Krim Asam Salisilat

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh jamur di Indonesia masih relatif tinggi. Di Indonesia penyakit infeksi jamur pada kulit dan kuku masih sering dijumpai. Perkembangan infeksi jamur di Indonesia yang termasuk negara dengan iklim tropis disebabkan oleh udara yang lembab, sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk dan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Untuk itu masalah mengenai penyakit jamur perlu mendapat perhatian yang khusus di Indonesia. Obat antibakteri telah banyak dikembangkan secara luas, berbeda dengan obat antijamur yang masih terbatas dalam hal manfaat klinis. Alasan untuk perbedaan ini adalah adanya hubungan yang erat antara jamur dengan inang mamalianya. Banyak proses biokimia yang menyediakan sasaran berguna untuk obat antibakteri tidak terdapat dalam jamur, dan proses yang menjadi sasaran juga dimiliki oleh inang mamalia. Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak kurang dari 60% air, yang 1

Transcript of Krim Asam Salisilat

Page 1: Krim Asam Salisilat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh jamur di

Indonesia masih relatif tinggi. Di Indonesia penyakit infeksi jamur pada kulit dan

kuku masih sering dijumpai. Perkembangan infeksi jamur di Indonesia yang

termasuk negara dengan iklim tropis disebabkan oleh udara yang lembab,

sanitasi yang kurang, lingkungan yang padat penduduk dan tingkat sosial

ekonomi yang rendah. Untuk itu masalah mengenai penyakit jamur perlu

mendapat perhatian yang khusus di Indonesia.

Obat antibakteri telah banyak dikembangkan secara luas, berbeda dengan

obat antijamur yang masih terbatas dalam hal manfaat klinis. Alasan untuk

perbedaan ini adalah adanya hubungan yang erat antara jamur dengan inang

mamalianya. Banyak proses biokimia yang menyediakan sasaran berguna untuk

obat antibakteri tidak terdapat dalam jamur, dan proses yang menjadi sasaran

juga dimiliki oleh inang mamalia.

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung

tidak kurang dari 60% air, yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Dipilihnya

sediaan dalam bentuk krim tipe emulsi minyak dalam air (o/w) sebagai antijamur

karena krim mempunyai keunggulan yaitu lebih mudah menyebar secara merata

karena memiliki konsistensi lebih rendah serta lebih mudah untuk dibersihkan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa sajakah bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sediaan krim

antijamur?

1.2.2 Bagaimanakah metode pembuatan sediaan krim antijamur?

1

Page 2: Krim Asam Salisilat

1.2.3 Apa sajakah evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi sediaan krim

antijamur?

1.3 Tujuan Formulasi

1.3.1 Untuk mengetahui bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sediaan

krim antijamur.

1.3.2 Untuk mengetahui metode pembuatan sediaan krim antijamur.

1.3.3 Untuk mengetahui evaluasi yang digunakan untuk mengevaluasi sediaan

krim antijamur.

1.4 Manfaat Formulasi

Memperoleh formulasi krim tipe emulsi minyak dalam air (o/w) sebagai

krim antijamur yang tepat dan memberikan informasi pada masyarakat tentang

krim tipe emulsi minyak dalam air (o/w) yang dapat digunakan sebagai obat

antijamur.

2

Page 3: Krim Asam Salisilat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Antijamur

Obat anti jamur adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi jamur

seperti, kurap, kandidiasis (thrush), infeksi sistemik serius seperti meningitis

kriptokokal, dan lain-lain. Obat tersebut biasanya diperoleh dengan resep dokter atau

dibeli over-the-counter. Anti jamur bekerja dengan memanfaatkan perbedaan antara

sel mamalia dan jamur untuk membunuh organisme jamur tanpa efek yang berbahaya

pada host (Anonim, 2010).

Jamur adalah eukariota yang berbeda secara umum dengan eukariota lainnya

ditinjau dari cara memperoleh makanan, organisasi structural, serta pertumbuhan dan

reproduksinya. Jamur bersifat heterotrof dan memperoleh makanannya dengan cara

menyerap molekul-molekul organik kecil dari medium di sekitarnya. Untuk

memperoleh molekul-molekul organik kecil tersebut, tubuh jamur mensekresikan

enzim-enzim hidrolitik ke dalam makanan yang berada di sekitarnya. Ada beberapa

jamur yang bersifat parasit pada hewan dan menyerang organ tertentu yang dapat

menyebabkan kematian (Anonim, tt).

2.2 Struktur Kulit pada Mamalia

Kulit (Integumentum Communae) menutupi seluruh permukaan badan, terdiri

atas lapisan : epidermis dan suatu lapisan jaringan penyambung berupa dermis

(korium) serta hipodermis (sub kutis) yang terdiri atas jaringan ikat longgar

menghubungkan dermis dengan jaringan dibawahnya (Anonim, 2009).

Fungsi kulit :

1. Membungkus serta melindungi tubuh hewan terhadap pengaruh luar yang

merugikan.

2. Ikut mengatur suhu tubuh serta kadar air.

3

Page 4: Krim Asam Salisilat

3. Membuang garam dan hasil metabolisme yang berlebihan.

4. Melindungi tubuh terhadap pengaruh fisik, kimia dan jasad renik kedalam

tubuh.

(Anonim, 2009)

Beberapa kelenjar kulit yang berperan dalam berbagai fungsi sekresi kulit,

antara lain: kelenjar palit, kelenjar peluh, kelenjar ambing dan kelenjar kulit

khusus. Beberapa struktur yang merupakan turunan dari kulit adalah: rambut,

bulu, kuku, tanduk, jengger, pial dan gelambir (Anonim, 2009).

a. Epidermis

Terdiri atas epitel pipih banyak lapis yang bertanduk, memiliki lima lapis

utama yakni :

1.Stratum basale / stratum germinativum : merupakan lapis paling bawah

terdiri atas epithel kubis atau silindris sebaris rendah. Lapisan ini bersifat

mitosis aktif untuk menggantikan lapis diatasnya yang mati / aus. Pigmen

juga bisa ditemukan pada lapis ini selain pada lapis spinosum.

2.Stratum spinosum : sel penyusunnya berbentuk poligonal terdiri atas

beberapa lapis, semakin keatas semakin memimpih. Pertautan antar sel yang

cukup kuat ditunjang oleh desmosoma, sel memiliki tenofibril yang berakhir

pada desmosoma. Lapis ini juga bisa bermitosis.

3.Stratum granulosum : Satu sampai tiga lapis, sel berbentuk elip dan mulai

menunjukkan tanda bertanduk (cornification). Sel tersebut mengandung

kerantobilia dan fungsinya masih belum jelas diketahui.

4.Stratum lusidum : Beberapa lapis sel yang telah mati, karenanya beraspek

homogen. Inti dan organoida tidak jelas tapi desmosoma masih jelas terlihat,

sedangkan butir keratohialinnya sudah lenyap berubah menjadi eledin.

5.Stratum korneum : Merupakan lapis sel yang paling luar, selnya bertanduk

dan mengandung keratin yang diduga hasil perubahan eledin. Lapis ini pada

4

Page 5: Krim Asam Salisilat

beberapa tempat tebal dan bila kering akan mengelupas membentuk stratum

disjunktum. Khususnya untuk stratum lusidum hanya ditemukan pada

daerah yang tidak berambut, misalnya : planumnasale atau bantalan kaki.

(Anonim, 2009)

Keratin adalah suatu skleroprotein yang sangat resisten terhadap pengaruh

kimia dan biasanya keratin yang terdapat pada epidermis adalah keratin

lunak dan keratin keras terdapat pada kuku, rambut yang bersifat kurang

elastis karena kandungan sulfur tinggi (Anonim, 2009).

b. Dermis / Korium

Sering disebut Kutis vera, merupakan bagian utama kulit, disusun oleh

serabut kolagen padat sedangkan serabut elastis dan jaringan ikat lain sedikit.

Korium dibedakan atas dua bagian, yakni :

Stratum papilleare : membentuk jalinan dengan epidermis pada kulit

tidak berambut. Tampak papil, dan sering terdapat ujung saraf pembuluh

darah serta saluran kelenjar peluh.

Stratum retikulare : Antara stratum papillare dengan stratum retikulare

sebenarnya mempunyai batasan yang tidak jelas. Hanya serabut kolagen

pada stratum ini lebih padat dan anyamannya mengarah horisontal

terhadap permukaan kulit. Didalam ilmu bedah mengetahui arah

anyaman serabut kolagen ini sangat penting karena dalam operasi yakni

memberikan proses kesembuhan yang lebih cepat (Anonim, 2009).

c. Hipodermis

Hipodermis atau sub kutis terdiri atas jaringan ikat longgar yang banyak

mengandung serabut elastis. Dalam keadaan patologis akan membentuk

beberapa rongga yang berisi cairan (edema) atau udara (emphysema). Daerah

ini juga merupakan tempat perlindungan lemak terutama pada babi. Pada

5

Page 6: Krim Asam Salisilat

hewan yang gemuk sel lemak dapat menyusup lebih dalam dan terdapat

diantara otot. Daerah tubuh yang sedikit terdapat sub kutis adalah: metakarpus

kuda, oleh sebab itulah kulit sulit digerakkan karena melekat kuat (Anonim,

2009).

d. Integementum Mammalia

Epidermis berkembang dari ektoderm dan hipodermis merupakan turunan

dari mesoderm. Pada mulanya epidermis tersusun atas beberapa lapis sel

berbentuk kubus. Proliferasi dari sel ini menghasilkan lapisan sel epidermis

dan proloferasi sel basal menambah dengan cepat ketebalan sel yang berada

diluarnya. Invagansi dan proliferasi sel basal bertambah dengan cepat

ketebalan sel yang berada diluarnya. Invagansi dan proliferasi sel basal

kedalam lapisan dibawah epidermis seperti dermis dan hypodermis

menandakan adanya rambut, bulu dan kelenjar, yang mana sel dari jaringan

tersebut diatas berhubungan dengan sel epidermis. Dermis dan hipodermis

berkembang dari mesenkhim khusus. Poliferasi dan difrensiasi yang cepat dari

sel mesenkhim menghasilkan jaringan yang ditandai dengan jaringan ikat

longgar dan jaringan ikat padat (Anonim, 2009).

e. Pigmentasi Kulit

Melanosit adalah sel pembentuk pigmen yang juga dikenal dengan nama:

Dermal chromatophore. Terdapat diantara stratum basale dan stratum

spinosum tapi dapat juga terdapat pada stratum papillare dari korium

(Anonim, 2009).

Sel ini mempunyai bentuk khusus yakni memiliki penjuluran yang

menyusup sampai stratum spinosum untuk melepas pigmen melanin pigmen

tersebut selanjutnya diambil oleh sel pada lapis tersebut. Melanosit yang tidak

berfungsi (istirahat) dikenal dengan “sel cerah” (clear cells). Sedangkan

6

Page 7: Krim Asam Salisilat

melanosit yang berfungsi dapat dikenali dengan reaksi DOPA

(dihydroxyphenylalanine) yaitu melakukan sintesa komplek mengubah DOPA

menjadi melanin. Reaksi DOPA inilah yang membedakan sel yang dapat

membuat pigmen dan sel yang hanya menampung pigmen dalam epidermis

(Anonim, 2009).

Melanin berfungsi melindungi tubuh terhadap pengaruh sinar ultraviolet

yang memiliki daya tembus kuat. Sebagian sinar ditahan oleh pigmen

melanin. Pada beberapa organisme melanin mungkin tidak ada (albinisme)

misal: kerbau, sapi, harimau dan kera. Dari segi perkembangan ternak piara,

albinisme agaknya dianggap suatu cacat keindahan. Kenyataan pada derajat

albino yang kuat terdapat gejala takut sinar (photophobia) dan kondisi

tubuhnya lebih lemah dari normal. Peristiwa hilang atau tidak cukupnya

produksi melanosit yakni sel penghasil melanin juga disebut White Spots

(Anonim, 2009).

f. Kulit daerah Khusus

Beberapa bagian dari kulit ada yang berambut dan ada yang tidak atau

gundul. Beberapa bagian tubuh ditandai dengan epidermis yang tebal,

sedangkan bagian yang lain tipis. Sama halnya dengan dermis, ketebalannya

beragam dalam penyebarannya keseluruh tubuh. Dermis adalah bagian yang

paling tebal dari kulit. Kulit daerah tertentu beragam bentuknya, hal ini erat

hubungannya dengan cara kerjanya, cara hidup, penyebaran dan tipe kelenjar

serta ketebalan kulit merupakan adaptasi fungsional yang paling idela

terhadap lingkungan sekitarnya (Anonim, 2009).

1. Bantalan Kaki (Digital Pad / food pad)

Bantalan kaki hewan karnivora mengalami penandukan yang hebat

menebal, berpigmen kuat dan bagian kulit yang tidak berbulu berguna

untuk perpindahan (lokomosi). Bantalan kaki ini tahan terhadap abrasi

dan efektif sebagai penyerap goncangan.

7

Page 8: Krim Asam Salisilat

2. Skrotum

Kulit skrotum umumnya paling tipis dalam tubuh, stratum korneum

tidak berkembang dengan baik dan dermisnya kurang luas. Kelenjar

tubuler apokrin dan kelenjar palit ditemui disini. Rambut tubuh halus

dan pendek. Serabut otot polos dari tunika dartos mengadakan

persilangan dengan serabut kolagen dan elastis dari dermis. Tunika

dartos dapat dipengaruhi oleh suhu sekitarnya dan bertanggung jawab

atas kedudukan relatif testis terhadap dinding tubuh. Pada derajat yang

tinggi otot ini akan berelaksasi, skrotum akan meregang karena

dipengaruhi oleh berat testis sehingga kedudukan testis akan menjauhi

dinding tubuh sebaliknya terjadi apabila derajat suhu merendah.

3. Hidung

Planum nasale karnivora terbentuk dari penebalan dan pertandukan

yang hebat dari epidermis disertai dengan tidak adanya kelenjar palit

dan kelenjar tubuler. Planum nasale sapi dan ruminansia kecil tidak

berbulu dan mengandung kelenjar merokrin tubuler yang melembabkan

permukaannya. Epidermis tebal dan menanduk dengan hebat.

Penandukan yang hebat dari planumrostale babi mengandung banyak

kelenjar merokrin ubuler dan ditutupi oleh rambut yang jarang. Rambut

yang halus dan kelenjar palit menandai kulit yang tipis di sekitar lubang

hidung kuda.

4. Meatus Akustikus Eksternus

Merupakan saluran yang menghubungkan antara lubang telinga dengan

genderang telinga. Saluran ini dilapisi kulit dengan folikel rambut yang

kecil, kelenjar palit dan kelenjar tubuler apokrin yang telah

bermodifikasi (kelenjar seruminous) dijumpai disini. Dermis dari

saluran ini bercampur dengan perikhondrium dan periosteuon tulang

rawan dan penunjang telinga (Anonim, 2009).

8

Page 9: Krim Asam Salisilat

2.3 Definisi Krim

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak

kurang dari 60% air, yang dimaksudkan untuk pemakaian luar. Ada dua tipe krim

yaitu:

1. Krim tipe air-minyak (A/M) contohnya sabun polivalen, span, adeps lanae,

kolesterol dan cera.

2. Krim tipe minyak-air (M/A) contohnya sabun monovalen seperti

triethanolaminum stearat, natrium stearat, kalium stearat dan ammonium

stearat.

Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan

anionik, kationik dan nonionik (Anief, 1997). Keuntungan penggunaan krim

adalah umumnya mudah menyebar rata pada permukaan kulit serta mudah dicuci

dengan air (Ansel, 2005). Krim dapat digunakan pada luka yang basah, karena

bahan pembawa minyak di dalam air cenderung untuk menyerap cairan yang

dikeluarkan luka tersebut. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk

suatu lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang

digunakan. Tetapi emulsi air di dalam minyak dari sediaan semipadat cenderung

membentuk suatu lapisan hidrofobik pada kulit (Lachman, 2008).

Stabilitas krim akan menjadi rusak, jika terganggu oleh sistem campurannya

terutama disebabkan perubahan suhu, perubahan komposisi dan disebabkan juga

oleh penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe

krim jika zat pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran

krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok yang harus

dilakukan dengan teknik aseptis. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan

dalam waktu satu bulan. Dalam penandaan sediaan krim, pada etiket harus tertera

“Obat Luar” dan pada penyimpanannya harus dalam wadah tertutup baik atau

tube dan disimpan di tempat sejuk (Anonim, 1979).

9

Page 10: Krim Asam Salisilat

2.4 Sifat Fisikokimia Zat Aktif, Basis dan Bahan Tambahan

2.4.1 Asam salisilat

Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari

101,0% C7H6O3 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

Pemerian : Hablur putih; biasanya berbentuk jarum halus atau

serbuk hablur halus putih; rasa agak manis, tajam dan

stabil diudara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak

berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat

berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau

lemah mirip mentol.

Kelarutan : Sukar larut dalam air dan dalam benzena; mudah larut

dalam etanol dan dalam eter; larut dalam air mendidih;

agak sukar larut dalam kloroform.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Bahan aktif

2.4.2 Asam stearat

Asam stearat adalah campuran asam organik padat yang diperoleh dari

lemak, sebagian besar terdiri dari asam oktadekanoat (C18H36O2) dan asam

heksadekanoat (C16H32O2).

Pemerian : Zat padat keras mengkilat menunjukkan susunan

hablur; putih atau kuning pucat; mirip lemak lilin.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; larut dalam 20 bagian

etanol (95%) P, dalam 2 bagian kloroform P dan

dalam 3 bagian eter P.

Suhu lebur : Tidak kurang dari 540 C.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Basis krim.

10

Page 11: Krim Asam Salisilat

2.4.3 Potassium Hidroksida (Kalium Hidroksida)

Kalium hidroksida adalah suatu senyawa anorganik dengan rumus molekul

KOH. Kalium hidoksida bersifat basa.

BM : 56,1 g/mol

Pemerian : Berbentuk padatan berwarna putih.

Kelarutan : Sekitar 121 g KOH akan larut dalam 100 mL air pada

suhu ruangan. Larut baik dalam methanol, etanol, dan

propanol. Kelarutan dalam etanol sekitar 40 gram

KOH/100 ml etanol.

Kegunaan : KOH digunakan sebagai pengering pada skala

laboratorium. Sering digunakan sebagai pelarut dasar

terutama golongan amina dan piridin.

Penyimpanan : -

(Anonim, tt)

2.4.4 Sodium hidroksida (Natrium hidroksida)

Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam

bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Ia bersifat

lembab cair dan secara spontan menyerap karbon dioksida dari udara

bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika

dilarutkan. Ia juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan

NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. Ia tidak

larut dalam dietil eter dan pelarut non-polar lainnya. Larutan natrium

hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain dan kertas.

Rumus molekul NaOH, massa molar 39,9971 g/mol, densitas 2,1

g/cm3 berbentuk padat, titik leleh 3180 C, titik didih 1390 0C (1663 0K).

(Anonim, 2010)

11

Page 12: Krim Asam Salisilat

2.4.5 Setil Alkohol

Berupa serpihan putih atau granul seperti lilin, berminyak, memiliki

bau dan rasa yang khas. Mudah larut dalam etanol 95% dan eter,

kelarutannya meningkat dengan peningkatan suhu, tidak larut dalam air.

HLB setil alkohol yaitu 15. Berfungsi sebagai emulsifying agent, stiffening

agent, dan coating agent. Dalam sediaan losio, krim, dan salep biasa

digunakan sebagai emolien dan emulsifying agent dengan konsentrasi

antara 2-5%. Setil alkohol dapat meningkatkan konsistensi emulsi W/O

dengan konsentrasi 2-10%, dan meningkatkan stabilitas semisolid

(Anggraini, 2008).

2.4.6 Propilen glikol

Propilen glikol mengandung tidak kurang dari 99,5% C3H8O8.

Pemerian :Cairan kental, jernih, tidak berwarna; rasa khas; praktis

tidak berbau; menyerap air pada udara lembab.

Kelarutan :Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan

dengan kloroform; larut dalam eter dan beberapa

minyak esensial; tetapi tidak dapat bercampur dengan

minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Pembasah (konsentrasi untuk sediaan topical = 15%)

(Rowe, et al., 2003).

2.4.7 Gliserin (C3H8O3)

BM : 92,10.

Gliserin mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 101,0 %

C3H8O3.

12

Page 13: Krim Asam Salisilat

Pemerian : Cairan seperti sirup; jernih; tidak berwarna; tidak

berbau; manis diikuti rasa hangat. Higroskopis. Jika

disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat

memadat membentuk masa hablur tidak berwarna dan

tidak melebur hingga suhu mencapai lebih kurang

20oC.

Kelarutan : Dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P;

praktis tidak larut dalam kloroform P dalam eter P dan

dalam minyak lemak.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Kegunaan : Zat tambahan (pelembab).

2.4.8 Propilparaben (C10H12O3)

BM : 180,20.

Propilparaben mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari

100,5 % C10H12O3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian : Serbuk putih atau hablur kecil, tidak berwarna.

Kelarutan :Sangat sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol;

dan dalam eter; sukar larut dalam air mendidih.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

2.4.9 Metil Paraben

COOCH3HO

Metil p-hidroksibenzoat

C6H8O3 BM 152,15

13

Page 14: Krim Asam Salisilat

Organoleptis : Hablur kecil, tidak berwarna, atau serbuk hablur putih,

tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai

sedikit rasa yang terbakar.

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzena dan dalam

karbon terklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam

eter.

Penggunaan : Pengawet (konsentrasi untuk sediaan topikal = 0,02-

0,3%) (Rowe, et al., 2003)

2.4.10 Aqua Purificata

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,

perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang

sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak

mengandung zat tambahan lain (catatan: Air murni digunakan untuk

pembuatan sediaan-sediaan). Bila digunakan untuk sediaan steril, selain

untuk sediaan parenteral, air harus memenuhi persyaratan uji sterilitas

atau gunakan air murni steril yang dilindungi terhadap kontaminasi

mikroba. Tidak boleh menggunakan air murni untuk sediaan parenteral.

Untuk keperluan ini digunakan air untuk injeksi, air untuk injeksi

bakteriostatik atau air steril untuk injeksi.

Rumus molekul : H2O

BM : 18,02 g/mol

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna; tidak berbau.

Kemurnian bakteriologi : Memenuhi syarat air minum.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

(Anonim, 1995)

14

Page 15: Krim Asam Salisilat

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Penangas air

Cawan porselen

Batang pengaduk

Neraca analitik

Sudip

Mortar

Stamper

Kertas saring

Gunting

Beaker glass

pH meter

Piknometer

Pot krim

Gelas ukur

Kertas perkamen

Thermometer

3.1.2 Bahan

Asam salisilat

Asam stearat

Potassium hidroksida

Sodium hidroksida

Cetyl alkohol

Propilen glikol

15

Page 16: Krim Asam Salisilat

Gliserin

Propil Paraben

Metil Paraben

Aqua purificata

3.2 Penimbangan

Asam salisilat 6 g

Asam stearat 15 g

Potassium hidroksida 0.5 g

Sodium hidroksida 0.18 g

Setil alkohol 0.5 g

Propilen glikol 3 g

Gliserin 5 g

Propil Paraben 0.05 g

Metil Paraben 0.1 g

Aqua purificata 69.67 g

+

Total 100 g

3.3 Cara Kerja

Bahan-bahan fase minyak (asam stearat, kalium hidroksida, natrium

hidroksida, setil alkohol, dan propilenglikol) dicampur bersama-sama dalam

mortir/cawan petri sambil diaduk konstan pada suhu 70oC (titik leleh asam

stearat).

Bahan-bahan fase air (gliserin dan akuadest) dicampur bersama-sama dan

dipanaskan pada suhu yang sama seperti fase minyak dan dengan pengadukan

yang konstan (campuran fase air).

16

Page 17: Krim Asam Salisilat

Campuran fase air ditambahkan setetes demi setetes ke dalam fase minyak

dengan pengadukan yang konstan.

Setelah konsistensi krim mulai mengeras/memadat, ke dalam formula

ditambahkan zat aktif (asam salisilat) yang tak larut dengan metode levigasi

(krim digerus hingga didapatkan massa yang lembut dan homogen).

Bahan pengawet (propil paraben dan metil paraben) ditambahkan saat

pendinginan pada suhu 40oC. Digerus hingga homogen, kemudian

dimasukkan ke dalam wadah.

17

Page 18: Krim Asam Salisilat

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pemilihan Bahan

4.1.1 Asam Salisilat

Asam salisilat berfungsi mengelupaskan lapisan tanduk (keratolitik)

sehingga obat dapat mudah menembus jaringan kulit. Asam salisilat

memiliki efek keratolitik dan digunakan secara topikal untuk pengobatan

kulit yang hiperkeratin dan bersisik seperti ketombe, psoriasis. Konsentrasi

awal yang digunakan kira-kira 2%, jika perlu dapat ditingkatkan hingga 6%.

Asam salisilat memiliki sifat fungisida dan digunakan secara topikal pada

pengobatan infeksi jamur kulit (Anonim, tt).

4.1.2 Asam Stearat

Dalam formulasi topikal, asam stearat digunakan sebagai pengemulsi

dan agen pelarut. Artinya, asam stearat dapa digunakan sebagai basis krim,

disamping itu fungsinya sebagai agen pengemulsi menguntungkan dalam

campuran yang mengandung air dan minyak. Asam stearat dalam

penggunaannya dalam sediaan cream umumnya dibasakan dengan alkali.

Asam stearat dinetralisir dengan basa sejumlah 5-15 kali beratnya sendiri

dalam cairan berair. Penggunaannya dalam sediaan krim sejumlah 1-20%.

Asam stearat digunakan sebagai basis krim stearat mampu

tersaponifikasi dengan mudah dan bersifat netral, sehingga membentuk

sabun yang stabil yang dapat dibuat dengan bahan-bahan hidrofilik dan

lipofilik (Anonim, tt).

18

Page 19: Krim Asam Salisilat

4.1.3 Potassium Hidroksida dan Sodium Hidroksida

KOH dan NaOH digunakan sebagai pengatur pH sediaan. Karena

basis krim yang bersifat asam, maka perlu ditambahkan KOH dan NaOH

sebagai pengatur pH. Penampilan dan kelenturan sediaan krim ditentukan

dari proporsi basa yang ditambahkan pada basis (Rowe, et al., 2003).

Penambahan KOH dan NaOH berpengaruh pada penetrasi obat menembus

kulit hewan dimana KOH dan NaOH akan membuat pH krim menjadi basa

(7-7,4). Kulit hewan mamalia diketahui memiliki pH alkali (>7) sehingga

krim yang bersifat basa akan dengan mudah meresap terpenetrasi di kulit

hewan.

4.1.4 Setil Alkohol

Dalam pembuatan emulsi minyak dalam air, setil alkohol dilaporkan

memperbaiki stabilitas jika dikombinasi dengan agen pengemulsi larut air

(dalam hal ini gliserin). Berfungsi sebagai emulsifying agent, stiffening

agent, dan coating agent. Dalam sediaan losio, krim., dan salep biasa

digunakan sebagai emolien dan emulsifying agent dengan konsentrasi antara

2-5%. Kombinasi campuran agen pengemulsi ini menghasilkan barrier yang

dapat mencegah terjadinya koalesens droplet. Penggunaan setil alkohol

sebagai agen pengemulsi adalah 2-5 %.

4.1.5 Propilenglikol

Propilenglikol digunakan sebagai agen pembasah dalam pembuatan

sediaan krim. Selain itu fungsi dari propilenglikol adalah sebagai pelarut

propil paraben dan metil paraben yang merupakan pengawet dalam sediaan

krim (Anonim, 2005).

Sifat propilenglikol hampir sama dengan gliserin hanya saja

propilenglikol lebih mudah melarutkan berbagai jenis zat. Sama seperti

19

Page 20: Krim Asam Salisilat

gliserin fungsi propilenglikol adalah sebagai humektan, namun fungsi dalam

formula krim adalah sebagai pembawa emulsifier sehingga emulsi menjadi

lebih stabil (Rowe, et al., 2003).

4.1.6 Gliserin

Gliserin biasanya banyak digunakan dalam berbagai formulasi baik

dalam sediaan oral, topikal, ataupun parenteral. Untuk sediaan topikal dan

kosmetik, penggunaan gliserin adalah sebagai humektan atau emolien.

Gliserin juga digunakan sebagai solven atau kosolven dalam emulsi krim.

Penggunaan gliserin dalam sediaan topikal sebagai emolien ataupun

humektan adalah ≤ 30% (Rowe, et al., 2003).

4.1.7 Metil Paraben dan Propil Paraben

Metil paraben dan propil paraben digunakan sebagai bahan pengawet

untuk mencegah tumbuhnya mikroba dalam sediaan krim. Dimana krim

merupakan Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental

mengandung tidak kurang dari 60% air, yang dimaksudkan untuk

pemakaian luar. Jadi, adanya kandungan air dapat berpotensi ditumbuhi oleh

mikroorganisme. Metil paraben biasanya digunakan sebanyak 0,12%-0,18%

dan propil laraben 0,02%-0,05% (Anonim, 2010).

4.1.8 Aqua Purificata

Aqua purificata adalah air untuk persiapan obat selain yang yang

diperlukan untuk menjadi steril dan apyrogenic, kecuali dinyatakan

dibenarkan dan diijinkan (Anonim, 2009).

20

Page 21: Krim Asam Salisilat

4.2 Metode Pembuatan

Cara pembuatan salep adalah bagian lemak dilebur di atas tangas air,

kemudian tambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi. Setelah itu diaduk

sampat terbentuk suatu campuran yang berbentuk krim (Anonim, 2009).

4.3 Uji Stabilitas Sediaan Krim

4.3.1 Fisika

4.3.1.1 Pemeriksaan kestabilan fisik

Sediaan krim diamati secara organoleptis untuk mengetahui

homogenitas, warna dan bau setiap minggu selama delapan

minggu pada suhu kamar (Padmadisastra dkk, 2007).

4.3.1.2 Pemeriksaan pH

Sediaan krim diukur nilai pH-nya menggunakan pH meter setiap

minggu selama delapan minggu pada suhu kamar (Padmadisastra

dkk, 2007).

4.3.1.3 Distribusi ukuran partikel

Penentuan ukuran partikel tubuh padat tersuspensi berlangsung

melalui pengukuran secara mikroskopik. Mereka dipermudah

melalui mikroskop proyeksi (lanameter), pada obyek sangat

diperbesar yang muncul di atas sebuah layar focus dengan mistar.

Pengukuran orientasi juga dapat grindometer (Voigt, 1994).

4.3.2 Biologi

4.3.2.1 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba

Mikroba uji Gunakan biakan mikroba berikut: Candida

albicans (ATCC No. 10231), Aspergillus niger (ATCC No.

16404), E. coli (ATCC No. 8739), P. aeruginosa (ATCC No.

9027), dan S. Aureus (ATCC No. 6538). Selain mikroba yang

21

Page 22: Krim Asam Salisilat

disebut di atas dapat digunakan mikroba lain sebagai tambahan

terutama jika dianggap mikroba bersangkutan dapat merupakan

kontaminan selama penggunaan sediaan tersebut.

Media untuk biakan awal mikroba uji, pilih media agar yang

sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji, seperti

Soybean-Casein Digest Agar Medium yang tertera pada Uji Batas

Mikroba.

Pembuatan Inokulasi

Sebelum pengujian dilakukan, inokulasi permukaan media

agar bervolume yang sesuai, dengan biakan persediaan segar

mikroba yang akan digunakan. Inkubasi biakan bakteri pada suhu

300 hingga 350 selama 18 jam sampai 24 jam, biakan Candida

albicans pada suhu 200 hingga 250 selama 48 jam dan biakan

Aspergillus niger pada suhu 200 hingga 250 selama 1 minggu.

Gunakan larutan NaCl P 0,9% steril untuk memanen biakan

bakteri dan Candida albicans, dengan mencuci permukaan

pertumbuhan dan hasil cucian dimasukkan ke dalam wadah yang

sesuai dan tambahkan larutan NaCl P 0,9% steril secukupnya

untuk mengurangi angka mikroba hingga lebih kurang 100 juta per

mL. Untuk memanen Aspergillus niger, lakukan hal yang sama

menggunakan larutan NaCl P 0,9% steril yang mengandung

polisorbat 80 P 0,05% dan atur angka spora hingga lebih kurang

100 juta per mL dengan penambahan larutan NaCl P 0,9% steril.

Sebagai alternatif, mikroba dapat ditumbuhkan di dalam

media cair yang sesuai, dan panenan sel dilakukan dengan cara

sentrifugasi, dicuci, dan disuspensikan kembali dalam larutan

NaCl P 0,9% steril sedemikian rupa hingga dicapai angka mikroba

atau spora yang dikehendaki.

22

Page 23: Krim Asam Salisilat

Tetapkan jumlah satuan pembentuk koloni tiap mL dari tiap

suspensi, dan angka ini digunakan untuk menetapkan banyaknya

inokulasi yang digunakan pada pengujian. Jika suspensi yang telah

dibakukan tidak segera digunakan, suspensi dipantau secara

berkala dengan metode lempeng Angka Mikroba Aerob Total

seperti yang tertera pada Uji Batas Mikroba untuk menetapkan

penurunan viabilitas.

Untuk memantau angka lempeng sediaan uji yang telah

diinokulasi, gunakan media agar yang sama seperti media untuk

biakan awal mikroba yang bersangkuatan. Jika tersedia inaktivator

pengawet yang khas, tambahkan sejumlah yang sesuai ke dalam

media lempeng agar. Prosedur jika wadah sediaan dapat ditembus

secara aseptik menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet,

lakukan pengujian pada 5 wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan

tidak dapat ditembus secara aseptik, pindahkan 20 mL sampel ke

dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik bertutup berukuran

sesuai dengan steril. Inokulasi masing-masing wadah atau tabung

dengan salah satu suspensi mikroba baku, menggunakan

perbandingan 0,10 mL inokulasi setara dengan 20 mL sediaan, dan

campur. Mikroba uji dengan jumlah yang sesuai harus

ditambahkan sedemikian rupa hingga jumlah mikroba di dalam

sediaan 1 juta per mL. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam

tiap suspensi inokula, dan hitung angka awal mikroba tiap mL

sediaan yang diuji dengan metode lempeng. Inkubasi wadah atau

tabung yang telah diinokulasi pada suhu 200 hingga 250. Amati

wadah atau tabung pada hari ke 7, ke 14, ke 21, dan ke 28 sesudah

inokulasi. Catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan jumlah

mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode

23

Page 24: Krim Asam Salisilat

lempeng. Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada

awal pengujian, hitung perubahan kadar dalam persen tiap mikroba

selama pengujian.

Penafsiran hasil suatu pengawet dinyatakan efektif di dalam

contoh yang diuji jika:

Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak

lebih dari 0,1% dari jumlah awal.

Jumlah kapang dan khamir viabel selama 14 hari pertama

adalah tetap atau kurang dari jumlah awal.

Jumlah tiap mikroba uji selama hari tersisa sedari 28 hari

pengujian adalah tetap atau kurang dari bilangan yang disebut pada

a dan b (Anonim, 1995).

4.3.2.2 Uji Batas Mikroba

Dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba aerob viabel

di dalam semua jenis perbekalan farmasi, mulai dari bahan baku

hingga sediaan jadi dan untuk menyatakan perbekalan farmasi

tersebut bebas dari spesimen mikroba tertentu. Spesimen uji

biasanya terdiri dari Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella. Pengujian dilakukan

dengan menambahkan 1 mL dari tidak kurang enceran 10 -3 biakan

mikroba berumur 24 jam kepada enceran pertama spesimen uji

(dalam dapar fosfat 7,2, Media fluid Soybean-Casein Digest atau

Media Fluid Lactose Medium) dan diuji sesuai prosedur (Anonim,

1995).

24

Page 25: Krim Asam Salisilat

4.3.3 Kimia

Penetapan kadar

Timbang seksama lebih kurang 60 mg lakukan penetapan seperti

yang tertera pada pembakaran dengan labu oksigen. Menggunakan labu

100 mL dan campuran 10 mL air dan 5.0 mL hidrogen peroksida LP

sebagai cairan penyerap. Jika pembakaran telah sempurna isi bibir labu

dengan air, longgarkan sumbat dan bilas sumbat, pemegang contoh dan

dinding labu dengan air dan bekas sumbat. Panaskan isi labu sampai

mendidih dan didihkan selama lebih kurang 2 menit. Dinginkan sampai

suhu kamar dan titrasi dengan natrium hidroksida 0,1 N LP menggunakan

indikator fenolftalein LP. Lakukan penetapan blanko (Anonim, 1995).

25

Page 26: Krim Asam Salisilat

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2005. Ilmu Meracik Obat. UGM Press: Yogyakarta

Anggraini, C.A. 2008. Pengaruh Bentuk Sediaan Krim, Gel dan Salep terhadap

Penetrasi Aminofilin sebagai Anti Selulit secara In Vitro Menggunakan Sel

Difusi Franz. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Indonesia: Depok

Anonim. tt. Kegiatan Belajar I (Evolusi Fungi). (cited 11 Nov, 2010). Available at :

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN%20IPA/1963070119

88031%20-%20SAEFUDIN/Evolusi%20fungi%20dan%20hewan.pdf

Anonim. tt. Kosmetika Mata. (cited 9 Nov, 2010). Available at :

http://sanchia.blogspot.com/2009/12/kosmetika-mata.html

Anonim. tt. Tinjauan Tentang Asetosal dan Asam Salisilat. (cited 9 Nov, 2010).

Available at : http://digilib.ubaya.ac.id/skripsi/farmasi/F_184_1820070/

F_184_Bab%20II.pdf

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia

Anonim. 2005. European Pharmacopoeia ed. V. (cited 9 Nov, 2010). Available at:

http://lordbroken.wordpress.com/author/lordbroken/page/3/

26

Page 27: Krim Asam Salisilat

Anonim. 2009. Struktur Histologi Kulit. (cited 11 Nov, 2010). Available at:

http://ajarhistovet.blogspot.com/2009/04/bab-9-struktur-histologi-kulit.html

Anonim, 2010. Antijamur. (cited 11 Nov, 2010). Available at:

http://en.wikipedia.org/wiki/antifungal_drug

Lachman, L., Herbert A. L., Joseph L. K. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri

Edisi III. UI Press : Jakarta

Padmadisastra, Yudi dkk. 2007. Formulasi Sediaan Krim Antikeloidal yang

Mengandung Ekstrak Terfasilitasi Panas Microwave dari Herba Pegagan

(Centella asiatica (l.) urban). Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran:

Bandung

Rowe, Raymond C., Paul J. S., Paul J. W. 2003. Handbook of Pharmaceutical

Excipients. Pharmaceutical Press : London

Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press: Yogyakarta

27