kph.menlhk.go.idkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_YOGYAKARTA.pdf · 2017-02-16 ·...

228
RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN YOGYAKARTA Dinilai di Tanggal : Tim Penilai : _______________________________ _____________________________ _______________________________ ______________________________ Disahkan di Jakarta Tanggal : An. MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL II __________________________________ PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BALAI KESATUAN DAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) YOGYAKARTA Jln. Argulobang No. 13, Baciro – Telepon 588518, 512447 – Fax : 512447- hompage : http://dishutbun.jogjaprov.go.id/ YOGYAKARTA-55225

Transcript of kph.menlhk.go.idkph.menlhk.go.id/sinpasdok/public/RPHJP/RPHJP_YOGYAKARTA.pdf · 2017-02-16 ·...

RENCANA PENGELOLAAN JANGKA PANJANG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI

BALAI KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN YOGYAKARTA

Dinilai di Tanggal : Tim Penilai : _______________________________

_____________________________

_______________________________

______________________________ Disahkan di Jakarta Tanggal :

An. MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPALA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL II

__________________________________

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

BALAI KESATUAN DAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) YOGYAKARTA Jln. Argulobang No. 13, Baciro – Telepon 588518, 512447 – Fax : 512447- hompage : http://dishutbun.jogjaprov.go.id/

YOGYAKARTA-55225

PETA KPH YOGYAKARTA

KATA PENGANTAR

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Yogyakarta ini disusun berlandaskan pada Peraturan Menteri Kehutanan Republik

Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria

Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan Kesatuan

Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

Pengelolaan hutan jangka panjang pada Balai KPH Yogyakarta ini memperhatikan

prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management) agar hutan dapat

berfungsi optimal baik sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, maupun dapat

bermanfaat sesuai dengan fungsi yang ditetapkan. Demikian pula aspek pemberdayaan

masyarakat sekitar menjadi pegangan agar pengelola hutan dapat bermitra dengan

masyarakat sekitar dan ikut mensejahterakannya pula. Sementara itu dalam proses

perencanaan ini juga mempertimbangkan aspek pengembangan wilayah DIY agar dapat

menjadi sinergis dan memberikan manfaat yang optimal.

Akhirnya semoga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai KPH ini dapat

menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi acuan

dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya.

Yogyakarta, Kepala Balai KPH Yogyakarta,

Ir. SRI HARYANTO NIP. 19610314 198803 1 006

KATA PENGANTAR

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) Yogyakarta ini disusun berlandaskan pada Peraturan Menteri Kehutanan

Republik Indonesia Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur dan

Kriteria Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan

Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP).

Pengelolaan hutan jangka panjang pada Balai KPH Yogyakarta ini

memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari (sustainable forest

management) agar hutan dapat berfungsi optimal baik sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan, maupun dapat bermanfaat sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

Demikian pula aspek pemberdayaan masyarakat sekitar menjadi pegangan agar

pengelola hutan dapat bermitra dengan masyarakat sekitar dan ikut

mensejahterakannya pula. Sementara itu dalam proses perencanaan ini juga

mempertimbangkan aspek pengembangan wilayah DIY agar dapat menjadi sinergis dan

memberikan manfaat yang optimal.

Akhirnya semoga Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang Balai KPH ini

dapat menjadi pedoman dalam kegiatan pengelolaan hutan jangka panjang dan menjadi

acuan dalam penyusunan rencana derivatifnya dan pelaksanaannya.

Yogyakarta, Kepala Balai KPH Yogyakarta,

Ir. SRI HARYANTO NIP. 19610314 198803 1 006

DAFTAR LAMPIRAN PETA

1. Peta Wilayah KPH Yogyakarta

2. Peta Penutupan Lahan

3. Peta DAS

4. Peta Sebaran Potensi Wilayah KPH dan Aksesibilitas

5. Peta Penataan Hutan

6. Peta Penggunaan Lahan

7. Peta Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan Hutan

8. Peta Tanah

9. Peta Geologi

10. Peta Iklim

Ringkasan Eksekutif Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta ditetapkan berdasarkan

SK.439/Menhut-II/2007 tanggal 13 Desember 2007. Wilayah kelola KPH

Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.

721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi

seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH

Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul seluas

13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas 1.041,20 ha, dan Kabupaten

Kulonprogo seluas 856,50 ha. Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010

tentang Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort

Pengelolaan Hutan (RPH) pada Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Yogyakarta, bahwa kawasan hutan negara Balai KPH Yogyakarta seluas

15.724,50 ha terbagi dalam 5 (lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan

25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH).

Potensi tegakan pada wilayah KPH Yogyakarta (diluar izin pemanfaatan)

terdiri dari :

1. Tegakan jati dengan luas tegakan 6.161 Ha, yang tersebar di kawasan hutan

lindung seluas 979 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 5.182 Ha.

2. Tegakan kayu putih, dengan luas tegakan 4.508,75 ha, terletak di kawasan

hutan lindung seluas 303,75 Ha dan kawasan hutan produksi seluas 4.205 ha.

3. Tegakan rimba seluas 1.494,20 Ha.

Kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah DI

Yogyakarta dari Balai KPH Yogyakarta diperoleh dari berbagai produksi hasil

hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan kayu masih relatif kecil

karena umumnya tegakan kayu jati dan rimba masih tergolong usia muda dan

hasil terbesar diperolah dari hasil hutan non kayu seperti Minyak Kayu Putih

dan Getah Pinus. Dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat

sekitar hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta, masyarakat memiliki

keterkaitan dengan hutan baik dalam pemungutan hasil hutan non kayu,

pemanfaatan lahan dalam bentuk pesanggem dan lainnya.

Rencana kelola dan pemanfaatan wilayah tertentu wilayah KPH

Yogyakarta jangka 2014-2023 diarahkan pada penanaman dan/atau

Pengkayaan pada petak-petak Tanah Kosong dan perombakan tegakan kayu

putih baik Tanah Kosong maupun TBK seluas 303,75 Ha dirubah secara

bertahap menjadi tegakan pohon pinus merkusii atau tegakan rimba. Strategi

dalam perombakan dan penanaman kelas hutan tidak produktif ini sesuai

Ringkasan Eksekutif Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 2

dengan rencana dari KPH Yogyakarta yang akan melakukan penanaman tegakan

jati unggul seluas 1.000 ha. Dan untuk tegakan jati yang sudah ada, KPH

Yogyakarta hanya akan menebang maksimal seluas 100 Ha/tahun.

Rencana teknik kehutanan pada tegakan kayu putih pada kawasan hutan

produksi difokuskan pada penyusunan rencana pengkayaan. Khusus untuk

kawasan hutan lindung, direncanakan untuk dilakukan kegiatan pengkayaan

(penggantian) dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba campuran.

Pada Tegakan Kayu Rimba, maka penambahan luas tegakan pinus merkusii dari

yang saat ini luasnya sekitar 100 ha akan ditingkatkan menjadi 300 ha.

Jenis komoditi yang direncanakan untuk dikembangkan pada lahan di

bawah tegakan jati antara lain: porang, empon-empon (jahe, kunyit, kunir putih

dll). Sedangkan untuk lahan dibawah tegakan kayu putih, direncanakan

dikembangkan tanaman camelina sativa, janggelan, dan komoditi unggulan lain.

Untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat lebih difokuskan pada

pemantapan kelembagaan pengelola HKm/HTR/HD, dan optimalisasi

pemanfaatan lahan. Arah kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan

menggunakan pendekatan pola pelibatan aktif/partisipasi masyaraat, dan pola

kemitraan baik dengan pemanfaatan lahan di bawah tegakan dengan pola

agroforestry maupun pola-pola lain. Berkenaan dengan keberadaan IUPHHK di

wilayah kelola KPH Yogyakarta, maka peran dari pengelola KPH Yogyakarta

melakukan pengendalian (pemantauan) dan evaluasi terhadap pemegang ijin.

Dalam rangka menuju KPH Yogyakarta sebagai Pusat Pendidikan

Pengelolaan Hutan, KPH Yogyakarta membuka peluang kerjasama dalam bidang

penelitian dan pengembangan dengan berbagai pihak. Hal ini terkait dengan

dengan potensi wisata yang banyak terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta,

dimana KPH akan memadukan sajian alam, dengan sajian kultur/ budaya,

terutama yang menonjolkan keunikan budaya Yogyakarta. Untuk sumber

pendanaan, selama ini Balai KPH Yogyakarta menggunakan pendanaan dari

alokasi dana APBD DI Yogyakarta. Di samping itu saat ini KPH Yogyakarta sudah

mengundang investor dalam skala terbatas yaitu untuk penanaman jati unggul

serta akan diujicoba beberapa investasi serupa. Balai KPH Yogyakarta juga akan

melakukan kemitraan dengan institusi/perusahaan untuk terlibat dalam

rehabilitasi, pembangunan dan pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta.

iv

DAFTAR ISI

HHAALLAAMMAANN JJUUDDUULL .................................................................................................................................................................................................................................................................................. ii

LLEEMMBBAARR PPEENNGGEESSAAHHAANN .......................................................................................................................................................................................................................................................... iiii

PPEETTAA SSIITTUUAASSII.................................................................................................................................................................................................................................................................... .................................. iiiiii

RRIINNGGKKAASSAANN EEKKSSEEKKUUTTIIFF.............................................................................................................................................................................................................................. ............................ iivv

KKAATTAA PPEENNGGAANNTTAARR ............................................................................................................................................................................................................................................................................ vv

DDAAFFTTAARR IISSII .......................................................................................................................................................................................................................................................................................................... vvii

DDAAFFTTAARR TTAABBEELL ........................................................................................................................................................................................................................................................................................ vviiii

BBAABB II.. PPEENNDDAAHHUULLUUAANN .......................................................................................................................................................................................................................................... 11

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1

1.2 Tujuan ............................................................................................................................. 2

1.3 Sasaran ..................................................................................................................... ....... 3

1.4 Prinsip Dasar ................................................................................................................ 3

1.5 Ruang Lingkup ............................................................................................................. 4

1.6 Batasan Pengertian..................................................................................................... . 4

BBAABB IIII.. DDEESSKKRRIIPPSSII KKAAWWAASSAANN .................................................................................................................................................................................................................. 77

2.1 Risalah Wilayah ........................................................................................................... 7

2.1.1 Letak dan luas wilayah ............................................................................ 7

2.1.2 Fungsi ............................................................................................................. 8

2.1.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan ........................................................ 12

2.1.4 Aksesibilitas ................................................................................................. 13

2.1.5 Batas-Batas .................................................................................................. 14

2.1.6 Jenis Tanah, Geologis, Kelerangan, dan Iklim ................................. 16

2.1.6.1 Jenis Tanah ..................................................................................... 16

2.1.6.2 Geologis ........................................................................................... 16

2.1.6.3 Kelerengan ..................................................................................... 23

2.1.6.4 Iklim .................................................................................................. 24

2.1.7 Hidrologi ....................................................................................................... 25

2.1.7.1 Air Permukaan ........................................................................ 25

2.1.7.2 Air Tanah ................................................................................... 25

2.1.8 SejarahPengelolaanHutan KPH Yogyakarta .................................... 26

2.2 Potensi Wilayah KPH ................................................................................................ 29

2.2.1 PenutupanVegetasi ................................................................................... 29

2.2.2 PotensiKayudan Non Kayu .................................................................... 31

2.2.2.1 Potensi Kayu ............................................................................ 32

2.2.2.2 Potensi Non Kayu ................................................................... 32

2.2.2.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan

Hasil Hutan Non Kayu .......................................................... 32

2.2.3 Keberadaan Flora dan Fauna ................................................................ 34

v

2.2.3.1 Flora ............................................................................................ 34

2.2.3.2 Fauna .......................................................................................... 34

2.2.4 PotensiLingkungandanJasaWisata ..................................................... 35

2.3 Sosial Budaya Masyarakat ...................................................................................... 40

2.3.1 KarakterMasyarakatSekitarHutan ...................................................... 40

2.3.2 HubunganMasyarakatDenganHutan.................................................. 50

2.3.3 KelembagaanPetaniHutan ..................................................................... 51

2.4 Ijin Pemanfaatan dan Penggunaan Kawasan ................................................... 52

2.4.1 IjinPemanfaatan ......................................................................................... 52

2.4.1.1 Hutan Kemasyarakatan (HKm) ........................................ 52

2.4.1.2 Hutan Tanaman Rakyat (HTR) ......................................... 58

2.4.1.3 Hutan Desa (HD) .................................................................... 59

2.4.2 Pemanfaatan Kawasan ............................................................................ 60

2.5 Posisi KPH dalam Perpektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan

Daerah ............................................................................................................................ 62

2.5.1 Aspek Ruang dan Wilayah ..................................................................... 61

2.5.2 Aspek Pembangunan Daerah ............................................................... 63

2.5.2.1 Posisi Kelembagaan KPH .................................................... 63

2.5.2.2 Kontribusi Pendapatan Pemerintah dan

Pemerintah Daerah ............................................................... 65

2.5.3 Pembukaan Lapangan Kerja dan Usaha serta Kontribusi

Masyarakat ................................................................................................... 67

2.6 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan .................................... 69

2.6.1 Tata Hutan dan Perencanaan ................................................................ 69

2.6.2 Rehabilitasi Hutan ..................................................................................... 71

2.6.3 Pemanfaatan ................................................................................................ 71

2.6.4 Perlindungan Hutan ................................................................................. 71

2.6.5 Sarana dan Prasarana .............................................................................. 72

2.6.6 Kemitraan ..................................................................................................... 72

2.6.7 Pemberdayaan Masyarakat ................................................................... 72

2.7 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan ......................................................... 74

2.7.1 Isu Strategis ................................................................................................. 74

2.7.2 Kendala .......................................................................................................... 76

2.7.2.1 Internal ...................................................................................... 76

2.7.2.2 Eksternal ................................................................................... 78

2.7.3 Permasalahan ............................................................................................. 78

vi

BBAABB IIIIII.. VVIISSII,, MMIISSII,, DDAANN AARRAAHHAANN PPEENNGGEELLOOLLAAAANN HHUUTTAANN ...................................................................................................... 8811

3.1 Visi .................................................................................................................................... 81

3.2 Misi ................................................................................................................................... 81

3.3 Pendekatan manajemen .......................................................................................... 81

3.4 Arahan Kebijakan Pengelolaan ............................................................................. 82

BBAABB IIVV.. AANNAALLIISSIISS DDAANN PPRROOYYEEKKSSII .................................................................................................................................................................................................... 8866

4.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 86

4.2 Klasifikasi Tegakan .................................................................................................... 87

4.3 Komposisi Tegakan ................................................................................................... 88

4.3.1 Tegakan Jati .................................................................................................... 89

4.3.2 Tegakan Kayu Putih .................................................................................... 95

4.3.3 Tegakan Rimba .............................................................................................. 100

4.3.4 Hutan Lindung ............................................................................................... 106

4.4 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan .......................................... 110

4.5 Sebaran Desa-Desa Hutan ....................................................................................... 110

4.4.1 Kepemilikan Lahan Pertanian dan Ternak ......................................... 111

4.4.2 Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk ................. 114

BBAABB VV.. RREENNCCAANNAA KKEEGGIIAATTAANN .................................................................................................................................................................................................................... 111166

5.1 Pendahuluan ................................................................................................................ 116

5.2 Prinsip-Prinsip Dasar ............................................................................................... 117

5.3 Arah Kebijakan dalam Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta ................ 119

5.4 Rencana Penataan Kawasan dan Inventarisasi SDH .................................... 120

5.4.1 Rencana Penataan Kawasan .................................................................... 120

5.4.2 Rencana Penataan Batas Luar Kawasan ............................................. 142

5.4.3 Rencana Penataan Batas Dalam Kawasan ……………………………. . 143

5.4.4 Rencana Penataan Pemanfaatan Hutan ………………………………… 144

5.4.5 Rencana Inventarisasi SDH ...................................................................... 146

5.5 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Wilayah Tertentu ................................... 146

5.5.1 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan Lindung .......................... 149

5.5.2 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan Produksi ......................... 152

5.5.2.1 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Tegakan Hutan Jati 152

5.5.2.2 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Tegakan Hutan

Kayu Putih ................................................................................... 170

5.5.2.3 Rencana Kelola dan Pemanfaatan Tegakan Hutan

Kayu Rimba ................................................................................. 174

5.5.3 Rencana Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan ............................ 175

5.6 Rencana Pengembangan Potensi Wisata .......................................................... 175

5.7 Rencana Pemberdayaan Masyarakat ................................................................. 176

5.7.1 Peningkatan Akses ke Hutan Negara .................................................... 177

vii

5.7.2 Pendampingan Pengembangan Potensi Masyarakat Desa .......... 179

5.8 Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pemegang Ijin ................................. 180

5.9 Rencana Kelola Lingkungan ................................................................................... 182

5.10 Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam ................................................. 183

5.11 Rencana Rehabilitasi dan Reklamasi .................................................................. 190

5.12 Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM ............................... 191

5.13 Rencana Pendanaan .................................................................................................. 193

5.14 Rencana Pengembangan Investasi ...................................................................... 194

BBAABB VVII.. PPEEMMBBIINNAAAANN,, PPEENNGGAAWWAASSAANN DDAANN PPEENNGGEENNDDAALLIIAANN ............................................................................................ 119988

6.1 Pembinaan .................................................................................................................... 198

6.2 Pengawasan .................................................................................................................. 199

6.3 Pengendalian ................................................................................................................ 200

6.4 Penutup .......................................................................................................................... 201

BBAABB VVIIII.. PPEEMMAANNTTAAUUAANN,, EEVVAALLUUAASSII DDAANN PPEELLAAPPOORRAANN ...................................................................................................................... 220022

7.1 Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPJ………………… 202 7.2 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian Kriteria Kinerja

dalam Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH ……………………… 205

BBAABB VVIIIIII.. PPEENNUUTTUUPP .................................................................................................................................................................................................................................................................... 221122

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Hal

Tabel 2.1 Luas dan Sebaran Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta ........................ 7

Tabel 2.2 Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort

Pengelolaan Hutan (RPH) Balai KPH Yogyakarta................................................ 13

Tabel 2.3 Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta ............................ 15

Tabel 2.4 Batas Luar Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta pada Setiap Bagian

Daerah Hutan..................................................................................................................... 16

Tabel 2.5 Tipe Iklim Menurut Schmidt & Ferguson Untuk DIY ......................................... 24

Tabel 2.6 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di Balai KPH Yogyakarta

menurut Inventarisasi Tahun 2012 .......................................................................... 30

Tabel 2.7 Hasil Pendataan Satwa Langka di Wilayah Balai KPH Yogyakarta ................ 35

Tabel 2.8 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya

Tergantung dari Hutan Pada BDH Karangmojo ................................................... 43

Tabel 2.9 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya

Tergantung dari Hutan Pada BDH Playen .............................................................. 45

Tabel 2.10 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya

Tergantung dari Hutan Pada BDH Paliyan ............................................................. 47

Tabel 2.11 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya

Tergantung dari Hutan Pada BDH Pangang .......................................................... 47

Tabel 2.12 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya

Tergantung dari Hutan Pada BDH Kulonprogo-Bantul ..................................... 49

Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah

Balai KPH Yogyakarta di kabupaten Gunungkidul .............................................. 53

Tabel 2.14 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah

Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulonprogo ............................................... 57

Tabel 2.15 Hutan Tanaman Rakyat di wilayah Balai KPH Yogyakarta............................ 58

Tabel 2.16 Arahan Fungsi dan Pengembangan Kehutanan di Provinsi DIY .................... 60

Tabel 2.17 Produksi Hasil Hutan Kayu dan PSDH Balai KPH Yogyakarta (s.d.

November 2011) .............................................................................................................. 66

Tabel 2.18 Produksi, PAD, dan PSDH dari Minyak Kayu Putih di KPH Yogyakarta...... 67

Tabel 2.19 Produksi, PSDH dari Getah Pinus .............................................................................. 67

Tabel 2.20 Pemberdayaan Masyarakat melalui Penyadapan Getah Pinus ...................... 69

Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan .......................................... 73

Tabel 2.22 Kekuatan Personil Balai KPH Yogyakarta .............................................................. 76

Tabel 2.23 KekuatanTenagaTeknisLapanganPada Tingkat RPH ........................................ 77

Tabel 4.1 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di KPH Yogyakarta menurut

Inventarisasi Tahun 2012............................................................................................. 90

Tabel 4.2 Struktur Kelas Hutan Tegakan Jati masing-masing RPH dan BDH di KPH

Yogyakarta Tahun 2012 ................................................................................................ 92

Tabel 4.3 Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Playen menurut Nilai dkn ..................... 93

Tabel 4.4 Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn .......... 93

Tabel 4.5 Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Paliyan menurut Nilai dkn ..................... 94

Tabel 4.6 Sebaran Kondisi Petak Tegakan jati di BDH Panggang menurut Nilai dkn 95

Tabel 4.7 Kondisi Petak Jati di BDH Kulon Progo dan Bantul menurut Nilai dkn ...... 96

Tabel 4.8 Struktur Kelas Hutan Tegakan Kayu Putih di KPH Yogyakarta ..................... 98

Tabel 4.9 Kondisi Petak Tegakan Kayu Putih di BDH Playen menurut Nilai dkn ....... 99

Tabel 4.10 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn ............. 99

Tabel 4.11 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Panggang menurut Nilai dkn .................. 100

Tabel 4.12 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Paliyan menurut Nilai dkn ....................... 100

Tabel 4.13 Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai dkn 101

Tabel 4.14 Sebaran Komposisi Tegakan Rimba di KPH Yogyakarta Tahun 2012 ........ 102

Tabel 4.15 PotensiTanamanMahoni di Wilayah KPH Yogyakarta ...................................... 103

Tabel 4.16 PotensiTanamanAkasia di Wilayah KPH Yogyakarta ........................................ 103

Tabel 4.17 PotensiTanamanSono di Wilayah KPH Yogyakarta ............................................ 104

Tabel 4.18 PotensiTanamanBambu di Wilayah KPH Yogyakarta ....................................... 104

Tabel 4.19 Kondisi Petak Tegakan Kayu Rimba di BDH Playen menurut Nilai dkn .... 105

Tabel 4.20 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn ..... 105

Tabel 4.21 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Paliyan menurut Nilai dkn .............. 105

Tabel 4.22 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Panggang menurut Nilai dkn .......... 105

Tabel 4.23 Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai

dkn ......................................................................................................................................... 107

Tabel 4.24 Komposisi Tegakan Jati di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012

(diluar areal HKm) .......................................................................................................... 108

Tabel 4.25 Komposisi Tegakan Kayu Putih di Hutan Lindung KPH Yogyakarta

Tahun 2012 (diluar areal HKm) ................................................................................. 108

Tabel 4.26 Komposisi Tegakan Rimba di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun

2012 (diluar areal HKm) ............................................................................................... 109

Tabel 4.27 Kondisi Tegakan Jati pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta

menurut Nilai dkn ............................................................................................................ 110

Tabel 4.28 Kondisi Tegakan Kayu Putih pada Kawasan Hutan Lindung KPH

Yogyakarta menurut Nilai dkn.................................................................................... 110

Tabel 4.29 Kondisi Tegakan Rimba pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta

menurut Nilai dkn ............................................................................................................ 111

Tabel 4.30 Sebaran Desa Sekitar Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta ............................... 112

Tabel 4.31 Daftar Desa Hutan dan Kondisi Umum Desa Hutan ........................................... 112

Tabel 4.32 Rata-rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Kecamatan dengan Desa

Hutan .................................................................................................................................... 113

Tabel 4.33 Sebaran Kepemilikan Ternak di Kecamatan Sekitar KPH Yogyakarta ........ 114

Tabel 4.34 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan dan

Jenis Kelamin di Propinsi D.I. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-

Masing Tahun) .................................................................................................................. 115

Tabel 4.35 Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama di

Provinsi DI. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing Tahun) ........... 116

Tabel 5.1 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HL ………………………………………… 128

Tabel 5.2 Rekapitulasi Pembagian Blok pada Kawasan HP per BDH …………………… 130

Tabel 5.3 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Karangmojo …………… 131

Tabel 5.4 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Paliyan …………………. 132

Tabel 5.5 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Panggang ……………… 133

Tabel 5.6 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Playen …………………… 134

Tabel 5.7 Arahan Pembagian Blok pada Kawasan HP di BDH Kulon Progo-Bantul… 135

Tabel 5.8 Rencana Kegiatan Penataan KawasanHutan ......................................................... 145

Tabel 5.9 Rencana Penanaman /Pengkayaan Kawasan Hutan Lindung ........................ 151

Tabel 5.10 Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Pinus .......... 151

Tabel 5.11 Rencana Penanaman / Pengkayaan (Enrichment Planting) Tanah Kosong

di Kawasan Hutan Lindung Jangka 2013-2022 .................................................... 152

Tabel 5.12 Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Rimba

(Pinusmerkusii) pada Kawasan Hutan Lindung .................................................. 152

Tabel 5.13 Rencana Pemeliharaan/Penjarangan KPH Yogyakarta 2013-2022 ............ 154

Tabel 5.14 Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan Tegakan Jati Kelas Hutan

Produktif Jangka 2013 – 2022 ................................................................................... 156

Tabel 5.15 RencanaTebangan Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan Tidak

Produktif di KPH Yogyakarta Tahun 2013-2022 ............................................... 159

Tabel 5.16 Rencana Tebangan Perbaikan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tanah

Kosong Jangka Tahun 2013-2022 ............................................................................. 160

Tabel 5.17 Rencana Tebangan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tegakan

Bertumbuhan Kurang Jangka Tahun 2013-2022 ................................................ 1 61

Tabel 5.18 Rencana Pemanenan Kelas Umur KPH Yogyakarta 2013-2022 .................... 164

Tabel 5.19 Rencana Pemanenan Tegakan Jati Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka

2013-2022 .......................................................................................................................... 166

Tabel 5.20 Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan Kelas Umur Jangka Tahun

2013-2022 .......................................................................................................................... 167

Tabel 5.21 Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan pada Tegakan Jati Kelas Umur

Jangka Tahun 2013-2022 ............................................................................................. 169

Tabel 5.22 RencanaPungutanDaunKayuPutihJangkaTahun 2013-2022 ......................... 170

Tabel 5.23 Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih KH Tanah Kosong Jangka Tahun

2013-2022 .......................................................................................................................... 172

Tabel 5.24 Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih pada Kelas Hutan Tanah

Kosong Jangka Tahun 2013-2022 ............................................................................. 173

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal I - 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pemerintah, c.q. Kementrian Kehutanan, terus berupaya untuk

mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, berdasarkan azas dan pilar-

pilar kelestarian. Salah satu prioritas kebijakan untuk mencapai hal tersebut

adalah melalui pembentukan/ pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan

(KPH) yang tertuang dalam PP No.6/ 2007. Kebijakan pembentukan KPH ini

ditujukan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan

pengelolaan hutan secara efisien dan lestari (Badan Planologi 2006).

KPH merupakan konsep perwilayahan pengelolaan hutan sesuai dengan

fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.

KPH nantinya diharapkan bisa berperan langsung sebagai unit penyelenggara

pengelolaan hutan tingkat tapak. Secara umum, sasaran yang ingin dicapai

dengan kebijakan pembentukan KPH ini adalah memberikan kepastian: 1) areal

kerja pengelolaan hutan, 2) wilayah tanggung jawab pengelolaan, dan 3) satuan

perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan, yang kesemuanya

merupakan prasyarat kunci bagi pengelolaan hutan lestari. Lebih lanjut, untuk

membentuk sebuah KPH, akan diadopsi beberapa prinsip, antara lain:

transparansi, pelibatan para pihak, akuntabilitas, serta keutuhan ekosistem.

Nantinya, seluruh kawasan hutan di Indonesia akan dibagi-bagi dalam

wilayah KPH. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta ditetapkan

berdasarkan SK.439/Menhut-II/2007 tanggal 13 Desember 2007 yang

selanjutnya telah diubah dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.

721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi

seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Sebagai tindak

lanjut dari penyiapan KPH Yogyakarta sebagai sebuah unit pengelolaan yang

mandiri dan efisien, diperlukan sebuah pedoman bagi pelaksanaan berbagai

aktivitas pengelolaan hutan. Pedoman pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan

ini dituangkan dalam rencana pengelolaan hutan, baik rencana strategis (jangka

panjang) maupun rencana taktis (jangka pendek/ tahunan).

Perencanaan merupakan salah satu componen integral dari pengelolaan

hutan, yang mencakup penentuan tujuan dan sasaran, target serta langkah-

langkah untuk mencapainya. Pentingnya penyusunan rencana pengelolaan ini

1

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 2

juga digaris-bawahi di dalam Permenhut No. P.6/Menhut-II/2010. Nantinya,

dokumen rencana pengelolaan hutan akan dipakai sebagai blueprint/ cetak biru

yang harus dilaksanakan oleh unit pengelola untuk memonitor pencapaian

tujuan pengelolaan. Dokumen ini disusun sebagai Rencana Pengelolaan

Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta (untuk selanjutnya akan disebut

sebagai Rencana Pengelolaan/RP).

Penyusunan RP ini melalui sebuah proses yang kompleks. Ada banyak

tantangan dan permasalahan dalam proses penyusunan rencana, khususnya

untuk unit manajemen hutan yang luasannya cukup besar. Hal ini dikarenakan

jangka/ rentang pengelolaan yang cukup panjang (terkait dengan umur pohon),

keragaman kondisi geografis, ketidakpastian alam dan pasar, dan lain

sebagainya. Oleh karena itu, proses perencanaan harus bisa mendorong sebuah

formasi proyeksi yang berimbang untuk mencapai pengelolaan yang efektif dan

efisien. Disini diperlukan elemen fleksibilitas untuk mengatasi berbagai hal dan

kejadian yang diluar kontrol yang bisa mempengaruhi pencapaian dari tujuan

yang telah ditetapkan.

RP harus disusun untuk mencapai sebuah equilibrium/ keseimbangan

antara tujuan lingkungan, sosial, dan produksi. Hal ini dikarenakan hutan

menghasilkan berbagai kemanfaatan di berbagai tataran mulai dari lokal sampai

dengan nasional. Di tingkat lokal, hutan di wilayah KPH Yogyakarta bisa

mengampu sejumlah peran antara lain mengatur tata air, mencegah bencana

alam seperti banjir dan tanah longsor, memberikan kemanfaatan ekonomi bagi

masyarakat lokal, sampai dengan menjaga nilai-nilai budaya yang penting bagi

masyarakat. Di tingkat nasional, hutan di wilayah KPH Yogyakarta juga

diharapkan bisa meningkatkan potensi pembangunan wilayah dan

menyediakan berbagai peluang untuk mendukung perekonomian nasional,

seperti penyediaan lapangan kerja dan lain sebagainya. Di tingkat global, hutan

di KPH Yogyakarta diharapkan juga bisa berperan dalam penyerapan dan

penyimpanan karbon dan mengatur kondisi iklim global.

1.2 Tujuan

RP ini disusun untuk memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan

pengelolaan hutan yang merefleksikan serangkuman aktivitas pengelolaan,

konservasi dan perlindungan sumberdaya hutan di wilayah KPH Yogyakarta,

untuk memenuhi berbagai kepentingan di berbagai tataran dari lokal, regional,

nasional dan global. Untuk mencapai hal tersebut, RP ini:

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 3

Memberikan arahan manajemen

Menetapkan standar dan perkiraan tata waktu serta kegiatan-kegiatan

yang terkait yang diperlukan untuk melaksanakan arahan manajemen

yang telah disusun

Menetapkan prosedur monitoring dan evaluasi yang diperlukan untuk

menjamin bahwa arahan manajemen telah dilaksanakan, dan menentukan

bahwa tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai.

1.3 Sasaran

Sasaran yang diharapkan dari penyusunan Rencana Pengelolaan KPH

Yogyakarta ini adalah:

1. Tersusunnya dokumen Rencana Teknik Pengelolaan Hutan KPH

Yogyakarta, meliputi rencana penataan, rencana inventarisasi, rencana

penanaman, rencana pemeliharaan, rencana pemanenan, rencana

rehabilitasi, rencana perlindungan pada rentang waktu tahun 2015 – 2024

yang disesuaikan dengan tujuan pengelolaan, ragam jenis, dan

kondisi/karakteristik wilayah setempat.

2. Tersusunnya dokumen rencana-rencana non teknik kehutanan seperti

rencana pengembangan SDM, rencana pendanaan, dan rencana investasi

di KPH Yogyakarta.

3. Tersusunnya dokumen pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, serta

dokumen pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan di KPH

Yogyakarta.

Semua sasaran tersebut diarahkan untuk mempercepat terbentuknya KPH

Yogyakarta menuju KPH Mandiri.

1.4 Prinsip dasar

Penyusunan RP ini mengadopsi beberapa prinsip, yaitu:

Keberlanjutan pengelolaan hutan: Rencana pengelolaan ini ditujukan

untuk menjamin upaya konservasi dan pembangunan/ pengelolaan

berkelanjutan terhadap sumberdaya hutan

Proses adaftif dan iteratif: Rencana Pengelolaan ini merupakan sebuah

siklus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi

yang merefleksikan sebuah proses iteratif dan adaftif terhadap

perubahan lingkungan dan akusisi terhadap perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 4

Holistik dan keterpaduan: Rencana Pengelolaan ini disusun dengan

pertimbangan bahwa hutan merupakan sebuah ekosistem yang beragam,

terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait. Selain itu, rencana ini

juga merekoqnisi bahwa hutan dan kehutanan tidak dapat direncanakan

secara terpisah dari sektor perekonomian lainnya, dan mempunyai

peran yang yang vital dan menyediakan berbagai barang dan jasa.

Konsistensi terhadap tujuan pembangunan nasional:Rencana

Pengelolaan ini disusun berdasarkan pertimbangan rencana

pembangunan kehutanan nasional dan kebijakan yang lebih luas seperti

kebijakan lingkungan, pengentasan kemiskinan, kebijakan desentralisasi

dan sebagainya.

Komitmen internasional: Rencana Pengelolaan ini disusun dengan

mempertimbangkan berbagai komitmen negara terhadap berbagai

perjanjian dan proses-proses kehutanan dan lingkungan di tingkat

internasional

1.5 Ruang Lingkup

Rencana ini merupakan dokumen yang mencakup pola-pola penggunaan

sumberdaya untuk sepuluh (10) tahun mendatang yang didasarkan pada

berbagai data mengenai kapabilitas lahan, inventarisasi tegakan, sosio-

demografi masyarakat, keinginan publik (public demand) dan sebagainya. Selain

itu, RP ini merupakan dokumen strategis yang memberikan panduan

pelaksanaan. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang lebih rinci dan site-

specific akan dibuat tersendiri di dalam rencana-rencana taktis.

1.6. Batasan Pengertian

Rencana Pengelolaan adalah dokumen yang berisi rencana

pengelolaan hutan sebagai dasar utama untuk penyusunan rencana

teknik kehutanan yang disusun pada wilayah Kesatuan Pengelolaan

Hutan menurut Kelas Perusahaan dalam jangka waktu 10 (sepuluh)

tahun yang berazaskan kelestarian SDH dengan mempertimbangkan

keseimbangan lingkungan dan social.

Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai

dengan saat pemungutan hasil akhir atau tebangan habis (untuk KP

kayu); atau sampai dengan saat peremajaan tegakan (untuk KP bukan

kayu).

Kelas Perusahaan adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan

berdasarkan jenis tanaman hutan, sistem silvikultur, dan jenis produk

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 5

yang dihasilkan yang ditetapkan sebagai bisnis utama (core business)

suatu perusahaan hutan.

Bagian Hutan adalah suatu areal penataan hutan sebagai kesatuan

daerah pengelolaan pada suatu kesatuan DAS ataupun sub DAS yang

berfungsi untuk mengatur kelestarian hutan dan kekekalan perusahaan.

Bagian Daerah Hutan (BDH) adalah wilayah kerja administrasi KPH

Yogyakarta yang dibebani pekerjaan teknik kehutanan meliputi

pekerjaan penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pengamanan,

penebangan, dan pelayanan pada masyarakat.

Resort Pengelolaan Hutan (RPH) adalah satuan manajemen hutan

bagian dari BDH yang dibebani pekerjaan teknik kehutanan meliputi

pekerjaan penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pengamanan, dan

penebangan; tanpa dibebani pekerjaan keuangan, kepegawaian, dan

pemasaran hasil kayu.

Petak adalah bagian yang terkecil dari Bagian Hutan yang berfungsi

sebagai kesatuan manajemen dan kesatuan administrasi kegiatan teknik

kehutanan.

Anak Petak adalah pembagian petak dalam areal yang lebih kecil

berdasarkan pertimbangan perbedaan tindakan silvikultur yang bersifat

sementara, yang bertujuan untuk memudahkan pengelolaan hutan.

Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) adalah sistem silvikultur

dalam pengelolaan hutan dimana penebangan (pemanenan) dilakukan

terhadap semua vegetasi yang ada saat tegakan telah mencapai daur

atau akan diganti dengan jenis lain, dan dilanjutkan dengan pembuatan

tanaman secara buatan.

Tebang Pilih Permudaan Buatan (TPPB) adalah sistem silvikultur

dalam pengelolaan hutan dimana penebangan (pemanenan) dilakukan

secara selektif terhadap pohon-pohon dengan kriteria tertentu (tua,

besar, mencapai masak tebang, atau dengan tujuan untuk penggantian

jenis tanaman) yang dilakukan pada areal-areal yang tidak baik untuk

tebang habis dan dilanjutkan dengan pembuatan tanaman secara

buatan.

Alur adalah batas antara petak-petak kawasan hutan untuk

mempermudah pelaksanaan pengelolaan hutan. Umumnya alur berupa

jalan angkutan dan dibedakan antara alur induk dan alur cabang.

Etat adalah jumlah luas atau jumlah volume kayu yang dapat dipanen

(ditebang) dalam satu jangka perusahaan atau jangka waktu tertentu

sedemikian rupa sehingga terjamin kelestarian hutan dan kelestarian

perusahaan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014 -2023 Hal I - 6

Inventarisasi hutan (perisalahan hutan) adalah kegiatan untuk

mengetahui kekayaan (potensi) yang terkandung di dalam suatu hutan

pada saat tertentu (baik potensi kayu maupun non kayu) sebagai bahan

untuk penyusunan rencana pengelolaan SDH di masa depan.

Dkn adalah perbandingan antara jumlah riil pohon jenis tertentu di

lapangan terhadap ukuran kondisi ideal pada tabel normal jenis pohon

tersebut dalam satuan luas per hektar.

Dkd2 adalah perbandingan antara rata-rata diameter riil pohon jenis

tertentu dilapangan terhadap ukuran kondisi ideal pada tabel normal

jenis pohon tersebut dalam satuan luas per hektar.

Penjarangan adalah suatu tindakan silvikultur terhadap tegakan hutan

tanaman yang bertujuan selain untuk memperoleh tegakan tinggal

sehat, kualitas kayu yang baik pada akhir daur, juga untuk menghasilkan

produksi kayu sebagai pendapatan antara.

Petak Ukur adalah bagian dari populasi yang secara statistik dianggap

representatif untuk mewakili karakteristik populasi yang dibuat dengan

beberapa kriteria tertentu.

Intensitas Sampling (IS) adalah suatu bilangan yang mengambarkan

perbandingan antara jumlah sampel dengan jumlah populasi

seluruhnya (biasanya dalam desimal atau prosen).

Kelas Umur adalah penggelompokan kelas hutan produktif yang

memiliki dkn ≥ 0,5 dengan rentang umur setiap 10 tahun (untuk daur

panjang), 5 tahun (untuk daur menengah), dan 1 tahun (untuk daur

pendek)

Kawasan Perlindungan adalah kawasan yang ditetapkan dengan

fungsi utama melindungi kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup

sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya

bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 7

Deskripsi Kawasan

2.1 Risalah Wilayah

2.1.1 Letak dan luas wilayah

Luas hutan di Provinsi DIY menurut Keputusan Kepala Dinas Kehutanan

dan Perkebunan No. : 188.4/3710 Tanggal 22 Oktober 2003 adalah 18.715,06

ha atau sebesar 5,86 % dari 318.518 ha luas Provinsi DIY. Hutan tersebut

tersebar di empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten

Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Gunungkidul

memiliki areal hutan terluas dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hutan

konservasi seluas 1.262,15 ha dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam

dan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (untuk wilayah Provinsi DIY) seluas

1.728,28 ha. Selebihnya, hutan seluas 15.724,50 ha dikelola oleh Balai KPH

Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Wilayah kelola KPH Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi

menjadi Hutan Produksi seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas

2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu

Kabupaten Gunungkidul seluas 13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas

1.041,20 ha, dan Kabupaten Kulon Progo seluas 856,50 ha. Luas dan Sebaran

Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.1 sebagai

berikut.

2

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 8

Tabel 2.1 Luas dan Sebaran Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta

G.Kidul Bantul K.Progo Sleman

1 Hutan Produksi 13.411,70 12.810,10 0,00 601,60 0,00 SK. Menhut No. 197 Th. 2000

a. Hutan Produksi AB 1.773,00 1.773,00 0,00 0,00 0,00

b. KDTK ( I+II ) : 700,30 700,30 0,00 0,00 0,00

( I ) Htn Pendidikan Wanagama 599,70 599,70 0,00 0,00 0,00 SK. Menhut No. 757 Th. 1989

( II ) Htn. Penelitian Playen 100,60 100,60 0,00 0,00 0,00 SK. Menhut No. 395 Th. 2004

c. Hutan Produksi 10.938,40 10.336,80 0,00 601,60 0,00

2 Hutan Lindung 2.312,80 1.016,70 1.041,20 254,90 0,00

15.724,50 13.826,80 1.041,20 856,50 0,00

100,00 87,93 6,62 5,45 0,00

Sumber : SK Kadishutbun DIY No. 188.4/3710

Prosentase

KeteranganNO JENIS KAWASANLUAS

JUMLAHLokasi

TOTAL LUAS ( 1+2)

2.1.2 Fungsi

Areal KPH Yogyakarta sebagian besar terletak di Kabupaten Gunungkidul

yaitu seluas 13.826,80 Ha (88%), dan sisanya tersebar di Kabupaten Bantul dan

Kabupaten Kulon Progo. Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta

terbagi menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu

menjadi kawasan hutan produksi maupun hutan lindung. Adapun luasan fungsi

hutan tersebut masing-masing beserta lokasinya disajikan pada Tabel 2.1 sesuai

SK Kadishutbun DIY No. 188.4/3710. Peta Kawasan Hutan Balai KPH

Yogyakarta berdasarkan fungsi hutan tercantum dalam Gambar 2.1; Gambar

2.2; dan Gambar 2.3 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 9

Gambar 2.1 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Gunungkidul

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 10

Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Kulon Progo

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 11

Gambar 2.3 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Bantul

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 12

2.1.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan

Pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta dimulai sejak jaman

penjajahan dan telah dilakukan sistem pembagian kedalam unit-unit

pengelolaan hutan yaitu dalam unit-unit Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort

Pengelolaan Hutan (RPH). Seiring berkembangnya waktu, dengan adanya

penggunaan fungsi/alih fungsi kawasan hutan menyebabkan penataan wilayah

dalam satuan BDH dan RPH ini perlu disempurnakan kembali. Sejak

dibentuknya Balai KPH Yogyakarta tahun 2008, pada tahun 2010 Balai KPH

Yogyakarta telah melakukan penyempurnaan pembagian wilayah BDH dan RPH.

Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010 tentang Penetapan Wilayah

Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada

Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, bahwa kawasan hutan

negara Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha terbagi dalam 5 (lima)

wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan

(RPH).

Dengan penyempurnaan penataan kawasan hutan wilayah KPH

sebagaimana ditetapkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah

Istimewa Yogyakarta tersebut, maka seluruh wilayah KPH Yogyakarta menjadi

satu kesatuan pengelolaan. Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan

(BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada Balai Kesatuan Pengelolaan

Hutan (KPH) Yogyakarta tersebut disajikan pada Tabel 2.2

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 13

Tabel 2.2 Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Balai KPH Yogyakarta

KARANGMOJO Candi 733,10 11 petak 55 s.d. 65

Gelaran 815,40 10 30, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45

Kenet 864,10 10 petak 39, 46 s.d. 54

Nglipar 800,60 10 25, 26, 27, 28, 29, 34, 35, 36, 37, 38

Semanu 533,20 2 petak 161, 162 (+ Hutan AB)

Total BDH 3.746,40 43

PALIYAN Giring 585,30 7 petak 144 s.d. 150

Grogol 614,00 8 petak 128 s.d. 135

Kedungw anglu 649,40 6 petak 102 s.d. 107

Menggoro 661,00 7 petak 95 s.d. 101

Mulo 972,97 10 petak 151 s.d. 160 (+ Hutan AB)

Karangduw et 723,63 8 142, 143, (+ Hutan AB)

Total BDH 4.206,30 46

PANGGANG Bibal 519,00 7 petak 108 s.d. 114

Blimbing 773,07 7 120, 122, 123, 124, 125, 126, 127 (+ Hutan AB)

Gebang 528,60 6 115, 116, 117, 118, 119, 121

Pucanganom 412,03 -- kaw asan hutan AB

Total BDH 2.232,70 20

PLAYEN Kemuning 460,30 7 2, 3, 4, 8, 9, 10, 12

Gubugrubuh 653,20 8 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80

Kepek 696,80 7 88, 89, 90, 91,92, 93, 94

Menggoran 676,60 7 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87

Wonolagi 554,90 8 1, 66, 67, 68, 69, 70, 71,72

Wanagama 599,70 8 5, 6, 7, 13, 14, 16, 17, 18

Total BDH 3.641,50 45

K.PROGO-BANTUL Mangunan 570,70 dalam bentuk blok

Dlingo 470,50 dalam bentuk blok

Kokap 601,50 19 petak 1 s.d. 19

Sermo 254,90 7 petak 24 - 30

Total BDH 1.897,60 26

15.724,50 JUMLAH WILAYAH KPH YOGYAKARTA

Jml PtkLuas (Ha)BDH RPH Nomor Petak

2.1.4 Aksesibilitas

Kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta sangat mudah dijangkau melalui

sarana perhubungan darat. Dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah hutan

negara tersebut :

1. Pada kawasan hutan negara di Kabupaten Gunungkidul dari Yogyakarta

berjarak ± 25 km untuk wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) Playen, ± 35

km untuk BDH Paliyan, ± 30 km untuk BDH Panggang dan ± sekitar 50

km untuk BDH Karangmojo.

2. Pada kawasan hutan negara di Kabupaten Bantul, dari Yogyakarta untuk

mencapai wilayah hutan negara di Resort Pengelolaan Hutan (RPH)

Mangunan sekitar 20 km dan 30 km untuk RPH Dlingo.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 14

3. Pada Kabupaten Kulon Progo, dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah

RPH Sermo sekitar 40 km, dan RPH Kokap sekitar 45 km.

Untuk mencapai blok/petak-petak dalam kawasan hutan negara sudah

tersedia jalan hutan atau alur (sluef). Lebar jalan ini antar 2 – 2,5 meter, berupa

jalan tanah dan sebagian dengan pengerasan makadam. Beberapa jalan

hutan/alur digunakan masyarakat sekitar hutan untuk sarana jalan antar desa,

dan beberapa alur hilang karena perencanaan penanaman yang saat itu tidak

mempertimbangkan alur dan juga kurangnya perawatan.

2.1.5 Batas-Batas

Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 70°53’ – 80°15’LS dan

1100°5’ – 1100°48’ BT. Daerah Isttimewa Yogyakarta memiliki batas wilayah

sebagai berikut : sebelah barat laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang,

sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten, dan sebelah timur

berbatasan dengan Kabupten Wonogiri. Di sebelah selatan dibatasi oleh

Samudera Hindia yang mempunyai pantai sepanjang lebih kurang 100 km, dan

di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Purworejo. Luas wilayah Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah 3.185,18 km2 yang terdiri atas 5 kabupaten,

sebagai berikut:

1. Pemerintah Kota Yogyakarta : 32.50 km2

2. Kabupaten Sleman : 574,82 km2

3. Kabupaten Bantul : 506,85 km2

4. Kabupaten Kulon Progo : 586,28 km2

5. Kabupaten Gunung Kidul : 1.485,36 km2

Wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terletak diantara 07°48’4.8” -

08°8’8.08” LS dan 110°04’10.16” – 110°42’42.7” BT, seluas 16.358,60 ha yang

tersebar pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten

Bantul dan Kabupaten Kulon progo.

Kawasan hutan di Kabupaten Gunungkidul tersebar mulai dari

Kecamatan Karangmojo, Paliyan, Playen, dan Panggang. Untuk wilayah

Kabupaten Bantul tersebar di Kecamatan Dlingo dan Kabupaten Kulon Progo

tersebar di Kecamatan Kokap dan Kecamatan Pengasih.

Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta ini terbagi dalam 5

(lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 (dua puluh lima) wilayah

Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Kewilayahan BDH yang terbagi dalam RPH-

RPH ini, tidak selamanya sesuai dengan wilayah administrasi kecamatan,

seperti RPH Menggoro dalam administrasi Kehutanan masuk dalam wilayah

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 15

BDH Paliyan, namun dalam administrasi pemerintahan masuk dalam wilayah

Kecamatan Playen. Perbedaan ini disebabkan karena pembentukan wilayah

kehutanan didasarkan pada efektifitas pengelolaan dengan mempertimbangkan

aspek DAS dan biofisik wilayah agar terbentuk satu kesatuan wilayah hutan

pengelolaan. Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan

pada Tabel 2.3 sebagai berikut:

Tabel 2.3 Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta

BT LS

A.

1 Karangmojo 3746.40 110⁰42'42.7''-110⁰35'15.91'' 07⁰52'4.11''-08⁰02'14.89'' Karangmojo

2 Paliyan 4206.30 110⁰27'10.04''-110⁰37'10.4'' 07⁰57'9.87''-08⁰8'8.08'' Paliyan dan Playen

3 Playen 4275.60 110⁰35'34.15''-110⁰31'24.74'' 07⁰57'9.87''-07⁰59'39.24'' Playen

4 Panggang 2232.70 110⁰22'34.9'' 07⁰58'13.93''-08⁰01'30.02'' Panggang

B.

5 K.Progo-Bantul 1897.60 110⁰52'4.42''-110⁰08'24.34'' 07⁰48'4.8''-07⁰52'4.42''Dlingo (Bantul) dan

Kokap (K. Progo)

16358.6

Kabupaten Gunungkidul

Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo

Jumlah

No BDH Luas (Ha)Letak Geografis

Kecamatan

Sumber : SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010

Untuk kawasan Hutan Produksi AB tersebar secara sporadis diseluruh

kawasan Selatan Kabupaten Gunungkidul.

Kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta, hampir seluruh batas luar

telah ditata batas, hanya untuk hutan produksi AB seluas 1.773 ha sepanjang

582 km belum ditata batas luar. Batas luar kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta

pada setiap bagian daerah hutan disajikan pada Tabel 2.4. Batas fungsi antar

petak dan anak petak, RPH ditandai dengan alur dan batas alam. Sebagian alur

telah hilang karena tidak ada perawatan. Demikian juga pada penanaman

GNRHL, kurang mempertimbangkan adanya alur, dan banyak alur yang

ditanami tegakan hutan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 16

Tabel 2.4 Batas Luar Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta Pada Setiap Bagian Daerah Hutan

No BDHSUNGAI

(Km)

KALEN

(Km)

BATAS

DALAM

BATAS

LUAR

JUMLAH

(Km)

JUMLAH

PAL

BATAS

KONDISI

BAIK

RUSAK/HI

LANGKETERANGAN

1 Playen 13,195 7,94 5,6 65,16 91,859 1801 1657 144 Wanagama 213 pal

2 Karangmojo 18,2 4,35 4,6 75,6 102,75 1113 597 516

3 Paliyan 16,78 10,135 5,65 99,59 132,155 1640 1601 39

4 Panggang 1,6 1,5 2,75 28,6 34,45 1873 504 1369 RPH Pucanganom

jumlah pal : 1280

hilang : 1152

5 Kulonprogo-Bantul

Sermo dan Kokap 2,75 4,95 87,9 95,6 1525 901 624

Dlingo/Bantul 5 3,2 32,5 40,7 438 377 61

Mangunan/Bantul 11,25 0 19,25 31,2 239 125 114

Jumlah 19 5,65 3,2 139,65 167,5 2202 2027 175

57,525 35,225 21,8 389,35 497,55 8390 5637 2753JUMLAH DIY

2.1.6 Jenis Tanah, Geologis, Kelerengan, dan Iklim

2.1.6.1 Jenis Tanah

Secara garis besar jenis tanah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta

antara lain terdiri dari: (a) Kambisol, (b) Grumusol, (c) Regosol, (d) Aluvial, (e)

Latosol, (f) Mediteran, dan (g) Renzina. Hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta

tumbuh pada berbagai macam jenis tanah, sebagian besar mempunyai solum

sangat tipis dan tidak subur seperti Mediteran/Renzina. Di beberapa tempat

terdapat solum yang tebal dan subur seperti aluvial/kambisol/grumusol,

umumnya pada Hutan Lindung.

Pada BDH Kulon Progo-Bantul seluruh hutannya seluas 1.897,60 ha

tumbuh diatas tanah Latosol, sedangkan pada BDH Panggang seluruh hutannya

seluas 2.232,70 ha tumbuh diatas tanah mediteran. Untuk BDH Playen sebagian

besar hutannya berada pada tanah mediteran dengan luas 3.586,92 ha dan

sebagian kecil atau 688,68 ha berada pada tanah latosol.

Jenis tanah yang berada BDH Karangmojo cukup bervariasi. sebagian

besar hutannya tumbuh pada jenis tanah mediteran dengan luas 3.353,83 ha,

sedangkan sebagian kecil tumbuh pada berbagai jenis tanah, yaitu : 186,84 ha

tumbuh pada tanah aluvial, 133,44 ha tumbuh pada tanah Grumusol, 65,90 ha

tumbuh pada tanah Latosol, dan 6,39 ha tumbuh pada tanah Renzina.

2.1.6.2 Geologis

Secara geologis wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberapa

satuan batuan. Satuan batuan ini sangat menentukan terhadap ketersediaan air

terutama air tanah, karena keberadaan air tanah maupun air permukaan

ditentukan oleh sifat batuan, antara lain: porositas, permeabilitas, arah

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 17

perlapisan batuan, komposisi mineral, stratigrafi dan topografi. Secara Geologi

di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat :

a. Endapan aluvial

Sebaran endapan aluvial terdapat di dataran rendah maupun di dataran

tinggi misalnya: dataran di sekitar sungai dan dataran aluvial karst. Sifat

endapan aluvial ini ditentukan oleh asal material yang diendapkan,

pemampatan, tebal endapan, dan ukuran butir. Potensi air baku, baik yang

berasal dari air permukaan maupun air tanah ditentukan oleh sifat

endapan. Di wilayah DIY terdapat berbagai batuan, sehingga terdapat

endapan aluvial yang materi penyusunnya berbeda pula. Selanjutnya sifat-

sifat air baku pada dataran aluvial yang materi pembentuknya berbeda

akan berbeda pula.

b. Endapan Fluvio-marin

Endapan ini merupakan hasil proses fluvial dan proses marin yang bekerja

pada suatu tempat dan membentuk suatu dataran. Hasil proses fluvial dan

proses marin tersebut secara setempat-setempat sifat marin dan sifat

fluvial masih dapat ditemukan namun dengan luasan yang sempit sehingga

tidak dapat dipetakan. Endapan hasil proses fluviomarin ini dinamakan

kompleks endapan fluviomarin.

Dalam kaitannya dengan kondisi air pada endapan fluviomarin, tekstur

batuan sangat menentukan sifat air. Pada endapan dengan tekstur kasar

unsur-unsur garam mudah terlarut oleh air hujan sehingga air yang

dikandungnya menjadi tawar, sedangkan pada endapan dengan tekstur

lempung, unsur garam didalamnya sangat sulit tercuci sehingga air yang

dikandung masih tetap asin atau payau.

Endapan ini merupakan hasil proses fluvial dan proses marin yang bekerja

pada suatu tempat dan membentuk suatu dataran. Hasil proses fluvial dan

proses marin tersebut secara setempat-setempat sifat marin dan sifat

fluvial masih dapat ditemukan namun dengan luasan yang sempit sehingga

tidak dapat dipetakan. Endapan hasil proses fluviomarin ini dinamakan

kompleks endapan fluviomarin.

Dalam kaitannya dengan kondisi air pada endapan fluviomarin, tekstur

batuan sangat menentukan sifat air. Pada endapan dengan tekstur kasar

unsur-unsur garam mudah terlarut oleh air hujan sehingga air yang

dikandungnya menjadi tawar, sedangkan pada endapan dengan tekstur

lempung, unsur garam didalamnya sangat sulit tercuci sehingga air yang

dikandung masih tetap asin atau payau.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 18

c. Endapan Marin

Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar berupa clift atau tebing

pantai yang curam sebagian berupa dataran fluviomarin dan pantai.

Endapan marin dapat bertekstur kasar, dapat pula bertekstur halus.

Endapan yang bertekstur kasar yang telah membentuk daratan. Sifat airnya

akan berubah dari asin menjadi tawar sedangkan endapan marin yang

bertekstur halus sifat airnya akan tetap asin. Ini disebabkan oleh terjadinya

pencucian unsur-unsur garam yang terdapat pada endapan bertekstur

halus. Pencucian garam ini dilakukan oleh hujan yang jatuh pada wilayah

tersebut. Endapan marin yang bertekstur kasar dapat berupa beting gisik

atau bura, sedangkan endapan marin yang bertekstur halus berupa rataan

lumpur. Sebaran endapan marin yang bertekstur halus jarang ditemukan di

wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

d. Endapan Koluvium

Endapan ini berasal dari material pada lereng bagian atas yang bergerak ke

bawah karena tenaga gravitasi. Material batuan tidak terjadi pemilahan

sehingga butiran kasar bercampur dengan butiran yang halus. Karena sifat

endapan yang demikian maka endapan koluvium dapat menyimpan air

sehingga pada bagian bawah endapan koluvium sering ditemukan

rembesan atau bahkan mata air.

e. Endapan Volkanik Merapi Muda

Endapan Merapi Tua terbentuk oleh material piroklastik hasil aktivitas

sebelum tahun 1006, sedangkan sesudahnya disebut sebagai endapan

Merapi Muda. Endapan Merapi Muda mendominasi lereng atas, tengah dan

lereng bawah gunung api. Lereng atas dengan kemiringan kurang lebih 320,

dan proses yang utama adalah gravitasi. Lereng tengah dengan kemiringan

antara 200 hingga 30° merupakan lereng transportasi oleh proses fluvial

dan lereng bawah merupakan lereng yang terbentuk oleh proses

sedimentasi material yang diangkut oleh proses fluvial dari lereng tengah.

Material penyusun batuan pada endapan Merapi muda ini antara lain: tuf,

abu vulkanis, breksi, aglomerat dan aliran lava.

Dalam kaitannya dengan potensi air pada umumnya sifat batuan sangat

mendukung adanya air, baik air permukaan maupun air tanah. Hujan yang

cukup tinggi terutama pada arah datangnya hujan akan merupakan pasokan

untuk air permukaan dan air tanah sedangkan lereng yang terletak pada

bayangan hujan akan mendapat hujan dengan jumlah sedikit, sehingga

potensi airnya kecil.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 19

Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sebagian volkan Merapi mulai dari

lereng atas, tengah, dan lereng bawah yang terletak pada sebagian

Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sifat batuan

yang porus, serta curah hujan yang relatif tinggi di lereng atas dan tengah

yaitu di wilayah Kaliurang hingga Pakem akan memberikan andil besar

terhadap air permukaan dan air tanah pada daerah sebagian Kabupaten

Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

f. Endapan Volkanik Merapi Tua

Sifat endapan Merapi Tua ini sudah cukup mantap membentuk topografi

lebih tinggi namun mempunyai lereng yang stabil. Sebaran endapan Merapi

Tua tidak luas, hanya menempati sebagian puncak Merapi. Kegiatan Merapi

Tua menghasilkan endapan yang sekarang masih dapat ditemukan di

Plawangan, Banjarejo dan Kendit. Material penyusun endapat Merapi tua

terdiri atas breksi, aglomerat, dan aliran lava serta endesit dan basal yang

tidak mengandung Olivin.

g. Formasi Sentolo Formasi Sentolo

Formasi batuan ini tersusun oleh batu gamping dan batu pasir napalan.

Bagian bawah formasi ini terdapat konglomerat yang ditumpuki oleh napal

tufaan dengan sisipan tuf kaca. Bagian atas formasi ini tersusun oleh batu

gamping berlapis yang banyak mengandung Foraminivera. Formasi Sentolo

berumur Miosen dan mempunyai ketebalan 950 m. Sebaran Formasi

Sentolo di daerah Bantul terdapat di sebelah selatan Pandak, sebelah barat

Tamantirto. Di Kabupaten Kulon Progo terdapat di perbukitan di sebelah

selatan Wates ke timur hingga sebelah timur Galur, sepanjang Kali Progo di

sebelah tenggara Sentolo, perbukitan di sebelah utara Wates, dan disebelah

barat Wates terdapat di Girigondo hingga Gebongan. Pada umumnya pada

Formasi Sentolo ini sifat batuan kurang mendukung ketersediaan air tanah

maupun air permukaan.

h. Formasi Jonggrangan

Bagian bawah Formasi Jonggrangan terdapat konglomerat yang tertutup

oleh napal rufaan dan batupasir gampingan dengan sisipan lignit. Dibagian

atas terdapat batu gamping berlapis dan batu gamping koral yang

membentuk bukit berbentuk kerucut. Kondisi batuan pada formasi ini

kurang mendukung terhadap ketersediaan air, karena adanya diaklas yang

menyebabkan air tanah terletak sangat dalam. Sebaran formasi batuan ini

adalah : Desa Jonggrangan hingga Gunung Gepak.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 20

i. Formasi Nanggulan

Batuan penyusun Formasi Nanggulan terdiri atas batupasir dengan sisipan

lignit, napal pasiran, batu lempung dengan konkresi limonit, sisipan napal

dan batu gamping, batu pasir dan tuf, banyak mengandung Foraminivera

dan Moluska dengan tebal 300 m. Formasi batuan ini terdapat di sebelah

barat wilayah Desa Nanggulan. Bagian bawah dari Formasi Nanggulan ini

terbentuk pada laut dangkal. Batuan terdiri atas batu pasir, serpih, dengan

selingan napal dan lignit. Pada bagian atas dicirikan oleh napalan yang

menunjukkan endapan laut yang lebih dalam dengan fasies neritik.

Berdasarkan umur Foraminivera, Formasi Nanggulan umurnya berkisar

antara Eosen tengah hingga Oigosen atas.

j. Formasi Wonosari

Batuan penyusun Formasi Wonosari adalah terumbu karang, kalkarenit dan

kalkarenit tufaan. Dibagian selatan terdapat batu gamping yang membentuk

topografi karst. Batu gamping berfosil, keras dan sarang terdapat di bagian

hulu Kaliurang. Batu ini banyak digunakan untuk bangunan. Batu pasir

gampingan tidak banyak ditemukan di daerah ini.

Dalam kaitannya dengan ketersediaan air tanah pada wilayah yang

berbatuan gamping, napal dan kalkarenit dapat dikatakan kurang

mendukung ketersediaan air tanah. Keterdapatan air tanah ada pada

peralihan antara gamping dengan breksi, atau pada sungai bawah tanah.

Formasi Wonosari ini menempati sebagian besar wilayah kabupaten

Gunung Kidul.

k. Formasi Andesit Tua atau Formasi Bemmelen

Batuan pada formasi ini terdiri atas andesit hipersten, andesit-augit-

hornblende. Sebaran batuan ini ada di Gunung Pencu, Gunung Gandul, dan

Gunung Ijo, di Kabupaten Kulonprogo. Formasi batuan ini menepati wilayah

yang cukup luas, menempati sebagian besar wilayah perbukitan di

Kabupaten Kulon Progo, mulai dari sebelah utara Temon hingga sebelah

selatan Borobudur.

l. Formasi Sambipitu

Batuan pada formasi ini adalah tuf, serpih, batu lanau, batu pasir, dan

konglomerat. Di bagian timur terdapat tuf-batu apung, batu lanau tufaan

yang sebagian bersifat gampingan.

m. Formasi Nglanggran

Batuan penyusun terdiri atas breksi volkanik, breksi aliran, aglomerat,

aliran lava, dan ruf. Breksi yang pejal dan berlapis tersingkap di lembang

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 21

Kali Oyo. Tebal formasi Nglanggran di sekitar Patuk antara 500 - 750 m,

sedangkan di sepanjang Kali Oyo lebih tebal.

Hutan yang ada di wilayah Balai KPH Yogyakarta tersebar pada berbagai

formasi batuan yang ada. Hutan yang berada di dalam pengelolaan BDH Kulon

Progo-Bantul merupakan hutan yang berada pada formasi batuan yang paling

beragam. Pada BDH Kulon Progo-Bantul untuk wilayah RPH Kokap dan RPH

Sermo, hutan tersebar pada : (a) Andesit Tua Formasi Bemmelen seluas

798,3000 ha, (b) Bahan Terobosan Andesit seluas 284,5 ha, (c) Formasi Sentolo

seluas 11,7 ha, dan (d) Endapan Aluvium seluas 1 ha. Sedangkan hutan yang

berada di dalam BDH Panggang hanya menempati dua formasi batuan saja. Pada

BDH Yogyakarta, hutan tersebar pada: (a) Endapan Vulkanik Merapi Tua seluas

361,60 ha, (b) Formasi Wonosari seluas 206,40 ha, (c) Endapan Vulkanik

Merapi Muda seluas 199,90 ha, (d) Formasi Nglanggran seluas 161 ha, (e)

Formasi Oyo seluas 73,10 ha, (f) Formasi Semilir seluas 50,30 ha, dan (g)

Endapan Koluvium 0,20 ha.

Di BDH Paliyan, hutan yang berada pada Formasi Wonosari

mendominasi dengan luas 2.801 ha, diikuti oleh hutan di Formasi Kepek seluas

892,80 ha, dan hutan di Formasi Oyo seluas 178,50 ha. Untuk BDH Playen, luas

hutan yang berada di atas Formasi Wonosari adalah 3.415,60 ha, hutan di atas

Formasi Kepek 753,7 ha, dan di atas Formasi Oyo 178,5 ha.

Pada BDH Karangmojo, hutan terluas berada pada Formasi Oyo seluas

2.343,10 ha, diikuti oleh hutan di Formasi Wonosari seluas 433,10 ha, dan hutan

di Formasi Semilir 420,40 ha. Untuk BDH Panggang, hutan yang ada menempati

Formasi Wonosari 1.438,60 ha dan Formasi Oyo 158,80 ha. Selanjutnya Peta

sebaran tanah pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta dapat dicermati pada

Gambar 2.4 sebagai berikut :

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 22

Gambar 2.4 Sebaran Tanah pada Kawasan Hutan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 23

2.1.6.3 Kelerengan

Timbulan (relief) di Daerah Istimewa Yogyakarta dicirikan atas dasar

lereng dan altitude (ketinggian tempat dari permukaan laut). Secara garis besar

dapat dibedakan kedalam 5 kelas kemiringan lahan, yaitu: datar (0 – 8%)

seluas 20.200 ha, landai sampai berombak (8-15%) seluas 47.900 ha, berombak

sampai bergelombang (15–25%) seluas 64.300 ha, curam/berbukit (25–40%)

seluas 179.400 ha, dan sangat curam/bergunung (>40%) seluas 6.700 ha.

Menurut altitude dapat dibagi menjadi daerah 1.000 – 2000 m diatas

permukaan laut terletak di Kabupaten Sleman, daerah antara 500 – 1.000 m,

daerah antara 100 – 500 m dan daerah di bawah 100 m yang sebagian besar

berada di Kabupaten Bantul.

Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta tersebar pada berbagai kelas

kemiringan lereng, mulai dari kelas lereng datar sampai dengan kelas lereng

sangat curam. Pada BDH Kulon Progo-Bantul, BDH Panggang dan BDH Playen

sebagian besar hutannya berada pada lereng curam (15-25 %) sampai dengan

sangat curam (>45 %), sedangkan untuk BDH Karangmojo dan BDH Paliyan

sebagian besar hutannya berada pada lereng datar (0-8 %)sampai dengan

miring (8-15 %).

Pada BDH Kulon Progo-Bantul, hutan yang berada pada lereng sangat

curam mempunyai luas 441,70 ha, pada lereng curam seluas 498,50 ha, pada

lereng sangat miring seluas 16,90 ha, pada lereng miring seluas 87,30 ha, dan

pada lereng datar 51,30 ha. Untuk BDH Panggang, hutan yang berada pada

lereng sangat curam mempunyai luas 962,60 ha, pada lereng curam seluas

105,70 ha, pada lereng sangat miring seluas 57,10 ha, pada lereng miring seluas

268,70 ha, dan pada lereng datar seluas 203,30 ha.

Pada BDH Playen, dominasi luas hutan terjadi pada kemiringan datar

dengan luas 1.726 ha, diikuti oleh hutan pada lereng sangat miring seluas 1.538

ha, hutan pada lereng miring seluas 890,20 ha, dan hutan pada lereng sangat

curam seluas 158,40 ha. BDH Karangmojo memiliki hutan yang sebagian besar

berada pada lereng datar dengan luas 1.853,60 ha, sebagian lagi berada pada

lereng miring 842,60 ha, pada lereng sangat miring 221,90 ha, dan pada lereng

curam 278,60 ha. Untuk BDH Paliyan dominasi luas hutan juga berada pada

lereng datar dengan luas 1866,30 ha, diikuti hutan pada lereng miring seluas

1166,60 ha, hutan pada lereng sangat miring seluas 742,10 ha, hutan pada

lereng curam 6,20 ha, dan hutan pada lereng sangat curam 91,10 ha.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 24

2.1.6.4 Iklim

Daerah Istimewa Yogyakarta yang termasuk daerah tropika musim

dipengaruhi oleh hembusan angin Muson Barat dan Muson Timur

mengakibatkan terjadi musim penghujan dan musim kemarau yang silih

berganti sepanjang tahun. Kelembaban udara nisbi berkisar antara 65 - 95 %.

Pada musim hujan curah hujan bulanan maksimum dapat mencapai lebih dari

400 mm yang biasanya dapat terjadi antara bulan November - Maret. Pada

musim kemarau curah hujan bulanan minimum dapat kurang dari 100 mm yang

terjadi pada bulan Juli – September. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.500

– lebih dari 3.500 mm. Pada musim hujan jumlah hari hujan lebih dari 10 hari

perbulan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta ada kecenderungan sebaran hujan

juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan mungkin juga jarak dari pantai.

Umumnya suhu udara berkisar antara 23,4° – 31,1° C.

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Daerah Istimewa

Yogyakarta mempunyai 3 tipe iklim yaitu B, C dan D. Sebagai gambaran kondisi

tipe iklim di DIY menurut Schmidt & Ferguson dapat dilihat dari Tabel 2.5.

berikut ini.

Tabel 2.5 Tipe Iklim Menurut Schmidt & Ferguson Untuk DIY

No. Tipe Iklim Penyebaran Keterangan

1 B Daerah lereng Gunung Merapi (2.911 m dpl) Kabupaten

Sleman

2 bulan kering dan minimum 9

bulan basah

2 C - Daerah kabupaten Sleman kecuali sekitar Kalasan

- Daerah kabupaten Gunung Kidul kecuali sebagian

Kecamatan Ponjong, Semanu, dan Rongkop.

- Daerah Kabupaten Bantul daerah sekitar Imogiri hingga

ke pantai Samas selatan Kecamatan Sanden.

- Daerah Kabupaten Kulon Progo kecuali sekitar sebagian

kecamatan Galur, Lendah, Piyungan dan Sedayu.

3 D - Sekitar Kalasan Kabupaten Sleman hingga keseluruhan

Kodya Yogyakarta dan sebagian besar Kabupaten Bantul ke

utara hingga sebagian besar wilayah Kecamatan Gamping

Kabupaten Sleman

4,5-6 bulan kering dan 6-7,5 bulan

basah

- Daerah kabupaten Gunung Kidul yaitu sekitar Kecamatan

Ponjong, Semanu, dan Rongkop

3-4,5 bulan kering dan 7,5-9 bulan

basah

Berdasarkan analisis peta curah hujan dengan peta BDH dapat dilihat

bahwa hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada wilayah yang

memiliki curah hujan yang variatif, mulai dari 1500 mm/th sampai dengan lebih

dari 3500 mm/th. BDH Kulon Progo-Bantul merupakan BDH yang memiliki

wilayah dengan curah hujan paling variatif, yaitu : (a) 343,91 ha berada pada

wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th, (b) 155,4 ha berada pada

wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th, (c) 552,20 ha berada pada

wilayah dengan curah hujan 3000-3500 mm/th, dan (d) 1,09 ha berada pada

wilayah dengan curah hujan lebih dari 3500 mm/th. BDH Panggang memiliki

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 25

hutan yang keseluruhannya berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-

2500 mm/th.

Hutan di BDH Karangmojo terbagi menjadi dua, yaitu hutan yang berada

pada wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th seluas 1538,16 ha dan

berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th seluas 1658,44 ha.

Kondisi hutan di BDH Playen juga memilliki kesamaan dengan BDH

Karangmojo, yaitu 3010,15 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 1500-

2000 mm/th dan 1300,55 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-

2500 mm/th. Di BDH Paliyan, hutan yang berada pada wilayah dengan curah

hujan 1500-2000 mm/th seluas 3324,12 ha dan berada pada wilayah dengan

curah hujan 2000-2500 mm/th seluas 548,18 ha. Untuk BDH Kulon Progo,

hutan seluas 991,07 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 2500-3000

mm/th dan 104,53 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 3000-3500

mm/th. Dari uraian di atas tampak bahwa wilayah hutan yang berada di BDH

Kulon Progo-Bantul sebagian besar memiliki curah hujan yang cukup tinggi,

yaitu lebih dari 2500 mm/th, sehingga apabila dapat dijaga kelestariannya akan

sangat bermanfaat dalam proses peresapan air hujan menjadi air tanah. Untuk

hutan yang berda pada BDH di wilayah Gunungkidul seluruhnya berada pada

wilayah yang memilki curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu kurang dari 2500

mm/th.

2.1.7 Hidrologi

Secara garis besar hidrologi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat

dibedakan menjadi hidrologi air permukaan dan hidrologi air tanah.

2.1.7.1 Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi setelah

dikurangi infiltrasi dan evapotranspirasi. Pola aliran di Daerah Istimewa

Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh struktur geologi setempat. Ada berbagai

tipe pola aliran yaitu pola radial sentrifugal, paralel, dan pola trealis. Untuk

wilayah kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul, dan Kulon Progo bagian

utara dan Gunungkidul bagian barat mempunyai pola aliran radial sentrifugal,

sedangkan pola aliran sungai wilayah Kulonprogo bagian selatan adalah pola

paralel. Untuk Kabupaten Gunungkidul khususnya pada formasi batu gamping

mempunyai pola aliran trealis karena banyak berkembang struktur rekahan

(diaclas).

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 26

2.1.7.2 Air Tanah

Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat didalam

ruang-ruang antar butir tanah atau batuan yang membentuknya dalam retak-

retak batuan. Pada kawasan yang merupakan formasi Yogyakarta dan Sleman

hasil proses vulkanis Merapi merupakan kawasan dengan sumberdaya air tanah

yang bagus dengan cadangan melimpah. Ditinjau dari aspek DAS, di Propinsi

DIY terdapat 4 DAS yang cukup besar, yaitu : (a) DAS Progo, (b) DAS Opak-Oyo,

(c) DAS Serang, dan (D) DAS Bribin-Pegunungan Seribu. DAS Progo yang

bermuara di Samudera Hindia meliput sebagian wilayah Kabupaten Sleman,

Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul. DAS Progo

merupakan DAS yang cukup besar, berhulu di Gunung Sindoro-Gunung

Sumbing-Gunung Merbabu dan wilayah DIY merupakan bagian tengah dan hilir

dari DAS Progo tersebut. Beberapa Sub DAS di Daerah Istimewa Yogyakarta

yang bermuara di DAS Opak adalah SubDAS Krasak dan Sub DAS Bedog. Hutan

Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada pada DAS Progo ini seluas 495,70 ha

dan merupakan bagian dari BDH Yogyakarta.

DAS Opak-Oyo merupakan DAS yang memiliki luas paling besar di

Daerah Istimewa Yogyakarta, membentang dari puncak Gunung Merapi sampai

dengan sebagian besar Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten

Gunungkidul dan Kabupaten Bantul. Beberapa Sub DAS yang bermuara di DAS

Opak-Oyo adalah Sub DAS Winongo, Sub DAS Code, Sub DAS Gajahwong, dan

Sub DAS Oyo. Seluruh hutan yang berada pada BDH Karangmojo (3.746,40 ha)

dan BDH Playen (4.276,60 ha) berada di wilayah DAS Opak Oya. Di samping itu

sebagian dari hutan yang berada di BDH Kulon Progo-Bantul, yaitu seluas

556,90 ha berada di wilayah DAS ini pula. DAS Serang berada di Kabupaten

Kulonprogo, yaitu di wilayah Kecamatan Kokap, Girimulyo, Pengasih, Wates,

dan Temon. Seluruh hutan yang ada di BDH Kulon Progo-Bantul seluas 1.095,60

ha berada di wilayah DAS Serang.

DAS Bribin Pegunungan Seribu sebagian besar terletak di wilayah

Kabupaten Gunungkidul bagian selatan yang meliput wilayah Kecamatan

Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Wonosari, Tanjungsari, Tepus,

Semanu, Ponjong, Rongkop, dan Girisubo. Hutan yang berada di BDH Panggang

(2.232,70 ha) dan BDH Paliyan (4.206,30 ha) sebagian besar berada di wilayah

DAS Bribin-Pegunungan.

2.1.8 Sejarah Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta

Pengelolaan Hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlepas dari

sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaannya.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 27

Sejarah pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta di mulai sejak zaman

penjajahan Belanda, yaitu zaman Pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels

yang membentuk Dienst van Het Boschwezen (setingkat Jawatan Kehutanan)

yang mengelola hutan Jawa dan Madura tahun 1873 (Staatsblad NO. 215,

TAHUN 1873). Jawatan ini menerbitkan Boschreglement van Java en Madoera

1913 dan Boschordonantie Voor Java En Madoera 1927, dimana membagi

kawasan pemangkuan hutan menjadi 13 Bagian Hutan (BH). Salah satunya BH

Surakarta dan Yogyakarta.

Pada jaman penjajahan Jepang, Jawatan Kehutanan Belanda (Dienst Van

Het Boschwezen) di ubah menjadi Ringyo Tyuoo Zimusyo. Selanjutnya pada

masa Kemerdekaan dibentuk Jawatan Kehutanan dibawah Menteri Pertanian

Kewenangan jawatan Kehutanan ditegaskan Dalam PP 26/1952.

Dalam pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, Jawatan Kehutanan

membentuk Perum Perhutani berdasarkan PP 30 /1963, dimana untuk Bagian

Daerah Hutan Surakatra menjadi salah satu Bagian Hutan di Wilayah Perum

Perhutani, dan Bagian Hutan Yogyakarta tidak termasuk dan pengelolaannya

diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DIY (Hal ini berkaitan dengan

kedudukan Keraton Yogyakarta dan Keistimewaan Yogyakarta, UU nomor

3/1955). Kondisi inilah yang membedakan pengelolaan hutan di Daerah

Istimewa Yogyakarta yang hingga saat ini Daerah Istimewa Yogyakarta

merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mengelola kawasan hutan

negara.

Konsep Houtvesterij ini dicetuskan oleh A.E.J. BRUINSMA, kepala Brigade

Planologi Jawa Tengah di Salatiga pada tahun 1890, dan disetujui oleh

Pemerintah Hindia Belanda tahun 1892. Secara garis besar pengelolaan

kawasan hutan dengan pembentukan Planning Unit (Boschafdelling/Bagian

Hutan) dan manajemen organisasi pengelola hutan (organisasi teritorial) yang

efektif dan efisien. Dalam konsep Houtvesterij ini hutan jati ditata, dipetakan,

diinventarisasi, dan diekspolitasi secara swa-kelola sehingga tindakan

pengelolaan hutan dapat dilakukan lebih intensif. Konsep Houtvesterij

merupakan konsep Kesatuan Pemangkuan Hutan, dimana bukan hanya

mementingkan aspek teknik kehutanan semata, tetapi juga sudah memikirkan

aspek sosial ekonomi masyarakat khususnya desa-desa enklave, hanya belum

dielaborasi secara optimal karena eskalasi masalah sosial ekonomi masyarakat

saat itu relatif belum besar.

Pada awalnya konsep houtvesterij yang dirancang oleh Bruinsma sebatas

untuk menjamin kelestarian kegiatan di tingkat tegakan (Stand Level

Management) yaitu kegiatan: pembangunan hutan (forest establishment);

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 28

pemeliharaan hutan (forest culture); dan pemanenan (harvesting), dan belum

mencakup kegiatan Forest Product Management yaitu kegiatan pengolahan

hasil hutan (processing); dan pemasaran hasil hutan (marketing). Hal ini dapat

dipahami karena pada saat lahirnya konsep houtvesterij sistem penjualan kayu

jati masih dalam bentuk gelondongan (log), sehingga penekanan kelestarian

dalam konsep houtvesterij adalah agar setiap kegiatan teknik kehutanan

(penanaman, penjarangan, pemanenan) dapat berjalan kontinyu setiap tahun

dan tidak mengalami kerugian.

Konsep houtvesterij ini kemudian berkembang dan dipadukan dengan

konsep Tumpangsari oleh Buurman, Tabel Normal Tegakan Hutan Jati oleh Wolf

von Wulfing, dan metode Penjarangan hutan oleh Hartz.

Organisasi pengelolaan hutan berdasarkan konsep houtvesterij dibagi

dalam dua kelompok besar yaitu Planning Unit yang bertugas mengendalikan/

mengontrol kelestarian hasil (berupa standing stock), dan Management Unit

sebagai organisasi pengelolaan hutan yang berfungsi untuk pelaksanaan

kegiatan teknik kehutanan yang efektif dan efisien. Antara konsep planning unit

dengan management unit saling berdiri sendiri (terpisah dan mandiri), dan

tidak ada yang menjadi sub-ordinasi dari yang lain, akan tetapi keduanya

bersinergi untuk mencapai kelestarian hasil dan kelestarian perusahaan.

Organisasi management unit ini dibangun berdasarkan territorial atau

kewilayahan yang ditata berdasarkan kondisi bentang alam baik topografi,

geomorfologi, satuan DAS/Sub DAS atau yang berdekatan, kondisi biofisik,

bioecoregion dan lainnya, yang bertujuan untuk dapat dijadikan satu kesatuan

pengeloaan secara lestari. Oleh karena itu, kewilayahan kehutanan berbeda

(tidak selalu sama) dengan kewilayahan administratif pemerintahan. Tahapan

organisasi pengelolaan yang dibangun di tingkat management unit yaitu :

1. Houtvesterij (Daerah Hutan)

Pelaksanaan pengelolaan wilayah Houtvesterij ini dipimpin oleh seorang

Houtvester, yang pada era Jawatan Kehutanan dinamakan Kepala Daerah

Hutan (KDH), dan pada jaman Perhutani berubah menjadi

Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH).

Houtvesterij ini berfungsi sebagai pengelola satu kesatuan kelestarian

hutan dalam wilayah houtvesterij. Houtvesterij ini bertugas untuk

melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan hutan mulai dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dan

pengendalian terhadap kegiatan teknis seperti tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 29

hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi

alam. Daerah Hutan ini dibagi dalam beberapa Bagian Daerah Hutan (BDH).

2. Bagian Daerah Hutan (BDH)

Pada era Djatibedrijfs Kepala Bagian Daerah Hutan ini dinamakan Opziener,

pada jaman Jawatan Kehutanan disebut Kepala Bagian Daerah Hutan

(KBDH), dan pada di Perhutani dinamakan Asisten Perhutani (Asper) atau

Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH). Dari istilah Opziener

tersebut maka pejabat ini lebih terkenal dengan sebutan Sinder. Tugas dari

Kepala BDH ini sebagai koordinator pelaksanaan fungsi teknis tata hutan

dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan,

penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan

hutan dan konservasi alam.

3. Resort Polisi Hutan (RPH)

Resort Polisi Hutan (RPH) dalam perkembangannya mengalami perubahan,

Resort Polisi Hutan (RPH) sekarang dikenal dengan Resort Pengelolaan

Hutan (RPH) merupakan unit pengelolaan terkecil, untuk mengatur dan

melaksanakan kegiatan teknik kehutanan (penanaman, pemeliharaan dan

pemanenan, perlindungan dan konservasi) yang teratur dan efisien. Jabatan

ini dikenal dengan nama Kepala Resort Pengelolaan Hutan atau Mantri

Hutan.

Dalam perkembangannya, setelah kemerdekaan dan di bentuklah

Jawatan Kehutanan, Daerah Hutan Yogyakarta (houtvesterij) menjadi Dinas

Kehutanan. Dan pada tahun 2008 berdasarkan Perda nomor 36 Tahun 2008 dan

Peraturan Gubenur Nomor 40 tahun 2008 dibentuk UPTD Balai KPH Yogyakarta

yang mengelola kawasan hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung

seluas 16.358,60 ha di Provinsi DIY. Kemudian pada tahun 2011 dilakukan

perubahan sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-

II/2011 seluas 15.724,50 ha.

2.2 Potensi Wilayah KPH

2.2.1 Penutupan Vegetasi

Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam,

umumnya merupakan hutan tanaman, namun yang paling dominan adalah

tanaman jati dan kayu putih. Pada tahun 1999 – 2000 hampir seluruh tanaman

jati mengalami kerusakan terutama berkait dengan adanya berbagai krisis pada

era reformasi. Penanaman kembali (rehabilitasi) hutan jati wilayah Balai KPH

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 30

Yogyakarta sudah dimulai bersamaan dengan adanya Gerakan Nasional

Rehabilitasi Lahan tahun 2003 dengan dana APBN dan juga rehabilitasi

tanaman dengan menggunakan dana APBD.

Ragam tegakan yang terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta adalah

tegakan tanaman Jati, tanaman kayu putih, mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia

catechu, Pinus merkusii, Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu,

Murbei, dan tanaman campuran. Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH

Yogyakarta sangat beragam, namun umumnya merupakan hutan tanaman. Jenis

tegakan yang paling dominan di KPH Yogyakarta adalah tanaman jati dan kayu

putih.

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012,

berikut ini adalah ragam penutupan vegetasi di KPH Yogyakarta.

Tabel 2.6 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di Balai KPH Yogyakarta menurut Inventarisasi Hutan Tahun 2012

HKm JatiKayu

PutihMahoni

Acacia

auri

Acacia

catechuPinus Kemiri Kesambi Gliricidea Sono Bambu Murbei Campur

1 PLAYEN 3.641,5 233,5 1.168,7 1.415,1 53,5 9,9 6,3 - 61,3 17,8 5,5 - 0,2 4,9 212,8

2 PALIYAN 4.206,3 327,4 2.398,0 434,7 6,5 100,9 - - - - - - - - 46,0

3 KARANGMOJO 3.746,4 450,9 577,6 2.325,2 2,9 30,4 1,5 - - - - 4,8 - - 119,0

4 PANGGANG 2.232,7 190,9 1.612,0 30,0 64,0 - - - - - - - - - 15,0

5KPROGO-

BANTUL1.897,6 129,2 404,7 303,8 24,9 67,8 - 130,0 98,0 - 12,4 36,5 5,0 - 454,8

15.724,5 1.331,9 6.161,0 4.508,8 151,8 209,0 7,8 130,0 159,3 17,8 17,9 41,3 5,2 4,9 847,6

100,00 8,47 39,18 28,67 0,97 1,33 0,05 0,83 1,01 0,11 0,11 0,26 0,03 0,03 5,39

Sumber : Inventarisasi Hutan, 2012

Prosentase

No BDH Luas (Ha)

STRUKTUR TEGAKAN (Diluar Areal HKm dan Hutan Pendidikan Wanagama)

Jumlah

Dari data pada tabel di atas nampak bahwa penutupan vegetasi di KPH

Yogyakarta didominasi oleh tanaman jati seluas 6.161,00 ha (39.18%) dan

tanaman kayu putih seluas 4.508,80 ha (28,67), mahoni 151.80 ha (0,97%),

Acasia auriculiformis 208,95 ha (1.33%), Acasia catechu 7,8 ha (0.05%), Pinus

130,00 ha (0.83%), Kemiri 159,3 ha (1,01%), Kesambi 17,8 ha (0.11%), Gmelina

1,00 ha (0,01%), Gliricedea 17,9 ha (0,08%), Sono 41,30 ha (0,26), Bambu 5,20

ha (0,03%), Murbei 4,90 ha (0,03%), dan campuran 847,60 ha (5,39%).

Secara nyata di kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta, kawasan

yang terbuka secara murni tidak ada, namun terdapat kawasan tertentu yang

jumlah tegakannya kurang dari standar yang ditetapkan. Pengertian Tanah

Kosong (TK) yang dimaksudkan disini adalah suatu kawasan yang jumlah

tanaman/tegakan yang ada kurang dari 20% per hektar dari standar tanaman

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 31

yang ada. Sedangkan Bertumbuhan Kurang (BK) adalah suatu kawasan yang

jumlah tanaman/tegakan lebih dari 21% dan kurang dari 50% per hektar dari

standar tanaman yang ada. Selebihnya suatu kawasan yang jumlah tegakannya

lebih dari 50% disebut Normal.

Jumlah tanaman tegakan jati dalam satu satuan hektar dalam dekade

pananaman tidak selalu sama. Sebelum tahun 1980-an jarak tanam tanaman Jati

2x1 meter dengan jumlah tanaman 5.000 batang per hektar. Sedangkan pada

dekade tahun 1980 hingga tahun 2003 jarak tanam diperlebar menjadi 2x3

meter, sehingga jumlah tanaman jati persatuan hektar sebanyak 1.667 batang.

Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, untuk memberikan ruang bagi

masyarakat sekitar hutan untuk dapat melakukan pengembangan usaha

pertanian dalam bentuk pesanggem. Selanjutnya pada dekade tahun 2003

hingga sekarang penanaman jati dilakukan pada Gerakan Nasional Rehabilitasi

Hutan dan Lahan (GNRHL) dengan jarak tanam 4x2,5 meter, sehingga terdapat

sebanyak 1.000 batang per hektar.

Pada tanaman kayu putih pun jarak tanam berbeda-beda, namun yang

paling banyak ditemui pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta adalah jarak

tanam 4x1 meter, sehingga jumlah tegakan kayu putih 2.500 batang per hektar.

Kebijakan intensifikasi pengelolaan pada tahun 2010 terus dilakukan. Dalam

kenyataannya di lapangan, jumlah tegakan kayu putih ini banyak yeng telah

berkurang karena berbagai gangguan hutan. Jumlah tanaman kayu putih yang

bervarisasi dari 700 batang per hektar hingga 2.500 batang per hektar. Secara

rata-rata jumlah tanaman kayu putih per hektar hanya 1.200 batang/hektar.

Didorong dengan fungsi tanaman kayu putih yang dulunya sebagai tanaman

konservasi yang sekarang memberikan hasil ikutan ekonomi berupa

pendapatan dari pengusahaan minyak kayu putih, mendorong kebijakan

intensifikasi tanaman kayu putih dilakukan untuk memenuhi kapasitas

produksi dan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terus meningkat.

Kebijakan intensifikasi tanaman kayu putih dilakukan dengan

meningkatkan jumlah tanaman kayu putih per hektar. Jumlah tanaman kayu

puti normal dengan jarak tanam 4 x 1 meter sebanyak 2.500 batang

ditingkatkan menjadi 3.334 batang per hektar (dengan pengkayaan dan jarak

tanam dengan sistem jalur 1,3 x 1.5 meter). Kebijakan peningkatan jumlah

satuan tanaman kayu putih per hektar yang dilakukan dari 2.500 batang/hektar

menjadi 3.334 batang per hektar akan menyebabkan jumlah petak yang

termasuk dalam kategori Bertumbuhan Kurang (BK) dan Tanah Kosong (TK)

meningkat.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 32

2.2.2 Potensi Kayu dan Non Kayu

Penutupan vegetasi pada wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terdiri

dari beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sonokeling, pinus, kenanga,

mahoni, kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang

bervariasi. Namun demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya

jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar, karena jenis

yang lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Dengan kata lain,

Balai KPH Yogyakarta memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi.

2.2.2.1 Potensi Kayu

Potensi kayu pada wilayah kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta yaitu

dari jenis jati, mahoni, acasia, gmelina, gliricecidea, sono, dan bambu yang

ditanam pada hutan produksi. Potensi kayu ini memberikan harapan untuk

produksi kayu yang lebih baik lagi baik secara kualitas maupun kuantitasnya

dan baik dalam bentuk kayu pertukangan maupun kayu bakar.

Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa kawasan hutan di wilayah Balai

KPH Yogyakarta pada masa reformasi banyak mengalami kerusakan dan mulai

tahun 2003 direhabilitasi melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi dan

Lahan (GNRHL). Oleh karena itu, sebagaian besar tegakan yang ada masih

merupakan tegakan muda, berumur kurang dari 10 tahun. Namun demikian,

kedepan keberhasilan rehabilitasi hutan ini akan memberikan harapan untuk

produksi kayu.

2.2.2.2 Potensi Non Kayu

Potensi non kayu pada wilayah kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta

meliputi jenis tanaman Kayu Putih, Pinus, Kesambi, dan Murbai. Disamping itu,

dalam rangka pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan juga dikembangkan

tanaman sela dengan pemanfaatan ruang tumbuh melalui budidaya rotan,

nanas, lebah madu, dan porang dengan melibatkan kelompok tani hutan di

sekitar hutan.

2.2.2.3 Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Hasil Hutan

Non Kayu

Dalam pengembangan usaha tani masyarakat sekitar hutan untuk

pemanfaatan hasil hutan non kayu dikembangkan berbagai kegiatan

perhutanan sosial dengan memanfaatkan ruang tumbuh di Kawasan Hutan yang

tidak mengganggu tanaman pokok. Usaha tani perhutanan sosial ini diantaranya

adalah pengembangan rotan, budidaya nenas, lebah madu, persuteraan alam,

dan Porang.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 33

a. Pengembangan Rotan

Usaha tani hutan budidaya rotan dikembangkan untuk memanfaatkan lahan

kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk

tanaman pertanian lokal. Budidaya rotan dikembangkan di RPH Bibal BDH

Panggang seluas 10 ha (petak 108). Petak 108 RPH Bibal merupakan hutan

lindung yang berdekatan dengan permukiman masyarakat, sehingga

pemberdayaan usaha non kayu seperti budidaya rotan menjadi bagian yang

penting untuk dikembangkan. Usaha tani hutan budidaya rotan

dikembangkan untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan yang tegakannya

tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk tanaman pertanian lokal.

Budidaya rotan dikembangkan di RPH Bibal BDH Panggang seluas 10 ha

(petak 108). Petak 108 RPH Bibal merupakan hutan lindung yang

berdekatan dengan permukiman masyarakat, sehingga pemberdayaan

usaha non kayu seperti budidaya rotan menjadi bagian yang penting untuk

dikembangkan.

b. Budidaya Nanas

Usaha tani hutan budidaya nenas dikembangkan untuk memanfaatkan

lahan kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari

untuk tanaman pertanian lokal. Pengembangan budidaya nenas ini

diharapkan dapat memberdayakan masyarakat melalui hasil nenas yang

selanjutnya dengan sentuhan teknologi tepat guna dapat diolah menjadi

produk lanjutannya seperti sirup dan lainnya.

Budidaya Nenas dikembangkan di RPH Giring BDH Paliyan seluas 25 ha dan

RPH Mangunan di Blok Sudimoro III seluas 5 ha. Kelompok tani yang dibina

untuk mengembangkan di RPH Giring yaitu KTH Karya Lestari, KTH Karya

Maju, KTH Sido Rukun, KTH Ngudi Makmur dan KTH Manunggal. Hasilnya

cukup menggembirakan namun masyarakat terkendala dengan pasar yang

terbatas, sehingga pengelolaan budidaya nenas menjadi kurang optimal.

c. Lebah Madu

Usaha tani hutan berbasis ekonomi dalam bentuk lebah madu

dikembangkan BDH Paliyan di RPH Mulo dan BDH Kulon Progo - Bantul di

RPH Sermo dan RPH Mangunan.

Usaha tani ini pada tahun 2000 – 2004 fasilitasi dilakukan oleh Provinsi,

dan setelah itu dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota. Usaha ini hingga

sekarang telah berhasil yang dibina oleh RPH masing-masing dan

dikembangkan secara mandiri oleh Kelompok tani.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 34

d. Persuteraan Alam

Usaha tani hutan berbasis ekonomi dalam bentuk persuteraan alam

dikembangkan BDH Playen dengan memanfaatkan tanaman murbai 4,9 Ha

di RPH Tahura dan RPH Gubugrubuh. Usaha ini dikembangkan sejak tahun

2000 – 2004 dengen memberdayakan 8 (delapan) Kelompok tani yaitu

Gading I, Gading II, Gading III, Gading IV, Gading V, Gading VI, Gading VII dan

kelompok tani hutan Gubug Rubuh.

Usaha tani ini pada awalnya mendapatkan hasil yang menggembirakan,

namun karena kurang intensifnya pengelolaan usaha tani ini menjadi

kurang berkembang. Demikian juga, pada tahun 2000 – 2004 fasilitasi

dilakukan oleh Provinsi, dan setelah itu dilimpahkan kepada

Kabupaten/Kota.

e. Porang

Tanaman porang dikembangkan oleh Balai KPH Yogyakarta karena porang

dianggap sebagai komoditas yang prospektif dan multi product. Porang

dapat digunakan untuk bahan baku lem, mie, kosmetik dan bahkan hasil

olahannya digunakan untuk bahan baku pembuatan lem pesawat terbang.

Porang ditanam sebagai tanaman sela/ tumpangsari dengan ciri tahan

naungan sehingga tanaman ini sangat cocok digunakan untuk tanaman

tumpangsari. Umumnya porang mulai ditanam ketika tegakan/ tanaman

pokok telah berumur 3 (tiga) tahun.

Tanaman porang dikembangkan di BDH Panggang yaitu Petak 109 RPH

Bibal, Petak 121 RPH Gebang, Petak 127 RPH Blimbing, dan BDH Paliyan

yaitu Petak 128 RPH Grogol. Tanaman ini dikembangkan pada tahun 2009

oleh kelompok tani dengan fasilitasi dari Balai KPH Yogyakarta.

2.2.3 Keberadaan Flora dan Fauna

2.2.3.1 Flora

Kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta dengan penutupan

vegetasi hutan tanaman seperti jati, mahoni, akasia, gliricedea, gmelina, kayu

putih dan lainnya membuat keanekaragaman flora langka sangat terbatas.

Biodiversitas tanaman penutup lahan yang rendah serta keadaan tanah yang

marjinal ikut andil dalam minimnya keberadaan flora langka di wilayah hutan

Balai KPH Yogyakarta. Ada beberapa jenis flora langka yang dapat ditemui di

wilayah hutan sebagai salah satu nilai tambah bagi hutan di wilayah Balai KPH

Yogyakarta antara lain anggrek lokal, dlinggo dan walikukun.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 35

2.2.3.2 Fauna

Sama halnya dengan flora langka, fauna langka yang terdapat di dalam

wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta juga sangat terbatas. Hal inilah yang perlu

dikaji lebih lanjut bahwa hutan bukan hanya memuat komposisi tegakan saja

tetapi juga konservasi terhadap flora dan fauna yang ada didalamnya sehingga

kelak diharapkan ada strategi pengelolaan hutan yang dapat memuat hal

tersebut untuk kedepannya. Fauna langka yang masih banyak ditemui di

wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta yaitu jenis aves, mamalia dan reptilia

sebagaimana disajikan pada Tabel 2.7 sebagai berikut.

Tabel 2.7 Hasil Pendataan Satwa Langka di Wilayah Balai KPH Yogyakarta

NO. FAMILI NAMA ILMIAH

1 Kutilang Picnonotus aurigaster

2 Penjak Phyloscocum moratus

3 Pelatuk Pinopitum javaense

4 Sriti Hirundo rustica guturalis

5 Perkutut Geopeliaq striata

6 Sesap madu Anthereptes malacensis

7 Elang bido Spilornis cheela

8 Ayam hutan Gallus sp

9 Kepodang Oriolus cinensis

10 Radja udang Alcheldo atthis

11 Puyuh Turnix suscifator

12 Trotokan Pycnonotus quaivier

13 Emprit Lonchura maja

14 Srigunting Diorurus sp

15 Burung hantu Bubu sp

16 Dekukur Streptopilia chinensis

1 Babi hutan Sus scrofa

2 Garangan Herpetes javanicus

3 Musang Paradoxurus sp

4 Tupai Tupaia javanica

5 Tikus sawah Ratus sp

6 Kijang Muntiacus muntjak

1 Ular sowo Phyton sp

2 Ular air Pytas curus

3 Ular dahan Dryphis prasimus

II

ReptiliaIII

NAMA DAERAH/LOKAL

I Aves

Mamalia

2.2.4 Potensi Lingkungan dan Jasa Wisata

Potensi wisata yang berada pada kawasan hutan dan atau wilayah lahan

milik yang berdekatan dengan kawasan hutan di Balai KPH Yogyakarta cukup

banyak, namun sebagian besar belum tersentuh dalam pengembangan wisata

baik lokal maupun regional. Beberapa potensi wisata tersebut antara lain

sebagai berikut :

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 36

1. BDH Playen

a. Goa Rancang

Goa Rancang terdapat di sekitar kawasan hutan petak 74 RPH

Gubugrubug BDH Playen. Kawasan ini telah menjadi wisata bagi

pengunjung untuk melihat keunikan goa berupa patahan stalaktit

yang masih mengeluarkan tetesan air. Dan di atas goa tersebut,

terdapat pohon beringin yang banyak digunakan sebagai wisata

spiritual.

Goa Rancang ini terdapat di Dusun Rancang, Desa Menggoran, yang

berbatasan dengan petak 74 RPH Gubugrubuh BDH Playen. Pada

petak 74 ini telah dibangun camping ground yang dibangun

Departemen Kehutanan (pada waktu itu Kantor Wilayah Kehutanan

Provinsi DIY) yang diserahkan kepada Saka Wana Bhakti. Camping

ground ini telah dilengkapi dengan fasilitas kantor, MCK dan lainnya.

Kondisi pengelolaan yang terbatas di era otonomi menyebabkan

camping ground dan sarana prasarananya rusak dan tidak terawat.

b. Air Terjun Sri Gethuk

Air terjun Sri Gethuk terdapat di RPH Gubugrubuh di sekitar desa

Bleberan, kecamatan Playen, Gunung Kidul. Air terjun ini telah

menarik banyak wisatawan untuk mengunjunginya.

Air terjun ini cukup menarik, untuk dapat melihat air terjun tersebut

wisatawan dapat menempuh dua cara yaitu dengan menggunakan

kapal dan dengan berjalan kaki menyusuri sawah yang sejajar

dengan puncak air tejun. Selain dapat melihat kiindahan air terjun di

daerah krast wisatawan juga dapat berenang di sungai yang terdapat

di bawah air terjun tersebut. Sungai yang menghubungkan antara

tempat parkir dengan air terjun tersebut mempunyai kedalaman

sekitar 4 meter dengan disepajang sungai terdapat dinding krast

yang dengan ketinggian sekitar 3.5 meter, sehingga menambah idah

pemandangan objek wisata tersebut.

2. BDH Karangmojo

a. Goa Pindul

Goa Pindul berada di Dusun Gelaran I, Desa Bejiharjo, Karangmojo

tepat berbatasan dengan Petak 45 RPH Gelaran, berdekatan dengan

Pabrik Minyak Kayu Putih Gelaran. Gua ini dialiri oleh aliran sungai

dibawah tanah dengan panjang total 300 meter, lebar rata-rata 5

sampai 6 meter, dengan kedalaman air 5,5 meter dan tinggi gua 4,5

meter (dari permukaan air). Hal yang sangat menarik dari Gua

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 37

Pindul ini adalah tipe karakteristik aliran air didalam gua yang cukup

tenang sehingga ketika kita melakukan penyusuran tidak diperlukan

keterampilan khusus untuk dapat menyusurinya selain itu Goa

Pindul ini juga merupakan tempat yang cocok untuk segala usia.

Nama Goa Pindul berasal dari sebuah kisah dimana ada seorang

pemuda yang bernama Joko Singlulung mencari ayahnya yang hilang,

dengan menyusuri banyak hutan dan goa, tiba-tiba dia terantuk

kepalanya di salah satu batu di goa ini, goa dimana dia terantuk

inilah akhirnya dinamakan Goa Pindul. Saat anda melakukan susur

gua di Goa Pindul ini, anda akan menemukan sebuah stalaktit yang

sudah menyatu dengan stalakmit sehingga tampak seperti sebuah

pilar dengan ukuran lebar lima rentangan tangan orang dewasa,

kilauan stalakmit dan stalagmit yang berwarna putih kristal di

berbagai sudut di gua inilah yang akan membuat anda terpesona

oleh keindahan Goa Pindul ini.

b. Goa Semanu

Pada kawasan hutan di RPH Semanu terdapat goa yang masih asli.

Goa ini merupakan bagian dari salah satu goa di Gunungkidul yang

merupakan kawasan karst. Hingga saat ini goa ini belum ditata dan

digarap untuk tujuan wisata.

3. BDH Kulon Progo-Bantul

a. Mata Air Bengkung

Mata air Bengkung berada di Hutan Pinus yang terletak di Blok

Sudimoro II, RPH Mangunan. Mata air ini memiliki riwayat historis

yang tinggi, di sekitar mata air Bengkung ini terdapat makam Sultan

Agung IX dan makam raja-raja Mataram sehingga air yang terdapat

pada mata air Bengkung ini dianggap sebagai air suci oleh khalayak.

Banyak legenda yang terkait dengan mata air Bengkung, salah satu

legenda menceritakan bahwa pada saat Sultan Agung IX

mengamanatkan kepada para punggawanya “apabila meninggal

nanti meminta kepada punggawa dan keluarganya untuk

memakamkan dirinya di Tanah Suci Mekah, namun para punggawa

dan keluarganya tidak mengijinkan, selanjutnya, disarankan untuk

dimakamkan di tanah Jawa yang setara dengan tanah suci Mekah.

Kemudian Sultan Agung mengambil tanah satu genggaman

kemudian melemparkannya dan dimana lemparan tanah itu berada

beliau minta dimakamkan di situ. Suatu hari Sultan Agung IX

bersama punggawanya mencari tanah itu, dan disuatu tempat

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 38

ditemukan tanah itu di Desa Bengkung. Saat itu, beliau kehausan dan

disabdanya tanah yang ada tersebut menjadi mata air Bengkung.

Wisata mata air Bengkung ini belum ditata secara baik, penataannya

lebih mengarah kepada Makam Raja-raja Mataram di Imogori.

Kawasan mata air Bengkung ini telah ditata oleh Balai KPH

Yogyakarta seluas 6 hektar, yang merupakan hutan Pinus.

b. Panorama Waduk Sermo

Waduk Sermo yang berdampingan dengan kawasan hutan di BDH

Kulon Progo-Bantul menjadikan daya tarik dalam pengembangan

wisata di BDH ini khususnya bagi RPH Sermo. Waduk Sermo yang

terletak di Bukit Menoreh, tepatnya di Dusun Sermo, Desa

Hargowilis, Kecamatan Kokap ini dapat ditempuh dengan perjalanan

kurang lebih 6 km dari Kota Wates ke arah barat.

Waduk ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20

November 1996 dengan membendung Sungai Ngrancah. Sejak saat

itu Waduk Sermo menjadi sumber air utama di bidang pertanian

untuk daerah sekitarnya. Luas genangan air Waduk Sermo menurut

Pemkab Kulonprogo adalah kurang lebih 157 ha dengan kondisi air

yang masih jernih serta bentuknya berkelok-kelok. Waduk ini dapat

menampung air 25 juta meter kubik dan dibangun selama dua tahun

delapan bulan.

Upaya pengembangan wisata di BDH Kulon Progo-Bantul ini

dilakukan oleh Kelompok Tani pemegang IUP HKm di Kalibiru, IUP

HK ini berada di Hutan Lindung, sehingga pemanfaatan jasa

lingkungan dan non kayu dikembangkan. Kelompok tani ini telah

membangun pondok penginapan bagi para wisatawan dan berbagai

fasilitas lainnya. Atraksi yang ditawarkan adalah pemandangan alam,

outbound dan juga Flying Fox. Bagi wisatawan yang tidak

menghendaki untuk menginap atraksi yang ditawarkan adalah

outbound dengan menelusuri jalan setapak batas hutan yang masih

belum mengalami pengerasan dan dengan suasana alam yang masih

hijau serta belum tercemar polusi.

4. BDH Panggang

a. Goa di RPH Gebang

Potensi wisata yang terdapat di BDH Panggang ini mayoritas masih

belum tergarap dan tertata secara baik. Kawasan hutan di BDH

Panggang hampir sama dengan BDH lainnya dimana kawasan karst

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 39

dan goa terdapat di wilayah ini. Salah satu goa yang terdapat di RPH

Gebang dengan kedalaman 10 meter. Menariknya adalah goa ini

merupakan bagian dari aliran sungai bawah tanah.

b. Kolam Ikan di RPH Pucanganom

Secara historis, RPH Pucanganom merupakan Hutan AB, sebelum

hutan AB ini ditetapkan menjadi kawasan hutan definitif oleh

Menteri Kehutanan, kawasan hutan ini telah banyak digunakan

masyarakat untuk pertanian (dalam arti luas). Salah satu obyek

potensi wisata yang berada di RPH Pucanganom yaitu berupa

sumber air yang telah ditata menjadi obyek wisata pemancingan.

Kelompok Tani Hutan (KTH) yang mengampu selain membantu

dalam pembangunan hutan KTH juga memanfaatkan kolam tersebut

untuk usaha perikanan berbasis hutan (agrofishery) sehingga hutan

kembali bermanfaat dalam menghasilkan produk sampingan selain

hasil hutan.

5. BDH Paliyan

a. Goa Ngingrong

Goa Ngingrong terlatak di Petak 156, RPH Mulo. Goa ini merupakan

patahan dari batuan kapur, yang memiliki kedalaman hingga 80

meter dengan luas hampir 1 ha. Bentuk permukaan atas dalam goa

ini hampir menyerupai kawah. Terdapat 2 buah bentuk kawah yaitu

bagian yang besar dan kecil. Antara kawah besar dan kecil

dihubungkan goa, yang merupakan aliran bawah tanah. Goa dan

aliran bawah tanah ini menurut masyarakat di wilayah tersebut,

terhubung dengan Laut Selatan (Samudera Indonesia).

b. Goa Luweng

Goa Luweng terletak di Petak 144 RPH Giring. Goa ini juga

merupakan patahan pengunungan yang menyerupai kawah dengan

kedalaman kurang lebih 50 meter. Pada bagain bawah terdapat goa

yang merupakan aliran air bawah tanah yang menuju ke Pantai

Baron.

c. Gunung Bagus

Gunung Bagus ini merupakan obyek wisata yang potensial karena

lekatnya historis yang tidak dapat terpisahkan dari keberadaan

makam Joko Tarup dan Dewi Nawangsih pada puncak gunung ini.

Dengan alasan inilah maka gunung ini kerap dikunjungi untuk acara

ritual dan wisata budaya. Gunung Bagus terletak di petak 149 RPH

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 40

Giring. Sekitar 2 km dibawah Gunung Bagus atau tepatnya di depan

Kemantren Giring, terdapat sungai yang konon kabarnya merupakan

tempat mandi bidadari (Nawangsih) yang menurut legenda

selendang Nawangsih diambil oleh Joko Tarup sehingga Nawangsih

tidak dapat kembali ke kahyangan dan kemudian diperistri oleh Joko

Tarup.

Kawasan gunung Bagus ini ramai dikunjungi oleh wisatawan pada

hari tertentu sebagai wisata ritual Jawa. Kawasan obyek wisata

gunung Bagus ini sebagian telah ditata oleh Dinas Pariwisata

Kabupaten Gunungkidul.

2.3 Sosial Budaya Masyarakat

Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta tersebar pada 3 (tiga)

kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo. Secara

umum, potret masyarakat sekitar hutan wilayah KPH Yogyakarta terkait dengan

kondisi demografi Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain : (a) kepadatan yang

tinggi, (b) mempunyai semangat hidup (struggle of life) yang tinggi; (c)

mobilitas tinggi; dan (d) mempunyai budaya yang tinggi.

2.3.1 Karakter Masyarakat Sekitar Hutan

Dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat Daerah Istimewa

Yogyakarta mempunyai karakteristik, diantaranya : (a) umumnya berorientasi

maju, kondisi ini tidak terlepas dari peranan Yogyakarta sebagai pusat

pendidikan; (b) pandangan hidup yang luhur dalam mewujudkan keseimbangan

hidup antara manusia, alam dan lingkungannya (living in harmony). Pandangan

hidup ini diilhami dari filosofi hidup ”Hammemayu Hayuning Bawono”. Dan

(c) tingkat sosial yang tinggi yang ditunjukkan dengan semangat

kegotongroyongan yang tinggi.

Dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat sekitar hutan

di wilayah Balai KPH Yogyakarta. Masyarakat memiliki keterkaitan dengan

hutan baik dalam pemungutan hasil hutan non kayu, pemanfaatan lahan dalam

bentuk pesanggem dan lainnya. Budaya masyarakat dalam kaitannya dengan

tanaman kehutanan diantaranya, masyarakat sangat menyukai tanaman jati.

Penggunaan kayu jati untuk bangunan rumah dan dan sarana prasarananya

menjadikan lambang strata kehidupan di masyarakat Yogyakarta.

Disisi lain masyarakat memiliki keterbatasan antara lain : (a) kehidupan

yang terkait dengan resources endownment (sumberdaya yang dikuasai),

umumnya masyarakat (petani sekitar hutan) mempunyai lahan yang terbatas

(marginal, sebagian besar merupakan batu bertanah), modal terbatas,

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 41

pendidikan yang relatif rendah, daya absorbsi teknologi lemah dan kemampuan

memanfaatakan pasar terbatas; (b) orientasi jangka pendek; dan (c) kemitraan

yang lemah.

Persoalan resources endownment ini berkaitan dengan isu kemiskinan.

Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat

diselesaikan apabila hanya ditinjau dari satu sektor saja. Balai KPH Yogyakarta,

mempunyai peranan penting dalam pengentasan kemiskinan baik dalam

membuka lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ketahanan

pangan melalui berbagai kegiatan kehutanan yang bersifat prosperity approach

seperti pesanggem dan berbagai pengembangan usaha tani kehutanan.

Tingkat kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Maret 2010

tercatat sebesar 16,83%. Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada

Maret 2010 sebesar Rp. 224 258,- per kapita per bulan. Jumlah penduduk

miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan,

pada Maret 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 577,30 ribu orang.

Jika dibandingkan dengan keadaan Maret 2009 yang jumlahnya mencapai 585,8

ribu orang, berarti jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 8,5 ribu orang

dalam setahun.

Tingkat kemiskinan, yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh

penduduk, di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2010 sebesar 16,83%.

Apabila dibandingkan dengan keadaan Maret Tahun 2009 yang besarnya

17,23% berarti ada sedikit gejala penurunan sebesar 0,40% selama setahun.

1. Kabupaten Gunungkidul

Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 berjumlah

sebanyak 759.040 jiwa terdiri 271.006 laki-laki dan 388.034 perempuan.

Rata-rata kepadatan penduduk 511 jiwa per km2, dengan persebaran

kepadatan tertinggi di Kecamatan Wonosari, sebagai ibukota kabupaten

yang mencapai 1.047 jiwa per km2 dan terendah di Kecamatan Panggang

284 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga sebanyak 155.629 rumah tangga

sehingga rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga sebesar 5 jiwa dan dengan

pertumbuhan penduduk 0,4%.

Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, yang berada pada usia angkatan

kerja mencapai 636.052 jiwa, terdiri angkatan kerja 382.774 jiwa dan

bukan angkatan kerja 253.278 jiwa. Jumlah angkatan kerja yang mencapai

382.774 jiwa meliputi 363.053 jiwa yang bekerja, sedang 19.721 jiwa

hingga kini masih pengangguran.

Kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul ini pada tahun 2010 tercatat

sebanyak 173.500 orang atau sebesar 25,96% dari penduduk Kabupaten

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 42

Gunungkidul. Dari jumlah ini sebanyak 9.636 orang (5,6%) bekerja di

hutan sebagai pesanggem. Nilai ini belum termasuk tenaga pabrik minyak

kayu putih, peserta HKm dan HTR serta kegiatan usaha tani lainnya. Jumlah

penduduk miskin Kabupaten Gunungkidul sebanyak 173.500 orang

tersebut sebesar 18% (atau 13.405 KK miskin) berada di sekitar hutan.

Oleh karena itulah pembangunan hutan yang berkesinambungan dan turut

menyertakan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaannya diharapkan

dapat membantu beban kerja pemerintah dalam upaya pemberantasan

kemiskinan di Indonesia.

Kemampuan pengentasan kemiskinan melalui pembangunan kehutanan

pada masing-masing BDH di wilayah KPH Yogyakarta memliki karakteristik

yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi wilayah dan pola

pengelolaannya. Gambaran pengentasan kemiskinan pada masing-masing

BDH di Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut :

a. BDH Karangmojo

Ada enam kecamatan yang berada di dalam wilayah BDH Karangmojo

yaitu Kecamatan Wonosari, Karangmojo, Semanu, Nglipar, Rongkop dan

Tepus. Desa atau kelurahan yang berdekatan atau berdampingan dengan

kawasan hutan negara di BDH Karangmojo tercatat sebanyak 24

desa/kelurahan.

Dari 24 kelurahan tersebut tercatat keluarga miskin sebanyak 7.995

keluarga miskin dan diantara keluarga miskin tersebut yang ikut

berperan aktif sebagai pesanggem (atau bekerja dalam kegiatan

kehutanan) sebanyak 2.722 KK atau sebanyak 34,05%. Gambaran

mengenai sebaran penduduk miskin di sekitar BDH Karangmojo yang

hidupnya tergantung pada hutan tersaji pada Tabel 2.8 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 43

Tabel 2.8 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Karangmojo

Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (pddk

miskin)% pddk

1 WONOSARI

a. Wunung 1.005,00 3.467,00 1.002,00 249,00 24,85 0,41 83,79 7,83 56,05 31,17 4,95 100,00 40,16 9,98

b. Candi 600,00 6.072,00 1.818,00 186,00 10,23 0,36 80,28 10,11 45,22 40,21 4,46 56,00 30,11 3,08

c. Mulo 694,00 4.355,00 1.308,00 163,00 12,46 0,42 79,89 13,13 40,11 38,20 8,56 36,00 22,09 2,75

d. Wareng 658,80 3.972,00 1.049,00 93,00 8,87 0,32 70,61 15,12 45,13 25,30 14,45 15,00 16,13 1,43

e. Karang Tengah 524,00 7.282,00 2.114,00 245,00 11,59 0,41 78,10 11,20 30,30 40,10 18,40 19,00 7,76 0,90

2 KARANGMOJO

a. Karangmojo 1.114,58 7.470,00 2.349,00 466,00 19,84 0,41 84,30 5,20 32,20 40,20 22,40 161,00 34,55 6,85

b. Beliharjo 2.200,94 15.770,00 3.899,00 748,00 19,18 0,42 85,20 5,60 45,40 42,60 16,40 432,00 57,75 11,08

c. Jatiayu 1.280,49 7.472,00 1.793,00 508,00 28,33 0,40 82,10 4,50 32,10 40,20 23,20 100,00 19,69 5,58

d. Ngawis 835,54 3.673,00 1.099,00 270,00 24,57 0,41 81,50 7,20 34,20 42,60 16,00 24,00 8,89 2,18

3 SEMANU

a. Pacarejo 3.074,31 15.973,00 4.808,00 851,00 17,70 0,42 79,60 10,22 50,20 35,00 4,58 100,00 11,75 2,08

b. Candirejo 2.203,85 8.837,00 1.985,00 367,00 18,49 0,37 81,20 9,35 45,20 40,20 5,25 289,00 78,75 14,56

c. Ngeposari 1.674,35 9.311,00 2.577,00 429,00 16,65 0,39 80,90 12,20 40,50 43,20 4,10 228,00 53,15 8,85

d. Semanu 1.646,30 15.790,00 3.530,00 586,00 16,60 0,40 81,20 11,40 40,20 42,60 5,80 80,00 13,65 2,27

4 NGLIPAR

a. Nglipar 1.332,80 4.456,00 1.051,00 239,00 22,74 0,38 76,00 9,22 49,90 35,02 5,86 129,00 53,97 12,27

b. Pengkol 883,80 5.376,00 1.519,00 319,00 21,00 0,42 77,00 10,25 46,10 41,20 2,45 50,00 15,67 3,29

c. Kedungpoh 1.080,00 5.644,00 1.468,00 265,00 18,05 0,35 79,20 10,21 42,60 40,12 7,07 75,00 28,30 5,11

d. Kedungkeris 1.061,80 4.898,00 1.157,00 225,00 19,45 0,40 80,20 11,50 42,31 42,60 3,59 277,00 123,11 23,94

e. Katongan 1.356,10 5.065,00 1.270,00 255,00 20,08 0,38 82,10 9,10 44,20 41,20 5,50 47,00 18,43 3,70

f. Natah 796,80 3.669,00 956,00 194,00 20,29 0,37 79,00 11,10 42,30 42,50 4,10 52,00 26,80 5,44

g. Pilangrejo 875,80 3.548,00 910,00 212,00 23,30 0,40 77,90 11,90 41,30 42,60 4,20 36,00 16,98 3,96

5 RONGKOP

a. Semugih 1.155,70 4.773,00 1.263,00 270,00 21,38 0,37 83,79 8,73 56,05 32,10 3,12 94,00 34,81 7,44

b. Karangwuni 1.102,60 4.218,00 905,00 235,00 25,97 0,40 80,28 9,56 45,22 39,50 5,72 115,00 48,94 12,71

6 TEPUS

a. Kemadang 1.928,50 6.405,00 1.642,00 289,00 17,60 0,41 80,00 11,50 45,40 40,10 3,00 112,00 38,75 6,82

b. Gayamrejo 1.334,90 5.691,00 1.467,00 331,00 22,56 0,39 82,00 11,40 41,98 42,60 4,02 95,00 28,70 6,48

Jumlah 30.420,96 163.187,00 42.939,00 7.995,00 18,62 0,39 80,26 9,90 42,67 39,21 8,22 2.722,00 34,05 6,34

Pertumb

Penduduk

(%)

Usia Angk

Kerja (%)

Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan

Ket

KK

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Luas (Ha)

Jml Penduduk

(Jiwa)KK

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 44

b. BDH Playen

Wilayah BDH Playen yang memiliki akses yang terbuka dan

berdampingan dengan wilayah kabupaten Bantul dan kecamatan Paliyan,

memberikan akses tidak hanya bagi masyarakat sekitar hutan di

Kecamatan Playen melainkan juga masyarakat di Kecamatan Paliyan

serta masyarakat di kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.

Cakupan wilayah BDH Playen yang cukup tersebar secara luas,

memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan

sebanyak 5.660 KK baik dalam pengelolaan hutan negara maupun dalam

pemungutan hasil daun kayu putih. Jumlah ini melebihi dari jumlah

penduduk miskin sekitar hutan BDH Playen yaitu hanya 2.595 KK. Hal

ini menunjukkan bahwa akses pengelolaan hutan ternyata tidak hanya

menampung bagi masyarakat miskin tetapi masyarakat yang tergolong

mampu pun juga ikut serta dalam kegiatan pengeloaan hutan.

Karakteristik ini sangat menarik, dan berkaitan dengan budaya

masyarakat bahwa proses pemberdayaan masyarakat kehutanan tidak

hanya bagi masyarakat yang tidak mampu.

Jumlah masyarakat dari kecamatan lain yang bekerja di wilayah hutan

BDH Playen 920 KK yang datang dari Kecamatan Paliyan sebanyak 327

KK dan dari Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul sebanyak 593 orang

(khususnya Desa Jatimulyo dan Dlingo). Peran kehutanan dalam

memberdayakan masyarakat di BDH Playen bagi masyarakat sekitar

hutan menopang sebesar 35,37% dari jumlah penduduk sekitar hutan

yang ada. Kondisi sebaran masyarakat dalam pengelolaan hutan di BDH

Playen disajikan pada Tabel 2.9 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 45

Tabel 2.9 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Playen

Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (pddk

miskin)% pddk

1 PLAYEN

a. Banyusoco 2.035,10 6.405,00 2.011,00 252,00 12,53 0,39 82,00 10,22 48,20 37,00 4,58 676,00 268,25 33,62

b. Bleberan 1.626,10 9.311,00 2.600,00 316,00 12,15 0,41 81,00 9,26 45,20 40,21 5,33 1.119,00 354,11 43,04

c. Getas 723,20 3.669,00 1.250,00 236,00 18,88 0,37 79,20 10,23 45,44 39,21 5,12 1.691,00 716,53 135,28

d. Playen 430,80 2.556,00 987,00 228,00 23,10 0,40 79,00 8,50 40,21 44,00 7,29 111,00 48,68 11,25

e. Gading 1.311,30 5.600,00 1.909,00 236,00 12,36 0,37 75,00 7,20 40,41 39,20 13,19 391,00 165,68 20,48

f. Banaran 751,10 3.255,00 1.521,00 279,00 18,34 0,39 76,00 8,50 42,30 40,10 9,10 378,00 135,48 24,85

g. Ngleri 986,40 3.552,00 1.449,00 148,00 10,21 0,40 78,00 9,90 40,00 41,60 8,50 374,00 252,70 25,81

2 PALIYAN

a. Karangduwet 1.744,00 7.043,00 1.761,00 360,00 20,45 0,41 78,00 12,00 45,20 39,00 3,80 327,00 90,83 18,57

3 DLINGO (Bantul)

a/ Dlingo 1.284,63 7.255,00 1.814,00 325,00 17,92 0,39 80,00 10,00 42,12 39,21 8,67 421,00 129,54 23,21

b. Jatimulyo 775,86 2.800,00 700,00 215,00 30,71 0,38 81,00 12,00 45,20 38,34 4,46 172,00 80,00 24,57

Jumlah 11.668,49 51.446,00 16.002,00 2.595,00 16,22 0,39 78,92 9,78 43,43 39,79 7,00 5.660,00 218,11 35,37

Pertumb

Penduduk

(%)

Usia Angk

Kerja (%)

Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan

Ket

KK

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Luas (Ha)

Jml Penduduk

(Jiwa)KK

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 46

c. BDH Paliyan

Wilayah BDH Paliyan juga memberikan akses pengentasan dan

pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang tidak kalah dengan BDH

Playen dan Karangmojo. Jumlah keluarga miskin yang berada di sekitar

hutan BDH Paliyan sebanyak 8.240 KK, sementara yang diberdayakan

dalam kegiatan pengelolaan hutan di BDH Paliyan sebanyak 662 KK

(44,55% dari KK miskin). Data sebaran penduduk miskin dan keluarga

miskin yang diberdayakan di BDH Paliyan disajikan pada Tabel 2.10.

d. BDH Panggang

Penduduk miskin sekitar hutan di wilayah BDH Panggang sebanyak 8

kelurahan dengan jumlah 1329 KK (atau sebesar 19,18% dari KK

miskin). Pengelolaan hutan di wilayah BDH Panggang mampu

memberdayakan sebesar 637 KK (47,93% dari KK miskin). Data sebaran

dan pemberdayaan KK miskin di BDH Panggang disajikan Tabel 2.11.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 47

Tabel 2.10 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan pada BDH Paliyan

Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (KK

miskin)% (KK)

1 PALIYAN

a. Karangduwet 1.744,00 7.043,00 1.761,00 360,00 20,45 0,41 78,00 12,00 45,20 39,00 3,80 214,00 59,44 12,15

b. Karangasem 1.268,00 7.914,00 1.979,00 347,00 17,54 0,40 80,00 11,20 45,20 40,10 3,50 211,00 60,81 10,66

c. Mulusan 779,00 5.348,00 1.337,00 127,00 9,50 0,39 80,20 10,59 44,28 39,21 5,92 45,00 35,43 3,37

d. Giring 1.014,00 3.131,00 783,00 126,00 16,10 0,40 79,20 9,20 42,00 44,00 4,80 55,00 43,65 7,03

e. Sodo 172,00 4.852,00 1.213,00 221,00 18,22 0,38 79,10 12,80 47,20 39,20 0,80 45,00 20,36 3,71

f. Pampang 371,00 2.680,00 670,00 164,00 24,48 0,39 77,20 12,21 42,30 40,20 5,29 67,00 40,85 10,00

g. Grogol 459,00 2.393,00 598,00 141,00 23,57 0,71 76,90 10,10 43,20 43,20 3,50 25,00 17,73 4,18

Jumlah 5.807,00 33.361,00 8.341,00 1.486,00 17,82 0,40 78,66 11,16 44,20 40,70 3,94 662,00 44,55 7,94

KK

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Luas (Ha)

Jml Penduduk

(Jiwa)KK

Pertumb

Penduduk

(%)

Usia Angk

Kerja (%)

Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan

Ket

Tabel 2.11 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan pada BDH Pangang

Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (KK

miskin)% (KK)

1 PANGGANG

a. Giriharjo 1.099,82 3.459,00 938,00 241,00 25,69 0,41 79,00 10,32 44,20 38,30 7,18 84,00 34,85 8,96

b. Giriwungu 1.128,08 2.434,00 573,00 160,00 27,92 0,40 78,00 12,10 42,40 41,20 4,30 70,00 43,75 12,22

c. Girimulyo 1.599,45 5.506,00 1.234,00 185,00 14,99 0,39 81,00 9,20 43,30 39,21 8,29 129,00 69,73 10,45

d. Girikarto 1.405,94 3.828,00 879,00 181,00 20,59 0,40 82,10 10,10 40,30 43,00 6,60 68,00 37,57 7,74

e. Girisekar 2.132,03 7.346,00 1.663,00 349,00 20,99 0,38 80,00 11,20 44,20 38,00 6,60 195,00 55,87 11,73

f. Girisuko 2.514,29 5.459,00 1.641,00 213,00 12,98 0,39 81,00 10,25 40,23 42,10 7,42 91,00 42,72 5,55

Jumlah 9.879,61 28.032,00 6.928,00 1.329,00 19,18 0,40 80,18 10,53 42,44 40,30 6,73 637,00 47,93 9,19

KK

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Luas (Ha)

Jml Penduduk

(Jiwa)KK

Pertumb

Penduduk

(%)

Usia Angk

Kerja (%)

Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan

Ket

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 48

2. Kabupaten Bantul

Luas hutan wilayah KPH Yogyakarta di Kabupaten Bantul 1,041.20 ha

terbagi dalam dua RPH yaitu RPH Dlingo dan RPH Mangunan, yang

kesemuanya termasuk dalam wilayah BDH Kulon Progo - Bantul. Kawasan

hutan ini merupakan hutan lindung dan berada pada wilayah Kecamatan

Dlingo.

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul sebanyak 945.594 jiwa dengan

penduduk kategori miskin 67.589 KK, dimana Kecamatan Dlingo

merupakan kantong kemiskinan kedua setelah Sedayu. Jumlah penduduk

miskin di Kecamatan Dlingo sebanyak 3.815 KK. Jumalh penduduk ini yang

telah diberdayakan dalam pengelolaan kehutanan oleh balai KPH

Yogyakarta sebanyak 334 KK.

Jumlah penduduk yang diberdayakan melalui pembangunan kehutanan

sebanyak 334 KK ini khususnya desa di sekitar Desa Jatimulyo, Temuwuh

dan Mangunan. Jumlah ini jika dibandingkan dengan penduduk miskin di

tiga desa terebut tercatat sebesar 49,9%, sebagaimana disajikan pada Tabel

2.12 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 49

Tabel 2.12 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Kulon Progo-

Bantul

Miskin (%) SD SLTP SLTA PT KK% (KK

miskin)% (KK)

KABUPATEN BANTUL

1 Dlingo

a. Jatimulyo 775.86 3,250.00 813.00 174.00 21.42 0.42 82.00 11.21 45.22 40.21 3.36 75.00 43.10 9.23

b. Temuwuh 915.90 3,345.00 836.00 175.00 20.93 0.39 81.00 12.10 44.21 41.20 2.49 44.00 25.14 5.26

c. Mangunan 952.35 3,520.00 880.00 330.00 37.50 0.39 79.00 8.22 43.30 40.34 8.14 215.00 65.15 24.23

Jumlah 2,644.11 10,115.00 2,529.00 679.00 0.27 0.40 80.67 10.51 44.24 40.58 4.66 334.00 49.19 13.21

KABUPATEN KULON PROGO

1 Kokap

a. Hargorejo 1,543.45 3,854.00 964.00 160.00 16.61 0.39 79.00 8.21 40.12 41.21 10.46 42.00 26.25 4.36

b. Hargomulyo 1,521.97 4,921.00 1,230.00 150.00 12.19 0.38 80.00 8.66 39.21 43.35 8.78 52.00 34.67 4.23

Jumlah 3,065.42 8,775.00 2,193.75 310.00 14.13 0.39 79.50 8.44 39.67 42.28 9.62 94.00 30.32 4.28

Pertumb

Penduduk

(%)

Usia Angk

Kerja (%)

Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan

Ket

KK

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Luas (Ha)

Jml Penduduk

(Jiwa)KK

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 50

3. Kabupaten Kulon Progo

Luas hutan wilayah KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo 855,50 ha

terbagi dalam dua RPH yaitu RPH Semo dan RPH Kokap, yang kesemuanya

termasuk dalam wilayah BDH Kulon Progo - Bantul. Kawasan hutan ini

merupakan hutan lindung seluas 254,90 ha dan dan hutan produksi seluas

600,60 ha. Kesemuanya termasuk dalam Kecamatan Kokap.

Jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo 459.231 Jiwa (129.789 KK),

dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 45.025 KK (37,5%). Sementara

jumlah penduduk miskin di Kecamatan Kokap sebanyak 7.078 KK, dan

keluarga miskin di Desa Hargomulyo dan Harorejo yang berbatasan dengan

kawasan hutan sebanyak 310 KK serta telah diberdayakan dalam

pembangunan kehutanan sebanyak 94 KK (30.32%), sebagaimana telah

disajikan pada Tabel 2.12.

2.3.2 Hubungan Masyarakat Dengan Hutan

Keberadaan masyarakat agraris yang hidup turun temurun berada di

sekitar kawasan hutan negara dan memiliki ketergantungan yang tinggi

terhadap sumberdaya alam yang ada membuat mau tidak mau mereka

memanfaatkan hutan dalam keseharian hidup mereka. Masyarakat sekitar

kawasan hutan memanfaatkan hutan negara untuk berbagai keperluan guna

mencukupi kebutuhan hidup mereka. Beberapa manfaat hutan bagi masyarakat

yaitu sebagai sumber rumput untuk pakan ternak dan kayu bakar sebagai bahan

pembuatan arang yang dijual di wilayah mereka. Sebagai bahan pembuatan

arang adalah tanaman kayu-kayuan berusia pendek seperti akasia, yang mereka

ambil dari kawasan hutan dan tanaman yang sakit. Rumput yang diambil dari

hutan dipergunakan sebagai pakan ternak (sapi) dan dipergunakan sebagai

sumber pendapatan masyarakat. Para petani juga memanfaatkan lahan hutan

untuk bercocok tanam, sebagian besar masyarakat di sekitar hutan

memanfaatkan lahan hutan negara sebagai lahan pertanian dengan sistem

tumpang sari atau agroforestry. Sistem tumpang sari banyak membantu para

petani untuk menambah pendapatan terutama bagi petani yang tidak memiliki

lahan atau petani yang lahan pertaniannya sempit. Pemanfaatan lahan hutan

untuk tumpang sari yang memadukan penanaman palawija/tanaman pangan

dengan tanaman keras secara bersama-sama juga bermanfaat untuk konservasi

tanah dan air di kawasan hutan. Masyarakat hutan telah memahami bagaimana

mengurangi erosi lahan hutan garapannya dengan melakukan pengolahan tanah

serta pembuatan teras sederhana.

Di samping itu adanya program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

(PHBM) oleh pemerintah ternyata mampu meningkatkan peran serta

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 51

masyarakat sekitar hutan untuk turut serta dalam pelestarian hutan dan dapat

memberikan banyak peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan dari

hasil pertaniannya sekaligus juga ikut menikmati hasil panen tanaman keras

dari hutan negara sesuai kesepakatan yang berlaku. Ada beberapa trik PHBM

yang diterapkan dalam pengelolaan kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta,

antara lain yaitu pengembangan agroforestry dan kegiatan PAM swakarsa. Dari

sedikit uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat dan hutan

memiliki hubungan yang saling erat terkait dan dapat saling memberi manfaat

bagi keduanya.

2.3.3 Kelembagaan Petani Hutan

Keberadaan hutan menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat

sekitar hutan. Masyarakat banyak merasakan manfaat hutan khususnya yang

berkaitan langsung dengan mata pencaharian mereka sebagai petani. Kesadaran

masyarakat untuk mengelola hutan bersama-sama menumbuhkan keinginan

untuk membentuk suatu kelompok, organisasi atau lembaga. Masyarakat

sekitar hutan di keempat kabupaten tersebut secara umum memiliki struktur

organisasi dan tujuan yang sama. Masyarakat sekitar hutan yang bekerja

sebagai petani sebagian besar telah tergabung dalam suatu organisasi/

Kelompok Tani Hutan (KTH). Kelompok-kelompok tani tersebut biasanya

terbentuk secara swadaya dan berfungsi menampung aspirasi anggotanya.

Tujuan utama dalam kelembagaan petani hutan secara umum adalah

meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Dari data hasil penelitian untuk kabupaten-kabupaten di Daerah

Istimewa Yogyakarta diketahui bahwa masyarakat sekitar hutan 74,38 %

menjadi anggota organisasi kelompok tani atau organisasi yang terkait langsung

dengan pekerjaan mereka sebagai petani, 20% mengikuti organisasi yang tidak

ada kaitannya dengan dengan mata pencaharian mereka dan 5,63% ikut serta

dalam organisasi lainnya. Manfaat yang diperoleh dari ikut sertanya para

petani: 56,67% menyatakan bahwa dengan ikutnya mereka dalam kelompok

tani dapat menambah penghasilan, 26,04% dapat menambah pengetahuan dan

17,29% merasakan berbagai manfaat lainnya. Keikutsertaan petani dalam suatu

kelembagaan dapat memberikan berbagai kemudahan dalam memperoleh

pupuk, bibit, obat dan pinjaman. Bentuk kemudahan penting lain yang dapat

diperoleh para petani yaitu kemudahan memperoleh izin yang sah untuk

menggarap lahan hutan negara sehingga selain dapat mendapat tambahan lahan

garapan untuk pertanian, petani juga dapat ikut merasakan bagi hasil panenan

tanaman keras milik negara sesuai ketentuan yang berlaku. Beberapa kendala,

hambatan dan kekurangan yang dialami oleh kelompok tani hutan adalah :

a. Belum berbadan hukum

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 52

b. Belum berfungsi optimal sebagai sebuah organisasi kelompok tani

c. Masih kurangnya pengetahuan tentang organisasi yang baik

d. Kelemahan dalam regenerasi penerus karena para pemudanya banyak

yang bekerja tidak sebagai petani/merantau.

Maka dari itu diperlukan berbagai bentuk bantuan kepada organisasi-

organisasi dalam kelembagaan masyarakat baik berupa pelatihan, insentif,

kemudahan akses ke pemerintah terutama mengajukan permohonan bantuan,

dan bentuk-bentuk bantuan lainnya yang dapat meningkatkan peran organisasi

petani menjadi lebih baik dan maksimal.

2.4 Ijin Pemanfaatan Kawasan

Ijin pemanfaatan kawasan di wilayah Balai KPH Yogyakarta diantaranya

sebagai berikut :

2.4.1 Hutan Kemasyarakatan (HKm)

Hutan Kemasyarakatan (HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta terdapat

sebanyak 42 unit IUP HKm yang tersebar pada 2 (dua) kabupaten yaitu 35 unit

di Kabupaten Gunungkidul dan 7 (tujuh) unit di Kabupaten Kulon Progo. Data

IUP HKm di Kabupaten Gunung Kidul selengkapnya disajikan pada Tabel 2.13,

dan Tabel 2.14 untuk IUP HKm di Kabupaten Kulon Progo.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 53

Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Gunungkidul

Kayu SemusimGarapa

n (Ha)

Petak

(Ha)

Petak

NomorRPH/BDH

A

1 Tani Manunggal Manggoran

II/Bleberan/Pl

ayen

Ngabdani/Ha

rtono/Radimi

n

84 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 40 103,5 86 Menggoran/

Playen

312/KPTS/2003 8-Dec-03 204/KPTS/2007 12-Dec-07

2 Sumber Wanajati IV Surulanang/Ka

rangduwet/Pali

yan

Wariyo/Suda

di/Kasidi

51 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 14 138,2 94 Kepek/Paliy

an

71/KPTS/2004 18-Jun-04 216/KPTS/2007 12-Dec-07

3 Sumber Wanajati IV Kepek/Banyus

oko/Playen

Poniyo/Sugin

a/Saena

49 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 12,65 138,2 94 Kepek/Paliy

an

67/KPTS/2004 16-Jun-04 224/KPTS/2007 12-Dec-07

4 Sedyo Rukun Gempol/Banyu

soko/Playen

Rosidi/Sugiya

ti/Ismintarti

37 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 17 74,2 95 Menggoran/

Playen

86/KPTS/2004 23-Jun-04 208/KPTS/2007 12-Dec-07

5 Wana Makmur Ngasem/Getas/

Playen

M.

Subandi/Suki

ran/Marto

Wiyadi

114 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 35 82 71 Wonolegi/Pl

ayyen

83/KPTS/2004 22-Jun-04 217/KPTS/2007 12-Dec-07

6 Wana Lestari I Ngasem/Getas/

Playen

Wariyo/Waki

di/Saridjo

160 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 39,4 63,1 73 Gubuk

Rubuh/

Playen

69/KPTS/2004 18-Jun-04 207/KPTS/2007 12-Dec-07

7 Wana Lestari II Gubug

Rubuh/Getas/P

layen

Irsad/Sunart

o

122 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 57,4 85,4 74 Gubuk

Rubuh/

Playen

70/KPTS/2004 19-Jun-04 206/KPTS/2007 12-Dec-07

8 Sedyo Lestari

KOPERASI/No.

02342/KDK.13.3/1/

V/1999

Karangasem

B/Karangasem

/Paliyan

Parjo

Suwito/Sardi

/Kamdi

124 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 29,2 39,8 135 Karangmojo

/Paliyan

92/KPTS/2004 1-Jul-04 228/KPTS/2007 12-Dec-07

9 Wonorejo Kepuhsari/Kat

ongan/Nglipar

Wardoyo 250 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 100 120,5 37 Nglipar/Kar

angmojo

74/KPTS/2004 19-Jun-06 230/KPTS/2007 12-Dec-07

10 Karya Hutan Kalialang/Kalit

ekuk/Semin

Supriyatno/

Muryanto/Su

prihatin

250 Hutan

Lindung

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 40 50 60 Candi/Karan

gmojo

309/KPTS/2003 4-Dec-03 214/KPTS/2007 12-Dec-07

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

NoKelompok Tani

Hutan

Alamat

Dusun/Desa/K

ec

Pengurus

K/S/B

Jml

Anggot

a

Fungsi

Kawasan

Jenis PohonTahun

Tanam

Luas/Lokasi dimohon

Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 54

Lanjutan Tabel 2.13

Kayu SemusimGarapa

n (Ha)

Petak

(Ha)

Petak

NomorRPH/BDH

A

11 Sedyo Makmur Jragum/Ngepos

ari/Semanu

Tambiyo/Ma

rdi

Suwarno/Sis

wo Utomo

115 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 115 163,9 161/16

2

Semanu/Kar

angmojo

73/KPTS/2004 19-Jun-04 214/KPTS/2007 12-Dec-07

12 Kusuma Tani Kepuhsari/Kat

ongan/Nglipar

Drs.

Suparman

250 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 80,9 80,9 51 Kenet/Kara

ngmojo

78/KPTS/2004 21-Jun-04 210/KPTS/2007 12-Dec-07

13 Sumber Rejeki Serpeng/Pacare

jo/Semanu

Sis

Subur/Sujiyo

no/Sutimin

155 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 43,5 113,8 156 Mulo/Paliya

n

294/KPTS/2003 7-Nov-03 235/KPTS/2007 12-Dec-07

14 Ngudi Makmur Ngampol/Pacar

ejo/Semanu

Sudarno/Wak

iman/Ngadipa

n

93 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 31 64,2 159 Mulo/Paliya

n

292/KPTS/2003 6-Nov-03 215/KPTS/2007 12-Dec-07

15 Maju Makmur Dengok/Pacare

jo/Semanu

Pujono 100 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 20 89 160 Mulo/Paliya

n

310/KPTS/2003 5-Dec-03 232/KPTS/2007 12-Dec-07

16 Sido Maju II Tahunan/Kara

ngduwet/Paliy

an

Ngadiman/Tu

kimin/Sukino

28 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 10 105,6 128 Karangmojo

/Paliyan

311/KPTS/2003 5-Dec-03 236/KPTS/2007 12-Dec-07

17 Sido Dadi II Tahunan/Kara

ngduwet/Paliy

an

Warijo/Sumi

di/Adi W

23 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 10 105,6 128 Karangmojo

/Paliyan

94/KPTS/2004 5-Jul-04 238/KPTS/2007 12-Dec-07

18 Ngudi Rejeki Tahunan/Kara

ngduwet/Paliy

an

Drs.

Sutopo/Pardi

man/Suhadi

69 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 26,7 105,6 128 Karangmojo

/Paliyan

308/KPTS/2003 4-Dec-03 221/KPTS/2007 12-Dec-07

19 Manunggal Tahunan/Kara

ngduwet/Paliy

an

Dulrachman/

Sumidjo/Pard

iyo

101 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 30 105,6 128 Karangmojo

/Paliyan

293/KPTS/2003 7-Nov-03 205/KPTS/2007 12-Dec-07

20 Sido Maju IV Setrol/Karangd

uwet/Paliyan

Harto

Sentono/Pai

min/Yuanto

38 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 10 105,6 128 Karangmojo

/Paliyan

307/KPTS/2003 18-Dec-03 212/KPTS/2007 12-Dec-07

21 Ngudi Sempurna Kemiri/Mulusa

n/Paliyan

Nurhuda/Kai

ran/Margiyo

53 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 15 102,2 142 Paliyan/Pali

yan

80/KPTS/2004 22-Jun-04 209/KPTS/2007 12-Dec-07

22 Handayani Paliyan

Lor/Karangdu

we/Paliyan

Adi

Sakijo/Suratn

o/Marsono

78 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 20 139,9 97 Menggoro/P

aliyan

313/KPTS/2003 8-Dec-03 229/KPTS/2007 12-Dec-07

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

NoKelompok Tani

Hutan

Alamat

Dusun/Desa/K

ec

Pengurus

K/S/B

Jml

Anggot

a

Fungsi

Kawasan

Jenis PohonTahun

Tanam

Luas/Lokasi dimohon

Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 55

Lanjutan Tabel 2.13

Kayu SemusimGarapa

n (Ha)

Petak

(Ha)

Petak

NomorRPH/BDH

A

23 Mintasari Surulanang/Ka

rangduwet/Pali

yan

Suminto/Poni

jan/Pursagi

90 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 30 74,2 95 Menggoro/P

aliyan

82/KPTS/2004 5-Jun-04 234/KPTS/2007 12-Dec-07

24 Sido Maju I Cangkring/Kar

angasem/Paliya

n

Mitro

Prawiro/Jazi

m/Sakiman

55 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 10 39,8 135 Karangmojo

/Paliyan

291/KPTS/2003 4-Nov-03 233/KPTS/2007 12-Dec-07

25 Sido Rukun Mulusan/Mulu

san/Paliyan

Wagito/Surat

no/Kastimin

53 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 25 102,2 142 Paliyan/Pali

yan

76/KPTS/2004 21-Jun-04 231/KPTS/2007 12-Dec-07

26 Sumber Wanajati II Surulanang/Ka

rangduwet/Pali

yan

Ngatimin/Wa

rno/Ngatijan

60 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 20 138,2 94 Kepek/Paliy

an

79/KPTS/2004 21-Jun-04 213/KPTS/2007 12-Dec-07

27 Sumber Wanajati III Kepek

II/Banyusoko/

Playen

Harjono/Tu

mini/Parso

30 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 15 138,2 94 Kepek/Paliy

an

81/KPTS/2004 22-Jun-04 222/KPTS/2007 12-Dec-07

28 Sido Mulyo IV Klepu/Banyuso

ko/Playen

Basuki/Waki

di/Jukiyo

87 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 26,8 60 112 Bibal/Pangg

ang

84/KPTS/2004 23-Jun-04 227/KPTS/2007 12-Dec-07

29 Margo Mulyo II Prahu/Giri

Mulyo/Panggan

g

Parmorejo/P

arjiman/Paijo

40 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 20 91,5 123 Blimbing/Pa

nggang

66/KPTS/2004 23-Jun-04 223/KPTS/2007 12-Dec-07

30 Sido Mulyo I Turunan/Giris

uko/Panggang

Yatno

Suwito/Harn

o/Doto

57 Hutan

Lindung

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 24,9 55,2 109 Bibal/Pangg

ang

75/KPTS/2004 19-Jun-04 211/KPTS/2007 12-Dec-07

31 Sido Mulyo III Turunan/Giris

uko/Panggang

Soatmo/Kusy

anto/Bagiyo

Sukoco

24 Hutan

Lindung

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 17,4 155,8 108 Bibal/Pangg

ang

77/KPTS/2004 21-Jun-04 225/KPTS/2007 12-Dec-07

32 Sido Mulyo IV Nogosari/Selop

amioro/Imogir

i/Bantul

Adi

Sumarto/Suy

anto/Darto

71 Hutan

Lindung

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 26,8 155,8 108 Bibal/Pangg

ang

85/KPTS/2004 23-Jun-04 237/KPTS/2007 12-Dec-07

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

NoKelompok Tani

Hutan

Alamat

Dusun/Desa/K

ec

Pengurus

K/S/B

Jml

Anggot

a

Fungsi

Kawasan

Jenis PohonTahun

Tanam

Luas/Lokasi dimohon

Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 56

Lanjutan Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Gunungkidul

Kayu SemusimGarapa

n (Ha)

Petak

(Ha)

Petak

NomorRPH/BDH

A

33 Ngudi Makmur Dempul/Girisu

ko/Panggang

Trisno

Wiharjo/Suta

rman/Wahadi

48 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 20 95 119 Panggang/Pa

nggang

70/KPTS/2004 18-Jun-04 226/KPTS/2007 12-Dec-07

34 Sido Raharjo Temuireng/Gir

isuko/Panggan

g

Adi

Marwoto/Dat

a/Musyanto

55 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 35 83,6 125 Blimbing/Pa

nggang

64/KPTS/2004 10-Jun-04 219/KPTS/2007 12-Dec-07

35 Sido Dadi Temuireng/Gir

isuko/Panggan

g

Darmo

Suparjo/Pary

ono/Musman

to

90 Hutan

Produksi

Jati Kacang

Tanah, Jagung

2000 20 93,3 119 Panggang/Pa

nggang

65/KPTS/2004 12-Jun-04 218/KPTS/2007 12-Dec-07

3104 1088 3460JUMLAH

KABUPATEN GUNUNGKIDUL

NoKelompok Tani

Hutan

Alamat

Dusun/Desa/K

ec

Pengurus

K/S/B

Jml

Anggot

a

Fungsi

Kawasan

Jenis PohonTahun

Tanam

Luas/Lokasi dimohon

Tanggal Ijin Sementara Tanggal Ijin TETAP

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 57

Tabel 2.14 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo

Kayu MPTSGarapan

(Ha)

Petak

(Ha)

Petak

NomorRPH/BDH

1 Sido Akur Clapar/

Hargowilis/

Kokap

Teguh 68 Hutan

Lindung

Jati,

Mahoni

Nangka,Cengk

eh,Melinjo

Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 20 - 29 Sermo/Kulon

Progo

450/2007 12-Dec-07 20/KPTS/2003

15-Peb-03

2 Menggarejo Soka/

Hargowilis/

Kokap

Tumiranto 60 Hutan

Lindung

Jati,

Mahoni

Nangka,Cengk

eh,Melinjo

Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 11.2 - 28 Sermo/Kulon

Progo

451/2007 12-Dec-07 21/KPTS/2003

15-Peb-03

3 Nuju Makmur Pandul/

Hargorejo/

Kokap

Harjosumarto/

Suyanto/Gito

Sumarno

121 Hutan

Produksi

Jati - Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 39.6 - 19 Kokap/Kulon

Progo

448/2007 12-Dec-07 22/KPTS/2003

15-Peb-03

4 Taruna Tani Selo Timur/

Hargorejo/

Kokap

Marto

Suwito/Kasidi

165 Hutan

Produksi

Jati - Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 43.4 - 17 Kokap/Kulon

Progo

449/2007 12-Dec-07 23/KPTS/2003

15-Peb-03

5 Rukun Makaryo Girinyono/

Sendangsari/

Pengasih

Mugi 102 Hutan

Lindung

Jati,

Mahoni

Nangka,Cengk

eh,Melinjo

Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 38.6 - 29/30 Sermo/Kulon

Progo

453/2007 12-Dec-07 24/KPTS/2003

15-Peb-03

6 Suko Makmur Girinyono/

Sendangsari/

Pengasih

Parijan 51 Hutan

Lindung

Jati,

Mahoni

Nangka,Cengk

eh,Melinjo

Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 15 - 29 Sermo/Kulon

Progo

453/2007 12-Dec-07 25/KPTS/2003

15-Peb-03

7 Mandiri Kalibiru/

Hargowilis/

Kokap

Parjan 106 Hutan

Lindung

Jati,

Mahoni

Nangka,Cengk

eh,Melinjo

Temulawak,

Jahe,Serai,R

umput

2000 29 - 28/29 Sermo/Kulon

Progo

452/2007 12-Dec-07 26/KPTS/2003

15-Peb-03

673 196.8

Luas/Lokasi dimohonTanggal Ijin

TETAP

JUMLAH

NoKelompok Tani

Hutan

Alamat

Dusun/Desa/

Kec

Pengurus

K/S/B

Jml

Anggot

a

Fungsi

Kawasan

Jenis PohonSemusim

EmponTanggal Ijin Sementara

Tahun

Tanam

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 58

2.4.1.1 Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

Hutan Tanaman Rakyat (HTR) telah dikembangkan di wilayah Balai

KPH Yogyakarta sejak tahun 2009. Setelah mendapat pencadangan areal hutan

tanaman rakyat pada tahun 2008, hutan produksi eks AB seluas 327,73 ha telah

ditetapkan Menteri Kehutanan melalui keputusan Nomor : SK. 118/Menhut-

II/2009 tanggal 20 Maret 2009 tentang Pencadangan Areal Untuk

Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas 327,73 ha di Kabupaten

Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. HTR di wilayah Balai KPH

Yogyakarta terdapat sebanyak 3 unit IUP HTR yang tersebar pada areal

pencadangan dimaksud, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15

Tabel 2.15 Hutan Tanaman Rakyat di wilayah Balai KPH Yogyakarta

No Blok Desa Kelompok Tani Jml Anggota (orang) Koperasi SK Luas (Ha)

Candirejo Jati Lestari 96 43.49

Pacarejo

Paguyupan

Among Tani

Pengelola

Hutan (Paman

Polah)

289 77.44

Jumlah 120.93

Jepitu HTR Jepitu 200 38.41

Balong AB Lestari 262 107.26

Purwodadi Kel. Tani 136 17.71

Jumlah 168.31

Wunung Mulu 224 43.97

Wunung 62.88

106.88Jumlah

Koperasi

Bima

Semanu

2Jepitu-Balong-

Purwodadi

Koperasi

Trimartan

i

HTR Wunung

Koperasi

HTR

Wunung

3

1Candirejo-

Pacarejo

2.4.1.2 Hutan Desa (HD)

Hutan Desa (HD) telah dikembangkan di wilayah Balai KPH

Yogyakarta sejak tahun 2012. Setelah mendapatkan Surat Direktur Jenderal

Planologi Kehutanan Nomor S.1267/VII-WP3H/2012 tanggal 9 November 2012

perihal Penyampaian Peta Areal Kerja Hutan Desa Kabupaten Gunungkidul. HD

di wilayah Balai KPH Yogyakarta seluas 627 Ha di kecamatan Saptosari,

Kabupaten Gunungkidul terdapat di 6 Desa yang tersebar pada areal

pencadangan dimaksud, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 59

Tabel 2.16 Hutan Desa di wilayah Balai KPH Yogyakarta

No Blok Desa Kecamatan Kabupaten SK Luas (Ha)

Kanigoro Saptosari Gunungkidul 527/Menhut-II/2013 434

Jumlah 434

Krambilsawit Saptosari Gunungkidul 528/Menhut-II/2013 45

Jumlah 45

Jetis Saptosari Gunungkidul 529/Menhut-II/2013 9

Jumlah 9

Monggol Saptosari Gunungkidul 530/Menhut-II/2013 39

Jumlah 39

Planjan Saptosari Gunungkidul 531/Menhut-II/2013 62

Jumlah 62

Kepek Saptosari Gunungkidul 532/Menhut-II/2013 38

Jumlah 38

627

Temanggung -

Karang

Jumlah

2Banjaran -

Sawah

3

1Gondel Kulon -

Gumuk

Trengguli -

Wareng

4Namberan -

Gebang

5 Pake - Ngepung

6

2.4.2 Pemanfaatan Kawasan

Pemanfaatan kawasan wilayah kelola Balai KPH Yogyakarta selain untuk

hutan produksi diakomodir dalam Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) yang

meliputi Hutan Pendidikan Wanagama I, Hutan Penelitian Playen, dan kawasan

kerjasama enam perguruan tinggi.

Di samping pemanfaatan kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK)

di atas, di beberapa petak kawasan hutan KPH Yogyakarta dimanfaatkan untuk

pemakaman masyarakat khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di

sekitar kawasan hutan. Sampai saat ini pihak Balai KPH Yogyakarta masih

melakukan inventarisasi dan pendataan sebaran lokasi dan luas makam yang

terdapat di petak-petak kawasan hutan KPH Yogyakarta.

a. Hutan Pendidikan Wanagama

Kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian Wanagama I yang dikelola

Fakultas Kehutanan UGM, berada di BDH Playen berdasarkan Kepmen

No 757/Kpts-II/89 yang awalnya hanya meliputi petak 5. Namun

kemudian Wanagama I diperluas sehingga meliputi petak 5, 6, 7, 13, 14,

16, 17, dan 18 dengan total luas 599,9 ha. Semula hutan ini direncanakan

untuk dikembangkan menjadi model penghutanan kembali lahan kritis,

akan tetapi kemudian berkembang menjadi berbagai kegiatan program

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 60

penelitian disamping mengemban tugas sebagai kawasan hutan

pendidikan. Sejak awal pembangunannya kawasan hutan ini seperti

halnya kawasan hutan lain di daerah Gunungkidul termasuk kategori

daerah kritis. Sebab-sebab terjadinya lahan kritis dikarenakan tidak saja

kondisi fisik yang kritis, tetapi kondisi sosial ekonomis juga yang kritis.

Oleh karena itu pemecahan masalah juga harus dilakukan lewat dua

pendekatan, yaitu lewat teknik silvikultur dan sosial ekonomis, sekaligus

untuk dapat memenuhi misi Wanagama I semula: menemukan Pola

Hutan Serba Guna maupun Pola Pembangunan Daerah Kritis.

b. Hutan Penelitian

Hutan penelitian ini merupakan hutan yang dikelola oleh pihak Badan

Litbang Departemen Kehutanan. Penetapan kawasan hutan tersebut

sebagai Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) baru dilaksanakan untuk

wilayah BDH Playen pada petak 93 seluas 103 ha berdasarkan

Kepmenhut No. 395/Menhut-II/04. sedangkan untuk RPH Kaliurang

belum dilakukan penunjukan ataupun penetapan sebagai HDTK. Hasil

penelitian yang pernah dilakukan tidak banyak diperoleh. Keberhasilan

pelaksanaan penelitian lebih menonjol pada hutan tanaman yang

ditinggalkan. Pengelolaan terhadap kawasan hutan tersebut selanjutnya

bersifat alami tanpa perlakuan sehingga makna hutan sebagai hutan

penelitian menjadi kurang tajam.

c. Kerjasama Enam Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Hutan

Kawasan hutan Petak 84 seluas 122,3 ha, Resort Pengelolaan Hutan

(RPH) Menggoran, Bagian Pemangkuan Hutan (BDH) Playen digunakan

sebagai pengembangan pengelolaan hutan lestari oleh enam perguruan

tinggi tersebut, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri

Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Atmajaya

Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas

Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta.

Gagasan ini menjadi perhatian Gubernur DIY dan Departeman

Kehutanan, untuk dapat mengalokasikan lahan yang dapat

dikembangkan guna tujuan tersebut dengan tetap berlandaskan pada

konsep pembangunan dan prinsip-prinsip pengelolaan hutan. Disamping

memberikan solusi untuk menjawab harapan perguruan tinggi tersebut,

pengembangan model pengelolaan hutan ini diharapkan juga dapat

memadukan keunggulan-keunggulan dari perguruan tinggi yang berbasis

ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam satu kesatuan sistem

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 61

pengelolaan hutan. Oleh karena itu pengembangan pengelolaan hutan

ini ditujukan untuk :

1) Membangun model pengelolaan hutan; Keenam perguruan tinggi ini

berdasarkan areal yang telah ditetapkan diharapkan dapat

membangun model-model silvikultur melalui penerapan iptek

berdasarkan kondisi dan karakteristik wilayah, agar dapat

menghasilkan hutan yang berkualitas, produktivitas tinggi dan

lestari.

2) Model yang dikembangkan dapat dijadikan pendidikan dan

pelatihan/pembelajaran (teaching forest), penelitian, pengkajian dan

acuan bagi para mahasiswa, masyarakat dan pihak terkait; Sekaligus

sebagai implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi

3) Model yang dikembangkan dapat dijadikan acuan baik kebijakan

pengelolaan dan percepatan pembangunan hutan baik hutan rakyat

maupun hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta dan kebijakan

nasional (Departemen Kehutanan).

Dasar pengembangan model pengelolaan hutan terpadu yang dibangun sebagai

Kerjasama antara Pemerintah DIY dengan enam Perguruan Tinggi di Yogyakarta

adalah :

1. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah DIY dengan Enam

Perguruan Tinggi yang ditandatangani pada tanggal 15 Desember

2007;

2. Kesepakatan Bersama butir 1., telah ditindaklanjuti dengan

“Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah DIY dengan Enam

Perguruan Tinggi yang ditandatangani pada tanggal 11 November

2008.

2.5 Posisi KPH dalam Perpektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan

Daerah

Posisi Balai KPH Yogyakarta dalam prespektif tata ruang dan

pembangunan daerah memiliki aspek penting, setidaknya dari aspek wilayah

dan peranan KPH dalam pembangunan daerah, yang dapat dijabarkan sebagai

berikut :

2.5.1 Aspek Ruang dan Wilayah

Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha yang tersebar

di 3 (tiga) kabupaten yaitu kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo.

Posisi kawasan hutan pada Balai KPH Yogyakarta dalam kaitannya dengan Tata

Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara prinsip diakui dan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 62

dihormati keberadaannya. Posisi kawasan hutan di Daerah Istimewa

Yogyakarta ini tampak jelas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten

Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo.

Wilayah hutan produksi secara umum masuk dalam Kawasan Budidaya

dan Hutan Lindung. Beberapa hal yang memerlukan keterpaduan pembangunan

antara Kawasan Hutan dan Tata Ruang ini, diantaranya di wilayah Kawasan

Selatan kabupaten Gunungkidul, khususnya hutan produksi AB dalam Tata

Ruang Wilayah Provinsi. Penggunaannya dialokasikan sebagai Kawasan Karst.

Untuk itu, pengembangan konservasi Karst dan konservasi alam (hutan) perlu

dipadukan termasuk pemanfaatannya sehingga kawasan hutan ini tetap utuh

dan dapat mendukung pembangukan konservasi kasrt sebagaimana

dimaksudkan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam tata ruang

wilayah telah dibangun arahan penggunaan lahan untuk hutan negara dan

pengembangan hutan rakyat sebagaimana disajikan pada Tabel 2.16; Gambar

2.7; dan Gambar 2.8 sebagai berikut

Tabel 2.16 Arahan Fungsi dan Pengembangan Kehutanan di Provinsi DIY

Bantul G. Kidul Kota Yk. K. Progo Sleman

1 Hutan 1.146,56 13.346,80 1.120,38 1.439,78

2 Hutan AB 991,45

3 Kawasan Lindung 3.010,54 18.261,29 11.580,95 928,56

4 Sempadan Sungai 1.997,20 1.799,70 1.802,40 1.306,94

5 Rekomendasi Hutan 3.127,16 21.326,11 11.411,13 2.586,06

6 Kawasan Penyangga 6.946,21 31.275,57 3.381,14 6.694,63 26.877,92

7Kawasan Budidaya

Tanaman Tahunan6.422,20 17.102,01 6.141,87 1.381,27

8

Kawasaan Budidaya

Tanaman Semusim dan

Permukiman

29.396,82 43.116,74 9,9 19.605,07 23.045,63

52.046,69 147.219,68 3.391,04 58.356,43 57.566,16Luas Total

No. KeteranganKabupaten

Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2012

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 63

Gambar 2.7 Peta Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 64

Gambar 2.8 Peta Kawasan Hutan, Kawasan Hutan AB, Kawasan Lindung, Kawasan Berfungsi Hutan, Dan Arahan Fungsi

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2014-2023 Hal II - 65

2.5.2 Aspek Pembangunan Daerah

Dalam pembangnan daerah, peranan Balai KPH Yogyakarta cukup besar

dalam mendukung tercapainya target pembangunan baik yang ditetapkan

dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) khususnya dalam pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja

dan pengurangan pengangguran, serta memberikan konstribusi dalam

pendapatan daerah.

2.5.2.1 Posisi Kelembagaan KPH

Dalam kaitannya dengan posisi dan kaitannya dengan pembangunan

daerah, posisi kelembagaan KPH juga mempengaruhi terhadap akses dan

kemandirian KPH dalam pengelolaan hutan yang dikelola. Kelembagaan KPH

Yogyakarta saat ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah nomor 36 tahun 2008,

dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Provinsi DIY. Kondisi ini membutuhkan percermatan khusus dalam

tata hubungan kerja antara Balai KPH Yogyakarta, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan DIY dengan unit kerja lainnya baik kehutanan maupun non

kehutanan yang terkait.

Prinsip pokok dalam tata hubungan kerja ini akan menempatkan Balai

KPH Yogyakarta sebagai fungsi manajemen unit pengelolaan hutan dan fungsi

kondinasi, sinkronisasi dan integrasi dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan

Perkebunan DIY. Sejalan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 61

tahun 2010 tentang kelembagaan KPH, maka kelembagaan KPH ini perlu

disempurnakan dan dimantapkan baik dalam tugas, fungsi dan kedudukannya

dalam organisasi daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Diselenggarakan Dephut/Dinas Prov/Kab/Kota

PENGURUSAN HUTAN

1. Perencanaan kehutanan

2. Pengelolaan 3. LITBANG, Diklat,

Penyuluhan 4. Pengawasan 1. Tata hutan & RP KPH

2. Pemanfaatan Hutan 3. Penggunaan Kawasan Hutan 4. Rehabilitasi 5. Perlindungan & Konservasi

DISELENGGARAKAN OLEH KPH

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2013-2022 Hal II - 65

Gambar 2.9 Penyelenggaraan Pengurusan Dinas dan Pengelolaan Hutan KPH

2.5.2.2 Kontribusi Pendapatan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah

Daerah Istimewa Yogyakarta dari Balai KPH Yogyakarta diperoleh dari berbagai

produksi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan kayu maih

relatif kecil karena umumnya tegakan kayu jati dan rimba masih tergolong usia

muda dan hasil terbesar diperolah dari hasil hutan non kayu seperti Minyak

Kayu Putih dan Getah Pinus.

1. Kayu Bulat

Pendapatan dari hasil hutan kayu bulat setiap tahunnya belum cukup

konsisten, karena tebangan kayu yang dilakukan dikategorikan sebagai

tebangan tak tersangka. Tebangan tak tersangka ini merupakan tebangan

yang tidak direncanakan sebelumnya, dapat berupa areal yang memerlukan

pembukaan lahan akibat kegiatan pembangunan lainnya (sarana

prasarana), hasil dari tangkapan pencurian, kebakaran dan bencana. Hasil

penjualan kayu hasil pelelangan disetor kepada Pemerintah Daerah Daerah

Istimewa Yogyakarta melalui pendapatan lain-lain (karena sifatnya yang

tidak bisa diprediksi) dan untuk PSDH disetor kepada Rekening Menteri

Kehutanan. Produksi kayu bulat dan besarnya PSDH di wilayah Balai KPH

Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.17 berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 66

Tabel 2.17 Produksi Hasil Hutan Kayu dan PSDH Balai KPH Yogyakarta

(s.d. November 2011)

Jati Rimba Jati Rimba Jumlah Jati Rimba Jumlah

1 1988 10,04 12,53 12.048.000 2.316.797 14.364.797 1.720.454 330.839 2.051.293

2 1989 7,8 13,65 9.360.000 2.523.885 11.883.885 1.336.608 360.411 1.697.019

3 1990 18,76 800,38 22.512.000 147.990.262 170.502.262 3.214.714 21.133.009 24.347.723

4 1991 152,36 608,45 182.832.000 112.502.405 295.334.405 26.108.410 16.065.343 42.173.753

5 1992 72 464,38 86.400.000 85.863.862 172.263.862 12.337.920 12.261.359 24.599.279

6 1993 25,71 301,16 30.852.000 55.684.484 86.536.484 4.405.666 7.951.744 12.357.410

7 1994 14,6 253,8 17.520.000 46.927.620 64.447.620 2.501.856 6.701.264 9.203.120

8 1995 55,13 775,31 66.156.000 143.354.819 209.510.819 9.447.077 20.471.068 29.918.145

9 1996 124,47 865,13 149.364.000 159.962.537 309.326.537 21.329.179 22.842.650 44.171.829

10 1997 62,53 128,56 75.036.000 23.770.744 98.806.744 10.715.141 3.394.462 14.109.603

11 1998 14,58 52,58 17.496.000 9.722.042 27.218.042 2.498.429 1.388.308 3.886.736

12 1999 71,79 96,73 86.148.000 17.885.377 104.033.377 12.301.934 2.554.032 14.855.966

13 2000 14,21 61,47 17.052.000 11.365.803 28.417.803 2.435.026 1.623.037 4.058.062

14 2001 53,16 93,92 63.792.000 17.365.808 81.157.808 9.109.498 2.479.837 11.589.335

15 2002 0 95,95 0 17.741.155 17.741.155 0 2.533.437 2.533.437

16 2003 31,38 66,1 37.656.000 12.221.890 49.877.890 5.377.277 1.745.286 7.122.563

17 2004 0 54,495 0 20.501.157 20.501.157 0 2.927.565 2.927.565

18 2005 0 54,89 0 15.549.639 15.549.639 0 2.220.488 2.220.488

19 2006 2,135 17,17 2.737.400 3.782.890 6.520.267 390.897 540.197 931.094

20 2007 1,229 5,1 920.970 2.226.828 3.147.798 131.515 317.991 449.506

21 2008 3,661 57,067 2.242.900 25.251.298 27.494.219 320.289 3.605.885 3.926.174

22 2009 58,552 9,002 8.880.200 1.491.742 10.371.942 1.268.093 213.021 1.481.113

23 2010 22,391 174,67 25.595.250 25.323.440 50.918.686 3.665.001 3.616.187 7.271.188

24 2011 0,852 18,41 675.800 3.404.648 4.080.476 96.508 486.184 582.692

PSDH

(Rp)No Tahun

Volume Kayu

Bulat (m3)

Pendapatan

(Rp)

Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2012

2. Minyak kayu putih

Hasil produksi minyak kayu putih dari Balai KPH Yogyakarta secara nyata

telah memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) melalui

Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan bagi Pemerintah Daerah Daerah

Istimewa Yogyakarta melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi

PSDH dan PAD ini tiap tahun terus meningkat sejalan dengan peningkatan

produksi dan harga pasar minyak kayu putih yang disajikan lebih rinci pada

Tabel 2.18 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 67

Tabel 2.18 Produksi, PAD, dan PSDH dari Minyak Kayu Putih di Balai KPH

Yogyakarta

TAHUNBAHAN BAKU

(ton)

Produksi Minyak

Kayu Putih (liter)PAD (Rp) PSDH (Rp)

2004 4,100.23 40,951.00 3,514,278,950 22,534,000

2005 4,157.51 40,721.00 3,530,277,500 13,249,000

2006 4,107.45 40,378.00 3,544,265,000 14,751,000

2007 4,199.81 52,424.00 4,572,355,050 17,912,840

2008 4,189.00 40,881.00 3,686,046,000 32,798,000

2009 4,300.00 41,083.00 4,050,406,200 35,600,000

2010 4,800.00 43,352.00 5.028.309.00 40,000,000

2011 4,950.00 40,300.00 5,797,110,000 52,173,990

2012 5,015.00 46,321.00 7,581,090,000 16,549,500

2013 4,744.00 44,669.00 7,330,657,000 15,654,441 Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2013

3. Pinus

Pada tahun 2011 mulai diproduksi getah Pinus di RPH Dlingo dan RPH

Mangunan. Kontribusi pendapatan daerah dari getah pinus sebagaimana

disajikan pada Tabel 2.19 sebagai berikut.

Tabel 2.19 Pendapatan dan PSDH dari Getah Pinus

Produksi Hasil PSDH

(kg) (Rp) (Rp)

1 2010 - - - -

2 2011 83,300.50 107,987,150 1,198,000 -

3 2012 117,064.30 236,328,000 1,589,000 -

4 2013 77,551.50 155,782,000 1,123,900 -

No. Tahun Keterangan

Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2013

2.5.3 Pembukaan Lapangan Kerja dan Usaha serta Kontribusi Masyarakat

Pembukaan lapangan kerja dan berusaha serta upaya peningkatan

pendapatan masyarakat sekitar hutan khususnya bagi masyarakat yang

dikelompokkan miskin telah dilakukan sejak lama melalui berbagai kegiatan

tumpangsari, pemungutan daun kayu putih, penyadapan getah pinus dan

pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kehutanan lainnya.

1. Tumpangsari (agroforestry)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 68

Pola pengelolaan dengan tumpangsari merupakan salah satu wujud

pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilakukan untuk

memberikan ruang kepada msayarakat sekitar hutan untuk melakukan

usaha tani guna memenuhi kebutuhan akan pangan. Pola tumpangsari

ini juga sangat mendukung Program Ketahanan yang dicanangkan

Pemerintah.

Jumlah masyarakat yang melakukan tumpangsari ini pada tahun 2011

tercatat sebanyak 9.849 pesanggem, dengan luas garapan masing-masing

pesanggem antara 0,2 ha hingga 0,5 ha. Hasil tumpangsari diperuntukan

bagi masyarakat pesanggem, masyarakat pesanggem diwajibkan ikut

berperan serta dalam pembangunan kehutanan dan menjaga keutuhan

dan keamanan hutan.

Pada kawasan hutan Jati dan rimba, pelaksanaan tumpangsari hanya

terbatas 2 (dua) tahun karena lahan hutan akan tertutup dengan tajuk

tanaman sehingga akan mengganggu usaha pertanian yang

dikembangkan pesanggem. Kegiatan masyarakat sekitar hutan

digantikan dengan pemberdayaan lainnya dengan tanaman yang tahan

naungan seperti budidaya nenas, budidaya rotan, budidaya porang,

pengembangan lebah madu yang dapat memberikan lapangan usaha bagi

mereka. Sementara itu, usaha pertanian dalam bentuk pesanggem pada

kawasan hutan kayu putih dapat dilakukan sepanjang masa karena ruang

tumbuh cukup terbuka. Jumlah dan sebaran pesanggem pada setiap BDH

di wilayah Balai KPH Yogyakarta (terlampir).

2. Pemungutan Daun Kayu Putih

Pada kawasan hutan kayu putih, para pesanggem selain dapat

melakukan kegiatan usaha tani pada lahan hutan yang ditetapkan juga

dapat melakukan kegiatan pemungutan daun kayu putih setiap harinya

dengan sistem pengupahan secara tonase, yaitu Rp. 60.000,-/ ton. Jumlah

pesanggem tersebut pada 15 RPH dengan jumlah 9.981 orang. Dari

pemungutan daun kayu putih rata-rata setiap pesanggem sebesar Rp.

500.000,-/pesanggem/pungutan.

3. Penyadapan Getah Pinus

Jumlah petani hutan penyadap getah pinus sebanyak 87 orang.

Pendapatan petani penyadap getah Pinus berkisar antara Rp. 600.000,-

hingga 1.250.000,-/orang/bulan, atau rata-rata Rp. 1.125.000,-/org/bln,

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 69

sebagaimana disajikan pada Tabel 2.20 sebagai berikut.

Tabel 2.20 Pemberdayaan Masyarakat melalui Penyadapan Getah Pinus

No. DesaTenaga Kerja

(penyadapan)

Hasil Rata-

Rata

(kg/org/bln)

Harga

Satuan/kg

(Rp)

Tambahan

Pendapatan

(Rp/org/bln)

Keterangan

1 Terong 4 300 2.000 600.000

2 Sudimoro I 15 500 2.000 1.000.000

3 Sudimoro II 30 625 2.000 1.250.000

4 Sudimoro

III 38 600 2.000 1.200.000

87 506,25 2.000 1.125.000Jumlah/Rata-

rata

4. Pemungutan Kemiri

Kemiri (Aleuritus mollucana) adalah tumbuhan yang bijinya

dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah rempah. Tumbuhan

ini masih sekerabat dengan singkong dan termasuk suku euphorbiaceae.

euphorbiaceae. Dalam kawasan Hutan Negara di Daerah Istimewa

Yogyakarta khususnya yang berada di Resort Pengelolaan Hutan

Mangunan dan Dlingo ada potensi pohon kemiri seluas 25 hektar dengan

potensi tanaman sebanyak 7.500 pohon atau kepadatan 500 pohon/ha

yang ditanam pada tahun 2000 sampai 2003. Kemiri ini dikelola oleh

Kelompok Tani Krido tani dengan jumlah anggota 30 orang dan

kelompok tani Ngudi Makmur dengan jumlah anggota sebanyak 20

orang.

Tanaman ini sudah menghasilkan biji kemiri dengan hasil rata-rata 2

kg/pohon/tahun sehingga bila dijumlah secara keseluruhan akan

didapatkan hasil 1.5 ton dari perhitungan di atas. Posisi harga kemiri di

pasaran lokal saat ini Rp. 300,-/kg, sehingga kelompok tani tersebut

setiap tahun mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp.

4.500.000,-.

2.6 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan

Balai KPH Yogyakarta yang telah dibentuk berdasarkan Perda 36 Tahun

2008, secara operasional melaksanakan tugas pada tahun 2009. Kegiatan yang

telah dilaksanakan pada tiga tahun ini lebih terfokus pada pembenahan

penyempurnaan kegiatan KPH agar sesuai dengan amanah PP 6 tahun 2007 dan

melanjutkan kegiatan yang dulu dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Provinsi DIY. Kegiatan tersebut diantaranya sebagai berikut :

2.6.1 Tata Hutan dan Perencanaan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 70

Kegiatan tata hutan dan perencanaan yang dilaksanakan balai KPH

Yogyakarta, meliputi :

1. Perencanaan

Perencanaan yang telah disusun meliputi perencanaan teknis tahunan

dan rencana jangka panjang KPH Yogyakarta. Rencana teknis tahunan

disusun N-1. Rencana Teknis Tahunan (RTT) yang disusun meliputi : (a)

RTT Pungutan Daun Kayu Putih; (b) RTT Jalan Hutan; (c) RTT Tanam dan

Pemeliharaan; dan (d) Rencana Tebangan.

RTT Pungutan daun Kayu Putih ini disusun untuk mendukung

ketersediaan bahan baku pabrik kayu putih, sehingga aspek kelestarian

baik hutan dan produksinya dapat terpenuhi dengan baik. RTT Jalan

Hutan disusun untuk mendukung angkutan produksi daun kayu putih

dari lokasi ke pabrik minyak kayu putih. Jalan-jalan yang rusak

direncanakan untuk direhabilitasi agar angkutan daun kayu putih tidak

terhambat. Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta

disusun pada tahun 2012 ini untuk memberikan arah dan pedoman

pembangunan KPH Yogyakarta sebagaimana diamanatkan dalam

Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang

Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada

Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Dan Kesatuan Pengelolaan

Hutan Produksi (KPHP).

2. Inventarisasi dan taksasi tegakan

Inventarisasi hutan secara menyeluruh belum dilaksanakan, kegiatan

inventarisasi yang dilaksanakan terutama berkait dengan kemampuan

kawasan hutan kayu putih dalam mendukung bahan baku pabrik minyak

kayu putih yang dinamakan taksasi daun kayu putih.

Dalam pelaksanaannya, para Mantri (RPH) dan Mandor berkewajiban

menyusun Kendali Petak yang berisikan potensi tanaman yang ada

dalam setiap petak baik luas, jumlah tanaman dan volumenya. Dengan

demikian, secara tidak langsung inventarisasi potensi kawasan hutan di

KPH Yogyakarta telah dilaksanakan, sekalipun dalam keterbatasan.

Disamping itu, inventarisasi tanaman juga dilakukan pada areal yang

terkena pembukaan lahan untuk kegiatan pembangunan seperti

peruntukan uji coba Jati Unggul Nusantara (JUN) seluas 30 ha dan juga

pembangunan sarana prasarana seluas 0,6 ha.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 71

3. Penataan

Dalam penataan KPH Yogyakarta khususnya hutan AB, karena selama ini

belum masuk dalam pengelolaan BDH dan RPH maka pada tahun 2009

dilakukan inventarisasi wilayah hutan AB dan dimasukkan dalam

pengelolaan BDH dan RPH melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan

dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010.

4. Pemetaan

Kegiatan pemetaan sekalipun dalam bentuk terbatas telah pada Balai

KPH Yogyakarta, diantaranya : (a) peta wilayah Balai KPH Yogyakarta

yang terbagi atas 5 BDH dan 26 RPH; (b) Peta Sebaran dan Jenis

Tanaman wilayah Kelola KPH; (c) Penyusunan Peta Sebaran Pesanggem;

(d) Penyusunan Peta Tanah Kosong pada Kawasan Hutan Kayu Putih;

dan (e) Peta Penjadwalan Pungutan Daun Kayu Putih dan (f) Peta

Rencana Tanam dan Pemeliharaan.

2.6.2 Rehabilitasi Hutan

Rehabilitasi hutan pada tahun 2009 dan 2010 dilakukan untuk

pananaman kawasan yang rusak akibat pencurian atau gangguan hutan baik

untuk jenis Jati dan Kayu Putih. Pada tahun 2009 dilakukan penanaman untuk

Jati seluas 20 ha dan kayu putih seluas 15 ha, tahun 2010 ditanam jenis jati 70

Ha dan kayu putih 50 ha. Pada tahun 2011, dengan adanya peningkatan

kapasitas pabrik kayu putih yang dibangun pada tahun 2009, tuntutan bahan

baku meningkat maka dilakukan intensifikasi tanaman kayu putih seluas 300

ha.

2.6.3 Pemanfaatan

Sebagaimana telah dijelaskan, pemanfaatan yang telah dilakukan secara

rutin yaitu pemungutan daun kayu putih dan pengolahan minyak kayu putih

serta penyadapan getah pinus. Pemanfaatan lainnya yaitu :

a. Penyiapan lahan untuk ujicoba pengembangan Jati Unggul

Nusantara seluas 30 ha. Pembukaan hutan pada lahan tersebut

menghasilkan kayu pertukangan 180 m3.

b. Pembukaan kawasan untuk sarana prasarana Tahura seluas 0,6

ha.

2.6.4 Perlindungan Hutan

Perlindungan hutan khususnya operasional pengamanan hutan

dilakukan terus menerus, berkala dengan melibatkan masyarakat serta

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 72

instansi terkait.

2.6.5 Sarana dan Prasarana

Pembangunan sarana prasarana yang telah dibangun sejak dibentuknya

Balai KPH Yogyakarta yaitu :

a. Pembangunan Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole

b. Rehabilitasi Kantor BDH 4 unit dan Kantor RPH 8 unit

c. Pembangunan Tower HT 3 unit, dilengkapi dengan RIG 2 unit dan

HT 15 unit untuk mendukung pengamanan hutan

d. Pengadaan komputer 6 unit.

2.6.6 Kemitraan

Kemitraan yang telah dibangun selain dengan masyarakat sekitar hutan

juga dibangun dengan pihak ketiga yaitu dalam pengembangan Jati Unggul dan

penyadapan getah Pinus.

2.6.7 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaaan masyarakat banyak dikembangkan sebagaimana

dijelaskan di depan, yaitu budidaya nenas, budidaya rotan, budidaya porang,

penanaman kemiri, pemberdayaan pesanggem dan juga Pengamanan Hutan

Swakarsa (Pamhut swakarsa). Secara lengkap kegiatan yang pernah

dilaksanakan disajikan pada Tabel 2.21 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 73

Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan No. 2009 2010 2011 Keterangan

I.

A.

1

Penyusunan Rencana Teknik

Tahunan (RTT) Pungutan Daun Kayu

Putih

1 buku 1 buku 1 buku

2 Penyusunan RTT Tanam 1 buku 1 buku 1 buku

3 Penyusunan RTT Jalan Hutan 1 buku

4Penyusunan Rencana Pembangunan

Jangka Panjang KPH1 buku

B.

1 Taksasi Daun Kayu Putih 4.086 ha 4.086 ha 14 RPH

2 Inventarisasi Petak 95 dan 96 untuk

PT JUN30 Ha

3

Inventarisasi rencana pembukaan

hutan untuk sarana prasarana

Tahura

0,6 Ha Petak 19

4 Inventarisasi kawasan wilayah

Kelola KPH (AB dan HN definitif)16.359,6 Ha

5Inventarisasi Potensi Tanaman KPH

Yogyakarta5 BDH, 26 RPH

Penyusunan

Kendali Petak

RPH dan BDH

C.

11.     Penataan Wilayah KPH

Yogyakarta16.359,6 Ha

D.

1 Penyusunan Peta Wilayah Kelola

KPH (RPH, BDH, dan RPH)31 peta

1 KPH, 5 BDH, 26

RPH

2Penyusunan Peta Sebaran dan Jenis

Tanaman wilayah Kelola KPH31 peta

1 KPH, 5 BDH, 26

RPH

3Penyusunan Peta Sebaran

Pesanggem31 peta

1 KPH, 5 BDH, 26

RPH

4Penyusunan Peta Tanah Kosong pada

Kawasan Hutan Kayu Putih17 peta 14 RPH, 3 BDH

5 Peta penjadwalan pungutan daun

kayu putih1 peta 1 peta 1 peta

6Peta rencana tanam dan

pemeliharaan1 peta 1 peta 1 peta

E.

1Pendataan pesanggem di Wilayah

kelola KPH4 KTH/RPH 4 KTH/RPH 4 KTH/RPH

II.

A.

1 Penanaman Jati 20 Ha 70 Ha

2 Penyulaman Kayu Putih 15 Ha

3 Penanaman kayu Putih 50 Ha

4Intensifikasi Tanaman Kayu Putih

menjadi 3.333 btg/ha 300 Ha

B.

1 Pemeliharaan tahun I

a Jati

b Kayu Putih

2 Pemeliharaan tahun I

a Jati

b Kayu Putih

3Inventarisasi kawasan wilayah

Kelola KPH (AB dan HN definitif)16.359,6 Ha

4Inventarisasi Potensi Tanaman KPH

Yogyakarta5 BDH, 26 RPH

Penyusunan

Kendali Petak

RPH dan BDH

Kegiatan

TATA HUTAN DAN PERENCANAAN

REHABILITASI HUTAN

Penanaman dan Penyulaman

Pemeliharaan Tanaman

Perencanaan

Inventarisasi dan Taksasi

Penataan

Pemetaan

Pendataan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 74

Lanjutan Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan

No. 2009 2010 2011 Keterangan

C.

1 Penataan Wilayah KPH

Yogyakarta16.359,6 Ha

D.

1 Penyusunan Peta Wilayah Kelola

KPH (RPH, BDH, dan RPH)31 peta 1 KPH, 5 BDH, 26

RPH 2 Penyusunan Peta Sebaran dan

Jenis Tanaman wilayah Kelola 31 peta 1 KPH, 5 BDH, 26

RPH 3 Penyusunan Peta Sebaran

Pesanggem31 peta 1 KPH, 5 BDH, 26

RPH 4 Penyusunan Peta Tanah Kosong

pada Kawasan Hutan Kayu Putih17 peta 14 RPH, 3 BDH

5 Peta penjadwalan pungutan daun

kayu putih1 peta 1 peta 1 peta

6 Peta rencana tanam dan

pemeliharaan1 peta 1 peta 1 peta

III.

1 Pemungutan Daun kayu Putih 4.300 ton 4.800 ton 4.950 ton 14 RPH

2 Pengolahan Kayu Putih 40.881 liter 41.700 liter 45.000 liter 4 Pabrik

3 Tebangan Kayu

a Jati Unggul 180 m3 30 Ha

b Tahura 17 m3 0.6 Ha

15 sm

IV.

1 Patroli rutin 25 RPH 25 RPH 25 RPH 25 RPH

2 Sosialisasi Pengamanan Hutan 2 kal 2 kali 2 kali 2 kal

3 Pengamanan bersama

masyarakat5 Kel (5 BDH) 10 Kel (5 BDH) 10 Kel (5 BDH 5 Kel (5 BDH)

4 Pembuatan Ilaran Api 40.000 m2 40.000 m2 40.000 m2 40.000 m2

5 Pengamanan Peredaran Hasil

Hutan4 Pos 4 Pos 4 Pos 4 Pos

V.

1 Pembangunan Tower HT - 2 unit 1 unit

2 Pengadaan HT 15 unit

3 Pengadaan Komputer - - 6 unit

4 Pembangunan Pabrik Kayu Putih 1 unit - - Sendangmole (Rp.

12M) 5 Rehabilitasi Pabrik Kayu Putih 4 unit 3 unit 3 unit 4 unit

6 Rehablitasi Kantor BDH - 2 unit 2 unit -

7 Rehabilitasi Kantor RPH 4 unit 4 unit

8 Pengadaan RIG 2 unit

VI.

1 Jati Unggul Sept, 2009

2 Penyadapan Getah Pinus Jan-10

SARANA DAN PRASARANA

KEMITRAAN

Kegiatan

Penataan

Pemetaan

PEMANFAATAN

PERLINDUNGAN HUTAN

2.7 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan

2.7.1 Isu Strategis

Berdasarkan kondisi wilayah, potensi dan penyelenggaraan pengelolaan

hutan pada Balai KPH Yogyakarta, maka dapat ditarik isu strategis yaitu :

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 75

“Pengelolaan Hutan pada Balai KPH Yogyakarta belum diselenggarakan

secara optimal”. Isu ini dapat diukur dari bebagai kegiatan yang dilaksanakan

oleh Balai KPH Yogyakarta diantaranya bahwa :

1. Luas hutan pada Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,5 ha yang secara

nyata memberikan akses sosial, ekonomi dan lingkungan hanya dari

hutan kayu putih seluas 4.603,72 ha (21%). Potensi hutan Jati dan

rimba, dan jasa wisata belum dilakukan pengelolaan secara optimal,

sebagai sumber-sumber ekonomi baru dalam mendukung pembangunan

KPH Yogyakarta yang efektif, efisien dan mandiri.

2. Tahapan pengelolaan hutan belum dilakukan secara baik berlandaskan

pada prinsip “Pengelolaan Hutan Lestari”, yang menyangkut 10

(sepuluh) prinsip pengelolaan hutan lestari yang ditetapkan Forest

Stewarship Council (FSC) yaitu :

Prinsip 1 Ketaatan Terhadap Hukum & Prinsip-Prinsip

Pengelolaan Hutan

Prinsip 2 Tata Guna Hutan yang Bertanggung-jawab secara

Proporsional

Prinsip 3 Menghormati Hak-Hak Masyarakat Lokal

Prinsip 4 Hubungan antara Masyarakat dan Pengelola

dalam satu kesatuan sistem

Prinsip 5 Pemanfaatan Hutan berasas Kelestarian

Prinsip 6 Meminimalkan dampak negatif lingkungan

Prinsip 7 Rencana Pengelolaan yang jelas dan

berkesinambungan

Prinsip 8 Pengawasan dan pengendalian yang baik dan

tegas

Prinsip 9 Konservasi lahan dan alam dalam meningkatkan

daya dukung lingkungan

Prinsip 10 Pembangunan hutan produktif harus memberikan

konstribusi pada Daerah

3. Tahapan penyelengggaraan silvikultur belum dilaksanakan secara baik

mulai dari bibit (bersertifikat), tanam, prunning (wiwilan), penjarangan,

penebangan, pengolahan.

4. Penyelenggaraan rehabilitasi belum direncanakan secara baik dalam

satu kesatuan wilayah pengelolaan. Hal ini dimaklumi, bahwa program

rehablitasi belum terkait dengan proses produksi yang dibangun dari

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 76

hulu sampai hilir. Kegiatan rehablitasi masa lalu terkesan “asal hijau”

karena hanya untuk tujuan konservasi, tentunya dengan dibangunnya

KPH Yogyakarta paradigma rehabilitasi perlu diarahkan pada “hijau plus

dan mandiri” artinya proses rehabilitasi/penanaman suatu jenis

tanaman sudah dapat dirancang hingga panen dan prosesingnya.

5. Kebijakan yang belum mantap dan konsisten dalam penggunaan lahan

dan ruang, sehingga masih terdapat kegiatan yang dengan mudah

mengganti tanaman yang sudah ada dengan tanaman lain atau untuk

kepentingan lain yang arah dan tujuannya belum jelas.

6. Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat sekitar hutan belum dibangun

aspek yuridis yang kuat baik dalam hak dan kewajiban. Ikatan-ikatan

hak dan kewajiban masih bersifat naluri dan turun temurun.

7. Isu perdagangan karbon yang sedang marak dibicarakan masyarakat

global perlu dimasukkan ke dalam rencana jangka panjang, sehingga KPH

Yogyakarta mempunyai peran baik secara nasional maupun global.

Berlandaskan pada isu di atas maka perlu adanya “Perencanaan

Pengelolaan Jangka Panjang yang Mantap dan Terpadu”, sehingga dapat

menjadi acuan dan pedoman bagi perencanaan teknis derivatifnya.

2.7.2 Kendala

Kendala dalam upaya mewujudkan Pengelolaan Hutan pada Balai

KPH secara optimal menyangkut internal dan eksternal diantaranya

sebagai berikut :

2.7.2.1 Internal

Kendala internal menyangkut kelemahan dalam unsur-unsur

manajemen yaitu :

1. Sumberdaya manusia yang terbatas

Organisasi Balai KPH Yogyakarta bersifat kewilayah yang terbagi dalam 5

BDH dan 25 RPH, pada masing-masing unit kerja ini dibutuhkan

pengelola hutan pada wilayahnya masing-masing. Secara kuantitas

kekuatan personil KPH Yogyakarta terdapat sebanyak 177 orang

sebagaimana disajikan pada Tabel 2.22 sebagai berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 77

Tabel 2.22 Kekuatan Personil Balai KPH Yogyakarta

No Unit S2 S1 S0/D3 SMA SMP SD TOTA

L1 Tata Usaha 1 1 0 7 3 0 12

2 Penataan dan Perlindungan

Hutan 0 2 0 2 1 0 5

3 Rehabilitasi dan Produksi

Hutan 1 2 3 5 2 0 13

4 BDH Playen 0 3 1 20 8 1 33

5 BDH Paliyan 0 1 0 17 3 2 23

6 BDH Karangmojo 0 1 0 13 8 6 28

7 BDH Panggang 0 0 0 7 3 2 12

8 BDH Kulonprogo-Bantul 0 0 0 17 14 4 35

2 10 4 88 42 15 161JUMLAH

Tabel 2.23 Kekuatan Tenaga Teknis Lapangan Pada Tingkat RPH

Tana

m

Pemeliharaa

n

Pemanena

n

Pengamana

nKARANGMOJO Candi 681,2 1 1 - 1 3

Gelaran 815,4 1 1 1 2 5

Kenet 780,3 1 1 - 1 3

Nglipar 884,1 1 1 - 1 3

Semanu 163,9 1 - - 1 2

PALIYAN Giring 585,3 1 1 - 1 3

Karangmojo 614 1 - - 1 2

Kedungwangl

u287,7 1 1 - 2 4

Menggoro 661 1 1 1 2 5

Mulo 747,2 1 1 - 1 3

Paliyan 181 1 1 - 1 3

PANGGANG Bibal 306 1 - - 2 3

Blimbing 549,8 1 - - 1 2

Panggang 528,6 1 - - 1 2

Pucanganom 402 1 - - 1 2

PLAYEN Banaran 522,9 1 - - 2 3

Bunder 375,6 1 - - 1 2

Gubugrubuh 653,2 1 1 1 2 5

Kepek 696,8 1 1 1 2 5

Manggoran 676,6 1 1 1 1 4

Wonolagi 768,6 1 1 - 1 3

YOGYAKARTA Mangunan 510 2 2 2 3 9

Dlingo 415 2 2 2 2 8

KULON PROGO Kokap 601,6 1 1 - 1 3

Sermo 435,9 1 1 - 1 3

JUMLAH 90

JUMLA

HBDH RPH

Luas

(ha)

MANDOR

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 78

Disamping keterbatasan dalam kuantitas karena banyak yang pensiun,

dan formasi untuk penambahan tenaga teknis (khususnya lapangan)

tidak ada, keterbatasan dalam kualitas juga mewarnai tenaga teknis pada

Balai KPH. Bentuk-bentuk pendidikan fungsional seperti polisi

kehutanan, pemetaan, inventarisasi (cruising), ganis dan wasganis dan

lainnya masih sangat terbatas.

2. Sumber Dana Pembangunan

Sumber pendanaan pembangunan pada Balai KPH Yogyakarta masih

terbatas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

3. Sarana Prasarana

Sarana prasarana perkantoran seperti meja kursi dan lemari (khususnya

pada BDH dan RPH), komputer, sarana surveyor, pemetaan, pengamanan

hutan dan lainnya masih sangat terbatas.

Disamping kendala dalam unsur-unsur manajemen ini, beberapa kendala

teknis diantaranya mencakup :

a. Kawasan hutan yang belum mantap khususnya hutan AB

b. Keterpaduan pembangunan yang masih lemah baik dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.

2.7.2.2 Eksternal

Kendala eksternal dalam upaya mencapai tujuan pembangunan KPH

Yogyakarta diantaranya :

1. Tata Hubungan Kerja antara Dinas Kehutanan dan para pihak terkait

dengan Balai KPH yang belum padu. Hal ini menyulitkan dalam penilaian

kinerja KPH yang didasarkan pada PP 6 tahun 2007.

2. Belum seluruh Eselon I pada Kementerian Kementerian Kehutanan

memberikan dukungan kepada Pengembangan KPH. Sementara ini baru

dari Direktorat Jenderal Planologi.

2.7.3 Permasalahan

Kawasan hutan di Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha, yang

berada pada wilayah penduduk yang padat dan masyarakat sekitar hutan

umumnya merupakan masyarakat yang berpendapatan rendah, serta luas

hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang relatif kecil (5,56% dari luas

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 79

wilayah), menyebabkan berbagai permasalahan dalam upaya mewujudkan

multifungsi hutan KPH Yogyakarta yang mampu mewadahi aspek sosial,

ekonomi dan lingkungan.

Permasalahan sosial menyangkut kebutuhan masyarakat sekitar hutan

akan lahan garapan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan lapangan kerja

untuk meningkatkan pendapatannya. Sekalipun upaya pemberdayaan

masyarakat telah dilaksanakan seperti tumpangsari, HKm, HTR, HD dan

pemberdayaan budidaya nenas, rotan, kemiri, dan lainnya. Kiranya masih perlu

dilakukan penataan kembali seperti : (a) ikatan pesanggem dalam pengelolaan

hutan baik hak dan kewajiban, serta upaya pemberdayaan lanjutannya; (b)

penataan batas HKm dan HTR yang di lapangan belum jelas; (c) disain

perencanaan pemberdayaan yang perlu dirancang dari hulu (proses produksi)

hingga hilir (pasar), melalui kelembagaan usaha yang jelas. Dengan demikian,

peran hutan dan kehutanan yang dikelola KPH akan memberikan akses nyata

kepada masyarakat lokal dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta dalam

pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui pembukaan

lapangan kerja dan berusaha. Permasalahan sosial ini, juga mengakibatkan

berbagai gangguan hutan baik untuk kawasan hutan seperti okupasi lahan

(bibrikan), pencurian hasil hutan dan lainnya.

Disamping permasalahan sosial ini, permasalahan pemantapan status

kawasan hutan juga perlu dimantapkan. Hal ini perlu dilakukan karena

berbagai kepentingan pembangunan fasilitas umum seperti pembukaan Jalan

Lintas Selatan (yang sebagian membuka kawasan hutan AB), pelebaran jalan,

penggunaan alur (jalan pengawasan hutan) untuk kepentingan masyarakat

dimana masyarakat menuntut untuk dapat ditingkatkan kualitasnya guna

kepentingan umum. Hal ini tentunya akan mengurangi riil kawasan hutan,

termasuk dalam hal ini perubahan batas dan juga penggantian batas yang hilang

baik batas luar maupun batas fungsi.

Berkait dengan pemantapan kawasan hutan dan tata hutan, masalah

penggunaan kawasan hutan yang belum jelas statusnya perlu diselesaikan

seperti penggunaan kawasan untuk Pusat Latihan Tempur (PUSLATPUR) di

Paliyan yang hingga kini belum jelas proses pinjam pakainya. Juga di beberapa

kawasan hutan terdapat bentuk-bentuk fasilitas masyarakat seperti lapangan

bola dan lainnya yang perlu dikoordinasikan penyelesaiannya dengan instansi

terkait.

Dalam aspek pengembangan ekonomi, Balai KPH yang selama ini

bertumpu pada kekuatan produksi minyak kayu putih dan saat ini mulai dengan

penyadapan getah pinus, kiranya belum mengoptimalkan seluruh potensi yang

ada. Pembangunan dan rehabilitasi tanaman yang mengarah pada konservasi

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal II- 80

dan pengembangan sumber-sumber ekonomi baru termasuk pengembangan

jasa wisata perlu dibuka dan dikembangkan sehingga akses dan kontribusi

pembangunan KPH kepada masyarakat lokal dan daerah menjadi semakin

meningkat.

Demikian juga, penutupan kawasan hutan di wilayah Balai KPH

Yogyakarta sudah mencapai 99%, namun upaya rehabilitasi tetap harus

dilakukan untuk mengganti tanaman yang mengalami gangguan keamanan

hutan. Upaya peningkatan penutupan lahan hutan dengan tanaman produktif

dengan kerapatan yang optimal diharapkan dapat meningkatkan produktifitas

hutan wilayah KPH Yogyakarta yang pada gilirannya akan memberikan

kontrubusi ekonomi baik bagi Balai KPH Yogyakarta sebagai subyek

pengelolanya maupun masyarakat sebagai bagian dari obyek pengelolaan

hutan.

Seluruh kegiatan aspek sosial, ekonomi dan teknis manajerial kehutanan

yang dilakukan Balai KPH Yogyakarta tentunya akan berbasis ekosistem dengan

mengedepankan konservasi alam dan konservasi lahan guna mendukung fungsi

lingkungan baik dalam penyangga iklim dan tata air.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III- 81

Visi, Misi dan Arahan Pengelolaan Hutan

3.1 Visi

Visi KPH disusun berdasarkan kondisi ideal sumberdaya hutan yang diharapkan di masa mendatang yang akan menginspirasi penyusunan kegiatan pengelolaan hutan di dalam rencana ini. Penyusunan visi diselaraskan dengan visi rencana pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi (RKTP) D.I. Yogyakarta yang telah disusun pada tahun 2011. Dengan memperhatikan visi tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, maka visi KPH Yogyakarta dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya kemandirian KPH menuju pengelolaan hutan lestari dan kemanfaatan bagi parapihak.”

Visi tersebut didasarkan pada rasionalitas bahwa kawasan hutan di KPH Yogyakarta terdiri dari hutan dengan beragam fungsi dan kondisi biofisik, serta ragam kondisi sosio-demografi masyarakat yang melingkupi, mulai dari masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya terhadap sumberdaya hutan dan masyarakat urban. Selain itu, visi ini juga mempertimbangkan komitmen nasional terhadap isu global, terutama terkait dengan perubahan iklim (climate change).

3.2 Misi

Untuk mencapai visi tersebut, KPH Yogyakarta perlu merumuskan misi yang lebih operational di lapangan. Misi yang dikembangkan untuk mewujudkan visi pengelolaan KPH Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a. Pemantapan tata hutan b. Optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya hutan c. Peningkatan rehabilitasi dan perlindungan hutan, sumber daya alam

hayati dan ekosistemnya d. Peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung

pengelolaan hutan lestari.

3.3 Pendekatan manajemen Untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan di atas, pengelolaan

KPH Yogyakarta mengadopsi beberapa pendekatan/ prinsip dasar sebagai berikut:

1. Otonomi Salah satu prinsip dasar yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah otonomi pengelola dalam menterjemahkan arahan manajemen dan menetapkan pilihan-pilihan kegiatan yang

3

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 82

didasarkan pada analisis trajektori dan proyeksi pengelolaan sumberdaya hutan. Otonomi ini sangat penting untuk memberi ruang bagi pengelola untuk secara aktif melakukan adaptasi terhadap kemungkinan dinamika yang melingkupi pengelolaan sumberdaya hutan, sehingga didapatkan pilihan-pilihan respon yang tepat.

2. Manajemen berbasis rejim (Regime-based management) Pengelolaan hutan saat ini menuntut sinergitas tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekologi/ lingkungan, sosial, dan produksi/ ekonomi. Yang menjadi tantangan adalah satu unit bentang kawasan berdasarkan karakteristik biofisik dan kondisi sosio-demografi masyarakat yang melingkupinya bisa mengampu beberapa pilar kelestarian secara simultan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan KPH Yogyakarta akan disimulasikan kombinasi rejim pengelolaan antara kondisi biofisik dan sosio-ekonomi masyarakat, yang tentunya akan didapatkan beragam kombinasi rejim pengelolaan. Sebagai contoh, kawasan hutan yang secara biofisik telah ditetapkan sebagai hutan produksi bisa diterjemahkan lebih detail dalam berbagai rejim yang didasarkan pada kondisi sosio-demografi masyarakat yang berbeda.

3.4 Arahan kebijakan pengelolaan

Arah kebijakan kehutanan KPH Yogyakarta merupakan panduan yang harus diikuti untuk menuju pengelolaan hutan berkelanjutan dengan pertimbangan ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk itu, berdasarkan analisis visi, dan misi, pengembangan arahan kebijakan kehutanan adalah untuk memecahkan masalah strategis pengelolaan KPH Yogyakarta sebagai berikut:

1. Meningkatkan stabilitas ekosistem kawasan hutan

a. Restorasi kawasan lindung yang kritis: Kawasan lindung yang kritis akan menurunkan kualitas ekologi dan ekosistem yang akan berimplikasi pada penurunan kemampuan sumberdaya hutan untuk memberikan kemanfaatan lingkungan bagi masyarakat. Untuk itu, pengelolaan KPH Yogyakarta diarahkan untuk secara gradual -disesuaikan dengan kemampuan anggaran dan juga tingkat partisipasi masyarakat- untuk merestorasi kawasan lindung yang kritis sehingga kawasan tersebut bisa mengampu fungsi yang telah ditetapkan dengan optimal.

b. Penanaman tanah kosong: Tanah kosong merupakan masalah yan cukup pelik yang akan mengganggu stabilitas ekosistem kawasan hutan secara keseluruhan. Penanganan tanah kosong akan menjadi prioritas pengelolaan untuk memperbaiki kualitas sumberdaya hutan secara keseluruhan. Kegiatan penanaman tanah kosong akan dilakukan secara gradual secara mandiri maupun kolaborasi untuk mengurangi fragilitas kawasan hutan dan juga tujuan finansial perusahaan jangka panjang.

c. Peningkatan kualitas hutan produksi: Kawasan hutan yang dibebani fungsi produksi yang dikelola dengan baik secara simultan akan memberikan kemanfaatan ekologis. Oleh karena itu kualitas hutan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 83

produksi acara secara gradual akan terus ditingkatkan. Skema peningkatan kualitas hutan produksi tergantung dari kondisi terkini. Tegakan yang tidak produktif akan dipriritaskan untuk diganti. Selain itu juga akan dipertimbangkan pengembangan struktur hutan yang lebih baik dengan pengembangan multi species dalam satu kawasan produksi.

2. Meningkatkan tanggungjawab sosial melalui peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan

a. Melakukan identifikasi kebutuhan dasar masyarakat di sekitar hutan: Identifikasi kebutuhan dasar masyarakat merupakan bagian prakondisi untuk program pemberdayaan masyarakat dengan skema hutan desa, hutan tanaman rakyat dan kemitraan.

b. Melakukan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan: Pemberdayaan masyarakat desa hutan akan menjadi prioritas pengelolaan melalui berbagai skema yang dapat meningkatkan independensi dan kemampuan mereka untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap hutan. Akses yang lebih baik ini bisa diterjemahkan dalam berbagai skema misalnya meningkatkan luasan plot tanaman pertanian diantara species kehutanan.

c. Melakukan fasilitasi kepada kelompok masyarakat atau lembaga desa adat untuk mendapatkan hak hutan kemasyarakatan: Kegiatan fasilitasi ini akan difokuskan terhadap kelompok masyarakat yang sudah mendapatkan ijin kehutanan kemsyarakatan untuk benar-benar bisa mendapatkan manfaatnya yang nyata dari sumberdaya hutan yang dikelola. Fasilitasi ini juga mencakup bagaimana kelompok masyarakat tersebut dapat memanfaatkan hasil hutan mayor (kayu) dari dalam hutan. Selain itu, pengelolaan hutan KPH Yogyakarta akan mendorong dan memfasilitasi kelompok masyarakat/ desa lain untuk mendapatkan ijin-ijin baru, terutama di kawasan yang sesuai.

d. Meningkatkan peran RPH sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat: Fungsi RPH harus ditingkatkan dari koordinator polisi hutan menjadi petugas yang mampu memfasilitasi masyarakat desa hutan dalam upaya pemanfaatan, pengamanan, perlindungan, konservasi dan wisata alam, terutama dengan skema hutan desa, kemitraan, dan hutan tanaman rakyat.

e. Asistensi dan fasilitasi pengembangan hutan rakyat: Hutan rakyat merupakan salah satu kunci dalam pengelolaan kawasan hutan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan hutan rakyat ini bisa menutupi defisit luasan kawasan hutan minimal yang tidak bisa dipenuhi oleh kawasan hutan negara. Selain itu, hutan rakyat juga secara nyata menumbuhkembangkan perekonomian masyarakat.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 84

Oleh karena itu, KPH Yogyakarta akan memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan hutan rakyat.

3. Meningkatkan viabilitas finansial pengelolaan hutan

a. Memperkuat peran kayu putih sebagai tulang punggung finansial: Kayu putih selama ini menjadi sumber pendapatan utama KPH Yogyakarta. Peran tegakan kayu putih dapat ditingkatkan dengan mengganti tegakan tua yang kurang produktif dengan memperkenalkan bibit unggul, dan meningkatkan rendemen produksi yang lebih tinggi dengan penggunaan teknologi yang lebih baik.

b. Melakukan pemanenan/ penebangan tegakan jati dan rimba yang kurang produktif: Penebangan tegakan jati dan rimba yang kurang produktif (tebangan akhir maupun penjarangan) akan digunakan untuk memperkuat pendapatan perusahaan jangka pendek.

c. Meningkatkan peran hasil hutan non-kayu, terutama pinus untuk penghasilan perusahaan, selain untuk sumber penghasilan masyarakat sekitar hutan.

d. Pengembangan produk non-kayu baru: Terdapat potensi yang cukup besar untuk pengembangan produk-produk non-kayu baru seperti bambu. Potensi pasar bambu sangat prospektif, sementara di wilayah KPH Yogyakarta terdapat lahan yang cukup cocok untuk pengembangan bambu terutama di sepanjang sungai.

e. Pengembangan wisata: KPH Yogyakarta mempunyai banyak potensi wisata yang bisa terus dikembangkan untuk memberikan keuntungan finansial. Mengingat potensi kecenderungan peningkatan kebutuhan masyarakat akan sarana wisata alam, potensi wisata alam di masa mendatang justru bisa menjadi tulang punggung bagi pendapatan finansial perusahaan. Pengembangan wisata dapat dilakukan melalui identifikasi potensi wisata, pembangunan sarana dan prasarana pendukung serta pemasaran yang baik.

f. Pengembangan dari jasa lingkungan: Pengembangan dan pemasaran jasa lingkungan juga akan menjadi fokus pengelolaan hutan KPH Yogyakarta. Saat ini telah ada berbagai skema pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services) seperti perdagangan karbon. Pada tahap awal, pengembangan jasa lingkungan ini bisa dilakukan dengan inventarisasi potensi dan pasar.

g. Pemanfaatan pada wilayah tertentu: Wilayah tertentu akan terus dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan karakteristik masing-masing kawasan, baik secara mandiri oleh KPH, maupun melalui skema-skema pemberdayaaan masyarakat dan ujicoba kerjasama dengan pihak lain.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal III - 85

4. Memantapkan penataan kawasan hutan secara rasional, efektif dan efisien

a. Melanjutkan penataan tanah AB di KPH Yogyakarta: Kawasan AB merupakan kawasan hutan negara yang sudah dikelola dan digunakan oleh masyarakat. Pengelolaan KPH akan memberikan perhatian serius pada kawasan ini untuk mendorong kepastian kawasan dengan tetap mempertimbangkan keinginan masyarakat. Skema kehutanan kemasyarakat sangat dimungkinkan pada kawasan ini.

b. Melakukan rasionalisasi organisasi RPH: Resort polisi hutan (RPH)

merupakan organisasi pengelola hutan terkecil yang langsung melakukan kegiatan pengelolaan hutan, penjagaan dan perlindungan hutan pada tingkat lapangan. Luas dan distribusi wilayah hutan yang dikelola harus didasarkan pada kondisi khas, biofisik, kekompakan wilayah hutan, dan akesibilitas, dan kesatuan ekosistem hutan yang relatif sama.

5. Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) kehutanan

Kebutuhan tenaga pengelola KPH baik dalam kuantitas maupun kualitasnya dalam pengelolaan hutan dan pemanfaatan hutan harus ditingkatan untuk mencapai KPH Yogyakarta sebagai KPH mandiri, profesional dan berkelanjutan.

6. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar institusi

Koordinasi dan komunikasi intensif dengan Kementrian Kehutanan, dinas kehutanan kabupaten dan pemerintah kecamatan dan desa secara reguler harus diagendakan untuk keberlanjutan kegiatan KPH Yogyakarta.

7. Meningkatkan kerjasama penelitian

Kerjasama penelitian dengan berbagai institusi riset seperti perguruan tinggi akan terus didorong untuk memberikan kemanfaatan mutual.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 86

Analisis dan Proyeksi

4.1. Pendahuluan

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa

Yogyakarta, beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi

antara lain: Areal pemanfaatan untuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas

1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama seluas 599,7 ha; Areal Hutan

Penelitian 100,6 Ha; Areal Pengembangan Model Pengelolaan Hutan seluas 118,0

Ha; dan Areal Pengembangan Silvikultur Intensif seluas 94,0 Ha. Untuk kawasan

hutan AB, dari luas total 1.773 ha, seluas 327 Ha telah dicadangkan oleh Menteri

Kehutanan sebagai lokasi Hutan Tanaman Rakyat. Sedangkan untuk kawasan hutan

lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas 222,9 ha dimanfaatkan sebagai areal HKm.

Berikut ini adalah gambaran tentang kondisi ragam pengelolaan dan

pemanfaatan di kawasan KPH Yogyakarta sampai dengan tahun 2013.

Gambar 4.1. Sebaran wilayah KPH Yogyakarta menurut Pemanfaatan

Dari areal yang belum dibebani ijin pemanfaatan tersebut (diluar areal HKm,

Hutan Tanaman Rakyat dan Hutan Desa) yang lebih dikenal dengan istilah

KPH

YOGYAKARTA

15.724,5 hA

HUTAN

PRODUKSI

13.411,7 Ha

HUTAN

LINDUNG

2.312,8 Ha

HP : 11.638,7 Ha Wanagama: 599,7 Ha

Htn Penel: 100,6 Ha

HP - AB: 1.773 Ha

Pengemb. Model

Kelola Hutan: 118,0 Ha

HKm : 222,9 Ha

Areal SILIN : 94,0 Ha

HKm : 1061,55 Ha

HTR : 327,0 Ha

Blm ada Pemanfaatan : 9.664,85 Ha

Blm ada Pemanfaatan :

1.446 Ha

Blm ada Pemanfaatan : 2.089,9 Ha

HD : 627,0 Ha

4

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 87

kawasan hutan wilayah tertentu, pada tahun 2012 yang lalu sudah dilakukan

kegiatan inventarisasi hutan yang bertujuan untuk mengetahui sebaran, dan

potensi tegakan yang terdapat di wilayah KPH Yogyakarta.

Mengingat kegiatan inventarisasi hutan dilakukan sebelum kegiatan

penataan kawasan hutan, sehingga batas antara petak dan anak petak di lapangan

belum tertata dengan baik, maka pelaksanaan kegiatan inventarisasi dilakukan

berbasis petak yang dapat berdampak tidak dapat ditampilkannya data kondisi

tegakan pada masing-masing anak petak misal: jenis tegakan dan luas dari tiap-tiap

anak petak. Disamping itu sampai dengan saat ini KPH Yogyakarta belum memiliki

Tabel Tegakan Normal sehingga output yang bisa diperoleh dari kegiatan

inventarisasi hutan hanya sebatas mengetahui sebaran jenis tegakan,

tinggi/peninggi, umur, jenis permudaan, derajat kesempurnaan jumlah pohon

(dkn), dan volume riil tegakaan (actual standing stock). Untuk data derajat

kesempurnaan diameter (dkd2), dan derajat kesempurnaan kerapatan tegakan

(KBD) tidak dapat ditampilkan karena tidak ada parameter pembanding dari

tegakan normal.

4.2. Klasifikasi Tegakan

Salah satu inti dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan adalah

penentuan tindakan teknik kehutanan yang akan diterapkan atau dilakukan pada

masing-masing petak. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan

pengelompokkan tegakan hutan menurut pendekatan parameter tegakan, karena

tindakan teknik kehutanan yang akan dilakukan akan berbeda antara petak yang

memiliki kondisi tegakan yang baik dan kondisi tegakan yang kurang baik.

Mengingat belum adanya tabel tegakan normal dari tegakan yang ada di kawasan

hutan KPH Yogyakarta, sehingga tidak diketahui nilai Kerapatan Bidang Dasar

(KBD) dari tegakan, maka pendekatan pengklasifikasian tegakan di KPH

Yogyakarta menggunakan parameter nilai dkn. Nilai dkn adalah derajat

kesempurnaan yang nilainya antara 0 – 1 yang diperoleh dari perbandingan jumlah

pohon lapangan dibandingkan jumlah pohon normal setiap hektar luasan.

Untuk perhitungan nilai dkn tegakan hutan di KPH Yogyakarta, berikut ini

adalah nilai N/ha (jumlah pohon normal setiap ha) dari setiap jenis tegakan yang

ada di KPH Yogyakarta.

1. Tegakan jati, N/ha ditetapkan sebesar 1.000 pohon/ha, dengan jarak

tanam 4 x 2.5 meter.

2. Tegakan kayu putih, N/ha ditetapkan sebesar 3.333 pohon/ha, dengan

jarak tanam 4 x 0,75 meter.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 88

3. Tegakan rimba (pinus, akasia, mahoni dll), N/ha ditetapkan sebesar

2.000 pohon/ha. Angka N/ha sebesar 2.000 pohon tersebut ditetapkan

dengan pertimbangan tegakan sudah berumur > 15 tahun dan sudah

dilakukan kegiatan penjarangan, sehingga N/ha nya sudah berkurang

dari N awal yaitu 3.333 pohon/ha.

Dari pendekatan nilai dkn tegakan hutan, berikut ini adalah klasifikasi dari

tegakan hutan yang ada di KPH Yogyakarta, yaitu:

1. Tanah Kosong (TK), yaitu tegakan yang memiliki nilai dkn < 0,2.

2. Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), yaitu tegakan yang memiliki nilai

0,2 ≤ dkn < 0,5.

3. Tegakan Normal (kelas umur), yaitu tegakan yang memiliki nilai dkn ≥

0,5. Khusus untuk tegakan jati normal kemudian dibagi dalam kelas

hutan KU I, KU II, KU III, s.d. KU VIII dengan interval umur setiap 10

tahun. Artinya KU I adalah tegakan jati dengan dkn ≥ 0,5 dan memiliki

umur antara 1 – 10 tahun, KU II adalah tegakan jati dengan dkn ≥ 0,5

dan memiliki umur antara 11 – 20 tahun, dan begitu seterusnya.

4.3. Komposisi Tegakan

Sebagaimana dipaparkan dalam Bab II, ragam tegakan yang terdapat di

wilayah kelola KPH Yogyakarta adalah tegakan tanaman Jati, tanaman kayu putih,

mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus merkusii , Kemiri, Kesambi,

Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu, Murbei, dan tanaman campuran. Penutupan

vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam, namun umumnya

merupakan hutan tanaman. Jenis tegakan yang paling dominan di KPH Yogyakarta

adalah tanaman jati dan kayu putih.

Sebagaimana uraian pada Bab II, berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang

dilakukan pada tahun 2012, berikut ini adalah ragam penutupan vegetasi di KPH

Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 89

Tabel 4.1. Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di KPH Yogyakarta menurut

Inventarisasi Tahun 2012

HKm JatiKayu

PutihMahoni

Acacia

auri

Acacia

catechuPinus Kemiri Kesambi Gliricidea Sono Bambu Murbei Campur

1 PLAYEN 3.641,5 233,5 1.168,7 1.415,1 53,5 9,9 6,3 - 61,3 17,8 5,5 - 0,2 4,9 212,8

2 PALIYAN 4.206,3 327,4 2.398,0 434,7 6,5 100,9 - - - - - - - - 46,0

3 KARANGMOJO 3.746,4 450,9 577,6 2.325,2 2,9 30,4 1,5 - - - - 4,8 - - 119,0

4 PANGGANG 2.232,7 190,9 1.612,0 30,0 64,0 - - - - - - - - - 15,0

5KPROGO-

BANTUL1.897,6 129,2 404,7 303,8 24,9 67,8 - 130,0 98,0 - 12,4 36,5 5,0 - 454,8

15.724,5 1.331,9 6.161,0 4.508,8 151,8 209,0 7,8 130,0 159,3 17,8 17,9 41,3 5,2 4,9 847,6

100,00 8,47 39,18 28,67 0,97 1,33 0,05 0,83 1,01 0,11 0,11 0,26 0,03 0,03 5,39 Prosentase

No BDH Luas (Ha)

STRUKTUR TEGAKAN (Diluar Areal HKm dan Hutan Pendidikan Wanagama)

Jumlah

Berikut ini adalah penjelasan secara lebih rinci dari beberapa tegakan yang

dominan di KPH Yogyakarta menurut hasil inventarisasi hutan tahun 2012.

4.3.1. Tegakan Jati

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas

tegakan jati (diluar areal ijin pemanfaatan HKm dan areal hutan pendidikan

Wanagama) di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha, yang tersebar di kawasan hutan

lindung seluas 979,00 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha.

Dari tegakan hutan jati khususnya yang berada di kawasan hutan lindung

seluas 979,00 Ha tersebut, tersebar di beberapa BDH, dengan perincian di BDH

Karangmojo seluas 381,60 ha (38,98%), BDH Paliyan seluas 328,00 Ha (33,50%),

BDH Panggang seluas 65,90 Ha (6,73%), dan BDH Kulon Progo-Bantul seluas

203,50 Ha (20,79%). Sedangkan untuk tegakan jati yang berada di kawasan hutan

produksi seluas 5.182,00 Ha tersebar di beberapa BDH, tegakan jati terluas berada

di BDH Paliyan seluas 2.070,00 ha (39,95%), diikuti pada urutan kedua adalah

BDH Panggang seluas 1.546,10 Ha (29,84%), urutan ketiga BDH Playen dengan luas

1.168,70 Ha (22,55%), keempat adalah BDH Kulon Progo-Bantul dengan luas 201,2

Ha (3,88%), dan terakhir adalah BDH Karangmojo seluas 196,00 Ha (3,78%).

Dari tegakan hutan jati yang berada kawasan hutan produksi tersebut

terbagi dalam kawasan hutan yang tidak produktif seluas 2.265,30 Ha, dan

kawasan hutan produktif seluas 2.916,70 Ha. Dari kawasan hutan tidak produktif

tersebut didominasi oleh Tegakan Bertumbuhan Kurang (BK) seluas 2.103,25 Ha

(92,85%) dan sisanya berupa kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 162,05 Ha

(7,15%). Untuk kelas hutan Tanah Kosong seluas 162,05 Ha, sebagian besar berada

di BDH Playen seluas 158,05 ha, dan sisanya tersebar di BDH Paliyan dan BDH

Panggang masing-masing seluas 2,00 ha. Sedangkan untuk kelas hutan Tegakan

Bertumbuhan Kurang tersebar di beberapa BDH, yaitu BDH Playen seluas 743,35

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 90

ha, BDH Panggang seluas 674,30 Ha, BDH Paliyan seluas 551,60 Ha, BDH

Karangmojo seluas 130,00 Ha, dan BDH Kulon Progo-Bantul seluas 4,00 Ha.

Untuk kelas hutan produktif produktif, dari luas kawasan 2.916,70 Ha

didominasi tegakan jati Kelas Umur I seluas 2.611,50 Ha (85,94%), dan Kelas Umur

II seluas 234,80 ha (8,05%), sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa kelas hutan

yaitu KU III seluas 10,70 ha (0,37%); KU IV seluas 27,00 Ha ( 0,93%); KU V seluas

1,00 Ha (0,03%); KU VII seluas 9,0 ha (0,31%), dan KU VIII seluas 22,70 Ha

(0,78%). Sebaran kondisi tegakan hutan produktif yang didominasi oleh KU I

tersebut dapat dimaklumi mengingat sebagian besar tegakan jati di KPH

Yogyakarta merupakan tanaman hasil kegiatan GNRHL periode tahun 2003-2007.

Data lengkap dari kompisisi dan sebaran tegakan jati (baik pada hutan

lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH

Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana

yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 91

Tabel 4.2. Struktur Kelas Hutan Tegakan Jati masing-masing RPH dan BDH di KPH

Yogyakarta Tahun 2012

TOTAL

HUTAN H. PROD

LINDUNG TK BK KU I KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII

PLAYEN WONOLAGI - 47,00 169,40 - - - - - - - - 216,40 216,40

KEMUNING - 39,10 55,10 77,60 - - - - - - - 171,80 171,80

GUBUG RUBUH - - 115,40 - - - - - - - - 115,40 115,40

MENGGORAN - - 294,30 - - - - - - - - 294,30 294,30

KEPEK - 71,95 109,15 127,20 62,50 - - - - - - 370,80 370,80

Sub Total - 158,05 743,35 204,80 62,50 - - - - - - 1.168,70 1.168,70

KARANGMOJO CANDI 381,60 - 87,00 - - - - - - - 87,00 468,60

GELARAN - - - 46,00 - - - - - - - 46,00 46,00

KENET - - 43,00 - - - - - - - - 43,00 43,00

NGLIPAR - - - 10,00 - - 10,00 - - - - 20,00 20,00

Sub Total 381,60 - 130,00 56,00 - - 10,00 - - - - 196,00 577,60

PALIYAN MENGGORO 194,60 351,50 10,70 10,00 566,80 566,80

KDWANGLU 328 2,00 142,60 124,10 - - - - - - - 268,70 596,70

GROGOL - 39,90 18,90 - - - - - - - 58,80 58,80

KR.DUWET - - 62,20 - - - - - - - 62,20 62,20

GIRING - 90,50 494,80 - - - - - - - 585,30 585,30

MULO - 84,00 329,00 115,20 - - - - - - 528,20 528,20

Sub Total 328,00 2,00 551,60 1.380,50 115,20 10,70 10,00 - - - - 2.070,00 2.398,00

PANGGANG BIBAL 65,9 - 172,10 109,10 - - - - - - - 281,20 347,10

GEBANG 0 - - 415,50 57,10 - 7,00 1,00 - - - 480,60 480,60

BLIMBING - 226,70 268,10 - - - - - - - 494,80 494,80

PUCANG ANOM 2,00 275,50 12,00 - - - - - - - 289,50 289,50

Sub Total 65,90 2,00 674,30 804,70 57,10 - 7,00 1,00 - - - 1.546,10 1.612,00

KL.PROGO BANTUL DLINGO 82,90 - - - - - - - - - - - 82,90

KOKAP - - 4,00 165,50 - - - - - 9,00 22,70 201,20 201,20

MANGUNAN 75,00 - - - - - - - - - - - 75,00

SERMO 45,60 - - - - - - - - - - - 45,60

Sub Total 203,50 - 4,00 165,50 - - - - - 9,00 22,70 201,20 404,70

979,00 162,05 2.103,25 2.611,50 234,80 10,70 27,00 1,00 - 9,00 22,70

979,00 2.265,30 2.916,70 6.161,00 T O T A L 5.182,00

BDH RPH

LUAS (HA)

JUMLAHKLS HUTAN TDK PROD KELAS HUTAN PRODUKTIF

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Sebagai informasi tambahan, untuk mengetahui kondisi tegakan baik umur,

nilai dkn, dan kelas hutan dari masing-masing petak dari tiap-tiap BDH di KPH

Yogyakarta, berikut ini kami tampilkan data klasifikasi tegakan hutan jati dari

masing-masing petak, sebagaimana tampilan pada tabel-tabel di bawah ini.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 92

Tabel 4.3. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Playen menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Playen Wonolagi 69 69 65,70 9 Jati 0,33 BK

70 70 A 53,90 7 Jati 0,24 BK

71 71 47,00 8 Jati 0,19 TK

72 72 49,80 8 Jati 0,25 BK

Kemuning 2 2b 41,30 5 Jati 0,60 KU I

3 3b 30,10 5 Jati 0,23 BK

4 4b 36,30 9 Jati 0,92 KU I

8 8 39,10 19 Jati 0,08 TK

9 9b 25,00 8 Jati 0,22 BK

Gubugrubuh 73 73 23,70 9 Jati 0,40 BK

74 74 28,00 8 Jati 0,32 BK

75 75 63,70 16 Jati 0,27 BK

Menggoran 84 84 118,60 7 Jati 0,34 BK

85 85 59,70 8 Jati 0,29 BK

86 87 59,30 8 Jati 0,28 BK

87 88 56,70 8 Jati 0,32 BK

Kepek 88 88 a 25,00 8 Jati 0,06 TK

88 b 36,00 11 jati trubusan 1,24 KU II

88 c 25,00 5 Jati 0,10 TK

89 89 a 58,15 7 Jati 0,48 BK

89 b 26,50 11 Jati 1,59 KU II

89 c 1,65 7 Jati 0,10 TK

90 90 a 71,00 9 Jati 0,60 KU I

90 c 20,30 7 Jati 0,00 TK

91 91 a 18,00 8 Jati 0,26 BK

94 94 a 56,20 7 Jati 0,84 KU I

94 b 33,00 7 Jati 0,43 BK

1168,70Grand Total Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.4. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Karangmojo Candi 58 58 87,00 9 Jati 0,40 BK

59 59 51,40 5, 8, 9, 14 Jati 0,32 BK

60 60 10,00 5, 7, 9 Jati 0,29 BK

61 61 49,20 8, 9, 13 Jati 0,34 BK

62 62 51,30 7, 9, 50 Jati 0,38 BK

63 63 81,90 5,7,9 Jati 0,35 BK

64 64 76,80 5, 6, 7, 9, 13, 14 Jati 0,31 BK

65 65 61,00 8, 9 Jati 0,35 BK

Gelaran 33 33 46,00 7 Jati 0,93 KU I

Kenet 50 50 43,00 13, 9, 8, 7 Jati 0,48 BK

Semanu 162 162 20,00 9, 31 Jati 0,67 KU I & KU IV

577,60Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 93

Tabel 4.5. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Paliyan Menggoro 96 96 10,00 37 Jati 0,54 KU IV

10,70 26 Jati 0,54 KU III

84,00 2, 5 Jati 0,54 KU I

97 97 119,90 8 Jati 0,51 KU I

98 98 81,00 9 Jati 0,72 KU I

99 99 91,00 8; 5 Jati 0,35 BK

100 100 66,60 7; 5 Jati 0,66 KU I

101 101 103,60 31; 8; 5 Jati 0,37 BK

Kedungwanglu 102 102A 2,00 19, 27, 32, 33, 36, 39 Jati 0,14 TK

102B 48,00 9 Jati 0,47 BK

102C 20,00 9 Jati 0,70 KU I

103 103A 44,10 9 Jati 0,60 KU I

103B 52,00 5 Jati 0,61 KU I

104 104B 8,00 5 Jati 0,55 KU I

104C 9,00 - Jati 0,48 BK

104D 44,00 - Jati 0,49 BK

104E 41,60 - Jati 0,27 BK

105 105A 27,80 16 Jati 1,63 NORMAL

105B 25,00 15 Jati 0,92 NORMAL

105C 30,00 7 Jati 0,90 NORMAL

106 106A 35,00 8 Jati 0,61 NORMAL

106B 80,00 5 Jati 0,29 BK

107 107A 130,20 32 Jati 0,78 NORMAL

Grogol 128 128 18,90 8 Jati 0,76 KU I

129 129A 39,90 8 Jati 0,36 BK

Karangduwet 142 142 62,20 8 Jati 0,61 KU I

Giring 144 144 90,50 5 Jati 0,34 BK

145 145 77,50 5 Jati 0,84 KU I

146 146 83,50 8 Jati 1,04 KU I

147 147 83,50 9 Jati 0,79 KU I

148 148 84,30 8 Jati 0,75 KU I

149 149 85,70 5 Jati 0,94 KU I

150 150 80,30 5 Jati 0,86 KU I

Mulo 151 151 84,00 7 Jati 0,45 BK

152 152 60,00 8 Jati 0,73 KU I

153 153 44,00 8 Jati 0,73 KU I

154 154 68,00 9 Jati 0,56 KU I

155 155-a 40,00 9 Jati 0,71 KU I

155-b 14,50 12 Jati 0,71 KU II

156 156 60,00 10 Jati 0,63 KU I

156 8,50 14 Jati 0,66 KU II

157 157 56,20 11 Jati 1,29 KU II

158 158-b 30,00 8 Jati 0,73 KU I

160 160-a 36,00 12 Jati 0,69 KU II

160-b 27,00 9 Jati 0,60 KU I

2398,00Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 94

Tabel 4.6. Sebaran Kondisi Petak Tegakan jati di BDH Panggang menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Panggang Bibal 108 108a 35,60 8 Jati 0,75 NORMAL

109 109 30,30 6 Jati 0,59 NORMAL

110 110 55,90 9 Jati 0,62 KU I

111 111 53,20 9 Jati 0,60 KU I

112 112 33,20 8 Jati 0,42 BK

113 113 70,80 5 Jati 0,31 BK

114 114 68,10 8 Jati 0,45 BK

Gebang 115 115 84,30 8; 6 Jati 0,77 KU I

116 116 30,00 8 Jati 0,80 KU I

36,00 11 Jati 0,80 KU II

117 117 72,00 2, 5, 8 , 9 Jati 1,00 KU I

6,10 16 Jati 1,00 KU II

7,00 40 Jati 1,00 KU IV

118 118 79,00 9 Jati 0,87 KU I

15,00 12, 16 Jati 0,76 KU II

1,00 49 Jati 0,70 KU V

119 119 48,30 9 Jati 0,76 KU I

121 121 101,90 7,9 Jati 0,90 KU I

Bl imbing 120 120 65,40 6; 5 Jati 0,73 KU I

122 122 71,60 10; 9; 5 Jati 0,54 KU I

123 123 71,50 9; 8 Jati 0,47 BK

124 124 106,60 9; 8; 7 Jati 0,36 BK

125 125 48,60 9 Jati 0,45 BK

126 126 62,90 9; 5 Jati 0,69 KU I

127 127 68,20 9; 8 Jati 0,69 KU I

Pucanganom Anduawan Anduawan 40,00 7 Jati 0,43 BK

Dagang mati Dagang mati 30,00 7 Jati 0,40 BK

Dalangan Dalangan 12,00 7 Jati 0,54 KU I

Di lem Di lem 15,00 9 Jati 0,46 BK

Gemulung Gemulung 17,50 8 Jati 0,21 BK

Glagah Glagah 2,00 7 Jati 0,17 TK

Jambe Jambe 40,00 8 Jati 0,34 BK

Klego Klego 3,00 8 Jati 0,20 BK

Palawan Palawan 15,00 7 Jati 0,43 BK

Pringlarangan Pringlarangan 25,00 9 Jati 0,31 BK

Pucung Pucung 30,00 9 Jati 0,33 BK

Tapakegrang Tapakegrang 30,00 7 Jati 0,48 BK

Wunut Wunut 30,00 9 Jati 0,45 BK

1612,00Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 95

Tabel 4.7. Kondisi Petak Jati di BDH Kulon Progo dan Bantul menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Kp.progo-Bantul Kokap 1 1 10,00 9, 8 Jati 1,10 KU I

2 2b 7,00 9 Jati 1,35 KU I

3 3b 10,00 9 Jati 1,18 KU I

4 4b 14,00 9 Jati 1,25 KU I

5 5 4,00 9 Jati 0,44 BK

6 6a 15,00 9 Jati 0,65 KU I

6b 17,00 71 Jati 0,65 KU VIII

7 7a 23,40 9 Jati 1,13 KU I

8 8 8,10 9 Jati 1,00 KU I

9 9b 5,00 9 Jati 0,90 KU I

10 10b 10,00 9 Jati 1,10 KU I

11 11a 5,70 71 Jati 0,95 KU VIII

11c 5,00 8 Jati 0,95 KU I

12 12b 3,00 9 Jati 0,75 KU I

13 13b 10,00 9 Jati 1,40 KU I

14 14b 10,00 9 Jati 0,85 KU I

16 16b 10,00 9 Jati 1,05 KU I

18 18b 9,00 68 Jati 1,02 KU VII

18c 25,00 9, 8 Jati 1,02 KU I

Sermo 26 26B 6,00 8 Jati 1,00 KU I

27 27A 10,20 8 Jati 0,75 KU I

27D 27,10 47, 9 Jati 1,08 KU I & KU V

27F 2,30 8 Jati 1,25 KU I

Dlingo Dodogan Dodogan a 29,00 7, 11, 14 Jati 0,67 KU I & II

Kali urang Kali urang 8,00 14, 15, 4 Jati 0,00 TK

Kayu mas Kayu mas a 5,00 7, 8, 9 Jati 0,22 BK

Kebo sungu Kebo sungu a 40,90 7, 8, 15, 16, 17 Jati 0,70 KU I & II

Mangunan Gumelem Gumelem 20,00 8, 13 Jati 1,03 KU I & II

Kediwung Kediwung 26,00 8, 9, 21 Jati 1,38 KU I & III

Sudimoro II Sudimoro II 3,00 8 Jati 2,18 KU I

Sudimoro III Sudimoro III 6,00 8 Jati 0,51 KU I

Terong Terong 20,00 8 Jati 1,12 KU I

404,70Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

4.3.2. Tegakan Kayu Putih

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas

tegakan kayu putih yang terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang

terbagi dalam kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha (6,74%), dan kawasan

hutan produksi seluas 4.205,00 ha (93,26%).

Mengingat sebagian petak-petak tegakan kayu putih umumnya tidak hanya

terdiri atas satu umur tetapi memiliki lebih dari satu umur, maka meskipun

diketahui nilai dkn tetapi tidak dapat dibagi-bagi dalam kelompok kelas hutan

Kelas Umur sebagaimana yang dilakukan di tegakan hutani jati. Pendekatan yang

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 96

dilakukan untuk penggelompokan dalam tegakan kayu putih akhirnya hanya

menggunakan klasifikasi tegakan menurut nilai dkn, yaitu suatu tegakan

dikelompokkan dalam Tanah Kosong (TK), jika tegakan kayu putih memiliki nilai

dkn < 0,2; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) jika tegakan kayu putih memiliki

nilai 0,2 ≤ dkn < 0,5; dan termasuk dalam kelompok Tegakan Normal jika tegakan

kayu putih memiliki nilai dkn ≥ 0,5.

Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung semuanya

terdapat di BDH Kulon Progo-Bantul tepatnya di RPH Sermo, RPH Mangunan, dan

RPH Dlingo. Berdasarkan penggelompokan nilai dkn tersebut, tegakan kayu putih

yang berada di kawasan hutan lindung hanya terdiri atas Tanah Kosong (TK) dan

Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK). Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan

lindung seluas 303,75 Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha

(42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%).

Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi, tersebar

di empat BDH yaitu BDH Playen, BDH Karangmojo, BDH Paliyan, dan BDH

Panggang. BDH yang memiliki tegakan kayu putih paling luas adalah BDH

Karangmojo seluas 2,325,20 Ha (55,30%), kemudian diikuti BDH Playen seluas

1.415,10 Ha (33,65%), BDH Paliyan seluas 434,70 Ha (10,34%), dan BDH Panggang

seluas 30,00 Ha (0,71%). Ditinjau dari klasifikasi tegakan menurut nilai dkn,

sebagian besar tegakan kayu putih yang terdapat di kawasan hutan produksi

termasuk Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%),

kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal

(nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%). Kondisi ini perlu menjadi

perhatian mengingat tegakan kayu putih menjadi salah satu sumber utama

pendapatan di KPH Yogyakarta.

Dari tegakan kayu putih yang termasuk Tegakan Bertumbuhan Kurang

(TBK) tersebar di tiga BDH yaitu BDH Karangmojo seluas 2.044,20 Ha, BDH Paliyan

seluas 290,30 Ha, dan BDH Playen seluas 161,90 Ha. Untuk Tanah Kosong (TK)

tersebar di BDH Playen seluas 1.253,20 Ha, BDH Karangmojo seluas 206,30 Ha, dan

BDH Paliyan seluas 144,40 Ha. Sedangkan untuk tegakan kayu putih yang termasuk

kriteria tegakan normal tersebar di BDH Karangmojo seluas 74,70 Ha, dan BDH

Panggang khususnya di RPH Pucanganom seluas 30,00 Ha.

Berikut ini adalah sebaran dari petak-petak tegakan kayu putih menurut

nilai dkn di wilayah KPH Yogyakarta (baik pada kawasan hutan lindung dan

kawasan hutan produksi).

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 97

Tabel 4.8. Struktur Kelas Hutan Tegakan Kayu Putih di KPH Yogyakarta

TK BK NORMAL TK BK NORMAL

PLAYEN WONOLAGI - - - 303,50 - - 303,50

KEMUNING - - - 161,90 71,10 - 233,00

GUBUG RUBUH - - - 441,00 - - 441,00

MENGGORAN - - - 251,50 90,80 - 342,30

KEPEK - - - 95,30 - - 95,30

Sub Total - - - 1.253,20 161,90 - 1.415,10

PALIYAN GROGOL - - - 138,40 290,30 - 428,70

MULO - - - 6,00 - - 6,00

Sub Total - - - 144,40 290,30 - 434,70

KARANGMOJO CANDI - - - - 202,10 - 202,10

GELARAN - - - - 687,10 74,70 761,80

KENET - - - 206,30 482,20 - 688,50

NGLIPAR - - - - 672,80 - 672,80

Sub Total - - - 206,30 2.044,20 74,70 2.325,20

PANGGANG PUCANGANOM - - - - - 30,00 30,00

Sub Total - - - - - 30,00 30,00

KL.PROGO BANTUL DLINGO 100,00 111,25 - - - - 211,25

MANGUNAN 24,00 51,20 - - - - 75,20

SERMO 6,30 11,00 - - - - 17,30

Sub Total 130,30 173,45 - - - - 303,75

130,30 173,45 - 1.603,90 2.496,40 104,70

303,75 4.205,00 T O T A L 4.508,75

BDH RPHHUTAN LINDUNG HUTAN PRODUKSI

JUMLAH

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan kayu putih (baik

pada hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di

KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah

sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 98

Tabel 4.9. Kondisi Petak Tegakan Kayu Putih di BDH Playen menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Playen Wonolagi 1 1 73,60 38, 34, 9 Kayu Putih 0,08 TK

66 66 71,60 16, 17, 22, 40 Kayu Putih 0,10 TK

67 67 88,00 5, 7, 17, 22, 31, 42, 43 Kayu Putih 0,13 TK

68 68 70,30 7, 9, 38, 60 Kayu Putih 0,12 TK

Kemuning 2 2a 12,90 51,34,40 Kayu Putih 0,04 BK

3 3a 12,70 40, 38 Kayu Putih 0,02 TK

4 4a 28,80 8 Kayu Putih 0,18 TK

9 9a 48,70 9, 8, 5 Kayu Putih 0,05 TK

10 10 58,20 37, 35, 43, 22, 23, 9, 8 Kayu Putih 0,43 BK

12 12 71,70 40 Kayu Putih 0,18 TK

Gubugrubuh 76 76 79,40 29 Kayu Putih 0,04 TK

77 77 46,40 23 Kayu Putih 0,03 TK

78 78 87,30 8 Kayu Putih 0,06 TK

79 79 109,20 11 Kayu Putih 0,08 TK

80 80 118,70 33 Kayu Putih 0,04 TK

Menggoran 81 81 117,50 39, 36, 33, 32, 27, 16, 7 Kayu Putih 0,13 TK

82 82 116,00 26, 17, 7 Kayu Putih 0,18 TK

83 83 86,60 39, 26, 23, 17, 8 Kayu Putih 0,21 BK

85C 85C 18,00 7 Kayu Putih 0,17 TK

86C 86C 4,20 3 Kayu Putih 0,21 BK

Kepek 90 90 b 8,00 8 Kayu Putih 0,09 TK

92 92 87,30 9 Kayu Putih 0,12 TK

1415,10Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.10. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH RPH Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Karangmojo Candi 55 51,90 37, 39 Kayu Putih 0,37 BK

56 88,70 5, 8, 9, 24 Kayu Putih 0,32 BK

57 61,50 14, 15, 16, 17, 18, 19, 38, 44 Kayu Putih 0,35 BK

Gelaran 30 80,50 17, 18, 22, 23, 37, 40 Kayu Putih 0,45 BK

31 74,70 17, 18, 21, 23, 26, 28, 35, 36, 38 Kayu Putih 0,50 NORMAL

32 60,60 8, 16, 17, 22, 23, 28, 29, 35, 37 Kayu Putih 0,49 BK

33 48,30 5, 6, 9, 22, 29, 35, 36, 37, 38 Kayu Putih 0,23 BK

40 119,40 8, 11, 16, 17, 22, 30, 35, 40 Kayu Putih 0,44 BK

41 74,20 8, 14, 16, 17, 40 Kayu Putih 0,43 BK

42 132,80 8, 14, 16, 22, 23, 30, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 Kayu Putih 0,33 BK

43 33,50 30, 31, 39, 40 Kayu Putih 0,26 BK

44 53,60 16, 17, 25, 29, 33, 38, 39 Kayu Putih 0,49 BK

45 84,20 35, 16, 17, 25, 31, 36, 38 Kayu Putih 0,30 BK

Kenet 39 135,70 2, 9, 23, 27, 35, 37 Kayu Putih 0,39 BK

46 79,10 2, 6, 15, 16, 18, 20, 22, 37, 38 Kayu Putih 0,21 BK

47 36,90 4, 17, 21, 22, 38 Kayu Putih 0,29 BK

48 56,30 15, 27, 30, 31, 32, 37 Kayu Putih 0,21 BK

49 72,40 5, 16, 18, 33, 34, 42, 43 Kayu Putih 0,15 TK

50 55,80 7, 8, 9, 13, 26, 28, 35, 36, 38 Kayu Putih 0,25 BK

52 118,40 4, 9, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 35, 36, 38, 39, 42 Kayu Putih 0,20 BK

53 65,00 21, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 47 Kayu Putih 0,16 TK

54 68,90 8, 9, 15, 20, 34, 36, 38, 52 Kayu Putih 0,16 TK

Nglipar 25 52,20 43 Kayu Putih 0,35 BK

26 81,10 28 Kayu Putih 0,26 BK

27 110,00 15,18,27 Kayu Putih 0,33 BK

28 66,10 36 Kayu Putih 0,34 BK

29 105,60 45,15,18 Kayu Putih 0,34 BK

34 80,90 13,16,23,32 Kayu Putih 0,32 BK

35 80,10 15,23,27,45 Kayu Putih 0,38 BK

36 42,50 18,31,32 Kayu Putih 0,30 BK

38 54,30 22,23,32,38,40 Kayu Putih 0,39 BK

2325,20Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 99

Tabel 4.11. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Panggang menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Panggang Pucanganom Salam dan Guwo Salam dan Guwo 30,00 17 Kayu Putih 0,57 NORMAL

30,00Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.12. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Paliyan Grogol 129 129A 20,00 8 Kayu Putih 0,15 TK

129B 16,10 30 Kayu Putih 0,15 TK

7,50 15 Kayu Putih 0,19 TK

129C 2,50 42 Kayu Putih 0,08 TK

11,00 15 Kayu Putih 0,12 TK

9,20 12 Kayu Putih 0,23 BK

130 130A 5,70 8 Kayu Putih 0,19 TK

40,00 8 Kayu Putih 0,26 BK

130B 15,60 30 Kayu Putih 0,28 BK

130C 17,50 15 Kayu Putih 0,23 BK

131 131A 22,30 40 Kayu Putih 0,29 BK

131B 7,60 13 Kayu Putih 0,38 BK

131C 22,50 16 Kayu Putih 0,28 BK

131D 10,80 18 Kayu Putih 0,23 BK

131E 17,10 15 Kayu Putih 0,22 BK

131F 7,50 34 Kayu Putih 0,34 BK

132 132A 10,60 39 Kayu Putih 0,33 BK

132B 47,50 16 Kayu Putih 0,21 BK

132C 12,10 29 Kayu Putih 0,33 BK

132D 14,30 15 Kayu Putih 0,28 BK

133 133A 27,00 6 Kayu Putih 0,17 TK

5,00 2 Kayu Putih 0,38 BK

133B 20,70 17 Kayu Putih 0,23 BK

133C 10,00 5 Kayu Putih 0,34 BK

134 134A 23,60 8 Kayu Putih 0,19 TK

134B 25,00 5 Kayu Putih 0,15 TK

Mulo 160 160 c 6,00 - Kayu Putih 0,12 TK

434,70Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 100

Tabel 4.13. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai

dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Kp.progo Bantul Dlingo Dodogan Dodogan b 64,00 8, 9, 37 Kayu Putih 0,34 BK

Kali urang Kaliurang a 47,259, 14, 38, 45 Kayu Putih 0,23 BK

Kayu mas Kayu mas b 100,00 7, 8 Kayu Putih 0,06 TK

Mangunan Gumelem Gumelem 14,00 8 Kayu Putih 0,15 TK

Kediwung Kediwung 14,00 8 Kayu Putih 0,28 BK

Sudimoro I Sudimoro I 20,00 9 Kayu Putih 0,30 BK

Sudimoro II Sudimoro II 17,20 8 Kayu Putih 0,32 BK

Terong Terong 10,00 9 Kayu Putih 0,13 TK

Sermo 26 26A 6,30 47 Kayu Putih 0,09 TK

26C 11,00 53, 8 Kayu Putih 0,33 BK

303,75Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

4.3.3. Tegakan Rimba

Di wilayah KPH Yogyakarta, selain tegakan jati dan tegakan kayu putih,

terdapat beberapa petak yang berisi tegakan rimba. Beberapa jenis tanaman

kehutanan yang dikembangkan di wilayah KPH Yogyakarta antara lain: mahoni,

Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus, Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea,

Sono, Bambu, Murbei, dan tegakan campuran. Dari hasil inventarisasi hutan yang

dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan rimba yang terdata adalah seluas

1.494,20 Ha yang tersebar di BDH Karangmojo, BDH Playen, BDH Kulon progo-

Bantul, dan BDH Panggang, dengan sebaran tegakan rimba terluas berada di BDH

Kulon Progo-Bantul seluas 952,90 Ha, disusul oleh BDH Paliyan seluas 246,90 Ha,

BDH Panggang seluas 132,50 Ha, BDH Karangmojo seluas 110,30 Ha, dan BDH

Playen seluas 51,60 Ha.

Sebagaimana pada tegakan kayu putih, pada tegakan rimba meskipun

diketahui nilai dkn namun karena sebagian petak umur tegakannya terdiri dalam

beberapa umur, maka pengelompokkan tegakan rimba hanya menggunakan

pendekatan Tanah Kosong (TK), jika tegakan kayu putih memiliki nilai dkn < 0,2;

Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) jika tegakan kayu putih memiliki nilai 0,2 ≤

dkn < 0,5; dan termasuk dalam kelompok Tegakan Normal jika tegakan kayu putih

memiliki nilai dkn ≥ 0,5.

Berdasarkan posisinya tegakan rimba tersebut seluas 763,9 Ha berada di

kawasan hutan lindung, sedangkan sisanya seluas 730,30 Ha berada di kawasan

hutan produksi. Tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung tersebar di

BDH Kulon Progo-Bantul seluas 654,20 Ha, BDH Paliyan seluas 33,70 Ha, dan BDH

Panggang seluas 76,0 Ha. Untuk tegakan rimba yang berada di kawasan hutan

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 101

produksi tersebar di semua BDH, dan terbagi atas kelas hutan Tanah Kosong (TK)

seluas 204,30 Ha, Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 255,20 Ha, tegakan

normal seluas 205,00 Ha, dan tegakan yang tidak diketahui dkn-nya seluas 65,80

Ha.

Untuk tegakan rimba yang memiliki kelas hutan Tanah Kosong tersebar di

BDH Kulon Progo-Bantul seluas 56,5 Ha; BDH Panggang seluas 53,5 Ha; BDH

Playen seluas 51,6 Ha; BDH Paliyan seluas 27,10 Ha; dan BDH Karangmojo seluas

15,6 Ha. Kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) tersebar di dua BDH

yaitu BDH Kulon Progo-Bantul seluas 215,20 Ha; dan BDH Paliyan seluas 40,0 Ha.

Sedangkan untuk kelas hutan tegakan normal tersebar di BDH Paliyan seluas

146,10 Ha; BDH Karangmojo seluas 28,9 Ha; BDH Kulon Progo-Bantul seluas 27,0

ha; dan BDH Panggang seluas 3,00 Ha. Berikut ini adalah gambaran sebaran

komposisi tegakan rimba di KPH Yogyakarta menurut dkn hasil dari kegiatan

inventarisasi tahun 2012.

Tabel 4.13. Sebaran Komposisi Tegakan Rimba di KPH Yogyakarta Tahun 2012

HUTAN TDK ADA

LINDUNG DATA dkn TK BK NORMAL

KARANGMOJO NGLIPAR - 7,30 - - - 7,30

CANDI - 22,40 - - - 22,40

KENET - 36,10 15,60 - - 51,70

SEMANU - - - - 28,90 28,90

Sub Total - 65,80 15,60 - 28,90 110,30

PLAYEN KEMUNING - - 51,60 - - 51,60

KEPEK - - - - - -

Sub Total - - 51,60 - - 51,60

PALIYAN KDWANGLU 33,70 - - 5,00 15,00 53,70

KR.DUWET - - - - 78,80 78,80

MULO - - 27,10 35,00 52,30 114,40

Sub Total 33,70 - 27,10 40,00 146,10 246,90

PANGGANG BIBAL 76,00 - - - - 76,00

GEBANG - - 5,00 - 3,00 8,00

PUCANG ANOM - - 48,50 - - 48,50

Sub Total 76,00 - 53,50 - 3,00 132,50

KL.PROGO BANTUL KOKAP - - 56,50 215,20 27,00 298,70

SERMO 66,10 - - - - 66,10

DLINGO 176,60 - - - - 176,60

MANGUNAN 411,50 - - - - 411,50

Sub Total 654,20 - 56,50 215,20 27,00 952,90

T O T A L 763,90 65,80 204,30 255,20 205,00 1.494,20

BDH RPHLUAS (HA) DARI KELAS HUTAN

JUMLAH

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 102

Berikut ini adalah gambaran dari masing-masing tegakan rimba yang ada di

KPH Yogyakarta.

1. Tegakan Mahoni

Potensi kayu dari tanaman mahoni pada wilayah Balai KPH Yogyakarta

terdapat seluas 151,8 ha tersebar pada seluruh BDH. Sayangnya hutan mahoni

yang berada di wilayah Balai KPH Yogyakarta ini belum ditata secara baik

sehingga sebarannya tidak merata.

Tabel 4.14. Potensi Tanaman Mahoni di Wilayah KPH Yogyakarta

KU I KU II KU III

Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha)

1 PANGGANG 2.232,7 61,0 - 3,0 64,0

2 PALIYAN 4.206,3 - - 6,5 6,5

3 KARANGMOJO 3.746,4 2,9 - - 2,9

4 PLAYEN 3.641,5 - - 53,5 53,5

5 KULONPROGO-BANTUL 1.897,6 - - 24,9 24,9

15.724,5 63,9 - 87,9 151,8 JUMLAH

No BDHLuas BDH

(ha)

KELAS UMUR (KU) MAHONIJUMLAH

Sumber : Kendali Petak 2011

2. Tegakan Akasia

Tanaman Akasia yang berada di wilayah hutan KPH Yogyakarta terdiri dari dua

jenis yaitu Acacia auriculiformis seluas 208,95 ha dan Acacia cathecu seluas 7,8

ha. Penanaman akasia ini dilakukan pada 1984 dan tahun 1994, dengan tujuan

sebagai tanaman konservasi karena mengingat tanaman aksia merupakan

tanaman pioneer dan merupakan fast growing spesies. Selain itu tujuan

penanaman akasia ini adalah untuk pemenuhan kayu bakar bagi masyarakat

sekitar hutan. Sebaran tanaman akasia di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta

disajikan pada Tabel 4.15.

Tabel 2.11. Potensi Tanaman Akasia di Wilayah KPH Yogyakarta

ha N (btg) ha N (btg)

1 PLAYEN 9.9 1750 6.3 1940

2 PALIYAN 100.85 1474 0 0

3 KARANGMOJO 30.4 1474 1.5 145

4 PANGGANG 0 0 0 0

5 KULONPROGO-BANTUL 67.8 5153 0 0

201.65 11377 7.8 2085

KeteranganNo BDH

Acacia

auriculiformis

Acacia

catechu

JUMLAH Sumber : Kendali Petak 2011

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 103

3. Tegakan Sonokeling

Potensi tanaman sono pada Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta terdapat

seluas 41,25 ha. Tanaman sono ini tidak ditanam secara mengelompok di

kawasan rimba, tanaman ini dimanfaatkan sebagai tanaman tepi dan pengisi

diantara tegakan jati dan di kawasan hutan kayu putih. Sebaran tanaman sono

di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Potensi Tanaman Sono di Wilayah KPH Yogyakarta

ha N (btg)

1 PLAYEN 0 0

2 PALIYAN 0 0

3 KARANGMOJO 4.8 1180

4 PANGGANG 0 0

5 KULONPROGO-BANTUL 36.45 4200

41.25 5380JUMLAH

KeteranganNo BDHSono

Sumber : Kendali Petak, 2011

4. Tegakan Bambu

Potensi tanaman bambu pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta total

terdapat 5 ha bambu. Tanaman bambu ini ditanam sebagai tanaman pelindung

(konservasi) sekitar kawasan sempadan sungai dan kawasan rawan longsor.

Disamping sebagai tanaman konservasi tersebut, hasilnya untuk rebung (tunas

bambu) dapat dimanfaatkan masyarakat. Saat ini tanaman bambu ini kurang

terpelihara dengan baik termasuk dalam pengaturan hasil bambu dan

pemanfaatan rebungnya. Sebaran tanaman Bambu di wilayah hutan Balai KPH

Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Potensi Tanaman Bambu di Wilayah KPH Yogyakarta

ha N (btg)

1 PLAYEN 2 100 Kemantren Kepek

2 PALIYAN 0 0

3 KARANGMOJO 0 0

4 PANGGANG 0 0

5 KULONPROGO-BANTUL 3 559

5 659JUMLAH

KeteranganNo BDHBambu

Sumber : Kendali Petak, 2011

Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan rimba (baik pada

hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH

Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana

yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 104

Tabel 4.14. Kondisi Petak Tegakan Kayu Rimba di BDH Playen menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (th) Jenis dkn Kls Hutan

Playen Kemuning 3 3c 51,6 40,31,26 Rimba 0,1 TK

51,6Grand Total Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.5. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (th) Jenis dkn Kls Hutan

Karangmojo Kenet 48 48 6,40 - Rimba no data TK

52 52 5,40 17 Rimba no data TK

53 53 15,60 36,39 Rimba 0,11 TK

54 54 24,30 38 Rimba no data TK

Ngl ipar 26 26 7,30 39 Rimba no data TK

Semanu 161 161 28,90 7, 9, 12, 26 Rimba 0,71 NORMAL

Candi 62 62 22,40 40 Rimba no data TK

110,30Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.16. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Paliyan menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Ha) Jenis dkn Kls Hutan

Pal iyan Karangduwet 143 143 78,80 8 Rimba 0,55 NORMAL

Kedungwanglu 103 103C 15,00 30 Rimba 1,18 NORMAL

104 104A 5,00 - Rimba 0,37 BK

106 106C 33,00 1 Rimba 0,16 TK

106D 0,70 32 Rimba 1,88 NORMAL

Mulo 153 153 4,00 27 Rimba 1,20 NORMAL

156 156 1,50 - Rimba 0,20 BK

157 157 48,30 - Rimba 0,73 NORMAL

158 158-a 27,10 9,65 Rimba 0,16 TK

159 159-c 33,50 - Acacia 0,40 BK

246,90Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 105

Tabel 4.17. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Panggang menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (ha) Umur (th) Jenis dkn Kls Hutan

Panggang Gebang 117 117 3,00 36 mahoni 1,1 NORMAL

119 119 5,00 7 Rimba - TK

Pucanganom Bel imbing telogosongBel imbing telogosong 3,50 - (blank) 0 TK

Benggolo Benggolo 32,00 - (blank) 0 TK

Kacangan Kacangan 2,50 - (blank) 0 TK

Sawit dan Kemusu Sawit dan Kemusu 3,50 - (blank) 0 TK

Soka Soka 0,50 - (blank) 0 TK

Tlogosambi Tlogosambi 6,50 - (blank) 0 TK

Bibal 108 108b 76,00 7, 5 Rimba 0,26 BK

132,50Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.18. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Kulon Progo-Bantul menurut

Nilai dkn BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Kprogo Bantul Kokap 1 1 36,00 49, 66, 35, 39, 66, 9, 8 Rimba 0,40 BK

2 2a 45,30 66, 45, 43, 34, 40 Rimba 0,31 BK

3 3a 41,50 68 Rimba 0,23 BK

4 4a 0,00 49, 37 Rimba 0,38 BK

6 6c 9,90 25, 37 Rimba 0,34 BK

7 7b 9,30 27 Rimba 0,48 BK

9 9a 27,00 59, 40, 34 Rimba 0,50 NORMAL

10 10a 28,60 68, 69 Rimba 0,16 TK

11 11b 26,40 38, 59 Rimba 0,32 BK

12 12a 15,30 36, 30 Rimba 0,29 BK

13 13a 5,50 34, 40 Rimba 0,22 BK

14 14a 7,60 49 Rimba 0,18 TK

15 15 9,10 71 Rimba 0,19 TK

16 16a 11,20 36 Rimba 0,10 TK

18 18a 26,00 30, 59, 37 Rimba 0,21 BK

Sermo 25 25B 5,00 22 Pinus 0,66 NORMAL

25C 10,00 22 Pinus, kemiri 0,46 BK

25D 14,00 22, 18 Pinus, akasia, sonokeling 0,32 BK

27 27B 14,00 8 Jati, Pinus 0,57 NORMAL

27C 12,00 47, 8 akasia, kayu putih, kenanga 0,23 BK

27E 11,10 47, 10 jati, kayu putih 0,46 BK

Dlingo Banyu urip Banyu urip 11,30 6 Rimba 0,28 BK

Dodogan Dodogan c 43,30 27, 30 Rimba 0,18 TK

Kali urang Kaliurang b 46,00 9, 26, 28, 30, 32, 33, 38 Rimba 0,78 NORMAL

Kayu mas Kayu mas c 31,00 12 Rimba 0,75 NORMAL

Kebo sungu Kebo sungu b 45,00 9 Rimba 0,21 BK

Mangunan Cerme Cerme 39,80 45, 34, 30, 29, 2 Akasia,Mungur, Nyamplung, Duwet 0,55 NORMAL

Gumelem Gumelem 49,50 29, 28, 10, 9 Rimba 0,39 BK

Kediwung Kediwung 57,60 29, 21, 10, 9 Rimba 0,68 NORMAL

Sudimoro I Sudimoro I 68,20 24, 22, 20, 10, 9, 6 Rimba 0,54 NORMAL

Sudimoro II Sudimoro II 88,10 28, 27, 26, 24 Rimba 1,19 NORMAL

Sudimoro III Sudimoro III 96,00 32, 30, 27, 26 Rimba 1,26 NORMAL

Terong Terong 12,30 41 Rimba 0,71 NORMAL

952,90Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Keterangan: : hutan lindung ; : hutan produksi

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 106

4.3.4. Hutan Lindung

Sesuai dengan kondisi biofisik wilayah dan berdasarkan hasil skoring, di

areal hutan KPH Yogyakarta terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.312,80 Ha.

Kawasan hutan lindung tersebut tersebar di beberapa kabupaten yaitu seluas

1.016,70 Ha terdapat di Kabupaten Gunung Kidul, 1.041,20 Ha terdapat di

Kabupaten Bantul, dan sisanya terdapat di Kabupaten Kulon Progo.

Dari kawasan hutan lindung tersebut, seluas 222,9 ha sudah dimanfaatkan

sebagai areal kelola HKm khususnya di wilayah RPH Sermo BDH Kulon Progo

seluas 113,80 ha; RPH Candi BDH Karangmojo seluas 40,0 ha; dan RPH Bibal BDH

Panggang seluas 69,10 ha.

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012, kawasan hutan lindung

(diluar areal HKm) yang ditanami tegakan jati seluas 979,00 Ha, kemudian yang

ditanami tegakan kayu putih seluas 303,75 ha, dan sisanya seluas 763,90 Ha

umumnya berupa tegakan kayu rimba antara lain pinus, akasia, sonokeling dll.

Berikut ini adalah data komposisi tegakan hutan jati, tegakan kayu putih dan

tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung.

Tabel 4.19. Komposisi Tegakan Jati di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012

(diluar areal HKm)

TK BK KU I KU II KU III KU IV

KARANGMOJO CANDI - 381,60 - - - - 381,60

Sub Total - 381,60 - - - - 381,60

PALIYAN KDWANGLU - 80,00 65,00 52,80 - 130,20 328,00

Sub Total - 80,00 65,00 52,80 - 130,20 328,00

PANGGANG BIBAL - - 65,90 - - - 65,90

Sub Total - - 65,90 - - - 65,90

KL.PROGO BANTUL SERMO - - 45,60 - - - 45,60

DLINGO 8,00 5,00 69,90 - - - 82,90

MANGUNAN - - 75,00 - - - 75,00

Sub Total 8,00 5,00 144,90 - - - 203,50

T O T A L 8,00 466,60 275,80 52,80 - 130,20 979,00

BDH RPHLUAS HUTAN LINDUNG (HA)

JUMLAH

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Dari data pada tabel di atas nampak bahwa untuk tegakan jati yang tumbuh di

kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha tersebut didominasi kelas hutan Tegakan

Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 466,60 Ha, dan KU I seluas 275,80 Ha;

sedangkan sisanya berupa Tanah Kosong (TK) seluas 8,00 Ha, tegakan KU II seluas

52,8 Ha; dan KU IV seluas 130,2 Ha.

Untuk tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung, dari tegakan

seluas 303,75 Ha yang berupa Tanah Kosong seluas 130,30 Ha; dan tegakan

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 107

Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha. Keberadaan tegakan kayu putih di

kawasan hutan lindung ini perlu menjadi perhatian karena tegakan kayu putih ini

umumnya diproduksi daunnya dan dipangkas tegakannya sehingga tidak dapat

berfungsi optimal dalam aspek perlindungan. Berikut ini adalah data komposisi

tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung.

Tabel 4.20. Komposisi Tegakan Kayu Putih di Hutan Lindung KPH Yogyakarta

Tahun 2012 (diluar areal HKm)

TK BK NORMAL

KL.PROGO BANTUL DLINGO 100,00 111,25 - 211,25

MANGUNAN 24,00 51,20 - 75,20

SERMO 6,30 11,00 - 17,30

Sub Total 130,30 173,45 - 303,75

BDH RPHHUTAN LINDUNG

JUMLAH

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.21. Komposisi Tegakan Rimba di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun

2012 (diluar areal HKm)

TK BK NORMAL

Pal iyan Kdwanglu 33,00 - 0,70 33,70

33,00 - 0,70 33,70

Panggang Bibal - 76,00 - 76,00

- 76,00 - 76,00

Kprogo-Bantul Sermo - 47,10 19,00 66,10

Dl ingo 43,30 56,30 77,00 176,60

Mangunan - 49,50 362,00 411,50

43,30 152,90 458,00 654,20 Sub Total

BDH RPHHUTAN LINDUNG

JUMLAH

Sub Total

Sub Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Dari data di atas nampak bahwa untuk tegakan rimba yang berada di kawasan

hutan lindung seluas 654,20 ha, terbagi dalam kondisi Tanah Kosong (TK) seluas

43,30 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 152,90 Ha; dan tegakan

normal seluas 458,00 Ha. Keberadaan tanah kosong maupun TBK baik pada

tegakan jati, tegakan kayu putih, maupun tegakan rimba perlu mendapat perhatian

dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan ke depan sehingga akan dapat

terbentuk tegakan di kawasan hutan lindung yang mampu berfungsi secara optimal

khususnya dalam menjaga keseimbangan fungsi hidro-orologi dan fungsi

perlindungan flora-fauna lainnya.

Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan baik jati, kayu

putih, maupun tegakan rimba pada hutan lindung dari masing-masing RPH dan

BDH di KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah

sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 108

Tabel 4.22. Kondisi Tegakan Jati pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta

menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kelas Hutan

Karangmojo Candi 59 59 51,40 5, 8, 9, 14 Jati 0,32 BK

60 60 10,00 5, 7, 9 Jati 0,29 BK

61 61 49,20 8, 9, 13 Jati 0,34 BK

62 62 51,30 7, 9, 50 Jati 0,38 BK

63 63 81,90 5,7,9 Jati 0,35 BK

64 64 76,80 5, 6, 7, 9, 13, 14 Jati 0,31 BK

65 65 61,00 8, 9 Jati 0,35 BK

Sub Total BDH Karangmojo 381,60

Paliyan Kdwanglu 105 105A 27,80 16 Jati 1,63 KU II

105B 25,00 15 Jati 0,92 KU II

105C 30,00 7 Jati 0,90 KU I

106 106A 35,00 8 Jati 0,61 KU I

106B 80,00 5 Jati 0,29 BK

107 107A 130,20 32 Jati 0,78 KU IV

Sub Total BDH Paliyan 328,00

Panggang Bibal 108 108a 35,60 8 Jati 0,75 KU I

109 109 30,30 6 Jati 0,59 KU I

Sub Total BDH Panggang 65,90

KP Bantul Sermo 26 26B 6,00 8 Jati 1,00 KU I

27 27A 10,20 8 Jati 0,75 KU I

27D 27,10 47, 9 Jati 1,08 KU I & KU V

27F 2,30 8 Jati 1,25 KU I

Dlingo Dodogan Dodogan a 29,00 7, 11, 14 Jati 0,67 KU I & II

Kali urang Kali urang 8,00 14, 15, 4 Jati 0,00 TK

Kayu mas Kayu mas a 5,00 7, 8, 9 Jati 0,22 BK

Kebo sungu Kebo sungu a 40,90 7, 8, 15, 16, 17 Jati 0,70 KU I & KU II

Mangunan Gumelem Gumelem 20,00 8, 13 Jati 1,03 KU I & KU II

Kediwung Kediwung 26,00 8, 9, 21 Jati 1,38 KU I & KU III

Sudimoro II Sudimoro II 3,00 8 Jati 2,18 KU I

Sudimoro III Sudimoro III 6,00 8 Jati 0,51 KU I

Terong Terong 20,00 8 Jati 1,12 KU I

Sub Total BDH Kulon Progo-Bantul 203,50

TOTAL 979,00

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 109

Tabel 4.23. Kondisi Tegakan Kayu Putih pada Kawasan Hutan Lindung KPH

Yogyakarta menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis dkn Kls Hutan

Kp.progo Bantul Dl ingo Dodogan Dodogan b 64,00 8, 9, 37 Kayu Putih 0,34 BK

Kal i urang Kal iurang a 47,25 9, 14, 38, 45 Kayu Putih 0,23 BK

Kayu mas Kayu mas b 100,00 7, 8 Kayu Putih 0,06 TK

Mangunan Gumelem Gumelem 14,00 8 Kayu Putih 0,15 TK

Kediwung Kediwung 14,00 8 Kayu Putih 0,28 BK

Sudimoro I Sudimoro I 20,00 9 Kayu Putih 0,30 BK

Sudimoro II Sudimoro II 17,20 8 Kayu Putih 0,32 BK

Terong Terong 10,00 9 Kayu Putih 0,13 TK

Sermo 26 26A 6,30 47 Kayu Putih 0,09 TK

26C 11,00 53, 8 Kayu Putih 0,33 BK

303,75Grand Total

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Tabel 4.24. Kondisi Tegakan Rimba pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta

menurut Nilai dkn

BDH RPH Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Ha) Jenis dkn Kls Hutan

Pal iyan Kedungwanglu 106 106C 33,00 1 Rimba 0,16 TK

106D 0,70 32 Rimba 1,88 NORMAL

33,70

Panggang Bibal 108 108b 76,00 7, 5 Rimba 0,26 BK

76,00

Kprogo Bantul Sermo 25 25B 5,00 22 Pinus 0,66 NORMAL

25C 10,00 22 Pinus , kemiri 0,46 BK

25D 14,00 22, 18 Pinus , akas ia , sonokel ing 0,32 BK

27 27B 14,00 8 Jati , Pinus 0,57 NORMAL

27C 12,00 47, 8 akas ia , kayu putih, kenanga 0,23 BK

27E 11,10 47, 10 jati , kayu putih 0,46 BK

Dl ingo Banyu urip Banyu urip 11,30 6 Rimba 0,28 BK

Dodogan Dodogan c 43,30 27, 30 Rimba 0,18 TK

Kal i urang Kal iurang b 46,00 9, 26, 28, 30, 32, 33, 38 Rimba 0,78 NORMAL

Kayu mas Kayu mas c 31,00 12 Rimba 0,75 NORMAL

Kebo sungu Kebo sungu b 45,00 9 Rimba 0,21 BK

Mangunan Cerme Cerme 39,80 45, 34, 30, 29, 2 Akas ia ,Mungur, Nyamplung, Duwet 0,55 NORMAL

Gumelem Gumelem 49,50 29, 28, 10, 9 Rimba 0,39 BK

Kediwung Kediwung 57,60 29, 21, 10, 9 Rimba 0,68 NORMAL

Sudimoro I Sudimoro I 68,20 24, 22, 20, 10, 9, 6 Rimba 0,54 NORMAL

Sudimoro II Sudimoro II 88,10 28, 27, 26, 24 Rimba 1,19 NORMAL

Sudimoro III Sudimoro III 96,00 32, 30, 27, 26 Rimba 1,26 NORMAL

Terong Terong 12,30 41 Rimba 0,71 NORMAL

654,20

763,90

Sub Total

Sub Total

Sub Total

T O T A L

Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 110

4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan

4.4.1. Sebaran Desa-Desa Hutan

Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan saat ini

adalah semakin meningkatnya dinamika permasalahan sosial

ekonomi.Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan

tersediaanya kebutuhan pangan, sandang, dan lapangan pekerjaan berdampak

pada meningkatnya jumlah keluarga miskin dan lonjakan jumlah pengangguran.

Apabila kondisi ini terjadi di desa-desa sekitar hutan, akan berdampak pada

peningkatan interaksi penduduk dengan sumber daya hutan baik bersifat

konstruktif maupun destruktif.

Sebagaimana kondisi umum kawasan hutan di Pulau Jawa, hampir semua

kawasan hutan di KPH Yogyakarta dikelilingi oleh desa-desa sekitar hutan.

Berdasarkan data, jumlah desa hutan dan/atau desa sekitar hutan di Propinsi D.I.

Yogyakarta sebanyak 66 desa yang tersebar di 21 kecamatan. Dilihat dari jumlah

kecamatan yang memiliki desa hutan, terbanyak di Kabupaten Gunung Kidul

sebanyak 45 desa di 13 kecamatan, disusul Kabupaten Kulon Progo sebanyak 12

desa di 5 kecamatan, dan Kabupaten Bantul sebanyak 9 desa di 3 kecamatan.

Berikut ini adalah sebaran desa-desa sekitar hutan yang terdapat di masing-masing

kabupaten di wilayah KPH Yogyakarta.

Tabel 4.30 Sebaran Desa Sekitar Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta

Kota Desa Jumlah Kec % Desa %

1 Gunung Kidul 18 5 139 144 9 50,0 44 30,6

2 Bantul 17 47 28 75 1 5,9 3 4,0

3 Kulon Progo 12 13 75 88 1 8,3 2 2,3

Jumlah 47 65 242 307 11 23,4 49 16,0

Jml Desa HutanNo Kabupaten Kec

Jml Desa/Kelurahan

Sumber : D.I. Yogyakarta dalam Angka, 2010

Dari Tabel 4.30 di atas nampak bahwa, di wilayah Kabupaten Gunung Kidul

dan Kabupaten Kulon Progo, sebagian besar desa berstatus sebagai pedesaan,

berbeda dengan Kabupaten Bantul dimana desanya lebih didominasi oleh desa

kota. Oleh karena itu sebaran desa hutan yang terbanyak juga didominasi oleh

Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 45 desa (atau 30,6% dari total desa).

Penyebaran desa hutan dan tingkat kesejahteraan dari desa-desa hutan tersebut

dapat diamati pada tabel berikut.

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 111

Tabel 4.31 Daftar Desa Hutan dan Kondisi Umum Desa Hutan

KK (%) KK (%)

KABUPATEN GUNUNG KIDUL

I WONOSARI VII PLAYEN

1 a. Wunung 1.002 249 24,85 1 a. Banyusoco 2.011 252 12,53

2 b. Candi 1.818 186 10,23 2 b. Bleberan 2.600 316 12,15

3 c. Mulo 1.308 163 12,46 3 c. Getas 1.250 236 18,88

4 d. Wareng 1.049 93 8,87 4 d. Playen 987 228 23,10

5 e. Karang Tengah 2.114 245 11,59 5 e. Gading 1.909 236 12,36

II KARANGMOJO 6 f. Banaran 1.521 279 18,34

1 a. Karangmojo 2.349 466 19,84 7 g. Ngleri 1.449 148 10,21

2 b. Beliharjo 3.899 748 19,18 VIII PALIYAN

3 c. Jatiayu 1.793 508 28,33 1 a. Karangduwet 1.761 360 20,45

4 d. Ngawis 1.099 270 24,57 2 b. Karangasem 1.979 347 17,54

III SEMANU 3 c. Mulusan 1.337 127 9,50

1 a. Pacarejo 4.808 851 17,70 4 d. Giring 783 126 16,10

2 b. Candirejo 1.985 367 18,49 5 e. Sodo 1.213 221 18,22

3 c. Ngeposari 2.577 429 16,65 6 f. Pampang 670 164 24,48

4 d. Semanu 3.530 586 16,60 7 g. Grogol 598 141 23,57

IV NGLIPAR X PANGGANG

1 a. Nglipar 1.051 239 22,74 1 a. Giriharjo 938 241 25,69

2 b. Pengkol 1.519 319 21,00 2 b. Giriwungu 573 160 27,92

3 c. Kedungpoh 1.468 265 18,05 3 c. Girimulyo 1.234 185 14,99

4 d. Kedungkeris 1.157 225 19,45 4 d. Girikarto 879 181 20,59

5 e. Katongan 1.270 255 20,08 5 e. Girisekar 1.663 349 20,99

6 f. Natah 956 194 20,29 6 f. Girisuko 1.641 213 12,98

7 g. Pilangrejo 910 212 23,30 Jumlah 44 desa 42.939 7.995 18,62

V RONGKOP KABUPATEN BANTUL

1 a. Semugih 1.263 270 21,38 I Dlingo

2 b. Karangwuni 905 235 25,97 1 a. Jatimulyo 813,00 174,00 21,42

VI TEPUS 2 b. Temuwuh 836,00 175,00 20,93

1 a. Kemadang 1.642 289 17,60 3 c. Mangunan 880,00 330,00 37,50

2 b. Gayamrejo 1.467 331 22,56 4 d. Dlingo 1.814 325 17,92

Jumlah 4 desa 4.343,00 1.004,00 97,77

KABUPATEN KULON PROGO

I Kokap

1 a. Hargorejo 964,00 160,00 16,61

2 b. Hargomulyo 1.230,00 150,00 12,19

Jumlah 2 desa 2.194,00 310,00 14,13

Kecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)

Kondisi Kemiskinan

Jumlah KKMiskinNo

Kecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)

Kondisi Kemiskinan

Jumlah

KK

Miskin No

Sumber: Survei Potensi Desa D.I. Yogyakarta, 2010

Dari data pada tabel di tersebut nampak bahwa di Kabupaten Bantul rata-rata

prosentase KK miskin dibandingkan dengan jumlah keseluruhan KK adalah

18,06%, sedangkan untuk Kabupaten Bantul sebesar 26,85%, dan Kabupaten Kulon

Progo sebesar 14,13%.

4.4.2. Kepemilikan Lahan Pertanian dan Ternak

Untuk mengetahui potensi dari kepemilikan lahan rata-rata dari desa-desa

hutan, dibawah ini ditampilkan pendekatan dari rata-rata kepemilikan lahan

pertanian dari masing-masing kecamatan yang memiliki sebaran desa hutan,

sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.32. Untuk mengetahui kepemilikan lahan

pertanian dilakukan dengan pendekatan Equivalensi Lahan Sawah Tadah Hujan

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 112

(ESTH) yang diperoleh dari perbandingan produktivitas lahan sawah irigasi dan

lahan kering terhadap lahan sawah tadah hujan. Dalam hal ini dipakai asumsi

bahwa produktivitas lahan sawah irigasi dua kali lahan sawah tadah hujan dan

lahan kering sepertiga lahan sawah tadah hujan. Sedangkan data sebaran

kepemilikan ternak besar, ternak kecil, dan unggas (ayam dan itik) dari desa-desa

hutanditampilkan pada Tabel 2.33

Tabel 4.32 Rata-rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Kecamatan dengan Desa

Hutan

Sawah Irigasi Sawah Rumah & Tegal(ha) (ha) (ha) (ha)

KABUPATEN GUNUNG KIDULI WONOSARI 7.291 82,00 - 2.138,00 4.354,00 2.193,60 0,30 II KARANGMOJO 9.140 574,00 36,00 3.397,00 2.187,00 3.433,20 0,38 III SEMANU 12.900 195,00 - 2.042,00 7.342,00 3.400,20 0,26 IV NGLIPAR 8.331 180,00 100,00 2.147,00 2.171,00 1.935,40 0,23 V RONGKOP 2.168 - - 613,00 2.763,00 1.012,80 0,47 VI TEPUS 3.109 - - 487,00 3.301,00 1.136,40 0,37 VII PLAYEN 11.727 125,00 151,00 1.651,00 3.395,00 2.039,80 0,17 VIII PALIYAN 8.341 - 31,00 932,00 2.546,00 1.074,40 0,13 IX PANGGANG 6.928 - 22,00 623,00 4.329,00 1.507,60 0,22

69.935 1.156,00 340,00 14.030,00 32.388,00 17.733,40 0,25 KABUPATEN BANTULI Dlingo 2.529 213,00 538,00 472,00 3.350,00 2.323,60 0,92

2.529 213,00 538,00 472,00 3.350,00 2.323,60 0,92 KABUPATEN KULON PROGOI Kokap 2.194 47,00 26,00 2.192,00 2.357,00 1.531,70 0,70

2.194 47,00 26,00 2.192,00 2.357,00 1.531,70 0,70

ESTHKepemilikan

Lahan/KK

Jumlah

Jumlah

Jumlah

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Jumlah KK

Tata Guna Lahan

Sumber: Kabupaten Gn Kidul, Sleman, Kulon Progo, & Bantul dalam Angka, 2010

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 113

Tabel 4.33 Sebaran Kepemilikan Ternak di Kecamatan Sekitar KPHYogyakarta

Sapi Potong Sapi Kerbau Kuda Kambing Domba Babi Kelinci Unggas(ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor) (ekor)

KABUPATEN GUNUNG KIDULI WONOSARI 7.291 7.367 - - - 12.982 1.709 - 625 79.195 109.169 II KARANGMOJO 9.140 5.337 - - - 2.289 640 - 76 160.251 177.733 III SEMANU 12.900 7.773 6 - - 8.146 1.539 - 491 90.254 121.109 IV NGLIPAR 8.331 7.239 - - - 7.230 2.770 - 423 55.583 81.576 V RONGKOP 2.168 6.442 - - - 10.536 - - 56 47.120 66.322 VI TEPUS 3.109 6.854 - - - 15.172 13 - - 43.885 69.033 VII PLAYEN 11.727 11.452 - - - 13.292 1.416 178 550 277.080 315.695 VIII PALIYAN 8.341 4.867 - - - 6.015 237 - 385 79.289 99.134 IX PANGGANG 6.928 4.652 - - - 5.075 97 - 305 32.182 49.239

69.935 61.983 6 - - 80.737 8.421 178 2.911 864.839 1.089.010 KABUPATEN BANTULI Dlingo 2.529 6.319 - - - 7.955 374 - - 92.071 106.719

2.529 6.319 - - - 7.955 374 - - 92.071 106.719 KABUPATEN KULON PROGOI Kokap 2.194 2.661 - 2 5 16.010 432 - 2.823 144.451 166.384

2.194 2.661 - 2 5 16.010 432 - 2.823 144.451 166.384

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Jumlah

NoKecamatan/Desa

(Sekitar Hutan)Jumlah KK

Kepemilikan Ternak

Sumber: Kabupaten Gunung Kidul, Bantul, Sleman,& Kulon Progo dalam Angka, 2010

Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2014 - 2023 Hal IV- 114

4.4.3. Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk

Salah satu parameter untuk melihat kualitas sumberdaya manusia adalah

dengan melihat sebaran tingkat pendidikan dari masyarakat. Sesuai dengan

premise di atas, di bawah ini disajikan data jumlah penduduk Propinsi D.I.

Yogyakarta menurut tingkat pendidikantertinggi yang diselesaikan.

Tabel 4.34 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan

dan Jenis Kelamin di Propinsi D.I. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing

Tahun)

Laki-Laki Perempuan Jumlah % Laki-Laki Perempuan Jumlah %

1 Tidak/Belum Sekolah 30.462 74.994 105.456 5,60 27.368 68.730 96.098 5,13

2 Tidak Tamat SD 127.792 133.341 261.133 13,87 104.041 98.705 202.746 10,83

3 SD 196.617 156.008 352.625 18,73 171.940 161.343 333.283 17,79

4 SLTP 208.515 156.097 364.612 19,37 195.858 136.923 332.781 17,77

5 SLTA Umum 164.560 114.884 279.444 14,85 192.573 125.219 317.792 16,97

6 SLTA Kejuruan 182.896 107.748 290.644 15,44 211.882 123.679 335.561 17,92

7 D I - D III 40.684 36.614 77.298 4,11 37.794 41.609 79.403 4,24

8 Universitas 82.025 69.059 151.084 8,03 101.007 74.241 175.248 9,36

1.033.551 848.745 1.882.296 100 1.042.463 830.449 1.872.912 100 Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2012

NoPendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan

Jumlah

Jumlah Penduduk (jiwa)

2010 2011

Tabeldi atas menunjukkan bahwa masih ada penduduk di Provinsi DIY yang tidak

atau belum pernah sekolah sekitar 5% pada tahun 2010 dan 2011 masih berkisar

pada angka 5%, sedangkan jumlah penduduk yang tidak tamat SD, pada tahun

2010 dan 2011 berkisar pada angka 10%.

Ditinjau dari ragam mata pencahariannya, berdasarkan hasil Survey

Angkatan Kerja Nasional yang dilakukan oleh BPS,pada tahun 2010, sektor yang

paling banyak digeluti oleh penduduk Propinsi D.I. Yogyakarta adalah sektor

pertanian sebanyak 30,40%, diikuti sektor perdagangan sebesar 24,69%, jasa-jasa

sebesar17,93%, industri pengolahan sebesar 13,92%, dan 13,05% di sektor-sektor

lainnya. Sedangkan pada tahun 2011, terjadi perubahan pada beberapa sektor.

Sektor perdagangan menjadi sektor yang paling banyak digeluti oleh penduduk

DIY, yaitu sebesar 26,70%. Sektor pertanian menenpati sektor yang dijadikan mata

pencaharian utama kedua, sebesar 23,97%, kemudian diikuti jasa-jasa

sebesar19,60%, industri pengolahan sebesar 14,83%, dan 14,91% di sektor-sektor

lainnya. Data mata pencaharian penduduk dijelaskan pada Tabel 4.35 sebagai

berikut.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal IV - 115

Tabel 4.35Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama di

Provinsi DI. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing Tahun)

Laki-Laki Perempuan Jumlah % Laki-Laki Perempuan Jumlah %

1 Pertanian 277.415 262.288 539.703 30,40 232.414 198.656 431.070 23,97

2Pertambangan, Listrik, Gas

dan Air13.216 2.542 15.758 0,89 14.625 2.086 16.711 0,93

3 Industri Pengolahan 131.431 115.662 247.093 13,92 136.780 129.988 266.768 14,83

4 Bangunan 107.395 2.538 109.933 6,19 129.080 4.048 133.128 7,40

5Perdagangan (besar, eceran,

rumah makan)189.553 248.729 438.282 24,69 209.010 271.126 480.136 26,70

6Angkutan,Pergudangan, dan

Komunikasi58.284 9.084 67.368 3,80 55.857 12.343 68.200 3,79

7 Keuangan 25.911 12.740 38.651 2,18 38.352 11.711 50.063 2,78

8 Jasa-Jasa 166.325 152.035 318.360 17,93 185.935 166.584 352.519 19,60

Jumlah 969.530 805.618 1.775.148 100,00 1.002.053 796.542 1.798.595 100,00

Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2012

No Lapangan Pekerjaan Utama

Jumlah Penduduk (jiwa)

2010 2011

4.5. Proyeksi Kondisi Wilayah KPHP Yogyakarta di masa yang akan datang

Kondisi wilayah KPH Yogyakarta di masa yang akan datang diproyeksikan

selaras dengan rencana kegiatan yang diuraikan dalam Rencana Stratejik

Jangka Panjang KPH Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 116

Rencana Kegiatan

5.1. Pendahuluan

Dari uraian dan paparan pada Bab IV, wilayah kelola KPH Yogyakarta seluas

15.724,5 Ha terdiri atas kawasan hutan lindung seluas 2.312,80 Ha dan kawasan

hutan produksi seluas 13.411,70 Ha. Dari kawasan hutan produksi tersebut

terbagi dalam hutan produksi 11.638,7 Ha, dan kawasan Hutan AB seluas 1.773

Ha.

Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa

Yogyakarta, beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi

antara lain: Areal HKm seluas 1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama

seluas 599,7 ha; Areal Hutan Penelitian 100,6 Ha; Areal Pengembangan Model

Pengelolaan Hutan seluas 118,0 Ha; dan Areal Pengembangan Silvikultur Intensif

seluas 94,0 Ha. Untuk kawasan hutan AB, dari luas total 1.773 ha, seluas 327 Ha

telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi Hutan Tanaman Rakyat.

Sedangkan untuk kawasan hutan lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas 222,9

ha dimanfaatkan sebagai areal HKm.

Ditinjau dari sebaran tegakan yang ada di KPH Yogyakarta adalah tegakan

hutan jati, tegakan hutan kayu putih, tegakan hutan rimba (antara lain meliputi:

pinus merkusii, mahoni, akasia auriculiformis, akasia catechu, sono keling dan

beberapa jenis lainnya). Berdasarkan data inventarisasi hutan yang dilakukan

pada tahun 2012 yang dilaksanakan di luar areal HKm, areal HTR dan Hutan

Pendidikan Wanagama, luas tegakan hutan jati yang ada di KPH Yogyakarta seluas

6.161,00 Ha, yang tersebar di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha, dan

kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha. Untuk tegakan kayu putih yang

terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang terbagi dalam kawasan

hutan lindung seluas 303,75 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 4.205,00 ha.

Dari tegakan hutan jati yang ada di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha

terbagi dalam kelas hutan hutan lindung seluas 979,00 Ha; Tanah Kosong (TK)

seluas 162,05 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (BK) seluas 2.103,25 Ha; tegakan

5

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 117

jati Kelas Umur I seluas 2.611,50 Ha (85,94%), dan Kelas Umur II seluas 234,80 ha

(8,05%), sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa kelas hutan yaitu KU III

seluas 10,70 ha (0,37%); KU IV seluas 27,00 Ha ( 0,93%); KU V seluas 1,00 Ha

(0,03%); KU VII seluas 9,0 ha (0,31%), dan KU VIII seluas 22,70 Ha (0,78%).

Untuk tegakan kayu putih seluas 4.508,75 Ha yang berada di kawasan

Hutan Lindung seluas 303,75 Ha; dan sisanya berada di kawasan hutan produksi.

Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha, terbagi

dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan

Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%).

Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi terbagi

dalam Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%),

kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal

(nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%).

5.2. Prinsip-Prinsip Dasar

Prinsip-prinsip dasar yang harus ditetapkan dahulu sebelum menyusun

Rencana Pengelolaan di KPH Yogyakarta adalah sebagai berikut:

a. Kelas Perusahaan

Kelas perusahaan adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan

berdasarkan jenis tanaman hutan, sistem silvikultur, dan jenis produk yang

dihasilkan yang ditetapkan sebagai bisnis utama (core business) suatu

perusahaan hutan. Di dalam pengusahaan hutan yang dilaksanakan dengan

tebang habis permudaan buatan dengan tanaman sejenis yang seumur, maka

jenis produk yang dihasilkan menunjuk pada jenis kayu yang ditanam. Oleh

karena itu pengertian kelas perusahaan di dalam pedoman ini menunjuk

kepada jenis kayu pokok yang dihasilkan.

Untuk wilayah kelola KPH Yogyakarta, kelas perusahaan yang ditetapkan

sesuai dengan jenis tegakan utama dan luas minimum yang diusahakan ada

dua yaitu: pertama adalah Kelas Perusahaan Jati, dan kedua adalah Kelas

Perusahaan Kayu Putih. Untuk tegakan-tegakan lain seperti tegakan pinus,

tegakan mahoni karena luas tegakannya masih kecil sehingga sementara

statusnya belum sebagai kelas perusahaan namun hanya sebatas kluster.

b. Daur

Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai dengan saat

pemungutan hasil akhir atau tebangan habis (untuk KP kayu); atau sampai

dengan saat peremajaan tegakan (untuk KP bukan kayu). Daur menurut

jangka waktu (lamanya) dibedakan menjadi: daur panjang yaitu > 60 tahun,

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 118

daur menengah antara 30 – 60 tahun, dan daur pendek antara 6 – 25 tahun.

Dalam menetapkan daur hutan, selain daur ekonomi/finansial juga harus

mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi daerah, tingkat kerawanan sosial

dan sebagainya.

Dengan mempertimbangkan kondisi tegakan, pemasaran hasil hutan kayu, dan

tingkat keamanan tegakan hutan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat

pengelola hutan rakyat yang umumnya menebang kayu dengan sistem tebang

butuh, maka daur tegakan hutan jati di KPH Yogyakarta ditetapkan pada umur

15 tahun. Sedangkan untuk tegakan hutan kayu putih yang bertujuan untuk

memproduksi daun untuk disuling menjadi minyak kayu putih daur tegakan

ditetapkan sebesar 40 tahun. Untuk tegakan hutan rimba, daur ditetapkan

selama 30 tahun.

c. Pengaturan Hasil

Pengaturan hasil merupakan upaya untuk mengatur pemungutan hasil

(panenan) agar jumlah hasil yang dipungut setiap periode kurang lebih sama

dan dapat diupayakan meningkat secara berkesinambungan. Etat yaitu jumlah

volume kayu yang dapat dipungut atau jumlah luas areal hutan yang dapat

dipanen (ditebang) dalam satu jangka perusahaan atau jangka waktu tertentu

sedemikian rupa sehingga terjamin kekekalan kelas perusahaan. Jadi etat

dibedakan menjadi etat volume dan etat luas, dan untuk pengaturan hasil

biasanya menggunakan metode kombinasi etat luas dan etat volume.

Untuk di wilayah KPH Yogyakarta, mengingat belum dimilikinya tabel normal

tegakan hutan maka untuk jangka 2014-2023 ini pengaturan hasil hutannya

masih menggunakan pendekatan etat luas.

d. Pembagian Kelas Hutan

Kelas hutan yaitu keadaan hutan yang berbeda satu dengan yang lainnya di

dalam suatu wadah yang terbatas. Perbedaan tersebut karena adanya

perbedaan ukuran keadaan hutan dan tindakan yang akan dilakukan terhadap

petak tersebut. Kriteria pembagian petak secara umum adalah:

Kondisi fisik kawasan, dibedakan antara areal untuk penghasilan dan areal

tidak dapat untuk penghasilan seperti: hutan lindung, sungai/rawa/waduk,

dan LDTI (TPK, rumah dinas, kuburan dll).

Kerapatan Vegetasi, dibedakan antara kelas hutan produktif dan kelas

hutan non produktif (Tanah Kosong, Tegakan Bertumbuhan Kurang dll.)

Kelas Umur (KU), merupakan jenis tanaman pokok yang memiliki

peertumbuhan cukup baik (dicerminkan dari nilai dkn ≥ 0,5), sehingga

secara ekonomis dapat dipertahankan untuk dipungut hasilnya setelah

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 119

mencapai umur daur. Lebar interval kelas umur tergantung daur jenis

tanaman, yaitu untuk tegakan jati dengan panjang interval KU adalah 10

tahun.

5.3. Arah Kebijakan dalam Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta

Berdasarkan arah dan kebijakan pembangunan kehutanan di Propinsi D.I.

Yogyakarta sebagaimana telah digariskan dalam Rencana Kehutanan Tingkat

Propinsi (RKTP), kebijakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan kebijakan

pengelola KPH Yogyakarta, diharapkan dalam beberapa tahun ke depan KPH

Yogyakarta dapat meningkat statusnya menjadi KPH mandiri. Kemandirian

tersebut bukan hanya kemandirian dari aspek pengelolaan, kemandirian

kewenangan, namun juga kemandirian dalam pendanaan finansial. Seiring

dengan kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan konsep Badan

Layanan Umum Daerah dalam operasionalisasi KPH-KPH, perlu diatur pola

pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah khususnya untuk

dilaksanakan di Balai KPH Yogyakarta tersebut.

Berdasarkan data kebutuhan dana untuk biaya overhead cost maupun

pembiayaan kegiatan teknik kehutanan di KPH Yogyakarta setiap tahun berkisar

antara 12 – 13 Milyar. Sementara saat ini hasil dari produksi minyak kayu putih

berkisar di angka 8 Milyar sehingga masih ada kekurangan dana sebesar 4 – 5

Milyar. Untuk mencapai tujuan dan sasaran sebagai KPH Mandiri tersebut, selain

mengandalkan dari hasil produksi minyak kayu putih, dalam jangka waktu 10

tahun ke depan KPH Yogyakarta akan mendapatkan tambahan pendapatan dari

tebangan kayu jati, baik tebangan penjarangan maupun tebangan akhir daur. Di

samping itu yang tidak dapat dilupakan adalah hasil dari penyadapan getah

tegakan pinus merkusii, dan penebangan tegakan kayu jati unggul hasil kerjasama

KPH Yogyakarta dengan pihak mitra strategis.

Berkenaan dengan hal tersebut, selain melakukan kegiatan teknik

kehutanan pada tegakan jati dan tegakan kayu putih direncanakan akan dilakukan

pengembangan luasan areal kerjasama penanaman jati unggul seluas ± 1.000 ha,

pengembangan tegakan pinus di lokasi petak-petak hutan lindung yang selama ini

ditanami dengan tegakan kayu putih sehingga diharapkan luas tegakan pinus akan

mencapai ± 300 ha, dan pengembangan komoditas tanaman di bawah tegakan

dengan teknik agroforestry dengan target seluas ± 3.000 ha yang diharapkan

dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi KPH Yogyakarta.

Selain berupaya meraih pendapatan dari pemanenan tegakan jati baik

tebangan penjarangan maupun tebangan akhir daur, dan meningkatkan poduksi

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 120

minyak kayu putih, mengacu kondisi sebaran tegakan pada kawasan hutan di KPH

Yogyakarta yang sebagian terdiri atas kelas hutan Tanah Kosong (TK) dan

Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), maka penyusunan rencana pengelolaan

KPH Yogyakarta jangka 10 tahun ke depan juga akan difokuskan pada tindakan-

tindakan untuk melakukan perbaikan tegakan dari kondisi tegakan yang kurang

normal mengarah menuju tegakan yang full standing stock yang lebih dikenal

dengan istilah JANGKA BENAH atau JANGKA PERBAIKAN.

Khusus untuk tegakan hutan yang ada di RPH Kokap BDH Kulon Progo-

Bantul, meskipun berada di kawasan hutan produksi dan umumnya sudah

berumur tua namun karena menjadi kawasan hutan ini menjadi kawasan

penyangga dan kawasan tangkapan air (catchment area) untuk Waduk Sermo, dan

keseimbangan tata air di Kabupaten Kulon Progo, maka khusus untuk RPH Kokap

pada jangka 2014-2023 tidak akan dilakukan kegiatan pemananen, dan hanya

sebatas kegiatan pemeliharaan, penjarangan, dan pengamanan.

Berkenaan dengan penyusunan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta,

berikut ini adalah beberapa rambu kebijakan yang perlu diperhatikan dalam

implementasi/ penerapan di lapangan:

1. Rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka 2014-2023 ini masih

merupakan rencana umum pada kawasan hutan lindung dan kawasan

hutan produksi dan baru sebatas memuat waktu dan lokasi pelaksanaan

kegiatan teknis kehutanan (seperti rencana penanaman,

pemeliharaan/penjarangan, pemanenan hasil hutan kayu dan non kayu).

2. Dalam implementasi di lapangan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta ini

akan dijabarkan lebih detail dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT). Dalam

penyusunan RTT yang bersifat detail tersebut masih dimungkinkan adanya

perubahan dari Rencana Umum KPH Yogyakarta sesuai dengan

pertimbangan kondisi riil di lapangan, keterbatasan sarana-prasarana dan

anggaran yang tersedia, serta sepanjang perubahan tersebut sesuai koridor

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.4. Rencana Penataan Kawasan dan Inventarisasi SDH

5.4.1. Rencana Penataan Kawasan

Kawasan hutan yang tertata merupakan salah satu prasyarat pengelolaan

hutan berkelanjutan. Kegiatan penataan kawasan ini meliputi penentuan arahan

fungsi kawasan, pembagian blok, pembagian petak/compartemenisasi, dan

pembentukan organisasi pelaksana yang bertanggungjawab atas pengelolaan

kawasan yang telah ditetapkan baik pada kawasan hutan lindung maupun

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 121

kawasan hutan produksi. Sebelumnya di KPH Yogyakarta telah dilakukan Kajian

Penataan Hutan KPH Yogyakarta oleh BPKH Wilayah XI Jawa Madura (lihat buku:

Penataan Wilayah/ Blok Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta,

2009).

Mengacu pada PP No. 6 Tahun 2007, Permenhut P.6/Menhut-II/2010, dan

Perdirjen Planologi Kehutanan P.5/VII-WP3H/2012, secara umum pembagian

blok atau zone pada kawasan hutan di dalam wilayah suatu Kesatuan Pengelolaan

Hutan dipengaruhi oleh fungsi kawasan hutan tersebut (yaitu kawasan hutan

produksi dan kawasan hutan lindung). Berdasarkan aturan dalam PP, Permenhut,

dan perdirjen tersebut secara umum tata hutan di KPHL dan KPHP meliputi

kegiatan: a). Inventarisasi hutan; b). Pembagian blok dan petak; c). Tata batas

dalam wilayah KPHL dan KPHP berupa penataan batas blok dan petak; dan d).

Pemetaan.

Dalam pembagian Blok di wilayah KPH memperhatikan: karakteristik

biofisik lapangan; kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar; potensi sumberdaya

alam; dan keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan. Pembagian Blok dilakukan pada wilayah KPHL dan

KPHP yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Lindung (HL) dan wilayah KPH

dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Produksi (HP).

Pembagian Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya

berfungsi HL terdiri atas satu Blok atau lebih, yaitu: a). Blok Inti; b). Blok

Pemanfaatan; dan c). Blok Khusus. Sedangkan pembagian Blok pada wilayah KPHL

dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HP terdiri atas satu Blok atau lebih,

yaitu: a). Blok Perlindungan; b). Blok Pemanfaatan kawasan, Jasa Lingkungan,

HHBK; dan c). Blok Pemanfaatan HHK-HA; d). Blok Pemanfaatan HHK-HT; e). Blok

Pemberdayaan Masyarakat; dan f). Blok Khusus.

Menurut Perdirjen Planologi No P.5/VII-WP3H/2012, deskripsi dari masing-

masing blok diuraikan sebagai berikut:

a. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai

Hutan Lindung:

1. Blok Inti merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air

dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil

hutan non kayu;

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 122

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam Kawasan untuk

perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan

rehabilitasi.

2. Blok Pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang

direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan

yang berfungsi HL.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan

non kayu;

- Terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non

kayu;

- Arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan;

- Mempunyai aksesibilitas yang tinggi;

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan

untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk

kawasan rehabilitasi.

3. Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL

dan KPHP yang bersangkutan

Kriteria Blok ini antara lain:

- Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara

lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK),

wilayah adat/ulayat;

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan

untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk

kawasan rehabilitasi.

b. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai

Hutan Produksi:

1. Blok Perlindungan merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan

tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak

dimanfaatkan.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Termasuk dalam kriteria kawasan lindung;

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan

untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 123

kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan

skala besar atau kecil.

2. Blok Pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan

blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK

dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk

pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi

kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi.

Dalam Blok ini diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau

upaya pemberdayaan masyarakat melalui Pemanfaatan kawasan atau jasa

lingkungan atau HHBK.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan

non kayu;

- Terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non

kayu;

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan

untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk

kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan

skala besar atau kecil.

3. Blok Pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada ijin

pemanfaatan HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang

direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan

yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk

pengusahaan hutan Skala Besar;

- Mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi;

- Terdapat ijin pemanfaatan HHK-HA.

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan hutan

untuk pengusahaan hutan skala besar.

4. Blok Pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada ijin

pemanfaatan HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang

direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan

yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk

pengusahaan hutan Skala Besar;

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 124

- Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah;

- Merupakan areal yang tidak berhutan;

- Terdapat ijin pemanfaatan HHK-HT.

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan

rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar

atau kecil

5. Blok Pemberdayaan Masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya

pemberdayaan masyarakat (al: Hutan Kemasyarakatan/HKM, Hutan Desa,

Hutan Tanaman Rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai areal

yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan

potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan.

Kriteria Blok ini antara lain:

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk

pengusahaan hutan skala kecil;

- Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah;

- Merupakan areal yang tidak berhutan;

- Terdapat ijin pemanfaatan hutan untuk HKm, Hutan Desa, HTR;

- Arealnya dekat masyarakat di dalam dan sekitar hutan;

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan

rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar

atau kecil.

6. Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk

menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL

dan KPHP yang bersangkutan

Kriteria Blok ini antara lain:

- Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara

lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK),

wilayah adat/ulayat;

- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan

untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk

kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan

skala besar atau kecil

Pada setiap Blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang

berfungsi HL atau berfungsi HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan

akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk ”Wilayah Tertentu”. Yang dimaksud

dengan wilayah tertentu ini adalah wilayah-wilayah dalam suatu KPH yang belum

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 125

dibebani oleh ijin-ijin pemanfaatan dan direncanakan akan dikelola sendiri oleh

KPH Yogyakarta.

Dari hasil kajian penataan wilayah/blok KPH Yogyakarta tahun 2009,

pendekatan yang digunakan dalam melakukan penataan wilayah/pembagian blok

adalah: pendekatan bentuk lahan (landform), pendekatan penutupan lahan (land

coverage), pendekatan bentang lahan (landscape), dan pendekatan sosial ekonomi

dan budaya masyarakat. Berikut ini adalah rencana penataan wilayah/pembagian

blok di KPH Yogyakarta baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan

produksi:

a. Kawasan Hutan Lindung

Berdasarkan pendekatan aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi

masyarakat dan sesuai dengan pedoman dalam Perdirjen Planologi P.5/VII-

WP3H/2012, bahwa kawasan hutan lindung umumnya memiliki aksesibilitas

yang tinggi, memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi HHBK,

berdekatan dengan pemukiman penduduk, dan selama ini sudah

dimanfaatkan oleh masyarakat maka penataan blok pada kawasan hutan

lindung di KPH Yogyakarta diarahkan sebagai blok pemanfaatan. Dengan

ditetapkan sebagai blok pemanfaatan, maka masyarakat sekitar tetap

diberikan peluang untuk mengambil manfaat sumber daya hutan meskipun

dalam skala terbatas seperti mengambil hasil hutan bukan kayu (buah-

buahan, lebah madu, tanaman hias, tanaman obat-obatan, wisata alam), dan

pemanfaatan sumber daya air.

Sedangkan untuk sebagian kawasan hutan lindung yang selama ini belum

dibebani dalam ijin hak pemanfaatan dan sudah dikelola oleh KPH Yogyakarta

sebagai penghasil HHBK seperti getah pinus, maupun daun kayu putih

ditetapkan sebagai blok/wilayah tertentu. Meskipun ditetapkan sebagai

blok/wilayah tertentu yang dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta, namun pola

pengelolaan dan pemanfaatan HHBK tetap melibatkan masyarakat baik

sebagai tenaga kerja maupun pola kemitraan.

Baik di blok pemanfaatan maupun blok/wilayah tertentu, masyarakat

tetap diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan tumpangsari tanaman

pertanian semusim asalkan tetap dilakukan sesuai kaidah pengelolaan

kawasan ramah lingkungan seperti: a). Tidak mengurangi, mengubah, dan

menghilangkan fungsi utama sebagai hutan lindung; b). Pengolahan lahan

terbatas; c). Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial

ekonomi; d). Tidak menggunakan alat mekanis dan alat berat; dan e). Tidak

membangun sarana-prasarana yang mengubah bentang alam. Strategi ini

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 126

diambil mengingat kenyataan di lapangan, petak-petak/blok kawasan hutan

lindung tersebut sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar

hutan sebagai lokasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari,

termasuk sebagai lahan tumpangsari pertanian semusim. Kondisi ini

menunjukkan bahwa relatif sudah tidak ada petak hutan lindung yang

terbebas dari interaksi masyarakat.

Berikut ini adalah arah penataan wilayah/blok pada masing-masing petak

kawasan hutan lindung (sesuai hasil review penataan kawasan KPH

Yogyakarta, 2009):

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 127

Tabel 5.1. Arahan Pembagian Blok pada Kawasan Hutan Lindung

Perlindgn Pmanf Tbts

BDH KARANGMOJO

Candi 59 51.40 0.00 51.40 - - Ka l i tekuk, Jatiayu

60 50.00 0.00 50.00 - - ka l i tekuk, Jatiayu, Umbulrejo

61 49.20 0.00 49.20 - - Jatiayu, Umbulrejo

62 73.70 0.00 73.70 - - Jatiayu, Umbulrejo

63 81.90 0.00 81.90 - - Jatiayu

64 76.80 0.00 76.80 - - Jatiayu

65 61.00 0.00 61.00 - - Jatiayu, Umbulrejo

Jumlah 444.00 0.00 444.00

BDH PALIYAN

Kedungwanglu 105 82.80 21.31 61.49 -- Banyusoco

106 148.70 6.81 141.89 bumi perkemahan Banyusoco

107 130.20 9.74 120.46 -- Banyusoco, Girisuko

Jumlah 361.70 37.86 323.84

BDH PANGGANG

Bibal

108 155.80 17.50 138.30 sumber a i r Selopamioro, Mangunan,

Girisuko, Banyusoco

109 55.20 20.29 34.91 sumber a i r

Jumlah 211.00 37.79 173.21

BDH KULON PROGO BANTUL

Sermo 24 5.50 0.00 5.50 Bumi perkemahan Hargowi l i s , Tawangsari

25 29.00 23.57 5.43 -- Hargowi l i s

26 23.30 0.26 23.04 -- Hargowi l i s , Tawangsari

27 77.10 50.74 26.36 -- Hargowi l i s , Tawangsari

28 34.20

24.66

9.54 wisata flying fox, gardu

pandang

Hargowi l i s

29 62.20 31.03 31.17 -- Sengdangsari , Hargowi l i s

30 23.60 7.47 15.42 -- Sengdangsari , Hargowi l i s

Jumlah 254.90 137.73 116.46

Dl ingo Blok Banyuurip 11.30 11.30 0.00 sumber a i r Jatimulyo

Blok Cerme 39.80 0.00 39.80 -- Temuwuh

Blok Dodogan 136.30 115.78 20.51 - - Getas , Jatimulyo

Blok Ka l iurang 101.00 55.00 46.00 satwa (ki jang & kera),

luweng, PAM

Dl ingo, Temuwuh, Muntuk

Blok Kayumas 136.00 105.95 30.05 luweng, pabrik MKP Dl ingo, Jatimulyo

Blok Kebosungu 85.90 75.50 10.40 - - Dl ingo

Jumlah 510.30 363.53 146.76

Mangunan Blok Gumelem 83.50 8.23 75.27 - - Sariharjo, Mangunan

Blok Kediwung 97.60 0.00 97.60 - - Banyusoco, Mangunan

Blok Sudimoro I 97.20 36.60 60.61 - - Terong, Muntuk, Wonolelo

Blok Sudimoro II 108.30 20.21 88.08

HA Bengkung, Hutan

wisata Wukirsari , Muntuk, Mangunan

Blok Sudimoro II I 102.00 55.21 46.79 - - Muntuk, Mangunan

Blok Terong 42.30 1.00 41.30 - - Terong, Srimulyo

Jumlah 530.90 121.25 409.65

2,312.80 698.16 1613.92T O T A L

Arahan BlokPotensi HHNK Nama Desa HutanBDH / RPH No. Ptk Luas SK

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Dari tabel di atas nampak bahwa sebagian petak kawasan hutan lindung

diarahkan sebagai blok pemanfaatan (terbatas) dan sebagian dimanfaatkan

sebagai blok/wilayah tertentu.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 128

b. Kawasan Hutan Produksi

Sesuai dengan arahan Perdirjen Planologi P.5/VII-WP3H/2012, secara

umum arahan pembagian blok di kawasan hutan produksi adalah sebagai blok

perlindungan, blok pemberdayaan masyarakat, blok khusus, dan

blok/wilayah tertentu.

Berikut ini adalah arahan umum dari penataan blok di kawasan hutan

produksi:

Blok perlindungan, ditetapkan pada Kawasan Perlindungan Setempat

seperti sempadan kiri kanan sungai (Sungai Oya, Sungai Seran dan

beberapa sungai lain), sempadan waduk (waduk Sermo), sempadan

pantai, sempadan mata air, dan beberapa kawasan perlindungan lain.

- Kawasan sempadan Sungai Oyo: petak 3, 4, 5, 6, 7, 8 , 9, 10, 12, 13,

16, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 38, 39,40, 41,42, 43, 45, 46, 47, 48, 49,

dan 50.

- Kawasan sempadan Sungai Seran (K Progo): petak 26, dan 27.

- Areal perlindungan sumber air: petak 30, 37, 48, 49, 52, 54, 81,

83, 84, 85

- Areal tempat tinggal satwa endemik/langka: petak 110, 111,112,

113, 114, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 144, 151, 152, 153, 156.

Blok pemberdayaan masyarakat, ditetapkan pada petak-petak hutan

produksi yang sudah ditetapkan ijin pemanfaatannya sebagai areal

HKm, HTR, Hutan Desa, dan/atau petak-petak yang letaknya

berdekatan dengan masyarakat termasuk kawasan hutan AB.

Blok khusus, ditetapkan pada petak-petak yang termasuk dalam

kawasan hutan dengan tujuan khusus seperti: Hutan Pendidikan

Wanagama (petak 5, 6, 7, 13, 14, 17, 18), Hutan Penelitian (petak 93

BDH Playen), Hutan Kerjasama 6 Perguruan Tinggi (petak 84), dan

Areal bekas petilasan/makam : petak 149, dan 157.

Blok/Wilayah Tertentu, ditetapkan pada kawasan hutan produksi

yang belum dibebani ijin pemanfaatan dan selama ini dikelola oleh

Balai KPH Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 129

Tabel 5.2. Rekapitulasi Pembagian Blok pada Kawasan Hutan Produksi per BDH

Total

Perlindungan % Perlind Stmpt % Pemanf Tbts % Pmanfaatan % (Ha)

1 Karangmojo 10,26 0,4 487,63 16,9 138,67 4,8 2.244,34 77,9 2.880,90

2 Pal iyan 79,19 2,6 323,21 10,5 628,91 20,4 2.044,89 66,5 3.076,20

3 Playen 1.035,70 28,0 133,15 3,6 467,95 12,7 2.056,90 55,7 3.693,70

4 Panggang 829,07 59,8 - - 262,98 19,0 294,25 21,2 1.386,30

5 Kulon Progo 152,17 25,3 - - 229,50 38,1 219,93 36,6 601,60

Total 2.106,39 18,1 943,99 8,11 1.728,01 14,8 6.860,31 58,9 11.638,70

Arahan BlokNo BDH

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Untuk perincian lengkap dari arahan pembagian blok pada masing-masing

petak pada tiap-tiap BDH diuraikan pada Tabel 5.3. s.d. Tabel 5.7. dibawah ini.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 130

Tabel 5.3. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Karangmojo

Jenis Tan Luas

Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)

26 Kayu Putih 1,57 17,37 20,05 49,41 88,40 -- Ngalang, Kedungkeris

27 Kayu Putih 8,70 58,00 17,90 25,39 110,00 -- Kedungkeris

28 Kayu Putih 0,00 24,84 0,00 41,26 66,10 -- Kedungkeris

29 Kayu Putih 0,00 8,67 0,00 96,93 105,60 -- Kedungkeris

30 Kayu Putih 0,00 15,77 4,13 60,61 80,50 Mata air, dan luweng kecil Nglipar, Kedungkeris

31 Kayu Putih 0,00 74,70 0,00 0,00 74,70 -- Karangtengah,Bejiharjo

32 Kayu Putih 0,00 36,62 29,98 66,60 -- Nglipar, Kedungkeris

33 Kayu Putih 0,00 1,98 30,09 63,83 95,90 -- Nglipar

34 Kayu Putih 0,00 0,00 80,90 80,90 -- Nglipar

35 Kayu Putih 0,00 0,00 80,10 80,10 -- Nglipar

36 Kayu Putih 0,00 0,00 42,50 42,50 -- Nglipar, Kedungpoh

37**) Kayu Putih 0,00 13,91 21,14 85,45 120,50 Sumber air, petilasan pesholatan Katongan, Kedungpoh

38 Kayu Putih 0,00 8,23 0,00 46,07 54,30 -- Katongan

39 Kayu Putih 0,00 19,65 0,00 116,05 135,70 -- Katongan, Nglipar

40 Kayu Putih 0,00 11,71 0,00 107,69 119,40 -- Nglipar

41 Kayu Putih 0,00 2,86 0,00 71,34 74,20 -- Bejiharjo, Nglipar

42 Kayu Putih 0,00 19,43 0,00 113,37 132,80 -- Bejiharjo, Nglipar

43 Kayu Putih 0,00 26,28 0,00 7,22 33,50 -- Bejiharjo, Nglipar

44 Kayu Putih 0,00 43,95 0,00 9,65 53,60 Bumi perkemahan Bejiharjo, Ngawis

45 Kayu Putih 0,00 77,07 0,00 7,13 84,20 -- Bejiharjo, Nglipar

46 Kayu Putih 0,00 1,49 0,00 77,61 79,10 -- Nglipar, Katongan, Bejiharjo

47 Kayu Putih 0,00 10,70 0,00 26,20 36,90 -- Katongan, Nglipar

48 Kayu Putih 0,00 5,28 0,00 57,42 62,70 Bendungan Latar ombo, Belik

Ngembel

Katongan

49 Kayu Putih 0,00 15,47 0,00 56,93 72,40 Sumber air Banyumata Katongan

50 Jati/Rimba 0,00 30,26 0,00 68,54 98,80 -- Katongan

51**) Jati/Rimba 0,00 0,00 80,90 80,90 -- Katongan

52 Kayu Putih 0,00 0,00 123,80 123,80 Sumber air Balekambang Katongan

53 Kayu Putih 0,00 0,00 80,60 80,60 -- Katongan

54 Kayu Putih 0,00 0,00 93,20 93,20 Sendang Sinaban Bejiharjo, Ngawis, Katongan

55 Kayu Putih 0,00 0,00 51,90 51,90 -- Bejiharjo, Ngawis

56 Kayu Putih 0,00 0,00 88,70 88,70 -- Jatiayu, Ngawis

57 Kayu Putih 0,00 0,00 61,50 61,50 -- Jatiayu, Ngawis

58 Jati/Rimba 0,00 0,96 86,04 87,00 -- Kalitekuk, Jatiayu

161**) Jati/Rimba 0,00 5,28 92,62 97,90 2 Gua (air bawah tanah), 1 luweng Semanu,Ngeposari

162**) Jati/Rimba 0,00 2,49 63,51 66,00 2 Luweng Kirono, 1 Gua Branjang dgn

air bawah tanah

Ngeposari

Total 10,26 487,63 138,67 2244,34 2880,90

Keterangan : **) : Petak2 areal HKm

Potensi HHNKArahan Blok

Petak Desa Hutan

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 131

Tabel 5.4. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Paliyan

Jenis Tan Luas

Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)

95**) Jati/Rimba 0,00 0,00 74,20 74,20 -- Karangduwet, banyusoco

96 Jati/Rimba 0,00 0,00 104,70 104,70 Pohon induk Jati Karangduwet, banyusoco

97**) Jati/Rimba 0,00 0,00 139,90 139,90 -- Karangduwet, Girisuko

98 Jati/Rimba 0,00 32,08 48,92 81,00 -- Karangduwet, Girisuko

99 Jati/Rimba 0,09 35,63 55,27 91,00 sumber air di tengah kali Karangduwet, Girisuko

100 Jati/Rimba 0,00 0,00 66,60 66,60 -- Karangduwet, banyusoco

101 Jati/Rimba 0,00 0,00 103,60 103,60 -- Karangduwet,Girisuko,Banyusoco

102 Jati/Rimba 0,00 0,27 69,73 70,00 -- Banyusoco

103 Jati/Rimba 0,00 70,68 0,00 40,42 111,10 -- Banyusoco

104 Jati/Rimba 4,95 43,61 0,00 58,04 106,60 -- Banyusoco

128**) Jati/Rimba 0,00 0,00 105,60 105,60 -- Karangduwet

129 Kayu Putih 0,00 0,00 106,20 106,20 -- Karangduwet, Karangasem, Grogol

130 Kayu Putih 0,00 0,00 78,80 78,80 Sumber air Grogol

131 Kayu Putih 0,00 0,00 87,80 87,80 -- Banyusoco, Grogol, Plembutan

132 Kayu Putih 0,00 0,00 84,50 84,50 -- Karangduwet, Karangasem, Grogol

133 Kayu Putih 0,00 0,00 62,70 62,70 -- Karangasem, Grogol

134 Kayu Putih 0,00 0,00 48,60 48,60 -- Karangasem

135**) Jati/Rimba 0,00 0,00 39,80 39,80 -- Karangduwet, Kaarangasem

142**) Jati/Rimba 0,00 41,62 60,58 102,20 Banyak luweng Karangasem,Mulusan

143**) Jati/Rimba 0,00 31,73 47,07 78,80 Banyak luweng Monggol, Mulusan

144 Jati/Rimba 0,00 0,09 90,41 90,50 Gua Ngeleng, Sumber air, Goa walet (potensi goano)Giring, Mulusan

145 Jati/Rimba 0,00 56,78 20,72 77,50 -- Giring, Mulusan

146 Jati/Rimba 7,90 42,63 32,98 83,50 -- Giring, Mulusan, Monggol

147 Jati/Rimba 6,39 77,11 0,00 83,50 -- Giring, Monggol

148 Jati/Rimba 11,10 71,93 1,26 84,30 Telaga Gandhu Giring

149 Jati/Rimba 39,73 44,08 1,89 85,70 Makam Gunung Bagus, Sungai bawah tanah Giring

150 Jati/Rimba 4,95 38,39 28,59 8,37 80,30 -- Giring, Wunung

151 Jati/Rimba 0,00 48,92 0,00 41,89 90,80 Sumber air Kaligowang,batu gamping Giring, Sodo, Wunung

152 Jati/Rimba 0,00 44,41 0,00 17,49 61,90 Sumber air untuk air minum masy, batu gamping Wunung

153 Jati/Rimba 0,00 49,60 0,00 0,00 49,60 sumber air u/minum masy, batu tegel u/arca Wunung

154 Jati/Rimba 0,00 12,84 0,00 48,96 61,80 -- Wunung

155 Jati/Rimba 0,00 0,00 54,50 54,50 -- Wunung,Mulo

156**) Jati/Rimba 0,00 10,73 103,07 113,80 Gua Nglingrong, sumber air Mulo, Pacarejo

157 Jati/Rimba 0,00 58,34 46,16 104,50 Patilasan Gn Pendem (Brawijaya), Pohon induk

jati, Telaga Belik, satwa (kera & kijang)

Pacarejo

158 Jati/Rimba 0,00 34,19 22,91 57,10 Telaga Gandu Taklik, Kera & kijang Pacarejo

159**) Jati/Rimba 4,07 57,21 2,92 64,20 -- Pacarejo

160**) Jati/Rimba 0,00 14,76 5,90 68,34 89,00 Gua Blimbing (sriti dan air bawah tanah) & Gua

Seropan Pacarejo

Total 79,19 323,21 628,91 2044,89 3076,20

**) : Petak-petak lokasi areal HKm

Potensi HHNKArahan Blok

Petak Desa Hutan

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 132

Tabel 5.5. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Panggang

Jenis Tan Luas

Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)

110 Jati/Rimba 31,15 0,00 24,75 55,90 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko

111 Jati/Rimba 26,41 0,00 26,79 53,20 Banyak Luweng (dihuni Codot), dan

kera ekor panjang

Girisuko

112**) Jati/Rimba 55,87 0,00 4,13 60,00 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko

113 Jati/Rimba 54,52 0,00 16,28 70,80 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko

114 Jati/Rimba 32,91 0,00 35,19 68,10 Banyak Luweng (dihuni Codot) Girisuko

115 Jati/Rimba 35,10 0,00 49,20 84,30 -- Girisuko

116 Jati/Rimba 53,96 0,00 12,04 66,00 -- Girisuko, Giriharjo

117 Jati/Rimba 42,66 0,00 45,44 88,10 Luweng & sungai bawah tanah Girisuko

118**) Jati/Rimba 84,57 0,00 10,43 95,00 -- Girisuko

119**) Jati/Rimba 39,66 0,00 53,64 93,30 Goa Songsuren (ada potensi batu

fosfat)

Girisuko

120 Jati/Rimba 49,04 0,00 16,36 65,40 -- Girisuko

121 Jati/Rimba 101,90 0,00 0,00 101,90 -- Girisuko

122 Jati/Rimba 64,97 6,63 0,00 71,60 3 Luweng (dihuni codot), Girisuko, Girimulyo

123**) Jati/Rimba 16,83 74,67 0,00 91,50 2 Luweng (dihuni codot) Girisuko, Girimulyo

124 Jati/Rimba 65,51 40,99 0,00 106,50 1 Luweng (dihuni codot), Girisuko, Girimulyo, Girisekar

125**) Jati/Rimba 74,01 9,59 0,00 83,60 2 Luweng (dihuni codot), Girisuko, Girisekar

126 Jati/Rimba 0,00 62,90 0,00 62,90 1 Luweng (dihuni codot) Girisuko, Girisekar

127 Jati/Rimba 0,00 68,20 0,00 68,20 3 Luweng (dihuni codot) Girisekar

Total 829,07 0,00 262,98 294,25 1386,30**) Petak-petak lokasi areal HKm

Potensi HHNKArahan Blok

Petak Desa Hutan

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 133

Tabel 5.6. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Playen

Jenis Tan Luas

Dominan Perlind Perld StmptPmftn Tbts Pmftn (Ha)

1 Kayu Putih 73,23 0,00 0,37 73,60 -- Beji, Gading

2 Kayu Putih 54,20 0,00 0,00 54,20 -- Gading

3 Jati/Rimba 86,66 7,73 0,00 94,40 -- Beji, Gading

4 Jati/Rimba 56,83 0,00 8,27 65,10 -- Gading

5*) Jati/Rimba 10,95 20,54 1,99 46,22 79,70 Sumber air Gading, Logandeng

6*) rimba/belukar 44,74 6,55 0,00 0,00 51,30 wisata alam & wisata pendidikan Gading, Logandeng,Bunder

7*) rimba/belukar 75,52 2,06 0,12 77,70 wisata alam & wisata pendidikan Bunder, Logandeng

8 Jati/Rimba 32,96 6,14 0,00 39,10 -- Bunder,Beji

9 Jati/Rimba 20,56 19,66 33,48 0,00 73,70 -- Bunder,Beji, Gading

10 Kayu Putih 28,55 29,65 0,00 58,20 --- bunder, Beji

12 Kayu Putih 67,24 8,36 0,00 75,60 --- Bunder,Logandeng

13*) Jati/Rimba 57,38 8,64 22,08 88,10 wisata alam & wisata pendidikan Logandeng

14*) Jati/Rimba 41,20 0,00 49,50 90,70 wisata alam & wisata pendidikan Bandung, Logandeng

16*) Jati/Rimba 23,63 11,28 0,00 37,09 72,00 wisata alam & wisata pendidikan Bandung

17*) Jati/Rimba 0,37 0,05 63,58 64,00 wisata alam & wisata pendidikan Bandung, Logandeng

18*) Jati/Rimba 0,89 0,36 74,95 76,20 wisata alam & wisata pendidikan Bandung

25 Kayu Putih 0,72 0,00 51,48 52,20 -- Bandung, Gari

66 Kayu Putih 29,12 2,56 39,92 71,60 -- Getas, Gading

67 Kayu Putih 74,24 4,55 9,21 88,00 -- Getas, Gading

68 Kayu Putih 70,30 0,00 0,00 70,30 -- Gading

69 Kayu Putih 65,70 0,00 0,00 65,70 -- Gading

70 Jati/Rimba 35,40 0,00 18,50 53,90 -- Getas, Gading

71**) Jati/Rimba 40,93 4,81 0,75 29,77 82,00 -- Getas, jatimulyo

72 Jati/Rimba 0,11 6,26 9,94 33,49 49,80 -- Getas

73**) Jati/Rimba 0,56 28,57 11,89 19,77 63,10 Sumber air PAM Getas Getas, Beberan, jatimulyo

74**) Jati/Rimba 0,00 1,26 38,59 45,55 85,40 Bumi perkemahan, Sumber air PAM Bleberan, Gua

Rancang Bleberan

75 Kayu Putih 0,00 17,04 46,66 63,70 -- Getas, Bleberan

76 Kayu Putih 0,00 24,02 55,38 79,40 -- Getas, Bleberan

77 Kayu Putih 0,00 7,39 39,01 46,40 -- Getas,

78 Kayu Putih 0,00 0,00 87,30 87,30 -- Getas

79 Kayu Putih 0,00 0,00 109,20 109,20 -- Getas, Gading, Logandeng

80 Kayu Putih 0,00 0,00 118,70 118,70 -- Getas, Bleberan

81 Kayu Putih 0,00 0,00 117,50 117,50 Sumber air Cina untuk PAM Bleberan Bleberan

82 Kayu Putih 0,00 0,00 116,00 116,00 -- Bleberan

83 Kayu Putih 0,00 8,11 78,49 86,60 Sumber air Cluwik Bleberan, Banyusoco

84 Jati/Rimba 0,00 22,77 95,83 118,60 Sumber air Jambe untuk PAM Bleberan & Dlingo Bleberan, Banyusoco

85 Jati/Rimba 0,00 68,66 8,97 77,70 Sumber air Pucung, dan Luweng Bleberan

86**) Jati/Rimba 3,07 24,77 70,26 0,01 103,50 -- Bleberan,Dlingo

87 Jati/Rimba 40,62 1,62 10,66 0,00 56,70 -- Bleberan,Dlingo

88 Jati/Rimba 0,00 46,38 39,09 86,00 -- Bleberan, Banyusoco

89 Jati/Rimba 0,00 33,65 51,96 86,30 -- Banyusoco

90 Jati/Rimba 0,00 0,00 99,30 99,30 -- Banyusoco

91 Jati/Rimba 0,00 0,00 99,10 99,10 -- Banyusoco, Karangduwet

92 Kayu Putih 0,00 0,00 87,30 87,30 -- Bleberan,Banyusoco, Grogol

93 Jati/Rimba 0,00 0,00 100,60 100,60 -- Banyusoco, Grogol, Krgduwet

94**) Jati/Rimba 0,00 0,00 138,20 138,20 -- Banyusoco, Karangduwet

Total 1035,70 133,04 467,95 2038,47 3693,70

*) : Petak-Petak Hutan Pendidikan Wanagama **) Petak-Petak lokasi areal HKm

Potensi HHNKArahan Blok

Petak Desa Hutan

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 134

Tabel 5.7. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Kulon Progo

Jenis Tan Luas

Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn (Ha)

1 Jati/Rimba 5,63 40,37 0,00 46,00 no data Kalirejo

2 Jati/Rimba 0,00 29,06 23,24 52,30 no data Kalirejo,Hargomulyo

3 Jati/Rimba 22,66 28,84 0,00 51,50 no data Kalirejo

4 Jati/Rimba 32,60 0,00 0,00 32,60 no data Kalirejo

5 Jati/Rimba 4,00 0,00 0,00 4,00 no data Hargomulyo

6 Jati/Rimba 40,95 0,87 0,08 41,90 no data Hargomulyo

7 Jati/Rimba 3,27 18,15 11,28 32,70 no data Hargomulyo

8 Jati/Rimba 0,00 0,00 8,10 8,10 no data Hargomulyo

9 Jati/Rimba 0,00 5,05 27,05 32,10 no data Hargomulyo,Temon Wetan

10 Jati/Rimba 9,47 22,36 6,76 38,60 no data Hargomulyo

11 Jati/Rimba 4,79 31,05 1,27 37,10 no data Hargomulyo

12 Jati/Rimba 1,35 3,88 13,07 18,30 no data Hargomulyo, Hargorejo

13 Jati/Rimba 0,00 3,83 11,67 15,50 no data Hargomulyo, Hargorejo

14 Jati/Rimba 0,00 6,22 11,38 17,60 no data Hargomulyo, Hargorejo, Kulur

15 Jati/Rimba 0,00 0,00 9,10 9,10 no data Kulur, Hargorejo

16 Jati/Rimba 0,00 0,10 21,09 21,20 no data Hargorejo

17**) Jati/Rimba 0,00 18,48 24,92 43,40 no data Hargorejo

18 Jati/Rimba 27,45 21,23 11,32 60,00 no data Hargorejo

19**) Jati/Rimba 0,00 0,00 39,60 39,60 no data Hargorejo

Total 152,17 0,00 229,50 219,93 601,60

**) : Petak-petak lokasi areal HKm

Potensi HHNKArahan Blok

Petak Desa Hutan

Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009

Berikut ini adalah peta-peta penataan wilayah/pembagian blok di masing-

masing BDP di wilayah KPH Yogyakarta hasil kegiatan Kajian Penataan

Wilayah/KPH Yogyakarta tahun 2009.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 135

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 136

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 137

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 138

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 139

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 140

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 141

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 142

5.4.2. Penataan Batas Luar

Masalah tata batas kawasan hutan menjadi sangat penting ketika intensitas

penggunaan kawasan hutan sudah tinggi. Terlebih dengan adanya

desakan/tekanan masyarakat akan lahan terus semakin tinggi, kepastian hukum

tentang lahan menjadi sangat penting. Sumber daya hutan dan ekosistemnya yang

bersifat dinamik, dan pengelolaan hutan juga berkembang sesuai dengan

perkembangan hukum dan paradigma pembangunan kehutanan, maka landasan

hukum dan atau penentuan tata batas dengan seharusnya menjadi dasar kegiatan

pengelolaan.

Sebagaimana diketahui bahwa kawasan hutan KPH Yogyakarta khususnya

tegakan hutan jati di Gunung Kidul telah dilakukan penataan batas, pemetaan, dan

penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda yaitu

Boschwezen (Dinas Kehutanan) dan Djatibedrift (BUMN Kehutanan) dan selesai

tahun 1930. Kegiatan penataan hutan tahun 1930 meliputi penataan batas luar

maupun penataan kawasan menjadi petak, RPH, dan BDH. Sebagai bukti kegiatan

penataan tersebut di lapangan terdapat pemasangan tanda batas berupa

pal/patok beton dan pembuatan alur-alur jalan sebagai batas antar petak.

Namun sejak tahun 1980 sampai dengan saat ini Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Yogyakarta maupun KPH Yogyakarta belum pernah melakukan

kegiataan penataan ulang kawasan hutan sehingga batas-batas petak di lapangan

baik alur jalan maupun pal-pal (patok beton) banyak yang sudah hilang dan tidak

jelas di lapangan.

Selain penandaan batas di lapangan sudah banyak yang hilang, kegiatan

penataan hutan di kawasan hutan KPH Yogyakarta yang belum selesai dilakukan

adalah penataan hutan di BDH Kulon Progo-Bantul , RPH Pucanganom BDH

Panggang, dan kawasan hutan AB. Untuk kawasan hutan di RPH Pucanganom

BDH Panggang, dan BDH Kulon Progo-Bantul umumnya masih berupa blok hutan,

yang belum dibakukan sebagai petak/anak petak, sedangkan penataan hutan di

kawasan hutan AB (Afgeschreven Bosch) yang tersebar di beberapa BDH di

Kabupaten Gunung Kidul sampai saat ini belum selesai dilakukan.

Sampai saat ini, belum semua kawasan hutan AB tertata dengan baik. Dari

Kawasan hutan AB seluas 1.773 Ha, yang sudah berhasil ditata batas oleh Kanwil

Kehutanan Propinsi D.I. Yogyakarta sampai akhir dasawarsa 1990 baru seluas

1.078 Ha (61%), dan yang belum tertata seluas 695 Ha (39%). Sebagian besar

kawasan hutan AB yang sudah tertata termasuk wilayah kelola RPH Pucanganom

BDH Panggang, namun diluar RPH Pucanganom tersebut sangat terfragmentasi

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 143

dengan luasan yang relatif kecil-kecil (0,5 – 4 ha) sehingga terkadang kurang

efisien untuk dikelola secara intensif.

Selama ini, kawasan hutan AB telah lama digunakan dan dikelola oleh

masyarakat dari desa-desa sekitar. Ada sejumlah desa yang menyatakan bahwa

telah menggunakan kawasan tersebut bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia.

Kawasan tersebut banyak digunakan untuk budidaya pertanian, dan sebagian

digunakan untuk pemukiman dan prasarana publik seperti jalan dan pasar.

Sesuai dengan syarat pengelolaan hutan lestari adalah adanya penataan

kawasan hutan yang mantap dan jelas dilapangan dan diakui oleh semua pihak

(baik masyarakat, sektor-sektor lain, maupun LSM), maka pengelola KPH

Yogyakarta merencanakan untuk melakukan kegiatan penataan ulang kawasan

hutan. Penataan ulang kawasan hutan ini meliputi dua kegiatan utama yaitu: tata

batas luar dan tata batas di dalam kawasan hutan KPH Yogyakarta

Sasaran dari kegiatan tata batas luar yang perlu dilakukan adalah:

a. Melanjutkan pelaksanaan tata batas kawasan hutan AB sepanjang 655

Km,

b. Melaksanakan tata batas fungsi hutan antara KPH Yogyakarta dengan

Kawasan Konservasi antara lain: Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder,

Suaka Margasatwa Paliyan, Suaka Margasatwa Sermo, Cagar Alam

Mangunan, dll.

c. Rekonstruksi batas seluruh kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta

terutama pada kawasan pal batas luar yang berdampingan dengan lahan

masyarakat dan tata batas luar pada batas-batas yang rusak dan hilang.

5.4.3. Penataan Batas di Dalam Kawasan

Disamping tata batas luar, dalam tata batas kawasan juga perlu dilakukan

tata batas fungsi. Selama ini batas fungsi hutan lindung dan hutan produksi di KPH

Yogyakarta sudah lama tidak tersentuh, demikian juga batas petak dan anak petak

banyak yang hilang dan tidak terawat serta alur/sluef yang menjadi batas petak

dan anak petak juga banyak yang hilang, akibat penyelenggaraan rehabilitasi yang

pada saat itu kurang memperhatikan fungsi alur dan batas petak dan anak petak.

Oleh karena itu sasaran kegiatan tata batas di dalam kawasan hutan meliputi :

a. Rekonstruksi (penataan ulang) batas hutan lindung dan hutan produksi;

b. Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm)

sebanyak 42 unit;

c. Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

sebanyak 7 unit;

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 144

d. Rekonstruksi (penataan ulang) batas petak/anak petak dan pemeliharaan

alur dan pal batas petak/anak petak.

Khusus untuk penataan kawasan di hutan AB, mengingat sebagian

kawasan hutan AB sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan beralih

fungsi/peruntukan menjadi non hutan, maka pendekatan yang dilakukan dalam

penataan kawasan hutan AB akan menggunakan pendekatan penataan partisipatif

dan multipihak. Setelah dilakukan penataan kawasan dan pemetaan pola-pola

penggunaan/ pemanfaatan oleh masyarakat, kemudian akan digunakan untuk

merumuskan pola penggunaan yang tepat, yang disinergikan dengan dinamika

aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai pengelolaan kawasan hutan

secara kolaboratif. Salah satu skema yang ditawarkan dalam pengelolaan kawasan

hutan AB antara lain adalah skema Hutan Tanaman Rakyat, skema Hutan Desa

ataupun skema Hutan Kemasyarakatan .

Berikut ini adalah rencana penataan kawasan hutan yang dilaksanakan di

KPH Yogyakarta

Tabel 5.8 Rencana Kegiatan Penataan Kawasan Hutan

No Kegiatan Waktu Target A Tata Batas Luar 1 Tata batas luar kawasan hutan AB 2013 – 2015 2 Tata batas fungsi hutan antara KPH Yogyakarta

dengan Kawasan Konservasi: (CA, SM, dan Tahura)

2013 - 2015

3 Rekonstruksi batas luar kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta dengan lahan non kawasan hutan

2013-2015

B Tata Batas Dalam Kawasan KPH 1 Rekonstruksi (penataan ulang) batas hutan

lindung dan hutan produksi 2013-2014

2 Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm)

2014

3 Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR)

2014

4 Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Desa (HD)

2014

5 Rekonstruksi (penataan ulang) batas petak/anak petak dan pemeliharaan alur dan pal batas petak/anak petak.

2014

5.4.4. Rencana Penataan Pemanfaatan Kawasan

Penggunaan kawasan hutan untuk berbagai kepentingan perlu dilakukan

penataan agar efektivitas dan efisiensi penggunaan lahan hutan dapat

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 145

terselenggara dengan baik, baik yang mendapat ijin pemanfaatan, bentuk-bentuk

kerjasama, pinjam pakai sarana prasarana, dan juga upaya penyelesaian konflik

kawasan hutan.

1. Penataan Pemanfaatan Kawasan untuk Ijin Usaha Pemanfaatan

Ijin usaha pemanfaatan hutan baik dalam bentuk IUP HKm ataupun

HTR perlu dilakukan penataan dan pembinaan guna mendorong

pengeloaan yang dilakukan oleh pemegang ijin secara baik dan benar.

Jumlah IUP HKm sebanyak 42 unit dan IUP HTR 3 unit, perlu diarahkan

dalam pelaksanaannya mengelola kawasan di wilayahnya masing-masing

dengan berbasis pengeloaan hutan lestari mulai dari penyusunan rencana

jangka panjang dan jangka pendek, penyelenggaraan tata hutan dan

penyusunan rencana pengelolaan hutan (pada wilayah pengelolaan),

pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan

hutan dan konservasi alam.

Berkaitan dengan pengembangan Hutan Desa, dalam waktu dekat di

wilayah KPH Yogyakarta akan dikembangkan Hutan Desa. Lokasi yang

dicadangkan untuk kawasan hutan desa berada di kawasan hutan AB di

BDH Paliyan seluas ± 400 ha.

2. Penataan Pemanfaatan Kawasan Hutan Kerjasama dengan Lembaga

Lain

Kerjasama dalam pengelolaan hutan baik Wanagama, kerjasama enam

Perguruan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan Hutan, Pengembangan

Tanaman Nangka, Pengembangan Jati Unggul Nusantara, Pengembangan

Wisata Ngingkrong dan lainnya perlu didorong untuk dapat dilakukan

pengelolaannya dengan baik dan benar, melalui proses kerjasama yang

legal untuk mendukung pengelolaan hutan lestari pada KPH Yogyakarta.

3. Pinjam Pakai Kawasan

Proses pinjam pakai dan tukar menukar kawasan hutan seperti Pusat

Latihan Tempur (Puslatpur) di Sodong Paliyan 23 ha, petak 136 dan Petak

12 Bunder seluas 2,5 Ha perlu dipertegas batas waktu penggunaan

kawasasan dan proses tukar menukar kawasan hutan dengan prosedur

yang benar. Untuk itu, perlu dilakukan dengan Kementerian Kehutanan

menelusuri penggunaan kawasan tersebut.

Pada beberapa wilayah kawasan hutan terdapat pengunaan kawasan

umum yang dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan tempat

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 146

pemakaman, lapangan bola, kandang sapi dan lainnya. Kondisi ini perlu

dilakukan penertiban dengan koordinasi dengan perangkat desa dan

Camat.

4. Pinjam Pakai Sarana Prasarana Kehutanan

Masih terdapat sarana dan prasarana Balai KPH Yogyakarta yang

digunakan untuk kepentingan diluar KPH Yogyakarta, diantaranya asset

Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul dan juga

Kantor Satuan Tugas Pengamanan Hutan di Playen yang digunakan untuk

pihak ketiga. Hal ini perlu diselesaikan prosedurnya bersama DPPKA

Propinsi DIY.

5.4.5. Rencana Inventarisasi SDH

Inventarisasi adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kekayaan (potensi)

yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu (baik potensi kayu

maupun non kayu) sebagai bahan untuk penyusunan rencana pengelolaan SDH di

masa depan. Mengingat hutan sifatnya dinamis, maka kegiatan inventarisasi harus

dilakukan secara berkala dalam rentang waktu tertentu.

. Pelaksanaan kegiatan inventarisasi akan dilakukan dengan sistem

sampling dengan Intensitas sampling tertentu, dan dilaksanakan 2 atau 1 tahun

sebelum penyusunan rencana pengelolaan jangka berikutnya.

Namun diluar pelaksanaan inventarisasi yang untuk menyusun rencana

pengelolaan jangka panjang, Pelaksanaan inventarisasi untuk seluruh kawasan

hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan produksi dan

meliputi seluruh tegakan baik tegakan tanaman jati, tegakan kayu putih, dan

tegakan rimba akan dilakukan setiap 10 tahun sekali sesuai dengan tata waktu

penyusunan rencana pengelolaan jangka panjangakan dilakukan inventarisasi

sumber daya hutan baik dengan cara sampling maupun sensus (IS 100%) yang

bertujuan untuk menyusun Rencana Teknik Tahunan (RTT) khususnya pada

kawasan yang akan dikelola pada tahun berikutnya. Pelaksanaan kegiatan

inventarisasi untuk penyusunan RTT dilaksanakan 1 tahun sebelum tahun

berjalan (Et-1).

5.5. Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No. 3

Tahun 2008 tentang tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta

Pemanfaatan Hutan pasal 21 ayat (1) menyebutkan bahwa “ Untuk wilayah

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 147

tertentu, Menteri dapat menugaskan Kepala KPH untuk menyelenggarakan

pemanfaatan hutan, termasuk melakukan penjualan tegakan”. Yang dimaksud

dengan wilayah “tertentu” antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan

kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha

pemanfaatannya, sehingga Pemerintah perlu menugaskan Kepala KPH untuk

memanfaatkannya. Pemanfatan wilayah tertentu dirancang pada areal-areal yang

belum dibebani oleh ijin-ijin pemanfaatan dan direncanakan akan dikelola sendiri

oleh KPH Yogyakarta, pada setiap Blok Pemanfaatan baik pada wilayah KPHL dan

KPHP yang berfungsi HL atau HP.

Berikut ini adalah sebaran kawasan hutan yang dikelola Balai KPH

Yogyakarta yang belum dibebani hak (Ijin IUPHKm, IUPHHK-HTR dan Hutan

Desa) sebagaimana tabel berikut.

NO KABUPATEN HP (Ha) HL (Ha) LUAS (Ha)

1 Gunungkidul 10.876,82 907,60 11.784,42

2 Bantul 0 1.041,20 1.041,20

3 Kulon Progo 518,60 141,10 659,70

Total 11.395,42 2.089,90 13.485,32

Sesuai dengan kebijakan untuk menuju terbentuknya KPH Mandiri, dan

sekaligus melakukan pembenahan kualitas tegakan menuju tegakan normal,

berikut ini adalah rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka tahun 2014-2023:

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 148

Peta Area Pemanfaatan Wilayah Tertentu KPH Yogyakarta

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 149

5.5.1. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Lindung

Sebagaimana sudah dipaparkan pada Bab IV dari wilayah kelola KPH

Yogyakarta seluas 15.724,5 Ha terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.312,8 Ha.

Dari kawasan hutan lindung tersebut sebanyak 222,9 Ha dimanfaatkan sebagai

areal HKm. Ditinjau dari penutupan tegakannya, kawasan Hutan Lindung di KPH

Yogyakarta yang ditumbuhi tegakan jati seluas 979,00 Ha, tegakan kayu putih

seluas 303,75 Ha, dan sisanya seluas 807,15 merupakan tegakan kayu rimba

meliputi tegakan pinus merkusii, akasia, mahoni dan beberapa jenis lainnya.

Dari tegakan jati yang tumbuh di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha

tersebut didominasi kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas

466,60 Ha, dan KU I seluas 275,80 Ha; sedangkan sisanya berupa Tanah Kosong

(TK) seluas 8,00 Ha, tegakan KU II seluas 52,8 Ha; dan KU IV seluas 130,2 Ha.

Untuk tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung, dari tegakan seluas

303,75 Ha yang berupa Tanah Kosong seluas 130,30 Ha; dan tegakan

bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha. Sedangkan tegakan rimba yang

berada di kawasan hutan lindung seluas 654,20 ha, terbagi dalam kondisi Tanah

Kosong (TK) seluas 43,30 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 152,90

Ha; dan tegakan normal seluas 458,00 Ha.

Keberadaan tanah kosong (TK) maupun TBK baik pada tegakan jati, tegakan

kayu putih, maupun tegakan rimba perlu mendapat perhatian dalam penyusunan

rencana pengelolaan hutan ke depan sehingga akan dapat terbentuk tegakan di

kawasan hutan lindung yang mampu berfungsi secara optimal khususnya dalam

menjaga keseimbangan fungsi hidro-orologi dan fungsi perlindungan flora-fauna

lainnya. Demikian pula keberadaan tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung

perlu menjadi perhatian karena tegakan kayu putih ini dipungut daunnya dan

dipangkas tegakannya sehingga tidak dapat berfungsi optimal dalam aspek

perlindungan.

Berkenaan dengan kondisi tegakan di kawasan hutan lindung tersebut di

atas, maka rencana kelola kawasan hutan lindung pada jangka 2014-2023 adalah:

a. Penanaman dan/atau Pengkayaan (enrichment planting) pada petak-

petak Tanah Kosong baik pada tegakan jati maupun tegakan kayu rimba.

Prioritas pengkayaan pada kelas hutan Tanah Kosong ini dilakukan

mengingat total luas Tanah Kosong (TK) hanya 51,3 ha, sedangkan luas

Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) cukup luas yaitu 619,5 Ha. Di

samping itu Tanah Kosong membutuhkan penanganan lebih dahulu

dibanding petak TBK.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 150

b. Perombakan tegakan kayu putih baik Tanah Kosong maupun TBK seluas

303,75 Ha dirubah secara bertahap menjadi tegakan pohon pinus

merkusii atau tegakan rimba.

Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan penanaman

dan/atau pengkayaan (enrichment planting) kawasan hutan lindung di KPH

Yogyakarta jangka tahun 2014-2023.

Tabel 5.9. Rencana Penanaman /Pengkayaan Kawasan Hutan Lindung

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PALIYAN - - 33.0 - - - - - - -

KPROGO-BANTUL - 8.0 - 43.3 - - - - - -

TOTAL - 8.0 33.0 43.3 - - - - - -

BDHLUAS PENANAMAN/PENGKAYAAN TANAH KOSONG KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA)

Dari tabel di atas nampak bahwa dari luas Tanah Kosong 84,3 Ha,

direncanakan untuk mulai dilakukan pengkayaan pada tahun 2014 sampai

dengan tahun 2016.

Diluar kegiatan pengkayaan Tanah Kosong (TK), berkaitan dengan

keberadaan tegakan kayu putih pada kawasan hutan lindung, maka pada

jangka 2014-2023 ini direncanakan untuk dilakukan perombakan/perubahan

dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba (salah satunya dengan

tegakan pinus merkusii). Berikut ini adalah gambaran umum rencana

perombakan tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba/pinus merkusii.

Tabel 5.10. Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Pinus

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

KPROGO-BANTUL - 60.0 56.3 59.0 64.5 64.0 - - - -

TOTAL - 60.0 56.3 59.0 64.5 64.0 - - - -

BDHLUAS PEROMBAKAN TEGAKAN KAYU PUTIH DI KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA)

Dari data tabel di atas nampak bahwa dari tegakan kayu putih di kawasan

hutan lindung seluas 303,75 Ha akan dirombak menjadi tegakan pinus yang

dimulai sejak tahun 2014 s.d. tahun 2018. Diharapkan pada tahun 2019

tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung sudah mulai

digantikan dengan tegakan hutan rimba.

Berikut ini adalah rencana penanaman/pengkayaan dari Tanah Kosong

dan perombakan tegakan kayu putih menjadi tegakan rimba (tegakan Pinus

merkusii) pada masing-masing petak di kawasan hutan lindung.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 151

Tabel 5.11. Rencana Penanaman / Pengkayaan (Enrichment Planting) Tanah Kosong di Kawasan Hutan Lindung Jangka 2014-2023

Jenis Kelas

Tegakan Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PALIYAN Kedungwanglu 106 106C 33.00 1 Rimba 0.16 TK 33.00

33.00

KPROGO-BANTUL Dlingo Kal i urang Kal i urang 8.00 14, 15, 4 Jati 0.00 TK 8.00

Dodogan Dodogan c 43.30 27, 30 Rimba 0.18 TK 43.30

43.30

76.30 - - 8.00 33.00 43.30 - - - - -

dknLUAS PENGKAYAAN TEGAKAN JATI & RIMBA DI KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA)

Sub Total

Sub Total

T O T A L

BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)

Tabel 5.12. Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Rimba (Pinus merkusii) pada Kawasan Hutan Lindung

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

KPROGO-BANTUL Dl ingo Dodogan Dodogan b 64.00 8, 9, 37 0.34 BK 64.00

Kal i urang Kal iurang a 47.25 9, 14, 38, 45 0.23 BK 47.25

Kayu mas Kayu mas b 100.00 7, 8 0.06 TK 60.00 40.00

Mangunan Gumelem Gumelem 14.00 8 0.15 TK 14.00

Kediwung Kediwung 14.00 8 0.28 BK 14.00

Sudimoro I Sudimoro I 20.00 9 0.30 BK 20.00

Sudimoro II Sudimoro II 17.20 8 0.32 BK 17.20

Terong Terong 10.00 9 0.13 TK 10.00

Sermo 26 26A 6.30 47 0.09 TK 6.30

26C 11.00 53, 8 0.33 BK 11.00

303.75 - 60.00 56.30 59.00 64.45 64.00 - - - -

dknLUAS PEROMBAKAN TEGAKAN KAYU PUTIH MENJADI TEGAKAN RIMBA/PINUS (HA)

Sub Total

BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 152

5.5.2. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Produksi

5.5.2.1. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Hutan Jati

Sebagaimana paparan di atas, sesuai dengan kondisi tegakan jati yang

didominasi oleh keluas umur muda (KU I dan KU II), dan sebagian berupa Tanah

Kosong dan Tegakan Bertumbuhan kurang, maka rencana pengelolaan hutan yang

disusun pada jangka ini antara lain adalah: penyusunan rencana pemeliharaan

dan/atau penjarangan pada kelas hutan Kelas Umur; penyusunan rencana

tebangan pembangunan dan rencana penanaman kembali pada Tanah Kosong dan

Tegakan Bertumbuhan Kurang; dan penyusunan rencana pemanenan akhir daur

pada tegakan jati kelas hutan KU. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-

masing rencana tersebut di atas.

1. Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan pada Kelas Umur

Sebagian besar tegakan jati yang ada di KPH Yogyakarta merupakan hasil

penanaman kegiatan GNRHL periode tahun 2003-2007. Sejak penanaman

sampai dengan saat ini petak-petak tanaman GNRHL tersebut belum pernah

dilakukan kegiatan pemeliharaan baik kegiatan babad tumbuhan bawah,

wiwil tunas-tunas air, pemangkasan cabang (prunning), pemberantasan hama

dan penyakit, maupun kegiatan penjarangan (thinning). Belum adanya

kegiatan pemeliharaan dan penjarangan ini mengakibatkan kondisi tegakan

jati yang ada tidak optimal baik dari riap pertumbuhan maupun kondisi

batangnya.

Untuk meningkatkan kualitas tegakan jati, khususnya yang termasuk

dalam kelas hutan KU, maka pada jangka 2014 – 2023 ini akan dilakukan

kegiatan pemeliharaan khususnya kegiatan babad tumbuhan bawah, wiwil

tunas air, pemangkasan cabang (prunning) dan kegiatan penjarangan

(thinning).

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dan ketentuan umum dalam

penyusunan rencana pemeliharaan dan penjarangan:

d. Ragam kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi: babad

tumbuhan bawah, wiwil tunas air, pemberantasan hama/penyakit, dan

penjarangan.

e. Frekuensi kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan adalah setiap 5

tahun sekali, artinya dilakukan pada tegakan umur 5 dan umur 10 tahun.

Namun dalam pelaksanaannya tetap mempertimbangkan pemerataan

kegiatan setiap tahunnya.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 153

f. Jika saat dilakukan inventarisasi hutan pada tahun 2012, tegakan sudah

berumur 5 atau 10 tahun maka tegakan tersebut akan diupayakan untuk

segera dilakukan pemeliharaan/penjarangan namun dengan tetap

mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan pekerjaan.

g. Norma penjarangan yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan/

penjarangan ini adalah kombinasi antara penjarangan bawah dan

penjarangan atas, yang artinya selain menebang pohon-pohon yang

pertumbuhannya jelek, tertekan, dan cacat dalam kegiatan penjarangan

juga akan menebang pohon-pohon yang memiliki tajuk dominan yang

dikhawatirkan akan menganggu pertumbuhan dari pohon-pohon lain

disekitarnya. Sehingga jika pohon yang dominan ditebang akan dapat

memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi pohon-pohon lain yang ada

disekitar pohon dominan tersebut.

h. Jumlah pohon yang dijarangi pada umur tegakan 5 tahun adalah 25%

dari N awal. Artinya jumlah pohon yang ditebang sebanyak 250

pohon/ha, atau ditinggalkan sebanyak 750 pohon sebagai pohon tinggal

setiap ha. Demikian pula pada penjarangan pada saat tegakan berumur

10 tahun, jumlah pohon yang dijarangi pada umur tersebut adalah 250

pohon/ha, atau tegakan tinggal dari kegiatan penjarangan adalah 500

pohon setiap ha.

Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pemeliharaan

dan/atau penjarangan di KPH Yogyakarta jangka tahun 2014 - 2023.

Tabel 5.13. Rencana Pemeliharaan/Penjarangan KPH Yogyakarta 2014-2023

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN - 103.8 107.3 56.2 - 41.3 - - - -

KRMOJO - 10.0 - 46.0 - - - - - -

PALIYAN - 423.6 419.3 317.6 166.0 60.0 144.1 196.0 - -

PANGGANG - 229.0 158.2 163.3 131.3 30.0 30.0 65.4 - -

KPROGO-BANTUL - 62.1 63.4 40.0 - - - - - -

TOTAL - 828.5 748.2 623.1 297.3 131.3 174.1 261.4 - -

BDHLUAS PEMELIHARAAN/PENJARANGAN (HA)

Dari tabel di atas nampak bahwa di tahun 2014 tidak dilakukan kegiatan

pemeliharaan dan/atau penjarangan karena pada tahun ini sudah dilakukan

pembahasan kegiatan dan anggaran melalui mekanisme di DPRD Propinsi.

Kegiatan pemeliharaan/penjarangan baru mulai direncanakan pada tahun

2014 dan tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2023.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 154

Pada awal-awal jangka, tepatnya tahun 2014 s.d 2016 kegiatan

pemeliharaan dan/atau penjarangan dilakukan dalam luasan yang cukup

besar. Kondisi ini dapat dapat dimaklumi karena selama sejak penanaman s.d.

tahun 2013 tidak pernah dilakukan kegiatan pemeliharaan dan/atau

penjarangan sehingga terjadi penumpukan kegiatan. Apabila kegiatan

pemeliharaan dan/atau penjarangan ditunda pada tahun-tahun berikutnya

akan berdampak pada kualitas tegakan tinggal akan semakin jelek karena

tegakan tidak dipelihara dan/atau dijarangi.

Dari data di atas juga nampak bahwa kegiatan pemeliharaan dan/atau

penjarangan yang paling luas dilakukan di BDH Paliyan, dan kemudian urutan

kedua adalah BDH Panggang. Kondisi ini dapat dimengerti mengingat sebaran

Kelas Umur Jati yang paling banyak ada di dua BDH tersebut.

Di sisi lain mengingat sebaran umur tegakan jati yang akan

dipelihara/dijarangi pada setiap BDH tidak merata, maka dalam tiap tahun

belum tentu di tiap BDH dilakukan kegiatan pemeliharaan/penjarangan.

Demikian pula luas kegiatan pemeliharaan/penjarangan pada setiap BDH

ditiap tahunnya juga tidak sama karena dipengaruhi oleh frekuensi

pemeliharaan/penjarangan yang dilakukan saat tegakan berumur 5 atau 10

tahun. Meskipun demikian untuk menjamin adanya kesinambungan dan

kestabilan pendapatan bagi pengelola KPH, maka diupayakan ada pemerataan

luas kegiatan pemeliharaan/ penjarangan di tiap tahunnya dan tiap BDH.

Untuk rincian kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan pada masing-

masing petak di tiap-tiap BDH di wilayah KPH Yogyakarta dapat dilihat pada

tabel berikut ini.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 155

Tabel 5.14. Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan Tegakan Jati Kelas Hutan Produktif Jangka 2014 - 2023

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN Kemuning 2 2b 41.30 5 0.60 KU I 41.30 41.30

4 4b 36.30 9 0.92 KU I 36.30

88 b 36.00 11 1.24 KU II 36.00

89 b 26.50 11 1.59 KU II 26.50

90 90 a 71.00 9 0.60 KU I 71.00

94 94 a 56.20 7 0.84 KU I 56.20

267.30 - 103.80 107.30 56.20 - 41.30 - - - -

KARANGMOJOGelaran 33 33 46.00 7 0.93 KU I 46.00

Semanu 162 162 20.00 9, 31 0.67 KU I & KU IV 10.00 khusus yg umur 9 th

66.00 - 10.00 - 46.00 - - - - - -

PALIYAN Menggoro 96 96 104.7037, 26,5, 2 0.54KU I, KU III, KU IV 30.00 30.00 khusus yg umur 2 & 5

97 97 119.90 8 0.51 KU I 119.90

98 98 81.00 9 0.72 KU I 81.00

100 100 66.60 7; 5 0.66 KU I 66.60 66.60

Kedungwanglu 102 102C 20.00 9 0.70 KU I 20.00

103 103A 44.10 9 0.60 KU I 44.10

103B 52.00 5 0.61 KU I 52.00 52.00

104 104B 8.00 5 0.55 KU I 8.00 8.00

Grogol 128 128 18.90 8 0.76 KU I 18.90

Karangduwet 142 142 62.20 8 0.61 KU I 62.20

Giring 145 145 77.50 5 0.84 KU I 77.50 77.50

146 146 83.50 8 1.04 KU I 83.50

147 147 83.50 9 0.79 KU I 83.50

148 148 84.30 8 0.75 KU I 84.30

149 149 85.70 5 0.94 KU I 85.70 85.70

150 150 80.30 5 0.86 KU I 80.30 80.30

Mulo 152 152 60.00 8 0.73 KU I 60.00

153 153 44.00 8 0.73 KU I 44.00

154 154 68.00 9 0.56 KU I 68.00

155 155-a 40.00 9 0.71 KU I 40.00

156 156 60.00 10 0.63 KU I 60.00

158 158-b 30.00 8 0.73 KU I 30.00

dknLUAS PENJARANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)

Keterangan

Sub Total

Sub Total

Luas (Ha)Umur (Th)BDH RPH Petak An. Ptk

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 156

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PANGGANG Bibal 110 110 55.90 9 0.62 KU I 55.90

111 111 53.20 9 0.60 KU I 53.20

Gebang 115 115 84.30 8; 6 0.77 KU I 84.30

116 116 66.00 11; 8; 6 0.80 KU I 35.00 khusus yg umur 6 & 8

117 117 85.10 37; 36; 11;9;8;5 1.00 KU I & KU IV 35.00 khusus yg umur 5, 8, & 9

118 118 95.00 49; 13; 9; 8;7 0.87 KU I & KU V 40.00 khusus yg umur 7, 8 , & 9

119 119 48.30 9 0.76 KU I 48.30

121 121 101.90 12; 11; 8;7; 6; 5 0.90 KU I & KU II 50.00 khusus yg umur 5,6,7 & 8

Blimbing 120 120 65.40 6; 5 0.73 KU I 65.40 65.40

122 122 71.60 10; 9; 5 0.54 KU I 71.60 30.00

126 126 62.90 9; 5 0.69 KU I 62.90 30.00

127 127 68.20 9; 8 0.69 KU I 68.20

Pucanganom DalanganDalangan 12.00 7 0.54 KU I 12.00

869.80 - 229.00 158.20 163.30 131.30 30.00 30.00 65.40 - -

KPROGO-BANTUL Kokap 1 1 10.00 9, 8 1.10 KU I 10.00

2 2b 7.00 9 1.35 KU I 7.00

3 3b 10.00 9 1.18 KU I 10.00

4 4b 14.00 9 1.25 KU I 14.00

6 6a 15.00 9 0.65 KU I 15.00

7 7a 23.40 9 1.13 KU I 23.40

8 8 8.10 9 1.00 KU I 8.10

9 9b 5.00 9 0.90 KU I 5.00

10 10b 10.00 9 1.10 KU I 10.00

11c 5.00 8 0.95 KU I 5.00

12 12b 3.00 9 0.75 KU I 3.00

13 13b 10.00 9 1.40 KU I 10.00

14 14b 10.00 9 0.85 KU I 10.00

16 16b 10.00 9 1.05 KU I 10.00

18c 25.00 9, 8 1.02 KU I 25.00

165.50 - 62.10 63.40 40.00 - - - - - -

828.5 748.2 623.1 297.3 131.3 174.1 261.4 TOTAL KPH YOGYAKARTA

BDH RPH Petak An. Ptk dknLUAS PENJARANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)

Keterangan

Sub Total

Sub Total

Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 157

2. Rencana Tebangan dan Penanaman pada Tanah Kosong dan TBK

Kebijakan pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta pada kelas hutan Tidak

Produktif (baik Tanah Kosong maupun TBK) adalah kelas hutan tidak

produktif direncanakan untuk secepatnya dirombak (tebangan perbaikan)

dan diganti dengan tanaman baru (tanaman pembangunan). Tujuan dari

kegiatan tebangan perbaikan dan penanaman pada kelas hutan Tidak

Produktif ini adalah agar Tanah Kosong dan TBK dapat segera tertutup

dengan tegakan yang berkualitas tinggi yang berdampak pada meningkatnya

tata air dan mengurangi dampak erosi/banjir. Di samping itu dengan

digantinya tegakan tidak produktif dengan tanaman baru diharapkan dalam

jangka panjang akan menguntungkan bagi pengelola.

Strategi dalam perombakan dan penanaman kelas hutan tidak produktif

ini sesuai dengan rencana dari KPH Yogyakarta yang akan melakukan

penanaman tegakan jati unggul seluas 1.000 ha, pengembangan budidaya

tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku

untuk industri kerajinan topeng.

Berkenaan dengan penyusunan rencana Tebangan Perbaikan dan

Penanaman pada Kelas Hutan Tidak Produktif di atas, berikut ini adalah

beberapa pertimbangan dan ketentuan, yaitu:

a. Kegiatan penebangan dan penanaman pada kelas hutan tidak

produktif dilakukan pada tahun yang sama (Et+0), artinya jika

kegiatan penebangan dilakukan pada tahun 2014 maka pada tahun

yang sama langsung dilakukan kegiatan penanaman. Kegiatan

penanaman harus dilakukan secepatnya untuk mencegah dampak

erosi dan pelindihan unsur hara dari areal bekas tebangan.

b. Mengingat kualitas tegakan pada kelas hutan Tanah Kosong lebih jelek

daripada kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), maka

kegiatan pada Tanah Kosong diupayakan diselesaiakn pada awal

jangka tersebut, sedangkan kegiatan pada Tebangan Bertumbuhan

Kurang dilakukan setelah kegiatan pada Tanah Kosong selesai.

c. Untuk meningkatkan kualitas tegakan, maka penanaman pada bekas

tebangan Tanah Kosong dan TBK akan dilakukan dengan tegakan

unggul baik melalui skema swadaya KPH Yogyakarta maupun skema

kemitraan dengan pihak ketiga melalui pola bagi hasil.

d. Sesuai dengan karakteristik Propinsi D.I. Yogyakarta sebagai daerah

pariwisata, beberapa jenis pohon yang perlu dibudidayakan di wilayah

KPH Yogyakarta antara lain:

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 158

Penanaman pohon-pohon nangka sebagai tanaman tepi ataupun

tanaman pengisi untuk membantu pemenuhan bahan baku gudeg

sebagai makanan khas dari propinsi Yogyakarta.

Penanaman/budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk

membantu pemenuhan bahan baku industri kerajinan topeng.

Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan Tebangan

Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan Tidak Produktif di KPH

Yogyakarta jangka tahun 2014 - 2023.

Tabel 5.15. Rencana Tebangan Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan

Tidak Produktif di KPH Yogyakarta Tahun 2014-2023

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN - 64.1 69.0 25.0 - - - - - - 158.1

KRMOJO - - - - - - - - - - -

PALIYAN - 2.0 - - - - - - - - 2.0

PANGGANG - - 2.0 - - - - - - - 2.0

KPROGO-BANTUL - - - - - - - - - - -

TOTAL TK - 66.1 71.0 25.0 - - - - - - 162.1

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN - - 65.7 87.4 49.8 84.7 102.7 113.2 58.2 63.1 624.8

KRMOJO - - 20.0 - 87.0 - - - 23.0 - 130.0

PALIYAN - 30.0 41.6 9.0 48.0 30.0 89.0 39.9 130.0 134.1 551.6

PANGGANG - - 48.6 135.0 96.5 97.3 43.0 128.1 55.0 70.8 674.3

KPROGO-BANTUL - - - - - 4.0 - - - - 4.0

TOTAL TBK - 30.0 175.9 231.4 281.3 216.0 234.7 281.2 266.2 268.0 1,984.7

TOTAL TK & TBK - 96.1 246.9 256.4 281.3 216.0 234.7 281.2 266.2 268.0 2,146.7

BDHLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TANAH KOSONG (HA)

BDHLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN BERTUMBUHAN KURANG (HA)

Jumlah

Jumlah

Dari data pada tabel di atas nampak bahwa kegiatan penebangan dan

penanaman pada kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 162,1 Ha akan

diselesaikan pada tahun 2014 sampai tahun 2017. Sedangkan untuk kegiatan

penebangan dan penanaman pada Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK)

dilakukan mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2023.

Dari luas kelas hutan tidak produktif seluas 2.146,7 Ha tersebut,

khususnya pada lahan-lahan yang memiliki kondisi tanah yang subur

direncanakan akan ditanami tegakan jati unggul sehingga diharapkan dapat

menjadi sumber pendapatan bagi KPH Yogyakarta. Sistem penanaman

tegakan jati unggul tersebut dapat dilakukan dengan skema kemitraan atau

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 159

swadaya oleh KPH Yogyakarta. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat,

maka pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan diupayakan

untuk melibatkan peran serta masyarakat sekitar hutan.

Berikut ini adalah rincian kegiatan penebangan dan penanaman pada

kelas hutan tidak produktif pada masing-masing petak di tiap-tiap BDH di

wilayah KPH Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 160

Tabel 5.16. Rencana Tebangan Perbaikan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tanah Kosong Jangka Tahun 2014-2023

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN Wonolagi 71 71 47.00 8 0.19 TK 47.00

Kemuning 8 8 39.10 19 0.08 TK 39.10

Kepek 88 88 a 25.00 8 0.06 TK 25.00

88 c 25.00 5 0.10 TK 25.00

89 c 1.65 7 0.10 TK 1.65

90 c 20.30 7 0.00 TK 20.30

158.05 - 64.10 68.95 25.00 - - - - - -

PALIYAN Kedungwanglu 102 102A 2.00 19, 27, 32, 33, 36, 39 0.14 TK 2.00

2.00 - 2.00 - - - - - - - -

PANGGANG Pucanganom Glagah Glagah 2.00 7 0.17 TK 2.00

2.00 - - 2.00 - - - - - - -

162.05 - 66.10 70.95 25.00 - - - - - -

dknLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN KELAS HUTAN TANAH KOSONG (HA)

Sub Total

Sub Total

Sub Total

Luas (Ha) Umur (Th)

TOTAL KPH YOGYAKARTA

BDH RPH Petak An. Ptk

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 161

Tabel 5.17. Rencana Tebangan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang Jangka Tahun 2014-2023

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN Wonolagi 69 69 65.70 9 0.33 BK 65.70

70 70 A 53.90 7 0.24 BK 53.90

72 72 49.80 8 0.25 BK 49.80

Kemuning 3 3b 30.10 5 0.23 BK 30.10

9 9b 25.00 8 0.22 BK 25.00

Gubugrubuh 73 73 23.70 9 0.40 BK 23.70

74 74 28.00 8 0.32 BK 28.00

75 75 63.70 16 0.27 BK 63.70

Menggoran 85 85 59.70 8 0.29 BK 59.70

86 86 59.30 8 0.28 BK 59.30

87 87 56.70 8 0.32 BK 56.70

Kepek 89 89 a 58.15 7 0.48 BK 58.15

91 91 a 18.00 8 0.26 BK 18.00

94 b 33.00 7 0.43 BK 33.00

624.75 - - 65.70 87.40 49.80 84.70 102.70 113.20 58.15 63.10

KARANGMOJO Candi 58 58 87.00 9 0.40 BK 87.00

Kenet 50 50 43.00 13, 9, 8, 7 0.48 BK 20.00 23.00

130.00 - - 20.00 - 87.00 - - - 23.00 -

PALIYAN Menggoro 99 99 91.00 8; 5 0.35 BK 45.00 46.00

101 101 103.60 31; 8; 5 0.37 BK 30.00 30.00 43.60

Kedungwanglu 102B 48.00 9 0.47 BK 48.00

104 104C 9.00 - 0.48 BK 9.00

104D 44.00 - 0.49 BK 44.00

104E 41.60 - 0.27 BK 41.60

Grogol 129 129A 39.90 8 0.36 BK 39.90

Giring 144 144 90.50 5 0.34 BK 90.50

Mulo 151 151 84.00 7 0.45 BK 84.00

551.60 - 30.00 41.60 9.00 48.00 30.00 89.00 39.90 130.00 134.10

dknLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN JATI BERTUMBUHAN KURANG (HA)

Sub Total

Sub Total

Sub Total

BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 162

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PANGGANG Bibal 112 112 33.20 8 0.42 BK 33.20

113 113 70.80 5 0.31 BK 70.80

114 114 68.10 8 0.45 BK 68.10

Blimbing 123 123 71.50 9; 8 0.47 BK 35.00 36.50

124 124 106.60 9; 8; 7 0.36 BK 30.00 30.00 46.60

125 125 48.60 9 0.45 BK 48.60

Pucanganom Anduawan Anduawan 40.00 7 0.43 BK 40.00

Dagang mati Dagang mati 30.00 7 0.40 BK 30.00

Dilem Dilem 15.00 9 0.46 BK 15.00

Gemulung Gemulung 17.50 8 0.21 BK 17.50

Jambe Jambe 40.00 8 0.34 BK 40.00

Klego Klego 3.00 8 0.20 BK 3.00

Palawan Palawan 15.00 7 0.43 BK 15.00

Pringlarangan Pringlarangan 25.00 9 0.31 BK 25.00

Pucung Pucung 30.00 9 0.33 BK 30.00

Tapakegrang Tapakegrang 30.00 7 0.48 BK 30.00

Wunut Wunut 30.00 9 0.45 BK 30.00

674.30 - - 48.60 135.00 96.50 97.30 43.00 128.10 55.00 70.80

KPROGO-BANTULKokap 5 5 4.00 9 0.44 BK 4.00

4.00 - - - - - 4.00 - - - -

- 30.00 175.90 231.40 281.30 216.00 234.70 281.20 266.15 268.00

dknLUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN JATI BERTUMBUHAN KURANG (HA)

Sub Total

Sub Total

T O T A L

BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 163

3. Rencana Pemanenan pada Tegakan Kelas Umur

Berdasarkan data inventarisasi hutan, di wilayah KPH Yogyakarta

terdapat kelas hutan Kelas Umur seluas 2.916,70 Ha yang tersebar di 5 BDH.

Sebagaimana uraian di awal Bab V, berdasarkan kebijakan pengelola KPH

Yogyakarta, panjang daur tegakan di KPH Yogyakarta adalah 15 tahun.

Mengingat tidak diketahuinya volume tegakan pada akhir daur, maka pada

rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 – 2023 ini etat

tebangan dihitung dengan pendekatan etat luas.

Rumus untuk menghitung etat luas adalah luas kelas hutan produktif

dibagi dengan daur. Berdasarkan rumus tersebut maka etat tebangan di KPH

Yogyakarta adalah sebesar 2.916,7 ha /15 tahun = 194,4 Ha/tahun. Angka

tersebut berarti bahwa jatah tebangan maksimal di wilayah KPH Yogyakarta

adalah 194,4 Ha/tahun.

Meskipun etat tebangan di KPH Yogyakarta sesuai perhitungan adalah

194,4 Ha/tahun, namun sesuai dengan kebijakan pemerintah propinsi D.I.

Yogyakarta dimana BDH Kulonprogo-Bantul lebih diarahkan untuk menjaga

keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan maka pada dalam jangka

tahun 2014-2023 BDH Kulonprogo-Bantul tidak akan dilakukan penebangan,

sehingga luas kelas hutan produktif di KPH Yogyakarta (diluar BDH

Kulonprogo-Bantul) adalah = 2916,7 – 197,2 Ha = 2.719,5 Ha. Dari luas kelas

hutan tersebut, maka etat tebangan di KPH Yogyakarta (diluar BDH

Kulonprogo-Bantul) adalah = 2.719,5 Ha / 15 tahun = 181,3 Ha/tahun.

Mengacu pada kebijakan pengelola KPH Yogyakarta pada jangka tahun

2014-2023 adalah ditekankan pada upaya peningkatan kualitas tegakan tidak

produktif menjadi kelas hutan produktif, maka perlu dipertimbangkan beban

pekerjaan yang harus dilakukan oleh petugas di lapangan. Berkenaan dengan

pertimbangan keberhasilan pembuatan tanaman baik pada kelas hutan

produktif maupun kelas hutan tidak produktif, meskipun jatah tebangan pada

kelas hutan produktif adalah 181,3 Ha/tahun, namun pada jangka tahun

2014-2023 ini KPH Yogyakarta hanya akan menebang maksimal seluas 100

Ha/tahun.

Berkenaan dengan penyusunan rencana pemanenan pada kelas hutan

produktif berikut ini adalah ketentuan-ketentuan umum yang menjadi

pertimbangan, yaitu:

a. Sistem pemanenan yang diterapkan pada tegakan jati kelas hutan

produktif adalah sistem Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB).

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 164

b. Teknik pemanenan yang digunakan adalah tebang basah, artinya

pohon ditebang tanpa melalui proses peneresan terlebih dahulu.

c. Pemanenan dilakukan pada tahun berjalan, sedangkan penanaman

akan dilakukan pada satu tahun berikutnya atau (Et+1).

d. Untuk pemanenan pada jangka tahun 2014-2023 ditekankan pada

tegakan yang memiliki umur 9 tahun ke atas, sedangkan tegakan yang

memiliki umur 8 tahun ke bawah tetap dipertahankan sampai pada

jangka pengelolaan berikutnya.

Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pemanenan

kelas hutan produktif di KPH Yogyakarta jangka tahun 2014-2023.

Tabel 5.18. Rencana Pemanenan Kelas Umur KPH Yogyakarta 2014-2023

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN 103.8 107.3 56.2 - - - - - - -

KRMOJO - 10.0 - 46.0 - - - - - -

PALIYAN - 423.6 419.3 317.6 166.0 60.0 144.1 196.0 - -

PANGGANG - 299.0 158.2 163.3 131.3 30.0 30.0 65.4 - -

KPROGO-BANTUL - 62.1 63.4 40.0 - - - - - -

TOTAL 103.8 902.0 697.1 566.9 297.3 90.0 174.1 261.4 - -

BDHLUAS PEMELIHARAAN/PENJARANGAN (HA)

Dari tabel di atas nampak bahwa pemanenan di KPH Yogyakarta baru

dimulai pada tahun 2015. Selain di tahun 2014 KPH Yogyakarta masih fokus

pada kegiatan penebangan pada kelas hutan tidak produktif dan kegiatan

pemeliharaan/penjarangan, jadwal pemanenan tegakan Kelas Umur pada

tahun 2015 ini berkaitan dengan persiapan yang harus dilakukan oleh KPh

Yogyakarta dalam melaksanakan kegiatan pemanenan, seperti pelaksanaan

job training pemanenan dll.

Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa pemanenan tegakan kelas

umur di KPH Yogyakarta sebagian besar dilakukan di BDH Paliyan dan BDH

Panggang. Kondisi ini sesuai dengan sebaran tegakan jati produktif yang

sebagian besar berada di BDH Paliyan dan BDH Panggang.

Khusus di RPH Kokap BDH Yogyakarta terdapat petak-petak tegakan kayu

campuran yang rata-rata sudah berumur > 40 – 60 tahun. Berkenaan dengan

kebijakan dari pemerintah propinsi D.I. Yogyakarta dimana kawasan hutan di

kabupaten Kulon progo difungsikan untuk kawasan penyangga (catchment

area) Waduk Sermo dan juga menjaga keseimbangan tata air kabupaten Kulon

Progo, maka khusus pada RPH Kokap pada jangka tahun 2014- 2023 tidak

direncanakan adanya kegiatan pemanenan. Yang dilakukan pada kawasan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 165

RPH Kokap sebatas kegiatan pemeliharaan, penjarangan, dan pengamanan

tegakan.

Berikut ini adalah rincian detail dari rencana pemanenan tegakan jati

kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di KPH

Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 166

Tabel 5.19. Rencana Pemanenan Tegakan Jati Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka 2014-2023

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN Kemuning 4 4b 36.30 9 0.92 KU I 36.30

Kepek 88 88 b 36.00 11 1.24 KU II 36.00

89 b 26.50 11 1.59 KU II 26.50

90 90 a 71.00 9 0.60 KU I 36.00 35.00

94 94 a 56.20 7 0.84 KU I

226.00 - - - - 36.00 26.50 36.30 36.00 35.00 -

KRGMOJO Gelaran 33 33 46.00 7 0.93 KU I

Semanu 162 162 20.00 9, 31 0.67 KU I & KU IV 10.00 10.00 umur 31, baru umur 9

66.00 - - 10.00 - - 10.00 - - - -

PALIYAN Menggoro 96 96 104.70 37, 26,5, 2 0.54 KU I, KU III , KU IV 40.00 khusus yg umur 37 & 26

Kedungwanglu 102 102C 20.00 9 0.70 KU I 20.00

103 103A 44.10 9 0.60 KU I

Giring 147 147 83.50 9 0.79 KU I

Mulo 154 154 68.00 9 0.56 KU I 20.00 48.00

155 155-a 40.00 9 0.71 KU I

155-b 14.50 12 0.71 KU II 14.50

156 156 60.00 10 0.63 KU I 30.00 30.00

156 8.50 14 0.66 KU II 8.50

157 157 56.20 11 1.29 KU II 26.00 30.20

160 160-a 36.00 12 0.69 KU II 36.00

160-b 27.00 9 0.60 KU I 27.00

562.50 - - 48.50 50.50 26.00 30.20 20.00 50.00 30.00 75.00

PANGGANG Bibal 110 110 55.90 9 0.62 KU I

111 111 53.20 9 0.60 KU I 30.00 23.20

Gebang 116 116 66.00 11; 8; 6 0.80 KU I 20.00 khusus umur 11

117 117 85.10 37; 36; 11;9;8;5 1.00 KU I & KU IV 25.00 20.00 khusus umur 36, 37

118 118 95.00 49; 13; 9; 8;7 0.87 KU I & KU V 45.00 20.00 khusus umur 13 & 49

119 119 48.30 9 0.76 KU I

121 121 101.90 12; 11; 8;7; 6; 5 0.90 KU I & KU II 35.00 khusus umur 11 & 12

Bl imbing 122 122 71.60 10; 9; 5 0.54 KU I 10.00 khusus umur 10

127 127 68.20 9; 8 0.69 KU I khusus yg umur 9

645.20 - - 25.00 45.00 35.00 30.00 40.00 - 30.00 23.20

1499.70 - - 83.50 95.50 97.00 96.70 96.30 86.00 95.00 98.20

Sub Total

T O T A L

dknLUAS PENEBANGAN AKHIR DAUR TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)

Keterangan

Sub Total

Sub Total

Sub Total

BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 167

4. Rencana Penanaman pada Kelas Umur

Setelah kegiatan pemanenan, maka pada petak-petak tersebut perlu

secepatnya dilakukan penanaman. Berikut ini adalah beberapa ketentuan

dalam kegiatan penanaman pada kelas umur:

a. Untuk kegiatan penanaman pada areal bekas tebangan kelas umur

dilakukan satu tahun setelah dilakukan kegiatan pemanenan, artinya

jika tegakan jati ditebang pada tahun 2014 maka penanamannya akan

dilakukan pada tahun 2015.

b. Jenis yang dipilih untuk penanaman pada areal bekas tebangan kelas

umur adalah jenis jati, dan diupayakan dengan jati unggul sehingga

dapat menghasilkan produksi kayu yang optimal.

c. Penanaman pada areal bekas tebangan diupayakan dengan sistem

tumpangsari sehingga dapat melibatkan peran serta masyarakat

sekitar hutan.

d. Sesuai dengan karakteristik Propinsi D.I. Yogyakarta sebagai daerah

pariwisata, beberapa jenis pohon yang perlu dibudidayakan di wilayah

KPH Yogyakarta antara lain:

Penanaman pohon-pohon nangka sebagai tanaman tepi ataupun

tanaman pengisi untuk membantu pemenuhan bahan baku gudeg

sebagai makanan khas dari propinsi Yogyakarta.

Penanaman/budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk

membantu pemenuhan bahan baku industri kerajinan topeng.

Berikut ini adalah gambaran dari rencana kegiatan penanaman tegakan jati

Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka tahun 2014-2023.

Tabel 5.20. Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan Kelas Umur

Jangka Tahun 2014-2023

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN - - - - - 36.0 26.5 36.3 36.0 35.0

KRMOJO - - - 10.0 - - 10.0 - - -

PALIYAN - - - 48.5 50.5 26.0 30.2 20.0 50.0 30.0

PANGGANG - - - 25.0 45.0 35.0 30.0 40.0 - 30.0

TOTAL - - - 83.5 95.5 97.0 96.7 96.3 86.0 95.0

BDHLUAS PENANAMAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)

Dari data pada tabel di atas nampak bahwa apabila kegiatan penebangan

dilakukan pada tahun 2015, maka kegiatan penanaman baru dilakukan mulai

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 168

tahun 2016. Setiap tahun rata-rata luas penanaman di KPH Yogyakarta

sebesar 90 – 100 Ha, yang tersebar di beberapa BDH, terutama di BDH Paliyan

dan BDH Panggang.

Berikut ini adalah rincian detail dari rencana penanaman areal bekas

tebangan kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di

KPH Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 169

Tabel 5.21. Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan pada Tegakan Jati Kelas Umur Jangka Tahun 2014-2023

Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN Kemuning 4 4b 36.30 9 0.92 KU I 36.30

Kepek 88 88 b 36.00 11 1.24 KU II 36.00

89 b 26.50 11 1.59 KU II 26.50

90 90 a 71.00 9 0.60 KU I 36.00 35.00

169.80 - - - - - 36.00 26.50 36.30 36.00 35.00

KRGMOJO Semanu 162 162 20.00 9, 31 0.67 KU I & KU IV 10.00 10.00

20.00 - - - 10.00 - - 10.00 - - -

PALIYAN Menggoro 96 96 104.70 37, 26,5, 2 0.54 KU I, KU III , KU IV 40.00

Kedungwanglu 102 102C 20.00 9 0.70 KU I 20.00

103 103A 44.10 9 0.60 KU I

Giring 147 147 83.50 9 0.79 KU I

Mulo 154 154 68.00 9 0.56 KU I 20.00

155 155-a 40.00 9 0.71 KU I

155-b 14.50 12 0.71 KU II 14.50

156 156 60.00 10 0.63 KU I 30.00 30.00

156 8.50 14 0.66 KU II 8.50

157 157 56.20 11 1.29 KU II 26.00 30.20

160 160-a 36.00 12 0.69 KU II 36.00

160-b 27.00 9 0.60 KU I

562.50 - - - 48.50 50.50 26.00 30.20 20.00 50.00 30.00

PANGGANG Bibal 110 110 55.90 9 0.62 KU I

111 111 53.20 9 0.60 KU I 30.00

Gebang 116 116 66.00 11; 8; 6 0.80 KU I 20.00

117 117 85.10 37; 36; 11;9;8;5 1.00 KU I & KU IV 25.00 20.00

118 118 95.00 49; 13; 9; 8;7 0.87 KU I & KU V 45.00 20.00

119 119 48.30 9 0.76 KU I

121 121 101.90 12; 11; 8;7; 6; 5 0.90 KU I & KU II 35.00

Bl imbing 122 122 71.60 10; 9; 5 0.54 KU I 10.00

127 127 68.20 9; 8 0.69 KU I

645.20 - - - 25.00 45.00 35.00 30.00 40.00 - 30.00

1397.50 - - - 83.50 95.50 97.00 96.70 96.30 86.00 95.00

Sub Total

T O T A L

dknLUAS PENANAMAN AREAL BEKAS TEBANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA)

Sub Total

Sub Total

Sub Total

BDH RPH Petak An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 170

5.5.2.2. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Hutan Kayu Putih

1. Rencana Pungutan Daun Kayu Putih

Saat ini tegakan kayu putih di KPH Yogyakarta merupakan salah satu

tulang punggung pemasukan keuangan untuk APBD propinsi DIY. Pada tahun

2013 target pendapatan yang diharapkan dari minyak kayu putih sebesar 8

Milyar. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 petak-petak

tegakan kayu putih berada di kawasan hutan lindung dan kawasan hutan

produksi. Untuk produksi daun kayu putih direncanakan berasal dari

kawasan hutan produksi, karena tegakan kayu putih yang berada di kawasan

hutan lindung akan dirombak menjadi tegakan hutan rimba. Berikut ini

adalah rencana produksi daun kayu putih di KPH Yogyakarta jangka tahun

2014-2023.

Tabel 5.22. Rencana Pungutan Daun Kayu Putih Jangka Tahun 2014-2023

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1 1,415.1

KRMOJO 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2 2,325.2

PALIYAN 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7 434.7

PANGGANG 30.0 30.0 - - - - - - - -

KPROGO-BANTUL 303.8 243.8 187.5 128.5 64.0 - - - - -

TOTAL 4,508.8 4,448.8 4,362.5 4,303.5 4,239.0 4,175.0 4,175.0 4,175.0 4,175.0 4,175.0

BDHLUAS AREAL PEMUNGUTAN DAUN KAYU PUTIH (HA)

Dari data pada tabel di atas direncanakan luas areal pemungutan areal

kayu putih pada awal-awal jangka seluas 4.508,8 ha namun seiring dengan

adanya kegiatan perombakan/perubahan tegakan kayu putih menjadi tegakan

rimba di BDH Kulon Progo-Bantul dan di BDH Panggang yang dilaksanakan

sejak tahun 2014, maka ada penurunan luas tegakan kayu putih yang

dipungut daunnya sehingga di akhir jangka luas tegakan kayu putih yang

dipungut daunnya hanya 4.175 Ha.

Meskipun ada penurunan luas tegakan kayu putih, namun diharapkan

pada akhir jangka 2014-2023 akan ada peningkatan produktifitas daun kayu

putih. Peningkatan produktifitas daun kayu putih tersebut karena adanya

peningkatan jumlah pohon kayu putih per hektar hasil dari kegiatan

pengkayaan (enrichment planting).

Diharapkan jika saat ini produktifitas tegakan kayu putih per hektar

hanya berkisar antara 1 ton/ha sampai 1.5 ton/ha, maka diharapkan pada

tahun 2020 produktifitas pungutan daun kayu putih meningkat menjadi 2,0 –

3,0 ton/ha.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 171

2. Rencana Pengkayaan (Enrichment Planting) Tegakan Kayu Putih

Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 masih banyak petak-

petak tegakan kayu putih yang memiliki kerapatan dibawah kondisi normal

(dkn < 0,5). Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75

Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan

Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%). Sedangkan

untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi terbagi

dalam Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%),

kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan

normal (nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%).

Berkenaan dengan tegakan kayu putih di kawasan hutan produksi yang

sebagian besar termasuk kelas hutan tidak produktif baik TK maupun TBK,

maka penyusunan rencana teknik kehutanan pada tegakan kayu putih pada

kawasan hutan produksi jangka tahun 2014-2023 difokuskan pada

penyusunan rencana pengkayaan (enrichment planting). Mengingat luas

tegakan kayu putih yang termasuk kelas hutan Tanah Kosong cukup luas yaitu

mencapai 1.603,90 Ha, maka pada jangka tahun 2014-2023 kegiatan

pengkayaan tegakan kayu putih difokuskan pada kelas hutan Tanah Kosong.

Untuk tegakan kayu putih yang termasuk kelompok Tegakan Bertumbuhan

Kurang akan dilakukan pada waktu-waktu mendatang. Diharapkan dengan

kegiatan pengkayaan nilai dkn tegakan akan meningkat menjadi tegakan

normal (n lapangan berkisar di angka 3.333 pohon/ha).

Khusus untuk kawasan hutan lindung, mengingat tegakan hutan kayu

putih tidak dapat memberikan manfaat dan fungsi perlindungan secara

optimal karena setiap tahun dilakukan pemangkasan daun, maka pada

kawasan hutan lindung direncanakan untuk dilakukan kegiatan pengkayaan

(penggantian) dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba campuran

yang memiliki tajuk evergreen seperti tegakan pinus, kemiri atau jenis-jenis

penghasil hutan non kayu. Diharapkan untuk kawasan hutan lindung ke

depan hanya akan dimanfaatkan untuk produksi hasil hutan non kayu

khususnya penyadapan getah.

Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pengkayaan

tegakan kayu putih di kawasan hutan produksi jangka tahun 2014-2023.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 172

Tabel 5.23. Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih KH Tanah Kosong

Jangka Tahun 2014-2023

2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN - 125.4 109.6 109.4 168.4 160.9 147.3 129.1 144.0 159.1

KRMOJO - 72.4 65.0 68.9 - - - - - -

PALIYAN - 2.5 11.0 6.0 20.0 16.1 25.0 27.0 23.6 13.2

TOTAL - 200.3 185.6 184.3 188.4 177.0 172.3 156.1 167.6 172.3

BDHLUAS PENGKAYAAN (ENRICHMENT PLANTING ) TEGAKAN KAYU PUTIH (HA)

Dari tabel di atas nampak bahwa kegiatan pengkayaan tegakan kayu putih

mulai dilakukan tahun 2014 sampai dengan tahun 2022 dengan rata-rata luas

pengkayaan antara 175 – 190 ha/tahun. Target jumlah pohon yang

diharapkan adalah 3.333 pohon/ha.

Untuk pola pertanaman, jarak tanam, dan jumlah bibit yang akan ditanam

setiap hektar disesuaikan dengan jumlah tegakan riil yang ada dilapangan,

dengan target jumlah pohon per hektar yang diharapkan tersebut.

Berikut ini adalah rincian detail dari rencana penanaman areal bekas

tebangan kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di

KPH Yogyakarta.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 173

Tabel 5.24. Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih pada Kelas Hutan Tanah Kosong Jangka Tahun 2014-2023 Kelas

Hutan 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023

PLAYEN Wonolagi 1 1 73.60 38, 34, 9 0.08 TK 73.60

66 66 71.60 16, 17, 22, 40 0.10 TK 71.60

67 67 88.00 5, 7, 17, 22, 31, 42, 43 0.13 TK 88.00

68 68 70.30 7, 9, 38, 60 0.12 TK 70.30

Kemuning 3 3a 12.70 40, 38 0.02 TK 12.70

4 4a 28.80 8 0.18 TK 28.80

9 9a 48.70 9, 8, 5 0.05 TK 48.70

12 12 71.70 40 0.18 TK 30.00 41.70

Gubugrubuh 76 76 79.40 29 0.04 TK 79.40

77 77 46.40 23 0.03 TK 46.40

78 78 87.30 8 0.06 TK 87.30

79 79 109.20 11 0.08 TK 79.00 30.20

80 80 118.70 33 0.04 TK 118.70

Menggoran 81 81 117.50 39, 36, 33, 32, 27, 16, 7 0.13 TK 60.00 57.50

82 82 116.00 26, 17, 7 0.18 TK 56.00 60.00

85C 85C 18.00 7 0.17 TK 18.00

Kepek 90 90 b 8.00 8 0.09 TK 8.00

92 92 87.30 9 0.12 TK 87.30

1253.20 - 125.40 109.60 109.40 168.40 160.90 147.30 129.10 144.00 159.10

KRGMOJO Kenet 49 72.40 5, 16, 18, 33, 34, 42, 43 0.15 TK 72.40

53 65.0021, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 47 0.16 TK 65.00

54 68.90 8, 9, 15, 20, 34, 36, 38, 52 0.16 TK 68.90

206.30 - 72.40 65.00 68.90 - - - - - -

PALIYAN Grogol 129 129A 20.00 8 0.15 TK 20.00

129B 16.10 30 0.15 TK 16.10

7.50 15 0.19 TK 7.50

129C 2.50 42 0.08 TK 2.50

11.00 15 0.12 TK 11.00

130 130A 5.70 8 0.19 TK 5.70

133 133A 27.00 6 0.17 TK 27.00

134 134A 23.60 8 0.19 TK 23.60

134B 25.00 5 0.15 TK 25.00

Mulo 160 160 c 6.00 - 0.12 TK 6.00

144.40 - 2.50 11.00 6.00 20.00 16.10 25.00 27.00 23.60 13.20

1,603.9 - 200.30 185.60 184.30 188.40 177.00 172.30 156.10 167.60 172.30 T O T A L

BDH RPH Petak An. Ptk dknLUAS PENGKAYAAN TEGAKAN KAYU PUTIH (HA)

Sub Total

Sub Total

Sub Total

Luas (Ha) Umur (Th)

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 174

5.5.2.3. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Kayu Rimba

Di sebagian wilayah kelola KPH Yogyakarta, terdapat tegakan hutan rimba

(diluar tegakan jati dan tegakan kayu putih) antara lain tegakan mahoni 151.80 ha

(0,97%), Acasia auriculiformis 208,95 ha (1.33%), Acasia catechu 7,8 ha (0.05%),

Pinus 130,00 ha (0.83%), Kemiri 159,3 ha (1,01%), Kesambi 17,8 ha (0.11%),

Gmelina 1,00 ha (0,01%), Gliricedea 17,9 ha (0,08%), Sono 41,30 ha (0,26), Bambu

5,20 ha (0,03%), Murbei 4,90 ha (0,03%), dan campuran 847,60 ha (5,39%).

Berikut ini adalah rencana pengelolaan pada hutan rimba yang dominan,

yaitu untuk tegakan pinus, tegakan akasia, dan tegakan mahoni:

1. Rencana pada Tegakan Pinus

Hutan pinus di KPH Yogyakarta yang umumnya berada di kawasan hutan

lindung dalam beberapa tahun terakhir ini sudah dimanfaatkan untuk disadap

getahnya. Berkenaan dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan

lindung untuk pendapatan perusahaan dan masyarakat sekitar hutan, maka

direncanakan ada penambahan luas tegakan pinus merkusii dari yang saat ini

luasnya sekitar 100 ha akan ditingkatkan menjadi 300 ha. Berkenaan dengan

kebijakan tersebut, dilakukan penyusunan rencana perombakan dari tegakan

kayu putih di kawasan hutan lindung menjadi tegakan pinus merkusii. (untuk

detail rencana lihat di bagian Rencana pada Kawasan Hutan Lindung).

2. Rencana pada Tegakan Akasia

Saat ini di beberapa BDH di KPH Yogyakarta terdapat tegakan hutan acacia

auriculiformis seluas 209,00 ha dan acacia catechu seluas 7,80 Ha. Mengingat

tegakan acacia auriculiformis dan acacia catechu tersebut sudah memasuki

umur daur, maka direncanakan untuk dilakukan penyusunan rencana

pemanenan tegakan akasia auriculiformis. Namun sistem pemanenannya

akan dilakukan dengan sistem tebang pilih.

3. Rencana pada Tegakan Mahoni

KPH Yogyakarta memiliki tegakan hutan mahoni seluas 151,80 Ha yang

lokasinya tersebar di semua BDH. Untuk tindakan pengelolaan ke depan

dalam 10 tahun ke depan lebih difokuskan pada kegiatan pengamanan dan

penjagaan karena umur tegakan mahoni yang ada belum layak untuk

dilakukan pemanenan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 175

5.5.3. Rencana Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan

Kawasan hutan KPH Yogyakarta memiliki peranan yang sangat penting

bagi para pihak, terutama masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari. Selain untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, bagi

masyarakat sekitar hutan, lahan yang ada di kawasan hutan KPH Yogyakarta

merupakan salah satu lokasi alternatif untuk menanam tanaman pertanian

semusim melalui teknik agroforestry atau lazim dikenal dengan nama

tumpangsari.

Sistem tumpangsari pada tegakan jati umumnya hanya dapat dilakukan

sampai tegakan berumur < 5 tahun, karena setelah tegakan berumur 5 tahun

biasanya lahan dibawah tegakan sudah ternaungi oleh tajuk pohon jati, meskipun

di beberapa lokasi masyarakat terlihat masih melakukan penanaman tumpangsari

di bawah tegakan jati yang sudah berumur > 5 tahun karena keterbatasan lahan

pertanian yang dimilikinya. Namun untuk lahan tegakan kayu putih sejak mulai

dibudidayakan awal dasawarsa 1980-an, areal tersebut sudah menjadi lahan milik

kedua bagi menjadi para petani karena dengan sistem pungut daun dengan teknik

pangkasan maka lahan tegakan kayu putih menjadi lahan yang ideal untuk

kegiatan tumpangsari.

Saat ini komoditi tanaman pertanian semusim atau tanaman palawija yang

sudah lazim dikembangkan oleh petani hutan di lahan hutan antara lain: jagung,

ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dll. Dalam rangka

pemberdayaan masyarakat dan juga untuk menambah pendapatan bagi pengelola

KPH, ke depan pihak pengelola KPH akan mengembangkan program-program

optimalisasi lahan-lahan di bawah tegakan baik dengan pola kemitraan maupun

dalam rangka pemberdayaan kelompok-kelompok tani hutan. Beberapa jenis

komoditi yang direncanakan untuk dikembangkan pada lahan di bawah tegakan

jati antara lain: porang, empon-empon (jahe, kunyit, kunir putih dll), garut, dan

beberapa jenis tanaman tahan teduh lainnya. Sedangkan untuk lahan dibawah

tegakan kayu putih, komoditas yang direncanakan untuk dikembangkan adalah

tanaman camelina sativa, janggelan, dan beberapa komoditi unggulan lain.

Diharapkan dengan pola kemitraan antara pengelola KPH, investor, dan petani

hutan akan mampu meningkatkan pendapatan bagi KPH Yogyakarta dan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

5.6. Rencana Pengembangan Potensi Wisata

Di wilayah kelola KPH Yogyakarta terdapat banyak potensi wisata yang bisa

dikembangkan. Potensi ini tersebar di berbagai wilayah (RPH dan BDH). Beberapa

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 176

kawasan yang sangat potensial untuk wisata meliputi berbagai gua karst dan air

terjun yang banyak ditemukan di Gunungkidul. Selain itu juga ada Waduk Sermo

yang terletak di Kabupaten Kulon Progo dengan pemandangan yang menarik, dan

masih banyak yang lainnya.

Berkaitan dengan potensi wisata yang banyak terdapat di wilayah kelola

KPH Yogyakarta, pihak pengelola KPH merencanakan untuk mengembangkan

potensi-potensi tersebut. Selain untuk memberikan pemasukan finansial

perusahaan, pengelolaan potensi wisata tersebut juga bertujuan untuk

pemberdayaan masyarakat, dan untuk menyediakan kawasan rekreasi bagi

masyarakat. Potensi pasar cukup menjanjikan seiring dengan meningkatnya

tuntutan masyarakat urban (di Yogyakarta) dan wilayah sekitar Yogyakarta.

Pengemasan potensi wisata tersebut menjadi salah satu kunci utama

pengembangan kawasan wisata. KPH akan memadukan sajian alam, dengan sajian

kultur/ budaya, terutama yang menonjolkan keunikan budaya Yogyakarta. Konsep

natural-cultural heritage akan dijadikan tema dalam pengembangan kawasan

wisata. Pementasan budaya di kawasan wisata bisa menjadi salah satu strategi

utama. Selain itu, untuk marketing kawasan wisata ini, pengelola KPH Yogyakarta

akan bekerjasama dengan pengelola obyek wisata lain di Yogyakarta yang sudah

terbangun dan dikenal oleh kalayak luas, melalui paket-paket wisata.

Untuk pengembangan wisata itu, KPH akan menjalin kerjasama dengan

berbagai pihak. Masyarakat lokal akan dijadikan partner utama. Saat ini sudah ada

beberapa pengembangan wisata yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan

hutan KPH Yogyakarta (contoh: Kelompok Tani HKm). Selain itu, KPH mungkin

bisa menggandeng investor untuk pembangunan sarana dan prasarana maupun

pemasaran obyek wisata (lihat Rencana Pengembangan Kemitraan).

5.7. Rencana Pemberdayaan Masyarakat

Rencana pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan

kapasitas sumberdaya masyarakat desa hutan untuk mengembangkan potensi

yang dimiliki dan meningkatkan resiliensi dan kemandirian penghidupan, yang

bermuara pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan. Rencana

pemberdayaan masyarakat desa hutan mencakup 2 hal, yaitu 1) pemberian akses

terhadap hutan negara yang lebih baik, dan 2) pengembangan potensi yang ada di

masyarakat.

Berkenaan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat selama ini sudah

dilakukan melalui skema pemberiaan ijin IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, dan

rencana pengembangan hutan desa.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 177

Sesuai dengan arahan dan kebijakan dari Dinas Kehutanan Propinsi dan

Balai KPH Yogyakarta, selama jangka pengelolaan 2014-2023 untuk kegiatan

pemberdayaan masyarakat melalui IUPHHK-HKm dan IUPHHK-HTR tidak

dilakukan melalui skema perluasan areal, namun lebih difokuskan pada

pemantapan kelembagaan pengelola HKm/HTR, dan optimalisasi pemanfaatan

lahan melalui pelaksanaan kegiatan teknik kehutanan.

Arah kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan dalam jangka 2014-

2023 ini menggunakan pendekatan pola pelibatan aktif/partisipasi masyaraat,

dan pola kemitraan baik untuk pemanfaatan pada blok pemberdayaan

masyarakat, blok wilayah tertentu, baik dengan pemanfaatan lahan di bawah

tegakan dengan pola agroforestry maupun pola-pola lain.

Berikut ini adalah beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat yang akan

dikembangkan oleh pengelola KPH Yogyakarta selama jangka 2014-2023.

5.7.1. Peningkatan akses ke hutan negara

Pemberdayaan akan diarahkan pada pemberian akses terhadap hutan yang

lebih baik kepada masyarakat desa hutan agar bisa mendapatkan

kemanfaatan yang lebih nyata bagi penghidupan mereka.

Peningkatan akses terhadap lahan

Akses terhadap lantai hutan untuk penanaman tanaman masih cukup

penting bagi masyarakat desa yang menggantungkan hidup pada sektor

pertanian. Akses yang lebih baik diwujudkan dalam pemberian plot

tanam yang lebih lebar diantara species kehutanan. Untuk tanaman kayu

putih, pengaturan penanaman akan diatur sedemikian rupa dengan

adanya jalur tanaman kehutanan dan jalur tanaman pertanian agar

lokasi tanaman pangan bisa lebih luas sepanjang jumlah pohon kayu

putih masih bisa dipertahankan sekitar 3.333 pohon/Ha. Skema

agroforestry di tegakan jati juga akan tetap dipertahankan, dengan

memperhatikan karakteristik sosio-demografi dan potensi yang dimiliki

oleh masyarakat. Sebagai contoh, penanaman jenis-jenis pakan ternak

(fodder) akan didorong di desa-desa yang mempunyai potensi ternak

yang tinggi.

Peningkatan akses terhadap hasil hutan non-kayu

Di dalam tegakan kayu putih direncanakan akan diuji coba pengkayaan

jenis khususnya dengan pohon kenanga. Bagi KPH, tanaman ini nantinya

akan difungsikan untuk memperbaiki kualitas ekosistem hutan, sedang

bunganya akan dialokasikan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat

sebagai tambahan penghasilan. Di hutan lindung, masyarakat desa hutan

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 178

tetap diperbolehkan mendapatkan sumber-sumber penghidupan, dari

hasil hutan non-kayu. Untuk kawasan hutan lindung yang kondisinya

kritis, masyarakat akan didorong untuk ikut terlibat dalam kegiatan

restorasi, dengan menaman jenis-jenis yang nantinya bisa memberikan

hasil yang bernilai ekonomi tinggi.

Peningkatan peluang pekerjaan bagi masyarakat

KPH Yogyakarta juga akan terus membuka peluang-peluang pekerjaan

bagi masyarakat. Selain terlibat sebagai tenaga pesanggem dan tenaga

pungut daun kayu putih, ke depan ketelibatan masyarakat dalam

pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta akan semakin banyak dan

beragam karena selain ada kegiatan tanaman juga akan dilakukan

kegiatan pemeliharaan/penjarangan, pemanenan/tebangan, dan

beberapa kegiatan kelola hutan lainnya. Di samping itu keterlibatan

masyarakat untuk terlibat sebagai tenaga penyadap getah pinus juga

akan semakin terbuka dengan adanya rencana perluasan tegakan pinus

di kawasan hutan lindung seluas ± 300 ha untuk menggantikan tegakan

kayu putih yang selama ini ada di kawasan hutan lindung.

Peningkatan manfaat skema kehutanan sosial

Seiring dengan era kehutanan sosial, skema HKm, HTR, dan Hutan Desa

akan terus difasilitasi oleh pengelola KPH agar benar-benar bisa

memberikan kemanfaatan bagi kelompok pemegang ijin. Apalagi pada

akhir tahun 2012 yang lalu, kelompok tani pengelola HKm sudah

mendapatkan IUPHHK-HKm. Dengan adanya IUPHHK-HKm tersebut

merupakan peluang bagi kelompok tani pengelola HKm dan juga KPH

Yogyakarta untuk mengawal, membimbing dan mengarahkan sistem

pengelolaan berbasis kehutanan sosial.

Dalam kaitan dengan pendanaan, pengelola KPH juga akan memfasilitasi

kelompok pemegang ijin HKm untuk dapat mengakses dana BLU yang

ada di Kementrian Kehutanan. Selain itu, akan diekplorasi pengusulan

ijin-ijin baru khususnya ijin Hutan Desa di kawasan hutan AB.

Salah satu hal penting yang direncanakan akan dilakukan oleh pengelola

KPH Yogyakarta adalah mengembangkan pola-pola kemitraan dalam

kerangka berbagi peran, berbagi manfaat, dan berbagi hasil dalam

pengelolaan hutan antara pihak KPH dengan kelompok-kelompok tani

hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan, dan

pemerintah daerah melalui skema Cooperative Forest Management

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 179

sebagaimana konsep Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama

Masyarakat (PHBM) yang dikembangkan oleh Perum Perhutani.

Diharapkan dengan adanya skema HKm, HTR, Hutan Desa, dan

Cooperative Forest Management akan dapat menjamin keberlanjutan

fungsi produksi dan fungsi sosial dari kawasan hutan.

5.7.2. Pendampingan pengembangan potensi masyarakat desa hutan

Pendampingan pengelolaan hutan rakyat

Hutan rakyat mempunyai posisi yang sangat strategis, karena

keseluruhan luasan hutan negara di propinsi D.i. Yogyakarta hanya

sekitar 5,9%, yang berarti jauh dari luasan tutupan minimal 30%

seperti yang telah digariskan dalam UU. Kehutanan No. 41/ 1999.

Keberadaan hutan rakyat mampu menutupi defisiensi hutan negara

dalam menyediakan layanan ekologis bagi masyarakat. Namun dalam

pengelolaan hutan rakyat tersebut masih dijumpai beberapa

kelemahan khususnya dalam hal penguasaan silvikultur,

pengorganisasian pengelola hutan rakyat, dan lemahnya jaringan

pemasaran dan permodalan. Oleh karena itu, KPH Yogyakarta, bersama

berbagai instansi terkait hutan rakyat akan berkontribusi dengan

melakukan pendampingan bagi pengelola hutan rakyat untuk

meningkatkan perkembangan hutan rakyat di Propinsi D.I. Yogyakarta.

Beberapa kegiatan pendampingan yang akan dilakukan, antara lain

meliputi: penyediaan bibit unggul, pelatihan dan bimbingan teknis

silvikultur, bimbingan dalam pembentukan unit manajemen hutan

rakyat, bimbingan dalam mengelola pemasaran hasil hutan, dan

bimbingan dalam menembus akses permodalan.

Peningkatan rantai nilai (value chain) industri pengolahan kayu

Rantai nilai merupakan rangkaian aktivitas yang terintegrasi mulai

dari input pemasok logistik (faktor produksi), proses produksi, proses

finishing, pendistribusian dan penjualan dan pelayanan bagi

konsumen. Tujuan akhir dari pengembangan rantai nilai adalah untuk

meningkatkan efisiensi usaha mendorong keunggulan komparatif

suatu usaha, dan memberdayakan kemampuan lokal.

Produksi kayu dari wilayah propinsi Yogyakarta, terutama dari hutan

rakyat, cukup besar. Setiap bulannya ada sekitar 1.000 m3 kayu yang

diproduksi. Sayangnya sebagian besar kayu tersebut dijual dalam

bentuk kayu gelondongan ke sentra-sentra industri di daerah lain

seperti Jepara, Klaten, Sukoharjo dan Semarang. Penjualan dalam

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 180

bentuk kayu gelondongan kurang bisa memberi nilai tambah bagi

produsen. Keuntungan seperti terbukanya lapangan kerja dan

pendapatan daerah, justru lebih banyak dinikmati oleh daerah lain.

Oleh karena itu KPH Yogyakarta akan melakukan koordinasi dengan

pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan industri

pengolahan kayu di sentra produksi kayu, terutama Kabupaten

Gunungkidul. Pengembangan industri nantinya akan meliputi industri

pengolahan produk setengah jadi dan produk jadi.

5.8. Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pemegang Ijin

Kawasan hutan KPH Yogyakarta merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Adanya berbagai ijin pengelolaan di beberapa wilayah (HKm dan

HTR, dan rencana juga Hutan Desa di kawasan hutan AB di BDH Paliyan) tidak

menjadikan pengelolaannya terlepas dari rencana pengelolaan KPH secara

keseluruhan. Prinsip kesatuan rencana pengelolaan juga akan digunakan dalam

konteks benchmarking pengelolaan hutan (sertifikasi legalitas kayu (SVLK) atau

pengelolaan hutan lestari. Dalam konteks pengelolaan hutan lestari, diharapkan

sertifikasi pengelolaan hutan akan diajukan oleh KPH Yogyakarta dan mencakup

seluruh kawasan termasuk kawasan yang dibebani ijin, sehingga nantinya para

pemegang ijin tidak perlu mengurus sertifikasi sendiri-sendiri.

Oleh karena itu, pengelolaan dari kawasan yang diberikan ijin akan

dikoordinasikan dan disinergikan dengan KPH. Sinergi ini juga mencakup

pengesahan seluruh aktivitas kegiatan pengelolaan (termasuk pemanfaatan

seluruh sumberdaya) di kawasan hutan dari ijin yang dimaksud. Disini, KPH

Yogyakarta bertanggungjawab penuh atas seluruh perencanaan, pelaksanaan

kegiatan, monitoring dan evaluasi seluruh aktivitas di kawasan hutan. Prinsip

otonomi ini juga dimaksudkan untuk mendorong proses birokrasi yang lebih

sederhana sehingga seluruh kegiatan pengelolaan hutan di kawasan yang dibebani

berbagai ijin bisa berjalan dengan efektif, dan selaras dengan kebijakan

pengelolaan KPH secara keseluruhan.

Sesuai dengan amanat pasal 9 dalam PP No. 6/2007 jo PP No. 3/2008

tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, dan

Pemanfaatan Hutan, peran dan posisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sangat

penting. Menurut pasal 9 tersebut organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi

untuk:

a. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi :

1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 181

2. Pemanfaatan hutan

3. Penggunaan kawasan hutan;

4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan

5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.

b. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, propinsi dan kabupaten/kota

bidang kehutanan untuk diimplementasikan;

c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta

pengendalian;

d. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan

pengelolaan hutan di wilayahnya;

e. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan

pengelolaan hutan.

Maksud dari tugas dan fungsi KPH sebagai penyelenggara artinya jika

terdapat izin pemanfaatan di wilayah kelola KPH maka fungsi penyelenggaraan

adalah sebatas melakukan pembinaan dan pengendalian (memantau), namun

apabila tidak terdapat izin pemanfaatan maka KPH yang menjadi pelaksana

kegiatan di lapangan.

Sebagaimana sudah diuraikan di atas, berkenaan dengan keberadaan

IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR di wilayah kelola KPH Yogyakarta, maka peran dari

pengelola KPH Yogyakarta pada jangka 2014-2023 bukan dalam rangka perluasan

areal kelola namun lebih ditekankan pada melakukan pembinaan, melakukan

pengendalian (pemantauan) dan evaluasi. Bentuk pembinaan, pengendalian

(pemantauan), dan evaluasi yang dilakukan oleh pengelola KPH Yogyakarta

terhadap para pemegang ijin antara lain:

a. Pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha,bimbingan teknologi,

pendidikan dan latihan, serta akses terhadap pasar.

b. Memantau keselarasan dan kesesuaian antara RKUPHHK untuk jangka

waktu 10 (sepuluh) tahun yang disusun oleh para pemegang ijin dengan

Rencana Pengelolaan Hutan yang disusun oleh KPH.

c. Mengesahkan dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) para pemegang ijin

baik IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, dan IUPHHK-Hutan Desa.

d. Mengevaluasi pelaksanaan RKT setiap tahun dan RUPHHK setiap 5 (lima)

tahun oleh pemegang izin.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 182

e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan sesuai dengan rambu-rambu dalam peraturan

perundang-undangan

f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan

yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan dan ijin penggunaan

kawasan hutan setiap tahun pelaksanaan kegiatan .

5.9. Rencana Kelola Lingkungan

Semua hutan, baik hutan produksi maupun hutan lindung/ kawasan

konservasi harus mampu mengampu fungsi-fungsi ekologi dan lingkungan. Oleh

karena itu, rencana kelola lingkungan akan dilakukan di semua hutan, dengan

meningkatkan stabilitas ekosistem dari semua kawasan hutan. Di hutan produksi,

kelola lingkungan disinergikan dengan rencana produksi, terutama terkait dengan

penanaman tanah kosong. Selain itu, akan dilakukan penanaman jenis-jenis yang

mempunyai fungsi konservasi di hutan produksi.

Rencana dan strategi kelola di hutan lindung, akan disesuaikan dengan

karakteristik hutan lindung yang ada. Hutan lindung di KPH Yogyakarta yang

seluas 2.312,80 ha tersebar di beberapa kabupaten dengan karakteristik geologi

yang beragam dan problematika yang beragam pula. Mayoritas hutan lindung di

Gunungkidul berada di batuan karst, dengan solum tanah yang tipis. Sementara

itu, kondisi geologi sebagian besar hutan lindung di Kulonprogo dan Kulonprogo

relatif cukup labil dan rawan longsor dengan solum tanah yang cukup tebal dan

subur.

Oleh karena itu, restorasi kawasan lindung kritis akan dilakukan dengan

pendekatan yang berbeda. Restorasi kawasan lindung kritis di Gunungkidul akan

diarahkan untuk mendukung konservasi kawasan karst tersebut. Sedangkan di

dua kabupaten lainnya, stabilitas geologi menjadi sangat krusial.

Dari sisi sosio-demografi masyarakat, banyak kantong-kantong kemiskinan

di sekitar hutan lindung. Pelibatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat

akan didorong dalam kegiatan restorasi kawasan. Masyarakat desa hutan akan

didorong untuk melakukan penanaman jenis yang bisa memberikan hasil hutan

non-kayu untuk peningkatan pendapatan. Pemilihan jenis akan disesuaikan

dengan ragam kondisi geologi dan tujuan konservasi tersebut di atas.

Konservasi sempadan sungai menjadi prioritas KPH Yogyakarta. Bambu

merupakan species alternatif yang mempunyai fungsi konservasi yang sangat baik

dan mampu melindungi sumberdaya air baku. Bambu relatif mudah tumbuh,

terutama disekitar badan-badan air seperti di sekitar sempadan sungai. Oleh

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 183

karena itu, kegiatan rehabilitasi dan konservasi sempadan sungai akan dilakukan

dengan budidaya bambu.

Selain manfaat ekologis, bambu mempunyai potensi ekonomi yang sangat

prospektif. Nilai perdagangan bambu di skala global mencapai sekitar 10 miliar

USD pada tahun 2011, diharapkan meningkat sampai 20 miliar USD pada tahun

2015. Dalam skala lokal, kebutuhan bambu untuk konstruksi bangunan dan

kerajinan juga sangat prospektif. Oleh karena itu, budidaya bambu di sempadan

sungai diharapkan akan memberikan sumbangan finansial yang cukup

menjanjikan.

Total panjang sungai di KPH Yogyakarta mencapai sekitar 70 Km.

Direncanakan, budidaya bambu akan dilakukan dilakukan 10 meter di kiri dan

kanan badan sungai dengan rumpun diatur secara alternate (untu walang) dengan

jarak antara 10 meter, sehingga untuk sungai sepanjang 1 km akan dibudidayakan

bambu sebanyak 100 rumpun. Model penanaman secara alternate ini lebih

didasarkan pada pertimbangan teknis pada saat pemanenan. Masyarakat akan

diijinkan untuk mengambil rebung, sehingga hal ini akan memberi ruang

memanen bambu tua tanpa merusak batang lain dalam rumpun. Budidaya bambu

ini direncanakan akan dilakukan sepanjang 1 km/ tahun (250 rumpun).

Diharapkan bambu sudah bisa memberi kemanfaatan finansial pada umur 4-5

tahun.

5.10. Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam

Program perlindungan dan pengamanan kawasan diperlukan untuk

menjamin keutuhan kawasan hutan, memecahkan permasalahan gangguan

kawasan dan sekaligus meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat

terhadap keberadaan kawasan hutan bagi kehidupan masyarakat saat ini dan

masa yang akan datang. Program ini mencakup: (1) Operasional Perlindungan

Hutan; (2) Pencegahan kebakaran hutan dan hama penyakit tumbuhan; (3)

Penanganan masalah penambangan galian tanpa ijin (PETI); (4) Penanganan

masalah pencurian hasil hutan dan perburuan liar; dan (5) Penanganan masalah

perambahan kawasan untuk pertanian dan permukiman

1. Operasional Perlindungan hutan

Upaya perlindungan umum ditekankan pada kegiatan untuk memonitor dan

mengamankan adanya gangguan terhadap keutuhan kawasan hutan berikut

aset yang ada di dalamnya. Kegiatannya berupa patroli rutin dan operasi

gabungan serta koordinasi pengamanan antar instansi terkait.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 184

Patroli rutin. Patroli rutin dilaksanakan oleh Jagawana di wilayah kerja

masing-masing resort. Patroli ini difokuskan pada tempat-tempat yang

rawan gangguan seperti penambangan, perambahan dan tempat lain yang

rawan akan perburuan liar, pencurian kayu dan hasil hutan lainnya. Patroli

ini dilakukan setiap hari dengan perondaan oleh petugas secara bergiliran

pada setiap RPH yang dikoordinasikan oleh BDH.

Operasi gabungan dan koordinasi pengamanan. Operasi Gabungan

sebaiknya dilaksanakan jika keadaan keamanan benar-benar

membutuhkan dukungan dari unsur pengamanan lain, seperti dari TNI, dan

PEMDA setempat. Dengan demikian pelaksanaannya sesuai dengan situasi

di lapangan. Mempertimbangkan perlunya pengamanan pada kawasan

hutan yang cukup luas, perlu koordinasi yang baik tidak saja antar instansi

terkait tetapi juga dengan tokoh masyarakat sekitar kawasan. Oleh karena

itu koordinasi ini harus terus dilakukan dari waktu ke waktu minimal

setiap akan dan setelah pelaksanaan operasi gabungan.

2. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran

Dengan pertimbangan bahwa masyarakat, khususnya masyarakat yang

memasuki kawasan hutan belum sadar akan pentingnya membuang sampah

pada tempatnya, mematikan puntung rokok, mematikan sisa memasak di

areal camping maupun hal-hal lain yang menyebabkan kebakaran hutan maka

risiko kebakaran hutan pada musim kemarau pada musim hujan akan terjadi.

Oleh karena itu kegiatan yang harus dilakukan mencakup :

Identifikasi daerah risiko tinggi kebakaran

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran distribusi

daerah-daerah yang berisiko tinggi terhadap kebakaran, hasilnya

dipetakan dalam peta kerawanan kawasan. Pelaksanaan identifikasi

dilakukan oleh para petugas lapangan, dengan mempergunakan alat-alat

pemetaan (identifikasi lokasi), seperti GPS, kompas, alat ukur jarak

sehingga peta yang dihasilkan cukup akurat untuk pedoman petugas. Peta

kerawanan kawasan ini sebaiknya diselesaikan pada lima tahun pertama.

Patroli intensif pada periode musim kering

Dengan berpedoman pada peta kerawanan kawasan dan melihat keadaan

cuaca, maka patroli oleh petugas lapang harus dilakukan pada musim

kemarau. Patroli minimal satu kali tiap bulan kering, diarahkan terutama

ke daerah yang rawan dan dalam patroli ini petugas perlu dilengkapi

dengan peralatan yang cukup memadai seperti alat-alat komunikasi (Handy

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 185

Talky), teropong, dan alat-alat lain yang sederhana untuk pencegahan dan

pemadaman kebakaran secara sederhana. Patroli dilakukan oleh Jagawana

sebagai tugas rutin. Bila telah ada kerjasama dengan anggota masyarakat

setempat dalam hal pencegahan kebakaran hutan, maka patroli bisa juga

melibatkan mitra dari masyarakat tersebut.

Penyuluhan kepada Masyarakat

Kegiatan penyuluhan ini merupakan penyampaian informasi tentang

bahaya kebakaran yang mungkin terjadi dalam kawasan hutan, cara

pencegahan kebakaran, dan cara-cara penanggulangan jika terjadi

kebakaran. Penyuluhan kepada masyarakat bisa dilakukan oleh petugas

lapangan atau dari kantor desa-desa sekitar kawasan hutan, terutama yang

masyarakatnya sangat berhubungan dengan sumber daya hutan. Teknik

penyuluhannya bisa dipilih sesuai dengan kondisi yang paling

memungkinkan seperti ceramah dalam pertemuan kelompok, anjang sana,

memakai audio visual, dll. Penyuluhan kepada masyarakat ini minimal

dilakukan dua kali setahun yaitu sebelum musim kemarau dan selama

periode risiko tinggi (musim kemarau). Cara lain adalah melalui leaflet,

poster, atau booklet yang memungkinkan dibaca oleh pengunjung dan

masyarakat.

Peningkatan fasilitas dan peralatan

Dalam rangka pencegahan kebakaran, diperlukan berbagai jenis fasilitas

seperti alat-alat komunikasi, alat-alat mobilisasi/transportasi, alat patroli

(teropong, kamera, kompas dll), alat-alat pencegahan dan pemadaman

kebakaran, alat-alat dan media penyuluhan. Peralatan-peralatan tersebut

harus dalam kondisi baik, artinya pengadaan peralatan harus

mempertimbangkan umur pakai alat-alat tersebut. Bagi alat-alat

eloktronik, transportasi direkomendasikan pengadaannya/

penggantiannya setiap lima tahun sekali, akan tetapi untuk alat-alat lain

yang penggunaannya mungkin tidak intensif seperti alat-alat pencegah dan

pemadam kebakaran, penggantiannya bisa setiap sepuluh tahun sekali atau

dilakukan setelah rusak. Fasilitas lain yang penting diperhatikan adalah

jalur patroli/trail, menara pengintai (jika ada tempat yang sesuai),

rambu-rambu peringatan, papan informasi, pondok jaga, pos jaga, dan

peralatan perorangan bagi petugas. Pengadaan alat-alat tersebut bisa

dilakukan dengan biaya pemerintah maupun dengan dana bantuan dari

pihak lain.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 186

Pembentukan regu pemadam kebakaran

Satuan Pelaksana (SATLAK) Pemadaman Kebakaran sebaiknya dibentuk di

tingkat BDH dan membawahi minimal satu Regu Pemadam Kebakaran di

tiap Resort. Dalam satu Resort bisa saja dibentuk lebih dari satu regu jika

daerah kerjanya benar-benar rawan kebakaran. Menurut petunjuk teknis

Pemadam kebakaran hutan, SATLAK dipimpin oleh seorang Ketua SATLAK

yang dibantu oleh lima orang, yaitu Penanggung Jawab Peralatan,

Komunikasi, Logistik, Transportasi, dan Komandan Pemadam Kebakaran.

Komandan Pemadam Kebakaran langsung membawahi Regu-regu

Pemadam Kebakaran. Satu regu Pemadam Kebakaran Hutan terdiri dari 10

sampai 20 orang yang diketuai satu orang Komandan Regu. Bila jumlah

tenaga lapangan dalam satu Resort tidak mencukupi membentuk satu regu,

maka diminta partisipasi masyarakat untuk menjadi anggota regu. Anggota

regu ini harus dibekali dengan keterampilan yang cukup dengan jalan

mengikutsertakan anggota dalam pelatihan penanggulangan kebakaran.

Setiap regu juga harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai seperti

alat-alat komunikasi dan transportasi, alat-alat potong (kampak, golok),

garuk, sekop, pemukul (flapper), pompa penyemprot, pompa air portable,

dan alat-alat perorangan seperti, sepatu, pakaian anti api, senter kepala,

sarung tangan, topi helm, tempat minum, dll.

3. Pemantauan hama penyakit hutan

Dalam ekosistem hutan alam yang strukturnya terdiri dari berbagai jenis

tanaman, tidak seumur dan kondisi ekosistemnya relatif stabil, hama penyakit

tumbuhan jarang sekali mengalami ledakan yang dapat merugikan komunitas

hutan. Gejolak populasi hama penyakit dalam hutan biasanya bisa diatasi

dengan kemampuan alam sendiri sehingga alam dapat pulih kembali.

Pengelola hutan mungkin harus lebih memperhatikan kemungkinan adanya

hama penyakit berbahaya di daerah-daerah pertanian dalam kawasan atau

sekitar batas kawasan. Kegiatan pemantauan oleh petugas terhadap hama

penyakit di daerah-daerah tersebut perlu dilakukan secara periodik atau

dengan memperhatikan laporan-laporan dari masyarakat tentang hama

penyakit tanaman. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan

invasi tanaman eksotik ke dalam kawasan hutan. Oleh karena itu, apabila ada

kasus hama penyakit yang dianggap membahayakan kawasan, maka harus

segera dicarikan jalan pemecahannya baik secara preventif maupun represif.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 187

4. Perburuan Liar dan Pencurian Hasil Hutan

Gangguan-gangguan kawasan hutan berikut aset yang ada di dalamnya sudah

ditangani dengan berbagai cara, yaitu secara persuasif dan represif dengan

hasil yang cukup baik. Akan tetapi masih terdapat permasalahan yang sampai

sekarang masih tetap berlanjut karena adanya keterbatasan-keterbatasan

pengelolaan terutama dalam jumlah tenaga lapangan, dana, aksesibilitas, dan

alasan ekonomi kehidupan masyarakat serta keinginan politik yang kurang

kuat dari instansi lain yang terkait.

Penyuluhan

Penyuluhan sebagai usaha persuasif kepada masyarakat pelaku dan

masyarakat umumnya sekitar kawasan hutan harus terus dilakukan baik

melalui anjang sana ceramah-ceramah, maupun penyebaran informasi

melalui media leaflet, poster, media massa maupun pada even-even

pameran. Untuk tetap mengingatkan bahwa penambangan di kawasan

hutan dilarang, maka petugas disarankan untuk melakukan penyuluhan

minimal sebulan sekali kepada masyarakat. Pelaksanaannya bisa

bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun

informal, atau bekerjasama dengan instansi lain seperti pertanian,

pemerintah daerah, Resort Kepolisian, Resort Militer dan lain-lain.

Penyuluhan PETI bisa dilaksanakan dengan bidang-bidang lain seperti

penanganan kebakaran, bina cinta alam, konservasi tanah dan air.

Penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran

Jika upaya-upaya persuasif tidak mempan untuk menangani pelaku

pelanggaran, maka pihak berwenang harus tidak ragu-ragu untuk

melaksanakan penegakan hukum. Para pelaku yang tertangkap tangan

dalam operasi pengamanan baik dalam patroli rutin oleh petugas hutan

maupun dalam operasi gabungan bersama-sama dengan TNI dan

Kepolisian harus diproses ke pengadilan untuk diberikan sanksi sesuai

dengan ketentuan yang ada. Jika penegakan hukum ini tidak dilakukan

secara tegas, maka dikhawatirkan hutan akan terus dirambah akibatnya

akan jauh lebih merugikan masyarakat seperti erosi, sedimentasi, polusi

air, kerusakan habitat alam dan dampak sosial yang merugikan kehidupan

masyarakat. Kegiatan penegakan hukum diproyeksikan sama dengan

kegiatan operasi gabungan yaitu enam paket dalam setahun atau 60 paket

selama Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP). Dalam operasi

gabungan dan penegakan hukum diperlukan koordinasi yang baik antara

pihak Pengelola Hutan dengan instansi terkait seperti TNI dan Kepolisian,

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 188

Kejaksaan, Pengadilan, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat sehingga tidak

menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu kestabilan keamanan

baik lokal maupun regional. Disamping sebagai shock therapy terhadap

pelaku pelanggaran, penegakan hukum ini juga sebagai psiko-terapi bagi

masyarakat lain, dan diharapkan terjadi peningkatan kesadaran dan

apresiasi masyarakat terhadap pengusahaan hutan dan instansi terkait

lain. Satu hal yang sangat penting dalam penanganan PETI ini adalah harus

dihindarinya kolusi antara petugas dengan pelaku atau dalang pelaku.

5. Penanganan Perambahan

Selama survey dilakukan, telah diketahui lokasi-lokasi perambahan kawasan

hutan oleh masyarakat untuk dijadikan tanah pertanian. Akan tetapi data

secara detail masing-masing lokasi yang dirambah dan pelakunya sebagai

dasar pemecahan masalah masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu

kegiatan pertama dari penanganan masalah perambahan kawasan ini adalah

identifikasi secara detail setiap perambahan termasuk profil pelakunya.

Kegiatan-kegiatan berikutnya adalah penyuluhan dan tindakan persuasif,

berupa pembuatan peraturan/ petunjuk teknis bagi para perambah,

penegakan hukum, memberikan alternatif kegiatan non pertanian,

resetlement, rehabilitasi lahan dan monitoring dan evaluasi.

Identifikasi detail perambahan

Kegiatan ini ditujukan untuk mendapatkan informasi secara detail

tentang luas, lokasi, pola usaha, produktivitas, profil pelaku seperti

jumlah keluarga, jumlah anggota keluarga, umur, pemilikan lahan,

pendapatan, konsumsi, pendidikan, mata pencaharian dan lain-lain. Satu

hal yang sangat penting dari profil pelaku adalah informasi pemilikan dan

penggarapan lahan.

Penyusunan petunjuk teknis

Petunjuk teknis yang dimaksud adalah aturan-aturan yang harus dipatuhi

dan dilaksanakan oleh para perambah dalam melakukan kegiatan usaha

tani dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan

sumberdaya kawasan hutan. Petunjuk teknis ini dibuat karena adanya

kenyataan bahwa tidak mudah menghilangkan perambahan dalam waktu

singkat terutama bagi perambah yang termasuk KMPH (Kelompok

Masyarakat Petani Hutan), yang kehidupan sehari-harinya sangat

tergantung pada keberadaan kawasan rencana pengelolaan hutan.

Peraturan ini harus diarahkan agar perambahan tidak bertambah,

pemanfaatan lahan rambahan optimal, tidak menimbulkan risiko/dampak

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 189

negatif ke kawasan, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan apresiasi

petani dalam konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya.

Penyusunan petunjuk teknis ini sebaiknya melibatkan partisipasi

masyarakat perambah dan masyarakat sekitarnya sehingga setelah

selesai petunjuk teknis tersebut dibentuk, akan mendapat dukungan dari

masyarakat dan tidak ada lagi konflik atau beda interpretasi tentang

aturan-aturan yang dibuat.

Penyuluhan dan persuasi

Penyuluhan kepada perambah ditujukan dalam tiga bidang utama yaitu

peraturan-peraturan baku dari pemerintah tentang kegiatan-kegiatan

yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan dalam kawasan hutan termasuk

pemasyarakatan petunjuk teknis tersebut di atas, teknik-teknik usaha tani

yang baik dan benar (termasuk memasukkan pentingnya konservasi), dan

peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam usaha

yang tidak berdasarkan pada lahan (alternatif sumber pendapatan).

Semua materi penyuluhan tersebut juga sesuai untuk disampaikan

kepada masyarakat sekitar kawasan hutan. Kegiatan penyuluhan tersebut

sebaiknya dilaksanakan oleh tenaga lapangan. Dalam hal penyuluhan

bidang yang kurang dikuasai oleh petugas hutan, misalnya usaha tani,

maka pelaksanaannya bisa bekerjasama dengan penyuluh pertanian.

Penciptaan kegiatan altematif yang tidak membutuhkan lahan

Tujuan utama dari kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu menggantungkan

pada lahan ini adalah memberikan alternatif pendapatan petani di luar

usaha tani. Dengan adanya pendapatan sampingan tersebut diharapkan

ketergantungan terhadap lahan dan sumber daya hutan dapat berkurang,

sehingga pelestarian hutan akan lebih terjamin. Usaha-usaha alternatif

tersebut seperti pelibatan petani dalam usaha ekoturisme, penangkaran

flora atau fauna yang bernilai ekonomis, pembudidayaan lebah madu,

kerajinan tangan, dan industri kecil lainnya. Bila memungkinkan adalah

pelibatan anggota masyarakat dalam pengelolaan hutan secara langsung

(diangkat sebagai pegawai). Kegiatan usaha-usaha off-land tersebut

sebaiknya dimulai dari dana hasil pengelolaan hutan sendiri seperti

dalam bentuk paket-paket usaha pedesaan.

Penegakan Hukum

Prioritas utama penegakan hukum akan dilakukan terhadap para pelaku

perambahan yang tidak mau meninggalkan kegiatan dalam kawasan

setelah upaya-upaya persuasi dilaksanakan cukup lama. Kelompok

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 190

perambah ini sebenarnya sudah tidak lagi untuk asal hidup tetapi sudah

mengarah kepada keserakahan dengan jalan melanggar hukum. Bila hal

ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi

masyarakat lain untuk merambah ke dalam kawasan. Proses penegakan

hukum harus dilaksanakan secara hati-hati bekerjasama dengan

pihak-pihak terkait.

Khusus untuk penyelenggaraan konservasi sumber daya hutan pada

kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta belum banyak dilakukan. Ke depan kegiatan

ini dilaksanakan dengan sasaran :

a. Inventarisasi potensi sumber air dan pengelolaan konservasi di sumber air

pada Kawasan Hutan.

b. Inventarisasi jasa lingkungan dan pengelolaan serta pengembangan jasa

lingkungan.

5.11. Rencana Rehabilitasi dan Reklamasi

Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan,

mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya

dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sisterm penyangga

kehidupan tetap terjaga. Sedangkan yang dimaksud dengan reklamasi hutan

adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi

yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya.

Dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta baik oleh pemegang

ijin pemanfaatan, ijin penggunaan kawasaan, maupun oleh pengelola KPH

Yogyakarta baik dalam skala besar maupun kecil pasti akan berdampak adanya

kerusakan. Kerusakan ini terjadi karena adanya aktifitas pemanfaatan hasil hutan

baik kegiatan penebangan, pengangkutan hasil hutan maupun kegiatan-kegiatan

lainnya. Oleh karena itu perlu disusun rencana untuk melakukan kegiatan

rehabilitasi dan reklamasi.

Sebagaimana uraian dalam rencana kelola hutan dan pemanfaatan hutan

pada tegakan jati, tegakan kayu putih, tegakan rimba, dan tegakan di kawasan

hutan lindung (uraian lengkap pada point 5.6. di atas), berikut ini adalah

beberapa rencana rehabilitasi dan reklamasi yang disusun oleh KPH Yogyakarta

jangka tahun 2014-2023:

a. Penyusunan rencana penanaman pada kawasan hutan Tanah Kosong (TK),

Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), dan areal bekas Tebangan Kelas

Umur pada tegakan jati.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 191

b. Penyusunan rencana penanaman/pengkayaan pada tegakan kayu putih

yang termasuk kelas hutan Tanah Kosong dan TBK.

c. Penyusunan rencana rehabilitasi hutan lindung melalui kegiatan reboisasi

dan pengayaan tanaman. Sasaran kegiatan reboisasi dilaksanakan pada

kawasan hutan lindung yang kerapatan tegakannya < 200 batang/Ha.

Kegiatan pengayaan tanaman dilakukan pada wilayah hutan lindung

dengan tingkat kerapatan populasi tanamannya belum optimal (200-400

batang/Ha, termasuk anakan, pancang, tiang, dan pohon).

d. Penyusunan rencana rehabilitasi lahan pada kawasan perlindungan

setempat/kawasan seperti sempadan kiri-kanan sungai, kawasan sekitar

mata air, sempadan waduk, dan sempadan pantai.

Selain rencana tersebut di atas, pengelola KPH Yogyakarta merencanakan

untuk melakukan pengendalian erosi dan sedimentasi melalui penerapan teknik

konservasi tanah baik secara: vegetatif antara lain budidaya tanaman lorong dan

strip rumput; maupun secara sipil teknis antara lain pembuatan dam pengendali,

dam penahan, teras, saluran pembuangan air, pengendali jurang, perlindungan

kanan dan kiri tebing sungai, serta rorak.

5.12. Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM

Pengembangan aparatur dan sarana prasarana ini mencakup dua kegiatan

yaitu kebutuhan dan pengembangan aparatur, dan sarana prasarana.

1. Kebutuhan dan Pengembangan Aparatur

Sifat kelembagaan KPH yang berorientasi kewilayahan (region)

mendorong kebutuhan aparatur yang lebih beragam baik dari disiplin dan

jenjang pendidikan baik untuk formal maupun non formal. Struktur

kelembagaan KPH Yogyakarta yang terbagi 5 BDH dan 25 RPH, serta dibawah

Kepala RPH terdapat jabatan mandor dan polisi kehutanan, perlu didukung

dengan kuantitas dan kualitas aparatur sesuai kondisi wilayah yang ada.

Pada tingkat BDH yang wilayahnya antara 2000 sampai 4.300 ha,

disamping Kepala BDH (Sinder) terdapat jabatan Kepala Tata Usaha BDH dan

Kepala Teknis Kehutanan (jabatan ini setingkat Kepala RPH/mantri), masing-

masing jabatan ini membutuhkan staf sebanyak 3 orang. Disamping itu, pada

setiap BDH minimal harus ada 2 polisi kehutanan, satu orang sebagai

komandan/koordinator polisi kehutanan BDH dan satu sebagai sekretaris

untuk mencatat data dan informasi gangguan hutan dari radio omunikasi

serta menyiapkan operasional perlindungan hutan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 192

Sementara wilayah RPH yang wilayahnya antara 600 sampai 800 ha,

disamping Kepala RPH dalam penyelenggaraan pengelolaan dibantu mandor.

Jumlah mandor ini tergantung pada kondisi dan sebaran hutan yang ada.

Dalam sejarah kehutanan, pada setiap RPH harus terdapat 4 mandor yaitu

mandor tanam, mandor pemeliharaan, mandor produksi dan mandor

tebangan. Disamping itu, pada wilayah kawasan hutan yang tersebar pada

satuan blok seperti di Hutan Lindung dan kawasan hutan AB, setiap blok

dikelola oleh mandor.

Hal ini menjadi dilema, karena tidak setiap RPH terdapat seluruh kegiatan

mulai penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan tebangan. Oleh karena itu,

tugas dan fungsi mandor perlu diselaraskan dengan Kepala BDH dan Kepala

RPH sebagai pengelola hutan di wilayahnya. Dalam satuan RPH seharusnya

perlu dibagi dalam beberapa blok yang dikelola oleh mandor. Standarisasi

luasan untuk satu mandor dapat 200 – 300 ha. Pada tingkat RPH ini

disamping mandor, setiap RPH harus ada minimal satu polisi kehutanan.

Berkenaan dengan kuantitas dan kualitas serta disiplin dan jenjang

pendidikan yang beragam ini, sementara untuk tenaga lapangan yang ada

sebagian sudah purna tugas dan umumnya sudah mendekati masa purna

tugas, maka formasi untuk mandor dan polisi kehutanan perlu tetapkan oleh

Badan Kepegawaian Daerah.

Disamping kebutuhan aparatur sebagaimana dibutuhkan dimuka,

pengembangan aparatur pun perlu dilakukan baik struktural maupun

fungsional. Pendidikan dan latihan struktural tentunya telah baku ditetapkan

oleh Badan Diklat Daerah. Pendidikan teknis fungsional untuk tenaga

lapangan perlu dirancang untuk dapat difasilitasi oleh Badan Diklat Daerah

agar penyelenggaraan pengelolaan hutan semakin berkualitas. Berbagai

pendidikan dan latihan ini diantaranya diklat polisi kehutanan, diklat

inventarisasi hutan, diklat tata usaha hasil hutan, diklat penanaman, diklat

perencanaan hutan, diklat prunning dan penjarangan, diklat penebangan,

diklat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu serta lainnya.

2. Sarana Prasarana

Struktur Balai KPH Yogyakarta dengan struktur dalam 5 BDH dan 25 RPH,

membutuhkan sarana prasarana seperti :

a. Sarana prasarana perkantoran baik pada Balai KPH, BDH dan RPH.

b. Sarana kantor dan rumah dinas BDH dan RPH.

c. Sarana teknis seperti radio komunikasi, kompas, GPS, theodolit,

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 193

d. Sarana pengamanan hutan (mobil patroli, borgol, tali, pakaian

kelengkapan polhut dan lainnya)

Standarisasi sarana prasarana pada setiap BDH dan RPH ini perlu

ditetapkan secara layak agar petugas lapangan yang bekerja di tengah hutan

dapat menyelenggarakan tugasnya dengan baik. Mengingat saat ini KPH

Yogyakarta belum belum mempunyai alat pengolahan data base

sehingga perlu direncanakan pengadaan peralatan yang mendukung

sistem database di wilayah KPH dalam waktu yang tidak terlalu lama.

5.13. Rencana Pendanaan

Berkenaan dengan kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta

baik kegiatan teknis kehutanan seperti kegiatan penanaman, pemeliharaan

(prunning, penjarangan), pemanenan baik kayu maupun non kayu (daun kayu

putih dan getah pinus), rehabilitasi dan reklamasi, rencana kelola lingkungan;

maupun kegiatan non teknis kehutanan seperti pengembangan SDM, penelitian

dan pengembangan, di satu sisi akan membutuhkan pendanaan demi kelancaran

kegiatan tersebut. Namun disisi lain beberapa kegiatan kelola hutan tersebut juga

akan menghasilkan pendapatan dan dana bagi Balai KPH Yogyakarta.

Dalam pengelolaan kegiatan di KPH Yogyakarta, baik pembiayaan

upah/gaji karyawan, kegiatan teknis kehutanan maupun pembiayaan lain-lainnya

selama ini Balai KPH Yogyakarta sebagai pengelola wilayah KPH Yogyakarta

menggunakan pendanaan dari alokasi dana APBD propinsi DI Yogyakarta yang

disusun setiap tahun pada Et-1 melalui pembahasan di Badan Anggaran dan

disahkan oleh DPRD.

Selama ini Balai KPH Yogyakarta belum melakukan semua kegiatan kelola

teknik kehutanan (penanaman, pemeliharaan, maupun pemanenan) pada tegakan

jati secara rutin. Kegiatan teknik kehutanan yang dilakukan secara rutin oleh KPH

Yogyakarta selama ini baru sebatas pada tegakan kayu putih, sehingga KPH

Yogyakarta baru memiliki standar biaya (atau tarif upah) yang digunakan sebagai

acuan atau referensi dalam penentuan biaya kegiatan per satuan (baik luas atau

volume) di tegakan kayu putih, sedangkan untuk tegakan jati dan tegakan rimba

belum dimiliki secara lengkap. Di samping itu KPH Yogyakarta juga belum

memiliki tabel tegakan normal, maupun beberapa tarif volume lokal yang akan

digunakan untuk membantu dalam penaksiran nilai derajat kesempurnaan

tegakan, volume tegakan, dan hasil kegiatan penjarangan maupun pemanenan

hasil hutan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 194

Berkenaan dengan kenyataan tersebut, maka rencana pendanaan pada 10

tahun ini sementara dilakukan dengan pendekatan asumsi-asumsi (minimal pada

1 atau 2 tahun pertama). Sebagai contoh untuk kegiatan penanaman hutan biaya

yang dibutuhkan sebesar Rp X,- /Ha, biaya pemeliharaan (prunning dan

penjarangan) sebesar RP Y,-/Ha; dan biaya pemanenan adalan Rp Z,-/Ha. Sehingga

jika pada suatu tahun dilakukan kegiatan penanaman seluas 250 Ha,

pemeliharaan seluas 200 Ha, dan pemanenan seluas 125 Ha, maka biaya yang

dibutuhkan untuk kegiatan penanaman adalah 250.X; biaya pemeliharaan adalah

200.Y, dan biaya pemanenan adalah 125.Z.

Demikian pula untuk rencana pendapatan, perlu dilakukan pendekatan

asumsi (khususnya pada tahun ke-1 atau ke-20. Misal pada kegiatan penjarangan

nanti akan diperoleh volume kayu sebanyak X m3 dan pada kegiatan pemanenan

akhir daur akan diperoleh kayu sebanyak Y m3, maka dengan asumsi harga per m3

kayu adalah senilai Rp. A,- dan Rp. B,- maka akan dapat dihitung berapa

pendapatan perusahaan, dan akhirnya akan dapat dihitung berapa keuntungan

dan/atau kerugian perusahaan.

Seiring waktu maka asumsi-asumsi tersebut di atas harus diganti dengan

data-dan informasi faktual dari hasil pengumpulan dan analisis data lapangan.

Oleh karena itu Balai KPH Yogyakarta harus melakukan penelitian-penelitian

terapan untuk mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, dan volume yang

dihasilkan dari kegiatan kelola hutan.

5.14. Review Rencana Pengelolaan

Review Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta ini disesuaikan

dengan Sistem Monitoring dan Evaluasi di internal KPH Yogyakarta sebagaimana

terlampir di Bab selanjutnya.

5.15. Rencana Pengembangan Investasi

5.14.1 Kerjasama Kemitraan

Dalam bagian rencana produksi, dalam rentang waktu rencana pengelolaan

ini, kegiatan pengelolaan lebih banyak difokuskan pada kegiatan pembenahan

tegakan/ pembinaan (rehabilitasi, penanaman dan pemeliharaan), sementara

kegiatan produksi relatif terbatas. Investasi merupakan salah satu opsi pendanaan

kegiatan pengelolaan hutan. Pengembangan investasi direncanakan akan mulai

dinilai secara hati-hati, dengan analisis rencana bisnis yang matang, agar KPH

mendapat keuntungan dari skema investasi.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 195

Saat ini KPH Yogyakarta sudah mengundang investor dalam skala terbatas

yaitu untuk penanaman jati unggul dengan luasan total 30 hektar untuk rentang

10 tahun. Skema investasi akan dievaluasi untuk dijadikan basis pengembangan

investasi di masa mendatang. Direncanakan selama 10 tahun ke depan akan ada

pengembangan kerjasama penanaman jati unggul seluas 1.000 Ha. Selain

kerjasama penanaman jati unggul, untuk meningkatkan konfidensi terhadap

investasi, akan diujicoba beberapa investasi serupa, seperti komoditi tanaman

dibawah tegakan dengan jenis camelina sativa, dll. Berkenaan dengan program-

program Corporate Social Responsbility (CSR) dari instansi/institusi perusahaan-

perusahaan baik BUMN maupun BUMS, Balai KPH Yogyakarta akan melakukan

komunikasi untuk mengandeng kemitraan dengan institusi-institusi tersebut

untuk terlibat dalam rehabilitasi, pembangunan dan pengelolaan hutan di KPH

Yogyakarta.

Di samping itu di kawasan hutan AB BDH Paliyan, Pemerintah Propinsi D.I.

Yogyakarta atas dukungan dari Pemerintah Norwegia sedang mengembangkan

kawasan Baron Technopark seluas 27 ha. Tujuan pembangunan Baron technopark

tesebut adalah sebagai pusat pengkajian dan pelatihan teknologi, pembangkit

listrik energi terbarukan (energi re-newable), yang sekaligus sebagai sarana

edukasi teknologi yang bersifat rekreatif dan informatif. Dalam pembangunan

Baron Technopark ini Balai KPH Yogyakarta diharapkan dapat berperan secara

optimal untuk pengembangan investasi di kawasan hutan.

Investasi juga akan mulai diujicobakan untuk pengembangan kawasan

wisata. Berdasarkan evaluasi, sumberdaya manusia yang dimiliki oleh KPH selama

ini lebih terbiasa untuk melakukan kegiatan teknis kehutanan, dan belum

mempunyai pengalaman yang memadai untuk mengembangkan kawasan wisata

dan pemasarannya. KPH akan mengundang investor untuk mengembangkan satu

kawasan wisata unggulan. Investasi akan difokuskan pada pengembangan sarana

dan prasarana pendukung, dan marketing. KPH akan mendorong proses

pembelajaran dari investasi ini, terutama dari aspek pemasaran, sehingga ke

depannya KPH bisa secara profesional dan mandiri untuk pengembangan

kawasan wisata lainnya.

5.14.2 Kerjasama Penelitian

Penelitian aplikatif sangat diperlukan untuk mendukung pengelolaan

hutan. SDM yang dimiliki oleh KPH Yogyakarta relatif masih terbatas. Oleh karena

itu, KPH Yogyakarta akan menjalin kerjasama penelitian dengan institusi yang

mempunyai portofolio penelitian yang mantap. KPH akan menginisiasi kerjasama

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 196

penelitian aplikatif dengan Fakultas Kehutanan UGM, Balai Besar Penelitian

Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Kementerian Kehutanan

maupun institusi riset yang berada di sekitar Yogyakarta, dengan fokus penelitian

pada peningkatan kualitas pengelolaan hutan baik dari aspek teknis maupun non

teknis. Kerjasama penelitian yang akan dilakukan meliputi:

- Pemuliaan jenis tegakan unggulan baik jati, kayu putih, pinus dll

- Peningkatan produksi cyneol dari daun kayu putih.

- Ujicoba penerapan multi species (dan multi daur) dalam satu rejim

pengelolaan kawasan

- Penanganan masalah-masalah sosial.

- Dan lain-lain

Kerjasama juga akan dilakukan dalam rangka penyiapan pengembangan

KPH jangka panjang antara lain dalam rangka sertifikasi pengelolaan hutan lestari

dan eksplorasi potensi ekonomi jasa lingkungan dalam skema Payments for

Environmental Services (Lihat Rencana Pengembangan Lain)

5.14.3 Rencana Pengembangan Lain-lain

a. Verifikasi legalitas kayu dan pengelolaan hutan lestari

Salah satu indikator pengelolaan hutan yang baik dan bertanggung jawab

adalah rekoqnisi/ pengakuan dari lembaga independen melalui skema

sertifikasi yang melalui proses penilaian/ verifikasi terhadap serangkuman

standar pengelolaan. Saat ini ada beberapa skema sertifikasi: sertifikasi

pengelolaan hutan lestari (PHL) dan sertifikasi legalitas kayu (VLK). Cakupan

PHL jauh lebih luas karena mencakup semua pilar kelestarian/ keberlanjutan

pengelolaan hutan, ekologi, sosial dan produksi. Sedangkan VLK merupakan

kebijakan baseline, hanya sebagian kecil dari PHL, yaitu hanya terkait dengan

legalitas kayu.

Pengelolaan hutan KPH Yogyakarta akan diarahkan untuk mendapatkan

rekoqnisi sertifikasi tersebut. Sertifikasi ini akan mencakup seluruh kawasan

termasuk berbagai ijin yang ada di dalam KPH. Dalam jangka pendek, KPH

merencanakan akan mengadopsi sertifikasi VLK dengan dua alasan utama.

Pertama, skema ini dimandatkan oleh pemerintah sebagai skema wajib

(mandatory) yang harus diadopsi oleh seluruh unit pengelolaan hutan di

Indonesia. Kedua, KPH Yogyakarta merupakan unit manajemen yang relatif

baru, sehingga adopsi baseline (legal) certification akan lebih memungkinkan.

b. Eksplorasi skema “Pembayaran terhadap Jasa Lingkungan” (Payments for

Environmental Services) dan REDD++

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 197

Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa program berbasis mekanisme

pasar untuk produksi jasa lingkungan (kehutanan) seperti PES dan REDD+.

Ide dasar dari program-program tersebut adalah memberi reward terhadap

unit manajemen yang telah terbukti melaksanakan pengelolaan hutan dengan

baik yang berimbas pada meningkatnya kualitas lingkungan. Skema PES

relatif mash baru, dan beberapa yang sudah mencoba memanfaatkan skema

ini baru pada tahap eksperimen dan pengembangan.

Peluang lain terkait dengan upaya global untuk mencegah dampak perubahan

iklim melalui skema REDD+. Saat ini pemerintah terlibat dalam berbagai

inisiatif REDD+, termasuk UN-REDD Programme, FIP, FCPF, IFCI Kalimantan

(Partnership Hutan dan Iklim). Selain itu, tren perdagangan karbon di pasar

sukarela (voluntary) cukup menjanjikan.

KPH Yogyakarta dalam jangka panjang merencanakan akan menangkap

peluang-peluang tersebut untuk memberikan insentif finansial bagi

pengelolaan hutan. Eksperimen juga bisa dilakukan di kawasan yang dibebani

ijin, yang mengharuskan KPH untuk membangun skema pembagian benefit

antara kelompok pemegang ijin dan KPH.

KPH akan melakukan inventarisasi peluang, termasuk identifikasi kawasan

yang prospektif untuk program-program tersebut. Dalam lima tahun pertama

rencana ini (2013-2017), penyiapan dan ujicoba akan dilakukan dalam skala

kecil terlebih dahulu. Untuk perdagangan karbon, KPH akan menggandeng

institusi riset (Fakultas Kehutanan UGM) untuk menyiapkan berbagai

perangkat termasuk dalam konteks monitoring, reporting and verification.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal V - 198

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -198

Pembinaan, Pengawasan,

dan Pengendalian

6.1. Pembinaan

Kelembagaan Balai KPH Yogyakarta yang dibentuk berdasarkan Peraturan

Daerah nomor 36 Tahun 2008 dan Keputusan Gubernur nomor 40 Tahun 2008,

masih berlandaskan pada pola organisasi yang bersifat administratif dengan acuan

Peraturan Pemerintah (PP) nomor 41 tahun 2007. Sementara itu, organisasi

pengelolaan pada Balai KPH Yogyakarta bersifat kewilayahan.

Kelembagaan dan organisasi dalam pengelolaan kawasan hutan pada balai

KPH Yogyakarta (saat ini) dibagi ke dalam 5 (lima) Bagian Daerah Hutan (BDH).

Setiap wilayah BDH dibawah kewenangan Kepala BDH, dan setiap BDH dibagi lagi

menjadi beberapa wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh

Kepala RPH masing-masing. Setiap wilayah RPH memiliki luas rata-rata 600 ha,

terdiri atas beberapa blok hutan dan atau petak hutan yang menjadi kewenangan

Kepala RPH masing-masing.

Saat ini struktur kelembagaan Balai KPH hanya terdiri dari Kepala Balai

KPH, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Penataan dan Perlindungan

Hutan, serta Kepala Seksi Rehabilitasi dan Produksi Hasil Hutan. Kedudukan Kepala

BDH dan Kepala RPH serta jajaran dibawahnya belum diakses dalam struktur

organisasi berdasarkan PP 41 tahun 2008.

Kehadiran Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010, dimana

struktur organisasi KPH di lini tapak, ditetapkan sebagai Resort kiranya dapat

membuka peluang untuk mewadahi BDH dan RPH menjadi jabatan struktural.

Kemantapan organisasi ini akan memberikan harapan karir bagi para petugas

lapangan dan pada gilirannya akan mendorong peningkatan kinerja organisasi

dengan penjenjangan yang jelas.

6

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -199

6.2. Pengawasan

Cakupan tugas pokok dan fungsi pengelolaan hutan pada Balai KPH yang

cukp luas mencakup tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,

pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan

konservasi alam, serta hirearki organisasi KPH Yogyakarta yang terbagi dalam 5

BDH dan 25 RPH yang tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul,

Bantul, dan Kulon Progo, membutuhkan mekanisme perancanaan yang terpadu dan

mantap baik dari institusi kehutanan sendiri, juga wilayah sekitar hutan dan

wilayah administratif (desa, kecamatan dan kabupaten).

Sementara ini, BDH dan RPH lebih difungsikan sebagai pelaksana tugas,

bukan sebagai manajer diwilayah pemangkuannya. Dari cakupan wilayah mungkin

kedudukan Kepala BDH dan Kepala RPH dapat disetarakan setingkat Kecamatan

dan Desa. Dan pada kenyataannya, sebaran kawasan hutan tingkat RPH dapat

berdekatan dengan beberapa desa, dan sebaran kawasan hutan tingkat BDH bisa

berdekatan dengan beberapa wilayah kecamatan. Sementara itu, penyelenggaraan

pengelolaan hutan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan masyarakat sekitar

hutan. Oleh karena itu, koodinasi dan mekanisme perencanaan perlu dibangun

secara bottom up agar penyelenggaraan pengelolaan hutan dapat memberikan

dayaguna dan hasilguna yang tinggi baik bagi kelestarian hutan, pemerintah

daerah, kecamatan dan desa serta masyarakat sekitar hutan.

Mekanisme perencanaan pengelolaan hutan ini, perlu mulai dibangun dari

tingkat RPH hingga tingkat KPH yang selanjutnya diusulkan kepada Badan

Perencana baik Daerah (untuk anggaran APBD) dan Pemerintah Pusat (untuk dana

APBN). Perencanaan ini disusun setahun sebelumnya dengan tahapan sebagai

berikut :

a. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat RPH, diselenggarakan oleh Kepala

RPH bersama mandor dan polisi kehutanan setempat untuk menyusun rencana

pengelolaan yang menjadi tugas dan fungsinya. Koordinasi perencanaan

dilakukan dengan Desa yang berbatasan dengan hutan, Kelompok Tani Hutan,

Babinsa dan para tokoh masyarakat setempat.

b. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat BDH, diselenggarakan oleh Kepala

BDH, RPH dan koordinator polisi kehutanan, untuk mengkoordinasikan usulan

rencana dari RPH. Koordinasi perencanaan BDH ini melibatkan Camat dan

Kepala Desa yang berdekatan dengan kawasan hutan, ketua kelompok tani

hutan, tokoh masyarakat dan intansi terkait lainnya.

c. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat KPH, diselenggarakan oleh KPH

untuk mengkoordinasikan usulan/rencana dari BDH dalam pengelolaan hutan

dan merancang kegiatan penganggarannya untuk diajukan kepada Bappeda

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -200

(untuk APBD) atau Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan (untuk APBN)

dan lembaga penyandang dana (untuk dana non pemerintah) melalui Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dari proses mekanisme ini dapat disusun perencanaan yang mantap dalam

pengelolaan hutan untuk dasar penyusunan perencanaan jangka panjang

pengelolaan hutan dan rencana jangka pendek perencanaan hutan.

Disamping perencanaan kegiatan yang membutuhkan fasilitasi

penganggaran, perencanaan teknis juga disusun untuk dijadikan acuan dalam

pelaksanaan kegiatan. Perencanaan teknis ini tentunya akan mencakup seluruh

kegiatan pengelolaan, yang disusun dalam bentuk Rencana Teknis Tahunan seperti

RTT Pungutan Daun Kayu Putih, RTT Rehabilitasi Jalan Hutan, RTT Tanam dan

Pemeliharaan, RTT Tebangan, dan lainnya.

6.3. Pengendalian

Sebelum dibentuknya Balai KPH Yogyakarta, Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan tugas polok dan fungsi

dalam pengurusan hutan dan pengelolaan hutan. Landasan hukum pengelolaan

hutan adalah UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengamanatkan bahwa

pengelolaan hutan merupakan bagian dari pengurusan hutan. Pengurusan hutan

mencakup 4 hal, yaitu: perencanaan kehutanan (makro), pengelolaan hutan, litbang

dan diklat, penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Dalam pengelolaan hutan

meliputi 4 hal, yaitu: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan (pada

wilayah pengelolaan), pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta

perlindungan hutan dan konservasi alam.

Dengan dibentuknya Balai KPH Yogyakarta sebagai manajemen unit

pengelolaan, sudah barang tentu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah

Istimewa Yogyakarta menyerahkan penyelenggaraan pengelolaan kepada Balai

KPH Yogyakarta. Dinas Kehutanan dan Perkebunan akan melaksanakan kegiatan

pengurusan hutan di luar dari pengelolaan, sekaligus sebagai fungsi koordinasi,

sinkronisasi dan integrasi terhadap penyelenggaraan pembangunan kehutanan

secara utuh dengan institusi lain yang terkait.

Sementara ini beberapa kegiatan pengelolaan masih belum sepenuhnya

berjalan sebagaimana ditetapkan dalam UU nomor 41 tahun 1999 dan PP nomor 6

tahun 2007. Oleh karena itu, tata hubungan kerja antara Dinas Kehutanan dan

Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta perlu dimantapkan dan disempurnakan

sejalan dengan pemantapan organisasi Balai KPH Yogyakarta sebagaimana

digariskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VI -201

6.4. Penutup

Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan terhadap penyelenggaraan

pengelolaan hutan secara hirearki dari RPH, Kepala Pabrik, BDH,dan KPH, terhadap

seluruh kegiatan yang dilakukan. Proses pengawasan dan pengendalian dapat

dilakukan secara langsung dan melalui mekanisme monitoring dan evaluasi yang

diikuti dengan pembinaan.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 202

Pemantauan, Evaluasi,

dan Pelaporan

Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam wilayah pengelolaan hutan dalam

suatu wadah KPH merupakan salah satu komponen utama dalam sistem

pemantauan dan pengendalian (monitoring & controling system). Sistem

pemantauan dan pengendalian itu sendiri merupakan suatu perangkat sistem

yang bertugas untuk membangkitkan dan menyediakan informasi sehingga

data dan informasi tersebut dapat dipergunakan untuk memberikan umpan

balik atau feed back sehingga seluruh dinamika sistem manajemen dapat

dijaga pada status atau kondisi yang dinginkan.

Sesuai dengan tujuan, prinsip, tugas pokok dan fungsi KPH, maka sistem

monitoring dan evaluasi yang dikembangkan haruslah merupakan suatu

bentuk positive feed back yaitu peragkat pemantauan dan pengendalian yang

mempunyai kapasitas untuk mengakses sistem manajemen dan melakukan

perubahan terhadap sistemnya sendiri apabila memang diperlukan. Dengan

demikian maka sistem monitoring dan evaluasi akan mencakup: 1). seluruh

tingkat (level) dan perangkat organisasi, 2). input, proses dan output yang

dijalankan oleh KPH, 3). fungsi-fungsi yang dijalankan KPH.

Di dalam proses manajemen monitoring dan evaluasi dapat mengambil

bagian di hampir seluruh tingkatan baik di tingkat perencanaan, tingkatan

operasional kegiatan (implementas) maupun tingkatan pasca iplementasi.

Evaluasi ditujukan untuk membuat justifikasi terhadap rencana yang

dibuat,pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana serta dampak yang

ditimbulkan terhadap lingkungan maupun kinerja manajemen di lingkup KPH

itu sendiri.

Strategi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk mencapai

pengelolaan hutan lestari antara lain :

a. Manajemen kawasan meliputi Pemantapan Kawasan, Penataan Kawasan,

dan Pengamanan Kawasan;

b. Pengelolaan hutan yang meliputi kelola produksi, kelola lingkungan

dan kelola sosial;

7

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 203

c. Manajemen kelembagaan yang meliputi penataan organisasi, input

pengelolaan sumberdaya hutan lestari (al. sumberdaya manusia,

keuangan, material, metode dan waktu).

Dalam pengelolaan hutan, manajemen kawasan merupakan

prasyarat keharusan agar pengelolaan hutan dapat berlangsung secara

mantap dan aman dalam jangka panjang, sedangkan manajemen hutan

merupakan inti kegiatan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara

lestari, serta manajemen kelembagaan merupakan prasyarat kecukupan agar

manajemen hutan dapat berlangsung dan berkembang sesuai dengan tujuan

dan sasaran yang telah ditetapkan.

Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan (KPH) dibentuk institusi

pengelola yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan

hutan yang meliputi

a. Perencanaan pengelolaan;

b. Pengorganisasian;

c. Pelaksanaan pengelolaan; dan

d. Pengendalian dan pengawasan.

7.1 Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH

Agar dapat menjalankan fungsinya dalam ekplorasi dan pemantauan,

penilaian dan pemilihan tindakan korektif maka sistem monitoring dan

evaluasi internal KPH haruslah memiliki elemen pengakses informasi, elemen

identifikasi kualitas sesuai dengan tolok ukur atau baku mutu, penunjuk ke

arah peningkatan kualitas dan elemen yang keempat adalah perangkat

pengendali sehingga sistem monitoring dan evaluasi merupakan sistem yang

hidup, yang dicirikan dengan berkelanjutan ketiga fungsi yang diembannya.

Suatu sistem monitoring dan evaluasi memulai tugasnya dengan

mengakses informasi. Akses informasi mengenai tugas pokok dan fungsi KPH

dapat diperoleh melalui berbagai sumber dan berbagai teknik atau metode

sesuai dengan karakteristik obyek yang akan dijadikan sasaran monitoring

dan evaluasi. Akses informasi ditujukan kepada elemen-elemen utama dalam

KPH yaitu :

a. Perumusan tujuan pembentukan KPH sesuai dengan konten dan kontek

permasalahan yang dihadapi di mana lokasi KPH tersebut dibentuk,

b. Baseline informasi yang digunakan sebagai basis penyusunan rencana

kelola KPH,

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 204

c. Tugas pokok dan fungsi KPH yang relevan dengan permasalahan

sumber daya hutan, keadaan sosial, ekonomi dan budaya dan

kelembagaan pengurusan dan pengelolaan sumber daya hutan di mana

KPH berada.

Kriteria yang menunjukkan kualitas disusun untuk setiap lingkup tugas

pokok dan fungsi KPH. Kreteria dapat menggunakan skala interval atau rasio

untuk elemen-elemen tertentu yang bersifat kuantitatif atau dapat pula

menggunakan skala nominal dan ordinal yang dijabarkan dari pembobotan

yang kuantitatif. Di samping penilaian untuk menunjukkan performa atau

keragaan setiap rincian di dalam elemen tertentu dilakukan pula pembobotan

terhadap rincian itu sendiri dan pembobotan elemen di dalam sistem

monitoring dan evaluasi secara keseluruhan.

Makna pembobotan di sini adalah bahwa setiap rincian elemen

monitoring dan evaluasi memiliki timbangan yang berbeda dan oleh karena itu

nilai yangdiberikan padanya hendaknya dinyatakan dalam ukuran tertimbang

terhadap bobot rincian tersebut.

Dari hasil identifikasi kualitas dapat ditentukan apakah suatu rincian

atau dalam gabungannya sebagai elemen sistem yang kualitasnya kurang

dapat dilakukan peningkatan. Dapat tidaknya peningkatan kualitas tersebut

tergantung kepada sifat rincian atau elemen yang bersangkutan, apakah

merupakan kendala yang dapat diperbaiki ataukah tidak dan tergantung

kepada kemampuan organisasi untuk melakukan upaya-upaya peningkatan

kualitas dengan ketersediaan sumber daya yang ada.

Setiap sistem monitoring dan evaluasi memerlukan perangkat untuk

mengoperasikannya, oleh karenanya diperlukan kejelasan peran dan otoritas

tertentu dalam hal:

a. siapa yang mengakses informasi,

b. siapa yang melakukan pemantauan dan penilaian

c. siapa yang bertugas untuk mengarahkan pada peningkatan kualitas.

Ukuran besar-kecilnya unit-unit dengan tugas tertentu untuk

menjalankan fungsi sebagai perangkat pengendali tergantung kepada beban

pekerjaan evaluasi yang ditangani dan ketersediaan tenaga yang memiliki

kualifikasi keahlian dan keterampilan tertentu.

Dalam kaitannya dalam fungsi tindakan korektif maka dalam sistem

monitoring dan evaluasi internal KPH diperlukan juga seperangkat proses

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 205

pengendalian (controlling).Pengendalian merupakan proses untuk

memastikan bahwa aktivitas sebenarnya yang dilakukan sesuai dengan

aktivitas yang telah direncanaka.Dengan adanya pengendalian ini maka proses

monitoring keefektivitasan aktivitas perencanaan, pengorganisasian,

implementasi dan penagwasan dapat berjalan dengan baik. Bagian penting

dari proses pengendalian adalah mengambil tindakan korektif yang

diperlukan oleh unit manajemen.

7.2 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja dalam Sistem

Monitoring dan Evaluasi Internal KPH

Apa yang seharusnya diukur untuk menera pencapaian tidak hanya

membantu melakukan penelusuran sejauh mana kemajuan telah dicapai

tetapi bermakna sebagai faktor pendorong kinerja manajemen KPH sesuai

dengan tujuan yang telah ditentukan.

Agar dapat diperoleh ukuran keberhasilan yang jelas maka harus

dirumuskan kreteria dan indikator yang benar-benar mampu merefleksikan

apa yang dicapai manajemen. Indikator merupakan ukuran khusus (atau

serangkaian data) yang menandai kemajuan (atau tidak adanya kemajuan)

menuju pencapaian target tertentu.

Pengembangan indikator merupakan kegiatan inti dalam penyusunan

sistem Pemantauan & Penilaian yang menggerakkan semua pengumpulan

data, analisis dan pelaporan berikutnya. Menurut Schiavo-Campo, indikator

yang baik harus:

Terbuka (tepat dan tidak bermakna ganda)

Terkait (sesuai dengan pokok persoalan yang dihadapi)

Murah (tersedia dengan biaya yang wajar)

Memadai (dapat memberikan dasar yang memadai untuk menilai

kinerja)

Dapat dipantau (dapat dipertanggungjawabkan dengan pengesahan

terpisah)

Untuk alasan penghematan biaya kadang-kadang digunakan indikator

pra-rancang, dalam kasus tersebut perlu mempertimbangkan seberapa erat

indikator ini dihubungkan atau akan dihubungkan sesuai dengan keadaan

atau kontek unit manajemen (KPH) yang bersangkutan.

Mungkin saja tidak tersedia sistem data untuk setiap indikator.

Indikator kinerja yang dipilih dan strategi pengumpulan data untuk

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 206

menghimpun informasi tentang indikator ini perlu disusun berlandaskan

kenyataan dengan mempertimbangkan:

sistem data apa yang tengah berjalan

data apa yang dapat dihasilkan saat ini

kemampuan apa yang ada saat ini untuk memperluas jangkauan dan

kedalaman pengumpulan dan analisis data.

Pengukuran kemajuan (atau tidak adanya kemajuan) untuk mencapai

hasil dimulai dengan penterbukaan dan pengukuran keadaan awal yang

dihadapi, dibandingkan dengan hasilnya. Pengumpulan data patokan dasar

pada intinya berarti melakukan pengukuran pertama dari indikator untuk

mengetahui , “Di posisi apakah saat ini?”

Patokan dasar kinerja merupakan informasi (kualitatif maupun

kuantitatif) tentang kinerja dari indikator tertentu di awal (atau langsung

sebelum) tindakan perbaikan. Bahkan sebenarnya salah satu pertimbangan

ketika memilih indikator adalah ketersediaan data patokan dasar yang

memudahkan dilakukannya penelusuran kinerja yang berhubungan dengan

patokan dasar tersebut.

Sumber data patokan dasar dapat terdiri atas data utama

(dikumpulkan khusus untuk proyek ini) atau data pendukung (dikumpulkan

untuk keperluan lain, tetapi dapat dimanfaatkan). Data pendukung dapat

berasal dari dalam organisasi, maupun dari luar organisasi tetapi memiliki

relevansi yang tinggi dengan unit manajemen KPH. Data pendukung dapat

menghemat dana kita ketika mengumpulkan data, tetapi kita harus berhati-

hati memeriksa apakah data itu benar-benar informasi yang dibutuhkan,

karena kita tidak dapat kembali untuk mendapatkan data patokan dasar kalau

di kemudian hari kita menyadari bahwa sumber data pendukung yang kita

gunakan tidak memenuhi kebutuhan.

Kriteria, indikator, skala intensitas, justifikasi pembobotan dan metode

verifikasi disajikan pada Tabel 7.1 sebagai berikut:

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 207

Tabel 7.1 Rancangan Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH

No Tugas Pokok dan

Fungsi Kegiatan

Kriteria/ Indikator Kegiatan

Pelaksana Regulasi

(Ijin/Proyek) Sumber Data dan

Informasi

Periode Pelaksanaan

A 1

Pengelolaan Hutan

Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan

a. Pengukuhan Hutan

- Batas temu gelang - Penetapan Kawasan Hutan - Keberadaan konflik kawasan

Seksi Perencanaan Hutan

SK KaBaplan Peta pencadangan

3 tahun

b. Rekonstruksi Batas - Update data tata batas - Terpasangnya/ terpeliharanya pal batas kawasan baru

Seksi Perencanaan Hutan

- SK KKPH sesuai RKAP

- Peta tata batas - Update data dari lapangan

Tiap 10 tahun

c. Inventarisasi Hutan - Tersusunnya Dokumen Register Risalah Hutan

Seksi Perencanaan Hutan

- SK KKPH - data Inventarisasi jangka lampau - Peta kerja - Update data lapangan

Tiap 10 tahun

d. Pembagian ke dalam blok atau zona

- Terbentuk Unit-Unit Manajemen - Terbentuk Unit Perencanaan

Seksi Perencanaan Hutan

- SK KKPH - Peta DAS - Data Unit Manajemen

2 tahun

e. Pembagian petak dan anak petak

Semua kawasan terbagi habis ke dalam petak

Seksi Perencanaan hutan

- SK KKPH Informasi hasil inventarisasi

2 tahun

f. Pemetaan - Peta Kerja 1 : 10.000 - Peta-Peta lainnya

Seksi Perencanaan Hutan

SK KKPH Peta pencadangan, data tata batas, data rekonstruksi batas, data hasil inventariasi

Tiap 10 tahun

g. Penyusunan Rencana Jangka Panjang

- Tersusun Perencanaan Sumberdaya Hutan (RPKH) - Tersusunnya Rencana Usaha KPH

Seksi Perencanaan Hutan

SK Kepala Dinas - Data hasil inventarisasi

- Sejarah KPH

Tiap 10 tahun

h. Penyusunan Rencana Jangka Pendek

Tersusunnya RKT Seksi Perencanaan Hutan

SK KKPH - rencana jangka panjang

Tiap tahun

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 208

No Tugas Pokok dan

Fungsi Kegiatan

Kriteria/ Indikator Kegiatan

Pelaksana Regulasi

(Ijin/Proyek) Sumber Data dan

Informasi

Periode Pelaksanaan

2 Pemanfaatan Hutan

Pemanfaatan kawasan pada Hutan Produksi

a. Pemanfaatan kawasan

- Adanya identifikasi areal potensial untuk pemanfaatan kawasan pada hutan produksi

Seksi Produksi Hasil Hutan

SK KKPH Hasil identifikasi potensi pemanfaatan kawasan

Sesuai ijin

b. Pemanfaatan jasa lingkungan

- Adanya identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan

Seksi Produksi Hasil Hutan

SK KKPH Hasil identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan

Sesuai ijin

c. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu

pm Seksi Produksi Hasil Hutan

SK Menteri/Gubernur/Bupati

RPKH RKT

Sesuai ijin

d. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu

- Produksi hasil hutan kayu sesuai etat

- Produksi hasil hutan non hutan sesuai target

- Tertib administrasi pemungutan hasil hutan

- Pemungutan hasil hutan ramah lingkungan

Seksi Produksi Hasil Hutan

SK Bupati RPKH RKT

Sesuai ijin

Pemanfaatan kawasan pada Hutan Lindung

a. Pemanfaatan kawasan

- Adanya identifikasi areal potensial untuk pemanfaatan kawasan pada hutan lindung

Seksi Produksi Hasil Hutan

Ijin Bupati/ Gubernur

Hasil identifikasi potensi pemanfaatan kawasan

Sesuai ijin

b. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung

- Adanya identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan

Seksi Produksi Hasil Hutan

Ijin Bupati/ Gubernur

Hasil identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan

Sesuai ijin

c. Pemanfaatan hasil hutan non kayu pada hutan lindung

Pm Seksi Produksi Hasil Hutan

Ijin Bupati/ Gubernur

RPKH RKT

Sesuai ijin

d. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung

- Produksi hasil hutan non hutan sesuai target

- Tertib administrasi pemungutan

Seksi Produksi Hasil Hutan

Ijin Bupati/ Gubernur

RPKH RKT

Sesuai ijin

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 209

No Tugas Pokok dan

Fungsi Kegiatan

Kriteria/ Indikator Kegiatan

Pelaksana Regulasi

(Ijin/Proyek) Sumber Data dan

Informasi

Periode Pelaksanaan

hasil hutan - Pemungutan hasil hutan ramah

lingkungan

3 Penggunaan Kawasan Hutan

pm pm Pm pm pm

4. Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi

a. Rehabilitasi Hutan Keberhasilan permudaan pada areal tidak produktif

Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan

Ijin KKPH Data kawasan tidak produktif

Sesuai rencana

b. Reklamasi Hutan Keberhasilan penghutanan kembali areal bekas tambang, abrasi, dll.

Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan

Ijin KKPH Data areal bekas tambang, dll

Sesuai rencana

5. Perlindungan hutan dan konservasi alam

a. Perlindungan hutan 1. Tingkat kerusakan tegakan karena penyebab dari faktor biotik dan abiotik berada pada tingkat yang diperkenankan

Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan

Ijin KKPH Data hasil inventarisasi Sesuai rencana

b. Konservasi Alam 1. adanya tata batas dan upaya pengelolaan kawasan-kawasan yang seharusnya dilindungi di dalam areal

2. Tersedianya informasi mengenai spesies endemik/langka/dilindungi dan agihan habitatnya yang penting di dalam kawasan

3. Adanya upaya-upaya meminimumkan dampak pada kegiatan pemanfaatan hutan terhadap spesies

Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan

Ijin KKPH Data hasil inventarisasi Sesuai rencana

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 210

No Tugas Pokok dan

Fungsi Kegiatan

Kriteria/ Indikator Kegiatan

Pelaksana Regulasi

(Ijin/Proyek) Sumber Data dan

Informasi

Periode Pelaksanaan

langka/endemik ataupun yang dilindungi

B. Melaksanakan

kegiatan pengelolaan hutan

a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pelaksanaan dan pengawasan d. Pengendalian

1. Tersusunnya prosedur penyusunan, penilaian, dan pengesahan rencana pengelolaan hutan

2. Adanya mekanisme tertulis yang menjabarkan pengorganisasian sumberdaya dalam setiap kegiatan pengelolaan hutan

3. Terlaksananya kegiatan kelola hutan sesuai dengan tata waktu, volume, dan alokasi sumberdaya

4. Keseuaian antara rencana dengan realisasi kegiatan

Seksi Perencanaan, Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan, Seksi Produksi

Ijin KKPH Dokumen RPKH Dokumen RKT Dokumen Monev

Tiap tahun dan tiap 5 tahun

C. Menjabarkan

kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota untuk diimplementasikan

Penyusunan Juknis Kegiatan

- Tersusunan juknis/peraturan operasional kegiatan berasarkan kebijakan nasional, provinsi, kabupaten/kota

Kepala KPH - - Sesuai kebutuhan

D. Melaksanakan

pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan

- Penyusunan standar (prinsip, kriteria, dan indikator) kinerja - Pemantauan dan penilaian kinerja untuk

- Tersusunnya prinsip, kriteria, dan indikator pencapaian kinerja pada setiap jenjang manajemen

Seksi Perencanaan

Ijin KKPH - Standar Kinerja 2 tahun

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal VII - 211

No Tugas Pokok dan

Fungsi Kegiatan

Kriteria/ Indikator Kegiatan

Pelaksana Regulasi

(Ijin/Proyek) Sumber Data dan

Informasi

Periode Pelaksanaan

pengelolaan hutan di wilayahnya

tiap jenjang manajemen

E. Membuka peluang

investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan.

- Promosi peluang investasi sesuai hasil identifikasi potensi pemanfaatan hutan

- Menyusun mekanisme kerjasama investasi yang menjamin kepastian usaha

- Terciptanya iklim investasi yang menarik investor dalam pemanfaatan hutan

Kepala KPH - -

Pelaksanaan kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan disesuaikan dengan rencana kegiatan pengelolaan hutan setiap

hatunnya.

Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023 Hal IV - 212

Penutup

Penyusunan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-

2023 ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pedoman dalam pelaksanaaan

tugas serta menjadi dasar dalam penyusunan rencana derivatifnya dan rencana

teknis pengelolaan hutan serta dapat digunakan sebagai bahan dalam melahirkan

kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta.

Tiada gading yang tak retak, mengingat ini adalah rencana jangka panjang

pertama yang disusun di lingkup KPH Yogyakarta, kami menyadari dalam

penyusunan rencana ini masih banyak mengandung kelemahan dan kekurangan.

Olah karena itu masukan dan saran dari semua pihak demi perbaikan rencana

pengelolaan KPH Yogyakarta di masa-masa mendatang.

Akhirnya semoga rencana ini dapat menjadi alat pengendali dalam

penyelenggaraan pengelolaan hutan pada Balai KPH Yogyakarta hingga 10 tahun

mendatang.

8