Kritis Ahmadiyah -...
Transcript of Kritis Ahmadiyah -...
Sejak pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1925, Ahmadiyah mendapat penentangan dari kalangan ulama. Puncak penentangan adalah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1980. Namun demikian, baik fatwa MUI maupun tekanan lain seperti SKB dan Peraturan Gubernur, tidak menyurutkan perkembangan Ahmadiyah.
Buku ini mengupas secara rinci sejarah perkembangan Ahmadiyah di Jawa Barat, dan respon masyarakat terhadap Ahmadiyah. Tulisan dalam buku ini disajikan secara kronologis disertai dengan fakta-fakta sejarah di beberapa tempat di wilayah Jawa Barat sehingga menarik untuk dibaca baik oleh kalangan Ahmadiyah maupun di luar Ahmadiyah, khususnya di kalangan akademisi.
(DR. Muhamad Zuldin, Dosen UIN-SGD Bandung, Peneliti Ahmadiyah) Kunto Sofianto, Ph.DPengantar:Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S.Guru Besar Universitas Padjadjaran
KritisAhmadiyah|
JemaatTinjauan
Indonesia
Jemaat Ahmadiyah berdiri 125 tahun lalu. Jumlah pengikut saat ini sekitar 150 juta yang tersebar di 202 Negara. Di Indonesia, Ahmadiyah hadir sejak tahun 1925. Pada 13 Maret 1953 telah disahkan sebagai Badan Hukum melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No.JA.5/23/53 dan dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 31 Maret 1953, nomor 26.
Dalam perjalanannya, terutama pada era Reformasi, banyak mengalami tekanan polititik dan sosial yang tidak ringan. Tetapi sampai saat ini, Jemaat Ahmadiyah Indonesia tetap eksis. Ini adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Buku ini layak diberikan apresiasi, khususnya bagi para peneliti dan pengamat masalah keagamaan. Keyakinan adalah masalah pribadi yang langsung dipertanggung-jawabkan kepada Allah SWT. Setiap perbedaan keyakinan, idealnya dijembatani dengan dialog dan diskusi. Buku ini bisa menjadi salah satu sarana bagi dialog dimaksud.
(KH. Saeful Abdulah, Ketua Majelis Tabligh, PW Muhammadiyah-Jawa Barat)
Sejak pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1925, Ahmadiyah mendapat penentangan dari kalangan ulama. Puncak penentangan adalah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1980. Namun demikian, baik fatwa MUI maupun tekanan lain seperti SKB dan Peraturan Gubernur, tidak menyurutkan perkembangan Ahmadiyah.
Buku ini mengupas secara rinci sejarah perkembangan Ahmadiyah di Jawa Barat, dan respon masyarakat terhadap Ahmadiyah. Tulisan dalam buku ini disajikan secara kronologis disertai dengan fakta-fakta sejarah di beberapa tempat di wilayah Jawa Barat sehingga menarik untuk dibaca baik oleh kalangan Ahmadiyah maupun di luar Ahmadiyah, khususnya di kalangan akademisi.
(DR. Muhamad Zuldin, Dosen UIN-SGD Bandung, Peneliti Ahmadiyah)
TINJAUAN KRITISK
unto Sofianto, Ph.D
KritisAhmadiyahJemaat
Tinjauan
IndonesiaJem
aat Ah
mad
iyahIn
do
nesia
Kunto Sofianto, Ph.D
KritisAhmadiyahJemaatTinjauan
Indonesia
TINJAUAN KRITIS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIAKunto Sofianto, Ph.D@Kunto Sofianto, 2014
Disertasi untuk memperoleh Gelar DoktorFakulti Sains Sosial dan KemanusiaanUniversiti Kebangsaan MalaysiaBangi - Malaysia
xiv + 362 halaman: 14,5 x 21 cm1. Ahmadiyah (Doktrin)2. Sejarah Perkembangan3. Penyebaran Teologi4. Respons Masyarakat
Penyelaras bahasa: Drs. Pitoyo, MilkomDesain & Lay Out: Dadang Sumarta, S.Pd.I
Cetakan Pertama, 2014
Penerbit:
email: [email protected]
ISBN: 978-602-14539-4-0
Keterangan Gambar Sampul:Presiden pertama R.I. Ir. Soekarno, tengah menerima persembahan hadiah Al-Quran dengan terjemahan dan tafsir singkat dalam bahasa Belanda terbitan Jemaat Ahmadiyah di Istana Negara Jakarta pada 1954. Hadiah dipersembahkan oleh H.Abdul Wahid H.A., Pemimpin missi Muslim Ahmadiyah Indonesia ketika itu.
Ucapan Terimakasih
Syukur Alhamdulillah kepada Allahs.w.t karena telah memberikan kepada saya kesehatan yang cukup, waktu dan kematangan fikiran untuk menyiapkan kajian ini dalam bentuk yang ada. Jutaan terima kasih yang rasanya saya tidak mampu untuk membalas kembali hingga ke akhir hayat saya kepada pembimbing Prof. Dr. Kamaruzaman Yusof atas bantuan yang begitu besar, bimbingan, teguran dan nasihat yang begitu berguna sepanjang penyusunan desertasi ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada para Dosen di Jurusan Sejarah-Fakultas Sains Sosial dan Kemanusiaan, Univesiti Kebangsaan Malaysia yang telah membantu saya secara moril untuk menyelesaikan kajian ini.
Rasa terima kasih juga saya ucapkan kepada para anggota Jemaat Ahmadiyah di Jawa Barat, di antaranya Nia, Rakhmat Syukur, Cecep Ahmad Santosa, Bubun, R. Ahmad Anwar (alm.), Mansyur, Ekky Sabandi, Rafiq Ahmad, Arif Ahmadi, Djamil Samian, Rakeeman Jumaan, dan yang lainnya yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan informasi, pinjaman, dan memberikan buku-buku, majalah, risalah, dan sebagainya yang terkait dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang sangat bermanfaat bagi penulisan desertasi ini. Dalam kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapan terima
iii
kasih kepada para pustakawan dan stafnya di UKM yang telah membantu dalam penyelesaian desertasi ini.
Dalam kesempatan yang baik ini, penulis ingin juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Sastra Unpad, Prof. Dr. Dadang Suganda dan para stafnya yang telah memberikan bantuan moril dan materil selama penulis melakukan studi di Jurusan Sejarah FSSK UKM, Malaysia. Selain itu juga ucapan terima kasih dan penghargaan ini saya sampaikan kepada semua kawan di Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Unpad.
Dalam menempuh program pengajian ini, penulis banyak mendapat bantuan dari pelbagai pihak, baik di Indonesia maupun di Malaysia, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Tanpa bantuan dan dukungan semua pihak tidak mungkin rasanya penulis boleh menyelesaikan kajian ini. Oleh itu, atas perhatian dan bantuannya, penulis ucapkan yang tiada terhingga. Semoga bantuan dari berbagai pihak itu mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allahs.w.t Amin.
iv
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Daftar Isi
Ucapan Terimakasih ....................................................................Daftar Isi .........................................................................................Singkatan ........................................................................................Kata Pengantar ............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pengenalan ....................................................................... 1.2 Permasalahan Kajian .....................................................1.3 Tujuan Penelitian ............................................................1.4 Skop Kajian ...................................................................... 1.5 Metode Penelitian ..........................................................1.6 Kerangka Pemikiran Konseptual .................................1.7 Signifikansi Kajian ...........................................................1.8 Tinjauan atas kajian terdahulu ...................................1.9 Kesimpulan .......................................................................
BAB IIBERDIRINYA AHMADIYAH
2.1 Pengenalan .......................................................................2.2 Kemunculan Jemaat Ahmadiyah ................................2.3 Ideologi Ahmadiyah .......................................................2.4 Respons Masyarakat India ...........................................2.5 Kesimpulan ........................................................................
iiiv
viixi
13457
10151752
55567493
102
v
BAB IIIKEHIDUPAN KEAGAMAAN
DAN MASUKNYA AHMADIYAH KE JAWA BARAT
3.1 Pengenalan .......................................................................3.2 Kehidupan Keagamaan di Jawa Barat ......................3.3 Awal masuknya Ahmadiyah ke Indonesia ..............3.5 Masuknya Ahmadiyah ke Jawa Barat dan
Penyebarannya ................................................................3.6 Kesimpulan .......................................................................
BAB IVORGANISASI JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
4.1 Pengenalan .......................................................................4.2 Pembentukan Pengurus Besar dan Peraturan-
peraturan Organisasi .....................................................4.3 Kepimpinan ......................................................................4.4 Badan-badan dalam Jemaat Ahmadiyah Indonesia...4.5 Pengumpulan Dana ........................................................4.6 Kesimpulan .......................................................................
BAB VPENDIDIKAN DAN MEDIA PENYEBARAN
JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
5.1 Pengenalan .......................................................................5.2 Pendidikan Jemaat Ahmadiyah Indonesia ...............5.3 Media Cetak dan Elektronik .........................................5.4 Debat/Bertukar Fikiran dan Seminar .......................5.5 Penterjemahan al-Quran dalam Bahasa Sunda......5.6 Pengabdian Sosial ...........................................................5.7 Kesimpulan .......................................................................
105106113
122169
173
175184187207213
217218234244250253261
vi
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
BAB VIRESPONS MASYARAKAT TERHADAP JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
6.1 Pengenalan ..........................................................................6.2 Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kajian
dari Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) ......................................................................................6.3 Kesimpulan ..........................................................................
BAB VIIKESIMPULAN
KESIMPULAN • ..............................................................................RUJUKAN • .....................................................................................INDEKS • ..........................................................................................
265
267288
291325361
vii
Daftar Isi
Singkatan
AADI Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia
AMP Ahmadiyya Muslim Presentation AD/ART Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga ANRI Arsip Nasional Republik IndonesiaAQDI Ahmadiyah Qadian Departemen IndonesiaBPLI Badan Penghubung Lajnah ImaillahBakorpakem Badan Koordinasi Pengawas Aliran
Kepercayaan MasyarakatBPU Balai Pengobatan UmumDarsus Edaran KhususDI/TII Darul Islam/Tentara Islam IndonesiaDPC Dewan Pimpinan CabangDPD Dewan Pimpinan DaerahDPP Dewan Pimpinan PusatDPR Dewan Perwakilan RakyatDPW Dewan Pimpinan WilayahFPUB Forum Persaudaraan Umat Beragama H.A Honour of ArabicHMI Himpunan Mahasiswa IslamIAIN Institut Agama Islam Negeri
viii
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Ibid IbidemIKIP Institut Keguruan dan Ilmu PendidikanITB Institut Teknologi BandungJAMAI Jamiah Ahmadiyah Indonesia KUA Kantor Urusan AgamaDanramil Komandan Rayon MiliterKoramil Komando Rayon MiliterKNPI Komite Nasional Pemuda IndonesiaKKPM Kursus Kader Pembantu MubalighKPA Kursus Pendidikan AgamaLI Lajnah ImaillahLPPI Lembaga Penelitian dan Pengkajian IslamMAS Mazhab Ahli SunnahMKAI Majelis Khuddamul Ahmadiyah IndonesiaMPR Majelis Permusyawaratan RakyatMTA Muslim Television AhmadiyahMUI Majelis Ulama IndonesiaNU Nahdlatul UlamaOT OrientalPB Pengurus BesarPBB Perserikatan Bangsa-BangsaPGAA Pendidikan Guru Agama Tingkat AtasPersis Persatuan IslamPh.D Doctor of Philosophy PKI Partai Komunis IndonesiaPornas Pekan Olah Raga NasionalPSII Partai Syarikat Islam Indonesia
ix
Singkatan
PPMA Pucuk Pimpinan Majelis AnsharullahRI Republik IndonesiaRT Rukun TetanggaSI Syarikat IslamSMA Sekolah Menengah AtasSMP Sekolah Menengah PertamaSMU Sekolah Menengah UmumTK Taman Kanak-kanakUGM Universitas Gadjah MadaUI Universitas IndonesiaUnpad Universitas PadjadjaranUUD Undang-undang DasarVOC Vereenigde Oostindische Compagnie YME Yang Maha Esa
x
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
“Di mana geus kajadian Bandung heurin ku tangtung, Imam Mahdi bakal sumping ka Nyengseret, palebah hanjuang tujuh ngariung”. (Kalau kota Bandung sudah banyak orang dan penuh sesak oleh bangunan/gedung maka Imam Mahdi akan datang ke Nyengseret, di sekitar kumpulan tujuh pohon Hanjuang).
Kutipan di atas, hanyalah salah satu ramalan tradisional yang dikenal di Tatar Sunda, yang dapat dibaca pada bagian Kerangka Pemikiran Konseptual disertasi yang ditulis oleh Kunto Sofianto ini. Munculnya ramalan tradisional yang dikenal sebagai uga, ataupun cacandran, bukannya tanpa sebab. Di balik krisis akibat tekanan ekonomi yang memburuk, ditambah lagi dengan kekacauan politik, rakyat tentu mengharapkan suatu perubahan. Harapan dibebankan kepada pemimpin-pemimpin atau kelompok-kelompok yang dapat melawan penyebab timbulnya krisis itu. Di Jawa abad ke-19-20, rakyat
Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S.Guru Besar Universitas Padjadjaran
xi
Pengantar
yang menderita akibat tekanan-tekanan pemerintah kolonial berkali-kali membebankan harapannnya kepada sang Ratu Adil . Dan harapan-harapan yang bersifat mesianistis seperti ini bisa menjadi kekuatan sosial yang mendorong ke arah tindakan-tindakan untuk mengubah situasi, sehingga melahirkan gerakan-gerakan sosial (Kartodirdjo, 1982: 187-203). Dalam tradisi Jawa, dikenal Pralambang Jayabaya yang memuat pengharapan akan datangnya Ratu Adil. Di kalangan masyarakat Sunda, harapan-harapan seperti ini tersimpan dalam suatu bentuk ramalan yang disebut uga.
Di kalangan masyarakat Sunda, ada suatu kepercayaan bahwa perubahan sosial akan terjadi sesuai dengan ramalan para karuhun (leluhur). Ramalan mengenai perubahan sosial yang penting, terutama yang menyangkut masalah negara atau suatu wilayah, biasa disebut uga (LBSS, 1980:547). Sebagai bentuk ramalan, uga dapat diinterpretasikan bergantung pada tingkat kepercayaan orang yang menginterpretasikannya. (Warnaen et al., 1987: 6-7).
Uga dikenal di kalangan masyarakat agraris-tradisional dan hingga kini uga masih dikenal sebagian masyarakat, khususnya di kalangan orang-orang tua dan hampir tidak dikenal di kalangan
xii
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
orang-orang muda. Ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam uga biasa digunakan orang-orang tua untuk memahami “tanda-tanda zaman”, meramalkan adanya suatu perubahan sosial, politik pada masa yang akan datang di lingkungan mereka tinggal. Uga diungkapkan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang mengandung aspek siloka (simbolik). Kata-kata yang dipergunakan sederhana, dalam bahasa sedang atau kasar (menurut tingkatan bahasa dalam bahasa Sunda). Uga merupakan tradisi lisan, dan sifatnya anonim, tidak jelas siapa pencetusnya. (Warnaen et al., 1987: 6).
Selain aspek simbolik, dalam uga terkandung pula unsur waktu. Ada ungkapan demikian dalam tradisi Sunda: “Geus nepi kana ugana, geus ne pi kana waktu anu ditujum ku karuhun” (artinya: Sudah sampai pada uga-nya, sudah tiba pada saat yang diramalkan leluhur). Hal ini menunjukkan bahwa dalam ramalan berbentuk uga, faktor “waktu” merupakan sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Akan tetapi, unsur waktu yang terkandung dalam uga bersifat tidak pasti, bisa terjadi kapan saja: besok, lusa, tahun depan, atau mungkin tak pernah terjadi.
Uga bisa ditafsirkan secara verbal, maupun secara kontekstual. Interpretasi verbal merupakan
xiii
Pengantar
penafsiran dengan menitikberatkan pada soal bahasa, perbendaharaan kata, tata bahasa, dan terjemahan yang tepat; sedangkan interpretasi kontekstual lebih merupakan usaha untuk memahami arti suatu ungkapan dengan melihat situasi di mana dan kapan ramalan ini hidup, artinya mencoba memahami uga dengan mencari latar belakang historisnya.
Menarik bila uga kita bandingkan dengan pralambang Jayabaya, Menurut penelitian Sartono Kartodirdjo (1982), ada banyak versi ramalan Jayabaya, baik dalam bentuk tulisan maupun tradisi lisan, yang dikenal antara lain dengan sebutan Pralambang Jayabaya, Jangka Jayabaya, Serat Jayabaya, dll. Meskipun banyak variasi, inti versi-versi itu sama: ramalan akan datangnya Ratu Adil. Pengharapan akan datangnya Ratu Adil inilah yang mendorong atau membangkitkan gerakan-gerakan revolusioner yang berbau messianistis, seperti perlawanan Diponegoro, peristiwa Srikaton, dll. (Kartodirdjo, 1982: 175). Isi ramalan tersurat dalam bentuk kisah yang dapat digolongkan ke dalam historiografi babad (ibid, hal.178), dan berdasarkan analisis struktural, Pralambang Jayabaya bisa dikategorikan sebagai filsafat sejarah.
Uga, meskipun sama-sama memuat ramalan,
xiv
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
jelas memiliki banyak perbedaan dengan Pralambang Jayabaya. Dilihat dari kuantitasnya, uga pada umumnya hanya berbentuk ungkapan yang terdiri dari beberapa kalimat ataupun kata-kata. Uga, tidak secara eksplisit mengharapkan Ratu Adil, yang dapat membebaskan rakyat dari penderitaan, tetapi memuat pengharapan terjadinya perubahan, apakah perubahan itu terjadi dengan bantuan seseorang (misalnya seorang raja yang adil), atau karena faktor-faktor lain. Uga hampir tidak menimbulkan atau membangkitkan gerakan-gerakan yang revolusioner, dan lebih mencerminkan sikap pasrah, pasif, menunggu dengan sabar hingga apa yang dijanjikan leluhur itu datang dengan sendirinya. Bila apa yang dinanti-nantikan atau diharapkan itu tidak terjadi, maka orang yang mempercayai uga itu, hanya akan mengatakan “encan waktuna” (belum waktunya), kemudian ia akan melanjutkan penantiannya hingga “tiba waktunya” (Warnaen et al., 1987: 14). Dapat disimpulkan pula, bahwa uga, bisa disebut sebagai bagian dari sejarah pemikiran (sejarah mentalitas) orang Sunda.
Penyebaran Ahmadiyah di Jawa Barat, ternyata tidak lepas dari uga ataupun cacandran yang disebarkan di berbagai daerah di Jawa Barat. Menurut hemat penulis, inilah salah satu keberhasilan Kunto
xv
Pengantar
Sofianto dalam membuat eksplanasi historis tentang mengapa Ahmadiyah bisa tersebar di Jawa Barat. Memang benar, masyarakat Jawa Barat pada dekade ketiga abad ke 20, berada pada tahap kritis pasca malaise yang menyebabkan parahnya kondisi sosio-ekonomi. Dalam penderitaan, masyarakat begitu mendambakan adanya perubahan, mengharap-harap datangnya ratu adil yang akan membebaskan mereka dari penderitaan. Ketika tersebar berita bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah wujud Imam Mahdi, tidak mengherankan bila orang-orang yang percaya akan datangnya Imam Mahdi, menyambut kedatangannya dan mengatakan “Geus nepi kana ugana” (Sudah sampai pada waktunya).
Buku ini adalah wujud penerbitan dari sebuah disertasi sejarah yang layak dibaca dan perlu. Salah satu kunci keberhasilan menulis sebuah kisah sejarah yang obyektif, penulis/peneliti harus mengambil jarak dari obyek yang ditelitinya. Hal yang cukup sulit ini berhasil dilakukan Kunto Sofianto, padahal saat disertasi ini ditulis sedang marak konflik-konflik horizontal antara Jemaat Ahmadiyah dengan kelompok masyarakat yang anti-Ahmadiyah di berbagai daerah terutama di Jawa Barat.
Berkat pembacaan literatur yang luas, Kunto
xvi
Tinjauan Kritis Jemaat Ahmadiyah Indonesia
dapat memberikan informasi yang lengkap tentang bagaimana awal berdirinya Ahmadiyah di Kota Ludhiana, India pada tahun 1889 dengan segala kompleksitasnya, kemudian awal penyebarannya di Indonesia pada tahun 1925, dan khususnya di Jawa Barat pada tahun 1931. Yang penting lagi, Kunto dapat mengisahkan secara terinci bagaimana Ahmadiyah mulai masuk, tumbuh dan berkembang di Jawa Barat. Secara akurat nama para anggota Jemaat Ahmadiyah di berbagai daerah di Jawa Barat berhasil dikemukakannya. Penjelasan terinci tentang ideologi, struktur organisasi, pendidikan dan media penyebarannya dapat dibaca dalam buku ini. Yang menarik, dideskripsikan pula bagaimana respons masyarakat dan lembaga keagamaan seperti MUI, tentang Ahmadiyah ini mulai dari awal penyebaran hingga masa paling kontemporer. Dalam hal ini Kunto Sofianto, berhasil untuk bersikap netral. Itulah yang sepantasnya dilakukan sejarawan. Selamat membaca.
Bandung, 13 Desember 2013
Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S.(Guru Besar Universitas Padjadjaran)
xvii
Pengantar
1.1 Pengenalan
Jemaat Ahmadiyah merupakan gerakan atau organisasi Islam internasional yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di kota Ludhiana India pada 18891. Ia dilahirkan pada 13 Februari 1835 di Qadian, India, dan meninggal dunia di kota Lahore (sekarang Pakistan) pada 26 Mei 1908. Pada akhir 1890, Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang Dijanjikan oleh Nabi Muhammad SAW untuk menghidupkan kembali agama Islam dan menegakkan syariat Islam di akhir zaman2. Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Al-Masih, Al-Mahdi (Imam Mahdi) adalah berdasarkan wahyu yang ia akui diterima dari Tuhan, juga sebagai nabi zhilli (nabi bayangan) bagi Jemaat Ahmadiyah. Sesudah Ghulam
1 Menurut Ahmadiyah Lahore, Jemaat Ahmadiyah didirikan pada 1888 sesudah Mirza Ghulam Ahmad mendapat perintah Tuhan untuk menerima bai’at dari para pengikutnya, sedangkan menurut Ahmadiyah Qadian, Jemaat Ahmadiyah didirikan pada 1889 sesudah Mirza Ghulam Ahmad melaksanakan baiat untuk pertama kali kepada Maulana Nurudin Sahib. Pembai’atan dilakukan di rumah Mia Ahmad Jaan di kota Ludhiana pada 23 Maret 1889. Lihat, Iskandar Zulkarnain, Gerakan Ahmadiyah di Indonesia, Yogyakarta, LKIS, 2005, hlm. 64-65.
2. R. Ahmad Anwar, Jemaat Ahmadiyah Qadian Data dan Fakta, Kertas Kerja di Universitas Jambi, 2004, hlm. 11.
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sejak pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1925, Ahmadiyah mendapat penentangan dari kalangan ulama. Puncak penentangan adalah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1980. Namun demikian, baik fatwa MUI maupun tekanan lain seperti SKB dan Peraturan Gubernur, tidak menyurutkan perkembangan Ahmadiyah.
Buku ini mengupas secara rinci sejarah perkembangan Ahmadiyah di Jawa Barat, dan respon masyarakat terhadap Ahmadiyah. Tulisan dalam buku ini disajikan secara kronologis disertai dengan fakta-fakta sejarah di beberapa tempat di wilayah Jawa Barat sehingga menarik untuk dibaca baik oleh kalangan Ahmadiyah maupun di luar Ahmadiyah, khususnya di kalangan akademisi.
(DR. Muhamad Zuldin, Dosen UIN-SGD Bandung, Peneliti Ahmadiyah) Kunto Sofianto, Ph.DPengantar:Prof. Dr. Nina Herlina Lubis, M.S.Guru Besar Universitas Padjadjaran
KritisAhmadiyah|
JemaatTinjauan
Indonesia
Jemaat Ahmadiyah berdiri 125 tahun lalu. Jumlah pengikut saat ini sekitar 150 juta yang tersebar di 202 Negara. Di Indonesia, Ahmadiyah hadir sejak tahun 1925. Pada 13 Maret 1953 telah disahkan sebagai Badan Hukum melalui keputusan Menteri Kehakiman RI No.JA.5/23/53 dan dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI tanggal 31 Maret 1953, nomor 26.
Dalam perjalanannya, terutama pada era Reformasi, banyak mengalami tekanan polititik dan sosial yang tidak ringan. Tetapi sampai saat ini, Jemaat Ahmadiyah Indonesia tetap eksis. Ini adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh dipandang sebelah mata.
Buku ini layak diberikan apresiasi, khususnya bagi para peneliti dan pengamat masalah keagamaan. Keyakinan adalah masalah pribadi yang langsung dipertanggung-jawabkan kepada Allah SWT. Setiap perbedaan keyakinan, idealnya dijembatani dengan dialog dan diskusi. Buku ini bisa menjadi salah satu sarana bagi dialog dimaksud.
(KH. Saeful Abdulah, Ketua Majelis Tabligh, PW Muhammadiyah-Jawa Barat)
Sejak pertama kali masuk Indonesia pada tahun 1925, Ahmadiyah mendapat penentangan dari kalangan ulama. Puncak penentangan adalah dikeluarkannya fatwa sesat oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) pada tahun 1980. Namun demikian, baik fatwa MUI maupun tekanan lain seperti SKB dan Peraturan Gubernur, tidak menyurutkan perkembangan Ahmadiyah.
Buku ini mengupas secara rinci sejarah perkembangan Ahmadiyah di Jawa Barat, dan respon masyarakat terhadap Ahmadiyah. Tulisan dalam buku ini disajikan secara kronologis disertai dengan fakta-fakta sejarah di beberapa tempat di wilayah Jawa Barat sehingga menarik untuk dibaca baik oleh kalangan Ahmadiyah maupun di luar Ahmadiyah, khususnya di kalangan akademisi.
(DR. Muhamad Zuldin, Dosen UIN-SGD Bandung, Peneliti Ahmadiyah)
TINJAUAN KRITISK
unto Sofianto, Ph.D
KritisAhmadiyahJemaat
Tinjauan
Indonesia
Jemaat A
hm
adiyah
Ind
on
esia