KONSTRUKSI KOGNITIF “SIKAP” DALAM PROSES...

23
Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015 Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 963 KONSTRUKSI KOGNITIF “SIKAP” DALAM PROSES PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN Sulastri Vieronica Varbi Sununianti Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Jurusan Sosiologi, FISIP, Universitas Sriwijaya Email : [email protected] Email :[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana proses pembelajaran kewirausahaan pada level pendidikan tinggi, sebagai driver utama antara lain konstruk (1) inspiratif meliputi, (a) perspektif terhadap kewirausahaan (b) orientasi tujuan (c) etika bisnis (d) motivasi dan (e) berpikir stratejik (2) metaphora kewirausahaan yang meliputi; a)inovasi, (b) kreatif, (c) proaktif dan (d) risk taking.(2) Penelitian dilakukan terhadap beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta dengan sampel sebanyak 304 mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh mahasiswa mendapatkan materi yang sama sebagai materi ajar pada beberapa perguruan tinggi. Pemberian materi kuliah umumnya sangat berkaitan dengan kesiapan tenaga pengajar. Untuk konstruksi dimensi inspiratif, hanya 60% mahasiswa yang mendapatkan materi belajar ini dengan rincian etika bisnis (65,79 persen), persepektif kewirausahaan(62,5 persen), motivasi (62,17 persen), berpikir stratejik dan orientasi tujuan masing-masing 57,57 persen dan 52,53 persen). Sedangkan pada aspek kewirausahaan yaitu materi yang meliputi kreativitas (64,14 persen), keinovasian (61,84 persen), proaktif (60,20 persen) dan terendah adalah materi risk taking (49,01 persen), yang diajarkan dalam proses pembelajaran. Sementara hasil penelitian juga menunjukkan sebahagian besar metode pembelajaran dilakukan dengan cara tutorial dan penugasan, walaupun hasil penelitian menunjukkan terdapat metode belajar seperti simulasi, dan pemecahan masalah untuk beberapa materi. Dalam hubungannya dengan proses konstruksi kognitif yang dapat dilakukan melalui conceptual knowledge, factual knowledge dan procedural knowledge. Berdasarkan pengelompokkan sasaran belajar, menunjukkan orientasi belajar ke arah conceptual knowledge sekitar 60,39 persen, factual knowledge sekitar 11,20 persen dan procedural knowledge sebesar 27, 58 persen. Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan pembelajaran entrepreneurship, yang berorientasi pada power based sebesar 62,76 persen persen. Sedangkan jika dikalsifikasikan metode belajar dengan cara personal dynamic based dan business based dengan persentase masing- masing 25,87 persen dan 10,53 persen. Dari temuan ini menunjukkan bahwa perlu pengembangan kesiapan tenaga pengajar untuk dapat memberikan materi belajar kewirausahaan sesuai dengan capaian pembelajaran yang ingin dicapai serta pengembangan metode belajar yang berorientasi pada dinamika personal based dan business based. Kata Kunci : metaphora kewirausahaan,konstruksi kognitif, metode belajar. I. PENDAHULUAN Entrepreneurship memiliki peran yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Berbagai negara telah menunjukkan adanya hubungan positif antara entrepreneuship dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (Nazir, & Ramzan 2012; Dabkowski, A. 2011; Haffer 2011;Hussain, M. F., Sultan, J., & Ilyas, S. (2011)Bunten, D. 2010;Matejovsky, L. 2010; Chang, E.P.C 2007; Audretsch and

Transcript of KONSTRUKSI KOGNITIF “SIKAP” DALAM PROSES...

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 963

KONSTRUKSI KOGNITIF “SIKAP”DALAM PROSES PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN

Sulastri VieronicaVarbi Sununianti

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Jurusan Sosiologi, FISIP,Universitas Sriwijaya

Email : [email protected] :[email protected]

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi bagaimana proses pembelajaran

kewirausahaan pada level pendidikan tinggi, sebagai driver utama antara lain konstruk(1) inspiratif meliputi, (a) perspektif terhadap kewirausahaan (b) orientasi tujuan (c)etika bisnis (d) motivasi dan (e) berpikir stratejik (2) metaphora kewirausahaan yangmeliputi; a)inovasi, (b) kreatif, (c) proaktif dan (d) risk taking.(2) Penelitian dilakukanterhadap beberapa perguruan tinggi negeri dan swasta dengan sampel sebanyak 304mahasiswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak seluruh mahasiswa mendapatkanmateri yang sama sebagai materi ajar pada beberapa perguruan tinggi. Pemberianmateri kuliah umumnya sangat berkaitan dengan kesiapan tenaga pengajar. Untukkonstruksi dimensi inspiratif, hanya 60% mahasiswa yang mendapatkan materi belajarini dengan rincian etika bisnis (65,79 persen), persepektif kewirausahaan(62,5 persen),motivasi (62,17 persen), berpikir stratejik dan orientasi tujuan masing-masing 57,57persen dan 52,53 persen). Sedangkan pada aspek kewirausahaan yaitu materi yangmeliputi kreativitas (64,14 persen), keinovasian (61,84 persen), proaktif (60,20 persen)dan terendah adalah materi risk taking (49,01 persen), yang diajarkan dalam prosespembelajaran. Sementara hasil penelitian juga menunjukkan sebahagian besar metodepembelajaran dilakukan dengan cara tutorial dan penugasan, walaupun hasil penelitianmenunjukkan terdapat metode belajar seperti simulasi, dan pemecahan masalah untukbeberapa materi. Dalam hubungannya dengan proses konstruksi kognitif yang dapatdilakukan melalui conceptual knowledge, factual knowledge dan proceduralknowledge. Berdasarkan pengelompokkan sasaran belajar, menunjukkan orientasibelajar ke arah conceptual knowledge sekitar 60,39 persen, factual knowledge sekitar11,20 persen dan procedural knowledge sebesar 27, 58 persen. Selanjutnya hasilpenelitian menunjukkan pembelajaran entrepreneurship, yang berorientasi pada powerbased sebesar 62,76 persen persen. Sedangkan jika dikalsifikasikan metode belajardengan cara personal dynamic based dan business based dengan persentase masing-masing 25,87 persen dan 10,53 persen. Dari temuan ini menunjukkan bahwa perlupengembangan kesiapan tenaga pengajar untuk dapat memberikan materi belajarkewirausahaan sesuai dengan capaian pembelajaran yang ingin dicapai sertapengembangan metode belajar yang berorientasi pada dinamika personal based danbusiness based.

Kata Kunci : metaphora kewirausahaan,konstruksi kognitif, metode belajar.

I. PENDAHULUANEntrepreneurship memiliki peran yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan danpembangunan ekonomi. Berbagai negara telah menunjukkan adanya hubungan positifantara entrepreneuship dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi (Nazir, &Ramzan 2012; Dabkowski, A. 2011; Haffer 2011;Hussain, M. F., Sultan, J., & Ilyas, S.(2011)Bunten, D. 2010;Matejovsky, L. 2010; Chang, E.P.C 2007; Audretsch and

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 964

Keilbach 2004;Bahkan non profit entrpreneurship dan social entrpreneurship jugadapat berdampak pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi (Frank, P. M. (2005),Ngonini, X. (2014), dan juga dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi di pedesaan (DeSousa-Brown, S.,Costa Batista. (2008). Namun hal yang berbeda sebagaimanaditunjukkan oleh Hessels, J., & van Stel, A. (2011), menemukan bahwa aktivitasentrepreneurial berpengaruh positif terhadap early stage entrepreneurship yangberorientasi ekspor dalam negara yang berpendapatan tinggi akan tetapi tidak terdapattambahan dampak bagi negara yang berpendapatan rendah. Hal ini sejalan denganapa yang dikatakan Wenneker. Sanders; and Thurik Roy (1999)The East AsianMiraccle, Indonesia yang mendapat julukan sebagai HPAE’s (High Performing AsianEconomics) yaitu dengan pertumbuhan rata-rata 5,5% pertahun, ternyata tidaksebanding dengan pertumbuhan jumlah wirausaha baru. Global Enterpereneur Monitormencatat bahwa negara Indonesia berada pada level ke 46 dengan indeks 0,26 angkaini lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara regional di kawasan Asean,dengan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.Tambunan, T. (2007) menunjukkanbahwa tingkat entrepreneurship di Indonesia masih rendah, masih berbasis padasektor pertanian dan keterlibatan gender yang rendah, Acs, Zoltan J. (2012) telahmenunjukkan bahwa entrepreneurship merupakan konsep multidimensi yangdirefleksikan pada index GEDI dengan beberapa indikator lain attitude, activity andaspiration index. Wenneker. Sanders; and Thurik Roy (1999)juga menjelaskan tentanghubungan entrpereneurship dengan pertumbuhan ekonomi, bahwa entrepreneurshipmerupakan variabel endogen dimana inovasi dan kompetisi sebagai variabelintermediasi untuk menningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Pendidikan merupakan variabel intermediasi yang menjelaskan hubunganantara entrepreneurship dengan pertumbuhan ekonomi, sebagaimana dinyatakan olehBahmani, S.,(2012) bahwa entrepreneurship tidak berdampak langsung padapertumbuhan ekonomi akan tetapi melalui pendidikan.Pendapat yang sama denganFlorea, R., & Florea, R. (2013), yang menjelaskan bahwa program-program pendidikandan pelatihan entrepreneurship memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi.Demikian juga dengen penelitian Chimucheka, T. (2014)di Afrika menunjukkanterdapat hubungan entrepreneurship dengan pendidikan untuk meningkatkan ofSMMEs in South Africa. Hampir semua negara telah menempatkan pendidikan danpelatihan entrepreneurship sebagai variabel penting yang dapat meningkatkanpembangunan sosial dan ekonomi negara dan telah memasukkan kedalam kurikulumpendidikan tinggi (Oguntimehin, Y. A., P., & Nwosu, J. C. (2014), Lourenço, F., Taylor,T. G., & Taylor, D. W. (2013), Dugassa, T. G. (2012), Fan, Y., Zhang, X., & Qiu, Y.(2013). Impelementasi kurikulum dalam pendidikan tinggi juga sangat beragam danbeberapa permasalahn juga terjadi, masalah utama adalah ketidak siapan pengajaruntuk mengimpelementasikan pendidikan entrepreneurship (Seikkula-Leino, J.(2008),Chi-Kim, C. (2008), beberapa peneliti juga menjelaskan bahwa kesulitan adalahbagaimana menghubungkan antara sikap dan pengembangan ketrampilan dalamkurikulum kewirausahaan pada level pendidikan tinggi, lebih jauh lagi jikadimplementasikan pada ilmu sosial, bagaimana ketrampilan entrepreneurshipdikonstruksi dalam kurikulum (Oluniyi, O., & Obembe, O. B. 2012). Disamping itudalam hal konteks, untuk membangun karakter menjadi inovatif, kreatif dan risk taker,serta dapat mengeksploitasi peluang pasar dibutuhkan strategi belajar dan inovasidalam kurikulum (Hedner, T. 2011), hal ini berdampak pada perlunya pengembanganmetode pengajaran dan evaluasi belajar terhadap konteks pendidikanentrepreneuership (Dugassa, T. G. (2012), sehingga model-model pembelajaran danpenilaiannya juga semakin dikembangkan misalnya melalui pembelajaran aktifproblem-based learning.

Konsep kewirausahaan merupakan sebuah metapora, beberapa penulismenjelaskan kewirausahaandengan keinginan seseorang untuk menciptakanwirausaha baru, diantaranya Alvarezt & Barney 2007; McMullen & Shpeherd 2006,

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 965

menunjukkan bahwa menciptakan usaha baru adalah proses entrepreneur mulai darimenginvestigasi peluang, menciptakan ide, melakukan investasi, mencari dukungandan legitimasi. Proses entrepreneur ini dapat diartikan sebagai hasil dari perilakukreativitas, dan risk taking. Sementara Cardow (2006) membedakan entrepreneursebagai “noun”;enterperenurship sebagai “verb” dan enterprenurial sebagai “adjective”,yang dikonstruksi dalam proses inovatif, kreatif, proaktif.Selanjutnya Cardow (2006)menyatakan bahwa entrepreneurship sebagai sebuah metapora yang sangattergantung pada “sense of meaning”konstruksi kognitif di lingkungan akademik. Hal inididukung oleh penelitian empirik Koning &Dodd (2008) membuktikan adanya “social-meaning of entrepreneurship” yang berbeda diantara berbagai budaya.

Dalam tulisan Krathwohl (2002) menyatakan bahwa Taksonomi Bloom yangdisusun oleh Benyamin S.Bloom pada tahun 1965yang merupakan proses intelektual,dan keterampilan berpikir, telah dikembangkan menjadi menjadi dimensi kognitif yangmemuatFactual knowledge, Conceptual Knowledge, Procedural Knowledge,Metacognitive Knowledge. Sehingga model Taxonomy Bloom yang direvisimerupakanmodel proses konstruksi kognitif yang meliputi aspekC1RememberC2 Understand, C3Interpreting, C4 Analyze, C5. Evaluate, C6 Create. Leach, E. (2007) menunjukkanbahwa taksonomi Bloom dapat digunakan untuk mengembangkan pedoman untukpengajaran, pembelajaran dan penilaiain ketrampilan entrepreneurial. Namun dimensimetapora kewirausahaan yang dijelaskan dalam konstruksi kognitif dengan metodeBloom belum dinyatakan secara holistik, yaitu bagaimana konsep inovasi, kreatif,proaktif dan risk takingmemunculkan peluang idea yang dapat diaplikasikan.

Penelitian lain telah dilakukan untuk menjelaskan model pembelajaran dalamproses konstruksi kognitif entrepreneurial, misalnya Witkin. H.A., Moore, C.A., Oltman,P.K., Gooddenough, D.R, Friedman, F., Owen, D.R. et al (1977), menunjukkankebanyakan sekolah tidak memiliki kualifikasi yang cukup untuk menyesuaikankonsistensi kurikulum dengan learning outcomeyang ingin dicapai. Dibutuhkaninstruktur kewirausahaan yang menarik dalam praktek pengajaran karena perannyacukup penting dalam menghasilkan wirausaha dan pertumbuhan ekonomi.Sementarasebelumnya, Parris, J. B. (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikandalam dua model pembelajaran antara (1) guru yang memberi murid-muridnya denganpelatihan yang lebih realistik untuk karir masa depan dengan memberikan ketrampilanyang dibutuhkan untuk kesempatan kerja, dengan (2) pembelajaran kolaborasi modelpendampingan kerja dengan asosiasi bisnis untuk praktek bersama yang disebutdengan learning collaborative project.Sejalan dengan Albornoz, C. A. (2011),menyatakan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan tinggi sudah dikembangkan20 tahun terakhir, sebagaimana dikutip dari Green, 2008. Untuk mengembangkanketrampilan entrepreneurial diantara murid, keskolaran memiliki pendekatan yangberbeda, namun belum jelas hubungan antara pendidikan kewirausahaan, learningoutcome dan penciptaan bisnis. Sementara St-jean, E., & Audet, J. (2012),menjelaskan bahwa learning outcome dapat dikelompokkan menjadi tiga kategoriumum yaitu kognitif, ketrampilan dan afektif. Penelitiannya menyimpulkan bahwa 62persen merupakan pembelajaran kognitif dan 35,9 persen merupakan pembelajaranafektif, sedangkan ketrampilan pada posisi marginal. Metode pembelajaran dilakukandengan mentoring, manfaat yang diperoleh dari model pembelajaran mentoring adalahmeningkatkan pengetahuan dan ketrampilan manajemen, memperbaiki visi bisnis danmengidentifikasi peluang-peluang baru.

Selain learning outcome yang masih belum jelas terhadap konsistensinyadalam proses pembelajaran kewirausahaan, terdapat beberapa peneliti memfokuskanpenelitian terhadap instruktur atau tenaga pengajar.Siok, S. T., & Ng, C. K. F. (2006),masih menemukan masalah untuk menstimulasi situasi entrepreneurial dalamlingkungan kelas yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatanapresiasi dan kapasitas kewirausahaan murid. Problem Based Learning merupakanmetode pembelajaran aktif dengan pendekatan multi solution approach yang

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 966

memberikan kontribusi dalam interdisiplin dan pendekatan learning by doing sebagaipendekatan pendidikan entreprenurship. Disamping itu, Collins, L. A., Smith, A. J., &Hannon, P. D. (2006) juga menyampaikan bahwa program “synergistic learningapproach and participatory methods” adalah sebagai model untuk mengajarkankapasitas kewirausahaan yang diantarkan dengan model androgi.

Metode-metode belajarpun cukup beragam misalnya Leach, E. (2007)., dalamstudinya merancang bagaimana untuk memahami dari sisi persepektif instruktur dantindakannya yang dihubungkan dengan pembelajaran. Hasil temuannya mendukungkonten pembelajaran konsisten diatara pelaku dalam tujuan belajar yang berbeda,diidentifikasikan beberapa instruktur memberi inspirasi dan mengembangkanketrampilan umum mahasiswa dalam bentuk bisnis ril. Huebscher, J., & Lendner, C.(2010) menyatakan dalam pendidikan kewirausahaan tidak hanya berisi kontenpengetahuan tetapi juga pengujian terhadap pembelajaran spesifikyang dapat dicapaimelalui permainan simulasi sebagai metode belajar konstruktif. Hasilnya menunjukkanbahwa simulasi seminar menghasilkan efek professional partisipan khususnya dalampendidikan kewirausahaan.Rushworth, S. (2013), menyatakan bahwa murid-muridlebih resisten dengan teori-teori di kelas dan menerimanya sebagai sesuatu yang tidakrelevan. Oleh karena itu perlu dilakukan kombinasi antara teori dan aktivitas, dimanateori dapat dijelaskan dengan mendemontrasikan melalui aktivitas berbasis masalahdan teori digunakan untuk memecahkan masalah atau dapat dilakukan denganpendekatan The Team Based Learning.

Isu-isu terhadap konten materi juga mendapat perhatian dari pembelajarankewirausahaan antara lainCorbett, A. C. (2002), dalam tulisan disertasinya mengekplorsatu hal yang merupakan isu fundamental dalam penelitian kewirausahaan adalahtidak hanya melihat bagaiamana memunculkan produk/jasa yang belum ada, akantetapi lebih kepada sasaran utama yaitu menguji hubungan antara model pembelajaranindividual, gaya kognitif, human capital dan kemampuan untuk menghasilkan danmengembangkan peluang bisnis baru dalam lingkungan teknologi tinggi. Hasilpenelitiannya memberi kontribusi terhadap bagaimana keterkaitan antara pendidikanpsychologis-modelbelajar-dan pengakuan yang diperoleh dari proses informasi untukmenghasilkan peluang berdasarkan kemampuan dalam teknologi tinggi dilingkungannya. Kirby, D. A. (2004), juga menekankan keseimbangan kewirausahaantidak hanya menciptakan bisnis baru, atau manajemen bisnis usaha kecil, akan tetapijuga bagaiamana menciptakan kretativitas dan perubahannya. Dalam kontekspendidikan dibutuhkan perubahan proses pembelajaran yang mampumengembangkan otak kanan sebagai kapabiltas entrepreneurial dan otak kiri untukmengembangkan keterampilan analisis. Pengembangan otak kanan dibutuhkan untukmenstimulasi imajinasi entrpreneurial.Segal, G., Schoenfeld, J., & Borgia, D. (2007),mengutip dari Social Cognitive Career Theory (SCCT: Lent, Brown & Hackett, 1994,1996) yang mengusulkan bahwa ketertarikan karir, tujuan dan pilihan-pilihan yangdihubungkan dengan nilai-nilai kepercayaan self-efficacy dan ekpektasi terhadapoutcome akan meningkatkan entrperenurial carrier.Ehiobuche, C., Tu, H., & Justus, B.(2012) menggunakan model pembelajaran dialog sebagai alat untuk pengajaran,pembelajaran, dan pengembangan bisnis dan kompetensi kepemimpinan. Suranto, &Rahmawati. (2013) Hasil analisis konfirmatori menunjukkan setiap variabel laten dapatdibentuk sebagai manifestasi mental self-reliance, dan dapat ditingkatkan melaluimodel mentoring oleh incubator untuk meningkatkan kemandirian entrepreneurial.

Dalam pembelajaran kewirausahaan dengan dimensi methaporanyaberimplikasi pada proses metakognitif. Hal ini sebagai argumentasi perlunya penelitianempirik untuk mengetahui bagaimana proses konstruksi kognitif dalam pembelajaranenterprenurship padalevel pendidikan tinggi. Entrepreneurship sebagai ilmu palingtidak mencirikan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dikosntruksi dalam prosespembelajaran melalui metode belajar yang relevan. Penelitian ini menempatkanbagaimana konstruksi methapora entrepreneurship (sebagai variabel laten) dengan

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 967

meta kognitif yang meliputi aspek-aspek kreativitas, inovasi, proaktif, kemandirian, risktaking serta berbagai ketrampilan manajerial dikonstruksi dalam proses pembelajaranpada level perguruan tinggi.Pemerintah Indonesia juga mengembangkan gerakankewirausahaan nasional melalui berbagai program kementerian khususnya pada duniapendidikan tinggi.

II. STUDI PUSTAKA2.1. Metaphora kewirausahaanMetaphora adalah cara berpikir sebuah gambaran yang dipotret oleh pikiran dapatsebagai pedoman sebuah tindakan untuk menyempurnakannya, Methapora dapatdipahami sebagai cara untuk mengekspresikan atau mengkonsepsualisasikan sesuatuyang abstrak, yang tidak terlihat, namun dapat dibuat sebagai sebuah ide yang lebihtransparan dan mudah dipahami. Sebuah methapora dalam eskpresi belajar biasanyadilakukan dalam bentuk gambar, atau analogi. Chen, David (2003) mengkalsifikasikansistem methapora untuk pengajaran dalam tulisannya “A Classification System ForMetaphorsAbout Teaching. Antara lain Art-Orietnted Metaphors, Business-OrientedMethapors, Science-Oriented Methapors, Power Oriented Methapors dan PersonalDynamicsyang diaplikasikan dalam proses belajar.

Lumpkin & Dess (1996) menginterpretasikan methapora entrepreneurship:autonomy, inovativness, creative, agresivness, and risk taking sebagai entrepreneurialorientation dan hubungannya dengan kinerja dengan variabel moderating.

Namun istilah “entrepreneurial” dengan elemen inovasi, kreativitas, proaktifdan risk/uncertainty(Lumpkin and Dess 1996, Wiklund 1999, Wiklund and Shepherd2005 masih merupakan suatu konstruk konsepsi “individual freedom” yangmemerlukan suatu methaporsis sehingga memberi kontribusi dalam “body of empiricalresearch”. Analisis metaphor memberikan suatu metode untuk menguji bagaimanaindividu dan kelompok mempersepsikan relialitas dalam pemahaman mereka. Analisismetaphor semakin banyak digunakan sebagai cara untuk menghasilkan mengekstraksiatau menganalisis arti dari berbagai aspek dalam organisasi ( misalnya Pitt 1998;Garus & Kotha 1994). Metaphor dapat menghasilkan penajaman kedalam “bagamanamelakukan sesuatu” (Mccourt 1997) dan metaphora menciptakan realitas, dan sebagaipedoman untuk melakukan tindakan yang akan datang dan sebagai “reinforceexperiential coheren”, (Klagge 1997).Koning (2008), menyatakan metaphora sebagaibahasa kognitif.

Cardow (2006) juga menjelaskan bagaimana konsep entrepreneur sebagai“noun”; enterperenurship sebagai “verb” dan enterprenurial sebagai “adjective”, yangdikonstruksi dalam lingkugan akademik, sehingga mampu menjelaskan methaporikalinovatif, kreatif, proaktif, risk dan uncertainty dalam berbagai disiplin seperti ekonomi,sosilogi, psychology dan management

2.2. Gaya kognitifKognisi merupakan aktifitas berpikir, mengetahui, dan memproses informasi. Gayakognitif memungkinkan berbeda yang disebabkan dari proses yang berbeda. Gayakognitif berkenaan dengan bentuk dibandingkan dengan substansinya dari aktivitaskognitif yang berbeda diantara invidual dengan cara bagaimana merekamempersepsikan, berpikir, memecahkan masalah, dan menghubungkan denganlainnya (Witkin et al 1977) dan sebagai karakteristik individual,dengan pendekatanyang konsisiten untuk mengoraganisasikandan memproses pengalaman dan informasi(Tennant 1988), Hal ini berpengaruh luas untuk semua aktivitas yang berimplikasi padakognisi dan fungsi interpersonal. Beberapa gaya kognitif yang dikemukakan parapenulis di bawah ini.

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 968

Tabel : 2.1 Cognitive Style

Converger Diverger Guilford (1956)Dependence Independence Witkin et al 1962Reflective Impulsive Kagan 1965Serialist Holist Pask and Scot 1972Analyst Holist Ridding 1991Analitic Intuitive. Allinson and Hayes

(1996)Sumber : Witkin et.al 1977)

Metode pembelajaran entreprenurship bukan lebih terletak padaentrepreneurial contex akan tetapi bagaimana konteks pembelajaran dapatmendukung untuk menggambarkan informasi baru, yang melibatkan prosedur terhadapaksespengetahuan, bagaimana proses mengetahuinya, mengambilnya,mengembangkan informasi, dan menghubungkan dengan lingkkungan. SebagaimanaHiggins and Chris Elliot 2010, mengkritik beberapa pembelajaran sekolah bisnis yanglebih pada orientasi transfer pengetahuan, dibandingkan dengan bagaimanapengetahuan tersebut dikonstruksi. Entreprenurship cognitif merupakan proses sosialyang membantu bagaimana entrepreneur mengembagkan identitasnya melalui arahandari atura-aturan, norma, kondisi yang dibutuhkan untuk memediasi dan memfasilitasibeberapa tindakan karakteristik entrepreneurial, untuk proses kognitif dapat difasilitasidan dimediasi dengan experience learning. Pada intinya pembelajaranentrepreneurship adalah proses konstruksi sosial, bagaimana mengakumulasipengetahuan/informasi, memproses pengetahuan sehinggan menjadi intuitif danmenterjemahkannya kedalam visi untuk menghasilkan kreatifitas dan inovasi. MisalnyaWeinrauch (2005) melakukan kajian eksplatori pengggunaan methapor musik dapatdigunakan untuk meningkatkan pembelajaran yang diaplikasikan pada methaporbusiness dan marketing.

Sementara dalam model pembelajaran Direktorat Belmawa Dikti (2013),menunjukkan model pembelajaran antara lain Discovery Learning (DL), Seft DirectedLearning (SDL), Cooperative Learning (CL), Collaborative Learning (CbL), ContextualInstruction (CI), Project Base Learning (PBL),Role Play and simulation, Problem BaseLearning and Inquiry (PBL),metode belajar tersebut diharapkan dapat memberikontribusi terhadap pengembangan aspek mental/karakter yang berbeda sampai 10s/d 30 persen.

Sebagaimana dijelaskan di atas methapora kewirausahaan dicirikan dengankreativitas, inovasi, proaktif, agresif dan risk taking (Wenneker 1999, Cardow 2006).Metaphora tersebut jika dihubungkan dengan model pembelajaran, sangat tergantungpada asumsi bahwa mahasiswa adalah individu yang memiliki karakteristik unik.Disamping itu karakter dan kapabilitas dasar yang dimiliki sangat dipengaruhi olehfaktor-faktor intrinsik yang membedakan gaya kognitif dalam memahami, memandang,mempersepsikan informasi dan menghubungkannya dengan lingkungan untuk menjadisuatu tindakan. Oleh karena itu diperlukan konstruksi kognitif mulai dari menghasilkan(1) imajinasi, (2) membangun intuisi (3) berperilaku oportunistik dan stratejik. Keluarandari proses kognitif adalah menghasilkan prilaku cara-cara berpikir stratejik untukmendapatkan peluang yang pada gilirannya berorientasi pada outcome. Untuk inidiperlukan suatu methapora dalam proses pengajaran. Selanjutnya berdasarkanbeberapa literatur di atas dapat disentesiskan hubungan pembelajaran kewirausahaan,gaya kognitif, konstruksi kognitif dan metode belajar dapat ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 969

Tabel 2.2 Hubungan Entrepereneurship, Cognitive style dan Cognitive Construction

EntrepreneurshipMethapor

CognitiveStyle

CognitiveConstruction

Methapor Category Teaching

Autonomy Independence

ConceptualKnowledge,

FactualKnowledege,ProceduralKnowledge

Power basedPersonal dynamic based

Creative Reflective Art BasedBusiness BasedPersonal Dynamic Based

Inovativeness Serialist Art BasedBusiness BasedScience BasedPersonal Dynamic Based

Agresiveness Diverger Personal Dynamic BasedBusiness Based

Risk Taker Intuitives Business BasedScience BasedPersonal dynamic based

Adoption from Chen, 2003, Leach E (2007) and Witkin et.al 1977)

III. METODE PENELITIANPenelitian ini dilakukan terhadap beberapa universitas di Provinsi Sumatera SelatanIndonesia yang telah menyelenggarakan kurikulum kewirausahaan. Sumber dataadalah data primer dengan responden mahasiswa dan tenaga pengajar yangmemberikan informasi baik secara terbuka maupun tertutup berdasarkan pertanyaanyang diajukan dalam kuesioner. Sampel adalah mahasiswa yang telah mengambilmata kuliah kewirausahaan sesuai dengan kartu rencana studi mereka dan dipilihsecara acak. Sedangkan sampel tenaga pengajar adalah tenaga pengajar yang pernahterlibat dalam mengajar mata kuliah kewirausahaan dan dipilih secara purposif. Jumlahsampel sebanyak 304 orang. Cara pengumpulan data menggunakan instrumenkuesioner tertutup dan terbuka dengan variabel utama yang berhubungan dengankonten materi kewirausahaan dengan metode belajarnya. Teknik analisis datadilakukan secara deskriptif.

IV. HASIL& PEMBAHASANHampir sebahagian besar program studi menyelenggarakan kurikulumkewirausahaan,telah menyusun Silabus dan SAP dan mencantumkanstandarkompetensi dan kompetensi dasar mata kuliah kewirausahaan dengan learningoutcome yang relatif sama.

4.1 Learning OutcomeSecara umum pernyataan yang terdokumentasi pada capaian belajar tercantum padatujuan matakuliah dokumen Silabus dan SAP, yang dapat dikelompokkan antaralain:agar mahasiswa(1) berpikir kritis, kreatif, berwawasan luas dan memiliki etos kerja;memiliki semangat berwirausaha dan berjiwa bisnis; (2) memiliki kesadaran akanpentingnya ilmu pengetahuan untuk memulai dan mengembangkan bisnis; (3) memilikikesadaran untuk berubah dari budaya mencari lapangan kerja menjadi budayamenciptakan lapangan kerja; (4) memiliki kesadaran untuk melakukan perubahandengan melahirkan kemampuan dan memiliki cita-cita yang tinggi. Melaluipembelajaran kewirausahaan diharapkan mahasiswa memiliki minat dan kemampuanmenjadi wirausahawan; termotivasi untuk mendirikan usaha; memahami teknik untukmendirikan usaha dan cara membaca peluang usaha dan menjalankan usaha secaraprofessional; merancang rencana wirausaha ke depan mulai sekarang. Kompetensi

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 970

dasar yang diharapkan dari pembelajaran ini adalah menjadi ilmuwan dan professionalyang berpikir kreatif, inovatif, sistemik dan ilmiah serta menjadi wirausaha yangberbasis ilmu pengetahuan dengan modal bisnis.

4.2 Konstruksi kognitif metaphora kewirausahaanKonten materi yang dibahas dalam tulisan ini yang berhubungan dengan konstruksikognitif tentang metaphora kewirausahaan yang dikelompokkan menjadi (1) inspiratifmerupakan konten materi untuk menginsipirasi mahasiswa dengan tujuan merubahpola pikir dari orientasi mencari lapangan kerja menjadi pencipta kerja. Pada pokokbahasan terdiri dari sub bahasan antara lain (a)Perspektif terhadap Kewirausahaan (b)Orientasi Tujuan (c) Etika Bisnis (d) Motivasi dan (e) Berpikir stratejik.(2) kelompokmetaphora “enterprneurship” sebagaimana dicirikan olehCardow (2006) et all yangterdiri dari sub pokok bahasan (a)inovasi, (b) kreatif, (c) proaktif dan (d) risktaking.Berikut ini penjelasan terhadap hasil penelitian yang diperoleh dari 304 sampelmahasiswa dari beberapa universitas di Sumatera Selatan, yang dipresentasikandengan Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Materi yang didapatkanmahasiswa pada beberapa program studipendidikan tinggi

Konten Materi Mendapatkan PersentaseTidak

mendapatkan Persentase JumlahKelompok I(Inspirasi) (%) (%)PerspektifKewirausahaan 190 62.50 114 37.5 304Orientasi Tujuan 160 52.63 144 47.37 304Etika Bisnis 200 65.79 104 34.21 304Motivasi 189 62.17 115 37.83 304Berpikir stratejik 175 57.57 129 42.43 304Kelompok II(metaphorakewirausahaan)Keinovasian 188 61.84 116 38.16 304Kreativitas 195 64.14 109 35.86 304Proaktif 183 60.20 121 39.80 304Risk taking 149 49.01 155 50.99 304

Sumber : Data Primer

4.3 InspiratifTabel 4.1 menunjukkan dari sejumlah mahasiswa yang mengikuti mata kuliahkewirausahaan terdapat keragaman konten materi belajar.Untuk konten materi yangberkaitan dengan aspek inspirasi,materi yang paling banyak diajarkan adalah tentangetika bisnis (65,79 persen), persepektif kewirausahaan(62,5 persen), motivasi (62,17persen), berpikir stratejik dan orientasi tujuan masing-masing 57,57 persen dan 52,53persen), rata-rata mahasiswa yang mendapatkan materi tentang aspekinspirasi sekitar60 persen.Sebaliknya sekitar 40% mahasiswa menyatakan belum mendapatkan matakuliah yang berkenaan dengan konstruk insipirasi.

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 971

Gambar : 1. Persentase mahasiswa yang mendapatkan materi pada kelompokkonstruk Inspirasi

Aspek inspirasi adalah konten belajar yang berhubungan dengan proses ntukmengkonstuksi cara-cara berpikir mahasiswa agar termotivasi dari orientasi mencarilapangan kerja menjadi pencipta kerja. Beberapa sub pokok bahasan pada kelompokini antara lain persepektif kewirausahaan, orientasi terhadap tujuan, etika bisnis,motivasi dan berpikir stratejik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa metode yangdigunakan untuk membahas sub pokok bahasan ini didominasi dengan metode belajartutorial dan penugasan. Sasaran belajar ini adalah selain untuk memberi pengetahuansecara konseptual yang paling mendasar adalah untuk membangun rasa empathimahasiswa agar tergugah untuk mau berkontribusi pada orang lain melalui hasilkaryanya. Membangun rasa empathi adalah termasuk pengembangan sikap yangdalam pembelajaran disebut dengan afektif, namun beberapa peneliti menyatakankesulitan dalam pembelajaran adalah menghubungkan antara sikap danpengembangan skill dalam kurikulum entrepreneurship pada level pendidikan tinggiuntuk dikonstruksi dalam kurikulum entrepreneurship (Oluniyi, O., & Obembe, O. B.2012), terutama jika dihadapkan pada ketidak siapan tenaga pengajar sebagaimanadikatakan oleh Seikkula-Leino, J. (2008), Chi-Kim, C. (2008), masalah utamapembelajarn kewirausahaan adalah ketidak siapan tenaga pengajar. Secarapsichologis beberapa studi telah menunjukkan model-model konstruksi kognitif, afektifdan hubungannya dengan empathi (Zethren, K. E. (2002) Favorite, T. K. (2006)diantaranya menemukan bahwa komponen afektif dan kognitif terhadap perilaku danpernyataan empathi berkorelasi posistif dengan refleksi formal dan dialek sistemik.Gerdes, K. E., Segal, E. A., Jackson, K. F., & Mullins, J. L. (2011) juga menjelaskanbahwa konstruk empathi juga merupakan konstruk yang dapat diajarkan secarainterdisipliner dengan framework social theory dan metode belajar yang dapatmembangun rasa empathi misalnya dengan cara berbagi pengalaman, menimbulkanide-ide, berlatih secara dinamik dengan menjelaskan apa yang dapatkan daripengalaman belajar. Dalam konteks indeks entrepreneur (GEDI, Zoltan 2012) proseskontruksi kognitif terhadap empathi, dapat dianalogikan untuk merefleksikan indikatorsikap pada indeks GEDI tersebut.

0

20

40

60

80

PerspektifKewirausahaan

Orientasi Tujuan

Etika BisnisMotivasi

Berpikir stratejik

Persentase yang mendapatkan Persentase Tidak Mendapatkan

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 972

4.4 Metapora kewirausahaanInovatifPada aspek kewirausahaan yaitu materi yang meliputi kreativitas (64,14 persen),keinovasian (61,84 persen), proaktif (60,20 persen) dan terendah adalah materi risktaking (49,01 persen).

Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan kewirausahaan denganpertumbuhan dan pembangunan ekonomi (Nazir & Ramzan 2012; et all) dan Zoltan(2012) merefleksikannya dalam Index GEDI dengan indikator attitude, activity andaspiration index. Indeks aspirasi menunjukkan kemampuan untuk menghasilkanproduk dan teknologi baru yng berinteraksi dengan inovasi, strategi bisnis, globalisasisebagai variabel endogen (Wenneker. Sanders; and Thurik Roy 1999) untukmenghasilkan pertumbuhan yang ekonomi tinggi. Lumpkin & Dess (1996)menginterpretasikan methapora entrepreneurship: dengan variabel laten autonomy,inovativness, creative, agresivness, and risk taking sebagai entrepreneurial orientationSementara Cardow (2006) membedakan entrepreneur sebagai “noun”;enterperenurship sebagai “verb” dan enterprenurial sebagai “adjective”, yangdikonstruksi dalam proses inovatif, kreatif, proaktif. Teori yang paling popular untukmenjelaskan konstruk inovasi secara kognitif adalah model “Kirton” yang diperkenalkantahun 1976, sebagaimana ditulis oleh Stum, Jake (2009). “Kirton’s adaptive-innovativetheory”telah dikembangkan untuk menjelaskan kecenderungan kognitif dengan gayapemecahan masalah. KAI teori membantu untuk menjelaskan perbedaan kreativitasdan memahami bagaimana untuk menimbulkan kohesi dan kolaborasi diantaraanggota tim. Kirton- adaption-innovation theory, pertama kali diperkenalkan dan telahdikembangkan untuk menentukan gaya kognitifdan selanjutnya digunakan dalamberbagai penelitian empirik yang menjelaskan hubungan cognitive style dengankreativitas dan inovasi serta kolaborasi network terhadap kecenderungan pemecahanmasalah (Pettigrew, A. C. (1988), Odenwald, K. (2010), Murphy, L. P. (2013), Mudd, S.(1996) sebagaimana juga dinyatakan oleh Jablokow and Booth mendefiniskankesenjangan kognitif sebagai (a) perbedaan diantara kesulitan terhadappermasalahan spesifik dan kemampuan kognitif untuk memecahakan masalah danmencari solusi dengan gaya kognitif masing-masing pemecah masalah (b) perbedaandiantara gaya kognitif terhadap pemcah masalah (Jablokow & Booth, 2006).Sebagaimana Kirton (1977) menjelaskan bahwa setiap orang memiliki kapabilitasuntuk memecahkan masalahnya sendiri, untuk menjelaskan kecenderungan ini makadiperlukan kolaborasi team work dan leader yang mampu menjembatani cognitivegap,

0

20

40

60

80Keinovasian

Kreativitas

Proaktif

Risk taking

Persentase yang mendapatkan Persentase Tidak Mendapatkan

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 973

karena adanya perbedaan cognitive ability untuk memecahkan masalah. Model-modelpembelajaran untuk konstruksi kognitif inovasi dapat dilakukan dengan metodeproblem solving based learning, atau simulasi. Namun pengembangan metodeproblem solving sebagai model kognitif entrepreneurship perlu mempertimbangkanperilaku komunikasi untuk meningkatkan adaptasi sebagai upaya pemecahan masalah(Kim, J. (2006)

ProaktifProaktif merupakan salah satu variabel laten dari konstruk entrepreneurship (Lumpkin& Dess 1996) Cardow (2006) dan proaktif merupakan karakter perilaku manusia(Salaz, J. C. (2012) yang disebut dengan kepribadian proaktif (Prieto, L. C. (2010),Prieto, L. C. (2011). Bateman dan Crant (1993) telah merumuskan konstrukkepribadian proaktif dan menemukan setiap orang memiliki kepribadian proaktif yangberbeda berdasarkan jenis perilaku proaktif. Bateman, T. S., &Michael Crant, J.(1993), telah menjelaskan terdapat hubungan antara skala proaktif dan domainkepribadian 'Big Five': neurotisisme, extraversion, keterbukaan, Keramahan, danhatinurani. Selanjutnya menunjukkan bahwa skala proaktif berkorelasi dengankebutuhanuntuk berprestasi, kebutuhan untukdominasi, independensi dari sifatekstrakurikuler, memiliki karakter personal terhadap prestasi utama,dan nominasisebagai pemimpin transformasional. Konstruk proaktif memiliki kemampuan untukmemprediksi, berbagai perilaku.

Proaktif dan reaktif memilliki prilaku yang sama sebagai aggressor akan tetapidibangun dari kognitif yag berbeda. Sementara Pursoo, T(2013) menyatakan bahwaperilaku proaktif dimulai dengan adanya rasa empathy terhadap lingkungan yangberdampak pada motivasi belajar, yang pada gilirannya berdampak ada orientasitujuan. Bahkan perilaku proaktif merupakan proses internalisasi dari nilai-nilaikegagalan dan sebagai motif pembelajaran (Yamakawa, Y. (2009). Sementara (Marler,L. E. (2008) telah menunjukkan bahwa prilaku proaktif masa lalu berdampak padaperilaku masa depan, sehingga karakteristik bio data masa lalu dapat digunakansebagai alat prediktif perilaku proaktif masa yang akan datang .

Konstruk proaktif dalam kaitannya dengan entrepreneurship dapat dijelaskanbahwa kepribadian proaktif merupakan hasil dari proses adaptasi dan menghasilkantindakan opportunistic. Sementara tindakan opportunistic dapat berupa gagasan atauide baru. Sehingga perilaku proaktif dapat menjelaskan konstruk orientasientrepreneurial. Prabhu, V. P., McGuire, S. J., Drost, E. A., & Kwong, K. K. (2012)menemukan terdapat hubungan antara perilaku proaktif personal dengan niatentrepreneurial. Sejalan denga Prieto, L. C. (2011) dengan studi empiriknya terhadapmurid-murid undergraduate African-American and Hispanic juga menemukan bahwakepribadian proaktif mempengaruhi niat untuk menjadi sosial enterpreneurship.Perilaku proaktif juga sebagai faktor anteseden untuk meningkatkan ide menjadiinovasi (Bjorklund, T., Bhatli, D., & Laakso, M. 2013).

Konstruksi sikap perilaku proaktif telah dikembangkan dalam prosespembelajaran, sebagaimana Kiss, A. N. (2010) menjelaskan bahwa untukmembangun prilaku proaktif yang dihubungkan tindakan opportunistic, dapat dilakukanmelalui model-model pembelajaran business game dan simulasi. Sebagaimana jugaAxline, S. L. (2001) dalam tulisannya juga menyatakan bahwa proaktif adalah prosesadaptasi dan kontsruk yang terukur, demikian juga dalam proses pembelajaranhubungan antara proses dan learning outcome harus dapat terukur. Dalam prosespembelajaran untuk mengembangkan perilaku proaktif dapat dilakukan dengan modelpembelajaran team work, misalnya meliputi prosestim produksi, proses pemeliharaantim, struktur tim, dan memori tim. Peran memori dalam pembelajaran tim dapatmenggunakan multi-metode studi kasus yang dapat menstimulan adaptasi proaktifyang tinggi dengan karakteristik memiliki orientasi tugas, transparansi tindakan,

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 974

akuntabilitas bersama, saling mendukung, semangat untuk melakukan penyelidikan,kontrol bersama,adanya keterbukaan lingkungan, keseimbangan antara hirarki dan tim,memori yang berada pada individu, dan memori yang berada pada tim.

Risk takingRisk taking dalah tingkat penerimaan terhadap resiko sumber daya secara beralasandan menggantikannya dengan biaya kegagalan (Miller and Friesen 1978: 923). Riskand risk-taking cara pandang terhadap peluang yang dibutuhkan untuk pertumbuhandan konsep diri merupakan dimensi utama dalam menentukan kemampuan untukmengambil resiko (Sweeney, J. L. (1985). Persepsi terhadap risiko memiliki hubungandengan pola prilaku terhadap resiko dan persepsi terhadap lingkungan, serta informasibaru dapat merubah preferensi terhadap risiko. (Brown, S. L. (2005, Bogner, F. X.,

Brengelmann, J. C., & Wiseman, M. (2000), Lambert, L. (2011). Petrakis, P. E.(2005) menunjukkan resiko dipersepsikan oleh pengusaha ditentukan oleh perilakudan kinerja entrepreneurial. Prefrensi terhadap risiko ditentukan oleh kerangka prilakuenterprenurial yang dimediasi oleh faktor lingkungan eksternal dan derajad kebebasanpengusaha yang memiliki kebutuhan akan prestasi sesuai dengan persepsi resikonya.Dionne, G., Fluet, C., & Desjardins, D. (2007), penelitiannya menunjukkan hubunganantar apersepsi risiko dan perilaku pengambilan risiko dalam berbagai konteks, danmenunjukkan bahwa persepsi terhadap risiko mempengaruhi perilaku risiko danpersepsi risiko bersifat endogen. Zhai, G., & Suzuki, T. (2009), meneliti terhadapberbagai negara di Asia menunjukkan terdapat perbedaan karakter kecenderungantoleransi terhadap risiko yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, umur, dan gender.

Risk taking atau keberanian mengambil resiko merupakan konstruksi kognitifagar mahasiswa memiliki karakter dalam hal keberanian mengambil resiko yang dapatdiklasifikasikan atas (1) strategic risk” yaitu potensi risiko pada saat memasuki usahayang belum diketahui namun telah menghabiskan relatif sejumlah aset yang besar, (2)personal risk yaitu resiko sebagai tanggung jawab yang dibebankan secara personalterhadap potensi resiko yang akan terjadi (3) social risk resiko yaitu resiko yangditerima secara bersama terhadap orang-orang yang terlibat dalam pengambilankeputusan atau terhadap orang lain sebagai dampak dari keputusan (4) psychologyrisk yaitu resiko yang diterima dalam bentuk perasaan, rasa ketakutan (Gasse 1982)(4) financial risk yaitu sebagai ukuran reward terhadap risiko atau menghasilkankesuksesan yang diukur dengan tradeoff risk-return.

Dari beberapa pendapat peneliti yang menunjukkan bahwa prefrensiterhadap resiko merupakan konstruk prilaku sebagai variabel endogen. Sepúlveda,J.,P., & Bonilla, C. A. (2011) melakukan studi tentang sikap dan penerimaan terhadaprisiko pengaruhnya untuk menjadi seorang entrepreneur yang menemukan bahwapengalaman kegagalan dalam bisnis tidak berpengaruh pada sikap terhadap risikountuk mengembangkan bisnis baru. Saulo, D. B., Gerhardt, M. W., & Kickul, J. R.(2007) menunjukkan bahwa gaya kognitif dan prefrensi terhadap resiko memberikontribusi terhadap entrepreneurial self-efficacyand entrepreneurial intentions. Hasilpenelitiannya menunjukkan bahwa individu yang memiliki tingkat prefrensi terhadaprisiko yang tinggi akan memiliki derajad niat entrepreneurial dan keyakinan yang lebihtinggi untuk mengidentifikasikan peluang. Sebaliknya individu yang memiliki prefensiterhadap risiko yang rendah memiliki tingkat hubungan kepribadian dan toleransi yanglebih tinggi. Sejalan dengan Armstrong, S. J., & Hird, A. (2009) yang menyatakanbahwa pengusaha cenderung lebih intuitif dan kurang analitis daripada non -pengusaha . Para pengusaha lebih intuitif menunjukkan tingkat yang lebih tinggi daridorongan terhadap perilaku kewirausahaan. Gaya kognitif mungkin berguna untukmengidentifikasi individu yang memiliki potensi untuk menjadi pengusaha sukses .Temuannyamenunjukkan bahwa pengusaha lebih intuitif menunjukkan tingkat yanglebih tinggi sebagai pemicu kewirausahaan dan gaya kognitif juga dapat membantuuntuk membedakan antara pengusaha mikro dan makro.(Chen , S. , Su , X. , & Wu , S.

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 975

2012) meneliti faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kewirausahaan dalampengambilan risiko, yang menjelaskan bahwa kebutuhan untuk berprestasi berinteraksidengan pendidikan untuk mempengaruhi kecenderungan terhadap pengambilan risiko.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusaha dengan kebutuhan tinggi untukberprestasi dan yang telah menerima pendidikan tinggi lebih bersedia mengambil risikodari pengusaha dengan kebutuhan rendah untuk berprestasi dan yang tidak menerimapendidikan tinggi .

Model pembelajaran konstruksi kognitif tentang prefrensi terhadap resiko dapatdilakukan dengan model simulasi, misalnya Chen, Y (2001) menggunakan model rolelearning dengan single and multiple play gambles untuk mengetahui preferensiterhadap resiko. Duening, T. N. (2008) menunjukan model untuk mengembangkankognitif skill on entrepreneurship curriculum design., Salah satunya adalahmengembangkan kemampuan untuk mengelola risiko dengan cara mengelolakemampuan emosional untuk mengelola persepsi terhadap risiko, dan kemampuanuntuk mengurangi risiko yang sebenarnya melalui tindakan spesifik. Metode yangdigunakan adalah dengan bermain peran dan problem solving dengan materimenngunakan sumberdaya keuangan yang berasal dari bank, kartu kredit dan lainnya.Dalam hal ini mahasiswa dikelompokkan sebagai pengusaha sukses maupun yanggagal. Kelompok mahasiswa yang gagal diajarkan ketrampilan mengatasi emosionalterhadap risiko yang dialami dan mengembangkan pikiran melalui dialog internal untukmengatasi emosi negatif.

Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa konten materi yang diberikan dalampembelajaran kewirausahaan masih sangat beragam diantara program studi.Hanya 60persen responden yang pernah diajarkan dengan materi yang relatif sesuai dengankonteks kewirausahaan. Pemberian materi kuliah umumnya sangat berkaitan dengankesiapan tenaga pengajar. Seperti dinyatakan di atas bahwa konten materi yang palingsedikit diterima mahasiswa adalah magang, (37,83 persen). Magang merupakankonten materi yang berkaitan dengan factual knowledge, atau experience learningbased. Experinece learning merupakan metode belajar yang efektif dengan sasaranpengembangan ketrampilan manajemen bisnis. Selanjutnya adalah materi risk takingmerupakan materi paling sedikityang diajarkan kepada mahasiswa (49,01 persen).Materi ini adalah materi yang paling sulit diajarkan khususnya bagi tenaga pengajaryang kurang memiliki kapasitas dalam analisis ekonomi, karena materi ini dikaitkandengan konstruk logik analisis ekonomi dan konstruk sikap untuk berani mengambilresiko. Menghubungkan antara konstruk logik dan konstruk sikap sehingga menjadisuatu tindakan yang direfleksikan dengan intuisi bisnis,adalah masalah yang palingsulit dalam proses kognitif konstruk ini..

Tabel 4.2.Metode Belajar untuk setiap konten materi

Konten Materi Metode Belajar (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kelompok I(Inspirasi)

JlhResponden

PerspektifKewirausahaan

44.21 23.68 4.21 5.79 2.11 8.95 6.32 1.58 1.05 0.00 2.11 190

OrientasiTujuan 27.50 23.68 3.13 7.50 4.38 4.38 8.42 6.88 3.13 1.25 3.75 160

Etika Bisnis 25.50 25.26 2.00 5.00 3.00 6.00 22.63 5.00 4.50 1.00 2.50 200

Motivasi 24.87 25.79 4.23 17.46 2.65 5.29 4.74 4.76 2.12 3.70 4.23 189

Berpikirstratejik 30.86 11.58 16.00 5.71 5.14 3.43 7.89 8.00 6.29 0.57 2.86 175

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 976

Konten Materi Metode Belajar (%)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Kelompok II(Karakterkewirausahaan)Keinovasian 16.49 25.26 4.26 6.38 14.89 11.70 8.95 4.26 3.19 1.06 3.19 188Kreativitas 19.49 10.53 2.56 4.10 7.69 24.62 18.42 8.72 1.54 0.51 2.56 195Proaktif 34.97 11.58 2.19 4.37 7.10 9.29 7.37 6.01 13.66 0.55 2.19 183Risk taking 28.19 12.63 4.03 5.37 17.45 5.37 6.32 4.70 6.04 0.67 4.70 149

Sumber : data primerKeterangan : 1 = tutorial/ceramah; 2= penugasan; 3=Unjuk pendapat; 4= Simulasi; 5= Permainan; 6=Kerja Kelompok 7= Presentasi; 8 = Latihan/Tugas Individu; 9 = pemecahan masalah; 10= Guru Tamu ;11 = Studi kasus

Gambar :2 Metode belajar pada metaphora kewirausahaan

Dari Tabel 4.2dan gambar 2, menunjukkan bahwa hampir semua kontenmateri diajarkan dengan metode tutorial dan penugasan. Sementara materi sepertietika bisnis , kreativitas, rencana bisnis,selain diajarkan dengan metode tutorial,l jugadilakukan dengan metode penugasan dan presentasi. Terdapat juga mahasiswa yangdiberi kesempatan untuk magang dan mahasiswa memberikan laporan hasil magangdalam bentuk presentasi. Untuk sasaran belajar membangun kognisi“inspirasi”materiyang berkenaan dengan hal ini antara lain "perspektif kewirausahaan "orientasi tujuan","motivasi" dan "berpikir stratejik" metode belajar yang dilakukan sebahagian besardengan metode tutorial dan ceramah. Untuk sasaran belajar membangun konstruk“kewirausahaan” yang terdiri dari konten materi inovasi, kreativitas, proaktif dan risktaking metode belajar cukup beragam, misalnya untuk konstruk inovasi diajarkandengan dominasi metode tutorial, penugasan dan simulasi, namun untuk konstrukkreatif selain metode tutorial, didominasi oleh metode belajar kerja kelompok danpresentasi. Untuk konstruk proaktif masih didominasi oleh metode tutorial danpemecahan masalah. Untuk konstruk risk taking diajarkan dengan metode tutorial,permainan dan penugasan.

Sejalan dengan pendapat Leach (2007) yang telah mengelompokkan sasaranpembelajaran terdiri atas Factual knowledge, Conceptual Knowledge, ProceduralKnowledge, dan Metacognitive Knowledge.Berdasarkan pengelompokkan sasaranbelajar maka hasil survey secara mutually exclusive terhadap mahasiswa di beberapauniversitas menunjukkan orientasi belajar ke arah conceptual knowledge sekitar 60,39persen, factual knowledge sekitar 11,20 persen dan procedural knowledge sebesar 27,58 persen.Hubungan konten materi dengan cognitive construction secara rinciditunjukkan pada Tabel 4.3.

010203040

tutorialpenugasan

Unjuk pendapat

simulasi

permainankerja kelompokpresentasi

latihan

pemecahan…

guru tamustudi kasus

Keinovasian Kreativitas Proaktif Risk taking

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 977

Tabel: 4.3 Hubungan konten materi dengan cognitive contruction

KontenConceptualKnowledge

FactualKnowledge

ProceduralKnowledge

PerspektifKewirausahaan 75.79 6.32 17.89Orientasi Tujuan 66.48 8.13 19.38Etika Bisnis 78.39 5.50 18.50Motivasi 60.16 12.17 27.51Berpikir stratejik 58.33 19.43 20.57Keinovasian 54.96 8.51 36.17Kreativitas 57.15 5.64 37.95Proaktif 59.93 4.92 34.43Risk taking 51.83 9.40 34.23

Sumber: data primer

Chen (2003) telah menyatakan bahwa metaphora pengajaran kewirausahaandapat dikelompokkan atas power based, personal dynamic based dan businessbased.Power based adalah pendekatan pengajaran oleh tenaga pengajar yang lebihbersifat instruksional dan satu arah.Personal dynamic basedadalah metode pengajaranyang lebih menekankan pada interaksi dua arah antara mahasiswa dan dosen,misalnya dengan kerja kelompok, dan unjuk pendapat. Business based adalah metodepengajaran yang lebih menekankan pada kondisi factual tentang bisnis ril, misalnyadilakukan dengan cara problem solving, business games dan simulasi bisnis.Hasilpenelitian menunjukkan pembelajaran entrepreneurship, yang berorientasi pada powerbasedsebesar 62,76 persen persen, dimana dominasi tenaga pengajar lebih besardibandingkan proses interaktif dua arah. Selebihnya dilakukan metode belajar dengancara personal dynamic based dan business based dengan persentase masing-masing25,87 persen dan 10,53 persen. Jadi dapat disimpulkan bahwa metode belajarentrepreneurship pada level pendidikan tinggi sudah cukup baik dalam hubungannyadengan konstruksi kognitif pembelajaran kewirausahaan dan learning outcome.

Tabel 4.4 : Hubungankonten materi dengan metaphora pengajaran pada kuliahkewirausahaan

Content Metaphora TeachingPowerBased Personal Dynamic Based Business

BasedPerspektifKewirausahaan 75.79 16.32 7.89Orientasi Tujuan 67.73 14.38 11.88Etika Bisnis 79.39 15.00 8.00Motivasi 63.86 15.87 20.11Berpikir stratejik 58.90 28.57 10.86Keinovasian 56.02 22.34 21.28Kreativitas 57.67 31.28 11.79Proaktif 60.48 27.32 11.48Risk taking 52.50 20.13 22.82

Sumber : data primer

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 978

V. KESIMPULANKewirausahaan adalah konstruk endogen, memiliki body of knowledge yangdikembangkan dari kombinasi ilmu psychology, sosial, ekonomi dan manajemen.Sebagai suatu ilmu, pendidikan kewirausahaan memiliki tiga aspek sasaranpembelajaranyaitu pengembangan knowledge, skill dan attitude. Tercapainya sasaranbelajar sangat ditentukan oleh proses pembelajar yang meliputi bagaimana kesiapantenaga pengajar, konten materi dan metode belajar. Metode belajar sebagai cara untukmengkonstruk kognitif, mengembangkan dan meningkatkan ketrampilan sertameyempurnakan menjadikan suatu sikap. Metode belajar sebagai suatu metaphorayang mampu mengekstraksi proses kognitif dari elemen conceptual knowledge, factualknowledge dan procedural knowledge. Dalam pembelajaran kewirausahaan, konstrukkognitif dilakukan antara dosen dan mahasiswa dengan cara-cara belajar berdasarkanpower based personal dynamic based dan business based.

Secara deskriptif menunjukkan bahwa orientasi belajar ke arah conceptualknowledge sekitar 60,39 persen, factual knowledge sekitar 11,20 persen danprocedural knowledge sebesar 27, 58 persen. Selanjutnya hasil penelitianmenunjukkan pembelajaran kewirausahaan lebih kepada penekanan pada powerbasedsebesar 62,76 persen persen. Selebihnya dilakukan metode belajar dengan carapersonal dynamic based dan business based dengan persentase masing-masing25,87 persen dan 10,53 persen. Dari temuan ini menunjukkan bahwa perlupengembangan kesiapan tenaga pengajar untuk dapat memberikan materi belajarkewirausahaan sesuai dengan capaian pembelajaran yang ingin dicapai sertapengembangan metode belajar yang berorientasi pada dinamika personal based danbusiness based.

VI. DAFTAR PUSTAKAAcs Zoltan J. (2012), The 2012 Global Entrepreneurship and Development Index

(GEDI) : Perspectives from Americas, GMU-CEPP GEDI 2012 Launch-1/5/2012 The Heritage Foundation and George Mason University

Albornoz, C. A. (2011). Exploring the goals, content, and methods of entrepreneurshipprofessors: A multiple case study. (Order No. 3502098, Florida InternationalUniversity).

Alvarez, S.A., & Barney, J.B. 2007, Discovery and creation: Alternative theories ofentrepreneurial action. Strategic Enterpreneurship Journal , 1(1-2): 11-26.

Armstrong, S. J., & Hird, A. (2009). Cognitive style and entrepreneurial drive of newand mature business owner-managers. Journal of Business and Psychology,24(4), 419-430. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10869-009-9114-4

Audretsch, D.B., and M. Keilbach (2004), Entrepreneurship, growth and restructuring,Discussion Papers on Entrepreneurship, Growth and Public Policy No. 1306,Jena: Max Planck Insitute for Reseaarch into Economic Systems.

Axline, S. L. (2001). Proactive adaptation in ERP teams: Mechanisms of team learning.(Order No. 3015939, The Claremont Graduate University). ProQuestDissertations and Theses, , 403-403 p. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/252182248?accountid=31434.(252182248).

Bager, T. (2011). The camp model for entrepreneurship teaching. InternationalEntrepreneurship and Management Journal, 7(2), 279-296.doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11365-010-0149-9

Bahmani, S., Galindo, M., & Méndez, M. T. (2012). Non-profit organizations,entrepreneurship, social capital and economic growth. Small BusinessEconomics, 38(3), 271-281. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11187-010-9274-7

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 979

Bateman, T. S., & Michael Crant, J. (1993). The proactive component of organizationalbehavior: A measure and correlates. Journal of Organizational Behavior(1986-1998), 14(2), 103.

Bjorklund, T., Bhatli, D., & Laakso, M. (2013). Understanding idea advancement effortsin innovation through proactive behavior. Journal of Research in Marketingand Entrepreneurship, 15(2), 124-142. doi:http://dx.doi.org/10.1108/JRME-01-2013-0001

Bogner, F. X., Brengelmann, J. C., & Wiseman, M. (2000). Risk-taking andenvironmental perception. Environmentalist, 20(1), 49-62.

Brown, S. L. (2005). Relationships between risk-taking behaviour and subsequent riskperceptions. British Journal of Psychology, 96, 155-64.

Bunten, D. (2010). Entrepreneurship, information, and economic growth. (Order No.1483908, Colorado State University).

Busen, N. H. (1990). Development of an adolescent risk-taking instrument. (Order No.9106744, Texas Woman's University).

Buttner, E. H., & Gryskiewicz, N. (1993). Entrepreneurs' problem-solving styles: Anempirical study using the kirton adaption/innovation theory. Journal of SmallBusiness Management, 31(1), 22.

Cardow A., (2006) The metaphorical rise of entrepreneurship, Departement ofManagement and International Business Research Working Paper Series2006, no 8). Auckland, NZ: Massey University, Departement of Managementand International Business.

Chang, E. P. C. (2007). Entrepreneurship and economic development and growth inamerica: An investigation at the county level. (Order No. 3255998, MississippiState University).

Chen David D (2003), A Classification System for Metaphors About Teaching, Journalof Physical Education Recreation & Dane; Feb 2003, 7,2; Proquest ResearchLibrary pg 24

Chen, S., Su, X., & Wu, S. (2012). Need For Achievement, Education, AndEntrepreneurial Risk-Taking Behavior. Social Behavior and Personality, 40(8),1311-1318.

Chen, Y. (2001). The role of learning in risk preferences for single- and multiple-playgambles. (Order No. 3005701, Columbia University). ProQuest Dissertationsand Theses, , 152-152 p. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/275806188?accountid=31434.(275806188).

Chi-Kim, C. (2008). Entrepreneurship education in hong kong's secondary curriculum.Education & Training, 50(6), 500-515.doi:http://dx.doi.org/10.1108/00400910810901827

Chimucheka, T. (2014). Entrepreneurship education in south africa. MediterraneanJournal of Social Sciences, 5(2), 403-416.

Collins, L. A., Smith, A. J., & Hannon, P. D. (2006). Applying a synergistic learningapproach in entrepreneurship education. Management Learning, 37(3), 335-354.

Collins, L. A., Smith, A. J., & Hannon, P. D. (2006). Discovering entrepreneurship: Anexploration of a tripartite approach to developing entrepreneurial capacities.Journal of European Industrial Training, 30(2), 188-205

Corbett, A. C. (2002). Opportunity recognition: A learning and cognitive approach.(Order No. 3074731, University of Colorado at Boulder). ProQuestDissertations and Theses, , 185-185 p.

Covin J.G. & Selvin, D.P. 1991, A Conceptual Model Entrepreneurship as FirmBehavior. Entrepreeurship Theory and Practice, 16(1): 7-25

Covin, J.G. 1991 Enterprenurial Versus Conservative Firms : A Comparison ofStartegies and Performance, Journal of Management Studies, 28(5): 439-462

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 980

Dabkowski, A. (2011). Entrepreneurship and economic growth: An investigation intothe relationship between entrepreneurship and total factor productivity growthin the EU. CASE Network Studies and Analyses, (427), 0_1,4-41.

De Sousa-Brown, S.,Costa Batista. (2008). County-level analysis of small business andentrepreneurship in west virginia: Impact on rural economic growth. (Order No.3326474, West Virginia University). Direktorat Belmawa Dikti (2013)

Dionne, G., Fluet, C., & Desjardins, D. (2007). Predicted risk perception and risk-takingbehavior: The case of impaired driving. Journal of Risk and Uncertainty, 35(3),237-264.

Duening, T. N. (2008). Five minds for the entrepreneurial future. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/192410900?accountid=31434

Dugassa, T. G. (2012). The context of entrepreneurship education in ethiopianuniversities. Management Research Review, 35(3), 225-244.doi:http://dx.doi.org/10.1108/01409171211210136

Dunbar, K,. & Blancheette, l. (2001). The Invivo/Invitro Approach to Cognition: TheCase of Analogy. Trends in Cognitive Sciences, 5, 334-339.

Ebner Alexander, Entrepreneurship and economic development From classical politicaleconomy to economic sociology, Journal of Economic Studies; 2005; 32,3:ABI/INFORM Research pg 256- 274.

Ehiobuche, C., Tu, H., & Justus, B. (2012). DIALOGUE AS A TOOL FOR TEACHINGAND LEARNING OF ENTREPRENEURSHIP. Paper presented at the , 19(1)300-309.

Evans, D.S and L.S.Leighton “ Some Emprical Aspect of Enterperenurship.” AmericanEconomic Review 79)3), 1989, 519-35

Evans, D.S. and B. Jovanic “ An Estimated Model Of Enterpereneurial Choice underLiquidity Constraints, Jurnal of Political economy, 97(4), 1989, 808-27

Fan, Y., Zhang, X., & Qiu, Y. (2013). The state of entrepreneurship education inuniversities in shanghai, china: A survey from students' perspective. CreativeEducation, 4(2), 92-97.

Favorite, T. K. (2006). The cognitive and affective components of empathy in thetherapeutic dyad: A developmental perspective. (Order No. 3217461, FieldingGraduate University). ProQuest Dissertations and Theses, , 149-149 p.Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/304914378?accountid=31434.(304914378).

Florea, R., & Florea, R. (2013). Entrepreneurship and education in european unioncountries. Economy Transdisciplinarity Cognition, 16(2), 75-80.

Frank, P. M. (2005). Nonprofit entrepreneurship in regional economies: Organizationcreation and economic growth. (Order No. 3154010, George MasonUniversity).

Gerdes, K. E., Segal, E. A., Jackson, K. F., & Mullins, J. L. (2011). TEACHINGEMPATHY: A FRAMEWORK ROOTED IN SOCIAL COGNITIVENEUROSCIENCE AND SOCIAL JUSTICE. Journal of Social Work Education,47(1), 109-131. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/853057393?accountid=31434

Hafrer R.W., 2011, Entrepreneurship and State Economic Growth, DistinguishedResearch Professor Economics and Finance Departemen of EconomicsSouthern Illinois University.

Hedner, T. (2011, How to implement an innovation and entrepreneurship curriculum.Global Focus, 5, 28-31.

Hessels, J., & van Stel, A. (2011). Entrepreneurship, export orientation, and economicgrowth. Small Business Economics, 37(2), 255-268.doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11187-009-9233-3

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 981

Huebscher, J., & Lendner, C. (2010). Effects of entrepreneurship simulation gameseminars on entrepreneurs' and students' learning. Journal of Small Businessand Entrepreneurship, 23(4), 543-554,649.

Hussain, M. F., Sultan, J., & Ilyas, S. (2011). Entrepreneurship And Economic Growth.Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 2(12), 745-,751. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/876011397?accountid=31434

Hytti, U., Stenholm, P., Heinonen, J., & Seikkula-Leino, J. (2010). Perceived learningoutcomes in entrepreneurship education. Education & Training, 52(8), 587-606.

Jablokow, K. W., & Booth, D. E. (2006). The impact and management of cognitive gapin high performance produce development organizations. Journal ofEngineering and Technology Management, 23 , 313-336.

Kash, L. R. (2009). A perceived risk curriculum for at-risk learners. (Order No.3385608, Oregon State University).

Kasimati (Skenderi, M., & Koxhaj, A. (2011). The Role Of The Albanian High EducationIn Creating The Entrepreneur. Romanian Economic and Business Review,6(3), 102-115.

Kim, J. (2006). Communicant activeness, cognitive entrepreneurship, and a situationaltheory of problem solving. (Order No. 3222318, University of Maryland,College Park). ProQuest Dissertations and Theses, , 392-392 p. Retrievedfrom http://search.proquest.com/docview/305300405?accountid=31434.(305300405).

Kirby, D. A. (2004). Entrepreneurship education: Can business schools meet thechallenge? Education & Training, 46(8), 510-519.

Kiss, A. N. (2010). Opportunistic adaptation and new venture growth: Exploring the linkbetween cognition, action and growth. (Order No. 3490059, Georgia StateUniversity). ProQuest Dissertations and Theses, , 196-n/a. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/916631686?accountid=31434.(916631686).

Koning, Alice de., Dodd, Sarah D (2008) Metaphors of Entrepreneurship acrossCultures, Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability, Page 88Refered Edition, Vol IV, Issue 2, October 1988: Conference Issues”Persepectives On Entrepreneurship”

Koolen, S., Poorthuis, A., van Aken, M. A., & , G. (2012). Cognitive distortions and self-regulatory personality traits associated with proactive and reactive aggressionin early adolescence. Cognitive Therapy and Research, 36(6), 776-787.doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10608-011-9407-6

Krathwohl . David R. (2002),A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview (2002)THEORY INTO PRACTICE, Volume 41, Number 4, Autumn 2002Copyright C)2002 College of Education, The Ohio State University

Laberge, M. (2004). La proactivite des professionnels en ressources humaines. (OrderNo. NQ97896, Universite de Montreal (Canada)). ProQuest Dissertations andTheses, , 424-424 p. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/305053951?accountid=31434.(305053951).

Lambert, L. (2011). Create a culture of entrepreneurship, risk-taking. PR News, 67(38)Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/895942920?accountid=31434

Laukkanen Mauri, 2003, Exploring academic entrepreneurship: drivers and tensions ofuniversity-based business, Journal Of Small Business and EnterpriseDevelopment; 10,4; ABI/INFORM Research

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 982

Leach, E. (2007). Instruction-based action guidelines built on bloom's revisedframework: Setting objectives for entrepreneurship teaching. Journal of SmallBusiness and Entrepreneurship, 20(4),

Leitch, C. M., & Harrison, R. T. (1999). A process model for entrepreneurshipeducation and development. International Journal of EntrepreneurialBehaviour & Research, 5(3), 83-83+.

Lourenço, F., Taylor, T. G., & Taylor, D. W. (2013). Integrating "education forentrepreneurship" in multiple faculties in "half-the-time" to enhance graduateentrepreneurship. Journal of Small Business and Enterprise Development,20(3), 503-525.

Lumpkin and Dess 1996, Clarifying the entrepreneurial orientation construct and linkingit to performance , Academy of Management Review, 2(1): 135-172

Lumpkin, G.T & Dess , G.G. 2001 Linking two dimension entrepreneurial to firmperformance : The moderating role of environment and industry life cycle,Journal of Business Venturing, 16(5): 429-451

Lyon, D.W. Lumpkin, G.T. & Dess. G.G. 2000, Enhancing enterprenurial orientationresearch : Operationalizing and measuring a key strategic decision makingprocess, Journal of management, 26 (5) : 1055-1085

Marler, L. E. (2008). Proactive behavior: A selection perspective. (Order No. 3308058,Louisiana Tech University). ProQuest Dissertations and Theses, , 146.Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/304555062?accountid=31434.(304555062).

Matejovsky, L. (2010). The role of entrepreneurship in canadian economic growth.(Order No. MR60151, University of Alberta (Canada)).

McMullen, J.S., & Shepherd, D.A. (2006), Entrepreneurial action and role of uncertaintyin the theory of the entrepreneur. Academy of Management Review, 31(1):132-152

Mudd, S. (1996). Kirton's A-I theory: Evidence bearing on the style/level and factorcomposition issues. British Journal of Psychology, 87, 241.

Murphy, L. P. (2013). Creating wellness: Expressive therapies for creativityenhancement and cognitive development in older adults. (Order No. 3561827,Lesley University). ProQuest Dissertations and Theses, , 133. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/1366760187?accountid=31434.(1366760187).

Nabi, G., & Holden, R. (2008). Graduate entrepreneurship: Intentions, education andtraining. Education & Training, 50(7), 545-551.doi:http://dx.doi.org/10.1108/00400910810909018

Nazir, M. A., M.B.A., & Ramzan. (2012). Contribution On Entrepreneurship InEconomic Growth. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research inBusiness, 4(3), 273-294.

Ngonini, X. (2014). Mapping out the role of social entrepreneurship and innovation ineconomic growth and job creation: A case of a state-owned entity in southafrica.

Odenwald, K. (2010). Transforming liberal education through the imagination: Critical-creative thinking in higher education curriculum and pedagogy. (Order No.3403276, City University of New York). ProQuest Dissertations and Theses, ,218-n/a. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/305185666?accountid=31434.(305185666).

Oguntimehin, Y. A., P., & Nwosu, J. C. (2014). Building A Sustainable DevelopmentThrough Entrepreneurship Education In Nigeria. Kuwait Chapter of theArabian Journal of Business and Management Review, 3(7), 278-285.

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 983

Oluniyi, O., & Obembe, O. B. (2012). Promoting entrepreneurship skill throughconstructivist based model of curriculum development in social studies.Journal of Asia Entrepreneurship and Sustainability, 8(1), 143-159.

Parris, J. B. (2002). High school entrepreneurship education: A comparison of atraditional teacher-led learning model with a computer-supported collaborativelearning model. (Order No. 3067299, The University of Alabama).

Petrakis, P. E. (2005). Risk perception, risk propensity and entrepreneurial behaviour:The greek case. Journal of American Academy of Business, Cambridge, 7(1),233-242. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/222853269?accountid=31434

Pettigrew, A. C. (1988). Creativity and cognitive style of creativity: A description ofgraduate nursing faculty and construct validation of the kirton adaption-innovation theory. (Order No. 8822138, Indiana University School of Nursing).ProQuest Dissertations and Theses, , 227-227 p. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/303754256?accountid=31434.(303754256).

Pitt 1998Pleskac, T. J. (2004). Evaluating cognitive sequential risk-taking models: Manipulations

of the stochastic process. (Order No. 3139144, University of Maryland,College Park). ProQuest Dissertations and Theses, , 73-73 p. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/305174327?accountid=31434.(305174327).

Prabhu, V. P., McGuire, S. J., Drost, E. A., & Kwong, K. K. (2012). Proactivepersonality and entrepreneurial intent. International Journal of EntrepreneurialBehaviour & Research, 18(5), 559-586.doi:http://dx.doi.org/10.1108/13552551211253937

Prieto, L. C. (2010). Proactive Personality And Entrepreneurial Leadership: ExploringThe Moderating Role Of Organizational Identification And Political Skill.Academy of Entrepreneurship Journal, 16(2), 107-121. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/808589169?accountid=31434

Prieto, L. C. (2011). The Influence Of Proactive Personality On Social EntrepreneurialIntentions Among African-American And Hispanic Undergraduate Students:The Moderating Role Of Hope. Academy of Entrepreneurship Journal, 17(2),77-96. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/885018166?accountid=31434

Pursoo, T. (2013). Predicting reactive and proactive relational aggression in earlyadolescence as a function of individual differences in machiavellianism,empathy, and emotion regulation. (Order No. NR98632, University of Ottawa(Canada)). ProQuest Dissertations and Theses, , 166. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/1473911435?accountid=31434.(1473911435).

Raguz, I. V., & Dulcic, Z. (2011). University Students' Enterpreneurial Characteristics -Key For The Future Development. Paper presented at the 855-863. Retrievedfrom http://search.proquest.com/docview/1284745206?accountid=31434

Rushworth, S. (2013). Entrepreneurship Education: The Case For Adopting The Team-Based Learning Approach. Journal of Asia Entrepreneurship andSustainability, 9(1), 14-38.

Salaz, J. C. (2012). Adolescent perceptions and beliefs of proactive-reactiveaggression explored through the social information processing model ofaggression. (Order No. 3517589, The University of New Mexico). ProQuestDissertations and Theses, , 150. Ret

Saulo, D. B., Gerhardt, M. W., & Kickul, J. R. (2007). The role of cognitive style and riskpreference on entrepreneurial self-efficacy and entrepreneurial intentions.

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 984

Journal of Leadership & Organizational Studies, 13(4), 86-104. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/203139344?accountid=31434

Segal, G., Schoenfeld, J., & Borgia, D. (2007). WHICH CLASSROOM-RELATEDACTIVITIES ENHANCE STUDENTS' ENTREPRENEURIAL INTERESTSAND GOALS?: A SOCIAL COGNITIVE CAREER THEORY PERSPECTIVE.Academy of Entrepreneurship Journal, 13(2), 79-98.

Seikkula-Leino, J. (2008). Implementing entrepreneurship education through curriculumreform. Paper presented at the 1-24.

Sepúlveda, J.,P., & Bonilla, C. A. (2011). The attitude toward the risk of entrepreneurialactivity: Evidence from chile. Academia, (46).

Siok, S. T., & Ng, C. K. F. (2006). A problem-based learning approach toentrepreneurship education. Education & Training, 48(6), 416-428.doi:http://dx.doi.org/10.1108/00400910610692606

Stevenson, H. H., & Carlos Jarillo, J. (1990). A Paradigm Of Entrepreneurship:Entrepreneurial Management. Strategic Management Journal (1986-1998),11(5), 17.

St-jean, E., & Audet, J. (2012). The role of mentoring in the learning development ofthe novice entrepreneur. International Entrepreneurship and ManagementJournal, 8(1), 119-140. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11365-009-0130-7

Stum, Jake, (2009) Emerging Leadership Journeys , Vol. 2 Iss. 1, 2009, pp. 66-78. ©2009 School of Global Leadership & Entrepreneurship, Regent UniversityISSN 1930-806X, [email protected]

Suranto, & Rahmawati. (2013). DEVELOPING THE ENTREPRENEURSHIPINCUBATOR MODEL TO INCREASE STUDENTS INDEPENDENCE OFENTREPRENEURSHIP MENTALITY. Journal of Indonesian Economy andBusiness : JIEB., 28(2), 232-245.

Sweeney, J. L. (1985). Risk taking as a necessity for growth: a study of the perceptionsand experiences of a sample of successful contemporary american womenentrepreneurs (enterprise, business, self-esteem).

Tambunan, T. (2007). ENTREPRENEURSHIP DEVELOPMENT: SMES ININDONESIA. Journal of Developmental Entrepreneurship, 12(1), 95-118.

Tambunlertchai, S. (2011). Choosing entrepreneurship: The roles of cognitive andnoncognitive abilities on self-employment decisions and outcomes. (Order No.3472960, The University of Chicago).

Tanner-Jones, L. (1996). Teacher preference for consultation model: A study ofpresenting problems and cognitive style. (Order No. 9737873, University ofMissouri - Columbia). ProQuest Dissertations and Theses, , 173-173 p.Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/304269447?accountid=31434.(304269447).

Wennekers, Sander, Thurik, Roy (1999) Linking entrepreneurship and economicgrowth, Small Business Economics, Aug 1999; 13, 1; ABI/INFORM Researchpg 27.

Witkin. H.A., Moore, C.A., Oltman, P.K., Gooddenough, D.R, Friedman, F., Owen, D.R.et al (1977). Role of the field dependent and field independent cognitive stylesin academic evolution: A longitudinal study, Journal of EducationalPsychology, 69(3), 197-211, doi:10.1037/0022.0663.69.3.197.

Yamakawa, Y. (2009). Stimulants and constraints behind entrepreneurial learning andgrowth. (Order No. 3375970, The University of Texas at Dallas). ProQuestDissertations and Theses, , 127-n/a. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/305057289?accountid=31434.(305057289).

Zethren, K. E. (2002). A two-dimensional model of cognitive empathy: An empiricalstudy. (Order No. 3094405, University of Southern California). ProQuest

Proceeding Sriwijaya Economic and Busimess Conference 2015

Call for Papers Seminar Nasional dan Hasil-Hasil Penelitian ISBN 979-587-563-9 985

Dissertations and Theses, , 111-111 p. Retrieved fromhttp://search.proquest.com/docview/305585985?accountid=31434.(305585985).

Zhai, G., & Suzuki, T. (2009). Risk perception in northeast asia. EnvironmentalMonitoring and Assessment, 157(1-4), 151-67.doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10661-008-0524-y