Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

11
KONTROL TERMODINAMIKA DAN KINETIKA DALAM REAKSI KONDENSASI KARBONIL Oleh: Warsi Pendahuluan Kontrol termodinamika atau kinetika dalam reaksi kimia dapat menentukan komposisi campuran produk reaksi ketika jalur bersaing mengarah pada produk yang berbeda serta selektivitas dari pengaruh kondisi reaksi tersebut. Kondisi reaksi seperti suhu, tekanan atau pelarut mempengaruhi jalur reaksi; maka dari itu kontrol termodinamik maupun kinetik adalah satu kesatuan dalam dalam suatu reaksi kimia. Kedua kontrol reaksi ini disebut sebagai faktor termodinamika dan faktor kinetika, dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Faktor termodinamika (adanya stabilitas realtif dari produk) Pada suhu tinggi, reaksi berada di bawah kendali termodinamika (ekuilibrium, kondisi reversibel) dan produk utama berada dalam sistem lebih stabil. 2. Faktor kinetik (kecepatan pembentukan produk) Pada temperatur rendah, reaksi ini di bawah kontrol kinetik (tingkat, kondisi irreversible) dan produk utama adalah produk yang dihasilkan dari reaksi tercepat. Reaksi sederhana berikut (gambar 1) adalah koordinat diagram yang menggambarkan dasar tentang kontrol termodinamika dan kinetika. Pada diagram tersebut dapat dijelaskan bahwa bahan awal (SM) dapat bereaksi untuk memberikan dua produk yang berbeda yaitu P1 (garis hijau) dan P2 (garis biru) melalui jalur yang berbeda. Reaksi 1 (hijau) menghasilkan P1, dimana reaksi pada P1 akan bereaksi lebih cepat karena memiliki keadaan transisi lebih stabil (TS1). Hal ini karena adanya penghalang aktivasi yang lebih rendah. Jadi P1 adalah produk kinetik. Reaksi 2 (biru) menghasilkan P2. P2 adalah produk yang lebih stabil karena berada pada energi yang lebih rendah dari P1. Jadi P2 adalah produk termodinamika. Sekarang diperhatikan apabila temperatur pada reaksi tersebut diubah sehingga energi ratarata molekul berubah : 1. Pada tempearture rendah, reaksi terjadi sepanjang jalur hijau (P1) dan akan berhenti ketika kekurangan energi untuk membalikkan ke SM (irreversibel),

Transcript of Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Page 1: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

KONTROL TERMODINAMIKA DAN KINETIKA DALAM REAKSI KONDENSASI KARBONIL

Oleh: Warsi

Pendahuluan

Kontrol termodinamika atau kinetika dalam reaksi kimia dapat menentukan

komposisi campuran produk reaksi ketika jalur bersaing mengarah pada produk yang

berbeda serta selektivitas dari pengaruh kondisi reaksi tersebut. Kondisi reaksi

seperti suhu, tekanan atau pelarut mempengaruhi jalur reaksi; maka dari itu kontrol

termodinamik maupun kinetik adalah satu kesatuan dalam dalam suatu reaksi kimia.

Kedua kontrol reaksi ini disebut sebagai faktor termodinamika dan faktor kinetika,

dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Faktor termodinamika (adanya stabilitas realtif dari produk)

Pada suhu tinggi, reaksi berada di bawah kendali termodinamika (ekuilibrium,

kondisi reversibel) dan produk utama berada dalam sistem lebih stabil.

2. Faktor kinetik (kecepatan pembentukan produk)

Pada temperatur rendah, reaksi ini di bawah kontrol kinetik (tingkat, kondisi

irreversible) dan produk utama adalah produk yang dihasilkan dari reaksi tercepat.

Reaksi sederhana berikut (gambar 1) adalah koordinat diagram yang

menggambarkan dasar tentang kontrol termodinamika dan kinetika. Pada diagram

tersebut dapat dijelaskan bahwa bahan awal (SM) dapat bereaksi untuk memberikan

dua produk yang berbeda yaitu P1 (garis hijau) dan P2 (garis biru) melalui jalur yang

berbeda. Reaksi 1 (hijau) menghasilkan P1, dimana reaksi pada P1 akan bereaksi

lebih cepat karena memiliki keadaan transisi lebih stabil (TS1). Hal ini karena adanya

penghalang aktivasi yang lebih rendah. Jadi P1 adalah produk kinetik. Reaksi 2 (biru)

menghasilkan P2. P2 adalah produk yang lebih stabil karena berada pada energi

yang lebih rendah dari P1. Jadi P2 adalah produk termodinamika.

Sekarang diperhatikan apabila temperatur pada reaksi tersebut diubah

sehingga energi rata–rata molekul berubah :

1. Pada tempearture rendah, reaksi terjadi sepanjang jalur hijau (P1) dan akan

berhenti ketika kekurangan energi untuk membalikkan ke SM (irreversibel),

Page 2: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

sehingga rasio produk reaksi ditentukan oleh tingkat pembentukan P1 dan P2, K1:

K2.

2. Pada temperatur sedikit lebih tinggi akan menjadi reversibel sementara reaksi 2

tetap irreversibel. Jadi meskipun P1 dapat membentuk awalnya, dari waktu ke

waktu akan kembali ke SM dan bereaksi untuk menghasilkan produk P2 yang lebih

stabil.

3. Pada suhu tinggi, baik reaksi 1 dan 2 adalah reversibel dan rasio produk reaksi

ditentukan oleh konstanta kesetimbangan untuk P1 dan P2; K1 : K2

Gambar 1. Diagram kontrol termodinamika dan kinetika

Apa yang dimaksud dengan Reaksi Kondensasi Karbonil ?

Reaksi aldol merupakan salah satu contoh reaksi kondensasi karbonil, reaksi

ini sangat penting dalam kimia organik. Apabila suatu aldehida diolah dengan basa

seperti NaOH dalam air, maka ion enolat yang terjadi dapat bereaksi pada gugus

karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hal ini akan dihasilkan suatu adisi satu

molekul aldehida ke molekul aldehida lain. Reaksi ini disebut suatu reaksi kondensasi

aldol (Aldehida dan alkohol).

Suatu reaksi kondensasi ialah reaksi dimana dua molekul atau lebih

bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya

molekul kecil seperti air. Berlangsungnya reaksi kondensasi aldol ini dapat dijelaskan

sebagai berikut, jika asetaldehida diolah dengan larutan natrium hidroksida berair,

maka akan terbentuk ion enolat dalam konsentrasi rendah. Reaksi tersebut

Page 3: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

reversibel, pada saat ion enolat bereaksi akan terbentuk lagi yang baru. Ion enolat

bereaksi dengan suatu molekul aldehida lain dengan cara mengadisi pada karbon

karbonil untuk membentuk ion alkoksida, selanjutnya merebut sebuah proton dari

dalam air untuk menghasilkan produk aldol. Produk aldol tersebut mudah mengalami

dehidrasi membentuk senyawa α, β tidak jenuh. Hal ini karena adanya ikatan

rangkap terkonjugasi dengan gugus karbonil.

Aldehida awal pada reaksi kondensasi aldol harus mengandung satu hidrogen

yang berposisi α terhadap gugus karbonil, sehingga aldehida lain dapat membentuk

ion enolat dalam basa. Produk aldol tersebut masih memiliki suatu gugus karbonil

dengan hidrogen α. Dengan demikian masih dapat bereaksi lebih lanjut membentuk

trimer, tetramer maupun polimer sebagai produk samping.

Suatu aldehida tanpa hidrogen α tidak dapat membentuk ion enolat, dengan

demikian tidak dapat berdimerisasi dalam suatu kondensasi adol. Namun apabila

aldehida semacam ini dicampur dengan aldehida yang memiliki hidrogen α dapat

terjadi kondensasi, yaitu yang disebut dengan kondensasi aldol silang.

Bagaimana dengan Mekanisme Reaksi Kondensasi Karbonil ?

Gugus karbonil (gambar 2) mempunyai sisi–sisi reaktif (sisi basa, sisi asam

dan sisi elektrofilik) sehingga suatu reaksi aldol dapat terjadi melalui kondisi asam

ataupun basa, di sisi lain suatu karbonil dapat berperan sebagai elektrofil.

Gambar 2. Sisi–sisi reaktif gugus karbonil

Page 4: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Reaksi aldol dapat berlangsung melalui dua dasar mekanisme yang berbeda.

Senyawa–senyawa karbonil seperti aldehida dan keton dapat dikonversi ke bentuk

enol atau enol eter sebagai nukleofil. Nukleofil tersebut dapat menyerang gugus

karbonil yang terprotonasi, seperti aldehida terprotonasi. Inilah yang disebut dengan

mekanisme enol. Senyawa–senyawa karbonil sebagai asam karbon juga dapat

terprotonasi ke bentuk enolat yang jauh lebih nukleofil dari pada enol atau enol eter

dan dapat menyerang elektrofil langsung. Suatu elektrofil biasanya adalah aldehida

karena keton kurang reaktif. Inilah yang disebut dengan mekanisme enolat. Untuk

mekanisme dasar reaksi enol dan enolat terlihat pada gambar 3.

Apabila kondisi reaksi keras (misalnya NaOMe, MeOH, refluks) kondensasi

dapat terjadi, namun hal ini dapat dihindari dengan reagen ringan dan suhu rendah

(misalnya LDA/ basa kuat, THF, -78 °C. Walaupun adisi aldol biasanya prosesnya

hampir sempurna, namun reaksinya adalah reversibel. Penanganan reaksi aldol

dengan basa kuat akan menginduksi pembelahan retro–aldol (terbentuk bahan

awal). Untuk kondensasi aldol adalah irreversibel.

Gambar 3. Mekanisme dasar enol dan enolat

Page 5: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Mekanisme enol

Langkah awal dalam mekanisme suatu reaksi kondensasi aldol dalam katalis

asam meliputi terjadinya tautomerisasi dari senyawa karbonil ke bentuk enol. Asam

ini juga berfungsi untuk mengaktifkan gugus karbonil lain dengan protonasi,

sehingga menyebabkan gugus tersebut sangat elektrofil. Bentuk enol adalah sebagai

nukleofil (pada karbon α), yang akan menyerang karbonil terprotonasi, mengarah ke

aldol setelah deprotonasi. Selanjutnya akan mengalami dehidrasi sehingga terbentuk

senyawa karbonil tidak jenuh. Mekanisme selengkapnya tersaji pada gambar 4.

Tahap 1. Mekanisme aldol terkatalis asam

Tahap 2. Dehidrasi

Gambar 4. Mekanisme enol

Mekanisme enolat

Dalam reaksi kondensasi ini apabila digunakan katalis basa moderat seperti

ion hidroksida atau alkoksida, maka reaksi aldol terjadi melalui serangan nukleofil

oleh stabilitas resonansi ion enolat pada gugus karbonil. Produk aldol adalah garam

alkoksida, kemudian terbentuk aldol itu sendiri. Setelah itu mengalami dehidrasi

membentuk senyawa karbonil tidak jenuh. Mekanisme selengkapnya dapat dilihat

pada gambar 5.

Page 6: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Tahap 1. Mekanisme aldol terkatalis basa

Tahap 2. Dehidrasi

Gambar 5. Mekanisme enolat

Kontrol dalam Reaksi Kondensasi Aldol

Permasalahan kontrol dalam reaksi aldol dapat dijelaskan pada contoh reaksi

berikut ini (gambar 6), yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menentukan hipotesis reaksi.

Gambar 6. Reaksi aldol dengan empat produk

Page 7: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Dalam reaksi tersebut dua keton asimetris dikondensasikan menggunakan

katalis natrium etoksida. Dimana kebasaan dari natrium etoksida adalah sedemikian

rupa sehingga salah satu keton tidak dapat terdeprotonasi, namun dapat

menghasilkan sejumlah kecil natrium enolat dari kedua keton tersebut. Hal ini berarti

bahwa selain berpotensi sebagai elektrofil aldol, kedua keton juga dapat bertindak

sebagai nukleofil melalui natrium enolatnya. Dua elektrofil dan dua nukleofil tersebut

dapat berpotensi untuk menghasilkan empat produk aldol. Apabila dinginkan hanya

satu produk maka reaksi harus dikontrol pada adisi aldol tersebut. Pengontrolan ini

dapat ditempuh dengan dua pendekatan, yaitu kontrol enol dan enolat.

Pertama kontrol enol. Apabila salah satu reaktan jauh lebih asam dari yang

lain, maka kontrol dapat terjadi secara otomatis. Proton paling asam yang

dikendalikan oleh basa, maka yang terbentuk adalah enolat. Tipe kontrol ini berlaku

apabila terdapat perbedaan keasaman yang cukup besar serta tidak ada kelebihan

basa yang digunakan untuk reaksi. Kontrol yang paling sederhana adalah jika hanya

salah satu reaktan memiliki proton asam dan molekul ini hanya membentuk enolat.

Gambar 7. Contoh reaksi dalam kontrol keasaman

Sebagai contoh (gambar 7), bahwa adisi dietilmalonat pada benzaldehida

hanya menghasilkan satu produk. Dalam kasus ini proton metilen teraktivasi dari

malonat akan secara istimewa terdeprotonasi oleh natrium etoksi secara kunatitatif

membentuk natrium enolat. Oleh karena benzaldehida tidak memiliki proton α, maka

hanya ada satu kemungkinan kondensasi yaitu nukleofil–elektrofil. Dengan demikian

sistem kontrol telah tercapai. Dapat diperhatikan bahwa pendekatan ini merupakan

kombinasi dari dua elemen kontrol yaitu : peningkatan keasaman proton α pada

nukleofil serta pengurangan proton α pada elektrofil.

Page 8: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Kedua kontrol enolat. Salah satu solusi yang umum adalah dengan

membentuk enolat pada reaktan pertama, kemudian menambahkan reaktan yang

lain dibawah kontrol kinetik. Kontrol kinetik berarti bahwa reaksi aldol harus secara

signifikan lebih cepat daripada reaksi retro–aldol terbalik. Untuk keberhasilan

pendekatan ini, dua kondisi lain juga harus dipenuhi yaitu dimungkinkan harus

terbentuk enolat dari salah satu reaktan dan reaksi aldol secara signifikan harus lebih

cepat daripada transfer enolat dari satu reaktan ke reaktan yang lain. Kondisi kontrol

kinetik secara umum meliputi pembentukan enolat sebuah keton dengan LDA pada -

78°C, diikuti dengan penambahan aldehida yang lambat.

Enolat dapat terbentuk dengan menggunakan basa kuat (kondisi keras) atau

dengan asam Lewis dan basa lemah (kondisi lunak). Mekanisme pembentukan enolat

ini dapat dilihat pada gambar 8. Supaya deprotonasi terjadi maka harus ada

persyaratan stereoelektronik, yaitu bahwa ikatan sigma C–H α harus dapat overlap

dengan orbital π* karbonil.

Gambar 8. Pembentukan enolat pada basa kuat dan lemah

Page 9: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Gambar 9. Persyaratan stereoelektronik enolat

Berikutnya adalah mengenai persyaratan geometri dari enolat (gambar 10).

Pada skema reaksi kedua dapat dikatakan bahwa > 99 % adalah E enolat, bukan Z

enolat. Untuk keton kondisi enolasi paling banyak memberikan Z enolat. Sedangkan

ester kondisi enolasi paling banyak memberikan E enolat. Adisi HMPA telah diketahui

untuk membalikkan stereoselektifitas deprotonasi.

Gambar 10. Persyaratan geometri enolat

Formasi stereoselektifitas enolat telah dirumuskan, yaitu yang disebut dengan

model Ireland, walaupun validitasnya agak diragukan. Namun model Ireland ini tetap

menjadi alat yang berguna untuk memahami enolat (gambar 11). Dalam model

Ireland tersebut deprotonasi diasumsikan proses oleh keadaan transisi monomer

beranggotakan enam. Semakin besar dua substituen dari elektrofil (metil adalah

Page 10: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

lebih besar dari proton) yang terletak pada posisi equatorial pada keadaan transisi,

maka akan mengarahkan produk E enolat. Model ini tidak berlaku dalam banyak

kasus, misalnya jika campuran pelarut berubah dari THF ke HMPA–THF. Dalam hal

ini geometri enolat adalah kebalikannya.

Gambar 11. Model Ireland untuk enolat

Kontrol termodinamika dan kinetika dari enolat

Apabila keton asimetrik direaksikan dalam kondisi basa, hal ini berpotensi ke

bentuk dua regioisomer enolat (mengabaikan geometri enolar), dapat dilihat pada

gambar 12. Adanya enolat trisubstitusi mengarah pada kinetika dari enolat,

sedangkan enolat tetrasubstitusi mengarah ke termodinamika dari enolat. Hidrogen α

terdeprotonasi untuk membentuk enolat kinetika adalah kurang menghambat, oleh

karena deprotonasi lebih cepat. Secara umum olefin tetrasubstitusi lebih stabil dari

pada olefin trisubstitusi oleh adanya stabilisasi hiperkonjugasi. Rasio regioisomer ini

dipengaruhi oleh pilihan basa.

Gambar 12. Produk termodinamika dan kinetika

Page 11: Kontrol Termodinamika Dan Kinetika

Pada contoh reaksi tersebut kontrol kinetika dapat dilakukan dengan

menggunakan LDA pada suhu -78 °C, hal ini akan memberikan perbandingan

kinetika : termodinamika sebesar 99 : 1. Sedangkan kontrol termodinamika dapat

dilakukan dengan trifenil metil litium pada suhu kamar, akan memberikan selektivitas

10 : 90.

Secara umum, kinetika dari enolat dilakukan dengan cara reaksi dilakukan

pada kondisi dingin, hal ini akan terjadi ikatan ionik antar logam–oksigen dan

deprotonasi berlangsung cepat dalam kondisi yang lebih ringan. Sedangkan

termodinamika dari enolat terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dan terjadi

ikatan kovalen logam–oksigen. Waktu kesetimbangan lebih longgar pada deprotonasi

dengan sejumlah sub-stoikiometrik dari basa kuat. Penggunaan sejumlah sub-

stoikiometrik basa memungkinkan dihasilkan sejumlah kecil fraksi senyawa karbonil

tak–terenolasi untuk menyeimbangkan enolat ke regioisomer termodinamika dengan

bertindak sebagai sumber proton.

Referensi

Anonim, 2007, “Aldol Reaction” in Chemistry References, Copyright 2007 by TLG www.google.com, diakses tanggal 14 Desember 2010.

Anonim, 2010, Chapter 10 : Conjugation in Alkadienes and Allylic Systems, www. Google.com, diakses tanggal 14 Desember 2010.

Fessenden, R. J., Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, diterjemahkan oleh

Pudjaatmaka, A. H., Jilid 2, Edisi ke–3, Jakarta : Erlangga, Hal 179–182.

Wamser, C. C., 2000, Organic Chemistry II, Chapter 18–Condensation Reactions, Chem 335–Winter 2000, Portland State University.