Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
-
Upload
renadi-yogantara -
Category
Documents
-
view
238 -
download
0
Transcript of Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
1/112
KRITERIA DAN PROSEDUR PENETAPAN CAGAR BUDAYA
(Studi di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaaan, dan Pariwisata Kota Tangerang)
SKRIPSI
Oleh :
RENADI YOGANTARA
E1A008139
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PUROKERTO
2014
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
2/112
i
KRITERIA DAN PROSEDUR PENETAPAN CAGAR BUDAYA
(Studi di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaaan, dan Pariwisata Kota
Tangerang)
SKRIPSI
Oleh :
RENADI YOGANTARA
E1A008139
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PUROKERTO
2014
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
3/112
ii
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
4/112
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya :
Nama : RENADI YOGANTARA
NIM : E1A008139
Angkatan : 2008
Judul Skripsi : KRITERIA DAN PROSEDUR
PENETAPAN CAGAR BUDAYA (STUDI
DI DINPORBUDPAR KOTA
TANGERANG)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut
diatas, maka saya bersedia dikenai sanksi apapun dari Fakultas.
Purwokerto, Febuari 2014
Hormat Saya,
RENADI YOGANTARA
NIM. E1A008139
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
5/112
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT, kerena dengan rahmatnya dan karunianya
penulis masih diberikan waktu untuk beribadah baik ubudiyyah atau
ma‟ammaliyyah, salah satunya adalah belajar dengan menulis dan meneliti
penelitian skripsi ini yang berjudul “Kriteria Dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
(Studi Di Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan Dan Pariwsata Kota Tangerang)”
tersebut dengan baik.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan berbagai pihak,
maka penulisan skripsi ini tidak akan mendapat hasil sesuai yang diharapkan, untuk
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Dr. Angkasa, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
2.
Bunda Sarsiti.S.H.,M.H selaku dosen pembimbing akademik.
3. Bunda Sri Hartini . S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi 1 yang
telah membimbing, ayoman dari saran dan kritik bunda.
4. Ayahanda Sunarto.S.H., selaku Dosen Pembimbing skripsi II, yang selalu
memberi arahan dan memotivasi dari perkataan dan perbuatan yang
menginspirasi untuk ketegasan dalam menjalani penelitian ini hingga selesai.
5. Ayahanda Prof. Dr. Muhammad Fauzan. S.H.,M.Hum., selaku dosen penilai
skripsi yang telah memberikan saran dan koreksian dengan singkat, padat
muatan, serta sistematis.
6. Ayahanda Supriyanto, S.H., M.H., selaku kepala bagian hukum adminstrasi
negara, terima kasih atas bantuannya.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
6/112
v
7. Serta Dinas-Dinas terkait; kasi budaya disporbudpar kota tangerang Bapak
Nurul, terima kasih atas bimbingan serta perbincangannya, serta bapak-bapak
dan ibu-ibu Dinas UPT BPCB serang dan Yogyakarta atas minim interaksi
namun sangat berkualitas. Let‟s Save Our Harritage !!!
8. Keluarga Besar Otang Budiadi, Allah lebih paham dan lebih tahu kemuliaan
kalian, kata-kata dan tulisan tidak cukup untuk mengucapkan semua.
Terpenting terima kasih atas didikan serta kasih sayang.
9. Civitas akademik FH.Unsoed. „cerpen‟ penuh makna
10. Serta semuanya baik yang berkontribusi atau tidak, semoga skripsi ini
bermanfaat. Jika ada kekurangan dalam penelitian ini berharap peneliti
selanjutnya bisa menyempurnakannya. Demikian terima kasih.
Purwokerto, Febuari 2014
Renadi Yogantara
E1A008139
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
7/112
vi
ABSRTAK
Kriteria dan prosedur penetapan cagar budaya(Studi di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, Dan Pariwisata Kota Tangerang)
Oleh
Renadi yogantara
E1A008139
Indonesia merupakan negara yang kaya akan benda cagar budaya yang
memiliki nilai – nilai, antara lain nilai kultural, sosial, religi, edukatif, rekreatif, dankomersial, oleh karena itu menjadi kewajiban adanya upaya pelestarian cagar budayadengan sebuah penetapan. Urusan Cagar Budaya merupakan sub bagian dari urusan
kebudayaan, dan salah satu urusan wajib pemerintah daerah oleh karena itu
Pemerintah Kota Tangerang berwenang serta wajib melakukan pelestarian cagar budaya berdasarkan amanat Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya. Pemerintah kota tangerang dalam Penetapan cagar budaya berdasarkan SuratKeputusan Walikota Tangerang Nomor:430/Kep.337-Disporbudpar/2011. Penetapan
tersebut dilakukan namun belum ada peraturan daerah yang mengatur tentang cagar budaya dan khususnya hal utama dalam penetapan tersebut adalah kriteria serta
prosedur penetapan cagar budaya.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif, spesifikasi penelitian yang digunakan adalah preskriptif, lokasi penelitian
di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota tangerang(Disporbudpar), sumber bahan hukum terdiri dari primer, sekunder, dan tersier,
metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan inventarisasi peraturan perundang-undangan, dokumentasi dan studi kepustakaan, metode penyajian bahanhukum dalam bentuk teks naratif, dan metode analisa yang dipergunakan analisa
normatif kualitatif dengan interpretasi sistematik dan gramatikal.Kriteria maupun prosedur penetpan cagar budaya di Disporbudpar kota tangerang
didasarkan pada ketentuan Undang – undang nomor 11 tahun 2010 dan dengan beberapa ketentuan kementrian pendidikan dan kebudayaan yang ada. Permasalahanterjadi bersumber dari internal pemerintah pusat (kementrian pendidikan dan
kebudayaan) dan daerah (Disporbudpar Kota Tangerang).
Kata kunci : cagar budaya, perimbangan kewenangan, kriteria dan prosedur.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
8/112
vii
ABSRTACT
Indonesia is a country rich in cultural heritage objects which have values , includingthe value cultural , social , religious , educational , recreational, and commercial ,
therefore, the duty of cultural heritage preservation efforts with a determination .
Cultural heritage as a sub part of cultural affairs , and one of the obligatory functions
of local government, therefore Tangerang City Government is authorized and
obligated to the preservation of cultural heritage by mandate - Law No. 11 Year 2010
on cultural heritage . Determination of Tangerang city government in cultural
heritage based on Decree No. Tangerang Mayor : 430/Kep.337-Disporbudpar/2011.
Determination was carried out but no local regulations governing cultural heritage
and in particulary in the determination of the main things is the criteria and
procedures for the determination of cultural heritage .
The method used in this study is a normative approach , the specification of the
research is prescriptive , the location of the research in the Department of Youth ,
Sports , Culture , and Tourism Tangerang City ( Disporbudpar ) , a source of legal
material consists of primary , secondary , and tertiary methods of collecting legal
materials inventory done by legislation , documentation and literature study , the
method of presentation of legal materials in the form of narrative text , and the
method of analysis used qualitative normative analysis with systematic and
grammatical interpretation .
Criteria and procedures penetpan cultural heritage in the city of Tangerang
Disporbudpar based on the provisions of Law - Law No. 11 of 2010 and by some
provisions of the ministry of education and culture there . Problems occur internally
sourced from the central government ( ministries of education and culture ) and area
( Disporbudpar Tangerang City ) .
Keywords : cultural heritage , balancing authority , criteria and procedures
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
9/112
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ . ii
SURAT PERNYATAAN ...................................................................................... . iii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
ABSTRACT ........................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .......................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 8
B. Perumusan Permasalahan ...................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 8
D.
Kegunaan Penelitian .............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara .......................................... .................... 10
1. Pengertian hukum administrasi negara .......................................... 10
2. Sumber Hukum Administrasi Negara ............................................ 12
3. Asas – Asas Hukum Administrasi Negara...................................... 15
4. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara................................ 18
B. Teori Kewenangan ............................................................................... 20
1. Pengertian Kewenangan................................................................. 20
2. Asas Legalitas................................................................................. 21
3. Sumber dan Cara Peroleh Wewenang ........................................... 21
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
10/112
ix
C. Otonomi Daerah .................................................................................. 23
1.
Pengertian Otonomi Daerah .......................................................... 23
2. Asas Otonomi Daerah.................................................................... 24
a. Asas Desentralisasi .................................................................. 24
b. Asas dekonsentrasi .................................................................. 25
3. Perangkat daerah ........................................................................... 27
D. Cagar budaya ...................................................................................... 31
1. Pengertian Cagar Budaya.. ............................................................ 31
2. Sejarah Pengaturan Cagar Budaya .. ............................................. 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 36
A. Metode Penelitian .............................................................................. 36
B. Spesifikasi Penelitian ......................................................................... 36
C.
Lokasi Penelitian ................................................................................ 37
D. Sumber Bahan Hukum ....................................................................... 37
E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum ................................................ 38
F. Metode Penyajian Bahan Hukum ...................................................... 39
G. Metode Analisis Bahan Hukum ........................................................ 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 41
A. Hasil Penelitian ................................................................................... 41
B. Pembahasan , ...................................................................................... 51
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 97
A. Simpulan ............................................................................................ 97
B. Saran ................................................................................................. 99
DAFTAR PUSTAKA
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
11/112
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang kaya akan benda cagar budaya, dilihat dari
sejarah akulturasai berbagai suku, agama, dan adat budaya yang masing-masing
memiliki nilai budaya sendiri-sendiri, yang terkandung sejumlah nilai, antara lain
nilai kutural, sosial, religi, edukatif, rekreatif, dan komersial. Hal ini menjadikan
keberadaan benda cagar budaya di Indonesia perlu dijaga dan dilestarikan, agar
terhindar dari berbagai ancaman yang dapat menyebabkan hilangnya jati diri bangsa
Indonesia karena benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang
bersifat record (rekaman) sejarah, maka dari itu sangatah penting bagi pemahaman
dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan agar dapat memupuk
kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional.
Tujuan daripada perlindungan benda cagar budaya adalah untuk melestarikan
dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional. Hal ini selaras
dengan amanat Pasal 32 ayat (1) dari UUD 1945 yang berbunyi:
“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya”.
Pengaturan mengenai benda cagar budaya telah ada sejak zaman kolonial
melalui Monumenten Ordonnantie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931
Nomor 238), sebagaimana telah diubah Monumenten Ordonnantie Nomor 21 Tahun
1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 515), karena dirasakan sudah tidak sesuai lagi
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
12/112
2
dengan upaya perlindungan dan pemeliharaan demi pelestarian benda cagar budaya
dan perkembangan zaman, maka lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budayadan diganti oleh Undang – Undang Nomor 11 Tahun
2010 tentang cagar budaya sebagai pengganti. Penetapan Undang – Undang Nomor
11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya mengatur secara khusus tentang cagar budaya
dan menggantikan undang – undang nomor 5 Tahun 1992 tentang benda cagar
budaya karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan dan kebutuhan
hukum dalam masyarakat yang sehingga perlu diganti, seperti yang tertuang dalam
konsideran undang – undang nomor 11 tahun 20101.
Undang – Undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerintah berkewajiban untuk
memenuhi hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan tentang identas bangsanya dan
sejarah bangsanya sendiri. Kewenangan pemerintah untuk menguasai semua cagar
budaya, yang dalam hal ini merupakan perlekatan dengan pertanahan yang menjadi
objek penguasaan negara dan digunakan sebesar – besarnya demi kesejahteraan
rakyat Indonesia, seperti yang diamanatkan oleh pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
berbunyi:
”Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Kemakmuran tidak terlepas aspek ekonomi dan pengembangan taraf hidup rakyat
indonesia yang berkaitan dengan cagar budaya yang termasuk ke lingkup
perencanaan pariwisata dari hulu ke hilir hingga menciptakan kesejahteraan rakyat.
Pemenuhan hak rakyat seperti yang disebut sebelumnya merupakan kewajiban
1 Kemendikbud, “Majalah DIKBUD”, jakarta, Edisi No. 04 Tahun IV(Juli 2013) halaman 7
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
13/112
3
pemerintah untuk memenuhinya dengan kebijakan negara dalam hal ini pemeritah
sebagai pendaku kewajiban pemenuhan hak rakyat, pemenuhan itu dalam suatu
penetapan cagar budaya dan terdaftar dalam register cagar budaya.
Pemerintah dalam melaksanakan urusan – urusan pemerintahan dibekali
dengan kewenangan. Kewenangan ini bisa diartikan dengan kekuasaaan dan
kebebasan melakukan sesuatu untuk mencapai suatu tujuan. Tanpa kewenangan
pemerintah tidak dapat menjalankan tugas dan fungsi menjalankan roda
pemerintahan. Kewenangan pemerintah harus jelas dan memiliki dasar hukum agar
memenuhi unsur kepastian hukum dan mencegah terjadinya tumpang tindih
kewenangan, maka untuk itu kewenangan pemerintah diatur dalam peraturan
perundang – undangan. Pemberian kewenangan kepada pemerintah atau Adminstrasi
Negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri lazim dikena dengan istilah Fries
Ermessen atau Discretionary Power, yaitu suatu istiah yang di dalamnya
mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas. Kewajiban adalah tindakan yang
harus dilakukan, sedangkan kekuasaan yang luas itu menyiratkan kebebasan
memilih; melakukan atau tidak melakukan tindakan.menurut Nata Saputra
mengartikan Fries Ermessen sebagai suatu kebebasan yang diberikan kepada alat
administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi
negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang
teguh kepada ketentuan hukum, atau kewenangan untuk turut campur dalam kegiatan
sosial guna melaksanakan tugas- tugas untuk mewujudkan kepentingan umum dan
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
14/112
4
kesejahteraan sosial atau warga negara.2 Mengingat negara merupakan organisasi
kekuasaan, maka peran Hukum Administrasi Negara diperlukan sebagai instrumen
pengawasan akan kekuasaan pemerintah dan munculnya Hukum administrasi negara
pun dikarenakan adanya penyelenggaran kekuasaan negara dan pemerintah dalam
negara hukum, yang menuntut dan menghendaki penyelenggaraan tugas – tugas
kenegaraan, pemerintahaan dan kemasyarakatan yang mendasarkan kepada
kewenangan yang lahir dari hukum/peratudan perundang – undangan . Hal tersebut
adalah salah satu pencerminan salah satu unsur Negara Hukum menurut Freidrich
Julia Stahl dalam konsep Rechsstaat.3
Memasuki era reformasi kewenangan pemerintah pusat dikurangi, dan
sebagaian dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Berdasarkan pasal 10 ayat (3)
Undang- Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan:
“Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Politik Luar Negeri;
b. Pertahanan;
c. Keamanan;
d. Yustisi;
e. Moneter dan Fiskal Nasional; dan
f. Agama.
2 Ridwan HR, Hukum Administras i Negara, Rajawali Press ; Jakarta 2006, Halaman 12
3 Ibid, halaman 3
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
15/112
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
16/112
6
2. Pemeri ntah Kabupaten/Kota melaksanankan pendaftaran cagar budaya yang
dikuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuai tingkat
kewenanggnya.
3. Cagar budaya yang tidak didaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil ali h oleh
pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
Ketentuan hukum demikian mengisyaratkan bahwa peraturan perundangan yang baru
( Undang – Undag Nomor 11 Tahun 2010) tetap mengamanatkan adanya kewajiban
pendaftaran cagar budaya. Ini adalah cerminan paradigma baru yang berorientasi
pada desentralisasi pemerintahan.4 Pasal 1 ayat (7) UU No. 32 Tahun 2004 berbunyi:
“Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemrintahan oleh Pemerintah
kepada Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Keatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan definisi di atas desentralisasi memiliki beberapa indikator,
pertama, bentuk pemencaran adalah penyerahan; kedua, pemencaran terjadi kepada
daerah; ketiga, yang dipencarkan adalah urusan pemerintahan; dan keempat , urusan pemerintahan yang dipencarkan menjadi urusan pemerintah daerah5. Pemencaran
urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota diatur dalam pasal 14 UU NO.32/2004
serta diatur berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas, urusan pemerintahan wajib dan pilihan
yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
4 Balai pelestarian cagar budaya Yogyakarta, 100 tahun purbakala menapak jejak peradaban
bangsa, BPCB Yogyakarta, Yogyakarta, 2013, halaman 325Muhamad Fauzan, materi kuliah „Hukum Pemerintah Daerah‟, Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman ,Purwokerto, 2011, halaman 24
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
17/112
7
Maka ditetapkan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Kota Tangerang, dan salah satu urusan wajib Pemerintah
Daerah Kota Tangerang dalam pasal 3 huruf w disebutkan bahwa kebudayaan
Pemencaran Kewenangan dari Pemerintah Pusat tentang penetapan benda cagar
budaya ada di Direktorat Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementrian Pendidikan
Dan Kebudayaan. Sedangkan di tingkat daerah yang berwenangan adalah Dinas
Pemuda Olahraga,Kebudayaan, Dan Pariwisata Kota tangerang bedasarkan pasal 11
Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Dinas Daerah.
Penetapan benda cagar budaya dalam suatu Register Nasional Benda Cagar
budaya terdiri dari serangakaian prosedural yang harus dijalanin. Serta keterlibatan
ahli terkait baik dalam pengkajian, hingga perangkingan. Pemerintahan kota
Tangerang telah menetapkan dalam Surat Keputusan Walikota Tangerang
dengan nomor:430/Kep.337-Disporbudpar/2011, bahwa pertanggal, 25 agustus
2011, bangunan – bangunan yang dibawah ini adalah cagar budaya, yaitu :
1) Masjid Kali Pasir;
2) Klenteng Boen San Bio;
3) Klenteng Boen Tek Bio;
4) Bendungan Pintu Sepuluh;
5) Benteng Heritage;
6) Stasiun Kereta ;
7) Lapas Anak Pria ;
8) Lapas Anak Wanita; dan
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
18/112
8
9) Lapas Pemuda 2 A. 6
Namun Pemerintah Kota Tangerang dalam menetapkan benda cagar budaya belum
memiliki dasar hukum yang khusus dalam penetapan benda cagar budaya tingkat
Pemerinta Kota Tangerang. Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti
kriteria serta prosedur penetapan cagar budaya yang ditetapkan oleh Walikota
Tangerang atas inisiatif Disporabudpar Kota Tangerang berdasarkan Surat
Keputusan Walikota Tangerang dengan nomor:430/Kep.337-
Disporbudpar/2011 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang
berkaitan dengan penetapan sebuah benda menjadi benda cagar budaya.
B. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Kriteria Cagar Budaya, berdasarkan Studi peneliti di Dinas
Pemuda, Olahraga, Budaya, Dan Pariwisata Kota Tangerang ?
2.
Bagaimanakah Prosedur Penetapan Cagar Budaya, berdasarkan Studi peneliti di
Dinas Pemuda, Olahraga, Budaya, Dan Pariwisata Kota Tangerang ?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan perumusan masalah seperti apa yang diuraikan di atas, penelitian
ini bertujuan sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kriteria – kriteria penetapan benda cagar budaya di dinas
pemuda, olahraga, kebudayaan, dan pariwisata Kota Tangerang.
b. Untuk mengetahui prosedur penetapan sebuah benda cagar budaya di dinas
pemuda, olahraga, kebudayaan, dan pariwisata Kota Tangerang.
6 http://warta Tangerang.com/ Tangerang/kota - Tangerang/2720-inilah-9-bangunan-cagar-
budaya-baru-di-kota- Tangerang.html di akses pada 15 juni 2013
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
19/112
9
D. KEGUNAAN PENELITIAN
1.
Kegunaan penelitian secara teoritis.
Menambah pengetahuan dan wawasan di bidang Hukum Administrasi Negara,
sehingga pemerintahan dapat diterapkan dengan baik di Indonesia. Serta memperluas
cakrawala berpikir penulis dan memberikan sumbangan pemikiran bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Kegunaan penelitian secara praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi kepustakaan Hukum
Internasional di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman , Purwokerto.
Selain itu memberikan informasi dan masukan yang berguna dan bermanfaat bagi
pengembangan Ilmu Hukum Aministrasi Negara pada umumnya dan ilmu hukum
dan Hukum pemerintahan daerah khususnya.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
20/112
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Administrasi Negara
1. Pengertian Hukum Administrasi negara
Sejarah dari Hukum Administrasi Negara dari Negara Belanda yang disebut
Administratif Recht atau Bestuurect yang berarti Lingkungan
Kekuasaan/Administratif diuar dari legislasi dan yudikatif. Di perancis disebut Droit
Administrative. Di Inggris disebut Administrative law. Di Jerman disebut Verwaltung
Recht. Dari sudut etimologi
Seperti hal-nya pengertian hukum, Hukum Administrasi Negara yang
merupakan cabang dan spesies dari genus utama hukum, masih belum menemukan
kesepakan pengertian antar para sarjana hukum. Oleh sebab itu untuk mendapatkan
pemahaman yang dirasa cukup berikut beberapa pandangan para sarjana tentang
Hukum Administrasi Negara :
Van Vollenhoven mengemukakan bahwa,
“Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan –
ketantuan yang mengikat badan – badan yang tinggi maupun yangrendah apabila badan – badan itu menggunakan wewenangnya yangtelah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara”12
Sedangkan oleh De La Bassecour Laan didefinisikan,
“Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan – peraturan tertentuyang menjadikan sebab negara berfungsi ( beraksi), maka peraturan –
peraturan itu mengatur hubugan – hubunganya antara tiap – tiap wargadengan pemeritntahannya “13
di bagian lain, oleh J.H. Logemann diutarakan bahwa,
12 Bachsan Mus tafa, Pok ok - Pokok Huk um Administrasi Negara, Citra Aditya Bakri,
Bandung, 1990, halaman 4913
Ibid, halaman 48
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
21/112
11
“Hukum Administrasi Negara adalah Hukum mengenai hubungan –
hubungan antara jabatan – jabatan satu dengan lainnya serta hubungan
hukum anatara jabatan – jabatan negara itu dengan para negara itudengan para warga masyarakat”14
Definisi Hukum Administrasi Negara dari pakar Ilmu Hukum Indonesia.
Menurut Muchsan bahwa,“Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai
struktur dan kefungsan Administrasi Negara”.
Sesuai dengan rumusan diatas,maka bentuk Hukum Administrasi Negara
dapat dibedakan menjadi dua jenis , yakni :
a. Sebagai Administrasi Negara, Hukum Administrasi Negara adalah hukum
mengenai operasi dan pengendalian dari pada kekuasaan – kekuasaan
administrasi atau pengawasan terhadap penguasa administrasi;
b. Sebagai hukum buatan administrasi maka hukum administrasi adalah hukum
yang menjadi pedoman atau jalan dalam menyelenggarakan undang – undang.15
Suatu pengertian disampaikan oleh Prajudi Atmosudirjo, yaitu :
“Hukum Administrasi Negara adalah hukum mengenai pemerintah
besera aparaturnya yang terpenting yakni Administrasi Negara”.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Hukum Administrasi Negara dapat dibedakan menjadi
dua golongan besar,yaitu :
a.
Hukum Administrasi Negara Heteronom,yakni hukum mengenai seluk
beluk daripada administrasi negara,meiputi:
a. Hukum tentang dasar – dasar dan prinsip – prinsip umum daripada administrasi
negara;
14 Prajudi Atmosudirdjo, Huku Administrasi Negara , Ghalia Indones ia , Jakarta ,1983,
halaman 4215
Muchsan, Pengantar Hukum Administrasi Negara ,liberty, Yogyakarta halaman-12
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
22/112
12
b. Hukum tentang organisasi daripada administrasi negara, termasuk pengertian
desentralisasi dan dekonsentrasi;
c. Hukum tentang aktifitas – aktifitas daripada administrasi negara;
d. Hukum tentang sarana daripada administrasi negara;
e. Hukum tentang peradilan administrasi.
b. Hukum Administrasi Negara otonom, yakni hukum yang diciptakan oleh
administrasi negara.
Dari berbagai batasan pengertian Hukum Administrasi Negara tersebut di atas,
maka dapatah kiranya diketahui bahwa pada intinya Hukum administrasi negara
adalah hukum yang mengatur bagaimana administrasi negara menjalankan fungsi
dan tugas-tugasnya. Selain itu materi yang diaturnya relative luas, hal tersebut
mengingat betapa luasnya kegiatan maupun campur tangan administrasi negara
dalam bidang – bidang kehidupan masyarakat, yakni meningkatkan kesejahteraan
umum.
2. Sumber Hukum Administrasi Negara
Memperlajari sebuah disiplin ilmu yang berkarakter sistematis, koheren dan
konsisten seperti halnya ilmu hukum, maka haruslah memahami apa sumber
berlakunya ilmu tersebut, dikarenakan tidak akan menemukan pengetahuan yang
sistematis, koheren dan konsisten tanpa mengetahui sumbernya.
Adapun dalam Hukum Administrasi Negara sebagai bagian dari Ilmu Hukum
yang mempeajari bentuk konkrit hukum yaitu peraturan – peraturan, harus
mendasarkan pada sumber hukum; yang dalam beberapa pengertian menurut
Sudikno Mertokusumo adalah :
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
23/112
13
a. Sebagai asas hukum , sebagai sesuatu yang merupakan permulaan
hukum, misalnya kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa, dan
sebagainya; b. Menunjukan hukum terdahulu yang member bahan – bahan pada hukum
yang sekarang berlaku, seperti hukum perancis, hukum romawi, dan lain-lainnya;
c. Sebagai sumber berlakunya, yang member kekuatan berlakunya secaraformal kepada peraturan hukum (penguasa, masyarakat);
d. Sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal hukum, misalnya undang
– undang, lontar , batu bertulis, dan sebagainya;e. Sebagai sumber terjadinya hukum, sumber yang menimbulkan hukum.16
Sedangkan dalam Hukum Administrasi Negara dikenal 2 sumber hukum yaitu
sumber hukum materil dan sumber hukum formil.
1) Sumber Hukum Administrasi Negara Materil
Sumber hukum berasal dari faktor – faktor masyarakat yang memperngaruhi
pembentukan hukum, faktor yang mempengaruhi terbentuknya atau dibuatnya suatu
regulasi atau peraturan perundang – undangan, serta suatu putusan hakim dan
sebagainya17. Penjelasan lebih lanjut Ridwan HR menjelaskan, bahwa dalam
beberapa kepustakaan hukum ditemukan bahwa sumber – summber hukum materii
ini terdiri tiga jenis , yaitu sebagai berikut.
a. Sumber Hukum Administrasi Negara Historis
Arti historis dalam pengertian sumber hukum materil memiliki dua arti,
pertama, sebagai sumber pengenalan (tempat menemukan) hukum pada saat tertentu;
kedua, sebagai sumber di mana pembuat undang – undang mengambil bahan dalam
membentuk peraturan perundang – undangan. Arti pertama, sumber hukum historis
meliputi undang – undang putusan – putusan hakim, tulisan – tulisan ahli hukum,
juga tulisan – tulisan yang tidak bersifat yuridis sepanjang memuat pemberitahuan
16 Ridwan H.R Op.Cit,Halaman 54
17 Mucktar kusuma dan Arief Sidarta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama
Ruang Lingk up Berlak unya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung , halaman 54
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
24/112
14
mengenai lembaga - lembaga hukum. Adapun dalam arti kedua, sumber hukum
historis meiputi sistem - sistem hukum masa lalu yang pernah berlaku pada tempat
tertentu seperti sistem hukum romawi, sistem hukum prancis, dan sebagainya.
b. Sumber Hukum Administrasi Negara Sosiologis
Sumber hukum ini meliputi faktor – faktor sosial yang mempengaruhi isi
hukum positif. Artiya peraturan hukum tertentu mencerminkan kenyataan yang hidup
dalam masyarakat.
c. Sumber Hukum Administrasi Negara Fiosofis
Sumber hukum dalam arti filosofis memiiki dua arti, yaitu : (a) als bron voor
de inhoud van rectvaardig recht ( sebagai sumber untuk isi hukum yang adil ); (b)
als bron de picht om aan het recht te gehoozamen (sebagai sumber untuk mentaati
kewajiban terhadap hukum ). Untuk menjawab pertanyaan pertama ada tiga
pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini ; (a) pendangan teokratis, yang
menyatakan isi hukum berasal dari tuhan; (b) pandangan hukum kodrat yang
menyatakan isi hukum berasal dari akal manusia; (c) pandangan mazhab historis
yang menyatakan isi hukum berasa dari kesadaran hukum. Sementara kekuatan
mengikatnya hukum, mengapa hukum mempunyai kekuatan mengikat, mengapa kita
tunduk pada hukum. Kekuatan menngikat dari kaidah hukum bukan semata - mata
didasarkan pada kekuatan bersifat memaksa, tetapi karena kebanyakan orang
didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.18
Kesusuilaan atau kepercayaan merupakan nilai – nilai yang dijadikan rujukan
dalam masyarakat, disamping nilai – nilai lain seperti kebenaran , keadilan ,
18Sudikno mengenal Hukum Suatu Pengantar,liberty , yogyakarta, halaman 71
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
25/112
15
ketertbanm kesejahteraan, dan nilai- nilai positif lainnya, yang umumnya menjadi
cita hukum atau rechtsidee dari masyarat. Dengar kata lain, sumber hukum filosofis
mengandung makna agar hukum sebagai kaidah periaku memuat nilai – nilai positif
tersebut.
2) Sumber Hukum Formal
Diartikan juga sebagai tempat atau sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekkuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang
menyebabkan peraturan hukum formal berlaku. Sumber hukum administrasi negara
daam arti formal ini terdiri dari peraturan – perundangan praktik administrasi negara
atau hukum tidak tertuis, yurisprudensi, dann doktrin
3. Asas – Asas Hukum Administrasi Negara
Asas atau dalam istilah asing adalah beginsel , yang berasal dari kata begin,
artinya permuaan atau awal. Asas adalah sesuatu yang mengawali atau yang menjadi
permulaan “sesuatu” dan yang dimaksud dengan sesuatu dalam pembahasan kali ini
adalah sebuah kaidah. Sedangkan kaidah atau norma adalah ketentuan – ketentuan
tentang bagaimana seharusnya manusia berperilaku dalam pergaulan hidupnya
dengan manusia lainnya. Maka dari itu asas sendiri adalah dasar dari suatu kaidah. 19
Pembentukan Hukum Administrasi Negara didasarkan kepada suatu asas dan asas
yang menjadi dasar suatu kaidah, dikenal beberapa asas – asas Hukum Administrasi
Negara yaitu :
19 Soehino,1984, Asas – Asas Hukum Tata Pemerintahan, Liberty, Yogyakarta, halaman 9
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
26/112
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
27/112
17
karena hal tersebut bertentangan dengan pasal 27 ayat (1) Undang – Undang Dasar
Tahun 1945, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum
dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
pengecualian.
e. Asas upaya memaksa atau bersanksi sebagai jaminan agar taat kepada
peraturan – peraturan administrasi negara.
f. Asas kebebasan
Asas kebebasan yaitu asas yang diberikan kepada badan – badan Administrasi
Negara, suatu kebebasan daam menyelesaiakan masalah menyangkut kepentingan
umum, bangsa dan negara disebut asas freies ermessen, menurut bachsan mustafa
yang dinukil oleh Ridwan HR dalam bukunya berpendapat, bahwa asas freies
ermessen diberikan kepada pemerintah atau administrasi negara mengingat fungsi
pemerintah menyangkut penyelenggaraan kesejahteraan umum, dan ini berbeda
dengan fungsi kehakiman yaitu menyelesaiakan sengkete antara penduduk dengan
pemerintah, oleh karena itu keputusan pemerintah/ administrasi negara akan ebih
mengutamakan pencapaian tujuan atau sasaran (doelmatigheid) dari pada
kesesuaiannya dengan hukum yang berlaku, baik hukum berdasarkan undang –
undang maupun hukum kebiasaan sesuau dengan Undang – Undang Nomor 14 tahun
1970 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang diubah
dengan Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009.
Pemberian freies ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara
merupakan langkah konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam
kerangka negara hukumm freies ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
28/112
18
Oleh karena itu Sjachran Basah mengemukakan unsur – unsur freies
ermessen dalam suatu negara hukum yaitu , sebagai berikut :
1. Ditujukan untuk menjalankan tugas – tugas servis publik;2. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara;3. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;
4. Sikap tindak itu diambil dari inisiatif sendiri;5. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaiakn persoalan penting
yang timbul secara tiba- tiba;6. Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa atau secara hukum.
21
Dari kesemuanya kebebasan berkehendak bukan tanpa batas, jika melihat
kembali amanat undang – undang dasar 1945 pasal 1 ayat (3) yang mengamatkan
bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, maka apa-pun yang dilakukan semua
perbuatan masyarakat selama hukum mengatur maka hukum positiflah yang
ditegakkan demi kepastian hukum, apalagi pemerintah atau pejabat atas nama negara
dan asas legalitas kewenangannya yang diatur oleh undang – undang dilaksanakan
pula berdasarkan hukum yang berlaku.
4. Ruang Lingkup Hukum Administrasi Negara
Membicarakan ruang lingkup Hukum Administrasi Negara tidak terlepas dari
definisi hukum administrasi negara tersebut yaitu ; Negara, Administrasi Negara,
Pemerintah / Pemerintahan, fungsi dan tugas serta tujuan kesejahteraan umum.
Ridwan HR mengutip pendapat C.J.N.Verteden tentang ruang lingkup
Hukum Administrasi Negara, bahwa Hukum Administrasi Negara meliputi bidang
pengaturan antara lain :
21 Ridwan HR, Op.Cit, halaman 131.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
29/112
19
a) Pengaturan mengenai penegakan ketertiban dan keamanan,kesehatan
dan kesopanan ,dengan menggunakan aturan tingkahlaku bagi warga
negara yang ditegakkan dan ditentukan lebih lanjut oleh pemeritah; b) Peraturan yan ditujukan untuk memberikan jaminan sosial bagi rakyat;
c) Peraturan – peraturan mengenai tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah;
d) Peraturan – peraturan yang berkaitan dengan tugas – tugas pemeliharaan dari pemerintah termasuk bantuan terhadap aktivitasswasta dalam rangka pelayanan umum;
e) Peraturan – peraturan yang berkaitan dengan pemungutan pajak;f) Peraturan – peraturan menegnai perlindungan hak dan kepentinagn
warga negara terhadap pemerintah;g) Peraturan – peraturan yang berkaitan penegakan hukum administrasi;
h)
Peraturan – peraturan menegnai pengawasan organ pemerintahananyang lebih tinggi terhadap organ pemerintahan yang lebih rendah;i) Peraturan – peraturan mengenai kedudukann hukum kepegawaian
pemerintahan 22 Selain itu Phillipus M Hadjon berpendapat lain tentang ruang lingkup Hukum
Administrasi Negara, yaitu mencangkup hal – hal yang diantaranya :
a. Sarana – sarana (instrument) bagi penguasa untuk megatur, menyeimbangkan,
dan mengendalikan berbagai kepetingan masyarakat;
b. Mengatur cara – cara partisipasi warga dalam proses penyusunan dan
pengendalian tersebut, termasuk proses penentuan kebijaksanaan;
c. Perlindungan hukum bagi warga masyarakat;
d. Menyusun dasar – dasar bagi peaksanaan pemerintahan yang baik
Kedua pendapat diatas menggambarkan luasnya ruang lingkup Hukum
administrasi negara, sepeerti penjelasan definisi sebelumnya, itu dikarenakan dalam
urusan administrasi negara yang luas, serta konsep kenegaraan kesatuan dengan
sistem desentralisasi dan dekonsentrasi, hingga terdapat pula hukum administrasi
22 Ibid, Halaman 41
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
30/112
20
daerah, yaitu Peraturan – peraturan yang berkeanaan dengan administrasi daerah atau
pemerintahan daerah.
23
B. TEORI KEWENANGAN
1. Pengertian Kewenangan
Kewenangan (authority, gezag) itu sendiri adalah kekuasaan yang diformalkan
untuk orang – orang tertentu atau kekuasaan terhadap bidang pemerintahan tertentu
yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari pemerintah. Memang hal ini
tampak agak legalitis formal karena Hukum dalam bentuknya yang aslinya bersifat
membatasi kekuasaan dan berusaha untuk memungkinkan terjadinya keseimbangan
dalam hidup bermasyarakat.
Sedangkan wewenang (bevoedheid), ini adalah kemampuan untuk melakukan
tindakan – tindakan hukum tertentu atau spesifikasi dari kewenangan, merupakan
tentang barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-
undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam
kewenangan itu. S.F.Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan
bertindak yang diberikan oleh undang – undang yang berlaku untuk melakukan
hubungan – hubungan hukum. Wewenang itu dapat mempengaruhi terhadap
pergaulan hukum, setetalah dinyatakan dengan tegas wewenang tersebut sah, baru
semua tindak pemerintah mendapat kekuasaan hukum (rechtskracht) oleh karena itu
pengertian wewenang itu sendiri akan berkaitan dengan kekuasaan.
Menurut Bangir Manan, kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat atau
tidak berbuat. Wewenang arti hak dan kewajiban. Hak berisi kebebasan untuk
23 Ibid , Halaman 45
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
31/112
21
melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu atau menuntut pihak lain untuk
melakukan tindakan tertentu. Kewajiban memuat keharusan untuk melakukan atau
tidak melakukan tindakan tertentu24
2. Asas Legalitas
Indonesia adalah negara hukum yang mendasarkan pada asas legalitas, maka
pemerintah dalam melaksanakan tugas – tugasnya harus didasarkan pada wewenang
yang dimilikinya dalam peraturan perundang-undangan karena wewenang menjadi
dasar keabsahan tindakan pemerintah, sehingga wewenang tersebut merupakan
legalitas formal , artinya memberi legitimasi terhadap tindakan pemerintahan.
Penerapan asas legalitas, akan menjunjung berakunya kepastian hukum dan
berlakunya kesamaan perlakuan. Kesamaan perlakuan terjadi karena setiap orang
yang berbeda dalam situasi seperti yang ditentukan dalam suatu undang – undang itu
berhak dan berkewajiban untuk berbuat seperti apa yang ditentukan dalam undang –
undang tersebut. Kepastian hukum akan terkadung dalam suatu peraturan dapat
diperkirakan terlebih dahulu, denga melihat kepada aturan – aturan yang berlaku,
maka pada asasnya lalu dapat dilihat atau diharapkan apa yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan yang bersangkutan. Oleh karena itu warga masyarakat dapat
menyesuaikan dengan keadaan tersebut.25
3. Sumber dan Cara Perolehan Wewenang
Berdasarkan sumbernya, wewenang dibedakan menjadi dua yaitu : wewenang
personal dan wewenang ofisial, adapun yang dimaksud keduanya sebagai berikut :
24 Ibid, halaman 65
25 Indiharto, Usaha Memahami Undang – Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Buk u I , jakarta; pustaka sinar harapan, 1993, halaman 83.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
32/112
22
a. Wewenang personal yaitu wewenang yang bersumber pada intelegensi,
pengalaman, nilai atau norma, dan kesanggupan untuk memimpin.
b. Wewenang ofisial, yaitu wewenang resmi yang diterima dari wewenang yang
berada di atasnya.
Di dalam Hukum Administrasi Negara wewenang pemerintahan yang bersumber
dari peraturan perundang – undangan diperoleh melalui cara – cara yaitu atribusi,
delegasi dan mandat.
Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu
ketentuan dalam peraturan perundang – undangan. Atribusi kewenangan dalam
peraturan perundang – undangan adalah pemberian kewenangan memberntuk
peraturan perundang – undangan yang puncaknya diberikan oleh UUD 1945 atau UU
kepada suatu lembaga negara atau pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus
menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disni
dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Delegasi merupakan pelimpahan
suatu wewenang yang telah ada oleh badan atau jabatan tata usaha negara yang telah
memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan atau jabatan tata
usaha negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi
wewenang Terakhir mandat, dalam Hukum Administrasi Negara diartikan sebagai
perintah untuk melaksanakan atasan; kewenangan dapat sewaktu-waktu dilaksanakan
oleh pemberi mandat, dan tidak terjadi peralihan tanggung jawab.
Berkenaan dengan kewenangan urusan cagar budaya atau kebudayaan, maka
hubungannya antara kewenangan pemerintah pusat dan daerah yang bersifat
Atributif , hal tersebut diatur dalam pembagian urusan pemerintah daerah dalam
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
33/112
23
Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota.
C. OTONOMI DAERAH
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah untuk mengurus rumah tangga
daerah. Namun otonomi bukanlah kemerdakaan, dikarenakan otonomi merupakan
sub sistem dalam negara kesatuan, oleh karenanya betapa luasnya otonomi, dan
seberapa besar kekuasaan daerah otonom, haruslah selalu ditempatkan dalam rangka
Negara Kesatuan. Oleh karena itu keadaan tersebut mencerminkan bahwa otonomi
bukanlah cara untuk disintergrasi secara halus melainkan suara proses menuju
pemerataan kesempatan di masing – masing daerah yang berorientasi kepada
kesejahteraan masyarakan serta proses menuju pemerataan kesempatan di masing –
masing daerah yang berorientasi kepada kesejahteraan masyarakan26.
Otonomi daerah merupakan perpaduan langsung dari ide- ide desentraisasi
dengan ide – ide demorkasi. Lebih jauh disebutkan bahwa otonomi menggambarkan
satu tipe desentralisasi yang relatif sempurna. Norma – norma yang dibuat oleh organ
– organ yang otonom bersifat final dan bebas, paling tidak berkenaan dengan organ-
organ administratif pusat dari negara, terutama jika organ-organ ini ini mempunyai
satu karekater yang kurang lebih otokrasi.27 Jenis otonomi pun ada beberapa yaitu :
Otonomi Materil, Otonomi Formal, dan Otonomi Riil.
26 Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Dan Negara , Bandung ; Nusa Media , 2006,
halaman 44527
Ibid , halaman 446
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
34/112
24
Otonomi materil mengandung arti bahwa yang diserahkan menjadi urusan rumah
tangga diperinci secara tegas, pasti, diberi batasan – batasan, “zakelijk”, dan dalam
praktiknya penyerahan ini dilakukan dalam undang – undang pembentukan daerah
yang bersangkutan. Otonomi formal adalah berbanding terbalik dengan otonomi
materil, yaitu urusan diserahkan tidak dibatasi dan tidak “zakelijk”. Daerah
mempunyai kebebasan untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang menurut
pandangannya adalah kepentingan daerah, untuk memajukan dan perkembangan
daerah, adapun batasannya adalah urusan yang diatur oleh pusat tidak boleh diatur
oleh daerah dan juga peraturan tersebut tidak boleh tidak bertentangan dengan
kepentingan umum. Otonomi riil merupakan penggabungan dari otonomi materiil
dan otonomi formal28.
2. Asas Otonomi Daerah
Selain diatur dalam Undang- Undang pembentukan daerah, otonomi
dilaksanakan sesuai dengan kesanggupan dan kemampuan daerah, penambahan
urusan pemerintahan kepada daerah dilakukan dengan undang-undang penyerahan
masing – masing urusan. Dalam pelimpahan urusan pemerintahan dari pusat ke
daerah dilakukan berdasarkan asas – asas yang berlaku dalam otonomi daerah. Asas
otonomi daerah daam proses pelimpahannya tersebut terbagi: Desentralisasi dan
Dekonsentrasi.
a)
Desentralisasi
Desentralisasi adalah pelimpahan kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah
– daerah yang mengurus rumah tangga sendiri.29 Desentralisasi ini merupakan suatu
asas tentang mekanisme atau cara untuk memberikan kekuasaan dam bidang tertentu
28 M.Fauzan, Hukum Pemerintah Daerah Kajian Tentang Hubungan Keuangan Pusat dan
Daerah , yogyakarta, UII press,halaman 68
`29
Ibid,halaman 44
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
35/112
25
untuk menyelenggarakan secara mandiri berdasarkan perimbangan, inisiatif dan
administrasi sendiri.
30
Pasal 1 anggak 7 UU No 32 Tahun 2004 mengartikan bahwa
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam
sistem negara kesatuan.
Menurut Joeniarto bahwa Desentralisasi adalah memeberikan wewenang dari
Pemerintah Negara kepada Pemerintah Lokal untuk mengatur dan mengurus urusan
tertentu sebagai urusan rumah tangganya sendiri. Menurut Bangir manan yang
mengutip pendapat Van Der Pot , badan – badan otonomi dibedakan Desentralisasi
menjadi dua, yaitu : Desentralisasi teritorial atau kewilayahan dan Desentralisasi
fungsional.31
Desentralisasi teritorial adalah penyerahan kekausaan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri (otonomi) dan batas pengaturan yang dimaksud
adalah daerah, sedangkan Desentralisasi fungsional adalah penyerahan kekuasaan
untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu dan batas pengaturan dimaksud adalah
jenis fungsi itu sendiri misalkan permasalahan pertanahan, pendidikan, lingkunagn
hidup dan sebagainya.32
b) Asas dekonsentrasi
Dekonsentrasi Menurut R.D.H. koesoeahatmadja yang dikutip oleh Muhammad
Fauzan memberi batasan bahwa, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
30 Muhammad fauzan ,disampaikan dalam perkuliahan materi hukum pemerintahan daerah,
fakultas hukum Unsoed, pada tahun 201331
Bangir manan dan Kuntara Magnar, Op,Cit, halaman 1032
Irawan Soedjito, hubungan pemerintah pusat dan daerah di negara repubik indonesia,
jakarta; rajawali press, halaman 42.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
36/112
26
alat kelegkapan negara tingkatan yang lebih atas kepada bawahannya guna
mempelancar pekerjaan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
33
Sedangkan
Amrah Muslimin mendefinisikan dekonsentrasi adalah pelimpahan kewenangan
pemerintah pusat kepada alat – alat pemerintah pusat yang ada di daerah. Irawan
Soejito, mengartikan dekonsentrasi adalah peimpahan kewenangan penguasa kepada
pejabat bawahannya sendiri. Menurut Joeniarto, mengartikan dekonsentrasi adalah
pelimpahan kewenangan pemerintah kepada para pihak untuk dilaksanakan.34 Pasal 1
angka 8 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berbunyi:
“Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah wewenang pemerintahan dan/atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa dekonsentrasi mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a)
Bentuk pemencaran adalah pelimpahan;
b) Pemencaran terjadi kepada pejabat sendiri (peroragan);
c) Yang dipencarkan (bukan urusan pemerintahan) tetapai wewenang untuk
melaksanakan sesuatu;
d) Yang melimpahkan tidak menjadi urusan rumah tangga sediri.
Dari ciri – ciri di atas sudah jelas perbedaan pokok antara desentralisasi dengan
dekonstrasi yang mana perbedaaan pokok ada pada istila pelimpahan da penyerahan.
Istilah pelimpahan wewenang megandung arti bahwa urusan pemerintahan yang
33 Agus salim andi gajong, Op,Cit,halaman 76.
34 Ni‟matul huda, Hukum Pemerintahan Daerah , Nusa Media , Bandung halaman 65
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
37/112
27
dilimpahkan tersebut tetap menjadi tanggung jawab pemertah pusat, baik yang
berhubungan dengan perncanaan, pelaksanaan maupun pembiayaan.
35
Selain asas otonomi, terdapat asas pemerintahan daerah yang diamanatkan
dalam UU No32/2004 yaitu tugas pembantuan. tugas pembantuan merupakan asas
yang dapat diartikan sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah pusat atau
daerah yang tingkatannya lebih atas untuk meminta bantuan kepada pemerintah
daerah atau pemerintah yang tingkatannya lebih rendah di dalam menyelenggarakan
tugas – tugas atau kepentingan-kepentingan yang termasuk urusan tumah tangga
daerah yang diminta tersebut. Tugas pembantuan dapat dijadikan sebagai terminal
menuju “ penyerahan penuh” suatu urusan kepada daerah atau tugas pembantuan
merupakan tahap awal sebagai persiapan menuju kepada penyerahan penuh. Kaitan
antara tugas pembantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, seharusnya bertolak dari : (1) Tugas pembantuan
bagian dari desentralisasi. Jadi, pertanggungjawaban mengenai penyelenggaraan
tugas pembantuan adalah tanggung jawab daerah yang bersangkutan; (2) tidak ada
perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena dalam tugas
pembantuan terkadang mengandung unsur penyerahan, bukan penugasan.ini adanya
perbedaan yang mendasari bahwa kalu tugas pembantuan adalah penyerahan tidak
penuh.36
3. Perangkat daerah
Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat
daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu
35 Ibid, halaman 54
36 A. Syarifuddun, Titik Berat Otonomidaerah Pada Daerah Tinggat Ii Dan
Perkembangannya , Bandung : Mandar Maju. 1991, halaman 4
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
38/112
28
penyusunan kebijakan dan kordinasi, diwadahi dalam lembaga sekertariat, unsur
pendukung kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang
bersifat spesifik, diwadahi oleh lembaga teknis daerah, serta unsur pelaksana urusan
daerah diwadahi lembaga Dinas Daerah. Dasar utama penyusunan perangkat daerah
dalam bentuk organisasi adalah adanya urusan pemerintah yang perlu diangani.
Tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan dibentuk ke dalam organisasi
sendiri.37
Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya
mempertimbangkan beberapa faktor, seperti kemampuan keuangan, kebutuhan
daerah , cangkupan tugas yang harus diwijudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas
wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah
yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, serta sarana dan prasarana
penunjang tugas. Oleh karena itu , kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi
masing – masing daerah tidak selalu sama dan seragam. Namun tata cara dan
prosedur, persyaratan, kriteria pembentukan organisasi perangkat daerah diterapkan
dalam peraturan daerah yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh
pemerintah.38
Perangkat daeraha dibentuk oleh masing – masing daeraha berdasarkan
karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah ditetapkan dengan peraturan daerah
setempat dengan berpedoman kepada peraturan pemerintah. Pengendalian organisasi
perangkat daerah dilakukan oleh pemerintah pusat untuk provinsi oleh gubernur
untuk kabupaten/ kota dengan berpedoman kepada peraturan pemerintah. Formasi
37 Widjaja HAW, Op.cit, halaman 142
38 Ibid, halaman 143
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
39/112
29
dan jabatan perangkat daerah ditetapkan dengan peraturan kepala daerah dengan
berpedoman kepada peraturan pemerintah.
39
Pasal 120 No 32 tahun 2004 berbunyi :
1) Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD,dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.
2) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan, dankelurahan.
Dari pasal di atas setiap daerah baik daerah provinsi, daerah kabupaten, maupun
daerah kota, dilengkapi dengan perangkat daerah terdiri dari : sekertaria daerah,
dinas daerah, dan lembaga teknis daerah, sesuai kebutuhan daerah. Pasal 121 ayat 2
UU No 32/2004, Sekertariat Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu
kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengoordinasikan dinas dan lembaga.
Definisi mengenai dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah
merupakan unsur pendukung kepada daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit
umum daerah. Kepala Badan Daerah melalui Sekertariat Daerah.
Perangkat daerah pemerintahan kota tangerang berpedoman pada PP No.41/2007
dan diatur lebih khusus berdasarkan pasal 1 angka (5) perda No.5/2008 tentang
pembentukan dan susunan organisasi dinas daerah, perangkat daerah terdiri dari
unsur pembantu Kepala Daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang
terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis
Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
39 Deddy Supriady, Dadang Solihin, Penyelenggaraan Pemerintah Daerah , Jakarta : PT.
Gramedia Pus taka Utama, 2002, halaman 20.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
40/112
30
Dalam melancarakan pelaksanaan urusan Pemerintah Kota Tanggrang, dibentuk
dinas/lembaga yang melaksanakan fungsi tugas urusan pemerintahan daerah.
Berdasarkan pasal 2 Perda No.5/2008, pemerintah kota tangerang memiliki 15 dinas
daerah yaitu :
1. Dinas Pendidikan;
2. Dinas Kesehatan;
3. Dinas Sosial;
4. Dinas Ketenagakerjaan;
5. Dinas Perhubungan;
6. Dinas Informasi dan Komunikasi.
7. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
8. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata (PORBUDPAR)
9. Dinas Pekerjaan Umum;
10. Dinas Tata Kota;
11. Dinas Kebersihan dan Pertamanan;
12. Dinas Pemadam Kebakaran;
13. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (INDAGKOP);
14. Dinas Pertanian;
15. Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
Selanjutnya berkenaan dengan urusan kebudayaan khususnya pelestarian cagar
budaya masuk dalam kewenangan Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan
Pariwisata yang diatur dalam pasal Pasal 11 ayat (2) huruf j yang berbunyi:
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
41/112
31
“Pelaksanaan tugas teknis pariwisata, pelestarian seni dan cagar budaya”. Dalam
rincian tugas Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata yang
merupakan salah satu Satuan Kerja Dinas Daerah (SKDD) diatur dalam Pasal 25
Perda No.5 Tahun 2008 yang berbunyi : “Rincian tugas Satuan Kerja Dinas Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini diatur dengan Peraturan
Walikota”. Oleh karen itu keluarlah Peraturan Walikota tersebut dalam Pasal 25
Perda No.5 Tahun 2008 yaitu Peraturan Walikota Nomor 30 Tahun 2008 tentang
organisasi dan tata kerja dinas pemuda, olah raga, kebudayaan, dan pariwisata.
D. Cagar budaya
1. Pengertian Cagar Budaya
Definisi benda cagar budaya menurut Konvensi UNESCO tentang
Warisan Dunia tahun 1972 Pasal 1 berbunyi:
“ Monuments : architectural works, works of monumental sculptureand painting, elements or structures of an archeological nature,
inscriptions, cave dwelling and combinations of features, which are of
outstanding universal value from point of view of the history, art or
science;
groups of buildings : groups of separate of connected buildings which,
because of their architecture, their homogeneity or their place in the
landscape, are of outstanding universal value from the point of view of
thhe history, art or science;
site : works of man or the combined works of nature and man, and areas
including archaelogical sites which are outstanding universal value from
the historical, aesthetic, ethnological or anthropological point of v iew”.40
Definisi cagar budaya di atas membagi pengertian benda cagar budaya
menjadi 3 (tiga) yaitu :
40 Kemendikbud, , “Majalah DIKBUD”, Edisi No. 04/IV(Juli)Tahun 2013,
jakarta, halaman 8
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
42/112
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
43/112
33
peninggalan dalam hal mana metode arkeologi memberikan informasi primer. Ini
terdiri dari semua sisa-sisa keberadaan manusia dan terdiri dari tempat-tempat yang
berhubungan dengan semua manifestasi dari aktivitas manusia, struktur yang
ditinggalkan, dan tetap dari segala jenis (termasuk situs bawah tanah dan bawah
air), bersama-sama dengan semua materi budaya yang mudah dibawa yang terkait
dengan mereka. Definisi ini lebih fokus kepada pengertian tinggalan arkeologi
yang lebih merujuk kepada keterkaitan antara tinggalan arkeologi tersebut dengan
aktivitas sosial budaya manusia yang pernah hidup pada masanya dan pada
kawasannya. Definisi cagar budaya berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya Pasal 1 butir 1 adalah :
“Cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar budaya, Bangunan Cagar budaya, Struktur Cagar budaya, Situs Cagar budaya, dan Kawasan Cagar budaya di darat dan/atau di air yang perludilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan.”
Cagar budaya mempunyai arti penting bagi bangsa Indonesia khususnya
untuk memupuk rasa kebanggaan nasional serta memperkokoh kesadaran jati diri
bangsa. Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya
bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan
kesadaran jatidiri bangsa dan kepentingan nasional. Sejalan dengan
perkembangan dinamika masyarakat, perubahan kewenangan pemerintah dari
sentralistik ke desentralistik, serta konflik perubahan pemanfaatan ruang dari
kawasan lindung cagar budaya menjadi kawasan budidaya yang dapat
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
44/112
34
mengancam eksistensi situs dan cagar budaya yang ada, serta keberadaaan
cagar budaya yang ada di darat dan perairan, maka terjadi perubahan orientasi
pemahaman benda cagar budaya yang dahulunya berorientasi pada artefak,
monumen dan situs, berubah menjadi pemahaman cagar budaya lebih
kepada kawasan yang menyertainya
2. Sejarah Pengaturan Cagar Budaya
Sejarah perjalanan pengelolaan cagar budaya, tentunya juga diwarnai sejarah
perjalanan „Sistem Hukum‟ yang mengaturnya. Sistem hukum yang dimaksud adalah
berikut ini.
1) Monumment Ordonatie. Berlaku sejak masa kolonial belanda (1931) sampai
dengan masa kemerdekaan (1992)
2) Undang – undang RI Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Berlaku sejak tanggal 21 Maret 1992 sampai dengan 24 November 2010.
3) Undang – undang RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagab Budaya, berlaku
sejak diundangkan pada tanggal 24 November 2010 sampai sekarang.
Untuk mengetahui sejarah perubahan sistem hukum yang mengatur cagar
budaya di Indonesia, perlu kiranya dikemukakan aasan yang melatarbelakangi
perubahan tersebut. adapun alasan digantinya Monumment Ordonatie dengan
Undang – Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 pada tanggal 21 Maret 1992, adalah
pengaturan benda cagar budaya sebagai mana diatur dalam (Staatblad Nomor 238
Tahun 1931 ) sebagaimana telah diubah dengan Monumment Ordonatie Nomor 21
tahun 1934 ( Staatblad Nomor 515 Tahun 1934) dewasa ini sudah tidak sesuai
dengan upaya perlindungan dan pemeliharaan demi pelestarian benda cagar budaya;
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
45/112
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
46/112
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
H. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe penelitian Yurisdis Normatif,
yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengaji penerapan kaidah – kaidah atau
norma – norma dalam Hukum Positif.74 Dalam tipe penelitan ini peneliti
menggunakan beberapa pendekatan masalah meliputi pendekatan perundang –
undangan (Statute Approach), pendekatan analisa (Analitical Approach),
Pendekatan Sejarah (Histrorical Approach)
1. Pendekatan perundang – undangan (Statute Approach)
Penelitian ini menggunakan jenis Pendekatan Perundang-Undangan (Statute
Approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang
ditangani75
I. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisa preskriftif, yaitu sifat analisa untuk
memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang teah dilakukan oeh peneliti.
Argumentasi ini guna memberikan preskriftif atau penilaian mengenai benar atau
salah atau seyogyanya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dai hasil
penelitian.76
74 Jonny Ibrahim, Teori Dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang : Banyumedia,
2005, halaman 295.75
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006,
halaman. 93.76
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penel itian Hukum Normatif Dan
Empiris, pustaka pelajar, yogyakarta 2010, halaman 184
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
47/112
37
J. Lokasi Penelitian
Pencarian bahan hukum dilakukan di Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan ,
Dan Pariwisata Kota Tangerang., Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman, serta Perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman.
K. Sumber Bahan Hukum
Sumber penelitian ini diperoleh dari bahan pustaka yang disebut bahan hukum77.
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sumber Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu terdiri dari peraturan perundang-undangan yang
diurut berdasarkan hierarki Undang – Undang Dasar 1945, Undang – Undang atau
perundang pemerintah pengganti Undang – Undang (perpu), peraturan pemerintah
(PP), peraturan presiden (Perpres), Peraturan Menteri (Permen) Peraturan daerah
(Perda) serta Peraturan Walikota (Perwal).
2. Sumber hukum sekunder ( secondary law material )
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang terdiri dari buku – buku teks
(textbook) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh ( De Herseende Leer),
jurnal- jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus – kasus hukum, yurisprudensi,
dan hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan berkaitan dengan topik
penelitian.78 Bahan – bahan tersebut merupakan bahan- bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan
77 Dalam penelitian Hukum Normatif, sumber-sumber penelitiannya tidak mengenal adanya
“data”, melainkan berupa Bahan-Bahan hukum primer dan sekunder. Lihat, Peter Mahmud Marzuki,
op. cit, halaman. 141.78
Jhonny ibrahim, Op,cit, halaman 296
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
48/112
38
memahami bahan hukum primer, yaitu meliputi : Rancanagan Peraturan perundag-
undangan, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil – hasil penelitian.
79
Penulis menggunakan berbagai literatur yang terkait dengan penelitian, dari
berbagai jenis buku yang ditulis oleh para sarjana, mendasarkan pada sumber
sebagaimana telah disebut diatas. Serta Bahan hukum yang memberi petunjuk
penjeasan terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus, enyclopedia, dan lain –
lain.80 Hal ini termasuk juga berbagai bahan hukum yang bersumber dari internet.
Pada pokoknya, bahan hukum primer dan sekunder bersifat publik, contohnya yaitu
data arsip, data resmi instansi pemerintah, dan data lain. Serta bahan hukum tersier
bersifat pribadi, contohnya dokumen pribadi, data pribadi yang disimpan lembaga
tempat bekerja, dsb.81
3. Metode Pengumpulan Data
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian hukum normatif
sehingga metode pengumpulan bahan hukum dilakukan memalui metode
kepustakaan dan metode dokumenter, terhadap bahan hukum primer, sekunder, dan
tersier yang berhubungan dengan obyek yang diteliti, kemudian dihubungkan sesuai
dengan lainnya sesuai dengan pokok permasalaha sehingga menjadi satu kesatuan
yang utuh coprehensive), all inclusive, dan systematic. Metode pengumpulan bahan
hukum tersebut menggunakan sistem kartu, dimana bahan – bahan hukum yang
79 Ibid, halaman 12
80 Loc,cit.
81 Saryono Hanadi, Materi Kulia Metedologi Penulisan Dan Penelitian Hukum Purwokerto:
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, 2010, halaman 8.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
49/112
39
berhubungan dengan masalah yang dibahas kemudian dipaparkan disistematiskan
kemudian guna menginterpretasi hukum yang berlaku.
82
4. Metode Penyajian Data
Bahan hukum yang diperoleh akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk
uraian yang disusun secara sistematis, yang didahului dengan pendahuluan yang
berisi latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
dan diteruskan dengan analisa bahan hukum dan hasil pembahasan serta diakhiri
dengan simpulan.
5. Metode Analisis Data
Metode analisa data dilakukan dengan menggunakan metode analisis normative
kualitative yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan pembahasan dan
penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada norma-norma dan
doktrin-doktrin yang berkaitan dengan obyek yang diteliti. Norma hukum diperlukan
sebagai premis mayor kemudian dikorelasikan dengan fakta – fakta yang relevan
(legal fact) yang dipasang sebagai premis minor mealui proses siogisme akan
diperoleh kesimpulan(conclution) terhadap permasalahannya. Analisis bahan hukum
tersebut dilakukan dengan menggunakan model interpretasi gramatikal dan
interpretasi sistematis, yang penjabarannya sebagai berikut :
1. Interpretasi gramatikal
Digunakan untuk mengetahui makna ketentuan peraturan perundang – undangan
dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya.
82 Tedi Sudrajat, Materi kuiah metode penulisan dan penelitian hukum metode pendekatan
masalah, purwokerto : fakultas hukum universitas jenderal soedirma, 2010, halaman 4, hal 6
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
50/112
40
Interpretasi gramatikal ini biasanya digunakan kamus bahasa atau dimintakan ke ahli
bahasa
2. Interpretasi sistematis
Menurut P.W.C Akkerman, interpretasi sistematis adalah interpretasi dengan
elihat kepada hubungan diantara aturan dalam suatu undang – undang yang saling
bergantungan. Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak bersifat
teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya. Landasan pemikiran
interpretasi sistematis adalah undang – undang merupakan aturan yang berdiri
sendiri.83
Bahan hukum yang diperoleh dalam studi kepustakaan, aturan perundang –
undangan, dan artikel, penulis uraikan dan hubungkan sedemikian rupa sehingga
disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawabb permasalahan yang
telah dirumuskan. Analisa terhdap bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni
menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhdap
permasalahan konkret yang dihadapi.
83 Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, halaman 112.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
51/112
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Bahan Hukum Primer
1.1 Undang – Undang Dasar 1945
1.1.1 Pasal 1 ayat 3Indonesia adalah negara hukum
1.1.2 Pasal 181) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap provinsi,kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur denganundang-undang.
2) Pemerintah daerah provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur danmengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah
daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.**)
5)
Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-
peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.**)7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam
undang-undang.
1.1.3 Pasal 18 A1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah
provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diaturdengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.**)2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur
dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.**)
1.2 Undang – undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pokok – pokok
Pemerintahan Daerah.
1.2.1 Pasal 10 :
(1) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintah yang menjadikewenangannya, kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang – Undang iniditentukan menjadi urusan pemerintah
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
52/112
42
(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah, yang menjadi kewenangan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdsarkan asas otonomi dan tugas pembantuan;
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah daerah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Politik liar negeri; b. Pertahanan;c. Keamanan;
d. Yustisi;e. Moneter dan fiskal nasional; dan
f. Agama;(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), pemerintah menyelenggaraakan sendiri atau dapat melimpahkansebagai urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintaha atau wakil pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada pemerintah daerah
dan/atau pemerintah desa;(5) Dalam urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah di luar
urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah dapat:
a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan; b. Melimpahkan sebgaian urusan kepada pemerintah daerah
dan/atau pemerintah desa berdasarkan asas tugas pembantuan.1.2.2 Pasal 124
(1) Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah;
(2)
Dinas daerah dipimpin oleh kepala dinas yang diangkat dandiberhentikan oleh kepada daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi syarat atas usul sekertariat daerah;(3) Kepala dinas daerah bertanggung jawab kepada kepada daerah melalui
sekertaris daerah
1.3 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
1.3.1 Pasal 1 angka 1
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda CagarBudaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs CagarBudaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.1.3.2 Pasal 1 angka 2
Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik
bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.1.3.3 Pasal 1 angka 3
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdindingdan/atau tidak berdinding, dan beratap.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
53/112
43
1.3.4 Pasal 1 angka 4
Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatanyang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung
kebutuhan manusia1.3.5 Pasal 1 angka 13
Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikanrekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagahr Budaya.
1.3.6 Pasal 1 angka 16Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi,
dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budayakepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri
dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.1.3.7 Pasal 1 angka 17Penetapan adalah pemberian status cagar budaya terhadap benda, bangunan,
struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintahkabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.
1.3.8 Pasal 5
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda CagarBudaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila
memenuhi kriteria:a. berusia50 (lima puluh) tahun atau lebih;
b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,dan/ataukebudayaan; dan
d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.1.3.9 Pasal 7
Bangunan Cagar Budaya dapat:
i. Berunsur Tunggal Atau Banyak; Dan/Atauii. Berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.
1.3.10 Pasal 11Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang atasdasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia,
tetapi tidak memenuhi kriteria Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya.
1.3.11 Pasal 28Pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan setiap orang dalam
melakukan Pendaftaran.1.3.12 Pasal 29
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya wajibmendaftarkannya kepada pemerintah kabupaten/kota tanpa dipungut biaya.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
54/112
44
(2) Setiap orang dapat berpartisipasi dalam melakukan pendaftaran
terhadap benda,bangunan, struktur, dan lokasi yang diduga sebagai
Cagar Budaya meskipun tidak memiliki atau menguasainya.(3) Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan pendaftaran Cagar Budaya
yang dikuasai oleh Negara atau yang tidak diketahui pemiliknya sesuaidengan tingkat kewenangannya.
(4) Pendaftaran Cagar Budaya di luar negeri dilaksanakan oleh perwakilanRepublik Indonesia di luar negeri.
(5) Hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat(1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) harus dilengkapi dengan deskripsi dandokumentasinya.
(6) Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidakdidaftarkan oleh pemiliknya dapat diambil alih oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.1.3.13 Pasal 31(1)Hasil pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya untuk
dikaji kelayakannya sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.(2)Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan melakukan
identifikasi dan klasifikasi terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi,
dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk ditetapkan sebagaiCagar Budaya.
(3)TimAhli Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkandengan:
a. Keputusan Menteri untuk tingkat nasional;
b.
Keputusan Gubernur untuk tingkat provinsi;danc. Keputusan Bupati/Wali Kota untuk tingkat kabupaten/kota.
(4)Dalam melakukan kajian, Tim Ahli Cagar Budaya dapat dibantu olehunit pelaksana teknis atau satuan kerja perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang Cagar Budaya.
(5)Selama proses pengkajian, benda, bangunan, struktur, atau lokasi hasil penemuan atau yang didaftarkan, dilindungi dan diperlakukan sebagai
Cagar Budaya.1.3.14 Pasal 33
(1)Bupati/walikota mengeluarkan penetapan status Cagar Budaya paling
lama 30 (tiga puluh)hari setelah rekomendasi diterima dari Tim Ahli
Cagar Budaya yang menyatakan benda, bangunan, struktur, lokasi,dan/atau satuan ruang geografis yang didaftarkan layak sebagai CagarBudaya.
(2) Setelah tercatat dalam Register Nasional Cagar Budaya, pemilik Cagar
Budaya berhak memperoleh jaminan hukum berupa:a. surat keterangan status Cagar Budaya; dan
b. surat keterangan kepemilikan berdasarkanbukti yang sah.(3) Penemu benda, bangunan, dan/atau struktur yang telah ditetapkan
sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau
Struktur Cagar Budaya berhak mendapat kompensasi.
-
8/19/2019 Kriteria dan Prosedur Penetapan Cagar Budaya
55/112
45
1.3.15 Pasal 34
(1)Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang berada di 2 (dua)
kabupaten/kota atau lebih ditetapkan sebagai Cagar Budaya provinsi.(2)Situs Cagar Budaya atau Kawasan Cagar Budaya yang berada di 2 (dua)
provinsi atau lebih ditetapkan sebagai Cagar Budaya nasional.1.3.16 Pasal 35
Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan hasil penetapan kepada pemerintah provinsi dan selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah.
1.3.17 Pasal 37
(1) Pemerintah membentuk sistem Register Nasional Cagar Budaya untukmencatat data Cagar Budaya.
(2) Benda,bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang telahditetapkan sebagai Cagar Budaya harus dicatat di dalam Register
Nasional