Koreksi 1 Repaired)

download Koreksi 1 Repaired)

of 45

Transcript of Koreksi 1 Repaired)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sistem saraf mengandung jutaan neuron yang selalu siap untuk mengantarkan pesan berbentuk sinaps listrik ke berbagai sistem tubuh yang memerlukan.1 Kerusakan yang terjadi pada penghantaran impuls inilah yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan homeostasis tubuh. Ketidakseimbangan homeostasis tubuh dapat mengakibatkan cerebral palsy (CP). CP adalah istilah dari sekelompok gangguan motorik yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas akibat lesi pada serebral yang terjadi saat perkembangan dan maturasi otak fetus dan janin, bersifat nonprogresif dan kronik. Lesi serebral ini terjadi sejak periode fetus ataupun neonatal sampai umur 3 tahun.2 William John Litttle (1843) merupakan orang pertama yang

memperkenalkan kelainan ini dan menyebutnya dengan istilah serebral diplegia, sebagai akibat prematuritas atau asfiksia nenonatorum.3 Sir William Olser adalah yang pertama kali memperkenalkan dengan istilah cerebral palsy untuk suatu kesatuan gangguan pada fungsi motorik akibat lesi yang terjadi pada otak dan bukan pada otot itu sendiri. Sigmund Freud sendiri menyebutnya dengan istilah Infantile Cerebral Paralysis. 4 Apapun istilahnya tetapi CP yang disadur ke bahasa Indonesia menjadi paralisis serebral adalah istilah yang merangkumkan adanya lesi otak yang nonprogresif mencakup abnormalitas motorik atau postural yang diderita sejak awal perkembangan. Jumlah penderita paralisis serebral meningkat seiring berjalannya waktu.5 Menurut The United Cerebral Palsy Foundation diperkirakan 800.000 anak-anak dan orang dewasa di Amerika Serikat hidup dengan satu atau lebih gejala paralisis serebral.6 Di negara berkembang ditemukan prevalensi sebesar 2-2,5 kasus setiap 1,000 kelahiran hidup.7 Indonesia sendiri punya data epidemiologi sebesar 1-5 anak per 1.000 kelahiran hidup.8

1

Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui terutama untuk tindakan pencegahan.9 Etiologi terjadinya paralisis serebral begitu kompleks. Lesi serebral dapat terjadi pada periode prenatal, perinatal, ataupun post natal.10 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ditemukan 4 etiologi yang sangat karakteristik yaitu : kerusakan substansia putih di otak atau dikenal dengan periventrikular leukomalacia (PLV), perkembangan abnormal otak (disgenesis serebral), perdarahan otak (intracranial hemmorhage), dan kerusakan otak akibat kekurangan intrapartum).11 Ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) atau asfiksia intrapartum merupakan suatu kejadian defisiensi oksigen yang terjadi baik oleh karena keadaan hipoksia sistemik maupun lokal pada daerah otak yang mengakibatkan jaringan otak tidak berfungsi dan masih merupakan suatu kondisi serius yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas yang signifikan untuk jangka panjang.12 EHI merupakan penyakit yang menyerang otak, merusak sistem saraf otak termasuk sistem motorik yang dikontrol oleh otak yang mengakibatkan terjadinya kegagalan kontrol motorik termasuk di dalamnya CP. EHI merupakan penyebab penting kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP). 15 Lebih dari satu juta anak yang bertahan hidup setelah episode lahir dengan asfiksia berkembang dengan banyak masalah seperti CP, retardasi mental, kesulitan belajar, dan banyak disabilitas terutama disabilitas motorik.16 Sebanyak 23% dari seluruh kematian bayi di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia. Di Amerika Serikat dan di negara-negara maju, sebagian besar kejadian EHI adalah 1-8 kasus per 1000 kelahiran. Terdapat sekitar 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan permanen dari perkembangan saraf.17 Makin tingginya angka kejadian bayi baru lahir yang terdeteksi dengan asfiksia, mempertinggi angka kejadian hipoksik iskemik sehingga secara sekunder mempengaruhi angka kejadian dari CP. oksigen (hypoxic-ischemic encephalopathy atau asfiksia

2

Berdasarkan latar belakang pemikiran diataslah maka penulis memilih judul Paralisis Serebral dengan penyebab Ensefalopati Hipoksik Iskemik (Tinjauan Kepustakaan)

1.2 Masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan CP? 1.2.2 Apa yang dimaksud dengan EHI? 1.2.3 Bagaimana EHI menyebabkan CP ?

1.3 Tujuan1.3.1 Mengetahui dan memahami tentang definisi, patofisiologi serta

gambaran klinis dari CP1.3.2 Mengetahui dan memahami tentang definisi, patofisiologi serta

gambaran klinis dari EHI1.3.3 Mempelajari hubungan kausalitas EHI dan CP

1.4

Manfaat

1.4.1 Dapat memberi pemahaman yang lebih mendalam tentang CP

1.4.2 Dapat menjadi bahan pembelajaran serta penelitian untuk perkembangan ilmu kedokteran, khususnya di bidang neurologi.1.4.3 Sebagai bahan informasi kesehatan bagi masyarakat luas agar lebih

memberi perhatian terhadap CP.

1.5

Metode Penulisan

3

Tulisan ini adalah suatu tinjauan pustaka 1.5.1 Penulisan : Diskusi awal dengan dosen pembimbing untuk menentukan judul Mengumpulkan, membaca, dan mempelajari bahan yang berhubungan dengan judul karya tulis ini. 1.5.2-

Menyusun naskah Diskusi dan koreksi dengan dosen pembimbing Menyusun dan mengetik naskah Alat dan Bahan : sejumlah pustaka dan referensi yang berhubungan (bukubuku, artikel, jurnal-jurnal),

-

kertas alat tulis menulis laptop dan printer.

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cerebral Palsy Tahun 1860, William Little seorang dokter bedah kebangsaan Inggris pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan; menyerang anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan otot tungkai dan lengan. Anak-anak tersebut mengalami kesulitan memegang objek, merangkak dan berjalan, tidak bertambah baik seiring bertambahnya usia tetapi tidak juga bertambah buruk. Kondisi ini disebut Littles disease yang saat ini disebut spastic diplegia. Sebagian besar penderita tersebut lahir prematur atau mengalami komplikasi saat persalinan dan Little menyatakan kondisi ini merupakan hasil dari kekurangan oksigen selama kelahiran. Kekurangan oksigen merusak jaringan otak yang sensitif yang mengendalikan pergerakan.3 Di tahun 1897, Sigmund Freud menjumpai banyak anak-anak dengan CP mempunyai masalah lain misalnya retardasi mental, gangguan visual dan kejang. Ia menyatakan bahwa penyakit tersebut mungkin sudah terjadi pada awal kehidupan selama perkembangan otak janin. Kesulitan persalinan hanya

5

merupakan satu keadaan yang menimbulkan efek yang lebih buruk dimana sangat mempengaruhi perkembangan fetus.18 Sampai saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk lebih memahami perubahan pemahaman secara bermakna dalam diagnosis dan penanganan penderita CP. Identifikasi dini CP pada bayi terutama yang mempunyai resiko tinggi memberikan kesempatan pada penderita untuk mendapat penanganan optimal. CP dapat dicegah dengan sarana yang telah tersedia saat ini.19 2.1.1 Definisi Cerebral palsy adalah terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan kelompok penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara umum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya.2 Istilah cerebral ditujukan pada kedua belahan otak, atau hemisfer, dan palsy mendeskripsikan bermacam penyakit yang mengenai pusat pengendalian pergerakan tubuh atau kelumpuhan.21 Jadi, penyakit tersebut tidak disebabkan oleh masalah pada otot atau jaringan saraf tepi, melainkan, terjadi kerusakan pada area motorik otak yang akan mengganggu kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan dan postur secara adekuat. 2.1.2 Epidemiologi Bertentangan dengan harapan awal bahwa dengan adanya perbaikan medis perinatal termasuk didalamnya monitor janin dan pada saat pembedahan sesar, namun prevalensi CP justru tidak menurun.22 Di Amerika, prevalensi penderita CP dari yang ringan hingga yang berat berkisar antara 1,5-2,5 per 1000 kelahiran hidup.24 Prevalensi CP yang terjadi baik pada janin preterm maupun sangat preterem secara substanstial lebih tinggi. Di negara berkembang prevalensi CP diperkirakan sekitar 1,5-5,6 kasus per 1000 kelahiran hidup.25,26 Suatu penelitian pada anak usia sekolah, prevalensi CP ditemukan 1,2-2,5 anak per 1000 populasi. Sedikitnya 5000 kasus CP terjadi tiap tahunnya.27,28 Dari kasus tersebut, 10-15% penderita CP ditemukan adanya

6

kelainan otak yang biasanya disebabkan oleh infeksi atau trauma setelah bulan pertama kehidupan.28,29 Di Indonesia, prevalensi penderita CP diperkirakan sekitar 1-5 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki cenderung lebih banyak.20 Sering pada anak pertama dan angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir rendah, kelahiran kembar, dan ibu berusia lebih dari 40 tahun, terutama yang multipara.30 Rendahnya status sosioekonomi merupakan fakstor resiko untuk meningkatkan terjadinya CP. 31 2.1.3 EtiologiEtiologi CP tidak diketahui dengan pasti. Manifestasi klinisnya merupakan hasil dari abnormalitas struktur otak yang dapat terjadi pada masa awal prenatal, perinatal, ataupun cedera pada periode postnatal. Studi epidemiologi menunjukkan sekitar 70-80% kasus CP disebabkan oleh fakor prenatal.

Gambar 2.1 Grafik Persentasi Janin dengan CP terhadap usia kehamilan32 Faktor resiko maternal dan prenatal : siklus menstruasi yang panjang7

mengalami aborsi sebelumnya bayi yang lahir mati sebelumnya ibu dengan retardasi mental ibu dengan gangguan tiroid khususnya defisiensi yodium ibu dengan kejang riwayat melahirkan bayi dengan berat kurang dari 2000 gram, bayi dengan defisit motoris, retardasi mental, ataupun defisit sensori.

Faktor resiko selama terjadinya kehamilan :

polihidramnion ibu yang dirawat dengan hormon tiroid, estrogen atau progesteron ibu dengan kejang, KEP, hipertensi, terpapar dengan metil merkuri janin dengan malformasi kongenital janin laki-laki perdarahan pada trimester ketiga intrauterine growth retardation kehamilan multipel 36

Faktor perinatal : prematuritas korioamnitis bukan presentasi vertex ataupun presentasi wajah asfiksia janin

Faktor postnatal : Infeksi (meningitis, ensefalitis) Perdarahan intracranial (yang terjadi karena prematuritas, malformasi vaskular, atau trauma) periventricular leukomalacia (pada janin prematur) hipoksik iskemik (dari aspirasi mekonium)

8

sirkulasi persisten janin atau hipertensi pumonal persisten dari bayi baru lahir kernicterus. 37

Faktor resiko prenatal yang paling berpengaruh adalah keracunan zat toksik saat hamil (OR = 66,0; 95% CI 3,5 -1,232,8) Faktor resiko perinatal yang mempengaruhi terjadinya paralisis serebral:1.

Pelayanan antenatal kurang dari 4 kali selama kehamilan (OR 7,7 =; 95% CI 1,1 - 56,1);

2. 3.

Usia kehamilan kurang 37 minggu (OR = 4,2; 95% CI 1,1 - 15,9); Ketuban Pecah Dini yang lebih dari 6 jam sebelum lahir (OR = 18,9; 95% CI 3,4 - 106,2);

4.

Lamanya Persalinan lebih dari 12 jam (OR = 13,3; 95% CI 2,6 66,9);

5.

Berat lahir rendah kurang dari 2500 gram (OR = 173,3; 95% CI 24,4 - 1.232,9)

6.

Asfiksia neonatal (OR = 32,4; 95% CI 1,9 - 526,1).33

No 1 2 3 4

Variabel Berat badan lahir Keracunan zat toksik Asfiksia neonatal Lama pecahnya ketuban 5,155 4,190 3,479 2,940

B

OR adjusted 173,3 66,0 32,4 18,9

95% CI 24,4-1.232,9 3,5-1.232,8 1,9-526,1 3,4-106,2

P 8 thn: titrasi dosis seperti diatas sampai maksimal 60 mg/hari Dewasa Pediatrik Dewasa Pediatrik Dantrolene sodium Dewasa 5 mg tid; dapat ditingkatkan 5 mg/dosis setiap 3 hari, maksimal 80 mg/hari 0,12-0,8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 6-8 jam 2-10 mg diberikan 2-4 kali sehari 0,5 mg/kgBB/dosis 2 kali sehari; ditingkatkan frekuensinya sampai 3-4 kali sehari pada interval hari keempat sampai ketujuh 25 mg/hari dosis awal; tingkatkan frekuensi pemberian 2-4 kali per hari, kemudian naikkan dosis 25 mg setiap 4-7 hari sampai 100 mg 204 kali per hari; dosis maksimal 400 mg/hari 5-10 mcg/kgBB/hari, 2-3 kali pemberian 0,1 mg dua kali sehari Tidak tersedia Direkomendasikan 4 mg; dosis dapat ditingkatkan perlahan-lahan 2-4 mg sampai terjadinya

Pediatrik Baklofen

Diazepam

Klonidin Tizanidin

Pediatrik Dewasa Pediatrik Dewasa

22

penurunan tonus otot pada dosis toleransi; dosis dapat diulangi setiap 6-8 jam sampai 3 dosis dalam 24 jam. Tidakboleh melebihi 36 mg/hari.

Tabel. 2.2 Dosis Obat Oral pada CP dengan spasme otot Dibutuhkan tim untuk penangan nutrisi pada pasien dengan kesulitan makan dan menelan. Memposisikan pasien dengan tepat, sedikit fleksi pada sendi panggul dan leher dapat mengurangi penyumbatan cairan. Apabila pada keadaan pseudobulber yang berat, pemasangan pipa gastronomi mungkin diperlukan untuk penanganan nutrisi yang adekuat. Proses menelan dipermudah dengan pemberian makanan setengah padat dan mengajarkan pada pengasuh menekan bibir atas anak dan menaikkan bibir bawah menggunakan jari telunjuk dan jari kedua. Terapi operasi dilakukan ahli ortopedi pada kelainan seperti dislokasi hip, skoliosis, dan spastisitas (tenotomy, tendone-lightening procedure). Perlu dikonsulkan pada ahli genetika bila dengan gambaran dismorfik, kelainan organ multipel, dan riwayat keluarga dengan kelainan yang serupa. Konsul pulmonologi untuk penanganan penyakit paru kronik akibat bronkopulmonary displasia dan seringnya terjadi aspirasi. Terapi rehabilitasi meliputi fisioterapi, okupasional terapi, terapi wicara, ortotik, nightsplinting dan pemakaian alat bantu. Fisioterapi meliputi latihan gerak sendi, latihan penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, berdiri, dan jalan. Okupasional terapi meliputi latihan fungsi tangan, aktivitas bimanual, latihan aktivitas hidup sehari-hari, modifikasi tingkah laku dan sosialisasi. Terapi wicara untuk mengembangkan anak dapat berbahasa secara pasif dan aktif. Ortotik dengan penggunaan braching, bertujuan untuk mengurangi beban aksial, stabilisasi serta untuk pencegahan dan koreksi deformitas. Pemakaian nightsplint mengambil keuntungan dari tonus yang menurun yang terjadi selama tidur untuk menambah regangan otot antagonis yang lemah. Alat bantu yang dipergunakan berupa kruk ketiak, rollator, walker, dan kursi roda manual/listrik.44 2.1.8 Prognosis

23

Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat-ringannya Cp, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai, sikap dan kerjasama penderita, keluarga dan masyarakat. Prognosis paling baik pada derajat fungsional yang ringan. Terdapat 90% lebih dari anak dengan CP dapat bertahan hidup sampai dewasa. Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosisnya. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, karena makin cerdas makin baik prognosisnya.

2.2

Hipoksik Iskemik Ensefalopati Berbagai komplikasi bisa saja terjadi pada neonatus yang lahir dengan

asfiksia berat seperti ensefalopati hipoksia iskemik, sindroma aspirasi mekonium, gagal ginjal akut, disfungsi miokard, enterokolitis nekrotikans dan banyak lagi.50 Komplikasi jangka panjang tergantung pada beratnya EHI. Delapan puluh persen dengan riwayat EHI berat mengalami komplikasi serius, 10%-20% kecacatan sedang dan 10% normal. Bayi dengan EHI sedang 30%-50% mengalami komplikasi serius dan 10%-20% komplikasi ringan. Bayi dengan EHI ringan tidak mengalami komplikasi pada SSP. 51 2.2.1 Definisi Anoksia adalah istilah yang menunjukkan akibat tidak adanya suplai oksigen yang disebabkan oleh beberapa sebab primer. Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut.52

24

2.2.2

Epidemiologi Ensefalopati hipoksik-iskemik terjadi pada tiga sampai lima kasus per

seratus persalinan.55 Di Amerika Serikat dan di beberapa negara berteknologi maju ditemukan insidensi terjadinya ensefalopati iskemik adalah 1-8 kasus per 1000 kelahiran hidup. Lebih dari satu juta anak-anak yang bertahan hidup dengan riwayat EHI menderita banyak komplikasi antara lain cerebral palsy, retardasi mental, kesulitan belajar, dan disabilitas lainnya.15,56 Di Indonesia sendiri belum banyak dilakukan penelitian. Kebanyakan lebih meneliti pada manifestasi klinis dan upaya penanggulangannya, sehingga sampai saat ini penulis belum menemukan data epidemiologi yang pasti. 2.2.3 Etiologi Hipoksia pada fetus disebabkan 1. Oksigenase yang tidak adekuat dari darah maternal yang disebabkan hipoventilasi selama proses pembiusan, CHD, gagal nafas, keracunan CO2 2. Tekanan darah ibu yang rendah karena hipotensi akibat dari anestesi spinal atau tekanan uterus pada vena cava dan aorta. 3. 4. 5. 6.7.

Relaksasi uterus kurang karena pemberian oksitosin berlebihan akan menyebabkan tetani. Plasenta terlepas dini Penekanan pada tali pusat atau lilitan tali pusat Vasokonstriksi pembuluh darah uterus karena kokain Insufisiensi plasenta karena toksemia dan post date

Deteksi bayi resiko tinggi untuk terjadi asfiksia perinatal : Dikatakan hanya 50% bayi yang membutuhkan resusitasi pada saat persalinan, dapat diprediksi dengan Apgar score Beberapa prediktor yang dapat digunakan untuk memprediksi Apgar score yang rendah adalah :

25

1. Penghitungan pergerakan fetus2. Tes non-stress

3. Profil biofisikal fetus 4. Kelainan detak jantung janin 5. pH darah fetus 6. Penurunan volume amnion7. Adanya mekonium dalam amnion

Adanya hipoksia kronis intrauterin menyebabkan retardasi pertumbuhan fetus tanpa tanda-tanda distress fetal (misalnya bradikardia). Doppler umbilical waveform velocimetry (yang memperlihatkan tahanan vaskuler fetus) dan cordocentesis (menggambarkan hipoksia fetus) dapat digunakan untuk mendeteksi hipoksia kronik fetus. Kontraksi uterus menimbulkan penurunan konsentrasi oksigen, depresi sistim kardiovaskuler dan CNS serta menyebabkan Apgar Score rendah dan hipoksia post-natal di ruang persalinan. Setelah asfiksia perinatal, tanda klinis ensefalopati menjadi progresif dan akan memburuk setelah lebih dari 3 hari kehidupan.57 Setelah lahir, hipoksia dapat disebabkan : 1. Anemia berat karena perdarahan atau penyakit hemolitik. 2. Renjatan akan menurunkan transport oksigen ke sel-sel penting disebabkan oleh infeksi berat, kehilangan darah bermakna dan perdarahan intrakranial atau adrenal. 3. Defisit saturasi oksigen arterial karena kegagalan pernafasan bermakna dengan sebab defek serebral, narkosis atau cedera.4. Kegagalan oksigenasi karena CHD berat atau penyakit paru.58

Prekonseptual IDDM Penyakit tiroid Pengobatan fertilitas Nulipara Umur ibu >35 tahun

Antepartum Preeklampsia berat Perdarahan antepartum Plasenta multipel IUGR

Intrapartum Malpresentasi Prolapsus tali pusar Instrumentisasi Stat C-section Induksi persalinan

26

Maternal pyreksia Tabel 2.3 Faktor2 resiko terjadinya EHI 2.2.4 Patofisiologi dan patogenesis Otak hanya sekitar dua persen dari massa total tubuh namun konsumsi energinya mencapai lima belas persen dari energi yang dihasilkan oleh tubuh. Paling banyak digunakan untuk maintain gradien ion untuk fungsi konduksi dan sinaptik. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap depriviasi oksigen. Beberapa selnya akan mulai mengalami kematian kurang dari lima menit setelah tidak ada suplai oksigen. Akibatnya, hipoksia otak dapat mengakibatkan kematian dan kerusakan otak berat yang berdampak pada fungsi kontrolnya. Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia, hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus secara sementara. Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen. Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan PVL59 dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres nafas yang ditandai dengan gasping, dapat akibat aspirasi bahan asing dalam cairan amnion misalnya mekonium, lanugo dan skuama.60

27

Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis neuronal korteks yang selanjutnya akan terjadi atrofi kortikal dan cedera iskemik parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL yang selanjutnya akan menjadi spastik diplegia, status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang bulan. Identifikasi infark terbaik dilakukan dengan CT Scan atau MRI. Edema serebral menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, dan sering terjadi pada HIE berat. Excitatory asam amino mempunyai peran penting dalam patogenesis cedera asfiksia otak.61

Gambar.2.2 Bagan Respon fetus terhadap asfiksia60 2.2.5 Manifestasi Klinis Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan28

detak jantung janin secara terus menerus memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit kepala janin menunjukkan pH25 mV) Pola continuous low voltage dikarekteristik dengan continuous low voltage background (60 mmhg dan hilangnya refleks batang otak (pupil, okulocephalic, oculovestibular,36

kornea, muntah dan menghisap). Gejala klinis tersebut ditunjang dengan hasil EEG.76 2.3 Hubungan Kausalitas Paralisis Serebral dengan Ensefalopati Hipoksik Iskemik Pengetahuan ensefalopati neonatal dan CP, ensefalopati hipoksik-iskemik, penting bagi siapa saja yang berusaha untuk membantu persalinan. Karena peningkatan janin preterm dan berat badan lahir rendah yang dapat bertahan hidup akibat sekunder dari perbaikan dalam perawatan neonatal dan kebidanan, kejadian CP dapat meningkat.77 CP dapat terjadi terjadi pada janin aterm yang mengalami ataupun tidak mengalami ensefalopati baru lahir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badawi et al di Childrens Hospital Westmas Sydney ditemukan sebanyak 13% bayi aterm baru lahir yang mengalami ensefalopati terbukti menderita CP, atau sekitar 116 per 1000 kelahiran hidup. 24% janin aterm dengan CP lahir dengan ensefalopati. Lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan perempuan sebanyak 72% dan mengalami kejadian yang berat sekitar 47%. Cenderung menyebabkan tipe spastik quadriplegi atau tipe diskinetik.78 Ensefalopati hipoksik iskemik masih merupakan salah satu jenis ensefalopati neonatal yang menjadi penyebab terbanyak untuk kematian neonatal dan gangguan neurologis jangka panjang. Pada awal proses kelahiran setiap janin akan mengalami keadaan hipoksia relatif dan akan menyesuaikan diri melalui proses adaptasi sehingga bisa menangis atau bernafas. Bila terjadi gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama kehamilan atau persalinan akan terjadi keadaan asfiksia derajat ringan, sedang sampai berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh pada organ vital terutama otak.79 Graham dan teman-teman menemukan bahwa Paralisis Serebral

diasosiasikan dengan hipoksia-iskemik intrapartum sebesar 14,5% kasus.78

37

Gambar 2.4 Grafik Hubungan CP dengan usia kehamilan 32 Kriteria untuk menilai kejadian akut intrapartum yang menyebabkan terjadinya CP, sudah dimodifikasi oleh International Cerebral Palsy Task Force, sebagai berikut: Kriteria esensial (harus dipenuhi) 1. Asidosis metabolik pada tali pusat sesaat sesudah persalinan (pH