konstruksi berita kampanye pilkada kabupaten gianyar tahun 2008 ...

211
1 TESIS KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014

Transcript of konstruksi berita kampanye pilkada kabupaten gianyar tahun 2008 ...

1

TESIS

KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE

PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008

PADA SURAT KABAR LOKAL BALI

I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

2

TESIS

KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE

PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008

PADA SURAT KABAR LOKAL BALI

I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA

NIM. 09900261024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

3

KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE

PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008

PADA SURAT KABAR LOKAL BALI

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya

Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NYOMAN BIDI SASTRA SEDANA

NIM. 09900261024

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014

4

Lembaran Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL FEBRUARI 2014

Pembimbing I

Prof. Dr. I Gde Semadi Astra

Pembimbing II

Dr. I Gede Mudana, M.Si

NIP. 19641202 1990 1 11 001

Mengetahui

Ketua Program S2 Kajian Budaya

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si

NIP. 19520815 198103 1 004

Direktur,

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K).

NIP. 19590215 19850 2 001

5

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 11 Februari 2014

Panitia Penguji Tesis, Berdasarkan Surat Keputusan Rektor

Universitas Udayana, No : 0270/14.4/HK/2014 tanggal 10 Februari 2014

Ketua : Prof. Dr. I Gde Semadi Astra

Anggota :

1. Dr. I Gede Mudana, M.Si.

2. Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S.

3. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U.

4. Dr. I Wayan Redig.

6

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena

rahmat-Nya, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan pada waktunya untuk memenuhi

persyaratan dalam menyelesaikan studi S-2 pada Program Studi Magister Kajian

Budaya, Program Pascasarjana Universitas Udayana, dengan judul tesis

”Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat

Kabar Lokal Bali”.

Tulisan ini dapat terselesaikan berkat bantuan maupun kerja sama berbagai

pihak. Sehubungan dengan itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang tulus semoga Tuhan membalas segala budi baik yang telah

diberikan kepada penulis, secara khusus kepada :

(1) Prof. Dr. I Gde Semadi Astra, selaku pembimbing I yang telah

memotivasi dan mengarahkan penulis dengan penuh kekeluargaan, dan

Dr. I Gede Mudana, M.Si selaku pembimbing II yang memberi arahan

dan panduan penyelesaian tesis ini.

(2) Terima kasih para penguji tesis kepada, Prof. Dr. Emiliana Mariyah,

M.S, Prof. Dr. I Made Suastika, S.U dan Dr. I Wayan Redig, yang

telah memberikan arahan untuk kesempurnaan tesis ini.

(3) Dr. Drs. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si, Ketua Program Studi

Magister Kajian Budaya Program Studi Pascasarjana Universitas

Udayana dan Sekretaris Dr. Drs. I Nyoman Dhana, M.A yang telah

memberikan peluang kepada penulis untuk menempuh pendidikan

Program Studi Magister Kajian Budaya di Universitas Udayana.

7

(4) Para informan, yakni calon bupati dan wakil bupati, pimpinan partai,

kader partai politik, pimpinan media, redaktur dan wartawan,

khususnya I Nyoman Wilasa serta masyarakat lainnya serta informan

pendukung lainnya yang sangat membantu penulis ini.

(5) Kepada staf administrasi dan staf perpustakaan S2 Kajian Budaya yang

telah memberikan kemudahan dalam penulisan sebagai karyasiswa di

Program Kajian Budaya.

(6) Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Kajian

Budaya Angkatan 2009, teman-teman seperjuangan kelas sore dan

pagi, yang selalu wanti-wanti mendorong dengan memberikan

masukan dan dukungan moral kepada penulis.

(7) Terima kasih tidak terhingga kepada istri tercinta, Gusti Ayu Sri

Yuliati atas semangat dan kesabaran, kesetiaan, dan doa-doanya

kepada Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa selama penulis

menempuh studi di Program Kajian Budaya. Kepada ”buah hati

tercinta”, Putu Ayu Ananda Aiswarya Gandhiwa (Ayu) dan Made

Bagus Basudewa Brahmanta (Anta), atas kesabarannya karena telah

kehilangan perhatian beberapa waktu selama studi ini, Bapak. I

Nyoman Bijayasa, dan Ibu Ni Wayan Diarthi, serta Mbok Eka, Mbok

Sophia, dan adikku Catik serta semua keluarga yang selalu

memberikan dukungan dan mendoakan penulis.

(8) Rekan-rekan di Bagian Humas dan Protokol Setda Kabupaten Gianyar,

khususnya sahabat-sahabat Sub. Bagian Humas dan Pelayanan Pers

8

atas kerjasama, bantuan dan dukungannya untuk penyelesaian tulisan

ini secara utuh.

Akhinya penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,

namun semoga pembaca dapat memaklumi. Dengan kerendahan hati, penulis

mengucapkan terima kasih kepada para pembaca budiman untuk memberikan

masukan dan saran yang konstruktif untuk penyempurnaan. Harapan penulis, tesis

ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembangan keilmuan,

khususnya bidang Kajian Budaya serta secara positif dapat dimaknai sebagai

peningkatan peran media lokal di Bali.

Denpasar, 11 Februari 2014

Penulis

9

ABSTRAK

Pasca reformasi media memiliki peranan penting sebagai pilar keempat

dalam membangun demokrasi di Indonesia. Salah satu ”anak” yang dilahirkan

reformasi tahun 1998, adalah keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan penjabaran Peraturan Pemerintah

Nomor. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan

Pemberhentian Kepala Daerah. Regulasi memberikan kesempatan kepada

masyarakat untuk memilih calon pemimpin daerahnya lewat proses pilkada.

Kabupaten Gianyar sudah melaksanakan dua kali pemilihan kepala daerah secara

langsung yakni, tahun 2008 dan 2013. Fokus penilitian pada berita kampanye

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di tiga media, yakni Bali Post, NusaBali,

Radar Bali (Jawa Pos Group) yang secara menerus memberitakan lewat rubrik

khusus. Tiga media memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dalam

bentuk kosntruksi berita yang diawali dengan kesepakatan pemasangan tarif

dalam bentuk berita advetorial. Hal ini mengakibatkan pembaca menerima berita

sebagai sebuah bentuk informasi yang secara sadar dan tidak disadari telah

mengalami proses konstruksi. Berita dalam rubrik khusus (baca : iklan) dikemas

sebagai informasi yang memiliki nilai informasi oleh pembaca atau publik

layakanya berita secara umum. Penelitian ini menjawab tiga pokok masalah, yaitu,

permasalahan yang dibahas menyangkut tentang bentuk konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di tiga surat kabar lokal Bali, faktor-faktor

yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

tahun 2008 di surat kabar lokal Bali, dan makna kosntruksi berita kampanye

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali.

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara,

observasi, studi dokumen, dengan analisis data deskriptif-kualitatif dan

interpretative. Ada tiga teori yang digunakan yaitu, Teori Kognisi Sosial Teun A

van Dijk, Teori Ekologi Media, dan Teori Hipersemiotika.

Penelitian ini mengungkap bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008 berupa, konstruksi citra kandidat, program

kandidat, mobilisasi massa dan konstruksi provokasi politik. Kedua pasangan

calon memanfaatkan rubrik khusus yang disediakan oleh media untuk

membangun citra dan opini masyarakat untuk mendapatkan dukungan dan suara

dari pemilih.

Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dipengaruhi oleh

ideologi pasar, pencitraan, praktik kekuasaan, representasi partai politik, modal

(sosial, ekonomi, budaya). Faktor inilah yang saling berkaitan dan bertautan serta

bersimbiosis dalam mengkonstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar.

Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar

lokal Bali menunjukkan adanya makna hegemoni, konspirasi, kapitalisme,

komodifikasi dan hiperealitas.

Kata kunci : konstruksi berita, kandidat, pilkada, surat kabar lokal.

10

ABSTRACT

Post- reform, media has an important role as the fourth pillar to the

democracy development in Indonesia. One of the "product" born by the reforms in

1998, is the establishment of Act No. 32 of 2004 about Regional Government,

followed by the translation of Government Regulation Number. 6 of 2005 about

the Election, Endorsement, Nomination and Dismissal of Head of Regional

Government. Regulation gives the opportunity to the public to vote for the leader

of the region through the election process. Gianyar Regency has implemented two

direct regional elections to choose head of regency namely, in 2008 and 2013. The

study is focused on election campaign news in Gianyar regency of 2008 in the

three media, namely the Bali Post, NusaBali, Radar Bali ( Jawa Pos Group ) who

are constantly preaching through their special section. Those three media reported

Gianyar regency election campaign in the form of news construction beginning

with the installation of an agreement in the form of news advetorial rate. As an

institution, we cannot separated the media from its economic interest in gaining

profit. This affects the reader in receiving the news as a form of information that

is consciously and unconsciously has undergone a process of construction. This

study addresses three principal issues, namely, the issues discussed regarding the

construction form of election-campaign news in Gianyar through three Bali local

newspaper, the factors that affect news construction on Gianyar regency election

campaign of 2008 in the Bali local newspaper, and the meaning of news

construction in the election campaign of Gianyar regency in 2008 in the Bali local

newspaper.

This study uses data collection techniques such as interviews, observation,

literature study, using a qualitative descriptive data analysis and interpretative.

There are three theories used, namely, Social Cognition Theory Ten A van Dijk,

Media Ecology Theory and Hipersemiotika Theory.

This study has found the form of news construction in Gianyar regency’s

election campaign in 2008 namely, the candidate image-construction, candidate

programs, mass mobilization and political provocation construction. Where both

candidates-pair use the special section provided by the media to create and

develop personal image and public opinion to gain support and vote of the people.

News construction of Gianyar election campaign is influenced by internal and

external factors, including market ideology, self imaging, power practice,

representation of political parties, capital (social, economic, cultural). Where these

factors are interrelated and intertwined as well as symbiotic in constructing the

news on Gianyar election campaign. The meaning of news construction on

Gianyar regency election campaign of 2008 in the Bali local newspaper pose

meaning, hegemony, conspiracy, capitalism, commodification and hypereality.

Keywords : news construction, candidates, regional election, newspaper.

11

RINGKASAN

Kajian ini terfokus pada konstruksi berita Kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008, berlangsung dari tanggal 28 Desember 2007 – 10 Januari

2008. Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar diberitakan pada rubrik khusus di

tiga surat kabar lokal Bali, yakni, Bali Post (Arena Pilkada), NusaBali (Gong

Demokrasi), Radar Bali (Pilkada). Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 diikuti

oleh dua pasangan calon, yakni Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu

Yudhani Thema (Pasangan Bayu) diusung PDI Perjuangan dan Tjokorda Oka

Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made Sutanaya (Pasangan AS) diusung Partai

Golkar dan gabungan partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Gianyar

(KRG). Pilkada Kabupaten Gianyar dimenangkan oleh Pasangan AS,

mengungguli Anak Agung Gde Agung Bharata yang merupakan calon incumbent.

Dalam pemberitaan tiga surat kabar menentukan tarif pemasangan berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, di rubrik khusus. Surat kabar

Bali Post, mengenakan biaya sebesar Rp. 1 juta per berita dengan ukuran 3 kolom

x 15 cm. Surat kabar NusaBali dalam rubrik Gong Demokrasi mengenakan tarif

sebesar Rp. 20 juta perhalaman dan untuk foto Rp. 3,5 juta. Surat kabar Radar

Bali (Jawa Pos Group) mengenakan tarif berdasarkan kesepakatan kerjasama dan

pemberian bonus koran.

Tiga surat kabar lokal Bali, yakni Bali Post, NusaBali, Radar Bali (Jawa

Pos Group) dalam memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun

2008 dalam rubrik khusus dengan frekuensi yang berbeda. Surat kabar Bali Post

memberitakan Pasangan Bayu sebanyak 17 berita (32,69%), Pasangan AS, 36

12

berita (67,31%). Surat kabar NusaBali memberitakan kampanye Pasangan Bayu, 6

berita (75%) dan Pasangan AS, 2 berita (25%). Surat kabar Radar Bali

memberitakan kampanye Pasangan Bayu, 7 berita (25,93%), dan Pasangan AS, 20

berita (74,17%). Total keseluruhan pemberitaan di tiga surat kabar adalah 88 buah

berita, untuk Pasangan Bayu, 30 berita (34,09%), Pasangan AS, 58 berita

(65,91%). Tersedianya rubrik khusus, dan frekeunsi berita yang berbeda dalam

pemberitaan tiga surat kabar, memunculkan rumusan masalah tentang bentuk,

faktor-faktor dan makna kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Berdasarkan latarbelakang dan rumasan

masalah, penulis mengangkat judul ”Konstruksi Berita Kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 Pada Surat Kabar Lokal Bali”.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya

menggunakan teknik wawancara, observasi, studi dokumen, dengan analisis data

deskritif kualitatif dan interpretatif. Tiga teori yang digunakan yaitu, Teori

Kognisi Sosial, dari Teun A Van Dijk, Teori Ekologi Media, dari Mashall

McLuhan serta Teori Hipersemiotika, dari Jean Bouddrillad. Teori Kognisi Sosial

digunakan untuk mengungkap bentuk kostruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Teori Ekologi Media

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Teori

Hipersemiotika digunakan untuk mengungkap makna konstruksi berita kampanye

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di surat kabar lokal Bali. Disamping tiga

teori digunakan secara elaboratif untuk memecahkan permasalahan yang ada.

13

Teun A Van Dijk dalam Teori Kognisi Sosial, menjelaskan tentang

struktur dan proses terbentuknya teks. Kognisi sosial menunjukkan bagaimana

teks di produksi oleh wartawan, dan bagaimana nilai-nilai masyarakat diserap

wartawan dalam membuat teks berita. Dalam penelitian salah satu indikator yang

dipakai untuk mengamati topik sebuah teks adalah judul dan makna pesan umum

yang diangkat dalam berita politik. Dalam penelitian ditemukan adanya bentuk

konstruksi citra kandidat, program kandidat, mobilisasi massa, dan konstruksi

provokasi politik.

Empat konstruksi tersebut, program kerja kandidat memiliki muatan

informasi yang lebih bermakna dibandingkan bentuk konstruksi kualitas dan citra,

mobilisasi dukungan, dan provokasi politik. Konstruksi program kerja

menggambarkan, kontrak politik yang nantinya dilaksanakan jika kandidat

berhasil menjadi pemenang dalam pilkada. Bentuk konstruksi wacana semacam

ini sangat diperlukan calon pemilih untuk secara cerdas dan rasional dalam

menentukan pilihan politiknya. Dari 88 berita yang dikonstruksi terdapat 9 berita

yang memuat program kerja. Ini menunjukkan konstruksi berita kampanye

sebagian besar kurang bermakna bagi kepentingan publik.

Teori Ekologi Media dari Marshall McLuhan, untuk menganalisis faktor-

faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008. McLuhan, menjelaskan terdapat tiga asumsi yang

membingkai teori ekologi media; media melingkupi setiap tindakan di dalam

masyarakat, media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan

pengalaman manusia, dan media menyatukan seluruh dunia. Teori Ekologi Media

14

mungkin paling dikenal karena adanya slogan medium adalah pesan (medium is

the massage). Isi dari pesan yang menggunakan media adalah nomor dua

dibandingkan dengan mediumnya (atau saluran komunikasi). Medium memiliki

kemampuan untuk mengubah bagaimana manusia berpikir mengenai orang lain,

dirinya sendiri, dan dunia di sekeliling. McLuhan tidak mengesampingkan isi,

sebaliknya isi mendapat perhatian lebih besar dari medium. McLuhan berpendapat

bahwa walaupun sebuah pesan mempengaruhi keadaan sadar, adalah medium

yang memengaruhi dengan lebih besar lagi keadaan bawah sadar. Hipotesis

McLuhan bahwa medium membentuk pesan dan, ironisnya, ketidaksadaran

mengenai mediumlah yang membuat suatu pesan menjadi lebih penting. Dalam

hal ini berita yang dimuat dalam surat kabar diyakini memiliki nilai informasi,

hiburan dan pendidikan tanpa disadari bahwa berita yang dimuat telah melalui

proses kontruksi dari redakasi media bersangkutan. Dalam penelitian ditemukan

faktor yang mempengaruhi kosntruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008 adalah, kebijakan redaksi, ideologi wartawan, ideologi pasar,

pencitraan, praktik kekuasaan, representasi partai politik, serta modal (sosial,

ekonomi dan budaya).

Keseluruhan faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pemilik modal

memegang peran paling menentukan atas keseluruhan konstruksi berita yang

dimuat dalam surat kabar. Konstruksi berita kampanye pilkada didasarkan atas

kontrak kerjasama ekonomi dalam bentuk pemasangan iklan atau advertorial

antara kandidat dengan institusi surat kabar. Keputusan menyangkut kontrak

kerjasama ekonomi ini ditentukan oleh pemilik modal media.

15

Teori hipersemiotika, menurut Piliang, digunakan untuk menjelaskan

sebuah kecenderungan yang berupaya melampaui batas oposisi biner di dalam

bahasa dan kehidupan sosial. Prinsip oposisi biner ini tampak sangat sentral dalam

pemikiran struktural mengenai semiotika. Prinsip-prinsip yang ada dalam

hipersemiotika, perubahan dalam transformasi, imanensi, perbedaan, permainan

bahasa, simulasi, diskontiniuitas. Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008, dengan menggunakan Teori Hipersemiotika dari Jean

Baudrillard, memunculkan makna, hegemoni, konspirasi, kapitalisme,

komodifikasi dan hiperealitas yang memunculkan kesimpangsiuran pada makna.

Berdasarkan deskripsi atas makna-makna tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa surat kabar melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha

sekeras-kerasnya menghegomoni pembaca atau publik melalui penggunaan tanda-

tanda semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye. Publik disuguhkan

berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan

politik di alam demokrasi. Surat kabar secara sadar mengelola berita kampanye

sebagai komoditas dan bentuk kapitalisme secara masif.

16

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL........................................................................................ ii

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. iii

UCAPAN TERIMAKASIH............................................................................. vi

ABSTRAK........................................................................................................ ix

ABSTRACT...................................................................................................... x

RINGKASAN................................................................................................... xi

DAFTAR ISI..................................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL............................................................................................. xx

DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xxi

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM................................................... xxiv

GLOSARIUM................................................................................................... xxv

BAB I................................................................................................................ PENDAHULUAN............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang...…………………………………………………............. 1

1.2 Rumusan Masalah...………………………………………………............ 7

1.3 Tujuan Penelitian...………………………………………………............. 7

1.3.1 Tujuan Umum...…………………………….………….......................... 7

1.3.2 Tujuan Khusus...……………………………….………......................... 8

1.4 Manfaat Penelitian...………………………………………………........... 8

1.4.1 Manfaat Teoretis.....……………………………………......................... 8

1.4.2 Manfaat Praktis...……………………………………............................. 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN....................................................................

10

2.1 Kajian Pustaka...…………..………………………………………........... 10

2.2 Konsep...………………..…………………………......………................. 15

2.2.1 Konstruksi Berita Kampanye.………..…………………........................ 16

17

2.2.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008................................................. 19

2.2.3 Surat Kabar Lokal Bali......................…….............................................. 21

2.2.4 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008

pada Surat Kabat Lokal Bali....................................................................

22

2.3 Landasan Teori............................................................................................ 23

2.3.1 Teori Kognisi Sosial....................……………………............................ 23

2.3.2 Teori Ekologi Media.………………......................…............................ 25

2.3.3 Teori Hipersemiotika....................................………….......................... 28

2.4 Model Penelitian.………………………………………………................ 32

BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 34

3.1 Rancangan Penelitian……….……………………………....……............. 34

3.2 Lokasi Penelitian...…………….………………………….....…................ 35

3.3 Jenis dan Sumber Data……….……………………….....…….................. 35

3.3.1 Jenis Data………………………………………….…............................ 35

3.3.2 Sumber Data………………………………………................................. 36

3.4 Penentuan Informan Penelitian….…………………………...................... 36

3.5 Instrumen Penelitian…….……………………………..…........................ 36

3.6 Teknik Pengumpulan Data…………..………………...……..................... 36

3.6.1 Wawancara........................................…………………........................... 36

3.6.2 Observasi….............……………………….……..…….......................... 37

3.6.3 Studi Dokumen.................…………………………...…........................ 37

3.7 Teknik Analisis Data.....…..…………………………..……...................... 37

3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian…….………………............…............. 40

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN GIANYAR, PILKADA

GIANYAR 2008, SURAT KABAR LOKAL BALI......................

41

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gianyar........………………......….……..... 41

4.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dan Tahapannya......................... 46

4.2.1 Pembentukan PPK, PPS dan KPPS.....……………….....……............... 47

4.2.2 Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada............................................................... 48

18

4.2.3 Pendaftaran dan Penetapan Pemilih.................…….…........................... 49

4.2.4 Pendaftaran dan Penetapan Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah ..............................................................................

51

4.2.5 Kampanye Pasangan/Paket Calon.........……………............................... 52

4.2.6 Pemungutan dan Penghitungan Suara..............…….…........................... 53

4.2.7 Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih....... 55

4.3 Gambaran Umum Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Radar Bali................ 56

4.3.1 Sejarah Singkat Surat Kabar Bali Post..............…….….......................... 64

4.3.2 Sejarah Singkat Surat Kabar NusaBali..……….……............................. 66

4.3.3 Sejarah Singkat Surat Kabar Radar Bali………….................................. 68

BAB V BENTUK KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA

KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT

KABAR LOKAL BALI..................................................................

70

5.1 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar......................... 70

5.2 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Surat Kabar.. 72

5.3 Peliputan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada Surat Kabar......... 74

5.3.1 Surat Kabar Bali Post............................................................................... 74

5.3.2 Surat Kabar NusaBali.............................................................................. 76

5.3.3 Surat Kabar Radar Bali............................................................................ 78

5.4 Konstruksi Citra Kandidat pada Surat Kabar...............…........................... 81

5.4.1 Pencitraan Pasangan Bayu....................................................................... 82

5.3.2 Pencitraan Pasangan AS.......................................................................... 89

5.5 Konstruksi Program Kandidat pada Surat Kabar........................................ 92

5.5.1 Program Pasangan Bayu.......................................................................... 92

5.5.2 Program Pasangan AS.............................................................................. 96

5.5 Konstruksi Mobilisasi Massa dalam Berita Surat Kabar............................ 100

5.5.1 Mobilisisasi Dukungan Pasangan Bayu................................................... 100

5.5.2 Mobilisasi Dukungan Pasangan AS......................................................... 103

5.6 Konstruksi Provokasi Politik...................................................................... 110

19

BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSTRUKSI

BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR

TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI.................

121

6.1 Kebijakan Redaksi dan Ideologi Wartawan................................................ 122

6.2 Ideologi Pasar.............................................................................................. 127

6.3 Pencitraan ................................................................................................... 132

6.4 Praktik Kekuasaan...................................................................................... 141

6.5 Representasi Partai Politik.......................................................................... 145

6.6 Modal (Politik, Sosial, dan Ekonomi)......................................................... 149

BAB VII MAKNA KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE PILKADA

KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008 PADA SURAT

KABAR LOKAL BALI................................................................

155

7.1 Makna Hiperealitas..................................................................................... 156

7.1.1 Bayu dan Bharatayudha........................................................................... 158

7.1.2 AS dan Amerika Serikat.......................................................................... 159

7.2 Makna Hegemoni........................................................................................ 161

7.3 Makna Konspirasi....................................................................................... 164

7.4 Makna Kapitalisme..................................................................................... 166

7.5 Makna Komodifikasi.................................................................................. 168

Refleksi............................................................................................................. 170

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN........................................................... 174

8.1 Simpulan..................................................................................................... 174

8.2 Saran........................................................................................................... 177

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 178

LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………..

Lampiran 1 : Pedoman Wawancara

183

Lampiran 2 : Daftar Informan

Lampiran 3 : Rekap Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Bali

Post, NusaBali, Radar Bali.

20

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pemilih Tetap Pemilihan Umum Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun

2008……………………………………………………………

50

Tabel 4.2 Jadwal Pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar yang

Ditetapkan oleh KPU Kabupaten Gianyar Tahun

2008……………………………………………………………

53

Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Perolehan Suara Untuk Pasangan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun

2008 oleh KPU Kabupaten Gianyar…………………………..

54

Tabel 5.1 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Gianyar di Bali Post,

NusaBali, dan Radar Bali……………………………………...

72

21

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model Penelitian……………………………………………....

32

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Gianyar………………………………………

42

Gambar 4.2 Foto Kedua Kandidat Bersama KPU Pusat……………..…… 51

Gambar 4.3 Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Periode 2008-

2013 oleh Gubernur Bali Dewa Made Berata di Balai Budaya

Gianyar, 21 Februari 2008…………………………………….

55

Gambar 5.1 Berita Bali Post, tanggal 27 Desember 2007, hal 10. Kol.2,

judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal

Ubud”………………………………………………………….

83

Gambar 5.2

Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal.11. kol. 1

judul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar

Pedagang Pasar”………………………………………………

85

Gambar 5.3

Berita NusaBali, tanggal 7 Desember 2007, hal. 16. Kol 1,

judul “Bayu Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”………….

88

Gambar 5.4 Berita Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, hal.37. kol 1, judul

“Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan”….............

90

Gambar 5.5 Berita Radar Bali, tanggal 10 Januari, hal 37 kol. 1, judul

“Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”…..

91

Gambar 5.6

Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10 kol. 4,

judul “APBD Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat,

Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang Bangunan”………..

94

Gambar 5.7

Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal 11. Kol. 1,

judul “Sebelum Tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan

Bantuan Koperasi Banjar”…………………………………….

96

Gambar 5.8 Berita Bali Post, tanggal 3 Januari 2008, hal. 10. Kol. 2, judul

“Tanda Tangani MoU Kerja Ke LN Massa AS Histeris”…..…

98

Gambar 5.9 Berita Radar Bali, tanggal 3 Januari 2008, hal 29. Kol.2, judul

“Heli Sebarkan Program”.………….…………………………

99

Gambar 5.10 Berita Bali Post, tanggal 7 Januari 2008, hal. 11, kol. 1, judul

“Simpati Bayu Bergerak Lautan Manusia Menyeruak”………

101

22

Gambar 5.11 Berita Radar Bali, tanggal 31 Desember 2007, hal 37. Kol 1,

judul “Kekuatan Perubahan Gianyar Tidak Terbendung Lagi”.

104

Gambar 5.12 Berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, hal. 11. Kol 4, judul

“Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini,

Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati”…………………….

105

Gambar 5.13 Berita Radar Bali, tanggal 7 Januari 2008, hal 37. kol. 1, judul

“Mulai dari Pejalan Kaki, Motor buntut Hingga Mobil

Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria

Massa”……………..………………………………………….

107

Gambar 5.14 Berita Radar Bali, tanggal 9 Januari 2008, hal 37. Kol. 1,

judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan

Gianyar”……………………………………………………….

109

Gambar 5.15 Berita Bali Post, tanggal 28 Desember 2007, hal 11. Kol.4,

judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”..….…….

111

Gambar 5.16 Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal 11. Kol 4,

judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat SPP Gratis

Hingga Pinjaman Ke LN”, dan Berita Bali Post, tanggal 29

Desember 2007, hal. 10. Kol 1, judul “APBD Gianyar 2008

Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis

SPP dan Uang Bangunan”……………….....…………………

115

Gambar 5.17

Gambar 5.18

Berita NusaBali, tanggal 9 Januari 2008, hal 1. kol.1, judul

“Diana Mengarah Tersangka”.………..………………………

Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2012, hal. 16 kol 1 judul

“Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi

Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”……………………...

117

119

Gambar 6.1 Berita NusaBali, tanggal 27 Desember 2007, hal.4. kol.1,

judul “AS Cari Simpati Penggila Bola, Pencetak Gol Dapat

Rp.2 Juta, Persegi Menang Bonus Rp. 5 Juta”………………..

133

Gambar 6.2 Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2008, hal 14. Kol.1, judul

“Akhiri Kampanye, Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi

Kepentingan Perdamain AS Mengalah”…..…………………..

139

Gambar 6.3 Berita NusaBali, tanggal 29 Desember 2007, hal.4. kol.1,

judul “Diwarnai Perang Interupsi Pendukung”……………….

148

23

Gambar 6.4

Gambar 6.5

Gambar 7.1

Foto Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati Sebelum Pentas

Calonarang di Pura Dalem Beng (15/3/11)..…………………..

Berita Radar Bali, tanggal 1 januari 2008, Hal 37. Kol 1, judul

“Heli Sebar Program”…………………………………………

Berita Radar Bali, tanggal 4 Januari 2008, hal 37.kol 1, judul

“Massa Blahabatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan……….

152

154

157

24

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIM

1. ABG : Aliansi Bhakti Gianyar

2. AS : Cok Ace - Sutanaya

3. Bayu : Agung Bharata – Yudany Thema

4.

5.

6.

CBS

Daswati

DATI

:

:

:

Cokorda Budi Suryawan

Daerah Swatantra Tingkat

Daerah Tingkat

7. Golkar : Golongan Karya

8. KPPS : Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara

9.

10.

KPUD

KMD

:

:

Komisi Pemilihan Umum Daerah

Koran Masuk Desa

11. KRG : Koalisi Rakyat Gianyar

12. KSM : Koalisi Santi Mandala

13.

14.

15.

16.

NKRI

NIT

Parpol

PDI-P

:

:

:

Negara Kesatuan Republik Indonesia

Negara Indonesia Timur

Partai Politik

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

17.

18.

Pilkada

PKI

:

:

Pemilihan Kepala Daerah

Partai Komunis Indonesia

19. PNI : Partai Nasional Indonesia

20. PPK : Panitia Pemilihan Kecamatan

21.

22.

PPS

RIS

:

:

Panitia Pemungutan Suara

Republik Indonesia Serikat

23. SK : Surat Keputusan

24.

25.

TPS

Unud

:

:

Tempat Pemungutan Suara

Universitas Udayana

26. UU : Undang-Undang

25

GLOSARIUM

1. bendesa : ketua eksekutif desa pakraman

2. brahmana : pendeta rahoniawan dan keturunannya

3. jagadhita : sejahtera

4. Karya Agung Balik

Sumpah dan Ngenteg

Linggih

: upacara Hindu tingkatan utama yang betujuan

memulihkan dan meningkatkan kesucian pura

atau mrajan.

5. masimakrama : beranjangsana, memperkenalkan, atau

menyosialisasikan

6. mapunia : bersedekah atau mempersembahkan sesuatu

atau materi lainnya

7. merajan : tempat persembahyangan atau pemujaan umat

Hindu di tingkat keluarga Tri Wangsa.

Tingkatan kata ini bermakna lebih tinggi

dibandingkan Sanggah, yakni tempat

pemujaan umat Hindu untuk golongan non Tri

Wangsa atau sudra.

8. ngayah : mengabdikan diri

9. pangelingsir : orang yang dituakan, tetua dalam puri

10. paruman : rapat di tingkat keluarga puri atau tingkat desa

pakraman

11. pura : tempat persembahyangan umat Hindu untuk

pelbagai lapisan di tingkat desa dan komunitas

umat Hindu lebih tinggi lainnya

12. puri : keraton atau rumah para bangsawan; golongan

bangsawan pemilik tanah yang dalam ideologi

di Bali tergolong ksatrya

13 Tjokorda : gelar kebangsawanan puri

26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pascareformasi, media massa memegang peranan penting dalam

kehidupan politik di Indonesia. Kekuasaan media dalam menyajikan atau

melaporkan peristiwa-peristiwa politik dalam bentuk berita sering memberi

dampak signifikan bagi perkembangan politik di tanah air. Media massa bukan

saja sebagai sumber informasi politik, tetapi menjadi faktor pemicu (trigger)

terjadinya perubahan politik. Hal ini mengingat kemampuan dan kekuasaan media

massa dalam mempengaruhi masyarakat atau khalayak lewat pembentukan opini

dan wacana yang diwartakan.

Runtuhnya rezim otoritarian Orde Baru lewat gerakan reformasi tahun

1998, diikuti dengan kebebasan pers, telah mengubah tatanan dan kondisi politik

Indonesia menuju ke arah demokratisasi. Reformasi telah mengubah dunia pers di

Indonesia, dengan tidak lagi terkungkung dalam keseragaman isi dan kemasan.

Media pada era dan pascareformasi dapat bebas mengembangkan model

pemberitaan sesuai keinginan. Kata “bebas”, pada perkembangannya bisa

bermakna lain, sebab sulit untuk mempercayai bahwa media adalah entitas yang

benar-benar otonom dan mandiri. Meskipun rezim sudah berganti dan iklim

politik telah sedemikian terbuka, tetap diperlukan kecurigaan terhadap faktor-

faktor eksternal dan internal yang berpotensi mempengaruhi perilaku media dalam

mengkonstruksi dan memaknai realitas (Sudibyo, 2006 : 1).

27

Dalam membuat liputan berita politik yang memiliki dimensi

pembentukan opini publik media massa umumnya melakukan tiga kegiatan

sekaligus yang dipakai untuk mengkonstruksi realitas. Pertama, menggunakan

simbul-simbul politik (langue of politic), kedua, melaksanakan strategi

pengemasan pesan (framing strategies), ketiga, melakukan fungsi agenda setting

media (agenda setting function). Ketika tiga tindakan dilakukan oleh sebuah

media dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional

tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola

media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal

seperti tekanan pasar pembaca atu pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan

kekuatan-kekuatan luar lainnya. Dengan demikian boleh jadi satu peristiwa politik

bisa menimbulkan opini publik yang berbeda-beda tergantung dari cara masing-

masing media mengkonstruksi berita politik (Hamad, 2004 2-3).

Dalam tatanan politik, salah satu produk dari reformasi menuju

demokratisasi adalah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan penjabaran Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

dan Pemberhentian Kepala Daerah. Regulasi ini memandatkan dilaksanakannya

pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota

dan Wakil Walikota secara langsung oleh rakyat, lewat apa yang kita kenal

dengan pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada), atau pilkadal serta

istilah sejenisnya.

28

Pada pelaksanaan Pilkada Gubernur, Bupati, dan Walikota, semua

kandidat berkepentingan untuk dapat tampil sebagai pemenang dalam

memperebutkan suara terbanyak dalam pesta demokrasi. Berbagai upaya dan

sarana serta celah yang ada, ditempuh kandidat bersama tim sukses untuk menarik

perhatian, dukungan dan yang terutama adalah suara pemilih. Kampanye

merupakan media komunikasi politik kandidat bersama tim sukses untuk

menyampaikan program dan pesan, yang selanjutnya dapat menarik perhatian

pemilih. Bentuk kampanye sendiri sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh

KPU sebagai pelaksana pemilu adalah berupa kampanye terbuka dan kampanye

lewat media massa.

Dalam berkampanye di media massa kandidat bersama tim sukses

berupaya menyampaikan pesan dan membangun pencitraan diri untuk menarik

simpati serta dukungan pemilih. Ruang publik di dalam media massa, menjadi

ruang ekspresi yang tak lepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik

yang digelar oleh elite politik dalam meraih dukungan atau suksesi pilkada.

Teknik pencitraan politik dengan mengemas citra tentang sosok calon kepala

daerah dalam praktik politik pencitraan (politics of image), menempatkan media

massa sebagai kendali utama pemberitaan.

Peranan media massa dalam pemilihan kepala daerah secara langsung,

juga signifikan dalam konteks kehidupan demokrasi di Bali, terlebih pasca

reformasi (tahun 1998). Pasca reformasi di Kabupaten Gianyar telah berlangsung

tiga kali pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, yakni tahun 2003, 2008 dan 2013.

Dimana untuk tahun 2003 dipilihan lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

29

(DPRD), tahun 2008 dan 2013 dipilih secara langsung lewat pemilihan kepala

daerah secara langsung oleh masyarakat Gianyar. Pilkada Tahun 2008 merupakan

pilkada langsung pertama bagi masyarakat Gianyar untuk memilih Bupati dan

Wakil Bupati Gianyar untuk periode 2008-2013, dan berbarengan dengan masa

studi penulis.

Pilkada Kabupaten Gianyar diikuti dua kandidat atau pasangan calon yang

bertarung dalam perebutan kursi Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008 –

2013. Kandidat calon bupati incumbent, Anak Agung Gde Agung Bharata dan

Putu Yudhani Thema (Paket Bayu) berhadapan dengan paket Tjokorda Oka Artha

Ardhana Sukawati dengan Dewa Made Sutanaya (Paket AS). Paket Bayu diusung

oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bernomor urut satu

berhadapan dengan pasangan kandidat nomor urut dua yakni paket AS. Paket AS

diusung koalisi partai gabungan, yakni Partai Golkar, PIB, Demokrat, PDP,

PNBK, dan PNI Marhenisme.

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 merupakan pertarungan antar

kandidat incumbent dengan koalisi partai gabungan. Dua kandidat juga dinilai

oleh berbagai kalangan memiliki kekuatan politik dan basis massa berimbang.

Paket Bayu dengan PDIP diprediksi unggul di Kecamatan Sukawati, Gianyar,

Payangan dan Tampaksiring. Sementara Pasangan AS, yang didukung oleh Partai

Golkar dan Kolisi Rakyat Gianyar (KRG), memiliki basis massa di Ubud,

Tegalalang dan Blahbatuh. Dua calon bupati merupakan tokoh puri, yakni A.A.G

Agung Bharata sebagai tokoh Puri Gianyar dan Tjokorda Oka Artha Ardhana

Sukawati sebagai tokoh Puri Ubud. Pertarungan kedua kandidat juga dimaknai

30

sebagai perhelatan antara Puri Gianyar sebagai tempat kelahiran A.A.G Agung

Bharata dengan Puri Ubud sebagai asal dari Tjokorda Oka Artha Ardhana

Sukawati. Berdasarkan beberapa faktor di atas, banyak kalangan memprediksi

Pilkada Gianyar tahun 2008 sebagai pilkada langsung pertama bagi masyarakat

Gianyar akan berlangsung seru dan penuh kejutan.

Berdasarkan hasil perhitungan suara, pasangan dengan nomor urut dua,

yaitu Paket AS berhasil memenangkan Pilkada langsung Gianyar yang

berlangsung pada tanggal 12 Januari 2008 dengan perolehan 134.527 suara dan

138.182 untuk keunggulan Paket AS. Selanjutnya pada tanggal 22 Februari 2008,

bertempat di Balai Budaya Gianyar, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan

Dewa Made Sutanaya dilantik oleh Gubernur Bali, Dewa Made Baratha sebagai

Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008–2013 (KPUD Kabupaten

Gianyar).

Berdasarkan problematik di atas, yaitu, berimbangnya kekuatan parpol

pendukung, dan dukungan masing-masing puri dari kedua kandidat tentunya

tahapan kampanye menjadi sangat menentukan dalam mengarahkan dukungan

pemilih kepada masing-masing kandidat. Ajang kampanye menjadi semacam

“sentuhan akhir” paling utama dalam mengarahkan dukungan Pemilih Gianyar.

Kampanye terbuka dengan pengerahan massa, iklan politik dan berbagai upaya

dalam pembentukan citra kandidat menjadi hal yang sangat menentukan untuk

merebut hati pemilih. Kampanye terbuka dan berita di media massa selalu ramai

menjadi sarana untuk membangun opini publik. Dua Pasangan bertarung

membangun citra di media cetak lokal untuk merebut hati pemilih.

31

Pada Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 terdapat dua belas media

cetak lokal baik terbit harian ataupun mingguan memberitakan tentang

pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Dari dua belas media lokal

yang ada, tiga media menjadi fokus penelitian, yakni, Bali Post, NusaBali, Radar

Bali (Jawa Pos Group). Tiga media ini dipilih karena merupakan media lokal

harian yang secara intensif menerbitkan berita–berita dan hasil liputan selama

pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Tiga media ini juga

merupakan media tertua dengan jumlah oplah teratas untuk surat kabar lokal di

Bali.

Tiga media lokal (baca : Bali Post, NusaBali dan Radar Bali) menyediakan

kolom dan halaman khusus untuk pemberitaan Pilkada Gianyar. Harian Bali Post

memberi dua porsi halaman untuk liputan khusus pilkada pada halaman 10 dan 11

yang diberi nama Arena Pilkada, Harian NusaBali mengalokasikan satu halaman

pada halaman 16 dengan rubrik Gong Demokrasi. Harian Radar Bali

mengalokasikan satu halaman di halaman 27 dengan rubrik Pilkada.

Dalam rubrik khusus yang disediakan tiga media, iklan kampanye kedua

pasangan dikemas dalam bentuk seperti berita yang kemudian dibaca oleh publik

sebagai berita utuh. Iklan kampanye yang dikemas dalam bentuk berita ini

merupakan hasil konstruksi realitas yang dikemas oleh surat kabar berdasarkan

kesepakatan tarif dengan kandidat atau tim kampanye. Pembaca secara sadar dan

tidak sadar menerima berita kampanye (iklan kampanye) sebagai berita murni

produk dari surat kabar. Secara tidak langsung media bersama kandidat telah

32

melakukan kebohongan publik, yang mana bertentangan dengan fungsi media

sebagai publik watch dog.

Berangkat dari dinamika rubrik khusus yang ada di tiga surat kabar

tersebut dalam memberitakan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada surat kabar lokal Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan

masalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?

2. Faktor-faktor apa yang memengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali?

3. Bagaimanakah makna konstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar Tahun

2008 pada surat kabar lokal Bali?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini meliputi dua bagian yaitu,

tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Kajian ini secara umum bertujuan untuk mengungkap konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar yang disajikan surat kabar, terutama

33

berkaitan dengan aspek-aspek bentuk, faktor-faktor, dan makna konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali

sebagai bentuk ideologi, hegemoni dan budaya komunikasi politik. Kajian ini juga

mengkaji konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008

pada surat kabar lokal Bali dalam membentuk opini publik sebagai konstruksi

realitas budaya komunikasi politik massa.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini untuk mengungkap tiga aspek sebagaimana

dipaparkan sebagai permasalahan.

1. Untuk mengetahui bentuk konstruksi berita kampanye pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar kokal Bali.

2. Untuk mengungkap faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi

berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat

kabar lokal Bali.

3. Untuk memahami makna di balik konstruksi berita kampanye pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Kajian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoretis dan praktis

antara lain sebagai berikut.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoretis khususnya

terhadap peminat Kajian Budaya yang memfokuskan diri pada kajian media.

34

Mengingat perkembangan kajian media yang banyak selama ini lebih fokus pada

kajian linguistik, ekonomi-politik dengan meninggalkan ranah budaya sebagai

sebuah entitas yang sangat memiliki pengaruh besar di dalamnya.

Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat sebagai tesis kajian kritis

untuk meningkatkan pemahaman tentang kritik terhadap konstruksi berita

kampanye pilkada pada media massa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat praktis kepada pihak –

pihak berikut ini.

1. Masyarakat umum, melalui kajian ini memperoleh informasi dan dapat

secara kritis memandang bentuk, faktor-faktor, dan makna sebuah berita

kampanye, sehingga dalam menyalurkan aspirasi politiknya masyarakat

tidak terjebak, seperti pemeo ”membeli kucing dalam karung”.

2. Para pengelola media cetak lewat kajian ini dapat mengevaluasi kembali

kebijakan organisasi perusahaan berkaitan dengan penyajian berita politik

dalam pilkada.

3. Para kandidat dan pendukung peserta pilkada melalui kajian ini dapat

mempertimbangkan efek dari pencitraan politik dalam berita politik

sebagai sebuah konsekuensi moral dan etika dalam

mempertanggungjawabkan kekuasaan kepada masyarakat.

35

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian tentang kajian berita politik pada media massa di Indonesia

belum begitu banyak dilakukan, terlebih tentang pelaksanaan Pilkada. Hal ini

mengingat pelaksaan pilkada merupakan kegiatan yang baru dimulai sejak tahun

2005 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2005 tentang

Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.

Beberapa penelitian menyangkut kajian media dan politik telah dilakukan

oleh beberapa pihak, yang kiranya dapat dijadikan referensi dan acuan dalam

penelitian ini, di antaranya buku Ibnu Hamad dengan judul Konstruksi Realitas

Politik Dalam Media Massa (2004), tesis I Gusti Ngurah Putu Artha berjudul

”Wacana Surat Kabar Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung

Propinsi Bali Tahun (2005)”. Tesis I Nyoman Yatna, Kajian Budaya Unud (2005)

”Wacana Fotografis Tragedi Bom Bali Perspektif Kebudayaan, dan tesis A.A Gde

Bagus Udayana, Kajian Budaya Unud (2003), dengan judul ”Tabloid Bali Travel

News dalam Perspektif Budaya”. Selain itu, Tesis I Nyoman Wilasa, Kajian

Budaya Unud (2012) berjudul ”Relasi Kekuasaan Puri Ubud dengan Partai Politik

Pada Pilkada Tahun 2008 Kabupaten Gianyar Propinsi Bali”. Tesis I Nyoman

Wija Kajian Budaya Unud (2012) dengan judul ”Konstruksi Pesta Kesenian Bali

2010 dalam Media Massa Cetak Bali” yang sudah menjadi buku berjudul ”Pesta

Kesenian Bali, Pesta Media Massa” menjadi kajian pustaka dalam penelitian ini.

36

Buku yang diterbitkan Ibnu Hamad (2004) berjudul Konstruksi Realitas

Politik dalam Media Massa, mengulas tentang konstruksi sepuluh surat kabar di

Indonesia terhadap sembilan partai politik yang menjadi peserta Pemilu 1999.

Dengan pendekatan analisis wacana kritis (Critical Dicourse Analysis/CDA), Ibnu

Hamad (2004: 180) menyimpulkan bahwa realitas yang teramati pada level

deskripsi sebuah berita media massa, terdapat ”realitas kesejarahan dan pengaruh

kekuatan sosial, budaya dan ekonomi-politik” yang berpengaruh atas

pengkonstruksian citra partai-partai politik level interpretasi dan eksplanasi. Pada

masa pemilu tahun 1999, di antara beberapa media cetak yang diteliti, koran-

koran tersebut ternyata kembali menunjukkan dukungan politiknya akibat

hubungan historis dengan kekuatan politik tertentu.

Hasil penelitian Ibnu Hamad memiliki relevansi dengan kajian ini

terutama dalam mengungkap bentuk konstruksi realitas sebuah berita politik

dalam pelaksanaan Pilkada Gianyar tahun 2008. Hal ini mengingat desertasi Ibnu

Hamad dengan penilitian ini sama-sama mengkaji tentang konstruksi berita politik

surat kabar dalam pelaksanaan pemilu. Sementara perbedaan antara penelitian ini

adalah Ibnu Hamad meneliti tentang konstruksi berita yang dilakukan sepuluh

media nasional terhadap pelaksanaan pemilu legislative tahun 1999, sementara

penilitian ini terkait dengan konstruksi berita tiga surat kabar lokal Bali terhadap

pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Buku Ibnu

Hamad berjudul Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, dijadikan acuan

dalam melihat bentuk konstruksi dan faktor-faktor surat kabar dalam

mengkonstruksi berita kampanye Pilkada Gianyar tahun 2008.

37

Tesis Karya IGN Putu Artha dengan judul ”Wacana Surat Kabar

Kampanye Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Badung Propinsi Bali Tahun

2005: Sebuah Kajian Budaya, (2006), Kajian Budaya Unud, sangat relevan dalam

penelitian ini. Tesis Putu Artha menyimpulkan berdasarkan deskripsi atas makna,

hegemoni, konspirasi, hiperealitas, komodifikasi, kapitalisme, banalitas informasi,

makna skizofrenia media dan hipermoralitas, dikatakan bahwa surat kabar

melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha sekeras-kerasnya

menghegemoni publik. Melalui penggunaan tanda-tanda semiotik semiotis yang

berlebihan dalam teks berita kampanye, publik disuguhkan berita kampanye yang

kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan politik mereka, surat

kabar secara cerdas mengelola berita kampanye sebagai komoditas.

Penelitian ini berbeda dengan tesis Putu Artha selain penggunaan teori

yang berbeda, studi kasus penelitian, kajian ini juga lebih menekankan pada

bentuk konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi berita politik. Dalam

penelitian ini juga peneliti, lebih mempertajam aspek bagaimana proses dari

lahirnya sebuah berita kampanye dalam pilkada. Adapun persamaan dalam

penelitian ini dengan tesis, Putu Artha adalah objek kajian tentang pemberitaan

politik pilkada dalam surat kabar lokal Bali.

I Nyoman Yatna dalam tesisnya berjudul ”Wacana Fotografis Tragedi

Bom Bali Perspektif Kebudayaan” Kajian Budaya Unud (2005) memfokuskan

menelaah bentuk, fungsi dan wacana fotografis perspektif kebudayaan seputar

tragedi bom Bali. Foto–foto tragedi bom Bali dalam media menimbulkan ”simbol

baru” dan ”wacana baru”, yakni simbol-simbol traumatis dan kengerian, dampak

38

psikologis pada umat beragama di Indonesia, mengekspresikan pengendalian dan

pengontrolan sosial, dan juga fotografis tragedi bom Bali memiliki imaji

hiperealitas. Dengan menggunakan teori semiotika dan estetika Yatna secara

kualitatif menganalisa foto berita bom bali di media lokal cetak, seperti Bali Post,

NusaBali, Radar Bali, dan DenPost serta media nasional. Seperti Kompas dan

Jawa Pos sebagai korpus data untuk menjawab bentuk, fungsi dan makana wacana

fotografis tragedi bom Bali. Tesis Yatna menjadi kajian pustaka dalam penelitian

ini karena memiliki kesamaan dalam mengkaji tentang surat kabar lokal di Bali.

Sementara perbedaan adalah dalam penggunaan teori dan penelitian fokus pada

berita secara keseluruhan, sedangkan Yatna pada foto.

Tesis A.A. Gde Bagus Udayana, Kajian Budaya, Unud (2003) berjudul

”Tabloid Bali Travel News Dalam Perspektif Budaya” bertujuan untuk

mengetahui isi dan penyajian ”Tabloid Bali Travel News” dalam penyampaian

pesan dengan menggunakan teori estetika dan teori komunikasi. Berdasarkan hasil

analisis ditemukan bentuk komunikasi visual (ilustrasi, tipografi, logo, warna,

grafis, komposisi) dan teks (judul, subjudul, bodi teks, da keterangan gambar)

pada ”Tabloid Bali Travel News” memiliki kualitas visual yang disusun antar

unsur-unsurnya sebagai satu kesatuan dengan cara memadukan struktur rupa

dengan peristiwa-peristiwa bermakna ke dalam suatu bingkai berita yang

mengarah kepada isi dan makna bentuk yang estetis. Tabloid berperan sebagai

fungsi dekorasi/estis yang menjadi kebutuhan manusia terhadap keindahan.

Makna denotatif dan konotatif yang terkandung di dalam komunikasi visual dan

teks mempunyai makna-makna perlambangan (simbolis) yang disikapi melalui

39

kegiatan tradisional yang telah melekat pada aktivitas masyarakat Bali. Tesis

Bagus Udayana memiliki kesamaan dengan penilitian ini, karena objek kajian

yang sama yakni tentang media cetak. Perbedaan adalah selain penggunaan teori

dan media cetak yang berbeda juga lokasi penelitian yang berbeda.

Nyoman Wilasa dalam tesis berjudul ”Relasi Kekuasaan Puri Ubud

Dengan Partai Politik Pada Pilkada Tahun 2008 Kabupaten Gianyar Provinsi

Bali” Kajian Budaya Unud (2012) mengungkap tentang relasi kekuasaan Puri

Ubud dengan parpol dalam Pilkada Kabupaten Gianyar yang juga menjadi lokus

penelitian ini. Dalam tesisnya, Wilasa membahas tentang bentuk-bentuk

konstruksi dukungan 10 parpol/KRG kepada cabup Cok Ace dari Puri Ubud untuk

memenangkan pilkada tahun 2008, dan faktor-faktor yang memengaruhi relasi

kekuasaan, serta makna di balik relasi kekuasaan tersebut.

Relasi kekuasaan Puri Ubud dengan partai politik dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain faktor internal Puri Ubud meliputi empat jenis modal,

yakni modal ekonomi, sosial, budaya dan simbolik. Faktor eksternal Puri Ubud

yakni aksestabilitas, balas jasa masyarakat atau panjak terhadap puri. Selain itu,

faktor-faktor internal partai politik menyangkut kemampuan figur politik,

keuangan partai, kebijakan internal partai, faktor eksternal partai politik yakni

potensi pendukung partai, potensi lawan (partai politik) pendukung paket

cabup/cawabup lain, dan ruang koalisi antar partai politik dalam nilai-nilai hukum

pilkada. Relasi kekuasaan Puri Ubud dengan parpol pada Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008 menimbulkan makna hegemoni, mimesis, komodifikasi dan

makna hipermoralitas.

40

Tesis ini menjadi kajian pustaka dalam penilitian ini, karena sama-sama

meneliti tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di

Kabupaten Gianyar. Perbedaan dalam tesis Nyoman Wilasa dan penelitian ini,

adalah penulis meneliti tentang bentuk, faktor, dan makna konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.

Tesis I Nyoman Wija, Kajian Budaya Unud (2012) berjudul ”Konstruksi

Pesta Kesenian Bali 2010 Dalam Media Massa Cetak Bali”. Wija mengungkapkan

tentang konstruksi Pesta Kesenian Bali dalam media massa cetak di Bali,

sekaligus mengungkap faktor-faktor pengaruh konstruksi, serta dampak dan

makna dalam upaya membangun kekuasaan yang bersinergi, sehingga memicu

tumbuhnya masyarakat dengan karakter kolektif yang kreatif, santun, damai, dan

bermoral. Dalam penelitian, Wija melakukan penelitian pada lima media cetak

lokal yang mengkonstruksi berita PKB, yakni Bali Post, NusaBali, Fajar Bali,

Radar Bali (Jawa Pos Group), dan Warta Bali.

Penelitian ini memiliki persama dengan tesis Wija karena objek kajian

yang sama tentang media, dengan menggunakan teori ekologi media. Perbedaan

adalah memiliki objek penelitian yang berbeda yakni berita pesta kesenian Bali

sedangkan penelitian ini mengkaji bentuk dan faktor-faktor serta makna dalam

berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.

2.2 Konsep

Beberapa konsep yang digunakan dan merupakan istilah kunci pada tulisan

ini antara lain sebagai berikut.

41

2.2.1 Konstruksi Berita Kampanye

Sebelum pengertian konsep konstruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar dijelaskan, terlebih dahulu diuraikan pengertian masing-

masing kata pembentuknya.

Konstruksi menurut Ibnu Ahmad adalah setiap upaya ”menceritakan”

(konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda tak terkecuali

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi

realitas. Laporan tentang kegiatan orang yang berkumpul di sebuah lapangan

terbuka guna mendengarkan pidato politik pada musim pemilu, misalnya adalah

hasil konstruksi realitas mengenai peristiwa yang lazim disebut kampanye pemilu

itu. Begitulah setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian

yang dilaporkan.

Sementara Peter L Berger dan Thomas Luckman dalam teori tentang

konstruksi realitas mengatakan proses konstruksi realitas dimulai ketika seorang

konstruktor melakukan objektivikasi terhadap suatu kenyataan yakni melakukan

persepsi terhadap suatu objek yang dipersepsi. Selanjutnya, hasil dari pemaknaan

melalui proses persepsi itu dinternalisasi ke dalam diri seorang konstruktor.

Dalam tahap inilah dilakukan konseptualisasi terhadap suatu objek yang

dipersepsi. Langkah terakhir adalah melakukan eksternalisasi atas hasil dari

proses perenungan secara internal tadi melalui penyertaan-penyertaan. Dalam

membuat penyertaaan tersebut tiada lain adalah kata-kata atau konsep atau bahasa.

Berita oleh Mitchel V Charnley (dalam Effendy, 1996: 151) adalah

laporan tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik

42

minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk. Frank

Luther Mott (dalam Effendy, 1986: 152-153) menyatakan, paling sedikit ada

delapan konsep berita yang meminta perhatian. Kedelapan konsep berita tersebut

adalah (1) berita sebagai laporan tercepat ; (2) berita sebagai laporan peristiwa; (3)

berita sebagai fakta objektif; (4) berita sebagai interpretasi; (5) berita sebagai

sensasi; (6) berita sebagai minat insani; (7) berita sebagai ramalan dan; (8) berita

sebagai gambar.

Ishwara (2005: 51-52) membedakan jenis berita menjadi dua bagian.

Pertama, berita yang terpusat pada peristiwa (event-centered news) yang khas

menyajikan peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umum tidak diinterpretasikan,

dengan konteks minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa lain.

Kedua, berita yang berdasarkan (process-centered news) yang disajikan dengan

tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dengan konteks

yang luas dan melampaui waktu.

Dari segi bentuk, Ishwara (2005: 58-60), membedakan berita menjadi

berita lugas (hard news) dan berita halus (feature). Berita lugas adalah berita yang

berisi informasi fakta yang disusun berdasarkan urutan dari yang paling penting.

Jadi pada awal berita berisikan sari atau inti dari kejadian yang ingin disampaikan

dengan elaborasi detail kemudian. Sedangkan berita halus (feature), menurut

Daniel R Wiliamson (Ishwara, 2005: 59) sebagai penulisan berita yang kreatif,

subjektif, informasi dan hiburan. Penekanan pada kata-kata kreatif, subjektif,

informasi dan hiburan adalah untuk membedakannya dengan berita lugas.

Kampanye menurut Rogers dan Strorey (dalam Venus, 2004: 7) adalah

43

serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek

tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada

kurun waktu tertentu.

Pada sejumlah KPUD, terminologi kampanye masih mengacu pada saat

Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif. Menurut Ketua KPU Provinsi Bali, Oka

Wisnu Murti (Artha. 2006), sebuah kegiatan disebut kampanye apabila memenuhi

unsur-unsur: (1) dilakukan oleh calon dan/atau tim kampanye; (2) ada kegiatan

meyakinkan pemilih untuk merebut dukungan; (3) ada penyampaian visi dan misi

secara tertulis atau lisan; (4) dilakukan pada saat kampanye, jika salah satu unsur

tidak terpenuhi, kegiatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kampanye.

Berkenaan dengan tahapan kegiatan kampanye dalam pilkada, Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2004 telah mengaturnya. Dalam pasal 76 dikatakan bahwa:

Kampanye dapat dilaksanakan melalui (a) pertemuan terbatas, (b) tatap

muka dan dialog, (c) penyebaran melalui media cetak dan media

elektronik, (d) penyiaran melalui radio dan/atau televisi, (e) penyebaran

umum, (f) pemasangan alat peraga di tempat umum, (g) rapat umum, (h)

debat publik/debat terbuka antar calon, dan/atau (i) kegiatan lain yang

tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan penjelasan diatas definisi operasional dari konstruksi berita

kampanye adalah upaya ”menceritakan” (konseptualisasikan) sebuah peristiwa,

keadaan, atau benda dalam bentuk laporan tercepat mengenai fakta atau opini

yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya,

tentang komunikasi politik untuk mempengaruhi khalayak serta mencapai tujuan

tertentu.

Pada masa kampanye pasangan calon kepala daerah wajib meyampaikan

visi, misi dan program secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat.

44

2.2.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008

Konsep Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah dapat dilihat dari uraian tentang pengertian dari masing-

masing.

Pemilihan kepala daerah dalam praktiknya seringkali diakronimkan

dengan pilkada. Memang pernah terjadi akronim lain seperti pilkadal, pilkadalang,

atau pilkada langsung, namun belakangan – khususnya di Bali – istilah pilkada

lebih sering digunakan media massa untuk menyebut pemilihan kepala daerah

secara langsung. Salah satu sebabnya adalah karena pilkada secara menyeluruh di

Indonesia dilaksanakan secara langsung, tidak ada lagi yang tidak langsung, maka

tentu tidak tepat diakronimkan menjadi pilkada langsung. KPU Provinsi Bali pun

mengkampanyekan istilah pilkada kepada masyarakat, bukan istilah lain.

Pilkada langsung merupakan amanat dari Undang-undang Nomor 32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang

Nomor 22 Tahun 1999. Dalam rangka mengimplementasikan Undang-undang

tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005

tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah.

Berdasarkan pada undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut,

seluruh kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota akan dipilih secara

langsung oleh rakyat. Hal ini sebagaimana tersurat dalam Pasal 56 ayat 1,

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang berbunyi kepala daerah dan wakil

kepala daerah dipilih dalam satu pasang calon yang dilaksanakan secara

45

demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Menurut Romli (2005: 286-287), pilkada secara langsung telah mendorong

berlangsungnya desentralisasi politik. Fokus kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi di

pusat tetapi telah terdistribusi ke daerah-daerah. Dengan demikian, daerah

memiliki kewenangan dan kekuasaan untuk mengatur urusan rumah tangganya

sendiri. Dalam kaitan inilah pilkada langsung merupakan bagian dari kemandirian

tersebut. Wujud kemandirian tersebut secara nyata tampak pada proses pemilihan

pemimpin politik di daerah secara langsung tanpa intervensi dari pusat. Pilkada

langsung memberikan latihan kepemimpinan bagi elite-elite lokal untuk

mengembangkan kecakapannya dalam merumuskan kebijakan publik dan

melakukan komunikasi politik serta agregasi kepentingan masyarakatnya.

Konsep Kabupaten Gianyar tahun 2008, dalam penelitian ini adalah

pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar yang

dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar Tahun

2008. Pilkada tahun 2008, merupakan kegiatan pemilihan langsung yang untuk

kali pertama dilaksanakan oleh masyarakat Gianyar untuk memilih bupati dan

wakil bupati. Pilkada Gianyar Tahun 2008 diikuti oleh dua pasang kandidat, yakni

Paket Bayu, terdiri atas Anak Agung Gde Agung Bharata berpasangan dengan

Putu Yudany Thema, serta Pasangan AS yakni, Tjokorda Oka Artha Ardhana

Sukawati bersama Dewa Made Sutanaya.

Berdasarkan penjelasan diatas, yang dimaksud dengan Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008 adalah pelaksanaan pemilihan kepala daerah, Bupati dan

Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013 yang dilaksanakan oleh Komisi

46

Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008.

2.2.3 Surat Kabar Lokal Bali

Surat kabar menurut Pareno (2005:20) merupakan bagian dari media

cetak. Jenis yang lainnya adalah majalah dan tabloid. Sedangkan pada bagian lain

dikenal media elektronik yang meliputi radio dan televisi. Keduanya, media cetak

dan elektronik dikenal istilah media massa, yakni media komunikasi yang bersifat

massal. Akan halnya cyber media hingga kini belum ada kesepakatan apakah

termasuk bagian dari media elektronik.

Sebagai bagian dari media massa, khususnya media cetak, surat kabar

memiliki karateristik sebagai berikut (Pareno, 2005: 24). (1), Berita merupakan

unsur utama yang dominan, (2) memiliki ruang yang relatif lebih luas, (3)

memiliki waktu untuk ”dibaca ulang” relatif lebih lama, (4) umpan balik relatif

lebih lamban, (5) kesegaran relatif lebih lamban, (6) dalam hal kenyataan relatif

kurang kredibel, (7) ditentukan oleh jalur distribusi

Simorangkir (dalam Widodo, 1997: 6) menyatakan, dalam arti sempit pers

hanya terbatas pada surat kabar harian, mingguan, dan majalah, sedangkan dalam

arti luas pers juga mencakup radio, televisi dan film. Adapun ciri-ciri media cetak,

menurut Effendy (1986: 120-122) meliputi ciri publisitas, periodisitas,

universalitas dan aktualitas. Publisitas menunjuk ciri media cetak yang

penyebarannya kepada publik secara luas, tidak kepada kelompok atau golongan

tertentu. Periodisitas menunjuk pada ciri keteraturan dalam jadwal terbitnya,

misalnya harian, mingguan atau dwimingguan. Universalitas menyangkut ciri isi

media cetak yang menyajikan materi-materi yang bersifat kesemestaan, beraneka

47

ragam, bukan satu bidang saja. Sedangkan aktualitas menunjuk pada ciri media

cetak yang menyajikan informasi terbaru, terkini dan sesuai dengan keadaan

sebenarnya.

Lokal Bali, berdasarkan pengertian di atas maka surat kabar lokal Bali

yang menjadi obyek penelitian dalam tulisan ini adalah tiga buah surat kabar di

Bali. Tiga surat kabar dimaksud adalah, Bali Post, NusaBali, dan Radar Bali

(Jawa Pos Group). Mengingat tiga surat kabar ini, sangat intensif memberitakan

tentang pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, dan menyediakan

kolom khusus untuk berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar.

Surat kabar lokal Bali yang dimaksud dalam penelitian ini adalah surat

kabar yang memberitakan Pilkada Kabupaten Gianyar, yakni Bali Post, NusaBali,

dan Radar Bali (Jawa Pos Group).

2.2.4 Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008

pada Surat Kabar Lokal Bali

Berdasarkan penjelasan konsep di atas dapat dirumuskan definisi

operasional dari konstruksi berita kampanye adalah upaya ”menceritakan”

(konseptualisasikan) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda dalam bentuk laporan

tercepat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau

penting, atau kedua-duanya, tentang komunikasi politik untuk mempengaruhi

khalayak serta mencapai tujuan tertentu.

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 didefinisikan sebagai pelaksanaan

pemilihan kepala daerah, Bupati dan Wakil Bupati Gianyar periode 2008-2013

dilaksanakan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008.

48

Sementara surat kabar lokal Bali dalam penelitian ini adalah koran harian

yakni, Balipost, NusaBali dan Radar Bali (Jawa Pos Group) yang memberitakan

pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, dari tanggal 28 Desember

2007 sampai dengan 10 Januari 2008.

2.3 Landasan Teori

Dalam mengungkap konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar pada surat kabar lokal Bali, peneliti menggunakan tiga teori untuk

mengungkap pokok permasalahan. Tiga teori dimaksud adalah Teori Kognisi

Sosial, Teori Ekologi Media, dan Teori Hipersemiotika.

2.3.1 Teori Kognisi Sosial

Teori Kognisi Sosial, Teun A van Dijk dapat menggali hubungan praktik

kekuasaan. Menurut van Dijk (dalam Eriyanto, 2005: 221) penelitian atas wacana

tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata karena teks

merupakan hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Disini juga

harus dilihat bagaimana suatu diproduksi sehingga diperoleh suatu pengetahuan

kenapa teks bisa semacam itu. Proses produksi itu dan pendekatan ini sangat khas

Van Dijk yang melibatkan proses kognisi sosial, pendekatan yang diadopsi dari

lapangan psikologi sosial untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya

teks. Kognisi sosial mempunyai dua arti. Pertama, ia menunjukkan bagaimana

teks itu diproduksi oleh wartawan. Kedua, ia menunjukkan bagaimana nilai-nilai

masyarakat menyebar dan diserap oleh wartawan, dan akhirnya digunakan untuk

membuat teks berita.

49

Penelitian ini, salah satu indikator yang dipakai utuk mengamati topik

sebuah teks adalah judul dan makna pesan umum yang diangkat dalam berita

politik tersebut. Variabel judul berita digunakan sebagai indikator karena judul

mencerminkan isi. Intisari atau rumusan terpenting dari berita tertuang dalam

judulnya (Widodo, 1997: 34).

Dimensi kognisi sosial yang diteliti adalah bagaimana kesadaran mental

wartawan yang membentuk teks tersebut. Hal ini amat tergantung pada

pemahaman dan pengertian seorang wartawan terhadap peristiwa yang diliputnya,

atau yang disebut Van Dijk sebagai skema. Skema dikonseptualisasikan sebagai

struktur mental di mana mencakup di dalamnya bagaimana seorang wartawan

memandang manusia dan peran sosial. Skema juga menunjuk pada struktur

kognisi sosial wartawan digali dengan melakukan proses wawancara mendalam

terhadap mereka.

Dimensi konteks sosial yang diteliti adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi sebuah teks dan dikonstruksi oleh masyarakat. Menurut Van Dijk

dalam konteks sosial ini faktor kekuasaan (power) dan akses (acces) memegang

peranan penting. Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai kepemilikan oleh

seseorang atau kelompok yang digunakan untuk mengontrol kelompok lain.

Kepemilikan itu berupa sumber-sumber yang bernilai seperti uang, status dan

pengetahuan. Sedangkan yang dimaksud akses adalah akses masyarakat terhadap

media. Menurut Van Djik, semakin besar akses sebuah kelompok terhadap media,

semakin besar pula kemampuan kelompok itu menentukan topik inti wacana yang

diproduksi media. Faktor-faktor kekuasaan politik, ekonomi, dan status amat

50

menentukan terhadap akses kelompok terhadap media. Dalam penelitian ini, aspek

konteks sosial dapat digali dengan melakukan wawancara mendalam dengan

wartawan.

Di sini juga diamati bagaimana suatu wacana kekuasaan diproduksi

sehingga diperoleh suatu pengetahuan dan kenapa wacana bisa semacam itu.

Proses produksi itu dan pendekatan ini sangat khas dan van Dijk yang melibatkan

proses kognisi sosial—pendekatan yang diadopsi dari lapangan psikologi sosial

untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya sebuah teks. Kognisi sosial

mempunyai dua arti. Pertama, ia menunjukan begaimana teks itu diproduksi oleh

wartawan. Kedua, ia diletakkan pada bagian akhir suatu teks. Dalam struktur

mikro, makna lokal sebuah teks yang diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya

yang dipakai suatu teks (Eriyanto, 2005:225-259).

Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk digunakan untuk menjawab

rumusan masalah satu, tentang bagaimana faktor-faktor konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.

Disamping juga, digunakan untuk menjawan rumusan masalah dua, tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.

2.3.2 Teori Ekologi Media

McLuhan adalah seorang ilmuwan kritik sastra berkebangsaan Kanada

yang menggunakan puisi, fiksi, politik, teater musikal, dan sejarah untuk

menunjukkan bahwa teknologi yang menggunakan media membentuk perasaan,

pikiran, dan tindakan orang. McLuhan menyatakan bahwa manusia memiliki

51

hubungan yang bersifat simbiosis dengan teknologi yang menggunakan media;

manusia menciptakan teknologi, dan sebagai gantinya teknologi menciptakan

kembali diri manusia. Menurut McLuhan, media, secara umum, bertindak secara

langsung untuk membentuk dan mengorganisasikan sebuah budaya.

McLuhan menjelaskan terdapat tiga asumsi yang membingkai teori

ekologi media: media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat, media

memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman manusia, dan

media menyatukan seluruh dunia (West, 2008: 139).

Asumsi pertama menggarisbawahi pemikiran bahwa manusia tidak dapat

melarikan diri dari media dalam hidup: media melingkupi seluruh keberadaan

manusia. Manusia tidak dapat menghindari atau melarikan diri dari media,

terutama jika manusia menganut interpretasi McLuhan yang luas mengenai apa

yang menyusun media. McLuhan juga melihat pada pengaruh yang disebabkan

oleh angka, permainan, dan bahkan uang terhadap masyarakat.

McLuhan menyimpulkan, seperti media lainnya, uang merupakan

kebutuhan pokok, sebuah sumber daya alam. Para teoretikus juga menyebutkan

uang sebagai ”citra koporat” yang bergantung pada masyarakat bagi status dan

keberlangsungnya. Uang telah menjadi semacam kekuatan magis yang

memungkinkan orang untuk mendapatkan akses.

Asumsi kedua dari Teori Ekologi Media, meyakini bahwa media

memperbaiki persepsi dan mengorganisasi kehidupan manusia. McLuhan

menyatakan bahwa media cukup kuat di dalam pandangan manusia mengenai

dunia. Manusia menjadi (terkadang tanpa diketahui) termanipulasi oleh media.

52

Sikap dan pengalaman manusia secara langsung dipengaruhi oleh apa yang dilihat

di media, dan sistem kepercayaan dapat dipengaruhi secara negatif oleh media.

Asumsi ketiga dari teori Ekologi Media, telah memunculkan sebuah

percakapan yang cukup populer yaitu media menghubungkan dunia. McLuhan

menggunakan istilah desa global (global village) untuk mendeskripsikan

bagaimana media mengikat dunia menjadi sebuah sistem politik, ekonomi, sosial,

dan budaya yang besar. Dampak dari desa global adalah kemampuan untuk

menerima informasi secara langsung. Akibatnya, manusia harus mulai tertarik

dengan peristiwa global, dibandingkan berfokus hanya pada komunitasnya

sendiri. Walaupun frase ini hampir menjadi sesuatu yang klise akhir-akhir ini,

McLuhan, hampir empat puluh tahun yang lalu, yang merasa bahwa media dapat

mengorganisasikan masyarakat secara rasional. Media secara khusus memiliki

kemampuan untuk menjebatani budaya-budaya yang tidak pernah berkomunikasi

sebelum ada koneksi ini.

Teori Ekologi Media mungkin paling dikenal karena adanya slogan

medium adalah pesan (medium is the massage). Isi dari pesan yang menggunakan

media adalah nomor dua dibandingkan dengan mediumnya (atau saluran

komunikasi). Medium memiliki kemampuan untuk mengubah bagaimana manusia

berpikir mengenai orang lain, dirinya sendiri, dan dunia di sekeliling. McLuhan

tidak mengesampingkan isi, sebaliknya isi mendapat perhatian lebih besar dari

medium. McLuhan berpendapat bahwa walaupun sebuah pesan mempengaruhi

keadaan sadar, adalah medium yang memengaruhi dengan lebih besar lagi

keadaan bawah sadar. Hipotesis McLuhan bahwa medium membentuk pesan dan,

53

ironisnya, ketidaksadaran mengenai mediumlah yang membuat suatu pesan

menjadi lebih penting. (Soules, 2001).

Teori ekologi media dalam penelitian ini digunakan untuk membedah

rumusan masalah dua tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali.

Disamping juga secara elaboratif dipakai mengkaji rumusan masalah satu tentang

bentuk konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 di

surat kabar lokal Bali.

2.3.3 Teori Hipersemiotika

Sobur menjelaskan kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semeion

yang berarti “tanda” atau seme yang berarti “penafsir tanda”. Selain semiotika,

ada juga yang menyebut dengan semiologi, semiotics atau semiology. (2004: 11-

12). Sesungguhnya, kedua istilah itu, semiotik dan semiologi, mengandung

pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah

itu biasanya menunjukan pemikiran pemakainya. Satu-satunya perbedaan,

menurut Hawkes (dalam Sobur 2004: 12), adalah bahwa istilah semiologi

biasanya digunakan di Eropa, sedangkan semiotika dipakai di Amerika. Dengan

kata lain, penggunaan semiologi menunjukan pengaruh kubu Ferdinand de

Saussure (1857-1913) dan penggunaan semiotika lebih tertuju kepada kubu

Charles Sanders Peirce (1857-1914)

Saussure (dalam Piliang, 2005: 11) menjelaskan, semiotika dalam ilmu

yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Definisi

tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat dipisahkan antara sistem tanda dan

54

penerapannya di dalam masyarakat. Tujuannya adalah untuk menunjukan

bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.

Awalan “hiper” dalam Hipersemiotika, di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, bermakna “di atas”, atau “di luar atau terlampau melampaui batas”.

Mengacu pada pengertian itu, hipersemiotika dapat diartikan sebagai semiotika

berlebihan atau semiotika melampaui batas (Piliang, 2004: 49). Dalam bukunya

Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna, Piliang (2004: 48)

menjelaskan hipersemiotika adalah ilmu tentang tanda dan fungsinya dalam

masyarakat, yang secara khusus menyoroti sifat berlebihan atau ekses-ekses pada

tanda, sistem tanda, proses pertandaan.

Hipersemiotika, menurut Piliang, digunakan untuk menjelaskan sebuah

kecenderungan yang berupaya melampaui batas oposisi biner di dalam bahasa dan

kehidupan sosial. Prinsip oposisi biner ini tampak sangat sentral dalam pemikiran

struktural mengenai semiotika (Piliang, 2004: 49-50). Hipersemiotika

mengembangkan beberapa prinsip sebagai berikut.

Pertama, prinsip perubahan dalam transformasi. Hipersemiotika

menekankan pada perubahan tanda dibandingkan struktur tanda, produksi tanda-

tanda dibandingkan reproduksi kode, makna dan dinamika pembukaan tanda

ketimbang relasi tetap.

Kedua, prinsip imanensi. Hipersemiotika menekankan sifat imanensi

sebuah tanda ketimbang transendensinya, permainan permukaan material (fisik)

ketimbang kedalaman ketetapan makna, permainan kulit ketimbang kepastian isi.

Ketiga, prinsip perbedaan. Hipersemiotika menekankan pada perbedaan

55

ketimbang identitas, konvensi sosial, dan kode sosial.

Keempat, prinsip permainan bahasa. Hipersemiotika menekankan

permainan pada tingkat parole ketimbang langue. Hipersemiotika memproduksi

terus-menerus permainan tanda-tanda sebagai komoditi, tanpa merasa perlu

menghasilkan keterpesonaan, kesenangan, dan gairah. Yang dipentingkan adalah

pesona, bukan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian,

hipersemiotika adalah mesin pembunuh makna dalam ruang hegemoni permainan

bebas pada tingkat permukaan tanda.

Kelima, prinsip simulasi. Simulasi adalah proses penciptaan bentuk nyata

melalui model-model yang tidak mengacu pada realitas dunia nyata sebagai

referensinya sehingga memabukkan manusia, membuat yang supernatural, ilusi,

fantasi, khayal menjadi bentuk nyata yang diwakilinya. Bahasa atau tanda-tanda

di dalamnya seakan-akan merefleksikanya realitas sesungguhnya, padahal berupa

realitas artifisial.

Keenam, prinsip diskontinuitas. Hipersemiotika menekankan pada

diskontinuitas semiotik ketimbang kontinuitas semiotik. Dalam arti, sebuah durasi

yang penuh interupsi, keterputusan (break) dan persimpangan, yang di dalamnya

tercipta sebuah ruang bagi perbedaan dan permainan bebas tanda. Bahasa disiasati

oleh pelbagai kejutan-kejutan yang menggiring setiap orang untuk makin jauh dari

sistem atau struktur awal yang mengikatnya.

Baudrillard (dalam Piliang, 2004: 53-54) menjelaskan bagaimana tanda-

tanda dalam wujud hyper-signs yang dikonstruksi sebagai komoditi dalam wacana

kapitalisme menuntut adanya pesona, kejutan, provokasi, dan daya tarik sebagai

56

logika komoditi itu sendiri. Kemasan tanda dan mediumnya pada satu titik lebih

menarik perhatian orang ketimbang pesan atau makna yang disampaikannya.

Penelitian ini, hipersemiotika digunakan untuk memahami makna

konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Pemahaman makna itu

diusut dari ideologi yang melatarbelakanginya. Ada tiga pendekatan yang dapat

digunakan sebagaimana dikemukakan oleh McNair (dalam Sobur, 2004: 111)

yakni (1) politik-ekonomi, (2) organisasi dan (3) kulturalis.

Teori Hipersemiotika digunakan peneliti untuk mengungkap makna

dibalik konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 pada

surat kabar lokal Bali.

57

2.4 Model Penelitian

Model penelitian ini dapat dijabarkan kedalam model penelitian, seperti

(Gambar 2.1)

Gambar 2.1

Model Penelitian

Keterangan :

= Garis yang menyatakan hubungan secara langsung

= Garis yang menyatakan saling berhubungan

Penjelasan Model Penelitian

Dalam tesis ini menekan dua hal penting; pertama, tentang mekanisme

penyajian berita politik dalam surat kabar pada Pilkada Gianyar tahun 2008.

Kedua, mengungkapkan makna dibalik penyajian berita politik dalam berita surat

- Ideologi Media

- Ideologi Pasar

- Ideologi

Wartawan

- Kebijakan

Redaksi

Konstruksi Berita

Kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar

Tahun 2008 Pada

Surat Kabar Lokal

Bali

- Pencitraan

- Representasi

Parpol

- Modal (Sosial,

Ekonomi,

Budaya)

Bentuk Konstruksi

Berita Kampanye

Faktor-Faktor yang

Memengaruhi

Konstruksi Berita

Kampanye

Makna Konstruksi

Berita Kampanye

Institusi Media

(Bali Post,

NusaBali, Radar

Bali)

Kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar

Tahun 2008

Pasangan Kandidat

1. Paket Bayu

2. Paket AS

58

kabar. Format rekrutmen kepala daerah dilakukan melalui pemilihan secara

langsung. Kegiatan kampanye pilkada melahirkan fakta-fakta atau pengungkapan

peristiwa yang diliput oleh tiga surat kabar di Bali di antaranya, Bali Post,

NusaBali, dan Radar Bali (Jawa Pos Group).

Tahap selanjutnya terjadi proses konstruksi berita kampanye oleh kandidat

dan surat kabar. Proses konstruksi oleh surat kabar tersebut dipengaruhi oleh

faktor internal media cetak dan faktor eksternal media. Faktor internal media

dapat berupa ideologi surat kabar bersangkutan, tingkat kognisi sosial tiap-tiap

wartawan, mekanisme proses produksi, kebijakan media bersangkutan, dan faktor

pemilik modal. Faktor eksternal media meliputi aspek kekuasaan yang

mempengaruhi media, tingkat akses elite politik terhadap media, modal yang

dimiliki kandidat.

Proses dialektis antara faktor tersebut memunculkan konstruksi berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, yang kemudian dibaca oleh

publik dan calon pemilih. Dimana selanjutnya dalam konstruksi berita Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 memunculkan bentuk, faktor-faktor yang

mempengaruhi makna dari konstruksi berita kampanye tersebut.

59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan atau desain penelitian merupakan rencana dan struktur

penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti memperoleh jawaban

atas pertanyaan-pertanyaan penelitiannnya. Dalam rancangan penelitian, peneliti

menetapkan rencana menyeluruh antara lain permasalahan, tujuan, metode

penelitian, dan teknik pelaporan (Suprayogo dan Tobroni, 2001: 119).

Penelitian ini menggunakan jenis rancangan penelitian kualitatif. Ciri-ciri

penelitian kualitatif, menurut Nodgan dan Biklen adalah (1) memiliki latar alami

karena yang merupakan alat penting adalah sumber data langsung dan perisetnya,

(2) bersifat deskriptif, (3) lebih memperhatikan proses dari pada produk, (4)

cenderung menganalisis data secara induktif dan, (5) makna merupakan soal

esensial. Penelitian Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

Tahun 2008 pada Surat Kabar Lokal Bali dikaji melalui analisis kritis.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Gianyar dengan menelaah tiga

surat kabar lokal yang diterbitkan di Bali. Tiga surat kabar tersebut adalah Bali

Post (Denpasar), NusaBali (Denpasar), Radar Bali (Jawa Pos Group) (Denpasar)

mengingat surat kabar ini sangat intens memberitakan kampanye berita Pilkada

Gianyar tahun 2008, dan masing-masing menyediakan kolom khusus hasil liputan.

60

Berdasarkan wacana empiris di lapangan yang ditopang pemberitaan

media lokal serta sejarah perpolitikan modern di Bali, Pilkada Gianyar tahun

2008, merupakan pilkada paling banyak menyita perhatian masyarakat baik di

wilayah Kabupaten Gianyar maupun di luar Gianyar.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang diperoleh dikelompokkan menjadi dua bagian yakni data

kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berupa pernyataan dan keterangan,

atau uraian, sedangkan data kuantitatif berupa angka-angka.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data adalah seseorang atau sesuatu yang dipilih sebagai

narasumber maupun informan untuk memperoleh data dalam penelitian. Sumber

data dalam penelitian ini berupa sumber data primer dan sumber data sekunder.

Sumber data primer, diperoleh dari informan yang diwawancarai, antara lain,

wartawan peliput kegiatan kampanye, redaktur pengelola halaman, redaktur

pelaksana, ketua tim kampanye masing-masing kandidat, kandidat kedua calon

dan pengurus parpol kliping media massa pada Dinas Perhubungan dan Infokom

Kabupaten Gianyar, dan kliping berita KPU Gianyar tahun 2007-2008, yang terbit

dalam pelaksanaan Pilkada Gianyar dari tanggal 28 Desember 2007 sampai

dengan 10 Januari 2008. Sumber data sekunder diperoleh dari, buku-buku maupun

dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

61

3.4 Penentuan Informan Penelitian

Informan adalah narasumber yang memiliki kapabilitas dan kompetensi

untuk memberikan informasi berkaitan dengan penelitian. Informan ditentukan

secara purposif dengan mempertimbangkan bahwa informan tersebut dinilai

mengetahui, memiliki kewenangan, dan pengambil keputusan atas pelbagai

keputusan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti merupakan instrumen utama dibantu dengan

pedoman wawancara (interview guide) dan tape recording (pita perekam), alat

tulis, buku catatan, dan kamera.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengadaan data untuk

keperluan penelitian. Pengumpulan data sebagai suatu prosedur yang sistematik

dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pada pelaksanaan

pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dilakukan beberapa

teknik sebagai berikut.

3.6.1 Wawancara

Teknik atau metode wawancara dimaksudkan untuk mengumpulkan data

primer yang dilakukan melalui wawancara terhadap informan. Wawancara

dilakukan terhadap beberapa informan, dengan menggunakan pedoman

wawancara bebas terpimpin. Wawancara bebas terpimpin adalah tanya jawab

62

dengan informan yang hanya memuat pertanyaan secara garis besarnya saja,

sehingga bisa berkembang ke hal-hal yang lebih luas, namun tidak keluar dari

lingkup sasaran penelitian yang sedang dilakukan.

3.6.2 Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan sistematik

fenomena-fenomena yang diselidiki. Pengumpulan data dengan observasi atau

pengamatan langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan

penglihatan tanpa menggunakan standar lain (Nazir, 1998: 211). Pengamatan

dilakukan terhadap proses kampanye Pilkada Gianyar, perilaku reporter ketika

meliput peristiwa kampanye. Melalui pengamataan seksama diperoleh sejumlah

informasi penting berkenaan dengan konstruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008.

3.6.3 Studi Dokumen

Dalam hal ini dokumentasi adalah menelaah dokumen yang dapat berupa

catatan, buku, arsip, dan data tertulis lainnya yang berhubungan dengan proses

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Cara ini berguna untuk mengetahui

latarbelakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian yang dilaksanakan serta

untuk memeriksa kesesuaian data.

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam tesis ini meliputi tiga kegiatan yang terjadi hampir

secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data dipahami sebagai bentuk analisis yang menajamkan,

63

menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan final dapat ditarik dan

diverifikasikan.

Dalam hal ini yang diperlukan adalah logika untuk menerima atau

menolak sesuatu yang dinyatakan dengan kalimat. Hal ini harus dilakukan

secermat mungkin karena data kualitatif tidak mempunyai pembanding yang pasti.

Dalam penelitian kualitatif kesimpulan tidak ditarik secara tiba-tiba, akan tetapi

merupakan proses yang berkembang sejak awal penelitian itu sendiri. Analisis

kualitatif diawali dengan mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-

pola penjelasan, konfigurasi yang mungkin serta dalam sebab akibat.

Analisis yang digunakan dalam penelitian kualitatif berupa analisis

framing, dimana untuk mengetahui bagaimana realitas dikonstruksi oleh media.

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk

mengetahui bagaimana realitas (persitiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media. Pembingkaian itu tentu saja melalui proses konstruksi.

Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya,

pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang tertentu.

Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik, tetapi

menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002: 3)

Denzin dalam Bungin (2007), menyatakan salah satu cara paling penting

dan mudah dalam uji keabsahan hasil penelitian, antara lain, dengan melakukan

triangulasi dengan sumber data. Caranya adalah membandingkan dan mengecek

baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara

64

yang berbeda. Langkah dilakukan melalui: (1) membandingkan data hasil

pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan

orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3)

membandingkan apa yang dikatakan sepanjang waktu, (4) membandingkan

keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang

lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah, atau tinggi, orang

berada dan orang pemerintahan, (5) membandingkan hasil wawancara dengan isi

suatu dokumen yang berkaitan (Bungin, 2007: 256-257).

Langkah-langkah yang ditempuh dalam analisis data pada penelitian ini

adalah, penilaian data, penafsiran data, penyimpulan data atau generalisasi.

Adapun penjelasan tentang tiap-tiap bagian analisis data tersebut, sesuai tahapan

berikut.

1. Tahap mengindentifikasi terhadap berita-berita kampanye Pilkada Gianyar

tahun 2008.

2. Tahap pengumpulan dan pengelompokan data yang diperoleh dari teknik

wawancara, observasi dan dokumentasi. Pengumpulan data tersebut

disertai pula dengan pemilahan, pengecekan dan reduksi data yang relevan

dengan masalah. Problematika dalam penelitian kualitatif pada umumnya

menyangkut masalah validitas maupun obyektifitas.

3. Tahap analisis data yang dipergunakan adalah analisis kualitatif, di mana

data yang diperoleh diklasifikasikan, digambarkan dengan kata-kata, atau

kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori.

65

4. Tahap interpretasi, yaitu memberikan makna kepada data, menjelaskan

pola hubungan antara konsep. Penafsiran data lebih menggambarkan

perspektif atau pandangan dari peneliti, bukan pada kebenaran mutlak.

Untuk menguji perspektif ini agar bisa mengarah pada kebenaran, maka

digunakan metode check and recheck, yaitu melakukan cross-checking

antardata, yang berarti mengkonfrontir data ataupun argumentasi empiris

yang saling bertentangan untuk mendapatkan kesimpulan.

5. Setelah tahap penilaian dan penafsiran data dengan seperangkat konsep-

konsep yang dimaksud selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan atau

generalisasi.

3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian

Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian

yang dilakukan secara formal dan informal. Teknik penyajian secara informal

adalah cara penyajian hasil penelitian dengan mempergunakan kata-kata atau

kalimat verbal sebagai sarana dengan memakai ragam bahasa ilmiah. Ciri ragam

bahasa ilmiah, di antaranya adalah obyektif, tidak emotif, lugas, dan komunikatif.

Sedangkan secara formal penyajian hasil penelitian dapat berupa tabel, diagram,

gambar, dan lain-lainnya. Keseluruhan uraian akan disajikan secara sistematis

yang dituangkan dalam delapan bab.

66

BAB IV

GAMBARAN UMUM KABUPATEN GIANYAR,

PILKADA GIANYAR TAHUN 2008, DAN SURAT KABAR LOKAL BALI

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Gianyar

Kabupaten Gianyar merupakan satu dari sembilan kabupaten dan kota

yang ada di Propinsi Bali. Secara astronomis Kabupaten Gianyar terletak diantara

8°18°48° dan 8°38°58° Lintang Selatan (LS) dan 115°22°23° Bujur Timur (BT).

Wilayah bagian utara dibatasi Kabupaten Bangli, sebelah timur berbatasan dengan

Kabupaten Klungkung. Sedangkan bagian selatan dibatasi Kota Denpasar dan

bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Badung.

Luas wilayah Kabupaten Gianyar 368 Km² atau 36.800 ha, tersebar pada 7

(tujuh) kecamatan, yakni Kecamatan Gianyar, Blahbatuh, Sukawati, Ubud,

Payangan, Tegallalang, dan Tampaksiring. Secara administrasi Kabupaten

Gianyar memiliki 63 Desa dan 6 Kelurahan, 504 dusun atau banjar, 43

lingkungan, 271 desa adat, serta 518 subak yeh dan 36 subak abian. Berdasarkan

hasil Susenas Penduduk tahun 2005, jumlah penduduk Gianyar sebanyak 429.395

jiwa tersebar di 7 kecamatan. Jumlah ini meningkat sebanyak 36.240 jiwa dalam

kurun waktu 5 tahun dibandingkan tahun 2.000, sebesar 393.155 jiwa. Mata

pencaharian penduduk Kabupaten Gianyar yang berumur 15 tahun keatas

dominan pada sektor industri, disusul sektor pertanian tanaman pangan, sektor

jasa, dan sektor lainnya.

67

Gambar 4.1

Peta Kabupaten Gianyar

Sejarah Pemerintahan Kabupaten Gianyar menjadi satu kesatuan dengan

sejarah Kota Gianyar. Sejarah dimaksud sesuai dengan yang ditetapkan dalam

Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar Nomor 9 Tahun 2004, tanggal 2 April 2004

tentang Hari Jadi Kota Gianyar. Pada buku profil Kabupaten Gianyar Tahun 2005

yang diterbitkan Badan Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gianyar Tahun

2005 ditegaskan, tanggal 19 April 1771, Gianyar dipilih menjadi nama sebuah

keraton, Puri Agung yaitu istana raja (anak agung) oleh Ida Dewa Manggis Sakti.

68

Saat itu, Puri Agung Gianyar menjadi sebuah kerajaan yang berdaulat dan otonom

telah lahir serta ikut pentas dalam percaturan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Bali.

Tonggak sejarah yang dibangun, Ida Dewa Manggis Sakti memberikan syarat

bahwa proses menjadi dan ada itu bisa ditarik ke belakang (masa sebelumnya)

atau ditarik ke depan (masa sesudahnya).

Berdasarkan bukti-bukti arkeologis di wilayah Gianyar sekarang, dapat

diinterpretasikan bahwa adanya komunitas manusia di Gianyar sejak 2.000 tahun

yang lalu karena ditemukannya situs perkakas (artefak) berupa batu, logam

perunggu. Nekara yang dikenal dengan nama Bulan Pejeng di Desa Pejeng,

Kecamatan Tampaksiring, berikut relief-relief dan candi-candi atau goa-goa di

tebing-tebing Sungai (tukad) Pakerisan menggambarkan di tempat itu telah terjadi

kehidupan pada masa lampau.

Setelah bukti-bukti tertulis ditemukan berupa prasasti di atas batu atau

logam terindetifikasi situs pusat-pusat kerajaan dari dinasti Warmadewa di

Keraton Singamandawa, Bedahulu. Setelah ekspedisi Gajah Mada (Zaman

Majapahit) dapat menguasai Pulau Bali maka didirikan sebuah Keraton

Samprangan sebagai pusat pemerintahan kerajaan yang dipegang oleh Raja

Adipati Ida Dalem Kresna Kepakisan (1350-1380), sebagai cikal bakal dari

Dinasti Kresna Kepakisan. Raja Bali yang bergelar Ida Dalem yakni (1). Ida

Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460), (2). Ida Dalem Waturenggong (1460-1550),

(3). Ida Dalem Bekung Pemayun (1550-1580), (4). Ida Dalem Sagening (1580-

1625) dan (5). Ida Dalem Dimade (1625-1651) (Sutaba, 2007: 198-218).

Dua Raja Bali yang terakhir, yaitu Ida Dalem Segening dan Ida Dalem

69

Dimade telah menurunkan cikal bakal penguasa di daerah-daerah. Ida Dewa

Manggis Kuning (1600-an) penguasa di Desa Beng (Gianyar) adalah cikal bakal

Dinasti Manggis yang muncul setelah generasi II membangun Kerajaan Payangan

(1735-1843). Salah seorang putra Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe yang

bernama, Ida Dewa Agung Anom muncul sebagai cikal bakal dinasti raja-raja di

Sukawati (1711-1771), termasuk Peliatan dan Ubud. Pada periode yang sama

yaitu periode Gelgel muncul pula penguasa-penguasa daerah lainnya yaitu, I Gusti

Ngurah Jelantik menguasai Blahbatuh dan kemudian, I Gusti Agung Maruti

menguasai daerah Keramas yang keduanya adalah keturunan Arya Kepakisan.

Dinamika pergumulan antara elit tradisional dari generasi ke generasi telah

berproses pada momentum tertentu. Salah seorang di antaranya sebagai

pembangun kota keraton atau kota kerajaan pusat pemerintahan kerajaan yang

disebut Gianyar.

Pembangunan kota kerajaan yang berdaulat dan memiliki otonomi penuh

adalah Ida Dewa Manggis Sakti, generasi IV dari Ida Dewa Manggis Kuning.

Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar, 19 April 1771 sekaligus ibu kota pusat

pemerintah Kerajaan Gianyar adalah tonggak sejarah. Sejak itu dan selama

periode sesudahnya Kerajaan Gianyar yang berdaulat, ikut mengisi lembaran

sejarah kerajaan-kerajaan di Bali yang terdiri atas sembilan kerajaan di

Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung,

Tabanan, dan Gianyar. Namun sampai akhir abad ke-19, setelah runtuhnya

Payangan dan Mengwi di satu pihak dan munculnya Jembrana di lain pihak, maka

hanya ada delapan kerajaan (Asta Negara) yakni Kerajaan Klungkung,

70

Karangasem, Buleleng, Jembrana, Tabanan, Bangli dan Gianyar.

Ketika Belanda telah menguasai seluruh Pulau Bali, delapan bekas

kerajaan tetap diakui keberadaannya oleh Pemerintah Guberneurmen, namun

sebagai bagian wilayah Hindia Belanda yang dikepalai oleh seorang raja

(Selfbestuurder) di daerah Swapraja-nya masing-masing. Selama masa revolusi,

ketika daerah Bali termasuk dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT)

otonomi daerah kerajaan (Swapraja) tetap diakui namun dikoordinasikan oleh

Dewan Raja-raja. Anak Agung Gde Oka, (Raja Gianyar) diangkat sebagai Ketua

Dewan Raja-raja menggantikan A.A.N Pandji Tisna, (Raja Buleleng) pada tahun

1947. Selain itu pada periode NIT, dua tokoh lainnya yaitu Tjokorda Gde Raka

Sukawati (Puri Kantor Ubud) menjadi Presiden NIT, dan Ida A.A. Gde Agung

(Puri Agung Gianyar) menjadi Perdana Menteri NIT (Kempen NIT: 1949 dalam

Sutaba, 2007: 456).

Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke Negara Kesatuan

(NKRI), pada tanggal 17 Agustus 1950, maka daerah-daerah di seluruh Indonesia

dengan dikeluarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957, yang pelaksanaannya

diatur dengan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, mengubah daerah

Swatantra Tingkat II (Daswati II). Nama Daswati II berlaku secara seragam untuk

seluruh Indonesia sampai Tahun 1960. Setelah itu diganti dengan nama Daerah

Tingkat II (Dati II). Nama Bupati Kepala Derah Tingkat II untuk pertama kalinya

dimulai pada tahun 1960. Bupati pertama di Dati II Gianyar adalah Tjokorda

Ngurah (1960-1963). Bupati berikutnya adalah Tjokorda Anom Pudak (1963-

1964) dan I Made Sayoga (1964-1965). Ketika dilaksanakannya Undang-undang

71

Nomor 18 Tahun 1965, maka Dati II diubah dengan nama Kabupaten Dati II.

Kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5

Tahun 1974 menjadikan nama kabupaten. Kepala daerahnya tetap disebut bupati.

Sejak Tahun 1950 sampai sekarang telah tercatat sembilan orang Kepala

Pemerintahan/Bupati Gianyar, yaitu (1) A.A. Gde Raka (1950-1960), (2) Tjokorda

Ngurah (1960-1963), (3) Tjokorda Dalem Pudak (1963-1964), (4) I Made Sayoga

(1964-1965), (5) I Made Kembar Kerepun (1965-1969), (6) A.A. Gde Putra

(1969-1983), (7) Tjokorda Raka Dherana (1983-1993), (8) Tjokorda Gde Budi

Suryawan (1993-2003), dan (9) A.A. Gde Agung Bharata (2003-2008). (Badan

Infokom Gianyar : 2005).

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah

yang diikut dengan penjabaran Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005

tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah.

Sesuai amanat undang-undang tersebut, Komisi Pemilihan Umum Daerah

Kabupaten Gianyar melaksanakan proses pemilihan Bupati dan Wakil Bupati

Gianyar periode 2008-2013 untuk pertamakalinya, secara langsung lewat Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008.

4.2 Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dan Tahapannya

Pilkada Gianyar diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Kabupaten Gianyar melalui beberapa tahapan. Tahapan Pilkada Gianyar Tahun

2008 meliputi, (1) Pembentukan PPK, PPS dan KPPS, (2) Sosialisasi Pelaksanaan

Pilkada, (3) Pendaftaran dan Penetapan Pemilih, (4) Pendaftaran dan Penetapan

72

Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, (5) Kampanye

Pasangan/Paket Calon, (6) Pemungutan dan Penghitungan Suara, dan (7)

Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih. (KPU Gianyar,

2008).

Dari masa persiapan pelaksanaan sampai penetapan pasangan calon bupati

kepala daerah/wakil bupati kepala daerah, KPU Kabupaten Gianyar menerbitkan

30 (tiga puluh) buah produk peraturan yang bersifat penetapan berupa Surat

Keputusan (SK).

4.2.1 Pembentukan PPK, PPS dan KPPS

KPU Kabupaten Gianyar menetapkan perencanaan penyelenggaraan,

meliputi penetapan tata cara jadwal waktu tahapan pelaksanaan Pilkada Gianyar,

membentuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara

(PPS), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), pemberitahuan

pendaftaran pemantau, serta mengusulkan kebutuhan anggaran untuk kegiatan

pilkada kepada Pemerintah Kabupaten Gianyar sesuai prosedur pengelolaan

keuangan daerah.

KPU Kabupaten Gianyar merekrut dan menetapkan 35 orang anggota

Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada tujuh kecamatan di Kabupaten Gianyar

yakni Kecamatan Sukawati, Ubud, Payangan, Tegallalang, Tampaksiring,

Blahbatuh dan Gianyar. Penetapan PPK dengan Keputusan KPU Kabupaten

Gianyar Nomor 03 Tahun 2007, tentang Pengangkatan Panitia Pemilihan

Kecamatan (PPK) se-Kabupaten Gianyar sebagai Pelaksana Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. KPU

73

Kabupaten Gianyar juga mengangkat 210 orang angggota PPS (Panitia

Pemungutan Suara) dengan Keputusan KPU Kabupaten Gianyar Nomor 04 Tahun

2007, tentang Pengangkatan Panitia Pemungutan Suara (PPS) se-Kabupaten

Gianyar sebagai Pelaksana Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 di tingkat desa/kelurahan.

4.2.2 Sosialisasi Pelaksanaan Pilkada

Untuk menyosialisasikan tahapan Pemilu Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah atau Pilkada Kabupaten Gianyar, KPU Kabupaten Gianyar

memanfaatkan media massa jenis cetak dan elektronik sehingga dapat

menjangkau masyarakat sampai ke tingkat dusun/banjar. Menurut anggota KPU

Kabupaten Gianyar Anak Agung Gede Putra, (wawancara AA Gde Putra

05/06/2012), KPU Kabupaten Gianyar juga menyebarkan informasi tentang

Pilkada Gianyar melalui baliho, spanduk, poster, dan leflet. Salah satu media

cetak yang secara rutin digunakan adalah Koran Mingguan Paswara. Koran ini

milik Pemerintah Kabupaten Gianyar. Pemberitahuan tentang Pilkada Gianyar

melalui Koran Mingguan Paswara dilakukan sejak awal Tahun 2007.

Selain pemberitahuan lewat media massa cetak, KPU Kabupaten Gianyar

juga melakukan sosialisasi tentang Pilkada Gianyar melalui media elektronik.

Media elektronik dimaksud yakni, Radio Gelora, Radio Jegeg Bali, Radio Heart

Line, Radio Mandala Perkasa, dan RRI Denpasar. Selain itu melalui televisi yakni

TVRI Bali dan Bali TV. Pemanfaatan media massa tersebut disesuaikan dengan

anggaran Pemilu Kepala Daerah di Kabupaten Gianyar. Selain melalui media

massa, KPU Kabupaten Gianyar juga melakukan sosialisasi dengan metode tatap

74

muka. Materi sosialisasi tidak hanya menyampaikan teknis pencoblosan, akan

tetapi lebih ditekankan pada tujuan dalam pendewasaan berdemokrasi. Misalnya,

dalam pemilu kita bisa menghargai perbedaan, perbedaan bukan berarti

bermusuhan tapi sebuah dinamika bermasyarakat.

4.2.3 Pendaftaran dan Penetapan Pemilih

Pemilih merupakan salah satu komponen pendukung dalam pelaksanaan

pilkada. Kegiatan pendaftaran dan penetapan pemilih merupakan faktor terpenting

untuk mengetahui jumlah pemilih yang mempunyai hak untuk memilih.

Penggunaan hak pilih ini akan berdampak terhadap hasil pemilihan itu sendiri

sekaligus menentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah dalam pemilihan.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah,

pasal 70 menegaskan, daftar pemilih pada saat pemilihan umum terakhir di

daerah, digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan

wakil kepala daerah. Untuk di Kabupaten Gianyar, tugas pemutakhiran dan

validasi data pemilih tersebut dilaksanakan oleh Badan Kependudukan, Catatan

Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Gianyar. Batas waktu terakhir

pelaksanaan pemutakhiran dan validasi data pemilih dilaksanakan, tanggal 4 Juli

2007 di Stage Desa Sidan, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar. Kegiatan ini

dilaksanakan melalui pertemuan antara unsur KPU Kabupaten Gianyar dengan

Pemerintah Kabupaten Gianyar beserta para kepala dusun/lingkungan atau kelian

banjar dinas.

Pengumuman Daftar Pemilih Sementara oleh PPS se-Kabupaten Gianyar

diumumkan serentak pada tanggal 29 September 2007 sampai 5 Oktober 2007.

75

Selama dan setelah batas waktu pengumuman berakhir, PPS melakukan kegiatan

perbaikan terhadap Daftar Pemilih Sementara dan mencatat pemilih tambahan

(baru) sesuai dengan koreksi, masukan dan tanggapan masyarakat. Jumlah pemilih

tetap pilkada Tahun 2008 mencapai 324.610 orang, terdiri atas 161.415 laki-laki

dan 163.195 perempuan. Jumlah pemilih ini dipakai patokan untuk menentukan

pembuatan logistik pilkada mulai dari kartu suara, surat suara, dan TPS (tempat

pemungutan suara) (KPU Kabupaten Gianyar, 2008: 27-29).

TABEL 4.1

Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap Pemilihan Umum

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Kabupaten Gianyar Tahun 2008

No Kode

Wilayah

Kecamatan

Jumlah

Laki-laki Perempuan Jumlah

I II III IV V

1

51.04.01

Sukawati

32.861

33.560

66.376

2

51.04.02

Blahbatuh

23.747

23.669

47.446

3

51.04.03

Gianyar

31.412

32.236

63.648

4

51.04.04

Tampaksiring

16.756

16.783

33.539

5

51.04.05

Ubud

23.481

22.934

46.415

6

51.04.06

Tegallalang

17.434

18.044

35.478

7

51.04.07

Payangan

15.769

15.939

31.708

Jumlah Total

161.415

163.195

324.610

Sumber : KPU Kabupaten Gianyar Tahun 2008

4.2.4 Pendaftaran dan Penetapan Pasangan/Paket Calon Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah

Pengumuman dan pendaftaran paket pasangan calon kepala daerah dan

76

wakil kepala daerah oleh KPU Kabupaten Gianyar mulai tanggal 8 sampai 14

Oktober 2007. Sampai penutupan pendaftaran terdapat 2 (dua) paket pasangan

calon yang didaftarkan oleh partai politik ke KPU Kabupaten Gianyar. Dua paket

pasangan calon tersebut adalah A.A Gde Agung Bharata sebagai calon kepala

daerah/bupati dan I Putu Yudhany Thema sebagai calon wakil kepala

daerah/wakil bupati. Pasangan ini dikenal dengan nama paket Bayu yang

dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Gambar 4.2

Foto Kedua Kandidat Bersama KPU Pusat.

(Dokumen : KPU Gianyar 2008)

Selanjutnya, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebagai calon kepala

daerah/bupati dan Dewa Made Sutanaya sebagai calon wakil kepala daerah/wakil

bupati. Pasangan ini dikenal dengan nama Paket AS yang dicalonkan dari Partai

Golkar. Sebagaimana tampak pada Gambar 4.2, dua pasang calon bersalaman

setelah ditetapkan nomor urut oleh KPU Gianyar.

Dua pasangan calon tersebut selanjutnya menyerahkan segala persyaratan

administrasi yang disyaratkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah

dilakukan verifikasi administrativ dan verifikasi faktual pada tanggal 23 Oktober

2008, maka KPU Kabupaten Gianyar menetapkan Paket Bayu dan Paket AS

77

sebagai pasangan/paket calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah

Kabupaten Gianyar pada Pilkada Gianyar Tahun 2008.

4.2.5 Kampanye Pasangan/Paket Calon

Untuk memperkenalkan dan menarik simpati calon pemilih, masing-

masing tim pasangan/paket calon melakukan kampanye, baik melalui rapat umum

dan pertemuan terbatas. Kampanye diawali dengan penyampaian visi dan misi dua

pasangan/paket calon pada Sidang Paripurna DPRD Gianyar tanggal 28

Desember Tahun 2007. Selanjutnya kampanye dilakukan secara bergilir oleh

masing-masing pasangan/paket calon. Kampanye Paket Bayu berlangsung tanggal

30 Desember 2007, tanggal 1, 3, 5, 7, 9, dan 10 Januari 2008. Sedangkan

kampanye Tim Paket AS, tanggal 29 dan 31 Desember 2007, tanggal 2, 4, 6, 8,

dan 10 Januari 2008.

Tabel 4.2

Jadwal Pelaksanaan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten Gianyar

(Dokumen : KPU Gianyar 2008)

78

Mengenai bentuk-bentuk kampanye yang diatur dalam Undang-undang 32

Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP)

Republik Indonesia tentang Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pertemuan terbatas, tatap muka dan

dialog, penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, penyiaran melalui

media televisi, penyebaran bahan kampanye kepada umum, pemasangan alat

peraga di tempat umum, dan debat publik/debat terbuka antara pasangan calon. Di

antara bentuk-bentuk kampanye tersebut, bantuk kampanye tatap muka antara

paket pasangan calon dengan pendukung atau calon pemilih merupakan

kempanye paling banyak melibatkan massa pendukung selama pelaksanaan

kampanye Pilkada Gianyar Tahun 2008.

4.2.6 Pemungutan dan Penghitungan Suara

Pemungutan dan penghitungan suara merupakan puncak acara dalam

pilkada. Seluruh perhatian masyarakat yang mempunyai hak pilih tertuju pada

TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk menggunakan hak pilihnya. Pemungutan

suara untuk Pilkada Gianyar dilaksanakan tanggal 14 Januari 2008 dimulai pukul

07.00 wita – 13.00 wita.

79

Rekapitulasi hasil perhitungan suara dan melalui rapat pleno terbuka KPU

Kabupaten Gianyar, tanggal 21 Januari 2008, diketahui jumlah perolehan suara

secara keseluruhan dari kedua paket/pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah Kabupaten Gianyar tahun 2008, adalah 272.709 suara. Jumlah

total suara itu diraih oleh pertama, Pasangan calon A.A. G. Agung Bharata, dan I

Putu Yudhany Thema, sebanyak 134.527 suara sah atau 49,33 % dari jumlah

suara sah. Kedua, Pasangan calon Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati, dan Dewa

Made Sutanaya sebanyak 138.182 suara sah atau 50,67 % dari jumlah suara sah

(KPU Kabupaten Gianyar, 2008: 67). Hasil perhitungan suara yang menunjukkan

kemenangan pada Paket AS seperti tampak pada Gambar 4.4.

Tabel 4.3

Hasil Perhitungan Perolehan Suara Untuk Pasangan Calon Kepala Daerah dan

Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008 oleh KPU Gianyar

(dokumen: KPU Gianyar 2008)

4.2.7 Penetapan, Pengangkatan dan Pelantikan Pasangan Calon Terpilih.

Selanjutnya KPU Kabupaten Gianyar menerbitkan, Surat Keputusan

Nomor 27 Tahun 2008, tentang Penetapan Pasangan Calon Kepala Daerah Dan

80

Wakil Kepala Daerah Kabupaten Gianyar Tahun 2008. Dari hasil perolehan suara

terbanyak, maka KPU Kabupaten Gianyar menetapkan pasangan calon terpilih

nomor urut 2 yaitu, Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Sutanaya

sebagai pasangan calon terpilih bupati dan wakil bupati periode tahun 2008-2013.

Selanjutnya pasangan calon terpilih dilantik oleh Gubernur Bali atas nama

Menteri Dalam Negeri dalam Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten

Gianyar tanggal 21 Pebruari 2008 di Gedung Balai Budaya Gianyar (KPU

Gianyar: 2008).

Gambar 4.3

Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Gianyar Periode 2008-2013 oleh Gubernur

Bali, Dewa Made Bratha atas nama Menteri Dalam Negeri di Balai Budaya

Gianyar, 21 Pebruari 2008

(dokumen : KPU Gianyar 2008)

4.3 Gambaran Umum Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Radar Bali

Sejarah media di Bali dimulai pada 1923 dengan lahirnya Shanti Adnyana

dalam bentuk kalawarta (newsletter). Menurut Kembar Karepun, dalam

81

manuskrip untuk buku tentang pertentangan kasta di Bali, Shanti Adnyana, berarti

“pikiran damai”, itu berupa majalah bulanan yang diterbitkan Organisasi Shanti.

Organisasi yang berpusat di Singaraja, Bali utara ini bergerak di bidang sosial dan

pendidikan, termasuk penerbitan.

Menurut Darma Putra (2003), Shanti Adnyana disunting pengurus

Organisasi Shanti seperti Ketut Nasa, Nyoman Kajeng, I Gusti Putu Jlantik, dan I

Gusti Putu Tjakra Tenaja. Dalam terbitannya Shanti Adnyana lebih banyak

menulis masalah agama Hindu dan disebar ke masyarakat umum terutama

pegawai dan guru. Latar belakang penyunting itu terdiri atas wangsa (kasta) yang

berbeda.

Shanti Adnyana kemudian berubah nama jadi Bali Adnyana yang berarti

“pikiran Bali” sejak 1 Januari 1924. Majalah ini terbit tiga kali sebulan yaitu tiap

tanggal 1, 10, dan 20. Pengasuhnya I Gusti Tjakratanaya dan I Gusti Ketut Putra.

Akibat perpecahan antara tri wangsa dengan jaba, maka majalah ini dianggap

hanya memuat suara-suara tri wangsa. Bali Adnyana memang sangat kental

menyuarakan pikiran I Gusti Tjakratanaya yang juga bangsawan. Bali Adnyana

memuat ajaran agama, etika, dan ingin mempertahankan adat istiadat agar sistem

kasta tetap berlaku (Agung Putra, 2001).

Ketut Nasa dan kawan-kawannya sesama jaba kemudian mendirikan Surya

Kanta sebagai tandingan Bali Adnyana, pada 1 Oktober 1925. Majalah bulanan ini

diterbitkan organisasi bernama sama, yakni Surya Kanta, yang anggotanya

kebanyakan guru. Organisasi ini bertujuan memperbaiki dan memajukan cara

berpikir masyarakat Bali dengan meninggalkan cara berpikir yang kolot agar

82

terbuka dan berkembang menuju kemajuan. Karena itu Surya Kanta memuat

tentang sistem pendidikan barat, penyederhanaan upacara agama, bahkan tentang

koperasi.

Menurut Darma Putra, Bali Adnyana dan Surya Kanta, keduanya terbit di

Singaraja, merupakan dua media massa penting di Bali yang terbit bersamaan

pertengahan 1920-an. Mengingat paham pengasuh dan penerbitnya tentang kasta

berbeda, sebagian besar isi kedua media massa ini menjadi ajang polemik

mengenai kasta dan adat Bali. Polemik ini mendapat pengawasan ketat dari

penjajah. Pemerintah kolonial tidak menginginkan terjadinya konflik sosial.

Karena mendapat tekanan, Surya Kanta akhirnya berhenti terbit pada September

1927. Sementara itu Bali Adnyana lenyap dari peredaran tahun 1929.

Setelah Surya Kanta dan Bali Adnyana lenyap, di Singaraja terbit majalah

Bhãwanãgara, pada Tahun 1931. Bhãwanãgara artinya ‘keadaan sejati di negara’

(Bali dan Lombok). Menurut Robinson (2006) majalah berbahasa melayu ini

diterbitkan Yayasan Kirtija Liefrinck van der Tuuk. Pengasuhnya antara lain

pakar Bali Dr. R. Goris bersama I Gusti Putu Djlantik, I Gusti Gde Djlantik, I

Nyoman Kadjeng, dan I Wajan Ruma.

Bhãwanãgara dimaksudkan sebagai “soerat boelanan oentoek

memperhatikan peradaban Bali”. Nomor perdana Bhãwanãgara terbit pada tahun

1931, setebal 40 halaman. Bhãwanãgara mendapat dukungan antusias pemerintah

kolonial, yang berkepentingan mempromosikan kesadaran identitas kultural Bali

dari pada identitas berdasarkan kasta atau kesatuan nasional Indonesia.

Bhãwanãgara juga sebagai usaha untuk mewujudkan rekonsialiasi antara

83

kelompok jaba dan tri wangsa. Bhãwanãgara terbit sampai Tahun 1935.

Setahun kemudian, pada Tahun 1936, terbit majalah kebudayaan bulanan

Djatajoe, diambil dari nama burung yang membela Dewi Sita dalam epos

Ramayana. Majalah sosial budaya ini diterbitkan Bali Darma Laksana, organisasi

sosial yang anggotanya terdiri atas kalangan terpelajar Bali. Djatajoe merupakan

salah satu sarana untuk menyadarkan masyarakat tentang pendidikan dan

kebudayaan. Pemimpin redaksi pertama Djatajoe adalah I Goesti Nyoman Pandji

Tisna, yang ketika itu meraih reputasi nasional sebagai sastrawan lewat novelnya

Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) dan termasuk dalam sastrawan Angkatan

Poedjangga Baroe.

Bentuk dan konsep Djatajoe dipengaruhi majalah Poedjangga Baroe yang

terbit di Jakarta dengan redaktur, Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane.

Setelah Panji Tisna selesai mengelola, Djatajoe kemudian dikelola Nyoman

Kajeng dan Wayan Badhra. Majalah ini terbit sampai Tahun 1941.

Pada masa pendudukan Jepang hanya ada satu media massa di Bali. Ketika

itu, Jepang mengendalikan semua badan pengumuman dan penerangan di

Indonesia, termasuk di Bali. Karena itu koran-koran pergerakan yang ada sejak

zaman kolonial Belanda pun diubah namanya, bahkan dikendalikan terbitannya

oleh Jepang. Misalnya kantor berita Antara diubah jadi Yashima sebelum

kemudian jadi kantor berita Domei. Di Bali sendiri belum ada koran pergerakan

pada saat itu (Putra dan Supartha, 2001).

Jepang kemudian membuat koran-koran daerah di beberapa kota di

Indonesia. Antara lain Kita Sumatera Shimbun di Sumatera, Palembang Shimbun

84

di Palembang, Lampung Shimbun di Lampung, Sinar Matahari di Ambon, dan

Bali Shimbun di Bali. Koran Bali Shimbun mulai terbit sejak 8 Maret 1944. Koran

ini menggunakan bahasa Indonesia dalam terbitannya. Mereka merekrut wartawan

lokal sebagai anggota redaksi, termasuk Ketut Nadha, perintis media terbesar di

Bali saat ini, Bali Post. Selain Ketut Nadha juga ada I Gusti Putu Arka dan Made

Sarya Udaya.

Bali Shimbun berhenti terbit ketika Jepang dikalahkan Sekutu pada Tahun

1945. Namun Ketut Nadha ternyata telah menyiapkan koran pergerakan untuk

mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Selama dua tahun (1946-1947) Ketut

Nadha mempersiapkan penerbitan koran ini dengan mendirikan perpustakaan

merangkap toko buku. Pada tanggal 16 Agustus 1948, untuk pertama kalinya

Ketut Nadha bersama dua temannya ketika di Bali Shimbun, I Gusti Putu Arka

dan Made Sarya Udaya, menerbitkan Suara Indonesia dalam bentuk majalah.

Saat itu Suara Indonesia terbit tidak tentu, tergantung situasi keamanan.

Karena masih dalam situasi perjuangan, Suara Indonesia pun mengemban dua

tugas sekaligus, yakni sebagai media pemberitaan dan penerangan sekaligus

sebagai aktivis politik yang melibatkan diri secara langsung membangun

perlawanan pada penjajah (Putra dan Supartha, 2001).

Dalam perjalanannya Suara Indonesia beberapa kali mengalami perubahan

nama antara lain menjadi Suluh Indonesia, Suluh Marhaen sebelum kemudian jadi

Bali Post. Dalam buku “Sisi Gelap Pulau Dewata” (2006), Geoffrey Robinson

menyebut adanya beberapa media lokal pada masa peralihan dari Jepang ke

pemerintah Republik Indonesia. Media itu antara lain Suara Rakjat, Berita

85

Nusantara, dan Penindjau. Namun dia tidak menyebut detail tentang siapa

pengelola dan apa saja yang dimuat tiga koran itu. Robinson mengutip berita

tentang kunjungan Soekarno ke Bali serta adanya kekerasan antar orang Bali dari

tiga koran tersebut.

Pada Tahun 1952 terbit majalah Bhakti. Majalah yang berkantor di

Singaraja ini dikelola Putu Shanti sebagai penanggung jawab dan Ketut Widjana

sebagai pemimpin umum. Dengan slogan sebagai “Majalah untuk Umum-non-

partai berdasarkan Pancasila”, majalah ini diterbitkan oleh Yayasan Kebhaktian

Pejuang. Majalah Bhakti hanya terbit sampai Tahun 1954. Antara Tahun 1953

hingga Tahun 1955 di Denpasar terbit Majalah Damai. Motonya “Majalah Umum

untuk Rakyat”. Penanggung jawab/pemimpin umumnya, I Gusti Bagus Sugriwa

dibantu Anak Agung (Tjokorda) Bagus Sayoga, Made Tukir dan Ida Bagus Tilem.

Widminarko (2001) menyebut pada periode Tahun 1960 hingga Tahun

1965 terbit Mingguan Fajar dan Harian Bali Dwipa di Denpasar. Berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Penerangan Nomor 29/SK/M/65, mengenai Norma-

norma Pokok Pengusahaan Pers dalam Rangka Pembinaan Pers Indonesia, semua

surat kabar diwajibkan berafiliasi pada partai politik atau organisasi massa yang

diakui pemerintah. Mingguan Fajar berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia

(PKI). Kantornya pun sama dengan kantor PKI Bali. Mingguan Fajar menyajikan

berita dan tulisan tentang kebudayaan dengan moto “Memerahkan Budaya dan

Membudayakan Merah”.

Harian Bali Dwipa dikesankan tampil secara politis sebagai koran

Nasionalisme, Agama, Komunisme (Nasakom). Namun, unsur “nasionalisme”

86

tidak diwakili PNI, tapi Partai Indonesia (Partindo) yang di Bali saat itu dikenal

sebagai partai politik yang “dekat” dengan PKI.

Adapun Suara Indonesia berafiliasi dengan Partai Nasionalis Indonesia

(PNI), partai terbesar di Bali saat itu. Suara Indonesia juga berganti nama jadi

Suluh Indonesia Edisi Bali. Koran ini menginduk pada Suluh Indonesia yang

diterbitkan Pimpinan Pusat PNI di Jakarta. Setahun kemudian Suluh Indonesia

menjadi Suluh Marhaen.

Fajar dan Bali Dwipa berhenti terbit menyusul meletusnya peristiwa G 30

S/PKI, 30 September 1965. Sedangkan Suluh Marhaen edisi Bali tetap terbit

setelah peristiwa tersebut. Dia bahkan menjadi media terbesar di Bali kemudian

hari bahkan hingga saat ini.

Pada tahun 1966 di Denpasar lahir Harian Angkatan Bersenjata edisi Nusa

Tenggara. Penerbitnya, Yayasan Penerbitan dan Percetakan Udayana. Pemimpin

Umum dijabat Mayor I Gusti Ngurah Pindha. Penanggung Jawab Letkol. Alex

Sutadji, Pemimpin Redaksi Letda. Abdul Hamid. Koran ini mengalami beberapa

kali pergantian pimpinan dan badan pengelolanya, bahkan pernah berhenti terbit.

Tahun 1978 berubah namanya menjadi Harian Umum Nusa Tenggara.

Mayor J.M. Sarwoto sebagai Pemimpin Umum/Penanggung Jawab dan Jimmy

Zeth Soputan sebagai pemimpin redaksi. Pada Tahun 1990 hingga Tahun 1992

Nusa Tenggara dikelola Kelompok Media Group milik Surya Paloh dan Tahun

1994 dikelola PT Sinar Press. Tahun 2001 berubah menjadi Harian Umum Nusa,

dan sejak Tahun 2005 berubah lagi jadi Harian Umum NusaBali.

Tahun 1980 di Denpasar terbit Mingguan Karya Bhakti. Semula terbit

87

dalam format koran masuk desa mingguan, tetapi kemudian berkembang menjadi

harian. Bali Post, Nusa Tenggara, dan Karya Bhakti merupakan tiga koran yang

mewarnai Bali pada masa Orde Baru. Oleh Pemerintah Provinsi Bali waktu itu,

ketiganya dimasukkan pada Program Koran Masuk Desa. Saat itu, oplah Bali Post

sekitar 20.152 eksemplar, Nusa Tenggara 11.500 eksemplar, dan Karya Bhakti

10.000 eksemplar (Monografi Daerah Bali, 1985).

Di tengah persaingan bisnis pers yang makin tajam, Harian Karya Bhakti

berhenti terbit setelah mengalami beberapa kali pergantian pengasuhnya.

Maraknya pariwisata di Bali membuat Bali juga dipenuhi beberapa media yang

intens di bidang pariwisata. Sejak 1970an hingga 1980an, ada beberapa media

berbahasa Inggris seperti Sunday Bali Post, Bali Tourist Guide, This Week in

Bali, dan Bali This Month.

Sebagai pulau yang sekitar 95 persen penduduknya beragama Hindu, Bali

juga pernah melahirkan media khusus agama Hindu. Pada Tahun 1987 terbit

majalah bulanan Warta Hindu Dharma. Majalah yang diterbitkan Parisada Hindu

Dharma Indonesia Pusat ini sebagian besar berita dan artikelnya tentang

perkembangan agama Hindu.

Runtuhnya Orde Baru diikuti munculnya Undang-undang Pokok Pers No

40 Tahun 1999, yang membuat orang makin mudah mendirikan perusahaan

penerbitan. Kehidupan pers di Bali juga disemarakkan terbitnya beragam

penerbitan pers. Ada harian, mingguan, dan bulanan. Koran, tabloid, majalah yang

terbit pasca-Orde Baru itu ada yang masih terbit ada pula yang sudah berhenti.

Pada masa ini terbit beberapa media seperti Bali Tribune, The Echo,

88

Latitudes, Bali Lain, dan sebagainya. Majalah bulanan ini memfokuskan diri pada

liputan pariwisata dengan kemasan seni atau budaya lebih kental. Meski berumur

tidak sampai lima tahun, Latitudes menawarkan konsep agak berbeda. Liputan

media berbahasa Inggris ini lebih banyak tentang antropologi. Penulis seperti

Goenawan Mohamad dan Adrian Vickers termasuk yang pernah menulis di media

ini.

Kondisi pariwisata Bali yang kolaps akibat bom pada 12 Oktober 2002 dan

1 Oktober 2005 mempengaruhi perkembangan media di Bali, terutama media

yang konsentrasi mengurusi pariwisata. Bali Tribune, The Echo, dan Latitudes

pun tutup. Saat ini mereka sudah tidak terbit lagi.

Mudahnya pendirian koran pun melahirkan beberapa media yang terbit

pada zaman Reformasi. Di antaranya Koran Bali, Patroli, Fajar Bali, Warta Bali,

dan Radar Bali. Koran Bali saat ini sudah tidak terbit. Hingga Maret 2007, koran

harian yang masih terbit di Bali adalah Bali Post, Denpost, BisnisBali, NusaBali,

Radar Bali, Warta Bali, Fajar Bali, dan Patroli Post. Selain itu ada majalah

bulanan Sarad dan Raditya yang lebih banyak menulis masalah agama Hindu dan

adat Bali.

4.3.1 Sejarah Singkat Surat Kabar Bali Post

Surat kabar Bali Post merupakan salah satu anak perusahaan dari

Kelompok Media Bali Post yang diterbitkan oleh PT Bali Post. Selain

menerbitkan Bali Post, Kelompok Media Bali Post juga mengelola Harian Bisnis

Bali, Harian Denpost, Bali Travel News, Mingguan Tokoh, Dwi Mingguan

Lintang, dan Suara NTB. Dalam bidang media elektronik, Kelompok Media Bali

89

Post juga mengelola BaliTV, Radio Global Kini Jani, Suara Besakih, Radio Genta

FM, Radio Singaraja FM, Radio Suara Banyuwangi, Lombok FM dan Negara

FM. Dalam bidang pertelevisian, lembaga tersebut mengembangkan stasiun

BaliTV, BandungTV, JogyaTV, SemarangTV, MedanTV, AcehTV, SriwijayaTV

dan SurabayaTV. (Artha, 2009. 38).

Sejarah surat kabar Bali Post tidak semulus sebagaimana yang dilihat

sekarang ini. Lahir di zaman revolusi bukanlah sebuah iklim yang menguntungkan

untuk sebuah penerbitan pers jika semata-mata dilihat dari sisi bagus, sebagimana

kebanyakan penerbitan yang menjamur sekarang ini. Bali Post yang kini berkantor

pusat di Jalan Kepundung Nomor 67A Denpasar, semula bernama Suara

Indonesia, terbit perdana pada tanggal 16 Agustus 1948. Surat kabar ini

diterbitkan oleh Badan Penerbitan Suara Indonesia dengan perintis K. Nadha

dibantu oleh Made Sarya Udaya dan I Gusti Putu Arka. Di tengah kancah revolusi

itulah Suara Indonesia lahir dengan motto “dari rakyat, oleh rakayat dan untuk

rakyat” (Putra dan Suparta, ed, 2001: 9-10).

Sebagai pers perjuangan, Suara Indonesia tidak luput dari pahit getir,

pasang surut perjuangan bangsa Indonesia. Pada tanggal 2 Mei 1965, Badan

Penerbitan Suara Indonesia diubah menjadi Yayasan Genta Suara Revolusi

Indonesia, disingkat Gesuri, berkedudukan di Denpasar. Sejarah mencatat, pada

Tahun 1966, berdasarkan ketentuan pemerintah bahwa semua penerbitan harus

berafiliasi kepada organisasi partai politik yang ada saat itu, nama Suara Indonesia

diubah menjadi Suluh Indoensia edisi Bali. Saat ini hari ini berafiliasi ke Partai

Nasional Indonesia (PNI). Pada Bulan Juni 1966 sampai dengan bulan Mei 1971,

90

Suluh Indonesia, diganti namanya menjadi Suluh Marhaen edisi Bali.

Tahun 1971, setelah demokrasi terpimpin tidak diberlakukan lagi dan

penerbitan pers dibebaskan dari keharusan berafiliasi, maka rencananya dipakai

nama Suara Indonesia kembali. Namun, Depatemen Penerangan RI tidak

menyetujui, karena di Kabupaten Malang, Jawa Timur sudah ada surat kabar yang

memakai nama tersebut. Akhirnya, dipilihlah nama Bali Post sampai sekarang.

Saat ini oplah surat kabar Bali Post sebanyak 100.000 eksemplar. Oplah

sejumlah itu tersebar di seluruh kabupaten/kota se-Bali, Jakarta, Surabaya,

Mataram dan Kupang.

Berkaitan dengan interaksi surat kabar Bali Post dan peristiwa politik,

penelitian Hamad (2004: 153-155) menjelaskan bahwa pada Pemilu 1999, Bali

Post dinilai turut serta dalam pertarungan ideologi dan politik pada masa itu. Bali

Post dinilai ikut andil atas kemenangan PDI Perjuangan di Bali pada masa itu.

Dalam bahasa Hamad dikatakan bahwa pemberitaan Bali Post cenderung

“menghajar” Golkar dan “membela” Megawati Soekarno Putri.

4.3.2 Sejarah Singkat Surat Kabar NusaBali

Pada awalnya, menurut Darma Putra (2006: 7), surat kabar NusaBali

bernama surat kabar Angkatan Bersenjata edisi Nusa Tenggara. Surat kabar ini

perdana di Denpasar 21 Januari 1966. Badan hukum surat kabar ini atas nama

Yayasan Penerbit dan Percetakan Udayana pimpinan Kolonel R. Soejono S.

Sebagai media pers yang bernaung di bawah Kodam XVI/Udayana, surat kabar

91

ini membawa misi khusus sebagai media pembinaan Orde Baru, pasca-G 30

S/PKI. Pemimpin umum pertama dijabat secara fungsional oleh Kepala

Penerangan Kodam XVI/Udayana, Mayor I Gusti Ngurah Pindha, B.A,

Penanggungjawab Letkol. Alex Sutadji (Asitel Kodam XVI/Udayana) dan

Pemimpin Redaksi, Letda Abdul Hamid (Waka Pendam XVI/Udayana).

Untuk menghindari kesan seolah-olah surat kabar ini merupakan ini

merupakan corong khusus Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), sejak

tahun 1978 surat kabar Angkatan Bersenjata berganti nama menjadi Harian

Umum Nusa Tenggara. Pemimpin Umum/Penanggung Jawabnya, Mayor J.M

Sarwoto (Kapendam XVI/Udayana) dan Pemimpin Redaksi, Jimmy Zeth Soputan.

Pemasarannya diperluas ke Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur,

dengan motto “Meningkatkan Pembangunan guna Memperkuat Ketahanan

Nasional”.

Menghadapi persaingan media pers yang makin ketat, sejalan dengan

kemajuan teknologi grafika, tahun 1989 pihak penerbit mencoba menggandeng

kelompok pengusaha bisokop di Denpasar. Surat kabar ini menerbitkan Koran

Masuk Desa (KMD) dan di Bali sejak tahun 1980 mendapat subsidi dari

Departemen Penerangan RI bersama pengelola KMD lainnya, yakni Surat Kabar

Bali Post dan Mingguan Karya Bhakti.

Pada tahun 1983, surat kabar ini mengalami kolaps, dan tahun 1984 terbit

lagi. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1990 surat kabar ini menerima

tawaran Surya Paloh untuk masuk dalam Kelompok Media Group. Namun

pergantian menajemen ini hanya bertahan sampai tahun 1992. Setelah berhenti

92

terbit selama dua tahun manajemennya diambil alih oleh Bakrie Group sebagai

penerbitnya sejak 3 Oktober 1994. Pada tahun 2001 harian ini berganti nama

menjadi Harian Umum Nusa dan sejak 1 Oktober 2005 bernama Harian Umum

NusaBali.

Dilihat dari struktur organisasi di bidang redaksi, surat kabar NusaBali

dipimpin oleh seorang penanggungjawab yakni Bambang Hariawan.

Penannggung jawab ini memiliki tugas mempertanggungjawabkan segala bentuk

kegiatan media cetak ke dalam dan ke luar. Di bawahnya, terdapat wakil

penanggung jawab yang dijabat Herman Basuki. Redaktur pelaksana yang dijabat

oleh Ketut Naria. Redaktur pelaksana bertanggung jawab terhadap kinerja di

bidang keredaksian, yang membawahi sejumlah redaktur. Para redaktur di surat

kabar NusaBali dibagi berdasarkan kekhususan bidang peliputan yang ditangani.

Misalnya, Redaktur Olahraga, Redaktur Politik dan Keamanan, Redaktur Budaya,

Redaktur Opini, Redaktur Pendidikan, Redaktur Bidang Liputan Daerah dan

lainnya. Di bawah redaktur ini terdapat sejumlah reporter yakni wartawan yang

bertugas melakukan peliputan berita di lapangan. Reporter-reporter tersebut

tersebar di daerah liputan masing-masing yakni delapan kabupaten di Bali,

Jakarta, Surabaya, Mataram, dan Kupang. Khusus untuk Kota Denpasar, masing-

masing reporter dibedakan berdasarkan spesialisasi liputan dan pos lembaga atau

instansi yang ditangani. Sebagai contoh ada reporter yang mengkhususkan liputan

pada bidang politik. Secara langsung, reporter tersebut diarahkan untuk memantau

setiap perkembangan peristiwa di lembaga-lembaga politik seperti DPRD Propinsi

Bali, partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).

93

4.3.3 Sejarah Singkat Surat Kabar Radar Bali (Jawa Pos Group)

Untuk memahami sejarah surat kabar Radar Bali, hal pertama yang perlu

diketahui adalah sejarah surat kabar Jawa Pos. Hal ini mengingat posisi surat

kabar Radar Bali menjadi semacam suplemen surat kabar Jawa Pos. Maka dari itu

akan diuraikan dulu sejarah surat kabar Jawa Pos.

Jawa Pos menurut Hamad (2004: 146-149), didirikan pada tahun 1949

oleh The Chung Shen, seorang pegawai salah satu bioskop di Surabaya. Selain

Jawa Pos, ia juga menerbitkan beberapa koran berbahasa Mandarin, Belanda dan

Inggris. Ketiganya kemudian tutup karena berbagai alasan.

Tahun 1982, oplah Jawa Pos tinggal 6.800 eksemplar akibat menghadapi

banyak masalah, di antaranya karena The Chung Sen sudah berusia 83 tahun

sementara dari ketiga anaknya, tak satu pun yang mau mengurusi Jawa Pos. Oleh

sebab itu ia menjual perusahannnya kepada PT Grafiti Pers, penerbitan majalah

Tempo, dengan Eric F.H Samola sebagai presiden direktur. Di kalangan Jawa Pos,

Samola (1937-2000) dianggap sebagai the founding fathers di samping Chung Sen

(1904-1989). Samola yang menciptakan fondasi menajemen Jawa Pos baru.

Mengingat domisilinya di Jakarta, Samola menunjuk Dahlan Iskan yang saat itu

sebagai reporter Tempo di Jawa Timur untuk menjalankan rutinitas harian itu.

Ditangan Dahlan Iskan, Jawa Pos berkembang melebihi induknya Tempo.

Radar Bali sebagai suplemen Jawa Pos di Bali, terbit 12 Februari 2001.

Sebetulnya Radar Bali diterbitkan, tidaklah dimaksudkan untuk membuat

penerbitan baru yang terpisah dari induknya. Radar Bali hanyalah mengambil

sejumlah halaman Jawa Pos yang bermaterikan informasi lokal di wilayah

94

tertentu.

Menurut Penanggung Jawab Redaksi Radar Bali, I Made Rai Warsa (39

tahun) (dalam Artha. 2009. 44) tujuan suplemen Jawa Pos adalah untuk

mengggaet pembaca lokal. Tampil sebagai General Manager (GM) pertama pada

saat itu Rohman Budiyanto. Rohman Budiyanto hanya memimpin setahun, lanjut

digantikan oleh Justin M. Herman hingga sekarang. Di jajaran lainnya saat ini

adalah I Gusti Putu Ardita sebagai redaktur pelaksana, Penanggung Jawab

Redaksi dijabat oleh I Made Rai Warsa. Sementara untuk pembagian halamannya

adalah halaman utama/depan diasuh oleh Rai Warsa, Halaman Metro diasuh Ari

Puspita, Halaman Bali Dwipa diasuh oleh Candra Gupta serta Halaman Ekonomi

dan Olahraga dipegang oleh Putu Suyastra merangkap koordinator liputan, dan

Halaman Hiburan, I Gusti Putu Ardita. Radar Bali menempatkan seorang reporter

kecuali Kabupaten Bangli, Klungkung dan Karangasem sebagai wartawan daerah.

Jumlah sumber daya manusia di bidang redaksional 21 orang, dengan total seluruh

karyawan 38 orang.

95

BAB V

BENTUK KONSTRUKSI BERITA KAMPANYE

PILKADA KABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008

PADA SURAT KABAR LOKAL BALI

Untuk mencermati konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

digunakan Analisis Teks dari Teori Kognisi Sosial Teun A van Dijk. Wacana oleh

van Dijk digambarkan mempunyai dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan

konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggambarkan ketiga dimensi

wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti

adalah bagaima struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan

suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita

yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga

mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu

masalah. Analisis van Dijk di sini menghubungkan analisis tekstual –yang

memusatkan perhatian melulu pada teks- kearah analisis yang komfrehensif

bagaimana teks berita itu diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu

wartawan maupun dari masyarakat.

5.1 Bentuk Konstruksi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

Dalam pemberitaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008,

bentuk konstruksi yang terjadi di tiga media, yakni Balipost, NusaBali, dan Radar

Bali seperti pada lampiran 1 (Rekap Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

Tahun 2008, Surat Kabar Bali Post, NusaBali, Jawa Post, tanggal 27 Desember –

10 Januari 2008).

96

Van Dijk menyatakan bahwa untuk memahami sebuah teks maka struktur

makro, superstruktur, dan struktur mikro sebuah teks dapat diamati. Struktur

makro menyangkut makna global suatu teks yang dapat diamati dari topik atau

tema yang diangkat oleh suatu teks. Superstruktur menyangkut kerangka suatu

teks seperti pendahuluan, isi, dan simpulan. Sedangkan struktur mikro

menyangkut makna lokal teks yang diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya

yang dipakai suatu teks.

Proses konstruksi berita kampanye dalam pilkada Kabupaten Gianyar

tahun 2008, sudah dimulai sejak proses kesepakatan perjanjian kerjasama di rubric

khusus, pemasangan tarrif, kaitan dengan besar kecil kolom yang diterima, proses

liputan kegiatan, hingga lay-out di meja redaksi, hingga iklan itu menjadi sebuah

berita.

Dalam berita kampanye penelitian ini terdapat 88 berita diklasifikasikan

dan diidentifikasi berdasarkan struktur makro. Hal ini dilakukan dengan

mengamati topik yang diangkat dalam berita tersebut. Berdasarkan klasifikasi atas

topik yang diberitakan, maka bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 dapat dikelompokkan menjadi empat konstruksi

berita (1) konstruksi kualitas dan citra kandidat, (2) konstruksi program kandidat,

(3) konstruksi mobilisasi dukungan, (4) konstruksi provokasi politik.

Bentuk konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar akan

dianalisa dari proses kebijakan redaksi, dengan kandidat, hingga menjadi terbit

dalam surat kabar yang lanca dibaca sebagai informasi oleh publik.

97

5.2 Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar di Surat Kabar

Tahapan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar berlangsung dari tanggal

28 Desember 2007 sampai 10 Januari 2008. Namun kandidat calon Bupati dan

Wakil Bupati Gianyar telah melakukan sosialisasi di media massa jauh hari

sebelum tahapan resmi dari KPUD Gianyar. Hal ini dapat diamati lewat

pemberitaan di beberapa media massa cetak yang gencar dilakukan kedua

kandidat. Kegiatan sosialisasi dilakukan kandidat ke masyarakat diberitakan

dalam berbagai bentuk oleh media. Misalnya kegiatan dharmasuaka

(silahturahmi) yang dilakukan kandidat, pernyataan berbagai tokoh terhadap

kandidat, dukungan dari kelompok masyarakat hingga program kedua pasang

kandidat.

Memasuki kampanye resmi, ketiga media cetak memberikan porsi khusus

dalam pemberitaanya. Hal ini dapat dilihat dari pengalokasian halaman khusus

kampanye pada tiga media cetak. Frekuensi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar Tahun 2008, dapat dilihat seperti pada Tabel 5.1

Tabel 5.1

Frekuensi Berita Kampanye Pilkada Gianyar di Bali Post, NusaBali, Radar Bali

No Nama Media

Pasangan Calon Kepala Daerah

Gianyar Total

Pasangan Bayu Pasangan AS

Jumlah % Jumlah %

1 Bali Post 17 32, 69 36 67,31 53

2 NusaBali 6 75,00 2 25,00 8

3 Radar Bali 7 25,93 20 74,17 27

Total 30 34,09 58 65,91 88

Sumber : Data diolah dari kliping berita pada Badan Infokom Kab. Gianyar.

98

Berdasarkan data pada Tabel. 5.1 jumlah berita kampanye di tiga surat

kabar, Pasangan AS dengan jumlah 58 berita (65,91%) lebih banyak dibanding

Pasangan Bayu dengan jumlah 30 berita (34,09%). Hal ini menunjukkan surat

kabar memberikan porsi liputan lebih besar untuk Pasangan AS. Koran Bali Post

tergolong paling banyak memberita kegiatan kampanye kedua pasangan

dibanding Radar Bali dan NusaBali. Koran NusaBali sangat sedikit memberitakan

kegiatan kampanye kedua kandidat. Hal ini menurut Tim Kampanye kedua

kandidat karena tarif berita di Nusa Bali lebih mahal dibandingkan dua surat kabar

lainnya. Hal ini mengakibatkan tim kampanye memanfaatkan NusaBali hanya

untuk publikasi saat momentum penting saja.

“tarrif yang ditawarkan oleh NusaBali jauh lebih mahal dibandingkan

dengan Bali Post, walaupun beda harga tidak begitu berbeda dengan

NusaBali, kalo di Radar Bali setiap pasang berita advertorial kita

mendapatkan bonus koran” (wawancara dengan Pande Purwatha

(13/6/12).

Hal senada juga disampaikan Tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda

(wawancara, 12/7/12), dalam pelaksanaan pilkada tahun 2008, Pasangan AS lebih

jarang pasang iklan di Harian NusaBali, mengingat tarrif yang dikenakan lebih

mahal dibandingkan dengan Bali Post dan Radar Bali. Sebagai konsumen tentu

dipilih dengan harga yang lebih murah, toh kualitasnya sama juga.

Menurut van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan

pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi

yang juga harus diamati. Disini harus dilihat juga bagaimana suatu teks bisa

semacam itu (Eriyanto, 2009 : 221).

99

5.3 Peliputan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar pada Surat Kabar

Proses peliputan di redaksi media yang menjadi penentu terhadap proses

liputan di tiga media cetak sehingga menjadikan iklan sebagai berita kampanye

Pilkada Kabupaten Gianyar di tiga surat kabar lokal Bali, yakni, Bali Post,

NusaBali, Radar Bali (Jawa Post Group).

5.3.1 Surat Kabar Bali Post

Pengelola surat kabar Bali Post dibagi ke dalam tiga bidang, yakni, bidang

menajemen redaksi, manajemen produksi dan manajemen usaha. Manajemen

redaksi bertugas melakukan pengelolaan proses produksi materi-materi

pemberitaan yang hendak disajikan. Manajemen produksi bertugas melakukan

pengelolaan terhadap proses produksi surat kabar sebagai media hingga siap saji

dan dibaca publik. Sedangkan manajemen usaha bertugas melakukan pengelolaan

usaha pers agar menghasilkan keuntungan yang optimal. Dalam bidang usaha ini

antara lain terdapat bidang periklanan dan penjualan koran.

Dilihat dari struktur organisasi di bidang redaksi, surat kabar Bali Post

dipimpin oleh seorang penangggung jawab, yakni ABG Satria Naradha. Dalam

manajemen Kelompok Media Bali Post, yang bersangkutan adalah pimpinannya.

Penanggung jawab ini memiliki fungsi mempertanggungjawabkan segala bentuk

kegiatan media cetak ke dalam dan ke luar. Di bawah penanggung jawab, terdapat

redaktur pelaksana yang dijabat oleh Nyoman Wirata. Redaktur pelaksana

bertanggung jawab terhadap kinerja di bidang keredaksian, yang membawahi

sejumlah redaktur. Para redaktur di surat kabar Bali Post di bagi berdasarkan

kekhususan bidang liputan yang ditangani. Misalnya, redaktur olahraga, redaktur

100

politik dan keamanan, redaktur budaya, redaktur opini, redaktur pendidikan,

redaktur bidang liputan daerah dan lainnya. Di bawah redaktur ini terdapat

sejumlah reporter yakni wartawan yang bertugas melakukan peliputan di

lapangan.

Mekanisme menajemen peliputan berita di surat kabar Bali Post, menurut

Redaktur Bali Post, I Wayan Dira Arsana (Wawancara 28/10/13) dimulai dengan

rapat koordinasi liputan pada pukul 08.30-09.30 Wita. Rapat dipimpim oleh

seorang koordinator liputan. Pada forum rapat inilah gagasan tentang materi berita

yang akan disajikan untuk esok hari dibahas dan dibagikan kepada reporter. Pada

forum rapat inilah proses sikap dan konstruksi berita oleh surat kabar Bali Post

dimulai dengan menetapkan angle (sudut pandang materi liputan), memilih

narasumber yang akan diwawancarai dan menentukan dokumen lainnya yang

memperkaya berita. Setelah reporter melakukan proses penggalian data dan fakta

di lapangan.

Tahapan selanjutnya dimulai sekitar pukul 14.00 wita, redaktur pelaksana

akan menelpon masing-masing reporter untuk mengetahui materi berita dari

masing-masing daerah. Hal ini untuk menentukan penempatan berita sesuai

dengan halaman yang tersedia. Selanjutnya sekitar pukul 15.00 Wita sampai

dengan 18.00 Wita, masing-masing reporter mengirimkan berita yang telah ditulis

ke meja redaksi. Selanjutnya dilakukan editing oleh redaktur halaman

bersangkutan. Aspek yang diedit adalah materi berita dan bahasa. Pada tahap ini,

proses konstruksi berita oleh surat kabar Bali Post makin terwujud dalam bentuk

sajian berita.

101

Tahapan berikutnya adalah rapat koordinasi materi berita oleh redaktur

halaman. Dalam forum rapat yang berlangsung malam hari, seluruh redaktur

melakukan koordinasi materi berita yang sama akan disajikan. Tujuannya agar

tidak terjadi berita yang sama muncul di lebih dari satu halaman. Rapat ini juga

dimaksudkan untuk memfokuskan arah berita. Ini terutama ditujukan terhadap

materi berita yang dinilai memiliki substansi yang sama, sehingga berita yang

memiliki substansi sama bisa digabungkan menjadi satu buah berita dalam satu

halaman saja.

Bersamaan dengan itu, petugas tata letak bertugas mengatur perwajahan

koran, sehingga konstruksi berita sesuai dengan tata letak dan perwajahan yang

diinginkan. Selanjutnya proses redaksi berakhir antara pukul 24.00 Wita,

dilanjutnya dengan proses produksi. Pada tahap produksi terjadi proses percetakan

dalam bentuk plat dan mencetak plat tersebut dalam bentuk berita diatas kertas

CD koran dengan mesin cetak. Proses cetak biasanya dimulai dari pukul 01.00

Wita dan berakhir sekitar pukul 03.00-04.00 Wita. Selanjutnya, para agen dan

loper koran mendistribusikan surat kabar Bali Post sampai ke tangan pelanggan

dan pembaca.

Berkenaan dengan kegiatan kampanye, surat kabar Bali Post memberikan

porsi dua halaman untuk liputan kampanye pilkada di halaman 10 dan 11 yang

diberi nama Arena Pilkada. Materi rubrik ini terdiri atas kegiatan-kegiatan

kampanye yang berlangsung di Kabupaten Gianyar. Isi keseluruhan halaman

mengenai aktivitas kampanye, lokasi, jumlah massa hadir, meteri kampanye dan

tokoh, serta program kampanye masing-masing kandidat.

102

Untuk setiap pemuatan berita kampanye di surat kabar Bali Post, menurut

Manager Iklan Bali Post, Suryanta (wawancara 27/11/12) pihak manjemen Bali

Post mengenakan biaya sebesar Rp. 1.000.0000 per berita yang berukuran 3

kolom x 15 cm. Jika ukuran beritanya lebih besar dari kriteria tersebut, dilakukan

pembicaraan antara tim kampanye, wartawan dan bagian marketing menyangkut

kesepakatan harga.

Kebijakan tarif harga berita kampanye yang dilakukan Bali Post, menurut

hasil wawancara, berkenaan dengan beberapa alasan berikut. Pertama, kegiatan

kampanye adalah kegiatan yang bersifat promotif untuk meraih dukungan calon

pemilih, maka wajar tim kampanye mengalokasikan anggaran promosi dalam

bentuk berita kampanye. Kedua, karena nilai yang ditentukan menurut manajemen

Bali Post, tidak begitu mahal dan dianggap sebagai dana punia untuk pemasukan

Bali Post dalam pembiayaan kegiatan sosial lainnya. Ketiga, untuk menjaga

independensi Bali Post. Dengan tarif berita semacam ini maka kedua belah pihak

dapat memuat berita sesuai dengan kemampuan keuangan tim kampanye.

Wartawan tentunya tidak memiliki peluang untuk menguntungkan salah satu

calon dalam pemberitaannya. Keempat, untuk mencegah transaksi ekonomi

terselubung antara tim kampanye dan wartawan dilapangan yang cenderung hanya

menguntungkan wartawan itu sendiri, sedangkan institusi tidak memperoleh

pendapatan dari iklan.

Bali Post untuk peliputan berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

menugaskan wartawan Bali Post yakni I Gusti Agung Dharmada (34 th) yang

kesehariannya memiliki wilayah tugas di Kabupaten Gianyar. Pada saat

103

pelaksanaan kampanye, reporter bertugas langsung ke lapangan mengamati,

mencatat dan melaporkan jalannya kampanye. Sedangkan pada saat tidak

berlangsung kegiatan kampanye oleh calon bersangkutan, namun ada kegiatan

tertentu yang ingin diberitakan oleh pasangan calon, maka berita kegiatan itu

dibuat oleh anggota tim kampanye yang bersangkutan yang bertugas di bidang

informasi atau media centre. Sebagai contoh kegiatan dharmasuaka dan dukungan

seorang tokoh politik terhadap pasangan tertentu baik foto dan materi berita

pengerjaan dilakukan oleh bidang informasi atau media centre yang selanjutnya

dikirim dalam bentuk release berita kepada wartawan.

“kadang kalo ada penugasan dari kantor kita langsung ikut turun

kelapangan, kalo tidak, tinggal tunggu kiriman berita dari media centre

masing-masing kandidat, selanjutnya tinggal kirim ke redaksi”,

(Wawancara dengan wartawan Bali Post biro Gianyar, I Gusti Agung

Dharmada (9/2/11).

5.3.2 Surat Kabar NusaBali

Kebijakan redaksi surat kabar NusaBali dalam mekonstruksi materi liputan

hampir sama dengan Bali Post. Berkenaan dengan kegiatan kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008, surat kabar NusaBali mengalokasikan satu

halaman khusus yang diberi nama Rubrik Gong Demokrasi. Dalam rubrik ini,

materi berisikan tentang kegiatan kampanye pasangan calon, poto, dan berbagai

materi terkait dengan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar. Menurut Redaktur

Politik NusaBali, Bambang Wiyono (wawancara, 4/5/12), dalam rubrik Gong

Demokrasi telah dipertimbangkan untuk menyediakan halaman bagi pasangan

calon dalam bentuk berita iklan maupun iklan utuh. Hal ini dikaitkan dengan

bisnis media, untuk menjadi sumber pendapatan iklan berkenaan dengan

104

pelaksanaan pilkada.

Menurut Admin Iklan, Ni Made Yani Budiani (wawancara, 7/2/12), setiap

berita dan poto yang dimuat di rubrik Gong Demokrasi dikenakan tarif Rp.

20.000.000,00 perhalaman. Untuk berita foto kenakan tarif sebesar Rp.

3.500.000,00. Proses transaksi dilakukan tiap kegiatan kampanye oleh wartawan

yang meliput kegiatan kampanye pasangan calon. Untuk materi berita kampanye

dikerjakan secara bersama oleh wartawan dan bagian informasi atau media centre

yang dimiliki oleh pasangan kedua kandidat. Untuk kegiatan kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008, surat kabar NusaBali menugaskan reporter atau

wartawan atas nama I Nyoman Wilasa (45 th) yang kesehariannya bertugas di

Kabupaten Gianyar.

5.3.3 Surat Kabar Radar Bali (Jawa Pos Group)

Secara umum surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group) menerapkan

manjemen yang hampir sama dengan Bali Post dan NusaBali dalam kebijakan

redaksi peliputan. Surat kabar Radar Bali mengalokasikan satu halaman khusus di

halaman 27 dengan nama rubrik Pilkada untuk pelaksanaan kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar (wawancara Pimred Radar Bali, I Made Rai Warsa 1/3/12).

Dalam penyajiannya, Harian Radar Bali membedakan dua jenis peliputan

pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar. Jenis pertama adalah peliputan berita

murni yang memang tidak ada kaitannya dengan bentuk iklan, kontrak kerjasama

dan nama sejenisnya. Liputan semacam ini dimuat di halaman satu apabila

memiliki nilai berita tinggi. Jika tidak, dimuat di halaman khusus Pilkada. Liputan

jenis advetorial ini dimuat di halaman 27. Dalam praktiknya, anggota tim

105

kampanye yang membidangi bagian informasi atau media centre membawa

materinya ke Kantor Radar Bali. Setelah adanya kesepakatan harga untuk

pemuatan materi berita, barulah berita itu dimuat.

Dalam penentuan besaran tarif untuk pemasangan berita advertorial Harian

Radar Bali memiliki kebijakan untuk besaran berita yang akan dimuat dalam

Rubrik Pilkada ditentukan dengan jumlah koran yang dipesan oleh pasangan

calon. Dimana semakin banyak jumlah koran yang dipesan maka semakin besar

pula berita dan poto yang akan dimuat dalam rubrik tersebut. Dengan demikian

setiap pasangan kandidiat yang telah sepakat untuk dimuat dalam rubrik ini selain

kegiatan kampanye dimuat akan mendapat sejumlah koran sesuai dengan

kesempatan yang dibuat dengan manajemen Harian Radar Bali.

Harian Radar Bali untuk kegiatan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

Tahun 2008 menungaskan seorang wartawan dan fotografer untuk meliput seluruh

kegiatan Pilkada Kabupaten Gianyar atas nama Oka Suryawan yang keseharian

bertugas di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli. Sementara untuk kegiatan

kampanye, Harian Radar Bali juga mengirim seorang fotografer khusus untuk

meliput kegiatan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar atas nama Miftahhudin.

Bentuk konstruksi berita yang sudah dimulai sejak proses kesepatan

kerjasama, alokasi halaman, tata letak dan besaran berita dan foto juga dari

penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam bentuk berita. Dari hasil kajian

terhadap 88 buah berita dalam kampnye pilkada Kabupaten Gianyar didapat

konstruksi berita kualitas dan citra kandidat, mobilasi dukungan, program

pasangan calon dan provokasi politik.

106

5.4 Konstruksi Citra Kandidat Pada Surat Kabar

Salah satu konstruksi surat kabar dalam berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008 adalah kualitas dan citra kandidat. Hal ini

dimaksudkan sebagai bentuk konstruksi surat kabar menjadikan kualitas dan citra

kandidat sebagai materi yang disajikan dalam berita kampanye. Secara

keseluruhan berita kampanye memberitakan kualitas dan citra kandidat tersebut

cenderung memuji dan menyajikan sisi positif dari kualitas dan citra pasang

kandidat yang bersaing dalam pilkada. Pencitraan positif kandidat di surat kabar

terbentuk karena pasangan kandidat telah melakukan kesepakatan dengan surat

kabar untuk memuat berita sesuai dengan harga yang ditentukan oleh redaksi.

Menurut van Dijk, pemakaian kata-kata tertentu, kalimat, gaya tertentu

bukan semata-mata dipandang sebagai cara berkomunikasi, tetapi dipandang

sebagai cara politik berkomunikasi. Suatu cara untuk mempengaruhi pendapat

umum, menciptakan dukungan, memperkuat legitimasi, dan menyingkirkan lawan

atau penantang. Struktur wacana adalah cara efektif untuk melihat proses retorika

dan persuasi yang dijalan ketika seorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu

mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, membentuk kesadaran

politik, dan sebagainya.

5.4.1 Pencitraan Pasangan Bayu

Pasangan Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema atau

107

yang lebih dikenal dengan pasangan Bayu, meski frekuensi beritanya lebih sedikit

dibanding pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made

Sutanaya, tetap menonjolkan pencitraan sebagai bupati yang dekat dengan rakyat.

Seperti dalam berita Bali Post tanggal 27 Desember 2007, hal 10 kol.2, dengan

judul berita “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal”.

Dalam berita tersebut Agung Bharata ditonjolkan sebagai bupati yang adil

dan merakyat. Agung Bharata menyerahkan bantuan koperasi di Desa Pakraman

Padatang Tegal, Ubud, meski perekonomian masyarakat setempat sudah maju.

Untuk menegaskan citra sebagai bupati yang merakyat dalam berita tersebut juga

dikutip pernyataan Agung Bharata.

“Bupati Bharata menyadari seorang bupati harus mengutamakan

kepentingan masyarakat. Untuk itu, mumpung diberikan kesempatan

memimpin Gianyar, dia sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh

kemampuannya untuk membangun Gianyar. “Saya jadi bupati bukan untuk

kepentingan pribadi, menikmati fasilitas atau kekuasaan, namun

bagaimana caranya rakyat Gianyar bisa sejahtera”. Selain itu dalam

membangun dirinya tidak akan pernah membedakan kelompok atau

golongan tertentu. Warga yang mendengar pernyataan tulus yang

sebelumnya sentak terdiam, mendadak memberikan aplaus bagi Bupati

Bharata yang pada 14 Januari 2008 nanti akan bertarung dalam Pilkada

Gianyar. (Bali Post, 27-12-2007, hal.10 kol.2 Paragraf 7-8).

Dalam berita di atas dengan mencitrakan diri sebagai bupati yang tulus

mengabdi untuk kepentingan masyarakat serta tidak membedakan golongan

mendapat respon positif dari masyarakat. Jargon merakyat dan plural dikonstruksi

untuk mencitrakan diri untuk mendapat dukungan dalam Pilkada Gianyar pada 14

Januari 2008.

108

Gambar 5.1

Berita Bali Post, tanggal 27 Desember 2007, hal 10. Kol.2, judul “Bupati

Serahkan Bantuan Koperasi di Padang Tegal Ubud”

Menonjolkan citra Agung Bharata sebagai bupati yang dekat dengan

109

rakyat juga ada pada berita di Harian Bali Post, tanggal 30 Desember 2012, Hal.

11. kol. 1 berjudul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang

Pasar”. Dalam foto berita tersebut dilengkapi foto dengan caption : Bayu- Ribuan

pendukung Bayu memberikan setangkai bunga dan gambar Bayu kepada

pedagang di Pasar Umum Gianyar dan Sukawati, Sabtu (29/12) pagi kemarin,

seperti (Gambar 5.2).

Dalam berita ini Pasangan Bayu, ingin mencitrakan sebagai pasangan yang

cinta akan damai, pelaksanaan kampanye dengan mengerahkan massa dilapangan

tidak lebih baik atau tidak zamannya lagi, dengan kampanye simpatik dengan

mendekatkan diri dengan pedagang pasar, tukang ojek, petugas parkir, atau istilah

wong cilik. Dalam berita tersebut juga diberitakan komentar seorang pedagang

yang sangat mengenal sosok calon bupati, Agung Bharata yang telah

melaksanakan pembangunan dengan baik, lewat pemberian bantuan kepada

masyarakat.

Bentuk konstruksi dalam berita ini adalah untuk mendapat dukungan dari

berbagai kalangan terutama kelompok wong cilik. Dengan konstruksi ini

diharapkan citra Bupati Bharata sebagai bupati yang dekat dengan rakyat terbukti

dan sudah sangat dirasakan oleh kelompok pedagang pasar, tukang ojek, dan

petugas parkir. Citra yang dikonstruksi diharapkan berdampak pada dukungan

dari kelompok wong cilik dan kelompok lain yang juga memiliki simpati dan

empati dengan kelompok wong cilik.

110

Gambar 5.2

Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, judul hal. 11. Kol 1 “Gelar

Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar”

Dalam berita tersebut dicitrakan Agung Bharata sebagai bupati yang sudah

111

dikenal oleh berbagai kalangan baik pedagang pasar, tukang parkir, sopir

angkutan umum, tukang ojek dan masyarakat kecil lainnya. Dalam berita tersebut

ditulis Agung Bharata sangat dikenal oleh para pedagang pasar dengan sering

terjun kemasyarakat dan menyerahkan bantuan koperasi.

Made Warni, salah seorang pedagang di Pasar Gianyar, mengakui sudah

tidak asing lagi dengan cabup incumbent A.A. Gde Agung Bharata.

Pasalnya, kebijakannya sudah dirasakan dengan adanya koperasi banjar.

“Saya dapat modal dagang dari koperasi dari koperasi banjar”, ungkap

Warni asal Bitera ini. Hal senada juga diungkapkan rekannya, Ni Putu

Ranten. Pedagang ikan laut ini bahkan sudah bertekad untuk mencoblos

pasangan Bayu dalam pilkada ini. (Bali Post, Tanggal 30-12-2007, Hal.

11. Kol. 1, Paragraf 6)

Untuk mencitrakan Agung Bharata sebagai kandidat yang dekat dengan

rakyat, dalam berita tersebut juga ditulis pernyataan dari Koordinator Kampanye

Simpatik, Pande Made Purwatha.

“Kampanye ini sebagai bukti bahwa pendukung Bayu terutama PDI-P

yang mendukung kandidat Bayu ingin berkoalisi dengan rakyat dan bukan

berkoalisi dengan banyak partai. Untuk itulah kami merangkul pedagang,

tukang parkir, sopir angkutan umum, tukang ojek dan lain sebagainya”.

(Bali Post, Tanggal 30-12-2007, Hal. 11. Kol. 1, Paragraf 4).

Citra Agung Bharata sebagai bupati yang dekat dengan rakyat juga

terkonstruksi dalam berita Bali Post, tanggal 31 Desember 2007, Hal.10. kol.4

dengan judul “Agung Bharata Kunjungi Pedagang Pasar Umum, Beri Pengobatan

Gratis dan PAP Smear”. Berita dengan isi yang sama juga dimuat Harian Radar

Bali tanggal 31 Desember 2007, Hal. 37 kol.1 Dengan judul, “Bharata ke Pasar,

Gelar Pengobatan Gratis”.

Kesan Bupati Agung Bharata sebagai pemimpin yang sederhana, dan

merakyat juga dikonstruksi dalam berita setengah halaman pada Harian NusaBali,

tanggal 7 Desember 2008, Rubrik Gong Demokrasi Hal. 16, kol 1, berjudul “Bayu

112

Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”. Dalam berita tersebut dikonstruksi tulisan

yang mengesankan Paket Bayu sebagai calon yang sederhana dan sangat

merakyat. Foto yang ditampilkan dalam berita tersebut adalah foto Pake Bayu di

atas jeep terbuka, deratan truk, sepeda ontel, konser musik dan suasana kampanye,

seperti Gambar 5.3.

Sederhana dan merakyat itulah kesan yang terlihat dalam kampanye

terbuka pasangan pasangan A.A. Gde Agung Bharata/Putu Yudha Thema

(Bayu) di Lapangan Umum Tampaksiring, Sabtu (5/1) lalu. Hanya dengan

mengendarai sepeda motor hingga sepeda gayung dan juga berjalan kaki.

Kesan sederhana dan merakyat sangat kental dalam kampanye ini. (Nusa

Bali, Tanggal 7 Januari 2008, Hal 16. Kol. 1).

Menurut Ketua Tim Kampanye Bayu, I Nyoman Parta (wawancara,

22/6/2012 ), kami memang ingin menampilkan Paket Bayu sebagai figur yang

merakyat dan sederhana. Karena pemimpin Gianyar yang seperti inilah menjadi

keinginan masyarakat Gianyar.

Berita dalam Gambar 5.3 juga memuat lima buah foto yang

menggambarkan tentang pelaksanaan kampanye Pasangan Bayu. Suasana

kampanye yang ramai ingin menceritakan dukungan yang sangat banyak untuk

Pasangan Bayu dan berasal dari berbagai kalangan. Dalam foto juga tampak

kedua kandidat menggunakan pakian adat bali berada diatas truk terbuka yang

mencermikan pemimpin yang selalu ingin dekat dengan rakyat, sederhana dan

mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Penampilan Group Band, D’Ubud N

Band dalam kampanye juga ingin mengesankan citra untuk Pasangan Bayu

didukung oleh kalangan genrasi muda di Kabupaten Gianyar, yang juga

merupakan pemilih potensial.

113

Gambar 5.3

Berita NusaBali, tanggal 7 Desember 2007, hal. 16. Kol 1, judul “Bayu

Luar Biasa, Sederhana, dan Merakyat”

5.4.2 Pencitraan Paket AS

Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made

114

Sutanaya atau yang lebih dikenal dengan pasangan AS, dalam pelaksanaan

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, frekuensi berita di tiga media

Bali Post, NusaBali dan Radar Bali sebesar 65,91%. Dalam pemberitaan,

pasangan AS mencitrakan sebagai pemimpin yang cerdas dan membawa

perubahan untuk Gianyar.

Pemberitaan di tiga media cetak, Bali Post, NusaBali dan Radar Bali,

frekuensi berita Pasangan AS di surat kabar Radar Bali dan Bali Post sangat

dominan. Berdasarkan tabel tercatat frekuensi berita Pasangan AS untuk Bali Post

sebanyak 36 berita, Nusa Bali, 2 berita dan Radar Bali, 20 berita. Pada tiga media

Pasangan AS mendominasi Pasangan Bayu dengan total keseluruhan berbanding

65,91% dan 34,09%.

Pemberitaan Paket AS menonjolkan citra sebagai pemimpin yang

merakyat dan mengusung perubahan lewat tujuh program unggulan. Hal ini dapat

dilihat dari berita setengah halaman pada Harian Radar Bali, tanggal 6 Januari

2008, dengan judul berita “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan!”,

(Gambar 5.4) berita satu halaman penuh di Radar Bali tanggal 10 januari 2008,

dengan judul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar!”.

(Gambar 5.5). Dalam berita dicitrakan dukungan yang sangat luas diterima oleh

Pasangan AS, terbukti dengan banyak orang yang mengikuti pelaksanaan

kampanye Pasangan AS. Pasangan AS dicitrakan pemimpin yang akan membawa

perubahan untuk Kabupaten Gianyar. Dalam berita, dicitrakan Pasangan AS,

sangat cocok memimpin Kabupaten Gianyar. Pasangan AS diterima oleh rakyat

dan sangat dekat dengan rakyat.

115

Gambar 5.4

Berita Radar Bali, tanggal 6 Januari 2008, hal.37. kol 1, judul “Rakyat Gianyar

Sambut Kemenangan Perubahan”

116

Gambar 5.5

Berita Radar Bali, tanggal 10 Januari, hal 37 kol. 1, judul “Detik-detik Menjelang

Kemenangan Perubahan Gianyar”

Pencitraan Pasangan AS sebagai pemimpin yang cerdas dan mengusung

117

perubahan dengan tujuh program unggulan selalu dikonstruksi dalam setiap berita

AS di tiga media. Hal ini tentu saja dimaksudkan untuk melawan paket incumbent

Agung Bharata yang masih menjabat sebagai Bupati Gianyar.

Menurut salah seorang anggota Tim Media Centre AS, Putu Puspa

Artayasa (wawancara 13/12/11), dalam pencitraan di media massa, AS memang

menonjolkan figur pemimpin yang merakyat, membawa perubahan dengan tujuh

program unggulan.

5.5 Konstruksi Program Kadidat Pada Surat Kabar

Dalam pemberitaan, tiga media cetak juga mengkonstruksi berita program

kerja kedua kandidat dalam pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

Tahun 2008. Hal ini tentunya dimaksudnya untuk meraih simpati calon pemilih,

sehingga dukungan akan diraih oleh kandidat untuk memenangkan Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008.

5.5.1 Program Pasangan Bayu

Pasangan Bayu dalam pemberitaan di tiga media massa menonjolkan

tentang program pembangunan ekonomi kerakyatan lewat pemberdayaan koperasi

banjar, pedagang pasar, pengobatan gratis dan pendidikan bebas biaya SPP.

Adapun jargon programnya adalah “Gianyar Untuk Rakyat”, dalam berita

Balipost tanggal 27-12-2007 dengan judul “Bupati Serahkan Bantuan Koperasi di

Padangtegal Ubud”. Bali Post tanggal 29-12-2007 dengan judul “APBD Gianyar

2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang

Bangunan (Gambar 5.6). Pada alenia ketiga berita tersebut, dihadapan warga yang

118

memadati Wantilan Pura Desa, Bupati Bharata mengatakan, bahwa salah satu

pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah dengan adanya koperasi.

“Lewat koperasi masyarakat bisa membangun dirinya dan daerahnya

masing-masing”. Bali Post, Tanggal 27-12-2007, hal.11, Kol. 1, Paragraf

3.

Upaya menarik dukungan massa lewat program kampanye Pasangan Bayu

juga dapat dilihat dalam berita Bali Post tanggal 29-12-2007 berjudul “APBD

Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan

Uang Bangunan”. Dalam berita tersebut, pada paragrap dua, ditulis Bupati Agung

Bharata mengatakan dalam APBD tahun 2008 yang telah ketok palu ini banyak

program yang kembali sangat peduli terhadap kepentingan masyarakat

dirancangan dalam APBD 2008. “Selama ini program yang telah memihak pada

kepentingan masyarakat, untuk tahun berikutnya lebih ditingkatkan lagi”, ujarnya.

Gambar 5.6 mengungkapkan tentang program cuma-cuma (baca: gratis)

yang di program oleh Bupati Agung Bharata untuk Tahun Anggaran 2008, untuk

bidang pertanian pemberian bibit gratis kepada petani, pupuk bersubsidi untuk

meningkatkan penghasilan petani. Bidang kesehatan, program pemberian

kesehatan gratis kepada KK miskin yang sudah berjalan selama ini, dan telah

menganggarkan kartu sehat untuk masyarakat. Bantuan makanan tambahan untuk

ibu hamil dan menyusui juga merupakan program di bidang kesehatan yang

menjadi jualan Pasangan Bayu. Keseluruhan program tersebut telah dianggar

dalam APBD tahun 2008. Hal ini ingin menegaskan apa yang disampaikan bukan

sekedar wacana, namun program nyata yang benar-benar akan dilaksanakan.

119

Gambar 5.6

Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10 kol. 4, judul “APBD

Gianyar 2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan

Uang Bangunan”

120

Jualan Program dari Pasangan Bayu juga dapat pada berita Radar Bali

tanggal 31-12-2007, yang berjudul “Bharata ke Pasar, Gelar Pengobatan Gratis”.

Jualan Program Pasangan Bayu juga dapat dilihat pada berita Balipost tanggal 29-

12-2007, dengan judul “Visi-Misi Pasangan Bayu, Gali Potensi Desa, Tekankan

“Sesana” Bali”. Berita Bali Post tanggal 30-12-2007, berjudul “Sebelum tutup

Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar”. Berita Radar Bali,

tanggal 31-12-2007, (Gambar 5.7) dengan judul “SPP Gratis Diplot 13 Miliar”,

juga merupakan jualan Paket Bayu sebagai paket incumbent.

Gagasan penting van Dijk, (dalam Eriyanto, 2009:230), wacana umumnya

dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisi

mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topic tertentu, tetapi suatu

pandangan umum yang koheren. van Dijk menyebut ini sebagai koherensi global

(global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks kalau dirunut menunjuk pada

suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian saling mendukung satu sama lain

untuk menggambarkan tema umum dari suatu teks berita, topik ini akan didukung

oleh subtopic satu dan subtopik lain yang saling mendukung topik umum.

Subtopik ini juga didukung oleh serangkaian fakta yang ditampilkan menunjuk

terbentuknya topik umum. Subtopik ini juga didukung serangkaian fakta yang

ditampilkan yang menunjuk dan menggambarkan subtopik, sehingga dengan

subbagian yang saling mendukung antara satu bagian dengan bagian lain, teks

secara keseluruhan membentuk teks yang koheren dan utuh.

121

Gambar 5.7

Berita Bali Post, tanggal 30 Desember 2007, hal 11. Kol. 1, judul

“Sebelum Tutup Tahun 2007, Bharata Tuntaskan Bantuan Koperasi Banjar”

5.5.2 Program Pasangan AS

Dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008, program yang ditawarkan

Pasangan AS adalah “Tujuh Program Unggulan” dengan jargon “Perubahan

Gianyar”. Tujuh program unggulan Pasangan AS adalah, SPP Gratis, Kesehatan

Gratis, Subsidi Pupuk dan PBB, Pinjaman Modal Usaha Tanpa Agunan, Pinjaman

Dana Bergulir Tenaga Kerja Keluar Negeri, Peningkatan Industri Pariwisata,

Pemerataan Pembangunan di Segala Bidang.

Tujuh Program Unggulan Pasangan AS, dalam pemberitaan surat kabar

122

dapat dilihat pada berita Bali Post Tanggal 28-12-2007 dengan Judul “Pagi ini, AS

Adu Visi-Misi di DPRD Gianyar, Tujuh Program Unggulan Dongkrak Suara AS”,

Bali Post, tanggal 29-12-2007, Judul “Program AS Nyata Berpihak Pada Rakyat,

SPP Gratis Hingga Pinjaman Biaya Kerja ke LN”, Berita Bali Post tanggal 31-12-

2007, judul “AS Pastikan Wujudkan Tujuh Program Unggulan, CBS : Hanya AS

yang Programkan SPP Gratis”. Berita Bali Post tanggal 3-1-2008, judul “Tanda

Tangani MoU Kerja ke LN, Massa AS Hiteris” (Gambar 5.8).

Gambar 5.8 mewacanakan tentang program yang dicanangkan tidak

sekedar obral janji. Dihadapan ribuan massa Pasangan AS menandatangani MoU

dengan PT Elkarim untuk pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dengan

penandatangan ini, Pasangan AS ingin memberikan kesan bahwa Tujuh Program

Unggulan akan dilaksanakan bila nantinya terpilih sebagai Bupati dan Wakil

Bupati Gianyar Tahun 2008. Dalam berita juga digambarkan histeria massa

setelah penandatanganan sebagai bentuk dukungan atas program yang benar-benar

nyata dari Pasangan AS.

Menurut van Dijk, arti penting dari skematik adalah strategi wartawan

untuk mendukung topic tertentu yang ingin disampikan dengan menyusun bagian-

bagiandengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang

didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk

menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan

menempatkan di bagian akhir agar terkesan kurang menonjol.

123

Gambar 5.8

Berita Bali Post, Tanggal 3 Januari 2008, Hal.10. Kol 2, Judul “Tanda Tangani

MoU Kerja ke LN Massa AS Histeris”.

Surat kabar Radar Bali juga memuat berbagai program AS, seperti berita

tanggal 3-1-2008 berjudul “Heli Sebarkan Program”, Berita setengah halaman

124

tanggal 4-1-2008 berjudul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan!”.

Dalam berita ditulis Pasangan AS benar-benar memberikan program yang akan

membawa perubahan kepada Kabupaten Gianyar untuk lima tahun kedepan.

Gambar 5.9

Berita Radar Bali, tanggal 3 Januari 2008, hal.29. kol.2

judul “Heli Sebar Program”.

5.6 Konstruksi Mobilisasi Massa Dalam Berita Surat Kabar

Mobilisasi politik bertujuan untuk menjangkau jumlah pemilih secara luas

125

agar mereka tergerak untuk memberikan suara mereka. Dalam prakteknya

mobilisasi massa dilakukan dengan menghadirkan massa sebesar-besarnya.

5.6.1 Mobilisasi Dukungan Pasangan Bayu

Dalam konstruksi berita surat kabar, mobilisasi massa dalam bentuk

dukungan dari berbagai kalangan dapat dilihat dalam berita Bali Post, tanggal 29-

12-2007, dengan judul “Diiringi Gambelan Baleganjur, Warga Ramai-ramai

Pasang Spanduk Bayu”, Bali Post, tanggal 5-1-2008, judul “Hari Ini, Bayu Unjuk

Kekuatan di Tampaksiring, Dimeriahkan D Ubud N Band”. Berita setengah

halaman di surat kabar Bali Post, tanggal 7-1-2008, judul “Simpati Bayu

Bergerak, Lautan Manusia Menyeruak” (Gambar 5.10). Mobilisasi massa saat

kampanye Bayu juga disajikan dalam berita NusaBali, tanggal 7-1-2008, judul

‘Bayu Luar Biasa, dan Merakyat”, dalam berita setengah halaman dilengkapi

dengan lima buah poto, yang menggambarkan banyaknya massa dalam pelaksaan

kampanye Pasangan Bayu di Lapangan umum Tampaksiring (5/1).

Dalam berita yang menonjolkan lebih banyak poto daripada isi berita,

menggambarkan tentang, jumlah massa yang sangat banyak dalam pelaksanaan

kampanye di Lapangan Tampaksiring. Dalam poto ditampilkan massa yang

berjubel seperti lautan manusia. Dalam berita ini Pasangan Bayu, ingin

menampilkan kesan memiliki dukungan yang sangat banyak dengan jumlah

peserta kampanye yang sangat di banyak dalam poto surat kabar tersebut.

126

Gambar 5.10

Berita Bali Post, tanggal 7 Januari 2008, hal. 11, kol. 1, judul “Simpati Bayu

Bergerak Lautan Manusia Menyeruak”

127

Dalam berita NusaBali tanggal 7-1-2008, hal.14 ko l1, bagaimana ditulis

tentang massa yang demikian banyak mengikuti kegiatan kampanye Paket Bayu

yang berlangsung di Kecamatan Tampaksiring, Sabtu, 5 Januari 2008.

“Sederhana dan merakyat! Itulah kesan yang terlihat dalam kampanye

terbuka Pasangan A.A. Gde Agung Bharata/Putu Yudha Thema di

lapangan umum Tampaksiring, Sabtu (5/1) lalu, Hanya dengan

mengendarai mobil Jeep terbuka, Paket Bayu dikawal sekitar 25 ribu

pendukungnya yang sebagian besar mengendarai sepeda motor hingga

sepeda gayung dan juga berjalan kaki. Kesan sederhana dan merakyat

sangat kental dalam kampanye ini. Saking banyaknya massa, di lapangan

sampai tidak kebagian tempat. Mereka terpaksa berdiri diatas kap truk

yang mengangkut mereka. Dalam perjalanan menuju lokasi kampanye,

Paket bayu selalu dieluk-elukan massa yang berjajar di jalanan. Tak ada

kesan mewah dalam kampanye ini. Tak satu pun ada mobil mewah dalam

barisan pendukung Bayu. Iring-iringan massa mengawal Paket Bayu dari

Lapangan Astina Raya menuju Tampaksiring yang berderet 15 Km. Itupun

massa yang mengawal dari Gianyar, Blahbatuh, dan Sukawati, sedangkan

massa dari Ubud, Tegallalang, Payangan, serta Tampaksiring sudah

menunggu di lapangan. Nusa Bali, tanggal 7-1-2008, hal.14 kol1.

Mobilisasi massa dalam Berita Bali Post tanggal, 30-12-2007, dengan

judul “Gelar Kampanye Simpatik, Pasangan Bayu Sasar Pedagang Pasar. Dalam

berita ini dituliskan, memasuki hari kedua masa kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar, pendukung cabup-cawabup A.A. Gde Agung Bharata, – Putu Yudany

Thema, (Bayu) menggelar kampanye simpatik. Ribuan pendukung memberikan

setangkai bunga dan gambar Bayu kepada pedagangan Pasar Gianyar dan

Sukawati, Sabtu (29/12).

“kampanye simpatik ini sebagai suatu sikap memberikan pendidikan

politik yang cerdas bagi masyarakat, kita tidak perlu mengeluarkan banyak

massa dalam kampanye yang berakibat mengganggu aktivitas masyarakat,

apalagi dengan banyak kendaraan yang juga mengganggu pengguna jalan

raya”, terang Pande Made Purwatha Koordinator Kampanye Simpatik.

Bali Post, tanggal 30-12-2007, hal.10. kol 3

5.6.2 Mobilisasi Dukungan Pasangan AS

128

Konstruksi Berita Kampanye Pasangan AS dalam mobillisasi massa

frekuensinya lebih besar dari Pasangan Bayu, hal ini mengingat pasangan AS

harus melawan pasangan incumbent. Konstruksi Pemberitaan Kampanye

Pasangan AS dapat dilihat pada berita, Bali Post Tanggal 29 desember 2007 judul,

“Hari Ini, Belasan Ribu Massa AS akan Banjiri Ubud”, Berita Bali Post Tanggal

29 Desember 2007, judul “Pekik Sambut AS Menggema di Gedung DPRD

Gianyar”. Konstruksi mobilisasi massa juga terdapat pada berita Bali Post, tanggal

30 Desember 2007, Judul “Helikopter Sebarkan Kartu AS, Puluhan Ribu Massa

AS Putihkan Ubud”, berita setengah halaman di Radar Bali tanggal 31 Desember

2007, judul “Kekuatan Perubahan Giannyar Tidak Terbendung Lagi”. Berita Bali

Post tanggal 3 Januari 2008, judul “Massa AS Menyemut Putihkan Blahbatuh”.

Berita radar Bali setengah halaman, Tanggal 4 januari 2008, judul “Massa

Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan!”, Berita Bali Post Tanggal 6 Januari

2008, judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan

Ribu Massa Putihkan Sukawati”. Berita Radar Bali satu halaman, Tanggal 06

Januari 2008, judul “Rakyat Gianyar Sambut Kemenangan Perubahan!”, Berita

Radar Bali, Tanggal 7 Januari 2008, “Mulai Dari Pejalan Kaki, Motor Butut

hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS Disambut Histeria

Massa”.

Dalam berita Radar Bali Tanggal 31 Desember 2007, Judul “Kekuatan

Perubahan Gianyar Tak Terbendung Lagi!” (Gambar 5.11). Berita setengah

halaman dilengkapi dengan tiga buah foto, menggambarkan banyaknya jumlah

massa pendukung AS di Lapangan Gianyar Astina Gianyar.

129

“Kekuatan rakyat dalam menuntut perubahan Gianyar sudah tidak bisa

dibendung lagi, Meskipun berbagai upaya dilakukan pihak tertentu dalam

membendung tuntutan rakyat tersebut, namun yang terjadi justru

sebaliknya. Kekuatan gelombang perubahan itu justru semakin hebat.

Wujud dasyatnya kekuatan perubahan itu tidak hanya bisa dilihat dari

membludaknya massa yang hadir dalam kampanye terbuka yang digelar

kandidat pasangan Ir. Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati M.Si-Dewa

Made Sutanaya, SH (AS), Sabtu (29/12), kemarin, melainkan juga dari

tingginya semangat rakyat dalam memperjuangkannya.”

Gambar 5.11

Berita Radar Bali, tanggal 31 Desember 2007, hal 37. Kol 1, judul “Kekuatan

Perubahan Gianyar Tidak Terbendung Lagi”.

Konstruksi berita mobilisasi massa juga terdapat dalam berita Bali Post,

tanggal 6 Januari 2008, dengan judul “Tak Mau Kalah, Sukawati Dongkrak

Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati” (Gambar 5.12).

130

Dalam caption foto ditulis : TAK SABAR- Massa Gianyar sudah tak sabar

menunggu terwujudnya perubahan. Lautan massa senantiasa menyambut

pasangan kandidat bupati pengusung perubahan, AS, dalam setiap kehadirannya

di berbagai daerah di Kabupaten Gianyar.

Gambar 5.12

Berita Bali Post, tanggal 6 Januari 2008, hal. 11. Kol 4, judul “Tak Mau Kalah,

Sukawati Dongkrak Suara AS, Hari Ini, Puluhan Ribu Massa Putihkan Sukawati”

Demikian pula dalam berita Radar Bali, Tanggal 7 Januari 2008, berjudul

“Mulai dari Pejalan Kaki, Motor Buntut hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung

ke Sukawati, AS Disambut Histeria Massa” (Gambar 5.13). Dalam berita

131

tersebut tampak foto-foto yang memperlihatkan banyaknya massa yang

mengiringi dan hadir dalam kegiatan kampanye Pasangan AS. Konstruksi

mobilisasi massa Pasangan AS juga dapat dilihat dalam berita satu halaman

Radar Bali, berjudul “Detik-detik Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”

(Gambar 5.14), dimana dalam berita tersebut dipasang berbagi foto yang

menampilkan banyak massa yang hadir dalam kampanye Passangan AS.

Dalam berita Gambar 5.14, satu halaman surat kabar, dimuat sepuluh buah

foto yang menggambarkan dukungan massa yang sangat banyak dalam

pelaksanaan kampanye terbuka yang dilakukan oleh Pasangan AS. Dalam berita

juga dimuat foto berbagai yang menggambarkan masyarakat dari berbagai

kalangan baik laki-laki dan perempuan yang ikut menghadiri kampanye terbuka

yang dilakukan oleh Pasangan AS. Dalam penggunakan bahasa berita dimuat

tentang ribuan massa yang sampai membuat putih seluruh suasana kampanye.

Tampak dalam foto pendukung Pasangan AS, dengan menggunakan mobil,

sepeda motor, gambelan, dan ibu-ibu dan anak ikut hadir dalam pelaksanaan

kampanye Pasangan AS. Hal ini ingin menunjukkan dukungan dari Pasangan AS

yang diterima dari berbagai kalangan masyarakat. Dalam berita juga dituliskan

banyaknya calon pendukung AS yang masih belum mendapatkan kartu pemilih

untuk Pilkada.

132

Gambar 5.13

Berita Radar Bali, tanggal 7 Januari 2008, hal 37. kol. 1, judul “Mulai dari Pejalan

Kaki, Motor Buntut Hingga Mobil Mewah, Pulang Kampung ke Sukawati, AS

Disambut Histeria Massa”

Elemen wacana detail berhubungan dengan kontrol informasi yang

133

ditampilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan

informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan

menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak

disampikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang

menggunakan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebihan tetapi

juga dengan detail yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detail yang

lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang

menyangkut kelemahan atau kegagalan dirinya. Hal yang menguntungkan

komunikator/pembuat teks akan diuraikan secara detail dan terperinci, sebaliknya

fakta yang tidak menguntungkan, detail informasi akan dikurangi (Eriyanto, 2009

: 238).

Elemen detail merupakan strategi bagaimana wartawan mengekspresikan

sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh

wartawan kadangkala tidak perlu disampaikan secara terbuka, tetapi dari detail

bagian mana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang

besar, akan menggambarkan bagaiman wacana dikembangkan oleh media. Dalam

pemeberitaan ditonjolkan detai berita yang menggambarkan dukungan dari kedua

pasangan kandidat, baik dalam penulisan isi berita dan pemasangan foto. Ekspresi

para pendukung digambarkan dengan detail serta menghilangkan hal-hal yang

dapat mengurangi kualitas dan citra kandidat dalam pemberitaan. Pada intinya

semua pemberitaan adalah positif dan cenderung menguntungkan kandidat

bersangkutan untuk menarik minat pembaca.

134

Gambar 5.14

Berita Radar Bali, tanggal 9 Januari 2008, hal 37. Kol. 1, judul “Detik-detik

Menjelang Kemenangan Perubahan Gianyar”

135

5.7 Konstruksi Provokasi Politik

Menurut Poerwardarminta (2003: 913), provokasi merupakan

“pancingan”, “tantangan”. Menurut Artha (2009: 73). Provokasi adalah wacana

yang dikonstruksi oleh media cetak yang langsung atau tidak langsung merupakan

pancingan atau tantangan kepada lawan politik, yang berkecenderungan

memanas-manasi lawan politik. Tujuan wacana provokasi politik adalah untuk

menjatuhkan citra lawan politik di satu pihak dan meningkatkan citra dan

dukungan kandidat yang melancarkan provokasi tersebut.

Dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ada tiga peristiwa politik

menonjol yang kemudian dikonstruksi sebagai wacana provokasi politik oleh surat

kabar lokal yang menjadi objek dalam penilitian ini. Pertama, intimidasi dan

pelanggaran aturan yang dirasakan oleh pendukungan kandidat pasangan AS.

Kedua, klaim program SPP Gratis yang menjadi unggulan masing-masing

kandidat, dan ketiga adalah bentrok antara pendukunng Bayu-AS di Sukawati.

Konstruksi provokasi di media dalam bentuk intimidasi termuat dalam

berita Bali Post tanggal 28-12-207, berjudul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum

Pejabat”. Dalam berita tersebut warga Banjar Lantang Hidung, Batuan, Sukawati,

Wayan Sutama mendatangi Sekber KRG atas adanya intimidasi yang dilakukan

oleh oknum pejabat terhadap dirinya yang merupakan pendukung Pasangan AS.

Dalam berita dikonstruksi setelah pelaksanaan simakrama Pasangan AS di Banjar

lantang Hidung, keesokan harinya ada oknum pejabat yang akan mem-black list

Banjar Lantang Hidung dengan tidak akan mendapatkan bantuan apa-apa dari

pemerintah (Gambar 5.15)

136

Gambar 5.15

Berita Bali Post, tanggal 28 Desember 2007, hal 11. Kol.4, judul “Warga

Keluhkan Intimidasi Oknum Pejabat”

Terhadap keluhan simpatisannya, Ketua Tim Kampanye Paket AS, Made

137

Dauh Wijana, yang didampingi Wayan Nuasta sangat menyayangkan hal tersebut.

“Ditengah kehidupan masyarakat yang madani masih saja ada gaya-gaya

inntimidasi yang dilakukan oleh oknum pejabat seperti itu”. (Berita Bali Post,

tanggal 28/12/2007, paragrap 3 judul “Warga Keluhkan Intimidasi Oknum

Pejabat”.

Konstruksi Berita pelanggaran aturan kampanye oleh kandidat Bayu

dikeluhkan Tim Pasangan AS, seperti berita Harian Bali Post, tanggal 02-01-2008

berjudul “Sikapi Pelanggaran Kandidat “incumbent” Panwas tak Bertindak, Tim

AS Protes Keras”. Dalam berita dikonstruksi terjadi pelanggaran yang dilakukan

Pasangan incumbent bersifat sangat serius. Dua hal yang dipersoalkan adalah,

selaku kandidat incumbent Agung Bharata tidak menjalankan ketentuan Pasal 40

ayat (1) PP Nomor 25 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Nomor 6 Tahun,

Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Ketua Tim Advokasi KRG, Pasek Suardika

mengatakan “disitu disebutkan, kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah yang

dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik menjadi calon kepala

daerah harus menjalani cuti diluar tanggungan negara pada saat melaksanakan

kampanye”, katanya.

Pelanggaran kedua, kandidat incumbent justru membuat acara di malam

tahun baru dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Bupati Gianyar di Lapangan

Astina Ubud dengan membuat acara yang melibatkan jajaran Pemkab. Gianyar

dengan mengambil tema kampanye yaitu Gianyar untuk Rakyat. Upaya

manipulatif seperti ini jelas-jelas melanggar ketentuan UU Nomor 32 tahun 2004

138

dan PP Nomor 6 Tahun 2005 dan PP Nomor 25 Tahun 2007, khususnya yang

mengatur soal kampanye.

Terkait konstruksi berita pelanggaran kampanye Kubu Bayu melakukan

konstruksi berita di Harian Bali Post, tanggal 03-01-2008, berjudul “Terkait

Protes Masa Cuti Kampanye, Kubu Bayu Tuding AS tak Pahami Aturan. Dalam

konstruksi berita, Ketua Tim Sukses Bayu, I Nyoman Parta mengaku heran

dengan layangan protes, hal ini menunjukkan kubu AS tidak memahami isi

peraturan pilkada. “Sebelum berbicara, seharusnya kubu AS memperlajari lebih

dahulu peraturannya, jangan asal bunyi”, ungkap Ketua Tim Sukses Bharata-

Yuda.

Dijelaskan Parta, sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

25 Tahun 2007 pasal 40 disebutkan kepala daerah dan / atau wakil kepala daerah

yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik menjadi calon

kepala daerah harus menjalani cuti diluar tanggungan negara pada saat

melaksanakan kampanye. “Penekanan kalimat menjalani cuti pada saat

melaksanakan kampanye harus di pahami”, terangnya.

Konstruksi berita pelanggaran lainnya, Berita Bali Post tanggal 11-01-

2008, berjudul “KRG Lapor ke KPUD, Relawan AS Temukan Penggelembungan

Suara”, Berita Bali Post tanggal 12-01-2008, berjudul “Kecurangan Sitematis

pada Pilkada Gianyar, AS Minta Polisi Tangkap Pemilih Impor”. Berita Bali Post

tanggal 13-01-2008, berjudul “Kampanye Terselubung di Masa Tenang, Warga

Adukan CBS ke Panwas Pilkada”, Berita Bali Post tanggal 13-01-2008, berjudul “

KPUD Keluarkan Surat Penarikan Pemilih Fiktif, Polisi Diminta Mengusut

139

Dalangnya”. Berita Nusa Bali, tanggal 13-01-2008, berjudul “CBS Diadukan ke

Panwaslu, Gara-gara Kampanye di Masa Tenang”. Berita Nusa Bali, tanggal 13-

01-2008, berjudul “Lagi, Ratusan Pendukung AS Datangi KPU”.

Konstruksi provokasi berita dalam surat kabar lokal yang adalah klaim

program SPP Gratis sebagai program unggulam masing-masing kandidat.

Pasangan Bayu dan AS sama-sama mengkonstruksi program SPP gratis sebagai

program unggulan kedua kandidat.

Konstruksi berita SPP Gratis sebagai program Pasangan Bayu seperti

termuat dalam berita, Bali Post tanggal 29-12-2007, berjudul “APBD Gianyar

2008 Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang

Bangunan”. Berita Bali Post tanggal 31-12-2007, berjudul “Sudah Dianggarkan

Bupati Bharata, Tahunn 2008, Uang Bangunan dan SPP Gratis. Berita Harian

Radar Bali, tanggal 31-12-2007, berjudul “SPP Gratis Diplot 13 Miliar”.

Dalam dua berita pada Gambar 5.16, kedua pasang calon, baik Pasangan

Bayu dan Pasangan AS menyatakan bahwa program yang di janjikan adalah

program yang akan dilaksanakan. Bahkan Pasangan Agung Bharata yang

merupakan calon incumbent menuliskan telah mengganggarkan dalam APBD

Gianyar tahun 2008, semua program gratis yang dijanjikan telah masuk dalam

anggaran, dan akan dilaksanakan tahun 2008. Dengan berita ini, dua pasangan

ingin memprovokasi dukungan masyarakat akan program yang dijanjikan benar-

benar akan dilaksanakan dan berpihak pada kepentingan masyarakat Gianyar.

Melalui berita ini kedua pasangan berhharap dukungan pemilih.

140

Gambar 5.16

Berita Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal 11. Kol 4, judul “Program AS

Nyata Berpihak Pada Rakyat SPP Gratis Hingga Pinjaman Ke LN”, dan Berita

Bali Post, tanggal 29 Desember 2007, hal. 10. Kol 1, judul “APBD Gianyar 2008

Dirancang Sejahterakan Rakyat, Siswa SD dan SMP Gratis SPP dan Uang

Bangunan”

141

Konstruksi provokasi SPP Gratis sebagai program Pasangan AS dapat

dilihat dalam berita Bali Post tanggal, 29-12-2007 berjudul, “Program AS Nyata

berpihak pada Rakyat, SPP Gratis hingga Pinjaman Keluar Negeri”. Berita Bali

Post, tanggal 31-12-2007, berjudul “AS Pastikan Wujudkan Program Unggulan,

CBS : Hanya AS yang Programkan SPP Gratis”. Berita Bali Post tanggal 03-01-

2008, berjudul “F21 Bantah Program SPP Gratis Agung Bharata, Muluk-muluk,

Pendidikan Gratis Tanpa Regulasi”. Berita Bali Post, tanggal 05-01-2008,

berjudul ‘F21 Tetap Nyatakan Program SPP Gratis hanya Sensasi”.

Konstruksi berita provokasi ketiga adalah bentrok antara pendukung Bayu-

AS di Sukawati. Berita Harian Nusa Bali, tanggal 07-01-2008, berjudul

“Pendukung Bayu-AS Bentrok di Sukawati, Anggota FPDIP Gianyar Kadek

Diana Diduga Terlibat”. Pendukung Pasangan Bayu dan Pasangan AS terlibat

bentrok terjadi di Perempatan Banjar Palak, Desa Sukawati pada pukul 17.00

tanggal 6 januari 2008. Berita Harian NusaBali, tanggal 08-01-2008, berjudul

“Usut Bentrok Sukawati !, PDIP Sebut Bentrok Dipicu Aksi Ninja”. Berita Radar

Bali, tanggal 08-01-2008, berjudul “Dipancing Kelompok “Hanoman”, Bentrok

Pendukung Bayu-AS di Sukawati”. Berita Bali Post, tanggal 09-01-2008, berjudul

“Akhiri Kampanye, Tjok. Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan

Perdamain, AS Mengalah”. Berita Bali Post, tanggal 09-01-2008 berjudul

“Ciptakan Kedamaian, AS tak Gelar Kampanye Terakhir”. Berita NusaBali,

tanggal 09-01-2008, berjudul “Diana Mengarah Tersangka, PDIP : Kadek Diana

Juga Manusia” (Gambar 5.17).

142

Gambar 5.17

Berita NusaBali, tanggal 9 Januari 2008, hal 1. kol.1, judul “Diana Mengarah

Tersangka”

Berita dalam Gambar 5.17, yang bukan merupakan berita iklan, dimuat

143

oleh surat kabar NusaBali, memberitakan pasca bentrok di Sukawati yang

melibatkan antara pendukung Bayu dan AS. Meski bukan merupakan berita iklan

namun pemberitaan tentang arogan sikap pendukung AS mendapat sorotan oleh

masyarakat. Pemberitaan ini lebih banyak merugikan Pasangan Bayu, karena

dianggap memiliki pendukung yang arogan, dan secara langsung berpengaruh

terhadap persepsi public terhadap Pasangan Bayu. Hal ini seperti diungkapkan

oleh seorang calon pemilih I Gusti Putu Alit (Wawancara, 25/1/2012).

“Bentrok di Sukawati seperti yang diberitakan di koran sungguh

merupakan tindakan yang tidak pantas dilakukan dalam era demokrasi

sekarang. Sikap premanisme sudah tidak jamannya lagi. Kalo sudah begini

pendukungnya bagaimana nantinya pemimpinnya, saya pilih pemimpin

yang cinta damai saja.” (I Gusti Putu Alit, wawancara 25/1/2012).

Pasca kejadian ini, Pasangan AS yang mendapat kesempatan untuk

berkampanye di Kecamatan Gianyar, akhirnya tidak melaksanakan kampanye

terakhir. Dalam pemberitaan AS menyampaikan bahwa tidak dilaksanaka

kampanye terakhir atas alas an untuk menciptakan kedamain di Kabupaten

Gianyar. Dalam berita dituliskan tidak dilaksankan kampanye untuk menjaga agar

massa pendukung Pasangan AS tidak terpancing dan bisa menciptakan suasana

yang tidak baik dalam Pilkada Kabupaten Gianyar. Dalam pidato Tjok Artha

diberitakan sampai menangis dihadapan massa, akrena sedih melihat bentrok yang

terjadi di Sukawati. Dalam berita juga dimuat diakhir kampanye, Tjok Artha dan

Cok Kertyasa berpelukan. Hal ini untuk menggambarkan tidak adanya suasana

tidak harmonis di keluarga Puri Ubud.

144

Gambar 5.18

Berita Bali Post, tanggal 9 Januari 2012, hal. 16 kol 1 judul ; “Akhiri Kampanye,

Tjok Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan Perdamain, AS Mengalah”.

145

Menurut van Dijk, elemen maksud melihat informasi yang

menguntungkan akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi

yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi.

Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan

kamunikator. Informasi yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-

kata yang tegas dan menunjukkan langsung pada fakta. Sementara itu, informasi

yang merugikan disajikan dengan kata tersamar, eufimistik, dan berbelilit. Dengan

semantic tertentu, seorang komunikator dapat menyampikan secara implisit

informasi atau fakta yang merugikan dirinya, sebaliknya secara ekplisit akan

menguraikan informasi yang menguntungkan dirinya.

Dalam hal ini kedua kandidat mengkonstruksi berita provokasi

berdasarkan kepentingan dan diterima oleh wartawan dan jaaran media untuk

mendapat simpati dan empati dari masyarakat. Dalam hal ini media tidak

memegang teguh keberimbangan berita. Justru peristiwa yang terjadi dijadikan

komiditas untuk menguntungkan salah satu kandidat dengan menggunakan pilihan

bahasa untungkan menguntungkan salah satu kandidat dan disisi lainnya

merugikan kandidat lainnya. Hal ini terjadi karena adanya akses yang diberikan

media kepada salah satu kandidat sehingga porsi pemberitaan lebih

menguntungkan kandidat yang memiliki akses dengan media bersangkutan.

146

BAB VI

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSTRUKSI

BERITA KAMPANYE PILKADA KABUPATEN GIANYAR

TAHUN 2008 PADA SURAT KABAR LOKAL BALI

Konstruksi berita kampanye dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun

2008, di media menjadi subyek yang memanipulasi pernyataan peristiwa politik.

Akibat tekanan kepentingan ekonomi dan politik pemilik atau pengelola media.

Dalam iklim politik yang transisional, terdapat perilaku feodalistik media dalam

bentuk pemberiaan ruang ekspresi lebih pada tokoh publik (extraordinary people),

opinion leader daripada kalangan biasa dalam masyarakat. Para pemimpin politik

ditempatkan sebagai subjek aktif produsen informasi dan isu-isu yang selalu bisa

dikorelasikan secara makro dan konstituennya sebagai obyek yang menerima

begitu saja arus informasi yang top-down.

McLuhan menyimpulkan dalam Teori Ekologi Media, uang sebagai “citra

kooporat” bergantung pada masyarakat bagi status dan keberlangsungannya. Uang

telah menjadi semacam kekuatan magis yang memungkinkan orang untuk

mendapatkan akses.

Dalam Teori Ekologi Media, McLuhan menjelaskan terdapat tiga asumsi

yang membingkai, yakni, media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat,

media memperbaiki persepsi manusia dan mengorganisasikan pengalaman

manusia, dan media menyatukan seluruh dunia, (West. 2008: 139).

Berdasarkan tiga asumsi ini media dalam hal ini surat kabar menjadi salah

satu wahana bagi pasangan kandidat dan pengelola media untuk mewujudkan

kepentingan dalam proses pelaksanaan pilkada. Kandidat yang memiliki modal

147

dan media sebagai pemilik akses dalam mengkostruksi berita, menjadikan

momentum pilkada untuk meraih keuntungan.

Berdasarkan kerangka teori tersebut, diperoleh hasil penelitian

menyangkut faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi berita surat kabar dalam

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Selain itu, Teori Kognisi

Sosial, Teun van Dijk digunakan secara elobaratif dalam memecahkan faktor-

faktor yang mempengaruhi konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar dalam surat kabar.

6.1 Kebijakan Redaksi, dan Ideologi Wartawan

Ideologi media memiliki pengertian pandangan dan prinsip-prinsip dasar

yang dianut oleh media dalam memposisikan institusi media bersangkutan,

terhadap berbagai persoalan yang akan dikonstruksi. Ideologilah yang akhirnya

menentukan visi atau pandangan suatu kelompok budaya terhadap realitas

(Hamad, 2004: 20). Ideologi bisa pula dibentuk oleh jalinan kepentingan yang

bekerja dalam media, seperti politik dan ekonomi. Sebuah media yang lebih

ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas yang bersifat pembelaan

terhadap kelompok yang berbeda haluan atau aliran (Hamad, 2004: 26).

Pengaruh faktor ideologi kesejarahan media terhadap konstruksi berita

kampanye Pilkada Gianyar tidak nampak begitu jelas. Secara massif dapat diamati

dari komposisi pemberitaan Bali Post. Bali Post yang memiliki kedekatan sejarah

dengan PDI Perjuangan, keberpihakan Bali Post tidak terlihat dalam pemberitaan

Paket Bayu yang diusung oleh PDI Perjuangan. Dalam Pemberitaannya Bali Post

148

memberikan porsi berita kepada pasangan Bayu 17 berita (32,69 %) dan 36 berita

(67,31%) untuk Pasangan AS yang diusung oleh Partai Golkar dan gabungan

beberapa partai, Koalisi Rakyat Gianyar (KRG).

Komposisi berita yang disajikan Bali Post, bahwa Bali Post sangat berhati-

hati mengemas berita kampanye. Hal ini diakui oleh redaktur Bali Post, Alit

Sumerta (wawancara, 2/5/2012). Dalam peliputan kampanye ini, ideologi

komersialisasi lebih menjadi pegangan bagi surat kabar ini, dibandingkan ideologi

yang berorientasi politik atau kesejarahan. Hal ini mengandung pengertian bahwa

kebijakan yang dianut koran ini berangkat dari kemampuan kandidat untuk

membayar tarif yang disepakati.

Faktor ideologi kesejarahan juga tidak menjadi faktor yang mempengaruhi

konstruksi berita kampanye pada surat kabar NusaBali. Meski dalam hal ini secara

ideologis NusaBali, pemilik modal terbesar adalah Aburizal Bakrie, seorang

pengusaha dan kini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Namun

pemberitaan Pasangan AS yang berasal dari Partai Golkar tidak terlalu dominan,

diamana justru Pasangan Bayu dari PDI Perjuangan lebih banyak diberitakan

dengan porsi 6 kali (75%) berita untuk Bayu dan 2 kali (25%) berita untuk

pasangan AS yang berasal dari Partai Golkar. Kepentingan komersialisasi, yaitu

pemasukan iklan dari kandidat menjadi prioritas utama. Hal ini diakui oleh

Wartawan NusaBali, I Nyoman Wilasa (wawancara: 10 Juli 2012, 14.00 Wita).

“Meski modal terbesar surat kabar NusaBali dimiliki oleh petinggi Golkar,

namun pemuatan berita sepenuhnya ada di kebijakan redaksi. Sehingga

tidak ada kaitannya antara pemilik modal dengan kebijakan redaksi”.

Demikian pula halnya dengan surat kabar Radar Bali (Jawa Pos Group),

149

faktor ideologi ekonomi lebih menjadi faktor utama terkait frekuensi pemberitaan

terhadap kedua pasang kandidat. Koran ini memberikan porsi lebih terhadap

pemberitaan Pasangan AS mengingat telah terjalinnya kontrak kerjasama

pemuatan berita. Sehingga porsi berita Paket AS di Radar Bali sebanyak 20 kali

(74,17%) berita dibandingkan Paket Bayu yang hanya 7 berita (25,93%).

Ideologi media lebih mementingkan pada aspek komersialisasi atau

ekonomis daripada faktor sejarah. Menurut Robert McChesney, jurnalisme politik

pro kekuatan kapitalis merupakan anak kandung dari jurnalisme politik partisan di

masa-masa sebelumnya. Jika jurnalisme politik partisan secara terbuka

mengungkap identitas keberpihakan politiknya kepada politisi atau partai politik

tertentu, maka jurnalisme politik yang pro kapitalis lebih halus dalam memainkan

keberpihakannya kepada kekuatan politik yang menopang rutinitas media sebagai

institusi bisnis (McChesney, 1998).

Ketika jurnalisme telah diintervensi kepentingan komersial pemilik media,

maka kita tidak akan pernah menemukan suatu proses pemberitaan yang benar-

benar bersifat netral. Ideologi di balik jurnalisme professional tidak lain sebagai

bentuk penghambaan terhadap pemilik modal dan pemasang iklan dalam suatu

sistem media. Isi bukan ditujukan bagi kepentingan pembaca atau pemirsa, tetapi

justru lebih diupayakan bagi kepuasan kedua pemodal dan pemasang iklan yang

notabene elite politik.

Musim Pemilihan umum, dalam hal ini pilkada, sebagaimana musim

kompetisi sepakbola atau olahraga lainnya ibarat musim panen bagi media massa

untuk meraup keuntungan dari iklan politik yang dipasok oleh partai politik

150

maupun kandidat. Sehingga dalam hal ini pelaksanaan pilkada, media melalui tim

marketing dan wartawannya melakukan pendekatan kepada kandidat untuk

menawarkan kontrak kerjasama pemasangan iklan.

Hal ini diakuai oleh wartawan Radar Bali, Oka Suryawan, dimana

menjelang pelaksanaan pilkada pihak redaksi telah melakukan lobi dan

kesepakatan kontrak kerjasama untuk pemasangan iklan berita kampanye.

Berdasarkan pengakuan dari tim Sukses Pasangan AS, I Ketut Karda

(wawancara, 4/6/2012), total dana yang dihabiskan untuk pemasangan iklan

kampanye pilkada di media masa mencapi jumlah Rp. 1,2 miliar.

“Sekitar Rp. 1,2 miliar dialokasi oleh Pasangan AS untuk pemasangan

advertorial di semua media cetak lokal dan elektronik di Bali, dana ini

belum termasuk untuk wartawan, kalo ditotal bisa tembus angka Rp. 1,5

miliar”.

Sementara menurut Ketua Tim Kampanye Bayu, Pande Made Purwatha

(wawancara, 12/6/2012) adapun dana yang dihabiskan untuk pemasangan iklan

kampanye di media masa mencapai hitungannya masih ratusan juta.

“Biaya kampanye dimedia massa hitungannya masih sekitar ratusan juta,

karena saat itu, Agung Bharata kan pasangan incumbent yang masih aktif

menjabat bupati, jadi untuk urusan pencitraan di media masih bertautan

dengan kapasitasnya sebagai bupati, hanya beberapa moment tertentu saja

dananya dari partai dan tim sukses.”,

Dalam kebijakan redakasi apabila sudah adanya kesepakatan kerjasama

pemasangan iklan berita kempanye maka redaksi tinggal menyediakan kolom

sesuai dengan kontrak yang sudah ditandatangani. Bersama wartawan dan tim

media centre masing-masing kandidat redaksi tinggal menunggu berita untuk

selanjutnya dimuat sebagai berita iklan yang nantinya di baca oleh publik. Isi,

ukuran, bentuk dan materi berita disesuaikan dengan besar tarif yang sudah

151

disepakati. Sehingga dengan demikian berita kampanye cenderung memuji dan

tidak pernah mengkritisi kandidat bersangkutan.

Ideologi wartawan dalam meliput berita kampanye dipengaruhi oleh

kognisi sosial wartawan bersangkutan. Pemahaman wartawan terhadap peristiwa

yang diliputnya, disebut van Dijk sebagai skema. Skema dikonseptualisasikan

sebagai struktur mental dimana didalamnya menyangkut bagaimana seorang

wartawan memandang wartawan dan peran sosialnya. Skema pula menunjukkan

pada struktur mental untuk menyeleksi dan memproses informasi yang datang dari

lingkungannya (Eriyanto, 2011 ; 259-270).

Dari tiga media yang menjadi objek penelitian penulis, wartawan Radar

Bali, Oka Suryawan dan Wartawan Bali Post, I Gusti Agung Dharmada

merupakan wartawan asal Kabupaten Gianyar yang memiliki suara dalam Pilkada

Kabupaten Gianyar. Berbeda halnnya dengan Wartawan NusaBali, I Nyoman

Wilasa, asal Desa Bumbungan, Klungkung yang tidak memiliki hak suara atau

hak pilih pada Pilkada Kabupaten Gianyar. Terlepas profesinya sebagai wartawan,

Oka Suryawan dan Agung Dharmada merupakan pemilih yang tentunya memiliki

hak pilih. Pilihan keduanya terhadap salah satu pasangan kandidat setidaknya

mempengaruhi bagaimana kognisi terhadap pasangan kandidat berujung pada

penulisan berita.

“tentunya saya memiliki pilihan terhadap salah satu kandidat, namun untuk

pemuatan berita kan tetap mengukuti kebijakan redaksi, kalo sudah ada

pesananan yang menyesuaikan dengan perintah kantor”, oka suryawan.

(wawancara 2/9/12).

Sementara I Gusti Agung Dharmada menyampaikan, untuk materi liputan

dalam pilkada, menyesuaikan dengan perintah kantor, kalo ada penugasan, harus

152

diliput. Berbeda dengan kejadian atau peristiwa yang tidak berhubungan dengan

berita advertorial, kita liput sesuai dengan apa yang kita lihat di lapangan, kita

laporkan ke kantor dalam bentuk berita. Tentunya tugas kita mengirimkan berita,

masalah hasil editing, sudah menjadi urusan kantor (wawancara dengan I Gusti

Agung Dharmada, 7/6/2012).

Kalo soal pilihan sebagai warga Gianyar yang punya hak pilih, saya sudah

menentukan pilihan, namun pilihan itu kan sesuai hati nurani, kalo urusan

liputan yang harus bisa professional. Karena ini menyangkut berita yang

nanti akan dibacakan oleh khalayak. (Wawancara dengan I Gusti Agung

Dharmada, 7/6/2012).

6.2 Ideologi Pasar

Memasuki abad ke-21, industri media tengah berada di dalam perubahan

yang cepat. Kerajaan-kerajaan media mulai membangun diri dengan skala yang

besar. Merger ataupun pembelian media lain dalam industri media terjadi di

mana-mana dengan nilai perjanjian yang sangat besar. Semakin lama bisnis media

semakin besar dan melibatkan hampir seluruh outlet media yang ada dengan

kepemilikan yang makin terkonsentrasi. Masyarakat mulai tenggelam dalam dunia

yang dipenuhi oleh media.

Everett M. Rogers dalam bukunya “Communication Technology : The

New Media in Society” (dalam Mulyana, 1999), mengatakan bahwa dalam

hubungan komunikasi di masyarakat, dikenal empat era komunikasi yaitu era

tulis, era media cetak, era media telekomunikasi dan era media komunikasi

interaktif. Dalam era terakhir dikenal media komputer, videotext dan teletext,

teleconferencing, TV kabel, dan sebagainya.

Marshall McLuhan (1999) dalam bukunya “Understanding Media B The

153

Extensions of Man”, mengemukakan ide bahwa A medium is message. McLuhan

menganggap media sebagai perluasan manusia dan bahwa media yang berbeda-

beda mewakili pesan yang berbeda-beda. Media juga menciptakan dan

mempengaruhi cakupan serta bentuk hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan

manusia. Pengaruh media telah berkembang dari individu kepada masyarakat.

Dengan media, setiap bagian dunia dapat dihubungkan menjadi desa global.

Budaya yang tersebar merata di dalam masyarakat pada waktu tertentu

dapat diinterpretasikan sebagai hasil atau perwujudan hegemoni, perwujudan dari

penerimaan akonsensual oleh kelompok-kelompok gagasan subordinat, nilai-nilai,

dan kepemimpinan kelompok dominan tersebut. Menurut Gramsci, kelompok

dominan tampaknya bukan semata-mata bisa mempertahankan dominasi karena

kekuasaan, bisa jadi karena masyarakat sendiri yang mengizinkan.

Hegemoni, menurut pandangan Gramsci (1971), tidak hanya menunjukkan

dominasi dalam kontrol ekonomi dan politik saja, namun juga menunjukkan

kemampuan dari suatu kelas sosial yang dominan untuk memproyeksikan cara

mereka dalam memandang dunia. Jadi, mereka yang mempunyai posisi di

bawahnya menerima hal tersebut sebagai anggapan umum yang sifatnya alamiah.

Keberadaan media dimana-mana dan juga periklanan telah mengubah

pengalaman sosial dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Media merupakan

unsur penting dalam pergaulan sosial masa kini. Kebudayaan masyarakat tidak

terlepas dari media, dan budaya itu sendiri direpresentasikan dalam media.

Sekarang ini eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan

supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang

154

publik. Hal ini sesuai dengan pandangan Teori Hegemoni bahwa peran media

bukan lagi sebagai pengawas (watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang

keberadaan kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka.

Singkatnya, hegemoni dapat dikatakan sebagai reproduksi ketaatan,

kesamaan pandangan, dengan cara yang lunak. Lewat media massa-lah hegemoni

dilakukan. Media secara perlahan-lahan memperkenalkan, membentuk, dan

menanamkan pandangan tertentu kepada khalayak. Tidak hanya dalam urusan

politik dan ekonomi, dapat juga menyangkut masalah budaya, kesenian, bahkan

ke dalam hal yang ringan seperti gaya hidup.

Media, menurut sudut pandang model pasar (Croteau dan Hoynes, 2001),

dilihat sebagai tempat pemenuhan kebutuhan masyarakat berdasarkan atas hukum

permintaan dan persediaan. Model ini memperlakukan media layaknya barang dan

jasa lainnya. Bisnis media beroperasi dalam apa yang disebut sebagai adual

product market, pasar dengan dua produk. Secara bersamaan menjual dua jenis

produk yang sama sekali berbeda pada dua jenis pembeli yang sama sekali

berbeda. Dalam kenyataan, konsumen yang direspon oleh perusahaan media

adalah pengiklan, bukan orang yang membaca, menonton, atau mendengarkan

media. Ini tentu saja dapat menjelaskan bagaimana acara-acara di televisi

misalnya, tampil hampir seragam.

Pengaruh media yang demikian besar kepada masyarakat menghantarkan

pemikiran McLuhan untuk menyampaikan Teori Determinime Teknologi, saat ini,

media ikut campur tangan dalam kehidupan kita secara lebih cepat daripada yang

sudah-sudah dan juga memperpendek jarak di antara bangsa-bangsa.

155

Eksploitasi pers dan media interaktif telah menuju ke arah penciptaan

supremasi media yang mengancam keberadaan cara pandang objektif dan ruang

publik. Hal ini sesuai dengan pandangan teori hegemoni; peran media bukan lagi

sebagai pengawas (watchdog) pemerintah, tetapi justru menopang keberadaan

kaum kapitalis dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran mereka.

Dengan perkembangan baik dalam jumlah maupun jenisnya, mustahil

semua media massa menguasai seluruh pasar yang ada. Sebaliknya, kecil sekali

kemungkinan hanya satu media massa dapat menguasai seluruh pasar, dalam arti

memenuhi segala macam tuntutan pasar, karena tuntutan pasar juga sangat

bervariasi. Kompetisi telah menjadi kata kunci dalam kehidupan media massa saat

ini. Keadaannya menjadi semakin kompleks, karena mencakup kompetisi tiga

kelompok yaitu: Pertama, antara media cetak baik dari jenis yang sama maupun

yang berbeda jenis; Kedua, antara media elektronik baik audio (radio) maupun

audio-visual (televisi); serta Ketiga, antara media cetak di satu pihak dengan

media elektronik di pihak lain.

Dalam memperebutkan pangsa pasar, kompetisi media massa tidak hanya

meliputi aspek isi, penyajian berita atau bentuk liputan lainnya, tetapi juga aspek

periklanan. Hal tersebut dipersulit pula oleh perubahan tuntutan pasar

(konsumen). Juga perubahan dalam cara, gaya dan strategi kompetisi yang

digunakan masing-masing media massa sebagai respons terhadap tuntutan pasar.

Dalam berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar, dari tiga media lokal

yang diamati, tiga media ini memiliki rubrik khusus dalam memuat berita

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar. Pelaksanaan kampanye Pilkada seakan

156

menjadi ajang bagi media untuk meraup keuntungan dari pemuatan iklan oleh

kandidat dalam setiap rubrik yang disediakan.

“Kami menyediakan rubrik advetorial kepada pasangan kandididat sebagai

media bagi kadidat untuk menginformasikan visi-visi kandidat secara adil

dan dalam porsi yang sama”, Redaktur Balipost I Wayan Dira (wawancara

: 29 oktober 2013).

Dira mengakui bahwa setiap berita advertorial yang dipasang oleh setiap

kandidat dikenakan sesuai dengan tarrif dan yang telah ditentukan oleh

perusahaan, dimana dana yang terkumpul, tidak semata-mata untuk keuntungan

perusahaan, nantinya akan disalurkan lagi ke masyarakat dalam bentuk dana punia

pada upacara piodalan di pura-pura di Bali. Hal ini menurut Dira Arsana tidak

terlepas dari visi-misi Bali Post sebagai koran umum di Bali yang bertujuan untuk

mempertahankan adat, istiadat dan budaya Bali yang berlandaskan agama Hindu.

Pimpinan Redaksi Harian Radar Bali, I Made Rai Warsa (Wawancara,

18/5/2012), dalam pemberitaan pilkada, kita telah menyediakan rubrik khusus

kepada pasangan calon sebagai media kampanye. Kita juga mengenakan tariff

sebagai kompensasi atas iklan yang dipasang. Hal ini ini tidak saja dilakukan oleh

Harian Radar Bali, saya rasa semua media juga melakukan hal yang sama. Hal ini

wajar karena kita mengejar oplah dan untuk keberlangsung media kita.

6.3 Pencitraan

Politik sering menempatkan media sebagai medan perang sekaligus

panglima. Hal ini dimungkinkan ketika media memiliki kekuatan penuh untuk

memutuskan informasi mana yang seharusnya diketahui atau tidak diketahui

publik. Kondisi ini menempatkan media sebagai pembentuk citra baru bagi

157

individu atau lembaga. Hal ini menjadikan berita terus mengalami redefinisi

sesuai dengan kebutuhan masing-masing.

Fakta, kini telah berubah menjadi komoditas yang mudah dikemas, didaur

ulang dan dimaknai kembali. Maka wajar jika hampir seluruh media

memberitakan hal yang sama dan dari sumber berita yang sama. Seperti halnya

pemberitaan masalah pilkada langsung, hampir setiap media cetak maupun

elektronik memberikan porsi ruang dan waktu untuk mengulas pilkada langsung.

Dalam menghasilkan pemberitaan politik misalnya, sebuah media

dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu

mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi

media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti

tekanan pasar pembaca atau permirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan-

kekuatan luar lainnya (Ibnu Hamad).

Wajah media memang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi media

berupaya mendekati obyektifitas pemberitaan, namun di satu sisi yang lain media

juga tak luput dari keberpihakan dan ketidak berimbangan yang dapat dijadikan

celah bagi tim sukses untuk terus memasukkan pesan dan citra politik sosok calon

kepala daerah. Hal ini seperti diberitakan surat kabar NusaBali, tanggal, 27

Desember 2007, halaman, 4, kol 1, judul “AS Cari Simpati Penggilan Bola,

Pencetak Gol Dapat Rp 2 Juta, Persegi Menang, Bonus Rp. 5 juta”.

158

Gambar 6.1

Berita NusaBali, tanggal 27 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “AS Cari Simpati

Penggila Bola, Pencetak Gol Dapat Rp.2 Juta, Persegi Menang Bonus Rp. 5 Juta”

Dalam berita NusaBali tersebut, Cok Ace menonton pertandingan

sepekbola antara Persegi Bali FC berhadapan dengan Arema Malang di Stadion

Dipta. Cok Ace akan meberikan bonus bagi pencetak gol Rp. 2 juta dan Rp. 5 juta

159

untuk Persegi Bali FC bila memenangkan pertandingan. Dalam hal ini Cok Ace

berupaya mencitrakan diri sebagai pemimpin yang dekat dengan rakyat dan cinta

olharaga.

Bagi elit politik maupun tim sukses untuk menjadikan media sebagai

sarana pemasaran massal. Tak heran bila beberapa pendapat mengatakan bahwa

komunikasi politik di era informasi telah menjelma menjadi ajang pemasaran

massal yang di dalamnya tanda dan citra memainkan peran sentral.

Strategi pencitraan, tak dapat dilepaskan dari peran media massa dalam

kapasitasnya sebagai media (wadah) untuk memberitakan kepada publik serta

memberi citra dari aktivitas para aktor politik yang diberitakan dan menjadi

konsumsi media massa. Disini peranan “Framing” maupun “Agenda Setting”

menjadi penting, karena agenda media (dalam hal ini media memilih berita-berita

yang akan menjadi headline dalam pemberitaannya) merupakan agenda publik,

artinya adalah publik disodorkan headline berita yang memang telah diagendakan

oleh media untuk menjadi berita utama (headline). Media massa mempunyai

peranan penting dalam mensosialisasikan nilai-nilai tertentu kepada masyarakat.

Hal tersebut tampak dari fungsi yang dijalankan oleh media massa yaitu sebagai

alat untuk mengawasi lingkungan (surveillance of the environment),

menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts of

society), mengirimkan warisan sosial (transmission of the social heritage), dan

memberikan hiburan (entertainment) – (Littlejohn, 1999).

Oleh karena itu bagaimana pesan-pesan politik tersebut disusun agar dapat

memperoleh citra positif didalam media. Dinegara menganut sistem politik

160

demokratis, maka pesan yang dikirim haruslah di konstruksi terlebih dahulu. Yang

melakukan konstruksi adalah jurnalis sedangkan yang menerima pesan adalah

khalayaknya. Sementara itu media kerjanya tidak saja melaporkan kepada

khalayaknya secara netral, atau tidak memihak, akan tetapi juga harus mampu

menunjukkan sikap impartiality-nya. Di samping itu juga, harus menjaga agar

semua berita yang disiarkan tetap menjaga sifat akurasinya terhadap semua event

atau peristiwa yang ada di sekitarnya sebagai Political Reality. Dengan

memperhatikan tiga hal, yaitu realitas politik yang objective, yaitu berita politik

yang diambil dari kegiatan politik seperti apa adanya. Realitas politik yang

subjective, yaitu berita politik yang diambil dari kegiataa politik seperti apa yang

dilihat dari kacamata aktor politik maupun partai politik. Dan realitas politik yang

konstruktif, yaitu berita politik yang diambil dari kegiatan politik yang diliput

oleh media massa.

Menurut Blumler dan Gurevitch dalam studinya mengenai “The Political

Effects of Mass Communications” (1986), menjelaskan bahwa kepedulian publik

tentang komunikasi massa pada dasarnya terfokus pada efek potensial dari isi

media massa kepada publiknya atau khalayaknya. Oleh karena itu ada semacam

asumsi bahwa media massa mempunyai pengaruh yang potensial kepada

khalayaknya, dan karena itu pula orang sering mengatakan bahwa media massa itu

sangatlah powerfull. Kekuatan media massa untuk mempengaruhi khalayaknya

sangat berdampak keras dan dapat menjadikan sebuah partai politik maupun aktor

politik yang ada didalamnya mempunyai citra negatif atau positif.

Berangkat dari pemikiran tersebut diatas, para aktor politik yang akan

161

melakukan proses pencitraan terhadap dirinya maupun pencitraan terhadap partai

politik yang diusungkan hendaknya dapat memanfaatkan media massa yang dapat

memberikan pengaruh besar kepada publik. Pesan-pesan politik yang akan

dihadirkan oleh para aktor politik tersebut biasanya disusun terlebih dahulu

sehingga sesuai dengan target pencitraan yang diinginkan melalui media massa,

hal tersebut akan memberikan efek yang lebih besar jika isi media lebih

disesuaikan dengan karakteristik masing-masing media yang berfungsi sebagai

transmitter.

Gusti Ngurah Wiwekananda (wawancara, 28/4/2012), anggota media

centre Paket Bayu, menjelaskan dalam pembuatan berita, pemilihan bahasa, dan

poto gambar sangat diperhatikan sangat detail oleh team. Hal ini tentu untuk

menghasilkan berita yang bisa mendapat apresiasi positif dari pembaca.

“Sebagai petugas liputan di media centre, kita telah merancang format

berita, yang nantinya dilapangan bisa dikondisikan sesuai dengan apa yang

telah diarahkan team, team telah menentukan siapa yang akan

diwawancara dan bagaiman teknik pengambilan foto, semuanya sudah

diatur sedemikian rupa”, (wawancara dengan gusti Ngurah Wiwekananda

28/4/2012).

Putu Puspa Artayasa (wawancara, 25/6/2012), yang terlibat di Media

Centre As, juga menekankan hal yang sama, bahwa setiap pembuatan berita dan

foto mendapat seleksi yang sangat ketat dari team sebelum dikirimkan ke meja

redaksi. Hal ini tentunya untuk dapat menyampaikan pesan yang tepat kepada

pembaca.

“Sebelum dan sesudah kampanye team media centre melakukan rapat kecil

sebelum mengirim berita ke redaksi, biasanya pemilihan foto perdebatanya

agak panjang karena menjadi elemen penting dari tulisan. Mengingat foto

yang didapat tidak sesuai dengan rencana. Kalo tulisannya hanya

mendapat sedikit perubahan karena sudah disiapkan skenarionya”,

162

(wawncara dengan Putu Puspa Artayasa 25/6/2012).

Liputan politik juga cenderung lebih rumit ketimbang reportase bidang

lain. Pada satu pihak liputan politik memiliki dimensi pembentukan pendapat

umum (public opinion), baik yang diharapkan oleh para politisi maupun oleh para

jurnalis. Oleh sebab itu, berita politik bisa lebih daripada sekedar reportase

peristiwa politik, tetapi merupakan hasil konstruksi realitas politik untuk

kepentingan opini publik tertentu. Dalam komunikasi politik, aspek pembentukan

opini ini justru menjadi tujuan utama Karena hal ini akan mempengaruhi

pencapaian-pencapaian pencitraan politik para aktor politik tersebut.

Dalam konteks komunikasi politik, peran media dalam mengulas pilkada

langsung tak sebatas hanya pada masa kampanye saja. Boleh dikatakan konstruksi

citra politik justru dibangun terus-menerus mulai pendaftaran calon kepala daerah

ke dalam berbagai ruang publik yang disediakan media massa. Citra dan stereotip

secara sadar atau tidak merupakan dua hal yang terus diusung media. Efek dari

komunikasi politik disengaja atau tidak disengaja telah melahirkan keberpihakan

media.

Menurut John Hartley narasi berita hampir mirip dengan sebuah novel atau

karangan fiksi yang memunculkan sosok pahlawan dan penjahat. Media juga

selalu punya kecenderungan untuk menampilkan tokoh dua sisi untuk saling

dipertentangkan sebagai akibat pemahaman yang serampangan tentang.

Ruang-ruang publik yang termasuk di dalam media massa, menjadi ruang

ekspresi yang tak terlepas dari berbagai manuver, taktik, dan strategi politik yang

digelar oleh elite politik dalam suksesi. Teknik “pemasaran politik” dengan

163

mengemas “citra” tentang sosok calon kepala daerah dalam praktek politik citraan

(politics of image), menempatkan media massa sebagai pemegang kendali utama

pemberitaan, karena salah satu kekuatan media yang sangat diperhitungkan adalah

kekuatan menciptakan opini publik.

Media massa, termasuk berita surat kabar, merupakan konstruki kultural

yang dihasilkan ideologi, karena sebagai produk media massa, berita surat kabar

menggunakan kerangka tertentu untuk memahami realitas sosial. Lewat narasinya,

surat kabar menawarkan definisi-definisi tertentu mengenai kehidupan manusia:

siapa pahlawan, siapa penjahat; apa yang baik dan apa yang buruk bagi rakyat;

apa yang layak dan apa yang tidak layak untuk dilakukan oleh seorang pemimpin;

tindakan apa yang disebut perjuangan (demi membela kebenaran dan keadilan);

isu apa yang relevan dan tidak (Eriyanto).

Narasi yang dibangun dan dipoles sedemikian rupa dengan bahasa, tidak

sekedar untuk melukiskan suatu fenomena atau lingkungan, tetapi juga dapat

mempengaruhi cara melihat lingkungan kita. Implikasinya, bahasa juga dapat

digunakan untuk memberikan akses tertentu terhadap suatu peristiwa atau

tindakan, misalnya dengan menekankan, mempertajam, memperlembut,

mengagungkan, melecehkan, membelokkan, atau mengaburkan peristiwa atau

tindakan tersebut.

Dalam dunia pencitraan, citra dan realitas menjadi dua kutub yang terus

tarik menarik. Citra telah berubah menjadi sebuah mesin politis yang bergerak

kian cepat. Strategi pencitraan dan teknologi pencitraan atau imagologi dikemas

sedemikian rupa untuk mempengaruhi persepsi, emosi, perasaan, kesadaran, dan

164

opini publik sehingga mereka dapat digiring ke sebuah preferensi, pilihan dan

keputusan politik tertentu, seperti (Gambar 6.2).

Gambar 6.2

Berita Surat Kabar Bali Post, tanggal 9 Januari 2008, hal 14. Kol 1, judul :

Akhiri Kampanye, Tjok. Artha Teteskan Air Mata, Demi Kepentingan

Perdamaian, AS Mengalah”.

Dalam berita Gambar 6.2, diberitakan Tjok Ace yang rela tidak menggelar

kampanye demi terciptanya kedamain di Kabupaten Gianyar, pasca perkelahian

yang terjadi di Kecamatan Sukawati.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pilkada langsung tak lebih dari pemilihan

image politik individu atau lembaga. Bukan calon kepala daerahnya, tetapi image-

165

nya. Citraan-citraan itulah yang dijual dalam pencalonan, kampanye dan janji-

janji politiknya. Dalam pilkada langsung orang dituntun memilih berdasarkan

image.

Imagologi politik dalam tahapan pilkada ini mengarah pada semacam

diskontinuitas antara citra politik dan realitas politik, sehingga teknologi

pencitraan mengkonstruksi semacam realitas kedua (second reality) yang

didalamnya terdapat kebenaran yang dimanipulasi. Dalam bukunya simulation,

Jean Baudrillard mendefinisikan simulakra sebagai sebuah strategi penyamaran

tanda dan citra (disguising), sebuah proses penjungkirbalikan tanda yang

menciptakan kekacauan, turbulensi, dan indeterminasi dalam dunia representasi

dan pertandaan.

Citra politik menjelma menjadi “kekuatan utama” dalam mengendalikan

wacana politik sehingga di dalamnya kini tidak hanya ada kekuatan pengetahuan,

tetapi lebih penting lagi menjelmanya “kekuatan citra” (power/image) sebagai

kekuatan politik. Meskipun pada akhirnya pemberitaan media menunjukkan sifat

netral atau berpihak, merepresentasikan fakta atau rekayasa fakta,

menggambarkan realitas atau hanya mensimulasi realitas. Namun yang jelas

media tidak dapat dilepaskan dari berbagai kepentingan, baik itu kepentingan

ekomomi maupun kepentingan ideologi.

Putu Suasta (wawancara, 23/4/2010) menyampaikan dalam pelaksanaan

Pilkada Kabupaten Gianyar, kita mencitrakan sebagai sosok calon bupati yang

sangat pro-dengan perubahan. Karena pada periode pembangunan sebelumnya

tidak ada perubahan yang signifikan terjadi di kabupaten Gianyar sesuai dengan

166

harapan masyarakat. Tjok Ace dengan tujuh program unggulan akan mampu

membawa Kabupaten Gianyar kearah perubahan. Selama ini dari era sebelumnya,

Gianyar hanya menjadi kabupaten ketiga, setelah Kabupaten Badung, dan Kota

Denpasar. Sudah saat Gianyar bangkit untuk menjadi lebih baik, makanya kita

gelorakan juga dengan istilah Gianyar bangkit.

6.4 Praktik Kekuasaan

Otonomi daerah (otda) yang diartikan sebagai kewenangan daerah untuk

mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa

sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan-

perundangan, sebenarnya sangat diharapkan bisa lebih mensejahterakan

masyarakat setempat. Namun, realitanya tidak demikian, kondisi kesejahteraan

masyarakat di sebagian daerah tidak berubah signifikan, baik sebelum dan

sesudah diterapkannya Otda. Diakui, ada beberapa daerah yang cukup berhasil

mengimplementasikan Otda. Namun hal tersebut tidak terlepas dari karakter

Pemimpin Daerah setempat.

Kepala daerah yang dipilih langsung sesuai dengan amanat Undang-

undang Nomor 32 Tahun 2004, pada awalnya diharapkan bisa membawa

perubahan di daerah. Namun pada praktiknya, sebagian besar kepala daerah yang

terpilih tidak sesuai dengan harapan masyarakat, diantaranya tidak memiliki

kompetensi, terlibat penyalahgunaan jabatan, tidak memiliki moral yang baik dan

yang memperihatinkan, hampir 70 persen Bupati/Walikota menurut Wakil

167

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, terlibat dalam tindak

pidana Korupsi.

Proses rekruitmen calon pemimpin daerah, baik Gubernur maupun

Bupati/Walikota sebagian besar calon pemimpin daerah dihadapkan kepada realita

politik, bahwa bertarung dalam kompetisi politik memerlukan biaya yang tidak

sedikit. Untuk mendapatkan kendaraan politik saja mereka harus mengeluarkan

“mahar” yang tidak sedikit.

Kemudian dalam proses kompetisi politik di Pilkada, mulai dari penetapan

calon di Komisi Pemihan Umum (KPU), masa kampanye dan pasca pilkada,

milyaran rupiah harus digelontorkan oleh masing-masing calon. Implikasinya,

hanya calon dengan “banyak amunisi” yang memiliki kesempatan untuk ikut

bertarung di Pilkada. Sedangkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan

kompetensi tersisih dari panggung politik. Muara akhir dari praktek “Dagang

Sapi” dalam transaksi politik adalah terlahirnya Oligarki Politik di daerah-daerah.

Pemimpin daerah yang terpilih, terlebih dahulu akan “melunasi” ongkos politik

yang telah dikeluarkannya. Untuk itu dengan kewenangan yang dimilikinya,

mengontrol dan memanfaatkan sistem yang ada untuk menguasai berbagai

kekuatan ekonomi politik. Mereka membangun relasi-relasi secara eksklusif

dengan menciptakan elit-elit politik berdasarkan kedekatan keluarga, pertemanan

atau loyalis.

Mereka hanya bersinggungan dengan kepentingan sendiri dan menjauhkan

diri dari tanggung jawab sosial untuk mengawal agenda kerakyatan. Duduk di

kuasa oligarki tentu saja membuat semua pemimpin daerah merasa nyaman, oleh

168

karena itu kekuasaannya harus dipertahankan dengan segala cara. Hal ini bisa kita

lihat dalam praktek Pilkada di daerah, dimana calon pemimpin daerah petahana

mengerahkan semua sumberdaya yang ada, baik melalui birokrasi, program

daerah bahkan dana APBD, digunakan untuk memenangkan kembali kursi

kekuasaannya. Bahkan ada kecenderungan baik di pusat maupun daerah, para elit

politik atau pemimpin sudah menyiapkan perwaris tahta untuk melanggengkan

dinasti kekuasaannya.

Secara tidak langsung praktek politik Oligarki diatas telah mengkooptasi

proses demokrasi itu sendiri. Menurut Profesor Ilmu Politik Universitas

Northwestern, Jeffrey A Winters, sistem demokrasi di Indonesia memang telah

disandera oleh oligarki dengan mengandalkan kekuasaan material dalam kegiatan

politiknya. Memang, demokrasi ‘captured by’ oligarki tidak hanya terjadi di

Indonesia, namun praktek politik uang untuk meraih kekuasaan di Indonesia

sudah sangat mengkhawatirkan.

Salah satu cara melawan kuasa oligarki adalah dengan melibatkan

kekuatan politik kaum miskin atau marginal dan akar rumput lainnya. Dengan

advokasi, secara perlahan, terbuka peluang politik untuk memperjuangkan

kepentingan kaum marginal tersebut di level kebijakan sebagai penyeimbang dari

praktik kuasa oligarki. Selanjutnya adalah mengajak media massa dan kekuatan

masyarakat sipil lainnya turut menjadi penyeimbang kuasa oligarki diberbagai

bidang. Langkah tersebut akan mengubah wajah demokrasi kita dari sekadar

memilih pemimpin daerah, menjadi institusi yang melayani kehendak warga yang

memimpikan pembangunan sebagai proses pembebasan atau kemerdekaan hakiki.

169

Dalam arena Pilkada media yang diharapkan mampu memperjuangkan

kepentingan kelompok marginal, justru ikut dalam praktek kekuasaan capital

untuk meraih keuntungan nominal. Media yang diharapkan mampu memberikan

pemahaman secara gambalng terhadap kapasitas kandidat peserta pilkada justru

menjadikan arena ini sebagai sebuah lahan untuk meraup keuntungan. Jika

kepentingan ekonomi media yang ditonjolkan dengan memberikan celah bagi

kadidat pemilik capital untuk memainkan rubrik dengan kompensasi rupiah, maka

rupiah menjadi tolak ukur atas frekuensi seorang kandidat di dalam sebuah

pemberitaan.

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Dwijendra, Ida Ayu Ratna

Wesnawati (wawancara, 23/8/2013) menjelaskan, massa kampanye merupakan

media bagi kandidat untuk menyampaikan visi-misi untuk dapat menarik pemilih.

Berbagai media seperti baliho, alat peraga, surat kabar, televisi menjadi sarana

yang cukup efektif. Khusus untuk media surat kabar dan elektronik, memang kita

tidak bisa mengukur sejauah mana efektifitas untuk mempengaruhi calon pemilih

untuk di Bali. Namun yang terpenting adalah bagaimana kadidat atau tim sukses

mampu mengmas secara untuk isi pesan yang disampaikan dalam dua media ini.

Setidaknya kampanye lewat media surat kabar dan elektronik memiliki efektifitas

dalam upaya memperkenalakan kandidat dan visi-misinya dari pada tidak sama

sekali.

Agung Bharata sebagai calon incumbent memanfaatkan media informasi

milik Pemkab Gianyar, yakni Koran Mingguan Paswara untuk menyebarkan

informasi dan media komunikasi politik. Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi

170

Kabupaten Gianyar, I Wayan Artana (wawancara 23/5/2012) menjelaskan, Koran

Mingguan Paswara dalam pemberitaannya menyebarkan informasi pembangunan

Kabupaten Gianyar kepada masyarakat secara gratis. Tentunya banyak kegiatan

pemerintah (Bupati) yang dimuat di koran ini, sebagai koran pemerintah.

6.5 Representasi Partai Politik

Partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu

atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-

cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik

dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan

kebijakan-kebijakan mereka.

Realitas politik di Indonesia menunjukan bahwa sebagian besar partai

politik tidak menjalankan fungsinya secara maksimal. Partai politik masih

menerapkan pragmatisme politik semata ketimbang mengimplementasikan fungsi-

fungsi yang dimilikinya. Kondisi ini terutama terlihat jelas dalam tahapan

kampanye, dimana sosialisasi dan pendidikan politik sangat minim sekali (bahkan

nyaris tidak ada).

Partai politik memainkan peran yang kuat dalam pencitraan politik kader-

kadernya. Dengan mesin partai yang terstruktur, penggalangan sumberdaya

menjadi lebih mudah dan tepat. Mendekati musim pemilihan partai politik

berlomba melakukan serangkaian bentuk pencitraan diri agar mendapat simpati

dari konstituen masyarakat. Partai-partai politik berlomba menciptakan iklan,

yang dapat mencitrakan partai atau tokohnya, yang dapat menarik perhatian

171

rakyat. Ini dianggap pilihan-pilihan politik yang kreatif, yang tujuannya mendapat

dukungan yang luas

Bahkan, bagi partai partai yang ingin menjadi partai besar, tak segan-segan

membuat iklan yang lebih populis, merakyat, dan memposisikan partainya benar-

benar sebagai partai pembela rakyat. Partai politik masih berparadigma

konvensional, yang menempatkan kampanye sebagai ajang unjuk kekuatan

ketimbang wahana penyampaian wacana politik dalam rangka pendidikan politik

bagi masyarakat. Kondisi ini menunjukan adanya mal-fungsi dari partai politik,

dalam hal ini fungsi partai politik sebagai sarana sosialiasi dan pendidikan politik

tidak berjalan.

Begitupula halnya dengan realisasi dari fungsi partai politik sebagai

peredam dan pengatur konflik. Partai politik belum bisa menempatkan diri sebagai

sebuah institusi politik yang inklusif yang menampung aspirasi masyarakat dan

mendeteksi secara dini potensi dan gejala munculnya konflik dalam masyarakat.

Bahkan, kerap kali partai politik terlibat langsung dalam konflik atau menjadi

biang keladi munculnya sebuah konflik dalam masyarakat.

Dalam tahapan kampanye, dimana terjadi konflik terbuka antar partai yang

memunculkan konflik antar kelompok masyarakat. Mal-fungsi dan partai politik

(terutama dalam fungsinya sebagai sarana sosialisasi dan pendidikan politik serta

sarana peredam dan pengatur konflik) ini terjadi sebagai akibat dari; pertama,

kemunculan partai yang lebih disebabkan oleh euforia politik semata, bukan

dilandasi oleh kebutuhan dan pemikiran politik yang dewasa. Hal ini

menyebabkan partai-partai tersebut cenderung emosional dan reaktif dalam

172

berpolitik. Kedua, sebagian besar partai politik tidak memiliki visi, misi, platform,

dan program yang jelas. Ini merupakan dampak turunan dari kemunculan partai

politik itu sendiri yang dilandasi oleh euforia politik. Akibatnya tidak ada wacana

politik yang dapat ditawarkan kepada masyarakat, hanya konvoi dan arak-arakan

saja.

Dalam kaitan itu, partai politik tidak melakukan pendewasaan politik

tetapi melakukan pembodohan politik kepada masyarakat. Ketiga, struktur dan

infrastruktur politik yang dimiliki oleh sebagian besar partai politik (baru) sangat

tidak memadai bagi terealisasinya fungsi-fungsi dari partai politik. Hal ini

dimungkinkan karena usianya yang masih relatif muda, dibutuhkan waktu yang

panjang untuk mematangkan dan menguatkan struktur dan infrastruktur partai

politik sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Keempat, sebagian partai politik masih cenderung memiliki pemikiran

politik yang kurang dewasa, terutama menempatkan pemilu sebagai alat untuk

memperoleh kekuasaan semata. Pemilu hanya dilihat sebagai alat untuk

mendapatkan jatah kursi di legislative, dan menempatkan kadernya sebagai

pimpinan eksekutif. Fungsi lain dari pemilu diabaikan begitu saja. Akibatnya,

partai-partai politik terjebak pada pragmatisme dan cenderung menghalalkan

segala cara untuk memperoleh kekuasaan. Mal-fungsi dari partai politik tersebut

pada akhirnya akan mengurangi kualitas dari penyelenggaraan pemilu, terutama

berkaitan dengan pendidikan dan pendewasaan politik masyarakat. Seperti dalam

berita surat kabar NusaBali, tenggal 29 Desember 2007, judul “Diwarnai Perang

Interupsi Pendukung (Gambar 6.3). Parpol pendukung kedua kandidat, di mana

173

terciptanya suasana tegang dan gaduh saat penyampaian visi dan misi kandidat,

yang semestinya menjadi areana kontrak politik kedua kandidat jika terpilih.

Gambar 6.3

Berita NusaBali, tanggal 29 Desember 2007, hal.4. kol.1, judul “Diwarnai Perang

Interupsi Pendukung”

“Kita meyakini PDIP sebagai partai pendukung Paket Bayu akan mampu

mendongkrak suara dalam Pilkada Kabupaten Gianyar, untuk memenangkan

kembali menempatkan kader partai sebagai Bupati dan Wakil Bupati”. Ungkap

Pande Purwatha.

Demikian halnya dengan Dauh Wijana, dengan dukungan dari Partai

Golkar dan gabungan parpol yang ada di Kabupaten Gianyar, kita menyakini

mesin partai akan bergerak untuk mengalahkan Paket Bayu yang hanya didukung

174

oleh PDIP.

“Seluruh partai yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Gianyar (KRG),

sudah sepakat untuk memenangkan Paket AS dalam Pikada Kabupaten

Gianyar Thaun 2008”, (wawancara dengan Dauh Wijana 23/5/2012).

6.6 Modal ( Politik, Sosial, Ekonomi)

Pasangan calon Kepala Daerah kemungkinan memenangkan Pilkada

secara langsung manakala memiliki tiga kombinasi di dalam berkendaraan, yakni

adanya mobil yang baik, sopir yang piawai, dan bensin yang memadai (Marijan

2005). Secara konseptual, metafora itu terwujud dari tiga modal utama yang

dimiliki oleh para calon yang hendak mengikuti kontestasi di dalam Pilkada

secara langsung. Ketiga modal itu adalah modal politik, modal sosial dan modal

ekonomi (Marijan, 2007).

Modal politik (political capital) ini memiliki makna yang sangat penting

karena Pilkada menggunakan mekanisme ‘party system’ (Berman 2000) di dalam

proses pencalonan bakal calon. Kandidat yang akan mencalonkan diri sebagai

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah harus diberangkatkan dari atau melalui

partai politik yang memiliki kursi di parlemen sebagaimana diatur dalam UU No

32 tahun 2004 dan PP No 6 tahun 2005.

Pasangan Bayu yang terdiri atas Anak Agung Gde Agung Bharata dan

Putu Yudhani Thema merupakan kader PDI Perjuangan. Agung Bharata yang juga

merupakan calon petahana merupakan kader PDI Perjuangan sementara pasangan

Putu Yudhany Thema adalah anggota DPRD Kabupaten Gianyar berasal dari

parati PDI Perjuangan. Selain merupakan orang puri Agung Bharata juga

memiliki relasi dengan Petinggi Parpol, seperti Megawati Sukarno Putri, Taufik

175

Kemas.

Sementara Pasangan AS, Tjokordha Oka Artha Ardhana Sukawati dan

Dewa Made Sutanaya merupakan calon yang memiliki relasi yang sangat dengan

erat dengan Partai Politik. Keluarga Cok Ace banyak berkecimpung di dunia

politik baik sebagai pengurus Parpol dan Anggota DPRD. Sementara Dewa Made

Sutanaya merupakan adik kandung Gubernur Bali, Dewa Made Beratha yang juga

berkecimpung di dunia politik.

Modal kedua adalah modal sosial (social capital), yakni bangunan relasi

dan kepercayaan (trust) yang dimiliki oleh pasangan calon dengan masyarakat

yang memilihnya (Seligman, 1997; Fukuyama, 2006). Termasuk di dalamnya

adalah sejauhmana pasangan calon itu mampu meyakinkan para pemilih bahwa

mereka itu memiliki kompetensi untuk memimpin daerah. Agar bisa meyakinkan

para pemilih, para calon harus dikenal luas oleh masyarakat.

Agung Bharata yang merupakan tokoh Puri Gianyar dalam konteks

kehidupan sosial di masyarakat sering terlibat dalam berbagai kegiatan sosial

keagaamaan. Disamping kapasitasnya sebagai Bupati Gianyar, sebagai tokoh Puri

Gianyar Agung Bharata juga kerap menghadiri berbagai kegiatan sosial

kemasyarakatan yang memerlukan kehadirian tokoh puri.

Sementara Tjokorda Oka Artha Ardhana Suakwati yang merupakan tokoh

Puri Ubud. Secara sosial keberadaan Puri Ubud sangat dekat dengan

masyarakatnya. Keluarga Puri Ubud kerap hadir dalam berbagai kegiatan sosial di

masyarakat. Disamping itu juga Cok Ace adalah seorang penari calonarang yang

kerap mengisi pementasan Tari Calonarang di berbagai wilayah Kabupaten

176

Gianyar.

“Menari merupakan salah satu hobi saya sejak kecil, dengan menari

calonarang selain dapat menyalurkan hobi juga bisa ngayah, ini saya

lakoni sebagai upaya untuk melestarikan kesenian, dan budaya”.

(wawancara dengan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati 11/4/2012).

Kepercayaan tidak tumbuh begitu saja. Ia didahului oleh adanya

perkenalan. Popularitas saja kurang bermakna tanpa ditindaklanjuti oleh adanya

kepercayaan. Melalui modal sosial yang dimiliki, para kandidat tidak hanya

dikenal oleh para pemilih tetapi juga masyarakat memberi penilaian terhadap diri

kandidat untuk kemudian diberi kepercayaan.

Gambar 6.4

Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati sebelum Pentas Tari Calonarang di Pura

Dalem Beng, Gianyar (15/3/11)

Di dalam pilkada secara langsung, modal sosial memiliki peran yang

cukup penting. Hal ini terlihat dari fakta bahwa pasangan calon yang diusung oleh

partai dominan ternyata tidak otomatis dapat memenangkan Pilkada secara

177

langsung. Hal ini bisa terjadi karena peran figur pasangan calon dipandang lebih

kuat daripada peran partai politik. Di dalam situasi seperti ini, kontestasi di dalam

Pilkada secara langsung memiliki perbedaan yang substansial dengan Pemilu

Legislatif. Di dalam pileg, peran partai politik sangat dominan, sementara di

dalam pilpres dan pilkada, peran figur dari pasangan calon dipandang lebih

menentukan dibanding peran partai.

Modal yang ketiga adalah modal ekonomi (economic capital). Pemilu,

termasuk pilkada secara langsung, jelas membutuhkan biaya yang besar. Modal

yang besar itu tidak hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan kampanye. Yang

tidak kalah pentingnya adalah untuk membangun relasi dengan para (calon)

pendukungnya, termasuk di dalamnya adalah modal untuk memobilisasi

dukungan pada saat menjelang dan berlangsungnya masa kampanye. Tidak jarang,

modal itu juga ada yang secara langsung dipakai untuk mempengaruhi pemilih.

Misalnya saja, banyak ditemui kasus ada calon yang membagi-bagikan barang

atau uang kepada para pemilih. Tujuannya, supaya pada saat pemilihan

mendukungnya. Biasanya modus pembagian barang atau uang itu tidak diberikan

oleh pasangan calon secara langsung, melainkan oleh tim sukses pasangan calon.

Bahkan, tim sukses yang bertugas seperti ini sering bukan tim sukses resmi.

Tujuannya, ketika diketahui oleh publik dan diancam pidana, yang terkena

bukanlah pasangan calon melainkan tim sukses ‘siluman’ itu. Tidaklah

mengherankan, meskipun ‘tim sukses siluman’ ini ada yang tertangkap basah,

tidak ada satupun pasangan calon yang diadili atau terbukti melakukan praktek

money politic.

178

Berdasarkan laporan pada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gianyar,

jumlah kekayaan masing-masing kandidat, untuk calon Bupati, Anak Agung Gde

Agung Bharata, SH sebesar Rp. 263.000.000,-. Sedangkan Calon Bupati dari

Paket AS, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati melaporkan jumlah kekayaan

sebesar Rp. 1. 300.000.000,- .

Selain sebagai dosen Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, juga

menjadi komisioner pada beberapa hotel milik keluarga seperti The Royal

Pitamaha, Hotel Pitamaha, dan asset berupa barang bergerak dan tidak bergerak.

Dalam proses kampanye paket AS juga kerap menggunakan mobil-mobil mewah

bahkan menggunakan helikopter (Gambar 6.5).

Gambar 6.5

Berita Radar Bali, tanggal 1 januari 2008,

Hal 37. Kol 1, judul ; “Heli Sebar Program”.

Sebagai ringkasan dari kekuatan kandidat, berikut ini adalah hal-hal yang

dianggap penting bagi sukses kandidat dapam memenangkan Pilkada langsung,

yakni, (a) kredibilitas dan kapabilitas calon, (b) disukai karena memiliki sifat yang

179

baik dan rendah hati, (c) kerja keras, jujur dan serius, (d) berakar dan memiliki

massa panatik yang diikat oleh solidaritas profesi, (e) tidak pernah tercatat sebagai

pejabat yang korup.

180

BAB VII

MAKNA KONSTRUKSI BERITA

KAMPANYE PILKADAKABUPATEN GIANYAR TAHUN 2008

PADA SURAT KABAR LOKAL BALI

Untuk mengungkap makna konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008 pada surat kabar lokal Bali digunakan Teori Hipersemiotika.

Pilliang (2004:19) menjelaskan hipersemiotika adalah ilmu tentang tanda dan

fungsinya dalam masyarakat, yang secara khusus menyoroti soal sifat berlebih

atau ekses-ekses pada tanda, sistem tanda, dan proses pertandaan.

Dunia hipersemiotika tidak dapat dilepaskan dari dunia hiperealitas. Dunia

hiperealitas dilukiskan oleh Jean Baoudrillard sebagai sebuah dunia realitas yang

melampaui prinsip, definisi, struktur dan fungsi tanda itu sendiri. Hiperealitas

dapat dipandang sebagai sebuah dunia perekayasaan realitas lewat hyper-signs,

sedemikian rupa, sehingga tanda-tanda tersebut kehilangan kontak dengan realitas

yang dipresentasikanya. Konsekuensi kulturalnya, hiperealitas antara lain

menciptakan skizofrenia informasi, politisasi media, dan hiperealitas media.

Teori Ekologi Media digunakan untuk memahami interaksi antara media

dengan publik, terutama peran surat kabar dalam menciptakan berita yang

cenderung menjadi uang sebagi kuasa dalam pemberitaan Pilkada Kabupatten

Gianyar tahun 2008.

Berdasarkan atas intrepetasi konstruksi berita surat kabar dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya, dapat diuraikan makna konstruksi berita surat kabar

dalam kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 sebagai berikut.

181

7.1 Makna Hiperealitas

Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam

surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai

hiperealitas media. Istilah hiperealitas digunakan oleh Jean Boudrillard untuk

menjelaskan perekayasaan (dalam istilah distorsi) makna di dalam media.

Hiperealitas menciptakan satu kondisi sedemikian rupa sehingga di dalamnya

semua dianggap lebih nyata dari pada kenyataan, kepalsuan dianggap lebih benar

dari pada kebenaran, isu lebih dipercaya daripada informasi. Kita menjadi tidak

dapat lagi membedakan antara kebenaran dan kepalsuan, antara isu dan realitas.

Konsep hiperealitas tersebut, dalam konstruksi berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008, terlihat pada pemilihan frase dan kata-kata yang

terasa berlebihan, misalnya, kata-kata “tumpah ruah”, ‘memutih”, “lautan

manusia” untuk mewakili jumlah massa yang hadir dalam kampanye. Demikian

pula dalam pemajangan foto yang jumlahnya berlebih dalam satu berita. Dalam

satu berita bisa ada 7 buah foto. Tampilan ini menunjukkan seolah-olah kegiatan

tersebut memiliki arti sangat penting dan besar dari sebuah kegiatan sekedar

berkampanye atau mendengarkan orasi.

Kenyataan ini diakui oleh tim sukses Pasangan Bayu, I Nyoman Parta

(wawancara, 17/8/13)

“Berita-berita kampanye terlalu bombostis dan lebay, kadang kala sangat

banyak tidak sesuai dengan fakta sebnarnya di lapangan”. (wawancara

dengan I Nyoman Parta, 17/8/13).

Senada dengan Parta, seksi foto Tim Bayu Putu Dian Yudha Negara yang

mendapatkan tugas menyiapkan setiap foto kegiatan, menyampaikan.

182

“Setiap kegiatan kampanye kami diperintahkan agar mendapatkan engal

poto yang menunjukkan kesan rame massa dan sangat banyak untuk

dikirim ke wartawan” (wawancara dengan Putu Dian Yudha Negara,

23/7/2013).

Gambar 7.1

Berita Radar Bali, Judul “Massa Blahbatuh Saksikan AS Buktikan Perubahan”

Pilkada Kabupaten Gianyar tidak luput pula dari pertarungan simulakra

183

antara kedua pasang kandidat. Pemakaian isitilah untuk pasangan Anak Agung

Gde Agung Bhrata dan Putu Yudhani Thema adalah Bayu atau sering pula disebut

Bharata Yudha. Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa

Made Sutanaya menggunakan istilah Ace-Sutanaya dan sering menggunakan

istilah AS. Penggunaan istilah ini dapat dimaknai sebagai sebuah upaya

membangun tanda yang melampui prinsip, definisi, struktur dan fungsinya.

7.1.1 Bayu dan Bharatayudha

Pasangan Anak Agung Gde Agung Bharata dan Putu Yudhani Thema

dalam Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 memakai akronim Bayu atau

Bharata Yudha. Secara denotatif, Bayu atau Bharata Yudha merupakan singkatan

dari kedua nama pasangan. Pemakaian istilah Bayu dan Bharata Yudha juga dapat

dimaknai sebagai Dewa Bayu dan peperangan Bharata Yudha. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia Bayu berarti angin. Dalam mitologi Hindu, dikenal Dewa

Bayu sebagai dewa penguasa angin.

Penggunaan isitilah Bayu (baca : Dewa Bayu) diharapkan bisa lebih

mengakrabkan Pasangan Agung Bharata dan Yudha Thema ini dengan pemilih.

Bayu sebagai istilah juga diharapkan dapat memberikan kekuatan untuk

memenangkan Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.

Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema juga kerap

menggunakan istilah Bharatayudha dalam Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.

Bharata Yudha atau (Bharatayudha; Baratayuda) berasal dari dua suku kata yaitu:

"Bharata" dan "Yudha". Bharata merupakan keluarga Raja Bharata yang

menurunkan tokoh-tokoh utama dalam Mahabaratha. Yudha atau Yuda berarti

184

perang. Jadi Bharata Yudha adalah kisah perang saudara yang terjadi dalam

keluarga Raja Bharata sebagai pedoman / filsafat atas kemenangan dharma

melawan sifat adharma atau asubha karma dalam diakhiri oleh kemenangan para

Pandawa.

Bharatayudha oleh Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema

adalah “peperangan” atau pertarungan dalam Pilkada Kabupaten Gianyar antara

Pandawa untuk Pasangan Agung Bharata dan Putu Yudhany Thema dan Korawa

untuk Pasangan Ace Sutanaya. Bharatayudha menjadi simulakara untuk menjadi

pilkada sebagai arena perang antara kebaikan dan kejahatan oleh pasangan Bayu.

Bayu dan Bharatayudha secara arti denotatif tidak memiliki korelasi

dengan pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar, dua istilah ini dipakai untuk

dapat lebih mendekatkan diri dengan calon pemilih. Bayu dan Bharatayudha

menjadi istilah yang mudah diingat oleh masyarakat Bali pada umumnya dan

Gianyar khususnya.

7.1.2 AS dan Amerika Serikat

Pasangan Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan Dewa Made

Sutanaya dalam pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 menggunakan singkatan

Ace-Sutanaya, AS dan Amerika Serikat. AS dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia berarti poros tempat roda (bumi dan sebagainya) berputar, sumbu. AS

juga berarti kartu yang bergambar jantung (daun) di bagian tengah, dibubuhi

hurup A (biasa dipakai pada permainan remi dan sebagainya). (Suharso dan

Retnoningsih, 2005 : 54).

AS dimaknai sebagai poros atau pusat dan sekaligus kunci untuk

185

membawa perubahan Kabupaten Gianyar. Dalam permainan remi kartu As

memiliki nilai tertinggi dan menjadi kartu kunci untuk memenangkan permainan.

Pasangan Ace-Sutanaya menggunakan istilah AS untuk memaknai pilkada

sebagai permainan yang akan dimenangkan karena memegang kartu As.

AS merupakan kependekan dari Amerika Serikat sebagai negara adikuasa

karena kemajuan ekonomi dan teknologinya. Pasangan AS dalam kampanye

pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 juga menggunakan mobil mewah dan

helikopter sebagai media untuk mencitrakan pasangan ini memiliki ekonomi dan

pengaruh yang kuat. AS dan Amerika Serikat tidak memiliki korelasi dengan

pasangan Ace-Sutanaya ataupun Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008.

AS juga menjadi istilah yang dipakai Pasangan Anak Agung Gde Agung

dan I Ketut Sudikerta dan berhasil memenangkan Pilkada Badung tahun 2005. AS

juga dimaknai mmebawa kemenangan pada Pasangan Ace-Sutanaya dalam

Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 seperti kemenangan Pasangan Agung-

Sudikerta di Pilkada Badung tahun 2008. AS istilah yang dipakai Agung-

Sudikerta tidak memiliki korelasi langsung dengan Ace-Sutanaya dalam Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008.

Dunia hiperealitas dilukiskan oleh Jean Boudrillard sebagai sebuah dunia

realitas yang konstruksinya tidak bisa dilepaskan dari produksi permainan bebas

tanda-tanda yang tidak melampaui sebuah tanda yang melampaui prinsip, definisi,

struktur, dan fungsinya sendiri. Baoudrillard menjelaskan bagaimana tanda-tanda

dalam wujud hypers-signs menuntut adanya pesona, kejutan, provokasi, dan daya

tarik sebagai logika komoditi itu sendiri. Kemasan tanda dan mediumnya pada

186

satu titik lebih menarik perhatian orang ketimbang pesan dan makna yang

disampaikan.

Dalam praktiknya, berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar yang

dikemas tiga media surat kabar telah melampui prinsip, struktur, dan fungsinya

sebagai sebuah berita. Berita jurnalistik sejatinya adalah sebuah konstruksi realitas

yang penting, aktual, dan menarik bagi khalayak pembaca. Dalam kaitan ini, sama

sekali tidak ada kaitannya dengan tarif, harga atau nilai ekonomis dalam sebuah

pemberitaan. Berita seharusnya adalah fakta yang memiliki bermakna bagi publik

bukan bagi yang diberitakan. Dengan mengemas berita kampanye sebagai berita

yang dibayar, maka struktur dan fungsinya telah melampui hakikat awalnya.

Berita kampanye tersebut telah berubah menjadi berita pesanan, berita advertorial.

Wujud hyper-signs dalam bentuk pesona, provokasi, kejutan, dan daya

tarik sebagai logika berita menjadi sebuah komoditi yang dikemas dalam

pemilihan kata-kata judul yang hiperbolik, parade foto dalam ukuran dan jumlah

yang besar, penyusunan paragrap yang bernada menyanjung kandidat dan tata

letak yang dibuat dengan halaman khusus, seperti Gambar 7.1

7.2 Makna Hegemoni

Bentuk konstruksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi berita kampanye

pada Pilkada Kabupaten Gianyar di surat kabar dapat dimaknai sebagai hegemoni

pers terhadap pembaca dan calon pemilih di Pilkada Kabupaten Gianyar pada

umumnya.

Berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar secara sadar dikonstruksi

187

melalui agenda setting media oleh pengelola tiga media lokal di Bali. Hal ini

terjadi karena berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, menjadi

komoditas informasi yang terikat dalam sebuah kontrak ekonomi antara pengelola

media dengan tim sukses. Konsekuensi dari kerjasama ini pengelola media wajib

memberitakan kegiatan kandidat menjadi sebuah berita, yang selanjutnya dibaca

oleh khalayak sebagai sebuah fakta informasi atau berita media. Realitas politik

yang telah dikonstruksi oleh elite politik lokal dan media, secara terus-menerus,

sadar dan terencana menjadi komsumsi informasi oleh calon pemilih Pilkada

Gianyar Tahun 2008. Publik menerima berita sebagai sebuah fakta politik dalam

bentuk berita politik sebagai sebuah fakta realitas politik yang ada dalam Pilkada

Kabupaten Gianyar. Publik dibiarkan tidak memahami bahwa berita yang mereka

baca sebagai sebuah konstruksi antara pengelola media dengan elite politik lokal.

Dalam konteks ini, Denis McQuail (dalam Hamad, 2004:27), kongsi

antara penguasa dan pengusaha dapat mengancam konstruksi realitas secara

objektif. Ini biasa terjadi dalam negara-negara demokrasi berkatagori gurem.

Pemerintah tidak akan mengganggu kehidupan media sambil mengembangkan

ideologi mereka melalui media. Di sisi lain, media dilarang menyerang

pemerintah. Dalam pengertian lain, ada kecenderungan penguasa dan pengusaha

terlibat dalam kondisi hegemonik. McQuil menyebut, bahwa media menjadi

ideological state apparatus dan kepentingan negara (penguasa) adalah yang utama

bagi media massa dalam mengkonstruksi realittas.

Realitas kondisi hegemonik ini dirasakan oleh Tim Sukses Tim AS, I

Ketut Karda, SH (Wawancara, Selasa, 5/5/2013 di Gianyar) dengan mengatakan.

188

“Politisi bersama media secara tak langsung memang melakukan

hegemoni dalam bentuk berita kepada pembaca, hal ini menjadi sebuah

fakta yang tidak bisa dipungkiri, karena satu sama lain saling

membutuhkan”

Fakta kondisi hegemoni ini diakui oleh Redaktur Bali Post, I Made Dira

Darsana, dengan menyatakan.

“Fakta (hegemoni) itu ada, tetapi kami tidak di semua halaman, makanya

kami menyediakan dalam rubric khusus untuk berita advertorial. Kalo pun

ada liputan yang memang menjadi berita sebenarnya yang kami siapkan

pada halaman lainnya yang juga dapat dibaca oleh public sebagai

informasi, fakta sekaligus referensi”.

Secara internal kelembagaan media, terdapat hubungan yang hegemonik.

Realitas simbolik yang digambarkan media sangat dipengaruhi oleh kepatuhan

reporter dan redaktur berdasarkan ketentuan, kesepakatan, dan misi media

bersangkutan. Wartawan tidak bisa serta merta menyajikan berita tanpa

mengaitkan dengan ideologi dan kepenntingan idustri media bersangkutan. Dalam

hal ini karena manajemen media telah sepakat melakukan kontrak ekonomi

tentang berita kampanye, maka segenap karyawan media mentaatinya sebagai

sebuah konsekuensi kerja. Argumentasi yang secara terus menerus diungkapkan

oleh pemilik media menyebabkan secara sadar dan tak sadar reporter dan redaktur

surat kabar menyepakati kebijakan tersebut. Pernyataan ini ditegaskan oleh

Wartawan Denpost yang bertugas di Kabupaten Gianyar, Anak Agung Yuliantara

(wawancara 27/3/2012).

“Saya menyadari media membutuhkan iklan dan sumber lainnya untuk

melangsungkan kehidupan media, dan ini butuh biaya tidak sedikit dan tim

kampanye membutuhkan media serta menyediakan dana untuk

kepenntingan mereka juga”.

7.3 Makna Konspirasi

189

Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai terjadinya konspirasi antara pers

dan elite politik lokal. Istilah konspirasi bermakna persekongkolan dua pihak atau

lebih untuk mencapai tujuan bersama.

Dalam penelitian ini, konspirasi terjadi antara tim sukses dua kandidat

pasangan kandidat dengan manajemen tiga media. Dalam praktiknya, tim

kampanye meminta kepada manajemen surat kabar agar memuat kegiatan

kampanye kandidat sesuai dengan format materi atau release yang dibuat. Di

pihak lain, manajemen surat kabar menyanggupi permintaan tersebut sepanjang

tim kampanye bersedia membayar tiap berita yang dimuat sesuai dengan biaya

yang telah disepakati. Dalam konsep konspirasi, dua belah pihak berkonspirasi

memperoleh maafaat yang sama menguntungkan. Dalam hal ini, tim kampanye

memperoleh berita sesuai dengan keinginannya, demikian pula tim kampanye

memperoleh jaminan proteksi terhadap berita-berita negative kandidat di surat

kabar yang telah diajak bekerjasama. Disisi lain manajemen media memperoleh

pendapat ekonomi dari penjualan berita dan iklan dari hasil konspirasi tersebut.

Realitas ini mendapat pengakuan dari Tim Sukses Pasangan AS, I Ketut

Karda, dengan mengatakan :

‘meski mengeluarkan uang cukup untuk memberitakan kandidat di surat

kabar, kami dapat mensosialisasikan kadidat dan program sedangkan disisi

lain media mendapatkan keunntungan dari apa yang kami bayarkan”.

Dengan demikian, kita bisa menyimak pendapat Rivers, dkk (2003:340),

Ia dengan gamblang menyebutkan pers telah menerapkan teori konspirasi. Rivers

menyebutkan kuatnya pengaruh bisnis dan iklan terhadap apa yang disampaikan

190

dan tidak disampaikan media. Tuduhannya adalah kalangan bisnis media sering

bersekongkol untuk mendistorsi informasi dan pendapat yang mengandung

konsekuensi sosial, demi kepentingan mereka sendiri. Komentar wartawan Patroli

Post, I Nyoman Astana (38), bisa memperkuat.

“Saya tidak menutup mata atas konspirasi antara politisi dengan media, hal

ini sudah menjadi semacam perselingkuhan politik, walaupun menjadi

pertentangan bathin, faktanya sudah seperti itu mau diapakan”.

Fakta empiris tersebut telah diungkapkan oleh Norman Fairclough (dalam

Eriyanto, 2005 : 323), dengan mengatakan, produksi berita di media kini tidak

mungkin bisa dilepaskan dari pengaruh ekonomi media yang sedikit banyak

berpengaruh terhadap wacana yang muncul dalam pemberitaan. Ini lantaran, salah

satunya, pengiklan yang menentukan kelangsungan hidup media.

Will Irwin (dalam Rivers, dkk, 2003: 324) memiliki pandangan serupa,

Irwin mencatat, secara perlahan namun pasti para pengiklan menyadari

kekuatannya. Pengalaman menyadarkan mereka bahwa penngaruh mereka sangat

besar dan mereka pun memanfaatkannya dengan mendikte koran untuk turut

mempengaruhi konsumen. Dalam bahasa Irwin yang lebih sering dituntut adalah

koran menurunkan artikel tertentu yang secara tidak langsung ikut

mempromosikan produk pengiklan atau untuk tidak memberitakan apa yang

merugikan pengiklan, keluarga dan relasi bisnisnya. Akhirnya Irwin

menyimpulkan bahwa kelemahan pers itu bukan karena adanya iklan, namun

karena hakikat komersil dari usaha penerbitan itu sendiri. Realitas ini diakui oleh

Wartawan Warta Bali, Dewa Gde Alit Sucipta.

“Dengan sistem kompensasi pemberitaan kampanye, media cenderung

tunduk dengan kepentingan pengiklan, ini tidak bisa dihindari, karena

191

media mendapatkan pundi-pundi dari sana”.

7.4 Makna Kapitalisme

Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dalam

surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai

kapitalisme media.

Mengutif pandangan Marx, Barker (2005:17) mengatakan bahwa

kapitalisme adalah sebuah langgam produksi yang dilandaskan pada premis

tentang kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi. Pembagian kelas yang

mendasar dalam kapitalisme adalah antara mereka yang menguasai alat-alat

produksi, yaitu kaum borjuis dengan kaum proletar yang untuk bertahan hidup

harus menjual tenaga kerjanya karena tidak memiliki modal lain. Kapitalisme

bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan ini dicapai dengan cara memeras

nilai tambah dari pekerja. Artinya, nilai yang dikeluarkan oleh pekerja untuk

menghasilkan suatu produk, yang akhirnya menjadi milik kaum borjuis juga, lebih

kecil dari nilai yang diterima pekerja sebagai upah.

Konsep Marx di atas seakan-akan medapatkan legitimasi melalui

pernyataan redaktur surat kabar Bali Post, Ida Bagus Alit Sumerta mengatakan

bahwa salah satu alasan pemasangan tariff berita kampanye, antara lain untuk

mencegah transaksi ekonomi terselubung antara tim kampanye dengan wartawan

di lapangan yang cenderung hanya akan menguntungkan wartawan itu sendiri,

sedangkan institusi tidak memperoleh pendapatan. Pernyataan itu menyiratkan

makna kapitalisme media mengemuka dalam pemberitaan kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar tahun 2008.

192

Pandangan lebih tajam muncul dari Robbert Mc Chesney (dalam Hamad,

2004: 26), dijelaskan, faktor kapital telah menjadi unsur yang esensial dalam

sistem libertarian, sehingga menciptakan fenomena konglemerasi media. Tak

pelak, proses konstruksi realitas pun diselaraskan dengan pertimbangan-

pertimbangan modal. Kosntruksi realitas lazim dilakukan sedemikian rupa

bilamana menyangkut kasus yang merugikan usaha atau relasi mereka. Terhadap

persoalan ini, Tim Kampanye Pasangan Bayu, Pande Made Purwatha mengatakan

“agak susah memang kalo dana yang tidak tersedia cukup, mana bisa

memberitakan kandidat secara terus menerus, kan ongkosnya besar, kita

tidak hanya mengeluarkan budget untuk media saja, kalo ini saja bisa yang

lain tidak terurus dengan baik”

Secara teoretis, media massa bertujuan menyampaikan informasi dengan

benar secara efektif dan efisien. Pada prakteknya, apa yang disebut dengan

kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Namun

demikian, di atas dari semuanya itu, yang terpenting tentunya tidak ada

kepentingan keberlangsungan media itu sendiri, baik dalam pengertian bisnis

maupun politis. Dalam kaitan ini sering terjadi bahwa kebenaran institusi media

menjadi acuan bagi kebenaran lainnya. Meminjam istilah Sobur (2004: 111),

faktor-faktor seperti pemilik media, modal dan pendapatan media dianggap lebih

menentukan bagaimana isi dan wujud media secara keseluruhan. Faktor-faktor

inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa ditampilkan dalam

pemberitaan serta ke arah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media

diarahkan. Pernyataan tersebut tampaknya mendapat pembenaran dari penyataan

reporter surat kabar NusaBali, I Nyoman Wilasa.

“Fungsi media lebih banyak mengalami komudifikasi, media dihadapkan

193

pada dua hal antara idealisme dan kepentingan ekonomi, hal ini harus

berjalan secara simultan dalam rangka keberlangsungan media sebagai

pemberi informasi kepada publik dan perusahaan yang harus survival”.

Merujuk pada padangan Pareno (2005:11) fungsi media massa yang

sedemikian ideal pada kenyataannya diperankan sebagai organ atau alat, baik oleh

pengelolanya, alat penguasa dan alat sekelompok orang. Sebagai alat pegelolanya,

peranan media massa diarahkan semata-mata untuk memperoleh keuntungan

komersial dan pengaruh. Hal ini pula ditegaskan oleh reporter koran Fajar Bali,

Putu Puspa Artayasa.

“Saya juga merasakan kapitalisme media, terutama koran-koran di Bali

telah mempengaruhi kekritisan media dalam mengungkapkan suatu fakta

dan relitas, yang disebabkan oleh kepentigan ekonomi yang terlalu besar”.

7.5 Makna Komodifikasi

Konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupten Gianyar Tahun 2008 dalam

surat kabar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat dimaknai sebagai

komodifikasi media.

Barker (2005: 17) menyebutkan komodifikasi sebagai proses yang

diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana benda-benda, kualitas, dan tanda-tanda

diubah menjadi komoditas. Dengan komodifikasi, setiap hal bisa menjadi produk

yang siap jual, mulai dari benda-benda konkrit sampai keabstrak-abstrak yang

tersembunyi, mulai dari kapal terbang hingga bagian-bagian yang sebelumnya

terahasiakan. Tampilan permukaan barang-barang yang dujual di pasar

menyamarkan asal-usulnya yang sarat hubungan eksploitatif.

Makna komudifikasi sangat tepat untuk menggambarkan realitas bentuk

konstruksi berita kampanye di surat kabar pada Pilkada Kabupaten Gianyar tahun

194

2008. Tahun sebelum keluarnya otonomi daerah dilanjutkan dengan pilkada, telah

berlangsung kegiatan politik, seperti, pemilu presiden, legislatif. pemilu legislatif

sendiri telah berlangsung mulai dari Pemilu 1955, Pemilu 1971, Pemilu 1977,

Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, Pemilu 1997, Pemilu 1999, dan Pemilu

Tahun 2004. Namun baru kali ini terjadi fakta bahwa setiap kegiatan kampanye

pilkada yang ingin memuat berita di tiga surat kabar ini harus dikenakan

kompensasi ekonomi. Hal ini menunjukkan terjadi komudifikasi terhadap

informasi politik kepada masyarakat.

Surat kabar NusaBali untuk foto-foto saja dihargai Rp. 3,5 juta, harga

berita pilkada setiap halaman Rp. 20 juta untuk sekali muat. Surat kabar Bali Post

membuat perjanjian khusus dengan kedua pasang kandidat. Tim kampanye

dikenakan biaya Rp. 1 juta untuk satu berita ukuran 3 kolam x 15 cm atau sekitar

2.500 karakter. Surat kabar Radar Bali menetapkan harga berita iklan pilkada Rp.

39 ribu per mm kolom warna dan Rp. 24 ribu per mm kolom untuk hitam-putih.

Realitas ini diakui oleh redaktur surat kabar Bali Post, I Made Dira

Darsana (wawancara 19/10/13)

“kami lebih tepat menyebutnya dana punia, nilainya jauh sangat murah

bila dibandingkan dengan nilai iklan sebenarnya, tidak mencapai 10

persenya, dana yang terkumpul ini nantinya juga digunakan untuk

kepntingan kegiatan sosiala dan keagaman”.

Hal senada disampaikan penanggung jawab redaksi surat kabar Radar Bali

(Jawa Pos Group), I Made Rai Warsa (wawancara 10/8/13).

“Pemasukan untuk media kami cukup besar dalam pelaksanaan pilkada,

bisa mencapai ratusan juta rupiah. Namun pertimbangan kami tidak

semata-mata untuk mendapatkan iklan yang besar, juga dan pertibangan

sirkulasi, dimana setiap pengiklan mendapatkan akan membeli koran

untuk kandidat dan penndukunganya”.

195

Meski besarnya biaya dalam pemuatan berita dalam surat kabar pada

pelaksanaan pilkada, ditanggapi sebagai sebuah kompensasi dari upaya untuk

meraih dukungan sebanyak-banyak dari pemilih, dan hal ini memerlukan biaya.

Hal ini diungkapkan tim sukses Pasangan AS, I Ketut Karda (wawancara,

15/5/13).

“wajarlah media harus mengenakan tariff untuk setiap pemasangan iklan,

mana ada yang gratis di era sekarang, selama itu saling menguntungkan

yang tidak masalah buat kami, karena dalam team sudah pula

menganggarkan untuk itu”.

Sementara tim sukses Pasangan Bayu, Pande Made Purwatha menanggapi

dengan sedikit berbeda dengan komodifikasi media dalam pilkada.

“ya kalo bisa jangan setiap berita harus dibayar, minimalkan kan ada hal-

hal yang memang layak untuk diberitakan tanpa membayar, informasi dari

surat kabar terhadap proses pilkada kan ditunggu-tunggu juga oleh

masyarakat”.

7.6 Refleksi

Demokrasi di Indonesia yang lahir pasca era reformasi tahun 2008, telah

melahirkan pemilihan kepala daerah secara langsung. Dalam perjalanannya

Kabupaten Gianyar telah melaksanakan pilkada sebanyak dua kali, yakni pada

tahun 2008 dan 2013. Pelaksanaan pilkada di Kabupaten Gianyar, tidak pernah

luput dari pemberitaan media massa. Hal ini mengingat berita pilkada menjadi

berita yang ditunggu oleh masyarakat. Surat kabar masih mendapat tempat dihati

masyarakat sebagai penyaji informasi tentang pelaksanaan pilkada. Namun akibat

konstruksi berita kampanye pilkada Kabupaten Gianyar di surat kabar

memunculkan istilah skizofrenia.

196

Skizofrenia dimaknai sebagai gejala terjadinya skizofrenia. Skizofrenia,

dalam kaitannya dengan media dan bahasa, didefinisikan oleh Jacques Lacan

(dalam Piliang 2005a: 226) sebagai putusnya ranttai pertandaan, yaitu rangkaian

sintagmatis penanda yang bertautan dan membentuk satu ungkapan atau makna.

Ketika penanda tidak lagi berkaitan dengan petanda dengan ikatan pasti, maka

yang kemudian tercipta adalah ungkapan skizofrenik, berupa serangkaian penanda

yang satu sama lainnya tidak berkaitan, yang tidak mampu menghasilkan makna.

Tanda-tanda digunakan untuk menciptakan kesimpangsiuran makna, kegalauan

informasi, yang didalamnya pencarian makna dan kebenaran menjadi mustahil.

Penanda adalah citraan dan kesan mental dari sesuatu yang besifat verbal atau

visual, sedangkan petanda adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh

tanda.

Dalam konteksnya dengan konstruksi berita kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar tahun 2008, yang dimaksud penanda adalah kesan mental yang muncul

dari wujud fisik dari sebuah berita. Kesan mental itu secarra umum dapat

dideskripsikan secara awam bahwa berita kampanye adalah (1) gagasan kalimat

yang terdiri atas judul, tubuh berita, kadang-kadang terdapat foto dan

menceritakan kegiatan kampannye kandidat, (2) gagasan kalimat tersebut terdapat

dalam rubrik surat kabar (sesuai dengan nama rubriknya masing-masing).

Deskripsi semacam ini, ketika seseorang melihat penanda ini, pastilah petanda

(makna) yang muncul adalah berita kampanye.

Dalam benak pembaca, berita kampanye tersebut dimaknai sebagai

kegiatan jurnalistik yang dilakukan oleh seorang reporter media cetak dalam

197

memotret realitas kampanye. Tentunya dengan standar berita bernilai

sebagaimana dikatakan Pareno yang menyebutkan bahwa sebuah berita disebut

bernilai apabila memiliki standar moral, keindahan, kepercayaan dan ukuran

tertentu.

Realitanya, terjadi rantai pertandaan yang putus. Kesan mental secara

visual dan tulisan (penanda) yang muncul ketikan membaca dan mencermati

gugusan wacana berita kampanye adalah berita. Makna (petanda) yang

sebenarnya adalah advertorial (iklan dalam bentuk berita). Konsep iklan dan berita

adalah dua konsep yang bertolak belakang. Konsep ini lebih mengarahkan pada

unsur promosi dengan segala taktik dan strateginya. Konsep iklan lebih

berorientasi pada nilai ekonomis agar produk terjual. Sehingga iklan sering kali

menggambarkan produk lebih indah dan lebih baik dari aslinya. Pemuatan iklan

didahului dengan kesepakatan nilai ekonomi antar media dan pengiklan. Konsep

berita sesungguhnya mengacu pada penggambaran realitas apa adanya, tanpa ada

ikatan dalam bentuk transaksi ekonomi secara langsung dan tak langsung dengan

sumber berita.

Piliang mengatakan bahwa yang kemudian tercipta adalah ungkapan

skizofrenik, berupa serangkaian penanda yang satu sama lainnya tidak berkaitan.

Tanda-tanda apakah itu berita kampanye atau iklan kampanye, digunakan untuk

menciptakan kesimpangsiuran makna dan kegalauan informasi. Dengan perspektif

semacam itu, pencarian makna dan kebenaran menjadi mustahil. Dalam arti,

bagaimana pembaca mesti menggali kebenaran informasi sebuah berita kampanye

jika ternyata pemuatannya dibarengi dengan tariff tertentu. Kebenaran niscaya

198

telah dikonstruksi sesuai dengan pesanan kandidat yang mengeluarkan dan untuk

berita kampanye itu.

199

BAB VIII

SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasarkan deskripsi pada bab-bab sebelumnya dapat ditarik simpulan

terhadap keseluruhan penelitian ini.

Pertama, secara keseluruhan selama pelaksanaan masa kampanye tiga

media cetak memberikan liputan lebih luas kepada pasangan Ace-Sutanaya (AS)

dibandingkan Pasangan Bharata dan Yuda Thema atau Bayu. Indikatornya adalah

frekuensi berita pasangan AS adalah 58 buah berita (65,91 %) lebih besar

dibandingkan dengan Pasangan Bayu yang hanya 30 buah berita (34,09 %) dari

total berita yang disajikan oleh surat kabar Bali Post, NusaBali dan Radar Bali

(Jawa Pos Group) selama pelaksanaan kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar

tahun 2008.

Ketimpangan pemberitaan tersebut disebabkan dua faktor. Pertama

Pasangan AS mengeluarkan biaya iklan untuk kampanye lebih besar daripada

Pasangan Bayu yakni Rp 1,2 Miliar : Rp 400 juta. Faktor kedua, Pasangan AS

sebagai berhadapan dengan pasangan incumbent memerlukan publikasi yang lebih

banyak sebagai pencitraan untuk dapat menarik simpati pemilih.

Kedua, dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi konstruksi

yang dipakai untuk menegaskan tema tertentu. Van Djik membagi struktur teks

atas struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Dalam struktur makro,

makna global dari suatu teks dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat

oleh suatu teks. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa konstruksi berita

surat kabar tentang kampanye Pilkada Gianyar meliputi : (1) Konstruksi kualitas

200

dan citra kandidat, (2) Konstruksi program kandidat, (3) Konstruksi mobilisasi

dukungan, (4) Konstruksi Provokasi Politik.

Empat konstruksi tersebut, program kerja kandidat memiliki muatan

informasi yang lebih bermakna dibandingkan bentuk konstruksi kualitas dan citra,

mobilisasi dukungan, dan provokasi politik. Konstruksi program kerja

menggambarkan, kontrak politik yang nantinya dilaksanakan jika kandidat

berhasil menjadi pemenang dalam pilkada. Bentuk konstruksi wacana semacam

ini sangat diperlukan calon pemilih untuk secara cerdas dan rasional dalam

menentukan pilihan politiknya. Dari 88 berita yang dikonstruksi hanya 9 buah

berita yang memuat program kerja. Ini menunjukkan konstruksi berita kampanye

sebagian besar kurang bermakna bagi kepentingan publik.

Ketiga, dalam penelitian ini dimensi kognisi sosial dan konteks sosial teks

diteliti. Kognisi sosial menyangkut skema mental wartawan yang membuat teks.

Skema diskonseptualisasikan sebagai struktur mental mencakup didalamnya

bagaimana wartawan memandang manusia dan peran sosial serta menyeleksi

informasi yang datang dari lingkungannya. Dalam konteks sosial diteliti faktor-

faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi sebuh teks dikonstruksi untuk

selanjutnya dikonsumsi dalam bentuk berita oleh pembaca dan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan konstruksi berita surat kabar tentang

kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008 dipengaruhi oleh faktor internal

dan eksternal surat kabar bersangkutan. Faktor-faktor ini meliputi, (1) ideologi

surat kabar, (2) kebijakan redaksi, ideologi wartawan (3) ideologi pasar, (4)

praktek kekuasaan, (5) representasi parpol, (6) modal (sosial, ekonomi, budaya).

201

Dari keseluruhan faktor yang telah disebutkan di atas, faktor pemilik

modal memegang peran paling menentukan atas keseluruhan konstruksi berita

yang dimuat dalam surat kabar. Konstruksi berita kampanye pilkada didasarkan

atas kontrak kerjasama ekonomi dalam bentuk pemasangan iklan atau advertorial

antara kandidat dengan institusi surat kabar. Keputusan menyangkut kontrak

kerjasama ekonomi ini ditentukan oleh pemilik modal media.

Keempat dalam penelitian ini Teori Hipersemiotika dan Ekologi Media

digunakan untuk mengungkap makna konstruksi berita surat kabar dalam

Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar tahun 2008. Hipersemiotika menegaskan

penggunaan tanda dan fungsinya dalam kelompok dominan terhadap kelompok

lainnya yang berlangsung tanpa kekerasan dan diperjuangkan melalui mekanisme

opini publik.

Hasil penelitian mengungkapkan, makna konstruksi berita surat kabar

tentang Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008, meliputi (1)

hegemoni, (2) konspirasi, (3) hiperealitas, (4) komodifikasi, (5) kapitalisme, dan

(6) hipermoralitas.

Berdasarkan deskripsi atas makna-makna tersebut di atas dapat

disimpulkan bahwa surat kabar melakukan konspirasi dengan kandidat dan usaha

sekeras-kerasnya menghegomoni pembaca atau publik melalui penggunaan tanda-

tanda semiotis yang berlebihan dalam teks berita kampanye. Publik disuguhkan

berita kampanye yang kurang bermakna bagi proses pencerdasan dan pendidikan

politik di alam demokrasi. Surat kabar secara sadar mengelola berita kampanye

sebagai komoditas dan bentuk kapitalisme secara masif.

202

8.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, dapat disarankan hal-hal sebagai

berikut.

Pertama, jajaran surat kabar baik cetak maupun elektronik hendaknya

merumuskan kembali peran dan fungsinnya dalam pengelolaan informasi

berkenaan dengan kegiatan politik. Dalam artian, media massa agar membuat

kebijakan yang berproses dari hakikat fungsi dan peran pers untuk

mengembangkan peran kontrol serta menegakkan fakta sehingga informasi politik

yang disajikan benar-benar memihak pada kepentingan publik unntuk

mendapatkan informasi yang tepat, cepat dan akurat dalam pendidikan politik.

Kedua, Dewan Pers agar mengeluarkan regulasi dan aturan menyangkut

etika pengelolaan informasi berkaitan dengan kegiatan politik yang mengkhusus

pada pilkada, sehingga dapat menjaga pegangan dan arahan bagi penngelola

media. Dimana regulasi tersebut menempatkan kepentinngan publik untuk

mendapatkan informasi yang benar, jelas dan akurat serta bermanfaat.

Ketiga, para politisi dan pemangku kebijakan hendaknya menjadikan

media sebagai wahana dalam penyebaran informasi yang benar kepada

masyarakat tanpa ada upaya untuk mengintervensi media secara politik, ekonomi

dan sosial serta budaya.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Nursal. 2004. Political Marketing : Strategi Memenangkan Pemilu.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

203

Afdal Makkuraga Putra. Emosionalitas dan Negativity dalam Iklan Politik

Pilkada, Jurnal Media Watch, 31 Agustus 2007

Agger, Ben. 2008. Teori Sosial Kritis(Terjemahan) Yogyakarta : Kreasi Wacana.

Al Ries dan Laura Ries. 2002. The Fall of Advertising and the Rise of PR. New

York: Harper Collins Publishers

Anonimus. 2006. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah. Semarang : Dahara Prize

Arcana, Fajar. 2007. Surat Merah Untuk Bali. Jakarta : Galangpress (Anggota

IKAPI)

Artha, I Gusti Putu. 2006. Wacana Berita Surat Kabar Kampanye Pemilihan

Kepala Daerah Kabupaten Badung Provinsi Bali Tahun 2005 : Sebuah

Kajian Budaya. Tesis Program Program Studi Kajian Budaya Program

Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Atmaja, Bawa dan Anantawikrama Tungga Atmadja.2009. “Pelampiasan

Syahwat Kekuasaan dan “Ngutang Gae, Ngalih Gae”: Pemaknaan Pesta

Demokrasi di Bali”. Dalam Jurnal Kajian Budaya, Kajian Budaya

Universitas Udayana, Volume 6 Nomor 11 Januari 2009. Halaman 45-82.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka Utama .

Bungi, Burhan. 2005. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Cetakan Pertama. Jakarta :

Prenada Media

Dedi, Aji Mulawarman.2007. ‘’Perubahan Dengan Eksistensi Habitus’’. Dalam

ajidedim.wordpress.com. 12/26/2007

Djurnato, Totok. 2004. Manajemen Penerbitan Pers. Cetakan Kedua. Bandung

PT Remaja Rosdakarya.

Dwipayana, Ari. 2006. Pergulatan Politik Representasi atas Bali. Denpasar:

Uluangkep Press.

Effendy, Onong U. 1986. Dimensi-dimensi Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung

: Alumni

Eriyanto, 2001, Analisis Wacana : Pengantar Analisi Teks Media, LKiS,

Yogyakarta.

Eriyanto, 2005. Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi dan Politik Media.

Cetakan Ketiga. Yogyakarta : PT LKIS Pelangi Aksara

Fashri, Fauzi.2007. Penyingkapan Kuasa Simbol. Yogyakarta : JUXTAPOSE.

Firmanzah. 2007. Marketing Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hamad, Ibnu. 2004, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa : Sebuah

Study Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik, Granit,

Jakarta.

Haryanto. 2005. Kekuasaan Elit. Yojakarta: Program Pascasarjana (S2)

Universitas Gadjah Mada.

204

Hikmat Budiman. Iklan Partai Politik dan Konservatisme. Koran Tempo, 27

Maret 2004.

Hutcheon, Linda. 2004. Politik Posmodernisme. Yogjakarta: Jendela. Hoggard,

John, 2004 The End of the Science.

Imfath, D Syarov (editor). 2008. Jejak Nurani CokAce-Sutanya. Ubud : AS Media

Center.

Ishwara, Luwi. 2005. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Cetakan Pertama.

Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Jondra, I Wayan dan I Nengah Sujaya (ed). 2007. Kepemimpinan yang Balinese.

Denpasar : PT. Empat Warna Komunikasi.

Kutha Ratna, Nyoman. 2005. Sastra dan Culture Studies, Representasi Fiksi dan

Fakta. Cetakan Pertama. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Khairul Muluk, Mujibur Rahman. 2007. Menggugat Partisipasi Publik Dalam

Pemerintahan Daerah; Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir

Sistem. Malang: Banyumedia Publishing.

Luwarso, Lukas 2005. Kebebasan Pers dan Ancaman Hukum. Cetekan Pertama.

Jakarta. Dewan Pers

Marijan, Kacung. 2006. Demokratisasi Di Daerah: Pembelajaran Dari Pilkada

Secara Langsung, Surabaya : Pustaka Eureka.

Marijan, Kacung. 2007. Resiko Politik, Biaya Ekonomi, Akuntabilitas Politik dan

Demokrasi Lokal. Makalah disampaikan pada ‘In-house Discussion

Komunikas Dialog Partai Politik’ yang diselanggarakan oleh Komunitas

Indonesia untuk Demokasi (KID) di Jakarta, 16 November 2007.

Mulyana. 2005. Kajian Wacana. Teori, Metode dan Aplikasi Prinsip-prinsip

Analisis Wacana. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Mu’ti, Abdul.2009. Demokrasi Feodal. Dalam www.unisosdem.org, 3 Maret

2009.

Mufid, Muhamad, 2007, Komunikasi & Regulasi Penyiaran, Kecana, Jakarta.

Mulyana, Deddy , 2004, Metode Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, hal 106, Remaja Rosdakarya

Bandung.

Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta : Ghalia.

Nordholt, Henk Schulte. 2006. The Spell of Power. Denpasar : Pustaka Larasan.

Novel Ali, Selasa, 07 Oktober 2003, Etika Pemberitaan Pers vs Resistansi Publik

Media, Opini Kompas.

Pareno, Sam Abede. 2005. Media Massa antara Reulitas dan Mimpi. Cetakan

Pertama. Surabaya : Papyrus.

Pasaribu, Rondang. 1999. “Pers dalam Tatanan Politik yang Berubah”. Dalam

Menuju Masyarakat Kewargaaan, Afnan Malay dkk (editor). Cetakan

Pertama, Yogyakarta : LP3Y.

205

Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya

Makna. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra.

Piliang, Yasraf Amir. 2004. Posrealitas, Realitas Kebudayaan Dalam Era

Postmetafisika. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra.

Piliang, Yasraf Amir., 2005, Tanspolitika, Dinamika Politik dalam Era

Vitualitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Jalasutra.

Prakoso, Junario Imam. 1998. ”Sikap Netralitas Pers Terhadap Pemerintah Habbie

(Analisis Isi terhadap Kompas dan Republika)”. Dalam Jurnal Ikatan

Sarjana Komunikasi Indoensia, Volume III Edisi April, Hlm. 109-126.

Poerwardarminta. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cetakan Ketiga. Jakarta

: Balai Pustaka.

Rani, Abdul, Bustanil Arifin dan Martutik. 2006. Analisis Wacana, Sebuah Kajian

Bahasa dalam Pemakian. Cetakan Kedua. Malang : Bayumedia.

Rivers, William L dkk. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern. Cetakan

Pertama. Jakarta : Kencana.

Romli, Lili. 2005. “Pilkada Langsung, Otonomi Daerah dan Demokrasi Lokal”,

Dalam Jurnal Analisis CSIS, Volume 34 Nomor 3 September 2005,

Halaman 279-290.

Siebert, Fred. S. 1986, Empat Teori Pers (terjemahan oleh Putu L.S. Pendit),

Jakarta: PT Intermasa.

Stanley Adi Prasetyo. Kita Takut pada Kampanye Negatif. Suara Merdeka, 30

Mei 2004.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Cetakan Kedua. Bandung : Rosda

Karya

Sudiana. 1986. Komunikasi Periklanan Cetak. Bandung: Remadja Kary.

Sudibyo Agus, 2006, Politik Media dan Petarungan Wacana, Cetakan Kedua.

LKIS Yogyakarta.

Suharno dan Ana Retnoningsih. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Semarang: CV Widya Karya.

Sukawati, Tjokorda Oka A.A, (ed). 2006. Kembang Rampai Desa Ubud.

Denpasar: Pustaka Nayottama.

Suprayogo, Imam dan Tobrini. 2001. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama.

Cetakan Pertama. Bandung : Rosda.

Susetyo, Benny. 2004. Hancurnya Etika Politik. Jakarta: KOMPAS.

Synnott, Antony. 2007. Tubuh Sosial; Simbolisme, Diri dan Masyarakat.

Yogyakarta: Jalasutra.

T. Yulianti, Iklan Politik di Televisi, Kompas, 15 Maret 2004.

Tester, Keith. 2003. Media, Budaya, dan Moralitas. Cetakan Pertama. Yogyakarta

: Juxtapose dan Kreasi Wacana.

Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Cetakan Pertama. Bandung :

Sembiosa Rekatama Media.

206

Wattimena, Reza A.A.2009. (essai) Feodalisme Sebagai Musuh Demokrasi.’

Dalam Kompas : 30 April 2009.

Widodo. 1997. Teknik Wartawan Menulis Berita di Surat Kabar dan Majalah.

Cetakan Pertama. Surabaya : Penerbit Indah

Wirawan, Bagus AA,dkk.2005. Sejarah Kota Gianyar. Gianyar : Badan

Informasi dan Komunikasi Kabupaten Gianyar.

Wolton, Dominique, Kritik Atas Teori Komunikasi : Kajian Dari Media

Konvensional Hingga Era Internet (terjemahan : Ninik Rochani Sjams,

Kreasi Wacana, 2007, Yogyakarta.

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2010. Pengantar Teori Komunikasi Analisis

dan Aplikasi Edisi 3. Jakarta: Salemba Humanika.

Yusuf Maulana. Kredibilitas Iklan Politik di Televisi, Kompas, 26 Juni 2004.

Zen, Fathurin. 2004. NU dan Politik : Analisis Wacana Media. Cetakan Pertama.

Yogyakarta : LkiS

Bali Post, 12 Maret 2007 (Hal 2). Partai Demokrat Calonkan Cok Ace. Denpasar

: Bali Post.

___________. Iklan Politik Bisa Menjebak, Kompas, 22 Mei 2008.

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA

I. Kelompok Pertanyaan A

1. Apakah surat kabar saudara/i memuat tentang berita Kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?

2. Apa saja yang anda lakukan dalam mempublikasikan kegiatan kampanye

Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?

207

3. Seberapa penting menurut anda berita pelaksanaan kampanye dalam Surat

Kabar ?

4. Apakah yang anda harapan dari berita Kampanye Pilkada Kabupaten

Gianyar Tahun 2008 ?

II. Kelompok Pertanyaan B

1. Apakah surat kabar saudara menyediakan kolom khusus tentang

pelaksanaan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ?

2. Berapa banyakah surat kabar saudara memuat berita kampanye Pilkada

Kabupaten Gianyar ?

3. Apakah surat kabar saudara memiliki kebijakan khusus dalam

memberitakan Kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar ?

4. Apakah surat kabar saudara mengalami peningkatan oplah maupun

pemasangan iklan selama pelaksanaan kampanye Kabupaten Gianyar?

III. Kelompok Pertanyaan C

1. Apa motivasi saudara menjadi Bupati dan Wakil Bupati ?

2. Apakah saudara memiliki media centre atau tim yang bertugas khusus

dalam pemberitaan kampanye di surat kabar?

3. Berapa kali anda melakukan kegiatan jumpa pers selama pelaksanaan

Pilkada Kabupaten Gianyar 2008 ?

4. Berapa jumlah anggaran yang anda habiskan untuk publikasi pada surat

kabar?

IV. Kelompok Pertanyaan D

1. Apakah berita kampanye Pilkada Kabupaten Gianyar memberi dampak

pada perolehan suara anda dalam Pilkada Kabupaten Gianyar ?

2. Apakah anda merasa puas dengan pemberitaan tentang pelaksanaan Pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?

3. Menurut Anda apakah kekurang dari berita pelaksanaan kampanye pilkada

Kabupaten Gianyar Tahun 2008 ?

208

4. Apakah anda akan mewujudkan janji-janji yang anda sampaikan selama

pelaksanaan Pilkada Kabupaten Gianyar ?

Lampiran 2

DAFTAR INFORMAN

I. Calon Bupati dan Wakil Bupati Pilkada Kabupaten Gianyar Tahun 2008

1. Nama : Ir.Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati. M.si

Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Dosen Fakultas Teknis Univ. Udayana

Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Nama : A.A. Gde Agung Bharata, SH

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Bupati Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Nama : Dewa Made Sutanaya, SH

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan

Jenis Kelamin : Laki-laki

209

4. Nama : Putu Yudany Thema, SE

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Anggota DPRD Kabupaten Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki

5. Nama : I Ketut Karda

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Anggota DPRD Kabupaten Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Nama : I Nyoman Parta, SE

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Anggota DPRD Propinsi Bali

Jenis Kelamin : Laki-laki

II. Pimpinan Redaksi dan Wartawan Surat Kabar

1. Nama : I Nyoman Wirata, SH

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : Redaktur Balipost

Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Nama : I Ketut Naria

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Redaktur NusaBali

Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Nama : I Made Rai Warsa

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Pimpinan Redaksi RadarBali

Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Nama : I Gede Suyadnyana

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Redaktur Denpost

Jenis Kelamin : Laki – laki

5. Nama : I Gusti Ngurah Dwikora Putra

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Pimred Warta Bali

Jenis Kelamin : Laki-laki

210

6. Nama : I Gusti Agung Dharmada, SH

Umur : 35 Tahun

Pekerjaan : Wartawan Balipost

Jenis Kelamin : Laki-laki

7. Nama : Drs. I Nyoman Wilasa

Umur : 46 Tahun

Pekerjaan : Wartawan NusaBali

Jenis Kelamin : Laki-laki

8. Nama : Dewa Gde Alit Sucipta, ST

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Wartawan Warta Bali

Jenis Kelamin : Laki-laki

9. Nama : A.A. Yuliantara, SH

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Wartawan Denpost

Jenis Kelamin : Laki-laki

10. Nama : Oka Suryawan

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Wartawan Radar Bali

Jenis Kelamin : Laki-laki

III. Pengamat Politik dan Masyarakat Umum

1. Nama : Tjokorda Atmaja

Umur : 54 Tahun

Pekerjaan : Dosen dan Praktisi

Jenis Kelamin : Laki-laki

2. Nama : I Wayan Arthana, SH

Umur : 52 Tahun

Pekerjaan : Kepala Dinas Perhubungan dan Infokom

Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Nama : I Wayan Panca Wibawa

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : Ketua KPUD Kabupaten Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki

211

4. Nama : I Gede Ngurah Hartawan

Umur : 45 Tahun

Pekerjaan : Anggota KPUD Kabupaten Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki

5. Nama : I Gede Panca

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Ketua Panwaslu Kabupaten Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki

6. Nama : I Gusti Putu Alit

Umur : 56 Tahun

Pekerjaan : Masyarakat Gianyar

Jenis Kelamin : Laki-laki