korupsi

44
KORUPSI 1. DEFINISI Menurut asal kata, korupsi berasal dari kata berbahasa latin, corruptio. Kata ini sendiri punya kata kerja dasar yaitu corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. 1 Pengertian korupsi dalam Kamus Peristilahaan (M.D.J.Al Barry,1996:208) diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri dan merugikan negara dan rakyat. Dalam Ensiklopedia Indonesia (Evi Hartanti, 2007:8) disebut “Korupsi” (dari bahasa Latin: corruptio = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan – badan negara meyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Korupsi secara etimologis menurut Andi Hamzah berasal dari bahasa latin yaitu “corruptio” atau “corruptus” yang kemudian muncul dalam banyak bahasa Eropa seperti Inggris dan Prancis yaitu “coruption”, dalam bahasa Belanda “korruptie” yang selanjutnya muncul pula dalam perbendaharaan bahasa Indonesia : korupsi, yang dapat berati suka di suap. 2 Korupsi juga berasal dari kata “corrupteia” yang berati “bribery” yang berarti memberikan/menyerahkan kepada 1 Krisna Harahap. Pemberantasan Korupsi Jalan tiada Ujung.. Bandung:Grafiti.2006. Hlm.1 2 Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995:135 1

description

korupsi dan teori kriminologi tentang korupsi

Transcript of korupsi

KORUPSI1. DEFINISI Menurut asal kata, korupsi berasal dari kata berbahasa latin, corruptio. Kata ini sendiri punya kata kerja dasar yaitu corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok.[footnoteRef:2] [2: Krisna Harahap. Pemberantasan Korupsi Jalan tiada Ujung.. Bandung:Grafiti.2006. Hlm.1]

Pengertian korupsi dalam Kamus Peristilahaan (M.D.J.Al Barry,1996:208) diartikan sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri dan merugikan negara dan rakyat. Dalam Ensiklopedia Indonesia (Evi Hartanti, 2007:8) disebut Korupsi (dari bahasa Latin: corruptio = penyuapan; corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan badan negara meyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Korupsi secara etimologis menurut Andi Hamzah berasal dari bahasa latin yaitu corruptio atau corruptus yang kemudian muncul dalam banyak bahasa Eropa seperti Inggris dan Prancis yaitu coruption, dalam bahasa Belanda korruptie yang selanjutnya muncul pula dalam perbendaharaan bahasa Indonesia : korupsi, yang dapat berati suka di suap.[footnoteRef:3] [3: Andi Hamzah, Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995:135]

Korupsi juga berasal dari kata corrupteia yang berati bribery yang berarti memberikan/menyerahkan kepada seseorang agar orang tadi berbuat untuk keuntungan pemberi, atau juga berarti seducation yang berarti sesuatu yang menarik untuk seseorang berbuat menyeleweng.Hal yang menarik tersebut biasanya dihubungkan dengan kekuasaan, yang pada umumnya berupa suap, pengelapan dan sejenisnya.[footnoteRef:4] [4: Hermien Hadiati Koeswadji. Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi. Bandung:Citra Aditya Bakti.1994. hlm. 32]

Istilah Korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia sebagaimana yang disimpulkan oleh Poerwadarminta adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.[footnoteRef:5] [5: Andi Hamzah. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta RadjaGrafindo Persada. 2007 : 6]

Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M.Chalmers (Evi Hartanti, 2007:9), menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang,yakni yang menyangkut masalah penyuapan, yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut bidang kepentingan umum. Di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan Black Law Dictionary (Surachmin & Suhandi Cahaya, 2011:10): Corruption an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and and the rights of others. The act of an official of fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the right of others Yang artinya Suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran kebenaran lainnya. Suatu perbuatan dari sesuatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenaran kebenaran lainnya. Menurut Transparency International, korupsi merupakan: Korupsi sebagai perilaku pejabat publik, mau politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang no. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi:1. Korupsi adalah perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain/suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian (Pasal 2)2. Korupsi adalah penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada oleh seseorang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri/orang lain/suatu korporasi dengan menggunakan jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara. (Pasal 3).

2. KONSEP Menurut Para Ahli, Mengenai pengertian korupsi pada hakikatnya memiliki dimensi yang luas, oleh karena itu perlu penjabaran secara etimologis maupun secara yuridis dan mensinergikannya dengan pandangan para pakar mengenai apa yang dimaksud dengan korupsi. Mengenai istilah Korupsi itu sendiri, menurut Sudarto bermula bersifat umum dan baru menjadi istilah hukum untuk pertama kalinya dalam Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/06/1957 Tentang Pemberantasan Korupsi.[footnoteRef:6] Dalam konsideran tersebut dikatakan bahwa berhubung tidak adanya kelancaran dalam usaha-usaha memberantas perbuatan-perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara yang oleh khalayak ramai dinamakan korupsi, perlu segera menetapkan suatu tata kerja untuk dapat menerobos kemacetan dalam usaha-usaha memberantas korupsi. [6: Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1977, Hlm.123]

Dari konsiderans tersebut terdapat dua unsur mengenai korupsi yaitu:1. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa saja baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain maupun untuk kepentingan sesuatu badan, dan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan negara atau perekonomian negara.2. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh pejabat yang menerima gaji/upah dari (yang berasal dari) keuangan Negara atau daerah atau suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah,yang dengan mempergunakan kesempatan/kewenangan/kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh karena jabatannya, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau material baginya.[footnoteRef:7] [7: Hermien Hadiati Koeswadji, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994. Hlm. 34]

SEHINGGA DAPAT DISIMPULKAN BAHWA KORUPSI ADALAH: Perbuatan melawan hukum menggunakan atau tidak menggunakan jabatan/kedudukan/penyalahgunaan wewenang Dilakukan oleh seseorang/korporasi/pejabat. Untuk memperkaya/menguntungkan Diri sendiri/orang lain/korporasi Yang Dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara3. KONDISICarut marut permasalahan kebangsaan diantaranya adalah Korupsi, yang dituding oleh banyak pihak sebagai pemicu kondisi kronis bangsa. Korupsi bagaikan lingkaran setan yang hampir bisa ditemukan dalam seluruh dalam sistem didalam negara, baik perekonomian, sistem politik, bahkan sistem penegakan hukum. Semakin masif kampanye untuk melawan korupsi justru semakin banyak kasus korupsi yang terkuak dan menjerat para pejabat, baik pejabat di daerah hingga level menteri. Melihat kenyataan tersebut, sangat ironis dengan cita-cita reformasi yang didengungkan oleh rakyat Indonesia pada saat tumbangnya Rezim Orde Baru. Indonesia selalu berada di peringkat teratas sebagai negara terkorup di dunia maupun Asia, seperti pada tahun 2005, menurut data Paoltical Economic and Risk Consultancy, Indonesia menempati urutan pertama sebagai Negara terkorup di Asia.Kejahatan maha haram ini adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes), kejahatan kemanusiaan (crimes againts humanity) sehingga untuk itu harus mendapat perhatian yang lebih, dimana kejahatan ini secara tidak langsung merupakan penyebab dari carut marutnya negara, mulai dari system pendidikan yang buruk, system kesehatan hingga kemiskinan.Sumber segala bencana kejahatan, the roof of all evils. Koruptor bahkan relatif lebih berbahaya dibandingkan teroris. Uang triliunan rupiah yang dijarah seorang koruptor, misalnya adalah biaya hidup mati puluhan juta penduduk miskin di Indonesia. Dalam konteks itulah, koruptor adalah the real terrorist. Merupakan sebuah mimpi di siang hari jika kita ingin berhasil memberantas kemiskinan, meningkatkan pelayanan kesehatan, mempertinggi mutu pendidikan, dan lain-lain, bila masih korupsi masih dibiarkan menari-nari didepan mata.[footnoteRef:8] [8: Andi Syamsurizal Nurhadi. Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan. Skripsi Universitas Hasanuddin.Makassar. 2013. Hlm. 1]

4. TERMINOLOGI KORUPSI

(Jenis-Jenis Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Lain Yang Berkaitan Dengan Tindak Pidana Korupsi)

Menurut buku saku korupsi dari KPK (KPK, 2006:19), tindak pidana korupsi dikelompokkan menjadi 7 macam, yaitu:

a. Perbuatan yang Merugikan Negarab. Suap-menyuapc. Penyalahgunaan Jabatand. Pemerasane. Korupsi yang berhubungan dengan kecuranganf. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaang. Gratifikasi

Jenis Tindak Pidana Lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, terdiri atas:

a. Merintangi proses pemeriksaan pemeriksaan perkara korupsi (Pasal 21);b. Tidak member keterangan atau member keterangan yang tidak benar; (Pasal 22 dan Pasal 28);c. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22 dan Pasal 29);d. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu (Pasal 22 jo Pasal 35);e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau member keterangan palsu (Pasal 22 jo Pasal 36);f. Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 24 jo Pasal 37).

a. Perbuatan yang Merugikan Negara Perbuatan yang merugikan negara, dapat dibagi lagi menjadi 2 bagian yaitu : 1. Mencari keuntungan dengan cara melawan Hukum dan merugikan negara.

Korupsi jenis ini dirumuskan dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) :

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan yang paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

2. Menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara, Penjelasan dari jenis korupsi ini hampir sama dengan penjelasan jenis korupsi pada bagian pertama, bedanya hanya terletak pada unsur penyalahgunaan wewenang, kesempatan, atau sarana yang dimiliki karena jabatan atau kedudukan.

Korupsi jenis ini telah diatur dalam Pasal 3 UU PTPK sebagai berikut ; Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, di pidana dengan pidan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

b. Suap-MenyuapSuap menyuap yaitu suatu tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya. Contoh ; menyuap pegawai negei yang karena jabatannya bisa menguntungkan orang yang memberikan suap, menyuap hakim, pengacara, atau advokat. Korupsi jenis ini telah diatur dalam UU PTPK : a. Pasal 5 ayat (1) UU PTPK; b. Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PTPK; c. Pasal 5 ayat (2) UU PTPK; d. Pasal 13 UU PTPK; e. Pasal 12 huruf a PTPK; f. Pasal 12 huruf b UU PTPK; g. Pasal 11 UU PTPK; h. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK; i. Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK; j. Pasal 6 ayat (2) UU PTPK; k. Pasal 12 huruf c UU PTPK; l. Pasal 12 huruf d UU PTPK. c. Penyalahgunaan Jabatan (Penggelapan dalam jabatan)Dalam hal ini yang dimaksud dengan penyalahgunaan jabatan adalah seorang pejabat pemerintah yang dengan kekuasaan yang dimilikinya melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara hal ini sebagaiamana rumusan Pasal 8 UU PTPK. Selain undang-undang tersebut diatas terdapat juga ketentuan pasal pasal lain yang mengatur tentang penyalahgunaan jabatan, antara lain: a. Pasal 9 UU PTPK; b. Pasal 10 huruf a UU PTPK; c. Pasal 10 huruf b UU PTPK; d. Pasal 10 huruf c UU PTPK.

d. Pemerasan dalam JabatanBerdasarkan definisi dan dasar hukumnya, pemerasan dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kepada orang lain atau kepada masyarakat. Pemerasan ini dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan dasar hukum dan definisinya yaitu : a) Pemerasan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah karena mempunyai kekuasaan dan dengan kekuasaannya itu memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang menguntungkan dirinya. Hal ini sesuai dengan Pasal 12 huruf e UU PTPK; b) Pemerasan yang dilakukan oleh pegawai negeri kepada seseorang atau masyarakat dengan alasan uang atau pemberian ilegal itu adalah bagian dari peraturan atau haknya padahal kenyataannya tidak demikian. Pasal yang mengatur tentang kasus ini adalah Pasal 12 huruf e UU PTPK. 2. Pemerasan yang di lakukan oleh seorang pegawai negeri kepada pegawai negeri yang lain. Korupsi jenis ini di atur dalam Pasal 12 UU PTPK.

e. Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan dan pemboronganYang dimaksud dalam tipe korupsi ini yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pemborong, pengawas proyek, rekanan TNI / Polri, pengawas rekanan TNI / Polri, yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau terhadap keuangan negara atau yang dapat membahayakan keselamatan negara pada saat perang. Selain itu pegawai negeri yang menyerobot tanah negara yang mendatangkan kerugian bagi orang lain juga termasuk dalam jenis korupsi ini. Adapun ketentuan yang mengatur tentang korupsi ini yaitu : a. Pasal 7 ayat 1 huruf a UU PTPK; b. Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PTPK; c. Pasal 7 ayat (1) huruf c UU PTPK; d. Pasal 7 ayat (2) UU PTPK; e. Pasal 12 huruf h UU PTPK; f. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut dengan tender. Pada dasarnya proses tender ini berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi atau kontraktor yang rapornya paling bagus dan penawaran biayanya paling kompetitif, maka instansi atau kontraktor tersebut yang akan ditunjuk dan menjaga, pihak yang menyeleksi tidak boleh ikut sebagai peserta. Kalau ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus sebagai peserta tender maka itu dapat dikategorikan sebagai korupsi. Hal ini diatur dalam Pasal 12 huruf i UU PTPK sebagai berikut ; Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, seluruh atau sebagian di tugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.g. Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi (Hadiah) Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C UU PTPK, yang menentukan : Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut di duga bahwa hadiah, tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan jabatannya.

5. TERMINOLOGI GRATIFIKASIGratifikasi Adalah Akar Dari KorupsiPengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 juncto UU No.20 Tahun 2001, bahwa : "Yang dimaksud dengan "gratifikasi" dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjawalan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik."Apabila dicermati penjelasan pasal 12B ayat (1) tersebut, kalimat yang termasuk definisi gratifikasi adalah sebatas kalimat : pemberian dalam arti luas, sedangkan kalimat setelah itu merupakan bentuk-bentuk gratifikasi. Dari penjelasan pasal 12B Ayat (1) juga dapat dilihat bahwa pengertian gratifikasi mempunya makna yang netral, artinya tidak terdapat makna tercela atau negatif. Apabila penjelasan ini dihubungkan dengan rumusan padal 12B dapat dipahami bahwa tidak semua gratifikasi itu bertentangan dengan hukum, melainkan hanya gratifikasi yang memenuhi kriteria pada unsur 12B saja.Untuk mengetahui kapan gratifikasi menjadi kejahatan korupsi, perlu dilihat rumusan Pasal 12B ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. "Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut..." Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya pada seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri adalah pada saat Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan atau pekerjaannya.Salah satu kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat adalah pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, baik dalam bentuk barang atau bahkan uang. Hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan yang bersifat negatif dan dapat mengarah menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari. Potensi korupsi inilah yang berusaha dicegah oleh peraturan UU. Oleh karena itu, berapapun nilai gratifikasi yang diterima Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri, bila pemberian itu patut diduga berkaitan dengan jabatan/kewenangan yang dimiliki, maka sebaiknya Penyelenggara Negara/Pegawai Negeri tersebut segera melapor ke KPK untuk dianalisa lebih lanjut.

6. TERMINOLOGI SUAPSuap menyuap yaitu setiap orang yang Memberi atau menjanjikan atau menerima sesuatu atau hadiah yang dilakukan kepada pejabat pemerintah atau pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berhubungan atau bertentangan dengan kewajibannya. (misalnya: PNS, penegak hukum) Korupsi jenis ini telah diatur dalam UU PTPK : a. Pasal 5 ayat (1) UU PTPK; b. Pasal 5 ayat (1) huruf b UU PTPK; c. Pasal 5 ayat (2) UU PTPK; d. Pasal 13 UU PTPK; e. Pasal 12 huruf a PTPK; f. Pasal 12 huruf b UU PTPK; g. Pasal 11 UU PTPK; h. Pasal 6 ayat (1) huruf a UU PTPK; i. Pasal 6 ayat (1) huruf b UU PTPK; j. Pasal 6 ayat (2) UU PTPK; k. Pasal 12 huruf c UU PTPK; l. Pasal 12 huruf d UU PTPK. Perbedaan Antara Gratifikasi dan Gratifikasi yang dianggap Suap akan dijelaskan dalam tabel dibawah ini:

Gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan menurut Surat Edaran KPK No. B-143/01-13/01/2013Gratifikasi tidak selalu harus dilaporkan kepada KPK, oleh karena itu KPK menerbitkan Surat B-143/01-13/01/2013 tentang Himbauan Terkait Gratifikasi yang menyebutkan beberapa gratifikasi yang tidak perlu dilaporkan sebagaimana disebutkan dalam Surat KPK Nomor B-143/01-13/01/2013 dalam butir 3 huruf a sd j dengan penjelasan sebagai berikut:1. diperoleh dari hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards atau suvenir yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;2. Diperoleh karena prestasi akademis atau non akademis (kejuaraan/perlombaan/kompetisi) dengan biaya sendiri dantidak terkait kedinasan; 3. Diperoleh dari keuntungan/bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;4. Diperoleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan yang tidak terkait dari tupoksi pegawai negeri atau penylenggara negara, tidak melanggar konflik kepentingan atau kode etik pegawai dan dengan izin tertulis dari atasan langsung;5. Diperoleh dari hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dua derajat atau dalam garis keturunan kesamping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi;6. Diperoleh dari hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat atau dalam garis keturunan kesamping satu derajat sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi;7. Diperoleh dari pihak yang mempunyai hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada huruf f dan g terkait dengan hadiah perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan/adat/tradisi dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi;8. Diperoleh dari pihak terkait dengan musibah dan bencana, dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi;9. Diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau kegiatan lain sejenis yang berlaku secara umum berupa seminar kit, sertifikat dan plakat/cinderamata, dan10. Diperoleh dari acara resmi kedinasan dalam bentuk hidangan/ sajian/jamuan berupa makanan dan minuman yang berlaku umum. Dapat disimpulkan bahwa ketika perbuatan itu adalah suap maka yang dijerat dengan tindak pidana suap adalah orang yang memberi dan yang menerima suap, sedangkan gratifikasi hanyalah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi tersebut.

Sumber: Buku Saku Gratifikasi Dari KPK

7. PENYEBAB KORUPSIPenyebab korupsi bersifat kompleks. Bank Dunia mengakui bahwa korupsi adalah gejala lain, faktor yang lebih dalam, seperti rancangan buruk dari suatu kebijakan ekonomi, tingkat pendidikan yang rendah, masyarakat sipil yang terbelakang, dan akuntabilitas yang lemah dari lembaga-lembaga publik (Bank Dunia, 1997a, b, p. 5).[footnoteRef:9] [9: Gerasimova Ksenia. Can corruption and economic crime be controlled in developing countries and if so, is it cost-effective. Journal of Financial Crime Vol. 15 No.2. Cambridge:UK. 2008.]

Kaitan teori kriminologi dengan tindak pidana korupsi, akan diuraikan sebagai berikut:1. Teori Anomie-Emilie DurkheimDalam menganalisa kausa kejahatan, kriminologi menggunakan teori sebagai pisau analisa untuk menganalisa kausa kejahatan tertentu, maka dalam menganalisa kausa kejahatan korupsi, teori anomi dapat digunakan dalam kontek tidak menentunya perkembangan dan kebijakan ekonomi di Indonesia yang disebabkan oleh peralihan sosio-tradisional agraris kepada sosio-modernis industrialis dengan maraknya kejahatan korupsi di Indonesia. Hasil survei Transparansi Indonesia memperlihatkan bahwa indeks korupsi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya.Romli Atmasasmita, berpendapat bahwa teori anomi sangat berguna sebagai pisau analisa untuk menganalisa kausa kejahatan di Indonesia, dengan alasan, bahwa perkembangan ekonomi Indonesia yang ditandai dengan perkembangan industri dan berbagai fluktuasi yang kurang menentu dari kebijaksanaan pemerintah dibidang perekonomian dan keuangan, dengan alasan-alasan itu, tampaknya teori anomi (Durkheim dan Merton) dapat digunakan sebagai pisau analisa yang dapat mengungkapkan secara memadai berbagai kausa kejahatan[footnoteRef:10]. [10: Halif. Kejahatan Korupsi dalam Perspektif Kriminologi. Jurnal Anti Korupsi-Vol.1 No.1-Mei 2011-Pukat FHUJ:Jember]

Hadirnya teori anomi dilatarbelakangi oleh kondisi social (social heritage) khususnya di Eropah, dimulain sejah masa revolusi industri di Prancis hingga great depression (depresi besar) yang melanda masyarakat Eropah pada tahun 1930-an.Depresi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan besar dalam struktur masyarakat Eropah, menyebabkan hilangnya tradisi-tradisi, sehingga menciptakan situasi deregulasi di dalam masyarakat. Keadaan inilah yang dinamakan oleh Durkheim sebagai anomi atau normlessness (hancurnya keteraturan social sebagai akibat dari hilangnya patokan dan nilai-nilai). pluralisme dan pembagian kerja dapat mengakibatkan lemahnya kesadaran kolektif. Kekangan atau paksaan masyarakat atas individu berkurang, dan individualisme timbul.Depresi yang dialami oleh masyarakat Eropah pada tahun1930-an, tidak jauh berbeda dengan depresi yang dialami oleh masyarakat Indonesia sejak datangnya arus modernisasi yang menghilangkan nilai-nilai agama, budaya dan hukum. Padahal nilai-nilai tersebut menjadi fundamen interaksi social masyarakat Indonesia, jika nilai-nilai tersebut hilang, maka masyarakat Indonesia berada dalam situasi anomi (istilah yang dipakai Durkheim dalam menjelaskan kondisi seperti itu). Dalam situasi anomi seperti itu, maka kejahatan korupsi sebagai extra ordinary crime merajalela di Indonesia sampai saat ini.Menarik untuk diperhatikan dari teori anomi Durkheim adalah penyimpangantingkah laku yang disebabkan oleh perubahan ekonomi secara tiba-tiba (sudden economic change). Perubahan secara tiba-tiba itu mengakibatkan orang terhempas ke dalam suatu jalan hidup yang tidak dikenal (unfamiliar). Nilai-nilai dan aturan aturan (rules) sebagai pembimbing tingkah laku tidak lagi dipegang. Perlu dicatat bahwa bukan karena semata-mata perubahan dalam aspek ekonomi saja yang dapat menyebabkan orang terhempas kejalan hidup yang tidak dikenal sehingga hilangnya nilai dan aturan tetapi perubahan yang mendadak (sudden change) inilah penyebabnya.2. Teori Modernisasi-Samuel P. HuntingtonTeori Modernisasi dianggap sebagai salah satu factor maraknya korupsi di Indonesia, modernisasi telah merubah karakteristik masyarakat Indonesia yang memiliki sosiotradisional agraris ke dalam sosio-modernis industrialis. Perubahan secara cepat dan tiba-tiba inilah yang telah menghantarkan masyarakat Indonesia ke jalan hidup yang tidak pernah dikenal sebelumnya (unfamiliar). Akhirnya hilanglah nilai agama, budaya dan hukum sebagai sumber prilaku masyarakat Indonesia, dengan begitu marak pula kejahatan korupsi khususnya dilembaga-lembaga pemerintahan, disebabkan oleh kondisi anomi (hilangnya nilai agama, budaya dan hukum) di setiap masyarakat Indonesia, meskipun telah memiliki intlektualitas yang tinggi.Samuel P. Huntington, menjastifikasi bahwa kausa kejahatan korupsi disebabkan oleh modernisasi, dengan mengatakan dalam tulisannya:Korupsi terdapat dalam masyarakat, tetapi korupsi lebih umum dalam masyarakat yang satu dalam dari pada yang lain, dan dalam masyarakat yang tumbuh (negara berkembang, seperti Indonesia, pen.) korupsi lebih umum dalam suatu periode yang satu dari yang lain. Bukti-bukti dari sana sini menunjukkan bahwa luas perkembangan korupsi berkaitan dengan modernisasi social dan ekonomi yang cepat. Lalu mengapa maraknya praktek kejahatan korupsi khususnya di negara yang sedang berkembang dapat disebabkan oleh modernisasi social dan ekonomi yang sangat cepat, Samuel P. Huntington menjawab:a. Modernisasi membawa perubahan-perubahan pada nilai dasar atas masyarakat.b. Modernisasi juga ikut mengembangkan korupsi karena modernisasi membuka sumber-sumber kekayaan dan kekuasaan baru. Hubungan sumber-sumber ini dengan kehidupan politik tidak diatur oleh norma-norma tradisional yang terpenting dalam masyarakat, sedangkan norma-norma baru masyarakat.c. Modernisasi merangsang korupsi karena perubahan-perubahan yang diakibatkannya dalam bidang kegiatan system politik. Modernisasi terutama di Negara-negara yang memulai modernisasi lebih kemusian, memperbesar kekuasaan pemerintah dan melipatgandakan kegiatan-kegiatan yang diatur oleh peraturan-peraturan pemerintah.3. Teori Social Structure atau Strain Theory-Robert K. MertonTeori anomi Durkheim dilanjutkan secara gemilang oleh Robert K. Merton dengan tetap mengaitkan masalah kejahatan dengan anomi, tetapi teori anomi Merton berbeda dengan teori anomi Durkheim. Kausa kejahatan sesungguhnya tidak disebabkan oleh perubahan yang cepat (sudden change) tetapi disebabkan oleh struktur social (social structure). Secara subtansial masih ada hubungan antara teori anomi Durkheim dengan Merton, hal ini dapat dilihat dari adanya sudden change tidak hanya mengakibatkan stress sehingga menimbulkan keadaan yang anomi, tetapi juga mengakibatkan berubahan paradigma terhadap nilai-nilai budaya, akhirnya akan sampai pada kondisi anomi dalam situasi tertentu.Analisa Merton menghasilkan dua unsur penting yang selalu ada dalam setiap masyarakat, yaitu: (1) culture aspiration atau culture goals yang diyakini berharga untuk diperjuangkan; dan (2) institutionalized means atau accepted ways untuk mencapai tujuan.36 Jika suatu masyarakat stabil, dua unsure ini akan terintegrasi; dengan kata lain sarana harus ada bagi setiap individu guna mencapai tujuan-tujuan yang berharga bagi mereka.Kausa kejahatan korupsi dapat disebabkan oleh perubahan nilai budaya kearah materialisme yang dihasilkan dari arus modernisasi, sehingga masyarakat beranggapan bahwa kesuksesan hanya dilihat dari kesuksesan dalam bidang ekonomi saja. Sehingga masyarakat Indonesia berlomba-lomba untuk mencapainya, dalam teori anomi Merton disebut culture aspiration atau culture goals. Negara dituntut mampu menyediakan institutionalized means, wadah atau sarana demi tercapainya tujuan tersebut. Secara normative negara telah menjamin adanya sarana dan tujuan tersbut yang tertian dalam konstitusi UUD 1945.Konstitusi telah memberikan jaminan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan jaminan tersebut merupakan satu contoh yang terdapat dalam UUD 1945 Pasal 27 Ayat (2). Permasalahannya terletak pada implementasi dari konstitusi itu, sehinggamenimbulkan disparitas antara tujuan (goal) dan sarana, di mana negara tidak optimal memberikan sarana-sarana kepada masyarakat demi tercapainya tujuan. Ketidak optimalan ini mengakibatkan adanya potensi untuk melakukan kejahatan korupsi. kejahatan yang timbul diakibatkan oleh disparitas antara tujuan dan sarana, tidak hanya kejahatan korupsi saja tetapi segala bentuk kejahatan tergantung klasifikasi sosialnya. [footnoteRef:11] [11: Halif.Ibid.]

Yang pada kesimpulannya Maraknya kejahatan korupsi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu: pertama, faktor sudden change (perubahan cepat) yang disebabkan oleh arus modernisme; kedua, faktor social structure (struktur sosial) yang tidak adil, antara tujuan atau cita-cita masyarakat (gols) tidak diimbangi oleh sarana yang memadai dari pemerintah (legitimate means), dengan situasi tersebut masyarakat cenderung menggunakan sarana tau jalan yang illegitimate means.

Lebih lanjut Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dalam buku yang berjudul strategi Pemberantasan Korupsi, mengemukakan tentang penyebab korupsi di Indonesia antara lain:a. Aspek Individu Pelaku: Sifat Tamak Manusia Moral yang kurang kuat menghadapi godaan Penghasilan kurang mencukupi kehidupan yang wajar Kebutuhan hidup yang mendesak Gaya hidup konsumtif Malas atau tidak mau bekerja keras Ajaran-ajaran agama yang kurang

b. Aspek Organisasi Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan Tidak adanya kultur organisasi yang benar System akuntabilitas yang benar di instansi Kelemahan system pengendalian manajemen Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasi

c. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada Nilai-nilai dimasyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi, korupsi dapat ditimbulkan oleh budaya masyarakat Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi Aspek peraturan perundang-undangan.[footnoteRef:12] [12: Septa Candra. Hukum Pidana Dalam Perspektif: Tindak Pidana Korupsi:Upaya Pencegahan dan Pemberantasan. Bali:Pustaka Larasan. 2012. Hlm.111]

8. STATISTIK KEJAHATAN dan PELAKU KORUPSI Berdasarkan Rekapitulasi dari Pengaduan Masyarakat

Sumber: Kpk.go.id Dari Laporan tersebut yang terindikasi adalah sebagai berikut:

Ada 3.803 laporan masyarakat yang masuk kategori Tindak Pidana Korupsi Per 31 Oktober 2014, KPK melakukan verifikasi atas laporan pengaduan masyarakat. Dan dari total jumlah pengaduan di tahun 2014 yakni sebesar 7.692 laporan yang telah terverifikasi, ada sebanyak 3.889 yang bukan masuk kategori TPK dan ada 3.803 laporan yang masuk kategori TPK. BANYAKNYA PELAKU

Pelaku Korupsi Terbanyak adalah dari Kalangan Swasta. Per 31 Oktober 2014, di tahun 2014 ini KPK menangkap tersangka korupsi dari dari profesi Kepala Lembaga/Kementerian sebanyak 8 orang, Swasta sebanyak 12 orang, Walikota/Bupati/Wakil sebanyak 9 orang, Hakim sebanyak 2 orang, Anggota DPR/DPRD sebanyak 3 orang, dan Eselon I/II/III sebanyak 1 orang.

9. KARAKTERISTIK KEJAHATAN & KARAKTERISTIK PELAKU Karakteristik Kejahatan

Sumber: Kpk.go.id

Melihat dari statistic diatas, dapat kita temukan bahwa karakteristik dari tindak pidana korupsi ini terbanyak berbentuk penyuapan, penyalahgunaan anggaran, pengadaan barang dan bentuk-bentuk lain yang berkaitan dengan perbuatan yang merugikan keuangan negara.Sehingga dapat kita ambil kesimpulan, inti dari korupsi adalah : perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara.

Karakteristik PelakuUntuk melihat Karakteristik Pelaku akan kita lihat melalu sebuah tabel dan grafik berikut ini:

Sumber: Kpk.go.idPelaku Korupsi Terbanyak adalah dari Kalangan Swasta. Per 31 Oktober 2014, di tahun 2014 ini KPK menangkap tersangka korupsi dari dari profesi Kepala Lembaga/Kementerian sebanyak 8 orang, Swasta sebanyak 12 orang, Walikota/Bupati/Wakil sebanyak 9 orang, Hakim sebanyak 2 orang, Anggota DPR/DPRD sebanyak 3 orang, dan Eselon I/II/III sebanyak 1 orang.

Karakteristik Kejahatan:1. Perbuatan melawan hukum.2. Yang dapat merugikan keuangan negara.3. Dengan berbagai modus kejahatan, misalnya penyuapan, perizinan dsb4. Baik oleh perorangan maupun korporasi5. Dilakukan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.6. Biasanya dengan cara melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya atau yang bertentangan dengan jabatannyaKarakteristik Penjahat:1. Tidak hanya dilakukan oleh para pemegang jabatan tetapi juga pihak swasta;2. Biasanya dilakukan dari pihak swasta ke pemegang jabatan, atau sebaliknya.3. Baik itu korporasi atau perorangan.4. Intinya dilakukan orang yang mempunyai kepentingan.5. Memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi.6. Dengan cara atau niat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya atau yang bertentangan dengan jabatannya.10. CONTOH KASUS Kasus Gayus TambunanKasus Gayus Tambunan yang di dakwa dalam sejumlah perkara korupsi antara lain:1. Kasus Suap Dalam kasus terbaru, Gayus dinyatakan terbukti bersalah menerima suap senilai Rp925 juta dari Roberto Santonius, konsultan PT Metropolitan Retailmart terkait kepengurusan keberatan pajak perusahaan tersebut. Selain itu, Gayus juga dinyatakan terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah petugas rumah tahanan negara Mako Brimob Depok sekitar tahun 2010, termasuk kepada Kepala Rutan (Karutan) Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok Kompol Iwan Siswanto. Tidak hanya itu, Gayus juga telah dinyatakan terbukti bersalah menyuap Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Muhtadi Asnun sebesar US$30.000 dan US$10.00 kepada hakim anggota lainnya. Gayus juga terbukti bersalah menyuap penyidik kepolisian Arafat Enanie dan Sri Sumartini masing masing US$2.500 dan US$3.500. Sedangkan, Haposan Hutagalung sebagai penasihat hukum juga diberi Rp800 juta dan US$45.000.2. Gratifikasi Selain kasus suap, Gayus juga terbukti bersalah dalam penerimaan gratifikasi. Saat menjabat petugas penelaah keberatan pajak di Ditjen pajak, Gayus terbukti menerima gratifikasi sebesar US$659.800 dan Sin$9,6 juta. Gratifikasi itu tidak dilaporkan ke KPK namun disimpan di safe deposit box Kelapa Gading Bank Mandiri.3. Pencucian Uang Selain dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Gayus juga dijerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang. Selama persidangan, Gayus gagal membuktikan kekayaannya berupa uang Rp925 juta, US$3,5 juta, US$659.800, Sin$9,6 juta dan 31 keping logam mulai masing-masing 100 gram bukan berasal dari hasil tindak pidana.Sumber: Tempo.co.id Kasus Dugaan Korupsi Suryadharma Ali Berkaitan dengan dana haji di kementrian agama Diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan memanfaatkan dana setoran awal haji untuk membiayai beberapa pejabat dan keluarganya untuk naik haji. PPATK menyebut sepanjang tahun 2004-2012 ada dana biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) sebesar 80 trilyun dengan bunga sekitar 2,3 trilyun rupiah Hasil audit PPATK ada transaksi mencurigai sebesar 230 miliar rupiah yang tidak jelas penggunaannya.Sumber: tribunnews dan kompas

Kasus Suap Impor Daging Sapi Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan Luthfi Hasan divonis 16 tahun penjara sedangkan Ahmad fathanah 14 tahun penjara Diduga menerima suap terkait pengaturan kuota impor daging sapi dengan Direktur PT. Indoguna Utama yaitu Maria Elizabeth Liman Suap sebanyak 1,3 miliar rupiah. Pemberian uang atau janji tersebut dilakukan agar luthfi menggunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kementerian Pertanian agar member persetujuan atau rekomendasi permohonan kuota impor daging tahun 2013 Sebelumnya, telah disepakati bahwa jika penambahan kuota impor daging untuk PT Indoguna disetujui sebanyak 8000 ton, Elizabeth bersedia memberikan fee kepada Luthfi sebesar 5000 rupiah perkilogram atau total 40 miliar rupiah. Pada pemberian awal, Elizabeth menyerahkan uang 300 juta rupiah kepada luthfi yang disebut untuk keperluan acara partai keadilan sejahtera di medan. Pemberian selanjutnya sebesar 1 milliar melalui fathanah

11. STATISTIK RESPON TERHADAP KASUS KORUPSI Rekapitulasi Penindakan Perkara Korupsi

Sumber: kpk.go.idRespon terhadap korupsi dan pelaku korupsi, semenjak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi, mengalami peningkatan, kebanyakan respon yang diberikan adalah berupa sanksi penjara, pengembalian asset dan denda.Beberapa kasus terakhir penghukuman terhadap koruptor cenderung kepada penjatuhan sanksi penjara yang cukup lama, misalnya dalam beberapa kasus 14 tahun, 16 tahun bahkan 30 tahun serta ada pencabutan hak politik seperti yang diberikan kepada Luthfi Hasan. Karena dianggap bahwa dengan menjatuhkan pidana yang lebih lama maka akan diberikan efek jera. Melihat juga Reaksi masyarakat kepada koruptor dan kasus korupsi sekarang yang sangat menarik perhatian dari masyarakat, sehingga menurut saya memberi pengaruh terhadap berat ringannya sanksi yang diberikan.

KESIMPULAN1. Korupsi Adalah:Perbuatan melawan hukum menggunakan atau tidak menggunakan jabatan/kedudukan/penyalahgunaan wewenang yang Dilakukan oleh seseorang/korporasi/pejabat Untuk memperkaya/menguntungkan Diri sendiri/orang lain/korporasi, Yang Dapat merugikan keuangan negara/perekonomian negara.2. Kondisi: Carut marut permasalahan kebangsaan diantaranya adalah Korupsi, yang dituding oleh banyak pihak sebagai pemicu kondisi kronis bangsa. Korupsi bagaikan lingkaran setan yang hampir bisa ditemukan dalam seluruh dalam sistem didalam negara, baik perekonomian, sistem politik, bahkan sistem penegakan hukum. Sehingga korupsi menjadi penting untuk dibahas.3. Tindak pidana korupsi dikelompokkan menjadi 7 macam, yaitu: Perbuatan yang Merugikan Negara Suap-menyuap Penyalahgunaan Jabatan Pemerasan Korupsi yang berhubungan dengan kecurangan Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan Gratifikasi4. Membedakan terminology suap dan gratifikasi:Dapat disimpulkan bahwa ketika perbuatan itu adalah suap maka yang dijerat dengan tindak pidana suap adalah orang yang memberi dan yang menerima suap, sedangkan gratifikasi hanyalah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi tersebut.5. Teori Kriminologi Penyebab Korupsi: Teori Anomie dari Emilie Durkheim Teori Modernisasi dari Samuel P.Huntington Strain Theory dari Robert K. Merthon6. Statistic: dari statistic bahwa bentuk korupsi yang paling banyak dilakukan adalah penyuapan dan pelaku korupsi terbanyak berasal dari kalangan swasta7. Respon terhadap korupsi dan pelaku korupsi: semenjak berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi, mengalami peningkatan, kebanyakan respon yang diberikan adalah berupa sanksi penjara, pengembalian asset dan denda.

DAFTAR PUSTAKAAndi Hamzah, Delik-delik Tersebar Di Luar KUHP dengan Komentar, Jakarta, Pradnya Paramita, 1995.

-----------------, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Jakarta RadjaGrafindo Persada, 2007.

Andi Syamsurizal Nurhadi. Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang dalam Jabatan. Skripsi Universitas Hasanuddin.Makassar. 2013.

Gerasimova Ksenia. Can corruption and economic crime be controlled in developing countries and if so, is it cost-effective. Journal of Financial Crime Vol. 15 No.2. Cambridge:UK. 2008.

Halif. Kejahatan Korupsi dalam Perspektif Kriminologi. Jurnal Anti Korupsi-Vol.1 No.1-Mei 2011-Pukat FHUJ:Jember

Hermien Hadiati Koeswadji, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994.

-----------------------------------, Korupsi di Indonesia dari Delik Jabatan ke Tindakan Pidana Korupsi, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994.

Krisna Harahap. Pemberantasan Korupsi Jalan tiada Ujung. Bandung:Grafiti.2006.

Robert Klitgaard. Membasmi Korupsi. Jakarta:Buku Obor. 1998.

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1977.

Septa Candra. Hukum Pidana Dalam Perspektif: Tindak Pidana Korupsi:Upaya Pencegahan dan Pemberantasan. Bali:Pustaka Larasan. 2012.

Komisi Pemberantasan Korupsi. Buku Saku memahami Gratifikasi.

------------------------------------. Buku Saku Memahami untuk membasmi Korupsi

SUMBER LAIN:

Kpk.go.id

Tempo.co.id.

Tribunnews.co.id

Kompas.co.id30