Bank Century

download Bank Century

If you can't read please download the document

Transcript of Bank Century

BI Tanggapi Laporan Audit BPK soal Century ke DPRSenin, 23 Nopember 2009 | 20:16 WIB | Posts by: Sugeng Wibowo | Kategori: Berita Terkini, Nasional | ShareThis JAKARTA | SURYA Online - Sehubungan dengan penyerahan hasil pemeriksaaan investigatif kasus Bank Century oleh BPK kepada DPR, Bank Indonesia (BI) memberikan tanggapan resmi. Melalui Direktur Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Dyah N K Makhijani, BI memaparkan lima poin pernyataan sikapnya. Berikut pernyataan BI dalam siaran persnya di Jakarta, Senin (23/11). 1. Selama proses audit investigasi, Bank Indonesia sudah bersikap kooperatif dan terbuka dalam mendukung kelancaran proses tersebut, dengan memberikan seluruh data dan informasi yang diperlukan. Bank Indonesia juga sudah memberikan penjelasan maupun klarifikasi atas kebijakan maupun tindakan Bank Indonesia dalam penanganan Bank Century dari saat proses merger hingga keputusan penyelamatan Bank Century. Namun Bank Indonesia sangat menyayangkan bahwa hasil audit BPK belum sepenuhnya menggambarkan fakta dan permasalahan yang sesungguhnya sebagaimana respon yang telah disampaikan Bank Indonesia kepada BPK. 2. Bank Indonesia juga menyayangkan bahwa pertimbangan kondisi krisis global dan dampaknya pada perekonomian Indonesia yang melatarbelakangi penyelamatan Bank Century tidak tampak dalam laporan audit tersebut. Dalamnya ancaman dan ketidakpastian yang tinggi terkait dampak krisis keuangan global terhadap perekonomian nasional, telah menuntut Pemerintah untuk menempuh langkah hukum yang mendesak yaitu dengan menerbitkan Perpu sebagai dasar bagi pengambilan kebijakan sektor keuangan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia. 3. Dalam upaya menangani dampak krisis global tersebut, hanya dalam kurun waktu 2 bulan saja (Oktober - November 2008) Bank Indonesia telah menerbitkan berbagai kebijakan, baik di bidang moneter maupun di bidang perbankan. Fokus dari sebagian besar kebijakan tersebut adalah pada pelonggaran likuiditas perbankan, antara lain dalam bentuk perubahan ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah dan valas, penurunan over night Repo Rate, penyesuaian Fasbi rate, perpanjangan waktu Fine Tune Operation, peniadaan pembatasan saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek, perpanjangan tenor forex swap, komitmen penyediaan valas bagi korporasi domestik melalui perbankan, perubahan ketentuan Fasilitas Likuiditas Intra-hari, perubahan ketentuan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek, serta penerbitan Peraturan Bank Indonesia mengenai Fasilitas Pendanaan Darurat. 4. Oleh karena itu, penyelamatan Bank Century harus dilihat dalam konteks

penyelamatan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian secara keseluruhan yang pada periode tersebut diambang krisis sebagai dampak daripada krisis perekonomian global yang saat itu tengah berlangsung. Kebijakan Bank Indonesia dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik, merupakan bagian dari kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia dalam upaya penanganan dampak krisis global, dengan maksud untuk menyelamatkan sistem keuangan, perbankan dan perekonomian Indonesia. 5. Pasca penyelamatan kondisi Bank Century, yang sekarang bernama Bank Mutiara, telah menunjukkan perbaikan, baik dari segi likuiditas maupun permodalannya. Oleh karena itu, dihimbau kepada semua pihak agar dapat menjaga momentum yang kondusif agar bank tersebut dapat terjaga kelangsungan usahanya sehingga pada saatnya penyertaan modal sementara LPS dapat dikembalikan.

Perbankan : Penyelamatan Bank Century Sah [MenKeu]By jakarta45 1 Comment Categories: Artikel, Dokumen Bersejarah, Jiwa Semangat Nilai-nilai 45, News and Opini Tags: Bail Out, Banking, Century, Leadership, Nation & Character Building, Nationalism, Statemanship Menkeu: Penyelamatan Bank Century Sah Minggu, 30 Agustus 2009 | 04:03 WIB Jakarta, Kompas Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menteri Koordinator Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menegaskan, seluruh keputusan penyelamatan Bank Century pada 21 November 2008 merupakan kebijakan yang sah karena didukung dua produk hukum sekaligus. Dasar pengambilan keputusan pun berasal dari hasil penilaian Bank Indonesia, lembaga yang berwenang penuh atas pengawasan dan penanganan perbankan. Seluruh putusan pemerintahdalam hal ini Menteri Keuangan) selaku Ketua KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan)didasarkan pada landasan hukum yang jelas, yakni Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan dan Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan, ujar Sri Mulyani di Jakarta, Sabtu (29/8). Sebagaimana diberitakan, penyelamatan Bank Century yang telah mendapat suntikan dana sampai Rp 6,7 triliun berpotensi merugikan negara saat pemerintah (Lembaga Penjamin Simpanan/LPS) melepas kepemilikannya. Proses penyelamatan yang diawali pernyataan BI bahwa Bank Century sebagai bank gagal dan berpotensi sistemik dipertanyakan. Menurut Sri Mulyani, seluruh keputusan KSSK (jika dasar hukum yang digunakan Perppu No 4/2008) atau Komite Koordinasi (jika didasarkan atas UU LPS) pada 21 November 2008 langsung dilaporkan kepada Wakil Presiden Jusuf

Kalla pada 22 November 2008. Saat itu, Wapres menginstruksikan Kepala Polri menangkap Robert Tantular, pemilik Bank Century. Sebelumnya, pada 13 November 2008, Menkeu juga melaporkan perkembangan kondisi Bank Century kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Washington, Amerika Serikat. BI melaporkan kepada Presiden setelah memberi tahu Menkeu selaku Ketua KSSK atau Komite Koordinasi tentang memburuknya kondisi Bank Century serta kemungkinan menjadi sebuah bank gagal dan berpotensi sistemik. Saat itu, BI melaporkan kondisi Century dan perbankan yang kritis dan terjadi kemerosotan likuiditas di bank-bank kecil. Laporan Menkeu secara resmi kepada Presiden baru disampaikan pada 25 November 2008 dan 4 Februari 2009 sebagai bentuk pertanggungjawaban. Semua detail, termasuk kronologi dan angka yang berasal dari BI dan LPS terkait Century, kami sampaikan, ujar Menkeu. Dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, 27 Agustus 2009, Menkeu memaparkan tiga alasan yang mendasari keputusan penyelamatan Bank Century. Alasan itu juga digunakan sebagai dasar pemerintah tidak menutup Bank Century. Pertama, terjadi penurunan kepercayaan nasabah. Penutupan Bank Century yang memiliki 65.000 nasabah dikhawatirkan akan memicu kepanikan masyarakat. Kedua, BI menyatakan penutupan Bank Century akan berdampak terhadap pasar keuangan karena keadaan perekonomian sedang labil. Ketiga, BI juga menyatakan penutupan Bank Century bisa mengancam sistem pembayaran. Dukung BPK Sri Mulyani menegaskan, dia mendukung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seluruh aspek keputusan KSSK atau Komite Koordinasi sesegera mungkin. BPK juga dipersilakan meneliti ketepatan masalah legal, tata kelola keputusan yang baik, dan penilaian yang dilakukan KSSK saat memutuskan Bank Century sebagai bank gagal dan sistemik. Sejak Juli KPK telah meminta BPK memeriksa proses penyelamatan Bank Century sejak Juli. Saat itu, LPS masih menyuntikkan dana untuk menutup kebutuhan modal Bank Century. Ketua BPK Anwar Nasution mengungkapkan, BPK segera merespons permintaan KPK. Kita periksa. Tadinya agak sulit. Setelah Pak Darmin masuk, baru agak lancar, ujar Anwar. Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution mengonfirmasi audit BPK terhadap BI terkait kasus Bank Century mulai dilakukan sekitar dua pekan lalu. Audit BPK di BI dilakukan setelah saya masuk, ujarnya. Darmin menjelaskan, BPK memeriksa BI, bagaimana pengawasannya, bagaimana prosesnya, sampai Bank Century ketika itu menjadi bank gagal lalu dibawa ke

KSSK dan diputuskan sebagai bank gagal yang sistemik. Darmin mengatakan, penyuntikan dana oleh LPS secara bertahap ke Bank Century memang dilakukan diam-diam agar tak menambah kepanikan nasabah. Sebenarnya dipublikasikan saat laporan keuangan, tetapi tak terlalu mengundang perhatian publik, ujarnya. (OIN/DAY)

1 Response to Perbankan : Penyelamatan Bank Century Sah [MenKeu]Feed for this Entry Trackback Address

1 redaksiSeptember 9, 2009 at 2:22 pm

MENCIUM SKENARIO POLITIK DIBALIK PENGUCURAN DANA BAILOUT 6,7 TRILIUN KE BANK CENTURY Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah mengucurkan dana sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century atas rekomendasi pemerintah dan Bank Indonesia. Angka itu menjadi bengkak, padahal semula yang di setujui DPR hanya sebesar Rp1,3 triliun. (Kompas 1 september 2009). Betapa baiknya sikap pemerintah terhadap pemilik bank yang selama ini bermasalah. Kenapa pemerintah selalu bersikap protektif terhadap bankbank yang pengelolaannya bermasalah?? semua itu Patut menjadi misteri bagi kita. ********************* UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, mewajibkan semua bank berhati-hati dalam memberikan pinjaman. Namun LPS mengabaikan aturan tersebut. Prinsip the five Cs of credit analysis yang menjadi dasar pemberian dana talangan rupanya tidak diterapkan oleh LPS. LPS harusnya meneliti Character (kejujuran pemilik bank), collateral (jaminan utang bank), capital (modal), capacity (kemampuan mengelola bank) dan condition of economy sebelum boilout diberikan. Dalam proses hukum bank Century, pemilik bank century Robert tantular beserta pejabat bank Century telah ditetapkan sebagai terdakwa kasus penggelapan dana nasabah. Bahkan manajemen Bank Century telah terlibat dalam memasarkan produk reksadana PT Antaboga Sekuritas yang jelas-jelas dalam pasal 10 UU Perbankan telah dilarang.

Artinya, dari segi the five Cs of credit analysis, Bank Century sebenarnya tidak layak sama sekali mendapatkan dana talangan dari LPS. Ironis nya LPS justru mengucurkan dana sampai 6,7 triliun ke bank itu!!! Muncul pertanyaan, apa yang melatarbelakangi pemerintah memberian dana boilout tersebut??? akan kemana larinya dana bailout 6,7 triliun itu? Jawabnya, Kemungkinan: pertama, pejabat LPS ceroboh dalam bertindak sehingga dianfaatkan oleh pejabat bank yang terafiliasi dengan partai politik tertentu. Kedua, Pajabat LPS, pejabat bank bermasalah dan partai politik tertentu bersekongkol bersekongkol mengemplang dana bailout.

Pengucuran Dana Pada Bank Century BermasalahDiterbitkan pada 29 Agustus 2009 oleh Nurmimi

Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati menjelaskan suntikan dana talangan pemerintah untuk pemulihan Bank Century dari sebelumnya Rp1,3 triliun menjadi Rp 6,7 triliun bukan berasal dari APBN, tapi semuanya murni dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Kebijakan pemerintah mengucurkan dana Rp6,7 triliun kepada Bank Century memang pantas menuai kontroversial. Karena bank tersebut bukan bank besar sehingga menjadi perdebatan apakah benar akan berdampak sistemik bagi dunia perbankan jika bank tersebut tidak diberi bantuan dana. Hal itu ditegaskan pengamat ekonomi dari UGM Sri Adiningsih, kemarin. Kalau bank besar seperti Bank Mandiri atau BNI mungkin bisa berdampak sistemik. Tapi untuk Bank Century masih tandatanya? ujarnya. Menurut Adiningsih , pemerintah ( Menkeu dan BI) harus bisa menjelaskan pada masyarakat bahwa kalau bank Century tidak dibailout (dibantu dana) akan berdampak sistemik bagi dunia perbankan. Sri Adiningsih mengatakan pemerintah mestinya belajar banyak dari kasus sebelumnya (BLBI) yang hingga kini masih menyisakan kerugian besar. Pada prinsipnya dalam menggunakan uang negara apakah APBN atau LPS harus

transparan dan didukung alasan yang jelas. Bukan atas dasar pesanan pihak tertentu. Dalam Raker Komisi XI dengan Menteri Keuangan kemarin terungkap bahwa DPR sebenarnya hanya menyetujui Rp1,3 triliun. Tapi angka tersebut membengkak menjadi Rp6,7 triliun. Menkeu Sri Mulyani dalam raker tersebut beralasan jika Bank Century tidak mendapat kucuran dana akan berdampak sistemik bagi dunia perbankkan dan dana yang digunakan bukan APBN tapi LPS. Namun alasan Menkeu ini dinilai anggota Komisi XI Harry Azhar Aziz tidak tepat. Karena dana LPS terdiri beberapa sumber termasuk uang rakyat. Dari total dana LPS sekarang Rp17 triliun , Rp 4 triliun merupakan modal negara berasal dari uang rakyat. Harry mencium ada kesan praktek persekongkolan dalam pengucuran dana ke bank Century. Saya dapat kesan bank Century gunakan BI, BI gunakan Menkeu dan Menkeu gunakan presiden. Pengamat ekonomi MRI Research Rizal Ismail meminta Presiden SBY menjunjung tinggi azas tata kelola pemerintahan yang baik (Good Corporate Governance) dengan membuka ke publik kasus penggelembungan dana bailout Bank Century. Saya melihat penggelembungan ini di lakukan sengaja oleh Bank Century lewat perangkat UU perbankan yang berlaku. Ini kepentingan pengusaha-pengusaha besar, kita tahu Robert Tantular yang memiliki Bank Century kini tengah buron dengan membawa dana bailout. Dana itu uang rakyat dan harus dikembalikan ke rakyat, tegas Rizal pada, Jumat malam [28/8]. Namun Rizal menilai jangan terburu-buru menyalahkan Sri Mulyani. Meski Menkeu tahu pasti pengucuran dana itu tapi harus dengan data yang jelas dan itu bisa di dapat dari hasil due dilligence (tes) Bank Century atas rekomendasi audit investigasi BPK, kata dia. Kasus bailout (dana pinjaman) pemerintah sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kata Rizal memang bisa jadi bola panas bagi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Pasalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak akan menghentikan auditnya terhadap masalah Bank Century itu. Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafri Adnan Baharuddin menegaskan, BPK sudah mengkomunikasikan kasus bailout antara BI dan LPS ini sebelumnya. Di antaranya mengenai peningkatan pagu penyelamatan dari Rp1,3 triliun menjadi Rp6,7 triliun. Syafri menegaskan BPK akan segera menindaklanjuti permintaan audit khusus terkait kasus Bank Century. Yang jelas audit terhadap Bank Century akan terus dilakukan, BPK tidak akan mundur, kata Syafri. BPK juga meminta agar saat ini semua pihak tidak saling menyalahkan yang akan membuat kasus ini menjadi bias. BPK memastikan audit investigasi awal terhadap kasus Bank Century sudah bisa diselesaikan sebelum Idul Fitri 1430 H. Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani tidak menjelaskan rinci soal pembengkakan bail out itu. Menkeu lebih menjabarkan bantuan ke Bank Century secara hukum. Sementara soal rincian dana akan dilakukan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), selaku pengambil alih Bank Century.

Sebelum 15 Oktober 2008, penanganan kasus Bank Century berlaku UU No 23/1999 kemudian diubah menjadi UU No 3/2004. Termasuk beberapa poin yang menyangkut ke dalam kasus ini, ungkap Sri. Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution mengatakan sejak Bank Century diambilalih oleh LPS, sampai dengan 24 Juli 2009 LPS telah membantu Rp6,762 triliun. Sehingga CAR Bank Century posisi 31 Juli 2009 berada di atas ketentuan delapan persen yaitu 9,34 persen. Bank Century dapat menjaga likuiditasnya sejak Februari 2009. Bank Century sudah tidak lagi melanggar giro wajib minimun (GWM) dan dana pihak ketiga (DPK). Hal ini terbukti DPK bank meningkat sebesar Rp937,7 miliar atau setara 19,48 persen. Total DPK menjadi Rp5,751 triliun dalam periode 31 Januari sampai dengan 25 Agustus 2009.

Kasus Bank Century Dari Aspek Hukum Perusahaan

Kasus Bank Century Peninjauan Dari Sisi Hukum Perusahaan I. Posita Kasus PT Bank Century Tbk (BCIC) pada tahun 2005 menjadi agen penjual produk investasi yang dikeluarkan oleh PT Antaboga Delta Sekuritas.[1] Para nasabah Bank Century dijanjikan bunga yang tinggi oleh pihak bank sehingga para nasabah memindahkan uang mereka ke rekening PT Antaboga.[2] Seteleh diselidiki, ternyata produk investasi tersebut ternyata tidak mempunyai izin dari BAPEPAM-LK.[3] Setelah uang masuk ke dalam rekening PT Antaboga, dana tersebut kemudian diambil oleh Robert Tantular, pemegang saham mayoritas dari PT Bank Century Tbk. Robert Tantular juga mengajukan kredit kepada Bank Century.[4] BI sudah melarang pihak Bank Century untuk menjual produk investasi tersebut. Pada tahun 2006 BI mendapati Bank Century masih menjual produk tersebut.[5] Setelah diselidiki ternyata tidak ada pencatatan pembukuan terhadap pembelian produk tersbut.[6] Temuan lain mencatatkan tidak adanya lambang Bank Century

pada produk tersebut, padahal waktu diluncurkan pada tahun 2005 tercantum logo Bank Century.[7] Pada Oktober 2008 pemegang saham mayoritas, yaitu: Robert Tantular, Rafat Ali Rizfi, dan Hesyam Al Waraq, atas desakan BI, berjanji untuk membayar surat berharga yang jatuh tempo serta menambah modal, hal ini dinyatakan dengan adanya right issue.[8] Pemegang saham tersebut juga berjanji untuk mencari investor baru guna menyelesaikan permasalahan bank. Akan tetapi janji tersebut tidak dipenuhi sehingga pihak bank tidak dapat memnuhi kewajibannya kepada nasabah. Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Century pun dibawah batas yang ditetapkan oleh BI. BI membantu likuiditas Bank Century dengan memberikan pinjaman jangka pendek pada tanggal 14 November 2008 dengan syarat pemegang saham mayoritas Bank Century harus menepati letter of commitment.[9] Letter of commitment tersebut berisi antara lain komitmen untuk memindahkan surat berharga Bank Century ke bank kustodian di Indonesia, mengembalikan hasil pembayaran surat berharga yang jatuh tempo, dan berjanji tidak akan menjadikan surat berharga sebagai jaminan kepada pihak lain. Letter of commitment tersebut tidak dipenuhi oleh pihak Bank Century. BI kembali membantu likuiditas Bank Century pada tanggal 18 November 2008 karena Bank Century gagal kliring.[10] Namun kondisi Bank Century yang semakin memburuk mengakibatkan Bank Century diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 21 November 2008.

II. Analisa Kasus A. Kegiatan Usaha Sebuah perusahaan perusahaan didirikan dengan maksud untuk melakukan kegiatan usaha tertentu.[11] Kegiatan usaha yang dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.[12] Perusahaan perbankan bertujuan untuk mengumpulkan dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dana simpanan tersebut ke masyarakat dalam bentuk pinjaman.[13] Simpanan sendiri dapat berupa tabungan, deposito, sertifikat deposito, giro, atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu, yang terjadi berdasarkan perjanjian penyimpanan.[14] Bank dapat juga menempatkan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.[15] Awal mula permasalahan Bank Century timbul karena PT Bank Century menjual produk investasi (reksadana) kepada nasabahnya bekerja sama PT Antaboga Delta Sekuritas. Sejumlah dana nasabah, berdasarkan keinginan nasabah, dipindahkan ke dalam rekening PT Antaboga yang dibuktikan adanya sertifikat reksadana dari PT Antaboga.[16] Akan tetapi masih perlu dicari tahu lebih lanjut apakah dalam AD PT Bank Century menyebutkan reksadana sebagai salah satu kegiatan usaha yang akan dijalankan oleh perusahaan tersebut. Hal ini mengingat usaha perbankan berbeda dengan usaha reksadana karena adanya peraturan yang mengatur bahwa reksadana hanya dapat dikeluarkan oleh perseroan terbatas

reksadana. B Pengurusan Sebuah perseroan dapat berjalan karena adanya organ-organ perseroan, yang terdiri dari: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris. RUPS adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi ataupun Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UUPT dan/atau dalam AD persero.[17] Direksi adalah organ persero yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan AD.[18] Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas untuk melakukan pengawasan umum dan/atau khusus sesuai dengan AD serta memberi nasihat kepada Direksi.[19] Aturan di atas secara jelas menyebutkan bahwa Direksi adalah satu-satunya organ dalam perseroan yang berwenang untuk melakukan pengurusan. Pada kasus Bank Century banyak sekali keputusan usaha diambil oleh Robert Tantular, salah satu pemegang saham terbesar PT Bank Century. Posisi pemegang saham mayoritas tidak memberikan wewenang kepada Robert Tantular mengambil keputusan atas pengurusan persero. Sebagai seorang pemegang saham Robert Tantular hanya berhak atas menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS, menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi, dan menjalankan hak lainnya berdasarkan UUPT.[20] Bahkan ada indikasi bahwa Robert mempunyai itikad tidak baik dalam menjalankan persero. Ia menggunakan PT Bank Century sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan mengabaikan kepentingan persero serta masyarakat luas. Robert Tantular atas tindakannya tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban jauh melebihi dari modal yang dia berikan kepada persero. Pada dasarnya dalam sebuah persero ada pembedaan yang sangat jelas antara kekayaan persero dengan kekayaan pribadi. Para pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas modal yang dia setor kepada persero.[21] Akan tetapi pada saat ini perlindungan terhadap pemegang seperti yang disebutkan tidak lagi menjadi sebuah hal yang mutlak. Para pemegang saham kini dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi atas tindakan yang dia lakukan terhadap persero atau atas nama persero. Doktrin ini dikenal dengan istilah Piercing the Corporate Veil.[22] Pertanggungjawaban yang dimaksud tidak hanya sebatas pertanggungjawaban perdata saja tetapi juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Seorang pemegang saham dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi jika: pertama, pemegang saham bertindak atas nama persero ketika persyaratan persero sebagai badan hukum belum terpenuhi.[23] Para pemegang saham ketika persero belum berbadan hukum tidak ubahnya seperti sekutu dalam firma. Pemegang saham bertanggung jawab secara tanggung renteng terhadap semua tindakan yang dilakukan sebelum persero resmi menjadi badan hukum. Sebuah persero akan resmi menjadi sebuah badan hukum ketika sudah diumumkan dalam Berita Negara. Kedua, para pemegang saham secara langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk menggunakan persero untuk kepentingan pribadi.[24] Pada kasus

Bank Century, Robert Tantular mengajukan kredit ke Bank Century dengan menggunakan beberapa nama. Dia patut disangkakan telah menggunakan wewenangnya sebagai pemegang saham terbesar untuk mempengaruhi keputusan pemberian kredit oleh pihak bank. Ia juga telah mengambil dana yang disimpan oleh nasabah di dalam rekening PT Antaboga. Padahal ia tidak mempunyai hak untuk mengambil dana tersebut. Robert Tantular, atas tindakannya tersebut, dapat dianggap telah membahayakan kesehatan Bank Century. Salah satu kewajiban bank berdasarkan undang-undang adalah menjaga tingkat kesehatan bank.[25] Tingkat kesehatan bank dapat diukur melalui kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Bank juga berkewajiban untuk menjalankan usaha berdasarkan atas prinsip kehati-hatian. Bank juga wajib memberi tahu kepada nasabahnya akan adanya risiko kerugian atas transaksi yang dilakukan nasabah melalui bank. Pada kasus ini Bank Century lalai untuk memberi tahu kepada nasabahnya bahwa tidak lagi bekerja sama dengan PT Antaboga dalam menjalankan produk reksadana tersebut. Ketiga, pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh persero.[26] PT Bank Century telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menjual produk reksadana yang mereka tawarkan tidak terdaftar di BAPEPAM-LK. Keempat, pemegang saham menggunakan harta persero yang mengakibatkan persero tidak dapat melunasi hutang-hutang persero.[27] Tindakan Robert Tantular, mengambil dana dari rekening PT Antaboga serta mengajukan kredit atas nama beberapa orang, telah mengakibatkan menurunnya kualitas kesehatan Bank Century. Hal ini berujung pada gagal kliring Bank Century yang menyebabkan Bank Century berada di bawah pengawasan Lembaga Penjamin Simapanan (LPS). C. Perubahan Nama Perkembangan terakhir kasus Bank Century menyebutkan adanya kemungkinan Bank Century berganti nama. Penggantian nama ini diambil sebagai langkah menyelamatkan Bank Century. Nama baru tersebut diharapkan mampu untuk menghapus citra buruk Bank Century di masyarakat. Untuk dapat mengubah namanya maka harus dilakukan dahulu RUPS untuk mengetahui keputusan para pemegang saham tentang rencana tersebut. RUPS juga penting karena penggantian nama akan berakibat pada berubahnya AD persero. Perubahan AD hanya dapat dilakukan dalam RUPS.[28] Penggantian nama tersebut tidak menghapuskan kewajiban Bank Century terhadap pihak ketiga sebelumnya. Bank Century tetap harus melunasi semua kewajiban terhadap pihak ketiga setelah mereka berganti nama. Penggantian nama tersebut tidak menghapuskan subjek hukumnya. Secara prinsipil subjeknya masih sama hanya mengganti identitas saja. Oleh karena itu setelah berganti nama semua kewajiban nasabah yang dirugikan semasa Bank Century harus dilunasi oleh bank dengan nama yang baru, walaupun nasabah tersebut pada nantinya tidak menjadi nasabah dengan nama baru tersebut. Perubahan nama tersebut masih dimungkinkan mengingat Bank Century belum berada dalam posisi pailit. Pasal 20 menyatakan perubahan AD tidak dapat

dilakukan pada persero yang dinyatakan pailit. Posisi pailit tidaklah sama dengan posisi dalam pengawasan LPS, seperti yang dialami oleh Bank Century. [1]Kronologi Kasus Bank Century: Bank Century Awalnya Agen Antaboga, http://bisnis.vivanews.com/news/read/28729bank_century_awalnya_agen_produk_antaboga, diakses pada tanggal 26 September 2009 [2]Berstaus Pemilik Baru Century, LPS Tolak Ganti Rugi Nasabah, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=21159&cl=Berita, diakses pada tanggal 26 September 2009 [3]http://bisnis.vivanews.com/news/read/28729bank_century_awalnya_agen_produk_antaboga [4]http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=21159&cl=Berita [5]http://bisnis.vivanews.com/news/read/28729bank_century_awalnya_agen_produk_antaboga [6]Ibid. [7]Ibid. [8]Surat Berharga Valas Bank Century Bermasalah, http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=22393&cl=Berita, diakses pada tanggal 26 September 2009 [9]Ibid. [10]Ibid. [11]Indonesia (a), Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara TAhun 2007 No 106, Psl 1. [12]Ibid, Psl 2 [13]Indonesia (b), Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, Lembaran Negara tahun 1998 Nomor 182, Psl 1 angka 2 [14]Ibid, Psl 6 huruf a [15]Ibid, Psl 6 huruf j [16]Reksadana berdsarkan Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, angka 27: Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam Portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Manager Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahanya mengelola Portofolio Efek untuk para nasabah atau mengelola Portofolio Investasi untuk sekelompok nasabah. Pada kasus ini tidak diketahui apa peranan, hak dan kewajiban, PT Bank Century dengan PT Antaboga dalam perjanjian tersebut. Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 18, ayat (1), bentuk hukum Reksadana di Indonesia ada dua, yakni Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas (PT. Reksa Dana) dan Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Perseroan terbatas yang dimaksud di atas harus mempunyai izin terlebih dahulu dari BAPEPAM (UU Pasar Modal, Pasal 18 ayat (3). Reksadana yang dituangkan dalam bentuk Kontrak Investasi Kolektif hanya dapat dijalankan oleh Manager Investasi berdsarkan kontrak (UU Pasar Modal Pasal 18 ayat (4). [17]Indonesia (a), Op. cit, Psl 1 angka 4 [18]Ibid, Psl 1 angka 5

[19]Ibid, Psl 1 angka 6 [20]Ibid, Psl 52 [21]Ibid, Psl 3 ayat (1) Pada pasal 3 ayat (1) tersebut dinyatakan bahwa Pemegang Saham tidak bertanggung jawab atas perikatan yang dibuat atas nama persero dan tidak bertanggung jawab atas kerugian persero melebihi saham yang dimiliki. [22]Persero adalah salah satu bentuk subjek hukum, rechtpersoon. Persero dapat melakukan perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan adanya hak dan kewajiban. Untuk melakukan perbuatan hukum tersebut persero diperlengkapi oleh organ-organ yang mempunyai fungsinya masing-masing. Organ-organ tersebut menjalankan segala sesuatu demi kepentingan dan atas nama persero. Hal ini mengingat persero bukanlah benda konkret yang dapat datang, menunjukan diri, serta berbicara untuk dirinya sendiri seperti manusia. Salah satu nilai lebih persero dari betuk-bentuk usaha lainnya adalah adanya pemisahan yang jelas antara kekayaan persero dengan dengan kekayaan pribadi pemegang sahamnya. Hal ini dikenal dengan istilah Corporate Veil Doctrine. Permasalahan selanjutnya timbul sewaktu persero dituntut oleh pihak ketiga atas kesalahan yang dibuat oleh pemegang saham. Apakah direksi juga bertanggung jawab atas kesalahan pemegang saham hanya karena semata-mata direksi bertanggung jawab atas pengurusan persero. Oleh karena itu doktrin Corporate Veil lambat laun tidak dapat berlaku secara absolute. Pemegang saham juga dapat dimintai pertanggungjawabannya atas beberapa kondisi tertentu. Pemegang saham dapat dimintai pertanggungjawaban manakala pemegang saham telah gagal memenuhi beberapa persyaratan dan formalitas tertentu. [23]Ibid, Psl 3 ayat (2) huruf a [24]Ibid, Psl 3 ayat (2) huruf b [25]Indonesia (b), Op. cit, Psl 29 ayat (2) [26]Indonesia (a), Op. cit, Psl 3 ayat (2) huruf c [27]Ibid, Psl 3 ayat (2) huruf d [28]Ibid, Psl 19 ayat (1)

Perbankan : Analisa Kasus Bank CenturyBy jakarta45 1 Comment Categories: Artikel, Dokumen Bersejarah, Jiwa Semangat Nilai-nilai 45, News and Opini Tags: Banking, Economics, Leadership, Nation & Character Building, Nationalism, politics, Statemanship Rifky Pradana, Mediacare, 31 Agustus 2009 Tanpa diduga sebelumnya, upaya pemerintah menyelamatkan Bank Century dari kehancuran akibat perampokan sistematis yang dilakukan pemiliknya berkembang cepat dan langsung masuk ke pusat medan politik nan panas. Sejatinya, pengucuran dana (yang menurut Menkeu Sri Mulyani sebatas menaikkan CAR atau rasio kecukupan modal) sebesar Rp. 6,7 triliun hanya akan

berbuntut pada pengusutan hukum di BPK, KPK atau kepolisian jika terindikasi ada oknum yang merekayasa pengucuran dana segar tersebut. Artinya, dengan asumsi ada orang-orang di pemerintahan dan di manajemen Bank Century yang menikmati keuntungan secara haram dari pengucuran dana, maka kasus ini, seperti biasa, akan kembali menambah daftar panjang koruptor dan penjahat berkerah putih Indonesia. Tapi ternyata yang merebak belakangan adalah konflik horizontal antara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menkeu Sri Mulyani dan Mantan Gubernur BI Boediono yang terpilih sebagai Wakil Presiden RI periode 2009-2014. Jusuf Kalla yang merasa dirinya hendak dibenamkan dalam kasus ini langsung bereaksi. Dia segera mengoreksi tanggal audiensi antara dirinya dengan Sri Mulyani dan Boediono. Sebelumnya Sri Mulyani mengaku melaporkan kasus Bank Century ke Wapres Jusuf Kalla tanggal 22 November atau sehari sebelum LPS mengeluarkan dana pertama sebesar RP. 2,7 triliun lebih. Tapi menurut JK, Menkeu baru menghadap kepadanya (berhubung Presiden SBY masih berada di AS) tanggal 25 November 2009. Jadi, seolah-olah saya tahu pengucuran dana itu. Padahal, saya tidak tahu sama sekali, papar Wapres dalam sebuah jumpa pers yang dilengkapi dengan kronologi lengkap kasus Bank Century (KOMPAS, 1/9). Selain itu, JK juga memaparkan bahwa Boediono tidak berani melaporkan pendiri Bank Century Robert Tantular yang jelas-jelas menipu banknya sendiri senilai Rp. 1,4 triliun ke pihak kepolisian. Karena Bank Indonesia tidak berani berbuat apa-apa dengan alasan tidak ada landasan hukum, akhirnya Jusuf Kalla berinisiatif menginstruksikan kapolri menangkap Robert Tantular. Langkah JK ini bisa ditanggapi dengan pikiran positif dan negatif. Bagi yang berpikiran positif, apa yang dilakukan oleh JK adalah langkah yang tepat dalam rangka mendudukkan setiap perkara pada porsi yang sebenarbenarnya. Termasuk soal aspek kriminal dan langkah pemerintah yang dinilai tidak tegas dalam menangani kejahatan berkerah putih yang selalu berulang dari zaman Edi Tansil hingga era Robert Tanular dengan nilai kerugian yang fantastik hingga triliunan rupiah. Tapi langkah JK ini juga bisa dianggap sebagai upaya penggembosan terhadap pemerintah terpilih. JK dinilai sedang berusaha mencitrakan sosok seorang Boediono sebagai pemimpin yang tidak tegas. Bila ini berkembang terus tanpa kendali politis dari partai penguasa dan pemenang pemilu, tidak mustahil citra pemerintahan SBY-Boediono langsung merosot

bahkan sebelum mereka berdua dilantik Oktober nanti. Tapi apapun penilaian orang terhadap pernyataan-pernyata an keras JK seputar kasus Bank Century, saya sepakat 1000% dengan ucapkan JK berikut : Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia, ujarnya. Pertanyaannya, akankah Robert Tanular menjadi penjahat terakhir yang berhasil menggerus uang negara dan masyarakat triliunan rupiah lewat jalur perbankan ?. Atau besok kita kembali membaca kasus perampokan serupa ?. Artikel ini dapat dibaca di : Bank Century, Kartu Sakti Gembosi SBY-Boediono ? http://iskandarjet. kompasiana. com/2009/ 09/01/bank- century-kartu- saktigembosi- sby-boediono/ *** Berkali-kali Menkeu Nyonya Sri Mulyani menyatakan bahwa alasan menyelamatkan Bank Century karena bank ini berpotensi sistemik dalam merusak sistem perbankan nasional. Karena ada resiko sistemik maka Negara dalam hal ini LPS bertanggung jawab untuk menyuntikkan dana 6,7 triliun rupiah ke bank tersebut. Sebuah argumen yang masih layak diperdebatkan, apakah sistemik yang dimaksud ?. Benarkah hipotesis bahwa kalau Bank Century tidak diselamatkan alias langsung ditutup saja akan ada potensi kerusakan sistemik ?. Ataukah itu hanya imajinasi paranoid dari para bankir sayap kanan ideologi yang sama yang meruntuhkan perbankan pada 1998 dan Amerika pada dekade ini ?. Menkeu juga berkali-kali menyatakan bahwa kebijakan itu sah. Bahwa kebijakan ini telah melalui prosedur formal yang benar, sesuatu yang kemudian terbantahkan sebagian oleh kenyataan bahwa Perpu JPS telah ditolak DPR; dan bukti bahwa keputusan itu tanpa ijin/persetujuan lebih dahulu dari pemegang mandat politik, yaitu Tuan Presiden / Wapres. Khusus Tuan Presiden, sampai hari ini tidak ada konfirmasi apakah SBY menyetujui hal ini pada pertemuan tanggal 13 November 2008. Beberapa pengamat diantaranya Tuan Antonius Tony Prasetyantono, Chief

Economist BNI dan dosen FE-UGM menyatakan bahwa tidak ada potensi kerugian dalam kasus ini. Seperti juga Kepala LPS, Tuan Firdaus Djaelani, mereka menyatakan bahwa kerugian negara dalam kasus Bank Century adalah hipotetis karena bisa dijual dengan harga lebih mahal daripada dana suntikannya, sebuah mitos yang sejak BLBI pertama tidak pernah terbukti. Mungkin Tuan dan Nyonya sekalian masih ingat, recovery rate eks BPPN hanyalah sebesar 28%. Saya kira kita perlu mengujinya satu per satu beberapa argumen yang ditawarkan pada publik belakangan ini. Pertama, sistemik. Sampai hari ini BI dan Menkeu sebagai KKSK tidak pernah menjelaskan dengan gamblang apa itu resiko sistemik dan bagaimana itu bisa terjadi. Yang parah bahwa penjelasan sistemik itu barangkali tidak sampai di telinga Tuan Presiden dan Tuan Wapres sampai konfirmasi terakhir tanggal 25 November 2008 saat Nyonya Sri Mulyani melapor pada Tuan Wapres, 2 hari setelah pengucuran pertama sebesar 2,7 triliun pada tanggal 23 Nov. Sistemik telah berubah menjadi loncatan logika yang ngawur. Sebuah problem di sebuah bank kecil yang diawali oleh kesalahan kriminal para bankirnya dipetakan sebagai punya potensi pengaruh pada keseluruhan sistem perbankan nasional. Imajinasi yang dibangun bahwa bila dibiarkan atau ditutup maka hal ini akan menciptakan rush pada perbankan nasional perlu diuji : apakah benar ?. Adakah penjelasan teknis mengenai hal ini ?. Ataukah jangan-jangan ada deposan besar tertentu yang perlu dilindungi atau ditalangi oleh LPS ?. Bagaimana saling terkait dengan bank atau institusi lain sehingga berpotensi sistemik ?. Berbagai gosip di dunia bawah tanah perbankan menduga bahwa ada deposan besar yang tersangkut uangnya dan harus ditalangi; mengganggu dan menuntut penjelasan apa yang dimaksud sistemik tersebut. Yang menyakitkan adanya pikiran bahwa karena kesalahan kriminal di sebuah bank ingat kasus Bank Century diawali oleh tindak penerbitan reksadana bodong dan eksposure kredit yang nakal dapat dibantu negara ketika ia bersifat sistemik. Apa ini ?. Seperti berpesan : jadilah penjahat yang punya pengaruh sistemik, pastilah dibantu negara. Para pengamat dan juga Nyonya Menkeu selalu bilang bahwa uang talangan bukanlah uang negara. Apa benar ?.

Setoran awal LPS senilai 4 T merupakan uang negara. Premi dari peserta penjaminan LPS pada akhirnya sebenarnya adalah uang rakyat. Ketika premi dihabiskan atau menjadi mahal karena resiko sistemik yang diciptakan para bankir nakal maka bebannya ditaruh pada pundak para deposan dan kreditur. SBI 6,5% tapi KPR 15%, selisih yang besar karena ada resiko pada sistem, harus ditanggung dengan membebankan premi pada biaya. Dan jatuhlah pada tanggungan Anda, Tuan dan Nyonya para nasabah bank kita tercinta. Kedua, soal sah. Menkeu selalu berlindung pada argumen bahwa kebijakan ini diambil secara sah. Nyonya Menkeu lupa bahwa dalam azas kebijakan publik, sah saja tidak pernah cukup. Ada azas lain yang lebih penting, yaitu adil. Semua kebijakan Pak Harto juga sah; bahkan praktis semua kasus korupsi modern juga sah karena secara administratif telah memenuhi syarat formal. Korupsi modern diatur dalam ruang aturan legal yang ketat, melalui proses tender, ditetapkan melalui aturan formal dan sah. Memang sah tapi kok tidak adil ya ?. Kesalahan kriminal segelintir orang kok ditanggung oleh kita bersama ?. Ketiga, potensi kerugian. Beberapa pengamat seperti Tuan Toni bilang bahwa tidak ada kerugian negara dalam kasus Bank Century. Apakah benar ?. Bahkan bila Tuan Toni memperhitungkan PV (present value) dari suntikan dana ini pada 3 tahun mendatang; apakah tidak ada potensi kerugian ?. Benarkah kita bisa menjamin bahwa pada 3 tahun mendatang nilai penjualan Bank Century lebih besar dari 6,7 triliun ?. Siapakah yang mau membeli dengan nilai lebih dari 6,7 triliun ketika aset dan resiko manajemennya jauh lebih rendah dari angka itu ?. Apalagi mengingat pengalaman 1998 ketika recovery rate aset eks bank hanyalah 28% ?. Yang lebih tidak masuk akal adalah wacana yang dilontarkan pengamat misalnya Tuan Toni ini dinyatakan sebelum audit (BPK) dilakukan. Tidak ada laporan faktual yang kredibel yang menjelaskan posisi aset sebenarnya Bank Century, berapa kewajibannya, berapa Dana Pihak Ketiganya serta berapa aset bersih wajarnya ?. Baiklah barangkali Tuan-tuan di DPR yang membongkar kasus ini punya pretensi dengan bayangan kerugian besar tapi menyatakan bahwa Century tidak berpotensi kerugian merupakan imajinasi sesat.

Keempat, yang paling mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa beberapa pihak yang terlibat merupakan jantung dari kabinet SBY, sekarang dan kabinet mendatang. BI bersalah karena gagal melakukan pengawasan yang baik; pimpinannya waktu itu adalah Tuan Boediono yang sekarang jadi Wapres terpilih. Tuan Boediono bahkan ditunjuk Jenderal SBY untuk memimpin penyusunan program kerja 100 harinya. Pihak lain yang terlibat adalah Nyonya Sri Mulyani, Menkeu sekarang dan dipastikan salah satu jantung mesin ekonomi SBY di kabinet mendatang. Luar biasa. Dengan orang-orang yang sama, cara berpikir yang sama serta cara mengelola kebijakan publik yang sama; menurut saya mengkhawatirkan untuk membayangkan bagaimana mesin kabinet SBY mengolah kebijakan publik di masa depan. Dengan kasus yang identik di masa depan ataukah kasus lain, sulit mengharapkan adanya keluaran kebijakan berbeda pada periode mendatang. Orang yang sama, cara berpikir yang sama dan cara mengelola kebijakan publik yang sama merupakan resiko yang melekat pada kabinet SBY mendatang. Dan kasus Bank Century membuat gamblang bagaimana resiko sistemik yang melekat pada kabinet mendatang. Resiko sistemik, resiko yang melekat pada sistem kerja sebuah organisasi. Cilaka dua belas, Tuan dan Nyonya. Artikel ini dapat dibaca di : Bank Century: Risiko Sistemik Kabinet SBY http://public. kompasiana. com/2009/ 09/01/bank- century-resiko- sistemikkabinet-sby/ *** Saat menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Boediono dinilai tidak berani melaporkan pemilik Bank Century, Robert Tantular, kepada polisi untuk segera ditangkap. Karena ketidakberanian Boediono yang kini menjadi wakil presiden terpilih mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono, dirinya lantas mengambil inisiatif menginstruksikan langsung kepada Kapolri untuk menangkap Robert sebelum yang bersangkutan melarikan diri. Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank Century adalah kasus kriminal, ujar JK (kompas online).

Membaca kutipan kompas online, kembali JK memunculkan klaim keberanian dan kecepatan bertindak untuk menanggulangi masalah bank century. Berita menjadi istimewa ketika khas karakter JK muncul, yaitu tanpa tedeng aling-aling menyebutkan gubernur BI, yang saat itu dijabat boediono, tidak berani mengungkap dan melaporkan kasus ini pada polisi. Akhirnya inisiatif yang juga khas JK dalam pemerintahan SBY JK menjadi solusi penangkapan. Kebisaan bicara tanpa sensor dan selalu mengambil inisiatif justeru dianggap sebagai wapres yang kurang sopan dan dianggap selalu mencari muka. Kedua hal ini kurang disenangi penguasa, terlihat dari ungkapan ungkapan ketika kampanye. Mungkin kita akan kehilangan inisiatif-inisiatif seperti ini, terlebih ada perpindahan kantor wapres ke istana. Akan menjadikan kekuatan yang solid satu pintu, dalam kacamata politik mungkin itu baik agar kebijakan negara menjadi konvergen dalam mensukseskan program besarnya. Tetapi jika berjalannya program menjadi lambat dan kurang berani arah konvergen ini justeru merugikan rakyat karena telat merespon dan bertindak akan selalu terjadi. 2010 adalah tahun tantangan tersendiri untuk Indonesia memasuki AFTA, AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN. Indonesia membutuhkan ekstra keberanian dan kesiapan yang matang termasuk memberantas korupsi sebagai terroris pengacau stabilitas bangsa ini. Juga sikap negara-negera yang merendahkan bangsa ini butuh pengikapan yang berani dan cepat secepat penanganan Manohara. Mungkinkan budiono akan mengikuti langkah JK yang cukup berani dan banyak berinisiatif dalam menangani berbagai permasalahan ?. Atau memang tidak disiapkan untuk itu ?. Artikel ini dapat dibaca di : JK Belum Tamat http://public. kompasiana. com/2009/ 09/01/jk- belum-tamat/ *** Menurut sumber LPS menyatakan bahwa semua besaran dana yang disuntikkan ke Bank Century hingga Juli 2009 sebesar Rp 6,76 triliun, adalah berdasar penilaian BI. Padahal, dana suntikan yang diketahui DPR hanya Rp 1,3 triliun,

apalagi ternyata dana yang disuntikkan dinilai terlalu besar dengan aset yang dimiliki Bank Century. Aset yang dimiliki Bank Century hanya mencapai Rp 2 triliun. Dana talangan tersebut didasari kekhawatiran akan dampak lanjutan atas kegagalan Bank Century. Alasan ini juga dikemukakan oleh Sri Mulyani yang bertindak sebagai Ketua Komite Stabilisasi Sistem Keuangan (KSSK). Suntikan modal sebesar Rp 6,76 triliun dinilai LPS sudah final. Ke depan, kemungkinan besar tidak ada lagi penambahan modal dari LPS untuk Bank Century. Berdasarkan Undang-Undang LPS, LPS diharuskan menjual semua saham bank yang diselamatkan paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang dua kali masing-masing satu tahun sehingga keseluruhan menjadi lima tahun. Nilai recovery atau pengembalian dari Bank Century kepada LPS sangat mungkin mencapai Rp. 6,76 triliun, bahkan bisa lebih dari itu. Hal itu karena sebagian besar modal yang telah disuntikkan bukanlah uang yang hilang begitu saja, melainkan masih dalam bentuk aset berupa cadangan atau aktiva produktif yang telah dihapus buku, yang di kemudian hari bisa dijual. Saat ini, menurut Firdaus, LPS memiliki cadangan senilai Rp 2,2 triliun dalam bentuk Surat Utang Negara dan Sertifikat Bank Indonesia, yang sangat likuid. Selain itu, LPS juga memiliki sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca, tetapi memiliki nilai recovery. Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan dan aset-aset jaminan dari kredit yang macet. Belum bisa diketahui berapa besar nilai recovery yang bisa diupayakan dari asetaset kotor tersebut. Pertanyaan besarnya ?, kalau saja LPS sudah memprediksikan akan kembali menjual asset Bank Century 3 5 tahun ke depan dengan nilai minimal 6,7 trilliun, berdasarkan pengalaman BLBI yang malah sudah ditangani lembaga BPPN alilh-alih semua aset itu bisa dijual malah mengalami penurunan nilai likuiditas. Siapa yang akan menjamin sejumlah aktiva produktif yang telah dihapus dari neraca dapat memiliki nilai recovery lima tahun kemudian ?. karena wilayah ini tidak lagi dijangkau pengawasan publik. Aset-aset tersebut berupa surat-surat berharga yang telah jatuh tempo, tetapi belum bisa dicairkan karena aset-aset jaminan dari kredit yang macet, nah, siapa yang berani menjamin aset-aset kotor ini bisa bernilai recovery juga selama lima tahun ke depan ?. bagaimana cara menyelematkan dana kredit macet ini yang disinyalir hanya kredit fiktif ?. Alasan penyuntikan dana LPS adalah untuk menghindari kolapsnya beberapa

bank terkait menjadi perlu dipertanyakan karena kisruh bank century ini hanya menguntungkan nasabah korporasi di Bank Century yang mencapai 60 persen dari total dana pihak ketiga. Untuk melindungi segelintir kelompok ini negara atau rakyat harus kembali dirugikan trilliunan rupiah. Menurut Sri Mulyani Menteri Keuangan plus PLT Menko Perekonomian bersama Boediono yang kala itu menjabat Gubernur BI, demikian pula pendapat pejabat sementara Gubernur BI Darmin Nasution bahwa scenario ini sah sesuai prosedur dan landasan hukum dan perundang-undangan. Inilah kelemahan hukum positif yang dibuat yang tidak mengacu pada visi pembangunan ekonomi yang lebih mandiri dan berkelanjutan, artinya mengapa perundangan itu perlu dipake kalau dikemudian hari malah merugikan negara dan rakyat sendiri. Seperti itulah yang terjadi pada kasus BLBI dengan kucuran dana 600 trilliun pada tahun 1998 yang sampai saat ini tidak jelas juntrungannya. Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Firdaus Djaelani mengatakan, pihaknya terus menyelidiki aset pemilik lama PT Bank Century Tbk, yang dinyatakan sebagai bank gagal tahun lalu. Kabar terbaru, diduga aset pemilik lama PT Bank Century Tbk tersimpan di Hongkong dalam jumlah besar. Nilainya, mencapai 1 juta dollar AS, ujar Firdaus kepada para wartawan dalam jumpa pers, Minggu (30/8) di Jakarta. Direktur Pengawasan Bank Indonesia Heru Kristyana seusai jumpa pers di kantor BI, Jakarta, Senin (31/8) menjelaskan, hitungan suntikan dana yang diperlukan Century terus membengkak karena dari waktu ke waktu bank sentral menemukan beragam catatan fiktif dalam pembukuan. Di samping itu, sebelum diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), manajemen Bank Century yang lama kurang transparan dalam membeberkan pembukuan. Sebelumnya kami tidak tahu karena dulu masih ditutupi pegawainya. Setelah manajemen diganti, barulah mereka jauh lebih transparan, ungkap Heru. Salah satunya ialah transfer dana sebesar 18 juta dollar AS yang dilakukan Dewi Tantular tanpa seizin pemiliknya, dan Letter of Credit (L/C) fiktif senilai lebih besar dari 100 juta dollar AS. Ada juga kredit fiktif yang kami temukan, ujarnya. Direktur Pengawasan BI Budi Armanto menyebutkan, faktor lain yang membuat suntikan dana talangan melonjak ialah konservatisme penghitungan. Beragam surat berharga milik Bank Century, terutama yang tidak mendapat peringkat lembaga pemeringkat, meski dijamin dengan uang tunai, dinyatakan sebagai kredit macet. Berarti pencadangan yang disediakan Bank Century bertambah, dan modalnya tergerus, cetusnya. Begitu modal tergerus, rasio kecukupan modal Bank Century otomatis berkurang. Akhirnya, bertambahlah dana talangan yang diperlukan untuk mencapai batas

minimal 8 persen yang disyaratkan bank sentral. Artinya dana Bank Century selama ini telah dilarikan keluar negeri oleh para pemiliknya bersama korporasinya di mana salah satu korporasinya dimiliki grup perusahaan PT. Sampeorna. Ibaratnya LPS muncul sebagai pahlawan kesiangan belaka. Tentu kasus pelarian dana ini akan menguntungkan para pejabat tinggi terkait yang sebelumnya sudah mendapat fulus dan komisi dalam proses penyuntikan dana. Sekali lagi demikian inilah yang terjadi persis sama dengan kasus BLBI. Anggota Komisi XI DPR Drajat H Wibowo menilai wajar atas timbulnya kontroversi dan saling lepas tanggung jawab terkait proses penyelematan bank Century. Menurutnya, setiap proses penyelamatan bank pasti menimbulkan kontroversi. Ini klasik, semua pihak jadi saling lempar ujarnya ketika dikonfirmasi mengenai pernyataan LPS bahwa besar dana yang disuntikkan ke Century berdasar persetujuan BI, Jakarta, Senin (31/8). Dia menjelaskan sebenarnya BI hanya melakukan pengawasan, pemeriksaan dan penilaian atas kondisi likuiditas bank Century. Berdasarkan hasil pemeriksaan inilah, BI menilai Bank Century sebagai Bank gagal dan merekomendasikan untuk diselamatkan. Namun, semua keputusan untuk penyelamatan Bank Century dan penyerahan ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), merupakan keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan Keputusan Komite Koordinasi (KK) tanggal 21 November 2008. BI melakukannya berdasar posisi CAR Century saat itu. Tapi bolongnya yang tahu Century dan LPS. Setelah diserahkan ke LPS, dia kan yang tahu bolongnya, ujarnya. Dengan demikian patut diduga telah terjadi konspirasi di antara petinggi LPS, BI dan para korporasi Bank Century ?. dan sepertinya otoritas KSSK hanya merestui saja, mungkinkah ada uda udang dibalik batu ?. Berbicara saat memberikan keterangan pers di kantornya, di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Senin (31/8), Wapres menegaskan, masalah yang lahir di tubuh Bank Century bukan karena krisis, melainkan akibat perampokan yang dilakukan oleh pemiliknya sendiri. Dalam kondisi semacam ini yang diperlukan adalah tindakan dari Bank Indonesia. Namun, kenyataannya tidak. Pendapat saya sejak awal solusi terhadap bank-bank bermasalah tidak dengan bail out karena sesuai pengalaman tahun 1998 sehingga merugikan negara sampai Rp 600 triliun dalam bentuk bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Hingga kini bahkan sampai 20 tahun mendatang rakyat harus membayar dengan bunga dan pokok sebesar Rp 60 triliun melalui APBN. Padahal, seharusnya kasus itu menjadi tanggung jawab pengawas bank yang ketat dari Bank Indonesia, ujarnya. Oleh sebab itu, kata Wapres, kasus Bank Century adalah kriminal. Karena

pemilik bank merampok banknya sendiri dan dananya dilarikan ke luar negeri. Padahal, obligasi yang diterbitkannya juga bodong atau tidak ada nilai. Seharusnya ini diawasi dengan baik dan benar oleh BI, tegasnya lagi. Statement Wapres Pak Kalla ini juga patut menjadi perhatian, sebagai orang yang lama berkecimpung malang melintang di dunia bisnis sebelum jadi wapres tentu banyak tau di rimba moneter Indonesia. Pernyataan ini tentu karena sikap kenegarawanan yang dimilikinya, karena sejak Pilpres usai beliau kontestan yang sudah mengucapkan selamat atas kemenangan SBY, tentu ini bukan manuver untuk memojokkan SBY. Menanggapi laporan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia mengenai kasus Bank Century, yang saya nilai sebagai perampokan, saya sempat meminta kepada Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia saat itu untuk segera melapor ke polisi guna menangkap Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab dan menyita aset. Ternyata Bank Indonesia tidak berani. Alasannya, tidak ada dasar hukum, ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada wartawan di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (31/8). Kalla menggelar jumpa pers khusus menanggapi kasus Bank Century. Karena ketidakberanian Boediono, lanjut Kalla, dirinya lantas mengambil inisiatif menginstruksikan langsung kepada Kapolri untuk menangkap Robert sebelum yang bersangkutan melarikan diri. Saya minta kepada Kapolri untuk segera bertindak. Hari itu juga, dalam waktu tiga jam, Robert Tantular akhirnya ditahan polisi. Kasus Bank Century adalah kasus kriminal, ujarnya. Pandangan SBY soal Raibnya Dana BLBI Rp 600 Triliun KORUPSI BLBI. Melihat cara pandang SBY seperti ini, maka mustahil dana BLBI yang jumlahnya mencapai Rp. 600 triliun bisa kembali. Jika untuk seorang Presiden SBY yang terpilih dua kali saja menganggap kasus BLBI terjadi karena kondisi buruk yang ada, sehingga tidak ada langkah strategis scenario penyelematan dana tersebut, lalu bagaimana Bank Century sendiri dapat diselamatkan ?. Akhirnya kembali lagi kita harus gigit jari, dana 6,7 trilliun akan raib entah ke mana, assetnya mungkin hanya akan menjadi ibarat sejenis besi tua butut belaka selama 5 tahun ke depan. Kemudian tahun 2013-2014 semua kembali akan terlupakan, suksesi kepemimpinan nasional jadi perbincangan, korporasi eks bank century kembali jadi donasi seperti kala ini. Artinya kita memang manusia penuh pelupa, lalu hati kecil kita hanya mampu berucap getir, selamat tinggal bank century ! dan para korporasinya tertawa puas di luar negeri menikmatinya ?. Wallahualam.

Artikel ini dapat dibaca di : Bank Century, Kasus BLBI Terulang Kembali Negara dan Rakyat Akan Dirugikan 6,7 Trilliun ? http://public. kompasiana. com/2009/ 09/01/bank- century-kasus- blbi-terulangkembali-negara- dan-rakyat- akan-dirugikan- 67-trilliun/ *** Saat ini salah satu berita yang menarik perhatian saya adalah tentang empat kali suntikan dana dari LPS ke Bank Century. Siapakah yang dirugikan ?. Negara ?. Bank Anggota LPS ?. atau Nasabah ?. Menurut Pradjoto, seperti yang dikutip Kompas pada artikelnya bertajuk Pengamat : Penyelamatan Century, Tidak Ada Kerugian senin 31 Agustus 2009, kekayaan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) per 31 Juli 2009 mencapai Rp. 18 triliun. Dari jumlah itu, Rp. 14 triliun berasal dari premi bank peserta penjaminan dan hasil investasi. Jadi menurut Prajoto, tidak ada kerugian negara mengingat dana LPS tidak ada hubungannya dengan APBN. Jika kita melihat dari sudut pandang tersebut, memang tidak ada kerugian negara. Namun, jika kita fahami bahwa penyumbang terbesar kekayaan LPS itu berasal dari premi bank peserta penjaminan maka ujung-ujungnya adalah berasal dari dana masyarakat yang disimpan pada bank-bank tersebut. Keputusan untuk mengalokasikan dana yang sangat besar tersebut harus dipertanggungjawabk an oleh LPS kepada bank-bank anggota dan bank anggota harus mempertanggungjawab kan kepada nasabahnya. Adakah mekanismenya ?. Seberapa efektif kah ?. Lalu, siapakah yang memperhatikan dan membela kepentingan para nasabah bank-bank anggota LPS tersebut ?. Jika LPS dikemudian hari tidak bisa mendapatkan kembali jumlah uang yang disuntikkan ke Century secara utuh alias merugi, kira-kira apa pertanggungjawaban dari LPS terhadap Bank-Bank yang menjadi anggotanya ? . Bisakah orang-orang yang bertanggungjawab di LPS, diberhentikan atau dituntut ke pengadilan ?. 4 tahapan penyuntikan dana mengindikasikan apa ?. Dalam artikel kompas sebelumnya bertajuk Karena Century, Negara Bisa Jeblok Rp 5 Triliun tanggal 28 Agustus 2009, dinyatakan bahwa ada empat kali suntikan dana dari LPS ke Bank Century, yakni :

Pertama pada 23 November 2008 senilai Rp 2,776 triliun (modal yang digunakan untuk mengembalikan rasio kecukupan modal/CAR Bank Century dari negatif 3,53 persen menjadi 8 persen). Kedua, pada 5 Desember 2008 senilai Rp 2,201 triliun.

Ketiga, pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,155 triliun untuk menutup kekurangan CAR berdasarkan hasil perhitungan BI. Keempat, pada 21 Juli 2009 senilai Rp 630 miliar.

Bertahapnya suntikan dana bisa disebabkan berbagai kemungkinan, yaitu :

Pertama, LPS tidak bisa sekaligus menyuntik dana. Kedua, tidak adanya hitung-hitungan yang pasti pada saat penetapan keputusuan penyelamatan Bank Century Ketiga, salah hitung-hitungan untuk menetapkan berapa dana yang sebenarnya harus disuntikkan. Keempat, LPS dicurigai meloloskan kucuran dana 18 juta dollar AS dari Bank Century kepada pihak tertentu, yang memiliki hubungan utang piutang dengan pemegang saham lama, tetapi masih dalam proses pengadilan.

Mari kita diskusikan kemungkinan yang kedua. Disinilah perlunya audit oleh BPK untuk memastikan proses pengambilan keputusan pengucuran dana tersebut. Dan BPK sebaiknya melihat apakah dalam pengambilan keputusan tersebut sudah dilakukan identifikasi berbagai alternatif pilihan pengambilan keputusan ?. Apakah sudah secara sistematis melaksanakan analisa cost, benefit dan risiko yang terintegrasi ?. Apakah ada data-data nyata untuk digunakan dalam membandingkan semua alternatif pilihan ?. Jika proses pengambilan keputusannya tidak bermutu, sebaiknya orang-orang yang bertanggungjawab mengundurkan diri saja atau diberhentikan. Proses pengambilan keputusan yang tidak mencukupi menggambarkan orang-orang yang terkait tidak perform alias tidak profesional, minimal dalam pengambilan keputusan yang bermutu. Sekarang kita diskusikan kemungkinan yang ketiga. Secara teknis, salah melakukan perhitungan bisa dikarenakan penggunaan data dan asumsi yang tidak akurat serta penggunaan pendekatan kalkulasi yang tidak tepat. Hal seperti itu, seharusnya mudah untuk diidentifikasi oleh BPK. Jika terbukti terjadi salah perhitungan, itu artinya posisi awal hasil pembandingan cost, benefit dan risiko sudah tidak tepat. Artinya, jika memang dana yang perlu disuntikkan itu HARUS sebesar Rp. 6,77 triliun tersebut, mungkin keputusan yang paling tepat adalah Bank Century tersebut ditutup saja. Ini juga bisa dianalisa oleh BPK.

Kesalahan melakukan perhitungan yang menyebabkan kesalahan pengambilan keputusan adalah tindakan tidak perform dari orang-orang yang terkait, alias tidak profesional. Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, maka diharapkan agar orang-orang yang bertanggungjawab tersebut mengundurkan diri saja atau diberhentikan. Sekarang kita diskusikan kemungkinan keempat. BPK harus membuktikan adanya indikasi tersebut. Jika ada, maka KPK dapat melaksanakan penyidikan lebih dalam. Karena, meloloskan kucuran dana 18 juta dollar AS dari Bank Century kepada pihak tertentu dapat dikategorisasikan sebagai tindak pidana korupsi. Berpotensi sistemik kah ?. Berpotensi sistemik adalah isu utama yang menjadi alasan mengapa Bank Century harus diselamatkan. Saya tidak akan mendiskusikannya dari sudut aturan tetapi lebih melihat pada substansi pengertian potensi sistemik tersebut. Darmin Nasution mengatakan, Bank Century diselamatkan karena jika dibiarkan mati, dikhawatirkan menyebabkan 23 bank lainnya juga bermasalah akibat dirush nasabahnya. Ke-23 bank tersebut merupakan bank-bank yang selevel dan memiliki hubungan bisnis dengan Bank Century. Di tengah krisis keuangan, kebangkrutan sebuah bank bisa merembet cepat ke bank lain yang selevel. Dengan menggunakan analisa hubungan sebab akibat, maka alasan sistemik memang masuk akal jika dijadikan sebagai dasar penyelamatan Bank Century. Pertanyaannya adalah seberapa sistemik kah ?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan data yang akurat dan model perhitungan yang tepat. Kita berharap para auditor BPK dapat menganalisis seberapa akurat data dan model perhitungan yang digunakan. Faktor potensi sistemik tersebut termasuk dalam komponen risiko ketika kita melakukan analisa cost, benefit, dan risiko dari semua alternatif pilihan pengambilan keputusan yang ada. Tentu saja kita berharap bahwa BPK juga melaksanakan analisis yang menyeluruh mengenai kecukupan alternatif pilihan pengambilan keputusan yang relevan serta kecukupan analisis cost, benefit dan risiko tersebut. Pengukuran Potensi Sistemik. Pradjoto mengatakan bahwa yang menjadi masalah sebetulnya adalah mengapa

Bank Century bisa dikatakan sistemik. Hanya saja, lanjut Pradjoto, hal itu sulit diukur karena tidak mungkin menggunakan parameter yang berlaku saat ini untuk menjangkau masa lampau. Jika terjadi keadaan bank seperti yang dahulu dialami Century pada saat ini, kemungkinan besar bank bersangkutan akan ditutup. Artinya, persoalan sistemik yang dialami Century sangat dipengaruhi krisis ekonomi global saat itu, katanya. Terus terang pernyataan tersebut membingungkan bagi saya. Mengapa kita harus mengukur potensi sitemik dengan parameter yang berlaku saat ini ?. Justru yang paling tepat adalah menggunakan parameter saat lalu. Ketidaktepatan pengambilan keputusan penyelamatan tidak hanya tergantung pada potensi sistemik tetapi juga pada aspek kecukupan dan kelengkapan pertimbangan lainnya seperti aspek cost, benefit dan risiko juga tergantung pada sudah diidentifikasinya semua alternatif pilihan penggambilan keputusan. Tidak tercapainya tujuan pengambilan keputusan pada saat ini bisa juga dianalisis dari kecukupan hal-hal tersebut. Penyuntikan dana tersebut dapat menimbulkan kerugian atau tidak ?. Tentu saja LPS berpotensi mengalami kerugian. Tepatnya ketika LPS tidak bisa mendapatkan kembali uang yang sebesar Rp. 6,77 triliun yang sudah dikucurkan. Kapankah itu ?. Penyelamatan Bank Century berpotensi merugikan negara, dalam hal ini Lembaga Penjamin Simpanan, pada tahun 2011 saat LPS harus melepas kepemilikannya atau harus mendivestasi saham Century paling lambat tiga tahun sejak pengambilalihan pada 21 November 2008, yaitu paling lambat November 2011. Dengan ekuitas yang sekarang mencapai Rp 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi diperkirakan hanya menjadi Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun, ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad H Wibowo, di Jakarta, Kamis (27/8), dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan sekaligus Pelaksana Jabatan Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati dan Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution. Kita tunggu saja apakah nanti LPS benar-benar akan merugi atau tidak. Tetapi kabar yang menyedihkan adalah pernyataan Kepala Eksekutif LPS, Firdaus Djaelani dalam konferensi persnya di Kantornya, Gedung BRI, Jakarta, Minggu (30/08/2009) seperti yang diberitakan di Detik.com pada artikel bertajuk LPS Siap Jual Rugi Bank Century Setelah lima tahun kedepan, jika memang belum laku, kita bisa menjual Century dibawah dana yang LPS kucurkan sebesar Rp 6,77 triliun, demikian perkataan Firdaus Djaelani, karena memang diperkenankan oleh Undang-Undang.

Selanjutnya Firdaus menambahkan bahwa Sesuai dengan Undang-undang LPS, lembaga penjaminan ini akan menjual paling lama 3 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 1 tahun (5 tahun). Maka kita akan menjual (divestasi) seluruh saham Bank Century dengan harga maksimal sebesar Rp 6,77 triliun. Jika mengacu pada pernyataan-pernyata an tersebut diatas, maka timbul beberapa pertanyaan kita terhadap LPS. Apakah LPS benar-benar boleh merugi ?. Adakah kriteria yang harus dipenuhi sehingga LPS boleh merugi ?. Adakah batas kerugian yang boleh ditanggung ?. Adakah mekanisme pembuktian untuk menghitung jumlah kerugian tersebut ?. Bagaimanakah pertanggungjawaban kerugian LPS kepada Bank-Bank anggota ?. Pembolehan dan kemudahan LPS dalam melakukan penyuntikan dana namun merugi bisa menjadi peluang bagi orang-orang serakah dan loba untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang luar biasa banyak. Jika terjadi, hal itu sangat menghina kecerdasan pemimpin dan rakyat negeri ini. Adakah hubungan LPS dengan Pemerintah dan Negara ?. Saya terusik ketika menyadari bahwa tidak ada dana APBN yang digunakan dalam penyuntikan dana ke Bank Century, namun ternyata terdapat potensi penggunaan dana masyarakat melalui bank dan LPS yang tidak dapat dipertanggungjawabk an serta potensi upaya untuk mendapatkan keuntungan dari dana Bank (baca: masyarakat) yang ada di LPS. Dari perspektif pemerintahan, sudah jelas tidak ada hubungan penggunaan dana LPS dengan pemerintah. Namun, upaya penyelamatan bank adalah usaha bersama-sama yang dilakukan oleh Pemerintah, BI dan LPS. Jadi kita harus melihat tugas LPS dari perspektif negara bukan pemerintah. Itulah yang harus disadari oleh Pemerintah, BI dan LPS. Artinya masyarakat luas adalah owner yang sesungguhnya dari permasalahan penyelamatan Bank oleh Pemerintah dan BI dengan menggunakan dana LPS. Semoga, BPK dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga kita semua dapat mengetahui bahwa tindakan penyelamatan bank century tersebut adalah memang tindakan yang benar-benar patut. Jika memang harus masuk ke tingkatan penyidikan, maka kita berharap agar KPK dapat meningkatkan ke penuntutan, tentunya dengan bukti-bukti yang valid. Artikel ini dapat dibaca di : Apakah Benar Bank Century Merupakan Bank Gagal yang Berpotensi

Sistemik ?. http://public. kompasiana. com/2009/ 08/31/apakah- benar-bank- centurymerupaka n-bank-gagal- yang-berpotensi- sistemik/ *** Uang sebesar Rp. 5.000.000.000. 000 (5 Trilyun Rupiah) itu buat saya suatu jumlah uang yang sangat banyak. Jika dibagikan kepada seluruh rakyat Indonesia, 250 juta orang, maka masing-masing orang akan menerima sebesar Rp. 20.000 per orangnya. Uang sebanyak Rp. 5 Trilyun itulah, konon katanya, potensi kerugian yang akan diderita oleh negara ini akibat dari bailout Bank Century. Hitungan ini, konon katanya, didapatkan dari jumlah dana bailout sebesar Rp. 6,7 Trilyun dikurangi dengan nilai jual Bank Century jika nantinya dijual, saat kondisinya sudah sehat kembali dan nilai sahamnya membaik kembali. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus mendivestasi saham Century paling lambat tiga tahun sejak pengambilalihan pada 21 November 2008, yaitu paling lambat November 2011. Artinya, dengan ekuitas yang sekarang mencapai Rp. 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi diperkirakan hanya menjadi Rp. 1,5 triliunRp. 2 triliun, ujar anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad H Wibowo. Dradjad juga mempertanyakan adanya pembengkakan angka penyelamatan (bailout) Bank Century. Menurutnya, ada ketidakjelasan mengenai pencairan deposito nasabah-nasabah tertentu, serta adanya indikasi perlakuan khusus terhadap nasabah tertentu, sementara nasabah Century yang lainnya harus berdemo dan tetap diabaikan. Ah, ini lagi bulan Ramadhan, kata pak Ustadz sebaiknya tidaklah bijaksana ikutikutan mengkritik dan berprasangka buruk terhadap pemerintah, karena kata pak Ustadz, itu namanya ghibah (jika berita itu benar) atau fitnah (jika berita itu salah) yang dua-duanya itu (ghibah dan fitnah) sama-sama berdosa lho. Maka, katanya lebih baik tabayyun dulu, kalau sudah ada penjelasan pemerintah, ya qonaah fikriyah saja terhadap apapun penjelasannya. Nah, sambil menunggu ikhwan-ikhwan bertabayyun, kita bicarakan saja yang jelas-jelas, apakah menurut anda, besarkah jumlah Rp. 5 Trilyun itu ?.KASUS BANK CENTURY

Terjadi Tindak Pidana Kejahatan PerbankanSri Mulyani, Menteri Keuangan. Kamis, 1 Oktober 2009

JAKARTA (Suara Karya): Komisi XI DPR mengumumkan hasil sementara audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus Bank Century. Ketua Komisi XI DPR Achmad Hafiz Zawawi dalam rapat tertutup yang dilakukan di gedung DPR, Jakarta, Selasa malam, mengatakan, setelah DPR mempelajari hasil

audit investigasi BPK, maka secara garis besar memang telah terjadi berbagai tindak pidana kejahatan perbankan. "Tindak pidana tersebut, antara lain, adanya penyelewengan suratsurat berharga, pemberian kredit fiktif, pelanggaran BMPK, pengeluaran fiktif, dan pelanggaran posisi devisa," ujarnya. Selain itu, dari hasil audit sementara, ia menambahkan, juga diduga telah terjadi penyalahgunaan kewenangan dan atau kesalahan dalam penilaian oleh Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) sehingga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah yang besar. "Ada perubahan Peraturan BI (PBI) yang tidak dilakukan melalui persetujuan DPR, yaitu mengubah CAR 8 persen menjadi hanya positif dalam hal pemberian pembiayaan fasilitas pembiayaan jangka pendek (FPJP)," ujarnya. Perubahan itulah yang menyebabkan Bank Century mendapatkan FPJP walau apabila mengikuti peraturan BI lama tidak berhak mendapatkan FPJP. Selain itu, dalam rapat KSSK pun terdapat error of judgment di mana kesalahan dalam penilaian terhadap Bank Century yang berdampak sistemik itu mengakibatkan dana yang tadinya dikucurkan hanya Rp 630 miliar menjadi Rp 6,76 triliun. Sementara itu, Menteri Keuangan sekaligus Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani merasa "gerah" karena dirinya disebut-sebut terseret melakukan pelanggaran dalam kasus bail-out atau penyelamatan Bank Century yang menelan dana Rp 6,7 triliun. Dia mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sedang melakukan audit investigasi untuk "buka-bukaan" jika memang ada indikasi korupsi yang terjadi pada proses bail-out Bank Century. "Kalau BPK menemukan berbagai penyelewengan pidana, penyalahgunaan kewenangan bahkan korupsi, saya senang. Silakan diambil dan dibuka siapa yang korupsi dalam event apa, berapa jumlahnya, menggunakan kewenangan apa, dan siapa yang melakukan. Silakan dibuka, kapan korupsi, kejadian mana, yang dikorupsi apa, siapa pelakunya. Indikasi itu silakan oleh BPK," katanya menegaskan. Berdasarkan temuan sementara ini, Komisi XI pun merekomendasikan agar audit investigasi segera dituntaskan, terutama mengenai jumlah dan penggunaan aliran dana dari LPS. Anggota Komisi XI Drajad Wibowo mengatakan, audit sementara ini belum banyak berbicara mengenai detail dan angka. Sebab, audit investigasi ini masih bersifat sementara. Sementara itu, pengusutan kasus PT Bank Century (Persero) Tbk menjadi kian tidak jelas dan dipastikan terbengkalai. Ini seiring dengan selesainya masa tugas anggota DPR periode 2004-2009 pada 1 Oktober 2009 ini dan perubahan susunan pengurus Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ekonom Kwik Kian Gie mengatakan, ia belum bisa memprediksi nasib kasus Bank Century ke depan dengan selesainya masa tugas anggota DPR periode 2004-2009 pada 1 Oktober 2009 ini. Namun, dia tidak dapat berasumsi jika BPK dan DPR dengan sengaja membiarkan kasus Bank Century. Dalam pandangan Kwik, hasil audit sementara BPK dibarengi dengan sikap kerahasiaan, sehingga publik tidak mendapatkan informasi yang transparan.

Sedangkan pengamat perbankan Aviliani berpendapat, dalam konteks Bank Century lebih banyak aspek politisnya ketimbang aspek ekonomi. Karena itu pula, menurutnya, kasus Bank Century hanya mencari-cari kesalahan terhadap pemegang pemerintahan periode mendatang. Menanggapi hasil sementara audit investigasi BPK, Aviliani menilai, tidak ada hal yang perlu dikritisi. (Agus/Nunun/Sabpri)

Mengurai Lagi Kasus Bank CenturyBogi Triyadi

16/09/2009 19:17

Pemberian bail out atau dana penyertaan oleh pemerintah kepada Bank Century yang membengkak hingga Rp 6,7 triliun dari semula hanya Rp 1,3 triliun terus menjadi bahan pembicaraan dan perdebatan seru. Bukan hanya di media massa, di kalangan para ahli, dan birokrasi pemerintahan, tapi juga di parlemen. Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan (Komisi XI) DPR RI terus mempersoalkannya. Natsir Mansyur mensinyalir tindakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang juga Ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) memberikan dana penyertaan ke Bank Century merupakan tindak pidana yang meliputi dua aspek yaitu politik serta hukum. "Jelas-jelas sudah dinyatakan sebagai bank gagal, kok masih diberi tambahan Rp 4,9 triliun. Ini sudah tindakan pidana," kata anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar itu. Untuk itu, ia mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menonaktifkan Ketua KSSK. "Lebih bagus Ketua KSSK yang juga dijabat Menteri Keuangan harus dinonaktifkan dan hanya satu orang yang bisa, yaitu Presiden," ujar Natsir. Namun menurut Menkeu, keputusan menyelamatkan Bank Century pada 21 November 2008 itu tidak bisa dinilai berdasarkan kondisi saat ini. Sebab ketika itu kondisi perbankan Indonesia dan dunia mendapat tekanan berat akibat krisis global. Keputusan KSSK saat itu untuk menghindari terjadinya krisis secara berantai pada perbankan yang dampaknya jauh lebih mahal dan lebih dasyat dari

1988. "Dengan meminimalkan ongkosnya dan dikelola oleh manajemen yang baik maka Bank Century punya potensi untuk bisa dijual dengan harga yang baik," ucap Sri Mulyani. Menkeu pun siap dipanggil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) guna dimintai keterangan seputar pengambilan kebijakan penyelamatan bank yang memiliki aset sekitar Rp 10 triliun itu. Menkeu menyebutkan hingga Juli 2009 bank hasil penggabungan PT Bank CIC Internasional, Bank Danpac, dan Bank Pikko itu sudah untung sebesar Rp 139,9 miliar. Bahkan, menurut Bank Indonesia, jika dilihat posisinya sejak Desember 2008 sampai Agustus 2009, ada kenaikan simpanan nasabah sebesar Rp 1,1 triliun. Namun, pemberian dana peryertaan Century yang sekarang terus dipersoalkan membuat Menkeu cemas lantaran bisa berakibat buruk terhadap bank itu. "Isu panas atas penyehatan Century yang tak sesuai dengan fakta bukan mustahil bisa menjungkalkan kembali bank ini," tutur Sri Mulyani. Kekhawatiran Menkeu setidaknya mulai terjadi. "Sejak Bank Century diributkan akhir-akhir ini, tolong tulis yang besar ya, dana pihak ketiga Bank Century turun Rp 431 miliar," ujar Deputi Gubernur BI Budi Rochadi di Gedung DPR/MPR, Jakarat, Rabu (16/9). "Coba, kalau kasus Century didiamkan saja, pasti kejadiannya tidak seperti itu. Itu sekarang salah siapa." Selain besarnya dana penyertaan, hal lain yang dipersoalkan kenapa Bank Century tak ditutup kabarnya ada nasabah besar yang dilindungi. Kabarnya, nasabah besar itu memiliki dana sekitar Rp 1 triliun hingga Rp 2 triliun. Harry Azhar, anggota Komisi XI DPR, menyebut nasabah besar itu antara lain Budi Sampoerna. Paman Putera Sampoerna, mantan pemilik PT H.M. Sampoerna itu disinyalir punya dana sebesar Rp 1,8 triliun di Century. Munculnya Budi Sampoerna turut menyeret Komisaris Jenderal Susno Duadji. Isu tidak sedap merebak di kalanggan anggota dewan. Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri itu disebut-sebut dalam proses pencairan dana Budi Sampoerna. Keterlibatan Susno, seperti ditulis Majalah Tempo, terlihat dari dikeluarkannya surat Badan Reserse Kriminal pada 7 serta 17 April 2009. Surat itu menyatakan dana milik Budi Sampoerna dan 18 juta dolar AS milik PT Lancar Sampoerna Bestari di Bank Century "sudah tak ada masalah lagi". Selain itu, Susno turut memfasilitasi beberapa pertemuan direksi Century dengan pihak Budi di kantor Bareskrim. Pertemuan itu menghasilkan dua kesepakatan. Salah satunya soal persetujuan pencarian dana senilai 58 juta dolar AS-dari total Rp 2 triliun-milik Budi atas nama PT Lancar Sampoerna Bestari. Kesepakatan lainnya, pencairan dilakukan dalam rupiah. Atas upaya tersebut, Susno dikabarkan dijanjikan oleh Lucas, kuasa hukum Budi, komisi 10 persen dari jumlah uang Budi yang akan cair.

Soal komisi 10 persen itu dibantah Susno. "Boro-boro dapat itu," ucap Susno. "Ongkos saya ke luar negeri untuk mendapatkan aset-aset Robert (Tantular, pemilik Bank Century) saja belum diganti. Bantahan serupa juga dikatakan Lucas. "Maksudnya fee? Enggak ada sama sekali. itu fitnah," tegas Lucas seperti ditulis Majalah Tempo. *** Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut ada perkara kriminal di Bank Century sehingga tidak layak diselamatkan. Menurut Wapres, masalah yang dihadapi Bank Century bukan lantaran krisis global. Melainkan karena pemiliknya yaitu Robert Tantular merampok dana bank sendiri. "Masalah (Bank) Century itu bukan masalah karena krisis, masalah perampokan, kriminal. Karena pengendali bank ini merampok dana bank sendiri dengan segala cara termasuk obligasi bodong," ujar Wapres Kalla. Karena itu, Wapres Kalla lalu memerintahkan polisi menangkap Robert Tantular serta direksi Bank Century. Dia khawatir Robert dan direksi Bank Century melarikan diri. "Saat itu juga saya telepon (Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri), Robert Tantular dan direksi yang bertanggung jawab ditangkap dalam dua jam," kata Kalla. Menurut Arif Havas Oegroseno, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Luar Negeri, seperti dimuat Majalah Tempo, modusnya yaitu pemilik Bank Century membuat perusahaan atas nama orang lain untuk kelompok mereka. Lantas, mereka mengajukan permohonan kredit. Tanpa prosedur semestinya serta jaminan yang memadai, mereka dengan mudah mendapatkan kredit. "Bahkan ada kredit Rp 98 miliar yang cair hanya dalam dua jam," kata Arif. Jaminan mereka, tambahnya, hanya surat berharga yang ternyata bodong. Robert sendiri sudah divonis penjara empat tahun serta denda Rp 50 miliar oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 10 September lalu. Vonis ini jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni delapan tahun penjara. Karena itu, Kejaksaan Agung langsung mengajukan banding atas putusan tersebut. Alasannya, majelis hakim hanya mengenakan pada satu dakwaan dari tiga dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum. Tiga dakwaan tersebut pertama, Robert dianggap menyalahgunakan kewenangan memindahbukukan dan mencairkan dana deposito valas sebesar 18 juta dolar AS tanpa izin sang pemilik dana, Budi Sampoerna. Kedua, mengucurkan kredit kepada PT Wibowo Wadah Rejeki Rp 121 miliar dan PT Accent Investindo Rp 60 miliar. Pengucuran dana ini diduga tak sesuai prosedur. Dakwaan yang ketiga adalah melanggar letter of commitment dengan tidak mengembalikan surat-surat berharga Bank Century di luar negeri dan menambah modal bank. Perbuatan Robert dan pemegang saham lain berbuntut pada krisis Bank Century yang berujung pada pengucuran dana talangan Rp 6,7 triliun.

Selain Robert, mantan Direktur Utama Bank Century, Hermanus Hasan Muslim, juga sudah divonis tiga tahun penjara dengan denda Rp 5 miliar. Sedangkan mantan Direktur Treasur Bank Century Laurence Kusuma divonis tiga tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Tersangka lainnya adalah Hesman Al Waraq Talaat dan Rafat Ali Rizvi. Dua pemegang saham Bank Century ini juga dipersangkakan dalam tindak pidana pencucian uang. Polisi turut menetapkan Dewi Tantular selaku Kepala Divisi Bank Note Bank Century sebagai tersangka. Dewi kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Dua tersangka lainnya adalah Linda Wangsa Dinata, selaku pimpinan KPO Senayan, dan Arga Tirta Kiranah, Kadiv legal Bank Century. Keduanya kini dalam proses penyidikan. Kini, pemerintah terus memburu aset Robert Tantular dan pemegang saham lainnya di luar negeri dengan membentuk tim pemburu aset. Tim ini beranggotakan staf Departemen Keuangan, Markas Besar Polri, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan, Departemen Luar Negeri, Kejaksaan Agung, serta Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sejauh ini, kata Arif Havas Oegroseno, Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Luar Negeri, tim sudah berhasil menelusuri aset itu di 13 yurisdiksi. Namun, dia enggan membeberkan secara detail lokasi yurisdiksi tersebut. Sebab jika lokasi aset itu dibuka, pemiliknya akan cepat-cepat menggugat banknya, seperti yang terjadi di Hongkong. Untuk di dalam negeri, jumlah aset yang disita polisi terkait kasus tindak pidana perbankan di Bank Century sebesar Rp 1,191 miliar. Sementara di luar negeri, polisi berhasil menemukan dan memblokir aset milik Robert Tantular senilai 19,25 juta dolar AS atau setara Rp 192,5 miliar. Uang sebesar itu antara lain terdapat di USB AG Bank Hongkong senilai 1,8 juta dolar AS, PJK Jersey sejumlah 16,5 juta dolar AS, dan British Virgin Island (Inggris) sebesar 927 ribu dolar AS. Selain itu, polisi juga menemukan dan memblokir aset Hesham Al Waraq Talaat serta Rafat Ali Rizvi senilai Rp 11,64 triliun. Aset itu tersebar di UBS AG Bank sejumlah 3,5 juta dolar AS, Standard Chartered Bank senilai 650 ribu dolar AS dan sejumlah SGD 4.006, di ING Bank sebesar 388 ribu dolar AS.(*dari berbagai sumber/VIN) Reputasi PPATK Dipertaruhkan! Senin, 30 November 2009, 00:00:25 WIB

Jakarta, RMOL. Aliran Century Jangan Diumpetin Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jadi sorotan publik gara-gara umpetin aliran dana talangan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Lembaga yang dikomandoi Yunus Husein itu diduga sudah disetir pihak tertentu, sehingga tidak berani membeberkan ke mana saja aliran dana Bank Century. Reputasi lembaga itu dipertaruhkan. Padahal, sebelumnya sudah banyak prestasi yang ditorehkan. Misalnya, membongkar aliran dana ke sejumlah anggota DPR saat pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom. Melihat hal itu, nilai PPATK dinilai jeblok. Sebab, berdasarkan pendapat pengamat ekonomi, pengamat transaksi keuangan, pengamat hukum, pengamat kebijakan publik, dan anggota DPR ada 8 kegagalannya. Sedangkan keberhasilan 6, sehingga tekor 2 (8 kegagalan 6 keberhasilan = 2). Pengamat kebijakan publik, Tom Pasaribu mengatakan, PPATK pilih kasih dalam membongkar aliran dana mencurigakan. Kasus Century begitu menarik perhatian publik, tapi tidak dibeberkan kepada BPK, sehingga hasil auditnya kurang lengkap. PPATK jadi sorotan publik, reputasinya dipertaruhkan. Jadi, beberkanlah aliran dana talangan Century itu, ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. Menurut Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) itu, seharusnya PPATK menjadi lembaga terdepan membongkar aliran dana itu. Tapi kenapa itu tidak dilakukan. Jika mereka mengetahui prosesnya, namun mereka tidak melaporkan, mereka juga bisa dinilai melanggar hukum, ujarnya. Menurutnya, kondisi ini berbeda pada saat PPATK membongkar kasus pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom dengan menyatakan ada travel cek yang mengalir ke beberapa orang anggota DPR. Dalam hal penangan Bank Century, PPATK terkesan melakukan tebang pilih. Jangan sampai PPATK menjadi alat kekuasaan, ucap Tom.

Jumlahnya Meningkat Terus Yunus Husein, Kepala PPATK Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Husein mengatakan, kendala yang dihadapi lembaganya adalah kekurangan pegawai. Kami adalah lembaga baru dengan tenaga yang baru pula. Sedangkan pegawai lama sudah keluar, ujarnya di Jakarta, belum lama ini. Pegawai baru belum bisa mengisi pekerjaan pegawai lama. Oleh karena itu mereka perlu diberikan latihan-latihan untuk perkembangan kinerja mereka, ucapnya. PPATK, lanjutnya, sudah berhasil dalam menjalankan tugasnya, seperti mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK. Tugas kami mencari tahu aliran dana dari hasil kejahatan. Dari analisis yang kami lakukan jumlahnya meningkat terus. Biasanya hasil kerja kami itu diteruskan kepada penyelidikan, dalam hal ini tugas aparat hukum, tambahnya. Menurutnya, dukungan pemerintah sudah bagus sekali kepada PPATK. Masalah anggaran dan gedung baru, sudah menjadi perhatian pemerintah. Jadi saya kira suportnya mereka baik sekali, tuturnya. Sebelumnya Yunus Husein mengatakan, sesuai permintaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar PPATK membantu menelusuri aliran dana bailout Bank Century, PPATK sudah menindaklanjuti dengan meminta informasi kepada 16 Penyedia Jasa Keuangan (PJK), terutama perbankan. Hasilnya, hingga tanggal 23 November 2009, telah diterima kurang lebih 50 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LKTM) dari 10 PJK, ungkapnya. Menurut Yunus, hasil analisis terhadap transaksi mencurigakan tersebut sudah diserahkan kepada BPK. Hasil analisis yang ada menunjukkan setidaknya 17 penerima (dari transaksi mencurigakan) berupa perusahaan dan lainnya individu, katanya. Yang dimaksud transaksi keuangan mencurigakan atau suspicious transaction adalah transaksi yang menyimpang dari kebiasaan atau tidak wajar dan tidak selalu terkait dengan tindak pidana tertentu. Beberapa ciri transaksi mencurigakan adalah tidak memiliki tujuan ekonomis dan bisnis yang jelas, menggunakan uang tunai dalam jumlah yang relatif besar

dan/atau dilakukan secara berulang-ulang di luar kewajaran, dan di luar kebiasaan dan kewajaran aktivitas transaksi nasabah, ujarnya. Belum Terlihat Terobosannya Dasrul Djabar, Anggota Komisi III DPR Kinerja PPATK biasa-biasa saja. Tidak ada langkah spektakuler yang bisa dicatatkan sebagai keberhasilannya. Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR, Dasrul Djabar, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. Belum terlihat terobosannya, katanya. Bisa jadi, lanjutnya, gara-gara PPATK tidak bisa asal mempublikasikan temuantemuan aliran dana yang sifatnya ilegal. Alasannya, tidak menguntungkan pihak perbankan. Ini terkait dengan kepercayaan akan perbankan itu, katanya. Yang benar, kata dia, PPATK melaporkan aliran dana yang terindikasi ilegal itu kepada aparat penegak hukum. Nah aparat hukum yang menindaklanjuti temuantemuan itu, ujarnya. Sebagai contoh kasus aliran dana pemilihan deputi BI yang di duga mengalir ke beberapa anggota DPR, tambahnya. Diharapkannya, PPATK hendaknya konsisten dengan tugas dan fungsinya yaitu mengendus dana-dana yang diduga ilegal. Selain itu, lanjutnya, PPATK harus mendorong perbankan yang ada di Indonesia untuk melaporkan transaksi-transaksi yang dicurigai ilegal dan berpotensi membuat kerugian negara. Hendaknya Tidak Ikut Berpolitik Ichsanuddin Noorsy, Pengamat Ekonomi PPATK sudah bekerja sesuai diamanatkan peraturan. Memang kurang terlihat gregetnya. Sebab, lembaga ini kesannya hanya yang disuruh-suruh. PPATK hendaknya tidak ikut berpolitik. Seharusnya mereka bekerja secara profesional, termasuk soal kasus aliran dana Bank Century terkait dana talangan Rp 6,7 triliun, ujar pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. Dikatakan, seharusnya PPATK memaparkan aliran dana itu, sehingga rakyat mengetahuinya. Tapi kenapa mereka diam.

Sepertinya PPATK tidak beritikad baik dalam menuntaskan kasus itu. Saya lihat PPATK hanya main politik saja, tambahnya. Kok Jadi Penakut Arif Nur Alam, Pengamat Transaksi Keuangan PPATK dinilai tidak serius dalam menangani kasus Bank Century. Sebab, hasil penelurusan mereka soal aliran dana kasus talangan sebesar Rp 6,7 triliun itu tidak membukanya kepada publik Kok jadi penakut, kenapa aliran dana Century diumpetin sih, ini ada apa, ujar pengamat transaksi keuangan, Arif Nur Alam, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. Menurutnya, kondisi ini berbeda saat PPATK membongkar aliran transaksi keuangan kesejumlah anggota DPR dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur BI. Dalam penanganan Bank Century mereka sekarang terkesan sangat tertutup. Seharusnya dengan kasus yang abnormal ini, PPATK dapat melakukan terobosan, ujarnya. Sekarang mereka malah terkesan setengah hati dalam penanganan aliran dana Bank Century. Dalam kasus BI mereka unggul, namun dalam kasus Century stagnan, tambahnya. Namun begitu, lanjutnya, di luar kasus Bank Cenduty, PPATK sudah banyak melakukan keberhasilan. Misalnya dengan melakukan kerjasama dengan KPK untuk membongkar kasus korupsi, penertiban rekening liar dan pada pemilu kemarin mereka berhasil melakukan pengawasan dana kampanye Pilpres dan Pileg. Namun temuan PPATK tidak ditindaklanjuti secara maksimal oleh Bawaslu, tandasnya. Yakin Dibeberkan Ke KPK Deh... Boyamin Saiman, Pengamat Hukum Kinerja PPATK sudah lumayan bagus dalam melakukan pengawasan transaksi keuangan yang mencurigakan, sehingga bisa membongkar kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR. Hal ini dikatakan pengamat hukum, Boyamin Saiman, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin. Menurut Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu, dalam kasus Agus Condro terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur BI Miranda Goeltom, PPATK berhasil menemukan adanya 400 travel chek ke anggota DPR.

Banyaknya kasus korupsi yang dibongkar KPK juga tidak terlepas dari peran PPATK, katanya. Terkait dengan kasus Bank Century, kata Boyamin, PPATK memang dibatasi Undang-undang. Sebab dalam Undang-undang pencucian uang, PPATK hanya boleh memberikan pelaporan transaksi keuangan ke polisi, jaksa dan KPK. Namun, saya yakin dibeberkan ke KPK deh soal transaksi keuangan Bank Century itu kalau diminta. Kita lihat saja nanti, tandasnya. RM Century Gate Mencari Pembenar Bailout

Oleh: Hendri Saparini Tuntutan pengungkapan kasus Bank Century telah diawali oleh anggota DPR RI periode 20042009. Penelusuran kasus ini dilanjutkan dengan permintaan DPR dan KPK kepada BPK untuk mengaudit pengucuran dana talangan kepada Bank Century selama periode 20082009. Akhirnya, berdasarkan laporan sementara BPK, anggota Dewan bersepakat memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar memeriksa keputusan pengucuran dana kepada Bank Century karena diindikasikan terjadi pelampauan kewenangan oleh para pengambil kebijakan. Pengungkapan kasus Bank Century akhirnya mendapatkan dukungan luas dari publik seiring munculnya kasus BibitChandra. Publik mulai paham kaitan kasus Bibit-Chandra dengan Bank Century serta pentingnya hak angket yang diajukan DPR. Apalagi setelah beredarnya laporan final hasil investigasi BPK yang secara detail membeberkan fakta-fakta adanya pelampauan kewewenangan pejabat publik dalam pengucuran dana kepada Bank Century, gelombang dukungan publik sudah

tidak t