KONSTRUKSI BERITA PELEGALAN MIRAS PADA HARIAN...
-
Upload
hoangquynh -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of KONSTRUKSI BERITA PELEGALAN MIRAS PADA HARIAN...
KONSTRUKSI BERITA PELEGALAN MIRAS
PADA HARIAN TANGSEL POS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)
Oleh
Awalina Habibah NIM: 109051000251
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./2014 M.
KONSTRUKSI BERITA PELEGALAN MIRAS PADA
HARIAN TANGSEL POS
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)
Oleh
Awalina Habibah
NIM: 109051000251
Pembimbing
Bintan Humeira, M. Si.
NIP. 19771105 200112 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H./ 2014.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat
atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 April 2014
Awalina Habibah
i
ABSTRAK
Awalina Habibah
Konstruksi Berita Pelegalan Miras pada Harian Tangsel Pos
Media massa berperan dalam perkembangan dan perubahan pola tingkah
laku dari suatu masyarakat. Media berperan untuk memberikan informasi yang
akurat, isu-isu hangat atau kebijakan dari pemerintah kepada khalayak. Saat ini
maraknya peredaran minuman keras yang tidak terkendali oleh aparat sering kali
meresahkan masyarakat. Pada edisi 22 Mei 2013 Tangsel Pos
mengeluarkanpemberitaan tentang isu pelegalan miras dengan judul “MUI
Dukung Miras Dilegalkan”. Miras adalah minuman keras yang mengandung kadar
alkohol, dalam Islam sudah jelas tertulis bahwa segala macam yang memabukkan
adalah haram.
Berdasarkan konteks di atas, maka rumusan masalahnya adalah
Bagaimanakah isu pelegalan miras dibingkai oleh Harian Tangsel Pos?
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme memandang
bahwa realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural melainkan hasil
dari konstruksi. Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskriftif
kualitatif dengan model Miles dan Huberman. Dengan analisis framing model
Zhondang Pan dan M. Gerald Kosicki, untuk menganalisis pembingkaian yang
dipakai oleh Harian Tangsel Pos, dilihat dari empat struktur, yaitu sintaksis, skrip,
tematik, dan retoris. Pada dasarnya Tangsel Pos memberikan judul “MUI Dukung Miras
Dilegalkan” bukan dalam arti melegalkan, mengesahkan atau menghalalkan
miras, tapi disini Tangsel Pos menjelaskan tentang pengaturan peredaran miras
agar tidak ada disembarang tempat. Tangsel Pos membingkai berita ini dengan
tugasnya sebagai media massa yang memberikan suatu informasi baru kepada
masyarakat tentang kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.
Teori yang digunakan adalah Peter L. Berger dan Thomas Luckman
dengan konsep konstruksionisme.Teori konstruksi sosial Peter L. Berger
menyatakan bahwa, realitas kehidupan sehari-hari memiliki dimensi subjektif dan
objektif. Manusia merupakan instrumen dalam menciptakan realitas sosial yang
objektif melalui proses eksternalisasi, sebagaimana ia mempengaruhinya melalui
proses internalisasi (yang mencerminkan realitas subjektif). Masyarakat tidak
pernah sebagai produk akhir, tetapi tetap sebagai proses yang sedang terbentuk
proses dialektika (Eriyanto; 2011: 16-17).
Jadi Harian Tangsel Pos membingkai isu pelegalan miras menggunakan
MUI yang digunakan sebagai simbol, simbol lembaga muslim yang seharusnya
menentang pelegalan miras dan digunakan Tangsel Pos untuk mendukung frame
mereka, serta menempatkan sumber-sumber yang mempunyai otoritas ketokohan
untuk menekankan bahwa pendapatnya sahih dan bisa dipertanggungjawabkan.
Dalam penggunaan bahasa Harian Tangsel Pos menggunakan kata “legal” pada
judulnya yang dimaksud dengan kata legal ini bukan berarti menghalalkan yang
haram tetapi menjelaskan bahwa dengan melegalkan miras berarti mengatur,
mentertibkan miras dari mulai tempat penjual miras, serta siapa saja yang boleh
mengkonsumsinya.
Keywords: Miras, Framing, Konstruksi
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Bismillahirrahmanirohim.
Dengan segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan begitu banyak
karuniaNya dan melimpahkan rahmat, nikmat iman, islam dan kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menerangi jalan kita dari kegelapan menuju jalan terang benderang seperti
sekarang ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penulis berharap penulisan skripsi ini tidak hanya bermanfaat bagi
kepentingan penulis secara pribadi namun juga bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian, semoga bisa menjadi acuan dan praktisi instansi yang
menghendaki adanya perubahan di masa sekarang dan yang akan datang.
Penulisan skripsi ini tentu saja tidak terlepas dari bimbingan, bantuan, dukungan
serta doa dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan
rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan
MA, Dr. Suparto, M. Ed, MA, selaku Wakil Dekan I, Drs. Jumroni M. Si,
selaku Wakil Dekan II, Drs. WahidinSaputra, MA, selaku Wakil Dekan III.
2. Bapak Rahmat Baihaki, MA, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
PenyiaranIslam, dan ibu Umi Musyarofah, MA, selaku Sekretaris Jurusan.
3. Bapak Fauzun Jamal, LC selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membantu mengarahkan seluruh mahasiswa untuk mengikutiproses kegiatan
akademik.
4. Ibu Bintan Humeira, M. Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk meberikan pengarahan dan bimbingan
dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih atas ilmu dan nasihatnya yang telah
Ibu berikan selama proses penulisan skripsi sampai terlaksananya sidang
skripsi.
iii
5. Seluruh staff dosen yang telah memberikan ilmu dan karyawan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang telah memberikan bantuan kepada
penulis.
6. Segenap karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDK),
yakni bagian akademik, tata usaha, serta karyawanPerpustakaan FDK dan
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan yang telah
menyediakan buku sebagai refrensi pembuatan skripsi ini.
7. Keluargaku tercinta Ayahku Sugiono, Ibuku Annisah, Adikku Itsnaini Rizal
Habibie, yang selalu memberikan doa dan motivasi terbesar di kehidupanku
dengan tumpahan cinta yang luar biasa serta kakaku tercinta Nurfazriah,
Keluarga Besar Ramdhan Ishak yang selalu memberikan doa dan
semangatnya.
8. Terimakasih kepada segenap Redaksi Harian Tangsel Pos yang sudah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian, bang M. Istijar dan bang
Sudin terimakasi untuk kesediannya diwawancarai, ka Irma yang sudah
membuat berita tersebut dan khususnya buat kak Aisyah Pratiwi terimakasih
atas segala bantuannya.
9. Sahabatku Siti Muslifah, Putri Buana, Rufiatun Nufus, khususnya sahabat
terbaikku Agnitia Citra, indahnya perjumpaan di kampus tercinta, terimakasih
telah mendengarkan keluh kesah, dan bantuan, doa yang telah tercurah
selama ini dan terimakasih banget buat Dewi Karlina yang udah luangin
waktunya buat diskusi.
10. Sahabatku Kurnia Ayu, Rosiyani, Pritta Adrianne, Siti Rukoyah. Kalian lebih
dari sekedar sahabat. Terimakasih atas segala semangat, doa dan kecerian
yang kalian berikan.
11. Teman seperjuangan kelompok biners bimbingan skripsi, Linda Nurasiah,
Wulan Maulidia terimakasi atas segala bantuan dan saling menyemangati satu
sama lain.
12. Terima kasih buat kak Ferial yang telah meminjamkan banyak buku dan
ilmunya, kak Emi dengan semangatnya, adikku Fatin Zulfa dan teman-
temanku Sitta Yulia, Aminah Suwita, Ila Munawaroh. Kpop family (KBA),
iv
seperjuangan, tempat keluh kesah dan yang selalu memberikan keceriaan
memberikan warna tersendiri dalam hidupku, kalian luar biasa dan istimewa.
13. Teman-teman seperjuanganku yang tergabung dalam the big family KPI G
(TAPLAK) perjuangan bersama dari awal hingga kini dan nanti, terimakasih
atas semuanya, suka duka dilewati bersama kalian itu sesuatu, dan
Komunikasi Penyiaran Islam 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
14. Teman-teman seperjuanganku ikatan KKN POTENSI 60 yang memberikan
pengalaman baru dengan tempat dan orang yang baru, senang bisa kenal
kalian.
Penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak, dan beharap skripsi ini bisa menjadi
panduan bagi pembacanya.
Jakarta, 24 April 2014
Awalina Habibah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................. v
DAFTAR TABEL...................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah .................................... 7
C. Tujuan dan ManfaatPenelitian ............................................ 7
D. Pedoman Penulisan …………………………………… .... 8
E. Tinjauan Pustaka .................................................................. . 8
F. Sistematika Penulisan ........................................................... . 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Konstruksi Realitas ..................................................... 11
B. Konsep Framing ................................................................... 19
C. Analisis Framing Zhondang Pan dan Kosicki ...................... 22
D. Media Massa ......................................................................... 27
1. Definisi dan Karakteristik Media Massa ......................... 27
2. Fungsi Media Massa ...................................................... 28
3. Media Cetak .................................................................. 28
4. Berita ... ........................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Paradigma Penelitian .......................................................... 39
B. Jenis Penelitian ................................................................... 40
C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 41
D. Subjek dan Objek Penelitian ............................................... 41
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 41
vi
F. Sumber Data ......................................................................... 42
G. Model Analisis Data ............................................................ 42
BAB IV PROFIL HARIAN TANGSEL POS DAN TEMUAN ANALISIS
DATA
A. Profil Harian Tangsel Pos ....................................................... 47
1. Sejarah Berdirinya Harian Tangsel Pos ......................... 47
2. Visi dan Misi ................................................................... 49
3. Sirkulasi Penyebaran Koran dan Profil Pembaca ........... 49
B. Analisis Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ...... 55
C. Interpretasi ............................................................................. 67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 85
B. Saran .................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Definisi Menurut Para Ahli ................................................................. 20
Tabel 2: Kerangka Framing Zhondang Pan & Kosicki .................................... 23
Tabel 3: Kategori Berita .................................................................................... 34
Tabel 4: Kelengkapan Berita dari Harian Tangsel Pos ..................................... 61
Tabel 5: MUI Dukung Miras Dilegalkan .......................................................... 81
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Pola Penulisan Piramida Terbalik ................................................ 36
Gambar 2: Komponen Analisis Data Model Interaktif .................................. 43
Gambar 3: Sirkulasi Penyebaran Koaran ....................................................... 50
Gambar 4: Usia Pembaca ............................................................................... 50
Gambar 5: Berdasarkan Pendidikan ............................................................... 51
Gambar 6: Berdasarkan Pekerjaan ................................................................. 51
Gambar 7: Pendapatan Pembaca .................................................................... 52
Gambar 8: Jenis Kelamin ............................................................................... 52
Gambar 9: Managemen Redaksi Harian Tangsel Pos .................................... 53
Gambar 10: Foto Sekertaris MUI Tangsel Abdul Rajak .................................. 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa sangat berperan dalam perkembangan atau bahkan perubahan
pola tingkah laku dari suatu masyarakat, oleh karena itu kedudukan media massa
dalam masyarakat sangatlah penting. Dengan adanya media massa, masyarakat
yang ingin mengetahui sebuah peristiwa atau informasi di luar lingkungannya bisa
dengan mudah mendapatkannya dari media massa. Karenanya media massa
mempunyai jaringan yang luas dan bersifat massal, sehingga masyarakat yang
membaca tidak hanya orang perorangan tapi sudah mencakup jumlah puluhan,
ratusan, bahkan ribuan pembaca, sehingga pengaruh media massa akan sangat
terlihat dipermukaan masyarakat.1
Media massa terdiri atas media cetak dan media elektronik. Media cetak
contohnya surat kabar dan majalah, sedangkan media elektronik ada televisi dan
radio. Dalam proses jurnalistik, setiap informasi yang disajikan kepada khalayak
bukan saja harus benar, jelas dan akurat, melainkan juga harus menarik,
membangkitkan minat dan selera baca.2 Isi surat kabar dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok besar yakni, berita (news), opini (view), dan iklan
(advertising). Dari ketiga kelompok besar itu, hanya berita dan opini saja yang
1 Muhammad Budayatma, Jurnalistik Teori dan Praktek, (Bandung: Rosda, 2006), Cet Ke-
3. h. 27. 2 Haris Samandari, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 4.
2
disebut produk jurnalistik, iklan bukanlah produk jurnalistik walaupun teknik
yang digunakannya merujuk pada teknik jurnalistik.3.
Menurut pasal 6 UU Pokok Pers No. 40/1999, pers nasional melaksanakan
peranan: memenuhi hak masyarakat untuk mmengetahui, menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supermasi hukum dan hak asasi
manusia serta menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar, melakukan pengawasan,
kritik, koreks, dan saran terdapat hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umum, dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran.4
Wartawan lokal harus lebih kritis mengkaji, mengevaluasi, dan
memberitakan relavansi suatu proyek pembangunan dengan kebutuhan nasional
dan yang terpenting dengan kebutuhan lokal, perbedaan antara program menurut
rencananya dengan diimplementasikan dan perbedaan antara dampak terhadap
masyarakat seperti diklaim oleh pejabat pemerintah.5
Peran wartawan lokal tidak hanya melaporkan fakta, tetapi juga memberikan
motivasi. Tujuannya untuk memancing masyarakat yang terkait dengan upaya
mereka memperbaiki hidup.6 Seorang wartawan harus memiliki beberapa sifat
dasar seperti bersifat kritis, memiliki rasa ingin tahu yang besar (curiosity),
berpengetahuan luas, berpikir terbuka, menjadi pekerja keras.7 Pers lokal hanya
beredar di sebuah kota dan sekiitarnya, salah satu ciri pers lokal ialah 80 persen
isinya didominasi oleh berita, laporan, tulisan dan sajian gambaran bernuansa
3 Haris Samandari, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 6. 4Ibid, h. 25.
5Hanif Suranto dan Dicky Lopulalan, Menjadi Watawan Lokal: Panduan Meliput. (Jakarta:
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2000), h. 3. 6Ibid, h. 4.
7Ibid, h. 5.
3
lokal. Motivasi dan ambisi pers lokal adalah raja di kotanya sendiri. Pers lokal
biasa disebut kamus dan cermin berjalan sebuah kota karena apa pun peristiwa
dan fenomena tentang kota tersebut, pasti dijumpai didalamnya.8
Kebijakan redaksional pers lokal bertumpu pada pengembangan dimensi
kedekatan geografis dan kedekatan psikologis (proximity) dalam segala dimensi
dan implikasinya. Pers lokal bisa juga disebut buku harian berwarna sebuah kota.9
Wartawan lokal harus memiliki komitmen terhadap perbaikan segala segi
kehidupan masyarakat di daerahnya.10
Pemerintah daerah setempat dinilai dari tingkat kabupaten, kecamatan
hingga tingkat desa biasanya memiliki kebijakan dan program pembangunan di
wilayahnya untuk jangka waktu tertentu. Wartawan lokal harus memahami semua
kebijakan itu. Dengan memahami kebijkan pembangunan di tingkat lokal, kita
dapat mensosialisasikan kepada masyarakat. Apakah kebijakan itu sudah tepat
atau belum bagi kepentingan masyarakat. Kota juga dapat ikut mengontrol apakah
kajian tersebut dilaksanakan atau tidak. Wartawan lokal harus mampu
menghimpun dan menggalang hubungan seluas-luasnya dengan pejabat
pemerintahan setempat, tokoh-tokoh masyarakat dan lebih penting lagi
masyarakat bawah.11
Satu di antara media yang ada di Indonesia adalah Harian Tangsel Pos.
Harian Tangsel Pos sebagai media lokal yang dapat memberikan informasi
seputar pemberitaan pemerintahan kebijakan daerah kepada masyarakat
8 Haris Samandari, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis
Jurnalis Profesional (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 42. 9Ibid, h. 42.
10 Hanif Suranto dan Dicky Lopulalan, Menjadi Watawan Lokal: Panduan Meliput.
(Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2000), h. 5. 11
Ibid, h.5-6.
4
khususnya yang berada di Kota Tangerang Selatan, Banten dengan segala
kebijakannya dalam membangun daerahnya baik dari segi infrastruktur maupun
masyarakatnya sendiri. Harian Tangsel Pos harus dapat memberitakan yang
berkaitan dengan masalah pemerintahan politik maupun kebijakan di Tangsel
sebagai kota baru dengan pemerintahan yang baru. Pers dalam perananya sebagai
mata dan telinga idealnya dapat terus menjalankan fungsinya secara maksimal.
Adalah fungsi pers seperti yang dikemukakan oleh Harold D, Laswell adalah
sebagai pengawas sosial (social surveillance).12
Usaha penyebaran informasi dan
interpretasi objekif mengenai hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat. Dan
biasanya media lokal dengan sengaja mengemas pemberitaan daerahnya tersendiri
atau bahkan hampir semua halamannya menampung informasi pemberitaan
mengenai pemerintahan politik dan kebijakan di wilayahnya.
Kota Tangerang Selatan atau yang sering disebut Kota Tangsel adalah kota
baru dengan pemerintahan yang baru terbentuk usai dari pemekaran Kota
Tangerang Provinsi Banten. Dalam kondisinya yang baru tersebut kian menjadi
daya tarik untuk diamati atau diperbincangkan agar Harian Tangsel Pos tidak
hanya menjadi media pencitraan pemerintah daerahnya.
Kejahatan adalah kenyataan sosial yangmenganggu kehidupan manusia.
Tindak kekerasan dan kejahatan makin marak di tanah air ini, baik disadari
ataupun tidak, moral bangsapun ikut merosot dibuatnya. Salah satu penyebabnya
adalah banyak para generasi bangsa masa kini yang mengkonsumsi minuman
keras yang mengandung alkohol, sehingga banyak pula dari mereka yang
terjerumus dalam dunia kejahatan.
12
Harold D Laswel dari Bryson, L. (1964), The Comunication of Ideals, Cooper Square
Publisher: New Yor. Dalam Gun Gun Heriyanto, Opini “Pilkada Media dan Citra Politik”, h. 4.
5
Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia memandang minuman keras
atau khamar sebagai faktor utama timbulnya segala kejahatan, seperti
menimbulkan permusuhan dan kebencian antara sesama manusia, menghalangi
seseorang untuk berzikir kepada Allah SWT, menghalangi sinar hikmat dan
merupakan perbuatan setan. Oleh karena itu secara esensi maupun penggunaanya
khamar diharamkan dalam Al-Qur’an maupun dalam Sunnah Nabi SAW secara
tegas.13
Hal ini sangat jelas dikatakan dalam Al-Quran surat Al Baqarah ayat 219
“Mereka bertanya kepada mu tentang khamar dan judi. Katakanlah:
"Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka
bertanya kepada mu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih
dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada mu
supaya kamu berfikir.”(QS. Al Baqarah: 219)
Di negara kita sendiri sudah banyak peraturan dan perundang-undangan
yang berkaitan dengan minuman keras, diantaranya dibahas dalam KUHP.
Walaupun demikian, pada prinsipnya minuman keras tidak dilarang dan orang
yang mengkonsumsinya tidak diancam dengan hukuman kecuali apabila ia mabuk
dan mengganggu ketertiban masyarakat umum.14
Sebagai kota yang berpenduduk padat serta berdekatan dengan ibu kota, tak
menutup kemungkinan ada berbagai kegiatan haram lain di Kota Tangerang
13
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam (As-syamil, 2000). 14
Ahmad Zaeburi Ardi. 2010. Analisis Politik Hukum Terhadap Perda Kota Depok no 6
tahun 2008 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Skripsi. Jakarta:
Program Strata Satu Universitas UIN Jakarta.
6
Selatan, seperti pelacuran, perjudian yang tak kalah marak dengan banyaknya
peredaran minuman keras yang selalu mengiringi kegiatan tersebut.
Tangerang Selatan sebagai kota yang berpredikat kota religius, Pemkot
Tangerang Selatan baru-baru ini memberikan wacana tentang pelegalan miras,
dimana minuman keras ini akan dilegalkan di kota Tangerang Selatan dengan
ketentuan yang jelas tentunya. Wacana ini masi digodog dalam Rapat Daerah
tentang Retribusi Daerah. Perda yang berisi peredaran minuman keras itu sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 23 ayat (8) dan ayat (9) Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 43/M-DAG/PER/9/2009 tentang ketentuan pengadaan,
peredaran, penjualan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 54/M-
DAG/PER/8/2012.15
Wacana ini pula di dukung oleh MUI, Sekretaris MUI Tangsel Abdul Rajak
berpendapat, dengan melegalkan miras, tidak semua wilayah atau toko-toko
minimarket yang memiliki kewenangan menjual miras. MUI menekankan, dalam
rencana melegalkan miras itu, aturan tentang miras harus betul-betul mengatur
hingga detil, seperti umur pembeli miras, toko penjual miras dan pihak-pihak
yang boleh mengkonsumsi miras, “...harus betul-betul jelas regulasinya. Dimana
yang diperbolehkan untuk menjual, konsumen yang boleh beli usia berapa, ini
harus diatur.Sehingga tidak semua orang bisa mengkonsumsi dan membeli miras
tersebut. Jadi harus jelas seperti di negara-negara maju...”16
Dalam rencana ini MUI juga meminta Pemkot Tangerang Selatan untuk
mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan kelembagaan Islam sebelum
15
Ima, MUI Dukung Miras Dilegalkan, Harian Tangsel Pos, 22 Mei 2013, h. 7. 16
Ibid, h. 7.
7
meresmikan keputusan ini. Seperti yang kita ketahui bahwa dalam Islam pun
melarang kita untuk meminum minuman beralkohol karena dapat merusak akal
dan membuat lupa diri serta tidak baik untuk kesehatan.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka penelitian ini dibuat dengan
judul Konstruksi Berita Pelegalan Miras pada Harian Tangsel Pos.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini lebih mudah dan terarah maka
penulisan skripsi ini dibatasi berdasarkan hanya pada berita terkait pelegalan
miras di Harian Tangsel Pos dengan judul “MUI Dukung Miras Dilegalkan”
edisi 22 Mei 2013.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka rumusan masalah
penelitian ini adalah: Bagaimanakah isu pelegalan miras dibingkai oleh Harian
Tangsel Pos?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana Harian Tangsel Pos dalam
mengkonstruksi berita tentang isu pelegalan miras di Tangerang Selatan.
8
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi maanfaat, diantaranya:
a. Manfaat Akademis
Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi bagi para akademisi terutama mahasiswa Universitas Islam
Negeri Jakarta agar lebih mengetahui apa dan bagaimana pembingkaian
media massa, dalam mengkontruksi isu melalui pemberitaannya.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan gambaran
kepada khalayak mengenai fenomena bagaimana kekuatan Harian
Tangsel Pos memproduksi teks tentang isu pelegalan miras oleh MUI
Tangerang Selatan agar khalayak kritis terhadap berita-berita yang
dimunculkan oleh media.
D. Pedoman Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi) Karya Hamid Nasuhi dkk. yang
Diterbitkan oleh Ceqda (Center for Quality Development And Assurance).
E. Tinjauan Pustaka
Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku
yang membahas tentang analisis framing. Ada beberapa tulisan yang
membicarakan mengenai analisis framing dan menjadi acuan dalam penelitian ini,
diantaranya yaitu:
9
Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Buku ini ditulis
oleh Eriyanto dan diterbitkan PT LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta tahun 2002.
Buku ini menjelaskan dengan lengkap tentang konstruksi framing, ideologi, dan
politik media.
Skripsi dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Waria pada
Majalah Waria @Information Group Rubrik Under Cover” karya Ika Sari
Nur Laili Romadlon, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis memilih skripsi tersebut karena analisis
yang digunakan adalah analisis framing dengan model Zhongdang Pan dan Gerald
M. Kosicki dan sama-sama melihat pandangan dari satu media, perbedaannya
yaitu pada isu yang diangkat dan medianya.
Serta Artikel Jurnal Oleh Prakoso Febrianto dengan judul “Analisis
Framing Pada Pemberitaan Mengenai Pidato Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono Tentang Polemik Antara KPK dengan Polri di Website
Suarasurabaya.net dan RRI.co.id”, dalam jurnal ini terdapat kesamaan yaitu
dalam penggunaan metode analisis framing Zhondang Pan dan Gerald M, Kosicki
yang membedakan Prakoso mengkomparasi dari dua artikel dan dua media online.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pedoman penulisan, tinjauan
pustaka dan sistematika penulisan.
10
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
Bab ini menguraikan kajian teoritis mengenai konstruksi realitas sosial,
dan dijelaskan tentang apa itu framing beserta model Zhongdang Pan dan
Gerald M. Kosicki, media massa, media cetak, dan berita.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang paradigma penelitian, jenis penelitian, tempat dan
waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, teknik pengumpulan data,
sumber data, serta model analisis data.
BAB IV PROFIL HARIAN TANGSEL POS DAN TEMUAN ANALISIS
DATA
Bab ini berisi tentang sejarah singkat Harian Tangsel Pos, Visi-Misi,
Struktur Organisasi dari Harian Tangsel Pos, temuan dan analisis framing
terhadap Harian Tangsel Pos edisi 22 Mei 2013 yang membahas isu pelegalan
miras menggunakan model Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, dan
Interpretasi penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisikan mengenai kesimpulan dan saran penulis.
DAFTAR PUSTAKA
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Konstruksi Realitas
Konstruksi artinya pembuat, rancang bangun-bangunan, penyusunan,
pembangunan (bagunan), melukiskan, merancang dan lain sebagainya.1
Sementara media adalah perantara (informasi), sarana yang dipergunakan oleh
komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan
apabila komunikasi jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. Sebuah realitas sosial
tidak berdiri sendiri tanpa kehadiran individu, baik di dalam maupun di luar
realitas tersebut. Realitas sosial memiliki makna ketika realitas sosial dikonstruksi
dan dimaknai secara subjektif oleh individu lain, sehingga memantapkan realitas
itu secara subjektif. Individu mengkonstruksi realitas sosial dan
mengkonstruksinya dalam dunia realitas, memantapkan realitas itu berdasarkan
subjektifitas individu lain dalam institusi sosialnya.2
Pengetahuan atau pandangan manusia dibentuk oleh kemampuan tubuh
inderawi dan intelektual, asumsi-asumsi kebudayaan dan bahasa tanpa kita sadari.
Bahasa dan ilmu pengetahuan bukanlah cerminan semesta, melainkan bahasa
membentuk semesta, bahwa setiap bahasa mengkonstruksi aspek-aspek tertentu
dari semesta dengan caranya sendiri. Peter Dahlgren mengatakan realitas sosial
1 Alex. MA, Kamus Ilmiah Populer Kontenporer,(Surabaya: PT. Karya Harapan), h. 334.
2 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, Dan Analisis Framing (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002) , h. 90.
12
setidaknya sebagian adalah produksi manusia, hasil proses budaya, termasuk
penggunaan bahasa.3
Mengenai pentingnya bahasa dalam berkomunikasi, Ibnu hamad pun
memberikan pendapatnya bahwa dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur
utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah
alat konseptual dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita,
cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa.4
Menurut Ibnu Hamad, bahasa terdiri dari: “Bahasa verbal (kata-kata tertulis
dan lisan) maupun non verbal (bukan kata-kata dalam bentuk gambar, foto, gerak-
gerik, grafis, angka, dan tabel)”. Keberadaan bahasa sebagai elemen utama
berkomunikasi, diungkapkan Ibnu Hamad tidak lagi sebagai alat semata untuk
menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menemukan gambaran (citra)
yang akan dimunculkan di benak khalayak, terutama dalam media massa.
Jadi, dapat dikatakan bahasa yang digunakan media massa memiliki
kekuatan untuk membentuk pikiran masyarakat. Bahasa dengan unsur utama kata
memiliki kekuatan yang besar dalam berinteraksi antara komunitas sosial. Bahasa
adalah cermin budaya masyarakat pemakainya.
Peter L. Berger dan Thomas Luckman memperkenalkan konsep
konstruksionisme melalui tesisnya tentang konstruksi atas realitas. Teori
konstruksi sosial Peter L. Berger menyatakan bahwa, realitas kehidupan sehari-
hari memiliki dimensi subjektif dan objektif. Manusia merupakan instrumen
dalam menciptakan realitas sosial yang objektif melalui proses esternalisasi,
3 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. Xi. 4 Ibnu Hamad, Agus Sudibyo, Moh Qodari, Kabar-kabar Kebencian: Prasangka Agama di
Media Massa (Jakarta: ISAI, 2001), h. 69.
13
sebagaimana ia mempengaruhinya melalui proses internalisasi (yang
mencerminkan realitas subjektif). Masyarakat merupakan produk manusia dan
manusia merupakan produk masyarakat. Baik manusia dan masyarakat saling
berdialektika diantara keduanya. Masyarakat tidak pernah sebagai produk akhir,
tetapi tetap sebagai proses yang sedang terbentuk proses dialektika tersebut
mempunyai tiga tahapan, Berger dalam Eriyanto menyebutkannya sebagai
momen. Ada tiga tahap peristiwa5 :
a. Eksternalisasi, yaitu pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia,
baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Hal ini sudah menjadi sifat dasar
dari manusia, ia akan selalu mencurahkan diri ke tempat dimana ia berada.
Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang lepas dari
dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses inilah
dihasilkan suatu dunia, dengan kata lain manusia menemukan dirinya
sendiri dalam suatu dunia.
b. Objektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik
dari kegiatan esternalisasi manusia tersebut. Hal itu menghasilkan realitas
objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai
suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang
menghasilkannya. Lewat proses objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu
realitas sui generis. Hasil dari eksternalisasi kebudayaan itu misalnya,
manusia menciptakan alat demi kemudahan hidupnya, atau kebudayaan non
materil dalam bentuk bahasa. Baik alat maupun bahasa tadi adalah kegiatan
esternalisasi manusia ketika berhadapan dengan dunia, ia adalah hasil dari
5Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 16-17.
14
kegiatan manusia. Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai
produk eksternalisasi tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia
dapat menghadapi manusia sebagai penghasil dari produk kebudayaan.
Kebudayaan yang telah berstatus realitas objektif, ada di luar kesadaran
manusia, ada “disana” bagi setiap orang. Realitas objektif itu berada dengan
kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa
dialami setiap orang.
c. Internalisasi, proses internalisasi merupakan penyerapan kembali dunia
objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu
dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia
yang telah terobjektifkan tersebut akan ditangkap sebagai gejala di realitas
luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui
internalisasi, manusia menjadi hasil dari masyarakat.
Bagunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif,
subjektif, dan simbolis atau intersubjektif. Realitas objektif adalah realitas yang
terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luat diri individu, dan
realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi
simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif
adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali ealitas objektif
dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.6
Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah dan juga tidak
diturunkan oleh Tuhan. Melainkan dibentuk dan dikonstruksi. Dengan
6
Burhan Bugin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Mayarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 202.
15
pemahaman seperti ini, realitas berwajah ganda plural. Setiap orang mempunyai
konstruksi yang berbeda terhadap suatu realitas.7
Bagi kaum konstruksionis, realita itu bersifat subjektif. Realitas itu
dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Saat wartawan melakukan wawancara
dengan narasumber disana terjadi interaksi antara wartawan dan narasumber dan
ditulis untuk dijadikan berita. Tetapi terdapat pula proses eksternalisasi:
pernyataan yang diajukan oleh pewawancara membatasi pandangan narsumber.
Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media,
wartawan, dan berita dapat dilihat, seperti:8
a. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi.
Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari
pandangan tertentu. Karena fakta itu diproduksi dan ditampilkan secara
simbolik, maka realitas tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana
fakta tersebut dikonstruksi.
b. Media adalah agen Konstruksi.
Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebagai subjek yang
mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan
pemihakannya. Melalui berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut
membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan.
c. Berita bukan reflesi dari realitas.
Dalam pandangan positivis, berita adalah informasi yang dihadirkan
kepada khalayak sebagai representasi kenyataan. Sedangkan menurut
pandangan konstruksionis berita itu bukan menggambarkan realitas yang
7Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 13-15. 8Ibid, h. 19.
16
ada, tetapi hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan,
ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Realitas yang sama bisa
menghasilkan berita yang berbeda dan cara pandang seseorang juga
berbeda.
d. Berita bersifat subjektif (konstruksi atas realitas).
Hasil kerja jurnalistik dalam pandangan konstruksionis tidak bisa
dinilai dengan menggunakan dtandar yang rigif. Hal ini dikarenakan berita
adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan
orang atas realita jadi berbeda dengan orang lainyang tentunya
menghasilkan “realitas” yang berbeda juga.
e. Wartawan bukan pelapor, ia agen konstruksi realitas.
Dalam pandangan konstruksionis wartawan tidak bisa
menyembunyikan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian intrinsik
dalam pembentukan berita. Selain itu wartawan juga dipandang sebagai
agen konstruksi. Karena wartawan bukan hanya melaporkan fakta,
melainkan turut mendefinisikan peristiwa.
f. Etika, pilohan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang
integral dalam produksi berita.
Dalam pandangan konstruksionis aspek etika, moral dan nilai-nilai
tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan
bukan hanya pelapor, karena disadari atau tidak ia menjadi partisipan dari
keragaman penafsiran dan subjektivitas dalam publik. Karena fungsinya
tersebut, wartawan menulis berita bukan hanya sebagai penjelas tetapi
mengkonstruksi peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati.
17
g. Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam
penelitian.
Sifat dasar dari penelitian yang bertipe konstruksionis adalah
pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai.
Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari progres penelitian.
h. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita.
Dalam pandangan konstruksionis khalaya dilihat sebagai subjek yang
aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Makna dari suatu teks bukan
terdapat dari suatu pesan yang dibaca oleh pembaca karena makna selalu
mempunyai banyak arti. Setiap orang memiliki pemaknaan yang berbeda
atas teks yang sama.
Peristiwa yang sering diberitakan media massa baik media elektronik
maupun media cetak seringkali berbeda dengan peristiwa sebenarnya. Mengapa
demikian?, sebab media tidak semata-mata sebagai saluran pesan yang pasif tetapi
media juga aktif dalam melakukan konstruksi terhadap peristiwa.
Menurut Burhan Bugin, proses kelahiran konstruksi sosial media massa
berlangsung dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:9
a. Tahapan Menyiapkan Materi Konstuksi
Isu-isu penting yang setiap hari menjadi fokus media massa,
berhubungan dengan tiga hal, yaitu kedudukan (tahta), harta, dan
perempuan. Selain tiga hal itu ada juga fokus-fokus lain, seperti informasi
9
Burhan Bugin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Mayarakat (Jakarta: Kencana, 2007), h. 204-212.
18
yang sifatnya menyentuh perasaan banyak orang, yaitu persoalan-persoalan
sensitivitas, sensualitas, maupun ketakutan atau kengerian.
Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial, yaitu:
1; Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Artinya, media massa
digunakan oleh kekuatan-kekuatan kapitalis untuk dijadikan sebagai mesin
pencipta uang atau pelipatgandaan modal. 2; Keberpihakan semu kepada
masyarakat. Artinya, bersikap seolah-olah simpati, empati, dan berbagai
partisipasi kepada masyarakat. 3; Keberpihakan kepada kepentingan umum.
Artinya sebenarnya adalah visi setiap media massa, namun akhir-akhir ini
visi tersebut tak pernah menunjukan jati dirinya, namun slogan-slogan
tentang visi ini tetap terdengar.
b. Tahap Sebaran Konstruksi
Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua
informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya
berdasarkan pada agenda media. Apakah yang dipandang penting oleh
media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca.
c. Pembentukan Konstruksi Realitas
1) Tahap Pembentukan Konstruksi Realitas
Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan
(penceritaan) telah sampai pada pembaca dan pemirsanya yaitu terjadi
pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga yang berlangsung
secara genetik. Pertama, konstruksi realitas pembenaran; kedua,
kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan
konsumtif.
19
2) Pembentukan Konstruksi Citra
Pembentukan teori citra adalah bangunan yang diinginkan oleh
tahap konstruksi. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun
oleh media massa terbentuk dalam dua model; (1) model good news
(stoy) dan (2) model bad news (story).
d. Tahap Konfimasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan
pemirsa (penonton) memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap
pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media,
tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap
alasan-alasan konstruksi sosial. Sedangkan bagi pembaca, tahapan ini juga
sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadi
dalam proses konstruksi sosial.
B. Konsep Framing
Gagasan tentang framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun
1955.10
Awalnya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta
yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep
ini kemudian dikembangkan oleh Goffman di tahun 1974, yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strios of behavior) yang membimbing
individu dalam membaca realitas.11
10
Agus Sudibyo, Citra Bung Karno, Analisis Berita Pers Orde Baru, (Yogyakarta: Lkis,
1999), h. 23. 11
Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, h. 219.
20
Sebagai sebuah konsep, framing atau frame sendiri bukan murni konsep
ilmu komunikasi, melainkan pinjaman dari ilmu kognitif (psikologi). Dalam
praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-
konsep sosiologis, politik dan kultural untuk menganalisis fenomena komunikasi,
sehingga suatu fenomena dapat dapat diapresiasi dan dianalisis berdasarkan
konteks sosiologis, politis atau kultural yang melingkupinya.12
Dalam prespektif
komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau
ideologimedia saat mengkonstruk fakta. Berikut beberapa definisi framing
menurut para ahli:13
Tabel 1
Definisi Framing Menurut Para Ahli
Tokoh Definisi
Robert N. Entman Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga
bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol
dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan
penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih
besar dari pada sisi yang lain.
William A. Gamson Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu
wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah
kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau
struktur pemahaman yang digunakan individu untuk
mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia
12
Alex Sobur, Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana Semiotika,
Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 162. 13
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 67-68.
21
sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-
pesan yang ia terima.
Todd Gitlin Srategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan
disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan
kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa
ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol
dan menarik perhatian khalaya pembaca. Itu dilakukan
dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan
presentasi aspek tertentu dari realitas.
David E. Snow and
Robert Benfort
Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan
kondisi yang relevan. Frame mengorganisasikan
sistem kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci
tertentu, anak kamlimat, citra tertentu, sumber
informasi, dan kalimat tertentu.
Amy Binder Skema interpretasi yang digunakan oleh individu
untuk menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi,
dan melabeli peristiwa secara langsung. Frame
mengorganisir peristiwa yang komples ke dalam
bentuk dan pola yang mudah dipahami dan membantu
individu untuk mengerti makna peristiwa.
Zhondang Pan and
Gerald M. Kosicki
Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat
kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi,
menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan
rutinitas dan konvensi pembentukan berita.
Dari definisi diatas, definisi framing mengacu pada suatu cara untuk
menyajikan realitas, dimana realitas yang ada dikemas sedemikian rupa dengan
menggunakan simbol-simbol yang terpilih, diseleksi, ditekankan, dan ditonjolan
sehingga peristiwa tertentu dapat lebih mudah dipahami berdasarkan perspetif
22
tertentu yang dimaksudkan dalam proses framing tersebut. Jadi, realitas yang
disampaikan bukanlah realitas yang utuh. Agus Sudibyo (2001) mengatakan
bahwa media massa dilihat sebagai media diskusi antara pihak-pihak dengan
ideologi dan kepentingan yang berbeda-beda. Mereka berusaha untuk
menonjolkan kerangka pemikiran, perspektif, konsep dan klam interpretatif
masing-masing dalam rangka memaknai objek wacana. Ketertibatan mereka
dalam suatu diskusi sangat dipengaruhi oleh status, wawasan, dan pengalaman
sosial masing-masing.14
C. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki
Dalam prespektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah
cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati
strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan faktah ke dalam berita agar lebih
bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring
interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Framing adalah pendekatan untuk
mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh
wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.15
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun
1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir politik, kebijakan, dan wacana serta yang
menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan
frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing
14
Agus Sudibyo, Politik Media dan Pertarungan Wacana, (Yogyakarta, 2001), h . 63. 15
Alex Sobur, Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana Semiotika,
Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 161-162.
23
individu dalam membaca realitas.16
Pada intinya framing merupakan penempatan
berbagai informasi dalam konteks yang khas sehingga elemen isu tertentu
memilikki alokasi yang lebih besar dalam kognisi individu dibandingkan dengan
elemen isu yang lainya.17
Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mengoperasionalisasikan empat
dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing. Keempat dimensi
struktural tersebut membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-
elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi
bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi
ide. Keempat struktur itu adalah:
Tabel 2
Kerangka Framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki
Struktur Perangkat Framing Unit Yang Diamati
SINTAKSIS
(Cara wartawan
menyusun fakta)
Skema berita
Headline, lead, latar informasi,
kutipan, sumber, pernyataan,
penutup.
SKRIP (Cara wartawan
mengisahkan fakta)
Kelengkapan berita
Unsur 5W+1H (What, Where,
When, Who, Why, danWhy).
TEMATIK
(Cara wartawan
menulis fakta)
Detail
Koherensi
Bentuk kalimat
Kata ganti
Paragraf, preposisi, kalimat,
hubungan antara Kalimat.
RETORIS
(Cara wartawan
menekankan fakta)
Leksikon
Grafis
Metafor
Kata, idiom, gambar atau foto,
grafik, kiasan.
16
Ibid,Alex Sobur, Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana
Semiotika, Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h..162. 17
M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004). h. 181
24
1. Struktur Sintaksis
Struktur sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian
berita (headline, lead, latar informasi, kutipan sumber, pernyataan, dan
penutup) dalam suatu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Pengertian
yang paling sederhananya adalah susunan kata dalam kalimat. Segi sintaksis
seringkali muncul dalam bentuk piramida terbalik. Struktur ini dapat
memberikan petunjuk mengenai bagaimana majalah memakai peristiwa dan
hendak kemana berita tersebut dibawa.
Sedangkan dalam tatanan wacana, struktur sintaksis terdiri atas
susunan atau kerangka dari sebuah penyusunan artikel atau wacana berita.
Struktur sintaksis biasanya ditandai dengan “struktur piramida terbalik” dan
bahasa penandaan sumber. Piramida terbalik ini mengacu pada
pengorganisasian bagian-bagian struktur yang beruntut, seperti headline,
lead (episode, runtutan cerita), backround (latar belakang) dan ending yaitu
conclusion (penutup). Unit dari skema sintaksis adalah sebagai berikut:
a. Headline (berita utama): menunjukkan kecenderungan berita dan
mempengaruhi bagaimana kisah dimengaerti.
b. Lead (teras berita): menunjukkan persfektif tertentu dari berita yang
diberitakan.
c. Latar Informasi: latar menentukan kearah mana pandangan khalayak
dibawa dan dapat dipengaruhi makna yang ditampilkan.
d. Kutipan Sumber: berfungsi mengklaim validitas pertanyaan berdasar
klaim otoritas akademik, menghubungkan poin tertentu dengan
melawankannya dengan pendapat mayoritas.
25
e. Pernyataan
f. Penutup
2. Struktur Skrip
Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan dan bagaimana
dari suatu informasi penting yang disembunyikan. Bentuk umum dari
struktur skrip ini adalah pola 5W + 1H. Meskipun pola ini tidak selalu
dijumpai pada setiap berita, yang ditampilkan. Kategori informasi ini tidak
yang diharapkan diambil oleh wartawan untuk dilaporkan. Unsur
kelengkapan berita ini menjadi penanda framing yang penting. Prangkat
framingnya adalah kelengkapan berita. Unit kelengkapan berita:
a. Cara bercerita: bagaimana peristiwa diramu menjadi skenario yang
bermakna. Bagaimana cara peristiwa dipahami tergantung bagaimana
wartawan meletakkan bagian-bagian peristiwa dalam urutan tertentu.
b. Unsur 5W + 1H (what, who, where, when, why, how), dapat menjadi
frame yang penting atau disebut dengan unsur kelengkapan berita.
3. Struktur Tematik
Berhubungan dengan fakta yang ditulis. Penempatan dan penulisan
sumber berita ke dalam teks secara keseluruhan. Dalam menulis berita,
seorang wartawan mempunyai tema tertentu atas suatu peristiwa. Tema
itulah yang akan dibuktikan dengan susunan atau bentuk kalimat tertentu,
preposisi, atau hubungan antara preposisi. Perangkat yang digunakan dalam
struktur tematik ini adalah detail, koherensi, bentuk kalimat, kata ganti. Unit
yang diamati dari keempatnya adalah:
26
a. Paragraf: bagaimana paragraf menampilkan elemen wacana detail
berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan sebuah media
apakah informasi yang ditonjolkan yang menguntungkan dan
mengandung citra baik atau sebaliknya.
b. Bentuk kalimat: kalimat aktif digunakan supaya seseorang menjadi
subjek atas pernyataan sedangkan kalimat pasif digunakan seupaya
seseorang menjadi objek dari pernyataan.
c. Hubungan antar kalimat: melihat bagaimana seseorang secara strategis
menggunakan koherensi untuk menjelaskan suatu fakta atau pristiwa
sebagai saling terpisah, hubungan atau sebab akibat.
d. Kata ganti: penggunaan kata ganti saya, aku, dia, mereka, anda dan
sebagainya erat kaitannya dengan bagaimana penulis menghubungkan
dirinya dengan pembaca.
4. Struktur Retoris
Menekankan arti tertentu ke dalam bentuk berita. Perangkat
framingnya adalah:
a. Leksion: menandakan bagaimana majalah memilih kata dari berbagai
kemungkinan kata yang tersedia, unit yang diamati adalah kata dan
idiom.
b. Grafis: yang biasanya muncul dalam bentuk foto atau gambar atau tabel.
Garafis mengontrol perhatian dna ketertarikan secara intensif,
menunjukan apakah suatu informasi dianggap penting dna menarik,
sehingga harus difokuskan.
27
c. Metafora: cara penyampaian melalui kiasan atau ungkapan, pemakaian
kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang
menggambarkan persamaan atau perbandingan.
D. Media Massa
1. Definisi dan Karakteristik Media Massa
Istilah “media massa” merujuk pada alat atau cara terorganisasi
untukberkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang
atau khalayak dalam jangka waktu yang ringkas. Media massa bukan sekedar alat
semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat melalui
kekuasaan yang ada maupun kesepakatan-kesepakatan lain.18
Media massa (Mass Media) adalah saluran-saluran atau cara pengiriman
bagi pesan-pesan massa. Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD-Rom,
komputer, TV, radio, dan sebagainya.19
Menurut Kurt Lang dan Gladys Angel
Lang, media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa
membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan
menghadirkan objek-objek yang menunjukkan apa yang hendaknya
dipertimbangkan, diketahui, dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat.20
18
Nurani Soyomakti, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2010), h.
98. 19
Lynn H Turner, pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi (Jakarta: Penerbit Salemba
Humanika, 2008), h. 41. 20
Warner J. Severin dan James Tankard, Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan Terapan
dalam Media Massa (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 264.
28
2. Fungsi Media Massa
Beberapa para ahli mengemukakan fungsi dari media massa. MenurutJay
Black dan Federick C. Whitney (1988) fungsi dari media massa antara lain:21
a. to inform (menginformasikan)
b. to entertaint (memberi hiburan)
c. to persuade (membujuk)
d. transmission of the culture (transmisi budaya).
3. Media Cetak
Arti harfial bahasa Indonesia “cetak” ialah cap. Acuan. Makna harfiah ini
belum cukup memuaskan, karena itu kita masih perlu mengacu kepada kosa kata
inggrisnya. Dalam bahasa inggris, cetak yang berkaitan dengan produksi media
cetak yaitu press. Press berarti mesin untuk mencetak buku, media, surat kabar.
Adapun the press adalah surat kabar, media dan juga didalamnya para wartawan.,
termasuk wartawan dan jurnalis (editor) media elektronik baik radio maupun
TV.22
Untukk menjangkau khalayak yang relatif heterogen, komunikasi
membutuhkan media massa, yaitu sarana teknis yang memungkinkan
terlaksananya komunikasi massa tertentu. Yang dimaksud dengan media cetak
adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala seperti
surat kabar, majalah, dan tabloid.23
Media cetak di Indonesia pun semakin
21
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 64. 22
R. Masri Sareb Putra, Media Cetak: bagaimana media merancang dan memproduksi,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 1. 23
Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001) cet ke-3, h. 726.
29
beragam dan spesifk seperti berbagai bidang hiburan, olahraga, anak-anak,
remaja, politik, budaya, hukum, kesehatan, agama, wanita hingga majalah belanja.
Surat kabar boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum
ditemukan film, radio, TV dan sejenisnya. Surat kabar memiliki keterbatasan
karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf, serta lebih banyak
dusenangi oleh kaum tua dan kaum remaja dan anak-anak. Salah satu keahliannya
adalah mampu memberikan informasi yang lengkap, mudah dibawa kemana-
mana, terdokumentasi sehingga mudah diperoleh bila dipelukan. Surat kabar dapat
dibedakan atas periode terbit, ukuran, dan sifat penerbitnya.
Dari segi periode terbit ada surat kabar yang terbit setiap hari baik dalam
bentuk edisi pagi maupun sore. Sementara surat kabar mingguan ialah surat kabar
yang terbit paling sedikit satu kali dalam seminggu. Dari segi ukurannya, ada
yang terbit dalam bentuk plano dan juga yang terbit dalam bentuk
tabloid.24
Menurut Astrid S. Susanto, surat kabar adalah pemberitaan tentang
keadaan dan perkembangan yang memungkinkan orang untuk memperoleh
gambaan tentang pendapat umum, sekaligus dengan pemberitaannya, surat kabar
mencerminkan aliran-aliran psikologi dan pendapat umum setiap harinya.25
Pada umumnya, kalau berbicara mengenai pers sebgai media cetak adalah
dalam pengertian sempit, yakni ada tiga yang dapat juga dikatakan sebagai syarat
yang harus dipenuhi oleh surat kabar. Effendy dalam buku “Ilmu Komunikasi
Teori dan Praktek” mengatakan tiga ciri surat kabar yaitu26
:
24
Cangara, Pengantar Ilmu Komuniaksi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Edisi
Revisi, h. 127. 25
Astrid S. Susanto, Komunikaso dalam Teori dan Praktik, (Bandung: Bina Cipta, 1988),
cet.ke-3, h. 28. 26
Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja
Rosdikarya, 1990), cet.ke-11, h. 154-155.
30
a. Publisitas
Bahwa surat kabar diperuntukan untuk umum: karenanya berita,
tajuk rencana, artikel dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum.
Mungkin saja ada instansi atau organisasi, misalnya sebuah universitas,
yang menerbitkan secara berkala dalam bentuk dan dengan kualitas
kertas seperti harian umum, tetapi penerbitan tersebut tidak berpredikat
surat kabar atau pers sebab di peruntukan khusus bagi akademika
universitas tersebut.
b. Universalitas
Bahwa surat kabar harus memuat aneka berita dari kejadian-
kejadian diseluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan manusia.
Untuk memenuhi ciri-ciri inilah maka surat kabar melengkapi dirinya
dengan wartawan-wartawan khusus mengenai bidang tertentu,
menempatkan koresponden di kota-kota penting, baik di dalam negeri
untuk meliput berita-berita nasional maupun di luar negeri.
c. Aktualitas
Kecepatan penyampaian laporan mengenai kejadian di masyarakat
kepada khalayak. Bagi surat kabar, aktualitas ini merupakan faktor yang
amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan
berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkutan.
d. Periodesitas
Menunjukkan pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan
atau dwi mingguan. Sifat ini sangat penting dimiliki media massa
khususnya surat kabar bagi khalayanya. Kebutuhan manusia akan
31
infomasi adalah sama halnya dengan kebutuhan masnusia akan makanan,
minuman dan pakaian. Tidak pernah walau dalam satu hari pun manusia
tidak memerlukan informasi. Dan tidak sulit bagi surat kabar untuk terbit
secara periodik berkesinambungan selama ada dan dan tenaga yang
terampil karena disekeliling kita banyak sekali fakta serta peristiwa yang
dapat dijadikan isi berita surat kabar.
Asumsinya ialah setiap orang memiliki hak untuk mengetahui segala
pernak-pernik kejadian. Karena, dari bekal informasi itulah, setiap orang dapat
turut berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat. Untuk mendapatkan kepastian
informasi dan kemampuan urun rembung itu, setiap orang membutuhkan
wartawan surat kabar: yang bertugas sebagai wakil masyarakat untuk mencari dan
memberi tahu tentang segala peistiwa yang terjadi yang dibutuhkan masyarakat.
Surat kabar harian sendiri terbit untuk mewadahi keperluan tersebut. Infomasi
menjadi instrumen penting dari masyarakat industri. Maka itulah, surat kabar
harian bisa disebut sebagai produk dari industri masyarakat.27
E. Berita
1. Definisi Berita
Secara etimologi dalam Bahasa Inggris, berita (news) berasal dari kata new
(baru), jadi berita adalah peristiwa-peristiwa atau hal yang baru. Sedangkan
dikalangan wartawan ada ynag mengartikan news sebagai singkatan dari: north
(utara), east (timur), west (barat), south (selatan). Mereka mengartikan berita
sebagai laporan dari keempat penjuru angin tersebut, lapangan dari mana-mana,
dari berbagai tempat di dunia. Prof Mitchel V. Charnley dalam bukunya
27
Setiawan Santana K,Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005),
h. 87.
32
“Reporting” mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat mengenai fakta atau
opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya,
bagi sejumlah besar penduduk.28
Konsep dasar dari news atau berita adalah “apa-apa yang diberitakan oleh
wartawan dan termuat dalam media”, artinya berita adalah informasi yang sudah
diolah oleh wartawan dan dinilai punya keunggulan relatif, kadang bersifat
objektif kadang bersifat subjektif.29
Keunggulan sebuah berita banyak ditentukan
oleh apakah berita tersebut mempunyai nilai, walaupun terkadng bersifat
subjektif, tergantung siapa yang melihat dan memanfaatkannya.
Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping
views (opini). Mencari bahan berita lalu menyusunnya merupakan tugas poko
wartawan dan bagaimana redaksi penerbitan pers (media massa).30
Pada dasarnya berita adalah sebuah laporan mengenai segala sesuatu (fakta
atau opini) yang menarik atau penting bagi pembaca dan disampaikan tepat
waktu. Maksud dari kata „segala sesuatu‟ di sini adalah apa yang dilaporkan itu
menarik dan penting, dan harus disampaikan tepat waktu.31
Jadi, berita tidak lain
dan tidak bukan adalah peristiwa yang dilaporkan. Namun, Parakitri T Simbolon
dalan bukunya yang berjudul Vademekum Wartaawan mengatakan bahwa secara
teknis berita baru muncul hanya setelah dilaporkan. Segala hal yang diperoleh di
28
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2003), h. 130-131. 29
Indiwan Seto Wahju Wibowo, Dasar-dasar Jurnalistik (Jakarta: LPJA Press Jakarta,
2006), h. 39. 30
Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Praktis untuk Pemula, cet-6 (Bandung: PT, Remaja
Rosdakarya, 2005), h. 3. 31
Wibowo, Dasar-dasar Jurnalistik(Jakarta: LPJA Press Jakarta, 2006) h. 40.
33
lapangan dan masih akan dilaporkan, belum merupakan berita. Hasil di lapangan
itu masih merupakan peristiwa yang disaksikan oleh wartawan/ reporter.32
Warren Breed (1956), dalam buku Denis McQuail menyebutkan
karakteristik umum berita yang disusun dengan beberapa istilah yang
menguraikan berita: „layak jual, „dangkal‟, „sederhana‟, „objektif‟, „berorientasi
tindakan‟, „menarik‟ „(cukup berbeda)‟, „bijaksana‟.33
2. Nilai Berita dalam Media Massa
Nilai sebuah berita ditentukan oleh seberapa jauh syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhinya. Untuk mengetahui apakah suatu kejadian memiliki nilai berita
atau tidak, dapat dilihat dari unsur-unsur dibawah ini:34
a. Penting (significance): mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kehidupan orang banyak atau kejadiannya mempunyai akibat atau
dampak yang luas bagi khalayak pembaca.
b. Besaran (magnitute): sesuatu yang besar dari segi jumlah, nilai, atau
angka yang besar hitungannya sehingga menjadi sesuatu yang berarti dan
menarik untuk diketahui banyak orang.
c. Kebaruan (timeliness): membuat peristiwa yang baru saja terjadi. Karena
kejadiannya yang belum lama, hal ini menjadi aktual atau masih hangat
dibicarakan khalayak umum.
d. Kedekatan (proximity): memiliki kedekatan jarak (geografis) ataupun
emosional dengan pembaca.
32
Parakitri T Simbolon, Vademekum Wartawan (Jakarta: Kepustakaan Gramedia, 1997), h.
88. 33
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, cet-4 (Jakarta: Erlangga,
1996), h. 191. 34
Sedia Willing Barus, Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga,
2010), h. 31-32.
34
e. Ketermukaan (prominece): suatu peristiwa yang menyangkut orang
terkenal atau sesuatu yang dikenal masyarakat.
f. Sentuhan manusiawi (human interest): sesuatu yang menyentuh rasa
kemanusiaan, menggugah hati, dan minat.
Selain itu, Suhaimi dan Ruli Nasrullah dalam bukunya yang berjudul
Bahasa Jurnalistik mengatakan bahwa tidak semua fakta, peristiwa, kejadian, atau
fenomena bisa dijadikan berita. Meliput dan menulis berita harus memperhatikan
beberapa elemen berita yang dijadikan sebuah peristiwa itu memiliki daya tarik.35
3. Kategori Berita dalam Media Massa
Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah kategori berita. Proses
produksi berita adlaah sebuah konstruksi. Sebagai sebuah kontruksi, ia
menentukan mana yang penting dan mana yan tidak penting. Artinya, peristiwa itu
penting dan bernilai berita, bukan karena secara inheren peristiwa itu penting.
Peristiwa itu dinilai penting karena dikonstruksi oleh media dan wartawan.
Kategori berita diantaranya:36
Tabel 3
Kategori Berita
Hard News Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Kategori
berita yang sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas.
Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran
keberhasilan dari kategori berita ini adalah dari kecepatannya
diberitakan. Peristiwa yang masuk dalam kategori hard news
ini bisa peristiwa yang direncanakan, bisa juga peristiwa yang
tidak direncanakan.
35
Suhaimi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009), h. 31. 36
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: LkiS,
2002), h.109-110.
35
Soft News Berita yang berhubungan dengan kisah manusiawi (human
interest). Soft news bisa diberitakan kapan saja dan dimana
saja karena yang menjadi ukurannya adalah informasi yang
disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan
perasaan khalayak.
Spot News Subklasifikasi dari hard news. Dalam spot news peristiwa
yang akan diliput tidak bisa direncanakan. Peristiwa
kebakaran, pembunuhan, kecelakaan, gempa bumi adalah
jenis-jenis peristiwa yang tidak bisa diprediksi
Developing
News
Subklasifikasi dari hard news. Baik spot news maupun
developing news umumnya berhubungan dengan peristiwa
yang tidak terduga. Tetapi dalam developing news dimasukan
elemen lain, peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari
rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam
berita selanjutnya.
Continuing
News
Subklasifikasi lain dari hard news. Dalam continuing news
peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan direncanakan.
4. Proses Penulisan Berita
Selain dibentuk dalam berbagai jenis, berita pun disajikan dengan
konstruksi tertentu. Adapun unsur-unsur yang menjadi konstruksi berita adalah:37
a. Headline (judul berita)
Headline dibuat dalam satu atau dua kalimat pendek, tapi cukup
memberitahukan persoalan pokok peristiwa yang diberitakannya.
b. Lead (teras berita)
Lead merupakan laporan singkat yang bersifat klimaks dari
peristiwa yang dilaporkannya biasanya lead terdapat pada paragraf satu.
c. Body (kelengkapan atau penjel berita)
Body adalah keterangan secara rinci dan dapat melengkapi serta
memperjelas fakta atau data yang disuguhkan dalam lead.
37
Kustadi Suhandang, Pengantar JurnalistikSeputar Organisasi Produk dan Kode Etik.
(Bandung: Penerbit Nuansa, 2004), h. 115-130.
36
Setiap wartawan menulis berita dengan gaya yang berbeda-beda. Namun
pada umumnya wartawan menggunakan gaya piramida terbalik.
Gambar 1
Pola Penulisan Piramida Terbalik
Manfaat dari pola piramida terbalik ini antara lain:38
a. Nilai sebuah berita dapat ditulis dengan langsung tanpa penjelasan yang
lebih panjang atau detail sehingga publik dapat memahami apa maksud dari
isi berita tersebut dalam waktu singkat tanpa harus baca keseluruhan berita
tersebut.
b. Keterbatasan kolom atau ruang di surat kabar atau tabloid menyebabkan
berita yang ditulis dalam piramida terbalik ini memudahkan redaktur atau
editor untuk melakukan penyederhanaan panjang tulisan berita dan biasanya
pertama kali kalimat yang akan dihilangkan/dipendekkan adalah kalimat
atau paragraf yang berada di kerucut bawah dalam pola piramida terbalik.
Selain kepandaian dalam membuat judul, dalam pola piramida terbalik ini
jurnalis mempertaruhkan beritanya di dalam lead atau teras berita. Ini dianggap
penting, karena lead merupakan paragraf pembuka yang mengantarkan khalayak
38
Suhaimi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009), h. 30-31.
37
pembaca untuk masuk ke dalam penjelasan berita. Apabila lead tidak ditulis
dengan menarik, maka jangan berharap jika berita tidak akan dibaca.
Gaya piramida terbalik diperlukan agar khalayak yang biasa sibuk tetap bisa
mengetahui peristiwa yang terjadi. Gaya piramida terbalik juga untuk
memudahkan para redaktur, produser, atau penyunting untuk memotong bagian
berita yang kurang penting yang terletak pada bagian bawah. Ini terutama berlaku
bagi media cetak, seperti majalah dan surat kabar.39
Dalam piramida terbalik harus memiliki kelengkapan informasi yang
mencakup unsur-unsur pemberitaan 5W+1H (what, who, when, where, why, how).
Apa yanh terjadi, siapa yang terlibat, kapan peristiwa itu terjadi, dimana fakta itu
berlangsung, mengapa peristiwa itu bisa terjadi dan bagaimana proses terjadinya.
Unsur-unsur tersebut membuat kisah berita menjadi jelas, terang, dan langsung
dipahami masyarakat.40
5. Produksi Berita
Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks dengan mayoritas (memilih-
milih) dan menentukan peristiwa dan tema dalam satu kategori tertentu. Ada
faktor-faktor yang menentukan bagaimana berita tersebut dapat diproduksi.
Faktor-faktornya antaralain:41
a. Rutinitas Organisasi
Setiap hari institusi media secara teratur memproduksi berita, dan
proses seleksi itu adalah bagian dari ritme dan keteraturan kerja yang
dijalankan setiap hari.
39
Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru (Tangerang: Penerbit Kalam Indonesia, 2005), h. 57. 40
Setiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Obor Indonesia, 2005), h. 23. 41
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis,
2002), h. 103-112.
38
b. Nilai Berita
Nilai berita bukan hanya menentukan peristiwa apa yang akan
diberitakan, tetapi juga bagaimana berita dikemas. Peristiwa tidak lantas
dapat disebut sebagai berita tetapi ia harus dinilai terlebih dahulu apakah
peristiwa tersebut memenuhi kriteria nilai berita.
c. Kategori Berita
Kategori dipakai untuk membedakan jenis isi berita dan subjek
peristiwa yang menjadi berita.
d. Ideologi Profesional/Objektivitas
Objektivitas dalam produksi berita digambarkan sebagai tidak
mencampuradukkan antara fakta dengan opini. Objektivitas merupakan
standar profesional yang berhubungan dengan jeminan bahwa apa yang
disajikan adalah suatu kebenaran. Menurut Michael Bugeja Objectivity is
seeing the world as it is, not how you wish it were, (objektivitas adalah
melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang anda harapkan
mestinya.42
42
Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar (Jakarta: Penerbita Buku Kompas
2007), h. 44.
39
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penentuan metodologi penelitian ini sering pula disebut dengan “strategi
pemecahan masalah” karena pada tahap ini, mempersoalkan “bagaimana”
masalah-masalah penelitian tersebut hendak dipecahkan atau ditemukan
jawabannya.1 Berikut beberapa metodologi beserta penjelasannya dari penelitian
ini:
A. Paradigma Penelitian
Paradigma ialah seperangkat lengkap dari semua bentuk yang berbeda dari
sebuah kata. Istilah paradigma kemudian digunakan sebagai acuan dalam berbagai
program kegiatan pembangunan, termasuk dalam penelitian. Menurut Bogdan dan
Bikle mengartikan paradigma sebagai kumpulan longgar dari sejumlah asumsi
yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berfikir
dan penelitian. Menurut Guba dan Lincoln, sebuah paradigma penelitian harus
memuat tiga elemen pokok, yaitu: ontologi, epistemologi, dan metodelogi.
Ontologi bertanya tentang hakikat fenomena, epistemologi bertanya tentang
bagaimana kita bisa mengetahui dunia dan apa hubungan antara peneliti dan yang
diteliti, sedangkan metodologi bertanya tentang bagaimana kita mendapatkan
pengetahuan tentang dunia.2
Paradigma constructionism, menganggap kenyataan itu hanya bisa di
pahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba,
1 Sanapiah Faisal, Format-format penelitian sosial: Dasar-dasar dan Aplikasi (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1989) h. 31. 2 Moh. Kasiram, Metodelogi penelitian kualitatif-kuantitatif, (Malang: UIN-Maliki press:
2010), h. 147-148.
40
berbasis sosial dan pengalaman yang bersifat lokal dan spesifik (ontologi).
Peneliti dan subjek yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga
penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemologi). Cara
menelitinya dengan menggunakan tehnik hermeneutik dan dibandingkan serta
dilawankan dengan melalui tukar menukar bahasa daerah, sehingga terjaring
konstruksi konsensus yang lebih jelas (metodelogi penelitian kualitatif).3
Paradigma ini melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna
yang menjadi titik perhatian bukan bagaimana seseorang mengirim pesan, tetapi
bagaimana masing-masing pihak dalam lalu lintas komunikasi saling
memproduksi dan mempertukarkan makna. Disini diandaikan tidak ada pesan
dalam arti yang statis yang saling dipertukarkan dan disebarkan. Pesan itu sendiri
dibentuk secara bersama-sama antara pengirim dan penerima atau pihak yang
berkomunikasi dan dihubungkan dengan konteks sosial dimana mereka
berada. Tujuan dari penelitian konstruksionis, seperti dikatakan Lawrence
Newman, adalah untuk mempelajari bagaimana individu hidup dalam lingkungan
sosial, atau bagaimana seseorang memahami realitas sosial.4
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini tergolong dalam penelitian pendekatan kualitatif.
Sedangkan tipe penelitian ini menggunakan tipe deskriptif kualitatif. tipe
deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Tipe ini
mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku
dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hubungan serta
3Moh. Kasiram, Metodelogi penelitian kualitatif-kuantitatif, (Malang: UIN-Maliki press:
2010), h. 147-148. 4 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 46.
41
pengaruh dari suatu fenomena.5 Menurut Arikunto pendekatan kualitatif menitik
beratkan pada data-data penelitian yang akan dihasilkan berupa kata-kata melalui
pengamatan dan wawancara.6
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan
berupa kata-kata dan bukan angka. Semua data dikumpulkan memungkinkan
untuk dijadikan kunci terhadap apa yang diteliti.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kantor redaksi Tangsel Pos yang berlokasi
di Griya Pena, Ville C/32 Nomor 12, Golden Road, ITC BSD, Jalan Raya
Serpong, Kota Tanggerang Selatan. Telp: 021-5383852 Fax: 021-5383852 email:
D. Subjek dan Objek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah Harian Tangsel
pos, sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah pemberitaan “MUI
Dukung Miras Dilegalkan” edisi 22 mei 2013.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam adalah salah satu cara mengumpulkan data
atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam.8
Pewawancara disebut
5 Moh Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 55.
6 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rhineka
cipta. 1998) h. 10. 7Company Profile, Harian Tangsel Pos.
8 Rachmat Kriyantoro, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2009), h.100
42
interviewer yaitu yang mengajukan pertanyaan, sedangkan orang yang
diwawancarai disebut interviewe yang memberi jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan itu.9 Wawancara dilakukan bersama penulis, Redaksi pelaksana
Harian Tangsel Pos Redaktur Pelaksana M. Istijar Nusantara dan reporter
Sudin Antoro.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan
data yang diperoleh melalui pengumpulan data-data yang bersangkutan
dengan penelitian ini atau sumber-sumber tertulis dari bahan-bahan
kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian yang dimaksud. Data-
data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi cenderung merupakan
data sekunder.10
F. Sumber Data
Data adalah keterangan atau bahan nyata yang dapat dijadikan bahan kajian
(analisis atau kesimpulan). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah
sesuai dengan fokus penelitian. Dalam penelitian ini sumber data di dapat dari
wawancara secara mendalam dari informan yang bersangkutan dan dari
dokumentasi sumber bacaan yang berhubungan dengan penelitian ini yang didapat
dari buku di perpustakaan, artikel, dan internet. Dalam penelitian ini data
diperoleh dari wawancara langsung dengan redaksi harian Tangsel Pos.
9
Lexi J. Maleong,Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004),hal. 186. 10
Prof. Dr. Husauni Usman dan Purnomo, Metodelogi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2009), h. 69.
43
G. Model Analisis Data
Analisis data adalah proses penyerderhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam menganalisa data, peneliti
mengolah data dari hasil observasi dan wawancara, data tersebut disusun dan
dikategorikan berdasarkan hasil wawancara, dokumen maupun laporan, yang
kemudian dideskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami.11
Berdasarkan jenis penelitian yang bersifat kualitatif, maka analisis data
berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses analisis mengalir dari
tahap awal hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi.12
Gambar 2
Komponen-komponen Analisis Data: Model Interaktif
Sumber: Matte B. Milles & A. Michael Huberman, 1992, Analisis Data Kualitatif, UI
Press, Jakarta, h. 20.
11
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1998), cet. ke-2, h. 78. 12
Agus Salim, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h.
22.
Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan &
Verifikasi
44
Proses-proses analisis kualitatif tersebut dapat dijelaskan ke dalam 3
langkah:
a. Reduksi data (data reduction)
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, abstraksi, dan tranformasi data kasar yang diperoleh di
lapangan.13
Pada proses reduksi data ini peneliti akan menyeleksi data dari
hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi, dengan cara
memfokuskan data yang lebih menarik, penting, berguna dan baru. Data
yang rasa tidak penting disingkirkan.14
b. Penyajian data (data display)
Display data merupakan proses mendeskripsikan kumpulan informasi
secara sistematis dalam bentuk susunan yang jelas untuk membantu penulis
menganalisa hasil penelitian.15
c. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclution drawing and
verification)
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan kegiatan interpretasi,
dengan maksud untuk menemukan makna dari data yang telah disajikan,
misalnya dengan menghubungkan antara data satu dengan yang lain.
Komponen-komponen analisis data tersebut secara keseluruhan saling
berhubungan selama dan sesudah pengumpulan data. Sehingga model dari Miles
dan Huberman ini disebut juga sebagai model interaktif.
13
Agus Salim, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006),
h.22. 14
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung: Alfabeta, 2011), h. 338. 15
Agus Salim, Teori & Paradigma Penelitian Pendidikan, (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006), h. 22-23.
45
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis framing
(pembingkaian) adalah suatu metode untuk melihat cara bercerita (story telling)
media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” media
terhadap realitas yang dijadikan berita.16
“Cara melihat” ini berpengaruh pada
hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah metode analisis yang
dipakai untuk melihat bagaimana media mengonstruksikan realitas. Analisis
framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai
oleh media. Analisis framing inilah yang kemudian digunakan sebagai teknik
analisis data untuk menganalisis pemberitaan.
Model analisis penelitian yang digunakan ialah model Zhondang Pan dan
Gerald M. Kosicki, karena perangkat framing ini meneliti media melalui struktur
bahasa yang digunakan dalam mengkonstruksi realitas, struktur dan perangkat
analisisnya relatif lengkap sehingga memungkinkan penelitian melakukan kajian
teks berita secara detail. Di dalam analisis framing model Zhongdong Pan dan M.
Kosicki ini, framing dibagi ke dalam empat struktur besar. Keempat unsur
tersebut dibagi kedalam perangkat framing sebagai berikut.17
a. Struktur Sintaksis, wartawan menyusun berita. Struktur sintaksis memiliki
perangkat berupa headline, lead, latar informasi, kutipan sumber,
pernyataan, dan penutup.
b. Struktur Skrip, perangkat framingnya adalah kelengkapan berita, unit
kelengkapan berita berupa 5W+1H.
16
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h.4. 17
Ibid, h. 256.
46
c. Struktur Tematik, perangkat framingnya adalah detail, koheresi, bentuk
kalimat, kata ganti. Sedangkan unit yang diamati adalah paragraf atau
proposisi.
d. Retoris adalah cara wartawan menuliskan fakta. Struktur retoris mempunyai
prangkat framing berupa leksikon atau pilihan kata, grafis, metafor, dan
pengandaian. Sedangkan unit yang diamati adalah kata, idiom, gambar atau
foto, dan grafis.
47
BAB IV
PROFIL HARIAN TANGSEL POS DAN TEMUAN ANALISIS DATA
A. Profil Harian Tangsel Pos
1. Sejarah Berdirinya Harian Tangsel Pos
Tangsel Pos lahir 1 Desember 2008, tidak lama setelah lahirnya Kota
Tangerang Selatan (Tangsel) pada 26 November 2008 dari Kabupaten Tangerang.
Surat kabar harian ini didirikan oleh H. Margiono, pelaku bisnis media massa
yang berhasil membesarkan Rakyat Merdeka sebagai koran politik nomor satu
(The Policitacal News Leader) di Indonesia di bawah naungan Jawa Pos Group.1
Jadi sekarang sudah masuk tahun ke-5.2
Kelahiran Tangsel Pos didasari oleh semangat untuk memajukan kota baru
berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa. Melalui Tangsel Pos diharapkan kota dengan
motto “cerdas, modern, dan religius” itu terus berkembang menjadi kota teladan di
berbagai bidang bagi kota-kota lain sesuai dengan cita-cita awal masyarakat
Tangsel saat membentuk kota ini. Tangsel Pos hadir dalam upaya memberikan
informasi yang lengkap, akurat, dan memberikan warna berbeda kepada
masyarakat Tangsel.
Kota Tangsel memiliki potensi besar menyumbangkan pendapatan daerah.
Sebagai kawasan pemukiman modern, bisnis perdagangan dan jasa, perekonomian
Kota Tangsel terus terdongrak dengan baik. Investor-investor dalam dan luar
negeri sudah mempersiapkan diri masuk ke wilayah Kota Tangsel. Perkantoran
modern yang asri nan hijau menjadi daya tarik bagi pemilik modal untuk
1Website Tangsel Pos (www.tangsel-pos.com diakses pada 11 Juni 2013)
2Wawancara pribadi dengan M. Istijar Nusantara, Tangerang, 8 juli 2013 pukul 18.05.
48
menginvestasikan budgetnya di Kota Tangsel. Adalah BSD City, Alam Sutera,
Summarecon Serpong dan Bintaro Jaya, yang kini menjadi basis kota modern di
Kota Tangsel. Di dalamnya semua fasilitas tersedia lengkap, mulai dari sekolah
bertaraf internasional, rumah sakit bertaraf internasional, trade center, mall, hotel
berbintang, restoran dan jasa lainnya.
Kota Tangsel terdiri dari tujuh kecamatan, yakni Serpong, Serpong Utara,
Pondok Aren, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, dan Setu. Seluruh kawasan di
tujuh kecamatan itu terus berkembang pesat menjadi kawasan pemukiman modern
serta jasa dan perdagangan. Ciputat dan Pamulang merupakan dua kawasan yang
perekomoiannya makin mengeliat. Properti baru di berbagai kelas terus dibangun
untuk memenuhi kebutuhan hunian warga, baik dari Tangsel, wilayah Tangerang
maupun Jakarta dan sekitarnya.
Sudah lima tahun Tangsel Pos hadir ditengah pembaca. Kurun waktu
tersebut tidaklah sebentar dengan sekelumit perjuangan panjang agar tetap survive
dan acceptable. Sejak pertama kali terbit hingga saat ini, Tangsel Pos telah
mengalami perubahan, baik dari segi konten dan perwajahan serta gugus tugas
dalam newsroom yang ada. Tangsel Pos memantapkan diri sebagai koran yang
terkonsentrasi di wilayah basis utamanya, yakni Kota Tangerang dan wilayah
penyangganya, yaitu Kabupaten dan Kota Tangerang (Tangerang Raya). Tangsel
Pos memiliki benchmark lebih jelas dengan mencakup konten untuk semua
kalangan pembaca dan dikemas secara elegan dan dinamis sesuai perwajahan
yang berdesain modern. Tangsel Pos sebagai variant local news paperdari Jawa
Pos Goup selalu mempertahankan acuan karakteristik yang disesuaikan dalam
lokalitas dan poximity (kedekatan) pembaca di Kota Tangerang dan Tangerang
49
Raya.3 Dalam pembuatan beritanya Harian Tangsel Pos lebih memilih dari segi
nilai jual dalam sebuah berita, serta mereka cenderung mengesampingkan unsur
SARA dalam pemberitaanya.
2. Visi dan Misi
a. Visi
Visi Tangsel Pos adalah menjadi surat kabar nomor satu dan
terbesar di Tangerang Selatan. Surat kabar ini tumbuh berkembang
seiring kemajuan Kota Tangerang Selatan dan menjadi referensi terdepan
bagi masyarakat modern. Tangsel Pos bekomitmen untuk membuat surat
kabar berkualitas tinggi serta fokus dalam meningkatkan minat baca
masyarakat.
b. Misi
1) Koran referensi terdepan masyarakat Kota Tangerang Selatan
2) Memupuk rasa tanggungjawab dan memiliki Tangsel Pos di hati
warga Tangsel
3) Sebagai wadah komunitas warga sekaligus koran panduan mereka
4) Sarana promosi yang baik dan tepat bagi semua produsen.4
3. Sirkulasi Penyebaran Koran dan Profil Pembaca
Oplah Tangsel Pos telah mencapai 25.000 eksemplar setiap harinya. Tangsel
Pos menemui pembacanya setiap pagi dengan incian peredaran sebagai beikut:
3Company Profile, Harian Tangsel Pos.
4 Website Tangsel Pos (www.tangsel-pos.com diakses pada 11 Juni 2013)
50
a. Sirkulasi Penyebaran Koran
Gambar 3
Sirkulasi Penyebaran Koran5
b. Profil Pembaca
1) Usia Pembaca
Gambar 4
Usia Pembaca6
5Company Profile, Harian Tangsel Pos.
6Ibid,.
51
2) Pendidikan
Gambar 5
Berdasarkan Pendidikan7
3) Pekerjaan
Gambar 6
Berdasarkan Pekerjaan8
7Company Profile, Harian Tangsel Pos.
8Ibid,.
52
4) Pendapatan Pembaca
Gambar 7
Pendapatan Pembaca9
5) Jenis Kelamin
Gambar 8
Jenis Kelamin10
9Company Profile, Harian Tangsel Pos.
10Ibid.,
53
6) Struktur Redaksi
Gambar 3.6
Managemen Redaksi Harian Tangsel Pos11
Pembina : H. Margiono, H Kiki Iswara
Komisaris : Budi Rahman Hakim, Ratna Susilowati
Direktur : Hari Prastowo
General Manager : Atho Al Rahman
Pemimpin Redaksi : Khomsurizal
Redaktur Pelaksana : M. Istijar Nusantara
Koordinator Liputan : Iwan Triana Riawan
11
Company Profile, Harian Tangsel Pos.
Sekertaris Redaksi
Wartawan
an
Redaktur
Banten
Redaktur
Metro & Politik
Koordinator
Liputan
Redaktur Pelaksana
Redaktur
Kab. Tangerang Redaktur
Zona
Ciputat
Redaktur
Olahraga
Pimpinan Redaksi
Wartawan
wwan
Wartawan
an
Wartawan Wartawan
54
Redaktur : Ari Suhendra, Yan Dwita Hermansyah, Samsudin,
Budi Sabarudin, Dendi Awaludin.
Reporter :Irma Permata Sari, Indra Mahdi, Shophie
Raksadinata, Sudin Antoro
Fotografer : Irawan, Rivan Awak Lingga
Sekretaris Redaksi : Aisyah Pratiwi
Pracetak :Supriyadi, Rizki, Agung Darmawan, Siti
Hardiyanti, Andri Yansah, Septian Aji Kurniawan
IT : Ari Kuswondo
Sidang Redaksi : Hari Prastowo, Atho Al Rahman, Khomsurizal
Keuangan : Melani
Inkaso Pemasaran/Iklan : St Choirunnisa, Ratih Yopita
Manager Iklan : Firdaus AR
Iklan : Andi Budiman, Cahyo
Manager Event : Rudi Kurniawan
Kordinator Pemasaran : Ferdy Salim
Pengembangan & Usaha : Andre Sumanegara
Biro Banten : Adam Adhary, Yuliawati
Tim Advokat : Suharyono & Associates
Penerbit : PT Serpong Media Utama
Percetakan : PT. Temprina Media Grafika
55
B. Analisis Framing Zhondang Pan Dan Gerald M. Kosicki
1. Sintaksis (Skema Berita)
Struktur sintaksis berkaitan dengan bagaimana cara wartawan merangkai
peristiwa di dalam sebuah berita.
a. Judul
Judul dari Harian Tangsel Pos pada edisi 22 Mei 2013 yaitu “MUI
Dukung Miras Dilegalkan”. Judul yang dibuat di pemberitaan ini
menonjolkan MUI sebagai subjek, dengan menggunakan MUI sebagai
lembaga Islam yang dibingkai mendukung pelegalan miras. Penempatan
MUI dalam judul dianggap mempunyai nilai jual dan menarik bagi khalayak
sebagai informasi. Pernyataan dari M. Istijar Nusantara selaku Redaktur
Pelaksana Harian Tangsel Pos juga memperkuat perihal tersebut, seperti
dalam kutipan wawancara berikut ini:
“...MUI pada sasaran Majelis Ulama yang berkaitan dengan
yang halal dan haram,dianggap memiliki nilai jual, karena MUI
sebagai lembaga agama, ia juga mendukung pelegalan miras. Kenapa
demikian, dijelasin pada beritanya bahwa yang dimaksud melegalkan
itu adalah mendukung Perda peraturan retribusi miras.”12
Suatu berita bisa dikatakan memiliki nilai jual apabila berita itu
mengandung sesuatu yang akan menarik minat pembaca untuk membacanya
bahkan berawal dari judulnya saja, seperti dalam pemaparan M. Istijar
selaku Redaktur Pelaksana Harian Tangsel Pos, bahwa dengan menekankan
MUI yang disandingkan dengan isu miras menjadikan sesuatu yang kontras
pada judulnya karna antara MUI yang merupakan majelis penghimpun
ulama muslim Indonesia untuk membuat kebijakan dakwah serta
12
Wawancara langsung dengan Muhammad Istijar Nusantara, Tangerang 8 Juli 2013.
56
mengeluarkan fatwah berkaitan dengan hukum Islam13
, malah mendukung
pelegalan miras yang faktanya dalam Islam miras itu diharamkan. Dengan
demikian judul inimenjadikan kekontrasan atau pertentangan dalam konteks
isu miras. Hal itulah menjadikan berita ini memiliki nilai jual untuk
menarik perhatian pembaca.
b. Lead
Lead yang digunakan oleh Tangsel Pos sebagai berikut: “...Serpong,
Tapos. Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju dengan rencana Pemerintah
Kota Tangerang Selatan (Pemkod Tangsel) untuk melegalkan minuman
keras (miras). Dukungan itu bertujuan agar miras tidak dijual di sembarang
tempat...” (paragraf 1)
Jenis lead yang digunakan Harian Tangsel Pos ialah lead who (teras
berita siapa) yaitu teras berita yang menempatkan seseorang baik individu
seperti tokoh penting, public figure, selebritis, orang terkemuka atau orang
yang punya kedudukan dan juga institusi seperti lembaga pemerintah,
organisasi, perusahaan dan lain-lain.14
Penggunakan lead who dalam berita
ini untuk menggambarkan sebuah lembaga yaitu MUI yang menunjukkan
dukungannya kepada Pemkot Tangsel terkait pelegalan miras. Teks
dimaksud untuk menarik minat pembaca dengan langsung menjelaskan
bahwa MUI mendukung program Pemkot Tangsel untuk melegalkan miras
serta menuliskan tujuan MUI dalam mendukung pelegalan miras tersebut
13
MUI, Tujuan dan Fungsi MUI, artikel diakses pada 7 Maret 2014 dari
http//:www.mui.or.id. 14
Suhaimi, M.Si dan Ruli Nasrullah, M.Si. Bahasa Jurnalistik (Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Jakarta, 2009).
57
yaitu agar miras tidak dijual di sembarang tempat, hal tersebut diasumsikan
dapat membatasi konsumen dan peredaran miras di Tangerang Selatan.
c. Background
Latar belakang mengenai dukungan MUI terhadap pelegalan miras
untuk melokalisasi atau menertibkan penjualan miras khususnya di
Tangerang Selatan. Berikut kutipan pemberitaan Harian Tangsel Pos
mengenai hal tersebut: “...Sekertaris MUI Tangsel Abdul Rajak
berpendapat, dengan melegalkan miras, tidak semua wilayah atau toko-toko
mini market yang memiliki kewenangan menjual miras....” (paragraf 2)
Kutipan di atas merupakan pernyataan dari Abdul Rajak yang
merupakan sekertaris MUI Tangerang Selatan. Melalui pernyataan Abdul
Rajak, Tangsel Pos menjelaskan kepada para pembaca bahwa dengan
melegalkan miras, bukan berarti MUI mendukung hal yang dilarang dalam
Islam, tetapi menegaskan bahwa dengan diaturnya lokalisasi miras tidak
semua orang dapat menjual dan membelinya disembarang tempat,tetap ada
aturannya dimana tempat-tempat yang diberi kewenangan untuk
menjualnya, siapa yang boleh mengkonsumsinya serta batasan umur berapa
yang boleh membeli miras. Hal ini tampak pada kalimat yang menekankan
bahwa melegalkan miras bertujuan untuk menertibkan penjualan miras di
Tangerang Selatan. Berikut kutipannya: “...MUI menekankan, dalam
rencana melegalkan miras itu, aturan tentang miras harus betul-betul
mengatur hingga detail, seperti umur pembeli miras, toko penjual miras, dan
pihak-pihak yang boleh mengkonsumsi miras...” (Paragraf 3)
58
d. Kutipan Sumber
Pemberitaan ini menggunakan kutipan wawancara dari Abdul Rajak
selaku sekertaris MUI dan Fery Payacun selaku Kabid Perindustrian Dinas
Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Tangsel mengenai
rencana pelegalan miras dan aturan-aturan yang berlaku di Tangerang
Selatan untuk menertibkan miras. Pemilihan kedua narasumber ini dapat
dimaknai bahwa Harian Tangsel Pos ingin menunjukkan adanya dukungan
dari lembaga agama dan pemerintah untuk melegalkan miras, selain itu
penggunaan kedua narasumber tersebut menjadikan berita lebih terpercaya
karena menggunakan narasumber yang kredibel di bidangnya. Abdul Rajak
mengatakan bahwa dalam rencana melegalkan miras ini, harus jelas
regulasinya, dari mulai penjualannya, umur pembeli dan siapa saja yang
dapat mengkonsumsinya. Berikut kutipannya:
“Harus betul-betul jelas regulasinya. Dimana yang
diperbolehkan untuk menjual, konsumen yang boleh beli usia berapa,
ini harus diatur. Sehingga tidak semua orang bisa mengonsumsi dan
membeli miras tersebut Jadi harus jelas seperti di negara-negara maju,
ungkap Rajak.” (paragraf 4)
Harian Tangsel Pos memberikan penekanan dari pernyataan Abdul
Rajak dengan pemilihan kalimat “seperti di negara-negara maju”. Kalimat
tersebut memberikan asumsi bahwa di negara-negara maju aturan tentang
miras sangat jelas dan pelaksanaannya benar-benar terkendali, sehingga
tidak adanya penyalahgunaan dalam kebijakan ini. Abdul Rajak berharap
agar Pemkot benar-benar serius dalam menangani peraturan ini agar tidak
terjadi kesalahan.
59
Sementara pernyataan dari Fery Payacun lebih menjelaskan kepada
mirasnya. Fery berpendapat bahwa Perda miras ini dibuat untuk
mengamankan motto Tangerang Selatan yang religius, dengan mengatur
regulasi miras. “...Perda ini untuk mengamankan motto Tangsel yang
religius untuk mengatur regulasi tempat mana saja yang bisa menjual...”
(paragraf 10)
Fery berpendapat dengan mengatur regulasi miras maka motto
Tangsel yang ingin menjadikan kota religius berdasarkan iman dan takwa
tetap terjaga. Regulasi yang berfungsi mengendalikan perilaku masyarakat
dengan aturan atau batasan yang menggambarkan bahwa narasumber ingin
menegaskan aturan-aturan tentang miras dengan jelas.
Sejalan dari pernyataan diatas, Fery Payacun menjelaskan tentang
peraturan yang akan diterapkan oleh Pemerintah. Berikut kutipannya: “...Di
dalam Raperda diatur mereka berjualan di hotel untuk golongan B dan C
hotel dan restoran yang bertanda khusus”, ungkapnya. (paragraf 12)
Dari kutipan diatas Fery Payacun menjelaskan bahwa ada tempat-
tempat tertentu yang diperbolehkan untuk menjual miras dengan jenis-jenis
atau golongan tertentu seperti penjualan miras di hotel, golongan miras yang
diperjualkan adalah golongan B yaitu alkohol dengan kadar etanol
(C2H5OH) sebanyak 5 sampai 20 persen, dan golongan yang bertanda
khusus diperbolehan menjual miras yang bergolongan C, yaitu minuman
beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) sebanyak 20 sampai dengan 50
persen.15
15
Peraturan Daerah Kota Tanggerang Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tebtabf Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol.
60
e. Penutup
Pada bagian akhir penutup, Tangsel Pos mengambil pernyataan dari
Fery Payacun, Kabid Disperindag Kota Tangsel. Pernyataan ini menjelaskan
bahwa peraturan daerah tentang miras pada dasarnya sudah ada sejak dulu,
jadi Perda ini merupakan Perda lanjutan dari Perda sebelumnya. “...Selain
itu aturan ini juga merupakan kelanjutan dari Perda warisan Pemda
Kabupaten Tangerang. Seperti Perda Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol...” (paragraf 17)
Harian Tangsel Pos menggunakan penekanan pada kata “warisan”
yang mana pemberi tanda petik atau kutip yang bermaknakan bahwa Perda
ini merupakan Perda peninggalan dari Pemda Tangerang sebelumnya.
Dalam framing bagian penutup juga terbilang penting karena inti dari sikap
media itu terlihat, dengan fakta yang dihadirkan media untuk memperkuat
pembingkaian mereka. Hal ini nampak pada bagian penutup, Tangsel Pos
ingin menunjukan bahwa peraturan miras ini telah diatur berdasarkan
hukumdengan menuliskan Perda Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pengawasan
dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
61
2. Struktur Skrip (Kelengkapan Berita)
Tabel 4
Kelengkapan Berita dari Harian Tangsel Pos
Perangkat Framing Hasil pengamatan pada berita di harian Tangsel Pos
What
Majelis Ulama Indonesia (MUI) setuju dengan rencana
Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel)
untuk melegalkan minuman keras (miras).
Where
Tangerang Selatan
When
-
Who
MUI
Why
Pelegalan miras dilakukan untuk menertibkan miras
agar tidak dijual di sembarang tempat.
How Pemkot mengeluarkan Perda tentang Pelengalan miras
dan mendapat dukungan dari lembaga agama MUI.
Menurut MUI Perda ini dibuat untuk menertibkan
lokalisasi miras serta siapa saja yang memiliki
kewenangan untuk menjual miras.
Struktur skrip merupakan bagaimana cara wartawan menceritakan sebuah
peristiwa secara lengkap. Jika dilihat dari struktur skrip, pemberitaan Harian
Tangsel Pos belum memenuhi unsur 5W1H. Pernyataan lembaga Islam (MUI)
dan Pemkot Tangsel yang mendukung dan menjabarkan tentang peraturan yang
akan ditetapkan, ditampilkan dengan lengkap.
Kelengkapan berita pada Harian Tangsel Pos dapat dilihat sebagai berikut,
what (apa yang terjadi: MUI menyetujui Pemkot Tangerang Selatan untuk
62
melegalkan miras), where (dimana pelegalan miras itu ditetapkan: perda pelegalan
miras ini akan ditetapkan di Kota Tangerang Selatan), who (siapa narsumber yang
berkaitan dalam berita: narasumber sekaligus yang menjadi perberitaan dalam
berita ini adalah MUI yang diwakili oleh Abdul Rajak selaku Sekertaris MUI),
why (kenapa perlu dilakukan pelegalan atau peraturan tentang miras: pelegalan
miras ini dilakukan untuk menertibkan tempat-tempat yang menjual miras di
Tangerang Selatan serta peraturan siapa saja yang boleh mengkonsumsi miras),
how (uraian singkat tentang peristiwa yang terjadi dalam berita: Pemkot
Tangerang Selatan mengeluarkan wacana tentang pelegalan miras, hal tersebut
mendapat dukungan dari lembaga agama Islam yaitu MUI. MUI berdalih bahwa
pelegalan ini justru untuk mengatur lokalisasi penjualan miras agar dapat
terkendali). Dengan cara ini Harian Tangsel Pos menekankan kepada pembaca
bahwa argumen dari lembaga Islam dan Pemerintah sama-sama mendukung
pelegalan miras dengan aturan yang sudah ditetapkan. Dengan menggunakan
unsurberita Harian Tangsel Pos bermaksud untuk memberikan penjelasan kepada
pembaca agar mudah memahami isi berita.
3. Struktur Tematik
a. Koherensi
Koherensi merupakan pengaturan secara rapi kenyataan dan gagasan,
fakta dan ide menjadi suatu untaian yang logis sehingga mudah memahami
isi pesan yang dihubungkannya. Pada berita ini Harian Tangsel Pos
menggunakan koherensi dalam teks berita yaitu: “...Harus betul-betul jelas
regulasinya. Dimana yang diperbolehkan untuk menjual, konsumen yang
63
boleh beli usia berapa, ini harus diatur. Sehingga tidak semua orangbisa
mengonsumsi dan membeli miras tersebut...” (paragraf 4)
Teks diatas menggunakan koherensi simpulan,berarti kata-kata yang
mengacu kepada hasil atau simpulan. Tangsel Pos menggunakan koherensi
ini menjelaskan perlunya regulasi miras, dimana saja tempat-tempat yang
diperbolehkan menjual miras dan usia pembeli supaya tidak semua orang
mengkonsumsi dan membeli miras.
Kemudian koherensi kedua dari Harian Tangsel Pos menggunakan
koherensi pembeda (kontras) Berikut kutipannya: “...Menurut Rajak secara
prinsip dahlil apa pun, miras tidak diperbolehkan karena dapat merusak
akal. Walaupun di jaman Nabi Muhamad miras ada manfaatnya namun
sedikit...” (paragraf 6)
Teks diatas menunjukkan adanya koherensi pembeda (kontras) yang
menggambarkan kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari kalimat
berikutnya dengan penggunaan kata walaupun dan namun. Tangsel Pos
mengambil pernyataan dari Abdul Rajak selaku sekertaris MUI dengan
menyatakan “...miras tidak diperbolehkan karena dapat merusak akal
Walaupun di jaman Nabi Muhammad miras ada manfaatnya namun
sedikit”. Dengan menggunakan koherensi kontras tersebut, Tangsel Pos
menggiring pembaca untuk memahami bahwa ada isi pesan yang ingin
disampaikannya dengan terlihat objektif tapi justru hal tersebut menguatkan
bingkai dari Tangsel Pos.
Kemudian koherensi yang ketiga menggunakan koherensi penjelas.
Pada koherensi penjelas ini memandang kalimat satu sebagai kalimat
64
penjelas dari kalimat lain. Koherensi ketiga ini digunakan Tangsel Pos
untuk menjelaskan pelegalan yang dilakukan adalah untuk mengatur dan
membatasi penjualan miras di Tangerang Selatan. Berikut kutipannya:
“...Dia mengatakan, dengan nantinya ada Perda ini, bukan berarti Pemkot
Tangsel melakukan sebuah pelegalan miras, namun untuk mengatur dan
membatasi keberadaan tempat penjualan miras di Kota Tangsel ini...”
b. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat yang terdapat pada paragraf pertama bersifat aktif
serta menggunakan kata dari umum ke khusus yang mana paragraf utama
telah menyimpulkan maksud dan inti dari sebuah pemberitaan. “...Majelis
Ulama Indonesia (MUI) setuju dengan rencana Pemerintah Kota Tangerang
Selatan (Pemkot Tangsel) untuk melegalkan minuman keras (miras)...” (paragraf 1)
Harian Tangsel Pos menggunakan bentuk kalimat berpola aktif agar
berita terlihat hidup dan aktual serta pembaca lebih memahami isi pesan
yang ingin menjelaskan pelegalan seperti apa yang dimaksud oleh MUI
terkait dukungannya tersebut. Penggunaan bentuk kalimat aktif oleh Tangsel
pos menjadikan MUI sebagai subjek atas pernyataannya. Teks berita
tersebut diletakkan pada inti kalimat dengan meletakkan kalimat utama lalu
kalimat penjelas, sehingga dapat dipaparkan secara jelas alasan MUI
mendukung pelegalan miras, dan mekanisme peredarannya.
“...Sekertaris MUI Tangsel Abdul Rajak berpendapat, dengan
melegalkan miras, tidak semua wilayah atau toko-toko mini market yang
memiliki kewenangan menjual miras...”(paragraf 2), kutipan paragraf kedua
merupakan pengembang paragraf pertama. Dukungan MUI pada pelegalan
65
miras yang terdapat dalam paragraf pertama, pada paragraf kedua lebih
menjelaskan alasan MUI mendukung Perda tersebut untuk mengatur
peredaran miras agar lebih terkendali.
4. Struktur Retoris
Struktur retoris membuat citra, meningkatkan penonjolan pada sisi tertentu
dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita, menekankan arti
yang ingin ditonjolkan oleh wartawan. Pada bagian retoris ini Harian Tangsel Pos
memberikan penonjolan pada unsur grafis atau gambar dari sekertaris MUI Abdul
Rajak.
a. Leksikon
Leksikon berarti pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk
menandai atau menggambarkan peristiwa. Penekanan unsur leksikon pada
kata dilegalkan berati dukungan untuk mengatur peredaran miras.
Sementara dalam kamus bahasa Indonesia, legal berarti sah menurut
undang-undang. Pelegalan yang telah diatur oleh Perda Pemkot Tangsel
bukan pelegalan secara bebas. Hal ini dijelaskan dalam kutipan wawancara
oleh bapak Muhammad Istijar Nusantara:
“selama ini miras tidak dilegalkan tapi penyebarannya seakan
akan dilegalkan, makanya ada berita MUI mendukung Perda
pengaturan tentang miras sehingga peredaran-peredaran miras itu
terjaga. Dimana saja yang harus diedarkan tempat-tempatnya dalam
sebuah peraturan, oleh karena itu dibuat sebuah berita, terlebih
Pemkot juga ingin mengambil retribusi dari minuman keras.”16
“...Isu miras adalah isu biasa, isu bisnis bahwa bisnis yang
dibayar kaum urban disini juga banyak kaum petani yang biasa minum
miras, dan itu menjadi sumber pendapatan PAD.”17
16
Wawancara langsung dengan Muhammad Istijar Nusantara, Tangerang 8 Juli 2013. 17
Ibid.,
66
Dari pernyataan diatas bisa dijelaskan bahwa disini Harian Tangsel
Pos mencoba mengartikan kata dilegalkan ini bisa berarti mengatur dan
menjaga peredaran miras. Dalam pemilihan kata legal selain berita atau
judul nampak menarik serta sahih, juga merepresentasikan sikap MUI untuk
mendukung Perda itu secara tegas.
Selain itu terdapat lebel otoritas ketokohan, yakni terdapat kata
“Sekertaris MUI Tangsel” pada Abdul Rajak, dan “Kabid Perindustrian
Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Tangsel” pada
Fery Payacun. Otoritas ketokohan tersebut digunakan untuk memberi
penegasan kepada khalayak bahwa mereka layak berbicara mengenai isu
pelegalan miras di Tangerang Selatan ini.
b. Grafis
Gambar 1018
Foto Sekretaris MUI Tangsel Abdul Rajak
Sumber: Harian Tangsel Pos edisi 22 Mei 2013.
Foto digunakan untuk mendukung pemberitaan, menonjolkan kesan
yang ingin disampaikan oleh media. Foto yang terdapat dalam artikel ini
adalah gambar dari Abdul Rajak, seorang tokoh dalam sebuah lembaga
yaitu MUI dengan posisi sebagai sekertaris MUI Tangsel. MUI sendiri
merupakan majelis yang menghimpun ulama muslim Indonesia untuk
18
MUI Dukung Miras Dilegalkan, Harian Tangsel Pos, 22 Mei 2013, h. 1.
67
membuat kebijakan dakwah Islam serta mengeluarkan fatwah berkaitan
dengan hukum Islam sehingga disini Harian Tangsel Pos menaruh gambar
dari perwakilan MUI dan menjadikannya narasumber. Hal ini diperkuat oleh
adanya pernyataan dari bapak Muhammad Istijar Nusantara:
“Karena narasumbernya dia, makanya dipakainya penegasan.
Kalo dalam ilmu media itu ada framing, kita menggunakan penegasan
inilah kita munculkan, kita tonjolkan wajahnya Abdul Rajak sebagai
narasumber bahwa, perda ini yang jadi narsum itu Abdul Rajak, yang
ditonjolkan adalah Abdul Rajak sebagai narsum tentang MUI
mendukung miras dilegalkan dalam arti, MUI mendukung tentang
retribusi miras di Tangerang Selatan.”19
Dari pernyataan diatas menunjukkan bahwa Tangsel Pos ingin
merepresentasikan Abdul Rajak selaku perwakilan dari MUI. Terkait
kebijakannya yang menyetujui untuk mendukung pelegalan atau lebih
tepatnya retribusi miras di Tangerang Selatan. Tangsel Pos menggunakan
Abdul Rajak sebagai representasi dari MUI untuk mendukung atau
menguatkan pembingkaiannya.
Dari analisis teks diatas menunjukkan bahwa secara garis besar
faktanya yang lebih ditonjolkan dalam berita terletak pada frame Harian
Tangsel Pos berbicara mengenai MUI yang mendukung pelegalan miras.
Pada dasarnya MUI menjadi subjek utamanya dalam berita tersebut.
Harian Tangsel Pos memaknai berita ini sebagai sebuah peraturan
pemerintah yang akan mengatur lokalisasi penyebaran miras dengan
melibatkan dukungan dari lembaga agama padahal miras sendiri berdampak
luas bagi kehidupan masyarakat yang mana miras merupakan isu sosial
yang menjadi sumber penyakit masyarakat dan berpotensi mengganggu
19
Wawancara langsung dengan Muhammad Istijar Nusantara, Tangerang 8 Juli 2013.
68
ketertiban. Selain itu unsur grafis yang dimunculkan oleh Harian Tangsel
Pos berupa foto dari Abdul Rajak selaku sekertaris MUI dipilih untuk
dimunculkan dalam berita tersebut untuk lebih menguatkan frame dari
Harian Tangsel Pos bahwa MUI mendukung atas wacana Pemkot
Tangerang Selatan.
C. Interpretasi
Harian Tangsel Pos mengeluarkan berita terkait peraturan daerah Pemkot
Tangerang Selatan yang akan melegalkan miras di daerah Tangerang Selatan
didukung oleh Majelis Ulama Indonesia, dengan judul “MUI dukung Miras
Dilegalkan”. Dalam pandangan Tangsel Pos, pelegalan tersebut sesuai dengan
Perda yang di keluarkan Pemkot Tangerang Selatan. Dari judul yang dipakai oleh
Harian Tangsel Pos seperti yang dikatakan oleh redpelnya bahwa judul itu dipilih
supaya menarik untuk pembaca tetapi bagi peneliti hal itu memiliki penekanan
makna terhadap MUI yang menguatkan frame dari Harian Tangsel Pos. Menurut
Keny Goshom dan Oscar, judul merupakan aspek sintaksis dari wacana berita
dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan
berita. Pembaca lebih cenderung mengingat judul yang dipakai dibandingkan
bagian berita. Judul mempunyai fungsi framing yang kuat, mempengaruhi
bagaimana kisah dimengerti kemudian digunakan untuk menunjukkan bagaimana
wartawan mengkonstruksi suatu isu.20
Hal ini terlihat dari konstruksi yang dimunculkan dalam pemberitaan “MUI
Dukung Miras Dilegalkan”, judul ini sangat mudah tertanam di benak khalayak
20
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 257-258.
69
karena jika melihat MUI pasti teringat dengan sebuah lembaga hukum Islam.
Namun hal itu dikonstruksi kembali oleh Harian Tangsel Pos dengan kekuatannya
sebagai media massa bahwa isu pelegalan miras yang didukung oleh MUI ini
seakan mengeneralisasikan atau merepresentasikan bahwa MUI seluruh Indonesia
mendukung pelegalan miras tersebut. Dalam pemilihan judul penggunaan kata
legal diarahkan oleh Tangsel Pos untuk menunjukkan sikap MUI yang dengan
tegas mendukung Perda tersebut agar berita nampak sahih dan kuat secara
regulasi.
Dukungan MUI terhadap pelegalan miras dijadikan pemberitaan oleh Harian
Tangsel Pos karena memiliki nilai berita. Seperti gagasan Stuart Hall yang dikutip
oleh Eriyanto bahwa nilai berita ditentukan bukan hanya peristiwa apa saja yang
akan diberitakan, melainkan juga bagaimana peristiwa itu dikemas. Hanya
peristiwa yang mempunyai ukuran-ukkuran tertentu saja yang layak dan bisa
disebut sebagai berita.21
Hal ini sejalan dengan Harian Tangsel Pos yang memilih
miras untuk dijadikan sebuah objek berita karena memiliki nilai berita yang
disebut dengan proximity atau kedekatan. Miras yang merupakan isu sosial
memiliki unsur kedekatan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari karena miras
memiliki dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat yang mana miras menjadi
sumber penyakit masyarakat dan berpotensi mengganggu ketertiban. Dalam
wawancara dengan M. Istijar selaku redpel dari Harian Tangsel Pos menjelaskan
kalau Tangerang itu merupakan kota plural yang sebagian besar merupakan
pendatang yang disebut dengan warga sekuler dalam arti agamanya setengah-
21 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, h. 104.
70
setengah, jadi isu miras menjadi hal biasa bagi mereka kaum urban, Berikut
kutipannya:
“...Tangsel itu kota plural yah kota urban, bukan kota santri, kota
urban dalam arti 60 hampir 70% warga Tangsel adalah warga pendatang
30% nya warga pribumi dari 100% itu ada 80% nya itu warga sekuler,
sekuler dalam arti agamanya yah setengah-setengah yah yang beragam
berapa, tapi nggak nggak kental kaya misalkan di Jawa Timur yang banyak
pesantren-pesantren agamanya yah santrinya santri urban yah arena dekat
sama Jakarta perkotaan. Yah jadi Isu miras yah isu biasa, isu bisnis ia bisnis
bahwa bisnis yang dibayar kaum urban disini juga banyak kaum petani yang
biasa minum miras, dan itu menjadi sumber pendapatan PAD”.
Sementara dalam pernyataan Muhammad Istijar Nusantara diatas
menjelaskan bahwa adanya kepentingan-kepentingan lain terkait Pemkot
mengambil retribusi miras itu sendiri.
Harian Tangsel Pos juga mengaitkan nilai berita yang terkadung dalam
berita ini adalah prominence atau ketenaran yang dimaksud adalah MUI sebagai
lembaga hukum Islam yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Harian
Tangsel Pos menganggap MUI mempunyai nilai jual. Hal ini dibenarkan oleh
redpel Harian Tangsel Pos yang mengatakandalam kutipan wawancara berikut:
“...MUI pada sasaran Majelis Ulama yang berkaitan dengan yang halal
dan haram,dianggap memiliki nilai jual, karena MUI sebagai lembaga
agama, ia juga mendukung pelegalan miras. Kenapa demikian, dijelasin
pada beritanya bahwa yang dimaksud melegalkan itu adalah mendukung
Perda peraturan retribusi miras.”22
“...Biasanya suatu berita itu bisa dibaca oleh penikmatnya, terkadang
kita membuat judul yang kira-kira provokatif, agar mereka mau untuk
membacanya, walaupun sebenarnya tidak. Hal itu dilakukan untuk menarik
minat pembaca dan judul juga harus di samakan dengan narasumber yang
ada.” 23
Tampak bahwa pemilihan MUI dalam judul, Tangsel Pos ingin
mengarahkan pemikiran masyarakat terhadap pembingkaian yang mereka bentuk
22
Wawancara langsung dengan Muhammad Istijar Nusantara, Tangerang 8 Juli 2013. 23
Wawancara langsung dengan Sudin Antoro, Tangerang 8 Juli 2013.
71
tidak jarang menggunakan kata-kata provokatif agar masyarakat mau dan tertarik
membacanya. Menurut Eriyanto secara sederhana, semakin besar peristiwa dan
semakin besar dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung
sebagai berita.24
Pemilihan judul ini tidak terlepas dari kebijakan redaksi media. Setiap
media memiliki kebijakan redaksionalnya tersendiri dalam memproduksi berita
baik isu ekonomi, sosial, maupun politik. Media massa, terutama yang memiliki
kemampuan untuk menyebarluaskan pendapat, dinilai sebagai sumber kekuasaan.
Dengan sendirinya, semua alat komunikasi, baik yang dimiliki negara maupun
tidak, akan berusaha mengemukakan yang terbaik.25
Dalam mengemas sebuah pesan, media massa dipengaruhi oleh faktor
internal dan eksternal. Faktor internal disini berupa kebijakan redaksional tertentu
mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi
media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti
tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-
kekuatan luar lainnya.26
Dalam hal ini Tangsel Pos memiliki faktor internal yang
berasal dari Pemerintah Kota sebagai relasi dari media, yang mengakibatkan
berita yang disajikan oleh Harian Tangsel Pos lebih mengarah untuk mendukung
kebijakan dari Pemerintah Kota Tangsel.
Tangsel Pos memiliki kebijakan redaksional tersendiri dalam memproduksi
sebuah berita. Dalam memproduksi beritanya mereka berhati-hati dalam
24
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT
LkiS Pelangi Aksara, 2008), h. 104 25
Mahi M. Hikmat, Komunikasi Politi dan Praktik,(Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
cet. 1, 2010), h. 55. 26
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h.
2-3
72
mengeluarkan sebuah berita yang berkaitan dengan agama tertentu serta berita
tersebut mempunyai news value atau nilai jual. Berikut kutipan wawancara
dengan Redaktur Pelaksana Tangsel Pos, Muhammad Istijar Nusantara:
“Bagi kita tidak ada yang namanya berita sensitif selama itu laku
dipasaran dalam arti selama itu tidak melanggar kode etik yaitu tidak
melanggar SARA. Berita tentang agama kita selalu menghapus dalam arti
kita mengesampingkan dulu. Berita tentang “MUI mendukung miras” itu
berita yang biasa kenapa karena MUI pada sasaran Majelis Ulama yang tiap
hari selalu berkaitan dengan yang halal dan haram, kita anggap layak jual
karena MUI itu sebagai lembaga agama ia juga mendukung pelegalan
miras”.27
Dari pernyataan diatas Tangsel Pos menjelaskan bahwa dalam kebijakan
redaksional mereka mengsampingkan berita-berita seputar SARA. Tangsel pos
lebih mengedepankan nilai jualnya dari sebuah berita agar menarik dan laku
dipasaran.
Penyusunan berita Harian Tangsel Pos mengikuti pola dari piramida
terbalik. Dalam pola piramida terbalik ini yang pertama dilihat adalah headline
atau judul berita, kemudian lead atau teras berita yang mengantarkan khalayak
pembaca untuk masuk ke dalam penjelasan berita, dilanjutkan dengan body atau
isi berita dan yang terakhir adalah leg yang merupakan akhir berita. Harian
Tangsel Pos mempertaruhkan beritanya pada bagian lead sebagai pembuka berita
yang diawali dengan berita MUI setuju dengan Pemkot Tangsel untuk melegalkan
miras, yang bertujuan agar miras tidak dijual disembarang tempat. Selanjutnya
pada bagian isi dibahas mengenai klasifikasi terkait tempat-tempat mana saja yang
boleh menjual miras, serta usia berapa yang boleh mengkonsumsi miras. Pada
bagian terakhir berita, menyebutkan bahwa Perda miras ini merupakan perda
27
Wawancara langsung dengan Muhammad Istijar Nusantara, Tangerang 8 Juli 2013.
73
warisan dan tertera dalam Perda nomer 9 tahun 2008 tentang pengawasan dan
pengendalian minuman beralkohol.
Dari hasil wawancara dan dari hasil temuan teks ada beberapa hal yang
menjadi latarbelakang mengapa Harian Tangsel Pos membuat berita mengenai
pelegalan miras. Pertama menjadi perhatian banyak orang. MUI dikenal sebagai
lembaga Islam yang konsen mengatur tentang hukum Islam di Indonesia yang
nyatanya dalam berita tersebut MUI mendukung Perda Pemkot Tangsel untuk
melegalkan miras yang diharamkan dan berbahaya untuk dikonsumsi. Kedua
Harian Tangsel Pos menggunakan narasumber yang berkompeten untuk berbicara
mengenai masalah tersebut. Hal ini membuktikan Harian Tangsel Pos tidak
sembarangan dalam mengambil narasumber untuk dimintai keterangan mengenai
kasus tersebut.
Penggunaan narasumber dalam teks itu mempunyai arti penting menurut
analisis framing yaitu untuk membuat pembaca percaya terhadap berita yang
disajikan dengan tidak menggunakan narasumber sembarangan. Hal ini
ditunjukkan oleh Harian Tangsel Pos ketika mereka menggunakan narasumber
yang mempunyai otoritas ketokohan untuk menekankan bahwa pendapatnya sahih
dan bisa dipertanggungjawabkan karena otoritas ketokohan tersebut digunakan
untuk memberikan pembenaran terhadap isi berita.28
Hal ini sejalan dengan
gagasan Hall menurutnya, kelompok elit diidentifikasi sebagai sumber kredibel
dan terpercaya tersebut tidak hanya sebatas sumber, tetapi ia bisa menjadi
pendefinisian utama dari realitas (pimary difiners). Sumber berita itu bukan hanya
mendefinisikan dan menjelaskan mengenai dirinya sendiri, ia bahkan
28
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 276.
74
mendefinisikan realitas dan kelompok lain.29
Seperti ditunjukkan pada analisis
teks sebelumnya, yaitu penggunaan Abdul Rajak dari MUI dan Kabid
Disperindag Kota Tangsel Fery Payacun. Dengan menggunakan Abdul Rajak
sebagai lebel otoritas ketokohan memberikan pembenaran bahwa pada dasarnya
MUI mendukung pelegalan miras yang diwacanakan oleh Pemkot Tangsel untuk
mengatur mekanisme peredaran miras di Tangerang Selatan.
Dari berita ini yang menarik adalah pernyataan dari Abdul Rajak selaku
sekertaris MUI, dimana kedua pernyataan itu semakin menguatkan frame Harian
Tangsel Pos. Teks yang terdapat dari paragraf pertama menjelaskan bahwa MUI
mendukung wacana dari Pemkot Tangsel: “...MUI setuju dengan rencana
Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel) untuk melegalkan
minuman keras (miras). Dukungan itu bertujuan agar miras tidak dijual di
sembarang tempat”
Lalu pernyataan yang secara tersirat mendukung pelegalan miras, dia
menyatakan bahwa : “...miras tidak diperbolehkan karena dapat merusak akal.
Walaupun di jaman Nabi Muhammad miras ada manfaatnya namun sedikit”.
Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing menjelaskan bahwa frame
berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa
dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks. Elemen yang
menandakan pemahaman seseorang mempunyai bentuk yang terstruktur dalam
bentuk aturan atau konvensi penulisan sehingga ia dapat menjadi “jendela”
melalui mana makna yang tersirat dari berita menjadi terlihat.30
Hal ini
29
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h.137. 30
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta; LkiS,
2002), h. 225.
75
menunjukkan bahwa teks tersebut mengandung makna tersirat yang merupakan
suatu pembenaran dari frame bahwa ketika MUI mewacanakan untuk melegalkan
miras dia juga mengetahui dasarnyadan mengetahui dengan jelas dalil yang
melarang miras dengan mengatakan miras itu masih ada manfaatnya walaupun
sedikit. Kalau dilihat dari teori konstruksi realitas simbolik yang digagas oleh
Adoni dan Mane mengatakan bahwa realitas simbolik diartikan sebagai bentuk
ekspresi simbolik dari realitas objektif (isi media). Realitas ini menterjemahkan
dan menafsirkan dunia yang objektif kedalam realitas baru. Realitas yang terjadi
diubah kedalam simbol dankodifikasi yang dapat diterima oleh khalayak.31
Kata
MUI yang digunakan oleh Harian Tangsel Pos dijadikan simbol dan kodifikasi
dalam pelegalan. Pernyataan bahwa miras dapat merusak akal walaupun ada
manfaatnya namun sedikit juga merupakan penekanan yang digunakan oleh
Harian Tangsel Pos untuk membentuk realitas baru dari realitas yang ada. Realitas
tersebut dibentuk berdasarkan ideologinya agar mudah diterima oleh khalayak.
Hal ini menunjukkan pemilihan kata yang dipilih Harian Tangsel Pos sebagai
hasil dari penafsiran konstruksi realitas.
Selain itu Harian Tangsel Pos menguatkan pembingkaiannya pada bagian
unsur grafis, unsur grafis memberikan efek kognitif, mengontrol perhatian dan
ketertarikan secara intensif, menunjukkan apakah suatu informasi itu dianggap
penting dan menarik sehingga harus difokuskan. Grafis yang dimaksud adalah
sebuah foto yang ditampilkan oleh Harian Tangsel Pos. Foto digunakan untuk
mendukung pemberitaan, untuk menonjolkan kesan yang ingin disampaikan oleh
media. Foto yang ditampilkan adalah foto Abdul Rajak yang merupakan sekertaris
31
Universitas Terbuka, Materi 2 Teori realitas. Diakses pada 26 januari 2014 dari
http://www.ut.ac.id.
76
MUI Tangsel. Menurut redpel Harian Tangsel PosMuhammad Istijar Nusantara,
foto tersebut merupakan penonjolan frame yang ingin dimunculkan oleh mereka.
Berikut kutipan wawancaramya:
“Karena narasumbernya dia, makanya dipakainya penegasan. Kalo
dalam ilmu media itu ada framing, kita menggunakan penegasan iniilah kita
munculkan, kita tonjolkan wajahnya Abdul Rajak sebagai narasumnber
bahwa, perda ini yang jadi narsum itu Abdul Rajak, yang ditonjolkan adalah
Abdul Rajak sebagai narsum tentang MUI mendukung miras dilegalkan
dalam arti, MUI mendukung tentang retribusi miras di Tangerang
Selatan.”32
Pernyataan tersebut dibenarkan dalam aspek framing mengungkapkan
bahwa pemakaian kata, kalimatatau foto itu merupakan implikasi pemilihan aspek
tertentu dari realitas. Selain itu dalam buku konstruksi realitas yang ditulis oleh
Ibnu Hamad mengatakan bahwa peletakan gambar pada sebuah pemberitaan juga
merupakan bagian dari konstruksi. Realitas yang disajikan secara menonjol dan
mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan
mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas. Sejalan dengan apa yang
dilakukan oleh Harian Tangsel Pos untuk melakukan penonjolan agar pembaca
bisa langsung memahami realitas dengan menggunakan foto Abdul Rajak sebagai
representasi dari MUI untuk mendukung atau menguatkan frame ini.
Mengacu pada teori konstruksi sosial, Harian Tangsel Pos mencoba
menanamkan kesadaran dibenak pembacanya dengan menggunakan bahasa dan
simbol untuk mengkonstruksikan pemberitaan tersebut. Bahasa merupakan bahan
baku suatu media massa dalam memproduksi berita.33
Tangsel Pos menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh khalayak sebagai sebuah informasi dengan
mengarahkan pembacanya untuk memahami berita sejak pada paragraf pertama,
32
Wawancara langsung dengan Muhammad Istijar Nusantara, Tangerang 8 Juli 2013. 33
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h.
12-13.
77
kemudian diuraikan kembali pada paragraf selanjutnya. Dalam proses konstruksi
realitas, bahasa adalah unsur utama. Bahasa menjadi penting untuk
menggambarkan sebuah realitas, konstruksi realitas yang terjadi dalam media
massa yaitu dengan pengaturan bahasa. Di dalam media cetak, bahasa diwujudkan
dalam bentuk kata, angka, gambar ataupun grafis. Dalam menulis pemberitaan
dipilih kata yang menggunakan bahasa tertentu di dalamnya.34
Selain dalam penggunaan bahasa, proses konstruksi realitas terhadap
media massa juga sangat terkait dengan ideologi yang dimiliki oleh masing-
masing media. Harian Tangsel Pos merupakan bagian dari Jawa Pos Grup. Harian
Tangsel Pos dibentuk untuk memudahkan para pembaca lokal mengetahui
peristiwa seputar Tangerang Selatan. Seperti visi dan misinya, yaitu Harian
Tangsel Pos ingin memajukan Kota Tangerang Selatan sebagai kota yang cerdas,
modern religius dan menjadi koran nomer satu di Tangerang Selatan. Sebagai
koran lokal Tangsel Pos juga menjadi mitra kerja bagi pemerintah Tangerang
Selatan.
Media tidak berdiri diruang hampa, berita menjadi bias ketika ada
pemaknaan secara subjektif yang dikonstruksikan Harian Tangsel Pos tentang
pemberitaan MUI mendukung pelegalan miras. Berita yang disebarkan kepada
khalayak merupakan hasil dari proses konstruksi yang dilakukan oleh para pekerja
media. Jika dikaitkan dengan teori konstruksi sosial harian Tangsel Pos mencoba
mengkontruksi para pembacanya dengan pemberitaan yang disajikan dari mulai
melihat berita ini sebagai isu pelegalan miras yang mengkaitkan MUI sebagai
lembaga Islam di dalamnya dan mendukung kebijakan Pemkot Tangsel tersebut.
34
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa (Jakarta: Granit, 2004), h.
12-13.
78
Hal ini ditekankan oleh redpel Tangsel Pos bahwa mereka memberitakan kasus ini
memang untuk menarik minat pembaca dengan topik yang tidak biasa, antara
miras yang diharamkan dan MUI sebagai lembaga Islam yang mendukung
pelegalan tersebut. Harian Tangsel Pos menggunakan kata “melegalkan miras”
merupakan makna konotasi, seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa
melegalkan tersebut bukan maksud menjadikan yang haram menjadi
halalmelainkan mengatur atau menertibkan lokalisasi peredaran miras agar lebih
terjaga.Penulis berpendapat penonjolan makna terdapat pada MUI dengan
mengeluarkan pendapatnya menyetujui Pemkot Tangsel untuk melegalkan miras.
Penggunaan MUI seolah menegaskan bahwa miras sudah disetujui bahkan lewat
lembaga agama sekalipun. Penggunaan kata legal membuat berita nampak benar
dan sahih.
Disimpulkan bahwa, media mengkonstruksi berita dengan berbagai cara
agar masyarakat memaknai berita tersebut dengan cara pandang sesuai dengan
cara pandang media tersebut. Tangsel Pos menggunakan bahasa untuk
menguatkan bingkai berita yang mereka buat dalam menkonstruksi dan
memaknai isi teks berita. Keberadaan bahasa tidak lagi sebagai alat semata untuk
menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (makna
citra) mengenai suatu realitas-realitas media yang akan muncul di benak khalayak.
Oleh karena itulah, penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas.
Tangsel Pos membingkai berita tentang pelegalan miras di Tangerang Selatan
dengan menggandeng MUI sebagai lembaga Islam untuk memberikan
dukungannya terkait Perda yang dikeluarkan oleh Pemkot Tangerang Selatan dan
menjelaskan alasan apa yang membuat miras diatur peredarannya, serta peraturan
79
seperti apa yang ditetapkan oleh Pemkot dalam mengatur miras di Tangerang
Selatan.
Secara keseluruhan mereka menggunakan gaya bahasa informasional, yang
mana isi berita mengandung sebuah informasi yang disampaikan untuk
pembaca.35
Seperti dalam kutipan berikut: “...Serpong, Tapos. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) setuju dengan rencana Pemerintah Kota Tangerang Selatan
(Pemkod Tangsel) untuk melegalkan minuman keras (miras). Dukungan itu
bertujuan agar miras tidak dijual di sembarang tempat...”
Dari kutipan diatas Tangsel Pos memberikan informasi kepada pembaca
tentang peristiwa apa yang terjadi atau pembahasan apa yang ada dalam berita
tersebut. Tangsel Pos menginformasikan kepada pembaca bahwa MUI telah
mendukung Perda Pemkot Tangsel untuk melegalkan miras, serta memberikan
keterangan untuk apa MUI mendukung Perda miras tersebut agar miras tidak
dijual disembarang tempat. Informasi ini memberikan pengertian pada pembaca
terkait peristiwa yang ingin disampaikan oleh Tangsel Pos agar diketahui oleh
khalayak.
Serta menggunakan gaya bahasa tak resmi. Seperti dalam pembahasan
berikut misalnya:
“MUI menekankan, dalam rencana melegalkan miras itu, aturan
tentang miras harus betul-betul mengatur hingga detail, seperti umur
pembeli miras, toko penjual miras, dan pihak-pihak yang boleh
mengkonsumsi miras.
Harus betul-betul jelas regulasinya. Dimana yang diperbolehkan untuk
menjual, konsumen yang boleh beli usia berapa, ini harus diatur. Sehingga
tidak semua orang bisa mengonsumsi dan membeli miras tersebut. Jadi
harus jelas seperti di negara-negara maju, ungkap Rajak”.
35
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa cet ke-20 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2009), hal. 116.
80
Nampak dari kutipan di atas, dalam pemilihan kata-katanya lebih sederhana
dan kalimatnya lebih singkat. Bentuknya tidak terlalu konservatif dalam arti tidak
terlalu mengikuti kaidah yang ada sehingga dapat dengan mudah pembaca
memahami isi pesan yang disampaikannya.
Namun dari pemberitaan ini dalam konteks Islam mengkonsumsi miras itu
hukumnya haram, yang mana tidak ada kata penertiban atau pengklasifikasian
umur untuk mengkonsumsinya karena sudah tertera pula dalam dalil Al-Quran
surat Al-Maidah ayat 90 yang menganjurkan kita sebagai umat muslim untuk
menjauhi khamar atau miras:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah: 90)
81
Tabel 5
MUI Dukung Miras Dilegalkan
Struktur Unit Teks Keterangan
Sintaksis
(Skema
Berita)
Judul MUI Dukung Miras Dilegalkan Judul
Lead Serpong, Tapos. Majelis
Ulama Indonesia (MUI) setuju
dengan rencana Pemerintah
Kota Tangerang Selatan
(Pemkod Tangsel) untuk
melegalkan minuman keras
(miras). Dukungan itu
bertujuan agar miras tidak
dijual di sembarang tempat.
Paragraf 1
Latar Sekertaris MUI Tangsel Abdul
Rajak berpendapat, dengan
melegalkan miras, tidak semua
wilayah atau toko-toko mini
market yang memiliki
kewenangan menjual miras
Paragraf 2
Kutipan - “Harus betul-betul jelas
regulasinya. Dimana yang
diperbolehkan untuk menjual,
konsumen yang boleh beli usia
berapa, ini harus diatur.
Sehingga tidak semua orang
bisa mengonsumsi dan
membeli miras tersebut Jadi
harus jelas seperti di negara-
negara maju,” ungkap Rajak.
-“Menurut Abdul Rajak
dengan nantinya ada Perda ini,
bukan berarti Pemkod Tangsel
Paragraf 4
Paragraf 10
82
melakukan sebuah pelegalan
miras, namun untuk mengatur
dan membatasi keberadaan
tempat penjualan miras di Kota
Tangsel ini.”
-“...Perda ini untuk
mengamankan motto Tangsel
yang religius untuk mengatur
regulasi tempat mana saja yang
bisa menjual.”
-“Di dalam Raperda diatur
mereka berjualan di hotel
untuk golongan B dan C hotel
dan restoran yang bertanda
khusus, ungkapnya.”
Paragraf 8
Paragraf 12
Penutup Selain itu aturan ini juga
merupakan kelanjutan dari
Perda warisan Pemda
Kabupaten Tangerang. Seperti
Perda Nomor 9 Tahun 2008
tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman
Beralkohol
Paragraf terakhir
Skrip
(Kelengkapan
Berita)
Who MUI Judul
What Majelis Ulama Indonesia
(MUI) setuju dengan rencana
Pemerintah Kota Tangerang
Selatan (Pemkot Tangsel)
untuk melegalkan minuman
keras (miras).
Lead
83
Why Pelegalan miras dilakukan
untuk menertibkan miras agar
tidak dijual di sembarang
tempat.
Paragraf 2
When - Tgl terbitan
Where Tangerang Selatan Paragraf 1
How Pemkot mengeluarkan Perda
tentang Pelengalan miras dan
mendapat dukungan dari
lembaga agama MUI. Menurut
MUI Perda ini dibuat untuk
menertibkan lokalisasi miras
serta siapa saja yang memiliki
kewenangan untuk menjual
miras.
Ringkasan
Tematik
(paragraf,
Proposisi,
hubungan
antar kalimat
Koherensi
-“...yang diperbolehkan untuk
menjual, konsumen yang boleh
beli usia berapa, ini harus
diatur. Sehingga tidak semua
orang bisa mengonsumsi dan
membeli miras tersebut...”
-“...miras tidak diperbolehkan
karena dapat merusak akal.
Walaupun di jaman Nabi
Muhammad miras ada
manfaatnya namun sedikit”.
Paragraf 4
Paragraf 6
84
Bentuk
kalimat
-“...(MUI) setuju dengan
rencana Pemerintah Kota
Tangerang Selatan (Pemkot
Tangsel) untuk melegalkan
minuman keras (miras)”.
-“Sekertaris MUI Tangsel
Abdul Rajak berpendapat,
dengan melegalkan miras,
tidak semua wilayah atau toko-
toko mini market yang
memiliki kewenangan menjual
miras”.
Paragraf 1
paragraf 2
Retoris Leksikon Dilegalkan Judul
Grafis Foto Sekertaris MUI Tangsel
Abdul Rajak.
Tengah atas
halaman
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari tujuh belas paragraf dan 30 kalimat yang ada pada artikel “MUI
Dukung Miras Dilegalkan” wartawan lebih menonjolakan unsur who dan what.
Unsur who yang mewakili MUI dan what yang terkait dengan dukungan MUI
untuk melegalkan miras.
Dalam penilitian ini Harian Tangsel Pos mengeluarkan berita “MUI Dukung
Miras Dilegalkan” dengan menggunakan model Zhondang Pan dan Gerald M.
Kosicki dapat diketahui bahwa cara Harian Tangsel Pos membingkai pelegalan
tersebut, mereka menggunakan MUI yang digunakan sebagai simbol, simbol
lembaga muslim yang seharusnya menentang pelegalan miras dan digunakan
Tangsel Pos untuk mendukung frame mereka, serta menempatkan sumber-sumber
yang mempunyai otoritas ketokohan untuk menekankan bahwa pendapatnya sahih
dan bisa dipertanggungjawabkan. Dalam penggunaan bahasa Harian Tangsel Pos
menggunakan kata “legal” pada judulnya untuk menjadikan berita nampak
menarik dan memiliki nilai jual, serta yang dimaksud dengan kata legal ini bukan
berarti menghalalkan yang haram tetapi menjelaskan bahwa dengan melegalkan
miras berarti mengatur, mentertibkan miras dari mulai tempat penjual miras, serta
siapa saja yang boleh mengkonsumsinya. Pemilihan kata legal pada judul
mempresentasikan sikap MUI untuk mendukung Perda miras ini secara tegas serta
membuat berita nampak sahih.
86
Selain itu Harian Tangsel Pos melakukan pembingkaian melalui
penggunaan bentuk kalimat serta foto yang dimunculkan. Dalam bentuk kalimat,
wartawan Harian Tangsel Pos menggunakan kalimat aktif ketika menuliskan
tindakan-tindakan yang dilakukan subjek (MUI) dalam menjelaskan aturan
peredaran miras. Tangsel Pos menggambarkan posisi miras sebagai objek yang
diatur keberadaannya. Foto yang ditampilkan merupakan penonjolan yang
dilakukan oleh Harian Tangsel Pos dalam pembingkaian berita tersebut, melalui
foto Abdul Rajak sekretaris MUI, ini menguatkan keterlibatan MUI dalam isu
pelegalan miras tersebut.
B. Saran
1. Menurut penulis Harian Tangsel Pos telah melakukan peranannya dengan
baik sebagai media maupun mitra pemerintah yang memberikan informasi
pada pembaca khususnya di Tangerang Selatan sehingga pembaca dapat
mengetahui apa yang sedang dan akan di wacanakan oleh Pemkot Tangsel
beserta alasannya mengeluarkan wacana tersebut. Tangsel Pos harusnya
lebih kritis dalam permasalahan yang menyangkut peraturan kebijakan
pemerintah. Terlebih lagi dalam selogan Kota Tangsel sebagai Kota yang
religius hanya akan menjadi simbol belaka jika Perda ini disahkan. Serta di
harapkap dapat menyajikan berita lebih berimbang seperti dalam pemilihan
narasumber yang seharusnya menampilkan sumber-sumber dari dua sisi.
2. Model penelitian ini menggunakan satu dari beberapa perangkat framing
yang ada, yaitu Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki, yang lebih
menekankan pada pembahasan struktur bahasa. Diharapkan bagi peneliti
selanjutnya yang menggunakan analisis framing, bisa menggali lebih luas
87
dengan model yang berbeda dan bisa menggunakan metode observasi secara
mendalam, sehingga mengetahui lebih luas tentang produksi suatu berita
dan bisa mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih mendalam. Dari
adanya penilitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagai penelitian
selanjutnya.
88
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:
Rhineka cipta. 1998.
Barus, Sedia Willing.Jurnalistik Petunjuk Teknis Menulis Berita. Jakarta:
Erlangga, 2010.
Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Gitanyali, 2004.
Budayatma, Muhammad. Jurnalistik Teori dan Praktek.Bandung: Rosda, 2006.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dam Ilmu Sosial. Jakarta: Kencana, 2008.
Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Perseda,
2008.
D, Harold Laswel dari Bryson, L. (1964).The Comunication of Ideals, Cooper
Square Publisher: New Yor. Dalam Gun Gun Heriyanto, Opini “Pilkada
Media dan Citra Politik.
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti, 2003.
Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta;
LkiS, 2002.
Hamad, Ibnu Agus Sudibyo, Moh Qodari. Kabar-kabar Kebencian: Prasangka
Agama di Media Massa. Jakarta: ISAI, 2001.
Ishwara, Luwi. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbita Buku
Kompas ,2007.
89
Kasiram, H. Moh. M.Sc. Metodelogi penelitian kualitatif-kuantitatif. Malang:
UIN-Maliki press, 2010.
Keraf, Gorys.Diksi dan Gaya Bahasa,cet ke-20. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2009.
Kriyantono, Rahmat. Teknik Praktik Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2007.
Maleong, Lexi J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, cet-4. Jakarta:
Erlangga, 1996.
HM, Zaenuddin. The Journalist, cet-1. Bandung: Simbiosis Rekatama Media,
2011.
M Hikmat Mahi, M. Si.Komunikasi Politi dan Praktik,cet-1. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2010.
Miles, Matthew B. & A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia UI-Press, 1992.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Nurudin. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Romli, Asep Syamsul M. Jurnalistik Praktis untuk Pemula, cet-6. Bandung: PT,
Remaja Rosdakarya, 2005.
Putra, R. Masri Sareb.Media Cetak: bagaimana media merancang dan
memproduksi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007.
Salim, Agus. Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006.
Santoso, Topo. Menggagas Hukum Pidana Islam. Bandung: As-syamil, 2000.
Setiawan K, Santana. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Obor Indonesia, 2005.
90
Severin, Warner J dan James Tankard. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan
Terapan dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Simbolon, Parakitri T. Vademekum Wartawan. Jakarta: Kepustakaan Gramedia,
1997.
Sobur, Alex. Analisa Teks Media, Sebuah Pengantar untuk Analisis Wacana
Semiotika, Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Soyomakti, Nurani. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: AR-Ruzz Media,
2010.
Sudibyo, Agus. Citra Bung Karno, Analisis Berita Pers Orde Baru. Yogyakarta,
1999.
.Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta, 2001.
Suhaimi dan Ruli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009.
Suhandang, Kustadi. Pengantar JurnalistikSeputar Organisasi, Produk dan Kode
Etik. Bandung: Penerbit Nuansa, 2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2011.
Sumandaria, AS Haris, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature,
Panduan Praktis Jurnalistik Profesional, edisi ke-2. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2006.
Suranto, Hanif dan Dicky Lopulalan, Menjadi Watawan Lokal: Panduan Meliput.
Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2000.
Susanto, Astrid S. Komunikaso dalam Teori dan Praktik cet.ke-3. Bandung: Bina
Cipta, 1988.
Tebba, Sudirman.Jurnalistik Baru. Tangerang: Penerbit Kalam Indonesia, 2005.
Turner, Lynn H. Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika, 2008.
91
Usman, Husauni dan Purnomo. Metodelogi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara, 2009.
Wibowo, Indiwan Seto Wahju. Dasar-dasar Jurnalistik. Jakarta: LPJA Press
Jakarta, 2006.
Wresniwiro, Masalah Narkotika, Psikotropika dan Obat Berbahaya, cet ke
1.Yayasan Mitra Bintibmas, 1999.
Koran:
Harian Tangsel Pos, Edisi Rabu 22 Mei 2013.
Internet:
Tujuan dan Fungsi MUI, artikel diakses pada 7 Maret 2014 dari
http//:www.mui.or.id.
http://programatujuh.wordpress.com. Metode Menulis Piramida Terbalik 5W1H.
Diakses pada 15 Juli 2013.
Website Tangsel Pos (www.tangsel-pos.com diakses pada 11 Juni 2013)
www.atwarbajar.wordpress.com. Mengelola Data dalam Penelitian Kualitatif.
Diakses pada 17 July 2013.
Artikel/ Brosur/ Jurnal Skripsi:
Ahmad,Ardi Zaeburi. 2010. Analisis Politik Hukum Terhadap Perda Kota Depok
no 6 tahun 2008 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman
Beralkohol. Skripsi. Jakarta: Program Strata Satu Universitas UIN Jakarta.
Company Profile, Harian Tangsel Pos.
92
Departeman Pendidikan Nasional Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 2001.
Peraturan Daerah Kota Tanggerang Selatan Nomor 9 Tahun 2008 tebtabf
Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Prakoso Febrianto. Analisis Framing Pada Pemberitaan Mengenai Pidato
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Tentang Polemik Antara KPK
dengan Polri di Website Suarasurabaya.net dan RRI.co.id.
Sari, Ika Nur Laili RomadlonAnalisis Framing Pemberitaan Waria pada Majalah
Waria @Information Group Rubrik Under Cover.
Wawancara:
Antoro,Sudin. Wawancara pribadi, senin 8 Juli 2013 pukul 18:56.
Nusantara,M. Istijar. Wawancara pribadi, senin 8 Juli 2013 pukul 18:05.
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Muhammad Istijar Nusantara
Jabatan : Redpel (Redaktur Pelaksana)
Tempat : Kantor Harian Tangsel Pos
Waktu : Senin, 8 Juli 2013
1. Sejak tahun berapa Harian Tangsel Pos didirikan (sejarahnya)?
Pertama terbit tuh 1 desember 2008, itu bersamaan dengan terbentuknya kota
Tangerang selatan jadi, kalau kota Tangsel tuh bulan oktober 2008 kita tuh terbit 1
desember 2008 jadi, sekarang udah masuk tahun ke-5.
2. Siapa Owner di Harian Tangsel Pos?
Owner pak Margiono, Hj Margiono ketua PWI Ustad satu grup sama Jawa Pos,
Rakyat Merdeka.
3. Siapa saja yang menjadi sasaran pembaca Koran ini?
Warga Tangerang selatan, sama warga Sebanten.
4. Bagaimana cara kerja wartawan mulai dari mencari berita, menulis sampai
dikeluarkannya berita?
Oh cara kerjanya normatif, cara kerjanya pertama wartawan pergi pagi jam 8, jam
7, jam 9 tergantung ada isu. Kedua yah dia cari berita dilapangan terkait sama isu-
isu yang sedang hot, sedang booming, misalnya hari ini isu tentang apa itu yang
dicari sampe sore hari dia pulang kekantor. Dia dateng ke kantor, dia nulis berita
dilaporkan keredatur, redaktur nanti ngedit ke editor, sampailah jadi sebuah
laporan.
5. Untuk menentukan tema, narasumber, itu dari wartawan atau sudah
ditentukan sebelumnya?
Dua-duanya bisa juga wartawan yang ngusulin, bisa juga redaktur yang ngusulin
tergantung isu jadi, berita bisa dari banyak sisi, bisa dari sisi redaktur, reporter,
“gini loh bang isunya nih bagus, narasumbernya ini kompeten dibidangnya, oke”.
Bisa juga dari redaktur misalnya “bang narasumbernya siapa? karena saya nggak
punya narasumber ini”, nah redaktur yang ngusulin, “coba si A karena dia sering
bergelut dibidang A di isu A”, misalnya kita berbicara tentang agama berarti yang
menjadi narasumber berarti kalu nggak lembaga keagamaan kaya MUI kaya
dewan masjid atau kaya dosen agama gitu jadi, yang berkaitan sama yang
kompenten yang bicara tentang isu tersebut. Usulannya bisa dari redaktur bisa dari
reporter.
6. Bagaimana dengan proses rapat redaksi dan siapa yang terlibat dalam rapat
redaksi?
Normatif, kalau yang rapat redaksi yang redaksi dari tingkat redaktur dan reporter.
Untuk menentukan berita hari ini tuh biasaanya dilakukan sama redaktur, pemred
redakturlah satiap hari dia menentukan mana berita halaman satu dan lainnya.
Owner tidak suka ikut.
7. Dilihat dari harian Tangsel Pos kan banyak rubriknya dan disini terlihat
banyak desknya, nah pembagian kerja disini itu bagaimana bang?
Pembagian kerjanya kita perredaktur yah, jadi peredaktur kita bagi-bagi, redaktur
juga punya reporter jadi, reporter itu satu dia ada reporter khusus metro, ada
reporter khusus zona, zona itu kita itukan ada zona Ciputat, ada zona Serpong, ada
reporter yang khusus ada redaktur yang khusus yah nanti kita bagi aja. Kerja
secara teknisnya mereka nanti giliran sore kita ngumpul, apa yang menjadi berita
ini-berita ini jadi, ada reporter masing-masing, ada reporter olahraga, ada reporter
pendidikan, ada reporter bisnis, ada reporter metro ada reporter zona, ia zona tuh
yanh Serpong, ciputat. Redakturnya juga gitu, ada redaktur olahraga, ada redaktur
halaman satu, ada redaktur zona, redaktur metro, kita baru bidik di perhalaman.
8. Dalam harian Tangsel Pos ada Tangerang Pos dan Tangsel Pos itu sama atau
beda?
Sama, beda isinya, Tangerang Pos itu kita jual buat ke kawasan sana, Kabupaten,
kota. Tangerang kan ada 3 yah daerah administrasi, Tangerang tuh ada 3 Kota
Kabupaten, pertama kota Tangerang Selatan, kedua Kota Tangerang, trus
Kabupaten Tangerang nah kita maennya disitu, nah Tangerang Pos itu kita
bikinnya buat Kabupaten Tangerang sama Kota Tangerang, nah pembacanya
disana kita bidik, kita pos beritanya yah tentang Kabupaten Tangerang dan
tentang Kota Tangerang jadi, kooperatnya itu lebih mendekati mereka. Media
lokal itu kan media yang menyajikan berita-berita lokal, berita-berita yang dekat
wilayahnya sama pembaca. Pembacanya di Ciputat kita sediain rubrik Ciputat,
pembacanyanya di Serpong kita sediain rubrik Serpong, pembacanya di
Kabupaten kita sediain rubrik Kabupaten.
9. Di Harian Tangsel Pos ini tuh siapa yang menjadi pengedit terakhir,
(editornya)?
Oh itu Redper, Redaktur Pelaksana.
10. Dalam salah satu berita di Harian Tangsel Pos edisi 22 Mei 2013 terdapat
judul “MUI Dukung Miras Dilegalkan”, apa yang membuat tertarik untuk
mengeluarkan berita tersebut?
Tertariknya, karena gini, apa miras di Tangsel itu meskipun belum dilegalkan tapi
penyebaranya seakan-akan dilegalkan seperti misalnya kita ke supermarket,
hypermart, carrefour yang ada di Tangerang Selatan ataupun minimarket-
minimarket yang ada di Tangsel kaya Lawsen, Sevel, kaya indomart atau alfamart
ia, itu mereka menjual miras, coba kamu lihat hasil penelitian kita, bukan
penelitian tapi pengamatan lapangan kita selama ini miras tidak dilegalkan tapi
penyebarannya seakan akan dilegalkan, makanya ada berita MUI itu mendukung
Perda pengaturan tentang miras. Sehingga peredaran-peredaran miras itu terjaga.
Disini loh yang harus diedarkan disini tempat-tempatnya dalam sebuah peraturan,
oleh karena itu kita buat berita itu, terlebih kan Pemkod jugakan ingin mengambil
retribusi dari minuman keras.
11. Apa yang ingin disampaikan Harian Tangsel Pos khususnya penulis kepada
pembaca melalui berita ini?
Ia, yang disampaian bahwa MUI itu juga mendukung Perda, rencana Perda
tentang retribusi tentang, perdagangan miras di Tangsel makanya angle utamanya
adalah MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan narasumber utamanya adalah MUI
kota Tangerang Selatan.
12. Dalam artikel terdapat gambar sekertaris dari MUI bapak Abdul Rajak, apa
arti dari foto tersebut mengapa memilih photo tersebut untuk dimasukkan
kedalam berita?
Karena yang narasumbernya dia, ia narasumbernya, makanya kita makenya
penegasan, kalo dalam ilmu media itu ada framing kita pake penegasan nih,
iniilah kita munculkan, kita tonjolkan wajahnya Abdul Rajak sebagai
narasumnber bahwa, perda ini yang jadi narsum itu Abdul Rajak, yang
ditonjolkan adalah Abdul Rajak sebagai narsum tentang MUI mendukung miras,
dilegalkan dalam arti MUI mendukung tentang retribusi miras di Tangerang
Selatan.
13. Bagaimana abang memandang tentang Isu Pelegalan Miras itu sendiri?
Di Tangsel, kalo di Tangsel sendiri hal yang biasa yah, karena Tangsel itu kota
plural yah kota urban, bukan kota santri. Kota urban dalam arti 60 hampir 70%
warga Tangsel adalah warga pendatang, 30% nya warga pribumi dari 100% itu
ada 80% nya itu warga sekuler, sekuler dalam arti agamanya yah setengah-
setengah, yah yang beragam berapa tapi, nggak kental kaya misalkan di Jawa
Timur yang banyak pesantren-pesantren agamanya, yah santrinya santri urban yah
arena dekat sama Jakarta perkotaan. Yah jadi Isu miras yah isu biasa, isu bisnis ia
bisnis bahwa bisnis yang dibayar kaum urban disini juga banyak kaum petani
yang biasa minum miras, dan itu menjadi sumber pendapatan PAD.
14. Adakah kebijakan redaksi apabila ada berita yang aga sensitif di keluarkan?
Bagi kita tuh nggak ada yang namanya sensitif selama itu laku dipasaran, dalam
arti selama itu tidak melanggar kode etik yaitu, tidak melanggar SARA yaitu
penghinaan terhadap salah satu suku, tidak melanggar provokatif berita itu
sehingga orang melakukan kerusuhan sosial begitu. Semua berita tidak berbau
sensitif dan juga tidak menjelek-jelekkan agama, termaksud juga tidak membuat
berita tentang agama tertentu, makanya berita tentang agama kita selalu
menghapus dalam arti kita mengesampingkan dulu berita tentang agama misalnya,
ada “Pelarangan Gereja”, nah itu kita kesampingkan dulu karena itu kan berbau
SARA, berbau agama tapi kalo berita-berita yang “MUI mendukung miras” itu
berita yang biasa kenapa, karena kan MUI kan pada sasaran Majelis Ulama yang
tiap hari selalu berkaitan dengan yang halal dan haram, nah kita anggap layak jual
karena MUI itu sebagai lembaga agama, ia juga mendukung pelegalan miras
Pelegalan miras kenapa itu, kita jelasin di beritanya bahwa yang dimaksud
melegalkan itu adalah mendukung Perda peraturan retribusi miras.
15. Apa ada hubungan antara Tangsel Pos dan Pemkot Tangsel (dalam arti
semacam kerja sama mungkin)?
Nggak ada, hubungannya hanya sekedar mitra, mitra kerja, mitra bisnis, mitra
berita, mitra sosial. Kalau Pemkot punya kesalahan kita sebagai mitra sosial yang
mengkritik mitra kerja, kalo Pemkot punya kelebihan kita dukung, kita dukung
programnya, tapi kalau punya kesalahan, korupsi, penyalahgunaan kewenangan
jabatan, kita kritik, kita sebagai mitra sosial kita kritik kinerja mereka,
hubungannya itu.
Interviewer Interviewee
(Awalina Habibah) (Muhammad Istijar Nusantara)
Narasumber : Sudin Antoro
Jabatan : Reporter
Tempat : Kantor Harian Tangsel Pos
Waktu : Senin, 8 Juli 2013
1. Pada saat ingin meliput sebuah berita apakah sudah direncanakan pada hari
sebelumnya?
Jadi dalam pemberitaan itu ada yang namanya, apa namanya berita yang tersusun
yang sudah ada plannya atau berita yang sifatnya dadakan gitu. Ketika kita
menghadiri suatu acara misalkan, ada apa namanya ada satu acara, dalam acara itu
ada banyak tokoh-tokoh atau mungkin figure public gitu. Public figure kita bisa
langsung merumuskan gitu, oh kira-kira isu apa yang bakal diangkat langsung
disitu jadi tidak semua berita kita rumuskan.
2. Bagaimana cara kerja wartawan mulai dari mencari berita, menyusun berita
prosesnya sampai dikeluarkannya berita?
Biasanya malem kita membuat jadwal besok mau liputan apa, narasumbernya
siapa, mengangkat isu-isu apa, itu plan pertama, plan kedua harus ada berita-berita
yang ketika plan pertama itu tidak didapatkan itu harus ada yah, pland pertama,
pland kedua itu harus ada yah. Kemudian ketika pagi kita siap kelapangan
langsung temuin tuh target kita, berita yang sudah dirumuskan itu berita apa kira-
kira dan langsung kita temuin narasumber, kita wawancara kan kalau misalkan
kita udah ada banyangan kita sudah mudah, “oh anglenya ini gitu”, kalu misalkan
itu tidak dapat berarti berita yang kedua, nah dalam kondisi itu bisa jadi kita
masuk ide baru seperti kita menemui narasumber, ada disitu misalkan ada
narasumber lain yang kira-kira dijadiin iya kita langsung aja tanyakan pada
mereka, jadi satu ruang bisa dua dan tiga berita kemudian kita ambil data
wawancara dan sebagainya udah kita nyampe kantor sore jam 4 jam 5 maksimal
jam 5 kita bikin berita.
3. Untuk menentukan tema, narasumber, itu dari wartawan atau sudah
ditentukan sebelumnya?
Kita dari wartawan sendiri, kira-kira temanya ini kira-kira rujukannya seperti apa
yang memiliki otoritas, narasumber juga gitu.
4. Kapan berita masuk ke redaksi?
Pagi liputan, sorenya ini kita langsung bikin berita dan dirapatkan.
5. Siapa yang biasanya ikut dalam rapat redaksi?
Dalam rapat redaksi kita reporter sama Redper, Pemred itu khusus kalo rapat-
rapat besar, untuk reporter sama Redper kalau Pemred lebih ke redakturnya.
6. Ada nggak tantangan yang dirasain kaka sebagai wartawan ketika sedang
membuat sebuah berita?
Untuk tantangan kita bikin berita, seringali kita dalam keadaan lelah gitu yah, kita
harus kelapangan panas-panasan kita habis pulang kantor dan menyiapkan satu
dua berita dengan menyusun kalimant secara runtun, anglenya harus jelas nah
disitu jadi, kesulitannya sebenerya tidak ada gitu tidak ada kesulitan.
7. Dalam salah satu berita di Harian Tangsel Pos edisi 22 Mei 2013 terdapat
judul “MUI Dukung Miras Dilegalkan”, apa yang membuat tertarik untuk
memberitakan berita tersebut?
Oh gitu, ia jadi apa namanya, biasanya satu berita itu bagaimana bisa dibaca oleh
pembaca yah, penikmat gitu jadi, kadang kita membuat satu judul itu yang kira-
kira provokatif gitu, yah biar mereka bisa mau dan membaca gitu meskipun
sebenernya tidak, itu hanya untuk menarik saja dan judul itu juga harus
disandarkan dengan pernyataan-pernyataan narasumber gitu jadi, tidak mudah kita
membuat judul yang mengarah gitu.
8. Dalam berita tersebut kenapa Tangsel Pos memilih pak Rajak untuk
dijadikan narasumber?
Oh gitu, kebetulan bapak Abdul Rajak itu kan anggota, itu harusnya ketua MUI
tapi itu tidak bisa dipaksakan ketika misalkan, kita sebagai reporter menemui
ketua itu tidak bisa, tidak ada ditempat dan sebaginya gitu, ya artinya sebenernya
masih satu lembaga itu sih bisa aja gitu kan, tapi kalau misalkan pengen yang
lebih atasan dia ya ketuanya, tapi tidak menjadi persoalan entah itu sekertaris
ataupun ketua, yang penting kan lembaganya, lembaganya yang dilihat bukan
sosoknya gitu.
9. Lalu di dalam berita juga terdapat gambar sekertaris dari MUI bapak
Abdul Rajak, apa arti dari foto tersebut mengapa memilih photo tersebut
untuk dimasukkan kedalam berita?
Artinya ini kan baru wacana yah, ketika mungkin reporter teh Irmanya itu melihat
kondisi ada miras pasti yang dishotnya mirasnya, nah kan ini kan kondisinya
bukan dilokasi mirasnya gitu kecuali misalkan ada pemusnaan miras, misalnya
dikantor polisi atau apa gitu kan pasti yang diambil gambarnya itu mirasnya.
10. Di negara kita kan mayoritas Islam, bagaimana pandangan kakak mengenai
isu pelegalan miras yang diberitakan di Harian Tangsel Pos ini khususnya
kakak sendiri sebagai umat muslim?
Oh gitu, saya secara pribadi jujur kurang setuju dalam aturan itu tapi,
bagaimanapun pemerintah ada sisi lain yang ingin mereka peroleh artinya kalau
misalkan itu diterapkan di bintang-bintang hotel-hotel bintang besar, otomatis ada
pemasukkan yah, itu kan termasuk bagian dari pajak juga, entah itu halal dan
haramnya itu persoalan lain kan, tapi secara pribadi saya seorang muslim juga
merasa keberatan gitu, tapi makanya makanya diatur kadar alkoholnya berapa
yang diperbolehkan, seperti ini dan kalau misalkan kadar alkoholnya itu tinggi itu
berarti masuk di ruangan-ruangan khusus gitu.
Interviewer Interviewee
(Awalina Habibah) (Sudin Antoro)
WAWANCARA DENGAN MUI TANGSEL
Narasumber : Abdul Rajak
Jabatan : Sekretaris MUI Tangsel
Tempat : Kecamatan Serpong
Waktu : Selasa, 6 Mei 2014
1. Setuju nggak sih MUI dengan pelegalan miras ini?
Pertama MUI sangat tidak setuju seandainya banyak beredar miras di Kota
Tangerang Selatan titik gitu.
2. Bagaimana bapak memandang miras?
Miras itu salah satu minuman yang bisa merusak tatanan kehidupan masyarakat
karena dengan pengaruh miras seseorang bisa melakukan kejahatan dan bisa
bertambah melakukan kejahatan yang lainnya jadi dari miras ini bisa
berkembang banyak kejahatan-kejahatan yang lain yang ditimbulkan dari
miras.
3. Mengapa mengeluarkan pernyataan seperti di artikel?
Di Harian Tangsel Pos ini maksudnya karena sudah beredarnya miras di
Tangerang Selatan jadi pemerintah daerah baik Legislatif maupun Eksekutif
harus membuat regulasi agar orang yang tidak melakukan minum-minuman
keras terkena imbasnya atau orang yang baik-baik, gara-gara masyarakat yang
lainnya mengkonsumsi akhirnya mereka terkena efeknya, pengaruhnya dari
miras tersebut, makanya pemerintah harus membuat regulasi. Regulasi itu
artinya aturan tentang miras itu sendiri, gimana di Tangerang Selatan temoat
mana saja yang boleh, jam berapa dia harus membeli, masyarakat mana yang
boleh, pelajar boleh nggak beli nah disitulah pentingnya, maksudnya mirs ini
harus diataur.
4. Apa tidak janggal kalau MUI turut mendukung sementara Tangsel kan
dikenal sebagai kota Religius?
Kenapa janggal? Kan MUI hanya memberikan input masukan amar ma’ruf
nahimunkar bahwa sudah seharusnya pemerintah membuatkan aturan
karenakan MUI kan tidak ada kewenangan untuk mengusulkan Perda untuk
memohon sebuah aturan karena kan memang kita bukan institusi pemerintah
jadi yang behak itu hanya Eksekutif dan Legislatif.
5. Apa bapak yakin regulasi yang dicanangkan Pemkot Tangsel bisa
berjalan
sesuai dengan tujuannya?
Kalau memang Pemkot punya komitmen yang tinggi untuk menjaga moral dan
akhlak masyarakat Tangerang Selatan saya yakin mampu, karena dengan
adanya Perda inikan masyarakatnya akan terlindungi dari pengaruh miras dan
miras tidak jadi konsumsi umum atau publik tapi hanya di tempat tempat
tertentu.
6. Menurut bapak makna pelegalan sendiri tuh seperti apa?
Pelegalan disini maksudnya MUI setuju dan mendukung seandainya miras ini
dibuatkan aturan jadi bahasa itunya dilegalkan tuh dibuatkan aturan jadi bukan
MUI ngebolehin miras, bukan! konteksnya lain jadi MUI mendukung
dibuatkannya aturan tentang pengaturan peredaran miras atau pengaturan
tentang miras di Tangerang Selatan.
7. Apa tanggapan bapak terkait judul yang dikelurkan oleh Harian Tangsel
Pos?
Nah ini kan sebenenya bahasa media jadi kalau orang yang bacanya sekilas ah
ini kan sebenenya bahasa media jadi kalau orang yang bacanya sekilas itu akan
negatif thinking terhadap MUI, disangkanya MUI membolehkan, melegalkan
miras padahal MUI mendukung substansinya kontennya miras itu dibuatkan
aturan dilegalkan.
8. Apakah narasumber yang digunakan oleh Harian Tangsel Pos mewakili
suara MUI?
Kalau secara kelembagaan kan harus diputuskan melalui rapat pleno tapi ini
kan sifatnya hanya dimintai keterangan, komentar yang dimintai pendapat
itukan tanpa harus melewati rapat pleno kecuali yang sifatnya kebijakan,
keputusan yang sifatnya mengikat, keluar dan kedalam itu baru, ini kan saya
selaku sekretaris MUI dimintai keterangan gimana seandinya miras dilegalkan,
dan kita dukung dan saya yakin temen-temen juga akan, kalau dia memahami
kontennya pasti setuju.
Interviewer Interviewee
(Awalina Habibah) (Abdul Rajak)