Krisis Miastenik
-
Upload
renosarichaniago -
Category
Documents
-
view
102 -
download
7
Transcript of Krisis Miastenik
Kegiatan : Laporan Kasus KematianTujuan : Membahas penegakan diagnosis, tatalaksana dan
penyebab kematian pada krisis miastenik
Hari/ Tanggal : Sabtu, 13 Februari 2010
Presentan : Dr. Reno Sari Caniago
Pembimbing : Prof. Dr. Basjiruddin A Sp.S(K)
Moderator : Dr. Julius Djamil Sp.S
Pendahuluan
Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang didapat yang ditandai dengan
kelemahan otot yang berfluktuasi. Pertama sekali dikenalkan oleh Thomas Willis
pada tahun 1672.1
Miastenia gravis jarang terjadi, Insidennya kira-kira 2 dari 1000.000 penduduk
USA. Pengobatan dan perawatan yang makin baik pada pasien , secara nyata telah
menurunkan angka kematian yaitu dari 30 -40% menjadi hanya 3-4%, . Resiko
kematian semakin meningkat pada usia lebih dari 40 tahun terutama pada mereka
dengan riwayat timoma.2,1
Menurut jenis kelamin dan usia maka usia insidens tersering wanita pada
dekade ketiga sementara usia insidens tersering pria pada dekade keempat.
Perbandingan kejadian pada pria dan wanita adalah 1 : 2. 1,3,9 Kejadian pada anak
sekitar 10-15% dari seluruh kasus myasthenia .
Krisis pada miastenia merupakan komplikasi yang serius dan dijelaskan
sebagai kelemahan yang berat yang memerlukan intubasi. Kejadian krisis pada pasien
miastenia gravis sebesar 15 – 20 %. Di India dilaporkan kasus krisis yang masuk
rumah sakit neurological intensive care unit sebesar 7,5 %. Menurut suatu penelitian
retrospektif di India, kasus myasthenia gravis yang jatuh ke krisis paling sering masuk
dengan gangguan otot bulbar (75%) , diikuti kelemahan umum (20%) dan hanya
kelemahan otot nafas saja ( 5%). Saat ini dengan adanya Intensive Care Unit ( ICU)
yang lebih baik dengan ventilator mekanik, kematian pasien karena krisis miastenik
kurang dari 5%.10,11,12
Berikut ini akan dilaporkan kasus kematian karena krisis miastenik .
1
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien, wanita, 39 tahun, nomor Rekam Medik 404860 dirawat di
bangsal saraf RS DR.M.Djamil Padang tanggal 10 Oktober 2009 jam 18.26 WIB
dengan:
Keluhan Utama :
Sulit Menelan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sulit menelan sejak tiga hari yang lalu. Terjadi perlahan- lahan setelah pasien makan
agak lama, atau pagi hari masih bisa menelan, siang hari mulai terganggu. Ketika
makan, makanan hanya menumpuk di rongga mulut dan ketika minum air, sering
tersedak .
Keluhan disertai dengan sukar bicara dan suara sengau. Pasien juga mengeluh cepat
lelah ketika siang hari, setelah beristirahat selama beberapa jam keluhan lelah
berkurang, tetapi lama kelamaan keluhan bertambah berat.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Kelopak mata kiri sering jatuh dan sulit diangkat 3 tahun yang lalu berobat ke poli
saraf mendapat mestinon, pasien hanya kontrol jika ada keluhan.
Keluhan berulang lagi tetapi ditambah dengan sulit menelan satu tahun yang lalu dan
sempat dirawat di bangsal neurologi.Pasien sudah dikenal sebagai penderita Miastenia
gravis berdasarkan pemeriksaan klinis,test prostigmin, test kadar antibodi
asetilkolinesterase 48 % ( normal < 15%), Hasil uji Elektromyografi Repetitive Nerve
Stimulation dalam batas normal. Hasil foto torak dan fungsi tiroid masih dalam batas
normal . Saat itu pasien minum Mestinon 5 x 60 mg peroral dan dosis diturunkan
ketika pasien pulang dengan perbaikan.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti pasien
Riwayat Pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
Pasien seorang ibu rumah tangga dengan 4 orang anak. Melakukan semua pekerjaan
rumah tangga sendiri.
2
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : sedang Kesadaran : Compos mentis kooperatif(CMC)
Tekanan Darah : 110/80 mmHg Frek.Nadi : 80x/menit
Frek.Nafas : 20 x/menit Suhu : 36,2ºC
TB / BB : 150 cm/ 55 kg
Status internus :
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak kterik
Leher : JVP 5-2 CmH2O, Bising karotis (-)
Paru : simetris kiri dan kanan, fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi
sonor , suara nafas vesikuler, ronhki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : ictus tidak tampak, ictus teraba 1 jari med LMCS RICV,batas jantung
dalam batas normal, bunyi jantung teratur, murmur (-), gallop (-), Heart Rate 80 x /
menit
Abdomen : tidak tampak membuncit, hepar limpa tidak teraba, perkusi timpani,
bising usus (+) Normal
Status neurologis :
Kesadaran : GCS E4M6V5=15
Tanda Rangsangan meningeal : Kaku Kuduk tidak ada, bruzinski tidak ada dan kernik
tidak ada.
Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial : tidak ditemukan
Nn Kranialis :
N I : penciuman baik
N II : visus : baik, lapangan pandang baik, melihat warna baik
Reflek cahaya +/+
N III : pupil kiri = kanan : ø 3 mm
Ptosis tidak ada.Gerak mata ke atas ke bawah dan ke medial baik
N IV : gerak mata ke medial bawah baik
N VI : gerak mata ke lateral baik
NV :Sensorik → Rasa raba muka kanan sama dengan kiri
Motorik → mengunyah, menggerakkan rahang ke samping , depan ,
belakang baik
3
N VII : Motorik → raut wajah simetris, plica nasolabialis dekstra sama
dengan sinistra
Sensorik → Rasa manis, asam , asin ( 2/3 lidah ) baik
N VIII : pendengaran : baik
Keseimbangan : baik
N IX, X : Arkus faring simetris kiri dan kanan
Uvula di tengah
Reflek muntah (+)
N XI : Dapat mengangkat leher, menggerakkan ke kiri dan ke kanan
N XII : Kedudukan lidah dalam dan menjulurkan lidah tidak ada deviasi
Funduskop : Papil batas tegas warna kuning jingga, cupping (+), perdarahan (-),
aa:vv = 2 : 3 , kesan fundus normal
Motorik : Ekstremitas superior kiri/ kanan : 5 5 5 / 5 5 5 eutonus, eutrofi
Ekstremitas inferior kiri/ kanan : 5 5 5 / 5 5 5 eutonus, eutrofi
Sensibilitas : eksteroseptif : nyeri dan suhu ekstremitas kanan dan kiri baik
Proprioseptif : raba, getar, diskriminasi dua titik ekstremitas kanan
dan kiri baik
Otonom : Neurogenik bladder tidak ada
Sekresi keringat baik
Refleks Fisiologis :
Refleks Kanan Kiri
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
KPR ++ ++
APR ++ ++
Kanan Kiri
Refleks Patologis : Babinsky - -
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Test Wartenberg terganggu
Test Berhitung : sampai hitungan 16
4
Laboratorium IGD :
Hb : 14,1 mg% Ureum : 20 mg%
Leukosit : 9400 /mm³ Na : 139 mmol/l Cl : 106 mmol/l
Hematokrit : 41 vol% K : 4,0 mmol/l
Trombosit : 302.000/mm³ GDS : 160 mg%
Elektrokardiografi : Irama sinus, heart rate 82 x /menit , ST depresi dan ST elevasi
tidak ada
Diagnosa :
Klinis : Miastenia Gravis Grade IIB
Topik : Neuromuscular Junction
Etiologi : Autoimun
Sekunder : -
Penatalaksanaan :
Umum :
Pasang Naso Gastric Tube : Diet Makanan Cair 6 x 300 kalori
Pasang Veinflon
Khusus :
Mestinon 5 x 60 mg peroral ( jam 6 – 10 – 14 – 18 – 22 wib )
Meticobal 1 x 1 amp (IV)
Rencana Pemeriksaan :
Darah Rutin ( Hb, L, Ht, Tr, LED, Hitung Jenis, )
Kimia Klinik Ureum Kreatinin, T3, T4
CT Scan Torak
Follow Up:
Rawatan Hari ke2
S : masih sulit menelan terutama air
Pasien menolak dipasang NGT
O: Kesadaran CMC TD 120/80 mmHg, Nd 72 x/ mnt, Nfs 18 x/mnt, S 36,5ºC
Status internus : Nyeri tekan ulu hati (-)
Status neurologis : GCS = 15
Arkus faring simetris kontraksi minimal, reflek muntah (+)
5
A : Miastenia Gravis Grade IIB
Low Intake
P : IVFD Asering : PanAminG : Martos : 1 : 1 : 2
Rawatan Hari ke 4
S : Masih sulit menelan
Nafas sesak
Kelopak mata sulit diangkat
Badan terasa lemah, sulit mengangkat lengan dan tungkai
O : Kesadaran CMC TD 110/80 mmHg, Nadi 76 x/mnt, Nafas 26 x/mnt, S 37ºc
Ptosis sinistra dan diplopia
Motorik : kekuatan 5 5 4 keempat ekstremitas, eutonus, eutrofi
A : Miastenia Gravis Grade III
Dyspnea
P :Terapi ditambahkan metilprednisolone 3 x 125 mg (IV), tappering Off setiap 3
hari, lihat perbaikan klinis.Cek gula darah rutin, jika meningkat rencana
pemberian obat anti diabetic.
Ranitidine 2 x 50 mg (IV)
Rawatan Hari ke 5
S : Sudah mulai bisa menelan makanan dan air sedikit- sedikit
Sesak nafas berkurang
O : Kesadaran CMC TD 110/80 mmHg Nadi 72 x/menit Nafas 22 x / menit S
afebris
Ptosis sinistra
Arkus faring simetris, reflek muntah (+)
A : Miastenia Gravis Grade III tampak perbaikan
Rawatan Hari ke 6
S : Sesak nafas bertambah hebat
Batuk berdahak, dahak tidak bisa dikeluarkan, demam sejak tadi malam
Nyeri Ulu Hati, berkeringat
Lemah seluruh tubuh
O : Kesadaran CMC TD 160/ 100 mmHg Nadi 100 x/menit Nafas 32 x/menit
6
S 38ºC
Paru : ronki +
Abdomen : Nyeri tekan epigastrium (+)
Ptosis
Motorik : 4 4 3 pada keempat ektremitas, eutonus, eutrofi
ASTRUP :
pH 7,27 PCO2 43,9 PO2 86,9 SO2 95 HCO3 20,3
A : Krisis miastenik
Asidosis , oksigen mulai menurun, saturasi masih baik
Demam dengan sesak nafas ( tanda-tanda pneumonia)
P : Test Tensilon ( Tidak Dapat dilakukan ) atau prostigmin 2 amp ( IV) diiringi
Dengan Sulfat atropine 1 amp (IV) jika perlu.
Konsul ICU Cito
O2 Non rebreathing mask 8 L/menit
Ceftriaxon 1 x 1 gram (IV), skin test dahulu
Kaptopril 2 x 12,5 mg (po)
Parasetamol 3 x 500 mg (po)
Bisolvon 3 x 1 amp (IV)
Kontrol Intensif tanda vital setiap jam
Jam 10. 00 WIB
Hasil Konsul ICU : setuju rawat ICU, tetapi tempat penuh.
Jam 12.00
Kesadaran menurun
TD 90/60 mmHg, Nadi 60 x/menit halus, nafas 40 x/menit dangkal, S 37,2 C
GCS E3M6V4= 13
Pupil ө 2 mm / 2 mm , Reflek cahaya +/+
Dolls eye movement bergerak
Reflek Kornea Baik
Rencana astrup Ulang
Jam 12.30
Apnea, Tekanan Darah dan Nadi tidak teraba
Pupil midriasis Ǿ 5 mm/ 5mm reflek cahaya (-)
Dolls eye tidak bergerak
Reflek kornea (-)
7
Reflek Okuloauditorik (-)
Reflek muntah (-)
EKG : asistole.
Pasien dinyatakan meninggal didepan petugas dan keluarga.
8
Diskusi
Dilaporkan seorang pasien wanita usia 39 tahun datang dengan keluhan sulit
menelan .Dari riwayat penyakit dahulu pasien mengalami ptosis yang fluktuatif sejak
3 tahun sebelumnya. Pasien telah didiagnosa dan dirawat dengan miastenia gravis
berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang. Selama perawatan pasien
mengalami progressifitas yang cepat dimana keluhan disertai gangguan nafas dan
kelemahan keempat anggota gerak dan kelemahan umum .
Miastenia Gravis terjadi karena adanya gangguan pada imunitas pasien
dimana tubuh membentuk sendiri antibodi terhadap reseptor asetilkolin sehingga
ikatan antara asetilkolin yang dihasilkan pada presinaps dengan reseptor asetilkolin di
postsinaps tidak dapat terjadi karena ditempati oleh antibodi, akibatnya kontraksi otot
terganggu. Saat ini diketahui bahwa timus yang abnormal ( hiperplasia atau neoplasia)
paling berperan dalam pembentukan antibodi .8
Miastenia gravis menurut Osserman dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan
manifestasi klinis yaitu :4
Derajat Manifestasi klinis Frekuensi
I Okular 15 – 20%
II A Mild Generalised dengan progressifitas yang
lambat, respon obat baik, jarang jatuh ke
krisis
30%
IIB Moderately severe generalised, kelemahan
otot skeletal dan otot bulbar, respon obat
mulai menurun
20%
III Acute fulminating, perjalanan progressif
dengan keterlibatan otot nafas, respon obat
kurang, sering disertai timoma, angka
kematian tinggi
11%
IV Late severe, gejala sama dengan derajat III,
progress terjadi setelah lebih dari 2 tahun
derajat I dan II
9%
9
Berdasarkan klasifikasi di atas , awalnya pasien masuk derajat IIa , tetapi
berdasarkan perjalanan penyakit selama perawatan, pasien dengan cepat menurun
menjadi derajat III bahkan jatuh ke derajat IV . Ini mungkin perlu kita analisa lebih
lanjut dimana pasien jatuh kepada keadaan krisis.
Penurunan derajat miastenia yang terjadi secara cepat disebut dengan krisis
miastenik dimana pasien mengalami gagal nafas dan kelemahan keempat anggota
gerak dalam beberapa jam. Infeksi pernafasan berpotensi menghambat transmisi
neuromuskular dapat mencetuskan keadaan ini.Biasanya terjadi pada 12 sampai 18
bulan setelah terdiagnosis. Paling sering didahului oleh infeksi pneumonia.Gangguan
nafas biasanya ditandai dengan penurunan kapasitas vital paru. Keluhan juga disertai
dengan takikardia, rasa lemah, cemas, berkeringat dan tremor.4,5
Pasien juga harus dibedakan dengan krisis kolinergik, yaitu suatu keadaan dimana
terjadi kelemahan yang progressif dimana pasien sudah diberikan
antiasetilkolinesterase dosis besar tetapi respon obat jelek. Kelemahan otot terjadi
secara cepat dan disertai dengan keluhan efek samping dari obat
antiasetilkolinesterase seperti mual, muntah, keringat dingin, sekresi air ludah
berlebihan begitu juga lendir saluran nafas, kolik, diare, miosis dan bradikardia.4
Bila ragu apakah itu suatu krisis miastenik atau krisis kolinergik sebaiknya
dilakukan test tensilon(edroponium klorida) suatu antiasetilkolinesterase kerja cepat
hanya dalam 60 detik sudah dapat dinilai dan efeknya juga cepat hilang tetapi obat ini
sulit didapat, sehingga perlu diputuskan rawatan di Intensif Care Unit.4,6
Yang paling ditakutkan pada krisis miastenik ini adalah suatu keadaan gagal nafas
akut yang ditandai dengan turunnya kadar oksigen di arteri ( hipoksemia) atau
naiknya kadar karbondioksida (hiperkarbia) atau kombinasi keduanya. Kriteria
diagnosis dari pemeriksaan analisa gas darah adalah PaO2 < 60 mmHg dan PaCO2 >
49 mmHg tanpa ada gangguan alkalosis metabolik primer. Pada miastenia gravis
patofisiologi yang mendasari adalah keadaan hipoventilasi dimana terjadi
kelumpuhan otot nafas dengan akibat kadar CO2 arteri meningkat lebih dari 45
mmHg akibat berkurangnya udara yang mencapai alveolus.7
Pada pasien ini pada hari rawatan ke-6 terjadi perburukan yang cepat dimana
pasien walaupun sudah diberikan mestinon dosis 300 mg tidak tampak perbaikan.
Tampak respon obat kurang baik dimana selama beberapa hari terakhir pasien
mengeluh kolik dan hipersalivasi ,bahkan dalam beberapa jam sesak bertambah hebat
disertai lendir yang berlebihan tetapi tidak dapat dikeluarkan. Pasien tidak dicoba
10
untuk menambah dosis obat karena ditakutkan keluhan yang ada saat itu merupakan
keluhan dari efek samping obat walaupun dosis mestinon masih boleh sampai 360
mg( dosis maksimal).
Pasien dilakukan pemeriksaan analisa gas darah mulai tampak penurunan kadar
oksigen( PO2 86,9) dan peningkatan kadar CO2( PCO2 43,9) arteri walaupun masih
dalam batas normal. Sebenarnya untuk memastikan jenis krisis yang dihadapi pasien
sebuah krisis miastenik ( dosis obat kurang ) atau krisis kolinergik, dimana dosis obat
cukup tetapi respon obat yang kurang, dilakukan test tensilon tetapi karena sulit
didapat diputuskan untuk perawatan pasien di Intensif Care Unit untuk pemasangan
ventilator , sayangnya hal tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Tatalaksana krisis miastenik secara umum adalah:3,4,5.12
o Hentikan obat antiasetilkolinesterase sementara
o Intubasi yang diikuti dengan ventilator mekanik
o Penggunaan plasmafaresis segera mungkin sangat membantu dalam
mempercepat penyembuhan dengan dosis 250 ml/kgbb intermitten sebanyak 5
kali pemberian, bekerja dengan cara menyaring antibodi
o Gammaglobulin intravena sebagai alternatif plasmafaresis cukup efektif
dengan dosis 2g/kgBB ( 400mg/kgBB) selama 5 hari, mulai berespon pada 1-2
hari pertama .
o Kortikosteroid dapat diberikan sebagai imunosupressan. Diberikan
metilprednisolon sampai dosis 500 mg (IV).
o Pengobatan infeksi, biasanya paling sering dicetuskan oleh infeksi saluran
nafas seperti pneumonia dan bronkhitis.
o Ketika mulai dilakukan penyapihan ventilator , obat antiasetilkolinesterase
mulai digunakan lagi secara perlahan-lahan. ( piridostigmin 60 mg peroral
atau neostigmin 15 mg peroral ).
Menurut penelitian di India pada tahun 2005 (JMK Murthy et al , 10) ada
beberapa hal dan keadaan yang dipertimbangkan yang menyebabkan seorang
penderita miastenia gravis jatuh ke keadaan krisis yaitu :
o Timoma , diketahui terjadi sekitar 14%
o Infeksi merupakan penyebab paling umum ( sekitar 65%) tersering
bronkopneumonia lalu diikuti demam viral dan infeksi saluran kemih
o Krisis kolinergik sebesar 4,5%
11
o Dan tidak diketahui sekitar 30,5%
Ada beberapa obat-obatan yang juga dapat menjadi pencetus serangan krisis
yang perlu dihindari yaitu:12
Antibiotika Aminoglikosida, Florokuinolon (Ciprofloxacin,
levofloxacin, norfloxacin), makrolid
( klaritromisin,eritromisin) , ampisilin, klindamisin,
kolistin, linkomisin, kuinin, dan tetrasiklin
Antikonvulsan Fenitoin dan gabapentin
Antipsikotik Klorpromazin, litium, fenotiazin
Anestetik Diazepam, kloroprokain, halotan, ketamin, lidokain,
neuromuscular bloking agen dan prokain
Kardiovaskular Betabloker, bretilium, prokanamid, propafenon,
kuinidin, verapamil, dan kalsium cannel bloker
Oftalmologik Betaxolol, ekotiopat, timolol, tropikamid, proparakain
Rematologik Klorokuin, penisilamin
Steroid Prednisone, metilprednisolon, kortikotropin
Lain-lain Antikolinergik, karnitin,deferoksamin, diuretic,
interferon α, kontras iodine, narkotika, kontrasepsi
oral, oksitosin, ritonavir, dan antiretroviral protease
inhibitor dan tiroksin
Pada pasien ini ada beberapa yang kita pikirkan sebagai penyebab , antara lain
diduga suatu pneumonia berdasarkan keluhan demam, sesak nafas dan adanya ronki.
Tetapi krisis kolinergik juga dipikirkan berdasarkan manifestasi klinis akibat efek
samping obat antiasetilkolineesterase pasien dimana didapatkan kolik abdomen,
hipersalivasi dan bradikardia dan miosis di saat sesak nafas bertambah hebat.
Kemungkinan timoma belum dapat disingkirkan karena pasien belum dilakukan CT
Scan atau MRI Torak. Adanya disfagia pada pasien yang makin berat beresiko untuk
terjadinya aspirasi juga perlu dipikirkan karena hanya dalam 2 jam sebelumnya nilai
analisa gas darah masih dalam batas normal ,mendadak pasien menjadi apnea. Jadi
ketiga kemungkinan tersebut di atas dapat saling menunjang untuk terjadinya krisis
miastenik pada pasien ini.
12
Sesuai dengan prosedur penanganan krisis seharusnya pasien dipasang
ventilator mekanik tetapi tidak dapat dilakukan, pasien meninggal karena depresi
otot nafas. Kemungkinan suatu penekanan pada batang otak tidak dipikirkan karena
menjelang akhir semua reflek batang otak baik dan tidak tampak pola nafas yang
menjadi ciri khas masing-masing lokasi batang otak.
Kesimpulan
o Miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang didapat
o Krisis Miastenik terjadi 15 – 20% pasien myasthenia gravis, dapat kapan saja
terjadi tetapi sering pada 12-18 bulan sesudah terdiagnosis stadium I dan II.
o Krisis Miastenik dapat merupakan suatu keadaan krisis kolinergik, sehingga
test tensilon ( edroponium klorida) merupakan standar yang harus dilakukan
o Faktor pencetus pada pasien ini dicurigai infeksi pneumonia, krisis kolinergik,
aspirasi .Kemungkinan timoma pada pasien juga belum disingkirkan.
o Ventilator Mekanik merupakan pilihan utama yang harus dipikirkan pada
krisis miastenik
o Penyebab kematian pasien miastenia gravis ini karena depresi otot pernafasan.
13
Daftar Pustaka
1. Emedicine. Miastenia Gravis. Aashit K Shah MD, Professor of neurology Wayne State University, Detroit. Updated jan 15, 2009
2. Lawrence H Philips II, The epidemiology og Myasthenia Gravis, from seminar in neurology, Department of Neurology, University of Virginia, 2004, Seminneuro 24 91) : 17-2-2004. Thieme Medical Publisher
3. Jhon Gilroy. Basic Neurology; Muscle disease, Third Edition. New York. Mc Graw Hill 2000; 623-665
4. Adams and Victors. Principles of Neurology, Eighth Edition, New York Mc Graw Hill 2005: 1250-1264
5. Robert P. Lisak MD and Robert L.Barchi. MD. Myasthenia Gravis.WB. Saunders Company. 1982 ;216-218
6. Dr.Gunawan Budiarto DSS; kegawatan dalam neurologi; Universitas Airlangga7. Dr Muhadi Muhiman ,Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI; Penatalaksanaan Pasien di Intensive Care Unit; tahun 2001; 1-118. Lancet Neurology; Autoimmune myasthenia gravis emerging clinical and
biological heterogenity; Department of neurology university of Chicago; 2009; 8: 475-490
9. Arip Consult ; Myasthenia Gravis ; The Physician’s Guide to Laboratory Test Selection and Interpretation 2009
10. J.M.K Murthy et al Department of Neurology ,The institute of Neurological Science, Care Hospital and Nizam’s Institute of Medical Sciences, Hyderabad India:Myasthenic crisis : Clinical features, complications and mortality; Neurology India March 2005 vol 53
11. S. Panda et al Department of Neurology , All india institute of Medical sciences, New Delhi ; Myasthenic crisis A retrospective study ; Neurology India December 2004 vol 52
12. Jennifer A Frontera;Decision Making in Neurocritical Care Thieme Medical Publishers Inc , New York 2009 : 149 - 161
14