KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV...
Transcript of KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV...
KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV
DALAM SERAT WULANGREH DITINJAU DARI KOMPETENSI
GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh :
SUPRATNO
NIM : 3103248
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2007
Drs. H. Soediyono, M.Pd
Jln. Margoyoso III/18 Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr. Supratno
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim
naskah skripsi saudara :
Nama : Supratno
Nomor Induk : 3103248
Judul : Kriteria Guru Yang Baik Menurut Paku Buwono IV Dalam
Serat Wulangreh Ditinjau Dari Kompetensi Guru Pendidikan
Agama Islam
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasahkan.
Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 12 Desember 2007
Pembimbing,
Drs. H. Soediyono, M.Pd
Nip. 150 170 728
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi
ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam
referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 15 Desember 2007
Deklarator
Supratno NIM: 3103248
ABSTRAKSI
Supratno (NIM : 3103248). Kriteria Guru Yang Baik Menurut Paku Buwono IV Dalam Serat Wulangreh Ditinjau Dari Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Skripsi. Semarang : Fakultas Tarbiyan IAIN Walisongo, 2007.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, 1). Deskripsi Serat Wulangreh secara
umum, 2). Kriteria Guru Yang Baik Menurut Paku Buwono IV Dalam Serat Wulangreh
ditinjau dari Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, 3). Kontribusi Pemikiran Paku
Buwono IV tentang kriteria guru yang baik dalam dunia pendidikan sekarang ini.
Penelitian ini menggunakan metode riset perpustakaan (library research) dengan teknik analisis deskriptif kualitatif (content analisis), data penelitian kemudian dianalisis menggunakan pendekatan deduktif dan pendekatan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Serat Wulangreh yang merupakan maha karya dari beliau Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV terdapat beberapa kriteria guru yang baik yang dapat dijadikan gambaran atau pedoman sikap seorang guru dalam mendidik, melatih dan mengajar secara professional, serta memiliki kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, personal, professional, dan sosial sehingga tujuan pendidikan atau pembelajarannya dapat tercapai. Guru adalah figur seorang pemimpin, dia juga sebagai sosok arsitek yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, dengan cara membantu anak didik mengubah perilakunya menuju pendewasaan, mempunyai intelektualitas dan pribadi yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang diharapkan mampu membangun dirinya, bangsa dan negara. Untuk itu, hal pokok yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kebersihan dan keikhlasan hati. Harta, materi, kemasyhuran bukanlah tujuan utama tetapi hanyalah sebagai pendukung akan tercapainya tujuan mulia itu. Oleh karena itu, untuk menyegarkan kembali dan memaparkan ide-ide emas dari tokoh Paku Buwono IV dalam dunia pendidikan sekarang ini harus didasari oleh adanya reorientasi paradigma pendidikan dan guru. Dengan usaha pembekalan generasi penerus sejak berada di bangku pendidikan atau kuliah dan juga berbagai macam kegiatan yang efektif dan bermanfaat bagi kesadaran hati manusia seperti pelatihan, loka karya dan kegiatan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitan ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan
masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar dan semua pihak yang membutuhkan di
lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka Telp./Fax (024) 7601295 Semarang 50185
PENGESAHAN
Skripsi Saudara : SUPRATNO
N I M : 3103248
Judul : KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO
IV DALAM SERAT WULANGREH DITINJAU DARI
KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik / cukup, pada
tanggal : 08 Januari 2008.
Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata I tahun akademik
2007/2008.
Semarang, 25 Januari 2008
Ketua Sidang,
Drs. Wahyudi, M.Pd NIP. 150 274 611
Sekretaris Sidang,
Syamsul Ma’arif, M.Ag
NIP. 150 321 619 Penguji I,
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd
NIP. 150 170 474
Penguji II,
Dr. Muslih, M.A NIP. 150 276 926
Pembimbing,
Drs. Soediyono, M.Pd
NIP. 150 170 728
MOTTO
وليخش الذين لو ترآوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله
)٩:النساء (وليقولوا قوال سديدا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.1 (QS. Al-Nisa : 9)
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro, 2000). hlm. 62.
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang telah memberi arti dalam hidupku:
Bapak dan Ibunda
usaha dan cita-cita atas iringan do’a dan restumu, Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya.
Semoga bermanfaat dan berkah.
Kakanda dan semua saudara-saudaraku
yang selalu mendo’akan dan memberi dorongan untuk meraih kesuksesan.
Semoga ini awal dari semua kebaikan.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Abidin Demak dan Pengasuh Pondok Pesantren
Daarun Najaah Semarang
Atas bimbingan, motivasi dan do’a serta ridlamu.
Untuk semua guruku
yang telah mengajariku dan membimbingku. Tanpa kehadiranmu hidup ini tidak akan berarti.
Semua santri Ponpes Daarun Najaah
S3 (Sukses Shaleh Selamat) adalah cita-cita kita.
Semua teman-teman
yang selalu memotivasiku untuk meraih kesuksesan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan
kepada nabi Muhammad SAW yang menjadi guru dan teladan semua muslim serta yang
dinanti-nantikan syafa’at dan pertolongannya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar
sarjana strata satu (S1) dalam Ilmu Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN
Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini disamping atas usaha, kemampuan dan kamauan penulis
juga atas prakarsa dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung yang begitu
besar pengorbanannya demi terselesaikan skripsi ini. Maka dari itu penulis sampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. H. Soediyono, M.Pd, selaku pembimbing yang dengan tulus ikhlas
membimbing, mengarahkan, dan memberi petunjuk kepada penulis sehingga skripsi
ini terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Musthofa Rahman M.Ag, selaku Dosen Wali yang mengarahkan dan
mengantarkan studi hingga akhir.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta semua Karyawan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan dalam belajar,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
6. Bapak KH. Siradj Chudlori selaku Pengasuh Ponpes Daarun Najaah berserta keluarga
yang selalu membimbing jiwaku meraih hidayah Ilahi.
7. Bapak Ky. Achmad Baihaqi, M.Ag selaku Pegasuh Ponpes Raudlatul Abidin, Bapak
Ky. Ali Munawar, Bapak Ky. Ahmad Badrussalam yang selalu membimbing dan
mendidik untuk meraih kesuksesan.
8. Bapak Ust. Ahmad Izzuddin M.Ag, selaku motivator kami dalam meraih sukses
shaleh selamat fiddunya wal akhirah.
9. Bapak dan Ibunda ( Bapak Suwoto dan Ibu Suti), yang selalu memberikan do’a untuk
meraih kesuksesan.
10. Kakakku tercinta ( Sugeng Haryanto dan Sri Wantini serta Siti Umaroh dan Surifan)
serta saudara-saudaraku atas motivasinya.
11. All santri Daarun Najaah Semarang khusunya kang Ghozali S.Pd.I, kang Khoiril
Waro, S.Pd.I, kang Fuad S. Fil.I serta Imam Muttaqin Amd.
12. All My friend : Team PPL SMP 30 Semarang serta Team KKN desa Peron Sukorejo
Kendal.
13. Teman-teman Organisasi Remaja Islam Masjid (ORISMA) Sidomulyo Wonosalam
Demak.
14. Mas Sriyanto yang telah memberikan fasilitas demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Penulis hanya dapat berdo’a kepada Allah SWT, semoga amal baik dari semua pihak
tersebut diterima di sisi-Nya, serta diberi petunjuk ke jalan yang lurus sampai akhir hayatnya.
Amiiin.
Semarang, 15 Desember 2007
Penulis,
SUPRATNO
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama.1 Pendidikan juga berarti sebagai semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya ,
pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya (orang menamakan hal
ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha
menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah
maupun rohaniah. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan itu adalah usaha
secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si
anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab
moril dari segala perbuatannya.2 Harapan dari bimbingan yang diberikan guru
ini adalah perubahan pada diri anak didik. Pembentukan kepribadian
merupakan hasil dari perubahan dalam proses pendidikan tersebut.
Kepribadian menjadi tujuan utama pendidikan Islam yang selalu
mengutamakan nilai ajaran Islam.
Namun kenyataan sekarang ini kualitas pendidikan semakin turun,
sebab pendidikan belum mencapai tujuan yang sebenarnya. Bahkan
pendidikan sekarang ini dijadikan sebagai alat untuk mencapai kemasyhuran,
kedudukan dan materi semata. Karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang belum tentu ia semakin baik kepribadiannya.
Dengan demikian guru menjadi salah satu faktor pendidikan harus
profesional dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya, karena gurulah yang
memberikan pengaruh besar kepada muridnya, sehingga guru dituntut untuk
bisa memberikan arah yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu
1 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1998),
Cet. VIII, hlm. 9. 2 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm.120.
2
2
membentuk kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dengan
demikian keberhasilan proses belajar mengajar tercapai.
Keberhasilan dan kegagalan suatu proses belajar mengajar secara
umum dapat dinilai dari out-putnya, yakni orang yang sebagai produk
pendidikan. Bila pendidikan menghasilkan orang-orang yang dapat
bertanggung jawab atas tugas kemanusiaan dan ketuhanan, bertindak lebih
bermafaat baik diri sendiri maupun orang lain, pendidikan tersebut dikatakan
berhasil. Sebaliknya, bila out-putnya adalah orang-orang yang tidak mampu
melaksanakan tugas hidupnya, pendidikan tersebut mengalami kegagalan.3
Keberhasilan pendidikan dalam mengahasilkan out-putnya sebagian
besar dipegang oleh guru, karena guru adalah salah satu komponen dalam
proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber
daya manusia (SDM) yang potensial di bidang pembangunan.4
Guru dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik5 bukan
hanya dilakukan di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga dilaksanakan
di masjid, di rumah dan sebagainya, sebagaimana pandangan masyarakat
terhadap guru.6
Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa: Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik. Dia yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya. Maka menghormati guru berarti menghormati kita, penghargaan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang.7
3 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998), hlm. 123. 4 Sardiman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers,
1990), hlm. 123. 5 Anak didik merupakan salah satu dari dua sisi uang logam yang memiliki tugas
menerima konsep pendidikan, agar dirinya terbentuk insan Muslim. Yang kenal dan tahu akan Tuhan dan agamanya. Memiliki akhlak al-Qur’an. Berifat, bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah al-Qur’an. Berpikir dan berbuat demi kepentingan umat. Serta selalu turut ambil bagian dalam kegiatan pembangunan manusia seutuhnya. (lihat Kamal Muhammad Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1994), hlm. 79).
6 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31.
7 Ibid., hlm. 42.
3
3
Melihat uraian diatas menunjukkan bahwa tugas dan tangung jawab
guru begitu besar, maka guru dituntut untuk mempunyai kemampuan. Dewasa
ini menjadi guru tidak semudah yang dibayangkan, guru haruslah bersifat
profesional, artinya guru haruslah memiliki kepribadian, kapabilitas, dan
kualitas sumber daya manusia yang memadai serta didukung oleh sumber
daya manusia yang memadai pula. Hal ini tidak lain hanyalah untuk mencapai
tujuan pendidikan yang diinginkan, dan juga pada dasarnya tugas guru tak
ubahnya tugas dokter yang tidak dapat diserahkan pada sembarang orang.8
Jika tugas tersebut diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancurannya.
Disamping itu menurut Dr. Muhaimin M.A, dalam bukunya Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam bahwa:
Profesionalisme guru harus didukung oleh beberapa faktor antara lain: 1). Sikap dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya, 2). Sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja serta 3). Sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui metode-metode kerjanya, sesuai dengan tuntutan zaman yang didasari oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup di zaman masa depan.9
Disadari atau tidak pada dasarnya tanggung jawab pendidikan seorang
anak adalah bertumpu pada kedua orang tuanya dengan alasan orang tua
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anak, yakni sukses anak
adalah sukses orang tua dan karena kodrat Allah SWT , kemudian karena
berbagai kesibukan dan faktor lain yang tidak memungkinkan orang tua
mendidik anaknya, maka disinilah tugas seorang guru.10
Seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan dan
berdiri di depan murid-murid, tetapi seorang guru adalah tenaga profesional
yang menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan
menyimpulkan serta mengatasi masalah yang dihadapi, dalam hal ini seorang
8 Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), hlm. 1. 9 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar,
2003), hlm. 209. 10 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm.
62.
4
4
guru harus memiliki cita-cita yang tinggi, pendidikan yang luas, kepribadian
yang kuat, tegas, serta sifat perikemanusiaan yang mendalam sehingga guru
merupakan bagian dari masyarakat yang ikut aktif dan kreatif dalam
pendewasaan generasi penerus (anak).11
Secara historis jabatan guru dari masa ke masa senantiasa berkembang,
dulu ketika kehidupan sosial budaya belum dikuasai oleh hal-hal yang
materialistis, pandangan masyarakat cukup positif terhadap jabatan keguruan
yaitu komuniti guru sebagai prototipe manusia yang patut dicontoh dan
diteladani. Hal ini merupakan nilai-nilai luhur yang sangat lekat oleh
masyarakat Indonesia. Mereka adalah pengabdi ilmu tanpa pamrih, ikhlas dan
tidak menghiraukan tuntutan materi yang berlebihan, apalagi mengumbar
komersialisasi.12 Dengan kata lain guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa.
Kondisi sekarang berbeda dengan kondisi diatas, semua dinilai dengan
materi. Faktor utamanya adalah adanya pengaruh pandangan Hidonisme yang
menempatkan kemewahan diatas segalanya. Orang bekerja, beramal dan
belajar bukan lagi berorientasi pada kehidupan akhirat tetapi demi kenikmatan
yang semu di dunia ini. Orang pintar, jenius dan berpendidikan luas lebih
memilih pekerjaan yang lebih menghasilkan uang, dibandingkan menjadi guru
yang harus ikhlas dengan tugas dan tanggung jawab yang berat.13 Mengapa
demikian? Karena pendidikan diisi oleh orang-orang yang tidak berkompeten
dan menghendaki keahlian di bidangnya.
Memang materi tidak bisa dinafikan dari kehidupan seorang guru,
karena guru juga punya tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhannya,
tetapi orientasinya tidak boleh semata-mata hanya untuk mengejar materi saja.
Melalui pemikiran Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh
diantaranya guru harus ikhlas, guru yang tidak ikhlas dalam mengajar
tentunya mengajarnya hanya asal-asalan atau hanya untuk menggugurkan
11Robert F. Mc. Nergney, Teacher Development, (New York: Macmillan Publishing,
1981), hlm. 1. 12 Syafrudin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pres,
2002), hlm. 8. 13 Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III,
hlm. 69.
5
5
kewajiban.14 Kalau kondisi seperti itu bagaimana nasib anak didik dimasa
depannya?
Pada dasarnya anak didik sudah memiliki potensi untuk berkembang
dan juga dibekali fitrah oleh Allah SWT. Tugas guru adalah mendidik
membimbing, mengarahkan agar berkembang menjadi baik. Peneliti tertarik
untuk meneliti pemikiran Paku Buwono IV mengenai kriteria guru yang baik
dalam Serat Wulangreh.
Paku Buwono IV disamping menjadi seorang raja beliau juga
dinobatkan sebagai guru etika jawa. Banyak karya-karya beliau tetapi yang
terkenal adalah serat wulangreh.15
Serat wulangreh merupakan salah satu bentuk dari seni budaya Jawa
yang memiliki nilai-nilai kebudayaan yang disajikan dalam bentuk tembang
sehingga mudah untuk dipahami makna-makna yang terkandung di dalamnya.
Berangkat dari latar belakang tersebut peneliti ingin mengkaji dan menelaah
lebih jauh tentang kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengungkapkan pemikiran Paku
Buwono IV khususnya dalam bidang guru dengan kemasan judul: KRITERIA
GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV DALAM SERAT
WULANGREH DITINJAU DARI KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas ada beberapa permasalahan penting yang hendak
diungkap dalam penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana deskripsi Serat Wulangreh karya Paku Buwono IV?
2. Bagaimana kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV dalam Serat
Wulangreh ditinjau dari kompetensi guru Pendidikan Agama Islam?
3. Bagaimana kontribusi pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru
yang baik dalam dunia pendidikan sekarang ini?
14 Munarsih, Serat Centini Warisan Sastra Dunia, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), Cet. I, hlm. 11.
15 Ibid., hlm. 6.
6
6
C. Tujuan Penelitian
Melalui rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Deskripsi Serat Wulangreh karya Paku buwono IV.
2. Mengetahui kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV dalam Serat
Wulangreh ditinjau dari kompetensi guru Pendidikan Agama Islam.
3. Mengetahui kontribusi pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru
yang baik dalam dunia pendidikan sekarang ini.
D. Penegasan Istilah
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar terhindar dari
timbulnya kesalah pahaman terhadap apa yang terkandung dalam penelitian ini,
maka kiranya diperjelas dan dibatasi pengertiannya.
1. Kriteria Guru
Dalam kamus ilmiah populer kriteria berarti prasyarat, ukuran, standar.16
Sedangkan kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang
yang mengajar. Dalam bahasa Inggris dijumpai kata teacher yang berarti
pengajar. Secara istilah guru berarti pendidik profesional yang merelakan
dirinya menerima dan memikul tanggung jawab yang diberikan oleh orang
tua dalam rangka pendewasaan anak didik.17Jadi kriteria guru adalah
syarat atau ukuran standar menjadi pengajar atau pendidik profesional
yang bertanggung jawab atas pendewasaan peserta didik dalam rangka
meraih keberhasilan serta kesuksesan dalam hidupnya.
2. Paku Buwono IV
Paku Buwono IV adalah seorang putra mahkota dari sinuwun Paku
buwono III yang lahir dari permaisuri Kanjeng Ratu Kencana sebagai
putra laki-laki nomor 17. Beliau adalah penulis Serat Wulangreh, dan
16 Pius A Partanto dan M Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola,
1994), hlm. 380. 17 Zakiah Darajat, dkk, op.cit.,hlm. 39.
7
7
menjadi raja Surakarta pada tanggal 18 September 1788 terkenal dengan
nama Ingkang Sinuwun Bagus.18
3. Serat Wulangreh
Serat Wulangreh adalah buah karya beliau Paku Buwono IV dari keraton
Surakarta yang berbentuk macapat kidung jawa.
4. Kompetensi Guru PAI
Kompetensi berasal dari kata competence, yang berarti keahlian,
kemampuan atau kecakapan.19 Sedangkan kompetensi dalam penelitian ini
adalah kemampuan yang merupakan pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai
dan sikap yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Guru
sacara istilah berarti pendidik profesional yang merelakan dirinya
menerima dan memikul tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua
dalam rangka pendewasaan anak didik.20 Pendidikan Agama Islam adalah
upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk
mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan
berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber
utamanya kitab suci al-Qur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman, dibarengi tuntunan
untuk menghormati agama lain dalam hubungannya antar umat beragama
dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.21
Pendidikan Agama Islam sebagai suatu mata pelajaran tentang agama
Islam yang diberikan disekolah umum tujuannya untuk membina peserta
didik menjadi orang yang memiliki kepribadian Muslim secara utuh yakni
yang selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan
18 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang:
Dahara Prize, 1994), Cet. III, hlm. 3. 19 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004),
hlm. 14. 20 Zakiah Darajat, loc.cit. 21 Departemen Pendidikan Nasional, Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI untuk SMU,
( Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Pengembangan Kurikulum, 2001), hlm. 3.
8
8
mereka sebagai ahli dalam bidang agama Islam saja.22 Dari pengertian-
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru PAI adalah
keahlian, kemampuan, kecakapan, serta kewenangan yang harus dimiliki
oleh guru PAI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
pengajar dan pendidik PAI sacara profesional.
E. Kajian Pustaka
Penelitian yang mengkaji pemikiran Paku buwono IV ini masih jarang
dilakukan oleh kalangan peneliti yang mengambil jurusan ilmu Tarbiyah.
Adapun karya beliau yang dapat peneliti sebutkan dan merupakan referensi
pokok yaitu Terjemahan Serat Wulangreh Kanjeng Susuhan Paku Buwono IV
Surakarta Hadiningrat. Kaitannya dengan pemkiran beliau peneliti akan
memaparkan buku-buku yang relevan dan mempunyai kaitan dengan studi ini,
diantaranya sebagai berikut:
Buku yang berjudul Serat Centini Warisan Sastra Dunia karya Dra.
Munarsih, M.Hum menyebutkan tentang tradisi-tradisi Paku buwono IV yang
berbeda dengan tradisi sang ayah (Paku Buwono III), pemikiran beliau tentang
guru, serta predikat beliau sebagai guru etika jawa dan pelopor kehidupan
sufi.23
Imam al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim menyebutkan
bagaimana memilih guru yang baik dan bertanggung jawab atas generasi murid
(peserta didik) serta dapat membawa keberhasilan dan kesuksesan dunia
maupun di akhirat.24
Dr. Zakiah Darajat dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam
mamaparkan tentang syarat menjadi guru yang baik dan bertanggung jawab
atas amanah yang dibebankan kepadanya diantaranya guru harus bertakwa
22 Syahidin, ”Pendidikan: Didikkan Agama di PTU”, http://www. pikiran-rakyat.
com/cetak/2006.hlm. 1. 23 Munarsih, op.cit., hlm. 6. 24 Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’alim, (Semarang: Pustaka Alawiyah), hlm. 13.
9
9
kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniahnya, baik ahlaknya, bertanggung jawab
dan berjiwa nasional.25
Bukunya Drs. Abidin Ibnu Rusn yang berjudul Pemikiran al-Ghazali
Tentang Pendidikan menjelaskan tentang profesi keguruan yang merupakan
profesi yang paling mulia dan paling agung dibanding dengan profesi yang
lain. Dengan profesinya itu seorang guru menjadi perantara antara manusia
dalam hal ini murid dengan penciptanya. Kalau kita renungkan tugas guru
adalah seperti tugas para utusan Allah.26
Dari berbagai karya diatas, terdapat beberpa tulisan yang berkaitan
dengan penelitian ini dan juga memberi kontribusi bagi penulisan skripsi ini.
Sedangkan penelitian ini menelusuri pemikiran Paku Buwono IV yang
difokuskan pada kriteria guru yang baik.
F. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini metode-metode yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Metode Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan data atau
bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan dan
permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan27 yang
dalam hal ini ada dua sumber:
a. Sumber Primer
Sumber ini meliputi bahan yang langsung berhubungan dengan pokok-
pokok permasalahan yang menjadi obyek penelitian ini28 berupa Serat
Wulangreh karya Sinuwun Paku buwono IV yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia.
25 Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 41. 26 Abidin Ibnu Rusn, op.cit.,hlm. 64. 27 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Yogyakarta:
Rineka Cipta, 1998), hlm. 144 28 Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), Cet. IV, hlm. 39
10
10
b. Sumber Sekunder
Sumber Sekunder ialah berbagai bahan yang tidak secara langsung
berkaitan dengan obyek dan tujuan dari penelitian29 ini bahan tersebut
diharapkan dapat melengkapi dan memperjelas sumber primer. Sumber
tersebut adalah buku-buku, tulisan-tulisan atau hasil penelitian tentang
Serat Wulangreh Paku Buwono IV.
2. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah
mengadakan pembahasan dan menganalisanya. Metode analisa yang
digunakan ialah metode content analysis (analisis isi) yang merupakan
analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi yang ada. Dalam metode
content analysis ini menampilkan tiga syarat yaitu : objektifitas, pendekatan
sistematis, dan generalisasi. Artinya mempunyai sumbangan teoritik.30
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mempermudah kajian dalam penelitian ini, terlebih dahulu perlu
diketahui sistematika penulisan.
Adapun sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab dengan uraian
sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penulisan skripsi, penegasan istilah, kajian pustaka, metode
penelitian.
Bab II : KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Bab ini berisi tentang pengertian guru, tugas guru, kedudukan guru,
profesionalisme guru, dan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam.
29 Ibid. 30 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996),
Cet. III, hlm. 49
11
11
Bab III : KRITERIA GURU YANG BAIK DALAM SERAT WULANGREH
Bab ini akan dipaparkan: Pertama: deskripsi umum Serat Wulangreh
meliputi: -riwayat hidup Paku Buwono IV -karya-karya sastra Paku
Buwono IV dan -karakteristik serat wulangreh. Kedua: kriteria guru
yang baik dalam serat wulangreh pupuh Dhangdanggula.
Bab IV : ANALISIS KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU
BUWONO IV DALAM SERAT WULANGREH
Bab ini berisi analisis tentang kriteria guru yang baik dalam Serat
Wulangreh ditinjau dari kompetensi guru PAI, kontribusi pemikiran
Paku Buwono IV terhadap pendidikan sekarang ini.
Bab V : PENUTUP
Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari masalah yang dikaji, saran
dan penutup.
11
BAB II
KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Guru
1. Pengertian Guru
Secara etimologi (secara bahasa atau lughat) kata guru1 berasal dari
bahasa Indonesia yang diartikan orang yang mengajar (pengajar, pendidik,
ahli didik). Dalam bahasa jawa, sering kita mendengar kata ‘guru’
diistilahkan dengan “di gugu lan ditiru”. Kata “digugu” berarti diikuti
nasehat-nasehatnya. Sedangkan “ditiru” diartikan dengan diteladani
tindakannya.2 Guru dijadikan figur teladan bagi anak didik khususnya dan
bagi masyarakat pada umumnya. Guru juga bisa disebut Murabbi. Kata
Murabbi sering juga digunakan untuk menyebut seorang guru. Murobbi
sendiri ditafsiri dengan orang-orang yang memiliki sifat-sifat rabbani yaitu
bijaksana, bertanggungjawab dan kasih sayang terhadap peserta didik.3
Guru juga disebut dengan mursid, kata tersebut juga sering dipakai untuk
menyebut sang guru dalam thariqah-thariqah. Mudarris yaitu orang yang
memberi pelajaran, dan juga muaddib yakni orang mengajar khusus di
istana,4 (etika, moral, dan akhlak).5 Ada lagi sebutan untuk guru, yakni
professor (muallim) yang dimaknai dengan orang yang mengusai ilmu
teoritik, mempunyai kreatifitas dan amaliah.6
Secara terminologi (istilah), guru atau pendidik yaitu siapa yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan kata lain
orang yang bertanggung jawab dalam mengupayakan perkembangan
1Dalam litetatur pendidikan Islam, seorang guru akrab disebut dengan ustadz, yang
diartikan ‘pengajar’ khusus bidang pengetahuan agama Islam. Lihat Abudin Nata, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 42.
2 Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 127.
3 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 11.
4 Muhammad al Atiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 150.
5 Muhaimin, Wacana pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 29.
6 Ibid, hlm. 213.
12
potensi anak didik, baik kognitif, afektif ataupun psikomotor sampai
ketingkat setinggi mungkin sesuai dengan ajaran Islam.7 Dalam hal ini
pada dasarnya orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua.
Tanggung jawab itu disebabkan oleh adanya beberapa hal, antara lain :
a. Kodrat; yaitu orang tua yang ditakdirkan menjadi orang tua anaknya,
dan karena itu ia diwajibkan pula bertanggung jawab mendidik
anaknya.
b. Kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap
kemajuan perkembangan anaknya, maka kesuksesan yang diraih oleh
anak merupakan kesuksesan orang tuanya juga.
Dalam literatur lain dikatakan bahwa guru adalah pendidik yaitu
orang yang melaksanakan tugas mendidik atau orang yang memberikan
pendidikan dan pengajaran baik secara formal atau non formal.8
Pendidikan tidak dibatasi ruang dan waktu, kapan saja dan dimana saja.
Pendidik utama dan pertama di dunia ini adalah Allah SWT sebagaimana
firman-Nya dalam surat al-Alaq ayat 4-5:
)٤-٥: العلق(الذي علم بالقلم علم الإنسان ما لم يعلم
Yang mengajar manusia dengan perantaraan Qolam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak dia ketahui. ( Q.S. Al- Alaq : 4-5 )9
Dari ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa Allah SWT adalah
pendidik sejati, atau pendidik al-Haq.10 Tidak hanya pendidik manusia,
namun pendidik seluruh alam (rabbul alamin). Hal ini terlihat ketika Allah
SWT menciptakan manusia pertama kali agar dapat berperan sebagai
khalifah di bumi dan menjalani kehidupan dengan baik. Allah mengajari
7 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 74.
8 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 51.
9Soenarjo, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta, Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan, 1994), hlm. 1079.
10 Erwati Aziz, op. cit., hlm. 52.
13
dan memberikan pengetahuan tentang benda-benda di bumi sebagai
persiapan pengelolaannya.
Pada awalnya tugas mendidik tugas murni kedua orang tua,11 yaitu
yang menyebabkan anak lahir di dunia12 dan juga yang berhubungan
langsung dengannya. Anak dilahirkan sesuai fitrahnya, tidak tahu apa-apa
dan juga tidak membawa apapun13 kecuali sebuah perangkat yang
difasilitasi oleh Allah pada setiap manusia yang terlahir di dunia. Oleh
karena itulah peran pendidikan menjadi sangat penting. Kecuali itu juga
mereka membutuhkan kasih sayang demi perkembangan dan pertumbuhan
anak tersebut, seperti apa yang telah difirmankan:
) ٧٨: النحل ( والله أخرجكم من بطون أمهاتكم ال تعلمون شيئا
Dan Allah SWT mengeluarkan kamu dari perut ibumu tanpa mengetahui suatu apapun… (QS. Al-Nahl : 78).14
Berangkat dari ayat tersebut jelas bahwa orang tua sebagai wakil dari
Allah yang berkewajiban mendidik anaknya, sebagaimana pernyataan al-
Ghazali, “bibit apel tiada artinya sebelum ditanam”15 oleh karena itu,
disini posisi orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak. Akan tetapi
karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan
hidup yang semakin dalam, luas dan rumit, maka orang tua merasa berat
dan perlu melaksanakan kewajiban pendidikan tersebut. Agar pelaksanaan
pendidikan tersebut dapat berjalan efektif dan efisien, maka diperlukan
pendidik, guru dan lembaga-lembaga pendidikan.16
Sebagai pendidik yang mengambil alih tugas orang tua sebagai tugas
yang mulia, oleh karena itu, diharapkan seorang guru senatiasa bersikap
11 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 65. 12 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, ( Beirut: Dar Al-kitab Al-Islami, t.t. ), hlm. 69. 13 Erwati Aziz, op. cit., hlm. 51. 14 Soenarjo, op. cit., hlm. 413. 15 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung:
Pustaka setia, 2003), hlm. 37. 16 Ahmad tafsir, op. cit., hlm. 75.
14
jujur, tanpa pamrih dan hanya mengharapkan ridha Allah semata. Sikap
itu akan teraplikasi ke dalam proses belajar mengajar sehingga akan
menghasilkan generasi yang berkualitas.17
Zakiah Darajat menyatakan bahwa “guru merupakan pendidik
profesional.”18 Oleh karena itu, secara implisit mereka telah merelakan
dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan sejak
orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah, secara tidak langsung mereka
melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru
di sekolah tersebut. Mereka berharap anaknya mendapat ilmu sebagai
bekal demi kesuksesan di masa yang akan datang, dengan demikian
kebahagiaan hidup anaknya dapat lebih baik dalam hal ini secara tidak
langsung orang tua juga turut merasakanya.19
Lebih lanjut, tidak semua orang dapat menjabat sebagai guru artinya
bahwa guru bukan hanya bertugas sebagai pengajar (menyampaikan
materi di depan kelas), akan tetapi, mereka mampu menempatkan dirinya
sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas perkembangan anak
didiknya, baik di sekolah atau luar sekolah).20
Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat berpengaruh
terhadap proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan islam,
keberadaan, peranan dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak
dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru
merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari
kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak
didik seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses
diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah
semua orang yang bertanggung jawab atas perkembangan potensi peserta
17 Erwati Aziz, op. cit., 74. 18 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1996), hlm. 39. 19 Ahamd tafsir, op. cit., hlm. 74. 20 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2000), hlm. 32.
15
didik, baik dari aspek knowledge, behaviour, psikomotor dan estetika
dengan cara membimbing membina dan mengarahkan baik individual
ataupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah.
2. Tugas Guru
Guru adalah figur seorang pemimpin, dia juga sebagai sosok arsitek
yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik,21 dengan cara
membantu anak didik mengubah perilakunya sesuai dengan tujuan yang
telah direncanakan.22 Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan
membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi
agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila
yang cakap yang diharapkan mampu membangun dirinya, bangsa dan
negara.
Dalam bukunya John Dewey “Democracy And Education” dapat
dikutip mengenai tugas guru adalah sebagai berikut:
“The educator’s part in the enterprise of education is to furnish the environment which stimulates responses and directs the learner’s course. All that the educator can do is modify stimuli so that response will as surely as is possible result in the formation of desirable intellectual and emotional dispositions.”23 Tugas guru dalam usaha pendidikan adalah untuk melayani
masyarakat yang mana memberi semangat dan menunjukkan jalan bagi
peserta didik. Guru dapat melakukan suatu perubahan sehingga sangat
mungkin sekali untuk meraih watak emosi dan intelektual yang dicita-
citakan.
Pada hakikatnya, tugas guru adalah mendidik24 yang sebagian besar
tercermin dalam kehidupan di dalam rumah tangga dengan cara memberi
keteladanan, memberi contoh yang baik, pujian dorongan dan lain
21 Ibid., hlm. 36. 22 Endang Poerwati, dkk., Perkembangan Peserta Didik, (Malang; UMM Press, 2002),
hlm. 7. 23 John Dewey, Demokrasi And Education, (New York : Macmillan, 2004), hlm.174. 24 Mendidik adalah kegiatan guru dalam memberi contoh tuntunan, petuntuk dan
keteladanan yang dapat diterapkan atau ditiru siswa dalam sikap dal perilaku yang baik ( akhlakul karimah ) dalam kehidupan sehari-hari ( Hadirja Paraba, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 1999), hlm. 10.)
16
sebagainya yang diharapkan dapat menghasilkan pengaruh positif bagi
pendewasaan anak. Oleh karena itu, mengajar merupakan sebagian dari
mendidik.25 Dalam arti yang lebih sempit tugas guru adalah mengajar
sebagai upaya transfer of knowlwdge yang dituntut untuk mengusai materi
apa yang akan disampaikan, penggunaan metode yang tepat dan
pemahaman tentang berbagai karakteristik yang dimiliki anak.
Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk
mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk
mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala
sesuatu yang terjadi dalam sistem pendidikan untuk membantu proses
perkembangan siswa.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20
Tahun 2003, menyebutkan bahwa:
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.26 Pemahaman tentang berjalannya proses belajar mengajar sangat
diperlukan agar apa yang disampaikan oleh seorang guru sesuai apa yang
dimiliki anak. Disamping itu guru juga dituntut untuk membuat persiapan
mengajar, mengevaluasi tugas belajar anak dan melakukan tugas lainya
yang berkaitan dengan tujuan pengajaran. Menurut Syaiful Bahri
Djamarah dalam bukunya “Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif” menyatakan bahwa jabatan guru memiliki banyak tugas baik
terikat dalam dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian tugas-
tugas itu antara lain:27
25 Ahmad Tafsir, loc. cit. 26 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) no. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya, (Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2005), hlm. 38.
27 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 37.
17
a. Tugas guru sebagai profesi yaitu suatu tugas yang menuntut
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tugas tersebut direalisasikan dalam sistem pembelajaran
yang dapat memberikan bimbingan anak didik menemukan nilai-nilai
kehidupan. Tugas guru sebagai pengajar juga dapat diartikan
meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
kepada anak didik. Sementara tugas sebagai pelatih diartikan
mengembangkan keterampilan dan menerapkan dalam kehidupan demi
masa depan anak didik.
b. Tugas guru sebagai tugas kemanusiaan berarti guru terlibat dalam
interaksi sosial di masyarakat. Guru harus mampu menanamkan nilai-
nilai kemanusiaan kepada anak didik agar anak didik punya
kesetiakawanan sosial.
c. Tugas guru sebagai tugas kemasyarakatan berarti guru harus mendidik
dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara yang berakhlak
dan bermoral. Dalam hal ini dapat diumpamakan bahwa mendidik
anak sama halnya dengan mencerdaskan bangsa.
Oleh karena itu, untuk mengemban tugas dan tanggung jawab
sebagaimana diatas, maka menurut Zakiah darajat, bahwa agar dapat
menjadi guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagian
dunia dan akherat, ia harus memenuhi syarat-syarat antara lain: bertaqwa
kepada Allah SWT, berilmu, sehat jasmani dan rohaninya, baik akhlaknya
dan bertanggung jawab serta berjiwa nasional.28
3. Kedudukan Guru
Guru termasuk manusia yang berjiwa besar di dunia ini, ia berusaha
menyiapkan generasi penerus yang berkualitas, mentransferkan ilmu
pengetahuan dan juga memiliki posisi sebagai pewaris Nabi. Oleh karena
itu Islam memberikan penghargaan sangat tinggi terhadap guru. Ia adalah
salah satu pemilik ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki peran
28 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda
Karya, 1995), hlm. 137.
18
penting, dengan ilmu, manusia akan sanggup menaklukkan dunia dan
dengan ilmu pula orang akan menemukan jalan kebahagiaan hidup baik di
alam dunia fana dan akhirat kelak, bahkan keberadaan ilmu merupakan
salah satu syarat akan datangnya hari kiamat, Islam sebagai agama
penyempurna, menghendaki kebaikan kehidupan manusia di dunia
sekaligus di akhirat. Dan juga memberikan kedudukan yang sangat tinggi
kepada guru setingkat dibawah para Nabi dan Rasul.29 Kedudukan itu akan
tampak jelas ketika seorang guru mengamalkan ilmunya dalam arti
mengajarkan kepada orang lain, dalam hal ini guru adalah bagaikan
matahari yang menerangi alam dan juga bagaikan minyak wangi yang
mengharumi orang lain karena ia memang wangi.30
Tingginya kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan
secara nyata pada masa sekarang ini, terutama di pesantren-pesantren
Indonesia, santri tidak berani menatap sinar mata Kyai, membungkukkan
badan sebagai tanda hormat kepada sang Kyai tatkala menghadap ataupun
berpapasan, tawadu’ dan sifat baik lainnya. Hal ini disebabkan karena
adanya kewibawaan atau kharisma yang dimiliki oleh kyai. Keyakinan
santri akan kebaikan atau keberkahan dari seorang kyai masih sangat
kental hingga merasuk kedalam sikap dan tingkah lakunya dalam
kehidupan sehari-hari.31
Akan tetapi, lain halnya dengan kedudukan guru (non pesantren)
yang bertugas disekolah-sekolah, kedudukanya jauh lebih rendah dari
pandangan Islam selama ini. Guru dipandang sebagai petugas semata yang
mendapat gaji dari negara / swasta serta mempunyai tugas dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan. Akibatnya jarak antara guru dan murid
semakin jauh, kondisi ini dipengaruhi berbagai hal antara lain:32
Pertama, pengaruh pandangan rasionalisme, materialisme dan
pragmatisme. Guru didefinisikan sebagai petugas semata atau dengan kata
29 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 76. 30 Al-Ghazali, op.cit., hlm. 62. 31 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 94. 32 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 87.
19
lain guru dipahami sebagai profesi untuk mencari uang serta mencukupi
kebutuhan ekonomi. Guru hanya dianggap sebagai orang yang lebih tinggi
ilmu pengetahuannya dibandingkan dengan muridnya dan hubungan guru
dan murid tidak lebih dari sekedar penjual dan pembeli ilmu pengetahuan.
Semua dinilai dengan uang, siapa yang memiliki uang yang lebih, maka
akan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan nilai.
Kedua, pengaruh dari masyarakat itu sendiri yang telah rusak karena
paham-paham itu. Masyarakat telah menggunakan pertimbangan yang
semata-mata rasional, ekonomis, dan relatif. Akibat yang muncul adalah
merosotnya mutu pendidikan agama Islam. Bila diukur dengan firman
Allah dan hadits-hadits nabi, mungkin saja sains dan teknologi dapat
membawa pengaruh yang lebih baik bagi umat Islam atau mendekatkan
diri pada Tuhannya.
Guru mungkin telah dinilai masyarakat dari kecanggihan logikanya
dalam mengajarkan pengetahuan, mungkin juga dinilai dari segi
lahiriahnya saja, misalnya pakaian, rumah, atau kendaraannya. Maka
imbasnya guru akan dipandang rendah, mana kala terdapat keganjilan bagi
diri mereka. Padahal sesungguhnya seorang pengajar (guru) menduduki
status yang terhormat dan mulia.
Dengan kehormatan dan kemuliaan yang disandangnya itulah yang
membawa konsekuensi logis bahwa guru bukan hanya sekedar petugas
gajian yang dikaitkan dengan nilai material belaka,33tetapi guru adalah
sebagai figur teladan yang mesti ditiru oleh anak-anak didik dan
diharapkan mampu memperlakukan anak didik seperti domba yang perlu
digembala / didisiplinkan yaitu anak didik sebagai manusia yang mudah
dipengaruhi.
Seorang pengajar tak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau
pemilikan otoritas disiplin ilmu tertentu, dia adalah orang yang berbudi
dan beriman sekaligus amal dan perbuatanya sendiri dapat memberikan
pengaruh pada jiwa anak didiknya. Jika hal itu dapat dimanifestasikan,
33 S. Nasution, op. cit., hlm. 97.
20
maka rasa hormat dan tawadhu’ anak didik terhadap sang pengajar akan
datang dengan sendirinya dan akan mudah merasuk ke dalam otak anak
didiknya, oleh karena itu pada akhirnya anak didik akan menjadi manusia
terhormat sekaligus dihormati.
Disamping itu, untuk memanifestasikan kedudukan guru yang sangat
mulia dan terhormat ini dan juga membangun relasi antara guru dan murid
maka guru harus memberikan peran yang dibutuhkan oleh murid dan juga
oleh masyarakat, antara lain:
a. Sebagai korektor / evaluator; guru bisa membedakan mana nilai yang
buruk dan nilai yang baik.
b. Sebagai informator; guru harus dapat memberikan informasi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain bahan pelajaran
yang telah diprogramkan dalam mata pelajaran dalam kurikulum.
c. Sebagai inspirator; guru harus memberikan ilham (petunjuk) yang baik
atas kemajuan anak didik.
d. Sebagai organisator; guru harus mampu mengorganisasikan segala
sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar demi
tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.
e. Sebagai motivator; guru harus mampu mendorong anak didiknya agar
bergairah dan aktif dalam belajar.
f. Sebagai inisiator; guru harus mampu menjadi pencetus ide-ide
kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.
g. Sebagai fasilitator; guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memudahkan belajar anak didik.
h. Pembimbing; guru hendaknya mengarahkan anak didiknya terhadap
potensinya sehingga mereka menjadi manusia dewasa yang sempurna,
baik ilmu dan akhlaknya.
i. Supervisor; guru hendaknya dapat membantu dan memperbaiki serta
menilai terhadap proses pengajaran secara kritis. Dan juga peranan lain
21
yang dapat mendukung dan mewujudkan kedudukan guru sebagai
manusia terhormat dan mulia34.
Kedudukan guru akan tampak jelas ketika guru dapat memberikan
perannya sebagaimana di atas, minimal peranan sebagai pendidik dan
pembimbing yang pada dasarnya peranan guru itu tidak terlepas dengan
kepribadianya dalam arti tidak hanya menyampaikan bahan-bahan mata
pelajaran dan juga tidak hanya dalam interaksi formal tetapi juga informal,
tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan.35 Serta tidak hanya diucapkan
tetapi harus diamalkan, dengan kata lain ilmiah yang amaliah.
4. Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi (profession) yang dapat
diartikan sebagai jenis pekerjaan yang khas atau pekerjaan yang
membutuhkan pengetahuan, atau dapat juga berarti beberapa keahlian atau
ilmu pengetahuan yang digunakan dalam aplikasi untuk berhubungan
dengan orang lain. Instansi atau sebuah lembaga profesional adalah
seseorang yang memiliki perangkat pengetahuan atau keahlihan yang khas
dari profesinya.
Profesionalitas merupakan kepemilikan seperangkat keahlian atau
kepakaran dibidang tertentu yang dilegalkan dengan sebuah sertifikat oleh
sebuah lembaga. Seorang yang profesional berhak memperoleh reward
yang layak dan wajar yang menjadi pendukung utama dalam merintis
karirnya ke depan.36
Profesional adalah cara individu melihat keluar dari dunianya.
Sesuatu yang berhubungan dengan apa yang mereka lakukan dengan
terhadap organisasi dan profesi yang mereka emban. Bagi guru secara
sederhana dapat diwujudkan dalam sebuah karya ilmiah, seperti buku yang
mereka tulis atau pembelajaran yang mereka lakukan sesuai kebutuhan.
34 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 43-48. 35 Nana Syaodih Sukma Dinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 251. 36 Muhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Mizaka Galiza,
2003), hlm. 79.
22
Oleh karena itu dalam profesi digunakan tehnik dan prosedur intelektual
yang harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk
kemaslahatan orang lain.
Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Mereka ini, tatkala
menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian
tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru, hal ini berarti bahwa
orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru,
sebab tidak sembarang orang dapat menjabat sebagai guru.37
Dalam literatur lain dikatakan bahwa guru merupakan suatu
pekerjaan profesional,38 untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,
selain harus memenuhi syarat kedewasaan, sehat jasmani dan rohani. Guru
juga harus memiliki ilmu dan kecakapan serta keterampilan keguruan.
Ilmu dan kecakapan serta keterampilan tersebut diperoleh selama
menempuh pelajaran dilembaga pendidikan guru.
Suatu pekerjaan akan dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut:39
a. Panggilan hidup yang sepenuh waktu; bahwa profesi ini adalah
pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukan
sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu lama bahkan
seumur hidup.
b. Pengetahuan dan kecakapan keahlihan; profesi adalah pekerjaan yang
dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan / keahlihan yang
khusus dipelajari.
c. Kebakuan Universal; profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut
teori prinsip, prosedur dan anggapan dasar yang baku secara umum
universal.
37 Zakiah Darajat, op. cit., hlm. 39. 38 Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit., hlm. 255. 39 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat
Press, 2003), hlm. 16.
23
d. Pengabdian; profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian
pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan secara material/
finansial bagi diri sendiri.
e. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Profesi adalah
pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostik dan
kompetensi aplikatif terhadap orang dan lembaga yang melayani.
f. Otonomi. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas
dasar prinsip-prinsip dan norma-norma yang ketetapannya dapat diuji
atau dinilai oleh orang lain.
g. Kode Etik Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu
norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui dan
dihargai oleh masyarakat.
h. Klien. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani
mereka yang membutuhkan pelayanan (klien) yang pasti dan jelas
subyeknya.
Dari kriteria tersebut di atas dapat dipahami bahwa memang guru
merupakan suatu pekerjaan profesional, karena kebanyakan guru
berkomitmen dengan panggilan nurani, tanggung jawab moral, sosial dan
keilmuan.40 Oleh karena itu ia berhak mendapatkan penghargaan dan
penghidupan yang layak sesuai dengan profesionalnya dalam mengemban
tugas sebagai pendidik.41
Jadi untuk menjadi seorang profesional harus dirintis oleh tempaan
ranah keilmuan, pendidikan atau pelatihan, hal itu sejalan dengan pendapat
Zakiyah Darajat “guru adalah pendidik profesional”42 oleh karena itu
setiap sesuatu yang dipelajarinya harus dapat diaplikasikan secara terampil
atau digunakan dalam komunitasnya.
Oleh karena itu guru profesional yang mampu mengaplikasikan apa
yang dipelajari dengan terampil, melakukan apa yang dikatakan dan
40 Muhtar, op. cit., hlm. 85. 41 Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm. 97. 42 Zakiah Darajat, op. cit., hlm. 39.
24
mampu menjadi uswatun hasanah bagi anak didiknya. Guru yang
demikian ini patut dihormati, dibina dan dikembangkan.43 Begitu juga
kesejahteraan dan penghargaan yang layak baginya harus dipikirkan. Dan
disamping itu, dunia ini akan hancur bersama orang-orang yang berilmu.44
B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian Kompetensi
Dalam kamus bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan
atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian
dasar kempetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan.
Kompetensi berarti kewenangan atau kecakapan untuk menentukan atau
memutuskan suatu hal.45
Dari pengertian diatas diambil kesimpulan bahwa kompetensi guru
adalah kemampuan, kecakapan bahkan kewenangan yang harus dimiliki
oleh seorang guru dalam rangka mendidik, mengajar, serta melatih peserta
didik. Kompetensi juga berarti seperangkat pengetahuan, keterampilan,
dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalan.46
2. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
Kompetensi guru agama adalah kewenangan untuk menentukan
pendidikan agama yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah
tempat guru itu mengajar.47 Guru adalah pihak yang bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, guru memegang peranan
yang sangat srategis dalam inovasi palaksanaan pengajaran agama Islam.
Di kelas guru adalah key person (pribadi kunci) yang memimpin dan
mengarahkan kegiatan belajar mengajar para siswanya. Di mata siswa,
43 Abudin Nata, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, op. cit., hlm. 97 44 Ahmad tafsir, op. cit., hlm. 113. 45 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: CV
Ruhama, 1995), cet. II, hlm. 95. 46 Lihat Undang-Undang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. I,
hlm. 5. 47 Zakiah Darajat, loc.cit.
25
guru adalah orang yang mempunyai otoritas bukan saja dalam bidang
akademis, melainkan juga dalam bidang non akademis. Bahkan dalam
masyarakat guru dipandang sebagai orang yang harus digugu dan ditiru.
Pengaruh guru terhadap siswanya sangat besar. Faktor-faktor imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati misalnya, memegang peranan penting
dalam interaksi sosial.48
Guru mempunyai tanggungjawab yang sangat berat yaitu mendidik,
mengajar bahkan melatih anak didiknya, karena keberhasilan guru dalam
mendidik berarti keberhasilan mempersiapkan masa depan yang lebih
baik, sehingga harapannya generasi di masa depan tidak menjadi generasi
yang lemah ( tidak mempunyai pengetahuan agama maupun umum).Hal
itu sesuai dengan firman Allah SWT :
وليخش الذين لو تركوا من خلفهم ذرية ضعافا خافوا عليهم فليتقوا الله وليقولوا قوال )٩:النساء (سديدا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.49 (QS. Al-Nisa : 9) Dalam Islam tugas seorang pendidik dipandang suatu hal yang
sangat mulia. Proses ini menyebabkan Islam menempatkan orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding
dengan manusia lainnya.50
Oleh sebab itulah, untuk dapat membawa perubahan dalam sistem
pendidikan dan melahirkan SDM (Sumber Daya Menusia ) yang handal
48 Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007 ),
Cet.1, hlm. 38. 49 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro,
2000). hlm. 62.
50 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.
26
serta tercapainya tujuan yang diharapkan diperlukan adanya tipologi guru
pendidikan Islam yang memilki karakteristik tertentu, yang pada masa
sekarang disebut guru yang berkompetensi. Guru yang berkompetensi
menggambarkan bahwa guru harus memiliki atau menampilkan sosok
kualitas personal (kepribadian), profesional dan sosial dalam menjalankan
tugasnya.51
Untuk mengemban tugas tersebut guru harus memiliki seperangkat
kualifikasi kompetensi keilmuan serta keinginan untuk terus
mengembangkan kemampuan tersebut sebagai wujud dari tanggung
jawabnya. Secara umum kompetensi bagi guru tersebut adalah kompetensi
yang secara langsung berhubungan dengan mengajar sekaligus menjadi
kompetensi yang mendukung kemampuan keprofesioanalan guru PAI
sehingga dapat melakukan pengajaran dengan baik.
Al-Ghazali mengatakan bahwa tugas pengajaran tidak cukup hanya
mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas ilmu tertentu saja, tetapi
dibarengi dengan berbudi dan beriman sekaligus amalnya, yang
perbuatannya sendiri memberikan pengaruh pada jiwa anak didiknya.
Karena guru (digugu dan ditiru) setiap tingkah lakunya akan ditiru oleh
anak didiknya. Ajakan dari seorang guru harus dibarengi dengan
perbuatannya, murid akan memandang remeh seorang guru bila antara
perkataan atau ajakannya tidak dibarengi dengan perbuatannya. Dan
Allahpun tidak menyukai seseorang yang pandai berkata tetapi dia tidak
bisa melakukannya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
)٣: الصف ( مقتا عند الله أن تقولوا ما ال تفعلونكرب
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. 52( QS. Ash-Shaf : 3)
51 Syamsul Ma’arif, op.cit., hlm. 39. 52 Departemen Agama RI, op.cit., hlm.440.
27
Sesuai dengan hal di atas, Dr. Muhaimin dalam bukunya Paradigma
Islam menyatakan bahwa asumsi yang melandasi keberhasilan guru PAI
dapat diformulasikan sebagai berikut ; guru PAI akan berhasil
menjalankan tugas kependidikannya bilamana dia memiliki kompetensi
personal-religius dan kompetensi personal- religius. Personal religius
berkaitan dengan kepribadian guru, diantaranya guru harus memiliki
tujuan dan tingkah laku, serta pola pikir robbani, ikhlas, sabar, menjadikan
pribadinya sebagai teladan. Dan kompetensi profesional-religius,
berkaitan dengan kemampuan mengajar, serta penggunaan metode,
mampu mengelola peserta didik, peka terhadap kondisi dan perkembangan
baru, dan sebagainya.53
Berpijak pada hal diatas, untuk mengetahui serta memudahkan guru
PAI tentang kompetensi apa saja yang harus dimiliki telah dirumuskan
adanya empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi
profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial.54
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik.55 Kemampuan ini meliputi pemahaman
terhadap peserta didik perancangan dan pelaksanaan pembelajaran serta
evaluasi hasil belajar.
a. Pemahaman Terhadap Peserta Didik
Beberapa hal yang harus dipahami oleh guru dari perserta didik
antara lain ; kemampuan, sikap, potensi, minat, hobi, kebiasaan,
catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya di
sekolah.56
Guru PAI diharapkan mampu mengetahui kondisi yang dialami
oleh peserta didik, karena hal tersebut menentukan keberhasilan
53 Muhaimin, op.cit., hlm. 97-98. 54 Undang-Undang Guru dan Dosen, op.cit., hlm. 11. 55 Ibid, hlm. 67. 56 Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 97.
28
dalam tujuan pembelajaran, sehingga apa yang menjadi tujuannya
bisa tercapai sesuai harapan.
b. Perancangan Pembelajaran
Pada hakikatnya bila suatu kegiatan dirancang atau
direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan
lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang guru harus
memiliki kemampuan dalam merencanakan pembelajaran. Seorang
guru sebelum mengajar hendaknya merencanakan program
pembelajaran, membuat persiapan pembelajaran atau pengajaran yang
hendak diberikan.57 Sehubungan dengan hal itu, David Johnson
sebagaimana dikutip oleh Suryosubroto mengatakan :
”Teacher a expected to design and deliver insruction so that student learning is fasilitated. Instruction is asset of event design to initiated aclivate, and support learning in student, it is the proces of arranging the learning situation ( including the classroom, the student, and the curriculum meterials) so that learning is facilitated.”58
Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa guru diharapkan
merencanakan dan menyampaikan pengajaran, karena itu semua
memudahkan siswa belajar. Pengajaran merupakan rangkaian
peristiwa yang direncanakan untuk disampaikan, untuk menggiatkan
dan mendorong belajar siswa yang merupakan proses merangkai
situasi belajar (yang terdiri dari ruang kelas, siswa dan materi
kurikulum) agar belajar menjadi lebih mudah.59
Perencanaan itu dapat bermafaat bagi guru sebagai kontrol
terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pengajarannya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto
57 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1997), Cet. 1, hlm. 27. 58 Ibid, hlm. 28. 59 Ibid,
29
bahwa selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar
juga berguna sebagai pegangan bagi guru sendiri.60
Tujuan berfungsi untuk menentukan arah kegiatan pengajaran
yaitu kemana peserta didik akan dibawa, bahan berfungsi untuk
memberi isi atau makna terhadap tujuan, metode danalat berfungsi
untuk menentukan bagaimana cara mencapai tujuan. Sedangkan
penilaian berfungsi untuk mengukur seberapa jauh tujuan itu telah
tercapai dan tindakan yang harus dilakukan apabila tujuan belum
tercapai.
Tujuan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku khusus yang
diharapkan dapat dicapai atau dimiliki siswa setelah menerima
palajaran (pengalaman belajar) yang diberikan guru, dan
penggunaannya harus menggunakan istilah yang operasional.61
c. Pelaksanaan Pembelajaran
Yang dimaksud pelaksanaan proses belajar mengajar adalah
proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti
dari kegiatan pendidikan di sekolah. Jadi pelaksanaan pembelajaran
adalah interksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan
bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran.
Sedangkan menurut Roy R. Lefrancois seperti dikutip oleh Dimayanti
Mahmud bahwa pelakanaan pembelajaran adalah pelaksanaan
strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapai tujuan
pembelajaran.62
Jadi pelaksanaan proses belajar mengajar dapat disimpulkan
sebagai terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka
menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan
pengajaran atau pembelajaran.
60 Ibid, 61 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat Pers,
2002), hlm. 2. 62 B. Suryosubroto, op.cit., hlm. 36
30
Dari perspektif pendidikan nilai, guru di dalam kelas tidak bisa
dan tidak cukup hanya menyajikan agama pada dataran normatif
kemudian ditagih melalui ujian atau hafalan. Guru agama dituntut
untuk menciptakan metode baru sekaligus melakukan :”creating a
moral community in the classroom” (menciptakan suatu masyarakat
/kelompok bermoral di dalam kelas), ”moral discipline”, creating a
democratic classroom environment” (menciptakan lingkungan ruang
kelas yang demokratis), sampai pada ” teaching children to solve
conflicts” (mengajar anak untuk menyelesaikan konflik, yang
otomatis harus diajarkan tentang toleransi lebih dulu.63
Tahap pelaksanaan ini merupakan peranan paling penting
dalam kompetensi pedagogik karena betapapun benyaknya
penggunaan materi dan sebagus apapun persiapan yang dilakukan
tidak akan ada gunanya jika guru tidak bisa mengaplikasikannya
secara nyata, dimana pengaplikasian ini sangat dipengaruhi oleh
kompetensi personal guru, karena setiap tindakan pelaksanaan
pastilah tercermin dalam perilaku guru.
d. Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan
pencapaian suatu program64. Evaluasi biasanya dilakukan di akhir
pembelajaran untuk menentukan tercapai tidaknya suatu program
pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh seorang guru.
Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan
dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan
untuk menilai hasil belajar (evaluasi). Penilaian hasil belajar
bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal
penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari tujuan yang
ditetapkan.65
63 A.Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang :
Aneka Ilmu, 2003), cet. 3. hlm. 70. 64 Depdiknas, Sistem Penilaian Kurikulum 2004, (Jakarta : Depdiknas, 2004), hlm. 2. 65 Suryosubroto, op.cit.,hlm. 53.
31
Dalam melakukan penilaian yang harus diperhatikan adalah :
1) Sasaran penilaian
Sasaran atau objek evaluasi belajar adalah perubahan tingkah
laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor
secara seimbang. Masing-masing terdiri dari sejumlah aspek dan
aspek tersebut hendaknya dapat diungkapkan melalui penilaian
tersebut.66 Dengan demikian dapat diketahui tingkah laku mana
yang sudah dikuasainya dan mana yang belum sebagai bahan
perbaikan dan penyusunan program pengajaran selanjutnya.
2) Alat penilaian
Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif, yang
meliputi tes dan non tes, sehingga diperoleh gambaran hasil belajar
yang objektif. Demikian pula bentuk tes tidak hanya tes objektif
tetapi juga tes essay. Sedangkan jenis non tes digunakan untuk
menilai aspek tingkah laku, seperti aspek minat dan sikap. Alat
evaluasi non tes antara lain : observasi, wawancara studi kasus dan
rating scale (skala penilaian). Penilaian hasil belajar hendaknya
dilakukan secara berkesinambungan agar diperolah hasil yang
menggambarkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.67Jadi
untuk melihat berhasil tidaknya suatu pembelajaran tergantung
pada penilaian atau evaluasi, karena dari panilaian itu untuk
menjajagi seberapa besar pembelajaran tersebut diserap oleh
peserta didik dan juga sebagai alat perbaikan seorang guru dalam
mengajar, suatu perkara ditentukan oleh akhirnya perkara tersebut.
2. Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pelajaran secara luas dan mendalam.68
Dari pengertian tersebut, maka pengertian guru profesional
adalah orang yang mempunyai keahlian khusus dalam bidang keguruan
66 Ibid, hlm. 54. 67 Ibid, hlm. 55. 68 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
32
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain, guru profesional
adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik memiliki
pengalaman yang kaya di bidangnya.
Seseorang dikatakan profesional, menurut Muhaimin, bilamana
pada dirinya melakat sifat dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap
komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous
improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui
model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya, yang
dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah
tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di
masa depan. Kompetensi profesional adalah yang berhubungan dengan
kemampuan dan tekad guru dalam menjalankan tugas keguruannya serta
bersedia memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai
tujuan pendidikan yang telah dirancang 69
Guru PAI memiliki landasan yang teramat kuat akan keharusan
kepemilikan kompetensi profesional, karena agama Islam adalah agama
yang sangat mementingkan keprofesionalan. Islam telah mengajarkan
bahwa suatu pekerjaan harus diselesaikan secara profesional dalam arti
mampu serta ahli dalam bidang masing-masing. Sesuai dengan firman
Allah SWT :
)٤٣ :النحل (فاسألوا أهل الذكر إن كنتم ال تعلمون
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,jika kamu tidak mengetahui. 70(QS. An-Nahl : 43)
Dari firman Allah diatas menjelaskan bahwa jika seseorang tidak
mengetahui tentang sesuatu, atau dalam arti orang tersebut sedang
belajar maka di suruh minta penjelasan atau belajar kepada orang yang
ahli ( berkompeten ) di bidangnya.
69 Syamsul Ma’rif, op.cit. 70 Departemen Agama RI, op.cit., hlm.217.
33
Realita yang terjadi banyak guru-guru yang bukan bidangnya dan
tidak berkompeten pada bidang tersebut tetap dipertahankan menjadi
guru mata pelajaran yang bukan bidangnya, akibatnya dalam
menyampaikan pelajaran pemikiran dan disiplin ilmunya kurang
berkembang. Akibat lebih parah dari semua itu mengakibatkan situasi
belajar mengajar tidak berlangsung secara efektif, kurang merangsang
motivasi, kreasi dan minat belajar peserta didik.71
Hal tersebut senada dengan sabda Rasulullah SAW:
عليه وسلمعن ايب هريرة رضي اهللا عنه قال قال رسول اهللا صلي اهللا 72)رواه البخاري(اذا وسد االمر اىل غري اهله فانتظر الساعة
bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhari )
Adapun secara terperinci kompetensi yang termasuk dalam
kompetensi profesional adalah sebagai berikut:
a. Menguasai bahan pengajaran
b. Menguasai program kerja
c. Menguasai pengelolaan kelas
d. Mampu menggunakan media
e. Menguasai landasan-landasan kependidikan
f. Mampu mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan dan pengajaran di
sekolah
h. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
i. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian
pendidikan guna keperluan pengajaran.73
71 Syamsul Ma’rif, op.cit., hlm. 41. 72 Imam Abi Abdillah Ibnu Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz I ( Lebanon :
Daarul Kutub, tt), hlm. 11. 73 Ahmad Tafsir, op.cit., hlm.
34
3. Kompetensi Personal
Personal berarti pribadi atau individu. Kompetensi personal
disebut juga kompetensi kepribadian. Kepribadian merupakan faktor
penting bagi guru PAI yang akan menentukan apakah ia dapat menjadi
pembimbing dan pembina yang baik bagi peserta didiknya ataukah
perusak bagi masa depan peserta didiknya. Kepribadian yang
sesungguhanya bersifat abstrak (ma’nawi) sukar dilihat atau diketahui
secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan dalam segi dan
aspek kehidupan. Misalnya tindakan, ucapan, cara gaul, berpakaian, dan
dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah baik ringan maupun
berat.74
Yang termasuk kompetensi personal (penjelasan dari UU Guru
dan Dosen pasal 10) antara lain :
1. mempunyai kepribadian yang mantap,
2. stabil,
3. dewasa,
4. arif dan bijaksana,
5. berwibawa,
6. berakhlak mulia,
7. menjadikan teladan bagi peserta didik dan masyarakat,
8. mengevaluasi kinerja sendiri, dan
9. mengembangkan diri secara berkelanjutan.75
Rasulullah76 SAW adalah guru pertama dalam Islam. Nabi telah
memberikan contoh teladan kepada umatnya dengan keberhasilan
74 Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. III, hlm. 15. 75 Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru Profesional, Sejahtera dan
Terlidungi, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. I, hlm. 176 76 Rasulullah SAW adalah manusia tersempurna, insan al-kamil, sekaligus guru terbaik.
Beliau tidak hanya mengajar dan mendidik, tapi juga menunjukkan jalan. Kehidupannya demikian memikat dan memberikan inspirasi hingga manusia tidak hanya mendapatkan ilmu dan kesadaran darinya, tetapi lebih jauh lagi mentransfer nilai-nilai luhur yang ia kembangkan hingga menjadi manusia-manusia baru. Sejarah kehidupannya (sirah) yang ditulis oleh para sejarawan sejak abad 8 –seperti Ibnu Ishak -sangat mempesona, menggema dan aktual hinga kini. Karena itu, setiap muslim selama ini senantiasa mengakrabinya dan menjadikannya sebagai “a beloved role mode.l”(Moh. Slamet Untung,, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. v.
35
menciptakan kader-kader yang segala tindak tanduk dalam perbuatan
mereka. Keikhlasan, kejujuran, kelapangan Nabi telah teruji sepanjang
zaman dan menggerakkan manusia untuk berkomitmen mengikuti
beliau. Dan sifat tawadlu’ yang selalu mengiringi langkah beliu semakin
mengokohkan kewibawaan beliau sebagai guru dan pemimpin. Dan
karena kemuliaan pulalah Allah mengajarkan kepada kita untuk
meneladani keseluruhan pribadi beliau. Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:
واليوم الآخر لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله )٢١: االحزاب( وذكر الله كثريا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab :21).77
Merujuk hal diatas, setiap tingkah laku guru menjadi teladan bagi
anak didiknya baik dilingkungan sekolah maupun luar sekolah.
Dilingkungan sekolah disamping guru berperilaku baik, guru juga harus
mampu menyampaikan materi. Di luar sekolah guru juga harus bisa
menjaga kehidupan sosialnya dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Dengan kata lain seluruh tampilan guru baik dalam keluarganya sendiri,
sekolah maupun masyarakat adalah refleksi dari kepribadiannya.
Semua orang bisa menjadi guru, namun untuk sampai ke profesi
tersebut bukan pekerjaan yang mudah, sebab ada faktor penting yang
harus dipenuhi untuk menjalankan profesi tersebut, yakni kepribadian.
Kepribadian tersebut yang menentukan apakah ia menjadi pendidik atau
pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak
atau penghancur bagi masa depan anak didik, terutama bagi anak didik
77 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro,
2000). hlm. 336.
36
yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang
mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah).
Kepribadian guru sangat ditentukan oleh akhlak yang dimilikinya,
karena seluruh tingkah laku atau akhlak guru akan diperhatikan oleh
anak didiknya, dan ini akan berpengaruh terhadap kewibawaan seorang
guru. Akhlak yang baik bagi seorang guru sebagai personal adalah
sebagai berikut :
1) Beristiqomah dalam muqarrabah kapada Allah SWT baik di tempat
sepi maupun ditempat yang ramai.
2) Senantiasa berlaku khauf kepada Allah dalam segala ucapan dan
tindakannya.
3) Bersikap tenang.
4) Selalu bersikap wara’ (wira’i).
5) Senantiasa khusuk kepada Allah.
6) Selalu berlaku tawadlu’
7) Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan
duniawi, baik berupa pangkat, harta, maupun bentuk lainnya.
8) Barakhlak dengan zuhud kepada Allah.
9) Menjauhkan diri dari usaha-usaha rendah dan hina menurut watak
manusia juga dari hal-hal yang dibenci syari’at maupun adat
kebiasaan.
10) Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor ( menjaga diri dari hal-hal
yang tidak terpuji.
11) Bergaul dengan orang lain dengan akhlak yang baik, seperti
berwajah gembira, banyak salam, memberikan makanan, menekan
marah dan lain-lain.
12) Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak-akhlak jelek, dan
diteruskan pada realisasi perbuatan-perbuatan yang baik.
13) Senantiasa bersemangat mencapai perkembangan keilmuan dirinya
dan berusaha sungguh-sungguh dalam setiap aktifitas ibadahnya,
sehingga tidak ada waktu terbuang kecuali untuk ilmu dan amal.
37
14) Mengambil pelajaran dan hikmah apapun dari setiap orang tanpa
membeda-bedakan status dan persoalan-persoalan lainnya.
15) Membiasakan diri memperdalam essensi keilmuannya guna
mendapatkan kemanfaatan darinya.78
Bropy dan Good (1981), dalam penelitiannya dalam sebuah
pengajaran membuktikan bahwa kelas yang diajar oleh guru yang
berkepribadian baik dan stabil cenderung lebih kondusif dari pda oleh
guru yang kurang bisa mengendalikan sikapnya di kelas. Dari
penelitiannya dapat disimpulkan :”the teacher’s concers about these
students had more to do with controling their classroom behavior than
with academic achievment.” 79(kemampuan guru dalam mengendalikan
kelas lebih tergantung pada sikap dan perilakunya dari pada
kemampuan akademiknya). Oleh karena itu pengetahuan yang telah
diserap oleh seorang guru harus benar-benar diamalkan dengan
bertingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam serta berusaha untuk
meniru seorang yang menjadi teladan utama yaitu beliau Rasulullah
SAW.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi
dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama
guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.80
Seorang guru bukan hanya bertugas di kelas saja, tetapi di rumah
dan masyarakat. Di rumah, guru sebagai orang tua (ayah ibu) adalah
pendidik bagi putra putrinya. Di masyarakat guru harus bisa bergaul
dengan mereka dengan cara saling membantu, tolong menolong,
sehingga ia tidak dijauhi oleh masyarakat sekitar.
78 Zainal Arifin, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi
Sarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 31, t.d.
79 Robert F Mc. Nergney, Carol A Cariers, Teacher Development, (USA: Mac Millan Publishing, 1981), cet. VIII, hlm. 147.
80 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
38
Sebagaimana firman Allah SWT:
وا اللهوتعاونوا على البر والتقوى وال تعاونوا على الأثم والعدوان واتق )٢ : املائدة( إن الله شديد العقاب
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS.Al-Maidah : 2)
Untuk itu pendidik harus mempunyai kemampuan, kecakapan,
serta keterampilan dalam bidang kemasyarakatan. Selain itu guru harus
mampu mendidik dan mengajar masyarakat agar menjadi warga negara
yang baik dan bermoral dengan berperilaku sebagai berikut:
a. Cinta dan percaya pada masyarakat sekitarnya.
b. Peka terhadap perubahan masyarakat dan lingkungan hidupnya.
c. Mudah bergaul dan menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa
kehilangan kepribadiannya.
d. Senang, mudah dan aktif belajar untuk kepentingan umum dalam
berbagai tugas sosial.81
e. Berkomunikasi lisan dan tertulis
f. Menggunakan teknologi komunikasi informasi secara fungsional
g. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
h. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua /wali peserta didik.82
Oleh karena itu, guru profesional tidak melepaskan diri dari
masyarakat. Karena hal ini masuk dalam profesionalisme guru dan di
satu pihak guru adalah warga masyarakat dan di pihak lain dia juga
dituntut bertanggung jawab serta memajukan kehidupan masyarakat.83
81 Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 37. 82 Mohamad Surya, loc.cit. 83 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Konsep dan Strategi, (Bandung: Mandar Maju,
1991), hlm. 45.
39
Dari pengertian diatas dirumuskan pengertian guru yaitu manusia
yang mengemban nilai-nilai moral, akhlak, manusia yang menjadi
teladan, manusia yang berilmu sebagai petunjuk dan pengarah, pemberi
bekal kehidupan bagi bangsa. Dari beberapa kompetensi yang telah di
jelaskan menyatu dalam jiwa seorang guru sehingga guru dapat
memberi kontribusi sesuai harapan.
40
BAB III
KRITERIA GURU YANG BAIK DALAM SERAT WULANGREH
A. Deskripsi Umum Serat Wulangreh
1. Riwayat Hidup Paku Buwono IV
Kondisi geografis dan sosiokulturis dari tokoh (penulis) berada,
merupakan suatu faktor yang tidak bisa dipisahkan dari keterkaitan dalam
rangka membuahkan gagasan atau pemikiran tokoh atau penulis tersebut.
Lingkungan dan struktur sosial masyarakat akan berpengaruh besar
terhadap karakteristik pemikiran yang dimunculkan.
Begitu pula dengan Kanjeng Susuhan Paku Buwono IV, dalam
sejarah kerajaan Surakarta, 1 beliau adalah seorang putra mahkota dari
Sinuwun Paku Buwono III, yang lahir dari Permaisuri Kanjeng Ratu
Kencana. Bahkan pada masa usia mudapun beliau sudah dinobatkan
sebagai raja Surakarta, tepatnya pada hari Senin tanggal 18 September
1788, beliau terkenal dengan nama julukan Ingkang Sinuwun Bagus.2
Beliau telah menulis maha karya yaitu Serat Wulangreh yang
sangat terkenal di masyarakat Jawa. Ditinjau dari makna perkata,
sebagaimana tertuang di daftar kata sulit Serat Wulangreh, Serat berarti
“ buku” atau “ karangan”, Wulangreh berarti “ajaran”, sedangkan reh
berarti “pemerintah”. Jadi Serat Wulangreh berarti buku yang berisi
tentang ajaran kepemerintahan. Mengingat beliau adalah putra mahkota
dan juga raja yang hidup di lingkungan keraton waktu itu, hal itulah yang
mengilhami beliau untuk menulis Serat Wulangreh yang berisi tentang
ajaran kepemerintahan dalam bentuk tembang-tembang agar dijadikan
1 Surakarta juga disebut Solo atau Sala adalah nama sebuah kota di provinsi Jawa Tengah Indonesia. Di Indonesia, Surakarta merupakan kota peringkat kesepuluh terbesar (setelah Yogyakarta). Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong yaitu Bengawan Solo. Kota ini dulu juga tempat kedudukan dari residen, yang membawahi karesidenan Surakarta di masa awal kemerdekaan. Posisi ini sekarang dihapuskan dan menjadi "Daerah Pembantu Gubernur". Kota Surakarta memilki semboyan BERSERI yang merupakan akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi dan Indah."( Dalem Poerwadiningratan kota Surakarta dari Wikipedia Indonesia )
2 Munarsih, Serat Centhini Warisan Sastra Dunia, (Yogyakarta : Gelombang Pasang, 2005), Cet 1. hlm. 8.
41
pedoman tingkah laku bagi para pejabat atau para abdi kerajaan di bawah
pemerintahan beliau.
Hipotesa tersebut terbukti di dalam tembang-tembang asmarandana
yang di dalamnya berisi tentang petunjuk tingkah laku bagi pegawai atau
abdi negara, sebagaimana beberapa contoh tembang di bawah ini:
Padha netepana ugi Kabeh prentahing sarak Terusna lair batine Salat limang wektu uga Tan kena tininggala Sapa tinggal dadi gabug Yan misih remen neng praja.3
terjemahan :
mari kita melaksanakan segala perintah sarak teruskan lahir batin sembahyang lima kali juga tidak boleh ditinggalkan siapa yang meningglakan akan mandul bila masih suka mengabdi negara.4 Tembang tersebut mengisyaratkan bahwa, diantara syarat menjadi
pejabat atau abdi kerajaan haruslah menjalankan syari’at agama dan tetap
menjalankan shalat lima waktu. Karena shalat lima waktu sudah menjadi
kewajiban bagi orang muslim. Barang siapa meninggalkannya berarti hal
yang dilakukan mereka akan sia-sia tidak membuahkan hasil sama sekali.
Disamping itu juga dalam syari’at Islam diterangkan bahwa barang
siapa meninggalkan shalat lima waktu maka dia dapat dikatakan orang
yang merobohkan agama, yang berarti dia menentang Allah SWT.
Bahkan ada juga tembang secara spesifik mengandung perintah
agar persamaan atau keadilan di bidang hukum ditegakkan :
3 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang :
Dahara Prize, 1994), cet. 3, hlm. 116. 4 Ibid.
42
Nadyan sanak-sanak ugi Yen leleda tinatrapan Murwaten lawan sisipe Darapon padha wedia Ing wuri ywa leleda Ing dana kramanireku Aja pegat den warata5 Terjemahan :
Meski kawan-kawan juga Bila berulah diadili Sesuai dengan kesalahannya Agar semua takut Kelak jangan begitu lagi Dalam segala kelakuanmu Jangan pisah ratakanlah6 Tembang di atas menjelaskan bahwa sebagai pegawai Negara
haruslah adil dalam menjalankan hukum, tidak boleh membeda-bedakan
meskipun kawan atau saudara jika terbukti bersalah haruslah diberi
hukuman yang sesuai dengan kesalahannya.
Pada masa kehidupan Paku Buwono IV, kasusasteraan Jawa
mengalami kemajuan dan kejayaaan. Disamping gemar akan kasusastraan
Jawa, beliau juga sangat meminati kesenian yang yang lain diantaranya
pernah menciptakan berbagai tarian, seperti tari Kusuma Asmara dan tari
Tunggal Sakti. Beliau juga menciptakan gamelan yang terkenal dengan
nama Kyai Guntur Madu, serta seperangkat wayang purwa yang bernama
Kyai Pramukanya.7
Jiwa dan bakat seni terutama seni sastra yang melekat pada diri
beliau menjadi latar belakang beliau untuk merumuskan pemikirannya
tentang ilmu kepemerintahan dalam bentuk tembang sebagaimana yang
termuat dalam Serat Wulangreh. Selanjutnya mengapa pemikiran beliau
banyak bersinggungan dengan ajaran-ajaran Islam?. Disamping beliau
sendiri sebagai muslim sejati, beliau juga mendapatkan ajaran keislaman
5 Ibid, hlm. 124. 6 Ibid. 7 Munarsih, loc.cit.
43
dari seorang kyai atau penasehat spiritual kerajaan pada waktu beliau
masih muda maupun ketika beliau dinobatkan menjadi raja.
Pada tahun 1788, 8 Sinuwun Paku Buwono IV menempati
singgasana pemerintahan menggantikan ayahnya (Paku Buwono III).
Beliau memiliki tradisi yang berbeda dengan sunan-sunan sebelumnya.
Perubahan itu dilakukan dalam rangka menjawakan kehidupan masyarakat
yang sebelumnya masih mengikuti tradisi-tradisi Belanda. 9 Perubahan
yang dilakukan beliau antara lain :
a. Busana prajurit yang sebelumnya seperti busana prajurit Belanda
diganti dengan busana prajurit Jawa.
b. Setiap hari Jum’at Sunan bersembahyang di Masjid Agung.
c. Setiap hari Sabtu diadakan latihan warangan
d. Setiap abdi dalem yang menghadap raja diwajibkan berbusana santri.
Mereka yang tidak patuh dipecat.
e. Mengangkat adik-adiknya menjadi pangeran, seperti Raden Mas Tala
menjadi pangeran Mangku Bumi; Raden Mas Sayyidi menjadi
pangeran Arya Buminata tanpa izin Sultan, Mangkunegara atau
Kompeni. Tindakan Sunan itu didalangi oleh Bahman, Wiradigda,
Panengah, Nur Saleh, Raden Santri, Kandhuruwan. Oleh karena itu
kota Surakarta dikepung pasukan Sultan Mangkunegaran, dan
Kompeni. Kejadian ini dilukiskan oleh Yasadipura II dalam Serat
Babad Pakepung. 10
Dalam masa pakepung itu belanda menuntut agar keenam orang
yang mendalangi Sunan diserahkan sebagai tawanan, apabila tidak
dipenuhi, Surakarta akan diserbu oleh tentara gabungan yang terdiri atas
8 Dalam catatan sejarah muncul tuntutan pembaharuan kehidupan umat Islam di Nusantara yang menurut catatan Prof. Dr. Hamka dimulai dari tahun 1788 di zaman pemerintahan Paku Buwono IV (yang lebih terkenal dengan Sunan Bagus) ditanah Jawa ketika datangnya para guru agama negeri Arab yang menyebarkan ajaran Islam berdasarkan tauhid bersih dari syirik dan ibadah bersih dari bid'ah. Para guru agama dari arab ini menyebar di Solo, Yogyakarta, Cirebon, Banten, Madura, dan kota-kota lainnya. Ajaran mereka ini diterima oleh kalangan Islam secara luas termasuk raja Paku Buwono IV, karena ajaran ini sangat anti penjajahan. (Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007)
9 Munarsih, op.cit.,hlm.6. 10 Ibid.
44
tentara Yogyakarta, Mangkunegaran dan Kompeni. 11 Akibat tekanan
tersebut, akhirnya Sunan tunduk kepada Belanda. Demi pengamanan
daerah pada tanggal 22 September 1788, Sunan menandatangani perjanjian
yang isinya sebagai berikut:
a. Dalam setiap menghadapi segala soal, Sunan dan Kompeni harus
mengadapi bersama dalam ikatan persaudaraan
b. Pengangkatan patih atau pangeran adipati anom harus mendapat
persetujuan dari Kompeni melalui gubernur di Semarang atau Residen
di Surakarta.
c. Berdasarkan perjanjian pada tanggal 11 November 1743 dan 18 Mei
1746 antara Kompeni dan Paku Buwono II, Sunan tidak boleh
memohon kembali pulau Madura dan daerah Pesisir. Sunan juga tidak
boleh memohon kembali tanah desa berdasarkan perjanjian tanggal 24
April 1744.
d. Apabila Sunan melanggar perjanjian ini segala harta miliknya dicabut
dan diambil alih Kompeni.12
Di dalam buku yang berjudul Serat Centhini13 karya Dra. Munarsih,
M.Hum menjelasakan bahwa Bratadiningrat (1990) menulis riwayat
Sinuwun Paku Buwono IV dalam bahasa Jawa sebagai berikut :
11 Tahun 1808 ketika HW. Daendels ditugaskan menjadi gubernur jendral Hindia-
Belanda, atribut kedaulatan para raja Jawa dicabut dengan semena-mena, termasuk memecat Sultan Hamengkubuwono II serta mengurangi wilayah dan penghasilan keraton Surakarta maupun Yogyakarta. Daendels ditarik pulang seiring dengan jatuhnya Hindia-Belanda ketangan Inggris. Penguasa baru Sir Thomas Standford Raffles ( 1811-1816) tak banyak beda ia melakukan hal yang dilakukan oleh Daendels. (Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007)
12 Munarsih, op.cit., hlm. 7. 13 Serat Centhini adalah kitab Jawa klasik terdiri dari 12 jilid, kurang lebih 4.200 halaman
tulisan tangan huruf Jawa. Kitab itu ditulis pada tahun 1814 M atas prakarsa putra mahkota Hamengkunegara II (Paku Buwono V). Kitab aslinya sudah tidak lengkap namun ada beberapa turunannya. Edisi latin yang lengkap 12 jilid diterbitkan oleh Yayasan Centhini, Yogyakarta (1986-1991). Karya sastra terbesar itu disebut sebagai Ensiklopedi Kebudayaan Jawa. Serat Centhini ditulis dalam bentuk cerita pengembaraan, menjelajah pulau Jawa dari Timur sampai ke Barat dan menyusuri bagian utara dan selatan dengan tuntas. Isinya tentang segala sesuatu meliputi perikehidupan orang Jawa lahir batin, filsafat, kebatinan, agama hingga ketuhanan yang rumit, mencakup tradisi, kekayaan alam, adat kebiasaan, kepercayaan, hingga persoalan seks. Para pujangga abad XIX dan para pengarang abad XX menciptakan karya sastra dengan memanfaatkan bacaan centhini. Serat centhini adalah karya sastra raksasa kebudayaan jawa yang kaya dengan unsur-unsur untuk menunjang terciptanya kebudayaan nasional. (H.Karkono Kamajaya Parto
45
Sinuwun Kanjeng Susuhan Prabu Amangkurat jawa Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panata Gama Khalifatullah ingkang kaping IV ing negari Surakarta Hadiningrat, sinebut Sunan Bagus, Putra dalem Sinuwun Paku Buwono III, ingkang nomor 17 miyos saking Prameswari Ratu Kencana. Asma Timur B.R.M Gusti Subadya. Silsilahipun ingkang saking ibu, Kanjeng Ratu Kencana :14
Sinuwun Kanjeng Susuhan Prabu Amangkurat Jawa Senapati ing
Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panata Gama Khalifatullah yang ke IV di
Negara Surakarta Hadiningrat, disebut Sunan Bagus, putra mahkota
Sinuwun Paku Buwono III, yang nomer 17 lahir dari Prameswari Ratu
Kencana. Julukan lainnya adalah B.R.M Gusti Subadya.
Adapun silsilah Kanjeng Susuhan Paku Buwono IV dari garis
Ibunya adalah sebagai berikut :15
a. Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Demak I Syah Alam Akbar.
b. Pangeran Pamekas Sumare ing Gugur.
c. Panembahan Tejawulan ing Jogorogo
d. Kyai Ageng Ampuan, pangeran Teja Kusuma.
e. Kyai Ageng Karanglo.
f. Kyai Ageng Cucuk Talon.
g. Kyai Ageng Rogas.
h. Kyai Ageng Cucuk Singawangsa.
i. Demang Bauwasesa ing Bero.
j. Kyai Ageng Sutajaya Manjut.
k. Ki Sutajaya.
l. Ki Jagaswara, R.T. Wirareja.
m. Ratu Kencana, Prameswari Sinuwun Paku Buwono III.
n. Sinuwun Paku Buwono IV, B.R.M. Subadya.
kusumo (Javanolog Yogyakarta), “Serat Centhini Sebagai Sumber Inspirasi Pengembangan Sastra Jawa”. [email protected].)
14 Munarsih, op.cit., hlm. 14. 15 Ibid, hlm. 14-15.
46
Sedangkan silsilah dari garis ayahnya (Paku Buwono III) apabila
dibuat bagan adalah sebagai berikut:
Senapati16
Panembahan Krapyak
(Susuhunan Anyakrawati)
RM. Wuryah (Martapura) Panembahan Agung Abdurrakhman (Sultan Anyakrakusuma) Sunan Mangku Rat I Sunan Mangku Rat II Sunan Mangku Rat III Sunan Paku Buwono I Sunan Mangku Rat IV Sunan Paku Buwono II Sunan Paku Buwono III Pg. Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I) Sunan Paku Buwono IV Sultan-Sultan Yogyakarta Sunan-Sunan Surakarta17
Mengenai Riwayat Paku Buwono IV untuk lebih mudahnya secara
singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
16 Senapati adalah raja pertama atau pendiri kerajaan Mataram, beliau adalah keturunan
ke-52 dari Adam. Lihat Purwadi, Filasafat Jawa, (Yogyakarta : Panji Pustaka, 2006), cet. 1. hlm. 115.
17 Ibid.
47
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dilahirkan pada hari Kamis
Wage jam sepuluh malam, tanggal 18 Rabi’ul Akhir, Wuku Watu Gunung,
Windu Sengara tahun Je 1694, atau tanggal 2 September 1768. Pada usia
muda bernama Raden Mas Gusti Subadiyo, setelah dewasa bernama
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunagara Sudibyarajaputra
Narendra Mataram. Beliau dinobatkan sebagai raja pada hari Senin Paing,
tanggal 28 Besar tahun Jimakir 1714, atau tanggal 18 September 1788,
terkenal dengan nama Ingkang Sinuwun Bagus.18
Paku Buwono IV adalah Putra Sinuwun Paku Buwono III lahir dari
Permaisuri Kanjeng Ratu Kencana sebagai putra laki-laki nomor 17.
Beliau meninggal dunia pada tanggal 23 Besar, Alip 1747 Wuku Marakeh,
Windu Kuntara, atau pada tanggal 1 Oktober 1820. Dimakamkan di
Imogiri. Mangkat pada usia ke-52, setelah memegang tampuk
pemerintahan selama 33 tahun. 19 Putranya, Raden Mas Gusti Sugandi
menggantikannya menjadi Paku Buwono V yang juga dikenal sebagai
Sinuhun Sugih. Paku Buwono V hanya berkuasa selama 3 tahun dan
selama masa pemerintahannya tidak terjadi peristiwa penting. Putranya
yang nomor sebelas yang dari Selir Raden Ayu Sosrokoesoemo yaitu
Bendara Raden Mas Sapardan, tampil mewarisi tahta dan bergelar Paku
Buwono VI atau populer dengan sebutan Sinuhun Bangun Tapa.20
Beliau juga membangun dalem Purwadiningratan yang terletak di
lingkungan dalam Keraton, Baluwarti dan merupakan bangunan dalem
yang terluas, terbesar dan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x 100m
atau sekiar satu halaman.21
Beliau menyelesaikan dalam penulisan Serat Wulangreh pada
tanggal 19 Besar, hari Ahad Kliwon tahun Dal, 1735, Mangsa kedelapan,
18 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, op,cit., hlm. 3. 19 Ibid, hlm. 4. 20 Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007 21 Dalem Poerwadiningratan kota Surakarta dari Wikipedia Indonesia
48
Windu Sancaya , Wuku Sungsang. Kurang lebih 12 tahun sebelum beliau
meninggal dunia.22
2. Karya-Karya Sastra Paku Buwono IV
Koleksi dari karya-karya sastra beliau Sinuwun Paku Buwono IV
diantaranya : Serat Wulangreh, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Putri,
Serat Wulang Tata Karma, Donga Kabulla Mataram, Ciptha Waskitha,
Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat Sasana Prabu, dan Serat
Polah Muna Muni, kemudian karya yang lain yaitu: tari Bedhaya Pangkur
Paku Buwono IV dalam pandangan masyarakat Jawa namanya semerbak
wangi sekali.23
Dari beberapa karya sastra beliau yang paling terkenal di
masyarakat Jawa adalah Serat Wulangreh yang menjadi kajian utama
penulis yang dalam hal ini dikhususkan dalam pembahasan Serat
Wulangreh
Serat Wulangreh 24 adalah hasil karya Paku Buwono IV yang
terkenal hingga sekarang dimana serat tersebut banyak mengungkap
tentang ajaran-ajaran moral dan nilai-nilai luhur serta budi pekerti utama
yang dijadikan sebagai pedoman hidup untuk membina kepribadian yang
bukan hanya relevan bagi pedoman pendidikan para pejabat, pegawai
maupun abdi kerajaan pada waktu itu, namun jika digali dan dipelajari
secara mendalam nilai luhurnya tetap aktual sampai sekarang lebih-lebih
ditinjau dari pendidikan Islam.
22 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, loc.cit. 23 Munarsih, op.cit., hlm.8. 24 Jauh sebelum David J. Schwatriz menulis buku "Berpikir dan Berjiwa Besar" –best
seller dunia- seorang pujangga kita telah membuat Serat Wulangreh, jauh sebelum bangsa Eropa mampu membaca, bangsa kita telah mengenal tulisan Jawa, yang disekolah dipelajari, HoNoCoRoKo, pernahkan orang jawa berpikir mengapa muncul nama "Java Script" yang diciptakan sembari menikmati mewahnya kopi Jawa? Jauh sebelum bangsa Indonesia ini dengan bangganya mengimpor "Emotion Intelligent" dan "Spiritual Intelligent", Ki Hajar Dewantara telah menciptakan ladang energi pikiran bagi para anak bangsa dengan budi pekerti yang luhur. ( Wibowo, Agus “Sastra Adiluhung Tua dan Terlupakan, Tuntunan Budi Pekerti dan Penghalus Rohani”, http://www.kabarindonesia.com)
49
Serat Wulangreh sampai saat ini sangat populer di lingkungan
kebudayaan Jawa. Orang Jawa sangat memperhatikan ajaran-ajaran dalam
Serat Wulangreh itu untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ketajaman moral dan intelektual diperlukan agar manusia tepat dalam
meniti karier hidup.25 Paku Buwono IV memberi petunjuk orang yang
mencari ilmu dalam Serat Wulangreh sebagai berikut :
Sasmitaning ngaurip puniki, Yekti ewuh yen ora weruha, Tan jumeneng ing uripe, Sekeh kang ngaku-ngaku, Pangrasane pan wus utami, Tur durung weruh ing rasa, Rasa kang satuhu, Rasaning rasa punika, Apayanen darapon, sampurning dhiri, Ing kauripanira. Jroning Qur’an nggoning rasa jati, Nanging pilih wong kang uninga, Anjaba lawan tuduhe, Nora kena binawur, Ing satemah nora pinanggih, Mundak katalanjukan, temah sasar susur, Yen sira ayun waskitha, Kasampurnaning badanira puniki, Sira aggeguna, ( Pupuh Dhandhanggula)26 Terjemahan: Makna kehidupan itu Sungguh sayang bila tak tahu Tidak kokoh hidupnya Banyak orang mengaku Perasaannya sudah utama, Padahal belum tahu rasa, Rasa yang sesungguhnya, Hakikat rasa itu adalah, Usahakan agar diri sempurna, Dalam kehidupan,
25 Munarsih, op.cit., hlm.9. 26 Ibid, hlm. 9.
50
Dalam Qur’an tempat rasa jati, Tapi jarang orang tahu, Keluar dari petunjuk, Tak dapat asal-asalan, Akhirnya tidak ketemu, Malahan terjerumus, Akhirnya kesasar, Kalau kamu ingin peka, Agar hidupmu sempurna, Maka bergurulah.27 Dari syair diatas memberikan penjelasan bahwa orang yang hidup
harus tahu makna kehidupan itu sendiri, agar hidupnya senantiasa bisa
sempurna maka seseorang harus berpegang pada petunjuk yang sejati yaitu
Kalamullah atau al-Qur’an, dengan harapan hidupnya tidak terjerumus ke
lembah kesesatan. Disamping itu agar hidup seseorang sempurna maka dia
harus berguru yang dalam hal ini adalah guru yang berkompeten atau
profesional dalam bidangnya. Jikalau mencari guru yang tidak
berkompeten di bidangnya maka dapat dipastikan hidupnya akan hancur.
Dalam ajaran Serat Wulangreh Paku Buwono IV, yang arti
harfiahnya pengajaran dan perintah secara tersirat ingin menunjukkan
kedalaman makna wahyu al-Qur’an. Pada dua baris pertama tembang
Dhandanggula itu, Sri Sunan yang terkenal sebagai seorang pujangga
menuturkan tentang pentingnya penghayatan al-Qur’an dan orang-orang
yang terpilih yang memahaminya.ungkapan itulah yang mengilhami
masyarakat Jawa dalam menghayati al-Qur’an, serta keyakinan adanya
misteri anugrah Allah SWT yang turun di malam lailatul kadar.28
Serat Wulangreh juga berbicara tentang keharusan-keharusan
menghayati dan mengamalkan etika-etika kekeratonan sebagaimana yang
ada dalam lembaga. Dalam serat ini pula diwejangkan tentang etika
kepada guru, etika pergaulan, etika kewaspadaan (keprayitan), kebaktian,
hubungan-hubungan keluarga, tentang keutamaan budi baik. Ini
27 Ibid. 28 http://www.pikiran rakyat.com
51
merupakan pelajaran orang-orang dahulu (nenek moyang) bahwa
kehidupan merupakan sebuah proses yang cukup panjang untuk dijalani,
tetapi sangat cepat untuk dinanti. Dalam menghadapi memerlukan
kesiapan-kesiapan. Dalam menemukan kesiapan memerlukan latihan baik
fisik maupun mental spiritual. Seperti misalnya mengurangi makan, tidur,
meningkat menjadi berpuasa, belajar atau berlatih berprihatin, dalam
bersuka ria, atau bersuka dalam prihatin, bersakit dalam sehat atau
bersehat dalam sakit, sampai pada memati diri (mati raga), mati dalam
hidup/hidup dalam mati. Tetapi sebelumnya harus bersikap sopan santun
beradab susila baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam
masyarakat.29
Agung Webe mengarang sebuah buku yang merujuk kepada Serat
Wulangreh atau inti sarinya berasal dari Serat Wulangreh karya Paku
Buwono IV yang isinya mengajarkan tentang harmonisasi kehidupan yang
diwujudkan dalam kualitas kerja yang sungguh-sungguh, menerapkan
disipilin dengan konsisten, mengembangkan cinta kasih dan memberi
makna pada kehidupan.30
Serat Wulangreh adalah kekayaan yang dipunyai oleh orang Jawa
bahkan Negara Indonesia. Kekayaan nusantara yang ditulis oleh Sri Paku
Buwono IV yang berharap masyarakat Nusantara semua dapat mengenali
diri sendiri.31 Hal tersebut sesuai dengan ilmu tasawuf yaitu barang siapa
mengenal dirinya sendiri maka mereka sesungguhnya mengenal Tuhannya,
yang berarti sebelum seseorang mengenal Tuhannya maka mereka harus
mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu. Seorang pemimpin sejati
menurut Serat Wulangreh adalah seseorang yang berhasil memimpin
dirinya sendiri menuju pada kemerdekaan diri dan kebijaksanaan. Dalam
konsep Islam setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya atas
29 Zainal Arifin, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi
Sarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 31, t.d.
30 Agus Wibowo, loc cit. 31 Ibid.
52
kepemimpinannya. Yang dikatakan pemimpin tidak hanya memimpin
sutau kelompok tetapi juga memimpin dirinya sendiri. Apabila dirinya
jelek maka akan dimintai pertanggungjawaban di hari kelak.
Menurut D. Zawawi bahwa Serat Wulangreh kaya akan ajaran
demokrasi dan kepemimpinan. Serat yang ditulis Paku Buwono IV ini
banyak memberikan wejangan soal moralitas pemimpin dan rakyat yang
dipimpin. Pada pupuh Dandanggula, disinggung pentingnya dengan ilmu
pengetahuan. Rakyat negeri ini harus melek, harus pintar, karena
demokrasi tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Pada bab
pupuh Gambuh, mengingatkan pemimipin agar menghindari perbuatan-
perbuatan buruk yang merugikan banyak orang. Sedangkan pada bab
pupuh Maskumambang disebut-sebut bahwa pujian hanyalah diberikan
kepada orang yang pantas dipuji.32
Serat Wulangreh adalah Sastra Adiluhung 33 yang di dalamnya
tersirat ajaran menjadi orang terhormat. Menurut Wulangreh, menjadi
orang terhormat tidak mudah karena mesti jauh dari sifat adigang,
adigung, dan adiguna,34 atau membanggakan kelebihan yang dimilikinya.
Wulangreh juga momot aturan tingkah laku yang utama. Dalam ajaran
Islam bahwa manusia tidak sombong terhadap sesama, karena yang berhak
atau yang pantas meyandang sombong adalah Allah SWT.
Walaupun bagian-bagian dari Serat Wulangreh bervariasi, namun
ada hal yang jelas adalah soal kebaktian kepada negara, dan lebih khusus
lagi kebaktian kepada raja. Demikian juga kepada para pangeran atau
siapapun untuk membaktikan dirinya kepada ayah dan ibu, kepada mertua,
32 Ibid. 33 Sastra Adiluhung adalah sastra yang tertata apik dalam bahasa yang indah (Basa
Rinengga). Takheran jika sastra Jawa klasik tak hanya mengutamakan isi, tetapi keindahan bahasa juga menjadi perhatian sang pujangga. Karya sastra Jawa yang terlahir melalui pengolahan rasa laku tapa, disebut sebagai sastra Adiluhung atau sastra yang mamiliki tingkat apresiasi tinggi. Sastra Adiluhung adalah dunia yang bersifat dinamis, relatif dan bukan eksklusif. Nilai sastranya pasti terkait dengan kepribadian manusia. Karena ketinggian tingkat apresiasinya, sastra Adiluhung sangat bermutu lantaran mampu menghaluskan rohaniah, mempertajam visi, misi dan ruang imajinasi, membuat manusia santun jiwanya, bartambah pengetahuannya, berkepribadian mulia, dan luas jiwanya. Ibid.
34 Zainal Arifin, op.cit., hlm. 50.
53
kapada guru dan terakhir kepada raja. Kebaktian terhadap orang tua itu
sangat jelas dan alasannya juga masuk akal yaitu karena adanya orang tua
manusia ada, orang tua yang melahirkan dan membimbing dari kecil
sampai dewasa. Kebaktian kepada mertua relatif masuk akal juga, yakni
karena mereka mendapatkan kesenangan sekaligus penyambung keturunan.
Kebaktian kepada guru sejati, sebab ialah yang memberikan pelajaran
serta menunjukkan jalan menuju kesempurnaan hidup sampai mati. 35
Namun pada hakekatnya guru juga merupakan orang tua yang sangat
berjasa kepada manusia. Kalau dalam ilmu hakekatnya guru disebut
dengan istilah “abu ruh” yang artinya bapaknya ruh maksudnya orang
yang mengajarkan ilmu kepada peserta didik.
Mengenai kebaktian terhadap gusti (raja/narendra). Dalam serat
disebutkan bahwa gusti/raja/narendralah yang memberikan sandang
pangan dan papan. Gusti/raja/narendra, tidak mempunyai sanak keluarga
selain kebenaran dan keadilan hukum dan adat pedoman. Dalam konteks
pengabdian kepada gusti/raja/narendra inilah seseorang tidak perlu lagi
mempersoalkan kebaktian kepada Tuhan. Dengan demikian kebaktian
terhadap raja/narendra secara praktis adalah kebaktian terhadap Tuhan
jua.36
Ada beberapa ajaran tentang kehidupan yang terkandung dalam
Serat Wulangreh :
1) Proses memahami makna kehidupan.
Kehidupan itu sangatlah susah, penuh dengan rahasia-rahasia,
sehingga seseorsang harus mengetahui rahasia hidupnya dengan jalan
belajar untuk mengenal rasa. Rasa kemudian orang menemukan bentuk
kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram penuh damai gemah ripah
loh jinawi. Bahkan bnyak yang mengaku akan keberadaan dirinya yang
sudah sempurna dan berilmu. Kemudian menjadi sombong. Inilah
sulitnya menghadapi sebuah perjalanan kehidupan. Untuk berguru saja,
35 Ibid, hlm. 48. 36 Ibid,
54
manusia harus menemukan guru yang baik, yang tidak sombong, yang
tahu tentang hukum dengan berdasarkan empat hal (Qur’an, Hadits,
Ijma’ dan Qiyas).37 Sehingga sangat sulitnya, sekarang ini banyak guru
yang mencari murid bukan murid yang mencari guru.
2) Latihan mempertajam mata batin.
Untuk mencapai tingkat kecerdasan daya pikir (batin),
memerlukan latihan-latihan atau belajar. Kehidupan tidak hanya makan
dan tidur saja, tetapi harus ada proses latihan untuk sampai pada
kecerdasan daya pikir. Yaitu dengan mengurangi makan dan tidur dan
tidak perlu huru-hara dan pesta pora. Menghindari perilaku buruk dan
sombong, dekatilah orang orang yang alim, selalu belajar dari
pengalaman.
3) Menghindari sikap sombong
Sombong atau takabur merupakan salah satu perbuatan yang
sangat dilarang oleh agama karena sombong dapat menghancurkan
tatanan kehidupan, dan yang lebih parah lagi dapat menghalangi
seseorang mendapat kenikmatan surga walaupun sombong tersebut
diumpamakan hanya seberat biji bayam.
Dalam ungkapan jawa ada sebuah kalimat yang saling
menyambung dan sangat berarti bagi kehidupan manusia. Yaitu :
“adigang-adigung-adiguna”.”adigang” adalah perbuatan yang suka
memamerkan keberaniannya dengan menantang siapa saja, “adigung”
adalah perbuatan yang suka membanggakan diri sendiri atau
mengandalkan dan menyombongkan kekuatan yang ada dibaliknya.
Sedangkan “adiguna” adalah perbuatan yang suka membanggakan
kepintaran akalnya tanpa melihat orang lain dan berfikir bahwa hanya
dialah yang paling bisa.38
Tidak ada yang sempurna didunia ini, dan tidak ada yang paling
kuat dalam dunia ini serta tidak ada orang yang paling pintar dalam
37 Munarsih, op.cit., hlm. 14. 38 Agus Wibowo, loc.cit.
55
dunia ini. Semua manusia mempunyai titik kelemahan, dan ini berlaku
bagi siapa saja, tidak manusia biasa atau manusia keraton, semua tidak
ada yang sempurna, maka hindarilah berbuatan sombong, karena yang
berhak menyandang pangkat sombong adalah Allah yang maha
sempurna. Dalam kitab Minah al-Saniyah diterangkan bahwa awal
timbulnya sifat sombong adalah dari nafsu manusia itu sendiri.
Diceritakan dalam dalam kitab tersebut bahwa nafsu tidak mengakui
Allah SWT sebagai Tuhannya dan dia sendiri tidak mengenal dirinya,
kemudian Allah SWT menghukumnya yaitu dimasukkan ke dalam
bahrul ju’ 39selama seribu tahun, dan kemudian mereka baru mengakui
bahwa Allah adalah Tuhannya dan dia sendiri adalah hambanya.40
4) Memahami kewajiban-kewajiban orang hidup
Kewajiban seseorang ketika hidup adalah berbuat baik dan
meninggalkan yang buruk. Perbuatan baik itu banyak macamnya, begitu
pula perbuatan yang buruk. Dalam agama sudah dijelaskan “al-haqqu
bayyinun wal-batilu bayyinun” ( perkara yang haq/benar sudah jelas dan
perkara yang batil/jelek juga sudah jelas), oleh karena itu seseorang
harus bisa membedakan mana perkara yang baik (yang harus
dikerjakan), dan mana perkara yang buruk (yang harus ditinggalkan).41
Sehingga setiap orang harus memahami makna baik dan buruk serta
mengamalkannya, seperti perilaku sopan santun, tidak sombong,
mengahargai orang lain, dan perilaku baik yang lain
5) Berbakti kepada orang tua
Yang dimaksud dengan orang tua dalam Serat Wulangreh
adalah mereka seseorang yang lebih tua. Ada tahapan bagi kita untuk
berbakti kepada orang tua, mereka mempunya kelas tersendiri tetapi
juga memiliki kepentingan-kepentingan yang perlu dipertimbangkan
39 Bahrul ju’ makna secara bahasanya adalah samudera kelaparan, maksudnya hukuman
agar yang dihukum (nafsu) sangat merasakan rasa lapar dan dahaga sehingga dia tidak mempunyai kekuatan. Lihat Abdul Wahab Al-Sya’roni, Minah Al-Saniyah, (Semarang: Toha Putra, t.t.), hlm. 10.
41 Zainal Arifin, op.cit., hlm. 50.
56
untuk berbakti.yakni pertama, kepada ayah dan ibu, kedua, kepada
mertua suami atau istri, ketiga, kepada saudara tua, keempat, kepada
orang sejati.42
6) Mengabdi kepada pemimpin
Keberadaan Serat Wulangreh salah satunya ditujukan untuk
mendoktrin rakyat Jawa untuk mengabdi kepada rajanya, termasuk di
sini adalah kepada sang penulis Serat Wulangreh yang menjadi di
keraton Surakarta Hadiningrat. Anjuran untuk tidak ragu dan bimbang
terhadap pemimpin, merupakan ajaran nasionalisme yang ada dalam
Serat Wulangreh. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan bahwa
mengabdi kepada raja atau narendra merupakan bentuk kebaktian
kepada Tuhan.43
3. Karakteristik Serat Wulangreh
Dalam sastra Jawa Serat Wulangreh termasuk tembang mucapat
( tembang tradisional yang ada di tanah Jawa). Tembang mucapat juga
sudah menyebar ke kebudayaan Bali, Madura, dan Sunda. Jika dilihat dari
tata bahasa, mucapat artinya maca papat-papat. Tembang macapat ini
kira-kira ada pada zaman majapahit akhir dan permulaan Walisongo
memegang kekuasaan, tetapi belum ada yang memastikan. Tembang
mucapat banyak dipakai dalam sastra Jawa tengahan dan sastra Jawa
baru.44
Serat Wulangreh terdiri dari 13 pupuh atau tembang yaitu :
Dhandanggula, Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh,
Durma, Wirangrong, Pucung, Mijil, Asmarandana, Sinom, dan Girisa.
Dari beberapa pupuh tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda-beda.45
Ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari guru gatra ( jumlah baris dalam bait),
guru wilangan (jumlah suku kata dalam setiap baris, dan guru lagu (bunyi
42 Ibid. 43 Ibid, hlm. 51. 44 http:// Incubator.Wikimedia.org/wiki/Wb/jv/Tembang/Macapat 45 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, op.cit., hlm. 6.
57
akhir suara tiap baris). Adapun perinciannya dapat disebutkan sebagai
barikut :
a. Guru Gatra (jumlah baris dalam bait);
Dhandanggula ada 10 baris, Kinanthi ada 6 baris, Gambuh ada 5 baris,
Pangkur ada 7 baris, Maskumambang ada 4 baris, Megatruh ada 5 baris,
Durma ada 7 baris, Wirangrong ada 6 baris, Pucung ada 4 baris, Mijil
ada 6 baris, Asmarandana ada 7 baris, Sinom ada 9 baris, dan Girisa ada
8 baris.46
b. Guru Wilangan ( jumlah suku kata dalam baris)
Dhandanggula ; baris pertama dan kedua ada 10 suku kata. Baris ketiga
dan kedelapan ada 8 suku kata. Baris keempat, keenam dan kesepuluh
ada 7 suku kata. Baris kelima ada 9 suku kata. Baris ketujuh ada 6 suku
kata. Baris kesembilan ada 12 suku kata. Kinanthi ; setiap baris ada 8
suku kata. Gambuh ; baris pertama ada 7 suku kata. Baris kedua ada 10
suku kata. Baris ketiga ada 12 suku kata. Baris keempat dan kelima ada
8 suku kata. Pangkur ; baris pertama, ketiga, keenam dan ketujuh ada 8
suku kata. Baris kedua ada 11 suku kata. Baris keempat ada 7 suku kata.
Baris kelima ada 12 suku kata. Maskumambang; baris pertama ada 12
suku kata. Baris kedua ada 6 suku kata. Baris ketiga dan keempat ada 8
suku kata. Megatruh; baris pertama ada 12 suku kata. Baris kedua-
kelima ada 8 suku kata. Durma; baris pertama ada 12 suku kata. Baris
kedua, keempat dan ketujuh ada 7 suku kata. Baris ketiga ada 6 suku
kata. Baris kelima ada 8 suku kata. Baris keenam ada 5 suku kata.
Wirangrong; baris pertama, kedua dan keenam ada 8 suku kata. Baris
ketiga ada 10 suku kata. Baris keempat ada 6 suku kata. Baris kelima
ada 7 suku kata. Pucung; baris pertama dan keempat ada 12 suku kata.
Baris kedua 6 suku kata. Baris ketiga ada 8 suku kata. Mijil; baris
pertama, katiga dan keempat ada 10 suku kata. Baris kedua, kelima dan
keenam ada 6 suku kata. Asmarandana; setiap baris ada 8 suku kata,
kecuali baris kelima ada 7 suku kata. Sinom; baris pertama, kedua,
46 Lihat syair atau bait dari beberapa pupuh dalam Serat Wulangreh.
58
ketiga, keempat, keenam, kedelapan ada 8 suku kata. Baris kelima dan
ketujuh ada 7 suku kata. Baris kesembilan ada 12 suku kata. Girisa;
setiap baris ada 8 suku kata.47
c. Guru Lagu (jatuhnya suara suku kata di akhir baris)
Dhandanggula, guru lagunya ; i-a-e-u-i-a-u-a-i-a. Kinanthi, guru
lagunya; u-i-a-i-a-i. Gambuh guru lagunya; u-u-i-u-o. Pangkur, guru
lagunya; a-i-u-a-u-a-i. Maskumambang, guru lagunya; i-a-i-a. Megatruh,
guru lagunya; u-i-u-i-o. Durma, guru lagunya; a-i-a-a-i-a-i. Wirangrong,
guru lagunya; i-o-u-i-a-a. Pucung, guru lagunya; u-a-i-a. Mijil, guru
lagunya; i-o-e-i-i-u. Asmarandana, guru lagunya; i-a-e-a-a-u-a. Sinom,
guru lagunya; a-i-a-i-i-u-a-i-a. Girisa, guru lagunya; a-a-a-a-a-a-a-a.48
B. Kriteria Guru yang Baik dalam Serat Wulangreh
Kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh disampaikan oleh
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV khususnya dalam pupuh Dhandanggula ;
nanging siro yen nggeguru kaki amiliha manungsa kang nyata ingkang becik martabate sarta kang wruh ing khukum kang ngibadah lan kang wirangi sokur oleh wong tapa ingkang wus amungkul tan mikir pawewehing liyan iku pantes sira guronana kaki sartane kawruhana lamun ana wong micoreng ngelmi tan mupakat ing patang perkara aja sira age-age anganggep nyatanipun saringana dipun baresih limbangen lan kang patang prakara rumuhun dalil kadis lan ijemak lan kiyase papat iku salah siji ana kang mupakat
47 Ibid. 48 Ibid.
59
ana uga kena den antepi yen ucula kang patang prakara ora enak legatane tan wurung tinggal wektu panganggepe wes angengkoki aja kudu sembahyang wus salat katanggung banjure buwang sarengat batal karam nora ngango den rawati mbubrah sagehing tata.49 Terjemahannya: Jika anda belajar, anakku Pilihlah orang yang benar Yang baik martabatnya Serta yang tahu akan hukum Yang beribadah dan saleh Apalagi bila orang yang suka bertapa Yang telah mencapai tujuan Tak memikirkan pemberian orang lain Itu pantas kau belajar kepadanya Serta ketahuilah Jika ada orang yang membicarakan ilmu Tan sepakat kepada empat hal Jangan engkau tergesa-gesa Menganggap kenyataannya Saringlah sampai bersih Pilihlah dengan yang empat Perkara yang lalu Dalil hadits dan ijmak Dan empat kiyas itu salah satu Usahakan ada yang sepakat Ada juga yang mantap Kalau tepat empat perkara Sungguh tidak tepat Hanya meninggalkan waktu Menganggap sudah tepat Hendak tidak salat Hanya bikin tanggung
49 Ibid.
60
Lalu membuang syari’at Batal haram tak peduli Lalu bikin kacau50 Dari beberapa bait di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kriteria
guru yang baik ( yang pantas untuk dijadikan sebagai guru) menurut Kanjeng
Susuhunan Paku Buwono IV adalah sebagai berikut :
1. Guru yang nyata atau benar.
2. Baik martabatnya
3. Tahu akan hukum
4. Beribadah
5. Wira’i
6. Bertapa (berpuasa)
7. Ikhlas (tak memikirkan pemberian orang lain)
8. Berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas51
50 Munarsih, op.cit., hlm. 13. 51 Ibd, hlm. 11.
61
BAB IV
ANALISIS KRITERIA GURU YANG BAIK
MENURUT PAKU BUWONO IV DALAM SERAT WULANGREH
Dalam kajian ini penulis mambahas tentang kriteria guru yang baik dalam
Serat Wulangreh dan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru
khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI), sehingga harapannya guru
benar-benar profesional dalam bidang masing-masing. Guru menjadi panutan atau
idola bagi umat masyarakat, ungkapan jawa yang sampai sekarang masih lekat di
benak setiap orang yaitu “guru digugu lan ditiru.”1 Ungkapan tersebut
mempunyai makna filosofis yang sangat dalam. Secara mudahnya dapat diambil
dua hal penting ; pertama: mengenai pembicaraan atau perkataan atau ucapan,
kedua : mengenai perbuatan atau tingkah laku atau kelakuan. Digugu mempunyai
maksud apa yang telah dikatakan oleh guru dapat dipercaya dan dapat
dipertanggungjawabkan, guru tidak hanya mengobral sebuah perkataan yang dia
sendiri tidak menepati atau komitmen dengan apa yang ia katakan, bahkan hal ini
dapat menurunkan derajat atau wibawa seorang guru. Ditiru mempunyai maksud
perbuatannya atau tingkah laku atau kelakuannya dapat menjadi contoh yang baik
bagi peserta didik khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kata-kata guru
menjadi pegangan dan tingkah lakunya menjadi teladan. Sosok guru mempunyai
derajat yang tinggi, kata-katanya dianggap sebagai sebuah kebenaran di hadapan
murid, bahkan masyarakat sekitarnya. Predikat guru tidak bisa dilepaskan dari
peran sentralnya sebagai pembimbing murid kearah pencerahan hidup.2
Dalam al-Qur’an sudah dijelaskan yang intinya bukankah kebencian Allah
amat sangat ketika seorang hamba mengatakan apa yang tidak ia perbuat. Jadi
sepantasnyalah bagi seorang yang menyuruh kapada kebajikan untuk lebih dulu
1 Syamsul Ma’rif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007), Cet. 1.
hlm.38 2 Muhammad Zamroni “Belajar di Alam Bebas”, Edukasi, vol II, nomor 2, Desember,2004,
hlm.188.
62
memberi contoh dan bagi seseorang yang melarang suatu keburukan untuk lebih
dulu menghindarinya.3 Itulah tindakan yang harus dilakukan oleh guru untuk
menjaga kewibawaannya. Disamping itu guru juga dituntut untuk menguasai
dalam bidang masing-masing.
Secara umum semua guru mempunyai beberapa kompetensi yaitu
kompetensi personal, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan
kompetensi sosial. Dilihat dari bidang studi yang diajarkan oleh seorang guru, ada
guru yang mengajarkan bidang studi umum (pelajaran umum) dan ada guru yang
mengajarkan bidang studi agama dalam hal ini adalah guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) yang masing-masing mempunyai profesionalitas yang berbeda-beda.
Dari realita yang ada bahwa guru PAI mempunyai tanggung jawab yang
besar dari pada guru yang mengajarkan bidang studi umum. Konsekuensinya guru
PAI harus mempunyai kompetensi yang lebih dari pada guru umum.4 Disamping
mendidik dan mengajar guru PAI mempunyai tanggung jawab berat yaitu
menjadikan peserta didik berjiwa akhlakul karimah5 atau mempunyai akhlak yang
mulia, karena akar dari semua pendidikan atau pengajaran adalah akhlak.
Dalam bukunya Zakiah Darajat juga diterangkan bahwa tugas guru agama
itu berat, karena disamping membentuk pribadi peserta didik, ia pun harus
memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang ke
sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang
diperolehnya dari orang tuanya masing-masing.6
3 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Muhammad SAW Al Muallimul Aw-Wal (Mengajar EQ
Cara Nabi, Konsep Belajar Mengajar Cara Rasulullah SAW) terjm Ikhwan Fauzi , (Bandung : MQS Publishing, 2005), cet. 1. hlm. 8.
4 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: CV Ruhama, 1995), cet. II, hlm. 99.
5 Berakhlak baik merupakan suatu kelayakan bagi seorang guru, begitu juga mendorong muridnya untuk berakhlak demikian. Tutur kata yang halus serta wajah yang sumringah merupakan sebab yang dapat menghilangkan kecanggungan antara guru dan murid. Lemah lembut dan lapang dada dalam menanggapi murid yang bodoh. Ibid, hlm. 19.
6 Zakiah Darajat, loc.cit.
63
Pembentukan akhlakul karimah menjadi hal yang sangat urgen dalam
kehidupan ini. Prof. Muhammad Athiyah al Abrasyi menyimpulkan bahwa
pembentukan akhlakul karimah termasuk tujuan yang paling utama dalam
pendidikan Islam.7
Islam menetapkan pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam dan
bahwa mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang
sebenarnya. Dan bukanlah tujuan pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pemikiran Islam untuk mengisi otak pelajar dengan informasi-informasi kering
dan mengajar mereka pelajaran-pelajaran yang mereka belum ketahui. Dapat
diringkaskan tujuan asasi pendidikan Islam itu dalam suatu kata, yaitu
“keutamaan” (al-fadhilah). Menurut tujuan ini setiap pengajaran harus
berorientasi pada pendidikan akhlak, dan akhlak keagamaan di atas segala-
galanya.8
Tidak dipungkiri lagi bahwa metode pendidikan yang pertama kali dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW9 dalam menyebarkan agama Islam adalah
pembentukan akhlakul karimah. Jadi sebelum Nabi mengajarkan suatu pelajaran,
terlebih dahulu Nabi mengajarkan atau menanamkan akhlakul karimah pada
umat beliau. Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang
artinya “sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”
Menurut Hadits diatas bahwa kunci keberhasilan dalam pendidikan
tergantung pada akhlak yang diajarkan. Dengan kata lain akhlaklah yang harus
diajarkan kepada peserta didik terlebih dahulu sebelum pelajaran-pelajaran yang
lain. Tidak ada gunanya jika seseorang mempunyai kemampuan atau pengalaman
bahkan kepandaian tetapi akhlaknya rendah atau tidak sesuai dengan ajaran-ajaran
Islam. Akhlak akan mempengaruhi pola pikir dan tindakan mereka. Jika akhlak
7 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. 1, hlm. 164. 8 Ibid 9 Tidak ada keraguan sama sekali tentang peran nabi SAW sebagai pendidik. Di kalangan
muslim, nabi Muhammad dikenal luas sebagai seorang pendidik. Nabi Muhammad sendiri mengakui dirinya sebagai layaknya orang bagi uamtnya yang mengajar dan mendidik mereka. (Fihris Sa’adah, “Aplikasi Kritis dan Andragoni Klasik”,Edukasi, vol.II, nomor 1,Januari, 2004, hlm. 110).
64
seseorang rendah dalam arti jelek walaupun mereka itu pandai, maka dengan
kepandaiannya itulah mereka gunakan untuk berbuat yang tidak baik kepada
sesama, bahkan selalu merugikan kepada sesama. Oleh karena itu, akhlak
menjadi sesuatu yang fundamental dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera
dan bahagia di dunia maupun di akhirat nanti.
Hubungannya dengan akhlak atau moralitas ada yang berpandangan
bahwa tidak perlunya pendidikan agama di sekolah karena meskipun diberikan
tidak akan ada perbaikan moral. Argumentasi itu dapat dilihat pada penilaian
bahwa dalam kenyataan sehari-hari di negeri ini menunjukkan lain. Keikutsertaan
dalam agama dan pendidikan agama disekolah ternyata tidak menjamin akhlak
seseorang menjadi lebih baik. Buktinya, korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan
ketidak adilan kian marak. Tawuran dan penyalahgunaan narkotika di kalangan
pelajar justru bertambah banyak. Suatu indikasi, pelajaran agama di sekolah tidak
berhasil meningkatkan akhlak atau moralitas peserta didik.10
Sebenarnya argumentasi itu sangat lemah, sebab bila dibalik bahwa sudah
diberi pelajaran agama saja masih terjadi penyimpangan nilai-nilai agama apalagi
belum diberikan, itu akan menjauhkan terhadap nilai-nilai moral. Apalagi bila
secara obyektif dinilai bahwa perbandingan yang melakukan kejahatan moral
lebih banyak diekspouse ke masyarakat, dibanding yang telah melakukan
kebaikan dari hasil pendidikan agama yang telah ditanamkan disekolah. Oleh
sebab itu dalam hal ini dapat dilihat adanya ketidakseimbangan informasi dan
ekspouse prestasi yang kurang dibanding dengan ekspouse terhadap wanprestasi
pendidikan. Mungkin ibarat ada luka di kaki, tentu tidak ingin mengamputasi
seluruh kaki, tentu saja akan arif jika yang dilakukan adalah mengobati kaki yang
luka saja.11
10 Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu, 2005),Cet. 1.
hlm. 46. 11 Ibid
65
Dengan ilustrasi di atas, seharusnya menjadi lecutan terhadap pendidikan
Islam di Indonesia, artinya pendidikan tidak sekedar diberikan secara tex book
belaka, tetapi harus memberikan kreatifitas pada siswanya. Sebab bagaimanapun
juga pendidikan dan kreatifitas pada satu kesatuan yang terpadu. Pendidikan dan
kreatifitas bagaikan dua sisi pada sekeping uang logam. Sebab, pada dasarnya
kedua unsur tersebut adalah satu. Karena itu pendidikan Islam harus mampu
melahirkan dan mengembangkan kreatifitas peserta didik. Bila tidak tentu ada
sesuatu yang kurang dalam pendidikan Islam.12 Untuk mewujudkan itu semua
mesti dibangun sebuah fondasi yaitu pembentukan guru Pendidikan Agama Islam
yang berkompetensi baik dalam bidang pendidikan umum maupun agama.
Bertumpu pada keterangan di atas, guru PAI dituntut mempunyai
kemampuan lebih dari pada guru umum. Apalagi dalam urusan pendidikan akhlak
guru PAIlah yang menempati barisan paling awal, artinya yang paling
bertanggung jawab terhadap akhlak peserta didik.
Kompetensi yang dimiliki guru PAI, disamping mengetahui dasar-dasar
pendidikan umum, dia juga harus mengetahui dasar-dasar pendidikan agama
Islam yang sudah menjadi jiwa dia sendiri. Oleh karena itu, dalam kajian ini
penulis menjadikan kompetensi guru PAI dan berbagai pendapat para ahli
pendidikan Islam sebagai alat tinjauan bagi pemikiran Paku Buwono IV yang
berbicara tentang kriteria guru yang baik dalam karya beliau Serat Wulangreh
khususnya dalam pupuh Dhandhanggula.
Yang menjadi maksud dari kanjeng Sinuwun Paku Buwono IV adalah
guru yang benar-benar patut untuk ditimba ilmunya, atau guru yang patut untuk
digurui, karena sebenarnya tidak semua guru layak dijadikan sebagai guru
maksudnya guru yang bisa membawa anak didik menuju keberhasilan dalam
kehidupannya. Sehingga orang yang belajar /pencari ilmu/tholibul ilmi bisa
mencari guru yang sesuai dengan kriteria guru yang baik, dalam hal ini menurut
12 Ibid, hlm. 47.
66
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh yang ditinjau dari
kompetensi guru Pendidikan Agama Islam, sehingga dapat diambil nilai-nilai
pendidikan Islamnya atau nilai-nilai ilmu tarbiyahnya. Jadi sosok Paku Buwono
IV tidak hanya sebagai tokoh pendidikan Jawa tulen tetapi beliau juga sebagai
tokoh pendidikan Islam.
Dalam ranah pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV tentang
guru, beliau menjadikan profesi guru begitu sangat tinggi karena memang
tugasnya yang berat, dalam hal ini peran guru sebagai pendidik dalam lembaga
formalnya dan sebagai individu dalam lingkungan sosialnya menempati posisi
derajat yang tinggi. Untuk menjadi guru tidaklah mudah, tidak sembarang orang
bisa menyandang profesi sebagai guru. Hal itulah yang melatar belakangi dari
pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, sehingga beliau mempunyai
pemikiran tentang guru yang patut atau layak untuk mengajarkan ilmunya. Dalam
dunia pendidikan sekarang sudah banyak dari kalangan pendidikan mengadakan
uji sertifikasi profesionalitas guru yang bertujuan untuk menyeleksi guru apakah
mereka sudah pantas atau layak mengajar pada bidangnya atau tidak.
Sebenarnya dari pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam
Serat Wulangreh secara tersurat tidak menjelaskan tentang kriteria guru yang
baik. Tetapi dari bahasa beliau yang memerintahkan kepada orang yang belajar
atau tholibul ilmi supaya mencari guru yang patut atau layak untuk ditimba
ilmunya dan patut untuk digurui yang sudah disebutkan kriteria-kriterianya dalam
pupuh Dhandhanggula. Jadi secara tersirat Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV
memberikan pandangan tentang kriteria guru yang baik yang layak dijadikan
sebagai guru.
A. Kriteria Guru yang Baik dalam Serat Wulangreh ditinjau dari Kompetensi
Guru Pendidikan Agama Islam.
Dalam bab III sudah disinggung mengenai kriteria guru yang baik dalam
Serat Wulangreh menurut Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV. Dalam buku
67
yang berjudul Serat Centhini Warisan Sastra Dunia karya Dra.Munarsih, M.
Hum, juga dibahas mengenai kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV
disampaikan dalam Serat Wulangreh. Paku Buwono IV menganjurkan agar
seseorang mencari guru yang mempunyai kejelasan asal-usul, baik martabatnya,
tahu hukum, beribadah,wira’i, pertapa, ikhlas, dan tanpa pamrih terhadap
pemberian orang lain.13
Dari tokoh pendidikan Islam misalnya Syeh az-Zarnuji dalam karyanya
kitab Ta’limul Muta’alim juga menerangkan tantang kriteria guru yang baik yaitu
: yang lebih alim, wara’, dan juga lebih tua usianya.14
ما إختيار األستاذ فينبغي أن خيتار األعلم واألورع واألسن او
Dari dalil di atas dapat dijelaskan bahwa kata alim ditafsirkan sebagai
orang yang mempunyai pengetahuan lebih, pintar dan menguasai materi
pelajaran. Wara’ ditafsirkan guru harus menjaga kredibelitas status sehingga bisa
menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama serta menjaga
diri dari nafsu amarah. Sedangkan kata lebih tua diartikan guru dalam
pemikirannya harus dewasa, sebagai pamomong, pembina, pembimbing, pengajar
dan pendidik.15
Al-Ghazali juga menerangkan mengenai kriteria guru yang baik. Menurut
beliau guru yang baik adalah mempunyai kasih sayang, ikhlas, jujur dan benar,
bersabar, menjadi teladan, mengetahui karakteristik murid, dan komitmen.16
Dalam bukunya Abudin Nata “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam”
menjelaskan kriteria guru yang baik menurut al-Mawardi adalah seorang guru
13 Munarsih, Serat Centhini Warisan Sastra Dunia, (Yogyakarta : Gelombang Pasang, 2005),
cet. 1, hlm.11. 14 Asy-Syekh az-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Maktabah Daru Ihya al-Kitab al-Arabiyah
Indonesia, tt), hlm. 13. 15 Zainal Arifin, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi
Sarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 16.
16 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, ( Beirut: Dar Al-kitab Al-Islami, t.t. ), hlm.50-51.
68
harus tawadlu’ serta menjauhi sikap ujub,ikhlas, menjauhi syubhat, penyayang,
menjadi teladan, dan motivator.17
Secara terperinci dalam Serat Wulangreh menerangkan kriteria guru yang
baik adalah sebagai berikut :
1. Guru yang nyata atau benar
2. Baik martabatnya
3. Tahu akan hukum (berilmu)
4. Beribadah
5. Wira’i
6. Ikhlas
7. Bartapa (berpuasa)
8. Berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas.18
Dari pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV tersebut dapat di
analisis dan dijelaskan secara terperinci mengenai kriteria guru yang baik sebagai
berikut :
1. Guru yang nyata atau benar
Dalam Serat Wulangreh di jelaskan bahwa salah satu kriteria guru
yang baik adalah seorang guru yang nyata atau benar. Nyata atau benar dalam
arti mempunyai pengetahuan dan mampu mengamalkannya dalam bentuk
proses pembelajaran dan pengajaran.19Sinuwun Paku Buwono IV merasa
perlu mengemukakan syarat untuk dijadikan guru yaitu seorang guru yang
nyata, sebab pada masa itu banyak orang yang mengaku-aku sebagai orang
yang telah mumpuni dengan cara yang sombong ia minta diakui umum
sebagai guru sejati yang berkompeten.20 Artinya, seorang guru jelas
17 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm. 50-57. 18 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang : Dahara
Prize, 1994), cet. 3, hlm. 10-12. 19 Zainal Arifin, op.cit., hlm. 56. 20 Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), cet. I,
hlm. 120.
69
mempunyai kemampuan atau kompetensi (dalam UU guru dan dosen; guru
tersebut mempunyai kompetensi pedagogik, personal, profesional, dan
sosial)21 sehingga dia patut untuk mengajar. Guru dituntut untuk berkompeten
dalam bidang pembelajaran dan mampu melaksanakan pembelajaran tersebut.
Sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru harus mempersiapkan
materi apa yang akan diajarkan dan metode apa yang akan digunakan dalam
pembelajaran tersebut, sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat tepat
guna, efektif dan efisien, karena itu terkait dengan tugas dan peranan seorang
guru.
Tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan
materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari,
mengontrol dan mengevaluasi siswa. Tugas guru dalam proses belajar
mengajar meliputi tugas paedagogis dan tugas administrasi. Tugas paedagogis
adalah tugas membantu, membimbing dan memimpin. Moh Rifa’i
sebagaimana dikutip oleh B. Suryosubroto mengatakan bahwa:
Dalam situasi pengajaran, gurulah yang memimpin dan bertanggungjawab penuh atas kepemimpinan yang dilakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-instruksi dan tidak berdiri dibawah instruksi manusia lain kecuali dirinya sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.22
Jadi setelah masuk kelas tugas guru adalah sebagai pemimpin dan
bukan semata-mata mengontrol atau mengkritik.23 Ditinjau dari kompetensi
guru PAI, guru yang nyata atau benar menurut Paku Buwono IV merupakan
kompetensi pedagogik, personal, profesional, dan sosial. Oleh karena itu,
dapat ditarik kesimpulan bahwa guru harus dari orang yang nyata memiliki
keempat kompetensi untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya dalam proses
21 Lihat Undang-Undang Guru Dan Dosen,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), cet. I, hlm.
11. 22 B. Suryosubroto, Poses Belajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1997),
hlm. 4. 23 Ibid.
70
pembelajaran, dengan harapan tujuan pembelajaran dapat tercapai serta
pergaulan sosial seorang guru dengan masyarakat berlangsung dengan baik.
2. Baik martabatnya
Kata martabat berasal dari bahasa arab martabatun. Di dalam kamus
besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa martabat artinya tingkat harkat
kemanusiaan atau harga diri.24 Martabat juga diartikan kebesaran, kemuliaan,
harga diri.25Jadi, martabat guru adalah kemuliaan, kebesaran, dan harga diri
yang dimiliki oleh seorang guru.
Kaitannya dengan martabat, penulis memunculkan sebuah fenomena
kasus yang pernah terjadi; yaitu sebuah seminar kelas, seorang mahasiswa
setelah membeberkan kebrobrokan moral di tanah air yang juga banyak
dilakukan oleh orang-orang yang dipandang ahli agama, kemudian
mengajukan pertanyaan: strategi apalagi yang dapat digunakan untuk
mengajak masyarakat atau generasi muda mentaati agama ketika di satu sisi
ancaman neraka sudah tidak lagi mampu mengerim seseorang atau
sekelompok orang untuk meninggalkan korupsi dan ma’siyat, di sisi lain
iming-iming surga tidak lagi mendorong seseorang untuk fastabiqul khairat.26
Kesan yang dapat diambil atas keluhan mahasiswa diatas ada dua :
pertama, mereka tidak percaya lagi pada para pemimpin masyarakat baik
eksekutif maupun legislatif, bahkan juga para ulama dan kyai. Kalau yang
tidak dipercaya oleh generasi muda ini hanya para pemimpinnya, tidak terlalu
masalah karena bagaimanapun masih ada tokoh lain yang masih baik. Kedua,
ada kecenderungan mulai tidak percaya pada keampuhan doktrin agama
(kehidupan akhirat /sorga dan neraka) sebagai basyiran wa nadziran untuk
24 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 717. 25 Munandir dan Imam Hanafi, Kamus Kata Serapan Bahasa Indonesia, (Malang: Univeritas
Negeri Malang, 2005), cet. I, hlm. 38 26 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), cet. 1. hlm.
188.
71
mentaati agama. Kalau kredibilitas ajaran agama (keimanan) juga mulai
hilang, maka sangat memprihatinkan.27
Tidak diragukan lagi, bahwa agama Islam merupakan bimbingan
hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan mungkar yang paling
ampuh, pengendali moral yang tiada taranya. Namun dalam kenyataan sehari-
hari, tidak demikian. Berapa banyak kemungkaran dan perbuatan salah dan
sesat dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya beragama Islam.28
Fenomena di atas tidak bermaksud memojokkan seorang ulama’ atau
orang yang mengajarkan agama atau guru PAI, tetapi dengan maksud sebagai
bahan interospeksi diri jangan sampai seorang yang notabene mengajarkan
agama melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama sehingga bisa
menurunkan martabat atau harga dirinya. Guru PAI adalah seorang ulama’
karena mereka mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam serta mengajarkan
akhlak kepada peserta didik dan masyarakat.
Nilai pendidikan yang diambil dari permasalahan di atas adalah
menjaga martabat. Dan kalimat yang harus digaris bawahi untuk dijadikan
sebagai bahan koreksi adalah “ kebrobrokan moral di tanah air juga banyak
dilakukan oleh orang-orang yang dipandang ahli agama”. Ajaran agama
sepertinya tidak ada gunanya jika para pembawa atau pakar agama tidak bisa
menjaga martabatnya. Martabat merupakan kunci nilai bagi seseorang.
Terlebih bagi seorang guru khususnya guru agama Islam yang notabene
adalah seorang ulama’, seorang yang dipandang pembawa doktrin agama
harus benar-benar menjaga martabat baik yang dimiliki, kalau tidak dijaga
akibatnya tidak hanya dia saja yang terkena imbasnya dari masyarakat tetapi
juga nilai-nilai ajaran agama. Jangan sampai nilai ajaran agama Islam ternodai
hanya karena perbuatan seorang guru agama yang tidak bisa menjaga
martabatnya.
27 Ibid. 28 Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 95.
72
Mengacu pada pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwno IV
mengapa guru harus mempunyai martabat yang baik karena guru menjadi
panutan atau contoh bagi peserta didik bahkan masyarakat. Bagaimana
seorang peserta didik mau mengikuti apa yang guru ajarkan kalau dia sendiri
tidak bisa menjaga martabatnya. Mereka tentunya akan selalu menganggap
bahwa guru tersebut tidak pantas untuk dijadikan sebagai guru. Bahkan guru
tersebut akan dicoret dari daftar seorang guru, karena dia memang tidak layak
atau tidak pantas menjadi guru.
Ditinjau dari kompetensi guru PAI bahwa mempunya martabat yang
baik atau bermartabat merupakan kompetensi personal (kemampuan
kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi
teladan peserta didik)29 yang harus dimiliki oleh seorang guru khususnya guru
Pendidikan Agama Islam. Tingkah laku personal dan hubungan sosial seorang
guru sangat diperhatikan oleh peserta didik khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
Ada beberapa hal yang dilakukan oleh seorang guru untuk menjaga
martabat dan hal ini juga merupakan karakteristik seorang pendidik yang
mengikuti Rasulullah diantaranya : jujur dan amanah, komitmen dalam
ucapan dan tindakan, adil dan egaliter, berakhlak karimah, rendah hati, baik
dalam tutur kata dan tidak egois.30
a. Jujur dan amanah adalah mahkota seorang guru. Jika tidak ada kejujuran
dan amanah padanya, maka tidak ada pula kepercayaan manusia terhadap
ilmu yang dimilki, serta apa-apa yang ada pada dirinya, seorang murid
wajar jika ia menerima apa saja yang diucapkan oleh gurunya, sehingga
apabila seorang murid mengetahui akan kebohongan seorang guru, maka
bisa jadi kepercayaan murid langsung berbalik arah (tidak percaya lagi),
29 Undang-undang Guru dan Dosen, op.cit.,hlm. 67. 30 Fuad bin Abdullah Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm. xi.
73
atau bisa jadi kebohongan itu dapat menjatuhkan prestise seorang guru
dimata muridnya. Hal ini juga yang menentukan martabat seorang guru.
b. Guru juga harus komitmen dalam ucapan dan tindakan, termasuk karakter
yang tidak terpuji adalah seorang guru yang ucapan dan tindakannya tidak
kompatibel. Ucapan dan tindakan seorang guru yang tidak kompatibel
membuat murid menjadi bingung serta menjadikan ia seorang yang labil.
c. Adil dan egaliter juga karater yang harus dimiliki seorang guru, urgensi
merealisasikan keadilan dan egaliter terhadap murid, agar dapat tersebar
rasa kecintaan dan kasih sayang diantara mereka. Menegakan keadilan
merupakan cara untuk mendapat kualitas dan derajat yang baik.
d. Berakhlak karimah, berakhlak karimah merupakan suatu kelayakan bagi
seorang guru, begitu juga mendorong muridnya untuk berbuat demikian.
Tutur kata yang halus serta wajah yang sumringah merupakan sebab yang
dapat menghilangkan kecanggungan antara guru dan murid.
e. Rendah hati (tawadlu’), dapat menghilangkan kecanggungan murid kepada
guru. Rendah hati merupakan alat yang mulia untuk menghantarkan
empunya kepada kemuliaan dan keagungan.
d. Baik dalam tutur kata, berkata baik merupakan sesuatu yang terpuji dan
memberikan dampak positif bagi orang lain. Sedangkan mengolok-olok
berarti menghina orang lain, merendahkannya, dan mengundang
permusuhan serta kebencian. Lantas apa jadinya bila sorang guru terbiasa
berbuat demikian.
e. Tidak egois, egois merupakan perbuatan yang hanya mementingkan diri
sendiri. Musyawarah merupakan bentuk menjauhi sifat egois, musyawarah
harus dilakukan oleh seorang guru, jika ia mengahadapi suatu persoalan
dan permasalan yang sulit.31
31 Ibid, hlm.
74
3. Tahu akan hukum (berimu)
Tahu akan hukum dapat dimaknai dua yaitu pertama, mengetahui
hukum syari’at agama Islam. Kedua, mengetahui hukum-hukum pengajaran
atau pendidikan karena ini kaitannya dengan orang yang menuntut ilmu,
bahkan Kanjeng Sunan Paku Buwono IV memerintahkan untuk mencari guru
yang benar-benar mengetahui hukum syari’at Islam32 serta hukum-hukum
pendidikan atau pengajaran.
Dalam bukunya Zakiah Darajat juga diterangkan bahwa seorang guru
harus berilmu dan mempunyai ilmu pengetahuan (tahu akan hukum).
Kaitannya dengan pengajaran seorang guru tidak hanya sekedar mengajar
sesuai dengan buku panduan, tetapi benar-benar menguasai materi pelajaran.33
Tahu akan hukum atau berilmu bagi seorang pendidik menjadi sangat urgen
sekali untuk mencapai tujuan pendidikan, karena seorang pendidik adalah
orang yang berpengalaman atau berpengetahuan, sehingga setiap ada
permasalahan akan ditanyakan kepada pendidik (orang yang berpengetahuan)
atau orang yang berkompeten di dalam bidangnya. Karena seseorang
mempunyai kompetensi di dalam bidangnya masing-masing dan ini
merupakan kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru,
khususnya guru PAI.
Ditinjau dari kompetensi guru PAI, bahwa pemikiran Paku Buwono
IV yaitu tuhu akan hukum merupakan kompetensi profesional (kemampuan
menguasai materi secara luas dan mendalam)34 yang harus dimiliki oleh guru,
di antaranya: menguasai bahan pengajaran, menguasai program kerja,
menguasai pengelolaan kelas, mampu menggunakan media, menguasai
32 Andi Harsono, op.cit., hlm. 15. 33 Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), cet. IV, hlm.
40. 34 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
75
landasan-landasan kependidikan, mampu mengelola interaksi belajar
mengajar, menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan dan pengajaran di
sekolah, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pengajaran.35 Artinya seorang guru harus profesional dalam
bidangnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
)٤٣ :النحل (فاسألوا أهل الذكر إن كنتم ال تعلمون
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. 36(QS. An-Nahl : 43)
Hal tersebut senada dengan sabda Rasulullah SAW:
ايب هريرة رضي اهللا عنه قال قال رسول اهللا صلي اهللا عليه وسلمعن 37)رواه البخاري(اذا وسد االمر اىل غري اهله فانتظر الساعة
bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhari )
Dari kedua dalil di atas mengharuskan bagi seorang guru untuk
memiliki kompetensi profesional yang memadai dalam bidangnya masing-
masing, karena yang menentukan arah berhasil tidaknya tujuan pendidikan
yang dicita-citakan.
35 Lihat BAB II (Kompetensi Profesional) 36 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro, 2000).
hlm.217. 37 Imam Abi Abdillah Ibnu Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz I ( Lebanon : Daarul
Kutub, t.t), hlm. 26.
76
4. Beribadah
Beribadah kata dasarnya adalah ibadah, ibadah berasal dari akar kata
“abada” yang berarti menyembah. Orang yang menyembah disebut “abdun”
(mufrad) atau “ibaadun” (jamak). Dengan kata lain orang yang menyembah
adalah “abdun” atau “ibaadun”, bentuk pekerjaannya disebut ibadah.38Kata
“ibaadun” bisa berarti orang yang beribadah, pengabdi atau pelayan.39
Menurut Paku Buwono IV seorang guru harus taat beribadah dalam
arti melaksanakan semua perintah syari’at, misalnya shalat lima waktu tidak
boleh ditinggalkan, siapa yang meninggalkan akan merugi.40
Ibadah yang mempunyai arti pengabdian atau penyembahan ada dua
macam yaitu: ibadah “mahdlah” (sifatnya langsung berhubungan dengan
Allah) dan ibadah “ghairu mahdlah”( tidak langsung, dalam arti hubungan
sosial dengan sesama makhluk). Menurut Paku Buwono IV bahwa orang yang
beribadah adalah orang yang rajin melaksanakan ibadah sebagai manifestasi
makhluk Tuhan.41
Kaitannya dengan seorang guru, beliau Paku Buwono IV mempunyai
pemikiran bahwa salah satu kriteria guru yang baik adalah guru yang
beribadah,42 baik ibadah “mahdlah” maupun ibadah “ghairu mahdlah”.
Ibadah “mahdlah” misalnya shalat,43 haji dan lain-lain, sedangkan ibadah
“ghairu mahdlah” misalnya menolong sesama dan termasuk pengabdiannya
kepada sesama yaitu mengajar dan mendidik kepada peserta didik. Guru PAI
yang notabene guru Islam harus bisa menyeimbangkan antara pengabdiannya
kepada Allah maupun pengabdian kepada sesama.
38 Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Al-Ashri Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya
Grafika, 1998), cet. VIII, hlm. 1267. 39 Ibid, hlm. 1256. 40 Andi Harsono, op.cit., hlm. 48. 41 Zainal Arifin, op.cit., hlm. 61. 42 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang : Dahara
Prize, 1994), cet. 3, hlm. 14. 43 Andi Harsono, loc.cit.
77
Ditinjau dari komptensi guru PAI, kriteria guru di atas (beribadah)
merupakan kompetensi personal seorang guru (kemampuan kepribadian yang
mantap).44 Tugas utama seorang guru, khususnya guru PAI secara personal
mereka taat beribadah, menjalankan syari’at-syari’at Islam. Secara sosial
mereka mengabdi kepada masyarakat atau sesama yaitu mendidik dan
mengajarnya. Tugas keguruan bukan hanya panggilan kerja profesional
melainkan juga pengabdian kepada sesuatu. Profesi keguruan bukan hanya
kerja mencari nafkah keseharian, melainkan juga panggilan jihad untuk
mencurahkan segala kemampuan untuk mencari ridla Tuhan. Jika panggilan
profesi guru hanya dibatasi oleh ruang dan waktu profesional, maka di dalam
panggilan jihad seorang guru tidak mengenal ruang dan waktu bekerja. Juga
panggilan profesi lebih berorientasi kepada materi, maka panggilan jihad lebih
kepada pengabdian dan pelayanan tanpa balasan.45 Oleh karena itu seorang
guru harus benar-benar beribadah atau mengabdikan dirinya kepada
masyarakat.
5. Wira’i
Menurut Paku Buwono IV seorang guru harus senantiasa wira’i.46
Wira’i atau wara’ dalam kitab Ta’limul Muta’allim ditafsirkan guru harus
dapat menjaga kredibelitas status sehingga bisa menjaga diri dari perbuatan
yang dilarang oleh agama serta menjaga diri dari nafsu amarah.47Wira’i juga
berarti selalu menghindari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada dosa dan
maksiat (menjaga diri). Seorang guru PAI harus bisa menjaga diri jangan
sampai terjerumus ke jurang kemaksiatan yang pada akhirnya akan
menjatuhkan martabat dan kewibawaannya sebagai guru.
44 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit. 45 Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi
dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. IV, hlm. 226.
46 Andi Harsono, loc.cit. 47 Asy-Syekh az-Zarnuji, loc.cit.
78
Ditinjau dari komptensi guru PAI wira’i merupakan kompetensi
personal (kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik),48 karena wira’i adalah sifat
yang dimiliki seseorang secara personal, secara sosialnya mereka dalam
bergaul dengan masyarakat harus senantiasa wira’i.
Guru yang wira’i senantiasa selalu menjaga dirinya dan penuh hati-
hati disetiap tindakannya, dan mereka takut ketika bertindak yang tidak sesuai
dengan syari’at-syari’at Islam. Wira’i sangat terkait dengan kehidupan sosial
masyarakat. Dan ini merupakan kompetensi personal seorang guru PAI yang
berat untuk dilaksanakan. Walaupun berat tapi sifat wira’i yang dimiliki akan
senantiasa menjaga kedudukan atau martabatnya.
6. Ikhlas
Menurut Paku Buwono IV keikhlasan seorang guru merupakan salah
satu kriteria guru yang baik.49 Tugas guru dalam mengajar tidak bisa
disamakan dengan mencari pangkat ataupun prioritas, karena memang dalam
tugas tersebut, seorang guru adalah lebih mulia dan lebih luhur dari pada yang
lain, sehingga ketika suatu keilmuan semakin mulia dan memberikan banyak
kemanfaatan bagi manusia, maka hal itu dapatlah mengangkat derajat seorang
guru menjadi mulia dan tinggi.50
Jika seorang guru ikhlas beramal semata untuk Allah51 dan niat
mengamalkan ilmunya untuk kemanfaatan manusia, mengajarkan kebaikan,
serta memberantas kebodohan, maka semua itu dapat memperbanyak amal
kebaikannya, juga menambah ganjarannya, seperti sabda nabi Muhammad
yang artinya semua amal tergantung dengan niat.52
48 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit. 49 Andi Harsoso, loc.cit. 50 Fuad bin Abdullah Aziz asy-Syalhub,op.cit., hlm.ix. 51 Andi Harsono, op.cit., hlm. 16. 52 Ibid.
79
Kriteria ikhlas itu sendiri bukan hanya bersih dari tujuan lain selain
Allah yang bersifat lahir seperti mengajar untuk mendapatkan upah atau gaji,
misalnya. Lebih dari itu, ikhlas berhubungan dengan niat yang letaknya dalam
hati, dan itu merupakan proses panjang, sepanjang usia manusia dalam
usahanya menjadikan dirinya menjadi manusia yang sempurna.53
Banyak para guru yang mengabaikan sesuatu yang sangat urgen ini,
yaitu membangun dan menanamkan prinsip “ ilmu dan amal yang ikhlas
semata untuk Allah,” ini merupakan hal yang tidak gampang dimengerti oleh
manusia, karena jauhnya mereka dari metode-metode Ilahi. Demi asma Allah,
begitu banyak ilmu yang seharusnya berguna dan bermanfaat bagi umat, tapi
ternyata tidak memberikan manfaat apa-apa dan hilang begitu saja debu yang
beterbangan. Hal itu dikarenakan tidak adanya keikhlasan berilmu dan
beramal pada diri seorang guru, tidak berjalan di atas jalan yang benar, serta
tidak benar-benar bertujuan memberikan kemanfaatan bagi saudara
muslimnya. Tetapi tujuan mereka lebih cenderung berorientasi pada pangkat
dan jabatan.54 Jadi, ilmu yang seharusnya bermanfaat, malah menjadi seperti
debu yang beterbangan. Semestinya banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang
bermanfaat bagi manusia di dunia, serta dapat mengantarkannya kepada
kemuliaan dan keluhuran, tetapi karena tidak adanya keikhlasan berilmu
akibatnya adalah kesia-sian.
Hal senada menurut Dr. Abdullah Nasih Ulwan, guru harus
mempunyai pribadi yang ikhlas, guru hendaknya membebaskan niatnya
semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya baik berupa
perintah, larangan, nasehat, pengawasan, ataupun hukuman kepada murid-
muridnya.55 Sebagaimana firman Allah SWT :
53 Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), cet. I. hlm. 69.
54 Fuad bin Abdullah Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm. 3 55 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 93.
80
الدين له لصنيخم وا اللهدبعوا إلا ليا أمرم۵:البينة .......... (و (
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus..... (QS. Al Bayyinah : 5)56
Jadi, dari hal tersebut di atas, sepatutnyalah para guru bisa
menanamkan dalam hati muridnya,”keikhlasan berilmu dan beramal semata
untuk Allah”, serta mencari ridlo dan pahala dari-Nya, sehingga dapat
muncullah suatu kebaikan dan pujian dari manusia yang merupakan anugerah
dan nikmat dari Allah.57
Ikhlas dalam menjalankan ibadah mahdlah artinya beribadah semata-
mata karena Allah bukan karena kepentingan duniawi. Ikhlas berbuat baik
(menolong) orang lain misalnya berarti menolong tanpa ada kepentingan atau
pamrih atas perbuatannya itu. Pengertian ikhlas semacam itu mudah diterima
dan dipahami akal sehat. Tetapi ikhlas dalam kaitannya dengan profesi
(mencari nafkah) misalnya, tidak berarti bekerja semuanya (lillahi ta’ala)
dengan tanpa bayaran atau dibayar seadanya, tetapi mestinya bekerja sebaik
mungkin walaupun perlu mendapatkan imbalan yang pantas. Substansi nilai
ikhlas di sini adalah kesungguhan bekerja dengan penuh tanggungjawab atas
pekerjaannya itu58.
Ditinjau dari kompetensi guru PAI, keikhlasan dalam mengajar
merupakan kompetensi personal seorang guru (kemampuan kepribadian yang
mantap).59 Dari pembahasan terdahulu tidak semua guru bisa melakukan
keikhlasan, ini merupakan kompetensi yang sangat sulit untuk dilakukan oleh
guru, keikhlasan juga menjadi suatu yang menentukan berhasil tidaknya
pendidikan atau pengajaran. Guru yang tidak ikhlas dalam mengajar tentunya
56 Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 1074. 57 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm. 4. 58 Achmadi, op.cit., hlm. 196. 59 Undang-Undang Guru dan Dosen, lo.cit.
81
mengajarnya hanya asal-asalan atau hanya untuk menggugurkan
kewajibannya saja, tidak mempersiapkan bahan pelajaran yang akan diajarkan
kapada anak didiknya. Guru semacam itu tidak memikirkan nasib anak
didiknya, yang penting dia mengajar selesai. Keikhlasan mempengaruhi guru
dalam mempersiapkan bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada anak
didiknya. Kalau ditinjau dari kompetensi pedagogik guru PAI, guru tersebut
belum dikatakan mempunyai kompentensi pedagogik, karena kompetensi
tersebut menyangkut pengetahuan karakteristik peserta didik, rencana atau
rancangan pembelajaran, proses pembelajaran bahkan evaluasi yang mereka
terapkan.
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab dan ditemukan solusi
kongkritnya adalah bagaimana menjadi guru yang ikhlas? Lebih-lebih dalam
realita sekarang banyak guru yang menyambi dengan usaha lain, sehingga
mereka menomorduakan tugas mereka yang utama yaitu mengajar, sehingga
menjadikan guru tidak fokus pada tugas mangajarnya yang imbasnya ke anak
didik, anak didik diajar asal-asalan tidak ada rencana atau rancangan
pembelajaran sama sekali. Secara teori menjadi guru yang ikhlas memang
mudah yaitu mengajar hanya mencari ridlo Allah dan tidak mengharapkan
pamrih apapun. Apakah guru yang ikhlas adalah guru yang tidak digaji?
Apakah guru yang tidak digaji bisa ikhlas dalam mengajar? Dalam realita
sekarang hal itu tidak mungkin bisa terjadi, tidak hanya zaman sekarang
bahkan dari zaman sebelumnya. Siapa yang mau menjadi guru yang tidak
digaji atau diperhatikan kesejahteraannya. Sekarang sering terjadi demo yang
dilakukan oleh guru yang tujuannya demi menuntut kesejahteraan. Apabila
mereka tidak dipenuhi haknya, bagaimana nasib mereka, yang lebih berat lagi
bagaimana nasib pandidikan di negeri ini.
Berkaitan dengan peningkatan profesionalitas guru ini, memang harus
ada keberanian terlebuh dahulu untuk meningkatkan kesejahteraan para guru.
Supaya mereka dapat serius memikirkan atau berkosentrasi terhadap tanggung
82
jawab yang dipikulnya sebagai pendidik, tanpa harus diganggu urusan-urusan
perut.60
Di atas sudah digambarkan betapa timpangnya antara tuntutan
pendidikan atau pengajaran yang ideal yang sudah dirancang dan sudah
dipersiapkan dengan matang dengan kompensasi yang diterima oleh para guru
sebagai nara sumber pandidikan bagi murid atau anak didik. Satu sisi
menuntut agar guru menguasai secara maksimal terhadap persoalan
pendidikan yang bermutu apalagi yang mutakhir, namun sisi lain guru
dihadapkan kepada kebutuhan dasar, yang sampai saat ini belum juga
memadai. Atas fenomena ini, kalangan anggota dewan sendiri menyadari
tuntutan terhadap peningkatan pendidikan di Indonesia tidak mungkin tercapai
kalau tidak didukung oleh pemenuhan kebutuhan dasar, berupa kesejahteraan
bagi para guru.61
Maka, tidak mungkin guru akan menopang tanggungjawabnya kalau
hanya diberi pujian sabagai pahlawan tanpa tanda jasa apalagi untuk bisa
ikhlas, tetapi harus juga diperhatikan kesejahteraan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. Karenanya, kesempatan
untuk membaca guna meningkatkan khazanah pengetahuan hampir tidak ada.
Karenanya tuntutan profesionalisme tidak sebanding dengan imbalan yang
diterima oleh seorang guru. Akibatnya jika panghargaan yang diberikan
begitu rendah, sosok kualitas yang dihasilkan juga akan rendah, dikarenakan
mereka mengajar tidak didasari dengan keikhlasan yang tumbuh dari sanubari
seorang guru.62
Senada dengan hal itu, dalam kaidah ushul fiqh dikatakan “ma
layatimmu wajibu illa bihi fahuwa waajibun”.63 Suatu kewajiban tidak akan
sempurna manakala tidak adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib adanya.
60 Syamsul Ma’arif, op.cit., hlm. 41 61 Munawar Sholeh, op.cit., hlm.88. 62 Ibid. 63 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, (Jakarta: Sa’adiyah Putra, t.t.), hlm. 41.
83
Dari sini dapat dipahami bahwa belajar mengajar adalah kewajiban,
kewajiban itu harus ditunaikan, kewajiban mengajar bagi guru tidak akan
terlaksana tanpa adanya dukungan yaitu kesejahteraan dan peningkatan
kualitas. Akibatnya proses transfer of knowledge atau transfer of value akan
mengalami kemandegan. Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia
dan juga kesejahteraan wajib adanya, kewajiban itu diperuntukkan bukan dari
guru (meminta), lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa guru tidak boleh
meminta kesejahteraan ataupun upah, tetapi kesejahteraan itu disediakan dan
dijamin untuk guru, hal itu akan senantiasa mendukung keikhlasan, kerajinan
dan keprofesionalan guru.
Karenanya anggaran pendidikan untuk kesejahteraan guru harus
diperhatikan. Hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk mendukung itu
semua, DPR yang selaku wakil rakyat harus berupaya sekeras mugkin untuk
memperhatikan nasib guru dengan memperbesar anggaran pendidikan. Selain
itu DPR juga secara ketat menjaga agar anggaran pendidikan yang seharusnya
menjadi hak guru, tidak bocor atau jatuh ke tangan pejabat-pejabat yang
korup.64
Namun demikian ini semua butuh dukungan dari dengan cara tetap
bekerja keras, bertugas sebagaimana mestinya dan memberikan masukan
kepada anggota DPR agar bila terjadi penyelewengan anggaran selekasnya
dapat diatasi.65 Guru juga tidak sepantasnya hanya menuntut hak, tetapi harus
diimbangi dengan kerja yang professional.
7. Bertapa (berpuasa)
Paku Buwono IV mengajarkan bahwa bertapa merupakan salah satu
kriteria guru yang baik.66 Makna secara bahasa bertapa adalah berpuasa.
Puasa dapat diartikan menahan untuk tidak mudah marah (sabar), dan juga
64 Munawar Sholeh, loc.cit. 65 Ibid. 66 Andi Harsono, loc.cit.
84
menahan atau mengekang hawa nafsu.67Paku Buwono memerintahkan supaya
mengurangi makan (berpuasa) dan tidur, agar berkuranglah nafsu yang
merajalela sehingga batin akan terasa tenang.68 Batin yang tenang bisa
menumbuhkan sifat sabar.
Sabar dalam etimologi berarti “mengekang”, ia merupakan posisi yang
tinggi, yang tidak dapat diraih kecuali oleh orang-orang yang berhati mulia
dan berjiwa suci.69
Sedang amarah yaitu gejolak dalam jiwa yang membuat sang
pelakunya buta, tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah.
Amarah merupakan suatu tindakan yang tidak terpuji kecuali marah demi
menegakkan agama Allah. Seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah,
beliau adalah sosok orang yang tidak pernah marah terhadap dirinya sendiri
sehingga tidak ada sesuatu apa pun (nafsu) yang menang. Tetapi beliau akan
marah jika kehormatan Allah dirusak dan diinjak-injak oleh manusia.70
Korelasi hal tersebut dengan pengajaran yaitu, seorang guru pasti
bergaul dengan muridnya, menemui watak dan pemikiran yang berbeda. Ada
diantara mereka yang baik dan yang lemah. Hal itu merupakan suatu
kewajaran bagi seorang guru ketika ia hadir dan mengajar mereka sehari-hari,
bersamaan dengan itu banyak problem yang dipikul oleh murid ataupun hal-
hal yang berhubungan dengan pendidikan guru. Maka seorang guru benar-
benar dituntut bisa bersabar dan bertangungjawab. Kesabaran tidak gampang
diraih, ia butuh kontinuitas agar bisa terbiasa. Tidak memiliki kesabaran
merupakan suatu bahaya bagi guru, apalagi ketika sedang melakukan rutinitas
mengajar karena pada dasarnya sorang guru harus berhadapan dengan akal-
akal anak murid yang berbeda, baik dalam menyerap menerima, ataupun
merespon, pelajaran dan lain sebagainya. Dengan kata lain murid mempunyai
67 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm.30. 68 Andi Harsono, op.cit., hlm. 39. 69 Ibid. 70 Ibid.
85
karakteristik yang harus diketahui oleh seorang guru, sehingga dengan
kesabarannya menuntun seorang guru mencari dan merancang metode yang
pas untuk diterapkan ketika ia mengajar muridnya yang mempunyai
karakteristik yang berbeda. Memahami karakteristik peserta didik merupakan
kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru.
Tidaklah berkelebihan jika para pakar dalam bidang pendidikan
menyatakan bahwa profesi guru merupakan profesi seorang ibu, artinya
seorang guru harus memiliki kesabaran dan penuh dedikasi bak seorang ibu
terhadap anaknya.71
Kesabaran timbul karena rasa kasih sayang, guru sebagai pemeran
penting dalam proses belajar mengajar tidak perlu pembahasan panjang.
Secara konvensional guru paling tidak harus memilki kualifikasi dasar yaitu
penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik. Seorang guru atau
dosen harus mengajar hanya berlandaskan cinta kepada sesama umat manusia
tanpa memandang status sosial, ekonomi, agama, kebangsaan, dan lain
sebagainya. Misi utama guru adalah enlightening ‘mencerdaskan bangsa’
(bukan sebalikya membodohkan masyarakat), mempersiapkan anak didik
sebagai individu yang bertanggungjawab mandiri, bukan menjadikannya
manja dan beban masyarakat. Proses pencerdasan harus berangkat dari
pandangan filosofis guru bahwa anak didik adalah individu yang memiliki
beberapa kemampuan dan keterampilan.72
Ditinjau dari kompetensi guru PAI bertapa (dalam hal ini kesabaran)
merupakan kompetensi personal seorang guru (kemampuan kepribadian yang
mantap).73 Kesabaran akan menentukan wibawa seorang guru. Untuk menjaga
kewibawaan guru tidak harus marah ketika murid melanggar peraturan atau
71 Muhammad Abdul Alim Mursi, Westernisasi dalam Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Fika
Hati, 1992), hlm. 63. 72 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta : Gama
Media, 2002), hlm.194. 73 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
86
bahkan mengejeknya. Banyak kasus ketika seorang guru menyampaikan
materi pelajaran dalam waktu lama, tiba-tiba ada seorang murid yang
mengaku tidak paham sama sekali pelajarannya, atau ketika seorang guru
mendapat sebuah pertanyaan yang melenceng dari pembahasan, malah ketika
ia sedang mengajar ada muridnya yang tidur, yang lebih parah lagi ketika
seorang murid mengatakan kata-kata yang kasar untuk dirinya. Tetapi
meskipun watak dan karakter mereka berbeda, tidaklah seorang guru lantas
menolak perbedaan itu.
Sanggup menguasai amarah merupakan tanda kekuatan guru dan
bukan kelemahanya. Apalagi ketika guru mampu mengimplementasikan apa
yang ia harapkan. Hal itu seperti sabda Rasulullah yang artinya kekuatan
bukanlah ketika ia mampu menguasai manusia,74 tetapi kekuatan adalah
ketika ia mampu menguasai dirinya ketika ia marah.
Cara penyembuhan penyakit marah adalah dengan obat Rabbani atau
Nabawi. Obat Rabbani yaitu adanya suatu pujian Allah terhadap orang-orang
yang dapat menahan amarahnya, bukan hanya itu saja, tetapi juga
mema’afkan kesalahan pelakunya.75 Firman Allah SWT dalam surat Ali
Imran ayat 134 sebagai berikut :
الكاظمنياء ورالضاء ورنفقون في السي نالذينع افنيالعظ ويالغ
سننيحالم حبي اللهاس و١٣٤ :ال عمران( الن (
dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 134)76
74 Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, loc.cit. 75 Ibid, hlm. 32. 76 Departemen Agama RI, op.cit.,hlm. 649.
87
Sedangkan obat Nabawi yang telah dilakukan Rasulullah yaitu dengan
beberapa cara:
a. Mengucapkan ta’awudz.
b. Diam dan tidak bicara sehingga kemarahan reda, sehingga tidak bertambah
parah atau mengkhawatirkan
c. Jika ia berdiri, duduklah dan bila kemarahan tidak juga reda juga, maka
berbaringlah.
d. Berwudlu untuk shalat, karena api kemarahan akan padam dengan air.77
8. Berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh juga
mengajarkan bahwa orang yang mengajarkan ilmu (guru) hendaknya juga
berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Hal ini tentunya
sesuai dengan tradisi yang diajarkan oleh pendidikan agama Islam. Kalau
tidak ada kaitannya dengan keempat landasan tersebut, maka pengetahuan
yang diajarkan itu bisa terjerumus ke jurang kesesatan.78
Ditinjau dari kompetensi guru PAI, guru khususnya guru PAI yang
berpegang kepada keempat dasar di atas merupakan kompetensi personal
(kemampuan kepribadian yang mantap).79 Dalam setiap tindakan atau tingkah
lakunya secara personal harus sesuai dengan keempat dasar tersebut (al-
Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas). Jika seorang guru (guru PAI)
meninggalkan salah satunya, maka mereka akan tersesat yang berakibat pada
dirinya sendiri bahkan paserta didiknya. Karena guru (guru PAI) adalah
panutan atau teladan perilaku keberagamaan peserta didik maupun
masyarakat. Keempat dasar di atas adalah dasar atau petunjuk dalam
kehidupan. Tanpa dasar tersebut maka ibarat berjalan di medan yang gelap
gelita tanpa adanya penerangan atau lampu. Petunjuk diibaratkan sebuah
77 Ibid, hlm. 33. 78 Munarsih, op.cit., hlm. 14. 79 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
88
lampu yang menunjukkan mana jalan yang baik dan mana jalan yang jelek.
Dengan petunjuk manusia akan tahu mana yang khaq dan mana yang batal.
Menurut hemat penulis setelah meninjau beberapa kriteria guru yang baik
menurut Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh dari kompetensi guru PAI
terkesan bahwa kriteria guru tersebut hanya termasuk kompetensi pedagogik,
personal, dan profesional. Tetapi kriteria tersebut akan berpengaruh pada
kompetensi sosial seorang guru. Jika seorang guru bisa mempunyai kriteria guru
yang nyata, baik martabatnya, berpengetahuan, beribadah, wira’i, bertapa, ikhlas,
dan berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, tentu sangat perpengaruh
sekali pada kehidupan sosial seorang guru, dengan kata lain hubungan sosialnya
dengan peserta didik, orang tua wali, sesama guru dan masyarakat sekitar
(sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yaitu penjelasan
pasal 10 80 ) terjalin dengan baik, efektif dan efisien. Oleh karena itu dari kriteria
guru menurut Paku Buwono IV ada muatan kompetensi sosial.
B. Kontribusi Pandangan Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam
Pendidikan
Pada dasarnya, ilmu pengetahuan yang tersebar di dunia dewasa ini
(termasuk dunia Islam) merupakan kebudayaan barat yang sudah dipolakan dalam
watak dan kepribadian mereka yang sekuler. Oleh karena itu, dunia Islam saat ini
tengah menghadapi krisis yang tak pernah dialami sepanjang sejarah sebagai
akibat benturan peradaban barat dengan dunia Islam, proses globalisasi, pasar
bebas dan juga westernisasi turut andil dalam perang kebudayaan.
Umat Islam tidak lagi diberi kesempatan berkembang menuju kebudayaan
sendiri, selanjutnya Islam adalah urusan pribadi sedangkan urusan-urusan
bersama dibawah pengaruh barat. Dalam hal ini, penyebab utama adalah sistem
pendidikan yang dipakai umat Islam merupakan jiplakan dari sistem pendidikan
80 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
89
barat, baik materi maupun metodologinya. Lebih lanjut tentang gambaran
pendidikan barat bahwa, pendidikan mengutamakan pengajaran pengetahuan
(transfer of knowledge) menitik beratkan pada segi teknik empirik, tidak
mengakui eksistensi jiwa dan juga dari landasan spiritual.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan berbagai lembaga
pendidikan asing di suatu Negara Islam, yang menjadi bagian dari westernisasi
pihak barat, merupakan sebuah ancaman besar bagi eksistensi generasi muda
Islam di negeri tersebut. Lantaran suatu program westernisasi selalu bertujuan
menjauhkan generasi muda Islam dari ketaatannya beragama dan berakidah,
merusak dan memecah belah persatuan dan kesatuan yang telah ada,
menimbulkan penyakit iri dan dengki diantara generasi muda, serta menciptakan
dan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, yang pada gilirannya hanya
akan menimbulkan huru-hara dan kekacauan di dalam negeri.81
Begitu juga dengan gambaran guru dan murid, lebih-lebih guru yang
merupakan salah satu penentu utama keberhasilan pendidikan sehingga besar
pengaruhnya terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Ahmad Tafsir
konsep guru dan murid telah dirusak oleh budaya modern yang didasari oleh
rasionalisme, materialisme, dan juga pragmatisme.82 Dalam hal ini guru dianggap
sebagai tenaga gajian, tidak lagi jadi obyek teladan, guru selalu berhitung secara
ekonomis dalam melaksanakan tugas mengajarnya.
Berangkat dari kondisi di atas dan juga dengan memahami pemikiran
kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh, walaupun beliau
tidak sepopuler tokoh pendidikan Islam semisal Imam al-Ghazali, Imam al-
Zarnuji, dan Ibnu Miskawaih di mata pendidikan Islam, tetapi beliau juga sangat
dikenal oleh masyarakat Jawa yang notabene beragama Islam, bahkan pemikiran
beliau tentang guru khususnya hampir sama dengan tokoh pendidikan Islam yang
81 Muhammad Abdul Alim Mursi, op.cit., hlm. 112. 82 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2004), hlm. 74
90
terkenal sampai saat ini. Maka kemungkinan kontribusi yang dapat diambil dari
konsep kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IVdalam dunia pendidikan
antara lain:
1. Salah satu kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV adalah beribadah,
sehingga dapat mewujudkan adanya orientasi tujuan pendidikan yang jelas
yaitu kebaikan duniawi sekaligus kebaikan ukhrawi dengan pengabdian diri
kepada Allah SWT.
2. Adanya etos kerja seorang guru dalam mendidik maupun mengajar yang penuh
kedisiplinan serta didasari hanya semata-mata mengharap ridla Allah SWT,
karena menurut Paku Buwono IV sendiri bahwa salah satu kriteria guru yang
baik adalah keikhlasan sehingga pembelajaran yang dilakukan benar-benar
dapat membawa peserta didik menuju keberhasilan dalam hidupnya.
3. Dari kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV yaitu guru yang nyata,
baik martabatnya, berpengetahuan, beribadah, wira’i, bertapa, ikhlas dan
berlandaskan al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, sehingga dapat mewujudkan
optimalisasi kerja seorang guru, dengan memiliki berbagai kompetensi yang
memadai (kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi
personal, dan kompetensi sosial).
Adanya orientasi tujuan pendidikan yang jelas ke arah ukhrawi
mempunyai dampak positif dalam mengembangkan keseimbangan antara
kebutuhan jasmani dan juga rohani. Keseimbangan ini akan menjadi dasar untuk
mencapai kebahagiaan yang sempurna (dunia dan akhirat). Dengan penyertaan
tujuan ini, proses pendidikan tidak hanya transfer of knowledge tetapi transfer of
value dan juga pembekalan yang mantap dan agamis terhadap peserta didik.
Tentang adanya semangat etos kerja seorang guru dalam mendidik
maupun mengajar mempunyai dampak yang positif yaitu meningkatnya kualitas
kerja guru dalam mengajar ataupun mendidik. Jadi guru dalam bekerja (mengajar
dan mendidik) tidak hanya demi menggugurkan kewajiban atau karena tunduk
kepada atasan tetapi mencapai taraf kesadaran bahwa mengajar adalah tugas yang
91
sangat mulia dan juga menjadi faktor penting untuk membangun bangsa dan
negara dengan didasari nilai-nilai ajaran syari’at Islam.
Sehubungan dengan uraian di atas, al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh
Abidin Ibnu Rusn berkata :
“Makhluk yang paling mulia di muka bumi ialah manusia. Sedangkan yang paling mulia penampilannya adalah kalbunya. Guru atau pengajar selalu menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan kalbu itu serta menuntunnya untuk dekat kepada Allah.”
“Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, dialah
yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia bagai matahari yang mencahayai orang lain, sedangkan ia sendiri pun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiripun harum.”83
Dari dua pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa profesi keguruan
merupakan profesi yang paling mulia dan paling agung dibanding dengan profesi
yang lain. Dengan profesinya itu seorang guru menjadi perantara antara manusia
dalam hal ini murid dengan penciptanya, Allah SWT.
Guru memiliki beberapa fungsi diantaranya : pertama, fungsi penyucian;
artinya seorang guru berfungsi sebagai pembersih diri, pengembang, serta
pemelihara fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran; artinya seorang guru
berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada
manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari.84
Yang terpenting bagi guru adalah mereka dapat mengajar sesuai tujuan
yang diharapkan yang didasari keikhlasan mengamalkan ilmunya serta tidak
dibayang-bayangi urusan perut.
Tentang optimalisasi kerja seorang guru dalam proses pendidikan,
merupakan konsep untuk pengamalan secara maksimal ajaran Islam. Dalam
kontek ini guru adalah sosok yang memilki motivasi mengajar yang tulus, yakni
83 Abidin Ibnu Rusn, op.cit., hlm. 64. 84 Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,
(Semarang: Gema Insani Press, 1995), hlm. 170.
92
ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh
kasih sayang kepada anaknya dapat mempertimbangkan kamampuan intelektual
anaknya, bersikap terbuka dan demokrasi dapat bekerja sama dalam memecahkan
masalah dan juga sosok yang perlu diteladani. Semua itu dapat diraih jika seorang
guru benar-benar mempunyai kompetensi yang memadai (meliputi kompetensi
pedagogik, personal profesional, dan sosial) yang perlu untuk optimalkan (tidak
ecek-ecek), sehingga tujuan pendidikan yang dicita-citakan dapat tercapai.
Dengan demikian kriteria guru yang baik yang telah dikonsepkan oleh
beliau kenjeng susuhunan paku buwono IV dalam karyanya serat wulangreh dapat
mengantarkan pendidikan ke arah yang semakin baik serta berkualitas. Karena
pada dasarnya berkualitas atau tidaknya suber daya manusia suatu kaum, bangsa
dan Negara sangat tergantung pada kualitas pendidikan yang dimiliki. Pendidikan
yang berkualitas juga sangat tergantung pada seorang guru. karena guru
merupakan sosok yang fundamental dalam proses pendidikan.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, maka betapa mulianya dan
betapa pentingnya seorang guru dalam dunia pendidikan yang ditawarkan oleh
Paku Buwono IV, dan yang terpenting adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai
pendidikan (khususnya tentang guru) Paku Buwono IV di tengah masyarakat
modern.
Di dunia modern pendidikan sudah merata sampai kepelosok desa
sekalipun. Kecanggihan teknologi dan kecepatan komunikasi akan selalu
mempengaruhi pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan, harta, dan tahta mampu
diraihnya. Permasalahannya, banyak orang yang cerdas, pintar, terampil kreatif,
produktif, dan juga professional, tetapi ironisnya semua itu tidak dibarengi oleh
kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual, serta keunggulan akhlak. Hal ini
disebabkan karena pendidikan yang mereka peroleh hanya sebatas transfer of
93
knowledge, bukan transfer of value atau pendidikan nilai dan pembinaan jiwa
pembentukan akhlak.85
Berangkat dari fenomena di atas, maka diperlukan adanya reorientasi
pendidikan dan guru. Dengan pendidikan, diharapkan menusia mencapai
kesempurnaan akhlak yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam
dan nilai-nilai ilahi yang dibarengi oleh sikap kritis, dinamis, progresif, terbuka
bahkan proaktif dan antisipatif. Tetapi juga mengembangkan nilai-nilai
kooperatif, kolaboratif, toleran serta komitmen pada hak dan kewajiban asasi
manusia. Begitu juga dengan guru, guru disiapkan bukan untuk mencari materi,
kehormatan ataupun kamashuran tetapi untuk mengemban amanah ilahi yang
mulia ini. Ia bukanlah petugas suruhan tetapi panggilan jiwa dan pengabdian diri.
Harapan untuk menjadikan guru sebagaimana tersebut di atas sebenarnya
dapat dipersiapkan sejak awal mereka mengenyam pendidikan, baik masih
dibangku kelas mahasiswa atau lembaga pendidikan lainnya. Dan juga dapat
disiapkan melalui berbagai macam kegiatan seperti pelatihan, loka karya, seminar
atau sejenisnya. Dengan demikian, setidaknya akan tertanam pada diri guru
beberapa sifat dasar sebagaiman tersebut di atas serta tertanam untuk
mengembangkan kualitas kompetensi yang dimiliki. Hal itu akan berimplikasi
besar terhadap proses pendidikan, gurulah yang memegang proses tersebut,
sehingga sangat dibutuhkan seorang guru yang benar-benar bisa menjalankan
amanah dengan didasari kesadaran bahwa tugas guru adalah sangat mulia yang
diimbangi dengan keikhlasan dan kemampuan yang memadai serta bekualitas,
sehingga tujuan pendidikan utama yaitu meraih keberhasilan serta kebahagiaan
dunia maupun akhirat akan tercapai.
85 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, ( Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003),
hlm. 215.
94
BAB V
KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari sumber-sumber buku yang telah dibahas pada bab
yang terdahulu beserta analisa sebagaimana yang telah diuraikan dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap
proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan Islam, keberadaan,
peranan dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak dapat diingkari.
Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru merupakan penentu arah
dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola
sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar dengan
baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-
nilai hidup. Oleh karena itu guru harus mempunyai kompetensi yang
memadai di bidangnya masing-masing, meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi personal, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
2. Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV sebagai pengarang Serat Wulangreh
dilahirkan pada hari Kamis Wage jam sepuluh malam, tanggal 18 Rabi’ul
Akhir, Wuku Watu Gunung, Windu Sengara tahun Je 1694, atau tanggal
2 September 1768. Pada usia muda bernama Raden Mas Gusti Subadiyo,
setelah dewasa bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom
Amangkunagara Sudibyarajaputra Narendra Mataram. Beliau dinobatkan
sebagai raja pada hari Senin Paing, tanggal 28 Besar tahun Jimakir 1714,
atau tanggal 18 September 1788, terkenal dengan nama Ingkang Sinuwun
Bagus.
3. Serat Wulangreh yang mempunyai 13 tembang (Dhandanggula, Kinanthi,
Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Durma, Wirangrong,
Pucung, Mijil, Asmarandana, Sinom, dan Girisa) adalah hasil karya Paku
Buwono IV yang terkenal hingga sekarang dimana serat tersebut banyak
mengungkap tentang ajaran-ajaran moral dan nilai-nilai luhur serta budi
pekerti utama yang dijadikan sebagai pedoman hidup untuk membina
95
kepribadian yang bukan hanya relevan bagi pedoman pendidikan para
pejabat, pegawai maupun abdi kerajaan pada waktu itu, namun jika digali
dan dipelajari secara mendalam nilai luhurnya tetap aktual sampai
sekarang lebih-lebih ditinjau dari pendidikan Islam. Walaupun beliau tidak
sepopuler tokoh pendidikan Islam semisal Imam al-Ghazali, Imam al-
Zarnuji, dan Ibnu Miskawaih di mata pendidikan Islam, tetapi beliau juga
sangat dikenal oleh masyarakat Jawa yang notabene beragama Islam,
bahkan pemikiran beliau tentang guru khususnya hampir sama dengan
tokoh pendidikan Islam yang terkenal sampai saat ini.
4. Kriteria guru yang baik (yang pantas untuk dijadikan sebagai guru)
menurut Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh
pupuh Dhandanggula ditinjau dari kompetensi guru PAI adalah sebagai
berikut : guru yang nyata atau benar (nyata menjadi seorang guru yang
mempunyai kompetensi pedagogik, personal, profesional, dan sosial), baik
martabatnya kompetensi personal, tahu akan hukum (kompetensi
profesional), beribadah (kompetensi personal), wira’i (kompetensi
personal), bertapa (berpuasa) (kompetensi personal), ikhlas (kompetensi
personal), berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas
(kompetensi personal). Dengan harapan tujuan pendidikan yang dicita-
citakan dapat tercapai melalui proses pembelajaran transfer of knowledge
maupun transfer of value yang didukung oleh kompetensi guru yang
memadai serta mengedepankan nilai-nilai akhlakul karimah, sehingga
ilmu yang diajarkan oleh guru atau ilmu yang didapat oleh murid atau
peserta didik dapat berkembang dan benar-benar bermanfaat di dunia
maupun di akhirat.
Dari pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru yang baik
dapat memberi dorongan kepada pendidik untuk meningkatkan kualitas
keprofesionalannya dalam mengajarkan dan mengamalkan ilmunya
kepada peserta didik khusunya dan masyarakat pada umumnya. Guru yang
baik tidak mutlak dari pemikiran Paku Buwono IV yang telah dituangkan
dalam Serat Wulangreh, karena semua orang pasti ada sisi kekurangannya,
96
dan semua dari pelbagai pemikiran tokoh pendidikan adalah saling
melengkapi kekurangan tersebut.
Harapan setelah mempelajari dan mengkaji pemikiran Paku
Buwono IV tentang guru yang baik adalah terbentuknya jiwa pendidik
maupun pengajar yang benar-benar profesional dalam bidang masing-
masing yang dilandasi dengan keikhlasan kepada Allah, semangat
pengabdian kepada mesyarakat dan berusaha untuk membentuk jiwa
peserta didik yang berakhlakul karimah, serta menjunjung tinggi dan
melaksanakan nilai-nilai ajaran syari’at Islam, sehingga dapat meraih
keberhasilan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
B. Saran-saran
Setelah penulis menyimpulkan dari sumber yang telah dibahas,
selanjutnya penulis akan memberikan beberapa saran yang menurut hemat
penulis sangat perlu untuk peningkatan kualitas mutu pendidikan. Adapun
saran-saran tersebut antara lain:
1. Studi tentang tokoh-tokoh pendidikan baik pendidikan Islam maupun
umum sangat perlu untuk diteruskan, sebagaimana studi tentang pemikiran
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, mengingat masih banyak masalah
pendidikan yang harus di atasi.
2. Seorang guru harus benar-benar mempunyai kompetensi yang memadai
(berkompeten dalam bidang masing-masing), terutama guru PAI yang
sangat dipandang oleh masyarakat untuk dicontoh perilaku dan suri
tauladannya. Guru harus tahu perkembangan zaman dan menyiapkan
berbagai alat untuk bisa mengatasi permasalahan-permasalahan yang
muncul pada zaman tersebut. Mengingat dengan perkembangan zaman
sekarang ini mental dan moralitas manusia semakin menurun khususnya
generasi muda bahkan mental dan nilai-nilai keagamaan hanyut bersama
derasnya arus modernisasi, westernisasi, dan globalisasi.
3. Bagi tenaga pendidikan khususnya dan orang-orang yang berkecipung di
dalam dunia pendidikan diharapkan selalu aktif dalam pengembangan
97
ilmu, tidak menelan secara instant, tetapi bagaimana mampu menciptakan
hal yang baru ataupan menggali khasanah tokoh-tokoh pemikir Islam
terdahulu sehingga tidak ada kemandegan atau keterputusan dalam ilmu
pengetahuan.
C. Penutup
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat, hidayah, taufik, dan inayah-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dengan
disertai do’a, semoga skripsi yang cukup sederhana ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya.
Sebagaimana pada umumnya, karya manusia tentu tidak ada yang
sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
kontruktif dari para pembaca mengingat skripsi yang penulis susun ini masih
jauh dari kesempurnaan.
Semoga Allah SWT senantiasa mamberikan ridla-Nya kepada kita
semua dan memberikan kamanfaatan yang besar pada skripsi yang penulis
susun dengan segenap kemampuan ini. Amin.
98
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, Cet. 1
Al-Abrasyi, Muhammad al Atiyyah, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam,
Bandung: Pustaka Setia, 2003.
Al-Bukhari, Imam Abi Abdillah Ibnu Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz
1, Lebanon : Daarul Kutub, t.t.
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, Beirut: Dar Al-kitab Al-Islami, t.t.
Al-Sya’roni, Abdul Wahab, Minah Al-Saniyah, Semarang: Toha Putra, t.t.
Al-Zarnuji, al-Syekh, Ta’lim al-Muta’alim, Semarang: Pustaka Alawiyah.t.t.
An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan
Masyarakat, Semarang: Gema Insani Press, 1995.
Arifin, Zainal, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh,
Skripsi Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Semarang : Perpustakaan
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Yogyakarta:
Rineka Cipta, 1998.
Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007.
Asy-Syalhub, Fuad bin Abdul Aziz, Muhammad SAW Al Muallimul Aw-Wal
(Mengajar EQ Cara Nabi, Konsep Belajar Mengajar Cara Rasulullah
SAW), terj. Ikhwan Fauzi , Bandung : MQS Publishing, 2005, Cet.1.
Aziz, Erwati, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, Solo: Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2003.
Azizy, A.Qodri A, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial,
Semarang : Aneka Ilmu, 2003, Cet. 3.
Dalem Poerwadiningratan kota Surakarta dari Wikipedia Indonesia
Darajat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet. 3.
_____, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 1982, Cet. 3.
_____, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung: CV Ruhama,
1995, Cet. 2.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : CV. Diponegoro,
2000.
Departemen Pendidikan Nasional, Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI untuk
SMU, Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Pengembangan Kurikulum,
2001.
_____, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
_____, Sistem Penilaian Kurikulum 2004, Jakarta : Depdiknas, 2004.
Dewey, John, Demokrasi And Education, New York : Macmillan, 2004.
Dinata, Nana Syaodih Sukma, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2003.
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Gordon, Thomas, Guru Yang Efektif, Jakarta: Rajawali Pers, 1986.
Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awaliyah, Jakarta: Sa’adiyah Putra, t.t.
Harsono, Andi, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005,
Cet. 1.
http:// Incubator.Wikimedia.org/wiki/Wb/jv/Tembang/Macapat.
http://www.pikiran rakyat.com
Ibnu Rusn, Abidin, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1998.
Isa, Kamal Muhammad, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Fikahati
Aneska, 1994.
Kusumo, H. Karkono Kamajaya Parto (Javanolog Yogyakarta), “Serat Centhini
Sebagai Sumber Inspirasi Pengembangan Sastra Jawa”.
Ma’arif, Syamsul, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007,
Cet.1.
Marimba, Ahmad. D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif,
1998, Cet. 3.
Mas’ud, Abdurrahman, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,
Yogyakarta : Gama Media, 2002.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar,
2003.
Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rakesarasin,
1996, Cet. 3.
Muhdlor, Ahmad Zuhdi, Kamus Al-Ashri Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi
Karya Grafika, 1998), Cet. VIII.
Muhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Mizaka Galiza,
2003.
Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
2004.
Munandir dan Hanafi, Imam, Kamus Kata Serapan Bahasa Indonesia, Malang:
Univeritas Negeri Malang, 2005, Cet. 1.
Munarsih, Serat Centini Warisan Sastra Dunia, Yogyakarta: Gelombang Pasang,
2005, Cet. 1.
Mursi, Muhammad Abdul Alim, Westernisasi dalam Pendidikan Islam, Jakarta :
PT Fika Hati, 1992.
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001,
Nasution, S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
_____, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2001a.
_____, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2001b.
Nergney, Robert F. Mc, Teacher Development, New York: Macmillan Publishing,
1981.
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis, Jakarta : Ciputat Pers, 2002.
Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:
Ciputat Press, 2003.
Paku Buwono IV, Kanjeng Susuhunan, Terjemahan Serat Wulangreh, Semarang:
Dahara Prize, 1994, Cet. 3.
Paraba, Hadirja, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan Agama
Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 1999.
Partanto, Pius A dan al-Barry M Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Arkola, 1994.
Poerwati, Endang, dkk., Perkembangan Peserta Didik, Malang; UMM Press,
2002.
Purwadi, Filasafat Jawa, Yogyakarta : Panji Pustaka, 2006, Cet. 1.
Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 1995.
Sa’adah, Fihris,“Aplikasi Kritis dan Andragoni Klasik”, Edukasi, vol.II, nomor 1,
Januari, 2004.
Sardiman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers,
1990.
Sholeh, Munawar, Politik Pendidikan, Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu,
2005,Cet. 1.
Soenarjo, al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggaraan
Penterjemahan, 1994.
Surya, Mohamad, Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru Profesional,
Sejahtera dan Terlidungi, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006, Cet. 1.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003, Cet. 4.
Suryosubroto, B, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : PT. Rineka Cipta,
1997, Cet. 1.
Syahidin, ”Pendidikan: Didikkan Agama di PTU”, http://www. pikiran-rakyat.
com/cetak/2006.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2004.
Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Tholkhah, Imam dan Barizi, Ahmad, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai
Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, Cet. 4,.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) no. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya, Bandung : CV.
Nuansa Aulia, 2005.
Tu’u, Tulus, Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa, Jakarta: Grasindo,
2004.
Undang-Undang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. 1.
Untung, Moh. Slamet, Muhammad Sang Pendidik, Semarang : PT. Pustaka Rizki
Putra, 2002.
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Ciputat
Pers, 2002.
Wibowo, Agus, “Sastra Adiluhung Tua dan Terlupakan, Tuntunan Budi Pekerti
dan Penghalus Rohani”, http://www.kabarindonesia.com
Zamroni, Muhammad “Belajar di Alam Bebas”, Edukasi, vol II, nomor 2,
Desember, 2004.
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1992.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : SUPRATNO
Tempat/Tanggal Lahir : Demak, 29 Maret 1983
Alamat : Jl. Kali Blorok Ds. Sidomulyo RT 05 RW IV, Kec. Wonosalam Kab. Demak
Pendidikan : a. Formal:
1. TK Mekar Asih Sidomulyo Wonosalam Demak
Tahun 1990
2. SD N Sidomulyo III Tahun 1996
3. SLTP N 1 Wonosalam Tahun 1999
4. SMA N 2 Demak Tahun 2002
b. Non Formal:
1. Madrasah Diniyah Awaliyah Manba’ul Huda
Sidomulyo Wonosalam Demak
2. Madrasah Diniyah Wustho Raudlatul Abidin
Sidomulyo Wonosalam Demak
3. Pondok Pesantren Raudlatul Abidin Sidomulyo
Wonosalam Demak
4. Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu
Semarang