Krisis Miastenik

22
Kegiatan : Laporan Kasus Kematian Tujuan : Membahas penegakan diagnosis, tatalaksana dan penyebab kematian pada krisis miastenik Hari/ Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010 Presentan : Dr. Reno Sari Caniago Pembimbing : Prof. Dr. Basjiruddin A Sp.S(K) Moderator : Dr. Julius Djamil Sp.S Pendahuluan Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang didapat yang ditandai dengan kelemahan otot yang berfluktuasi. Pertama sekali dikenalkan oleh Thomas Willis pada tahun 1672.1 Miastenia gravis jarang terjadi, Insidennya kira- kira 2 dari 1000.000 penduduk USA. Pengobatan dan perawatan yang makin baik pada pasien , secara nyata telah menurunkan angka kematian yaitu dari 30 -40% menjadi hanya 3-4%, . Resiko kematian semakin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun terutama pada mereka dengan riwayat timoma.2,1 Menurut jenis kelamin dan usia maka usia insidens tersering wanita pada dekade ketiga sementara usia insidens tersering pria pada dekade keempat. Perbandingan kejadian pada pria dan wanita adalah 1 : 2. 1,3,9 1

Transcript of Krisis Miastenik

Page 1: Krisis Miastenik

Kegiatan : Laporan Kasus KematianTujuan : Membahas penegakan diagnosis, tatalaksana dan

penyebab kematian pada krisis miastenik

Hari/ Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010

Presentan : Dr. Reno Sari Caniago

Pembimbing : Prof. Dr. Basjiruddin A Sp.S(K)

Moderator : Dr. Julius Djamil Sp.S

Pendahuluan

Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang didapat yang ditandai dengan

kelemahan otot yang berfluktuasi. Pertama sekali dikenalkan oleh Thomas Willis

pada tahun 1672.1

Miastenia gravis jarang terjadi, Insidennya kira-kira 2 dari 1000.000 penduduk

USA. Pengobatan dan perawatan yang makin baik pada pasien , secara nyata telah

menurunkan angka kematian yaitu dari 30 -40% menjadi hanya 3-4%, . Resiko

kematian semakin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun terutama pada mereka

dengan riwayat timoma.2,1

Menurut jenis kelamin dan usia maka usia insidens tersering wanita pada

dekade ketiga sementara usia insidens tersering pria pada dekade keempat.

Perbandingan kejadian pada pria dan wanita adalah 1 : 2. 1,3,9 Kejadian pada anak

sekitar 10-15% dari seluruh kasus myasthenia .

Krisis pada miastenia merupakan komplikasi yang serius dan dijelaskan

sebagai kelemahan yang berat yang memerlukan intubasi. Kejadian krisis pada pasien

miastenia gravis sebesar 15 – 20 %. Di India dilaporkan kasus krisis yang masuk

rumah sakit neurological intensive care unit sebesar 7,5 %. Menurut suatu penelitian

retrospektif di India, kasus myasthenia gravis yang jatuh ke krisis paling sering masuk

dengan gangguan otot bulbar (75%) , diikuti kelemahan umum (20%) dan hanya

kelemahan otot nafas saja ( 5%). Saat ini dengan adanya Intensive Care Unit ( ICU)

yang lebih baik dengan ventilator mekanik, kematian pasien karena krisis miastenik

kurang dari 5%.10,11,12

Berikut ini akan dilaporkan kasus kematian karena krisis miastenik .

1

Page 2: Krisis Miastenik

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien, wanita, 39 tahun, nomor Rekam Medik 404860 dirawat di

bangsal saraf RS DR.M.Djamil Padang tanggal 10 Oktober 2009 jam 18.26 WIB

dengan:

Keluhan Utama :

Sulit Menelan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sulit menelan sejak tiga hari yang lalu. Terjadi perlahan- lahan setelah pasien makan

agak lama, atau pagi hari masih bisa menelan, siang hari mulai terganggu. Ketika

makan, makanan hanya menumpuk di rongga mulut dan ketika minum air, sering

tersedak .

Keluhan disertai dengan sukar bicara dan suara sengau. Pasien juga mengeluh cepat

lelah ketika siang hari, setelah beristirahat selama beberapa jam keluhan lelah

berkurang, tetapi lama kelamaan keluhan bertambah berat.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Kelopak mata kiri sering jatuh dan sulit diangkat 3 tahun yang lalu berobat ke poli

saraf mendapat mestinon, pasien hanya kontrol jika ada keluhan.

Keluhan berulang lagi tetapi ditambah dengan sulit menelan satu tahun yang lalu dan

sempat dirawat di bangsal neurologi.Pasien sudah dikenal sebagai penderita Miastenia

gravis berdasarkan pemeriksaan klinis,test prostigmin, test kadar antibodi

asetilkolinesterase 48 % ( normal < 15%), Hasil uji Elektromyografi Repetitive Nerve

Stimulation dalam batas normal. Hasil foto torak dan fungsi tiroid masih dalam batas

normal . Saat itu pasien minum Mestinon 5 x 60 mg peroral dan dosis diturunkan

ketika pasien pulang dengan perbaikan.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien

Riwayat Pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

Pasien seorang ibu rumah tangga dengan 4 orang anak. Melakukan semua pekerjaan

rumah tangga sendiri.

2

Page 3: Krisis Miastenik

PEMERIKSAAN FISIK :

Keadaan umum : sedang Kesadaran : Compos mentis kooperatif(CMC)

Tekanan Darah : 110/80 mmHg Frek.Nadi : 80x/menit

Frek.Nafas : 20 x/menit Suhu : 36,2ºC

TB / BB : 150 cm/ 55 kg

Status internus :

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak kterik

Leher : JVP 5-2 CmH2O, Bising karotis (-)

Paru : simetris kiri dan kanan, fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi

sonor , suara nafas vesikuler, ronhki tidak ada, wheezing tidak ada

Jantung : ictus tidak tampak, ictus teraba 1 jari med LMCS RICV,batas jantung

dalam batas normal, bunyi jantung teratur, murmur (-), gallop (-), Heart Rate 80 x /

menit

Abdomen : tidak tampak membuncit, hepar limpa tidak teraba, perkusi timpani,

bising usus (+) Normal

Status neurologis :

Kesadaran : GCS E4M6V5=15

Tanda Rangsangan meningeal : Kaku Kuduk tidak ada, bruzinski tidak ada dan kernik

tidak ada.

Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial : tidak ditemukan

Nn Kranialis :

N I : penciuman baik

N II : visus : baik, lapangan pandang baik, melihat warna baik

Reflek cahaya +/+

N III : pupil kiri = kanan : ø 3 mm

Ptosis tidak ada.Gerak mata ke atas ke bawah dan ke medial baik

N IV : gerak mata ke medial bawah baik

N VI : gerak mata ke lateral baik

NV :Sensorik → Rasa raba muka kanan sama dengan kiri

Motorik → mengunyah, menggerakkan rahang ke samping , depan ,

belakang baik

3

Page 4: Krisis Miastenik

N VII : Motorik → raut wajah simetris, plica nasolabialis dekstra sama

dengan sinistra

Sensorik → Rasa manis, asam , asin ( 2/3 lidah ) baik

N VIII : pendengaran : baik

Keseimbangan : baik

N IX, X : Arkus faring simetris kiri dan kanan

Uvula di tengah

Reflek muntah (+)

N XI : Dapat mengangkat leher, menggerakkan ke kiri dan ke kanan

N XII : Kedudukan lidah dalam dan menjulurkan lidah tidak ada deviasi

Funduskop : Papil batas tegas warna kuning jingga, cupping (+), perdarahan (-),

aa:vv = 2 : 3 , kesan fundus normal

Motorik : Ekstremitas superior kiri/ kanan : 5 5 5 / 5 5 5 eutonus, eutrofi

Ekstremitas inferior kiri/ kanan : 5 5 5 / 5 5 5 eutonus, eutrofi

Sensibilitas : eksteroseptif : nyeri dan suhu ekstremitas kanan dan kiri baik

Proprioseptif : raba, getar, diskriminasi dua titik ekstremitas kanan

dan kiri baik

Otonom : Neurogenik bladder tidak ada

Sekresi keringat baik

Refleks Fisiologis :

Refleks Kanan Kiri

Bisep ++ ++

Trisep ++ ++

KPR ++ ++

APR ++ ++

Kanan Kiri

Refleks Patologis : Babinsky - -

Chaddock - -

Openheim - -

Gordon - -

Test Wartenberg terganggu

Test Berhitung : sampai hitungan 16

4

Page 5: Krisis Miastenik

Laboratorium IGD :

Hb : 14,1 mg% Ureum : 20 mg%

Leukosit : 9400 /mm³ Na : 139 mmol/l Cl : 106 mmol/l

Hematokrit : 41 vol% K : 4,0 mmol/l

Trombosit : 302.000/mm³ GDS : 160 mg%

Elektrokardiografi : Irama sinus, heart rate 82 x /menit , ST depresi dan ST elevasi

tidak ada

Diagnosa :

Klinis : Miastenia Gravis Grade IIB

Topik : Neuromuscular Junction

Etiologi : Autoimun

Sekunder : -

Penatalaksanaan :

Umum :

Pasang Naso Gastric Tube : Diet Makanan Cair 6 x 300 kalori

Pasang Veinflon

Khusus :

Mestinon 5 x 60 mg peroral ( jam 6 – 10 – 14 – 18 – 22 wib )

Meticobal 1 x 1 amp (IV)

Rencana Pemeriksaan :

Darah Rutin ( Hb, L, Ht, Tr, LED, Hitung Jenis, )

Kimia Klinik Ureum Kreatinin, T3, T4

CT Scan Torak

Follow Up:

Rawatan Hari ke2

S : masih sulit menelan terutama air

Pasien menolak dipasang NGT

O: Kesadaran CMC TD 120/80 mmHg, Nd 72 x/ mnt, Nfs 18 x/mnt, S 36,5ºC

Status internus : Nyeri tekan ulu hati (-)

Status neurologis : GCS = 15

Arkus faring simetris kontraksi minimal, reflek muntah (+)

5

Page 6: Krisis Miastenik

A : Miastenia Gravis Grade IIB

Low Intake

P : IVFD Asering : PanAminG : Martos : 1 : 1 : 2

Rawatan Hari ke 4

S : Masih sulit menelan

Nafas sesak

Kelopak mata sulit diangkat

Badan terasa lemah, sulit mengangkat lengan dan tungkai

O : Kesadaran CMC TD 110/80 mmHg, Nadi 76 x/mnt, Nafas 26 x/mnt, S 37ºc

Ptosis sinistra dan diplopia

Motorik : kekuatan 5 5 4 keempat ekstremitas, eutonus, eutrofi

A : Miastenia Gravis Grade III

Dyspnea

P :Terapi ditambahkan metilprednisolone 3 x 125 mg (IV), tappering Off setiap 3

hari, lihat perbaikan klinis.Cek gula darah rutin, jika meningkat rencana

pemberian obat anti diabetic.

Ranitidine 2 x 50 mg (IV)

Rawatan Hari ke 5

S : Sudah mulai bisa menelan makanan dan air sedikit- sedikit

Sesak nafas berkurang

O : Kesadaran CMC TD 110/80 mmHg Nadi 72 x/menit Nafas 22 x / menit S

afebris

Ptosis sinistra

Arkus faring simetris, reflek muntah (+)

A : Miastenia Gravis Grade III tampak perbaikan

Rawatan Hari ke 6

S : Sesak nafas bertambah hebat

Batuk berdahak, dahak tidak bisa dikeluarkan, demam sejak tadi malam

Nyeri Ulu Hati, berkeringat

Lemah seluruh tubuh

O : Kesadaran CMC TD 160/ 100 mmHg Nadi 100 x/menit Nafas 32 x/menit

6

Page 7: Krisis Miastenik

S 38ºC

Paru : ronki +

Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (+)

Ptosis

Motorik : 4 4 3 pada keempat ektremitas, eutonus, eutrofi

ASTRUP :

pH 7,27 PCO2 43,9 PO2 86,9 SO2 95 HCO3 20,3

A : Krisis miastenik

Asidosis , oksigen mulai menurun, saturasi masih baik

Demam dengan sesak nafas ( tanda-tanda pneumonia)

P : Test Tensilon ( Tidak Dapat dilakukan ) atau prostigmin 2 amp ( IV) diiringi

Dengan Sulfat atropine 1 amp (IV) jika perlu.

Konsul ICU Cito

O2 Non rebreathing mask 8 L/menit

Ceftriaxon 1 x 1 gram (IV), skin test dahulu

Kaptopril 2 x 12,5 mg (po)

Parasetamol 3 x 500 mg (po)

Bisolvon 3 x 1 amp (IV)

Kontrol Intensif tanda vital setiap jam

Jam 10. 00 WIB

Hasil Konsul ICU : setuju rawat ICU, tetapi tempat penuh.

Jam 12.00

Kesadaran menurun

TD 90/60 mmHg, Nadi 60 x/menit halus, nafas 40 x/menit dangkal, S 37,2 C

GCS E3M6V4= 13

Pupil ө 2 mm / 2 mm , Reflek cahaya +/+

Dolls eye movement bergerak

Reflek Kornea Baik

Rencana astrup Ulang

Jam 12.30

Apnea, Tekanan Darah dan Nadi tidak teraba

Pupil midriasis Ǿ 5 mm/ 5mm reflek cahaya (-)

Dolls eye tidak bergerak

Reflek kornea (-)

7

Page 8: Krisis Miastenik

Reflek Okuloauditorik (-)

Reflek muntah (-)

EKG : asistole.

Pasien dinyatakan meninggal didepan petugas dan keluarga.

8

Page 9: Krisis Miastenik

Diskusi

Dilaporkan seorang pasien wanita usia 39 tahun datang dengan keluhan sulit

menelan .Dari riwayat penyakit dahulu pasien mengalami ptosis yang fluktuatif sejak

3 tahun sebelumnya. Pasien telah didiagnosa dan dirawat dengan miastenia gravis

berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang. Selama perawatan pasien

mengalami progressifitas yang cepat dimana keluhan disertai gangguan nafas dan

kelemahan keempat anggota gerak dan kelemahan umum .

Miastenia Gravis terjadi karena adanya gangguan pada imunitas pasien

dimana tubuh membentuk sendiri antibodi terhadap reseptor asetilkolin sehingga

ikatan antara asetilkolin yang dihasilkan pada presinaps dengan reseptor asetilkolin di

postsinaps tidak dapat terjadi karena ditempati oleh antibodi, akibatnya kontraksi otot

terganggu. Saat ini diketahui bahwa timus yang abnormal ( hiperplasia atau neoplasia)

paling berperan dalam pembentukan antibodi .8

Miastenia gravis menurut Osserman dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan

manifestasi klinis yaitu :4

Derajat Manifestasi klinis Frekuensi

I Okular 15 – 20%

II A Mild Generalised dengan progressifitas yang

lambat, respon obat baik, jarang jatuh ke

krisis

30%

IIB Moderately severe generalised, kelemahan

otot skeletal dan otot bulbar, respon obat

mulai menurun

20%

III Acute fulminating, perjalanan progressif

dengan keterlibatan otot nafas, respon obat

kurang, sering disertai timoma, angka

kematian tinggi

11%

IV Late severe, gejala sama dengan derajat III,

progress terjadi setelah lebih dari 2 tahun

derajat I dan II

9%

9

Page 10: Krisis Miastenik

Berdasarkan klasifikasi di atas , awalnya pasien masuk derajat IIa , tetapi

berdasarkan perjalanan penyakit selama perawatan, pasien dengan cepat menurun

menjadi derajat III bahkan jatuh ke derajat IV . Ini mungkin perlu kita analisa lebih

lanjut dimana pasien jatuh kepada keadaan krisis.

Penurunan derajat miastenia yang terjadi secara cepat disebut dengan krisis

miastenik dimana pasien mengalami gagal nafas dan kelemahan keempat anggota

gerak dalam beberapa jam. Infeksi pernafasan berpotensi menghambat transmisi

neuromuskular dapat mencetuskan keadaan ini.Biasanya terjadi pada 12 sampai 18

bulan setelah terdiagnosis. Paling sering didahului oleh infeksi pneumonia.Gangguan

nafas biasanya ditandai dengan penurunan kapasitas vital paru. Keluhan juga disertai

dengan takikardia, rasa lemah, cemas, berkeringat dan tremor.4,5

Pasien juga harus dibedakan dengan krisis kolinergik, yaitu suatu keadaan dimana

terjadi kelemahan yang progressif dimana pasien sudah diberikan

antiasetilkolinesterase dosis besar tetapi respon obat jelek. Kelemahan otot terjadi

secara cepat dan disertai dengan keluhan efek samping dari obat

antiasetilkolinesterase seperti mual, muntah, keringat dingin, sekresi air ludah

berlebihan begitu juga lendir saluran nafas, kolik, diare, miosis dan bradikardia.4

Bila ragu apakah itu suatu krisis miastenik atau krisis kolinergik sebaiknya

dilakukan test tensilon(edroponium klorida) suatu antiasetilkolinesterase kerja cepat

hanya dalam 60 detik sudah dapat dinilai dan efeknya juga cepat hilang tetapi obat ini

sulit didapat, sehingga perlu diputuskan rawatan di Intensif Care Unit.4,6

Yang paling ditakutkan pada krisis miastenik ini adalah suatu keadaan gagal nafas

akut yang ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri ( hipoksemia) atau

naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya. Kriteria

diagnosis dari pemeriksaan analisa gas darah adalah PaO2 < 60 mmHg dan PaCO2 >

49 mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer. Pada miastenia gravis

patofisiologi yang mendasari adalah keadaan hipoventilasi dimana terjadi

kelumpuhan otot nafas dengan akibat kadar CO2 arteri meningkat lebih dari 45

mmHg akibat berkurangnya udara yang mencapai alveolus.7

Pada pasien ini pada hari rawatan ke-6 terjadi perburukan yang cepat dimana

pasien walaupun sudah diberikan mestinon dosis 300 mg tidak tampak perbaikan.

Tampak respon obat kurang baik dimana selama beberapa hari terakhir pasien

mengeluh kolik dan hipersalivasi ,bahkan dalam beberapa jam sesak bertambah hebat

disertai lendir yang berlebihan tetapi tidak dapat dikeluarkan. Pasien tidak dicoba

10

Page 11: Krisis Miastenik

untuk menambah dosis obat karena ditakutkan keluhan yang ada saat itu merupakan

keluhan dari efek samping obat walaupun dosis mestinon masih boleh sampai 360

mg( dosis maksimal).

Pasien dilakukan pemeriksaan analisa gas darah mulai tampak penurunan kadar

oksigen( PO2 86,9) dan peningkatan kadar CO2( PCO2 43,9) arteri walaupun masih

dalam batas normal. Sebenarnya untuk memastikan jenis krisis yang dihadapi pasien

sebuah krisis miastenik ( dosis obat kurang ) atau krisis kolinergik, dimana dosis obat

cukup tetapi respon obat yang kurang, dilakukan test tensilon tetapi karena sulit

didapat diputuskan untuk perawatan pasien di Intensif Care Unit untuk pemasangan

ventilator , sayangnya hal tersebut tidak dapat dilaksanakan.

Tatalaksana krisis miastenik secara umum adalah:3,4,5.12

o Hentikan obat antiasetilkolinesterase sementara

o Intubasi yang diikuti dengan ventilator mekanik

o Penggunaan plasmafaresis segera mungkin sangat membantu dalam

mempercepat penyembuhan dengan dosis 250 ml/kgbb intermitten sebanyak 5

kali pemberian, bekerja dengan cara menyaring antibodi

o Gammaglobulin intravena sebagai alternatif plasmafaresis cukup efektif

dengan dosis 2g/kgBB ( 400mg/kgBB) selama 5 hari, mulai berespon pada 1-2

hari pertama .

o Kortikosteroid dapat diberikan sebagai imunosupressan. Diberikan

metilprednisolon sampai dosis 500 mg (IV).

o Pengobatan infeksi, biasanya paling sering dicetuskan oleh infeksi saluran

nafas seperti pneumonia dan bronkhitis.

o Ketika mulai dilakukan penyapihan ventilator , obat antiasetilkolinesterase

mulai digunakan lagi secara perlahan-lahan. ( piridostigmin 60 mg peroral

atau neostigmin 15 mg peroral ).

Menurut penelitian di India pada tahun 2005 (JMK Murthy et al , 10) ada

beberapa hal dan keadaan yang dipertimbangkan yang menyebabkan seorang

penderita miastenia gravis jatuh ke keadaan krisis yaitu :

o Timoma , diketahui terjadi sekitar 14%

o Infeksi merupakan penyebab paling umum ( sekitar 65%) tersering

bronkopneumonia lalu diikuti demam viral dan infeksi saluran kemih

o Krisis kolinergik sebesar 4,5%

11

Page 12: Krisis Miastenik

o Dan tidak diketahui sekitar 30,5%

Ada beberapa obat-obatan yang juga dapat menjadi pencetus serangan krisis

yang perlu dihindari yaitu:12

Antibiotika Aminoglikosida, Florokuinolon (Ciprofloxacin,

levofloxacin, norfloxacin), makrolid

( klaritromisin,eritromisin) , ampisilin, klindamisin,

kolistin, linkomisin, kuinin, dan tetrasiklin

Antikonvulsan Fenitoin dan gabapentin

Antipsikotik Klorpromazin, litium, fenotiazin

Anestetik Diazepam, kloroprokain, halotan, ketamin, lidokain,

neuromuscular bloking agen dan prokain

Kardiovaskular Betabloker, bretilium, prokanamid, propafenon,

kuinidin, verapamil, dan kalsium cannel bloker

Oftalmologik Betaxolol, ekotiopat, timolol, tropikamid, proparakain

Rematologik Klorokuin, penisilamin

Steroid Prednisone, metilprednisolon, kortikotropin

Lain-lain Antikolinergik, karnitin,deferoksamin, diuretic,

interferon α, kontras iodine, narkotika, kontrasepsi

oral, oksitosin, ritonavir, dan antiretroviral protease

inhibitor dan tiroksin

Pada pasien ini ada beberapa yang kita pikirkan sebagai penyebab , antara lain

diduga suatu pneumonia berdasarkan keluhan demam, sesak nafas dan adanya ronki.

Tetapi krisis kolinergik juga dipikirkan berdasarkan manifestasi klinis akibat efek

samping obat antiasetilkolineesterase pasien dimana didapatkan kolik abdomen,

hipersalivasi dan bradikardia dan miosis di saat sesak nafas bertambah hebat.

Kemungkinan timoma belum dapat disingkirkan karena pasien belum dilakukan CT

Scan atau MRI Torak. Adanya disfagia pada pasien yang makin berat beresiko untuk

terjadinya aspirasi juga perlu dipikirkan karena hanya dalam 2 jam sebelumnya nilai

analisa gas darah masih dalam batas normal ,mendadak pasien menjadi apnea. Jadi

ketiga kemungkinan tersebut di atas dapat saling menunjang untuk terjadinya krisis

miastenik pada pasien ini.

12

Page 13: Krisis Miastenik

Sesuai dengan prosedur penanganan krisis seharusnya pasien dipasang

ventilator mekanik tetapi tidak dapat dilakukan, pasien meninggal karena depresi

otot nafas. Kemungkinan suatu penekanan pada batang otak tidak dipikirkan karena

menjelang akhir semua reflek batang otak baik dan tidak tampak pola nafas yang

menjadi ciri khas masing-masing lokasi batang otak.

Kesimpulan

o Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang didapat

o Krisis Miastenik terjadi 15 – 20% pasien myasthenia gravis, dapat kapan saja

terjadi tetapi sering pada 12-18 bulan sesudah terdiagnosis stadium I dan II.

o Krisis Miastenik dapat merupakan suatu keadaan krisis kolinergik, sehingga

test tensilon ( edroponium klorida) merupakan standar yang harus dilakukan

o Faktor pencetus pada pasien ini dicurigai infeksi pneumonia, krisis kolinergik,

aspirasi .Kemungkinan timoma pada pasien juga belum disingkirkan.

o Ventilator Mekanik merupakan pilihan utama yang harus dipikirkan pada

krisis miastenik

o Penyebab kematian pasien miastenia gravis ini karena depresi otot pernafasan.

13

Page 14: Krisis Miastenik

Daftar Pustaka

1. Emedicine. Miastenia Gravis. Aashit K Shah MD, Professor of neurology Wayne State University, Detroit. Updated jan 15, 2009

2. Lawrence H Philips II, The epidemiology og Myasthenia Gravis, from seminar in neurology, Department of Neurology, University of Virginia, 2004, Seminneuro 24 91) : 17-2-2004. Thieme Medical Publisher

3. Jhon Gilroy. Basic Neurology; Muscle disease, Third Edition. New York. Mc Graw Hill 2000; 623-665

4. Adams and Victors. Principles of Neurology, Eighth Edition, New York Mc Graw Hill 2005: 1250-1264

5. Robert P. Lisak MD and Robert L.Barchi. MD. Myasthenia Gravis.WB. Saunders Company. 1982 ;216-218

6. Dr.Gunawan Budiarto DSS; kegawatan dalam neurologi; Universitas Airlangga7. Dr Muhadi Muhiman ,Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

FKUI; Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit; tahun 2001; 1-118. Lancet Neurology; Autoimmune myasthenia gravis emerging clinical and

biological heterogenity; Department of neurology university of Chicago; 2009; 8: 475-490

9. Arip Consult ; Myasthenia Gravis ; The Physician’s Guide to Laboratory Test Selection and Interpretation 2009

10. J.M.K Murthy et al Department of Neurology ,The institute of Neurological Science, Care Hospital and Nizam’s Institute of Medical Sciences, Hyderabad India:Myasthenic crisis : Clinical features, complications and mortality; Neurology India March 2005 vol 53

11. S. Panda et al Department of Neurology , All india institute of Medical sciences, New Delhi ; Myasthenic crisis A retrospective study ; Neurology India December 2004 vol 52

12. Jennifer A Frontera;Decision Making in Neurocritical Care Thieme Medical Publishers Inc , New York 2009 : 149 - 161

14