukan terutama jika kadar bilirubin mencapai > 12 mg/dL.

Lampiran: Grafik Cockington (usia gestasi > 35 minggu):

a. Untuk pedoman fototerapi:

b. Untuk transfusi tukar

Tambahan:

Kuning pada bayi dapat juga berhubungan dengan pemberian ASI.Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebabnya berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya).Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk ikterus, yaitu:

1.Early onset breastfeeding jaundice(Onset beberapa hari pertama kehidupan)

Penurunan volume dan frekuensi makan dapat menyebabkan dehidrasi sedang dan pengeluaran mekonium terlambat. Dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, bayi yang mendapat ASI lebih sering 3-6 kali mengalami ikterus. Pada bayi dengan early onset hiperbilirubinemia, frekuensi pemberian Asi harus ditingkatkan menjadi lebih dari 10 kali perhari. Jika BB bayi tidak naik, BAB terlambat, dan dan mengalami kekurangan intake kalori, suplemen formula perlu diberikan. Tetapi ASI harus tetap diberikan untuk meningkatkan produksi. Tetapi, suplemen seperti dekstrosa dan air harus dihindari. tidak terdapat bukti jika bentuk ini berhubungan dengan abnormalitas ASI sehingga penghentian ASI hanya dilakukan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari, bilirubin meningkat >20 mg/dl, atau ibu memiliki riwayat bayi kuning pada bayi sebelumnya.

2.Late onset breastfeeding jaundice( Onset 6 14 hari kehidupan)

Bentuk yang kedua ini terjadi dengan peningkatan bilirubin dengan puncvak di hari ke 6-14 kehidupan. Tetapi keadaan ini tidak mengindikasikan bahwa ikterus dengan bentuk ini adalah patologis. Penyebab utama terjadinya kuning belum dimengerti dengan baik. Diperkirakian bahwa substansi ASI seperti-glucuronidases, dan nonesterified fatty acids daqpat menghambat metabolisme bilirubin normal. Bilirubin dapat turun secara perlahan setelah bayi berusia 2 minggu tetapi dapat juga bertahan sampai usia 2-3 bulan. Jika ikterus karena ASI masih diragukan atau nilai bilirubin semakin naik, maka ASI dapat dihentikan. Jika dengan penghentian kadar bilirubin turun (rata-rata 3 mg/dl/hari), maka diagnosa dapat ditegakkan yaitu ikterus karena ASI sehingga ASI dapat kembali diteruskan.

"Menyusui dengan frekuensi sering walau singkat lebih baik daripada pemberian jarang dan lama".

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBINEMIA (IKTERUS NEONATORUM)

LANDASAN TEORI MEDIKA.PENGERTIANHiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).B.EPIDEMIOLOGIPada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.C.KLASIFIKASIIkterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis ( Ngastiyah,1997).1.Ikterus FisiologisIkterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, ):Timbul pada hari ke2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan.Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hariKadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %Ikterus hilang pada 10 hari pertamaTidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu2.Ikterus Patologis/HiperbilirubinemiaAdalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah,1997 ) sebagai berikut :-Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir BBLR.-Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg% pada bayi cukup bulan.-Bilirubin direk lebih dari 1mg%.-Peningkatan bilirubin5 mg% atau lebih dalam 24 jam.-Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD, dan sepsis).Ada juga pendapat ahli lain tentang hiperbilirubinemia yaitu Brown menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.D.ETIOLOGI1.Penyebab Ikterus fisiologisKurang protein Y dan ZEnzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.Pemberian ASI yang mengandung pregnanediol atau asamlemakbebas yang akan menghambat kerja G-6-PD2.Penyebab ikterus patologisa.Peningkatan produksi :Hemolisis, misalnya pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.b.Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine, sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.c.Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis,dll.d.Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.e.Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif, hirschsprung.E.PATOFISIOLOGI IKTERUSUntuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan diuraikan tentang metabolisme bilirubin1.Metabolisme BilirubinSegera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.2.Patofisiologi HiperbilirubinemiaPeningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).F.TANDA DAN GEJALAMenurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :1.Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.2.Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.G.KOMPLIKASIKomplikasi dari hiperbilirubin dapat terjadi Kern Ikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV. Gambaran klinik dari kern ikterus adalah :-Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata berputar-putar-Letargi, lemas tidak mau menghisap.-Tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus-Bila bayi hidup, pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, epistotonus, kejang, stenosis yang disertai ketegangan otot.-Dapat terjadi tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.H.DIAGNOSISAnamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis.a.Ikterus fisiologis.Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah 1 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3, biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 4, dengan kadar 5 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadar 5 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 7 kehidupan.b.Hiperbilirubin patologis.Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 20 mg/dl pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan kernikterus pada kadar yanglebihrendah(1015mg/dl).I.DIAGNOSIS BANDINGIkterus yang timbul 24 jam pertama kehidupan mungkin akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya. Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan inspissated bile syndrome. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pylorus.J.PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan sesuai dengan waktu timbulnya ikterus, yaitu :1.Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun sbb:Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.Pemeriksaan yang perlu dilakukan:Kadar Bilirubin Serum berkala.Darah tepi lengkap (blood smear perifer ) untuk menunjukkan sel darah merah abnormal atau imatur, eritoblastosisi pada penyakit Rh atau sferosis pada inkompatibilitas ABO.Golongan darah ibu dan bayi untuk mengidentifikasi inkompeten ABO.Test Coombs pada tali pusat bayi baru lahirHasil positif test Coomb indirek membuktikan antibody Rh + anti A dan anti B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh+, anti A, anti B dari neonatus )Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.2.Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.Biasanya Ikterus fisiologis.Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.Polisetimia.Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula dll).Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:Pemeriksaan darah tepi.Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.Pemeriksaan lain bila perlu.3.Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.Sepsis.Dehidrasi dan Asidosis.Defisiensi Enzim G6PD.Pengaruh obat-obat.Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.4.Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:Karena ikterus obstruktif.HipotiroidismeBreast milk Jaundice.Infeksi.Hepatitis Neonatal.GalaktosemiaPemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:Pemeriksaan Bilirubin berkala.Pemeriksaan darah tepi.Skrining Enzim G6PD.Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.K.PENATALAKSANAAN MEDISBerdasarkan pada penyebabnya, maka manajemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia.Pengobatan mempunyai tujuan :-Menghilangkan Anemia-Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi-Meningkatkan Badan Serum Albumin-Menurunkan Serum BilirubinMetode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat,Menyusui Bayi dengan ASI, Terapi Sinar Matahari1.Fototherapi ( terapi sinar )Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg%. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.Cara kerja terapi sinar yaitu menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawaan tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air sehingga dapt dikeluarkan melalui urin dan faeces. Di samping itu pada terapi sinar ditemukan pula peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin keluar bersama faeces. Dengan demikian kadar bilirubin akan menurun.Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian terapi sinar adalah :a.Pemberian terapi sinar biasanya selama 100 jam.b.Lampu yang dipakai tidak melebihi 500 jam. Sebelum digunakan cek apakah lampu semuanya menyala. Tempelkan pada alat terapi sinar ,penggunaan yang ke berapa pada bayi itu untuk mengetahui kapan mencapai 500 jam penggunaan.c.Pasang label , kapan mulai dan kapan selesainya fototerapi.d.Pada saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup agar penyinaran berlangsung merataKomplikasi fototerapi :a.Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (IWL) (penguapan cairan). Pada BBLR kehilangan cairan dapat meningkat 2-3kali lebih besar.b.Frekuensi defikasi meningkat sebagai meningkatnya bilirubin indirek dalam cairan empedu dan meningkatnya peristaltik usus.c.Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar ( berupa kulit kemerahan)tetapi akan hilang setelah terapi selesai.d.Gangguan retina bila mata tidak ditutup.e.Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian lampu dimatikan,terapi diteruskan. Jika suhu terus naik lampu semua dimatikan sementara, bayi dikompres dingin dan diberikan ekstra minum.f.Komplikasi pada gonad yang diduga menimbulkan kemandulan.2.Tranfusi PenggantiTransfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :-Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.-Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.-Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.-Tes Coombs Positif-Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.-Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.-Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.-Bayi dengan Hidrops saat lahir.-Bayi pada resiko terjadi Kern IkterusTransfusi Pengganti digunakan untuk :-Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.-Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)-Menghilangkan Serum Bilirubin-Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan BilirubinPada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.3.Therapi ObatPhenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.4.Menyusui Bayi dengan ASIBilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi (breast milk jaundice). Di dalam ASI memang ada komponen yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Sayang, apakah komponen tersebut belum diketahui hingga saat ini.Yang pasti, kejadian ini biasanya muncul di minggu pertama dan kedua setelah bayi lahir dan akan berakhir pada minggu ke-3. Biasanya untuk sementara ibu tak boleh menyusui bayinya. Setelah kadar bilirubin bayi normal, baru boleh disusui lagi.5.Terapi Sinar MatahariTerapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit.Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.LANDASAN TEORI ASKEPA.PENGKAJIAN1.Pengumpulan Dataa.Riwayat PenyakitPerlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama, apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.b.Riwayat orang tua :Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.c.Pengkajian Psikososial :Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.d.Pengetahuan Keluarga meliputi :Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .e.Pola Kebutuhan sehari-hari.Data dasar klien:-Aktivitas/ istirahat : Latergi, malas-Sirkulasi: Mungkin pucat, menandakan anemia.-Eliminasi: Bising usus hipoaktif, Pasase mekoniummungkin lambat, Feses lunak/coklat kehijauanselamapengeluaran bilirubin,Urine gelap pekat, hitam kecoklatan( sindrom bayi bronze )-Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk,ebih mungkin disusui dari pada menyusu botol,Palpasi abdomen dapat menunjukkan perbesaran limfa, hepar.-Neurosensori: Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan inkompatibilitasRh berat. Opistetanus dengan kekakuanlengkung punggung, menangis lirih,aktivitas kejang (tahap krisis).-Pernafasan: Riwayat afiksia-Keamanan: Riwayat positifinfeksi/sepsis neonatus, Tampak ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagiandistal tubuh,kulit hitamkecoklatan sebagai efek fototerapi.-Penyuluhan/Pembelajaran: Faktor keluarga, misal: keturunan etnik, riwayathiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hepar,distrasias darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD).Faktor ibu, mencerna obat-obat(misal: salisilat), inkompatibilitasRh/ABO. Faktor penunjang intrapartum,misal: persalinanpratern.f.Pemeriksaan Fisik :Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengkingg.Pemeriksaan DiagnostikGolongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitasABO.Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 1,5mg/dL kadar indirek tidak bolehmelebihi peningkatan 5 mg/dLdalam24 jam, atau tidak bolehlebih 20 mg/dL pada bayi cukupbulan atau 15 mg/dL pada bayi pratern.Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karenahemolisis.Meterikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukanpenentuan bilirubin serum.2.Pengelompokan Dataa.Data SubjektifRiwayat afiksiaRiwayat traumalahirb.Data ObjektifTampak ikterik pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagiandistal tubuh.Kulit hitamkecoklatan sebagai efek fototerapiHepatosplenomegali.Tahap krisis: epistetanus, aktivitas kejangUrine gelap pekatBilirubin total:-Kadar direk > 1,0 1,5 mg/dL-Kadar indirek > 5 mg/dL dalam24 jam,atau < 20 mg/dL padabayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada bayi pratern.Protein serum total: < 3,0 g/dLGolongan darah bayi dan ibu inkompatibilitas ABI, Rh.B.DIAGNOSA KEPERAWATANDiagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul :1.Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.2.Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi.3.Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.4.Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.5.Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.6.Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi7.Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.8.PK : Kern IkterusC.INTERVENSI KEPERAWATAN1.Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder fototherapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :-Jumlah intake dan output seimbang-Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal-Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBLIntervensi & Rasional :a.Kaji reflek hisap bayi( Rasional/R : mengetahui kemampuan hisap bayi )b.Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat(R: menjamin keadekuatan intake )c.Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces( R : mengetahui kecukupan intake )d.Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )e.Timbang BB setiap hari(R : mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).2.Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.Intervensi dan rasionalisasi :a.Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam(R : suhu terpantau secara rutin )b.Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin serta ekstra minum( R : mengurangi pajanan sinar sementara )c.Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).3.Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :tidak terjadi decubitusKulit bersih dan lembabIntervensi :a.Kaji warna kulit tiap 8 jam(R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )b.Ubah posisi setiap 2 jam(R : mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama ).c.Masase daerah yang menonjol(R : melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).d.Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab( R : mencegah lecet )e.Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )4.Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.Intervensi :a.Bawa bayi ke ibu untuk disusui( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )b.Buka tutup mata saat disusui(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )c.Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya(R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).d.Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).e.Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya(R: mengurangi beban psikis orangtua)5.Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam perawatan.Intervensi :a.Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )b.Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )c.Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)6.Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapiTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )Intervensi :a.Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya( R : mencegah iritasi yang berlebihan).b.Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi hidung dan bibir(R : mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )c.Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam(R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )d.Buka penutup mata setiap akan disusukan.( R : memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).e.Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan( R : memberi rasa aman pada bayi ).7.Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukarTujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasiIntervensi :a.Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )b.Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).c.Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan(R: mencegah aspirasi )d.Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur( R : mencegah hipotermie.Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0f.Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejangselama dan sesudah tranfusi(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih dini )g.Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan )8.PK Kern IkterusTujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal kern ikterus bisa dipantauIntervensi :a.Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus, dll )b.Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.D.APLIKASI DISCHARGE PLANINGPertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam perawatan bayi hiperbilirubinemia (Waley &Wong, 1994):1.Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.2.Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk mempertahankan kelancaran air susu.3.Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar bilirubin bayi.4.Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah peningkatan bilirubin.5.Mengajarkan tentang perawatan kulit :Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang rusak.Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit.Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet karena gesekanMelihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama, garukan .Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari reffil.Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :1.Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 38C)2.Perawatan tali pusat / umbilicus3.Mengganti popok dan pakaian bayi4.Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan sesuatu yang baru5.Temperatur / suhu6.Pernapasan7.Cara menyusui8.Eliminasi9.Imunisasi10.Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :letargi ( bayi sulit dibangunkan )demam ( suhu >37C )muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)diare ( lebih dari 3 x)tidak ada nafsu makan.11.KeamananMencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.Mencegah benda panas, listrik, dan lainnyaMenjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya.