Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus...
-
Upload
gita-savitri -
Category
Education
-
view
273 -
download
7
Transcript of Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus...
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra:
Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
TESIS
GITA SAVITRI
1106037990
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN KOMUNIKASI
JAKARTA
DESEMBER 2014
Universitas Indonesia
UNIVERSITAS INDONESIA
Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra:
Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains (M.Si.) dalam Ilmu Komunikasi
GITA SAVITRI
1106037990
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM PASCASARJANA
KEKHUSUSAN MANAJEMEN KOMUNIKASI
JAKARTA
DESEMBER 2014
Universitas Indonesia
Pernyataan Orisinalitas
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Gita Savitri
NPM : 1106037990
Tanda Tangan :
Tanggal 23 Desember 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh
Nama : Gita Savitri
NPM : 1106037990
Program Studi : Magister Manajemen Komunikasi
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Judul Tesis : Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis
Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
Tesis berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Magister Manajemen Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang : Dr. Irwansyah S.Sos. M.A. ( )
Sekretaris Sidang : Drs. Eduard Lukman, M.A. ( )
Pembimbing : Prof. Ikrar Nusa Bhakti, Ph.D ( )
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 24 Desember 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat
menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi
salah satu syarat untuk mencapai gelar Master Jurusan Manajemen Komunikasi
Politik pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia. Saya
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Seluruh staf pengajar di program studi Manajemen Komunikasi Politik
yang telah berbagi ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan;
2. Bapak Prof. Dr. Ikrar Nusa Bakti, Ph.D., selaku dosen pembimbing yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan tesis ini;
3. Bapak Dr. Irwansyah, S.IP.,M.A. dan Bapak Drs. Eduard Lukman, M.A.
selaku dosen penguji sidang tesis yang banyak memberikan masukan
untuk perbaikan tesis penulis;
4. Seluruh dosen pengajar Magister Manajemen Fakultas Ilmu Komunikasi
UI yang banyak sekali memberikan ilmunya selama penulis menjalani
perkuliahan;
5. Staf Manajemen Magister Komunikasi UI terutama Kang Ajat Sudrajat,
Pak Yusuf, Pak Nadi, Pak Giri, Pak Agus, dan lainnya yang sangat
membantu administrasi;
6. Bapak Ichsanuddin Noorsy, Bapak Gun Gun Heryanto, Bapak Erman
Rajagukguk yang bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini dan
memberikan data serta informasi melalui wawancara dengan penulis;
7. Pejabat dan pegawai di Kementerian Sekretariat Negara, Pusdiklat
Kementerian Sekretariat Negara terutama Kapusdiklat dan Ibu Rini yang
memberikan peluang pertama adanya beasiswa untuk jurusan Komunikasi
di Setneg, Kepala Biro Ortala-AK Bapak Djadjuk Natsir dan Kepala
Universitas Indonesia
Bagian Hubungan Masyarakat Bapak Masrokhan atasan pertama penulis
di Kemsetneg atas kepercayaan dan bimbingannya, Bapak Lambock V.
Nahattands, Bapak Sugiri dan Bapak Rusmin Nuryadin yang turut
mendukung perkuliahan dan proses beasiswa penulis.
8. Pejabat dan pegawai di Sekretariat Wakil Presiden, terutama Asdep
Komunikasi Politik Ibu Yetni Murni dan Kepala Bidang Komunikasi
Media Massa Ibu Saptarita Dewi yang mendukung penulis dalam bekerja
dan berkarya.
9. Sahabat penulis Tia, Nisa, Pingkan, Ellis, Adinda, Wawan, Aziz, Omeno,
Surya, dan Mas Adi yang tidak putus memberikan dukungan materiil dan
moril selama ini.
10. Teman-teman Magister Manajemen Komunikasi UI Tahun Angkatan 2011
yang mendukung kegiatan penulisan dan bahan-bahan kuliah.
11. Papa dan Mama beserta adik-adikku, Olive, Dhika, Artha, dan juga Bapak
dan Ibu serta Keluarga Klaten yang telah memberikan dukungan moral
dan lainnya;
12. Krucil-krucilku Aaliyah Handutz dan Adeeva Kiting penyemangat Bun2;
13. V. Andri Hananto....my half me, my everything...Dosen Pembimbing
Paling Utama dalam hidup.
Semoga Tuhan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu, dan
semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan,
terutama bidang komunikasi politik di Indonesia.
Jakarta, Desember 2014
Penulis
Universitas Indonesia
LEMBAR PERYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah
ini :
Nama : Gita Savitri
NPM : 1106037990
Program Studi : Manajemen Komunikasi Poitik
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non eksklusif (Non-exclusive
RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis Pernyataan Pers
Boediono dalam Kasus Bank Century
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihkan
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal, Desember 2014
Yang menyatakan,
Gita Savitri
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Gita Savitri
Program Studi : Magister Manajemen Komunikasi Politik
Judul : Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi Citra: Analisis
Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century
Citra negatif antara pejabat negara dengan publik ketika terjadi sebuah krisis dapat
menghancurkan kredibilitas, hubungan politik, kehidupan ekonomi serta
keamanan dalam negeri, dengan demikian diperlukan wacana mengenai strategi
komunikasi untuk menanggapi tuduhan kesalahan. Oleh karena itu, studi tentang
restorasi citra sangat berharga dan penting, sebab memberikan wawasan akan
pentingnya strategi komunikasi di kehidupan kita. Beramgkat dari hal tersebut,
penulis mencoba menganalisis konstruksi retorika politik dalam restorasi citra
dalam pernyataan pers yang dilakukan oleh mantan Wakil Presiden Boediono atas
dugaan-dugaan keterlibatannya dalam pusaran kasus Bank Century yang
berlangsung pada akhir tahun 2008 dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Bank
Indonesia. Penelitian ini menghasilkan bahwa konstruksi retorika politik yang
digunakan oleh Boediono untuk merestorasi citranya selama situasi krisis telah
digunakan dalam pernyataan persnya. Kedua konstruksi citra dengan teknik
restorasi citra mampu mendorong opini publik menjadi positif. Penelitian ini
menunjukkan bahwa Restorasi Citra dari Benoit efektif bila digunakan oleh
pemerintahan khususnya para pejabat negara yang suatu saat dihadapkan pada
situasi krisis.
Kata kunci: restorasi citra, komunikasi krisis, pejabat negara, Bank Century
Universitas Indonesia
ABTRACT
Name : Gita Savitri
Study Program : Master of Political Communication Management
Title : Construction of Political Rhetoric in Restoration Image:
Boediono’s Press Statement Analysis in the Case of Bank
Century
The negative image among state officials and the public in the event of a crisis
can destroy the credibility, political, economic life and security in the country,
thus the necessary discourse on communication strategies to respond to
accusations of wrongdoing. Therefore, the study of image restoration is very
valuable and important, because it provides insight into the importance of the
communication strategy in our lives. Departing from this, the authors tried to
analyze the construction of political rhetoric in image restoration in a press
statement made by former Vice President Boediono on allegations of involvement
in the vortex of the Bank Century case that took place in late 2008 in his capacity
as Governor of Bank Indonesia. This research resulted in the construction of
political rhetoric that is used by the president to restore its image during crisis
situations has been used in a press statement. Both the construction of the image
with the image restoration techniques to encourage public opinion into positive.
This study shows that the restoration image of Benoit effective when used by
government officials, especially when the country faced a crisis situation.
Keywords: image restoration, crisis communications, government officials, Bank
Century
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN ORISINALITAS ii
LEMBAR PERSETUJUAN THESIS iii
KATA PENGANTAR iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI v
ABSTRAK vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.1.1 Sekilas Sejarah Bank Century 3
1.1.2 Indikasi Penyalahgunaan Kewenangan dan Korupsi 7
1.1.3 Kemungkinan Dampak-Dampak dari Kasus Bank
Century 11
1.2. Rumusan Permasalahan 12
1.3. Tujuan Penelitian 16
1.4. Signifikansi Penelitian 17
1.5. Sistematika Penulisan 18
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL
2.1. Komunikasi Politik 19
2.2. Komunikator Politik 21
2.3. Retorika Politik 22
2.3.1. Citra Politik 25
2.3.2. Opini Publik 27
2.4. Retorika Wakil Presiden 30
2.5 Komunikasi Krisis dan Image RestorationTheory (Teori
Pemulihan Citra)
33
2.5.1. Komunikasi Krisis 33
Universitas Indonesia
2.5.2. Asumsi Dasar Teori Pemulihan Citra 38
2.5.3. Diskursus Teori Pemulihan Citra 39
2.5.4 Strategi Pemulihan Citra 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian 43
3.2. Fokus Penelitian 43
3.3. Metode Analisis 44
3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian 46
3.5 Teknik Analisis Data 49
3.6. Tahapan Penelitian dan Kerangka Kerja Penelitian 50
3.7. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian 51
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS KONTEN
PERNYATAAN PERS
4.1 Teori Restorasi Citra dalam Retorika Wakil Presiden dan
Opini Publik
53
4.1.1 Denial 67
4.1.2 Evasion of responsibility 74
4.1.3 Reduce the offesiveness of the act 83
4.1.4 Corrective action 98
4.1.5 Mortification 103
BAB V SIMPULAN DAN DISKUSI
5.1 Simpulan 106
5.2 Diskusi 108
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
3.1. Image Restoration Theory Response Strategies 53
4.1 Teori Restorasi Citra Pernyataan Pers Boediono, Sabtu 23
November 2013
64
Universitas Indonesia
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kasus Bank Century di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menjadi kasus dengan indikasi penyalahgunaan wewenang serta
korupsi di bidang perekonomian yang terbesar, bahkan diyakini kasus ini juga
merambah di bidang hukum dan politik, dengan menyeret banyak nama-nama
besar dalam arus putaran pemeriksaannya.
Pada tahun 2008 silam, Indonesia digegerkan dengan kasus yang
menyangkut pengucuran dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,76 triliun.
Kasus ini ternyata membawa dampak terhadap berbagai sektor, khususnya
stabilitas politik dan perekonomian di Indonesia, terlebih setelah hasil audit
BPK menyatakan bahwa telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan
pelanggaran pidana dalam kasus ini, diantaranya unsur kerugian Negara,
pelanggaran undang-undang, dan ditemukannya bukti kuat rekayasa
kebijakan yang sengaja dirancang untuk penyelamatan Bank Century.
Isu kasus ini berkembang menjadi isu kasus yang berbau politik, hal ini
disebabkan karena dalam pengambilan kebijakan kasus Bank Century
melibatkan banyak pejabat Negara, termasuk orang nomor satu di Indonesia,
tentu hal ini akan membawa banyak opini negatif dari masyarakat, dan
dampak tersebut berpengaruh terhadap stabilitas politik di Indonesia,
mengingat bahwa stabilitas politik di suatu negara akan mempengaruhi
keadaan perekonomian negara tersebut.
Lima tahun berlalu sejak Kasus Bank Century terkuak, dan menghasilkan
nama-nama besar yang muncul untuk dijadikan tersangka maupun hanya
dugaan ikut terlibat. Puncaknya adalah pada Sabtu, 23 November 2013, pada
hari itu, KPK sebagai salah atau lembaga negara yang berwenang dalam
penegakan hukum di Indonesia terutama dalam bidang pemberantasan
korupsi memeriksa seorang wakil presiden dalam perkara pemberian dana
talangan/dana bail out Bank Century. Boediono, yang saat itu diperiksa
sebagai saksi untuk mantan deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya,
menjadi pihak yang sangat menarik perhatian media massa. Terlepas dari
Universitas Indonesia
perdebatan soal tempat pemeriksaan penyidik KPK yang diselenggarakan di
Istana Wakil Presiden dan bukan di kantor KPK dan penggunaan podium
dengan lambang negara,. Boediono dianggap terhormat oleh banyak kalangan
karena berani memberikan pernyataan pers setelah diperiksa KPK, saat itu
Boediono mampu bertutur mengenai pemeriksaan sebagai saksi yang dia
alami hari itu.
Meskipun Almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden
pernah diminta keterangan di Istana Negara dalam kaitannya dengan kasus
Bulog (Buloggate II), namun pemeriksaan seorang Boediono terkait
kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia, dapat dikatakan
sebagai tonggak baru dalam dunia penegakan hukum di Indonesia. Mengingat
sampai sejauh ini jabatan wakil presiden merupakan jabatan tertinggi yang
pernah dimintai keterangannya oleh sebuah institusi penegakan hukum di
Indonesia, setelah dua pejabat Bank Indonesia (BI), mantan Deputi BI Budi
Mulya dan Siti Fajriyah sudah ditetapkan sebagai tersangka, Budi Mulya
bahkan sudah ditahan oleh KPK dan perkembangan kasus terakhir,
Peninjauan Kembali Budi Mulya telah diputus oleh Pengadilan Tinggi Jakarta
yang memutuskan masa tahanan Budi Mulya bertambah menjadi 12 tahun
yang sebelumnya hanya diputuskan 10 tahun (liputan6.com, par.10).
Boediono dimintai keterangannya oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai
saksi dalam perkara pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP)
Bank Century pada tahun 2008. Berdasarkan data yang ada sejarah Bank
Century berawal dari didirikannya pada tahun 1989, hingga 20 November
2008 dinyatakan oleh Bank Indonesia sebagai “Bank Gagal yang berdampak
sistemik” berikut ini adalah ringkasan dimana Bank Century Mulai didirikan
hingga Bank tersebut dinyatakan Bank Gagal oleh Bank Indonesia
(groups.google.com.)
1.1.1. Sekilas Sejarah Bank Century
Berdasarkan data yang digunakan, sejarah Bank Century berawal
dari pendiriannya pada tahun 1989, Bank Century Tbk didirikan
Universitas Indonesia
berdasarkan Akta No. 136 tanggal 30 Mei 1989 yang dibuat Lina
Laksmiwardhani, SH, notaris pengganti Lukman Kirana, SH, notaris di
Jakarta. Pada tanggal 16 April 1990, Bank Century memperoleh izin
usaha sebagai Bank Umum dari Menteri Keuangan Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan No.462/KMK.013/1990. Pada tanggal 22
April 1993, Bank Century memperoleh peningkatan status menjadi
Bank Devisa dari Bank Indonesia melalui Surat Keputusan No.
26/5/KEP/DIR.
Anggaran Dasar Bank Century telah beberapa kali berubah,
terakhir sesuai Akta No.159 tanggal 29 Juni 2005 dari Buntario Tigris
Darmawa NG, SH, S.E, notaris di Jakarta. Perubahan anggaran dasar ini
telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia No. C-20789.HT.01.04.TH.2005 tanggal 27 Juli 2005. Sesuai
dengan pasal 3 Anggaran Dasar Bank, ruang lingkup kegiatan usaha
adalah menjalankan kegiatan umum perbankan termasuk berdasarkan
prinsip syariah. Bank Century memulai operasi komersialnya pada
bulan April 1990.
Melalui surat Bank Indonesia tanggal 14 Desember 2001 (yang
dipertegas melalui surat Bank Indonesia tanggal 20 Agustus 2004) dan
pertemuan dengan Bank Indonesia pada tanggal 16 April 2004,
manajemen Bank dan pemegang saham pengendali First Gulf Asia
Holdings Limited (d/h Chinkara Capital Limited) setuju untuk
melakukan merger dengan PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac
Tbk untuk menghasilkan sinergi dan memperkuat permodalan bank
hasil merger. Proposal merger tersebut disampaikan kepada Bank
Indonesia pada tanggal 26 April2004.
Pada tanggal 21 Mei 2004, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank
Pikko Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk melakukan
tindakan hukum penyatuan kegiatan usaha dengan cara Penggabungan
atau Merger dimana Bank Century sebagai “Bank Yang Menerima
Penggabungan” dan PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko Tbk.
sebagai “Bank Yang Akan Bergabung” (groups.google.com.).
Universitas Indonesia
Pada perjalanannya, Bank Century telah tiga kali berganti status
oleh Bank Indonesia yaitu ketika pada tanggal 29 Desember 2005 Bank
Century dinyatakan sebagai Bank dalam pengawasan Intensif,
kemudian pada tanggal 6 November 2008 Bank Century ditetapkan
oleh bank Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan Khusus, dan
yang terakhir yaitu pada tanggal 20 November 2008, Bank Century
ditetapkan sebagai Bank Gagal yang ditenggara berdampak sistemik.
Perubahan-perubahan tersebut diakibatkan oleh banyak kesalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan perbankan Bank Century. Untuk lebih
jelasnya berikut skema perubahan status Bank Century beserta
penyebabnya (Ringkasan Laporan Audit BPK):
No Tanggal Keterangan
1 30 Mei 1989 PT Bank Century Tbk didirikan berdasar akta No.
136 tahun 1989 yang dibuat oleh notaris Lina
Laksmiwardhani.
2 12 Juli 1989 Disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik
Indonesia dalam Surat Keputusannya No. C.2-
6169.HT.01.01.TH 89
3 16 April 1990 Bank Century memperoleh izin usaha sebagai Bank
Umum dari Menteri Keuangan Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan No.462/KMK.013/1990.
4 2 Mei 1991 Didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
dengan No. 284/Not/1991
5 22 April 1993 Bank Century memperoleh peningkatan status
menjadi Bank Devisa dari Bank Indonesia melalui
Surat Keputusan No. 26/5/KEP/DIR.
6 16 April 2004 Dalam pertemuan dengan Bank Indonesia
Universitas Indonesia
manajemen Bank dan pemegang saham pengendali
First Gulf Asia Holdings Limited (d/h Chinkara
Capital Limited) setuju untuk melakukan merger
dengan PT Bank Pikko Tbk dan PT Bank Danpac
Tbk.
7 21 Mei 2004 Bank, PT Bank Danpac Tbk dan PT Bank Pikko
Tbk, telah menandatangani kesepakatan untuk
melakukan tindakan hukum penyatuan kegiatan
usaha dengan cara Penggabungan atau Merger
dengan Bank Century
8 7 September 2004 Bank mengajukan Pernyataan Penggabungan
kepada BAPEPAM dalam rangka merger dan telah
mendapat pemberitahuan efektifnya penggabungan
tersebut sesuai dengan surat Ketua BAPEPAM No.
S.3232/PM/2004 tanggal 20 Oktober 2004
9 24 Oktober 2004 Para pemegang saham PT Bank Pikko Tbk dan PT
Bank Danpac Tbk telah menyetujui penggabungan
usaha bank-bank tersebut ke dalam Bank sesuai
dengan risalah Rapat Umum Pemegang Saham
Luar Biasa masing-masing bank yang diaktakan
masing-masing dengan Akta No.155 dan No.157
dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, notaris di
Jakarta.
10 28 Desember 2004 Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bank
Indonesia No. 6/92/KEP.GBI/2004 menyetujui
perubahan nama PT Bank CIC Internasional Tbk
menjadi PT Bank Century Tbk
11 29 Juni 2005 Anggaran Dasar Bank Century dirubah yang
terakhir kalinya sesuai Akta No. 159 tahun 2005,
Universitas Indonesia
dari Buntario Tigris Darmawa NG, SH, S.E, notaris
di Jakarta
12 29 Desember 2005 Bank Century dinyatakan sebagai Bank Dalam
Pengawasan Intensif sesuai dengan surat BI No.
7/135/DPwB1/PwB11/Rahasia.
13 6 Nopember 2008, PT Bank Century Tbk ditetapkan oleh Bank
Indonesia sebagai Bank Dalam Pengawasan
Khusus.
14 13 Nopember 2008 PT Bank Century Tbk mengalami keterlambatan
penyetoran dana pre-fund untuk mengikuti kliring
dan dana di Bank Indonesia yang telah berada
dibawah saldo minimal, sehingga Bank di-suspend
untuk transaksi kliring pada hari tersebut
15 14-20 November
2008
Transaksi kliring sudah dibuka kembali namun
terjadi penarikan dana nasabah secara besar-besaran
akibat turunnya tingkat kepercayaan yang timbul
sebagai akibat dari pemberitaan-pemberitaan
seputar ketidakikutsertaan Bank pada kliring
tanggal 13 Nopember 2008
16 20 Nopember 2008 Berdasarkan Surat No. 10/232/GBI/Rahasia, Bank
Indonesia menetapkan PT Bank Century Tbk
sebagai Bank Gagal yang ditengara berdampak
sistemik.
17 21 Nopember 2008 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
melalui Keputusan No. 04/KSSK.03/2008
menetapkan PT Bank Century Tbk sebagai bank
gagal yang berdampak sistemik dan menyerahkan
penanganannya kepada Lembaga Penjamin
Universitas Indonesia
Simpanan (LPS)
1.1.2. Indikasi Penyalahgunaan Kewenangan dan Korupsi
Dalam perkembangannya, kasus Bank Century berkembang menjadi
kasus yang memiliki indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kasus
korupsi. Indikasi penyelewengan kewenangan dan korupsi didasarkan
pada beberapa sumber data, antara lain kami mengambil sumber dari
hasil audit BPK yang diserahkan kepada DPR tanggal 20 November
2009, hasil audit ini memaparkan temuan yang sangat penting yaitu 8
penemuan. Sejak meleburnya 3 bank ke dalam Bank Century dan
penggelapan dana bank tersebut. Dalam audit ini BPK
menginformasikan bahwa penyelamatan Bank Century adalah
keputusan keliru, sehingga dapat disimpulkan bahwa keputusan
menggelontorkan dana hingga triliunan rupiah terhadap bank century
sangat beresiko untuk diselewengkan. Berikut ini hasil audit BPK yang
mengindikasikan adanya pelanggaran aturan dan beberapa catatan
korupsi (www.hukumonline.com):
1. Terkait Merger 3 Bank
Terdapat beberapa Indikasi Pelanggaran yang terjadi pada saat
proses merger ini. BI diduga memberikan kelonggaran terhadap
persyaratan merger yaitu dengan:
a) Aset SSB yang semula dinyatakan macet oleh BI kemudian
dianggap lancar untuk memenuhi performa CAR.
b) Tetap mempertahankan pemegang saham pengendali (PSP) yang
tidak lulus fit and proper test.
c) Komisaris dan Direksi Bank ditunjuk tanpa fit and proper test.
d) Audit KAP atas laporan keuangan Bank Pikko dan Bank CIC
dinyatakan disclaimer.
Temuan BPK terkait penggabungan 3 bank ini adalah sebagai
berikut:
Universitas Indonesia
a) Akuisi Bank Danpac dan Bank Picco tidak sesuai dengan
ketentuan BI.
b) Surat izin Akuisisi Chinkara atas bank Picco dan Bank Danpac
tetap dilakukan meskipun terdapat indikasi praktek perbankan yang
tidak sehat dan perbuatan melawan hukum yang melibatkan
Chinkara.
c) BI menghindari penutupan Bank CIC dengan memasukan Bank
tersebut di dalam skema merger.
d) Tidak membatalkan persetujuan akuisisi meskipun tahun 2001-
2003 hasil pemeriksaan BI pada ke-3 Bank menemukan indikasi
pelanggaran yang signifikan.
e) Adanya perlakuan Surat-surat Berharga (SSB) yang semula macet
menjadi lancer dengan rekomendasi KEP (komite evaluasi
perbankan).
2. Terkait Penyaluran fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP)
Sejak bulan Juli 2008, Bank Century telah mengalami kesulitan
likuiditas dan bergantung pada pinjaman uang antar-bank (PUAB).
Karena PUAB sulit diperoleh, hingga tanggal 27 Oktober 2008,
Bank Century telah melanggar pemenuhan Giro Wajib Minimum
(GWM) minimal 5% dari dana pihak ketiga (DPK). Posisi CAR
Bank Century saat mengajukan FPJP (posisi 30 September 2008)
sebesar positif 2,35%. Pada saat tersebut berlaku ketentuan BI (PBI)
No. 10/26/PBI/2008 bahwa fasilitas FPJP diberikan kepada bank
yang memiliki CAR minimal 8%. Dengan demikian Bank Century
sebenarnya tidak memenuhi syarat menerima FPJP.
Namun pada tanggal 14 November 2008 BI mengubah PBI tentang
persyaratan pemberian FPJP dari semula minimal CAR 8% menjadi
CAR positif. Hal ini diduga untuk memuluskan Bank Century
menggunakan fasilitas FPJP. Berdasarkan posisi CAR Bank Century
per-30 September (positif 2,35%) BI menyatakan Bank Century
memenuhi syarat. Padahal posisi CAR Bank Century per-31 Oktober
Universitas Indonesia
2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan
bahkan terhadap PBI yang telah dirubah per-14 November 2008.
Untuk poin ini, nantinya kita akan melihat peraturan perundangan
yang mengatur mengenai kewenangan Bank Indonesia dan LPP
dalam Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan UU Nomor 7
tahun 1992 dan Perppu Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan UU
Nomor 24 Tahun 2004.
3. Terkait pengambilan keputusan KSSK dan Penyaluran Penyertaan
Modal Sementara (PMS)
1) Terhadap surat Gubernur BI No. 10/232/GBI/Rahasia tertanggal
20 November 2008 tentang Penetapan Bank Century sebagai
Bank Gagal dan Penetapan Tindak Lanjutnya, Departemen
Keuangan dan LPS melakukan rapat konsultasi KSSK, dengan
argumentasi BI yang menyatakan Bank Century akan berdampak
sistemik.
2) Dalam pengambilan keputusan bahwa Bank Century adalah Bank
Gagal yang berdampak sistemik Bank Indonesia dan KSSK
menyepakati bahwa status ini harus memenuhi 4 kriteria, yaitu
aspek institusi keuangan, aspek pasar keuangan, sistem
pembayaran dan sektor riil serta aspek psikologi pasar. Dengan
berdasarkan aspek ini, Bank Indonesia mengambil kesimpulan;
”bahwa akan terjadi ketidakpastian yang tinggi terutama
terhadap psikologi pasar masyarakat yang selanjutnya dapat
memicu gangguan/ketidakpastian di pasar keuangan dan system
pembayaran”.
3) Rapat tersebut dihadiri oleh ketua KSSK yaitu menteri keuangan,
Gubernur BI selaku anggota KSSK, dan Sekertaris KSSK, rapat
tersebut memutuskan bahwa Bank Century adalah Bank Gagal
yang berdampak sistemik, dan penanganannya diserahkan pada
LPS, akan tetapi kondisi Bank Century makin memburuk selama
periode November 2008, sehingga BI mengeluarkan data baru
Universitas Indonesia
mengenai kebutuhan dana untuk penyertaan modal sementara
(PMS) LPS untuk penyelamatan Bank Century.
4) Dana PMS kemudian membengkak dari Rp 632 miliar menjadi
Rp 6,76 triliun, kemudian dana ini disalurkan dalam 4 tahap.
4. Legalitas Keputusan KSSK
Terkait dengan penyaluran dana yang diputuskan oleh KSSK dengan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring
Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) pada 15 Oktober 2008. Dalam
Perpu ini diatur soal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
yang terdiri dari Gubernur BI dan Menteri Keuangan. Terkait dengan
pengucuran dana ke Bank Century, jika mengacu pada persetujuan
DPR RI, sejumlah Rp 2,88 triliun masih disalurkan oleh LPS tanpa
dukungan pengesahan atau persetujuan DPR atas dasar KSSK.
5. Penyalahgunaan dana FPJP dan PMS
Adanya penarikan DPK oleh pihak terkait Bank Century sebesar
Rp 938,654 M. Adanya unsur penggelapan dana kas Valas sebesar
USD 18 Juta dengan masing-masing sebesar Rp 2 M untuk Dewi
Tantular dan Robert Tantular.
1.1.3. Kemungkinan Dampak – dampak dari Kasus Bank Century
Pro dan kontra yang menyertai kasus ini membuat Kasus Bank
Century selalu disorot hingga enam tahun lamanya, sejak mencuat ke
permukaan hingga pada tahun 2013 lalu mantan Deputi Gubernur Budi
Mulya menjadi tersangka. Banyak pihak mengatakan kasus Bank
Century ini merupakan kegagalan di bidang ekonomi pada masa
pemerintahan SBY – Boediono, dan merupakan kasus kerugian negara
yang terbesar sejak kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia pada
jaman Presiden Megawati.
Kasus dana talangan Bank Century menimbulkan dampak-dampak
yang besar, selain indikasi kerugian negara, dampak lainnya adalah
kerugian nasabah yang tidak bisa menarik dana di rekeningnya, serta
Universitas Indonesia
hingga sekarang belum menerima penggantiannya. Kedua, dampak
ekonomi yang membuat seakan-akan kondisi perekonomian di
Indonesia tidak kondusif dan berbahaya bagi nasabah. Adanya dana
yang diduga diselewengkan serta indikasi penyelewenagan jabatan juga
akan mempengaruhi kondisi politik serta kondisi stabilitas ekonomi
hingga beberapa tahun ke depan. Dampak lainnya adalah dampak
hukum, ketika para penegak hukum dianggap tidak mampu untuk
menjaring orang-orang “besar” yang dianggap bermain dalam kasus ini.
Dampak keseluruhannya adalah citra pemerintah menjadi negatif.
Pemerintah dianggap mempermainkan peraturan, tidak bekerja sama
dengan penegak hukum untuk membuka kasus ini, tidak bekerja sama
dengan tim dari DPR yang mengatasnamakan wakil rakyat, yang ingin
membuka kebenaran, kemana aliran uang dari nasabah Bank Century
bermuara. Dan kesemuanya memiliki unsur-unsur politis.
Jika dilihat pada skema-skema pada sub bagian sebelumnya, dana
talangan Bank Century adalah berdasar pada kondisi keuangan yang
dianggap kritis saat itu. Pada tahun 2008, kondisi krisis perekonomian
global berdampak pada perekonomian Indonesia, namun kondisi krisis
perekonomian ini pun masih menjadi pro kontra saat itu. Definisi krisis
perekonomian dan keuangan masih belum bisa dinyatakan dengan jelas
kapan sebuah perekonomian dan keuangan negara dianggap memasuki
masa krisis?
Hal inilah yang juga membuat akhirnya pemerintah mengeluarkan
Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem
Keuangan, yang dibuat sebagai upaya menghadapi ancaman krisis
keuangan yang berpotensi membahayakan stabilitas sistem keuangan
dan perekonomian nasional atau menghadapi krisis keuangan, perlu
ditetapkan suatu landasan hukum yang kuat dalam rangka pencegahan
dan penanganan krisis. Dalam Perppu tersebut menyatakan skema
proses koordinasi hingga keluarnya kebijakan jika pemerintah menemui
situasi krisis keuangan dan perekonomian.
Universitas Indonesia
1.2. Rumusan Permasalahan
Pencitraan tidak dipungkiri menjadi komponen penting bagi pejabat
pemerintah ataupun politisi, maka dari itu jika menemui sebuah permasalahan
adalah penting bagi pejabat pemerintah untuk melakukan sebuah konstruksi
citra. Masyarakat selalu menginginkan pejabat pemerintah untuk cepat
tanggap terhadap berbagai informasi, masukan dan kritik (Heryanto, 2013,
hal.176) agar masyarakat dapat menilai, bahkan memberikan komentar atau
opininya terhadap kemampuan pejabat tersebut menangani situasi krisis.
Kasus Bank Century memiliki lingkup permasalahan yang sangat luas,
berbagai kepentingan dan aspek terlibat di dalamnya. Kasus yang hampir
memasuki tahun ketujuhnya ini, menyeret banyak nama penting di
pemerintahan serta menyangkut banyak institusi di dalamnya. Dalam hal ini
ada tiga institusi yang dianggap memiliki kesalahan dan berperan besar dalam
penggelontoran dana talangan Bank Century. Bank Indonesia yang terdiri atas
Gubernur Bank Indonesia dan Dewan Gubernur saat itu, Menteri Keuangan
dalam hal ini sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) serta
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sekian lama tertutup kabut, kasus Bank Century dianggap mulai
diperhatikan penegak hukum pada tahun 2013. Saat itu, November 2013,
mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter
ditangkap serta ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena
dianggap terlibat dalam pemberian Bank Century, hingga menyebabkan
kerugian negara. Penahanan Budi Mulya mau tidak mau ikut menyeret nama
mantan Wakil Presiden Boediono dan manta Menteri Keuangan serta pejabat
lain yang duduk di Dewan Gubernur Bank Indonesia, KSSK serta LPS.
Puncak sorotan publik adalah ketika mantan Wakil Presiden Boediono
diperiksa KPK sebagai saksi bagi Budi Mulya. Peran Boediono dalam
kapasitasnya sebagai Gubernur Bank Indonesia saat itu disinyalir vital dalam
perkara yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 6,7 Triliun.
Boediono mengakui saat itu sebagai Gubernur Bank Indonesia dirinya
berperan merubah Peraturan Bank Indonesia tentang FPJP yang menentukan
syarat pengajuan FPJP (www.tempo.co)
Universitas Indonesia
Boediono menjelaskan, bahwa pada akhir tahun 2008, di mana kebijakan
penyelamatan Bank Century tersebut ditetapkan, Indonesia sedang
menghadapi krisis keuangan sehingga satu kejadian kegagalan dari suatu
institusi keuangan, betapapun kecilnya, dapat menimbulkan efek domino
yang cukup luas, yaitu berupa dampak sistemik pada sistem perbankan.
Dirinya menegaskan bahwa ia berkeyakinan bahwa instrumen utama dan
mungkin satu-satunya pada saat itu untuk menangkal terjadinya kegagalan
sistematis adalah pemberian FPJP, sehingga hal inilah yang melatarbelakangi
Bank Indonesia melakukan perubahan terhadap peraturan Bank Indonesia
tentang FPJP (www.tribunnews.com)
Selanjutnya apa yang diputuskannya bersama dengan Menteri Keuangan
dalam forum KSSK pada saat itu adalah sebuah upaya untuk mencegah
rontoknya sistem keuangan di Indonesia. Masih menurut Boediono, setelah
kebijakan itu diterapkan, Indonesia mampu melewati badai krisis global
dengan selamat. Bahkan sejak saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia
sampai paling tidak tahun 2012 mencatatkan angka yang tinggi, bahkan
tercatat sebagai peringkat nomor dua di dalam kelompok G-20 setelah China.
Pada kesempatan itu pula Boediono menyatakan bahwa ia bersama Menteri
Keuangan pada saat itu telah melakukan tanggung jawab dengan sebaik-
baiknya. Baginya tanggung jawab tersebut merupakan sebuah kehormatan
karena berada pada waktu dan kondisi yang bisa memberikan kontribusi bagi
bangsa.(Boediono, 23 November 2013).
Media massa mulai saat itu, terutama media massa online terus
mengangkat pemberitaan mengenai pernyataan mantan Wakil Presiden
Boediono dalam keterangan persnya. Ada banyak pernyataan yang disoroti
oleh media massa, antara lain mengenai pernyataan Wapres yang mengatakan
bahwa pemberian FPJP bagi Bank Century sebagai satu-satunya cara untuk
mencegah efek domino dari krisis sistemik.
Kesediaan Boediono diperiksa oleh KPK sebagai komitmennya dalam
penegakkan hukum di Indonesia diapresiasi secara positif oleh berbagai
pihak. Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah Pernyataan Pers
Boediono setelah dirinya pertama kali dimintai keterangannya sebagai saksi
Universitas Indonesia
yang dilakukan di Istana Wakil Presiden tersebut upaya yang efektif sebagai
perbaikan citranya selama kurun waktu lima tahun proses penyelidikan Bank
Century. Nama Boediono tidak sekali saja disebut oleh banyak pihak sebagai
orang yang bertanggung jawab, banyak penyataan bertendensi negatif
ditujukan pada Boediono, namun dengan retorika dalam pernyataan pers saat
itu, Boediono tampak melakukan upaya memperbaiki citra, mencoba
menjelaskan pada posisi apa Boediono saat krisis ekonomi itu terjadi.
Boediono saat itu mengeluarkan pernyataan yang memperlihatkan
keberhasilan perekonomian Indonesia saat itu, yang salah satunya adalah
kebijakan bantuan untuk Bank Century. Serta merasa kecewa karena
menurutnya ada pihak-pihak yang menggunakan kebijakan saat itu untuk hal
lain (Koran Tempo, 24 November 2014). Wapres Boediono sendiri merasa
terhormat dalam pengambilan keputusan yang menyelamatkan perekonomian
bangsa saat itu hal ini terungkap dalam pernyataan (Tempo.com, Sabtu 23
November 2013). Meskipun ada juga pernyataan yang diangkat oleh media
massa menjadi sebuah pernyataan yang seakan-akan Wapres Boediono lepas
tanggung jawab atas pembengakakan dana talangan ini (Kompas.com, Selasa
26 November 2013)
Sebagai Wakil Presiden, tentu saja pernyataan Boediono sangat ditunggu-
tunggu. Hal ini dikarenakan kasus bail out Bank Century yang terus menjadi
salah satu isu penting bagi dunia politik di Indonesia, sekaligus menandai
babak baru dalam demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia, bahwa
rakyat berhak mengetahui semua informasi mengenai kasus yang melibatkan
Presiden ataupun Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat secara langsung
tersebut.
Dengan pernyataan melalui konferensi pers tersebut, Boediono telah
melakukan sebuah retorika, khususnya retorika politik. Mengingat pentingnya
berkomunikasi dengan rakyat dan pemangku kepentingan dalam masalah
Bank Century ini, retorika politik oleh Wakil Presiden sangatlah penting.
Agar tercipta ketenangan di dalam masyarakat saat di hadapkan pada sebuah
konflik atau krisis, dan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Boediono juga
Universitas Indonesia
mencoba menjelaskan seberapa jauh tanggung jawab yang dia emban, hingga
bagaimana perasaan serta tindakannya dalam mengambil keputusan kebijakan
saat itu, kebijakan yang mencoba menyelamatkan Bank Century, namun
secara luas menyelamatkan kondisi perekonomian dan keuangan saat itu.
Pemberian keterangan Wakil Presiden Boediono merupakan sebuah proses
komunikasi politik dengan menggunakan retorika politik untuk menjelaskan
keadaan krisis saat itu. Dengan jabatan dirinya sebagai Wakil Presiden dan
merupakan jabatan tertinggi saat ini yang diperiksa oleh KPK, Boediono
merasa wajib memberikan pernyataan-pernyataan melalu pidato dalam
konferensi persnya. Antusiasme pemangku kepentingan dalam hal ini mulai
dari kalangan DPR (timwas Century), jajaran eksekutif, jajaran yudikatif
bahkan masyarakat luas untuk mengetahui pernyataan Wapres Boediono
tentu sangat tinggi. Hingga diperlukan analisis secara kritis baik dari segi
kalimat-kalimat dalam pernyataan tersebut maupun segi komunikasi
politiknya.
Memberikan keterangan bukanlah hal baru bagi jajaran pemerintahan,
setiap komunikator politik wajib memberikan keterangan yang hasilnya nanti
dapat mempengaruhi opini khalayak melalui citra yang terbangun. Terutama
ketika menghadapi sebuah krisis, saat itu yang dihadapi adalah sebuah hal
baru ketika orang nomor dua di negeri ini diperiksa KPK.
Hingga dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konstruksi retorika politik yang disampaikan mantan Wakil
Presiden Boediono dalam pernyataan pers seusai diperiksa sebagai saksi
Kasus Pemberian Dana Talangan Bank Century sebagai Upaya Restorasi
Citra menghadapi Krisis Komunikasi Politik saat itu?
2. Bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi Opini Publik?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengungkap proses konstruksi retorika politik yang disampaikan mantan
Wakil Presiden Boediono dalam pernyataan pers seusai diperiksa sebagai
Universitas Indonesia
saksi Kasus Pemberian Dana Talangan Bank Century sebagai Upaya
Restorasi Citra menghadapi Krisis Komunikasi Politik saat itu.
2. Menjelaskan bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi Opini Publik
1.4 Signifikasi Penelitian
Komunikasi politik dengan retorika politik menarik untuk dikaji. Komunikasi
politik antara Presiden, Wakil Presiden dan seluruh jajaran pemerintahan
merupakan suatu hal mutlak atau tidak dapat dihindari dalam politik. Tanpa
ingin menganalisis lebih dalam pada sisi hukum kasus Bank Century, Peneliti
berupaya mengangkat penelitian mengenai upaya Boediono dalam
memulihkan citra setelah diperiksa KPK dengan memberikan pernyataan
melalui pernyataan pers saat itu dan melihat sejauh mana analisis
menggunakan teori restorasi citra ini dapat membangun opini khalayak. Hal
ini menurut Peneliti merupakan hal yang penting bagi perkembangan ilmu
komunikasi, khususnya komunikasi politik.
Menyambut era keterbukaan informasi antara pemerintah dan khalayak serta
berbagai elemen kepentingan, kelak akan kita hadapi berbagai retorika
politik, baik untuk membentuk citra positif maupun sebagai pemulihan citra
ketika menghadapi sebuah krisis ataupun konflik. Peneliti sebagai seorang
yang berkecimpung dalam pemerintahan khususnya dalam bidang
komunikasi politik pemerintah pusat, sangat berharap penelitian ini berguna
bagi institusi maupun jajaran legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Peneliti berupaya menelaah “Konstruksi Retorika Politik dalam Restorasi
Citra: Analisis Pernyataan Pers Boediono dalam Kasus Bank Century”, sebab
menurut peneliti, mantan Wakil Presiden Boediono sebagai orang dengan
jabatan tertinggi saat itu yang diperiksa KPK dalam kapasitasnya sebagai
saksi, merupakan hal yang baru, khususnya dalam era reformasi saat ini.
Dimana pernyataan yang diangkat dalam sebuah pemberitaan kerap
mempengaruhi citra dari seorang komunikator politik.
Universitas Indonesia
Boediono sangat menyadari bahwa rakyat dan pemangku kepentingan perlu
mengetahui keterangan kebijakan pemerintah untuk membangun kepercayaan
publik melalui pembentukan Opini Publik.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I – Pendahuluan, bab ini menjelaskan secara garis besar dan umum
berdasarkan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian
dan si ginifikansi.
BAB II – Kerangka Pemikiran, bab ini meliputi konsep-konsep dan teori-
teori yang dijadikan sebagai landasan dalam melakukan penelitian dan
menganalisa permasalahan, sehingga penjelasan penelitian adalah secara
akademis. Tentu saja berbagai literatur terkait dengan komunikasi politik
akan sangat kuat dalam bab ini.
BAB III – Metode Penelitian, bab ini menjelaskan metode penelitian, yang
mencakup metode pengumpulan data dan bagaimana menjelaskannya.
BAB IV – Hasil Pengamatan dan Analisis Konten Pernyataan Pers, bab ini
mengulas dan menjelaskan hasil penelitian berdasarkan data-data yang
diperoleh dari berbagai sumber, baik data primer maupun sekunder, seperti
melalui studi pustaka, riset dokumen, dan wawancara dengan narasumber
yang kompeten.
BAB V – Simpulan dan Diskusi, bab ini memberikan Simpulan
Universitas Indonesia
BAB II. KERANGKA KONSEPTUAL
2.1. Komunikasi Politik
Komunikasi politik telah dikenal dalam studi awal mengenai wacana
demokrasi dari Aristoteles dan Plato. Pada perkembangannya komunikasi
politik modern bersandar pada multidisiplin yang berbasis pada konsep
dalam ilmu komunikasi, ilmu politik, jurnalistik, sosiologi, psikologi,
sejarah, retorika, dan lainnya. Dengan beragamnya sumbangan dari ilmu
yang bersifat interdisipliner ini, memberi perspektif yang berbeda pada
peranan komunikasi dalam proses politik (Subiakto & Ida, 2012, hal. 6).
Definisi tentang komunikasi politik sangat beragam, beberapa ilmuwan
memiliki pendapat sendiri, tetapi komunikasi politik dapat diartikan sebagai
suatu aktivitas komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik.
Komunikasi memainkan peran yang dominan dalam politik, komunikasi
merupakan aktivitas yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari
manusia.
Denton dan Woodward dalam McNair menyebutkan bahwa komunikasi
politik juga bisa dipahami sebagai diskusi publik tentang alokasi sumber
daya publik dan otoritas resmi (siapa yang diberi kekuasaan untuk membuat
keputusan hukum, legislatif dan pemerintahan) serta sanksi resmi (siapa
yang diberi hukuman atau penghargaan oleh negara) (McNair, 2003, hal. 3).
Sedangkan Doris Graber mendefinisikan komunikasi politik sebagai
bahasa politik yang bukan hanya mengkompromikan retorika semata-mata
namun juga tanda-tanda paralinguistik seperti gerak tubuh dan tindakan
politik seperti boikot dan Protes (McNair, hal. 6).
Pengertian lain dari komunikasi politik dikemukakan oleh Dan Nimmo
yang menyebut bahwa komunikasi politik adalah aktivitas komunikasi yang
berhubungan dengan politik dengan menyajikan konsekuensi aktual dan
potensial yang mengatur manusia di bawah kondisi konflik (Subiakto & Ida,
2012, hal. 6). Pengertian komunikasi politik yang dikemukakan oleh Dan
Universitas Indonesia
Nimmo ini bisa mempejelas bagaimana sebenarnya komunikasi politik yang
terjadi. Dan Nimmo dalam pengertiannya tentang komunikasi politik
mengemukakan potensi aktual dan potensial dalam komunikasi politik.
Konsekuensi aktual berarti kegiatan yang benar-benar dilakukan oleh para
aktor politik, atau kegiatan komunikasi politik yang memang secara jelas
berada dalam ranah komunikasi politik, seperti kegaiatan kampanye, pidato
presiden, iklan partai politik, dan sebagainya.
Komunikasi politik dalam proses politik memiliki berbagai bentuk ketika
digunakan oleh politikus atau aktivis politik untuk mencapai tujuan
politiknya. Teknik komunikasi dilakukan untuk mencapai dukungan
legitimasi (otoritas sosial), yang meliputi tiga level yaitu, pengetahuan,
sikap sampai dengan perilaku khalayak. Kegiatan komunikasi politik
meliputi juga, upaya untuk mencari, mempertahankan dan meningkatkan
dukungan politik dengan jalan melakukan pencitraan dan membina Opini
Publik yang positif (Arifin, 2011).
Komunikasi politik lainnya menurut pakar komunikasi Astrid S. Sunaryo
menyatakan bahwa komunikasi politik adalah suatu komunikasi yang
diarahkan pada pencapaian suatu pengaruh sedemikian rupa sehingga
masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi ini dapat mengikat
semua warganya melalui sanksi yang ditentukan oleh lembaga-lembaga
politik (Arifin, 2011).
Seperti displin komunikasi, komunikasi politik juga terdiri dari unsur-
unsur yang sama antara lain unsur S (source, encoder, sumber atau
komunikator), M (message atau pesan), C (channel, media atau saluran), R
(receiver, decoder, atau penerima), atau dikenal dengan model SMCR.
Harold Lasswell kemudian menambahkan E (effect atau pengaruh)
mengingat efek atau pengaruh merupakan indikator komunikasi yang
efektif. Hingga Harold Lasswell merumuskan proses komunikasi harus
dapat dijelaskan dengan pernyataan yang sederhana: “who says what to
whom in which channel with what effect” atau “siapa bicara kepada siapa
melalui saluran apa dan apa pengaruhnya”. Dalam konteks komunikasi
Universitas Indonesia
politik, Lasswell mendefinisikan politik dengan pertanyaan sederhana “who
gets what, when, how”atau “siapa mendapatkan apa, kapan dengan cara
bagaimana (Dan Nimmo, 2001).
2.2. Komunikator Politik
Dalam sebuah komunikasi politik adalah keseluruhan keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan saat ini, guna mencapai
tujuan politik pada masa depan. Ketika komunikasi politik berlangsung,
justru yang berpengaruh bukan pesan politik saja, melainkan terutama siapa
tokoh politik yang menyampaikan pesan politik itu. Dengan kata lain,
ketokohan seseorang komunikator politik dan lembaga politik yang
mendukungnya sangat menentukan berhasil atau tidaknya komunikasi
politik dalam mencapai sasaran dan tujuannya (Ahmad, 2012, hal. 1).
Dean Barlund sebagaimana dikutip Nimmo menyatakan bahwa
komunikasi itu bersifat sirkular dalam arti tidak ada urutan yang linear,
sehingga dalam konteks ini, komunikator politik, sumber tersebut tidak
hanya menyangkut organisasi politik, mulai dari partai politik, organisasi
masyarakat, interest group, hingga pemerintah, namun juga bisa dari rakyat
langsung kepada pemimpin politiknya (Nimmo, 2001, hal. 6).
Menurut Hafied Cangara, sumber atau komunikator politik adalah
mereka yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang mengandung
makna atau bobot politik, misal Presiden dan Wakil Presiden, Menteri,
anggota DPR, MPR, Pemerintah Daerah misal Gubernur dan Wakil
Gubernur, DPRD dan sebagainya, yang bisa mempengaruhi jalannya
pemerintahan (Changara, 2011, 31).
Nyarwi Ahmad mengatakan bahwa komunikator politik merupakan salah
satu elemen terpenting yang akan menentukan keberhasilan dan kegagalan
keseluruhan proses dan tujuan komunikasi politik yang dijalankan. Tentu
saja, kesuksesan para komunikator politik ini tidak dapat dicapai karena
semata-mata dirinya memiliki bakat retorika politik yang hebat, ada
beragam jenis profesional komunikator politik meskipun kemampuan
Universitas Indonesia
retorika politik komunikator politik juga menentukan kesuksesan
penyampaian pesan (Ahmad, 2012, hal. 1).
Peran komunikator politik sangat menentukan dan berperan penting
dalam memproduksi pesan-pesan dan informasi politik. Komunikator politik
dituntut untuk melahirkan pesan-pesan politik yang aktual, impresif dan
menarik di mata khalayak. Komunikator politik berperan dalam
mengkonstruksikan identitas buadaya, sosial, ekonomi, politik dan ideologi
politik, Komunikator politik juga ditandai dengan kemampuannya dalam
kepemimpinan politik (Ahmad, 2012, hal. 1).
Kompetensi kepemimipinan politik selalu dibutuhkan dan diperlukan
oleh para komunikator politik mengingat untuk mewujudkan tujuan
politiknya, tidak bisa sekedar mereproduksi dan menyampaiakan pesan-
pesan politik politik semata, tetapi juga harus disertai dengan kemampuan
pada bagaimana agar pesan-pesan politik dapat didistribusikan secara luas
dan mempengaruhi atau bahkan membentuk persepsi, sikap dan perilaku
politik khalayaknya (Ahmad, 2012, hal. 1).
Komunikator politik harus memilki kepempimpinan politik. Dan Nimmo
menyebutkan bahwa kepemimpinan politik secara umum didefinisikan
sebagai suatu hubungan antara orang-orang di dalam suatu kelompok dan
memilki hubungan yang erat karena proses komunikasi yang berlangsung
baik melalui model komunikasi interpersonal, komunikasi organisasi dan
komunikasi massa (Nimmo, 2001, hal. 11).
2.3. Retorika Politik
Salah satu bentuk atau jenis komunikasi politik yang sudah lama dikenal
dan dilakukan oleh para politikus atau aktivis adalah Retorika politik.
Retorika politik berkaitan dengan pembentukan citra dan Opini Publik yang
positif (Ahmad, 2012, hal. 25).
Retorika yang berasal dari bahasa Yunani rhetorica memang berarti seni
berbicara. Pada awalnya dipergunakan dalam perdebatan-perdebatan antar
Universitas Indonesia
persona, hingga menjadi komunikasi dua arah. Namun pada
perkembangannya retorika juga dapat digunakan dari satu orang ke satu
orang lainnya atau beberapa orang untuk saling mempengaruhi dengan cara
persuasif dan timbal balik. Untuk itu retorika dikembangkan sebagai
kegiatan seni berbicara, dan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri (Arifin,
2003, hal. 126).
Retorika politik merupakan seni menyusun argumentasi dan pembuatan
naskah pidato, karena retorika berkaitan dengan persuasi. Sebagai
komunikasi satu ke banyak orang atau komunikasi massa, retorika bergesar
menjadi pernyataan umum, terbuka dan aktual, dengan menjadikan khalayak
(publik) menjadi sasaran (Arifin, 2003, hal. 128).
Retorika menurut Aristoteles terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1)
retorika deliberatif, (2) retorika forensik dan (3) retorika demonstratif.
Retorika deliberatif dirancang untuk memengaruhi khalayak dalam
kebijakan pemerintah. Pembicaraan difokuskan pada keuntungan dan
kerugian jika sebuah kebijakan diputuskan dan dilaksanakan. Retorika
forensik digunakan di dalam pengadilan. Sedangkan retorika demonstratif
digunakan untuk mengembangkan wacana memuji atau menghujat (Arifin,
2003, hal. 30).
Meskipun demikian dalam komunikasi politik yang efektif tidak cukup
hanya dengan menggunakan satu jenis retorika saja untuk mempengaruhi
khalayak. Retorika pada dasarnya menggunakan lambang untuk
mengidentifikasi pembicara dengan mendengar melalui pidato. Sedangkan
pidato adalah konsep yang sama pentingnya dengan retorika sebagai
identifikasi atau sebagai sebuah simbolisme (Ahmad, 2012, hal. 127).
Dengan pidato di hadapan khalayak secara terbuka akan berkembang
wacana publik dan berlangsung proses persuasi. Melalui pidato dapat
terungkap konflik. Untuk itu Dan Nimmo menyebut pidato adalah negosiasi,
dengan retorika politik akan tercipta masyarakat dengan negosiasi yang
terus berlangsung.
Universitas Indonesia
Retorika politik merupakan salah satu kekuatan dasar yang harus dimiliki
oleh para komunikator politik. Di era domokrasi diaman media massa dan
teknologi komunikasi belum begitu canggih, retorika politik menjadi elemen
kunci yang pertama-tama harus dikuasai dan dimiliki oleh komunikator
politik. Retorika politik bukan hanya menyangkut materi-materi pesan
politik, tapi bagaimana materi tersebut disusun, dikemas, dan disampaikan
kepada publik dengan dukungan kemampuan fisik dalam berkomunikasi.
Retorika politik juga dapat menunjukkan kata-kata yang tanpa arti namun
memiliki diksi yang berlebih. Hal ini berkonotasi asosiasi dengan penipuan
dan trik yang menutupi kebenaran dan keterusterangan. Menurut Yusrita
Yanti (2008), secara umum retorika didefininsikan sebagai menggunakan
bahasa dengan efektif dan persuasif. Suatu seni yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan pembicara atau penulis untuk menyampaikan
informasi, memberikan motivasi, membujuk dan mempengaruhi pikiran
masyarakat dalam situasi tertentu (Smith, 2000).
Menurutnya sejumlah retorika politik terlihat beberapa karakter, pilihan
kata yang digunakan cenderung merupakan emosi terhadap ketidakpuasan,
kejengkelan, keinginan, keoptimisan, dan kebanggaan sehingga melahirkan
sindiran, dan kritikan-kritikan terhadap fenomena sosial yang terjadi. Secara
pragmatis, retorika mencerminkan sikap dari penutur, sikap keoptimisan
dapat memperlihatkan sikap tanggung jawab (responsibility) dari penutur,
sikap lain yang dapat tercermin lainnya adalah empati, peduli, dan lainnya.
Retorika politik juga merupakan tindakan politik yang dapat diamati dari
waktu ke waktu, yang dalam waktu lama membentuk pola, yang pada
akhirnya bertujuan untuk membentuk citra (image) politik bagi khalayak
(masyarakat), yaitu gambaran mengenai realitas politik yang memiliki
makna, citra menunjukkan keseluruhan informasi menurut teori informasi
tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan oleh
individu (Nimmo, 2001).
Secara umum, citra adalah peta seseorang tentang realitas. Tanpa citra,
seseorang akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah
Universitas Indonesia
gambaran tentang realitas, kendatipun tidak harus sesuai dengan realitas
yang sesungguhnya. Citra adalah dunia menurut persepsi kita. Walter
Lippman (1965) menyebutnya picture in our head (Nimmo, 2001), hal.
141).
Komunikasi politik dalam hal ini retorika politik, menurut Anwar Arifin
bertujuan membentuk dan membina citra dan Opini Publik, mendorong
partisipasi politik, memenangi pemilihan, dan memengaruhi kebijakan
politik negara atau kebijakan publik (Arifin, 2003, hal. 127).
2.3.1. Citra Politik
Seperti dijelaskan di atas, salah satu tujuan komunikasi politik adalah
membentuk citra politik yang baik pada khalayak. Citra politik itu terbentuk
berdasarkan informasi yang diterima, baik langsung maupun melalui media
politik. Citra politik merupakan salah satu efek dari komunikasi politik
dalam paradigma atau perspektif mekanistis, yang pada umumnya dipahami
sebagai kesan yang melekat dibenak individu atau kelompok. Meskipun
demikian citra itu dapat berbeda dengan realitas yang sesungguhnya atau
tidak merefleksikan kenyataan objektif.
Citra politik juga berkaitan dengan pembentukan Opini Publik karena
pada dasarnya Opini Publik politik terbangun melalui citra politik.
Sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognisi dari
komunikasi politik. Robert dalam Anwar Arifin menyatakan bahwa
komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku
tertentu, tetapi cenderung memengaruhi cara khalayak mengorganisasikan
citranya tentang lingkungan dan citra itulah yang memengaruhi pendapat
(opini) atau perilaku khalayak (Arifin, 2003, hal. 178).
Citra dapat didefiniskan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi
khalayak terhadap individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan
kiprahnya dalam masyarakat. Citra memiliki empat fase. Baudrillard
menyebut empat fase itu adalah: (1) representasi dimana citra merupakan
cermin suatu realitas; (2) ideologi dimana citra menyembunyikan dan
Universitas Indonesia
memberikan gambaran yang salah akan realitas; (3) citra menyembunyikan
bahwa tak ada realitas; dan (4) citra tidak memiliki sama sekali hubungan
dengan realitas apapun (Arifin, 2003, hal. 179).
Citra politik dapat dipahami sebagai gambaran seseorang tentang politik
yang memiliki makna, kendatipun tidak selamanya sesuai dengan realitas
politik yang sebenarnya. Citra politik tersusun melalui persepsi yang
bermakna tentang gejala politik dan kemudia menyatakan makna itu melalui
kepercayaan, nilai dan pengharapan dalam bentuk pendapat pribadi yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi Opini Publik (Arifin, 2003, hal.
185).
Citra politik seseorang akan membantu dalam pemahaman, penilaian,
pengindentifikasian peristiwa, gagasan tujuan atau pemimpin politik. Citra
politik membantu bagi seseorang dalam memberikan alasan yang dapat
diterima secara subjektif tentang mengapa segala sesuati hadir sebagaimana
tampaknya tentang referensi politik.
Para politikus atau pemimpin dalam politik sangat berkepentingan dalam
pembentukan citra politik dirinya melalui komunikasi politik dalam usaha
menciptakan stabilitas sosial dan memenuhi tuntutan rakyat. Misalnya
pernyataan presiden atau wakil presiden dalam konferensi pers atau dalam
sebuah pidato mengenai kesulitan perekonomian yang telah teratasi akibat
sebuah kebijakan. Untuk itu politikus harus berusaha menciptyakan dan
mempertahankan tindakan politik yang membangkitkan citra yang
memuaskan, supaya dukungan Opini Publik dapat diperoleh dari rakyat
sebagai khalayak komunikasi politik.
2.3.2. Opini Publik
Selain citra politik, komunikasi politik juga bertujuan membentuk dan
membina Opini Publik serta mendorong partisipasi politik, sebagaimana
Universitas Indonesia
telah disinggung di muka. Bahkan dapat dikatakan bahwa citra politik dan
Opini Publik merupakan konsekuensi-konsekuensi dari proses komunikasi
politik yang bersifat mekanistis.
Opini Publik di Indonesia tetap dicatat sebagai sesuatu kekuatan politik
yang penting karena Indonesia termasuk negara yang menganut demokrasi
politik dan sekaligus demokrasi ekonomi yang disebut dalam konstitusi,
dengan nama “kedaulatan rakyat” (Arifin, 2003, hal. 186).
Kesadaran akan hakikat Opini Publik sebagai kekuatan politik
dikemukakan oleh berbagai pakar. Misalnya Ogburn dan Ninkoff
menjelaskan bahwa semua golongan yang tersusun baik secara organisasi
kerjanya, mutlak harus memperoleh dukungan kuat Opini Publik atau
minimal Opini Publik tidak menentangnya. Opini Publik harus dapat
dibentuk, dipelihara dan dibina dengan baik oleh semua kekuatan politik,
melalui komunikasi politik yang intensif dan efektif.
Sebagaimana bidang-bidang lain daam ilmu sosial dan ilmu politik,
Opini Publik memiliki banyak penegertian dari banyak pakar, yang satu
dengan yang lainnya terdapat perbedaan dan persamaan. Opini atau
pendapat, dipahami sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan
yang dihadapi dalam suatu situasi tertentu. William Albig dalam Anwar
Arifi menyatakan bahwa opinion is any expression on a controversial topic
(opini adalah suatu pernyataan yang sifatnya bertentangan). Opini
merupakan expressed statement yang bisa diucapkan dengan kata-kata, juga
bisa dinyatakan dengan isyarat atau cara-cara lain yang mengandung arti
dan segera dapat dipahami maksudnya.
Hingga opini dapat dipahami sebagai pernyataan yang dikomunikasikan
sebagai jawaban atas pertanyaan atau permasalahan uang kontroversial.
Pendapat itu harus dinyatakan, sehigga dapat dinilai atau ditanggapi oleh
publik sehingga mengalami proses komunikasi. Irish dan Prorhro
menyatakan bahwa pernyataan yang telah mengalami proses komunikasi
disebut pendapat (opinion). Opini yang dinyatakan akan lebih banyak
Universitas Indonesia
menjadi kajian ilmu komunikasi dalam paradigma mekanistis dan
paradigma interaksional.
Opini dalam perspektif komunikasi dipandang sebagai respon aktif
terhadap stimulus yakni respon yang dikonstruksi melalui interpretasi
pribadi yang berkembang dari citra dan menyumbang Citra. Oleh karena
opini merupakan respons yang dikonstruksi, maka politisi harus memiliki
perhatian pada politik pengemasan opini. Menurut Gun Gun Heryanto
(gunheryanto.blogspot.com/2007/12) paling tidak ada tiga komponen utama
di dalam sebuah opini. Pertama, keyakinan yang terdiri dari percaya dan
tidak terhadap sesuatu. Dengan kemasan marketing yang baik, khalayak
akan digiring untuk mempercayai apa yang menjadi konsep dan tawaran
penutur. Semakin besar kepercayaan khalayak terhadap kandidat, maka
opini yang berkembang akan semakin positif.
Kedua, di dalam opini juga terkandung nilai berbentuk nilai-nilai
kesejahteraan (welfare Values) dan nilai-nilai deferensi (deference value).
Nilai-nilai kesejahteraan antara lain pencarian kesejahteraan, kemakmuran,
keterampilan dan enlightement. Sementara nilai-nilai deferensi antara lain
penanaman respek, reputasi bagi moral rectitude, perhatian dan popularitas
serta kekuasaan. Dengan memahami komponen-komponen nilai tersebut,
politikus harus memahami benar jika opini tidak bisa dibiarkan mengalir
secara bebas, melainkan harus dikonstruksi. Tentunya dengan cara-cara
yang elegan.
Ketiga, opini juga terdiri dari komponen ekspektasi, yakni komponen
yang berkaitan dengan unsur konotatif. Ini merupakan aspek dari citra
pribadi dan proses-proses interpretatif yang terkadang disamakan oleh para
psikolog sebagai impuls, keinginan (volition) dan usaha keras atau striving.
Kesadaran untuk mengemas opini publik adalah kesadaran untuk
menyelaraskan keinginan dan usaha keras pencapaian tipe ideal sebuah
tatanan dengan tipe ideal yang diharapkan khalayak pemilih. Semakin luas
arsiran wilayah harapan antara kandidat dengan pemilih, maka akan
semakin besar pula peluang kandidat untuk memenangi pertarungan citra.
Universitas Indonesia
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dijelaskan bahwa Opini Publik
adalah pendapat yang sama yang dinyatakan oleh banyak orang yang
diperoleh melalui diskusi yang intensif sebagai jawaban atas pertanyaan dan
permasalahan yang menyangkut kepentingan umum. Permasalahan itu
tersebar luas melalui media massa. Pendapat rata-rata individu-individu itu
memberi pengaruh terhadap orang banyak dalam waktu tertentu. Pengaruh
itu dapat bersifat positif, netral atau bahkan negatif.
Alan D Monroe merumuskan bahwa Opini Publik adalah distribusi
pilihan-pilihan individu di dalam masyarakat (Arifin, 2003, hal 190).
Sedang R.O. Tambunan menulis bahwa Opini Publik adalah pendapat yang
hidup dan berkembang sebagai bentuk interaksi nilai dan lambang di dalam
masyarakat sebagai hasil diskusi (2003, hal. 190). Bernard Berelson
mengaitkan Opini Publik dengan politik dan sosial (2003, hal 191). Ia
menulis bahwa Opini Publik adalah tanggapan orang-orang (yaitu
pernyataan setuju, tdak setuju atau tidak peduli) terhadap masalah-masalah
politik dan sosial yang mengandung pertentangan dan meminta perhatian
umum.
Berdasarkan beberapa pengertian Opini Publik di atas maka Arifin
menyimpulkan bahwa Opini Publik memiliki paling kurang tiga unsur.
Pertama, harus ada isu (peristiwa atau kata-kata) yang aktual, penting dan
menyangkut kepentingan pribadi kebanyakan orang dalam atau kepentingan
umum, yang disiarkan melalui media massa. Kedua, harus ada sejumlah
orang yang mendiskusikan isu tersebut, yang kemudian menghasilkan kata
sepakat mengenai sikap, pendapat dan pandangan mereka. Ketiga,
selanjutnya pendapat mereka itu diekspresikan atau dinyatakan dalam
bentuk lisan, tulisan dan gerak-gerik (2003, hal 191).
2.4. Retorika Politik Wakil Presiden.
Mengenai masalah bangunan pidato Wakil Presiden ada baiknya kita
melihat kembali teori The Sosial Construction of reality yang diprakasai
oleh Peter Berger dan Thomas Luckman (Berger & Luckman,1990,hal. 28-
Universitas Indonesia
29). Dinyatakan bahwa kenyataan sosial adalah hasil (eksternalisasi) dari
internalisasi dan obyektivasi manusia terhadap pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari. Eksternalisasi dipengaruhi oleh stock of knowledge
(cadangan pengetahuan) yang dimilikinya. Cadangan sosial pengetahuan
adalah akumulasi dari common sense knowledge (pengetahuan akal sehat).
Common sense adalah pengetahuan yang dimiliki individu bersama
individu-individu lainnya dalam kegiatan rutin yang normal, dan sudah jelas
dengan sendirinya, dalam kehidupan sehari-hari.
Penelitian mengenai konstruksi realitas ini berangkat dari kacamata
sosiologi. Pada dasarnya konstruksi realitas mensyaratkan pada dua hal
yakni: realitas dan pengetahuan. Dua istilah inilah yang menjadi istilah
kunci dalam teori ini. Kenyataan diartikan sebagai kualitas yang terdapat
dalam keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu
manusia (harapan, angan-angan atau dalam politik dapat diterjemahkan
dengan kepentingan). Pengetahuan adalah kepastian bahwa keberadaan itu
nyata (real) dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik (1990,hal.
28-29).
Dalam studi ini, Berger juga memperhatikan mengenai legitimasi.
Menurutnya legitimasi adalah pengetahuan yang diobyektivasi secara sosial
yang bertindak untuk menjelaskan dan membenarkan tatanan sosial.
Legitimasi merupakan pengetahuan yang berdimensi kognitif dan normatif
karena tidak hanya menyangkut penjelasan tetapi juga nilai-nilai moral.
Legitimasi, dalam pengertian fundamental, memberitakan apa yang
seharusnya ada terjadi dan mengapa terjadi (1990,hal. 28-29).
Dalam Pidato atau Pernyataan dalam Konferensi Pers Wakil Presien
Boediono, setelah dimintai keterangan oleh KPK dalam kapasitasnya
sebagai mantan Gubernur BI, kita akan melihat realitas kejadian bangsa
yang dijelaskan oleh Wakil Presiden. Pengetahuan yang dimiliki oleh
masyarakat dalam pandangan Berger dapat menjadi justifikasi dalam
menilai pernyataan tersebut. Apakah kemudian realitas itu dinilai nyata
ataukah hanya sesuatu yang sengaja dikonstruksikan
Universitas Indonesia
Seperti dijelaskan di atas retorika diperkenalkan oleh Aristoteles dan
diartikan sebagai seni berorasi. Ilmu retorika sendiri dijelaskan Aristoteles
dalam karya besarnya Rethoric sebagai ilmu yang menyelidiki secara
sistematis efek dari pembicara, orasi, serta komunikan dengan pendekatan
Persuasif (Rahmat,1994,hal.19). Salah satu klasifikasi mengenai retorika
yang dibuat Aristoteles adalah Political Speaking yang bertujuan untuk
mempengaruhi legislator atau pemilih untuk ikut serta dalam pemilihan atau
untuk memilih. Lebih jauh lagi Menurut Aristoteles, kualitas persuasi dari
retorika bergantung kepada tiga aspek pembuktian, Pertama logika (logos),
dimana argumentasi dari orator menjadi hal yang terpenting untuk
pembuktian secara logika. Dalam pidato pernyataan Wakil Presiden
Boediono untuk memenuhi unsur logos ini, Wapres Boediono menyisipkan
data-data, pengakuan sebagai bukti atau seolah-olah bukti yang dapat
diterima masyarakat secara logis atas prestasi kinerja pemerintah.
Kedua etika (ethos), yaitu bagaimana karakter dari orator dapat dilihat
dari caranya menyampaikan pesan pesan. Hal pendukung agar secara etika
dapat diterima publik adalah pengetahuan orator, kepribadian dan status
yang baik dari orator. Karakter seorang pemimpin dan gaya (style)
kepemimpinn diterjemahkan pada bagaimana pemimpin berbahasa, tindak
tanduk, dan kehidupan personal yang menjadi hal penting dalam
mempengaruhi keberhasilan retorika.
Ketiga adalah emosional (pathos), yaitu bagaimana apa yang dirasakan
oleh Orator mampu tersampaikan kepada khalayaknya. Orator harus
menyentuh hati khalayak. Selain itu Orator juga harus memahami perasaan,
emosi, harapan, kebencian, dan kasih sayang masyarakat. Disinilah Pidato
atau Pernyataan Wakil Presiden Boediono akan diuji apakah yang dirasakan
Boediono mengenai kebijakan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek
Bank Century pada Tahun 2008 sama dengan apa yang dirasakan
komunikannya yang diwakilkan oleh para elit baik yang berada pada jajaran
pemerintahan maupun yang berada di luar pemerintahan.
Universitas Indonesia
Dalam perkembangnnya studi mengenai retorika presidensial dewasa ini,
berbicara mengenai bagimana statement jajaran eksekutif dapat
mempengaruhi publik dan lebih jauh lagi mempengaruhi kebijakan. Salah
satunya adalah penelitian yang dilakukan Andrew B.Whitford dan Jeff
Yates (Whitford&Yates,hal.6). Mereka menggambarkan bagaimana retorika
jajaran eksekutif dapat mempengaruhi agenda publik dan lebih jauh
mempengaruhi kebijakan yang dibuat di parlemen. Penelitian mengenai
pengaruh retorika presidensial yang efektif mempengaruhi agenda publik
sampai pada tingkat legislatif juga dikemukan oleh Brandice Canes Wrone
(Whitford&Yates,hal.7). Topik mengenai retorika presidensial ini mencoba
melihat apakah ketika Orator dalam hal ini Wakil Presiden berbicara, rakyat
mendengar? Apakah birokrasi merubah prilakunya berdasarkan prioritas
Wakil Presiden? Hasil Penemuan selama ini menyatakan pernyataan Wakil
Presiden menjadi kekuatan yang besar untuk mempengaruhi Opini Publik.
Jeffrey E. Cohen (Rahmat,1994,hal.19) dalam penelitiannya menemukan
bahwa retorika presidensial mampu mempengaruhi agenda publik.
Dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana pengaruh retorika dalam
menghadapi sebuah krisis dengan menggunakan teori Image Restoration
terhadap Opini Publik. Selanjutnya untuk sampai pada kesimpulan yang
menunjukan apakah retorika Wakil Presiden dalam menghadapi krisis
kepercayaan publik terhadap keputusan pemerintah mempengaruhi Opini
Publik diperlukan suatu metode analisis. Dalam penelitian ini metode yang
digunakan adalah analisis pemulihan citra.
2.5. Komunikasi Krisis dan Image Restoration Theory (Teori Pemulihan
Citra)
2.5.1. Komunikasi Krisis
Retorika politik dibutuhkan juga ketika komunikator politik
menemukan konflik ataupun menghadapi krisis, dimana krisis dapat
Universitas Indonesia
mengancam reputasi komunikator politik. Bagi sebuah perusahaan,
badan pemerintah, dan individu, image dan reputasi sangatlah penting.
Karena itu bila reputasi jatuh, dibutuhkan sumber daya yang besar
untuk memulihkan. Dalam bahasan sehari-hari, reputasi dimaksudkan
sebagai image yang menancap di benak komunikan terhadap
komunikator berdasarkan fakta seberapa baik komunikator memenuhi
harapan mereka (Ludwig,2011, hal.108).
Krisis menurut Barton (Ngurah Putra, 1999, hal. 84) adalah
peritiwa besar yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik
perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup
berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan
organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.
Menurut Otto Lerbinger yang pendapatnya dikutip Mazur & White
(1998, hal.32) kategori krisis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era
pascaindustri ini makin banyak koorporasi yang tergantung
pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga bilamana
teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat
dahsyat.
2. Krisis konfrontasi (confrontation crisis). Krisis timbul karena
gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap
korporasi.
3. Krisis tindak kejahatan (crisis of malevolence). Krisis timbul
sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-
kelompok terorganisasi.
4. Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures).
Krisis muncul karena terjadinya salah urus dan
penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang
diberi kewenangan khusus.
5. Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to
the organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis
Universitas Indonesia
terutama dapat berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger
perusahaan.
Pada dasarnya, setiap krisis mengancam reputasi atau citra. Dalam
konteks ini, komunikasi krisis yang efektif akan meminimalkan citra
negatif ataupun Opini Publik yang negatif akibat kerusakan reputasi
atau citra akibat krisis. Dengan kata lain, ketika terjadi krisis,
komunikasi krisis yang efektif menjadi alat dalam upaya membangun,
memulihkan dan mempertahankan citra positif. Pesan-pesan yang
disampaikan dalam komunikasi politik memainkan peran penting
dalam situasi krisis. Disini komunikator harus jeli menyusun dan
menyediakan informasi untuk menjelaskan suatu krisis dan membantu
mengurangi kerusakan dan dampak krisis terhadap komunikator.
Pada saat krisis, komunikator politik dituntut menciptakan suatu
komunikasi atau pesan-pesan untuk menangani krisis. Bila pesan-
pesan yang disampaikan komunikator tidak tepat, hal itu bisa
memperburuk situasi krisis (Ludwig,2011, hal.109).
Sebuah fitur penting dari komunikasi krisis adalah pengelolaan
komunikasi yang kompleks. Gregory dalam Benoit menunjukkan
bahwa berkomunikasi dalam suatu krisis adalah tindakan
penyeimbangan yang sulit. Disini komunikator harus menghadapi
situasi cara menyampaikan pesan yang harus disampaikan secara
internal maupun eksternal (Benoit,1995,hal.97).
Aturan baku komunikasi krisis adalah saat terjadi krisis,
komunikator harus sesegera mungkin merespon dan menyampaikan
informasi kepada semua khalayak kunci melalui pesan sederhana dan
mudah dipahami. Akan tetapi, yang terdengar sederhana di atas kertas
lebih sulit dalam praktek. Sebab dalam krisis yang sebenarnya, budaya
dan struktur organisasi sangat mempengaruhi penerapan komunikasi
krisis.
Untuk menjaga kredibilitas, komunikator harus bereaksi dan
merespon dengan cepat, informasi dikelola secara efektif dan
Universitas Indonesia
diberikan pada saat yang sama kepada semua pihak. Sikap jujur sangat
penting untuk komunikasi krisis. Satu aturan dasar untuk menangani
krisis adalah dengan mengatakan kebenaran secara cepat. Seperti
dikatakan Rosady Ruslan (1999,hal.73) suatu krisis, dapat
menimbulkan resiko sebagai berikut:
1. Intensitas masalah menjadi meningkat;
2. Menjadi sorotan publik, baik melalui liputan media massa,
informasi yang disebarkan melalui mulut ke mulut;
3. Merusak sistem kerja, etos kerja, dan mengacaukan sendi-
sendi organisasi secara total yang mengakibatkan lumpuhnya
kegiatan;
4. Mengundang ikut campur tangan pemerintah, yang mau tidak
mau harus turut mengatasi masalah yang timbul;
Komunikasi, terutama selama krisis, secara langsung
mempengaruhi persepsi publik dan organisasi yang dapat
mempengaruhi kepentingan jangka panjang organisasi dalam hal ini
pemerintahan SBY - Boediono.
Caldiero, Taylor dan Ungureanu menganggap hubungan dengan
media selama krisis bahkan lebih penting daripada biasanya. Mereka
menunjukkan bahwa sangat penting bagi pemerintah dalam hal ini
komunikator politik untuk berkomunikasi secara teratur dengan
pemangku kepentingan internal dan eksternal. Kelompok-kelompok
ini dapat mendukung organisasi pada saat krisis dan membantu
membingkai krisis untuk media dan publik. Namun, mendengarkan
kelompok ini adalah sama pentingnya (Coombs and
Holladay,2010,hal.103).
Teknologi komunikasi baru juga telah secara dramatis mengubah
cara informasi dan komunikasi yang ditransmisikan pada saat terjadi
krisis. Tidak hanya berita tentang situasi krisis yang dengan cepat
menyebar ke seluruh dunia, organisasi juga dapat menggunakan
Universitas Indonesia
teknologi komunikasi baru untuk keuntungan mereka berkomunikasi
dengan para pemangku kepentingan internal dan eksternal.
Misalnya, di samping siaran pers tradisional, organisasi juga dapat
menggunakan email, web dokumen, video, audio, dan komentar
berbasis Web dan analisis. Salah satu contoh penggunaan teknologi
komunikasi baru yang tidak tersedia di masa lalu adalah blogging,
yang menciptakan kemungkinan komunikasi ganda untuk organisasi
dan para pemangku kepentingan.
Ketersediaan media baru telah meningkat pesat dalam dekade
terakhir ini dan memperluas pilihan komunikasi untuk organisasi
selama krisis. Pemerintah tidak lagi terbatas pada media tradisional
untuk berkomunikasi dengan setiap pemangku kepentingan, mereka
juga dapat menggunakan sumber daya internet. website organisasi,
misalnya, merupakan cara yang efektif dan sangat mudah diakses
untuk menyediakan khalayak yang berbeda dengan informasi tentang
krisis yang sedang berlangsung.
Coombs dan Holladay melihat Internet sebagai salah satu pilihan
bagi organisasi untuk berkomunikasi dengan cepat dengan pemangku
kepentingan mereka dalam situasi krisis. Menurut mereka
perkembangan Internet memiliki pengaruh signifikan terhadap
komunikasi korporat. Kecepatan dan kesederhanaan pertukaran
informasi tidak hanya memudahkan bagi organisasi untuk
berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan mereka, hal itu
juga telah mengubah harapan. Waktu menjadi elemen penting dalam
komunikasi krisis dan pemangku kepentingan sekarang memiliki
harapan yang lebih besar dari informasi segera mungkin tentang
peristiwa krisis (2010,hal.110).
Jaringan sosial seperti blog, Twitter, podcast, dan YouTube juga
semakin banyak digunakan untuk mendistribusikan pesan,
membangun dialog, atau melanjutkan percakapan dengan para
pemangku kepentingan. Cara lain untuk menggunakan media sosial
Universitas Indonesia
dapat untuk memindai tanda-tanda krisis berkembang. Blog, video,
atau kelompok pelanggan di Facebook memberikan informasi penting
tentang bagaimana memandang stakeholder organisasi. Sekarang
pemerintah juga dapat menggunakan media baru untuk berkomunikasi
dengan para pemangku kepentingan mereka dalam situasi krisis, misal
kalangan DPR, masyarakat dan organisasi non pemerintah. Pemangku
kepentingan sendiri bisa digunakan, misalnya, blog untuk
berkomunikasi dan bertukar informasi, tidak hanya dengan organisasi,
tetapi juga dengan para pemangku kepentingan lainnya, tanpa dibatasi
oleh geografi.
Gambaran diatas menunjukkan dengan jelas bahwa satu dan
kejadian yang sama dapat menciptakan reaksi penonton yang sama
sekali berbeda. Sebuah strategi yang efektif dalam satu budaya atau
negara tidak dijamin akan sukses di tempat lain. Ini karena pada
dasarnya setiap krisis itu unik.
Hal ini membuat sulit para komunikator politik, terutama yang
bertanggungjawab bila terjadi krisis, untuk strategi pemulihan citra.
Akan tetapi, seperti yang ditulis di bagian sebelumnya, pada dasarnya
setiap strategi pemulihan citra mempunyai kemiripan. Hanya
kerangkanya yang mungkin perlu dimodifikasi agar sesuai dengan
situasi khusus, meski hal itu harus dilakukan secara hati-hati.
2.5.2. Asumsi Dasar Teori Pemulihan Citra
Penelitian ini akan menggunakan teori pemulihan citra (image
restoration theory) dengan pendekatan retorika yang diperkenalkan
oleh William L. Benoit.
Analisis retorika politik menggunakan teori pemulihan citra
memiliki empat sistem pendekatan analisis (Benoit,1995,hal.30).
Universitas Indonesia
Teori pemulihan citra bertujuan untuk fokus dalam identifikasi
pemilihan kalimat dalam sebuah retorika politik, antara lain
pernyataan dalam konferensi pers atau sebuah pidato.
Teori pemulihan citra mengasumsikan bahwa, pertama,
komunikasi adalah sebuah aktivitas yang efektif dalam mencapai
sebuah tujuan. Kedua, mempertahankan reputasi atau citra positif
adalah pusat dari tujuan tersebut. Komunikator politik memiliki
banyak tujuan, beberapa diantaranya tidak sesuai dengan keinginan
komunikan ataupun stakeholder. Dengan kata lain, untuk menuju
suatu tujuan dari komunikasi, beberapa hal kurang diperhatikan.
Namun, komunikator harus mencoba meraih tujuan komunikasi
dengan berbagai cara yang terbaik.
Teori ini mengklaim bahwa konsep dasar dari pemulihan citra
adalah memperbaiki/mempertahankan citra yang baik yang
merupakan hal terpenting dari tujuan ini. Untuk itu sebagai
komunikator, perlu memiliki strategi mempertahankan citra positif
tersebut. Karena terkadang komunikator melalukan kesalahan yang
membuat citra komunikator menjadi tidak aman, dan menjadi subjek
yang diserang. Ketika komunikator berhadapan dengan kejadian yang
akan merusak citranya, dengan apapun penyebabnya, maka jalan satu-
satunya adalah dengan memperbaikinya atau memulihkannya
(1995,hal.31).
2.5.3. Diskursus Teori Pemulihan Citra
Sejak komunikasi adalah salah satu dari aktivitas antar manusia
dalam menuju suatu tujuan, maka komunikasi memfokuskan pada satu
hal, memulihkan atau melindungi sebuah reputasi atau citra.
Pemulihan citra/reputasi adalah tujuan utama berkomunikasi dengan
retorika.
Universitas Indonesia
Karena citra atau reputasi merupakan hal yang penting bagi
komunikator, ketika diserang kita membuat suatu pertahanan, dan
melakukan kegiatan yang dapat mengurangi kekhawatiran. Hal ini
terjadi ketika (a) dimana terjadi tindakan yang tidak diinginkan, (b)
komunikator bertanggung jawab atas tindakan itu. Reputasi atau Citra
komunikator beresiko jika komunikan percaya bahwa kedua kondisi
diatas terjadi. Namun jika komunikan percaya bahwa komunikator
bertanggungjawab atas suatu tindakan yang salah, maka komunikator
bersiap jika citranya menjadi negatif. Jika komunikator berpikir
bahwa dirinya melakukan tindakan yang jelas, maka komunikator
biasanya tidak akan meminta maaf, namun memberikan solusi kepada
lembaga lain untuk memulihkan citranya (1995,hal.40).
2.5.4. Strategi Pemulihan Citra
Penyangkalan: Komunikator mungkin menyangkal bahwa sebuah
tindakan terjadi/diambil bukan karena pilihan komunikator tersebut,
hingga yang terjadi adalah ingin memunculkan identitas yang
melakukan kesalahan pada sebuah tindakan tertentu. Jika komunikan
menerima klaim komunikator, maka citra dari identitas komunikator
akan meningkat. Namun, penyangkalan memunculkan pertanyaan lain
dari komunikator, lalu siapa yang melakukan? (1995,hal.41)
Menghindari tanggung jawab: Komunikator mungkin tidak bisa
mnyangkal sebuah tindakan, namun dapat menghindari atau
mengurangi tanggung jawab yang tampak dalam sebuah retorika
tersebut. Ada empat variasi dalam proses menghindari tanggung
jawab yaitu: pengkambinghitaman, defeasibility, kecelakaan, dan
motif/niat (1995,hal.41).
(1) Pengkambighitaman adalah sebuah tindakan yang digunakan sebagai
cara untuk mengklaim tindakan tersebut dilakukan sebagai tanggapan
terhadap tindakan kesalahan lainnya. Sepanjang komunikan
menyetujui bahwa tindakan yang salah tersebut memang harus
Universitas Indonesia
dilakukan oleh komunikator saat itu, maka citra komunikator
terselamatkan, sebagian atau keseluruhan.
(2) Defeasibility dipergunakan ketika komunikator membeberkan bahwa
saat itu dirinya tidak memiliki atau kurang memiliki informasi atau
kontrol atas faktor-faktor penting dalam situasi yang mengarah ke
tindakan yang salah. Intinya ketika komunikator menyampaikan
bahwa dirinya tidak memiliki kendali atas permasalahan tersebut. Jika
komunikan menerima maka komunikator dapat mengurangi tanggung
jawab yang dia rasakan.
(3) Sebuah kecelakaan/kesalahan, pada bagian ini, komunikator meminta
pihak lain yang bertanggung jawab. Komunikator tidak menyangkal
telah terjadi kesalahan, namun komunikator berupaya memberikan
informasi yang dapat mengurangi tanggung jawabnya.
(4) Motif atau intensions adalah tidak menolak bahwa melakukan
tindakan yang salah, namun komunikator meyakinkan komunikan
bahwa tindakannya dilakukan dengan niat yang baik atau memiliki
tujuab yang baik. Hal ini upaya agar komunikator tidak disalahkan
sebanyak ketika dirinya belum memberikan keterangan.
Mengurangi penyangkalan: Hal ini dilakukan untuk mengurangi
kebencian dari komunikan dan dilakukan dengan enam taktik yaitu
(1995,hal.42):
(1) Bolstering (telah melakukan beberapa hal dengan baik). Taktik
tersebut memperkuat anggapan dimana komunikator berusaha untuk
mengidentifikasi kembali dirinya sendiri dengan nilai-nilai yang
dipandang baik oleh komunikan. Sementara taktik pertama berusaha
untuk mengubah cara pandang komunikan terhadap komunikator.
(2) Minimisasi (krisis yang tidak atau terlalu buruk) taktik ini
meminimalisir efek negatif komunikan, bahwa tindakan tidak benar-
benar salah.
(3) Diferensiasi (yang lain merupakan krisis yang lebih buruk) taktik ini
berusaha mengubah pandangan, penafsiran, atau pemaknaan oleh
komunikan ke perspektif baru, sehingga ketika informasi baru
Universitas Indonesia
terungkap, tindakan yang sudah dilakukan tidak lagi tampak sama
buruknya. Dengan kata lain, karena adanya pemahaman baru, maka
komunikan memaafkan tindakan yang lama.
(4) Transendensi (fokus pada isu-isu lain). Taktik ini adalah dimana
komunikator yang dianggap bersalah berusaha menghapus kesalahan
atau rasa bersalah dengan mengubah konteks di mana komunikan
menkonstruksi tindakan melalui upaya menjauhkan dari rincian
spesifik ke fokus yang lebih abstrak. Taktik ini sering melibatkan
perubahan atau reframing fokus masalah sehingga tindakan spesifik
dari suatu perusahaan individu mungkin tidak lagi tampak. Yang
ditonjolkan justru masalah lebih luas yang juga dihadapi seluruh
industri atau masyarakat.
(5) Menyerang (tidak bertanggung jawab). Taktik ini berusaha
meminimalkan perasaan negatif komunikan dengan mencoba
mempersuasi mereka bahwa perbuatan itu, pada awalnya, bukanlah
tindakan ofensif.
(6) Kompensasi (sanggup menanggung biaya krisis). Dalam taktik ini,
komunikator memberikan kompensasi atau memberikan restitusi
dalam beberapa cara baik dalam bentuk bantuan keuangan, jasa, dan
sebagainya kepada korban.
Kategori keempat tipologi ini adalah tindakan perbaikan.
(1995,hal.42) Ini melibatkan pemberian janji untuk memperbaiki
kerusakan atau untuk mencegah berulangnya
kembali kejadian serupa atau perilaku tindakan mengerikan di masa
depan. Benoit menjelaskan, "Ketika orang yang dituduh melakukan
kesalahan menunjukkan kesediaan mereka untuk mengoreksi atau
mencegah terulangnya masalah, mereka dapat meperbaiki reputasi
mereka".
Kategori terakhir, menunjukkan rasa malu (mortification)
(1995,hal.42).Taktik ini mengharuskan tertuduh mengambil tanggung
jawab atas tindakan yang baik secara sadar maupun tidak sadar.
Tertuduh juga menyampaikan permintaan maaf. Dalam arti, terdakwa
Universitas Indonesia
mengakui bersalah, dan meminta maaf dari orang-orang yang telah
dirugikan atau tersinggung. "Jika kita percaya permintaan maaf itu
tulus, kita akan memaafkan suatu kesalahan".
Seorang individu atau organisasi dapat menggunakan salah satu
dari strategi-strategi dalam usaha untuk mengembalikan reputasi,
Benoit menunjukkan bahwa beberapa strategi perbaikan atau
pemulihan citra yang paling sering digunakan dimana masing-masing
strategi memiliki efektivitas besar pada keadaan tertentu.
Tesis ini pada tahapan selanjutnya ingin melihat bagaimana
pendangan responden dalam memandang sikap dan pernyataan
Konferensi Pers Wakil Presiden Boediono dalam menyikapi
pemeriksaannya oleh KPK untuk kemudian mencocokkannya dengan
citra yang terbentuk dari pernyataan yang disampaikan Wakil Presiden
Boediono melalui retorika politik yang dinyatakan dalam konferensi
pers mengenai pemeriksaan Boediono dalam kapasitasnya sebagai
saksi oleh KPK.
Universitas Indonesia
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif : suatu upaya untuk
memelihara bentuk dan isi tingkah laku manusia dan menguraikan kualitas-
kualitasnya Penelitian kualitatif tertarik pada makna, dalam arti bagaimana
orang membuat hidup, pengalaman dan struktur dunianya masuk akal.
Dalam hal ini adalah mengamati retorika yang tertuang dalam pernyataan
pers wakil presiden dalam kasus Bank Century.
Secara lebih spesifik, metodologi penelitian kualitatif memiliki asusmsi
filosofis sebagai berikut: (1) beranggapan bahawa realitas atau pengetahuan
dibangun secara sosial, sehingga terdapat relitas jamak, (2) Realitas
dibentuk secara kognitif sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dengan peneliti (3) Selalu terikat nilai (Bogdan & Biklen)
(Sugiyono,2007,hal 13). Penelitian ini mencoba melihat bagaimana sebuah
teks dikonstruksikan.
Bogdan dan Biklen juga menjelaskan bahwa penelitian kualitatif dilakukan
pada kondisi alamiah, langsung ke sumber data dan peneliti adalah
instrumen kunci. Penelitian Kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang
terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan
pada proses dari pada produk atau outcome. Laporan penelitian akan berisi
kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
3.2. Fokus Penelitian
Penelitian ini memfokuskan pada pembentukan citra politik dalam
pernyatan pers mantan Wakil Presiden Boediono mengenai pemeriksaan
dirinya oleh KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Gubernur Bank
Indonesia dan saksi Kasus Pemberian FPJP Bank Century pada tahun 2008
lalu, Sabtu 23 November 2013 lalu. Penelitian ini diarahkan pada
pernyataan yang dinilai penting karena dikaitkan dengan klaim-klaim bahwa
Universitas Indonesia
bantuan untuk Bank Century tersebut merupakan hal yang benar salah satu
keputusan yang membuat perekonomian saat itu tidak terpuruk dan
pemeriksaan kepada Wakil Presiden merupakan salah satu langkah turut
serta dalam pemberantasan korupsi dan demokrasi. Pidato mantan Wakil
Presiden Boediono saat itu akan menjadi unit analisis dasar dalam penelitian
ini.
3.3. Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi, yang memusatkan
diri pada setiap kalimat pernyataan pers mantan Wakil Presiden Boediono
setelah diperiksa KPK, dan ditelaah menggunakan teori restorasi citra
(image restoration theory) dari Benoit (2007,hal.30). Teori restorasi citra
dianggap sebagai pendekatan komunikasi krisis dalam memulihkan suatu
image organisasi. Teori Benoit dalam restorasi citra menjelaskan bahwa
"ketika citra orang atau organisasi terancam, sering dianggap penting
untuk mengambil tindakan untuk memperbaiki citra"
(Sugiyono,2007,hal.31).
Komunikasi dianggap sebagai sarana penting untuk memulihkan
seseorang atau citra organisasi setelah krisis. Dengan menggunakan
komunikasi, memungkinkan orang lain untuk memahami dan
mempengaruhi citra melalui pembentukan opini mengenai
organisasi/perusahaan ataupun individu. Rsetorasi citra teori Benoit (1995)
menawarkan lima strategi restorasi citra untuk memahami gambar Pesan
perbaikan. Strategi meliputi 1) Denial, 2) Evasion of responsibility, 3)
Reducing the offensiveness, 4) Corrective action, 5) Mortification.
Secara terperinci analisa isi menggunakan teori restorasi citra akan
digambarkan kedalam tabel sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Tabel 3. 1. - Image Restoration Theory Response Strategies
JENIS STRATEGI TAKTIK
Denial Penyangkalan (kita tidak
melakukannya)
Menggeser kesalahan (Bukan kita, tapi
orang lain yang melakukannya)
Evasion of responsibility Provokasi tanggung jawab (kami
terprovokasi untuk melakukan itu)
Defeasibility (kami tidak memiliki
informasi yang cukup)
Kecelakaan (kami tidak bermaksud
untuk ini terjadi)
Niat baik (Tindakan kita itu
dimaksudkan untuk hal yang benar)
Reducing the offensiveness Bolstering (kami telah melakukan
beberapa hal dengan baik)
Minimisasi (krisis yang tidak atau
terlalu buruk)
Diferensiasi (yang lain telah krisis lebih
buruk)
Transendensi (kita harus fokus pada isu-
isu lain)
Menyerang penuduh (penuduh tidak
bertanggung jawab)
Kompensasi (kami sanggup
menanggung biaya krisis)
Corrective action (Kami akan
memecahkan
Masalah ini)
Mortification (Kami mohon maaf)
Universitas Indonesia
Untuk penolakan, Benoit menyarankan dua
pendekatan. Pertama, seseorang atau organisasi, mengingkari keterlibatan
dalam tindakan atau menyangkal tindakan yang pernah dilakukan.
Pendekatan kedua melibatkan "victimage," atau menimpakan kesalahan
kepada orang lain. (Benoit,1995,hal.91)
Untuk penghindaran tanggung jawab, Benoit mengajukan empat
taktik. Pertama, “tertuduh”dapat mengklaim bahwa tindakan tersebut
merupakan respon yang wajar untuk sebuah provokasi dari pihak
lain. Kedua, penghindaran tanggung jawab (defeasibility) di mana "tertuduh
mengklaim kekurangan informasi atau kontrol atas elemen penting dalam
situasi yang memerlukantindakan ofensif."
Pendekatan-pendekatan lain dalam kategori ini termasuk mengklaim
bahwa tindakan melanggar hukum itu kecelakaan atau bahwa individu
bertindak dengan niat baik namun tidak menyadari hasil negatif yang
tak bisa mereka perkirakan. "Orang tidak baik ketika mencoba untuk
berbuat baik tidak dapat disalahkan seperti halnya orang-orang yang
bermaksud melakukan suatu tindakan yang membahayakan". (1995,hal.91)
Oleh karena itu, komunikasi dianggap sebagai sarana penting untuk
mengembalikan citra seseorang atau organisasi. Dengan
menggunakan komunikasi, memungkinkan orang lain untuk
memahami dan mempengaruhi citra melalui pembentukan pengalaman
orang-orang yang mengarah ke mereka interpretasi mengenai
organisasi/perusahaan.
Salah satu cara untuk memahami pemulihan citra pesan sebagai proses
komunikasi adalah melalui perspektif konstruksi sosial, khususnya, yang
teori konstruksi sosial dari realitas.
3.4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Data adalah salah satu koleksi fakta-fakta atau sekumpulan nilai-nilai
numerik. Pengumpulan data merupakan proses menghimpun data yang
Universitas Indonesia
diperhatikan relevan serta akan memberikan gambaran dari objek yang akan
diteliti. Data yang harus dikumpulkan mungkin berupa data primer, data
sekunder atau keduanya. Data primer dapat berupa observasi, maupun
penggunaan instrumen pengukuran yang khusus dirancang sesuai dengan
tujuannya. Data primer diambil diperoleh dari sumber pertama ( Kartono,
1996, hal.72).
Teknik Pengumpulan data primer dalam penelitian ini akan
menitikberatkan pada teknik pengumpulan data Pernyataan Pers Boediono
sebagai teknik pengumpulan data primer, Pemberitaan di Media Massa dan
studi kepustakaan sebagai teknik pengambilan data sekunder. Data yang
akan dikumpulkan peneliti adalah data pernyataan pers Boediono,
pengumpulan berita di media massa serta wawancara dengan narasumber.
Menurut Kriyanto (2007) wawancara adalah suatu cara mengumpulkan
data atau informasi dengan cara bertatap muka dengan informan agar
mendapat data lengkap dan mendalam. Metode pengambilan data melalui
wawancara dipergunakan untuk mendapat gambaran yang lebih jelas untuk
mendapatkan frame pembanding yang merupakan salah satu unit analisis
dalam penelitian ini (Bungin,2003,hal.108). Dalam melihat realitas dan isu
yang ditampilkan mantan Wakil Presiden Boediono, peneliti akan
mewancara pakar hukum, ekonomi, politik, dan komunikasi politik.
Pengambilan data kedua atau sekunder diperoleh dari studi kepustakaan,
dokumen-dokumen berbentuk teks dan jenis lainnya yang berkaitan dengan
penelitian, dimana informasi diperoleh melalui kajian kepustakaan,
dokumen dan internet. Namun yang terpenting adalah data-data perundang-
undangan khususnya perundang-undangan yang mendasari kasus ini.
Meskipun penulis tidak akan melihat penelitian dari aspek hukum, namun
aspek hukum, ekonomi, dan politik sebagai dasar penelitian ini nantinya
akan memperlihatkan efektivitas komunikasi politik Boediono dalam
pernyataan persnya kepada khalayak atas upayanya memperbaiki citra
dirinya.
Menurut Moleong (2001) teknik pengumpulan data melalui studi pustaka
atau yang sering juga disebut teknik dokumentasi merupakan teknik
Universitas Indonesia
pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan terhadap gejala atau
objek yang diteliti dengan sumber data adalah dokumen. Dari dokumen
inilah sumber-sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji dan
menafsirkan. Dokumen diartikan sebagai catatan catatan peristiwa yang
sudah ada baik dalam bentuk tulisan , gambar, foto, peraturan, kebijakan.
Dalam hal ini adalah naskah teks konferensi pers mantan Wakil Presiden
Boediono yang diambil dari situs resmi Wakil Presiden, serta buku buku
dan catatan catatan penunjang.
Adapun kriteria kualitas data pada penelitian kualitatif dapat dilihat dari
hal-hal berikut (Peorwandari,2007,hal.205):
1. Kredibilitas
Kredibilitas menjadi istilah yang paling banyak dipilih untuk mengganti
konsep validitas. Kredibilitas studi kualitatif terletak pada
keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau
mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi
yang kompleks. Pada penelitan ini, subjek penelitian diidentifikasi dan
dideskripsikan secara akurat.
2. Dependability
Konsep ini dapat menggantikan konsep realitabilitas dalam kuantitatif.
Peneliti kualititatif mengusulkan hal-hal berikut yang dianggap lebih
penting dari realitabilitas, antara lain: 1) koherensi, yakni bahwa
metode yang dipilih memang mencapai tujuan yang diinginkan, 2)
keterbukaan, sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan
metode-metode yang berbeda untuk mecapai tujuan, dan 3) diskursus,
sejauh mana dan seintensif apa peneliti mendiskusikan temuan dan
analisisnya dengan orang-orang lain.
3. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas disusulkan untuk mengganti konsep objektivitas.
Penelitian kualitatif mengembangkan pemahaman yang berbeda tentang
objektivitas. Objektivitas dapat diartikan sebagai sesuatu yang muncul
Universitas Indonesia
dari hubungan konsep intersubjektivitas, terutama dalam kerangka
pemindahan dari data yang subjektif ke arah generalisasi (data objektif).
3.5. Teknik Analis Data
Analisa isi data akan dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data,
intepretasi data dan penulisan laporan naratif sesuai dengan karakteristik
penelitian kualitatif. Analisa isi data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam sebuah pola, kategori, dan satuan uraian
dasar. Teknik analisa kualitatif sendiri tidak berupa rumus matematika atau
statistik, melainkan analisa isi data kualitatif dalam suatu proses, yang
pelaksanaannya sudah dimulai sejak pengumpulan data dilakukan
(Moleong, 2004, hal 13).
Lexy J. Moleong menjelaskan proses analisis isi data kualitatif dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah
data yang terkumpul tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah
berikutnya adalah mengadakan reduksi data. Reduksi data adalah
penyederhanaan atau menyusun data yang terkumpul sehingga dapat
mempermudah memberikan gambaran yang ingin disampaikan.
Reduksi data akan menghasilkan tersajinya data yang mengalir, yang
mendukung pemahaman terhadap pembahasan apa yang diteliti. Setelah
melakukan reduksi data, dan menyajikan data, selanjutnya adalah
melakukan penafsiran data. Menurut Marshall & Rossman teknik reduksi
dan interpretasi data dilakukan dengan sejumlah wawancara yang berulang
menggunakan metode Indepth Interview (2004, hal 190).
Sedangkan menurut Pawito (Heryanto, 2013,hal.139) Tujuan analisis isi
kualitatif terutama adalah untuk melacak seluas mungkin substansi
persoalan yang ada pada isi komunikasi dengan memasukkan isi pesan yang
bersifat tersamar, implisit atau laten.
Dalam penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak
ditekankan pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu
terbaca dalam interaksi sosial, dan bagimana simbol-simbol itu terbaca dan
dianalisis oleh peneliti. Dan sebagaimana penelitian kualitatif lainnya,
Universitas Indonesia
kredebilitas peneliti menjadi amat penting (Bungin,2008,hlm. 155 – 156).
Analisis isi memerlukan peneliti yang mampu menggunakan ketajaman
analisisnya untuk merajut fenomena isi komunikasi menjadi fenomena
sosial yang terbaca oleh orang pada umumnya.
Dapat dipahami bahwa makna simbol dan interaksi amat majemuk
sehingga penafsiran ganda terhadap objek simbol tunggal umumnya
menjadi fenomena umum dalam penelitian sosial. Oleh karena itu , analisis
isi menjadi tantangan sangat besar bagi peneliti itu sendiri. Oleh karena itu,
pemahaman dasar terhadap kultur dimana komunikasi itu terjadi amat
penting. Kultur ini menjadi muara yang luas terhadap berbagai macam
bentuk komunikasi di masyarakat (Bungin,2008,hlm. 155 – 156).
Pada penelitian kualitatif, terutama dalam strategi verifikasi kualiatif,
teknik analisis data ini diangap sebagai teknik analisis data yang sering
digunakan. Namun selain itu pula, teknik analisis ini dipandang sebagai
teknik analisis data yang paling umum. Artinya, teknik ini adalah yang
paling abstrak untuk menganalisis data-data kualitatif (Bungin,2008,hlm.
155 – 156).
3.6. Tahapan Penelitian dan Kerangka Kerja Penelitian
Tahapan penelitian ini dimulai dengan pengumpulan teks pernyataan
yang terangkum dalam Konferensi Pers Wakil Presiden Boediono pada 23
November 2013 yang didapat dari bagian Notulensi serta Asisten Deputi
Bidang Dokumentasi dan Diseminasi Informasi Sekretariat Wakil Presiden,
situs resmi kepresidenan Wakil Presiden RI dan pernyataan-pernyataan
Wakil Presiden Boediono yang dikutip oleh media massa.
Kemudian melihat pernyataan-pernyataan dari berbagai media massa
terutama mengenai pernyataan terbanyak yang diucapkan dan dikutip dalam
pidato Wakil Presiden Boediono. Data ini digunakan untuk mengetahui
komunikasi politik yang dibangun untuk kemudian dapat dilihat isu apa
yang paling dianggap penting oleh wakil presiden dalam pidatonya untuk
kemudian mencoba melihat lebih jauh bagaimana isu itu dianalisis dengan
teori Restorasi Citra.
Universitas Indonesia
Setelah itu dilakukan wawancara dengan sejumlah responden baik yang
tergabung dalam koalisi atau bagian pemerintahan maupun responden yang
berada di luar koalisi maupun luar pemerintahan untuk menemukan isu yang
sama. Dan terakhir adalah membandingkan retorika Wapres Boediono
dengan Opini Publik.
3.7. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan dan kelemahan, karena
beberapa hal yaitu: terbatasnya literatur dan kajian komunikasi politik
menggunakan teori restorasi citra, hingga pengembangan dan eksplorasi
mengenai hal tersebut belum bisa dilakukan secara mendalam. Referensi
komunikasi krisis serta teori restorasi citra sangatlah terbatas di Indonesia,
hal ini dimungkinkan karena kebudayaan masyarakat Indonesia yang belum
terbiasa menyatakan kesalahan dan mencoba melakukan komunikasi secara
terbuka. Kelemahan dan keterbatasan lainnya adalah wawancara dengan
narasumber sangat dimungkinkan belum memadai untuk dijadikan bahan
analisis karena tidak semua informasi dapat digali dari narasumber.
Universitas Indonesia
BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN
ANALISIS KONTEN PERNYATAAN PERS
Penelitian mengenai restorasi citra masih sangat jarang (Benoit, 2001), dan
jurnal mengenai restorasi citra baru dapat ditemukan berdasarkan studi kasus di
negara-negara Barat hingga teori ini belum pernah diujikan pada sebuah studi
kasus di Indonesia, terutama dalam kasus krisis politik dalam negeri. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan budaya berkomunikasi antara barat dengan timur,
yang juga akan mempengaruhi penyampaian komunikasi ketika terjadinya krisis
politik.
Budaya berkomunikasi di Indonesia dalam konteks komunikasi dipengaruhi
dari perbedaan kepercayaan, nilai, sikap dan perbedaan ekspektasi dari berbagai
pemangku kepentingan, dibandingkan dengan konsep komunikasi barat. Hingga
teori restorasi citra ini sudah seharusnya dapat diaplikasikan dalam penelitian
komunikasi terutama komunikasi politik saat terjadinya krisis. Bagaimanapun,
teori ini mencoba mengidentifikasi struktur sebuah pernyataan atau pidato bukan
bagaimana proses sebuah komunikasi menjadi alat restorasi citra.
Dengan menggabungkan antara teori dengan studi kasus, diharapkan mampu
memahami pengertian dari teori restorasi citra secara keseluruhan. Dengan
memahami teori restorasi citra serta bentuknya, maka diharapkan agar individu
ataupun organisasi mampu menggunakan fungsi strategi restorasi citra ini untuk
digunakan dalam kehidupan sosial, budaya dan bagi pemerintahan, strategi
restorasi citra mampu memperbaiki citra pemerintah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah
diungkapkan pada awal bab pertama yaitu apakah retorika politik yang
disampaikan mantan Wakil Presiden Boediono dalam pidato konferensi persnya
mengenai pemeriksaannya terkait kebijakan pemberian FPJP Bank Century
Universitas Indonesia
merupakan upaya pemulihan citra dalam menghadapi krisis saat itu dan
bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi opini publik.
Meskipun sejak awal peneliti telah menegaskan tidak akan memfokuskan
mengenai aspek hukum, ekonomi dan politik dari kasus ini, namun peneliti
menjadikan aspek-asepk hukum, ekonomi dan politik sebagai data pendukung
mengenai efektif atau tidakkah upaya konstruksi komunikasi Boediono
meyakinkan berbagai stake holder akan posisinya dalam pemberian FPJP.
4.1. Teori Restorasi Citra dalam Retorika Wakil Presiden dan Opini Publik
Untuk diingat kembali Kasus Bank Century yang mengemuka sejak tahun
2009 karena berkaitan dengan isu pendanaan kampanye presiden 2009. Kasus
Bank Century oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) (Wage,2011)
dianggap kasus korupsi terbesar pada tahun 2009. Menurut ICW Kasus ini
dibangun oleh sejumlah dugaan pelanggaran hukum,mulai dari tindak pidana
perbankan, pidana umumdan dugaan korupsi. Aktor yang terlibat
diperkirakanberada di level atas pemerintahan RI. Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan Investigatif BPK No.64/LHP/XV/11/2009, persoalan bank
Century sebenarnya dimulai sejak proses merger hingga kontroversi dana
talangan Rp. 6,7 triliun. Bukan tidak mungkin rentetan pelanggaran tersebut
rangkaian pelanggaran aturan perbankan. Kasus ini menjadi semakin sensitif
ketika dikaitkan dengan aliran dana politik untuk pemenangan salah satu
calon presiden pada Pemilu Presiden 2009. (Wage,2011)
Selain itu menurut Kwik Kian Gie, mantan Menteri Keuangan di era
Megawati meyatakan Kasus Century menjadi besar – padahal dibandingkan
dengan ekses dan korupsi yang menyertai bail out ratusan bank dalam krisis
tahun 1997-1998 angka Rp 6,7 T menjadi kecil – karena menimbulkan rasa
resah, gundah, marah yang telah berkembang di hati nurani masyarakat
Indonesia, hingga Kasus Century ibarat air setetes yang jatuh ke dalam ember
yang penuh meluap keluar.(Gie,2011)
Tidaklah heran jika Boediono yang ketika itu menjadi Gubernur BI
dianggap paling bertanggung jawab. Dengan teori restorasi citra yang
Universitas Indonesia
menggunakan empat aspek (1) Denial; (2) Evasion of responsibility; (3)
Reduce the offesiveness of the act; (4) Corrective action; dan (5)
Mortification, berikut akan dibahas satu per satu aspek-aspek di atas apakah
Boediono menggunakan pernyataan sebagai strategi pemulihan citra dan
bagaimana pernyataan tersebut mempengaruhi publik.
Untuk itu berikut Analisis Isi Pernyataan Pers Wakil Presiden Boediono
menggunakan teori restorasi citra yang dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Teori Restorasi Citra Pernyataan Pers Boediono,
Sabtu 23 November 2013
JENIS STRATEGI TAKTIK
Denial Penyangkalan (kita tidak melakukannya):
Dan apabila dalam upaya yang mulia ini ada
pihak-pihak yang mempergunakan,
menyalahgunakan, ini sebenarnya sangat
menyakitkan kita semua.
Menggeser kesalahan (Bukan kita, tapi
orang lain yang melakukannya):
Jadi yang terakhir saya ingin mengatakan,
siapapun, pihak manapun yang menggunakan
upaya mulia kita ini untuk tujuan yang tidak
benar, ya patut untuk ditindak dengan tegas.
Itu terjadi tentu setelah diputuskan untuk
diambilalih LPS untuk diselamatkan, dan LPS
yang menjadi pemegang sahamnya. Kala itu
yang terjadi tentu adalah antara LPS dan
pengawas Bank. Saya kira disitulah
jawabannya. Kalau ingin mencari jawaban
yang tepat apa yang terjadi ya antara
pengawas Bank, sekarang namanya Bank
Universitas Indonesia
Mutiara dengan Bank Mutiara dan LPS.
Evasion of responsibility Scapegoating/Provokasi tanggung jawab
(kami terprovokasi untuk melakukan itu):
Ini semua ada rincian pertanyaan yang saya
upayakan untuk menjelaskan secara tuntas.
Satu hal yang saya ingin sampaikan kepada
anda adalah bahwa dalam keadaan krisis yang
kita hadapi tahun 2008, sekitar bulan Oktober
dan November 2008.
Sistemik risk berupa domino pengaruh
domino terhadap bank-bank lain, kita
melakukan pengambilan alih, bail out, dari
Bank Century, sebenarnya pengambilan alih
karena pemegang saham utama sudah tidak
ada di sana, kalau bail out itu pemegang
saham utama masih ada dan diinjeksi dengan
uang dari pemerintah, itu di negara lain
terjadi. Kalau ini diambil alih total, pemegang
saham lama sahamnya nol. Jadi bukan
membail out, pemegang saham yang lama. Itu
yang kita lakukan dan akhirnya,
alhamdulillah setelah itu kita lakukan kita
melewati berbagai krisis, global pada waktu
itu dengan selamat.
Defeasibility (kami tidak memiliki informasi
yang cukup):
Saya tidak bisa menyampaikan secara
lengkap mengenai apa yang dibahas, tentu ini
lebih baik KPK yang menyampaikan.
Kalau toh ada yang disampaikan kepada
publik, karena bagi saya tentu tidak pada
Universitas Indonesia
tempatnya menyampaikan hal-hal yang detil
dan mengganggu nantinya proses pelaksanaan
Accidents/Kecelakaan/Tidak terduga (kami
tidak bermaksud untuk ini terjadi):
Suasananya memang sangat eksklusif,
kejadian kegagalan satu institusi keuangan
betatpun keuangan bisa menimbulkan
dampak domino yang cukup luas dampak
sistemik. Untuk itu pada bulan oktober 2008
ada berbagai negara yang menerapkan
kebijakan blanket guarantee kebijakan yang
menjamin semua deposito yang ada di semua
bank, itu adalah kebijakan yang menangkal
sistemik risk.
Motives/Intentions/Niat baik (Tindakan kita
itu dimaksudkan untuk hal yang benar):
Saya telah melakukan tanggungjawab saya
pada waktu itu sebagai Gubernur BI,
demikian pula Menteri Keuangan ibu Sri
Mulyani telah melakukan tanggung jawabnya
dengan sebaik-baiknya.
Saya hanya bisa mengatakan, toh untuk diri
sendiri saya bahwa saya melaksanakan
tanggungjawab saya itu dengan segala
ketulusan hati saya. Tujuannya adalah untuk
menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa
Indonesia, pada waktu mengalami tantangan
yang luar biasa.
Bagi saya itu adalah suatu kehormatan, ada
Universitas Indonesia
pada waktu dan kondisi yang bisa
memberikan kontribusi bagi bangsa kita ini.
Reducing the offensiveness Bolstering/Menguatkan reaksi positif
audiens (kami telah melakukan beberapa hal
dengan baik):
Saya baru saja melaksanakan kewajiban saya
sebagai warganegara, untuk memberikan
keterangan kepada KPK mengenai masalah
yang terkait dengan kasus Bank Century.
Seperti yang anda ketahui sedang ditangani
KPK. Saya memberikan keterangan sebagai
saksi, dan saya melaksanakan ini dikantor
Wapres itu bukan apa – apa, saya prinsipnya
dimanapun tidak ada masalah.
Pertimbangannya adalah masalah logistik.
Kalau saya datang kesuatu tempat itu ,
berangkat saya itu pasukannya besar, limit
protokol kenegaraan sebelumnya harus
disterilasisasi dan ini akan sangat
mengganggu, sangat mengganggu suasana
ditempat itu. Oleh sebab itu dari pada
mengganggu dan mungkin ada yang
menginterpretasikan nanti ini semacam
intervensi dan sebagainya. Saya dengan
persetujuan KPK melaksanakan pemeriksaan
disini.
Saudara – saudara sekalian, hari Sabtu
memang saya usulkan ke KPK supaya tidak
ada interupsi waktu karena hari-hari kerja ,
saya hampir selalu ada kegiatan – kegiatan .
Universitas Indonesia
Kemarin dua kali kenegaraan saya menerima
beberapa pejabat tinggi dari Negara lain dan
sebagainya. Jadi hari yang bebas untuk
dimanfaatkan digunakan memberikan
penjelasan bagi saya kepada KPK secara
tuntas.
Minimization/Meminimisasi (krisis yang
tidak atau terlalu buruk):
Sistemik risk berupa domino pengaruh
domino terhadap bank-bank lain, kita
melakukan pengambilan alih, bail out, dari
Bank Century. Sebenarnya pengambilan alih
karena pemegang saham utama sudah tidak
ada di sana, kalau bail out itu pemegang
saham utama masih ada dan diinjeksi dengan
uang dari pemerintah, itu di negara lain
terjadi. Kalau ini diambil alih total, pemegang
saham lama sahamnya nol. Jadi bukan
membail out pemegang saham yang lama. Itu
yang kita lakukan.
Differentiation/Diferensiasi (yang lain telah
krisis lebih buruk):
Dan akhirnya, alhamdulillah setelah itu kita
lakukan kita melewati berbagai krisis global
pada waktu itu dengan selamat.
Memasuki 2009 dan seterusnya ekonomi kita
cukup mantab, bahkan kalau kita ingat
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun-
tahun itu sampai dengan paling tidak 2012 itu
sangat tinggi nomor dua di kelompok G20
hanya kedua dari China.
Universitas Indonesia
Transcendence/Transendensi (kita harus
fokus pada isu-isu lain):
Tahun 2013 ini kita belum tau nampaknya
akan melambat tapi toh harapan kita masih
tinggi rankingnya masih tinggi dalam
peringkat negara-negara berkembang di G20.
Attacking the accusers/Menyerang
penuduh (penuduh tidak bertanggung
jawab):
Mengenai evaluasi penilaiannya dan
sebagainya tentu itu semua kita serahkan pada
siapapun.Tapi saya pribadi merasa sangat
terhormat mendapatkan peran pada waktu itu.
Compensation/Kompensasi (kami sanggup
menanggung biaya krisis):
;itu suasananya memang sangat eksklusif,
kejadian kegagalan satu institusui keuangan
betatpun keuangan bisa menkmbulkan
dampak domino yang cukup luas dampak
sistemik. Untuk itu pada bulan oktober 2008
ada berbagai negara yang menerapkan
kebijakan blanket guarantee kebijakan yang
menjamin semua deposito yang ada di semua
bank, itu adalah kebijakan yang menangkal
sistemik risk. Nah kita kebetulan kita
diputuskan untuk todak menerapkan blanket
guarantee, oleh sebab itu, satusatunya cara ya
kita mengamankan bank-bank jangan sampai
jatuh dan menimbulkan sistemik risk.
Corrective action
Saya sebagai Gubernur BI bersama rekan-
rekan saya di dewan gubernur berkeyakinan
Universitas Indonesia
bahwa instrumen yang utama mungkin satu-
satunya pada saat itu untuk menangkal
timbulnya sistemik risk itu adalah FPJP. Oleh
sebab itu kita melakukan revisi dari
ketentuan FPJP untuk menghadapi masalah
itu, dan saya merasakan bahwa apa yang kami
lakukan dan kemudian apa yang kami
lakukan bersama dengan menteri keuangan
dalam KSSK pada waktu itu keadaan sudah
begitu darurat sehingga bank Centurty akan
rontok dan menimbulkan sistemik risk.
Saya ingin menyampaikan, bahwa apa yang
kami lakukan pada waktu krisis itu, menurut
pandangan kami adalah suatu kebijakan,
suatu tindakan yang mulia. Upaya yang mulia
untuk menangani krisis Negara kita.
Mortification Saya akan mendukung KPK, sepenuhnya,
apapun yang bisa kami sampaikan untuk
melaksanakan tugasnya, sebaik-baiknya.
Dari tabel diatas dapat kita telaah pernyataan Boediono dengan teori
restorasi citra dari Benoit. Benoit sendiri membagi restorasi citra dalam
beberapa aspek yang memfokuskan pada bagaimana aktor komunikasi
menjadi public relation untuk dirinya sendiri dengan aspek-aspek tersebut.
Teori restorasi citra dari Benoit memiliki aspek-aspek dasar untuk menelaah
bagaimana pernyataan pers dapat menjadi strategi pemulihan citra.
4.1.1 Denial
Denial atau penyangkalan muncul ketika individu secara terbuka
menyampaikan sangkalan atas apa yang dituduhkan kepadanya. Ini
Universitas Indonesia
adalah strategi dari pernyataan-pernyataan paling langsung dan
penjelasan pribadi, dalam hal ini aktor komunikasi atau sebuah
organisasi menolak jika dituduh melakukan hal yang menyebabkan
krisis atau menolak anggapan bahwa pihaknya yang bersalah. Jika
tindakan itu tidak terlihat menimbulkan krisis, ataupun jika tuduhan
tidak terbukti atas tindakannya maka aktor komunikasi tersebut mampu
mempertahankan citranya.
Pada pernyataan persnya tersebut Boediono menyatakan pada akhir
pernyataan bahwa dirinya bukan pihak yang menggunakan
kewenangannya untuk membantu mengucurkan dana talangan atau
dana bail out. Boediono, menyatakan ada pihak-pihak lain yang
mempergunakan dan menyalahgunakan krisis keuangan serta keputusan
pengambilalihan Bank Century (Boediono,2013). Pihaknya merasa ini
kejadian ini sangat menyakitkan bagi Boediono yang saat krisis tersebut
menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia serta jajaran Dewan
Gubernur BI saat itu. Boediono juga menegaskan bagi siapapun, pihak
manapun yang menggunakan upaya jajaran Dewan Gubernur BI untuk
tujuan yang tidak benar, patut untuk ditindak dengan tegas. Dengan
suara yang tenang, Boediono tetap berkeyakinan bahwa ada pihak-
pihak yang mempergunakan, menyalahgunakan upaya yang dia sebut
mulia.
“.... Saya ingin menyampaikan, bahwa apa yang kami lakukan
pada waktu krisis itu, menurut pandangan kami adalah suatu
kebijakan, suatu tindakan yang mulia. Upaya yang mulia untuk
menangani krisis negara kita. Dan apabila dalam upaya yang
mulia ini ada pihak-pihak yang mempergunakan,
menyalahgunakan, ini sebenarnya sangat menyakitkan kita
semua.”
Pernyataan Boediono yang mensiratkan penyangkalan adalah bahwa
apa yang dilakukannya adalah pengambilan kebijakan saat krisis –
ekonomi/keuangan – di Indonesia, dan merupakan suatu tindakan yang
mulia.
Universitas Indonesia
Pertama-tama kita akan menguraikan, apakah yang dimaksud dengan
krisis ekonomi-keuangan. Menurut pengamat ekonomi politik
Dr. Ichsanuddin Noorsy,B.Sc.,S.H.,M.Si. dalam kesaksiannya sebagai
ahli pada proses pengadilan tersangka Budi Mulya di Pengadilan
Tipikor (PTS,2014,hal.1096), krisis harus diterjemahkan terlebih
dahulu.
Secara akademik, krisis adalah penurunan Produk Domestik Bruto
(PDB) dalam dua kwratal berurut-turut, dan harus dilihat krisis tersebut
pada industri apa, apakah pada sektor keuangan atau sektor riil.
Ichsanuddin mengutip pernyataan Krugman ketika menerima Nobel,
menurutnya Krugman menyatakan bahwa dalam globalisasi ada
ungkapan “when abnormal is a normal” serta jadi ketika sesuatu yang
abnormal menjadi normal maka sesungguhnya kondisi sakit itu terus
menerus dialami oleh Indonesia, yaitu pada tahun 1968, 1971, 1978,
1983, 1986, 1991, dan 1997 kalau dilihat dari nilai tukar, tetapi jika
terjadi perubahan sistem nilai tukar maka Indonesia selalu mengalami
volatilitas atau fluktuasi dalam industri keuangan (wawancara dengan
Ichsanuddin Noorsy, 10 Desember 2014).
Perubahan nilai tukar disebut juga resiko pasar hingga tidak serta
merta dianggap sebagai krisis. Namun jika terjadi perubahan nilai tukar
maka akan mempengaruhi suku bunga, dan itu dinamakan resiko pasar,
dampaknya adalah individu bank – per bank – tidak kuat, dan
mendorong Non Performance Loan (NPL) untuk naik dan akan
menurunkan Capital Adequacy Ratio (CAR) /rasio kebutuhan
penyediaan modal minimum.
Menurut Ichsanuddin pada Laporan Perekonomian Tahun 2008
yang ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu, tidak
tercatat ada kepanikan pasar ataupun rush/penarikan dana nasabah
besar-besaran. Hingga Ichsanuddin menegaskan tidak ada parameter
yang jelas untuk menyatakan situasi dalam kondisi krisis atau tidak
(2014,hal.1097).
Universitas Indonesia
Sedangkan Sigit Pramono, SE. Ak., komisaris BCA/Ketua Umum
Perhimpunan Bank-Bank Nasional menyatakan dalam kesaksiannya
bahwa pada tahun 2008 telah terjadi krisis, meskipun krisis tersebut
tidak sama dengan krisis yang menerpa Indonesia pada tahun
1997/1998. Krisis tersebut ada karena adanya tekanan sehingga
menyangkut turunnya mata uang rupiah dari Rp 9.000 menjadi Rp
12.000. Selain itu adanya telah muncul perubahan kebijakan jaminan
simpanan nasabah yang awalnya hanya sebesar Rp. 100.000.000
(seratus juta) menjadi Rp 2 miliar.
Perbanas menurutnya sudah memberikan usulan agar diberikan
jaminan penuh atau blanket guarantee karena negara-negara lain sudah
menerapkan blanket guarantee. Perbanas juga telah memberikan
masukan pada tahun 2008 telah terjadi keresahan masyarakat karena
saat itu Bank Century kalah kliring dimana Bank Century mengalami
kesulitan likuiditas, kewajibannya lebih banyak daripada haknya dan
terjadinya penarikan dana tak hanya melalui ATM tapi juga giro dan
transfer yang jumlahnya triliunan (2014,hal.1131).
Faisal Basri sebagai ahli juga menegaskan pada tahun 2008 telah
terjadi krisis meskipun krisis tersebut berawal dari luar negeri, mulai
banyak arus modal keluar karena krisis di seluruh dunia, sektor-sektor
terdampak sehingga mendorong merosotnya kesehatan bank dan terjadi
mismatch karena kekurangan likuiditas. Saat itu biasanya bank dapat
meminjam ke bank lain atau bisa juga memperoleh fasilitas Bank
Indonesia.
Bank Indonesia memiliki tugas menjamin stabilitas makro ekonomi
khususnya indikator-indikator moneter untuk memastikan
perekonomian menjadi sehat. Ibaratnya Bank Sentral adalah dokter
yang menangani serangan jantung yang menangani serangan
jantungnya terlebih dahulu baru menasehati pasien agar hidup secara
sehat.
Begitu juga dengan kasus Bank Century, adalah hal yang wajar kalau
pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia mengambil langkah antisipasi
Universitas Indonesia
atas tiga hal yang terefleksikan dalam tiga Perppu yaitu Perppu Nomor
2 Tahun 2008, Perppu Nomor 3 Tahun 2008, dan Perppu Nomor 4
Tahun 2008, yang mengatur mengenai Bank Indonesia, tentang
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang akhirnya menerbitkan PP
yang menambah penjaminan menjadi dana nasabah di perbankan
Indonesia dari Rp 100.000.000 (seratus juta) menjadi Rp 2.000.000.000
(dua miliar) dan Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), untuk
mengantisipasi apabila terjadi krisis.
Sedangkan Pradjoto S.H.,M.A dalam kesaksiannya sebagai ahli
(2014,hal.1233) menyatakan bahwa krisis yang terjadi pada tahun 2008
adalah krisis likuiditas ditandai dengan langkanya atau tidak
bergeraknya Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sehingga tidak ada satu
bank pun yang mau meminjamkan dananya kepada bank-bank lain
termasuk pada bank yang besar, pada saat itu bank BUMN juga
meminta pinjaman atau dana kepada pemegang saham untuk menjaga
likuiditas.
Dari beberapa ahli yang memberikan masukan dalam pengadilan ini,
sebagian besar menyatakan bahwa meskipun pengertian krisis ekonomi
tidak dapat dijelaskan secara gamblang, namun kondisi krisis dapat
terjadi karena sistem perekonomian Indonesia yang terbuka, dan
Indonesia memiliki koneksi dari sisi finansial, dan pasti akan ada
tekanan pada sektor keuangan.
Masih dalam pernyataan Boediono yang menyangkal bahwa
tindakannya melawan hukum dan menyatakan bahwa dirinya merasa
mulia melaksanakan kebijakan untuk menghadapi krisis saat itu.
Boediono merasa yakin tidak melakukan hal yang buruk dan
menegaskan bahwa kebijakan yang dia ambil sebagai Gubernur Bank
Indonesia adalah benar dan mulia, tidak seperti yang dituduhkan banyak
pihak selama ini.
Kebijakan pemerintah pada prinsipnya dibuat atas dasar kebijakan
yang bersifat luas. Kebijakan adalah usaha mencapai tujuan tertentu
dengan sasaran tertentu dan dalam urutan tertentu. Sedangkan kebijakan
Universitas Indonesia
pemerintah mempunyai pengertian baku yaitu suatu keputusan yang
dibuat secara sistematik oleh pemerintah dengan maksud dan tujuan
tertentu yang menyangkut kepentingan umum (Werf & Di Maria).
Sesuai dengan sistem administrasi Negara Republik Indonesia,
kebijakan dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Kebijakan Internal
(Manajerial), yaitu kebijakan yang mempunyai kekuatan mengikat
aparatur dalam organisasi pemerintah sendiri dan Kebijakan eksternal
(Publik), yaitu suatu kebijakan yang mengikat masyarakat umum,
sehingga dengan kebijakan demikian kebijakan harus tertulis (Werf &
Di Maria, hal.17).
Inti kebijakan ialah keputusan. Keputusan diambil karena ada
sejumlah pilihan. Menurut Hikmahanto Juwana Dalam ranah publik
pengambil kebijakan wajib memperhatikan dasar kewenangan
pengambil kebijakan. Pengambil kebijakan pun terikat oleh koridor
peraturan perundang-undangan dan etika.
Kebijakan bisa dianggap benar jika membuahkan hal yang positif.
Sebaliknya kebijakan dianggap salah jika membuahkan hasil yang tidak
diharapkan dan cenderung merugikan. Bagi pengambil kebijakan yang
tepat akan mendapat penghargaan dan promosi. Tidak demikian
tentunya bila pengambil kebijakan dianggap telah salah mengambil
kebijakan. Kebijakan benar atau salah hanya dapat diketahui
pascapengambilan kebijakan (post factum). Kebijakan salah tidak
sepatutnya diberi sanksi pidana. Bila ini yang terjadi, para pengambil
kebijakan tidak akan ada yang berani mengambil keputusan kecuali
kebijakan yang diambil benar-benar dapat dipastikan tidak salah.
(law.ui.ac.id, par. 4-5)
Menurut kronologi yang disampaikan dalam berita acara pengadilan
terdakwa Budi Mulya, diketahui bahwa saat itu Boediono mengubah
suatu peraturan serta membuat suatu peraturan dalam waktu yang
singkat, hal ini menurut Boediono karena saat itu situasi perekonomian
sedang krisis dan harus segera mengambil langkah-langkah
penyelamatan yang dibutuhkan dan mencegah efek domino kepada
Universitas Indonesia
kondisi lainnya. Berdasarkan paparan ahli yang juga tidak dapat secara
tegas mendefiniskan pengertian situasi krisis ekonomi, dapat kita lihat
Perppu Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Dan Perppu
Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Dalam kedua Perppu tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan ”ancaman krisis yang berpotensi mengakibatkan merosotnya
kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan membahayakan
stabilitas sistem keuangan” antara lain ditandai dengan adanya beberapa
bank dan/atau lembaga keuangan bukan bank mengalami kesulitan
likuiditas, atau terjadi gejolak yang dapat berdampak negatif kepada
stabilitas sistem keuangan nasional. Berdasarkan absennya definisi
krisis membuat keputusan Boediono seperti gambling, oleh sebab itu
pada tahun tersebut dikeluarkan Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang
Jaring Pengaman Sistem Keuangan. Disebutkan di Perppu tersebut,
Pasal 1 ayat 2, krisis adalah suatu kondisi sistem keuangan yang sudah
gagal secara efektif menjalankan fungsi dan perannya dalam
perekonomian nasional.
Permasalahannya adalah apakah dengan pernyataannya, bahwa saat
itu kebijakan yang diambil adalah salah satu hal yang mulia dan
menyelamatkan kondisi perekonomian di Indonesia, merupakan upaya
Boediono merestorasi citranya saat itu yang terpuruk akibat
pemberitaan yang berkembang.
Untuk itu kita akan melihat kebijakan apa yang diambil Boediono
saat itu, yaitu Gubernur Bank Indonesia sebagai lender of the last resort
yaitu pengambil keputusan terakhir untuk melakukan pengambilan
keputusan guna penyelamatan perekonomian dengan menggunakan atau
berdasarkan analisis-analisis yang mendalam, dan berdampak positif
dalam pengambilan keputusannya harus dengan suatu itikad baik dan
prinsip kehati-hatian. Karena semua keputusan harus untuk kepentingan
institusi, masyarakat luas dan kepentingan negara bukan untuk
Universitas Indonesia
kepentingan pihak-pihak tertentu, sesuai dengan job description
masing-masing.
Boediono saat itu diduga merubah Peraturan Bank Indonesia (PBI)
nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 menjadi PBI nomor
10/30/PBI/2008 agar Bank Century mendapatkan FPJP. Selain itu
Pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia juga terkesan menskenariokan
peraturan-peraturan guna menyelamatkan Bank Century saat itu dengan
mengeluarkan Perppu 2 Tahun 2008, Perppu 3 Tahun 2009 dan Perppu
4 Tahun 2008 yang digunakan jika terjadi krisis keuangan.
Dari Kasus Bank Century ini, dapat kita kotakkan kejadian-kejadian
tersebut menjadi tiga kotak bagian besar mengenai siapa yang
bertanggung jawab terhadap apa, dengan dasar yang mana, hingga
akhirnya menciptakan sebuah hasil yang dapat dilihat nantinya
hubungan antara kotak siapa yang bertanggung jawab terhadap apa
dengan pernyataan pers Boediono.
Seperti dijabarkan dalam Bab I, Bank Century adalah Bank yang
merupakan merger antara Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac
pada Desember 2004, Bank Century selalu dalam pengawasan intensif
dengan Tingkat Kesehatab Bank Dinilai KS (Kurang Sehat) pada
September 2005. Robert Tantular sebagai pemegang saham akhirnya
menyampaikan bahwa satu-satunya harapan untuk menyelamatkan dan
memperbaiki kondisi keuangan bank adalah melalui injeksi modal dari
investor baru setelah ditemukan pembiayaan bank tidak dapat teratasi
dan membebani permodalan bank.
Bahkan perhitungan CAR Bank Century yang didapat pada 19
November 2008 dengan posisi keuangan 31 Oktober 2008 negatif
3,53%. RDG BI juga mengadakan pertemuan membahas penyelamatan
Bank Century, dengan perkembangan kasus pada 13 November 2008
Bank Century tidak bisa melakukan kliring/gagal kliring hingga
menyebabkan penarikan besar-besaran dana di bank oleh nasabah dan
menyebabkan likuiditas Bank Century ambruk.
Universitas Indonesia
Kembali kepada Boediono sendiri dalam kesaksiannya menyatakan
bahwa saat itu memang terjadi krisis, sebab di beberapa daerah terjadi
rush serta banyaknya SMS dan email yang memberitahu bahwa
beberapa nasabah dengan rekening yang besar akan menarik uangnya di
Bank Century. Namun, Bank Century sendiri ternyata sudah bermasalah
dengan dana dan modalnya, hingga Boediono yang saat itu menjabat
sebagai Gubernur BI harus melakukan rapat bersama RDG BI langkah
penyelamatan Bank Century dengan cara yang legal, meskipun hanya
satu bank, Boediono yakin jika Bank Century gagal kliring maka akan
berdampak pada kondisi perbankan lainnya.
Pada November 2008 saat itu Boediono menyatakan kepada
masyarakat bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini adalah stabil
dan mantab dan tidak ada isu penarikan atau rush. Bodiono berdalih
saat itu tugasnya sebagai Gubernur BI adalah menenangkan masyarakat
agar tidak terjadi kepanikan. Kebijakan memutuskan suatu tindakan
yang menyangkut kepentingan orang lain pada dasarnya adalah benar.
Hal ini diperkuat oleh salah satu ahli dalam persidangan Budi Mulya,
Erman Rajagukguk (PTS,2014)
Menurutnya bahwa untuk melaksanakan Undang-undang Bank
Indonesia, maka Peraturan Bank Indonesia tentang Prosedur Umum
tidak bertentangan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan,
khususnya Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Perundang-undagan Jo Undang-Undang RI Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Intinya perubahan PBI tersebut tidak bertentangan dengan Undang-
Undang Bank Indonesia.
Boediono yakin akan tindakannya, dengan menegaskan bahwa
tindakannya mulia, karena Boediono yakin bahwa keputusannya
dilakukan dengan tidak mencari keuntungan bagi diri sendiri, keluarga,
kelompoknya sendiri dan atau berindikasi korupsi, kolusi dan
nepotisme. Maka dari itu, dalam pernyataan persnya ketika menyangkal
bahwa tindakannya melawan hukum, Boediono menyebut bahwa ada
Universitas Indonesia
pihak-pihak lain yang mempergunakan kondisi tersebut untuk
kepentingan pihak-pihak itu.
Peneliti juga menganalisis bahwa pernyataan lain yang termasuk
dalam strategi penyangkalan/denial adalah pernyataan Boediono
lainnya adalah saat menjawab pertanyaan wartawan televisi tvOne.
Boediono menjelaskan mengenai mengapa dan siapa yang berwenang
dalam kebijakan besaran dana talangan. Boediono pada titik ini
melakukan “penggeseran kesalahan”, penyangkalan atas kesalahan
bukan Boediono atau pihaknya yang melakukan kealahan namun
kesalahan ada pada pihak lainnya, pernyataan tersebut mengenai
mengapa dan siapa yang bertanggung jawab atas pembengkakan
pinjaman ke Bank Century tersebut.
“Itu terjadi tentu setelah diputuskan untuk diambilalih LPS untuk
diselamatkan, dan LPS yang menjadi pemegang sahamnya. Kala
itu yang terjadi tentu adalah antara LPS dan pengawas Bank. Saya
kira disitulah jawabannya. Kalau ingin mencari jawaban yang
tepat apa yang terjadi ya antara pengawas Bank, sekarang
namanya Bank Mutiara dengan Bank Mutiara dan LPS.”
Mengenai FPJP yang dananya membengkak, pada hakikatnya
pemberian pinjaman memang pada tanggung jawab Lembaga Penjamin
Simpanan, dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004
tentang Lembaga Penjamin Simpanan pada pasal 5 ayat 2 (a) LPS
mempunyai tugas melaksanakan penanganan Bank Gagal yang
berdampak sistemik. Namun untuk sampai pada penjelasan pernyataan
ini, kita akan membahas penjelasan-penjelasan Boediono lainnya dalam
pernyataan pers saat itu pada subbab lainnya.
Untuk memahami pembengkakan dana bantuan tersebut, terdapat
tiga kotak peristiwa yang dapat menjelaskan kebijakan Bank Century
yang telah dinyatakan bank gagal berdampak sistemik, yaitu pemberian
FPJP yang diputuskan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia, dan
penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang
Universitas Indonesia
dilakukan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan atau KSSK
berdasarkan usulan Bank Indonesia dan pelaksanaan penyaluran dana
Penyertaan Modal Sementara (PMS) dilakukan oleh LPS. Hingga
pernyataan Boediono mengenai penjelasan pembengkakan dana
bantuan diserahkan kepada LPS adalah benar adanya.
Dengan penjelasan tersebut, dapat kita lihat apakah pernyataan
penyangkalan Boediono mampu memberikan kontribusi terhadap
pembentukan opini publik di masyarakat mengenai tugas mulai yang
diemban Boediono ketika memutuskan pemberian FPJP kepada Bank
Century.
Sebelum Boediono memberikan kesaksian dihadapan KPK pada
November 2013, nama Boediono memang sering diharapkan oleh
banyak pihak untuk dihadirkan pada persidangan kasus Century.
Boediono dianggap salah satu pihak yang berperan sebagai pemangku
kebijakan di BI saat pemutusan pemberian FPJP dan penetapan Bank
Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Anggota Komisi III
DPR sekaligus salah satu anggota Timwas DPR Bank Century,
Bambang Soesatyo mengemukakan bahwa Bank Indonesia (BI) yang
saat itu dipimpin oleh Boediono gagal mengawasi penarikan uang
dalam jumlah besar di Bank Century setelah bank tersebut menerima
FPJP sebesar Rp 6,7 trilliun.
Menurutnya Bank Century yang saat itu sudah masuk dalam
pengawasan khusus sebagaimana diatur pleh Peraturan BI No
7/38/PBI/2005 tidak boleh melayani penarikan dana dari rekening milik
pihak terkait dengan bank dan atau pihak lain yang ditetapkan BI.
“BI tidak segera memberitahukan dan menetapkan rekening pihak
terkait, tetapi menyatakan daftar rekening yang seharusnya
diblokir menjadi tanggung jawab Bank Century.” (Media
Indonesia, Senin 23 September 2013, par.4)
Universitas Indonesia
Sedangkan Mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede menyebut
pemberian FPJP dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal
berdampak sistemis adalah sepenuhnya ditangan Boediono. Bahkan
mantan Direktur Utama PT Century Mega Investindo Robert Tantular
melalui kuasa hukumnya, Andi F Simangunsong, mempertanyakan
kekalahan kliring bank tersebut pada 2008 yang menyebabkan
dikucurkannya dana Rp 6,7 triliun sebagai FPJP. Menurutnya ada
invisible hands yang dengan sengaja menyebabkan Century collapse
(runtuh) dan kalah kliring, dan akan ada campur tang pemerintah
sehingga dapat menggelontorkan dana sebesar itu.
Setelah Boediono memberikan pernyataannya, pihak-pihak yang
menuding Boediono berperan penting membuat kebijakan pemberian
FPJP langsung memberikan pernyaatan reaksi. Sarifuddin Suding
Anggta Komisi II DPR dari Fraksi Hanura tidak sepakat dengan
pernyataan Boediono bahwa keputusan mengeluarkan FPJP sebagai
langkah tepat untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia saat itu.
“Itu Cuma klaim Boediono kan. Dulu dilaporkan Sri Mulyani
negara kita aman. Tapi malamnya mereka malah melakukan rapat
FPJP bailout Century.” (Koran Sindo, Minggu 24 November
2014, par.3)
Anas Urbaningrum yang saat itu sebagai Ketua Umum
Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), mendukung Boediono
agar membuka siapa pelaku penyalahgunaan dana bail out. Pada
kicauannya di media sosial Twitter Anas Anas Urbaningrum meminta
agar Boediono dapat membantu menemukan jejak dari pihak-pihak
yang menyalahgunakan bailout Century pada tahun 2008. Dengan cara
ini, Kasus Century tidak lagi mejadi misteri sejarah Indonesia
(nasional.inilah.com,Minggu,24/11/2013,par.2).
Universitas Indonesia
“Jangan jadi "misteri" sejarah. Mungkin Pak Boediono bisa
membantu menemukan jejak dari "pihak-pihak yang
menyalahgunakan" itu." "Dalam kasus hukum di negeri ini, ada
orang yang bersalah, ada yang dipersalahkan. Publik pun makin
tahu tentang hal ini,"ujar Anas.
Anas juga menegaskan mendukung kata-kata Boediono tentang
perlunya tindakan tegas kepada pihak-pihak tersebut dan meminta
agar KPK untuk mencarinya.
(theglobejournal.com,Minggu,24/11/2013,par.12).
"Siapa yang menyalahgunakan dana bailout Century? Tugas KPK
untuk mencarinya. Datanya sebagian besar sudah ada di KPK.
Apakah KPK berani? Itu saya tidak tahu. Kata salah satu
pemimpinnya, dia hanya takut kepada Tuhan saja," kata Anas.
Namun hal berbeda disampaikan oleh salah satu Anggota Tim
Pengawas Bank Century DPR Bambang Soesatyo yang meragukan
pernyataan Boediono mengenai keterlibatannya di Bank Century.
Dikatakan anggota Komisi Hukum ini, dukungan Wapres Boediono
kepada KPK untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak yang
menyalahgunakan kebijakan penyelamatan Bank Century secara tidak
langsung mengonfirmasi adanya penyalahgunaan wewenang dalam
pemberian dana talangan itu. Bambang Soesatyo merujuk pada
pernyataan Boediono. "Siapapun yang secara melanggar hukum
menunggangi atau memanfaatkan kebijakan kami demi kepentingan
pribadi, orang lain, kelompok atau siapa saja, harus ditindak tegas."
Bambang Soesatyo juga menanyakan pernyataan Boediono yang
mengatakan bahwa kalau ingin mencari jawaban yang tepat dapat
ditanyakan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sedangkan
LPS tidak mau disalahkan "Semua buang badan dan lempar tanggung
jawab," kata Bambang dalam pernyataan persnya, Minggu
(24/11/2013) (utama.seruu.com,Minggu,24/11/2013,par.1).
Universitas Indonesia
Dia mengungkapkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah
mengatakan jika dirinya sama sekali tidak tahu dan tidak pernah
dilaporkan. Di mana Boediono dalam penjelasan persnya usai
diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi di Istana, Sabtu, kemarin
mengatakan bahwa itu tanggung jawab bagian Pengawasan Bank
Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan. "Sementara mantan
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa dirinya tertipu. BI
tidak profesional, LPS juga tidak mau disalahkan," ujar dia.
(www.utama.seruu.com,Minggu,24/11/2013,par.3)
Bambang Soesatyo juga menuliskan dalam kolom opininya,
Boediono menuturkan, setelah Bank Century diambilalih LPS,
mandatnya diserahkan kepada KSSK. Maka LPS menjadi pemilik
sekaligus pengawas Bank Century. Karena itu, menurut Boediono,
pertanyaan mengenai pembengkakan dana talangan dapat
dikonfirmasi kepada LPS.
"Perhitungan validasi yang digunakan untuk menyelamatkan
bank ini setelah diambilalih oleh LPS, dan disitulah ada
perubahan. Yang mengawal adalah LPS, jadi saya tidak
menangani hal itu," ujarnya.
LPS langsung membantah Boediono, Heru Budiargo Kepala LPS
usai menjalani pemeriksaan KPK, belum lama ini menyatakan bahwa
tindakan LPS bukan semata-mata keinginan LPS.
"LPS, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004,
harus melaksanakan mandat yang ditetapkan oleh KSSK
maupun komite koordinasi. Tidak ada opsi lain dalam
melaksanakan mandat itu karena diatur dalam undang undang,"
Mandat KSSK berarti mandat dari Sri Mulyani dan Boediono.
Logikanya, di dalam mandat yang diterima LPS itu, tercantum angka
Universitas Indonesia
atau besaran dana talangan. Sebab, tidak mungkin LPS berani
menghambur-hamburkan dana tanpa mandat KSSK.
Anggota timwas Century DPR lainnya dari Fraksi PDI-P,
Hendrawan Supratikno turut menilai bahwa pernyataan Boediono yang
menyatakanbawa LPS bertanggung jawab dalam pembengkakan dana
Rp 6,7 trilliun, merupakan upaya melempar bola panas. Bagi
Hendrawan semua proses yang terjadi di Century utamanya berawal
dari perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Artinya mantan
Gubernur BI tidak bisa melepas tanggung jawabnya begitu saja.
Menurut Hendrawan pada proses panjang itu peran sentral dimainkan
oleh Boediono.
“Jadi sudah jelas Pak Boediono bertanggung jawab. Dia kan
terlibat intens dalam proses panjang dari awal. Jadi tidak bia
menghindar.” (Koran Sindo, Senin 25 November 2013).
Meskipun pada keterangan lainnya, Sekretaris LPS Samsu Adi
Nugroho menegaskan dalam mengambil keputusan LPS tidak berdiri
sendiri. Samsu Adi Nugroho mngakui pada Oktober 2008, BI
menyerahkan data kepada LPS yang mencantumkan catatan bahwa
jumlah tersebut bisa semakin besar jika kondisi bank semakin buruk.
(Koran Sindo, Senin 25 November 2014, par.7)
4.1.2 Evasion of responsibility
Dalam pernyataan yang menunjukkan tanggung jawabnya (evation
of responsibility) yang terbagi menjadi beberapa bagian, Boediono
melakukan penjelasan dalam bentuk Provokasi Tanggung Jawab
(kami terprovokasi untuk melakukan itu) atau berarti kebijakan tersebut
merupakan hal yang wajar ketika terjadi krisis semacam itu. Untuk
penghindaran tanggung jawab, Benoit mengajukan empat taktik.
Pertama, “tertuduh” dapat mengklaim bahwa tindakan tersebut
Universitas Indonesia
merupakan respon yang wajar untuk sebuah provokasi dari pihak
lain. Kedua, penghindaran tanggung jawab (defeasibility) di mana
"tertuduh mengklaim kekurangan informasi atau kontrol atas elemen
penting dalam situasi yang memerlukan tindakan ofensif."
Pendekatan-pendekatan lain dalam kategori ini termasuk mengklaim
bahwa tindakan melanggar hukum itu kecelakaan atau bahwa individu
bertindak dengan niat baik namun tidak menyadari hasil negatif yang
tak bisa mereka perkirakan. "Orang tidak baik ketika mencoba untuk
berbuat baik tidak dapat disalahkan seperti halnya orang-orang yang
bermaksud melakukan suatu tindakan yang membahayakan"
“Ini semua ada rincian pertanyaan yang saya upayakan untuk
menjelaskan secara tuntas. Satu hal yang saya ingin sampaikan
kepada anda adalah bahwa dalam keadaan krisis yang kita
hadapi tahun 2008, sekitar bulan Oktober dan November 2008.”
Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai penyangkalan
dalam pernyataan Boediono bahwa pihaknya tidak bersalah dalam
pengambilan kebijakan tersebut, tindakan yang diambil merupakan
tindakan yang mulia sebab saat itu terjadi krisis yang mengharuskan
Boediono dan Dewan Gubernur mengambil kebijakan pemberian FPJP
tersebut. Pernyataan itu sekaligus merupakan alasan mengenai tindakan
yang dilakukannya atau provokasi atas tindakan yang dilakukan.
Pernyataan ini sekaligus menerangkan mengenai opini-opini publik
yang berkembang khususnya melalui media massa. Salah satunya
adalah pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat itu mengenai adanya
kondisi krisis saat itu. Jusuf Kalla pernah mengatakan bahwa pemberian
dana talangan kepada Bank Centruy itu tidak perlu. Jusuf Kalla justru
merasa banyak terjadi kejanggalan dalam kasus Bank Century termasuk
pemberian dana talangan yang memakan biaya hingga triliunan rupiah.
Padahal awalnya Century hanya butuh suntikan dana sebesar Rp 638
Miliar. Jusuf Kalla menjelaskan ihwal pemberian FPJP dan penetapan
Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Sore hari,
Universitas Indonesia
tanggal 20 November 2008, selaku wakil presiden, ia menerima laporan
dari Sri Mulyani, yang kala itu menjabat Menteri Keuangan, Boediono
selaku Gubernur BI dan beberapa menteri terkait Bank Century,
"Semua sepakat dan menjelaskan bahwa tidak ada krisis ekonomi.
Tidak ada itu. Semua aman. Satu persatu," kata JK.
Namun beberapa jam kemudian, kata JK, ternyata Menkeu,
Gubernur BI dan beberapa menteri terkait menggelar rapat di
Kemenkeu hingga subuh. Dalam rapat itu, tiba-tiba mereka
memutuskan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Padahal sebelumnya mereka melaporkan kondisi perbankan dan
ekonomi aman.
"Saya nggak tahu, kenapa malam-malam. Tapi yang aneh
sebenarnya bahwa ada bank gagal. Gagalnya Rp 630-an miliar,
tapi lewat tiga hari dibayarnya Rp2,5 triliun. Aneh lah,"
tuturnya.( Bhineka Tunggal Ika, www.facebook.com ).
Jika mencermati Kesaksian mantan Wapres Jusuf Kalla dalam
sidang kasus Bank Century dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur
Bank Indonesia (BI) Budi Mulya memberi informasi baru. Informasi
baru tersebut terkait dengan kegiatan rapat yang dipimpinnya pada 13
November 2008 di Kantor Wapres di depan persidangan kasus Bank
Century di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), JK mengakui
telah memimpin rapat pada 13 November tersebut.
“Betul. Seperti saya sampaikan, saya panggil menteri-menteri
per minggu untuk meminta laporan apa masalah yang terjadi di
bidang ekonomi,” katanya saat menjawab pertanyaan Luhut
Pangaribuan, pengacara Budi Mulya. (katadata,8 Mei 2014)
Jusuf Kalla mengatakan rapat terbatas tersebut membahas dampak
krisis keuangan dan pengaruhnya terhadap perekonomian nasional.
Rapat yang dihadiri Menteri keuangan ad interim yang juga Menteri
BUMN Sofyan Djalil, Meneg PPN/ Kepala Bappenas Paskah Suzetta,
Universitas Indonesia
dan Staf Ahli Menko Perekonomian M. Ikhsan membahas isu akan
terjadi rush di Bank Century akibat kalah kliring. Iisu rush itu
sebenarnya hal biasa, namun karena kejadiannya bersamaan dengan
situasi krisis sehingga menimbulkan suasana dan nuansa yang berbeda.
Ketika itu Menteri Keuangan dan Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani
sedang mendampingi Presiden dalam pertemuan G20 di Washington
DC, Amerika Serikat. (katadata,8 Mei 2014).
Lalu bagian pernyataan mengenai penjelasan Boediono bahwa
dirinya hanya akan menjelaskan yang menurutnya ada bagiannya,
adalah strategi restorasi citra yang hanya memberikan sedikit
informasi/defeasibility (kami tidak memiliki informasi yang cukup)
atau Boediono sebagai pihak yang diduga turut bersalah dalam kasus
pemberian dana talangan dengan memberikan FPJP tidak ingin
memberikan informasi yang bukan kewenangannya (Benoit,1997).
Penghidarannya tersebut dapat didengar dari pernyataannya dibawah
ini.
“Saya tidak bisa menyampaikan secara lengkap mengenai apa
yang dibahas, tentu ini lebih baik KPK yang menyampaikan.
Kalau toh ada yang disampaikan kepada publik, karena bagi
saya tentu tidak pada tempatnya menyampaikan hal-hal yang
detil dan mengganggu nantinya proses pelaksanaan”
Dari pernyataan tersebut, Boediono ingin menegaskan lingkup
pernyataan yang ingin dia jelaskan, mengenai detail kronologi kasus
Bank Century terutama detail yang menyangkut aspek hukum, yang
dikhawatirkan dapat mengganggu pelaksanaan penyidikan yang
berlangsung.
“Saya telah melakukan tanggungjawab saya pada waktu itu
sebagai Gubernur BI, demikian pula Menteri Keuangan ibu Sri
Mulyani telah melakukan tanggungjawabnya dengan sebaik-
baiknya. Saya hanya bisa mengatakan, toh untuk diri sendiri
saya bahwa saya melaksanakan tanggungjawab saya itu dengan
Universitas Indonesia
segala ketulusan hati saya. Tujuannya adalah untuk
menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa Indonesia, pada
waktu mengalami tantangan yang luar biasa. Bagi saya itu
adalah suatu kehormatan, ada pada waktu dan kondisi yang bisa
memberikan kontribusi bagi bangsa kita ini.”
Menurut Boediono, bahwa apa yang ia lakukan bersama jajaran
Dewan Gubernur BI dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam forum
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada saat itu adalah begitu
darurat. Bila Bank dibiarkan akan rontok dan menimbulkan dampak
sistemik, berupa pengaruh domino terhadap bank-bank lain. Oleh
karena itu, rapat dirinya bersama KSSK pada waktu itu memutuskan
untuk dilakukannya pengambil alihan Bank Century.
Jika menilik Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman
Sistem Keuangan (JPSK) kita dapat memahami pernyataan Boediono
dalam poin tersebut. Perppu JPSK merupakan peraturan yang mengatur
mekanisme pengamanan sistem keuangan dari Krisis, yang mencakup
pencegahan dan penanganan Krisis (Pasal 2 Perppu Nomor 4 Tahun
2008 tentang JPSK). Pencegahan krisis meliputi tiga tindakan
mengatasi permasalahan antara lain pada bank yang mengalami
kesulitan likuiditas yang berdampak sistemik, bank yang mengalami
permasalahan solvabilitas atau kegagalan dalam pelunasa FPD
(Fasilitas Pinjaman Darurat) yang berdampak sistemik dan LKBB yang
mengalami kesulitan likuiditas dan masalah solvabilitas yang
berdampak sistemik.
Untuk mencapai tujuan tersebut dibentuklah Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) yang anggotanya terdiri dari Menteri
Keuangan sebagai Ketua merangkap Anggota dan Gubernur Bank
Indonesia sebagai anggota. Ketika terdapat bank yang mengalami
kesulitan likuiditas dan solvabilitas, KSSK memutuskan kondisi bank
tersebut berdampak sistemik atau tidak berdampak sistemik. Dalam
kasus Bank Century, yang telah ditetapkan sebagai bank gagal oleh
Bank Indonesia, maka KSSK memutuskan pemberian fasilitas
pendanaan, penetapan pagu, jangka waktu, suku bunga, dan kriteria
Universitas Indonesia
umum fasilitas pendanaan berdasarkan rekomendasi Gubernur Bank
Indonesia dalam hal ini Boediono sebagai Gubernur BI saat itu.
Meskipun terdapat pernyataan Sri Mulyani di media massa saat itu
yang berisi keterkejutan Sri Mulyani Indrawati (SMI) atas naiknya
besaran pinjaman saat itu, SMI mengaminkan pernyataan Boediono
bahwa dana talangan sebesar Rp 6,76 trilyun yang ia setujui untuk
dicairkan, diperlukan untuk mencegah runtuhnya institusi tersebut dan
efek domino atas sektor keuangan pada awal krisis keuangan 2008.
“Sebagai pengambil keputusan, apa yang kami hadapi pada
masa itu adalah (keputusan) mana yang akan membawa
konsekuensi paling kecil… untuk menyelamatkan ekonomi
Indonesia,” kata Sri Mulyani di pengadilan. Situasi pada masa
itu menghadapi sebuah ancaman sistemik karena krisis ekonomi
global.” (www.dw.de.,2/5/2014,par.4)
Niat baik untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang
sebenarnya terjadi juga tetap dipertegas opleh Boediono bahwa apa
yang dilakukannya, yang diputuskannya saat itu adalah karena
ketulusan hati Boediono.
“Saya hanya bisa mengatakan, toh untuk diri sendiri saya bahwa
saya melaksanakan tanggungjawab saya itu dengan segala
ketulusan hati saya. Tujuannya adalah untuk menyumbangkan
yang terbaik bagi bangsa Indonesia, pada waktu mengalami
tantangan yang luar biasa. Bagi saya itu adalah suatu
kehormatan, ada pada waktu dan kondisi yang bisa memberikan
kontribusi bagi bangsa kita ini.”
Boediono tetap pada keyakinanannya bahwa tindakan terhadap
penyelamatan Bank Century terutama pengeluaran kebijakan sebagai
wewenangnya adalah benar.
“Saya telah melakukan tanggungjawab saya pada waktu itu
sebagai Gubernur BI, demikian pula Menteri Keuangan ibu Sri
Mulyani telah melakukan tanggung jawabnya dengan sebaik-
baiknya.”
Universitas Indonesia
Beberapa kali Boediono mengatakan bahwa dirinya melaksanakan
tanggungjawab itu dengan segala ketulusan hatinya. Tujuannya adalah
untuk menyumbangkan yang terbaik bagi bangsa Indonesia, pada waktu
mengalami tantangan yang luar biasa. Bagi Boediono itu adalah suatu
kehormatan, ada pada waktu dan kondisi yang bisa memberikan
kontribusi bagi Indonesia.
Pernyataan Boediono ini mendapatkan simpati dari beberapa pihak,
Redi Panuju, Dosen Pascasarjana Unitomo, Surabaya dalam tulisannya
menyebut bahwa Boediono dibiarkan memberikan keterangan pers
sendiri dalam keadaan yang tampak lemah. Meski Boediono berusaha
untuk tersenyum, bagi mereka yang mempelajari bahasa tubuh dan
mimik, kecemasan dan kekecewaannya tak dapat disembunyikan. (Redi
Panuju, Budisan’s Blog, Kamis 5 Desemebre 2014).
Meskipun demikian, pernyataan Boediono masih mendapatkan
pertentangan, menurut Ketua Divisi Investigasi Indonesia Corruption
Watch (ICW) Agus Sunaryanto menyebutkan pernyataan Jusuf Kalla
setelah diperiksa KPK sangat menarik, bahwa dirinya tidak pernah
mendapat laporan adanya indikasi persoalan sistemik yg akan timbul.
''Asimetris dan monopoli informasi soal Kasus Century pada
saat itu tentu sangat berbahaya karena solusi untuk
mengatasinya menjadi tidak komprehensif dan cenderung
bermasalah. Dan konsekuensinya triliunan uang negara
tergerus.”
Begitu juga dengan peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat)
Universitas Gajah Mada Hifdzil Alim berpendapat, akan terjadi
perdebatan sengit mengenai definisi berdampak sistemik karena Jusuf
Kalla tetap dalam argumennya dan Boediono tetap dengan
pendapatnya.
Universitas Indonesia
''Disinilah tantangannya. Kecuali kalau KPK mampu
mendefinisikan arti kerugian perekonomian negara di pasal 2
UU Tipikor terkait kasus Bank Century,'' ujarnya
(www.suaramerdeka.com ,Minggu,24/11/2014,par.6).
Hal ini membuat pemerhati kasus Century menyayangkan kurang
terbukanya Boediono terhadap hasil pemeriksaan saat itu. Koordinator
Divisi Investigasi ICW, Agus Sunaryanto menjelaskan selama ini
Boediono kerap disebut-sebut terkait dalam kasus Bank Century karena
jabatannya sebagai Gubernur Bank Indonesia pada saat kebijakan
tersebut diputuskan. Menurutnya banyak informasi yang dapat digali
dari Boediono dalam pemeriksaan.
Menurutnya Boediono harus menjelaskan kondisi ekonomi saat itu
dan terutama Bank Century apakah memang terdapat kondisi yang
sangat genting hingga menetapkannya sebagai bank gagal yang akan
berdampak sistemik. "Kalau memang Boediono punya keinginan kuat
untuk membuka kasus ini selebar-lebarnya, maka harus membuka
semuanya.". Boediono juga harus menjelaskan apakah benar ada
perampokan yang dilakukan direksi Bank Century dalam kasus ini
(www.republika.co.id,Minggu,24/11/2014,par.2).
Begitu juga politisi Golkar sekaligus anggota Timwas Bank Century
DPR Bambang Soesatyo menilai penjelasan Boediono dalam
keterangan persnya belum menjawab sejumlah persoalan prinsip,
utamanya masalah volume dana talangan dari Rp 630 miliar
rekomendasi KSSK yang menggelembung jadi Rp 6,7 triliun
(www.lensaindonesia.com,Minggu24/11/2014,par.5).
“Juga tidak dijelaskan bagaimana alur dan proses penyerahan
dana talangan sehingga Rp 2,5 triliun bisa raib seketika, yang
kemudian diduga disalahgunakan oleh pemilik Century, Robert
Tantular.”
Universitas Indonesia
Mengenai kurangnya penjelasan Boediono dalam pernyataan
persnya mengenai alur keuangan setelah Bank Century mendapatkan
FPJP mendapatkan tanggapan dari pakar hukum negara Yusril Ihza
Mahendra. Yusril menyarankan penyelesaian kasus skandal Bank
Century difokuskan pada ke mana aliran dana tersebut mengalir. (Koran
Sindo, Senin 26 November 2013).
Boediono melalui retorikanya cukup membuat pihak-pihak, terutama
yang memiliki kepentingan agar kasus Bank Century diselesaikan,
masih menimbulkan pertanyaan pada pernyataan pers saat itu. Citra
yang terbangun, Boediono masih belum bisa mengungkapkan dengan
gamblang apa yang terjadi. Meskipun jika dilihat tupoksi Boediono saat
menjabat sebagai Gubernur BI, kewenangannya adalah sampai analisis
mengenai bahwa Bank Century adalah bank gagal berdampak sistemik
dan direkomendasikan mendapatkan FPJP.
Jika ditarik kebelakang, kita dapat melihat hasil survei Indo
Barometer pada kurun waktu 8 – 18 januari 2010 “Kasus Bank Century
di Mata Publik”. Dalam hasil survey tersebut, pihak yang dianggap
mengambil keputusan terhadap kasus Bank Century, mayoritas (43%)
menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Gubernur BI (waktu itu)
Boediono dan hanya 10% yang menyebut Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.
Ketika ditanya lebih lanjut apakah Menkeu Sri Mulyani telah
bertindak benar atau salah dalam kasus ini, 43% menyatakan Sri
Mulyani salah dan 33% menyatakan benar. Untuk Gubernur BI
Boediono, 46% menyatakan Boediono salah dan 30% menyatakan
benar. Namun sebaliknya untuk Presiden SBY, 53% menyatakan SBY
benar dan 25% menyatakan salah (Data Survei Nasional 8 –18 Januari
2010, Indo Barometer, KASUS BANK CENTURY DI MATA
PUBLIK).
Sedangkan jika disandingkan dengan pernyataan Boediono bahwa
tindakannya adalah akibat kejadian atau krisis perbankan dan
Universitas Indonesia
keuangan yang tidak terduga (Accidents/Kecelakaan), publik
menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Gubernur Bank
Indonesia saat itu adalah pihak yang mengambil keputusan memberikan
dana penyelamatan sebesar Rp 6.7 trilyun kepada Bank Century.
Menurut Ibu / Bapak, apakah Menteri Keuangan Sri Mulyani saat itu
telah bertindak salah 43%, telah bertindak benar 32,8% dan tidak
tahu/tidak menjawab 24,3%.
Boediono menjelaskan bahwa pemberian talangan itu adalah upaya
terakhir karena saat itu suasana dianggap sangat eksklusif. Kejadian
kegagalan satu institusi keuangan dapat menimbulkan efek domino
yang cukup luas berdampak sistemik.
“Untuk itu pada bulan Oktober 2008 ada berbagai negara yang
menerapkan kebijakan blanket guarantee kebijakan yang
menjamin semua deposito yang ada di semua bank, itu adalah
kebijakan yang menangkal sistemik risk.”
4.1.3 Reducing The Offensiveness
Pada aspek reducing the offensiveness atau mengurangi serangan
dari audiens ataupun media, Benoit menyarankan enam taktik. Pertama,
taktik memperkuat/bolstering. Taktik ini menguatkan reaksi positif
audiens dengan menyatakan bahwa tertuduh dalam hal ini Boediono
telah melakukan beberapa hal dengan baik. Boediono berusaha untuk
mengidentifikasi kembali dirinya sendiri dengan nilai-nilai yang
dipandang baik oleh audience. Sementara taktik pertama berusaha
untuk mengubah cara pandang audience terhadap tertuduh, taktik kedua
adalah minimization/meminimisasi krisis yang terjadi tidak terlalu
buruk.
Taktik ketiga, yakni differentiation atau diferensiasi berusaha
mengubah pandangan, penafsiran, atau pemaknaan publik
Universitas Indonesia
ke perspektif baru, sehingga ketika informasi baru
terungkap, tindakan yang sudah dilakukan tidak lagi tampak sama
buruknya. Dengan kata lain, karena adanya pemahaman baru, maka
publik memaafkan tindakan yang lama.
Taktik keempat adalah transcendence/transendensi dimana
Boediono berusaha menghapus kesalahan atau rasa bersalah dengan
mengubah konteks di mana publik menkonstruksi tindakan melalui
upaya menjauhkan dari rincian spesifik ke fokus yang lebih abstrak.
Taktik ini sering melibatkan perubahan atau reframing fokus masalah
sehingga tindakan spesifik dari individu tidak lagi tampak. Yang
ditonjolkan justru masalah lebih luas yang juga dihadapi seluruh
industri atau masyarakat. Taktik lain dalam kategori ini termasuk
berusaha meminimalkan perasaan negatif publik dengan mencoba
mempersuasi mereka bahwa perbuatan itu, pada awalnya, bukanlah
tindakan ofensif.
Disini tertuduh yaitu Boediono berusaha menghilangkan anggapan
bahwa dirinya dengan sengaja menyerang kredibilitas pihak-pihak yang
menuduhnya atau menilai dirinya turut andil dalam kerugian negara.
Dalam taktik ini, Boediono memberikan kompensasi atau memberikan
restitusi dalam beberapa cara baik dalam bentuk dan sebagainya kepada
korban.
Taktik pertama yaitu bolstering, strategi di mana alasan-alasan
yang dikemukakan aktor komunikasi digunakan untuk membangun
kedekatan dan mengidentifikasi audiens. Dengan kata lain, pernyataan-
pernyataan yang disampaikan adalah untuk menekankan bahwa
tindakan saat itu adalah merupakan hal positif yang dapat dilakukan
pada saat krisis tersebut. Dan meminimalisir tuduhan negatif dari
tindakan yang dilakukan.
Dalam fase tersebut, Boediono mencoba untuk memperlihatkan hal-
hal positif yang dapat dilakukannya saat krisis (Ware&Lunkagel, hal.
277). Boediono memberikan alasan-alasan positif mengenai keputusan
Universitas Indonesia
pengambilalihan pada saat itu untuk mereduksi perasaan negatif
mengenai hal-hal yang terjadi setelah pengambilan keputusan tersebut.
Taktik ini menguatkan reaksi positif audiens dengan menyatakan
bahwa tertuduh dalam hal ini Boediono telah melakukan beberapa hal
dengan baik.Boediono berusaha untuk mengidentifikasi kembali dirinya
sendiri dengan nilai-nilai yang dipandang baik oleh audience. Taktik ini
digunakan Boediono dalam pembukaan pernyataan persnya, dalam
menjelaskan banyak pertanyaan mengenai dirinya yang akan diperiksa
KPK. Sebelumnya media massa ramai menaikkan pemberitaan
mengenai akan diperiksanya Boediono oleh KPK dengan judul-judul
media massa khususnya online yang seakan-akan menggiring opini
bahwa Boediono ditangkap KPK dalam kasus Bank Century
mengangkat judul Hari Ini, KPK Akan Periksa Boediono di Kantornya?
(www.kompas.com,Sabtu,23/11/2013). Begitu juga Boediono Akan
Beri Keterangan Usai Diperiksa KPK (www.tempo.com, Sabtu,
23/2013).
“Saya baru saja melaksanakan kewajiban saya sebagai
warganegara, untuk memberikan keterangan kepada KPK
mengenai masalah yang terkait dengan kasus Bank Century.”
Untuk itu Boediono menjelaskan dengan menekankan kata
“...melaksanakan kewajiban sebagai warga negara..” Dengan kalimat ini
Boediono ingin menunjukan bahwa dirinya patuh kepada perundang-
undangan, sebagai mantan Gubernur Bank Indonesia saat itu, Boediono
berkewajiban turut membantu penyelidikan kasus Bank Century, untuk
usahanya ini beberapa opini baik bertendensi positif dan negatif.
"Sebagaimana yang diharapkan demi terbukanya suatu
kebenaran di situ," ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin
Pasha di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa
(26/11/2013). "Artinya, tentu Pak Wapres telah memberikan hal-
hal yang memang dibutuhkan untuk kejelasan atau
mengungkapkan kebenaran soal kasus yang sedang ditangani
oleh KPK," tambah dia.
(www./nasional.sindonews.com,Selasa,26/11/2013)
Universitas Indonesia
"Saya kenal cukup baik Wapres Boediono. Bahkan sangat
intensif berkomunikasi saat Pansus Bank Century berlangsung,"
tulis Anas, Minggu (24/11/2013). Menurutnya Boediono adalah
orang baik. Pribadi dan pejabat yang baik. Anas percaya
Boediono tidak main-main ketika mengambil keputusan
menyelamatkan Bank Century. "Saya juga percaya Pak
Boediono tidak ambil keuntungan pribadi dari kucuran dana ke
Bank Century. Saya tidak tahu apakah Pak Boediono akan salah
di mata hukum? Itu urusan dan otoritas KPK," kata Anas
(www.news.liputan6.com,Minggu,24/11/2103).
Sebenarnya ini kali kedua Boediono diperiksa sebagai saksi Kasus
Bank Century. Sebelumnya ia pernah diperiksa pada akhir April 2010.
Ketika bailout Century dikucurkan, Boediono menjabat sebagai
Gubernur Bank Indonesia. Oleh sebab itu ia dianggap ikut bertanggung
jawab atas digelontorkannya dana Rp 6,7 triliun untuk Bank Century.
Namun karena saat ini KPK telah menetapkan salah satu mantan Deputi
Bank Indonesia, Budi Mulya sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan
wewenang terutama yang berhubungan dengan Kasus Century, maka
pemeriksaan Boediono untuk kali keduanya menjadi pusat perhatian.
Selain mengenai pernyataan Boediono telah menjalankan
kewajibannya sebagai warga negara, Boediono juga menjelaskan
tuduhan orang-orang mengenai tempat pemeriksaannya yang
dilangsungkan di Istana Wakil Presiden di Kebon Sirih.
“Seperti yang anda ketahui sedang ditangani KPK. Saya
memberikan keterangan sebagai saksi, dan saya melaksanakan
ini dikantor Wapres itu bukan apa – apa, saya prinsipnya
dimanapun tidak ada masalah. Pertimbangannya adalah masalah
logistik. Kalau saya datang kesuatu tempat itu , berangkat saya
itu pasukannya besar, limit protokol kenegaraan sebelumnya
harus disterilasisasi dan ini akan sangat mengganggu, sangat
mengganggu suasana ditempat itu. Oleh sebab itu dari pada
mengganggu dan mungkin ada yang menginterpretasikan nanti
ini semacam intervensi dan sebagainya. Saya dengan
persetujuan KPK melaksanakan pemeriksaan disini.”
Universitas Indonesia
Serta alasan pemilihan hari pemeriksaan, dimana sebelumnya
banyak elemen masyarakat yang menganggap pengambilan hari Sabtu
sebagai hari Boediono diperiksa merupakan cara KPK
mengistimewakan Boediono yang saat itu adalah wakil presiden. Untuk
itu Boediono menjelaskan
“... hari Sabtu memang saya usulkan ke KPK supaya tidak ada
interupsi waktu karena hari-hari kerja , saya hampir selalu ada
kegiatan – kegiatan . Kemarin dua kali kenegaraan saya
menerima beberapa pejabat tinggi dari Negara lain dan
sebagainya. Jadi hari yang bebas untuk dimanfaatkan digunakan
memberikan penjelasan bagi saya kepada KPK secara tuntas.”
Mengenai tempat dan hari periksaan Boediono, jika dilihat dari
aspek hukum, tidak menyalahi aturan perundang-undangan. Proses
pemeriksaan Wakil Presiden sebagai pejabat negara dapat dilakukan
ditempat yang telah disepakati, bahkan pemeriksaan Menteri Keuangan
Sri Mulyani Indrawati dala kapasitasnya sebagai Ketua KSSK saat itu
juga dilakukan di New York oleh KPK.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang mengandung asas norma/kaidah persamaan di hadapan
hukum yang kemudian diwujudkan dalam Pasal 27 UUD TAHUN 1945
berbunyi (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dari kontrak sosial
tersebut terlihat bahwa tidak ada pengecualian bagi rakyat Indonesia di
hadapan hukum, setiap orang adalah sama untuk memperoleh keadilan
di mata hukum tanpa adanya perlakuan istimewa.
Sedangkan yang dimaksud pejabat negara dalam hukum nasional
masih belum adanya peraturan tersendiri yang mengatur mengenai
pejabat negara. Peraturan tentang pejabat negara masih terdapat dalam
peraturan kepegawaian, yakni Pasal 1 angka 4 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Universitas Indonesia
Kepegawaian yaitu “Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota
lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh
Undang-undang.” Dan pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 34 Tahun
2007 tentang Pemberian Gaji/Pensiun/Tunjangan Bulan Ketiga Belas,
dalam Tahun Anggara 2007 kepada Pegawai Negeri, Pejabat Negara,
dan Penerima Pensiunan/Tunjangan, Pasal 1 angka 2 salah satu Pejabat
Negara adalah Presiden danWakil Presiden.
Selain itu ada juga pasal yang mengatur mengenai tidak adanya
perlakuan istimewa untuk persetujuan tertulis untuk melakukan
penyidikan yaitu pada Pasal 27 dan 28D UUD 45, Pasal 5 ayat (1) UU
No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Penjelasan
Umum butir 3e KUHAP, yang berbunyi asas persamaan di depan
hukum (equality before the law) karena di dalam ‘prosedur ijin’
terkandung ‘perlindungan hukum’ bagi pejabat negara yang tidak
dimiliki oleh warga negara biasa. Selain itu, terhadap sesama pejabat
juga ada perlakuan yang berbeda karena ada pejabat negara harus ada
ijin dan ada yang tidak diharuskan ada ijin terlebih dahulu, seperti:
Presiden, Wakil Presiden dan Para Menteri
Hingga dapat disimpulkan semua rakyat Indonesia mempunyai
kedudukan hukum yang sama tanpa ada pengecualian, Boediono
sebagai Wakil Presiden dan sebagai salah satu pejabat negara saat itu
sudah menunjukkan itikad baiknya diperiksa KPK selama tujuh jam
pada Sabtu 23 November 2013 lalu. Meskipun tetap banyak opini
publik yang menyayangkan tempat dan hari pemeriksaan saat itu.
"Seharusnya Pak Boediono menghindari penggunaan fasilitas
negara terkait kasus masa lalu yang membeli dirinya.
Penggunaan Istana Wapres adalah sebuah upaya untuk itu
(berlindung dari jerat hukum)," kata Misbakhun, Senin
(25/11/2013), di Jakarta (www.kompas.com,Senin,25/11/2013).
"(Boediono) Itu tidak beri keteladanan yang baik, hukum itu
berlaku pada siapa saja, tidak terbatas, dan tidak berhenti itu
Universitas Indonesia
pada wakil presiden atau presiden," kata Paloh, dalam seminar
politik di Kampus FKUI, Salemba, Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Menurut Paloh, sikap yang ditunjukkan Boediono akan memberi
pelajaran negatif pada masyarakat. Bahkan lebih jauh, ia
menuding Boediono tak ubahnya seperti pihak-pihak tertentu
yang sengaja menunggangi kasus Century untuk kepentingan
politik. "Katakanlah itu suatu pendidikan yang tidak bagus pada
masyarakat. Sama halnya dengan partai-partai politik yang
masih di Senayan sana," pungkasnya
(www.kompas.com,Kamis,28/11/2013).
Politisi Partai Golkar Bambang Seosatyo melontarkan pernyataan
bahwa secara diam-diam Satgas Kasus (penyidik) melakukan
pemeriksaan terhadap Wakil Presiden Boediono. Pemeriksaan
dilakukan terkait penyidikan kasus Bank pada hari Sabtu, 23/11/2013 di
kantor Istana Wakil Presiden. Dikatakannya, pemeriksaan yang
dilakukan tidak lazim karena dilakukan bukan di kantor sebagaimana
lazimnya dilakukan penyidik terhadap saksi (www.tribunnews.com,
Sabtu, 23/11/2013).
"Sebagai anggota Timwas Kasus Century, saya berpendapat
pemeriksaan oleh di kantor Istana Wapres hari
ini, menimbulkan tanda tanya dan diskriminasi. Sehingga
semakin menguatkan kesan publik bahwa mengistimewakan
Boediono. Padahal, setiap warga negara sama kedudukannya di
hadapan hukum," sindir Bambang Soesatyo.
Sedangkan Dosen Ilmu Politik Universitas Mercu Buana sekaligus
pakar Komunikasi Politik Heri Budianto dalam keterangannya ini
mengatakan, memang telah dijelaskan bahwa pelaksanaan jumpa pers
di Kantor Wapres itu lantaran terkait protokoler. Namun, alasan itu
menurutnya tidak cukup kuat. Mengingat Kantor Wapres adalah simbol
negara.
"Konpers Boediono di Kantor Wapres kurang tepat. Sebab, soal
kasus Bank Century yang dijelaskan oleh Boediono bukan
Universitas Indonesia
kapasitasnya sebagai wapres, namun itu adalah persoalan
pribadinya ketika menjabat Gubernur BI," ujarnya. Untuk
menjelaskan hal-hal terkait pemerintahan. Apalagi podium yang
digunakan adalah podium kenegaraan dengan lambang Garuda
Pancasila. Saya melihat hal itu kurang tepat," jelasnya.
Namun, lanjut Heri, bisa saja pemeriksaan tersebut merupakan satu
rangkaian karena dari pagi hari kemarin penyidik KPK melakukan
pemeriksaan terhadap Boediono di Kantor Wapres. Jika ada kesan
diistimewakan, Heri mengakui bahwa memang ada perbedaan dengan
pemeriksaan terhadap para saksi lain. Namun, menurut Heri, hal itu bisa
dimaklumi lantaran posisi Boediono sebagai Wapres.
"Saya melihat memang ada berbagai pihak menilai KPK
membedakan pemeriksaan Boediono, namun jika kita lihat dari
jabatan Wapres memang ada perbedaan dengan warga negara
biasa. Saya kira wajar jika itu terjadi," papar Heri (www.
news.okezone.com,Senin,25/11/2013).
Sedangkan Langkah tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) memeriksa Wakil Presiden Boediono di Istana kemarin dinilai
wajar oleh Mahfud MD.Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu
menyebut tidak ada keistimewaan dari pemeriksaan oleh penyidik
meskipun dilakukan bukan di Kantor KPK.
"Wapres punya hak protokoler begitu. Kan substansi
pemeriksaannya benar," ujarnya di Kantor DPP PKB, Cikini,
Jakarta, tadi malam.
Menurut Mahfud, sesuai hukum pemberian keterangan bisa
dilakukan dimana saja. Dia membandingkan, Yulianis yang merupakan
saksi mahkota kasus Hambalang dan berbagai kasus yang melibatkan
Muhammad Nazaruddin, dulu juga diperiksa penyidik di hotel. "Itu
Universitas Indonesia
(permintaan keterangan) tergantung keperluannya," imbuh Mahfud
(www.waspada.co.id,Senin,24/11/2013).
Analisa peneliti memasuki strategi reducing the offensiveness, taktik
minimization/minimisasi (krisis yang tidak atau terlalu buruk)
ditegasakan dengan pernyataan
“Sistemik risk berupa domino pengaruh domino terhadap bank-
bank lain, kita melakukan pengambilan alih, bail out, dari Bank
Century. Sebenarnya pengambilan alih karena pemegang saham
utama sudah tidak ada di sana, kalau bail out itu pemegang
saham utama masih ada dan diinjeksi dengan uang dari
pemerintah, itu di negara lain terjadi. Kalau ini diambil alih
total, pemegang saham lama sahamnya nol. Jadi bukan membail
out pemegang saham yang lama. Itu yang kita lakukan.”
Mengenai pengertian sistemik, peneliti telah menjelaskan pada
alinea sebelumnya, sedangkan pada pernyataan mengenai penjelasan
perbedaan pengambil alihan dan bail out, kita dapat memulai analisis
berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) Pasal 6 ayat (2) (a) yang berbunyi LPS dapat
melakukan penyelesaian dan penanganan Bank Gagal dengan
kewenangan: a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS. Serta
Pasal 43 ayat a, b, c, dan d:
Dalam rangka melakukan likuidasi Bank Gagal yang dicabut izin
usahanya, LPS melakukan tindakan sebagai berikut:
a. melakukan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2);
b. memberikan talangan untuk pembayaran gaji pegawai yang
terutang dan talangan pesangon pegawai sebesar jumlah
minimum pesangon sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
Universitas Indonesia
c. melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka
pengamanan aset bank sebelum proses likuidasi dimulai; dan
d. memutuskan pembubaran badan hukum bank, membentuk tim
likuidasi, dan menyatakan status bank sebagai bank dalam
likuidasiberdasarkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a.
Pada huruf a pasal 43 tersebut dimaksudkan LPS mengambil alih
dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk
hak dan wewenang RUPS dalam rangka proses likuidasi. Namun,
tanggung jawab pemegang saham dalam pemenuhan kewajiban bank
sesudah likuidasi tidak beralih kepada LPS.
Setelah Boediono menjelaskan mengenai wewenangnya sebagai
Gubernur Bank Indonesia, dalam menganalisa bank gagal, menganalisa
bantuan yang diberikan, alasannya mengenai kebijakan perubahan
peraturan untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi dan perbankan,
Boediono bergeser pada teknik teori restorasi citra dalam sebuah
retorika politik yang mengandung kalimat-kalimat mengenai
Diferensiasi atau membandingkan dengan krisis lain yang lebih buruk.
Pernyataan yang memuat hal tersebut adalah:
“Dan akhirnya, alhamdulillah setelah itu kita lakukan kita
melewati berbagai krisis global pada waktu itu dengan selamat.
Memasuki 2009 dan seterusnya ekonomi kita cukup mantab,
bahkan kalau kita ingat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
tahun-tahun itu sampai dengan paling tidak 2012 itu sangat
tinggi nomor dua di kelompok G20 hanya kedua dari China.”
Differentiation adalah redefinisi strategi yang berasal dari sebuah
kalimat namun memiliki dua pengertian. Taktik ini merupakan taktik
yang sering muncul dalam teori restorasi citra. Inti dari aspek
differentiation adalah aktor politik mencoba untuk tidak
menghubungkan dirinya terhadap keputusan pada saat krisis terjadi
Universitas Indonesia
dengan berusaha membandingkan dengan situasi krisis yang lebih
buruk.
Pernyataan ini jika ditelaah menggunakan teori restorasi citra,
Boediono ingin berusaha mengubah pandangan, penafsiran,
atau pemaknaan oleh audience ke perspektif baru, sehingga ketika
informasi baru terungkap, tindakan yang sudah dilakukan tidak lagi
tampak sama buruknya. Dengan kata lain, karena adanya pemahaman
baru, maka publik memaafkan tindakan yang lama.
Berdasarkan laporan Kamar Dagang Industri pada tahun 2010, Kadin
melaporkan bahwa Indonesia mampu menghadapi krisis ekonomi
global dengan cukup baik pada tahun 2009, perekonomian Indonesia
terus tumbuh secara mengesankan. Pada Pada triwulan III 2010,
pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sebesar 5,8 persen (secara
year on year), surplus neraca pembayaran tercatat sebesar US$ 6,9
miliar pada triwulan III 2010, cadangan devisa per akhir November
2010 mencapai sebesar US$ 92,76 miliar, inflasi mampu dikendalikan
di angka 5,98 persen hingga bulan November 2010, dan BI rate berada
di angka 6,5 persen. Meskipun suku bunga riil pembiayaan masih
berada di kisaran 11% - 18%, namun banyak kalangan meyakini angka
ini akan segera turun sejalan dengan membaiknya stabilitas kebijakan
moneter nasional (Overview Perekonomian Indonesia Tahun 2010,
Kamar Dagang Industri, Laporan Per 23 Desember 2010).
Pernyataan ini ingin menjelaskan bahwa kebijakan yang diambilnya
saat terjadi permasalahan Bank Century tahun 2008 adalah tepat, sebab,
Indonesia pada 2009 mampu melewati krisis, hingga pada tahun 2009
pertumbuhan ekonomi tahun 2009 dapat mencapai 4,5%, tertinggi
ketiga di dunia setelah China dan India. Perlambatan pertumbuhan
ekonomi yang lebih besar di tengah kontraksi perekonomian global
dapat dihindari, karena struktur ekonomi yang banyak didorong oleh
permintaan domestik.
Setelah mengalami tekanan berat pada triwulan I 2009, stabilitas
pasar keuangan dan makroekonomi juga semakin membaik sampai
Universitas Indonesia
dengan akhir tahun 2009. Hal itu tercermin pada berbagai indikator di
sektor keuangan seperti Currency Default Swap (CDS), Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG), imbal hasil (yield) SUN, dan nilai tukar yang
membaik. Sementara itu, inflasi juga tercatat rendah 2,78%, terendah
dalam satu dekade terakhir (Ringkasan Exclusive Bank Indonesia, hal.
1).
Tanpa kebijakan tersebut, perekonomian tidak mampu bertahan
menghadapi krisis global, dimana hampir semua negara bahkan negara
besar sekalipun terkena dampak krisis global. Boediono mencoba
mengalihkan dan mengubah perspektif publik kebijakan pemberian
FPJP pada Bank Century tidaklah seburuk itu.
Boediono juga melakukan taktik transendence/trasensdensi
dengan mengajak audiens untuk fokus pada isu-isu lain. Aspek ini
mencoba memisahkan antara fakta, sentimen, objek atau hubungan-
hubungan yang dapat dilihat oleh audiens atau komunikan
(Benoit,1995,hal.278). Selain itu Were dan Linkugel dalam Benoit
menyebutkan transcendence ini merupakan cara aktor komunikasi
mempertahankan reputasinya.
“Tahun 2013 ini kita belum tau nampaknya akan melambat tapi
toh harapan kita masih tinggi rankingnya masih tinggi dalam
peringkat negara-negara berkembang di G20.”
Transendence adalah kegiatan yang menghubung-hubungakan fakta,
sentimen, objek ataupun relasi-relasi dengan konteks yang lebih besar
lagi agar audiens melihat hal-hal positif. Dalam pernyataan persnya,
Boediono menyatakan bahwa dirinya serta jajaran Gubernur BI saat itu
telah melakukan hal yang benar dengan merevisi peraturan pemberian
FPJP untuk menyelamatkan kondisi perbankan dan keuangan saat itu,
yang dikatakan dalam kondisi kritis.
Pada bagian akhir tipologi reducing the offensiveness, Boediono
melakukan statement mengenai penuduh dalam hal ini beberapa pihak
Universitas Indonesia
yang yakin bahwa Boediono dan mantan dewan gubernur serta menteri
keuangan bersalah dalam hal menggunakan wewenang untuk
mengucurkan dana bail out Bank Century. Dalam teori restorasi citra,
hal ini disebut sebagai aspek menyerang penuduh dengan anggapan
penuduh tidak bertanggung jawab. Taktik ini dinamakan Attacking the
accusers/Menyerang penuduh (penuduh tidak bertanggung jawab).
“Mengenai evaluasi penilaiannya dan sebagainya tentu itu
semua kita serahkan pada siapapun. Tapi saya pribadi merasa
sangat terhormat mendapatkan peran pada waktu itu.”
Mengenai subbagian ini dapat kita lihat kembali pernyataan-
pernyataan atau opini publik tentang peran Boediono memutuskan
pemberian FPJP saat itu. Bank Century yang telah dimasukan dalam
daftar bank gagal membutuhkan dana bantuan untuk menyehatkan
kembali modal likuiditas dan solvabilitasnya. Melalui RDG BI yang
panjang, Boediono yang saat itu Gubernur BI memutuskan untuk
memberikan FPJP dengan pertimbangan kegagalan kliring bank
Century akan ditengarai berdampak sistemik bagi kondisi
perekonomian dan perbankan pada akhir 2008.
Boediono dalam kesaksiannya di persidangan Budi Mulya juga
menegaskan bahwa dirinya mengetahui perubahan-perubahan
peraturan, untuk menyelamatkan Bank Century dari kegagalan kliring
saat itu. Boediono menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dilakukannya
karena Bank Century yang paling mungkin jatuh.
Maka akan terjadi rentetan penyerbuan terhadap bank-bank umum
lainya seperti pada tahun 1997-1998, dimana dalam suasana krisis
banyak sekali isu yang beredar, banyak likuiditas yang kerig karena
aliran dana keluar, lonjakan kurs, pasar uang antar bank yang macet
sehingga pinjaman antar bank tidak bis alagi akibat tidak adanya
kepercayaan antar bank.
Universitas Indonesia
Boediono sendiri tidak pernah menyatakan secara terbuka pada saat
itu terjadi krisis, namun dengan menimbang pada peraturan perundang-
undangan Perppu, DPR dan Pemerintah menyatakan saat itu terjadi
krisis. Dan saat itu tanpa blanket guarantee membiarkan satu bank
gagal adalah sangat fatal.
Mengapa yang digunakan FPJP da bukan FPD, Boediono
mengatakan bahwa saat itu FPD belum operasional hingga satu-
satumya cara adalah FPJP. Boediono mengibaratkan “Apabila di satu
kampung yang padat terjadi kebakaran satu rumah, maka cara yang
paling baik adalah memadamkan kebakaran di rumah tesebut,
siapapun pemiliknya, sebab kalau kita biarkan makakebakaran ini akan
merambat keseluruh kampung.”
Terhadap pernyataan ini, opini publik yang berkembang dapat kita
lihat pada tanggapan KPK sebagai pemeriksa Boediono. Ketua KPK
Abraham Samad mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap
Wapres Boediono, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin yakin
ada tindak pidana korupsi di balik pemberian fasilitas pendanaan jangka
pendek (FPJP) kepada Bank Century, pemberian FPJP kepada Bank
Century adalah keputusan kolektif kolegial pejabat teras BI, termasuk
Gubernur BI yang kala itu (2008) dijabat
Boediono.(www.starbrainindonesia.com,Rabu,27/11/2013).
Sedangkan sejumlah inisiator hak angket kasus bailout Bank Century
di DPR menuding Wakil Presiden Boediono berbohong. Mantan
Gubernur Bank Indonesia itu menyebut Bank Century diambil alih,
bukan dibailout.
"Boediono bilang Bank Century bukan di bailout. Boediono
lakukan kebohongan, nya tanya Century bailout. Apa yang
disampai kan bertentangan atau bertolak be lakang dengan fakta
dan dokumen di Pansus dan Timwas (century),” Bambang
Soesatyo.
Universitas Indonesia
Inisiator hak angket lainnya, Misbakhun mengatakan kebohongan
Boediono bisa dibuktikan. Dikatakan Misbhakun, Boediono dalam
kesaksiannya tidak menjelaskan keberadaan dokumen pernyataan
bahwa sebagai pemegang saham, Robert Tantular ingin ikut menangani
pendanaan Century sebesar 20 persen saham dalam penanganan yang
dilakukan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). Boediono dalam
menunjuk pihak-pihak yang menuduhnya melakukan konspirasi dan
penyalahgunaan wewenang hanya menyerahkan penilaian kepada
pihak-pihak tersebut.
Boediono juga yakin bahwa kebijakan yang diambil sanggup dia
pikul, dalam teori restorasi citra hal ini disebut
Compensation/Kompensasi.
“Itu suasananya memang sangat eksklusif, kejadian kegagalan
satu institusi keuangan bisa menimbulkan dampak domino yang
cukup luas dampak sistemik. Untuk itu pada bulan Oktober
2008 ada berbagai negara yang menerapkan kebijakan blanket
guarantee kebijakan yang menjamin semua deposito yang ada di
semua bank, itu adalah kebijakan yang menangkal sistemik risk.
Nah kita kebetulan kita diputuskan untuk tidak menerapkan
blanket guarantee, oleh sebab itu, satu-satunya cara ya kita
mengamankan bank-bank jangan sampai jatuh dan
menimbulkan sistemik risk.”
Kompensasi menurut Benoit adalah upaya membantu meringankan
perasaan negatif yang timbul dari tindakan yang salah, dengan cara
memberikan ganti rugi. Di sini Boediono tidak menawarkan ganti rugi
apapun berupa barang, jasa dan sejenisnya. Meski menggunakan teori
restorasi citra untukmemperbaiki citranya, dalam kasus ini tidak ada
kompensasi biaya yang harus dibayarkan. Karena Boediono sebagai
tertuduh dipersalahkan akibat kebijakannya menyetujui penurunan
syarat CAR menjadi positif hingga pemberian FPJP pada Bank
Century.
Universitas Indonesia
Namun menurut peneliti, ada pernyataan yang setidaknya sama
dengan memberikan kompensasi yaitu saat Boediono meyakinkan
publik memberikan tindakannya menjatuhkan kebijakan yang jika tidak
diambil dikhawatirkan akan situasi tersebut akan berdampak sistemik
pada kondisi keuangan saat itu, kalaupun Boediono tidak memutuskan
hal tersebut, jika terjadi krisis maka Boediono akan dipersalahkan.
Menurut Prof. Erman Rajagukguk suatu kebijakan tidak bisa disalahkan
begitu saja. Apalagi jika kebijakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dan tanggal pelaksanaan sesuai dengan tanggal
putusan perundang-undangan tersebut (Rajagukguk, 26 Desember
2009)
4.1.4 Corrective action
Kategori keempat tipologi ini adalah tindakan perbaikan.
Ini melibatkan pemberian janji untuk memperbaiki kerusakan atau
untuk mencegah berulangnya kembali kejadian serupa atau perilaku
tindakan mengerikan di masa depan. Benoit menjelaskan
(Benoit,1995,hal. 92), "Ketika orang yang dituduh melakukan
kesalahan menunjukkan kesediaan mereka untuk mengoreksi atau
mencegah terulangnya masalah, mereka dapat memperbaiki reputasi
mereka".
“Saya sebagai Gubernur BI bersama rekan-rekan saya di dewan
gubernur berkeyakinan bahwa instrumen yang utama mungkin
satu-satunya pada saat itu untuk menangkal timbulnya sistemik
risk itu adalah FPJP. Oleh sebab itu kita melakukan revisi dari
ketentuan FPJP untuk menghadapi masalah itu, dan saya
merasakan bahwa apa yang kami lakukan dan kemudian apa
yang kami lakukan bersama dengan menteri keuangan dalam
KSSK pada waktu itu keadaan sudah begitu darurat sehingga
bank Centurty akan rontok dan menimbulkan sistemik risk.”
Strategi pemulihan citra umum lainnya adalah tindakan korektif, di
mana perusahaan berjanji untuk memperbaiki masalah. Tindakan ini
Universitas Indonesia
dapat mengambil bentuk memulihkan keadaan yang ada sebelum aksi
ofensif, dan menjanjikan untuk mencegah terulangnya tindakan ofensif.
Permintaan maaf dengan ini mungkin bisa membantu tetapi tidak
mutlak diperlukan.
“Saya ingin menyampaikan, bahwa apa yang kami lakukan pada
waktu krisis itu, menurut pandangan kami adalah suatu
kebijakan, suatu tindakan yang mulia. Upaya yang mulia untuk
menangani krisis Negara kita.”
Diteruskan kemudian mengenai penjelasan keduanya mengenai
langkah-langkah setelah menentukan FPJP. Hal ini dapat peneliti
jelaskan seperti pada alinea-alinea sebelumnya, Boediono mencoba
untuk menjelaskan posisinya saat itu. Kotak pertama dari
permasalahan Bank Century adalah wewenang Boediono sebagai
Gubernur Bank Indonesia yang memimpin pengawasan Bank-Bank
bermasalah, hingga perhitungan CAR, menentukan apakah saat itu
kondisi krisis berdasarkan hasil analisa dan pemberian FPJP pada
bank yang dibuktikan bermasalah, bank gagal berdampak sistemik,
penentuan apakah bank gagal dan berdampak sistemik pada akhirnya
adalah wewenang KSSK dan LPS.
“Oleh sebab itu kita melakukan revisi dari ketentuan FPJP
untuk menghadapi masalah itu, dan saya merasakan bahwa apa
yang kami lakukan dan kemudian apa yang kami lakukan
bersama dengan menteri keuangan dalam KSSK pada waktu itu
keadaan sudah begitu darurat sehingga bank Century akan
rontok dan menimbulkan sistemik risk.”
Untuk itu kembali kita menelaah aturan dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pada Pasal 29 ayat (1), (2)
dan (4) yang berkaitan dengan kasus ini. Pada Pasal 29 ayat (1)
disebutkan Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia, (2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas
manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang
Universitas Indonesia
berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha
sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (4) Untuk kepentingan nasabah,
bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya
risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank. Dengan dasar perundangan tersebut, Bank Indonesia
telah melakukan pengawasan terhadap bank-bank umum salah satunya
Bank Century.
Ketika Bank Century mulai terlihat bermasalah, Bank Indonesia
dalam hal ini Dewan Gubernur Indonesia mulai melaksanakan
koordinasi ataupun rapat-rapat membahas permasalahan yang
diadukan oleh pemegang sahamnya yaitu Robert Tantular yang
menyatakan banknya dalam kondisi “Sakit”.
Tugas Bank Indonesia yang dapat melakukan tindakan menilai
suatu bank dapat membahayakan kondisi sistem perbankan saat itu,
tercantum dalam Pasal 37, 37A dan 37B dan Undang-Undang Bank
Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Pasal 33 yang berbunyi Dalam hal
keadaan suatu Bank menurut penilaian Bank Indonesia
membahayakan kelangsungan usaha Bank yang bersangkutan dan/atau
membahayakan sistem perbankan atau terjadi kesulitan perbankan
yang membahayakan perekonomian nasional, Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan sebagaimana diatur dalam undang-undang
tentang perbankan yang berlaku.
Untuk masyarakat awam, pernyataan Boediono yang menyebutkan
“...kita melakukan revisi dari ketentuan FPJP untuk menghadapi
masalah itu,...” tidaklah dipahami sepenuhnya bahwa itu benar,
namun, mengingat pernyataan berikutnya “...dan saya merasakan
bahwa apa yang kami lakukan dan kemudian apa yang kami lakukan
bersama dengan menteri keuangan dalam KSSK pada waktu itu
keadaan sudah begitu darurat sehingga bank Century akan rontok dan
menimbulkan sistemik risk.” Berdasarkan aturan-aturan perundang-
undangan tadi, kebijakan tersebut adalah benar.
Universitas Indonesia
Bagaikan dokter yang melihat luka kecil pasien yang terbuka,
memang lukanya tidaklah fatal untuk saat itu, namun jika dibiarkan
luka itu dapat dimasuki bakteri atau virus yang mampu membuat
seluruh badan pasien menjadi demam, bahkan berujung pada
kematian. Boediono sebagai mantan Gubernur BI juga melaksanakan
hal tersebut.
Ketika Bank Century dinyatakan gagal kliring, dan terjadi
kepanikan serta penarikan besar-besaran oleh nasabah Bank Century
di beberapa daerah selain di Jakarta. Boediono bersama DGBI
mengadakan rapat. Rapat tersebut menghasilkan beberapa temuan,
antara lain:
1. Pada 13 November 2008, Bank Century tidak mampu memenuhi
kebutuhan prefund untuk bisa ikut kliring, dan mengenai masalah
likuiditasnya, saat itu Bank Centuy telah dibantu Bank SinarMas
namun tidak membantu banyak permsalahan likusiditas untuk
hari-hari berikutnya;
2. Untuk itu langkah alternatif dari RDGBI adalah akan diberikan
Fasilitas Pinjaman Darurat (FPD) atau apabila setelah analisis
lebih lanjut FPD tidak bisa dilakukan maka Bank Century
dinyatakan sebagai Bank Gagal dan diserahkan kepada LPS;
3. Bank Century tidak bisa mengharapkan bantuan dari bank lain
dalam hal likuiditas, karena pemasalahan likuiditas Bank Century
yang cukup besar hingga dikhawatirkan menyeret bank lain
ambruk. Namun apabila Bank Century diputuskan untuk tetap
beroperasi, maka diperlukan dukungan dana yang sangat besar
minimal sejumlah Rp. 6.000.000.000.000,- (enam triliun) sampai
dengan Rp 7.000.000.000.000,- (tujuh triliun) dan hal tersebut
tidak dimungkinkan sebab tidak ada skema dan aturan yang
mendasari keputusan tersebut, sehingga dikhawatorkan mendapat
kritik masyarakat serta menyelahi ketentuan hukum;
Universitas Indonesia
4. Untuk memberikan FPD, Bank Indonesia harus berkoordinasi
dengan KSSK dan terlebih dahulu ditetapkan sebagai bank Gagal
dan berdampak sitemik, pemberian FPD juga tidak dimungkinkan,
hingga Bank Century akan diberi FPJP, namun karena Capital
Adequacy Ratio (CAR) yang ada hanya positif 2,35% maka CAR
tersebut tidak memenuhi persyaratan sesuai dengan PBI nomor
10/26/PBI/2008 tentang FPJP bagi Bank Umum, karena bank
tersebut dianggap dapat menimbulkan dampak sistemik maka BI
harus mengubah ketentuan pemberian FPJP terlebih dahulu;
5. Beberapa kali melakukan rapat, RDG BI memutuskan bahwa PBI
nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008 tentang
Pemberian FPJP Bagi Bank-Bank Umum diubah dengan
ketentuan:
a) Bank yang dapat diberikan FPJP harus memiliki CAR
minimum positif (dari peraturan sebelumnya 8%);
b) Aset kredit yang dapat dijadikan agunan FPJP diantaranya
memenuhi syarat bahwa kolektinilitasnya lancar selama 3
(tiga) bulan terakhir;
c) Perubahan PBI nomor 10/26/PBI/2008 tentang FPJP Bagi
Bank Umum berlaku sejak 14 November 2008.
6. Selanjutnya RDG BI melakukan teleconference dengan Sri
Muyani Indrawati selaku Menteri Keuangan/Ketua KSSK yang
sedang berada di Washington, DC. Amerika Serikat. Dalam
teleconference tersebut, pihak BI menyatakan Bank Century tidak
dapat melakukan klirimng karena iro Wajib Minimum (GWM)
tidak cukup, CAR yang positif 2,35% dan Bank Century telah
berada di dala pengawasan khusus sejak tanggal 6 November 2008
maka Bank Indonesia akan memberikan Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek (FPJP) pada Bank Century.
7. Setelah Surat Edaran mengenai Juklak Pemberian FPJP Bagi Bank
Umum yang Berkantor Pusat di Wailayah Kerja Kantor Pusat
Universitas Indonesia
Bank Indoensia sebagai juknis PBI nomor 10/30/PBI/2008 tanggal
30 Oktober 2008 tentang FPJP.
Selain melihat kronologi perubahan aturan PBI, Boediono juga
mengatakan bahwa Bank Century merupakan Bank Gagal dan
Berdampak Sistemik, meskipun keputusan berada di KSSK dan LPS,
namun RDG BI merupakan wilayah pertama yang menganalisis
mengapa bank tersebut bersalah dan memiliki potensi gagal dan
berdampak sistemik. Bank berdampak sistemik dalam Perppu 4 Tahun
2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) diartikan
suatu kondisi sulit yang ditimbulkan oleh suatu bank, LKBB, dan/atau
gejolak pasar keuangan yang apabila tidak diatasi dapat menyebabkan
kegagalan sejumlah bank dan/atau LKBB lain sehingga menyebabkan
hilangnya kepercayaan terhadap sistem keuangan dan perekonomian
nasional.
4.1.5 Mortification
Selain itu Benoit juga membahas mengenai aspek perasaan bersalah
atau penyesalan (Benoit,1995,hal.18) yang termasuk dalam restorasi
citra. Pernyataan ini tampak tersirat dalam pernyataan dukungannya
terhadap KPK agar segera memecahkan kasus Bank Century tersebut.
“Saya akan mendukung KPK, sepenuhnya, apapun yang bisa
kami sampaikan untuk melaksanakan tugasnya, sebaik-
baiknya.”
Komunikator politik hanya mengakui menjadi bersalah atau
bertanggung jawab atas tindakan yang salah dan meminta maaf.
Namun dalam kasus ini Boediono tidak menyampaikan permohonan
maaf disebabkan dirinya merasa bersalah, namun itikad baiknya untuk
bersama-sama dengan pihak berwenang, dalam hal ini KPK dan pihak
Universitas Indonesia
hukum lainnya untuk mendukung sepenuhnya dengan tindakan agar
Kasus Bank Century dapat selesai.
Boediono juga menegaskan kembali ketika dirinya ditanyai
wartawan pada hari yang sama setelah pernyataan persnya. Bahwa
dirinya tidak akan berkomentar lebih banyak, namun menegaskan akan
membantu KPK dengan bekerja sama dengan baik.
“Saya sangat percaya kepada KPK untuk menyelesaikan ini
untuk menemukan kebenaran secara hukum, kita enggak
usahlah komentar macam-macam, kita fasilitasi KPK
(menuntaskan),” kata Boediono di kantor wapres, Jakarta, Sabtu
malam (23/11). (www.beritasatu.com,Sabtu,23/11/2013,par.2).
Merujuk data survei Indo Barometer pada tahun 2010, dua tahun
setelah kasus Bank Century, masyarakat meski beranggapan bahwa
Boediono adalah salah satu yang paling bertanggung jawab dalam kasus
Bank Century pada 2008. Masyarakat masih menaruh kepercayaan pada
Boediono untuk menjadi Wakil Presiden RI saat itu.
Setelah Boediono memberikan pernyataan persnya banyak pihak
lebih menaruh kepercayaan bahwa Boediono tidak bersalah dalam
menyalahgunakan kewenangan tersebut.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum angkat
bicara soal pemeriksaan Boediono. Menurutnya, Boediono tidak main-
main ketika mengambil keputusan menyelamatkan Bank Century. Anas
pun percaya Boediono tidak mengambil keuntungan terkait pemberian
dana kepada Bank Century.
"Saya juga percaya Pak @boediono tidak ambil keuntungan
pribadi dari kucuran dana Bank Century," tulis Anas dalam akun
Twitternya @anasurbaningrum, Minggu (24/11).(www.
www.jpnn.com, Minggu, 24 November 2013)
Begitu juga dengan pernyataan Juru Bicara Partai Demokrat
Ruhut Sitompul yang menilai wacana pemakzulan Wakil Presiden
Boediono adalah omong kosong.
Universitas Indonesia
"Saya yakin Pak Boediono tidak salah. Dulu mau ke Demokrat,
tapi tidak kena, sekarang jadi ke Boediono. Maaf, tidak kena,
kasihan deh loh," tegasnya.(www.
nasional.inilah.com,Selasa,26/11/2013)
Saat krisis komunikasi seperti ini terjadi, dibutuhkan komunikasi
yang efektif, profesional untuk memainkan peran kunci dalam
mengurangi kerusakan dan menjaga kepercayaan masyarakat serta
banyak pemangku kepentingan. Strategi ini disebut restorasi citra
dengan mengandalkan penggunaan bahasa efektif, strategi pesan
persuasif, dan tindakan simbolik. Penelitian ini menawarkan
pengambilan keputusan berbasis bukti dari penggunaan strategi
komunikasi khusus dalam situasi krisis. Serta penggunaan strategi
komunikasi krisis berfokus pada penilaian tentang mana strategi yang
etis dan profesional.
Boediono dalam pernyataan yang hanya berlangsung tidak lebih dari
15 menit telah memberikan contoh sebuah bentuk komunikasi yang
efektif dengan memiliki aspek-aspek teori restorasi citra yang memadai.
Didukung dengan gesture tubuh, nada suara serta mimik wajah yang
tenang, Boediono mampu menjelaskan, meyakinkan serta berbesar hati
membuka diri untuk selalu mendukung penyelesaian kasus oleh KPK.
Universitas Indonesia
BAB V. SIMPULAN DAN DISKUSI
5.1. Simpulan
Hubungan buruk antara individu atau korporasi dengan publiknya bisa
menghancurkan kredibilitas, hubungan, pemasaran, dan kesejahteraan ekonomi.
Dengan demikian, diperlukan wacana untuk membantu individu dan organisasi
menanggapi tuduhan kesalahan. Oleh karena itu, studi tentang restorasi citra
berharga karena memberikan wawasan fungsi penting dari kehidupan kita. Untuk
studi tesis ini, analisis isi dilakukan pada pernyataan pers dan pemberitaan dari
media-media yang meliput pernyataan pers ini. Pada bagian ini dapat dirumuskan
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, berdasarkan analisis isi pernyataan pers Boediono memenuhi semua
unsur-unsur dalam taktik restorasi citra. Teori Restorasi Citra yang terbagi dalam
lima taktik besar mampu dipergunakan Boediono untuk membentuk sebuah citra
bahwa dirinya tidak bersalah dalam pengambilan kebijakan mengubah peraturan
agar Bank Century dapat diselamatkan karena ditengarai jika terjadi kegagalan
satu bank maka akan berakibat fatal bagi kondisi ekonomi saat itu, atau dengan
kata lain kondisi perekonomian Indonesia sedang dalam masa krisis. Seperti
dalam pembelaannya di metrotv.com, Boediono mengatakan dirinya telah 30
tahun menggeluti masalah ekonomi di pemerintahan, pada tahun 2008 terdapat
karateristik tertentu yang harus ditangani dalam suasana krisis. Kesalahan adalah
pada pihak lain yang memanfaatkan situasi saat itu untuk kepentingan pribadi
pihak ketiga. Boediono merasa dalam proses pengambilan keputusan ada pihak
lain yang bermain sehingga menurutnya pihak-pihak tidak bertanggung jawab
tersebut harus ditindak tegas. Pernyataan ini ditanggapi oleh media dengan
sebagian besar mengapresiasi tindakan Boediono. Namun nama Boediono yang
tidak hanya santer di media massa nasional saja, melainkan juga di media sosial
dan di weblog interaktif, masih belum terlalu banyak mengubah dan
mempengaruhi opini publik menjadi lebih positif kepadanya.
Kedua, taktik restorasi citra meskipun berhasil membuat media menaikkan
pemberitaan bahwa Boediono adalah pemimpin yang bertanggung jawab,
Universitas Indonesia
melaksanakan tugasnya saat itu dengan penuh ketulusan. Pernyataan pers ini
efektif menjadi strategi Boediono untuk menghindari panggung politisasi Century
di DPR, namun tidak untuk strategi komunikasi politik secara keseluruhan dalam
mengantisipasi pertarungan opini di masyarakat, terutama pihak-pihak yang
merasa belum mendapatkan jawaban pasti dari pernyataan Boediono. Seperti yang
dikatakan Gun Gun Heryanto, diamnya Boediono di banyak isu panas yang
menyerangnya karena kasus Century, telah meneguhkan persepsi sebagian
masyarakat bahwa dia salah satu sosok yang bertanggungjawab dalam kasus ini.
Namun, menurut peneliti berdasarkan pemberitaan dan pernyataan beberapa
pihak, pernyataan pers Boediono bagi publik yang mengetahui latar belakang
kasus dan bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam kasus ini,
pernyataan pers belum mencukupi untuk mengubah pandangan menjadi positif.
Selain itu peran di pemerintahannya pun nyaris tertutup oleh SBY.
Ketiga, Pernyataan pers semacam ini masih di luar kebiasaan pejabat negara di
Indonesia, pernyataan pers yang berupaya menjelaskan duduk persoalan, bukan
hanya berisi pembelaan diri. Untuk Boediono sendiri, hal ini juga di luar
kebiasaannya, Boediono selama menjabat sebagai pejabat pemerintahan terutama
ketika dirinya menjabat Wakil Presiden, sikap yang ditunjukkan adalah irit dalam
memberikan komentar dan penjelasan. Hingga pernyataan pers ini benar-benar
merupakan upaya pemulihan citranya yang dituduh menyelewengkan wewenang
untuk mengubah peraturan dan lalai dalam pengawasan.
Keempat, konstruksi citra yang didasarkan pada teori restorasi citra Benoit
berlangsung seiring dengan proses pemberitaan di media yang gencar
memojokkan Boediono, melihat perkembangan pemberitaan, media yang awalnya
“menuduh” Boediono terlibat terlihat mengubah pemberitaannya menjadi tendensi
positif. Meskipun pada beberapa narasumber tidak tampak perubahan yang
berarti, beberapa pihak masih berasumsi Boediono bersalah dalam hal
penyalahgunaan wewenang. Karena jika dilihat dari proses peradilan, dengan
pengujian analisis hukum, ekonomi dan politik, Boediono memang penentu
kebijakan penyelamatan Bank Century dengan alasan yang kuat, namun tidak
turut serta menyelewengkan jabatannya untuk kepentingan pribadinya.
Universitas Indonesia
5.2 Diskusi
Pertama, pernyataan pers oleh Boediono dalam mengupayakan pemulihan citra
menunjukkan keberhasilan konstruksi citra Boediono untuk memulihkan citranya
dalam kasus Bank Century khususnya pada kebijakan pemberian FPJP. Hal ini
merupakan langkah yang baru dilakukan oleh seorang pejabat negara yang berada
dalam situasi krisis. Pejabat negara sudah seharusnya melatih komunikasi
efektifnya untuk berhadapan dengan publik melalui pidato atau pernyataan pers
khususnya saat kondisi dinyatakan krisis. Dengan menggunakan retorika politik,
pejabat negara dapat mempersuasi khalayak politiknya agar mampu merubah
opini publik yang berkembang. Seperti yang diungkapkan Hofstatter dalam Arifin
(2010, hal. 214).
Kedua, citra pejabat pemerintah atau pejabat negara merupakan hasil interaksi
antara Boediono sebagai komunikator, media, publik serta pemegang kepentingan,
sehingga ini secara tidak langsung merupakan kegiatan komunikasi politik yang
secara efektif mempengaruhi citra Boediono dan dapat diterapkan juga oleh
pejabat publik lainnya. Melihat lebih banyak pemberitaan mengenai sangkut paut
Boediono dengan kasus Bank Century yang lebih banyak beredar di media sosial
dan weblog, pejabat pemerintah harus mampu menghadapi situasi politik ini
dengan berbicara efektif melalui media baru. Seperti yang dikemukakan oleh
penelitian Wright and Hinson (2009) (Heryanto, 2013,hal.176), pejabat publik
harus mampu menghadapi dampak kehadiran media baru, khususnya sosial media
yang sekaligus bisa menjadi peluang, yaitu menyediakan peluang untuk
berkomunikasi lebih banyak, membuka kesempatan baru untuk berkomunikasi
langsung dengan khalayak, menigkatkan komunikasi dan informasi secara cepat
untuk berbagai info, membuka peluang pejabat publiuk untuk berkomuniaksi
secara global, memperoleh data atau informasi dengan cepat tentang bagaimana
pendapat publik tentang pejabat publik tersebut.
Ketiga, Kasus Bank Century hingga kini memang belum sampai pada titik
akhir penyelesaian, meskipun ada beberapa orang yang sudah ditangkap bahkan
dijatuhi vonis penjara, masih banyak hal yang belum terungkap. Namun melalui
pernyataan pers Boediono, dirinya ingin mengungkapkan posisi serta tanggung
Universitas Indonesia
jawabnya saat itu, dan menurut peneliti upaya pemulihan citra tersebut sudah
berhasil. Masyarakat Indonesia berdasarkan perkembangan kultur budayanya,
serta mengikuti kultur budaya media massa yang kini terbiasa dengan
keterbukaan, pernyataan seperti ini sangat ditunggu-tunggu. Untuk masyarakat
awam, mungkin pernyataan ini tidak beitu efektif berpengaruh terhadap
kehidupan keseharian. Namun bagi pemeganga kepentingan yang berkecimpung
di dalam hukum, ekonomi, politik dan bidang strategis lainnya, pernyaatan pers
dalam sebuah krisis komunikasi, krisis kepercayaan, dan penuduhan pernyataan
pers dengan format teori restorasi citra setidaknya mampu memberikan kejelasan
kasus tersebut.
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA
Buku:
Ahmad, Nyarwi (2012), Manajemen Komunikasi Politik & Marketing Politik:
Sejarah, Perspektif, dan Perkembangan Riset, Pustaka Zaman, Yogyakarta,
Alfian (1993), Komunikasi Politik dan dan Sistem Politik Indonesia, Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta,
Arifin, Anwar (2003), Komunikasi Politik, Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi
dan Komunikasi Politik Inodneisa, Balai Pustaka, Jakarta,
Ardial (2009), Komunikasi Politik, Indeks, Jakarta,
Azwar, Saifuddin (1999), Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Benoit, William, L., (1995), Accounts, Excuses, and Apologies, A Theory of
Image Restoration Strategies, State University of New York Press,
New York,
Budianto, Heri (ed) (2011), Media Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
Bungin, Burhan (2008), Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana prenada media
group
________ (2011), Metodologi Penelitian Kualitiatif: Aktualiasasi Metodologis
ke Arah Ragam Varian Kontemporer, Raja Grafindo,
Cangara, Hafied (2011), Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi,
Rajagrafindo Persada, Jakarta,
Coombs, W. Timothy and Sherry J. Holladay, (2010), The Handbook of Crisis
Communication A John Wiley & Sons, Ltd., Publication
Denton, Robert E. & Dan F Han. (1986), Presidential Communication Descrition
and Analysis, Prager Publisher, New York, London,
Devito, Joseph A. (2001), The Interpersonal Communication Book, Addison
Wesley Longman Inc, New York,
Universitas Indonesia
Effendy, Onong Uchjana (2003), Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Citra
Aditya Karya, Bandung,
Effendy, Onong Uchjana (1984), Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Remaja
Karya, Bandung,
Firmanzah (2008), Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta,
Griffin, EM, (2006), A first Look at Communication Theory, Sixth Edition,
McGraw Hill Companies, New York,
Hasan, Dr. Erliana, M.Si., (2005), Komunikasi Pemerintahan, Refika Aditama,
Bandung,
Kaid, Lynda Lee (ed) (2004), Political Communication Research, Lawrence
Erlbaum Assosiates, Publisher, New Jersey, London,
Kartini Kartono, (1996), Pengantar Metodologi Riset Sosial, Mandar Maju,
Bandung,
Lesmana, Tjipta (2009), Dari Soekarno Sampai SBY: Intrik dan Lobi Politik Para
Penguasa, Gramedia, Jakarta,
Littlejohn, Stephen W. & Karen A. Foss (2009), Teori Komunikasi (alih bahasa
dari Theories of Human Communication), Salemba Humanika,
Jakarta,
Marshment, Jennifer Lees (2009), Political Marketing, Principles, and
Applications, Routledge, London and New York,
Mazur, Laura & John White (1998), ”Manajemen Krisis” (alih bahasa Miftah
F.Rakhmat). artikel pada Jurnal ISKI Manajemen Krisis, No. 2/Oktober
1998.
McNair, Brian (2003), An Introduction to Political Communication, New York-
London: Routledge Taylor & Francis Group,
Mirhad, Prayogo & Nurcholis MA Basyri (2014), Bola Liar Kasus Bank Century:
Kebijakan Pencegahan dan Tanggapan Menyesatkan (Catatan Kritis
Praktisi Keuangan), Suara Bebas, Depok,
Universitas Indonesia
Moleong, Lexy, J (2004), Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung,
Neuman, W. Lawrence (2006), Social Research Methods: Qualitiative and
Quantitative Approches, 6th Edition Pearson Education Comapany,
USA,
Nimmo, Dan (2001), Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, Rosda
Karya, Bandung,
Nugroho, Alois A., (ed) (2011), Etika Komunikasi Politik, Universitas Katolik I
Indonesia Atma Jaya, Jakarta,
Pawito (2007), Penelitian Komunikasi Kualitatif. PT LkiS Pelangi Aksara,
Yogyakarta,
Peorwandari, E.K. (2007) Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi.
Depok: LPSP3. Fakultas Psikkologi. Universitas Indonesia. Jakarta
I Gusti Ngurah Putra. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit
Universitas Atma Jaya.
Rosady Ruslan (1999), Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis
dan Pemulihan Citra. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sinaga, Monang (2014), Tim Sembilan Membongkar Skandal Century, Q
Communication, Jakarta,
Subiakto, Henry dan Racmah Ida (2012), Komunikasi Politik, Media dan
Demokrasi, Kencana Prenada Media Gropu, Jakarta,
Suparmo, Ludwig (2011), Crisis Management & Pubic Relations, Mengatasi
Krisis&Memulihkan Citra, Jakarta, Permata Puri Media
Yin, Robert K (2006), Studi Kasus: Desain dan Metode, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Universitas Indonesia
Jurnal:
Ertresvåg, Kari (2011), BP and President Obama on the Deepwater Horizon oil
spill - interplay between government and corporate communications,
Brussels School of International Studies, University of Kent for the
Award of the Degree of Master of Arts in Political Strategy and
Communications
Kessadayurat, Chutima, Understanding Image Restoration Strategies from a
Stakeholder Approach, BU Academic Review
Kyhn, Helene Stavem (2008) SITUATIONAL CRISIS COMMUNICATION
THEORY: ITS USE IN A COMPLEX CRISIS WITH SCANDINAVIAN
AIRLINES’ GROUNDING OF DASH 8-Q400 AIRPLANES By Master
Thesis in Corporate Communication
Lang, Kurt & Gladys Engel Lang, Mass Society, Mass Culture, and Mass
Communication: The Meaning of Mass1, Image restoration: An
examination of the response strategies used by Brown and
Williamson after allegations of wrongdoing Granville King III,
University of Washington
Lehman, Kathryn, Western State Budget, Arizona State University,
M. Brazeal, LeAnn (PhD, University of Missouri) RHETORICAL CRITICISM
PERSPECTIVES IN ACTION, EDITED BY JIM A. KUYPERS
Remorse, Belated (2009) Running Head: Belated Remorse: Serena Williams At
U.S. Open:Serena Williams’ Image Repair Rhetoric at the 2009 U.S.
Open [Forthcoming Chapter from Repairing the Athlete’s Image: Studies
in Sports Image Restoration, Ed. by Joseph R. Blaney, Lance
Lippert, and J. Scott Smith]
Roberts Glen F., Image Restoration Theory: An Empirical Study of Corporate
Apology Tactics Employed by the U.S. Air Force Academy,
University of South Florida
Universitas Indonesia
Rogers, Katherine (2012), British Petroleum's Use of Image Restoration Strategy
on Social Media and Response After the 2010 Gulf Oil Spill,
University of Miami Scholarly Repository
Yanti, Yusrita, Retorika Politik yang Berkarakter, dalam Craig R. Smith,
“Criticism of Political Rhetoric and Disciplinary Integrity,” American
Communication Journal 4.1 (2000)
http://www.acjournal.org/holdings/vol4/iss1/special/smith.htm. [Accessed
March 21, 2008].
Valenzano, J. M. III, Jason Edwards, The Debate Confessional: Newt Gingrich,
John King and Atoning for Past Sins Bridgewater State University
Survei:
Data Survei Nasional Indo Barometer Mengenai KASUS BANK CENTURY DI
MATA PUBLIK (Data Survei Nasional 8 –18 Januari 2010)
Laporan:
Ringkasan Executive Laporan Pertumbuhan Ekonomi Bank Indonesia 2009
Laporan Kamar Dagang Industri
Thesis:
Wage, Debora Debby (2011), Retorika Presidensial dan Agenda Publik (Analisis
Framing Individual Terhadap Pidato Kenegaraan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono 2005-2010)
Wijiatmoko, Bambang (2010), Pengunduran Diri Sri Mulyani Dan Isu Kartel
Politik (Analisis Framing Pemberitaan Pasca Pengunduran Diri Menteri
Keuangan Pada Surat Kabar Harian Kompas, Media Indonesia, Dan
Jurnal Nasional)
Universitas Indonesia
Daruninten, Chitra (2009), Konstruksi Pemerintah Dalam Kartun Editorial
(analisis semiotik terhadap komik sukribo tentang kebijakan Subsidi harga
BBM pemerintahan SBY-JK)
Setiawan, Dhoni (2011) Konstruksi Citra Kementerian Pertanian Di Media
Pertanian (Analisis Framing Pada Pemberitaan Kegagalan Panen Padi
Super Toy)
Purwoko, Oki Edi (2011) Efektifitas Komunikasi Politik Dengan
Menggunakan Simbol – Simbol Budaya (Studi Kasus Kampanye
Permanen Kepala Daerah Kabupaten Banyumas 2008 - 2013)
Artikel:
Rajaguguk, Erman, Keputusan Kssk Menyelamatkan Bank Century Yang Gagal
Dan Berdampak Sistemik 21 Nopember 2008 Adalah Sah, 26 Desember
2009
Rajaguguk, Erman, Perbuatan Melawan Hukum Oleh Individu Dan Penguasa
Serta Kebijaksanaan Penguasa Yang Tidak Dapat Digugat
Iskandar Fitra, Boediono Membela di Media, metrotv.com
Perundang-undangan:
UUD 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan
Penjelasannya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas
Universitas Indonesia
Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi
Undang-Undang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Menjadi Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Perppu Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
Perppu Nomor 4 Tahun 2008 Tentang JPSK
Berita:
Suara Karya, Rabu, 18 September 2013
Media Indonesia, Sabtu 21 September 2013
Republika, Sabtu 21 September 2013
Suara Karya, Sabtu 21 September 2013
Media Indonesia, Senin 23 September 2013
Kompas, Sabtu 23 November 2013
Koran Tempo, Sabtu 23 November 2013
Media Indonesia, Sabtu 23 November 2013
Kompas, Minggu 24 November 2013
Koran Tempo, Minggu 24 November 2013
Koran Sindo, Minggu 24 November 2013
Media Indonesia, Minggu 24 November 2013
The Jakarta Post, Minggu 24 November 2013
Media Indonesia, Senin 25 November 2013
Koran Tempo, Selasa 26 November 2013
Universitas Indonesia
Media Indonesia, Selasa 26 November 2013
Media Indonesia, Rabu 27 November 2013
Kompas, Rabu 27 November 2013
Republika, Rabu 27 November 2013
Suara Karya, Rabu 27 November 2013
Website dan Blog:
Kompas.com, Selasa 17 September 2013
Sindonews.com, Jumat 20 September 2013
Beritasatu.com, Jumat 20 September 2013
www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b0aa11fcbe16/ini-dia-hasil-audit-
investigasi-pk-atas-kasus-bank-century
www.tempo.co/read/news/2013/11/23/063531934/Boediono--FPJP-Satu-satunya-
Cara
news.liputan6.com/read/754783/pengamat-akhir-pemerintahan-sby-boediono-
kasus-century-memanas http://news.liputan6.com/read/754783/pengamat-akhir-
pemerintahan-sby-boediono-kasus-century-memanas
groups.google.com/forum/#!msg/wayungyang/8zoEcWtPMu0/4Ez7orgSdNIJ
www.tempo.co/read/news/2013/11/23/063531934/Boediono--FPJP-Satu-satunya-
Cara
kwikkiangie.com/v1/2011/03/skandal-bank-century-mengapa-menimbulkan-
banyak-keresahan-dan-kemarahan/
jogja.tribunnews.com/2013/11/23/boediono-penyelamatan-bank-century-
merupakan-upaya-mulia
Anas Dorong Boediono Ungkap Penyalahgunaan Century,
nasional.inilah.com/read/detail/2050131/anas-dorong-boediono-ungkap-
penyalahgunaan-century
Universitas Indonesia
Dukungan Anas untuk Boediono Terkait Kasus Century, Minggu, 24 November
2013, www.theglobejournal.com/Hukum/dukungan-anas-untuk-boediono-terkait-
kasus-century/index.php
Kasus Century, Semua Balik Badan dan Lempar Tanggung Jawab, Minggu, 24
November 2013, utama.seruu.com/read/2013/11/24/192506/kasus-century-semua-
balik-badan-dan-lempar-tanggung-jawab
Bhineka Tunggal Ika,
www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1388256888087408&id=1379042
349008862
ICW: Boediono Harus Terbuka Soal Kasus Bank Century, Minggu, 24 November
2013, www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/11/24/mwrhqu-icw-
boediono-harus-terbuka-soal-kasus-bank-century
www.lensaindonesia.com/2013/11/24/bamsoet-dan-boediono-senada-dukung-
kpk-ungkap-skandal-century.html
www.lensaindonesia.com/2013/11/24,Tidak dijelaskan alur dan proses
penyerahan dana talangan, Bamsoet dan Boediono senada dukung KPK ungkap
skandal Century
24 November 2013, Boediono Dinilai Berlindung Dibalik Prosedur Pengamanan
www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/11/24/180820/Boediono-
Dinilai-Berlindung-Dibalik-Prosedur-Pengamanan
www.dw.de/smi-bailout-century-untuk-selamatkan-indonesia/a-17608582, SMI:
Bailout Century untuk Selamatkan Indonesia
Diam-diam KPK Periksa Wakil Presiden Boediono, Sabtu, 23 November 2013,
makassar.tribunnews.com/2013/11/23/kpk-periksa-wakil-presiden-boediono-
terkait-penyidikan-kasus-bank-century
Wajar KPK Periksa Boediono di Istana, Senin, 25 November 2013,
news.okezone.com/read/2013/11/25/339/902017/wajar-kpk-periksa-boediono-di-
istana
Universitas Indonesia
Ini Alasan KPK Periksa Boediono di Istana Wapres,
www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/13/11/24/mwra95-ini-alasan-kpk-
periksa-boediono-di-istana-wapres
Monday, 25 November 2013,
www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=308098:b
oediono-diperiksa-di-istana-bukan-hal-istimewa&catid=59:kriminal-a-
hukum&Itemid=91
Kontroversi Dampak Sistemik Bank Century, Lima Alasan Kenapa Century
Berdampak Sistemik,
korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2010/01/19/kontroversi-dampak-
sistemik-bank-century
linabr3.blogspot.com/2012/07/kondisi-perekonomian-indonesia-pada_09.html
Gerakan Kami Percaya Boediono' Dukung Tindakan Boediono, Jumat, 9 Mei
2014 10:33 WIB, www.tribunnews.com/nasional/2014/05/09/gerakan-kami-
percaya-boediono-dukung-tindakan-boediono
Sabtu, 23 November 2013, Boediono Tak Mau Tanggapi Tudingan Sinis dari
Parlemen, www.beritasatu.com/nasional/151740-boediono-tak-mau-tanggapi-
tudingan-sinis-dari-parlemen.html