sejarah ahmadiyah bandung 1948-1980
description
Transcript of sejarah ahmadiyah bandung 1948-1980
1
JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR KOTA BANDUNG 1948-1980:
SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
Oleh :
Fajri Hamjah
043369
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2010
2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Ahmadiyah selalu menjadi fenomena yang ramai dan hangat dalam perkembangan
sosial masyarakat Indonesia. Organisasi ini masuk ke Indonesia pada tahun 1925. Saat itu
wilayah di Nusantara sedang hangatnya juga dengan terbentuknya beberapa organisasi
kemasyarakatan seperti; Muhammadiyah, NU, Persis dan sebagainya. Begitupun Ahmadiyah
yang pada mulanya dari India ini masuk ke Indonesia.
Organisasi Ahmadiyah mulai dari awal berdiri memiliki beragam pro dan kontra dari
mayarakat di Kota Bandung. Sekalipun dalam kondisi pro dan kontra dalam perkembangan
jemaat Ahmadiyah sampai sekarang masih tetap ada dan terus beridiri. Tantangan bagi
jemaat Ahmadiyah di Kota Bandung bukan hanya dari Ormas seperti Persis, bahkan dari
MUI. 1980 MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada jemaat Ahmadiyah dan dianggap keluar
dari Islam. Kondisi seperti ini tidak menyurutkan untuk mengembangkan dan memberikan
klarifikasi dengan apa yang dikemukakan oleh MUI. Sarana untuk mengimbangi dari fatwa
tersebut yakni dengan membuat brosur dan dibagikan secara gratis. Sikap ini lantas membuat
MUI makin geram, justru dengan adanya klarifikasi yang disebarkan oleh jemaat Ahmadiyah
terjadi perbedaan mana yang benar apakah yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah atau
fatwa yang dikemukakan oleh MUI. Dari kondisi ini penulis berusaha untuk mengklarifikasi
dasar yang diberikan MUI dan pernyataan dari jemaat Ahmadiyah.
Terjadinya hal tersebut diatas jemaat Ahmadiyah terus berkembang sedikit demi
sedikit. Pergerakan jemaat Ahmadiyah lebih melihat dari aspek kultur masyarkat yang ada
dilingkungan jemaat Ahmadiyah. Kota Bandung masyarakat lebih moderat sehingga dalam
3
melaksanakan Tabligh lebih bersifat dialog secara terbuka yang menjadi partner dialog itu
adalah Pembela Islam (Persis). Kondisi dialog tersebut sempat menyedot perhatian publik
waktu itu sekitar tahun 1933. Dengan adanya dialog terbuka menyebabkan banyak orang
yang luar Ahmadi merasa tertarik dan masuk dalam jemaat Ahmadiyah. Salah satu murid dari
A. Hassan di kemudian hari masuk dalam jemaat Ahmadiyah. Karena sukses dalam setiap
acara dialog tersebut dan sehabis dialog kebanyakan peserta yang hadir menjadi tertarik dan
simpati membuat simpati telah membuat jemaat Ahmdiyah masih tetap berkembang. Bahkan
orang yang anti terhadap jemaat Ahmadiyah sering mengatakan hati-hati berbicara dengan
orang Ahmadiyah nanti terhipnotis. Wacana demikian sangat jitu dalam rangka
mempersempit ruang gerak jemaat Ahmdiyah di Kota Bandung dan sekitarnya. Banyak isu
yang tidak benar terhadap jemaat Ahmadiyah dan salah satunya dikemukakan diatas. Ajaran
Ahmadiyah sungguh suatu ajaran Islam yang unik mereka menginginkan umat Islam
sekarang ini harus lebih cerdas dan rasional dalam kehidupan beragama dan kehidupan dunia.
Kebanyakan orang yang masuk dalam jemaat itu tertarik karena ajaran yang disampaikan
dalam jemaat Ahmadiyah sanagt menarik dan penuh dengan Makrifat. Sehingga tidaklah
heran bila banyak orang Islam pada umumnya sangat takut terhadap jemaat Ahmadiyah bila
sudah berdialog, mereka mengatakan saya takut terpengaruh. Hujjah-hujjah yang
dikemukakan oleh Ahmadiyah tidak bisa dibantah oleh orang yang berdialog dengan
Ahmadiyah. Keyakinan dan fakta dari jemaat Ahmadiyah telah membuat penganutnya puas
secara jasmani dan rohani.
Adapun idiologi yang dipegang Ahmadiyah adalah pertama: Nabi Isa sudah
meninggal, kedua; pintu kenabian masih tetap terbuka ketiga; Khilafat telah berdiri. Dari tiga
ajaran yang dipegang oleh organisasi Ahmadiyah menuai banyak kontra baik dari pihak
Muslim maupun dari pihak Nasrani. Kalangan umat Islam sangat terkejut dengan tiga
keyakinan yang dipegang oleh organisasi Ahmadiyah. Puncak dari permasalahan tersebut
4
akhirnya dibentuklah suatu diskusi pada tahun 1933 M / 14 H. Acara diskusi tersebut diwakili
oleh Pembela Islam (kemudian menjadi Persatuan Isalam) dan Ahmadiyah Qadian (kemudian
menjadi jemaat Ahmadiyah Indonesia)
Pendebat dari pihak Pembela Islam ialah Ustadz A.Hassan (1887-1958) sedangkan dari pihak Ahmadiyah ialah Maulvi Rahmat Ali H.a O.T. (1893-1958) dan Maulvi Abu Bakar Ayyub (1908-1972) (Officieel Verslag Debat: dalam kata pengantar)
Diskusi tersebut sekitar pembahasan mengenai keyakinan yang diyakini oleh
Organisasi Ahmadiyah. Diskusi pertama Tuan Rahmat Ali memaparkan perihal bahwa Nabi
Isa sudah meninggal.
Tuan Voorzitter dan Pembela Islam!
Ini malam karena berdebat tentang hidup atau matinya Nabi Isa a.s maka saya akan kasih keterangan ini perkara, karena banyak sekali orang yang telah berselisih paham dalamnya. Orang Yahudi, mengatakan Nabi Isa itu bukan nabi, hanya seorang pendusta dan anak zina,, sedang orang Kristen berkata bahwa nabi Isa a.s itu anak Allah, ia telah mengambil dosa manusia. Islam berkata bahwa Nabi Isa itu Nabi yang benar, suci dan bersih bukan anak Allah, dan tidak mati diatas kayu salib, dan tidak terbunuh untuk mangambil dosa manusia. Karena partij Ahmadiyah ada satu partij yang memuliakan akan Nabi Muhammad s.a.w dan mau memajukan Islam di atas dunia, supaya orang menjadi tunduk kepada Rasulullah s.a.w. karena Junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. berkata bahwa nabi Isa itu seorang yang bersih dan suci, dan ia telah mati sebagai nabi-nabi yang lain, dan jikalau satu orang sudah mati, tidak akan bisa datang kedua kali ke dunia ini. Ahmadiyah berkata yang Nabi Isa sudah mati dan cukuplah kita menurut nabi Muhammad s.a.w. saja disini saya akan memberi keterangan dari Al-Qur’an dan Hadits bahwa nabi Isa sudah mati. Pertama saya akan memberi keterangan bahwa Nabi Isa sudah mati, karena dia seorang manusia. Allah Ta’la berkata dalam Al-qur’an:
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Al Maidah 117
Disini tersebut undang-undang untuk umum manusia yakni manusia akan hidup dan akan mati, dan dari bumi dia akan keluar;dan ini bumi tempat tetap. Di dalam ayat yang ketiga, ternyata pula Tuhan berkata: “apakah tidak Kami jadikan bumi ini untuk mengumpulkan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati?” dengan ini juga dapat tahu bahwa bumi itu ada mempunyai sifat menarik (Officieel Verslag Debat, 1986:8)
5
Dari kutipan tersebut ternyata pada tahun 1933 Organisasi Ahmadiyah sudah
berkecimpung secara besar dalam cara berfikir. Karena hasil dari diskusi tersebut dibukukan
dan disaksikan oleh berbagai pihak secara luas. Tahun 1933 bukan akhir dari dialog masalah
Ahmadiyah justru dari dialog tersebut awal dari Ahmadiyah banyak dikenal baik yang
bersifat positif maupun negatif. Media yang mengekspos Ahmadiyah hanya surat kabar
berbeda di pasca tahun 1980 media televisi sudah banyak yang punya. Sekalipun organisasi
ini masih tergolong minoritas di Indonesia maupun di Bandung, organisasi ini tidak pernah
berhenti dalam aktivitasnya baik ukhrawi maupun duniawi, tidaklah heran dari tahun ke
tahun jumlah anggota semakin bertambah, dengan latar belakang yang beraneka ragam. Hal
ini terbukti dengan banyaknya mesjid yang didirikan oleh anggotanya.
Majalah Tempo(21 Semtempber 1974) menulis bahwa perdebatan itu terjadi pada “......Zaman ketika kebebasan mimbar terbuka penuh ....... bahkan boleh dipastikan ia lebih aktuil di masa-masa tersebut dibanding sekarang, ketika sudah begitu banyak soal-soal yang lebih merebut minat umat agama’’(Officieel Verslag Debat, 1986:9) Karena organisasi ini bersifat internasional dimanapun organisasi ini berada akan
sangat erat dalam fenomena masalah Internasional maupun lokal. Hal ini terbukti ketika
Indonesia awal merdeka pemimpin Internasional Jemaat Ahmadiyah memberikan Instruksi
kepada seluruh mubaligh di seluruh dunia untuk mengekspos kemerdekaan Indonesia seperti
ke Mesir, Eropa dan Negara lainnya sehingga dunia Internasional mengetahui bahwa
Indonesia sudah merdeka. Pada waktu terjadi agresi militer Belanda kedua di bulan
Desember 1948, peristiwa DI/TII, G30S, banyak tokoh Ahmadiyah yang memberikan
kontribusi dalam menegakkan NKRI. Yang paling menarik adalah ketika kepala penyiaran
RRI Bandung pada tahun 1945 ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaan kepala RRI
waktu itu adalah seorang Ahmadi, dalam hal ini penulis menilai banyak sekali dari
masyarakat Indonesia yang tidak mengenal secara langsung Jemaat Ahmadiyah baik dalam
tataran Ibadah maupun sosial kemasyarakatannya.
6
Pada awal kemerdekaan kondisi bangsa Indonesia amat sulit baik dari segi ekonomi
atau hankam. Banyaknya rongrongan dari berbagai pihak seperti Belanda pada tahun 1948
dengan adanya Agresi militer Belanda kedua. Kondisi ini membuat stabilias sedikit goyah
termasuk Jemaat Ahmadiyah di Bandung, Bandung yang dikenal sebagai kota penting. Untuk
menjaga eksistensinya Jemaat Ahmadiyah di kota Bandung ditandai dengan membuat suatu
bangunan masjid yang terletak di Jln Haji Sapari, menurut ketua DKM Masjid An Nashir,
Ayo Abdul Khudus menceritakan meski samar-samar Ia masih mengingat bahwa masjid itu
dibuat atas swadaya oleh masyarakat terutama kaum wanita dari jemaah masjid itu (Pikiran
Rakyat, 24 Agustus 2009). Bukti dari eksistensi dari masjid itu dari dulu sampai sekarang
adalah bahwa tertera masjid An Nashir 1948. Tahun 1948 itu seakan-akan menjadi saksi bagi
Jemaat Ahmadiyah Astana Anyar sebagai cikal bakal dari Jemaat Ahmadiyah kota Bandung.
Kegiatan.
Perkembangan Jemaat Ahmadiyah tidak terlepas dari peran Khalifah dalam jemaat.
Setiap perkembangannya akan selalu terus dipantau dan diparhatikan sesuai dengan prosedur
yang ada. Jemaat Ahmadiyah masuk dan berkembang di Kota Bandung tidak lepas dari
instruksi langsung dari Khalifah. Pa Wahid dijadikan pion pertama dalam rangka penyebaran
jemaat Ahmadiyah. Pa Wahid selaku Mubaligh jemaat Ahmadiyah yang belajar langsung
ilmu Ahmadiyah di Pakistan mendapatkan tugas yang besar untuk mengembangkan
Ahmadiyah di kota Bandung. Bandung merupakan tempat yang sangat strategis pada masa
awal kemerdekaan bahkan sampai sekarang Bandung menjadi tempat yang paling padat.
Dari kondisi masyarakat yang majemuk dari berbagai bangsa datang ke Bandung menjadi
daya tarik untuk perkembangan Jemaat Ahmadiyah di Kota Bandung. Pa Wahid kemudian
membeli tanah di daerah Astana Anyar untuk diwaqafkan sebagai mesjid.
Kecamatan Astana Anyar Kota Bandung sudah ada sejak zaman Belanda, sudah
menjadi daerah yang ramai. Kondisi yang strategis inilah yang mendorong Khalifah jemaat
7
Ahmadiyah pada waktu itu memilih Bandung, untuk mendirikan cabang jemaat Ahmadiyah.
Pemikiran Khalifah jemaat Ahmadiyah kemudian terealisasi dengan semua potensi yang ada
di jemaat dan lingkungan masyarakat di Bandung pada tahun 1948. Tahun 1948 di sekitar
Astana Anyar belum ada satu mesjid pun yang dapat menampung umat Islam untuk sholat.
Tidaklah heran bila melihat kondisi yang demikian Khalifah jemaat Ahmadiyah
menginstruksikan pembuatan cabang di Bandung. Tahun demi tahun cabang di Bandung
semakin banyak dan berkembang tidak hanya di Kota tetapi di kabupaten Bandung pun sudah
berdiri cabang-cabang Jemaat Ahmadiyah. Lembang, Batujajar, Soreang Banjaran, Majalaya,
Cicalengka.
Skripsi ini semoga bisa menjadi jembatan antara masyarakat Ilmiah dengan
masyarakat pada umumnya dan Jemaat Ahmadiyah sebagai objek penelitian.
I.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa permasalahan yang
akan menjadi kajian dalam penelitian ini. Adapun permasalahan pokok yang akan
dikemukakan ialah:
“ Bagaimana latar belakang perkembangan Jemaat Ahmadiyah Astana Anyar kota
Bandung (1948-1980)”
Untuk lebih memfokuskan kajian penelitian ini, maka diajukan beberapa pertanyaan
sekaligus sebagai batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana latar belakang lahirnya jemaat Ahmadiyah Astana Anyar ke Kota
Bandung ?
2. Bagaimana kegiatan jemaat Ahmadiyah Astana Anyar di Kota Bandung dalam
kurun waktu 1948-1980?
8
3. Bagaimana dampak gerakan Ahmadiyah Astana Anyar terhadap dinamika
kehidupan keberagamaan masyarakat Kota Bandung?
4. Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat perkembangan gerakan
Ahmadiyah Astana Anyar Kota Bandung?
I.3 Tujuan Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penulisan yang relatif komprehensif dan
akurat tengtang jemaat Ahmadiyah Kota Bandung
2. Penelitian ini diharapkan akan dapat mengungkapkan fakta-fakta sejarah baru
mengenai dinamika gerakan keagamaan dan pemikiran Islam di Indonesia pada abad
ke-20, dengan melihat kasus Ahmadiyah.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai penyempurnaan terhadap
penelitian yang sejenis yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan modal
dalam penelitian sejenis, baik dalam masalah yang sama maupun berbeda.
I.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diperoleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penulisan yang relative konprehensif
dan akurat tentang jemaat Ahmadiyah Astana Anyar .
2. Penelitian ini diharapkan akan dapat mengungkapkan fakta-fakta sejarah yang baru
mengenai gerakan keagamaan dan pemikiran Islam dengan melihat kasus Ahmadiyah
di Kota Bandung
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai penyempurnaan terhadap
penelitian yang sejenis yang telah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan modal
dalam penelitian sejenis, baik dalam masalah yang sama maupun yang beda.
9
I.5 Metode Penelitian dan Teknik Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode ini lazim
digunakan dalam penelitian sejarah. Melalui metode ini dilakukan suatu proses menguji dan
menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1965:32).
Adapun langkah-langkah penelitian ini mengacu pada proses metodologi penelitian dalam
penelitian sejarah, yang mengandung empat langkah penting.
• Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam proses mencari sumber-sumber
ini, penulis mendatangi berbagai perpustakaan, seperti perpustakaan UPI, dan
Perpustakaan masjid An Nashir dan Masjid Mubarak. Selain itu penulis pun mencari
buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, seperti membeli buku-
buku di Gramedia, Palasasri, dan mencari sumber-sumber melalui internet. Majalah
Sinar Islam Dari Tahun 1965-1984.
• Kritik, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, baik isi
maupun bentuknya (internal dan eksternal). Kritik internal dilakukan oleh penulis
untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut
untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisan. Kritik eksternal dilakukan
oleh penulis untuk melihat bentuk dari sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis
berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan topik
penelitian ini.
• Interpretasi, dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber
yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Kegiatan penafisran ini
dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data dengan konsep-konsep dan teori-
teori yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya. Penulis juga melakukan pemberian
10
makna terhadap fakta dan data yang kemudian disusun, ditafsirkan, dan dihubungkan
satu sama lain. Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan selanjutnya
dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan proposal ini. Misalnya,
dalam kegiatan ini, penulis memberi penekanan penafsiran terhadap data dan fakta
yang diperoleh dari sumber-sumber primer dan sekunder yang berkaitan dengan
perkembangan jemaat Ahmadiyah, pemikiran-pemikiranya serta dampak yang
ditimbulkan dalam perkembangan organisasi Islam, terutama pasca MUI
mengeluarkan fatwa sesat terhadap Jemaat Ahmadiyah.
• Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penulisan ini. Dalam hal ini penulis
menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara
menyusunnya dalam suatu tulisan yang jelas dalam bahasa yang sederhana dan
menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.
(Sumber : Helius Sjamsuddin, (1996). Metodologi Sejarah. Jakarta : Depdikbud
Direktorat Pendidikan Tinggi Proyek Tenaga Akademik.)
2. teknik Penelitian dan Pengumpulan Data
a. Studi Kepustakaan
Sebagai langkah awal penulis mengumpulkan sumber-sumber yang sesuai dengan
fokus kajian penelitian, yang diperoleh dari berbagai sumber. Setelah itu, penulis
menganalisis setiap sumber yang penulis peroleh dengan membanding sumber yang satu
dengan yang lain sehingga diperoleh data-data yang penulis anggap otentik. Kemudian data-
data tersebut penulis paparkan dalam bentuk tulisan.
b. Wawancara
Adalah suatu alat pengumpul data yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang
berkenaan dengan pendapat, aspirai, harapan, persepsi, keinginan dan lain-lain. Dari individu
11
atau responden yang terkait dengan masalah yang diteliti, melalui pertanyaan yang diajukan
kepada responden oleh peneliti.
c. Studi Dokumentasi
Penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman
baik gambar, suara, tulisan dan lain-lain. Bentuk rekaman biasanya dikenal dengan analisis
dokumen/analisis isi.
I.6 Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian ini dibagi dalam lima bab, masing-masing bab terkait
satu sama lain dan merupakan keutuhan tentang Perkembangan jemaat Ahmadiyah Astana
Anyar.
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini diungkapkan latar belakang dan alasan pemilihan judul, masalah
pokok yang akan dibahas, maksud dan tujuan, metode yang digunakan termasuk teknik
pengumpulan dan sumber data. Dalam bab ini diakhiri dengan pembahasan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Yaitu berisi pemaparan beberapa rujukan, literatur tertulis yang relevan dengan
penelitian yang dikaji titik beratnya antara lain mengenai perkembangan jemaat Ahmadiyah.
Literatur yang penulis dapatkan selain dari intern Ahmadiyah. Penulis juga mengambil
literatur dari ekstern Ahmadiyah. Penulis kemudian memberi klasifikasi literatur ada yang
bersifat Ilmiah dan yang kontra. Hal tersebut dilakukan guna mendapatkan suatu tulisan yang
Ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
12
Membahas mengenai langkah-langkah metode dan teknik penelitian yang digunakan
oleh penulis dalam mencari sumber, cara pengolahan sumber serta analisis dan cara
penulisannya.
Dalam penulisan yang lazim dalam penelitian sejarah ada empat tahapan; Heuristik,
Kritik, Interpretasi, Historiografi. Langkah terakhir dalam penelitian adalah laporan hasil
penelitian, proses ini merupakan tahap akhir dari penelitian. Pada tahap ini, seluruh hasil
penelitian yang telah diperoleh penulis, kemudian disusun menjadi suatu karya tulis ilmiah
yang sistematis dalam bentuk skripsi.
BAB IV JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR KOTA BANDUNG 1948-1980:
SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
Pada bab ini terlebih dahulu dibahas biografi pendiri jemaat Ahmadiyah, sebagai awal
dari titik tolak pembahasan Jemaat Ahmadiyah Astana Anyar kota Bandung 1948-1980.
selain itu, dibahas juga konsep-konsep yang diajarkan oleh pendiri jemaat Ahmadiyah.
Konsep-konsep tersebut antara lain: masalah Imam Mahdi, Wahyu, Khalifah dan Jihad.
Pembahasan selanjutnya yakni mengenai sekilas awal masuknya Ahmadiyah ke
Indonesia. Setelah dibahas mengenai biografi pendiri kemudian awal masuk Ahmadiyah ke
Indonesia, barulah penulis memaparkan fokus kajian utama dari penulisan. Kajian utama
dalam penulisan adalah Sejarah dan perkembangan jemaat Ahmadiyah Astana Anyar Kota
Bandung 1948-1980. dalam pembahasan ini penulis memaparkan awal masuk Ahmadiyah ke
Kota Bandung, peranan jemaat Ahmadiyah dan faktor pendukung dan faktor penghambat
perkembangan jemaat Ahmadiyah.
BAB V KESIMPULAN
Akan mengemukakan kesimpulan yang merupakan jawaban dan analisis penulis
terhadap masalah-masalah secara keseluruhan. Hasil temuan akhir ini merupakan pandangan
peneliti tentang inti dari pembahasan penulisan skripsi.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian pustaka sangat penting dalam suatu karya Imiah, karena melalui kajian
pustaka ditunjukan “the state of the art” dari teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah
penelitian dalam bidang ilmu yang diteliti. Fungsi lain dari kajian pustaka adalah sebagai
landasan teoritik dalam analisis temuan. Seperti yang termuat dalam pedoman penulisan
karya ilmiah (2004). Kajian pustaka harus memuat hal-hal berikut :
a). Apakah teori-teori utama dan teori turunannya dalam bidang yang dikaji,
b). Apa yang telah dilakukan oleh orang lain atau peneliti lain dalam bidang yang diteliti,
bagaimana mereka melakukannya (prosedur, subyek), dan temuannya.
Dari prosedur penulisan karya ilmiah di atas penulis mencoba mengkaji beberapa
teori yang berkaitan dengan bidang yang penulis kaji yakni Gerakan Islam, Gerakan
Sempalan, Ahmadiyah serta penelitian terkait yang dilakukan oleh orang lain.
2.1 Gerakan Islam.
Buku pertama yang penulis gunakan adalah karangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi.
Dengan judul Kebangkitan Gerakan Islam: Dari Masa Transisi Menuju Kematangan. Buku
ini berisi analisa dari Syaikh Yusuf al-Qaradhawi tentang kriteria kebangkitan Islam. Beliau
memberikan sepuluh analisa dari corak beberapa ORMAS Islam. Bagi penulis buku ini
sangat berguna sekali dalam rangka memberikan gambaran atau dasar-dasar bagi organisasi
yang mengatasnamakan kebangkitan Islam. Kelebihan dari Syaikh Yusuf al-Qaradhawi
adalah beliau sama sekali tidak menyinggung satu ORMAS-pun dalam tulisan beliau. Tetapi
beliau memberikan rambu-rambu bagi setiap ORMAS Islam dalam berkiprah dalam bidang
pergerakan Islam. Syaikh Yusuf al-Qaradhawi tidak pernah menyudutkan satu ORMAS
Islam pun dalam bukunya.
14
Kontribusi buku karangan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi adalah memberikan cakrawala
berfikir bagi penulis dalam rangka menyikapi beberapa fenomena gerakan Islam baik lokal
maupun internasional. Seperti gerakan Islam lokal yang banyak seperti sekarang ini. Seperti
NU, Muhammadiyah, Masyumi, Persis. Juga gerakan Islam pasca reformasi seperti
masuknya HTI, Ikhwanul Muslimin dan sebagainya semunya memberikan warna dalam
pekembangan pergerakan yang mengusung nama Islam.
Sumber kedua yang penulis gunakan adalah tulisan dari makalah M Hilaly Basya.
Judul dari makalahnya adalah NU & Gerakan Islam Transformatif Oleh M Hilaly Basya. M
Hilaly Basya dalam makalahnya memaparkan hasil temuan dari Muktamar NU ke-31 yang
dilaksanakan pada 28 November – 2 Desember 2004. dalam Muktamar tersebut dijelaskan
seharusnya NU lebih menitik beratkan pemberdayaan masyarakat NU. NU tidak boleh
berpolitik praktis, perjuangan NU harus menegaskan bahwa bahwa Islam yang berorientasi
ritual, telah mengebiri ideologi emansipatorisnya.
Kontribusi untuk skripsi bagi penulis adalah bahwa dalam makalah M Hilaly Basya
NU sebaiknya lebih membina mental umat daripada NU terjun ke dunia politik. Hal ini sesuai
sekali dengan pola dan arah kebijakan dari gerakan jemaat Ahmadiyah bahwa kebangkitan
Islam akan terjadi bukan dengan cara-cara yang ditempuh oleh ORMAS Islam saat ini.
Kebangkitan Islam akan terjadi dengan melakukan emansipasi harkat manusia. Islam di awal
pertumbuhannya, mendekonstruksi perbudakan yang saat itu dianggap sebagai sesuatu yang
lumrah. Lantaran itulah, kelompok yang memusuhi Muhammad saw dan umat Islam saat itu
adalah bangsawan Quraisy, sebab mereka terusik. Gerakan Islam saat itu mengancam tatanan
sosial-politik yang menguntungkan mereka. Begitupun gerakan Islam Ahmadiyah dari awal
berdiri sampai sekarang lebih menitik beratkan pada pemberdayaan umat baik kalangan
jemaat maupun luar jemaat.
15
NU atau ORMAS Islam lainnya harus menegaskan peran agama dalam merespon
problem sosial yang eksploitatif dan tidak adil itu. dinamika sosial yang berubah sangat cepat
akibat modernisasi telah menciptakan kesenjangan sosial yang sangat tajam. Kesenjangan itu
tercipta, tidak semata-mata secara kultural. Kemiskinan yang menimpa sebagian besar rakyat
Indonesia misalnya, bukan semata-mata disebabkan oleh kemalasan rakyat, ada sebuah
sistem yang mengkonstruksinya, sehingga kemiskinan menjadi harga yang harus dibayar oleh
sebagian besar rakyat. Dengan kata lain, kesenjangan dan kemiskinan terjadi secara
struktural. Dalam kaitannya dengan hal ini, sesungguhnya Al-Qur’an banyak berbicara dan
menggugat tentang kemiskinan struktural. Dan raison d’etre Islam sendiri, salah satunya atau
bahkan utamanya adalah menggugat kemiskinan struktural ini.
Sumber ketiga yang penulis gunakan adalah tulisan Donny Sofyan SS, dengan judul
Fundamentalisme Keagamaan dalam Perspektif Kebudayaan. Dalam makalahnya Donny
Sofyan SS memberikan gambaran tiga kategori dalam menjelaskan bagaimana umat,
memaknai agama dan peran umat beragama di dalam kehidupan sosio-politik. Pertama,
kategori yang mengikuti pola paradigma substantif. Kedua, kategori yang dalam hal-hal
tertentu memiliki paradigma sekuleristik, dan ketiga, kategori kelompok yang secara
formalistik bersesuaian dengan faham fundamentalis, terutama ketika dihadapkan kepadanya
tentang relasi antara agama dan negara .
kontribusi dalam penulisan skripsi adalah bahwa tiga ketegori yang dikemukakan oleh
Donny Sofyan SS, telah memberikan gambaran bagaimana kedudukan gerakan jemaat
Ahmadiyah bila ditinjau dari sudut pandang apakah gerakan jemaat termasuk gerakan
fundamentalis atau bukan gerakan fundamentalis. Karena kebanyakan para ahli menafsirkan
bahwa gerakan fundamentalis merupakan gerakan Islam yang tidak pro pemerintah dan
berusaha untuk mengganti pemerintahan yang sekuler dengan pemerintahan Islam. Donny
16
Sofyan SS, memberikan skema gerakan Fundamentalis adalah sebagai berikut: Gerakan
Politik kekuasaan Ikhwanul Muslimin (Mesir), Jama’ah Islamiyah (Pakistan), Gerakan
Pemikiran Keagamaan Model Syiah (Iran) dan Puritanisme Wahabiah (Timur Tengah dan
Arab Saudi).
Penulis melihat bahwa tidak semua gerakan tersebut berbahaya atau tidak pro
pemerintah. Donny Sofyan SS, lebih memberikan gambaran negatif dari gerakan Islam
seperti disebutkan diatas. Donny Sofyan SS, lebih menitik beratkan dari sisi negatifnya dan
tidak menunjukan sisi baiknya.
Sumber keempat yang penulis gunakan adalah makalah dari Nawal Sa’dawi. Penulis
adalah Mahasiswa Ph.D di bidang political and religious anthropology di Boston University.
Judul maklahnya adalah “there are no secular states. All states are religious.” Dalam
makalahnya Nawal Sa’dawi memberikan kritikan kepada para elit politik di era abad ke-20.
para elit politik menjelang pemilihan wakil rakyat yang duduk di parlemen telah banyak
menggunakan simbol keagamaan. Hal ini berlaku juga buntuk semua negara. Nawal Sa’dawi
mencontohkan bagimana elit politik menjelang pemilu mendekati masyarakat dan seolah-
olah mereka peduli terhadap keberlangsungan agama. Tentu saja kondisi sosial demikian
telah merubah teori klasik dari para Ahli Ilmu Sosial yang mengatakan agama merupakan
sarana penghambat modernisasi. Justru di abad sekarang pertumbuhan dan perkembangan
pemerintah sangat disokong oleh simbol-simbol keagamaan. Pada pra 1980 rezim Soeharto
sangat anti terhadap segala hal berbau agama. Tetapi pasca tahun 1980-1990 rezim Soeharto
mulai lunak selama ORMAS Islam tidak membahayakan pemerintahan ORBA.
Kontribusi dari tulisan Nawal Sa’dawi dalam penulisan ini adalah peran serta
pemerintah dalam keberlangsunagn ORMAS Islam sangat menentukan. Pemerintah dapat
memberikan lampu hijau bagi setiap ORMAS apabila ORMAS tersebut bisa diajak
17
kompromi dengan pemerintah. Banyak kebijakan pemerintah yang mendukung terhadap
perkembangan jemaat Ahmadiyah. Hal ini karena ORMAS ini tidak pernah berniat untuk
merubah Konstitusi negara. Dari hal inilah pada zaman ORBA Ahmadiyah sedikit
berkembang sekalipun dalam bayang-banyang pemerintah.
Kekurangan dari tulisan ini adalah Nawal Sa’dawi tidak memperhatiakn bahwa
realitas dari suatu ORMAS Islam yang sudah terjun dalam dunia politik lambat laun akan
kehilangan identitas ke-Islaman yang mereka pegang dari awal. Agama bila sudah dalam
bursa politik akan kehilangan wibawanya sekalipun ajaran agamanya bagus tetapi subjeknya
menjadi tidak terkontrol karena yang dilihat bukan ajaran agama justru jabatan dan
sebagainya.
Sumber kelima yang penulis gunakan adalah makalah dari Alfan Alfian M. Peneliti
Katalis dan ACG Consulting Group, Jakarta. Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik
Universitas Indonesia. Dengan judul Momentum Kebangkitan Islam Mederat. Tulisan ini
dilatar belakangi oleh kondisi Objektif saat ini kalangan umat Islam dalam merealisasikan
ajaran agamanya cenderung menggunakan kekerasan. ORMAS Islam seperti ini sering
berdalih bahwa kegiatan yang dilakukannya semata-mata untuk melindungi umat Islam dari
pengaruh kamaksiatan. Kasus yang paling mencuat di sekitar tahun 2001 tidak sedikit kasus
yang menimbulkan keresahan dari oknum ORMAS Islam yang melakukan perbuatan
kekerasan terhadap beberapa kelompok keagamaan yang diluar mereka. Baik Islam maupun
non Islam, sehingga Islam dimata dunia internasional dicap sebagai agama teror.
Kontribusi untuk skripsi ini adalah penulis dapat membandingkan beberapa ORMAS
Islam yang ada di Indonesia umumnya dan di Bandung Khususnya sekitar tahun 1948-1980.
ORMAS Islam di Bandung Khususnya telah mengalami pasang surut baik segi pergerakan
maupun segi amalan lainnya. Penulis melihat kebanyakan ORMAS Islam sekarang yang ada
18
di Indonesia sudah mulai senang dengan masuk dalam tataran politik praktis. Salah satu
dengan mendirikan parpol, elit keagamaan sudah sibuk dengan mencari kedudukan untuk
bisa menjadi anggota dewan dan sebagainya. Hal ini ironis sekali terkadang untuk meraih
sejumlah pendukung mereka tidak segan-segan melakukan intrik terhadap ORMAS Islam
yang minoritas.
Kekurangan dari tulisan di atas adalah Alfan Alfian M, tidak terlalu mengekspos
Islam yang moderat dan seolah kurang mampu menjawab banyak pertanyaan seputar realitas
dinamika ke-Islaman dan ke-Indonesiaan belakangan, kecuali lewat wacana-wacana semata.
Inilah yang membuat kelompok fundamentalis-radikal mengerucut, seolah mengambil-alih
hal-hal yang di lapangan tidak dilakukan kalangan moderat. Maka, dalam konteks ini perlu
ada agenda nyata dari kalangan moderat, tak sekadar bergelut di dataran wacana, tetapi juga
aksi nyata di lapangan. Mereka lebih dulu harus merapatkan barisan, antara sesama elemen
Islam moderat, mengingat tugas berat, meneguhkan peran positif Islam dalam merajut
keharmonisan dalam konteks multikulturalisme Indonesia.
Sumber keenam yang penulis gunakan adalah buku terjemahan dari pemikiran hasan
Al- Banna. Penulis Prof. Dr. Abdul Hamid Al-Ghazali, Penerjemah: Wahid Ahmadi dan
Jasiman Lc Judul Asli : Haula Asasiyat Al-Masyru’ Al-Islam Linahdhah Al-Ummah ( Qiraah
fi Fikr AlImam Asy-Syahid Hasan Al-Banna ) / MERETAS JALAN KEBANGKITAN
ISLAM;PETA PEMIKIRAN HASAN AL-BANA.
Pada bab I buku ni mengungkapkan Metodologi Proyek Kebangkitan, yang isinya
antara lain dasar-dasar Metodologi Proyek Kebangkitan, Studi Sejarah, sebagai teropong
empirik untuk mengenal berbagai gerakan; Studi Realitas dan melihat Prospek Kebangkitan
baru. Pada bab II berupa seruan menuju proyek kebangkitan yang didalamnya menjelaskan
tentang: landasan karakteristik da’wah; referensi proyek kebangkitan; tujuan dan unsur
19
da’wah; dan bangunan Tarbiyah dalam da’wah. Pada bab III memuat tentang mendirikan
negara teladan, yang didalamnya mengupas tentang: Fondasi bangunan negara dan slogan-
slogan operasionalnya; pemikiran politik memuat konsepsi-konsepsi ‘Urubah, Wathaniyah,
Qoumiyah, dan Alamiyah; aktivitas politik; program politik; politik negara; dan aspek
peradaban negara.
Kontribusi buku ini adalah penulis dapat membandingkan konsep-konsep yang
dipegang oleh Hasan Al Banna terhadap kemajuan dan perkembangan Islam.
Proses yang dilakukan oleh Imam Hasan Al Banna dalam mengupayakan kebangkitan Islam,
melalui : Pertama, mengadakan identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh ummat Islam.
Kedua, hasil identifikasi itu, kemudian dirumuskan peta pemikiran, dengan sekaligus
perencanaan gerakan ( yang menyangkut strategi & taktik perjuangannya ). Ketiga, secara
pribadi menyiapkan diri untuk memimpin gerakan kebangkitan Islam. Keempat, terjun
langsung memimpin gerakan kebangkitan Islam dengan pendekatan “menghidupkan kembali
ruhul Islam yang telah mengalir di tubuh ummat “, Ruhul Islam itu akan dapat terus dihayati
oleh ummat apabila Al Qur’an tidak sekedar dibaca, akan tetapi difahami maknanya, dan
diterjemahkan dalam realitas kehidupannmanusia.
Kekurangan dari buku ini adalah bahwa Hasan Al Banna lebih menitik beratkan
pembaharuan dalam bidang politik saja. Bagaimana cara menumbangkan sistem
pemerintahan dan diganti dengan sistem Islam. Padahal kalau kita mencontoh Rasulullah
bagaimana Islam bisa jaya tidak membangun fondasi kenegaraan tetapi membangun mental
masyarakat supaya sesuai dengan Islam. Kondisi ini hampir di semua kalangan para pemikir
Islam di abad ini.
Sumber ketujuh tulisan Hamid Fahmy Zarkasyi (Direktur Eksekutif Institute for the
Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS) ) hasil dari seminar dengan judul
20
Meninjau Kembali Gerakan Religio-Politik Islam. Dihadiri oleh 30 pakar Islam dari
berbagai Negara menyoroti fenomena geliat politik umat Islam di Asia pasca 11 september
2001. Dimasa depan politik Islam akan berada di tangan kelompok non-liberal. Bukan
kelompok radikal liberal.
Seminar diarahkan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok dalam gerakan politik
Islam baru kemudian mengkaji kelompok mana yang akan memimpin dimasa depan. Namun,
dalam mengidentifikasi kelompok para peserta mempersoalkan klasifikasi umat Islam yang
selama ini didominasi oleh stigma Barat.
Masalah yang mendasar sebelum mengkaji gerakan politik Islam adalah meninjau
hubungan konseptual demokrasi, sekularisme dan Islam. Yang menjadi pertanyaan penting
adalah apakah Islam dan demokrasi itu sesuai (compatible). Bagi Dr. Syed Ali Tawfik al-
Attas, istilah demokrasi dan juga sekularisme yang kini mulai dipertanyakan sebagai standar
kehidupan politik modern, sebenarnya membingungkan ketika harus didefinisikan. Sebab
definisi pun tergantung kepada cara pandang masing-masing ilmuwan. Namun, kajian serius
tentang kedua prinsip itu ujung-ujungnya adalah kebebasan dan keadilan, kesimpulan yang
sama ketika orang mengkaji politik Islam, meskipun dalam pengertian yang berbeda. Namun
ini tidak berarti bahwa sistem demokrasi Barat sepenuhnya sesuai dengan Islam.
Kontribusi hasil dari seminar tersebut dalam rangka penulisan skripsi ini adalah cara
pandang Islam yang dikemukakan oleh sebagian dari ORMAS Islam yang bergerak radikal
dan dalam tataran politik tidak akan langgeng lambat laun akan tidak diminati dan akan
tergerus dengan kemajuan zaman. Sebagai contoh Masyumi, SI dan lainnya lambat laun akan
kehilanagn pamornya sesuai dengan kemajuan zaman. Begitupun ORMAS Islam yang hadir
pada zaman ORBA, seperti PPP, Muhammadiyah dan lainnya sekarang sudah mulai
21
tersisihkan dengan pendatang baru. Penulis melihat bahwa hampir semua Ormas Islam yang
sudah bergerak dalam bidang politik tidak akan bertahan lama. Tetapi penulis melihat jemaat
Ahmadiyah yang tidak masuk dalam arena politik dapat bertahan sampai sekarang tanpa
menghilangkan identitas aslinya. Sekalipun berjalan perlahan tetapi perkembangannya terus
berlanjut.
Sumber kedelapan yang penulis gunakan adalah dari kitab yang dipegang oleh
kalangan HTI MEMBENTUK PARTAI POLITIK ISLAM SEJATI (TELAAH KITAB AL-
TAKATTUL AL-HIZBIY). Gambaran isi kitab itu adalah debagai berikut: al-Takattul (2001)
Kitab ini pada dasarnya ingin menyampaikan 3 (tiga) penjelasan mendasar menyangkut
gerakan Islam yang bertujuan membangkitkan umat Islam. Tiga penjelasan itu adalah
mengenai :
Pertama, faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya berbagai gerakan, dari sisi
pembentukan keorganisasiannya (hal. 1-21).
Kedua, tatacara pembentukan partai politik yang sahih (hal. 22-30)
Ketiga, tahapan kerja partai, hambatan-hambatan, serta bahaya-bahaya yang akan
dihadapinya (hal. 30-53). Berikut ini uraiannya.
Kontribusi dalam skripsi adalah kitab ini sebagai pembanding dalam rangka gagasan-
gagasan untuk membentuk masyarakat Islam yang sejati. Serta faktor-faktor lain yang
mempengaruhi untuk menuju masyarkat Islam yang sejati. Konsep HTI lebih menitik
beratkan pada pembentukan Partai Politik.
Kekurangan dari kitab HTI itu adalah untuk mencapai masyarakat muslim sejati yakni
dengan partai politik. Dalam pandangan penulis HTI tidak sejalan dengan tatanan yang
22
digariskan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW dalam rangkang membangun
masyarakat Muslim yakni dengan membina masyarakat dari segi mental dan spiritual.
Sedangkan HTI lebih suka dengan membangun struktur politik sedangkan Islam yang
dibangun oleh Nabi Muhammad bertolak belakang dengan keinginan dari HTI.
2.2 Gerakan sempalan
Sumber kesembilan adalah makalah dari Martin van Bruinessen dengan judul
Gerakan Sempalan. Dalam makalah ini Martin van Bruinessen memberikan batasan-batasan
untuk arti dari gerakan sempalan, kalsifikasi gerakan sempalan dan dampak dari gerkan
sempalan. Martin van Bruinessen dalam memberikan klasifikasi tersebut dengan
menggunakan aspek sosiologis.
Kontribusi dari makalah Martin van Bruinessen adalah menjadi patokan bagi setiap
ahli dalam meneliti setiap gerakan sempalan baik yang ada di Indonesia maupun dari luar.
Maka dari itulah tulisan dari Martin van Bruinessen menjadi tulisan yang sangat berharga
untuk memberikan patokan dalam menilai apakah jemaat Ahmadiyah termasuk dalam salah
satu dari sepuluh kategori gerakan sempalan yang dikemukakan oleh Martin van Bruinessen.
Karena Martin van Bruinessen memberikan sepuluh criteria gerakan sempalan yang ada di
Indonesia bila dilihat dari aspek sosiologisnya. Hal ini menjadi sangat menarik karena dalam
penilaian Martin van Bruinessen tidak memberikan justifikasi sesat atau yang lainnya. Karena
dalam pandangan Martin van Bruinessen di Indonesia adalah mayoritas NU sehingga
pandangan masyarakat yang di luar NU adalah semplan dan sesat. Inilah fenomena yang
terjadi dalam masyarakat Indonesia.
23
Sumber ke sepuluh adalah merupakan kutipan dari wawancara dengan Jaludin rahmat
dengan judul wawancara Serahkan Soal Sempalan ke Mekanisme Free Market of Ideas.
Kutipan dari inti wawancara itu adalah Orang yang mencari kebenaran dan tidak
menemukannya, kata Imam Ali, lebih baik daripada yang mencari kebatilan dan
menemukannya. Artinya, usaha serius mereka itu harus kita hargai. Jadi bukan harus kita
kriminalisasikan. Nanti sejarahlah yang akan menentukan. Marilah itu semua kita serahkan
kepada mekanisme free market of ideas atau pasar bebas ide. Kelompok-kelompok sempalan
tidak harus dikriminalisasi. Biarkan sejarah yang membuktikan apakah mereka benar dan
akan tetap eksis atau menjadi buih lalu pergi. Mekanisme pasar bebas ide juga perlu
diberlakukan dalam menyikapi kelompok ini. Demikian pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam
perbincangannya dengan Kajian Islam Utan Kayu (KIUK), Kamis (8/11) lalu, di Kantor
Berita Radio 68H Jakarta.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah pandangan Jalaludin Rahma sangat
moderat penuh kebijaksanaan dalam memandang fenomena keagamaan yang ada di tengah-
tengah masyarakat. Salah satu kasus Amadiyah Jalaludin lebih bersikap netral dengan
pandanagn yang ringan bila suatu ORMAS itu sesat maka lambat laun akan hilang dengan
sendirinya seperti buih di lautan. Ini menjadi pelajaran bagi semua ORMAS untuk menjaga
diri dan tidak saling memfitnah atau membuat suatu perbuatan yang akan merusak kehidupan
bermasyarakat.
Sumber kesebelas yang penulis gunakan adalah artikel yang ditulis oleh: Al-Ustadz
Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi dengan judul artikelnya Mu’tazilah Sekte Sesat
Pemuja Akal. Dalam Artikel ini Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi
memberikan gambaran mengenai akidah yang dinaut oleh sekte Mu’tazilah, sejarah dari sekte
ini dan asas serta landasan dari Mu’tazilah.
24
Kontribusi untuk penulisan skripsi ini adalah sekalipin tulisan ini hanya berbentuk
artikel tetapi dalam artikel ini memuat beberapaa poin penting yang menggambarkan sekte
Mu’tazilah, awal perkembangan serta landasan dari sekte ini. Sehingga penulis mendapat
gambaran mengapa awal perkembangan Mu’tazilah banyak ditentang, karena Mu’tazilah
dianggap berbeda dengan mayoritas masyarakat. Hal ini berlaku juga dalam jemaat
Ahmadiyah ketika berkembang banyak ditentang karena keyakinan yang dibawa oleh jemaat
Ahmadiyah dianggap bertentangan dengan golongan Islam yang mayoritas. Sehingga bila
dilihat ada kesamaan corak kehidupan masyarakat antara awal perkembangan sekte
Mu’tazilah dan perkembangan Ahmadiyah banyak ditentang. Tetapi lambat laun sekte
Mu’tazilah tidak diperbincangkan lagi dan tidak dianggap sesat. Hal ini sesuai dengan apa
yang dikemukakan oleh jalaludin Rahmat bahwa untuk masalah aliran atau sekte tidak usah
diperbincangkan biarlah mereka berlalu kalu mereka sesat atau tidak benar akan hilang
seperti buih dilautan. Dalam hal aliran keagmaan manusia tidak mempunya otoritas untuk
memvonis.
Adapun kelemahan dari tulisn Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi.
Tulisan ini bersifat subjektif dalam memberikan vonis. Hanya dilihat dari sudut pandang Al-
Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi sehingga beliau memberikan kesan negative
terhadap terhadap sekte Mu’tazilah. Padahal bila dilihat secara aspek sosiologis sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Martin van Bruinessen, tidaklah perlu untuk memvonis.
Sumber yang ketiga belas yang penulis gunakan adalah petikan khutbah dari Al-
Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi Beliau menyoroti gekan Jamaah Tabligh,
sorotan yang dikemukakan Oleh Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal Al-Bugisi adalah
dari kitab Kitab Fadha`il Al-A’mal dalam Timbangan As-Sunnah. Menurut sorotan ustadz
tersebut kitab ini menjadi rujukan yang sangat penting bagi Jamaah Tabligh untuk mengkader
anggotanya. Adapun ini dari kitab ini dalam mengungkapkan hadits lebih banyak tanpa
25
memasuknya perawinya. Tetapi langsung kepada isi dari hadits itu. Sehingga akan sangat
sulit untuk menelah dari sanad dan matannya.
Kontribusi untuk penulisan skripsi ini adalah gerakan jamaah Tabligh di Kota
Bandung tergolong giat. Sekalipun mereka cenderung untuk menutup diri. Hal ini memiliki
kesamaan dengan pola yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah di bandung. Seperti pola
pengkaderan dari mesjid-ke mesjid. Namun ada yng berdeda kalu jemaah tabligh belum
memilki mesjid yang dibangun sendiri sedangkan jemaat Ahmadiyah telah emilki bangunan
mesjid yang dibangun oleh angota jemaatnya.
Sumber keempat belas adalah buku terjemahan dengan judul aslinya urkah Hasan Al
Banna wa Ahammul Waritsin. Penerjemah Ustadz Ahmad Hamdani Ibnul Muslim. Dalam
buku ini dijelaskan peranan Hasan Al Banna dan sayyid Quthub di Mesir dalam era
pmerintahan gamal Abdul Nasser. Hasan Al Banna dan sayyid Quthub, berusaha untuk
merubah tatanan pemerintahan di Mesir dengan pola pemerintahan Islam. Dalam upayanya
dengan membuat gerakan Ikhwanul Muslimin. Upaya penggulingan pemerintahan tidak
berhasil dan Hassan Al Banna meninggal. Namun dampak dari pergerakan Ikhwanul
Muslimin ini terus berkembang.
Kontribusi dari buku tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah pergerakan islam
yang dilakukan oleh jemaat Ahmadiyah sanagt berbeda dengan apa yang dilakukan oleh
Hasan Al Banna dan sayyid Quthub. Jemaat Ahmadiyah lebih memilih jalan untuk tidak
merubah konstruksi Negara tetapi yang dirubah adalah akhlak dari warga Negara supaya
sesuai dengan ajaran Islam. Jemaat Ahmadiyah dalam membangun masyarakat lebih menitik
beratkan dari bawah atau dari warga masyarakat. Tetapi Ikhwanul Muslimin lebih memilih
jalur dari atas terlebih dahulu atau menggunakan system structural.
26
Kelemahan dari apa yang di kemukakan oleh Ikhwanul Muslimin tidak akan berhasil
karena yang dirubah bukan masyarakat tetapi hanya sarana saja. Sedangkam SDM
masyarakat di kesampingkan. Padahal yang paling penting adalah membina SDM dari warga
Negara. Tidak perlu membuat Negara islam selama masyarakat dari warga tersebut belum
Islami atau belum melaksanakan ajaran Islam. Penulis ingin memberikan gambaran
bagaimana Aceh sekarang dengan menggunakan system pemerintahan Islam dalam mengurus
daerahnya. Sampai saat ini belum ada hasil yang begitu maksimal, karena masyarkatnya
belum terbina dengan baik.
Sumber yang kelimabelas buku dengan judul Kearifan Lokal di Lingkungan
Masyarakat Samin kabupaten Blora Jawa Tengah. Penulis Dra. Titi Mumfangati, dkk. Dalam
buku tersebut Masyarakat Samin memiliki tiga unsur gerakan Saminisme; pertama, gerakan
yang mirip organisasi proletariat kuno yang menentang sistem feodalisme dan kolonial
dengan kekuatan agraris terselubung; kedua, gerakan yang bersifat utopis tanpa perlawanan
fisik yang mencolok; dan ketiga, gerakan yang berdiam diri dengan cara tidak membayar
pajak, tidak menyumbangkan tenaganya untuk negeri, menjegal peraturan agraria dan
pengejawantahan diri sendiri sebagai dewa suci. Menurut Kartodirjo, gerakan Samin adalah
sebuah epos perjuangan rakyat yang berbentuk “kraman brandalan” sebagai suatu babak
sejarah nasional, yaitu sebagai gerakan ratu adil yang menentang kekuasaan kulit putih.
Selain dari itu, dari segi ajaran, Ajaran Samin bersumber dari agama Hidhu-Dharma.
Beberapa sempalan ajaran Kyai Samin yang ditulis dalam bahasa jawa baru yaitu dalam
bentuk puisi tradisional (tembang macapat) dan prosa (gancaran). Secara historis ajaran
Samin ini berlatar dari lembah Bengawan Solo (Boyolali dan Surakarta). Ajaran Samin
berhubungan dengan ajaran agama Syiwa-Budha sebagai sinkretisme antara hindhu budha.
Namun pada perjalannanya ajaran di atas dipengaruhi oleh ajaran ke-Islaman yang berasal
27
dari ajaran Syeh Siti Jenar yang di bawa oleh muridnya yaitu Ki Ageng Pengging. Sehingga
patut di catat bahwa orang Samin merupakan bagian masyarakat yang berbudaya dan religius.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa ajaran yang dikemukakan oleh
Samin tersebut sekalipun terdapat sinkretisme antara ajaran agama Syiwa-Budha sebagai
sinkretisme antara hindhu budha. Tetapi ada sesuatu yang menarik yakni dengan kepercayaan
akan datangnya Ratu adil. Konsep tersebut dalam jemaat Ahmadiyah adalah suatu konsep
yang sudah terealisasi dengan datangnya Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi.
Konsep inilah yang menjadi salah satu persamaan sekalipun jalan yang ditempuh oleh ajaran
Samin sangat berbeda.
2.3 Ahmadiyah
Buku yang keenambelas yang penulis gunakan adalah karya Muhammad Zafrullah
Khan (1978) berbahasa Inggeris, buku ini berjudul “Ahmadiyyat The Renaissance of Islam,
dalam buku ini dijelaskan awal berdirinya Jemaat Ahmadiyah, yang didirikan pada bulan
Maret 1889 oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) sampai pada penerus yang ke
tiga yakni Hazrat Mirza Nasir Ahmad (1944-1965). Zafrullah Khan adalah seorang Ahmadi
yang memiliki kedudukan yang tinggi baik di parlemen Pakistan maupun di PBB. Beliau
menjadi hakim untuk masalah HAM, Beliau juga banyak memberikan kontribusi dalam
pembelaan terhadap orang Palestina. Buku ini lebih menitik beratkan kondisi jemaat
ahmadiyah di Pakistan serta peranan jemaat Ahmadiyah dalam dunia internasional.
Kontribusi dalam penulisan skripsi adalah buku karangan Zafrullah Khan bahwa
tulisan dari Zafrullah adalah memberikan pernyataan bahwa jemat Ahmadiyah merupakan
Renaissance of Islam. Dalam buku tersebut menjelaskan secara terinci keorganisasin yang
28
adadalam jemaat Ahamdiyah. Serta dalam buku tersebut dimuat juga upaya penyelesaian
konflik yang bersifat agama. Zafrullah Khan memberikan contoh kasus mengenai golongan
minoritas harus dihargai dan diayomi.
Adapun kelemahan dari buku ini adalah dalam memberikan penjelasan terhadap
kepemimpinan setiap Khalifah tidak terperinci, hanya berupa garis besar saja. Sehingga tidak
begitu mudah untuk mengetahui gambaran kepemimpinan yang dipegang oleh setiap
Khalifah dalam jemaat Ahmadiyah.
Buku yang ketujuh belas penulis gunakan adalah karya Nur-ud-Din Muneer (1988),
dialih bahasakan oleh Ram saleh, buku ini berjudul “Ahmadi Muslim”, dalam buku ini
dijelaskan gambaran riwayat perjalanan Ahmadiyah, kebangkitannya hingga dapat dikenal,
tujuan dan cita-citanya serta bagaimana dia dapat melaksanakan pekerjaan, mewujudkan
hasratnya untuk kepentingan Islam dan apa pula hasilnya.
Kontribusi buku ini memberikan gambaran perjalanan jemaat Ahmadiyah
mewujudkan segala program kerja. Hal ini sangat penting sebab setiap program kerja dalam
semua wilayah atau semua cabang jemaat adalah sama. Tinggal mengukur seberapa sukses
pertablighan dari semua anggota. Sehingga penulis dapat melihat sejauhmana perkembangan
jemaat Ahmadiyah di bandung yang merupakan bagian dari beberapa cabang yang ada di
seluruh dunia. Apakah telah memenuhi semua program dengan abaik atau sebaliknya.
Buku yang kedelapanbelas yang penulis gunakan adalah karya Syafi R Batuah
(2007), buku ini berjudul”Nabi Isa Dari Palestina Ke Kashmir”, dalam buku ini dijelaskan
bahwa Mirza Ghulam Ahmad pendiri Jemaat Ahmadiyah Adalah Nabi Isa yang turun lagi
untuk yang kedua kalinya, serta didalammnya menjelaskan bahwa Nabi Isa yang dahulu
sudah wafat.
Buku ”Nabi Isa Dari Palestina Ke Kashmir”, sangat menarik karena buku ini
merupakan salah satu dari ajaran atau isme pokok jemaat ahmadiyah bahwa nabi isa sudah
29
meninggal dengan wajar dan kuburan Nabi Isa bisa dilihat di Kashmir. Buku ini
membuktikan bahwa dalam penyelidikan ilmiah mayat yang ditemukan di Kashmir adalah
nabi isa dengan beberapa bukti yang menguatkan. Dalam perkembangannya di Bandung
Ahmadiyah telah bediskusi dengan ORMAS Islam yang terkenal di Bandung yakni Pembela
Islam (Persis). Dalam dialog tersebut pihak Ahmadiyah menyatakan bahwa nabi Isa sudah
meninggal. Sedangkan dari pihak Pembela Islam mengatakan nabi Isa belum meninggal.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah salah satu dari pokok keyakinan yang
dipegang oleh jemaat Ahmadiyah adalah keyakinan bahwa nabi Isa sudah meninggal. Hal ini
telah banyak menuai reaksi yang amat besar bagi dunia Islam dan Kristen. Karena jemaat
Ahmadiyah telah dianggap nyeleneh dari keyakinan yang dianut oleh dua agama besar itu.
Namun keyakinan dari jemaat Ahmadyah bahwa Nabi Isa sudah meninggal merupakan hal
yang tidak bisa dirubah karena jemaat Ahmadiyah memiliki dalil-dalil yang ada dalam Al-
Qur’an dan juag dari Bible. Sehingga dalam penulisan skripsi ini konsep yang dipegang oleh
jemaat Ahmadiyah akan terus dan tetap dibahas dan merupakan bagian dari karakterstik dari
organisasi ini.
Buku yang kesembilanbelas yang penulis gunakan adalah karya Maulana
Muhammad Ali, M A, LL,B, buku ini berjudul, “The Ahmadiyya Movement As The West sees
It”, dalam buku ini dijelaskan pola penyebaran ajaran Ahmadiyah ke seluruh dunia dalam
rangka menegakan kemurnian Islam. Masuk ke Indonesia tahun 1924 oleh Rahmat Ali.
Sebenarnya buku ini merupakan buku yang dibuat oleh jemaat Ahmadiyah Lahore. Maulana
Muhammad Ali, M A, LL,B, adalah sahabat Mirza Ghulam Ahmad. Namun, setelah
wafatnya Mirza Ghulam Ahmad dan ketika terpilih Khalifah pertama Maulana Muhammad
Ali, M A, LL,B, sudah nampak ketidak setian terhadap Khalifah. Puncak dari ketidak
taatannya adalah ketika terpilih Khalifah kedua Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, tidak
mau berbait.
30
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah dalam buku yang ditulis oleh Maulana
Muhammad Ali, M A, LL,B, memberikan inspirasi yang menarik. Karena beliau adalah
orang yang memisahkan diri dari jemaat dan tidak mau mengakui bahwa Mirza Ghulam
Ahmad bukan seorang Imam Mahdi. Dan dikemudian hari lebih dikenal dengan jemaat
Ahmadiyah Lahore dengan pusat pekembangan di Indonesia adalah di Yogyakarta.
Sedangkan yang penulis teliti adalah jemaat Ahmadiyah yang mengakui bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah sebagi sosok Imam Mahdi dan dikemudian hari lebih dikenal dengan
Ahmadiyah Qadian.
Adapun kelemahan dari buku ini adalah bahwa Maulana Muhammad Ali, M A,
LL,B, dalam menyebarkan semua dakwahnya bersumber dari ajaran Mirza Ghulam Ahmad
tetapi bila ada tulisan yang menyatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagi Imam Mahdi
beliau tidak disampaikan kepada umat. Seharusnya Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B,
menjelaskan referensi dari buku yang didakwahkannya di Indonesia. Tetapi dalam hal ini
penulis melihat bahwa sebetulnya dahulu Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B, amat dekat
dengan Mirza Ghulam Ahmad. Tetapi karena iri hati tidak terpilih menjadi khalifah
kemudian beliau menjadi orang yang membelot. Untuk perkembangan di Indonesia ajaran
Maulana Muhammad Ali, M A, LL,B hanya lingkup Yogyakarta saja tidak pernah bertambah
luas sekalipun dalam penyebaran masuk ke Indonesia ajaran yang dikembangkan lebih
dahulu selisih dua tahun dengan yang disebarakan oleh jemaat Ahmadiyah yang memprcayai
bahwa Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi.
Buku keduapuluh yang penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad
cetakan ke 6 (2003) buku ini berjudul, “Penampakan Kebesaran Tuhan”, dalam buku ini
dijelaskan argumentasi kebenaran Hazrat Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi dan
Nabi Isa yang dijanjikan.
31
Dalam buku tersebut dikemukakan syarat-sayarat sebagai seorang Imam Zaman.
Menjadi seorang Imam Zaman harus meiliki kriteria berdasarkan apa yang sudah digariskan
oleh Rasulullah. Selain membahas mengenai syarat-sayarat sebagai Imam Zaman Mirza
Ghulam Ahmad juga memberikan gambaran perkembangan umat manusia khususnya agama
Islam di kemudian hari bila mereka terus-menerus tidak mau percaya kalau Imam Mahdi
sudah datang.
Dalam tulisan yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad penulis melihat bahwa
yang dikemukakan oleh beliau adalah merupakan Ilham yang diterima beliau. Dalam hal ini
kita tidak dapat memvonis apakah yang dikemukakan oleh beliau itu benar atau bukan.
Sehingga dalam hal ini penulis lebih setuju apa yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat.
Kita serahkan pada pasar. Dalam hal ini apa yang dikemukakan oleh Mirza Ghula Ahmad
biarlah waktu yang akan menjawabnya. Sehingga didalam penulisan skripsi ini penulis hanya
memberikan tanggapan kalau memang Mirza Ghulam Ahmad itu benar pasti akan langeng
ajarannya. Kalau ajarannya salah pasti akan seperti buih di lautan. Hal ini sesuai apa yang
dikemukakan oleh jalaludin Rahmat ketika diwawancara seputar Ahmadoyah dan ORMAS
lainnya.
Buku yang keduapuluhsatu yang penulis gunakan adalah karya H,M Ahmad Cheema ,
HA, Sy, (1995), buku ini berjudul Khilafat telah berdiri, dalam buku ini dijelaskan sistem
Khilafat dalam dunia Islam serta Khilafat telah berdiri, sistem khilafat ini sesuai dengan
nubuwwatan Rasulullah SAW.
Dalam buku ini dijelasakan terbentuknya seuatu Khilafat bukanlah manusia yang
menjadikan atau yang mendirikan suatu lembaga Khilafat. Tetapi dalam hal ini hanya Allah
SWT yang akan membuat Khilafat. Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an. Allah akan menurunkan
seorang Kholifah bagi kaum yang beraqwa.
32
Kontribusi dalam penulisan Skripsi ini adalah apa yang dipaparkan oleh jemaat
Ahmadiyah tentang Khilafat telah berdiri merupakan bagian dari dakwah yang tidak
terpisakan dalam jemaat Ahmadiyah. Seperti yang sudah dikemukakan di atas tentang
keyakinan nabi Isa sudah wafat begitupun masalah Khilafat setiap anggota jemaat sudah
mengenal dan merupakan bagian dari dakwahnya. Hal ini terbukti dari fakta yang terjadi
ketika perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung periode 1948-1980. masalah Khilafat
merupakan bagian dari dakwah yang tidak terpisahkan. Hal ini apt dilihat dalam setiap
pertemuan tahunan.
Adapun tanggapan yang penulis ajukan adalah penulis melihat fenomena saat ini yang
mengajukan tentang Khilafat Bukan dari jemaat Ahmadiyah saja bahkan dari HTI di awal
tahun 1990, mulai mengemuka. Penulis bagaimana jemaat ahmadiyah menyikapi fenomena
tersebut. Sekalipun dalam hal ini HTI mengenai Khilafat baru sebatas konsep saja.
Sedangkan jemaat Ahmadiyah sudah dalam tataran praktek dan sudah terbentuk Khilafat.
Dalam hal ini penulis hanya bisa melihat ternyata masyarakat Muslim saat ini memang sudah
memerlukan atau sudah menyadari arti penting dengan adanya seorang pemimpin sentral
dalam agama Islam untuk seluruh dunia. Meskipun dalam pandangan yang berbeda-beda.
Baik HTI dan jemaat Ahmadiyah keduanya memiliki simpatasan-simpatisannya.
Buku yang keduapuluhdua penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Bashiruddin
Mahmud Ahmad, cetakan ke sembilanbelas (2006), buku ini berjudul “ Apakah Ahmadiyah
Itu’’, dalam buku ini merupakan jawaban dari prasangka orang-orang Islam kepada
Ahmadiyah.
Dalam buku ini dijelaskan mengenai konsep yang dipegang oleh Ahmadiyah. Serta
apa yang diyakini dan diamalkan oleh Ahmadiyah sama sekali tidak bertentangan dengan
ajaran Rasulullah dan Allah SWT. Jemaat Ahmdiyah memiliki dasar dalam keyakinan yang
dianutnya berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Dalam buku ini juga dipaparkan beberapa
33
tuduhan yang menyudutkan jemaat Ahmadiyah. serta alasan kaum lain yang non Ahmadiyah
menyatakan pernyataan tersebut.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah buku yang ditulis oleh Hazrat Mirza
Bashiruddin Mahmud Ahmad, sangat membantu bagi penulis untuk melihat dari sudut
pandang jemaat Ahmadiyah dalam rangka menykapi dari semua pernyataan yang
dialamatkan kepada jemaat Ahmadiyah. pihak non Ahmadiyah dalam memberikan
pernyataan terhadap jemaat Ahmadiyah berdasarkan pemahaman yang dianutnya, dalam hal
ini pihak jemaat untuk memberikan klarifikasi berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga
penulis dalam membandingkan setiap pernyataan dari kedua belah pihak menggunakan dasar
Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam hal ini penulis lebih tertarik bukan kepada kelemahan dari buku ini tetapi
bagaimana masyarakat nonAhmadiyah kebanyakan belum mengenal buku yang berjudul
Apakah Ahmadiyah Itu. Sehingga penulis lebih tertarik kepada pihak non Ahmadiyah dalam
menyikapai buku tersebut pasti ada yang pro dan kontra. Hal ini sesuai dari sudut pandang
yang dianutnya.
Buku yang kedupuluhtiga penulis gunakan adalah Karya Hazrat Mirza Ghulam
Ahmad, cetakan kelima (2004), buku ini berjudul, “Perlunya Seorang Imam Zaman’’, dalam
buku ini dijelaskan pentingnya seorang Imam zaman yang akan membimbing umat manusia
untuk memperoleh derajat mulia di sisi Allah.
Isi dari buku tersebut mengemukakan dalam setiap seratus tahun Allah akan
membangkitkan seorang Mujadid bagi umat manusia. Maka dalam hal ini Mujadid abad ke
XXIV dalam kalender Hijriyah seharusnya sudah datang seorang Mujadid tersebut. Bahkan
dikalangan ulama Salaf hal ini sudah mereka ketahui berdasarkan Ilham dan hadits dari Nabi
Muhammad SAW. Dalam buku ini dijelaskan mengenai sosok seorang Mirza Ghula Ahmad
34
sebagai seorang yang menerima Ilaham untuk menjadi seorang Imam Zaman di abad XXIV
dalam kalender Hijriyah.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini, konsep Imam Zaman atau Imam Mahdi
dikalangan masyarkat Jawa Barat sudah mengenal konsep tersebut, mulai dari masyarakat
terpelajar sampai masyarkat awam. Bahkan ketika dalam masa penjajahan Belanda konsep ini
dimanfaat oleh Westerling dengan membuat gerakan politik dengan nama Angkatan Perang
Ratu Adil (APRA). Begitu melekatanya konsep terhadap ratu adil ini bahkan bukan saja di
Jabar bahkan hampir seluruh pelosok Nusantara mengetahui konsep tersebut.namun dalam
hal ini konsep yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah memiliki perbedaan dari tataran
prakteknya. Karena konsep yang ada di lokal Nusantara khususnya Bandung adalah konsep
yang dipegang masih berupa pencampuran dengan budaya lokal sperti pengaruh ajaran Sunda
Buhun dan juga Hindu. Sedangkan konsep yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah adalah
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits.
Tanggapan dari penulis mengenai buku perlunya seorang Imam Zaman adalah
bagaimana konsep yang dikemukakan oleh jemaat Ahmadiyah dengan keyakinan atau
kearifan lokal masyarakat. Hal ini perlu ditinjau lebih dalam lagi karena sekalipun sama-sama
mengusung Konsep Imam Mahdi tetapi sosok yang dikemukakan antara budaya lokal dengan
jemaat Ahmadiyah belum bisa klop sehingga sampai saat ini konsep tersebut belum banyak
yang merespon secara luas.
Buku yang keduapuluhempat penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Ghulam
Ahmad, edisi kelima (1997), judul asli Kisti Nuh. (bahasa Urdu), judul terjemahan “Bahtera
Nuh” .dalam buku ini beliau berbicara, kepada kaum agamawan, baik dari Kristen maupun
Islam, dan menunjukan beberapa kekeliruan faham yang dianut mereka. Namun, bobot
kandungan dalam risalah ini bertumpu pada imbauan kepada pencari kebenaran, supaya
mereka boleh melepaskan dahaga mereka sepuas-puasnya dari sumber mata air yang
35
dipancarkan oleh tangan Tuhan Sendiri. Risalah ini sarat dengan wejangan kepada warga
jemaat bagaimana cara menempuh hidup suci. Tahun 1947 jemaat Tasik pernah menerbitkan
dengan judul yang sama.
Dalam buku ini dijelaskan bahwa konsep bahtera Nuh zaman sekarang bukanlah suatu
perahu atau wujud nyata dari suatu benda. Tetapi bahtera di sini adlah suatu ikatan bai’at atau
ketaan kepada seorang Imam Zaman, dalam hal ini adalah Mirza Ghulam Ahmad. Buku ini
mengajak umat manusia masuk dalam bahtera atau perahu ruhani supaya terlepas dari Adzab
yang akan menimpa bagi semua kaum. Dalam buku ini dijelaskan juga pentinganya suatu
ikatan bai’at dalam ajaran Islam.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah seluruh dari konsep atau ajaran dari
Mirza ghulam Ahmad mejadi acuan bagi seluruh anggotanya termasuk di Bandung. Hal ini
bisa terlihat dengan sudah diterjemahkannya buku bahtera Nuh ini telah banyak respon dari
dalam perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung. Salah satu bentuk dari respon tersebut
adalah proses tabligh dan tarbiyat menjadi prioritas untuk setiap individu dalam jemaat.
Sekalipun hal tersebut tidak berjalan secara sempurna. Tetapi penulis melihat ada keinginan
yang kuat dalam setiap anggota untuk terus berjuang untuk menyebarkan dari ajaran buku
tersebut dalam konteks amal perbuatan dalam keseharian anggota.
Buku yang keduapuluhlima penulis gunakan adalah karya Hazrat Mirza Ghulam
Ahmad, (1996), judul asli, “Islami Ushul Ki Filasafi” (bahasa Urdu), judul terjemahan,
“Filsafat ajaran Islam” , buku ini merupakan jawaban pembelaan Islam dari Hazrat Mirza
Ghulam Ahmad dalam Konferensi agama-agama besar di Lahore (1896), konferensi
tersebut mengetengahkan 5 tema: tema pertama keadaan Thabi’i, Akhlaqi dan Ruhani
manusia, tema kedua bagaimanakah keadaan manusia sesudah mati, tema ketiga apa tujuan
manusia hidup di dunia dan bagaimana dapat mencapainya, tema kempat, karma yakni apa
36
dampak amal perbuatan di dunia dan di akhirat, tema kelima sarana-sarana dan jalan apa saja
untuk mendapatkan ilmu yakni ma’rifat.
Kontribusi buku ini adalah konsep mengenai perkembangan akhlak manusia.
Sehingga penulis dapat melihat dan membandingkan konsep-konsep akhlak yang
dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad dalam mengimplementasikan dari ajarannya itu.
Penulis melihat dari hal ini ternyata jemaat Ahmadiyah secara global konsep akhlakul
karimah telah ditegakkan. Bukti dari itu adalah ketika terjadi hujatan terhadap jemaat
Ahmadiyah, seluruh anggota menyikapi dengan sabar dan penuh ketawakalan kepada Allah
SWT. Hal inilah yang menyebabkan jemaat ini terlihat kuat karena dalam setiap hujatan tidak
dibalas dengan hujatan lagi. Tetapi ditampilkan rasa hormat dan menghormati.
Adapun segi kekurangan itu adalah terkadang setiap anggota dalam menyikapi buku
tersebut lebih terkesan fatalistis. Semua diserahkan kepada Allah SWT, terkadang seperti
terlihat tidak mau berusaha untuk membela diri. Mereka lebih condong kita berdo’a saja.
Dalamhal ini penulis percaya terhadap setiap do’a. Tetapi kalau dilihat secra global fenomena
tersebut oleh orang non Ahmdiyah justru menjadi suatu hal yang dipandang negatif.
Buku keduapuluhenam adalah karya Ian Adamson (1989), dengan judul Mirza
Ghulam Ahmad of Qadian, buku ini menjelaskan biografi Mirza Ghulam Ahmad dan
pendakwaannya sebagai Imam Mahdi. Selain itu, pokok utama yang diterangkan dalam buku
ini bahwa Mirza Ghulam Ahmad memberikan gambaran bahwa nabi Isa itu tidak mati di
tiang salib. Mirza Ghulam Ahmad juga memaparkan tentang kuburan nabi Isa yang ada di
Srinagar, Pakistan.
Buku ini berisi biografi dari sosok Mirza Ghulam Ahmad. Dalam buku ini dijelaskan
kehidupan leluhur dari Mirza Ghulam Ahmad, kelahiran Mirza Ghulam Ahmad, kehidupan
37
remaja beliau, kehidupan setelah beliau menerima Ilham sebagai Imam Mahdi. Reaksi dari
tokoh Muslim dan non Muslim dari pendakwaan beliau.
Adapun kekurangan dari buku ini yang penulis lihat untuk segi terjemahan atau dalam
hal ini penerjemah kurang memahami konsep antara tahun hijrah dengan tahun masehi unuk
menilai kedatangan Imam Mahdi. Penerjemah menyatakan bahwa ada keraguan terhadap
konsep yang dikemukakan Mirza Ghulam Ahmad tentang Imam Mahdi. Penerjemah melihat
berdasarkan analisa dari tahun masehi sedangkan Mirza Ghulam Ahmad memaparkan dari
tahun Hijriyah. Inilah hal sangat disayangkan dalam buku terjemahan ini. Sedangkan dalam
teks aslinya yang berbahasa Inggeris tidak terdapat analisa tersebut.
Buku keduapuluhtujuh buku karangan Ghulam Bari Saif, dengan judul menjawab
Tuduhan Inilah Qadhiani . isi buku ini merupakan klarifikasi serta bantahan dari semua
tuduhan terhadap jemaat Ahmadiyah. Buku ini sangat bagus sebab kalangan umat Islam di
Indonesia dalam kasus terhadap jemaat Ahmadiyah mengacu kepada buku ini. Buku ini
sebenarnya dibuat oleh kedutaan Arab Saudi dengan judul asli hadzihi Hiyal Qadianiah dan
edisi bahasa Inggeris berjudul This is Qadiyaniyat . penyebarluasan di Indonesia dicetak
olah P.T. Alma’arif, Bandung. Dengan semua tuduhan tersebut akhirnya jemaat Ahmadiyah
memberikan klarifikasi dalam buku ini.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa semua isu yang berkembang
dalam masyarakat baik di Bandung maupun di luar Bandung adalah semuanya sama yakni
bersumber dari kedutaan Arab Saudi. Sedangkan umat Islam di Indonesia sangat Arab sentris
dalam hal keagamaan Islam. Sehingga segala hal yang dikemukakan dari Arab akan ditelan
langsung tanpa dilihat dari segi lainnya. Inilah yang menjadi daya tarik tersebut bagi
perkembangan jemaat Ahmadiyah. Jemaat ini harus bisa bertahan dari tekanan dari dalam
dan luar. Tidaklah mengherankan dengan adanya fatwa dari Arab tersebut telah membuat
38
jemaat Ahmadiyah di Bandung sedikit mengalami guncangan puncak dari itu adalah dengan
keluarnya fatwa MUI tahun 1980 mengenai sesatnya Ahmadiyah. Fatwa tersebut MUI ambil
secara bulat-bulat dari instruksi kedutaan Arab Saudi.
Kelemahan sungguh sangat disayangkan dari efek tersebut ternyata telah membawa
efek yang sangat besar dari jemaat Ahmadiyah secara fisik jemaat ini mengalami kerugian
yang besar bahkan sampai nyawa melayang karena dampak fawa tersebut. Namun penulis
melihat dari sisi positif justru masyarakat lebih banyak mengetahui secara langsung ketika
pasca fatwa tersebut. Namun penulis melihat banyak factor negative. Fenomena ini penulis
lebih setuju dengan apa yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat bahwa untuk menilainya
serahkan saja pada pasar. Dalam hal ini biarlah sejarah yang akan menentukan.
Buku kedupuluhdelapan karangan Muhammad Zafrullah Khan, dengan judul Islam
And Human Right. Buku ini mengetengahkan keindahan Islam, juga buku ini merupakan isi
pidato beliau untuk membela masalah Palestina dan dunia Arab dari interfensi Uni Soviet AS
dan Inggeris. Beliau sendiri adalah seorang Ahmadi.
Kontribusi dalam skripsi ini adalah ajaran jemaat Ahmadiyah ternyata tidak hanya
bidang hubungan dengan Allah SWT saja tetapi hubungan sesama manusia juga sangat
diperhatikan. Salah satu buktinya adalah dengan adanya Donor Mata. Penulis melihat bahwa
baru jemaat Ahmadiyah saja yang telah peduli dengan keadaan saudaranya yang tidak bisa
melihat, khususnya perkembangan ini dapat dilihat dan dirasakan di Bandung. Bukti dari itu
adalah jemaat Ahmadiyah telah menjalin hubungan dengan Rumah Sakit Cicendo. Kerjasama
ini sudah berjalan lebih dari 25 tahun dan samapi sekarang masih terus berjalan.
Buku keduapuluhsembilan yang penulis gunakan adalah karangan Mirza Ghulam
Ahmad, dengan judul asli, Eek Ghalti Ka Izalah (bahasa: Urdu), judul terjemahan
“Memperbaiki Suatu Kesalahan”, dalam buku ini Mirza Ghulam Ahmad mendapat Kasyaf
akan terjadinya perpecahan dalam jemaat Ahmadiyah. Oleh karena itu beliau berpesan
39
supaya tetap teguh dalam kehilafatan dalam jemaat Ahmadiyah. Terbentuknya Ahmadiyah
Lahore dan Qadian sudah dinubuwwatkan dalam pandangan Kasyaf beliau.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah jemaat Ahmadiyah yang penulis teliti
adalah jemaat Ahmadiyah Qadian. Dan mengapa terjadi perpecahan tersebut adalah karena
kasus dari sahabat Mirza Ghula Ahmad yang tidak mau berbai’at kepada Mirza Bashiruddin
Mahmud Ahmad. Karena soal ego. Hal ini menjadi bukti dalam perkembangan jemaat
Ahmadiyah di Bandung. Jemaat Ahmadiyah Qadian lebih bisa bertahan ketimbang jemaat
Ahmadiyah Lahore yang tidak memiliki Khalifah. Jemaat ahmadiyah Lahore hanya
berkembang di Yogyakarta saja.
Buku yang ketigapuluh yang penulis gunakan adalah biografi anggota jemaat
Ahmadiyah, dengan judul, “Riwayat hidup Tiga Serangkai, 1. Mln. M. Abubakar Ayyub HA, ;
2. Mln Zaini Dahlan ;3 Mln Ahmad Nuruddin”. Dalam buku ini menjelaskan kehidupan dan
perjuangan tiga tokoh tersebut dalam memperjuangkan Ahmadiyah.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah buku ini sangatlah penting sekali karena
perkembangan jemaat Ahmadiyah di Bandung sangat dipengaruhi oleh ketiga tokoh tersebut.
Kendati tokoh tersebut tidak hanya mengembangkan jemaat di Bandung saja. Tetapi
sumbangan tenaga dari tokoh ini tidak ternilai harganya baik tenaga maupun harta. Kalau
bukan karena inisiatif dari PaWahid untuk membuat mesjid di jalan Safari, mungkin sampai
sekarang jemaat Ahmadiyah di Bandung tidak akan ada bekasnya. Karena bukti dari
kegigihan mereka bertiga lah dapat terwujud jemaat yang bisa berkembang sampai sekarang.
Buku yang ketigapuluhsatu yang penuls gunakan adalah karangan Rafik Ahmad dan
Dr. ir. Sudaryanto, dengan judul “Mengapa Orang Muslim Ahmadi Tidak Boleh Bersholat di
Belakang Imam yang bukan Ahmadi”. Buku ini sangat menarik untuk ditampilkan karena
dalam buku ini Ahmadiyah memberikan alasan-alasan bagi anggota jemaat untuk tidak
40
berma’mum kepada imam yang bukan Ahmadi. Kondisi ini tentu membuat kontroversial
dikalangan umat Islam. Banyak kalangan umat Islam mengatakan eksklusif.
Kontribusi ini dalam penulisan skripsi ini adalah fenomena bahwa jemaat Ahmadiyah
tidak mau bermakmum kedapa orang yang diluar jemaatnya menjadi sangat ramai. Padahal
penulis melihat bukan hanya jemaat Ahmadiyah saja yang tidak mau bermakmum kepada
orang yang diluar jemaatnya. ORMAS lainpun sama ketika Imam Sholat yang didepannya
bukan dari golongannya mereka tidak mau bermakmum. Fenomena ini menjadi sangat marak
dan hal ini wajar tidak perlu dibesar-besarkan mengapa jemaat Ahmadiyah tidak mau
bermakmum kepada orang yang diluar jemaatnya. Yang perlu diperhatikan adalah akar
permasalahan dari setiap ORMAS tersebut. Dalam hal ini penulis menilai adalah adanya
unsure yang kuat bahwa ORMAS yang diluar mereka tidak sebaik yang mereka anut.
Buku yang ketigapuluhdua yang penulis gunakan adalah karangan M. A Suryaman,
dengan judul “Bukan Sekedar Hitam Putih: Kontroversi Pemahaman Ahmadiyah”. Buku ini
merupakan salah satu buku Ilmiah yang ditulis oleh orang non Ahmadi. Dawam Rahardjo
memberikan sambutan dalam buku ini. Ini sangat menarik dalam kondisi zaman yang
semakin maju saat ini.
Kontribusi dalam penulisan skrisi ini adalah jemaat Ahmdiyah jangan sampai
dijadikan bahan eksploitasi bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Karena dalam hal ini
penulis melihat bagaimana konsep yang dikemukakan oleh Jalaludin Rahmat dan golongan
lainnya. Biarlah jemaat ini berkembang dan kalau ada yang tidak setuju pilih jalan dialog
untuk mengatasi perdebatan, atau dengan hal lainnya. Buku ini sangat berharga karena
memuat bagaimana konsep kebebasan untuk berpendapat, kebebasan berekspresi.
Adapun kelemahan dari buku ini adalah buku ini hanya memuat fenomena pasca
tahun 2000 saja. Sehingga untuk mengkomparasikan dengan kehidupan jemaat Ahmadiyah
41
sebelum tahun 2000 akan sangat sulit. Penulis melihat mungkin karena sumber yang dimiliki
oleh MA Suryaman belum terlalu banyak untuk tahun sebelum 2000.
Buku yang tigapuluhtiga yang penulis gunakan kumpulan beberapa artikel yang
dibukukan: A Syafi’I Ma’arif; M Dawam Rahardjo; KH Mustofa Bisri; MasdarF.Mas’udi;
Hendardi; Ulil Absar Abdala; Abdul Moqsith Ghazali dan Rumadi. Semua artikel itu
terkumpul menjadi buku dengan judul “Kala Fatwa Jadi Penjara”.
Dalam kumpulan artikel ii banyak dibahas mengenai isu kontemporer yang
menyangkut masalah dampak dari adnya fatwa yang telah dikemukakan oleh MUI. Buku ini
banyak memuat peristiwa-peristiwa pengrusakan yang dilakukan oleh oknum yang
menamakan diri untuk menegakan syariah dan menghapus kesesatan.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah artikel ini memuat kondisi jemaat
Ahmadiyah dalam kancah pergolakan dari aksi yang dilakaukan oleh ORMAS yang tidak
senang. Artikel ini juga memuat faktor-faktor yang menyebabakan golongan di luar jemaat
Ahmadiyah melakukan tindakan tersebut. Bahkan penulis melihat bukan hanya Ahmadiyah
saja yang terkena dampak dari fatwa tersebut bahkan ORMAS lain pun yang dinggap
menyimpang dari kepercayaan diluar MUI dianggap sesat.
Adapun kekurangan dari kutipan artikel ini adalah lebih banyak mengetengahkan
kondisi aksi dari kekerasan saja serta hanya melihat dari sudut pandang golongan yang
terdindas. Sehingga terkesan membela dari dolongan tersebut.
Buku yang ketigapuluhempat yang penulis gunakan adalah pidato pembelaan dai
Khalifah III Jemaat Ahmadiyahn di hadapan Parlemen Pakistan, dengan Judul Mahzarnamah
(Petisi). Pidato tersebut kemudian dibukukan. Isi pidato tersebut sangat menarik mengenai
tuduhan-tuduhan yang menyudutkan jemaat Ahmadiyah. Sekalipun pidato tersebut secara
khusus untuk parlemen Pakistan, tetapi isi dan kondisi Pakistan dan Indonesia hampir mirip.
Sehingga, sangat menarik untuk dikaji.
42
Isi dari pidato yang dibukukan tersebut memuat kondisi jemaat Ahmadiyah di
Pakistan pada masa pemerintahan Ali Bhotu. Pada masa pemerintahan Ali bhotu jemaat
Ahmadiyah di Pakistan mendapat perlakuan yang sangat diskriminatif yakni dengan
dikeluarkannya fatwa bahwa orang Ahmadiyah bukanlah golongan Muslim hal ini
ditindaklanjuti dengan dikleuarkannya dalam bentuk kartu penduduk.
Kontribusi dari tulisan tersebut dalam penulisan skripsi ini adalah bahwa apa yang
dikemukakan dalam pidato pemimpin ketiga jemaat Ahmdiyah itu telah membawa dampak
yang sangat besar pasca pmerintah Pakistan mengeluarkan fatwa orang Ahmadi bukan
Muslim. Sekalipun dampak di Indonesia tidak sekeras dengan di Pakistan namun memilkiki
faktor yang sangat kuat untuk menuju ke sana. Dalam hal ini penulis melihat bagaimana
golongan yang tidak senang terhadap jemaat Ahmadiyah mengadakan semacam aksi untuk
menuju kearah sana dan menjadikan pemerintah Pakistan sebagai contoh dari model yang
akan diterapkan untuk perkembangan jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Namun sampai saat
ini kondisi Ahmadiyah masih tetap sebagai kaum Muslim dalam kacamata pemerintah
Indonesia.
Tanggapan penulis terhadap pidato dari pemimpin ketiga jemaat Ahmadiyah itu
adalah penulis melihat bahwa yang dikemukakan oleh pemimpin ketiga jemaat Ahmadiyah
itu adalah sebagai pembelaan dari kondisi yang dialami oleh warga Ahmadiyah yang ada di
Pakistan. Kendati dalam pidato tersebut dibahas juga golongan minoritas namun dalam
ekspos dari pidato tersebut lebih banyak membela kaum Ahmadiyah saja. Padahal dalam
pandanagn penulis kaum minoritas di Pakistan tidak hanya Ahmadiyah saja.
Sumber yang ketigahpuluhlima adalah Disertasi, dengan judul GERAKAN
AHMADIYAH DI INDONESIA 1920-1942. disertasi ini memberikan gambaran
perkembangan awal jemaat Ahmadiyah masuk ke Indonesia hingga awal tahun menjelang
43
kemerdekaan. Disertasi ini sangat penting sekali untuk dijadikan acuan untuk pembahasan
jemaat Ahmadiyah pada awal kemerdekaan hingga pada masa revolusi fisik di Indonesia.
Jemaat Ahmadiyah banyak memberikan kontribusi dalam upaya kemerdekaan Indonesia dan
dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan.
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah untuk membahas jemaat Ahmdiyah di
awal pembahasan Disertasi ini sangat berharga karena memuat seluruh dari perkembangan
awal masuknya ke Indonesia. faktor pendukung dan penghambat dari perkembangan tersebut.
Adapun kelemahan dari Disertasi ini adalah disertasi ini memuat seluruh aspek jemaat
Ahmadiyah baik yang Qadian maupun Lahore. Sehingga dalam pembahasan terlihat campur
aduk kadang membahas Lahore kadang membahas Qadian. Sehingga persegmennnya sulit
untuk membedakan antara pembahasan tokoh Lahore atau Qadian. Kalau orang yang awam
akan sanagt sulit untuk menelaah dari Disertasi ini.
Sumber ketigapuluhenam yang penulis gunakan adalah berupa majalah dari kalanagn
jemaat Ahmadiyah. Ada empat jenis majalah yang ada dalam jemaat Ahmadiyah. Pertama
majalah Bulanan yang bersifat umum untuk semua kalangan artinya yang menjadi motor
penggeraknya adalah tidak terbatas pria maupun wanita, nama majalahnya Sinar Islam.
Kedua adalah majalah yang motor penggeraknya kaum tua yakni kaum bapak yang usianya
40 tahun ke atas nam majalahnya adalah Anshorullah. Ketiga adalah majalah yang motor
pengeraknya kaum muda dengan nama majalahnya adalah GEMA. Keempat adalah majalah
untuk kalangn ibu-ibu sering disebut dengan majalah Lajnah Imailah (LI).
Kontribusi dalam penulisan skripsi ini adalah keempat majalah tersebut semuanya
memuat pemberitaaan semua aktivitas jemaat baik di Bandung maupun luar Bandung.
Sehinnga penulis merasa lebih mudah untuk menggali semua informasi yang menyangkut
Ahmadiyah dalam empat media cetak yang dikeluarkan oleh jemaat tersebut. Yang tentu saja
44
hal yang menjadi sorotan adalah kegiatan besar saja seperti pertemuan tahunan, Ijtima, dan
acara pemilihan Amir nasional.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode dan Teknik Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis. Metode ini lazim
digunakan dalam penelitian sejarah. Melalui metode ini dilakukan suatu proses menguji dan
menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau (Gottschalk, 1986:32).
Selanjutnya Ismaun (1992:125-131) mendeskripsikan tentang langkah-langkah dalam metode
historis, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Heuristik, merupakan upaya mencari dan mengumpulkan sumber-sumber yang
berkaitan dengan permasalahan yang dikaji. Dalam proses mencari sumber-sumber
ini, penulis mendatangi berbagai perpustakaan, seperti perpustakaan UPI,
Perpustakaan daerah Jawa Barat (PUSDA), perpustakaan Jemaat Ahmadiyah di Jalan
Safari 47, perpustakaan UIN Sunan Gunung Jati. Selain itu penulis pun mencari buku-
buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji, seperti membeli buku-buku di
toko buku Gramedia, Palasari, pusat penjualan buku Kautamaan Istri, Gunung Agung,
pameran buku dan mencari sumber-sumber melalui internet.
2. Kritik, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, baik isi
maupun bentuknya (internal dan eksternal). Kritik internal dilakukan oleh penulis
untuk melihat layak tidaknya isi dari sumber-sumber yang telah diperoleh tersebut
untuk selanjutnya dijadikan bahan penelitian dan penulisan. Kritik eksternal dilakukan
oleh penulis untuk melihat bentuk dari sumber tersebut. Dalam tahap ini, penulis
berusaha melakukan penelitian terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan topik
penelitian ini.
3. Interpretasi, dalam hal ini penulis memberikan penafsiran terhadap sumber-sumber
46
yang telah dikumpulkan selama penelitian berlangsung. Kegiatan penafsiran ini
dilakukan dengan jalan menafsirkan fakta dan data dengan konsep-konsep dan teori-
teori yang telah diteliti oleh penulis sebelumnya. Penulis juga melakukan pemberian
makna terhadap fakta dan data yang kemudian disusun, ditafsirkan, dan dihubungkan
satu sama lain. Fakta dan data yang telah diseleksi dan ditafsirkan selanjutnya
dijadikan pokok pikiran sebagai kerangka dasar penyusunan skripsi ini. Misalnya,
dalam kegiatan ini, penulis memberi penekanan penafsiran terhadap data dan fakta
yang diperoleh dari sumber-sumber yang berkaitan dengan gerakan jemaat
Ahmadiyah Kota Bandung
4. Historiografi, merupakan langkah terakhir dalam penulisan ini. Dalam hal ini penulis
menyajikan hasil temuannya pada tiga tahap yang dilakukan sebelumnya dengan cara
menyusunnya dalam suatu tulisan yang jelas dalam bahasa yang sederhana dan
menggunakan tata bahasa penulisan yang baik dan benar.
3.1.2. Teknik Penelitian
Dalam pengkajian “JEMAAT AHMADIYAH ASTANA ANYAR KOTA
BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA “. Penulis
menggunakan studi literatur. Adapun teknik penulisan dalam skripsi ini adalah menggunakan
sistem Harvard. Alasannya adalah sistem penulisan ini lazim dan biasa digunakan dalam
penulisan Skripsi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
3.2 Tahap-Tahap Penelitian
3.2.1. Persiapan Penelitian
47
Tahap ini merupakan langkah awal yang penulis lakukan, dalam tahap ini ada
beberapa langkah yang penulis lakukan, diantaranya:
1. Penentuan dan Pengajuan Tema Penelitian.
Tahap ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian. Penulis
dalam tahap ini mengajukan rencana tema penelitian kepada Tim Pertimbangan Penulisan
Skripsi (TPPS) Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Hal ini dilakukan karena merupakan prosedur baku
yang harus penulis jalani sebelum melakukan penelitian lebih lanjut lagi. Pengajuan tema
penelitian ini penulis lakukan pada bulan September 2009.
Tema yang penulis angkat adalah perkembangan gerakan jemaat Ahmadiyah Astana
Anyar Kota Bandung yang kemudian penulis tuangkan ke dalam judul “JEMAAT
AHMADIYAH ASTANA ANYAR KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN
PERKEMBANGANNYA “. Dalam tahap pengajuan tema ini penulis mengkonsultasikan
terlebih dahulu kepada Tim Pertimbangan Penulisan Skripsi (TPPS) dalam hal ini penulis
mengajukan rencana tema ini kepada sekretaris TPPS.
2. Penyusunan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini berbentuk proposal, berisi tentang kerangka dasar yang
menjadi acuan bagi penulis dalam melaksanakan penelitian dan melakukan penyusunan
laporan penelitian. Proposal penelitian ini memuat tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan, tinjauan pustaka, sitematika
penulisan dan daftar pustaka.
Proposal ini kemudian diserahkan kepada TPPS pada tanggal 9 September 2009.
Sebelum proposal di seminarkan terlebih dahulu penulis melakukan revisi terhadap proposal
yang penulis ajukan karena dalam latar belakang pengambilan judul kurang adanya
48
penekanan tentang ketertarikan pengambilan judul. Setelah diadakannya revisi kemudian
proposal diserahkan kembali kepada TPPS dan dijadwalkan untuk di seminarkan. Seminar
dilaksanakan pada tanggal 11 September 2009 dan dihadiri oleh beberapa dosen. Selama
seminar penulis mendapatkan beberapa masukan dari para dosen terutama calon Pembimbing
yang mengharuskan penulis mengubah judul. Setelah dilakukan konsultasi dengan calon
Pembimbing I maka judul yang penulis angkat adalah “JEMAAT AHMADIYAH ASTANA
ANYAR KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA “.
3. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan sesuai dengan tahapan dalam metode yang penulis
gunakan yaitu metode historis. Menurut Ismaun (1992:125) ada empat langkah dalam
tahapan penelitian diantaranya adalah Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Penulisan Sejarah
(Historiografi).
a. Heuristik
Penulis sebelum melakukan pencarian sumber terlebih dahulu menentukan tema
penelitian atau topik penelitian. Topik yang penulis angkat adalah ajaran atau dakwah dari
Jemaat Ahmadiyah yang kemudian penulis lebih menyoroti sejarah dam perkembangan
jemaat ahmadiyah di Kota Bandung. Selanjutnya penulis mencari sumber yang berkaitan
dengan topik di atas. Menurut Sjamsudin (2007:95), sumber sejarah merupakan segala
sesuatu yang langsung maupun tidak langsung menceritakan kepada kita mengenai suatu
kenyataan atau kegiatan manusia pada masa lampau (past actually). Sedangkan
Kuntowidjoyo (2005:95) menyatakan bahwa sumber sejarah disebut juga data sejarah.
Sementara Ismaun (1992: 125) menyatakan bahwa heuristik adalah mencari sumber-sumber
sejarah, sumber sejarah bisa berupa peristiwa maupun kisah. Para pakar metodologi
mengklasifikasikan sumber ke dalam tiga bentuk yakni: a) sumber benda, b) sumber tertulis,
c) sumber lisan misalnya wawancara.
49
Pada tahap ini penulis melakukan pencarian sumber, baik itu dari media buku, artikel,
jurnal maupun sumber online dari internet. Untuk melakukan hal ini penulis mengunjungi
berbagai perpustakaan yang ada diantaranya perpustakaan Jemaat Ahmadiyah di Jalan safari
47, Universitas Pendidikan Indonesia, perpustakaan Daerah Jawa Barat, Perpustakaan
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Jati Bandung, toko buku Gramedia, toko buku
Palasari dan juga penelusuran Internet, serta koleksi pribadi penulis. Tahap pencarian sumber
ini penulis lakukan pada bulan Oktober-November 2008.
Sumber yang penulis dapat dari koleksi pribadi penulis Officiel Verslag Debat antara
Pembela Islam dan ahmadiyah Qadian. Terbitan dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Mengapa Orang Ahmadi Tidak Boleh Bershalat di Belakang Imam yang Bukan Ahmadi
penerbit Jemaat Ahmadiyah Bandung. (1999). Kemudian buku karya Saiful Abdullah SH.
MH (2009) Hukum Aliran Sesat.
Sumber yang penulis dapatkan dari perpustakaan jemaat Ahmadiyah di Jalan safari 47
berisi beberpa majalah Sinar Islam, Buku fiqih Ahmadiyah, buku karya Muhammad
Zafrullah Khan (1988) Islam and Human Rigths. Yang diterbitkan Islam International
Publications Limited U.K.
Sumber yang penulis dapatkan dari perpustakaan Asia Afika adalah Kami orang Islam
yang diterbitkan oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1990).
b. Kritik
Tahap ini penulis lakukan setelah melakukan pencarian sumber. Kritik sumber
umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber utama, kritik ini menyangkut verifikasi sumber
yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode
sejarah dikenal dengan kritik ekstern dan juga kritik intern (Sjamsuddin, 1996: 104). Setiap
sumber pasti memiliki aspek ekstern maupun aspek intern. Aspek ekstern berkaitan dengan
50
persoalan apakah sumber itu memang merupakan sumber, artinya sumber yang kita
butuhkan. Aspek intern berkaitan dengan persoalan apakah sumber itu dapat memberikan
informasi yang kita butuhkan.
Ismaun (1992: 128) menyebutkan bahwa kritik ekstern bertugas menjawab tiga
pertanyaan mengenai sumber yakni:
1) Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki ?
2) Apakah sumber itu asli atau turunan ?
3) Apakah sumber itu utuh atau telah di ubah-ubah ?
Sjamsuddin (1996: 104) menyatakan bahwa, “kritik ekstern adalah cara melakukan
verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah. Kritik ekstern
dimaksudkan untuk meneliti asal usul dari sumber. Pengujian di dasarkan pada otentisitas
sumber sejarah. Pada tahapan kritik ekstern ini sumber sejarah dapat dilihat seberapa besar
keaslian dari sumber yang di dapat, misalkan sumber itu benar-benar berasal dari orang yang
dianggap peneliti sebagai pembuatnya. Sumber asli artinya sumber yang tidak palsu,
sedangkan sumber otentik ialah sumber yang melaporkan dengan benar mengenai suatu
subjek yang tampaknya benar (Barzun dan Graff, 1972: 102; Sjamsuddin, 1996: 105). Dalam
tahapan ini penulis melihat sumber yang didapatkan tentang buku-buku yang berkaitan
dengan fiqih Islam, terutama fiqih Imam Abu Hanifah.
Aspek yang dilihat adalah keaslian dari buku yang dilihat adalah bagian luar buku
yakni judul buku, pengarang serta tahun terbit. Apakah buku ini diterbitkan oleh jemat
Ahmadiyah. Misalkan dalam hal ini penulis melakukan kritik ekstern terhadap sumber-
sumber utama. Sumber yang penulis pakai sebagai rujukan utama ini adalah buku hasil
diskusi antara Pembela Islam dengan Ahmadiyah Qadian. Hasil diskusi tersebut dibukukan
dan disebarkan kepada seluruh cabang di Indonesia. Bahkan ke kalangan non-ahmadi pun
dibagikan sperti pers Sipatahunan, Tempo, Sumangat, Sikap, Adil, Siang Po, Jawa Barat,
51
Bintang Timur, Pemandangan, serta dibagikan juga ke beberapa ormas Islam lainnya seperti
Pemuda Muslim Indonesia, Persatuan Indonesia, Persatuan Islam Garut, persatuan Islam
Leles, Nahdatul Islam Menes Al-Islamiyah, Persatuan Islam Bandung, Ahmadiyah Cabang
Padang. Dengan kondisi demikian penulis percaya bahwa apa yang tertulis dalam buku
verslag Debat itu merupakan hasil dari diskusi antara Pembela Islam dan Ahmadiyah Qadian
yang dapat dipercaya karena hasil diskusi tersebut dibagikan ke semua peerta yang hadir
dalam diskusi tersebut.
Kritik Intern, mulai bekerja setelah kritik ekstern dilaksanakan yakni dokumen yang
kita hadapi merupakan dokumen yang kita butuhkan. Kritik intern harus membuktikan,
bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber itu memang dapat dipercaya, buktinya
dapat diperoleh dengan cara, a) Penilaian intrinsik terhadap sumber-sumber, b)
Membandingkan kesaksian dari berbagai sumber (Ismaun, 1992: 129). Sedangkan menurut
Sjamsuddin (1996: 111) bahwa, “kritik intern merupakan kebalikan dari kritik ekstern yaitu
menekankan aspek dalam yaitu isi dari sumber.”
Kritik intern penulis lakukan dengan melihat isi dari buku tersebut dengan
membandingkannya dengan buku lain yang memiliki kesamaan. Misalkan yang penulis pakai
dari buku jemaat Ahmadiyah yakni tentang keyakinan bahwa nabi isa telah wafat:
Tuan Voorzitter dan Pembela Islam!
Ini malam karena berdebat tentang hidup atau matinya Nabi Isa a.s maka saya akan kasih keterangan ini perkara, karena banyak sekali orang yang telah berselisih paham dalamnya. Orang Yahudi, mengatakan Nabi Isa itu bukan nabi, hanya seorang pendusta dan anak zina,, sedang orang Kristen berkata bahwa nabi Isa a.s itu anak Allah, ia telah mengambil dosa manusia. Islam berkata bahwa Nabi Isa itu Nabi yang benar, suci dan bersih bukan anak Allah, dan tidak mati diatas kayu salib, dan tidak terbunuh untuk mangambil dosa manusia. Karena partij Ahmadiyah ada satu partij yang memuliakan akan Nabi Muhammad s.a.w dan mau memajukan Islam di atas dunia, supaya orang menjadi tunduk kepada Rasulullah s.a.w. karena Junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. berkata bahwa nabi Isa itu seorang yang bersih dan suci, dan ia telah mati sebagai nabi-nabi yang lain, dan jikalau satu orang sudah mati, tidak akan bisa datang kedua kali ke dunia ini. Ahmadiyah berkata yang Nabi Isa sudah mati dan cukuplah kita menurut nabi Muhammad s.a.w. saja disini saya akan memberi keterangan dari Al-Qur’an dan Hadits bahwa nabi Isa sudah mati. Pertama saya akan memberi keterangan bahwa Nabi Isa sudah mati, karena dia seorang manusia. Allah Ta’la berkata dalam Al-qur’an:
52
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Al Maidah 117
Disini tersebut undang-undang untuk umum manusia yakni manusia akan hidup dan akan mati, dan dari bumi dia akan keluar;dan ini bumi tempat tetap. Di dalam ayat yang ketiga, ternyata pula Tuhan berkata: “apakah tidak Kami jadikan bumi ini untuk mengumpulkan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati?” dengan ini juga dapat tahu bahwa bumi itu ada mempunyai sifat menarik (Officieel Verslag Debat, 1986:8)
Tulisan ini diambil dari buku Officieel Verslag Debat, untuk melihat keabsahan
tulisan ini penulis bandingkan langsung dengan tulisan aslinya dari buku Officieel Verslag
Debat yang telah di terbitkan dan dicetak yaitu buku Officieel Verslag Debat. Setelah penulis
lihat bahwa apa yang di tulis di dalam buku tersebut benar adanya dan dapat di jadikan
sumber dalam penulisan ini.
c. Interpretasi dan Historiografi
Ismaun (1992: 130) menyebutkan bahwa, “interpetasi adalah menafsirkan keterangan
sumber-sumber”. Setelah melakukan kritik ekstern dan juga kritik intern tentunya kita telah
banyak menghimpun informasi. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut kita sudah bisa
menghimpun fakta-fakta sejarah yang dapat kita buktikan kebenarannya.
Dalam tahap ini penulis mencoba menafsirkan berbagai informasi yang telah penulis
dapat dari sumber yang penulis peroleh untuk di jadikan fakta sejarah. Dari Informasi yang
penulis dapat dari semua sumber bahwa pergerakan jemaat Ahmadiyah tidak lepas dari
tabligh yang mengatakan bahwa Nabi isa telah wafat, serta Mirza ghulam Ahmada Adalah
sebagai Imam Mahdi.
53
Awal perkembangan di Kota Bandung dipelopori dengan adanya diskusi dengan
Pembela Islam tahun 1933. Diskusi ini diselenggarakan dua kali dibandung dan di Jakarta.
Dalam perjuangan dakwah jemaat Ahmadiyah mengalami pasang surut hal ini tidak lepas
dari situasi politik dalam negeri yang pada tahun 1948-1980 terdapat beberapa peristiwa yang
besar sperti agree militer Belenda II tahun 1948, peristiwa DI/TII 1962, G30 S dan pergantian
dari ORLA ke ORBA. Situasi ini telah mewarnai pergerakan jemaat yang sangat siginikan di
Kota Bandung.
Tahap interpretasi atau penafsiran sejarah tidak akan terlepas dengan hal penulisan
sejarah atau historiografi, karena tentunya setelah informasi terkumpul dan fakta sejarah
tersusun maka langkah selanjutnya adalah menuliskannya secara sistematis sesuai kaidah
penulisan. Dalam tahap inilah, penulis secara teliti menuliskan segala fakta yang telah penulis
temukan. Seperti kita tahu bahwa, walaupun sumber sejarah telah kita susun dan temukan
namun hal ini akan berkaitan dengan teknik yang kita pakai dan juga keindahan tulisan yang
kita pakai, maka penulis dalam tahap terakhir ini adalah mencoba menyusun tulisan ini
dengan sebaik mungkin.
3.2.2 Laporan Penelitian
Tahap ini merupakan langkah terakhir yang penulis lakukan yakni melakukan
pelaporan terhadap penelitian. Peneliti dalam tahapan ini melakukan berbagai analisis dan
juga sintesis terhadap fakta-fakta yang penulis dapatkan dari berbagai sumber setelah terlebih
dahulu dilakukan kritik, baik itu kritik ekstern dan juga Intern. Tujuan dilakukannya analisis
dan juga sintesis ini adalah untuk memperjelas bahasan yang dikaji, serta terpecahkannya
berbagai rumusan yang diajukan. Analisis ini penulis paparkan dengan mendeskripsikan
semua temuan yang di peroleh dari sumber dan menuliskannya dengan teknik dan metode
yang benar.
54
Penulis dalam tahap ini menggunakan teknik penulisan berdasarkan sistem Harvard.
Sistem ini sudah sangat lazim digunakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dalam
menulis sebuah karya ilmiah. Alasan lain, karena sistem Harvard, sangat mudah untuk
diterapkan dalam penulisan karena skemanya yang sederhana dan mudah di mengerti.
55
Bab IV Pembahasan
4.1 Sekilas Biografi Pendiri Jemaat Ahmadiyah
Pembasahan organisasi Ahmadiyah ini sangat erat hubungannya dengan pendiri dari
organisasi ini, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Banyak penulis yang membuat biografi ini baik
dari Negara Barat maupun dari Negara kita, dengan berbagai macam perspektif. Dari
berbagai perspektif yang timbul penulis melihat nampaknya perlu ditampilkan berbagai
perspektif yang positif maupun yang negative, mulai dari leluhurnya dan kondisi kehidupan
beliau. Seorang penulis dari Barat Ian Adamson memberikan gambaran tentang kelahiran
Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
Mirza Ghulam Ahmad was born on Februari 13th, 1835, the second son of Mirza
Ghulam Murtaza. He was a twin, but his sister died a few days after deir birth. His
birth was period of rejoicing for the family for at that time financial adversity also
ended for the family. Five villages, part of the family estate confiscated when the Sikhs
took power in the Punjab, were restored to them.
It was also the time forecast by tradition for the coming of the Promsed Mesiah. There
was general agreement among Muslim that The Mahdi, which translates in English as
“The Guide One” , would appear at the beginning of the 14th century of the Hegira,
which corresponds roughly to the last decade of the 19th century of the Christian
calendar. Yesus had also indicated that the time of second coming would be signaled
by wars, epidemics and general tribulation. The Firsr World War, the Spainish flue
epidemic which killed millions fulfilled these conditions. And among many Christian
denominations it was believed that the late 19th or early 20th century was the period
when Jesus would come again to the world.(Iain Adamsom Mirza Ghulam Ahmad Of
Qadian ;7).
Penulis dari Indonesia seperti Alhadar pernah menulis dalam bukunya Ahmadiyah
Telanjang Bulat di Panggung Sejarah. Dalam tulisan Alhadar tersebut berusaha
mengungkapkan fakta-fakta atau kelemahan-kelamahan dari pendiri jemaat Ahmadiyah. Dan
56
hal ini kemudian meresap dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Pada umumnya
masyarakat di Indonesia mengetahui isu-isu Ahmadiyah itu sebagai berikut:
1. Orang Ahmadiyah Syahadatnya berbeda
2. Orang Ahmadiyah Qur’annya beda
3. Orang Ahmadiyah mesjidnya tidak menghadap kiblat
4. Orang Ahmadiyah puasanya berbeda
Banyak lagi isu yang masuk ke telinga bangsa Indonesia termasuk penulis sendiri.
Ketika penulis membaca literatur dari Pakistan ternyata isu yang timbul terhadap
Ahmadiyah itu sedikit berbeda. Orang Pakistan tidak menyebutkan Tadzkirah itu sebagai
kitab sucinya jemaat Ahmadiyah. Mereka mengetahui betul sejarah ditulisnya Tadzkirah itu.
Tadzkirah hanyalah sebuah tulisan yang di dalamnya memuat kumpulan catatan rohani
Mirza Ghulam Ahmad dan ditulisnya pun 30 tahun sesudah Mirza Ghulam Ahmad wafat.
Bahkan masyarakat di Negara ini dan di zaman sekarang yang serba modern masih
sangat sedikit kemauan untuk membaca dan menelaah sendiri. Kebanyakan dari kita lebih
suka mendengar dari para ulama. Ulama dijadikan patokan dalam menentukan hukum
sekalipun hukum yang diberikan atau difatwakan bertentangan dengan Al-Qur’an:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
57
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al
Maidah:8).
Basyirudin (Saif, 1982:48-50) menyatakan bahwa suatu kutipan lain dalam buku
Inilah Qadiani hal 52 “kita bertentangan dengan kaum muslim lain dalam segala hal; tentang
Allah, Rasul, Al-Qur’an, Shalat, haji dan Zakat. Antara kami dan mereka terdapat
pertentangan yang esensial dalam semua itu”. Kutipan itu tidak memuat secara lengkap dan
detail, sebenarnya Hadhrat Basyirudin Mahmud Ahmad r.a. beliau menyatakan bahwa Zat
Allah swt, wujud Rasulullah saw, Al-Qur’an, Shalat, Puasa, Naik Haji dan Zakat. Ringkasnya
tiap-tiap hal terdapat perbedaan. Mengenai hal tersebut dijelaskan secara panjang lebar
tulisan ini ditulis dalan (Al-Fazal 30 Juli 1931).
Dari kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana kebanyakan dari kalangan umat Islam
baik semasa Mirza Ghulam Ahmad pertentangan kepada beliau sangat banyak. Pendakwaan
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan telah banyak menuai kontroversi
dari umat Islam. Bahkan Mirza Ghulam Ahmad pernah menulis dalam buknya yang berjudul
Perlunya Seorang Imam Zaman semasa beliau masih hidup, sedikitnya seseorang untuk
menjadi seorang Imam Zaman harus memiliki tiga kriteria (Ahmad: 2004:12-14).
Pertama ialah daya akhlak. Sebab Imam harus berhubungan dengan orang-orang
berandalan yang berbudi rendah dan yang bermulut kotor. Oleh Karena itu, di dalam diri
mereka harus bermukim daya akhlak yang tinggi tarafnya supaya di dalam diri mereka jangan
timbul tabiat pemberang dan gelora emosi kegila-gilaan sehingga orang-orang tidak terluput
dari kebajikan-kebajikannya.
Memalukan sekali orang yang disebut sahabat Tuhan tetapi terperangkap dalam
akhlak rendah dan tidak dapat menahan perkataan kasar sedikit pun. Barang siapa yang
disebut Imam Zaman tetapi demikian mentah tabiatnya menyala, ia sekali-kali tidak dapat
disebut Imam Zaman.
58
kedua adalah daya keimaman (Imamat) yang karenanya ia dijuluki Imam, yakni
kegairahan melangkah maju dalam hal-hal terpuji, amal-amal saleh, segala kearifan Ilahi dan
kecintaan Ilahi: yaitu jiwanya tidak menyukai kerugian suatu apa pun dan tidak menyenangi
suatu keadaan cacat apa pun. Ia merasa prihatin lagi sedih kalau ia terhalang dari kamajuan.
Hal ini merupakan suatu daya fitrat yang bermukim dalam diri sang Imam. Seandainya ia
mengikuti cahayanya, maka dari segi daya fitratnya ia tetap seorang Imam juga adanya.
Walhasil, makrifat halus ini patut dicamkan bahwasanya keimaman merupakan suatu
daya tertanam di dalam wujud fitratnya guna melaksanakan tugasnya itu dan tersirat dalam
kehendak Ilahi. Apabila kata Imamat harus diterjemahakan, maka kata itu dapat dikatakan
kemampuan kepemimpinan (wujud yang harus diikuti).
Tegasnya, fungsi keimaman ini bukan suatu kedudukan yang bersifat sementara dan
datang turun temurun. Melainkan, seperti halnya daya penglihatan, daya simak dan daya
pengertian demikian pula halnya daya ini merupakan daya untuk maju ke depan serta meraih
martabat paling awal dalam urusan-urusan Ketuhanan. Sedangkan kata Imamat itu
mengisyaratkan kepada kandungan makna itu pula.
Ketiga adalah keleluasaan di dalam Ilmu yang penting bagi seorang Imam. Ciri khas
ini penting sekali karena wawasan keimanan menghendaki tindak langkah ke depan dalam
kebenaran, kearifan, kebutuhan cinta kasih, kelurusan dan kesetian. Oleh karena itu, ia
menggunakan seluruh potensi lainnya dalam pengabdian ini serta ia setiap saat sunguh-
sungguh memanjatkan do’a.
Selain itu, kedatangan Imam Zaman tidak akan pernah terputus. (Abu Daud & Misykat hal
36).
“Sesungguhnya Allah swt. Akan mengirimkan untuk umat ini pada permulaan setiap
seratus tahun seorang Mujadid (Pembaharu) yang akan memperbaiki agamanya”.
59
Sumber lain yang berbicara tentang kedatangan seorang Mujadid di tiap permulaan
seratus tahun itu tertulis dalam kitab (Hijajul Kiramah: 135-139). Dalam kitab tersebut
dijelaskan beberapa Mujadid setelah Khulafaurrasyidin, daftar Mujadid tersebut sebagai
berikut:
1. Umar bin Abdul Aziz
2. Imam Syafi’i
3. Abu Syarah/ Abu Hasan Asysyar
4. Abu Ubaidullah Nisyapuri/ Abu Bakar Baqlani
5. Imam Gazali
6. Sayyid Abdul Qadir Jaelani
7. Imam Ibnu Taimiya/ Khwaja Mu’inuddin Chsiti
8. Hafidz Ibnu Hajar Asqalani/ Saleh bin Umar
9. Imam Suyuti
10. Imam Uhammad Tahir Gujrati
11. Mujadid Alif Tsani Sarhindi
12. Syah Waliullah Muhaddas Dhelwi
13. Syid Ahmad Brelwi
14. Imam Mahdi & Masih Mau’ud
Dari semua Mujadid tersebut dalam catatan sejarah semasa hidup Mujadid tersebut
mendapatkan cercaan dan makian yang tidak sedikit. Mereka dituduh banyak hal mulai dari
mereka dituduh makar kepada pemerintah dan dituduh membuat ajaran yang sudah
menyimpang dengan keyakinan kebanyakan para ulama setempat. Namun, setelah ratusan
tahun baru mereka mengenang jasa dari para Mujadid tersebut. Tetapi, di awal kehidupannya
kalangan masyarakat banyak menentang dan mencaci.
Penulis melihat seperti doktrin yang diterapkan dan diajarkan oleh Mirza Ghulam
Ahmad seperti masalah Al Mahdi dan Al Masih, Mujadid, Kenabian, Wahyu, Khalifah Jihad.
Ajaran tersebut kemudian menjadi sesuatu yang khas dalam jemaat Ahmadiyah dimanapun
mereka berada. Mereka meyakini apa yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu
60
merupakan suatu ajaran kebenaran dan tanpa paksaan mereka meyakini dan mengimani
ajaran tersebut walau harus dibayar dengan nyawa sekalipun untuk lebih melihat lebih jauh
arah ajaran yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad perlu diuraikan secara rinci dalam
(Zulkarnain: 112)
a. Masalah al-Mahdi dan al-Masih
Masalah al-Mahdi dan al-Masih adalah merupakan ajaran pokok dalam Ahmadiyah.
Menurut Ahmadiyah paham tentang al-Mahdi tidak dapat dipisahkan dengan masalah
kedatangan kembali Isa al-Masih di akhir zaman, karena al-Mahdi dan al-Masih adalah satu
tokoh, satu pribadi, yang kedatangannya telah dijanjikan oleh Tuhan. Ia ditugaskan oleh
Tuhan untuk membunuh Dajjal, mematahkan tiang salib, yaitu mematahkan argumen-
argumen agama Nasrani dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan serta
menunjukkan kepada para pemeluknya tentang kebenaran Islam. Disamping itu, ia pun
ditugaskan untuk menegakkan kembali syari’at Nabi Muhammad, sesudah umatnya
mengalami kemerosotan dalam kehidupan beragama.
Dasar yang mereka gunakan mengenai kedatangan al-Mahdi dan al-Masih yang
dijanjikan, adalah sabda Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Bukair, dari al-
Laits dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari nafi’ Maulana Abi Qatadah al-Anshari, dari Abu
Hurairah:
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: “Bagaimanakah (Sikap)
kamu sekalian apabila Ibnu Maryam datang (bersamamu), sedangkan imamu berasal dari
kalanganmu”.
61
Dalam hadits tersebut, Ahmadiyah memahami bahwa kata-kata Imamukum minkum
( ) menunjukan bahwa yang dimaksud ialah seorang diantara umat Islam
sendiri. Artinya, bukan imam yang datang diluar umat Islam, misalnya dari Bani Israil.
Dengan demikian al-Masih yang datang di akhir zaman itu bukanlah Nabi Isa a.s yang telah
wafat, melainkan seorang Islam yang mempunyai perangai atau sifat-sifat seperti nabi Isa as,
al-Masih yang dijanjikan, yaitu Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian dan pengakuan sebagai
al-Masih itu ia umumkan pada tahun 1891
Mengenai nuzul al-Masih, kaum Muslimin pada umumnya berpendapat bahwa al-
Masih yang akan datang pada akhir zaman itu adalah Ibnu Maryam as, yang diutus kepada
Bani Israil. Beliau sekarang masih hidup di langit. Nanti pada hari akhir akan turun dari
langit ke dunia dengan dibantu Imam Mahdi. Beliau akan berperang melawan orang-orang
non Muslim dan tidak akan berhenti berperang selama musuh-musuh Islam belum mati atau
memeluk Islam. Sesudah itu akan didirikan kerajaan Islam di dunia ini.
Sejalan dengan ini ibu Khaldun Sosiolog Muslim mengemukakan sebagai berikut
(Zulkarnain, 2000: 115) telah dikenal di kalangan umat Islam sepanjang masa bahwa pada
akhir zaman pasti akan lahir seorang laki-laki dari ahli bait yang akan menguatkan agama,
melahirkan keadilan dan menjadi ikutan kaum Muslimin. Ia akan mengusai kerajaan-
kerajaan Islam dan ia dinamai Mahdi. Keluarnya Dajjal dan tanda-tanda hari Qiamat yang
tersebut dalam hadits-hadits shahih sesudah datang Dajjal, adalah terjadinya mengikuti
Mahdi. Dan Nabi Isa akan turun kemudian ia membunuh Dajjal dan ia shalat beriman
kepada Mahdi.
Sedang golongan lain, yakni Ahmadiyah memahami hadits-hadits tentang nuzul al-
Masih secara kiasan. Mereka berpendapat bahwa al-Masih (Nabi Isa) ibnu Maryam yang
diutus kepada Bani Israil telah wafat secara wajar dalam usia lanjut. Orang yang sudah wafat
62
tidak akan dibangkitkan lagi sebelum hari Qiamat datang. Dasar yang dipakai adalah surat
al-Mukmin (23): 16 dan 100
Artinya:
Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari
kiamat. (al-Mukmin: 16)
Artinya:
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada
dinding sampai hari mereka dibangkitkan . (al-Mukmin: 100)
Sehingga menurut Ahmadiyah, Isa dan al-Mahdi adalah satu pribadi, bukan
sebagaimana yang dipahami orang pada umumnya. Selain ayat tersebut diatas.
Terdapat juga hadits yang menjadi dasar kayakinan Ahmadiyah yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari Yunus ibn Abdul A’la, dari Muhammad Idris al-Syafi’i, dari
Muhammad ibn Khalid al-Janadi, dari Abban ibn Shaleh, dari al-Hasan, dari anas ibn Malik:
Artinya: dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah saw, bersabda, tidaklah urusan
bertambah kecuali kesulitan; dunia dunia tidak bertambah kecuali kemunduran; tidaklah
63
bertambah manusia keculi cucuran air mata; tidaklah tiba hari Qiamat kecuali atas orang-
orang yang jahat; dan tiada seorangpun (sebagai) al-Masih selain Isa ibn Maryam.
Dengan demikian hadits tentang nuzulul Masih menurut Ahmadiyah tidak dapat
dipahami secara harfiah, melainkan harus dipahami secara kiasan alasan yang digunakan
adalah:
1. Sabda nabi itu secara lahiriah ditujukan kepada sahabat beliau, akan tetapi pada
hakekatnya yang dimaksud adalah umat Islam pada akhir zaman.
2. Nabi Isa tidak dapat digolongkan ke dalam kata “antun” (kamu umat Muhammad),
karena:
a. Nabi Isa memang bukan umat Muhammad
b. Nabi Isa adalah Imam bani Israil
c. Nabi Isa sudah wafat
d. Orang yang sudah wafat sebelum hari Qiamat tidak akan dibangkitkan lagi
kedunia.
Selain hadits yang digunakan beberapa ayat al-Qur’an dijadikan pijakan dalam
memberikan penafsiran bahwa yang didakwakan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu semasa
hidupnya adalah suatu kebenaran ayat al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:
Artinya:
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra
Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi
mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
64
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka
tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (Annisa: 157)
Artinya:
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Annisa: 158)
Dalam ayat tersebut jemaat Ahmadiyah memahami ma shalabuhu ( ) itu
sama sekali tidak menyangkal Nabi Isa dinaikkan ke atas tiang salib tetapi menyangkal
kematian Nabi Isa di tiang salib.. jadi arti kata ma shalabuhu ( ) artinya mereka
tidak menyebabkan dia mati pada kayu palang atau mereka tak menyalibkan dia (Isa). Disalib
artinya dihukum mati dengan jalan memakukan atau mengikatkan pada kayu salib dan
dibiarkannya sampai mati, yang biasanya memakan waktu lama sekali. Nabi Isa dinaikkan ke
atas tiang salib hanya kira-kira tiga jam saja. Bukti lain bahwa nabi Isa tidak mati di tiang
salib adalah dalam kitab Injil bahwa nabi Isa disalib hanya beberapa jam saja. (Markus, 15:12
dan Yahya 19:14). Dan kematian karena di salib memakan waktu agak lama (Yahya, 19:32-
33). Nabi Isa pidah ke Kashmir (India) dan meninggal secara wajar dalam usia 120 tahun
Demikianlah Nabi Isa telah menyempurnakan tugasnya, ia meninggal dunia,
sebagaimana biasanya manusia dan dikuburkan di Srinagar, Kashmir. Atas penyelidikan
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri jemaat Ahmadiyah, telah menunjukan kuburan Nabi Isa yaitu
di Mohala Khan Yar di kota Srinagar, dan kuburan itu masih dapat dikunjungi di sana
(Batuah, 2007: 30-31).
Mengenai kata syubbiha lahum ( ) menurut Ahmadiyah dapat
ditafsirkan ditampakkan bagi mereka demikian, yakni seperti nabi Isa itu telah Mati di tiang
salib. Jadi Nabi Isa di atas tiang salib belum meninggal. Dengan demikian kata tersebut
65
menurut Ahmadiyah tidak dapat diterjemahkan “orang yang diserupakan dengan Isa Bagi
mereka”. Kata syubbiha ( ) dalam pandangan jemaat Ahmadiyah kata tersebut
dapat ditafsikran dua macam, pertama, ia dibuat seperti itu atau dibuat menyerupai itu, dan
kedua, perkara itu dibuat samar-samar atau kabur. Jadi nabi Isa diserupakan itu.
Sedang kata rafa’a ( ) mempunyai dua arti, yakni mengangkat atau menaikkan
dan meninggikan atau memuliakan. Tetapi kata rafa’ailallah dalam al-Qur’an selalu
mengandung arti meninggikan atau memuliakan. Jadi rafa’ahullahu ilaihi artinya “Allah
mengangkat dia ke hadapan-Nya”. Mengangkat artinya memuliakan, dalam hal ini derajat
atau pujian bukan tempat dan arah adapun uraian mengakat dan meninggikan Nabi Isa itu
merupakan jawaban dari usaha yang dilakukan oleh kaum Yahudi untuk membunuh Nabi Isa
di tiang salib. Hal serupa juga diungkapkan oleh mubaligh Ahmadiyah yang di Inggeris
tentang Nabi Isa tidak mati di tiang salib dan nabi Isa tidak naik ke langit. Keyakinan tersebut
tidak pernah ada pada masa Kristen awal. Sham menjelaskan dalam buknya Where Did Jesus
Die.
“ascention is not mentioned in the earliest Christian writings, namely, the Epistles,
nor apparently, was it referred to in the earliest Gospel, that of St. mark, for the
words, “He was received up into heaven”, are quite vague and are included in those
last twelve verses of the book which are now recognized by practically all Biblical
scholars as a much later addition’. Further, he say:-
“such an ascension into the sky was the usual end to the mythical legends of the
live of the pagan gods, just as it was to the very legendary life of Elijah. The god
Adonis, whose worship flourished in the lands in wich Christinity grew up, was
thought to have ascended into the sky the presence of his followers after his
resurrection, and similarly Dionysos, Herakles, Hyacinth, Krisna, Mitra and other
deities went un into heaven”.
The conclusion at wich we arrive is that it is wrong to base the theory of the
Ascention on cuch insecure grounds. (Sham, 1978: 61-62).
66
Jelas sekali apa yang disebutkan oleh Sham tadi yang juga ia menjabat sebagai
mubaligh untuk Inggeris mengatakan bahwa Nabi Isa naik ke langit itu tidak ada dasarnya
sama sekali bahkan pada masa Kristen awal hal itu tidak diketahui. Keyakinan tentang Nabi
Isa naik ke langit itu merupakan adopsi dari keyakinan Paganisme legenda mitologi saja.
Dalam hal ini Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai al-Masih (Isa Muhammad),
selain wahyu yang ia terima dan bukti-bukti dalam al-Qur’an dan hadits karena ia
mempunyai kesamaan dengan Nabi Isa as. (Isa Israili). Adapun kesamaan Isa Israili dengan
Isa Muhammadi antara lain dalam (Zulkarnain, 2000: 122-123).
1. Keduanya terjadi setelah memasuki abad ke-14. Isa Israili yang dijanjikan muncul
pada abad ke-14 sesudah Nabi Musa. Dan Isa Muhammadi muncul pada abad ke-14
sesudah Nabi Muhammad saw.
2. Keduanya menegakkan syari’at Nabi yang diikutinya. Isa Israili mengikuti syari’at
Musa, sedang Isa Muhammadi (al-Masih) mengikuti syari’at Muhammad saw.
3. Isa al-Masih adalah Masih Mau’ud dalam syari’at Musa Israili. Sedang Mirza Ghulam
Ahmad adalah Masih Mau’ud dalam syari’at Muhammad saw. Sedang tugas al-Masih
dan al-Mahdi yang dijanjikan antara lain:
1. Memperbaharui agama
2. Memecahkan salib
3. Membunuh babi
Mengenai tanda-tanda kedatangan al-Masih al-Mahdi yang dijanjikan, jemaat
Ahmadiyah mendasarkan ayat al-Qur’an antara lain al-Qur’an sendiri banyak memberikan
nubuwwatan tentang hal tersebut, sebagai berikut:
67
Artinya:
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat
dari seluruh tempat yang tinggi.(Al-Anbiya: 96).
Ayat ini menerangkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj pun walau mereka menguasai
seluruh dunia, mereka tunduk pada undang-undang itu. Dan yang dimaksud mereka mengalir
dari tiap-tiap tempat yang tinggi ialah bahwa mereka akan merampas tiap-tiap tempat yang
nyaman dan menguntungkan hingga dikuasailah seluruh dunia.
Ayat tersebut mengambarkan merajalelanya Ya’juj dan Ma’juj di dunia
mengisyaratkan penjajahan Eropa di seluruh dunia. Dengan demikian ramalan dalan al-
Qur’an mengenai merajalelenya Ya’juj dan Ma’juj pada Zaman akhir, telah muncul pada
zaman sekarang ini.
Pandangan pendiri Ahmadiyah mengenai masalah tersebut sangat aneh bagi kalangan
masyarakat. Kendati di Negara Indonesia sudah mengenal dengan akan datangnya “ratu adil”
telah banyak menuai pro-kontra apakah memang ada wujudnya atau pandangan yang
lainnya. Penulis tidak dapat akan memperpanjang siapa al-Mahdi dan al-Masih itu, karena
masalah tersebut adalah masalah soal keyakinan dari setiap individu yang kemudian
teraktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda penduduk
pribumi termasuk di dalamnya masyarakat Sunda sangat mendambakan datangnya ”Ratu
Adil” itu.
Dalam “Uga” cerita leluhur orang sunda datangnya “Ratu Adil “ itu adalah di alun-alun
kota Bandung. Bila kita lihat atau cermati alun-alun kota Bandung itu dahulu adalah Tegal-
lega. Dan pertama kalinya datang penyebar Ahmadiyah itu ke Kota Bandung, tempat yang
pertama disinggahi adalah Tegal-Lega itu. Dikalangan jemaat Ahmadiyah kota Bandung
dengan adanya “Uga” tersebut dijadikan dalil dalam rangka penyebaran Ahmadiyah di Kota
68
Bandung, dengan memanfaatkan situasi kultur masyarakat Bandung yang pada waktu itu
masih sangat kuat dengan keyakinan terhadap’’Uga”. Hal seperti ini tidak hanya berlaku
untuk Bandung saja bahkan daerah lain di Nusantara ini jemaat Ahmadiyah dalam rangka
menyebarkan ajarannya lebih dulu mengenal situasi kondisi masyarakat untuk lebih
memudahkan dalam kegiatan penyiaran ajarannya.
b. Kenabian
masalah kenabian ini sangatlah penting sekali untuk dibahas karena terdapat
perbedaan yang menarik atara pengertian kenabian. Golongan Sunni mengangggap antara
nabi dan Rasul itu berbeda. Nabi adalah orang yang menerima wahyu dan tidak diwajibkan
menyampakan kepada umatnya. Sedangkan Rasul adalah orang yang menerima wahyu dan
juga punya kewajiban meyampaikan kepada umatnya.
Sedangkan dalam pandangan jemaat Ahmadiyah nabi berasal dari kata naba yang
berarti membawa kabar ghaib, juga berarti ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi.
Menurut jemaat Ahmadiyah, istilah nabi secara syar’i hanya diterapkan kepada orang yang
dipilih Allah, diutus unutk menyampaikan perintah Allah kepada manusia. Ia juga disebut
rasul (utusan Allah). Dengan demikian semua nabi adalah rasul. Dengan kata lain nabi dan
rasul adalah satu mafhum, tidak berbeda. Jemaat Ahmadiyah menggunakan dasar dari surat
Yunus:47
Artinya:
47. Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah
keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.
Dalam pandangan jemaat Ahmadiyah ada tiga klasifikasi dalam masalah kenabian
69
1. Nabi Syahibu al-syari’ah dan Musytaqil. Artinya nabi yang membawa syari’at
(hukum-hukum) untuk manusia. Mustaqillah, artinya menjadi nabi dengan tidak
karena hasil itha’at, mengikuti kepada nabi sebelumnya. Seperti nabi Musa a.s. ;
beliau menjadi nabi bukanlah hasil dari mengikuti nabi atau syari’at sebelumnya.
Langsung menjadi nabi dan membawa Taurat, begitu pula nabi Muhammad saw. Nabi
semacam ini dapat juga disebut Nabi tasyri’i dan Mustaqil (langsung).
2. Nabi musytaqil ghiar al-Tasyri’I,artinya ia, menjadi nabi dengan langsung bukan hasil
mengikuti kepada nabi sebelumnya. Artinya ia ditugaskan Tuhan menjalankan
syari’at yang dibawa nabi sebelumnya. Seperti nabi Harun, Daud, Sulaiman, Zakaria,
Yahya dan nabi Isa a.s. kesemuanya itu menjadi nabi secara langsung (mustaqil),
tidak karena hasil mengikuti nabi Musaa.s atau nabi lain sebelumnya. Mereka dengan
langsung diangkat Tuhan menjadi nabi dan ditugaskan menjalankan syariat Taurat.
3. Nabi zhilli ghair al-Tasyri’i, artinya ia mendapat anugrah Allah menjadi nabi semata-
mat karena hasil kepatuhan kepada nabi sebelumnya dan juga mengikuti syari’atnya.
Jadi kenabian itu di bawah kenabian sebelumnya dan tidak ada syari’at baru. Seperti
kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Yang mengikuti syari’at nabi Muhammad saw.
Menurut paham Ahmadiyah, hanya nabi-nabi yang membawa syari’at saja yang sudah
berakhir. Karena lembaga kenabian sudah tertutup. Sedangkan, nabi-nabi yang tidak
membawa syari’at akan tetap berlangsung.
c. Wahyu
Sebagaimana pembahasan tentang kenabian, pembahasan masalah wahyu di kalangan
jemaat Ahmadiyah juga merupakan pembahasan penting.
Wahyu Allah tidak hanya di turunkan kepada para nabi Allah saja. Melainkan,
dikaruniakan pula kepada semua umat manusia. Bahkan dikaruniakan kepada semua
70
ciptaannya seperti hewan dan tumbuhan. Ringkasnya dalam al-Qur’an dikemukakan macam–
macam wahyu
1. Wayu Allah kepada makhluk yang tak bernyawa seperti bumi dan langit (41:11-12).
2. Wahyu kepada binatang seperti Lebah (16:68-69).
3. Wahyu kepada Malaikat (8:12).
4. Wahyu kepada manusia biasa baik laki-laki maupun perempuan yang bukan nabi
seperti para sahabat Nabi Isa (5:11) dan ibu Nabi Musa (28:7).
5. Wahyu kepada nabi dan rasul (21:7 dan 4:164).
d. Khalifah
Menurut Mirza Basyirruddin Mahmud Ahmad dalam al-Qur’an perkataan khalifah
dalam tiga pengertian:
1. Khalifah dipergunakan untuk nabi-nabi yang seakan-akan menjadi pengganti Allah di
dunia. Umpamanya Nabi Adam disebut khalifah (2:31-32) dan Nabi Daud
disebutkan sebagai khalifah (38:27).
2. Khalifah diartikan sebagai kaum yang datang kemudian dalam surat al-A’raf (70 dan
75) khalifah pengganti nabi juga di tunjuk oleh kaum seperti khalifah Abu Bakar
yang menggantikan Mabi Muhammad
3. Khalifah dipergunakan untuk pengganti nabi karena mereka mengikuti jejak nabi
sebelum mereka. khalifah semacam ini diangkat oleh Tuhan.
e. Jihad
Hakikat Jihad Islami dipaparkan oleh pendiri jema’at Ahmadiyah.
“Sekarang saya ingin menuliskan jawaban pertanyaan, mengapa Islam memerlukan
Jihad dan apa yang dimaksud dengan Jihad? Hendaknya jelas ketika Islam lahir, sejak saat
itu juga Islam terpaksa menghadapi kesulitan-kesulitan besar dan segenap kaum telah
71
menjadi musuhnya. Ini memang merupakan suatu hal yang wajar, ketika seorang nabi atau
rasul diutus dari Allah dan orang-orang di dalam golongannya tampak merupakan suatu
kelompok yang memiliki kemampuan tinggi, muttaqi, tangguh dan penuh kemajuan, maka
mengenai nabi/rasul tersebut tentu timbul semacam kedengkian di dalam kalbu kaum-kaum
dan golongan-golongan yang ada saat itu. Khususnya para ulama dan tokoh di setiap agama,
menampakan banyak sekali kedengkian. Dan semata-mata dengan mengikuti nafsu, mereka
merancang rencana-rencana untuk menimbulkan kemudharatan. Bahkan kadang-kadang
mereka juga merasakan di dalam kalbu-kalbu mereka bahwa mereka secara aniaya
menimbulkan penderitaan terhadap seorang hamba Allah yang berhati suci sehingga mereka
menjadi sasaran kemurkaan Allah. Dan perbuatan-perbuatan mereka juga, yang setiap saat
tampil pada diri mereka untuk menimbulkan kelicikan dan pergolakan yang menentang,
senantiasa memperlihatkan kondisi kalbu mereka yang bersalah. namun, tetap saja lokomotif
api kedengkian yang laju itu terus membawa mereka ke jurang permusuhan. itulah faktor-
faktor yang membuat para ulama dari kalangan musyrik, Yahudi dan Kristen di masa
Rosullullah saw. Tidak hanya luput dari menerima kebenaran, melainkan juga telah
menggerakan mereka untuk melakukan permusuhan yang sengit. Untuk itu mereka telah
berpikir keras, yakni bagaimana menghapuskan Islam dari muka bumi ini. Dan dikarenakan
orang-orang Islam pada masa permulaan Islam itu berjumlah sedikit, oleh sebab itu para
penentang mereka melakukan sikap permusuhan keras terhadap orang-orang Islam. Pada
waktu itu, yakni para sahabat, para penentang itu melakukan permusuhan karena rasa
takabur yang secara fitrat yang tertanam di dalam kalbu dan pikiran golongan-golongan
demikian yang menganggap diri mereka lebih unggul di bandingkan golongan lain dalam hal
harta, kekayaan, jumlah pengikut, kehormatan dan martabat. Dan mereka sangat memusuhi
orang-orang Islam saat itu, yakni para sahabah. Dan mereka tidak menghendaki tumbuhan
72
samawi ini tegak di bumi.bahkan mereka berusaha keras untuk membunuh orang-orang saleh
tersebut.
Banyak tanggapan yang beragam terhadap jihad yang dikemukakan oleh pendiri
jemaat Ahmadiyah. Kalangan yang tidak setuju mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad
tidak percaya dengan Jihad. Jauh sebelum itu Mirza Ghulam Ahmad menerangkan semasa
hidup beliau bahwa Jihad pada zaman sekarang di abad ke XX ini hendaknya Jihad dengan
pena. Sebab musuh Islam dalam melawan Islam tidak menggunakan fisik melainkan
menggunakan teknologi informasi. Hal tersebut disebut oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai
jihad kabir yakni jihad dalam rangka menerangkan isi dan misi Islam kepada kaum yang
membenci Islam dengan jalam damai. Islam terlahir sebagai rahmatan lil’alamin, berarti
setiap tindakan warga muslim dimanapun harus mencerminkan kehidupan yang
menyejukkan, bersahaja santun, ramah dan sifat terpuji lainnya. Islam tidak pernah
mengajarkan hidup dengki, karena kedengkian menganiaya diri sendiri dan memepersempit
tali persaudaraan dalam kehidupan.
Dalam hal ini penulis dalam mengemukakan kehidupan Mirza Ghulam Ahmad adalah
dilihat dari sudut konsep yang beliau kemukakan, Mirza Ghulam Ahmad menilai bahwa
kalangan ulama saat ini telah menyimpang dalam beberapa konsep Islam sehingga beliau
merasa terpanggil unutk memberikan penjelasan bagaiaman Islam menurut Rasulullah itu.
Dasar yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Mirza Ghulam Ahmad ingin memberikan cermin bahwa Islam itu adalah agama yang penuh
dengan perdamaian penuh dengan kasih sayang seperti yang diajarkan oleh Rasulullah.
Begitulah kiranya sejak beliau menerima wahyu tahun 1889, beliau banyak dihujat oleh
berbagai pihak terutama kalangan umat Islam, sampai akhir hayat beliau tidak hentinya
mengatakan dan menyebarkan Islam sebagai agama yang penuh dengan perdamaian. Mirza
ghulam Ahmad meninggal tahun 1908. Sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad tampuk
73
kepemimpinan dipegang oleh hakim Nuruddin. Beliau sebagai khalifah pertama dalam
jemaat Ahmadiyah.
4.2 Sekilas Awal Masuk Ahmadiyah Ke Indonesia
Maulana Rahmat Ali (1893-1958), adalah seorang Muballigh Ahmadiyah pertama yang diutus ke
Indonesia oleh Khalifatul Ahmadiyah dari Qadian, Khalifatul Masih II Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din
Mahmood Ahmad.[1] Maulana Rahmat Ali dikenal sebagai Sang Penabur Benih Jemaat Ahmadiyah di Indonesia.
Ia juga dikalangan Ahmadiyah memiliki kedudukan istimewa sebagai tabiin dari Imam Mahdi Masih Mau'ud as.
Hz.Mirza Ghulam Ahmad as..
Dilahirkan pada tahun 1893. Setelah lulus sebagai pelajar generasi pertama dari Madrasah Ahmadiyah
di Qadian pada tahun 1917 menjadi guru Bahasa Arab dan Agama pada Ta'limul Islam High School di Qadian.
Tahun 1924 dipindahkan ke Departemen Tabligh (Nizarat Da'wat Tabligh). Dari bulan Juli 1925 sampai Mei 1950
bertugas sebagai mubaligh di Indonesia. Beberapa tahun ditugaskan sebagai mubaligh di pakistan Timur.
Tanggal 31 Agustus 1958 wafat di Rabwah. (Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000),
h.19)
Atas undangan pelajar-pelajar indonesia yang sedang belajar di Qadian, tepatnya pada tanggal 2
Oktober 1925, ia tiba pertama kali di Tapaktuan, Aceh. Di latar belakangi kepercayaan akan datangnya Imam
Mahdi, dan surat yang sering dikirimkan para pelajar Indonesia di Qadian agar apabila utusan pertama dari Imam
Mahdi datang supaya diterima baik-baik, tibanya Maulana Rahmat Ali rahmatullah. di pantai Tapaktuan disambut
oleh ratusan penduduk yang menunggu kedatangan utusan Imam Mahdi. Diantara mereka ada yang menerima
dan masuk menjadi pengikut Ahmadiyah. Selaku juru bahasa dalam bahasa Arab pada waktu itu adalah seorang
pemuda bernama Abdul Wahid, yang kemudian hari pemuda tersebut belajar ke Qadian dan mewakafkan
hidupnya menjadi Muballigh Ahmadiyah. ( Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000),
h.21)
Pada tahun 1931 Maulana Rahmat Ali berangkat menuju Jakarta atau Batavia waktu itu. Melalui
diskusi-diskusi perorangan yang ingin mengetahui tentang Ahmadiyah maupun diskusi secara terbuka, dakwah
Ahmadiyah di tanah jawa mendapat perhatian yg luar biasa. Perdebatan-perdebatan resmi terjadi antara
Ahmadiyah, Ulama Islam, Pendeta di Jakarta, Bogor, Bandung, sampai Garut..
Dalam tahun 1933 telah terjadi tiga kali perdebatan pihak Ahmadiyah Muballigh Maulana Rahmat Ali,
Maulana Abu Bakar Ayyub HA, Maulana Moh. Sadiq HA dengan Pembela Islam yang diwakili dari organisasi
Persis (Persatuan Islam) yang dipimpin oleh A. Hassan yang lebih dikenal dengan "Hassan Bandung" guru dari
74 Almarhum Mohammad Natsir mantan Ketua Rabithah Alam Islami dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) yang terkenal. Diawali surat menyurat diskusi Ahmadiyah lewat majalah bulanan Ahmadiyah "Sinar Islam"
dan majalah "Pembela Islam" yang merupakan media Persis waktu itu, yang selanjutnya menimbulkan
kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk mengadakan suatu pertemuan yang ketika itu disebut "Openbare
Debatvergadering (Pertemuan Debat Terbuka) yang pertama kalinya diadakan pada tanggal 14, 15, dan 16 April,
3 hari berturut-turut, bertempat di gedung Sociteit "Ons Genoegen" Naripanweg, Bandung, dengan pengunjung
lebih kurang 1000 orang. Perdebatan kedua adalah lanjutan dari perdebatan pertama, dan menarik perhatian
masyarakat kurang lebih 2000 orang, terjadi di Batavia pada bulan September, 3 hari berturut-turut dari tanggal
28, 29, 30, tepatnya di Gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari Salemba, Batavia Centrum. Ahmadiyah ,
(Sebuah Titik Yang Dilupa" Majalah Tempo nomor 29, 21 September 1974)
Ketika Maulana Rahmat Ali tinggal di Batavia, tepatnya di masa perjuangan kemerdekaan RI beberapa
tokoh perjuangan seperti Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, dan Tan Malaka pernah mendatanginya (Maulana Rahmat
Ali) untuk mendiskusikan berbagai hal di antaranya mengenai Islam, Nasionalisme dan Tatanan Dunia Baru.
Juga di masa lalu Haji Agus Salim sering merekomendasikan orang-orang yang ingin mendalami Islam agar
datang ke mesjid Gang Gerobak. Disebut mesjid Gang Gerobak, karena di masa itu gang di mana mesjid ini
berada selalu penuh dengan berbagai macam gerobak. tempat itu sekarang dikenal dengan alamat Jalan
Balikpapan I/10.
4.3 Peranan Ahmadiyah di Bandung
Perkembangan Ahmadiyah di Kota Bandung tidak lepas dari peranan mubaligh asal
Sumatera Barat, Abdul Wahid. Secara kebetulan pada tahun 1933 sudah berdiam keluarga
Padang yang beriat berdagang di Bandung. Abdul Wahid yang semula berdiam di Garut,
pada tahun itu juga ia berpindah ke Bandung, bersama dengan keluarga Ahmadi asal padang
tersebut, abdul Wahid mengembangkan Ahmadiyah di Bandung.
Tempat kegiatan pertama kali di daerah Nyengseret, selama lebih kurang empat puluh
hari mereka berdiam di rumah sederhana di tempat itu, sebelum selanjutnya mereka
berpindah ke jalan Pejagalan No 35 C.
Setelah pendudukan Jepang yang sama sekali tidak memberikan ruang kebebasan
beragama, yang disusul dengan kemerdekaan dan kedatangan kembali Belanda, para
mubaligh di kalangan jemaat Ahmadiyah tidak tinggal diam. Mubaligh Abdul Wahid dan
75
mubaligh asal Pakistan, Aziz Ahmad Khan tidak tinggal diam, membantu mempertahankan
kemerdekaan dengan bekerja sebagai penyiar bahasa Urdu di RRI Bandung. Mereka bekerja
di RRI Bandung hingga meletusnya Bandung Lautan Api. Pada peristiwa tersebut banyak
penduduk yang mengungsi tidak terkecuali Abdul Wahid sekeluarga, mereka mengungsi ke
Garut.
Abdul Wahid kembali lagi ke Bandung tahun 1948. Pada tahun itu pula atas keinginan
dan instruksi dari Khalifah ke-2 maka Abdul Wahid berinisiatif membuat Mesjid di daerah
Pejagalan. Namun karena harga tanah di daerah tersebut mahal maka pembelian tanah pun
kemudian dialihkan di daerah Astana Anyar yang pada waktu itu masih berupa hamparan
sawah dan tanah kosong untuk pekuburan. Kendati demikian semuanya masih terasa sangat
berat karena warga Ahmadiyah masih sangat sedikit dan masih pada kurang mampu sehingga
istri Abdul Wahid sendiri sampai menjual perhiasan paling berharga yakni emas 3 gram,
untuk membeli sebidang tanah di daerah Astana Anyar. Selain dari Bandung banyak juga
yang menyumbang dari daerah Garut, Tasik. Banyak sekali yang membantu dalam
pembuatan mesjid tersebut. Abdul Wahid sebagai perintis memiliki segudang pengalaman
dan segudang makna kehidupan yang patut diteladanai oleh generasi muda saat itu.
Perjuangan Abdul Wahid dalam pandangan penulis memiliki arti yang sangat penting sama
halnya seperti Ahmdiyah Indonesia dengan Rahmat Ali dan Ahmadiyah Bandung identik
dengan Abdul Wahid begitulah kiranya sejarah kehidupan beliau sangat penting untuk
dikemukakan dalam pembahasan ini.
Waktu itu 21 Februari 1982 usianya sudah 80 tahun, nampak segar berjemur
dihalaman rumah jalan cikutra no 159 Bandung. Itulah mubaligh pertama Markazi Abdul
Wahid. Wafat tanggal 22 feb 1982. di RSHS. Beliau dimakamkan tidak jauh dari rumahnya
di pemakaman umum Cikutra. Abdul Wahid berkiprah di Jemaat dari tahun 1936 – 1972. 36
tahun sudah kiprah beliau dan dinyatakan pensiun olleh Hadzat Khalifatul Masih ke-2 Miza
76
Bashirudin Mahmud Ahmad. Awal kiprahnya dimulai dari Sumatera kala itu siswa Tawalib
sedang merindukan pendidikan ke Hindustan karena terpengaruh oleh pidatonya Khawaja
Kamaludin, yang datang ke Yogyakarta, berita itu sangat menggema Karena diberitakan
dalam surat kabar Tjahaya Sumatera, pengaruhnya sangat besar kala itu termasuk pemuda
Abdul Wahid..
Karena kecintaannya kepada agama Islam setamatnya dari sekolah Tawalib beliau
pergi ke Tapak Tuan (Aceh) dan mendirikan sekolah setingkat SMA. Beliau merupakan anak
ke delapan dari dari 13 bersaudara kelahiran april 1904 dari bapak H Idris dari Ngarai Sianok
Bukit Tinggi dan ibunya Hj Jawiah dari Natal Sumatera Utara.
Selang dua tahun kemudian setalah kedatangan Khawaja Kamaludin Rahmat Ali datang ke
Aceh tepatnya di daerah Tapak Tuan. Dengan berbekal Ilmu agama yang cukup Rahmat Ali
Akhirnya bisa menaklukan beberapa hulu balang diantara yang terang-terangan bergabung
dengan Ahmadiyah
1. Abdul Rahman
2. Muhammad Syam
3. Mahdi Sutan Singasoro
4. Mamak Gamuk
5. Munir
6. Ali Sutan Marajo
7. Sulaeman
8. Datuk Dagang Muhamad Hasan
9. Abdu Wahid
10. Muhamad Yakin Munir
11. Abas dan Teuku Nasrudin.
77
Sejarah mencatat akhirnya hanya dua oranglah yang yang menjadi Mubaligh pertama
Ahmadiyah yakni Abdul Wahid dan dan Muhamd Yakin Munir. Tempat pertemuan biasanya
dilakukan di Rumah Mamak Gamuk, yang menjadi pendengar ada juga dari pelajar Sumatera
Tawalib. Keberadaan Rahmat Ali membuat Reputasi Ulama Aceh mulai goyah. Maka
dengan cara menghasut pejabat pemrintah Akhirnya Rahmat Ali pergi dari Aceh ke Padang.
Dengan kepergian Rahmat Ali dari Aceh ke padang membuat pelajar itu menjadi kekurangan
Ilmu untuk mengisi kekurangan itu dengan inisiatif mereka mengirim keluarga mereka untuk
pergi belajar ke Qadian. Mamak Sulaeman yang termasuk baiat awal mengirimkan tiga orang
putranya dan dua orang kemenakan. Putranya adalah Abdul Qayyum, Abdul Rahman dan
Abdul Rahim, kemenakannya adalah Abdul Wahid dan Muhammad Yakin Munir. 9 Juni
1926 mereka berangkat menuju Qadian dari lima orang itu yang menjadi orang berhasil
belajar sampai tamat adalah Abdul Wahid.
Sewaktu di Lahore sempat bertemu dengan Harsono Cokroaminoto, tokoh
Muhammadiyah. Sesampainya di Qadian suatu tempat yanmg terpencil tetapi sarat dengan
orang-orang yang dekat dengan Allah swt, kehidupan yang sangat sederhana, sangat jauh dari
kemewahan dunia mulailah suasana baru dalam kehidupan masyarakat setempat. Pergaulan
dengan sahabat Hadzrat Masih Ma’ud as dengan Khalifah ke II Hadzarat Mirza Bashirudin
Mahmud Ahmad lingkungan masyarakat yang mewaqafkan diri dalam mengkhidmati
Agama. Dengan berbekal ketekunan maka gelar HA pun diraihnya pada tahun 1933. dan
langsung masuk Mubaligh Class yang diselesaikannya dalam waktu dua tahun lulus tahun
1935 bulan oktober 1935 beliau diangkat menjadi Mubaligh Markazi kemudian bekerja di
Sadr Anjuman pada tahun itu juga mendaftar sebagai Musi dengan nomor musi 4434.
Pada tanggal 16 Februari Bapak Abdul Wahid meninggalkan Qadian dan kembali
Nusantara. Kemudian menikah dengan orang Garut. Kebetulan di Garut sudah terbentuk
cabang Garut yang di motori oleh Rahmat Ali sekitar 3 tahun sebelum kedatangan Pa Wahid.
78
Ketua dari cabang Garut yang pertama adalah Pa Ganda sekretaris Pa Yahya keuangan Pa
Udin Sayudin. Sekretaris Tabligh adalah Pa E Muhammad Toyyib. Dengan sudah
terbentuknt\ya cabang tersebut maka bagi orang yang sudah menerima kebenaran bahwa
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi maka segeralah baiat. Yang melaksanakan baiat
tersebut adalah sebagai berikut Udin Sayudin, Pa Ganda, Pa Yahya, Pa Amat bin Abdullah Pa
Haji Mansur Pa H Amir dan keluarga Pa Satibi beserta tujuh bersaudara. Termasuk Ibu
Tasliamah dan adiknya Kausar.
Kegiatan Tarbiyat meliputi kajian Tafsir, Hadits Nabi Muhammad Ilmu Nahwu
Sejarah Islam. Dan juga suka ada ceramah keluar dan berbincang dengan organisasi lainnya
seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Syarikat Islam ,PNI , Partai Pasundan dan juga
Komunis.
Pada zaman Jepang banyak orang yang ditahan oleh Jepang baik dari Ahmadi maupun
dari bukan Ahmadi karena berbagai hal yang sekiranya berbahaya bagi Jepang saat itu. Ada
11 orang yang tercatat yang di tahan oleh Jepang. Sekalipun tuduhan yang tidak jelas. Ke 11
orang itu adalah 1. Bpk Abdul Wahid ketika sedang di Garut. 2. Bpk Sayyid Syah
Muhammad Di Kebumen, 3. Bpk Malik Aziz khan di Kebumen, 4. Bpk Abdul Samik di
Bandung, 5. Bpk Yahya di Garut, 6. Bpk Syarif di Tasikmalaya, 7. Bpk Rasli di Tasikmalaya,
8. Bpk Sadkar di Tasikmalaya, 9. Bpk E Mohammad Toyyib di Singaparna, 10. Bpk Jumria
di Singaparna, 11. Bpk Surya di Indihiang. Setelah 83 hari baru mereka dibebaskan Karena
tuduhan terhadap mereka tidak terbukti, kecuali Bpk E Mohammad Toyyib dibebaskan
setahun kemudian karena diduga terlibat dalam kasus Sukamanah.
Bandung yang juga sabagai kota yang dangat berpengaruh baik dari zaman Belanda ,
Zaman Jepang sampai Zaman revolusi kemerdekaan memiliki arti yang sangat strategis
dalam berbagai aspek. Arti strategis ini dibayar dengan kondisi Bandung yang selalu hangat
dengan berbagai gejolak baik Bandung Lautan Api dan sebagainnya. Kondisi ini tidak
79
menyurutkan Bapak Abdul Wahid untuk merencakan membuat Mesjid. Dengan berbekal
modal pertama dari menjual berlian 3 Karat milik istrinya seharga Rp. 1.200 yang hasilnya
digunakan untuk membeli tanah di jalan Haji Safari (nama jalan ini tidak berubah sampai
penulis menulis Skripsi). Kemudian Pa Wahid menghimbau anggota Jemaat untuk bergotong
royong membangun. Gambar Mesjid dibuat Oleh Bapak Guniwa Partokoesoemah, serta
menyumbang f 500 guna membeli genteng sedang pelaksananya Bapak Momon dan Bapak
Jamhur. Bantuan datang tidak dari warga Bandung saja bahkan dari luar Bandung ada dari
Garut yang membawa Kusen-kusen bekas bangunan Pabrik dodol yang hancur akibat di bom,
termasuk pintu jendela. Bapak Satibi menyumbang reng yang sudah diremdam 2 tahun. Ibu
Ombi menyumbang kayu yang asalnya mau membuat rumah pribadi ibu-ibu dari Bandung
dan Garut menyumbang 2/3 dari biaya pembangunannya dan Bapak Bagindo Zakaria
menyumbang f 300 untuk membeli cat selain itu Bapak Neneng Satraamijaya menyumbang
600 gram emas. Bulan juli 1948 mulailah peletakan batu pertama yang upacara peletakan
batu pertama oleh bapak Rahmat Ali. Tamu yang datang selain dari pengurs besar dari
Jakarta juga dari daerah Jawa Barat. 1950 Mesjid ini selesai dibangun. 1951 diadakan
Konrges II Jemaat Ahmadiyah di Mesjid ini yang dihadiri sekitar 200 orang dari seluruh
Indonesia. Kendati masih menggunakan MCK yang masih darurat.
Ketika bapak Rais Ut Tabligh ( kepala Mubaligh) Sayyid Syah Muhammad Ali pergi
Rabwah untuk cuti Pa Wahid selaku wakil menerima undangan dari Presiden Soekarno
untuk ke Istana negara. Kemudian Pa Wahid memberikan Tafsir Qur’an dalam Bahasa
Belanda De Heilige Qur’an.
Tahun 1955 kiprah Pa Wahid terus berkembang dangan izin dari Khalifah Masih II
beliau berkesempatan untuk studi banding ke Timur Tengah dan juga untuk memperdalam
bahasa Arab. Ruang lingkup Tabligh yang diemban oleh Pa Wahid selaku Mubaligh Markazi
sangatlah luas selain Jawa Barat beliau juga pernah berutugas di Jawa Tengah.
80
Kiprah seorang Mubaligh Markazi harus mampu membina Jemaatnya dari tataran
intern hal ini dibuktikan dengan adanya pembuatan Tarbiyat yang sudah dibentuk seperti di
cabang Wansigra, Manislor. Yang sampai sekarang tempat tersebut menjadi berkembang. Di
Bandung tidak ketinggalan. Sebagai daerah yang sangat strategis Bandung banyak mencetak
banyak kegiatan yang bersejarah bagi Jemaat Ahmadiyah.
Seperti yang disebutkan dalam paragaraf diatas awal masuk jemaat Ahmadiyah ke
Kota Bandung tahun 1933 dengan adanya debat antara Ahmadiyah dengan A.Hassn dari
Persis. Debat ini sangat menarik walau masing-masing dalam keyakinannya. Semua
persoalan menjadi tertuangkan dalam debat tersebut. Buku Verslag Debat. Di kalnagn jemaat
Ahmadiyah buku ini sanagt populer hamper di tiap lembaran terakhir selalu diiklankan
tentang buku tersebut. Dalam iklan tersebut menyatakan buku yang benilai abadi. Penulis
membaca dari majalah sinar Islam dari tahun 80-an mulai dicetak dan hamper tiap bulan ada
iklan mengnai buku tersebut. Ada beberapa dialog antara rahmat Ali dengan A.Hassn tentang
maslah agama yang menurut pandangan penulis sanagt penting untuk disimak dari sekian
debat yang telah berlangsung, dalam kutipan ini merupakan jawaban penutup dari Rahmat
Ali. Dari semua dialog pada tahun 1933 yang memakan waktu tiga hari dan dihadri banyak
penonton kesemua dialog tersebut penulis melihat hanya pada bagian penutup yang mampu
meneangkan hsemua dari dialog yang diadakan tahun 1933 di Bandung, kutipannya sebagai
berikut:
Saya sudah terangkan kebenaran Mirza Ghulam Ahmad menurut Qur’an, tetapi saya
tidak dengar satu ayatpun yang dikemukakan oleh pembela Islam buat bantah keterangan saya
itu. Kalau pembela Islam benar haruslah ia bantah keterangan saya itu dengan ayat-ayat
Qur’an pula. Saya hanya dengar ikhtilaf-ikhtilah yang ada dalam buku karanagn Mirza
Ghulam Ahmad.
81
Pembela Islam berkata: bahwa Ahmadiyah sudah menambah party, bukan
memepersatukan umat, ini keterangan bukanlah berarti menolak akan kebenarannya. Karena
dimasa nabi Isa orang Yahudi dan Nazara berkata semacam ini pula.
Pembela Islam berkata: Mirza Ghulam Ahmad dating untuk menghabiskan salib,
padahal sesudah datangnya Mirza Ghulam Ahmad Kristen kelihatan bertambah maju dari
yang telah sudah.
Betul orang Kristen ada betambah, tatepi bukan dari party Ahmadiyah.
Adapun perkara memecah salib, yang tersebut dalam hadits, itu sudah dikemukakan
oleh Mirza Ghulam Ahmad. Karena yang dimaksud memecah salib itu, ialah membatalkan
agama Nasara..
Ulama-ulama sendiri sudah berkata bahwa memecah salib adalah membatalkan
Agama Nasara. Tentang pekerjaan Mirza Ghulam Ahmad terhadap kepada membantah
Nasara, itu sudah dilihat dan disaksikan oleh musuh-musuh sendiri.
Mirza Ghulam Ahmad tidak saja mengatakan Nabi Isa sudah mati, malahan sudah
terangkan juga di mana kuburnya. Adalah lagi pemecahan salib yang lebih terang dari ini?.
Pembela Islam berkata bahwa pujian dari orang itu mudah diperdapat; ia juag bisa
dapat pujian dari orang lain, jika ia menulis buku dan minta pujian dari orang yang lain.
Sekarang saya kasih keterangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad, sekali-kali tidak
meminta pujian dari pada orang yang lain, hanya orang sendiri yang terpaksa mengucapkan
pujian kepadanya, setelah mereka melihat saha yang besar itu terhadap memajukan Islam.
(offcieel Verslag Debat 1986;110-111).
Kutipan dari Verslag Debat tersebut merupakan bagian Akhir dari apa yang
diperdebatkan. Walau masing-masing pihak dalam posisi masing-masing. Hanya para
penonton sajalah yang memberikan gambaran dan media massa yang memberikan tanggapan.
Dengan adanya debat tersebut perkembangan jemaat Ahmadiyah semakin terus berkembang.
Banyak dari media yang ingin melihat meliput berbagai kegiatan.
82
Bukan berarti perkembangan jemaat Ahmadiyah berjalan dengan mulus saja. Kondisi
politik zaman penjajahan Belanda dan Jepang sanagt mempengaruhi dalam perkembangan
jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Seperti yang disebutkan di atas zaman Jepang sempat
terjadi kevakuman dalam jemaat Ahmadyah di Kota Bandung. Karena orang-orang penting
dalam jemaat Ahmadiyah ditangkap Jepang. Bahkan penulis melihat kevakuman organisasi-
organisasi banyak yang vakum zaman Jepang. Tentara Jepang banyak mengawasi pergerakan
massa bukan hanya berbau keilmuan bahkan samapi acara hiburanpun tidak luput dari
pantauan tentara Jepang. Ruang lingkup untuk pengerahan massa sangat ketat pada tahu-
tahun itu hamper semua vakum.
Begitu awal merdeka, mulai organisasi-organisasi yang tidur mulai bangun dan
berkiprah dengan pesat. Tidak ketinggalan jemaat Ahmadiyah pada awal kemerdekaan orang
Ahmadiyah yang bertugas sebagai mubaligh di luar Indonesia mendapat instruksi dari
khalifah ke-2 untuk memberitakan kemerdekaan Indonesia dimana mereka bertugas sebagai
Mubaligh, dan seluruh anggota dimanapun mereka berada. Berita ini dimuat dalam surat
kabar Kedaulatan Rakyat edisi selasa Legi 10-12-1946. Dan juga dimuat kembali dalam
Sinar Islam Agustus 1986.
Sperti yang diberitakan oleh surat kabar Kedaulatan Rakyat peranan jemaat
Ahmadiyah sangat besar sekali hamper setiap event nasional jemaat Ahmadiyah selalau
tampil ke depan. Hal inilah yang patut kita perhatikan betapa besar dan berpengaruh jemaat
Ahmadiyah pada kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat Ketika pada pawai
kemerdekaan RI ke-XIX barisan pemuda (Khuddam), mengikuti pawai pada tanggal 18-8-
1964. (Sinar Islam Djuli/Agustus ‘64). Semua pemuda tergabung dalam satu rangkaian arak-
arakan di Ibukota. Yangtentunya para pemuda Ahmadiyah dari beberapa Kota ikut serta
termasuk dari Bandung juga. Pawai itu memepunyai arti tersendiri dalam pandangan penulis
bagaimanapun juga jemaat Ahmadiyah dan ormas lain tidak salaing bergesekan semua
83
lapisan masyarakat turut dalam kegiatan tersebut. Pemerintah tidak pernah membedakan
latarbelakang dan dari mana semua turut memeperingati kemerdekaan yang dicita-citakan.
Fondasi inilah yang harus tetap dipertahankan jangan sampai keharmonisan dan
kerukunan beragama pecah karena ego masing-masing. Keharmonisan dan kerukunan antarm
warga di Kota Bandung sudah terjalin dengan baik, tidaklah mengherankan banyak acara
berskla nasional dalam jemaat Ahmadiyah bias diselenggarakan di Bandung. Ini merupakan
suatu bukti yang telah diciptakan warga Kota Bandung dalam melihat dan menjaliani
kehidupan bermasyarakat yang plural. Jauh sebelum pemerintah zaman sekrang mengatakan
masyarakat Madani. Warga kota Bandung telah memberikan contoh yang nyata.
Keharmonisan jemaat Ahmadiyah mulai terusuik di awal kemerdekaan ini adalah
beberpa kasusu seperti DII/TII, PKI. Dua peristiwa ini banyak menyita perhatian bagai
jemaat Ahmadiyah. Namun, yang paling dirasakan besar pengaruhnya bagi warga
Ahmadiyah Astana Anyar adalah kasus PKI. Karena PKI melakukan aksinya di Jantung Kota
seperti Jakrta dan Bandung. Jelaslah ini membuat warga Ahmadiyah banyak yang dituduh
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan alas an-alasan yang tidak logis.
Warga ahmadiyah dituduh maker, dituduh hal-hal yang menyudutkan. Padahal kalau disimak
dari syarat-syarat bai’at sudah jelas setiap anggota Ahamadi akan menjunjung tinggi kesetian
kepada pemerintah. Untuk lebih jelasnya ada 10 ayarat bai’at yang harus dipenuhi oleh warga
Ahmadi. Sebagai berikut:
1. Dia akan menjauhi syirik sampai meninggal dunia.
2. Dia akan menjauhkan diri dari zina, berdusta, memandang wanita yang bukan muhrim
dan menjauhi segala macam kedurhakaan dan kemaksiatan, penganiayan dan
pengkhianatan. Dan akan menjauhi perbuatan yang berupa pemberontakan dan
kekacauan. Dan tidak akan membiarkan dirinya diklahkan oleh dorongan-dorongan hawa
nafsunya, walau berapa kuat dan hebatnya.
3. Dia kan tetap mendirikan sembahyang yang lima waktu, sesuai dengan perintah-perintah
Allah Ta’aladan rasul-Nya. Dan senantiasa sedapat mungkin untuk mendirikan tahjjud
(sembahyang malam), menghaturkan salawat salam untuk Nabi Muhammad saw dan
84
meminta ampun kepada Tuahnnya dari dosa-dosanya dan mengucapkan istigfar dan
mengingat setiap saat akan nikmat-nikmat-Nya dan karunia-karunia-Nya dengan ikhlas
hatinya serta bersyukur kepada-Nya dan membiasakan memuji dan menyanjung-Nya.
4. Dia, walaupun ada dorongan hawa nafsunya, tidak akan menyakiti satu orangpun dari
makhluk Allah pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya.baik dengan
tangannya ataupun dengang lidahnya ataupun dengan jalan lain.
5. Dia akan tulus dan ikhlas kepada Allah, dan ridho kepada keputusan-Nya dalam segala
hal, baik waktu dukaatau waktu sukar dan senang, atau waktu sempit dan lapang. Dan dia
bersedia untuk menerima segala macam kehinaan dan menderita segala kesulitan pada
jalan-jalan-Nya, dan dia tidak akan memalingkan diri dari pada-Nya ketika dating suatu
musibah atau turun suatu bala, bahkan ia akan lebih akrab mendekati-Nya.
6. Dia akan berhenti dari mengikuti adat istiadat yang buruk dan keinginan-keinginan yang
jahat. Dia akan tunduk sepenuhnya pada ajaran-ajaran Al Qur’an dan akan menjadikan
firman Allah ta’ala dan sabda Rasul-Nya saw sebagai pedoman bagi amal perbuatanya.
7. Dia akan membuang jauh sifat sombong dan angkuh, dan berlaku sepanjang hidupnya
merendahkan diri dan akan menghadapi ummat manusia dengan muka jernihdan bergaul
dengan mereka yang sopan santun dan budi pekerti yang baik.
8. Dia akan memandang agma, kehormatan agma dan kewajiban agma Islam lebih mulia
dari jiwa raganya, harta bendanya, anak cucunya dan dari segala apa saja yang
dicintainya.
9. Dia akan menolong dan mengasihi segala makhluk Allah semata-mata mencari
keridhaan-Nya. Dan sebisa-bisanya mengorbankan apa-apa yang telah diberikan Allah
kepadanya berupa kekuatan dan kekayaan untuk kebaikan sesamanya.
10. Dia akan mengikat janji persaudaraan dengan hamba Allah ini (Masih Mau’ud a.s)
semata-mata karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, yakni bahwa dia akan aku dalam
segala hal ma’ruf yang akau anjurkan kepadanya, kemudian dia tidak akan berpaliang dari
padanya dan tidak akan pula memungkirinya sampai mati. Dan janji persaudaraan ini
hendaklah menjadi sempurnanya sehingga tidak ada pertalian-pertalian dunia yang dapat
menyamainya, baik pertalian kekeluargaan atau persahabatan ataupun perniagaan.
(sepuluh syarat bai’at 1889).
Demikian suatau tatan yang diberikan oleh pendiri jemaat Ahmadiyah kepada para
pengikutnya segala kehidupan antara ibadah vertikal dan horizontal harus selaras. Harus taat
kepada Allah juga taat pada pemerintah. Jadi ketika kasus PKI muncul orang Ahmadi di
Astana Anyar dan kota sekitarnya menjadi panas. Isu ini menjadi hangat bahkan dengan isu
85
ini pemerintah semakin ketat dalam memantau setiap perkumpulan. Dari berdiri sampai
kapanpun jemaat Ahmadiyah tidak akan pernah ikut dalam suatu politik praktis. Karena
dalam pandangan pendiri jemaat ahmadiyah memenangkan Islam bukan dengan jalan politik
praktis tetapi bagaimana membina akhlak masyarakat supaya masyarkat tersebut dapat
menjalankan nilai-nilai ke-Islaman. Banyak ormas Islam yang lari masukdalam bidang politik
yang akhirnya mereka menjadi kerdil dalam melihat kehidupan beragama. Inilah yang paling
berbahaya ketika Islam dibawa dalam arena politik. Dari tahun 1955 pemilu pertama Ormas
Islam pecah terus bergulir sampai akhirnya Orde Lama memasuki Orde Baru Partai Islam
dijadikan satu. Namun apa yang terjadi semua itu tidak berarti ketika umat Islam disibukkan
dengan hal seperti itu. Apa yang disuarakan bukanlah Islam yang hakiki tetapi bagaimana
meraup massa yang banyak.
Tahun 1965 penulis melihat bagaimana telah terjadi benih-benih konspirasi
permusuhan, kendati terjadi demikian jemaat Ahmadiyah terus saja berlangsung dalam
menghidmati keyankinan yang mereka anut. Ketaatan kepada khalifah dalam nizam jemaat
terus dipupuk. Para nggota Ahmadi taat kepada pemimpin ruhani mereka. Bukti ketaatan
warga Ahmadi itu dan bukti kecintaan kepada sang pemimpin dapat dibuktikan ketika
wafatnya Hadzrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, pada hari senin 8 nopember 1965
02:25 dini hari. Seluruh warga Ahmadi sangat bersedih mengingat peranan beliau yang
sangat besar sekali dalam menyebarkan paham Ahmdiyah di Astana Anyar. Seperti Rahmat
Ali, Abdul Wahid dan semua orang yang terlibat dalam penyiaran paham Ahmadiyah semua
dipantau dan mendapat petunjuk dari beliau. Perkembangan jemaat Astana Anyar sendiri
berdasarkan anjuran dari Hadzrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. (sinar Islam edisi
khusus Fadzl Umar 1965).
Kesedihan warga Ahmadi astana Anyar terobati dengan diadakannya pertemuan
tahunan yang rutin selalu diselenggarakan warga Ahmadi. Kali ini Bandung menjadi tuan
86
rumah dalam rangka JALSAH SALANAH KE XXIV. Dalam setiap kegaitan berskala
nasional atau wilayah hasil kegiatan tersebut selalu dibukukan. Hal inilah yang membauat
penulis merasa menarik jemaat ini sudah membauat tertib administrasi. Seperti Jalsah
Salanah yang ke-XXIV, yang penyelenggaraannya ditempatkan di Bandung.
Peserta Jalasah Salanah sangatlah banyak sekali. Unutk menampung jemaat yang
banyak dari seluruh Indonesia juga ada tamu undanagn dari Malaysia dan Singapura. Melihat
kondisi demikian tempat pelaksanaan di temapatkan di GOR Saparua. Acara ini dihadiri juga
oleh pejabat teras di lingkungan Pemkot dan Pemda. Serta dari Kodam III Sliwangi..
Bandung sampai tahun 1964 pernah menjadi tuan rumah dalam acara Jalsah salanah
sebanyak empat kali tahun 1950, 1960, 1963 dan tahun 1964 yakni tahun ini. Acara ini
memilki tujuan yang sangat bagus dalam pandangan pendiri jemaat Ahmadiyah. Acara ini
pertama kali digelar di Qadian dengan jumalah peserta hanya 75 orang namun stelah tahun
1972 peserta yang hadir mencapai 100.000 orang. Suatau hal yang hebat sekali dari tahun ke
tahun jumlah peserta yang hadir selalau bertambah banyak. Begitupun di Bandung pada
tahun 1950 yakni sua tahun pasca pembangunan mesjid peserta masih bias ditampung dalam
Mesjid namun setelah tahun 1964 mesjid tidak dapat menampun jumlah peserta yang banyak
itu. Unutk panginapan peserta Jalsah ditemapatkan di sekolah yang kebeltulan sedang libur
yakni di SMP 10 jalan Maluku. Bias dibayangkan bagaimana kota Bandung tahun 1964
melihat ribuan orang dating ke Bandung dengan tujuan mengikuti Jalsah Salanah ini. Warga
Bandung tidak keberatan menampung orang Ahmadi untuk menginap di sekolah tersebut dan
mengadakan kegiatan di GOR Saparua. Yang menjadi Mubaligh saat itu adalah masih dari
Pakistan yakni Mian Abdul Hayye HP.
Kesusksesan kegiatan tersbut disambut hangat oleh beberapa pihak termasuk
kalangan Ahmdi wanita atau sering Di sebut LI (Lajnah Imaillah). Kesuksesan acara di
Bandung menjadi Inspirasi bagi LI untuk mengadakan acara Ijtima di Bandung. Karena
87
kondisi yang sangat kondusif sehingga di tahun 1973 pengurus pusat LI mengadakan rapat
tahunan di Bandung di Mesjid Annatsir acar tersebut diadakan pada tanggal 8 malam sampai
9 Desember. Hasil dari rapat pengurus Pusat LI sebagi berikut:
1. Telah dibuat contoh Vaandel Lajnah Imaillah Indonesia yang bagus sekali, dan
juga cap (stempel) seragam unutk Lajnah Imaillah Indonesia. Harga Vaandel Rp.
1000 dan cap Rp 750 yang semua ini dapat dipesan dan dilihat dalam Ijtima LI
tahun depan. Bagi cabang-cabang yang menginginkan, supaya mengetahui
sebelumnya.
2. Majalah Suara lajnah Insya Allah mulai tahun 1974 ini terbit 2 bulan sekali.
Sumbangan karanagn cukup menggembirakan, hanya kesulitannya kurang
lancarnya beberpa cabang yang kurang cepat mengirim weselnya. Kalau
pembayaran-pembayaran darai cabang-cabang cukup lancer, maka Insya Allah
tidak ada kesulitan. Masih diharapkan agar jumlah langganan di tiap cabang
bertambah.
3. Tabligh yang akan dilaksanakan oleh Pengurus Pusat LI, tahun depan kalau tiada
halangan, Insya Allah diadakan di Kota Bogor. Semoga cara ini sukses dan
selamat bekerja bagi Lajnai Imaillah Bogor.
4. Dari segenap cabang LI di Indonesia diminta mengumpulkan foto-foto bersejarah
dari pejuangan-perjuangan lajnah sejak permulaan, kegiatan-kegiatan dan foto-
foto anggota. Yang nanti diharapkan bias diserahkan di Ijtima LI ke-II.
5. Ijtima yang kedua dari Lajnah Imailla Indonesia, Insya Allah akan diadakan di
Tasikmalaya pada bulan April 1974. Seperti diketahui pada bulan tersebut kita
mengharapkan kunjungan Hudzur yang tercinta ke Indonesia, juga pada bulan
tersebut ada Majlis Musyawarah. Adapun acara-acaranya sebagai berikut:
a. Lomba baca Al-Qur’an, pidato, cerdas tangkas dan mengarang.
b. Lomba olah Raga dan memasak.
c. Rapat Musyawarah dengan wakil-wakil cabang.
d. Rekreasi
e. Dari hati ke hati semua akan dilaksanakan dua hari dua malam (Suara
Lajnah 1974)
88
Perjuangan para anggota jemaat Ahmadiyah baiak orang Indonesia atau orang
Pakistan telah menorehan sejarah dalam merebut dana memepertahankan kmerdekaan. Berita
ini dari masa-ke masa terus dibahas. Dengan tujuan untuk menumbuhkan bibit pejuang baru
dikalang muda. Bahkan berita miltansi anggota Ahmadi ini diberitakan dalam majlah Suara
Lajnah Mei 1974 sebagai beriku:
Perang yang merubah jalan hidup bangsa Indonesia
Ketika jemaat telah mulai tersebar di beberapa Negara di Timur, kemudian ada perang
besar, yang kemudian seolah-olah menghambat tabligh Ahmadiyah, hubungan dengan pusat
terputus. Jepang kemudian berkuasa di bekas jajahn belanda dan Inggeris, yang kemudian
seolah-olah menghnetikan segala kegiatan-kegiatan termasuk aktivitas beragama. Tabligh
kita hanya dilakuakn perorangan dan dari mulut ke mulut, sedang maulana Rahmat Ali dan
Malik Aziz Ahmad Khan sibuk menterjemahkan buku-buku yang sanagt penting untuk
literature jemaat Ahmadiyah.
4.4 Faktor-faktor penunjang dan Penghambat Perkembangan jemaat Ahmadiyah di Kota bandung
4.4.1 Faktor-faktor Penunjang Perkembangan jemaat Ahmadiyah
4.4.1.1Pendekatan rasional
Sebagai gerakan keagamaan Ahmadiyah ingin memperbaharui dan mengangkat
kembali keadaan umat Islam melalui perubahan pola pikir dan pola sikap dalam memahami
keadaan umat Islam yang disesuaikan dengan perubahan zaman. Hal ini dilakukan untuk
menghadapi serangan terhadap berbagai bentuk keyakinan yang sudah tidak murni lagi.
Perubahan pola pikir yang ditawarkan Ahmadiyah yang menurut mereka merupakan
pembaharuan adalah pemikiran-pemikiran keagamaan khususnya yang bersifat teologis,
antara lain pandangannya tentang kenabian, wahyu, mujadid, masih dan mahdi.
89
Sebagai contoh dalam kaitan pemikirannya tentang kenabian, Ahmadiyah
berpandangan bahwa nabi adalah seorang yang dipilih oleh Tuhan diantara hamba-hamba-
Nya karena kecintaan dan kesetiannya pada Tuhan, untuk diberi tugas memimpin umat
manusia lainnya. Menurut Ahmadiyah setiap umat manusia tiba dalam suatu masa dimana
mereka berada dalam suasana kegelapan yang menimpa hidupnya. Mereka diliputi oleh
problema kehidupan yang berat dalam bidang ekonomi, politik dan pergaulan sosial lainnya.
Terlebih lagi bilamana pada saat itu umat manusia telah bergelimang dalam dosa-dosa, baik
berupa peperangan yang tidak mengenal kemanusian atau pemerkosaan hak-hak asasi
manusia lainnya, bahkan terjadinya bencana alam yang terus bergulir tanpa henti, mereka
mengaku beriman kepada Allah tetapi dalam kenyataan hidup jauh dari tuntunan Islam.
Mereka mengaku Islam tetapi perilakunya lebih buruk dari binatang. Kondisi seperti ini dapat
kita lihat sekarang ini dimana kondisi masyarakat yang serba instan telah membuat mereka
lupa diri, sombong pada Tuhan, manusia zaman sekarang ini bila kita lihat dan komparasikan
dengan umat nabi terdahulu jauh lebih buruk moralnya, pembunuhan pada bayi sudah kian
banyak di televisi, anak membunuh ibu dan sebaliknya, bapak membunuh anak dan
sebaliknya, kekacauan demi kekacauan kian banyak merajalela. Bahkan bila kita kaji ternyata
harus kita pahami secara bijak keburukan umat nabi terdahulu telah diperagakan oleh umat
nabi Muhammad. Dari sinilah diperlukan Mujadid yang harus mengembalikan manusia
kepada ajaran yang benar dengan contoh yang nyata dari pribadi yang utuh, serta hal ini
sudah dinubuwwatkan oleh nabi Muhammad saw, bahwa umat Islam ini tidak akan hancur
bila di awal ada aku dan di akhir ada mahdi.
Dalam pandangannya tentang wahyu, bahwa wahyu adalah pembicaraan Allah swt
secara langsung dengan hamba-Nya, sehingga hamba dapat memastikan tanpa ragu-ragu
bahwa dirinya sedang berbicara atau menerima wahyu dari Allah, hal itu hanya bisa jika
wahyu itu turun dengan kata-kata atau lafadz-lafadz bukan dengan inspirasi.
90
Wahyu yang turun dengan dengan lafdz-lafadz itu tidak hanya dapat diterima oleh
para nabi dan rasul saja. Bahkan para wali dan mujadid juga dapat menerima wahyu yang
tidak berbeda oleh para nabi dan rasul. Disamping itu, dinyatakan pula bahwa orang
awampun dapat menerima wahyu yang tidak berbeda dengan para nabi dan rasul, bilamana
telah berhasil mendapatkan kecintaan kepada Allah.
Pemikiran keagamaan tersebut yang dinilai berbeda dengan keyakinan umat Islam
lainnya, dari satu sisi dapat dilihat sebagai suatu ungkapan dari keinginan menunjukan
kebenaran Islam dalam terminologi yang dapat dipahami oleh sebagian umat Islam dan
pemeluk agama lain, seperti agama Kristen, walaupun dari sisi lain karena berbeda kayakinan
menyebabkan ajaran-ajaran yang dikembangkan menyebabkan kontroversial, terutama di
kalangan Muslim sunni.
Pemikiran keagamaan yang dimunculkan, seperti yang tertuang dalam tulisan Mirza
Ghulam Ahmad dalam bukunya yang berbahasa Urdu yang terjemahakan dalam bahasa
Indonesia dengan judul Filsafat Ajaran Islam. Dalam buku tersebut telah dibahas lima
maslah pokok yakni pertama, keadaan jasmani, akhlak dan ruhani manusia; kedua, keadaan
manusia sesudah mati; ketiga, tujuan sebenarnya hidup di dunia dan cara mencapainya;
keempat, dampak amal perbuatan manusia di dunia dan di hari kemudian; kelima, jalan dan
sarana-sarana untuk mencapai Ilmu ma’rifat Ilahi. Sebagai contoh pembahasan tentang roh
makhluk. Dalam buku tersebut dikemukakan bahwa roh adalah cahaya yang latif (halus),
tumbuh dari dalam diri manusia juga serta dibesarkan dalam rahim ibunya. Yang dimaksud
tubuh ialah bahwa pada taraf permulaan ia tersembunyi, tak diketahui dan kemudian tampak
nyata. Pada taraf permulaan bibitnya sudah terkandung dalam tetes nutfah, sehingga terjadi
pertalian ajaib antara roh dan nutfah sesuai dengan kehendak, izin Tuhan. Dan roh
merupakan inti cahaya ruhani nutfah. Dalam hal ini roh tidak dapat dikatakan bagian dari
nutfah dalam arti kata yang sama seperti satu benda merupakan bagian dari benda lain; dan
91
juga tidak dapat dikatan bahwa roh datang dari luar atau jatuh ke tanah, bercampur dengan
bahan nutfah. Melainkan roh tersembunyi (laten) di dalam nutfah seperti keadaan api
tersembunyi dalam batu api. Dan yang dimaksud dalam al-Qur’an bukanlah bahwa roh turun
secara terpisah atau jatuh ke bumi dari angkasa, kemudian secara kebetulan terpadu dengan
nutfah, lalu masuk ke dalam rahim ibu, tetapi roh tumbuh dalam tubuh itu juga. Dengan
demikian roh adalah satu mahkluk.
Pemikiran-pemikiran keagaman yang ditawarkan menawarkan pilihan yang lebih
halus, membuka wawasan baru dalam memahami Islam yang lebih rasional. Semangat
melawan peradaban Barat ditiupkan dengan penuh semangat dan diterima hangat oleh para
pendengar dan pembaca artikelnya. Majalah ilmiah bulan Sinar Islam sangat diminati oleh
kaum terpelajar.
Dengan demikian, pandangannya tentang keagamaan yang bercorak rasional itu, dari
satu sisi menjadi factor [penunjang terhadap pengenbangan Ahmadiyah.
4.4.1.2 Militansi tokoh Ahmadiyah Kuntowijoyo menyatakan bahwa para nabi, filsuf, pendiri madzhab pendiri sekte dan
pemikir adalah individu yang mengubah sejarah. Sejalan dengan pernyataan tersebut tidaklah
diragukan lagi bahwa gerakan Ahmdiyah di Indonesia tidak terpelas dari peranan Maulana
Rahmat Ali. Beliau adalah lulusan pertama Madrasah Ahmadiyah di Qadian 1917. Kemudian
beliau menjadi guru “Ta’limul Islam High School”, beliau mendapatkan tugas dari khalifah
II, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, untuk menyebarkan ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
Dalam penyebaran paham Ahmdiyah di Jawa, Rahmat Ali juga mendapat
kesulitan tidak jauh berbeda dari kawasan Sumatera. Kalau di Sumatera dalam menghadapi
ulama lebih banyak berbentuk tulisan, baik berupa pamfet-pamflet maupun buku-buku, di
Jawa ternyata lebih keras. Rahmat Ali mendapatkan tantangan dari ulama terkanal bernama
A. Hassan dari Persatuan Islam (Persis). Tantanagn berat itupun harus dilayani. Rahmat Ali
dibantu tokoh militan Ahmadiyah lain yakni, Abu Bakar Ayyub H.A dan Moh Sodik
92
melakukan debat terbuka dengan A. Hassan di hadapan pengunjung bertempat di Bandung.
Materi yang diperdebatkan berkisar masalah kenabian dan hidup atau matinya Nabi Isa a.s.
peristiwa itu terjadi pada bulan April 1933. Setelah debat berakhir mereka tetap dalam
pendirian masing-masingdan hasil perdebatan itu telah dibukukan dengan diberi judul
Officieel Verslag Debat antara Penbela Islam dan Ahmadiyah Qadian.
Debat terbuka tersebut nampaknya belum ada kepuasan, maka pada bulan
September tahun yang sama, diadakan debat terbuka untuk kedua kalinya. Dengan materi
yang sama dengan debat pertama namun tempat berbeda tidak di Bandung melainkan di
Jakarta (Batavia). Hal ini menunjukkan betapa militansi mereka dalam menyebarkan
Ahmadiyah di Jawa terutama di Bandung. Yang hadir dalam acara tersebut tidak hanya dari
Persis saja bahkan dari PSII, NU dan media Massa menjadi ramai memberitakan kejadian
tersebut. Karena acara tersebut dihadari banyak sekali warga masyarakat kota Bandung.
Bahkan dari luar Bandung seperti Garut, Tasik ikut serta dalam melihat acara perdebatan itu.
Saat itu Ahmadiyah semakin dikenal oleh masyarkat Bandung yang Plural. Hasil dari
perdebatan itu malah jumlah anggota yang tidak disangka-sangka bertambah. Maksud hati
melihat berdebat bahkan ada yang menjadi masuk Ahmadiyah setelah melihat perdebatan itu.
Penulis melihat perkembangan jemaat Ahmadiyah Kota Bandung, Astana Anyar
sebagai titik pertama perjuangan penyebaran Ahmadiyah telah terbukti dengan begitu
banyaknya mesjid dan anggota yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Cabang terbesar
adalah Mesjid An Nashir jalan H. safari no 47 dan cabang Mesjid Mubarak jalan Pahlawan
no 71.
Pasca 1980 cabang jemaat Ahmadiyah tidak hanya di Kota bahkan sampai ke
Kabupaten di Bandung. Semua cabang yang ada di Kota dan kabupaten Bandung semuanya
menuakan kepada orang-orang atau pelaku sejarah dari perjuang dan pengembangan jemaat
Ahmadiyah yang ada di jalan H. Safari. Jalan ini lebih pantas diebut sebagai gang karena
93
jalannya hanya cukup untuk satu mobil saja. Dari zaman dahulu sampai sekarang nama jalan
ini tidak berubah. Dan mesjid An-Nashir ini seni bangunan yang dipakainya juga tidak
pernah berubah.
Dari sini penulis melihat bagaimana militansi yang dimiliki oleh orang awwalin
dalam menyebarkan ajaran Ahmadiyah memilki keteguhan dan ketabahan hingga sekarang
organisasi ini masih tetap eksis sampai sekarang. Jumlah anggota yang tercatat di Bandung
hampir berjumlah dua ribu. Walaupun bila dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya
jumlahnya masih relaif kecil.
4.4.1.3 Sikap pemerintah yang netral Kota Bandung memiliki berbagai macam julukan mulai dari zaman Belanda sudah
disebut dengan Paris Van Java. Hal ini menandakan bahwa Kota Bandung memiliki sejuta
pesona kehidupan yang ramai dari berbagai segi, budaya ras agama dan sebagainya.
Kesemuanya bersatu padu dalam harmoni di Bandung. Kota tempat tujuan wisata yang
sangat menarik. Dari kondisi yang seperti inilah pemerintah Kota Bandung dari awal
kemerdekaan sudah membuat kenyamanan dan kebebasan berekspresi bagi warga Kota
Bandung. Segala bentuk aksi anarkis yang berbau SARA sudah di counter oleh pemerintah.
Termasuk kasus Ahmadiyah. Perintah tidak membuat keputusan yang mendeskriditkan
jemaat Ahmadiyah. Pemerintah Kota Bandung tidak gegabah dalam bertindak, hal ini
terbukti dengan memberikan kepastian kenyamanan dan keamana dalam berkeyakinan dan
berpendapat.
Pemerintah kota Bandung bila menetapkan atau membuat Perda pelarangan
terhadap Ahmadiyah, efeknya akan lain masyarakat akan kacau. Pasti akan terjadi kasus
seperti di daerah Poso. Bila kenyaman dan keaman tidak terjamin maka Bandung tidak akan
jadi kota tujuan wisata. Dalam hal inilah penulis melihat efek yang ditimbulkan kondisi
Ahmadiyah sebenarnya pemerintah tidak turut campur dalam soal Aqidah tetapi pemerintah
94
memikirkan kondisi kemanan dalam masyarakat dan tugas pemerintah tidak menyangkut
harus mengurusi dan mencampuri Aqidah warga masyarakat. Semua itu termaktub dalam
UUD ’45 Pasal 29. Tidaklah benar bila pemerintah melanggar aturan dalam kebebasan
berkeyakinan.. sikap inilah yang penting untuk disimak bagi kita segala gejala dalam
masyarkat tidak bisa dilihat hanya dari satu faktor saja. Banyak faktor yang menyertai suatu
gejala dalam masyarkat. Seperti kasus perang dunia kedua dan ketiga banyak faktor yang
menyertai suatu kejadian tersebut. Kasus Ahmadiyah pun tidak jauh berbeda dengan kasus
sosial kemasyarakatan lainnya. Kalau melihat kasus Ahmadiyah hanya melihat dari satu sisi
saja akan terjebak dengan perang saudara.
Bahkan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, khalifah ke-2 Islam menghendakai
agar setiap orang loyal kepada Negara dimana ia berada. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
setia kepada pemerintah atau Negara diperinytahkan oleh al-Qur’an, yang berarti perintah
Tuhan. Imam atai khalifah tidak mempunyai hak unutk merubah sesuatu perintah yang
terdapat dalam al-Qur’an. (Sinar Islam, no 9 1980)
Sejak permulaan pendiri jemaat Ahmadiyah mengatakan organisasi ini bukan
organisasi politik unutk lebih tegasnya sebagai berikut:
f. jemaat Ahmadiyah bukanlah gerakan politik dan tidak mencampuri
perjuangan politik apa saja dan dimanapun juga.
g. Jemaat Ahmadiyah tidak akan merampas hak politik anggotanya selama
gerakan politik itu tidak bertentangan dengan asas Ketuhanan Yang Maha
Esa, namun jemaat Ahmadiyah memperingatkan anggotanya agar tetap setia
kepada bai’atnya, hendak menjunjung agma lebih dari dunia.
Penerbitan buku
NO NAMA BUKU PENGARANG PENERJEMAH JML
DICETAK 1 AL-QUR’AN DAN MIRZA R. Ahmad Anwar, 1.500
95
TAFSIR SINGKAT (30 juz)
BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
R. Sukri Barmawi, Mian Abdul Hayyee
2 PENGNATAR MEMPELAJARI
AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
R. Ahmad Anwar, R. Sukri, Syafi R.
Batuah
3.000
3 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
D. MARBUN (BHS BATAK)
3.000
4 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
R.SOEKARSONO MALANGJOEDO,
ABU BAKAR BASALAMAH, R. AHMAD SARIDO
H. SUHADI (BHS JAWA)
3.000
5 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
H. IWAN DARMAWAN (BHS BALI)
3.000
6 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
DJAJADI, J.D NARASOMA,
ANWARI (BHS SUNDA)
3.000
7 KUMPULAN HADITS-HADITS
H.J NURJEHAN SUSANTO SH, SABHUNUR
QOYUM
3.000
8 KUMPULAN HADITS-HADITS
D.MARBUN (BHS BATAK)
3.000
9 KUMPULAN HADITS-HADITS
BASALAMAH, R. AHMAD SARIDO
H. SUHADI (BHS JAWA)
3.000
10 KUMPULAN HADITS-HADITS
H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI
3.000
11 KUMPULAN HADITS-HADITS
SADKAR 3.000
12 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR
3.000
13 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
D.MARBUN (BHS BATAK)
3.000
14 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI
3.000
96
15 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR (BHS
SUNDA)
3.000
16 DA’WATUL AMIR MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
SAYYID SHAH MUHAMMAD, R. AHMAD ANWAR
3.000
17 YASSARNAL QUR’AN
3.000
18 KEMENANGAN ISLAM
MIRZA GHULAM AHMAD
MT.SUPARMAN 3.000
19 KAMI ORANG ISLAM
H.S.YAHYA PONTOH CS.
3.000
20 APAKAH AHMADIYAH ITU
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
R. AHMAD ANWAR
10.000
21 ISRA DAN MI’RAJ H.Ch. MAHMUD AHMAD
CHEEMA
10.000
22 TIGA MASALAH PENTING
H.Ch. MAHMUD AHMAD
CHEEMA
10.000
23 ARTI KHATAMAN NABIYYIN
H.Ch. MAHMUD AHMAD
CHEEMA
10.000
24 PERCAKAPAN ANTARA MUSLIM DAN KRISTEN
FAZL AHMAD ANWARI BA
SALEH A. NAHDI 10.000
25 NABI ISA DARI PELSTINA KE KASHMIR
SYAFI .R. BATUAH
10.000
26 ANALISA TENTANG KHATMAN NABIYYIN
MUHAMMAD SADIQ bin
BARAKATULLAH
10.000
27 FIQIH AHMADIYAH
HAFIDZ BOSHAN ALI
R. AHMAD ANWAR
3.000
28 FILSAFAT AJARAN ISLAM
MIRZA GHULAM AHMAD
SAYYID SHAH MUHAMMAD
6.500
29 SUARA SAKA LANGIT
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR
3.000
30 KEADAAN MUSLIM AHMADI SETELAH TERBIT FAJAR DEMOKRASI DI PAKISTAN
MT. SUPARMAN, R. AHMAD
ANWAR
3.000
97
31 THE SITUATION OF AHMADI MUSLIM AFTER DAWN OF DEMOCRCY IN PAKISTAN
500
32 BROSUR LENGKAP TENTANG TASYAKUR SEABAD KHILAFAT
1.100
33 AMANAT KHALIFATL MASIH IV PADA PERAYAAN TASYAKUR SEABAD KHILAFAT
5.000
34 AMNAT RAISUTTABLIGH PADA PERAYAAN TASYAKUR SEABAD KHILAFAT
1.500
35 SATU ABAD AHMADIYAH
Ir SYARIF AHMAD LUBIS
MSc
2.000
36 PERKEMBANGAN JEMAAT AHMADIYAH DI SELURUH DUNIA
Ir. PIPI SUMANTRI
3.000
37 RIWYAT HIDUP DAN TUGAS MIRZA GHULAM AHMAD
SAYUTI AZIZ AHMAD, Sy
500
Sumber: Buku Tasyakur seabad khilafat Ahmadiyah di Indonesia tahun 1989 5 Faktor-faktor penghambat perkembangan jemaat Ahmadiyah
a. Kontroversi bidang teologi
Berbagai pandangan mengenai kenabian, wahyu, kematian Nabi Isa a.s al-masih dan
al-mahdi yang dipandang oleh Ahmadiyah sebagi pembaharuan dan suatu ungkapan dari
keinginan menunjukkan kebenaran Islam, ternyata dinilai berbeda oleh kebanyakan umat
Islam, bahkan menimbulkan kontroversi dan mengundang reaksi.
98
Di bandung paham Ahmadiyah ditentang oleh A. Hassan seorang ulama terkenal dari
Persatuan Islam. Bentuk pertentangan berupa debat terbuka yang juga dihadiri oleh
organisasi Islam dan pers. Dari organisasi-organisasi Islam yakni Muhammadiyah Garut,
Muhammadiyah pekalongan, PSII Bandung. Sedang dikalangan pers antara lain bintang
Timur, Sinar Islam, Pembela Islam dan Tjahaja Islam.
Pandang Ahmadiyah khusunya dalam bidang teologi yang sekaligus sebagai doktrin
Ahamdiyah ternyata masih sulit diterima oleh kalangan umat Islam di Bandung khusunya,
bahkan selalu mendatangkan perdebatan yang tidak pernah selesai. Doktrin yang
dikemukakan oleh Ahmadiyah seperti masalah wahyu, kenabian, al-Masih dan al-Mahdi yang
dipandang masih controversial dengan pemahaman mayoritas umat Islam, dapat menjadi
factor penghambat perkembangan ahmadiyah khususnya di Bandung.
b. Dijadikan objek politik Awal perkembangan jemaat Ahmadiyah selalu mendapat pertentanagn dari kalangan
umat Islam. Pertentangan itu menyebabkan sedikit memberikan guncangan bagi
keberlangsungan organisasi ini. Penulis melihat pasca kemerdekaan Indonesia 1945, kondisi
Negara sedang kurang menguntungkan stabilitas kemanan kurang baik kondisi ekonomi
sangat memperihatinkan. Dengan kondisi seperti inilah ada pihak yang mencoba
menunggangi masyarakat dengan berbagai isu. Pemberontakan-pemberontakan dari berbagai
wilayah termasuk di Jawa Barat. Kartosuwiryo (DI/TII) 1962, PKi 1965. Banyak dari
masyarakat yang tidak senagn dengan keberadaan Ahmadiyah membuat fitnah kepada jemaat
Ahmadiyah bahwa anggota jemaat ada yang terlibat dengan kasus pemberontakan tersebut.
Melihat kondisi yang seperti inilah membuat pengurus jemaat Ahmadiyah Indonesia
mengeluarkan instruksi dan sekaligus mempertegas bahwa oerganisasi ini bukan organisasi
politik, seperti yang sudah digariskan oleh pendirinya yang menyatakan bahwa organisasi ini
sampai kapanpun bukanlah organisasi politik, cara memenangkan agama Islam bukan melalui
partai politik atau politik praktis tetapi melalui pembinaan akhlak setiap anggotanya.
99
Pernyataan bahwa organisasi ini tidak terlibat dalam politik praktis atau lebih jauhnya mau
mengadakan kudeta kepada pemerintah maka pada tahun 1965 bulan Agustus,
pernyataannya sebagai berikut;
No.48/sekr. Ch./65
PENGURUS BESAR JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
MEMPERHATIKAN:
1. Tindakan yang dilakukan oleh apa jangdinamakan “GERAKAN 30 September”
adalah tindakan kontra revolusioner:
2. Pemerintah telah membekukan PAarpol/Ormas jang tersangkut dalam “Gerakan 30
September” itu
MENGINGAT:
1. Djemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Anggaran
Dasar Pasal V dan ART pasal 8b, patuh pada pemerintah Republik Indonesia.
2. Djemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan pelajaran menganggap, bahwa
tindakan-tindakan jang dilakukan “Gerakan 30 September” itu adalah terkutuk.
3. Bahwa diantara anggota-anggota Ahmadiyah mungkin sekali ada jang termasuk
dalam Paropol/Ormas jang kegiatannya telah dibekukan oleh pemerintah karena
tersangkut dalam “Gerakan 30 September itu.
MENIMBANG:
Perlu diadakan pembersihan dalam lingkungan Djemaat Ahmadiyah Indonesia:
MEMUTUSKAN
1. Memetjat setiap anggota Ahmadiyah jang telah ditahan oleh alat Negara atas tuduhan
ikut serta aktif dalam “Gerakan 30 September “ dan mulai sejak penahanan orang
tersebut tidak lagi memepunjai hubungan dengan Djemaat Ahmadiyah Indonesia.
2. Memerintahkan kepada setiap anggota Ahmadiyah jang termasuk dalam dalam
Parpol/Ormas jang kegiatannya sudah dibekukan itu supaja menjatakan menarik diri
dari keanggotaan Parpol/Ormas tersebut. Pernyataan penarikan diri dari Parpol/Ormas
itu harus dilakukan dengan tertulis dan tembusannya disampaikan kepada Pengurus
Djemaat.
3. Memerintahkan kepada Pengurus Tjabang Djemaat Ahmadiyah Indonesia untuk
mengusahakan agar ad1 dan 2 diatas terlaksana dalam waktu 3x 24 djam sesudah
surat keputusan ini sampai ketangannja dan melaporkan kepada Pengurus Besar
dengan segera nama-nama orang-orang yang jang kepda mereka telah didjalankan
tindakan seperti jang dimaksudkan dalam ad1 dan 2 diatas.
100
Dekeluarkan di Djakarta
Pada tanggal 10 Nopember 1965
Pengurus Besar Djemaat Ahmadiyah Indonesia
Mengetahui:
Raisuttabligh:
(Imamuddin H.A)
Ketua:
(Sukri Barmawi)
Pernyataan tersebut dibuat karena kondisi jemaat Ahmadiyah Indonesia sedang dalam
keadaan kurang menguntungkan ditahun 1965 karena kasus Gerakan 30 September. Yang
menjadi ketua adalah Sukri Barwawi beliau juga merupakan perintis dari jemaat Ahmadiyah
di Bandung. Karena di tahun 1948-180an jemaat masih sangat sedikit jadi para pengmbang
jemaat Ahmadiyah dalam melaksanakan penyebaran banyak yang merangkap jabatan, ada
ayng menjadi ketua di Bandung juga bias merangkap jabatan yang sama di daerah lainnya
selama daerah tersebut masih berdekatan. Seperti halnya pa Wahid yang mengembangkan
jemaat Hamdiyah di Bandung, beliau juga mengmbangkan jemaat hamdiyah di Jawa Tengah.
Bahkan seorang Mubaligh Pakistan sayyid Muhammad Shah. Beliau dalam perang
kemerdekaan bahkan pasca kemerdekaan banyak terlibat membantu merebut dan
mempertahankan kemerdekaan di beberapa wilayah di Indonesia. Sekalipun tuigas utamanya
adalah memeprkuat penyebaran Ahmadiyah di Bandung. Karena kondisi yang sangat
membutuhkan bantuan maka beliau sendiri membantu tidak mengenal wilayah dimana beliau
ditugaskan oleh Khalifah jemaat Ahmadiyah.
Karena jemaat Ahmadiyah sangat kompak hal inilah yang membuat oknum dari
masyarakat yang meras terusik banyak menybarkan desas-desus bahwa hamdiyah adalah
agen Amaerika ahmadiyah agen Yahudi. Tuduhan seperti itu bila dilihat masih berlaku dalam
masyarakat. Oknum yang tidak senag kepada jemaat Ahmadiyah berusdaha membuat
101
konspirasi dengan membuat tuduhan yang dialamatkan kepada jemaat Ahmadiyah. Dengan
tuduhan seperti itu jemaat Ahmadiyah semakian sulit untuk berkembang.
102
Bab IV Pembahasan
4.1 Sekilas Biografi Pendiri Jemaat Ahmadiyah
Pembasahan organisasi Ahmadiyah ini sangat erat hubungannya dengan pendiri dari
organisasi ini, yakni Mirza Ghulam Ahmad. Banyak penulis yang membuat biografi ini baik
dari Negara Barat maupun dari Negara kita, dengan berbagai macam perspektif. Dari
berbagai perspektif yang timbul penulis melihat nampaknya perlu ditampilkan berbagai
perspektif yang positif maupun yang negative, mulai dari leluhurnya dan kondisi kehidupan
beliau. Seorang penulis dari Barat Ian Adamson memberikan gambaran tentang kelahiran
Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:
Mirza Ghulam Ahmad was born on Februari 13th, 1835, the second son of Mirza
Ghulam Murtaza. He was a twin, but his sister died a few days after deir birth. His
birth was period of rejoicing for the family for at that time financial adversity also
ended for the family. Five villages, part of the family estate confiscated when the Sikhs
took power in the Punjab, were restored to them.
It was also the time forecast by tradition for the coming of the Promsed Mesiah. There
was general agreement among Muslim that The Mahdi, which translates in English as
“The Guide One” , would appear at the beginning of the 14th century of the Hegira,
which corresponds roughly to the last decade of the 19th century of the Christian
calendar. Yesus had also indicated that the time of second coming would be signaled
by wars, epidemics and general tribulation. The Firsr World War, the Spainish flue
epidemic which killed millions fulfilled these conditions. And among many Christian
denominations it was believed that the late 19th or early 20th century was the period
when Jesus would come again to the world.(Iain Adamsom Mirza Ghulam Ahmad Of
Qadian ;7).
Penulis dari Indonesia seperti Alhadar pernah menulis dalam bukunya Ahmadiyah
Telanjang Bulat di Panggung Sejarah. Dalam tulisan Alhadar tersebut berusaha
mengungkapkan fakta-fakta atau kelemahan-kelamahan dari pendiri jemaat Ahmadiyah. Dan
103
hal ini kemudian meresap dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Pada umumnya
masyarakat di Indonesia mengetahui isu-isu Ahmadiyah itu sebagai berikut:
5. Orang Ahmadiyah Syahadatnya berbeda
6. Orang Ahmadiyah Qur’annya beda
7. Orang Ahmadiyah mesjidnya tidak menghadap kiblat
8. Orang Ahmadiyah puasanya berbeda
Banyak lagi isu yang masuk ke telinga bangsa Indonesia termasuk penulis sendiri.
Ketika penulis membaca literatur dari Pakistan ternyata isu yang timbul terhadap
Ahmadiyah itu sedikit berbeda. Orang Pakistan tidak menyebutkan Tadzkirah itu sebagai
kitab sucinya jemaat Ahmadiyah. Mereka mengetahui betul sejarah ditulisnya Tadzkirah itu.
Tadzkirah hanyalah sebuah tulisan yang di dalamnya memuat kumpulan catatan rohani
Mirza Ghulam Ahmad dan ditulisnya pun 30 tahun sesudah Mirza Ghulam Ahmad wafat.
Bahkan masyarakat di Negara ini dan di zaman sekarang yang serba modern masih
sangat sedikit kemauan untuk membaca dan menelaah sendiri. Kebanyakan dari kita lebih
suka mendengar dari para ulama. Ulama dijadikan patokan dalam menentukan hukum
sekalipun hukum yang diberikan atau difatwakan bertentangan dengan Al-Qur’an:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
104
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al
Maidah:8).
Basyirudin (Saif, 1982:48-50) menyatakan bahwa suatu kutipan lain dalam buku
Inilah Qadiani hal 52 “kita bertentangan dengan kaum muslim lain dalam segala hal; tentang
Allah, Rasul, Al-Qur’an, Shalat, haji dan Zakat. Antara kami dan mereka terdapat
pertentangan yang esensial dalam semua itu”. Kutipan itu tidak memuat secara lengkap dan
detail, sebenarnya Hadhrat Basyirudin Mahmud Ahmad r.a. beliau menyatakan bahwa Zat
Allah swt, wujud Rasulullah saw, Al-Qur’an, Shalat, Puasa, Naik Haji dan Zakat. Ringkasnya
tiap-tiap hal terdapat perbedaan. Mengenai hal tersebut dijelaskan secara panjang lebar
tulisan ini ditulis dalan (Al-Fazal 30 Juli 1931).
Dari kutipan di atas dapat kita lihat bagaimana kebanyakan dari kalangan umat Islam
baik semasa Mirza Ghulam Ahmad pertentangan kepada beliau sangat banyak. Pendakwaan
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi yang dijanjikan telah banyak menuai kontroversi
dari umat Islam. Bahkan Mirza Ghulam Ahmad pernah menulis dalam buknya yang berjudul
Perlunya Seorang Imam Zaman semasa beliau masih hidup, sedikitnya seseorang untuk
menjadi seorang Imam Zaman harus memiliki tiga kriteria (Ahmad: 2004:12-14).
Pertama ialah daya akhlak. Sebab Imam harus berhubungan dengan orang-orang
berandalan yang berbudi rendah dan yang bermulut kotor. Oleh Karena itu, di dalam diri
mereka harus bermukim daya akhlak yang tinggi tarafnya supaya di dalam diri mereka jangan
timbul tabiat pemberang dan gelora emosi kegila-gilaan sehingga orang-orang tidak terluput
dari kebajikan-kebajikannya.
Memalukan sekali orang yang disebut sahabat Tuhan tetapi terperangkap dalam
akhlak rendah dan tidak dapat menahan perkataan kasar sedikit pun. Barang siapa yang
disebut Imam Zaman tetapi demikian mentah tabiatnya menyala, ia sekali-kali tidak dapat
disebut Imam Zaman.
105
kedua adalah daya keimaman (Imamat) yang karenanya ia dijuluki Imam, yakni
kegairahan melangkah maju dalam hal-hal terpuji, amal-amal saleh, segala kearifan Ilahi dan
kecintaan Ilahi: yaitu jiwanya tidak menyukai kerugian suatu apa pun dan tidak menyenangi
suatu keadaan cacat apa pun. Ia merasa prihatin lagi sedih kalau ia terhalang dari kamajuan.
Hal ini merupakan suatu daya fitrat yang bermukim dalam diri sang Imam. Seandainya ia
mengikuti cahayanya, maka dari segi daya fitratnya ia tetap seorang Imam juga adanya.
Walhasil, makrifat halus ini patut dicamkan bahwasanya keimaman merupakan suatu
daya tertanam di dalam wujud fitratnya guna melaksanakan tugasnya itu dan tersirat dalam
kehendak Ilahi. Apabila kata Imamat harus diterjemahakan, maka kata itu dapat dikatakan
kemampuan kepemimpinan (wujud yang harus diikuti).
Tegasnya, fungsi keimaman ini bukan suatu kedudukan yang bersifat sementara dan
datang turun temurun. Melainkan, seperti halnya daya penglihatan, daya simak dan daya
pengertian demikian pula halnya daya ini merupakan daya untuk maju ke depan serta meraih
martabat paling awal dalam urusan-urusan Ketuhanan. Sedangkan kata Imamat itu
mengisyaratkan kepada kandungan makna itu pula.
Ketiga adalah keleluasaan di dalam Ilmu yang penting bagi seorang Imam. Ciri khas
ini penting sekali karena wawasan keimanan menghendaki tindak langkah ke depan dalam
kebenaran, kearifan, kebutuhan cinta kasih, kelurusan dan kesetian. Oleh karena itu, ia
menggunakan seluruh potensi lainnya dalam pengabdian ini serta ia setiap saat sunguh-
sungguh memanjatkan do’a.
Selain itu, kedatangan Imam Zaman tidak akan pernah terputus. (Abu Daud & Misykat hal
36).
“Sesungguhnya Allah swt. Akan mengirimkan untuk umat ini pada permulaan setiap
seratus tahun seorang Mujadid (Pembaharu) yang akan memperbaiki agamanya”.
106
Sumber lain yang berbicara tentang kedatangan seorang Mujadid di tiap permulaan
seratus tahun itu tertulis dalam kitab (Hijajul Kiramah: 135-139). Dalam kitab tersebut
dijelaskan beberapa Mujadid setelah Khulafaurrasyidin, daftar Mujadid tersebut sebagai
berikut:
15. Umar bin Abdul Aziz
16. Imam Syafi’i
17. Abu Syarah/ Abu Hasan Asysyar
18. Abu Ubaidullah Nisyapuri/ Abu Bakar Baqlani
19. Imam Gazali
20. Sayyid Abdul Qadir Jaelani
21. Imam Ibnu Taimiya/ Khwaja Mu’inuddin Chsiti
22. Hafidz Ibnu Hajar Asqalani/ Saleh bin Umar
23. Imam Suyuti
24. Imam Uhammad Tahir Gujrati
25. Mujadid Alif Tsani Sarhindi
26. Syah Waliullah Muhaddas Dhelwi
27. Syid Ahmad Brelwi
28. Imam Mahdi & Masih Mau’ud
Dari semua Mujadid tersebut dalam catatan sejarah semasa hidup Mujadid tersebut
mendapatkan cercaan dan makian yang tidak sedikit. Mereka dituduh banyak hal mulai dari
mereka dituduh makar kepada pemerintah dan dituduh membuat ajaran yang sudah
menyimpang dengan keyakinan kebanyakan para ulama setempat. Namun, setelah ratusan
tahun baru mereka mengenang jasa dari para Mujadid tersebut. Tetapi, di awal kehidupannya
kalangan masyarakat banyak menentang dan mencaci.
Penulis melihat seperti doktrin yang diterapkan dan diajarkan oleh Mirza Ghulam
Ahmad seperti masalah Al Mahdi dan Al Masih, Mujadid, Kenabian, Wahyu, Khalifah Jihad.
Ajaran tersebut kemudian menjadi sesuatu yang khas dalam jemaat Ahmadiyah dimanapun
mereka berada. Mereka meyakini apa yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu
107
merupakan suatu ajaran kebenaran dan tanpa paksaan mereka meyakini dan mengimani
ajaran tersebut walau harus dibayar dengan nyawa sekalipun untuk lebih melihat lebih jauh
arah ajaran yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad perlu diuraikan secara rinci dalam
(Zulkarnain: 112)
f. Masalah al-Mahdi dan al-Masih
Masalah al-Mahdi dan al-Masih adalah merupakan ajaran pokok dalam Ahmadiyah.
Menurut Ahmadiyah paham tentang al-Mahdi tidak dapat dipisahkan dengan masalah
kedatangan kembali Isa al-Masih di akhir zaman, karena al-Mahdi dan al-Masih adalah satu
tokoh, satu pribadi, yang kedatangannya telah dijanjikan oleh Tuhan. Ia ditugaskan oleh
Tuhan untuk membunuh Dajjal, mematahkan tiang salib, yaitu mematahkan argumen-
argumen agama Nasrani dengan dalil-dalil atau bukti-bukti yang meyakinkan serta
menunjukkan kepada para pemeluknya tentang kebenaran Islam. Disamping itu, ia pun
ditugaskan untuk menegakkan kembali syari’at Nabi Muhammad, sesudah umatnya
mengalami kemerosotan dalam kehidupan beragama.
Dasar yang mereka gunakan mengenai kedatangan al-Mahdi dan al-Masih yang
dijanjikan, adalah sabda Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Bukair, dari al-
Laits dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari nafi’ Maulana Abi Qatadah al-Anshari, dari Abu
Hurairah:
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw, bersabda: “Bagaimanakah (Sikap)
kamu sekalian apabila Ibnu Maryam datang (bersamamu), sedangkan imamu berasal dari
kalanganmu”.
108
Dalam hadits tersebut, Ahmadiyah memahami bahwa kata-kata Imamukum minkum
( ) menunjukan bahwa yang dimaksud ialah seorang diantara umat Islam
sendiri. Artinya, bukan imam yang datang diluar umat Islam, misalnya dari Bani Israil.
Dengan demikian al-Masih yang datang di akhir zaman itu bukanlah Nabi Isa a.s yang telah
wafat, melainkan seorang Islam yang mempunyai perangai atau sifat-sifat seperti nabi Isa as,
al-Masih yang dijanjikan, yaitu Mirza Ghulam Ahmad dari Qadian dan pengakuan sebagai
al-Masih itu ia umumkan pada tahun 1891
Mengenai nuzul al-Masih, kaum Muslimin pada umumnya berpendapat bahwa al-
Masih yang akan datang pada akhir zaman itu adalah Ibnu Maryam as, yang diutus kepada
Bani Israil. Beliau sekarang masih hidup di langit. Nanti pada hari akhir akan turun dari
langit ke dunia dengan dibantu Imam Mahdi. Beliau akan berperang melawan orang-orang
non Muslim dan tidak akan berhenti berperang selama musuh-musuh Islam belum mati atau
memeluk Islam. Sesudah itu akan didirikan kerajaan Islam di dunia ini.
Sejalan dengan ini ibu Khaldun Sosiolog Muslim mengemukakan sebagai berikut
(Zulkarnain, 2000: 115) telah dikenal di kalangan umat Islam sepanjang masa bahwa pada
akhir zaman pasti akan lahir seorang laki-laki dari ahli bait yang akan menguatkan agama,
melahirkan keadilan dan menjadi ikutan kaum Muslimin. Ia akan mengusai kerajaan-
kerajaan Islam dan ia dinamai Mahdi. Keluarnya Dajjal dan tanda-tanda hari Qiamat yang
tersebut dalam hadits-hadits shahih sesudah datang Dajjal, adalah terjadinya mengikuti
Mahdi. Dan Nabi Isa akan turun kemudian ia membunuh Dajjal dan ia shalat beriman
kepada Mahdi.
Sedang golongan lain, yakni Ahmadiyah memahami hadits-hadits tentang nuzul al-
Masih secara kiasan. Mereka berpendapat bahwa al-Masih (Nabi Isa) ibnu Maryam yang
diutus kepada Bani Israil telah wafat secara wajar dalam usia lanjut. Orang yang sudah wafat
109
tidak akan dibangkitkan lagi sebelum hari Qiamat datang. Dasar yang dipakai adalah surat
al-Mukmin (23): 16 dan 100
Artinya:
Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari
kiamat. (al-Mukmin: 16)
Artinya:
Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak.
Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada
dinding sampai hari mereka dibangkitkan . (al-Mukmin: 100)
Sehingga menurut Ahmadiyah, Isa dan al-Mahdi adalah satu pribadi, bukan
sebagaimana yang dipahami orang pada umumnya. Selain ayat tersebut diatas.
Terdapat juga hadits yang menjadi dasar kayakinan Ahmadiyah yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dari Yunus ibn Abdul A’la, dari Muhammad Idris al-Syafi’i, dari
Muhammad ibn Khalid al-Janadi, dari Abban ibn Shaleh, dari al-Hasan, dari anas ibn Malik:
Artinya: dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah saw, bersabda, tidaklah urusan
bertambah kecuali kesulitan; dunia dunia tidak bertambah kecuali kemunduran; tidaklah
110
bertambah manusia keculi cucuran air mata; tidaklah tiba hari Qiamat kecuali atas orang-
orang yang jahat; dan tiada seorangpun (sebagai) al-Masih selain Isa ibn Maryam.
Dengan demikian hadits tentang nuzulul Masih menurut Ahmadiyah tidak dapat
dipahami secara harfiah, melainkan harus dipahami secara kiasan alasan yang digunakan
adalah:
3. Sabda nabi itu secara lahiriah ditujukan kepada sahabat beliau, akan tetapi pada
hakekatnya yang dimaksud adalah umat Islam pada akhir zaman.
4. Nabi Isa tidak dapat digolongkan ke dalam kata “antun” (kamu umat Muhammad),
karena:
e. Nabi Isa memang bukan umat Muhammad
f. Nabi Isa adalah Imam bani Israil
g. Nabi Isa sudah wafat
h. Orang yang sudah wafat sebelum hari Qiamat tidak akan dibangkitkan lagi
kedunia.
Selain hadits yang digunakan beberapa ayat al-Qur’an dijadikan pijakan dalam
memberikan penafsiran bahwa yang didakwakan oleh Mirza Ghulam Ahmad itu semasa
hidupnya adalah suatu kebenaran ayat al-Qur’an itu adalah sebagai berikut:
Artinya:
Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra
Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi
mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa,
111
benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai
keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka
tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. (Annisa: 157)
Artinya:
Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Annisa: 158)
Dalam ayat tersebut jemaat Ahmadiyah memahami ma shalabuhu ( ) itu
sama sekali tidak menyangkal Nabi Isa dinaikkan ke atas tiang salib tetapi menyangkal
kematian Nabi Isa di tiang salib.. jadi arti kata ma shalabuhu ( ) artinya mereka
tidak menyebabkan dia mati pada kayu palang atau mereka tak menyalibkan dia (Isa). Disalib
artinya dihukum mati dengan jalan memakukan atau mengikatkan pada kayu salib dan
dibiarkannya sampai mati, yang biasanya memakan waktu lama sekali. Nabi Isa dinaikkan ke
atas tiang salib hanya kira-kira tiga jam saja. Bukti lain bahwa nabi Isa tidak mati di tiang
salib adalah dalam kitab Injil bahwa nabi Isa disalib hanya beberapa jam saja. (Markus, 15:12
dan Yahya 19:14). Dan kematian karena di salib memakan waktu agak lama (Yahya, 19:32-
33). Nabi Isa pidah ke Kashmir (India) dan meninggal secara wajar dalam usia 120 tahun
Demikianlah Nabi Isa telah menyempurnakan tugasnya, ia meninggal dunia,
sebagaimana biasanya manusia dan dikuburkan di Srinagar, Kashmir. Atas penyelidikan
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri jemaat Ahmadiyah, telah menunjukan kuburan Nabi Isa yaitu
di Mohala Khan Yar di kota Srinagar, dan kuburan itu masih dapat dikunjungi di sana
(Batuah, 2007: 30-31).
Mengenai kata syubbiha lahum ( ) menurut Ahmadiyah dapat
ditafsirkan ditampakkan bagi mereka demikian, yakni seperti nabi Isa itu telah Mati di tiang
salib. Jadi Nabi Isa di atas tiang salib belum meninggal. Dengan demikian kata tersebut
112
menurut Ahmadiyah tidak dapat diterjemahkan “orang yang diserupakan dengan Isa Bagi
mereka”. Kata syubbiha ( ) dalam pandangan jemaat Ahmadiyah kata tersebut
dapat ditafsikran dua macam, pertama, ia dibuat seperti itu atau dibuat menyerupai itu, dan
kedua, perkara itu dibuat samar-samar atau kabur. Jadi nabi Isa diserupakan itu.
Sedang kata rafa’a ( ) mempunyai dua arti, yakni mengangkat atau menaikkan
dan meninggikan atau memuliakan. Tetapi kata rafa’ailallah dalam al-Qur’an selalu
mengandung arti meninggikan atau memuliakan. Jadi rafa’ahullahu ilaihi artinya “Allah
mengangkat dia ke hadapan-Nya”. Mengangkat artinya memuliakan, dalam hal ini derajat
atau pujian bukan tempat dan arah adapun uraian mengakat dan meninggikan Nabi Isa itu
merupakan jawaban dari usaha yang dilakukan oleh kaum Yahudi untuk membunuh Nabi Isa
di tiang salib. Hal serupa juga diungkapkan oleh mubaligh Ahmadiyah yang di Inggeris
tentang Nabi Isa tidak mati di tiang salib dan nabi Isa tidak naik ke langit. Keyakinan tersebut
tidak pernah ada pada masa Kristen awal. Sham menjelaskan dalam buknya Where Did Jesus
Die.
“ascention is not mentioned in the earliest Christian writings, namely, the Epistles,
nor apparently, was it referred to in the earliest Gospel, that of St. mark, for the
words, “He was received up into heaven”, are quite vague and are included in those
last twelve verses of the book which are now recognized by practically all Biblical
scholars as a much later addition’. Further, he say:-
“such an ascension into the sky was the usual end to the mythical legends of the
live of the pagan gods, just as it was to the very legendary life of Elijah. The god
Adonis, whose worship flourished in the lands in wich Christinity grew up, was
thought to have ascended into the sky the presence of his followers after his
resurrection, and similarly Dionysos, Herakles, Hyacinth, Krisna, Mitra and other
deities went un into heaven”.
The conclusion at wich we arrive is that it is wrong to base the theory of the
Ascention on cuch insecure grounds. (Sham, 1978: 61-62).
113
Jelas sekali apa yang disebutkan oleh Sham tadi yang juga ia menjabat sebagai
mubaligh untuk Inggeris mengatakan bahwa Nabi Isa naik ke langit itu tidak ada dasarnya
sama sekali bahkan pada masa Kristen awal hal itu tidak diketahui. Keyakinan tentang Nabi
Isa naik ke langit itu merupakan adopsi dari keyakinan Paganisme legenda mitologi saja.
Dalam hal ini Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai al-Masih (Isa Muhammad),
selain wahyu yang ia terima dan bukti-bukti dalam al-Qur’an dan hadits karena ia
mempunyai kesamaan dengan Nabi Isa as. (Isa Israili). Adapun kesamaan Isa Israili dengan
Isa Muhammadi antara lain dalam (Zulkarnain, 2000: 122-123).
4. Keduanya terjadi setelah memasuki abad ke-14. Isa Israili yang dijanjikan muncul
pada abad ke-14 sesudah Nabi Musa. Dan Isa Muhammadi muncul pada abad ke-14
sesudah Nabi Muhammad saw.
5. Keduanya menegakkan syari’at Nabi yang diikutinya. Isa Israili mengikuti syari’at
Musa, sedang Isa Muhammadi (al-Masih) mengikuti syari’at Muhammad saw.
6. Isa al-Masih adalah Masih Mau’ud dalam syari’at Musa Israili. Sedang Mirza Ghulam
Ahmad adalah Masih Mau’ud dalam syari’at Muhammad saw. Sedang tugas al-Masih
dan al-Mahdi yang dijanjikan antara lain:
4. Memperbaharui agama
5. Memecahkan salib
6. Membunuh babi
Mengenai tanda-tanda kedatangan al-Masih al-Mahdi yang dijanjikan, jemaat
Ahmadiyah mendasarkan ayat al-Qur’an antara lain al-Qur’an sendiri banyak memberikan
nubuwwatan tentang hal tersebut, sebagai berikut:
114
Artinya:
Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat
dari seluruh tempat yang tinggi.(Al-Anbiya: 96).
Ayat ini menerangkan bahwa Ya’juj dan Ma’juj pun walau mereka menguasai
seluruh dunia, mereka tunduk pada undang-undang itu. Dan yang dimaksud mereka mengalir
dari tiap-tiap tempat yang tinggi ialah bahwa mereka akan merampas tiap-tiap tempat yang
nyaman dan menguntungkan hingga dikuasailah seluruh dunia.
Ayat tersebut mengambarkan merajalelanya Ya’juj dan Ma’juj di dunia
mengisyaratkan penjajahan Eropa di seluruh dunia. Dengan demikian ramalan dalan al-
Qur’an mengenai merajalelenya Ya’juj dan Ma’juj pada Zaman akhir, telah muncul pada
zaman sekarang ini.
Pandangan pendiri Ahmadiyah mengenai masalah tersebut sangat aneh bagi kalangan
masyarakat. Kendati di Negara Indonesia sudah mengenal dengan akan datangnya “ratu adil”
telah banyak menuai pro-kontra apakah memang ada wujudnya atau pandangan yang
lainnya. Penulis tidak dapat akan memperpanjang siapa al-Mahdi dan al-Masih itu, karena
masalah tersebut adalah masalah soal keyakinan dari setiap individu yang kemudian
teraktualisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pada masa penjajahan Belanda penduduk
pribumi termasuk di dalamnya masyarakat Sunda sangat mendambakan datangnya ”Ratu
Adil” itu.
Dalam “Uga” cerita leluhur orang sunda datangnya “Ratu Adil “ itu adalah di alun-alun
kota Bandung. Bila kita lihat atau cermati alun-alun kota Bandung itu dahulu adalah Tegal-
lega. Dan pertama kalinya datang penyebar Ahmadiyah itu ke Kota Bandung, tempat yang
pertama disinggahi adalah Tegal-Lega itu. Dikalangan jemaat Ahmadiyah kota Bandung
dengan adanya “Uga” tersebut dijadikan dalil dalam rangka penyebaran Ahmadiyah di Kota
115
Bandung, dengan memanfaatkan situasi kultur masyarakat Bandung yang pada waktu itu
masih sangat kuat dengan keyakinan terhadap’’Uga”. Hal seperti ini tidak hanya berlaku
untuk Bandung saja bahkan daerah lain di Nusantara ini jemaat Ahmadiyah dalam rangka
menyebarkan ajarannya lebih dulu mengenal situasi kondisi masyarakat untuk lebih
memudahkan dalam kegiatan penyiaran ajarannya.
g. Kenabian
masalah kenabian ini sangatlah penting sekali untuk dibahas karena terdapat
perbedaan yang menarik atara pengertian kenabian. Golongan Sunni mengangggap antara
nabi dan Rasul itu berbeda. Nabi adalah orang yang menerima wahyu dan tidak diwajibkan
menyampakan kepada umatnya. Sedangkan Rasul adalah orang yang menerima wahyu dan
juga punya kewajiban meyampaikan kepada umatnya.
Sedangkan dalam pandangan jemaat Ahmadiyah nabi berasal dari kata naba yang
berarti membawa kabar ghaib, juga berarti ramalan tentang peristiwa yang akan terjadi.
Menurut jemaat Ahmadiyah, istilah nabi secara syar’i hanya diterapkan kepada orang yang
dipilih Allah, diutus unutk menyampaikan perintah Allah kepada manusia. Ia juga disebut
rasul (utusan Allah). Dengan demikian semua nabi adalah rasul. Dengan kata lain nabi dan
rasul adalah satu mafhum, tidak berbeda. Jemaat Ahmadiyah menggunakan dasar dari surat
Yunus:47
Artinya:
47. Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah
keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak dianiaya.
Dalam pandangan jemaat Ahmadiyah ada tiga klasifikasi dalam masalah kenabian
116
4. Nabi Syahibu al-syari’ah dan Musytaqil. Artinya nabi yang membawa syari’at
(hukum-hukum) untuk manusia. Mustaqillah, artinya menjadi nabi dengan tidak
karena hasil itha’at, mengikuti kepada nabi sebelumnya. Seperti nabi Musa a.s. ;
beliau menjadi nabi bukanlah hasil dari mengikuti nabi atau syari’at sebelumnya.
Langsung menjadi nabi dan membawa Taurat, begitu pula nabi Muhammad saw. Nabi
semacam ini dapat juga disebut Nabi tasyri’i dan Mustaqil (langsung).
5. Nabi musytaqil ghiar al-Tasyri’I,artinya ia, menjadi nabi dengan langsung bukan hasil
mengikuti kepada nabi sebelumnya. Artinya ia ditugaskan Tuhan menjalankan
syari’at yang dibawa nabi sebelumnya. Seperti nabi Harun, Daud, Sulaiman, Zakaria,
Yahya dan nabi Isa a.s. kesemuanya itu menjadi nabi secara langsung (mustaqil),
tidak karena hasil mengikuti nabi Musaa.s atau nabi lain sebelumnya. Mereka dengan
langsung diangkat Tuhan menjadi nabi dan ditugaskan menjalankan syariat Taurat.
6. Nabi zhilli ghair al-Tasyri’i, artinya ia mendapat anugrah Allah menjadi nabi semata-
mat karena hasil kepatuhan kepada nabi sebelumnya dan juga mengikuti syari’atnya.
Jadi kenabian itu di bawah kenabian sebelumnya dan tidak ada syari’at baru. Seperti
kenabian Mirza Ghulam Ahmad. Yang mengikuti syari’at nabi Muhammad saw.
Menurut paham Ahmadiyah, hanya nabi-nabi yang membawa syari’at saja yang sudah
berakhir. Karena lembaga kenabian sudah tertutup. Sedangkan, nabi-nabi yang tidak
membawa syari’at akan tetap berlangsung.
h. Wahyu
Sebagaimana pembahasan tentang kenabian, pembahasan masalah wahyu di kalangan
jemaat Ahmadiyah juga merupakan pembahasan penting.
Wahyu Allah tidak hanya di turunkan kepada para nabi Allah saja. Melainkan,
dikaruniakan pula kepada semua umat manusia. Bahkan dikaruniakan kepada semua
117
ciptaannya seperti hewan dan tumbuhan. Ringkasnya dalam al-Qur’an dikemukakan macam–
macam wahyu
6. Wayu Allah kepada makhluk yang tak bernyawa seperti bumi dan langit (41:11-12).
7. Wahyu kepada binatang seperti Lebah (16:68-69).
8. Wahyu kepada Malaikat (8:12).
9. Wahyu kepada manusia biasa baik laki-laki maupun perempuan yang bukan nabi
seperti para sahabat Nabi Isa (5:11) dan ibu Nabi Musa (28:7).
10. Wahyu kepada nabi dan rasul (21:7 dan 4:164).
i. Khalifah
Menurut Mirza Basyirruddin Mahmud Ahmad dalam al-Qur’an perkataan khalifah
dalam tiga pengertian:
4. Khalifah dipergunakan untuk nabi-nabi yang seakan-akan menjadi pengganti Allah di
dunia. Umpamanya Nabi Adam disebut khalifah (2:31-32) dan Nabi Daud
disebutkan sebagai khalifah (38:27).
5. Khalifah diartikan sebagai kaum yang datang kemudian dalam surat al-A’raf (70 dan
75) khalifah pengganti nabi juga di tunjuk oleh kaum seperti khalifah Abu Bakar
yang menggantikan Mabi Muhammad
6. Khalifah dipergunakan untuk pengganti nabi karena mereka mengikuti jejak nabi
sebelum mereka. khalifah semacam ini diangkat oleh Tuhan.
j. Jihad
Hakikat Jihad Islami dipaparkan oleh pendiri jema’at Ahmadiyah.
“Sekarang saya ingin menuliskan jawaban pertanyaan, mengapa Islam memerlukan
Jihad dan apa yang dimaksud dengan Jihad? Hendaknya jelas ketika Islam lahir, sejak saat
itu juga Islam terpaksa menghadapi kesulitan-kesulitan besar dan segenap kaum telah
118
menjadi musuhnya. Ini memang merupakan suatu hal yang wajar, ketika seorang nabi atau
rasul diutus dari Allah dan orang-orang di dalam golongannya tampak merupakan suatu
kelompok yang memiliki kemampuan tinggi, muttaqi, tangguh dan penuh kemajuan, maka
mengenai nabi/rasul tersebut tentu timbul semacam kedengkian di dalam kalbu kaum-kaum
dan golongan-golongan yang ada saat itu. Khususnya para ulama dan tokoh di setiap agama,
menampakan banyak sekali kedengkian. Dan semata-mata dengan mengikuti nafsu, mereka
merancang rencana-rencana untuk menimbulkan kemudharatan. Bahkan kadang-kadang
mereka juga merasakan di dalam kalbu-kalbu mereka bahwa mereka secara aniaya
menimbulkan penderitaan terhadap seorang hamba Allah yang berhati suci sehingga mereka
menjadi sasaran kemurkaan Allah. Dan perbuatan-perbuatan mereka juga, yang setiap saat
tampil pada diri mereka untuk menimbulkan kelicikan dan pergolakan yang menentang,
senantiasa memperlihatkan kondisi kalbu mereka yang bersalah. namun, tetap saja lokomotif
api kedengkian yang laju itu terus membawa mereka ke jurang permusuhan. itulah faktor-
faktor yang membuat para ulama dari kalangan musyrik, Yahudi dan Kristen di masa
Rosullullah saw. Tidak hanya luput dari menerima kebenaran, melainkan juga telah
menggerakan mereka untuk melakukan permusuhan yang sengit. Untuk itu mereka telah
berpikir keras, yakni bagaimana menghapuskan Islam dari muka bumi ini. Dan dikarenakan
orang-orang Islam pada masa permulaan Islam itu berjumlah sedikit, oleh sebab itu para
penentang mereka melakukan sikap permusuhan keras terhadap orang-orang Islam. Pada
waktu itu, yakni para sahabat, para penentang itu melakukan permusuhan karena rasa
takabur yang secara fitrat yang tertanam di dalam kalbu dan pikiran golongan-golongan
demikian yang menganggap diri mereka lebih unggul di bandingkan golongan lain dalam hal
harta, kekayaan, jumlah pengikut, kehormatan dan martabat. Dan mereka sangat memusuhi
orang-orang Islam saat itu, yakni para sahabah. Dan mereka tidak menghendaki tumbuhan
119
samawi ini tegak di bumi.bahkan mereka berusaha keras untuk membunuh orang-orang saleh
tersebut.
Banyak tanggapan yang beragam terhadap jihad yang dikemukakan oleh pendiri
jemaat Ahmadiyah. Kalangan yang tidak setuju mengatakan bahwa Mirza Ghulam Ahmad
tidak percaya dengan Jihad. Jauh sebelum itu Mirza Ghulam Ahmad menerangkan semasa
hidup beliau bahwa Jihad pada zaman sekarang di abad ke XX ini hendaknya Jihad dengan
pena. Sebab musuh Islam dalam melawan Islam tidak menggunakan fisik melainkan
menggunakan teknologi informasi. Hal tersebut disebut oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai
jihad kabir yakni jihad dalam rangka menerangkan isi dan misi Islam kepada kaum yang
membenci Islam dengan jalam damai. Islam terlahir sebagai rahmatan lil’alamin, berarti
setiap tindakan warga muslim dimanapun harus mencerminkan kehidupan yang
menyejukkan, bersahaja santun, ramah dan sifat terpuji lainnya. Islam tidak pernah
mengajarkan hidup dengki, karena kedengkian menganiaya diri sendiri dan memepersempit
tali persaudaraan dalam kehidupan.
Dalam hal ini penulis dalam mengemukakan kehidupan Mirza Ghulam Ahmad adalah
dilihat dari sudut konsep yang beliau kemukakan, Mirza Ghulam Ahmad menilai bahwa
kalangan ulama saat ini telah menyimpang dalam beberapa konsep Islam sehingga beliau
merasa terpanggil unutk memberikan penjelasan bagaiaman Islam menurut Rasulullah itu.
Dasar yang dikemukakan oleh Mirza Ghulam Ahmad berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Mirza Ghulam Ahmad ingin memberikan cermin bahwa Islam itu adalah agama yang penuh
dengan perdamaian penuh dengan kasih sayang seperti yang diajarkan oleh Rasulullah.
Begitulah kiranya sejak beliau menerima wahyu tahun 1889, beliau banyak dihujat oleh
berbagai pihak terutama kalangan umat Islam, sampai akhir hayat beliau tidak hentinya
mengatakan dan menyebarkan Islam sebagai agama yang penuh dengan perdamaian. Mirza
ghulam Ahmad meninggal tahun 1908. Sepeninggal Mirza Ghulam Ahmad tampuk
120
kepemimpinan dipegang oleh hakim Nuruddin. Beliau sebagai khalifah pertama dalam
jemaat Ahmadiyah.
4.2 Sekilas Awal Masuk Ahmadiyah Ke Indonesia
Maulana Rahmat Ali (1893-1958), adalah seorang Muballigh Ahmadiyah pertama yang diutus ke
Indonesia oleh Khalifatul Ahmadiyah dari Qadian, Khalifatul Masih II Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din
Mahmood Ahmad.[1] Maulana Rahmat Ali dikenal sebagai Sang Penabur Benih Jemaat Ahmadiyah di Indonesia.
Ia juga dikalangan Ahmadiyah memiliki kedudukan istimewa sebagai tabiin dari Imam Mahdi Masih Mau'ud as.
Hz.Mirza Ghulam Ahmad as..
Dilahirkan pada tahun 1893. Setelah lulus sebagai pelajar generasi pertama dari Madrasah Ahmadiyah
di Qadian pada tahun 1917 menjadi guru Bahasa Arab dan Agama pada Ta'limul Islam High School di Qadian.
Tahun 1924 dipindahkan ke Departemen Tabligh (Nizarat Da'wat Tabligh). Dari bulan Juli 1925 sampai Mei 1950
bertugas sebagai mubaligh di Indonesia. Beberapa tahun ditugaskan sebagai mubaligh di pakistan Timur.
Tanggal 31 Agustus 1958 wafat di Rabwah. (Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000),
h.19)
Atas undangan pelajar-pelajar indonesia yang sedang belajar di Qadian, tepatnya pada tanggal 2
Oktober 1925, ia tiba pertama kali di Tapaktuan, Aceh. Di latar belakangi kepercayaan akan datangnya Imam
Mahdi, dan surat yang sering dikirimkan para pelajar Indonesia di Qadian agar apabila utusan pertama dari Imam
Mahdi datang supaya diterima baik-baik, tibanya Maulana Rahmat Ali rahmatullah. di pantai Tapaktuan disambut
oleh ratusan penduduk yang menunggu kedatangan utusan Imam Mahdi. Diantara mereka ada yang menerima
dan masuk menjadi pengikut Ahmadiyah. Selaku juru bahasa dalam bahasa Arab pada waktu itu adalah seorang
pemuda bernama Abdul Wahid, yang kemudian hari pemuda tersebut belajar ke Qadian dan mewakafkan
hidupnya menjadi Muballigh Ahmadiyah. ( Bunga Rampai Sejarah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (1925-2000),
h.21)
Pada tahun 1931 Maulana Rahmat Ali berangkat menuju Jakarta atau Batavia waktu itu. Melalui
diskusi-diskusi perorangan yang ingin mengetahui tentang Ahmadiyah maupun diskusi secara terbuka, dakwah
Ahmadiyah di tanah jawa mendapat perhatian yg luar biasa. Perdebatan-perdebatan resmi terjadi antara
Ahmadiyah, Ulama Islam, Pendeta di Jakarta, Bogor, Bandung, sampai Garut..
Dalam tahun 1933 telah terjadi tiga kali perdebatan pihak Ahmadiyah Muballigh Maulana Rahmat Ali,
Maulana Abu Bakar Ayyub HA, Maulana Moh. Sadiq HA dengan Pembela Islam yang diwakili dari organisasi
Persis (Persatuan Islam) yang dipimpin oleh A. Hassan yang lebih dikenal dengan "Hassan Bandung" guru dari
121 Almarhum Mohammad Natsir mantan Ketua Rabithah Alam Islami dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
(DDII) yang terkenal. Diawali surat menyurat diskusi Ahmadiyah lewat majalah bulanan Ahmadiyah "Sinar Islam"
dan majalah "Pembela Islam" yang merupakan media Persis waktu itu, yang selanjutnya menimbulkan
kesepakatan diantara kedua belah pihak untuk mengadakan suatu pertemuan yang ketika itu disebut "Openbare
Debatvergadering (Pertemuan Debat Terbuka) yang pertama kalinya diadakan pada tanggal 14, 15, dan 16 April,
3 hari berturut-turut, bertempat di gedung Sociteit "Ons Genoegen" Naripanweg, Bandung, dengan pengunjung
lebih kurang 1000 orang. Perdebatan kedua adalah lanjutan dari perdebatan pertama, dan menarik perhatian
masyarakat kurang lebih 2000 orang, terjadi di Batavia pada bulan September, 3 hari berturut-turut dari tanggal
28, 29, 30, tepatnya di Gedung Permufakatan Nasional di Gang Kenari Salemba, Batavia Centrum. Ahmadiyah ,
(Sebuah Titik Yang Dilupa" Majalah Tempo nomor 29, 21 September 1974)
Ketika Maulana Rahmat Ali tinggal di Batavia, tepatnya di masa perjuangan kemerdekaan RI beberapa
tokoh perjuangan seperti Ir. Sukarno, Sutan Syahrir, dan Tan Malaka pernah mendatanginya (Maulana Rahmat
Ali) untuk mendiskusikan berbagai hal di antaranya mengenai Islam, Nasionalisme dan Tatanan Dunia Baru.
Juga di masa lalu Haji Agus Salim sering merekomendasikan orang-orang yang ingin mendalami Islam agar
datang ke mesjid Gang Gerobak. Disebut mesjid Gang Gerobak, karena di masa itu gang di mana mesjid ini
berada selalu penuh dengan berbagai macam gerobak. tempat itu sekarang dikenal dengan alamat Jalan
Balikpapan I/10.
4.3 Peranan Ahmadiyah di Bandung
Perkembangan Ahmadiyah di Kota Bandung tidak lepas dari peranan mubaligh asal
Sumatera Barat, Abdul Wahid. Secara kebetulan pada tahun 1933 sudah berdiam keluarga
Padang yang beriat berdagang di Bandung. Abdul Wahid yang semula berdiam di Garut,
pada tahun itu juga ia berpindah ke Bandung, bersama dengan keluarga Ahmadi asal padang
tersebut, abdul Wahid mengembangkan Ahmadiyah di Bandung.
Tempat kegiatan pertama kali di daerah Nyengseret, selama lebih kurang empat puluh
hari mereka berdiam di rumah sederhana di tempat itu, sebelum selanjutnya mereka
berpindah ke jalan Pejagalan No 35 C.
Setelah pendudukan Jepang yang sama sekali tidak memberikan ruang kebebasan
beragama, yang disusul dengan kemerdekaan dan kedatangan kembali Belanda, para
mubaligh di kalangan jemaat Ahmadiyah tidak tinggal diam. Mubaligh Abdul Wahid dan
122
mubaligh asal Pakistan, Aziz Ahmad Khan tidak tinggal diam, membantu mempertahankan
kemerdekaan dengan bekerja sebagai penyiar bahasa Urdu di RRI Bandung. Mereka bekerja
di RRI Bandung hingga meletusnya Bandung Lautan Api. Pada peristiwa tersebut banyak
penduduk yang mengungsi tidak terkecuali Abdul Wahid sekeluarga, mereka mengungsi ke
Garut.
Abdul Wahid kembali lagi ke Bandung tahun 1948. Pada tahun itu pula atas keinginan
dan instruksi dari Khalifah ke-2 maka Abdul Wahid berinisiatif membuat Mesjid di daerah
Pejagalan. Namun karena harga tanah di daerah tersebut mahal maka pembelian tanah pun
kemudian dialihkan di daerah Astana Anyar yang pada waktu itu masih berupa hamparan
sawah dan tanah kosong untuk pekuburan. Kendati demikian semuanya masih terasa sangat
berat karena warga Ahmadiyah masih sangat sedikit dan masih pada kurang mampu sehingga
istri Abdul Wahid sendiri sampai menjual perhiasan paling berharga yakni emas 3 gram,
untuk membeli sebidang tanah di daerah Astana Anyar. Selain dari Bandung banyak juga
yang menyumbang dari daerah Garut, Tasik. Banyak sekali yang membantu dalam
pembuatan mesjid tersebut. Abdul Wahid sebagai perintis memiliki segudang pengalaman
dan segudang makna kehidupan yang patut diteladanai oleh generasi muda saat itu.
Perjuangan Abdul Wahid dalam pandangan penulis memiliki arti yang sangat penting sama
halnya seperti Ahmdiyah Indonesia dengan Rahmat Ali dan Ahmadiyah Bandung identik
dengan Abdul Wahid begitulah kiranya sejarah kehidupan beliau sangat penting untuk
dikemukakan dalam pembahasan ini.
Waktu itu 21 Februari 1982 usianya sudah 80 tahun, nampak segar berjemur
dihalaman rumah jalan cikutra no 159 Bandung. Itulah mubaligh pertama Markazi Abdul
Wahid. Wafat tanggal 22 feb 1982. di RSHS. Beliau dimakamkan tidak jauh dari rumahnya
di pemakaman umum Cikutra. Abdul Wahid berkiprah di Jemaat dari tahun 1936 – 1972. 36
tahun sudah kiprah beliau dan dinyatakan pensiun olleh Hadzat Khalifatul Masih ke-2 Miza
123
Bashirudin Mahmud Ahmad. Awal kiprahnya dimulai dari Sumatera kala itu siswa Tawalib
sedang merindukan pendidikan ke Hindustan karena terpengaruh oleh pidatonya Khawaja
Kamaludin, yang datang ke Yogyakarta, berita itu sangat menggema Karena diberitakan
dalam surat kabar Tjahaya Sumatera, pengaruhnya sangat besar kala itu termasuk pemuda
Abdul Wahid..
Karena kecintaannya kepada agama Islam setamatnya dari sekolah Tawalib beliau
pergi ke Tapak Tuan (Aceh) dan mendirikan sekolah setingkat SMA. Beliau merupakan anak
ke delapan dari dari 13 bersaudara kelahiran april 1904 dari bapak H Idris dari Ngarai Sianok
Bukit Tinggi dan ibunya Hj Jawiah dari Natal Sumatera Utara.
Selang dua tahun kemudian setalah kedatangan Khawaja Kamaludin Rahmat Ali datang ke
Aceh tepatnya di daerah Tapak Tuan. Dengan berbekal Ilmu agama yang cukup Rahmat Ali
Akhirnya bisa menaklukan beberapa hulu balang diantara yang terang-terangan bergabung
dengan Ahmadiyah
12. Abdul Rahman
13. Muhammad Syam
14. Mahdi Sutan Singasoro
15. Mamak Gamuk
16. Munir
17. Ali Sutan Marajo
18. Sulaeman
19. Datuk Dagang Muhamad Hasan
20. Abdu Wahid
21. Muhamad Yakin Munir
22. Abas dan Teuku Nasrudin.
124
Sejarah mencatat akhirnya hanya dua oranglah yang yang menjadi Mubaligh pertama
Ahmadiyah yakni Abdul Wahid dan dan Muhamd Yakin Munir. Tempat pertemuan biasanya
dilakukan di Rumah Mamak Gamuk, yang menjadi pendengar ada juga dari pelajar Sumatera
Tawalib. Keberadaan Rahmat Ali membuat Reputasi Ulama Aceh mulai goyah. Maka
dengan cara menghasut pejabat pemrintah Akhirnya Rahmat Ali pergi dari Aceh ke Padang.
Dengan kepergian Rahmat Ali dari Aceh ke padang membuat pelajar itu menjadi kekurangan
Ilmu untuk mengisi kekurangan itu dengan inisiatif mereka mengirim keluarga mereka untuk
pergi belajar ke Qadian. Mamak Sulaeman yang termasuk baiat awal mengirimkan tiga orang
putranya dan dua orang kemenakan. Putranya adalah Abdul Qayyum, Abdul Rahman dan
Abdul Rahim, kemenakannya adalah Abdul Wahid dan Muhammad Yakin Munir. 9 Juni
1926 mereka berangkat menuju Qadian dari lima orang itu yang menjadi orang berhasil
belajar sampai tamat adalah Abdul Wahid.
Sewaktu di Lahore sempat bertemu dengan Harsono Cokroaminoto, tokoh
Muhammadiyah. Sesampainya di Qadian suatu tempat yanmg terpencil tetapi sarat dengan
orang-orang yang dekat dengan Allah swt, kehidupan yang sangat sederhana, sangat jauh dari
kemewahan dunia mulailah suasana baru dalam kehidupan masyarakat setempat. Pergaulan
dengan sahabat Hadzrat Masih Ma’ud as dengan Khalifah ke II Hadzarat Mirza Bashirudin
Mahmud Ahmad lingkungan masyarakat yang mewaqafkan diri dalam mengkhidmati
Agama. Dengan berbekal ketekunan maka gelar HA pun diraihnya pada tahun 1933. dan
langsung masuk Mubaligh Class yang diselesaikannya dalam waktu dua tahun lulus tahun
1935 bulan oktober 1935 beliau diangkat menjadi Mubaligh Markazi kemudian bekerja di
Sadr Anjuman pada tahun itu juga mendaftar sebagai Musi dengan nomor musi 4434.
Pada tanggal 16 Februari Bapak Abdul Wahid meninggalkan Qadian dan kembali
Nusantara. Kemudian menikah dengan orang Garut. Kebetulan di Garut sudah terbentuk
cabang Garut yang di motori oleh Rahmat Ali sekitar 3 tahun sebelum kedatangan Pa Wahid.
125
Ketua dari cabang Garut yang pertama adalah Pa Ganda sekretaris Pa Yahya keuangan Pa
Udin Sayudin. Sekretaris Tabligh adalah Pa E Muhammad Toyyib. Dengan sudah
terbentuknt\ya cabang tersebut maka bagi orang yang sudah menerima kebenaran bahwa
Mirza Ghulam Ahmad sebagai Imam Mahdi maka segeralah baiat. Yang melaksanakan baiat
tersebut adalah sebagai berikut Udin Sayudin, Pa Ganda, Pa Yahya, Pa Amat bin Abdullah Pa
Haji Mansur Pa H Amir dan keluarga Pa Satibi beserta tujuh bersaudara. Termasuk Ibu
Tasliamah dan adiknya Kausar.
Kegiatan Tarbiyat meliputi kajian Tafsir, Hadits Nabi Muhammad Ilmu Nahwu
Sejarah Islam. Dan juga suka ada ceramah keluar dan berbincang dengan organisasi lainnya
seperti Muhammadiyah, NU, Persis, Syarikat Islam ,PNI , Partai Pasundan dan juga
Komunis.
Pada zaman Jepang banyak orang yang ditahan oleh Jepang baik dari Ahmadi maupun
dari bukan Ahmadi karena berbagai hal yang sekiranya berbahaya bagi Jepang saat itu. Ada
11 orang yang tercatat yang di tahan oleh Jepang. Sekalipun tuduhan yang tidak jelas. Ke 11
orang itu adalah 1. Bpk Abdul Wahid ketika sedang di Garut. 2. Bpk Sayyid Syah
Muhammad Di Kebumen, 3. Bpk Malik Aziz khan di Kebumen, 4. Bpk Abdul Samik di
Bandung, 5. Bpk Yahya di Garut, 6. Bpk Syarif di Tasikmalaya, 7. Bpk Rasli di Tasikmalaya,
8. Bpk Sadkar di Tasikmalaya, 9. Bpk E Mohammad Toyyib di Singaparna, 10. Bpk Jumria
di Singaparna, 11. Bpk Surya di Indihiang. Setelah 83 hari baru mereka dibebaskan Karena
tuduhan terhadap mereka tidak terbukti, kecuali Bpk E Mohammad Toyyib dibebaskan
setahun kemudian karena diduga terlibat dalam kasus Sukamanah.
Bandung yang juga sabagai kota yang dangat berpengaruh baik dari zaman Belanda ,
Zaman Jepang sampai Zaman revolusi kemerdekaan memiliki arti yang sangat strategis
dalam berbagai aspek. Arti strategis ini dibayar dengan kondisi Bandung yang selalu hangat
dengan berbagai gejolak baik Bandung Lautan Api dan sebagainnya. Kondisi ini tidak
126
menyurutkan Bapak Abdul Wahid untuk merencakan membuat Mesjid. Dengan berbekal
modal pertama dari menjual berlian 3 Karat milik istrinya seharga Rp. 1.200 yang hasilnya
digunakan untuk membeli tanah di jalan Haji Safari (nama jalan ini tidak berubah sampai
penulis menulis Skripsi). Kemudian Pa Wahid menghimbau anggota Jemaat untuk bergotong
royong membangun. Gambar Mesjid dibuat Oleh Bapak Guniwa Partokoesoemah, serta
menyumbang f 500 guna membeli genteng sedang pelaksananya Bapak Momon dan Bapak
Jamhur. Bantuan datang tidak dari warga Bandung saja bahkan dari luar Bandung ada dari
Garut yang membawa Kusen-kusen bekas bangunan Pabrik dodol yang hancur akibat di bom,
termasuk pintu jendela. Bapak Satibi menyumbang reng yang sudah diremdam 2 tahun. Ibu
Ombi menyumbang kayu yang asalnya mau membuat rumah pribadi ibu-ibu dari Bandung
dan Garut menyumbang 2/3 dari biaya pembangunannya dan Bapak Bagindo Zakaria
menyumbang f 300 untuk membeli cat selain itu Bapak Neneng Satraamijaya menyumbang
600 gram emas. Bulan juli 1948 mulailah peletakan batu pertama yang upacara peletakan
batu pertama oleh bapak Rahmat Ali. Tamu yang datang selain dari pengurs besar dari
Jakarta juga dari daerah Jawa Barat. 1950 Mesjid ini selesai dibangun. 1951 diadakan
Konrges II Jemaat Ahmadiyah di Mesjid ini yang dihadiri sekitar 200 orang dari seluruh
Indonesia. Kendati masih menggunakan MCK yang masih darurat.
Ketika bapak Rais Ut Tabligh ( kepala Mubaligh) Sayyid Syah Muhammad Ali pergi
Rabwah untuk cuti Pa Wahid selaku wakil menerima undangan dari Presiden Soekarno
untuk ke Istana negara. Kemudian Pa Wahid memberikan Tafsir Qur’an dalam Bahasa
Belanda De Heilige Qur’an.
Tahun 1955 kiprah Pa Wahid terus berkembang dangan izin dari Khalifah Masih II
beliau berkesempatan untuk studi banding ke Timur Tengah dan juga untuk memperdalam
bahasa Arab. Ruang lingkup Tabligh yang diemban oleh Pa Wahid selaku Mubaligh Markazi
sangatlah luas selain Jawa Barat beliau juga pernah berutugas di Jawa Tengah.
127
Kiprah seorang Mubaligh Markazi harus mampu membina Jemaatnya dari tataran
intern hal ini dibuktikan dengan adanya pembuatan Tarbiyat yang sudah dibentuk seperti di
cabang Wansigra, Manislor. Yang sampai sekarang tempat tersebut menjadi berkembang. Di
Bandung tidak ketinggalan. Sebagai daerah yang sangat strategis Bandung banyak mencetak
banyak kegiatan yang bersejarah bagi Jemaat Ahmadiyah.
Seperti yang disebutkan dalam paragaraf diatas awal masuk jemaat Ahmadiyah ke
Kota Bandung tahun 1933 dengan adanya debat antara Ahmadiyah dengan A.Hassn dari
Persis. Debat ini sangat menarik walau masing-masing dalam keyakinannya. Semua
persoalan menjadi tertuangkan dalam debat tersebut. Buku Verslag Debat. Di kalnagn jemaat
Ahmadiyah buku ini sanagt populer hamper di tiap lembaran terakhir selalu diiklankan
tentang buku tersebut. Dalam iklan tersebut menyatakan buku yang benilai abadi. Penulis
membaca dari majalah sinar Islam dari tahun 80-an mulai dicetak dan hamper tiap bulan ada
iklan mengnai buku tersebut. Ada beberapa dialog antara rahmat Ali dengan A.Hassn tentang
maslah agama yang menurut pandangan penulis sanagt penting untuk disimak dari sekian
debat yang telah berlangsung, dalam kutipan ini merupakan jawaban penutup dari Rahmat
Ali. Dari semua dialog pada tahun 1933 yang memakan waktu tiga hari dan dihadri banyak
penonton kesemua dialog tersebut penulis melihat hanya pada bagian penutup yang mampu
meneangkan hsemua dari dialog yang diadakan tahun 1933 di Bandung, kutipannya sebagai
berikut:
Saya sudah terangkan kebenaran Mirza Ghulam Ahmad menurut Qur’an, tetapi saya
tidak dengar satu ayatpun yang dikemukakan oleh pembela Islam buat bantah keterangan saya
itu. Kalau pembela Islam benar haruslah ia bantah keterangan saya itu dengan ayat-ayat
Qur’an pula. Saya hanya dengar ikhtilaf-ikhtilah yang ada dalam buku karanagn Mirza
Ghulam Ahmad.
128
Pembela Islam berkata: bahwa Ahmadiyah sudah menambah party, bukan
memepersatukan umat, ini keterangan bukanlah berarti menolak akan kebenarannya. Karena
dimasa nabi Isa orang Yahudi dan Nazara berkata semacam ini pula.
Pembela Islam berkata: Mirza Ghulam Ahmad dating untuk menghabiskan salib,
padahal sesudah datangnya Mirza Ghulam Ahmad Kristen kelihatan bertambah maju dari
yang telah sudah.
Betul orang Kristen ada betambah, tatepi bukan dari party Ahmadiyah.
Adapun perkara memecah salib, yang tersebut dalam hadits, itu sudah dikemukakan
oleh Mirza Ghulam Ahmad. Karena yang dimaksud memecah salib itu, ialah membatalkan
agama Nasara..
Ulama-ulama sendiri sudah berkata bahwa memecah salib adalah membatalkan
Agama Nasara. Tentang pekerjaan Mirza Ghulam Ahmad terhadap kepada membantah
Nasara, itu sudah dilihat dan disaksikan oleh musuh-musuh sendiri.
Mirza Ghulam Ahmad tidak saja mengatakan Nabi Isa sudah mati, malahan sudah
terangkan juga di mana kuburnya. Adalah lagi pemecahan salib yang lebih terang dari ini?.
Pembela Islam berkata bahwa pujian dari orang itu mudah diperdapat; ia juag bisa
dapat pujian dari orang lain, jika ia menulis buku dan minta pujian dari orang yang lain.
Sekarang saya kasih keterangan bahwa Mirza Ghulam Ahmad, sekali-kali tidak
meminta pujian dari pada orang yang lain, hanya orang sendiri yang terpaksa mengucapkan
pujian kepadanya, setelah mereka melihat saha yang besar itu terhadap memajukan Islam.
(offcieel Verslag Debat 1986;110-111).
Kutipan dari Verslag Debat tersebut merupakan bagian Akhir dari apa yang
diperdebatkan. Walau masing-masing pihak dalam posisi masing-masing. Hanya para
penonton sajalah yang memberikan gambaran dan media massa yang memberikan tanggapan.
Dengan adanya debat tersebut perkembangan jemaat Ahmadiyah semakin terus berkembang.
Banyak dari media yang ingin melihat meliput berbagai kegiatan.
129
Bukan berarti perkembangan jemaat Ahmadiyah berjalan dengan mulus saja. Kondisi
politik zaman penjajahan Belanda dan Jepang sanagt mempengaruhi dalam perkembangan
jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Seperti yang disebutkan di atas zaman Jepang sempat
terjadi kevakuman dalam jemaat Ahmadyah di Kota Bandung. Karena orang-orang penting
dalam jemaat Ahmadiyah ditangkap Jepang. Bahkan penulis melihat kevakuman organisasi-
organisasi banyak yang vakum zaman Jepang. Tentara Jepang banyak mengawasi pergerakan
massa bukan hanya berbau keilmuan bahkan samapi acara hiburanpun tidak luput dari
pantauan tentara Jepang. Ruang lingkup untuk pengerahan massa sangat ketat pada tahu-
tahun itu hamper semua vakum.
Begitu awal merdeka, mulai organisasi-organisasi yang tidur mulai bangun dan
berkiprah dengan pesat. Tidak ketinggalan jemaat Ahmadiyah pada awal kemerdekaan orang
Ahmadiyah yang bertugas sebagai mubaligh di luar Indonesia mendapat instruksi dari
khalifah ke-2 untuk memberitakan kemerdekaan Indonesia dimana mereka bertugas sebagai
Mubaligh, dan seluruh anggota dimanapun mereka berada. Berita ini dimuat dalam surat
kabar Kedaulatan Rakyat edisi selasa Legi 10-12-1946. Dan juga dimuat kembali dalam
Sinar Islam Agustus 1986.
Sperti yang diberitakan oleh surat kabar Kedaulatan Rakyat peranan jemaat
Ahmadiyah sangat besar sekali hamper setiap event nasional jemaat Ahmadiyah selalau
tampil ke depan. Hal inilah yang patut kita perhatikan betapa besar dan berpengaruh jemaat
Ahmadiyah pada kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini juga dapat dilihat Ketika pada pawai
kemerdekaan RI ke-XIX barisan pemuda (Khuddam), mengikuti pawai pada tanggal 18-8-
1964. (Sinar Islam Djuli/Agustus ‘64). Semua pemuda tergabung dalam satu rangkaian arak-
arakan di Ibukota. Yangtentunya para pemuda Ahmadiyah dari beberapa Kota ikut serta
termasuk dari Bandung juga. Pawai itu memepunyai arti tersendiri dalam pandangan penulis
bagaimanapun juga jemaat Ahmadiyah dan ormas lain tidak salaing bergesekan semua
130
lapisan masyarakat turut dalam kegiatan tersebut. Pemerintah tidak pernah membedakan
latarbelakang dan dari mana semua turut memeperingati kemerdekaan yang dicita-citakan.
Fondasi inilah yang harus tetap dipertahankan jangan sampai keharmonisan dan
kerukunan beragama pecah karena ego masing-masing. Keharmonisan dan kerukunan antarm
warga di Kota Bandung sudah terjalin dengan baik, tidaklah mengherankan banyak acara
berskla nasional dalam jemaat Ahmadiyah bias diselenggarakan di Bandung. Ini merupakan
suatu bukti yang telah diciptakan warga Kota Bandung dalam melihat dan menjaliani
kehidupan bermasyarakat yang plural. Jauh sebelum pemerintah zaman sekrang mengatakan
masyarakat Madani. Warga kota Bandung telah memberikan contoh yang nyata.
Keharmonisan jemaat Ahmadiyah mulai terusuik di awal kemerdekaan ini adalah
beberpa kasusu seperti DII/TII, PKI. Dua peristiwa ini banyak menyita perhatian bagai
jemaat Ahmadiyah. Namun, yang paling dirasakan besar pengaruhnya bagi warga
Ahmadiyah Astana Anyar adalah kasus PKI. Karena PKI melakukan aksinya di Jantung Kota
seperti Jakrta dan Bandung. Jelaslah ini membuat warga Ahmadiyah banyak yang dituduh
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan alas an-alasan yang tidak logis.
Warga ahmadiyah dituduh maker, dituduh hal-hal yang menyudutkan. Padahal kalau disimak
dari syarat-syarat bai’at sudah jelas setiap anggota Ahamadi akan menjunjung tinggi kesetian
kepada pemerintah. Untuk lebih jelasnya ada 10 ayarat bai’at yang harus dipenuhi oleh warga
Ahmadi. Sebagai berikut:
11. Dia akan menjauhi syirik sampai meninggal dunia.
12. Dia akan menjauhkan diri dari zina, berdusta, memandang wanita yang bukan muhrim
dan menjauhi segala macam kedurhakaan dan kemaksiatan, penganiayan dan
pengkhianatan. Dan akan menjauhi perbuatan yang berupa pemberontakan dan
kekacauan. Dan tidak akan membiarkan dirinya diklahkan oleh dorongan-dorongan hawa
nafsunya, walau berapa kuat dan hebatnya.
13. Dia kan tetap mendirikan sembahyang yang lima waktu, sesuai dengan perintah-perintah
Allah Ta’aladan rasul-Nya. Dan senantiasa sedapat mungkin untuk mendirikan tahjjud
(sembahyang malam), menghaturkan salawat salam untuk Nabi Muhammad saw dan
131
meminta ampun kepada Tuahnnya dari dosa-dosanya dan mengucapkan istigfar dan
mengingat setiap saat akan nikmat-nikmat-Nya dan karunia-karunia-Nya dengan ikhlas
hatinya serta bersyukur kepada-Nya dan membiasakan memuji dan menyanjung-Nya.
14. Dia, walaupun ada dorongan hawa nafsunya, tidak akan menyakiti satu orangpun dari
makhluk Allah pada umumnya, dan kaum Muslimin pada khususnya.baik dengan
tangannya ataupun dengang lidahnya ataupun dengan jalan lain.
15. Dia akan tulus dan ikhlas kepada Allah, dan ridho kepada keputusan-Nya dalam segala
hal, baik waktu dukaatau waktu sukar dan senang, atau waktu sempit dan lapang. Dan dia
bersedia untuk menerima segala macam kehinaan dan menderita segala kesulitan pada
jalan-jalan-Nya, dan dia tidak akan memalingkan diri dari pada-Nya ketika dating suatu
musibah atau turun suatu bala, bahkan ia akan lebih akrab mendekati-Nya.
16. Dia akan berhenti dari mengikuti adat istiadat yang buruk dan keinginan-keinginan yang
jahat. Dia akan tunduk sepenuhnya pada ajaran-ajaran Al Qur’an dan akan menjadikan
firman Allah ta’ala dan sabda Rasul-Nya saw sebagai pedoman bagi amal perbuatanya.
17. Dia akan membuang jauh sifat sombong dan angkuh, dan berlaku sepanjang hidupnya
merendahkan diri dan akan menghadapi ummat manusia dengan muka jernihdan bergaul
dengan mereka yang sopan santun dan budi pekerti yang baik.
18. Dia akan memandang agma, kehormatan agma dan kewajiban agma Islam lebih mulia
dari jiwa raganya, harta bendanya, anak cucunya dan dari segala apa saja yang
dicintainya.
19. Dia akan menolong dan mengasihi segala makhluk Allah semata-mata mencari
keridhaan-Nya. Dan sebisa-bisanya mengorbankan apa-apa yang telah diberikan Allah
kepadanya berupa kekuatan dan kekayaan untuk kebaikan sesamanya.
20. Dia akan mengikat janji persaudaraan dengan hamba Allah ini (Masih Mau’ud a.s)
semata-mata karena mencari keridhaan Allah Ta’ala, yakni bahwa dia akan aku dalam
segala hal ma’ruf yang akau anjurkan kepadanya, kemudian dia tidak akan berpaliang dari
padanya dan tidak akan pula memungkirinya sampai mati. Dan janji persaudaraan ini
hendaklah menjadi sempurnanya sehingga tidak ada pertalian-pertalian dunia yang dapat
menyamainya, baik pertalian kekeluargaan atau persahabatan ataupun perniagaan.
(sepuluh syarat bai’at 1889).
Demikian suatau tatan yang diberikan oleh pendiri jemaat Ahmadiyah kepada para
pengikutnya segala kehidupan antara ibadah vertikal dan horizontal harus selaras. Harus taat
kepada Allah juga taat pada pemerintah. Jadi ketika kasus PKI muncul orang Ahmadi di
Astana Anyar dan kota sekitarnya menjadi panas. Isu ini menjadi hangat bahkan dengan isu
132
ini pemerintah semakin ketat dalam memantau setiap perkumpulan. Dari berdiri sampai
kapanpun jemaat Ahmadiyah tidak akan pernah ikut dalam suatu politik praktis. Karena
dalam pandangan pendiri jemaat ahmadiyah memenangkan Islam bukan dengan jalan politik
praktis tetapi bagaimana membina akhlak masyarakat supaya masyarkat tersebut dapat
menjalankan nilai-nilai ke-Islaman. Banyak ormas Islam yang lari masukdalam bidang politik
yang akhirnya mereka menjadi kerdil dalam melihat kehidupan beragama. Inilah yang paling
berbahaya ketika Islam dibawa dalam arena politik. Dari tahun 1955 pemilu pertama Ormas
Islam pecah terus bergulir sampai akhirnya Orde Lama memasuki Orde Baru Partai Islam
dijadikan satu. Namun apa yang terjadi semua itu tidak berarti ketika umat Islam disibukkan
dengan hal seperti itu. Apa yang disuarakan bukanlah Islam yang hakiki tetapi bagaimana
meraup massa yang banyak.
Tahun 1965 penulis melihat bagaimana telah terjadi benih-benih konspirasi
permusuhan, kendati terjadi demikian jemaat Ahmadiyah terus saja berlangsung dalam
menghidmati keyankinan yang mereka anut. Ketaatan kepada khalifah dalam nizam jemaat
terus dipupuk. Para nggota Ahmadi taat kepada pemimpin ruhani mereka. Bukti ketaatan
warga Ahmadi itu dan bukti kecintaan kepada sang pemimpin dapat dibuktikan ketika
wafatnya Hadzrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, pada hari senin 8 nopember 1965
02:25 dini hari. Seluruh warga Ahmadi sangat bersedih mengingat peranan beliau yang
sangat besar sekali dalam menyebarkan paham Ahmdiyah di Astana Anyar. Seperti Rahmat
Ali, Abdul Wahid dan semua orang yang terlibat dalam penyiaran paham Ahmadiyah semua
dipantau dan mendapat petunjuk dari beliau. Perkembangan jemaat Astana Anyar sendiri
berdasarkan anjuran dari Hadzrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. (sinar Islam edisi
khusus Fadzl Umar 1965).
Kesedihan warga Ahmadi astana Anyar terobati dengan diadakannya pertemuan
tahunan yang rutin selalu diselenggarakan warga Ahmadi. Kali ini Bandung menjadi tuan
133
rumah dalam rangka JALSAH SALANAH KE XXIV. Dalam setiap kegaitan berskala
nasional atau wilayah hasil kegiatan tersebut selalu dibukukan. Hal inilah yang membauat
penulis merasa menarik jemaat ini sudah membauat tertib administrasi. Seperti Jalsah
Salanah yang ke-XXIV, yang penyelenggaraannya ditempatkan di Bandung.
Peserta Jalasah Salanah sangatlah banyak sekali. Unutk menampung jemaat yang
banyak dari seluruh Indonesia juga ada tamu undanagn dari Malaysia dan Singapura. Melihat
kondisi demikian tempat pelaksanaan di temapatkan di GOR Saparua. Acara ini dihadiri juga
oleh pejabat teras di lingkungan Pemkot dan Pemda. Serta dari Kodam III Sliwangi..
Bandung sampai tahun 1964 pernah menjadi tuan rumah dalam acara Jalsah salanah
sebanyak empat kali tahun 1950, 1960, 1963 dan tahun 1964 yakni tahun ini. Acara ini
memilki tujuan yang sangat bagus dalam pandangan pendiri jemaat Ahmadiyah. Acara ini
pertama kali digelar di Qadian dengan jumalah peserta hanya 75 orang namun stelah tahun
1972 peserta yang hadir mencapai 100.000 orang. Suatau hal yang hebat sekali dari tahun ke
tahun jumlah peserta yang hadir selalau bertambah banyak. Begitupun di Bandung pada
tahun 1950 yakni sua tahun pasca pembangunan mesjid peserta masih bias ditampung dalam
Mesjid namun setelah tahun 1964 mesjid tidak dapat menampun jumlah peserta yang banyak
itu. Unutk panginapan peserta Jalsah ditemapatkan di sekolah yang kebeltulan sedang libur
yakni di SMP 10 jalan Maluku. Bias dibayangkan bagaimana kota Bandung tahun 1964
melihat ribuan orang dating ke Bandung dengan tujuan mengikuti Jalsah Salanah ini. Warga
Bandung tidak keberatan menampung orang Ahmadi untuk menginap di sekolah tersebut dan
mengadakan kegiatan di GOR Saparua. Yang menjadi Mubaligh saat itu adalah masih dari
Pakistan yakni Mian Abdul Hayye HP.
Kesusksesan kegiatan tersbut disambut hangat oleh beberapa pihak termasuk
kalangan Ahmdi wanita atau sering Di sebut LI (Lajnah Imaillah). Kesuksesan acara di
Bandung menjadi Inspirasi bagi LI untuk mengadakan acara Ijtima di Bandung. Karena
134
kondisi yang sangat kondusif sehingga di tahun 1973 pengurus pusat LI mengadakan rapat
tahunan di Bandung di Mesjid Annatsir acar tersebut diadakan pada tanggal 8 malam sampai
9 Desember. Hasil dari rapat pengurus Pusat LI sebagi berikut:
6. Telah dibuat contoh Vaandel Lajnah Imaillah Indonesia yang bagus sekali, dan
juga cap (stempel) seragam unutk Lajnah Imaillah Indonesia. Harga Vaandel Rp.
1000 dan cap Rp 750 yang semua ini dapat dipesan dan dilihat dalam Ijtima LI
tahun depan. Bagi cabang-cabang yang menginginkan, supaya mengetahui
sebelumnya.
7. Majalah Suara lajnah Insya Allah mulai tahun 1974 ini terbit 2 bulan sekali.
Sumbangan karanagn cukup menggembirakan, hanya kesulitannya kurang
lancarnya beberpa cabang yang kurang cepat mengirim weselnya. Kalau
pembayaran-pembayaran darai cabang-cabang cukup lancer, maka Insya Allah
tidak ada kesulitan. Masih diharapkan agar jumlah langganan di tiap cabang
bertambah.
8. Tabligh yang akan dilaksanakan oleh Pengurus Pusat LI, tahun depan kalau tiada
halangan, Insya Allah diadakan di Kota Bogor. Semoga cara ini sukses dan
selamat bekerja bagi Lajnai Imaillah Bogor.
9. Dari segenap cabang LI di Indonesia diminta mengumpulkan foto-foto bersejarah
dari pejuangan-perjuangan lajnah sejak permulaan, kegiatan-kegiatan dan foto-
foto anggota. Yang nanti diharapkan bias diserahkan di Ijtima LI ke-II.
10. Ijtima yang kedua dari Lajnah Imailla Indonesia, Insya Allah akan diadakan di
Tasikmalaya pada bulan April 1974. Seperti diketahui pada bulan tersebut kita
mengharapkan kunjungan Hudzur yang tercinta ke Indonesia, juga pada bulan
tersebut ada Majlis Musyawarah. Adapun acara-acaranya sebagai berikut:
a. Lomba baca Al-Qur’an, pidato, cerdas tangkas dan mengarang.
b. Lomba olah Raga dan memasak.
c. Rapat Musyawarah dengan wakil-wakil cabang.
d. Rekreasi
e. Dari hati ke hati semua akan dilaksanakan dua hari dua malam (Suara
Lajnah 1974)
135
Perjuangan para anggota jemaat Ahmadiyah baiak orang Indonesia atau orang
Pakistan telah menorehan sejarah dalam merebut dana memepertahankan kmerdekaan. Berita
ini dari masa-ke masa terus dibahas. Dengan tujuan untuk menumbuhkan bibit pejuang baru
dikalang muda. Bahkan berita miltansi anggota Ahmadi ini diberitakan dalam majlah Suara
Lajnah Mei 1974 sebagai beriku:
Perang yang merubah jalan hidup bangsa Indonesia
Ketika jemaat telah mulai tersebar di beberapa Negara di Timur, kemudian ada perang
besar, yang kemudian seolah-olah menghambat tabligh Ahmadiyah, hubungan dengan pusat
terputus. Jepang kemudian berkuasa di bekas jajahn belanda dan Inggeris, yang kemudian
seolah-olah menghnetikan segala kegiatan-kegiatan termasuk aktivitas beragama. Tabligh
kita hanya dilakuakn perorangan dan dari mulut ke mulut, sedang maulana Rahmat Ali dan
Malik Aziz Ahmad Khan sibuk menterjemahkan buku-buku yang sanagt penting untuk
literature jemaat Ahmadiyah.
4.4 Faktor-faktor penunjang dan Penghambat Perkembangan jemaat Ahmadiyah di Kota bandung
8.4.1 Faktor-faktor Penunjang Perkembangan jemaat Ahmadiyah
4.4.1.1Pendekatan rasional
Sebagai gerakan keagamaan Ahmadiyah ingin memperbaharui dan mengangkat
kembali keadaan umat Islam melalui perubahan pola pikir dan pola sikap dalam memahami
keadaan umat Islam yang disesuaikan dengan perubahan zaman. Hal ini dilakukan untuk
menghadapi serangan terhadap berbagai bentuk keyakinan yang sudah tidak murni lagi.
Perubahan pola pikir yang ditawarkan Ahmadiyah yang menurut mereka merupakan
pembaharuan adalah pemikiran-pemikiran keagamaan khususnya yang bersifat teologis,
antara lain pandangannya tentang kenabian, wahyu, mujadid, masih dan mahdi.
136
Sebagai contoh dalam kaitan pemikirannya tentang kenabian, Ahmadiyah
berpandangan bahwa nabi adalah seorang yang dipilih oleh Tuhan diantara hamba-hamba-
Nya karena kecintaan dan kesetiannya pada Tuhan, untuk diberi tugas memimpin umat
manusia lainnya. Menurut Ahmadiyah setiap umat manusia tiba dalam suatu masa dimana
mereka berada dalam suasana kegelapan yang menimpa hidupnya. Mereka diliputi oleh
problema kehidupan yang berat dalam bidang ekonomi, politik dan pergaulan sosial lainnya.
Terlebih lagi bilamana pada saat itu umat manusia telah bergelimang dalam dosa-dosa, baik
berupa peperangan yang tidak mengenal kemanusian atau pemerkosaan hak-hak asasi
manusia lainnya, bahkan terjadinya bencana alam yang terus bergulir tanpa henti, mereka
mengaku beriman kepada Allah tetapi dalam kenyataan hidup jauh dari tuntunan Islam.
Mereka mengaku Islam tetapi perilakunya lebih buruk dari binatang. Kondisi seperti ini dapat
kita lihat sekarang ini dimana kondisi masyarakat yang serba instan telah membuat mereka
lupa diri, sombong pada Tuhan, manusia zaman sekarang ini bila kita lihat dan komparasikan
dengan umat nabi terdahulu jauh lebih buruk moralnya, pembunuhan pada bayi sudah kian
banyak di televisi, anak membunuh ibu dan sebaliknya, bapak membunuh anak dan
sebaliknya, kekacauan demi kekacauan kian banyak merajalela. Bahkan bila kita kaji ternyata
harus kita pahami secara bijak keburukan umat nabi terdahulu telah diperagakan oleh umat
nabi Muhammad. Dari sinilah diperlukan Mujadid yang harus mengembalikan manusia
kepada ajaran yang benar dengan contoh yang nyata dari pribadi yang utuh, serta hal ini
sudah dinubuwwatkan oleh nabi Muhammad saw, bahwa umat Islam ini tidak akan hancur
bila di awal ada aku dan di akhir ada mahdi.
Dalam pandangannya tentang wahyu, bahwa wahyu adalah pembicaraan Allah swt
secara langsung dengan hamba-Nya, sehingga hamba dapat memastikan tanpa ragu-ragu
bahwa dirinya sedang berbicara atau menerima wahyu dari Allah, hal itu hanya bisa jika
wahyu itu turun dengan kata-kata atau lafadz-lafadz bukan dengan inspirasi.
137
Wahyu yang turun dengan dengan lafdz-lafadz itu tidak hanya dapat diterima oleh
para nabi dan rasul saja. Bahkan para wali dan mujadid juga dapat menerima wahyu yang
tidak berbeda oleh para nabi dan rasul. Disamping itu, dinyatakan pula bahwa orang
awampun dapat menerima wahyu yang tidak berbeda dengan para nabi dan rasul, bilamana
telah berhasil mendapatkan kecintaan kepada Allah.
Pemikiran keagamaan tersebut yang dinilai berbeda dengan keyakinan umat Islam
lainnya, dari satu sisi dapat dilihat sebagai suatu ungkapan dari keinginan menunjukan
kebenaran Islam dalam terminologi yang dapat dipahami oleh sebagian umat Islam dan
pemeluk agama lain, seperti agama Kristen, walaupun dari sisi lain karena berbeda kayakinan
menyebabkan ajaran-ajaran yang dikembangkan menyebabkan kontroversial, terutama di
kalangan Muslim sunni.
Pemikiran keagamaan yang dimunculkan, seperti yang tertuang dalam tulisan Mirza
Ghulam Ahmad dalam bukunya yang berbahasa Urdu yang terjemahakan dalam bahasa
Indonesia dengan judul Filsafat Ajaran Islam. Dalam buku tersebut telah dibahas lima
maslah pokok yakni pertama, keadaan jasmani, akhlak dan ruhani manusia; kedua, keadaan
manusia sesudah mati; ketiga, tujuan sebenarnya hidup di dunia dan cara mencapainya;
keempat, dampak amal perbuatan manusia di dunia dan di hari kemudian; kelima, jalan dan
sarana-sarana untuk mencapai Ilmu ma’rifat Ilahi. Sebagai contoh pembahasan tentang roh
makhluk. Dalam buku tersebut dikemukakan bahwa roh adalah cahaya yang latif (halus),
tumbuh dari dalam diri manusia juga serta dibesarkan dalam rahim ibunya. Yang dimaksud
tubuh ialah bahwa pada taraf permulaan ia tersembunyi, tak diketahui dan kemudian tampak
nyata. Pada taraf permulaan bibitnya sudah terkandung dalam tetes nutfah, sehingga terjadi
pertalian ajaib antara roh dan nutfah sesuai dengan kehendak, izin Tuhan. Dan roh
merupakan inti cahaya ruhani nutfah. Dalam hal ini roh tidak dapat dikatakan bagian dari
nutfah dalam arti kata yang sama seperti satu benda merupakan bagian dari benda lain; dan
138
juga tidak dapat dikatan bahwa roh datang dari luar atau jatuh ke tanah, bercampur dengan
bahan nutfah. Melainkan roh tersembunyi (laten) di dalam nutfah seperti keadaan api
tersembunyi dalam batu api. Dan yang dimaksud dalam al-Qur’an bukanlah bahwa roh turun
secara terpisah atau jatuh ke bumi dari angkasa, kemudian secara kebetulan terpadu dengan
nutfah, lalu masuk ke dalam rahim ibu, tetapi roh tumbuh dalam tubuh itu juga. Dengan
demikian roh adalah satu mahkluk.
Pemikiran-pemikiran keagaman yang ditawarkan menawarkan pilihan yang lebih
halus, membuka wawasan baru dalam memahami Islam yang lebih rasional. Semangat
melawan peradaban Barat ditiupkan dengan penuh semangat dan diterima hangat oleh para
pendengar dan pembaca artikelnya. Majalah ilmiah bulan Sinar Islam sangat diminati oleh
kaum terpelajar.
Dengan demikian, pandangannya tentang keagamaan yang bercorak rasional itu, dari
satu sisi menjadi factor [penunjang terhadap pengenbangan Ahmadiyah.
5.4.1.2 Militansi tokoh Ahmadiyah Kuntowijoyo menyatakan bahwa para nabi, filsuf, pendiri madzhab pendiri sekte dan
pemikir adalah individu yang mengubah sejarah. Sejalan dengan pernyataan tersebut tidaklah
diragukan lagi bahwa gerakan Ahmdiyah di Indonesia tidak terpelas dari peranan Maulana
Rahmat Ali. Beliau adalah lulusan pertama Madrasah Ahmadiyah di Qadian 1917. Kemudian
beliau menjadi guru “Ta’limul Islam High School”, beliau mendapatkan tugas dari khalifah
II, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, untuk menyebarkan ajaran Ahmadiyah di Indonesia.
Dalam penyebaran paham Ahmdiyah di Jawa, Rahmat Ali juga mendapat
kesulitan tidak jauh berbeda dari kawasan Sumatera. Kalau di Sumatera dalam menghadapi
ulama lebih banyak berbentuk tulisan, baik berupa pamfet-pamflet maupun buku-buku, di
Jawa ternyata lebih keras. Rahmat Ali mendapatkan tantangan dari ulama terkanal bernama
A. Hassan dari Persatuan Islam (Persis). Tantanagn berat itupun harus dilayani. Rahmat Ali
dibantu tokoh militan Ahmadiyah lain yakni, Abu Bakar Ayyub H.A dan Moh Sodik
139
melakukan debat terbuka dengan A. Hassan di hadapan pengunjung bertempat di Bandung.
Materi yang diperdebatkan berkisar masalah kenabian dan hidup atau matinya Nabi Isa a.s.
peristiwa itu terjadi pada bulan April 1933. Setelah debat berakhir mereka tetap dalam
pendirian masing-masingdan hasil perdebatan itu telah dibukukan dengan diberi judul
Officieel Verslag Debat antara Penbela Islam dan Ahmadiyah Qadian.
Debat terbuka tersebut nampaknya belum ada kepuasan, maka pada bulan
September tahun yang sama, diadakan debat terbuka untuk kedua kalinya. Dengan materi
yang sama dengan debat pertama namun tempat berbeda tidak di Bandung melainkan di
Jakarta (Batavia). Hal ini menunjukkan betapa militansi mereka dalam menyebarkan
Ahmadiyah di Jawa terutama di Bandung. Yang hadir dalam acara tersebut tidak hanya dari
Persis saja bahkan dari PSII, NU dan media Massa menjadi ramai memberitakan kejadian
tersebut. Karena acara tersebut dihadari banyak sekali warga masyarakat kota Bandung.
Bahkan dari luar Bandung seperti Garut, Tasik ikut serta dalam melihat acara perdebatan itu.
Saat itu Ahmadiyah semakin dikenal oleh masyarkat Bandung yang Plural. Hasil dari
perdebatan itu malah jumlah anggota yang tidak disangka-sangka bertambah. Maksud hati
melihat berdebat bahkan ada yang menjadi masuk Ahmadiyah setelah melihat perdebatan itu.
Penulis melihat perkembangan jemaat Ahmadiyah Kota Bandung, Astana Anyar
sebagai titik pertama perjuangan penyebaran Ahmadiyah telah terbukti dengan begitu
banyaknya mesjid dan anggota yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Cabang terbesar
adalah Mesjid An Nashir jalan H. safari no 47 dan cabang Mesjid Mubarak jalan Pahlawan
no 71.
Pasca 1980 cabang jemaat Ahmadiyah tidak hanya di Kota bahkan sampai ke
Kabupaten di Bandung. Semua cabang yang ada di Kota dan kabupaten Bandung semuanya
menuakan kepada orang-orang atau pelaku sejarah dari perjuang dan pengembangan jemaat
Ahmadiyah yang ada di jalan H. Safari. Jalan ini lebih pantas diebut sebagai gang karena
140
jalannya hanya cukup untuk satu mobil saja. Dari zaman dahulu sampai sekarang nama jalan
ini tidak berubah. Dan mesjid An-Nashir ini seni bangunan yang dipakainya juga tidak
pernah berubah.
Dari sini penulis melihat bagaimana militansi yang dimiliki oleh orang awwalin
dalam menyebarkan ajaran Ahmadiyah memilki keteguhan dan ketabahan hingga sekarang
organisasi ini masih tetap eksis sampai sekarang. Jumlah anggota yang tercatat di Bandung
hampir berjumlah dua ribu. Walaupun bila dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya
jumlahnya masih relaif kecil.
5.4.1.3 Sikap pemerintah yang netral Kota Bandung memiliki berbagai macam julukan mulai dari zaman Belanda sudah
disebut dengan Paris Van Java. Hal ini menandakan bahwa Kota Bandung memiliki sejuta
pesona kehidupan yang ramai dari berbagai segi, budaya ras agama dan sebagainya.
Kesemuanya bersatu padu dalam harmoni di Bandung. Kota tempat tujuan wisata yang
sangat menarik. Dari kondisi yang seperti inilah pemerintah Kota Bandung dari awal
kemerdekaan sudah membuat kenyamanan dan kebebasan berekspresi bagi warga Kota
Bandung. Segala bentuk aksi anarkis yang berbau SARA sudah di counter oleh pemerintah.
Termasuk kasus Ahmadiyah. Perintah tidak membuat keputusan yang mendeskriditkan
jemaat Ahmadiyah. Pemerintah Kota Bandung tidak gegabah dalam bertindak, hal ini
terbukti dengan memberikan kepastian kenyamanan dan keamana dalam berkeyakinan dan
berpendapat.
Pemerintah kota Bandung bila menetapkan atau membuat Perda pelarangan
terhadap Ahmadiyah, efeknya akan lain masyarakat akan kacau. Pasti akan terjadi kasus
seperti di daerah Poso. Bila kenyaman dan keaman tidak terjamin maka Bandung tidak akan
jadi kota tujuan wisata. Dalam hal inilah penulis melihat efek yang ditimbulkan kondisi
Ahmadiyah sebenarnya pemerintah tidak turut campur dalam soal Aqidah tetapi pemerintah
141
memikirkan kondisi kemanan dalam masyarakat dan tugas pemerintah tidak menyangkut
harus mengurusi dan mencampuri Aqidah warga masyarakat. Semua itu termaktub dalam
UUD ’45 Pasal 29. Tidaklah benar bila pemerintah melanggar aturan dalam kebebasan
berkeyakinan.. sikap inilah yang penting untuk disimak bagi kita segala gejala dalam
masyarkat tidak bisa dilihat hanya dari satu faktor saja. Banyak faktor yang menyertai suatu
gejala dalam masyarkat. Seperti kasus perang dunia kedua dan ketiga banyak faktor yang
menyertai suatu kejadian tersebut. Kasus Ahmadiyah pun tidak jauh berbeda dengan kasus
sosial kemasyarakatan lainnya. Kalau melihat kasus Ahmadiyah hanya melihat dari satu sisi
saja akan terjebak dengan perang saudara.
Bahkan Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, khalifah ke-2 Islam menghendakai
agar setiap orang loyal kepada Negara dimana ia berada. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
setia kepada pemerintah atau Negara diperinytahkan oleh al-Qur’an, yang berarti perintah
Tuhan. Imam atai khalifah tidak mempunyai hak unutk merubah sesuatu perintah yang
terdapat dalam al-Qur’an. (Sinar Islam, no 9 1980)
Sejak permulaan pendiri jemaat Ahmadiyah mengatakan organisasi ini bukan
organisasi politik unutk lebih tegasnya sebagai berikut:
f. jemaat Ahmadiyah bukanlah gerakan politik dan tidak mencampuri
perjuangan politik apa saja dan dimanapun juga.
g. Jemaat Ahmadiyah tidak akan merampas hak politik anggotanya selama
gerakan politik itu tidak bertentangan dengan asas Ketuhanan Yang Maha
Esa, namun jemaat Ahmadiyah memperingatkan anggotanya agar tetap setia
kepada bai’atnya, hendak menjunjung agma lebih dari dunia.
Penerbitan buku
NO NAMA BUKU PENGARANG PENERJEMAH JML
DICETAK 1 AL-QUR’AN DAN MIRZA R. Ahmad Anwar, 1.500
142
TAFSIR SINGKAT (30 juz)
BASYIRUDDIN MAHMUD AHMAD
R. Sukri Barmawi, Mian Abdul Hayyee
2 PENGNATAR MEMPELAJARI
AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
R. Ahmad Anwar, R. Sukri, Syafi R.
Batuah
3.000
3 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
D. MARBUN (BHS BATAK)
3.000
4 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
R.SOEKARSONO MALANGJOEDO,
ABU BAKAR BASALAMAH, R. AHMAD SARIDO
H. SUHADI (BHS JAWA)
3.000
5 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
H. IWAN DARMAWAN (BHS BALI)
3.000
6 AYAT-AYAT PILIHAN DARI AL-QUR’AN
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
DJAJADI, J.D NARASOMA,
ANWARI (BHS SUNDA)
3.000
7 KUMPULAN HADITS-HADITS
H.J NURJEHAN SUSANTO SH, SABHUNUR
QOYUM
3.000
8 KUMPULAN HADITS-HADITS
D.MARBUN (BHS BATAK)
3.000
9 KUMPULAN HADITS-HADITS
BASALAMAH, R. AHMAD SARIDO
H. SUHADI (BHS JAWA)
3.000
10 KUMPULAN HADITS-HADITS
H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI
3.000
11 KUMPULAN HADITS-HADITS
SADKAR 3.000
12 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR
3.000
13 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
D.MARBUN (BHS BATAK)
3.000
14 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
H. IWAN DARMAWAN
(BHS BALI
3.000
143
15 KUTIPAN-KUTIPAN TERPILIH
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR (BHS
SUNDA)
3.000
16 DA’WATUL AMIR MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
SAYYID SHAH MUHAMMAD, R. AHMAD ANWAR
3.000
17 YASSARNAL QUR’AN
3.000
18 KEMENANGAN ISLAM
MIRZA GHULAM AHMAD
MT.SUPARMAN 3.000
19 KAMI ORANG ISLAM
H.S.YAHYA PONTOH CS.
3.000
20 APAKAH AHMADIYAH ITU
MIRZA BASYIRUDDIN
MAHMUD AHMAD
R. AHMAD ANWAR
10.000
21 ISRA DAN MI’RAJ H.Ch. MAHMUD AHMAD
CHEEMA
10.000
22 TIGA MASALAH PENTING
H.Ch. MAHMUD AHMAD
CHEEMA
10.000
23 ARTI KHATAMAN NABIYYIN
H.Ch. MAHMUD AHMAD
CHEEMA
10.000
24 PERCAKAPAN ANTARA MUSLIM DAN KRISTEN
FAZL AHMAD ANWARI BA
SALEH A. NAHDI 10.000
25 NABI ISA DARI PELSTINA KE KASHMIR
SYAFI .R. BATUAH
10.000
26 ANALISA TENTANG KHATMAN NABIYYIN
MUHAMMAD SADIQ bin
BARAKATULLAH
10.000
27 FIQIH AHMADIYAH
HAFIDZ BOSHAN ALI
R. AHMAD ANWAR
3.000
28 FILSAFAT AJARAN ISLAM
MIRZA GHULAM AHMAD
SAYYID SHAH MUHAMMAD
6.500
29 SUARA SAKA LANGIT
MIRZA GHULAM AHMAD
R. AHMAD ANWAR
3.000
30 KEADAAN MUSLIM AHMADI SETELAH TERBIT FAJAR DEMOKRASI DI PAKISTAN
MT. SUPARMAN, R. AHMAD
ANWAR
3.000
144
31 THE SITUATION OF AHMADI MUSLIM AFTER DAWN OF DEMOCRCY IN PAKISTAN
500
32 BROSUR LENGKAP TENTANG TASYAKUR SEABAD KHILAFAT
1.100
33 AMANAT KHALIFATL MASIH IV PADA PERAYAAN TASYAKUR SEABAD KHILAFAT
5.000
34 AMNAT RAISUTTABLIGH PADA PERAYAAN TASYAKUR SEABAD KHILAFAT
1.500
35 SATU ABAD AHMADIYAH
Ir SYARIF AHMAD LUBIS
MSc
2.000
36 PERKEMBANGAN JEMAAT AHMADIYAH DI SELURUH DUNIA
Ir. PIPI SUMANTRI
3.000
37 RIWYAT HIDUP DAN TUGAS MIRZA GHULAM AHMAD
SAYUTI AZIZ AHMAD, Sy
500
Sumber: Buku Tasyakur seabad khilafat Ahmadiyah di Indonesia tahun 1989 6 Faktor-faktor penghambat perkembangan jemaat Ahmadiyah
c. Kontroversi bidang teologi
Berbagai pandangan mengenai kenabian, wahyu, kematian Nabi Isa a.s al-masih dan
al-mahdi yang dipandang oleh Ahmadiyah sebagi pembaharuan dan suatu ungkapan dari
keinginan menunjukkan kebenaran Islam, ternyata dinilai berbeda oleh kebanyakan umat
Islam, bahkan menimbulkan kontroversi dan mengundang reaksi.
145
Di bandung paham Ahmadiyah ditentang oleh A. Hassan seorang ulama terkenal dari
Persatuan Islam. Bentuk pertentangan berupa debat terbuka yang juga dihadiri oleh
organisasi Islam dan pers. Dari organisasi-organisasi Islam yakni Muhammadiyah Garut,
Muhammadiyah pekalongan, PSII Bandung. Sedang dikalangan pers antara lain bintang
Timur, Sinar Islam, Pembela Islam dan Tjahaja Islam.
Pandang Ahmadiyah khusunya dalam bidang teologi yang sekaligus sebagai doktrin
Ahamdiyah ternyata masih sulit diterima oleh kalangan umat Islam di Bandung khusunya,
bahkan selalu mendatangkan perdebatan yang tidak pernah selesai. Doktrin yang
dikemukakan oleh Ahmadiyah seperti masalah wahyu, kenabian, al-Masih dan al-Mahdi yang
dipandang masih controversial dengan pemahaman mayoritas umat Islam, dapat menjadi
factor penghambat perkembangan ahmadiyah khususnya di Bandung.
d. Dijadikan objek politik Awal perkembangan jemaat Ahmadiyah selalu mendapat pertentanagn dari kalangan
umat Islam. Pertentangan itu menyebabkan sedikit memberikan guncangan bagi
keberlangsungan organisasi ini. Penulis melihat pasca kemerdekaan Indonesia 1945, kondisi
Negara sedang kurang menguntungkan stabilitas kemanan kurang baik kondisi ekonomi
sangat memperihatinkan. Dengan kondisi seperti inilah ada pihak yang mencoba
menunggangi masyarakat dengan berbagai isu. Pemberontakan-pemberontakan dari berbagai
wilayah termasuk di Jawa Barat. Kartosuwiryo (DI/TII) 1962, PKi 1965. Banyak dari
masyarakat yang tidak senagn dengan keberadaan Ahmadiyah membuat fitnah kepada jemaat
Ahmadiyah bahwa anggota jemaat ada yang terlibat dengan kasus pemberontakan tersebut.
Melihat kondisi yang seperti inilah membuat pengurus jemaat Ahmadiyah Indonesia
mengeluarkan instruksi dan sekaligus mempertegas bahwa oerganisasi ini bukan organisasi
politik, seperti yang sudah digariskan oleh pendirinya yang menyatakan bahwa organisasi ini
sampai kapanpun bukanlah organisasi politik, cara memenangkan agama Islam bukan melalui
partai politik atau politik praktis tetapi melalui pembinaan akhlak setiap anggotanya.
146
Pernyataan bahwa organisasi ini tidak terlibat dalam politik praktis atau lebih jauhnya mau
mengadakan kudeta kepada pemerintah maka pada tahun 1965 bulan Agustus,
pernyataannya sebagai berikut;
No.48/sekr. Ch./65
PENGURUS BESAR JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
MEMPERHATIKAN:
3. Tindakan yang dilakukan oleh apa jangdinamakan “GERAKAN 30 September”
adalah tindakan kontra revolusioner:
4. Pemerintah telah membekukan PAarpol/Ormas jang tersangkut dalam “Gerakan 30
September” itu
MENGINGAT:
4. Djemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Anggaran
Dasar Pasal V dan ART pasal 8b, patuh pada pemerintah Republik Indonesia.
5. Djemaat Ahmadiyah Indonesia, sesuai dengan pelajaran menganggap, bahwa
tindakan-tindakan jang dilakukan “Gerakan 30 September” itu adalah terkutuk.
6. Bahwa diantara anggota-anggota Ahmadiyah mungkin sekali ada jang termasuk
dalam Paropol/Ormas jang kegiatannya telah dibekukan oleh pemerintah karena
tersangkut dalam “Gerakan 30 September itu.
MENIMBANG:
Perlu diadakan pembersihan dalam lingkungan Djemaat Ahmadiyah Indonesia:
MEMUTUSKAN
4. Memetjat setiap anggota Ahmadiyah jang telah ditahan oleh alat Negara atas tuduhan
ikut serta aktif dalam “Gerakan 30 September “ dan mulai sejak penahanan orang
tersebut tidak lagi memepunjai hubungan dengan Djemaat Ahmadiyah Indonesia.
5. Memerintahkan kepada setiap anggota Ahmadiyah jang termasuk dalam dalam
Parpol/Ormas jang kegiatannya sudah dibekukan itu supaja menjatakan menarik diri
dari keanggotaan Parpol/Ormas tersebut. Pernyataan penarikan diri dari Parpol/Ormas
itu harus dilakukan dengan tertulis dan tembusannya disampaikan kepada Pengurus
Djemaat.
6. Memerintahkan kepada Pengurus Tjabang Djemaat Ahmadiyah Indonesia untuk
mengusahakan agar ad1 dan 2 diatas terlaksana dalam waktu 3x 24 djam sesudah
surat keputusan ini sampai ketangannja dan melaporkan kepada Pengurus Besar
dengan segera nama-nama orang-orang yang jang kepda mereka telah didjalankan
tindakan seperti jang dimaksudkan dalam ad1 dan 2 diatas.
147
Dekeluarkan di Djakarta
Pada tanggal 10 Nopember 1965
Pengurus Besar Djemaat Ahmadiyah Indonesia
Mengetahui:
Raisuttabligh:
(Imamuddin H.A)
Ketua:
(Sukri Barmawi)
Pernyataan tersebut dibuat karena kondisi jemaat Ahmadiyah Indonesia sedang dalam
keadaan kurang menguntungkan ditahun 1965 karena kasus Gerakan 30 September. Yang
menjadi ketua adalah Sukri Barwawi beliau juga merupakan perintis dari jemaat Ahmadiyah
di Bandung. Karena di tahun 1948-180an jemaat masih sangat sedikit jadi para pengmbang
jemaat Ahmadiyah dalam melaksanakan penyebaran banyak yang merangkap jabatan, ada
ayng menjadi ketua di Bandung juga bias merangkap jabatan yang sama di daerah lainnya
selama daerah tersebut masih berdekatan. Seperti halnya pa Wahid yang mengembangkan
jemaat Hamdiyah di Bandung, beliau juga mengmbangkan jemaat hamdiyah di Jawa Tengah.
Bahkan seorang Mubaligh Pakistan sayyid Muhammad Shah. Beliau dalam perang
kemerdekaan bahkan pasca kemerdekaan banyak terlibat membantu merebut dan
mempertahankan kemerdekaan di beberapa wilayah di Indonesia. Sekalipun tuigas utamanya
adalah memeprkuat penyebaran Ahmadiyah di Bandung. Karena kondisi yang sangat
membutuhkan bantuan maka beliau sendiri membantu tidak mengenal wilayah dimana beliau
ditugaskan oleh Khalifah jemaat Ahmadiyah.
Karena jemaat Ahmadiyah sangat kompak hal inilah yang membuat oknum dari
masyarakat yang meras terusik banyak menybarkan desas-desus bahwa hamdiyah adalah
agen Amaerika ahmadiyah agen Yahudi. Tuduhan seperti itu bila dilihat masih berlaku dalam
masyarakat. Oknum yang tidak senag kepada jemaat Ahmadiyah berusdaha membuat
148
konspirasi dengan membuat tuduhan yang dialamatkan kepada jemaat Ahmadiyah. Dengan
tuduhan seperti itu jemaat Ahmadiyah semakian sulit untuk berkembang.
149
BAB V Kesimpulam
Telaah ini berusaha mengetengahkan penjelasan komprehensif tentang JEMAAT
AHMADIYAH ASTANA ANYAR KOTA BANDUNG 1948-1980: SEJARAH DAN
PERKEMBANGANNYA, baik yang menyangkut aspek historis, doktrin, organisasi,
kontribusi dan posisinya dalam wacana keislaman di Indonesia.
Gerakan Ahmadiyah lahir di India pada tahun 1888, didirikan oleh Mirza Ghulam
Ahmad, kelahiran 1835 di Qadian, Punjab, India dan meninggal tahun 1908 di Lahore.
Lahirnya gerakan ini tidak hanya disebabkan oleh faktor eksternal saja, melainkan juga
karena faktor internal.
Faktor internal yang dimaksud adalah faktor dari kalangan kaum muslim sendiri,
yakni sikap umat Islam yang tradisonal dan fatalistis, yang membuat mereka statis, sehingga
umat Islam mengalami kemunduran dalam banyak bidang termasuk bidang keagamaan.
Munculnya Ahmadiyah adalah sebagai protes atas kemerosotan Islam pada saat itu. Sedang
faktor eksternal dan missionaris Kristen terhadap Ahmadiyah.
Mengenai masuknya Ahmadiyah Qadian di Indonesia berdasarkan perintah langsung
dari Khalifah II jemaat Ahmadiyah. Beliau mengutus Maulana Rahmat Ali. Beliau
merupakan lulusan pertama dari sekolah Mubalighin yang ada di Pakistan. Rahmat Ali
mendapatkan tugas untuk menyebarkan jemaat Ahmadiyah di Indonesia dan Asia Tenggara.
Selain itu, juga ada permintaan dari pelajar dari Sumatera untuk dikirim seorang utusan untuk
menyebarkan dan menyiarkan Ahmadiyah, mereka itu ialah, Abu Bakar Ayyub, Zaini
Dahlan, Ahmad Nurudin dan kawan-kawan lainnya., yang mayoritas dari Sumatera Barat.
Sebagai gerakan dakwah Ahmadiyah menitik beratkan aspek spiritual Islam yang
bersifat mahdiistis yaitu adanya suatu keyakinan bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Al
Mahdi atau juru selamat yang mengemban misi, melenyapkan kegelapan dan menciptakan
150
perdamain di dunia. Di samping itu gerakan Ahmadiyah menempatkan diri sebagai gerakan
pembaharuan yang bertujuan mengembalikan umat Islam kepada pangkal kebenaran Islam,
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits serta menyebarkan, menurut ajaran Mirza Ghulam Ahmad
berdasarkan wahyu yang diterimanya. Ia berkeyakinan bahwa untuk mempersatukan umat
beragama dan menjauhkan dari sikap permusuhan diantara mereka dengan jalan membawa
mereka ke dalam Islam dengan menunjukan bukti-bukti kekeliruan mereka.
Salah satu perdebatan yang selalu muncul di kalangan umat Islam adalah seputar
pemahaman dan gerakan pembaharuan. Bagi Ahmadiyah, pembaharunya tidak dapat
dipisahkan dangan al-Qur’an surat Annur 24:55. menurut tafsir Ahmadiyah, ayat ini bukan
saja meramalkan berdirinya kerajaan Islam, melainkan juga kelangsungannya, sehingga perlu
dibangkitkan para khalifah yang akan menggantikan nabi Muhammad s.a.w. sebagai
pembaharu agama, selain al-Khulafa’ al-Rasyidin. Menurut Ahmadiyah, pembaharu tersebut
berdasarkan pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sendiri yang kedatangannya sudah diramalkan
sebelumnya.
Disamping membawa ajaran kemahdian, yang membedakan Ahmadiyah dari gerakan
keagamaan lain, pemikiran-pemikiran Ahmadiyah bercorak rasional, khususnya dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an yang menyangkut aqidah, seperti persoalan kenabian, wahyu, dan
penjelmaan al-Masih ibn Maryam.
Sedang persamaan dengan gerakan kegaamaan lain, misalnya dengan
Muhammadiyah, NU, Persis, PSII dalam perjuangannya sama-sama ingin menyebarkan
Islam berdasarkan pada al-Qur’an dan Hadits, namun dengan penekanan dan pendekatan
yang berbeda. Sebagai contoh, Muhammadiyah dalam dakwahnya lebih menekankan bidang
sosial dan pendidikan, NU bidang Ibadah, PSII bidang politik, Persis bidang pendidikan dan
penerbitan dan Ahmadiyah bidang tabligh, penerbitan dan pendidikan.
151
Dari segi perkembangan selama 32 tahun (1948-1980). Di Bandung telah banyak
berkembang dari kota hingga kabupaten di Bandung, dengan jumlah anggota semakin
bertambah namun tidak sepesat dengan organisasi lainnya. Dari segi jumlah anggota
Ahmadiyah merupakan organisasi keagamaan yang kurang mendapat pendukung dan
merupakan organisasi yang kurang begitu pesat dalam perkembangannya. Hal itu terjadi
karena antara lain kehadiran Ahmadiyah di Indonesia sejak awal sudah merupakan tantangan
bagi mayoritas umat Islam. Terutama para ulama dan organisasi keagamaan. Tantangan itu
terjadi kerena Ahmadiyah menyebarkan doktrin teologi yang dipandang kontroversial oleh
kaum sunni, khususnya masalah teologi kenabian, yakni masih adanya nabi setelah nabi
Muhammad s.a.w. disamping itu, khususnya Ahmadiyah Qadian merupakan gerakan
keagamaan yang bersifat sektarian, pemikiran-pemikiran keagamaan yang menimbulkan
reaksi sesama Muslim, selain kafir mengkafirkan satu sama lain. Tema-tema keagamaan
seperti penerimaan wahyu, pengakuan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, sebagai Imam
mahdi dan penjelmaan al-Masih ibn Maryam, mengundang reaksi yang beragam dari
kalangan umat Islam.
Dalam menyebarkan paham keagamaan, Ahmadiyah melakukan kegiatan tabligh di
kalangan anggota dan simpatisannya, di samping penerbitan. Bagi Ahmadiyah Qadian
metode penyebarannya ditambah lagi dengan bentuk perdebatan.
Terlepas dari setuju atau tidak setuju, secara empiris dan objektif kehadiran
Ahmadiyah banyak mendapat tantangan dari para ulama dan organisasi-organisasi
keagamaan lainnya seperti Muhammadiyah, NU dan Persatuan Islam. Ternyata masih dapat
bertahan hingga saat ini.
Disamping itu, Ahmadiyah dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi
terhadap umat Islam, sebagi berikut:
152
1. Dalam kegiatan dakwah, Ahmadiyah (Qadian) telah memiliki jaringan internasional
melalui Muslim Television Ahmadiyah (MTA) yang berpusat di London, sehingga
para jemaatnya bisa mengetahui kegiatan Ahmadiyah di seluruh dunia (195 negara).
Dengan demikian, Ahmadiyah telah memperkenalkan model dakwah dengan
pemanfaatan teknologi, media TV dengan jangkauan luas, sehingga dakwah
Ahmadiyah tidak hanya dilihat dan didengar oleh pengikut Ahmadiyah saja,
melainkan juga dari kalangan luar Ahmadiyah.
2. Dalam berdakwah, pemakain cara “debat terbuka” menunjukkan sikap berani dan
percaya diri dalam mempertahankan kayakinannya, disamping seberapa jauh
kemampuan yang dimiliki. Dengan demikian Ahmadiyah telah menciptakan “tradisi
dialog” bukan hanya untuk kalangan Ahmadiyah saja, melainkan juga untuk
kalangan intelektual secara umum.
3. Ahmadiyah telah memberikan pengalaman berharga dalam berdakwah, yakni sikap
santun, ramah, tidak suka menempuh jalan kekerasan dalam menghadapi lawan, ulet,
gigih, sabar dan sikap percaya diri, sehingga mengundang simpatik terhadap
masyarakat.
4. Literatur-literaturnya menggunakan pendekatan rasional, sehingga kalangan
intelektual tertarik untuk mempelajarinya.
5. Literatur-literatunya diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, sehingga jangkaunnya
sampai pada tingkat dunia (internasional). Seperti tafsir The Holy Qur’an, Arabic
text, English Translation and Comentary karangan khalifah II jemaat Ahmadiyah
Mirza Bashirudan Mahmud Ahmad.
Dalam bidang pendidikan, sekarang ini Ahmadiyah (Qadian) memiliki Jami’ah
Ahmadiyah Indonesia yang berpusat di kampus Mubarak, Bogor Jawa Barat. Jami’ah tersebut
153
khusus untuk pendidikan kader mubaligh dari seluruh Indonesia. Selama pendidikan (3
sampai 5 tahu), mereka tinggal di asrama tanpa dipungut biaya termasuk makan.
Dengan demikian, terlebih semakin diterimanya pluralisme, agama dan paham
keagamaan, gerakan Ahmadiyah tidaklah dapat dikesampingkan begitu saja dan Ahmadiyah
tetap memiliki ruang lingkup untuk berkembang. Namun, karena Ahmadiyah memiliki
doktrin teologi yang tidak paralel dengan paham sunni, padahal ia hidup ditengah-tengah
masyarakat sunni, penulis memprediksi bahwa Ahmadiyah perkembangannya masih perlu
berjuang dan bersabar.
Mengenai posisinya dalam keputusan dan rekomendasinya organisasi-organisasi
Islam se-Dunia di Mekkah 14 sampai dengan 18 Rabi’ul Awwal 1394 H. Dinyatakan sebagai
golongan kafir dan keluar dari Islam. Begitu pula Almarhum Hamka, ketua MUI waktu itu,
juga almarhum K.H hasan Basri, Ketua MUI, dan Quraish Shihab, ketua Majlis Fatwa MUI,
memberikan fatwa yang sama dengan keputusan Rabitah Alam Islami dan pemerintah
Pakistan. Meskipun sudah ada Fatwa MUI, sampai saat ini Ahmadiyah masih tetap ada
walaupun kurang berkembang.
Kondisi seperti itu penulis memberikan tiga solusi dalam menghadapi kondisi
kehidupan bermasyarakat dan beragamasolusi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Harus ditetapkan bahwa undang-undang pengikut suatu agama boleh memaparkan
keindahan-keindahan agamanya, tetapi dilarang untuk menyerang agama lain.
Peraturan ini tidak akan mengganggu kemerdekaan beragama dan tidak akan
membantu suatu agama tertentu dengan berat sebelah. Hendaknya tiap-tiap agama
pun menyetujui peratuan yang adil ini, yakni tidak boleh menyerang agama lain.
2. Jika peraturan no 1 tidak disetujui, sekurang-kurangnya ditetapkan bahwa suatu
agama tidak dibenarkan menyerang atau mencela perkara-perkara tertentu dalam
agama lain yang mana perkara-perkara tersebut ditemukan juga dalam agama itu
154
sendiri. Yakni tidak boleh mencela agama lain, dimana cela itu pun terdapat di dalam
agamanya sendiri.
3. Sekiranya peraturan no 2 pun tidak diterima, sebaiknya pemerintah meminta dari
pihak masing-masing agama mendaftar kitab-kitabnya yang sah dan resmi, untuk
menetapkan sebuah peraturan bahwa agama itu tidak boleh dicela tentang hal-hal
yang tidak terkandung di dalam kitab-kitabnya tersebut. (surat dari Mirza Ghulam
Ahmad kepada Lord Eligen September 1897)