2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI 2.1. Studi Literatur · Paku Buwono II, berkedudukan di Kartasura....
Transcript of 2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI 2.1. Studi Literatur · Paku Buwono II, berkedudukan di Kartasura....
2. ANALISIS DAN TINJAUAN TEORI
2.1. Studi Literatur
2.1.1. Tinjauan Daerah Istimewa Yogyakarta
2.1.1.1. Sejarah Kota Yogyakarta
Pada tahun 1568-1586 di pulau Jawa bagian tengah, berdiri Kerajaan
Pajang yang diperintah oleh Sultan Hadiwijaya. Dalam pertikaian yang terjadi
antara Sultan Hadiwijaya (yang terkenal dengan nama Jaka Tingkir) dengan
Adipati dari Jipang yang bernama Arya Penangsang, Jaka Tingkir berhasil
memenangkannya dengan bantuan dari beberapa orang panglima perangnya,
antara lain Ki Ageng Pemanahan dan puteranya yang bernama Bagus Sutawijaya.
Sebagai balas jasa kepada Ki Ageng Pemanahan dan puteranya itu, Sultan Pajang
memberikan hadiah sebidang daerah yang dinamakan Bumi Menataok, yang
masih berupa hutan belantara yang kemudian dibangun menjadi sebuah kota.
Bagus Sutawijaya yang juga menjadi anak angkat dari Sultan Pajang, mendirikan
Kerajaan Mataram di atas Bumi Mentaok dan mengangkat dirinya sebagai Raja
dengan gelar Panembahan Senopati. Salah seorang puteranya dari perkawinannya
dengan Retno Dumilah, memerintah sebagai raja ketiga bergelar Sultan Agung
Hanyokrokusumo, beliau adalah seorang patriot dan terkenal dengan
perjuangannya merebut kota Batavia dari kekuasaan VOC.
Permulaan abad ke-18, Kerajaan Mataram dipimpin oleh Sri Susuhunan
Paku Buwono II, berkedudukan di Kartasura. Pada tahun 1742 terjadi
pemberontakan oleh orang-orang Tionghoa yang dikenal sebagai geger Petjinan.
Pemberontakan dipimpin Raden Mas Said, putra Pangeran Mangkubumi. Pada
saat pemberontakan, Paku Buwono II menyelamatkan diri ke Ponorogo bersama
penasehatnya. Dengan bantuan VOC, pemberontakan berhasil ditumpas dan
dalang pemberontakan Raden Mas Said diasingkan ke Ceylon.
Saat kekacauan mulai mereda, Paku Buwono II meminta VOC merebut
kembali ibukota Mataram di Kartasura. Maka ditandatanganilah Perjanjian
Ponorogo (1743). Ketika menandatangani perjanjian ini, Paku Buwono II tidak
berkonsultasi dengan pembesar keraton. Peristiwa ini menimbulkan perselisihan
di dalam keluarga keraton, terutama antara Paku Buwono II dengan Pangeran
8 Universitas Kristen Petra
Universitas Kristen Petra
9
Mangkubumi. Sementara itu Paku Buwono II memindahkan kerajaan dari
Kartasura ke Surakarta (1745) karena ibukota lama porak poranda akibat geger
Petjinan. Perselisihan dalam keraton didamaikan dengan dibuatnya Perjanjian
Gianti pada tanggal 13 Februari 1755 di Gianti, Salatiga. Perjanjian tersebut
dibuat berdasarkan atas usul dari VOC.
Dalam perjanjian tersebut, disebutkan pula Palihan Nagari, yang berisi
mengenai pembagian Kerajaan mataram menjadi dua, dimana sebagian kerajaan
dikuasai oleh Sri Susushunan Paku Buwono II dan sebagian lainnya dikuasai Sri
Susuhunan Kabanaran yang berganti gelar menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono
I Senopati Ing Alaga Abdu’rachman Sajidin Panata Gama Kalifa’tulah I. Satu
bulan setelah Perjanjian Gianti ditandatangani, Sri Sultan Hamengku Buwono I
mengumumkan nama Ngajogjakarta Hadiningrat sebagai kerajaan Mataram yang
baru dan dipilih nama Ngayogyakarta sebagai ibukotanya.
Menurut Babad Giyanti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa)
adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727)
sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya
yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti
Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama
Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos
Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan
Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Tanggal 7 Oktober 1756, Hamengku Buwono I memasuki keraton yang
dibangunnya di ibukota Ngayogyakarta yang mana tanggal ini disepakati sebagai
hari jadi Yogyakarta. Disekeliling keraton juga dibangun kampung-kampung
penduduk yang kemudian diberi nama sesuai dengan profesi orang-orang yang
diperbolehkan tinggal di kampung itu. Kampung Bintaran untuk tinggal para
Pangeran Bintaran, Kampung Surokarsan dihuni oleh prajurit surokarsan, Dagen
untuk tempat tinggal para undagi atau tukang kayu dan sebagainya. Keraton
Yogyakarta dibangun oleh Pangeran Mangkubumi pada saat itu, dan beliau
menggunakan keraton sebagai pusat daerah paling berpengaruh di Jawa sejak
abad ke-17
Universitas Kristen Petra
10
Pada tahun 1813, Sri Sultan Hamengku Buwono I, menyerahkan sebagian
wilayahnya kepada salah seorang puteranya yang bernama Bendoro Pangeran
Notokusumo untuk memerintah di daerah itu dengan kedaulatan penuh. Pangeran
Notokusumo yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam I
memberi daerah kekuasaannya dengan nama Adikarto.
Ngayogyakarta mengukir sejarah penting sebagai wilayah pertama yang
bergabung dengan pemerintahan RI setelah diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945. Pusat ibukota RI sementara dipindahkan ke Yogyakarta ini sejak
tanggal 4 Januari 1946, yakni pada saat Belanda melancarkan gerakan agresi
militernya yang pertama, meskipun kemudian pada tanggal 6 Juli 1949 pusat
ibukota dikembalikan ke Jakarta. Sejak saat itu muncul sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi yang masih ada sampai saat ini.
Setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755 ditandatangani, Hutan Bringan
mulai dibuka, yaitu di sebuah pedukuhan yang disebut Pacethokan. Tempat itu
dibuka untuk pembangunan istana raja dan rumah-rumah bupati. Di dalam babad
juga disebutkan bahwa hutan itu merupakan daerah hunian binatang buas, yang
karena pembangunan itu dipindahkan ke hutan lain atau disingkirkan ke daerah
pegunungan. Pada waktu hutan itu dibuka, sultan bertempat tinggal di Gunung
Gamping yang juga dicatat dalam babad Giyanti. Tempat itu terletak kurang lebih
5 km sebelah barat Yogyakarta sekarang dan dahulu pernah dipakai sebagai
tempat kraman Raden Mas Guntur dengan para pengikutnya. Setelah istana
selesai, pindahlah Hamengku Buwono I ke kota, yang kemudian bernama
Ngayogyakarta Hadiningrat.
Berdasarkan latar belakang perkembangan tersebut, tampak adanya
berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan tempat di hutan Bringan itu,
sehingga menjadi pangkal pertumbuhan kota Yogyakarta. Faktor-faktor yang
mempengaruhi antara lain meliputi faktor sejarah, keagamaan, pengalaman
pribadi Mangkubumi sendiri dan adanya unsur asing dalam diri tentara VOC yang
kemudian bertambah dengan pengaruh pemerintahan Inggris.
Setelah Perang Diponegoro selesai, Yogyakarta mulai tampak tidak lagi
sebagai keraton semata-mata. Rumah Residen Belanda mulai berdiri yang dikenal
sebagai “Loji Kebon”, demikian dengan Benteng Vredeburg yang dikenal sebagai
Universitas Kristen Petra
11
“Loji Besar”. Kompleks keraton yang terletak di sebelah selatan bangunan
Belanda disebut sebagai “gugusan bangunan-bangunan besar dan kecil terbuat
dari berbagai macam bahan bangunan, dikelilingi tembok besar”.
Orang-orang Eropa pada waktu itu hanya berjumlah 400 orang dan
bermukim di antara keraton dan benteng Vredeburg, Sebagian lagi tinggal di
sebelah Timur benteng yang dikenal sebagai “Loji Kecil”. Mereka mempunyai
gedung pertemuan sendiri (societeit) yang tidak begitu megah dan terletak di
sebelah selatan tempat kediaman residen. Daerah pecinan, tempat bermukim
orang-orang Cina terletak di sebelah Utara Fort Vredeburg dan pasar. Jumlahnya
sekitar 800 orang. Dalem Pekualaman terletak di sebelah timur sungai Code yang
membelah kota Yogyakarta. Di sebelah utara pecinan, dibangun kediaman dan
kantor Patih Danureja yang terletak di sebelah barat sungai Code. Bangunan
gereja Protestan pertama didirikan di sekat kediaman residen sebelah selatan pada
tahun 1857. Pada tahun 1832 diberitakan telah ada sebuah sekolah rendah yang
pertama dengan murid sejumlah 70 orang. Tetapi penyelenggaraannya kurang
berhasil karena kesulitan bahasa pengantar, yaitu bahasa Belanda.
Gambaran keadaan masyarakat di luar keraton mulai menunjukkan tanda-
tanda pertama munculnya sebuah masyarakat kota dan mulai terdapat kaum fakir
miskin, para pengemis dan orang hukuman berantai. Usaha-usaha pertama
pemeliharaan kesehatan melalui vaksinasi merupakan tanda-tanda baru dalam
masyarakat kota.
Sejak tahun 1831 telah didirikan badan pengadilan untuk perkara pidana,
yang diketuai oleh residen sendiri. Sejalan dengan itu mulai pula disusun
organisasi polisi yang makin dapat perhatian dari administrasi kolonial di daerah
itu. Pada masa residen Van Der Valck (1831-1840), daerah kesultanan dibagi
dalam tiga kabupaten, yang dikepalai oleh bupati yang bergelar wedana, yaitu
pegawai yang pendapatannya berupa uang dan tanah. Para bupati itu terdapat di
Bantul Karang sebelah selatan, si Denggung di sebelah utara dan di Kalasan di
sebelah timur. Daerah Kulon Progo dan Gunung Kidul merupakan daerah
swapraja. Para bupati itu membawahi para pembantu, yaitu kepala distrik dengan
gelar tumenggung dan para mantri dengan gelar ronggo.
Universitas Kristen Petra
12
Pada tahun 1833, di Yogyakarta didirikan sebuah pasukan, yang disebut
schutterij. Para anggotanya terdiri dari orang-orang Belanda yang bertugas
mengawasi gerak-gerik sultan. Adipati Paku Alam diperkenankan memiliki
pasukan sendiri, disamping pasukan prajurit kesultanan. Adanya pasukan-pasukan
ini memerlukan kemampuan organisasi dan kepandaian tertentu yang sampai pada
waktu itu belum dirasakan keperluannya. Hal ini menambah kemungkinan
tumbuhnya lapangan pekerjaan baru bagi penduduk yang secara tidak langsung
mendorong pertumbuhan kota. Berdirinya pasar-pasar dan warung-warung
menambah keramaian kota, tidak saja karena terjadinya lalu lintas barang dagang
tetapi juga lalu lintas uang. Administrasi kolonial sendiri mendapat keuntungan
pajak dari pasar dan warung sebesar fl. 9.000,00 sebulan. Hubungan pos dengan
kereta berkuda juga telah diadakan ke Surakarta dan Magelang dengan stasiun pos
dan kereta yang disebut postiljons, sebanyak delapan buah (empat di dalam kota
dan empat di luar kota), masing-masing dua stasiun dipergunakan untuk jurusan
Surakarta dan Magelang.
Hasil pertanian penduduk yang terpenting ialah beras dan hasil tanaman
umbi-umbian lain. Terdapat juga dalam jumlah terbatas kopi, cabe, indigo, sirih,
gula dan minyak kelapa. Karena banyaknya ternak yang dipotong untuk keperluan
perang, sejak tahun 1930, Yogyakarta harus mendatangkan ternak dari Banyumas,
Kedu dan Pajang. Para pandai emas, perak, besi dan tembaga mulai lagi dengan
pekerjaannya yang sibuk, demikian pula para tukang tatah batu, tukang kayu,
tukang batu dan tukang kaleng. Banyak terdapat pembuat pelana, tenun dan batik
untuk dijual keluar daerah atau untuk ekspor. Dari luar daerah sendiri mengalir
barang minuman dan bahan yang terutama diperlukan oleh orang Eropa. Barang
dagangan seperti gambir, tembakau, porselin, besi, katun, lilin, kemenyan, ikan
asin, rempah-rempah, kuda, kambing dan barang konsumsi lainnya mengalir ke
dalam kota. Kayu jati merupakan hasil produksi daerah Gunung Kidul yang
terkenal karena mempunyai kualitas tinggi.
2.1.1.2. Kondisi Fisik Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki status
sebagai Daerah Istimewa, daerah otonom setingkat propinsi. Propinsi ini
Universitas Kristen Petra
13
beribukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya predikat, baik berasal dari
sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota
kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Daerah Istimewa Yogyakarta
dikepalai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai kepala daerah. Undang-
undang yang membentuk Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah otonom
ialah Undang-Undang No. 3 no 19 tahun 1950.
a. Letak Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
Wilayah DIY ini berada di bagian tengah Pulau Jawa, termasuk zone
tengah bagian selatan dari formasi geologi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara
astronomi, daerah ini terletak di antara 7°15 -8°15 Lintang Selatan dan garis
110°5-110°4 Bujur Timur, yang mencakup wilayah bekas Swapraja Kasultanan
Yogyakarta, wilayah bekas Swapraja Kadipaten Pakualaman dan tiga daerah yang
semula termasuk wilayah Jawa Tengah, yakni bekas daerah enclave Kapanewon
di Gunungkidul, daerah enclave Kawedanan Imogiri dan daerah enclave
Kapanewon di Bantul.
Secara administratif, keseluruhan wilayah tersebut berbatasan dengan:
• Sebelah Barat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah
• Sebelah Barat Laut Kabupaten Magelang, Jawa Tengah
• Sebelah Timur Laut Kabupaten Klaten, Jawa Tengah
• Sebelah Timur Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah
• Sebelah Selatan Samudera Indonesia
b. Luas Wilayah
Luas keseluruhan wilayah DIY sekitar 3.185,80 km2, yang terbagi dalam
lima wilayah administratif daerah Tingkat II, yaitu :
• Kotamadia Yogyakarta dengan luas 32,5 km2
• Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 km2
• Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 km2
• Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1.485,36 km2
• Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 km2
Universitas Kristen Petra
14
c. Topografi
Di bagian utara seluas kurang lebih kurang 4% tanah miring (kelanjutan
dari gunung berapi) dengan sifat-sifat: wilayah hujan, kaya akan mata air dan
sangat subur. Di bagian selatan dan barat seluas lebih kurang 7% dari barat ke
arah selatan dengan ketinggian semakin rendah berakhir pada daratan pantai
alluvial dengan sifat tanah: wilayah hujan, banyak mata air.
Di bagian tengah seluas 41% merupakan tanah datar atau ngarai dengan
sifat tanah cukup subur, jaringan pengairan baik dengan penduduk yang padat.
d. Tipe Tanah
Tipe tanah Yogyakarta adalah:
• Tanah regosol atau vulkanis muda yang terletak antara sungai Progo dan
sungai Opak (di Kabupaten Sleman danBantul)
• Tanah latosol dan inargalit terletak di atas batu kapur terdapat di daerah
Gunung Kidul dan perbukitan Kabupaten Bantul serta Kabupaten Kulonprogo.
• Tanah alluvial dan regosal terdapat di sepanjang selatan Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Kulonprogo.
e. Iklim
• Temperatur
Temperatur harian rata-rata berkisar antara 26,6°C sampai 28,8°C sedang
temperatur minimum 18°C dan maksimum 35°C.
• Kelembaban Udara
Kelembaban udara rata-rata 74% dengan kelembaban minimum 65% dan
maksimum 84%.
• Curah Hujan
Curah hujan bervariasi antara 3 mm sampai 496 mm. Curah hujan diatas 300
mm terjadi pada bulan Januari, Februari, April. Curah hujan tertinggi 496 mm
terjadi pada bulan Februari dan curah hujan terendah 3 mm sampai 24 mm
terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan tahunan rata-rata 1855
mm.
Universitas Kristen Petra
15
f. Fisiografi
Dikelompokkan menjadi 4 satuan wilayah, yaitu:
• Satuan fisiografi gunung api yang terbentang mulai dari kerucut gunung api
hingga dataran fluvial gunung api yang meliputi daerah Kabupaten Sleman,
Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Bantul termasuk bentang alam
vulkanik. Daerah kerucut dan lereng gunung api merupakan hutan lindung dan
sebagai kawasan resap air daerah bawahan.
• Satuan pegunungan selatan yang terletak di Kabupaten Gunung Kidul atau
dikenal sebagai Pegunungan Seribu, merupakan wilayah perbukitan batu
gamping (lime stone) yang kritis, tandus dan selalu kekurangan air dengan
bagian tengah terdapat dataran (Wonosari Basin). Wilayah ini merupakan
bentang alam solusional, dengan bahan batuan induk batu gamping,
mempunyai karakteristik lapisan tanahnya dangkal dan vegetasi penutupnya
relatif jarang.
• Satuan pegunungan Kulon Progo, yang terletak di Kabupaten Kulon Progo
bagian utara merupakan bentang lahan struktural denudasional dengan
topografi berbukit yang mempunyai kendala lereng yang curam dan potensi
air tanahnya kecil. Satuan dataran rendah merupakan bentang alam fluvial
yang didominasi oleh dataran alluvial, membentang di bagian selatan DIY
mulai dari Kabupaten kulon progo sampai Kabupaten Bantul yang berbatasan
dengan Pegunungan Seribu. Wilayah ini merupakan daerah yang subur.
2.1.1.3. Yogyakarta Masa Kini
Yogyakarta sebagai salah satu propinsi yang didaulat sebagai daerah
istimewa ini mengalami banyak perkembangan. Dimana keraton yang masih
berfungsi sebagai pusat pemerintahan ini juga berkembang dengan adanya
pengaruh kebudayaan luar yang masuk ke daerah Yogyakarta ini.
a. Penduduk
Ada dua faktor yang berkenaan dengan perkembangan penduduk di
Propinsi DIY. Pertama, keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) di
propinsi ini. Program KB pada mulanya diorientasikan kepada penekanan jumlah
Universitas Kristen Petra
16
kelahiran, telah meningkatkan prioritasnya kepada pembentukan keluarga
sejahtera. Kedua, berkaitan dengan berbagai predikat yang melekat pada kota
Yogyakarta, besarnya arus migrasi antar daerah, khususnya migrasi dari daerah/
propinsi lain ke propinsi DIY.
b. Perdagangan
Kegiatan perdagangan selalu berkaitan dengan kegiatan sektor lainnya.
Gambaran yang lain jelas dari keterkaitan ini adalah beberapa kesetaraan antara
struktur industri dan struktur perdagangan di DIY. Pertama, adalah dalam hal
skala usaha industri, kondisi perdagangan di DIY juga didominasi oleh pedagang
kecil, pedagang informal, dan pedagang tradisional. Kedua, berkaitan dengan
jenis lapangan usaha strategis. Beberapa komoditas ekspor yang menjadi andalan
dalam perdagangan luar negeri merupakan industri-industri strategis dalam
struktur industri di DIY.
Dua keterkaitan tersebut memiliki implikasi yang lebih jauh dalam
penyerapan tenaga kerja dan arus investasi di kedua sektor. Dalam kaitan ini, asas
kemitraan antara pengusaha besar maupun menengah dengan pedagang kecil
menjadi sebuah prasyarat bagi terciptanya sruktur industri dan perdagangan yang
sehat dan seimbang. Lembaga keuangan, semacam bank, koperasi ataupun BPR
memiliki peranan yang amat strategis, terutama berkenaan dengan upaya
pemberdayaan usaha ekonomi berskala kecil.
c. Pendidikan
Dengan julukannya sebagai kota pendidikan, di kota Yogyakarta terdapat
berbagi jenis usaha yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Usaha sewa kamar
atau yang lebih dikenal dengan istilah rumah kost merebak di hampir setiap
rumah, baik yang berbentuk asrama (putra/putri) maupun berbentuk kost yang
menyatu dengan rumah induknya. Dilihat dari fasiltasnya, terdapat beberapa
'kelas' usaha rumah kost. Dari yang paling sederhana (kamar kosongan) sampai
dengan yang paling mewah (dengan fasilitas kamar mandi, televisi, dan telepon
per kamar). Dilihat dari segi manajemen, hampir semua usaha kost ini bersifat
informal. Tidak ada standar harga yang seragam. Harga cenderung dipengaruhi
Universitas Kristen Petra
17
oleh lokasi kost terhadap pusat-pusat pertumbuhan, seperti lokasi
sekolah/perguruan tinggi, areal pertokoan dan lain-lain.
Berkaitan dengan kebutuhan bacaan, alat-alat tulis dan peraga pendidikan,
terdapat cukup banyak toko-toko buku dan alat tulis. Disamping itu, terdapat pula
usaha informal kegiatan pendidikan, misalnya produksi rak-rak/almari buku,
meja-kursi belajar. Produk-produk yang berbahan baku kayu ini dikemas secara
sederhana, dan terpampang di pinggiran jalan di sekitar lokasi sekolah, seperti di
sekitar jalan Samirono, di sekitar ringroad, dan lain-lain.
Usaha lain di bidang pendidikan yang amat menyolok adalah pada usaha
jasa pendidikan itu sendiri. Berbagai kursus, les privat, dan lembaga pendidikan
memperkukuh basis pendidikan kota ini. Hal menarik dari pertumbuhan lembaga
pendidikan ini adalah semakin banyaknya jenis jasa pendidikan yang ditawarkan.
Keberlimpahan ini semestinya menjadi faktor pendukung tersendiri dalam upaya
meningkatkan ketrampilan siswa didik. Sebab pendidikan formal, bagaimanapun,
tidak akan sepenuhnya mampu memikul fungsi-fungsi utama pendidikan nasional.
d. Pariwisata
Dalam peta kepariwisataan nasional, potensi DIY menduduki peringkat
kedua setelah Bali. Penilaian tersebut didasarkan pada beberapa faktor yang
menjadi kekuatan pengembangan wisata di DIY. Pertama, berkenaan dengan
keragaman obyek. Dengan berbagai predikatnya, DIY memiliki keragaman obyek
wisata yang relatif menyeluruh baik dari segi fisik maupun non fisik, di samping
kesiapan sarana penunjang wisata. Sebagai kota pendidikan, Yogyakarta relatif
memiliki sumber daya manusia yang berkualitas.
Menurut penelitian Puslitbang Pariwisata pada tahun 1980, pariwisata
Yogyakarta memiliki beberapa kekuatan daya tarik, seperti iklim yang baik,
atraksi pemandangan yang beragam, budaya yang menarik dan sejarah,
masyarakat yang ramah dan bersahabat, akomodasi khas, gaya hidup, harga yang
pantas.
Universitas Kristen Petra
18
2.1.2. Tinjauan Fotografi
2.1.2.1. Sejarah Fotografi
Kata fotografi berasal dari kata “foto” yang berarti cahaya dan “grafi”
yang berarti menulis atau melukis. Maka dalam fotografi, kehadiran cahaya
adalah mutlak. Kita baru dapat membuat foto bila terdapat cahaya di lingkungan
kita saat membuat foto.
Fotografi secara umum baru dikenal sekitar 150 tahun lalu. Ini jika kita
membicarakan tentang teknologi. Namun, jika kita membicarakan masalah
gambar dan dimensi yang dihasilkan dari peran cahaya, sejarah fotografi sangatlah
panjang. Dari yang bisa dicatat saja, setidaknya fotografi sudah tercatat sebelum
masehi.
Pada abad ke-5 sebelum masehi, seorang pria bernama Mo Ti sudah
mengamati sebuah gejala. Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat
lubang, maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar
secara terbalik lewat lubang tadi. Kemudian, pada abad ke-10 masehi, seorang
Arab bernama Ibnu Al-Haitham menemukan fenomena yang sama pada tenda
miliknya yang bolong.
Demikianlah, fotografi lalu tercatat dimulai resmi pada abad ke-19 yang
lalu terpacu bersama kemajuan-kemajuan lain yang dilakukan manusia sejalan
dengan kemajuan teknologi yang sedang gencar-gencarnya. Pada tahun itu, di
Perancis dinyatakan secara resmi bahwa fotografi adalah sebuah terobosan
teknologi. Saat itu, rekaman dua dimensi seperti yang dilihat mata sudah bisa
dibuat permanen. Penemu fotografi dengan pelat logam. Louis Jacques Mande
Daguerre, sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Tapi, pemerintah
Perancis, dengan dilandasi berbagai pemikiran politik, berpikir bahwa temuan itu
sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.
Meskipun tahun 1839 secara resmi dicanangkan sebagai tahun awal
fotografi, yaitu fotografi resmi diakui sebagai sebuah teknologi temuan yang baru,
sebenarnya foto-foto telah tercipta beberapa tahun sebelumnya. Sebenarnya,
temuan Daguerre bukanlah murni temuannya sendiri. Seorang peneliti Perancis
lain, Joseph Niepce, pada tahun 1826 sudah menghasilkan sebuah foto yang
kemudian dikenal sebagai foto pertama dalam sejarah manusia. Foto yang
Universitas Kristen Petra
19
berjudul View from Window at Gra itu kini disimpan di University of Texas di
Austin, AS. Niepce membuat foto dengan melapisi pelat logam dengan sebuah
senyawa buatannya. Pelat logam itu lalu disinari dalam kamera obscura sampai
beberapa jam sampai tercipta imaji. Metode Niepce ini sulit diterima orang karena
lama penyinaran dengan kamera obscura bisa sampai tiga hari. Pada tahun 1867,
Daguerre mendekati Niepce untuk menyempurnakan temuan ini. Dua tahun
kemudian, Daguerre dan Niepce resmi bekerja sama mengembangkan temuan
yang lalu disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, ‘helios’ adalah matahari dan
‘graphos’ adalah menulis. Karena Niepce meninggal pada tahun 1833, Daguerre
kemudian bekerja sendiri sampai enam tahun kemudian hasil kerjanya itu
diumumkan ke seluruh dunia.
Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Tidak semata
heliografi lagi karena cahaya apapun kemudian bisa dipakai, tidak semata cahaya
matahari. Penemuan cahaya buatan dalam bentuk lampu kilat pun telah menjadi
sebuah aliran tersendiri dalam fotografi. Cahaya yang dinamai sinar-X kemudian
membuat fotografi menjadi berguna dalam bidang kedokteran.
Pada tahun 1901, seorang peneliti bernama Conrad Rontgen menemukan
pemanfaatan sinar-X untuk pemotretran tembus pandang. Penemuannya ini
kemudian mendapatkan hadiah nobel dan peralatan yang dipakai kemudian
dinamai peralatan rontgen. Cahaya buatan manusia dalam bentuk lampu sorot dan
juga lampu kilat (blits) kemudian juga menggiring fotografi ke beberapa ranah
lain. Pada tahun 1940, Dr. Harold Edgerton yang dibantu Gjon Mili menemukan
lampu yang bisa menyala mati berkali-kali dalam hitungan sepersekian detik.
Lampu yang lalu disebut strobo ini berguna untuk mengamati gerakan yang cepat.
Foto atlet loncat indah yang sedang bersalto, misalnya, bisa difoto dengan strobo
sehingga menghasilkan rangkaian gambar pada sebuah bingkai gambar saja.
Temuan teknologi makin maju sejalan dengan masuknya fotografi ke
dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke dalam proses cetak, surat
kabar, mula-mula menyalin foto ke dalam gambar tangan. Dan surat kabar
pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16
April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar itu adalah sebuah peristiwa
kebakaran.
Universitas Kristen Petra
20
Kemudian, ditemukanlah proses cetak half tone pada tahun 1880 yang
memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar. Foto pertama di surat kabar
adalah foto tambang pengeboran minyak Shantytown yang muncul di surat kabar
New York Daily Graphic di Amerika Serikat tanggal 4 Maret 1880. Foto itu
adalah karya Henry J Newton.
2.1.2.2. Bagian Kamera
a. Badan
Untuk kamera dengan tujuan seni fotografi, biasanya ditambahkan
beberapa tombol pengatur, antara lain:
• Pengatur ISO/ASA Film
• Kecepatan Rana (Shutter Speed}
• Bukaan Diafragma (Aperture)
• Jika diperlukan bisa pula ditambah peralatan: Blitz (atau lebih umum disebut
flash), Tripod atau Lightmeter
Secara umum, badan kamera adalah bagian yang sama sekali kedap
cahaya. Di dalam bagian ini cahaya yang sudah difokuskan oleh lensa akan diatur
agar tepat membakar film. Alat ini berfungsi untuk merekam gambar suatu obyek
pada permukaan yang peka cahaya. Kamera merekam melalui cara kerja optik,
yaitu memasukkan cahaya dengan bantuan lensa sehingga terbentuklah gambar
seperti yang tampak pada jendela bidik permukaan film atau pelat.
Banyaknya cahaya yang masuk ke dalam kamera dikendalikan melalui
kecepatan rana dan bukaan diafragma.
b. Lensa
Secara umum diartikan sebagai sekeping gelas optik, plastik cetakan atau
bahan tembus cahaya lainnya yang dibatasi oleh bidang lengkung dan dirancang
untuk membentuk gambar bayangan pada bidang fokus. Permukaan lensa
merupakan gambar bayangan pada bidang fokus. Permukaan lensa merupakan
sebagian dari sebuah bola, pusat bola, pusat bola ini disebut pusat kelengkungan
(centre of carvature) lensa. Lensa ini berbentuk silinder dan ditempatkan di depan
Universitas Kristen Petra
21
badan kamera. Lensa akan memfokuskan cahaya sehingga dihasilkan bayangan
sesuai ukuran film.
Di dalam lensa terdapat sumbu optik (optical axis) yang berfungsi sebagai
garis penghubung dua pusat kelengkungan sebuah lensa, atau pada lensa dengan
satu permukaan datar, garis yang melalui satu pusat kelengkungan yang tegak
lurus permukaan datar.
Sedangkan pusat titik suatu lensa adalah titik di dalam lensa yang terletak
pada sumbu optik. Setiap cahaya yang memasuki lensa dan melalui titik ini akan
lolos tanpa mengalami penyimpangan. Jarak antara pusat optik dan titik api utama
lensa disebut jarak fokus (focal lenght). Dalam masyarakat umum lebih dikenal
dengan istilah zoom. Jarak fokus ini mempengaruhi besar komposisi gambar yang
mampu dihasilkan.
Lensa dikelompokkan sesuai panjang jarak fokusnya. Secara umum lensa
kamera terbagi menjadi tiga jenis, yaitu lensa sudut lebar (wide-angle lens) lensa
normal dan lensa tele (telens).
Untuk kamera SLR (Single Lens Reflect), lensa dilengkapi dengan
diafragma yang mengatur banyaknya cahaya yang masuk sesuai dengan keinginan
fotografer.
2.1.2.3. Pembagian Kamera Berdasarkan Medium Penangkap Cahaya
a. Kamera Film
Kamera ini menggunakan film sebagai media penangkap gambar. Film
terdiri atas sebuah lapisan tipis yang mengandung emulsi peka cahaya di atas
dasar yang fleksibel dan transparan yang disebut seluloid. Emulsi tersebut
mengandung silver halida, yaitu senyawa yang peka cahaya. Butiran silver halida
yang menempel pada pita ini sangat sensitif terhadap cahaya. Saat proses cuci
film, silver halida yang telah terekspos cahaya dengan ukuran yang tepat
akanmenghitam, sedangkan yang kurang atau sama sekali tidak terekspos akan
tanggal dan larut bersama cairan developer.
Universitas Kristen Petra
22
Seiring dengan perkembangan di dunia fotografi terdapat beberapa macam
film. Film yang digunakan dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
• Berdasarkan ukuran film, film dibedakan menjadi small format (35mm),
medium format (100-120 mm) dan large format. Angka-angka tersebut berarti
ukuran diameter film yang digunakan. Setiap jenis ukuran film harus
menggunakan kamera yang berbeda pula.
• Berdasarkan jenis bahan film dan kesensitifannya, film dibedakan menjadi
film hitam putih, film warna, film positif, film negatif, film daylight, film
tungsten, film infra red.
b. Kamera Digital
Kamera digital adalah sebuah alat elektronik untuk mengubah gambar
(atau video) dengan mengganti pita film dengan sensor elektronik atau mikro chip
semi konduktor yang disebut CCD (Charged Couple Device) sehingga data
gambar yang dihasilkan tidak lagi optis, melainkan digital. Cara kerja kamera
digital, yaitu CCD menyerap cahaya dari obyek, lalu cahaya diubah menjadi data
berupa titik-titik yang jumlahnya ribuan, bahkan jutaan. Titik-titik itu kemudian
membentuk foto. Kalau jumlah titik banyak, berarti foto yang dihasilkan bagus
karena titiknya rapat. Sebaliknya kalau jumlah titik sedikit, maka gambar yang
dihasilkan kurang bagus karena titiknya kurang rapat.
Jumlah titik ditentukan berdasarkan resolusi kamera. Jika CCD kamera
bagus akan ditandai dengan kemampuan resolusi besar, misal, 5 megapixels,
berarti kemampuan kamera dalam membaca cahaya dan memindahkan cahaya ke
dalam kamera menjadi titik-titik yang membentuk foto juga maksimal 5
megapixels. Hasil dari pengambilan foto tersebut akan disimpan dalam
penyimpanan data yang disebut memory card. Kamampuan memory card ini
tergantung merek, ukuran dan kualitas foto yang dibuat. Kamera digital modern
memiliki banyak fungsi dan alat yang sama dapat menyimpan foto, video dan atau
suara.
Pada 2005, kamera digital mulai menyingkirkan kamera film tradisional
dari pasaran. Ukurannya yang mengecil telah membuat kamera digital dapat
dimuat ke dalam telepon genggam dan PDA.
Universitas Kristen Petra
23
c. Kamera Polaroid
Sering juga disebut dengan kamera instant, sebab gambar langsung
dihasilkan tanpa perlu melewati proses cuci film ataupun cetak foto. Bekerja
dengan prinsip yang hampir mirip dengan kamera film. Film polaroid yang dapat
menghasilkan gambar berwarna dinamakan film polacolor.
Menurut sejarahnya, kamera polaroid dirancang oleh Dr. Edwin Land dari
perusahaan Polaroid dan dipasarkan sejak tahun 1947. Nama polaroid itu
sebetulnya adalah merk dagang.
2.1.2.4. Pembagian Kamera berdasarkan Teknologi Viewfinder
a. Kamera Poket
Jenis yang paling populer digunakan masyarakat umum. Cahaya yang
melewati lensa langsung membakar medium. Kelemahan film ini adalah gambar
yang ditangkap oleh mata pada jendela bidik akan berbeda dengan yang akan
dihasilkan pada film, karena ada perbedaan sudut pandang jendela pembidik
(viewfinder) dengan lensa. Kelemahan ini seringkali disebut dengan kesalahan
paralaks. Kelebihan dari kamera ini adalah memiliki ukuran yang kecil, ringan,
praktis untuk digunakan dan memiliki harga yang relatif murah.
b. Kamera TLR (Twin Lens Reflect)
Kelemahan kamera poket diperbaiki oleh kamera TLR. Jendela bidik
diberikan lensa yang identik dengan lensa yang berada di bawahnya. Namun tetap
ada kesalahan paralaks yang ditimbulkan, sebab sudut dan posisi kedua lensa
tidak sama.
c. Kamera SLR (Single Lens Reflect)
Kamera ini merupakan hasil penyempurnaan dari kamera SLR, karena
pada kamera ini menghilangkan kemungkinan adanya kesalahan paralaks. Pada
kamera SLR, cahaya yang masuk ke dalam kamera dibelokkan ke mata fotografer
sehingga fotografer mendapatkan bayangan yang identik dengan yang terbentuk.
Saat fotografer memencet shutter speed, cahaya akan dibelokkan kembali ke
medium (atau film).
Universitas Kristen Petra
24
2.2.Tinjauan Judul Perancangan
2.2.1. Perancangan Buku tentang Gudeg Yogyakarta
2.2.2.1. Perkembangan Buku tentang Gudeg
Kurangnya perhatian masyarakat dan kaum sastrawan tentang makanan
rupanya sangat minim. Hal ini nampak dengan kurangnya buku-buku yang
mengulas tentang makanan selain buku yang haya memberikan daftar resep
belaka. Tidak banyak orang yang melakukan penelitian tentang makanan, bahkan
makanan tradisional sekalipun.
Perhatian masyarakat terhadap pangan baru mulai muncul belakangan ini.
Hal ini muncul karena adanya sebuah stasiun televisi swasta yang membuat
program tentang wisata memburu makanan-makanan khas dan memiliki rasa dan
aroma yang nikmat, Wisata Kuliner. Program ini telah membius masyarakat
Indonesia, dan mampu membangkitkan perhatian masyarakat terhadap makanan,
terutama makanan tradisional sebagai salah satu kekayaan kebudayaan Indonesia
ini.
Masih minimnya perhatian terhadap makanan tradisional gudeg ini,
menyebabkan belum adanya buku yang mengulas tentang gudeg secara lengkap,
berkaitan dengan sejarah, perkembangan dan penyebarannya. Beberapa buku yang
memberikan informasi tentang gudeg hanyalah berupa resep-resep makanan khas
Yogyakarta ini.
2.2.2.2. Penjelasan Judul Buku yang diambil
Perancangan Buku tentang Gudeg Yogyakarta ini adalah sebuah
perancangan pembuatan buku yang didalamnya mengulas tentang gudeg
Yogyakarta, selain tentang timbulnya gudeg sebagai makanan khas Yogyakarta
ini, juga membahas mengenai cara pembuatannya, hingga mengisahkan tentang
suatu daerah yang menjadi sentra penjualan gudeg di Yogyakarta.
Gudeg Yogyakarta diambil sebagai tema dalam pembuatan perancangan
ini dikarenakan keberadaan gudeg Yogyakarta yang disebut sebagai makanan
khas Yogyakarta ini, bahkan mampu menjadi salah satu ikon pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta ini belum mendapat perhatian lebih dari masyarakat.
Perhatian yang nampak hanya sebatas gudeg sebagai makanan khas yang perlu
Universitas Kristen Petra
25
dicicipi. Bahkan sampai saat ini tidak ada bukti literatur yang menuliskan tentang
sejarah gudeg. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa kekurangan ini ada karena
latar belakang kehidupan sosial sebelumnya.
Hal lain yang menjadi ketertarikan untuk membuat karya perancangan ini
adalah bahwa makanan ini juga telah dikenal oleh masyarakat dunia. Bahkan dari
penjual gudeg di Yogyakarta sendiri mengatakan bahwa banyak pula wisatawan
asing yang sengaja datang ke tempatnya untuk makan gudeg dan bahkan
membawa pulang makanan tersebut ke negaranya sebagai buah tangan.
Fenomena ini merupakan hal yang menarik untuk didokumentasikan agar
banyak wisatawan, baik wisatawan asing, wisatawan domestik, dan juga bagi
masyarakat Yogyakarta sendiri mengetahui lebih dalam tentang makanan
tradisional ini.
2.3.Tinjauan Buku Bacaan
2.3.1. Pengertian Buku Bacaan
Kamus Oxford Advanced Learner’s Dictionary mendefinisikan buku
sebagai sejumlah lembaran kertas yang ditulisi dan dicetak serta disatukan
didalam satu sampul buku, serta merupakan sebuah komposisi penulisan. Maka
dapat disimpulkan secara sederhana bahwa buku bacaan merupakan karya tulis
yang dikomposisikan memiliki fungsi untuk memberikan informasi baik
pengetahuan maupun yang bersifat hiburan bagi orang yang membacanya.
Buku bacaan memiliki tujuan untuk menyajikan keseluruhan ceritera
secara berurutan dengan kualitas yang maksimal, yang ditunjukkan dari aspek
verbal dan visualnya. Kualitas disini dimaksudkan bahwa antara visual dan verbal
dapat tampil secara maksimal dan saling mendukung karena selain pembaca dapat
menikmati kualitas estetis buku bacaan, ia juga harus dapat menikmati pula pada
saat membaca kata-kata verbal yang disampaikan.
Buku yang memberikan nilai positif dengan memberi pengetahuan dan
dorongan visi ke depan, juga akan membangun semangat positif namun demikian
pula sebaliknya. Buku bacaan merupakan alat dan sarana yang tepat untuk
mempropagandakan ide baik itu positif maupun negatif. Buku bacaan bermanfaat
untuk menumbuhkembangkan masyarakat yang semakin cerdas, mengembangkan
Universitas Kristen Petra
26
intelektualitasnya, juga kreativitas serta membentuk pola pikir dan budaya
masyarakat. Namun, buku juga dapat menjadi tidak berguna apabila berorientasi
pada kepentingan pribadi dan tidak berorientasi kepada kepentingan dan
manfaatnya bagi masyarakat umum. Sehingga buku bacaan harus memperhatikan
segmennya, tujuan apa yang dikehendaki dan metode apa yang dipergunakan serta
apakah dengan metode tersebut segmen konsumennya dapat menyerap dengan
baik isi buku tersebut.
2.3.2. Sejarah Buku Bacaan di Dunia
Buku bacaan berasal dari piktograf yang banyak ditemukan di berbagai
gua dan prasasti purbakala, dimana banyak ditemukan gambar yang saling
berurutan merangkai cerita. Perkembangannya, penulisan cerita maupun dokumen
dilakukan di atas tempurung hewan seperti kura-kura namun bahan tersebut
memiliki jumlah yang terbatas. Dalam perkembangan selanjutnya, buku bacaan
modern berasal dari abad ke-15 yang saat itu berbentuk balok-balok kayu yang
diukir, setiap halaman berisi teks maupun ilustrasi. Teks dan ilustrasi tersebut
berasal dari kayu yang sama dan dipotong-potong.
Buku bacaan berkembang mengikuti perkembangan di dalam hal proses
percetakan. Pada abad ke-16 dan 17, penggunaan potongan-potongan kayu
tersebut mulai digantikan oleh papan tembaga atau mineral yang memberikan
lapisan asam tipis. Namun demikian penemuan ini hanya berlangsung hingga
abad ke-18, dimana terjadi revolusi di dalam seni membuat buku bacaan dengan
ukiran kayu dan teknik lithografi (teknik cetak offset). Proses ini kemudian
semakin dikembangkan di dalam percetakan buku-buku ilustrasi dan majalah.
Akhir abad ke-19, seni mengukir pada kayu dan juga lithografi kemudian digeser
dengan teknik atau proses foto mekanik yang memungkinkan reproduksi teknik
melukis dan menggambar dengan variasi yang lebih banyak.
Asal mula perkembangan bacaan di indonesia berasal dari ceritera yang
ditulis dengan daun lontar yang telah berlangsung pada masa kebudayaan Hindu
dan Budha. Penulisan yang meliputi arsitektur, puisi, sejarah kerajaan, dsb.
Dokumen gulungan tersebut terbuat dari kayu, bambu, benang, danjuga koin
China, dimana penggunaan daun Lontar sebagai sarana penulisan. Pengaruh
Universitas Kristen Petra
27
China sendiri tampak dengan penggunaan bambu dan koin sebagai sarana
penulisan.
2.3.3. Sejarah Buku Bacaan di Indonesia
Kontribusi buku-buku dan berbagai media cetak lainnya pada masa
kolonialisme, sangat besar di dalam perjuangan kemerdekaan karena dapat
menjadi sarana yang kritis untuk menumbuhkan kesadaran bahwa dibutuhkan
suatu bentuk pergerakan bersama. Namu, hal tersebut tidak berjalan lama karena
pemerintah kolonial melakukan aksi penghancuran buku-buku yang dianggap
mengganggu situasi politik. Pada saat itu dunia literatur selalu diawasi dan
dimusuhi oleh pemerintahan sehingga pengekangan banyak ditemui di zaman ini.
Kejadian tersebut terulang kembali pada pemerintahan Orde Baru, berbagai buku
bacaan di Indonesia mengalami pengekangan, beberapa buku yang dianggap kritis
dan membahayakan pemerintahan, dilarang beredar. Akibatnya rakyat seperti
‘dibungkam’, tidak ada kebebasan untuk mengeluarkan pendapat seolah-olah
pemerintahan mengalami ketakutan akan pemikiran kritis oleh rakyat. Seluruh
media massa, baik cetak maupun elektronik dikontrol ketat dan apabila
menghadirkan wacana yang terlampau kritis dan berani, maka akan dilakukan
pencabutan yang dilakukan oleh Departemen Penerangan. Buku-buku yang
diperbolehkan untuk beredar menjadi terkesan datar dan menutup-nutupi apa yang
ada dalam kenyataan. Alasan-alasan bertujuan untuk tidak mengakui perbedaan
perspektif, kemajemukan sudut pandang dan keragaman pendapat pribadi serta
upaya pelecehan dan pembodohan masyarakat.
2.3.4. Potensi buku Bacaan di Indonesia
Sebenarnya cukup banyak buku bacaan yang bagus di Indonesia, namun
pengolahannya kurang menarik, seringkali kemasannya membuat masyarakat
tidak menarik untuk membacanya. Hal tersebut mengakibatkan semakin banyak
orang berpaling kepada buku-buku impor walaupun mungkin isi dari buku-buku
lokal sebenarnya cukup kompetitif.
Tujuan masyarakat membaca yaitu untuk mengetahui tentang dirinya dan
situasi yang ada di sekelilingnya. Oleh karena itu, dengan membaca manusia
Universitas Kristen Petra
28
dapat semakin bertambah pengetahuan dan membantu perkembangan
pemikirannya. Sayangnya hal ini kurang disadari masyarakat Indonesia karena
rendahnya kemampuan baca mereka ditambah kurangnya buku bacaan yang
menyajikan kualitas yang baik di dalam negeri. Padahal sebagai negara yang
sedang berkembang, potensi buku bacaan sebagai salah satu sarana pendidikan
sangat besar manfaatnya. Buku bacaan memang tidak terlalu menjamur sebanyak
komik, dan cergam namun dapat mendorong kemajuan dalam dunia pendidikan,
ilmu pengetahuan serta berbagai bidang lainnya.
Yang tetap menjadi masalah yaitu bagaimana mau membaca kalau
apresiasi masyarakat terhadap budaya membaca sangat rendah. Solusinya adalah
dengan memberikan dukungan untuk menarik minat membaca dengan melakukan
pengolahan desain yang bagus, gamba visual yang yang berkualitas serta
ditunjang oleh kualitas tersebut, maka akan makin besar pula dukungan dan
dorongan bagi masyarakat untuk membaca buku sebab masyarakat kita lebih
gemar melihat bahasa gambar dan ciri fisik terlebih dahulu jika menentukan
pilihan bacaan. Dengan visualisasi yang mendukung serta aspek verbal yang dapat
tampil maksimal, maka menimbulkan kesadaran dan semangat membaca sehingga
akhirnya buku bacaan mampu memecahkan daya baca dan minat membaca yng
rendah di Indonesia. Sebab suatu negara yang maju umumnya didukung oleh
tradisi membaca buku yang tinggi.
2.3.5. Buku Panduan
2.3.5.1. Pengertian Buku Panduan
Kata ‘panduan’ berasal dari kata ‘pandu’, kata dasar ini berkembang
menjadi antara lain ‘memandu’ dan ‘dipandu’. Memandu dan dipandu ibarat dua
sisi sebuah uang logam. Kalau ada yang memandu, tentu ada yang dipandu; yang
memandu (disebut sumber panduan) dapat berupa orang, dapat juga berupa benda
(buku, misalnya), atau dapat juga berupa gabungan dari keduanya (misalnya guru
dan buku). Merujuk pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa buku panduan
adalah buku yang didesain agar dapat dipergunakan oleh peserta panduan untuk
memandu diri sendiri. Yang termasuk buku panduan, antara lain buku panduan,
buku paket pelajaran, buku latihan soal.
Universitas Kristen Petra
29
Buku panduan biasanya memiliki ciri-ciri khusus yang membuatnya dapat
dibedakan dengan jenis buku lainnya, yaitu:
a. Dalam hal isi
• Terdapat rumusan tujuan yang jelas untuk setiap bab-nya.
• Sebelum memasuki materi disediakan rangkuman.
• Isi disusun secara sistematis, dan sedapat mungkin disajikan secara sederhana
jelas dan ringkas.
b. Dalam hal kebahasaan
• Bahasa yang digunakan dalam sebuah buku panduan biasanya tidak formal,
melainkan bahasa yang familiar atau bahasa lisan.
• Menggunakan rumus 6x6, yang berarti dalam satu paragraf paling banyak
terdapat enam kalimat, dan dalam satu baris paling banyak terdapat enam kata.
c. Dalam hal sumber bacaan
• Buku panduan biasanya dilengkap dengan sumber-sumber bacaan atau
referensi yang digunakan.
• Buku panduan biasanya juga dilengkapi dengan sumber-sumber bacaan lanjut
atau perluasan bahan.
2.3.5.2. Fungsi Buku Panduan
Buku panduan berfungsi sebagai sebagai sebuah alat yang dapat
digunakan tidak hanya untuk menyampaikan materi pelajaran kepada
pembacanya, tapi juga memberi mereka kesempatan untuk bertanggung jawab
pada diri mereka sendiri atas apa yang dilakukan, dengan menyerahkan kendali
atas apa, bagaimana, dan bilamana mereka belajar. Dengan demikian, pembaca
mempunyai kemampuan lebih dalam menentukan tujuan yang nyata, membuat
rencana kerja, mengembangkan strategi untuk menangani situasi yang baru dan
tak terduga.
Perancangan buku panduan wisata kuliner ini dapat digolongkan sebagai
buku panduan yang berfungsi untuk membantu orang-orang yang ingin
mengetahui segala informasi tentang gudeg, terutama tentang gudeg Yogyakarta.
Disini juga disediakan informasi mengenai tempat-tempat tempat penjual gudeg
Universitas Kristen Petra
30
di Yogyakarta, diutamakan untuk wisatawan yang datang ke Yogyakarta untuk
dapat menikmati makanan khas ini
2.4. Tinjauan Aspek Historis dan Kultural
2.4.1. Yogyakarta sebagai Kota Budaya
Meskipun propinsi DIY mempunyai wilayah yang relatif kecil, namun
kaya akan daya tarik wisata. Pengunjung dapat menemukan berbagai macam hasil
seni dan pertunjukan kesenian yang sangat menarik dan menakjubkan.
Keraton Yogyakarta yang dibangun oleh Pangeran Mangkubumi tetap
menjadi pusat kehidupan tradisional dan meskipun ada modernisasi di abad ke-20,
keraton tetap memancarkan semangat kemurnian, yang ditandai dengan
kebudayaannya selama berabad-abad.
Yogyakarta merupakan salah satu pusat kebudayaan di Jawa. Musik
gamelan atau yang seringkali disebut dengan seni karawitan, merupakan
pandangan dari masa lalu, klasik dan sejaman, pertunjukan tari-tarian Jawa yang
sangat indah dan memabukkan, pertunjukkan wayang kulit dan ratusan kesenian
tradisional yang membuat para pengunjung terpesona.
Semangat kehidupan yang luar biasa dan kehangatan kota ini sendiri yang
hampir tidak pernah pudar. Seni kontemporer juga tumbuh dalam suburnya
kebudayaan dan masyarakat Yogyakarta. ASRI, Akademi Seni Rupa, sebagai
contoh, merupakan pusat kesenian di sini, dan Yogyakarta telah mencatatkan
namanya sebagai sebuah sekolah seni lukis modern penting di Indonesia, yang
mungkin bisa dicontohkan dalam sosok pelukis impresionis, Affandi.
Propinsi ini merupakan salah satu daerah padat di Indonesia dan
merupakan pintu gerbang utama menuju pusat Jawa dimana secara geografis
tempat ini berada. Membentang dari Gunung Merapi di sebelah utara menuju
Samudera Hindia di sebelah selatan. Penerbangan harian menghubungkan
Yogyakarta dengan Jakarta, Surabaya, dan Bali, juga kereta api dan angkutan bis
menawarkan perjalanan darat dengan rute sama.
Sebagai pusat seni dan budaya di Jawa, terdapat beberapa macam daya
tarik wisata di Yogyakarta. Hal ini menjadi alasan mengapa orang mereferensikan
Yogyakarta sebagai tempat lahirnya kebudayaan Jawa. Dan untuk pecinta gunung,
Universitas Kristen Petra
31
pantai atau pemandangan indah, Yogyakarta juga menyediakan beberapa tempat
untuk itu. Propinsi ini juga diakui sebagai tempat menarik untuk para periset, ahli
geologi dan vulkanologi merujuk pada adanya gua-gua di daerah batuan kapur
dan gunung berapi yang aktif.
Di selatan kabupaten Gunung Kidul merupakan ujung laut, dimana
terdapat beberapa fosil biota laut dalam batuan kapur sebagai buktinya. Untuk
para arkeolog, Yogyakarta sangat menarik sebab setidaknya ada 36 candi/situs-
situs sejarah disini. Ada beberapa peninggalan peradaban dari abad ke-9. Salah
satunya, candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan paling terkenal di
Indonesia. Borobudur, candi Budha terbesar, tercatat sebagai salah satu “tujuh
keajaiban di dunia”. Borobudur dapat dicapai selama 1 jam dari kota, hanya 42
km sebelah barat laut Yogyakarta. Dalam perjalanan ke Borobudur, dapat
mengunjungi Candi Mendut dan Candi Pawon. Candi Mendut merupakan tempat
untuk pemujaan, dengan adanya arca Budha Gautama di dalamnya. Beberapa
upacara ritual juga masih berlangsung di Yogyakarta, dan masih dilaksanakan
sampai sekarang. Lingkungan yang indah, arsitektur tradisional, kehidupan sosial,
dan upacara-upacara ritual membuat Yogyakarta menjadi tempat paling menarik
untuk dikunjungi. Seni dan budaya tradisional seperti musik gamelan dan tari-
tarian tradisional akan selalu mengingatkan penonton akan kehidupan Yogyakarta
beberapa abad yang lalu. Pembangunan teknologi modern berkembang di
Indonesia dan di Yogyakarta, ini berkembang secara harmoni dengan adat dan
upacara tradisional. Sesuai namanya, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
memang benar-benar istimewa. Orang-orangnya sangat ramah. Hal ini
membentuk kehidupan dan kelakuan mereka. Mereka menyukai olahraga
tradisional, panahan sebagai hobi dan juga sangat menyukai permainan burung
perkutut. Mereka juga percaya bahwa orang dapat menikmati hidup dengan
mendengarkan kicauan burung. Kompetisi panahan tradisional selalu
diselenggarakan untuk memperingati kelahiran raja, yang disebut dengan
“Wiyosan Dalem”. Dan pada saat Sri Sultan Hamengku Buwono X lahir, tradisi
ini juga dilaksanakan.
Dengan adanya berbagai macam kesenian adat dan upacara tradisional
yang masih berlangsung, Yogyakarta juga dikenal sebagai “museum hidup Jawa”,
Universitas Kristen Petra
32
yang dicerminkan dalam segala bentuk hal-hal tradisional berupa kendaraan,
arsitektur, pasar, pusat cindera mata, museum, dan banyak pilihan atraksi wisata
di Yogyakarta.
Lebih dalam melihat mengenai kebudayaan Yogyakarta, perlu
diperhatikan dari masa ke masa. Kebudayaan Yogyakarta yang ada saat ini
merupakan perpaduan dari kebudayaan India, Islam dan kebudayaan Barat. Salah
satu hal yang menonjol dan nampak jelas dalam lehidupan sosial budaya
Yogyakarta adalah makin meluasnya kehidupan Barat dalam lingkungan
tradisional. Karena adanya pengaruh kuat ini, maka timbullah perasaan khawatir
di kalangan penguasa Bumiputra jika pengaruh kebudayaan Barat dapat merusak
nilai-nilai kehidupan tradisional. Sehubungan dengan hal ini maka timbul banyak
tentangan keras, terutama dari kalangan pemimpin agama, karena dirasa
kebudayaan Barat yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Orientasi keagamaan
seperti ini juga terdapat di kalangan pejabat birokrasi kerajaan yang taat pada
agama.
Kemudian pada abad ke-19, pemerintah Hindia Belanda memberikan
kelonggaran dan kebebasan khususnya dalam bidang seni budaya agar dapat
tumbuh dan berkembang dengan subur. Namun kebudayaan di Yogyakarta ini
tidak dapat berkembang dengan subur dikarenakan kurangnya perhatian
masyarakat pada hal ini. Hal ini dikarenakan Kerajaan Yogyakarta sebagai sumber
dan wadah seni budaya pada waktu itu sedang mengalami berbagai macam
kesulitan. Baru sejak bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono V pertumbuhan
kebudayaan Yogyakarta mulai menampakkan hasilnya secara teratur dan nyata.
Beberapa seni kebudayaan yang berkembang di Yogyakarta adalah:
a. Seni Karawitan
Benda-benda pada karawitan dipercayai memiliki fungsi sebagai
penambah kekuatan dan kewibawaan Sultan ataupun Keraton. Khususnya perabot
yang berupa gamelan, seperti gamelan monggang diberi nama Kanjeng Kyai
Kebo Ganggang dan gamelan Sekaten yang diberi nama Kyai Guntur Madu dan
Kanjeng Kyai Nogowilogo.
Seni Karawitan ini mengalami pertumbuhan dan kemajuan yang pesat
pada waktu pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Pada waktu itu R.T.
Universitas Kristen Petra
33
Kertonegoro, Bupati Nayoko Lurah Bumijo mengayunkan langkah pertama
dengan memulai meneliti serta menghimpun segala gending baik Slendro maupun
Pelog, berikut kendangnya untuk dihimpun dalam buku. Beliau juga
menyesuaikan gending-gending untuk tari golek Jangkung Kuning, Layongsari
dan lain-lainnya. Seni karawitan ini lebih berkembang lagi pada awal abad ke-20,
pada masa yang banyak diadakan kegiatan seni karawitan.
b. Seni Tari
Tarian yang terkenal di Yogyakarta adalah Tari Bedaya dan Tari Serimpi.
Pada awal abad 20-an kedua seni tari ini menjadi milik Keraton dan tidak
diperkenankan keluar dari istana. Berkat jasa dan hasil usaha dari perkumpulan
Krid Beksa Wirama yang didirikan sejak tanggal 17 Agustus 1918, maka seni tari
di Yogyakarta berkembang pesat.
Tari Bedaya adalah tari yang dilakukan oleh sembilan orang putri atau
putra. Isi cerita Tari Bedaya diambil dari cerita Tambo, biasanya juga digunakan
gending untuk mengiringinya. Sedangkan Tari Serimpi adalah tarian yang
dilakukan oleh empat orang putri yang menggambarkan perang pahlawan-
pahlawan dalam cerita Menak, Wayang purwa dan sebagainya. Penari-penari
Serimpi ini dipilih putri-putri yang memiliki keistimewaan dan memenuhi
persyaratan tertentu.
c. Wayang
Wayang merupakan warisan seni budaya dari nenek moyang kita yang
memiliki nilai seni yang tinggi. Baik yang berupa nilai spiritual maupun yang
nilai seninya. Di daerah Yogyakarta terdapat berbagai jenis pertunjukan wayang,
antara lain wayang purwo, wayang gedog, wayang wong, wayang klitik, wayang
golek, wayang madya, dan wayang kulit. Isi ceritanya bersumber pada
Mahabarata, Ramayana dan Arjuna Sasrabahu.
Wayang golek adalah wayang yang berwujud boneka kayu, berdimensi
tiga dan diberi pakaian. Isi ceritanya adalah mengambil cerita Menak. Wayang
wong secara etimologis memiliki arti wayang orang, yaitu suatu drama tari yang
dibawakan oleh manusia. Wayang orang ini sudah ada sejak abad ke-18,
Universitas Kristen Petra
34
diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwono I. Mula-mula yang dipagelarkan hanya
lakon yang diambil dari Mahabarata, tetapi kemudian pada awal abad ke-20
dipagelarkan juga lakon yang diambil dari cerita Ramayana.
Pertunjukan wayang orang di istana Yogyakarta selallu diadakan Tratag
Bangsal Kencana, yang biasa disebut pula Tratag Wetan. Kemudian setelah
wayang orang dipertunjukkan di luar istana, biasanya diadakan di Pendopo atau di
atas panggung.
d. Seni Sastra
Sewaktu pemerintahan Sultan Hamengku Buwono V, Kesusasteraan
keraton berkembang dengan baik. Salah satu hasil sastra karyanya yang terkenal
adalah Serat Purwakanda. Peninggalan-peninggalan dalam dunia sastra ini
sampai sekarang dapat disaksikan dan tersimpan di gedung perpustakaan Pura
Paku Alaman.
2.4.2. Makanan Tradisional sebagai Bagian dari Kebudayaan
Makanan tradisional Indonesia yang mencakup segala jenis makanan
olahan asli Indonesia, termasuk makanan utama, kudapan, maupun minuman yang
dikenal dan lazim dikonsumsi oleh masyarakat di daerah, sangat penting artinya
dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan gizi.
Akan tetapi ada indikasi bahwa makanan tradisional sulit disandingkan dengan
makanan modern sehingga relatif kurang memiliki peluang untuk memasuki pasar
modern. Hingga kini makanan tradisional cenderung tergeser oleh makanan
modern yang berpeluang menimbulkan berbagai penyakit. Oleh karena itu
makanan tradisional memerlukan penggarapan secara terus-menerus dan harus
dipacu melalui sentuhan modern agar memiliki nilai estetika yang tinggi sehingga
mampu disandingkan dengan makanan modern.
2.4.2.1.Pengertian Makanan Tradisional
Menurut Winarno, dkk, pengertian makanan tradisional mencakup
makanan yang siap disantap dan dan bahan makanan yang belum diolah. Makanan
tradisional dapat diartikan sebagai makanan yang dikonsumsi masyarakat
Universitas Kristen Petra
35
golongan etnik dan wilayah yang spesifik, diolah dari resep yang dikenal
masyarakat, bahan-bahannya diperoleh dari sumber lokal dan memiliki rasa yang
relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. (2)
Secara harafiah makanan tradisional mengandung makna adanya
hubungan antara pangan dengan tradisi kelompok penduduk/masyarakat di suatu
daerah tertentu. Dalam hal ini nilai-nilai budaya pangan yang bersangkutan lebih
menonjol dibandingkan nilai-nilai lainnya. Oleh karena itu apabila kita berbicara
tentang pangan tradisional maka terlintaslah gambaran karakteristik khusus
berbagai makanan yang dimiliki oleh masing-masing suku dan berbeda antar suku
yang satu dengan suku yang lainnya.
2.4.2.2.Perkembangan Makanan Tradisional Indonesia
Pengetahuan sejarah makanan tradisional di banyak daerah di Indonesia
perlu diketahui untuk memahami penyebaran geografis dari berbagai jenis
makanan, minuman, lauk-pauk, serta makanan kecil tradisional di seluruh wilayah
Indonesia. Namun karena penelitian seperti ini belum banyak dilakukan, upaya ini
harus dimulai dengan bibliografi beranotasi selengkap mungkin, bersumber pada
naskah-naskah primer maupun tulisan-tulisan sekunder yang sekarang tersimpan
di berbagai perpustakaan dan museum di dalam dan di luar negeri.
Klasifikasi makanan tradisional Indonesia merupakan salah satu cara yang
memberikan gambaran tentang makanan dan minuman, termasuk bumbu, rempah,
dan jamu di Indonesia ke dalam satu klasifikasi silang yang memudahkan orang
mengetahui bahan makanan apa, diolah menjadi apa, tersebar di daerah mana dan
dikonsumsi sebagai makanan utama, lauk-pauk atau makanan termasuk sambal,
bumbu, minuman dan jamu yang berasal atau telah berakar dan membudaya di
berbagai daerah Indonesia.
Dalam konteks pemikiran diatas maka diperlukan upaya khusus guna
menggali dan mengidentifikasi makanan-makanan tradisional yang berpotensi
dikembangkan dan sekaligus menunjang program penganekaragaman pangan,
menurut wilayah spesifik.
Proses identifikasi makanan tradisional yang potensial dikembangkan
dalam upaya menunjang program penganekaragaman pangan perlu dilakukan
Universitas Kristen Petra
36
tidak hanya terhadap apa yang menjadi kebiasaan dan kesukaan konsumen, tetapi
juga dari sudut produsen.
Perkembangan kuliner Indonesia masih bersifat sparodis karena sangat
luas wilayahnya dan beragam jenisnya selain itu belum ada suatu lembaga yang
langsung dibina oleh pemerintah dengan pendanaan dengan pendanaan yang
konsisten dalam melakukan pendataan . Lembaga-lembaga pendidikan dan
pariwisata masih belum jelas mengarah ke pengambangan dalam pendidikan seni
kuliner Indonesia.
Seni kuliner harus mendapat tempat yan penting dan layak artinya sebagai
suatu unsur dalam membentuk karakter bangsa. Seni kuliner harus mempunyai
standard yang jelas dan tentunya diperkaya dengan penguasaan aspek-aspek lain
seperti tata saji dan ritual makanan. Sampai sekarang belum ada minat dari
professional chief kaliber internasional untuk belajar masakan Indonesia yang
dipakai sebagai tambahan wawasan untuk mempelajari uniknya masakan khas
daerah-daerah indonesia. Hal ini karena juru masak Indonesia hanya mengetahui
cara memasak tanpa mempelajari latar belakang masakan karena langkanya
informasi mengenai masakan khas Indonesia.
Kesan memasak atau status ahli masuk sering dinilai sebatas koki saja
dengan konotasi pekerjaan yang tidak memerlukan intelegensi serta berstatus
sosial rendah. Hal ini membuat sulitnya tercipta professional chief khususnya
bidang makanan tradisional Indonesia.
2.4.2.3.Prospek Pengembangan Industri Makanan Tradisional Indonesia
Upaya pengembangan industri pangan mempunyai prospek yang cerah,
terbukti dengan adanya orientasi pasar yang sudah berubah dari hanya memenuhi
kebutuhan nasional menjadi komoditi ekspor. Di samping itu, industri pangan
mempunyai daya saing yang kuat karena didukung oleh sumberdaya alam
setempat serta peningkatan hasil pertanian di seluruh wilayah Indonesia.
Perkembangan industri pangan skala kecil terutama industri kecil di
pedesaan sangat penting karena memberikan kesempatan kerja dan berusaha serta
dapat meningkatkan nilai tambah hasil pertanian masyarakat setempat. Di
Universitas Kristen Petra
37
samping itu, pembinaan industri pangan juga untuk memperbaiki mutu gizi
masyarakat melalui penganekaragaman jenis bahan makanan.
Dewasa ini industri pangan telah banyak melakukan terobosan dalam
mengangkat citra makanan tradisional antara lain dengan adanya produk-produk
makanan instan dengan citarasa makanan tradisional. Begitu juga dengan adanya
makanan kecil seperti rempeyek kacang, usus udang dan emping mlinjo yang
tersedia dalam kemasan praktis.
Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis pangan tradisional yang perlu
diupayakan untuk diperkenalkan secara luas dengan memperhatikan komposisi
gizi. Pangan tradisional sangat terkait dengan budaya, mudah melakukan asimilasi
serta memenuhi selera masyarakat. Indusrti makanan tradisional sangat berkaitan
dengan bahan baku setempat yang bersifat resource based. Hal ini akan
merupakan keunggulan kompetitif di masa mendatang.
Upaya untuk mengalihkan selera konsumen dari makanan modern ke
makanan tradisional bila berhasil akan memiliki dampak ganda, yaitu lebih
terjaminnya keseimbangan konsumsi zat gizi sehingga masyarakat terhindar dari
penyakit degeneratif akibat pola makan yang salah. Pengembangan makanan
tradisional disamping dalam rangka penganekaragaman dalam penyediaan
makanan, diharapkan dapat pula meningkatkan pendapatan, serta peningkatan
lapangan pekerjaan terutama di daerah pedesaan.
Pengembangan makanan tradisional Indonesia akan mendorong dan
menumbuhkan perekonomian masyarakat daerah. Pemasaran makanan tradisional
juga perlu ditingkatkan sebagai upaya untuk meningkatkan kepuasan selera
makan konsumen.
2.4.2.4.Kendala Pengembangan Makanan Tradisional Indonesia
Kendala sosioantropologis dan keragaman kultural merupakan kendala
yang dihadapi dalam pengembangan pangan tradisional, hal ini karena berkaitan
erat dengan kebiasaan pangan, selera, tiingkat pengetahuan, dan sistem nilai yang
dianut oleh masyarakat tersebut. Sementara itu kemajuan ilmu dan teknologi
mempunyai dampak pada perilaku makan individu yang terkait erat dengan gaya
hidup masyarakat. Pengaruh global nampak menonjol pada kota-kota besar yang
Universitas Kristen Petra
38
diiringi mengalirnya arus budaya makanan barat yang tampaknya sangat mampu
untuk menarik minat banyak konsumen. Akibat adanya kecenderungan ini
kelihatannya pasar pangan tradisional menghadapi saingan berat.
Pada era teknologi saat ini peranan teknologi sebagai sebagai salah satu
komponen rekayasa sosial dan budaya sangat besar sekali. Sebagai contoh, para
transmigran asal pulau Jawa yang ditempatkan di daerah yang masyarakatnya
mempunyai kebiasaan makan umbi-umbian ternyata mampu mempengaruhi dan
merubah selera dan kebiasaan makan masyarakat tersebut terhadap komoditas
beras. Secara lambat laun ataupun cepat perubahan kebiasaan pola makan akan
terjadi dan tergantung pada intensitas pengenalan teknologi produksi dan
pengolahan bahan pangan melalui media informasi yang ada.
Peranan pemerintah dan swasta melalui kebijakan dan produk-produk
yang ditawarkan pada konsumen. Apresiasi pemerintah, swasta dan masyarakat
perkotaan terhadap komoditas beras sebagai makanan pokok turut mempengaruhi
perubahan perilaku masyarakat pedesaan untuk banyak mengkonsumsi beras dan
bahkan mengubah kebiasaan pangan pokok dari umbi-umbian dan sagu menjadi
beras.
Masalah dalam pengembangan makanan tradisional Indonesia adalah
karena Indonesia mempunyai berbagai etnis dan juga mempunyai ciri-ciri khas
makanan tersendiri. Proses pembuatan makanan Indonesia seringkali memerlukan
proses yang lama, sehingga berbagai zat gizi mengalami perubahan disertai bau
yang kurang sedap akibat dari oksidasi lemak dan asam lemak tak jenuh.
Kelemahan lain dari masakan Indonesia adalah sering dimasak dalam waktu yang
lama sehingga membuat tampilannya yang kurang menarik.
Dalam pengembangan industri pangan, masalah yang dihadapi oleh
industri makanan tradisional adalah teknologi, reka boga, kemasan dan
keamanannya, serta sanitasi dan penggunaan bahan tambahan. Hal tersebut terjadi
karena pembuatan makanan seringkali kurang memperhatikan faktor-faktor
higienis dan keamanan untuk dikonsumsi akibat ketidaktahuan, kurang kesadaran
atau tidak ada pemahaman dari pihak produsen dalam menggunakan bahan
tambahan pangan.
Universitas Kristen Petra
39
2.4.3. Tinjauan Makanan Tradisional Gudeg sebagai Salah Satu Ciri Kebudayaan
Yogyakarta
Masakan khas dari kota Yogyakarta yang berbahan dasar ‘gori’ ini
menjadi populer hingga seluruh dunia. Tak heran wisatawan yang berkunjung ke
Yogyakarta rasanya kurang lengkap jika belum menyantap gudeg di tempat ini.
Hal ini dikarenakan banyaknya penjual gudeg di kota Yogyakarta ini. Keberadaan
gudeg ini sudah ada dari puluhan tahun lalu, dan makanan ini juga dinikmati oleh
penghuni kerajaan Yogyakarta.
Gudeg adalah makanan khas yang terbuat dari nangka muda yang dimasak
dengan santan dan dibumbui dengan kluwek. Warna coklat pada gudeg biasanya
dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi
dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan
sambal goreng krecek.
Santan atau santen adalah cairan putih kental yang dihasilkan dari kelapa
parut yang diperas bersama air. Sedangkan kluwek atau kepayang adalah
tumbuhan berbentuk pohon yang tumbuh liar atau setengah liar. Bijinya dipakai
sebagai bumbu dapur masakan Indonesia yang memberi warna hitam pada rawon,
daging bumbu kluwek atau sup konro.
Di Yogyakarta ada sebuah jalan kecil yang terletak di lingkungan kraton
Yogyakarta, panjangnya tidak lebih dari 15 meter yang menjadi sentral makanan
gudeg, makanan khas warga Yogyakarta. Jalan ini dikenal sebagai jalan Wijilan.
Jalan ini terletak di di sebelah timur Alun-alun Utara Kraton Jogja, di sebelah
selatan Plengkung Tarunasura atau juga seringkali disebut Plengkung Wijilan.
Warung gudeg di jalan Wijilan ini memiliki sejarah panjang. Dalam
catatan sejarah, Ibu Slamet adalah orang pertama yang membuka usaha warung
gudeg pada tahun 1942. Kemudian beberapa tahun kemudian deretan warung
gudeg bertambah lagi. Sebut saja Warung gudeg Ibu Djuwariah (Yu Djum) dan
warung gudeg Campur Sari.
Perjalanan warung gudeg Wijilan mengalami pasang surut. Lebih dari
enam windu, ketiga warung tersebut mampu bertahan. Baru setelah itu berdiri
Warung-warung gudeg lain seperti warung gudeg Bu Lies yang baru buka sekitar
Universitas Kristen Petra
40
tahun 80-an. Di sepanjang jalan Wijilan hingga kini hanya berdiri 10-15 warung
gudeg.
Salah satu ciri khas gudeg Wijilan yang membedakan dengan gudeg di
tempat lain adalah gudegnya kering dengan citarasa sedikit manis. Inilah yang
membuat orang terutama wisman menyukainya. Malah tak jarang gudeg Wijilan
dibawa sebagai buah tangan. Karena kering tidak tidak cepat basi, gudeg Wijilan
bisa bertahan sekitar 2-3 hari.
Hal lain yang jadi ciri khas gudeg Wijilan, gudeg dimasak masih
menggunakan kayu bakar. Tradisi ini terus dipertahankan dari dulu hingga kini.
Buah nangka muda direbus selama lebih kurang sehari penuh agar kuahnya
menguap hingga gudeg jadi kering. Selain ingin mempertahankan tradisi lama,
rasa gudeg juga akan beda jika direbus dengan kompor. Biasanya dengan senang
hati beberapa penjual gudeg akan mengajak Anda ke dapurnya dan melihat secara
langsung proses membuat gudeg secara tradisional mulai dari merajangi gori,
meramu bumbu-bumbu atau pun membuat tempe bacem.
2.5.Tinjauan Kehidupan Masyarakat Berkaitan dengan Opini Masyarakat
Umum tentang Gudeg Yogyakarta
Mendunianya makanan tradisional ini sudah memberikan kesan tersendiri
bagi masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Sebagaimana makanan yang
sudah menjadi brand bagi kota asalnya, gudeg ini juga sudah dapat dinikmati di
berbagai kota selain Yogyakarta. Namun umumnya makanan ini telah
dimodifikasi rasa dan isi di dalamnya disesuaikan dengan selera masyarakat
sekitarnya.
Berikut adalah beberapa opini masyarakat Indonesia tentang gudeg
Yogyakarta:
a. Opini Apriel, seorang penduduk Jakarta tentang gudeg adalah:
“Gudeg merupakan makanan khas kota Yogyakarta yang berbahan dasar nangka muda. Walaupun cara memasak atau mengolahnya hampir semua orang tahu (terutama para ibu), namun tetap saja rasa yang dihasilkan berbeda dengan rasa aslinya. Dalam arti bisa lebih enak atau malah sebaliknya. Di Yogya sendiri paling enak di daerah Malioboro menikmati gudeg ini, sambil lesehan. Harga per porsinya bermacam-macam, tergantung jenis gudeg apa yang saya pilih. Walaupun pada dasarnya gudeg itu merupakan nangka muda yang diolah menjadi sayur berwarna merah kecoklatan. Namun
Universitas Kristen Petra
41
kenyataan pengolahannya kini dapat dicampur dengan berbagai dasar menu seperti gudeg tahu, tempe, telor, ikan, ayam dll.
Walaupun pengolahannya berbeda, tetap saja rasa utamanya adalah sama, yaitu sama-sama legit dan kental. Legit, karena dominan bumbu manis yang berasal dari gula merah diperbanyak. Sedangkan kental, karena sari kelapa atau santan yang digunakan pun lebih banyak dan buket sehingga cita rasa yang gurih kental tetap terjaga. Di Kota saya berdomisili kini (Purwokerto), terdapat banyak sekali pedagang lesehan atau angkringan menjual gudeg. Paling nikmat adalah yang terdapat di daerah Jl. Jend. Soedirman (tanpa nama) dengan harga perporsi Rp.4000 dilengkapi nasi putih dan telur. Bisa juga hanya membeli gudegnya saja untuk oleh-oleh misalnya, dengan harga Rp.5000 per bungkus (besar). Sedangkan jika ingin menu lainnya dapat dipilih sesuai selera, dengan harga yang berbeda. Yang jelas untuk kisaran harga masih sangat terjangkau.
Gudeg paling nikmat disajikan dalam keadaan hangat, atau jika dingin pun harus dibarengi dengan nasi putih yang hangat plus krupuk udang. Makanan jenis ini cocok sekali dengan lidah saya yang cenderung menyukai rasa manis. Kalau sedang menikmatinya, dijamin masalah yang sedang Anda hadapi akan terlupakan sejenak.”
b. Opini Catur, seorang penduduk Sidoarjo tentang gudeg adalah:
“Apakah diantara kita sudah mengenal kota Yogya? pasti sebagian dari kita sudah mengenalnya tapi sebagian lagi belum tentu telah yang mengenal kota yang satu ini. Yogya identik dengan para pelajar yang sampai-sampai kota ini di beri julukan kota pelajar. Kenapa? karena para pelajar yang bersekolah disana rata-rata datang dari segala pelosok daerah propinsi di Indonesia. Selain itu obyek wisata yang terdapat di kota ini tidak kalah indahnya dengan Bali yang kita tahu banyak dikunjungi turis mancanegara, maupun dari lokal sendiri. Disini kita tidak membahas lebih jauh tentang latar belakang dari kota ini tapi disini saya dan anda akan membahas tentang makanan yang satu ini yang sudah sangat-sangat populer sekali di kalangan masyarakat. Pasti anda tahu apa itu? iya benar sekali 'Gudeg'.
Gudeg adalah sejenis makanan khas Yogya yang dalam rasanya begitu enak dengan di bumbui rasa manis, pedas, dan asin. Gudeg yang kita tahu tebuat dari buah nangka yang masih muda yang kemudian di buat sayur. Nah, itulah gudeg. Kalo Anda sekalian yang belum mencicipi makanan yang satu ini datanglah ke kota Yogya. Disana banyak sekali terhidangkan makanan khas ini. Biasanya makanan ini dihidangkan di warung-warung lesehan dengan meja kecil yang dapat membuat kita bisa santai menghilangkan rasa capek kita sambil menyelonjori kaki kita. Di Yogya ini selain makanan ada juga tempat yang biasa dikunjung oleh para wisatawan, yaitu Malioboro, kaya nama merk rokok ya ! tapi bukan.”
c. Opini Darman, seorang penduduk Bandung tentang gudeg adalah:
“Gudeg ini pertama saya kenal waktu saya datang berkunjung ke kota Yogyakarta. waktu itu saya masih kecil umur kira-kira 9 tahun. Makanannya uenaake..... hehehe. Waktu itu saya bersama keluarga ada darmawisata terus
Universitas Kristen Petra
42
mampir deh di mana ya saya lupa. Pokonya deket alun-alun gitu. Makan di situ. Makanannya murah-murah lo. Tapi saya waktu itu pilih gudeg, karena saya memang suka makanan yang bersantan seperti gudeg. Rasanya tidak akan membuat kecewa deh.
Meskipun gudeg itu bahan utamanya adalah nangka muda, padahal saya tidak begitu suka dengan nangka, tapi karena ramuannya yang begitu uenak, mampu membuat lidah ini berubah pikiran. Dulu saya pesan karena tidak tahu kalau gudeg itu bahan dasarnya nangka, tapi sekrang saya cari makanan gudeg ini karena saya doyan. Pokonya saya katakan sekali lagi, bagi yang suka masakan yang berkuah saya anjurkan mencobanya.”
d. Opini Hesti, seorang penduduk Samarinda tentang gudeg adalah:
“Saya suka makan gudeg Jogja ini sejak kecil. Awalnya sih karena sering diajak orang tua yang memang asli orang Jogja untuk makan gudeg Jogja ini di rumah makan. Gudeg Jogja ini berbahan dasar dari nangka muda dan gula merah, jadi rasanya manis, gurih dan enak banget (saya memang suka masakan yang rasanya manis).
Gudeg Jogja ini lebih lengkap lagi di makan bersama tempe dan tahu bacem, pecel di tambah teh hangat.... komplit deh rasanya. Walau saya tidak tinggal di Jogja tapi di tempat tinggal saya juga banyak yang jual gudeg Jogja ini, rasanya juga enak kok. Cuman mungkin lebih klop aja kalo makan gudegnya langsung di daerah asalnya yaitu Jogja.
Setiap saya ke Jogja, saya tak pernah melewatkan hari tanpa makan masakan khas daerah Jogja ini yaitu gudeg. Apalagi menu ini selain harganya murah, sangat khas dan enak bangettttttt deh.”
e. Opini Ratih Ika, seorang penduduk Yogyakarta tentang gudeg adalah:
“Tidak perlu pernah ke Jogja ato jadi orang Jogja untuk tau makanan khas Jogja. Gudeg! Ya..makanan khas ini tersebar di seluruh DIY dan kota-kota lain disekitarnya.
Namun bagi yang baru mendengar dan belum sama sekali melihat atau mencicipi. Saya akan sedikit berikan gambaran pada Anda. Di Jawa Timur Gudeg ini mungkin mirip dengan Blendrang tewel, yaitu sayur nangka muda yang udah disayur satu atau dua hari yang lalu. Sangat enak kata penggemarnya, tampilannya sih sebenarnya tidak menarik untuk ukuran makanan khas andalan, warnanya coklat sangat tua dan cenderung manis. Gudeg ini sebenarnya menurut saya juga kurang higienis. Bagaimana tidak? dia akan enak jika dimasak dalam kendil tanah dan bahan bakar kayu,kalau Anda amati tempat penjual gudeg tradisional yang banyak pembelinya akan melayani Anda dengan tangannya sendiri tanpa media penolong misalnya sendok atau garpu.
Itu tentang penyajiannya, mungkin lain-lain sih, terutama gudeg yang udah dikemas modern mungkin lain dari gambaran saya, tapi kenyataan yang dikemas bagus itu malah kurang begitu banyak penggemarnya. Tapi sebenarnya ada yang lebih penting dari sekedar penyajian, yaitu kandungan gizi didalamnya. Gudeg sebagai makanan andalan yang khas jauh dari gizi standar, sebab satu atau dua hari sebelum dihidangkan, gudeg sudah harus
Universitas Kristen Petra
43
dimasak sampai kering, biar bumbu merasuk, tentu saja hal ini akan menghilangkan kandungan gizi pada sayuran tersebut. Belum lagi kalau Anda perhatikan lauk pauk yang menyertainya dimasak dengan sangat matang dan empuk! Satu-satunya komponen yang agak bergizi adalah sayuran hijaunya meski ga semua Gudeg disertai dengan godhogan sayuran.
Tapi ini kan tentang selera jadi kembali pada Anda, kenyataannya sampai sekarang orang bilang belum ke Jogja kalau belum makan Gudeg! Nah, bagaimana dengan Anda?”
2.6.Hasil Kuesioner
2.6.1. Data Responden
Berikut adalah tabel 100 data responden kuesioner yang disebarkan di
sekitar kota Surabaya danYogyakarta:
Tabel 2.1. Data Responden
No. Nama L/P Usia Pekerjaan Asal
1 Blasius Budi Cahyono L 21 Mahasiswa Yogyakarta
2 Dian P 21 Mahasiswa Yogyakarta 3 Leo Christi Agustan L 20 Mahasiswa Yogyakarta 4 Desy Chrismawati P 21 Mahasiswa Yogyakarta 5 Lian P 20 Mahasiswa Yogyakarta 6 Probo Bharoto L 22 Mahasiswa Yogyakarta 7 Dela P 20 Pegawai Swasta Yogyakarta 8 Wiwid Dwi Susanti P 22 Mahasiswa Yogyakarta 9 CH. U. Setyaningretry P 21 Pegawai Swasta Yogyakarta 10 Dewi Riana Primawati P 22 Pegawai Swasta Yogyakarta 11 Dona P 25 Wiraswasta Yogyakarta 12 Aprilia P 26 Wiraswasta Yogyakarta 13 Maria Stephanie P 23 Wiraswasta Yogyakarta 14 Helen Kosasih P 22 Wiraswasta Yogyakarta 15 Yovita P 20 Mahasiswa Yogyakarta 16 Octaviana Manuhutu P 20 Mahasiswa Yogyakarta 17 Fadjhar Agung Dwi H. L 21 Mahasiswa Yogyakarta 18 Ineke P 20 Wiraswasta Yogyakarta
Universitas Kristen Petra
44
19 Budi Susanto L 30 Pegawai Negeri Yogyakarta 20 Dewi Budiana P 27 Pegawai Negeri Yogyakarta 21 Yanni P 34 Pegawai Negeri Yogyakarta 22 Cendani P 27 Pegawai Negeri Yogyakarta 23 Faharani P 25 Pegawai Swasta Yogyakarta 24 Annisa K. P 25 Pegawai Swasta Yogyakarta 25 Muryati P 24 Pegawai Swasta Yogyakarta 26 Prika Ditya Margani P 28 Wiraswasta Yogyakarta 27 Dikha L 28 Wiraswasta Yogyakarta 28 Wawan L 28 Wiraswasta Yogyakarta 29 Himawan L 28 Wiraswasta Yogyakarta 30 Freddy Gunawan L 29 Wiraswasta Yogyakarta 31 Gunawan L 30 Pegawai Swasta Yogyakarta 32 Theresia Kinaryosih P 23 Pegawai Swasta Yogyakarta 33 Dewi P 40 Wiraswasta Yogyakarta 34 Yeni Budiman P 39 Wiraswasta Yogyakarta 35 Iwan Setiawan L 38 Wiraswasta Yogyakarta 36 Paulus Kusuma L 38 Wiraswasta Yogyakarta 37 Elsa P 26 Pegawai Swasta Yogyakarta 38 Mario Purnomo L 25 Pegawai Swasta Yogyakarta 39 Cindy P 26 Wiraswasta Yogyakarta 40 Nia Budiman P 30 Wiraswasta Yogyakarta 41 Sutanto L 33 Pegawai Swasta Yogyakarta 42 Tanti Kurniawati P 29 Pegawai Swasta Yogyakarta 43 Dewi Puspita Boediono P 26 Pegawai Swasta Yogyakarta 44 Budi L 29 Pegawai Swasta Yogyakarta 45 Richardo L 29 Wiraswasta Yogyakarta 46 Maria Gunawan P 31 Wiraswasta Yogyakarta 47 Lina Gunawan P 32 Wiraswasta Yogyakarta 48 Lia Wiguno Santoso P 32 Wiraswasta Yogyakarta 49 Novi P 33 Wiraswasta Yogyakarta
Universitas Kristen Petra
45
50 Tina Hendrawan P 32 Wiraswasta Yogyakarta 51 Saskia Giovanny P 19 Mahasiswa Surabaya 52 Patricia P 20 Mahasiswa Surabaya 53 Leonardus Alexander L 22 Mahasiswa Surabaya 54 Novita H. P 21 Mahasiswa Surabaya 55 Hendra Sutanto L 22 Mahasiswa Surabaya 56 Maliq L 29 Pegawai Swasta Surabaya 57 Windy P 30 Pegawai Swasta Surabaya 58 Jaya L 20 Mahasiswa Surabaya 59 Layla S. P 22 Mahasiswa Surabaya 60 Maria Dewi Puspa P 20 Mahasiswa Surabaya 61 Purnomo Gideon L 29 Pegawai Swasta Surabaya 62 Budi Gunawan Setiadi L 31 Pegawai Swasta Surabaya 63 Jayadi L 33 Pegawai Swasta Surabaya 64 Jennifer P 30 Pegawai Swasta Surabaya 65 Hellen K. P 29 Pegawai Swasta Surabaya 66 Marsya Putri A. P 28 Pegawai Swasta Surabaya 67 Dewi P 26 Pegawai Swasta Surabaya 68 Irwan L 21 Mahasiswa Surabaya 69 Meikel L 19 Mahasiswa Surabaya 70 Michael Pubo K. L 19 Mahasiswa Surabaya 71 Denny Setiawan L 18 Mahasiswa Surabaya 72 Timotius L 19 Mahasiswa Surabaya 73 Antonius Alvin A. L 25 Wiraswasta Surabaya 74 Penny P 24 Wiraswasta Surabaya 75 Setiawan L 24 Wiraswasta Surabaya 76 Setyaningsih P 24 Wiraswasta Surabaya 77 Budi Dharmawan L 25 Wiraswasta Surabaya 78 Liaw Yuni K. P 25 Wiraswasta Surabaya 79 Ocha P 26 Wiraswasta Surabaya 80 Risma Melati K. P 28 Pegawai Swasta Surabaya
Universitas Kristen Petra
46
81 Alexander Gunawan W. L 26 Pegawai Swasta Surabaya 82 Stessia Fika Setyowati P 23 Pegawai Swasta Surabaya 83 Petrus Denny H. L 25 Pegawai Swasta Surabaya 84 Yakobus L 26 Pegawai Swasta Surabaya 85 Antonius Andrian Adrianto L 26 Pegawai Swasta Surabaya 86 Yosy Wibowo P 29 Wiraswasta Surabaya 87 Desy P 30 Wiraswasta Surabaya 88 Adeline Tjahjadi P 30 Wiraswasta Surabaya 89 Yosafat L 29 Wiraswasta Surabaya 90 Frederick L 29 Wiraswasta Surabaya 91 Elissa Ginawati P 28 Wiraswasta Surabaya 92 Danis Sulistyo Saputro L 29 Wiraswasta Surabaya 93 Sudharmono L 27 Pegawai Swasta Surabaya 94 Darsih P 28 Pegawai Swasta Surabaya 95 Deborah P 29 Pegawai Swasta Surabaya 96 Benny Riyanto L 28 Pegawai Swasta Surabaya 97 Christo Gunawan L 29 Wiraswasta Surabaya 98 Cecellia P 30 Wiraswasta Surabaya 99 Bella Susanti Saputro P 30 Wiraswasta Surabaya 100 Christoper L 30 Wiraswasta Surabaya
2.6.2. Diagram Hasil Kuesioner
a. Jenis Kelamin Responden
Dari 100 orang responden 48 orang adalah perempuan dan 42 orang
adalah laki-laki. Hal ini disebarkan secara acak dan tidak ada pemilihan gender
tertentu karena dibutuhkannya data tentang makanan gudeg dari banyak sudut
pandang respondennya.
Universitas Kristen Petra
47
Laki-laki; 42%
Perempuan; 48%
Gambar 2.1. Diagram Jenis Kelamin Responden
b. Usia Responden
Responden dipilih dominan memiliki usia produktif dan sesuai dengan
target market primernya. Dari rentang usia 20 tahun hingga 40 tahun, terdapat 14
orang berusia kurang dari 21 tahun, 73 orang berusia 21-30 tahun dan 13 orang
berusia 31-40 tahun.
21-30 tahun; 73%
kurang 21 tahun; 14%
31-40 tahun; 13%
Gambar 2.2. Diagram Usia Responden
Universitas Kristen Petra
48
c. Pekerjaan Responden
Responden dipilih dari beberapa kalangan yang juga dibagi sesuai dengan
pekerjaannya. Dari 100 responden, 40 orang bekerja sebagai wiraswasta, 23 orang
sebagai mahasiswa, 4 orang sebagai pegawai negeri, dan 33 orang sebagai
pegawai swasta.
Wiraswasta; 40%
Pegawai Swasta;
33%
Pegawai Negeri; 4%
Mahasiswa; 23%
Gambar 2.3. Diagram Pekerjaan Responden
d. Asal Responden
Surabaya; 50%
Yogyakarta; 50%
Gambar 2.4. Diagram Asal Responden
Secara khusus responden berdomisili di Yogyakarta dan Surabaya. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui karakter responden dari masing-masing daerahnya.
Universitas Kristen Petra
49
Daerah Yogyakarta mewakili karakter orang yang hidup di daerah yang memiliki
nilai budaya yang tinggi dan menghargai pada sebuah produk tradisional. Selain
itu orang Yogyakarta tentunya mengerti lebih dalam tentang gudeg dikarenakan
makanan ini berasal dari kota ini. Sedangkan responden Surabaya mewakili
karakter orang yang hidup di kota metropolis, yang tentunya menjunjung tinggi
nilai modernitas dan perubahan yang masuk dari luar.
Dari 100 orang responden, 50 orang berasal dari Yogyakarta dan 50 orang
berasal dari Surabaya.
e. Berapa jumlah pengeluaran Anda dalam satu bulan?
kurang dari Rp.1,5 juta;
40%
lebih dari Rp.3 juta;
16%
antara Rp.1,5juta-Rp.3juta;
54%
t
Gambar 2.5. Diagram Pengeluaran Responden
Jumlah pengeluaran dapat menunjukkan seberapa tinggi kelas sosialnya.
Dari seluruh responden menyatakan 40 orang jumlah pengeluarannya dalam
sebulan kurang dari Rp.1.500.000,00. Sebgian besar dari responden ini adalah
mahasiswa dan pegawai. Kemudian 54 orang menyatakan bahwa jumlah
pengeluarannya dalam sebulan antara Rp.1.500.000,00-Rp.3.000.000,00.
umumnya kelas sosial ini memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Dan 16 orang
lainnya menyatakan jumlah pengeluarannya dalam sebulan adalah lebih dari
Rp.3.000.000,00. Kebanyakan dari responden ini adalah wiraswasta dan sudah
berkeluarga.
Universitas Kristen Petra
50
Sebagian besar dari responden merupakan masyarakat yang memiliki kelas
sosial menengah maupun menengah keatas.
f. Berapa kali dalam seminggu Anda menghabiskan waktu luang untuk berjalan-
jalan?
Dari data tersebut, menunjukkan bahwa dalam seminggu 78 orang
menghabiskan waktu luang dengan berjalan-jalan sebanyak 1-3 kali. Sedangkan
15 orang menghabiskan waktu luang dengan berjalan-jalan sebanyak 4-5 kali
dalam seminggu dan 7 orang lainnya, menghabiskan waktu luang dengan
berjalan-jalan sebanyak lebih dari 5 kali.
lebih dari 5 kali; 7%4-5 kali;
15%
1-3 kali; 78%
Gambar 2.6. Diagram Durasi Berjalan-jalan Responden
g. Apakah Anda mengetahui makanan tradisional gudeg?
Ya; 100%
Tidak; 0%
Gambar 2.7. Diagram Pengetahuan Responden terhadap Gudeg
Universitas Kristen Petra
51
Seluruh responden mengerti makanan tradisional Yogyakarta, gudeg. Hal
ini menunjukkan bahwa makanan tradisional ini memang populer.
h. Apakah kesan pertama saat Anda mendengar kata-kata ‘gudeg’?
manis; 86%
eneg; 5%Lainnya;
9%
Gambar 2.8. Diagram Kesan Pertama Responden tentang Gudeg
Gudeg memang memiliki citarasa yang khas. Hal ini ditunjukkan dari hasil
kuesioner bahwa 86 orang mengatakan bahwa kesan ketika mendengar kata-kata
‘gudeg’ adalah memiliki citarasa manis, 5 orang lainnya menunjukkan bahwa
gudeg eneg dan 9 orang lainnya memiliki opini sendiri tentang gudeg.
Dari 9 orangtersebut, sebagian besar mengatakan bahwa gudeg memiliki
rasa yang gurih. Hal ini dikarenakan bahwa 9 responden tersebut berasal dari
Surabaya dan mencicipi gudeg yang sudah dimodifikasi sesuai dengan selera
makanan Jawa Timur, yaitu cenderung asin.
i. Biasanya dimanakah Anda makan gudeg?
Kebanyakan dari responden makan gudeg di rumah makan khusus gudeg.
Hal ini dikarenakan banyak rumah makan yang menyediakan gudeg sebagai
makanan utamanya. Sedangkan 22 orang mengatakan seringkali makan gudeg di
pujasera, 9 orang mengatakan sering makan gudeg di rumah, buatan sendiri dan
31 orang lainnya makan di rumah karena mendapat oleh-oleh. Seringkali oleh-
oleh ini berasal dari Yogyakarta.
Universitas Kristen Petra
52
rumah makan khusus
gudeg; 38%
pujasera; 22%
rumah(buatan orang
rumah); 9%
rumah(oleh-oleh); 31%
Gambar 2.9. Diagram Kebiasaan Tempat Responden Makan Gudeg
j. Berapa kali dalam sebulan Anda makan gudeg?
Belum tentu; 26%
lebih dari 3 kali; 2%
1-3 kali; 72%
Gambar 2.10. Diagram Durasi Responden Makan Gudeg dalam Sebulan
Dari seluruh responden, 72 orang makan gudeg sebanyak 1-3 kali dalam
sebulan dan 2 orang lainnya makan gudeg sebanyak lebih dari 3 kali dalam
sebulannya. Sedangkan 26 responden mengatakan bahwa belum tentu dalam
sebulannya makan gudeg. Sebagian besar responden ini berdomisili di Surabaya
karena tidak banyak penjual gudeg di kota tersebut.
Dengan prosentase tersebut menunjukkan bahwa menu gudeg masih menjadi
salah satu menu yang dicari untuk disantap minimal sekali dalam sebulan.
Universitas Kristen Petra
53
k. Tahukan Anda tentang sejarah gudeg?
Tidak; 100%
Ya; 0%
Gambar 2.11. Diagram Pengetahuan Responden tentang Sejarah Gudeg
Dari seluruh responden tidak ada yang mengerti tentang sejarah gudeg.
Hal ini juga merupakan salah atu bukti bahwa bukti otentik tentang sejarah gudeg
sulit ditemui waalupun banyak orang yang merasa penasaran tentang sejarah
gudeg Yogyakarta, kenapa diberi nama gudeg hingga bagaimana prosesnya
sehingga gudeg dijadikan ikon kota Surabaya.
l. Pernahkan Anda mencicipi dua jenis gudeg Yogyakarta (gudeg basah dan
gudeg kering)?
Ya; 54%
Tidak; 46%
Gambar 2.12. Diagram Responden yang Pernah Mencicipi Dua Jenis Gudeg
Universitas Kristen Petra
54
Dari seluruh responden hanya 54 orang yang pernah mencicipi kedua jenis
gudeg Yogyakarta yaitu gudeg basah dan gudeg kering. Sedangkan 46 orang
lainnya hanya pernah mencicipi gudeg basah karena memang gudeg basah yang
terlebih dahulu populer dan tersebar di seluruh Indonesia.
m. Manakah yang lebih Anda sukai?
Gudeg Basah;
66%
Gudeg Kering;
34%
Gambar 2.13. Diagram Kesukaan Responden terhadap Dua Jenis Gudeg
Sebagian besar responden lebih menyukai gudeg basah daripada gudeg
kering. Menurut survey lebih lanjut kebanyakan mdari mereka lebih menyukai
gudeg basah karena lebih sedap dan tidak terlalu kering di tenggorokan saat
dimakan. Gudeg kering merupakan perkembangan dari gudeg basah yang lebih
mementingkan keawetannya pada saat disimpan beberapa saat.
n. Dalam sebulan berapa buku yang biasa Anda baca?
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa responden termasuk orang
yang giat dalam membaca. 66 orang respon menghabiskan antara 1-3 buku untuk
dibaca dalam sebulannya, sedangkan 11 orang lainnya menghabiskan lebih dari 3
buku untuk dibaca dan 23 orang respon belum tentu menghabiskan 1 buah
bukuuntuk dibaca dalam sebulannya.
Dari data tersebut, menunjukkan bahwa sebagian besar dari responden
merupakan orang yang memperhatian intelektualitas. Dengan banyak membaca,
maka banyak informasi pula yang didapatkannya.
Universitas Kristen Petra
55
antara 1 sampai 3
buku; 66%
kurang dari 1 buku;
23%
lebih dari 3 buku; 11%
Gambar 2.14. Diagram Jumlah Buku yang Dibaca Responden
o. Pernahkan Anda membaca artikel tentang gudeg?
Ya; 61%
Tidak; 39%
Gambar 2.15. Diagram Responden yang Pernah Membaca Artikel Gudeg
Dari data tersebut mennunjukkan bahwa 61 orang pernah membaca artikel
tentang gudeg, sedangkan 39 orang lainnya belum pernah membaca artikel
tentang gudeg.
Universitas Kristen Petra
56
p. Jika pernah, artikel tentang apakah yang Anda baca?
Penjual gudeg; 62%sejarah
gudeg; 0%
resep gudeg; 38%
Gambar 2.16. Diagram Artikel yang Dibaca Responden
Dari 61 responden yang pernah membaca artikel tentang gudeg,
kebanyakan dari mereka (38 orang) membaca artikel tentang penjual gudeg,
sedangkan 23 orang lainnya pernah membaca artikel gudeg tentang resep
memasaknya. Sedangkan tidak ada dari ke-61 responden yang pernah membaca
tentang sejarah gudeg Yogyakarta.
q. Informasi gudeg apakah yang masih Anda perlukan untuk diketahui?
Kurang buku tentang kuliner Indonesia terutama tidak adanya buku
tentang Gudeg Yogyakarta menimbulkan rasa penasaran untuk mengetahui
informasi tentang makanan tradisional. Dari beberapa pilihan yang diberikan
dalam kuesioner ini, 13 orang merasa membutuhkan informasi tentang sejarah
gudeg, 20 orang menginginkan informasi tentang resep gudeg, 25 orang
membutuhkan data tentang penjual gudeg, sedangkan 19 orang tertarik dengan
informasi visual berupa foto-foto dan 23 orang lainnya orang tertarik dengan
artikel tentang profil penjual gudeg.
Universitas Kristen Petra
57
profile penjual
gudeg; 23%
foto-foto tentang
gudeg; 19% data penjual gudeg; 25%
resep gudeg; 20%
Sejarah gudeg; 13%
Gambar 2.17. Diagram Informasi Gudeg yang Dibutuhkan Responden
2.6.3. Kesimpulan
Dari hasil kuesioner tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan:
• Responden adalah 100 orang kelompok individu yang berusia produktif dan
berdomisili di Yogyakarta atau Surabaya yang sebagian besar bekerja sebagai
wiraswasta.
• Responden merupakan individu yang memiliki kelas sosial menengah ataupun
menengah keatas.
• Seluruh responden tahu akan keberadaan makanan tradisional gudeg.
• Hal yang dipikirkan oleh sebagian besar responden tentang gudeg adalah
‘manis’.
• Rata-rata mereka makan gudeg di rumah makan khusus penjual gudeg dan di
rumah saat ada yang memberikan oleh-oleh dari Yogyakarta dan di pujasera.
• Kebanyakan dari mereka minimal sekali dalam sebulan makan gudeg.
• Tidak ada responden yang mengetahui tentang sejarah gudeg.
• Tidak seluruh responden mengetahui dan pernah mencicipi jenis gudeg.
• Lebih banyak responden yang lebih menyukai gudeg basah daripada gudeg
kering.
• Sebagian besar responden menghabiskan antara 1 sampai 3 buku untuk
dibaca.
Universitas Kristen Petra
58
• Sebgian besar responden pernah membaca artikel tentang gudeg, antara lain
tentang penjual gudeg dan resep masak gudeg.
• Beberapa informasi yang diminati responden untuk dibaca adalah data penjual
gudeg, profil penjual gudeg terkenal di Yogyakarta, resep gudeg, foto-foto
gudeg dan sejarah tentang gudeg.
2.7. Tinjauan tentang Gambar
2.7.1. Tinjauan tentang Unsur Gambar
Gambar sebagai sebuah karya visual yang mampu memberikan banyak
makna, terdiri dari beberapa unsur yang membentuk menjadi sebuah gambar yang
memiliki emosi bagi setiap mata yang melihatnya. Unsur-unsur tersebut antara
lain: garis (line), kualitas terang gelap (value), bentuk dan ruang (shape dan
space), pola (pattern), tekstur (texture) dan warna (color).
Apabila kita menggambar suatu obyek yang memiliki unsur ruang,
misalkan sebuah sofa, disebut pula menggambar yang tampak meruang, yang
terdiri dari garis, bentuk, tekstur dan dilengkapi dengan warna agar dalam gambar
tersebut tampak mirip seperti aslinya.
Unsur penting dalam pembuatan sebuah gambara adalah adanya
komposisi. Komposisi merupakan bentuk abstrak dari gambar, basis acuan dan
kerangka yang mendukung keseluruhan struktur dan konstruksi dari elemen-
elemen pada gambar tersebut. Saat pembuatan komposisi gambar, pertimbangan
tentang area yang kosong dan jarak antar obyek menjadi hal yang penting. Tujuan
penataan komposisi ini adalah pencapaian keseimbangan tanpa pembagian yang
berkesan simetri dan membosankan.
2.7.1.1. Garis (Line)
Garis yang juga merupakan salah satu elemen desain adalah unsur dasar
dari komposisi yang memiliki peranan penting untuk menjelaskan bentuk.
Kumpulan dari garis-garis yang ditata mampu memberikan emosi dari subyek
yang digambarkan. Garis dapat diartikan sebagai hubungan antara dua titik secara
lurus, kumpulan titik-titik secara berderet lurus, ataupun suatu titik yang diperluas
menjadi sesuatu yan memiliki panjang, kedudukan dan arah.
Universitas Kristen Petra
59
Garis kontur adalah garis yang membentuk suatu subyek yang
membedakan volume dengan area di sekitarnya. Garis kontur yang sederhana
umunya tidak bervariasi dari segi ketebalan, tidak diperkuat dengan gradasi,
gelap-terang ataupun bayangan. Sedangkan garis kontur yang ekspresif akan
mengajak mata pengamat untuk menerima garis tersebut sebagai sebuah bentuk
karena dibentuk dengan variasi.
Garis kaligrafi atau penulisan indah terjadi jika keindahan dari garis yang
ditampilkan menjadi aspek utama bagi keindahan gambar. Garis ini menggunakan
kekuatan tebal dan tipis untuk mengekspresikannya.
Di dalam desain, sejalan dengan unsur gambar lainnya, maka garis dapat
menyimbolkan ungkapan emosi manusia yang telah dialaminya di alam. Seperti
garis tegak yang membengkok memberikan sugesti sedih, lesu dan duka. Garis
pancaran keatas memberikan sugesti pertumbuhan, spontanitas, idealisme, dsb.
2.7.1.2. Kualitas Terang Gelap (Value)
Menurut Munsell, value adalah jenjang gelap terangnya suatu warna. Hal
ini disebabkan dalam warna tersebut mengandung sejumlah warna hitam dan
putih.
Dalam kualitas terang dan gelap suatu obyek, putih adalah tekanan yang
paling rendah atau paling terang, sedangkan hitam merupakan kualitas paling
gelap. Setiap benda meskipun tidak berwarna hitam ataupun putih, tetap memiliki
tingkatan gelap terang yang dapat dikategorikan sebagai value. Value
memperjelas dan memperkaya garis sehingga bentukan 3 dimensi menjadi lebih
hidup. Derajat perubahan value tergantung dari kekontrasan antara bayangan
dengan cahaya, juga dari sumber cahaya yang menimpa obyek.
2.7.1.3. Bentuk dan Ruang (Shape dan Space)
Bentuk adalah beberapa garis dengan berbeda arah dan saling
berpotongan. Hal ini dapat ditentukan oleh garis luar atau kontur dari garis yang
membentuk tepi dari bidang datar tersebut. Bentuk juga diartikan sebagai sebuah
bentukan abstrak, sebuah garis imajinasi yang menggambarkan suatu obyek di
dalam hubungannya dengan latar belakang, karakter 3 dimensi yang terbentuk.
Universitas Kristen Petra
60
Ruang merupakan aspek negatif dari sebuah bentuk. Ruang dapat dikenali
dengan adanya gelap terang cahaya sehingga obyek yang terkena cahaya menjadi
bentuk yang terpisah dari suatu ruang. Ruang juga dapat terjadi karena dibatasi
oleh bidang-bidang yang membentuknya.
2.7.1.4. Pola (Pattern)
Pola adalah bentuk dekoratif yang memiliki sifat 2 dimensi, datar serta
tidak memiliki gradasi gelap terang. Apabila pola bersifat dekoratif maka hanya
bertujuan untuk memberikan kesan indah. Umumnya, pola terdapat pada gaya
desain Art Nouveau yang sangat menonjolkan aspek dekoratif yang datar.
2.7.1.5. Tekstur (Texture)
Tekstur adalah salah satu elemen desain yang menimbulkan kekhasan
sebuah permukaan raut, permukaan dapat polos, bergambar, licin serta dapat
memukau indra raba dan mata. (Santosa 106).
Tekstur merupakan keadaan fisik permukaan suatu bahan material yang
penghayatannya dengan indera peraba, sehingga dapat dirasakan.
Dengan adanya tekstur pada suatu permukaan dapat dirasakan, bersifat
ekspresif dan emosional. Tekstur dapat menimbulkan kesan ekspresif, jika tekstur
kurang, maka gambar menjadi lemah. Tekstur dapat dihasilkan menjadi berbagai
variasi kuat lemah warna atau arsiran dan juga dapat diperoleh melalui percobaan
dengan menggunakan alat-alat yang ada di sekitar kita secara kreatif.
2.7.1.6. Warna (Colors)
Warna adalah salah satu elemen desain yang dapat dikatakan dapat
menimbulkan emosi yang perpaduannya. Di lain pihak, warna merupakan elemen
yang bercahaya dari sebuah obyek yang memiliki berbagai kualitas yang
memberikan kesan volume dan kekompleksan dari obyek. Warna dihasilkan dari
gelombang cahaya, sejenis radiasi elektromagnetik, yang terukur dengan satuan
mikron. Warna-warna yang dapat kita lihat berada antara 400-700 mikron namun
ada juga warna-warna yang tidak terjangkau untuk dilihat karena panjang
gelombangnya berada di luar jangkauan kemampuan mata kita.
Universitas Kristen Petra
61
Menurut Munsell, warna adalah kualitas atau sifat khas dari gelombang
cahaya, sehingga dapat dibedakan antara warna yang satu dengan yang lainnya.
Dalam desain warna berfungsi sebagai salah satu sarana komunikasi
terhadap penikmat desain. Hal ini dikarenakan warna memiliki makna yang
mampu memancing emosi dari penikmat karya desain.
a. Klasifikasi Warna berdasarkan Spektrum Warna
Berdasarkan spektrum warnanya, warna diklasifikasikan menjadi beberapa
tingkatan warna bedasarkan dari hasil pencampuran tingkatan warna tertentu:
• Warna Primer
Warna primer adalah warna yang tidak didapat dari pencampuran warna.
Namun warna primer adalah warna dasar atau warna asli. Warna primer terdiri
dari: merah (magenta red), kuning (lemon yellow), dan biru (turquoise blue).
Warna-warna yang ada lainnya merupakan kombinasi dari warna primer ini.
• Warna Sekunder
Warna-warna sekunder didapat dari pencampuran warna-warna primer,
dimana dalam lingkaran warna, warna sekunder merupakan lawan warna
primer. Yang termasuk dalam warna sekunder adalah jingga (percampuran
warna merah dan kuning), hijau (percampuran warna kuning dan biru), dan
ungu/violet (percampuran warna biru dan merah).
• Warna Tertier
Warna tertier adalah warna yang didapat dari percampuran warna-warna
sekunder. Yang termasuk warna tertier adalah kuning-hijau (moon green),
kuning-jingga (deep yellow), merah-jingga (red/vermilon), merah-ungu
(purple), biru-violet (blue/indigo), dan biru-hijau (sea green).
• Warna Komplementer
Warna komplementer adalah perpaduan warna yang berlawanan pada
lingkaran warna. Warna komplementer selalu berlawanan secara kontras dan
jika keduanya tercampur akan dihasilkan warna abu-abu netral. Warna
komplementer menetralkan intensitas warna yang terlalu kuat. Misalnya ungu
dengan kuning, biru dengan oranye, merah dengan hijau.
Universitas Kristen Petra
62
• Warna Analogus
Warna-warna yang menggunakan terang gelap dan intensitas dari warna yang
terdekat, misalnya kuning-hijau, kuning-oranye (dominasi warna kuning), dsb.
Sekalipun lebih berwarna daripada monochrome, namun warna analogus juga
menciptakan keharmonisan dan suasana hati yang tenang karena hubungan
warna yang selaras.
b. Klasifikasi Warna berdasarkan Gambar/Ilustrasi
• Warna Monochrome
Gambar dengan menggunakan warna monochrome adalah gambar yang terdiri
dari satu warna saja, namun kedalamannya tergambarkan dengan kualitas
gelap terangnya. Gambar monochrome tidak menunjukkan kenyataan yang
ada, namun mengidentifikasikan sebuah keseimbangan antara cahaya dan juga
gelap dari sebuah obyek, serta memberikan kesan volume dari sebuah warna,
memberikan kesan kelonggaran dan kebebasan bagi pengamatnya untuk
memiliki imajinasi tentang obyek gambar serta partisipasi di dalam
memahami obyek.
• Warna Polychrome
Warna polychrome adalah warna yang menggunakan banyak kandungan
warna yang dicampurkan, yang membuat obyek menjadi lebih realis dan
ekspresif sebab pencampuran warna didasarkan kepada warna-warna yang
sesungguhnya dilihat.
c. Klasifikasi Warna berdasarkan Sensasinya
Berdasarkan sensasi yang ditimbulkan, maka warna dibedakan menjadi:
• Warna panas (hot)
Yang termasuk dalam golongan warna panas adalah warna merah, kuning dan
pencampuran diantaranya.
• Warna dingin (cold)
Yang termasuk dalam golongan warna dingin adalah warna biru, hijau, dan
pencampuran diantaranya.
Universitas Kristen Petra
63
• Warna netral (neutral)
Yang termasuk warna netral adalah warna hitam, putih, dan warna
diantaranya.
d. Klasifikasi Warna berdasarkan Karakteristiknya
Berdasarkan karakteristiknya, warna dibedakan menjadi:
• Warna positif atau aktif
Warna positif atau warna aktif adalah warna yang memberikan kesan dan
karakter yang aktif. Yang termasuk dalam golongan warna positif adalah
kuning, merah, dan jingga.
• Warna negatif atau pasif
Warna negatif atau pasif mengidentifikasikan kegelisahan, kepatuhan,
kegairahan, pemikiran yang lemah lembut. Yang termasuk di dalamnya adalah
biru, biru kemerahan dan merah kebiruan.
e. Klasifikasi Warna berdasarkan Kualitasnya
Berdasarkan kualitasnya, warna dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
• Hue
Hue adalah kualitas atau sifat khas dari warna, sehingga dapat dibedakan
antara warna yang satu dengan warna yang lain. Dalam lingkaran warna,
mengacu pada nama warna-warna tersebut, misalnya: merah, kuning, biru,
hijau, dll.
• Chroma
Chroma menunjukkan derajat intensitas dari warna, dalam hal ini pigmen dari
warna. Kekuatan dan kelemahan warna yang mengacu pada intensitas warna,
misalnya dua warna yang sama-sama merah, akan tetapi dalam penampilannya
berbeda. Yang satu berwarna merah kuat dan yang lain merah lemah. Hal ini
dapat dikarenakan beda jumlah pigmennya.
• Value
Value adalah jenjang gelap terangnya suatu warna. Hal ini disebabkan dalam
warna tersebut mengandung sejumlah warna hitam atau putih. Semakin
banyak kandungan warna hitam, maka warna semakin gelap. Sedangkan
Universitas Kristen Petra
64
semakin banyak kandungan warna putih menyebabkan warna menjadi lebih
muda dan terang. Untuk melihat sebuah value, sangat dipengaruhi oleh warna-
warna disekitarnya. Warna-warna yang saling berdampingan dapat
mempengaruhi obyek dan juga penampilan warna, apakah warna tersebut
lebih gelap atau lebih terang daripada warna di sebelahnya.
f. Klasifikasi Warna berdasarkan Maknanya
Warna adalah sebuah gelombang cahaya yang memiliki warna tertentu.
Warna yang dilihat oleh mata, masuk kedalam jiwa kita, seperti halnya suara yang
terdengar oleh telinga kita. Maka ada sebuah standar warna yang dikategorikan
berdasarkan makna-makna dan persepsi individu terhadap warna.
• Hijau
Warna hijau berkesan santai, tenang, menurunkan tekanan darah dan
mengurangi ketegangan syaraf, menciptakan suasana segar, kemakmuran,
kesuburan, kesembuhan dan pertumbuhan. Warna ini seringkali dikesankan
sebuah padang rumput dan pepohonan dan terkesan menyatu dengan alam
• Kuning
Warna kuning menimbulkan sebuah obyek nampak lebih besar dan lebih besar
serta dapat memberikan makna keriangan, menarik, kepercayaan diri, firasat
dan peramalan.
• Jingga
Warna yang merupakan perpaduan warna kuning yang diperkuat dengan
warna merah ini dapat memberikan kesan hangat, membangkitkan pikiran dan
emosional, energi.
• Merah
Makna yang diberikan warna merah adalah sebuah peringatan dan
mengundang perhatian, kebesaran, kemuliaan, keluhuran, pangkat, dahsyat
panas, cinta, kasar dan memberikan kesan hidup secara fisik. Makna lain yang
diberikan adalah semangat, sifat yang agresif, diasosiasikan dengan kesan
darah dan api.
Universitas Kristen Petra
65
• Merah Muda
Merah muda atau yang seringkali ini disebut pink memiliki arti kefemininan,
dingin, dan manis, seperti permen. Warna ini seringkali diidentikkan dengan
gadis yang manis dan cute.
• Ungu
Warna ini memiliki makna spiritualitas, meditasi, religi, kemuliaan,
kemewahan, ambisi, menimbulkan ketegangan. Selain itu warna yang
merupakan pencampuran dari warna merah dan biru ini memberikan kesan
kegelisahan, kekacauan, kegugupan dan pasif.
• Biru
Warna biru memiliki makna berkesan dingin, suasana yang santai,
mempesona, kesmbuhan, kedamaian. Warna ini menyimbolkan air, laut dan
langit. Warna ini juga memberikan kesan kehampaan, menghilangkan nafsu
makan.
• Coklat
Warna coklat memberikan kesan kehidupan, karena warna coklat yang
direpresentasikan dengan tanah, kesuburan. Warna ini memiliki makna
keintiman, ketenangan, kebimbangan dan netralitas.
• Hitam
Warna hitam memberikan makna kesedihan, iblis, kedukaan, kehilangan,
kebingungan, ketidakselarasan, depresi dan elegan. Warna ini memberikan
simbol pada angkasa luar dan alam semesta.
• Putih
Warna ini memiliki arti suci, menyejukkan dan menenangkan, kesegaran,
salju, dingin, potensial, spiritual, iman dan kepercayaan, ketulusan, kesan
hampa. Warna yang merupakan lawan dari hitam ini akan menonjolkan warna
lain bila dikombinasikan dengan warna ini.
• Abu-abu
Warna ini memiliki sifat netral, kerendahan hati, duka cita, pertobatan,
kelembaman, dan depresi. Warna yang merupakan perpaduan dari warna
Universitas Kristen Petra
66
hitam dan putih ini juga memiliki makna kekuatan, kekokohan dan tahan
lama, seperti disimbolkan dengan batu, besi, dan beton.
• Perak
Warna perak disimbolkan dengan logam, dimana logam juga merupakan
bahan dasar perhiasan.
• Emas
Emas memiliki warna kemakmuran, kemewahan dan kekayaan, seperti pada
makna barangnya, emas disimbolkan dengan perhiasan-perhiasan dan asesoris
yang memiliki nilai jual yang tinggi. Warna emas juga sering dikaitkan
dengan suatu barang yang bersifat mistik.
2.8. Tinjauan Unsur Komposisi
2.8.1. Pengertian Layout
Layout adalah suatu perangkat untuk mempermudah penataan elemen
visual atau komposisi visual dalam bidang rancangan. Layout ini berguna untuk
membuat sistematika dalam menjaga konsistensi pengulangan komposisi yang
telah dibuat sebelumnya dan bertujuan untuk menciptakan suatu kesatuan
rancangan yang komunikatif dan estetis.
2.8.2. Sejarah Layout
Awalnya, dalam membuat desain, ada bentuk yang paling umum untuk
me-layout atau mengkomposisikan sebuah gambar, yaitu berbentuk segi empat
panjang dimana terdapat dua sisi memanjang dan dua sisi pendek, baik mendatar
maupun tegak. Subyek dalam gambar tersebut umumnya menentukan bentuk dari
bidang yang dikehendaki, misalnya untuk penggambaran pemandangan alam,
umunya akan menggunakan bidang gambar horizontal. Sedangkan untuk
mengambil gambar potret diri seseorang umumnya mengambil bidang gambar
vertikal. Komposisi demikian terkesan aman dalam mengatur tata letak. Dalam
pengambilan komposisi seperti inilah yang seringkali kita temukan di banyak
karya-karya kuno. Dapat dikatakan bahwa pengambilan komposisi ini sebagai
pengambilan komposisi yang dasar.
Universitas Kristen Petra
67
Seiring dengan perkembangan jaman dan juga dengan perkembangan gaya
desain dalam dunia seni, menimbulkan kemunculan jenis-jenis komposisi baru
yang seringkali mendukung pada sebuah karya dengan gaya desain tertentu.
2.8.3. Perkembangan Layout
Perkembangan layout ini terjadi karena mulai munculnya pemikiran-
pemikkiran untuk melanggar komposisi gambar yang mendasar tersebut. Hal ini
dilakukan untuk mencapai bentuk yang lebih menarik. Menurut John Raynes,
komposisi yangberaneka ragamini terjadi sejak ditemukannya kamera, dimana
orang-orang mulai berani untuk melakukan manipulasi komposisi. (Raynes 90)
Hal ini dapat dilakukan dengan permainan grid sebagai garis bantu
sehingga obyek dapat berada di tempat yang unik, menarik, namun tetap
seimbang. Umumnya pengaturan komposisi menggunakan elemen-elemen yang
berguna untuk menjaga keseimbangan gambar. Seperti penggunaan obyek
pembantu, latar belakang, gradasi, dsb.
Dengan semakin banyak digunakannya berbagai macam layout atau grid,
maka semakin berkembang pula variasi dari desain dan karya-karya seni lainnya
yang memiliki daya tarik tinggi untuk dinikmati daripada hanya sekedar
menggunakan komposisi dasar.
2.8.4. Jenis Layout
Dari perkembangan tersebut, maka ditemukanlah beberapa jenis layout.
Menurut Sigit Santosa dalam bukunya Advertising Guide Book, jenis-jenis layout
antara lain:
a. Grid Layout atau Modular Layout
Grid Layout adalah format layout yang bertumpu pada garis-garis vertikal
dan horizontal yang membagi bidang sehingga terkotak-kotak, yang mengacu
pada lukisan Piet Mondrian.
Universitas Kristen Petra
68
Gambar 2.18. Grid Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 52
b. Bleed Layout
Rancangan dengan gambar di tengah dan dikelilingi bidang putih di semua
sisinya.
Gambar 2.19. Bleed Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 17
Universitas Kristen Petra
69
c. Copyheavy Layout atau Manuscript Layout
Jenis layout yang didominasi oleh headline dan body copy.
Gambar 2.20. Copyheavy Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 29
d. Frame Layout
Format layout dengan border di pinggirnya, kadang boder tersebut
merupakan rangkaian dari obyek.
Gambar 2.21. Frame Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 50
Universitas Kristen Petra
70
e. Panel Layout atau Coloumn Layout
Format layout yang berbasis grid, acuannya adalah bidang, sehingga
tampilannya merupakan pengolahan bidang-bidang baik horizontal maupun
vertikal. Cara ini bagus untuk menampilkan satu produk dalam berbagai sudut
pandang.
Gambar 2.22. Panel Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 83
f. Picture Window
Tata letak dimana gambarnya mendominasi ruangan, kemudian diikuti
oleh headline, body copy serta logo. Layout yang simetris ini paling sering
digunakan oleh rata-rata iklan.
Gambar 2.23. Picture Window Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 84
Universitas Kristen Petra
71
g. Jumble Layout atau Dynamic Layout
Tata letak yang rumit, juga disebut circus layout, banyak elemen yang
tampil.
Gambar 2.24. Jumble Layout
Sumber: Sigit Santoso, Advertising Guide Book, 2002, p. 64
2.9. Tinjauan Fotografi sebagai Ilustrasi
2.9.1. Tinjauan Fotografi sebagai Ilustrasi berdasarkan Bidang Kajian
Berdasarkan bidang kajiannya, Fotografi dibedakan menjadi:
a. Fotografi Seni
Dalam dunia fotografi, kategori ini dikatakan sebagai fotografi yang
memiliki tingkat tantangan yang tertinggi, dimana seorang fotografer harus dapat
menghasilkan sebuah karya foto yang dianggap memiliki nilai seni layaknya
sebuah lukisan yang bernilai seni tinggi.
Dalam pekerjaannya, fotografer harus berhasil mendapatkan moment yang
tepat untuk diabadikan dalam sebuah foto tentunya dengan kemampuan fotografi
serta kepekaan terhadap obyeknya secara maksimal pula. Selain kemampuan
dalam pengaturan pencahayaan, kemampuan pengaturan kompisisi dan
pengolahan warna dan pengolahan akhir menjadi penentu sebuah karya yang baik
pula.
Dalam setiap karya seni, menunjukkan refleksi personalitas dari
fotografernya. Prinsipnya fotografer berkarya untuk kepuasan spiritualnya, namun
Universitas Kristen Petra
72
tetap merenungkan makna dan isi/gagasan yang disampaikan kepada khalayak
penikmatnya.
b. Fotografi Komersial
Menurut Thomas Mc Govern, fotografi komersial adalah foto tentang apa
saja yang tujuannya menjual atau promosi produk. (McGovern 409)
Karya-karya fotografi komersial dapat dilihat melalui media reklame
seperti billboard, majalah, koran, brosur, kartu ucapan selamat, kartu pos, poster,
bahkan televisi dan bioskop. Fotografi komersial merupakan salah satu
spesialisasi dalam bidang fotografi yang banyak diambil oleh para fotografer.
Dalam menghasilkan foto komersial, fotografer tidak saja hanya
menyajikan data, tetapi juga diberi bumbu agar lebih menarik dengan
memanipulasi pencetakan, warna, atau penggambaran yang berlebihan.
c. Fotografi Jurnalistik
Fotografi jurnalistik atau yang seringkali juga disebut fotografi editorial
ini merupakan kombinasi dari kata dan gambar yang menghasilkan kesatuan
komunikasi saat ada kesamaan antara latar belakang pendidikan sosial dan
pendidikan bagi pembacanya. Fotografi kategori ini digunakan pada bisnis
penerbitan majalah dan koran. Dalam pekerjaannya, fotografer dan penulis
menuturkan banyak kisah melalui karya fotografinya.
Menurut Frank P. Hoy pada bukunya yang berjudul Photo Jurnalism The
Visual Approach, ada delapan karakter foto jurnalistik, yaitu:
• Foto Jurnalistik adalah komunikasi melalui foto, dimana komunikasi tersebut
akan mengekspresikan pandangan wartawan foto terhadap suatu objek, tetapi
pesan yang disampaikan bukan merupakan ekspresi pribadi.
• Medium foto jurnalistik adalah media cetak koran atau majalah dan media
kabel atau satelit juga internet seperti kantor berita.
• Kegiatan foto jurnalistik adalah kegiatan melaporkan berita.
• Foto jurnalistik adalah panduan dari foto dan teks foto.
• Foto jurnalistik mengacu pada manusia sebagai subjek sekaligus pembaca foto
jurnalistik.
Universitas Kristen Petra
73
• Foto jurnalistik adalah komunikasi dengan orang banyak yang berarti pesan
yang disampaikan harus singkat dan harus segera diterima orang yang
beraneka ragam.
• Foto jurnalistik juga merupakan hasil kerja editor foto.
• Tujuan foto jurnalistik adalah memenuhi kebutuhan mutlak penyampaian
informasi kepada sesama, sesuai amandemen kebebasan berbicara dan
kebebasan pers.
2.9.2. Tinjauan Fotografi sebagai Ilustrasi berdasarkan Sifat dan Fungsi
Berdasarkan sifat dan fungsinya, fotografi dapat dibedakan menjadi:
• Foto Dokumentasi
Sebuah karya foto dikatakan sebagai foto dokumentasi karena informasi yang
diberikan pada foto tersebut adalah rekaman dari peristiwa-peristiwa yang
dengan teknik dasar foto saja sudah dapat membuatnya. Beberapa peristiwa
yang dapat didokumentasikan antara lain upacara dan pesta pernikahan dan
pesta ulang tahun. Foto dokumentasi ini umumnya hanya manerik bagi
keluarga dan relas-relasi yang bersangkutan dengan peristiwanya.
• Foto sebagai Bahan Informasi
Foto sebagai bahan informasi memiliki artian bahwa foto yang diambil dapat
memberikan informasi maupun berita yang mana penikmatnya dapat mengerti
pesan yang disampaikan hanya dengan melihat fotonya saja.
• Foto untuk Keperluan Promosi
Seperti foto komersial, foto ini digunakan untuk keperluan promosi yang
seringkali dapat dilihat pada media iklan.
• Foto sebagai Ekspresi Diri
Foto dengan tujuan ekpresi diri ini juga dikatakan sebagai fotografi seni.
• Foto sebagai Hiburan
Tujuan foto sebagai hiburan ini bersifat pribadi bagi pembuatnya, dimana bagi
individu yang membuatnya akan meraa terhibur dengan karya foto yang
dibuatnya.
Universitas Kristen Petra
74
2.9.3. Tinjauan Fotografi sebagai Ilustrasi berdasarkan Teknik
Berikut adalah beberapa teknik fotografi yang seringkalidigunakan untuk
menunjang dalam memperoleh kualitas ilustrasi yang baik, antara lain:
a. Panning
Menurut Amien Nugroho, panning adalah salah satu teknik foto dengan
cara mengikuti subyek yang akan difoto. Efeknya, objek yang diikuti akan
nampak tajam, dan latar belakangnya blur serta efek geraknya terekam. (Nugroho
243)
Gambar 2.25. Panning AndongYogyakarta
Sumber: Dokumen Pribadi
b. Zooming
Menurut Amien Nugroho zooming adalah salah satu teknik fotografi yang
menciptakan efek gerak memusat, dimana objek sentralnya terlihat jelas dengan
latar belakang sekeliling merupakan garis-garis yang menyebar keluar ke segala
sudut. (Nugroho 360)
Gambar 2.26. Zooming-Wedding
Sumber: Dokumen Pribadi
Universitas Kristen Petra
75
c. Ruang Tajam Sempit
Teknik pengambilan gambar dengan teknik menggunakan ruang tajam
sempit menimbulkan kesan fokus pada benda yang dijadikan sebagai objek utama.
Sedangkan objek lainnya atau latar belakang nampak tidak tajam.
Gambar 2.27. Ruang Tajam Sempit-Taman Safari
Sumber: Dokumen Pribadi
d. Ruang Tajam Luas
Teknik ini adalah teknik dasar dari orang belajar memotret, yaitu
seluruhnya nampak tajanm. Dalam ilustrasi foto, teknik ini digunakan karena
seluruh objek yang diambil perlu ditangkap sebagai informasi.
Gambar 2.28. Ruang Tajam Luas-Pasar Kranggan
Sumber: Dokumen Pribadi
Universitas Kristen Petra
76
e. Freezing
Teknik untuk mendapatkan objek yang bergerak dengan kecepatan tinggi.
Sehingga gambar yang diperoleh tampak tajam, walaupun objek bergerak.
Gambar 2.29. Freezing
Sumber: Dokumen Pribadi
f. Bluring
Teknik untuk mendapatkan gambar yang kabur karena gerakan yang
disengaja untuk mendapatkan kesan benda yang bergerak.
Gambar 2.30. Bluring-Gudeg
Sumber: Dokumen Pribadi
Universitas Kristen Petra
77
g. Silhouette
Menurut Amien Nugroho, silhouette adalah benda yang difoto
membelakangi suatu latar belakang yang memiliki intensitas cahaya lebih kuat
dibanding refleksi cahaya yang terpantul dari permukaan benda itu sendiri,
sehingga hasilnya berbentuk visi yang polos dengan garis-garis tepi yang tegas
dalam bentuk positif berwarna hitam pekat. (Nugroho 298)
Gambar 2.31. Silhouette-Pantai Kenjeran
Sumber: Dokumen Pribadi
2.10. Tinjauan Gaya Desain
2.10.1. Pengertian Gaya Desain
Gaya desain adalah suatu ragam atau model karya visual yang merujuk
pada gaya tertentu yang disesuaikan pada perkembangan kehidupan masyarakat.
Untuk memperlajari suatu gaya desain tidaklah hanya dilihat dari tampilan
visualnya saja, namun konsep, tokoh pembuatnya, masyarakat penikmatnya, dan
fenomena jaman yang mendasarinya juga menjadi acuannya.
2.10.2. Sejarah Gaya Desain
Munculnya gaya desain merupakan suatu hasil dari ekspresi seniman
untuk menunjukkan atas suatu keadaan. Ada dua hal yang menimbulkan gaya
desain.
Pertama adalah karena adanya dukungan teknologi dan rasio manusia yang
timbul karena adanya Revolusi Industri di Inggris yang memunculkan gaya desain
futurisme, konstruktifisme, bauhaus, fortitism, de stijl, streamline, simplicity, dsb.
Universitas Kristen Petra
78
Kedua, adanya reaksi penolakan atas Revolusi Industri dengan cara
mencari ide baru (yang memunculkan gaya desain ekspresionisme, post-
struktualisme, dsb.) dan mencari makna baru dengan nostalgia (memunculkan
gaya desain art nouveau, art and craft, revival, retro, dsb.).
2.10.3. Perkembangan Gaya Desain secara Umum
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa gaya desain berkembang dari
pemikiran-pemikiran yang menggunakan sebuah karya untuk menunjukkan
ekspresi jiwanya. Secara umum, dalam perkembangannya, gaya desain suatu
jaman menjadi acuan untuk mengembangkan gaya desain selanjutnya. Hal ini
nampak dari perkembangan gaya desain hingga saat ini:
a. Art and Craft
Gaya desain ini muncul karena adanya gerakan yang berusaha
menghidupkan kembali ketrampilan tangan manusia dalam seni dan kriya sebagai
penolakan industri yang menggunakan mesin. Tokoh gaya desain ini adalah John
Ruskin dan William Morris 1888 mendirikan bengkel untuk memproduksi logam,
furnitur, tekstil, barang cetakan dengan gaya Gothic dan oriental yang
menghasilkan barang indah, mengutamakan kepuasan seniman.
b. Art Nouveau
Art Nouveau adalah aliran seni yang memiliki gaya dekoratif tumbuhan
(flora) yang meliuk-liuk. Muncul di Eropa dan Amerika 1819 hingga 1914.
Gerakan ini muncul masih merupakan reaksi terhadap industrialisasi dan gaya
mesin yang dianggap menghilangkan sifat manusiawi dalam produksi barang
kebutuhan manusia, shg seringkali malah tampil berlebihan dan menekankan sifat
emosional.
Gaya Art Nouveau mula-mula sebagai karya seni popular yang dapat
dinikmati orang kebanyakan, namun kenyataannya lebih banyak diterapkan pada
seni dan barang untuk konsumsi orang kaya.
Universitas Kristen Petra
79
c. Ekspresionisme
Gaya desain ini muncul pada tahun 1900-1906 ketika Van Gogh dengan
warna-warni yang berani, Gaugin dengan distorsi orang besar dan gemuk dan Paul
Cezanne dengan kebebasan pada karyanya. Pelopor Ekspresionisme adalah
Eduard Munch (1863-1944) dari Norwegia dengan karya berjudul ‘The Scream’.
Tema utama berkisar masalah kematian, kesakitan, dan dorongan seksual.
Sejalan dengan teori psikoanalisa Sigmund Freud (perilaku dewasa adalah
dorongan bawah sadar pengalaman yg terbentuk dari masa kecilnya)
d. Futurisme
Aliran seni di Italia yang didirikan oleh Filippo Marinetti. Gerakan ini
diinspirasi dari kehidupan yang berubah karena penemuan mesin yang
menghasilkan unsur gerak dan kecepatan yang sangat berpengaruh bagi
kehidupan manusia di awal abad ke-20.
e. Konstruktivisme
Tokoh gerakan ini adalah El-Lisstzky. Seni harus dinikmati semua kelas
secara merata. Konstruktivisme adalah seni resmi untuk pemerintahan Bolshevik
di Rusia.
Aliran ini berkembang tahun 1914-1920. Estetika konstruktivisme
ditunjukkan dengan bidang geometris kinetik sebagai cerminan jaman modern
yang dikuasai mesin. Awalnya hanya mengekplorasi bentuk geometris saja,
namun karena pesan menjadi kurang efektif dan efisien maka dipakailah sosok
dan figur manusia.
f. International Style
Gaya ini memanfaatkan teknik fotomontage yang dikembangkan El-
Lissitzky, menggunakan huruf san serif, dan italic sehingga berkesan modern.
g. Indonesia Tempo Doeloe
Gaya ini muncul karena adanya adaptasi dari berbagai gaya visual yang
dibawa dari pemerintah kolonial Belanda. Beberapa gaya desain yang
Universitas Kristen Petra
80
mempengaruhinya adalah plakatstijl, de stijl, art deco, art nouveau, art and craft,
yang seringkali digunakan untuk mempromosikan suatu produk. Ciri-ciri khusus
gaya Indonesia tempo doeloe (Indische mooi) adalah menampilkan bentuk,
ornamen, figur, karakter khas Indonesia yang mewakili komunitas target
marketnya. Selain itu ciri khas lain adalah tema komunikasinya yang berkisar
penawaran produk sehari-hari, perjuangan kemerdekaan, lowongan kerja/karier,
sampul buku, brosur wisata, dan poster film.
h. Art Deco
Gaya desain ini banyak diaplikasikan pada desain grafis, arsitektur, produk
industri, furnitur. Jika kaum modernis ‘ngotot’ pada fungsionalisme dan
formalisme, maka Art Deco tampil mewah, dan selera kelas atas.
i. Dadaisme
Dadaisme adalah aliran seni anti estetis dan anti art yang berkembang di
Swiss. Gerakan ini muncul sebagai sikap protes terhadap perang dunia pertama
yang membuat manusia menderita.
j. Pop-Art
Gaya ini muncul karena protes terhadap International style dan
fungsionalisme yang menggugat desain yang punya nilai estetik selamanya
sementara barang yang diproduksi memakai pendekatan relatif. Aliran ini nampak
pada penggunaan model selebritis, penggunaan elemen visual seperti dot/titik
raster dan balon kata pada komik.
k. Psychadelic Art
Gaya ini seringkali dikaitkan dengan gaya poster seperti orang kecanduan
obat. Pedesainnya umumnya otodidak dan klien mereka adalah group rock dan
promotor tari. Ciri khas dari aliran ini adalah penggunaan warna-warna terang,
menggunakan garis lengkung yang membuat gambar menjadi tidak realis,
tipografi dibuat melengkung-lengkung, foto dibuat high contrast, hitam putih atau
menggunakan warna komplementer.
Universitas Kristen Petra
81
l. Eksperimental Digital (Neo Ekspresionism)
Aliran ini merupakan kelanjutan dari posmodern. Era ini diusung oleh
Cranbook Academy of Art, Michigan sebagai dekonstruksi yang secara konseptual
diartikan sebagai meniadakan dan mengingkari tatanan. Sementara secara visual
diaplikasi praktis oleh majalah Emigré, Fuse, dan Ray Gun.
2.10.4. Perkembangan Gaya Desain Buku di Indonesia
Penggunaan gaya desain pada buku secara umum dapat dikatakan masih
minim. Namun untuk meneliti tentang perkembangan penggunaan gaya desain
pada buku, nampak pada buku cergam dan majalah yang menganut nilai estetis
visual dan juga mengalami perkembangan yang cepat.
Umumnya gaya desain yang digunakan disesuaikan dengan tema dan
kebutuhan visual dari buku tersebut. Contohnya dalam buku cergam yang
menceritakan tentang kehidupan di desa, seringkali menggunakan sentuhan gaya
desain Indonesia tempo dulu. Sedangkan beberapa buku cergam yang
menceritakan tentang kehidupan putri atau pangeran di istana, seringkali
menggunakan gaya desain victorian atau art nouveau.
Gaya desain yang saat ini seringkali digunakan untuk meningkatkan nilai
estetis buku adalah gaya art nouveau atau digital era. Seringkali kedua gaya ini
juga dipadukan jadi satu.